Transcript

1

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

2

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

1. Pemahaman Sosiologi Pendidikan

Pendidikan adalah pembelajaran, pengetahuan, keterampilan, dan

kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi

berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering

terjadi dibawah bimbingan orang lain tetapi juga memungkinkan secara

otodidak. Pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan perubahan

kelakuan anak didik. Pendidikan bertalian dengan transmisi pengetahuan

sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya kepada

generasi muda. Pendidikan adalah proses mengajar dan belajar pola-pola

kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan oleh masyarakat.

Lingkungan social adalah tempat dimana masyarakat saling

berinteraksi dan melakukan sesuatu secara bersama-sama antar sesama

maupun lingkungannya. Antara pendidikan dan perkembang-an masyarakat

dapat di pisahkan satu dengan yang lain. Kemajuan masyarakat dan suatu

bangsa sangat di tentukan pembangunan sector pendidikan dalam penyiapan

sumber daya manusia (SDM) yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi

warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Perilaku manusia pada hakekatnya hampir seluruhnya bersifat social,

yakni dipelajari dalam interaksi dengan manusia lainnya, hampir segala

sesuatu yang kita pelajari merupakan hasil hubungan kita dengan orang lain

dirumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan, dan sebagainya.2 Bahan

pelajaran atau isi pendidikan ditentukan oleh kelompok atau masyarakat

seseorang. Demikian pula kelompok atau masyarakat menjamin kelangsungan

hidupnya melalui pendidikan agar masyarakat itu dapat melanjutkan

1 Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Rahagrasindo Perkasa, 2011), hlm.60

2 S.Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara:2010), hlm.10

3

eksistensinya, maka kepada anggota mudanya harus diteruskan nilai-nilai,

pengetahuan, keterampilan dan bentuk kelakuan lainnya yang diharapkan akan

memiliki setiap anggota.

Tiap masyarakat meneruskan kebudayaanya dengan beberapa

perubahan kepada generasi muda melalui pendidikan, melalui interaksi social

dengan demikian pendidikan dapat diartikan sebagai sosialisasi. Dalam arti ini

pendidikan dapat di artikan dimulai dengan interaksi pertama individu itu

dengan anggota masyarakat lainnya, misalnya pada saat pertama kali bayi di

biasakan minum menurut waktu tertentu.

Dalam definisi ini tidak diadakan perbedaan antara orang tua dengan

anak, antara guru dengan murid. Yang diutamakan ialah adanya hubungan

yang erat antara individu dengan masyarakat. Belajar adalah sosialisasi yang

kontinyu artinya setiap individu dapat menjadi murid dan menjadi guru. Individu

belajar dari lingkungan sosialnya dan juga mengajar dan mempengaruhi orang

lain.

Dalam masyarakat primitive tidak ada pendidikan formal yang

tersendiri, setiap anak harus belajar dari lingkungan sosialnya dan harus

menguasai sejumlah kelakuan yang diharapkan daripadanya pada saatnya

tanpa adanya guru tertentu yang bertanggung jawab atas kelakuannya.

Kemudian dalam masyarakat yang maju kebanyakan kebiasaan dan pola

kelakuan yang pokok dalam kebudayaan dipelajari melalui proses pendidikan

atau sosialisasi informal.3

Bahasa, kebiasaan, makanan dan kepribadian fundamental sebagian

besar diperoleh melalui pendidikan Non formal. Orang yang berpendidikan

ialah orang yang telah bersekolah, melalui pendidikan terbentuklah kepribadian

seseorang boleh dikatakan seluruh kelakuan individu bertalian dengan atau

dipengaruhi orang lain. Maka karena itu kepribadian pada hakikatnya gejala

social. Aspek-aspek yang sama terdapat dalam kelakuan semua orang dalam

masyarakat dapat disebut kebudayaan masyarakat, kepribadian individu selalu

bertalian erat dengan kebudayaan lingkungan tempat iya tinggal.

3 Ibid, hlm.11

4

2. Faktor-Faktor Perkembangan Manusia Seorang etnometodologis mempelajari bagaimana warga masyarakat

membentuk kebiasaan atau menyimpang dari kebiasaan yang merupakan

suatu realitas dan tertib social tertentu tujuan utamanya adalah untuk

mnegungkapkan latar belakang dari perilaku yang dianggap biasa. Tokoh-tokoh

etnometodologi adalah Harold Garfinkel, Harvey Sacks, Aaron V. Cicourel,

David Sudnow, Hugh Mehan Serta Houston Wood.4

Perkembangan manusia dipengaruhi oleh berbagai-bagai factor yaitu:

a. Faktor Biologis Lingkungan Alamiah

Adalah seperti iklim dan faktor-faktor geografis lainnya memberikan

tempat dan bahan yang perlu bagi kehidupan seperti oksigen, bahan untuk

produksi bahan makan, hujan, matahari, dan sebagainya, demikian pula

adanya alat-alat, transportasi, perumahan, pakaian, dan sebagainya.

Lingkungan alam merangsang bentuk kelakuan tertentu, seperti laut untuk

menangkap ikan, berlayar, berdagang, padang rumput untuk beternak, dan

sebagainya. Walaupun dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi orang dapat melepaskan diri dari pengaruh lingkungan dekat.

b. Faktor Biologis lingkungan Sosial Budaya

Perkembangan manusia lingkungan social. Semua orang hidup dalam

kelompok dan saling berhubungan melalui lambang-lambang, khususnya

bahasa. Manusia mempelajari kelakuan dari orang lain dilingkungan

sosialnya. Hampir segala sesuatu yang dilakukannya, bahkan apa yang

dipikirkannya dan dirasakannya bertalian dengan orang lain.

Aqidah atau ideologi memiliki pengaruh yang sangat signifikan

terhadap hal-hal tersebut, karena manusia dikendalikan dan diarahkan

oleh ideologi mereka sendiri5. Anak yang dididik diluar masyarakat

manusia, seperti anak-anak yang dibesarkan ditengah-tengah serigala

4 Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi, (Jakarta timur : Yudistira, 1984), hlm.10

5 Syaikh Abdullah dan Syaikh Muhammad, Mukhtasar Aqidah Islam, (Surabaya : Pustaka Elba,

2016), hlm.295

5

dihutan tidak menunjukkan kelakuan manusia biasa bahkan tak dapat

berjalan atau makan seperti manusia.

Bahasa, kebiasaan, makan, pakaian, kepercayaan peranan dalam

kelompok, dan sebagainya. Dipelajari dari lingkungan social budaya,

karena lingkungan ini berbeda-beda, maka terdapat pula perbedaan dalam

pola kelakuan manusia. Selanjutnya lingkungan social budaya memberikan

model atau contoh bentuk kelakuan yang diterima dan diharapkan oleh

masyarakat. Anak-anak diharapkan berkelakuan sesuai dengan apa yang

dilakukan oleh anggota masyarakat lainnya. Seluruh pendidikan

berlangsung melalui interaksi social. Inilah hakikat pendidikan.

6

PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

7

PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

1. Pendididkan

Setiap bangsa pada umumnya menginginkan pendidikan, dengan

pendidikan yang dimaksud disini adalah pendidikan formal artinya makin

banyak dan makin tinggi pendidikan maka semakin baik pula individunya.

Fungsi sekolah ialah pendidikan intelektual yakni mengisi otak anak

dengan berbagai macam ilmu pengetahuan.

Sekolah dalam kenyataanya masih mengutamakan latihan mental

formal, yaitu suatu tugas yang pada umumnya tidak dapat dipenuhi oleh

keluarga atau lembaga lainnya, oleh sebab itu memerlukan tenaga yang

khusus di persiapkan untuk itu yaitu seorang guru. Dalam pendidikan

formal yang biasanya memegang peran utama ialah guru dengan

mengontrol reaksi dan merespon murid.

Anak-anak biasanya belajar dibawah tekanan dan bila perlu paksaan

tertentu dan kelakuannya dikuasai diatur dengan berbagai aturan.

Kurikulum pada umumnya juga ditentukan oleh petugas pendidikan guru

atau orang dewasa lainnya akan tetapi oleh murid sendiri.

Adapun Fungsi Sekolah yaitu :

a. Sekolah mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan;

b. Sekolah memberikan keterampilan dasar;

c. Sekolah membuka kesempatan memperbaiki nasib;

d. Sekolah menyediakan tenaga pembangunan;

e. Sekolah membantu memecahkan masalah-masalah social;

f. Sekolah mentransmisi kebudayaan;

g. Sekolah membentuk manusia yang social;

h. Sekolah merupakan alat mentrasnformasi kebudayaan.

Antara pendidikan sekolah, keluarga dan masyarakat terdapat saling

keterkaitan, karena pendidikan adalah bagian dari kehidupan yang dituntut

mampu mengikuti perkembangan di dalamnya, misi diemban pendidikan

tidak larut dalam penagruh lingkungan sekitarnya. Pendidikan dalam hal ini

tidak diharapkan hanya menjadi buih karena gelombang perkembangan

8

zaman berdasarakan nilai-nilai di idealkan, pendidikan akan selalu

berupaya menjalani kehidupan.

Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia, bukanlah taken for

granted tetapi jauh sebelumnya telah mengalami suatu proses yang

panjang yakni “belajar”, pendidikan dan pengalaman tersendiri

berdasarkan zamannya. Mereka mungkin tidak sekolah secara formal di

sekolah, tetapi mereka belajar dari pengalaman. Proses belajar dan

pendidikan yang dialami mereka dalam zaman yang berbeda tersebut

telah menjadikan manusia mampu memenuhi kebutuhan, menjalani

kehidupan hingga memasuki zaman peradaban seperti sekarang ini.6

2. Kebudayaan

Kebudayaan yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk

mengolah dan mengubah alam. Dengan demikian dapat di simpulkan

bahwa kebudayaaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek

kehidupan manusia baik material maupun non-material. Sebagian besar

ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat

di pengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang

menyatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahapan yang

sederhana menuju tahapan yang lebih konpleks.

Kebudayaan yang diciptakan manusia dalam kelompok dan wilayah

yang berbeda-beda menghasilkan keragaman kebudayaan. Tiap

persekutuan hidup manusian (masyarakat, suku, atau bangsa) memiliki

kebudayaan sendiri yang berbeda dengan kebudayaan kelompok lain.

Kebudayaan yang dimiliki sekelompok manusia membentuk ciri dan

menjadi pembeda dengan kelompok lain. Dengan demikian, kebudayaan

merupakan identitas dari persekutuan hidup manusia.

Dalam rangka memenuhi hidupnya manusia akan berinteraksi dengan

manusia lain, masyarakat berhubungan dengan masyarakat lain, demikian

pula terjadi hubungan antar persekutuan hidup manusia dari waktu ke

waktu dan terus berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Kebudayaan

6 Abdullah, Op.Cit, hlm.59

9

yang ada ikut pula mengalami dinamika seiring dengan dinamika

pergaulan hidup manusia sebagai pemilik kebudayaan. Berkaitan dengan

hal tersebut kita mengenal adanya pewarisan kebudayaan, perubahan

kebudayaan, dan penyebaran kebudayaan.

Bahwa dalam rangka pemenuhan hidupnya manusia akan berinteraksi

dengan sesama, masyarakat dengan masyarakat lain yang terjadi

antar persekutuan hidup manusia sepanjang hidup manusia. Berkaitan

dengan hal tersebut kita mengenal adanya tentang kebudayaan yaitu :

a. Pewaris kebudayaan yaitu proses pemindahan, penerusan,

pemilikan dan pemakaian dari generasi ke generasi;

b. Perubahan kebudayaan yaitu perubahan yang terjadi karena

ketidaksesuaian diantara unsur-unsur budaya;

c. Penyebaran kebudayaan atau difusi adalah proses menyebarnya

unsur-unsur kebudayaa dari suatu kelompok ke kelompok yang

lain atau dari masyarakat ke masyarakat yang lain.

Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur

besar maupun kecil yang merupakan bagiann dari suatu kebulatan yang

bersifat sebagai kesatuan, misalnya dalam kebudayaan Indonesia dapat

dijumpai unsure besar seperti umpamanya majelis permusyawaratan

rakyat, disamping adanya unsur-unsur kecil seperti sisir, kancing, baju,

peniti, baju, dan lain-lainnya yang dijual pinggir jalan.

Menurut Melville J, Herskovits mengajukan empat unsur pokok

kebudayaan yaitu :

a. Alat-alat teknologi,

b. Sistem ekonomi,

c. Keluarga, dan

d. Kekuasaan politik.7

Keaneka ragaman masyarakat yang ada dan perubahan perubahan

kebudayaan menimbulkan fenomena baru didalam masyarakat. Keaneka

ragaman merupakan suatu keadaan yang dapat mendatangkan fenomena

7 Soejarno Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Kharisma

Putra Utama, 2012), hlm.153

10

baru baik itu fenomena positif maupun fenomena negatif. Namun jika

kedua-duanya kita telusuri dan kita kaji lebih jauh, maka hal tersebut

merupakan suatu gejala-gejala wajar yang terjadi dimasyrakat. Keaneka

ragaman dan perubahan kebudayaan dapat mendorong terjadinya konflik,

inergasi, disinteragasi dan reintentegrasi.8

3. Pendidikan Sebagai Pengubah

Pendidikan berfungsi untuk menyampaikan, meneruskan mentransmisi

kebudayaan, diantara nilai-nilai nenek moyang kepada generasi muda. Dalam

fungsi ini sekolah itu Konservatif dan berusaha mempertahankan status quo

demi kestabilan politik, kesatuan dan persatuan bangsa. Disamping itu sekolah

juga turut mendidik generasi muda agar hidup dan menyesuaikan diri dengan

perubahan-perubahan yang cepat akibat perkembangan ilmu pengentahuan

dan teknologi.

Dalam hal ini sekolah mempunyai fungusi “agent of change” lembaga

pengubah. Sekolah mempunyai fungsi transformative artinya sekolah harus

dapat mengikuti perkembangan agar bangsa jangan ketinggalan dalam

kemampuan dan pengetahuan di banding dengan bangsa-bangsa lain. Untuk

itulah kurikulum harus senantiasa mengalami perubahan atau pembaharuan.

Dalam kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan sekolah memegang peranan

penting sebagai “agent of change” untuk membawa perubahan-perubahan

social.9

Akan tetapi masih dalam norma-norma social seperti struktur keluarga,

agama, filsafat bangsa. Sekolah cenderung untuk mempertahankan sistem

lama dan dengan demikian mencegah terjadinya perubahan yang dapat

mengancam keutuhan bangsa. Perubahan social adalah proses diamana

terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem social. Setiap masyarakat

senantiasa berada dalam proses social.

Dengan perubahan social juga merupakan gejala yang melekat pada

masyarakat yang dapat diketahui dengan membandingkan keadaan

8 Binti Maunah, Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta : Kalimedia, 2016), hlm.112

9 S.Nasution, Op.Cit, hlm.22

11

masyarakat pada waktu dengan keadaan masyarakat pada masa lampau. Laju

kecepatan perubahan social tidak selalu sama antara satu masyarakat dengan

masyarakat lainnya. Misalnya antara masyarakat desa dengan masyarakat

kota. Demikian juga antara masyarakat yang terisolasi dengan masyarakat

terbuka mempunyai hubungan social dengan masyarakat lain.

Masyarakakt terisolasi mempunyai laju perubahan yang sangat lambat,

sehingga sering disebut masyarakat statis. Disebut masyarakat statis tentu saja

bukan berarti tidak mengalami perubahan sama sekali, tetapi perubahan yang

terjadi berlangsung dengan lambatnya sehingga hamper tidak menunjukkan

gejala perubahan. Sedangkan masyarakat yang terbuka hubungannya dengan

masyarakat luas mengalami perubahan yang berlangsung cepat, sering kali

disebut masyarakat dinamis, perubahan social yang terjadi dalam masyarakat

menimbulkan ketidak sesuaian anatara unsure social yang ada dalam

masyarakat.10

Dengan kata lain perubsahan social mengubah struktur dan fungsi dari

unsur-unsur social dalam masyarakat. Dengan demikian perubahan social

dalam masyarakat mengandung pengertian ketidak sesuain diaatara unsure-

unsur social yang saling berbeda dalam masyarakat sehingga menghasilkan

suatu pola kehidupan yang tidak serasi fungsinya bagi masyarakat yang

bersangkutan.

Struktur social merupakan bentuk jalinan diantara unsur-unsur social yang

pokok dalam masyarakat yang menunjukan pada bentuk seluruh jaringan

hubungan antar individu dalam masyarakat diamana terjalin interaksi dan

komunikasi social. Seddangkan sistim social menunjukan pada bagaimana

hubungan antara unsur-unsur social dalam masyarakat sehingga membentuk

suatu kebulatan yang berfungsi.

Perubahan social dapat dikatan bahwa perubahan pada segi structural

masyarakat seperti pola-pola perilaku dan pola interaksi antar anggota

masyarakat, perubahan pada segi cultural masyarakat seperti nilai-nilai, sikap-

sikap, serta norma-norma social masyarakat, perubahan di berbagai tingkat

10

Abdullah, Op.Cit. hlm.208

12

masyarakat dunia perubahan yang dapat menimbulkan ketidak seimbangan

dalam suatu sistim masyarakat11.

Dilihat dari bentuknya perubahan social dapat dibedakan ke dalam

beberapa bentuk, baik perubahan lambat dan perubahan cepat.

a. Perubahan memerlukan waktu yang lama dan rentetan perubahan kecil

yang saling mengikuti dengan lambat yang dianamakan evolusi. Pada

evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak

tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha masyarakat untuk

menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan dan kondisi baru yang

timbul sejalan dengan pertumbuhann masyarakat. Rentetan berbagai

perubahan tersebut tidak perlu sejalan dengan rentetan kejadian didalam

sejarah masyarakat yang bersangkutan.

b. Perubahan kecil dan perubahan besar. Sedikit sulit untuk merumuskan

masing-masing. Perubahan kecil adalah perubahan yang terjadi pada

unsure-unsur struktur social yang tidak membawa pengaruh langsung atau

berarti bagi masyarakat. Perubahan metode pakaian. Misalnya tak akan

pengaruhh apa-apa bagi masyarakat dalam keseluruhannya.

c. Perubahan yang dikehendak atau perubahan yang direncanakan dan

perubahan yang tidak dkehendaki. Perubahan yang dikehendaki

merupakan perubahan yang diperkirakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak

yang menghendaki perubahan yang dianamakan agent of change yaitu

seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan

masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga masyarakat.

Kemudian perubahan yang tidak direncanakan merupakan perubahan

yang terjadi tanpa dikehendaki berlangsung dliuar jangkaun pengawasan

masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat social yang

tidak diharapkan masyarakat.12

11

Ibid, hlm.209 12

Ibid, hlm.210

13

4. Pendidikan dan Pembaharuan Masyarakat

Para pendidik yang menaruh kepercayaan yang besar sekali akan

kekuasaan pendidikan dalam membentuk masyarakat baru. Karena itu setiap

anak diharapkan memasuki sekolah dan dapat diberikan ide-ide baru tentang

masyarakat yang lebih indah daripada yang sudah-sudah. Sekolah dapat

merekonstruksi atau mengubah dan membentuk kembali masyarakat baru.

Pihak yang berkuasa disuatu Negara pada umumnya menggunakan

sekolah untuk mempertahankan dasar-dasar masyarakat yang ada, perubahan

yang asasi tak akan terjadi tanpa persetujuan pihak yang berkuasa dan

masyarakat. Tak dapat diharapkan bahwa guru-guru lah yang akan mengambil

inisiatif untuk mengadakan reformasi, oleh sebab guru sendiri diangkat oleh

pihak yang berkuasa dan telah menerima norma-norma yang di persyaratkan

oleh atasannya.

Perubahan yang dapat diadakan hanya kecil-kecilan saja dibawah

pimpinan yang berwenang. Sekolah tak dapat melepaskan diri dari masyarakat

tempat ia berada dan dari control pihak berkuasa. Sekolah hanya dapat

mengikuti perkembangan dan perubahan masyarakat dan tak mungkin

memelopori atau mendahuluinya. Jadi tidak ada harapan sekolah dapat

membangun masyarakat baru lepas dari proses perubahan social yang

berlangsung dalam masyarakat tersebut.

Dalam dunia yang dinamis ini tak dapat setiap masyarakat akan

mengalami perubahan. Tidak turut berubah dan mengikuti pertukaran zaman

akan membahayakan eksistensi masyarakat itu. Tiap pemerintahan akan

mengadakan perubahan yang diinginkan demi kesejahteraan rakyatnya dan

keselamatan bangsa dan negaranya. Dalam pada itu diusahakan adanya

keseimbangan anatara dinamika dengan stabilitas. Perubahan-perubahan itu

antara lain tercermin dalam perubahan dan pembaruan kurikulum dan system

pendidikan. Peralihan dari zaman colonial ke zaman kemerdekaan memerlukan

berbagai perubahan kurikulum sampai sesuai dengan filsafat bangsa.

14

5. Pengertian Pendidikan dan Stratifikasi Sosial

a. Pengertian pendidikan

Menurut Langeveld pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh,

perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada

pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap

melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Sedangkan menurut UU No.

2 Tahun 1989, pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan

peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan

bagi peranannya dimasa yang akan datang. Dari pengertian tersebut dapat

disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif untuk mengembangkan potensi dirinya agar memiliki

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya dan masyarakat.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diartikan pula bahwa

pendidikan mempunyai fungsi atau kegunaan. Menurut Horton dan Hunt

pendidikan mempunyai dua fungsi yakni fungsi manifest dan fungsi laten.

Sebagai fungsi manifest, pendidikan dapat membantu seseorang untuk

dapat mencari nafkah. Melalui pendidikan seseorang akan mempunyai

keterampilan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dan dari keterampilan

itulah, ia akan mampu untuk mencari nafkah. Sebagai fungsi laten,

pendidikan berfungsi sebagai sarana untuk memperpanjang masa ketidak

dewasaan, mengurangi pengendalian orangtua,dan sebagainya.

Pendidikan adalah suatu lembaga yang bertujuan untuk

mengembangkan potensi setiap peserta didiknya, sehingga bisa dikatakan

bahwa melalui pendidikan lah seseorang bisa memperlihatkan dan

mengembangkan kemampuannya yang kemudian akan diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari di masyarakat.13

13

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiati, Ilmu Pendidikan, (Jakrta : PT. Bhineka Cipta, 2007), hlm.68

15

b. Pengertian Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial merupakan sebuah pengelompokan masyarakat

untuk membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang

lainnya. Didalam masyarakat dasar-dasar pembentukan stratifikasi sosial

dilihat dari empat hal.

1) Dilihat dari ukuran kekayaan. Kekayaan (materi atau kebendaan)

dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam

lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan

paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem

pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, yang tidak mempunyai

kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan

tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-

benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun

kebiasaannya dalam berbelanja.

2) Dilihat dari ukuran kekuasaan dan wewenang. Dalam hal ini jika

seseorang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar maka,

ia akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial

dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak

lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam

masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak

kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat

mendatangkan kekayaan.

3) Dilihat dari ukuran kehormatan. Disini ukuran kehormatan dapat

terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang

yang disegani atau di hormati akan menempati lapisan atas dari

sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat

terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat

menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat,

para orang tua atau pun orang-orang yang berprilaku dan berbudi

luhur.

16

4) Dilihat dari ukuran ilmu pengetahuan.Ukuran ilmu pengetahuan sering

dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu

pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan

akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial

masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini

biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau

profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur,

doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun

sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang

disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya,

sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak

benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan

membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.14

c. Pengolongan Sosial

Dalam tiap masyarakat orang menggolongkan masing-masing dalam

berbagai kategori, dari lapisan yang paling atas sampai yang paling bawah.

Dengan demikian terjadilah stratifikasi sosial. Ada masyarakat yang

mempunyai stratifikasi sosialyang sangat ketat. Seorang lahir dalam

golngan tertentu dan ia tidak mungkin meningkatkan kegolongan yang

lebih tinggi. Keanggotaanya dalam suatu kategori merupakan faktor utama

yang menentukan tinggi pendidikan yang dapat ditempuhnya, jabatan yang

dapat didukinya, orang yang dapat dikawininya, dan sebagainya. Golongan

yang ketat serupa ini biasanya diebut kasta.

Biasanya pebggolongan sosial tidak seketat itu akan tetapi fleksibel

dengan batas-batas yang agak kabur dan senantiasa dapat mengalami

perubahan. Dalam masyarakat yang demikian anak seorang jenderal dapat

bekerja sebagai penyanyi di night club dan kawin dengan putri keturunan

bangsawan zaman dulu.15

14

Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengatar, (Jakarta : Rajawali Pers,

2014), hlm.195 15

Ibid, hlm.197

17

d. Cara-cara Menentukan Golongan Sosial

Konsep tentang penggolongan sosial bergantung pada cara seorang

menentukan golongan sosial itu. Adanya golongan sosial timbul karena

adanya perbedaan status dikalangan anggota masyarakat. Untuk

menentukan stratifikasi sosial dapat diikuti tiga metode, yaitu :

1) Metode obyektif, yaitu stratifikasi yang ditentukan berdasarkan kriteria

obyektif antara lain : jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan,

jenis pekerjaan. Menurut suatu penelitian di Amerika Serikat pada

tahun 1954, bahwa dokter menempati kedudukan yang sangat tinggi

sama dengan gubernur Negara bagian. Juga professor tinggi

kedudukannya sama dengan ilmuwan, anggota kongres, Dewan

Perwakilan Rakyat. Guru sekolah menduduki tempat yang lebih

rendah dari kapten tentara, pemain orkes atau kontraktor, akan tetapi

lebih tinggi dari penyiar radio, masinis, polisi. Yang paling rendah

kedudukannya adalah tukang semir sepatu.

2) Metode Subyektif, yaitu dimana dengan menggunakan metode ini

kelompok/golongan social dirumuskan berdasarkan pandangan

menurut anggota masyarakat menilai dirinya dalam hierarki kedudukan

dalam masyarakat itu. Kepada mereka diajukan pertanyaan : “menurut

pendapat saudara termasuk golongan manakah saudara dinegara ini,

golongan atas, golongan menengah, atau golongan rendah?.

3) Metode reputasi, metode ini dikembangkan oleh W. Lloyd Warner cs.

Dalam metode ini golongan social dirumuskan menurut bagaimana

anggota masyarakat menempatkan masing-masing stratifikasi

masyarakat itu. Kesulitan penggolongan objektif dan subyektif ialah

bahwa penggolongan itu sering tidak sesuai dengan tanggapan orang

dalam lingkungan sehari-hari yang nyata tentang golongan social

masing-masing. Oleh sebab itu W.L Warner mengikuti suatu cara yang

realistis yakni memberi kesempatan kepada orang dalam masyarakat

itu sendiri untuk menentukan golongan-golongan mana yang terdapat

18

pada masyarakat itu lalu mengidentifikasi anggota masing-masing

golongan itu.16

e. Jenis-Jenis Strattifikasi Sosial

Didalam bukunya, Saripudin menyebutkan bahwa macam-macam

stratifikasi sosial terdiri dari beberapa kelompok, antara lain:

1) Stratifikasi pada masyarakat pertanian, dalam masyarakat ini sistem

stratifikasi dilihat dari kepemilikan tanah.

2) Stratifikasi sosial pada masyarakat feodal, seperti yang kita ketahui

feodalisme merupakan sistem sosial politik yang memberikan

kekuasaan yang besar pada golongan bangsawan. Hampir sama

dengan stratifikasi pada masyarakat pertanian, pada masyarakat

feodal stratifikasi sosial dilihat dari kepemilikan tanah yang terdiri dari

dua kelas utama yakni para bangsawan (tuan tanah) dan buruh.

3) Stratifikasi sosial pada masyarakat industri, pada masyarakat ini

sistem pelapisan sosial lebih bersifat terbuka dimana seseorang

memiliki kesempatan untuk melakukan mobilitas.17

Selain itu, didalam bukunya Saripudin juga menjelaskan bahwa

stratifikasi sosial mempunyi beberapa tipe antara lain:

1) Stratifikasi Sosial Tertutup

Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana tiap-tiap anggota

masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial

yang lebih tinggi atau lebih rendah. Contoh stratifikasi sosial tertutup yaitu

seperti sistem kasta di India dan Bali serta di Jawa ada golongan darah

biru dan golongan rakyat biasa. Tidak mungkin anak keturunan orang

biasa seperti petani miskin bisa menjadi keturunan ningrat/ bangsawan

darah biru.

16

S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Bandung ; 1983), hlm.26 17

Soerjono, Op.Cit, hlm.200

19

2) Stratifikasi Sosial Terbuka

Stratifikasi sosial terbuka adalah sistem stratifikasi di mana setiap

anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari satu strata/tingkatan

yang satu ketingkatan yang lain. Misalnya seperti tingkat pendidikan,

kekayaan, jabatan, kekuasaan dan sebagainya. Seseorang yang tadinya

miskin dan bodoh bisa merubah penampilan serta strata sosialnya menjadi

lebih tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi

lebih baik dengan sekolah, kuliah, kursus dan menguasai banyak

keterampilan.

3) Stratifikasi Sosial Campuran

Stratifikasi sosial campuran adalah gabungan dari stratifikasi sistem

terbuka dan stratifikasi sistem tertutup dimana masyarakat tersebut dapat

untuk pindah kelapisan lebih atas, namun di sisi lain dapat melakukan

mobilitas vertical dengan status sama. Contohnya dapat kita temukan pada

masyarakat Bali. Misalnya seseorang yang berkasta Brahmana

mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke

Jakarta menjadi buruh, maka ia akan memperoleh kedudukan rendah,

maka ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di

Jakarta.18

f. Penyebab Terjadinya Stratifikasi Sosial

Kehidupan manusia tidak lepas dari adanya lapisan dalam masyarakat

atau yang sering disebut dengan stratifikasi sosial. Keadaan masyarakat

yang majemuk memungkinkan terjadinya perbedaan-perbedaan dalam

masyarakat karena faktor-faktor tertentu. Sistem lapisan sosial dalam

masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya atau sengaja disusun untuk

mengejar tujuan bersama.

Menurut Soekanto alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang

terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian

keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta

18

Ibid, hlm.203

20

dalam batas-batas tertentu. Pelapisan sosial ini terjadi karena adanya

perkembangan dan perubahan dalam masyarakat tersebut. Hal ini dapat

dilihat pada masyarakat Batak dimana marga tanah, yaitu marga pertama-

tama membuka tanah dianggap mempunyai kedudukan yang tinggi.

Demikian pula dengan golongan pembuka tanah kalangan orang Jawa di

Desa dianggap sebagai pembuka tanah dan pendiri desa yang

bersangkutan.19

Soekanto mengatakan untuk meneliti terjadinya proses-proses lapisan

masyarakat dapat berpedoman pada hal-hal berikut, yaitu:

1) Sistem lapisan mungkin berpokok pada sistem bertentangan dalam

masyarakat. Sistem demikian hanya mempunyai arti yang khusus bagi

masyarakat-masyarakat tertentu yang menjadi objek penelitian.

2) Sistem lapisan dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur

antara lain :

a) Distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti penghasilan,

b) Kekayaan,

c) Keselamatan, dan

d) Wewenang;

Sistem pertentangan yang diciptakan para warga masyarakat; kriteria

sistem pertentangan, yaitu :

a) Apakah di dapat berdasarkan kualitas pribadi,

b) Keanggotaan kelompok kerabat tertentu,

c) Milik, wewenang atau kekuasaan;

d) Lambang-lambang kedudukan seperti tingkah laku hidup, cara

berpakaian, perumahan, dan keanggotaan pada suatu organisasi;

mudah atau sukar bertukar kedudukan; solidaritas diantara

individu-individu atau kelompok-kelompok yang menduduki

kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat.”

19

Ary H Gunawan, Sosiologi Pendidikan (Susatu Analisis Sosiologi Tentang Berbagai Problem Pendidikan), (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hlm.32

21

Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan

bagian sistem sosial setiap masyarakat. Walaupun secara teoritis seluruh

manusia dapat dianggap sederajat. Namun tidak demikian, sesuai dengan

kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial manusia dalam masyarakat

terbentuk lapisan-lapisan dengan manusia lainnya sebagai suatu makhluk

sosial.

Beberapa hal yang menyebabkan munculnya stratifikasi sosial menurut

Saripudin antara lain:

1) Munculnya lapisan sosial dalam masyarakat didasarkan pada adanya

pertentangan dan pembedaan.

2) Tidak adanya keseimbangan dalam pembagian atau distribusi hak dan

kewajiban, hak-hak istimewa (penghasilan, kekayaan, ilmu) dimiliki

oleh hanya segelintir orang atau kelompok tertentu.

3) Kelompok-kelompok yang memiliki hak-hak istimewa tersebut

biasanya menggunakan lambang-lambang yang menjadi symbol

kedudukan, lambang tersebut baik berupa pakaian, tingkah laku,

rumah, dan keanggotaan pada suatu organisasi.20

g. Pengaruh Stratifikasi Sosial

Dalam kehidupan bermasyarakat, stratifikasi sosial sangatlah

berpengaruh. Stratifikasi sosial (Pelapisan sosial) sudah mulai dikenal

sejak manusia menjalin kehidupan bersama. Terbentuknya pelapisan

sosial merupakan hasil dari kebiasaan manusia berhubungan antara satu

dengan yang lain secara teratur dan tersusun, baik secara perorangan

maupun kelompok.

Pada masyarakat yang taraf kebudayaannya masih sederhana, maka

pelapisan yang terbentuk masih sedikit dan terbatas, sedangkan

masyarakat modern memiliki pelapisan sosial yang kompleks dan tajam

perbedaannya. Stratifikasi sosial akan selalu di temukan dalam masyarakat

selama di dalam masyarakat tersebut terdapat sesuatu yang dihargai.

Mungkin berupa uang atau benda-benda bernilai ekonomis, atau tanah,

20

Ibid, hal.33

22

kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan agama, atau keturunan keluarga

terhormat. Seseorang yang banyak memiliki sesuatu yang dihargai akan

dianggap sebagai orang yang menduduki pelapisan atas.

Sebaliknya mereka yang hanya sedikit memiliki atau bahkan sama

sekali tidak memiliki sesuatu yang dihargai tersebut, mereka akan

dianggap oleh masyarakat sebagai orang-orang yang menempati

pelapisan bawah atau berkedudukan rendah. Stratifikasi sosial akan

membedakan warga masyarakat menurut kekuasaan dan pemilikan materi.

Kriteria ekonomi selalu berkaitan dengan aktivitas pekerjaan, kepemilikan

kekayaan, atau kedua-duanya. Dengan begitu, pendapatan, kekayaan,

dan pekerjaan akan membagi anggota masyarakat ke dalam beberapa

stratifikasi atau kelas ekonomi.21

Dalam stratifikasi sosial terdapat tiga kelas sosial, yaitu: Masyarakat

yang terdiri dari kelas atas (upper class), Masyarakat yang terdiri kelas

menengah (middle class) dan kelas bawah (lower class). Orang-orang

yang berada pada kelas bawah (lower) biasanya lebih banyak dari pada di

kelas menengah apalagi pada kelas atas. Semakin keatas semakin sedikit

jumlah orang yang berada pada posisi kelas atas.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam kehidupan

masyarakat terdapat kriteria yang dipakai untuk menggolongkan orang

dalam pelapisan sosial dilihat dari ukuran kekayaan, kekuasaan,

kehormatan, dan ukuran ilmu pengetahuan yang dimiliki.dilihat dari ukuran

itu, dapat disimpulkan bahwa pelapisan sosial dapat mempengaruhi

kehidupan masyarakat, seperti adanya perbedaan gaya hidup dan

perlakuan dari masyarakat terhadap orang-orang yang menduduki

pelapisan tertentu.

Stratifikasi sosial juga menyebabkan adanya perbedaan sikap dari

orang-orang yang berada dalam strata sosial tertentu berdasarkan

kekuasaan, privilese dan prestise. Dalam lingkungan masyarakat dapat

terlihat perbedaan antara individu, atau satu keluarga lain, yang

dapatdidasarkan pada ukuran kekayaan yang dimiliki. Yang kaya

21

Ibid, hlm.35

23

ditempatkan pada lapisan atas dan miskin pada lapisan bawah. Atau

mereka yang berpendidikan tinggi berada dilapisan atas sedangkan yang

tidak sekolah pada lapisan bawah. Dari perbedaan lapisan sosial ini terlihat

adanya kesenjangan sosial. Hal ini tentu merupakan masalah sosial dalam

masyarakat.22

h. Golongan Sosial Sebagai Lingkungan Sosial

Golongan sosial menentukan lingkungan seseorang. Pengetahuan,

kebutuhan dan tujuan, sikap, watak seseorang sangat dipengaruhi oleh

lingkungan sosialnya. Sistem golongan sosial menimbulkan batas-batas

dan rintangan ekonomi, kultural dan sosial yang mencegah pergaulan

dengan golongan-golongan lain. Golongan sosial membatasi dan

menentukan lingkungan belajar anak. Orang yang termasuk golongan

sosial yang sama cenderung bertempat tinggal di daerah tertentu. Misalkan

orang golongan atas akan tinggal di daerah elite karena anggota golongan

rendah tidak mampu tinggal di sana. Orang akan mencari pergaulan

dikalangan yang dianggap sama golongan sosialnya.Namun demikian ada

kemungkinan terjadi perpindahan sosial.23

i. Tingkat Pendidikan

Dalam berbagai studi, disebutkan tingkat pendidikan tertinggi yang

didapatkan seseorang digunakan sebagai indeks kedudukan sosialnya.

Menurut penelitian memang terdapat korelasi yang tinggi antara

kedudukan sosial yang seseorang dengan tingkat pendidikanyang telah

ditempuhnya,meski demikian pendidikan yang tinggi tidak dengan

sendirinya menjamin kedudukan sosial yang tinggi.

Korelasi antara pendidikan dan golongan sosial antara lainterjadi

karena anak dari golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan

pelajarannya sampai perguruan tinggi. Sementara orang yang termasuk

golongan atas beraspirasi agar anaknya menyelesaikan pendidikan sampai

22

Ibid, hal.37 23

S.Nasution, Op.Cit, hlm.30

24

perguruan tinggi.Orang yang berkedudukan tinggi, bergelar akademis,

yang mempunyai penapatan besar tinggal dirumah elite dan merasa

termasuk golongan atas akan mengusahakan anknya masuk universitas

dan memperoleh gelar akademis. Sebaliknya anak yang orangtuanya buta

huruf mencari nafkahnya dengan mengumpulkan puntung rokok, tinggal

digubuk kecil, tak dapat diharapkan akan mengusahakan anaknya

menikmati perguruan tinggi. Ada 3 faktor yang mempengaruhi tingkat

pendidikan seorang anak, Yaitu: Pendapatan orangtua, Kurangnya

perhatian akan pendidikan dikalangan orangtua dan Kurangnya minat si

anak untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.24

24

Ibid, hlm.31

25

GOLONGAN SOSIAL DAN

JENIS PENDIDIKAN

26

GOLONGAN SOSIAL DAN JENIS PENDIDIKAN

1. Pemahaman Golongan Sosial

Golongan sosial tidak hanya berpengaruh terhadap tingginya jenjang

pendidikan anak tetapi juga berpengaruh terhadap jenis pendidikan yang

dipilih. Tidak semua orangtua mampu membiayai studi anaknya diperguruan

tinggi. Pada umumnya anak-anak yang orangtuanya mampu, akan memilih

sekolah menengah umum sebagai persiapan untuk belajar di perguruan

tinggi.Sementara orangtua yang mengetahui batas kemampuan keuangannya

akan cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya, dengan pertimbangan

setelah lulus dari kejuruan bisa langsung bekerja sesuai dengan keahliannya.

Dapat diduga sekolah kejuruan akan lebih banyak mempunyai murid dari

glongan rendah daripada yang berasal dari golongan atas.

Karena itu sekolah menengah dipandang lebih tinggi statusnya daripada

sekolah kejuruan.Demikian pula dengan mata pelajaran atau bidang studi yang

berkaitan dengan perguruan tinggi dipandang mempunyai status yang lebih

tinggi , misal matematika, fisika dipandang lebih tinggi dari pada tata buku.

Sikap demikian bukan hanya terdapat dikalangan siswa tetapi juga dikalangan

orangtua dan guru yang dengan sengaja atau tidak sengaja menyampaikan

sikap itu kepada anak-anaknya.25

2. Bakat dan Golongan Sosial

Berdasarkan penelitian tentang angka-angka murid menunjukkan bahwa

angka-angka yang tinggi lebih banyak ditemukan pada murid dari golongan

sosial yang tinggi. Kegagalan dalam pelajaran lebih banyak terdapat

dikalangan murid dari golongan rendah. Walaupun dalam tes intelegensi

ternyata kelebihan IQ anak-anak golongan atas, namun tak semua kegagalan

dan angka - angka rendah yang kebanyakan dari anak golongan rendah dapat

dijelaskan dengan IQ. Ini menandakan bahwa Iq mengandung unsur pengaruh

lingkungan.Atas pengaruh lingkungan IQ dapat berubah. Lingkungan yang baik

dapat meningkatkan IQ.

25

Ibid, hlm.31

27

Pada umumnya ada perbedaan bakat atau pembawaan diantara ank-anak

dari berbagai golongan sosial. Disamping itu terdapat pula perbedaan pula

perbedaan minat mereka terhadap kurikulum yang berlaku dan motivasi untuk

mencapai angka yang tertinggi. Guru-guru dapat memperhatikan bahwa

banyak anak dari golongan rendah mempunyai perhatian yang kurang terhadap

pelajaran akademis meskipun mempunyai IQ yang tinggi.

Anak-anak dari golongan rendah biasanya turut mencari nafkah keluarga

sehingga mengurangi minat belajar. Selain itu ada kemungkinan perbedan

partisipasi anak-anak dari berbagai golongan sosial dalam berbagai kegiatan

ekstra kurikuler yang memerlukan waktu dan biaya, seperti kegiatan olahraga,

kemping, musik, seni lukis, kepramukaan dan sebagainya, kecuali bila

diharuskan bagi semua siswa.26

3. Sosiomentri

Dalam KBBI, Sosiometri adalah : teknik penelitian yang umumnya

bertujuan untuk meneliti hubungan sosial psikologis antara individu di dalam

suatu kelompok. Biasanya metode ini dilakukan sbb. Kepada anak-anak

diminta menulis nama satu orang dengan siapa dia duduk sebangku, dapat

juga kita minta nama dua orang menurut prioritas anak itu bahkan ditambah

dengan nama ank yang tidak disukai.

Selain teman sebangku, juga bisa diganti dengan teman menonton,

teman belajar, teman bermain dll. Dari nama-nama yang ditulis dapat diolah

menjadi sosiogram yang menunjukkan gambar diagram hubungan sosial dalam

kelas. Anak yang paling dipilih diberi julukan "bintang", anak yang tidak dipilih

oleh siapa pun disebut "isolate". Selain itu bakal muncul dua orang yang saling

memilih disebut "pair/pasangan",kemudian tiga orang yang saling memilih

disebut "triangle/segitiga" dan di temukan juga satu kelompok yang erat

hubungan anggotanya disebut " klik/ clique ".27

26

Veithzal Rivai dan Sylvyana Murni, Education Management (Analisis Teori dan Praktik),

(Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hlm.168 27

S.Nasution, Op.Cit, hlm.34

28

4. Mobilitas Sosial

Dalam tiap masyarakat modern terdapat mobilitas sosial atau

perpindahan golongan yang cukup banyak. Perpindahan orang dari

golongan sosial yang lain, yang lebih tinggi atau lebih rendah disebut

mobilitas sosial vertical. Mobilitas sosial ini berarti bahwa individu itu

memasuki lingkungan sosial yang berbeda dengan sebelumnya.

Ada faktor penghambat mobilitas seperti agama,kesukuan, jenis

kelamin dan sebagainya. Kenaikan golongan sosial dapat diselidiki

dengan: Meneliti riwayat pekerjaan seseorang dan Membandingkan

kedudukan sosial indifidu dengan kedudukan orang tuanya, jadi tidak ada

negara yang sepenuhnya “terbuka” atau “tertutup bagi mobilitas sosial,

kerena dalam masyarakat terbuka orang lebih mudah naik kegolongan

sosial yang lebih tinggi. boleh dikatakan bahwa, status sosial seseorang

bergantung pada usaha dan kemauannya untuk meningkatkan golongan

sosialnya.

Sedangkan dalam masyarakat tertutup kenaikan sosial mengalami

banyak kesulitan, diantaranya ada yang tidak dapat diatasi oleh individu

itu sendiri, karena ditentukan oleh keturunan. Walaupun dalam

masyarakat terbuka setiap orang mencapai tingkat sosial yang paling

tinggi yaitu, terdapat banyak mobilitas, yang naik lebih banyak dari pada

yang turun, namun kenaikan itu terbatas dinegara maju. Faktor lain yang

memperluas.

Pada umumnya kenaikan status sosial dianggap bai, karena

membuktikan keberhasilan usaha seseorang. Namun, ada mensyinyalir

aspek negatif, yakni bagi individu timbulnya rasa ketegangan,

keangkuhan dengan memamerkan kekayaan, keguncangan kehidupan,

keluarga dengan bertambahnya perceraian atau eretakan keluarga.

selain itu, moblitas sosial dapat memeperlemah solidaritas kelompok

karena, mereka yang beralih golongan sosial akan menerima norma-

norma baru dari golongan yang dimasukinya dengan meninggalkan

norma-norma golongan sosial semula.28

28

Ibid, hlm.35

29

5. Jenis-Jenis Mobilitas Sosial

a. Mobilitas Sosial Horizontal.

Diartikan sebagai suatu peralihan status sosial seseorang atau

sekelompok orang dalam lapisan sosial yang sama. Dengan kata lain

mobilitas horisontal merupakan peralihan individu atau obyek-obyek

sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya

yang sederajat. Contoh: Pak Jarwo seorang warga negara Amerika

Serikat, mengganti kewarganegaraannya dengan kewarganegaraan

Indonesia, dalam hal ini mobilitas sosial Pak Amir disebut dengan

Mobilitas sosial horizontal karena gerak sosial yang dilakukan Pak Amir

tidak merubah status sosialnya.

b. Mobilitas Sosial Vertikal.

Diartikan sebagai suatu peralihan status sosial yang dialami seseorang

atau sekelompok orang pada lapisan sosial yang berbeda. Terbagi

menjadi dua yaitu mobilitas vertical ke atas (Sosial Climbing) dan

mobilitas vertikal ke bawah (Social sinking).

c. Saluran Mobilitas Sosial Vertikal

Menurut Pitirim A. Sorokin, mobilitas sosial vertikal memiliki saluran-

saluran dalam masyarakat. Proses mobilitas sosial vertikal ini

disebut social circulation.

Berikut ini saluran-saluran terpenting dari mobilitas sosial.

1) Angkatan Bersenjata

2) Lembaga-Lembaga Keagamaan,

3) Lembaga-Lembaga Pendidikan,

4) Organisasi Politik,

5) Organisasi Ekonomi,

6) Organisasi Keahlian

30

d. Mobilitas Sosial Antargenerasi

Mobilitas sosial antargenerasi ditandai oleh perkembangan atau

peningkatan taraf hidup dalam suatu garis keturunan. Mobilitas seperti

ini bukan menunjuk pada perkembangan keturunan itu sendiri,

melainkan kenaikan kedudukan (status sosial) dari satu generasi ke

generasi berikutnya. Dengan kata lain, mobilitas sosial antargenerasi

yaitu perpindahan kedudukan seseorang/anggota masyarakat yang

terjadi antara dua generasi atau lebih. Contoh: generasi orang tua (ayah

ibu) dengan generasi anak.29

29

Ibid, hlm.36

31

PENDIDIKAN DAN MOBILITAS SOSIAL

32

Pendidikan dan Mobilitas Sosial

1. Pengertian Mobilitas Sosial

Pendidikan dipandang sebagai jalan untuk lebih baik

didalam masyarakat. Makin tinggi pendidikan diperoleh, makin

besar untuk mencapai tujuan itu. dengan demkian, terbuka kesempatan

untuk meningkat kegolongan sosial yang lebih tinggi. oleh

karena itu dikatakan bahwa pendidikan merupakan jalan bagi

mobilitas sosial. dengan memperluas dan merata pendidikan, diharapkan

dicairkannya batas-batas golongan-golongan sosial. dengan

demikian, perbedaan golongan sosial akan di kurangi jika tidak dapt

dihapus seluruhnya. Mengenai mobilitas sosial terdapat dua pengertian :

a. Suatu sektor dalam masyarakat secara keseluruhan berubah

kedudukannya terhadap sektor lain. Misalnya buruh industri

yang dahulu mempunyai kedudukan yang rendah mendapat

posisi yang baik setelah mendapat gaji yang lebih tinggi,

kekuasaan politik yang lebih besar dan sebagainya.

b. Tentang mobilitas sosial ialah kemungkinan bagi individu untuk

pindah dari lapisan satu untuk pindah kelapisan yang satu lagi.

Pendidikan membuka kemungkinan adanya mobilitas sosial.

Pendidikan secara merata memberikan persamaan dasar

pendidikan dan mengurangi perbedaan antara golongan tinggi

dan rendah. walaupun terdapat mobilitas sosial secara sektoral,

banyak pula golongan randah yang tetap dianggap rendah.

Namun, kedudukan golongan rendah tidak statis, akan tetapi

dapat terus bergerak maju bila diberi pendidikan yang lebih

banyak.30

2. Mobilitas sosial melalui pendidikan

Banyak contoh-contoh yang dapat kita liat disekitar kita, tentang

orang yang meningkat dalam status sosialnya berkat pendidikan yang

diperolehnya. salah satu contohnya yaitu pada jaman dahulu orang yang

30

Ibid, hlm.38

33

menyelesaikan pelajarannya pada HIS yaitu SD pada jaman belanda,

mempunyai harapan menjadi pegawai dan mendapatkan kedudukan

sosial yang terhormat. Apa lagi kalau ia lulus MULO, AMS, atau

Perguruan tinggi, maka makin besarlah kesempatannya untuk

mendapatkan kedudukan yang baik. dengan demikian, masuk golongan

sosial menengah atas. kini pendidikan SD bahkan SMA hampir tidak ada

pengaruhnya dalam mobilitas sosial.

Karena, kini pendidikan tinggi dianggap suatu syarat bagi mobilitas

sosal.di samping ijazah perguruan tinggi, ada lagi faktor-faktor lain

membawa seseorang kepada kedudukan tinggi dalam pemerintahan

atau dunia usaha. Dapat kita pahami bahwa, anak-anak golongan rendah

lebih suka mendapat kedudukan sebagai pimpinan perusahaan dibanding

anak pemimpin perusahaan itu sendiri. hubungan pribadi, rekomendasi

dari orang yang berkuasa disamping ijazah dan prestasi turut berperan,

untuk mendapatkan posisi yang tinggi. Mobilitas sosial bagi individu agak

kompleks karena adanya macam-macam faktor yang membantu

sesorang meningkat dalam jenjang sosial. Misalnya, sekolah sebagai

jalan bagi mobilitas sosial.31

3. Tingkat sekolah dan mobilitas sosial

Diduga bahwa bertambah tingginya taraf pendidikan. Makin besarnya

kemungkinan mobilitas bagi anak-anak golongan rendah dan menengah.

ternyata ini tidak selalu benar, bila pendidikan itu hanya terbatas pada

pendidikan tingkat menengah. jadi, walaupun kewajiban belajar

ditingkatkan sampai SMA , masih menjadi pertanyaan, apakah mobilitas

sosial akan meningkat. Mungkin sekali tidak akan terjadi perluasan

mobilitas sosial. Akan tetapi, pendidikan tinggi masih dapat mamberikan

mobilitas itu. walaupun dengan bertambahnya lulusan perguruan tinggi,

makin berkurang ijazah untuk meningkat dalam status sosial.32

31

Ibid, hlm.39 32

Ibid, hlm.40

34

PENDIDIKAN MENURUT PERBEDAAN SOSIAL

35

Pendidikan menurut perbedaan sosial

1. Pendidikan menurut perbedaan sosial

Pada umumnya dinegara demokrasi, orang sukar menerima, adanya

golongan-golongan sosial dalam masyarakat. Menurut Undang-Undang semua

warga negara sama, dalam kenyataannya tak dapat disangkal adanya

perbedaan sosial itu, yang tampak dari sikap rakyat biasa terhadap pembesar,

orang miskin terhadap orang kaya, pembantu terhadap majikan, dan lain-lain.

Perbedaan itu nyata dalam symbol-simbol status seperti mobil mewah, rumah

mentereng, perabot luks, dll. suka atau tidak suka perbedaan sosial terdapat

disepanjang masa, walaupun sering perbedaan tidak selalu

mencolok.Pendidikan bertujuan untuk membekali setiap anak agar masing-

masing dapat maju dalam hidupnya mencapai tingkat setinggi-tingginya. Akan

tetapi sekolah sendiri tidak mampu meniadakan, batas-batas tingkat sosial itu.

Pendidikan selalu merupakan bagian dari sistem sosial. namun, segera timbul

keberatan terhadap pendirian yang demikian. karena dianggap bertentangan

dengan prinsip demokrasi dengan mengadakan driskriminasi dalam

pendidikan. Cara demikian akan memperkuat penggolongn sosial dan

menghambat mobilitas sosial yang diharapkan dari pendidikan. Darapan ini

tidak mudah diwujudkan karena banyak daya-daya lain diluar sekolah yang

menibulkan, stratifikasi sosial yang jauh lebih kuat daripada pendidikan formal.

Pada saat ini sekolah-sekolah meneruskan cita-cita untuk menebarluaskan

ideal dan norma-norma kesamaan dan mobilitas secara verbal. Disamping

adanya daya-daya stratifikasi yang berlangsung terus dalam masyarakat. ini

berarti bahwa usaha untuk mengajarkan kesamaan dan mobilitas akan

menghadapi kesulitan dalam dunia nyata. mobilitas sosial adalah perluasan

dan peningkatan pendidikan untuk memenuhi tenaga kerja bagi pembangunan

yang kian meningkat, khususnya pendidikan tinggi.33

33

Ibid, hlm.41

36

2. Pendidikan dan Hubungan Antar Kelompok

a. Prasangka dalam Hubungan Antar Kelompok

Bermacam-macam teori yang telah dikemukakan bahwa prasangka

adalah sebagai sesuatu yang wajar yang sendirinya timbul bila terjadi

hubungan antara dua kelompok yang berlainan. Sikap bermusuhan yang

ditujukan terhadap suatu kelompok tertentu atas dasar dugaan bahwa

kelompol tersebut mempunyai ciri yang tidak menyenangkan . sikap ini

dinamakan prasangka, sebab dugaan yang dianut orang yang tidak

didasarkan pada pengetahuan, pengalaman ataupun bukti yang cukup

memadai. Manusia sadar akan kesamaan dalam kalangannya sendiri dan

merasa solider dengan kelompok itu.34

1) Prasangka sebagai sesuatu yang dipelajari.

Teori ini memandang prasangka sebagai hasil proses belajar

seperti halnya dengan sikap-sikap lain yang terdapat pada

manusia. Sikap senang atau tidak senang terhadap golongan lain

adalah hasil pengalaman pribadi yang berlangsung lama atau

berdasarkan pengalaman yang traumatis.35

2) Prasangka sebagai alat mencapai tujuan praktis.

3) Golongan yang dominan ingin menyingkirkan golongan minoritas

dari dunia persaingan. Sikap itu terdapat dikalangan penjajah

terhadap bangsa yang dijajah agar dapat dieksploitasinya. Untuk

membenarkan diri mereka mencari alasan penindasan itu dengan

jalan rasionalisasi.

4) Prasangka sebagai aspek pribadi.

Menurut penelitian Murphy dan Likert ada dua orang yang

mempunyai pribadi yang berprasangka. Orang yang pribadinya

berprasangka menaruh prasangka terhadap berbagai hal. Maka

kepribadian merupakan suatu faktor penting bila kita ingin

memahami hakikat dan perkembangan prasangka.36

34

S. Nasution, SosiologiPendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), hlm.47 35

Ibid, hlm.49 36

Ibid, hlm.142

37

Dalam berbagai faktor yang dapat menimbulkan prasangka dapat

diambil kesimpulan bahwa untuk memahami prasangka harus kita gunakan

pendekatan yang multi dimensional. Prasangka dalam hubungan antar-

kelompok perlu kita ketahui bahwa prasangka bukanlah suatu instink yang

dibawa lahir, melainkan sesuatu yang dipelajari. Karena prasangka itu

dipelajari, maka prasangka itu dapat diubah atau dikurangi bahkan dapat

dicegah timbulnya.37

Melalui dimensi sikap kita dapat mengamati sikap suatu kelompok

terhadap anggota lain,dan sebaliknya.

b. Dimensi Hubungan Antar Kelompok

Hubungan antar kelompok mempunyai berbagai dimensi. Dimensi yang

dijabarkan adalah dimensi sejarah, dimensi sikap, dimensi institusi, dimensi

gerakan sosial,dan dimensi tipe utama hubungan antar kelompok.penjabaran

tentang dimensi diatas sebagai berikut:

1) Dimensi Sejarah Dimensi ini mengarahkan kajian kepada masalah tumbuh dan

berkembangnya hubungan antarkelompok. Kapan dan bagaimana

terjadinya kontak pertama antara kelompok satu dengan kelompok yang

lain yang kemudian berkembang menjadi hubungan dominasi kelompok

terseut terhadap kelompok lainnya. Menurut Noel (1968), stratifikasi etnik

dapat terjadi dengan tiga prasyarat: etnosentrisme, persaingan, dan

perbedaan kekuasaan.

Tiga prasyarat ini tidak bisa dipisahkan karena apabila satu prasyarat

saja tidak terpenuhi, stratifikasi tidak akan terjadi. Kemudian stratifikasi

jenis kelamin juga memilik sejarahnya. Stratifikasi ini pada awalnya terjadi

karena perbedaan kekuatan fisik yang akhirnya memunculkan dominasi

dan eksploitasi kau laki-laki terhadap perempuan. (Kamanto Sunarto,

2004: 147-148).

37

Ibid, hlm.148

38

2) Dimensi institusi Institusi berfungsi sebagai pengendalian sosial, sikap dan hubungan

antarkelompok. Namun begitu, institusi juga bisa menghilangkan pola

hubungan tersebut. Contohnya adalah kebijakan apartheid yang

dicanangkan di Afrika Selatan pada masa lampau, merupakan kebijakan

yang ditegakkan oleh institusi politik dan ekonomi.

3) Dimensi gerakan sosial Kajian dalam sudut pandang ini memperhatikan berbagai gerakan

sosial yang sering terjadi karena dilakukan oleh suatu kelompok tertentu

karena pengaruh dominasi dan kekuasaan. Kelompok-kelompok tertentu

yang di dominasi oleh kelompok lain akan berusaha melakukan gerakan

pembebasan. Sebagai contoh adalah gerakan Black Panthers di Amerika

Serikat dan gerakan pembebasan perempuan (Woman’s Liberation

Movement).

4) Dimensi sikap Hubungan antarkelompok akan menimbulkan perwujudan sikap

berupa prasangka (prejudice). Sikap ini merupakan istilah yang mengacu

kepada sikap bermusuhan karena kelompok lain memiliki suatu ciri yang

tidak menyenangkan, namun dugaan ini tidak di dasarkan pada

pengetahuan, pengalaman, atau bukti yang cukup konkret.

c. Konsep Pembagian Kelompok

Setiap kelompok dapat dibagi-bagi berdasarkan perbedaan dan

persamaan ciri. Dalam membagi kelompok-kelompok tersebut, terdapat

beberapa konsep mengenai kelompok-kelompok yang mempunyai definisi

berbeda.

39

1. Konsep yang pertama adalah konsep ras. Konsep ras diartikan

sebagai suatu tanda peran (role sign) yang di dasarkan pada ciri

fisik.38

2. Konsep yang kedua adalah konsep yang didasari oleh persamaan

kebudayaan, yaitu kelompok etnik. Dalam konsep ini, kelompok etnik

merupakan suatu bentuk Gemeinschaft dengan persamaan warisan

kebudayaan dan ikatan batin di antara anggotanya.

3. Konsep ketiga adalah rasisme, yaitu suatu ideologi yang didasarkan

kepada keyakinan bahwa ciri tertentu yang dibawa sejak lahir

menandakan bahwa pemilik ciri tersebut lebih rendah sehingga

didiskriminasi.

4. Konsep keempat yang juga merupakan ideologi adalah seksisme.

Dalam seksisme, hal yang menjadi dasar klasifikasi adalah

kecerdasan dan kekuatan fisik. Contohnya laki-laki dianggap lebih

tinggi daripada perempuan karena fisiknya kuat.

5. Konsep berikutnya adalah ageisme, yang menjadikan faktor usia

sebagai dasar klasifikasi.

6. Konsep yang terakhir adalah rasialisme. Rasialisme merupakan

bentuk praktik disktriminasi terhadap kelompok lain, seperti tidak

menjual atau menyewakan rumah kepada ras atau etnik tertentu.

d. Pendidikan Umum dan Hubungan Antar Kelompok

Menurut penelitian, makin tinggi pendidikan seseorang makin kurang

prasangkanya terhadap golongan lain, makin toleran sikapnya terhadap

golongan minoritas. Mereka yang berpendidikan universitas ternyata

menunjukkan sikap yang paling toleran. Namun ada tidaknya prasangka tidak

semata-mata ditentukan oleh pendidikan saja. Pendidikan dapat merupakan

faktor yang menentukan kedudukan, rasa harga diri dan rasa ketentraman

hidup.

38

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), hlm.50

40

STRUKTUR HUBUNGAN ANTAR

KELOMPOK DI SEKOLAH

41

Struktur Hubungan Antar Kelompok di Sekolah

1. Struktur Hubungan Antar Kelompok di Sekolah

Salah satu aspek yang biasa terlupakan oleh sekolah adalah memupuk

hubungan sosial di kalangan murid-murid. Biasanya sekolah terlalu fokus pada

peningkatan kualitas akademik saja. Program pendidkan antar murid, antar

golongan ini bergantung pada sruktur sosial murid-murid. Ada tidaknya

golongan minoritas di kalangan mereka mempengaruhi hubungan kelompok-

kelompok itu. Kebanyakan negara mempunyai penduduk yang multi rasial,

menganut agama yang berbedabeda, dan mengikuti adat kebiasaan yang

berlainan. Perbedaan golongan dapat juga disebabkan oleh perbedaan

kedudukan sosial dan ekonomi.

Murid-murid di sekolah sering menunjukkan perbedaan asal kesukuan,

agama, adat istiadat, dan kedudukan sosial. Berdasarkan perbedaan-

perbedaan itu mungkin timbul golongan minoritas di kalangan murid-murid,

yang tersembunyi ataupun yang nyata-nyata.

Menurut penulis, kelompok dalam sekolah dapat dikategorikan

berdasarkan.

1) Status sosial orang tua murid

Status sosial orang tua sangat mempengaruhi pergaulan siswa

tersebut. Tidak dapat dipungkiri, seorang siswa yang merupakan anak

pejabat akan cenderung bergaul dengan teman yang se-level. Hal ini dapat

terjadi di dalam maupun di hingga pergaulan di luar sekolah. Anak pejabat

enggan bergaul dengan anak buruh. Jikalau ada jumahnyapun sangat

sedikit.39 Kesamaan hobi mendorong timbulnya rasa kebersamaan

diantara mereka. Anakanak yang suka olahraga sepak bola cenderung

intensif bergaul dengan teman se klub mereka. Biasanya di sekolah

terdapat beberapa jenis kegiatan ekstra kurikuler seperti KIR (Kelompok

Ilmiah Remaja), Rohis, kelompok seni, pramuka, PMR, dan keolahragaan.

Masing-masing membentuk ikatan emosianal diantara anggotanya.

39

S.Nasution, Op.Cit, hlm.146

42

2) Intelektualitas

Ada juga peluang terjadi kelompok-kelompok berdasarkan tingkatan

intelektualitas mereka, meskipun in tidak dominan. Orang pintar karena

biasanya suka membaca lebih sering berada di pepustakaan daripada di

kantin. Kehidupan mereka di sekolah benar-benar padat dengan kegiatan

akademis.

3) Jenjang kelas

Perbedaan jenjang kelas ini merupakan faktor dominan yang sering

terjadi di sekolah. Biasanya anak kelas tiga yang merasa lebih tua sering

berbuat sesuka hati kepada adik kelasnya. Anak-anak kelas satu karena

takut dengan seniornya lebih nyaman bergaul dengan teman-teman satu

tingkatnya. Hal ini menyebabkan pergaulan mereka menjadi terkotak-kotak

dan kurang harmonis.

4) Agama

Ada peluang terbentuknya kelompok karena persamaan agama.

Kegiatan perayaan dan peribadatan agama yang mereka anut sering

mempertemukan mereka dalam kebersamaan dan kepemilikan. Namun

demikian ini bukanlah faktor dominan di kalangan anak sekolahan.40

Kesamaan asal daerah juga memberikan peluang bagi terbentuknya

kelompok di sekolah, namun bukan juga merupakan faktor dominan. Hal ini

disebabkan karena sebagian besar siswa di skolah tersebut berasal dari

daerah yang sama. Berbeda dengan kehidupan kampus yang nuansa

kedaerahannya sangat kental, di sekolah biasanya murid cenderung lebih

menaruh minat pada mood dan hobi ketimbang regionalitas.

2. Pendidikan dalam Mengatasi Masalah

Dalam sebuah sekolah, tentunya sering atau pernah terjadi

kesalahpahaman antara orang-orang di dalamnya. Hal itu bisa saja terjadi

antara murid kelas yang satu dengan kelas yang lainnya. Siswa dari daerah

40

Ibid, hlm.149

43

yang satu dengan yang lainnya, banyak motif yang dapat memicu hal ini,

terlebih lagi jika ada golongan minoritas. Ada beberapa upaya yang dapat

dilakukan oleh pihak sekolah untuk mengatasi masalah yang muncul dalam

hubungan antar kelompok. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Pemberian informasi, diskusi kelompok, hubungan pribadi, dan

sebagainya. Guru dapat memberikan informasi tentang hakikat dan

perbedaan rasial dan kultural dengan menekankan bahwa perbedaan-

perbedaan di kalangan manusia bukanlah disebabkan oelh

pembawaan biologis, melainkan karena dipelajari dari lingkungan

kebudayaan masing-masing. Informasi semacam ini juga dapat

diperoleh dalam pelajaran biologi dan ilmu-ilmu sosial.

2) Memberikan informasi tentang sumbangan minoritas kepada

kelompok. Guru dapat menceritakan bagaimana setiap kelompok itu

sangat berpengaruh terhadap kelompok lainnya. Orang arab, yahudi,

dan india meberikan sumbangan yang berarti bagi seuruh masyarakat

dunia. Hal yang sama juga dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil

yang berusaha meraih kemerdekaan di tanah air ini, sumbangan

mereka merupakan salah satu sebab merdekanya Indonesia.

3) Menanamkan nilai-nilai toleransi antar siswa. Nilai toleransi ini sangat

penting. Jika mereka mempunyai sikap toleran maka mereka dapat

mempengaruhi sikap murid-murid lain ke arah toleransi yang lebih

besar. Guru dapat memobilisasi tenaga-tenaga ini untuk memupuk

sikap yang sehat dikalangan murid-murid.

4) Membuka kesempatan seluas-luasnya untuk mengadakan hubungan

atau pergaulan antara murid-murid dari berbagai golongan.Jika

mereka dapat saling berkunjung dan menghadiri kegiatan atau

upacara dalam keluarga masing-masing, maka diharapkan lahirnya

saling pengertian yang lebih mendalam dan toleransi yang lebih besar.

44

5) Menggunakan teknik bermain peranan atau sosiodrama.

Peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dapat dimainkan dalam kelas

dalam bentuk sosiodrama dengan menyuruh golongan mayoritas

memainkan peranan golongan minoritas. Tujuannya adalah agar lebih

memahami perasaan golongan minoritaa dan dapat mengidentifikasi

diri dengan keadaan mereka.

6) Menggalakkan kegiatan ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler bisa melibatkan banyak orang dengan

berbagai latar belakang murid yang berbeda. Keseringan komunikasi

dan kerjasama diantara mereka menumbuhkan kebersamaan yang

mendalam. Hal ini dapat menceah sekaligus meredam masalah-

masalah seputar gap antara kelompok sosial.

45

EFEKTIFITAS PENDIDIKAN

46

Efektifitas Pendidikan

1. Efektifitas Pendidikan

Usaha-usaha perbaikan hubungan antar keolmpok didasarkan atas

anggapan atauasumsitertentu;

a. Prasangka disebabkan oleh kurangnya pengetahuan.

b. Pengalaman di sekolah dapat mengubah kelakuannya di luar sekolah

dan situasi-situasi lain.

c. Hubungan pribadi dengan anggota kelompok lain akan mengurangi

prasangka.

Sekolah merupakan lembaga yang efektif untuk mengurangi prasangka

tidak dapat didukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan. Efektifitas program

khusus tentang hubungan antar kelompok tidak mudah di nilai. Kebanyakan

program itu corak pemberian informasi yang kemudian diuji dengan tes tertulis.

Perlu kita sadari bahwa sekolah hanya salah satu dari sejumlah daya-daya

sosial yang mempengaruhi hubungan antar-golongan. Sekolah tak mampu

mengubah masyarakat. Untuk menghilangkan prasangka terhadap golongan

lain, seluruh masyarakat harus turut serta termasuk pemerintah dan guru-guru

harus menjadi model pribadi yang toleran dalam ucapan maupun

perbuatannya.9

2. Dasar-dasar bagi Pendidikan Antar Golongan

Program-program tentang hubungan antar-golongan dapat dilakukan

menurut pola pelajaran yakni dengan menyampaikan informasi seperti

pelajaran sejarah, geografi, dan lain lain. Prasangka dapat pula menjadi aspek

kebudayaan yang diperoleh melalui proses sosialisasi, melalui situasi yang

dihadapi anak dalam hidupnya. Sekolah dapat memberikan pelajaran agar

anak tidak berprasangka, namun apakah akan terjadi transfer ke dalam situasi-

situasi lain di luar sekolah menjadi pertanyaan, karena kelakuannya akan

bertentangan dengan yang lazim dilihatnya dalam masyarakat.

47

3. Masyarakat dan Kebudayaan Sekolah

Masyarakat adalah makhluk sosial. Ia hidup dalam hubungannya dengan

orang lain dan hidupnya bergantung kepada orang lain. Karena itu masyarakat

tak mungkin hidup layak diluar masyarakat.41 Masyarakat terdiri dari

sekelompok manusia yang menempati daerah tertentu, menunjukkkan integrasi

berdasarkan pengalaman bersama berupa kebudayaan,memiliki sejumlah

lembaga yang melayani kepentingan bersama,mempunyai kesadaran akan

kesatuan tempat tinggal dan dapat bertindak bersama.

Tiap masyarakat mempunyai sesuatu yang khas, yang memberi suatu

kekhasan dalam masyarakat adalah hubungan sosialnya. Hubungan sosial ini

anatara lain dipengaruhi oleh besarnya masarakat itu. Dimasyarakat kecil

orang saling berkenalan seperti dalam suatu keluarga hubungan sosial bersifat

primer. Dalam masyarakat yang luas seperti dikota terdapat kebanyakan

hubungan sekunder. Norma-norma sosial dalam kedua macam masyarakat itu

berbeda.

Disamping itu masyarakat mempunyai perbedaan lain seperti kota industri

berbeda dengan daerah perkampungan nelayan, daerah pertambangan

berbeda dengan kampung pertanian, daerah pemukiman berbeda dengan kota

universitas dan sebagainya. Fungsi kota atau masyarakat turut menentukan

sistem sosialnya. Untuk memahami suatu masyarakat hal-hal yang perlu

diselidiki ialah sistem nilai dan struktur kekuasaan.42

Menurut Mac Iver dan Jp.Gillin terbentuknya masyarakat karena individu-

individu selalu bergaul dan berinteraksi mempunyai nilai dan norma yang

merupakan kebutuhan hidup bersama sehingga individu tersebut membentuk

kesatuan sosial yang disebut masyarakat. Sedangkan menurut John Locke

masyarakat terbentuk karena pada dasarnya manusia mengadakan interaksi

antara satu dan lainnya, sehingga terbentuk solidaritas dan kesamaan

pandangan seperti latar belakang sejarah,kebudayaan,norma dan adat istiadat.

41

S.Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), hlm.150 42

Ibid, hlm.151

48

Dari uraian diatas dapat disimpulkan ciri-ciri masyarakat sebagai berikut :

1) Merupakan sekelompok orang yang menempati suatu wilayah tertentu.

2) Berinteraksi secara terus-menerus baik langsung maupun tidak

langsung.

3) Saling berhubungan dalam usaha-usaha pemenuhan kebutuhan.

4) Terikat dalam satu-satuan sosial yang mempunyai latar belakang

perasaan sosial,kebudayaan dan politik. 43

43

Sugiharyanto, Geografi dan Sosiologi, (Bogor : Quadra, 2007), hlm.135

49

KEBUDAYAAN SEKOLAH

50

Kebudayaan Sekolah

1. Kebudayaan Sekolah

Kebudayaan (culture) adalah produk dari seluruh rangkaian proses sosial

yang dijalankan oleh manusia dalam masyarakat dengan segala aktifitasnya.

Dengan demikian, maka kebudayaan adalah hasil nyata dari sebuah proses

sosial yang dijalankan oleh manusia bersama masyarakatnya. Dalam kamus

lengkap bahasa Indonesia,kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan

akal budi manusia.

Kebudayaan (cultuur dalam bahasa Belanda), (culture dalam bahasa

Inggris), berasal dari bahasa latin “colere” yang berarti mengolah, mengerjakan,

menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani.

Dari segi arti ini maka berkembanglah arti culture yang berarti “segala daya

dan aktivitas manusia untuk mengubah alam” Sedangkan dari sudut bahasa

Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “buddhayah”, yaitu

bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal karena itu dibedakan

antara pengertian budaya dengan kebudayaan. Budaya adalah aspek lahiriah

manusia dari berupa cipta, rasa dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah

hasil dari cipta rasa dan karsa manusia.44

Unsur-unsur kebudayaan dibagi menjadi sebagai berikut:

a. Ide, gagasan manusia yang dilontarkan menjadi manusia sebagai olah

fikirnya.

b. Aktifitas, segala kegiatan yang dihasilkan manusia dalam

bermasyarakat.

c. Artefak, sebagai barang-barang hasil budi daya manusia seperti,

perkakas,senjata dan lain sebagainya.

Sedangkan unsur universal kebudayaan menurut C.Cluckhon ada tujuh,

dinamakan unsur universal karena selalu dapat dijumpai di setiap kebudayaan

yaitu :

a. Sistem pencaharian hidup

b. Sistem peralatan dan tekhnologi

44

Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, 1991, hal.58

51

c. Sistem organisasi kemasyarakatan

d. Sistem pengetahuan

e. Bahasa

f. Kesenian

g. Sistem religi dan upacara keagamaan 45

2. Kebudayaan Sekolah

Kebudayaan sekolah ialah hasil cipta karya yg dihasilkan oleh manusia

melaui proses belajar mengajar dalam pendidikan sekolah.Sekolah adalah

pusat pendidikan belajar mengajar, dikatakan termasuk dalam kriteria sekolah

harus memenuhi unsur, yaitu yg diajar disebut pelajar, yg mengajar disebut

pengajar atau guru dan sistem yg harus dilaksanakan dalam kegiatan sekolah

tersebut.

Sistem pendidikan mengembangkan pola kelakuan tertentu sesuai dengan

apa yang diharapkan oleh masyarakat dan murid-murid. Kehidupan disekolah

serta norma-norma yang berlaku disekolah disebut kebudayaan sekolah.

Timbulnya kebudayaan sekolah juga terjadi oleh sebab sebagian besar waktu

murid terpisah dari kehidupan orang dewasa. Dalam situasi ini berkembang

pola kelakuan yang khas yang tampak dari pakaian, bahasa,k ebiasaan

kegiatan - kegiatan serta upacara - upacara. Sebab lain timbulnya kebudayaan

sekoalah ialah tugas sekolah yang khas yaitu mendidik anak dengan

menyampaikan sejumlah pengetahuan, sikap, keterampilan yang sesuai

dengan kurikulum, metode, tekhnik kontrol tertentu yang berlaku disekolah.

Berikut ini ciri-ciri yang khas dalam kebudayaan yang ada sekolah yaitu:

a. Kenaikan Kelas

Belajar dengan rajin agar naik kelas merupakan patokan yang

mempengaruhi kehidupan anak selama bersekolah. Untuk itu ia harus

menguasai bahan pelajaran yang ditentukan oleh kurikulum yang sering

di olah dalam bentuk buku pelajaran,diktat atau kitab catatan. Dengan

tes atau ulangan guru menilai kemampuan anak, angka dari guru

45

Burhan Bungin, Sosiologi komunikasi, (Jakarta : Kencana,2006), hlm.54

52

sangat penting bagi murid. Hak guru memberi angaka atau nilai

memberinya kekuasaan yang disegani oleh murid. Angka rapor menjadi

dasar bagi kenaikan kelas. Mereka yang naik kelas memasuki fase baru

,makin tinggi tingkat kelas makin banyak yang diharapkan misalnya

kelakuan yang lebih matang. Oleh sebab itu kenaikan kelas sangatlah

penting, maka murid-murid biasanya belajar untuk memperoleh angka

yang baik disamping pentingnya ilmu itu sendiri.46

b. Upacara-Upacara

Peristiwa yang biasanya dilakukan dengan upacara ialah

penerimaan murid baru. Misalnya suatu sekolah menerima siswa atau

mahasiswa baru dengan upacara perpeloncoan yang mengandung

unsur-unsur yang tidak bertanggung jawab bahkan cenderung sadisme.

Maka tak heran kegiatan ini sering dilarang karena pada masa

“perkenalan” ini sering banyak yang menyimpang dari tujuannya yakni

memperkenalkan sekUolah sebagai lembaga pendidikan kepada siswa-

siswa baru. Sedanngkan kegiatan atau upacara yang menggembirakan

ialah upacara wisudah melepaskan siswa hyang telah lulus, yang

kemudian akan melanjutkan pelajaran pada lembaga pendidikan yang

lebih tinggi atau mengadu nasibnya dalam dunia pekerjaan.

c. Upacara Bendera

Ada sekolah yang memulai sekolah dengan lebih dahulu

mengumpulkan murid untuk melakukan upacara tertentu dengan acara

yang berbeda-beda menurut sekolahnya. Sekolah swasta beragama

mungkin memulai sekolah dengan doa, pengumuman dari kepala

sekolah. Ada pula yang memulai dengan senam pagi atau dengan

kegiatan lainnya. Upacara ini mempunyai fungsi kontrol, juga

menanamkan rasa identifikasi anak dengan sekolahnya dan semangat

persatuan serta rasa turut betanggung jawab atas nama baik

sekolahnya. Upacara yang diwajibkan disetiap sekolah di negara kita

46

Ibid, hlm.65

53

ialah upacara bendera pada hari senin setiap minggu, setiap tanggal 17

agustus. Upacara ini bertujuan untuk menanamkan rasa kebangsaan.

Dalam menghimpun murid-murid untuk suatu upacara tiap sekolah

dapat mengembangkan cara-cara yang khas bagi sekolah itu yang pada

akhirnya dapat menjadi tradisi disekolah itu. Upacara-upacara lain yang

terdapat disekolah ialah pergantian pengurus OSIS, penyerahan tanda

penghargaan atas kemenangan dan perlombaan. Kemenangan ini

sangat meningkatkan rasa kebangsaan atas sekolah sendiri serta

identifikasi murid dengan sekolahnya.47

3. Norma-Norma Sosial Dalam Belajar

Kegiatan belajar yang berpusat dalam ruang kelas hanya dapat berjalan

lancar karena adanya pola-pola kebudayaan sekolah yang menentukan

kelakuan yang diharapkan dari murid-murid dalam proses belajar mengajar.

Interaksi yang terus menerus antara guru dengan murid mengharuskan

masing-masing memahami norma-norma kelakuan serta isyarat-isyarat yang

melambangkan norma-norma tertentu .Disekolah murid tidak diperbolehkan

bercakap-cakap, ribut maupun berjalan mondar-mandir karena mengganggu

jalannya proses pelajaran. Dengan isyarat-isyarat tertentu guru dapat menuntut

ketentraman kelas dan meminta perhatian penuh. Disekolah modern yang

menjalankan disiplin “permissive” dan memberkan lebih banyak kebebasan pun

terdapat norma-norma yang harus dipahami dan ditaati oleh semua. Tanpa

disiplin kegiatan tak dapat berjalan dengan baik . Pelanggaran akan terjadi bila

isyarat-isyarat itu tidak dipahami atau tidak diterima dengan baik.48

Norma~norma sosial dalam situasi belajar yaitu aturan dalam beretika

yang dilaksanakan seseorang yang sedang belajar pada saat proses belajar

mengajar. Seorang pelajar atau siswa wajib menjunjung tinggi etika kepada

guru atau pengajar, etika kepada tata tertib sekolah dan etika kepada sesama

pelajar atau murid dan juga diterapkan secara luas seorang murid harus

memiliki moral etika kepada keluarga, lingkungan dan masyarakat secara

sesuai dengan norma~norma yang berlaku.

47

Ibid, hlm.67 48

Ibid, hlm.69

54

Maka dari itu untuk menciptakan manusia yang bermoral etika dan

berakhlak mulia, dibutuhkan pendidikan dimulai dari orang tua dan seluruh

anggota keluarga didalam kehidupan keluarga, kemudian peranan pendidik

atau guru dan pihak sekolah dilingkungan sekolah dengan menciptakan

norma~norma sosial yang baik, nyaman dan berkualitas dalam suasana

belajar.

Disini dituntut seorang guru harus memiliki keimanan dan berakhlak mulia

serta berkompetensi sesuai bidang yang di ajarkannya, prilaku pendidik harus

punya rasa kasih sayang, tegas yang terkendali dan bermental baja.

Pengendalian sosial dalam belajar adalah menciptakan sosial suasana belajar

menjadi terkendali, sehingga proses belajar mengajar menjadi baik, asyik

danterkendali. Cara pengendalian sosial dalam suasana belajar dapat

dilakukan secara persuatif dan kurasif. Persuasif yaitu pengendalian sosial

belajar yang menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing

berupa anjuran. Sedangkan kurasif yaitu pengendalian sosial dengan tindakan

ancaman.Pengendalian sosial belajar dapat bersifat prefentif dan refresif.

Preventif dilakukan sebelum terjadi pelanggaran dengan tujuan untuk

mencegah terjadinya pelanggaran dalam proses belajar mengajar, misalnya

guru memberi strategi pembelajaran agar murid aktif belajar yang baik

sehingga tidak berpikir melakukan pelanggaran.

Sedangkan refresif dilakukan setelah terjadinya pelanggaran dan dicari

solusi untuk dilaksanakan agar tidak terjadi pelanggaran kembali dalam proses

belajar mengajar. Misalnya guru dapat memberikan sanksi yang mendidik dan

bermanfaat kepada murid yang melakukan pelanggaran, sehingga murid tidak

mengulangi lagi pelanggaran yang telah diperbuatnya. Inilah pentingnya

peranan semua pihak terkait untuk menciptakan norma~norma sosial dalam

proses belajar dengan suasana yang baik dan menyenangkan.

4. Latar Belakang Guru

Dalam kelas guru merupakan daya utama yang menentukan norma-norma

di dalam kelasnya dan otoritas guru sukar dibantah. Dialah menentukan apa

yang harus dilakukan muridnya agar ia belajar. Ia menuntut agar anak-anak

55

menghadiri setiap pelajaran,berlaku jujur dalam ulangan,datang pada waktunya

ke sekolah dan melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. 49 Guru

merupakan faktor utama dan berpengaruh dalam pandangan siswa,guru

memiliki otoritas dalam bidang akademis. Oleh karena itu pengaruh guru

terhadap siswanya sanagatlah besar.

Kepribadian guru mempunyai pengaruh langsung terhadap kebiasaan-

kebiasaan belajar siswa. Sejumlah percobaan dan hasil-hasil observasi

menguatkan kenyataan bahwa banyak sekali yang dipelajari siswa dari

gurunya. Siswa akan menyerap sikap-sikap,keyakina meniru tingkah

laku,prestasi dan hasrat belajar yang terus-menerus pada diri siswa yang

bersumber dari kepribadian guru.

Karena kepribadian guru sangat berpengaruh terhadapa siswa,maka guru

perlu memiliki cirisebagai orang yang berkepribadian matang dan sehat.

Menurut AllPort dalam bukunya mengemukakan bahwa ciri-ciri yang memiliki

kepribadian matang adalah:

a. Meningkatkan kesadaran diri dan melihat sisi lebih dan kurang diri

sendiri.

b. Mampu menjalin relasi hangat dengan orang lain.

c. Memiliki kemampuan untuk megontrol emosi dan mampu menjauhi

sikap berlebihan, biasanya guru yang memiliki ciri ini mempunyai

toleransi yang tinggi.

d. Memiliki persepsiyang realistis terhadap kenyataan. Guru yang

memiliki ciri ini berorientasi pada persoalan riil yang dihadapi bukan

hanya pada diri sendiri.

e. Memiliki pemahaman akan diri sendiri. Guru dengan ciri ini biasanya

mengetahui kemampuan dan keterbatasan dirinya. Selain itu ia juga

memiliki sense of humor (rasa humor). Ketika ia mempunyai masalah

maka ia mampu memecahkan masalah yang pelik tersebut dengan

cara yang sederhana diselingi unsur humor.

f. (Filsafat hidup dalam mempersatukan) Memiliki pedoman hidup untuk

menyatukan nilai-nilai yang kuat dalam kehidupan. Guru dengan ciri ini

49

Ibid, hlm.70

56

biasanya memiliki kematangan dalam membangun pemahaman

tentang tujuan hidup.

Selain berkepribadian matang, guru juga perlu memiliki kepribadian sehat.

Karakteristik yang mencerminkan kepribadian sehat menurut Elizabeth B

Hurlock adalah sebagai berikut :

a. Mampu menilai diri secara realistis

b. Mampu menilai situasi secara realistis

c. Mampu menilai prestasi yang duperoleh secara realistis

d. Menerima tanggung jawab

e. Kemandirian

f. Dapat mengontrol emosi

g. Berorientasi tujuan

h. Berorientasi keluar

i. Diterima secara sosial

j. Memiliki filsafat hidup

k. Berbahagia

Sementara itu yang melatarbelakangi profesionalisme seorang guru adalah

sebagai berikut:

a. Ahli di bidang Teori dan praktik keguruan. Guru profesional adalah guru

yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli dalam

mengajarkannya. Dengan kata lain guru mampu mengajarkan siswanya

entang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik.

b. Memiliki latar belakang pendidikan pendidikan keguruan yang memadai.

Keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh

setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu dan kemampuan

tersebut tidak dimiliki masyarakat pada umumnya yang tidak pernah

mengikuti pendidikan keguruan sebelumnya. Kriteria guru profesional

sesuai standar yang telah ditetapkan menurut undang-undang Nomor

14 tahun 2005 yaitu berpendidikan akademik S-1 atau D-IV dan telah

lulus sertifikasi pendidikan.

57

Dalam konteks kepribadian guru, paparan tersebut memiliki kemampuan

untuk menilai diri sendiri sehingga dia dapat mengetahui kelebihan dan

kekurangan dirinya. Guru juga harus mampu mengendalikan diri dan

memecahkan berbagai permasalahan baik yang berkaitan dengan dirinya

maupun siswa. Selain itu guru juga harus bisa menerima masukan untuk

perbaikan pembelajaran serta mengembangkan kemampuan guru melalui

pembelajaran yang terus menerus.

Dalam konteks kepribadian guru, paparan tersebut memiliki kemampuan

untuk menilai diri sendiri sehingga dia dapat mengetahui kelebihan dan

kekurangan dirinya. Guru juga harus mampu mengendalikan diri dan

memecahkan berbagai permasalahan baik yang berkaitan dengan dirinya

maupun siswa. Selain itu guru juga harus bisa menerima masukan untuk

perbaikan pembelajaran serta mengembangkan kemampuan guru melalui

pembelajaran yang terus menerus.50

5. Struktur Sosial

Pengertian Struktur Sosial sekolah menjalankan fungsinya sebagai

lembaga edukatif dengan baik.Bicara tentang "struktur" bangunan maka yang

dimaksud adalah: Materialnya, hubungan antara bagian-bagian bangunan, dan

Bangunan itu dalam keseluruhannya sebagai gedung sekolah, kantor, dan

sebagainya. Demikian pula dengan struktur sosial di sekolah adalah

materialnya, kedudukan dan peranannya, struktur sosial orang dewasa di

sekolah, kedudukan guru/murid.51

Struktur adalah aturan-aturan dalam masyarakat yang merupakan unsur

utama paradigme fakta sosisal.52 Material bagi sekolah adalah kepala sekolah,

guru, pegawai, pesuruh, murid-murid pria maupun wanita yang masing-masing

mempunyai kedudukan dan peranan. Dalam struktur sosial terdapat sistem

kedudukan dan peranan anggota-anggota kelompok yang kebanyakan bersifat

hierarkis, yakni dari kedudukan yang tinggi yang memegang kekuasaan yang

paling banyak sampai kedudukan yang paling rendah.

50

Suyanto,Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional, (Jakarta : Erlangga, 2013), hlm.16 51

Nasution, Sosiologi Pendidikan,Jakarta, PT. Bumi Akasar,2010,hlm.73 52

Anselmus, JE Toenlioe, Sosiologi Pendidikan, Bandung, PT. Refika Aditama, 2016,hlm.,25

58

Dalam struktur sosial sekolah kepala sekolah menduduki posisi yang

paling tinggi dan pesuruh kedudukan yang paling rendah. Dalam kelas guru

mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pada murid. Biasanya murid-

murid kelas rendah merasa mempunyai kedudukan yang lebih rendah dari

pada murid-murid kelas yang lebih tinggi. Struktur itu memungkinkan sekolah

menjalankan fungsinya sebagai lembaga edukatif dengan baik. Masing-masing

mempunyai kedudukan tertentu dan menjalankan peranan seperti yang

diharapkan menurut kedudukan itu. Dengan demikian dapat dicegah berbagai

konflik dan dapat dijamin kelancaran segala usaha pendidikan.53

53

Nasution, Loc.Cit,hlm.73

59

KEDUDUKAN GURU DALAM STRUKTUR SOSIAL

60

Kedudukan Guru dalam Struktur Sosial

1. Kedudukan dan Peran

Kedudukan atau status menentukan posisi seseorang dalam struktur

sosial, yakni menentukan hubungannya dengan orang lain, misalnya apa yang

dapat diharapkan, oleh suami dari istrinya, apa yang diharapkan majikan dari

pekerjaan pegawainya, bagaimana orang tua. Atau guru memperlakukan anak

dan sebaliknya.Status atau kedudukan menentukan kelakuan orang

tertentu.Dalam kedudukannya sebagai guru mengharapkan kelakuan tertentu

dari murid, lepas dari pribadinya sebagai individu, apakah peramah, keras,

pandai, rajin atau pemalas. Setiap guru dalam kedudukannya sebagai guru

dapat mengharapkan kelakuan tertentu dari murid, siapa pun guru itu dan

siapa pun murid itu.

Status atau kedudukan individu, apakah diatas atau dibawah status orang

lain mempengaruhi peranannya. Peranan adalah konsekuensi atau akibat

kedudukan atau status seseorang. Seorang mandor diharapkan memberikan

perintah kepada pekerja. Guru diharapkan mematuhi instruksi kepala sekolah

akan tetapi menuntut agar murid-murid belajar. Akan tetapi cara-cara seorang

membawakan peranannya dapat berbeda menurut kepribadian seseorang.

Guru dapat bersikap otokratis atau demokratis dalam menjalankan peranannya.

Tiap orang dalam masyarakat mempunyai berbagai kedudukan.

Seorang murid mempunyai kedudukan sebagai pelajar, ketua murid,

anggota regu sepak bola atau sebagai kakak terhadap murid-murid yang lebih

rendah kelasnya,sedangkan di rumah berkedudukan sebagai anak terhadap

orang tuanya,adik terhadap kakaknya dan di luar rumah ia menjadi teman bagi

sejumlah anak-anak lainnya. Demikian pula guru itu berkedudukan sebagai

suami atau istri, bapak atau ibu bagi anaknya, anggota paduan suara atau ada

kalanya menjadi sopir kendaraan umum. Dalam tiap kedudukan ia menjalankan

peranan tertentu.Berdasarkan kedudukan daripadanya diharapkan kelakuan

tertentu.54

54

Nasution,ibid,

61

2. Kedudukan dalam Masyarakat

Masyarakat adalah sekelompok orang, yang menduduki suatu wilayah

yang saling berinteraksi. Ada beberapa tipe-tipe masyarakat untuk dapat

mengklasifikasikannya sebagai berikut:55 Jumlah penduduk, Luas, kekayaan

dan kepadatan penduduk daerah pedalaman, Fungsi-fungsi khusu masyarakat

setempat terhadap sekuruh masyarakat dan Organisasi masyarakat setempat

yang bersangkutan.

Sekolah, seperti system sosial lainnya dapat dipelajari berdasarkan

kedudukan anggota dalam kelompok itu. Setiap orang yang menjadi anggota

suatu kelompok mempunyai bayangan tentang kedudukna masing-masing

dalam kelompok itu. Setiap anak mempunyai gambaran tentang kedudukan

ayah, ibu, dan anggota keluarga lainnya. Demikian juga di sekolah kita

mempunyai bayangan tentang kedudukan kepala sekolah, guru-guru, staf

administrasi, pesuruh dan murid-murid sendiri serta hungan antara berbagai

kedudukan itu. Biasanya gambaran seseorang tentang berbagai kedudukan itu

bercorak pribadi dan berkaitan dengan tokoh tertentu.

Namun yang akan kita selidiki bukanlah yang bersifat pribadi itu, melainkan

yang bersifat umum. Kita ketahui kedudukan seorang ayah pada umumnya

dalam keluarga serta hubungannya dengan kedudukan ibu, anak-anak dan

pembantu, walaupun setiap ayah menjalankan peranannya dengan cara yang

khas menurut pribadinya dalam keluarga. Demikian pula dapat diselidiki

kedudukan kepala sekolah pada umumnya walaupun tipa kepala sekolah

mempunyai pribadi tersendiri yang unik dan menjalankan peranannya menurut

pribadi masing-masing.

Dalam mempelajari struktur sekolah akan kita selidiki berbagai jenis

anggota menurut kedudukannya masing-masing dalam sisitem persekolahan.

Dengan kedudukan atau posisi dimaksud kategori atau tempat seseorang

dalam system klasifikasi sosial .Misalnya anak wanita ,pria dewasa,nenek

menunjukan posisi atau kedudukan dalam sistem penggolongan menurut usia

55

Soerjono Soekanto,Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT. Raja Grafondo Persada,2006,hlm.,135

62

jenis kelamin.Tiap individu dapat mempunyai berbagai kedudukan menurut

system klasifikasi,misalnya: seperti pria dewasa,sebagai bapak dalam

keluarga,sebagai pegawai di kantor, sebagai teman dalam pergaulan atau

permainan atau sebagai anggota golongan menengah.

Dalam tiap kedudukan individu diharapkan menunjukan pola kelakuan

tertentu. Perbuatannya, ucapannya, perasaannya nilai-nilainya, dan

sebagainya harus sesuai dengan apa yang diharapkan bertalian dengan

kedudukannya. Menurut kedudukan atau posisinya ia harus menjalankan

peranan tertentu.Peranan menentukan kelakuan yang diharapkan dalam situasi

sosial tertentu.

Dalam setiap kelompok orang mengenal kedudukan atau posisi masing –

masing.Orang mempunyai gambaran tentang kelakuan yang diharapkan dari

masing-masing menurut kedudukan yang ditempatinya. Jadi di masyarakat

sekolah dari kepala sekolah ,guru,murid,pegawai sekolah diharapkan kelakuan

tertentu.

Pada umumnya dapat kita bedakan dua tingkat dalam struktur sosial

sekolah yakni yang berkenaan dengan orang dewasa serta hubungan diantara

mereka,jadi mengenai kepala sekolah, guru-guru, pegawai administrasi,

pesuruh, pengurus yayasan pada sekolah swasta, Kanwil pada sekolah negeri.

Tingkat ke dua berkenaan dengan sistem kedudukan dan hubungan antara

murid-murid. Selanjutnya akan diselidiki hubungan diantara kedua tingkat itu.56

3. Struktur Sosial Orang Dewasa di Sekolah

Kepala sekolah menduduki posisi yang paling tinggi disekolah berkat

kedudukannya, tetapi juga sering karena pengalaman, masa kerja dan

pendidikannya. ialah yang berhak mengambil keputusan yang harus dipatuhi

oleh seluruh sekolah. Di samping hak itu ia memikul tanggung jawab penuh

atas kelancaran pendidikan di sekolah. Kepala sekolah merupakan perantara,

antara atasan yakni Kanwil dengan guru-guru. Keputusan-keputusan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan disampaikan oleh Kanwil melalui kepala sekolah

kepada guru-guru dan murid-murid. ia juga merupakan perantara antara guru

56

Nasution,Op.Cit ,hlm, 76

63

dengan atasan, misalnya mengenai kenaikan gaji atau tingkat. Pada sekolah

swasta, kepala sekolah menjadi perantara antara pengurus yayasan dengan

guru-guru dan sebaliknya.

Kepala sekolah juga berkedudukan sebagai konsultan yang memberikan

petunjuk, nasihat, saran-saran kepada guru-guru dalam usaha untuk

memperbaiki mutu sekolah. Dalam hal ini is didukung oleh kemampuan

profesionalnya serta pengalamannya sebagai guru dan kematangan

pribadinya. ia dapat memaparkan filsafat sekolah, tujuan pendidikan yang

harus dicapai serta cara-cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan

kurikulum sekolah. la dianggap lebih bijaksana untuk mengatasi masalah-

masalah antara guru dengan murid, juga antara sesama guru. Guru yang

meminta nasihatnya tentang tindakan terhadap anak sebenarnya

memindahkan tanggung jawab kepada kepala sekolah dan mengharapkan agar

kepala sekolah memberi dukungannya. Jadi guru menggunakan kepala

sekolah sebagai pelindung dan perisai terhadap reaksi dari pihak orang tua.

Kepala sekolah juga memegang kepemimpinan di sekolah dan ia

diharapkan sanggup memberi pimpinan dalam segala hal yang mengenai

sekolah, dalam menghadapi masyarakat, murid-murid maupun guru-guru. Pada

satu pihak guru-guru mengharapkan keputusan dan tindakan yang tegas, di

lain pihak mereka menginginkan agar keputusan diambil dengan cara

musyawarah. Kepala sekolah harus dapat bergerak di antara harapan-harapan

yang bertentangan itu.

Tak semua keputusan perlu dirundingkan lebih dahulu. Banyak pula

putusan yang diterima dari atasan yang harus dilaksanakan. Tidak ada sifat-

sifat universal tertentu yang menyebabkan seseorang menjadi pemimpin.

Kepemimpinan itu tidak umum, artinya tak ada orang yang dapat menjadi

pemimpin dalam segala macam situasi, kepemimpinan itu spesifik bagi situasi

tertentu. Kepala sekolah pemimpin di sekolah mengenai soal-soal pendidikan,

sedangkan dalam situasi informal di luar sekolah mungkin sekali ia bukan

orang yang paling sesuai untuk bertindak sebagai pemimpin, walaupun

seorang dapat menjadi pemimpin dalam berbagai macam situasi di luar

sekolah.

64

Di sekolah yang kecil, khususnya yang tidak mempunyai pegawai

administrasi, kepala sekolah sering harus berfungsi sebagai petugas

administrasi, mengurus korespondensi, mengantar surat kepada berbagai

instansi, membuat laporan-laporan, dan sebagainya, karena biasanya ia

mempunyai jam mengajar yang dikurangi, bahkan dapat dibebaskan dari tugas

mengajar. Dalam pekerjaan administrasi itu kepala sekolah dapat dibantu oleh

guru. Akan tetapi di Sekolah Menengah biasanya kepala sekolah dibantu oleh

pegawai administrasi.57

Hadari Nawawi memberikan pengertian, administrasi pendidikan adalah

rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerja sama

sejumlah orang untuk mencapai tujuan pedidikan secara berencana dan

sistematis yang di selenggarakan di lingkungan tertentu, terutama berupa

lembaga pendidikan formal.58

4. Kedudukan Guru dalam Struktur Sosial

Guru adalah seorang administrator, informator, konduktor, dan

sebagainya.59 Kedudukan guru lebih rendah dari pada kepala sekolah dan

karena itu ia harus menghormatinya dan bersedia untuk mematuhinya dalam

hal-hal mengenai sekolah. Dalam kenaikan pangkat ia bergantung pada

disposisi atau rekomendasi yang baik dari kepala sekolah dan karena itu

banyak sedikitnya masa depannya ditentukan oleh hubungannya dengan

kepala sekolah itu. Sebagai pegawai atau bawahan ia dibawah kekuasaan

kepala sekolahnya. Guru mempunyai kedudukan sebagai pegawai, dan dalam

kedudukan itu harus mematuhi segala peraturan yang ditetapkan oleh atasan

Pemerintah ataupun yayasan.

Pelanggaran dapat diberi tindakan yang setimpal, bahkan dipecat yang

berarti pencabutan sumber pendapatannya. Kedudukan guru tidak sama. Pada

umumnya dianggap bahwa kedudukan guru SMP lebih tinggi daripada guru SD

akan tetapi lebih rendah daripada guru SMA. Petugas inspeksi yang

mengawasi sekolah dianggap lebih tinggi pula kedudukannya daripada guru

57

Nasution,ibid,hlm,77 58

Ahmad Ruhani, Administrasi pendidikan sekolah, (Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 5 59

Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan,Jakarta, Rineka Cipta,2010,hlm, 46

65

maupun kepala sekolah. Di dalam Sekolah Menengah sendiri kedudukan guru

juga tidak sama. Guru yang mengajarkan bidang studi tertentu dianggap lebih

tinggi daripada yang lain. Pada umumnya bidang studi akademis seperti

matematika, fisika, kimia menduduki tempat yang lebih terhormat daripada

yang memegang bidang studi agama, PKK atau Pendidikan Jasmani yang tidak

termasuk mata ujian dalam tes masuk Perguruan Tinggi.

Kedudukan guru juga turut ditentukan oleh lama masa kerja.

Berkat usia dan pengalamannya mengajar guru lama mengharapkan rasa

hormat dari guru-guru barn atau yang lebih muda. Kegagalan untuk memenuhi

harapan ini akan bertentangan dengan bayangan golongan tua tentang

kedudukan golongan muda.60

5. Hubungan Guru dan Peserta Didik

Hubungan antara guru dan murid mempunyai sifat yang relatif stabil yaitu:

Ciri has dari hubungan ini adalah bahwa terdapat status yang tak sama antara

guru dan murid. Dalam hubungan guru-murid biasanya hanya murid diharapkan

mengalami perubahan kelakuan sebagai hasil belajar. Aspek ke tiga ini

mertalian dengan aspek ke dua yakni perubahan kelakuan yang diharapkan

mengenai hal-hal tertentu yang lebih spesifik dan umum. Guru akan lebih

banyak mempengaruhi kelakuan murid apabila dalam memberi pelajaran dalam

kelas hubungan itu tidak sepihak.

Dikalangan guru-guru sering terjadi pengelompokan atau pembentukan

“klik” (clique) yang bersifat informal.Ada kelompok yang dibentuk berdasarkan :

Jenis kelamin, Minat professional, Sosial dan Kedudukan formal yang sama.

Klik memegang peranan dalam mengambil berbagai keputusan. Maka besar

faedahnya bila kepala sekpolah mengetahui tentang adanya berbagai

kelompok serta hubungan antar kelompok itu atau pertentangan diantaranya.

Yang termasuk golongan ini antara lain pegawai administrasi dan pesuruh

sekolah secara formal kedudukan mereka lebih rendah dari kepala sekolah dan

tenaga pengajar.Hierarki itu juga diterima oleh yang bersangkutan dan oleh

masyarakat.

60

S. Nasution, Teknologi Pendidikan, Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1994). H. 13

66

Dalam praktik ada kemungkinan pegawai administrasi yang telah lama

memegang jabatannya dan telah mengenal seluk beluk sekolah mempunyai

kedudukan yang lebih tinggi.

6. Struktur sosial peserta didik di Sekolah

Sekolah bagi murid-murid dapat dipandang sebagai sistem persahabatan

dan hubungan-hubungan sosial. Bedanya dengan orang dewasa ialah, bahwa

struktur sosial ini lebih bersifat tak formal. Struktur sosial pada orang dewasa

lebih formal, karena kedudukan mereka yang berkaitan dengan jabatannya

telah ditentukan dan dapat dirumuskan serta merupakan suatu bagian dari

sistem sosial dalam masyarakat.

Pada umumnya orang dalam masyarakat mengetahui kedudukan seorang

guru di suatu sekolah. Tak demikian halnya dengan kedudukan murid sebagai

misalnya anggota regu basket atau ketua kelompok belajar. Kedudukan murid

hanya dikenal dalam lingkungan sekolah saja. Ada juga kedudukan murid yang

lebih formal seperti ketua OSIS yang telah mempunyai bentuk resmi menurut

ketentuan Pemerintah. Akan tetapi kebanyakan kedudukan murid bersifat tak

formal dan hanya diketahui dalam kalangan sekolah itu saja.

Ada dua metode utama untuk mempelajari struktur informal para pelajar.

Yang pertama dan yang paling banyak digunakan ialah teknik sosiometri.

Dalam garis besarnya kepada murid ditanyakan siapakah di antara murid-

murid, satu orang atau lebih, yang paling disukainya sebagai ternan belajar,

menonton bioskop, diundang ke rumah atau untuk kegiatan lainnya, atau

sebaliknya yang paling tidak disukainya, yang tidak dianggapnya sebagai

teman.

Dari hasil pertanyaan itu yang diajukan kepada setiap murid dalam kelas

atau kelompok murid dapat disusun suatu diagram yang disebut sosiogram

yang secara visual jelas menunjukkan kedudukan seseorang dalam hubungan

sosial dengan murid-murid lain. Sosiogram itu dapat segera memperlihatkan

pengelompokan atau klik (clique) di kalangan murid- murid.

Metode kedua ialah metode partisipasi-observasi, yakni sambil turut

berpartisipasi dalam kegiatan kelompok selama beberapa waktu mengadakan

67

observasi tentang kelompok. Melalui partisipasi itu pengamat menganalisis

kedudukan setiap murid dalam hubungannya dengan murid- murid lainnya di

dalam kelompok itu. Seorang pengamat yang turut serta dalam kegiatan murid

yang terlatih sebagai pengamat akan dapat menemukan dan merumuskan

berbagai hubungan yang terdapat diantara anggota- anggota kelompok itu. Di

suatu sekolah dapat kita temukan macam-macam kedudukan murid dan

hubungan antar- murid, antara lain:

a. Hubungan dan kedudukan berdasarkan usia dan tingkat kelas.

Struktur sosial berhubungan dengan kurikulum.

b. Klik atau kelompok persahabatan di sekolah.

c. Hubungan antara struktur masyarakat dengan pengelompokan di

sekolah.

d. Kelompok elite.

e. Kelompok siswa yang mempunyai organisasi formal.61

7. Kedudukan menurut usia dan kelas

Murid-murid suatu kelas, yang pada umumnya mempunyai usia yang sama

cenderung untuk menjadi suatu kelompok yang merasa dirinya kompak dalam

menghadapi kelas lain, bahkan menghadapi guru misalnya dalam pertandingan

dan peristiwa-peristiwa yang menyangkut nama dan kehormatan kelas itu.

Terhadap kelas Yang lebih tinggi mereka merasa dirinya orang bawahan

sebagai adik terhadap kakak yang pantas menunjukkan rasa hormat dan patuh.

Sebaliknya terhadap kelas yang lebih rendah mereka merasa sebagai "atasan"

atau "kakak" yang patut dipatuhi dan disegani. Demikian pula murid-murid SMA

merasa dirinya lebih tinggi daripada murid SMP akan tetapi memandang

mahasiswa sebagai kakak yang lebih tinggi.

Antara murid- murid yang berbeda tingkat kelasnya terdapat hubungan

atasan-bawahan, super-ordinat sub-ordinat atau kakak-adik. Murid-murid yang

tinggi kelasnya mempunyai kekuasaan dan kontrol terhadap murid-murid yang

kelasnya lebih rendah dan usianya lebih muda. Kedudukan atasan dan

kekuasaan murid-murid kelas tinggi diperkuat oleh berbagai tugas kehormatan

61

S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, op.cit., h. 81-82.

68

yang diberikan kepada mereka, sebagai ketua OSIS, ketua regu olah raga atau

berbagai panitia, pengurus berbagai perkumpulan lainnya atau pemimpin

berbagai kegiatan siswa. Dalam berbagai kegiatan sekolah senantiasa murid

kelas tertinggi ditunjuk sebagai pemimpin. Dalam tiap kelas terdapat pula

macam-macam kumpulan, akan tetapi perkumpulan itu hanya terbatas pada

murid-murid di kelas itu Baja. Namun ada perkumpulan dan kegiatan yang

melewati batas- batas kelas, misalnya regu olah raga, band musik, dan lain-

lain. Oleh sebab murid- murid yang menonjol prestasi atau keterampilannya

tersebar di semua kelas.62

62

S. Nasution, op.cit., h. 83

69

STRUKTUR SOSIAL HUBUNGAN DENGAN KURIKULUM

70

Struktur Sosial Hubungan dengan Kurikulum

1. Struktur Sosial Hubungan dengan Kurikulum

Pada umumnya tidak diadakan diferensiasi kurikulum berdasarkan

perbedaan jenis kelamin. Murid-murid di SD, SMP, SMA, wanita maupun pria

mengikuti pelajaran yang sama. Di sana-sini terdapat perbedaan kecil,

misalnya sepak bola yang hanya diikuti oleh murid pria dan keterampilan

menjahit yang lebih sesuai bagi murid wanita. Bidang studi akademis sama

bagi semua anak pria maupun wanita. Belajar sebagai kegiatan utama di

sekolah ada pertaliannya dengan struktur sosial murid-murid. Berhasil gagalnya

seorang murid dalam pelajarannya turut menentukan kedudukannya dalam

kelompoknya. Seorang dikenal sebagai jago matematika, fisika, bahasa, dan

lain-lain. Murid-murid yang pandai diberikan guru tugas-tugas khusus. Biasanya

hanya murid-murid yang rapornya baik diizinkan menjadi anggota pengurus

perkumpulan sekolah. Dalam kelompok belajar murid yang pandai akan

dijadikan pemimpin. Ada sekolah-sekolah yang termasuk besar yang

membentuk kelas yang terdiri atas murid-murid yang berprestasi tinggi.

Di SMA setelah semester pertama diadakan pembagian dalam jurusan-

jurusan, menurut teorinya menyalurkan murid-murid menurut bakat masing-

masing. Dalam kenyataannya murid-murid yang berprestasi yang memadai

akan masuk jurusan IPA yang dianggap mempunyai kedudukan yang lebih

tinggi daripada misalnya jurusan IPS, karena jurusan itu membuka pintu ke

jabatan yang terhormat seperti insinyur atau dokter. Maka murid-murid yang

masuk IPS dapat dicap sebagai yang "kurang pandai" yang mereka rasakan

sebagai pukulan terhadap harga diri mereka. Pukulan yang lebih besar dialami

oleh mereka yang tinggal kelas yang merasa malu karena ditinggalkan oleh

teman-temannya. Mereka sering berusaha untuk pindah ke sekolah lain.63

2. Pengelompokan Sekolah

Pengelompokan atau pembentukan klik mudah terjadi disekolah. Suatu klik

terbentuk bila dua orang atau lebih saling merasa persahabatan yang akrab

63

S. Nasution,ibid., h. 84

71

dan Karena itu banyak bermain bersama,saling bercakap-cakap,merencanakan

dan melakukan kegitan yang sama didalam maupun di luar sekolah bila klik ini

mempunyai sikap anti sosial maka klik itu dapat menjadi “geng” Stabilitas klik

dapat diselidiki dengan menggunakan teknik sosiometri pada jangka waktu

tertentu, misalnya dengan jarak waktu 1, 2 atau 3 tahun. Dengan

membandingkan sosiogram nya dapat kita lihat perubahan-perubahan yang

terjadi. Faktor yang paling penting dalam pembentukan klik adalah usia atau

tingkat kelas. Menurut pengamatan sehari-hari tampaknya anggota suatu klik

mempunyai minat atau kegemaran yang sama misalnya musik, olah raga dan

sebagainya.

3. Pengaruh Terhadap Sekolah

Berbagai hal diluar sekolah yang dapat mempengaruhi system sekolah

antara lain: a) Pengaruh terhadap peranan murid: Peranan murid antara lain

ditentukan oleh guru akan tetapi oleh pandangan masyarakat tentang peranan

murid antara lain oleh keluarga murid, kelompok sepermainan, model-model

bagi kelakuannya termasuk tokoh-tokoh media masa. Orang tua dapat

mempengaruhi sikap anak terhadap otoritas guru, dapat mendukung atau

mencela guru dalam tindakannya. b) Pengaruh luar terhadap guru. Peranan

guru sebagian besar ditentukan oleh harapan-harapan kepala sekolah dan

pihak atasan.Murid-murid sendiri jarang menantang kedudukan guru. Akan

tetapi pihak luar dapat mempengaruhi peranannya, antara lain: Orang tua

murid, Perkumpulan guru dan Keluarga dan teman sepergaulan guru.

Walaupun orang tua jarang berhadapan muka dengan guru kecuali dalam hal-

hal khusus, namun pengaruh orang tua sangat besar atas kelakuan guru. c)

Pengaruh luar terhadap sekolah. Tiap sekolah berada dalam lingkungan sosial

tertentu, yakni masyarakat sekitar, daerah, maupun Negara. Norma-norma

yang berlaku dalam masyarakat sekitar sekolah mau tidak mau harus di

hormati guru.

72

PERANAN GURU DALAM MASYARAKAT

73

Peranan Guru dalam Masyarakat

Apakah hubungan antara kegiatan guru dalam masyarakat dengan

prestasi murid? Bagaimana reaksi murid terhadap partisipasi guru dalam

masyarakat? Guru hendaknya mengenal masyarakat agar dapat berusaha

menyesuaiakan pelajaran dengan keadaan masyarakat sehingga relevan.

Guru-guru kita diharapkan mengabdi kepada manyarakat dengan pengetahuan

dan keterampilan yang dimilikinya dan dengan demikian turut memberi

sumbangannya kepada pembangunan Negara.Dimana saja guru berada,

khussusnya didesa, cukup kesempatan baginya untuk berpartisipasi dan

berbakti dalam masyarakat.

Keberadaan Pendidikan sebagai faktor perubahan social, peran guru/

pendidik memiliki peran strategis dalam mewujudkan anak didik agar siap

dalam menghadapi perubahan social yang diharapkan, karena pendidikan

sebagai suatu proses social, dan terdapat banyak jenis masyarakat. Suatu

kriteria untuk mengkritisi dan membangun pendidikan berimplikasi pada suatu

masyarakat yang ideal.

Para siswa tidak begitu menghiraukan ada tidaknya partisipasi guru dalam

berbagai kegiatan masyarakat. Guru yang baik mereka menilai berdasarkan

kemampuannya mengajar, sikapnya terhadap murid akan tetapi tidak dikaitkan

dengan banyaknya kesibukkan guru dalam masyarakat.Juga tidak kelihatan

bukti-bukti bahwa guru yang turut serta dalam berbagai kegiatan masyarakat

meningkatkan kemampuannya mengajar sehingga mempertinggi prestasi

belajar murid. Bahkan ada kemungkinan partisipasi guru dalam berbagai

kegiatan diluar sekolah akan mengurangi waktu dan perhatiannya untuk murid

dan dengan demikian, merugikan murid dan sekolah.

74

PERKEMBANGAN PRIBADI GURU

75

Perkembangan Pribadi Guru

1. Perkembangan Pribadi Guru

Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur

sekolah atau pendidikan formal atau non formal, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah, dengan tugas utamanya mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.

Guru merupakan sumber pengetahuan utama bagi murid-muridnya.64 Setiap

guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka

miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dengan guru lainnya.

Kepribadian guru merupakan titik tumpu sebagai penyeimbang antara

pengetahuan mengenai pendidikan dan keterampilan melaksanaka profesi

sebagai pendidik terutama dalam bidang pembelajaran. Jika titik tumpu ini kuat,

maka pengetahuan dan keahlian bekerja secara seimbang dan dapat

menimbulkan perobahan perilaku yang positif dalam pembelajaran65. Namun

jika titik tumpu ini lemah, yaitu dalam keadaan kepribadian guru tidak banyak

membantu, maka pengetahuan dan keterampilan guru tidak akan efektif

digunakan, bahkan dapat merusak keseluruhan proses dan hasil pendidikan.

Ada beberapa pengertian kepribadian menurut ahli sosiologi, diantaranya:

a. Menurut Horton (1982)

Kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi dan

tempramen seseorang. Sikap perasaan ekspresi dan tempramen itu akan

terwujud dalam tindakan seseorang jika di hadapan pada situasi tertentu.

b. Menurut Schever Dan Lamm (1998)

Kepribadian adalah sebagai keseluruhan pola sikap, kebutuhan ciri-ciri

khas dan prilaku seseorang. Pola berarti sesuatu yang sudah menjadi

standar atau baku, sehingga kalau di katakan pola sikap, maka sikap itu

sudah baku berlaku terus menerus secara konsisten dalam menghadapai

situasi yang di hadapi.

64

.Nasution, Sosiologi Pendidikan (Bandung:Bumi Aksara 1983),hlm.102 65

Jurnal Al Ta‟lim,Volume 2,diakses Kamis,19 April2017 pukul 20.00 wib

76

c. Menurut Prince

Kepribadian diartikan sejumlah sifat, kemampuan dan

kecenderungan baik bawaan maupun perolehan.66

Guru hendaknya memiliki kepribadian, yaitu diantaranya:

1. Kepribadian yang mantap dan stabil67

a. Bertindak sesuai dengan norma hukum

b. Bertindak sesuai dengan norma sosial

c. Memiliki konsisten dengan norma sosial

d. Kepribadian berakhlak mulia

e. Berakhlak mulia dan menjadi teladan

f. Memiliki perilaku yang diteladani oleh peserta didik

2. Kepribadian yang dewasa:

a. Menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik

b. Memiliki etos kerja sebagai guru

3. Kepribadian yang arif :

a. Menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan

peserta didik, sekolah dan masyarakat

b. Menunjukkan dalam berfikir dan bertindak

4. Kepribadian yang berwibawa:

a. Memiliki perilaku yang bersifat positif terhadap peserta didik

b. Memiliki perilaku yang disegani

Kepribadian akan turut menentukan apakah para guru dapat disebut

sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya, justru perusak .perusak anak

didiknya. Kemuliaan hati seorang guru diwujudkan dalam kehidupan

sehari-hari. Guru secara nyata dapat berbagi dengan anak didiknya. Guru

tidak akan merasa lelah dan tidak mungkin mengembangkan sifat iri hati,

munafik, suka menggunjing, menyuap, malas, marah-marah dan berlaku

kasar terhadap orang lain, apalagi terhadap anak didiknya. Guru sebagai

pendidik dan murid sebagai anak didik dapat saja dipisahkan

kedudukannya, akan tetapi mereka tidak dapat dipisahkan dalam

66

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Proses Psikologi Pendidikan (Bandung:Rosda

Karya,2004),hlm.151 67

Binti Maunah,Sosiologi Pendidikan (Yogyakarta:Kalimedia, 2016),hlm.153

77

mengembangkan diri murid dalam mencapai cita-citanya. Disinilah

kemanfaatan guru bagi orang lain atau murid benar-benar dituntut,

Kepribadian sesungguhnya adalah sesuatu yang abstrak, sukar dilihat atau

diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau

bekasnya dalam segala aspek kehidupan. Misalnya dalam tindakan,

ucapan, caranya bergaul, berpakaian, dan dalam menghadapi persoalan

atau masalah. Ada 3 faktor yang menentukan dalam perkembangan

kepribadian

a. Faktor Bawaan

Unsur ini terdiri dari bawaan genetic yang menetukan diri fisik

primer (warna mata, kulit) selain itu juga kecenderungan-

kecenderungan dasar misalnya kepekaan, penyesuaian diri.

b. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan seperti sekolah, atau lingkungan

sosial/budaya seperti teman, guru, dan lain-lain. Dapat

mempengaruhi terbentuknya kepribadian.

c. Interaksi bawaan dan lingkungan

Interaksi yang terus menerus antara bawaan dan lingkungan

menyebabkan timbulnya perasaan aku/diriku dalam diri

seseorang.

Kepribadian guru terbentuk atas pengaruh kelakuan seperti yang

diharapkan oleh masyarakat dan sifat pekerjaannya. Guru harus

menjalankan peranannya menurut kedudukannya dalam berbagai situasi

sosial. Tingkah laku atau moral guru pada umumnya,

merupakanpenampilan lain dari kepribadian. Bagi anak didik yang masih

kecil guru adalah contoh teladan yang sangat penting dalam

pertumbuhannya, guru adalah orang pertama sesudah orang tua, yang

mempengaruhi pembinaan kepribadian anak didik. Jika tingkah laku atau

akhlak guru tidak baik, maka umunya akhak-akhlak anak didik akan rusak,

karena anak mudah terpengaruh oleh orang-orang yang dikaguminya. Atau

dapat juga menyebabkan anak didik gelisah, cemas atau terganggu jiwa

karena ia menemukan contoh yang berbeda atau berlawanan dengan

78

contoh yang selama ini didapatnya di rumah dari orang tuanya. Sifat –

sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru antara lain68

a. Adil, Jujur dan obyektif

Seorang guru dituntut memiliki sikap adil, jujur obyektif

terhadapseluruh anak didik, artinya dia tidak berpihak atau

mengutamakan anak dan kelompok tertentu

b. Simpati, luwes dan bijaksana

Sosok seorang guru harus simpatik supaya minat anak didik untuk

belajar lebih meningkat dan suasana dalam kegiatan belajar

mengajar menyenangkan, sehingga anak didik antusias untuk

mengikuti kegiatan belajar.

c. Sabar, tegas dan demokratis

d. Disiplin, ulet dan tekun.

Dalam situasi kelas, guru menghadapi sejumlah murid yang harus

dipandangnya sebagai anaknya. Sebaliknya murid-murid akan

memperlakukannya sebagai bapak guru dan ibu guru. Berkat

kedudukannya, maka guru di dewasakan atau di tuakan, sekalipun

menurut usia yang sebenarnya belum pantas menjadi orang tua. Dalam

menjalankan peranannya sebagai guru, ia lambat laun membentuk

kepribadiannya. Ia diperlakukan oleh lingkungan sosialnya sebagai guru

dan ia bereaksi sebagai guru pula. Jadi ia menjadi guru karena

diperlakukan dan belaku sebagai guru. Kedudukannya sebagai guru, akan

membatasi kebebasannya serta dapat membatasi pergaulannya. Seorang

guru tidak akan diajak melakukan kegiatan yang rasanya kurang layak bagi

guru, tetapi seorang guru akan mencari pergaulannya terutama dari

kalangan guru yang sependirian dengannya

68

Syafruddin Nurdin dan Bassyiruddin Usman,GURU PROFESIONAL DAN IMPLEMENTASI KURIKULUM(Jakarta:Intermasa.2002),hlm.79

79

2. Ciri-ciri Streotip Guru dan Memilih Jabatan Guru

Stereotip guru adalah hal-hal yang sering dilakukan oleh para guru.

Stereotip juga bisa diartikan sebagai sifat kepribadian. Yang berkembang

dimasyarakat adalah adanya suatu anggapan bahwa yang stereotip selalu

dianggap benar, sedangkan yang diluar stereotip dianggap salah

Ciri-ciri stereotip guru69 yaitu:

a. Guru tidak memperlihatkan kepribadian yang fleksibel

b. Guru pandai menahan diri

c. Guru cenderung untuk menjauhkan diri untuk bergaul dengan orang

lain

d. Guru berusaha menjaga harga diri dan merasa keterikatan

kelakuannya pada norma-norma yang berkenaan dengan

kedudukannya

e. Guru cenderung bersikap otoriter dan ingin “menggurui” dalam diskusi

f. Guru pada umumnya tidak didorong oleh motivasi yang kuat untuk

menjadi guru

g. Guru menunjukan kesediaan untuk berbakti dan berjasa

h. Guru pada umumnya tidak mempunyai ambisi yang kuat untuk

mencapai kemajuan

Ciri-ciri guru diatas tidak dapat dibuktikan kebenarannya, namun orang

akan mempunyai suatu bayangan tertentu tentang pribadi guru pada umumnya,

orang akan berinteraksi dengan guru berdasarkan gambaran apa adanya.

Sebelum kita menetapkan apakah mengajar merupakan tugas guru yang

termasuk profesi atau tidak atau bahkan sekedar tergolong pekerjaan biasa,

kiranya perlu kita ketahui persyaratan yang dibutuhkan dalam sebuah aktivitas

termasuk profesi. Memilih jabatan sering tidak dilakukan secara rasional.

Lulusan SMA atau sederajat tidak bebas memilih dan memperoleh jurusan atau

fakultas menurut keinginan masing-masing. Karena keterbatasan tempat dan

banyaknya clon maka seorang menerima apa saja yang diperoleh dan meresa

beruntung walaupun tempat itu tidak sesuai dengan keinginan atau bakatnya.

Studi khusus yang mendalam perlu dilakukan untuk meneliti riwayat hidup dan

69

A.Nasution,Loc.Cit,hlm.104-105

80

motivasi individu yang bersangkutan.Dalam penelitian tentang latar belakang

social mereka yang memiliki profesi guru ternyata bahwa kebanyakan berasal

dari golongan rendah atau menengah-rendah seperti anak petani, pegawai

rendah, saudagar kecil, walaupun ini tidak berarti bahwa semua anak-anak

golongan ini akan memilih jabatan sebagai guru.

Profesi keguruan, khususnya pada tingkat SD, makin lama makin banyak

dipegang oleh kaum wanita. Lambat laun guru-guru wanita juga mengajar pada

tingkat SMA bahkan perguruan tinggi. Bila guru terdiri atas kebanyakan wanita

seperti di SD maka jabatan guru akan diidentifikasikan dengan pekerjaan

wanita sehinnga kaum pria akan menjauhinya bila terbuka pekerjaan itu.

Dalam kenyataan dilihat bahwa guru-guru menunjukan kepribadian tertentu

sesuai dengan jabatannya. Apakah mereka memiliki kepribadian itu sebelum

memasuki lembaga pendidikan guru, jadi memilih jabatan sesuai dengan

bakatnya ataukah kepribadian guru itu terbentuk selama menjalani pendidkan

atau setelah mereka bekerja sebagai guru dan menyesuaikan diri dengan

norma kelakuan seperti yang diharapkan oleh masyarakat, banyak diantara

mereka yang terdidik sebagai guru, khususnya lulusan IKIP mencari pekerjaan

di luar keguruan yang rasanya memberi kepuasan yang lebih besar.

Namun banyak juga guru bekerja dengan dedikasi dan menunjukan

kesediaan yang tinggi untuk berbakti kepada pendidikan anak dan masyarakat.

Sebagai seorang pendidik dengan profesionalismenya harus dapat

mengantisipasi tantangan globalisasi antara lain70 :

a. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan

mendasar.

b. Krisis moral yang melanda bangsa dan Negara akibat pengaruh iptek

dan gloalisasi yang terjadi pergeseran nilai-nilai yang ada dalam

masyarakat

c. Krisis social

d. Krisis identitas sebagai bangsa.

70

Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan (Jakarta:Raja Grafindo,2011),hlm.235-236

81

3. Ketegangan Dalam Profesi Keguruan

Setiap pekerjaan mengandung aspek-aspek yang dapat menimbulkan

ketegangan. Ketegangan itu, tidak hanya ditentukan oleh sifat pekerjaan itu,

akan tetapi juga bergantung pada orang yang melakukannya. Ketegangan

timbul, sebagai akibat hambatan untuk mencari kepuasan yang dicari individu

dalam pekerjaannya. Begitu juga dengan profesi keguruan berikut beberapa

ketegangan dalam profesi keguruan71:

a. Tiap pekerjaan mengandung aspek-aspek yang dapat menimbulkan

ketegangan. Ketegangan timbul sebagai akibat hambatan untuk

mencapai kepuasan yang dicari individu dari kedudukannya. Jabatan

guru tidak dapat dikatakan menjadi idaman atau panggilan bagi

kebanyakan pemuda. Walaupun tugas itu mulia, akan tetapi tidak

selalu memberi kepuasan yang dicari orang dalam jabatannya.

1) Keuntungan ekonomis, imbalan, financial gaji/uang

2) Status, kedudukan yang terhormat dalam masyarakat

3) Otoritas, kewibawaan, kekuasaan atas orang lain

4) Status Profesional

b. Gaji pekerja atau pegawai pada umumnya tidak tinggi dibandingkan

dengan gaji orang di negara-negara yang maju

c. Mengenai status guru di dalam masyarakat

d. Sumber ketegangan lain bagi guru ialah otoritas guru untuk

menghukum atau memberi penghargaan kepada murid.

e. Ketegangan juga dapat ditimbulkan oleh persoalan apakah pekerjaan

guru dapat diakui sebagai profesi.

f. Sumber ketegangan jiwa terletak dalam pekerjaan guru di dalam

kelas. 72

4. Gangguan Fisik dan Mental Guru

Berdasarkan penelitian guru sangat rentan terhadap penyakit yang

berhubungan dengan radang tenggorok sampai sariawan. Hal ini dikarenakan

71

S.Nasution,Op.Cit ,hlm.108-110 72

Jurnal Pendidikan dan kebudayaan, Masihkah Profesi Guru Diminati?, Edisi November 2009, Jakarta: BalitBang Depdiknas, hlm. 1062 diakses pukul 21.00 wib

82

intensitas mengajar yang tinggi tanpa ditopang dengan asupan vitamin yang

memadai, akhirnya yang terjadi system immune kekebalan ) menurun dan ia

menjadi gampang terserang berbagai macam penyakit, terutama dua penyakit

di atas.

Disamping faktor kesehatan fisik yang terganggu, para guru juga

mengalami banyak gangguan mentalnya. Ada kemungkinan, menurut pendapat

sejumlah peneliti, bahwa tidak adanya hidup kekeluargaan yang normal dan

frustasi dalam hubungan seks yang normal turut menambah gangguan mental

guru-guru wanita yang tidak kawin. Guru pria dianggap mempunyai mental

yang lebih stabil bila mereka mempunyai keluarga yang normal.

Berdasarkan penelitian itu dapat dibuktikan adanya guru yang mengalami

gangguan mental, bahwa ada diantaranya yang memerlukan perawatan

psikiater. Akan tetapi penelitian itu tidak menunjukkan apakah gangguan

mental itu lebih banyak terdapat di kalangan guru dibandingkan dengan profesi

lain. Juga tidak diketahui apakah gangguan mental itu telah ada pada calon

guru, nyata atau laten, sebelum ia melakukan profesinya ataukah gangguan

mental itu timbul sebagai akibat pekerjaannya sebagai guru. Selanjutnya tidak

diketahui hingga manakah gangguan mental itu merugikan murid dan proses

belajar mengajar. Guru sangat rentan terhadap penyakit yang berhubungan

dengan radang tenggorokan sampai sariawan. Hal ini dikarenakan guru

biasanya tidak memperdulikan kesehatan dan memperhatikan pola makan.

Disamping faktor kesehatan yang terganggu para guru juga mengalami

gangguan mental, ada kemungkinan menurut pendapat sejumlah peneliti,

bahwa tidak adanya hidup kekeluargaan yang normal. Misalnya seperti

keluarga yang tidak harmonis dan masalah-masalah yang ada disekolah.

Berdasarkan penelitian dapat dibuktikan adanya guru yang mengalami

gangguan mental, bahwa ada diantaranya yang memerlukan perawatan

psikiater. Akan tetapi penelitian itu tidak menunjukkan apakah gangguan

mental itu lebih banyak terdapat di kalangan guru dibandingkan dengan profesi

lain. Juga tidak diketahui apakah gangguan mental itu telah ada pada calon

guru, sebelum ia melakukan profesinya ataukah gangguan mental itu timbul

sebagai akibat pekerjaannya sebagai guru. Selanjutnya tidak diketahui hingga

83

dimana gangguan mental itu merugikan murid dan proses belajar mengajar.

Andaikan lebih banyak terdapat gangguan mental pada guru dibandingkan

dengan profesi lain maka ada dua kemungkinan yaitu73: Mereka yang

terganggu jiwanya atau cenderung mempunyai gangguan jiwa lebih banyak

memasuki profesi guru dari pada memilih pekarjaan lain.Guru yang berasal dari

populasi normal memperoleh gangguan mental dalam presentase yang lebih

tinggi dibandingkan dengan profesi lain. Guru yang terganggu mentalnya,

apalagi yang sakit jiwa, tentu dapat merusak anak didik. Akan tetapi taraf yang

demikian merusak, jarang terdapat dan sebelumnya sudah dapat dicegah.

Pada umumnya, sekalipun ada terdapat gangguan mental pada guru tidak ada

bukti-bukti yang nyata tentang adanya kerusakan yang ditimbulkan pada anak.

Bahkan ada kemungkinan adanya gangguan keseimbangan dapat menambah

efektivitas guru. Orang tidak senang mengalami keadaan terganggu dan akan

dan berusaha untuk melenyapkannya dengan usaha yang lebih giat untuk

mencapai kepuasan.

5. Jenis Hubungan Peserta Didik

Pada dasarnya pendidikan disekolah merupakan bagian dari pendidikan

dalam keluarga, yang sekaligus merupakan lanjutan dari pendidikan dalam

keluarga. Tugas mendidik tidak semuanya dapat dilaksanakan oleh orang tua

dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam

keterampilan.

Sebagai lembaga pendidikan merupakan suatu wahana sosialisasi

sekunder dan merupakan tempat berlangsungnya proses sosialisasi secara

formal. Ketika anak berada disekolah, maka ia tidak hanya membaca, menulis,

dan berhitung saja namun juga belajar akan kemandirian (independence),

prestasi (achievement), universalisme (universal) dan kekhasan atau speisifitas

(specifity).74

Guru di sekolah adalah pendidikan yang kedua, secara teoritis. Mereka

menghadapi hal yang sama dengan yang dihadapi orangtua di rumah, yaitu

73

Ibid,hlm.112 74

Binti Maunah, Sosiologi Pendidikan, (Depok Sleman Yogyakarta : Kalimedia, 2016), hlm.124

84

masalah kekurangan waktu, juga masalah gempuran kebudayaan global.

Sementara tanggung jawab sekolah sekarang lebih besar dari pada zaman

dahulu karena guru di sekolah harus mengambil alih sebagian tugas mendidik

yang tadinya dilakukan oleh orangtua dirumah.

Pada tingkat ekstrem, tatkala rumah tidak lagi menjalankan fungsinya

sebagai tempat pendidikan, maka seluruh tugas rumah tangga itu harus diambil

alih sekolah. Ini tidak boleh tidak, bila sekolah tetap berfungsi sebagai lembaga

memanusiakan manusia.75

Guru memang memiliki posisi yang sangat penting dan integral. Posisi

tersebut terlihat baik dilingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat.

Dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih ilmu

pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga berfungsi untuk menanamkan

nilai (value) serta membangun karakter (character building) peserta didik

secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Pendidik mempunyai tanggung

jawab sebagai model yang harus memiliki nilai-nilai norma dan selalu

memanfaatkan kesempatan untuk mempengaruhi dan mengajak peserta

didiknya.

Peranan guru sangat mempengaruhi proses belajar mengajar. Peranan

guru harus bisa mempengaruhi murid dan membuat murid menjadi lebih

baik.Dalam segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Peranan guru terhadap

murid-muridnya merupakan peran vital dari sekian banyak peran yang harus ia

jalani.

Hal ini dikarenakan komunitas utama yang menjadi wilayah tugas guru

adalah di dalam kelas untuk memberikan keteladanan, pengalaman serta ilmu

pengetahuan kepada mereka. Guru harus memiliki peran jika berada didepan

harus memberikan contoh, jika berada ditengah harus dapat membangkitkan

rasa untuk mau belajar, dan jika berada dibelakang harus dapat memberi

motivasi kepada peserta didik.76

75

Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam (Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusia), (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), hlm.174

76Ibid, hlm.153

85

Guru harus mampu mempengaruhi kelakuan murid dan harus bisa menjadi

teladan bagi murid, sehingga dalam dunia pendidikan terciptalah hubungan

sosial antara guru sebagai pendidik disekolah dan peserta didik sebagai

seseorang yang dididik. Untuk mewujudkan tanggung jawab tersebut guru

mempunyai cara sudut pandang tersendiri dan berbeda-beda, seperti halnya

mempunyai pandangan bahwa guru disekolah memiliki kekuasaan penuh atas

peserta didiknya. Adanya kekuasaan cenderung tergantung dari hubungan

antara pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dengan

pihak lain yang menerima pengaruh itu, rela atau karena terpaksa, kemudian

mempunyai wewenang yang mempunyai dukungan atau mendapatkan

pengakuan dari masyarakat.77

Dengan kekuasaan tersebut dapat mempengaruhi proses belajar

mengajar. Hubungan guru murid banyak ragamnya bergantung pada guru,

murid serta situasi yang dihadapi. Tiap guru mempunyai hubungan yang

berbeda menurut pribadi dan situasi yang dihadapi. Untuk mempelajarinya, kita

dapat berpegang pada tipe-tipe guru, misalnya guru yang otoriter yang

menjagajarak dengan murid dan guru yang ramah, yang dekat serta akrab

dengan muridnya.

Guru yang otoriter tak mengizinkan anak melewati batas atau jarak social

tertentu. Guru itu tak ingin murid menjadi akrab dengan dia. Juga dalam situasi

rekreasi ia mempertahankan jarak itu. Guru tetap merasa berkuasa dan berhak

untuk memberikan perintah. Di harapkannya agar perintah itu juga di taati.

Guru yang otoriter ini yang mungkin dianggap kurang ramah tidak akan

diajak oleh murid-muridnya dalam kegiatan santai yang gembira. Murid juga

tidak akan mudah membicarakan soal-soal pribadi dengan dia. Jadi antara guru

dan murid tidak terdapat hubungan yang akrab. Guru seperti ini disegani,

ditakuti, mungkin juga kurang disukai atau justru dikagumi bila ia juga memiliki

sifat-sifat baik.78

Sebaliknya guru yang ramah akan dekat kepada muridnya. Murid-murid

suka meminta dia turut serta dalam kegiatan rekreasi dan membicarakan soal-

77

Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada, 2014), hlm.225-226

78S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2011), hlm.115

86

soal pribadi, namun mungkin dianggap kurang berwibawa. Tipe guru yang

murni, yang sepenuhnya otoriter atau sepenuhnya ramah tentu tidak ada. Tiap

guru akan mempunyai kedua sifat itu dalam taraf tertentu. Akan tetapi kedua

tipe itu dapat dijadikan pegangan yang berguna untuk menganalisis hubungan

antara guru dan murid.

Peranan yang dijalankan oleh guru dalam hubungannya dengan murid-

muridnya akan mendekati salah satu tipe itu dalam taraf yang berbeda-beda.

Respons murid terhadap peranan guru itu merupakan faktor utama yang

menentukan efektivitas guru. Tipe kelakuan guru tertentu mungkin lebih efektif

terhadap murid tertentu, misalnya bagi sejumlah murid tipe guru yang otoriter

yang efektif, sedangkan bagi murid lain tipe guru yang ramah lebih sesuai.79

Adapun hubungan guru-murid dikatakan baik apabila hubungan itu

memilki sifat-sifat sebagai berikut:

a. Keterbukaan, sehingga baik guru maupun murid saling bersikap jujur

dan membuka diri satu sama lain,

b. Tanggap, bilamana seseorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang

lain;,

c. Saling ketergantungan antara satu dengan yang lain;

d. Kebebasan yang memperbolehkan setiap orang tumbuh dan

mengembangkan keunikannya, kreatifitasnya dan kepribadian-nya,

e. Saling memenuhi kebutuhan, sehingga tidak ada kebutuhan satu

orang pun yang tidak terpenuhi.80

Ada pula klasifikasi yang lain tentang peranan guru yakni dengan

membedakan tipe guru yang dominative dan yang intregratif. Tipe guru yang

dominative mendominasi atau menguasai murid, menentukan dan mengatur

kelakuan murid dan menginginkan konformitas dalam kelakuan mereka. Guru

ini sering mencampuri apa yang dilakukan murid dan hal ini dapat menimbulkan

konflik antara dia dengan murid.81

79

Ibid, hlm.116

80Thomas Gordon, Guru Yang Efektif, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1990), hlm.26

81S.Nasution, Loc.Cit, hlm.116

87

Tipe guru yang dominative merasa mempunyai kekuasaan, karena

mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain. Kekuasan terdapat

disemua bidang kehidupan dan dijalankan.Kekuasaan mencangkup

kemampuan untuk memerintahkan (agar yang diperintah patuh) dan juga untuk

memberi keputusan-keputusan yang secara langsung maupun tidak

langsung.82

Sebaliknya guru yang intregratif membolehkan anak untuk menentukan

sendiri apakah ia suka melakukan apa yang disarankan oleh guru. Murid-murid

diajak berunding dan merencanakan bersama apa yang dikerjakan atau

dipelajari untuk mencapai tujuan yang di tentukan bersama. Guru tidak akan

banyak mencampuri, mengatur atau menegur pekerjaan anak itu, akan tetapi

membiarkannnya bekerja menurut kemampuan dan cara masing-masing. Tiap

anak dihargainya menurut pribadinya masing-masing. Dengan demikian terjadi

integrasi atau keharmonisan guru dan anak tanpa menimbulkan pertentangan.

Guru yang bersikap integrative ini cocok bagi pengajaran atau kurikulum

yang “student-centered“.Sikap serupa ini lebih mengembang-kan kepribadian

anak menjadi dengan penuh tanggung jawab. Sebenarnya klasifikasi guru

dalam tipe dominative dan integrative boleh dikatakan sama dengan tipe

otoriter dan ramah atau “permissive“. Istilah lain yang banyak digunakan ialah

tipe otoriter dan demokratis yang kira-kira sama artinya dengan pertolongan

diatas.83 Oleh karena itu tak jarang murid memperlakukan guru yang satu

berbeda dengan guru yang lainnya.

6. Reaksi Guru Terhadap Peranan Guru

Proses pendidikan banyak terjadi dalam interaksi social antara guru dan

murid. Sifat interaksi ini banyak bergantung pada tindakan guru yang

ditentukan antara laian oleh tipe peranan guru.Bagaimana reaksi murid

terhadap peranan guru dapat diketahui dari ucapan murid tentang guru itu.

Frank hart tahun 1934 menanyakan kepada sejumlah 10.000 siswa Sekolah

Menengah Atas (SMA) guru yang bagaimana yang paling mereka sukai apa

82

Soerjono, Op.Cit, hlm.228

83S.Nasution, Op.Cit, hlm.117

88

sebab mereka menyukainya. Alasan yang paling banyak dikemukakan ialah

bahwa guru disukai bila ia “berperikemanusian, bersikap ramah, serta

bersahabat”. Juga sering disebut alasan seperti “suka membantu dalam

pelajran, riang, gembira, mempunyai rasa humor, dan menghargai lelucon”.

Sifat- sifat yang dihargai murid-murid itu sesuai dengan gambaran guru yang

demokratis. Ternyata bahwa guru yang paling disukai itu kebanyakan juga

termasuk guru terbaik dalam hal mengajar.

Dalam penelitian lain diperoleh hasil yang sama dengan metode yang agak

berbeda. Murid-murid diminta menilai guru-guru mengenai kesanggupannya

mengajar dan kelakuan guru terhadap murid.Yang paling disenangi oleh para

siswa ialah guru yang ramah, yang paling sering turut serta dalam kegiatan

rekreaksi, yang dapat dipercayakan soal-soal pribadi, dan yang suka

membantu dalam pelajaran.

Yang kurang disukai ialah guru-guru yang sering mencela, marah,

menggunakan sindiran atau kata-kata yang tajam dapat merendahkan konsep

anak tentang dirinya. Bila guru mencela dan mengecap anak sebagai murid

yang bodoh, ia akan percaya bahwa ia bodoh. Konsep tentang dirinya ini

selanjutnya akan mempengaruhi prestasinya.

Pada umumnya guru yang disenangi ialah guru yang sering dimintai

nasehatnya, yang mau diajak bercakap-cakap dalam suasana yang

menggembirakan, tidak menunjukkan superioritasnya dalam pergaulan sehari-

hari dengan murid, selalu ramah, selalu berusaha memahami anak didiknya.

Sebaliknya guru yang tidak disukai bila ia sering marah, tak pernah

ketawa, suka menyindir, tak mau membantu anak dalam kesulitan belajar, dan

menjauhkan diri dari murid diluar kelas. Guru serupa ini ternyata juga bukan

guru yang mengajar baik. Jadi tanggapan murid tentang baik tidaknya seorang

guru erat hubungannya dengan disukai atau tidak disukainya tindakan guru.

89

HUBUNGAN ANTARA HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK DENGAN

PERILAKU GURU

90

1. Hubungan Hasil Belajar Peserta Didik dengan Perilaku Guru

Untuk menilai efektivitas guru dalam mengajar dapat diminta pendapat

pemilik sekolah, kepala sekolah, dan juga murid. Walaupun banyak aspek

peranan guru dan murid yang tidak seimbang, konseptualisasi interaksi antara

guru dan murid berasumsi bahwa murid dan guru saling mempengaruhi antara

yang satu dengan yang lain. Aspek-aspek interaksi antara guru dan murid yang

tampaknya mempengaruhi sikap dan penampilan akademis murid terutama

dalam hasil belajar murid.

Dalam suatu penelitian ternyata pertambahan pengetahuan murid dalam

pelajaran rendah korelasinya dengan taraf disukainya guru oleh murid

tersebut.Jadi guru yang di sukai, yang ramah, dll ternyata bukan guru yang

efektif dalam menyampaikan ilmu.Walaupun penelitian belum dapat di

percaya.84

Pendidik dan peserta didik merupakan dua jenis status yang dimiliki oleh

manusia-manusia yang memainkan peran fungsional dalam wilayah aktivitas

yang terbingkai sebagai dunia pendidikan. Reaksi murid yang berlainan

terhadap tuntutan guru yang kurang dikehendaki antara lain : mengganggu

jalannya pelajaran dalam kelas dan mengancam adanya perbedaan antara

status guru dan murid.

Proses pendidikan banyak terjadi dalam interaksi sosial antara guru dan

murid. Sifat interaksi ini banyak tergantung pada tindakan guru yang ditentukan

antara lain oleh tipe peranan guru. Bagaimana reaksi murid terhadap peranan

guru dapat diketahui dari ucapan murid tentang guru itu. Tentang hal ini telah

dilakukan sejumlah penelitian.85

Murid cenderung terlalu santai dan tidak semuanya harus dari diri murid

sendiri, terkadang dalam beberapa segi murid perlu dipaksa dan di sikapi

dengan tegas.Karena sifat murid cenderung malas-malasan dan belum

mengetahui pentingnya belajar, mereka cenderung suka bermain dan

bersenang-senang.Guru yang ramah, tidak ingin memaksa. Guru tersebut lebih

84

Ibid, hlm.117-118 85

Sanapiah Faisal, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional, 2010), hlm.170

91

ingin murid belajar berdasarkan keinginan sendiri, tapi guru yang otoriter

cenderung memaksa sehingga mau tidak mau murid akan belajar.

2. Perilaku Peserta Didik dengan Perilaku Guru

Kita dapat mengamati kelakukan anak dalam kelas dan mencoba melihat

hubungannya dengan tindakan guru.Tak semua perbuatan anak diakibatkan

perbuatan guru.Juga tidak selalu mudah dipastikan bahwakelakuan anak ada

hubungannya dengan kelakuan guru. Kelakuan guru yang sama mungkin

berbeda pengaruhnya terhadap murid di SD dan di SMA.

Bila kita ambil tipe guru yang dominative dan integrative, maka kelakuan

guru dapat kita klasifikasikan sebagai berikut :

a. Dominasi guru dengan menimbulkan konflik;

b. Dominasi guru tanpa menimbulkan konflik;

c. Dominasi guru dengan mengakibatkan adanya kerjasama dikalangan

murid;

d. Integrasi tanpa bukti adanya kerjasama ;

e. Integrasi dengan adanya tanda kerjasama.

Kelakuan anak dalam kelas yang kita amati dapat berupa :

a. Perbuatan yang menunjukkan ketegangan, rasa cemas yang tampak

pada anak SD dengan mengicap jari, menarik-narik rambut;

b. Perbuatan yang tak bertalian dengan pelajaran sepeti melihat-lihat ke

depan, kiri-kanan;

c. Bercakap-cakap atau berbisik-birik dengan anak lain;

d. Main-main dengan sesuatu;

e. Mematuhi apa yang disuruh lakukan oleh guru;

f. Tidak mematuhi perintah guru, melakukan sesuatu yang mengganggu

pelajaran.

Pada umumnya perbuatan anak sebagai reaksi terhadap kelakuan guru

dapat bersifat menurut atau tidak menurut, menyesuaikan diri dengan perintah

guru atau menentangnya. Anak yang menurut akan menunjukkan kerjasama,

turut memberi sumbangan pikiran, mengajukan pertanyaan, memberi bantuan

dan dengan demikian memperlancar pelajaran.

92

Dalam penelitian pada murid-murid SD ternyata bahwa bila guru itu

dominatif maka lebih banyak murid yang bercakap-cakap, berbisik-bisik atau

mengadakan kontak satu sama lain secara tersembunyi, bermain-main dengan

sesuatu secara diam-diam. Jadi sebenarnya tidak mengindahkan guru. Mereka

kurang atau jarang mengemukakan saran-saran atau buah pikirannya secara

sukarela, kurang terdorong untuk menjawab pertanyaan guru atau mengajukan

pertanyaan atau menyatakan sesuatu secara spontan. Pada guru yang

integratif anak-anak lebih berani dan bersedia untuk mengemukakan

pendapatanya, lebih spontan dalam ucapannya dan suka bekerjasama.

Perbuatan anak yang agak menyimpang tidak segera ditegur dan

dibiarkan saja oleh guru. Menekan pelanggaran kecil serupa itu

akanmenimbulkan rasa takut dan mematikan spontanitas murid. Lagi pula taka

ada guru yang dapat mengontrol setiap gerak-gerik murid, sekalipun ia sangat

dominative. Selalu saja ada akal untuk mempermainkan peraturan guru

betapapun dominatifnya guru itu.

Peraturan hendaknya dapat diterima oleh murid dan bila mungkin

dirundingkan dengan mereka. Dominasi guru tak selalu berhasil untuk

mencapai kepatuhan sepenuhnya, bahkan dapat menimbulkan konflik atau

tantangan sekalipun dalam bentuk yang tersembunyi. Selain itu dominasi guru

terhadap murid dapat menimbulkan dominasi murid terhadap murid-murid yang

lain yang lebih lemah. Khususnya anak yang paling banyak didominasi oleh

guru cenderung untuk menunjukkan kekuasaannya terhadap anak-anak lain

sebagai kompensasi. Berdasarkan studi ini dapat dikemukakan hipotesis yang

berikut:

a. Guru yang dominatif dalam kelas akan menghadapi murid-murid

yang tidak menunjukkan sikap kerjasama,

b. Murid-murid di bawah pimpinan guru-guru dominatif juga akan

bersikap dominatif terhadap murid-murid lain,

c. Guru-guru yang integratif atau koperatif dalam hubungannya dengan

murid akan menimbulkan sikap kerjasama pada muridnya, baik

terhadap guru mapun terhadap murid lainnya.

93

Tampaknya dalam interaksi sosial, anak-anak meniru gurunya dan

melakukannya dalam hubungan mereka dengan anak-anak lain. Dominasi guru

mereka tafsirkan sebagai sikap yang tidak mau memepertimbangkan keinginan

orang laindalam situasi social. Maka anak sendiri juga tidak akan

menghiraukan keinginan guru. Mendominasi anak-anak lain dapat menjadi

kebiasaan murid. Sebaliknya guru yang integrative yang selalu

memperhitungkan keinginan dan buah pikiran orang lain mendidik anak-anak

untuk memperhatikan keinginan guru dan juga keinginan teman-temannya

dalam berbagai situasi social. Anak-anak dapat dipengaruhi oleh teladan

guru.86

Ada kemungkinan terdapat perbedaan antara renspons anak SD dan

murid-murid SMA.Murid-murid SMA yang harus dipersiapkan untuk Perguruan

Tinggi dan harus banyak belajar perlu didorong dan dipaksa.Untuk itu mereka

inginkan guru yang berwibawa, otoriter, disipliner atau dominative.

Dalam bidang akademis tampaknya guru otoriter lebih berhasil daripada

guru demokratis-integrative.Hasil belajar murid, khususnya dalam bidang

akademis, banyak bergantung pada kemampuan guru mengajar. Dari sekolah

diharapkan agar anak dikembangkan menjadi warga Negara yang baik yang

mengenal, menghargai serta menerapkan nilai-nilai dan norma yang dijunjung

tinggi oleh bangsa dan Negara.87

Dengan adanya wibawa ini, berarti diharapkan terjadinya suatu bimbingan

aktif, dan orang yang mempunyai wibawa, dalam hal ini adalah pendidik atau

orang dewasa. Karena, perlu diingat bhwa walaupun pada diri anak tersebut

terdapat potensi untuk berkembang sendiri, tetapi pada diri anak juga terdapat

keinginan memperoleh perlindungan, baik secara jasmani maupun rohani,

bersifat (kodrot) anak yang membutuhkan pertolongan.88

Guru yang dominatif dapat menimbulkan sikap menentang.Mereka ingin

diakui kepribadiannya.Khususnya pemuda pada masa pubertas justru ingin

86

S.Nasution, Op.Cit, hlm.119-120 87

Ibid, hlm.123 88

Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan (Individu, Masyarakat, Dan Pendidikan), (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm.86

94

membentuk kepribadiannya sebelum memasuki masa kedewasaannya.89

Karena itu mereka peka akan ucapan atau tindakan yang menyinggung

perasaan dan harga dirinya. Terhadap tindakan yang demikian mereka

berontak secara terbuka atau tersembunyi.Akan tetapi, dalam hal pelajaran dan

sekolah mereka ingin mendapat guru yang berwibawa, yang tegas, yang dapat

menegakkan dan memelihara disiplin. Mereka tahu, tanpa disiplin, tanpa

kewibawaann, otoritas atau dominasi guru, murid-murid tidak akan belajar

sungguh-sungguh.

Dominasi guru dapat dijalankan tanpa menyinggung perasaan atau harga

diri murid dan secara obyektif dapat ditujukan untuk mencapai hasil belajar

yang diharapkan.Untuk mencapai hasil akademis tampaknya guru yang

dominatif lebih serasi daripada guru yang integratif atau demokratis. Guru yang

demoratis-integratif akan lebih disenangi oleh murid akan tetapi dalam

pelajaran mengenai informasi atau pengetahuan mereka akan ketinggalan.

Dalam pergaulan, murid-murid yang diajar oleh guru dominatif cenderung untuk

mendominasi teman-temannya, sedangkan murid-murid guru yang integratif

akan cenderung untuk bersikap ramah dalam persahabatannya.

Dalam Negara demokrasi inginkan terbentuknya anak-anak dan warga

Negara yang demokratis, yang suka memberi sumbangan pikirannya dan turut

berpatisipasi dalam pemecahan masalah, yang spontas dan menunjukkan

inisiatif.Akan tetapi, dalam Negara yang demokratispun dalam banyak aspek

kehidupan terdapat dan diperlukan tindakkan yang otoriter, yang menuntut

kepatuhan tanpa rundingan sebelumnya. Kolonialisme, feodalisme,

patriarkatisme telah sejak berabad-abad membiasakan bangsa kita untuk

mematuhi perintah atasan tanpa bertanya.

Dalam rumah tangga, disekolah, dalam pekerjaan banyak terdapat unsur-

unsur otoriter yang perlu demi kelancaran dan efektivitas.Peraturan peraturan

harus dipatuhi.Tentu diharapkan agar peraturan itu dipahami dan diterima serta

dilaksanakan dengan sepenuh hati. Murid-murid juga mau mematuhi peraturan

yang diakuinya baik bagi dirinya dan bagi sekolah.90

89

S.Nasution, Loc.Cit, hlm.120 90

Ibid, hlm.121

95

SOSIALISASI DI SEKOLAH

96

1. Sosialisasi

Proses pembimbingan individu ke dalam dunia sosial disebut

Sosoalisasi. Sosialisasi dilakukan dengan mendidik individu tentang

kebudayaan yang harus dimiliki dan di ikutinya agar ia menjadi anggota

yang lebih baik dalam masyarakat dan dalam berbagai kelompok khusus.

Sosialisasi dapat dianggap sama dengan pendidikan. Sosialisasi adalah

soal belajar.91

Dalam proses sosialisasi individu belajar tingkah laku, kebiasaan,

serta pola-pola kebudayaan. Juga keterampilan sosial seperti berbahasa,

bergaul, berpakaian, dan cara makan. Seluruh proses sosialisasi

berlangsung dalam interaksi individu dengan lingkungannya.92

Dalam pengertian yang lain disebutkan bahwa sosialisasi adalah

proses mempelajari, menghayati, dan menanamkan suatu nilai, norma,

peran, pola perilaku yang diperlukan individu-individu untuk dapat

berpartisipasi yang efektif dalam kehidupan masyarakat. Sosialisasi

diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup bagaimana seorang

individu mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang meliputi cara-cara hidup,

nilai-nilai, dan norma-norma sosial yang terdapat dalam masyarakat agar

dapat diterima oleh masyarakatnya.

Berikut pengertian sosialisasi menurut para ahli:

a. Charlotte Buhler

Sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar

dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup, dan berpikir

kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dengan

kelompoknya.

b. Peter Berger

Sosialisasi adalah suatu proses seorang anak belajar menjadi

anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat.

91

S.Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), hlm.126 92

Ibid, hlm.127

97

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

sosialisasi adalah proses individu dalam mempelajari keperluan-keperluan

sosial dan kultural di sekitarnya yang mengarah ke dunia sosial.Sosial

adalah segala faktor ekstern yang mempengaruhi perkembangan pribadi

manusia.93

Sosialisasi terjadi melalui “conditioning” oleh lingkungan yang

menyebabkan individu mempelajari pola kebudayaan yang fundamental

seperti berbahasa, cara berjalan, duduk, makan, apa yang di makan,

berkelakuan sopan, mengembangkan sikap yang dianut dalam masyarakat

seperti sikap terhadap agama, seks, orang yang lebih tua, pekerjaan,

rekreasi dan segala sesuatu yang perlu bagi warga masyarakat yang baik.

Sosialisasi tercapai melalui komunikasi dengan anggota masyarakat

lainnya.94 Pola kelakuan yang berbeda-beda atau yang bertentangan

Kesulitan lain dalam proses sosialisasi ialah perubahan-perubahan yang

terjadi dalam masyarakat sebagai akibat modernisasi, industrialisasi, dan

urbanisasi.

2. Sosialisasi di Sekolah

Anak mengalami perubahan dalam kelakuan sosial setelah ia masuk

ke sekolah. Sekolah merupakan lembaga tempat anak terutama diberi

pendidikan inetelektual, yakni mempersiapkan anak untuk sekolah yang

lebih lanjut. Selain aspek intelektual, aspek lain seperti pendidikan moral

melalui pendidikan agama dan moral Pancasila juga diperhatikan, namun

dapat kita katakan bahwa pendidikan sosial masih belum mendapat tempat

yang menonjol.

Untuk mengetahui hingga manakah pendidikan sosial di sekolah

dilakukan, kita perlu mempelajari hal-hal berikut:

a. Nilai-nilai yang dianut sekolah.

b. Corak kepemimpinan, apakah otokratis atau demokratis.

93

Soerjono Soekanto, Sosiologi Keluarga, (Jakarta : Rineka Cipta, 1990), hlm. 80 94

Ali Mufron, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Aura Pustaka, 2015) hlm.173

98

c. Hubungan antar-murid, apakah misalnya terutama dipengaruhi

oleh suasana persaingan atau kerja sama.

3. Nilai - Nilai Yang di anut di Sekolah

Pada umumnya nilai-nilai yang dianut di sekolah sejalan dengan yang

berlaku dalam masyarakat sekitarnya. Ada pula norma-norma yang dianut

oleh masyarakat tempat sekolah itu berada yang perlu diperhatikan oleh

sekolah. Norma-norma yang diajarkan di sekolah tidak boleh bertentangan

dengan adat istiadat masyarakat sekitar.

Antara sekolah dan masyarakat harus ada hubungan dan kesesuaian

mengenai norma-norma dan nilai-nilai. Nilai-nilai di sekolah juga ditentukan

oleh guru-guru. Norma-norma kelakuan yang diajarkan oleh guru tak dapat

tiada menurut apa yang dianggapnya baik.95

4. Pengaruh Iklim Sosial Terhadap Sosialisasi Anak

a. Iklim demokratis

Dalam iklim demokratis anak-anak mendapat lebih banyak

kebebasan untuk berkelakuan menurut kepribadian masing-

masing.

b. Iklim Otokratis Kelakuan anak dikontrol ketat oleh guru.

5. Persaingan dan Kerja Sama

Dalam banyak hal murid harus bersaing dengan murid-murid lain.

Persaingan itu paling menonjol dalam hal angka-angka. Angka-angka

sering ditentukan atau dasar perbandingan jadi persaingan. Dalam

masyarakat sendiri persaingan senantiasa timbul dalam usaha untuk

meningkatkan mutu serta melebihi lawan.

Kerja sama atau gotong-royong sangat di hargai dalam masyarakat

kita dan karena itu sudah selayaknya di pupuk pula di sekolah. Dapat kita

lihat bahwa kesempatan kerja sama ini di sekolah kurang mendapat

perhatian. Kerja kelompok sebagai metode mengajar jarang dilakukan.

95

S.Nasution, Op.Cit, hlm.129

99

6. Model dan Peranan

Dalam masyarakat tradisional orang tua menjadi teladan atau model

bagi generasi muda. Sedangkan model dalam masyaraskat kota sangat

kompleks. Komunikasi massa melalui radio, TV, film, menyodorkan

bermacam-macam tokoh yang menjadi idaman pemuda-pemudi Dalam

dunia yang kian kompleks ini anak harus sanggup memainkan aneka-

ragam peranan dalam bermacam-macam segmen kehidupan. Untuk itu ia

memerlukan berbagai model kelakuan di luar orang tua dan guru.96

7. Model – Model Bagi Murid di Sekolah

Anak-anak diperkenalkan dengan model-model dari berbagai segmen

masyarakat di luar sekolah dan mendapatkan interaksi sosial dengan

kelompok-kelompok lain. Mobilitas zaman modern, dari daerah pedesaan

ke perkotaan, dari daerah yang satu ke daerah lain, bahkan ke negara-

negara lain, menuntut perlunya murid-murid memahami macam-macam

kelakuan manusia. Kesempatan berinteraksi sosial yang luas dan aneka-

ragam jarang diberikan oleh sekolah.97

8. Guru sebagai model

Dapat kita katakan bahwa guru-guru menunjukan heterogenitas, dan

mereka semuanya diharapkan menjadi guru “baik” di mana pun mereka

mengajar dan dapat menjadi model atau teladan bagi anak didiknya.

Adanya kecenderungan kedudukan guru makin banyak di tempati oleh

kaum wanita dapat timbul masalah tentang model khususnya bagi anak

pria jika seluruh staf guru terdiri atas wanita. Bila kelakuan guru berbeda

sekali dengan cita-cita murid maka ia akan mencari model yang lain di luar

sekolah.

96

Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), hlm.119 97

Ibid, hlm.121

100

9. Apa yang di harapkan oleh guru

Guru-guru pada umumnya mengharapkan agar murid-murid

mempelajari yang di ajarkan dan di tugaskan. Tiap murid harus menguasai

keterampilan membaca, menulis, dan berhitung serta bidang studi lainnya.

Guru yang baik adalah guru yang dapat memelihara disiplin dalam

kelasnya. Bagi guru pelanggaran disiplin kelas dan sekolah dianggap

serius. Disiplin yang ketat, melarang anak-anak bicara atau kerja sama

dalam pelajaran sebenarnya menghalangi sosialisasi anak dan

perkembangan pribadinya.

10. Apa yang di harapkan orang tua

Orang tua mengirimkan anaknya ke sekolah agar menjadi “pandai”

artinya menguasai apa yang diajarkan di sekolah. Mengharapkan agar

anaknya mematuhi perintah gurunya serta berkelakuan baik.

Mengharapkan pula agar anaknya mendapat raport yang baik agar dapat

melanjutkan pelajarannya ke sekolah yang lebih tinggi.

Harapan atau aspirasi orang tua tentang anaknya juga bergantung

pada tingkat sosial orang tua. Orang tua mengutamakan prestasi akademis

dan perkembangan intelektual, karena itu mereka tidak terlampau

mementingkan perkembangan pribadi dan sosialisasi anak. Bahkan

mereka melihat bahaya dan kerugian bila anaknya terlampau banyak

berteman karena menyimpangkan perhatian anak dari pelajaran sekolah.

11. Apa yang di Harapkan Oleh Murid-murid

Di sekolah anak-anak harus menyediakan diri dengan teman-

temannya. Harapan teman-teman faktor utama dalam proses sosialisasi di

sekolah. Anak kelas rendah SD masih mengikuti norma-norma yang

ditentukan oleh guru dan orang tua. Tetapi murid Sekolah Menengah lebih

cenderung mengikuti harapan teman-temannya daripada orang tua. Apa

yang diharapkan oleh teman-temannya sering berbeda dengan harapan

orang tua. 98

98

Ibid, hlm.123

101

PENYESUAIAN DIRI

102

1. Penyesuaian Diri

Diri Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni

pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga permusuhan,

kemarahan, depresi, dan emosi negatif lain sebagai respon pribadi yang

tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis.

Dalam Pengertian yang lain dinyatakan bahwa penyesuaian diri dapat

di definisikan sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental

dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi

kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk

menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu

dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

penyesuaian diri adalah proses mengubah diri sesuai dengan norma atau

tuntutan lingkungan dimana dia hidup agar dapat berhasil menghadapi

kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi dan konflik sehingga

tercapainya keharmonisan pada diri sendiri serta lingkungannya dan

akhirnya dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya.99

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Proses sosialisasi tidak selalu berjalan lancer, Karena adanya sejumlah

kesulitan: Pertama, ada kesulitan komunikasi dan Kedua adanya pola

kelakuaan yang berbeda-beda atau yang bertentangan, Individu akan

berkembang menjadi makhluk sosial melalui proses sosialisasi. Dalam proses

ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Menurut F.G. Robbins, ada lima

faktor yaitu :

a. Sifat dasar, yaitu merupakan keseluruhan potensi-potensi yang

diwarisi oleh seseorang dari ayah dan ibunya.

99

„Abdullah Nashih „Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, ( Jawa Barat : Fathan Media Prima,

2016), hlm.143

103

b. Lingkungan prenatal, yaitu lingkungan dalam kandungan ibu. Dalam

periode ini individu mendapatkan pengaruh-pengaruh tidak langsung

dari ibu, misal beberapa jenis penyakit (diabetes, kanker, siphilis)

berpengaruh secara tidak langsung terhadap pertumbuhan mental,

penglihatan, pendengaran anak dalam kandungan.

c. Perbedaan individual, meliputi perbedaan dalam ciri-ciri fisik (bentuk

badan, warna kulit, warna mata, dan lain-lain), ciri-ciri fisiologis

(berfungsinya sistem endokrin), ciri-ciri mental dan emosional, ciri

personal dan sosial.

d. Lingkungan, meliputi lingkungan alam (keadaan tanah, iklim, flora dan

fauna), kebudayaan, manusia lain dan masyarakat di sekitar individu.

e. Motivasi, yaitu kekuatan-kekuatan dari dalam diri individu yang

menggerakkan individu untuk berbuat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi tersebut berasal dari

luar dan dalam diri individu. Faktor yang berasal dari dalam diri individu yaitu

sifat dasar, perbedaan individual, dan motivasi. Sedangkan faktor yang berasal

dari luar individu yaitu lingkungan prenatal, dan lingkungan sekitar. Media

sosialisasi merupakan tempat dimana sosialisasi itu terjadi atau disebut juga

sebagai agen sosialisasi (agent of socialization) atau sarana sosialisasi.

Yang dimaksud dengan agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang

membantu seseorang individu menerima nilai-nilai atau tempat di mana

seorang individu belajar terhadap segala sesuatu yang kemudian

menjadikannya dewasa. Secara rinci, beberapa media sosialisasi yang utama

adalah :

a. Keluarga

Anak yang baru lahir (bayi) mengalami proses sosialisasi yang paling

pertama adalah di dalam keluarga dengan Mengazankan pada telinga

kanannya dan mengiqomahkan pada telinga kirinya, hal tersebut di

lakukan ketika lahir. Dari sinilah anak pertama kali mengenal lingkungan

sosial dan budayanya, juga mengenal seluruh anggota keluarganya ayah,

ibu, dan saudara-saudaranya sampai anak itu mengenal dirinya sendiri.

104

b. Kelompok Bermain

Kelompok bermain baik yang berasal dari kerabat, tetangga maupun

teman sekolah merupakan agen sosialisasi yang pengaruhnya besar

dalam membentuk pola-pola perilaku seseorang. Di dalam kelompok

bermain, anak mempelajari berbagai kemampuan baru yang acapkali

berbeda dengan apa yang mereka pelajari dari keluarganya.

Di dalam kelompok bermain individu mempelajari norma nilai, kultural,

peran, dan semua persyaratan lainnya yang dibutuhkan individu untuk

memungkinkan pertisipasinya yang efektif di dalam kelompok

permainannya.

c. Sekolah

Sekolah merupakan media sosialisasi yang lebih luas dari keluarga.

Sekolah mempunyai potensi yang pengaruhnya cukup besar dalam

pembentukan sikap dan perilaku seorang anak, serta mempersiapkannya

untuk penguasaan peranan-peranan baru di kemudian hari di kala anak

atau orang tidak lagi menggantungkan hidupnya pada orang tua atau

keluarganya.

Sosialisasi murid disekolah dipengaruhi oleh:

a. Iklim sosial di sekolah,

b. Adanya model bagi murid,

c. Peranan murid seperti yang diharapkan.

Peranan yang diharapkan murid dapat dilihat dari tiga segi yakni

menurut harapan guru, orang tua dan murid - murid lainnya

d. Lingkungan Kerja

Di dalam lingkungan kerja inilah individu saling berinteraksi dan

berusaha untuk menyesuaikan diri dengan nilai dan norma yang berlaku di

dalamnya.

105

3. Kriteria Penyesuaian Diri

Scheneiders mengemukakan beberapa kriteria penyesuaian yang

tergolong baik (well adjusment) ditandai dengan :

a. Pengetahuan dan tilikan terhadap diri sendiri,

b. Obyektivitas diri dan penerimaan diri,

c. Pengendalian diri dan perkembangan diri,

d. Keutuhan pribadi,

e. Tujuan dan arah yang jelas,

f. Perspektif, skala nilai dan filsafat hidup memadai,

g. Rasa humor,

h. Rasa tanggung jawab,

i. Kematangan respon,

j. Perkembangan kebiasaan yang baik,

k. Adaptabilitas,

l. Bebas dari respon-respon yang simptomatis (gejala gangguan

mental),

m. Kecakapan bekerja sama dan menaruh minat kepada orang lain,

n. Memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain,

o. Kepuasan dalam bekerja dan bermain, dan

p. Orientasi yang menandai terhadap realitas.

4. Variasi Penyesuaian Diri

Empat variasi penyesuaian diri yang lebih penting dan krusial dalam

kehidupan seorang manusia yaitu:

a. Penyesuaian dengan dirinya sendiri (Personal Adjustment),

b. Penyesuaian sosial (Social Adjustment),

c. Penyesuaian diri dengan pernikahan (Marital Adjustment),

d. Penyesuaian diri dengan pekerjaan (Vocation

106

SEKOLAH DAN MASYARAKAT

107

1. Sekolah dan Masyarakat

Sekolah yang beroreantasi penuh kepada kehidupan masyarakat disebut

community school atau “sekolah masyarakat”. Sekolah ini beroreantasi pada

masalah masalah kehidupan dalam masyarakat seperti masalah manusia

melestarikan alam, memanfaatkan sumber sumber alam dan manusia,masalah

kesehatan, kewarganegaraan,penggunaan waktu senggang, komunikasi dan

senagainya.dalam kurikulum ini anak dididik agar turut serta dalam kegiatan

masyarakat. Murid murid mempelajari lingkungan sosialnya untuk

mengidentifikasi masalah masalah yang dapat dijadikan pokok bagi suatu unit

pelajaran, kususnya yang memberikan kesempatan murid murid untuk

meningkatkan mutu kehidupan dalam masyarakat sekitarnya.

Dalam melaksanakan program sekolah,masyarakat diturut sertakan,tokoh

tokoh dari setiap aspek kehidupan masyarakat seperti dari dunia

perusahaan,pemerintah, agama, politik, dan sebagainya diminta bekerja sama

dengan sekolah dalam proyek perbaikan masyarakat.

Meminta waktu dan tenega tokoh tokoh masyarakat dalam suatu proyek

sekolah akan menemui banyak rintangan.demikian pula bila anak ingin

mengunjungi kantor,pabrik, perusahaan dan sebagainya. Kurikulum yang

sepenuhnyaa didasarkan atas masalah masalah masyarakat mendapat

kecaman yang prdas dari golongan yang menginginkan kurikulum akademis

berdasarkan disiplin ilmu.

Sekarang mungkin jarang terdapat orang yang berpegang sepenuhnya

pada prinsip prinsip community school.setiap kurikulum harus relevan dengan

kebutuhan masyarakat karna sekolah didirikan oleh masyarakat untuk

mempersiapkan anak untuk masyarakat. Menurut Nasution, manusia adalah

makhluk sosial, ia hidup dalam hubungannya dengan orang lain dan hidupnya

bergantung pada orang lain. Karena itu manusia tidak mungkin hidup layak di

luar masyarakat. Masyarakat sangat luas meliputi seluruh umat manusia.

Masyarakat terdiri atas bebagai kelompok besar maupun kecil.

Menurut Nasution, dalam pengelompokannya masyarakat sering

dibedakan menjadi, yaitu:

108

a. Kelompok primer merupakan kelompok pertama dimana ia mula-mula

berinteraksi dengan orang lain yakni: keluarga, kelompok sepermainan

dan lingkungan tetangga. Dalam kelompok primer terdapat hubungan

temu muka langsung dalam suasana akrab. Dalam kelompok ini ia

mempelajari kebiasaan fundamental seperti bahasa, soal baik buruk,

kemampuan untuk mengurus diri sendiri, kerjasama dan bersaing,

disiplin dan sebagainya. Kelompok primer ini juga sering

disebut gemeinschaft.

b. Kelompok sekunder dibentuk dengan sengaja atas pertimbangan

tertentu berdasarkan kebutuhan tertentu seperti perkumpulan profesi,

organisasi agama, dan partai politik yang anggotanya mungkin tidak

pernah saling bertemu. Kelompok sekunder ini dapat hidup lama

melampau suatu generasi.Kelompok sekunder sering disebut

dengan gesellschaft

Masyarakat setempat (community) yaitu yang menunjuk pada warga

sebuah desa, kota, suku, atau bangsa.Apabila anggota anggota sesuatu

kelompok, baik kelompok itu besar maupun kecil, hidup bersama sedemikian

rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi

kepentingan kepentingan hidup yang utama, kelompok tadi disebut masyarakat

setempat. Sebagai suatu perumpamaan, kebutuhan, seseoarang tidak mungkin

secara keseluruhan terpenuhi apabila dia hidup bersama sama rekan lainnya

yang sesuku.dengan demikian kriteria yang utama bagi adanya suatu

masyarakat setempat adalah adanya social relationship antara anggota suatu

kelompok. Maka dapat dikatakan bahwa masyarakat setempat menunjuk pada

bagian masyarakat yang tinggal disuatu wilayah (dalam arti geografis) dengan

batas batas tertentu dimana factor utama yang menjadi dasar adalah interaksi

yang lebih besar diantara para anggotanya, dibandingkan dengan penduduk

diluar batas wilayahnya.100

100

Soerjono Soekamto,Budi sulistiowati,Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta :Rajawali pers,2014)hlm. 130

109

2. Mengenal Masyarakat

Masyarakat terdiri atas sekelompok manusia yang menempati daerah

tertentu, menunjukkan intregasi berdasarkan pengalaman bersama berupa

kebudayaan, memiliki sejumlah lembaga yang melayani kepentingan bersama,

mempunyai kesadaran akan kesatuan tempat tinggal dan bila perlu dapat

bertindak bersama.

Tiap masyarakat memiliki sesuatu yang khas, lain dari pada yang lain,

walaupun tampaknya sama dari luar misalnya mengenal hal hal fisik seperti

bentuk rumah, pakaian, bentuk rekreasi dan sebagainya. Yang memberi suatu

kekhasan suatu masyarakat adalah hubungan sosialnya.Hubungan social ini

dipengaruhi oleh besarnya masyarakat itu. Dimasyarakat kecil orang saling

berkenalan seperti dalam suatu keluarga dan hubungan social bersifat

primer.dalam masyarakat yang luas seperti dikota terdapat kebanyakan

hubungan sekunder.norma norma social dalam kedua masyarakat itu

berbeda.Disamping itu masyarakat mempunyai perbedaan lain seperti kota

industry berbeda dengan daerah pertambangan atau kampong nelayan, kota

universitas berbeda dengan kampong pertanian, daerah pertokoan berbeda

dengan daerah pemukiman, dan sebagainya.fungsi kota atau masyarakat

turut menentukan system sosialnya.

Dalam masyarakat yang modern, sering dibedakan antara masyarakat

pedesaan dengan masyarakat perkotaan rural community dan urban

community perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan

dengan pengertian masyarakat sederhana karna dalam masyarakat modern,

betapapun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh pengaruh dari kota.

Sebaliknya pada masyarakat bersahaja pengaruh dari kota secara relative tidak

ada. Perbedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan,

pada hakikatnya bersifat gradual. Agak sulit untuk memberikan batasan apa

yang dimaksudkan dengan perkotaan karna adanya hubungan antara

konsentrasi penduduk dengan gejala gejala social yang dinamakan urbanisme.

Warga pedesaan, suatu masyarakat mempunyai hubungan yang lebih erat

dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat

pedesaan lainnya. System kehidupan biasanya berkelompok atas dasar system

110

kekeluargaan. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari

pertanian. Walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng, bata, tukang

pembuat gula,inti pekerjaan penduduk adalah pertanian.

Masyarakat perkotaan atau urban community adalah masyarakat kota

yang tidak tertentu jumlah penduduknya. Tekanan pengertian “kota” terletak

pada sifat dan ciri kehidupan yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.

Antara warga masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan terdapat

perbedaan dalam perhatian,kususnya terhadap keperluan hidup.didesa yang

diutamakan perhatian khusus terhadap keperluan utama kehidupan, hubungan

hubungan untuk memperhatikan fungsi pakaian, makanan, rumah, dan

sebagainya .hal ini berbeda lain denagn orang kota yang mempunyai

pandangan berbeda.

3. Sistem Nilai

Tiap masyarakat mempunyai system nilainya sendiri yang coraknya

berbeda dengan masyarakat lain. Dalam system nilai itu senantiasa terjalin nilai

niali kebudayaan nasional dengan nilai nilai local yang unik. Dalam nilai nilai itu

terdapat jenjang prioritas, ada nilai yang dianggap lebih tinggi daripada yang

lain yang dapat berbeda menurut pendirian individual.

Dalam masyarakat kota yang mempunyai universitas dan penduduk yang

intelektual sikap orang lebih liberal, lebih terbuka bagi modernisasi dan

pendirian atau bentuk kelakuan yang baru, yang lain daripada yang lain, baik

tentang buah pikiran, moral maupun tentang pakaian, pergaulan dan

sebagainya.

Sebaliknya dalam masyarakat pedesaan yang mempunyai tradisi yang

kuat dan yang sangat taat pada agama, sikap dan pikiran orang lebih

homogeny. Penyimpangan dari yang lazim segera akan mendapat kecaman

dan kelakuan setiap oaring diawasi dan diatur oleh orang disekitarnya.Dalam

kedua masyarakat itu anak anak dididik menurut cara yang berbeda beda dan

berkembang menjadi pribadi yang berbeda beda pula.Walaupun kedua

masyarakat itu berbeda beda, namun adapula persamaannya yakni mereka

semua sama menjadi anggota suatu bangsa yang mempunyai kebudayaan

111

nasional yang sama. Orang Indonesia dimanapun dia berada mempunyai

filsafat, bahasa, sejarah, dan kebudayaan sama, walaupun tiap tiap daerah

mempunyai ciri yang khas.

Tiap sekolah, tiap guru harus mengenal lingkungan social tempat mereka

berada agar mereka dapat memahami latar belakang kultural anak dan jangan

mengucapkan atau berbuat sesuatu yang bertentangan dengan norma norma

yang dianut oleh masyarakat. Dalam suatu masyarakat yang mungkin pula

terdapat perbedaan pendirian tentang nilai mana yang dominan. Golongan

pengusaha mungkin lebih liberal progresif, golongan adat mengutamakan

tradisi dan cenderung menentang perubahan atau setidak tidaknya hati hati

atau curiga terhadap pembaruan. Juga golongan agama akan cenderung

bersikap konservatif. Dalam mengambil keputusan yang menyangkut

kepentingan umum, termasuk pendidikan, akan terdapat kesulitan untuk

mempertemukan perbedaan norma norma itu. Menilai berarti memberi

pertimbangan untuk menentukan apakah sesuatu itu bermanfaat/berguna atau

tidak, baik atau buruk, benar atau salah. Hasil penilaian disebut nilai.

Manusia selalu menghendaki nilai kemanfaatan/kegunaan daripada

kerugian, nilai kebaikan dari pada keburukan, dan nilai kebeneran daripada

kesalahan. Alasannya adalah nilai kerugian, keburukan, dan kesalahan itu nol

atau kosong tidak berarti apa apa bahkan dapat menjadi sumber kehancuran,

kemiskinan, dan kebodohan dalam masyarakat. Apabila ada manusia yang

memilih nilai kerugian, keburukan,atau kesalahan, dia dianggap telah

melakukan penyimpangan karna salah arah serta arah jalan. Manusia ini perlu

disadarkan dan diselamatkan sehingga dia kembali kejalan yang benar,

baik,dan bermanfaat atau berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat.

Mengenai pengertian”nilai” Munandar Soeleman mengutip beberapa

pendapat tentang nilai dalam uraiannya dinyatakan bahwa: Nilai adalah segala

sesuatu yang menarik bagi manusia sebagai subjec nilai adalah segala sesuatu

tentang yang baik dan yang buruk. Atas dasar beberapa pengertian tentang

nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sesuatu dianggap bernilai apabila

arah pilihan ditujukan pada yang baik, yang menarik dan yang dibolehkan

karena ada manfaatnya bagi manusia dan inilah yang diinginkan oleh manusia

112

dalam hidup bermasyarakat konsepsi konsepsi tentang nilai yang hidup dalam

pikiran sebagian besar warga masyarakat membantu sistem nilai budaya.

Sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan

manusia dalam tingkatan yang paling abstrak. System tata kelakuan lain yang

tingkatnya lebih konkret, seperti peraturan, hukuman. Dan norma norma

semuanya berpedoman pada sistem nilai budaya tersebut. System nilai

budaya demikian kuat meresap dalam jiwa warga masyarakat, sehingga sukar

di ganti dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, system nilai budaya adalah

konsepsi konsepsi tentang nilai hidup dalam alam pikiran sebagian besar

anggota/warga masyarakat. Dan berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi

sikap mental, cara berfikir, dan tingkah laku mereka. Sistim nilai budaya

tersebut adalah hasil pengalaman hidup yang berlangsung dalam kurun waktu

yang lama, sehingga menjadi kebiasaan yang berpola. Sistim nilai budya yang

sudah berpola itu meliputi segala aspek kehidupan masyarakat. Kehidupan

masyarakat adalah pola kehidupan yang berkelompok dalam bentuk bentuk

tertentu karena:

a. Ikatan perkawinan dan keturunan darah, seperti keluarga

b. Kesatuan geografis

c. Kesamaan asal usul,seperti etnis melayu,sunda dan cina

d. Kesamaan kepentingan dan tujuan, seperti organisasi pemuda dan

LSM.

e. Kesamaan keahlian dan keterampilan, seperti profesi keilmuan.

Sistim nilai budaya yang sudah berpola merupakan gambaran sikap,

pikiran dan tingkah laku anggota/warga yang diwujudkan dalam bentuk sikap

dan perbuatan dalam hidup masyarakat. Sistim nilai budaya tersebut adalah

produk budaya hasil pengalaman hidup yang berlangsung terus menerus yang

akhirnya disepakati bersama sebagai pedoman hidup mereka.Dan sebagai

identitas kelompok masyarakat. Sistim nilai budaya yang sudah berpola itu

antara lain mengenai :

113

a. Strutur kelompok masyarakat

b. Bentuk rumah dan anggota penghuninya

c. Perkawinan dan proses pelangsungannya

d. Etika dan tatakrama dalam pergaulan hidup

e. Usaha dan tutur kata dalam komunikasi

f. Bentuk dan cara berpakain serta penggunaanya

g. Tata tertip makan dan minum (jenis, cara, dan penyajiannya)

4. Sistem Kekuasaan dalam Masyarakat

Dalam tiap masyarakat terdapat tokoh atau kelompok yang berkuasa

mengambil keputusan dan melaksanakannya berdasarkan otoritas yang ada

padanya. Kekuasaan seorang atau kelompok nyata dari kemampuan untuk

mengendalikan orang lain dan memaksanya untuk melaksanakan apa yang

ditugaskan. Kekuasaan serupa ini diperlukan dalam tiap masyarakat agar

terdapat ketertiban dan pengawasan atas tindakan orang. Tentu saja

kekuasaan itu dapat digunakan baik untuk kepentingan umum dan dapat pula

disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.Ada kemungkinan

kekuasaan jatuh ketangan orang atau kelompok yang tidak bertanggung jawab

yang tentu merugikan masyarakat.

Suatu masyarakat tidak dapat dipahami tanpa mengetahui sumber sumber

kekuasaan disitu kekuasaan itu dapat dipegang oleh pemerintah, bank, indurtri,

pengusaha, universitas, keluarga kaya, golongan agama, ketua adat, dan

sebagainya. Disamping kekuasaan resmi terdapat kekuasaan tak resmi yang

harus diperhitungkan dan tak dapat diabaikan begitu saja. Untuk memajukan

pendidika perlu diusahakan bantuan dari mereka yang memegang kekuasaan

dalam masyarakat.untuk mempelajari suatu masyarakat secara lebih

mendalam kita dapat mempelajari berbagai aspsek seperti : struktur penduduk

termasuk golongan minoritas, stratifikasi sosial,agama, aliran politik,

pendidikan, kesehatan, ekonomi, kejahatan, dan sebagainya. Sistematik lain

yang dapat kita jadikan pegangan adalah :

114

a. Demografi (statistic penduduk, komposisi menurut suku bangsa,

agama,dan sebagainya)

b. Ekologi (aspek geografis, penyebaran penduduk)

c. Sejarah (perkembangan kehidupan sosial)

d. Kegiatan kegiatan (mata pencaharian, kehidupan keluarga,

pendidikan, rekreasi, kehidupan agama, keamanan, politik, dan

sebagainya)

e. System nilai nilai, agama, adat istiadat

f. System kekuasaan

g. Pengaruh kebudayaan daerah dan nasional

Tokoh tokoh yang menarik dan lain lain. Dalam setiap hubungan antar

manusia maupun antar kelompok sosial selalu tersimpul pengertian

pengertian kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan yang diartikan sebagai

kemampuan untuk mengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada

pemegang kekuasaan tersebut. Kekuasaan terdapat disemua bidang

kehidupan dan dijalankan. Kekuasaan mencangkup kemampuan untuk

memerintah dan juga untuk memberikan keputusan keputusan yang secara

langsung maupun tidak langsung memengaruhi tindakan tindakan pihak pihak

lainnya. Max weber mengatakan kekuasaan adalah kesempatan seseorang

atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan

kemauannya sendiri dengan sekaligus menerapkannya terhaap tindakan

tindakan perlawanan dari orang orang atau golongan golongan tertentu.

Kekuasaan memiliki aneka macam bentuk dan berbagai macam sumber.

Hak milik kebendaan dan kedudukan merupakan sumber kekuasaan. Birokrasi

juga merupakan sumber kekuasaan, disamping kemampuan kusus dalam

bidang ilmu ilmu pengetahuan yang tertentu ataupun atas dasar peraturan

peraturan hokum yang tertentu. Jadi, kekuasaan terdapat dimana mana dalam

hubungan sosial maupun didalam organisasi organisasi sosial.Akan tetapi pada

umumnya kekuasaan yang tertinggi berada pada organisasi yang dinamakan

“Negara”. Kekuasaan yang dapat dijumpai pada interaksi sosial antara manusia

115

maupun antar kelompok mempunyai beberapa unsur pokok,yaitu sebagai

berikut.

a. Rasa takut, perasaan takut pada seseoorang (yang merupakan

penguasa, misalnya) menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala

kemauan dan tindakan orang yang ditakuti tadi. Rasa takut merupakan

perasaan negative karena orang tunduk terhadap orang lain karena

terpaksa.Rasa takut juga menyebabkan orang yang bersangkutan

meniru tindakan tindakan orang yang di takutinya.

b. Rasa cinta,menghasilkan perbuatan perbuatan yang pada umumnya

positif. Orang orang lain bertindak sesuai dengan kehendak pihak

yang berkuasa untuk menyenangkan semua pihak. Rasa cinta

biasanya telah mendarah daging dalam diri seseorang atau

sekelompok orang.Rasa cinta yang efesien seharusnya dimulai dari

penguasa. Apabila ada suatu reaksi positif dari masyarakat yang

dikuasai, kekuasaan akan dapat berjalan dengan baik dan teratur.

c. Kepercayaan,dapat timbul sebagai hasil hubungan langsung antara

dua orang atau lebih yang bersifat asosiatif.

d. Pemujaan,system kepercayaan mungkin masih dapat disangkal oleh

orang orang lain. Akan tetapi didalam system pemujaan,seseorang

atau sekelompok orang yag memegang kekuasaan mempunyai dasar

pemujaan dari orang orang lain. Akibatnya adalah segala tindakan

penguasa dibenarkan atau setidak tidaknya dianggap benar.

Keempat unsur tersebut merupakan sarana yang biasanya digunakan oleh

penguasa untuk dapat menjalankan kekuasaan yang ada ditangannya. Apabila

seseorang hendak menjalankan kekuasaan, biasanya dilakukan secara

langsung tanpa perantaraan keadaan semacam itu biasanya dapat dijumpai

pada masyarakat masyarakat kecil dan bersahaja, dimana para warganya

saling mengenal dan belum dikenal adanya deferensiasi.101

101

Loc.Cit,Soejono Soekanto dan Budi Sulistiyowati,hlm.228-232

116

5. Hubungan Sekolah dan Masyarakat

Hingga kini boleh dikatakan, hubungan antara sekolah kita dan

masyarakat masih sangat minim oleh sebab pendidikan sekolah dipandang

terutama sebagai persiapan untuk kelanjutan pelajaran. Kurikulum sekolah kita

bersifat akademis dan dapat dijalankan berdasarkan buku pelajaran tanpa

menggunakan sumber sumber masyarakat.

Setelah kita merdeka sekolah sekolah dibanjiri oleh anak anak dari segala

lapisan, mula mula SD dan kemudian meluap ke SM dan kini menggedor pintu

universitas. Walaupun murid murid beraspirasi masuk keperguruan tinggi,

namun dalam kenyataan hanya sebagian saja berhasil mewujudkan cita cita

itu.sebagian besar dari anak anak yang memasuki SD berhenti bersekolah

ditengah jalan dan harus memasuki lapangan kerja. Maka kurikulum yang

akademis sebagai persiapan untuk perguruan tinggi tidak sesuai dengan

kebutuhan banyak siswa. Itu sebabnya timbul usaha untuk menyesuaikan

kurikulum dengan kehidupan dalam masyarakat. Dituntut agar kurikulum

relevan dengan kebutuhan masyarakat.Anak anak perlu dipersiapkan agar

hidup efektif dalam masyarakat. Salah satu usaha yang agak radikaladalah

diciptakannya apa disebut community school. Walaupun sekolah kebanyyakan

mempertahankan kurikulum subject-centered kemungkinan mengadakan

hubungan dengan masyarakat sangat banyak.

Salah satu faktor yang menyebabkan kesenjangan antara sekolah dan

masyarakat adalah minimnya informasi yang bertalian dengan pendidikan

disekolah dan kurang kuatnya hubungan antara masyarakat dengan

pemerintah untuk memperolah dukungan yang lebih luas dari masyarakat perlu

dilakukan upaya sosialisasi yang bertujuan memperkenalkan beragam hal

tentang implementasi kurikulum dan kondidi ejektifnya. Hal ini bertujuan agar

dapat menarik berbagia perhatian dari berbagai elemen yang berhubungan

dengan menejemen sekolah, agar terdorong untuk melakukan upaya - upaya

peningkatan kwalitas pendidikan disekolah.

Usaha yang dapat dilakukan sekolah ialah menghubungkannya dengan

masyarakat dan menjadikan masyarkat sebagia sumber pelajaran. Pada

umumnya untuk memanfaatkan sumber sumber itu, masyarakat dapat dibawa

117

kedalam kelas, misalnya mengundang nara sumber kesekolah.Atau , sekolah

dibawa kedalam masyarakat melalui karya wisata, praktek lampangan,atau

kuliah kerja nyata (KKN) maha siswa pada perguruan tinggi atau Universitas.

Jika dilihat dari sisi maknanya, hubungan sekolah dan masyarakat memiliki

pengertian yang sangat luas. Sehingga, masing-masing ahli memiliki persepsi

yang berbeda, seperti diungkapkan Tim Dosen adsministrasi pendidikan

universitas pendidikan Indonesia bahwa: “ hubungan masyarakat dan sekolah

merupakan komunikasi dua arah antara organisasi dengan public secara timbal

balik dalam rangka mendukung fungsi dann tujuan menejemen dengan

meningkatkan pembinaan kerja sama serta pemenuhan kepentingan bersama.”

Sekolah juga banyak menggunakan masyarakat sebagai sumber pelajaran

memberikan kesempatan luas dalam mengenal kehidupan masyarakat.

Diharapkan agar anak didik dapat menyesuaikan diri denga perkembangan

masyarakat, lebih mengenal lingkungan social, dapat berinteraksi dengan

orang lain dengan latar belakang keluarga berbeda, seperti: social – ekonomi,

agama, budaya, dan etniss. Apa yang dipelajari disekolah hendaknya berguna

bagi kehidupan anak dimasyarakat dan didasarkan atas masalah masyarakat.

Anak diharapkan pula lebih serasi dipersiapkan sebagai warga masyarakat.

Pendidikan memegang peranan penting dalam membentuk dan

menciptakan masyarakat sesuai dengan yang diharapkan. Dengan adanya

pendidikan, apa yang dicita-citakan masyarakat dapat diwujudkan melalui anak

didik sebagai generasi masa depan. Salah satu peranan pendidikan dalam

masyarakat adalah dalam fungsi social, yakni sekolah merupakan salah satu

sarana pendidikan yang diharapkan masyarakat.

6. Masyarakat Sebagai Sumber

Usaha penting yang dapat disekolah ialah menghubungkan dengan

masyarakat dengan menjadikan masyarakat itu sebagai sumber

peljaran. Peran serta masyarakat dalam pendidikan adalah aktivitas

yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam bidang pendidikan dengan

tujuan untuk memajukan pendidikan dengan cara-cara tertentu. Kelompok

orang yang dimaksud adalah dapat berupa masyarakat yang berhubungan

118

langsung dengan pendidikan seperti orang tua siswa yang tergabung

dalam komite sekolah, masyarakat luas yang tergabung dalam dewan

pendidikan, dunia usaha seperti badan-badan usaha yang dapat berpartisipasi

dalam program Manajemen Berbasis Sekolah, penyelenggara pendidikan

nonpemerintah, dan sebagainya. Keluarga dan masyarakat bukan lagi pihak

yang pasif hanya penerima keputusan-keputusan dalam penyelenggaraan

pendidikan. Mereka harus aktif menentukan dan membuat program bersama

sekolah dan pemerintah.

Seperti yang dikemukakan Clark (1989) bahwa terdapat dua jenis

pendekatan untuk mengajak orang tua dan masyarakat berpartisipasi aktif

dalam pendidikan. Pertama, pendekatan scool-based dengan cara mengajak

orang tua siswa datang ke sekolah melalui pertemuan-pertemuan, konferensi,

diskusi guru-orang tua, dan mengunjungi anaknya saat sedang belajar

disekolah. Kedua, orang tua membantu anaknya belajar dirumah bersama

dengan guru yang berkunjung ke rumah (home-based).

Ada bermacam-macam tingkatan peran serta masyarakat dalam

pembangunan pendidikan. Peran serta tersebut dapat diklasifikasikan dalam 7

tingkatan, yang dimulai dari tingkat terendah ke tingkat tertinggi. Tingkatan

tersebut terinci sebagai berikut :

a. Peran serta dengan menggunakan jasa yang tersedia. Jenis PSM ini

merupakan jenis paling umum. Masyarakat hanya memanfaatkan jasa

sekolah dengan memasukkan anak ke sekolah.

b. Peran serta dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga.

Masyarakat berpartisipasi dalam perawatan dan pembangunan fisik

sekolah dengan menyumbangkan dana, barang dan atau tenaga.

c. Peran serta secara pasif. Artinya menyetujui dan menerima apa yang

diputuskan oleh sekolah (komite sekolah), misalnya komite sekolah

memutuskan agar orang tua membayar iuran bagi anaknya yang

bersekolah dan orangtua menerima keputusan tersebut dengan

mematuhinya.

119

d. Peran serta melalui adanya konsultasi. Orangtua datang ke sekolah

untuk berkonsultasi tentang masalah pembelajaran yang dialami

anaknya.

e. Peran serta dalam pelayanan. Orang tua/masyarakat terlibat dalam

kegiatan sekolah, misalnya orangtua ikut membantu sekolah ketika ada

studi banding, kegiatan pramuka, kegiatan keagamaan, dan lain

sebagainya.

f. Peran serta sebagai pelaksana kegiatan yang

didelegasikan/dilimpahkan. Misalnya, sekolah meminta

orangtua/masyarakat untuk memberikan penyuluhan tentang

pentingnya pendidikan, masalah gender, gizi dan lain sebagainya.

Peran serta dalam pengambilan keputusan. Orangtua/masyarakat terlibat

dalam pembahasan masalah pendidikan (baik akademis maupun non

akademis) dan ikut dalam proses pengambilan keputusan dalam rencana

pengembangan sekolah.

7. Lingkungan dan Pendidikan Anak

Dalam memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak, lingkungan

pendidikan sangat berperan penting dalam memberikan pengaruh tersebut.

Diantara peranan lingkungan pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Peranan Lingkungan Keluarga

Sangat besar peranan kelurga dalam pendidikan, karena keluarga

adalah lingkungan pertama yang memberikan pendidikan kepada anak.

Peranan keluarga tersebut diantaranya adalah :

a. Sebagai pembentuk pola pikir anak, karena di dalam keluarga,

anak pertama kali berkenalan dengan nilai dan norma.

b. Sebagai pengalaman pertama bagi masa kanak-kanak,

pengalaman ini merupakan faktor yang sangat penting bagi

perkembangan berikutnya, khususnya dalam perkembangan

pribadinya.

120

c. Sebagai lingkungan pendidikan yang memberikan keteladanan,

karena keteladanan orang tua akan menjadi tolat ukur dan

menjadi wahana pendidikan moral.

d. Sebagai lingkungan pendidikan yang berperan dalam meletakkan

dasar-dasar pendidikan agama.

2. Peranan Lingkungan Sekolah

Tugas sekolah sangat penting dalam menyiapkan anak-anak untuk

kehidupan masyarakat. Maka dari itu, sekolah memegang peranan penting

dalam pendidikan. Karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak dan

sekolah pun berperan dalam pembentukan kepribadian anak. Diantara

peranan sekolah dalam pendidikan adalah sebagai berikut:

a. Sebagai pendidikan formal yang menumbuh kembangkan dalam

ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik agar anak mampu menolong

dirinya sendiri dalam hidup sebagai makhluk individu dan makhluk

sosial melalui pembekalan dalam semua bidang studi.

b. Sebagai lingkungan pendidikan yang perlu memberikan

pemahaman tentang pendidikan pancasila, agama, dan pembinaan

watak sesuai dengan nilai dan norma yang hidup dan berkembang

di masyarakat.

Sebagai lingkungan pendidikan yang haru mewujudkan cita-cita

bangsa dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa.102

3. Peranan Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat mempunyai andil yang besar dalam upaya

mencapai tujuan pendidikan nasional, dalam peranannya antara lain :

a. Pendidikan manusia sebagai makhluk individu, lingkungan

masyarakat berperan dalam membantu pembentukan manusia yang

cerdas, sesuai dengan kondisi dan fungsi dari masing-masing

pendidikan tersebut.

102

Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, 2003), hal. 83.

121

b. Pendidikan manusia sebagai makhluk susila (kemasyarakatan),

yang berkaitan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam

pancasila sebagai falsafat hidup bangsa, dan pancasila sebagai

dasar negara.

c. Pendidikan manusia sebagai makhluk sosial, lingkungan

masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung memang

ditumbuh kembangkan sebagai makhluk individu dan susila, yang

secara bersama-sama mampu menciptakan kehidupan bersama

secara bertanggungjawab, untuk mencapai kesejahteraan sosial

yang dinamis. Pendidikan manusia sebagai makhluk religious, maka

lingkungan masyarakat banyak memberikan andil dalam

pembekalan yang berhubungan dengan masalah keagamaan.

8. Usaha Bersama

Kurangnya perhatian kepada anak menyebabkan banyaknya anak-anak

menjadi nakal atau menyimpang kelakuannya dari norma-norma yang

diinginkan masyarakat. Agar masyarakat dapat bertindak perlu adanya

kepemimpinan. Yang memegang pimpinan tidak selalu perlu mencarinya dari

golongan resmi, walaupun bantuan resmi selalu diperlakukan. Dalam

masyarakat banyak tersembunyi pemimpin yang dapat dibangkitkan bila diberi

kesempatan. Seorang pemimpin ialah orang yang dalam situasi tertentu

menunjukkan keahlian, keterampilan atau kemampuan yang menonjol

sehingga orang lain mengakui dan mematuhinya. Dalam situasi lain mungkin

orang lain yang tampil sebagai pemimpin bergantung pada masalah yang

dihadapi. Jadi tidak akan dapat seorang menjadi pemimpin dalam segala

macam situasi. Juga tidak selalu perlu seorang penjabat resmi diangkat

sebagai pemimpin segala sesuatu, sekalipun dukungan dan bantuan penjabat

selalu sangat diperlukan. Setiap pemimpin harus mengenal seluk-beluk

hubungan antar manusia, sanggup mempertimbangkan perbedaan-perbedaan

individual dan menggemblengnya menjadi kekuatan yang terpadu untuk

mencapai tujuan bersama.

122

Yang diinginkan dalam usaha bersama ialah pemimpin yang dapat

melibatkan setiap peserta agar turut memberi sumbangan pikiran, daya dan

bila perlu dana. Pemimpin serupa itu memberi dorongan kepada setiap orang

untuk mengemukakan pikiran masing-masing secara bebas. Ia menerima dan

menghargai segala pendapat, juga yang bertentangan dan kemudian berusaha

mencapai suatu kebulatan keputusan yang didasarkan atas segala sumbangan

pikiran yang konstruktif. Jadi seorang pemimpin demokratis tidak menguasai

pikiran orang lain akan tetapi mengundang orang melahirkan buah pikirannya.

Dengan demikian terkumpul hasil pemikiran yang sebaik-baiknya dalam

kelompok. Selain itu setiap orang dilibatkan sehingga usaha atau proyek itu

dirasakan sebagai usaha bersama. Dengan suasana kelompok yang positif ini

dapat diharapkan partisipasi yang seluas-luasnya. Bila semua peserta yakin

akan manfaat dan nilai usaha perbaikan lingkungan demi pendidikan anak

maka besar harapan usaha itu akan membuahkan hasil-hasil yang positif.

a. Masyarakat Yang Semakin Kompleks

Sebagai pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi

perubahan yang luas serta mendasar dalam semua aspek masyarakat.

Semua orang mempunyai harapan yang optimistis bahwa kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi dengan sendirinya akan membawa

kemudahan, kemakmuran, dan kebahagianbagi seluruh umat manusia.

Bila kemajuan itu memang digunakan demi kesejahteraan manusia, maka

teknologi dengan mudah dapat menghasilkan segala sesuatu yang

diperlukan oleh setiap orang bagi kebutuhan hidupnya.

Kemajuan teknologi tidak dibarengi oleh kemajuan sosial. Dalam

bidang emosi, moral, sikap kasih terhadap sesama manusia, tidak

mengalami kemajuan yang sejajar dengan kemajuan teknologi. Selain itu

tiap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan masalah-

masalah baru yang lebih kompleks dan lebih sukar untuk diatasi.

Perubahan-perubahan yang cepat dan menyeluruh makin mempersulit

manusia untuk meramalkan atau merencanakan masa depan dunia.

Kekuasaan dan kekuatan yang dilahirkan oleh teknologi modern demikian

123

dahsyatnya sehingga bila tidak dikontrol dapat memusnahkan manusia

yang menciptakannya.

Kemajuan teknologi juga mengubah manusia itu sendiri. Industrialisasi

mengakibatkan urbanisasi, melemahkan atau melenyapkan pengaruh

tradisi dan adat-istiadat, mengubah hubungan sosial, bahkan melenyapkan

identitas manusia terutama di kota besar. Spesialisasi yang diperlukan oleh

industri menghilangkan nilai manusia sebagai kepribadian yang bulat

dalam menghadapi pekerjaannya karena ia hanya menjadi suatu bagian

kecil dalam suatu mesin raksasa. Ia bukan lagi berkuasa atas dirinya,

melainkan dikuasai oleh daya-daya di luar dirinya. Ia diukur dengan nilai

uang menurut prestasinya.103

b. Tugas Sekolah di Masa Modern

Dalam dunia yang kian kompleks tak dapat tiada sekolah menghadapi

tugas yang kian sulit pula. Kebanyakan orang melihat banyaknya dan

besarnya masalah-masalah yang diakibatkan oleh kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta menyadari implikasihnya bagi pendidikan.

Spesialisasi yang dituntut pada zaman modern ini dalam segala bidang

menyebabkan maka individu hanya dapat berkomunikasi dengan orang

dalam spesialisasi yang sama dan dengan demikian mengisolasikannya

dari anggota masyarakat lain. Dalam menghadapi masalah yang kompleks

perlu diberi kemampuan untuk melihat esensinya dalam bentuk yang lebih

sederhana.

Masalah yang lebih sulit dihadapi ialah soal nila-nilai dalam dunia yang

cepat berubah ini. Ada bahaya bahwa dengan mengutamakan berbagai

aspek matematika dan ilmu pengetahuan alam, aspek moral dan sosial

diabaikan. Para ilmuan tidak selalu melihat hubungan antara pengetahuan

ilmiah dengan tujuan hidup yang fundamental. Maka karena itu di sekolah

sejak mulanya harus diajarkan kaitan antara ilmu dan etika, antara

pengetahuan dan moral.

103

Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), hal. 157.

124

Demi keselamatan dunia, manusia harus belajar untuk mengatasi

pertentangan dan perbedaan pendapat secara rasional, dalam suasana

gotong-royong, penuh disiplin pribadi, dengan mengatasi egoisme dan

etnosentrisme. Dalam proses belajar-mengajar kiranya perlu lebih banyak

diperhatikan metode kelompok dan interaktif. Kemajuan teknologi

memudahkan transportasi dan komunikasi dan dengan demikian

menciutkan dunia ini, sehingga tidak ada lagi tempat yang jauh.

Komunikasi juga memperdekat bangsa-bangsa, bahkan menimbulkan

saling kebergantungan bangsa yang satu dari bangsa lain, sehingga dunia

ini menuju suatu masyarakat dunia yang beranggotakan bangsa-bangsa

atau negara-negara yang ada. Setiap masalah suatu bangsa banyak

sedikit menjadi masalah dunia. Setiap peristiwa penting di suatu negara

mengundang campur tangan negara-negara lain. Masa depan bangsa

terletak dalam tangan anak-anak kita sekarang. Mempersiapkan mereka

untuk masa depan yang banyak sedikit diliputi oleh kerahasiaan

merupakan tugas pendidikan yang harus mempunyai pandangan jauh ke

depan.

125

DAFTAR PUSTAKA

Syaikh Abdullah dan Syaikh Muhammad, Mukhtasar. Aqidah Islam. Surabaya : Pustaka Elba, 2016.

Soejarno Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2012.

Binti Maunah, Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Klimedia, 2016. Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi. Jakarta Timur : Yudhistira, 1984.

Burhan Bungin,Sosiologi Komunikasi. Jakarta : Kencana. 2006.

Sugiharyanto, Geografi dan Sosiologi. Bogor : Quadra, 2007.

Suyanto,Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional. Jakarta : Erlangga. 2013.

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004.

S. Nasution, Sosiologi Pendidikan. Jakarta. PT. Bumi Akasar. 2010.

Anselmus, JE Toenlioe, Sosiologi Pendidikan, Bandung, PT. Refika Aditama, 2016.

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta, PT. Raja Grafondo Persada. 2006.

Ahmad Ruhani, Administrasi Pendidikan Sekolah. Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1991.

Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta. 2010.

S. Nasution, Teknologi Pendidikan, Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara. 1994.

Nana Syaodih Sukmadinata. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2004.

Syafruddin Nurdin dan Basyiruddin. Guru Profesional Implementasi & Kurikulum. Jakarta: Ciputra Press. 2011.

Abdullah Idi. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2011.

Jurnal Pendidikan dan kebudayaan, Masihkah Profesi Guru Diminati?, Edisi November 2009, Jakarta: BalitBang. Depdiknas.

Faisal, Sanapiah. Sosiologi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. 2010.

Gordon, Thomas. Guru yang Efektif. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2011.

Soekanto, Soerjono, Budi Sulistyowati. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2014.

Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu (Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusia). Bandung : Pt. Remaja Rosdakarya.

Abdullah Nashih „Ulwan. Pendidikan Anak Dalam Islam. Jawa Barat : Fathan Media Prima. 2016.

Ali Mufron. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta : Lingkar Media Yogyakarta. 2013.

126

Soerjono Soekanto. Sosiologi Keluarga. Jakarta : Renika Cipta. 1990.

Rusman. Manajemen Kurukulum. Jakarta : Rajawali Pers. 2011.

Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan Indivindu, Masyrakat, dan Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011.

Abdulkadir Muhammad, Ilmu Sosial Budaya Dasar. Bandung :PT CitraAaditia Bakti 2011.

E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, kemandirian guru dan kepala sekolah. Jakarta : Bumi Aksara. 2009.

Soerjono Soekamto,Budi Sulistiowati, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali pers. 2014.

Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta: Ciputat Press, 2003.

Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer. Jakarta: CV. Rajawali,1992.

Nurhattati Fuad, Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiati, Ilmu Pendidikan. Jakrta : PT. Bhineka Cipta, 2007.

Ary H Gunawan, Sosiologi Pendidikan (Susatu Analisis Sosiologi Tentang Berbagai Problem Pendidikan). Jakarta : Rineka Cipta, 2010.

Veithzal Rivai dan Sylvyana Murni, Education Management (Analisis Teori dan Praktik). Jakarta : Rajawali Pers, 2010.


Top Related