SKRIPSI
KAJIAN PENGGUNAAN SELULOSA MIKROBIAL SEBAGAI BAHAN
BAKU PEMBUATAN KERTAS
Oleh :
SITI SARTIKA HARDIYANTI
F34060643
2010
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
KAJIAN PENGGUNAAN SELULOSA MIKROBIAL SEBAGAI BAHAN
BAKU PEMBUATAN KERTAS
SITI SARTIKA HARDIYANTI
F34060643
SKRIPSI
Sebagai satu syarat untuk mendapatkan gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul : Kajian Penggunaan Selulosa Mikrobial Sebagai Bahan Baku
Pembuatan kertas
Nama : Siti Sartika Hardiyanti
Nrp : F34060643
Departemen : Teknologi Industri Pertanian
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc.
NIP. 19630817 198803 1 003
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Han Roliadi, MSc.
NIP. 080028103
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian
Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti
NIP. 19621009 198903 2001
Tanggal Lulus : .......................................................
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Kajian
Penggunaan Selulosa Mikrobial Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kertas”
adalah karya saya sendiri dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc.
dan Dr. Ir. Han Roliadi dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2010
Siti Sartika Hardiyanti
F34060643
RIWAYAT HIDUP
Siti Sartika Hardiyanti, dilahirkan di Jakarta, 31 Maret 1989 sebagai anak
pertama dari 2 bersaudara pasangan Bapak Castro KH. Dan Ibu Widyaningrum.
Penulis memulai pendidikan di TK Al – Abrar dan melanjutkan SD di SDN
Kebalen 01 kemudian melanjutkan SMP di SMPN 1 Babelan Bekasi dan
meneruskan SMA di SMUN 1 Babelan Bekasi.
Pada tahun 2003, penulis melanjutkan studi sebagai mahasiswi S1 Institut
Pertanian Bogor, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian melalui jalur USMI. Penulis melakukan praktek lapan di PTPN X PG.
Pesantren Baru dengan judul “Mempelajari Aspek Proses Pengolahan Limbah
Produksi Gula PG. Pesantren Baru” pada tahun 2009. Akhirnya pada tahun 2010,
penulis dapat menyelesaikan pendidikan S1 dengan gelar Sarjana Teknologi
Pertanian.
SITI SARTIKA HARDIYANTI. F34060643. Kajian Penggunaan Selulosa
Mikrobial Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kertas. Dibawah bimbingan Khaswar
Syamsu dan Han Roliadi.
RINGKASAN
Kertas merupakan bahan tipis yang dihasilkan melalui proses kompresi serat
yang berasal dari pulp. Kertas digunakan sebagai media tulis, media cetak, bahan
pengemas, serta banyak fungsi lainnya. Produksi kertas dunia rata-rata meningkat
3,05% per tahun, menuntut kebutuhan selulosa sebagai bahan utamanya.
Pada umumnya selulosa yang digunakan berasal dari kayu. Peningkatan
kebutuhan terhadap selulosa menyebabkan peningkatan kebutuhan kayu. Dengan
demikian, dapat meningkatkan angka deforestasi. Laju deforestasi ini semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap kayu dan produk-
produk turunannya, termasuk pulp dan kertas. Kenaikan laju deforestasi
menimbulkan beberapa dampak terhadap lingkungan salah satunya efek global
warming. Pemanasan global akan berdampak pada perubahan iklim secara radikal
dan bencana alam (banjir, badai, dan angin topan).
Penggunaan kayu sebagai bahan baku selulosa memiliki beberapa
kelemahan antara lain konsumsi energi dan pencemaran lingkungan yang tinggi
akibat penggunaan zat – zat kimia berbahaya untuk proses delignifikasi (pelarutan
lignin). Kelemahan lainnya ada pada produktifitas selulosa yang rendah
dibandingkan dengan masa tanam-tebang kayu yang membutuhkan waktu lama
serta isu – isu yang terkait masalah lingkungan. Kelemahan ini menuntut sumber
selulosa alternatif yang diharapkan dapat menggantikan selulosa kayu menjadi
bahan baku pembuatan kertas.
Selulosa alternatif itu adalah selulosa mikrobial yang merupakan hasil
produksi dari beberapa jenis mikroorganisme (bakteri) antara lain spesies
Acetobacter. Selulosa bakteri memiliki kelebihan yaitu memiliki tingkat
kemurnian yang tinggi karena terbebas dari kandungan lignin dan hemiselulosa,
proses isolasi yang mudah, memiliki kristalinitas yang tinggi dan produktifitas
selulosa yang tinggi. Hal tersebut merupakan potensi yang sangat besar untuk
dimanfaatkan sebagai alternatif bahan baku dalam mengatasi kelemahan
penggunaan selulosa kayu untuk proses produksi kertas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan selulosa mikrobial
sebagai pengganti selulosa kayu dalam proses pembuatan kertas dan karakterisasi
kertas yang dihasilkan. Pada penelitian ini juga dilakukan analisis untuk
mengetahui seberapa besar peranan pemanfaatan selulosa mikrobial ini terhadap
penghematan hutan.
Proses pembuatan kertas selulosa mikrobial dilakukan dengan mengadaptasi
proses semi kimia pembuatan pulp kayu tanpa delignifikasi. Tahapan penelitian
ini adalah penyiapan bahan baku (pembuatan selulosa mikrobial), pembuatan
pulp, pembentukan lembaran kertas dan uji fisik kertas. Penelitian ini
menggunakan rancangan acak lengkap dua faktorial dan dua kali ulangan. Adapun
faktor tersebut adalah penambahan kaolin dan penambahan tapioka dengan
masing – masing dua taraf yaitu 0 dan 5 % untuk kaolin dan 0 dan 2,5 % untuk
tapioka. Respon yang diamati adalah rendemen pulp dan sifat fisik kertas
(gramatur, indeks tarik, indeks sobek dan daya sera air).
Rendemen pulp yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah 38,125 % (basis
kering). Hasil pengujian yang dilakukan diperoleh nilai gramatur kertas berkisar
antara 31,2 – 49,5 g/m2, nilai indeks tarik berkisar antara 19,84 – 53,98 Nm/g,
nilai indeks sobek berkisar antara 14,27 - 21,41 mNm2/g dan daya serap air kertas
sebesar 52,11 – 71,97 g/m2 untuk bagian atas dan untuk bagian bawah daya serap
air berkisar antara 55,08 – 85,48 g/m2. Gramatur kertas yang diperoleh sesuai
untuk jenis kertas tik, kertas kitab, kertas lito, dan kertas toilet. Indeks tarik dan
indeks sobek yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan kertas
Acacia mangium, jerami dan bagas. Nilai tersebut berada diatas standar kertas
koran dan kertas bungkus. Daya serap air kertas selulosa mikrobial lebih rendah
dibandingkan daya serap air kertas dari batang pisang ambon dan standart kertas
bungkus. Dengan demikian kertas tersebut memiliki retensi yang baik terhadap
air.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan zat aditif memiliki
pengaruh yang berbeda nyata terhadap gramatur dan indeks tarik kertas, tetapi
tidak menghasilkan perbedaan yang nyata pada indeks sobek dan daya serap air
kertas. Perlakuan yang menghasilkan gramatur yang paling baik adalah pada
perlakuan tapioka 2,5 % dan kaolin 5 %. Nilai indeks tarik yang paling baik
dihasilkan dari perlakuan tapioka 2,5 % dan kaolin 5 %. Bahan aditif yang
berpengaruh dalam memperbaiki kualitas kertas (kekuatan fisik) adalah tapioka
(2,5 %), sedangkan bahan aditif kaolin (5 %) memperbaiki penampakan kertas.
Hasil dari konversi biomassa menunjukan bahwa dengan pengembangan
produksi selulosa mikrobial seluas 100 ha dapat mengsubtitusi 1.973.116 batang
pohon/tahun atau setara dengan lahan hutan seluas 1.183,63 ha/tahun.
Penghematan ini dapat meningkatkan jumlah penyerapan CO2 sebesar 276.236,24
ton CO2/tahun. Dengan demikian penggunaan selulosa mikrobial sebagai bahan
baku pembuatan pulp dan kertas dapat menghemat pemakaian kayu dan
mengurangi tingkat kerusakan lingkungan yang diindikasikan oleh peningkatan
penyerapan CO2 di alam.
SITI SARTIKA HARDIYANTI. F34060643. Study on the possible use of
microbial cellulose as raw material for paper manufacturing process. Supervised
by Khaswar Syamsu dan Han Roliadi.
SUMMARY
Paper refers to thin mass of felted sheet separated from water suspension of
prevalently cellulose-based pulp fiber on a fine screen, followed by sheet forming,
compression, drying and finishing action. Paper and paper products are widely
used as printing and writing media, packaging material and other varieties of
functions. World consumption of paper steadily increases at 3,05 % per year,
while in Indonesia the yearly consumption in the last five years (i.e 2002 – 2006)
recorded an average increase at 2,8%. Consequently, this calls for intensive use of
cellulose-based materials.
In general, the raw material for pulp and paper comes from woods, due to
their more secured continuity-supply and favorable properties or characteristic.
Conversely, this situation can enchanc the rate of forest destruction (deforestation)
from which the woods are obtained. Nowadays, deforestation rate tends to
increase uncontrollably along with increasing-demand for woods and their derived
products, including pulp and paper. Such alarming deforestation can exert
negative impacts on the environment, among which is global warming. The global
warming further will affect climate change radically and natural disasters (e.g.
floods, erosion, storms, and hurricanes).
The use of wood for pulp, paper, and other celullose based products reveals
several weaknesses, among others, high energy consumption and catastrophic
environmental pollution caused by the use of chemical substances for the
delignification (lignin dissolution) process during wood pulping, which harmful to
human beings and other living creatures. Another set back is the low productivity
of wood for the supply of cellulose (i.e. polymer containing glucose units)
compared to the cutting rotation of the tree growth to provide wood, which takes a
long time and bring about concerns related to environmental issues. This
unfavorable situation demand the seeking of other cellulose alternatives, which
can expectedly substitute for or lessen the reliance on wood materials for pulp and
paper manufacturing.
One of the favorable alternatives is the microbial cellulose synthesized
biologically from particular biomass materials potential as glucose source, using
particular types of microorganisms (i.e. bacteria) among other Acetobacter
species. The microbial cellulose afford remarkable advantage over the
conventional wood derived sellulose, such as high level purity (free from lignin
and hemicellulose), the easy isolation of the process, and exerting high cellulose
crystallinity as well as its productivity. This entails an immense potency of raw
material for microbial cellulose in an attempt to overcome the difficulty in
procuring the conventional wood based cellulose materials for pulp and paper.
In relevant, this study aimed to examine the use of microbial cellulose as a
substitute for wood cellulose in paper manufacturing and characteristic of the
resulting paper. In this study, analysis was also conducted to look into how
feasible the role of microbial cellulose use is on saving the forest. In this regard,
the microbial cellulose synthesis proceeded with fermentation process performed
by culture of acetobacter sp. using the media consisting of cane sugar and coconut
juice as glucose source, further added with particular nutrition as nitrogen, carbon,
and energy supplements (i.e. urea, Z.A, and acetic acid). The experimental process of manufacturing pulp for paper from microbial
cellulose employed by adapting the so called semi chemical pulping on wood but
without the delignification action. This experiment proceeded in stages
commencing from raw material preparation (synthesis of microbial cellulose),
pulping, paper sheet forming, until the physical test on the resulting paper. Prior to
sheet forming, the additives were added to the microbial cellulose pulp, i.e. kaolin
as filler, tapioca starch as the bonding agent, and alum as retention aid. The paper
sheet formed at the targeted 60 gram/m2 basis weight. The response data as
observe covered pulp yield and physical properties of corresponding paper (i.e.
real basis weight, tensile index, tear index, and water absorptiveness). The data
analysis employed the completely randomized design with two factorial pattern.
The two factor were consecutively kaolin (in two level, i.e. 0% and 5%) and
tapioca starch (also in two level, 0% and 2,5%). Alum was used in a single
concentration (2%). Each level combination of kaolin and tapioca starch factors
was replicated two times.
The yield of microbial cellulose pulp was 38,125% in average (dry basis).
Meanwhile, physical-test results on the corresponding paper revealed in the real
basis weight (31,2 - 49,5 g/m2), tensile index (19,84 - 53,98 Nm/g), tear index
(14,27 - 21,41 mNm2/g) and water absorption (52,11 - 71,97 g/m
2 for the upper
paper side, and 55,08 - 85,48 g/m2 for the lower side). The real basis weight as
obtained despite being substantially lower than targeted was suitable for the kinds
of typing paper, holy book paper, and toilet paper. Meanwhile, tensile index and
tear index exhibited the values higher than Acacia mangium-wood paper, straw
paper and bagasse paper. Further, those values were still above the standards for
newspaper and wrapping paper. Water absorptiveness of microbial cellulose paper
still lower than those of banana-stem paper and wrapping standart. In this way,
therefore the microbial cellulose paper still afforded a tolerable water retention. Results of analysis of variance revealed that the use of additives (i.e kaolin
and tapioca starch) brought about significant effect on the basis weight and tensile
index of paper, but did not inflict significant difference in tear strength and water
absorptiveness. The treatment considered the most optimum to affrod satisfactory
basis weight and tensile index was at 2,5% tapioca starch and 5% kaolin
concurrently. The additive that affected the physical strenght properties of paper
was tapioca starch (at 2,5 %), while kaolin additive (5%) conversely improved the
appearance of paper surface. Analysis on biomass conversion showed that the development of microbial
cellulose production at 100 ha area can subtitute 1.973.116 trees stands per year,
equivalent to saving 1183,63 ha of forest area annually. These savings afforded
the carbon sequestration (sink) equal to 276.236,24 tons of CO2 uptake from the
air. Therefore, the use of microbial cellulose as a raw material for pulp and paper
production indicatively affords the wood saving (wood subtitute to the particular
extent) as well as lessen the environmental damage (e.g. global warming) through
the remarkable CO2 absorption (uptake) from the air.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahman dan Rahim
– Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul “Kajian
Penggunaan Selulosa Mikrobial Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kertas”. Tugas
akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua (Castro KH. dan Widyaningrum) yang telah memberikan
motivasi dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.
2. Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. St, selaku dosen pembimbing
akademik di Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah
memberikan pengarahan dalam penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Dr. Ir. Han Roliadi, MM selaku dosen pembimbing kedua dari Puslitbang
Kehutanan dan staff laboratorium serat yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan selama melaksanakan penelitian.
4. Rekan – rekan yang telah membantu dalam memberikan saran, dukungan
dan doa.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat
dipergunakan oleh pihak yang memerlukan. Saran dan kritik yang membangun
sangat diharapkan.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ........................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. vi
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................. 1
B. Tujuan Penelitian .............................................................. 3
C. Ruang Lingkup Penelitian ................................................ 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................. 4
A. Selulosa ............................................................................ 4
B. Selulosa Mikrobial dan Biosintesis ................................... 5
C. Karakteristik Selulosa Kayu dan Selulosa Mikrobial ......... 6
D. Kertas .............................................................................. 7
E. Teknologi dan Zat Aditif Pembuatan Kertas .................... 8
1. Tapioka ........................................................................ 10
2. Kaolin .......................................................................... 11
3. Alum ........................................................................... 11
F. Analisis Konversi Biomassa ............................................. 12
BAB III. METODOLOGI ............................................................ 13
A. Bahan dan Alat ................................................................. 13
1. Bahan .......................................................................... 13
2. Alat .............................................................................. 13
B. Metodologi ....................................................................... 13
1. Pembuatan Selulosa Mikrobial ...................................... 13
2. Purifikasi Selulosa Mikrobial ....................................... 15
3. Pembuatan Pulp Selulosa Mikrobial ............................. 15
4. Pembentukan Lembaran ............................................... 15
5. Pengujian dan Karakterisasi Fisik Kertas ..................... 17
5.1. Kadar Air ............................................................... 17
5.2. Rendemen ............................................................. 17
5.3. Gramatur ................................................................ 17
5.4. Kekuatan Tarik ..................................................... 18
5.5. Kekuatan Sobek .................................................... 19
5.6. Daya Serap Air ..................................................... 19
6. Analisis Konversi Biomassa ......................................... 20
7. Rancangan Percobaan .................................................. 21
BAB IV. PEMBAHASAN.............................................................. 23
A. Rendemen Pulp Selulosa Mikrobial ................................. 23
B. Gramatur Kertas Selulosa Mikrobial ................................ 26
C. Indeks Tarik Kertas Selulosa Mikrobial ........................... 28
D. Indeks Sobek Kertas Selulosa Mikrobial .......................... 30
E. Daya Serap Air Kertas Selulosa Mikrobial ....................... 32
F. Analisis Konversi Biomassa ............................................ 34
F.1. Serat Selulosa Mikrobial ........................................... 34
F.2. Penghematan Acacia mangium ................................. 35
F.3. Penyerapan CO2 ........................................................ 35
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................... 37
A. Kesimpulan ...................................................................... 37
B. Saran ................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 39
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Persyaratan Mutu Kertas Koran ....................................... 8
Tabel 2. Asumsi Perhitungan Pembentukan Lembaran ................... 16
Tabel 3. Taraf dan Kode Perlakuan ............................................... 21
Tabel 4. Hasil Pengujian Gramatur Kertas ..................................... 26
Tabel 5. Hasil Pengujian Indeks Tarik Kertas ................................ 28
Tabel 6. Hasil Pengujian Indeks Sobek Kertas ............................... 30
Tabel 7. Hasil Pengujian Daya Serap Air ....................................... 32
Tabel 8. Hasil Analisa Konversi Biomassa .................................... 33
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur Selulosa ............................................................. 4
Gambar 2. Biosintesis Selulosa Mikrobial ......................................... 6
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Selulosa Mikrobial ................... 14
Gambar 4. Proses penguraian serat dan pulp selulosa mikrobial ........ 15
Gambar 5. Wadah pengaduk dan suspensi serat ................................. 16
Gambar 6. Cetakan kertas ................................................................. 16
Gambar 7. Tensile tester .................................................................... 18
Gambar 8. Elemendroft Tearing Tester .............................................. 19
Gambar 9. COBB tester ..................................................................... 20
Gambar 10. Diagram Alir pembuatan kertas selulosa mikrobial ........ 22
Gambar 11. Analogi pemurnian selulosa mikrobial ........................... 24
Gambar 12. Pulp selulosa mikrobial .................................................. 25
Gambar 13. Kertas selulosa mikrobial ................................................ 27
Gambar 14. Grafik hubungan pengaruh zat aditif terhadap
gramatur kertas .............................................................. 27
Gambar 15. Grafik hubungan pengaruh zat aditif terhadap
indeks tarik kertas ........................................................... 29
Gambar 16. Grafik hubungan pengaruh zat aditif terhadap
indeks sobek kertas ......................................................... 31
Gambar 17. Grafik hubungan pengaruh zat aditif terhadap
daya serap air kertas........................................................ 32
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Analisis ragam gramatur kertas .................................... 42
Lampiran 2. Analisis ragam indeks tarik kertas ................................ 43
Lampiran 3. Analisis ragam indeks sobek kertas ............................. 44
Lampiran 4. Analisis ragam daya serap air kertas bagian atas ........... 45
Lampiran 5. Analisis ragam daya serap air kertas bagian bawah ....... 46
Lampiran 6. Asumsi Perhitungang Konversi Biomassa .................... 47
Lampiran 7. Perhitungan Analisis Konversi Biomassa ..................... 48
Lampiran 8. SNI Kertas Koran ........................................................ 49
Lampiran 9. SII Tata Nama Kertas dan Koran (bag 1) ..................... 50
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kertas merupakan produk yang berasal dari pemanfaatan selulosa
sebagai bahan bakunya. Kertas digunakan secara meluas dalam bidang
pendidikan sampai bidang pengemasan (Syafii, 2000). Peningkatan
perrmintaan kertas akan meningkatkan laju permintaan terhadap kebutuhan
selulosa yang pada umumnya berasal dari kayu. Pada industri pulp dan kertas
dalam memproduksi 178 juta ton pulp akan menghabiskan kayu sebanyak
670 juta ton (Anonim, 2008). Berdasarkan data resmi dari situs The UN Food
& Agriculture Organization’s (FAO), menunjukkan bahwa sejak tahun 2001
sampai dengan tahun 2007 produksi kertas dan karton dunia rata-rata
meningkat 3,05% setiap tahun dengan konsumsi 383.603.402 ton kertas dan
karton pada tahun 2007. Perkiraan pertumbuhan industri pulp dan kertas
dalam dekade berikutnya berada antara 2% hingga 3,5% per tahun, sehingga
membutuhkan kenaikan jumlah kayu bulat yang dihasilkan dari lahan hutan
seluas 1 sampai 2 juta hektar setiap tahun (Anonim 2008). Peningkatan
kebutuhan akan kayu tersebut dapat menyebabkan kenaikan laju deforestasi
dan kerusakan hutan. Kenaikan laju deforestasi ini menimbulkan beberapa
dampak terhadap lingkungan salah satunya efek global warming.
Penggundulan hutan yang terjadi mengurangi jumlah tumbuhan yang dapat
mengikat emisi CO2 dari aktifitas manusia sehingga CO2 yang tak terserap
oleh tumbuhan membentuk lapisan yang mengakibatkan pemanasan global
(global warming). Pemanasan global ini akan berdampak pada perubahan
iklim secara tidak menentu. Selain itu, penggundulan hutan dapat
menyebabkan bencana alam seperti erosi dan banjir (Setiawan, 1999).
Kertas pada dasarnya dapat dibuat dari semua bahan setengah jadi
yang mengandung selulosa (pulp). Namun demikian, selulosa (pulp) kayu
sampai saat ini masih mendominasi sebagai bahan utama yang digunakan
dalam proses pembuatan kertas. Kayu yang digunakan untuk pembuatan
kertas masih tercampur bahan lain seperti lignin dan hemiselulosa dengan
kandungan sebanyak 16 % dan 25 % dari kayu lunak atau kayu daun jarum
(Sjostrom, 1995). Pulp merupakan hasil pemisahan serat kayu menjadi serat –
serat terpisah. Proses pemisahan dapat dilakukan dengan tiga macam cara
yaitu cara mekanis, kimia, dan semi kimia (Sjostrom, 1995). Dalam
menghasilkan pulp, pada ketiga cara ini terdapat beberapa kelemahan antara
lain konsumsi energi yang tinggi dan dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan yang cukup tinggi. Pencemaran lingkungan timbul akibat
penggunaan zat – zat kimia berbahaya untuk proses delignifikasi (pelarutan
lignin) pada metode semi kimia dan kimia. Di samping itu, pada pembuatan
kertas tertentu dibutuhkan proses pemutihan pulp yang menggunakan bahan
kimia pemutih yang bisa berakibat pencemaran lingkungan (Departemen
Kehutanan Republik Indonesia, 1976). Kelemahan lainnya ada pada
produktifitas kayu yang rendah dan masa tebang kayu membutuhkan waktu
lama serta isu–isu yang terkait masalah lingkungan. Kelemahan atau masalah
yang terjadi ini menuntut sumber selulosa alternatif yang diharapkan dapat
menggantikan selulosa kayu menjadi bahan baku pembuatan kertas.
Salah satu sumber selulosa alternatif adalah selulosa mikrobial.
Selulosa mikrobial merupakan hasil produksi dari beberapa jenis
mikroorganisme (bakteri) antara lain spesies Acetobacter. Ada beberapa
spesies Acetobacter yang dapat digunakan untuk memproduksi selulosa yaitu
A. xylinum, A. aceti, A. cetianum, dan A. pasteuranum. Dalam mensintesa
selulosa, bakteri tersebut menggunakan sumber karbon yang berasal dari
glukosa, fruktosa, sukrosa, galaktosa dan gliserin. Selulosa bakteri memiliki
beberapa kelebihan yaitu memiliki tingkat kemurnian yang tinggi karena
terbebas dari kandungan lignin, proses isolasi yang mudah, memiliki
kristalinitas dan produktifitas selulosa yang tinggi (White dan Brown, 1983).
Aplikasi selulosa mikrobial yang telah banyak diteliti adalah sebagai bahan
makanan berserat tinggi (Stephens et al.,1990), sebagai bahan pembalut luka
dalam bidang farmasi dan obat – obatan (Czaja et al,. 2006), sebagai bahan
pembuatan electronic paper display (J.Shah dan Brown, 2005) dan sekat
pengeras suara (audio speaker diaphragms) (Yamanaka et al,. 1988) serta
sebagai penambah kekuatan fisik kertas dalam proses pembuatan kertas
(Iguchi et al., 2000). Kelebihan dan karakteristik selulosa mikrobial dapat
digunakan sebagai dasar pemanfaatan selulosa mikrobial untuk bahan baku
pembuatan kertas.
Produktifitas seluosa mikrobial relatif lebih tinggi dibandingkan
produktifitas selulosa kayu. Hal ini dapat ditunjukan dari laju pemanenan
selulosa mikrobial yang hanya membutuhkan 5–7 hari dibandingkan selulosa
kayu yang membutuhkan waktu panen sekitar 4–6 tahun. Produktifitas yang
tinggi ini menjadikan selulosa mikrobial sebagai bahan potensial untuk
dikembangkan dalam proses pembuatan kertas. Pengembangan pemanfaatan
selulosa mikrobial merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi
kelemahan dalam penggunaan selulosa kayu untuk produksi kertas. Dengan
demikian diharapkan dapat diperoleh kertas dengan mutu yang sama dan
produktifitas yang lebih baik serta ramah terhadap lingkungan.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan selulosa
mikrobial sebagai pengganti selulosa kayu dalam proses pembuatan kertas.
Secara spesifik, penelitian tersebut bertujuan :
1. Mengetahui pengaruh penambahan bahan aditif pada kekuatan fisik kertas
selulosa mikrobial yang dihasilkan.
2. Mengetahui besarnya peranan selulosa mikrobial dalam mensubtitusi
selulosa kayu sebagai bahan baku pembuatan kertas dengan melakukan
analisis konversi biomassa.
C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah :
1. Karakterisasi selulosa mikrobial terkait dengan proses pembuatan kertas.
2. Pembuatan kertas dengan menggunakan bahan baku selulosa mikrobial
yang berasal dari kultivasi diam.
3. Pengujian karakteristik kertas yang dihasilkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Selulosa
Selulosa merupakan polimer linier glukan dengan struktur rantai yang
seragam. Unit – unit terikat dengan ikatan β – 1,4 glikosidik. Dua unit
glukosa yang berdekatan bersatu dengan mengeliminasi satu molekul air di
antara gugus hidroksil pada karbon 1 dan karbon 4 (Fengel dan Wegener,
1984). Selulosa mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi berkisar
antara 50.000 hingga 2,5 juta bergantung pada sumbernya. Ukuran panjang
rantai molekul selulosa dinyatakan sebagai derajat polimerasi (DP). Derajat
polimerasi dihitung dengan cara membagi bobot selulosa dengan bobot
molekul glukosa (Fengel dan Wegener, 1984). Menurut Sjostrom (1981)
perlakuan fisik dan kimia yang intensif dapat menurunkan derajat polimerasi
selulosa. Sifat polimer ditentukan oleh panjang rantai molekul dari polimer
itu sendiri.
Gambar 1. Struktur Selulosa
(Fengel dan Wegener, 1984)
Polimer selulosa terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian dengan susunan
rantai yang teratur (kristalin) dan bagian dengan susunan rantai yang tidak
teratur (amorf). Derajat kristalinitas suatu polimer berpengaruh besar terhadap
sifat polimer yang terkait dengan penggunaannya. Pada umumnya selulosa
bersifat relatif kristalin (Sjostrom, 1981). Morfologi selulosa mempunyai
pengaruh besar terhadap reaktifitasnya. Reaktifitas selulosa juga dipengaruhi
oleh kehalusan struktur selulosa.
o o
B. Selulosa Mikrobial dan Biosintesis
Selulosa mikrobial merupakan jenis selulosa yang dihasilkan oleh
mikroorganisme seperti genus Acetobacter, Agrobacterium, Rhizobium,
Sarcina, dan Valonia (Yamanaka et al., 1989). Namun, Penghasil selulosa
mikrobial yang paling efisisen adalah dari genus Acetobacter terutama bakteri
Acetobacter xylinum (Brown, 1987). Acetobacter xylinum merupakan bakteri
gram negatif yang menghasilkan serat – serat ultrafine selulosa sehingga
dapat membantuk suatu jaringan pada permukaan antara udara dan cairan
yang disebut pelikel (nata). Tebal pelikel yang dihasilkan sekitar 10 mm
tergantung oleh masa pertumbuhan mikroba. Acetobacter xylinum ini akan
mensintesis selulosa dari beberapa sumber karbon seperti glukosa, fruktosa,
pentose, dan beberapa senyawa asam seperti asam asetat, asam piruvat,
gliserol dan dihidroksi aseton (Benziman, 1982).
Acetobacter xylinum dapat mengubah 19 persen gula menjadi
selulosa. Selulosa yang terbentuk merupakan benang – benang yang bersama-
sama dengan polisakarida berlendir membentuk suatu lapisan tebal atau
pelikel (Thiman dan Kenneth, 1955). Enzim yang berperan pada biosintesis
selulosa oleh bakteri adalah cellulose synthase yang terdapat dalam membran
sel bakteri (Williams dan Cannon, 1989). Hassid dan Basllow (1970)
menyatakan bahwa polisakarida bakteri yang dibentuk oleh enzim – enzim
bakteri Acetobacter xylinum berasal dari suatu perkusor yang berikatan
dengan β-1,4 glikosidik yang tersusun atas komponen gula berupa glukosa,
mannosa, ribosa, dan ramnosa. Prekusor dari polisakarida tersebut adalah
GDP-glukosa.
Menurut Scramm dan Hestrin (1954) sintesis selulosa dari glukosa
dalam suspensi bakteri yang berkembang biak merupakan pengaruh dari
fungsi oksigen. Produksi selulosa tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh
nitrogen. Kecepatan produksi selulosa dapat disebabkan karena konsentrasi
sel pada pertumbuhan kultur dalam zona permukaan yang diaerasi. Gas CO2
dihasilkan bersamaan dengan pertumbuhan kultur ditandai dengan munculnya
gas CO2 yang mengangkat jaringan ke permukaan.
Keterangan : CS (cellulose synthase), GK (glucokinase), FBP (fructose-1,6-biphosphate phosphatase), FK
(fructokinase), 1FPk (fructose-1-phosphate kinase), PGI (phosphoglucoisomerase), PMG (phosphoglucomutase),
PTS (system of phosphotransferases), UGP (pyrophosphorylase uridine diphosphoglucose), UDPGlc (uridine
diphosphoglucose), G6PDH (glucose-6-phosphate dehydrogenase), NAD (nicotinamide adenine dinucleotide),
NADP (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate). Gambar 2. Biosintesis Selulosa Mikroba
(Brown, 1987)
C. Karakteristik Selulosa Kayu dan Selulosa Mikrobial
Selulosa mikrobial mempunyai karakteristik yang unik dan relatif
lebih unggul dari selulosa kayu terutama tingkat kemurniaannya (White dan
Brown, 1983). Pada tanaman (kayu), selulosa yang dihasilkan masih
berikatan kuat dengan senyawa lignin dan hemiselulosa. Persentase
kandungan selulosa, lignin dan hemiselulosa adalah 42 %, 16 % dan 25 %
dari kayu lunak atau kayu daun lebar (Sjostrom, 1995). Pada umumnya
selulosa terdiri dari selulosa α dan selulosa β. Selulosa kayu dan selulosa
mikrobial terdiri dari kedua selulosa tersebut, hanya memiliki perbedaan
komposisi. Pada selulosa kayu, kandungan selulosa α lebih tinggi yaitu
sekitar 70 % dan sisanya 30 % adalah selulosa β. Sedangkan pada selulosa
bakteri kandungan selulosa β lebih besar yaitu sebanyak 60%. Denstitas
selulosa α lebih besar dari densitas selulosa β, maka densitas selulosa
mikrobial lebih kecil dibandingkan dengan selulosa kayu (Sugiyama et al.,
1991).
Dalam beberapa hal lainnya, selulosa kayu memiliki perbedaan
dengan selulosa mikrobial. Pada selulosa kayu terdapat lamela atau
ultrastruktur sel serat sedangkan selulosa mikrobial memiliki ultrafine sel
serat. Hal ini menyebabkan perbedaan ukuran serat. Ukuran serat selulosa
mikrobial lebih kecil 1/10 sampai 1/1000 dari ukuran serat selulosa kayu
(Yoshinaga et al., 1996). Perbedaan lainnya adalah derajat polimerisasi.
Derajat polimerisasi selulosa kayu lebih konstan sedangkan derajat polimerasi
selulosa mikrobial akan naik secara linier tergantung masa pertumbuhan
organismenya (Figini, 1982). Selain derajat polmerisasi, perbedaan juga
terletak pada derajat kristalinitas bahan. Selulosa mikrobial lebih memiliki
derajat kristalinitas yang lebih tinggi dibandingkan selulosa tanaman (kayu)
(Watanabe, 1994).
Lapisan pelikel dari selulosa bakteri memiliki modulus young yang
tinggi kira – kira 156 GPa. Modulus ini dipengaruhi oleh ikatan interfibril
serta kristalinitas selulosa mikrobial. Selulosa mikrobial dapat diproses
menjadi suspense stabil dengan menggunakan proses homogenisasi mekanik.
Aplikasi dari selulosa mikrobial adalah untuk pembuatan akustik diafragma,
kulit buatan penutup luka, dan pembuatan kertas bermutu tinggi (Yamanaka
et al,. 1994). Selulosa mikrobial mempunyai beberapa keunggulan antara lain
kemurnian yang tinggi, derajat kristalinitas yang tinggi, mempunyai
kerapatan antara 300 dan 900 kg/m3, kekuatan tarik yang tinggi, dan elastis.
(Krystynowicz dan Bielecki, 2001).
D. Kertas
Kertas adalah lembaran yang terdiri dari serat – serat selulosa yang
saling membentuk jalinan serat. Pada beberapa jenis kertas tertentu
ditambahkan beberapa bahan penolong berupa zat organik dan anorganik.
Departement Perindustrian (1982) menggolongkan kertas menjadi tiga bagian
yaitu kertas budaya, kertas industri, dan kertas lain. Kertas budaya terdiri atas
surat kabar, kertas cetak dan kertas tulis. Kertas industri terdiri atas kertas
pengemas, kertas kraft, kertas rokok, dan karton. Kertas lain adalah kertas
yang tidak termasuk kedua golongan tersebut misalnya kertas tissue dan house
hold. Kertas surat kabar ialah kertas yang digunakan untuk mencetak. Kertas
tersebut memiliki spesifikasi gramatur antara 45 – 60 g/m2 (Anonim, 2008).
Berikut ini adalah SNI untuk kertas koran :
Tabel 1. Persyaratan Mutu Kertas Koran (SNI 7273 – 2008)
Parameter Satuan Persyaratan
Gramatur g/m2 45 - 60
Ketahanan Tarik kN/m Min. 1,18
Penetrasi minyak 1000/mm Maks. 30
Derajat putih % ISO Min. 55
Opasitas cetak % Min. 90
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2008)
Jenis kertas lainnya adalah kertas tulis A yang digunakan untuk
keperluan tulis – menulis dengan nama di pasaran adalah kertas HVS (Hout
Vrij Schriff Papier). Kertas HVS ini memiliki variasi gramatur 60, 70, 80 g/m2
dan beredar dengan ukuran yang bervariasi seperti folio (215 mm x 330 mm)
dan kuarto (215 mm x 280 mm). Kualitas kertas HVS dilihat berdasarkan
gramatur, sifat tulis, ketahanan hapus, dan derajat putih (75% ISO) (SNI 14 –
0115 – 1998). Selain itu, terdapat jenis – jenis kertas lain seperti kertas tissue,
kertas medium, dan kertas bungkus. Kertas tissue memiliki nilai gramatur
kertas yang berkisar antara 16 – 31,5 (SII, 82) dengan daya serap yang baik.
Kertas medium merupakan kertas yang digunakan untuk pelapis tengah pada
karton. Kertas medium memiliki spesifikasi permukaan rata, tidak kisut dan
tidak berlubang. Gramatur kertas medium adalah 60 g/m2. Standar penelitian
umum untuk kertas adalah gramatur 60 g/m2. Adapun jenis kertas dan
beberapa karakteristik sifatnya dapat dilihat pada lampiran 8 dan 9.
E. Teknologi dan Zat Aditif Pembuatan Kertas
Menurut Syarief et al,. (1989) pada umumnya kertas dapat dibuat dari
material yang mengandung selulosa. Salah satu sumber selulosa utama bahan
pembuatan kertas adalah selulosa kayu. Selulosa kayu tersebut diberikan
perlakuan kimia, dihancurkan, dipucatkan, dibentuk dan akhirnya
dikeringkan. Dalam pembuatan kertas, serat dipisahkan dan disusun kembali
secara acak membentuk lembaran dengan ukuran dan sifat – sifat tertentu.
Young (1980) dalam Casey (1981) menyatakan bahwa proses
pembuatan kertas meliputi sebagai berikut : pendisintegrasian pulp,
pencampuran pulp dengan larutan untuk membentuk kekompakan serat,
pembantukan lembaran, perlakuan couching, pemberian tekanan, dan
pengeringan. Faktor – faktor yang mempengaruhi mutu kertas adalah faktor
bahan baku dan faktor proses pengolahan. Faktor bahan baku meliputi berat
jenis, dimensi serat, komponen kimia yang terkandung dalam kayu atau
bahan berserat selulosa, sedangkan faktor proses pengolahan ditentukan
dengan cara perlakuan pendahuluan, kondisi pemasakan (pulping), dan
perlakuan dalam pembuatan lembaran kertas (Mac Donald dan Franklin,
1969).
Berat jenis menentukan kelayakan suatu bahan untuk menjadi pulp
kertas. Hal ini terkait dengan rendemen yang akan dihasilkan. Diameter serat
dan tebal dinding serat saling mempengaruhi ikatan dan anyaman serat secara
kompleks dalam pembentukan pulp untuk kertas (Handayani, 1991).
Umumnya serat dengan diameter kecil dan berdinding tipis baik bagi
pembentukan lembaran (Soenardi, 1974). Serat berdinding tipis mudah
mengalami perubahan bentuk dan menjadi pipih, sehingga memberikan
permukaan yang luas bagi terjadinya ikatan antar serat. Hal sebaliknya terjadi
pada serat dengan dinding yang tebal, tidak mudah berubah bentuk sehingga
bentuknya tetap bulat pada pembentukan lembaran kertas dan pulp. Dengan
demikian kertas yang dihasilkan memiliki kekuatan tarik, retak dan lipat yang
lebih rendah dibandingkan dengan serat berdinding tipis. Namun demikian
serat berdinding tebal dapat menghasilkan kertas dengan kekuatan sobek yang
baik melalui kondisi pengolahan pulp yang sesuai (Handayani, 1991).
Kertas dan pulp merupakan produk yang dihasilkan dari pemanfaatan
selulosa tanaman (kayu). Kertas berfungsi sebagai media utama untuk
menulis, mencetak serta melukis dan kemasan. Proses pembuatan kertas
diawali dengan proses pembuatan pulp dari kayu. Proses pembuatan pulp
adalah memisahkan serat kayu menjadi individu serat terpisah. Proses ini
dilakukan dengan 3 metode yaitu mekanis, semi kimia, dan kimia (Casey,
1980). Metode tersebut adalah sebagai berikut : 1) Mekanis ; Proses
pembuatan pulp yang seluruhnya menggunakan proses mekanis, misalnya
dengan grinding dan milling. Pulp yang dihasilkan dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu unbleached mechanical pulp dan bleached, 2) Semi Kimia
; Proses pembuatan pulp yang melalui dua tahap proses yaitu proses mekanis
dan kimia, 3) Kimia ; Bahan baku setelah ukurannya dikurangi, dimasak
dalam suatu tempat (reaktor) yang bertekanan dan dicampur dengan bahan
kimia. Hasil pemasakan tersebut adalah pulp yang tidak putih (unbleached
pulp) dan untuk menghasilkan kertas tertentu dibutuhkan proses pemutihan
pulp. Setelah proses pemutihan akan diperoleh pulp yang disebut bleached
chemical pulp (pulp putih). Proses-proses tersebut bergantung pada banyak
faktor, antara lain temperatur reaksi, waktu reaksi, konsentrasi katalis,
konsentrasi pelarut, dan perbandingan cairan pemasak terhadap bahan baku.
Perbaikan sifat kertas dilakukan dengan jalan penambahan aditif.
Adapun zat aditif yang ditambahkan berfungsi sebagai bahan pengisi (filler),
bahan penguat (strength additives), sizing agent, pewarna, bahan penolong
proses (processing aids), pencerah (optical brightener), dan sebagainya.
Penambahan zat aditif digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat kertas. Zat
aditif diklasifikasikan menjadi zat aditif pemberi efek kualitas kertas dan zat
aditif pembantu proses. Zat aditif pemberi efek kualitas kertas, secara umum
memberikan pengaruh pada kualitas kertas. Beberapa zat aditif berpengaruh
langsung pada sifat-sifat kertas. Zat-zat aditif tersebut diantaranya adalah :
1. Tapioka
Tapioka merupakan salah satu bahan yang dapat berfungsi sebagai
sizer yang digunakan dalam proses pembuatan kertas. Tapioka
ditambahkan sebelum pembentukan lembaran kertas. Tujuan utama dalam
penggunaan tapioka adalah untuk meningkatkan ketahanan fisik kertas.
Menurut Casey (1980), tapioka digunakan untuk memperbaiki ikatan antar
serat sehingga dapat meningkatkan ketahanan tarik kertas, kemampuan
cetak tetapi tidak meningkatkan ketahanan kertas dari air. Kerugian yang
ditimbulkan dengan pemakaian tapioka adalah menurunnya opasitas cetak
karena tapioka mengisi rongga-rongga antar serat sehingga mengurangi
luas pantul cahaya, menurunkan derajat putih kertas karena tapioka yang
tergelatinisasi lebih bersifat transparan, dan kertas cenderung diserang oleh
bakteri pengurai. Pemakaian tapioka dalam pembuatan kertas berkisar
antara 1,0-5,0% dari berat pulp kering oven, tergantung pada jenis dan
persentase bahan penolong lainnya yang diberikan serta jenis pulp dan
kertas yang dihasilkan. Pemakaian ekonomis tapioka berkisar antara 2,0
sampai 3,0% (Casey, 1980).
2. Kaolin
Kaolin adalah mineral alam yang terdiri dari SiO2, Al2O3, Fe2O3,
TiO2, dan H2O yang berwarna putih dan mempunyai sifat yang licin, halus,
dan liat. Penambahan kaolin dimaksudkan untuk meningkatkan opasitas
cetak karena kaolin menambah luas pantul cahaya meningkatkan derajat
putih, memperbaiki kehalusan kertas terutama kertas yang berasal dari
serat yang kasar serta memperbaiki sifat cetak karena molekul-molekul
kaolin mengisi ruang antar serat. Kerugian dari penambahan kaolin akan
menurunkan kekuatan kertas karena kaolin dapat menurunkan ikatan antar
serat (Casey, 1980).
Menurut Casey (1980), pemakaian kaolin pada kertas bervariasi
antara 0,0-40,0% dari berat pulp kering oven, tergantung persentase bahan
penolong lainnya, jenis pulp, dan kertas yang akan dihasilkan. Sedangkan
pemakaian optimal antara 4,0-15,0%. Pemakaian berlebihan dapat
mengurangi efektifitas sizer dan cenderung menimbulkan debu-debu halus
pada kertas sehingga mengganggu proses pencetakan lembaran kertas.
3. Alum
Alum (K2SO4. Al2 (SO4)3. 24 H20) merupakan retention aid yang
umum digunakan. Alum berfungsi untuk merubah gaya tolak menolak
yang mungkin terjadi antara bahan aditif dan bahan serat selulosa menjadi
tarik menarik sehingga bahan aditif berikatan kuat dengan serat.
Penggunaan alum dapat meningkatkan efisiensi penggunaan bahan aditif
selama pembentukan kertas. Bahan retensi lain yang dapat digunakan lagi
adalah ferric sulphate (Fe2 (SO4)3), asam sulfat encer (H2SO4), dan
natrium aluminate (Na2Al2O4) (Casey, 1980).
F. Analisis Konversi Biomassa
Analisis biomassa adalah suatu analisis yang dilakukan untuk
mengetahui kebutuhan biomassa disuatu daerah atau negara yang erat
kaitannya dengan pengembangan dan tata guna lahan, kelestarian hutan atau
strategi kehutanan lainnya (Setiawan, 1999). Konversi biomassa adalah suatu
upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kelestarian biomassa (Outlaw
dan Robert, 1999). Hasil hutan Indonesia di dominasi oleh industri kayu lapis
dan industri kayu gergajian, selain itu berkembang pula industri kertas dan
pulp serta turunan selulosa lainnya (Askari, 2000). Selain untuk industri,
hutan memiliki manfaat lain yaitu menyerap gas karbon dioksida oleh
tumbuhan dalam siklus fotosintesisnya. Karbon dioksida ini merupakan
komponen udara yang dapat menjadi polutan udara jika dalam jumlah dan
konsentrasi tinggi. Keberadaan karbon dioksida dalam jumlah yang banyak di
atmosfer menyebabkan terjadinya efek rumah kaca. Efek rumah kaca ini
merupakan suatu fenomena yang ditimbulkan oleh berbagai gas yang terdapat
dalam atmosfer sehingga merubah konsistensi alam. Menurut Houghton
(1990) untuk mengurangi efek rumah kaca, terdapat tiga hal yang dapat
dilakukan yaitu menghentikan atau mengurangi pembukaan hutan, melakukan
reboisasi secara menyeluruh, dan mengurangi pemakaian bahan bakar fosil
dan kayu yang berasal dari hutan.
BAB III
METODOLOGI
A. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air kelapa,
gula, asam asetat, amonium sulfat (NH4(SO4)2) atau ZA, starter A.xylinum
yang diperoleh dari sentra pembuatan nata de coco di Darul Falah
Ciampea, tapioka, alum (tawas), kaolin, NaOH (teknis), asam asetat, dan
aquades.
2. Alat
Alat–alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah panci besi
ukuran 15 litter, kompor, niagara beater, oven, timbangan, gelas ukur,
termometer, saringan (kain), alat pengaduk, cetakan kertas ukuran 30 cm x
21 cm, mistar ukur, gunting, paper tensile strength tester, tearing tester,
bursting tester, dan cobb tester (alat pengukur daya serap air).
B. Metode
1. Pembuatan Selulosa Mikrobial (Nata de coco)
Proses pembuatan selulosa mikroba dimulai dengan penyiapan
starter dan media. Proses pembuatan starter dilakukan untuk menghasilkan
biakan A.xylinum untuk proses fermentasi pada pembuatan selulosa
mikrobial. Proses pembuatan media untuk starter diawali dengan
penyaringan air kelapa. Air kelapa yang telah disaring kemudian dimasak
selama 2 jam setelah itu ditambahkan gula, asam asetat, dan ZA. Dengan
komposisi dalam 1 litter air kelapa, membutuhkan 40 gram gula, 6 ml
asam asetat dan 5,6 gram ZA. Lama proses fermentasi starter adalah 4 hari
pada suhu 25 – 27 ºC dan pH 3 - 4. Starter yang diperoleh akan digunakan
untuk fermentasi pembuatan selulosa mikrobial. Proses pembuatan media
untuk produksi selulosa mikrobial dilakukan dengan penyaringan air
kelapa. Air kelapa yang telah disaring kemudian dimasak selama 2 jam
setelah itu ditambahkan gula, asam asetat, dan ZA. Setelah itu, media
diletakan dalam wadah berukuran 30 x 30 cm untuk didinginkan selama 1
hari. Media yang telah dingin dicampurkan dengan starter dan difermentasi
selama 7 hari pada suhu 25 – 27 ºC dan pH 5. Perbedaan media untuk
starter dan produksi selulosa mikrobial terdapat pada jumlah gula dan
asam asetat yang ditambahkan. Pada media untuk starter, jumlah gula dan
asam asetat lebih banyak 1,5 kali jumlah gula dan 1,25 kali jumlah asam
asetat pada media produksi selulosa mikrobial.
Gambar 3. Diagram alir pembuatan selulosa mikroba
(Modifikasi Cienchanska et al., 1998)
Gula 26,67 g
Asam asetat 4,8 ml
ZA 5,6 g
Air
Kelapa
(1 liter)
Penyaringan
Pemasakan
± 2 jam
Pendinginan
(1 malam)
Inokulasi
Starter
Fermentasi 25 – 27 C
pH 5, 7 hari
Pemanenan
Nata
Selulosa
Mikrobial
Starter A.xylinum
4,8 % v/v
substrat
2. Purifikasi Biomassa Selulosa Mikrobial (Krystynowicz dan Bielecki,
2005)
Purifikasi selulosa mikrobial diawali dengan karakterisasi bahan
baku yang ditinjau dari kadar air yang terdapat dalam bahan baku. Proses
purifikasi dilakukan dengan pemasakan selulosa mikrobial menggunakan
NaOH 1 % (b/v) pada 60 oC selama 20 menit.
3. Pembuatan Pulp Selulosa Mikrobial (Casey, 1980)
Pembuatan pulp selulosa mikrobial, pada dasarnya merupakan
proses penguraian serat. Penguraian serat ini dilakukan dengan
menggunakan Niagara beater selama 5 menit (tanpa beban). Setelah serat
diurai, kemudian disaring dengan menggunakan kain. Tahap terakhir
dalam proses pembuatan pulp adalah penghitungan kadar air pulp dan
penentuan rendemen serat yang diperoleh.
Gambar 4. Proses penguraian serat (a) dan Pulp selulosa mikrobial (b)
4. Pembentukan Lembaran (Modifikasi Casey, 1980)
Pembentukan lembaran dilakukan dengan menimbang pulp,
kemudian dilakukan penguraian serat dan pencampuran bahan aditif sesuai
perlakuan. Setelah itu, suspensi serat yang ada dicetak dan di kering
udarakan. Proses pembentukan lembaran kertas menggunakan asumsi
berikut :
(b) (a)
Tabel 2. Asumsi perhitungan lembaran
Ukuran Alat Cetak 30 cm x 21 cm
Luas Lembaran Kertas 630 cm²
Target Gramatur 60 gram/m²
Kebutuhan BKO (berat kering
oven)/lembar
Gramatur x Luas lembaran
3,78 gram kering oven
Kebutuhan BKO (berat kering
oven)/15 lembar
Jumlah lembaran x BKO/lembar
56,7 gram kering oven
Konsistensi serat pada Niagara
Beater
1 %
Persentase Alum (tawas atau
retention aid)
2 % BKO serat
Persentase Tapioka 0 dan 2,5 % BKO serat
Persentase Kaolin 0 dan 5 % BKO serat
Gambar 5. Wadah pengaduk (kiri) dan suspensi serat (kanan)
Gambar 6. Cetakan kertas nata
5. Pengujian dan Karakteristik Sifat Fisik
Pengujian yang dilakukan diantaranya adalah :
5.1 Kadar air (SNI 08-7070-2005)
Cawan porselin dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 °C
selama 2 jam kemudian dikeringkan di dalam desikator selama 30
menit dan ditimbang. Kemudian serpih bahan contoh diambil 2-3
gram, dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C selama 2 jam,
ditimbang, didinginkan di dalam desikator selama 15 menit,
dipanaskan kembali dalam oven bersuhu 105 °C selama 15 menit,
didinginkan di dalam desikator selama 15 menit, dan ditimbang
kembali sampai beratnya tetap.
KA = (A – B) x 100%
B
Keterangan: A = berat awal bahan contoh (g)
B = berat akhir bahan contoh (g)
KA = kadar air (%)
5.2 Rendemen Pulp selulosa mikrobial
Pulp hasil proses yang telah diturunkan kadar airnya ditimbang
dalam (A gram) dan kemudian diambil sebanyak B gram dan
dimasukan dalam oven suhu 105 ºC sehingga diperoleh berat konstan
C gram. Jika D gram merupakan berat sepih kering oven maka
rendemen hasil proses adalah sebagai berikut :
Rendemen =
AB x C
D x 100 %
5.3 Gramatur (SNI 14-0439-1989)
Gramatur adalah nilai yang menunjukkan bobot kertas per
satuan luas kertas (g/m2). Sebelum menimbang bobot kertas, terlebih
disiapkan kertas dengan ukuran 10cm x 10cm. Pengambilan contoh
dan penimbangan dilakukan pada kondisi standar. Setelah ditimbang
menggunakan neraca analitik, dihitung gramaturnya dengan
persamaan sebagai berikut:
Gramatur g
m2 =
Bobot contoh (g)
100 cm2×
10.000 cm2
1 m2
5.4 Ketahanan tarik (SNI 14-4737-1998)
Ketahanan tarik adalah daya tahan maksimum lembaran pulp,
kertas, atau karton terhadap gaya tarik yang bekerja pada kedua ujung
jalur tersebut sampai putus, diukur pada kondisi standar. Contoh uji
lembar kertas yang berukuran panjang 200 mm dan lebar 15 mm
dengan tepi sejajar (masing-masing untuk arah silang mesin dan
searah mesin) dijepit pada kedua ujungnya dengan jarak 100 mm pada
tensile tester yang dimulai dari ujung atas dan terpasang merata dan
tidak melintir. Pengunci batang penjepit dilepaskan sehingga lembaran
kertas terrenggang bebas. Motor dijalankan untuk mengayunkan
bandul hingga berhenti bersama putusnya lembaran contoh uji.
Ketahanan tarik dapat langsung dibaca pada alat dan dinyatakan dalam
kgf atau kN/m (1 kgf per 15 mm = 0,6538 kN/m). Indeks tarik dapat
dihitung dengan rumus:
Ketahanan tarik (kPa) = T x 0,6538
Indeks tarik = Ketahanan tarik
Gramatur
Keterangan : T = skala terbaca (kgf)
0,6538 = faktor konversi
Gambar 7. Tensile tester
5.5 Ketahanan sobek (SNI 14-0436-1989)
Ketahanan sobek adalah gaya yang diperlukan untuk menyobek
selembar kertas yang dinyatakan dalam gram gaya (gf) atau mili
Newton (mN) dan diukur dalam kondisi standar. Contoh uji yang
panjangnya 76 ± 2 mm dan lebarnya 63 ± 0,15 mm dipasang diantara
kedua penjepit tearing tester pada kondisi vertikal searah dengan lebar
contoh uji. Penyobekan awal dilakukan dengan menggunakan pisau
yang tersedia pada alat tersebut selebar 20 mm sehingga contoh uji
yang belum tersobek 43 mm. Penahan bandul ditekan sehingga bandul
mengayun bebas serta menyobek contoh uji. Bandul berhenti setelah
contoh uji putus dan nilai ketahanan sobek dapat dibaca pada skala
penguji. Indeks sobek dapat dihitung dengan rumus:
Ketahanan sobek (mN) = S x 9,087
Indeks sobek = Ketahanan sobek
Gramatur
Keterangan : S = skala terbaca (gf)
9,087 = faktor konversi
Gambar 8. Elemendrof tearing tester
5.6 Daya serap air (SNI 14 – 0499 – 1989)
Daya serap kertas terhadap air merupakan salah satu sifat bahan
kertas yang menunjukan kemampuan kertas untuk menyerap air.
Pengukuran daya serap air dilakukan dengan menggunakan alat COBB
tester. Pengujian ini dilakukan dengan menyiapkan kertas dalam
ukuran 12 cm x 12 cm dan ditimbang. Selipkan kertas uji diantara plat
dan tabung, kemudian baut penahan dipasang dengan rapat sehingga
tidak bocor. Masukan 100 ml air kedalam alat COBB tester dan
diamkan selama 1 menit. Selanjutnya keluarkan air dari alat dan ambil
lembar contoh dari alat. Keringkan atau serap air dipermukaan kertas
dengan menggunakan kertas saring. Timbang kembali contoh uji.
Lakukan dengan dua kali ulangan untuk masing – masing sisi kertas.
Daya serap kertas terhadap air ditentukan dengan rumus sebagai
berikut :
Cobbx = (a – b) x F
c
Keterangan: a = massa lembar contoh uji sesudah dibasahi (g);
b = massa lembar contoh uji sebelum dibasahi (g);
c = luas daerah uji (cm2)
F = faktor konversi terhadap satuan luas daerah uji;
Cobbx = daya serap air yang terjadi (g/m2).
Gambar 9. COBB tester
6. Analisis Konversi Biomassa
Analisis konversi biomassa yang dilakukan dalam penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar peranan penggunaan selulosa
mikrobial sebagai bahan baku pembuatan kertas dalam penghematan hutan
atau kelestarian hutan. Peranan ini dihubungkan dengan penyerapan CO2
dari penghematan hutan yang diperoleh. Analisis ini diawali dengan
menghitung jumlah serat selulosa mikrobial per ha. Presentase serat yang
diperoleh berdasarkan rendemen hasil penelitian ini. Kemudian dihitung
banyaknya pulp yang dapat dihasilkan. Setelah itu dibandingkan pulp dari
kayu yang umum digunakan dalam industri pulp yang ada di Indonesia
yaitu pulp kayu Acacia mangium.
Jumlah kayu Acacia mangium yang dibutuhkan dapat dihitung
dengan membagi jumlah pulp kayu dengan rendemen pulp kayu. Setelah
jumlah kayu diketahui maka dapat diketahui luasan Acacia mangium yang
dapat dihemat per tahun dengan terlebih dahulu mengetahui riap dan berat
jenis kayu. Setelah dilakukan analisis biomassa maka dilanjutkan dengan
analisis penyerapan CO2. Analisis ini dilakukan dengan menghitung
jumlah CO2 dari perkiraan luas hutan yang dapat dihemat. Prosedur analisa
dapat dilihat pada lampiran 7.
7. Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap Tunggal satu faktor. Faktor tersebut adalah penambahan zat aditif
dengan 4 taraf. Adapun tarafnya adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Taraf dan kode perlakuan (Mattjik, 2006)
Kaolin Ulangan Tapioka
T (0%) T(2,5%)
0 % U1 NA1 TA1
U2 NA2 TA2
5% U1 KA1 TKA1
U2 KA2 TKA2
Keterangan : NA (tanpa aditif), KA (aditif kaolin 5 %), TA (aditif tapioka 2,5 %) dan TKA (aditif kaolin 5 % dan tapioka 2,5 %)
Adapun rancangan percobaannya adalah :
Yijk = µ + Ai + Bj + ABij +ε(ij)
Keterangan ;
µ = Nilai rata – rata sebenarnya
Ai = Pengaruh Faktor penambahan tapioka taraf ke i
Bj = Pengaruh faktor penambahan kaolin taraf ke – j
Abij = Pengaruh interaksi kedua faktor
ε(ij) = Pengaruh unit ke k dalam kombinasi perlakuan (ij)
Yijk = Hasil Pengamatan akibat percobaan pada faktor A ke-i,
faktor B ke-j dan ulangan ke-k
Gambar 10. Diagram alir pembuatan kertas selulosa mikrobial
(Modifikasi Metode Semikimia Casey, 1980)
Kadar air
Perhitungan Rendemen
dan kadar air pulp
Pengujian Fisik
Selulosa
Mikrobial
Purifikasi
NaOH 1 %, 60
C, 20 min
Penguraian
serat
Pembentukan
lembaran
Kertas
Selulosa
mikrobial
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Rendemen Pulp Selulosa Mikrobial
Selulosa yang digunakan merupakan selulosa yang dihasilkan dari
biosintesis mikroba Acetobacter xylinum yang disebut selulosa mikrobial.
Selulosa mikrobial memiliki karakteristik yang berbeda dari selulosa kayu
yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan kertas. Selulosa
mikrobial tidak bercampur dengan lignin dan hemiselulosa sehingga tidak
membutuhkan proses delignifikasi yang biasanya dilakukan pada
pengambilan selulosa kayu.
Pada penelitian ini dilakukan proses pembuatan selulosa mikrobial
sebagai bahan baku utama. Pembuatan selulosa mikrobial ini dilakukan
menggunakan media air kelapa yang dipanaskan selama 2 jam dan
dimodifikasi penambahan gula, asam asetat, dan ZA. Media tersebut
difermentasi selama 7 hari pada pH 5 dan suhu 25 – 27 ºC setelah
diinokulasikan starter biakan A.xylinum. Selulosa mikrobial yang dihasilkan
memiliki nilai kadar air yang tinggi yaitu 98 %.
Pembuatan pulp selulosa mikrobial diawali dengan proses pemurnian
selulosa mikrobial dari biomassa sel mikroba pembentuk selulosa mikrobial.
Tahap ini dilakukan agar diperoleh selulosa mikrobial dengan kemurnian
yang tinggi. Proses pemurnian selulosa mikrobial lebih sederhana
dibandingkan dengan proses penyiapan selulosa kayu. Pemurnian selulosa
mikrobial dilakukan dengan pemasakan selulosa mikrobial selama 20 menit
dalam NaOH 1 % (b/v) pada suhu 60 ºC. Hasil dari pemurnian ini masih
berbentuk lembaran selulosa mikrobial dengan warna yang relatif putih
sehingga tidak membutuhkan proses bleaching. Hal ini berbeda dengan
proses delignifikasi selulosa kayu yang umumnya berkisar selama 3 – 4 jam
dengan jumlah pemakaian NaOH berdasarkan jumlah persentase lignin yang
terkandung dalam kayu. Semakin tinggi presentase lignin akan semakin tinggi
pula konsentrasi NaOH (alkali) yang digunakan. Proses pemurnian akan
dilanjutkan dengan proses penguraian serat yang nantinya akan menghasilkan
pulp selulosa mikrobial. Proses pemurnian selulosa mikrobial dapat
dianalogikan seperti tahap penyiapan selulosa pada kayu.
Gambar 11. Analogi Pemurnian Selulosa Mikrobial
Sumber : Krystynowicz dan Bielecki (2001)
Penguraian serat selulosa mikrobial dilakukan dengan alat pengurai
serat niagara beater. Proses penguraian serat dilakukan satu tahap. Hal ini
berbeda dari penguraian serat selulosa kayu yang umumnya dilakukan
sebanyak dua tahap (penguraian serat pada niagara beater dan penghalusan
serat pada disk refiner) dan membutuhkan air pencuci yang banyak.
Konsumsi air dan lama pemasakan pada pemurnian dan pembuatan pulp
selulosa mikrobial lebih sedikit dibandingkan proses delignifikasi selulosa
Pelikel dicentrifugasi selama 20 min
Pencucian dengan aquades
untuk menghilangkan sisa media fermentasi
Pemasakan dengan NaOH 0,1 M 80 oC, selama 20 menit
untuk menghilangkan sel bakteri
Penyaringan dan netralisasi dengan asam asetat 5 % (v/v)
Bilas dengan air
Pengeringan udara
Selulosa mikrobial
Kayu Gelondongan
Pengangkutan kayu
Pulp mekanis Pengecilan ukuran
Penyaringan
Pulp kimia
Pemutihan pulp
Selulosa kayu
kayu. Hal ini disebabkan karakteristik selulosa kayu yang terikat bersama
lignin dan zat pengotor lainnya sehingga membutuhkan kondisi pemasakan
dan pencucian berulang yang dapat menurunkan kandungan lignin pada pulp
(Casey, 1980). Sedangkan, untuk selulosa mikrobial tidak terkandung lignin
dan zat–zat ekstraktif seperti pada kayu. Dengan demikian proses pembuatan
pulp selulosa mikrobial relatif sederhana dan ramah lingkungan.
Gambar 12. Pulp Selulosa Mikrobial
Dalam penelitian ini rendemen pulp selulosa mikrobial yang dihasilkan
adalah 38,125 % (basis kering oven serat). Rendemen yang diperoleh ini
lebih rendah dibandingkan dengan rendemen pulp selulosa kayu dengan
proses semi kimia yang berkisar 65 % (basis kering oven serat) (Siagian,
1999). Rendahnya rendemen ini disebabkan oleh karakteristik selulosa
mikrobial yang tergolong dalam serat halus, sehingga banyak serat yang
tercuci bersama air dan lolos dalam saringan. Ukuran serat selulosa mikrobial
lebih kecil 1/10 sampai 1/1000 dari ukuran serat selulosa kayu (Yoshinaga et
al., 1996). Perbedaan densitas serat selulosa mikrobial dan selulosa kayu
menentukan berat rendemen akhir pulp. Pada umumnya selulosa terdiri dari
selulosa α dan selulosa β. Selulosa kayu dan selulosa mikrobial terdiri dari
kedua selulosa tersebut, hanya memiliki perbedaan komposisi. Pada selulosa
kayu, kandungan selulosa α lebih tinggi yaitu sekitar 70 % dan sisanya 30 %
adalah selulosa β. Sedangkan pada selulosa bakteri kandungan selulosa β
lebih besar yaitu sebanyak 60%. Denstitas selulosa α lebih besar dari densitas
selulosa β, maka densitas selulosa mikrobial lebih kecil dibandingkan dengan
selulosa kayu (Sugiyama et al., 1991). Dengan demikian dapat menjadikan
perbedaan berat serat antara selulosa mikrobial dan selulosa kayu yang pada
akhirnya menyebabkan perbedaan rendemen.
B. Gramatur Kertas Selulosa Mikrobial
Gramatur adalah nilai yang menunjukan bobot kertas per satuan luas
(g/m2). Pada pembuatan kertas selulosa mikrobial ini, target gramatur yang
ingin dicapai adalah 60 g/m2. Penentuan gramatur kertas akan sangat berguna
untuk menentukan kekuatan fisik kertas. Gramatur yang diperoleh dalam
penelitian ini berkisar antara 31,2 – 49,5 g/m2. Berdasarkan perbandingan SII
(1982), gramatur kertas selulosa mikrobial yang berkisar antara 31,2 – 49,5
g/m2 sesuai untuk jenis kertas tik (28 – 31,5 g/m
2), kertas kitab (25 – 31,5
g/m2), kertas lito (40 – 50 g/m
2), dan kertas toilet (16 – 31,5 g/m
2). Gramatur
tertinggi dihasilkan dari perlakuan penambahan bahan aditif tapioka 2,5 %
dan kaolin 5 % sedangkan gramatur terendah dihasilkan dari kombinasi
perlakuan penambahan aditif tapioka 2,5 %. Hasil pengujian gramatur dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil pengujian gramatur kertas selulosa mikrobial
Kode
Perlakuan
Ulangan ke - Gramatur (g/m2) Rata-rata
NA 1 35 36,25 ± 7,31
2 37,5
KA 1 36,2 34,25 ± 7,31
2 32,3
TA 1 28,9 31,40 ± 7,31
2 33,9
TKA 1 53,5 49,05 ± 7,31
2 44,6 Keterangan : NA (tanpa aditif), KA (aditif kaolin 5 %), TA (aditif tapioka 2,5 %) dan TKA (aditif kaolin 5 % dan tapioka 2,5 %)
Hasil gramatur yang didapat berada di bawah target gramatur yang
hendak dicapai. Hal ini disebabkan oleh karakteristik selulosa mikrobial yang
memiliki daya serap air yang tinggi dan porositas yang tinggi (Shoda dan
Sugano, 2005). Oleh karena itu pada waktu pembuatan suspensi serat, pulp
selulosa mikrobial cenderung menyerap air dan mengembang, sehingga
jumlah serat yang terambil saat akan dicetak lebih kecil dibandingkan
perhitungan per lembar kertas. Selain itu, faktor tingkat penyebaran serat
yang kurang merata menyebabkan jumlah serat pada tiap sisi tidak seimbang
dan mengakibatkan nilai gramatur kertas tidak tercapai. Penyebaran serat
yang kurang merata disebabkan oleh proses pembentukan lembaran yang
masih manual (handmade). Pencapaian gramatur kertas selulosa mikrobial
yang diinginkan dapat dilakukan dengan pencampuran pulp selulosa
mikrobial dan pulp kayu. Pencapaian gramatur tanpa pencampuran dengan
pulp kayu, dapat dilakukan dengan menggunakan alat pembentukan lembaran
kertas.
(a) Tanpa Penambahan Aditif (NA)
(b) Penambahan Tapioka 2,5 % (TA)
(c) Penambahan Kaolin 5 % (KA)
(d) Penambahan Tapioka 2,5 % dan
Kaolin 5 % (TKA)
Gambar 13. Kertas selulosa mikrobial
Pada penelitian ini dilakukan perlakuan penambahan bahan aditif yaitu
tapioka 0 dan 2,5 % dan kaolin 0 dan 5 % dari kering oven serat.
Pengambilan presentase tapioka dan kaolin didasarkan atas kisaran presentase
penggunaan bahan aditif dalam pembuatan kertas yaitu 1,0 - 5,0% untuk
tapioka dan 4,0 - 15,0% untuk kaolin dalam basis kering oven serat (Casey,
1980). Hubungan penambahan bahan aditif dan gramatur dapat dilihat pada
Gambar 14.
Keterangan : NA (tanpa aditif), KA (aditif kaolin 5 %), TA (aditif tapioka 2,5 %) dan TKA (aditif kaolin 5 % dan tapioka 2,5 %)
Gambar 14. Pengaruh zat aditif terhadap gramatur kertas
Berdasarkan analisa ragam pada taraf 5 %, perlakuan penambahan
bahan aditif tapioka 2,5 % dan kaolin 5 % sangat berpengaruh nyata terhadap
gramatur kertas yang dihasilkan dibandingkan NA (kontrol), TA
(penambahan tapioka 2,5 %) dan KA (penambahan kaolin 5 %). Kombinasi
penambahan kedua bahan aditif tapioka 2,5 % dan kaolin 5 % menyebabkan
kenaikan nilai gramatur kertas dibandingkan dengan penambahan salah satu
jenis bahan aditif dan tanpa bahan aditif. Hal ini diakibat dari adanya
akumulasi kedua bobot bahan tambahan yang meningkatkan berat kertas.
Penambahan tapioka cenderung meningkatkan gramatur kertas karena
meningkatkan daya ikatan antar serat, sedangkan kaolin sebagai bahan
anorganik yang berikatan pada permukaan serat selulosa mikrobial juga
menambah berat lembaran kertas yang terbentuk.
C. Indeks Tarik Kertas Selulosa Mikrobial
Ketahanan tarik merupakan daya tahan maksimum per satuan lebar
jalur uji lembaran terhadap gaya tarik yang bekerja pada kedua jalur uji
tersebut sampai putus, dinyatakan dalam satuan gaya per satuan lebar uji.
Indeks tarik adalah ketahanan tarik per gramatur kertas (SNI, 1998). Nilai
indeks tarik yang diperoleh berkisar antara 19,84 – 58,65 Nm/g. Indeks tarik
yang dihasilkan berada diatas nilai indeks tarik Acacia mangium dengan nilai
2,93 – 25,68 Nm/g (Ramadona, 2001), jerami dengan nilai 26,88 – 42,66
Nm/g dan bagas dengan nilai 36,79 Nm/g (Ibnusantosa, 1987). Nilai indeks
tarik kertas selulosa mikrobial dengan penambahan aditif memenuhi standar
0102030405060
NA KA TA TKA
35 36.228.5
53.5
37.532.3 33.9
44.6
Gra
mat
ur K
ert
as (g
/m²)
Kode Perlakuan
U1
U2
kertas koran dengan indeks tarik min 23,46 Nm/g dan kertas bungkus dengan
indeks tarik 27,52 Nm/g (SNI, 1987). Nilai indeks tarik kertas tanpa
penambahan aditif berada dibawah nilai SNI indeks tarik kedua kertas
tersebut.
Tabel 5. Hasil pengujian indeks tarik kertas
Kode
Perlakuan Ulangan Indeks tarik (Nm/g) Rata-rata
NA u1 19,84
19,84 ± 12,60 u2 19,84
KA u1 34,36
32,45 ± 12,60 u2 30,54
TA u1 39,81
39,81 ± 12,60 u2 39,81
TKA u1 58,65
53,98 ± 12,60 u2 49,31
Keterangan : NA (tanpa aditif), KA (aditif kaolin 5 %), TA (aditif tapioka 2,5 %) dan TKA (aditif kaolin 5 % dan tapioka 2,5 %)
Menurut Handayani (1991) kertas yang terbuat dari serat halus
memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Serat – serat halus memiliki ikatan antar
serat yang lebih tinggi sehingga serat lebih kompak dan menyebabkan
kekuatan tarik kertas tinggi (Page, 1985). Dalam hal ini, selulosa mikrobial
terdiri dari serat – serat halus yang memiliki kristalinitas tinggi dan
kekompakan serat. Oleh karena itu nilai indeks tarik yang diperoleh relatif
tinggi.
Nilai indeks tarik tertinggi dihasilkan dari perlakuan penambahan zat
aditif tapioka 2,5 % dan kaolin 5 %, sedangkan yang terendah dihasilkan dari
perlakuan tanpa penambahan bahan aditif. Analisis ragam pada taraf 5 %
menunjukan bahwa penambahan tapioka 2,5 % berpengaruh nyata terhadap
kekuatan tarik kertas dan berbeda nyata dengan kontrol (perlakuan kode NA)
tanpa aditif.
Keterangan : NA (tanpa aditif), KA (aditif kaolin 5 %), TA (aditif tapioka 2,5 %) dan TKA (aditif kaolin 5 % dan tapioka 2,5 %)
Gambar 15. Hubungan pengaruh zat aditif terhadap Indeks tarik kertas
Menurut Casey (1980), tapioka digunakan untuk memperbaiki
ikatan antar serat sehingga serat lebih kompak dan dapat meningkatkan
ketahanan tarik kertas, kemampuan cetak dan memperbaiki retensi terhadap
cairan kecuali air. Pada perlakuan TKA (penambahan tapioka 2,5 % dan
kaolin 5%), tapioka yang ditambahkan meningkatkan daya ikatan antar serat
dan kaolin mengisi ruang kosong serat yang tidak berikatan. Penambahan
kaolin dapat meningkatkan opasitas cetak karena kaolin menambah luas
pantul cahaya, meningkatkan derajat putih, memperbaiki kehalusan kertas
serta memperbaiki sifat cetak karena molekul-molekul kaolin mengisi ruang
antar serat.
D. Indeks Sobek Kertas Selulosa Mikrobial
Ketahanan sobek adalah gaya dalam gram gaya (gf) atau mili Newton
(mN) yang dibutuhkan untuk menyobek lembaran pulp pada kondisi standar.
Ketahanan sobek dinyatakan dalam indeks sobek yaitu ketahanan sobek per
satuan gramatur (g/m2) (SNI, 1998). Pada penelitian ini nilai indeks sobek
yang didapat berkisar antara 14,27 sampai 21,41 mNm2/g. Indeks sobek yang
dihasilkan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan indeks sobek Acacia
mangium dengan nilai 2,24 – 4,7 mNm2/g (Romadona, 2001) dan jerami 3,94
– 5,38 mNm2/g serta bagas dengan nilai 5,88 mNm
2/g (Ibnusantosa, 1987).
Dalam perlakuan kode NA (tanpa aditif), TA (tapioka 2,5 %) dan KA (kaolin
0
10
20
30
40
50
60
NA TA KA TKA
19.84
39.81434.36
58.65
30.54
49.32
Ind
eks
Tar
ik K
ert
as (
Nm
/g)
Kode Perlakuan
U1
U2
5 %) nilai indeks sobek yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan indeks
sobek abaka dengan nilai 15,69 mNm2/g (Allia, 2001).
Tabel 6. Hasil pengujian indeks sobek kertas selulosa microbial
No Kode Perlakuan Ulangan Indeks sobek (mNm²/g)
1 NA u1 18.05
18,05 ± 2,53 u2 18.05
2 KA u1 18,04
18,04 ± 2,53 u2 18,04
3 TA u1 21,55
21,41 ± 2,53 u2 21,26
4 TKA u1 14,45
14,27 ± 2,53 u2 14,08
Keterangan : NA (tanpa aditif), KA (aditif kaolin 5 %), TA (aditif tapioka 2,5 %) dan TKA (aditif kaolin 5 % dan tapioka 2,5 %)
Indeks sobek kertas lebih dipengaruhi oleh keterpaduan dan kelenturan
serat dibandingkan dengan besarnya ikatan antar serat (Haygreen dan
Bowyer, 1996). Menurut Krystynowicz dan Bielecki (2001), Selulosa
mikrobial mempunyai beberapa keunggulan antara lain derajat kristalinitas
yang tinggi, mempunyai kerapatan antara 300 dan 900 kg/m3 dan elastis.
Keunggulan ini yang menyebabkan indeks sobek kertas dari pulp selulosa
mikrobial yang dihasilkan relatif tinggi dibandingkan indeks sobek kertas dari
pulp Acacia mangium, jerami, bagas dan abaca.
Keterangan : NA (tanpa aditif), KA (aditif kaolin 5 %), TA (aditif tapioka 2,5 %) dan TKA (aditif kaolin 5 % dan tapioka 2,5 %)
Gambar 16. Hubungan pengaruh aditif terhadap indeks sobek kertas
0
5
10
15
20
25
NA TA KA TKA
18.048
21.55
18.041
14.45
21.26
14.0797
Ind
eks
sob
ek (
mN
m²/
g)
Kode Perlakuan
U1
U2
Berdasarkan Gambar 16, penambahan kaolin cenderung menurunkan
indeks sobek kertas. Hal ini dikarenakan kaolin yang melekat pada
permukaan serat selulosa mikrobial menambah tingkat kekakuan serat
sehingga sifat kelenturan serat berkurang. Hasil analisis ragam menunjukan
nilai indeks sobek kertas yang dihasilkan dari keempat perlakuan tidak
berbeda nyata satu sama lain. Hal ini menunjukan bahwa penambahan aditif
tidak mempengaruhi kekompakan dan kelenturan serat yang ada sehingga
indeks sobek pada tiap perlakuan tidak berbeda nyata satu sama lain. Britt
(1964) menyebutkan bahwa ada hubungan yang saling berlawanan antara
kekuatan sobek dengan kekuatan tarik. Dengan demikian penambahan aditif
pada kertas tidak menghasilkan nilai indeks sobek yang berbeda.
E. Daya Serap Air
Daya serap air merupakan kemampuan kertas untuk menyerap air
dalam waktu tertentu. Daya serap air pada kertas selulosa mikrobial berkisar
pada nilai 52,11 – 71,97 g/m2 untuk bagian atas dan untuk bagian bawah nilai
daya serap berkisar antara 55,08 – 85,48 g/m2. Daya serap air kertas selulosa
mikrobial pada kedua sisinya tidak memiliki perbedaan yang nyata. Hal ini
disebabkan oleh tingkat kehalusan serat yang tinggi sehingga tidak terjadi
perbedaan bentuk permukaan antara kedua sisi kertas. Bentuk permukaan
kertas yang halus cenderung memiliki pori–pori yang lebih sedikit
dibandingkan bentuk permukaan yang kasar. Karakteristik selulosa mikrobial
yang termasuk dengan serat halus sehingga membentuk jalinan serat yang
kompak dan menghasilkan pori–pori yang lebih kecil. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa kedua sisi kertas yang dihasilkan termasuk kedalam
bentuk rol.
Daya serap kertas selulosa mikrobial yang secara keseluruhan berkisar
antara 52,11 – 85,48 g/m2
, nilai tersebut lebih rendah dibandingkan daya
serap air kertas bungkus standar yaitu sebesar 119,73 g/m2 (SNI, 1989) dan
kertas batang pisang ambon sebesar 105,23 g/m2 (Suwarna, 2005). Hal ini
menunjukan bahwa kertas selulosa mikrobial memiliki ketahanan terhadap
penetrasi air yang tinggi.
Tabel 7. Hasil pengujian daya serap air
Bagian Kertas Ulangan Daya serap air (g/m²)
NA TA KA TKA
Atas (A) 1 77,209 54,736 71,557 61,905
2 66,731 49,497 58,734 65,077
Bawah (B) 1 58,183 67,420 44,947 88,791
2 66,593 50,738 65,214 82,173
Rata - rata (A) A 71,97022 52,11637 65,14546 63,49097
Rata - rata (B) B 84,44781 59,079 55,08066 85,48187 Keterangan : NA (tanpa aditif), KA (aditif kaolin 5 %), TA (aditif tapioka 2,5 %) dan TKA (aditif kaolin 5 % dan tapioka 2,5 %)
Berdasarkan analisa ragam pada taraf 5 %, diperoleh bahwa
penambahan zat aditif tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya
serap air kertas. Hal ini menunjukan bahwa penambahan zat aditif tidak
merubah tingkat kehalusan serat. Penambahan tapioka cenderung
menurunkan daya serap air, karena tapioka yang berfungsi sebagai pengikat
jalinan antar serat meningkatkan jumlah ikatan antara serat dengan serat
sehingga mengurangi jumlah pori yang dapat menyerap air. Sedangkan
kombinasinya dengan penambahan kaolin meningkatkan daya serap air. Hal
ini dikarenakan sifat kaolin yang merupakan bahan anorganik bersifat padat
dan kaku sehingga mengurangi efektifitas ikatan antar serat. Dengan
demikian menimbulkan rongga udara pada bidang kontak antara serat
sehingga air dapat masuk lebih mudah.
Keterangan : NA (tanpa aditif), KA (aditif kaolin 5 %), TA (aditif tapioka 2,5 %) dan TKA (aditif kaolin 5 % dan tapioka 2,5 %)
Gambar 17. Hubungan pengaruh zat aditif terhadap daya serap air
71.97
52.12
65.15 63.4962.38 59.0855.08
85.48
0102030405060708090
NA TA KA TKA
Day
a S
era
p A
ir (
g/m²)
Kode Perlakuan
Bagian Atas
Bagian Bawah
F. Analisis Konversi Biomassa
Dalam penelitian ini dilakukan analisis konversi biomassa yang
bertujuan untuk mengetahui peranan atau manfaat penggunaan selulosa
mkrobial sebagai selulosa alternatif dalam pembuatan kertas. Peranan yang
dikaji berdasarkan penghematan jumlah kayu yang dibutuhkan dalam
menghasilkan pulp yang disubtitusi dengan menggunakan selulosa mikrobial.
Analisis ini dilakukan dengan melalui tahapan – tahapan yaitu menghitung
jumlah serat selulosa mikrobial yang dihasilkan per hektar per tahun.
Kemudian menentukan jumlah pulp yang dapat dihasilkan dengan
menggunakan rendemen hasil penelitian ini. Selanjutnya, dilakukan
perhitungan terhadap bobot Acacia mangium (tanaman pembanding) yang
dibutuhkan untuk menghasilkan pulp dalam jumlah yang sama dengan pulp
yang dihasilkan oleh selulosa mikrobial. Setelah itu, menghitung jumlah areal
Acacia mangium dan jumlah pohon Acacia mangium yang dihemat serta total
penyerapan CO2 sebagai dampak dari penghematan hutan tersebut. Adapun
nilai analisis yang diperoleh seperti ditunjukan pada tabel 8.
Tabel 8. Hasil Analisa
Tahapan Analisa Nilai
Serat selulosa mikrobial 369,778 ton/ha/tahun
Pulp serat selulosa mikrobial 14.097,78 ton/tahun
Bobot Acacia mangium yang dihemat 18.464,87 ton/tahun
Areal Acacia mangium yang dihemat 1.183,63 ha/tahun
Jumlah Acacia mangium yang dihemat 1.973.116 pohon/tahun
Jumlah penyerapan CO2 276.236,24 ton/tahun
1. Serat Selulosa Mikrobial
Selulosa mikrobial yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 30
lembar nata de coco dengan konversi berat 0,8 kg (basah) per 1 lembar
nata de coco (selulosa mikrobial). Dengan demikian banyaknya selulosa
mikrobial yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 24000
gram atau 24 kg (basah). Dari hasil penelitian presentase serat selulosa
mikrobial adalah 2 % maka serat yang dapat diperoleh berjumlah 480
gram (basis kering). Selulosa mikrobial yang digunakan pada penelitian
ini merupakan hasil fermentasi dari kultur diam dengan luas satu wadah
fermentasi selulosa mkrobial adalah 30 cm x 30 cm atau 900 cm2,
sehingga banyaknya wadah produksi selulosa mikrobial dalam 1 ha
adalah 111.111,11 buah lembaran selulosa mikrobial untuk 1 tingkat tray
fermentasi. Asumsi yang digunakan adalah bahwa tingkatan tray
sebanyak 4 dan perluasan lahan produksi sebesar 100 ha serta waktu
panen selulosa mikrobial 52 kali/tahun. Dengan faktor konversi berat
selulosa mikrobial dan presentase serat dapat dihitung massa total
selulosa mikrobial adalah 36.977,78 ton/tahun. Pulp yang dapat
dihasilkan dihitung berdasarkan rendemen pada penelitian ini yaitu
38,125 % (basis kering oven serat), sehingga total keseluruhan pulp yang
dapat dihasilkan adalah 14.097,78 ton/tahun.
2. Penghematan Acacia mangium
Dalam menghitung peranan penggunaan selulosa mikrobial dalam
penghematan hutan dilakukan perbandingan terhadap banyaknya
kebutuhan kayu dalam menghasilkan pulp. Pada penelitian ini digunakan
Acacia mangium sebagai pembanding dengan rendemen tertinggi pulp
Acacia mangium berdasarkan penelitian Ramadona (2001) adalah 76,35
%. Dengan demikian dapat dihitung kebutuhan kebutuhan kayu untuk
menghasilkan pulp sebesar 14.097,78 ton/tahun adalah 18.464,673
ton/tahun.
Menurut Uzair dan Sugiharto (1989), rata – rata pertumbuhan
tanaman Acacia mangium ditanah yang baik adalah 40 m3 per ha per
tahun dengan volume kayunya 415 m3 per ha dengan berat jenis 0,39
g/cm3. Dari data tersebut dapat dihitung luasan tanam Acacia mangium
yang dapat disubtitusi adalah 1.183,63 ha/tahun. Menurut Yulistina
(2001), banyaknya pohon Acacia mangium untuk 1 ha dengan jarak
tanam 2 x 3 m adalah 1667 batang pohon. Dengan demikian jumlah total
subtitusi pohon Acacia mangium adalah 1.973.116 batang pohon/tahun.
3. Penyerapan CO2
Analisa lain yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
menghitung banyaknya penyerapan CO2 yang dihasilkan dari
penghematan pohon Acacia mangium. Menurut Gusmailina (1995) rata –
rata penyerapan CO2 untuk satu batang pohon (berumur 10 – 15 tahun)
adalah 0,14 ton CO2/tahun. Dari data tersebut dapat dihitung banyaknya
penyerapan CO2 dari jumlah pohon Acacia mangium yang dihemat
adalah 276.236,24 ton CO2/tahun.
Berdasarkan Brahmana (2001), untuk memenuhi kapasitas industri
pulp pada tahun 2000 dibutuhkan 1,2 milyar batang pohon dengan
dampak tidak terikatnya CO2 sebesar 166 juta ton. Dengan demikian
penggunaan selulosa mikrobial sebagai bahan baku pembuatan pulp dan
kertas dapat menghemat jumlah kayu dan kerusakan lingkungan dengan
indikator CO2 dapat dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA
Allia. 2001. Sifat Pulp Abaka Asal Indonesia. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil
Hutan. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Anonim. 2008. Kertas Masa Depan dari Laut Tidak Lagi dari Hutan. Diakses
tanggal 21 Desember 2009. http://bioindustri.blogspot.com/.
Askari, M. 2000. Analisis Keseimbangan Karbon dari Pemanenan Hutan di
Indonesia. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Metereologi IPB, Bogor.
Benziman, M, A. Mazover. 1982. Journal Biological Chem. 248 :1603 – 1608.
Brahmana, Ricky Aswandi. 2001. Pemanfaaatan Serat Garut sebagai Bahan Baku
Pembuatan Pulp. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, IPB. Bogor.
Britt, KW. 1964. Handbook of Pulp and Paper Technology. Reinhold publishing
corporation, New York.
Brown, Jr. 1987. The biosynthesis of cellulose, Food Hydrocoloids, 1 (1987) 345
– 351.
Casey, J. P. 1966. Pulp and Paper, Chemistry and Chemical Technology.
Interscience Publisher Inc., New York.
Casey, J.P. 1980. Pulp and Paper : Chemistry and Chemical Technology. Volume
I, Third edition. Interscience Publisher Inc., New York.
Ciechanska D., Struszczyk H., Gruzinska K., 1998. Modification of Bacterial
Cellulose, Fiber and Textiles in Eastren Europe. No 4 (23) pp. 61 – 65.
Czaja. W, Krstynowicz, S. Bielecki, R.M Brown Jr., Microbal cellulose – The
natural power to heal wounds, Biomaterial, 27 (2006) 145 – 151.
Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1976. Vademecum Kehutanan
Indonesia. Direktorat Jendral Kehutanan, Departemen Kehutanan Republik
Indonesia, Jakarta.
Departemen Perindustrian. 1982. Penggolongan Kertas. Direktorat Jendral
perindustrian, Departemen Perindustrian. Jakarta.
Donald, G White and Brown Jr. 1983. Prosefect for The Commercialitation of
Biosynthesis of Microbial Cellulose. Departemen Botany. University of
Texas. USA.
Fengel, D dan Wegener G. 1984. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.
Diterjemahkan oleh Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 155–
159 .
Figini, M.M. 1982. Cellulose and Other Natural Polimer System, pp.243 – 271.
Plenum New York.
Gusmailina. 1995. Pengukuran Kadar CO2 Udara Di Dalam Tegakan Beberapa
Jenis Hutan Tanaman Di Cikole Dan Ciwidey, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan
Teknologi Hasil Hutan, IPB. Bogor.
Handayani. 1991. Struktur Serat. Balai Besar Selulosa dan PT. Kertas Leces,
Bandung dan Probolinggo.
Hassid and Ballows, 1970. Di dalam W. Pigmen (ed). The Carbohydrates,
Chemistry, Biochemistry, Physiology. Academis Press Inc., New York.
Haygreen, J.G. dan J.L Bowyer, 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Suatu
Pengantar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Houghton, RA. 1990. The Global Effect of Tropical Deforestation. The Wood
Hole Research Center. Wood Hole, MA.
http://faostat.fao.org/site/626/DesktopDefault.aspx?PageID=626#ancor. Diakses
pada tanggal 10 Januari 2010.
Iguchi. M, S Yamanaka, A. Budhiono. Bacterial cellulose a masterpiece of nature
arts. J. Mater sci 35 (2000) 261 – 270.
Ibnusantosa, G. 1987. Pulp untuk Kertas. Lembaga Penelitian Selulosa, Bandung.
J. Shah, Brown Jr., Toward electronic paper displays made from micobial
cellulose, Appl. Microbiol. Biotechnol 66 (2005) 352 – 355.
Krytynowicz A, Bieclecki S. 2001. Biosynthesis of Bacterial Cellulose and Its
Potential Application in the Different Industries. Pollish Biotechnology
News. [http://www.Biotechnology-pl.com/science/krystynowicz.htm]
Krystynowicz A, Bieclecki S, M. Turkiwiez, H. Kalinowska. 2005. Bacterial
Cellulose. In : Polysaccharides and polyamydes in the food industry.
Weinheim, Germany (2005) pp. 31 – 85.
Mc Donald, R.G. dan J.N. Franklin. 1969. The Pulping Wood. 2nd. Ed (1). Mc
Graw-Hill Book Company. New York. Hlm 50–62.
Out Law, T. G dan Robert Engelman. 1999. Forest Future : Population,
Consumption, and Wood Resources. Population Action International,
Washington DC.
Page, DH. 1985. Mekanisme Pengembangan Pulp Kering dengan Penggilingan,
Berita Selulosa XXI(1) : 30.
Romadona, R. 2001. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan dengan Bahan Kimia
terhadap Pelunakan Kayu Acacia Mangium dalam Pembuatan Pulp Putih
secara Kimia Mekanis. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, IPB.
Bogor.
M. Shoda, Y. Sugano. Recent Advances in Bacterial Cellulose Production,
Biotechnol. Bioprocess Eng. 10 (2005) 1 – 8.
Setiawan, I. 1999. Manajemen Hutan Sebagai Upaya Pengurangan Gas Rumah
Kaca. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. IPB, Bogor.
Schramn, M., dan S. Hestrin. 1954. Synthesis of Cellulose by Acetobacter
xylinum. Lab Microb. Chem of Dep of Biochem., Institut of Live Source
The Hebrew University of Jerussalem, Jerussalem.
SII 0658 – 82. Tata nama kertas dan karton di Indonesia (bagian 1). Departemen
Perindustrian Republik Indonesia.
SNI 14–0499–1989. Cara Uji Daya Serap Air Kertas dan Karton. Badan
Standarisasi Nasional.
SNI 08–7070–2005. Cara Uji Kadar Air. Badan Standarisasi Nasional.
SNI 08–7070–2005. Cara Uji Daya Serap Air Kertas. Badan Standarisasi
Nasional.
SNI 14–0436 –1989 . Cara Uji Ketahanan Sobek Kertas dan Karton. Badan
Standarisasi Nasional.
SNI 14–0115–1998. Mutu kertas Tulis A atau HVS (Hout Vrij Schriff Papier).
Badan Standarisasi Nasional.
SNI 14–0439–1989 . Cara Uji Gramatur dan Densitas Kertas dan Karton. Badan
Standarisasi Nasional.
SNI 14–4737–1998 . Cara Uji Ketahanan Tarik Kertas dan Karton. Badan
Standarisasi Nasional.
SNI 7273–2008. Persyaratan Mutu Kertas Koran. Badan Standarisasi Nasional.
Soenardi, B. S. F. 1974. Hubungan Antara Sifat –Sifat Kayu dan Kualitas Kertas.
Berita selulosa X (3) :111-124.
Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu. Dasar – dasar dan Penggunaan. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Sugiyama, J. et al. 1955. Preprints of `95 Cellulose R&D 2 nd anual Meeting of
Cellulose Society of Japan, Kyoto. Pp7-8.
Suwarna. 2005. Pemanfaatan Batang Pisang Ambon (Musa sapientum L) sebagai
Bahan Baku Pulp untuk Kertas Bungkus. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil
Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Stephens, JA. Westland, A.N Neogi. Method Using Bacterial Cellulose as a
Dietary Fiber Component. US patent 4960763 (1990).
Syafii, W. 2000. Sifat Pulp Daun Kayu Lebar dengan Proses Organosolv. Jurnal
Teknologi Industri Pertanian. Vol. 10(2). Bogor. Hlm 54–55.
Syarief, R. S. Santausa, St. Ismayana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan
Laboratorium Rekayas Pangan PAU, Institut Pertanian Bogor.
Thiman and V. Kenneth. 1955. The Live of Bacteria. Mac Millan Co. New
York.Uzair dan Sugiharto. 1989. Pembuatan Pulp Rayon dari Kayu Acacia
mangium. Berita Selulosa XXV (2) : 31 – 35.
Williams, WS and R.E Cannon. 1989. Alternatif Environmental Roles for
Cellulose Produced by A. Xylinum. Application Environmental Microbial
vol 55.
Yamanaka S, Iguchi M, Ichimura K, Y Nishi, M Uryu, K Watanabe. 1988.
Bacterial cellulose containing molding material having high dynamic
strenght. US Patent 4742164 (1988).
Yamanaka, S., K. Watanabe, N. Kitamura, et al. 1989. Material Sci. 24.3141 –
3145.
Yoshinaga, F., N. Tonouchi, dan K. Watanabe. 1996. Research Progrees of
Bacterial Cellulose by Aeration and Agitation Culture and Its Application
as A New Industrial Material.
Young, J.H. 1980. Fiber Preparation and Approach Flow. Di dalam : Casey, J.P.,
editor. 1981. Pulp and Paper : Chemistry and Chemical Technology. Edisi
ke-3, vol IV. New York : J. Willey and Sons Inc.
Yulistina, ND. 2001. Analisis Energi dan Biomassa dalam Proses Pembuatan
Briket Arang. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertania, IPB. Bogor.
Lampiran 1. Analisis Ragam Gramatur Kertas
ANOVA 2 Faktorial Nilai Gramatur Kertas
Kaolin Ulangan Tapioka
rata-rata T0 T2.5
K0
1 35 28.5 2 37.5 33.9 rata-rata 36.25 31.2 33.725
K5
1 36.2 53.5 2 32.3 44.6 rata-rata 34.25 49.05 41.65 Total rata-rata 35.25 40.125 37.6875
FK 11362.78 JKTo 435.0688 JKP 370.1537 JKT 47.53125 JKK 125.6113 JKTK 197.0113 JKG 64.915
Keragaman db JK KT F-hit T 1 47.53125 47.53125 2.92883 K 1 125.6113 125.6113 7.740045 TK* 1 197.0113 197.0113 12.13964 G 4 64.915 16.22875
Perlakuan 3 370.1537 123.3846 Total 7
Taraf 5 % dengan db1 = 1 dan db2 = 4 maka F-tabel 7,706
Keterangan :
FK = Faktor Konversi
JKTo = Jumlah Kuadarat Total
JKP = Jumlah Kuadarat Perlakuan
JKT = Jumlah Kuadarat Faktor Tapioka
JKK = Jumlah Kuadarat Faktor Kaolin
JKTK = Jumlah Kuadarat Interaksi kedua faktor
JKG = Jumlah Kuadarat Galat Percobaan
Lampiran 2. Analisis Ragam Indeks Tarik Kertas
ANOVA 2 Faktorial Nilai Indeks Tarik Kertas
Kaolin Ulangan Tapioka
rata-rata T0 T2.5
K0
1 19.84 39.81 2 19.84 39.81 rata-rata 19.84 39.81 29.825
K5
1 34.36 58.65 2 30.54 49.31 rata-rata 32.45 53.98 43.215 Total rata-rata 26.145 46.895 36.52
FK 10669.68 JKTo 1271.84 JKP 1220.926 JKT 861.125 JKK 358.5842 JKTK 1.2168 JKG 50.914
Keragaman db JK KT F-hit T* 1 861.125 861.125 67.6533 K 1 358.5842 358.5842 28.17176 TK 1 1.2168 1.2168 0.095596 G 4 50.914 12.7285
Perlakuan 3 1220.926 406.9753 31.97355 Total 7 Taraf 5 % dengan db1 = 1 dan db2 = 4 maka F-tabel 7,706
Keterangan :
FK = Faktor Konversi
JKTo = Jumlah Kuadarat Total
JKP = Jumlah Kuadarat Perlakuan
JKT = Jumlah Kuadarat Faktor Tapioka
JKK = Jumlah Kuadarat Faktor Kaolin
JKTK = Jumlah Kuadarat Interaksi kedua faktor
JKG = Jumlah Kuadarat Galat Percobaan
Lampiran 3. Analisis Ragam Indeks Sobek
ANOVA 2 Faktorial Nilai Indeks Sobek Kertas
Kaolin Ulangan Tapioka
rata-rata T0 T2.5
K0
1 18.05 21.55 2 18.05 21.26 rata-rata 18.05 21.405 19.7275
K5
1 18.04 14.45 2 18.04 14.08 rata-rata 18.04 14.265 16.1525 Total rata-rata 18.045 17.835 17.94
FK 2574.749 JKTo 51.1784 JKP 51.0679 JKT 0.0882 JKK 25.56125 JKTK 25.41845 JKG 0.1105
Keragaman db JK KT F-hit T 1 0.0882 0.0882 3.19276 K 1 25.56125 25.56125 925.2941 TK 1 25.41845 25.41845 920.1249 G 4 0.1105 0.027625
Perlakuan 3 51.0679 17.02263 616.2039 Total 7 Taraf 5 % dengan db1 = 1 dan db2 = 4 maka F-tabel 7,706
Keterangan :
FK = Faktor Konversi
JKTo = Jumlah Kuadarat Total
JKP = Jumlah Kuadarat Perlakuan
JKT = Jumlah Kuadarat Faktor Tapioka
JKK = Jumlah Kuadarat Faktor Kaolin
JKTK = Jumlah Kuadarat Interaksi kedua faktor
JKG = Jumlah Kuadarat Galat Percobaan
Lampiran 4. Analisis ragam daya serap air bagian atas kertas
ANOVA 2 Faktorial Daya Serap Air Bagian Atas Kertas
Kaolin Ulangan Tapioka
rata-rata T0 T2.5
K0
1 77.20943 54.73597 2 66.73101 49.49676 rata-rata 71.97022 52.11637 62.04329
K5
1 71.557 61.90542 2 58.734 65.07652 rata-rata 65.14546 63.49097 64.31821 Total rata-rata 68.55784 57.80367 63.18075
FK 31934.46 JKTo 563.1201 JKP 407.2634 JKT 231.3044 JKK 10.35053 JKTK 165.6085 JKG 155.8567
Keragaman db JK KT F-hit T 1 231.3044 231.3044 5.936334 K 1 10.35053 10.35053 0.265642 TK 1 165.6085 165.6085 4.250274 G 4 155.8567 38.96418
Perlakuan 3 407.2634 135.7545 3.484083 Total 7 Taraf 5 % dengan db1 = 1 dan db2 = 4 maka F-tabel 7,706
Keterangan :
FK = Faktor Konversi
JKTo = Jumlah Kuadarat Total
JKP = Jumlah Kuadarat Perlakuan
JKT = Jumlah Kuadarat Faktor Tapioka
JKK = Jumlah Kuadarat Faktor Kaolin
JKTK = Jumlah Kuadarat Interaksi kedua faktor
JKG = Jumlah Kuadarat Galat Percobaan
Lampiran 5. Analisis ragam daya serap air bagian bawah kertas
ANOVA 2 Faktorial Daya Serap Air Bagian Bawah Kertas
Kaolin Ulangan Tapioka
rata-rata T0 T2.5
K0
1 58.18282 67.42038 2 110.7128 50.73763 rata-rata 84.44781 59.079 71.76341
K5
1 44.947 88.79085 2 65.214 82.17289 rata-rata 55.08066 85.48187 70.28126 Total rata-rata 69.76424 72.28044 71.02234
FK 40353.38 JKTo 3318.345 JKP 1572.204 JKT 12.66253 JKK 4.393509 JKTK 1555.148 JKG 1746.141
Keragaman db JK KT F-hit T 1 12.66253 12.66253 0.029007 K 1 4.393509 4.393509 0.010065 TK 1 1555.148 1555.148 3.56248 G 4 1746.141 436.5352
Perlakuan 3 1572.204 524.068 1.200517 Total 7 Taraf 5 % dengan db1 = 1 dan db2 = 4 maka F-tabel 7,706
Keterangan :
FK = Faktor Konversi
JKTo = Jumlah Kuadarat Total
JKP = Jumlah Kuadarat Perlakuan
JKT = Jumlah Kuadarat Faktor Tapioka
JKK = Jumlah Kuadarat Faktor Kaolin
JKTK = Jumlah Kuadarat Interaksi kedua faktor
JKG = Jumlah Kuadarat Galat Percobaan
47
Lampiran 6. Asumsi Perhitungang Konversi Biomassa
Asumsi Perhitungan Analisis Konversi Biomassa
Massa nata 24000 gram (berdasarkan penelitian)
massa serat 480 gram (berdasarkan penelitian)
presentase serat 2 %
Rendemen pulp 38,125 % (berdasarkan penelitian)
luasan lembaran nata 900 cm²
0,09 m²
Konversi lembaran nata terhadap berat nata 0,8 (berdasarkan penelitian)
waktu panen selulosa mikrobial 7 hari (berdasarkan literatur)
panen dalam 1 tahun 52 kali Jumlah tingkat tray fermentasi nata 4 tingkat
Perluasan lahan produksi nata 100 ha
Rendemen pulp Acacia mangium 76,35 % (berdasarkan penelitian)
massa kayu 15,6 ton/ha.thn (berdasarkan literatur)
jumlah batang pohon dalam 1 ha 1667 batang/ha (berdasarkan literatur)
Jumlah penyerapan CO2 0,14 ton co2/batang.thn (berdasarkan literatur)
Lampiran 7. Perhitungan Analisis Konversi Biomassa
Perhitungan Analisis Konversi Biomassa
Keterangan Perhitungan Hasil Satuan hitung
Jumlah nata per ha 10000/luasan cetakan fermentasi 111111,11 buah/ha
massa nata/panen (7 hari) jumlah cetakan nata * konversi berat 88888,889 kg/ha.7 hari
massa total nata 52*masa nata 1 x panen nata (selulosa mikrobial) 4622222,2 kg/ha.thn
Jumlah serat yang diperoleh % serat * massa total nata dalam 1 tahun 92444,444 kg/ha.thn
jumlah serat dalam 4 tray fermentasi 4*jumlah serat diperoleh 369777,78 kg/ha.thn
jumlah serat perluasan lahan produksi 100*jumlah serat 4 tray 36977778 kg/thn
36977,778 ton/thn
Pulp yang dihasilkan rendemen pulp*jumlah serat total perluasan lahan 14097,778 ton/thn
Pulp Acacia mangium 14097,778 ton/thn
massa kayu yang dibutuhkan jumlah pulp acacia mangium/rendemen acacia mangium 18464,673 ton/thn
Luasan daerah masa kayu yang dibutuhkan/masa kayu per 1 ha 1183,6329 ha/thn
Jumlah pohon yang dihemat jumlah pohon/ha*luas daerah 1973116 pohon/thn
Total penyerapan CO2 0,14 *jumlah pohon yang dihemat 276236,24 ton CO2/thn
Lampiran 8. SNI Kertas Koran
Komposisi lembaran Mengandung pulp mekanis atau pulp
bagas dengan rendemen tinggi
Gramatur 45 – 55 g/m2
Tebal Maks 0,1 mm
Indeks tarik Min 23,46 Nm.g
Indeks sobek Min 3,56 Nm2/g
Opasitas Min 89 %
Derajat putih Min 57 GE
Lampiran 9. SII.0658-82
TATA NAMA KERTAS DAN KARTON DI INDONESIA
1. RUANG LINGKUP
Standart ini meliputi definisi dan tata nama kertas dan karton di Indonesia
2. DEFINISI
2.1 Kertas ialah lembaran yang terbuat dari serat selulosa alam atau serat
buatan yang telah mengalami pengerjaan penggilingan, ditambahkan
beberapa bahan tambahan yang saing temple menempel dan jalin
menjalin. Umumnya mempunyai gramatur lebih rendah dari 224
gram/m2.
2.2 Karton ialah lembaran yang terbuat dari serat selulosa alam atau serat
buatan yang telah mengalami pengerjaan penggilingan, ditambahkan
beberapa bahan tambahan yang saing temple menempel dan jalin
menjalin. Umumnya mempunyai gramatur lebih dari 224 gram/m2.
3. TATA NAMA KERTAS DAN KARTON
Tata nama kertas dan karton di Indonesia adalah sebagai berikut :