8/3/2019 Red Camarade - Tan Malaka Berpisah Kita Berjuang Bersama Kita Memukul (1948)
http://slidepdf.com/reader/full/red-camarade-tan-malaka-berpisah-kita-berjuang-bersama-kita-memukul-1948 1/6
Getrennt Marschieren Vereint Schlagen
(Berpisah Kita Berjuang, Bersama Kita Memukul)
Tan Malaka (6 Mei 1948)
Sumber : Teks asli tulisan Tan Malaka tahun 1948
Published by Eko Teguh Pribadi E-mail [email protected]
Soal sikap yang penting dan tegas yang dihadapi oleh Rakyat Indonesia yang sekarang sedang
memperjuangkan kemerdekaannya ialah:
1) Menerima bantuan (lahir-batin) dari blok Amerika
2) Menerima bantuan (lahir-batin) dari blok Sosialis
3) Mengadakan Blok Asia-Afrika
4) Berdiri atas self-help (kekuatan sendiri/diri sendiri) serta menerima bantuan batin (politik dan
budi) dari dunia Luar
Soal itu memangnya soal lama. Semenjak Rakyat Indonesia insaf akan hak kemerdekaannya sebagai
bangsa dan menyusun segala kekuatannya untuk mencapai kemerdekaannya itu semenjak itulahpula dia memikirkan semua kemungkinan di atas, baik secara sistematis (teratur) atau kurang teratur.
Tetapi kini berhubung dengan keadaan di dalam daerah Indonesia menghadapi keadaan luar
Indonesia, maka satu persatu di antara empat soal di atas amat penting buat jaya atau gagalnya
pembelaan Kemerdekaan 100% itu!
Dahulu sebelum Proklamasi 17 Agustus, di masa bergerak di dalam haribaan “Hindia Belanda” di
sekitar Dunia “Damai atau berperang” pernah sebagian Rakyat Indonesia memihak atau
berpartisipasi kepada Internasional ini atau itu (Komunis atau Sosialis) dan kepada negara ini atau itu.
Tetapi di masa itu Rakyat Indonesia belum bertanggungjawab sebagai satu negara merdeka terhadap
negara merdeka lainnya. Resiko (bahaya) bersimpati atau antipati kepada Internasional ini atau itu,negara ini atau itu belum berapa langsung, sebab tanggungjawab Negara atas simpati atau antipati
itu ditanggungjawabkan oleh negara Belanda. Tetapi sekarang bilamana buruk-baik, untung-malang
Republik adalah sebagian besar tergantung/bergantung kepada sikap-tindakan memihak
Internasional ini dan itu, negara ini atau itu, dapat benar menguntungkan atau merugikan pembelaan
kemerdekaan Indonesia. Tiap langkah yang diambil menuju kepada Internasional atau sesuatu
Negara adalah penuh mengandung akibat, buruk atau baik. Karena itulah empat soal di atas harus
dipertimbangkan dengan teliti dan sempurna, supaya kita jangan salah-pilih dan terjerumus ke dalam
bahaya. Marilah kita bersama-sama menambah kekurangan dan mengurangi yang berlebihan.
Suasana Dunia
Sebelum mempertimbangkan pro dan kontra soal-soal di atas, rasanya perlu dimajukan di sinibeberapa hal yang penting sekali, ialah yang berhubungan dengan suasana dunia pada dewasa ini.
Sebermula maka pertentangan Blok Sosialis dengan Blok Kapitalis bukanlah lagi pertentangan sistem
saja, tetapi sudah memuncak kepada pertentangan ekonomi/perekonomian, diplomasi, bahkan
kemiliteran Plan Marshall, yang bermaksud mengikat dunia kapitalis kepada Bank Amerika sedang
dijalankan di Eropa Barat, Asia Timur, dan Amerika Tengah-Selatan. Ikatan perekonomian secara
kapitalis-imperialistis ini sudah mengikat 16 negara di Eropa Barat dan mengadakan perjanjian
perekonomian dan kemiliteran di antara 5 negara di Eropa Barat (Inggris, Perancis, Belgia, Nederland
dan Luxemburg) dan dengan Amerika Serikat sebagai tulang punggungnya.
Blok Eropa Barat-Amerika sedang menyusun markas, latihan dan persenjataan kemiliteranmenghadapi Blok Rusia. Adapun Blok Rusia atau Soviet pula sedang menyusun kekuatan dalam
perekonomian dan kemiliteran.
8/3/2019 Red Camarade - Tan Malaka Berpisah Kita Berjuang Bersama Kita Memukul (1948)
http://slidepdf.com/reader/full/red-camarade-tan-malaka-berpisah-kita-berjuang-bersama-kita-memukul-1948 2/6
Di luar kedua Blok yang bertentangan itu beradalah daerah yang luas sekali di Asia, Afrika, Australia
dan Amerika, yang negaranya belum lagi langsung dimasukkan ke dalam kedua blok itu. Kedua blok
itu masih berusaha keras untuk mendapatkan pimpinan atau pengaruh dengan melalui jalan
ekonomi, keuangan, perdagangan, diplomasi, dan kemiliteran. Di Yunani dan Tiongkok perebutan
pimpinan dan pengaruh itu terlaksana pada perang saudara mati-matian. Mungkin pula besok atau
lusa perang saudara seperti di Yunani dan Tiongkok itu akan pecah di Palestina, Korea, Italia.
Sedangkan di India, Burma, Siam, Vietnam, Indonesia, Australia dan Amerika Tengah dan Selatan,perjuangan merebut pengaruh dan pimpinan itu masih terpendam saja.
Barulah diketahui, bahwa perebutan pimpinan dan pengaruh itu bukanlah teoritis atau platois
belaka, melainkan memperkuat diri dan memperlemah musuh, bagi masing-masing blok itu.
Maka berhubung dengan terakhir inilah, maka di dalam dunia yang mengandung pertentangan di
antara dua pihak dengan senjata di tangan itu, buat Indonesia sebagai suatu negara merdeka,
memilih sesuatu blok, berarti memusuhi kepada yang lain. Tegasnya memilih Blok Rusia berarti
langsung atau tidak langsung memusuhi Blok Amerika. Sebaliknya memilih Blok Amerika berarti
memusuhi Blok Rusia. Seterusnya pula besok atau lusa pertentangan Blok Amerika dengan Blok Rusia
itu sekonyong-konyong bertukar menjadi perang dunia, makanolens volens
, mau tak mau kita sudah
tergolong/terlondong hanyut ke dalam kancah peperangan. Kita yang tiada mempunyai alat buat
penyelenggaraan perang dunia, sendirinya pula akan terpaksa menerima perlindungan dari salah
satu pihak. Kalau sebaliknya kita berada di pihak Blok Amerika, maka kita akan dipaksa pula
menerima armada, tentara dan Angkatan Udara Blok Amerika, maka kita dipaksa “perlindungan”
Indonesia, entah berapa lamanya pula.
Ringkasnya, memilih salah satu pihak yang mungkin akan berperang dengan pihak yang lain berarti
menggantungkan nasib kita sama sekali kepada hasilnya perang dunia yang akan datang. Akan
terombang-ambinglah kita kepada semua kemungkinan hasilnya perang itu. Jikalau Rusia lambat
menangnya, maka kita akan cepat atau lambat pula ikut melaksanakan sistem sosialisme-
komunisme. Jika Blok Amerika cepat atau lambat menang, maka Indonesia akan ikut memasuki dunia
kapitalisme. Pasti sebagai jajahan atau setengah jajahan. Jikalau blok sosialis dan blok kapitalis tak
kalah menang, artinya podo, maka kitapun akan ikut terombang-ambing. Akhirnya kalau Blok Soviet
dan Blok Amerika keduanya hancur lebur; maka Indonesiapun akan ikut hancur luluh oleh perang
bakterilogis, biologis, klimaktologis dan atenologis.
Kemungkinan kalah menang itu mengandung bermacam-macam syarat dan ansir! Tiadalah dapat
diselenggarakan dalam satu dua kalimat saja, dan tiadalah pula termasuk ke dalam hasrat karangan
ini.
Yang perlu disebut lagi dalam karangan ini, ialah bahwa tertulis di atas, tiada bermaksud bahwa
Indonesia, yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya itu, bisa sama sekali melepaskan dirinya
dari dunia luar.
Jauh daripada itu! Maksud cuma menjelaskan, bahwa selama mungkin Indonesia harus
menghindarkan beban yang tiada sanggup dipikulkan kepadanya lantaran memilih salah
satu/sesuatu pihak sebaliknya berusaha mendapatkan sesuatu yang menguntungkan dan
memperkuat pembelaan kemerdekaan 100%. Kalau akhirnya Indonesia terpaksa juga memilih
sesuatu pihak dan harus menanggung konsekuensi berpihak ke sini dan ke situ, maka cara berpihak
kepada siapa itu haruslah dipertimbangkan benar-benar.
Bagaimanapun juga waktunya berpihak itu haruslah di masa Indonesia berada di pihak dalam
keadaan sekuat-kuat mungkin selama politik, ekonomi dan militer. Ketahuilah bahwa yang lemah
selamanya akan menjadi sasaran yang kuat, ibarat ketimun yang berdampingan dengan durian.
8/3/2019 Red Camarade - Tan Malaka Berpisah Kita Berjuang Bersama Kita Memukul (1948)
http://slidepdf.com/reader/full/red-camarade-tan-malaka-berpisah-kita-berjuang-bersama-kita-memukul-1948 3/6
Dalam suasana seperti tersebut di ataslah kita sekarang menghampiri dan menyelidiki soal pertama,
yakni:
1) Menerima bantuan (lahir-batin) dari Blok Amerika.
Dalam prakteknya ini kelak akan berarti membangun kembali perekonomian Indonesia menurut Plan
Marshall dengan perantaraan kapitalis imperialis Belanda yang tergabung dalam Benelux, perjanjian
lima negara dan Blok Eropa Barat yang berujung dan berpangkal di Bank Amerika!
Blok amerika yang pada masa ini cuma memikirkan strategi dan ekonomi perang, hanya akan
membolehkan Indonesia membangun ekonomi perang dan bahan makanan untuk persediaan perang
itulah yang akan diutamakan! Industri induk, industri mesin untuk membikin mesinnya pabrik,
tambang, kapal, kereta api dan pesawat tiada akan dibenarkan samasekali. Sebab, adanya industri
berat semacam itu akan menghancurkan monopoli Eropa/Amerika atas Asia-Afrika dan
mempertinggi teknik, pengetahuan dan kebudayaan Asia-Afrika umumnya. Lagi pula Blok Amerika
dan Belanda ahli warung sebagai opasnya di Indonesia cuma mementingkan perusahaan, yang lekas
dapat dibangunkan dan lekas memberikan keuntungan. Ringkasnya: akan kembalilah pula kebon
karet, kina, kopi, teh, dan lain-lain; tambang minyak, arang, timah, bauxiet, nikel, emas, dan lain-lain;
pabrik kertas, tinta, pensil, dan lain-lain.
Berhubung dengan itu akan kembalilah pula pengangkutan darat, laut dan udara ke bawah milik
kekuasaan atau pengawasan Belanda sebagai opasnya kapitalis-imperialis Amerika. Akhirnya akan
tetaplah Indonesia yang kaya raya ini menjadi “negara sapi perahan”, yang pertahanannya tetap
tergantung kepada negara asing, karena Indonesia tiada mempunyai industri berat.
Dengan demikian, maka akan kembalilah Indonesia kepada keadaan di masa “Hindia Belanda”
mungkin dengan sedikit perubahan dalam politik. Akan percumalah semua usaha proklamasi 17
Agustus dan akan sia-sia segala korban harta benda, tenaga, darah dan jiwa rakyat serta pemuda
yang tiada ditaksir dengan ukuran uang itu.
2) Menerima bantuan (lahir-batin) dari Blok Sosialis
Penerimaan bantuan lahir dari Blok Rusia itu tiadalah sedemikian mudah seperti menerima bantuan
batin dari orang Mekah buat orang Islam. Penerimaan itu tergantung kepada si pembantu sendiri.
Soviet Rusia sendiri pun tergantung kepada kekuatan dan keadaan diri sendiri. Kita masih ingat akan
pembubaran Komintern pada tahun 1943, ialah karena kepentingan peperangan buat negara Soviet
Rusia yang pada masa itu bersekutu dengan Amerika, Inggris dan Perancis, akan melawan Jerman,
terpaksa memperhentikan propaganda Komintern, yakni, suatu organisasi internasional yang
berdasarkan pembatalan atas pemerintahnya negara-negara Benelux itu, karena berdasarkan
kapitalisme-imperialisme. Dalam hal ini/serupa itu suatu jajahan dari negara sekutu itu tiada pula
dapat mengharapkan pertolongan lahir (seperti) senjata dari Soviet Rusia yang pula masih berada
dalam kekurangan itu. Pun sesuatu negara yang akan menerima bantuan lahir dari Blok Rusia itu
(seandainya Blok Rusia menyanggupi) harus pula diperhatikan jarak, tempat dan tempo.
Buat negara yang berdekatan dengan tapal batas Blok Rusia, seperti Italia, Jermania, Tiongkok dan
Korea, maka kesanggupan Rusia tak akan dirintangi oleh musuh dan sangat berjauhan dengan Blok
Soviet, maka bantuan lahir-batin sebagai bantuan, dan negara anggota sekutu perang negara
anggota lainnya menurut (hukum perang) tiadalah seimbang dengan kerugian yang terkandung,
sudahlah pasti bantuan yang akan diperoleh kaki-tangan Blok Amerika di sekitar Indonesia (Inggris,
Perancis dan Belanda) dan dalam Republik Indonesia sendiri dari Amerika akan lebih banyak dan
lebih cepat datangnya daripada bantuan yang sanggup diberikan oleh Blok Rusia.
Perjuangan kaum revolusioner di Indonesia akan bertambah sulit dan bertambah berat daripada
yang sudah-sudah. Blok Amerika akan bersatu menimpa Republik Indonesia, andaikan Republik
Indonesia menjadi sekutunya Blok Rusia itu, ialah pada tingkat perjuangan kita sekarang.
8/3/2019 Red Camarade - Tan Malaka Berpisah Kita Berjuang Bersama Kita Memukul (1948)
http://slidepdf.com/reader/full/red-camarade-tan-malaka-berpisah-kita-berjuang-bersama-kita-memukul-1948 4/6
3) Mengadakan Blok Asia-Afrika
Hasrat ini sudah lama terkandung dalam hati sanubari para pemimpin Asia/Afrika yang terutama-
ternama sudah mengucapkannya. Malah Jepang sudah mencoba melaksanakannya! Oleh salah
seorang diplomat di Indonesia ini hasratnya semacam itu disebut “Third Power Policy (Politik
Tengah). Jadi maksudnya tidak memihak kepada Blok Rusia dan tidak pula memihak kepada Blok
Amerika. Yang dijadikan dasar politik tersebut, ialah persamaan nasib, persamaan pengalaman
sebagai negara-negara jajahan di waktu yang telah silam dan persamaan perjuangan untuk dapatmemiliki kedudukan sebagai bangsa dan negara bebas di kemudian hari! Yang tidak disebut, ialah
persamaan kasta pada semua bangsa di Asia itu. Memang mudah dan enak menyebut-nyebut
persamaan nasib, pengalaman dan kedudukan sebagai bangsa, kalau berada di atas kursi empuk di
Raffles hotel atau di tengah perdamsaan di Happy Valley, Singapore, di mana berada borjuis dari
berbagai bangsa di Asia. Tetapi persamaan itu akan hilang lenyap, kalau masuk ke dalam pondok tani
di salah satu desa di lembah Irawadi (Burma), di pondok buruh di kota Bangkok, atau Saigon, atau di
kota Singapore sendiri.
Memangnya Nehru, Patel, Kajagopalachari, dan semua kasta Chetty (lintah darat) India bisa bersatu
mengatasi kasta Sudra dan kasta Paria (orang yang tidak boleh diraba!), buruh dan tani di India dapat
bersatu melawan borjuis India. Juga kaum Chetty yang sudah memiliki tanahnya kaum tani bangsa
Burma di lembah Irawadi (lembah sungai Irawadi) dapat bersatu dengan pemimpin borjuis Burma,
seperti pula para petani Murba di lembah Irawadi dapat bersatu dengan Chetty, tuan tanah di
Irawadi itu.
Tetapi tiada mungkin disatukan dengan kekal buruh-tani itu, Sudra dan Paria India dengan kaum
borjuis dan lintah darat India itu sendiri. Betapa pula lagi sukarnya pekerjaan mempersatukan tani-
murba di lembah Irawadi dengan kaum Chetty India yang memiliki tanah, dan memeras, mengisap
keringat dan darahnya tani murba itu. Mungkin pula dipersatukan para saudagar dan tuan pabrik
beras tionghoa dengan kaum feodal dan borjuis Thailand di Siam dengan saudagar, paberikan dan
tengkulak Tionghoa, di kota bangkok dan dan lain-lainnya kota.
Tetapi mempersatukan tani dan buruh bangkok saja yang penduduknya sudah 80% terdiri dari
bangsa Tionghoa dan setengah Tionghoa disamping perekonomian yang 99% dimiliki oleh bangsa
Tionghoa pula, bukanlah pekerjaan mudah. Begitulah keadaan di kota-kota besar di Saigon, Hanoi,
Manila, dll tempat. Perpecahan politis-sosial adalah lebih besar daripada persamaan nasib
pengalaman kedudukan di antara borjuis dari satu daerah di Asia dengan daerah lainnya di Asia juga.
Apalagi di Tiongkok perpecahan ekonomis-sosial itu sudah lebih dari 20 tahun bertukar menjadi
perang saudara yang memakan korban di antara bangsa sendiri.
“Third Power Policy” sebagai ucapan seorang yang sedang berdansa adalah khayal. Dalam Perang
Dunia yang mungkin terjadi di hari depan, Asia pun akan pecah menjadi dua golongan: ialah golongan
borjuis dan golongan Murba. Yang borjuisnya akan memihak kepada kelas borjuis dan blok borjuis
dunia, ialah kalau tak bisa netral lagi. Yang murbanya akan menempati simpatik (kalau belum bisa
berpihak) kepada kelas murba di sembarang negara di dunia ini dan kepada Blok Sosialis.
Di sinilah berlakunya pepatah: “Resan (rasa) minyak ke minyak; resan air ke air.” Memang bisa dan
harus Indonesia mengadakan persatuan dengan luar negeri, tetapi syarat yang praktis pada tingkat
perjuangan sekarang ini, ialah syarat persamaan geografis, strategis kebangsaan, sosial-ekonomis
serta kebudayaan-kejiwaan.
4) Berdiri di atas self help (kekuatan sendiri) serta menerima bantuan (lahir-batin) dari dunia luar
Seandainya kalau Republik tak berdiplomasi dan tiada menyandarkan diri pada kerjasama dengan
sesuatu negara kapitalis/imperialis menurut Linggarjati dan Renviele, tetapi terus berjuang dengan
senjata politik, ekonomi dan militer yang ada pada kita, mungkin kemerdekaan 100% sudah tercapai.
Tetapi karena selama ini dari dua tahun Pemerintahan Republik menyelenggarakan “kerjasama
8/3/2019 Red Camarade - Tan Malaka Berpisah Kita Berjuang Bersama Kita Memukul (1948)
http://slidepdf.com/reader/full/red-camarade-tan-malaka-berpisah-kita-berjuang-bersama-kita-memukul-1948 5/6
dengan Belanda”, maka Belanda, sehari demi sehari bertambah kuat dalam politik, ekonomi dan
militer. Sebaliknya pula Republik kian bertambah lemah dalam segala hal tersebut.
Politik: Bermacam negara kecil yang tak sanggup berdiri sendiri sudah berdiri atau sedang didirikan
oleh Belanda dalam daerah Indonesia sendiri. Pelbagai negara itu sudah diadu dombakan dengan
Republik sehingga kelak semua negara merasakan perlunya satu wasit ialah negara Belanda, yang
berpucuk pada mahkota Belanda. Persoalan pembagian UNI dan NIS ialah persoalan pelaksanaanperbandingan kekuasaan ekonomi antara Belanda dan Indonesia, atas pengakuan pasal 14
Linggarjati, ialah pengakuan atas pengembalian hak milik Belanda dan Asing. Soal plebicitt sukar atau
mustahillah dapat diselesaikan kalau soal pembagian kekuasaan itu belum diselesaikan. Demikian
pula soal hubungan dengan luar negeri dan soal kemiliteran.
Ekonomis: Dengan kembalinya semua pabrik, kebun, tambang, alat pengangkutan darat, laut dan
udara serta alat keuangan (bank-asuransi) kepada Belanda akan sudah tentu dengan sendirinya
Belanda akan tetap menuntut kekuasaan dalam ekspor, impor, duane, devisen, dan yang sedang
dijalankannya, sampai maksudnya tercapai. Dengan adanya semua senjata ekonomi di tangan
Belanda (pabrik, kebun, tambang, pelabuhan dan pelayaran) dengan kemurahan hati Pemerintahan
Republik memberikan makanan ke daerah pendudukan, maka suburlah tumbuhnya kembali
perekonomian, perdagangan dan keuangan Belanda. Sebaliknya pula akan tetaplah pula merosotnya
perekonomian, perdagangan keuangan Republik dan akan merosotlah pula kehidupan rakyat.
Militer: Belanda yang tak bisa masuk zonder (tanpa) pertolongan Ingrgris dan Inggris pasti terpaksa
menarik diri kembali tentaranya, walaupun tidak diadakan “greaze fire order ” keduanya, negara
tersebut (sekarang penuh oleh KTN) berduka cita melihat tempat yang strategis, yang tak bisa
direbut Belanda yang dinamai “Kantong itu Dikosongkan” dengan hati luka. Di daerah
pendudukannya Belanda senantiasa memperkuat kemiliterannya, disamping Republik berusaha keras
ke arah “nasionalisasi” katanya. Tetapi...tetapi...walaupun daerah Republik tinggal lebih kurang 1%
dari luasnya tanah air Indonesia...walaupun penduduknya yang langsung di bawah perintahnya cuma
lebih kurang 3% hasrat kemerdekan belum hilang lenyap. Bahkan banyak tanda yang menunjukkan
bahwa di daerah pendudukan Belanda sendiri, semangat, sikap dan tindakan rakyat tak kurang
tegasnya daripada di pedalaman. Sudah hampir tiga (3) tahun rakyat Indonesia bernafaskan hawa
merdeka! Sudah hampir tiga tahun mereka merasakan pula suasana kemerdekaan yang direbutnya
dengan bambu runcing di tangan. Dan...hampir tiga tahun pula rakyat menyaksikan “kebijaksanaan”
borjuis kecil membela kemerdekaan yang direbut oleh rakyat murba itu. Fase baru, tingkatan massa
baru, sudah tiba dalam Revolusi Indonesia ini! Murbalah sekarang yang pantas mengambil pimpinan
pembelaan kemerdekaan 100%! Tetapi murbalah sekarang yang pantas mengambil pembelaan
kemerdekaan ini, yang harus mengisi dan menggerakkan semua organisasi pembelaan kemerdekaan
ini, murbalah pula yang harus mengisi dan menggerakkan partai, badan ekonomi dan kelaskaran.
Murba Indonesia tetap akan bersimpati dengan perjuangan kelas murba di luar negeri, di mana saja
murba Indonesia akan tetap menerima pertolongan batin dari manapun datangnya dan dari mana
juga datangnya. Tetapi dengan kekayaan dan istemewa alam Indonesia di bawah pimpinan organisasi
murba yang sejati akan sanggup merebut kembali seluruh kekuasaan dalam arti politik, diplomasi,
ekonomi dan kemiliteran.
Perang kemerdekaan berlainan sifatnya atas pembelaan dan penyerangan dengan perang perebutan
negara!
Keinsyafan, ketangkasan serta kecakapan yang dibuktikan oleh rakyat murba selama hampir tiga
tahun ini memberikan keyakinan kepada kami, bahwa dengan alat dan organisasi politik, ekonomi
dan militer yang ada pada kita bisa kita perbaiki, bisa kita murbakan, kita akan sanggup
menyelenggarakan pembelaan kemerdekaan kita atas dasar self-hep.
8/3/2019 Red Camarade - Tan Malaka Berpisah Kita Berjuang Bersama Kita Memukul (1948)
http://slidepdf.com/reader/full/red-camarade-tan-malaka-berpisah-kita-berjuang-bersama-kita-memukul-1948 6/6
Dengan kelak terbentuknya keinsyafan serta organisasi dengan kodrat yang selama ini sembunyi
pada rakyat yang 70 juta (sekarang 103 juta 1964) pula itu, dapatlah kita memperingatkan kepada
negara atau gabungan negara mana saja, yang ingin hendak melanggar kenetralan kita, serta ingin
hendak menyeret kita ke Plan Marshall dan perang kapitalis-imperialis, bahwa maksud penjajahan
semacam itu tak akan dapat dilakukan dengan tiada membekukan sekurang-kurangnya 150.000
imperialis di bumi Indonesia ini. Dengan demikian maka kita dengan tak langsung akan membantu
sosialis.
Akhirnya kita akan sanggup pula menjanjikan kepada proletar asing bahwa atas dasar kekuatan kita
sendiri dengan cara kita sendiri, pada suatu tempo, di suatu tempat kita akan dapat berjabatan
tangan sampai sebagai Negara Murba Merdeka dengan Negara Murba Merdeka.
“Berpisah kita berjuang, bersama kita memukul!”
6 Mei 1948