Transcript
Page 1: portofolio dengue shock syndrome

Borang Portofolio

No. ID dan Nama Peserta : / dr. Meiresty Evasari

Nama Wahana : RSUD Lubuk Basung

Topik : Dengue Shock Syndrome

Tanggal (Kasus) : 1 Oktober 2013

Nama Pasien : A No. RM : 134844

Tanggal Presentasi : 11 Oktober 2013

Nama Pendamping : dr. Jun Almandri Y, M.Kes

Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Lubuk Basung

Objektif Presentasi : - Keilmuan

- Diagnostik

- Anak

Deskripsi : Perempuan, usia 3 tahun, datang dengan keluhan demam

sejak 5 hari SMRS, keadaan umum anak terlihat menurun,

anak tampak lemah dan terlihat mengantuk sejak ± 1 hari

SMRS

Tujuan : Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Dengue

Shock Syndrome

Bahan Bahasan : Kasus

Cara Membahas : Presentasi dan diskusi

Data Pasien

Nama : A

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 3 tahun

No. MR : 134844

Data Utama Untuk Bahan Diskusi

1. Diagnosis : Dengue Shock Syndrome

Gambaran Klinis :

Demam sejak 5 hari SMRS, demam tinggi, naik turun, tidak

menggigil, tidak berkeringat, dan tidak disertai kejang1

Page 2: portofolio dengue shock syndrome

Sejak 1 hari SMRS, keadaan umum pasien terlihat menurun, pasien

tampak lemah dan terlihat mengantuk

Mual muntah tidak ada

Nyeri di ulu hati tidak ada

Gusi berdarah, mimisan, dan BAB warna kehitaman disangkal.

Sesak nafas tidak ada

Nafsu makan menurun sejak sakit dan pasien sulit disuruh minum

dalam jumlah banyak.

Buang air kecil terakhir 6 jam yang lalu, jumlah sedikit dan warna

pekat.

Buang air besar jumlah dan warnanya biasa.

Pasien sudah berobat ke puskesmas Bawan dan diberi obat

paracetamol sirup. Demam turun hanya setelah minum obat. Karena

demam masih turun naik dan kondisi pasien terlihat semakin lemah,

pasien di rujuk ke RSUD Lubuk Basung

.

2. Riwayat Pengobatan : Pasien sudah berobat ke puskesmas Bawan dan

diberi obat paracetamol sirup.

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : tidak pernah menderita sakit seperti ini

sebelumnya

4. Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit

seperti ini.

5. Riwayat Pekerjaan : -

Pemeriksaan Fisik :

a. Vital sign

Keadaan Umum : tampak lemah

Kesadaran : apatis

Nadi : frekuensi 130 x/menit, cepat dan halus 2

Page 3: portofolio dengue shock syndrome

Frekuensi nafas: 40x /menit

Suhu : 36,3° C

Berat badan : 11 kg

Sianosis (-), pucat (-), ikterik (-)

b. Pemeriksaan sistemik

Kulit : Teraba dingin, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis,

petekie (+) di lengan dan tungkai

Kepala : dalam batas normal, rambut hitam tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil

isokor, ɸ 3 mm / 3 mm, refleks cahaya +/+ normal

THT : tidak ditemukan kelainan

Leher : tidak ada pembesaran KGB

Thoraks :

Jantung I : iktus tidak terlihat

Pa : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Pe : batas jantung normal

A : irama murni, teratur, bising (-)

Paru I : normochest, simetris kiri = kanan

Pa : fremitus kiri = kanan

Pe : sonor

A : vesikuler, ronki(-), wheezing (-)

Abdomen :

I : tidak tampak membuncit

Pa : distensi (-), hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri

lepas (-), defans muscular (-), turgor kulit kembali agak lambat

Pe : timpani

Au : BU (+) normal

Ekstremitas : akral dingin, refilling kapiler lambat (RCT > 2

detik)3

Page 4: portofolio dengue shock syndrome

c. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Saat masuk (tanggal 1/10/2013 pukul 10.00) :

Hb : 14,6 gr/dl

Leukosit : 14.090/mm3

Trombosit : 245.000/mm3

Ht : 42%

Terapi

- IVFD RL 220 cc guyur secepatnya

Bila tekanan darah dan nadi membaik, tetesan dilanjutkan 110

tetes/menit mikro selama 4 jam. Setelah itu lanjutkan 80 tetes/menit

mikro

Bila tekanan darah dan nadi tidak membaik, ulangi guyur RL 220 cc

- Paracetamol sirup 3 x cth I (bila demam)

- Awasi keadaan umum dan vital sign

- Cek laboratorium ( Hb, leukosit, Ht, trombosit) per 6 jam

Follow Up

1 Oktober 2013 pukul 10.30 WIB

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Nadi : frekuensi 122 kali/menit, pengisian adekuat

Ekstremitas : RCT baik (< 2 detik)

Kesan : syok teratasi

Sikap :

- IVFD RL 110 cc/jam = 110 tetes/menit mikro selama 4 jam. Setelah itu

dilanjutkan 80 tetes/menit mikro

- Awasi keadaan umum daan vital sign

- Anjurkan banyak minum

- Cek Hb, Ht, trombosit / 6 jam

4

Page 5: portofolio dengue shock syndrome

Hasil Laboratorium pukul 24.00 WIB

Hb : 9,9 gr/dl

Leukosit : 14.900/mm3

Trombosit : 30.000/mm3

Ht : 30%

2 Oktober 2013 pukul 08.00 WIB

S/ Sesak nafas (+)

Demam (+) hari ke 6

mual dan muntah tidak ada

mimisan (-), gusi berdarah (-)

Pasien mulai banyak minum

BAK (+)

BAB warna hitam (-)

O/ Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : sadar

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Frekuensi nadi : 108 x/menit, adekuat

Frekuensi nafas : 64 x/menit

Suhu : 37,2 ˚C

Kulit : sianosis (-)

Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Jantung : irama teratur, bising (-)

Paru : simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis, retraksi (-),

vesikuler , ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, BU(+)

normal

Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik

Hasil Laboratorium pukul 06.00 WIB

Hb : 10,5 gr/dl5

Page 6: portofolio dengue shock syndrome

Leukosit : 16.800/mm3

Trombosit : 16.000/mm3

Ht : 29%

Sikap :

O2 1 liter/menit

Turunkan tetesan infus IVFD RL 50 tetes/menit mikro

Cek Hb, Ht, trombosit / 6 jam

Anjurkan banyak minum

Paracetamol syr 3 x cth 1

Awasi keadaan umum dan vital sign

Diet ML

Hasil Laboratorium pukul 12.00 WIB

Hb : 10,9 gr/dl

Leukosit : 18.600/mm3

Trombosit : 41.000/mm3

Ht : 31%

3 Oktober 2013 pukul 08.00 WIB

S/ Demam (-)

Sesak nafas berkurang

mual dan muntah tidak ada

pasien banyak minum

BAK (+), BAB biasa

Keluarga pasien menolak dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan

laboratorium

O/ Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : sadar

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Frekuensi nadi : 100 x/menit, adekuat6

Page 7: portofolio dengue shock syndrome

Frekuensi nafas : 40 x/menit

Suhu : 37 ˚C

Kulit : sianosis (-)

Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Jantung : irama teratur, bising (-)

Paru : retraksi (-), vesikuler , ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, BU(+)

normal

Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik

Kesan : Perbaikan

Sikap :

Turunkan tetesan infus IVFD RL 30 tetes/menit mikro

Cek Hb, Ht, trombosit / 6 jam

Anjurkan banyak minum

Paracetamol syr 3 x cth 1 (bila demam)

Awasi keadaan umum dan vital sign

4 Oktober 2013 pukul 08.00 WIB

S/ Demam (-)

Sesak nafas (-)

mual dan muntah tidak ada

pasien banyak minum

BAK (+), BAB biasa

O/ Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : sadar

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Frekuensi nadi : 96 x/menit, adekuat

Frekuensi nafas : 28 x/menit

Suhu : 36,6 ˚C

Kulit : sianosis (-)

Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)7

Page 8: portofolio dengue shock syndrome

Jantung : irama teratur, bising (-)

Paru : retraksi (-), vesikuler , ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, BU(+)

normal

Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik

Kesan : Perbaikan

Sikap :

Pasien boleh pulang

Daftar Pustaka :

1. Behrman, Kliegman, Arvin. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Nelson

Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC. 2000.

2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Demam Berdarah Dengue. Dalam :

Pedoman Pelayanan Medis Jilid I. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

2010.hal 141-49.

3. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, dkk. Demam Berdarah Dengue.

Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FK UI.

2000.hal 419-27.

4. Rampengan, TH. Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue.

Dalam : Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak Edisi 2. Jakarta: Penerbitan

Buku Kedokteran EGC. 2008.hal 128-47.

5. Hadinegoro S, dkk. Tatalaksana Demam Dengue / Demam Berdarah

Dengue. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1999

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif

8

Page 9: portofolio dengue shock syndrome

Dari anamnesis didapatkan keluhan demam sejak 5 hari sebelum masuk

rumah sakit, demam tinggi, naik turun, tidak menggigil, tidak berkeringat, dan

tidak disertai kejang. Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keadaan umum

pasien terlihat menurun, pasien tampak lemah dan terlihat mengantuk. Nafsu

makan pasien menurun sejak sakit dan pasien sulit disuruh minum dalam

jumlah banyak. Buang air kecil terakhir 6 jam yang lalu, jumlah sedikit dan

warna pekat, buang air besar biasa. Tidak ada muntah, sesak nafas dan nyeri

ulu hati. Keluhan gusi berdarah, mimisan, dan buang air besar warna

kehitaman disangkal. Pasien sudah berobat ke puskesmas Bawan dan diberi

obat paracetamol sirup. Demam turun hanya setelah minum obat. Karena

demam masih turun naik dan kondisi pasien terlihat semakin lemah, pasien di

rujuk ke RSUD Lubuk Basung

2. Objektif

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak lemah,

kesadaran apatis, frekuensi nadi 130 kali/menit, nadi teraba cepat dan halus,

frekuensi nafas 40 kali/menit, dan suhu 36,3 ˚C. Kulit teraba dingin, tidak

sianosis dan tidak pucat, dan ditemukan ptekie pada lengan dan tungkai

pasien. Pada mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Pada

pemeriksaan paru didapatkan suara nafas vesikuler dan tidak ditemukan

ronkhi dan wheezing. Pada abdomen didapatkan supel, hepar dan lien tidak

teraba. Pada ekstremitas didapatkan akral dingin dan refilling kapiler lebih

dari 2 detik.

Dari pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium darah saat pasien masuk

menunjukkan kesan dalam batas normal (Hb: 14,6 gr/dl,

Leukosit:14.090/mm3, Trombosit: 245.000/mm3 , Ht: 42%

3. Assessment

Definisi9

Page 10: portofolio dengue shock syndrome

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu manifestasi

simptomatik dari infeksi virus dengue yang ditandai dengan demam tinggi 2-7

hari, hepatomegali, gangguan hemostatik dan kebocoran plasma (plasma

leakage). Biasanya DBD diawali dengan peningkatan mendadak suhu tubuh

diikuti dengan kemerahan pada wajah dan gejala-gejala lain yang menyerupai

demam dengue, seperti anoreksi, muntah, sakit kepala dan nyeri otot.

Epidemiologi

Kejadian luar biasa pertama penyakit DBD di Asia ditemukan di Manila

pada tahun 1954 dan dilaporkan oleh Quintas. Tahun 1958 terjadi kejadian luar

biasa penyakit DBD ”Thai” yang ditemukan di Bangkok-Thonburi dan sekitarnya.

Di Indonesia, DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968,

tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta kasus

pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut-turut dilaporkan di

Bandung (1972) dan Yogyakarta (1972). Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan

pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi

Utara dan Bali (1973). Pada tahun 1993, DBD telah menyebar ke seluruh propinsi

di Indonesia.

Etiologi

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3

dan DEN 4 yang merupakan anggota dari Flaviviridae dan termasuk dalam group

B Arthropod borne virus (arbovirus). Keempat tipe virus tersebut telah banyak

ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta.

Virus yang paling banyak berkembang di masyarakat adalah tipe 1 dan 3. Setiap

tipe bisa menimbulkan gejala dan yang paling berat adalah tipe 3.

Virus dengue ditularkan oleh nyamuk dari famili Stegomyia. Vektor

utamanya adalah nyamuk Aedes aegypti yang menggigit pada siang hari. Keempat

tipe virus telah ditemukan pada nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi secara

alamiah. Virus dengue ditemukan pula pada nyamuk Aedes albopictus dan Aedes

scuttelaris di Pasifik. Spesies ini berkembang biak dalam air yang terperangkap

oleh tumbuh-tumbuhan. Aedes albopictus juga sering berkembang biak dalam

potongan rumpun bambu.

10

Page 11: portofolio dengue shock syndrome

Patogenesis

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes

aegypti dan Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ hepar, nodus

limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar

pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel

monosit perifer.

Sampai sekarang, patogenesis DBD masih belum diketahui dengan jelas

dan banyak teori dikemukakan oleh para peneliti.

Teori Antigen Antibodi

Virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan

antibodi, membentuk virus-antibodi kompleks (kompleks imun) yang akan

mengaktivasi komplemen, aktivasi ini akan menghasilkan anafilaktoksin C3A dan

C5A yang merupakan mediator yang mempunyai efek farmakologis cepat dan

pendek. Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan

kebocoran plasma (hipovolemik syok) dan perdarahan.

Teori Imunopatologi

Bahwa sesudah mendapat infeksi virus dengue dari salah satu serotipe

maka akan terjadi kekebalan terhadap virus tersebut seumur hidup, tetapi tidak

melindungi terhadap serotip virus dengue lain. Teori ini berkembang menjadi

Teori Infeksi Sekunder sebagai akibat masuknya virus ”heterologus” yang

berikutnya. Kalau seseorang mendapat infeksi primer dengan satu jenis virus

kemudian lain kali mendapat infeksi sekunder dengan jenis virus lain, maka risiko

besar akan terjadi risiko berat.

Teori Infection Enhancing Antibody

Apabila dalam tubuh hospes ditemukan antibodi yang spesifik untuk satu

jenis virus maka antibodi itu dapat mencegah penyakit tersebut, tetapi bila dalam 11

Page 12: portofolio dengue shock syndrome

orang tersebut terdapat antibodi yang tidak dapat menetralisir virus justru keadaan

ini akan sangat berbahaya. Russel mendapat kedua tipe antibodi tersebut, yaitu

pertama adalah antibodi yang dapat menetralisasi virus secara spesifik, sedangkan

yang kedua adalah antibodi nonnetralisasi yang dapat memacu replikasi virus.

Teori Infection Enhancing Antibody berdasarkan pada peran sel fagosit

mononuklear merangsang terbentuknya antibodi nonnetralisasi. Antigen dengue

lebih banyak didapat pada sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada

kejadian ini, antibodi nonnetralisasi berupaya melekat pada sekeliling permukaan

sel makrofag yang beredar dan tidak melekat pada sel makrofag yang menetap di

jaringan.

Makrofag yang dilekati antibodi nonnetralisasi, akan memiliki sifat

opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag yang

terinfeksi akan menjadi aktif dan akan melepaskan sitokin yang memiliki sifat

vasoaktif atau prokoagulasi diantaranya IL-1, IL-6, TNF-α dan Platelet Activating

Factor (PAF). Bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel endotel

dinding pembuluh darah dan sistem hemostatik yang akan mengakibatkan

kebocoran plasma dan perdarahan.

Teori Mediator

Teori ini didasarkan pada beberapa hal:

1. Suatu kelanjutan dari teori enhancing, bahwa makrofag yang terinfeksi virus

mengeluarkan mediator atau sitokin. Fungsi dan mekanisme kerja sitokin

adalah sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh

rangsangan zat infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi

dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesifik dan

sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur. Sitokin

diproduksi oleh banyak sel terutama makrofag mononuklear dimana dalam

keadaan normal sitokin tidak terbentuk sehingga tidak dijumpai dalam plasma.

2. Kejadian masa krisis pada DBD selama 48-72 jam, berlangsung sangat

pendek. Kemudian disusul masa penyembuhan yang cepat dan tidak ada gejala

sisa. Kejadian tersebut menimbulkan pemikiran bahwa yang dapat berprilaku

seperti itu adalah mediator. 12

Page 13: portofolio dengue shock syndrome

3. Dari kalangan ahli syok bakterial, mengambil perbandingan bahwa pada syok

septik banyak berhubungan dengan mediator.

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis utama pada DBD adalah demam dan manifestasi

perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji torniquet.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan

membedakan DBD dari Demam Dengue (DD) adalah peningkatan permeabilitas

dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia dan

diatesis hemoragik.

Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda kegagalan peredaran darah,

kulit terasa lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan

halus. Anak tampak lesu, gelisah dan secara cepat masuk ke dalam fase syok.

Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Fabie

(1966) mengemukakan bahwa nyeri perut hebat seringkali mendahului perdarahan

gastrointestinal. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai

prognosis buruk. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang dan

tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Selanjutnya,

pasien dapat mengalami syok berat (profound shock), tekanan darah tidak dapat

diukur dan nadi tidak dapat diraba. Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan

menimbulkan komplikasi asidosis metabolik, hipoksia dan perdarahan

gastrointestinal hebat dengan prognosis buruk.

Untuk menegakkan diagnosis klinik DBD, WHO (1986) menentukan

beberapa patokan gejala klinik dan laboratorium yaitu :

1. Demam tinggi, mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.

2. Manifestasi perdarahan

a.Uji torniquet positif

b. Perdarahan spontan berbentuk petekie, ekimosis, atau purpura,

perdarahan gusi, hematemesis dan melena.

3. Hepatomegali

4. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg), atau nadi

tak teraba, kulit dingin dan anak gelisah.

13

Page 14: portofolio dengue shock syndrome

Laboratorium

1. Trombositopeni (<100.000 sel/ml)

2. Hemokonsentrasi (kenaikan Ht 20% dibandingkan fase konvalessen)

Pembagian derajat DBD menurut WHO (1986), yaitu :

1. Derajat 1

Demam dan uji tourniquet positif.

2. Derajat 2

Demam dan perdarahan spontan, pada umumnya di kulit dan atau

perdarahan lainnya.

3. Derajat 3

Demam, perdarahan spontan, dengan atau tanpa hepatomegali dan

ditemukan gejala kegagalan sirkulasi; meliputi nadi yang cepat dan lemah,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, ekstremitas

dingin dan anak gelisah.

4. Derajat 4

Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Diagnosis Serologis

1. Uji Hambatan Hemaglutinasi

Pada umumnya, penyakit yang disebabkan virus dapat dikonfirmasikan dengan

pemeriksaan uji hambatan hemaglutinasi (HI test).

2. Uji Elisa Antidengue IgM dan IgG

Uji ini dapat mengukur titer antibodi IgM terhadap virus dengue. IgM

antidengue timbul pada infeksi primer maupun sekunder dan adanya antibodi

ini menunjukkan adanya infeksi dengue.

3. Tes Dengue Blot

Penatalaksanaan

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis.

Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran

plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bila diperlukan. Cairan

intravena diperlukan apabila anak terus menerus muntah, tidak mau minum,

14

Page 15: portofolio dengue shock syndrome

demam tinggi sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan

terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok.

Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah

pemantauan terhadap klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan

terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak

demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan

cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada

kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai

apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap

kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun

asites yang masif juga diperlukan.

Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada

trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang

cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluran

cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol

serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin

ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko

terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas (lambung/duodenum).

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan pada

penatalaksanaan demam berdarah dengue. Pertama adalah jenis cairan dan kedua

adalah jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi

cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada

dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid

dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada

terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat

dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam

penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman

dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan

memiliki efek alergi yang minimal.

Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan

efektif. Kristaloid memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh

darah. Pemberian larutan Ringer Laktat secara bolus (20 ml/kgBB) akan 15

Page 16: portofolio dengue shock syndrome

menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat

sebelum didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular)

dengan perbandingan 1:3 sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu

jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke

dalam ruang interstisial. Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa

keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga

terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan

dalam temperatur ruang dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.

Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki keunggulan yaitu

pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma

(intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang

intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi

jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan

yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis,

koagulopati dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti

memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh hetastarch).

Penelitian cairan koloid dibandingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue

(DSS) pada pasien anak dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam

pertama renjatan memberikan hasil sebanding pada kedua jenis cairan.

Pemantauan kadar hematokrit

Pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk menilai apakah

hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang

diberikan sudah cukup atau masih perlu ditambah. Pemberian cairan harus tetap

diberikan walaupun tanda vital sudah membaik dan kadar hematokrit turun.

Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam dan kemudian

disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.

Pada kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun kondisi

hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu

dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya perdarahan internal.

Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun. Jumlah

urin 12 ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi 16

Page 17: portofolio dengue shock syndrome

membaik. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam sejak

syok teratasi.

Koreksi gangguan metabolik dan asidosis

Pada kasus yang berat, hiponatremia dan asidosis metabolik sering

dijumpai, oleh karena itu kadar elektrolit dan gas dalam darah sebaiknya diperiksa

secara teratur terutama pada kasus dengan renjatan berulang. Kadar kalium dalam

serum kasus yang berat biasanya rendah, terutama pada kasus yang memperoleh

plasma dan darah yang culup banyak. Kadang-kadang terjadi hipoglikemia.

Transfusi darah dan trombosit

Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan

melena diindikasikan untuk memperoleh transfusi darah. Darah segar sangat

berguna untuk mengganti volume massa sel darah merah agar menjadi normal.

Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien dengan perdarahan yang berat

seperti muntah darah, mimisan yang terus menerus atau perdarahan dari saluran

cerna bawah berupa BAB dengan darah segar. Jumlah trombosit yang rendah

bahkan sampai dibawah 20.000 tanpa pendarahan yang signifikan bukan

merupakan indikasi untuk diberikan trombosit sehingga kadar trombosit yang

rendah saja tidak memerlukan transfusi trombosit.

Kriteria memulangkan pasien

Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa

antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan klinis, hematokrit stabil

selama 3 hari setelah syok teratasi, jumlah trombosit > 50.000/ul dan cenderung

meningkat serta tidak ditemui distres pernafasan (akibat efusi pleura).

Bagan 1. Terapi cairan pasien DHF derajat III dan IV

1. Oksigenasi (berikan O2 2-4 l/menit)2. Penggantian volume plasma segera

Ringer Laktat/NaCl 0,9 % 20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

17

DBD derajat III dan IV

Page 18: portofolio dengue shock syndrome

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?Pantau tanda vital tiap 1o menitCatat balans cairan selama pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasi

Kesadaran membaik Kesadaran menurunNadi teraba kuat Nadi lembut/tidak terabaTekanan nadi > 20 mmHg Tekanan nadi < 20 mmHgTidak sesak nafas/sianosis Distres pernafasan/sianosisEkstremitas hangat Kulit dingin dan lembabDiuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstremitas dingin

Periksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan Lanjutkan cairan10 ml/kgBB/jam 10 ml/kgBB/jam

Evaluasi ketat Tambahkan koloid/plasmaTanda vital Dekstran/FFPTanda perdarahan 10-20 (max 30) ml/kgBB/jamDiuresisHb, Ht, trombosit Koreksi asidosis

Evaluasi 1 jamStabil dalam 24 jam (Ht < 40 %)

Tetesan 5 ml/kgBB/jamSyok belum teratasi

Tetesan 3 ml/kgBB/jam Syok teratasi Ht turun Ht tetap tinggi/naik

Transfusi darah segar Koloid 20 ml/KgBBInfus stop tidak melebihi 48 jam 10 ml/kgBB diulang sesuaisetelah syok teratasi kebutuhan

4. Plan

Diagnosis : Dengue Shock Syndrome

Pengobatan :

Pada saat masuk, pasien diberikan resusitasi cairan untuk mengatasi

syoknya yaitu dengan IVFD RL 20cc/kgBB/secepatnya = 220 cc guyur.

Dilakukan pemantauan terhadap vital sign terutama tekanan darah dan nadi. Bila

tekanan darah dan nadi tidak membaik maka dilakukan pengulangan guyur cairan 18

Page 19: portofolio dengue shock syndrome

sebanyak 220 cc. Pada pasien didapatkan perbaikan, yaitu frekuensi nadi 120 kali

per menit dengan pengisian adekuat (syok teratasi), maka cairan diturunkan

menjadi 10 cc/kgBB/jam = 110 cc/ jam = 110 tetes/ menit mikro, diberikan

selama 4 jam. Pada pasien juga diberikan paracetamol sirup 3xcth 1 bila demam,

dan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, trombosit serial (per 6 jam).

Pada follow up hari rawatan pertama di bangsal anak, pasien mengeluhkan

demam dan sesak nafas. Untuk itu pasien diberikan oksigen 1 liter/menit dan

dilakukan penurunan tetesan cairan infus RL pasien menjadi 50 tetes/menit mikro.

Untuk keluhan demam pasien diberikan paracetamol sirup 3xcth 1. Pemeriksaan

Hb, Ht, trombosit serial (per 6 jam) tetap dilanjutkan.

Pada follow up hari rawatan kedua di bangsal anak, pasien sudah

menunjukkan perbaikan klinis. Pasien tidak demam dan sesak nafas sudah

berkurang. Pada pasien dilakukan lagi penurunan tetesan cairan infus RL menjadi

30 tetes/menit mikro. Pemeriksaan Hb, Ht, trombosit serial tidak dilakukan karena

keluarga pasien menolak diambil darah.

Pada hari rawatan ketiga, pasien sudah tidak demam, tidak sesak nafas,

nafsu makan baik, pasien banyak minum, buang air kecil banyak, sehingga pasien

diperbolehkan pulang.

Pendidikan :

Kepada keluarga pasien dijelaskan mengenai penyakit ini. Saat ini pasien

membutuhkan perawatan intensif untuk memantau perkembangan pasien sehingga

apabila terjadi perburukan dapat ditanggulangi segera. Pasien saat ini masih

membutuhkan cairan yang banyak, baik melalui infus maupun oral. Selain itu

pada keluarga pasien dijelaskan tentang pentingnya menjaga kesehatan

lingkungan terutama lingkungan rumah agar tidak menjadi sarang nyamuk.

19


Top Related