Transcript

PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM

(Kajian Tafsir Tematik)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi

Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.)

Disusun oleh:

Nurul Mahmudah

NIM. 1115011000012

Disusun Oleh:

Nurul Mahmudah

11150110000126

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019/1440 H

i

ABSTRAK

NAMA: NURUL MAHMUDAH, NIM: 11150110000126, PENDIDIKAN

TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM (KAJIAN TAFSIR TEMATIK)

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan bagaimana pendidikan tauhid

dalam kisah Nabi Ibrahim yang meliputi: pengertian pendidikan tauhid, tujuan

dari pendidikan tauhid, materi pendidikan tauhid, asas pendidikan tauhid yakni al-

Qur’an, hadits, dan akal atau rayu, dan metode dari pendidikan tauhid pada

penelitian in juga menguraikan aspek-aspek tauhid yang terkandung dalam kisah

Nabi Ibrahim yang terdapat dalam al-Qur’an. Jenis penelitian ini adalah penelitian

kualitatif dengan teknik analisis kajian melalui studi kepustakaan (Library

research). Sumber data yang digunakan adalah al-Qur’an beserta terjemahannya

dan beberapa literatur yang berkaitan dengan tema yang kemudian diuraikan

dengan menggunkan metode maudhu’i atau tematik.

Adapun hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: pendidikan tauhid adalah

pemberian bimbingan kepada anak didik agar ia menjadi jiwa tauhid yang kuat

dan mantap dan memiliki tauhid yang baik dan benar. Bimbingan itu dilakukan

tidak hanya dengan lisan dan tulisan tetapi juga dengan sikap, tingkah laku dan

perbuatan. Materi pendidikan tauhid yang terdapat pada ayat-ayat ini adalah

adanya wujud Allah, dzat yang Maha Esa sebagai Tuhan satu-satunya yang

berhak disembah, pembuktian keEsaan Allah melalui perenungan terhadap alam

semesta. Asas pendidikan Tauhid/ Pendidikan islam mempunyai dua sumber

utama dalam pengajarannya, yaitu al-Qur’an dan Hadits, dan akal/Rayu. Tujuan

Pendidikan tauhid dari pendidikan tauhid adalah membentuk manusia yang

berjiwa tauhid, yang mampu mengaplikasikan ajaran tauhid tersebut dalam

kehidpan sehari-hari. metode dari pendidikan tauhid, yaitu: metode perumpamaan,

metode pemberian contoh, metode kisah atau cerita, metode dialog argumentatif,

metode tanya jawab, metode targhib dan tarhib, metode ceramah, metode hiwar

dan metode diskusi. dan penelitian aspek tauhid terhadap kisah Nabi Ibrahim yang

tekandung dalam al-Qur’an, terdapat seluruh aspek tauhid, dari mulai aspek tauhid

uluhiyah, aspek tauhid rububiyah dan aspek tauhid asma wa sifat.

Kata Kunci: Pendidikan Tauhid, Kisah Nabi Ibrahim.

ii

ABSTRACT

NAME: NURUL MAHMUDAH, NIM: 11150110000126, TAUHID

EDUCATION IN THE STORY OF PROPHET IBRAHIM (THEMATIC

INTERPRETATION STUDY)

The purpose of this research is to describe how the education of Tawhid in

the story of Prophet Ibrahim which includes: understanding of the education of

Tauhid, objectives of the education of Tauhid, education materials Tauhid, the

principle of education Tauhid, Qur'anic, Hadith, and Sense or seduct, and the

method of the education of Tauhid in research in also elaborates the aspects of the

Tawhid contained in the story of the Prophet Ibrahim in the Qur'an.This type of

research is qualitative research with analysis techniques through literature study

(Library research). The source of the data used is the Qur'an and its translation

and some literature related to the theme which is then outlined by using the

method Maudhu'i or thematic.

The results of this research are as follows: The education of Tawhid is the

giving of guidance to the students so that he becomes a strong and steady soul of

Tauhid and has good and true Tauhid. That guidance is done not only with verbal

and written but also with attitudes, behaviour and deeds. The educational material

in these verses is the existence of Allah, the Almighty God as the only one who

has the right to be worshipped, proving the Oneness of God through

contemplation of the universe. Basic education of TAUHID/Islamic education

has two main sources in the teaching, namely Qur'an and Hadith, and

reason/Rayu. The aim of education of the education of Tauhid is to form human

beings who are soulful, who can apply the teaching of the Tauhid in daily

Kehidpan. Methods of education Tauhid, namely: The method of parables,

method of giving examples, methods of story or story, methods of argumentative

dialogue, question and answer methods, Al Targheeb and Tarhib methods, lecture

methods, Hiwar methods and discussion methods. and research aspects of the

tauhid aspect of the Prophet Ibrahim in the Qur'an, there are all aspects of Tawhid,

ranging from the aspect of Tauhid Uluhiyah, aspects of Tauhid Karaamah and the

aspect of the Tauhid of Asthma WA properties.

Keywords: Tauhid education, Story of Prophet Ibrahim.

iii

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحمن الرحيم

Alhamdulillah, tiada sanjungan dan pujian yang berhak diucapkan, selain

hanya kepada Allah, Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah

memcurahkan nikmat dan kasih sayang kepada seluruh hamba-Nya untuk

senantiasa mensyukuriny dengan cara melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya

dan menjauhi apa yang dilarang-Nya.

Shalawat dan salam terlimpahkan kepada junjungan kita, kekasih kita, suri

tauladan kita Nabi Muhammad SAW sang penjunjuk jalan, pembawa cahaya

terang, menguluarkan bani Adam dari jalan syirik menuju jalan ketakwaan, serta

kepada keluarga, para sahabat serta segenap pengikutnya yang tetap istiqomah

melaksanakan perintah Allah dan sunnah Rasul-Nya

Skipsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Jurusan Pendidikan Agama

Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa

adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari semua pihak. Untuk itu penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Orang tua tercinta, yaitu: Ibu Rohimah dan Ayahanda Nandang Shobirin

yang telah mendidik putra-putrinya dengan tulus dan ikhlas, memenuhi

kebutuhan moril dan materil, membimbing, memotivasi serta selalu

mendo’akan putra-putrinya, sungguh semua itu merupakan pengorbana

yang tak terhitung dan tak ternilai. Semoga Allah selalu memberi

perlindungan, keridhoan dan keberkahan serta kebahagiaan.

2. Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Abdul Haris, M.Ag. dan selaku Ketua Program Studi dan

dosen pembimbing, Bapak Drs. Rusdi Jamil, M.Ag. Sekretaris Program

iv

Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta periode 2019-2024

4. Bapak Ahmad Irfan Mufid, MA. selaku dosen Penasehat Akademik yang

telah melayani dan memberikan arahan konsutasi perkuliahan kepada

penulis Seluruh dosen Fakutlas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah

memberikan ilmunya, semoga Allah membalas dengan kebaikan yang tak

ternilai

5. Seluruh staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan serta Perpustakaan Fakultas Ushuludin yang telah menyediakan

berbagai referensi dan menunjang untuk penulisan skripsi ini

6. Kakak-kakak penulis yang senatiasa memberikan motivasi dan do’a untuk

kelancaran penulisan skripsi ini

7. Keluarga besar Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Himpunan Qari dan

Qari’ah Mahasiswa (HIQMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan arti cinta dan pengabdian juga sebagai keluarga serta tempat

penulis untuk belajar berbagai ilmu, diluar ilmu yang penulis dapat dikelas

perkuliahan

8. Divisi Syarhil Qur’an HIQMA UIN Syarif Hidayatullah jakarta yang

menjadi tempat penulis belajar keilmuan mengenai syarhil al-Qur’an

9. Divisi Pengembangan Minat dan Bakat (PMB) Masa bakti 2019: Nida

Ulfah Hasanah dan Febri Handayani, dan termasuk Nida Hanifah yang

selalu membersamai penulis dalam suka dan duka juga teman dalam

melalui perjalan kepengurusan di UKM HIQMA UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

10. Teman-teman seperjuangan: Diah Kurniawati, Pipin Widiyati Putri, Fitri

Lestari, Siti Nurjannah, Rizki Tria Amanda, Atik Nuratikah dan Sri ayu

ninggsih yang selalu memotivasi, serta memberikan dukungan, bantuan

dan memberikan indahnya pertemanan

11. Teman- teman seperjuangan PAI D angkatan 2015 telah memotivasi dan

melakukan canda tawa selama proses perkuliahan sehingga memberikan

pengalaman baru bagi penulis.

v

12. Sahabat-sahabat kukang squad: Risallah Fadhillah, Husnul Khatimah,

Bella Nabila, Risma Hikmiati, Risma Handayani dan Syifa Latifah yang

selalu mendoakan, memberi arahan dan nasihat juga menjadi motivator

bagi penulis

13. Seluruh penghuni kosan abu yang telah memberikan dukungan serta

menjadi tempat untuk bercerita keluh kesah, senang ataupun sedih bagi

penulis

14. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu

yang telah ikhlas memberikan bantuan, dukungan, dan hiburan, sehingga

penyusunan tulisan ini dapat diselesaikan tanpa mengalami rintangan yang

banyak dan berarti penulis mengucapkan terimakasih dan semoga Allah

SWT membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan. Aamiin...

Senin, 26 Agustus 2019

Nurul Mahmudah

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR ............................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1

B. Identifikasi Masalah.....................................................................................9

C. Pembatasan Masalah....................................................................................9

D. Rumusan Masalah......................................................................................10

E. Tujuan Masalah..........................................................................................10

F. Manfaat Penelitian.....................................................................................10

BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................................11

A. Acuan Teori................................................................................................11

1. Pendidikan............................................................................................11

2. Tauhid .................................................................................................15

3. Pendidikan Tauhid ..............................................................................16

4. Kisah ...................................................................................................20

B. Hasil Penelitian yang Relevan ..................................................................25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .........................................................27

A. Objek dan waktu penelitian........................................................................27

B. Jenis penelitian...........................................................................................27

C. Sumber Data ..............................................................................................28

D. Metodologi Penelitian ...............................................................................29

E. Teknik Penelitian.......................................................................................30

F. Teknik Penelitian.......................................................................................31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................32

A. Tafsir dan Analisis Pendidikan Kisah Nabi Ibrahim Menyeru ayahnya

dalam Q.S Al-An’Am 74-83......................................................................32

B. Tafsir dan Analisis Pendidikan Kisah Nabi Ibrahim Menghancurkan

Berhala dan dibakar dalam Q.S al-Anbiya: 52-68, Asy-Syu’ara: 69-

102..............................................................................................................55

C. Tafsir dan Analisis pendidikan Wahyu Allah Kepada Nabi Ibrahim untuk

Menyembih Putranya dalam Q.S. Ash-Shaffat: 100-

110..............................................................................................................87

D. Relevansi Tauhid dalam Kisah Nabi Ibrahim dengan Pendidikan Agama

Islam. .........................................................................................................98

BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP .......................................................101

A. Kesimpulan..............................................................................................101

B. Saran .......................................................................................................102

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................103

LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia memiliki potensi atau fitrah untuk mengetahui, mengarahkan

kepada kebaikan dan keburukan. Kebaikan yang bersumber dari agama

Islam yang dapat menunjuki mereka ke jalan keselamatan. Manusia tidak

dapat dikatakan sebagai makhluk yang selalu taat kepada Allah layaknya

malaikat, juga tidak dapat dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang

selalu salah layaknya syaitan, tetapi manusia adalah makhluk yang netral.

Dari sinilah hendaknya manusia bijaksana dalam memilih potensi yang ada

pada dirinya yaitu dengan mengikuti potensi yang menuntun mereka kepada

kebenaran yakni agama.1

Selama manusia mengikuti fitrah yang benar maka ia berjalan pada

jalan yang lurus. Namun terkadang manusia tidak mengetahui jalan yang di

tempuhnya, sehingga akhirnya menyembah pada apa yang ia takuti, yang

dapat berpengaruh untuk dirinya, dan yang dianggap dapat memberi

manfaat serta memberikan madharat untuknya. Munculnya orang-orang

yang mengaku dirinya sakti, manusia berkata merekalah yang sanggup

berhubungan dengan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, merekalah yang

menentukan ibadah dan pemujaan, sehingga fitrah yang benar dan suci itu

telah dikotori oleh manusia itu sendiri.

Allah telah mengutus seorang Rasul pada tiap-tiap umat untuk menyeru

kepada aqidah tauhid dan keimanan. Masih banyak manusia yang hanya

mengikuti hawa nafsunya, yang akhirnya mereka menyimpang dari

ketauhidan menuju pada syirik. Terjadinya penyebaran syirik yang begitu

dahsyat pada saat ini, seperti fenomena yang terjadi di wilayah pantai baru,

Serandakan, Bantul, Yogyakarta, warga setempat menyebutnya dengan

1Syamsu Yusif LN & A. Juntika Nurihsan, Teori Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda

Karya, 2011) hal. 213

2

istilah sedekah laut. Warga setempat telah melakukan kegiatan ini hampir

21 tahun, tapi menurut pengakuan warga setempat, mereka tidak

mengetahui tujuan dari kegiatan sedekah laut yang mereka lakukan.2 Selain

itu ada pula fenomena ajaran sesat yaitu penyembah matahari, ajaran ini

dilakukan oleh seorang bernama Misnadi Abdullah yang mengajak umat

muslim untuk menyembah matahari. Fenomena ini terjadi di desa

krobungan, kecamata krucil, kabupaten probolinggo.3

Demikianlah fenomena sejarah umat manusia sampai saat ini,

penyebaran syirik yang sangat dahsyat melanda kaum muslimin, sedikit

sekali diantara mereka yang mengerti tentang tauhid dan bersih dari syirik.

Namun semua ini tidak akan terjadi jika manusia memahami ajaran tiada

Tuhan selain Allah, yang akan membebaskan manusia dari beribadah

kepada sesama makhluk, menjadi ibadah hanya kepada Allah semata.

Manusia tidak akan berserikat satu dengan yang lainnya, manusia tidak akan

berselisih antara kelompok satu dengan kelompok lainnya tentang

kebenaran haq, terbebas dari belenggu perbudakan sesama manusia.

Sisi lain, manusia akan terbebas rasa lebih tinggi dari manusia lainnya.

Tumbuh kesadaran bahwa ia sama dengan manusia lainnya, sesama

manusia tidak ada yang terkuat dan terlemah semua makhluk adalah hamba

Allah. Maka itulah yang dinamakan dengan Tauhid, yaitu menyatukan

kepercayaan, tidak terpecah belah kepada yang lainnya. Tauhid inilah yang

merupakan ruh dan cahaya sebagai pedoman yang hakiki bagi umat

manusia. Tauhid menerangi jalan kepada mereka yang mengikuti ajaran

dengan benar, mengeluarkan mereka dari gelapnya kesyirikan kepada

cahaya iman.

Tauhid terbagi menjadi tiga macam yaitu: pertama, tauhid Rubbubiyah

yang artinya mengesakan Allah dalam hal penciptaan, kepemilikan dan

2Sedekah Laut, Tradisi atau Musyrik?, 2018, (Apa Kabar Indonesia Pagi, TVOne), diakses

pada tangggal 28 Maret 2019 jam 10:22 WIB 3Ajaran sesat, 2017, (Reportase, jawa timur), diakses pada tanggal 02 April 2019 jam 11:22

WIB

3

kepengurusan.4 Kedua, Tauhid Uluhiyah, yang sering kali juga disebut

dengan tauhid ibadah, yaitu pengesaan Allah dalam ibadah, yang berhak

diibadahi hanya Allah. Ketiga, Tauhid Asma’ Wa sifat arinya pengesaaan

Allah Azza wa Jalla dengan Asma dan sifat yang dimiliki-Nya, hal ini

mencakup dua hal, yaitu: penetapan artinya kita harus menetapkan seluruh

asma dan sifat bagi Allah, sebagaimana yang Dia tetapkan bagi diri-Nya

dalam kitab-Nya. Dan penafian pemisalan bahwa kita tidak menjadikan

sesuatu yang semisal dengan Allah dalam Asma dan Sifat-Nya.5

Tauhid memegang peran penting dalam kehidupan manusia, dengan

tauhid manusia akan mengerti dan memahami tujuan dari hidup mereka.

Marilah kita perhatikan, pada zaman yang modern seperti sekarang ini

manusia tidak jelas arah dan tujuan untuk apa ia hidup. Manusia bekerja

banting tulang siang malam mencari apa yang mereka anggap dapat

memuaskan bagi keinginan hawa nafsunya yang tak kunjung puas dengan

apa yang mereka usahakan.

Tauhid ini menjadi sesuatu yang langka yang saat ini tak mudah untuk

didapatkan pada kehidupan masyarakat, tak mudah untuk menemui hal itu,

meskipun mereka mengaku sebagai seorang musliminin, maka perlu untuk

membangkitkan kembali semangat tauhid, mengkaji kembali makna tauhid

yang sesungguhnya, yang kemudian diinterpretasikan pada kehidupan

sehari-hari. Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari ilmu agama yang

benar, dengan mendidik anak sebaik mungkin melalui pendidikan, baik

pendidikan itu yang dilakukan di keluarga oleh orang tua, di sekolah oleh

guru, dan di masyarakat oleh masyarakat itu sendiri,

Pendidikan agama sangat penting bagi manusia, dimana pendidikan

khususnya pendidikan islam diartikan sebagai “usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

4Dawaris Abu Ubaidah, Pandangan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jamaah (Jakarta: Gema Insani

Press, 2002), hal.88

5Syaikh Muhammad Al-Utsmaimin, Syarah Kitab Tauhid (Bekasi: Darul Fallah, 2014), hal.

21-26

4

memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat bangsa dan negara.6

Pendidikan agama yang salah satunya terdiri dari tauhid, fiqih dan

akhlak. Semuanya ini haruslah ditanamkan sejak dini, manusia juga

senantiasa membutuhkan bimbingan agar kebutuhannnya terpenuhi dari

mulai kebutuhan jasmani, seperti makan, minum, pakaian dan sebagainya.

Kebutuhan rohani juga tidak kalah pentingnya seperti keilmuaan dunia

maupun akhirat, pengetahuan akan nilai-nilai kemasyarakatan dan

sebagainya. Di sinilah peran pendidikan agama yang harus dapat

membimbing, menuntun dan memenuhi kebutuhan manusia. Pendidikan

tauhid seharusnya diajarkan di lingkungan keluarga masing masing oleh

orang tua, lingkungan sekolah oleh ibu atau bapak guru, lingkungan

masyarakat oleh masyarakat sekitar. Pendidikan tauhid disini sama-sama

bertujuan menanamkan nilai pendidikan agama kepada anak difokuskan

menjadi perilaku sehari-hari dalam kehidupan.

Pada pendidikan yang terjadi disekolah dimana pengajaran yang

dilakukan oleh guru terhadap peserta didik hendaklah dilakukan dengan

memperhatikan komponen- komponen yang harus ada, benar, tepat dan

harus berkesinambungan. Komponen tersebut ialah materi pembelajaran,

pokok bahasan, metode dan pendekatan pengajaran, media pengajaran,

sumber belajar, pengorganisasian kelas dan penilaian.7

Komponen yang ada haruslah diterapkan oleh guru secara baik, benar

dan juga tepat, karena apabila dari salah satu komponen ini tidak berjalan

dengan baik maka akan mempengaruhi pada kompoenen yang lain.

Misalnya jika meteri yang disampaikan benar namun tidak menggunakan

metode yang benar, maka akan menghambat tercapainya tujuan pendidikan

yang diharapkan. Begitu pun dengan materi yang salah, meskipun metode

6Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) (Jakarata: Sinargrafika, 2008), hal.

3.

7Suyono & Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013),

hal. 17.

5

yang disampaikan benar tetapi tujuan dari pengajaran menjadi tidak

tersampaikan, Begitupun dengan penelitian ini yang terfokus pada

pendidikan tauhid, jika seorang guru menyampaikan materi pendidikan

tauhid yang salah, akan sangat berpengaruh pada tujuan dari pendidikan

tauhid itu sendiri.

Tujuan dari pendidikan menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Lebih

khusus tujuan dari pendidikan islam atau pendidikan tauhid adalah

menanamkan taqwa dan akhlak dan serta menegakan kebenaran dalam

rangka membentuk manusia yang berpribadi, berbudi luhur menurut ajaran

Islam. Tujuan dari pendidikan Islam atau pendidikan tauhid ini tidak akan

tersampaikan kepada siswa apabila materi yang diajarkan salah, bahkan

bertentangan dengan tauhid.

Di antara komponen yang lainnya adalah guru, guru yang baik adalah

guru yang memiliki empat kompetensi dasar, yaitu: kompetensi paedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi peofesional.

Guru harus menguasai materi pendidikan dengan benar, jika materi yang

disampaikan salah, akan sangat berpengaruh besar terhadap tujuan dari

pendidikan. Pada penelitian yang terfokus pada pendidikan tauhid ini,

menjadi sangat penting dikarenakan hal ini berkaitang erat dengan aqidah

peserta didik jika materi pendidikan tauhid yang disampaikan salah, maka

akan berpengarauh terhadap aqidah peserta didik.

Belakangan ini muncul kasus di sekolah yaitu gurunya mengajarkan

materi yang salah yakni mengajarakan agar tidak percaya dengan hadits dan

tidak mewajibkan shalat lima waktu, jelas ini merupakan ajaran yang

menyimpang. Hal ini terjadi di Sekolah Bela Allah yang ada di Mataram.

MUI NTB pun angkat bicara bahwa hal demkian adalah sudah jelas sesat.

6

Demikianlah fenomena kesyirikan yang tersebar melalui kegiatan

pendidikan,8 selanjutnya pondok pesantren yang bernama Nurul Ulum

terletak di Rt. 16 kelurahan sumber rejo sejahtera, kabupaten bandar

lampung, ditutup oleh pemerintah kota bandar lampung karena

menagajarakan aliran sesat, pimpinan pondok pesantren yang mengaku

Nabi terakhir setelah Nabi Muhammad SAW, dan melegalkan para santri

berhubungan intim dengan pimpinan pondok pesantren.9

Menyebarnya kesyirikan yang terjadi di masyarakat, salah satu jalannya

ialah dengan jalan pendidikan, maka dari itu seorang pendidik wajiblah

berhati-hati dengan apa yang ia sampaikan, disamping memperhatikan

komponen yang haruslah tepat digunakan dalam pengajarannya, dan juga

harus selektif dalam menyampaikan materi yang ia sampaikan.

Tetapi terkadang orang-orang di lingkungan rumah maupun masyarakat

tidak mendukung pembentukan nilai-nilai pendidikan agama Islam. Hal ini

juga dipengaruhi dengan masuknya budaya luar dan teknologi yang semakin

canggih, terbukti dengan perkembangan budaya barat dan peradaban

jahiliyah yang tidak lagi memperhatikan nilai moral dan agama. Maraknya

penyalahgunaan akun media sosial, yang seharusnya menjadi salah satu

sarana untuk berkomunikasi sekarang malah digunakan untuk saling

menghina, menebara kejahatan, kebencian tanyangan yang tak senonoh

dimunculkan dan banyak lagi yang semisalnya, maka dari itu keluarga

sebagai salah satu sumber pembelajaran seorang anak, sudah semestinya

menjadi pusat pembentukan tauhid melalui al-Qur’an. Lingkungan keluarga

merupakan lingkungan yang sentral dan menjadi lingkungan yang pertama

dikenal oleh seseorang anak.

8Hans Bahanan, Liputatan 6, Wanita Pendiri Sekolah Bela Allah Dinilai Ajarkan Aliran sesat,

(https://m.liputan6.com/regional/read/2841420/wanita-pendiri-sekolah-bela-Allah-dinilai-ajarkan-

aliran-sesat), diakses pada tanggal 6 april 2019.

9Ajarkan Aliran sesat Pondok Pesantren Darul Ulum Ditutup, 2015, (Metro Tv News), diakses

pada tangggal 28 Maret 2019 jam 10:22 WIB

7

Dalam al-Qur’an begitu banyak memuat aspek kehidupan manusia

yang berisi berbagai macam ilmu pengetahuan. Tidak ada rujukan yang

begitu tinggi derajatnya dibandingkan dengan al-Qur’an yang hikmahnya

meliputi seluruh alam dan isinya baik yang tersirat maupun tersurat tidak

akan pernah habis digali dan dipelajari. Sebagai pedoman umat manusia al-

Qur’an banyak menyoroti mengenai masalah ketuhan (tauhid), kepatuhan

dan loyalitas kita sebagai hamba Allah untuk senantiasa mengabdi kepada-

Nya sesuai dengan tujuan yang telah Allah firmankan dalam kitab al-

Qur’an.

Telah diyakini bahwa al-Qur’an berisi petunjuk bagi manusia. Ajaran

ajarannya disampaikan secara variatif serta dikemas sedemikian rupa. Ada

yang berupa informasi, perintah, larangan dan ada yang dimodifikasi dalam

bentuk kisah-kisah yang mengandung ibrah, yang dikenal dengan kisah-

kisah al-Qur’an yang merupakan kisah yang terbaik. Menurut Misri A

Muchsin bahwa Islam menaruh perhatian yang besar terhadap sejarah. “Al-

Qur’an yang merupakan sumber inspirasi, pedoman hidup dan sumber tata

nilai bagi umat Islam. Sekitar dua pertiga dari keseluruhan ayat al-Qur’an

yang terdiri atas 6660 ayat lebih itu, memiliki nilai-nilai atau norma

sejarah.”10

Al-Qur’an datang membawa kisah-kisah yang berguna bagi pembinaan

rohani manusia. Ia diungkapkan dengan susunan bahasa dan kata-kata yang

indah, lebih dari itu al-Qur’an mengandung arti yang sangat dalam dan

sempurna. Dan telah menerangkan betapa pentingnya cerita atau kisah bagi

pendidikan, salah satunya adalah pendidikan tauhid. Sebuah cerita atau

kisah-kisah mengandung unsur hiburan dan manusia membutuhkan hiburan

untuk meringankan kehidupan sehari-hari, selain itu dalam cerita atau kisah

juga terdapat unsur tertentu yang dapat menjadi model dan teladan bagi

pembentukan watak seseorang.

10Misri A. Muchsin, Filsafat Sejarah dalam Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Press, 2002). Cet.1

h.23

8

Di dalam al-Qur’an itu sendiri terdapat kisah-kisah umat terdahulu salah

satu yang dapat diambil ibrah yakni kisah dari bapak tauhid kita Nabi

Ibrahim as yang merupakan salah satu dan rasul yang mendapat amanah dan

mengemban rislah Allah tersebut, metode yang dipakai Nabi Ibrahim adalah

upaya untuk memurnikan akidah umat manusia pada zamannya yang

diabadikan dalam al-Qur’an yang sekaligus dijadikan simbol kepada umat

manusia yang hidup pada zaman saat ini yaitu dalam al-Qur’an surah Al-

An’am ayat 74 – 83 dimana Nabi Ibrahim mengajarkan khususnya kepada

ayahnya yang dalam al-Qur’an bernama azar, dan umumnya kepada

kaumnya, tentang kesesatan menyembah berhala.

Menurut tafsir al-Misbah kandungan singkat surat Al-an’am ayat 72-

83 merupakan ayat ayat yang menuntun Nabi Muhammad saw. dan umat

Islam bagaimana bersikap terhadap orang-orang musyrik yang

mempersekutukan Allah SWT seperti dicontohkan pengalaman Nabi

Ibrahim as. ketika menghadapi persoalan yang sama agar dapat diteladani.11

Dalam surah yang lainnya ialah Q.S. Ash-Shaffat ayat 100-110 dimana

dijelaskan mengenai sifat anaknya yang mempunyai sifat yang sabar, teguh

pada pendirian dan taqwa yang dapat dijadikan contoh, terutama untuk

mendidik anak menjadi anak yang sholeh.

Nabi Ibrahim berhasil mendidik anak menjadi anak yang patuh, tunduk,

sholeh, sabar bukan hanya pada dirinya sendiri melainkan kepada Allah.

Anaknya yaitu Ismail rela menyerahkan nyawanya sekalipun untuk

mematuhi perintah Allah melalui mimpi Ayahnya. Dalam al-Qur’an

dijelaskan pula terdapat dua orang Nabi yang dapat dijadikan suri teladan

yang pertama yaitu Nabi Muhammad dan yang kedua yakni Nabi Ibrahim.

Seperti firman Allah yang berbunyi:

ه ع م ن ي لذي وا م ي هي را إيب في ة ن س ح وة س أ م ك ل ت ن ا د ك ق

11M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an vo. 4, (Jakarta:

Lentera Hati, 2001), hal. 154

9

“Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim

dan orang-orang yang bersama dengan Dia” (QS. Al-Mumtahanah

[60]: 4)

Masih banyak sekali ayat yang mengisahkan tentang kisah Nabi

Ibrahim, tak hanya kedua ayat yang telah disebutkan diatas yang

mempunyai banyak pembelajaran atau pesan yang dapat kita ambil untuk

dijadikan contoh dan teladan bagi kehidupan kita sehari-hari dalam

memberikan pembelajaran dan pendidikan kepada anak sejak dini.

Oleh karena itu, skripsi ini akan mengkaji, menganalisis dan

mempelajari kembali kisah Nabi Ibrahim yang terdapat dalam al-Qur’an

mengenai pembelajaran dan pendidikan yang ditanamkan kepada anaknya

dengan benar dan tepat. Maka, pembahasan pokok pada skripsi ini yaitu

mengenai pendidikan tauhid dalam kisah Nabi Ibrahim dengan mengangkat

judul “Pendidikan Tauhid Dalam Kisah Nabi Ibrahim (Kajian Tafsir

Tematik).”

B. Identifikasi Masalah

1. Banyak terjadinya fenomena kesyirikan yang dipengaruhi oleh

lingkungan pendidikan anak.

2. Urgensi atau pentingnya pendidikan tauhid bagi kehidupan manusia

3. Perlunya penguatan komponen pembelajaran terhadap pendidikan

tauhid yang diberikan kepada anak

4. Faktor penghambat dan pendukung penanaman pendidikan nilai tauhid

kepada anak

C. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan penelitian ini lebih terarah dan tidak melebar jauh

dari ruang lingkup penelitian, maka penulis membatasi masalah pada:

10

Perlunya penguatan komponen pembelajaran terhadap pendidikan

tauhid yang diberikan kepada anak berdasarkan Kisah Nabi Ibrahim (Kajian

Tafsir Tematik).

D. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pendidikan tauhid yang terkandung dalam kisah Nabi

Ibrahim yang terdapat dalam al-Qur’an

2. Bagaimanakah relevansi tauhid dalam kisah Nabi Ibrahim dengan

Pendidikan Agama Islam.

E. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui pendidikan tauhid yang yang terkandung dalam kisah

Nabi Ibrahim yang terdapat dalam al-Qur’an

2. Untuk mengetahui relevansi tauhid dalam kisah Nabi Ibrahim dengan

Pendidikan Agama Islam

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu:

1. Memberikan khazanah pemikiran atau wawasan bagi ilmu pendidikan

Islam pada umumnya dan terutama mengenai Pendidikan tauhid yang

terkandung dalam kisah nabi Ibrahim yang terdapat dalam al-Qur’an

2. Bagi pendidik khususnya guru dapat mencontoh bagaiman cara

mendidik yang baik yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim.

3. Bagi orang tua sebagai bekal pengetahuan untuk menerapkan nilai-nilai

tauhid pada anak sejak dini sebagaimana yang telah dicontohkan oleh

Nabi Ibrahim

4. Bagi peneliti sebagai bahan intropeksi diri, bahwasanya memberikan

pendidikan kepada anak merupakan kewajiban bagi umat Islam

11

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Acuan Teori

1. Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi

kehidupan manusia, dengan pendidikan manusia dapat maju dan

berkembang dengan baik, melahirkan kebudayaan dan peradaban

yang positif yang akan membawa kepada kebahagiaan dan

kesejahteraan bagi hidup mereka, hal ini menyebabkan semakin

tinggi pendidikan seseorang, maka semakin tinggi peradaban dan

kebudayannya.

Dalam kamus al-Munawwir “kata pendidikan berasal dari kata

Rabba-yurabbi-tarbiyatan, yang berarti mendidik, mengasuh dan

memelihara”.1 Menurut Muhibin Syah, “kata pendidikan berasal

dari kata didik, atau mendidik, yang secara harfiah berarti

memelihara dan memberi dan memberi latihan”.2

Dalam bahasa Arab, “Pendidikan juga sering diartikan dari kata

‘Allama, dan Adaba. Kata ‘Allama, berarti mengajar

(menyampaikan pengetahuan), memberitahu, mendidik. Sedang

kata adaba, lebih menekankan pada melatih, memperbaiki,

menyempurnakan akhlak (Sopan santun) dan berbudi baik”.3

Namun kedua kata tersebut jarang digunakan untuk diterapkan

sebagai wakil dari kata pendidikan, sebab pendidikan itu harus

mencakup keseluruhan, baik asfek intelektual, moralitas, atau

psikomotorik dan afektif.

1Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawir, (Yogyaarta: PP. Al-Munawwir, 1989), hal,

504 2Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2003) cet-8, hal. 32

3Ahmad Warson Munawwir, Op.cit, hal, 462-1526.

12

Dengan demikian ada tiga istilah pendidikan dalam konteks

islam yang digunakan untuk mewakili kata pendidikan, yaitu

tarbiyah, ta’lim dan ta’dib dalam kaitan dengan hal tersebut, kata

tarbiyah dipandang tepat untuk mewakili kata pendidikan kata

tarbiyah mengandung arti tumbuh, berkembang, memelihara,

merawat, mengatur, dan menjaga eksistentsinya, dan kesemua ini

telah mewakili kata pendidikan secara keseluruhan.

Pengertian pendidikan menurut UU RI. No. 20 tahun 2003

tentang sistem pendidikan nasional, Bab 1, pasal 1 ayat 1

dijelaskan: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki spitual keagamaan, pengembangan diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.4

b. Komponen-komponen Pendidikan

Pendidikan sebagai suatu sitem tentunya memiliki komponen-

komponen yang diperlukan untuk mencapai tujuan dari pendidikan.

Komponen-komponen pendidikan penting penting dalam

pendidikan, yaitu

1) Pesera didik

Peserta didik adalah seorang yang ingin belajar atau

memperoleh pendidikan. Peserta didik adalah seorang yang

memiliki hak untuk memperoleh layanan pendidikan

(pembelajaran). Dari pemerintah atau masyarakat luas sesuai

dengan kebutuhan dan kemampuannya.5

2) Pendidik (Guru)

Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap

pelaksanaan pendidikan peserta didik. Pihak yang bertanggung

jawab pendidikan peserta didik adalah guru di sekolah, orang tua

4Anas Salahudin dan Irwanto Alkirienciehie, Pendidikan Karakter Pendidikan Berbasis Agama

dan Budaya Bangsa, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), cet-1, hal, 80

5Rulam Ahmadi, Pengantar Pendidikan asas & filsafat pendidikan, (Yogyakarta: Ar-ruzz

Media, 2016), hal. 63.

13

dan masyarakat. Pendidik utama dalam konteks rumah tangga

adalah orang tua, sedangkan dalam konteks pendidikan

disekolah menjadi tanggung jawab utama guru.6

3) Kurikulum

Kurikulum adalah suatu alat yang sangat penting dalam

merealisasi dan mencapai tujuan pendidikan sekolah. Dalam arti

luas, kurikulum dapat diartikan sebagai suatu yang dapat

memengaruhi siswa, baik dalam lingkungan sekolah maupun

luar sekolah. Namun, kurikulum haruslah direncanakan agar

pengaruhnya terhadap siswa benar-benar dapat diamati dan

diukur hasilnya.7

4) Metode Pembelajaran

Metode Pembelajaran merupakan cara-cara yang

diguanakan guru untuk menyampaikan bahan pelajaran kepada

siswa dalam mencapai tujuan. Dalam kegiatan mengajar,

semakin tepat metode yang digunakan, semakin efektif dan

efesien kegiatan mengajar yang dilakukan antara guru dan siswa

yang akhirnya akan menunjang dan mengantarkan keberhasilan

belajar siswa dan keberhasilan mengajar yang dilakukan oleh

guru, berarti juga bahwa metode pendidikan adalah cara yang

digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa

pada saat berlangsungnya pengajaran.8

5) Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan

untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran,

perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat

mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan

dan terkendali, dengan kata lain, media pembelajaran adalah

6Ibid, hal. 64.

7Oemar Hamalik, kurikulum dan pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 60

8Ibid., hal. 3

14

segela sesuatu yang dapat menyampaikan materi pembelajaran

pada siswa sehingga memungkinkan pembelajaran berlangsung

secara efesien dan efektif.9

c. Tujuan Pendidikan

Suatu usaha dapat terarah dan mencapai sasaran apabila ada

tujuan, begitupula dengan pendidikan, suatu usaha apabila tidak

mempunyai tujuan maka bisa saja dianggap sia-sia belaka, dengan

kata lain tujuan adalah sesuatu yag ingin dicapai setelah usaha

dilakuakan.

Oemar hamalik dalam bukunya yang berjudul “kurikulum dan

pembelajaran” menyebutkan bahwa “tujuan pendidikan ialah

seperangkat hasil pendidikan yang tercapai oleh peserta didik

setelah terselenggaranya kegiatan pendidikan”.10

Sedangakan tujuan pendidikan nasional menurut undang-undang

Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada

Bab II, pasa 3 yang berbunyi: Pendidikan Nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan

kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga megara yang

demokratis serta bertanggung jawab.11

Maka dari itu dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan ialah pada

dasarnya merupakan maksud belajar yang dikomunikasikan secara

jelas, meliputi tingkah laku dan kondisi-kondisi tertentu yang

diharapkan muncul di dalamnya setelah dilakukan proses belajar

mengajar.

9Op. Cit., hal. 77

10Ibid, hal. 3

11Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam, undang-undang dan peraturan pemerintah RI

tentang Pendidikan, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006) hal. 8

15

2. Tauhid

a. Pengertian Tauhid

Kata tauhid berasal dari kata wahhada, yang berati

“mengesakan, menyatakan atau mengikuti Yang Maha Esa.”12.

Syaikh Muhammad Al-Utsmaimin dalam bukunya yang berjudul

“Syarah Kitab Tauhid” juga menjelaskan: “At-tauhid menurut

bahasa merupakan masdhar dari wahada. Jika dikatakan wahada

asy-sya’i, artinnya menjadikan sesuatu itu satu. Adapun menurut

syariat berarti: mengesakan Allah dengan sesuatu yang khusus bagi-

Nya, berupa rububiah, uluhiah, al-asma’ dan sifat”.13

Menurut Muhammad bin Abdul Wahab secara istilah, pengertian

tauhid ialah:

Tauhid adalah meyakini keesaan Tuhan, menganggap hanya ada

satu Tuhan, yaitu Allah Rabbul Alamin, tidak ada yang disebut

Tuhan, atau dianggap Tuhan, atau dinobatkan sebagai Tuhan,

Kecuali Allah SWT. Jadi semua yang ada di semesta ini, adalah

makhluk belaka, tidak lain, tidak boleh ada kepercayaan yang

menyelip dalam hati, bahwa selain-Nya ada yang pantas

dipertuhan. Pula nama Tuhan selain Allah, wajib tidak ada. Jika

masih ada sedikit aja kepercayaan selain-Nya, harus segera

dikikis habis. Inilah yang disebut kepercayaan monoteisme.

Yakni hanya percaya pada satu Tuhan.14

Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, tauhid

adalah keyakinan tentang satu atau Esanya Zat Allah, tidak hanya

percaya bahwa Allah ada, yang menciptakan alam semesta beserta

pengaturannya, tetapi haruslah percaya kepada Allah dengan segala

ketentuan tentang Allah meliputi sifat, asma’ dan af’al-Nya, Dengan

demikian, Tauhid adalah suatu pengakuan dan penegasan bahwa

Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Zat yang Maha Suci yang

meliputi sifat, asma’ dan af’al-Nya. .

12Ahmad Warson Munawir, op.cit, hal. 1542

13 Syaikh Muhammad Al-Utsmaimin, Syarah Kitab Tauhid, (Bekasi: Darul Falah, 2014), hal.17

14Moehammad Thahir Badrie, Syarah Kitab al-Tauhid Muhanmmad bin Abdul Wahab, (Jakarta:

PT Pustaka Panjimas, 1484) hal. 24-25

16

3. Pendidikan Tauhid

Setelah terlebih dahulu dijabarkan tentang tauhid beserta macam

macamnya maka disini akan diungkapkan pula pengertian tentang

pendidikan tauhid, materi pendidikan tauhid, asas pendidikan tauhid,

tujuan pendidikan tauhid dan metode pendidikan tauhid.

a. Pengertin Pendidikan Tauhid

Manusia secara kodrati membutuhkan pendidikan, salah satu

kebutuhan dasar anak memperoleh pendidikan adalah pendidikan

Tauhid, aspek tauhid ini adalah:

Aspek pandangan yang mengkui bahwa manusia adalah makhluk

yang berketuhanan. Adapun kemampuan dasar yang

menyebabkan manusia menjadi makhluk berketuhananan atau

agama adalah didalam jiwa manusia terdapat insting yang disebut

insting religius atau garizah diniyah (insting percaya pada

agama). Itulah sebabnya tanpa proses pendidikan insting tersebut

tidak akan mungkin berkembang secara wajar. Dengan demikian

pendidikan keagamaan mutlak diperlukan untuk

mengembangkan insting religius atau gazirah diniyah tersebut.15

Apabila pendidikan tidak ada anak-anak akan berkembang

kearah yang tidak baik/buruk seperti tidak mengakui Tuhan, budi

pekertinya rendah, bodoh dan malas bekerja.

Dengan begitu yang dimaksud dengan pendidikan tauhid adalah

pemberian bimbingan kepada anak didik agar ia menjadi jiwa

tauhid yang kuat dan mantap dan memiliki tauhid yang baik dan

benar. Bimbingan itu dilakukan tidak hanya dengan lisan dan

tulisan tetapi juga dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan.

Sedangkan yang dimaksud pendidikan dan pengajaran tauhid

ialah pemberian pengertian tentang ketauhidan, baik sebagai

akidah yang wajib diyakini maupun sebagai filsafat hidup yang

membawa kepada kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.16

Islam mengajarkan bahwa proses pendidikan ketauhidan

dimulai sejak anak itu lahir kedunia. Ketika seorang anak dilahirkan,

islam mengajarkan agar orang tuanya mendengungkan azan

15Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka

Setia, 2001), Cet-2, h.117 16Yusran Asmuni, Op. cit., hal.43

17

ketelinga anak tersebut. “Dengungan azan ini menunjukkan bahwa

pendidikan tauhid sudah dimulai sebab azan berisi ajaran

ketauhidan. Dengan kata lain, Islam mengajarkan agar suara pertama

yang didengarkan anak begitu ia lahir kedunia adalah suara yang

mengandung pendidikan ketauhidan. Ajaran seperti ini dipraktekkan

langsung oleh Nabi Muhammad SAW”.17

b. Materi Pendidikan Tauhid

Materi pendidikan tauhid pada intinya adalah membahas tentang

adanya wujud Allah yang Maha Esa, untuk meyakini adanya wujud

Allah, akal pikiran hendaknya diarahkan pada fenomena alam,

namun mata hati manusia jauh lebih tajam dan dapat lebih

meyakinkan dari pada pandangan kasat mata, karena dalam jiwa

manusia telah tertanam fitrah mengakui adanya Tuhan, dengan

demikan segala sesuatu itu pasti diciptakan yaitu oleh Allah Yang

Maha Pencipta, Keesaan Dzat Allah menurut Murtadla Mutaharri

“Dia yang tidak memiliki padanan dan sesuatu yang serupa

dengannya, tidak ada sesuatu apapun yang berada pada tingkat zat

Allah SWT”18 dengan demikian yang dinamakan Esa pada ajaran

agama islam adalah tidak atau bukan terdiri dari oknum ganda baik

pada nama, sifat maupun zat Allah.

c. Asas pendidikan Tauhid

Mohammad Daud Ali dalam bukunya Pendidikan Agama

Islam, mengatakan bahwa “Pendidikan islam/ Pendidikan tauhid

mempunyai dua sumber utama dalam pengajarannya, yaitu al-

Qur’an dan Hadits, tetapi untuk pengajaran islam ada sumber

tambahan yaitu akal/Rayu. Dasar pendidikan tauhid juga merupakan

dasar pendidikan islam, karena pendidikan tauhid adalah salah satu

bagian dari pendidikan islam, sehingga dasar pendidikan ini tidak

17Yusran Asmuni, Ibid, hal.43

18Murtadha Muttahari, Keadilan Ilahi Asas Pandangan Dunia Islam, Terj. Dari al-Adl al-Ilahi

(Bandung: Mizan, 1995), hal. 27.

18

lain adalah pendangan hidup yang islami yang pada hakikatnya

merupakan nila-nilai luhur universal.19

d. Tujuan Pendidikan Tauhid

Menurut Dzakiyah daradjat yang dikutip oleh Nur uhbiyati

dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam

Tujuan dari pendidikan islam secara keseluruhan, yaitu

kepribadian seseorang membuatnya menjadi insan kamil, dengan

pola takwa, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal

karena ketakwaanya kepada Allah SWT. Ini mengandung arti

bahwa pendidikan islam itu diharapkan menghasilkan manusia

yang berguna baginya dan masyarakatnya serta senang dan gemar

melaksanakan dan mengembangkan ajaran islam dalam

hubungannya dengan Allah dan dengan sesamanya, dapat

mengambil manfaat yang semakin meningkat dan alam semesta

ini untuk kepentingan hidup di dunia dan di akhirat.20

Dengan demikian tujuan dari pendidikan tauhid adalah membentuk

manusia yang berjiwa tauhid, yang mampu mengaplikasikan ajaran

tauhid tersebut dalam kehidpan sehari-hari.

e. Metode Pendidikan Tauhid

Terdapat berbagai macam metode yang dapat diterapkan dalam

pengajaran tauhid diantaranya:

1) Metode Tanya Jawab

Penyampaian materi pelajaran dengan cara seorang guru

mengajukan pertanyaan dan murid menjawab pernyataan

tersebut, atau bisa juga dari murid yang bertanya dan guru yang

menjawab. Pada metode ini terdapat kelebihan dan kekurangan,

jadi seorang pendidik wajib mengetahui pengguanaan metede ini

pada waktu yang tepat, tak hanya oada metode ini, namun pada

penggunaan semua metode.21

2) Metode Hiwar

19Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta” Rajawali Press, 2008), hal. 90

20Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), hal. 41.

21Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002),

hal. 140.

19

Adalah metode pendidikan yang dilakukan dengan cara

berdiskusi “betanya lalu menjawab”. Dimana para peserta didik

membuat tulisan atau membaca teks kemudian di hafal atau

dibaca secara bergantian dalam suatu materi tertentu, sehingga

peserta didik mengalami dan meresapi sendiri materi yang

sedang dipelajari.22

3) Metode Kisah

Metode kisah biasa juga disebut dengan metode cerita yakni

cara mendidik dengan mengandalkan bahasa, baik lisan maupun

tertulis, dengan menyampaikan pesan dari pokok sejaran islam,

cara penyampaian metode ini dengan mejelaskan suatu

kronologis terjadinya sebuah peristiwa baik benar atau fiktif

saja.23

4) Metode Perumpamaan

Metode ini biasa disebut dengan metode “Amtsal” yakni

metode yang digunakan oleh pendidik dengan mengambil

perumpamaan-perumpamaan dari al-Qur’an untuk diresapi para

peserta didik.24

5) Metode Targhib Tarhib

Metode ini juga disebut dengan metode pemberian ganjaran

dan hukuman, pemberian ganjaran bagi para peserta didik yang

melaksanakan atau taat, dan pemberian hukuman bagi para

peserta didik yang tidak taat atau malah melakukan apa yang

dilarang.25

6) Metode ceramah

Metode ini dapat diartikan sebagai suatu metode didalam

proses belajar, dimana materi disampaikan kepada peserta didik

22Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Agama Islam, (Malang; UIN Malang Press, 2008)

hal. 144

23Armai Arief, Op. Cit., hal. 163.

24Fatah Yasin, Op. Cit., hal. 144.

25Ibid., hal. 1145

20

dengan cara penuturan/lisan, metode ini mempunyai kelemahan

dan kelebihan, salah satu kelebihan pada metode ini ialah

suasana kelas berjalan dengan tenang, dan salah satu

kekurangannya adalah interaksi cenderung verbalisme, guru

yang lebih aktif, sedangkan murid menjadi lebih pasif.26

7) Metode Diskusi

Metode ini dapat diartikan sebagai jalan untuk memecahkan

suatu permasalahan yang memerlukan beberapa jawaban

alternatif yang dapa mendekati kebenaran dalam proses belajar

mengajar, metode ini dapat menarik murid agar berfikir

sistematis, kritis dan demokratis dalam menyumbangkan

pikiran-pikirannya untuk memecahkan suatu masalah.27

4. Kisah

a. Pengerian dan Macam-macam Kisah

Al-Qur’an telah membicarakan kisah-kisah yang

disebutkannya dari para Nabi dan selainnya. Ia menjelaskan hikmah

dari penyebutannya, manfaat apa yang dapat kita ambil darinya,

episode-episode yang memuat pelajaran hidup, dan konsep

memahaminya. Pengertian kisah secara bahasa kisah/etimologi: al-

Qur’an telah menyebutkan kata qasash dalam beberapa konteks,

pemakaian dan tashrif (konjugasi) nya: dalam bentuk fi‟il madhi

(kata kerja lampau), fi’il mudhari (kata kerja sedang), fi’il amar

(kata kerja perintah), dan dalam bentuk mashdar (kata benda).

Imam ar-Raghib al-Ishfahami mengatakan dalam kitab

Mufradatnya (al-M'ufradat fi Gharib Al-Quran-penj.) tentang

kata ini (qasash), “Al-Qasahu berarti “mengikuti jejak‟.

Dikatakan Qasashtu atsarahu “Saya mengikuti jejaknya.28

26Armai Arief, Op. Cit., hal. 141

27Ibid, hal. 145.

28Shalah Al-Khalidy, Kisah-Kisah al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Terdahulu jilid-1,

(Jakarta: Gema Insani, 1999), Cet.3, h. 21

21

Al-Qasash ialah berarti jejak”(atsar). Allah ta’ala berfirman:

ءاثارهما قصصا ....فٱرتدا على

....Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (al-

Kahfi/18: 64)

عرون ش م ل ي ه ب و ن ن ج ه ع ت ب ر بص يه ف ه قص ت خ ت ل ال ق و

Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang

perempuan, ikutilah dia”... (al-Qasash/28: 11)

Al-Qashash ialah cerita-cerita yang dituturkan (kisah). Allah Ta’ala

berfirman:

حق قصص ال وال ا له ذ إن ه Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar (Q.S. Ali

Imran/3:62)

ال ل تخف قصص ق ه ال ي ل قص ع ه و اء ا ج م ل ف

........Maka tatkala musa mendatangi bapaknya (Syu’aib) ia

menceritakan kepadanya cerita (tentang dirinya), Su’aib

berkata “ janganlah kamu takut (al-Qasash: 25).

Qasash al-Qur’an adalah pemberitaan al-Qur’an tentang hal

ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang tedahulu dan

peristiwaperistiwa yang terjadi. Al-Qur’an banyak mengandung

keterangan kejadian masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan

negeri-negeri dan jejak umat. Semua ini diceritakan dengan

menarik dan mempesona.”29

Diantara macam-macam kisah dalam al-Qur’an antara lain sebagai

berikut:

1) Kisah para Nabi. Kisah ini mengandung dakwah mereka kepada

kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya,

sikap-sikap orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah

dan perkembangannnya serta akibat-akibat yang diterima oleh

mereka yang mempercayai dan golongan yang mendustakan.

29Manna’ Khalil al-Qattan, Studi-Stud iIlmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,

2010), Cet. 13, h. 436

22

2) Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang

terjadi pada masa lalu dan orang yang tidak dipastikan

kenabiannya. Misalkan kisah orang yang keluar dari kampung

halaman, yang beribu-ribu jumlahnya karena takut mati; kisah

Talut dan Jalut, dua orang purta Adam, penghuni gua dan lain-

lain.

3) Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang

terjadi pada masa Rasulullah, seperti perang Badar, perang

Uhud dalam surah Ali Imran, perang Hunain dan Tabuk dalm

surat at-Taubah, perang Ahzab dalam surat Ahzab, hijrah, isra

dan lain-lain.30

b. Hikmah Kisah

Dari kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur’an mengandung

beberapa hikmah, antara lain sebagai berikut:

1). Hendaknya ia memahami apa yang ada pada kisah-kisah tersebut

berupa kabar, fakta, makna dan metode dalam pertarungan antara

yang hak dengan yang bathil agar kita dapat mengambil ibrah

(pelajaran) darinya.

2). Dalam kisah alquran terdapat keterangan tentang Sunnah Allah

pada makhuk-Nya, baik berkaitan dengan umat, kelompok

maupun individu.

3). Dalam kisah al-Quran terdapat keterangan tentang manhaj atau

metode para nabi dalam berdakwah kepada Allah, sebgaiman

iltizam (keterangan) dan kesabaran mereka yang memegang

manhaj tersebut dan menjadikan para nabi sebagat tauladan kita.

4). Dalam kisah al-Quran terdapat contoh sikap kaum mukmin yang

sabar dan tegar diatas jalan yang baik.

30Manna’ Khalil al-Qattan, Ibid, hal. 438

23

5). Dalam kisah-kisah alquran terdapat ketengan mengenai tabiat

manusia dan apa yang Allah gariskan padanya berupa sifat-sifat

dan beragam watak.

6). Dalam kisah-kisah alquran terdapat keterangan tentang keadaan

manusia dan kecongkakanya terhadap harta dan kedudukan

7).Dalam kisah-kisah al-quran terdapat hakekat ilmiah yang

berhubungan dengan alam semesta baik itu manusia, flora. Dan

fauna, bum, bintang, langit yang tidak tersingkap kecuali di masa

modern sekarang ini.31

c. Kisah Nabi Ibrahim

Ibrahim adalah salah seorang rasul Allah yang diutus ditengah

umat manusia yang mengajak mereka untuk beriman hanya kepada

Allah. “Ibrahim adalah putra Azar (Tarih) bin Tahur bin Saruj bin

Rau‟ bin Falij bin Abir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin

Nuh As. Ia dilahirkan disebuah tempat bernama “Faddam A‟ram”

dalam kerajaan Babylon yang pada waktu itu diperintah oleh

seorang raja bernama Namrud bin Kan‟aan.”32 Nabi Ibrahim adalah

pembawa agama tauhid seperti halnya Nabi Nuh As dan memiliki

ketulusan hati serta penuh tawakal.

Kisah yang menceritakan perjalanan Ibrahim sebagai rasul Allah

dalam menjalankan dakwahnya dan sebagai hamba Allah yang

beriman dengan tulus ikhlas dan penuh tawakal kepada-Nya.

Sebagaimana halnya para rasul Allah yang lain, Ibrahim banyak

mendapat tantangan dan ancaman dari kaumnya, karena Ibrahim

menyeru mereka untuk meninggalkan sesembahan mereka selama

ini berupa patung yang dianggap sebagai Tuhan nenek moyang

mereka. Ibrahim dengan bijak mengajak kaumnya agar

31Abdul Karim Zaidan, hikmah Kisah-kisah dalam Al-Qur’an (Jakarta: darussunnah press,

2015, hal. 11-13

32M. Ahmad Jadul Mawla & M. Abu al-Fadhl Ibrahim. Kisah-Kisah Al-Qur‟an. (Jakarta:

Zaman, 2009), h. 250

24

meninggalkan sesembahan selain Allah dan menyeru agar

menyembah hanya kepada Allah, Tuhan yang telah menyembah

kepada mereka dan memberi rizki kepada mereka, bukan patung-

patung yang mereka sembah yang tidak bisa memberikan manfaat

dan mudharat apapun kepada mereka. Namun tetap saja kaumnya

tidak mengindahkan Nabi Ibrahim dan berpaling kepadanya.

Hingga pada akhirnya ia (Ibrahim) merencanakan suatu tindakan

dan aksi praktis yang dapat menyadarkan kaumnya, bahwa

persembahan mereka adalah perbuatan batil dan sesat. Ibrahim

menunggu saat yang tepat untuk melancarkan aksinya itu, yakni

pada saat tibanya hari raya tahunan, dimana semua penduduk

beramai-ramai meninggalkan kota dan berpesta ria diluar. Pada saat

itulah Ibrahim memasuki tempat persembahan mereka dan

menghancurkan patung-patung tersebut. Lalu sekembalinya

penyembahpenyembah berhala itu ke kota dan mengetahui

Ibrahimlah yang menghancurkan sesembahan-sesembahan mereka,

beranglah mereka dan bergegas datang kepada Ibrahim untuk

meminta pertanggung jawabannya. Hingga akhirnya, dengan penuh

kemarahan pemuka-pemuka masyarakat penyembah berhala itu

datang, lalu berkata: dirikanlah suatu bangunan untuk membakar

Ibrahim; lalu lemparkanlah ia ke dalam hati yang menyala-nyala.33

Namun mereka tidak berhasil membakar hidup-hidup Nabi Ibrahim

as, bahkan api yang panas yang berpotensi membakar itu berubah

menjadi dingin dan membawa keselamatan untuk Nabi Ibrahim

As.34

Kemudian episode selanjutnya khusus berisi tentang kejadian

mimpi, penyembelihan, dan penggantian kurban yang dikisahkan

dalam QS. Ash- Shaffat ayat 100-110. Dalam ayat ini diceritakan

bahwa suatu ketika Nabi Ibrahim bermimpi, didalam mimpi tersebut

33Ibid, 97 34Ibid , 69

25

ia melihat anak yang sangat ia cintai (Ismail) disembelih. Lalu Nabi

Ibrahim mengutarakan mimpi tersebut kepada anaknya. Dengan

penuh kerelaan anak tersebut menerima perintah ayahnya karena ia

yakin perintah tersebut datangnya dari Allah Swt. Waktu yang

direncanakan telah tiba Nabi Ibrahim beserta anaknya menuju

ketempat penyembelihan. Ditengah-tengah perjalanan ada godaan

syaitan yang terus menganggu agar hati Ismail goyah, namun Ismail

tidak gentar dengan godaan tersebut malah Ismail melemparnya

dengan batu. Lalu setibanya ditempat penyembelihan

dibaringkanlah badan sang anak tersebut dan sang ayah mulai

menjalankan perintah Allah dengan menyembelih putranya . namun

Allah tidak membiarkan saja hambanya yang sabar, Allah

menggantinya dengan sesembelihan yang besar dan kejadian itu

diabadikan sampai sekarang sebagai hari raya Idul Qurban, yang

didalamnya terdapat beberapa pendidikan tauhid. Hal ini merupakan

bentuk ketinggian, ketaatan, pengorbanan, kerendahan hati, dan

penyerahan diri kepada Allah Swt.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelusuran penulis terhadap karya ilmiah

skripsi/tesis/disertasi diperpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bahwa yang membahas tentang pendidikan tauhid dalam dalam kisah Nabi

Ibrahim (kajian tafsir tematik) belum penulis temukan secara khusus.

Namun yang menggunakan istilah nilai-nilai pendidikan, yaitu:

1. Skripsi Saudari Tri Zunaenah (2018), jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Tarbiyah, (PAI) IAIN Salatiga, yang berjudul “Konsep

Pendidikan Tauhid dalam Keluarga (Studi Surah al-Ikhlas Menurut

Tafsir al-Misbah Karya M. Quraish Shihab)”, dalam skripsi saudari Tri

Zunaenah menjelaskan tentang pendidikan tauhid yang terbatas pada

Q.S al-Ikhlas dalam penelintiannya, juga keluarga sebagai unsur yang

26

paling penting dalam penerapan tauhid pada anak dengan menggunakan

metode pembiasaa, keteladana, hukuman dan ganjaran.

2. Skripsi saudari Alfrida Dyah Septiani (2017), jurusan Pendidikan

Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, IAIN Salatiga, yang

berjudul “Pendidikan Tauhid (Tela’ah Kisah Nabi Ibrahim Q.S Ibrahim

ayat 74-83”, membahas mengenai bagaimana Pendidikan Tauhid dapat

diterapkan pada anak, dalam penelitiannya saudari alfrida menemukan

tiga tujuan pendidikan tauhid yang diterapkan pada anak

3. Skripsi Rizkah Fadhilah (2018) berjudul “Metode Pendidikan Tauhid

yang Terkandung dalam Q.S al-An’am ayat 74-79”, Jurusan Pendidikan

Agama Islam, Fakutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, rizkah ini membahas mengenai metode

pendidikan tauhid diantaranya ada ada metode kisah, silogisme,

keteladanan, dan sebagainya yang juga bisa diterapkan untuk

mengajarkan pendidikan agama islam.

Adapun perbedaan penelitian penulis dengan penelitian yang telah

diseutkan diatas dalam penelitian penulis kajian dilakukan secara

umum, dengan mengkaji pembahasan tauhid yang terdapat dalam al-

Qur’an dalam kisah Nabi Ibrahim melalui kajian tematik.

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian

1. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah mengenai kajian tafsir al-Qur’an

yang terfokus kepada

a. Q.S al-An’am: 74-83 tentang Ibrahim Menyeru Ayahnya (Tujuan,

metode, materi, dan asas pendidikan tauhid).

b. Q.S al-Anbiya: 52-68, Asy-Syu’ara: 69-102 tentang Nabi Ibrahim

Menghancurkan berhala dan dibakar (Metode, asas, dan tujuan

pendidikan tauhid).

a. Q.S ash-Shafat; 100-110 tentang wahyu Allah kepada Nabi Ibrahim

untuk menyembelih putranya yang bernama Ismail (Tujuan dan

metode pendidikan tauhid).

2. Waktu Penelitian

Adapun waktu penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu:

a. Waktu: 1 Maret 2019 – selesai (± 3 bulan)

b. Tempat: Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

B. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan data penelitian kualitatif

dengan menggunakan metode konten analisis dengan menggunakan teknik

analisis kajian melalui kepustakaan (Library Research). Dimana

pengertian kualitatif merupakan proses penelitian yang ingin

menghasilkan data bersifat deskriptif, yaitu berupa hasil ucapan, tulisan,

dan perilaku individu atau kelompok yang dapat diamati berdasarkan

subyek itu sendiri.1

1Sugiyono, Metodologi Kualitatif dan Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal.9.

28

Karena penelitian ini menggunakan Library Research, maka sumber

data penelitian ini adalah literatur-literatur yang berkaitan, sebagaimana

yang dikatakan oleh H.M Sayuti: “sumber data penelitian kualitatif adalah

tindakan dan perakataan manusia dalam latar yang bersifat alamiah,

sumber data lainnya ialah bahan-bahan pustaka, seperti: dokumen, arsip,

koran, majalah, jurnal ilmiah, buku, laporan tahunan dan lain

sebagainya”.2, dan pada penelitian ini penulis menggunakan sumber data

kualitatif yaitu berupa bahan-bahan pustaka yakni buku.

C. Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini adalah literatur-literatur yang

berkaitan dengan tema dalam penelitian ini, sumber-sumber tersebut

terdiri dari data primer, yaitu al-Qur’an dan kitab- kitab tafsir al-Qur’an

yang menjelaskan ayat-ayat yang yang mengandung pendidikan tauhid

dalam kisah Nabi Ibrahim, diantaranya:

1. Al-Qur’an dan Tejemahannya.

2. Tafsir al-Misbah (M. Quraish Shihab)

3. Tafsir al-Lubab (M. Quraish Shihab)

4. Tafsir al-Azhar (Abdul Malik Abdul Karim Amrullah)

5. Tafsir Nurul Qur’an (Allamah Kamal Faqih)

Sumber Data Sekunder, yaitu sumber data yang mendukung dan

melengkapi sumber data primer, adapun data skunder dalam penulisan

skipsi ini yaitu:

1. Kamus Munawwir

2. Studi-studi Ilmu Al-Qur’an karya Manna’ Khalil al-Qathan,

3. Buku Induk Kisah-Kisah Alqur’an karya M. Ahmad Jadul Mawla &

M. Abu al-Fadl Ibrahim,

4. Membumikan al-Qur’an (M.Quraish Shihab)

2H.M Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktek (Jakarta: Raja Grapindo

Persada press: 2002), hal.63.

29

5. Ilmu Tauhid karya M. Yusran Asmuni,

6. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Armai Arief)

7. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah (Zakiah Daradjat)

8. Ilmu Pendidikan Islam (H.M Arifin)

9. Pendidikan Agama Islam (Mohammad Daud Ali)

10. Sumber-sumber data lain yang yang mengandung keterkaitan dengan

pembahasan penelitian.

D. Metode Penelitian

Adapun analisis yang dugunakan pada dalam penelitian ini adalah

menggunakan analisis metode tafsir maudhu’i atau tafsir tematik, metode

tafsir maudhu’i atau tematik ini mempunyai dua bentuk, yaitu:

1. Membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang

telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dengan topik tersebut

dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari segala

aspek-aspeknya, mulai dari aspek asbab an-nuzulnya, kosa katanya,

istinbat (penetapan) hukum, dan lain sebagainya. Semuanya itu

dijelaskan secara rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil dan

fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumen

itu berasal dari al-Qur’an dan hadits, maupun pemikiran rasional.3

2. Menghimpun ayat-ayat dari berbagai surat yang sama-sama

membicarakan satu masalah pendidikan tauhid dalam kisah Nabi

Ibrahim, ayat-ayat tersebut disusun sedemikian rupa dan diletakkan di

bawah satu tema bahasan dan selanjutnya dikaji secara maudhi’i.

Dalam aplikasinya penelitian ini mengacu pada langkah-langkah yang

diterapkan al-Farmawi, yaitu :

a. Memilih atau menerapkan masalah Al-Qur’an yang akan dikaji

secara maudhu‟i (tematik).

3Nasarudin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hal.

72

30

b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah

ditetapkan.

c. Mengetahui korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut didalam

masing-masing suratnya.

d. Menyusun tema bahasan dalam kerangka yang ideal, sistemtatis,

komprehensif dan original.

e. Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadits, bila dipandang

perlu sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna dan jelas.

f. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan

menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian yang sama

atau mengkrompomikan antara ‘am dan khos, mutlaq dan

muqoyyad (terikat) atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga

semuanya bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan atau

pemaksaan.4

Analisis metode maudhu’i atau tematik yang penulis gunakan

dalam penulisan skripsi ini, yang membahas mengenai ayat-ayat yang

mengandung pendidikan tauhid dalam kisah Nabi Ibrahim, maka

penulis menganalisis penjelasan mengenai ayat-ayat tersebut dengan

mencari sumber-sumber yang dapat menjelaskan makna dan penfsiran

dari ayat-ayat yang menceritakan tentang kisah Nabi Ibrahim.

E. Teknik Analisis

Berikutnya teknik analisis yang peneliti gunakan yaitu metode content

anlisis (analisis isi) Teknik analisis ini merupakan kesimpulan yang benar

dari sebuah buku atau dokumen. Teknik ini juga digunakan untuk

menemukan karakteristik dari sebuah pesan yang penggarapannya

dilakukan secara objektif dan sistematis.5 Dalam penulisan skripsi ini,

penulis akan membahas:

4Farmawi, Abdul Hayy Al. (Terj.) Anwar, Rosihon, Metode Tafsir Maudhu‟i Dan Cara

Penerapannya, Bandung, C.V Pustaka Setia, 2002, hal. 15.

5Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991), h. 263.

31

a. Q.S al-An’am: 74-83 tentang Ibrahim Menyeru Ayahnya (Tujuan,

metode, materi, dan asas pendidikan tauhid).

b. Q.S al-Anbiya: 52-68, Asy-Syu’ara: 69-102 tentang Nabi Ibrahim

Menghancurkan berhala dan dibakar (Metode, asas, dan tujuan

pendidikan tauhid).

c. Q.S ash-Shafat; 100-110 tentang wahyu Allah kepada Nabi Ibrahim

untuk menyembelih putranya yang bernama Ismail (Tujuan dan

metode pendidikan tauhid).

Setelah peneleti menuliskan penafsirkan ayat demi ayat yang akan

dibahas, selanjutnya peneliti akan meneliti mengenai bagaimana

pendidikan tauhid yang terkandung dalam kisah Nabi Ibrahim yang

terdapat dalam al-Qur’an secara ayat demi ayat, baik itu mengenai

metode pendidikan tauhid, materi pendidikan tauhid, asas pendidikan

tauhid, tujuan pendidikan tauhid dan sebagainya yang berkaitan

dengan pendidikan tauhid, selanjutnya peneliti akan meneliti dan

menuliskan hasil penelitian mengenai aspek tauhid apa saja yang

terkandung dalam kisah Nabi ibrahim yang terdapat di dalam al-

Qur’an, baik itu aspek tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah maupun

tauhid Asma dan sifat-Nya secara satu persatu dari tema bahasan pada

skripsi ini.

F. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku pedoman

penulisan skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019.

32

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Tafsir dan Analisis Pendidikan Kisah Nabi Ibrahim Menyeru ayahnya

dalam Q.S Al-An’Am 74-83

Ayat 74

أرىك رهيم لبيه ءازر أت تخذ أصناما ءالة إن مبي وق ومك ف ضلل وإذ قال إب

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya Azar,

”Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan?

Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan

yang nyata”.

Dalam bukunya tafsir al-Misbah, Quraish Shihab menjelaskan

bahwa: kata “ab” pada ayat ini yang dimaksud bukanlah ayahnya,

melainkan bisa jadi menunjuk pada pamannya, Quraish Shihab

memaknai bahwa kata “ab” bukan berarti ayah, “tercatat dalam kitab-

kitab sejarah bahwa ayah Nabi Ibrahim bernama Tarukh, bukan Azar”.1 Kemudian Quraish shihab juga menyatakan bahwa:

Ia tidak sependapat dengan mereka yang memahami kata Azar

sebagai makian, karena hal ini bertentangan dengan sifat ajaran

islam yang selalu mengajak berdakwah dengan hikmah dan

peringatan yang menyentuh serta diskusi yang sebaik-baiknya.

Bahwa kalimatnya tegas adalah wajar, dan dibenarkan karena ini

adalah masalah akidah, yang merupakan persoalan prinsip.2 Para ulama berbeda pendapat tentang maksud dari lafadz Azar,

sebuah nama atau sifat? Jika Nama maka siapakah yang memeberi nama

demikian? Berikut adalah pendapat-pendapat para ulama mengenai

lafadz azar:

1. Sebagian ulama berpendapat bahwa Azar adalah nama bapaknya,

dengan menyebutkan riwayat, diantaranya: Ibnu Al-Barqi

menceritakan kepadaku, ia berkata Amr bin Abu Salamah

1M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol 4, (jakarta:

Lentera Hati), Cet-1, h. 155 & 157.

2Ibid, hal. 157

33

menceritakan kepada kami, Ia berkata aku mendengar Sa’id bin

Abdil Aziz berkata, “ia adalah Azar, dan ini adalah Tarih, ia

bagaikan Isra dan Ya’kub.

2. Bahwa Azar bukanlah bapak Ibrahim, dengan menyebutkan riwayat

Muhammad bin Humaid dan Sufyan bin Waki menceritakan kepada

kami dari Laits, dari Mujahid, ia berkata, “Azar bukanlah bapak

Ibrahim

3. Berpendapat bahwa Azar merupakan celaan dan aib atas perkataan

mereka, maknanya: yang bengkok, mereka menafsirkan bahwa dia

dicela dengan kebengkokan dan penyimpangan dari kebenaran.

Setelah menyatakan pendapat diatas selanjutnya kita memilih

antara pendapat tersebut, pendapat yang paling tepat menurut kami

adalah yang menyatakan Azar adalah nama bapak dari Nabi Ibrahim,

karena Allah SWT menyatakan “Ia adalah bapaknya.” Jika pun ada

yang bertanya Ulama nasb menisbatkan Ibrahim kepada Tarih, maka

bagaimana bisa namanya menjadi Azar? Jawab: tidak menutup

kemungkinan ia memiliki dua nama seperti yang masyhur dikalangan

manusi sekarang ini, bisa juga merupakan julukan baginya.3

Pada ayat ini, maka Azar bisa berarti ayah Nabi Ibrahim as. Apabila

kita pahami dengan gamblang ayat diatas, agaknya kita akan setuju

bahwa perkataan Nabi Ibrahim kepada ayahnya merupakan perkataan

sindiran. Nabi Ibrahim bertanya sembari menyindir ayahnya yang

dengan bodohnya menyemabah sesuatu yang mustahil dapat

mendatangkan kebaikan ataupun keburukan padanya. Maka dari inilah

jelas bagi kita bahwa ayah Nabi Ibrahim beserta kaumnya telah

melakukan kesalahan dengan menyembah berhala yang derajatnya lebih

rendah dari manusia.

3Abu Ja’far Muammad bin Jari Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azam, 2008),

hal. 148 152

34

Meskipun perkataan tersebut adalah perkataan sindiran, bukan

berarti Nabi Ibrahim telah berbuat tidak sopan atau tidak baik kepada

orang tuanya, namun Nabi Ibrahim telah berbuat benar dengan memberi

tahukan ayanya bahwa ia telah berjalan di jalan yang salah. Maka

menjadi wajar dan wajib bagi Nabi Ibrahim berkata dengan tegas kepada

ayahnya untuk meninggalkan jalannya tersebut sebagai tanda kasih

sayang kepada orang tuanya yang tidak ingin ayahnya berjalan di jalan

yang salah. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Allamah Kamal

Faqih bahwa: dalam menghadapi dan berhubungan dengan orang lain,

patokannya adalah kebenaran, bukan usia, pengalaman, maupun

banyaknya orang.4

Hal ini merupakan pesan kepada seluruh umat manusia bahwa

orang yang melakukan kesalahan haruslah diingatkan, dan dibenarkan,

terlebih dalam masalah akidah, kewajiban bagi kita untuk berani

mengingatkan orang yang berbuat salah, meskipun orang itu adalah

teman, keluarga bahkan orang tua kita sendiri. Sejatinya berdakwah

haruslah kepada kerabat-kerabat terdekat terlebih dahulu, maka apabila

kita mengabaikan kesalahan mereka tersebut, menandakan bahwa kita

ikut menjerumuskan mereka ke jalan yang salah.

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ini terdapat percakapan antara Nabi Ibrahim dengan

ayahnya, Nabi Ibrahim menegaskan bahwa dirinya telah melihat

ayahnya beserta kaumnya terjerumus kepada kesesatan yang nyata, jauh

menyimpang dari jalan yang lurus. Perbuatan demikian dikatan dengan

syirik, dimana “syirik adalah mempersembahkan ibadah apapun untuk

selain Allah”.5 dalam hal ini peneliti menemukan bahwa ini

4Allamah Kamal Faqih, Tafsir Nurul Qur’an jilid 5 (Jakarta: Al-Huda, 2004), hal. 218

5Muhammad Ash-Shalabi, Iman Kepada Allah (Jakarta timur: Ummul Qura, 2014) hal. 375

35

bertentangan dengan tujuan dari pendidikan islam. Dimana tujuan dari

pendidikan islam adalah:

Untuk membimbing dan membentuk manusia menjadi hamba Allah

yang shaleh, teguh imannya, taat beribadah, berakhlak terpuji.

Bahkan keseluruhan gerak dalam setiap muslim, mulai dari

pebuatan, perkataan dan tindakan apapun yang dilakukannya dengan

niat mencari ridho Allah, memenuhi segala perintah-Nya, dan

menjauhi segala larangan-Nya, maka untuk melaksanakan semua

itu, perlu dipelajari dan dituntun dengan iman dan akhlak terpuji.6

Tujuan pendidikan Islam tersebut tidak akan tercapai jika

seseorang melakukan syirik pada Allah. Selanjutnya Nabi Ibrahim

menegur dan meluruskan mereka serta mengajak untuk tidak

menyekutukan Allah dengan berhala-berhala yang mereka sembah,

maka dari sinilah peneliti menemukan adanya metode menegur atau

mengajak layaknya dalam pendidikan.

Ayat 75

ت وٱلرض وليكون من ٱلموقني و رهيم ملكوت ٱلسم لك نري إب وكذ

Dan Demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan

(Kami yang terdapat) di langit ddan di bumi, dan agar dia termasuk

orang-orang yang yakin.

Menurut Allamah Kamal Faqih “Istilah Malakut dalam al-Qur’an

merupakan turunan dari kata mulk dimana terdapat dua kata sandang

ditambahakan sebagai penekanan dan pelebihan.7 Sedangkan menurut

M. Ali Ash-Shabuni “Malakut, malak, wawu, dan ta’ berfungsi

mubalaghah (membesar-besarkan) dalam menyifati.8 Maka maksud kata

Malakut pada ayat ini adalah “pemilik sebenarnya dan absolut dari langit

dan bumi. 9 Quraish Shihab melanjutkan penjelasannya:

6Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah (Jakarta: Ruhama, 1995),

hal. 40.

7Ibid., hal. 120

8Muhammad Ali Ash-shabuni, op.cit., hal. 190

9 ibid

36

Apa yang disampaikan Nabi Ibrahim, dan apa yang terdapat dalam

jiwa dan pikirannya menghasilkan keyakinan yang sedemikian kukuh

merupakan hasil bimbingan Allah yang telah memperlihatkam pada

Nabi Ibrahim kepemilikan-Nya di langit dan di bumi. Kepemilikan-Nya

yang amat sempurna dan kukuh tersebut mengarahkan jiwa Nabi

Ibrahim ke arah yang mengantar beliau menyadari seluruh wujud

bersumber dari Allah SWT. 10

Perkataan Nabi Ibrahim kepada pamanya merupakan buah

kereprcayaanya kepada Allah yang telah didapatkan melalui arahan atau

petunjuk Allah kepadanya, petunjuk tersebut adalah segala wujud yang

ada dilangit dan di bumi beserta segala keteraturan dan ketetapan yang

berlaku didalamnya. Seperti beberapa ciptaan yang dibuat berpasang-

pasangan, pria dan wanita, siang dan malam, terang dan gelap, panas

dan dingin dan berbagai hal yang lain yang menandakan bahwa

penciptaan yang dicipta oleh Pencipta ini amat rapih, tidak berdiri

sendiri melengkapi satu sama lainnya, saling berkaitan, dan bekerja

sesuai dengan tugasnya masing-masing.

Lalu kemudian petunjuk-petunjuk tersebut diperlihatkan kepada

Nabi Ibrahim agar termasuk orang-orang yang yakin. Quraish Shihab

menjelaskan “kalaupun ketika itu beliau telah yakin, maka itu baru

sampai pada tingkat ilmu yakin, belum ainul yakin apalagi haqqul

yakin.11 Itu berarti ketika Nabi Ibrahim berkata kepada pamannya ia pun

belum memiliki kepercayaanya tersebut dengan membuat Nabi Ibrahim

melihat kepada penciptan-Nya yang amat indah dan sempurna.

Sehingga Nabi Ibrahim dapat percaya dengan sepenuh hatinya.

Sebagaimana yang dikatakan Quraish Shihab “Allah SWT menjadikan

Nabi Ibrahmi Masuk dalam kelompok almuqinin, yakni orang- orang

yang sangat mantap keyakinannya.12

10 Quraish Shihab, op. Cit., hal 158- 159

11Ibid

12Ibid, hal 160

37

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ini peneliti menemukan bahwa: tanda-tanda keagungan

(kami yang terdapat) di langit dan bumi adalah bahan ajar atau objek

yang dijadikan Nabi Ibrahim sebagai pelajaran dalam mendidik

kaumnya, tanda-tanda keaguangan tersebut yang akan menunjukan

kepada kekuasaan Allah, sehingga kepemilikan yang ada dilangit dan

dibumi ini dapat dijadikan sebagai salah satu materi pendidikan tauhid,

diamana ini merupan salah satu aspek dari tauhid itu sendiri, yaitu tauhid

rububiah, yaitu keyakinan seorang muslim bahwa alam semesta ini

diciptakan oleh Allah SWT dan selalu memdapat pengawasan serta

pemeliharaan dari-Nya.13

Selanjutnya pada kata وليكون من الموقني agar Dia termasuk orang

yang yakin merupakan tujuan dari pendidikan tauhd tersebut. Agar

manusia dapat beriman dan bertaqwa hanya kepada Allah sesuai dengan

tujuan pendidikan tauhid, maka manusia harus percaya dan yakin

terlebih dahulu kepada Allah SWT dengan seyakin-yakinnya

kepercayaan, sehingga manusia dapat dengan sebenar-benarnya

beriman dan bertaqwa keada Allah SWT. Karena tujuan dari pendidikan

tauhid adalah tujuan dari pendidikan islam itu sendiri, pendidikan tauhid

mempunyai andil yang sangat penting, dan juga merupakan salah satu

aspek dari pendidikan islam, dimana tujuan dari pendidikan tauhid ialah:

untuk menjadikan manusia menjadi pribadi yang intan kamil dengan

pola taqwa, yaitu manusia yang utuh jasmani dan rohani, dapat

berhubungan dengan Allah karena ketaqwaannya, senang dan gemar

mengamalkan ajaran islam untuk kepentingan hidupnya di dunia dan di

akhirat.14

13Darawis Abu Ubaidah, Pandangan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah, (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar,2008), hal. 47

14Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Cv Pustaka Setia, 1999), hal. 41

38

Ayat 76

ذا قال اف لما جن عليه ٱليل رءا كوكب ي ه ا رب ٱلفلي أحب ل قال أفل ف لم

“Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah

bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka ketika bintang

itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.”

Menurut al-Wahdi makna janna yang dikutip oleh M.Ali ash-

Shabuni adalah: “Malam telah gelap dan malam telah menjadi gelap,

dan dikatakan segala sesuatu dalam bahasa Arab adalah janna dan

ajanna dari janna terdapat lafadz jannah, jin, janun, dan janain, semua

lafadz ini kembali kepada makna aslinya yaitu tertutup.15

Menurut Quraish Shihab “Proses bimbingan tersebut bermula pada

malam hari.16 Ketika malam tertutupi bumi dan sekitarnya, Nabi ibrahim

melihat keatas (langit) didapatinya suatu bintang kejora atau venus yang

disembah kaumnya itu.17

Namun kemudian bintang itupun tenggelam seiring terbitnya

matahari, yang berarti bintang itu dapat menghilang pada waktunya.

Quraish Shihab melanjutkan penjelasannya “tenggelam dan hilangnya

dari pandangan bintang tersebut lebih menunjukan kelemahan serta

ketiadaan kekuasannya”18. Menurut Allamah Kamal Faqih “sesuatu

yang timbul dan tenggelam adalah objek yang mengikuti beberapa

aturan, dan posisinya pun tergantung kepada yang mengatur mereka

maka sesuatu yang bergerak adalah yang bisa dicipta, dan sesuatu yang

dapat dicipta itu pasti bukanlah Tuhan.19 Dengan demikian, sangat jelas

bahwa bintang yang mereka sembah bukanlah Tuhan Yang

Sesungguhnya. Tuhan pastilah selalu ada dalam keadaan dan situasi

apapun, selalu hadir dalam setiap waktu kapanpun itu. Ia akan selalu

15Muhammd Ali Ash-Shabuni, loc, cit.

16M Quraish Shihab loc. Cit

17Ibid, hal. 161 18Ibid

19Allahmah Kamal Faqih, Op.cit., hal. 212

39

melihat, mengawasi dan menjaga makhluk-Nya siang dan malam, ia

akan ada bersama makhluk-Nya kapanpun dan dimanapun makhluk-

Nya berada.

Bintang adalah adalah benda yang dapat tenggelam atau

menghilang pada waktu tertentu, jika demikian, maka ia tidak tetap,

tidak stabil, dan sesuatu yang tidak stabil maka ia tidak abadi. Nabi

Ibrahim tidak menyukai akan hal itu, seolah-olah ia berkata:

“bagaimana mungkin kita tunduk, menyembah dan mengabdi kepada

sesuatu yang bahkan kita sendiri pun tidak menyukainya, serta tidak

mencintainya”.

Analisis Pendidikan:

Peneliti menemukan bahwa ketika Nabi Ibrahim melihat sebuah

bintang (lalu) dia berkata “inilah Tuhanku”. Hal ini menunjukan bahwa

cara memperoleh pendidikan tauhid dapat dicari sendiri (materi)

dengan mentadaburi akan penciptaan Allah yang ada di alam semesta

ini, dengan cara melihat dan memperhatikan. Penisbatan Nabi Ibrahim

akan Allah terhadap benda-benda langit merupakan salah satu model

amtsal. Atau biasa juga disebut dengan “metode perumpamaan yaitu

dengan cara memberikan perumpamaan-perumpamaan yang ada dalam

al-Qur’an untuk diketahui dan diresapi oleh peserta didik”.20

Ayat 77

ا رءا ٱلقمر بزغ ذا قال اف لم ي ه ا رب لكونن رب ي هدن ل لئن قال أفل ف لم

ٱلضالي ٱلقوم من “Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “Inilah

Tuhanku.” Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata,

“Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku,

pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” 20A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN Malang Press, 2008) hal.

145

40

M. Ali Ash-Shabuni mengutip perkataan al-Azhari akan makna

bazigon yang berkata bahwa: “seakan-akan lafadz ini diambil dari بزغ

yaitu ”terbelah”, karena bulan dengan sinarnya dapat memecahkan

kegelapan.21 Sedangkan makna افل menurut M. Ali Shabuni adalah

“menghilang”22

Quraish shihab melanjutkan penjelasannya:

Setelah terbukti bahwa bintang yang cahayanya sangat kecil dalam

mata telanjang manusia di bumi tidak wajar dipertuhan, Nabi

Ibrahim as. Mengahilangkan pandangan kepada yang cahanya

terlihat lebih terang, maka tatkala dia melihat bulan terbit pada awal

terbitnya, bagaikan sesuatu yang membelah kegelapan malam di

berkata “inilah dia Tuhanku yang kucari .” Tetapi setelah bulan itu

terbenam, diapun tidak puas dan menilai bulan tidak wajar

dipertuhankan dengan alasan yang sama.23

Dengan alasan bahwa kaum Nabi Ibrahim menyembah sesuatu

yang bercahaya di langit, maka untuk mengingkari kepercayaan mereka

tersebut Nabi Ibrahim harus menggunakan perumpamaan yang semisal

dengan apa yang mereka sembah, maka nabi Ibrahim menunjuk bulan,

sesuatu yang lebih besar dan lebih terang dibandingkan bintang. Apalagi

menurut mereka Tuhan adalah sesuatu yang bercahaya dilangit, maka

bulan lebih layak dan lebih tepat disebut sebagai Tuhan dibandingkan

dengan bintang yang bentuknya lebih kecil dan cahanya leih redup

bulan.

Menurut Quraish Shihab:

Kata hadza pada ayat ini, ayat lalu, dan yang akan datang bukan saja

untuk menunjuk sesuatu tertentu, tetapi juga mengandung makna

bahwa yang ditunjuk itu adalah sesuatu yang sebelumnya telah

dicari, lalu kini telah ditemukan. Ini serupa dengan ucapan seseorang

apabila mencari sesuatu katakanlah itu tertentu- kemudian

21Muhammad Ali Ash-Shabuni, loc.cit

22Ibid

23Muhammad Ali ash-Shabuni. Loc. It

41

menemukannya maka ketika itu dia akan berkata “ini dia buku saya”

yakni yang saya cari.24

Namun ternyata, bulan yang lebih besar dan lebih terang itupun

sama saja seperti bintang, ia menghilang ketika waktunya telaah habis.

Nabi Ibrahim kembali tidak puas karena tidak kunjung menemukan

jawabannya akan Tuhan

Akhirnya Nabi Ibrahim pun berkata “sesungguhnya jika Tuhanku

tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang

yang sesat”. Maksud dari perkatannya ini adalah isyarat penolakan

penyembahan bintang-bintang yang lebih dari ucapan yang lalu. Kalau

dalam ayat yang lalu beliau hanya menyatakan ketidaksukaan, disini

beliau telah menetapkan kesesatan bagi yang menyembah apalagi

bintang-bintang.25

Analisis Pendidikan:

Pada kata ي هدن “memberi petunjuk kepada” merupakan

kerja yang berarti mendapat hidayah (melalui akal) yang berarti

pendidikan tauhid juga bisa berasaskan pada akal. Dengan kata lain

akal memrupakan asas dalam pendidikan tauhid, asas atau dasar

pendikan tauhid, yaitu: al-Qur’an, hadits dan akal/rayu, maka ketika

Allah memberikan hidayah melalui akal Nabi Ibrahim melalui

akalnya, ini menjadi dasar dari pendidikan tauhid.26

Ayat 78

ا رءا ٱلشمس بزغة ذا قال ف لم ذا رب ه إن بريء يقوم قال أف لت ف لما أكبي ه

ا تشركون م

24Ibid., hal. 163

25Ibid

26Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 90

42

“Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah

Tuhanku, ini lebih besar.” Tetapi ketika matahari terbenam, dia

berkata, “Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang

kamu persekutukan.”

Para ulama berbeda pendapat mengapa Nabi ibrahim menggunakan

kata hadza untuk menunjuk matahari. Sebagaimana yang kita ketahui

bahwa matahari (syams) adalah kelompok kata muannats. Maka kata

yang tepat untuk menyebut “ini” pada ayat diatas adalah dengan

menggunakan kata hadzihi. Menurut Quraish Shihab ada yang

berpendat bahwa ini disebabkan oleh “bahasa masyarakat Nabi Ibrahim

yang tidak mengenal bentuk Mudzakar atau maskulin dan muannats

atau feminim.”27

Setelah bintang dan bulan kini Nabi Ibrahim beralih kepada

matahari yang bentuknya jauh lebih besar dan cahanya jauh lebih terang

dari keduanya. Ia menunjukannya sambil berkata seolah-olah

jawabannya kali ini adalah jawaban yang paling benar. Namun ternyata

jawabannya yang ketiganyaa ini pun masih salah, faktanya matahari

yang paling besar pun sama seperti bintang ada bulan, ia hanya terbit di

pagi hari dan tenggelam di sore hari. Maka Nabi Ibrahim menutup

kesimpulannya dengan berkata: “hai kaumku, sesungguhnya aku

berlepas diri dari penyembahan bintang, bulan, matahari, dan apa saja

yang kamu persekutukan dengan Tuhan Yang Maha Esa, tuhan Yang

Sesungguhnya.28

Inilah akhir kesimpulan Nabi Ibrahim terhadap pencariannya akan

Tuhan Yang Sesungguhnya. Bahwa ia tidak sepakat dengan kaummnya

yang menyatakan bahwa Tuhan adalah benda bercahaya di langit.

Karena benda-benda tersebut hanya mumkinul wujud, maka kesimpulan

Nabi Ibrahim adalah Tuhan bukanlah sesuatu yang ada di langit dan

bercahaya.

27Ibid., hal. 165

28Ibid., hal, 164

43

Analisis Penidikan:

Pada ayat ini peneliti menemukan bahwa, ketika Nabi Ibrahim

berkata “sesungguhnya aku berelepas diri dari apa yang kamu

persekutukan”. Perkataan Nabi Ibrahim kepada kaumnya tersebut

merupakn pernyataan bahwa ia menolak ikut serta dengan kaumya

untuk berbuat syirik. Penolakan Nabi Ibrahim untuk menyetukan Allah

adalah metode dalam menyampaikan pendidikan tauhid, yaitu dengan

cara memberikan contoh yang baik (suri tauladan) bagi kaumnya.

Metode keteladan ialah pemberian contoh hal -hal yang baik kepada

orang lain aatu dalam pendidikan pemberian contoh hal-hal baik kepada

peserta didik.29

Ayat 79

ت وٱلرض حنيف و هت وجهي للذي فطر ٱلسم كي ٱلمشر من أنا وما اي إن وج

“Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit

dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang

benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik”.

Menurut Quraish Shihab kata حنيف biasa diartikan dengan

“lurus” atau “cenderung kepada sesuatu”.30 Sedang menurut al-Biqa’i

kata hanif berarti “kecenderungan kepada fitrah atas dasar dalil dan

dengan mudah lagi lemah lembut, bukan atas dasar taqlid”.31 Dan

menurut Allamah Kamal Faqih: “hanif, lurus atau teguh, berasal dari

kata hanafa yang artinya sungguh-sunggu dan tanpa sedikitpun

menyimpang.32

Sedangakan istilah fathara menurut Allamah adalah mencipta,

bermakna awal membebaskan, arti ini juga merujuk pada beberapa

makna yang ditemukan di dalam ilmu pengetahuan modern.

29Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metedologi Pendidikan Islam, (Jakarata: Ciputat Press,

2002) hal.177 30Ibid.,

31Ibid

32Allahmah Kamal Faqih . op. Cit.., hal.216

44

Sebagaimana pandangan yang sering dikutip, pada awalnya alam

semesta berbentuk satu massa (single mass). Setelah itu, massa tersebut

terpancar menjadi beberapa bagian dan muncullah bintang-bintang dan

planet-planet satu persatu. 33

Secara singkat Quraish Shihab menjelaskan ayat ini:

Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku yakni seluruh jiwa, raga dan

totalitasku kepada yang menciptakan langut dan bumi dengan isinya,

termasuk semua benda-benda angkasa seperti matahari, bintang dan

bulan. Aku menghadapkan wajahku cenderung kepada agama yang

benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan

Tuhan, yakni bukan menganut apa yang dianut oleh kaumnya bahkan

oleh siapa pun yang mengakui dalam hati, atau ucapan atau

perbuatannya bahwa ada penguasa atau pemberi pengaruh terhadap

sesuatu selain Allah SWT. 34

Kemudian Nabi Ibrahim berkata bahwasanya ia telah haqqul yakin

(menetapkan kepercayaanya), akan meninggalkan apa yang menjadi

kepercayaann kaumnya dalam menyembah kepada sesuatu yang bukan

semestinya dari berhala dan seluruh benda-benda langit. Ia amat yakin

bahwa Tuhan Yang Sesungguhnya bukanlah seperti apa yang kaumnya

sembah. Quraish Shihab menambahkan bahwa pada saat itulah Nabi

Ibrahim menemukan Allah SWT.35 Maksudnya itu akhirnya ia

menemukan jawaban yang benar mengenai Tuhan Yang Sesungguhnya.

Kepercayaan yang kuat inilah yang akhirnya Nabi Ibrahim

dapatkan setelah bimbingan Allah SAW, pada akhirnya Nabi Ibrahim

berada pada jalannya yang benar, yaitu jalan untuk bertauhid, jalan yang

diridhoi Allah, jalan yang selama ini ia cari, jalan yang akan

menuntunya kepada keselamatan dunia dan akhirat. Maka Nabi Ibrahim

menyatakan dirinya bukanlah lagi bagian dari mereka yang telah

33Ibid

34Ibid

35M.Quraish Shihab, Al-lubab Makna dan Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah Al-Qur’an

(Tangerang: Lentera hati, 2012) cet-1, hal. 350.

45

menyekutukan Allah Sang Maha Pencipta. Ia telah menemukan jalan

yang benar, maka sekarang ia akan berjalan di dalan yang benar itu, dan

meninggalkan jalan yang salah yang selama ini ia ketahui.

Analisis Pendidikan:

Pernyataan Nabi Ibrahim sesungguhnya aku menghadapkan diriku

kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung

kepada agama yang benar dan juga merupakan bentuk dalam

mengamalkan ajaran tauhid, yaitu berserah diri hanya kepada Allah

SWT, ini karena sejatinya tujuan dari pendidikan islam itu ialah

pengamalan dari apa yang telah ia pelajari, menjadikan segala

perkataan, perbuatan dan tindakan yang ia lakuakan seseai dengan nilai-

nilai keislaman.36

Selain itu, dalam pernyataan tersebut terkandung metode dalam

proses pendidikan tauhid, yaitu dengan memberi contoh/arahan kepada

jalan yang lurus, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT.

Setelah Nabi Ibrahim menolak ajakan perbuatan syirik, kemudian beliau

memberikan arahan pada kaummnya untuk berjalan pada jalan yang

benar yaitu dengan berserah diri dan beribadah kepada Allah SWT,

dalam pendidikan pun terdapat juga metode memberi arahan atau

keteladanan yang baik untuk menyampaikan ajaran tauhid, dimana

metode ini ialah pemberian contoh yang baik kepada peserta didik.37

Ayat 80

هدىن ول أخاف ما تشركون بهۦ إل أن يشاء وحاجهۥ ق ومهۥ قال أتجون ف ٱلل وقد

ت تذكرون أفل علما شيء كل رب وسع ا شي رب

36 Zakiyah Daradjat,op.cit., hal. 40. 37Armai Arief, op.cit., hal. 118

46

“Dan kaumnya membantahnya. Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah

kamu hendak membatahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar

telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada

(malapetaka dari) apa yang kamu persekutukan dengan Allah,

kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi

segala sesuatu tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?”

Dengan pertanyaan ini Nabi Ibrahim yang tegas tersebut tentunya

setelah menyinggung perasaan kaumnya. Mereka merasa bahwa mereka

yang benar akan menyembah kepada Tuhan mereka. mereka merasa

Nabi Ibrahim yang telah melenceng dari jalan yang lurus, maka mereka

pun tidak tinggal diam, mereka membantah Nabi Ibrahim serta

mengancamnya akan malapetaka yang akan menimpanya apabila ia

bersikeras dengan pendapatnya tersebut.

Quraish Shihab berpendapat bahwa kata “wahajuhu qumuhu”

menunjukan ada dua pihak yang saling beragumentasi untuk

menguatkan pandangannya dan mematahkan pendapat lawannya.38

Disinilah terjadi perdebatan pandangan antara Nabi Ibrahim dan

kaummya. Setelah kaumya yang mengancam Nabi Ibrahim akan

perkataannya itu, Nabi Ibrahim kembali melanjutkan bantahannya

dengan berkata ”apakah kamu menentangku tentang Allah, padahal

sesungguhnya ia telah memberi pentunjuk kepadaku” menurut Quraish

Shihab “kata wa qod haddani merupakan argumentasi tersendiri;

seakan-akan Nabi Ibrahim Berkata: “Allah telah menganugrahkan

aneka petunjuk kepadaku berupa bukti-bukti bahwa Dia Maha Esa.39

Peneliti mengartikan penjelasan Quraish Shihab tersebut seolah-

olah Nabi Ibrahim berkata: apakah kalian akan tetap mengelak kepada

kebenaran yang telah aku sampaikan, kebenaran yang datang melalui

cahaya logika serta bukti-bukti yang amat jelas, bukti yang aku dapatkan

melalui berbagai macam petunjuk yang telah diberikan Allah kepadaku?

Allah Tuhanku, Tuhan kita semua? Petunjuk ini pastinya datang dari-

38 Quraish shihab, op. Cit., hal..167

39 Ibid, hal. 168

47

Nya karena dia yang Maha Kuasa untuk memberiku petunjuk itu. Dialah

Allah Tuhan Yang Mah Esa. Inilah kebenaran yang kita cari-cari itu.

Maka aku tidak akan takut dengan apa yang kalian sembah, apa yang

kalian persekutukan dengan Allah, kecuali jika Tuhanku Menghendaki.

Pada kata illa yang terdapat pada ayat di atas menurut Quraish Shihab

“merupakan salah satu unsur penting dalam keberagamaan, yakni

bahwa seseorang beragama tidak boleh menetapkan sesuatu yang

berkaitan dengan masa depan kecuali dengan mengaitkannya kepada

Allah SWT.40 Orang mukmin yang sesungguhnya tidak akan berkata

mengenai sesuatu di masa depan yang tidak ia ketahui. Cukuplan

pengetahuan itu hanya Allh Yang Tahu. Karena hanya ia-Lah yang

Maha Mengetahui dan Maha Berkehendak. Dia dapat menghendaki

sesuatu yang tidak dapat dikehendaki oleh makhluk-Nya.

Dengan demikian, Nabi Ibrahim telah menyatakan bahwa ia tidak

takut akan sesuatu hal apapun itu, kecuali kehendak Tuhannya. Bahwa

bisa saja dikemudian hari ada malapetaka yang mengenainya akibat dari

perbuatannya tersebut, namun perkara itu bukan datang dari Tuhan yang

kaummya sembah, melainkan datang atas kehendak Allah SWT Yang

Maha Berkehendak

Kemudian Nabi Ibrahim berkata “Afala tatadzakkarun? Apakah

kamu tidak mengingatnya? Maksud dari mengingat disini adalah

mengingat fitrah manusia untuk beragama atau berkepercayaan. Seolah-

olah Nabi Ibrahim berkata: kalian telah memilikinya di dalam diri

kalian, maka mengapa tidak mengingatnya? Sebagaimana Quraish

Shihab katakan bahwa “persoalan-persoalan akidah bersumber dari

fitrah manusia, keterlibatan nafsu dan aneka syahwat itulah yang

mengaburkan fungsi fitrah itu sehingga membelokan mereka dari aqidah

murni dan melupakannya.41

40Ibid

41Ibid., hal. 169

48

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ini, peneliti menemukan bahwa adanya percakapan

antara Nabi Ibrahim dengan kaumnya ketika Nabi Ibrahim mengatakan

“Apakah kamu hendak mendebatku?”, Debat merupakan metode dalam

pelaksanaan pendidikan tauhid dengan cara berargumentasi,

selanjutnnya ketika, selanjutnya ketika Nabi Ibrahim berkata “Aku tidak

takut dengan apa yang kamu persekutukan” merupakan materi dari

pendidikan tauhid, materi tersebut menggambarkan pada isi pesan Nabi

Ibrahim yang tersirat dalam ayat ini, yaitu bahwa yang berhak dan layak

diatakuti itu hanya Allah SWT, Kecuali di kala Tuhanku menghendaki

sesuatu (dari mapetaka) itu, setelah takut. Hamba-Nya senantiasa

berserah diri atas segala keputusan apapun yang Allah kehendaki

untuknya,

Selanjutnya pada penghujung ayat ketika Nabi Ibrahim bertanya

“apakah kamu tidak mengingatnya?” Mengingat adalah kata kerja

yang menggunkan akal dalam prosesnya. Kata tanya atau pertanyaan

yang terdapat dalam kalimat doatas dapat dijadikan metode dalam

pendidikan tauhid itu sendiri. Maka dapat disimpulkan bahwa metode

bertanya ini digunakan untuk menyampaikan ajaran tauhid

Ayat 81

م ول تافون أنكم أشركتم بٱلل ما ل ي ن زل بهۦ عليكم وكيف أخاف ما أشركت ت علمون كنتم إن بٱلمني أحق ٱلفريقي فأي ا سلطن

“Bagaimana aku takut kepada apa yang kamu persekutukan

(dengan Allah), padahal kamu tidak takut dengan apa yang Allah

sendiri menurunkan keterangan kepadamu untuk

mempersekutukan-Nya. Manakah dari kedua golongan itu yang

lebih berkehendak mendapatkan keamanan (dari malapetaka), jika

kamu mengetahui?” Bagaimana mungkin aku takut kepada berhala yang kalian

sembah itu? Ia bukanlah Tuhan yang dapat mendatangkan keburukan

kepadaku. Maka untuk apa aku takut kepadanya? Justru kalian yang

49

harus merasa takut, karena sesungguhnya kalian yang telah

menyekutukan Allah. Hanya Allah yang dapat mendatangkan kebaikan

dan keburukan, tetapi kalian malah melalukan hal yang bahkan Allah

pun tidak memerintahkannya. Kalian lah yang terancam akan siksa-

Nya, dan jika seperti ini, beritahu kepadaku siapa diantara kita yang

lebih berhak mendapatkan perlindungan dari Allah? Manakah diantara

kalian yang lebih berhak atas keamanan dan ketenangan?

Quraish Shihab menjelaskan bahwa sikap dan perbuatan mereka

menunjukan bahwa mereka pada hakikatnya tidak mengetahui, maka

langsung saja Nabi Ibrahim melanjutkan dengan menjawab

pertanyaannya itu pada ayat selanjutnya.42

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ini peneliti menemukan bahwa ketika Nabi Ibrahim

berekata “bagaimana aku takut kepada sesebahan yang kamu

persekutukan (denganAllah)”. Adalah bentuk keberanian Nabi Ibrahim

menyangkal dan melawan ancaman kaumnya. Sehingga Nabi Ibrahim

mengacam balik pada kaummnya (menakuti) dengan mengatakan

bahwa yang akan mendapatkan malapetaka adalah mereka sendiri.

Keberanian Nabi Ibrahim tersebut dapat dijadikan contoh dalam

menyampaikan ajaran tauhid, yaitu dengan tegas dan berani, selanjutnya

pada kalimat ول تاف ون yang bermakna “padahal kamu tidak takut”

merupakan bagian dari cara Nabi Ibrahim dalam mendidik kaumnya

dengan cara menakuti mereka akan malapetaka yang akan menimpanya

akibat kesyirikan yang mereka perbuat, maka dari inilah peneliti

menemukan adanya metode targhib dan tarhib yang dilakukan Nabi

Ibrahim kepada kaummya, dimana “metode ini disebut pula dengan

istilah “ancaman” atau “intimidasi” yaiu metode pendidikan dan

42Ibid., hal. 171

50

pengajaran dengan cara pendidik memberikan hukuman atas kesalahan

yang dilakuakan oleh peserta didik”.43

Selanjutnya احق بلمن Pada kata yang bermakna “lebih berhak atas

perasaan aman” menunjukan tujuan pendidikan bagi kaum nabi ibrahim

saat itu, tujuan tersebut disampaikan dengan “metode bertanya”

langsung pada kaumnya agar mereka berfikir sendiri sehinnga mereka

mendapat jawaban dengan sendirinya pula. Dalam hal ini metode

bertanya merupakan metode yang dapat digunakan dalam pendidikan.

Metode bertanya ialah penyampaian materi pelajaran dengan cara

memberikan pertanyaan kepada peserta didik.44

Ayat 82

ك لم ٱلمن وهم مهتدون ٱلذين ءامنوا ول ي لبسوا إين هم بظلم أولئ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman

mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat

rasa aman dan mereka mendapat petunjuk”.

Menurut pendapat para ahli tafsir dan juga beberapa hadits dan

riwayat yang dikutip oleh Allamah kamal Faqih menyebutkan bahwa

“makna zulmun pada ayat ini berarti “kedzaliman”. Buktinya terdapat

pada surat luqman: 31 ... sesungguhnya kemusyrikan adalah kedzaliman

yang sangat besar.45

Menurut Quraish Shihab kata lam yalbasu pada ayat diatas

mengandung makna: “melakukan dua hal yang serupa tetapi tidak sama

dalam satu waktu. yang pertama mengakui ketuhanan Allah SWT, serta

kewajarannya untuk disembah, dan kedua mengakui kewajaran selain-

Nya untuk disembah.46 Artiya ialah, megakui adanya Allah dan

43A. Fatah Yasin, Op. Cit., hal. 145.

44armai Arief, op.cit.,hal. 140.

45 Allamah Kamal Faqih. Op. Cit., hal. 222

46Qurish Shihab, op. Cit., hal. 172

51

meyakini bahwa ia-Lah yang patut untuk disembah namun disisi yang

lain juga mempercayai ada hal lain yang dapat dipintai pertolongannya,

atau meyakini akan sesuatu yang dapat membawa malapetaka darinya

maka sama saja demikian itu telah mencampur adukan iman.

Sebagaimana pada kasus kaum Nabi Ibrahim ini,

Sebagai contoh fenomena yang ada pada hari belakangan ini,

seorang yang mengaku muslim namun melakukan ziarah kubur pada

makam orang besar dengan tujuan mendapatkan kebrkahan, bukankah

itu sama saja dengan mencampur adukan iman dengan syirik seperti

yang disebutkan pada ayat ini? sejatinya hanya Allah satu-satu-Nya

yang dapat memberikan segaka sesuatu dan mendatangkan segala

sesuatu, jika manusia menginginkan sesuatu, maka yang perlu ia

lakukukan adalah meminta kepada Allah, karena Dia Maha Mendengar

lagi Maha Memberi

Lebih lanjut Quraish Shihab menjelaskan makna ulaika lahumul

amnu: Mengandung makna bahwa:

mereka sangat wajar mendapat rasa aman yang sifatnya istimewa

hanya khusus bagi mereka. seakan-akan segala keamanan dalam

segala asfeknya akan mereka peroleh. Karena itu pakar bahasa

menyatakan bahwa redaksi semacam ini jauh lebih dalam dan

mantap maknanya dari pada seandainya ayat ini menyatakan

ulaikal lahumul aaminun mereka itulan orang-orang yang aman.47

Hanya bagi orang-orang yang percaya kepada Allah sajalah yang

akan mendapatkan keamanan serta hidayat “(petunjuk jalan menuju arah

yang benar dan baik)”48 yaitu orang-orang yang beriman yang meminta

segala sesuatunya hanya kepada Allah, dan ia pun hanya takut kepada

Allah. Tidak ada di dunia ini yang layak diikuti dan layak dimintai

pertolongan kecuali Allah SWT.

47Quraish Shihab, loc. Cit.,

48Ibid, hal. 173

52

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ke 82 ini, peneliti menemukan bahwa ajaran tauhid tidak

hanya diperuntukan bagi mereka yang beriman saja, namun bagi orang

yang beriman dan memcampuradukan keimanan mereka dengan

kedzaliman juga bagi seluruh manusia. juga bagi seluruh manusia, yang

dimana ketauhidan ini menjadi misi diutusnya para Nabi dan Rasul dari

sejak Nabi Adam sampai Nabi Isa.49

Selanjutnya terdapat penegasan bahwa tujuan pendidikan

tauhid adalah untuk memperoleh perasaan aman dan petunjuk dari

Yang Maha Kuasa. Yaitu Allah SWT, “seseorang yang kuat

tauhidnya akan selalu tenang, tidak goncang menghadapi krisis

ekonomi dan moneter serta politik saat ini, karena tauhid dalam

kalbunya telah menyadarkan bahwa hidup ini bukan lamunan dan

angan-angan tetapi penuh realitas ujian dan cobaan”50 maka

tergambarlah bahwa pendidikan tauhid itu memberikan ketenangan

baik dalam urusan dunia maupun akhirat.

Ayat 83

ت رهيم على ق ومهۦ ن رفع درج ها إب ن ت نا ءات ي عليم حكيم ربك إن نشاء من وتلك حج

“Dan itulah keterangan Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim

untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan derajat siapa yang

Kami kehendaki. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana, Maha

Mengetahui”

Pada akhir ayat ini Quraish Shihab menjelaskan: Pertama: tilka

yakni itu ucapan dan penjelasan yang dikemukakan Nabi Ibrahim dalam

rangkaian ayat ini dan selainnya adalah hujjah dalil dan penjelasan yang

amat kokoh lagi sangat tinggi kedudukannya. Kedua: Hajjah yakni bukti

49Suryan A Jamrah, Studi Ilmu Kalam (Jakarta: Prenada media Group, 2015), hal. 45

50Tarmizi Taher, Menyegarkan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2008), hal. 47

53

yang sangat jelas yang dianugrahkan Allah SWT kepada Nabi Ibrahim

as, menjadikan beliau mampu membungkam lawan-lawan beliau

dengan argumentasi yang jelas

Seluruh bukti-bukti yang yang dikemukakan Nabi Ibrahim itulah

yang menjadi alasan bagi Nabi Ibrahim untuk tidak lagi mengikuti

kaummya dalam menyekutukan Allah. Bukti bukti tersebut datang dari

Yang Maha Kuasa. Allah lah yang telah mengarahkan Nabi Ibrahim

dalam berfikir sehingga ia dapat berdebat dengan tegas, lugas, dan tanpa

keraguan ketika melawan dan mengalahkan kaumnya. Karena bukti-

bukti tersebut datang dari Yang Maha Benar. Tidak akan ada

seorangpun yang melawan dan menandingi kebenaran Allah Yang

Maha Mengetahui segala sesuatu.

Maka dengan ini, atas kebijakan dan kekuasaan Allah, ia telah

menginginkan derajat Nabi Ibrahim, Allah menghendaki bagi siapa saja

yang ia inginkan. Dan Nabi Ibrahim lah orang yang terpilih itu.

Tuhamnu (Tuhan kita semua) itu adalah Tuhan yang Maha Bijaksana

Lagi Maha Mengetahui. Menurut Qurish Shihab penggunaan kata Rabb

dalam kata Rabbaka “biasanya dapat menyentuh yang taat dan yang

durhaka, mukmin dan yang kafir”.51

Dengan ini Allamah Kamal Faqih menyimpulkan bahwa: “orang-

orang yang beriman dan yang zalim tidak akan diberi petunjuk,

demikian pula orang-orang yang adil yang tidak beriman”52 maka orang

mukmin tidaklah cukup hidup dengan imannya saja, namun ia juga

harus berbuat asil dan tidak berbuat zalim karena iman tanpa adil adalah

kosong. Dan adil tanpa beriman adalah bohong.

51Ibid., hal. 174

52Allamah Kamal Faqih, op.cit., hal. 224

54

Analisis Pendidikan:

Pada ayat 84 ini yang merupakan ayat terakhir dari pembahasan

mengenai kisah Nabi Ibrahim menyeru ayahnya yang diambil dari tafsir

Q.S Al-an’am, peneliti menemukan bahwa hujah yang diberikan kepada

Nabi Ibrahim untuk diampaikan kepada kaumnya mengenai Allah yaitu

“hujjah” atau kekuatan argumen yang terdapat pada ayat ayat

sebelumnya, adalah proses pendidikan tauhid nabi ibrahim yang

diperuntukan bagi paman, dan kaummnya yang datangnya dari Allah

SWT.

Pada kata ت ن رفع نشاء من درج yang bermakna “Kami tinggikan siapa

yang kami kehendaki beberapa derajat”. Adalah tujuan dari pendidikan

tauhid. Karena Nabi Ibrahim telah mengamalkan ajaran tauhid, maka

Allah tinggikan derajat baginya, Allah akan meninggikan derajat siapa

saja yang ia kehendaki selama mengamalkan tauhid. Tujuan dari

pendidikan tauhid adalah tujuan dari pendidikan islam itu sendiri,

karena pendidikan tauhid mempunyai andil yang sangat penting, dan

juga merupakan salah satu aspek dari pendidikan islam, dimana tujuan

dari pendidikan tauhid ialah: untuk menjadikan manusia menjadi pribadi

yang intan kamil dengan pola taqwa, yaitu manusia yang utuh jasmani

dan rohani, dapat berhubungan dengan Allah karena ketaqwaannya,

senang dan gemar mengamalkan ajaran islam untuk kepentingan

hidupnya di dunia dan di akhirat.53

Dengan demikian tujuan dari pendidikan tauhid itu ialah untuk

membentuk manusia tauhid, yaitu manisia yang memiliki jiwa tauhid

yang dapat mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, dan

mengaktualisasikan nila-nilai Uluhiyah dalam kehidupannya.

53Nur Uhbiyati, op.cit., hal. 41

55

B. Kisah Nabi Ibrahim Menghancurkan Berhala dan dibakar Q.S al-

Anbiya: 52-68, Asy-Syu’ara: 69-102.

1. Q.S al-Anbiya: 52-68

Ayat 52

كفون ذه ٱلتماثيل ٱلت أنتم لا ع إذ قال لبيه وق ومهۦ ما ه “(ingatlah) ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayah dan kaumnya,

“patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?”

Allamah kamal faqih dalam tafsirnya yakni “Tafsir Nurul Qur’an”

menyebutkan: kata “bapak” yang disebutkan pada ayat ini merujuk

kepada paman Nabi Ibrahim, Azar. Sebab dalam bahasa Arab ‘paman’

terkadang juga dipanggil ‘bapak’ (Ab), ucapan Ibrahim ini dalam

kenyataanya merupakan penalaran jernih untuk menjadikan

penyembahan berhala tampak sia-sia. Sebab, apa yang terlihat pada

berhala-berhala adalah keadaan mereka sebagai patung-patung batu,

sedangkan sisanya adalah tipuan dan sangkaan belaka. Kata Arab.

Tamatsil, adalah bentuk jamak dari timtsal, dengan pengertian patung-

patung tak bernyawa.54

Telaahan sekilas mengenai sejarah penyembahan berhala

menunjukan bahwa perbuatan patung pada awalnya dilakukan dengan

tujuan untuk memperingati orang yang dihormati, namum kemudian,

sedikit demi sedikit, hal itu lalu menjadi penyucian dan berubah

menjadi pemujaan.55

Dalam tafsir Al-Azhar, Hamka menyebutkan bahwa ayahnya yang

bernama Azar adalah seorang yang membuat patung-patung berhala,

dan kaumnya adalah penyembah berhala, maka Ibrahim bertanya

kepada meraka “apakah ini patung-patung? Apakah ini kayu? Apakah

ini batu atau Tuhan? Jika kalian katakan ini sebagai Tuhan, apakah

patung-patunng ini mampu menciptakan kalian? Atau tangan-tangan

kalianlah yang telah membuat patung ini? yang kamu sekalian terus-

menerus memujanyanya? Memuja siang-malam, pagi dan petang?

apakah patung yang hina ini yang kalian sembah? Yang kalian puja-

54Allamah Kamal Faqih, Op, cit., hal, 84.

55Ibid.,

56

puja? Patung yang tak bernyawa? Buatan tangan kalian sendiri? Yang

tidak memberi manfaat dan tidak memberi madharat? Jangankan untuk

menolong kalian pindah atau bergeser dari tempatnya saja patung itu

tidak mampu, kecuali kalian yang memindahkannya”.56

Pada kedua tafsir ini terdapat pengertian bahwa kata ‘ab’ bemakna

bapak atau ayah, dan bapak Nabi Ibrahim ialah pembuat patung-patung

yang kaumnya menyembah patung tersebut. Yang pada awalnya

patung-patung itu dibuat untuk penghormatan lalu sedikit demi sedikit

hal itu berubah kepada pemujaan dan akhirnya menjadi pemujian lalu

Nabi Ibrahim mempertanyakan tentang patung-patung yang mereka

sembah setiap waktu, dengan maksud mengingatakan dan menyadarkan

bahwa apa yang mereka perbuat itu adalah suatu kesyirikan.

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ini peneliti menemukan bahwa ketika Nabi Ibrahim

menanyakan atas perbuatan mereka yang memuja setiap waktu kepada

berhala-berhala, patung-patung tersebut dengan maksud penyadaran

bahwa apa yang mereka perbuat adalah syirik. Pendidikan tauhid dapat

disampaikan dengan metode bertanya, dimana metode ini merupakan

salah satu teknik mengajar, dari metode ini pengajar dapat memperoleh

gambaran sejauh mana pengetahuan murid, metode ini tidak bisa

dijadikan ukuran bahwa ketika seorang pengejar mengajukan

pertanyaan, lalu pertanyaan tersebut dapat dijawab oleh salah satu

muridnya dan murid yang lainnya tidak bisa menjawab, bukan berarti

murid yang dapat menjawab telah menguasai materi yang telah

disampaikan, karena metode ini memberikan kesempatan yang sama

pada seluruh murid.57

56Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (Hamka), Tafsir al-Azhar juz XVII, (Jakarta: Pustaka

Panji Mas, 1994) hal. 59.

57Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995) hal,

307-308

57

Ayat 53

بدين قالوا وجدن ءابءن لا ع “Mereka menjawab “kami mendapati nenek moyang kami

menyembahnya”.

Ibrahim mengatakan kepada para penyembah berhala itu bahwa

baik mereka maupun bapak-bapak mereka telah berada dalam

kekeliruan yang nyata, dan mereka tidak memiliki jawaban

terhadap logika yang jelas itu, mereka hanya menolak proposisi

tersebut dari diri mereka sendiri dan menghubungkannya kepada

nenek moyang mereka. mereka telah mengatakan bahwa bapak dan

nenek moyang mereka menyembah berhala. Oleh karena itulah

mereka bersetia kepada adat kebiasaan dan tradisi nenek moyang

mereka itu.58

Inipun menjadi suatu tanda akan lemah dan ketidaktahuan

kaummnya akan guna dari penyembahan yang mereka lakukan untuk

patung-patung itu, dan mereka pun mengakui bahwa dasar dari

perbuatan mereka hanyalah mengikuti para leluhur mereka yang

dilakukan secara turun temurun.

Ayat ini mengambarkan betapa lemah dan bersikukuhnya mereka

untuk tetap setia menyebah apa yang bapak dan nenek moyang mereka

sembah, padahal berhala-berhala yang mereka sembah itu pun tidak

layak untuk disembah, ketika Nabi Ibrahim memberi penjelasan

dengan berusah menyadarkan akal mereka, mereka tidak dapat

memberikan jawaban yang sesuai akal, bahkan mereka hanya

menjawab karena kesetian mereka terhadap bapak dan nenek moyang

mereka.59

Analisis Pendidikan:

58Allamah Kamal faqih, op. cit., hal. 85.

59Hamka, op. cit., hal. 59-60

58

Pada ayat ini peneliti menemukan bahwa ayat ini adalah jawaban

dari pertanyaan dari Nabi Ibrahim pada ayat sebelumnya, ini

merupakan pembuktian bahwa dalam dunia pendidikan ketika

melakukan metode tanya jawab, bukan berarti murid yang bisa

menjawab ialah murid yang sudah paham akan materi tetapi metode

ini dilakukan oleh pengajar untuk menetapkan perkiraan secara umum

apakah murid itu telah mehami materi yang disampaikan.60

Ayat 54

مبي قال لقد كنتم أنتم وءابؤكم ف ضلل “Dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya kamu dan nenek

moyang kamu berada dalam kesesatan yang nyata”

Karena tidak ada alasan bahwa nenek moyang mereka itu

mungkin lebih bijaksana dan lebih berpengetahuan dari pada anak-

cucunya, dan dalam kebanyakan kasus, anak cucu lah yang lebih

bijakasana dan berilmu, sebab dengan berlalunya waktu, ilmu dan

pengetahuan pun berkembang, maka Ibrahim segera mengatakan

kepada mereka bahwa bukan saja mereka, tapi juga nenek moyang

mereka, secara pasti berada dalam kekeliruan.61

Dengan terus terang Nabi Ibrahim menyadarkan akal murni

mereka akan perbuatan penyembahan terhadap berhal-berhala yang

mereka lakukan adalah benar-benar perbuatan yang sesat, baik mereka

ataupun nenek moyang mereka yang telah menurunkan pemujaan

terhadap berhala-berhala itu, bahwa kamulah yang berakal bukan

patung-patung yang kamu sembah, kamulah yang berkuasa atas

patung-patung itu bukan malah sebaliknya, dan syirik yang turun

temurun ini sama sekali tidak berlandaskan kemampuan berfikir.62

Analisis Pendidikan:

60Zakiah Darajat, op.cit., hal, 307-308. 61Allamah Kamal faqih, op. cit., hal. 86.

62Hamka, op. cit., hal. 60

59

Peneliti menemukan bahwa ketika Nabi Ibrahim bertanya

dengan maksud penyadaran bahwa apa yang dilakukan bapak dan

kaummnya adalah syirik, ini mengambarakan bahwa asas atau dasar

dari pendidikan adalah akal, setelah al-Qur’an dan hadits, Mohammad

ali Daud Mengatakan dalam bukunya “Pendidikan Agama Islam”

bahwa “pendidikan Islam/ tauhid mempunyai dua sumber utam yakni

al-Qur’an dan hadits, tetapi untuk ajaran islam ada sumber tambahan

atau sumber pengembangan yakni akal/ rayu”.63 Pada ayat ini Nabi

Ibrahim berusaha menyadakan akan perbutan yang kaummnya

lakukan artinya penyadaran supaya mereka berfikir dengan

menggunakan akal mereka, bahwa apa yang mereka perbuat

merupakan syirik yang bertentangan dengan akal.

Ayat 55

عبي ت نا بٱلق أم أنت من ٱلل قالوا أجئ

“Mereka berkata, “Apakah engkau datang kepada kami membawa

kebenaran atau engkau main-main?”

Pernyataaan Ibrahim ini, yang disertai penekanan dan diucapkan

dengan kemantapan sempurna, menyebabkan para penyembah

berhala itu sedikit sadar dan mencoba menyelidiki kebenaran apa

yang dikatakan Ibrahim itu. Mereka berpaling kepada Ibrahim dan

menanyakan kepadanya, apakah dia serius ataukah hanya bersenda-

gurau saja.64

Dapatlah kita tinjau perasaan mereka pada saat itu, ketika selama

ini tidak ada yang menegur atas perbuatan mereka, tiba-tiba ada

seseorang dari saudara mereka sendiri bahkan anak dari pembuat

patung-patung yang mereka sembah, yang mereka harapakan orang ini

akan menuruti mereka untuk menyembah dan memuja patung-patung

63Mohammad Ali Daud, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: rajawali press, 2008) hal. 90.

64Allamah Kamal faqih, op. cit., hal. 88.

60

itu, tetapi malah sebaliknya, sehingga mereka sampai menanyakan

apakah Ibrahim serius atau hanya bermain-main saja.65

Analisis Pendidikan:

Peneliti menemuka adanya metode tanya jawab dalam hal ini,

ketika kaum Nabi Ibrahim menanyakan kepada beliau apakah Nabi

Ibrahim datang kepada mereka serius atau hanya bermain-main saja,

seperti layaknya dalam pendidikan bahwa metode tanya-jawab

merupakan salah satu dari metode dalam menyampaikan materi,

dalam hal ini penjabaran mengenai metode tanya jawab telah peneliti

cantumkan dalam analisi pendidikan pada ayat sebelumnya.

Ayat 56

لكمقال بل ربكم رب على ذت وٱلرض ٱلذي فطرهن وأنا و هدين ٱلسم ن ٱلش م

“Dia (Ibrahim) menjawab, “Sebenarnya Tuhan kamu ialah

Tuhan (pemilik) langit dan bumi, (Dia-lah) yang menciptakan,

dan aku termasuk orang yang dapat bersaksi atas itu.”

Ibrahim menjawab pertanyaan mereka dengan tegas mengatakan

bahwa apa yang dikatakan itu adalah serius dan merupakan

kenyataan bahwa Tuhan mereka adalah Tuhan langit dan bumi,

itulah Tuhan yang telah menciptakan mereka dan ia adalah dari

hal itu salah seorang saksi, dengan pernyataan yang tajam ini,

Ibrahim menunjukan bahwa Tuhan yang Esa itu patut disembah.

Dia adalah pencipta mereka, sekaligus pencipta langit dan bumi

serta semua makhluk.66

Pada ayat ini merupakan pernayataan yang tegas dari Nabi

Ibrahim bahwa beliau serius dan mejelaskan teguran dan nasihat

beliau yakni penyembahan terhadap patung-patung itu memang tidak

ada gunanya, karena bukan patung-patung itu yang menciptakan alam,

menciptakan tujuh lapis langit, menciptakan bumi yang kita pijak saat

ini, Allah lah sang Maha Pencipta dan Maha Pemelihara, sebab itu

65Hamka, loc. cit., hal. 60

66Allamah Kamal Faqih, op. cit., hal. 89.

61

hanya Allah lah yang patut untuk disembah, selanjutnya Nabi Ibrahim

adalah sebagai pemimpin untuk kaumnya dan Rasul yang telah diutus

Allah untuk memuntaskan tugas menunjukan mereka kepada jalann

yang benar, Ibrahim telah menyatakan kesaksiaannya bahwa Tidak

ada Tuhan melainkan Allah.

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ini peneliti menemukan adanya nasihat yang

disampaikan melalui metode ceramah yakini ketika Nabi Ibrahim

menasihati kaumnya dan menyadarakan bahwa apa yang mereka

lakukan adalah suatu perbuatan yang salah. Dalam pendidikan tauhid

pun terdapat metode ceramah untuk menyampaikan meteri

pembahasan, dalam hal ini adalah Tauhid, dimana metode ceramah

ialah “guru memberikan uraian atau penjelasan kepada sejumlah

murid pada waktu tertentu (waktunya terbatas) dan tempat tertentu

pula. Dilaksanakan dengan bahasa lisan untuk memberikan pengertian

terhadap suatu masalah”.67

Ayat 57 & 58

ذا إل كبي .وتٱلل لكيدن أصنمكم ب عد أن ت ولوا مدبرين م افجعلهم جذ لعلهم ل

ي رجعون إليه “Dan demi Allah, sungguh, aku akan melakukan tipu daya

terhadap berhala-berhalamu setelah kamu pergi

meninggalkannya”. “Maka dia (Ibrahim) menghancurkan

(berhala-berhal itu) berkeping-keping, kecuali yang terbesar

(induknya), agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.”

Para ahli tafsir berbeda pendapat tantang bagaimana Ibrahim

mengemukakan pernyataannya yang tajam itu. Sebagaian mereka,

seperti pengarang tafsir as-Shafi dan al-Mizan, meyakini bahwa

67Zakiah Darajat, op. cit., hal. 289.

62

kalimat tersebut tidak dinyatakan secara terbuka dan Ibrahim

mengatakannya dengan sembunyi-sembunyi. Alasan pendapat ini

ialah bahwa mereka yakin bahwa pernyataan permusushan secara

terbuka terhadap berhala-berhala yang kecil maupun besar dari satu

kaum, oleh seorang secara sendirian dan pada hari pertama

dakwahnya, berlawanan dengan sikap berhati-hati. Tetapi nampaknya

hal ini tidaklah demikian, sebab ucapan orang-orang saleh dan

bertakwa berbeda dengan ucapan-ucapan orang biasa seperti kita, dan

tidak ada sesuatu pun yang mampu menegah mereka merintis jalannya

yang jelas dan melaksanakan misi Ilahinya.68

Pada ayat ini Nabi Ibrahim telah bersumpah, artinya bahwa

beliau bersungguh-sungguh, jika kalian telah berpaling dari rumah

yang dimana rumah itu adalah tempat mengumpulkan berhala, mana

Ibrahim akan melakukan perbuatan tipu daya terhadap petung-patung

itu, teatapi Ibrahim tidak menyebutkan seperti apa tipu daya yang

akan dilakukan kepada patung-patung itu. Akan tetapi, tanpa rasa

takut akan bahaya yang ditimbulkan tindakannya atau khawatir akan

serangan amarah kaumnya akibat tindakannya, Ibrahim dengan berani

bertindak dan segera mengahancurkan patung-patung yang tidak

berdaya itu, yang memiliki banyak penduduk fanatik dan bodoh

tersebut, dan tujua Ibrahim melakukan itu barangkali adalah agar para

penyembah berhala tersebut datang kepadanya, lalu, ia akan

mengatakan apapun yang perlu dikatakan.69

Analisis Penididikan:

Pada ayat ini peneliti menemukan bahwa kesungguhan Nabi

Ibrahim untuk menyampaikan kebenaran bahwa yang kaumnya

lakukan adalah perbutan yang salah merupakan pembuktian dan

68Allamah Kamal Faqih. Op.cit., hal 90 69Hamka. Op. cit., hal. 63

63

penyadaran terhadap akal murni mereka agar mereka berfikir yang

mereka lalukan ialah syirik, hal ini sebagi asas atau dasar dari

pendidikan yang mana asas pendidikan tauhid itu ialah akal/rayu

setelah al-Qur’an dan as-Sunnah.

Ayat 59-65

ذا ب عنا فت ,التنا إنهۥ لمن ٱلظلمي قالوا من ف عل ه رهيم يذكرهم قالوا س ,ي قال لهۥ إب توا بهۦ على أعي ٱلناس لعلهم يشهدون

ذاب قالوا ءأنت , قالوا فأ رهيم ال ف علت ه ,تنا يب

ذا فس ف رجعواإل أنفسهم ف قالوا إنكم ,هم إن كانوا ينطقون ئ لو قال بل ف علهۥ كبيهم هؤلء ينطقون ,أنتم ٱلظلمون ث نكسوا على رءوسهم لقد علمت ما ه

“Mereka berkata, “Siapakah yang melakukan (perbuatan) itu

terhadap tuhan-tuhan kami? Sungguh, dia termasuk orang yang

zalim, “Mereka (yang lain) berkata, “Kami mendengar ada

seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini) namanya

Ibrahim, Mereka berkata, “(kalau demikian) bawalah dia dengan

diperlihatkan kepada orang banyak, agar mereka menyaksikan,

Mereka bertanya, “Apakah engkau yang melakukan (perbuatan)

ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?, “Dan (Ibrahim)

menjawab, “Sebenarnya (patung) besar itu yang melakukannya,

maka tayangkanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara,

Kemudian mereka menundukan kepala (lalu berkata), “Engkau

(Ibrahim) pasti tahu bahwa (berhala-berhala) itu tidak dapat

berbicara”.

Kebanyakan orang yeng mendengar kata ‘berhala’ maka yang

terlintas dalam benak kita kebanyakan adalah berhala yang terbuat dari

batu atau kayu. Tetapi, ditinjau dari sudut pandang lain, kata ‘berhala’

dan ‘penyembahan berhala’ memiliki makna yang luas dan mencakup

seluruh sesembahan selain Allah SWT, dalam bentuk apapun dan

bagaimana pun keadannya. Menurut sebuah hadits “Apapun yang

membuat manusia sibuk sedmikian rupa hingga membuatnya jauh dari

Allah, itu adalah berhala”.70

70Allamah Kamal Faqih. Op. cit., hal. 94

64

Ketika orang orang tidak sedang menyembah berhala karena

mereka melakukan aktivitas masing-masing, lalu Ibrahim masuk ke

kuil tempat berhala itu dikumpulkan dan dipuja oleh kaumnya, lalu

dicincangnya satu-persatu dari behala tersebut. Kecuali yang besar

dengan masksud agar pemuja berhala itu kembali artinya setelah

mereka melihat kehancuran dari berhala-berhala yang kecil mereka

menuju kepada berhala yang besar. Dalam salah satu riwayat yang

disampaikan oleh as-Suddi dan Mujahid, berhala yang bersar tidak

dirusak oleh Ibrahim, namun ia kalungkan kapak yang ia gunakan untuk

menghancurkan patung-patung yang kecil kepada patung yang besar

itu.71

Setelah itu para penyembah berhala itu masuk ke kuil tempat berhala

berhala tersebut berada dan menjumpai pemandangan yang porak-

poranda. Patung-patung berhala mereka hancur berantakan. Mereka

berteriak-teriak, menanyakan siapa yang telah menghancurkan

patung-patung terbuat, dan mengatakan bahwa siapa pun yang telah

melakukan hal itu, termasuk orang yang zalim.72

mereka menunjukan bahwa orang yang telah menghancurkan

patung-patung mereka itu adalah orang yang berlaku zalim terhadap

dewa-dewa mereka, terhadap masyarakat dan kelompok mereka, serta

pada dirinya sendiri, tetapi sekelompok orang yang telah mendengar

ancaman Ibrahim terhadap patung-patung berhala tersebut, dan

mengetahui perilakunya yang ofensif terhadap patung-patung

sesembahkan mereka itu, menyatakan pendapatnya sebagai berikut

”Mereka (yang lain) berkata, “Kami mendengar ada seorang pemuda

yang mencela (berhala-berhala ini) namanya Ibrahim” menurut

beberapa riyawat, pengahancuran patung-patung itu dilakukan Ibrahim

saat dirinya masih berusia sangat muda, barangkali sekitar enam belas

tahun.73

71Hamka, op. cit., hal. 63

72Allamah Kamal Faqih, loc. Cit., hal. 94.

73Ibid.,

65

Para penuduh lalu mengumumkan ke semua penduduk kota bahwa

barangsiapa yang tahu akan sikap permusuhan dan Ibrahim terhadap

berhala-berhala sesembahan mereka, hendaklah datang untuk bersaksi.

Akhirnya pengadilan memulai sidangnya di hadapan para pemuka

kaum Ibrahim itu, konon, Namrud sendiri ikut dalam sidang itu. Dan

pertanyaan pertama yang dilotarkan pada Ibrahim ialah: “Apakah

engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami,

wahai Ibrahim?, Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan

berkata, “Sesungguhnya kamulah yang menzalimi (diri sendiri).74

Hal-hal pokok dalam penyelidikan yang dilakukan para ahli

dibidang kejahatan adalah bahwa seseorang yang patut dituduh

sebagai pelaku kejahhatan merupakan seseorang yang padanya

terdapat jejak-jejak kejahatan tersebut. Dalam hal penghancurkan

patung-patung berhala itu, jejak-jejak tersebut ada pada patung yang

paling besar. Ibrahim mengatakan mengapa mereka menuduhnya,

bukannya menuduh patung mereka yang paling besar itu? Dia

menanyakan, apakah mereka tidak berfikir bahwa patung terbesar itu

mungkin telah menganggap patung-patung terbesar itu mungkin

telah menganggap patung-patung yang lain sebagai saingannya di

masa depan, dan karenanya lalu mengahancurkan mereka semua?75

Bagaikan angin badai yang menerbangkan abu dari perapian dan

menjadikan apinya menyala terang, Ibrahim mengungkapkan watak

tauhid mereka yang terselubungi fanatisme dan kebodohan mereka,

selama waktu yang singkat, mereka terbangun dari tidur yang lelap dan

kembali pada kesadaran dan fitrahnya. Lalu, mereka megatakan kepada

dirinya sendiri bahwa mereka telah benar-benar berlaku zalim pada

dirinya sendiri. Mereka zalim tidak saja kepada diri mereka sendiri,

tetapi juga pada masyarakat mereka dan kepada Allah yang Maha Suci,

yang menganugrahkan berbagi nikmat kepada mereka.76

Tetapi, banyaknya karatnya kebodohan, fanatisme, dan taklid buta

kepada nenek moyang mereka lebih banyak dari yang mampu disapu

74Hamka, op. cit., hal. 68

75Allamah Kamal faqih, op. cit., hal.96

76Ibid.,

66

dan disingkirkan oleh seruan pendekar monotheisme ini, Aduhai! Ruh

mereka yang suci itu hanya terangun untuk waktu yang singkat saja,

dan setelah itu muncullak pertentangan terhadap cahaya tauhid ini dari

pihak kekuatan-kekuatan jahat. Dan disebabkan kebodohan yang ada

dalam diri mereka yang kotor dan gelap itu, segala sesuatu lantas

kembali pada keadaannya semula. Alangkah indahnya makna yang

terkandung dalam kalimat al-Qur’an yang singkat, ketika ia

mengatakan, kemudian kepala mereka dijadikan tertunduk. Dan untuk

memberi dalih bagi dewa-dewanya yang tuli dan bisu. Mereka ingin

mengatakan bahwa patung-patung berhala mereka selalu diam dan tak

pernah memecahkan sikap diamnya yang penuh keagungan.

Sesungguhnya para penyembah berhala itu ingin menyembunyikan

kelemahan, kekejian, dan kehinaan patng-patung berhala mereka

dengan dalih yang semacam itu.77

Analisis Pendidikan:

Pada ayat 59-65 ini terdapat dialog atau tanya jawab Ibrahim

dengan kaumnya, peneliti memnenukan bahwasanya teradapat tanya

jawab yang panjang pada peristiwa ini dimana tanya jawab juga

merupakan salah satu dari pengajaran tauhid, “metode tanya jawab ini

merupakan salah satu teknik yang dapat membantu kekurangan-

kekurangang yang terdapat pada metode ceramah. Ini disebabkan

kareab guru dapat memperoleh gambaran, sejauh mana murid dapat

mengerti dan mengungkapakan apa yang telah disampaikan”.78

Selanjutnya peneliti juga menemukan metode lain, yaitu metode hiwar,

metode hiwar ini adalah pendidikan yang dilakuakan secara

diskusi yaitu bertanya dan menjawab. Dialaog ini terbagi kepada 4:

dialog Khitobi dan ta’abudi (bertanya lalu menjawab) dialog

deskriftif dan dialog naratif (menggambarkan lalu mencermati)

dialog argumentatif (berdiskusi lalu mengemukakan alasan) dan

dialog nabawi (menanamkan rasa percaya diri lalu beriman) dialog

77Ibid., hal. 100

78Zakiah, op. cit., hal. 307.

67

Nabawi ini sering dipraktekan para sahabat Nabi ketika meraka

bertanya kepada rasul

pada ayat ini yang peneliti temukan adalah metode dialog

argumentatif yakni ketika terjadinya tanya jawab antara Ibrahim dan

kaum, Nabi Ibrahim sertakan argumen beliau mengenai berhala yang

tak layak untuk disembah, hal ini pun juga termasuk kepada dasar

tauhid, diman Nabi Ibrahim berusaha mengajak kaummnya untuk

berfikir dengan rasional atau akal murni mereka melalui dialog yang

mereka lakukan, karena dasar atau asas dari pendidikan itu ialah

alqur’an dan hadits dan setelahnya adalah akal/rayu.

Ayat 66

يضركم ول يئاقال أف ت عبدون من دون ٱلل ما ل ينفعكم ش “Dia (Ibrahim berkata, “Mengapa kamu menyembah selain Allah,

sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun, dan tidak

(pula) mendatangkan mudarat kepada kamu?”.

mula-mula Ibrahim as pergi menemui paman dan sanak

saudaranya serta mengajak mereka pada tauhid dan kesatuan.

Namun, ketika usahanya tidak memperoleh hasil yang positif,

maka dalam tahap kedua, ia lalu segera menju patung-patung

berhala kaumnya dan menghancurkan mereka. setelah itu, sambil

berbicara kepada hati nurani mereka, ia mencoba menyadarkan

mereka, dan akhirnya ia menyusul nasihat dan celaannya, ia

memaksa mereka merenung. Ia menyerangg mereka dengan

menggunakan kata-kata yang paling keras, serta menempatkan

pikiran mereka dalam nyala api logika yang membangun

kesadaran.79

Maka Nabi Ibrahim berkata kepada kaummnya, kalian sendiri

juga tidak mempercayai bahwa berhala besar mustahil dapat

menghancurkan berhala yang kecil, karena berhala itu tak dapat

bergerak dari tempatnya, dan berhala kecil pun tak mampu

menjawab ditannya, karena berhala adalah benda mati lalu mengapa

kalian masih menyembahnya? Lalu Ibrahim berkata amat buruk dan

79Allamah Kamal Faqih, op. cit., hal 102

68

tercelalah perbuatan kalian dan juga patung-patung itu karena

kebodohan dan buntunya fikiran kalian.80

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ini, peneliti menemukan dua metode dalam pengajaran

tauhid: metode bertanya, ketika Nabi Ibrahim mempertanyakan

perbuatan mereka yang salah dan tak ada gunanya yakni ketika

mereka memuja berhala-berhala yang tak mampu mendatangkan

manfaat dan madharat, metode ini dapat digunakan dalam pendidikan,

ialah penyampaian materi pelajaran dengan cara memberikan

pertanyaan kepada peserta didik.81 yang kedua ialah metode hiwar

(dialog argumentatif) yakni Nabi Ibrahim berdialog dengan kaumnya,

melakukan tanya jawab dan Nabi Ibrahim memberikan penjelasan

atau jawaban kepada kaumnya dengan argumen yang jelas.

Ayat 67

ت عقلون أفل ٱلل دون من ت عبدون ولما لكم أف “Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah!

Tidaklah kamu mengerti?.”

Sekali lagi, guru monoteisme ini melanjutkan perkatannya, lalu

dengan memukulkan cambuk celaan kepada jiwa-jiwa mereka yang

teka merasakan sakit. Akan tetapi dalam menyalahkan dan mencela

mereka, Ibrahim tidak meninggalkan sikap lemah-lembut, agar

mereka tidak semakin keras kepala.82

Nabi Ibrahim berkata kepada kaummnya mengapa kamu tidak

menggunakan akal untuk memecarhakan perkara ini? sekiranya kamu

lakukan demikian, niscaya kamu akan sampai pada kebenaran, Az-

80Hamka. Op. cit., hal. 68

81Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hal.

140

82Allamah Kamal faqih. loc. Cit., hal 102

69

Zamakhsyari menyatakan dalam tafsirnya: kata Uffin adalah kalimat

yang menyatakan jengkel, Ibrahim jengkel ketika mereka masih saja

melanjutkan pemujaan mereka terhadap berhala-berhala padahal

alasan mereka sudahsudaj dipatahkan dengan argumentasi yang

disampaikan oleh Nabi Ibrahim.83

Analisis Pendidikan:

Ayat ini pun merupakan dialog percakapan antara Nabi Ibrahim

dengan kaumnya, tanya jawab yang dilakukan dengan

berargumentasi, selanjutnya Nabi Ibrahim menggunakan metode

targhib dan tarhib atau biasa disebut denga metode ancaman, yakni

suatu metode pendidikan dan pengajaran, dimana pendidikan

memberikan ancaman atas kesalahan yang dilakukan oleh peserta

didik, dalam hal ini Nabi Ibrahim mengatakan “Celakalah” karena

perbuatan kaumnya yang menyebah kepada selaian Allah yaitu syirik.

Ayat 68

ما اق لنا ينار كون ب رد ,قالوا حرقوه وٱنصروا ءالتكم إن كنتم فعلي رهيم على وسل ,إب

ه ولوطا إل , ٱلخسرين فجعلنهم اوأرادوا بهۦ كيد ن لمي وني ٱلرض ٱلت بركنا فيها للع “Mereka berkata, “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan

kamu, jika kamu benar-benar hendak berbuat.”

Berkat penalaran Ibrahim yang praktis dan logis, semua

penyembahan berhala itu tercela, tetapi sikap sikap keras kepala dan

fanatisme mereka yang membandel tetap menghalang mereka

menerima kebenaran. Itulah sebabnya mereka membuat keputusan

yang sangat kasar dan berbahaya sekaitan dengan Ibrahim. Kemudian

serupa dengan itu mereka mengatakan banyak hal sia-sia tentang

Ibrahim, dan megahasut orang banyak untuk melawan Ibrahim dengan

83Hamka, lop. Cit., hal 68

70

cara sedemikian rupa sehingga alih-alih hanya beberapa onggokan

kayu yang cukup untuk membakar beberapa orang, kaummnya itu

malah menumpuk ribuan onggok kayu tinggi bagaikan gunung, dan

konsekuensinya, berkobarlah sebuah lautan api.84

Orang-orang saleh selalu tabah dalam mengejar tujuan-tujuan

sucinya hingga mereka siap menyerahkan nyawanya seklipun.

Membakar orang hidup-hidup adalah jenis pebantaian yang paling

mengerikan, terdapat banyak masalah yang terkandung dalam tarsir-

tafsir mengenai peristiwa dilemparkannya Ibrahim ke dalam api.

Diantaranya kaum musyrik tersebut, dengan bantuan petunjuk setan,

membuat sebuah ketapel raksasa, Ibrahim, dengan sikap tawakalnya

yang tiada tara kepada Allah Swt, tidak meminta pertolongan apapun

kepada malaikat, bahkan tadak kepada Jibril. Saat itu, ia diam-diam

sibuk berdoa kepada Allah Swt dan bershalawat kepada Nabi

Muhammad Saw dan ahlulbaitnya. Akhirnya dengan diiringi teriakan

gembira dan tepuk tangan orang banyak, Ibrahim dilemparkan ke

dalam kobaran api raksasa yang mengerikan itu dengan menggunakan

katapel raksasa. Orang banyak bersorak gembira, seolah-olah si

penghancur berhala sudah binasa selamanya dan menjadi abu.85

Imam Shidiq berkata “ketika Allah memerintahkan kepada api

“menjadi dinginlah kamu...” maka karena dingin yang amat

sangat (ditengah-tengah api buatan Namrud), gigi-gigi Ibrahim

sampai bergemlumuk, hingga datang perintah Allah kepada api,

“.....dan jadilah keselamatan, saat mana rasa dingin itu lalu lenyap

dan berubah menjadi keamanan bagi dirinya.86

Maka, berbagai kesimpulan al-Qur’an suci, dengan kalimat yang

singkat, mengatakan bahwa orang-orang musyrik itu telah

memutuskan untuk melenyapkan Ibrahim dengan makar mereka,

tetapi Allah Swt membuat mereka sebagai pihak yang kalah. Nyata

bahwa tetap amannya Ibrahim dalam kobran api, maka situasi pun

84Allamah Kamal Faqih, loc, cit., hal. 102.

85Ibid.,

86 Ibid.,

71

berubah seratus delapan puluh derajat, teriakan -teriakan gembira pun

berhenti, dan mulut-mulut ternganga keheranan, Namun sikap fanatik

dan keras kepala masih menghalangi mereka untuk menerima

kebenaran dengan sempurna, meskipun hati (pikiranpikiran) yang

terjaga memperoleh manfaat dari kejadian ini dan keimannya kepada

Tuhan Ibrahim makin menjulang. Kerugian yang sangat bagi mereka,

karena gagalnya usaha membakar Ibrahim, dengan disaksikan banyak

orang, kejadian yang luar biasa ini menyebabkan tuah kebesaran

berhala telah habis, dengan demikian wibawa pemerintahan pun

telahhabis, dan rakyat pun telah mengerti bahwa apa yang merea

agung-agungkan selama ini adalah kepalsuan belaka.87

Musuh ingin menghancurkan Ibrahim, tetapi Allah tidak saja

menyelamatkannya, tetapi juga menganugrahkannya satu

generasi yang berbakti serta menjadikan mereka semua orang-

orang yang terpilih. Peristiwa pembakaran Ibrahim hidup-hodup

dalam kobaran api dan keselamatannya yang penuh mukjizat dari

situasi berbahaya ini menyebabkan pemerintahan Namrud

bergetar, mereka menganggap bahwa jika Ibrahim dalam keadaan

seperti itu, tetap tinggal di kota dan negeri mereka, dengan

kefasihan berbicara dan logikanya yang kuat serta keberaniannya

yang tak tetandingi, pasti ia akan menjadi sumber marabahaya

bagi pemerintahan Namrud yang egoisti dan tiranik tersebut.88

Dan di lain pihak, Ibrahim sesungguhnya telah melaksanakan

misinya di wilayah itu dan telah menyamaikan benih keimana dan

kesadaran di negeri itu. Ia harus berhijrah ke bagian lain negara itu

dan mempermaklumkan seruanya disana. Karena itu, ia lalu

memutuskan untuk berhijrah dari negerinya menuju Syam (Suriah)

dengan disertai Luth (anak saudaranya), Sarah (isterinya) dan

mungkin juga dengan sekolompok kecil orang yang beriman.

Analisis Pendidikan:

87Hamka, op. cit., hal. 71

88Allamah Kamal Faqih.loc, cit., hal. 106

72

Pada ayat diatas, peneliti menemukan adanya tujuan dari

pendidikan tauhid itu sendiri, tauhid tidak hanya sekedar

memberikan ketentraman batin dan menyelamatkan manusia dari

kemusyrikan, tetapi juga berpengaruh besar terhadap pembentukan

sikap dan perilaku keseharian seseorang, ia tidak saja berfungsi

sebagai akidah, tetapi juga berfungsi pula sebagai falsafah hidup.

Apabila Tauhid ini tertanam kuat dalam jiwa seseorang, ia akan

menjadi seseuatu kekuatan yang tagguh, ini tergambar pada sikap

Nabi Ibrahim yang bahkan tidak takut untuk dibakar, karean Tauhid

dalam dirinya susah tertanam kuat. Berikutnya ialah penegasan dari

tujuan pendidika tauhid ialah memperoleh rasa aman dan petunjuk

dai Allah SWT, seseorang yang kuat tauhidnya akan selalu tenang

dan tidak tergoncang akan khawatirnya kehidupan dunia, karena

tauhid dalam kalbunya telah menyadarkan hidup ini bukanlah

lamunan dan angan-angan tetapi penuh realitas dan ujian, maka

tergambarlah bahwa pendidikan tauhid memberikan ketenangan,

keamanan, keselamatan, juga petunjuk dari Allah baik dalam urusan

dunia maupun akhirat.

2. Q.S Asy-Syu’ara ayat 69-102

Ayat 69-71

رهيم إذ قال لبيه وق ومهۦ ما ت عبدون قالوا ن عبد أصنام ف نظل اوٱتل عليهم ن بأ إب كفي لا ع

“Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim, ketika (dia

Ibrahim) berkata kepada ayah dan kaumnya, “Apakah yang

kamu sembah?”, mereka menjawab “Kami menyembah

berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya”.

Banyak ayat yang menceritakan kisah ini, karena Tujuan dari

pembacaan dari ayat ini ialah agar kisahnya menjadi contoh atau

tauladan bagi generasi selanjutnya. Kemudian ketika kaum itu

menyembah berhala dengan alasan hanya mengikuti bapak atau

73

nenek moyang mereka, dan Nabi ibrahim mengajak mereka untuk

meninggalkan perbuatan tersebut, dengan argumen-argumen yang

mantap, karena mengajak kepada ketauhidan dan meninggalkan

syirik.89

Pada ayat ini Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk

menceritakan perjuangan Nabi Ibrahim, Nabi Ibrahim merupakan

nenek-moyang dari dua suku bangsa yang besar, yaitu Bani Israil

dan Bani Ismail, Nabi Ibrahim dengan perjuangan yang hebat dan

luar biasa mengajak kaumnya kepada tauhid, sama halnya dengan

Nabi Muhammad yang mengajak kaumnya yakni kaum Quraisy

khususnya untuk kepada ajaran tauhid, dan keduannya mempunyai

tantangan yang paling besar yakni orang tuanya sendiri, pernah

suau ketika terjadi dialog antara Nabi Ibrahim dengan ayah dan

kaumnya, Nabi Ibrahim yang bertanya kepada mereka tentang apa

yang mereka sembah, lalu mereka menjawab ini adalah berhala

yang kami akan selalu menyembah kepadanya, selalu kami puja,

dan i’tikaf disekelilingnya, dan kami akan lakukan ini selama-

lamanya.90

Ayat ini berbicara tentang sekelumit tentang kisah Nabi Ibrahim,

uraian ini mulai sejak dari perintah membacakan kepada kaum

musyrik Mekkah, bahkan siapa pun, berita yang sangat penting

tentang Nabi Ibrahim as, agar jejak beliau diikuti. Yang digaris

bawahi adalah ketika Nabi Ibrahim bertanya kepada mereka

tentang apa yang mereka sembah? Dan mereka menjawab

dengan bangga “kami menyembah berhala-berhala yang agung

memenuhi segala semestinya, kami lakukan menyangkut

penyembahan itu, dan untuk itu lah sehingga kami senantiasa

dan dengan tekun beribadah kepadanya.91

Analisis Penididikan:

89M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian a-Qur’an (jakarta: Lentera

hati, 2002), hal, 59-62.

90Abdulmalik Abdulmalik Amrullah (HAMKA), op. cit., hal, 97-98.

91M. Quraish Shihab,Op, Cit., hal 215.

74

Pada ayat ini peneliti menemukan bahwa adanya metode kisah

dalam penyampaian materi, seperti alam metode pendidikan, juga

terdapat juga metode tanya jawab, pada ayat ini Nabi Ibrahim

bertanya terlebih dahulu kepada kaum nya tentang apa yang mereka

sembah. Metode kisah biasa juga disebut metode cerita yakni dengan

cara mendidik dengan mengandalkan lisan maupun tulisan dengan

menyampaikan pesan dari sumber pokok sejarah islam, yakni al-

Qur’an dan hadits, pentingnya metode kisah diterapkan dalam dunia

pendidikan karena dengan metode ini akan memberikan kekuatan

psikologis kepada peserta didik.92 Selanjutnya “metode tanya jawab

ialah suatu cara yang menyajikan materi pelajaran dengan jalan guru

mengajukan suatu pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk

dijawab. Bisa juga terjadi antara siswa dengan siswa”.93

Ayat 72-74.

ءابءن أو ينفعونكم أو يضرون قالوا بل وجدن قال هل يسمعونكم إذ تدعون

لك ي فعلون كذ “Dan (Ibrahim) berkata “Apakah mereka mendengarmu ketika

kamu berdoa (kepadanya)?”, atau (dapatkah), mereka memberi

manfaat atau mencelakakan kamu?”, mereka menjawab

“Tidak, tetapi kami dapat nenek moyang kami berbuat begitu”

Ketika Nabi Ibrahim mengajak supaya menggunakan fikiran

mereka: “ apa yang kamu sembah ini? apa guna dan manafatnya?

Apakah berhala-berhala mendengar ketika kalian menyeru

kepadanya? Apakah berhala-berhala itu memberi manfaat atau

madharat kepada kalian?, dengan begini mereka akan bingung atas

jawabannya, keran patung-patung itu adalah buatan mereka sendiri

kaum Nabi Ibrahim pun bingung karena mereka tidak merasakan

apa manfaat dan madhrat yang mereka rasakan ketika mereka

92A. Fatah Yasin, Op, Cit., hal. 143.

93H. Tayar Yusuf & Syaiful Anwar, Metodologi Pengantaran Agama dan Bahasa Arab,

(Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 1995), hak. 61.

75

menyembah berhala-berhala itu, lalu mereka menjawab pertanyaan

Nabi Ibrahim dengan sederhana saja, mereka menyemabah

berhala-berhala itu karena nenek moyang mereka melakukan yang

demikian, maka mereka menjaga adat-istiadat itu dan dianggapnya

sebagai pusaka yang suci sehingga mereka wajib mengikutinya.94

Nabi Ibrahim berkata: “Apakah mereka mendengar keluhan

dan permohonan saat kamu memohon? Atau kalaula mereka

mendengar, maka apakah mereka dapat memberi manfaat atau

memeberi mudharat jika kamu tekun? Mereke menjawab

setelah menyadari apa yang dipertanyakan Nabi Ibrahim bahwa

“bukan karena itu, tetapi sebenarnya kami mendapati nenek

moyang kami melakukan seperti yang kami lakukan dan hal

demikian senantiasa mereka lakukan sehingga kami pun harus

senantiasa melakukannya.95

Pada ayat ini Nabi Ibrahim berupaya agar menyadarkan akal

mereka bahwa apa yang mereka lakukan selama ini merupakan

kekeliruan, dalam rangka menyampaikan hala ini Nabi Ibrahim

menggunakan metode bertanya agar sedikitnya memnacing

kaumnya untuk berfikir lebih jauh dari itu Nabi Ibrahim mengajak

untuk tidak beribadah kepada sesuatu yang tidak bisa memberi

manfaat atau mudharat.96

Analisis pendidikan:

Pada ayat ini penulis menemukan masih terdapat metode tanya

jawab yang digunakan untuk penyampaian dari ajaran tauhid ini

sama seperti ayat sebelumnya, selanjutnya penulis menemukan

adanya asas pendidikan tauhid yang kegita ialah rayu/ akal setelah

al-Qur’an dan hadits, ini tergambae ketikan Nabi Ibrahim

menyampaikan argumen tentang kesesatan kaumnya yang

menyembah berhala, Nabi Ibrahim menyampaikan hal tersebut

94 Abdulmalik Abdulmalik Amrullah (HAMKA), op. cit., hal, 98.

95M. Quraish Shihab, al-Lubab, op. cit., hal, 102

96M. Quraish Shihab, op. cit., hal, 59-62.

76

dengan cara bertanya dengan maksud mencoba mengajar mereka

berfikir menggunakan akal mereka.

Ayat 75-77

تم ما كنتم ت عبدون م عدو أنتم ,قال أف رءي وءابؤكم ٱلقدمون فإن إل ل

لمي رب ٱلع

“Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah kamu memperhatikan apa

yang kamu sembah?”, kamu, dan nenek moyang kamu

terdahulu?, sesungguhnya mereka (apa yang kamu sembah)

itu musuhku, lain halnya Tuhan seluruh alam”.

Dan Nabi Ibrahim as, melanjutnya pertanyaanya: “Berdasar

apa yang kamu katakan itu, maka apakah kamu telah berfikir

tentang hakikat dan kemampuan berhala-berhala yang selalu

kamu sembah, demikian juga nenek moyag kamu yang

dahulu? Jika kamu telah berfikir, maka pasti kamu tidak akan

menyembahnya, jika kamu belum maka berpikirlah!

Sungguh penyembahan itu merugikan sehingga apa yang

kamu sembah itu adalah musuh bagiku dan musuh bagi kamu

juga, karena penyembahan yang mengakibatkan madharat

dan becana. Tetapi kepada Tuhan pemelihara dan pengendali

semesta alam lah saya patuh dan mengikhlaskan ibadah. Lagi

tidak menyekutukan-Nya dengan siapa pun.97

Ketika Nabi Ibrahim melanjutkan pertanyaan dengan

maksud dan tujuan agar mereka berfikir, karena sebelumnya

mereka ketika diajukan pertanyaan oleh Nabi Ibrahim mereka

bukan memberikan jawaban, namun mengalihkan dengan mereka

menjawab kami mengikuti bapak dan nenek moyang kami,

selanjutnya ketika Nabi Ibrahim mengatakan aku bahwa berhala

itu merupakan musuh bagi Nabi Ibrahim ini untuk

mengambarkan bahwa seakan-akan Nabi Ibrahim telah berkata”

Akutelah berfikir tentang diriku, dan kutemukan bahwa kerika

97M. Quraish Shihab, al-Lubab, op. cit., hal, 103

77

ibadah dilakukan untuk berhala-berhala itu, makan itu merupakan

ibadah dan kepatuhan kepada musuh, karena itu aku

menghindarinya dan memilih untuk beribadah kepada siapaa

yang merupakan sumber segala kebajikan” dengan ini belaiu

Nabi Ibrahim telah menasehati diri beliau sendiri lalu Nabi

Ibrahim berusaha menasehati kepada kaumnya dengan metode

bertanya.98

Nabi Ibrahim menegaskan pendiriannya, bahwa Nabi

Ibrahim menetang penyembahan kepada berhala karena

sesungguhnya hal itu bertentangan dengan mereka yang berfikir

sehat, berhala-berhala apa pun yang diciptakan manusia baik itu

dari batu, pasir ataupun yang lainnya tidak pantas untuk disembah

oleh sebab itu segala pertuhanan yang dipersembahkan kepada

benda-benda adalah musuh besar bagi orang yang bertaubat.99

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ini Peneliti menemukan bahwa Nabi Ibrahim masih

menggunakan metode bertanya untuk menyampaikan argumtasi

bahwa patung-patung yang mereka sembah sama sekali tidak

layak untuk disembah, selanjutnya peneliti menemukan adanya

metode nasihat pada saat Nabi Ibrahim berfikir dan akhirnya

mengungkapkan bahwa berhala-berhala itu ialah sebagai musuh,

metode nasihat juga merupakan metode pengajaran dalam

pendidikan dimana metode nasihat adalah metode pengajaran

dengan cara pendidik memberikan motivasi, juga sangat efektif

dalam pembentukan anak didik terhadap hakekat sesuatu. Serta

motivasinya untuk bersikap luhur dan mulia dan membekalinya

dengan prinsip-prinsip islam. 100

98 M. Quraish Shihab, op. cit., hal. 64-66 .

99 Abdulmalik Abdulmalik Amrullah (HAMKA), op. cit., hal, 98-99. 100A. Fatah yasin, loc. cit., hal, 143.

78

Ayat 78-82

ٱلذي خلقن ف هو ي هدين وٱلذي هو يطعمن ويسقي وإذا مرضت ف هو يشفي

يي وٱلذي أطمع أن ي غفر ل خطي ت ي وم ٱلدين ئ وٱلذي ييتن ث ي

“Yaitu yang telah menciptakan aku, Maka Dia yang memberi

petunjuk tepadaku, dan yang memberi makan dan memberi

minum kepada ku, dan apabila aku sakit, Dialah yang

menyembuhkanku, dan yang akan memetikan aku, kemudian

akan menghidupkan aku kembali, dan yang sangat

kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari

kiamat.”

Nabi Ibrahim berkata: “Allah SWT yang telah menciptakan

aku dengan kadar dan ukuran yang sangat tepat, lalu hanya

Dia yang menunjuki aku aneka petunjuk yang kuperlukan

sepanjang hidupku, hanya Dia Yang Maha Esa itu yang

memberi aku makan dan minum hingga tanpa bantuan-Nya

pastilah aku binasa, disamping itu, apabila aku sakit, maka

hanya Dia lah yang menyembuhkan aku, lebih jauh Nabi

ibrahim menegaskan bahwa seluruh alam yang kusembah

dan yang ku ajak kamu menyembah-Nya itu adalah Dia yang

mematikanku, sebagaimana akan mematikan kamu semua

dan seluruh makhluk hidup, jika ajal yang ditentukan-Nya

tiba, kemudiaan akan menghidupkan aku kembali dan juga

semua untuk mempertanggung jawabakan amal-amal kita,

setelah kematian itu, dan Dia juga yang amat aku harapkan

mengampuni kesalahanku nanti pada Hari pembalasan.101

Kalimat-kalimat yang diungkapkan Nabi Ibrahim pada ayat

diatas, memberi kesan kepada kita betapa dalam pengetahuan

beliau tentang Tuhan dan betapa dekat beliau dengan Allah,

begitu rinci dan teliti beliau melukiskan keagungan dan kasih

sayang-Nya, dan begitu halus perasaan dan luhur tata krama

beliau terhadap-Nya, tidak heran jika beliau diberi gelar Khalil

Allah? Teman akrab Allah yang persahabatn dan kedekatannya

dengan-Nya telah masuk ke relung hati, dan itulah agaknya yang

101 M. Quraish Shihab, al-Lubab, op. cit., hal, 104-106

79

mengantar beliau mampu melukiskan keyakinan dan

perasaannya.102

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ini peneliti menemukan adanya tujuan dari

pendidikan tauhid itu sendiri yakni keyakian kepada Allah bahwa

Allah lah sang maha pemeliha, dan ini merupak salah satu aspek

dari tauhid, yaitu tauhid Rububiyah, seseorang yang telah

meyakini akan tauhid ini akan senantiasa berharap kepada Allah,

karena dia tau bahwa yang Maha Pemelihara adalah Allah semata,

dia akan menggantungkan harapan kepada Allas saja, tidak

kepada yang lainnya, pada ayat ini Nabi Ibrahim telah

merealisasikan ketauhidan dalam dirinya, karena seseorang yang

telah tertanam matap ketauhidan telah dalam dirinya akan

mempengaruhi terhadap pembentukan sikap perilaku keseharian

seseorang, tauhid tidak hanya berfungsi sebagai akidah, tetapi

berfungsi juga sebagai falasafah hidup.103

Ayat 83-87

لحي وٱجعل ل لسان صدق رب هب ل حكم ف ٱلخرين ا وألقن بٱلصزن وٱجعلن من ورثة جنة ٱلنعيم وٱغفر لب إنهۥ كان من ٱلضالي ول ت

عثون ي وم ي ب “(Ibrahim) berdo’a “Ya tuhanku, berikanlah kepadaku ilmu

dan masukannlah aku ke dalam golongan orang-orang yang

shaleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-

orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk

orang yang mewarisi syurga yang penuh kenikmatan, dan

ampunilah ayahku, sesungguhnya dia termasuk orang yang

sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka

sibangkitkan.”

102 M. Quraish Shihab, op. cit. hal. 72-73

103Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2000), hal. 7

80

Setelah Nabi Ibrahim menyebut segala kenikamatan yang

berasal dari Allah, selanjtnya Nabi Ibrahim memohon doa kepada

Allah yang tergambar pada ayat ini, Kemudian Nabi Ibrahim

menyebut nikmat beserta doa yang dipanjatkan kepada Allah yakni

mengenai penciptaan, Hidayah, pemenuhan kebutuhan jasmani,

pemeliharaan dan pengampunan dosa pada hari kiamat kemudian

permohonan Nabii Ibrahim ialah penganugrahan amal ilmiah atau

hikmah kenabian, dan yang dimohonkan adalah bergabung dengan

kelompok orang yang shaleh, , yang Nabi Ibrahim mohonkan ialah

Nama baik dan kelanjutan dakwahnya, pewarisan syurga serta

pengampuan bagi orang tuanya.104

Setelah menyebut aneka nikmat, pada ayat selebelumnya, Nabi

Ibrahim megajukan permohonan: “Tuhan pemelihara dan

pembimbingku, anugrahkanlah untukku, yakni demi

kemaslahatan wujudku hukum yakni pengetahuan dan hikmah,

dan masukanlah aku kedalam kelompok orang-orang yang

shaleh, yakni dengan melakukan aktivitas yangg Engkau ridhoi,

juga jadikanlah buat diriku secara khusus buah tutur yang baik

ditengah orang-orang yang datang kemudian, yakni agar mereka

meneladani apa yang aku lakukan, selanjutnya beliau bermohon

anugrah ukhrowi yang tanpa anugrah ini, tidak ada arti seluruh

hidup, beliau bermohon: “ ampunilah orang tuaku. Karena

sesungguhgnya ia termasuk golongan orang-orang yang sesat.

Dan janganlah Engkau mempermalukan aku di hadapan

khalayak pada hari mereka, yakni manusia seluruhnya, di

bangkitkan dialam kubur.105

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ini peneliti menemukan adanya tujuan dari

pendidikan tauhid yang tergambar pada perilaku sehari-hari, ketika

seseorang telah mempunyai jiwa tauhid yang mantap dalam

dirinya, ia akan menjadi sesuatu kekuatan batin yang tangguh,

kekuatan itu akan melahirkan sikap positif dalam menghadapi

masa depan, tidak takut terhadap apapun dan siapapun kecuali

104 M. Quraish Shihab, op. cit. hal. 73-80.

105 M. Quraish Shihab, al-Lubab, op. cit., hal, 106-112

81

kepada Tuhan, dan berharap hanya kepada Allah, hal ini tergambar

Nabi Ibrahim bermohon hanya kepada Allah semata.106

Begitu berat tanggung jawab Nabi Ibrahim, begitu pula Nabi

Muhammad SAW mereka terikat keras dengan disiplin yang

ditentukan Tuhan, sehingga walaupun Ayah kandung (Nabi

Ibrahim), Ibu kandung dan paman yang amat dicintai (Nabi

Muhammad) anak kandung (Nabi Nuh) istreri (Nabi Luth) jika

mereka tidak menuruti jalan Ilahi yang ditentukan, tidaklah Nabi-

nabi dan Rasul-rasul itu diperbolehkan menggunakan kedudukanya

dekat dengan Tuhan untuk meloloskan orang-orang yang

dicintainya dari pada azab ilahi dengan memohonkan ampun untuk

mereka, maka sungguh berat tanggung jawab seorang Rasul.107

Ayat 88-91.

ٱلنة وأزلفت سليم بقلب ٱلل أتى من إل ب نون ول ي وم ل ينفع مال للغاوين ٱلحيم وب رزت للمتقي

“(Yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna,

kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang

bersih, dan syurga didekatkan kepada orang-orang yang

bertakwa, dan nereka jahim diperlihatkan dengan jelas kepada

orang-orang yang sesat”.

Sebagian ulama menilai ayat 88-89 bukan merupakan lanjutan

doa Nabi Ibrahim as., tetapi lebih merupakan berita tentang hari

kebangkitan yang disinggung sebelumnya oleh Nabi Ibrahim

dalam doanya pada akhir ayat yang lalu. Kedua ayat tersebut

menyatakan bahwa: pada hari kebangkitan itu harta sebanyak apa

pun yang diajdikan tebusan, demikian juga anak-anak kandung,

semuanya tidak berguna kecuali orang-orang yang menghadap

Allah Swt dengan hati yang selamat, yakni hati yang bersih dari

106Yusran Asmuni, loc, cit., hal, 7

107 Abdulmalik Abdulmalik Amrullah (HAMKA), op. cit., hal, 103-105.

82

kemusyrikan, sikap pamrih, dan kedurhakaan, ayat selanjutnya

menjelaskan apa yang mereka raih, bermula dipadang Mahsyar

sebelum setiap orang menerima ganjaran dan balasannya. Ayat

yang menyatakan bahwa pada hari itu pasti akan didekatkan syurga

buat mereka yang mantap ketakwaanya, dan yang datang kepada

Allah Swt, dengan hati yang pasti dan hati yang bersih.

Ditampakan dengan jelas neraka jahim dengan anek siksanuya bagi

orang-orang yang sesat, dan dikatakan kepada mereka berbagai

macam ancaman dan ejekan.108

Pada ayat ini Nabi Ibrahim mengingatkan akan arah yang

dituju, yaitu akhirat, maka pada ayat ini beliau menegaskan

tentang perlunya sifat zuhud, tidak memberi perhatian besar

terhadap kenikamatan duniawi, menginformasikan bahwa semua

sebab dan faktor biasa diandalkan dalah kehidupan ini, tidak akan

berdampak positif di hari kemudian, keahlian, ilmu pengetahuan,

kecantikan, kedudukan sosial dan apapun semua tida bermanfaat,

ini karena manusia datang sendiri-sendiri meninggalkan segala

atributnny kecuali dirinya sendiri, ketika manusi dikumpulkan di

padang mahsyar sebelum semua orang menerima ganjaran dan

balasannya, syurga diperuntukan bagi orang mukmi yang mantap

ketakwaanya dan datang kepada Allah dengan hati yang bersih, dan

diperlihatkan pula neraka jahim dengan siksaannya bagi mereka

yang sesat.109

Dalam rangka peringatan kisah Nabi Ibrahim yang berlainan

kepercayaan dengan ayahnya yang akhinya mengakibatkan kelak

diakhirat mereka akan bersimpang jalan, dan tidaklah berfaedah

do’an Nabi ibrahim untuk ayahnya, walaupun Nabi Ibrahim

mendoakan dan memohonkan ampun untuk ayahnya sendiri, maka

dijelaskan pada ayat selanjutnya bahwa harta maupun anak tidak

108M. Quraish Shihab, al-Lubab, op. cit., hal, 112-113 109 M. Quraish Shihab, op. cit. hal. 80-83.

83

akan bisa menolong sekalipun anak kandung, pada ayat selanjutnya

dijelaskan, yang selamat pada hari itu ialah yang kembali kepada

Allah dengan hati yang salim, hati yang bersih yang tiada syirik

padanya, hati yangg tempatnya bergantung kepada Allah Yang

Maha Esa. Pada ayat selanjutnya diterangkan lah apa yang akan

dihadapi pada hari kiamat, hanya satu diantara dua, yaitu surga dan

neraka, bagi orang yang muttaqin yaitu orang yang bertakwa, dan

orang yang ghawin yaitu orang-orang yang salah langkah.110

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ini peneleti menemukan adanya dua metode yakni

ketika Nabi Ibrahim menjelaskan tentang adanya surga dan neraka

yang diperuntukan bagi manusia untuk sebagai ancaman bagi

mereka yang sesat dan ganjaran bagi mereka yang datang kepada

Allah dengan hati yang selamat, menggunakan metode targhib wa

tarhib, yaitu suatu metode pengaran dimana seorang pendidik

menghukum murid karena kesalahan yang telah dilakukannya.111

Ayat 92-96.

وقيل لم أين ما كنتم ت عبدون من دون ٱلل هل ينصرونكم أو ينتصرون تصمون فكبكبوا فيها هم وٱلغاوۥن وجنود إبليس أجعون قالوا وهم فيها ي

“dan dikatakan kepada mereka, “Dimana berhala-berhala

yang dahulu kamu sembah?, Selain Allah, dapatkan mereka

menolong diri mereka sendiri?, “Maka (mereka) sesembahan

itu dijungkirkan kedalam neraka bersama orang-orang yang

sesat, dan bala tentara iblis semuanya, maka mereka berkata

sambil bertengkar di dalamnya (neraka).”

“Dimana berhala-berhala yang dahulu kamu sembah, selain

Allah Swt? Dapatkah mereka menolong kamu atau menolong diri

mereka sendiri sehingga tidak dijadikan Allah swt, bahan bakar

110 Abdulmalik Abdulmalik Amrullah (HAMKA), op. cit., hal, 107-108.

111A. Fatah Yasin, op. cit., hal. 145.

84

nereka?, Untuk menampakan ketidakberdayaan berhala yang

disembah itu, menyatatakan bahwa berhala-berhala itu

dijungkirbalikan berulang kali ke dalam neraka bersama orang-

orang sesat, demikian juga, menurut ayat 95 bala tentara, yakni

pengikut-pengikut serta iblis yang selalu menyertai mereka yang

sesat sehingga menjadi bagaikan bayangannya. Ketiga kelompok

yang dijungkir balikan itu, lanjut ayat-ayat berikut, saling

mempersalahkan. Mereka yang sesat belaka, saat mereka dalam

neral sambil bersungguh-sungguh bertengkar112

Cobalah fikirkan dan gambarkan ketika membaca ayat ini, api

neraka yang berkobar-kobar dan menyala-nyala senantiasa

ditampakan, lalu pertanyaan yang bertubi-tubi ditanyakan kepada

mereka “sekarang mereka sudah nampak dihadapanmu, dahuluu di

waktu di dunia kamu menyembah berhala-berhala itu sekarang

diamanakah sesembahanmu itu? Apakah mereka bisa menolong

mu. Jangankan untuk menolong kamu, menolonhg dirinya saja

tidak bisa.113

Ketiga kelompok yang dilemparkan ke dalam neraka dan

terjatuh atas wajahnya, yang disinggung oleh ayat diatas ialah:

berhala-berhala, al-ghowin yakni pengikut iblis dan bala tentara

iblis yakni yang selalu menyertai para pendurhaka sehingga

menjadi bagaikan bayangannya.114

Analisis Penididikan:

Pada ayat ini peneliti menemukan adanya metode tanya jawab

dalam pengajaran tauhid, diamana ketika Nabi ibrahim bertanya

tentang berhala-berhala yang mereka sembah selama ini, kemudia

asas pendidikan tauhid yakni dengan akal/rayu yakni benar-benar

112M. Quraish Shihab, al-Lubab, op. cit., hal, 113-115 113 Abdulmalik Abdulmalik Amrullah (HAMKA), op. cit., hal, 109. 114M. Quraish Shihab, op. cit., hal, 82-85,

85

pembuktian dengan akal mereka bahwa apa yang mereka sembah

itu bukanlak apa apa melainkan hanya benda mati yang tidak dapat

menolong sama sekali.

Ayat 97-102

لمي برب نسويكم إذ مبي تٱلل إن كنا لفي ضلل ٱلمجرمون إل أضلنا وما ٱلعيم فعي ول صديق ح كرة لنا أن ف لو وما أضلنا إل ٱلمجرمون فما لنا من ش

ٱلمؤمني من ف نكون “Demi Allah, sesungguhnya kita dahulu di dunia dalam

kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu

(berhala-berhala) dengan Tuhan seluruh alam. Dan tidak ada

yang menyesatkan kita kecuali orang-orang yang berdosa.

Maka (Sekarang) kita tidak mempunyai seorang pun pemberi

syafa’at (penolong), dan tidak ada pula teman yang akrab,

Maka seandainya kita dapat kembali (ke dunia) niscaya kita

menjadi orang-orang yang beriman”.

Demi Allah, sungguh kami dahulu sewaktu hidup di dunia

dalam kesesatan yang nyata, karena kami mempersamakan kamu,

wahai para berhala, dengan Tuhan Pemelihara dan Pengendali

seluruh alam, dan tidak ada yang menyesatkan kami, kecuali para

pendurhaka, yaitu pengikut-pengikut setia iblis itu, Maka

akibatnya menurut ayat 100 dan 101 tidak ada satupun pemberi

syafa’at bagi kami dalam menghadapi aneka bencana ukhrawi dan

tiada juga teman yang akrab yang dapat ikut merasakan kepedihan

kami, karena kami semua sendiri-sendiri. Selanjtnya gambaran

penyesalan mereka dengan berkata: “Sekiranya kami dapat

kembali sekali lagi ke dunia, niscaya kami menjadi manusia-

manusia yang termasuk dalam kelompok orang-orang yang

mukmin yang mantap imannya.115

Tergamabarlan penyelasan mereka didalam neraka, meohon

agar kembalai lagi ke dunia suapaya dapat menempuh dan bejalan

115 M. Quraish Shihab, al-Lubab, op. cit., hal, 116.

86

apada jalan yang lurus, kalau Tuhan berkenan mengembalikan

mereka ke dunia untuk hidup sekali lagi, mereka berjanji hendak

menjadi orang yang beriaman. Dalam Bahasa Arab keinginan yang

tidak dapat terlaksana dinamai Tamanni, orang yang telah

menempuh kelanjutan hidup di akhirat, tidak bisa lagi hidup ke

dunia untuk mengulangi hidup yang fana, sebagaimana orang yang

mengeluh di hari tua tidaklah bisa kembali ke masa muda, dan

orang yang terhadap masa muda nya tidak bisa kembali berulang

ke dalam perut ibunya.116

Pada ayat-ayat diatas berbicara denga singkat tentang ganjaran

orang-orang yang bertakwa, tetapi dengan cukup rinci menyangkut

balasan bagi mereka yang sesat, hal ini agaknya karena konteks

pembicaraan Nabi Ibrahim direkam oleh ayat-ayat diatas dan lebih

banyak ditujukan kepada para pendurhaka.117

Analisis Pendidikan:

Pada akhir ayat dalam pembahasan ini peneliti juga

menemukan adanya metode targhib wa tahrib, yakni ketika Nabi

Ibrahim menjelaskan tentang adanya syurga dan neraka yang

diperuntukan bagi manusia untuk sebagai ancaman bagi mereka

yang sesat dan ganjaran bagi mereka yang datang kepada Allah

dengan hati yang selamat, menggunakan metode targhib wa

tarhib, yaitu suatu metode pengaran dimana seorang pendidik

menghukum murid karena kesalahan yang telah dilakukannya.118

Ini merupak jawaban tadi metode targhin dan tarhib karena ayat

ini merupakan pembuktian dari ayat sebelumnya, ketika kaum

Nabi ibrahim tetap dengan pendirian mereka untuk menyembah

berhala, lalu diingatkan oleh nabi Ibrahim dan diberikan

116 Abdulmalik Abdulmalik Amrullah (HAMKA), op. cit., hal, 111. 117 M. Quraish Shihab, op. cit., hal, 87. 118A. Fatah Yasin, op. cit., hal. 145.

87

peringatan akhirnya tergambar hanya penyelasanlah yang ada

pada diri mereka setelah mereka berada di nerakan jahim.

C. Wahyu Allah Kepada Nabi Ibrahim untuk Menyembih Putranya

dalam Q.S Ash-Shaffat: 100-110

Ayat 100

ني لح هب ل من ٱلص رب

“Ya Tuhanku, kurniailah aku dari keturunan yang baik-baik”

Nabi Ibrahim sangat mengharapkan agar Allah memberinya

keturunan, karena setelah sekian lama Nabi Ibrahim menikah namun tak

kunjung diberi keturunan,, ternyata isteri Nabi Ibrahim yang bernama

Siti Sarah dalam keadaan mandul, lalu Siti Sarah menganjurkan dan

memberi ijin kepada Nabi Ibrahim untuk menikah lagi dengan

mengharapkan keturunan, pada usia 86 tahun barulah harapan itu

terkabul, karena Isteri Nabi Ibrahim yang bernama Siti Hajar melahirkan

seorang putera yang ia beri nama Ismail.119

Sayyid Al-Qurthubi dalam tafsir Al-Qurthubi menambahkan,

Ibrahim meminta kepada Allah seorang anak untuk menemani dalam

keterasingannya lalu Allah mengabulkan doa Ibrahim dalam

firmannya فبشسوه بعلم حلم maksudnya ketika menjadi besar anak itu

memiliki sifat sabar. Ini merupakan kabar gembira bahwa anak itu

akan hidup sampai besar, karena anak kecil belum bisa dikatakan

mempunyai sifat sabar.120

Quraish Shihab menyebutkan bahwa pada ayat ini adalah episode

lain dari Kisah Nabi Ibrahim, ketika Nabi Ibrahim hendak dibakar oleh

kaumm penyembah berhala tetapi Allah selamatkan Nabi Ibrahim, Lalu

Nabi Ibrhaim memutuskan untuk berhijrah, ini merupakan dasar bagi

pelaksanaan hijrah, dimana Nabi Ibrahim as, merupakan orang pertama

yang berhijrah meninggalkan kampung halaman menuju tempat yang

119Hamka, Tafsir Al-Azhar juz XXIII, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1994), hal. 141.

120Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi jilid 15, Ter. Dari Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an oleh

Muhyidin Mas Rida dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 232

88

sesuai dengan keyakinan agamanya beliau tidak menemukan seseorang

yang dapat beliau andalkan sebagai penerus kecuali Luth as. Maka beliau

berdoa tanpa menggunkan panggilan “Ya/Wahai” untuk mengisyaratkan

kedekatan beliau kepada Allah “Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku

seorang anak yang termasuk kelompok orang-orang yang shaleh. Maka

Kami memberinya kabar gembira bahwa dia akan diangrahi dengan

seorang anak yang amat penyantun.121

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ini peneliti menemukan bahwa ketika Nabi Ibrahim

memohon dan meminta serta mengantungkan harapannya hanya kepada

Allah, disini terdapat Misi atau tujuan dari pendidikan Tauhid, dimana

tujuan dari pendidikan tauhid adalah salah satunya memohon kepada

Allah semata.

Suryan bin Jamrah dalam bukunya “Studi Ilmu Kalam”

menyebutkan bahwa Akidah Tauhid ini adalah ajaran inti Agama Allah,

tidak hanya bagi agama islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad

SAW, melainkan juga bagi semua agama wahyu atau agama samawi,

yang diturunkan oleh Allah sebelum islam. Semua para nabi dan rasul

sebelum Nabi Muhammad SAW. Dari Nabi adam sampai kepada nabi

Isa a.s, mengemban misi menyampaikan akidah tauhidiah. Semua

berseru kepada kaumnya agar mengimani keberadaan Allah yang Maha

Esa, menyembah dan memohon kepada-Nya.122

Ayat 101

رنه بغلم حليم ف بش “Maka Kami gembirakanlah dia dengan seorang anak yang sangat

penyabar”

Lebih dari itu terdapat tiga kabar gembira dalam malimat ini,

pertama, kabar gembira prihal kelahiran seorangg anak laki-laki.

Kedua, kabar gembira mengenai usia anak tersebut yang mencapai

121M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Tangerang, Lentera hati: 2007), hal. 60-61.

122Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hal. 45

89

remaja, dan ketiga, kabar gembira mengenai sifat mulia si anak yang

amat penyebar. Berkenaan dengan penafsiran kata Arab, halim,

disebutkan bahwa halim adalah orang yng tidak ragu-ragu dalam

melakukan setiap perbuatan pada waktu yang tepat, sementara siriya

memiliki kemampuan, juga tidak ragu-ragu untuk menghukum

orang yang bersalah. Orang semacam ini memiliki ruh yang agung,

yang mampu mengendalikan emosinya. Dalam al-mufradat-Nya,

Raghib ishfani mengatakan bahwa istiah halim bermakna sabar pada

saat kemarahan memuncak. Mengingat kondisi ini bersumber dari

kebijaksanaan, kata tersebut adakalanya juga digunakan dalam arti

kecerdasan, penertian lain halim adalah hal sama yang dikatakan

sebelumnya. Dengan cara itu, dapat dipahami dari kualitas ini bahwa

Allah Swt telah menyampaikan kabar gembira perihal keberadaan

anak ini hingga mencapai tahap usia dirinya dapat disebut oraang

penyabar.123

Maka dapatlah kita bayangkan betapa hebatnya Nabi Ibrahim

menghapi ujian hidup, setelah Nabi Ibrahim mengembara berpuluh-

puluh tahun lamanya meninggalkan kampung halaman, hijrah, semakin

bertambahlah usia Nabi Ibrahim, dan Nabi Ibrahim pun diberi putra laki-

laki oleh Allah, dan putra Nabi Ibrahim itu mempunyai sifat yang halim,

yang artinya sangat penyabar. “Perbdaan diantara Shabir (Penyabar)

dengan Halim ialah, bahwa hilm ialah menjadi tabi’at atau bawaan

hidup, sedang sabar ialah sebagai prisai menangkis gelisah jika

percobaan datang dengan tiba-tiba, sedang halim ialah apabila

kesabaran itu sujuad menjadi sikap hidup”.124

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ini penulis menemukan ketika tujuan tauhid itu telah

tercapai, yakni semua aspek tauhid, dari mulai Rububiyah, Uluhiyah,

Asma wa sifat, seseorang akan senantiasa mengharap hanya kepada

Allah semata, pada ayat ini merupakan balasan kepada Nabi Ibrahim

atas doa dan harapan yang Nabi Ibrahim tidak gantungkan harapan

tersebut kecuali kepada Allah.

123Allamah Kamal Faqih Imani, Ibid, hal 542.

124Hamka, Op, Cit., hal. 142.

90

Ayat 102

أذبك فٱنظر ماذا ت رى أرى ف ٱلمنام أن عي قال يبن إن ا ب لغ معه ٱلس ف لمبين من ٱلص ستجدن إن شاء ٱلل

عل ما ت ؤمري بت ٱف قال ي “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha

bersamanya, Ibrahim berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku

bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah

bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab “Wahai

ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu,

Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang

sabar.”

Ayat diatas menggunkan bentuk kata kerja mudhari’ (masa kini

dan datang) pada kata-kata (أزى) saya melihat dan (أذبك) saya

menyembelihmu. Demikian juga kata (توٴمس) diperintahkan. Ini untuk

mengisyaratkan bahwa apa yang beliau lihat itu seakan-akan masih

terlihat hingga saat penympaiannya itu. Sedang penggunaan bentuk

tersebut untuk kata menyembelihmu untuk mengisyaratkan bahwa

perintah Allah yang dikandung mimpi itu belum selesai dilaksanakan,

tetapi hendaknya segera dilaksanakan. Karena itu pula jawaban sang

anak menggunakan kata kerja masa kini juga untuk mengisyaratkan

bahwa ia siap, dan bahwa hendaknya sang ayah melaksanakan perintah

Allah yang sedang maupun yang akan diterimanya.125

saat itu putra Nabi Ibrahim as masih berusia 13 tahun Nabi

Ibrahim as mengalami mimpi yang luar biasa yang mengisyaratakan

dimulainya ujian besar lain sekaitan dengan status dirinya dengan nabi.

Dalam mimpinya, beliau menyaksikan dirinya diperintahkan di sisi

Allah Awt untuk mengorbankan putranya melalui tangannya sendiri,

yakni dengan cara disembelih. Merasa ngeri. Ibraim as kontan

terbangun. Beliau as tahu, mimpi para Nabi benar adanya dan jauh dari

godaan setan. Namun mimpi yang sama berualang lebih dari dua kali,

ini merupakan sebuah penekakanan pada kemestian melakukan

tindakan itu. Konon, pada kali yang pertama, Nabi Ibrahim as

125 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran volume

12, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Cet. VIII, h. 62

91

menyaksikan mimpinya pada malam Tarwiyah (malam ke -8 Zulhijah).

Pada malam Arafah dan malam Idul Adha (tanggal 9 dan 10 Zulhijah),

mimpi itu kembali terulang, akiranya Beliau as tidak lagi merasa ragu

bahwa itu merupakan perintah Allah Swt. Nabi Ibrahaim as, yang

berkali-kali lulus ujian dari Allah Swt, kali ini harus kembali mematuhi

perintah Allah Swt. Beliau as harus membunuh putranya yang telah ia

nantikan sepanjang hidupnya dan kini telah menjadi remaja yang

tampan dengan tangannya sendiri. Akan tetapi, sebelum segala

sesuatunya, Beliau as harus mempersiapkan putranya untuk melakukan

tindakan tersebut. Maka, Nabi Ibrahim as lantas memberitahunya

sebagai berikut.126

Ucapan sang anak laksanakanlah apa yang diperintahkan

kepadamu, bukan berkata: “Sembelihlah aku”, mengisyaratkan sebab

kepatuhannya, yakni karena hal tersebut adalah perintah Allah swt.

Bagaimanapun bentuk, cara dan kandungan apa yang diperintahkan-

Nya, maka ia sepenuhnya pasrah. Kalimat ini juga dapat merupakan

obat pelipur lara bagi keduanya dalam menghadapi ujian berat itu.

Ucapan sang anak ( مه الصابس يه ستجد وي إن شاءهلل ) engkau akan

mendapatiku Insya Allah termasuk para penyabar, dengan

mengaitkan kesabarannya dengan kehendak Allah, sambil menyebut

terlebih dahulu kehendak-Nya, menunjukkan betapa tinggi akhlak

dan sopan santun sang anak kepada Allah SWT . Tidak dapat

diragukan bahwa jauh sebelum peristiwa ini pastilah sang ayah telah

menanamkan dalam hati dan benak anaknya tentang keesaan Allah

dan sifat-sifat-Nya yang indah serta bagaimana seharusnya bersikap

kepada-Nya. Sikap dan ucapan sang anak yang direkam oleh ayat ini

adalah buah pendidikan tersebut.127

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ini peneliti menemukan adanya diskusi atau musyawarah

antara Nabi Ibrahim dengan putranya, dalam hal ini sdiskusi pun menjadi

salah satu metode pengajaran, dimana “metode diskusi ialah salah satu

126 Allamah Kamal Faqih Imani, Ibid, hal. 543-544 127Ibid., h. 62-63

92

cara yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah atau persoalan,

yang mungkin menyangkut kepentingan bersama dengan jalan

musyawarah atau mufakat memperluas pengetahuan dan cakrawala

pemikiran”.128

Ayat 103

ا أسلما وت لهۥ للجبي ف لم “Maka Ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim)

membaringkan anaknya atas pelipisnya. (untuk melaksanakan

perintah Allah).”

Alangkah mengharukan jawaban dari putra Nabi Ibrahim itu, do’a

dan harapan agar Nabi Ibrahim supaya diberi keturunan anak yang

shalih dikabulkan oleh Allah, putra Nabi Ibrahim yang bernama Ismail

itu percaya bahwa apa yang dikatakan ayahnya untuk dirinya adalah

benar wahyu dari Allah, bukan hanya sekedar mimpi biasa, oleh karena

itu Ismail membenarkan akan hal itu, setalah keduanya benar-benar

berserah diri, artinya benar-benar iman dan yakin untuk menyerahkan

diri atas dasar ridho kepada Allah, selanjutnya dibaringkanlah Ismail

dibumi dengan tujuan agar memudahkan pisau yang digunakan Nabi

Ibrahim itu untuk menyembelihnya.129

Perintah-peritntah Allah Swt adakalanya dimaksudkan sebagai

ujian. Dalam pada itu, Allah Swt menginginkan agar Nabi Ibrahim

as membebaskan hatinya, bukan {menginginkan} darah putranya,

Ismail as, ditumpahkan, dalam ayat-ayat suci ini, Al-Qur’an

mengatakan.Tatkala keduanya telah berserah diri (Kepada perintah

kami) dan Ibrahim membaringkan putranya atas pelipis(nya)

(nyatalah kesabaran keduanya) (untuk pengorbanan) Disini kembali

Al-Qur’an ringkas dan membiarkan para pembaca mengikuti kisah

tersebut dengan gelombang-gelombang perhatiannya. Sejumlah

mufasir atau ahli tafsir mengatakan bahwa pengertian objektif dari

frase al-Quran tallahu lil-jaba’in adalah bahwa Nabi Ibrahim as

meletakan dahi Ismail di atas pasir, menuruti saran anaknya sendiri,

agar Nabi Ibrahim as tidak sampaii menatap wajah putranya, Ismaail

128Tayar Yusuf & Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab (Jakarta:

PT Raja Grapindo Persada, 1995), hal. 44

129 Hamka, Op, Cit., hal. 144.

93

as, yaang boleh jadi akan menjadikan beliau as tidak bertegar hati

melakukannya, dan pada gilirannya akan mengurungkan niatnya

untuk menaati perintah Allah Swt (yakni menyembelih putranya).

Nabi Ibrahim as terkejut bukan main. Beliau as kembali mencoba

menusukan pisaunya berkali-kali, namun tetap tidak mempan, Nabi

Ibrahim al-Khalil (salam atasnya) mengatakan “potonglah!” Namun

Allah Swt berfirman “Jangan potong!” jelas, pisau tersebut hanya

menaati perintah Allah.130

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ini peneliti menemukan adanya tujuan dari pendidikan

tauhid yang berdampak pada perilaku orang tersebut, dimana ketika

seseorang yang mempunyai ketuhidan dalam hatinya ia tidak takut oleh

apapun dan siapun kecuali kepada Allah Swt, karena sesungguhnya

tauhid memberikan kedamaian dan ketenangan kedalam jiwa manusia

yang beriman, jiwa itu tidak akan dimasuki oleh tindakan

kesewenangan yang telah dimasuki orang musyrik, dia menutup pintu

ketakutan yang telah dibukan oleh manusia itu sendiri, yakni

ketakuakan tentang rizki, ketakutan tentang ajal, ketakutan terhadap diri

sendiri, keluarga dan anak, ketakutan dari manusia lain , ketakutan

terhadap jin, dan ketakutan terhadap kebangkitan setelah kematian.131

dalam hal ini penulis menyoroti ketika Nabi Ibrahim berani

mengorbankan anaknya didasari oleh perintah Allah.

Ayat 104-106 زي ٱلمحسني لك ن قت ٱلرءي إن كذ رهيم قد صد ه أن يب ن ذا لو ,وندي إن ه

ؤا ٱلمبي ٱلب ل “Lalu Kami panggil dia “Wahai Ibrahim!. Sungguh, engkau telah

membenarkan mimpi itu, sungguh, demikianlah kami memberi

balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, Sesungguhnya ini

benar-benar suatu ujian yang nyata”

130 Allamah Kamal Faqih Imani, Ibid, hal 545-546 131 Yusuf al-Qhardawi, Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan (Surabaya: Pustaka Progresif,

2002), hal. 126.

94

Maksudnya kami menganugrahkan mereka dua hal: keberhasilan

menenpuh ujian dan Kami tidak membiarkan putra kesayangannya

terlepas darinya. Benar, dia sepenuhnya tunduk kepada-Nya dan

tidak memndapatkan balasan apa pun selain kebajikan pada

tingkatnnya yang paling puncak.”Ayat berikutnya kemudian

mengatakan Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

Mengorbankan seorang anak ditangannyasendiri, bagi seorang ayah

yang telah sekian lama mengharapkannya, bukanlah tindakan yang

mudah, bagaimana mungkin dia mampu menguras habis endapan

rasa cinta yang sangat dalam lubuk hatinya pada sang anak (yang

sangat didambanya itu)? Namun bukan hanya mampu melakukan

itu, beliau a.s malah bergegas melaksanakan perintah sakral itu

dengan penuh taat dan keridhaan sempurna. Tidak tampak sedikitpin

kerisauan di wajahnya. Beliau a.s merangkan sekuruh potensi agung

itu hingga tahap akhir, mulai dari kondisi psikologis hinga

persiapan-persiapan praktisnya. Lebih menakjubkan lagi, putra sang

Nabi yang telah tumbuh menjadi sosok pemuda yang gagah ini

sedemikian tunduk di hadapan perinta Allah SWT. Dengan

komitmen penuh dan antusiasme yang meledak-ledak berkat karunia

Allah SWT dan ketundukan pada kehendak-Nya, beliauas dengan

sukarela menerima perintah untuk mengorbankan dirinya..132

Artinya bahwa sepanjang yang Kami perintahkan kepadamu dalam

mimpi telah engkat benarkan, engkau tidak ragu-ragu bahwa itu

memang perintah dari Allah, maka akan Allah akan memberi ganjaran

kepada orang-orang yang berbuat kebajikan, ganjaran itu ialah

kemuliaan yang tertinggi disisi Allah, sampai Nabi Ibrahim mendapat

pujian “Khalil Alla” yaitu orang yang dekat kepada Allah, laksana

sahabatnya.133

Memanglah suatu percobaan yang nyata, kalau seseorang sangat

mengharapkan keturunan yang shalih, setelah usia 86 tahun keinginan

itu baru disampaikan tuhan, sedang anak ketika itu masih satu-satunya

itu disuruh kurbankan pula dalam mimpi. “Namun perintah itu

dilaksanakan juga dengan tidak ada keraguan sedikitpun, baik pada si

ayah maupun si anak. Lantaran Ibrahim dan putranya sama-sama

132Allamah Kamal Faqih Imani, Ibid, hal 546-547 133Hamka, Op, Cit., hal. 144.

95

menyerah (aslama), tidak takut maut, bahwa pantaslah jika Tuhan

menjelaskan keduanya “minal muhsiin”, termasuk orang-orang yang

didalam hidupnya berbuat kebajikan, maka pantas mendapat

penghargaan disisi Allah.”134

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ini penulis menemukan ketika tujuan tauhid itu telah

tercapai, yakni semua aspek tauhid, dari mulai Rububiyah, Uluhiyah,

Asma wa sifat, seseorang akan senantiasa mengharap hanya kepada

Allah semata, karena damapak dari tauhd selain itu adalah

mengaanugrahkan kekuatan jiwa yang besar kepada orang yang

menyandangnya, karena jiwanya telah diisi dengan pengharapan

kepada Allah, dengan keyakinan dan tawakal kepada Allah, rela dengan

qadha-Nya, sabar dengan ujian-Nya dan tidak berharap kepada

makhluk-Nya.135 pada ayat ini merupakan balasan kepada Nabi Ibrahim

atas doa dan harapan yang Nabi Ibrahim tidak gantungkan harapan

tersebut kecuali kepada Allah

Ayat 107-110.

ه بذبح عظيم ن ر ,وفدي زي, هيموت ركنا عليه ف ٱلخرين سلم على إب لك ن كذ ٱلمحسني

“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar, Dan

kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) dikalangan orang-orang

yang datang kemudian, Selamat sejahtera bagi Ibrahim,

Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang

berbuat baik”.

Terdapat perbedaan pendapat dikalangan ahli tafsir islam

menyangkut keagungan (hewan) sembelihan ini dikirim kepada Nabi

Ibrahim a.s. dai sisi Allah Swt? Namun demikian, tentunya tidak

134Ibid., hal. 144.

135Yusuf Al-Qhardawi, op. cit. Hal. 128.

96

masalah jika seluruh asfek ini dapat dijumpai dalam “(hewan)

sembelihan yang besar.” Maksudnya (hewan) sembelihan itu memang

memiliki kebesaran dari berbagai persfektif dan dan asumsi. Salah satu

tanda kebesaran sembelihan ini adalah sejak awal sampai sekarang,

ruang lingkupnya terus bertambah setiap tahunnya, ini menandakan,

ingatan tentangnya tetap lekang sepanjang masa.136

Frase fadaynah diturunkan di fada yang semula berarti “menunjuk

sesuatu sebagai sedekah dan dirancang untuk memcegah kejahatan

dari seseorang atau sesuatu yang lain.” Itulah sebabnya mengapa

jumlah (uang atau benda) yang dibayarkan demi membersihkan seorang

tawanan disebut fidyah (tebusan). Tebusan yang dibayarkan orang-

orang yang jatuh sakit sebagai ganti berpuasa juga diistilahkan dengan

sebutan lain. Bagaimana cara domba besar ini diberikan kepada Nabi

Ibrahim as? Cukup banyak ahli tafsir yang percaya bahwa hewan itu di

bawa jibril as. Sementara sebagian lagi percaya bahwa hewan itu turun

dari pinggiran bukit Mina. Bagaimanapun, ini dilakukan atas perintah

dan kehendak Allah swt. Ayat suci berikut menyiaratkan bahwa Allah

swt tidak hanya memuji kebrhasilan Nabi Ibrahim as yang lebih tulus

dalam ujian besar hari itu, melainkan juga menjadikam memori

terhadapnya abadi sepanjang masa. Ayat Mengatakan, “Kami abadikan

untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang

datang kemudian.”Nabi ibrahim menjadi teladan bagi semua generasi

mendatanng dan sabagai paradigma bagi seluruh pencinta Allah swt.

Allah Swt menjadikan programnya abadi, yakni dengan salah satu

bagian dari ritual haji selama masa-masa berikutnya hingga akhir masa.

Beliau as adalah bapak para nabi dan umat islam, juga ayahanda Nabi

Islam shalawat dan salam Allah semoga tercurahkan atas keduaya.

Selanjutnya dalam ayat ketiga dan keempat, alquran mengatakan

136Allamah Kamal Faqih Imani, Ibid, hal. 548-549

97

“(yaitu) kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.” Demikian Kami

memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik” Itu

merupakan balasan sebentang dunia, sebentang balasan nan abadi

sepanjang masa, sebuah balasan yang besar dan agung dari Allah yang

Mahakuasa137

Menarik untuk menelaah ungkapan “demikianlah Kami memberi

balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” Kalimat ini kembali

dikemukakan dalam ayat ini sebagaimana sebelumnya dalam ayat yang

lain, pengulangan ini jelas melindungi makna yang tepat. Alasannya,

boleh jadi dalam hal ini, pada tahap pertama Allah swt ,mengevaluasi

keberhasilan Nabi Ibrahim as dalam melewati ujian besar dan Dia

merestui keberhasilannya. Ini merupakan pahala dan balasan yang

agung, ini juga berita gembira paling signifikan yang disampaikan

Allah Swt kepada Nabi Ibrahim as. Kemudia, terdapat subjek

“sembelihan besar” yang namanya tetap abadi. Salam Allah Swt

kepadanya yang merupakan kebaikan besar yang lai, dan Allah Swt

memperkenalkannya sebagai balasan bagi orang yang berbuat baik.

Analisis Pendidikan:

Pada ayat ini penulis menemukan ketika tujuan tauhid itu telah

tercapai, seseorang akan senantiasa mengharap hanya kepada Allah

semata, karena damapak dari tauhd selain itu adalah mengaanugrahkan

kekuatan jiwa yang besar kepada orang yang menyandangnya, karena

jiwanya telah diisi dengan pengharapan kepada Allah, dengan

keyakinan dan tawakal kepada Allah, rela dengan qadha-Nya, sabar

dengan ujian-Nya dan tidak berharap kepada makhluk-Nya.138 pada

ayat ini merupakan balasan kepada Nabi Ibrahim atas doa dan harapan

yang Nabi Ibrahim tidak gantungkan harapan tersebut kecuali kepada

137Allamah Kamal Faqih Imani, Ibid, hal 550-551 138Yusuf Al-Qhardawi, op. cit. Hal. 128.

98

Allah, selain itu ketika kisah ini dijadikan sebagai contoh dan tauladan

bagi generasi selanjutnya, dengan menggunakan metode kisah,

layaknya dalam pendidikan pengajaran pun bisa disampainkan dengan

metode teladan atau uswatun hasanah yaitu dengan cara pendidik

memberi contoh baik kepada peserta didik, juga metode kisah atau biasa

juga metode cerita yakni dengan mengandalkan bahasa lisan mauoun

tulisan dengan menyampaikan pesan pokok dari ajaran islam.139

D. Relevansi Tauhid dalam Kisah Nabi Ibrahim dengan Pendidikan

Agama Islam.

Dalam al-Qur’an begitu banyak memuat aspek kehidupan manusia

yang berisi berbagai macam ilmu pengetahuan. Tidak ada rujukan yang

begitu tinggi derajatnya dibandingkan dengan al-Qur’an yang hikmahnya

meliputi seluruh alam dan isinya baik yang tersirat maupun tersurat tidak

akan pernah habis digali dan dipelajari. Sebagai pedoman umat manusia al-

Qur’an banyak menyoroti mengenai masalah ketuhan (tauhid), kepatuhan

dan loyalitas kita sebagai hamba Allah untuk senantiasa mengabdi kepada-

Nya sesuai dengan tujuan yang telah Allah firmankan dalam kitab al-

Qur’an.

Al-Qur’an dijadikan pedoman atau rujukan dalam membangun

pemikiran pendidikan pendidikan islam yakni pada

1. Tujuan

Dalam pembahasan skripsi ini terfokus pada tiga tema bahasan

mengenai kisah Nabi Ibrahim yang terdapat dalam al-Qur’an, yaitu

ketika Nabi Ibrahim menyeru kepada ayahnya pada Q.S al-An’am ayat

74-83, Nabi Ibrahim menghancurkan berhala dan dibakar Q.S Asy-

Syu’ara 69-102 dan Q.S Al-Anbiya 52-62, wahyu Allah kepada Nabi

Ibrahim untuk menyembelih putranya Nabi Ismail Q.S Ash-Shaffat 100-

110. Ketiga tema diatas semuanya mengandung aspek tauhid, dari mulai

139A. Fatah Yasin. Op. cit, hal 142-145.

99

tauhid rububiyah, uluhiyah, asma wa sifat, terdapat tujuan dari

pendidikan tauhid, yaitu untuk yaitu kepribadian seseorang

membuatnya menjadi insan kamil, dengan pola takwa, dapat hidup dan

berkembang secara wajar dan normal karena ketakwaanya kepada Allah

SWT. Ini mengandung arti bahwa pendidikan islam itu diharapkan

menghasilkan manusia yang berguna baginya dan masyarakatnya serta

senang dan gemar melaksanakan dan mengembangkan ajaran islam

dalam hubungannya dengan Allah dan dengan sesamanya, dapat

mengambil manfaat yang semakin meningkat dan alam semesta ini

untuk kepentingan hidup di dunia dan di akhirat.140

2. Materi

Dalam surah-surah yang telah penulis bahas terdapat materi dari

pendidikan tauhid yang intinya adalah membahas tentang adanya wujud

Allah yang Maha Esa, untuk meyakini adanya wujud Allah, akal pikiran

hendaknya diarahkan pada fenomena alam, namun mata hati manusia

jauh lebih tajam dan dapat lebih meyakinkan dari pada pandangan kasat

mata, karena dalam jiwa manusia telah tertanam fitrah mengakui adanya

Tuhan, dengan demikan segala sesuatu itu pasti diciptakan yaitu oleh

Allah Yang Maha Pencipta

3. Asas

Asas pendidikan yang terkandung dalam tema bahasan pada kisah

Nabi Ibrahim ini terdapat tiga asas. Mohammad Daud Ali dalam

bukunya Pendidikan Agama Islam, mengatakan bahwa “Pendidikan

islam/ Pendidikan tauhid mempunyai dua sumber utama dalam

pengajarannya, yaitu al-Qur’an dan Hadits, tetapi untuk pengajaran

islam ada sumber tambahan yaitu akal/Rayu. Dasar pendidikan tauhid

juga merupakan dasar pendidikan islam, karena pendidikan tauhid

adalah salah satu bagian dari pendidikan islam, sehingga dasar

140Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), hal. 41.

100

pendidikan ini tidak lain adalah pendangan hidup yang islami yang pada

hakikatnya merupakan nila-nilai luhur universal.141

4. Metode

Pada pembahan kisah Nabi Ibrahim yang terdapat dalam al-Qur’an

ini mengandung beberapa metode dalam pendidikan islam yaitu:

a. Metode Tanya Jawab

b. Metode Hiwar

c. Metode Kisah

d. Metode Perumpamaan

e. Metode Targhib dan Tarhib

f. Metode Ceramah

g. Metode Diskusi

Nilai-nilai pendidikan tauhid yang terdapat dalam kisah Nabi

Ibrahim yang terdapat dalam al-qur’an yang pada penelitian ini terfokus

pada tiga tema, menjadi dasar bagi pemikiran pendidikan agama islam

yang harus diaplikasikan, di berbagai lingkungan pendidikan sehingga

tujuan dari pendidikan yang didasari oleh tauhid akan tercarai.

141Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta” Rajawali Press, 2008), hal. 90

101

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada analisis penulis pada bab-bab sebelumnya, maka

penulis menyimpulkan bahwa Pendidikan Tauhid dalam Kisah Nabi

Ibrahim (kajian tafsir tematik) adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan tauhid dalam kisah Nabi Ibrahim yang terdapat dalam tiga

tema yang telah penulis cantumkan. penulis menemukan adanya tujuan

dari pendidikan tauhid. Materi pendidikan tauhid, yang meliputi marifat

dzat Allah, sebagai satu-satunya yang berhak disembah, pembuktian ke-

Esa-an Allah dengan perenungan melalui alam semseta, dan

menumbuhkan taqwa kepada Allah dengan menjalankan segala

perintahn-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Asas pendidikan

tauhid yakni al-Qur’an, hadits, dan akal atau rayu, dan metode dari

pendidikan tauhid, yaitu: metode perumpamaan, metode pemberian

contoh, metode kisah atau cerita, metode dialog argumentatif, metode

tanya jawab, metode targhib dan tarhib, metode ceramah, metode hiwar

dan metode diskusi.

2. Pada seluruh tema yang telah penulis jelaskan dari kisah Nabi Ibrahim

yang terdapat dalam al-Qur’an, mengandung nilai pendidikan tauhid

yang menjadi landasan bagi pemikiran pendidikan agama islam, yaitu

dalam tujuan, materi, asas dan metode pendidikan agama islam.

B. Saran

Berdasarkan penelitian dan kesimpulan yang telah penulis paparkan

tentang Pendidikan Tauhid dalam Kisah Nabi Ibrahim (Kajian Tafsir

Tematik) maka penulis akan memberikan saran dan masukan khususnya

kepada orang tua juga diri pribadi dan umumnya kepada para pembaca

1. Hendaknya orang tua menanamkan pendidikan tauhid kepada anak-

anak sejak dini bahkan ketika anak itu baru lahir dengan cara

102

mengumandangkan adzan ke telinga anak seperti yang telah Nabi

perintahkan

2. Hendaknya orang tua sadar betul bahwa dengan ia mengajarkan tauhid

kepada anak-anaknya, dengan begitu anak-anak akan paham tentang

tujuan hidupnya dan tidak menjadikan hidupnya sia-sia

3. Orang tua hendaknya memiliki kepatuhan dan ketaatan kepada Allah

agar anak-anaknya mengikuti apa yang orang tua lakukan, kerena

pendidikan tauhid sejatinya tidak hanya sekedar diajarkan kepada anak,

namun dicontohkan oleh orang tua kepada anak-anaknya.

4. Para pendidikan hendaknya lebih memperhatikan komponen-komponen

pendidikan dan menggunakannya dengan benar, tepat dan

berkesinambungan agar tujuan yang diharapkan dari proses pendidikan

dapat tercapai

5. Pendidikan tauhid tidaklah tertuju atau difokuskan pada umat muslim

saja, namun pada seluruh umat manusia, oleh karena itulah kita sebagai

umat muslim wajib saling mengingatkan atau menyeru kepada tauhid.

103

DAFTAR PUSTAKA

Ali, H.M Sayuti. Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktek. Jakarta: Raja

Grapindo Persada Press: 2002.

Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta. Rajawali Press, 2008.

Al-Khalidy, Shalah. Kisah-Kisah al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang

Terdahulu jilid-1. Jakarta: Gema Insani, 1999.

Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi-Stud iIlmu Qur’an. Bogor: Pustaka Litera Antar

Nusa, 2010.

Al-Qhardawi, Yusuf. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan. Surabata: Pustaka

Progresif, 2002.

Al-Utsmaimin, Syaikh Muhammad. Syarah Kitab Tauhid. Bekasi: Darul Fallah,

2014.

Ahmadi, Rulam. Pengantar Pendidikan Asas & Filsafat Pendidikan. Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media, 2016

Amrullah, Abdul Malik Abdul Karim.Tafsir al-Azhar juz XVII. Jakarta: Pustaka

Panji Mas, 1994.

Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat

Pers, 2002.

Ash-Shalabi, Muhammad. Iman Kepada Allah. Jakarta timur: Ummul Qura, 2014.

Asmuni, Yusran.Ilmu Tauhid. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

Ath-Thabari, Abu Ja’far Muammad bin Jari. Tafsir Ath-Thabari. Jakarta: Pustaka

Azam, 2008.

Badrie, Moehammad Thahir. Syarah Kitab al-Tauhid Muhanmmad bin Abdul

Wahab. Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1484.

Baidan, Nasarudin. Metode Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2002.

Daradjat, Zakiyah. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta:

Ruhama, 1995.

Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam, Undang-Undang dan Peraturan

Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama RI, 2006.

104

Faqih, Allamah Kamal. Tafsir Nurul Qur’an jilid 5. Jakarta: Al-Huda, 2004.

Hamalik, Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara, 2013.

Hayy, Farmawi. Abdul (Terj.) Anwar, Rosihon. Metode Tafsir Maudhu‟i Dan Cara

Penerapannya. Bandung, C.V Pustaka Setia, 2002.

Ihsan, Hamdani dan A. Fuad Ihsan. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: CV.

Pustaka Setia, 200.

Jamrah, Suryan A. Studi Ilmu Kalam. Jakarta: Prenada Media Group, 2015.

Majid, Abdul. Belajar dan Pembelajan Pendididkan Agama Islam. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya: 2012

Mawla, M. Ahmad Jadul & M. Abu al-Fadhl Ibrahim. Kisah-Kisah Al-Qur’an.

Jakarta: Zaman, 2009.

Muchsin, Misri A. Filsafat Sejarah dalam Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Press, 2002.

Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawir. Yogyaarta: PP. Al-Munawwir,

1989.

Muttahari, Murtadha. Keadilan Ilahi Asas Pandangan Dunia Islam, Terj. Dari al-

Adl al-Ilah. Bandung: Mizan, 1995.

Qalyubi, Syihabudin. Stilistika Al-Qur’an Makna dibalik Kisah Nabi Ibrahim.

Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang, 2009.

Salahudin, Anas dan Irwanto Alkirienciehie. Pendidikan Karakter Pendidikan

Berbasis Agama dan Budaya Bangsa. Bandung: Pustaka Setia, 2013.

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an.

jakarta: Lentera Hati, 2002..

--------, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian A-Qur’an vol. 4. Jakarta:

Lentera Hati, 2001

-------, Al-lubab Makna dan Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah Al-Qur’an.

Tangerang: Lentera Hati, 2012.

Sugiyono. Metodologi Kualitatif dan Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,

2010.

Syah, Muhibin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2003.

105

Taher, Tarmizi. Menyegarkan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Jakarta: Pustaka

Al-Kautsar, 2008.

Ubaidah, Darawis Abu. Pandangan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 2008.

Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 1999.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Jakarata:

Sinargrafika, 2008.

Yasin, Fatah. Dimensi-dimensi Pendidikan Agama Islam. Malang; UIN Malang

Press, 2008.

Yusuf , H. Tayar & Syaiful Anwar. Metodologi Pengantaran Agama dan Bahasa

Arab. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 1995.

Zaidan, Abdul Karim. Hikmah Kisah-Kisah dalam Al-Qur’an. Jakarta:

Darussunnah Press, 2015.


Top Related