Transcript
  • i

    Seminar Studi Pustaka

    PEMANFAATAN PUCUK TEBU SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DAN

    PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI SAPI BALI

    Oleh :

    Ian Roni Rezky Raja Rio M. Sigalingging

    I11111336

    PROGRAM STUDI PETERNAKAN

    FAKULTAS PETERNAKAN

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2014

  • ii

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat

    dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah studi literatur yang

    berjudul Pemanfaatan Pucuk Tebu sebagai Pakan Sapi Potong dan

    Pengaruhnya terhadap Produksi Sapi Bali, sebagai salah satu syarat dalam

    menyelesaikan tugas dari mata kuliah seminar.

    Pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih

    kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H Sudirman Baco, M.Sc selaku pembimbing penulisan

    makalah seminar studi pustaka yang telah mencurahkan perhatian untuk membimbing

    dan mengarahkan penulis dalam penyusunan makalah ini.

    Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan mungkin

    masih terdapat kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran

    perbaikan sangat diharapkan untuk revisi.

    Makassar , Oktober 2014

    Penulis

  • iv

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

    HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii

    KATA PENGANTAR ................................................................................ iii

    DAFTAR ISI ............................................................................................... iv

    DAFTAR TABEL ...................................................................................... v

    DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vi

    PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

    PEMBAHASAN ......................................................................................... 3

    A. Gambaran Umum Pucuk Tebu (Saccharum officinarum L.) . 3

    B. Pemanfaatan Pucuk Tebu sebagai Pakan Sapi Potong .......... 6

    C. Pengaruh Pemanfaatan Pucuk Tebu sebagai Pakan Sapi

    Potong terhadap Produksi Sapi Bali 10

    PENUTUP ................................................................................................... 14

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 15

    LAMPIRAN

  • v

    DAFTAR TABEL

    No. Teks Halaman

    1. Komposisi Zat-zat Makanan Pucuk Tebu Segar dan Rumput Gajah ...... 6

    2. Nilai Nutrisi Pucuk Tebu pada Berbagai Perlakuan .............................. 7

    3. Perbandingan Produktivitas Sapi Bali yang Diberi Pakan Hijauan Berupa Rumput Gajah dan Pucuk Tebu .................................................. 10

  • vi

    DAFTAR GAMBAR

    No. Teks Halaman

    1. Tanaman Tebu ........................................................................................ 4

  • 1

    PENDAHULUAN

    Sapi potong merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di

    daerah Indonesia demi memenuhi kesejahteraan masyarakat akan konsumsi daging.

    Secara genetik, kesesuaian dan kecukupan pakan yang disertai manajemen yang baik

    pada sapi potong akan dapat memberikan produksi yang tinggi. Oleh karena itu, perlu

    untuk memilih sumber pakan yang baik demi menjaga ke-stabilan fisiologis sapi agar

    dapat mencapai produktivitas semaksimal mungkin selama masa produksinya. Salah

    satu metodenya dapat dilakukan melalui manajemen pemeliharaan terkhusus

    manajemen pakannya.

    Secara objektif, sebagian kecil daerah di antara beberapa wilayah Sulawesi

    Selatan masih memiliki keterbatasan sumber pakan hijauan berupa rerumputan.

    Terbatasnya ketersediaan hijauan ini mememaksa terjadinya peralihan kepada

    pemanfaatan sumber bahan pakan dengan kadar serat kasar tinggi dari hasil

    sampingan tanaman pangan. Jika ditimbang dari kualitas dan ketersediaannya, salah

    satu hasil sampingan tanaman pangan yang cocok untuk kriteria tersebut adalah

    pucuk tebu. Hasil sampingan berserat tersebut merupakan sumber bahan pakan yang

    memiliki palatabilitas yang baik dalam pemanfaatannya sebagai pakan sapi potong

    untuk menunjang Produksi Sapi Bali.

    Pemanfaatan pucuk tebu yang banyak ditemukan dalam peternakan sapi

    pedaging adalah diberikan secara langsung pada ternak dalam keadaan utuh maupun

    melalui pencacahan sesuai ukuran kebutuhan. Dalam pemanfaatan pucuk tebu

    sebelum diberikan pada ternak juga dapat dilakukan pengolahan seperti dalam bentuk

  • 2

    wafer, dalam bentuk pellet, melalui proses fermentasi, serta pembuatan silase pucuk

    tebu. Pengolahan dalam pemanfaatan pucuk tebu secara khusus ditujukan untuk

    memberi nilai tambah baik dari segi kandungan nutrisinya, daya cerna, hingga daya

    tahan terhadap lingkungan dan waktu. Sehingga setelah diberikan pada ternak

    diharapkan mampu memberi pengaruh pada produksi dan produktivitas yang lebih

    baik.

    Dari itu, disadari perlunya mengenal berbagai macam pengolahan dalam

    pemanfaatan pucuk tebu sebagai pakan sapi potong dan bagaimana pengaruhnya

    terhadap Produksi Sapi Bali.

    PERMASALAHAN

    Limbah industri gula berupa pucuk tebu yang melimpah namun

    pemanfaatannya dalam bentuk segar maupun olahan sebagai pakan sapi potong masih

    kurang. Salah satu solusi berkaitan hal tersebut adalah melalui pengetahuan akan

    potensi dari limbah pucuk tebu dalam pemanfaatannya sebagai pakan sapi potong dan

    pengaruhnya terhadap Produksi Sapi Bali. Maka masalah yang akan dibahas adalah

    pemanfaatan pucuk tebu sebagai pakan sapi potong dan pengaruhnya terhadap

    Produksi Sapi Bali.

  • 3

    PEMBAHASAN

    A. Gambaran Umum Pucuk Tebu (Saccharum officinarum L.)

    Tebu diduga pertama kali ditemukan di New Guinea pada 6000 SM. Namun,

    budidaya tanaman ini baru dilakukan pada 1400-1000 SM di India. Dalam bahasa

    latin, tebu dikenal dengan sebutan 'saccharum', yang berasal dari kata 'karkara' dalam

    bahasa Sanskrit atau 'sakkara' dalam bahasa Prakrit. Tanaman tebu termasuk salah

    satu anggota dari familia Gramineae, sub familia Andropogonae. Tanaman tebu

    mempunyai sosok yang tinggi kurus, tidak bercabang, dan tumbuh tegak. Tinggi

    batangnya dapat mencapai 3-5 m atau lebih. Kulit batang keras berwarna hijau,

    kuning, ungu, merah tua, atau kombinasinya. Pada batang terdapat lapisan lilin yang

    berwarna putih keabu-abuan dan umumnya terdapat pada tanaman tebu yang masih

    muda (Tjokroadikoesoemo dan Baktir, 2005).

    Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu menurut Tarigan dan Sinulingga (2006)

    adalah sebagai berikut:

    Kingdome : Plantae

    Divisio : Spermathophyta

    Sub Divisio : Angiospermae

    Class : Monocotyledone

    Ordo : Glumiflorae

    Famili : Graminae

    Genus : Saccharum

    Spesies : Saccharum officinarum L.

  • 4

    Pengembangan tebu rakyat diprioritaskan untuk mendukung swasembada

    gula 2014. Luas total areal tebu pada 2012 450.297 ha yang terdiri atas tebu rakyat

    252.166 ha dan areal tebu swasta 198.131 ha (Muhammad, 2012). Rata-rata

    produktivitas tebu di Indonesia adalah 76,7 ton/ha (Licht, 2009), dan limbah tanaman

    berupa pucuk tebu sebesar 30,8 ton/ha. Limbah pucuk tebu tersebut berpotensi

    sebagai pakan ternak ruminansia. Dengan luas areal pengembangan saat ini, maka

    akan terdapat 13.869.147,6 ton pucuk tebu yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan

    alternatif atau substitusi hijauan untuk ternak sapi (Romli et al., 2012).

    Gambar 1.Tanaman Tebu

    (Sumber : Romli et al., 2012)

    Pucuk tebu merupakan salah satu limbah pertanian yang memegang peranan

    penting dalam penyediaan pakan (Sitilonga, 1985). Pucuk tebu adalah komponen

    limbah yang proposinya mencapai 14% dari bobot total tebu yang tersisa setelah

  • 5

    panen. Limbah dari industri gula dapat dimanfaatkan dalam banyak hal dan sebagian

    besar dapat di manfaatkan sebagai pakan ternak (Herawati, 2009).

    Pucuk tebu merupakan limbah tanaman yang sangat potensial sebagai pakan

    ternak karena jumlahnya tersedia banyak dan tidak bersaing dengan kebutuhan

    manusia. Satu hehktar kebun tebu akan diperoleh 180 ton biomassa/tahun yang terdiri

    atas 38 ton pucuk tebu dan 72 ton ampas tebu yang mampu menyediakan pakan

    ternak sapi sebanyak 17 ekor dengan bobot 250-450 kg. Pucuk tebu yang

    dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah ujung atas batang tebu berikut 5-7 helai

    daun yang dipotong dari tebu yang dipanen untuk tebu bibit atau bibit giling. Bila

    dilihat dari kandungan nutrisinya, protein kasar pucuk tebu lebih tinggi bila

    dibandingkan kandungan protein kasar jerami padi maupun jerami jagung, akan tetapi

    kandungan serat kasarnya adalah yang tertinggi (Sandi dan Arianto, 2012).

    Pucuk tebu digunakan sebagai hijauan makanan ternak pengganti rumput

    gajah tanpa ada pengaruh negatif pada ternak ruminansia. Pucuk tebu meskipun

    potensinya cukup besar, namun angka pemanfaatnya relatif sangat rendah (3,4%).

    Hal ini disebabkan antara lain turunnya palatabilitasnya yang besar apabila

    dikeringkan dengan matahari, sedangkan yang diekspor umumnya dikeringkan

    dengan matahari atau dikeringkan dengan mesin pengering, sehingga tetap hijau dan

    bebau manis. Dilihat dari potensi bahan kering, maka pucuk tebu masih mampu

    menghidupi sebanyak 377.860UT/tahun, sedangkan dengan kandungan PK 5,6 %

    mampu mensuplai sebanyak 262.662 UT/tahun, dari kandungan TDN 54,1% mampu

    menghidupi 448.361 UT/tahun (Kuswandi, 2007).

  • 6

    Perbandingan kandungan nutrisi pucuk tebu dan rumput gajah dapat dilihat

    pada tabel berikut :

    Tabel 1. Komposisi Zat-zat Makanan Pucuk Tebu Segar dan Rumput

    Gajah.

    Kandungan Nutrisi

    (%) Pucuk Tebu Rumput Gajah

    Bahan Kering 39,45 25,50

    Protein Kasar 5,33 6,04

    Serat Kasar 35,48 39,25

    Lemak 0,90 1,80

    BETN 48,60 45,84

    Sumber : Musofie et al. (1981).

    Berdasarkan Table 1 di atas, dapat dilihat bahwa pucuk tebu memiliki nilai

    nutrisi yang lebih rendah dibandingkan dengan rumput gajah, khususnya kandungan

    protein dan serat kasar. Hal ini disebabkan karena umur tanaman yang tua, sehingga

    kualitasnya menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Afandie dan Nasih (2002) yang

    menyatakan bahwa kualitas makanan ternak seperti rumput-rumputan dan legum

    dipengaruhi oleh mudah tidaknya dicerna oleh binatang (digestability). Digestability

    turun bila kadar serat kasar naik misalnya selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Jika

    kadar protein turun, kualitas rumputan makanan ternak tersebut akan menjadi rendah.

    Makin tua umur tanaman, makin rendah kualitasnya. Sebaliknya serat kasar akan

    makin tinggi (makin jelek).

    B. Pemanfaatan Pucuk Tebu sebagai Pakan Sapi Potong

    Praperlakuan maupun penambahan konsentrat atau hijauan bergizi tinggi

    dapat menaikkan kecernaan dan konsumsi pakan, pertambahan bobot hidup, produksi

    dan kualitas susu. (Wanapat, 2002). Keterbatasan serat pucuk tebu adalah

  • 7

    kecernaannya yang rendah dan daya konsumsi oleh ternak tidak sebanyak pada

    rumput. Musofie (1987) melaporkan bahwa pucuk tebu hanya mampu dikonsumsi

    oleh sapi sebanyak kurang dari 1% dari bobot hidup (dalam hitungan bahan kering).

    Oleh karena itu, limbah perkebunan ini perlu diproses dulu sebelum diberikan pada

    ternak, sedangkan untuk optimasi produksi ternak, perlu suplementasi zat tertentu,

    dan suplementasi substrat dari bahan pakan yang akan tersedia di usus halus.

    Pucuk tebu dapat diolah melalui proses fermentasi. Terdapat beberapa

    perbandingan pengaruh perlakuan fermentasi pada pucuk tebu terhadap kadar

    nutrisinya dapat dilihat pada table berikut :

    Table 2. Nilai Nutrisi Pucuk Tebu pada Berbagai Perlakuan.

    Parameter

    Perlakuan

    Pucuk tebu

    segar

    Pucuk tebu

    difermentasi

    menggunakan

    Mikroorganisme

    (Starbio)

    Pucuk tebu difermentasi

    menggunakan Phanerochaete

    chrysosporium

    Bahan kering 24,77* 92,77* 90,26**

    Protein 5,47* 2,62* 8,20**

    Serat 37,90* 30,55* 32,73**

    Abu 10,21* 11,02* 13,44**

    Sumber : *Nurhayu et al. (2001)

    **Prasetyo et al. (2013)

    Berdasarkan Table 2 di atas menunjukkan bahwa pucuk tebu segar

    mengandung serat kasar yang cukup tinggi sehingga daya cerna dan palatabilitasnya

    rendah. Sedangkan pucuk tebu fermentasi Mikroorganisme kandungan Serat Kasar

    lebih rendah sehingga akan meningkatkan daya cerna dan palatabilitas pakan

    tersebut. Namun kandungan proteinnya lebih rendah dibandingkan pucuk tebu segar.

    Menurut Tilman et al. (1989) hal tersebut kurang berarti bagi ternak ruminansia

  • 8

    karena kualitas protein suatu bahan makanan banyak dipengaruhi oleh aktivitas

    mikoorganisme dalam retikulo-rumen. Mikroorganisme dapat mendegradasi semua

    protein dan asam amino makanan membentuk asam amino baru. Fermentasi protein

    makanan yang berkualitas rendah dalam rumen dapat meningkatkan kualitas protein

    karena nilai biologis protein mikroorganisme tinggi.

    Perbandingan yang nyata dapat juga dilihat pada pucuk tebu difermentasi

    menggunakan Phanerochaete chrysosporium. Kendala penggunaan pucuk tebu untuk

    pakan adalah sangat rendahnya kecernaan karena kandungan lignoselulosa yang

    sangat tinggi. Kandungan lignin pada pucuk tebu sebesar 14 % (Alvino, 2012).

    Menurut Nelson dan Suparjo (2011), efisiensi degradasi lignin yang tinggi dan

    minimal dalam memanfaatkan polimer selulosa dibanding fungi pelapuk putih lain

    menjadikan Phanerochaete chrysosporium sebagai pilihan terbaik dalam perlakuan

    degradasi lignin.

    Selain proses fermentasi, pengolahan dalam pemanfaatan pucuk tebu dapat

    juga berupa perlakuan fisik lainnya. Perlakuan fisik dapat berupa pencacahan,

    pembentukan pelet (setelah digiling) atau pembuatan hay. Rendahnya kecernaan

    pucuk tebu di Indonesia dapat diatasi dengan amoniasi. Dengan N-amonia 6% dari

    berat bahan kering pucuk tebu, hanya diperlukan waktu 2 minggu untuk menaikkan

    kandungan asam lemak hasil fermentasi (Pangestu et al., 1992). Selain itu, alkali

    seperti NaOH, Ca (OH)2 dan KOH perlu dipertimbangkan sebagai bahan aktif yang

    memisahkan ikatan selulosa dan hemiselulosa dari ikatan lignin. Pucuk tebu yang

    direaksikan dengan NaOH (4%) menaikkan konsumsi dan kecernaan bahan kering,

  • 9

    tapi untuk penggunaannya masih harus ditambah bahan pakan sumber protein dan

    pati yang lolos dari pencernaan di rumen, seperti katul (Kuswandi, 2007).

    Hijauan yang terdapat di daearah tropis umumnya berkualitas rendah. Ternak

    ruminansia yang hanya diberi hijauan saja, tidak akan dapat diharapkan produksi

    maupun efisiensi reproduksi yang tinggi. Manfaat hasil sampingan pertanian dan

    agro-industri sebagai pakan ternak, sangat tergantung dari ketersediaan bahan,

    kemampuan ekonomi petaniternak, dan efisiensi penggunaan bahan pakan tersebut.

    Ternak ruminansia mampu menggunakan zat-zat makanan di dalam pakan, seperti

    karbohidrat, protein, nitrogen bukan protein dan lemak secara efisien. Dalam

    penggunaan ransum diperlukan pencampuran berbagai bahan pakan dalam jumlah

    tertentu, disamping menyediakan zat makanan yang secara langsung dapat diserap

    dari berbagai alat pencernaan pasca rumen. Penambahan konsentrat dalam ransum

    ternak ruminansia dapat meningkatkan konsentrasi produk akhir fermentasi rumen

    yang akan meningkatkan pertambahan bobot badan (Nurhayu, 2010).

    Kebutuhan akan konsentrat dalam ransum ternak dipertimbangkan dari

    kondisi hijauan yang dimiliki. Kualitas hijauan yang rendah membutuhkan konsentrat

    dengan kualitas yang tinggi. Sedangkan kualitas hijauan yang tinggi dapat

    dikombinasikan dengan konsentrat dengan kualitas yang rendah. Hal ini ditujukan

    agar kebutuhan akan sumber pakan pokok ini bisa saling melengkapi sehingga dapat

    diperoleh efisiensi produksi yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Chuzaemi

    (2002) bahwa ransum komplit merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

    untuk meningkatkan pemanfaatan limbah pertanian yaitu dengan cara mencampurkan

  • 10

    limbah pertanian dengan tambahan pakan (konsentrat) dengan mempertimbangkan

    kebutuhan nutrisi ternak baik kebutuhan serat maupun zat makanan lainnya. Musofie

    et al. (1982) menambahkan bahwa penambahan konsentrat atau tanaman leguminosa

    dapat meningkatkan nilai pakan pucuk tebu.

    C. Pengaruh Pemanfaatan Pucuk Tebu sebagai Pakan Sapi Potong Terhadap

    Produksi Sapi Bali.

    Produktivitas ternak ditentukan oleh dua aspek yaitu penampilan produksi dan

    penampilan reproduksi. Produktivitas biasanya dinyatakan sebagai fungsi dari tingkat

    reproduksi dan pertumbuhan. Produksi ternak sapi potong berhubungan erat dengan

    performansnya. Performans ternak dapat dilihat dari bobot badan, ukuran tubuh,

    komposisi tubuh, dan kondisi tubuh. Bobot badan ternak dapat diketahui dengan

    melakukan penimbangan atau menggunakan alat penduga bobot hidup untuk

    menggambarkan penampilan produksi seekor ternak. Beberapa ukuran tubuh dapat

    dijadikan sebagai indikator bobot hidup seperti lingkar dada panjang badan, dan

    tinggi gumba (Hardjosubroto, 1994).

    Banyak laporan yang telah mengemukakan hasil penelitian mengenai

    kemampuan produksi sapi Bali. Kemampuan produksi sapi Bali dapat dilihat dari

    beberapa indikator sifat-sifat produksi seperti bobot lahir, bobot sapih, bobot dewasa,

    laju pertambahan bobot badan, sifat-sifat karkas (persentase karkas dan kualitas

    karkas), dan sebagainya, maupun sifat reproduksi seperti dewasa kelamin, umur

    pubertas, jarak beranak (calving interval), persentase beranak, dan sebagainya.

    Beberapa sifat produksi dan reproduksi tersebut merupakan sifat penting/ekonomis

  • 11

    yang dapat dipergunakan sebagai indikator seleksi (Handiwirawan dan Subandriyo,

    2014).

    Pucuk tebu dapat dimanfaatkan untuk pakan sapi dan kerbau. Pemberian

    pucuk tebu yang ditambah urea dan 1 kg katul/hari memberikan PBBH yang cukup

    tinggi, tetapi konsumsi pakan meningkat, sehingga efisiensinya sedikit berkurang.

    Dalam hal ini banyaknya urea yang ditambahkan tidak disebutkan. Sementara itu,

    Soemarmi et al. (1985) melaporkan perbandingan laju PBB sapi Bali mencapai 690

    g/ekor/hari yang diberi pakan rumput, dan 820 g/ekor/hari yang diberi pakan pucuk

    tebu ditambah konsentrat 1%.

    Adapun perbandingan produktivitas sapi bali yang diberi pakan rumput gajah

    (Pennisetum purpureum) dengan pucuk tebu sebagai hijauan pakan dapat dilihat pada

    tabel berikut :

    Tabel 3. Perbandingan Produktivitas Sapi Bali yang Diberi Pakan

    Hijauan Berupa Rumput Gajah dan Pucuk Tebu.

    Parameter Rumput Gajah Pucuk Tebu

    B.B awal (kg) 122 a)

    156.5 b)

    B.B akhir (kg) 159,08 a)

    249.7 b)

    Tambahan berat badan

    (kg) 37,08 93,2

    Persentase tambahan berat

    badan (%) 30,98 59,56

    Perambahan berat badan

    harian (kg/ekor/hari) 0,320

    a) 0,776

    b)

    Konsumsi pakan total (kg

    DM) 375,20

    a) 656.23

    b)

    Lama Pemeliharaan 112 hari a)

    120 hari b)

    Feed Convertion Rasio

    (FCR) 10,60

    a) 7.04

    b)

    Sumber : a)

    Mastika et al. (1997)

    b) Entwistle dan Lindsay (2003)

  • 12

    Berdasarkan pada Tabel 3 secara jelas menunjukkan bahwa pucuk tebu dapat

    memberi pengaruh yang lebih baik terhadap produksi sapi bali jika dibandingkan

    rumput gajah dengan melihat persentase pertambahan berat badannya. Pucuk tebu

    mampu memberikan tambahan berat badan 59,56 %, sedangkan rumput gajah hanya

    37,08 %. Angka yang berbeda tersebut tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor

    seperti kualitas ransum yang diberikan, kondisi dan umur awal ternak yang diteliti,

    serta perbedaan perlakuan pemeliharaan. Daniel et al. (2006) menyatakan bahwa

    peranan pakan dalam usaha ternak sapi potong sangat penting karena merupakan

    bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan produksi ternak.

    Jenis pakan ternak yang terpenting adalah hijauan dan konsentrat karena merupakan

    pakan utama ternak ruminansia.

    Penambahan konsentrat dalam ransum ternak merupakan suatu usaha untuk

    mencukupi kebutuhan zat-zat makanan. Pada penggemukan di Indonesia biasanya

    dengan dry lot fattening dan kereman. Salah satu faktor yang berpengaruh di

    dalamnya adalah pemberian pakan, khususnya ransum dan konsentrat. Pencernaannya

    sangat melibatkan pada unsur N yaitu dalam protein dan C dalam karbohidrat.

    Semakin tinggi tingkat pemberian konsentrat maka daya cerna bahan kering juga

    meningkat, karena konsentrat mampu merangsang pertumbuhan mikroba rumen

    sehingga aktivitas pencernaan fermentatif lebih meningkat, yang pada gilirannya

    makin banyak bahan kering ransum yang dapat dicerna, dengan kata lain konsentrat

    mempunyai nilai kecernaan yang tinggi dalam saluran ternak ruminansia (Koddang,

    2008).

  • 13

    Pemberian konsentrat akan dapat meningkatkan jumlah konsumsi protein

    kasar. Pada batas-batas tertentu peningkatan jumlah konsumsi protein dapat

    meningkatkan daya cerna, sehingga produktivitas sapi potong pun meningkat. Tapi

    apabila konsumsi protein telah melebihi batas optimal maka penambahan konsumsi

    protein justru akan menurunkan daya cernanya, bahkan dapat menurunkan daya cerna

    zat-zat makanan lainnya (Koddang, 2008).

    Saat hijauan sulit ditemukan, maka konsentrat adalah pilihan selanjutnya

    sebagai pakan. Konsentrat yang ada di pasaran terlalu mahal untuk dibeli, sehingga

    sebagian peternak memanfaatkan limbah pertanian sebagai bahan konsentrat buatan.

    Upaya mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian dilakukan dengan berbagai

    cara, seperti perebusan pada dedak padi, gaplek, onggok, maupun dengan

    pencincangan pada jerami jagung dan pucuk tebu. Perlakuan fisik dengan

    penggilingan menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil, berakibat meningkatkan

    bahan terkonsumsi (Soeharsono et al., 2005).

    Kondisi kesehetan ternak juga dapat mempengaruhi produksi. Sapi yang akan

    berproduksi baik memiliki kondisi kesehatan yang baik. Untuk mengetahui kesehatan

    sapi secara umum, peternak bisa memperhatikan kondisi tubuh (tubuh bulat berisi,

    tidak ada eksternal parasit); sikap dan tingkah laku (tegap, keempat kaki memperoleh

    titik berat sama); pernafasan (bernafas dengan tenang dan teratur); pencernaan (dapat

    memamahbiak dengan tenang, pembuangan feses dan urine berjalan lancar) dan

    pandangan sapi (mata cerah dan tajam). Kondisi kesehatan yang baik dari sapi potong

    dapat memberikan produksi yang baik pula bagi sapi potong tersebut (Romjali,

    2007).

  • 14

    PENUTUP

    Kesimpulan

    Pucuk tebu sebagai limbah industri pangan dapat dimanfaatkan untuk

    menggantikan fungsi rumput sebagai hijauan pakan ternak untuk peningkatan

    produksi dan produktivitas sapi potong.

    Saran

    Pemanfaatan pucuk tebu sebagai pakan sapi potong diperlukan untuk

    peningkatan produksi dan produktivitas sapi potong.

  • 15

    DAFTAR PUSTAKA

    Afandie, R. dan Nasih W. Y. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.

    Alvino, H. 2012. Pabrik Bioethanol dari Ampas Tebu (Bagasse) dengan Proses

    Hidrolisis Enzimatis dan Co-Fermentasi. Laporan Penelitian. Institut

    Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

    Chuzaemi, S. 2002. Arah dan sasaran penelitian nutrisi sapi potong di Indonesia.

    Makalah dan Workshop Sapi Potong, Pusat Penelitian dan

    Pengembangan Peternakan dan Lokakarya Penelitian Sapi Potong,

    Grati, Malang. 11-12 April 2002.

    Entwistle, K. dan D.R. Lindsay. 2003. Feeding Strategies to Improve the Production

    Performance and Meat Quality of Bali Cattle (Bos sondaicus) dalam

    Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia. Proceedings of

    a Workshop 47 Februrary 2002, Bali, Indonesia

    Fadillah. 2008. Biodelignifikasi Batang Jagung dengan Jamur Pelapuk Putih

    Phanerochaete chrysosporium. Ekuilibrium 7 (1) : 7-11.

    Ferreiro H.M. dan Preston TR. 1976. Fattening cattle with sugarcane: The effect of

    different proportions of stalk and tops. Trop. Anim. Prod. 1:178-185.

    Handiwirawan, Eko dan Subandriyo. 2004. Potensi dan Keragaman Sumberdaya

    Genetik Sapi Bali. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

    Herawati, L. 2009. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas

    Peternakan Institut Pertanian Bogor

    Koddang, Muh Yusuf. 2008. Pengaruh Tingkat Pemberian Konsentrat Terhadap Daya Cerna

    Bahan Kering dan Protein Kasar Ransum Pada Sapi Bali Jantan Yang

    Mendapatkan Rumput Raja (Pennisetum purpuroides) Ad-libitum. Palu:

    Universitas tadukalo.

    Kuswandi, 2007. Balai Penelitian Ternak.Teknologi Pakan untuk Limbah Tebu

    (Fraksi Serat) sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Bogor.

    Licht ,F.O. 2009. World Sugar Statistics 2010. Kent, UK: Agra Informa Limited.

    Mastika, I.M., Oka, I.G.L., Sarini, N.P., Suriasih, N.K., Ambarwati, I.G.A., Wijaya,

    A.S. 1997. Study on Growth and Reproductive Performance of Bali

    Cattle Fed Concentrate in Feed Lot System. Report submitted to the

    IAEUP, Jakarta.

  • 16

    Muhammad, D. 2012. Manisnya Pembangunan Pabrik Gula Hingga 'Disemuti' 20

    Pengusaha. Republika On Line, Jumat, 27 Juli 2012, 20:23 WIB.

    (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/07/27/m7tmz-

    manisnya-pembangunan-pabrik-gula-hingga-disemuti-20-pengusa

    ha). Diakses pada 12 September 2012.

    Musofie, A., N.K Wardhani dan S. Tedjowahjono. 1981. Penggunaan Pucuk Tebu

    pada Sapi Bali Jantan Muda. Proc, Seminar Penelitian Peternakan,

    Puslitbangnak, Bogor.

    Musofie, A., N.K. Wardhani dan S. Tedjowahjono. 1982. Pemanfaatan Pucuk Tebu

    sebagai Sumber Hijauan Makanan Ternak. Majalah Perusahaan Gula

    Pasuruan XVIII (1-2-3).

    Musofie, A. 1987. Potential and utilization of sugarcane residues as animal feed in

    Indonesia. A review. Pros. Limbah Pertanian sebagai Pakan dan

    Manfaat Lainnya. Grati, 16 17 Nopember 1987. Sub Balai Penelitian Ternak, Grati. hlm. 200 215.

    Nelson dan Supardjo. 2011. Penentuan Lama Fermentasi Kulit Buah Kakao dengan

    Phanerochaete chrysosporium: Evaluasi Kualitas Nutrisi Secara

    Kimiawi. Aginak. 01 (1) : 110.

    Nurhayu, A., Matheus Sariubang dan Andi Ella. 2001. Pemanfaatan Pucuk Tebu

    Sebagai Pakan Sapi Potong. Instalasi Penelitian dan Pengkajian

    Teknologi Pertanian, Gowa

    Nurhayu. 2010. Kajian Peningkatan Produktivitas Sapi Potong Mendukung

    Swasembada Daging Di Sulawesi Selatan. Penelitian dan

    Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian Sulawesi Selatan.

    Pangestu, E., D. Rahmadi, Widiyanto dan Surahmanto. 1992. Kajian mengenai

    fermentasi pucuk tebu terhadap utilitasnya sebagai pakan. Bull.

    Peternakan. Edisi Khusus. hlm. 210 217.

    Prasetyo, D., Fm Suhartati dan Wardhana Suryapratama. 2013. Imbangan Pucuk

    Tebu dan Ampas Tebu yang Difermentasi Menggunakan

    Phanerochaete Chrysosporium Pengaruhnya Terhadap Produk

    Fermentasi Rumen. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal

    Soedirman, Purwokerto.

    Romjali, Endang. 2007. Rakitan Teknologi Pembibitan Sapi Potong. Makalah

    disajikan dalam Workshop Loka Penelitian Sapi Potong di GratiPasuruan, Banyuwangi

    Romli, Moch., Teger Basuki, Joko Hartono, Sudjindro, dan Nurindah. 2012. Laporan

    Akhir Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa

  • 17

    Sistem Pertanian Terpadu Tebu-Ternak Mendukung Swasembada

    Gula dan Daging. Kementerian Riset Dan Teknologi. Kementerian

    Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian.

    Sandi, S.M., dan M. Arianto. 2012. Kualitas Nutrisi Silase Pucuk Tebu (Saccharum

    officinarum) dengan Penambahan Inokulan Effective

    Mikroorganisme-4 (EM-4).

    Sitilonga, A. 1985.Pemanfaatan Daun Tebu untuk Pakan Ternak di Jawa Timur

    dalam Prosedding Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu untuk

    PakanTernak Bogor. BPPP Deptan, P:6-13.

    Soeharsono, Supriadi, dan Hanafi, H. 2005. Pengaruh Pemberian Pakan Konsentrat

    yang disusun dari Limbah Pertanian Terhadap Produktivitas Ternak

    Sapi Potong. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian: Yogyakarta.

    Soemarmi, A., Musofie dan N. K. Wardhani. 1985. Pengaruh Pemberian Wafer

    Pucuk Tebu terhadap Pertambahan Berat Badan Sapi Bali Jantan.

    Proceeding Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu untuk Pakan Ternak.

    Grati, 5 Maret 1985. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

    Bogor.

    Srebotnik E., K.A. Jensen and K.E. Hammel. 1994. Fungal degadation of recalcitrant

    nonphenolic lignin structure without lignin peroxidase. Proc Natl Acad

    Sci. 91:12794-12797.

    Suryana, A. 2000. Harapan dan tantangan bagi sub sektor peternakan dalam

    meningkatkan krtahanan pangan nasional. Pros. Seminar Nasional

    Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak. Bogor.

    Tarigan, B. Y. dan J. N. Sinulingga, 2006. Laporan Praktek Kerja Lapangan di Pabrik

    Gula Sei Semayang PTPN II Sumatera Utara. Fakultas Pertanian

    Universitas Sumatera Utara, Medan.

    Tjokroadikoesoemo, P. S. dan A. S. Baktir. 2005. Ekstraksi Nira Tebu. Yayasan

    Pembangunan Indonesia Sekolah Tinggi Teknologi Industri, Surabaya.

    Wanapat, M. 2002. On-Farm Crop-Residues As Ruminant Feeds: New Dimensions

    And Outlook. Proc. 7th World Buffalo Congress. International Buffalo

    Federation. Makati, Philippines, 20 23 Oct. 2002. Pp. 238 249.

  • 18


Top Related