Download - macam-macam sujud

Transcript
Page 1: macam-macam sujud

1

SERIAL FIQH PRAKTIS MENGENAL TIGA MACAM SUJUD (TILAWAH, SYUKUR DAN SAHWI)

Oleh: Aep Saepulloh Darusmanwiati**

Lisensi Dokumen Copyright Aep Saepulloh, www.indonesianschool.org Seluruh dokumen di www.indonesianschool.org dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial (nonprofit), dengan syarat tidak menghapus atau merubah atribut penulis dan pernyataan copyright yang disertakan dalam setiap dokumen. Tidak diperbolehkan melakukan penulisan ulang, kecuali mendapatkan ijin terlebih dahulu dari penulis, indonesianschool.org.

Pendahuluan Manusia adalah makhluk pelupa. Bukan manusia kalau dia tidak pernah lupa. Bahkan, sebagian ahli bahasa mengatakan, mengapa manusia disebut dengan an-nass atau al-insan? Karena memang suka lupa. Apakah lupa adalah sebuah 'aib dan cacat? Tentu tidak semua. Bahkan, boleh jadi dalam banyak hal lupa adalah karunia dari Allah. Bayangkan, seandainya manusia tidak pernah lupa. Tentu dia tidak akan dapat makan minum dengan nikmat dan lahap karena apa yang dilihatnya di toilet misalnya, masih terbayang. Atau dia tidak akan bisa tidur dengan nyenyak, lantaran tayangan televise film horor yang baru saja ditontonnya, masih tergambar dengan jelas. Lebih jauh lagi, dia tidak akan menikah, karena trauma dengan berita yang sempat dibacanya di salah satu harian yang mengatakan bahwa seorang isteri tewas di tangan suaminya sendiri. Oleh karena itu, dalam banyak hal, lupa adalah biasa, bahkan sebuah karunia. Karena memang lupa adalah sifat manusia, masalahnya bagaimana kalau lupa itu terjadi ketika kita melaksanakan ibadah, khususnya shalat? Apa yang harus diperbuat? Mengulangi shalat ataukah melakukan perbuatan lain yang dianjurkan oleh ajaran Islam? Semua itu ada jawabannya dalam Ilmu Fiqh. Ketika seseorang melakukan shalat lalu lupa tidak mengerjakan salah satu wajib atau rukunnya, misalnya, maka Islam memberikan jalan keluar melalui Sujud Sahwi dan tidak perlu mengulang shalatnya. Selain Sujud Sahwi, dalam ajaran Islam juga dikenal dengan dua macam sujud lainnya yaitu Sujud Tilawah dan Sujud Syukur. Kalau Sujud Sahwi adalah sujud yang dilakukan karena lupa tidak melakukan sesuatu ketika shalat, maka Sujud Tilawah adalah sujud yang dilakukan karena membaca atau mendengar ayat-ayat tertentu dalam al-Qur'an yang sering disebut dengan ayat-ayat sajdah. Sementara Sujud Syukur dilakukan sebagai rasa syukur kita kepada Allah atas karunia dan kenikmatan yang telah diberikanNya, sekaligus atas bencana dan kesengsaraan yang telah dihindarkanNya. Ketiga macam sujud tersebut, insya Allah akan dibahas secara gamblang pada tulisan kali ini. Tulisan ini merupakan rangkaian dari tulisan sebelum dan sesudahnya nanti yang akan mengupas paket khusus seputar Fiqh Ibadah. Tulisan ini tentunya diharapkan agar para pembaca dapat mengetahui, memahami cara dan penyebab ketiga sujud tersebut dilakukan dan lebih umum lagi untuk dapat mengetahui cara melaksanakan ibadah dengan benar dan tepat. Sengaja dalam tulisan ini penulis suguhkan dan hadirkan hadits-haditsnya yang tentunya shahih, ditambah komentar dan tarjih penulis dari keragaman pendapat yang ada. Selain paket Fiqh Ibadah ini, penulis juga insya Allah akan menghadirkan tulisan-tulisan lain berupa paket akidah (Buku Pintar Alam Ghaib yang rencananya disusun dalam VI edisi), paket Fiqh Munakahat, Fiqh Jinayah dan lainnya. Semoga tulisan ringan dan kecil ini menjadi amal shaleh bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Semoga bermanfaat dan selamat menikmati. Wallahu 'alam.

Page 2: macam-macam sujud

2

SUJUD TILAWAH

Pengertian Sujud Tilawah adalah sujud yang dilakukan karena mambaca atau mendengar salah satu ayat

dari ayat-ayat sajdah (ayat-ayat yang ketika membaca atau mendengarnya disunnatkan untuk sujud) yang terdapat dalam al-Qur'an. Dari definisi ini, ada dua kondisi seseorang disunnatkan untuk melakukan sujud tilawah, yaitu ketika ia membaca ayat sajdah dan ketika mendengar seseorang membaca ayat sajdah. Adapun yang termasuk ayat-ayat sajdah akan dibahas di bawah nanti. Keutamaannya

Dalam sebuah hadits dikatakan, keutamaan orang yang sujud karena membaca ayat sajdah adalah setan akan lari dan menangis tersedu-sedu. Dalam hal ini Rasulullah bersabda:

لم : عن أبي هريرة قال سجد : ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وس سجدة ف ن آدم ال رأ اب , إذا قىاع شيطان يبك زل ال ول, ت ه: يق ا ويل ة , ي ه الجن سجد فل سجود ف ر بال سجود , أم رت بال وأم

]رواه مسلم وأحمد وابن ماجه)) [فعصيت فلي النارArtinya: "Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw bersabda: "Apabila keturunan anak adam membaca ayat sajdah lalu ia sujud (tilawah), maka setan akan menjauh sambil menangis dan berkata: "Aduh celaka dan sialnya nasibku, ia diperintahkan untuk bersujud, lalu ia sujud, maka baginya adalah surga, sementara saya diperintah sujud akan tetapi saya membangkang perintah tersebut, dan bagi saya adalah neraka" (HR. Muslim, Ahmad dan Ibn Majah).

Dalam hadit-hadits lain yang menerangkan keutamaan orang-orang yang sering melakukan sujud (sujud secara umum) juga disebutkan bahwa orang yang seringkali bersujud, apabila suatu saat ia terpaksa masuk ke dalam neraka, ia akan segera dikeluarkan dari neraka itu lantaran ada bekas sujudnya. Bahkan, hanya bekas sujudlah yang tidak akan terkena lahapan api neraka. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah ketika berbicara hari kebangkitan dan syafaat.

لم ار : ((...قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وس ة من أراد من أهل الن , حتى إذا أراد اهللا رحموحرم , فيخرجونهم ويعرفونهم بآثار السجود , أمر اهللا المالئكة أن يخرجوا من آان يعبد اهللا

سجود ر ال ار أن تأآل أث ى الن ار, اهللا عل ر ,فيخرجون من الن ار إال أث ه الن ن آدم تأآل فكل اب ].رواه البخاري ومسلم)) [جودالس

Artinya: "Rasulullah Saw bersabda: "Sehingga apabila Allah hendak memberikan rahmat kepada penghuni neraka, Allah memerintahkan malaikat untuk mengeluarkan siapa saja yang menyembah Allah. Para malaikat akan mengeluarkan mereka dengan jalan dikenali dari bekas sujudnya. Dan Allah mengaharamkan api neraka untuk membakar bekas sujud. Mereka lalu dikeluarkan dari neraka. Seluruh keturunan Adam akan dimakan oleh api neraka kecuali bekas sujud" (HR. Bukhari Muslim).

لم عن ثوبان مولى رسول ه وس ه سأل رسول اهللا صلى اهللا علي لم أن اهللا صلى اهللا عليه وسة ه الجن لم , عن عمل يدخله اهللا ب ه وس ال صلى اهللا علي سجود : ((فق رة ال فإنك ال , عليك بكث

ا درجة سجد هللا سجدة إال رفعك اهللا به ة , ت ا خطيئ ك به سلم والترمذى )) [وحط عن رواه م ]والنسائي وابن ماجه

Artinya: "Tsauban, maula Rasulullah Saw, suatu saat bertanya kepada Rasulullah Saw tentang amal yang akan memasukkannya ke dalam surga. Rasulullah Saw menjawab: "Kamu harus memperbanyak sujud, karena tidaklah kamu bersujud satu kali kepada Allah, kecuali Allah akan mengangkat derajatmu sekaligus Allah juga akan menghapuskan kesalahanmu" (HR. Muslim). ة ه فى الجن لم مرافقت ه وس ه سأل رسول اهللا صلى اهللا علي , عن ربيعة بن آعب األسلمى أن

]. والنسائي وأحمدرواه مسلم وأبو داود)) [أعنى على نفسك بكثرة السجود: ((فقال

Page 3: macam-macam sujud

3

Artinya: "Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslamy pernah bertanya kepada Rasulullah Saw tentang amalan yang bisa mendekatkan dirinya dengan Rasulullah Saw kelak di surga. Rasulullah menjawab: "Bantulah saya dengan jalan kamu memperbanyak sujud" (HR. Muslim). Hukum melakukannya

Para ulama telah sepakat, bahwa Sujud Tilawah itu diperintahkan. Hal ini berdasarkan ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits shahih yang berbicara mengenai hal tersebut. Salah satunya adalah hadits berikut ini:

ن عمر سجد : ((عن اب سجدة في ا ال سورة فيه ا ال رأ علين لم يق ه وس ي صلى اهللا علي ان النب آ ].رواه البخارى ومسلم)) [ونسجد معه حتى ما يجد أحدنا موضعا لجبهته

Artinya: "Dari Ibnu Umar, bahwasannya Rasulullah Saw pernah membacakan untuk kami satu surat yang terdapat ayat sajdahnya. Beliau lalu sujud, dan kami pun ikut sujud bersamanya sehingga masing-masing kami tidak mendapatkan lagi tempat untuk meletakkan dahinya (untuk sujud)" (HR. Bukhari Muslim).

Namun, para ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya, apakah hukum melaksanakan Sujud Tilawah ini wajib ataukah sunnah saja? Dalam hal ini para ulama terbagi dua kelompok:

Pendapat pertama, mengatakan hukum melaksanakan Sujud Tilawah ini adalah wajib. Artinya, apabila seseorang membaca ayat sajdah kemudian tidak sujud, maka berdosa. Pendapat ini dipegang oleh Madzhab ats-Tsauri, Abu Hanifah dan Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah.

Pendapat kedua, mengatakan bahwa hukum melaksanakan Sujud Tilawah adalah sunnah saja dan bukan wajib. Artinya, bagi yang sujud, ia mendapat pahala, dan bagi yang tidak sujud, ia tidak mendapat dosa. Pendapat ini merupakan pendapat kebanyakan para ulama (jumhur ulama) seperti Imam Malik, Imam Syafi'I, Imam Auzai, Imam Laits, Imam Ahmad bin Hanbal, Ishak, Abu Tsaur, Dawud dan Ibn Hazm. Dari kalangan sahabat yang berpendapat seperti ini adalah Umar bin Khatab, Salman, Ibn Abbas, dan Imran bin Hushain.

Di antara alasan dan argumen yang disodorkan oleh kelompok pertama yang mengatakan bahwa sujud tilawah ini hukumnya wajib adalah dalil-dalil berikut ini:

)21-20: اإلنشقاق(وإذا قرئ عليهم القرآن ال يسجدون * يؤمنونفما لهم الArtinya: "Mengapa mereka tidak mau beriman? Dan apabila Al-Qur`an dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud" (QS al-Insyiqaq: 20-21)

)62: النجم(فاسجدوا هللا واعبدوا Artinya: "Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia)" (QS. An-Nahm: 62).

)19: العلق(واسجد واقترب Artinya: "Dan sujudlah serta dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)" (QS. Al-Alaq: 19).

لم : عن أبي هريرة قال سجد : ((قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وس سجدة ف ن آدم ال رأ اب , إذا قشي زل ال ىاعت ول, طان يبك ه: يق ا ويل ة , ي ه الجن سجد فل سجود ف ر بال سجود , أم رت بال وأم

]رواه مسلم وأحمد وابن ماجه)) [فعصيت فلي النارArtinya: "Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw bersabda: "Apabila keturunan anak adam membaca ayat sajdah lalu ia sujud tilawah, maka setan akan menjauh sambil menangis dan berkata: "Aduh celaka dan sialnya nasibku, ia diperintahkan untuk bersujud, lalu ia sujud, maka baginya adalah surga, sementara saya diperintah sujud akan tetapi saya membangkang perintah tersebut, dan bagi saya adalah neraka" (HR. Muslim, Ahmad dan Ibn Majah).

)رواه ابن أبي شيبة بإسناد صحيح(إنما السجود على من استمع : قال عثمانArtinya: "Utsman berkata: "Sujud Tilawah itu hanyalah bagi yang mendengar (bacaannya)" (HR. Ibn Abi Syaibah dengan sanad yang sahih).

Sementara Jumhur ulama yang mengatakan bahwa sujud tilawah hanyalah sunnah mengatakan bahwa ayat 21 dari surat al-Insyiqaq di atas yang dijadikan dalil oleh kelompok pertama yang mengatakan sujud tilawah itu wajib tidak ada kaitannya dengan sujud tilawah, karenanya tidak tepat

Page 4: macam-macam sujud

4

kalau berhujjah menggunakan ayat tersebut. Karena, ayat tersebut berbicara tentang orang-orang yang tidak mau bersujud lantaran kesombongan dan keangkuhannya. Sementara mereka yang berpendapat sunnah, tetap melakukan sujud bahkan tetap mengakui keutamaan dan kemasyru'an sujud tilawah tersebut. Karena itu, berhujjah dengan ayat di atas, tidak tepat.

Sedangkan ke dua ayat yaitu surat an-Najm: 62 dan al-Alaq: 19 yang dijadikan dalil oleh kelompok pertama juga kurang tepat. Ayat di atas juga tidak ada kaitan dengan sujud tilawah. Ayat di atas berbicara secara umum tentang sujud yang boleh jadi berarti sujud ketika shalat atau lainnya. Karena banyak kemungkinan inilah, maka ayat di atas tidak dapat dijadikan dalil akan wajibnya sujud tilawah ini.

Bahkan, dalam riwayat lain dijelaskan bahwa ketika Rasulullah Saw mendengar bacaan ayat sajdah, belaiu tidak sujud. Seandainya sujud tilawah itu adalah wajib, tentu Rasulullah Saw akan bersujud dan memerintahkan para sahabat lainnya untuk sujud. Tapi tidak demikian. Ini artinya, bahwa memang sujud tilawah itu bukanlah sesuatu yang wajib, hanya sunnah saja. Riwayat dimaksud adalah:

ا ) والنجم(قرأت على النبي صلى اهللا عليه وسلم : عن زيد بن ثابت قال سجد فيه وفى . فلم ي فلم يسجد منا أحد: رواية

Artinya: "Zaid bin Tsabit berkata: "Saya pernah membaca surat an-Najm di hadapan Rasulullah Saw, akan tetapi Rasulullah Saw tidak melakukan Sujud Tilawah (ketika mendengar ayat sajdahnya). Dalam riwayat lain dikatakan: "Di antara kami tidak ada yang sujud".

Demikian juga dengan hadits berikut ini yang mengatakan bahwa Umar bin Khatab ketika khutbah Jum'at kemudian membaca ayat sajdah, ia tidak sujud tilawah. Ini juga menguatkan pendapat bahwa sujud tilawah hukumnya sunnah saja, bukan wajib. Hadits dimaksud adalah sebagai berikut: سجدة ر سورة النحل حتى إذا جاء ال ى المنب ة عل وم الجمع رأ ي عن عمر بن الخطاب أنه ق

سجدة , حتى إذا آانت الجمعة القابلة , فسجد الناس , فنزل فسجد ال , قرأ بها حتى إذا جاء ال : قه , فمن سجد فقد أصاب , إنما نمر بالسجود , يا أيها الناس (( م علي سجد فال إث م ي م , ومن ل ول

]رواه البخاري)) [ي اهللا عنهيسجد عمر رضArtinya: "Dari Umar bin Khatab bahwasannya ia pernah membaca surat an-Nahl ketika sedang khutbah Jum'at. Ketika ia membaca ayat sajdah, ia turun dari mimbar lalu sujud dan orang-orang ikut sujud bersamanya. Pada hari Jum'at berikutnya, Umar kembali membaca surat tersebut. Ketika ia membaca ayat sajdahnya, Umar berkata: "Wahai manusia, kami baru saja membaca ayat sajdah, maka barang siapa yang mau sujud, silahkan dan ia telah sesuai dengan sunnah. Dan barangsiapa yang tidak melakukan sujud, maka ia tidak berdosa". Umar pun tidak melakukan sujud" (HR. Bukhari).

Hadits di atas semakin menguatkan bahwa sujud tilawah hukumnya sunnah saja, karena ternyata dalam hadits di atas dijelaksan, bahwa pada Jum'ah berikutnya, Umar bin Khatab tidak melakukan sujud tilwah, padahal para sahabat Rasulullah Saw lainnya banyak yang hadir dan mereka tidak ada yang protes satu pun. Ini menunjukkan bahwa mereka sepakat dengan pendapat Umar bin Khatab, bahwa sujud tilawah hukumnya sunnah saja. Dan pendapat Jumhur Ulama ini, menurut penulis, adalah pendapat yang lebih kuat dan lebih mendekati kebenaran. Bagaimana cara melakukan Sujud Tilawah?

Dalam melakukan sujud tilawah ini ada empat catatan yang harus diperhatikan: 1. Para ulama sepakat bahwa sujud tilawah dilakukan hanya dengan sekali sujud. 2. Cara melakukan sujud tilawah persis sama dengan cara melakukan sujud biasa dalam shalat. 3. Dalam melakukan sujud tilawah ini, menurut pendapat yang lebih kuat, tidak mesti memakai

takbiratul ihram (takbir untuk memulai shalat), juga tidak memakai salam. Jadi, dalam prakteknya, begitu anda membaca atau mendengar ayat sajdah, anda langsung sujud sekali saja sebagaimana sujud dalam shalat, tanpa takbiratul ihram terlebih dahulu. Setelah itu bangun lagi dan teruskan bacaan shalatnya, tanpa memakai salam. Demikian menurut Imam Malik, Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal dan menurut Ibnu Taimiyyah. Adapun hadits Ibnu Umar yang mengatakan:

Page 5: macam-macam sujud

5

ر , آان رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم يقرأ علينا القرآن سجدة آب وسجد , فإذا مر بال ]درواه أبو داو[وسجدنا

Artinya: "Rasulullah Saw pernah membacakan ayat al-Qur'an kepada kami. Begitu beliau membaca ayat sajdah, beliau bertakbir lalu sujud dan kami pun turut sujud bersamanya" (HR. Abu Dawud). Adalah hadits dhaif yang tidak bisa dijadikan hujjah. Namun demikian, Jumhur Ulama mengatakan bahwa mengucapkan takbir (Allahu akbar) ketika hendak sujud dan ketika bangun dari sujud adalah sunnah. Hemat penulis, dalil shahih yang layak untuk dijadikan argumen untuk thesis Jumhur ini adalah hadits berikut:

ن حج ل ب ر : ((رعن وائ ع التكبي ه م ع يدي ان يرف لم آ ه وس ي صلى اهللا علي , أن النب ].رواه أحمد بإسناد حسن)) [ويكبر آلما خفض وآلما رفع

Artinya: "Dari Wail bin Hajar, bahwasannya Rasulullah Saw bertakbir sambil mengangkat kedua tangannya. Demikian juga setiap kali menunduk dan bangkit, beliau selalu bertakbir" (HR. Ahmad dengan sanad Hasan).

Dengan demikian, penulis cenderung untuk mengatakan, bahwa meski pendapat yang mengatakan bahwa sujud tilawah itu tanpa memakai takbir dan salam lebih kuat, namun, pendapat jumhurpun boleh dilakukan karena ada keterangan berupa hadits Hasan yang menjadi sandarannya. Namun demikian, jumhur ulama juga sama dengan pendapat pertama, bahwa untuk sujud tulawah tidak ada salam. Oleh karena itu, apabila anda melakukan sujud tilawah lalu ketika mau sujud dan ketika bangkit dari sujud mengucapkan takbir, maka sah-sah saja dan boleh-boleh saja.

4. Menurut Madzhab Hanabilah, ulama Hanafiyyah generasi terakhir, sebagian ulama syafi'iyyah dan menurut Ibnu Taimiyyah, bahwa orang yang akan melakukan sujud tilawah di luar shalat (bukan ketika shalat), lebih afdhal (lebih utama) kalau dia berdiri terlebih dahulu lalu mengucapkan takbir dan kemudian sujud. Bukan dilakukan sambil duduk. Hal ini, menurut mereka, karena kata al-khurur dalam surat al-Isra ayat 107 yang berbunyi:

إذا يتلى عليهم يخرون لألذقان سجدا... Artinya: "…Apabila Al-Qur`an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud" (QS. Al-Isra: 107). Maknanya adalah turun dari berdiri (suquth min qiyam). Sedangkan menurut pendapat Madzhab Syafi'i dan lainnya, bahwa sujud tilawah boleh juga dilakukan sambil duduk, tidak mesti harus berdiri terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan tidak ada keterangan dari hadits yang mengatakan secara jelas dan tegas bahwa sujud tilawah ini harus dilakukan dengan berdiri terlebih dahulu. Untuk itu, hemat penulis, pendapat Madzhab Syafi'i ini lebih mendekati kebenaran, artinya, sujud tilawah boleh dilakukan sambil berdiri terlebih dahulu, atau sambil duduk. Keduanya sah-sah saja.

5. Sujud Tilawah dilakuan dalam dua keadaan; di luar shalat dan ketika sedang shalat. Cara melakukan Sujud Tilawah di luar shalat adalah sebagai berikut: Ketika anda membaca atau mendengar ayat sajdah, anda langsung berdiri atau boleh juga duduk mengahadap kiblat, lalu ucapkan takbir: "Allahu Akbar" atau tidak mengucapkan takbir juga boleh, lalu sujudlah satu kali sebagai mana anda sujud ketika melakukan shalat. Setelah itu, bangkitlah kembali sambil mengucapkan takbir: "Allahu Akbar", atau tanpa takbir. Setelah itu, anda teruskan bacaan al-Qur'annya tanpa salam terlebih dahulu.

Sedangkan apabila dilakukan ketika sedang shalat, maka begitu membaca ayat sajdah, anda langsung sujud satu kali lalu bangkit berdiri lagi, dan teruskan bacaan shalat anda.

Apakah Sujud Tilawah harus menghadap kiblat dan harus berwudhu terlebih dahulu??

Menurut Jumhur ulama (kebanyakan ulama), Sujud Tilawah disyaratkan harus memenuhi syarat-syarat shalat lainnya, misalnya, harus menghadap kiblat dan harus dilakukan oleh orang yang mempunyai wudhu.

Page 6: macam-macam sujud

6

Sedangkan menurut Ibn Hazm dan Syaikul Islam Ibn Taimiyyah, bahwa Sujud Tilawah tidak diharuskan menghadap kiblat, juga tidak disyaratkan harus mempunyai wudhu terlebih dahulu, karena Sujud Tilawah bukanlah shalat, akan tetapi ia hanyalah sebuah ibadah. Dan sebagaimana diketahui, bahwa tidak semua ibadah disyaratkan harus memakai wudhu dan menghadap kiblat. Pendapat ini juga dikemukakan oleh sahabat dan para ulama lain semisal Ibnu Umar, Imam asy-Sya'by dan Imam Bukhari. Dan pendapat inilah, hemat penulis, yang lebih kuat dan lebih afdhal.

Pendapat kedua ini dikuatkan oleh sebuah hadits Ibnu Abbas berikut ini: اس ن عب ن اب سلمون : (( ع ه الم جد مع النجم وس جد ب لم س ه وس لى اهللا علي ي ص أن النب

]رواه البخارى والترمذى)) [والمشرآون والجن واإلنسArtinya: "Dari Ibnu Abbas, bahwasannya Rasulullah Saw ketika membaca surat an-Najm, ia sujud tilawah dan orang-orangpun ikut sujud bersamanya, termasuk orang-orang musyrik, jin dan manusia" (HR. Bukhari).

Sehubungan dengan hadits di atas, Imam Bukhari mengatakan, hadits ini mengisyaratkan bahwa orang musyrik pun melakukan sujud tilawah. Dan sebagaimana diketahui, bahwa orang musyrik tentu mereka tidak mempunyai wudhu karena mereka adalah najis (berhadats besar dan kecil). Kalau seandainya Sujud Tilawah ini harus dilakukan oleh orang yang mempunyai wudhu, tentu Rasulullah Saw akan melarang orang-orang musyrik tersebut untuk sujud tilawah, tapi ternyata tidak melarangnya. Ini berarti, bahwa Sujud Tilawah tidak mesti berwudhu sebelumnya.

Sehubungan dengan masalah ini pula, Imam Syaukani berkata: "Tidak ada satupun hadits yang berbicara tentang Sujud Tilawah yang mensyaratkan orang yang melakukannya harus mempunyai wudhu. Dalam banyak kesempatan, Rasulullah dan para sahabat yang mendengar bacaan ayat Sajdah, melakukan Sujud Tilawah bersama-sama, akan tetapi Rasulullah Saw tidak memerintahkan salah seorangpun dari mereka untuk mengambil air wudhu terlebih dahulu. Padahal, tidak semua sahabat saat itu mempunyai wudhu. Bahkan terkadang, Rasulullah Saw sujud bersama orang-orang musyrik sebagaimana dikatakan dalam hadits di atas, dan tentunya orang-orang musyrik tidak mempunyai wudhu kerena mereka adalah najis….Adapun menutup aurat dan menghadap kiblat, selama memungkinkan, para ulama sepakat mensyaratkannya. Tapi sekali lagi dengan catatan, selama memungkinkan". Dari pendapat-pendapat di atas, penulis lebih condong untuk mengatakan, selama Sujud Tilawah ini dilakukan di luar shalat, tidak disyaratkan harus menghadap kiblat, dan tidak harus mempunyai wudhu terlebih dahulu sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyyah dan Ibn Hazm di atas. Akan tetapi apabila dilakukan menghadap kiblat, mempunyai wudhu terlebih dahulu, tentu ini lebih afdhal dan lebih sempurna. Karena bagaimanapun Sujud Tilawah adalah salah satu bentuk ibadah. Dan sebuah ibadah alangkah lebih baiknya kalau dilakukan dalam keadaan suci dan menghadap kiblat. Sekali lagi, kalau memungkinkan untuk mengambil wudhu dan menghadap kiblat, tentu itu lebih utama, akan tetapi menghadap kiblat dan berwudhu, bukanlah syarat sahnya Sujud Tilawah. Bagaimana cara sujudnya orang yang sedang dalam kendaraan? Apabila seseorang membaca atau mendengar salah satu ayat sajdah sementara dia sedang berjalan (bepergian) atau sedang berada di atas kendaraan, kemudian dia bermaksud untuk melakukan sujud tilawah, maka menurut sebagian para sahabat dan para ulama generasi salaf seperti Ibnu Mas'ud, Ibnu Umar dan lainnya, cukup dengan berisyarat berupa menundukkan kepalanya sedikit ke arah manapun ia sedang menghadap saat itu. Hal ini seperti dikatakan oleh Ibnu Umar dalam hadits riwayat Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih, ketika ia ditanya cara melakukan sujud tilawah bagi yang sedang berada dalam kendaraan, Ibnu Umar mengatakan: "Sujudlah dengan cara isyarat". Demikian juga dengan orang yang sedang berjalan kaki (bepergian), apabila tidak bisa berhenti sejenak untuk melakukan sujud dan dia bermaksud untuk sujud, maka cukup dengan menganggukkan kepalanya sebagai isyarat sujudnya. Apa yang dibaca ketika Sujud Tilawah?

Sehubungan dengan masalah ini, terdapat dua hadits yang menginformasikan bacaan ketika Sujud Tilawah. Berikut kedua hadits di atas:

Page 7: macam-macam sujud

7

ل : عن عائشة قالت رآن باللي ول فى سجود الق ول فى , آان النبي صلى اهللا عليه وسلم يق يقرارا سجدة م ه: ((ال ه وقوت صره بحول ه وصوره وشق سمعه وب ذى خلق )) سجد وجهى لل

)والترمذى والنسائي, رواه أبو داود[Artinya: "Siti Aisyah berkata: "Bahwasannya Rasulullah Saw ketika sujud tilawah pada malam hari, beliau membaca do'a berikut secara berulang-ulang: " sajada wajhii lilladzi khalaqahu wa shawwarahu wa syaqqa sam'ahu wa basharahu bihaulihi wa quwwatihi (wajahku aku sujudkan kepada yang telah menciptakan dan membentuknya, juga yang telah memecahkan pendengaran, penglihatannya dengan segala daya dan kekuatanNya)" (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).

ال اس ق ن عب ا رسول اهللا : عن اب ال ي لم فق ه وس ي صلى اهللا علي ى النب اء رجل إل ى , ج إنأنى أصلى خلف شجرة ائم آ ا ن ة وأن ى الليل سجدت, رأيتن سجودى, ف شجرة ل سمجدت ال , ف

ا وزرا , اللهم اآتب لى بها عندك أجرا : ((فسمعتها وهي تقول ى , وضع عنى به ا ل واجعلهاس ))...قبلتها من عبدك داود وتقبلها منى آما ت , عندك ذخرا ن عب ال اب رأ النبي صلى : ق فق

م سجد , اهللا عليه وسلم سجدة شجرة , ث ول ال ره الرجل عن ق ا أخب ول مثلم سمعته وهو يق ف ]أخرجه الترمذى وابن ماجه[

Artinya: "Ibnu Abbas berkata: "Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw sambil berkata: "Wahai Rasulullah, tadi malam saya bermimpi seolah-olah saya shalat di belakang sebuah pohon, lalu saya sujud dan pohon pun ikut sujud bersamaku serta saya mendengar pohon itu membaca doa berikut ini: Allahummaktub li biha indaka ajra, wa dha' 'anni biha wizra, waj'alha li 'indaka dzukhra, wa taqabbalha minny kama taqabbaltaha min 'ibadika dawud (Ya Allah, dengan sujud ini, catatlah pahala bagi saya disisiMu, hapuskan dosaku, jadikan sujudku ini sebagai simpananku kelak, dan terimalah sujudku ini sebagaimana Eukau telah menerima sujudnya Nabi Dawud)…" Ibnu Abbas kemudian berkata: "Lalu Rasulullah Saw membaca salah satu ayat sajdah dan beliau sujud (tilawah). Pada saat itu saya mendengar Rasulullah ketika sujudnya tadi membaca do'a sebagaimana yang telah disampaikan oleh laki-laki tadi yang diambil dari doanya sebuah pohon" (HR. Turmudzi dan Ibn Majah).

Dari kedua hadits di atas, kita mendapatkan informasi bahwa bacaan yang dibaca oleh Rasulullah Saw ketika Sujud Tilawah ada dua, yaitu bacaan: "sajada wajhii lilladzi khalaqahu wa shawwarahu wa syaqqa sam'ahu wa basharahu bihaulihi wa quwwatihi dan bacaan: Allahummaktub li biha indaka ajra, wa dha' 'anni biha wizra, waj'alha li 'indaka dzukhra, wa taqabbalha minny kama taqabbaltaha min 'ibadika dawud. Akan tetapi sanad kedua hadits di atas diperdebatkan keshahihannya. Bahkan menurut pendapat yang lebih kuat, kedua hadits di atas adalah Hadits Dha'if. Karena kedua hadits di atas diperdebatkan kesahihannya dan lebih cenderung dhaif, maka Imam Ahmad bin Hanbal berkata: "Adapun saya, ketika Sujud Tilawah, saya membaca bacaan sujud biasa yaitu: subhanarabbiyal 'ala". Oleh karena itu, menurut pendapat yang lebih kuat, tidak ada bacaan khusus untuk sujud tilawah karena hadits-hadits yang mengatakan hal demikian semuanya Hadits Dhaif. Karenanya, bacaan Sujud Tilawah disamakan dengan bacaan sujud biasa dalam shalat.

Adapun bacaan-bacaan sujud ketika shalat ada bebarapa macam, termasuk salah satunya adalah bacaan sajada wajhii lilladzi khalaqahu wa shawwarahu wa syaqqa sam'ahu wa basharahu bihaulihi wa quwwatihi. Untuk lebih jelasnya, berikut di antara bacaan-bacaan yang boleh dibaca ketika sujud dalam shalat: 1. Allahumma laka sajadtu wabika amantu wa laka aslamtu, sajada wajhii lilladzi khalaqahu wa

shawwarahu wa syaqqa sam'ahu wa basharahu, tabarakallahu ahsanal khaliqin (HR. Muslim) 2. Subhanakallahumma rabbana wa bihamdika allahummagfirli (HR. Bukhari Muslim) 3. Subbuhun quddusun rabbul malaikati warruh (HR. Muslim) 4. Subhanarabbiyal a'laa (HR. Nasai, Turmudzi, Abu Dawud dan Ibn Majah) 5. Subhana dzil jabarut walmalakut walkibriya wal'adhamah (HR. Abu Dawud dan Nasai)

Demikian, bacaan-bacaan yang biasa dibaca oleh Rasulullah Saw ketika sujud. Oleh karena itu, bagi yang melakukan Sujud Tilawah, silahkan untuk memilih salah satu dari bacaan di atas.

Page 8: macam-macam sujud

8

Berulang-ulang membaca dan mendengar ayat sajdah, Sujudnya? Apabila seseorang membaca atau mendengar ayat sajdah beberapa kali, ia boleh mengakhirkan sujudnya sampai ayat terakhir dari ayat sajdah dibaca. Setelah itu baru ia sujud sajdah satu kali. Kemudian apabila setelah sujud, membaca kembali ayat sajdah, maka menurut pendapat Jumhur Ulama, lebih afdhal ia melakukan sujud lagi. Artinya, Jumhur ulama lebih cenderung untuk mengatakan, bahwa yang lebih afdhal, sujud tilawah dilakukan setiap kali kita mendengar atau membaca ayat sajdah. Apakah Sujud Tilawah yang dilakukan ketika shalat khusus untuk shalat wajib saja? Sebagaimana telah di jelaskan di atas, sujud tilawah dilakukan dalam dua keadaan; ketika sedang melakukan shalat dan ketika di luar shalat (tidak sedang melakukan shalat). Namun shalat apa saja yang boleh melakukan Sujud Tilawah; Apakah hanya untuk shalat wajib dan apakah hanya untuk shalat berjamaah serta apakah hanya untuk shalat Jahr (yang bacaannya dinyaringkan yaitu shalat Magrib, Isya dan Subuh) saja? Dalam hal ini, jumhur ulama mengatakan, bahwa Sujud Tilawah dilakukan baik ketika shalat wajib maupun shalat sunnat. Ini artinya, apabila seseorang membaca ayat sajdah ketika sedang shalat Tahajjud, maka sunnah hukumnya untuk melakukan Sujud Tilawah. Demikian juga, Sujud Tilawah dilakukan baik ketika shalat berjamaah maupun ketika shalat sendiri (munfarid). Sedangkan apakah untuk shalat yang bacaannya dibaca nyaring (jahr) saja atau juga yang bacaannya dipelankan (di-sir-kan)? Para ulama sepakat, bahwa untuk shalat-shalat yang dibaca dengan suara nyaring seperti Magrib dan Isya, sunnah hukumnya melakukan Sujud Tilawah. Namun, untuk shalat yang imamnya membaca dengan suara sir (pelan) misalnya Shalat Duhur dan Ashar, makruh hukumnya melakukan Sujud Tilawah. Hal ini ditakutkan akan menimbulkan kebingungan bagi para makmum sehingga kekhusyuan shalatnya menjadi terganggu, karena makmum tidak mengetahui apa yang sedang dibaca oleh imam. Akan tetapi menurut Syafi'iyyah (para ulama bermadzhab Syafi'i), untuk yang melakukan shalat dengan bacaan pelan pun, sunnah hukumnya untuk melakukan Sujud Tilawah. Hanya saja, dalam prakteknya, Sujud Tilawahnya diakhirkan sampai shalat tersebut selesai agar makmum tidak merasa bingung dibuatnya. Namun pendapat ini, menurut penulis, kurang tepat karena antara membaca ayat sajdah dengan selesainya shalat terdapat pemisah yang lumayan lama. Untuk itu, pendapat Jumhur yang mengatakan, makruh hukumnya bagi shalat yang bacaan imamnya di sirr-kan (dipelankan) untuk melakukan Sujud Tilawah adalah pendapat yang lebih kuat dan arjah. Bagaimana hukumnya apabila ketika sedang melakukan shalat, membaca ayat sajdah akan tetapi tidak melakukan Sujud Tilawah?

Menurut pendapat Jumhur Ulama seperti Imam Sya'bi, Ibn al-Musayyib, Ibn Sirin, an-Nakha'i dan Imam Ishak, makruh hukumnya seseorang yang sedang melakukan shalat kemudian membaca ayat sajdah akan tetapi tidak melakukan Sujud Tilawah. Apabila ayat sajdah tersebut berada di akhir surat, bagaimana cara melakukan sujudnya dan apa yang harus diperbuat? Apabila seseorang membaca salah satu ayat sajdah yang berada di akhir surat, misalnya ayat terakhir dari surat al-Alaq, maka ia boleh melakukan salah satu dari tiga keadaan berikut ini: 1. Ia melakukan Sujud Tilawah, kemudian berdiri lagi dan disambungkan dengan bacaan surat

lainnya lalu setelah itu ia ruku. Hal ini pernah dilakuan oleh Umar bin Khatab. Dalam sebuah hadits riwayat Abdul Razak dengan sanad yang sahih, ketika shalat Subuh, Umar bin Khatab pernah membaca surat an-Najm pada rakaat kedua. Kemudian ia Sujud Tilawah, lalu setelah itu Umar membaca surat lain yakni surat al-Insyiqaq. Cara ini adalah yang lebih utama.

2. Ia langsung ruku' tanpa melakukan Sujud Tilawah. Cara ini juga boleh dilakukan karena ketika Ibnu Mas'ud ditanya: "Apakah perlu Sujud Tilawah dahulu atau langsung ruku' ketika membaca ayat sajdah yang berada di akhir surat?" Ibn Mas'ud menjawab: "Apabila tidak ada hal lain antara

Page 9: macam-macam sujud

9

kamu dengan sujud selain ruku, maka ruku' itulah yang lebih dekat" (HR. Ibn Abi Syaibah dengan sanad yang shahih). Pendapat ini, hemat punulis, lebih cocok diterapkan untuk kondisi di mana para makmum umumnya belum mengetahui ayat sajdah dan Sujud Tilawah. Maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, lebih baik langsung ruku, tidak Sujud Tilawah terlebih dahulu. Kecuali kalau para makmumnya adalah orang-orang yang sudah paham.

3. Cara lainnya adalah ia Sujud Tilawah, kemudian bertakbir dan berdiri setelah itu ia ruku tanpa ada tambahan bacaan surat lainnya.

Bagaimana cara sujudnya apabila sedang khutbah di atas mimbar? Apabila seseorang sedang khutbah di atas mimbar, lalu ia membaca ayat sajdah, maka ia boleh turun dari mimbarnya lalu Sujud Tilawah dan orang-orang sujud bersamanya. Apabila ia tidak sujud, juga tidak mengapa sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Umar bin Khatab sebagaimana telah dijelaskan di atas. Jika memungkinkan untuk sujud di atas mimbar, ia boleh sujud di atasnya, dan orang-orang ikut sujud bersamanya. Akan tetapi apabila khatib tidak sujud, maka makmum tidak disunnahkan untuk sujud. Apa saja yang termasuk ayat sajdah itu? Tempat-tempat sujud atau yang termasuk ayat-ayat sajdah itu ada 15 (lima belas) tempat. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits marfu' akan tetapi dhaif berikut ini: رأه خمس عشرة سجدة فى لم أق ه وس ن العاص أن رسول اهللا صلى اهللا علي عن عمرو ب

ن (وفى سورة الحج سجدتان , منها ثالث فى المفصل ,القرآن اآم واب و داود والح أخرجه أب )ماجه

Artinya: "Dari Amr bin Ash, bahwasannya Rasulullah Saw membacakan kepadanya lima belas ayat sajdah dalam al-Qur'an; tiga di antaranya terdapat pada surat-surat pendek dan dua tempat sujud pada surat al-Hajj" (HR. Abu Dawud, Hamim dan Ibn Majah). Dari lima belas tempat ini, sepuluh tempat telah disepakati oleh para ulama, 4 tempat di perdebatkan, akan tetapi banyak hadits yang menguatkannya, dan satu tempat tidak ada keterangan haditsnya, akan tetapi sebagian sahabat Rasulullah Saw melakukannya karena melihat kandungan makna ayat tersebut. 1. Tempat-tempat sujud yang disepakati oleh para ulama untuk dilaksanakan Sujud Tilawah:

1. Surat al-Araf ayat 206 yakni ketika membaca firman Allah berikut ini: إن الذين عند ربك لا يستكبرون عن عبادته ويسبحونه وله يسجدون

Artinya: "Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya-lah mereka bersujud" (QS. Al-Araf: 206).

2. Surat ar-Ra'du ayat 15: في السموات والأرض طوعا وآرها وظلالهم بالغدو والآصال ولله يسجد من

Artinya: "Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari" (HR. ar-Ra'du: 15).

3. Surat an-Nahl ayat 49-50: ة والملائ ن داب أرض م ي ال ا ف سموات وم ي ال ا ف سجد م ه ي م ولل ة وه ا ك ل

يخافون ربهم من فوقهم ويفعلون ما يؤمرون *يستكبرونArtinya: "Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para ma]aikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)" (QS. An-Nahl: 49-50)

Page 10: macam-macam sujud

10

4. Surat al-Isra ayat107-109: رون قل ءامن يهم يخ وا به أو لا تؤمنوا إن الذين أوتوا العلم من قبله إذا يتلى عل

جدا ان س ا *للأذق ا لمفعول د ربن ان وع ا إن آ بحان ربن ون س رون * ويقول ويخ هم خشوعاللأذقان يبكون ويزيد

Artinya: "Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur`an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, Dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi".Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'" (QS. Al-Isra: 107-109)

5. Surat Maryam ayat 58: وح ع ن ا م ن حملن ة ءادم ومم ن ذري ين م ن النبي يهم م ه عل أولئك الذين أنعم اللات يهم ءاي ى عل ا إذا تتل دينا واجتبين ن ه رائيل ومم راهيم وإس ة إب ن ذري وم

سجدا وبكيا الرحمن خرواArtinya: "Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israel, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis" (QS. Maryam: 58)

6. Surat al-Hajj ayat 18: سنا وإن ا ح ه رزق رزقنهم الل اتوا لي والذين هاجروا في سبيل الله ثم قتلوا أو م

الله لهو خير الرازقين Artinya: "Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka di bunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezki yang baik (surga). Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezki" (QS. Al-Hajj: 18).

7. Surat al-Furqan ayat 60: ان إلا من تاب و ءامن وعمل عملا صالحا فأولئك يبدل الله سيئاتهم حسنات وآ

الله غفورا رحيما Artinya: "Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. Al-Furqan: 60).

8. Surat an-Naml ayat 25-26: م أرض ويعل سموات وال ي ال بء ف رج الخ ذي يخ ه ال ون ألا يسجدوا لل ا تخف م

الله لا إله إلا هو رب العرش العظيم *وما تعلنونArtinya: "Agar mereka tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Allah, tiada Tuhan Yang disembah kecuali Dia, Tuhan Yang mempunyai 'Arsy yang besar" (QS. An-Naml: 25-26).

9. Surat as-Sajdah ayat 15: ياتنا الذين إذا ذآروا بها خروا سجدا وسبحوا بحمد ربهم وهم لا إنما يؤمن بآ

يستكبرون Artinya: "Sesungguhnya orang yang benar benar percaya kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong" (QS. As-Sajdah: 15).

10. Surat Fushilat ayat 37 dan 38:

Page 11: macam-macam sujud

11

ر ا للقم شمس ول سجدوا لل ا ت ر ل شمس والقم ار وال ل والنه ه اللي ن ءايات ومدون اه تعب تم إي ن إن آن ذي خلقه ه ال جدوا لل د *واس ذين عن تكبروا فال إن اس ف

يل والنهار وهم لا يسأمون ربك يسبحون له باللArtinya: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah. Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi Tuhanmu bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari, sedang mereka tidak jemu-jemu" (QS. Fushilat: 37 dan 38).

Berkaitan dengan ayat ini, Jumhur ulama berpendapat bahwa Sujud Tilawah dilakukan ketika selesai membaca akhir dari ayat ke 38, sedangkan menurut Malikiyyah, ketika selesai membaca ayat 37.

2. Tempat-tempat sujud yang diperdebatkan oleh para ulama akan tetapi boleh dilaksanakan karena dikuatkan oleh dalil-dalil yang shahih:

1. Surat Shad ayat 24: ضهم ي بع قال لقد ظلمك بسؤال نعجتك إلى نعاجه وإن آثيرا من الخلطاء ليبغ

وا ا وا وعمل ا على بعض إلا الذين ءامن ن داود أنم م وظ ا ه ل م صالحات وقلي لفتناه فاستغفر ربه وخر راآعا وأناب

Artinya: "Daud berkata: "Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat" (QS. Shad: 24).

2. Surat an-Najm ayat 62: فاسجدوا لله واعبدوا

Artinya: "Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia)" (QS. An-Najm: 62). 3. Surat al-Insyiqaq ayat 20-21:

وإذا قرئ عليهم القرءان لا يسجدون *فما لهم لا يؤمنونArtinya: "Mengapa mereka tidak mau beriman? Dan apabila Al-Qur`an dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud" (QS. Al-Insyiqaq ayat 20-21).

4. Surat al-Alaq ayat 19: آلا لا تطعه واسجد واقترب

Artinya: "Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)" (QS. Al-Alaq ayat 19).

3. Tempat sujud yang diperdebatkan dan tidak ada hadits shahih yang mendukungnya. Yang termasuk ke dalam bagian ke tiga ini hanya satu tempat yaitu surat al-Haj ayat 77:

ذين ءام ا ال م ياأيه ر لعلك وا الخي م وافعل دوا ربك جدوا واعب وا واس وا ارآع ن تفلحون

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan" (QS. Al-Haj: 77). Di antara ulama yang mensunnahkan untu sujud tilawah ketika membaca atau mendengar ayat ini adalah Imam Syafi'I, Ahmad bin Hanbal, bahkan para sahabat pun melakukannya seperti Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib. Ibn Umar, Ibnu Abbas, Ibn Mas'ud dan lainnya. Oleh karena itu, meskipun tidak ada hadits yang shahih mengenai tempat sujud ini, akan tetapi karena sebagian

Page 12: macam-macam sujud

12

besar para sahabat melakukannya, maka hemat penulis, tidak mengapa kita pun mengikuti mereka; ikut melaksanakan Sujud Tilawah ketika membaca atau mendengar ayat tersebut.

SUJUD SYUKUR Pengertian

Sujud Syukur adalah sujud yang dilakukan ketika mendapatkan nikmat (mendapatkan rezeki nomplok) atau ketika terhindar dari mara bahaya yang mengancam. Misalnya, ketika lulus ujian, lulus tes kerja, menang perlombaan, naik jabatan, sembuh dari penyakit, terhindar dari kecelakaan, mendapat keturunan, memperoleh nilai yang memuaskan, selamat dari perampokan dan lainnya. Dalil diperbolehkannya

Di antara dalil yang menjadi pegangan adanya Sujud Syukur ini adalah keterangan-keterangan berikut ini:

1. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dan hadits ini sangat panjang, disebutkan bahwa ketika Ka'ab bin Malik mengetahui taubatnya diterima oleh Allah Swt, ia kemudian sujud (Sujud Syukur).

2. Dalam hadits riwayat Abu Dawud, Turmudzi dan Ibnu Majah serta yang lainnya dikatakan bahwa apabila Rasulullah Saw mendapatkan kabar gembira atau mendapatkan sesuatu yang menggembirakan, beliau sujud sebagai tanda syukurnya kepada Allah Swt.

Berdasarkan hadits-hadits di atas, Jumhur ulama seperti Imam Syafi'i, Imam Ahmad, Ishak, Abu Tsaur, Ibn Mundzir dan Abu Yusuf berpendapat bahwa Sujud Syukur itu disyariatkan dan dianjurkan. Bagaimana cara melaksanakannya?

Cara melaksanakan sujud ini, sama dengan cara melaksanakan Sujud Tilawah; sekali sujud dan tanpa salam. Sedangkan mengenai bacaannya, sebagian ulama mengatakan tidak ada bacaan khusus dan menurut sebagian lagi, sama dengan bacaan ketika sujud dalam shalat. Kedua pendapat di atas sah-sah saja. Memang kalau memperhatikan hadits-hadits yang berbicara mengenai Sujud Syukur ini, tidak ada petunjuk khusus mengenai bacaannya. Oleh karena itu, sebagian ulama mengatakan, ketika Sujud Syukur tidak ada bacaannya, hanya sujud saja. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa karena tidak ada bacaan secara khusus, maka ia harus disamakan dengan bacaan sujud lainnya ketika shalat. Kedua pendapat di atas, hemat penulis, sah-sah saja. Sujud Syukur tidak perlu menghadap kiblat dan tidak perlu berwudhu

Sujud Syukur boleh dilakukan menghadap ke mana saja, dan tidak perlu mengambil air wudhu terlebih dahulu, karena ia bukanlah bagian dari ibadah shalat. Hanya saja, kalau memungkinkan untuk menghadap kiblat dan mengambil air wudhu terlebih dahulu, itu lebih baik dan lebih utama. Apakah Sujud Syukur boleh dilakukan ketika sedang melaksanakan shalat?

Sujud Syukur tidak boleh dilakukan di dalam shalat. Hal ini dikarenakan, penyebab yang mensunnahkan Sujud Syukur sendiri terjadi di luar shalat. Apabila ia melaksanakan Sujud Syukur di dalam Shalat, maka shalatnya batal, kecuali kalau dia tidak tahu. Hal ini karena tidak ada keterangan baik yang shahih maupun yang dhaif sekalipun, yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw atau para sahabatnya melakukan Sujud Syukur ketika sedang melakukan shalat. Sedangkan pendapat sebagian ulama Hanabilah yang mengatakan Sujud Syukur boleh dilakukan di dalam shalat, hemat penulis, merupakan pendapat yang lemah dan karenanya tidak bisa dijadikan pegangan. Hal ini disebabkan, sebagaimana telah dijelaskan, tidak ada keterangan shahih yang menginformasikan hal tersebut.

Page 13: macam-macam sujud

13

SUJUD SAHWI

Pengertian Sahwi secara bahasa berarti lupa. Oleh karena itu, secara bahasa, Sujud Sahwi berarti sujud

karena lupa. Sedangkan menurut istilah syar'i, Sujud Sahwi adalah sujud yang dilakukan di akhir shalat atau setelah shalat karena meninggalkan salah satu syarat shalat atau mengerjakan hal-hal yang dilarang dalam shalat dengan tanpa sengaja, lupa.

Dalil disyariatkannya Para ulama telah sepakat bahwa Sujud Sahwi termasuk yang diperintahkan. Di antara dalil-dalil yang menerangkan bahwa Sujud Sahwi ini disyariatkan dan dianjurkan adalah hadits-hadits berikut ini:

ال -1 لم ق ه وس ودي : ((عن أبي هريرة رضي اهللا عنه أن رسول اهللا صلى اهللا علي إذا نصالة أد ه ضراطلل شيطان ول ر ال أذين, ب سمع الت ى ال ي ل, حت داء أقب إذا قضي الن , ف

ر سه , حتى إذا ثوب بالصالة أدب ين المرء ونف ذا , حتى يخطر ب ول اذآر آ اذآر , يقم , لما لم يكن يذآر , آذا درى أحدآم آ م ي إذا ل م صلى ف حتى يظل الرجل ال يدرى آ

]لمرواه البخاري ومس)) [فليسجد سجدتين وهو جالس, صلى

Artinya: "Dari Abu Hurairah, bahwasannya Rasulullah Saw bersabda: "Apabila dipanggil untuk shalat (adzan berkumandang), Syaithan segera membelakangi sambil kentut dengan keras sehingga orang itu tidak mendengar adzan tersebut. Apabila adzan telah selesai, ia segera menghampirinya. Apabila ia melaksanakan shalat, ia kembali membelakangi sambil membisikkan antara seseorang dengan dirinya. Syaithan itu mengatakan: "ingat ini, ingat itu", sehingga ia tidak mengetahui berapa rakaat dia shalat. Apabila salah seorang dari kalian tidak mengetahui sudah berapa rakaat dia melaksanakan shalat, maka sujudlah sebanyak dua kali sambil duduk" (HR. Bukhari Muslim).

—صلى رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم إحدى صالتى العشى : عن أبي هريرة قال -2ة المسجد —إما الظهر وإما العصر ا فى قبل تند , فسلم فى الرآعتين ثم أتى جزع فاس

أقصرت الصالة أم , يا رسول اهللا : فقال, فقام ذو اليدين , وخرج سرعان الناس , إليهالم يم ه وس لى اهللا علي ي ص ر النب سيت؟ فنظ ماالن ا وش ال, ين ول ذو : ((فق ا يق م

م , لم تصل إال رآعتين , صدق: قالوا!)) اليدين؟ فصلى رآعتين وسلم ثم آبر وسجد ث ]رواه البخارى ومسلم)) [آبر ورفع

Artinya: "Abu Hurairah berkata: "Ketika Rasulullah Saw melaksanakan salah satu shalat sore—antara Duhur atau Ashar—tiba-tiba pada rakaat kedua beliau langsung salam. Tidak lama, terdengar suara gaduh dan rebut di pojok mesjid, Rasulullah kemudian menuju tempat gaduh tersebut, dan orang-orang pun segera keluar. Tiba-tiba seorang laki-laki yang sering disebut dengan Dzul Yadain berdiri sambil berkata: "Wahai Rasulullah Saw, apakah Anda mengqashar shalat atau Anda lupa?". Rasulullah Saw melirik kanan kiri sambil bersabda: "Apa betul yang dikatakan oleh Dzul Yadain tadi?" Para sahabat menjawab: "Iya betul, Anda shalat hanya dua rakaat". Rasulullah kemudian menambah shalatnya dua rakaat lagi lalu salam, lalu takbir lagi kemudian sujud, lalu bertakbir lagi sambil bangkit dari sujud" (HR. Bukhari Muslim).

Page 14: macam-macam sujud

14

لم إحدى صالتى : ((عن عمران بن حصين قال -3 صلى رسول اهللا صلى اهللا عليه وسشي ات و...الع الث رآع ن ث لم م ه , س ل ل ا قي ة , فلم لى رآع لم , ص م س جد , ث م س ث ]رواه مسلم)) [ثم سلم,سجدتين

Artinya: "Imran bin Hushain berkata: "Rasulullah melaksanakan salah satu shalat sore…lalu ketika baru melaksanakan tiga rakaat, ia langsung salam. Ketika ditanya, beliau menambah satu rakaat lagi, lalu salam, lalu sujud dua kali lalu salam" (HR. Muslim).

ر -4 ن صالة الظه ام م لم ق ه وس ول اهللا صلى اهللا علي ة أن رس ي بحين د اهللا ب ن عب عل أن , وعليه جلوس فلما أتم صالته سجد سجدتين يكبر فى آل سجدة وهو جالس قب

)أخرجه البخارى ومسلم(ما نسي من الجلوس مكان , وسجدهما الناس معه, يسلمArtinya: Dari Abdullah bin Buhainah, bahwasannya Rasulullah Saw menyempurnakan shalat Duhurnya lantaran lupa tidak melaksanakan duduk (di antara dua sujud). Ketika shalatnya sudah disempurnakan, sebelum salam, beliau sujud dua kali sambil mengucapkan takbir setiap kali sujudnya. Hal itu dilakukannya sambil duduk. Orang-orangpun ikut sujud bersamanya untuk melengkapi duduknya yang tertinggal karena lupa" (HR. Bukhari Muslim).

لم صلى رسول اهللا صلى اهللا : ((عن ابن مسعود قال -5 ه وس راهيم [علي ال إب زاد أو : ق: وما ذاك؟ قالوا : أحدث فى الصالة شيء؟ قال , قيل له يا رسول اهللا , فلما سلم ] نقص

لم , صليت آذا وآذا م س سجد سجدتين ث ة ف تقبل القبل ه واس ا , فثنى رجلي ل علين م أقب ثه : ((فقال, بوجهه أتكم ب س , إنه لو حدث فى الصالة شيء أنب شر أن ا ب ا أن ى ولكن إنم

تم , وإذا شك أحدآم فى صالته فليتحر الصواب , فإذا نسيت فذآرونى, آما تنسون فلي ]رواه البخارى ومسلم)) [ثم ليسجد سجدتين, عليه

Artinya: "Ibnu Mas'ud berkata: "Rasulullah Saw pernah melakukan shalat (Ibrahim berkata: rakaatnya antara kelebihan atau kurang). Begitu selesai salam, beliau ditanya: "Apakah ada hal yang baru dengan shalat?". Rasulullah Saw balik bertanya: "Apa itu?" Para sahabat menjawab: "Anda shalat begini dan begitu". Rasulullah Saw lalu melipatkan kedua kakinya sambil menghadap kiblat, lalu sujud dua kali lalu salam. Setelah itu, beliau duduk menghadap kami sambil bersabda: "Seandainya ada hal yang baru dengan shalat, tentu akan saya kabarkan kepada kalian. Saya ini manusia biasa yang suka lupa sebagaimana kalian juga suka lupa. Oleh karena itu, apabila saya lupa, ingatkanlah. Dan apabila salah seorang dari kalian ragu-ragu dalam shalatnya, maka kaji dan tellitilah mana yang betul, lalu sempurnakanlah shalatnya dan setelah itu, sujudlah dua kali" (HR. Bukhari Muslim).

ال رسو : عن أبي سعيد الخدرى قال -6 لم ق ه وس إذا شك أحدآم : ((ل اهللا صلى اهللا عليتيقن , فى صالته فلم يدرى آم صلى أثالثا أم أربعا ا اس ى م بن عل , فليطرح الشك ولي

سلم ل أن ي م سجد سجدتين قب ه صالته , ث فعن ل سا ش ان صلى خم إن آ ان , ف وإن آ ]أخرجه مسلم)) [صلى إتماما ألربع آانتا ترغيما للشيطان

Artinya: "Abu Said al-Khudry berkata, Rasulullah Saw bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian ragu-ragu dalam shalatnya; ia tidak mengetahui apakah shalatnya sudah tiga atau empat rakaat, maka buanglah keraguan itu dan ambillah apa yang sudah yakin. Lalu, sebelum salam, hendaklah ia sujud dua kali. Apabila ternyata dia shalatnya sebanyak lima rakaat, genapkanlah jumlah bilangan shalatnya. Apabila ternyata ia shalat pas empat rakaat, maka hal itu dapat mengusir setan" (HR. Muslim).

Page 15: macam-macam sujud

15

Apa saja sebab-sebab seseorang melakukan Sujud Sahwi? Menurut para ulama, sebab-sebab yang menyebabkan seseorang harus Sujud Sahwi ada tiga:

1. Karena kekurangan. Apabila seseorang lupa tidak melaksanakan salah satu rukun atau wajib atau sunnah shalat,

maka ada beberapa ketentuan berikut ini: 1. Apabila seseorang lupa tidak melaksanakan salah satu rukun pada satu rakaat,

kemudian ia ingat bahwa ia tidak melaksanakan rukun tersebut sebelum ia membaca bacaan pada rakaat berikutnya (misalnya lupa tidak melakukan sujud, lalu sebelum berdiri ke rakaat kedua, ia ingat bahwa ia tadi tidak sujud), maka ia harus kembali ke rukun yang lupa tadi dan melaksanakannya (ia harus sujud yang sempat lupa tadi). Lalu teruskan dengan gerakan lainnya dan di akhir shalatnya nanti ia harus melaksanakan Sujud Sahwi. Namun, apabila ia mengingatnya setelah membaca bacaan rakaat berikutnya, maka satu rakaat yang ia lupa salah satu rukunnya tadi, menjadi hilang dan ia tidak boleh menghitungnya sebagai satu rakaat. Setelah itu, ia harus menyempurnakan shalatnya dan di akhir shalatnya nanti ia harus Sujud Sahwi (misalnya, pada rakaat pertama ia lupa tidak sujud atau tidak ruku. Ia baru ingat kalau dia tidak sujud setelah dia membaca surat al-Fatihah pada rakaat kedua, misalnya, maka teruskan saja shalatnya, hanya rakaat pertama tadi tidak dihitung sebagai satu rakaat).

Sedangkan apabila ia kurang satu rakaat atau lebih (karena lupa), maka ia harus menyempurnakan kekurangannya tadi dan diakhiri dengan sujud sahwi. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits dari Abu Hurairah—kisah Dziu Yadain—dan hadits Imran bin Hushain sebagaimana telah disebutkan di atas.

2. Apabila seseorang lupa tidak melaksanakan salah satu wajib shalat, seperti tidak tasyahud Awwal misalnya, apabila ia ingat saat itu juga (sebelum berpindah pada gerakan shalat lainnya), maka ia harus langsung malaksanakan wajib shalat yang lupa tadi, dan dia tidak mesti sujud sahwi. Apabila ia mengingatnya setelah agak lama, tapi belum disambung dengan gerakan rukun lainnya (misalnya lupa tidak tasyahud awal, pas sedang mau berdiri, tiba-tiba ingat bahwa ia tadi belum tasyahud awal), maka ia harus kembali untuk melaksanakan gerakan yang lupa tadi dan dia tidak mesti sujud sahwi. Sementara kalau ia mengingatnya setelah melakukan gerakan rukun shalat lainnya, maka ia tidak boleh kembali tasyahud awal, tapi teruskan saja shalatnya sampai selesai, dan di akhir shalatnya nanti, ia harus sujud sahwi. Hal ini didasarkan pada hadits dari Abdullah bin Buhainah sebagaimana telah disebutkan di atas.

3. Sedangkan apabila lupa tidak melaksanakan salah satu sunnat shalat seperti lupa tidak membaca surat atau ayat setelah surat al-Fatihah, maka para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama menganjurkan untuk tetap melakukan sujud sahwi. Akan tetapi menurut pendapat yang penulis pandang lebih kuat, tidak mesti melakukan sujud sahwi.

Keterangan 1. Yang termasuk Rukun Shalat adalah: Berdiri bagi yang mampu, takbiratul ihram,

membaca surat al-Fatihah pada setiap rakaat, ruku, I'tidal (bangkit dari ruku), sujud, duduk antara dua sujud, tasyahud akhir dan salam.

2. Sedangkan yang termasuk wajib shalat adalah: Membaca do'a iftitah, membaca ta'udz sebelum surat al-Fatihah pada rakaat pertama, membaca "amin", membaca takbir intiqal, sami'allahu liman hamidah dan rabbana lakal hamdu, membaca tasbih ketika ruku dan sujud, dan tasyahud awal.

3. Sementara yang termasuk sunnat shalat adalah: Membaca ayat atau surat setelah al-Fatihah, membaca do'a ketika ruku, bangkit dari ruku, sujud, duduk antara dua sujud, membaca shalawat kepada Nabi ketika tasyahud, membaca do'a setelah tasyahud dan mengucapkan salam kesebelah kiri.

2 Karena kelebihan. Apabila seseorang lupa kelebihan rakaat shalat, baik kelebihan tersebut satu rakaat ataupun

lebih, lalu ia ingat di tengah-tengah rakaat tambahan tersebut, saat itu juga ia harus duduk

Page 16: macam-macam sujud

16

tasyahud akhir, lalu salam dan setelah itu melakukan sujud sahwi. Namun, apabila ia mengingatnya setelah selesai shalat, cukup baginya melakukan sujud sahwi saja. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

سا لم صلى الظهر خم ه وس ن مسعود أن رسول اهللا صلى اهللا علي ه , عن اب ل ل : فقيال صالة؟ فق د فى ال ا ذاك؟: ((أزي ال)) وم سا: ق ا , صليت خم د م سجد سجدتين بع ف

].البخارى ومسلمرواه )) [سلمArtinya: "Dari Ibn Mas'ud bahwasannya Rasulullah Saw pernah shalat Duhur lima rakaat. Kemudian ditanyakan kepadanya: "Apakah rakaat shalat ditambah?" Rasulullah balik bertanya: "Apa itu?" Ia menjawab: "Anda tadi shalat lima rakaat". Lalu Rasulullah Saw sujud dua kali setelah salam" (HR. Bukhari Muslim).

3. Karena ragu-ragu. Apabila seseorang ragu-ragu dalam shalat; apakah ia telah melakukan shalat tiga rakaat

ataukah empat rakaat, maka ingat-ingatlah terlebih dahulu. Apabila ia menyakini dan lebih menguatkan salah satunya, ambillah pendapat itu, dan di akhir shalatnya ia harus melaksanakan sujud sahwi. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadits dari Ibn Mas'ud di atas.

Namun apabila ia tidak mempunyai pilihan kuat dan tidak ada keyakinan kepada salah satunya, maka ambillah bilangan yang paling sedikit dan sebelum salam nanti lakukanlah sujud sahwi. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

ول : عن عبد الرحمن بن عوف قال لم يق ه وس إذا : ((سمعت رسول اهللا صلى اهللا عليدر , سها أحدآم فى صالته فلم يدرى واحدة صلى أم اثنتين فليبن على واحدة فإن لم ي

ى , اثنتين صلى أم ثالثا فليبن على اثنتين بن عل ا فلي ا صلى أم أربع در أثالث م ي إن ل ف ].رواه الترمذى والحاآم وابن ماجه)) [لموليسجد سجدتين قبل أن يس, ثالث

Artinya: "Abdurahman bin Auf berkata: "Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian lupa dalam shalatnya; ia tidak tahu apakah telah shalat satu atau dua rakaat, maka ambilah satu rakaat. Apabila ia tidak tahu apakah telah shalat dua atau tiga rakaat, maka ambillah dua rakaat. Apabila tidak tahu juga apakah telah shalat tiga atau empat rakaat, maka ambillah tiga rakaat. Dan setelah itu, sujudlah dua kali sebelum salam" (HR. Turmudzi, Hakim dan Ibn Majah).

Hukum melakukan Sujud Sahwi

Bagaimana hukum melakukan Sujud Sahwi apabila ada sebab-sebab yang mengharuskannya? Dalam hal ini para ulama terbagi menjadi dua pendapat: Pendapat pertama, adalah pendapat Hanafiyyah, Malikiyyah, Hanabilah, Dhahiriyyah dan Ibnu

Taimiyyah. Menurut pendapat pertama ini, hukum melakukan Sujud Sahwi apabila ada sebab-sebab yang mengharuskannya adalah wajib. Hal ini berdasarkan kepada hadits-hadits yang menerangkan Sujud Sahwi sebagaimana telah dipaparkan di atas. Pendapat kedua adalah pendapat sebagian ulama Syafi'iiyyah, Malikiyyah dan Hanabilah. Menurut pendapat kedua ini, hukum melakukan Sujud Sahwi apabila ada sebab-sebab yang mengharuskannya adalah sunnah saja. Hal ini didasarkan pada hadits berikut ini:

ال عيد الخدرى ق ي س لم: عن أب ه وس ال رسول اهللا صلى اهللا علي ى : ((ق دآم ف إذا شك أحام سجد سجدتين , صالته فليلق الشك وليبن على اليقين إن آانت صالته , فإذا استيقن التم ف

ا لصالته , تامة آانت الرآعة نافلة والسجدتان وآانت , وإن آانت ناقصة آانت الرآعة تمام ]رواه أبو داود وابن ماجه بسند حسن)) [شيطانالسجدتان مرغمتى ال

Artinya: Abu Said al-Khudry berkata, Rasulullah Saw bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam shalatnya, maka buanglah keraguaan itu dan ambillah pendapat yang yakin. Apabila telah yakin sempurna rakaatnya, sujudlah (nanti) dua kali. Jika ternyata (setelah sujud sahwi) rakaatnya pas dan tepat, maka tambahan satu rakaat dan sujud sahwinya menjadi pahala sunnah. Jika ternyata

Page 17: macam-macam sujud

17

rakaatnya kurang, maka tambahan satu rakaat tadi sebagai penyempurna shalatnya. Dan sujud sahwinya menjadi pengusir setan" (HR. Abu Dawud, Ibn Majah denga sanad Hasan).

Menurut pendapat kedua, dalam hadits ini dikatakan: "….apabila ternyata dia shalatnya itu telah pas, lengkap sesuai dengan jumlahnya, maka tambahan rakaat dan dua sujudnya itu (sujud sahwi) adalah merupakan amalan sunnah baginya". Kata-kata "amalan sunnah baginya", ini menunjukkan bahwa Sujud Sahwi itu hukumnya sunnah, bukan wajib. Hanya saja, dalam hal ini Ibnu Taimiyyah mengomentarinya dengan mengatakan bahwa redaksi "kanat ar-rak'ah nafilah was sajdataan" ini bukan redaksi yang shahih dan valid. Adapun redaksi yang valid dan shahih adalah sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Muslim yang mengatakan dengan redaksi: "falyathrahis syakk wal yabn 'ala mastaiqan…" (dan seterusnya lihat hadits yang telah disebutkan pada sub bahasan dalil disyariatkannya sujud sahwi hadits nomor kedua). Setelah memperhatikan kedua pendapat ini, penulis lebih condong untuk mengambil pendapat pertama yang mengatakan bahwa sujud sahwi yang ada sebabnya hukumnya adalah wajib. Hal ini dikarenakan dalil-dalil dan argument yang dikemukakannya shahih, jelas dan lebih kuat. Kapan Sujud Sahwi itu dilakukan? Dalam masalah ini, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa seluruh Sujud Sahwi harus dilakukan sebelum mengucapkan salam ketika shalat, ada juga yang sebaliknya setelah selesai melaksanakan shalat (setelah salam). Di samping itu, ada juga yang merincinya; apabila karena kelebihan rakaat atau yang lainnya, maka dilakukan setelah shalat akan tetapi apabila karena kekurangan rakaat misalnya, maka dilakukan sebelum salam dalam shalat.

Dari semua pendapat tersebut, penulis lebih cenderung untuk mengatakan bahwa Sujud Sahwi boleh dilakukan sebelum salam ataupun setelah salam, baik karena kelebihan ataupun kekurangan rakaat. Hal ini sesuai dengan hadits-hadits yang telah dipaparkan di atas ditambah bahwa Rasulullah Saw sendiri, demikian juga dengan para sahabat, pernah melakukannya sebelum dan setelah salam. Ini menunjukkan bahwa keduanya boleh-boleh saja. Adapun dalam sebuah hadits dikatakan bahwa ketika kurang rakaat, Sujud Sahwinya dilakukan sebelum salam, itu bukan ukuran. Yang jelas, bahwa sujud sahwi dilakukan karena lupa baik kelebihan ataupun kekurangan. Dan hal ini bisa dilakukan sebelum maupun setelah salam, sebagaimana keduanya terdapat dalam hadits-hadits yang telah dipaparkan di atas. Apabila lupa belum melakukan sujud sahwi, tiba-tiba baru ingat setelah masa yang lumayan lama dan setelah wudhunya batal, apa yang harus dilakukan? Apabila seseorang lupa tidak melakukan sujud atau kelebihan rakaat, lalu baru ingat setelah waktu agak lama (dan dia tentu belum sujud sahwi) serta wudhunya telah batal, maka para ulama sepakat, shalatnya menjadi batal dan ia harus mengulangi shalatnya itu tanpa Sujud Sahwi (karena shalatnya diulang). Namun, apabila ia ingat sebelum wudhunya batal, maka dalam hal ini para ulama berbeda pendapat:

1. Pendapat pertama mengatakan bahwa shalatnya harus diulang dari awal. Pendapat ini dipegang oleh Madzhab Abu Hanifah, Malik, Syafi'I dan Ahmad bin Hanbal. Mereka berargumen, hal demikian lantaran ia merupakan bagian dari shalat, dan karenanya tidak boleh dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya dengan masa dan waktu yang lama, seperti batalnya wudlu.

2. Pendapat kedua mengatakan bahwa selama wudhunya belum batal, ia tidak harus mengulang shalatnya dan cukup melaksanakan sujud sahwi. Pendapat ini dipegang oleh Imam Laits, Imam Auza'i, pendapat lama Imam Syafi'i (ketika beliau di Irak), Ibn Hazm dan Ibn Taimiyyah. Mereka beralasan, hal ini lantaran tidak ada batasan yang jelas mengenai ukuran pemisah tersebut. Dalam hadits yang telah disebutkan di atas dikisahkan bahwa ketika Rasulullah Saw lupa dengan shalatnya, ia ngobrol-ngobrol dengan para sahabatnya terlebih dahulu. Setelah diberitahu, baru Rasulullah langsung Sujud Sahwi tanpa mengulang shalatnya. Hal ini menunjukkan seandainya shalatnya

Page 18: macam-macam sujud

18

harus diulang, tentu Rasulullah Saw akan mengulanginya. Dan ternyata, beliau tidak mengulangnya.

Pendapat kedua ini, hemat penulis, lebih kuat dibandingkan pendapat pertama. Oleh karenanya, selama belum batal wudunya, seseorang yang lupa dengan shalatnya, cukup melakukan Sujud Sahwi tanpa harus mengulang shalatnya tersebut.

Apabila lupanya lebih dari satu kali dalam satu shalat, berapa kali ia harus Sujud Sahwi? Apabila seseorang lupa beberapa kali dalam satu shalat (misalnya dalam Shalat Dhuhur, ia lupa tidak Tasyahud Awwal, tidak membaca do'a iftitah dan tidak membaca do'a ketika ruku / sujud), maka menurut Jumhur Ulama, cukup ia melaksanakan satu kali Sujud Sahwi saja. Artinya, satu sujud sahwi cukup untuk menutup kekurangan-kekurangan atau lupa-lupa yang dilakukannya ketika shalat, meskipun lupanya tersebut lebih dari satu kali. Argument Jumhur Ulama dalam hal ini adalah karena tidak ada keterangan baik dari Nabi Muhammad Saw, maupun dari para sahabatnya bahwasannya mereka melakukan sujud sahwi lebih dari satu kali untuk kekurangan-kekurangan yang banyak. Apakah Sujud Sahwi itu hanya dalam shalat wajib saja? Menurut Jumhur ulama, bahwa sujud sahwi dilakukan bukan semata dalam shalat wajib, akan tetapi juga dalam semua shalat termasuk shalat sunnat dengan catatan, apabila ia lupa, tidak melakukan salah satu rukun, wajib shalatnya sebagaimana telah dijelaskan di atas. Hal ini dikarenakan dalam hadits-hadits yang menganjurkan Sujud Sahwi tidak dipisahkan antara untuk shalat wajib atau untuk shalat sunnat. Redaksi haditsnya bersifat umum, karenanya hukumnya pun harus dipahami secara umum, yaitu menyangkut untuk semua shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnat. Bahkan terdapat hadits meskipun haditnya Mauquf (yakni hanya sampai pada sahabat saja, tidak sampai kepada Nabi Saw), bahwa Ibnu Abbas pernah melakukan Sujud Sahwi karena lupa ketika melakukan shalat sunnat witir. Keterangan dimaksud adalah sebagai berikut:

ال ره سجدتين : ((عن أبى العالية ق د وت سجد بع اس ي ن عب يبة )) [رأيت اب ن أبى ش رواه اب ]بسند صحيح

Artinya: "Abu al-Aliyyah berkata: "Saya pernah melihat Ibn Abbas melakukan sujud sahwi sebanyak dua kali sujud setelah selesai shalat Witir" (HR. Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih).

ن أبى )) [إذا أوهمت فى التطوع فاسجد سجدتين : ((عن عطاء عن ابن عباس قال رواه اب ]. بسند صحيحالمنذر

Artinya: "Ibnu Abbas berkata: "Apabila kamu ragu-ragu ketika melaksanakan shalat sunnat, maka sujudlah dua kali (sujud sahwi)" (HR. Ibn Abi al-Mundzir dengan sanad yang sahih). Hukum-hukum Sujud Sahwi dalam shalat berjamaah

Lupa dalam shalat berjamaah, terkadang datang dari imam sendiri dan terkadang dari makmum. Untuk keduanya ini, ada ketentuan-ketentuan khusus sebagai berikut:

1. Apabila yang lupa tersebut datang dari imam 1) Apabila si imam lupa, maka makmum harus memberi tahunya baik dengan jalan

bertasbih untuk laki-laki (mengucapkan: "subhanallah"), ataupun dengan jalan menepuk tangan bagi perempuan (pendapat ini menurut Jumhur ulama, sedangkan menurut Imam Malik, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama dengan mengucapkan "subhanallah" / tasbih dan Imam Malik memakruhkan menggunakan tepuk tangan). Yang dimaksud menepuk tangan disini adalah dengan jalan memukulkan bagian dalam telapak tangan ke bagian luar telapak tangan lainnya. Hal ini didasarkan kepada salah satu hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim di bawah ini:

ا لم ق ه وس لى اهللا علي ي ص رة أن النب ي هري ن أب ال : ((لع سبيح للرج الت ]رواه البخارى ومسلم)) [ساءوالتصفيق للن

Page 19: macam-macam sujud

19

Artinya: "Rasulullah Saw bersabda: "Tasbih bagi laki-laki dan tepukan tangan bagi perempuan" (HR. Bukhari Muslim).

2) Apabila si imam lebih rakaat, akan tetapi ia yakin bahwa apa yang dilakukannya benar (jumlah rakaatnya pas, tidak lebih dan tidak kurang), sementara di belakangnya para makmum mengucapkan subhanallah, maka menurut kebanyakan ulama Hanafiyyah, Syafi'iyyah dan Hanabilah, si imam boleh tidak memperhatikan pemberitahuan si makmum. Artinya, si imam boleh berpegang kepada keyakinannya. Hanya saja, menurut ulama Malikiyyah, apabila jumlah makmum yang memberitahukannya sangat banyak, maka si imam harus meninggalkan keyakinannya dan mengikuti pemberitahuan dari si makmum. Pendapat Malikiyyah ini, hemat penulis yang lebih kuat dan lebih utama.

Namun, apabila si imam sendiri merasa ragu, tidak yakin dengan pendiriannya, maka Jumhur Ulama berpendapat, si imam harus mengikuti petunjuk dan pendapat si makmum. Hal ini didasarkan hadits kisah Dzul Yadain sebagaimana telah disebutkan di atas.

3) Apabila si imam lupa, lalu ia melakukan sujud sahwi, maka wajib bagi makmum untuk mengikutinya (ikut sujud sahwi), baik antara si imam dan si makmum sama-sama lupa atau yang lupanya hanya si imam saja. Dalam hal ini Ibn al-Mundzir dalam bukunya al-Ausath (III/322) mengatakan: "Para ulama telah sepakat apabila si imam lupa kemudian melakukan sujud sahwi, maka wajib bagi si makmum untuk mengikutinya sujud bersama imam. Hal ini didasarkan pada salah satu hadits Nabi Saw yang mengatakan:

ه : ((قال النبي صلى اهللا عليه وسلم ؤتم ب ام لي رواه البخارى [))إنما جعل اإلم ]ومسلم

Artinya: "Rasulullah Saw bersabda: "Sesungguhnya diadakannya imam itu untuk diikuti" (HR. Bukhari Muslim)". Di samping itu, karena makmum itu mengikuti imam sehingga hukumnya pun sama dengan hukum imam baik ketika si imam itu lupa maupun tidak lupa.

4) Apabila si imam lupa, akan tetapi ia tidak sujud sahwi, apakah si makmum harus sujud sahwi?? Dalam masalah ini, para ulama berbeda pendapat. Menurut Imam Atha, al-Hasan, an-Nakha'I, Abu Hanifah dan Abu Yusuf, apabila si imam tidak sujud sahwi, maka si makmum pun jangan melakukan sujud sahwi. Karena apabila si makmum sujud sementara si imam tidak, ini berarti telah menyalahi apa yang dilakukan si imam, sementara dalam hadits dikatakan bahwa dijadikannya imam itu untuk diikuti.

Sedangkan menurut Ibn Sirin, Imam Malik, Syafi'I, Laits dan yang lainnya, makmum harus sujud sahwi meskipun si imam tersebut tidak melakukannya. Hal ini dikarenakan, sujud itu adalah suatu keharusan, baik bagi imam maupun bagi makmum. Oleh karena itu, tidak bisa lantaran si imam tidak melakukannya, lantas si makmum pun tidak melakukannya. Karena yang namanya keharusan, tetap harus dilakukan meskipun harus menyalahi si imam.

Kedua pendapat ini, hemat penulis, dapat digabungkan sebagai berikut: Apabila si imam lupa, kemudian ia tidak melakukan sujud sahwi sebelum salam, maka si makmum pun tidak boleh melakukan sujud sahwi sebelum salam. Begitu selesai shalatnya, beritahukan kepada si imam bahwa tadi ia lupa melakukan sesuatu. Begitu dia mengetahuinya, maka si makmum bersama-sama dengan si imam melakukan sujud sahwi setelah shalat selesai. Namun, apabila setelah diberi tahu si imam tidak juga mau melakukan sujud sahwi, maka dalam hal ini si makmum harus melakukan sujud sahwi meskipun si imamnya tidak melakukan.

5) Apakah orang yang shalatnya masbuq (ketinggalan, menyusul) juga ikut melakukan sujud sahwi? Apabila si makmum ketinggalan beberapa rakaat shalat, kemudian ternyata pada rakaat yang tidak diikutinya tadi si imam lupa tidak melakukan tahiyyat awal sehingga harus sujud sahwi misalnya, maka apakah si makmum yang masbuq tadi

Page 20: macam-macam sujud

20

--ketika si imam melakukan sujud sahwi-- juga harus ikut melakukannya? Dalam hal ini para ulama terbagi kepada empat kelompok.

Menurut pendapat pertama dan ini merupakan pendapat Imam Sya'bi, Atha', Abu Hanifah, an-Nakha'I dan lainnya, si makmum tersebut harus ikut sujud sahwi bersama si imam lalu setelah itu ia bangkit lagi untuk menyempurnakan rakaatnya yang masih kurang.

Pendapat kedua yaitu pendapatnya Ibnu Sirin dan Ishak, si makmum harus menyempurnakan dulu rakaat yang kurangnya, baru setelah itu ia sujud sahwi untuk imamnya.

Pendapat ketiga, madzhab Syafi'i, si makmum ikut sujud bersama imamnya, lalu ia bangkit kembali menyempurnakan rakaatnya yang kurang dan setelah selesai shalatnya, ia sujud sahwi lagi untuk si imamnya.

Sedangkan menurut pendapat keempat yaitu pendapat Imam Malik, Auza'i dan Imam Laits, apabila si imam tersebut melakukan sujud sahwinya sebelum salam, maka si makmum tadi harus ikut sujud bersama imam. Namun, apabila si imam tersebut melakukan sujudnya setelah salam (setelah selesai shalat), maka si makmum berdiri lagi untuk menyempurnakan rakaatnya yang masih kurang, dan setelah itu ia melakukan sujud sahwi sendiri. Dan pendapat ke empat ini, hemat penulis yang lebih kuat dan lebih afdhal. Hal ini dikarenakan, sebagaimana telah disebutkan dalam hadits shahih di atas, bahwa adanya imam itu untuk diikuti. Apabila ia sujud sebelum salam, maka ikuti sujudnya. Namun, apabila sujudnya setelah salam, ia harus melengkapi terlebih dahulu rakaatnya yang masih kurang, baru setelah itu, mengikuti imam melakukan sujud sahwi meskipun dilakukannya sendirian, tidak bersama imam.

2. Apabila yang lupanya itu si makmum.

Apabila dalam shalat berjamaah, si makmum lupa sementara si imamnya tidak lupa, apakah si makmum dan si imam harus melakukan sujud sahwi? Dalam hal ini, para ulama terbagi dua pendapat.

Menurut Jumhur ulama, apabila si makmum lupa, sementara si imamnya tidak, maka lupa si makmum tadi menjadi terhapus oleh tidak lupanya si imam. Artinya, bahwa si makmum tidak ada kewajiban untuk melakukan sujud sahwi karena "diselamatkan" oleh si imam yang tidak lupa. Demikian juga si imam, tidak ada kewajiban baginya untuk melakukan sujud sahwi. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

إن , ليس على من خلف اإلمام سهو: ((عن عمر عن النبي صلى اهللا عليه وسلم قال فسهو ه ال ن خلف ى م ه وعل ام فعلي ها اإلم هو , س ه س يس علي ام فل ف اإلم ها خل وإن س

]أخرجه الدارقطنى والبيهقى)) [واإلمام آافيهArtinya: "Rasulullah Saw bersabda: "Tidak ada lupa bagi orang yang shalat di belakang imam (makmum). Apabila si imam lupa, maka baik bagi si imam maupun bagi si makmum juga lupa (artinya keduanya harus sujud sahwi). Namun, apabila si makmum lupa (sementara si imam tidak), maka si makmum tersebut tidak usah melakukan sujud sahwi karena ketidaklupaan si imam telah mencukupinya" (HR. Dar al-Quthni dan al-Baihaki). Akan tetapi hadits ini dhaif dan karenanya tidak bisa dijadikan hujjah (argument). Pendapat kedua yaitu pendapat Ibnu Sirin, Daud dan Ibn Hazm, baik si makmum maupun si imam harus sama-sama melakukan sujud. Hal ini dikarenakan sujud sahwi dilakukan bagi yang lupa, baik itu datangnya dari si imam maupun dari si makmum. Dan salat berjamaah itu satu paket, ketika si imam lupa, maka si makmum juga harus ikut sujud sahwi. Demikian juga sebaliknya, ketika si makmum lupa, maka si imam pun harus sama-sama sujud sahwi. Dari kedua pendapat ini, penulis lebih condong kepada pendapat jumhur, bahwa si makmum tidak mesti melakukan sujud sahwi karena sudah dicukupkan oleh si imam. Hanya saja alasannya bukan hadits dhaif di atas, tapi sebagaimana yang diungkapkan oleh Albany

Page 21: macam-macam sujud

21

berikut ini: "Tidak diragukan lagi oleh semua ulama, bahwa ketika para sahabat shalat di belakang Nabi Saw, pasti ada salah seorang atau beberapa orang yang lupa. Namun, tidak ada satu keterangan pun yang mengatakan sahabat tersebut kemudian melakukan sujud sahwi, atau Nabi Saw memerintahkannya untuk sujud sahwi. Kalau seandainya ada riwayat tentang hal itu, tentu akan disampaikan kepada kita. Apabila tidak ada keterangan, maka itu menunjukkan bahwa hal tersebut memang tidak diperintahkan. Hal ini dikuatkan dengan sebuah hadits yang mengatakan bahwa ketika shalat, Mu'awiyyah bin al-Hakam as-Salamy pernah tertawa tanpa sengaja, lupa dan tidak tahu hukumnya. Akan tetapi Rasulullah Saw tidak menyuruhnya untuk melakukan sujud sahwi" (lihat dalam buku Irwaul Ghalil II/132).

Cara melakukan Sujud Sahwi Sujud Sahwi dilakukan dengan dua kali sujud sebagaimana sujud ketika melakukan shalat. Setiap kali mau sujud dan bangkit dari sujud mengucapkan takbir kemudian salam (tanpa membaca bacaan tasyahud). Hal ini dilakukan untuk Sujud Sahwi, baik yang dilakukan sebelum salam, maupun yang setelahnya. Dalil bahwa dalam Sujud Sahwi yang dilakukan sebelum salam ini ada takbirnya adalah hadits Ibn Buhainah sebagaimana telah disebutkan di atas: ه ر وعلي ن صالة الظه ام م لم ق ه وس ول اهللا صلى اهللا علي ة أن رس ي بحين د اهللا ب ن عب ع

وس سلم , جل ل أن ي الس قب و ج جدة وه ل س ى آ ر ف جدتين يكب جد س الته س م ص ا أت , فلم )أخرجه البخارى ومسلم(مكان ما نسي من الجلوس , وسجدهما الناس معه

Artinya: Dari Abdullah bin Buhainah, bahwasannya Rasulullah Saw menyempurnakan shalat Duhurnya lantaran lupa tidak melaksanakan duduk (di antara dua sujud). Ketika shalatnya sudah disempurnakan, sebelum salam, beliau sujud dua kali sambil mengucapkan takbir setiap kali sujudnya. Hal itu dilakukannya sambil duduk. Orang-orangpun ikut sujud bersamanya untuk melengkapi duduknya yang lupa tidak dikerjakan" (HR. Bukhari Muslim). Adapun dalil bahwa dalam Sujud Sahwi yang dilakukan setelah salam ada takbirnya adalah hadits berikut ini:

ال رة ق لم إحدى صالتى العشى : عن أبي هري ه وس ا —صلى رسول اهللا صلى اهللا علي إمصر ا الع ر وإم سجد —الظه ة الم ى قبل ا ف ى جزع م أت رآعتين ث ى ال سلم ف تند, ف افاس , إليه

اس رعان الن رج س دين, وخ ام ذو الي ال, فق ول اهللا: فق ا رس سيت؟ , ي صالة أم ن صرت ال أق, صدق : قالوا!)) ما يقول ذو اليدين؟: ((فقال, ينا وشماالفنظر النبي صلى اهللا عليه وسلم يم

ع , لم تصل إال رآعتين ر ورف م آب ر وسجد ث م آب لم ث رواه البخارى )) [فصلى رآعتين وس ]ومسلم

Artinya: "Abu Hurairah berkata: "Ketika Rasulullah Saw melaksanakan salah satu shalat sore—antara Duhur atau Ashar—tiba-tiba beliau langsung salam pada rakaat kedua. Tidak lama, terdengar suara gaduh dan rebut di pojok mesjid, Rasulullah kemudian menuju tempat gaduh tersebut, dan orang-orang pun segera keluar. Tiba-tiba seorang laki-laki yang sering disebut dengan Dzul Yadain berdiri sambil berkata: "Wahai Rasulullah Saw, apakah Anda mengqashar shalat atau Anda lupa?". Rasulullah Saw lalu melirik kanan kiri sambl bersabda: "Apa betul yang dikatakan oleh Dzul Yadain tadi?" Para sahabat menjawab: "Iya betul, Anda hanya shalat dua rakaat". Rasulullah kemudian menambah shalatnya dua rakaat lagi lalu salam, lalu takbir lagi kemudian sujud, bertakbir lagi sambil bangkit dari sujud" (HR. Bukhari Muslim). Adapun dalil adanya salam dalam sujud sahwi adalah hadits berikut ini:

ر ن عم ال ع صين ق ن ح التى : ((ان ب دى ص لم إح ه وس لى اهللا علي ول اهللا ص لى رس صه , وسلم من ثالث رآعات ...العشي ل ل ا قي ة , فلم لم , صلى رآع م س م سجد سجدتين , ث م ,ث ث ]رواه مسلم)) [سلم

Page 22: macam-macam sujud

22

Artinya: "Imran bin Hushain berkata: "Rasulullah melaksanakan salah satu shalat sore…lalu ia salam ketika baru melaksanakan tiga rakaat. Ketika ditanya, beliau menambah satu rakaat lagi, lalu salam, lalu sujud dua kali lalu salam" (HR. Muslim).

لم : ((عن ابن مسعود قال راهيم [صلى رسول اهللا صلى اهللا عليه وس ال إب ] زاد أو نقص : قال أ, قيل له يا رسول اهللا , فلما سلم الوا : حدث فى الصالة شيء؟ ق ا ذاك؟ ق ذا : وم صليت آه , فثنى رجليه واستقبل القبلة فسجد سجدتين ثم سلم , وآذا ا بوجه ل علين م أقب ال , ث ه : ((فق إن

ه أتكم ب صالة شيء أنب ى ال و حدث ف سون, ل ا تن سى آم شر أن ا ب ا أن سيت , ولكن إنم إذا ن فه , وإذا شك أحدآم فى صالته فليتحر الصواب , فذآرونى تم علي سجد , فلي م لي )) سجدتين ث

]رواه البخارى ومسلم[Artinya: "Ibnu Mas'ud berkata: "Rasulullah Saw pernah melakukan shalat (Ibrahim berkata: Beliau lebih atau kurang rakaatnya). Begitu selesai salam, beliau ditanya: "Apakah ada hal yang baru dengan shalat?". Rasulullah Saw balik bertanya: "Apa itu?" Para sahabat menjawab: "Anda shalat begini dan begitu. Rasulullah Saw lalu melipatkan kedua kakinya sambil menghadap kiblat, lalu sujud dua kali lalu salam. Setelah itu, beliau duduk menghadap kami sambil bersabda: "Seandainya ada hal yang baru dengan shalat, tentu akan saya kabarkan kepada kalian. Saya ni manusia biasa yang suka lupa sebagaimana kalian yang suka lupa. Oleh karena itu, apabila saya lupa, ingatkanlah. Dan apabila salah seorang dari kalian ragu-ragu dalam shalatnya, maka kaji dan tellitilah mana yang betul, lalu sempurnakanlah shalatnya dan setelah itu, sujudlah dua kali" (HR. Bukhari Muslim). Apakah sebelum Sujud Sahwi harus takbiratul ihram? Takbiratul ihram adalah ucapan takbir yang dilakukan pada pertama kali akan melaksanakan shalat (takbir yang pertama kali). Sedangkan ucapan takbir setelah takbir yang paling pertama, misalnya ucapan takbir untuk ruku, sujud, bangkit dari sujud ataupun yang lainnya, disebut dengan Takbir Intiqal. Permasalahan sekarang, apakah dalam Sujud Sahwi harus ada Takbiratul Ihram ataukah cukup dengan takbir intiqal, takbir biasa saja? Menurut Jumhur ulama, dalam sujud sahwi tidak perlu memakai Takbiratul Ihram, cukup dengan takbir biasa saja, Takbir Intiqal. Sedangkan menurut Imam Malik, sujud sahwi harus memakai Takbiratul Ihram. Pendapat Imam Malik ini didasarkan kepada tambahan redaksi hadits dari Hisyam terhadap hadits dzul yadain dengan kata-kata: "kabbara tsumma kabbara wa sajada" (Rasulullah bertakbir, kemudian bertakbir dan sujud). Kata "kabbara" pertama, dipahami oleh Imam Malik sebagai ucapan Takbiratul Ihram. Hanya saja, tambahan redaksi dari Hisyam ini dipandang oleh jumhur ulama sebagai tambahan yang syadz dan tidak ada dasarnya yang kuat, tidak valid. Oleh karena itu, hemat penulis, pendapat Jumhur ulama yang mengatakan bahwa dalam sujud sahwi tidak mesti memakai Takbiratul Ihram adalah pendapat yang lebih kuat dan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Argumennya, adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn Abdil Barr dalam bukunya al-Istidzkar: "Takbiratul Ihram itu diharuskan dan disyaratkan untuk membuka dan memulai shalat baru. Sementara orang yang sujud sahwi, bukan untuk memulai shalat baru. Ia tetap dalam koridor shalat lama, hanya saja ia menyempurnakan hal yang masih kurang dan tertinggal". Apakah dalam Sujud Sahwi ada tasyahud (tahiyyat)nya? Sehubungan dengan masalah ini, Ibn al-Mundzir dalam bukunya al-Ausath mengatakan bahwa dalam hal ini para ulama terbagi menjadi empat pendapat. Namun, dari semua pendapat tersebut, pendapat yang lebih rajih (lebih kuat) adalah pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada tasyahud dalam sujud sahwi. Hal ini dikarenakan tidak ada keterangan satu pun yang menjelaskan bahwa dalam sujud sahwi ada tasyahudnya.

Bahkan, kalau memperhatikan hadits-hadits yang berkaitan dengan sujud sahwi, didapati bahwa Rasulullah Saw ketika melakukan sujud sahwinya, beliau hanya takbir kemudian sujud dua kali setelah itu salam, tanpa ada tasyahud (perhatikan kembali hadits-hadits dari Abu Hurairah, Ibn Mas'ud dan Imran bin Husain sebagaimana telah dituliskan di atas).

Page 23: macam-macam sujud

23

Oleh karena itu, dalam prakteknya, sujud sahwi ini dilakukan dengan: Ucapkan takbir biasa kemudian sujud kemudian takbir lagi untuk duduk di antara dua sujud, lalu takbir lagi dan sujud lagi, setelah itu salam, tanpa membaca bacaan tahiyyat. Wallahu a'lam. Penutup Sekian sekelumit tulisan yang berkaitan dengan persoalan tiga macam sujud: Tilawah, Syukur dan Sahwi. Semoga tulisan ringan dan kecil ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi para pembaca semua. Apabila ada yang belum jelas, mari kita diskusikan bersama-sama dan apabila ada yang mau ditanyakan lebih jauh, silahkan tanyakan melalui email penulis. Akhirnya, hanya kepada Allah kita mengabdi dan berbakti, apa yang benar itu datangnya dari Allah dan RasulNya, sementara yang salah, itu datang dari penulis sendiri. Wallahu 'alam bis shawab. Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala ali muhammad. ***Makalah ini special dipersembahkan untuk kawan-kawan tercinta siswa siswi Sekolah Indonesia Cairo (SIC) pada pengajian rutin remaja Sabtuan di Mesjid Indonesia Kairo, Egypt. Email: [email protected] Pojok Mesjid Sayyidah Zainab, Jum'at, 15 April 2005 menjelang Isya.

Page 24: macam-macam sujud

24


Top Related