Download - libertus-tintus-h
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
1/110
DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT DAN NATRIUM
NITRIT SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA
MENCIT JANTAN GALUR SWISS
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Libertus Tintus H
NIM : 04 8114 122
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
2/110
ii
DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT DAN
NATRIUM NITRIT SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT
PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Libertus Tintus H
NIM : 04 8114 122
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
3/110
iii
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
4/110
iv
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
5/110
v
Dedicated to :
My First Goal -Jesus Christ-,
Papa, Mama, Donny, Luci, Christina,
Almamaterku,
And everyones who knows Me
Ketika berat untuk menapakkan satu langkah,
Beranilah kawan...
Ketika letih melihat kenyataan,
Hadapilah teman!!
Ketika engkau tahu bahwa engkau sendirian..
Ingatlah Dia yang lebih dahulu meninggalkanmu
Sebab tapak kaki terlalu indah untuk diukirkan
Dan kenyataan terlalu riang untuk dimaknai
Untuk apa meninggalkan jejak?
Jika kelak jejakmu hanya akan tersapu
Untuk apa menjalani yang indah?
Jika itu hanya mimpi yang semu. . .
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
6/110
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata
Dharma:
Nama : Libertus Tintus H
NIM : 048114122
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT DAN NATRIUM
NITRIT SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA
MENCIT JANTAN GALUR SWISS
berserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 22 Juli 2008
Yang menyatakan,
Libertus Tintus H.
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
7/110
vii
PRAKATA
Tiba saatnya bagi penulis untuk memanjatkan puji dan syukur kepada
Bapa di surga dan Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat, rahmat dan
penyertaan-Nya membuat penulis mampu untuk menyelesaikan skripsinya yang
berjudul Dosis Efektif Kombinasi Natrium Tiosulfat Dan Natrium Nitrit Sebagai
Antidot Keracunan Sianida Akut Pada Mencit Jantan Galur Swiss.
Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S. Farm.), Program Studi
Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta. Sekaligus untuk
menambah kasanah pengetahuan dalam dunia kesehatan pada umumnya, dan
dunia kefarmasian pada khususnya.
Rasa terimakasihpun pantas penulis haturkan kepada pihak-pihak yang
telah mendukung terwujudnya skripsi ini. Dukungan baik secara langsung
maupun tak langsung yang mereka berikan akan sangat bermanfaat bagi penulis.
Adapun ucapan terimakasih yang tulus hendak penulis haturkan kepada :
1. Bapa di surga yang telah mengutus putra-Nya yang tunggal ke dunia
untuk menebus dosa manusia dan untuk menyertai umat-Nya yang
masih berjuang di dunia ini.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
8/110
viii
3. Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan segala waktu dan kesabarannya dalam mendampingi
penulis dari awal penelitian hingga selesainya skripsi ini.
4. Mas Parjiman, Mas Heru, Mas Kayat selaku laboran Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta yang bersedia membantu dan menemani penulis
selama melakukan penelitian.
5. Pak Agus (laboran Laboratorium Farmakologi) Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada, Pak Surono (UPHP) Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Gadjah Mada, atas bantuannya dalam
menyediakan hewan uji.
6. Papa dan Mama yang selalu mendoakan penulis selama penulis jauh
dari mereka. Terimakasih juga atas dukungannya sejak penulis
dilahirkan di dunia ini.
7. Bude Yati dan Oma Sri terimakasih atas senyuman dan kesabarannya
dalam mendidik penulis.
8. Paulus Donny J dan Lucia F, my funny little brother.
9. Dedek Christina Santi D. P. (my inspired), untuk dukungan, kasih
sayang, air mata, senyuman, canda tawa, dan buat semua yang kamu
berikan. Kamulah kado terindahku.
10. Coco, Yoyo, Boris, Rizky, Adit, Arie, Yudi, Mas Probo, Robet, Ayu,
Chandy, Liancy, Sisil, Ineke, Rinta, Rosa untuk kebersamaannya di
masa lalu dan masa yang akan datang.
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
9/110
ix
11. Lidia Kristalia dan Cin Frengky Cuwondo, terimakasih ya buat pikiran
kalian.
12. Andrew Arief Sudarmono untuk pertemanan selama ini, dukungan,
dan kesetiaannya.
13. Brian Handoko Suciadi untuk pertemanan selama ini, dukungan, dan
kebersamaannya.
14. Teman-teman SMA yang masih terus bersama hingga kini (Bambang
dan adiknya Septo dan Dion, Jose Anon, Eman Sonlay, Bertus),
terimakasih dukungannya.
15. Patar, Riki, Nobi, Dina, Monik, dan semua teman-teman SMP lainnya
yang sudah membantu penulis menemukan jati diri.
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
mendukung untuk terwujudnya skripsi ini.
Segala kesempurnaan adalah milik Bapa, maka penulis yang jauh dari
sempurna inipun mengucapkan kata maaf apabila ada kesalahan dan kata-kata
yang kurang berkenan di hati pembaca. Dari sini penulis sadar bahwa betapa
penting kritik dan saran yang membangun agar karya ini menjadi lebih baik dan
bermanfaat. Akhir kata, semoga karya ini berguna bagi perkembangan dunia
kesehatan pada umumnya dan dunia kefarmasian pada khususnya.
Penulis
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
10/110
x
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 Juli 2008
Penulis,
Libertus Tintus H
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
11/110
xi
DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT DAN NATRIUM
NITRIT SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA
MENCIT JANTAN GALUR SWISS
Intisari
Sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan
serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Natrium tiosulfat dan
natrium nitrit dikenal sebagai antidotum yang dapat dikombinasikan untuk terapi
keracunan sianida, tetapi berapa kisaran dosisnya belum banyak diteliti. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui gejala, mekanisme, wujud, sifat, efek, dankisaran dosis kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit yang efektif untuk
menangani keracunan sianida akut pada mencit.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah. Empat puluh dua ekor mencit jantan dibagi
dalam 7 kelompok yang terdiri dari : kelompok I diberi pelarut yang digunakan
yaitu aquadest 25 mg/KgBB p.o., kelompok II diberi larutan KCN dosis 26
mg/KgBB p.o., kelompok III diberi Na2S2O3 dosis 22.960 mg/KgBB dan NaNO2
dosis 62.460 mg/KgBB diberikan secara i.p., kelompok IV-VII diberi larutan
KCN secara p.o. kemudian diberi antidot kombinasi natrium tiosulfat dan natrium
nitrit dengan peringkat dosis natrium tiosulfat berturut-turut : 0.468 mg/KgBB,
3.279 mg/KgBB, 22.960 mg/KgBB dan 160.720 mg/KgBB i.p., untuk natrium
nitrit menggunakan 1 peringkat dosis saja yaitu 62.460 mg/KgBB i.p.
Didapatkan bahwa gejala keracunan sianida pada mencit meliputi : hilang
kesadaran, gagal nafas, kejang, sampai menimbulkan kematian. Wujud efek
toksik sianida berupa perubahan biokimia dan juga perubahan fungsional. Sifat
dari keracunan sianida pada mencit tidak terbalikkan. Kisaran dosis kombinasi
natrium tiosulfat dan natrium nitrit sebagai antidot untuk keracunan sianida pada
mencit sebesar 22.960 mg/KgBB untuk natrium tiosulfat dan 62.460 mg/KgBB
untuk natrium nitrit secara i.p. Meningkatnya dosis natrium tiosulfat pada
kombinasi dengan natrium nitrit dapat meningkatkan efek pengawaracunan
sianida pada mencit.
Kata kunci : natrium tiosulfat, natrium nitrit, antidot, sianida, keracunan.
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
12/110
xii
EFFECTIVE DOSAGE OF SODIUM TIOSULPHATE AND SODIUM
NITRIT AS A COMBINATION FOR THE ANTIDOT OF ACUTE
POISONING CIANIDE IN MALE MICE SWISS STRAIN
Abstract
Cyanide is a toxic compound that can interfere the health and reduce the
nutrient bioavailability in the body. Sodium tiosulphate and sodium nitrit can be
used together for the therapy of cyanide poisoning, but there is a few experiment
about the dosage. The purpose of this experiment is to find out the symptom,
mechanism, form, characteristic, effect, and the range of the combination dosage
of sodium tiosulphate and sodium nitrit which is effective to prevent the acutetoxicity of cyanide in male mice.
This experiment belong to pure experimental with one way random
sampling design. Fourty two male mice divided into 7 groups consist of group I
given the solvent that is aquadest 25 mg/KgBB p.o., group II given by KCN
solution 26 mg/KgBB, group III given Na2S2O3 22.960 mg/KgBB and NaNO2
62.460 mg/KgBB i.p., group IV-VII given KCN solution then given combination
of antidote that is sodium tiosulphate and sodium nitrit with dosage range for the
sodium tiosulphate is : 0.468 mg/KgBB, 3.279 mg/KgBB, 22.960 mg/KgBB, and
160.720 mg/KgBB i.p., sodium nitrit only use 1 dosage that is 62.460 mg/KgBB
i.p.
And the result for the symptom of cyanide poisoning including :unconscious, breath failure, convultion, even death. The form of the toxic effect is
biochemistry and fungtional altered. The characteristic of cyanide poisoning is
irreversible. The dosage of combination of sodium thiosulfat and sodium nitrit is
22.960 mg/KgBB for the sodium thiosulfat and 62.460 mg/KgBB for the sodium
nitrit via i.p. The rise of the sodium thiosulfat dosage also make the rise of the
antidote effect in mice.
Keyword : sodium thiosulphate, sodium nitrit, antidote, cyanide, poisoning.
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
13/110
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI..................................................... vi
PRAKATA ....................................................................................................... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. x
INTISARI ............................................................................................................. xi
ABSTRACT .......................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xviii
BAB I. PENGANTAR ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1. Permasalahan .................................................................................... 4
2. Keaslian penelitian ............................................................................ 4
3. Manfaat penelitian ............................................................................. 5
B. Tujuan Penelitian .................................................................................... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA................................................................... 7
A. Toksikologi ............................................................................................. 7
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
14/110
xiv
B. Masuknya Racun ke dalam Tubuh.......................................................... 12
C. Efek Racun pada Tubuh...........................................................................14
D. Penanganan Keracunan ............................................................................17
E. Evaluasi Kondisi Darurat dan Perawatannya........................................... 19
F. Asas Umum Terapi Antidot .....................................................................23
G. Asam Sianida ...........................................................................................24
H. Antidotum Sianida ...................................................................................29
I. Natrium Tiosulfat .....................................................................................36
J. Natrium Nitrit...........................................................................................39
K. Landasan Teori.........................................................................................42
L. Hipotesis...................................................................................................43
BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................... 44
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................................. 44
B. Variabel dan Definisi Operasional ......................................................... 44
C. Bahan Penelitian...................................................................................... 46
D. Alat dan Instrumen Penelitian................................................................. 46
E. Tata Cara Penelitian ................................................................................ 47
1. Pembuatan larutan dan penetapan dosis KCN .................................. 47
2. Pembuatan larutan dan penetapan dosis natrium tiosulfat................. 47
3. Pembuatan larutan dan penetapan dosis natrium nitrit..................... 47
4. Pengelompokkan hewan uji .............................................................. 48
5. Penanganan hewan uji.48
6. Pengamatan ...................................................................................... 48
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
15/110
xv
F. Analisis Hasil ...................................................................................... 49
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 50
A. Dosis Efektif Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Natrium Nitrit sebagai
Antidotum Sianida .................................................................................. 50
1. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik jantung
berdebar.. 55
2. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik hilang
kesadaran..58
3. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik gagal nafas.61
4. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik kejang .......64
5. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik mati.... ...67
B. Hubungan Dosis Kombinasi antara Natrium Tiosulfat dan Natrium
Nitrit dengan Efek Penawaran Racun ......................................................71
C. Sifat Terbalikkan Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Natrium Nitrit
pada Keracunan Sianida.......................................................................... 74
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................80
A. Kesimpulan ............................................................................................. 80
B. Saran........................................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 81
BIOGRAFI PENULIS .......................................................................................... 92
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
16/110
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I. Hasil pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap 7 kelompok
perlakuan............................................................................................... 51
Tabel II. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik jantung
berdebar................................................................................................. 56
Tabel III. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik hilang
kesadaran............................................................................................... 62
Tabel IV. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik gagal nafas
............................................................................................................... 67
Tabel V. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik kejang .... 71
Tabel VI. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik mati........ 77
Tabel VII. Hasil perbandingan pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap
kelompok kontrol . 85
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
17/110
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Penggantian sianida dari sitokrom a3 oksidase oleh methemoglobin ... 31
Gambar 2 Struktur kimia 4-DMAP (4-dimethylaminophenol) ............................. 32
Gambar 3 Pengubahan sianmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodanase dan
tiosulfat.................................................................................................. 33
Gambar 4 Struktur kimia (dimethyl-5,6-benzimadazolyl) hydroxocobamide........ 35
Gambar 5 Struktur kimia Dicobalt-EDTA............................................................. 36
Gambar 6 Pengubahan cyanmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodhanase dan
tiosulfat................................................................................................... 75
Gambar 7 Kurva hipotesis yang melukiskan hubungan antara kadar racun didalam
darah atau ditempat aksi lawan waktu dengan strategi terapi keracunan
mempercepat eliminasi........... ............................................................... 76
Gambar 8 Kurva hipotesis yang melukiskan hubungan antara kadar racun di dalam
darah atau di tempat aksi lawan waktu strategi terapi keracunan
penghambatan distribusi......................................................................... 77
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
18/110
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data waktu (detik) timbulnya gejala efek toksik akibat pemberian
sianida secara peroral, aquadest secara peroral, Na-tiosulfat +
Na-nitrit secara intraperitonial91
Lampiran 2. Data waktu (detik) timbulnya gejala efek toksik akibat pemberian
Sianida + Na-tiosulfat 0.468 mg/KgBB + Na-nitrit, Sianida + Na-
tiosulfat 3.279 mg/KgBB + Na-nitrit, Sianida + Na-tiosulfat
22.960 mg/KgBB + Na-nitrit, Sianida + Na-tiosulfat 160.720
mg/KgBB + Na-nitrit..92
Lampiran 3. Data waktu (detik) timbulnya gejala efek toksik akibat pemberian
Sianida + Na-tiosulfat 160.720 mg/KgBB + Na-nitrit93
Lampiran 4. Hasil analisis data penelitian dengan program SPSS..94
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
19/110
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan
serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Selain di dalam ketela
pohon dan kacang koro; sianida juga sering dijumpai pada daun salam, cherry,
ubi, dan keluarga kacangkacangan lainnya seperti kacang almond. Sianida
merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan tak berwarna,
yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) atau berbentuk
kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida (KCN). Racun ini
menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh
adalah jantung dan otak (Utama, 2006).
Selain dari makanan, sianida juga dapat berasal dari rokok, bahan kimia
yang digunakan pada proses pertambangan dan sumber lainnya, seperti pada sisa
pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik
yang akan melepaskan sianida. Pada perokok pasif dapat ditemukan sekitar 0.06
g/ml sianida dalam darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar
0.17 g/ml sianida dalam darahnya. Hidrogen sianida sangat mudah diabsorpsi
oleh paru, gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit. Jika
gas hidrogen sianida terhirup sebanyak 50 ml (pada 1.85 mmol/L) dapat berakibat
fatal dalam waktu yang singkat (Utama, 2006).
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
20/110
2
Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati saluran
pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Yang
dapat menyebabkan keracunan tidak hanya sianida secara langsung tetapi dapat
pula bentuk asam dan garamnya, seperti asam hidrosianik sekitar 2,5005,000
mg.min/m3
dan sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3(Utama, 2006).
Gejala yang paling cepat muncul setelah keracunan sianida adalah iritasi
pada lidah dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala
dan tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida
adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo, dan hypernoea, yang
diikuti dengan dyspnea, sianosis (kebiruan), hipotensi, bradikardi, dan sinus atau
aritmea AV nodus. Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan
berlebihan, koma, dan terjadi kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps
kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi
lemah dan lebih cepat. Tanda terakhir dari toksisitas sianida meliputi hipotensi,
aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Utama,
2006).
Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil
maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan
melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila
jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak
akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya
dengan vitamin B12 (Utama, 2006).
Jalur terpenting dari pengeluaran sianida ini adalah dari pembentukan
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
21/110
3
tiosianat (SCN-) yang diekresikan melalui urin. Tiosianat ini dibentuk secara
langsung sebagai hasil katalisis dari enzim rhodanese dan secara indirek sebagai
reaksi spontan antara sianida dan sulfur persulfida (Utama, 2006). Reaksi ini
membutuhkan sumber utama yaitu sulfur sulfan namun jumlahnya dalam tubuh
terbatas maka natrium tiosulfat dapat digunakan sebagai antidot dalam keracunan
sianida karena natrium tiosulfat dapat berfungsi sebagai pemasok sulfur. Natrium
tiosulfat merupakan antidot pilihan jika diagnosisnya belum tentu jelas karena
keracunan sianida atau bukan, seperti dalam kasus yang disebabkan oleh asap
rokok (Meredith, 1993).
Melihat kasuskasus yang telah terjadi dan penjelasan mengenai bahaya
sianida bagi manusia maka besar kemungkinan seseorang mengalami keracunan
sianida, untuk itulah diperlukan tindakan untuk mengatasi keracunan sianida,
yang salah satunya adalah dengan menggunakan antidotum (Meredith, 1993).
Dari literatur yang didapat, antidotum yang dapat digunakan pada keracunan
sianida adalah natrium nitrit dan juga natrium tiosulfat tetapi selama ini berapa
besar dosis efektifnya dan bagaimana cara penggunaannya belum diketahui
dengan pasti.
Dari penelitian Djunarko (2007) diketahui bahwa pada dosis yang tinggi
(195 mg/KgBB mencit) natrium nitrit dapat menyebabkan keracunan, sedangkan
pada dosis yang kecil (20 mg/KgBB mencit) natrium nitrit belum dapat menolong
keracunan sianida akut, dan diketahui pula dosis efektifnya sebesar 62.460
mg/KgBB mencit. Dari literatur diketahui bahwa kombinasi natrium tiosulfat dan
natrium nitrit memberikan efek yang sinergis bila digunakan sebagai antidotum
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
22/110
4
keracunan sianida akut. Natrium tiosulfat akan bekerja dengan mekanisme
mempercepat eliminasi, sedangkan natrium nitrit akan bekerja dengan mekanisme
hambatan bersaing (Kerns, 2002).
Berdasarkan latar belakang di atas maka diperlukan penelitian toksikologi
klinis mengenai berapa besar dosis natrium nitrit dan natrium tiosulfat yang
efektif untuk mengatasi keracunan sianida. Pada percobaan ini digunakan hewan
uji mencit kemudian hasilnya dikonversikan ke dosis manusia. Dengan
mengetahui dosis efektif antidot pada manusia maka dapat digunakan untuk
pengawaracunan pada keracunan sianida.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, timbul permasalahan
untuk diteliti :
a. Berapa besar dosis efektif natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan
natrium nitrit sebagai antidot untuk keracunan sianida pada mencit?
b. Apakah meningkatnya dosis natrium tiosulfat sebagai kombinasi dengan
natrium nitrit dapat meningkatkan efek penawaran racun pada keracunan
sianida pada mencit?
c. Bagaimana sifat terbalikkan natrium tiosulfat dan natrium nitrit pada
keracunan sianida pada mencit?
2. Keaslian penelitian
Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu penelitian
potensi natrium nitrit sebagai antidotum untuk keracunan sianida pada mencit
(Djunarko, 2007). Didapatkan hasil bahwa dosis efektif natrium nitrit untuk
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
23/110
5
antidotum keracunan sianida adalah sebesar 62.460 mg/KgBB secara i.p. Selain
itu dari penelitian tersebut diketahui pula bahwa hubungan antara dosis natrium
nitrit dengan efek pengawaracunan sianida dosis 26 mg/KgBB adalah tidak
berbanding lurus. Namun, sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian tentang
Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Natrium Nitrit Sebagai Antidot Terhadap
Keracunan Sianida Akut Pada Mencit Jantan GalurSwiss.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan pengetahuan tentang
natrium tiosulfat dan natrium nitrit sebagai antidotum keracunan sianida.
b. Manfaat metodologis
Penelitian ini dapat memberi informasi tentang metode antidot
kombinasi dan cara pemberian lainnya.
c. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui berapa besar dosis
efektif dari natrium nitrit dan natrium tiosulfat yang dapat digunakan pada
pelayanan kefarmasian.
B. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui besar dosis efektif kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit
yang efektif untuk keracunan sianida pada mencit.
2. Mengetahui hubungan antara dosis kombinasi natrium tiosulfat dan natrium
nitrit dengan efek penawaran racun pada keracunan sianida pada mencit.
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
24/110
6
3. Mengetahui sifat terbalikkan natrium tiosulfat dan natrium nitrit pada
keracunan sianida pada mencit.
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
25/110
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Toksikologi
Merupakan ilmu yang lebih tua dari farmakologi. Disiplin ini
mempelajari sifat-sifat racun zat kimia terhadap makhluk hidup dan lingkungan.
Sedikitnya 50.000 zat kimia kini digunakan oleh manusia dan karena tidak dapat
dihindarkan, maka kita harus sadar tentang bahayanya (Anonim, 1995).
1. Definisi toksikologi
Beberapa sumber mengkaji tentang definisi toksikologi antara lain:
toksikologi ditakrifkan sebagai ilmu yang mempelajari aksi bahaya zat kimia atas
sistem biologi tertentu (Loomis, 1978). Lu (1995) mendefinisikan toksikologi
sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek toksik berbagai bahan
terhadap makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Toksikologi ialah ilmu
pengetahuan mengenai kerja senyawa kimia yang merugikan terhadap organisme
hidup (Ariens, Mutschler, Simonis, 1986). Toksikologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang zat kimia dan aksinya di dalam tubuh (Clarke and Clarke,
1975). Toksikologi juga didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang efek
yang merugikan dari zat kimia atau zat asing secara fisik dalam sistem biologik
(Hayes, 2001). Jadi istilah toksikologi ialah ilmu yang mempelajari pengaruh
kuantitatif zat kimia atas sistem-sistem biologi, yang pusat perhatiannya terletak
pada aksi berbahaya zat kimia itu (Donatus, 2001).
Asas utama toksikologi meliputi kondisi pemejanan racun, kondisi
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
26/110
8
makhluk hidup yang terpejani oleh racun, mekanisme aksi toksik, respons sel atau
organel terhadap aksi toksik, wujud dan sifat efek toksik. Hal tersebut merupakan
tolok ukur ketoksikan dari zat berbahaya (Loomis, 1978). Racun adalah suatu zat
yang walaupun dalam jumlah yang sedikit dapat menyebabkan rasa sakit jika
masuk kedalam tubuh. Rasa sakit dapat bersifat ringan (contohnya : sakit kepala
atau mual) atau parah (contohnya, sakit yang tiba-tiba atau demam yang sangat
tinggi), dan keracunan yang parah dapat menyebabkan kematian (Henry, 1997).
Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa digunakan dalam
membandingkan suatu zat kimia dengan yang lainnya. Suatu hal yang biasa untuk
mengatakan bahwa suatu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lainnya.
Perbandingan antara zat kimia seperti itu sangat tidak informatif, kecuali jika
pernyataaan tersebut melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang
sedang dipermasalahkan dan juga kondisi bagaimana zat kimia tersebut
berbahaya. Karena itu pendekatan toksikologi adalah dari segi studi tentang
berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan pada
mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek
berbahaya itu terjadi (Loomis, 1978).
2. Asas umum toksikologi
1. Kondisi efek toksik
Termasuk dalam kondisi efek toksik ialah kondisi pemejanan yang
meliputi jenis pemejanan (akut, sub akut atau kronis), jalur pemejanan
(intravaskuler atau ekstravaskuler), lama pemejanan dan kekerapan pemejanan,
saat pemejanan dan takaran atau dosis pemejanan. Selain itu termasuk pula dalam
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
27/110
9
kondisi efek toksik ialah kondisi subyek atau makhluk hidup, meliputi keadaan
fisiologi (misalnya : berat badan, umur, suhu tubuh, kecepatan pengosongan
lambung, kecepatan aliran darah, status gizi, kehamilan, genetika, jenis kelamin,
ritme sirkadian, ritme diurnal, dan keadaan patologi misalnya : penyakit saluran
cerna, kardiovaskular, hati dan ginjal) berbagai macam kondisi itu, akan
mempengaruhi ketersediaan zat beracun atau metabolitnya di dalam sel sasaran
atau keefektifan antaraksinya, dengan sel sasaran. Dengan cara demikian akan
menentukan ketoksikan sesuatu zat beracun. Jadi jelaslah bahwa ketoksikan zat
beracun, salah satunya ditentukan oleh kondisi efek toksiknya (Donatus, 1990a).
Cara suatu racun masuk kedalam tubuh disebut rute pemaparan atau rute absorpsi.
Jumlah racun yang mencapai kealiran darah selama waktu tertentu tergantung dari
rute absorpsinya (Henry, 1997).
2. Mekanisme aksi efek toksik
Ketika kita kontak dengan racun, maka kita disebut terpejani racun. Efek
dari suatu pemejanan, sebagian tergantung pada berapa lama kontak dan berapa
banyak racun yang masuk dalam tubuh, sebagian lagi tergantug pada berapa
banyak racun dalam tubuh yang dapat dikeluarkan. Selama waktu tertentu
pemejanan dapat terjadi hanya sekali atau beberapa kali (Henry, 1997). Pada
dasarnya setelah zat beracun masuk kedalam tubuh, suatu ketika dapat
terdistribusi kedalam cairan ekstrasel dan intrasel. Berdasarkan atas sifat dan
tempat kejadiannya, mekanisme aksi toksik zat kimia dibagi menjadi dua, yakni
mekanisme luka intrasel dan ekstrasel (Donatus, 1990a).
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
28/110
10
3. Wujud efek toksik
Beberapa racun diubah oleh tubuh menjadi zat-zat kimia yang lain, yang
disebut metabolit dan kemungkinan dapat bersifat kurang beracun atau malah
lebih beracun dari senyawa aslinya. Metabolit lebih mudah dikeluarkan dari tubuh
daripada senyawa aslinya. Perubahan racun menjadi metabolit sebagian besar
terjadi di hati (Henry, 1997). Pada dasarnya merupakan perubahan biokimia,
fungsional, dan struktural, namun tidak berarti bahwa efek toksik zat beracun
sepenuhnya dapat terpisah dengan tegas kedalam tiga jenis wujud dasar efek
toksik itu (Donatus, 1990a).
Zat kimia dapat menimbulkan efek lokal maupun sistemik pada tubuh
efek lokal hanya terbatas pada sebagian dari organ tubuh yang terkena racun,
misalnya, kulit, mata saluran nafas atau usus, contoh efek lokal adalah munculnya
bintik-bintik merah pada kulit, kulit terasa terbakar, mata berair, dan iritasi pada
tenggorokan yang dapat menyebabkan batuk. Beberapa jenis racun dapat
menyebabkan efek lokal tapi sebagian tidak menimbulkan efek lokal efek sistemik
merupakan efek yang lebih umum yang terjadi setelah racun diabsorbsi. Beberapa
jenis racun dapat menyebabkan efek lokal maupun sistemik (Henry, 1997). Jenis
efek toksik berdasarkan perubahan biokimia, meliputi jenis wujud efek toksik
yang berkaitan dengan respon dan perubahan atau kekacauan biokimia terhadap
luka sel, akibat antaraksi antara zat beracun dan tempat aksi tertentu, yang
sifatnya terbalikkan. Termasuk dalam jenis wujud efek toksik ini diantaranya
perubahan respirasi sel, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan
gangguan pasok energi. Sianida misalnya mampu menghambat rantai transport
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
29/110
11
elektron (Donatus, 1990a).
Jenis efek toksik berdasarkan perubahan fungsional meliputi jenis wujud
efek toksik yang berkaitan dengan antaraksi zat beracun dengan reseptor atau
tempat aktif enzim yang sifatnya terbalikkan sehingga dapat mempengaruhi
fungsi homeostasis tertentu. Termasuk dalam jenis wujud efek toksik ini
diantaranya anoksia, gangguan pernafasan, gangguan sistem saraf, hiper atau
hipotensi, hiper atau hipoglikemia, perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit,
perubahan kontraksi atau relaksasi otot atau hipo/hiperemi. Hal tersebut dapat
terjadi karena hambatan enzim yang secara normal bertanggung jawab terhadap
penawaracunan neurotransmitter itu (Donatus, 1990a).
Efek toksik berdasarkan perubahan struktural, meliputi jenis wujud efek
toksik yang berkaitan dengan perubahan morfologi sel yang akhirnya terwujud
sebagai kekacauan struktural yang terdapat tiga respon histopatologi dasar sebagai
tanggapan terhadap adanya luka sel, yakni degenerasi, profilerasi dan inflamasi
atau perbaikan. Pada perubahan struktural ini bersifat tak terbalikkan, misalnya
degenerasi lemak (Donatus, 1990a).
4. Sifat efek toksik
Pada dasarnya hanya terdapat dua jenis sifat efek toksik zat beracun,
yakni terbalikkan atau tak terbalkkan. Ciri khas dari wujud efek toksik yang
terbalikkan yaitu : (1) bila kadar racun yang ada pada tempat aksi atau reseptor
tertentu telah habis, maka reseptor tersebut akan kembali ke kedudukan semula
(2) efek toksik yang ditimbulkan akan cepat kembali normal, dan (3) ketoksikan
racun bergantung pada takaran serta kecepatan absorpsi, distribusi, dan eliminasi
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
30/110
12
racunnya. Ciri khas dari wujud efek toksik yang tak terbalikkan yaitu : (1)
kerusakan yang terjadi sifatnya menetap (2) pemejanan berikutnya dengan racun
akan menimbulkan kerusakan yang sifatnya sama sehingga memungkinkan
terjadinya penumpukan efek toksik dan (3) pemejanan dengan takaran yang
sangat kecil dalam jangka panjang akan menimbulkan efek toksik yang seefektif
dengan yang ditimbulkan oleh pemejanan racun dengan takaran besar dalam
jangka pendek (Donatus, 1990a). Racun yang tidak berubah (masih dalam bentuk
utuhnya) maupun bentuk metabolitnya biasanya dikeluarkan melalui urin, feses,
atau keringat, atau udara yang dihembuskan saat bernafas. Mekanisme perubahan
racun dari darah ke urin terjadi di ginjal dan mekanisme perubahan racun dari
darah ke gas yang dihembuskan saat bernafas terjadi di paru-paru. Racun yang
terdapat di feses mungkin melewati usus tanpa diabsorpsi oleh pembuluh darah
yang ada diusus atau jika diabsorpsi maka akan dikembalikan lagi ke usus (Henry,
1997).
B. Masuknya Racun ke dalam Tubuh
Racun dapat masuk ke dalam tubuh diantaranya melalui :
1. Melalui mulut karena tertelan (ingesti). Sebagian keracunan terjadi melalui
jalur ini anak-anak sering menelan racun secara tidak sengaja dan orang dewasa
terkadang bunuh diri dengan menelan racun. Saat racun tertelan dan mulai
mencapai lambung, racun dapat melewati dinding usus dan masuk kedalam
pembuluh darah, semakin lama racun tinggal di dalam usus maka jumlah yang
masuk ke pembuluh darah juga semakin besar dan keracunan yan terjadi semakin
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
31/110
13
parah (Henry, 1997).
Jika seseorang muntah setelah menelan racun maka racun dapat
dikeluarkan dari tubuh sebelum racun mencapai peredaran darah. Jadi jika pasien
keracunan tidak muntah maka perlu dipaksa untuk mutah. Ada 2 macam cara
yang lain untuk menghambat masuknya racun ke peredaran darah, yaitu dengan
pemberian arang aktif yang dapat mengikat racun sehingga tidak melewati
dinding usus, atau dengan pemberian laksatif sehingga racun dapat dikeluarkan
dari saluran pencernaan dengan lebih cepat, racun yang tidak dapat menembus
dinding usus dan mencapai sistem peredaran darah, tidak akan memberikan efek
pada tubuh. Racun akan melewati saluran pencernaan dan keluar melalui feses
(Henry, 1997).
2. Melalui paru-paru karena terhirup melalui mulut atau hidung (inhalasi). Racun
yang berbentuk gas, uap, debu, asap atau spray dapat terhirup melalui mulut dan
hidung dan masuk ke paru-paru. Hanya partikel-partikel yang sangat kecil yang
dapat melewati paru-paru. Partikel-partikel yang lebih besar akan tertahan
dimulut, tenggorokan dan hidung dan mungkin dapat tertelan. Racun yang dapat
sampai ke paru-paru akan masuk ke peredaran darah dengan sangat cepat karena
tempat pertukaran udara di paru-paru memiliki dinding yang tipis dan banyak
terdapat aliran darah (Henry, 1997).
3. Melalui kulit yang terkena cairan atau spray. Orang yang bekerja dengan zat-
zat kimia seperti pestisida dapat teracuni jika zat kimia tersemprot atau terciprat
ke kulit mereka atau jika pakaian yang mereka pakai terkena pestisida. Kulit
merupakan barier yang melindungi tubuh dari racun, meskipun beberapa racun
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
32/110
14
dapat masuk melalui kulit. Racun lebih cepat melewati kulit yang hangat, basah
atau berkeringat dibanding dengan kulit yang dingin atau kering dan lebih cepat
melewati kulit yang terluka atau terbakar daripada kulit yang utuh (Henry, 1997).
C. Efek Racun pada Tubuh
Racun memiliki efek, diantaranya :
1. Efek lokal
a. Pada kulit
Zat kimia dapat merusak kulit, menyebabkan kulit menjadi kemerahan atau
berbintik-bintik merah, nyeri, bengkak, berair atau seperti terbakar. Zat kimia
yang bersifat iritan, menyebabkan gatal, rasa seperti terbakar, nyeri, saat terkena
langsung tapi tidak menimbulkan rasa seperti terbakar apabila langsung dicuci.
Beberapa zat iritan tidak menimbulkan efek pada saat pertama mengenai kulit,
tapi setelah kontak berikutnya dapat menyebabkan kemerahan atau berbintik-binti
merah. Zat kimia yang bersifat korosif atau kausatik menyebabkan rasa nyeri
seperti terbakar dengan lebih cepat dan merusak kulit, menyebabkan kulit berair
dan berubah warna menjadi abu-abu atau kecoklatan (Henry, 1997).
b. Pada mata
Zat iritan atau korosif dapat menyebabkan nyeri yang hebat pada mata
dengan sangat cepat dan menyebabkan cacat pada mata hingga kebutaan. Mata
tampak merah dan berair (Henry, 1997).
c. Pada usus
Zat iritan atau korosif dapat merusak mulut dan tenggorokan atau bagian
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
33/110
15
dalam usus nyeri pada perut, muntah dan diare, dan muntahan serta fesesnya
mungkin mengandung darah. Jika tenggorokan terasa terbakar, kemungkinan akan
terjadi peradangan dengan cepat sehingga menyebabkan orang tidak dapat
bernafas (Henry, 1997).
d. Pada saluran pernafasan dan paru-paru
Beberapa gas dan uap dapat menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan
dan saluran pernafasan bagian atas dan dapat menyebabkan batuk dan susah
bernafas. Beberapa gas dan uap dapat merusak paru-paru dengan mekanisme
tertentu sehingga menyebabkan paru-paru terisi air. Hal ini dapat terjadi segera
setelah seseorang menghirup zat tersebut atau dapat juga terjadi hingga 48 jam
kemudian. Orang dengan paru-paru terisi air tidak dapat bernafas dengan baik.
Beberapa gas dapat menyebabkan udem pada paru-paru, juga dapat mengiritasi
hidung, tenggorokan dan saluran pernafasan atas, dan dapat menyebabkan batuk
serta menyebabkan susah bernafas. Saat orang mulai batuk dan susah bernafas,
mereka harus dijauhkan dari gas tersebut dengan cepat dan dibawa ke udara
terbuka, jika memungkinkan (Henry, 1997).
Beberapa gas, seperti karbon monoksida, tidak memiliki efek pada hidung
dan tenggorokan. Gas beracun yang tidak menimbulkan batuk atau tidak
menghambat saluran pernafasan sangat berbahaya, karena kita tidak menyadari
sebenarnya kita sedang menghirup racun (Henry, 1997).
e. Melalui injeksi pada kulit
Racun dapat diinjeksikan masuk kedalam kulit melalui jarum suntik, selama
proses pentatoan, atau gigitan atau sengatan hewan beracun seperti serangga, ikan
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
34/110
16
atau ular. Racun yang tersuntik kedalam pembuluh darah menimbulkan efek yang
sangat cepat. Racun yang tersuntik kebawah kulit atau otot harus melewati
beberapa lapis jaringan sebelum mencapai pembuluh darah, sehingga aksinya
lebih lambat (Henry, 1997).
f. Pada bagian yang terinjeksi
Racun iritan yang terinjeksi ke kulit, seperti racun dari sengat serangga dan
gigitan ular, dapat menyebabkan nyeri dan bengkak ditempat yang terkena
(Henry, 1997).
2. Efek sistemik
Ada beberapa cara sehingga racun dapat menyebabkan sakit :
a. Merusak organ-organ seperti otak, saraf, jantung, hati, paru-paru, ginjal
atau kulit. Sebagian besar racun memiliki efek yang lebih besar pada satu atau dua
organ dibanding organ yang lain. Organ yang terkena efek lebih besar disebut
sebagai organ sasaran
b. Memblok hubungan antar saraf
c. Menghentikan kerja tubuh sama sekali, misalnya menghentikan
pemasokan energi atau oksigen (Henry, 1997).
3. Efek pada bayi yang masih dalam kandungan
Beberapa racun dapat menyerang bayi yang masih dalam kandungan, hal ini
lebih sering terjadi pada trimester pertama kehamilan, saat mulai terjadi
pembentukan sistem saraf dan pembentukan organ-organ utama. Bagian dari bayi
yang lebih mudah terserang adalah tulang, mata, telinga, mulut dan otak. Jika
kerusakan yang ditimbulkan sangat parah, maka bayi akan berhenti berkembang
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
35/110
17
dan mati. Ada beberapa racun yang hanya menyerang bayi tanpa menimbulkan
efek pada ibunya. Hal ini sangat berbahaya karena ibu tidak mengetahui bahwa
bayinya terkena racun (Henry, 1997).
Jika seorang ibu hamil mengkonsumsi alkohol atau merokok selama
kehamilannya maka dapat membahayakan bayinya. Obat-obatan juga dapat
membahayakan bayi yang masih dalam kandungan. Wanita hamil sebaiknya tidak
mengkonsumsi obat-obatan kecuali yang diresepkan oleh dokter (Henry, 1997).
D. Penanganan Keracunan
Pada umumnya para pakar sependapat bahwa penanganan keracunan
bahan berbahaya akut, dibagi dalam tiga tahap tindakan, yakni : tindakan terapi
suportif, penyidikan jenis racun penyebab, dan terapi antidot (Donatus, 1997).
1. Terapi suportif
Pada dasarnya merupakan tindakan pertolongan pertama, ditujukan untuk
memperbaiki kondisi dan menyelamatkan jiwa penderita. Tindakan ini akan
memelihara fungsi vital seperti pernafasan dan peredaran darah, sehingga
penderita selamat serta menjadi lebih mudah dan kooperatif untuk menjalani
terapi antidot berikutnya. Memperhatikan tujuan dan fungsi terapinya, jelas bahwa
terapi suportif harus dilakukan dengan cepat atau sesegera mungkin (Donatus,
1997).
2. Penyidikan jenis racun penyebab
Merupakan tindakan penting yang ditujukan untuk menentukan pilihan
tindakan terapi antidot. Tindakan ini dilakukan dengan cara :
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
36/110
18
a. Wawancara dengan penderita atau penghantar.
b. Pemeriksaan gejala-gejala keracunan yang ada secara sistematis.
c. Pemeriksaan wadah dan sisa bahan penyebab yang dicurigai,
muntahan, air kencing, atau darah penderita. Pengiriman bahan yang diperoleh
pada butir c ke laboratorium (Donatus, 1997).
3. Terapi antidot
Merupakan tata cara yang secara khusus ditujukan untuk membatasi
intensitas (kekuatan) efek toksik zat kimia atau menyembuhkan efek toksik yang
ditimbulkannya, sehingga bermanfat dalam mencegah timbulnya bahaya lebih
lanjut. Berarti, sasaran terapi antidot adalah pengurangan intensitas efek toksik,
lantas, bagaimana cara penatalaksanaannya? (Donatus,1997).
Seperti telah diungkapkan, keberacunan (intensitas efek toksik) suatu
bahan berbahaya di antaranya ditentukan oleh keberadaan bahan berbahaya di
tempat kerja yang melebihi harga KTM-nya lebih lanjut, keadaan ini bergantung
pada keefektifan absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi bahan berbahaya
terkait.
Perlu dicatat, strategi terapi antidot mana yang akan diambil, sepenuhnya
bergantung pada pengetahuan atau informasi tentang rentang waktu antara saat
pemejanan bahan berbahaya, saat timbulnya gejala-gejala toksik, dan saat
penderita siap menjalankan terapi. Karena pengetahuan ini diperlukan untuuk
memprakirakan dominasi tahapan nasib bahan berbahaya di dalam tubuh. Misal
bahan berbahaya diprakirakan sudah terabsorpsi sempurna, maka tindakan
penghambatan absorpsi sudah tidak diperlukan. Dalam hal ini, mungkin yang
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
37/110
19
diperlukan penghambatan distribusi atau peningkatan eliminasinya. Masalahnya
sekarang, bagaimana tata cara pelaksanaan masing-masing strategi tersebut
(Donatus, 1997)?
Ketiga strategi dasar terapi antidot tersebut dapat dikerjakan dengan
metode yang tak khas atau metode yang khas. Dimaksud dengan metode tak khas
ialah metode umum yang dapat diterapkan terhadap sebagian besar zat beracun.
Metode khas ialah metode yang hanya digunakan bila zat beracunnya telah
tersidik jati dirinya serta zat antidotnya tersedia (Donatus, 1997).
E. Evaluasi Kondisi Darurat dan Perawatannya
Ketika merawat orang pada kasus keracunan, diperlukan ulasan yang cepat
untuk menentukan langkah yang tepat dan membutuhkan perawatan untuk
menyelamatkan penderita. Berikut adalah daftar langkah-langkah untuk
menangani orang yang keracunan (Olson, 2007).
1. Jalur udara.
a. Assessment.
Faktor yang secara umum dapat menyebabkan kematian akibat overdosis
obat atau keracunan adalah terhambatnya jalur pernafasan, yang disebabkan oleh
lidah yang lunak, penarikan nafas pada paru-paru yang terisi oleh zat-zat dalam
lambung, atau pernafasan yang terhenti (Olson, 2007).
b. Perawatan.
Mengoptimalkan posisi jalur udara, dan memberikan intubasi endotrakeal
bila diperlukan (Olson, 2007).
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
38/110
20
2. Pernapasan.
Selama terdapat masalah dengan jalur udara, gangguan pernafasan
merupakan penyebab utma kematian pada pasien yang keracunan atau overdosis
obat. Pasien mungkin akan mengalami komplikasi seperti : gagal nafas, hipoksia,
atau bronkospasm (Olson, 2007).
3. Sirkulasi.
a. Dugaan awal dan perawatannya.
1) Periksa tekanan darah dan denyut nadi dan ritmenya.
2) Mulai memonitor elektrokardiografik (ECG) secara terus-menerus.
3) Lancarkan jalur vena.
4) Perhatikan peredaran darahnya.
5) Berikan infuse intravena.
6) Pada pasien yang sakit serius (seperti : pasien yang memiliki hipotensi,
kejang, koma), gunakan Foley cateterpada kandung kemihnya, periksa urin untuk
tes toksikologi, amati urin setiap jam.
b. Hambatan AV dan bradikardi.
c. Pemanjangan interval QS
d. Takikardi.
e. Aritmia ventricular.
f. Hipotensi.
g. Hipertensi (Olson, 2007).
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
39/110
21
4. Mengubah status mental.
a. Koma dan pingsan
1) Pemeriksaan. Penurunan tingkat kesadaran merupakan komplikasi
umum yang paling serius dari overdosis obat atau keracunan: koma dan pingsan
merupakan akibat adanya depresi pada sistem otak, yang disebabkan karena agen
antikolinergik, obat-obat simpatolitik, depresan, atau toksin yang menyebabkan
hipoksia seluler; koma kadang-kadang merupakan suatu gejala setelah obat atau
toksin menyebabkan hilang kesadaran; koma mungkin juga disebabkan oleh
adanya luka pada otak dengan infark atau perdarahan di otak (Olson, 2007).
2) Komplikasi koma sering ditandai dengan depresi respiratori yang
merupakan penyebab utama kematian. Kondisi lain yang dapat menandai atau
bersamaan dengan koma meliputi hipotensi, hipotermia, hipertermia dan
rhabdomyolisis (Olson, 2007).
3) Diagnosis lain : trauma di kepala atau perdarahan di intracranial;
ketidaknormalan jumlah glukosa, natrium atau elektrolit lain didalam darah;
hipoksia; hipotiroid; kerusakan hati atau ginjal; hipertermi atau hipotermi (Olson,
2007).
4) Terapi : pertahankan jalur nafas dan penggunaan ventilator jika perlu
pemberian oksigen tambahan; berikan dekstrosa, tiamin, dan nalokson; normalkan
suhu tubuh; jika ada kemungkinan trauma pada sistem saraf pusat atau kecelakaan
pada pembuluh darah otak, perlu adanya CT Scan; jika diduga meningitis atau
ensepalitis, perlu adanya terapi antibiotik (Olson, 2007).
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
40/110
22
b. Kejang
1) Pemeriksaan. Kejang merupakan penyebab utama kematian pada
overdosis obat atau keracunan. Umumnya kejang biasanya menjadi hilang
kesadaran, sering juga bersamaan dengan lidah yang tergigit dan pengekuaran
urin berlebihan (Olson, 2007).
2) Komplikasi. Kejang dapat menyebabkan masalah pada saluran nafas,
dapat juga menyebabkan asidosis, hipertermia, rhabdomyolysis, dan kerusakan
otak (Olson, 2007).
3) Diagnosis lain : adanya gangguan metabolisme yang serius (misal
hipoglikemia, hiponatremia, hipokalemia, atau hipoksia); trauma pada kepala;
epilepsi idiopathik; penarikan alkohol atau obat hipnotik sedatif; hipertermia;
infeksi pada susunan saraf pusat; febrile kejang pada anak-anak (Olson, 2007).
4) Terapi : pertahankan saluran nafas tetap terbuka dan jika perlu,
gunakan ventilator berikan oksigen tambahan; berikan nalokson jika kejang dapat
menyebabkan hipoksia; perlu pemeriksaan apakah terjadi hipoglikemia dan
berikan dekstrosa dan tiamin jika koma; gunakan satu atau lebih antikonvulsan
(misal : diazepam, lorazepam, midazdam, fenobarbital, propofol dan fenitoin);
segera periksa temperatur melalui rectal atau belakang telinga dan turunkan
temperatur secara cepat jika diatas 400C; gunakan antidot spesifik jika tersedia
(piridoksin, untuk keracunan INH, pralidoksim atau atropin atau keduanya untuk
keracunan insektisida organofosfat atau karbamat) (Olson, 2007).
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
41/110
23
F. Asas Umum Terapi Antidot
Pada umumnya, para pakar sependapat bahwa tindakan pertama yang
sebaiknya dilakukan atas penderita keracunan akut zat kimia ialah terapi suportif,
yakni memelihara fungsi vital seperti pernafasan dan sirkulasi. Tindakan
selanjutnya yang umum dilakukan meliputi upaya membatasi penyebaran racun
dan meningkatkan pengakhiran aksi racun (Donatus, 2001).
Ketoksikan racun sebagian besar ditentukan oleh keberadaan (lama dan
kadar) racun (bentuk senyawa utuh atau metabolitnya) di tempat aksi tertentu di
dalam tubuh. Keberadaan racun tersebut ditentukan oleh keefektifan absorpsi,
distribusi dan eliminasinya. Jadi, pada umumnya intensitas efek toksik pada
efektor berhubungan erat dengan keberadaan racun di tempat aksi dan takaran
pemejanannya (Donatus, 2001).
Takrif terapi antidot yang dinyatakan oleh Loomis (1978). Tujuan terapi
antidot ialah untuk membatasi intensitas efek toksik racun, sehingga bermanfaat
untuk mencegah timbulnya efek berbahaya selanjutnya. Dengan demikian, jelas
bahwa sasaran terapi antidot ialah intensitas efek toksik racun (Donatus, 2001).
Pada dasarnya dalam praktek toksikologi klinik, terapi antidot dapat
dikerjakan dengan metode yang tak khas atau yang khas. Dimaksud dengan
metode tak khas ialah metode umum yang dapat diterapkan terhadap sebagian
besar racun. Metode khas, ialah metode yang hanya digunakan bila senyawa yang
kemungkinan bertindak sebagai penyebab keracunan telah tersidik, serta zat
antidotnya ada (Donatus, 2001).
Asas umum yang mendasari terapi antidot tersebut meliputi sasaran,
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
42/110
24
strategi dasar, cara, dan pilihan terapi antidot. Sasaran terapi antidot ialah
penurunan atau penghilangan intensitas efek toksik racun. Intensitas efek ini
ditunjukkan oleh tingginya jarak antara nilai ambang toksik (KTM) dan kadar
puncak racun dalam plasma atau tempat aksi tertentu. Strategi dasar terapi antidot
meliputi penghambatan absorpsi dan distribusi (translokasi), peningkatan
eliminasi, dan atau penaikkan ambang toksik racun dalam tubuh (Donatus, 2001).
G. Asam Sianida
Asam sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu
kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida sering
dijumpai di dalam kacang almond, daun salam, cherry, ubi. Di dalam koro atau
tanaman dari keluarga kacang-kacangan dan ketela pohon (Utama, 2006). Sianida
merupakan senyawa kimia yang toksik dan memiliki beragam kegunaan, termasuk
sintesis senyawa kimia, analisis laboratorium, dan pembuatan logam. Nitril
alifatik (acrylonitrile dan propionitrile digunakan dalam produksi plastic yang
kemudian dimetabolisme menjadi sianida. Obat vasodilator seperti nitroprusida
melepaskan sianida pada saat terkena cahaya ataupun pada saat metabolisme.
Sianida yang berasal dari alam (amigdalin dan glikosida sinogenik lainnya) dapat
ditemukan dalam biji aprikot, singkong, dan banyak tanaman lainnya, beberapa
diantaranya dapat berguna, tergantung pada keperluan ethnobotanikal.
Acetonitrile, sebuah komponen pada perekat besi, dapat menyebabkan kematian
pada anak-anak (Olson, 2007).
Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
43/110
25
dan tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl)
atau berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida
(KCN) (Utama, 2006). Hidrogen sianida merupakan gas yang mudah dihasilkan
dengan mencampur asam dengan garam sianida dan sering digunakan dalam
pembakaran plastik, wool, dan produk natural dan sintetik lainnya. Keracunan
hidrogen sianida dapat menyebabkan kematian, dan pemaparan secara sengaja
dari sianida (termasuk garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan
pembunuhan ataupun bunuh diri (Olson, 2007).
Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk
tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh
mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak.
Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah,
sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam
jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung
melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban
meninggal (Utama, 2006).
Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai sianida yaitu :
1. Kondisi pemejanan
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan kondisi pemejanan sianida antara lain:
a. Jenis pemejanan : akut dan kronis
b. Jalur pemejanan : inhalasi, mata, dan saluran pencernaan
c. Lama, kekerapan : akut atau berulang
d. Takaran atau dosis :
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
44/110
26
1) Dosis letal dari sianida adalah : asam hidrosianik sekitar 2,5005,000
mg.min/m3
, dan untuk sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3
(Meredith,
1993).
2) Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah (150-200 ppm)
dapat berakibat fatal. Tingkat udara yang diperkirakan dapat membahyakan hidup
atau kesehatan adalah 50 ppm. Batasan HCN yang direkomendasikan pada daerah
kerja adalah 4.7 ppm (5 mg/m3
untuk garam sianida). HCN juga dapat diabsorpsi
melalui kulit (Olson, 2007).
3) Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potassium
sianida dapat berakibat fatal. Larutan dari garam sianida dapat diabsorpsi melalui
kulit (Olson, 2007).
4) Keracunan sianida akut biasanya jarang terjadi dengan infusi nitroprusida
(pada kecepatan infuse yang normal) atau setelah ingesti dari amigdalin (Olson,
2007).
e. Saat pemejanan : makanan, rokok, lingkungan industri, bunuh diri,
kesengajaan (Meredith, 1993).
2. Mekanisme efek toksik
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat
dehidrognase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan
lain sebagainya. Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom
oksidase, metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya
dalam rantai transport elektron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme
glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
45/110
27
penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan hipoksia seluler dengan
menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport
elektron. Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada
ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan
oksigen kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi
dibentuk. Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan
acidemia (Meredith, 1993).
Sianida dapat menyebabkan sesak pada bagian dada; berikatan dengan
sitokrom oksidase, dan kemudian memblok penggunaan oksigen secara aerob.
Sianida yang tidak berikatan akan akan didetoksifikasi melalui metabolisme
menjadi tiosianat yang merupakan senyawa yang lebih nontoksik yang akan
diekskresikan melalui urin (Olson, 2007). Hiperlaktamia terjadi pada keracunan
sianida karena kegagalan metabolisme energi aerob. Selama kondisi aerob, ketika
rantai transport elektron berfungsi, laktat diubah menjadi piruvat oleh laktat
dehidrogenase mitokondria. Pada proses ini, laktat menyumbangkan gugus
hidrogen yang akan mereduksi nikotinamid adenin dinukleotida (NAD) menjadi
NADH. Piruvat kemudian masuk dalam siklus asam trikarboksilat dengan
menghasilkan ATP. Ketika sitokrom a3 dalam rantai transport elektron dihambat
oleh sianida, terdapat kekurangan relatif NAD dan dominasi NADH,
menunjukkan reaksi balik, sebagai contoh : piruvat dirubah menjadi laktat
(Meredith, 1993).
3. Wujud efek toksik
Setelah terpejan sianida, gejala yang paling cepat muncul adalah iritasi
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
46/110
28
pada lidah dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala
dan tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida
adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo, dan hypernoea, yang
diikuti dengan dyspnoea, sianosis, hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea
AV nodus (Meredith, 1993). Onset yang terjadi secara tiba-tiba dari efek toksik
yang pendek setelah pemaparan sianida merupakan tanda awal dari keracunan
sianida. Symptomnya termasuk sakit kepala, mual, dyspnea, dan kebingungan.
Syncope, koma, respirasi agonal, dan gangguan kardiovaskular terjadi dengan
cepat setelah pemaparan yang berat (Olson, 2007).
Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma,
dan terjadi konvulsi, kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit
menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat.
Tanda terakhr dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal
jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Meredith, 1993).
Warna merah terang pada kulit atau tidak terjadinya sianosis, jarang
terjadi dalam keracunan sianida. Secara teoritis tanda ini dapat dijelaskan dengan
adanya kandungan yang tinggi dari oksihemoglobin, dalam venus return, tetapi
dalam keracunan berat, gagal jantung dapat dicegah. Kadang-kadang sianosis
dapat dikenali apabila pasien memiliki bintik merah muda terang (Meredith,
1993).
4. Sifat efek toksik
Terbalikkan (reversible) dan tidak terbalikkan (irreversible) (Meredith,
1993).
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
47/110
29
5. Diagnosis
Diagnosis dilakukan berdasarkan pada riwayat pemaparan atau
tampaknya gejala dan tanda keracunan. Asidosis laktat parah biasanya terjadi
dengan pemaparan yang signifikan. Tingkat saturasi oksigen vena dapat
memperlihatkan penghambatan konsumsi oksigen selular. Cara klasik dengan
mengenali bau kacang almond boleh digunakan ataupun tidak, karena vairiasi
genetik dalam kemampuan untuk mengenali baunya (Olson, 2007).
a. Tingkat spesifik.
Penentuan keracunan sianida tidak dapat digunakan dalam keadaan
darurat, karena tidak dapat menunjukkan terapi tahap awal. Selanjutnya, penderita
harus diinterpretasikan penyebabnya karena beragam komplikasi faktor teknis.
1) Tingkat darah lebih tinggi dari 0.5-1 mg/L.
2) Untuk perokok tingkat darahnya di atas 0.1 mg/L.
3) Infus nitroprusida yang cepat dapat menaikkan tingkat darah setinggi 1 mg/L,
disertai dengan metabolik asidosis.
b. Penelitian lainnya di laboratorium.
Penelitian laboratorium meliputi elektrolit, glukosa, serum laktat, gas
darah arteri, campuran saturasi oksigen vena, dan karboksihemoglobin (bila
pasien terpapar secara inhalasi) (Olson, 2007).
H. Antidotum Sianida
Diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan meaknisme
aksi utamanya, yaitu : detoksifikasi dengan sulfur untuk membentuk ion tiosianat
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
48/110
30
yang lebih tidak toksik, pembentukan methemoglobin dan kombinasi langsung.
Pengobatan pasti dari intoksikasi sianida berbeda pada beberapa negara, tetapi
hanya satu metode yang disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat. Keamanan
dan kemanjuran dari tiap-tiap antidotum masih menjadi perdebatan yang
signifikan. Dan tidak terdapat konsensus antar seluruh negara untuk pengobatan
intoksikasi sianida (Meredith, 1993).
1. Pembentukan methemoglobin
Methemoglobin sengaja diproduksi untuk bersaing dengan sianida di
tempat ikatan pada sistem sitokrom oksidase. Sianida mempunyai ikatan khusus
dengan ion besi pada sistem sitrokrom oksidase, sianida dalam jumlah yang cukup
besar akan berikatan dengan ion besi pada senyawa lain, seperti methemoglobin.
Jika produksi methemoglobin cukup maka gejala keracunan sianida dapat teratasi.
Methemoglobinemia dapat diproduksi dengan pemberian amil nitrit secara
inhalasi dan kemudian pemberian natrium nitrit secara intravena. Kira-kira 30%
methemoglobinemia dianggap optimum dan jumlahnya dijaga agar tetap di bawah
40% senyawa lain seperti 4-DMAP dapat memproduksi methemoglobin secara
lebih cepat (Meredith, 1993).
Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka
molekul hemoglobin menjadi tidak berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih
dari 50% dapat berpotensi fatal. Methemoglobinemia yang berlebih dapat
dibalikkan dengan metilen biru, terapi yang digunakan pada methemoglobinemia,
dapat menyebabkan terlepasnya kembali ion sianida mengakibatkan keracunan
sianida. Sianida bergabung dengan methemoglobin membentuk
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
49/110
31
sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna merah cerah, berlawanan
dengan methemoglobin yang berwarna coklat (Meredith, 1993).
Gambar 1. Penggantian sianida dari sitrokrom a3 oksidase oleh methemoglobin
a. Peralatan antidotum sianida. Sekarang ini, Amerika Serikat
mendukung penggunaan kombinasi nitrit dan tiosulfat untuk pengobatan pada
keracunan sianida. Natrium nitrit (10 ml pada larutan 3%) digunakan secara
intravena dan dilanjutkan dengan pemberian natrium tiosulfat (50 ml pada larutan
25%) secara intravena. Natrium nitrit seharusnya diberikan 2,5-5 ml permenit
hingga 2-3 menit. Natrium tiosulfat harus diberikan secara cepat setelah natrium
nitrit dengan dosis 12,5 mg pada larutan 25% hingga 10 menit (Meredith, 1993).
b. Amil nitrit. Hanya dapat memproduksi kira-kira 5% methemoglobin
dan tidak cukup untuk digunakan sebagai terapi tunggal. Dosis amil nitrit yang
dapat meningkatkan produksi methemoglobin sering berhubungan dengan
terjadinya hipotensi. Sebenarnya, amil nitrit telah dihapus di Amerika Serikat
karena pembentukan methemoglobin yang tidak dapat diprediksi dan
berhubungan dengan vasodilatasi yang dapat menyebabkan hipotensi. amil nitrat
juga dapat menyebabkan vasodilatasi yang dapat membalikkan efek awal sianida
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
50/110
32
yang dapat menyebabkan vasokonstriksi (Meredith, 1993).
c. Natrium nitrit. Merupakan obat yang paling sering digunakan untuk
keracunan sianida. Dosis awal standart adalah 3% larutan natrium nitrit 10 ml,
memerlukan waktu kira-kira 12 menit untuk membentuk kira-kira 40%
methemoglobin. Dosis awal untuk natrium tiosulfat adalah 50 ml. Penggunaan
natrium nitrat tidak tanpa risiko karena bila berlebihan dapat mengakibatkan
methemoglobinemia yang dapat menyebabkan hipoksia atau hipotensi, untuk itu
maka jumlah methemoglobin harus dikotrol. Penggunaan natrium nitrit tidak
direkomendasikan untuk pasien yang memiliki kekurangan glukosa-6-fosfat
dehidrogenase (G6DP) dalam sel darah merahnya karena dapat menyebabkan
reaksi hemolisis yang serius (Meredith, 1993).
d. 4-DMAP. Merupakan senyawa pembentuk methemoglobin dengan
efek yang cepat saat melawan sianida. 4-DMAP merupakan antidot yang lebih
cepat dari pada nitrat dan toksisitasnya lebih rendah. Pada manusia, injeksi
intravena dengan dosis 3 mg/kg dapat memproduksi 15% methemoglobin dalam
waktu 1 menit (Meredith, 1993).
Gambar 2. 4-DMAP (4-dimethylaminophenol)
4-DMAP harus digunakan dengan tiosulfat untuk mengubah ikatan
sianida dengan methemoglobin menjadi tiosianat. 4-DMAP dapat menyebabkan
nekrosis pada area yang diinjeksi setelah pemberian secara IM dan dapat
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
51/110
33
menyebabkan nyeri, demam, dan meningkatkan enzim-enzim otot. Terapi
menggunakan 4-DMAP dapat menyebabkan hemolisis meskipun pada dosis
terapi, tetapi lebih sering terjadi pada pengobatan yang overdosis. Pengobatan
dengan 4-DMAP dikontraindikasikan pada pasien yang kekurangan G6DP
(Meredith, 1993).
Senyawa lain yang juga merupakan pembentuk methemoglobin adalah p-
aminoheptanoilfenon (PAHP), p-aminopropiofenon (PAPP), dan p-
aminooktanoilfenon (PAOP). PAHP merupakan fenon yang paling aman.
Senyawa-senyawa tersebut mengurangi jumlah sianida dalam sel darah merah.
Efek PAPP secara khusus dapat meningkat dengan adanya tiosulfat (Meredith,
1993).
2. Detoksifikasi sulfur
Setelah methemoglobin dapat mengurangi gejala yang ditimbulkan pada
keracunan sianida, sianida dapat diubah menjadi tiosianat dengan menggunakan
natrium tiosulfat.
Gambar 3. Pengubahan sianmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rhodanase
dan tiosulfat
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
52/110
34
Pada proses kedua membutuhkan donor sulfur agar rodanase dapat
mengubah sianmethemoglobin menjadi tiosianat karena donor sulfur endogen
biasanya terbatas. Ion tiosianat kemudian diekskresikan melalui ginjal (Meredith,
1993).
3. Kombinasi langsung
Ada 2 macam mekanisme yang berbeda dari kombinasi langsung dengan
sianida yang sering digunakan, yaitu kombinasi dengan senyawa kobalt dan
kombinasi dengan hidroksobalamin (Meredith, 1993).
a. Hidroksikobalamin (vitamin B12a). Merupakan prekursor dari
sianokobalamin (vitamin B12). Penggunaan hidroksikobalamin sebagai
pencegahan pada pemberian natrium nitroprusid jangka panjang sama efektifnya
untuk pengobatan pada keracunan sianida akut selama lebih dari 40 tahun.
Senyawa ini bereaksi langsung dengan sianida dan tidak bereaksi dengan
hemoglobin untuk membentuk methemoglobin (Meredith, 1993).
Hidroksikobalamin bekerja baik pada celah intravaskular maupun di
dalam sel untuk menyerang sianida. Hal ini berlawanan dengan methemoglobin
yang hanya bekerja sebagai antidot pada celah vaskular. Pemberian natrium
tiosulfat meningkatkan kemampuan hidroksikobalamin untuk mendetoksifikasi
keracunan sianida (Meredith, 1993).
Sianokobalamin adalah kombinasi hidrosikobalamin dan sianida. Dosis
minimal sebesar 2.5 gram pada dewasa diperlukan untuk menetralkan dosis letal
sianida. Hidroksikobalamin tidak menimbulkan komplikasi yang serius. Beberapa
pasien dapat mengalami urtikaria, tapi sangat jarang.
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
53/110
35
Gambar 4. (dimethyl-5,6-benzimadazolyl) hydroxocobamide
Hidroksikobalamin tidak tekanan darah atau menurunkan kemampuan
darah untuk mengangkut oksigen. Takikardi dan hipertensi dapat terjadi pada
dosis terapi yang tinggi. Munculnya warna merah muda pada membran mukosa,
kulit, dan urin terjadi pada kebanyakan pasien segera setelah pemberian
hidroksokobalamin. Warna ini akan hilang setelah 24-48 jam setelah obat
diekskresikan melalui urin (Meredith, 1993).
b. Dikobalt-EDTA. Bentuk garam dari kobalt bersifat efektif untuk
mengikat sianida. Kobalt-EDTA lebih efektif sebagai antidot sianida
dibandingkan dengan kombinasi nitrat-tiosulfat. Senyawa ini mengkelat sianida
menjadi kobaltisianida. Efek samping dari dikobalt-EDTA adalah reaksi
anafilaksis, yang dapat muncul sebagai urtikaria, angiodema pada wajah, leher,
dan saluran nafas, dispnea, dan hipotensi. Dikobalt-EDTA juga dapat
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
54/110
36
menyebabkan hipertensi dan dapat menyebabkan disritmia jika tidak ada sianida
saat pemberian dikobalt-EDTA. Pemberian obat ini dapat menyebabkan kematian
dan toksisitas berat dari kobalt terlihat setelah pasien sembuh dari keracunan
sianida (Meredith, 1993).
Gambar 5. Dicobalt-EDTA
I. Natrium Tiosulfat
Berupa hablur besar, tidak berwarna, atau serbuk hablur kasar.
Mengkilap dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih
dari 33C. Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus. Sangat mudah
larut dalam air dan tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995).
Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida
menjadi bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzyme sulfurtransferase,
yaitu rhodanase. Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan
dapat diberikan secara empiris pada keracunan sianida. Penelitian dengan hewan
uji menunjukkan kemampuan sebagai antidot yang lebih baik bila dikombinasikan
dengan hidroksokobalamin (Olson, 2007).
Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya
menjadi tiosianat oleh rhodanase, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
55/110
37
beta-merkaptopiruvat sulfurtransferase, dapat juga digunakan. Reaksi ini
memerlukan sumber sulfan sulfur, tetapi penyedia substansi ini tebatas.
Keracunan sianida merupakan proses mitokondrial dan penyaluran intravena
sulfur hanya akan masuk ka mitokondria secara perlahan. Natrium tiosulfat
mungkin muncul sendiri pada kasus keparahan ringan sampai sedang, sebaiknya
diberikan bersama antidot lain dalam kasus keracunan parah. Ini juga merupakan
pilihan antidot saat diagnosis intoksikasi sianida tidak terjadi, misalnya pada
kasus penghirupan asap rokok. Natrium tiosulfat diasumsikan secara intrinsik
nontoksik tetapi produk detoksifikasi yang dibentuk dari sianida, tiosianat dapat
menyebabkan toksisitas pada pasien dengan kerusakan ginjal. Pemberian natrium
tiosulfat 12.5 g i.v. biasanya diberikan secara empirik jika diagnosis tidak jelas
(Meredith, 1993).
Natrium tiosulfat merupakan komponen kedua dari antidot sianida.
Antidot ini diberikan sebanyak 50 ml dalam 25 % larutan. Tidak ada efek samping
yang ditimbulkan oleh tiosulfat, namun tiosianat memberikan efek samping
seperti gagal ginjal, nyeri perut, mual, kemerahan dan disfungsi pada SSP. Dosis
untuk anak-anak didasarkan pada berat badan (Meredith, 1993).
1. Indikasi
a. Dapat diberikan sendiri ataupun dikombinasikan dengan nitrit atau
hidroksokobalin pada pasien keracunan sianida akut.
b. Perawatan secara empiris pada keracunan sianida berhubungan dengan
inhalasi.
c. Profilaksis selama infus nitroprusida.
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
56/110
38
d. Ekstravasasi dari mechlorethamin.
e. Ingesti garam bromat (Olson, 2007).
2. Kontraindikasi
Tidak diketahui kontraindikasinya (Olson, 2007).
3. Efek samping
a. Infus intravena dapat menyebabkan rasa terbakar, kejang otot dan gerakan
tiba-tiba, dan mual dan muntah.
b. Penggunaan pada wanita hamil.
Kategori C berdasarkan FDA (Olson, 2007).
4. Interaksi obat
Tiosulfat dapat menurunkan konsentrasi sianida pada beberapa metode
(Olson, 2007).
5. Dosis dan cara pemberian
a. Untuk keracunan sianida.
Berikan 12.5 g (50 mL dari 25% larutan) secara IV pada 2.5-5 mL/menit.
Dosis untuk pediatrik sebesar 400 mg/kg (1.6 mL/kg dari 25% larutan) sampai 50
mL. Setengah dosis awal sebaiknya diberikan setelah 30-60 menit bila diperlukan
(Olson, 2007).
b. Untuk profilaksis selama infuse nitroprusida.
Tambahan 10 mg tiosulfat pada tiap milligram nitroprusida pada larutan
intravena dikatan dapat menjadi efektif, namun data kompatibilitasnya tidak
tersedia (Olson, 2007).
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
57/110
39
6. Formulasi
Parenteral, sebagai komponen pada paket antidot sianida, sodium tiosulfat,
25% larutan, 50 mL. juga tersedia dalam bentuk ampuldan vial yang berisi 2.5
g/10 mL atau 1 g/10 mL (Olson, 2007).
J. Natrium Nitrit
Nitrit menyebabkan methemoglobin dengan sianida membentuk
substansi nontoksik sianmethemoglobin. Methemoglobin tidak mempunyai
afinitas lebih tinggi pada sianida daripada sitokrom oksidase, tetapi lebih potensial
menyebabkan methemoglobin daripada sitokrom oksidase. Efek samping dari
penggunaan nitrit meliputi pembentukan formasi methemoglobin, vasodilatasi,
hipotensi, dan takikardi. Mencegah pembentukkan formasi yang cepat, monitoring
tekanan darah, dan pemberian dosis yang tepat akan mengurangi terjadinya efek
samping. Ketika dilakukan terapi dengan nitrit, lihat konsentrasi hemoglobin.
Tetapi jangan menunda terapi ketika menunggu hasil pengukuran kadar
hemoglobin (Meredith, 1993).
Sodium nitrit injeksi dan amil nitrit dalam bentuk ampul untuk inhalasi
merupakan komponen dari antidot sianida. Kegunaan nitrit sebagai antidot sianida
bekerja dalam dua cara, yaitu : nitrit mengoksidasi hemoglobin, yang kemudian
akan mengikat sianida bebas, dan cara yang kedua yaitu meningkatkan
detoksifikasi sianida endothelial dengan menghasilkan vasodilasi. Inhalasi dari
satu ampul amil nitrit menghasilkan tingkat methemoglobin sekitar 5%.
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
58/110
40
Pemberian dosis tunggal nitrit secara intravena dapat menghasilkan tingkat
methemoglobin sekitar 20-30% (Olson, 2007).
1. Kontraindikasi
Nitrit dikontraindikasikan untuk : pasien dengan methemoglobinemia (>40%),
hipotensi berat, pemberian pada pasien yang keracunan karbonmonoksida (Olson,
2007).
2. Efek samping
Nitrit memiliki efek samping yaitu :
a. Sakit kepala, kemerahan pada muka, kepusingan, mual, muntah, takikardi, dan
berkeringat. Efek samping ini dapat juga dijadikan tanda keracunan sianida.
b. Pemberian secara intravena dapat menyebabkan hipotensi.
c. Methemoglobinemia berlebihan dan fatal dapat terjadi.
d. Penggunaan pada kehamilan (Olson, 2007).
3. Interaksi obat
a. Hipotensi dapat menjadi parah apabila nitrit diberikan bersamaan dengan
alkohol atau vasodilator atau agen antihipertensi lainnya.
b. Metilen biru sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang keracunan sianida
karena dapat membalikkan induksi methemoglobinemia oleh nitrit dan secara
teori menghasilkan pelepasan ion bebas sianida.
c. Ikatan dari methemoglobin pada sianida (sianomethemoglobin) dapat
menurunkan tingkat methemoglobin bebas (Olson, 2007).
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
59/110
41
4. Dosis dan metode pemberian
a. Amil nitrit dalam bentuk ampul.
Gunakan 1 atau 2 ampul pada kain kasa, pakaian, atau spons dan letakkan di
bawah hidung penderita, yang sebaiknya dihirup dalam-dalam selama 30 detik.
Diamkan 30 detik, kemudian ulangi lagi (Olson, 2007).
b. Sodium nitrit parenteral.
1) Dewasa.
Berikan 300 mg sodium nitrit (10 mL dari 3% larutan) IV selama 3-5
menit (Olson, 2007).
2) Anak-anak.
Berikan 0.15-0.33 mL/kg sampai batas maksimum sebesar 10 mL. Dosis
pada anak-anak sebaiknya dihitung berdasarkan konsentrasi hemoglobin bila
diketahui. Bila diduga mengalami anemia atau hipotensi, awali dengan dosis
rendah, diencerkan dalam 50-100 mL saline, dan berikan selama 5 menit (Olson,
2007).
3) Oksidasi dari hemoglobin menjadi methemoglobin terjadi dalam 30 menit.
Bila tidak terjadi apa-apa dalam 30 menit, setengah dosis IV dari sodium nitrit
perlu diberikan (Olson, 2007).
5. Formulasi
a. Amil nitrit.
Komponen dari antidot sianida, 0.3 mL dalam ampul (Olson, 2007).
b. Sodium nitrit parenteral.
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
60/110
42
Komponen dari antidot sianida, 300 mg dalam 10 mL pelarut steril (3%)
(Olson, 2007).
K. Landasan Teori
Sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan
serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida merupakan
racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan tak berwarna, yaitu
hidrogen sianida (HCN) atau sianogen klorida (CNCl) atau berbentuk kristal
seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida (KCN). Akibat yang
ditimbulkan oleh racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan rute
pemejanan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang
paling terpengaruh adalah jantung dan otak.
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat
dehidrognase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan
lain sebagainya. Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah
mengubahnya menjadi tiosianat oleh rhodanase, walaupun sulfurtransferase yang
lain, seperti beta-merkaptopiruvat sulfurtransferase, dapat juga digunakan. Nitrit
menyebabkan methemoglobin, dengan sianida membentuk substansi nontoksik
sianmethemoglobin.
Dari penelitian Djunarko, 2007, diketahui bahwa penggunaan natrium
nitrit pada keracunan sianida akut dengan dosis tinggi dapat memperparah
keadaan, sedangkan apabila digunakan pada dosis rendah natrium nitrit belum
dapat menolong kondisi keracunan sianida akut, untuk itu perlu dikombinasikan
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
61/110
43
dengan natrium tiosulfat yang lebih aman dari natrium nitrit sehingga diperoleh
dosis efektif. Natrium tiosulfat dan natrium nitrit akan bekerja dengan mekanisme
yang sinergis jika dikombinasikan untuk antidotum keracunan sianida akut.
Natrium tiosulfat akan bekerja dengan mekanisme mempercepat eliminasi,
sedangkan natrium nitrit akan bekerja dengan mekanisme hambatan bersaing.
Jadi untuk menangani keracunan sianida akut dapat digunakan natrium
tiosulfat dan natrium nitrit dan penderita keracunan dapat ditolong dengan cepat.
L. Hipotesis
Meningkatnya dosis natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan
natrium nitrit dapat meningkatkan penawaracunan sianida.
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
62/110
44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
Dalam penelitian uji antidot kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit
pada kasus keracunan akut-oral sianida pada mencit jantan galur swiss
mempunyai variabel utama dan pengacau.
1. Variabel utama
Variabel utama dalam penelitian adalah dosis natrium tiosulfat dan
natrium nitrit pada mencit.
Variabel utama dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Variabel bebas : dosis natrium tiosulfat, sejumlah mg natrium tiosulfat tiap kg
berat badan mencit.
b. Variabel tergantung : keadaan/waktu kembalinya kondisi mencit ke keadaan
semula (dalam detik) dari gejala efek toksik yang timbul meliputi : jantung
berdebar, hilang kesadaran, gagal nafas, kejang, dan mati.
Kriteria uji antidot yang dapat ditunjukkan dengan jumlah hewan uji yang
kembali ke kondisi normal setelah pemejanan racun dan antidotnya, gejala-gejala
toksik, dan mekanisme kematian.
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
63/110
45
2. Variabel pengacau
a. Terkendali :
1) Umur : 60-90 hari ( 2- 3 bulan )
2) Berat badan : 20- 30 gram
3) Jenis kelamin : Jantan
4) Galur : Swiss
5) Jalur pemberian : Oral (sianida), i.p (natrium thiosulfat), i.p (natrium
nitrit)
6) Frekuensi perlakuan : Satu kali
b. Tak terkendali :
Jumlah asupan makanan dan minuman yang diterima hewan uji.
3. Definisi operasional
a. Kondisi semula mencit adalah keadaan mencit yang sehat sebelum pemejanan
KCN.
b. Gejala efek toksik yang timbul adalah munculnya jantung berdebar, hilang
kesadaran, gagal nafas, kejang, dan mati setelah pemejanan KCN.
c. Pengamatan jantung berdebar dilakukan hanya dengan melihat secara langsung
perubahan pada bagian dada mencit, yang ditandai dengan timbulnya ritme
yang lebih kencang dari keadaan normal.
-
8/3/2019 libertus-tintus-h
64/110
46
C. Bahan Penelitian
Bahan atau materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.Racun yang dipejankan adalah larutan kalium sianida (KCN) (E.Merck,
Darmstadt, Germany). Bahan tersebut diperoleh dari