Transcript
Page 1: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

LAPORAN PRAKTIKUM EPIDEMIOLOGI PENYAKIT

MENULARINSPEKSI PENYAKIT

JALAN TARMIDI

DISUSUN OLEH :

AYU DESEDTIA

1111015028

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MULAWARMAN

TAHUN AKADEMIK 2012/2013

Page 2: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas

rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Epidemiologi

Penyakit Menular “Inpeksi Penyakit”. Penulisan laporan ini adalah salah satu

tugas dan persyaratan untuk mata kuliah Epidemilogi Penyakit Menular di

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman .

Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-

kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan

kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak

sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih

yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu, khususnya kepada Bapak

Siswanto yang telah memberikan pengarahan dan dorongan dalam makalah ini

serta masyarakat sekitar daerah Jalan Tarmidi yang telah bersedia menjadi

responden..

Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran

bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang

diharapkan dapat tercapai.

Samarinda, April 2013

Tim Penulis

Page 3: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TBC (Tuberculosis) 3

2.2 Diare 9

BAB III METODE KERJA

3.1 Waktu dan Tempat 17

3.2 Cara Pengambilan Data 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil 18

\ 4.2 Pembahasan 26

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan 35

5.2 Saran 35

DAFTAR PUSTAKA iii

LAMPIRAN iv

Page 4: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata Epidemiologi berasal dari Bahasa Yunani yang terdiri dari 3 kata

dasar yaitu epi yang berarti pada atau tentang, demos yang berarti penduduk

dan kata terakhir adalah logos yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi

epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk.

Sedangkan dalam pengertian modern pada saat

ini Epidemiology adalah suatu ilmu yang awalnya mempelajari timbulnya,

perjalanan, dan pencegahan pada penyakit infeksi menular, tapi dalam

perkembangannya hingga saat ini masalah yang dihadapi penduduk tidak

hanya penyakit menular saja, melainkan juga penyakit tidak menular,

penyakit degenaratif, kanker, penyakit jiwa, kecelakaan lalu lintas, dan

sebagainya. Oleh karena itu, epidemiologi telah menjangkau hal tersebut.

Perhatian terhadap penyakit menular makin hari semakin meningkat,

karena semakin meningkat nya frekuensi kejadiannya pada masyarakat. Dari

tiga penyebab utama kematian (WHO, 1990). Penyakit jantung, diare, dan

TBC, dua di antaranya adalah penyakit menular. Selama ini epidemiologi

kebanyakan berkecimpung dalam menangani masalah penyakit menular,

bahkan kebanyakan terasa bahwa epidemiologi hanya menangani masalah

penyakit menular. Karena itu, epidemiologi hampir selalu dikaitkan dan

dianggap epidemiologi penyakit menular.hal ini tidak dapat disangkal dari

sejarah perkembangan nya epidemiologi berlatar belakang penyakit menular.

Sejarah epidemiologi memang bermula dengan penanganan masalah penyakit

menular yang merajalela dan banyak menelan korban pada waktu itu.

Pentingnya pengetahuan tentang penyakit menular dilatarbelakangi

dengan kecenderungan semakin meningkat nya prevalensi penyakit menular

dalam masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Bangsa Indonesia yang

sementara membangun dirinya dari suatu negara agraris yang sedang

berkembang menuju masyarakat industri membawa kecenderungan baru

Page 5: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

dalam pola penyakit dalam masyarakat. Perubahan pola struktur masyarakat

agraris ke masyarakat industri banyak memberi andil terhadap perubahan pola

fertilitas, gaya hidup, sosial ekonomi yang pada giliran nya dapat memacu

semakin meningkatnya EPM.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui berbagai macam permasalahan kesehatan pada

masyarakat di Samarinda

1.2.2 Tujuan Khusus

- Mengetahui kondisi lingkungan dan rumah warga daerah sekitar

piggiran Sungai Karang Mumus Jl. Tarmidi Samarinda

- Mengetahui penyakit yang umumnya diderita oleh masyarakat sekitar

- Mengetahui penyebab munculnya penyakit pada masyarakat sekitar

- Mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi dan

mencegah permasalahan kesehatan di daerah sekitar

Page 6: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

BAB IITINAJUAN PUSTAKA

2.1 TBC (Tuberculosis)

2.1.1 Identifikasi

Penyakit TBC adalah penyakit yang menular yang menyerang paru-

paru, penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis.

Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan

terhadap peluntur warna (dekolarisasi) asam atau alcohol, oleh karena ini

dinamakan bakteri tahan asam atau basil tahan asam ( BTA ).

Penyakit TBC atau yang sering di kenal dengan penyakit infeksi

kronis/menehun dan menular yang di sebabkan oleh bakter

microbacterium tuberklosa yang dapat menyerang pada siapa saja,tanpa

memandang usia,dan jenis kelamin dengan Gejala yang sangat

bervariasi.Namun,sesuai fakta yang ada bahwa penderita penyakit TBC

lebih banyak menyerang pada usia roduktif yang berkisar 15 tahun sampai

dengan 35 tahun.

Identifikasi tuberkulosis paru adalah melalui gejala, tanda dan hasil

pemeriksaan penunjang. Gejalanya pada umumnya adalah batuk-batuk

lama >3 minggu, keringat malam, penurunan berat badan, batuk darah,

demam tidak tinggi dan lemah . Tandanya salah satunya terdapat bunyi

napas tambahan pada pemeriksaan dengan stetoskop. Bila didapatkan

kecurigaan ke arah TBC maka dapat dilakukan pemerikaaan dahak

sebanyak 3 kali dan pemeriksaan Rontgen paru. Pemeriksaan Mantoux

biasanya dilakukan pada anak.

2.1.2 Penyebab Penyakit

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan

bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam

(BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal

Page 7: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi

nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut

sebagai Koch Pulmonum (KP).

2.1.3 Distribusi Penyakit

Lingkungan hidup yang sangat padat dan permukiman di wilayah

perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan

berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya

infeksi oleh Mycobacterium Tuberculosis biasanya secara inhalasi,

sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering

disbanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui

inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei. Khususnya  yang didapat

dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang

mengandung basil tahan asam (BTA). Pada TB kulit atau jaringan lunak

penularan bisa melalui inokulasi langsung. Infeksi yang disebabkan

oleh M. bovis dapat disebabkan oleh susu yang kurang disterilkan dengan

baik atau terkontaminasi. Sudah dibuktikan bahwa lingkungan sosial

ekonomi yang baik.

Penyakit TB paru tersebar di seluruh dunia. Pada awalnya di negara

industri, penyakit tuberkulosis menunjukan kecenderungan yang menurun

baik mortalitas maupun morbiditas. Namun di akhir tahun 1980an jumlah

kasusnya meningkat di daerah yang prevalensi HIV-nya tinggi dan di

daerah yang dihuni oleh pendatang yang berasal dari daerah yang

prevalensi TB tinggi. Mortalitas dan morbiditas meningkat sesuai dengan

umur, pada orang dewasa lebih tinggi pada laki – laki.

2.1.4 Reservoir

Pada umumnya manusia adalah sebagai reservoir dari bakteri

penyebab penyakit TB paru. Jarang sekali ditemukan Mycobacterium

tuberculosis di binatang.

Page 8: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

2.1.5 Cara Penularan

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar

dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat

penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya

berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan

terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak

(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat

menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab

itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti:

paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening,

dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena

yaitu paru-paru.

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru,

maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular

(bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini

akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri

itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat

jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan

menjadi dormant(istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang

sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan

tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan

sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami

perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang

banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah

yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang

telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami

pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini,

banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya

kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan

Page 9: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai

tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya

tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan

faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

2.1.6 Masa Inkubasi

Mulai saat masuknya bibit penyakit sampai timbulnya gejala adanya

lesi primer atau reaksi tes tuberculin positif kira-kira memakan waktu 2 –

10 minggu. Resio menjadi TB paru atau TB ekstrapulmoner progesif

setelah infeksi primer biasanya terjadi pada tahun pertama dan kedua.

Infeksi laten dapat berlangsung seumur hidup. Infeksi HIV dapat

meningkatkan resiko terhadap infeksi TB dan memperpendek masa

inkubasi.

2.1.7 Masa Penularan

Secara teoritis penderita tetap menularkan penyakit ini sepanjang

ditemukan basil TB di dalam sputum mereka. Penyakit yang tidak diobati

atau yang diobati tidak sempurna pada dahaknya mengandung basil TB

selama bertahun – tahun. Tingkat penularan sangat bergantung pada hal-

hal sebagai berikut :

1. Jumlah basil TB yang dikeluarkan.

2. Virulensi dari basil TB.

3. Terpajannya basil TB dengan sinar ultraviolet.

4. Terjadinya aerosolisasi pada saat batuk, bersin, bicara atau pada saat

bernyanyi.

5. Tindakan medis dengan resiko tinggi seperti pada waktu otopsi,

intubasi atau pada waktu melakukan bronkoskopi.

Pemberian OAT yang efektif mencegah terjadinya penularan dalam

beberapa minggu paling tidak dalam lingkungan rumah tangga. Anak-anak

dengan TB primer biasanya tidak menular.

Page 10: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

2.1.8 Kerentanan dan Kekebalan

Risiko terinfeksi dengan basil TB berhubungan langsung dengan

tingkat pajanan dan tidak ada hubungan dengan faktor keturunan atau

faktor lainnya pada penjamu. Periode yang paling kritis timbulanya gejala

klinis adalah 6-12 bulan setelah infeksi. Resiko untuk menjadi sakit paling

tinggi adalah usia dibawah 3 tahun dan paling rendah pada usia akhir masa

kanak-kanak dan resiko meningkat lagi pada usia adolesen dan dewasa

muda serta usia tua pada penderita dengan kelainan sistem imunitas.

Reaktifasi dari infeksi laten yang berlangsung lama sebagian besar terjadi

pada penderiat TB lebih tua. Untuk mereka yang terinfeksi oleh basil TB

kemungkinan menjadi TB klinis pada penderita HIV/AIDS, mereka

dengan kelainan sistem imunitas, mereka dengan berat badan rendah dan

kekurangan gizi, penderita dengan penyakit kronis seperti gagal ginjal

kronis, penderita kanker, silikosis, diabetes, postgastrektomi, pemakaian

NAPZA. Orang dewasa dengan TB laten yang juga disertai dengan infeksi

HIV kemungkinan untuk menderita TB klinis selama hidupnya berkisar

antara 10% sampai dengan 60-80%.

2.1.9 Cara Pemberantasan atau Pencegahan

Berikut adalah cara pencegahan penyakit TB Paru :

Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan

sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.

Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera

diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan

terjadi penularan.

Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.

Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan..

Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak

melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah

dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik

ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.

Page 11: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak

meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan

tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter

dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.

2.1.10 Penanganan Penderita

1. Pemberian OAT Obat Anti TB sedikitnya dua obat yang bersifat

bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga.

2. Pengobatan pada penderita hingga sembuh.

3. Perlakuan pada rumah penderita untuk lebihmemperhatikan factor

kesehatan lingkungan denganmenambah ventilator sebagai pengganti

udara, gentengkaca supaya sinar matahari dapat masuk, dan

faktorhigiene lingkungan yang lain yang lebih baik.

4. Sterilisasi Rumah pasca Penderita.

2.1.11 Penanggulangan Wabah

Tingkatkan kewasapadaan dini untuk menemukan dan mengobati

penderita TBC baru yang tertulari oleh penderita yang tidak jelas. Lakukan

penyelidikan intensif untuk menemukan dan mengobatai sumber penularan

2.1.12 Implikasi Bencana

Tidak ada

2.1.13 Tindakan Internasional

Tindakan yang dianjurkan bagi imigran yang datang dari negara-

negara dengan prevalensi TBC tinggi adalah melakukan skrining dengan

foto thorax, tes PPD, pemeriksaan BTA dan kultur terhadap orang dengan

tes PPD positif yang disertai gejala klinis. Manfaatkan pusat-pusat

kerjasama WHO.

Page 12: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

2.2 Diare

2.2.1 Identifikasi

Salah satu penyakit menular yang terkait erat dengan sanitasi

lingkungan, khususnya pada akses pada jamban dan air bersih adalah

penyakit Diare. Bahkan penyakit diare seakan menjadi identik dengan

Negara berkembang, dengan kemiskinan, dengan slum area. Banyak

Kejadian Luar Biasa (KLB) terjadi karena penyakit diare, sehingga

penyakit ini menjadi salah satu prioritas program pemberantasn penyakit

menular.

Kondisi diatas memang sesuai dengan hasil studi Indonesia

Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006,

menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke

sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.

Diare ditandai dengan keluarnya tinja yang lunak atau cair pada

balita umur 6 bulan sampai 5 tahun dengan frekuensi lebih dari biasanya

atau lebih dari 3 kali dalam sehari dengan atau tan pa darah atau lendir

dalam tinja. Menurut WHO (2006) diare adalah keluarnya tinja yang lunak

atau cair dengan frekuensi 3x atau lebih perhari dengan atau tanpa darah

atau lendir dalam tinja, atau bila ibu merasakan adanya perubahan

konsistensi dan frekuensi buang air besar pada anaknya.

Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, dua penyakit terbanyak sebagai

penyebab kematian pada balita adalah diare dan pneumonia. Angka

kejadian diare sebesar 31,4% dan pneumonia 24%, sedangkan angka

kematian diare sebesar 25,2 %, pneumonia 15,5%, Demam Berdarah

Dengue (DBD) 6,8% dan campak 5,8%.

2.2.2 Penyebab Penyakit

Diare bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya. Biasanya

ada yang menjadi pemicu terjadinya diare. Secara umum, berikut ini

beberapa penyebab diare, yaitu:

1. Infeksi oleh bakteri, virus atau parasit.

Page 13: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

2. Alergi terhadap makanan atau obat tertentu.

3. Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain seperti:

Campak, Infeksi telinga, Infeksi tenggorokan, Malaria, dll.

4. Pemanis buatan

Berdasar metaanalisis di seluruh dunia, setiap anak minimal

mengalami diare satu kali setiap tahun. Dari setiap lima pasien anak yang

datang karena diare, satu di antaranya akibat rotavirus. Kemudian, dari 60

anak yang dirawat di rumah sakit akibat diare satu di antaranya juga

karena rotavirus.

Di Indonesia, sebagian besar diare pada bayi dan anak disebabkan

oleh infeksi rotavirus. Bakteri dan parasit juga dapat menyebabkan diare.

Organisme-organisme ini mengganggu proses penyerapan makanan di

usus halus. Dampaknya makanan tidak dicerna kemudian segera masuk ke

usus besar.

Makanan yang tidak dicerna dan tidak diserap usus akan menarik air

dari dinding usus. Di lain pihak, pada keadaan ini proses transit di usus

menjadi sangat singkat sehingga air tidak sempat diserap oleh usus besar.

Hal inilah yang menyebabkan tinja berair pada diare.

Sebenarnya usus besar tidak hanya mengeluarkan air secara

berlebihan tapi juga elektrolit. Kehilangan cairan dan elektrolit melalui

diare ini kemudian dapat menimbulkan dehidrasi. Dehidrasi inilah yang

mengancam jiwa penderita diare.

Selain karena rotavirus, diare juga bisa terjadi akibat kurang gizi,

alergi, tidak tahan terhadap laktosa, dan sebagainya. Bayi dan balita

banyak yang memiliki intoleransi terhadap laktosa dikarenakan tubuh tidak

punya atau hanya sedikit memiliki enzim laktose yang berfungsi mencerna

laktosa yang terkandung susu sapi.

Tidak demikian dengan bayi yang menyusu ASI. Bayi tersebut tidak

akan mengalami intoleransi laktosa karena di dalam ASI terkandung enzim

laktose. Disamping itu, ASI terjamin kebersihannya karena langsung

Page 14: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

diminum tanpa wadah seperti saat minum susu formula dengan botol dan

dot.

Diare dapat merupakan efek sampingan banyak obat terutama

antibiotik. Selain itu, bahan-bahan pemanis buatan sorbitol dan manitol

yang ada dalam permen karet serta produk-produk bebas gula lainnya

menimbulkan diare.

Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki

kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan

tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

Orang tua berperan besar dalam menentukan penyebab anak diare.

Bayi dan balita yang masih menyusui dengan ASI eksklusif umumnya

jarang diare karena tidak terkontaminasi dari luar. Namun, susu formula

dan makanan pendamping ASI dapat terkontaminasi bakteri dan virus.

2.2.3 Distribusi Penyakit

Agent infeksius yang menyababkan penyakit diare biasanya

ditularkan melalui jalur fekaloral terutama karena : 

1. Menelan makanan yang terkontaminasi (terutama makanan sapihan)

atau air.

2. Kontak dengan tangan yamg terkontaminasi.

Beberapa faktor yang dikaitkan dengan bertambahnya penularan

kuman entero patogen perut termasuk :

1. Tidak memadainya penyediaan air bersih.

2. Pembuangan tinja yang tidak higienis.

3. Vektor

4. Aspek sosial ekonomi.

2.2.4 Reservoir

Ternak merupakan reservoir EHEC terpenting; manusia dapat juga

menjadi sumber penularan dari orang ke orang. Terjadi peningkatan

kejadian di Amerika Utara dimana rusa dapat juga menjadi reservoir.

Page 15: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

2.2.5 Cara Penularan

Penularan secara langsung : Penyakit diare dapat ditularkan dari

orang satu ke orang lain secara langsung melalui fecal – oral dengan media

penularan utama adalah makanan atau minuman yang terkontaminasi agen

penyebab diare (Suharyono, 1991). Penderita diare berat akan

mengeluarkan kuman melalui tinja, jika pembuangan tinja tidak dilakukan

pada jamban tertutup, maka akan berpotensi sebagai sumber penularan.

Penularan secara tidak langsung : Penyakit diare dapat juga

ditularkan secara tidak langsung melalui air. Air yang tercemar kuman,

bila digunakan orang untuk keperluan sehari-hari tanpa direbus atau

dimasak terlebih dahulu, maka kuman akan masuk ke tubuh orang yang

memakainya, sehingga orang tersebut dapat terkena diare. 

2.2.6 Masa Inkubasi

Relatif panjang berkisar antara 2 sampai 8 hari, dengan median antara

3-4 hari.

2.2.7 Masa Penularan

Lamanya ekskresi patogen kira-kira selama seminggu atau kurang

pada orang dewasa dan 3 minggu pada kira-kira sepertiga dari anak-anak.

Jarang ditemukan “carrier” yang berlarut-larut.

2.2.8 Kerentanan dan Kekebalan

Dosis infeksius sangat rendah. Hanya sedikit yang diketahui tentang

spektrum dari kerentanan dan kekebalan. Umur tua mempunyai risiko

lebih tinggi, hipoklorhidria diduga menjadi faktor yang terkontribusi pada

tingkat kerentanan. Anak usia di bawah 5 tahun berisiko paling tinggi

untuk mendapat HUS.

Page 16: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

2.2.9 Cara Pemberantasan atau Pencegahan

Mengingat bahwa penyakit ini sangat potensial menimbulkan KLB

dengan kasus-kasus berat maka kewaspadaan ini dari petugas kesehatan

setempat untuk mengenal sumber penularan dan melakukan pencegahan

spesifik yang memadai sangat diperlukan. Begitu ada penderita yang

dicurigai segera lakukan tindakan untuk mencegah penularan dari orang ke

orang dengan cara meminta semua anggota keluarga dari penderita untuk

sering mencuci tangan dengan sabun dan air terutama buang air besar,

sehabis menangani popok kotor dan sampah, dan melakukan pencegahan

kontaminasi makanan dan minuman. Langkah-langkah yang perlu

dilakukan untuk mengurangi Distribusi Penyakit sebagai berikut:

1. Mengelola kegiatan rumah pemotongan hewan dengan benar untuk

mengurangi kontaminasi daging oleh kotoran binatang.

2. Pasteurisasi susu dan produk susu.

3. Radiasi daging sapi terutama daging sapi giling.

4. Masaklah daging sapi sampai matang dengan suhu yang cukup terutama

daging sapi giling. The USA Food Safety Inspection Service dan the

1997 FDA Food Code merekomendasikan memasak daging sapi giling

pada suhu internal 155ºF (68ºC) paling sedikit selama 15-16 detik.

Hanya dengan melihat warna merah muda daging yang menghilang,

tidak dapat dibandingkan dengan kecepatan pengukuran suhu

menggunakan termometer daging.

5. Lindungi dan lakukan pemurnian dan klorinasi air PAM; lakukan

klorinasi kolam renang.

6. Pastikan bahwa kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan pada

pusat penampungan anak, terutama sering mencuci tangan dengan

sabun dan air sudah menjadi budaya sehari-hari.

2.2.10 Penanganan Penderita

1. Laporan kepada pejabat kesehatan setempat: Laporan kasus infeksi E.

coli 0157:H7 merupakan keharusan di beberapa negara bagian di

Page 17: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

Amerika Serikat dan di banyak negara, Kelas 2B (lihat tentang

pelaporan penyakit menular). Mengenal KLB secara dini dan segera

melaporkan kepada Dinas Kesehatan setempat sangatlah penting.

2. Isolasi: Selama penyakit dalam keadaan akut, tindakan pencegahan

dengan kewaspadaan enterik. Walaupun dengan dosis infektif yang

amat kecil, pasien yang terinfeksi dilarang menjamah makanan atau

menjaga anak atau merawat pasien sampai hasil sampel tinja atau suap

dubur negatif selama 2 kali berturut-turut (diambil 24 jam secara

terpisah dan tidak lebih cepat dari 48 jam setelah pemberian dosis

antibiotik yang terakhir).

3. Disinfeksi serentak: dilakukan terhadap tinja dan barang-barang yang

terkontaminasi. Masyarakat yang mempunyai sistem pembuangan

kotoran modern dan memadai, tinja dapat dibuang langsung kedalam

saluran pembuangan tanpa dilakukan desinfeksi. Pembersihan terminal.

4. Karantina: tidak ada.

5. Penatalaksanaan kontak: Jika memungkinkan mereka yang kontak

dengan diare dilarang menjamah makanan dan merawat anak atau

pasien sampai diare berhenti dan hasil kultur tinja 2 kali berturut-turut

negatif. Mereka diberitahu agar mencuci tangan dengan sabun dan air

sehabis buang air besar dan sebelum menjamah makanan atau

memegang anak dan merawat pasien.

6. Penyelidikan kontak dan sumber infeksi: kultur kontak hanya terbatas

dilakukan pada penjamah makana, pengunjung dan anak-anak pada

pusat perawatan anak dan situasi lain dimana penyebaran infeksi

mungkin terjadi. Pada kasus sporadic, melakukan kultur makanan yang

dicurigai tidak dianjurkan karena kurang bermanfaat.

7. Pengobatan spesifik: Penggantian cairan dan elektrolit penting jika

diare cair atau adanya tanda dehidrasi (lihat Kolera, 9B7). Peranan

pengobatan antibiotika terhadap infeksi E. coli 0157:H7 dan EHEC

lainnya tidak jelas. Bahkan beberapa kejadian menunjukkan bahwa

Page 18: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

pengobatan dengan TMP-SMX fluorquinolones dan antimikrobial

tertentu lainnya dapat sebagai pencetus komplikasi seperti HUS.

2.2.11 Penanggulangan Wabah

1. Laporkan segera kepada pejabat kesehatan setempat jika ditemukan

adanya kelompok kasus diare berdarah akut, walaupun agen penyebab

belum diketahui.

2. Cari secara intensif media (makanan atau air) yang menjadi sumber

infeksi, selidiki kemungkinan terjadinya penyebaran dari orang ke

orang dan gunakan hasil penyelidikan epidemiologis ini sebagai

pedoman melakukan penanggulangan yang tepat.

3. Singkirkan makanan yang dicurigai dan telusuri darimana asal makanan

tersebut; pada KLB keracunan makanan yang common-cource; ingatan

terhadap makanan yang dikonsumsi dapat mencegah banyak kasus

4. Jika dicurigai telah terjadi KLB dengan penularan melalui air

(waterborne), keluarkan perintah untuk memasak air dan melakukan

klorinasi sumber air yang dicurigai dibawah pengawasan yang

berwenang dan jika ini tidak dilakukan maka sebaiknya air tidak

digunakan.

5. Jika kolam renang dicurigai sebagai sumber KLB, tutuplah kolam

renang tersebut dan pantai sampai kolam renang diberi klorinasi atau

sampai terbukti bebas kontaminasi tinja. Sediakan fasilitas toilet yang

memadai untuk mencegah kontaminasi air lebih lanjut oleh orang-orang

yang mandi.

6. Jika suatu KLB dicurigai berhubungan dengan susu, pasteurisasi dan

masak dahulu susu tersebut sebelum diminum.

7. Pemberian antibiotik untuk pencegahan tidak dianjurkan.

8. Masyarakatkan pentingnya mencuci tangan dengan sabun setelah buang air

besar; sediakan sabun dan kertas tissue.

Page 19: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

2.2.12 Implikasi Bencana

Potensial terjadi bencana jika kebesihan perorangan dan sanitasi

lingkungan tidak memadai

2.2.13 Tindakan Internasional

Manfaatkan pusat kerja sama WHO.

Page 20: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

BAB IIIMETODE KERJA

3.1 Waktu dan Tempat

Observai mengenai permasalahan kesehatan ini dilaksanakan pada

tanggal 22 Maret 2013 pada pukul 10.30-12.25 WITA, bertempat pada

pemukiman yang berada di Jalan Tarmidi RT. 12 sekitar Sungai Karang

Mumus Kelurahan Sungai Pinang Luar Samarinda Ilir.

3.2 Cara Pengambilan Data

Pengambilan data dilaksanakan dengan metode observasi dan

dilanjutkan dengan wawancara kepada warga setempat, dengan pengambilan

data random sampling yaitu pemilihan secara acak memilih rumah salah

seorang warga.

Page 21: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Situasi dan Kondisi Rumah Wilayah Sekitar

Berdasarkan survei yang telah dilakukan di Jalan Tarmidi RT 12, di

daerah sekitar pinggiran Sungai Karang Mumus Samarinda atau yang

biasa dikenal dengan Pasar Burung, kondisi lingkungan sekitarnya

tergolong pemukiman padat penduduk serta kumuh. Di kiri kanan jalan

dapat dijumpai deretan pedagang unggas peliharaan, belum lagi ditambah

kondisi jalan yang sempit namun padat setiap harinya. Aliran air yang

biasa digunakan pedagang untuk membersihkan kandang sering

menimbulkan genangan air akibat tidak adanya selokan sebagai saluran

pembuangan.

Jarak antar rumah yang satu dengan yang lainnya sangat berdekatan,

sehingga hanya menyisakan jarak 1 meter sebagai pembatas, bahkan ada

yang sama sekali tidak memiliki sekat. Kondisi lingkungan rumah yang

bersebelahan langsung dengan Sungai Karang Mumus menyebabkan

masyarakat banyak melakukan aktifitasnya dlingkungan sungai, seperti

MCK bagi warga yang tidak memiliki WC atau jamban dan membuang

sampah langsung ke sungai. Hal inilah yang menyebabkan sering

timbulnya bau tidak sedap sedap disekitar rumah warga.

Berdasarkan permasalahan lingkungan itulah dilakukan sebuah

wawancara dengan beberapa warga sekitar untuk mengetahui penyakit

yang ditimbulkan akibat kondisi wilayah yang sangat kumuh. Dari dua

responden yang berhasil diwawancarai, didapat dua penyakit yaitu TBC

yang menyerang seorang pria lanjut usia serta diare pada anak usia 1,5

tahun.

Kondisi rumah dan lingkungan dari kedua responden ini sangatlah

sumpek dan pengap dikarenakan jumlah barang yang sangat menumpuk

tidak sesuai dengan kapasitas tampung rumah sebenarnya. Selain itu,

Page 22: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

masing-masing rumah sama sekali tidak memiliki bak untuk menampung

sampah, mereka terbiasa langsung membuang sampah ke bantaran sungai

yang tepat berada di atas dapur.

Keadaan rumah inilah yang membuat warga sekitar gampang sekali

terkena penyakit karena kurangnya kesadaran akan menjaga kebersihan

lingkungan. Meskipun kedua responden tersebut memiliki jamban pribadi

di dalam rumah, namun saluran air serta pembuangan limbah kotoran

masih mengharapkan pada air sungai.

4.1.2 Identifikasi Permasalahan Kesehatan

Responden pertama adalah Bapak Wijaya (nama disamarkan) 65

tahun, yang merupakan seorang pria lanjut usia yang sudah tidak memiliki

pekerjaan dengan keseharian beraktifitas di dalam rumah dan duduk di

teras rumah. Sedangkan responden kedua adalah Iwan (nama disamarkan)

1,5 tahun seorang balita laki-laki.

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, didapati bahwa

responden pertama menderita penyakit TBC dan baru keluar dari rumah

sakit, sedangkan responden kedua memiliki riwayat penyakit diare. Faktor-

faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit dari kedua responden

tersebut adalah :

1. Faktor Lingkungan

Kondisi Rumah Responden

Kondisi rumah dari kedua responden ini rata-rata tidak memiliki ruang

tidur yang cukup serta kamar mandi yang tidak memenuhi syarat.

Disekitar rumah responden juga sering muncul bau tidak sedap karena

tidak adanya bak pembuangan sampah.

Bahan Bangunan

Rata-rata bangunannya adalah kayu karena sebagian rumah berada

tepat di atas sungai. Atapnya berbahan seng alumunium, tidak

memiliki langit-langit, dan lantai hanya dilapisi karpet plastik. Untuk

Page 23: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

WC responden hanya menggunakan lantai kayu yang dilobangi dan

dipakai sebagai pembuangan.

Ventilasi

Kedua responden ini tidak memiliki ventilasi khusus sebagai

penyaring udara, hanya menggunakan jendela langsung untuk

mengganti udara yang ada di lam rumah.

Cahaya

Cahaya pada responden penderita TBC masih minim karena

banyaknya barang dalam rumah dan sekat-sekat antar ruang sehingga

membuat suasana ruangan lebih gelap. Sedangkan pada reponden

penderita diare untuk cahaya sangat terang terutama di pagi hari

karena tidak ada sekat antar ruang dan posisi rumah menghadapi

matahari.

Sanitasi

Sanitasi dari kedua responden ini tidak ada yang memenuhi syarat

karena tidak tersedianya saluran penyimpanan untuk pembuangan

kotoran.

2. Faktor Ekonomi

Keadaan ekonomi responden yang terbilang cukup pas-pasan

menyebabkkan keluarga hanya mampu hidup di lingkungan pemukiman

yang kurang sehat sehingga mendorong peningkatan serangan berbagai

penyakit menular.

3. Faktor Demografi

Jumlah penduduk disekitar Lingkungan pemukiman responden

yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi yang besar pula.

Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah,

akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit menular.

4. Faktor Perilaku

Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya

dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat

pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif

Page 24: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehata.mungkin

faktor – faktor tersebut yang mnyebabkan PHBS dari responden

kurang.

4.1.3 Identifikasi Waktu, Tempat, dan Orang

Dari wawancara yang dilakukan, responden pertama mengaku

menderita penyakit TBC. Responden mengaku bahwa ia baru-baru saja

menderita TB, yaitu sekitar 1 tahun lalu.

Sedangkan pada responden kedua, diare yang dialaminya sudah ada

semenjak masih berusia 7 bulan.

1. Person (orang)

Person adalah karakteristik dari individu yang mempengaruhi

keterpaparan yang mereka dapatkan dan susceptibilitasnya terhadap

penyakit. Person yang karakteristiknya mudah terpapar dan peka

terhadap suatu penyakit akan mudah jatuh sakit.

Karakteristik dari person ini bisa berupa faktor genetik, umur,

jenis kelamin, pekerjaan, kebiasaan, dan status sosial-ekonomi.

- Umur, responden pertama yaitu Bapak Wijaya berusia 65 tahun, dan

responden kedua yaitu Iwan berusia 1,5 tahun.

- Jenis kelamin, responden pertama adalah seorang laki-laki, dan

responden kedua juga laki-laki. Dimana pada penyakit tertentu jenis

kelamin juga turut mempengaruhi munculnya masalah kesehatan.

- Besarnya keluarga, diketahui bahwa responden pertama hidup dengan

seorang istri dan ketiga anak laki-lakinya yang sudah menikah.

Sedangkan responden kedua merupakan seorang anak balita yang

tinggal dengan kedua orang tua dan 2 saudaranya. Sehingga di rumah

kedua responden sangat padat penghuni.

- Status perkawinan, status perkawinan untuk responden pertamaa

adalah sudah menikah dan responden kedua belum.

Page 25: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

- Pekerjaan, responden pertama merupakan seorang lansia sehingga

sudah tidak bekerja lagi, sedangkan responden kedua merupakan

seorang balita.

2. Waktu (time)

Waktu kejadian penyakit dapat dinyatakan dalam jam, hari,

minggu, bulan, atau tahun. Informasi waktu bisa menjadi pedoman

tentang kejadian yang timbul dalam masyarakat.

Menurut pengakuan responden pertama, Bapak Wijaya yang baru

saja keluar dari rumah sakit karena menderita TBC, ia mulai sakit yaitu

sekitar 1 bulan yang lalu, dan gejala penyakit TBC ini baru pertama kali

dialami oleh Bapak Wijaya ketika usianya sudah mulai lanjut.

Sedangkan responden kedua yaitu Iwan, menurut pengakuan kedua

orang tuanya ia mengalami sakit diare pada umur 7 bulan, dimana

setelah itu pada usia 1 tahun penyakit tersebut mulai lagi dikarenakan si

anak sudah mulai bisa berjalan.

3. Tempat (place)

Epidemiologi juga tertarik terhadap tempat kejadian. Faktor

tempat ini berkaitan dengan karakteristik geografis. Karena itu,

deskripsi epidemiologi tentang tempat bisa berupa: blok (cluster

rumah), RT/RK, kota, desa, negara, region, dll. Perbedaan distribusi

penyakit menurut tempat ini memberikan petunjuk pola perbedaan

penyakit yang dapat menjadi pegangan dalam mencari faktor-faktor lain

yang belum diketahui.

Bapak Wijaya maupun Iwan mengaku menderita penyakit TBC

dan diare sejak mereka telah bermukim di daerah Tarmidi. Dimana

kedua responden tersebut sudah bermukim disana sejak puluhan tahun

lalu dan Iwan juga lahir di sana.

4.1.4 Identifikasi Frekuensi, Determinan, dan Distribusi Penyakit

Page 26: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

Komponen yang tidak kalah pentingnya dalam epidemiologi adalah

mengenai frekuensi, distribusi, dan determinan suatu permasalahan

kesehatan.

.

1. Frekuensi

Frekuensi merupakan besarnya suatu masalah yang terjadi, baik

dengan ukuran masalah yang berupa angka kejadian maupun rasio

kejadian atau seberapa sering gejala penyakit/penyakit itu diamati oleh

masyarakat. Berdasarkan survei yang telah dilakukan, penyakit TBC

yang diderita oleh Bapak Wijaya juga diderita oleh beberapa warga

sekitar. Begitu pula dengan penyakit diare yang terjadi pada Iwan, juga

dialami oleh beberapa warga sekitar (tetangga).

2. Distribusi

Distribusi merupakan penyebaran permasalahan kesehatan dengan

keterangan populasi/subyek (who/whom), tempat permasalahan terjadi

(where), serta waktu terjadinya masalah kesehatan (when). Pada kasus

Bapak Wijaya, penyakit TBC yang dideritanya ada sejak 1 tahun yang

lalu. Dan pada Iwan, penyakit diare yang dideritanya ada sejak usia 7

bulan dan terakhir pada usia 1 tahun. Dimana pada kedua responden,

penyakit ini diderita ketika mereka sudah bermukim di pinggiran

Sungai Karang Mumus Jl. Tarmidi Samarinda.

3. Determinan

Determinan merupakan faktor yang memegang peranan dalam

munculnya masalah kesehatan, yaitu sebagai faktor penyebab. Faktor

penyebab disini dapat berupa pola hidup, lingkungan sekitar, maupun

faktor genetik, atau jika dikaitkan dengan segitiga epidemiologi dapat

berupa Host, Agent, serta Environment. Pada Bapak Wijaya, faktor

penyebab munculnya penyakit TBC dikarenakan oleh host/manusia itu

sendiri, dimana dengan seiring bertambahnya usia, maka fungsi organ-

Page 27: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

organ tubuh sudah mulai berkurang dan mudah terserang penyakit, serta

pola hidup Bapak Wijaya yang sebelumnya tidak dijaga dengan baik.

Begitu pula pada Iwan, faktor penyebab munculnya penyakit

diare dikarenakan oleh faktor host, karena host tidak mendapatkan

asupan gizi pada makanan padahal pada saat itu Iwan masih berusia

bayi.

4.1.5 Identifikasi Host, Agent, dan Environtment

Segitiga epidemiologi merupakan konsep dasar epidemiologi yang

memberikan gambaran tentang hubungan antara 3 faktor utama yang

berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya.

Segitiga ini merupakan gambaran interaksi antara 3 faktor, yakni host,

agent, dan environment. Dimana jika terjadi gangguan terhadap

keseimbangan hubungan segitiga inilah yang akan menimbulkan status

sakit.

1. Host (Penjamu)

Pejamu adalah manusia / makhluk hidup lainnya yang menjadi

tempat terjadi proses alamiayah perkembangan penyakit. Faktor

penjamu yang berkaitan dengan kejadia penyakit dapat berupa: genetik,

umur, jenis kelamin, ras, etnik, anatomi tubuh, dan status gizi.

- Genetik, pada Bapak Wijaya, diketahui tidak ada hubungan antara

penyakit TBC yang dideritanya dengan faktor genetik, begitu pula

pada Iwan.

- Umur, diketahui bahwa penyakit yang muncul pada Bapak Wijaya

dipicu oleh faktor usia yang semakin bertambah. Sedangkan pada

Iwan dikarenakan factor usia bayi yang masih rentan terhadap

penyakit.

- Jenis kelamin, ditemukan penyakit yang terjadi lebih banyak atau

hanya mungkin pada wanita.

- Keadaan fisiologi tubuh, kelelahan, kehamilan, pubertas, stres, atau

keadaan gizi. Dimana pada kasus Bapak Wijaya diketahui bahwa

Page 28: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

salah satunya disebabkan karena fungsi fisiologis yang mulai

berkurang karena faktor usia serta kelelahan akibat bekerja.

- Tingkah laku, gaya hidup, dan personal hygiene. Dimana pada Iwan

diduga penyakit diare yang diderita karena personal hygiene dan pola

hidup. Dan pada Bapak Wijaya penyakit yang diderita disebabkan

oleh pola hidup yang kurang sehat.

2. Agent

Agent adalah suatu unsur, organisme hidup yang dapat

menyebabkan terjadinya suau penyakit. Pada beberapa penyakit agen

ini adalah sendiri (single), misalnya pada penyakit-penyakit infeksi,

sedangkan yang lain bisa terdiri dari beberapa agen yang bekerjasama,

misalnya pada penyakit kanker. Agent dapat berupa unsur biologis,

unsur nutrisi, unsur kimiawi, dan unsir fisika.

Dari segi epidemiologi, konsep agent mempergunakan

terminologi faktor resiko. Istilah faktor resiko mencakup seluruh faktor

yang dapat memberikan kemungkinan menyebabkan terjadinya

penyakit. Di dalamnya termasuk faktor gaya hidup dan bukan

mikroorganisme saja, seperti gangguan gizi, ekonomi/kemiskinan, dan

lain-lain.

Pada kedua responden yang ada, agent yang menyebabkan

munculnya penyakit disebabkan oleh pola hidup responden. Namun,

dapat pula disebabkan oleh agen biologi, yaitu bakteri Mycobacterium

tuberculosis yang menyebabkan panyakit TBC dan E.coli yang

menyebabkan diare.

3. Environment (Lingkungan)

Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu yang

dapat berupa lingkungan fisik, biologis, dan sosial. Yang tergolong

faktor lingkungan meliputi:

a. Lingkunga fisik: geologi, iklim, geografik

Page 29: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

b. Lingkungan biologis: misalnya kepadatan penduduk, flora (sebagai

sumber bahan makanan) dan fauna (sebagai sumber protein)

c. Lingkungan sosial: berupa migrasi/urbanisasi,lingkungan kerja,

keadaan perumahan, keadaan sosial masyarakat (kekacauan, bencana

alam, perang, dan banjir)

Pada kedua responden yang tinggal di daerah yang sama, maka

pengaruh lingkungan yang dirasakan oleh kedua responden juga sama.

Dimana lingkungan sekitar tempat tinggal mereka merupakan daerah

kumuh dan padat penduduk. Adanya aliran sungai karang mumus di

belakang rumah mereka membuat bau tidak sedap sering tercium dan

banyak vektor penyakit seperti nyamuk, khususnya pada malam hari.

Adanya aliran sungai karang mumus ini sering digunakan penduduk

sekitar untuk melakukan aktifitas MCK.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Riwayat Alamiah Penyakit

1. Responden I

a. Tahap prepatogenesis

Pada tahap ini, responden masih dalam keadaan sehat, namun

pada dasarnya mereka rentan terhadap kemungkinan terganggu oleh

serangan agen penyakit. Pada tahap ini sudah terjadi interaksi antara

agent dengan host di luar tubuh.

Pada tahap ini Bapak Wijaya masih dalam keadaan sehat,

namun sudah ada interaksi antara peyebab penyakit, dalam hal

penyakit maag yang dideritanya, penyebab bisa berupa interaksi

dengan bateri Mycobacterium tuberculosis, pengaruh usia yang kian

bertambah, maupun pengaruh dari gaya hidup Bapak Wijaya, seperti

stress, pola makan, dll.

b. Tahap patogenesis

- Tahap inkubasi

Page 30: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

Tahap ini merupakan tenggang waktu antara masuknya bibit

penyakit ke dalam tubuh yang peka tehadap penyebab penyakit,

sampai timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi ini bervariasi

antara satu penyakit dengan penyakit lainnya. Setiap peyakit

mempunyai masa inkubasi tersendiri, dan pengetahuan masa

inkubasi dpat dipakai untuk identifikasi jenis penyakitnya.

Dalam kasus penyakit TBC Bapak Wijaya kemungkinan

bakteri Mycobacterium tuberculosis sudah masuk ke dalam tubuh

atau dapat pula kondisi tubuhnya sedang menurun. Namun, Bapak

Wijaya masih terlihat normal/sehat.

- Tahap dini

Tahap penyakit dini dimulai dengan munculnya gejala

penyakit yang terlihat ringan. Dimana tahap ini sudah mulai

menjadi masalah kesehatan karena sudah ada gangguan patologis,

seperti pada Bapak Wijaya yang mulai merasakan gejala seperti

batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu, perasaan tidak enak

(malaise), dan lemah.

- Tahap lanjut

Tahap penyakit lanjut merupakan tahap dimana peyakit

bertambah jelas dan mungkin tambah berat dengan segala kelainan

patologis dan gejalanya. Pada tahap ini penyakit sudah

menunjukkan gejala dan kelainan klinik yang jelas, sehingga

diagnosis sudah relatif mudah ditegakkan. Seperti yang terjadi pada

Ibu Rusminah, yaitu gejala tidak hanya mual ataupun kembung,

namun sudah disertai dengan rasa perih yang amat sangat di bagian

ulu hati serta muntah. Pada tahap ini proses pengobatan sudah

mulai diperlukan untuk menghindari akibat lanjut yang kurang

baik.

- Tahap akhir

Tahap ini merupakan tahap akhir perjalanan penyakit, dimana

penderita dapat berada dalam 5 kondisi, yaitu:

Page 31: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

1. Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh

menjadi pulih, sehat kembali.

2. Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang,

penyakit sudah tidak ada, tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya,

meninggalkan bekas gangguan yang permanen berupa cacat.

3. Karier, dimana tubuh penderita pulih kembali, namun bibit

penyakit masih tetap ada dalam tubuh tanpa memperlihatkan

gangguan penyakit.

4. Penyakit tetap berlangsung secara kronik.

5. Berakhir dengan kematian.

Pada kasus Bapak Wijaya, didapati bahwa perjalanan

penyakit TBC berada dalam kondisi penyakit tetap berlangsung

secara karier.

c. Tahap Pasca Patogenesis

Merupakan tahap berakhirnya perjalanan penyakit, dimana

Bapak Wijaya sudah sembuh, namun terkadang penyakit masih tetap

dirasakan.

2. Responden II

a. Tahap Prepatogenesis

Pada tahap ini, responden masih dalam keadaan sehat, namun

pada dasarnya mereka rentan terhadap kemungkinan terganggu oleh

serangan agen penyakit. Pada tahap ini sudah terjadi interaksi antara

agent dengan host di luar tubuh.

Pada tahap ini Iwan masih dalam keadaan sehat, namun sudah

ada interaksi antara peyebab penyakit, dalam hal penyakit diare yang

dideritanya, penyebab bisa berupa pola hidup makan yang tidak

sehat, kurang vitamin, dan usia bayi yang masih rentan terhdapa

penyakit.

b. Tahap patogenesis

- Tahap inkubasi

Page 32: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

Tahap ini merupakan tenggang waktu antara masuknya bibit

penyakit ke dalam tubuh yang peka tehadap penyebab penyakit,

sampai timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi ini bervariasi

antara satu penyakit dengan penyakit lainnya. Setiap peyakit

mempunyai masa inkubasi tersendiri, dan pengetahuan masa

inkubasi dpat dipakai untuk identifikasi jenis penyakitnya.

Dalam kasus penyakit diare Iwan, kemungkinan kondisi

tubuh Iwan sudah mulai menurun. Namun, Iwan masih terlihat

normal/sehat.

- Tahap dini

Tahap penyakit dini dimulai dengan munculnya gejala

penyakit yang terlihat ringan. Dimana tahap ini sudah mulai

menjadi masalah kesehatan karena sudah ada gangguan patologis,

seperti pada Iwan yang mulai merasakan gejala seperti mengalami

mencret dengan frekuensi yang lebih banyak dalam sehari, muntah-

muntah, dan badan menjadi lemah.

- Tahap lanjut

Tahap penyakit lanjut merupakan tahap dimana peyakit

bertambah jelas dan mungkin tambah berat dengan segala kelainan

patologis dan gejalanya. Pada tahap ini penyakit sudah

menunjukkan gejala dan kelainan klinik yang jelas, sehingga

diagnosis sudah relatif mudah ditegakkan. Seperti yang terjadi pada

Iwan, yaitu gejala tidak muntah dan panas, namun sudah disertai

buang air disertai tinja yang encer dengan frekuensi banyak, serta

badan yang mulai terasa lemas. Pada tahap ini proses pengobatan

sudah mulai diperlukan untuk menghindari akibat lanjut yang

kurang baik seperti untuk menghindari kemungkinan terjadinya

diare akut.

- Tahap akhir

Tahap ini merupakan tahap akhir perjalanan penyakit, dimana

penderita dapat berada dalam 5 kondisi, yaitu:

Page 33: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

1. Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh

menjadi pulih, sehat kembali.

2. Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang,

penyakit sudah tidak ada, tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya,

meninggalkan bekas gangguan yang permanen berupa cacat.

3. Karier, dimana tubuh penderita pulih kembali, namun bibit

penyakit masih tetap ada dalam tubuh tanpa memperlihatkan

gangguan penyakit.

4. Penyakit tetap berlangsung secara kronik.

5. Berakhir dengan kematian.

Pada kasus Iwan, didapati bahwa perjalanan penyakit diare

berada dalam kondisi penyakit sembuh sempurna.

c. Tahap pasca patogenesis

Merupakan tahap berakhirnya perjalanan penyakit, dimana

Iwan sudah sembuh sempurna, dan penyakit diare sampat saat ini

sudah tidak menyerang.

4.2.2 5 Level Prevention

Salah satu kegunaan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit

adalah untuk dipakai dalam merumuskan dan melakukan upaya

pencegahan. Artinya, dengan mengetahui perjalanan penyakit dari waktu

ke waktu serta perubahan-perubahan yang terjadi di setiap tahap tersebut

dapat dipikirkan upaya-upaya pencegahan apa yang sesuai dan dapat

dilakukan sehingga penyakit itu dapat dihambat perkembangannnya

sehingga tidak menjadi semakin berat, bahkan dapat disembuhkan. Upaya

pencegahan yang biasa digunakan adalah 5 Level of Prevention, yaitu:

a. Health Promotion

Merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan

status kesehatan masyarakat. Dimana sasaran dari upaya pencegahan ini

adalah orang-orang yang masih dalam keadaan sehat. Upaya yang

Page 34: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

dilakukan dapat berupa penyuluhan, atau pemahaman/pendidikan

tentang perilaku hidup bersih dan sehat.

Dalam kasus kedua responden tersebut, dalam dilakukan

perubahan dapat diterapkan dengan penyediaan makanan sehat dan

cukup (kualitas maupun kuantitas), perbaikan hygiene dan sanitasi

lingkungan, misalnya penyediaan air bersih, pembuangan sampah,

pembuangan tinja dan limbah. Pendidikan kesehatan kepada

masyarakat. Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu.

Kesempatan memperoleh hiburan demi perkembangan mental dan

sosial.

b. Specific Protection

Merupakan upaya pencegahan yang dilakukan pada orang yang

masih sehat, namun lebih spesifik. Misalnya Imunisasi Aktif, melalui

vaksinasi BCG secara nasional dan internasional pada daerah dengan

angka kejadian tinggi dan orang tua penderita atau beresiko tinggi

dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host tambahan

dan lingkungan, pemberian Chemoprophylaxis obat anti TBC yang

dinilai terbukti ketika kontak dijalankan dan tetap harus

dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak.

c. Early Diagnosis and Prompt Treatment

Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap

kesehatan dan penyakit membuat penyakit-penyakit yang ada di

masyarakat sulit terdeteksi. Karenanya diharapkan bagi setiap

masyarakat yang mengalami gejala gangguan kesehatan untuk segera

memeriksakan kondisinya ke petugas kesehatan agar dapat segera

diobati.

Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak

yang terinfeksi TBC sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat

diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang resistensi obat dan gejala

infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif.

d. Disability Limitation

Page 35: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

Kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentag

kesehatan dan penyakit, sering menyebabkan masyarakat tidak

melanjutkan pengobatannya hingga tuntas. Padahal pengobatan yang

tidak layak dan sempurna dapat mengakibatkan yang bersangkutan

menjadi cacat atau memiliki ketidakmampuan untuk melakukan

sesuatu. Karenanya diharapkan masyarakat yang sudah mengalami sakit

dan menjalani pengobatan dapat melakukannya hingga tuntas.

Dan diharapkan pada Bapak Wijaya dan Iwan dapat menjalani

proses pengobatan secara tuntas agar penyakit yang dideritanya dapat

hilang atau minimal berkurang frekuensi munculnya keluhan penyakit.

e. Rehabilitation

Setelah sembuh dari penyakitnya, terkadang orang menjadi

cacat atau masih memiliki penyakit tersebut. Selanjutnya, pelayanan

kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk

mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya

rehabilitasi.

4.2.3 Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)

Sistem kewaspadaan dini merupakan kewaspadaan terhadap

penyakit beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan

teknologi surveilans epidemiologi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan

sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya pencegahan dan tindakan

penanggulangan kejadian luar biasa yang cepat dan tepat.

Pada responden pertama, Bapak Wijaya, dapat dilihat bahwa beliau

sudah mulai menerapkan sistem kewaspadaan dini, yaitu mulai mengontrol

asupan makanan dan waktu makan, menghindari penyebab agar TBC tidak

kembali lagi, dan segera memeriksakan diri ke dokter jika sudah

merasakan gejala-gejala TB kambuh. Dapat dilihat bahwa kesadaran akan

menjaga kesehatan sudah dimiliki oleh Bapak Wijaya.

Sedangkan pada responden kedua, Iwan, sistem kewaspadaan diri

juga sudah diterapkan dengan baik oleh kedua orang tuanya. Pola makan

Page 36: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

dan aktivitas sehari-hari selalu diawasi agar sang anak tidak kambuh lagi,

dan jika kambuh tindakan untuk memberikan oralit segera sebagai langkah

awal pengobatannya.

4.2.4 Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)

Pemantauan merupakan upaya rutin mulai dari pengumpulan,

pengolahan dan analisa data setempat yang hasilnya kemudian untuk

perbaikan program di tingkat tersebut. Tujuan dari pemantauan ini adalah

untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan kerja sekarang,

permasalahan yang ada, dan hal-hal apa yang perlu dilakukan untuk

memperbaiki program. Tujuan PWS adalah memanfaatkan data yang

paling minimal dengan mengembangkan indikator yang cukup sensitif

bagi pemantauan penyelenggaraan program sehingga dapat dikatakan

secara cepat wilayah mana yang maju dan mana yang belum serta

tindakan atau upaya yang diperlukan untuk memperbaikinya.

Berdasarkan hasil pengamatan, pemantauan di wilayah Jalan

Tarmidi pinggir Sungai Karang Mumus RT. 12 tidak berjalan lancar

dengan instansi-instansi terkait. Dari pihak instansi kesehatan sendiri

hanya melakukan program-program yang umumnya dilakukan di

posyandu. Hingga saat ini belum ada program yang menitikberatkan pada

permasalahan penyakit yang terjadi pada masyarakat. Selain itu baik dari

pihak puskesmas maupun dari warganya tidak timbul kesadaran untuk

menjaga kesehatan lingkungan sekitar sehingga ligkungan sekitar tetap

kumuh, kotor, lembab, dan tidak teratur.

4.2.5 Advice untuk Upaya Pencegahan

1. Health Promotion

Pada Iwan, sebaiknya dilakukan perubahan pola makan, dengan

menjaga makanan apa saja yang dikonsumsi serta jadwal makan, serta

Page 37: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

menjaga kebersihan diri maupun lingkungan sekitar agar tidak

terinfeksi bakteri E.coli penyebab diare. Dan untuk Bapak Wijaya

sebaiknya menjaga pola makan, pembersihan lingkungan sekitar rumah,

memperbaiki sanitasi, melakukan olahraga, dan ruin untuk berobat.,

2. Specific Protection

Untuk Iwan sebaiknya pada orang tua dibiasakan agar mengajari

anaknya untuk mencuci tangan sebelum makan, memotong kuku, serta

menjaga anak agar tidak bermain di daerah yang memicu

perkembangan bakteri dalam tubuh.

Sedangkan untuk Bapak Wijaya sebaiknya mengkosumsi Obat

Anti TBC (OAT), membatasi kegiatan berlebih, menghindari segala

jenis pemicunya, dan mejoga pola hidup agar tetap sehat.

Page 38: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

BAB VPENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari survei yang telah dilakukan di darah pinggiran Sungai Karang

Mumus Jl. Tarmidi Samarinda didapatkan hasil bahwa :

Daerah tersebut merupakan daerah kumuh dan padat penduduk, dimana

ditemukan hanya beberapa warga saja yang sudah memiliki kamar mandi

dan jamban pribadi di rumah mereka, sehingga masih banyak warga yang

melakukan aktifitas MCK di Sungai Karang Mumus, dimana tentu saja hal

ini dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan.

Hasil wawancara dengan warga sekitar menunjukkan bahwa terdapat

berbagai macam masalah kesehatan, dan yang umum terjadi adalah

masalah penyakit batuk, flu, diare, penyakit kulit yang mayoritas diderita

oleh masyarakat, serta TBC dengan usia di atas 50 tahun. Dimana

diketahui bahwa faktor penyebabnya ialah pola hidup yang tidak sehat,

lingkungan, serta faktor pertambahan usia.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, maka diharapkan advice yang

diberikan terkait permasalahan kesehatan yang ada, dapat dipergunakan

dalam mengatasi mauapun mencegah terjadinya permasalahan kesehatan

di daerah tersebut. Yaitu dengan melakukan 5 level of prevention seperti

yang sudah dijelaskan di atas.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan pemantauan secara berkala oleh instansi terkait

mengenai permasalahan kesehatan yang ada di wilayah sekitar guna

meningkatkan status kesehatan masyarakat setempat. Diiharapkan juga

Page 39: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

adanya kesadaran dan partisipasi aktif pada masyarakat dalam menjaga

kesehatan serta lingkungan sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Diare. http://www.dinkesjakarta.com Diakses pada tanggal 01 April 2013

Anonim. Diare Akut Disebabkan Bakteri. http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar5.pdf  Diakses tanggal 01 April 2013

Budiarto, Eko. 2003, Pengantar Epidemiologi. Jakarta: penerbit buku kedokteran egc.

Bustan Mn. 2002. Pengantar epidemiologi. Jakarta Rineka Cipta.

Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI Jl. Salemba Raya No.6 Jakarta 10430. MD, Jeprey P.Koplan. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17.

Lembaga Internasional: APHA

Nasry, Nur Dasar-Dasar Epidemiologi , Arsip Mata Kuliah FKM Unhas 2006.

Setia Budi S, Journal Medica Nusantara vol.27 no.2 April- Juni 2006, Diare Akut Pada Anak; Departemen ilmu kesehatan anak FK UH/ RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo- Makassar 

Page 40: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

LAMPIRAN

Page 41: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

LAMPIRAN

Page 42: Laporan Praktikum Epidemiologi Penyakit Menular TBC dan Diare

Top Related