Download - kusta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan
masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari
segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan
dan ketahanan nasional. Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-
negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan
negara itu dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang
kesehatan, pendidikan, kesejahteaan sosial ekonomi pada masyarakat.
Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga
termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya
pengetahuan/ pengertian, kepercayaan yang kaliru terhadap kusta dan cacat
yang ditimbulkannya. Dengan kemajuan teknologi di bidang promotif,
pencegahan, pengobatan serta pemulihan kesehatan di bidang penyakit kusta,
maka penyakit kusta sudah dapat diatasi dan seharusnya tidak lagi menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Akan tetapi mengingat kompleksnya masalah
penyakit kusta, maka diperlukan program pengendalian secara terpadu dan
menyeluruh melalui strategi yang sesuai dengan endemisitas penyakit kusta.
Selain itu juga harus diperhatikan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup mantan penderita kusta.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Morbus Hansen Multi
Basiler dengan Reaksi ENL dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan?
1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa keperawatan diharapkan mampu untuk mengerti dan
memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan Morbus Hansen Multi
Basiler dengan Reaksi ENL dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi, etiologi dan manifestasi klinis morbus hansen multi
basiler
2. Menjelaskan patofisiologi morbus hansen multi basiler
3. Menjelaskan klasifikasi morbus hansen multi basiler
4. Menjelaskan tanda dan gejala morbus hansen multi basiler
5. Menjelaskan perjalanan penyakit (WoC) dari morbus hansen multi basiler
6. Menjelaskan penatalaksanaan dan terapi pada morbus hansen multi basiler
7. Menjelaskan asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada kemungkinan
diagnosis keperawatan pasien dengan morbus hansen multi basiler
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit kusta adalah penyakit menular, menahun disebabkan oleh kuman
kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan
tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat. (Depkes RI, 2006).
2.2 Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh warga
negara Noerwegia pada tahun 1873 dan sampai sekarang belum dapat
dibiakkan dalam media biakkan. Kuman Mycobacterium leprae berbentuk
basil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um, tahan asam dan alkohol seerta bersifat
gram positif, Mycobacterium leprae hidup intraseluler dan mempunyai afinitas
yang besar pada sel syaraf dan sistem retikulo endothelial. Faktor resiko yang
mempengaruhi terjadinya kusta yaitu :
1. Daerah dengan iklim panas dan lembab
2. Status ekonomi daerah dengan tingkat status gizi yang buruk
3. Hygiene dan sanitasi yang buruk
4. Prevalensi laki-laki lebih tinggi daripada perempuan
5. Banyak terjadi pada usia produktif
2.3 Masa Inkubasi
Masa inkubasi kusta bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun,
dengan rata-rata 3-5 tahun. Masa inkubasi berkaitan dengan pembelahan sel
yang lama yaitu antara 2- minggu dan di luar tubuh manusia (kondisi tropis).
Kuman kusta dapat bertahan sampai 5 hari, pertumbuhan optimal in vivo
kuman kusta pada tikus ada pada suhu 27-30o C
2.4 Cara Penularan Kusta
Sampai saat ini penyebab penularan penyakit kusta yang pasti
masih belum diketahui, namun para ahli mengatakan bahwa penyakit kusta
dapat ditularkan melalui saluran pernapasan dan juga melalui kulit. Walau
tidak terdapat hukum-hukum yang pasti mengenai penularan kusta ini. Perlu
diketahui bahwa jalan keluar dari kuman kusta ini adalah melalui selaput
3
lendir hidung penderita. Namun ada beberapa artikel yang menyatakan bahwa
penularan kusta ini melalui secret hidung penderita yang telah mengering,
dimana basil dapat hidup 2-7 hari. Cara penularan lain yang umumnya telah
diungkapkan adalah melalui kulit ke kulit (kontak langsung), namun dengan
syarat tertentu, karena tidak semua sentuhan kulit ke kulit dapat menyebabkan
penularan. Sampai saat ini masih belum ditemukan vaksin terhadap kusta.
Namun berdasarkan beberapa sumber, dikatakan bahwa dari 100 orang yang
kontak langsung dengan penderita kusta, 95 orang tidak tertular dengan
tingkat kekebalan yang kuat, 3 orang tertular namun dapat sembuh sendiri
tanpa pengobatan dan 2 orang tertular menjadi kusta klinis. Beberapa sumber
juga menyatakan apabila kuman kusta tersebut masih utuh bentuknya maka
memiliki kemungkinan penularan lebih besar daripada bentuk kuman yang
telah hancur akibat pengobatan. Sehingga perlu ditekankan bahwa pengobatan
merupakan jalan untuk mencegah penularan kusta, selain itu dikatakan juga
bahwa imunisasi BCG mampu mencegah penularan kusta namun sampai saat
ini masih belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut.
2.5 Tanda dan Gejala Kusta
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-
tanda utama atau cardinal sign, yaitu:
1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa
Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan
(hypopigmentasi) atau kemerah-merahan (eritematosa) yang mati rasa
(anestesi)
2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf akibat
peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer), bisa berupa:
1). Gangguan fungsi sensoris: mati rasa
2). Gangguan fungsi motoris: kelemahan otot (Parese) atau
kelumpuhan (Paralise)
3). Gangguan fungsi otonom: kulit kering dan retak-retak
3. Adanya bakteri tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (BTA
positif)
4
2.6 Klasifikasi Kusta
Dikenal beberapa jenis klasifikasi kusta, yang sebagian besar
didasarkan pada tingkat kekebalan tubuh (kekebalan seluler) dan jumlah
kuman. Beberapa klasifikasi kusta diantaranya adalah :
1. Klasifikasi Madrid (1953)
Pada klasifikasi kusta ini penderita kusta ditempatkan pada dua
kutub, yang pertama terdapat kusta tipe Tuberkuloid (T) dan kutub lain
yaitu tipe Lepromatous (L). Diantara kedua tipe ini terdapat tipe
tengah yaitu tipe Borderline (B) yang menjembatani.
2. Klasifikasi Ridley Jopling (1962)
Berdasarkan gambaran imunologis, Ridley dan Jopling membagi
tipe kusta menjadi 6 kelas yaitu:
1). Tipe Tuberkuloid - Tuberkuloid (TT)
- Mengenai kulit dan syaraf
- Lesi dapat satu atau kurang, dapat berupa macula atau plakat,
batas jelas, regresi atau control heading positif
- Permukaan lesi bersisik, terdapat penebalan saraf perifer yang
teraba, kelemahan otot, sedikit rasa gatal
- Infiltrasi tuberkuloid
2). Tipe Borderline – Tuberkuloid (BT)
- Hampir sama dengan tipe TT
- Gambar hipopigmentasi, kekeringan kulit/skauma tidak sejelas
tipe TT
- Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT, biasanya asimetris
- Lesi satelit positif, terletak dekat saraf perifer yang menebal
3). Tipe Borderline – Borderline (BB)
5
- Tipe yang paling tidak stabil, jarang dijumpai
- Lesi dapat berupa makula infiltrate
- Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas, lesi
melebihi yang muncul pada tipe BT, simetris
- Lesi sangat bervariasi baik ukuran, bentuk, maupun distribusinya
- Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi berbentuk
oval pada bagian tengah dengan batas yang jelas yang merupakan
ciri khas tipe ini.
4). Tipe Borderline – Leprometous (BL)
Dimulai makula, awalnya sedikit, lalu cepat menyebar ke seluruh
tubuh, tanda khas syaraf berupa anestesi , hipopigmentasi,
berkurangnya keringat dan rontoknya rambut lebih cepat muncul pada
tipe ini.
5). Tipe Lepromatous – Lepromatous (LL)
Lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritema,
berkilap, batas tidak tegas, atau tidak ditemukan anestesi dan
anhidrosis pada stadium dini. Pada stadium lanjut, serabut saraf perifer
mengalami degenerasi hialin/ fibrosis menyebabkan anestesi dan
pengecilan tangan dan kaki
6). Tipe Intermediate (I)
- Beberapa makula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar
normal
- Lokasi bagian ekstensor ekstremitas, pantat, dan muka, kadang-
kadang dapat ditemukan makula hipestesi dan sedikit penebalan
syaraf
- Merupakan tanda intermediate pada 20-80 persen kasus kusta
6
- Sebagian sembuh spontan
2. Klasifikasi WHO (1997)
Pada pertengahan tahun 1997 , WHO Expert Committe
menganjurkan klasifikasi kusta menjadi Pausi Basiler (PB), lesi
tunggal, Pausi Basiler (PB lesi 2-5) dan Multi Basiler (MB). Sekarang
pengobatan PB tunggal, disamakan dengan PB lesi 2-5. Sesuai dengan
jenis regimen MDT maka penyakit kusta dibagi dalam 2 tipe, yaitu tipe
PB dan MB. Klasifikasi WHO (1997) inilah yang diterapkan dalam
program pemberantasan penyakit kusta di Indonesia. Masing-masing
tipe memiliki tanda klinis yang berbeda, untuk kusta tipe PB ditandai
dengan :
1). Jumlah lesi 1-5
2). Terdapat penebalan saraf disertai gangguan fungsi (hanya satu
syaraf)
3). Sediaan hapusan BTA MH negatif
Sedangkan untuk tipe MB ditandai dengan :
1). Jumlah lesi lebih dari 5
2). Penebalan syaraf disertai gangguan fungsi (lebih dari satu)
3). Sediaan hapusan BTA MH bisa positif atau negatif
2.7 Patofisiologi Kusta
Setelah micobacterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan
penyakit kusta tergantung pada kerentanan seseorang. Respon setelah masa
tunas, dilampaui tergantun pada derajat sistem imunitas seluler pasie. Jika
sistem imunitas seluler tinggi, penyakit berkembang ke arah tuberkuloid dan
jika rendah berkembang ke arah lepromatous. Mycrobacterium leprae
berprediksi di daerah-daerah yang relatif dingin yaitu di daerah akral dengan
vaskularisasi yang sedikit. Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan
derajat infeksi karen imun tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding
dengan tingkat reaksi seluler daripada intensitas infeksi, oleh karena itu,
penyakit kusta disebut penyakit imunologik.
7
2.8 Reaksi Kusta
Merupakan suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit kusta
yang merupakan suatu reaksi kekebalan atau reaksi Ag-Ab. Reaksi kusta dapat
terjadi sebelum pengobatan, tapi terutama selama atau setelah pengobatan.
Ditinjau dari proses terjadinya, reaksi kusta dibagi menjadi 2 tipe :
1. Reaksi tipe I (Seluler / reversal / up grading)
Reaksi ini lebih sering terjadi pada penderita dengan spectrum
Borderline (BL, BB, dan BT), karena pada tipe ini tidak stabil. Reaksi
ini terutama selama pengobatan dan terjadi karena peningkatan hebat
respon imun selular secara tiba-tiba, mengakibatkan radang pada
daerah kulit dan syaraf. Dari sudut pandang pembasmian bakteri,
respon upgrading mungkin bisa menguntungkan. Tetapi inflamasi pada
jaringan saraf bisa menyebabkan kecacatan. Gejala dapat dilihat
berupa perubahan pada kulit dan syaraf dalam bentuk peradangan,
kulit merah, bengkak, nyeri, dan panas.
2. Reaksi tipe II (ENL)
Merupakan reaksi humoral karena tingginya respon imun pada BL dan
LL Tubuh membentuk banyak antigen. Antigen akan mengaktifkan
komplemen membentuk komplek imun Ag+Ab+ komplemen. Reaksi
ini terjadi beberapa hari oleh karena terjadi pada kulit akan terlihat
nodul-nodul merah dengan konsistensi lunak, dan nyeri. Komplek
imun umumnya terjadi ekstravaskuler, juga beredar dalam sirkulasi
darah sehingga dapat mengendap ke berbagai organ terutama pada
kulit, syaraf, limfe, dan testis. Umumnya menghilang sendiri dalam 10
hari, dan menimbulkan hiperpigmentasi.
2.9 Regimen Pengobatan MDT
MDT atau Multidrug Therapy adalah kombinasi dua atau lebih obat anti
kusta, yang salah satunya harus terdiri atas Rifampicin sebagai antikusta yang
sifatnya bakterisid kuat dengan obat anti kusta lain yang bisa bersifat
bakteriostatik.
8
Berikut ini merupakan kelompok orang-orang yang membutuhkan MDT :
1. Kasus baru : mereka dengan tanda kustayang belum pernah
mendapat pengobatan MDT.
2. Ulangan, termasuk didalamnya adalah :
a. Relaps (kambuh) diobati dengan regimen pengobatan baik PB
maupun MB.
b. Masuk kembali setelah default adalah penderita yang datang
kembali setelah dinyatakan default (baik PB maupun MB)
c. Pindahan (pindahan masuk) : harus dilengkapi dengan surat
rujukan berisi catatan pengobatan yang telah diterima hingga saat
tersebut. Kasus ini hanya membutuhkan sisa pengobatan yang
belum lengkap.
d. Ganti tipe, penderita dengan perubahan klasifikasi
Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen
pengobatan yang direkomendasikan oleh WHO Regimen tersebut
adalah sebagai berikut :
Penderita PB (Pauci Basiler)
Jenis Obat < 5 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun > 15 tahun Keterangan
Rifampisin Berdasark
an Berat
Badan
300 mg/ bln 450 mg/ bln 600mg diminum di depan petugas
DDS 25 mg/ hari 50 mg / hari 100mg/ hari diminum di rumah
25 mg/ hari 50 mg / hari 100 mg/hari
9
Penderita MB (Multi Basiler)
Jenis Obat < 5 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun >15 tahun Keterangan
Rifampisin Berdasark
an Berat
Badan
300mg/bln 450mg/bln 600mg/bln diminum di depan petugas
DDS 25mg/bln 50mg/hr 100mg/hari diminum di depan petugas
25mg/bln 50mg/hr 100 mg/hari diminum di rumah
Clofazimin
(Lamrin)
100mg/bln 150mg/hr 300mg/bln diminum di depan petugas
50mg/ 2 x
seminggu
50 mg/ 2
hari
50mg/ hari diminum di rumah
10
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Kusta sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, status
ekonomi rendah dengan status gizi buruk, banyak terjadi pada usia
produktif antara 12-14 tahun
2. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung
dan alergi
3. Pengkajian persistem
1. B1(pernafasan). Adanya sesak, irama nafas tidak teratur, takipneu
2. B2(kardiovaskuler). Tidak ada nyeri dada, irama jantung normal, suara
jantung normal, CRT ≥ 2 detik, akral hangat kering merah, JVP normal
3. B3(Persyarafan) GCS = 456, terdapat gangguan tidur, mata
lagopthalmus, terdapat gangguan pendengaran, bentuk hidung saddle
nose, penebalan saraf tepi (nervus facialis, suralis, auricularius
magnus, ulnarius, radius, medianus, proneus, tibialis posterior)
4. B4(Perkemihan). Tidak terdapat masalah
5. B5(Pencernaan). Terdapat nodul pada bibir,
mukosa stomatitis, nodul pada uvula, ada mual, penurunan nafsu
makan, porsi makan tidak habis
6. B6(Integumen). Pergerakan sendi terbatas,
kelainan ekstremitas, terdapat claw hand, claw thumb, drop foot,
absorbsi, deformitas, atropi radialis cutaneus, kulit hiperpigmentasi,
kering dan bersisik
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri akut b.d inflamasi pada syaraf
11
2. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolik akibat infeksi
M.Leprae pada saraf tepi
3. Gangguan konsep diri b.d perubahan bentuk tubuh, warna kulit dan adanya
luka pada tangan dan kaki sekunder terhadap proses penyakit leprae
4. Koping individu inefektif b.d kurangnya informasi tentang efek samping
pengobatan MDT
3.3 Intervensi Keperawatan
3.3.1 Gangguan rasa nyaman: nyeri akut b.d inflamasi pada syaraf
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang dalam waktu 3 X 24 jam
Kriteria Hasil :
a. Ungkapan tidak ada nyeri
b. Wajah tidak tampak menyeringai menahan sakit
c. Skala nyeri berkurang menjadi berskala antara rentang 0-3
d. RR: 16-24x/menit
e. Tekanan darah dalam batas normal (rentang 120/80 mmHg)
f. Pasien dapat menggunakan medikasi analgesik yang diresepkan
dengan benar
g. Pasien dapat menggunakan strategi nyeri nonfarmakologis dengan
dibantu keluarga
Intervensi Rasional
1. Identifikasi intensitas/skala nyeri
(0-10), karakteristik nyeri : letak,
durasi, irama dan kualitas, faktor-
faktor yang menyebabkan nyeri
2. Lakukan kompres dingin untuk
menekan nyeri.
3. Lakukan dan ajarkan pasien
1. Menentukan intervensi yang
tepat dan mengevaluasi
keberhasilan intervensi
2. Suhu dingin mengakibatkan
vasokonstriksi pembuluh darah
sehingga mengurangi nyeri
3. Mengubah sensasi nyeri dan
12
strategi pereda nyeri : nafas dalam,
distraksi, imajinasi terbimbing dan
relaksasi
4. Kolaborasi : Berikan
analgesik dan antibiotik
persepsi nyeri
4. Mengurangi nyeri atau tidak
nyaman dan menurunkan
demam
3.3.2 Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolik akibat infeksi M.Leprae pada saraf tepi
Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit selama
perawatan 3 X 24 jam
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan penyembuhan luka
b. Nutrisi adekuat
c. Adanya partisipasi pasien dan keluarga untuk penyembuhan luka
Intervensi Rasional
1. Lakukan rawat luka dengan
teknik aseptik
2. Pertahankan linen pasien tetap
rapi dan bersih
3. Tingkatkan masukan protein dan
karbohidrat
4. Anjurkan klien untuk
1. Terjadi penyembuhan luka,
teknik aseptik mencegah
terjadinya luka yang lebih
parah(tidak terjadi infeksi)
2. Mencegah terjadinya infeksi
yang dapat memperlama proses
penyembuhan luka
3. Meningkatkan kemampuan
tubuh untuk melakukan
penyembuhan luka
4. mencegah luka semakin parah,
13
beraktifitas secara bertahap sehingga dapat meningkatkan
proses penyembuhan luka
3.3.3 Gangguan konsep diri b.d perubahan bentuk tubuh, warna kulit dan adanya
luka pada tangan dan kaki sekunder terhadap proses penyakit leprae
Tujuan : Dalam waktu 7 x 24 jam masa perawatan klien tidak mengalami
gangguan body image
Kriteria Hasil :
1. Klien dapat menerima kondisi tubuhnya dengan lapang
2. Klien dapat menunjukkan koping yang positif terhadap masalah yang
dialami
3. Klien dapat bersosialisasi dengan teman dan lingkungan sekitar secara
maksimal
Intervensi Rasional
1. Berikan kesempatan pada
klien untuk mengexpresikan
perasaannya
2. Berikan HE pada klien bahwa
kulitnya yang menghitam akan
menghilang secara bertahap
setelah klien menyelesaikan
pengobatan
3. Berikan dukungan psikologis
dengan cara mengajak klien
berkomunikasi dan melibatkan
klien dalam setiap kegiatan
4. Dorong klien untuk
bersosialisasi dan saling
berbagi pengalaman dengan
pasien lain
1. Meningkatkan percaya diri klien
2. Meningkatkan pengetahuan
pasien sehingga pasien tidak
terlalu merisaukan yang
berlebihan tentang penyakitnya
3. Meningkatkan rasa percaya diri
dan meningkatkan koping klien
4. Meningkatkan rasa percaya diri
dan berbagi perasaan
14
5. Berikan motivasi pada klien
untuk tetap bersemangat dan
membangkitkan harapan-
harapan baru
5. Meningkatkan rasa percaya diri
dan koping individu dalam
menghadapi masalah
3.3.4 Koping individu inefektif b.d kurangnya informasi tentang efek samping
pengobatan MDT
Tujuan: Klien dapat memahami, mengerti dan mampu menampilkan
bentuk koping yang positif terhadap pengobatan MDT dalam
waktu 7 x 24 jam
Kriteria Hasil:
1. Klien tidak gelisah
2. Klien kooperatif dalam pengobatan
3. Klien dapat memahami tentang pengobatan dan efek samping obat
4. Klien dapat mengungkapkan secara verbal tentang keinginan untuk
sembuh dengan mematuhi program pengobatan
Intervensi Rasional
1. Berikan informasi aktual tentang proses penyakit, pengobatan dan efek samping pengobatan
2. Anjurkan klien melakukan teknik relaksasi
3. Dukung klien untuk terlibat dalam perencanaan aktivitas perawatan
4. Dukung klien dalam penggunaan secara verbal tentang perasaan dan ketakutan
1. Dengan informasi aktual yang
dialami pasien,perawat dapat
bekerjasama dalam proses
penyembuhan penyakit pasien
2. Teknik relaksasi dapat
membantu pasien dalam
meningkatkan koping dalam
mengatasi efek samping dari
MDT
3. Melibatkan pasien dapat
membuat pasien merasa ikut
andil dalam menentukan
perawatan untuk dirinya
4. Pengungkapan perasaan secara
verbal dapat meningkatkan
15
5. Ajarkan klien cara mengolah koping secara positif dengan bersosialisasi dan berbagi pengalaman dengan pasien lain
koping individu
5. Mengolah koping dapat
mempercepat proses
penyembuhan pasien
16
BAB 4
ANALISA KASUS
4.1 Tinjauan Kasus
Ny. SJ, umur 38 tahun pergi ke rumah sakit Sumber Glagah untuk
memeriksakan diri, karena timbul nodul dan bercak pada tubuhnya. Nodul
atau bercak muncul karena pasien mengalami stres. Klien mengatakan
mengalami reaksi dan merasa nyeri pada badannya. Pasien diantar oleh
keluarga, keluarga mengatakan pasien menderita kusta. Pasien sudah 3 kali
dirawat.
17
LEMBAR PENGKAJIAN KEPERAWATAN PER SISTEM
KHUSUS PASIEN KUSTA
Tanggal MRS : 26-09-2011 Jam Masuk : 20.00
Tanggal Pengkajian : 27-09-2011 No. RM :
Jam Pengkajian : 08.00 Diagnosa Masuk : MH.MB+ Reaksi ENL
IDENTITAS PASIEN IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB BIAYA
1. Nama Pasien : Ny. SJ 1. Nama :2. Tempat/ tgl lahir: 2. Usia : 3. Usia : 38 th 3. Pendidikan :3. Pendidikan :SMP 4. Pekerjaan :
4. Suku/ Bangsa: Jawa 5. Keterangan Lain :5. Agama : Islam Umum ( )6. Pekerjaan : IRT Jamkesmas ( v )7. Alamat : Sidoarjo Jamkesda ( )
Askes Sosial ( )Lain-lain ( )
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1. Keluhan Utama : nyeri + edema jari tangan
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pada Januari 2011, Ny SJ mengeluh ada
bercak-bercak di badannya setelah dirujuk ke RS DR Soetomo di Poli kulit dan
kelamin terdiagnosa sebagai MHMB. Disana NY SJ diberikan Rifampisin dan
DDS sebagai awal. Dan untuk pengambilan obat dan kontrol dilanjutkan di
puskesmas terdekat di Siodarjo. Namun setelah pengkonsumsian obat, pasien
meras badanya panas, lemas dan terdapat nodul. Akhirnya dirujuk di RS
Sumber Glagah untuk pertama kaliya pada bulan Februari. Obat berhenti
sejenak sampai sembuh. Pasien menglami kembali reaksi pada bulan juni. Dan
pada bulan Oktober ini setelah pemakaian MDT 8 bulan
18
MASKIN
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. Pernah dirawat : ( v ) ya ( ) tidak kapan : bulan Februari 2011 diagnosa : MHMB
2. Riwayat penyakit kronik dan menular: ( - ) ya ( v ) tidak Jenis : -Riwayat kontrol : -Riwayat penggunaan obat : -
3. Riwayat alergi : ( ) ya ( v ) tidak jenis: -4. Riwayat operasi : ( ) ya ( v ) tidak kapan : -5. Riwayat Imunisasi
NOJenis
imunisasi
Waktu
pemberianFrekuensi
Reaksi setelah pemberian
Imunisasi
1. BCG - - -
RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
1. Penyakit yang pernah diderita keluarga : ( - ) HT ( - ) DM ( - ) Asma 2. Higiene lingkungan rumah dan
komunitas : Rumah berada di depan sungai, kandang ternak di belakang rumah
3. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan : Selalu memikirkan kondisinya sebagai satu-satunya penderita kusta di lingkungan rumahnya
4. Genogram :
19
RIWAYAT NUTRISI
1. Pantangan makanan : ( - ) ada ( v ) tidak ada2. Status Gizi : ( - ) Baik ( v ) Cukup ( - )
Kurang
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK (ROS: Review Of System)
Keadaan Umum : ( v ) baik ( - ) sedang ( - ) lemah
S : ( 36°C ) N : (118 x/menit ) TD : (130/70 mmHg) RR : ( 22x/menit )
Kesadaran : (v) Compos Mentis (-) Somnolen (-) Sopor (-) Koma (-) Apatis
B1. Sistem Pernafasan (Breath)
a. Keluhan : (-) Sesak (-) Nyeri waktu nafasb.Hidung beringus : (-) Ya (-) Tidakc. Epistaksis : (-) Ya (-) Tidakd.Bentuk dada : (v) Simetris (-) Funnel Chest (-) Pigeons
Chest (-) Barrel Chest (-) Ginekomasti (v) Normal
e. Batuk : (-) Produktif (-) Tidak produktif Sekret : - Konsistensi : -
Warna : - Bau : -
f. Irama nafas : ( v ) Teratur ( - ) Tidak teraturg. Jenis : ( - ) Dispnoe ( - ) Kusmaul ( - ) Cheyne
Stokes h.Suara nafas : ( v ) Vesikuler ( - ) Bronko vesikuler
( - ) Ronki ( - ) Wheezing
i. Alat bantu nafas : ( - ) Ya ( v ) TtidakJenis : - Flow : - lpm
j. Lain-lain : -
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah
B2. Sistem Kardiovaskuler (Blood)
a. Keluhan nyeri dada : ( - ) Ya ( v ) Tidakb. Irama jantung : ( v ) Reguler ( - ) Iregulerc. S1/S2 tunggal : ( v ) ya ( - ) Tidakd. Suara jantung : ( v ) Normal ( - ) Murmur
20
( - ) Gallop lain-lain : -
e. CRT : ≤ 2 detikf. Akral : (v) Hangat (-) Panas (-) Dingin (v) Kering (-) Basah
(v) Merah (-) Pucatg. JVP : (v) Normal (-) Meningkat (-) Menurunh. Lain-lain : -
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah
B3. Sistem Persyarafan dan Penginderaan (Brain)
a. GCS : 4 5 6 b. Isitrahat/Tidur : 8 Jam/Hari Gangguan tidur : tidak adac. Penglihatan (mata) Pupil : (v) Isokor (-) Anisokor Lain-lain : -
Sklera/Konjungtiva : ( - ) Anemis ( - ) Ikterus ( - ) Konjungtivitis
( - ) Lagopthalmus ( - ) Iridosiklitis ( - ) Madarosis
( - ) Keratitis ( - ) Ekteropion ( - ) Enteropion
( - ) Trikiasis ( - ) Epipora ( - ) Dakriosistitis
( - ) Kalasis ` ( - ) Katarak
d. Gangguan Pendengaran : ( - ) ya ( v ) tidak Jelaskan :e. Bentuk Telinga : Normal f. Bentuk hidung : ( - ) Normal ( - ) Sadle Nose ( - ) Perforasi septum nasal
( - ) Hidung Kolaps g. Gangguan penciuman/hidung : ( - ) Anosmia ( - ) Normalh. Gangguan fungsi perabaan : ( - ) Tidak ( v ) Ada Lokasi : ibu jari kaki kirii. Penebalan saraf tepi : (-) Tidak ada (-) N. Facialis (-) N.
Suralis (-) N. Auricularis Magnus (-) N. Ulnaris (-) N. Radialis (-) N. Medianus
(-) N. Proneus (-) N. Tib Posterior
j. Lain-lain : pasien menyatakan nyeri Skala nyeri 6
21
Masalah Keperawatan : Nyeri
B4. Sistem perkemihan (Bladder)
a. Kebersihan : (v) Bersih (-) Kotorb. Keluhan Kencing : (-) Nokturi (-) Inkontinensia
(-) Gross hematuri (-) Poliuria (-) Disuria (-) Oliguria (-) Retensi (-) Hesistensi (-) Anuria
c. Produksi urine : 1500 ml/hari Warna: kuning Bau: khasd. Atropi Penis : ( - ) Ya ( v ) Tidake. Orchitis (peradangan pada skrotum : ( - ) Ya ( v ) Tidak f. Edema penis : ( - ) Ya ( v ) Tidakg. Kandung kemih membesar : ( - ) Ya ( v ) Tidak
Nyeri tekan : ( - ) Ya ( v ) Tidak
h. Intake cairan : Oral : 750 .cc/hari, Jenis : air putih dan teh manisParenteral : 1000 cc/hari, Jenis: RL
i. Alat bantu kateter : ( - ) Ya ( v ) Tidak Jenis : - Sejak tanggal : -
j. Uretra : ( v ) Normal ( - ) hipospadia/epispadiaLain-lain : -
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah
B5. Sistem pencernaan (Bowel)
a. Mulut : ( v ) bersih ( - ) kotor ( - ) berbau ( - ) Nodul pada bibirb. Mukosa: ( v ) lembab ( - ) kering ( - ) stomatitisc. Perforasi langit-langit keras : ( v ) Ya ( - ) Tidakd. Tenggorokan : ( - ) sakit menelan ( - ) kesulitan menelan
( - ) pembesaran tonsil ( - ) nyeri tekan ( - ) Nodul pada uvula ( - ) Suara Serak ( - )
Ngorok
e. Abdomen : (-) Tegang (-) Kembung (-) Ascites (-) Hepatomegali (-) Splenomegali
f. Nyeri tekan : ( - ) Ya ( v ) Tidak
22
5 5
5 5
g. Mual : ( - ) ya ( v ) Tidakh. Muntah : ( - ) Ya ( v ) Tidak Berapa kali: -i. Luka operasi : ( - ) ada ( v ) tidak Tanggal operasi : - Jenis operasi : - Lokasi : - Keadaan Drain : ( - ) Ada ( v) Tidak
Jumlah : - . Warna : -Kondisi area sekitar insersi : -
j. Peristaltik : 8 x/menitk. Haematemesis : ( - ) Ya( v ) Tidakl. Melena : ( - ) Ya ( v ) Tidakm. BAB : 1 x/hari Terakhir tanggal : 27 September 2011.
Konsistensi : ( v ) Keras ( - ) Lunak ( - ) Cair ( - ) Lendir/darah
n. Diet : ( v ) Padat ( -) Lunak ( - ) Cair Frekuensi makan: 3 x/hario. Nafsu makan: ( - ) Baik ( v ) Menurunp. Porsi makan: (-) Habis (v) Tidak Keterangan : Porsi makan
habis seperempatq. Lain-lain: -
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah
B6. Sistem Muskulo skeletal dan Integumen (Bone)
a. Pergerakan sendi : ( v ) Bebas ( - ) Terbatasb. Kekuatan otot
c. Kelainan ekstremitas : (v) Clow Hand (-) Clow Thumb (-) Drop Foot (-) Absorbsi (pemendekan tulang) (-) Deformitas (-) Atropi radialis cutaneus
d. Kelainan tulang belakang : (-) Ya ( v ) Tidak Kelainannya: -e. Fraktur : (-) Ya ( v ) Tidakf. Traksi / spalk /gips : ( - ) Ya ( v ) Tidakg. Kompartemen syndrome : ( - ) Ya ( v ) Tidakh. Kulit : ( - ) Ikterik ( - ) Sianosis ( - ) Kemerahan ( - )
Hiperpigmentasi ( v ) Kulit kering dan bersisik
i. Turgor : (-) Baik ( v ) Kurang ( - ) Jelekj. Luka Jenis :Ulkus pedis Luas : 2x2 cm Kedalaman Luka: Superficial 0.5
cmk. Kondisi Umum Luka : ( v ) Bersih ( - ) Kotorl. Jaringan Cikatrik di sekitar luka ( - ) Ada ( v ) Tidak
23
Lain-lain: -
Masalah Keperawatan : kerusakan integritas kulit
Sistem Endokrin
Pembesaran kelenjat tyroid ( - ) ya ( v ) tidak
Pembesaran Kelenjar getah bening( - ) ya (lokasi: -) ( v ) tidak
Hipoglikemia ( - ) ya ( v ) tidak
Hiperglikemia ( - ) ya ( v ) tidak
Luka gangren ( - ) ya ( v ) tidak
Lain-lain:
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Ekspresi klien terhadap penyakitnya :( v ) Murung/diam ( - ) Gelisah ( - ) Tegang ( - ) Marah/menangis
b. Reaksi saat interaksi : ( - ) Kooperatif ( - ) Tidak kooperatif ( - ) Curiga
c. Support sistem dalam keluarga : Suami dan anak-anakd. Kegiatan keagamaan : Pasien rajin berdoa e. Kebiasaan beribadah sebelum sakit : (-) Sering (v) Kadang- kadang
(-) tidak pernahf. Kebiasaan beribadah selama sakit : ( -) Sering (v) Kadang- kadang
(-) tidak pernahg. Hubungan dengan keluarga : ( v ) Akrab ( - ) Tidak akrabh. Lain-lain: -Masalah Keperawatan: Gangguan konsep diri
PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN
a. Mandi : 1 x/harib. Keramas : 1 hari sekalic. Memotong kuku : 1 minggu sekalid. Ganti pakaian : 1 .x/harie. Sikat gigi : 1 x/hari
Surabaya, 27 September .2011
(………………………)
24
ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS:
Klien mengatakan jari tangan (D & S) nyeri
DO:
Raut wajah klien menyeringai dan merintih ketika jari tangan digerakkan
Jari tangan membengkak
kemerahan
N: 118x/menit,
TD: 130/70mmhg,
RR: 22x/menit,
S: 36,4°C
Skala nyeri 6
Paien RFT
stress mental
pelepasan mediator bradikinin peningkatan
kortisol dan penurunan/penekanan
sistem imun tubuh
fragmentasi kuman M. leprae memicu respon
humoral (Ag+Ab+complement)
Penyebaran kompleksantigen antibody
ke ekstravaskuler dan intravaskuler
reaksi radang di kulit (kemerahan, nyeri,
bengkak, muncul nodul dan ulcerasi)
nyeri akut
Gangguan rasa nyaman: Nyeri akut
DS:
Klien mengatakan ada
reaksi pada pasien Kerusakan integritas kulit
25
luka di sekitar telapak kaki
DO:
-ada luka/ulkus dengan luas 2x2 dan kedalaman 0,5 cm, sekitar luka terlihat jaringan iskemik
Di kedua ekstrimitas bawah, di arcus telinga kiri
DS:
Klien mengatakan malu jika bertemu tetangga di rumah
DO:
Terdapat perubahan bentuk tubuh, warna kulit dan adanya luka pada kaki sekunder terhadap proses penyakit leprae
komplek dengan Ag+Ab+komplemen
menyerang syaraf tepi
penurunan sensasi sensori
Trauma
Vaskularisasi terganggu
kerusakan integritas kulit
Reaksi pada pasien
pelepasan mediator bradikinin peningkatan
kortisol dan penurunan/penekanan
sistem imun tubuh
Timbul nodul pada wajah
Pasien merasa malu
Gangguan konsep diri
26
Gangguan konsep diri
4.4 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri akut b.d inflamasi pada syaraf
2. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolik akibat infeksi
M.Leprae pada saraf tepi
3. Gangguan konsep diri b.d perubahan bentuk tubuh, warna kulit dan adanya
luka pada tangan dan kaki sekunder terhadap proses penyakit leprae
4.5 Intervensi keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri akut b.d inflamasi pada syaraf
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang dalam waktu 3 X 24 jam
Kriteria Hasil :
a. Ungkapan tidak ada nyeri
b. Wajah tidak tampak menyeringai menahan sakit
c. Skala nyeri berkurang menjadi berskala antara rentang 0-3
d. RR: 16-24x/menit
e. Tekanan darah dalam batas normal (rentang 120/80 mmHg)
f. Pasien dapat menggunakan medikasi analgesik yang diresepkan
dengan benar
g. Pasien dapat menggunakan strategi nyeri nonfarmakologis dengan
dibantu keluarga
Intervensi Rasional
1. Identifikasi intensitas/skala
nyeri (0-10), karakteristik nyeri :
letak, durasi, irama dan kualitas,
faktor-faktor yang menyebabkan
nyeri
2. Lakukan kompres dingin
1. Menentukan intervensi yang
tepat dan mengevaluasi
keberhasilan intervensi
2. Suhu dingin mengakibatkan
vasokonstriksi pembuluh darah
27
untuk menekan nyeri.
3. Lakukan dan ajarkan pasien
strategi pereda nyeri : nafas dalam,
distraksi, imajinasi terbimbing dan
relaksasi
4. Kolaborasi : Berikan
analgesik dan antibiotik
sehingga mengurangi nyeri
3. Mengubah sensasi nyeri dan
persepsi nyeri
4. Mengurangi nyeri atau tidak
nyaman dan menurunkan demam
2. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolik akibat infeksi M. Leprae pada saraf tepi
Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit selama
perawatan 3 X 24 jam
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan penyembuhan luka
b. Nutrisi adekuat
c. Vaskularisasi disekitar baik (CRT, warna kulit sekitar luka, granulasi)
Intervensi Rasional
1. Lakukan rawat luka dengan
teknik aseptik dengan pembersihan
dengan sabun rubish dan kasa NaCl
dan pemberian antibiotik bubuk
Metronidazole.Perawatan dilakukan
1 kali sehari.
2. Pertahankan linen pasien tetap
rapi dan bersih
3. Tingkatkan masukan protein
1. Terjadi penyembuhan luka,
teknik aseptik mencegah
terjadinya luka yang lebih
parah (tidak terjadi infeksi).
Metronidazole bubuk adalah
anti bakteri untuk mempercepat
penyembuhan luka
2. Mencegah terjadinya infeksi
yang dapat memperlama proses
penyembuhan luka
3. Meningkatkan kemampuan
28
dan karbohidrat
4. Anjurkan klien untuk
beraktifitas secara bertahap
tubuh untuk melakukan
penyembuhan luka
4. mencegah luka semakin parah,
sehingga dapat meningkatkan
proses penyembuhan luka
3. Gangguan konsep diri b.d perubahan bentuk tubuh, warna kulit dan adanya
luka pada tangan dan kaki sekunder terhadap proses penyakit leprae
Tujuan : Dalam waktu 7 x 24 jam masa perawatan klien tidak mengalami
gangguan body image
Kriteria Hasil :
1. Klien dapat menerima kondisi tubuhnya dengan lapang
2. Klien dapat menunjukkan koping yang positif terhadap masalah yang
dialami
3. Klien dapat bersosialisasi dengan teman dan lingkungan sekitar secara
maksimal
Intervensi Rasional
1. Berikan kesempatan pada klien
untuk mengexpresikan
perasaannya
2. Berikan HE pada klien bahwa
kulitnya yang menghitam akan
menghilang secara bertahap
setelah klien menyelesaikan
pengobatan
3. Berikan dukungan psikologis
dengan cara mengajak klien
berkomunikasi dan melibatkan
klien dalam setiap kegiatan
4. Dorong klien untuk
1. Meningkatkan percaya diri
klien
2. Meningkatkan pengetahuan
pasien sehingga pasien tidak
terlalu merisaukan yang
berlebihan tentang
penyakitnya
3. Meningkatkan rasa percaya
diri dan meningkatkan
koping klien
4. Meningkatkan rasa percaya
29
bersosialisasi dan saling berbagi
pengalaman dengan pasien lain
5. Berikan motivasi pada klien
untuk tetap bersemangat dan
membangkitkan harapan-
harapan baru
diri dan berbagi perasaan
5. Meningkatkan rasa percaya
diri dan koping individu
dalam menghadapi masalah
30
BAB 5
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Saran
31
Daftar Pustaka
32