Download - Kesalahan Spektrofotometriaaa
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
1/24
JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS
KESALAHAN SPEKTROFOTOMETRI
OLEH:
KELOMPOK VIII
Ni Made Oka Dwicandra 0808505071
A.A. Kt. Sri Trisna Dewi Widhiani 0808505072
Charli Chanjaya 0808505073
Putu Aan Pustiari 0808505074
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN
2011
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
2/24
KESALAHAN SPEKTROFOTOMETRI
I. Tujuan
1. Untuk mengetahui kesalahan pengukuran karena variasi konsentrasi larutan.
2. Menetapkan pada nilai absorban atau transmitan yang memberikan kesalahan
minimal.
II. Dasar Teori
Salah satu contoh instrumentasi analisis yang kompleks adalah
spektrofotometer UV-Vis. Alat ini banyak bermanfaat untuk penentuan konsentrasi
senyawa-senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet (200 400
nm) atau daerah sinar tampak (400 800 nm). Analisis ini dapat digunakan yakni
dengan penentuan absorbansi dari larutan sampel yang diukur (Tahir, 2007).
Hukum Lambert menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati
medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan,
berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Ini setara dengan menyatakan bahwa
intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang secara eksponensial dengan
bertambahnya ketebalan medium yang menyerap. Dengan menyatakan bahwa
lapisan manapun dari medium itu yang tebalnya sama akan menyerap cahaya
masuk kepadanya dengan fraksi yang sama (Bassett, et.al., 1994).
Hukum Beer mengkaji efek konsentrasi penyusun yang berwarna dalam
larutan terhadap transmisi maupun absorbsi cahaya. Ditemukan hubungan yang
sama antara transmisi dan konsentrasi seperti yang ditemukan Lambert antara
transmisi dan ketebalan lapisan, yakni intensitas berkas cahaya monokromatik
berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi zat penyerap
secara linier (Bassett, et.al., 1994).
Pelemahan radiasi elektromagnetik yang melewati sampel dideskripsikan
secara kuantitatif menjadi dua subjek yang berbeda, namun masih berhubungan,
yaitu transmitan dan absorbansi. Transmitan didefinisikan sebagai rasio kekuatan
radiasi elektromagnet yang mengeksitasi sampel, PT, terhadap yang mengenai
sampel, P0.
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
3/24
Mengalikan transmitan dengan 100 memberikan persen transmitan (%T),
yang bervariasi dari 100% (tidak ada absorbsi) hingga 0% (absorbsi sempurna).
Seluruh metode deteksi, baik itu mata manusia ataupun modern photoelectric
transducer, memperkirakan transmitan radiasi elektromagnetik (Harvey, 2000).
Pelemahan radiasi yang melewati sampel menghasilkan nilai transmitan
kurang dari 1. Persamaan sebelumnya tidak membedakan bagaimana pelemahan
radiasi itu terjadi. Selain absorbsi oleh analit, beberapa fenomena lainnya
memberikan pengaruh terhadap jumlah pelemahan radiasi, termasuk refleksi dan
absorbsi oleh wadah sampel, absorbsi oleh komponen dalam matriks sampel selain
analit, dan hamburan radiasi. Untuk mengatasi hilangnya kekuatan radiasi,
digunakan metode blangko. Kekuatan radiasi yang mengeksitasi dari blangko
dianggap sebagai P0.
Metode alternatif untuk menyatakan pelemahan radiasi elektromagnet adalah
absorbansi,A yang dinyatakan dengan:
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
4/24
Absorbansi adalah satuan yang lebih umum digunakan untuk menyatakan
pelemahan radiasi karena merupakan fungsi linear dari konsentrasi analit (Harvey,
2000).
Hukum Lambert Beer menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik
melewati medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya
ketebalan, berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Hal ini berarti bahwa
intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang secara eksponensial dengan
bertambahnya ketebalan medium yang menyerap. Dengan menyatakan bahwa
lapisan manapun dari medium itu yang tebalnya sama akan menyerap cahaya
masuk dengan fraksi yang sama (Bassett, et.al., 1994).
Hukum Beer hanya valid untuk konsentrasi analit yang rendah. Terdapat dua
hal yang memberi kontribusi terhadap batasan fundamental ini. Pada konsentrasi
yang tinggi, partikel tunggal dari analit tidak lagi bereaksi secara terpisah satu sama
lain. Interaksi antar partikel ini akan mengakibatkan perubahan nilai . Yang kedua
adalah absorbivitas dan absorbivitas molar tergantung pada indeks refraksi sampel.
Karena indeks refraksi bervariasi pada berbagai konsentrasi, maka nilai
absorbivitas dan absorbivitas molar akan berubah. Pada konsentrasi rendah, indeks
refraksi akan relatif konstan, dan kurva kalibrasi akan linear (Harvey, 2000).
Banyaknya sinar yang diserap akan bergantung pada banyak molekul yang
beinteraksi dengan sinar. Jika pengukuran dilakukan pada suatu zat warna organik
yang kuat/tajam berupa larutan pekat, maka akan diperoleh absorbansi yang sangat
tinggi karena ada banyak molekul yang berinteraksi dengam sinar. Namun, dalam
larutan yang sangat encer, sangat sulit untuk melihat warnanya (absorbansinya
sangat rendah). Hal ini dapat menyebabkan kesalahan pengukuran (akibat variasi
konsentrasi larutan).
Pada umumnya, Hukum Beer berlaku dalam jangka lebar konsentrasi jika
struktur ion berwarna ataupun non-elektrolit berwarna dalam keadaan terlarut tidak
berubah dengan berubahnya konsentrasi. Elektrolit dalam kualitas kecil yang tidak
bereaksi kimia dengan komponen berwarna biasanya tidak mempengaruhi
penerapan cahaya, elektrolit dalam jumlah besar dapat mengakibatkan bergesernya
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
5/24
absorbsi maksimum, dan dapat juga mengubah nilai koefisien ekstingsi (Bassett,
et.al., 1994).
Penyimpangan biasanya dijumpai bila zat terlarut berwarna mengion,
berdisosiasi, atau berasosiasi dalam larutan karena sifat dasar spesies dalam larutan
akan berubah-ubah dengan berubahnya konsentrasi. Hukum ini tidak berlaku jika
zat terlarut berwarna itu membentuk kompleks yang komposisinya bergantung pada
konsentrasi (Bassett, et.al., 1994).
Perilaku suatu zat selalu diuji dengan mengalurkan Log I0/It ataupun log T
terhadap konsentrasi: suatu garis lurus yang melewati titik (0,0) menyatakan
kesesuaian dengan hukum itu. Untuk larutan yang tidak mematuhi hukum Beer,
paling baik adalah dengan membuat suatu kurva kalibrasi dengan menggunakan
sederetan standar yang konsentrasinya diketahui. Angka yang ditunjuk oleh alat
dialurkan sebagai ordinat melawan konsentrasi (katakan mg per 100 cm3
atau 1.000
cm3) sebagi absis. Untuk kerja yang seksama tiap kurva kalibrasi hendaknya
mencakup jangka pengenceran yang kemungkinan besar akan dijumpai dalam
perbandingan yang senyatanya (Bassett, et.al., 1994).
Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap hukum Beer. Batasan yang
pertama adalah hukum Beer valid untuk radiasi monokromatis, yaitu radiasi yang
terdiri dari satu panjang gelombang. Bagaimanpun juga, bahkan selektor panjang
gelombang terbaikpun mengirimkan radiasi dengan bandwidth efektif yang kecil
tetapi terbatas. Dengan menggunakan radiasi polikromatis selalu memberikan
deviasi negatif dari hukum Beer, tetapi diminimalisasi jika nilai tetap konstan
pada rentang panjang gelombang yang dikirimkan selektor panjang gelombang.
Untuk alasan ini, seperti terlihat pada gambar berikut, dipilih untuk mengukur
absorbansi pada puncak absorbansi yang lapang. Sebagai tambahan deviasi hukum
Beer tidak terlalu serius jika bandwidth efektif dari sumber kurang dari
sepersepuluh dari bandwidth alami spesies absorbsi.ketika pengukuran dilakukan
pada kemiringan, linearitas diperkuat dengan bandwidth efektif yang lebih sempit
(Harvey, 2000).
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
6/24
Penentuan kalibrasi dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut:
a. Dilakukan dengan larutan blangko (berisi pelarut murni yang digunakan dalam
sampel) dengan kuvet yang sama.
b. Setiap perubahan panjang gelombang diusahakan dilakukan proses kalibrasi.
c. Proses kalibrasi pada pengukuran dalam waktu yang lama untuk satu macam
panjang gelombang, dilakukan secara periodik selang waktu per 30 menit.
Dengan adanya proses kalibrasi pada spektrofotometer UV-Vis ini maka akan
membantu pemakai untuk memperoleh hasil yang akurat dan presisi. (Wiryawan,
dkk., 2008).
Pengukuran absorbansi untuk tujuan analisis kuantitatif dengan metodespektrofotometri uv-visibel harus memenuhi hukum Lambert-Beer. Hukum
Lambert Beer berlaku dengan baik bila larutannya tidak terlalu encer ataupun
pekat. Kesalahan relative minimal yang diberikan atau dihasilkan larutan tersebut
terjadi bila absorbansinya = 0,434 atau transmisinya 36,8%. Umumnya di dalam
prosedur analisis kuantitatif serapan larutan yang diukur sebaiknya berada pada
rentang transmitan 15-75%. (Widjaja dan Laksmiani, 2010).
III. Alat dan Bahan
3.1 Alat
Pipet tetes
Ball filler
Spektrofotometer
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
7/24
Gelas ukur
Pipet volume
Gelas beaker
Labu ukur
Neraca analitik
3.2 Bahan
Aquadest
Kafein 1mg/mL dalam methanol
IV. Prosedur Pelaksanaan
Dibuat larutan stok kafein
Disiapkan larutan baku kafein dengan konsentrasi dimana absorbansinya = 0,434
(absorptivitas molar diambil dari pustaka, = 2120 M-1
cm-1
).
Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum.
Dihitung absorptivitas molar kafein pada saat percobaan dari absorbansi yang
diperoleh dengan pengukuran.
Disiapkan 1 seri larutan baku kafein dengan konsentrasi yang diharapkan
memberikan transmitran sebesar 5%, 35%, 65%, 95%.
Diukur absorbansi dari semua 1 seri larutan baku kafein pada panjang gelombang
maksimumnya.
Ditentukan konsentrasi dari 1 seri larutan baku kafein hasil pengukuran
spektrofotometer.
Ditentukan kesalahan relatif spektrofotometri terhadap konsentrasi sebenarnya.
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
8/24
V. Data Pengamatan
1. Hasil pengukuran spektrofotometri
A
200 1,874
203 2,015
206 2,191
209 2,327
212 2,440
215 2,297
218 1,920
221 1,619
224 1,416
227 1,277
230 1,203
233 1,058
236 0,840
239 0,730
242 0,621
245 0,621
248 0,654
251 0,738
254 0,915
257 1,222
260 1,504
263 1,777
266 1,973
269 2,079
272 2,118
275 2,094
278 1,995
281 1,780
284 1,422
287 0,948
290 0,547
293 0,302
296 0,166
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
9/24
299 0,099
300 0,094
303 0,054
306 0,034
309 0,025312 0,021
315 0,019
318 0,018
321 0,017
324 0,017
327 0,016
330 0,016
333 0,015
336 0,015
339 0,014
342 0,014
345 0,014
348 0,014
351 0,013
354 0,013
357 0,013
360 0,012
363 0,012
366 0,012
369 0,011
372 0,011
375 0,011
378 0,011
381 0,011
384 0,010
387 0,010
390 0,010
393 0,010
396 0,010
399 0,010
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
10/24
2. Absorbansi 1 seri larutan baku kafein
Transmitan Absorbansi
5% 2,077
35% 1,082
65% 0,507
95% 0,158
VI. Perhitungan
1. Menentukan Konsentrasi Larutan Stok Baku Kafein yang digunakan
untuk memberikan absorbansi 0,434
Diketahui:
A = 0,434
= 2120 M-1
.cm-1
b = 1 cm
Ditanyakan:
c = ?
Jawab:
A = .b.c
c =
=
= 2,047 10-4
M
= 2,047 10-4
M 194,19 g.mol-1
= 397,51 10-4
gL-1
= 397,51 10-4 mg/mL
Jadi konsentrasi larutan yang dibuat untuk mendapatkan absorbansi 0,434 adalah
397,51 10-4 mg/mL.
2. Membuat larutan Baku Kafein yang digunakan untuk memberikan
absorbansi 0,434
Konsentrasi larutan baku yang tersedia di Lab. 1mg/mL
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
11/24
Dibuat larutan dengan konsentrasi 397,51 10-4
mg/mL sehingga dilakukan
pengenceran.
Diketahui :
M1 = 1mg/mL
M2 = 397,51 10-4
mg/mL
V2 = 5mL
Ditanyakan:
V1= ?
Jawab:
V1 M1 = V2 M2
V1 1mg/mL = 5 mL 397,51 10-4
mg/mL
V1 = 1987,55 10-4 mL
= 0,2 mL
Jadi larutan 1mg/mL yang dipipet untuk membuat larutan dengan konsentrasi
397,51 10-4
mg/mL adalah 0,2 mL
3. Menentukan absorptivitas molar dari kaffein yang discanning
dilaboratorium.
Larutan yang telah dibuat di atas kemudian di scaning dalam spektrofotometer,
dari pengukuran spektrofotometer diperoleh:
max 212 nm dan Amax = 2,440
Selanjutnya dihitung absorptivitas molar dari kaffein yang discanning
dilaboratorium.
Diketahui :
Amax = 2,440
b = 1 cm
c = 2,047 10-4M
Ditanyakan:
= ?
Jawab:
A = bc
2,440 = 1cm 2,047 10-4M
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
12/24
= 1,192 104
M-1
cm-1
Jadi, absorptivitas molar dari kaffein yang discanning dilaboratorium adalah
1,192 104M-1cm-1
4. Perhitungan konsentrasi 1 seri larutan yang memberikan transmitan 5%,
35%, 65%, dan 95%.
Dari nilai absortivitass molar tersebut, dibuat 1 seri larutan yang memberikan
transmitan 5%, 35%, 65%, dan 95%.
a. Transmitan 5%
Diketahui :
T = 5%
= 1,192 104M
-1cm
-1
b = 1cm
Ditanyakan:
c = ?
Jawab:
A = bc
- log T = bc
- log 5% = 1,192 104
M-1
cm-1
1cm c
1,301 = 1,192 104
M-1
c
c = 1,091 10-4
M
b. Transmitan 35%
Diketahui :
T = 35%
= 1,192 104M-1cm-1
b = 1cm
Ditanyakan:
c = ?
Jawab:
A = bc
- log T = bc
- log 35% = 1,192 104
M-1
cm-1
1cm c
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
13/24
0,456 = 1,192 104
M-1
c
c = 0,383 10-4
M
c. Transmitan 65%
Diketahui :
T = 65%
= 1,192 104M-1cm-1
b = 1cm
Ditanyakan:
c = ?
Jawab:
A = bc
- log T = bc
- log 65% = 1,192 104 M-1cm-1 1cm c
0,187 = 1,192 104 M-1 c
c = 0,157 10-4 M
d. Transmitan 95%
Diketahui :
T = 95%
= 1,192 104M
-1cm
-1
b = 1cm
Ditanyakan:
c = ?
Jawab:
A = bc
- log T = bc
- log 95% = 1,192 104
M-1
cm-1
1cm c
0,022 = 1,192 104
M-1
c
c = 0,018 10-4
M
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
14/24
5. Pembuatan 1 seri larutan yang memberikan transmitan 5%, 35%, 65%,
dan 95%
Larutan stok yang tersedia di laboratorium 1mg/mL
1 mg/mL = 1mg/mL 10-3
g/mg 103
mL/L 1mol/194,19 g
= 5,150 10-3
mol/L
= 5,150 10-3 M
a. Transmitan 5%
Diketahui:
M1 = 5,150 10-3
M
M2 = 1,091 10-4
M
V2 = 5mL
Ditanyakan:
V1= ?
Jawab:
V1 M1 = V2 M2
V1 5,150 10-3
M = 5mL 1,091 10-4
M
V1 = 1,059 10-1
mL
= 0,1059 mL
Jadi volume larutan baku kafein 5,150 10-3 M yang harus dipipet adalah
0,1059 mL
b. Transmitan 35%
Diketahui:
M1 = 5,150 10-3 M
M2 = 0,383 10-4
M
V2 = 5mL
Ditanyakan:
V1= ?
Jawab:
V1 M1 = V2 M2
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
15/24
V1 5,150 10-3
M = 5mL 0,383 10-4
M M
V1 = 0,372 10-1
mL
= 0,0372 mL
Ketelitian pipet ukur hanya 0,01 ml, untuk meminimalkan kesalahan
pengukuran, dilakukan pengenceran dari larutan baku 5,150 10-3
M
Pengenceran larutan baku kafein 5,150 10 -3 M
V1 M1 = V2 M2
V1 5,150 10-3 M = 5mL 0,515 10-3 M
V1 = 0,5 mL
Jadi untuk membuat larutan kafein 0,515 10-3
M, dipipet 0,5 mL larutan
baku kafein 5,150 10-3 M, kemudian diencerkan dengan aquadest hingga
volumenya 5 mL
Kemudian, larutan ini kemudian digunakan untuk membuat larutan yang
memberikan transmitan 35%
Diketahui:
M1 = 0,515 10-3
M
M2 = 0,383 10-4
M
V2
= 5mL
Ditanyakan:
V1= ?
Jawab:
V1 M1 = V2 M2
V1 0,515 10-3 M = 5mL 0,383 10-4 M M
V1 = 3,718 10-1 mL
= 0,37 mL
Jadi volume larutan baku kafein 0,515 10-3 M yang harus dipipet adalah
0,37 mL
c. Transmitan 65%
Diketahui :
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
16/24
M1 = 0,515 10-3
M
M2 = 0,157 10-4
M
V2 = 5mL
Ditanyakan:
V1= ?
Jawab:
V1 M1 = V2 M2
V1 0,515 10-3 M = 5mL 0,157 10-4 M
V1 = 1,524 10-1 mL
= 0,15 mL
Jadi volume larutan baku kafein 0,515 10-3
M yang harus dipipet adalah
0,15 mL
d. Transmitan 95%
Diketahui:
M1 = 0,515 10-3
M
M2 = 0,018 10-4
M
V2 = 5mL
Ditanyakan:
V1= ?
Jawab:
V1 M1 = V2 M2
V1 0,515 10-3 M = 5mL 0,018 10-4 M
V1 = 0,174 10-1 mL
= 0,017 mL
Ketelitian pipet ukur hanya 0,01 ml, untuk meminimalkan kesalahan
pengukuran, dilakukan pengenceran dari larutan baku 0,5150 10-3
M
Pengenceran larutan baku kafein 0,5150 10-3
M
V1 M1 = V2 M2
V1 0,5150 10-3
M = 5mL 0,0515 10-3
M
V1 = 0,5 mL
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
17/24
Jadi untuk membuat larutan kafein 0,0515 10-3
M, dipipet 0,5 mL larutan
baku kafein 0,5150 10-3
M, kemudian diencerkan dengan aquadest hingga
volumenya 5 mL
Kemudian, larutan ini digunakan untuk membuat larutan yang memberikan
transmitan 95%
Diketahui:
M1 = 0,0515 10-3 M
M2 = 0,018 10-4 M
V2 = 5mL
Ditanyakan:
V1= ?
Jawab:
V1 M1 = V2 M2
V1 0,0515 10-3
M = 5mL 0,018 10-4
M
V1 = 1,748 10-1
mL
= 0,17 mL
Jadi volume larutan baku kafein 0,0515 10-3
M yang harus dipipet adalah
0,17 mL
6. Perhitungan Konsentrasi berdasarkan data absorbansi
a. Transmitan 5%
Diketahui:
A = 2,077
b = 1 cm
= 1,192 104M-1cm-1
c = 1,091 10-4
M
Ditanyakan:
c = ?
% kesalahan = ?
Jawab :
A = bc
2,077 = 1,192 104M-1cm-1 1 cm c
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
18/24
c = 1,742 10-4
M
% kesalahan =
100%
=
100%
=
100%
= - 59,67%
b. Transmitan 35%
Diketahui:
A = 1,082
b = 1 cm
= 1,192 104M
-1cm
-1
c = 0,383 10-4 M
Ditanyakan:
c
= ?
% kesalahan = ?
Jawab :
A = bc
1,082 = 1,192 104M
-1cm
-1 1 cm c
c = 0,908 10-4
M
% kesalahan =
100%
=
100%
=
100%
= - 137,08%
c. Transmitan 65%
Diketahui:
A = 0,507
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
19/24
b = 1 cm
= 1,192 104M-1cm-1
c = 0,157 10-4
M
Ditanyakan:
c
= ?
% kesalahan = ?
Jawab :
A = bc
0,507 = 1,192 104M
-1cm
-1 1 cm c
c =
% kesalahan =
100%
=
100%
=
100%
= -170,70%
d. Transmitan 95%
Diketahui:
A = 0,158
b = 1 cm
= 1,192 104M
-1cm
-1
c = 0,018 10-4 M
Ditanyakan:
c = ?
% kesalahan = ?
Jawab :A = bc
0,158 = 1,192 104M-1cm-1 1 cm c
c = 0,133 10-4 M
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
20/24
% kesalahan =
100%
=
100%
=
100%
= -638,89%
VII. Pembahasan
Dalam praktikum kesalahan spektrofotometri ini, digunakan larutan baku
kafein dalam metanol dengan konsentrasi 1 mg/mL. Larutan ini akan digunakan
untuk mengukur absorptivitas molar dari kafein pada percobaan ini. Karena
konsentrasi larutan yang terlalu pekat, perlu dilakukan pengenceran agar
absorbansinya dapat terbaca pada spektrofotometer UV-vis. Untuk mengefisienkan
waktu dan bahan, maka digunakan absorptivitas molar kafein yang diperoleh dari
pustaka, yaitu 2120 M-1
cm-1
(Oxford Higher Education, 2005). Selain itu dipilih
absorbansi yang memberikan kesalahan yang minimal, yaitu 0,434 (Susanti dkk,
2005). Kuvet yang digunakan dalam percobaan ini terbuat dari kuarsa dengan
ketebalan 1 cm. Dari hasil perhitungan, diperoleh konsentrasi larutan kafein untukmendapatkan absorbansi 0,434 adalah 397,51 10-4 mg/mL atau 5,150 10-3 M.
Larutan kafein 5,150 10-3
M yang telah dibuat kemudian diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 200 400 nm. Sebelum pengukuran
dengan larutan baku, alat dikalibrasi dengan blanko, yaitu berupa larutan yang
mengandung matrik selain komponen yang akan dianalisis dengan tujuan
menghindari serapan oleh pelarut. Blanko yang digunakan pada percobaan ini
adalah aquadest sebagai pelarut yang digunakan untuk mengencerkan larutan baku
kafein. Menurut pustaka, max kafein adalah 210 nm (Oxford Higher Education,
2005). Setelah dilakukan pengukuran terhadap larutan baku kafein 5,150 10-3
M,
diperoleh absorbansi maksimum sebesar 2,440 pada max 212 nm. Dipilih panjang
gelombang maksimum yang memberikan absorbansi maksimum, kepekaannya juga
maksimum karena perubahan absorbansi setiap satuan konsentrasinya adalah yang
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
21/24
paling besar. Selain itu, disekitar panjang gelombang maksimum, bentuk kurva
absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.
Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh
pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang
gelombang maksimal. (Gandjar dan Rohman, 2007). Perbedaan hasil yang
didapatkan dengan literatur ini disebabkan karena kondisi percobaan pada literatur
berbeda dengan kondisi percobaan yang dilakukan oleh praktikan.
Dengan mengetahui absorbansi maksimumnya, maka absorptivitas molar ()
dapat dihitung dari rumus A = bc. Hasil ini merupakan absorptivitas molar kafein
yang diperoleh pada saat praktikum. Menurut pustaka, absorptivitas molar kafein
adalah 2120 M-1cm-1. Sedangkan pada saat praktikum diperoleh nilai = 1,192
104 M-1cm-1. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh kondisi praktikum berbeda
dengan kondisi pada pustaka. Dengan hasil yang diperoleh ini maka dapat
ditentukan variasi konsentrasi larutan kafein pada berbagai nilai transmitan yaitu
sebesar 5%, 35%, 65%, dan 95%. Sebelumnya, ditentukan terlebih dahulu
absorbansi larutan yang diharapkan memberikan transmitan 5%, 35%, 65%, dan
95% dengan rumus A = -log T. A merupakan absorbansi dan T adalah transmitan.
Dari hasil perhitungan, diperoleh absorbansi yang memberikan nilai transmitan
sebesar 5%, 35% 65%, dan 95% berturut-turut ialah 1,301; 0,456; 0,187; dan 0,022.Dan dari data tersebut diperoleh konsentrasi larutan berturut-turut pada transmitan
5%, 35% 65%, dan 95% adalah 1,091 10-4
M; 0,383 10-4
M; 0,364 10-4
M;
dan 0,018 10-4
M.
Volume yang dipipet dari larutan baku kafein 1 mg/mL untuk memberikan
konsentrasi 1,091 10-4
M adalah 0,1059 mL. Sedangkan volume larutan baku
kafein 1 mg/mL yang dipipet untuk memberikan konsentrasi 0,383 10-4
M adalah
0,0372 mL. Karena ketelitian pipet ukur hanya 0,01 ml, untuk meminimalkan
kesalahan pengukuran, dilakukan pengenceran dari larutan baku 5,150 10-3 M
menjadi 0,515 10-3 M agar memberikan transmitan 35% dan 65%. Sedangkan
untuk larutan yang memberikan transmitan 95% diencerkan kembali sampai
konsentrasi 0,0515 10-3 M karena volume larutan yang dipipet terlalu kecil.
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
22/24
Selanjutnya semua variasi konsentrasi larutan baku kafein yang telah dibuat
tersebut diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum larutan kafein
berdasarkan percobaan yaitu 212 nm. Dan dari hasil pengukuran diperoleh
absorbansi larutan tersebut berturut-turut adalah 2,077; 1,082; 0,507; dan 0,158.
Dari nilai absorbansi ini kemudian dihitung konsentrasi larutan berdasarkan
perhitungan dengan rumus A = bc, diperoleh konsentrasinya berturut-turut sebesar
1,742 10-4
M; 0,908 10-4
M; 0,425 10-4
M; dan 0,133 10-4
M.
Kemudian ditentukan kesalahan relatif dengan menggunakan persamaan
kesalahan spektrofotometri yaitu : % kesalahan spektrometri =c
c100% dimana
c merupakan selisih antara konsentrasi perhitungan dengan konsentrasi
sebenarnya dan c merupakan konsentrasi larutan sebenarnya. Semakin kecil
persentase kesalahan spektrofotometri, semakin kecil pula kemungkinan kesalahan
pengukuran pada variasi konsentrasi tersebut. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai
kesalahan spektrofotometri dari konsentrasi larutan yang memberikan nilai
transmitan 5%, 35%, 65%, dan 95% berturut-turut adalah -59,67%; -137,08%; -
170,70%; dan -638,89%.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kesalahan pengukuran
spektrofotometri paling rendah ditunjukkan pada konsentrasi larutan yang
memberikan nilai transmitan 5% yaitu sebesar -59,67%. Nilai negatif ini
disebabkan oleh konsentrasi hasil pengukuran spektrofotometer melebihi
konsentrasi sebenarnya.
Hasil dari praktikum ini memiliki perbedaan dengan pustaka. Menurut
pustaka, kesalahan pengukuran minimal ditunjukkan pada nilai transmitan 36,8%
atau absorbansi 0,434 (Susanti dkk., 2010). Hukum Lambert-Beer hanya berlaku
pada larutan yang tidak terlalu pekat atau terlalu encer. Dalam hal ini, apabila
larutan kafein terlalu pekat, menyebabkan partikel tunggal dari kafein tidak lagi
bereaksi secara terpisah satu sama lain sehingga interaksi antar partikel ini akan
mengakibatkan perubahan nilai , selain itu pada larutan pekat akan diperoleh
absorbansi yang sangat tinggi karena ada banyak molekul yang berinteraksi dengam
sinar. Di lain pihak apabila larutan kafein terlalu encer, maka akan diperoleh
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
23/24
absorbansi dari kafein akan sangat rendah. Hal inilah yang dapat menyebabkan
kesalahan pengukuran. Adapun kesalahan-kesalahan paralaks yang dapat
mempengaruhi kurang akuratnya hasil praktikum adalah pada saat pembuatan
larutan atau pengenceran dimana masih terdapat sisa larutan pada dinding labu ukur
yang mempengaruhi konsentrasi larutan selanjutnya dan dipengaruhi oleh ketelitian
dalam pengambilan sejumlah volume larutan dengan pipet volume. Kuvet yang
digunakan juga kurang bersih karena digunakan bergilir dengan larutan yang
berbeda, sedangkan alat spektrofotometer sangat sensitif. Selain itu, karena blanko
yang digunakan hanya aquadest, sedangkan larutan baku yang digunakan
merupakan larutan baku kafein dalam metanol. Sehingga adanya kemungkinan
serapan oleh pelarut ikut terbaca. Serta sulitnya membuat konsentrasi sesuai dengan
perhitungan sehingga konsentrasi hanya dibuat mendekati konsentrasi perhitungan.
VIII.Kesimpulan
1. Kesalahan pengukuran spektrofotometri dapat disebabkan oleh variasi
konsentrasi di mana pada larutan yang terlalu encer dan pekat hukum Lambert-
Beer tidak berlaku sehingga Absorbansi tidak lagi sebanding dengan
konsentrasi larutan.
2. Kesalahan pengukuran spektrofotometri minimal ditunjukkan pada konsentrasi
larutan yang memberikan nilai transmitan 35%.
-
8/2/2019 Kesalahan Spektrofotometriaaa
24/24
DAFTAR PUSTAKA
Oxford Higher Education. 2005.Analytical Chemistry.
Available at: http://www.oup.com/uk/orc/bin/0198502893/resources/
manual/sols_ch06.pdf.
Opened at: 5 Maret 2011.
Bassett, J., R. C. Denney, G. H. Jeffery, dan J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel :
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Edisi 4. Jakarta : EGC.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2009. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: The McGraw Hill
Companies.
Susanti, Pitri, dkk. 2011. Petunjuk Praktikum Analisis Fisiko Kimia. Jurusan
Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana. Jimbaran.
Tahir, Iqmal. 2007. Arti Penting Kalibrasi Pada Proses Pengukuran Analitik
Aplikasi pada Penggunaan pHmeter dan Spektrofotometer Uv-Vis.
Laboratorium Kimia Dasar, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Wiryawan, Adam, dkk. 2008. Kimia Analitik untuk SMK. Departemen Pendidikan
Nasional. Jakarta.
http://www.oup.com/uk/orc/bin/0198502893/resources/%20manual/sols_ch06.pdfhttp://www.oup.com/uk/orc/bin/0198502893/resources/%20manual/sols_ch06.pdfhttp://www.oup.com/uk/orc/bin/0198502893/resources/%20manual/sols_ch06.pdfhttp://www.oup.com/uk/orc/bin/0198502893/resources/%20manual/sols_ch06.pdf