Transcript

EKSISTENSI TRANSPORTASI SUNGAI (KETEK)

EKSISTENSI TRANSPORTASI SUNGAI (KETEK)SEBAGAI SARANA ALTERNATIF DI KOTA JAMBIM. A. Hanif

E-mail: [email protected]

ABSTRAKArtikel ini dilatarbelakangi oleh pesatnya perkembangan alat transportasi modern dan canggih serta kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah berupa pembangunan jembatan, dengan sendirinya akan mengancam keberadaan ketek sebagai transportasi sungai yang memiliki nilai dan muatan lokal. Hal ini dikhawatirkan akan mematikan jalur transportasi sungai di DAS Batang Hari Kota Jambi. Tujuan artikel ini adalah mendeskripsikan eksistensi transportasi sungai ketek secara umum, fungsi transportasi sungai ketek dan persepsi masyarakat tentang eksistensi transportasi sungai ketek sebagai sarana alternatif di Kota Jambi. Artikel ini merupakan hasil penelitian budaya jenis etnografi ala James P. Spradley dengan pendekatan emik dan perspekstif kualitatif-fenomenologi. Data diperoleh dari hasil pengamatan berperanserta (observation participant) dan wawancara mendalam (indept interview) dengan batasan wilayah di Kecamatan Pelayangan Seberang Kota Jambi. Hasilnya adalah eksistensi transportasi sungai ketek di Kota Jambi saat ini berada pada tingkat keprihatinan, terjadinya penurunan jumlah transportasi sungai ketek dan sistem pelaksanaan (penempatan parkir berlabuhnya ketek) yang tidak proporsional. Secara fungsi, ketek berfungsi sebagai sarana mata pencaharian hidup, sarana penyeberangan sungai Batang Hari dan sarana lomba serta rekreasi. Secara persepsi, ketek merupakan urat nadi masyarakat lokal, sebagai roda perekonomian dan sebuah tradisi yang sudah mendarah daging. Rekomendasi hasil penelitian, agar Pemerintah Kota dan Provinsi Jambi memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan transportasi sungai ketek kedepannya dengan menjadikan ketek sebagai icon Kota Jambi atau transportasi wisata di DAS Batang Hari. Kata Kunci: Transportasi sungai ketek, eksistensi, fungsi dan persepsiPENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas beribu pulau sepanjang garis khatulistiwa yang menempati peringkat keempat dari 10 negara berpopulasi terbesar di dunia. Tanpa sarana transportasi yang memadai maka akan sulit untuk menghubungkan seluruh daerah di kepulauan ini. Transportasi merupakan salah satu sektor kegiatan yang sangat penting karena berkaitan dengan kebutuhan setiap orang. Kebutuhan ini misalnya kebutuhan untuk mencapai lokasi kerja, lokasi sekolah, mengunjungi tempat hiburan atau pelayanan, dan bahkan untuk bepergian ke luar kota. Transportasi tidak hanya mengangkut orang, tetapi juga untuk memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lain.

Perkembangan transportasi memungkinkan berbagai kegiatan dapat diangkut melalui darat, udara ataupun laut dengan jenis angkut yang beragam. Namun yang perlu diingat, bahwa sebagai fasilitas pendukung kegiatan kehidupan, maka perkembangan transportasi harus diperhitungkan dengan tepat dan secermat mungkin agar dapat mendukung tujuan pembangunan secara umum dari satu dearah.

Transportasi sungai di Indonesia pada umumnya digunakan untuk melayani mobilitas barang dan penumpang, baik di sepanjang aliran sungai maupun penyeberangan sungai. Angkutan sungai sangat menonjol di Kalimantan, Sumatera dan Papua. Di Kalimantan, angkutan sungai banyak digunakan untuk kebutuhan angkutan lokal dan perkotaan, terutama di wilayah yang belum tersedia prasarana transportasi jalan.

Berkaitan dengan hal tersebut, Jambi adalah salah satu daerah yang memiliki sungai terpanjang di pulau Sumatera yaitu Sungai Batang Hari. Keberadaan Sungai Batang Hari di Provinsi Jambi memberikan ruang lingkup yang luas terhadap perkembangan transportasi sungai di Kota Jambi. Salah satu jenis transportasi sungai yang berkembang di Kota Jambi dan sesuai dengan adat serta tradisi daerahnya adalah transportasi sungai ketek. Saat ini, keberadaan transportasi sungai ketek di Kota Jambi sedang mengalami diagresif sebagai akibat dari arus modernisasi yang berkepanjangan tanpa kendali. Hal ini dapat dilihat dari berbagai ancaman yang datang silih berganti terhadap perkembangan transportasi sungai ketek tersebut, diantaranya yaitu: Pertama, berdasarkan hasil survey awal peneliti dari informasi di lapangan setelah dibangunnya Jembatan Batang Hari I (Aurduri) oleh pemerintah Provinsi Jambi pada tahun 1986 bahwa pendapatan tukang ketek mengalami penurunan. Ini membuktikan bahwa jasa transportasi sungai mulai ditinggalkan. Dengan kata lain, terdapat penurunan dari jumlah penumpang ketek. Hal ini menggambarkan bahwa terjadi peralihan dalam menggunakan jenis transportasi di kalangan masyarakat, dimana yang mulanya menggunakan transportasi sungai beralih menggunakan transportasi darat. Kedua, setelah dibangunnya Jembatan Batang Hari II oleh Pemerintah pada tahun 2010 di ujung Timur Kota Jambi bahwa alih penggunaan transportasi sungai ke transportasi darat mengalami peningkatan hingga mencapai 30-50%. Pembangunan jembatan ini juga mengakibatkan berkurangnya jumlah ketek yang ada di Kelurahan Tanjung Johor, dari jumlah awal sebanyak 30 buah ketek hanya menyisakan 8 buah ketek dan tidak menyisakan satu pun ketek di Kelurahan Tahtul Yaman Seberang Kota Jambi. Ketiga, dengan semakin tingginya animo masyarakat seberang dewasa ini yang cenderung lebih tertarik menggunakan jenis transportasi darat yang lebih canggih dan modern daripada menggunakan jenis transportasi sungai yang masih tergolong tradisional. Hal ini membuat peran dan fungsi transportasi darat lebih banyak diminati oleh masyarakat Seberang Kota Jambi, sehingga transportasi sungai ketek mulai ditinggalkan dan berada pada level bawah.Hingga pada tahun 2013 lalu, Pemerintah Provinsi Jambi kembali berhasil membangun Jembatan yang ketiga, yaitu Jembatan Gantung (Gentala Arasy), yang dibangun khusus untuk para pejalan kaki sebagai peningkatan mutu pariwisata Provinsi Jambi. Bangunan jembatan ini dikhawatirkan akan memarginalkan tingkat penggunaan transportasi sungai ketek di Kota Jambi karena letaknya yang tepat berada di tengah-tengah kawasan sungai penyeberangan ketek. Sementara itu, kehadiran transportasi sungai ketek di Kota Jambi sangat penting. Karena ketek merupakan satu-satunya transportasi penyeberangan sungai di DAS Batang Hari, yang hingga saat ini masih dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat kota khususnya di Seberang Kota Jambi. Disamping memiliki nilai dan muatan lokal, perlu diketahui bahwa ketek juga merupakan sarana transportasi sungai utama pada masa lalu yang sudah ada sejak tahun 1970-an.

Dengan demikian, perkembangan alat transportasi yang modern dan canggih serta kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah berupa pembangunan jembatan, dengan sendirinya akan mengancam eksistensi transportasi sungai ketek. Bahkan, akan mematikan jalur transportasi sungai di DAS Batang Hari Kota Jambi.Secara teoritis, konsep modernisasi pada umumnya membawa kepada perubahan sosial dan pembangunan yang berlangsung menuju ke arah kemajuan dan pembaruan yang bermakna dan bernilai positif. Namun dalam perakteknya, mengapa modernisasi di Kota Jambi sendiri memberikan dampak negatif bagi perkembangan transportasi sungai ketek di Kota Jambi? dan mengapa transportasi sungai ketek sebagai transportasi utama masa lalu justru tidak mengalami kemajuan di masa kini? Berangkat dari latar belakang tersebut, artikel ini akan memaparkan tentang bagaimana eksistensi transportasi sungai ketek di Kota Jambi secara umumnya, fungsi transportasi sungai ketek dan persepsi masyarakat tentang eksistensi transportasi sungai ketek di Kota Jambi. Adapun manfaat dari hadirnya artikel ini diharapkan agar transportasi sungai ketek di Kota Jambi mendapatkan perhatian dan kebijakan dari pemerintah Kota Jambi maupun Provinsi Jambi terkait dengan kelangsungan masa depan ketek sebagai ikon transportasi sungai di DAS Batang Hari, sehingga kelangsungan transportasi sungai ketek lebih menjanjikan ke depannya. METODE PENELITIANArtikel ini adalah hasil dari penelitian budaya jenis etnografi ala James P. Spradley dengan pendekatan emik dan perspekstif kualitatif-fenomenologi. Data diperoleh dari hasil pengamatan berperanserta (observation participant) dan wawancara mendalam (indept interview) dengan batasan wilayah di Kecamatan Pelayangan Seberang Kota Jambi.Informan yang dijadikan sebagai sasaran dalam penelitian ini adalah tukang ketek dan penumpang ketek. Tukang ketek yang akan dijadikan sebagai informan adalah tukang ketek yang berpengalaman, yang sudah lama berkecimpung di dalam dunia ketek, karena dianggap memiliki pengetahuan yang banyak tentang perkembangan transportasi sungai ketek. Penumpang ketek yang akan dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini terdiri dari para pedagang, pemuda/pemudi, tuo tengganai, anak-anak sekolahan yang mayoritas adalah masyarakat di Kecamatan Pelayangan Seberang Kota Jambi.Untuk mencapai tingkat kredibilatas yang absah, maka ada beberapa teknik yang digunakan dalam penelitian ini, baik secara analisis, maupun keabsahan data. Secara analisis, penelitian ini menggunakan teknik analisis: (a) Domain, (b)Taksonomi, (c) Komponen, dan (d) Tema. Sedangkan secara keabsahan, penelitian ini menggunakan teknik triangulasi dengan pemanfaatan penggunaan sumber.TRANSPORTASI DAN KEBUDAYAANC. Kluckhohn dalam karangannya berjudul Universal Categories Of Culture (1953) dengan mengambil intisari dari berbagai kerangka yang ada mengenai unsur-unsur kebudayaan universal. Unsur-unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia berjumlah tujuh buah, yang dapat disebut sebagai isi pokok dari setiap kebudayaan diantaranya yaitu: (a) Bahasa, (b) Sistem Pengetahuan, (c) Organisasi Sosial, (d) Sistem Mata Pencaharian Hidup, (e) Sistem Religi, dan (f) Kesenian. Berdasarkan pandangan ini, peneliti mengkategorikan transportasi sebagai salah satu bentuk unsur universal kebudayaan Sistem Mata Pencaharian Hidup.Secara fungsional, ketujuh unsur kebudayaan itu memiliki fungsi sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam karangan buku Malinowski tentang teori fungsionalisme yang berjudul A Scientific Theory of Culture and Other Essays (1944). Dalam buku itu Malinowski mengembangkan teori tentang fungsi unsur-unsur kebudayaan yang sangat Komplex. Tetapi inti dari teori itu adalah pendirian bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Karena itu menurut Malinowski, unsur kesenian misalnya, berfungsi untuk memuaskan hasrat naluri manusia akan keindahan; unsur system pengetahuan, berfungsi memuaskan hasrat untuk tahu. Begitu juga dengan unsur system mata pencaharian hidup, berfungsi untuk memuaskan hasrat naluri manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagai produk manusia, kebudayaan adalah ekspresi eksistensi manusia sebagai makhluk historis. Sebagai ekspresi eksistensi manusia, kebudayaan pun berwujud sesuai dengan corak dasar keberadaan manusia. Menurut koentjaraningrat, kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud, yakni wujud ideal, sistem sosial, dan kebudayaan fisik. Transportasi sungai ketek yang ada di Seberang Kota Jambi merupakan salah satu bentuk wujud kebudayaan yang ketiga sebagai objek fisik hasil karya manusia masa lalu. Walaupun bentuk dari transportasi sungai ketek tersebut telah mengalami perkembangan, Namun secara penampilannya ketek masih bisa mempertahankan identitas dirinya sebagai transportasi tradisional, dikatakan tradisional karena ketek tersebut masih terbuat dari bahan kayu dan diolah serta dibentuk secara manual tradisional oleh manusia.TRANSPORTASI, KEARIFAN LOKAL DAN MODERNISASITransportasi sungai ketek adalah salah satu produk budaya masa lalu yang sudah lama berkembang dan mentradisi dalam aktivitas masyarakat seberang di Kota Jambi. Tradisi ini telah dilakukan secara terus-menerus serta turun-temurun dari waktu ke waktu sebagai sarana penyeberangan sungai di DAS Batang Hari Kota Jambi. Hal ini menggambarkan bahwa transportasi sungai ketek di Kota Jambi merupakan salah satu bagian dari hasil kearifan lokal masyarakat setempat (masyarakat seberang). Kearifan lokal merupakan perwujudan dari daya tahan dan daya tumbuh yang dimanifestasikan melalui pandangan hidup, pengetahuan, dan pelbagai strategi kehidupan yang berupa aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal untuk menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, sekaligus memelihara kebudayaannya. Untuk itu, kehadiran transportasi sungai ketek di Kota Jambi sebagai hasil kearifan lokal masyarakat seberang yang tertanam nilai budaya di dalamnya adalah merupakan pengejawantahan dari budaya masa lalu untuk menjawab salah satu persoalan vital masyarakat seberang dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka sehari-hari, yaitu dalam hal penyeberangan sungai Batang Hari dan hingga saat ini masih menjadi dinamika social-modern. Dinamika social-modern tersebut dapat dibuktikan dengan berbagai pengaruh yang disebabkan oleh arus modernisasi itu sendiri, sehingga menimbulkan perubahan sosial di Kota Jambi secara eksplisit. Kita bisa menyaksikan bahwa modernisasi di Kota Jambi telah memberikan imensitas dan imperfeksi terhadap eksistensi transportasi sungai ketek di Kota Jambi. Imensitas terjadi karena pengaruh positif dari modernisasi, sedangkan imperfeksi terjadi karena pengendalian modernisasi yang tak terkendali, sehingga memberikan pengaruh negatif terhadap transportasi sungai ketek di Kota Jambi.Salah satu imensitas dari modernisasi terkait dengan perkembangan transportasi sungai di Kota Jambi adalah terjadinya transformasi transportasi sungai yang dahulunya hanya berupa perahu dayung dan masih menggunakan tenaga manusia, sekarang telah menjadi perahu bermesin yang oleh pemilik budayanya (masyarakat seberang) dikenal dengan istilah ketek. Hal ini sesuai dengan pendapat Prof. Koentjaraningrat yang mengatakan bahwa modernisasi tidak lain adalah Usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang. Ungkapan tersebut mensyaratkan bahwa modernisasi tidak akan datang dan terjadi begitu saja, melainkan harus diusahakan, diupayakan. Jadi, jelas lah bahwa transportasi sungai ketek merupakan salah satu bukti real dari akselerasi modernisasi di Kota Jambi yang secara langsung penerapannya diusahakan sekaligus diupayakan oleh masyarakat lokal itu sendiri yang diperoleh berdasarkan hasil interpretasi dari pengetahuan, pengalaman dan kondisi alam di sekitarnya melalui proses belajar.Sedangkan imperfeksi dari modernisasi (globalisasi) terhadap transportasi sungai ketek di Kota Jambi yaitu terjadinya globalophobia. Globalophobia ini sedikitnya telah menjejali transportasi sungai ketek di Kota Jambi. Hal ini disebabkan karena tidak adanya perhitungan yang tepat dan cermat dalam pengendalian modernisasi itu sendiri, sehingga berpengaruh negatif bagi perkembangan transportasi sungai ketek di Kota Jambi. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, pengaruh negatif ini dapat dibuktikan dengan berbagai ancaman dari modernisasi di Kota Jambi selama beberapa rentang tahun yang lalu, baik berupa perkembangan transportasi darat yang cenderung modern dan canggih maupun pembangunan-pembangunan jembatan oleh pemerintah daerah Provinsi Jambi. Dalam hal Ini, perlu kita pikirkan bersama-sama tentang bagaimana kearifan lokal transportasi sungai ketek di Kota Jambi agar tetap dapat hidup dan berkembang tetapi tidak ketinggalan zaman. Bagaimana kearifan lokal dapat mengikuti arus perkembangan global sekaligus tetap dapat mempertahankan identitas local, sehingga akan menyebabkan ia hidup terus dan mengalami penguatan. Kearifan lokal sudah semestinya dapat berkolaborasi dengan aneka perkembangan budaya yang melanda dan untuk tidak larut dan hilang dari identitasnya sendiri.

EKSISTENSI TRANSPORTASI SUNGAI KETEK DI KOTA JAMBI SECARA UMUMSecara historis, sebelum adanya ketek masyarakat seberang pada waktu itu masih menggunakan perahu tradisional (perahu kecik). Perahu tersebut dijalani oleh tenaga manusia dengan bantuan alat kecil yang terbuat dari kayu atau istilah lainnya yang sering disebut dengan pengayuh. Perahu ini memiliki panjang 3-5 meter dengan ukuran lebar 1 meter. Bentuk perahu dayung ini memiliki bagian depan yang tidak jauh berbeda dengan bagian belakangnya. Tujuan perahu tersebut adalah untuk mengangkut penumpang yang hendak melintasi sungai Batang Hari.Seiring berjalannya waktu, perkembangan teknologi memberikan kemajuan dalam segala bidang. Salah satu wujud dari perkembangan itu adalah kemajuan mesin dalam bidang transportasi. Hal ini memberikan nilai yang solutif terhadap para penambang perahu waktu itu, di samping kemudahan pekerjaan juga memberikan efisiensi waktu yang produktif dalam proses penyeberangan. Mulai tahun 70-an, perahu tradisional ini berkembang menjadi perahu mesin. Awalnya, perahu mesin ini digunakan oleh masyarakat Pulau Pandan di bagian selatan Sungai Batang Hari. Tujuannya adalah sebagai sarana untuk mencari ikan. Sebagian besar masyarakat Pulau Pandan itu adalah masyarakat yang berasal dari Palembang.

Ada beberapa sarana yang menjadi alat penyeberangan sungai masyarakat seberang di DAS Batang Hari Kota Jambi sebelum dikenalnya ketek, yaitu:

Pertama, perahu kecik (perahu tradisional). Perahu Kecik merupakan transportasi sungai pertama yang digunakan oleh masyarakat Seberang Kota Jambi. Perahu Kecik ini sering juga disebut oleh masyarakat setempat dengan istilah perahu jalur kecik. Perahu kecik ini dikembangkan oleh orang-orang pendatang yang berasal dari Jawa Timur di Kelurahan Arab Melayu.

Kedua, perahu jukung. Perahu jukung adalah perahu yang terbuat dari kayu yang utuh, dalam arti kata tidak disambung-sambung dari sebatang pohon kayu yang besar. Perahu Jukung merupakan salah satu perahu yang juga berkembang di Seberang Kota Jambi setelah perahu kecik. Perahu ini digunakan oleh masyarakat seberang sebagai angkutan sungai untuk membawa orang yang hendak menuju ke Pasar Kota Jambi.

Ketiga, perahu mesin. Perahu mesin adalah perahu dayung yang menggunakan mesin. Perahu mesin ini dikembangkan oleh orang-orang Palembang yang tinggalnya di daerah Pulau Pandan dan terletak di bagian Selatan Sungai Batang Hari. Pada masanya, perahu mesin ini oleh orang Palembang digunakan sebagai alat untuk

mencari ikan di bagian hilir Sungai Batang Hari. Perahu mesin inilah yang menjadi cikal bakal munculnya ketek. Lihat Gambar 1 di atas.Keempat, kapal tempek. Kapal tempek atau sering juga dibilang oleh masyarakat setempat sebagai PMP. Kapal tempek dikenal sudah cukup lama oleh masyarakat setempat, perkembangan kapal tempek sudah ada sebelum berkembangnya Ketek. Kapal tempek memiliki ukuran yang lebih besar dari ketek dan memiliki atap. Kapal tempek memiliki kapasitas muatan penumpang sekitar 20 orang. dikatakan kapal tempek karena kapal ini menggunakan mesin tempek atau mesin cangkuk/mesin 40.

Kelima, ketek. Ketek adalah satu-satunya transportasi sungai yang masih diamanfaatkan oleh sebagian masyarakat di Seberang Kota Jambi hingga saat ini, yang sudah ada sejak tahun 1970-an. Ada 3 jenis Ketek yang dikategorikan berdasarkan jenis mesinnya, yaitu mesin robin, TS (turbine ship) dan dompeng. Lihat Gambar 2 di bawah ini.

Secara istilah, ketek memiliki 2 istilah lain sebelum dikenalnya istilah ketek. Pendapat pertama mengatakan bahwa istilah lain sebelum ketek itu adalah motor kecik. Ketek tu sebenarnyo iolah motor kecik, karena ditingok dari bentuknyo tu yang kecik. Dan pendapat kedua mengatakan bahwa ketek itu dahulu dikenal dengan istilah boat. Boat itu maksudnya bagian dalam Ketek yang berfungsi sebagai tempat duduknya penumpang, sehingga orang-orang sering menyebutnya boat.

Secara kuantitas, berdasarkan informasi dari buku yang diterbitkan oleh BPS Kota Jambi dengan judul Kecamatan Pelayangan dalam Angka 2013, bahwa jumlah transportasi sungai ketek adalah sebanyak 150 buah. Masing-masing terdiri dari 24 buah di Kelurahan Tengah, 8 buah di Kelurahan Jelmu, 28 buah di Kelurahan Mudung Laut, 69 buah di Kelurahan Arab Melayu, 12 buah di Kelurahan Tahtul Yaman dan 9 Buah di Kelurahan Tanjung Johor. Dan pada tahun 2014 adalah sebanyak 139 Buah. Masing-masing terdiri dari 11 buah di Kelurahan Tengah, 11 buah di Kelurahan Jelmu, 9 di Kelurahan Mudung Laut, 100 buah di Kelurahan Arab Melayu, 8 buah di Kelurahan Tanjung Johor dan tidak ditemukan lagi keberadaan ketek di Kelurahan Tahtul Yaman. Dari data tersebut memberikan keterangan bahwa jumlah transportasi sungai ketek mengalami penurunan di tahun 2014. Penurunan jumlah ketek ini disebabkan karena penghasilan sebagai tukang ketek itu sudah berkurang, sehingga beberapa tukang ketek mengurungkan niatnya untuk melanjutkan profesinya. Akhirnya, ketek-ketek yang ada dijual oleh sebagian tukang ketek ke berbagai tempat di Seberang Kota Jambi dan mengganti profesi lain yang lebih menguntungkan.Secara sistem, penempatan parkir/berlabuh nya ketek di Seberang Kota Jambi terlihat tidak tertata dengan baik antara kelurahan yang satu dengan kelurahan lain sehingga terlihat tidak proporsional. Sistem penempatan parkir/berlabuhnya ketek ini hanya dilakukan atas dasar pertimbangan karena jarak pelabuhan dekat dari rumah. Hal ini seperti yang terjadi di Kelurahan Arab Melayu. Sistem penempatan parkir/berlabuhnya ketek di Kelurahan Arab Melayu tidak sama dengan sistem penempatan parkir di kelurahan-kelurahan lainnya. Sistem penempatan parkir/berlabuhnya ketek di kelurahan ini cenderung bersifat deliveransi (bebas). Karena jumlah ketek yang ada di Kelurahan Arab Melayu ini lebih banyak daripada jumlah pelabuhannya, sehingga ketek yang ada di kelurahan itu memiliki tempat berlabuh sendiri-sendiri dan terlihat tidak tertata dengan baik. Hal ini bisa dilihat dari keberadaan ketek nya yang berlabuh dimana-mana dengan hanya beberapa kayu yang ditancapkan sebagai tiang pengikat ketek-ketek tersebut. Sedangkan penempatan parkir/berlabuhnya ketek di kelurahan-kelurahan lain terlihat tertata dengan baik. Hal ini didasari karena jumlah ketek yang ada di kelurahan-kelurahan tersebut masih dapat terjangkau dengan jumlah pelabuhan/rakit yang ada. Sehingga tidak ditemui ketek yang berlabuh di sembarangan tempat.FUNGSI TRANSPORTASI SUNGAI KETEK DI KOTA JAMBIKetek sebagai Sarana Mata Pencaharian Hidup. Pada masa lalu sekitar tahun 80-an, ketek menjadi solusi bagi sebagian masyarakat Seberang Kota Jambi, karena transportasi ini dianggap sebagai salah satu peluang untuk mencari nafkah keluarga. Dengan uang sebesar 175 ribu, masyarakat setempat sudah bisa memiliki transportasi ketek. Ketika itu, harga minyak hanya senilai 35 rupiah dan ongkos Ketek baru 25 rupiah. Sekarang, transportasi sungai ketek sudah mencapai 3 Juta/satuannya, belum dengan mesinnya. Namun, transportasi ketek masih menjadi salah satu alternatif sebagai alat teknologi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga di Kecamatan Pelayangan Seberang Kota Jambi. Sehingga sebagian dari masyarakat seberang tetap menggantungkan hidup mereka dengan transportasi ini. Karena mereka menganggap bahwa Ketek adalah salah satu usaha yang cukup menguntungkan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Ketek sebagai Sarana Transportasi Penyeberangan Sungai. Transportasi sungai ketek adalah salah satu hasil dari kebudayaan masa lalu masyarakat seberang sebagai sarana transportasi penyeberangan Sungai Batang Hari untuk mengangkut penumpang dari Seberang Kota menuju Kota Jambi atau dari Kota menuju Seberang Kota Jambi. Tujuan utama transportasi ini adalah untuk mengantar orang-orang dahulu yang hendak pergi ke pasar dengan keperluan yang bermacam-macam. Ada yang ke pasar dengan keperluan untuk membeli kebutuhan rumah tangga. Ada juga ke pasar dengan tujuan berjualan. Ada juga untuk membeli sayur-sayuran di Pasar Angso Duo. Hal ini seperti yang terjadi di Kelurahan Tengah, Jelmu, Mudung Laut dan Arab Melayu, hingga sekarang pun masih banyak ditemui penumpang yang menggunakan ketek sebagai transportasi penyeberangan sungai ke Pasar Angso Duo dan termasuk Ramayana/WTC, namun tidak se-intensif dahulu. Dahulu transportasi ini juga digunakan untuk mengantar anak-anak sekolahan yang hendak belajar di Seberang Kota Jambi maupun yang dari Seberang belajar ke Kota Jambi serta para pemuda yang hendak pergi menonton bioskop. Transportasi ini juga digunakan untuk mengantar para pekerja pabrik-pabrik dari arah Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi menyebrang sungai menuju Kelurahan Tanjung Johor. Ketika itu, terdapat 2 pabrik di kawasan seberang Kota Jambi, yaitu Pabrik Remco dan Jambi Waras. Sekarang, pabrik-pabrik itu masih berfungsi dengan baik. Ketek sebagai Sarana Lomba dan Rekreasi. Sebagai sarana lomba, ketek dimanfaatkan dalam pelaksanaan lomba peringatan HUT RI 17 Agustus dan HUT Provinsi Jambi di Sungai Batang Hari. Lomba yang dilakukan di area Sungai Batang Hari ini biasanya adalah lomba perahu yang melibatkan peserta dari seluruh kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Jambi. Dalam rangka untuk memeriahkan pelaksanaan lomba perahu ini, sehingga ada sebagian dari masyarakat seberang yang tidak segan-segan untuk mencatar ketek. Peran ketek di sini adalah sebagai sarana untuk menonton lomba dari jarak dekat sehingga lebih berkesan. Biasanya, kalangan muda-mudi yang berantusias untuk mencarter ketek tersebut. Pelaksanaan lomba perahu ini dilakukan oleh pemerintah daerah sebanyak 3 kali dalam setahun, yaitu pelaksanaan Peringatan HUT RI, Peringatan HUT Provinsi Jambi dan Peringatan HUT Kota Jambi. Pelaksanaan lomba perahu ini biasanya dilaksanakan pada siang hari dan dimulai sekitar pukul 14.00 WIB dan diakhiri pada pukul 17.00 WIB.

Sebagai sarana rekreasi, ketek sering dimanfaatkan oleh wisatawan dalam kota. Ketek yang berfungsi sebagai sarana wisata ini disebut ketek wisata. Biasanya, ketek wisata ini menarik wisatawan-wisatawan yang berkunjung di Taman Tanggo Rajo (Ancol) Kec. Pasar Kota Jambi. Tanggo Rajo (Ancol) merupakan kawasan yang sering dikunjungi sebagai tempat rekreasi keluarga untuk dapat menikmati panorama Sungai Batang Hari, memancing, ketek wisata dan jajanan di sepanjang jalan raya di pinggir Sungai. Bagi wisatawan yang sedang berwisata di Taman Tanggo Rajo (Ancol) Pasar Kota Jambi ini akan menemui 2 pelabuhan ketek yang difungsikan sebagai sarana untuk rekreasi. 2 pelabuhan tersebut ialah pelabuhan yang ada di pangkalan ketek wisata Ancol-Pelayangan dan pangkalan ketek wisata Tanjung Johor dan Tahtul Yaman. Selain itu, ada sebuah informasi yang mengatakan bahwa ternyata transportasi sungai ketek ini juga pernah menjadi ketek wisata bagi waisatawan yang hendak berkunjung ke Kawasan Candi Muaro Jambi dengan keliling menyusuri DAS Batang Hari.

PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG TRANSPORTASI SUNGAI KETEK DI KOTA JAMBIKetek sebagai Roda Perekonomian. Kita ketahui bahwa transportasi sungai ketek merupakan sarana penyeberangan sungai yang sudah lama berkembang mulai tahun 1970-an, dimana perkembangan alat transportasi darat yang canggih dan modern belum begitu dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Seberang Kota Jambi. Dan kebijakan-kebijakan pemerintah berupa jembatan pun belum ada pada waktu itu. Sehingga keberadaan transportasi sungai ketek benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat Kota Jambi khususnya masyarakat di Seberang Kota Jambi sebagai sarana penyeberangan sungai Batang Hari, terutama bagi pedagang sayur yang hampir setiap harinya menggunakan jasa transportasi ketek untuk tujuan ke Pasar Angso Duo. Keberadaan transportasi sungai ketek di Sungai Batang Hari Kota Jambi juga merupakan urat nadi dalam kehidupan masyarakat Seberang Kota Jambi. Hal ini dikarenakan transportasi sungai ketek telah memberikan manfaat yang besar dalam membantu masyarakat seberang untuk melakukan penyeberangan di DAS Batang Hari menuju Pasar Kota Jambi. Salah satu bukti lapangannya adalah ketek memberikan kemudahan dalam penyeberangan sungai dan menjadi sarana alternatif untuk memenuhi kebutuhan hidup serta tujuan penumpang ke Pasar. Hal ini tidak sebanding dengan pengguna transportasi darat melalui jembatan, karena membutuhkan waktu perjalanan yang jauh dan cukup lama untuk menuju Pasar Angso Duo. Penggunaan transportasi darat harus menuju jembatan Aurduri terlebih dahulu, kemudian baru menuju Pasar Angso Duo.

Ketek sebagai Tradisi Masyarakat Lokal. Keberadaan transportasi sungai ketek sudah tidak asing lagi bagi masyarakat kota Jambi khususnya masyarakat di Seberang Kota Jambi. Penyeberangan melalui Sungai Batang Hari untuk tujuan ke Pasar sudah menjadi kebiasaan atau tradisi yang sudah mendarah daging bagi masyarakat seberang. Sehingga masyarakat seberang akan tetap selalu menggunakan ketek untuk penyeberangan sungai ke Pasar. Tradisi itu kian berlanjut dan masih dibudayakan oleh masyarakat seberang hingga saat ini. Salah satu faktor yang menyebabkannya adalah kepraktisan yang dimiliki oleh transportasi sungai ketek tersebut. Dengan kepraktisannya tersebut masyarakat seberang lebih tertolong dalam melakukan penyeberangan sehingga bisa sampai ke tempat tujuan dengan waktu yang cepat dan singkat. Begitu pentingnya transportasi sungai ketek dalam memudahkan masyarakat seberang untuk melakukan penyeberangan Sungai Batang Hari, sehingga mereka beranggapan bahwa transportasi sungai ketek itu adalah sebuah tradisi yang sudah mendarah daging dan akan selalu menggunakannya sebagai sarana penyeberangan sungai alternatif yang memiliki nilai praktis.KESIMPULAN

Ketek merupakan transportasi sungai yang patut dipertahankan, karena merupakan akumulasi dari budaya masa lalu dan masa modern saat ini. walaupun ada unsur kemoderenannya sebagai perahu motor karena telah menggunakan mesin, tetapi jangan dilupakan bahwa ketek juga memiliki unsur ketradisionalannya yaitu: Pertama, ketek terbuat dari bahan kayu. Kedua, ketek diolah dan dibentuk secara manual tradisional oleh manusia.

Secara eksistensi, transportasi sungai ketek dapat dikatakan sebagai jantungnya kehidupan masyarakat Seberang Kota Jambi, karena selalu memberikan kemudahan dan kelancaran terhadap aktivitas masyarakat Seberang Kota Jambi sehari-hari, baik pada masa lalu maupun sekarang. Masyarakat seberang akan mengalami masa paceklik, jika tanpa keberadaan transportasi sungai ketek. Hal ini disebabkan karena kehidupan masyarakat seberang tidak terlepas dari keberadaan Pasar Kota Jambi (yang merupakan destinasi utama sebagai pusat perbelanjaan umum Kota Jambi) dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Sehingga kondisi ini menuntut mereka untuk harus melakukan penyeberangan sungai agar bisa sampai ke tempat tujuan tersebut untuk mencari berbagai kebutuhan hidup mereka. Salah satu sarana alternatif yang digunakan masyarakat seberang dalam melakukan penyeberangan sungai adalah dengan menggunakan transportasi sungai ketek yang ada di Kota Jambi.

Secara fungsi, ketek di Kota Jambi merupakan sarana transportasi sungai yang interesan karena memiliki disjeksi dalam fungsi (fungsi rangkap). Hal ini lah yang membuat eksistensi transportasi sungai ketek di Kota Jambi hingga saat ini masih bertahan, sehingga patut untuk dikembangkan dan dilestarikan eksistensinya. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bahwa transportasi sungai ketek bisa dijadikan sebagai icon Kota Jambi.Secara persepsi, transportasi sungai ketek juga dianggap oleh mereka sebagai sebuah roda perekonomian dan tradisi yang sudah mendarah daging, sehingga keberadaan transportasi sungai ketek sulit untuk dihilangkan. Hal ini ditambah dengan faktor kepraktisan yang dimiliki oleh ketek tersebut, yang bisa memberikan kemudahan dalam melakukan penyeberangan Sungai Batang Hari. Di samping itu, masyarakat seberang juga lebih tertolong dalam melakukan penyeberangan sungai karena bisa sampai ke tempat tujuan dengan waktu yang cepat dan singkat. Berdasarkan penjelasan tersebut, secara tegas menyiratkan bahwa gencatnya modernisasi yang terjadi di Kota Jambi ternyata tidak sedikitpun mengubah persepsi masyarakat lokal terhadap eksistensi transportasi sungai ketek di Kota Jambi dewasa ini. Hal ini disebabkan karena kehadiran transportasi sungai ketek memang benar-benar memberikan solusi terhadap kehidupan masyarakat lokal terutama dalam hal penyeberangan sungai Batang Hari.

Bahkan, solusi tersebut telah datang jauh sebelum dibangunnya jembatan-jembatan yang ada di Kota jambi. Saat itu lah, transportasi sungai ketek hadir dan berani menawarkan solusi dalam realitasnya, sehingga solusi tersebut benar-benar dimanfaatkan dan dibudayakan oleh masyarakat lokal dalam keseharian mereka. Salah satu bukti yang bisa dijadikan referensi terkait dengan hal tersebut adalah bahwa eksistensi transportasi sungai ketek telah berkembang cukup lama dan hadir di dalam kehidupan masyarakat lokal selama 40-an tahun lamanya. Usia yang cukup tua sebagai transportasi sungai yang memiliki keunikan tersendiri, yaitu sebagai transportasi sungai yang modern-tradisional.

REKOMENDASIRekomendasi yang disarankan oleh peneliti dalam artikel ini berdasarkan hasil penelitian yaitu: (a) Kepada pihak pemerintah Provinsi maupun Kota Jambi untuk memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan transportasi sungai ketek kedepannya dengan menjadikan ketek sebagai icon kota Jambi atau sebagai transportasi wisata di DAS Batang Hari, dan (b) Kepada masyarakat Kota Jambi khususnya masyarakat Seberang Kota Jambi agar selalu membudayakan transportasi sungai ketek sebagai sarana penyeberangan sungai di DAS Batang Hari dan menjadikan keberadaan transportasi sungai ketek sebagai salah satu simbol kehidupan sosial mereka.

DAFTAR PUSTAKABUKU

A. Taufik Mulyana. Transportasi Air. Banjarmasin: Fakultas Teknik Universitas Lambung M angkurat, 2005.Fidel Miro. Perencanaan Transportasi. Jakarta: Erlangga, 2005.James P. Spradley. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006.Koentjaraningrat. Pengantar Antropologi 1. Jakarta: Rineka Cipta, 1996.Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi 1. Jakarta: UI Press, 2009.Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah Edisi Kedua. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003.Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.Rafael Raga Maranl. Manusia & Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.Suwardi Endraswara. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan: Ideologi, Epistimologi, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006.JURNAL, LAPORAN PENELITIAN, KORANAgus Maryono dan Danang Parikesit. Transportasi Sungai Mulai Ditinggalkan. Kompas, 01 Mei, 2003.Bondan Seno Prasetyadi, dkk. Transportasi Sungai dan Masyarakat Melayu Jambi. ISSN:18582559. Depok: Jurnal Universitas Gunadarma, 2005.Rizki Permata Sari. Tesis: Pergeseran Pergerakan Angkutan Sungai di Sungai Martapura Kota Banjarmasin. Semarang: Undip, 2008.Sartini. Menggali Kearifan Lokal. Jurnal Filsafat Jilid 37, Nomor 2. Agustus,2004.

Yosephine H. K, Djarot Sadharto W. Kajian Penggunaan Moda Transportasi Sungai Di Kota Jambi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2013.INTERNETCIA World Factbook Tahun 2013 (ilmupengetahuanumum.com/10-negara-dengan-jumlah-penduduk-populasi-terbanyak-di-dunia/).http://ronalsaputra.blogspot.com WAWANCARA

Abdurrahman. Tukang Ketek dan Pembuat Ketek dari Kelurahan Arab Melayu Kecamatan Pelayangan, Seberang Kota Jambi.Abdul Kadir. Tukang Ketek Kelurahan Kampung Tengah Kecamatan Pelayangan, Seberang Kota Jambi.Eha. Pedagang Sayur Pasar Kelurahan Arab Melayu Kecamatan Pelayangan, Seberang Kota Jambi.Idris. Tukang Ketek Kelurahan Mudung Laut Kecamatan Pelayangan, Seberang Kota Jambi.Ilyas. Tukang Ketek Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan, Seberang Kota Jambi.Sagaf. Pemuda Kelurahan Arab Melayu Kecamatan Pelayangan, Seberang Kota Jambi.Jamil. Tukang Ketek Kelurahan Kampung Tengah Kecamatan Pelayangan, Seberang Kota Jambi.

Senang. Tukang Ketek Kelurahan Jelmu Kecamatan Pelayangan, Seberang Kota Jambi.

Nurdin Khalidi. Tukang Ketek Senior Kelurahan Arab Melayu Kecamatan Pelayangan, Seberang Kota Jambi.

Bujang. Pembuat ketek dari Kelurahan Jelmu Kecamatan Pelayangan, Seberang Kota Jambi.Sumber: Hasil Observasi

Gambar 1

Bentuk dan Struktur Perahu Mesin di Pulau Pandan

Sumber: Hasil Observasi

Gambar 2

Jenis-Jenis Transportasi Sungai Ketek di Kota Jambi

Ketek Mesin TS

Ketek Mesin Dompeng

Ketek Mesin Robin

M. A. Hanif adalah alumni Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Tahun 2014. Sekarang, sedang melanjutkan studinya pada Program Magister Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Uuniversitas Andalas.

Lihat CIA World Factbook Tahun 2013 (ilmupengetahuanumum.com/10-negara-dengan-jumlah-penduduk-populasi-terbanyak-di-dunia/), tanggal akses 28 Februari 2013 pukul 10.00 WIB.

Rizki Permata Sari, Pergeseran Pergerakan Angkutan Sungai di Sungai Martapura Kota Banjarmasin, Tesis, (Semarang, Undip, 2008), hal. 1.

Fidel Miro, Perencanaan Transportasi, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 2.

Rizki Permata Sari, Pergeseran Pergerakan Angkutan Sungai, hal. 54.

A. Taufik Mulyana, Transportasi Air. (Banjarmasin: Fakultas Teknik Universitas Lambung M angkurat, 2005), hal. 5.

Hasil wawancara dengan Bapak Senang. Salah seorang tukang ketek di Kelurahan Tengah. Selasa, 11 Maret 2014. Pukul 10.00 s/d 10.05 WIB.

Baca Yosephine, Kajian Penggunaan Moda Transportasi Sungai di Kota Jambi, hal. 310.

Hasil Wawancara dengan Bapak Ilyas. Salah satu tukang ketek yang ada di kelurahan Tanjung Johor. Selasa, 15 Maret 2014 pukul 20.15 s/d 20.45 WIB di Rumah kediamannya.

Hasil wawancara dengan Bapak Abduk Kadir. Salah seorang tukang ketek di Kelurahan Tengah. Kamis, 22 November 2012 pukul 09.30 s/d 10.00 WIB di Rumah kediamannya.

Nursid Sumaatmadja, Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup. (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 67.

Lihat Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi 1, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal. 80.

Ibid., hal. 171.

Ibid., hal. 88.

Rafael Raga Maran, Manusia & Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 47.

Ibid., hal. ix.

Baca Nursid Sumaatmadja, Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 67.

Lihat Sartini, Menggali Kearifan Lokal, hal. 117.

Hasil wawancara dengan Bapak Abdurrahman. (Senin, 17 Maret 2014).

Wawancara dengan Bapak Nurdin Khalidi, salah satu tukang ketek yang paling dituai di kelurahan Arab Melayu. (Senin, 14 April 2014).

Wawancara dengan Bapak Jamil, salah seorang tukang ketek di Kelurahan Tengah. (Senin, 31 Maret 2014).

Wawancara dengan Bapak Abdurrahman. (Senin 17 Maret 2014).

Wawancara dengan bapak Abdul Kadir. (Kamis, 22 November 2013).

Hasil wawancara dengan Bapak Jamil. (Senin, 31 Maret 2014).

Wawancara dengan Bapak Nurdin Khalidi. (Senin, 14 April 2014).

Pengkategorian ketek ini dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Nurdin Khalidi di Kelurahan Arab Melayu dan Ilyas di Kelurahan Tanjung Johor.

Lihat Transkripsi wawancara dengan Bapak Abdurrahman. (Senin 17 Maret 2014 pukul 10.00 s/d 11.30 WIB di Rumah kediamannya).

Hasil wawancara dengan Bapak Jamil. (Senin, 31 Maret 2014 pukul 20.00 WIB s/d 20.30 WIB di Rumah kediamannya).

Berdasarkan hasil observasi lapangan.

Wawancara dengan Bapak Ilyas. (Selasa, 15 April 2014).

Wawancara dengan Bapak Ilyas. (Selasa, 15 April 2014).

Wawancara dengan Bapak Bujang, salah seorang tukang pembuat ketek di Kelurahan Mudung Laut. (Selasa, 25 Maret 2014).

Pasar Angso duo adalah pasar tradisional terbesar di Provinsi Jambi. Di pasar ini terdapat aneka ragam barang dagangan mulai dari sayu-mayur, lauk-pauk, pakaian, perabot rumah tangga dan masih banyak lagi. Pasar tradisional ini telah menjadi sandaran hidup lebih dari 5.000 pedagang dan punya sejarah panjang sebagai pasar yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain (Nomaden). Di ambil dari HYPERLINK "http://ronalsaputra.blogspot.com"http://ronalsaputra.blogspot.com. (Akses Minggu, 20 April 2014 Pukul 09.41 WIB).

Wawancara dengan Bapak Ilyas. (Selasa, 15 April 2014).

Wawancara dengan Bapak Senang, salah seorang tukang ketek di Kelurahan Tengah. (Selasa, 11 Maret 2014).

Hasil Wawancara dengan Bapak Ilyas. (Selasa, 15 April 2014).

8


Top Related