Download - Cinta Lombok
KUALA LUMPUR: Sikap romantis selain keinginan memenuhi adat keperkasaan lelaki
andainya berjaya membawa pulang anak dara dari negara asing ke kampung halaman
selepas keluar merantau, menyebabkan kira-kira 600 gadis dari negara ini terperangkap
dalam ‘keramat cinta’ pemuda Lombok.
Mereka kini menjadi sebahagian penghuni Pulau Lombok, di timur Indonesia, namun
hampir semua gadis yang berusia 13 hingga 30-an itu mengikut kekasih pemuda Lombok
yang dikenali ketika lelaki terbabit bekerja di negara ini, atas kerelaan hati masing-
masing.
Dipercayai keadaan itu berlaku berikutan lebih setengah juta lelaki daripada 2.5 juta
penduduk Pulau Lombok yang majoritinya daripada suku kaum Sasak, berhijrah ke luar
negara terutama Malaysia untuk mencari rezeki.
Situasi itu turut menyebabkan sesetengah kampung di pulau itu ketandusan lelaki
sehingga terpaksa melantik ketua kampung di kalangan kaum wanita.
Sebuah organisasi sukarela yang bertanggungjawab terhadap tenaga kerja Indonesia iaitu
Perhimpunan Indonesia Untuk Buruh Migran Berdaulat (Migrant Care), turut membuat
kajian impak disebabkan migrasi itu.
Migrant Care mempunyai lebih 200 cawangan di seluruh Indonesia termasuk di pulau
berkenaan.
1
Wakil organisasi itu di Malaysia, Alex Ong (gambar), berkata pihaknya menerima
banyak pertanyaan daripada keluarga di negara ini yang meminta pertolongan mengesan
anak gadis atau ahli keluarga mereka yang dipercayai dibawa lari ke Lombok kerana
mengikut buah hati masing-masing.
Katanya, pihaknya sedia membantu setakat yang termampu sekiranya ada ibu bapa atau
penjaga gadis yang meminta bantuan.
“Bagi menangani masalah ini, saya fikir satu kajian mendalam perlu dilakukan cerdik
pandai dari kedua-dua negara serumpun ini kerana ia membabitkan pernikahan antara dua
budaya.
“Migrasi lelaki dari negara jiran terutama pemuda Lombok kini diibarat satu evolusi atau
‘cross cultural evolution’ yang menyebabkan percampuran budaya apabila penghijrah itu
bercampur gaul dengan penduduk negara ini.
“Memang benar mereka (pemuda Lombok) berhijrah ke negara ini untuk bekerja, tetapi
tidak boleh dinafikan secara biologi mereka juga mempunyai naluri ingin mendampingi
wanita.
“Mungkin pilihan termudah yang ada bagi mereka ialah gadis naif di bawah umur. Pada
masa sama gadis yang dipilih itu sangat bahagia apabila dilayan dengan pujuk rayu,”
2
katanya apabila diminta mengulas kes membabitkan gadis negara ini yang lari
meninggalkan keluarga demi mengikut kekasih mereka ke pulau itu.
Bagaimanapun, kes berkenaan sebenarnya meruntun hati lebih-lebih di kalangan ibu bapa
gadis apabila mengetahui anak tersayang lari begitu jauh ke seberang.
Tahun lalu, antara gadis yang terperangkap dalam keramat cinta pemuda Lombok dan
kini bergelar isteri ialah Che Siti Nor Azreen Che Ishak, 14; Nur Liyana Abd Rahim, 19;
Noor Fadilah Ahmad, 19; Sanisah Abu Bakar, 34; Nurul Wahida Hamzah, 21, dan
Aishah Mokhtar, 28.
Terbaru, seorang pelajar yang juga artis remaja, Salsabila Yunan, 15, atau Bella turut cair
dengan pujukan pemuda Lombok dan kini dilaporkan mengandung selepas berkahwin
dengan lelaki yang membawanya ke pulau itu, Ogos lalu.
Felo Penyelidikan Utama, Institut Tamadun Alam Melayu (Atma), Universiti
Kebangsaan Malaysia (UKM), Prof Dr Noriah Mohamed, yang sempat mengadakan
kajian di Lombok dipetik berkata, adat istiadat perkahwinan dalam budaya masyarakat
Lombok agak pelik kerana bakal pengantin perlu dibawa lari.
“Melarikan gadis yang disukai adalah perkara biasa bagi masyarakat di pulau itu dan ia
menjadi tradisi berkurun-kurun lamanya. Tindakan pemuda Lombok melarikan gadis
yang mereka cintai adalah bagi menunjukkan sikap kelelakian dan keperkasaan mereka.
3
“Bagaimanapun, gadis yang mereka larikan tidak akan `dirosakkan’. Minimum masa
bakal pengantin perempuan dilarikan ialah tiga hari. Selepas itu, pemuda berkenaan perlu
menghantar rombongan meminang pengantin perempuan,” katanya dalam satu laporan.
Bagaimanapun, Pemangku Duta Besar Malaysia di Jakarta, Amran Mohamed Zin,
berkata jumlah wanita Malaysia yang dikesan di Lombok tidaklah seramai statistik
didakwa Migrant Care itu.
Enggan mendedahkan angka sebenar, beliau berkata, pihak kedutaan memang ada
menerima beberapa laporan kes wanita Malaysia berkahwin dan menetap di Lombok.
Komunitas Sasak Diaspora
Bangse Sasak yang mendiami Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat merupakan Suku
terbesar di Propinsi yang berada di antara Bali dan Nusa Tenggara Timur ini. Menurut
catatan sensus yang diadakan tahun 1989, populasi suku sasak mencapai 2,1 juta jiwa.
Pada Sensus berikutnya, tepatnya tahun 2000 populasinya bertambah menjadi 2,6 juta
jiwa. Tahun ini diperkirakan populasi Suku Sasak yang tinggal di Lombok sekitar 3 juta
jiwa, jumlah itu belum termasuk “sasak diaspora” alias sasak rantau yang menetap di
Pulau Sumbawa bagian Barat, di Kalimantan Timur (akibat proyek transmigrasi), di
Malaysia (TKI) dan di beberapa Kota besar di Indonesia (yang umumnya karena faktor
pekerjaan dan status sebagai Mahasiswa). Di Samping itu dalam jumlah kecil, Suku
4
Sasak tersebar di beberapa Negara di dunia ini. Jumlah Sasak Disapora ini diperkirakan
menembus angka 10000 jiwa.
Mengambil Pelajaran
Kaum diasporan merupakan sebuah komunitas yang sangat berperan dalam memajukan
daerah atau negara asalnya. Di dunia ini, secara jumlah Kaum Diasporan Tiongkok
merupakan yang terbesar di dunia, dengan jumlah lebih dari 50 juta orang; sementara
Kaum Diasporan Israel merupakan Diaspora yang tertua didunia yang telah berproses
lebih dari 2000 tahun; Kaum Diasporan India yang tinggal di Amerika sangat
diperhitungkan oleh pemerintah, diperkirakan 75 % SDM IT Amerika dipasok oleh
Diasporan India; Begitu juga dengan Kaum Diasporan Tamil yang tinggal di India,
jumlahnya diperkirakan sepertiga dari Bangsa Tamil yang tinggal di Srilangka, punya
peran besar dalam sosialisasi nilai dan asistensi finansial perjuangan saudaranya di
Srilangka. Karena besarnya peran diasporanya, diaspora Tamil telah menjadi pusat
perhatian kajian-kajian hubungan komunitas. Kalau melihat beberapa fakta pengaruh
diasporan
Melihat Fakta di atas, nampaknya Kaum Sasak Diaspora harus mengambil pelajaran agar
bisa memberikan kontribusi real dan mendukung serta mempercepat proses
pembangunan Pulau Lombok. Karena keberadaan Kaum Sasak Diaspora ini bisa
bermanfaat dan juga bisa sebaliknya maka perlu upaya terorganisir untuk menyatukan
mereka dalam sebuah wadah permanen.
Memayakan yang nyata, sebuah langkah awal mengumpulkan yang terserak
5
LATAR BELAKANG MASALAH
Masyarakat suku sasak adalah sekelompok masyarakat yang mendiami hampir sebagian
besar pulau Lombok. Pada awal perkembangan agama Islam di Nusa Tenggara Barat,
tercatat agama ini masuk lebih awal (antara tahun 1450-1540) daripada perkiraan semula.
Perkembangan Islam selanjutnya di Nusa Tenggara Barat ditandai dengan fanatiknya
umat Islam di Pulau Lombok dari awal abad ke-18 sampai akhir abad ke-19. Sedangkan
di Pulau Sumbawa diakibatkan oleh meletusnya gunung Tambora pada tahun 1813.
Kemudian pada zaman Mataram Lombok (1839-1894) di bidang seni sastra telah
menghasilkan beberapa kidung dan menyalin serta menyadur hampir semua karya sastra
sejak dari zaman Medang sampai zaman Majapahit di Jawa Timur. Salah satu
diantaranya yang terpenting ialah Negarakertagama, salah satu naskah yang memberikan
keterangan secara luas tentang keadaan sejarah pada zaman Majapahit. Begitu pula pada
zaman Mataram telah dikeluarkan berbagai Paswara (Peraturan Undang-undang yang
mengatur politik dan perdagangan di Pulau Lombok). Lombok juga pernah dikuasai oleh
beberapa buah kerajaan di Nuisantara, namun yang paling besar pengaruhnya adalah
kerajaan Majapahit dan kerajaan Karang Asem Bali. Dengan adanya kerajaan-kerajaan
yang mengauasai pulau Lombok menghadirkan pola tingkatan status masyarakat pada
saat itu, dan ada satu hal yang unik tentang hal ini yaitu masalah tata aturan perkawinan
bangsawan yang tidak memperbolehkan wanita bangsawan menikah tidak dengan sesama
bangsawannya, namun tidak demikian halnya dengan laki-laki. Inilah masalah yang
sangat mendasar bagi penulis dan penulis ingin meneliti lebih jauh mengenai
permaslahan ini.
6
B. ALASAN PEMILIHAN TOPIK
Penulis memilih topik ini dengan alasan untuk lebih mengetahui secara lebih mendalam
dan mendetail mengapa terjadi ketidaksetaraan antara kedudukan kaum bangsawan
Lombok dalam hal aturan perkawinan (penjelasan mengenai macam-macam sebutan
untuk kaum bangsawan Lombok telah diuraikan dalam latar belakang masalah). Kaum
bangsawan Lombok yang masih tersisa saat ini masih teguh memegang adat atau hukum
adat yang berlaku dalam masyarakatnya. Dalam adat perkawinan pun mereka masih
memilih untuk tetap melestarikan tradisinya. Dalam perkawinan bangsawan sasak, kaum
bangsawan pria (disebut Datu, Raden dan Lalu) boleh menikahi wanita yang tidak berasal
dari golongan bangsawan. Namun tidak demikian halnya dengan kaum bangsawan
wanita, mereka tidak diperbolehkan menikah selain dengan golongan bangsawan laki-
laki. Disinilah letak ketidakadilan gender yang ingin penulis selidiki mengapa terjadi
aturan seperti itu, apa yang menyebabkannya, bagaimana asal usul adanya aturan hukum
adat seperti itu.
Untuk diketahui wanita bangsawan sasak (Dende, Lale dan Baiq), akan dibuang dari
masyarakatnya bahkan keluarganya jika tidak menikah dengan kaum bangsawan laki-
laki. Memang tidak dapat dipungkiri ada juga segelintir wanita bangsawan sasak yang
tidak perduli dengan aturan-aturan tersebut bahkan berani untuk melanggarnya dengan
cara tetap menikah dengan laki-laki yang berasal dari golongan rendah (rakyat biasa), dan
tidak jarang konsekwensi yang diperoleh tidak jauh beda dengan yang penulis paparkan
diatas. Walaupun pada akhirnya mereka diterima juga, namun pada awal pernikahan
mereka memperoleh tantangan yang sangat besar dari masyarakat dan keluarganya.
7
Disamping itu, melalui tulisan ini, penulis ingin mengimformasikan pada masyarakat luas
tentang adanya fenomena ini, karena penulis yakin belum banyak orang yang mencermati
permasalahan ini, apalagi penulis sebagai orang Lombok asli (suku sasak) juga memiliki
keingintahuan yang besar dengan permasalahan ini, sehingga penulis ingin sekali
menelitinya, mencari informasi penyebabnya secara cermat dan akurat, karena selama ini,
penelitian yang dilakukan hanya berkisar tentang seni membaca daun lontar (Memaos),
sedikit informasi yang penulis temukan dalam hal penelaahan lebih lanjut tentang
perkawinan bangsawan sasak.
Jika anda ditanya oleh seseorang entah teman, guru atau siapa pun tentang kegunaan dari
kotoran kerbau atau sapi maka mungkin kebanyakan dari anda akan menjawab untuk
pupuk dan sebagainya, tapi saya bisa pastikan hampir dari yang ditanya itu tak akan ada
yang menjawab untuk mengepel lantai dan dinding rumah.
Tapi itulah yang terjadi di dusun Sade, Suku Sasak yang ada di Lombok, Nusa Tenggara
Barat. Di dusun ini kotoran kerbau atau sapi yang lazimnya untuk pupuk itu dijadikan
sebagai bahan untuk mengepel lantai dan dinding rumah. Tradisi unik yang tak lekang
oleh waktu dan masih tetap digunakan oleh suku Sasak hingga kini ini karena mereka
meyakini bahwa kotoran sapi atau kerbau yang dicampur dengan air jika dipakai untuk
mengepel lantai dan dinding rumah dapat membuat lantai jadi kesat, mengkilap dan
terhindar dari lalat dan nyamuk. Lebih jauh, rumah adat suku sasak yang disebut dengan
Bale Ratih dan atapnya terbuat dari alang-alang dengan berdindingkan anyaman bambu
ini bila sering di pel dengan kotoran sapi atau kerbau yang dicampur dengan air maka
akan membuat rumah menjadi dingin kala kemarau dan hangat di kala musim penghujan.
8
Biasanya tradisi membersihkan rumah dengan limbah sapi atau kerbau ini dilakukan
sebulan sekali oleh kaum perempuan suku sasak yang telah berkeluarga. Maka tak heran
jika anda punya kesempatan berkunjung ke Dusun Sade ini anda akan disuguhi dengan
deretan rumah yang membujur rapi dan mengkilat. Eksotik. Terlebih jika anda
berkesempatan untuk sekedar bertamu ke dalam rumah, kaki kita akan disambut oleh
dinginnya lantai yang begitu kesat (tidak lembab) ketika diinjak dan begitu mengkilap.
Tidak hanya untuk membersihkan lantai dan dinding rumah, suku Sasak pun
memanfaatkan kotoran hewan ini sebagai bahan untuk campuran membuat lantai yang
konon fungsinya hampur sama dengan semen yakni sebagai bahan perekat agar rumah
menjadi leboh kokoh dan tidak mudah retak.
Biasanya tradisi membersihkan lantai dan dinding rumah dilakukan oleh kaum
perempuan yang sudah berkeluarga.
Setidaknya sebulan sekali mereka membersihkan lantai dengan kotoran sapi atau kerbau.
Selain untuk mengepel lantai kotoran sapi atau kerbau juga menjadi bahan campuran
untuk membuat lantai rumah adat. Dengan adanya campuran sisa buangan hewan lantai
rumah menjadi kuat dan tidak mudah retak.
Sejarah Kebudayaan Masyarakat Sasak
I
9
Era Pra Sejarah tanah Lombok tidak jelas karena sampai saat ini belum ada data-data dari
para ahli serta bukti yang dapat menunjang tentang masa pra sejarah tanah lombok.Suku
Sasak temasuk dalam ras tipe melayu yang konon telah tinggal di Lombok selama 2.000
tahun yang lalu dan diperkirakan telah menduduki daerah pesisir pantai sejak 4.000 tahun
yang lalu, dengan demikian perdagangn antar pulau sudah aktif terjadi sejak zaman
tesebut dan bersamaan dengan itu saling mempengaruhi antar budaya juga telah
menyebar.
LOMBOK MIRAH SASAK ADI merupakan salah satu kutipan dari kitab
Negarakertagama, sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan pemerintahaan
kerajaan Majapahit. Kata Lomboq dalam bahasa kawi berarti lurus atau jujur, kata mirah
berarti permata, kata sasak berarti kenyataan, dan kata adi artinya yang baik atau yang
utama maka arti keseluruhan yaitu kejujuran adalah permata kenyataan yang baik atau
utama. Makna filosofi itulah mungkin yang selalu di idamkan leluhur penghuni tanah
lombok yang tercipta sebagai bentuk kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestariakan
oleh anak cucunya.
Dalam kitab – kitab lama, nama Lomboq dijumpai disebut Lomboq mirah dan Lomboq
adi beberapa lontar Lomboq juga menyebut Lomboq dengan gumi selaparang atau
selapawis.
Asal-usul penduduk pulau Lombok terdapat beberapa Versi salah satunya yaitu Kata
sasak secara etimilogis menurut Dr. Goris. s. berasal dari kata sah yang berarti pergi dan
shaka yang berarti leluhur. Berarti pergi ke tanah leluhur orang sasak ( Lomboq ). Dari
etimologis ini diduga leluhur orang sasak adalah orang Jawa, terbukti pula dari tulisan
10
sasak yang oleh penduduk Lomboq disebut Jejawan, yakni aksara Jawa yang
selengkapnya diresepsi oleh kesusastraan sasak.
Etnis Sasak merupakan etnis mayoritas penghuni pulau Lomboq, suku sasak merupakan
etnis utama meliputi hampir 95% penduduk seluruhnya. Bukti lain juga menyatakan
bahwa berdasarkan prasasti tong – tong yang ditemukan di Pujungan, Bali, Suku sasak
sudah menghuni pulau Lomboq sejak abad IX sampai XI masehi, Kata sasak pada
prasasti tersebut mengacu pada tempat suku bangsa atau penduduk seperti kebiasaan
orang Bali sampai saat ini sering menyebut pulau Lomboq dengan gumi sasak yang
berarti tanah, bumi atau pulau tempat bermukimnya orang sasak.
Sejarah Lomboq tidak lepas dari silih bergantinya penguasaan dan peperangan yang
terjadi di dalamnya baik konflik internal, yaitu peperangan antar kerjaan di lombok
maupun ekternal yaitu penguasaan dari kerajaan dari luar pulau Lombok. Perkembangan
era Hindu, Budha, memunculkan beberapa kerajaan seperti selaparang Hindu, Bayan.
Kereajaan-kerajaan tersebut dalam perjalannya di tundukan oleh penguasaan kerajaan
Majapahit dari ekspedisi Gajah Mada pada abad XIII – XIV dan penguasaan kerajaan Gel
– Gel dari Bali pada abad VI. Antara Jawa, Bali dan Lomboq mempunyai beberapa
kesamaan budaya seperti dalam bahasa dan tulisan jika di telusuri asal – usul mereka
banyak berakar dari Hindu Jawa hal itu tidak lepas dari pengaruh penguasaan kerajaan
Majapahit yang kemungkinan mengirimkan anggota keluarganya untuk memerintah atau
membangun kerajaan di Lomboq.
Pengaruh Bali memang sangat kental dalam kebudayaan Lomboq hal tersebut tidak lepas
dari ekspansi yang dilakukan kerajaan Bali sekitar tahun 1740 di bagian barat pulau
11
Lomboq dalam waktu yang cukup lama. Sehingga banyak terjadi akulturasi antara
budaya lokal dengan kebudayaan kaum pendatang hal tersebut dapat dilihat dari
terjelmanya genre – genre campuran dalam kesenian. Banyak genre seni pertunjukan
tradisional berasal atau diambil dari tradisi seni pertunjukan dari kedua etnik. Sasak dan
Bali saling mengambil dan meminjam dan terciptalah genre kesenian baru yang menarik
dan saling melengkapi
Gumi sasak silih berganti mengalami peralihan kekuasaan hingga ke era Islam yang
melahirkan kerajaan Islam Selaparang dan Pejanggik. Islam masuk ke Lomboq sepanjang
abad XVI ada beberapa versi masuknya Islam ke Lomboq yang pertama berasal dari
Jawa masuk lewat Lomboq timur. Yang kedua pengIslaman berasal dari Makassar dan
Sumbawa ketika ajaran tersebut diterima oleh kaum bangsawan ajaran tersebut dengan
cepat menyebar ke kerajaan – kerajaan di Lomboq timur dan Lomboq tengah.
Mayoritas etnis sasak beragama Islam, namun demikian dalam kenyataanya pengaruh
Islam juga berakulturasi dengan kepercayaan lokal sehingga terbentuk aliran seperti
waktu telu, jika dianalogikan seperti abangan di Jawa. Pada saat ini keberadaan waktu
telu sudah tidak kurang mendapat tempat karena tidak sesuai dengan syariat Islam.
Pengaruh Islam yang kuat menggeser kekuasaan Hindu di pulau Lomboq, hingga saat ini
dapat dilihat keberadaannya hanya di bagian barat pulau Lomboq saja khususnya di kota
Mataram.
Silih bergantinya penguasaan di Pulau Lomboq dan masuknya pengaruh budaya lain
membawa dampak semakin kaya dan beragamnya khasanah kebudayaan sasak. Sebagai
bentuk dari Pertemuan(difusi, akulturasi, inkulturasi) kebudayaan. Seperti dalam hal
12
Kesenian, bentuk kesenian di lombok sangat beragam.Kesenian asli dan pendatang saling
melengakapi sehingga tercipta genre-genre baru. Pengaruh yang paling terasa
berakulturasi dengan kesenian lokal yaitu kesenian bali dan pengaruh kebudayaan islam.
Keduanya membawa Kontribusi yang besar terhadap perkembangan ksenian-kesenian
yang ada di Lombok hingga saat ini. Implementasi dari pertemuan kebudayaan dalam
bidang kesenian yaitu, Yang merupakan pengaruh Bali ; Kesenian Cepung, cupak
gerantang, Tari jangger, Gamelan Thokol, dan yang merupakan pengaru Islam yaitu
Kesenian Rudad, Cilokaq, Wayang Sasak, Gamelan Rebana.
II
Suku bangsa sasak yang memdiami pulau Lomboq menggunakan bahasa daerah sasak.
Pada umumnya bahasa daerah sasak dibagi dua yaitu bahasa halus dan bahasa jamaq.
Bahasa halus digunakan untuk berbicara dengan yang lebih tua, orang tua dan dengan
golongan bangsawan sasak. Sedangkan bahasa jamaq digunakan dalam bahasa sehari –
hari terutama dalam pergaulan masyarakat biasa. Masyarakat suku sasak dalam
stratifikasi sosialnya dibagi dua kelompok yaitu golongan bangsawan atau permenak dan
kelompok rakyat biasa yang disebut jajar karang atau kaula. Perbedaan stratifikasi sosial
sangat terlihat dalam prosesi upacara, seperti pada upacara sorong serah aji krama yaitu
salah satu bagian dari upacara perkawinan adat sasak. Aji krama ( tingkat keutamaan )
golongan bangsawan mempunyai nilai yang tinggi dibandingkan golongan kaula dan
pelaksanaan tata upacara lebih rumit dibandingkan tata cara perkawinan kalangan
masyarakat biasa. Namun pada saat ini perbedaan stratifikasi sosial tidak seketat dulu hal
ini tidak lepas dari pengaruh modernisasi.
13
Desa Sade berada di pinggir jalan dari Kota Mataram menuju Prayan, ibukota Lombok
Tengah. Jarak dari kota Mataram kurang lebih 20
kilometer atau setengah jam perjalanan dengan
mobil. Bagi wisatawan yang hendak ke sana bisa
menggunakan angkutan umum dari Kota Mataram
menuju Prayan. Cukup banyak angkutan umum di
sini.
Desa Sade yang berada di Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah dihuni 152
kepala keluarga (KK) dan jumlah keluarga sekitar 700 orang. Seluruh kepala keluarga di
desa tersebut mempunyai mata pencaharian petani. Sedangkan kaum wanitanya memiliki
pekerjaan sampingan menenun dengan alat tenun bukan mesin (ATBM).
''Pekerjaan menenun merupakan pekerjaan sambilan kaum wanita di sini, setelah tidak
ada pekerjaan di sawah. Hasil tenunan ini kemudian dikumpulkan untuk dijual di art
shop koperasi. Setiap art shop beranggotakan 15-20 orang,'' kata Masedi (21), pemandu
wisatawan di Desa Sade, Selasa (30/12/2008) lalu.
Hasil tenunan warga Sade berupa taplak meja, kain sarung, kain sal, kain songket,
selendang dan lain-lain. Tenunan tersebut dipajang di emperan-emperan rumah mereka
atau di gasebo yang ada di sekitar rumah. Sedangkan para wisatawan bisa berkeliling
menyusuri lorong kecil dari rumah ke rumah
warga Sade.
Harga kain tenunan yang dijual di Desa Sade
berharga antara Rp 50-200 ribu. Hasil penjualan
14
dibagi setiap bulan sekali. Setiap anggota koperasi bisa mendapatkan antara Rp 100-150
ribu per bulan. ''Besar kecilnya penghasilan tergantung dari ramai tidaknya wisatawan
yang datang ke sini. Bulan Desember ini merupakan hari yang ramai,'' kata Masedi.
Dalam menjual hasil tenunan antara art shop yang satu dengan yang lain sudah
mempunyai patokan. Sehingga barang yang sama tidak jauh berbeda harganya. ''Ini untuk
menjaga agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat,'' katanya.
Kerukunan juga terjadi pada diantara pemandu wisata yang jumlahnya 12 orang. Mereka
memandu para wisatawan yang datang ke Desa Sade dengan imbalan seikhlasnya dari
wisatawan yang dipandunya.
Kemudian uang hasil memandu dikumpulkan menjadi satu kepada koordinator dan dibagi
setiap sore hari. Masedi mengaku setiap harinya bisa mengantongi uang hasil memandu
wisatawan sebesar Rp 100-150 ribu. Tetapi ketika sepi wisatawan, sehari hanya
mendapatkan Rp 70 ribu.
Selain melihat hasil tenunan, wisatawan juga bisa melihat tentang rumah adat suku Sasak
yang disebut Bale Tani. Rumah adat ini terbuat dari kayu, bambu dan daun rumbia
sebagai atapnya.
Bale Tani ini terdiri dari dua bagian yaitu emperan dan ruang dalam. Ruangan ini
dipisahkan dengan pintu yang cukup kuat. Emperan tempat bapak, ibu dan anak laki-laki
tidur. Sedangkan ruang dalam dipergunakan untuk anak gadis dan ibu
melahirkan.Emperan ini dibuat tinggi di atas lutut orang dewasa. Kemudian ruang dalam
dihubungkan dengan tiga trap untuk menuju pintu masuk. Di emperan ada tempat tidur
dan tikar sebagai alas tidur.
15
Bale Tani yang masih asli, lantainya terbuat dari tanah liat. Setiap seminggu sekali lantai
tersebut diolesi dengan kotoran sapi atau kerbau. Maksudnya agar nyamuk tidak suka
berada di rumah tersebut. Sedangkan untuk kesejahteraan warga, Desa Sade juga
mempunyai lumbung padi yang dibuat terpisah dari Bale Tani. Lumbung padi ini dibuat
tinggi, sehingga di bawahnya bisa digunakan
untuk aktivitas warga atau sebagaiart shop.
Desa Sade juga mempunyai adat menanam batu
nisan bagi orang yang sudah meninggal.
Penanaman batu nisan dilakukan seminggu
kemudian dengan mengadakan 'selamatan.' Dengan mengundang tetangga lalu
membacakan ayat-ayat Alquran sampai Subuh. ''Penanaman batu nisan ini tergantung
kemampuan keuangan keluarga yang ditinggalkan. Kalau mampu ya, seminggu setelah
meninggal, tetapi kalau tidak ya 100 harinya,'' kata Masedi.
Desa Sade berada di pinggir jalan dari Kota Mataram menuju Prayan, ibukota Lombok
Tengah. Jarak dari kota Mataram kurang lebih 20 kilometer atau setengah jam perjalanan
dengan mobil. Bagi wisatawan yang hendak ke sana bisa menggunakan angkutan umum
dari Kota Mataram menuju Prayan. Cukup banyak angkutan umum di sini.***
Adat Perkawinan Suku Sasak
di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat
Oleh : Arya Sosman
Sistem perkawinan yang dianut oleh suku Sasak lebih mengarah ke sistem indogami.
16
Bahkan di beberapa tempat, terutama pada masa lampau, sistem indogami dilaksanakan
secara ketat yang kemudian melahirkan kawin paksa dan pengusiran (istilah sasaknya
bolang) terhadap “terutama” anak gadis. Walaupun kecenderungannya indogami namun
sistem eksogami tidak diharamkan oleh adat.
Namun perlu dicatat bahwa adat perkawinan suku sasak, kalau boleh saya katakan, telah
mengalami distorsi disana sini. Hal ini akibat serbuan nilai-nilai baru, baik yang berasal
dari agama Islam maupun dari nilai-nilai barat. Walau demikian adat ini bukan berarti
hilang, ia masih bisa ditemukan di daerah-daerah yang masih kuat menjalankan adat
istiadatnya. Sebaliknya di daerah-daerah yang religius dan modern berlakunya adat itu
hanya sekedar formalitas belaka.
Sebenarnya terdapat tiga sistem perkawinan Adat Sasak, yakni: (1) Perondongan,
(2).Mepadik Lamar (melamar), (3) Merarik atau Selarian (kawin lari)
1. Perondongan (Perjodohan)
Perjodohan merupakan salah satu bentuk perkawinan yang sering dilakukan oleh
masyarakat adat Sasak di masa lampau. Paling tidak ada 3 (tiga) alasan orang tua
melakukan perjodohan pada anak-anak mereka, yakni (1) untuk memurnikan keturunan
dari sebuah keluarga, biasanya keluarga keturunan bangsawan tidak mau darahnya
bercampur dengan darah orang lain yang bukan bangsawan atau terutama dari status
sosialnya lebih rendah, (2)untuk melanggengkan hubungan persahabatan antar kedua
orang tua mempelai, dan yang ke (3) karena alasan-alasan tertentu, diantaranya adalah
akibat kesewenang-wenangan rezim kolonial, dalam hal ini kolonial Jepang di Lombok.
Semasa pendudukan Jepang seringkali tentara Jepang mengambil gadis-gadis lokal secara
paksa untuk dijadikan gundik. Yang mereka ambil adalah perempuan yang belum
17
memiliki suami atau perempuan yang belum memiliki ikatan perjodohan. Karena itu
masyarakat melakukan langkah preventif dengan cara menjodohkan anak-anak
perempuannya sejak masa kanak-kanak. Perkawinan ini kemudian dikenal dengan nama
“kawin tadong”. Kalau sudah mendapatkan status perkawinan otomatis tentara Jepang
tidak akan mengambilnya.
Alasan yang pertama dan kedua adalah alasan yang paling banyak ditemukan karena itu
biasanya perjodohan dilakukan di dalam garis kekerabatan (keluarga), misalnya antar
sepupu, yang dalam bahasa sasak disebut pisak (baca pisa’).
Perjodohan dimulai ketika masih dalam usia kanak-kanak atau sering juga terjadi setelah
mulai dewasa, yang dilakukan berdasarkan kesepakatan orang tua semata.
Dalam perjodohan ini terdapat tiga cara yang digunakan, yakni:
a. Setelah adanya kesepakatan antar orang tua diadakanlah upacara pernikahan layaknya
upacara pernikahan orang dewasa, namun sekalipun mereka telah berstatus sebagai suami
isteri mereka dilarang hidup bersama sebagai suami isteri. Tempat tinggal mereka
dipisahkan dan tetap tinggal bersama orang tua masing-masing. Mereka akan dinikahkan
dalam arti yang sebenarnya kelak setelah memasuki usia dewasa (aqil baliq). Jadi dengan
pernikahan dini tersebut sesungguhnya anak-anak telah terikat dalam sebuah tali
perkawinan
b. Anak-anak tidak dinikahkan akan tetapi hanya cukup dengan pertunangan. Esensinya
sama dengan cara di atas, bahwa kelak setelah dewasa anak-anak tersebut akan
dikawinkan dengan perkawinan yang sesungguhnya.
c. Anak-anak tidak dinikahkan juga tidak dilakukan pertunangan, akan tetapi cukup
diumumkan di publik bahwa anak mereka telah dijodohkan. Anak-anak tersebut baru
18
akan diberitahukan setelah mereka dianggap dewasa.
Jika kelak anak yang telah dikawinkan/jodohkan ini menolak melanjutkan
perkawinannya, orang tua akan memaksa anak-anaknya untuk tetap melanjutkan
perkawinan itu, hal kemudian menimbulkan tradisi kawin paksa. Akan tetapi jika si anak
tetap menolak maka orang tua akan melakukan pengusiran ke desa tertentu. Pengusiran
ini kemudian disebut “bolang” = buang.
Untuk itu mekanisme pemingitan yang merupakan pelarangan terhadap terutama kepada
anak perempuan yang telah dijodohkan atau yang telah dikawin tadong untuk keluar dari
rumah. Mekanisme ini kemudian melahirkan tradisi pingit. Dalam perkembangan
selanjutnya sistem pingit ini berlaku untuk seluruh anak gadis, baik yg telah berjodoh
maupn yang tidak dengan berbagai alasan.
Alasan pemingitan adalah (1) Agar tidak dilarikan oleh laki-laki lain, (2). Menghindari
terjadinya kasus-kasus asusila pada si gadis yang nantinya akan membawa aib keluarga,
Jadi tujuan utamanya adalah melindungi kaum peremouan.
2. Kawin Lamar (Mepadik Lamar)
Sistem ini tidak jauh beda dengan sistem lamar yang berlaku di tempat lain, bahwa
setelah calon mempelai bersepakat melakukan pernikahan, calon mempelai laki-laki akan
memberitahukan orang tuanya dan meminta dilamarkan ke orang tua si gadis. Cara
melamar ini dalam prakteknya sering sekali memerlukan waktu yang panjang, ribet dan
berliku-liku, sehingga sering sekali membuat rasa jenuh dan jengkel bagi sepasang
kekasih, yang bahkan tidak jarang berakhir dengan kegagalan. Karena itu cara ini sangat
tidak populer. Akan di masyarakat yang taat beragama dan atau di masyarakat perkotaan
sistem ini justeru lebih populer.
19
3. Merarik (Selarian)
Sistem ini adalah yang paling populer, sekalipun mengandung bahaya namun cara ini
adalah cara yang umum dipergunakan oleh masyarakat Sasak sampai sekarang.
Merarik adalah sebuah langkah awal dari suatu proses perkawinan yang panjang. Merarik
sering dikonotasikan dengan mencuri gadis (perempuan) dalam arti melarikan perempuan
untuk dijadikan isteri oleh laki-laki. Jadi perbuatan mencuri gadis bukan kejahatan
Filosofinya menurut pengertian yang umum diketahui, merarik dalam persepsi
masyarakat Sasak merupakan suatu bentuk “penghormatan” kepada kaum perempuan.
Bagi mereka, perempuan tidak bisa disamakan dengan benda yang bisa di tawar-tawar
atau diminta. Dikatakan bahwa dengan melarikan gadis pihak laki-laki ingin
menunjukkan keberanian dan kesetiaannya sebagai calon suami yang siap
mempertaruhkan nyawanya demi sang calon isteri.
Saat ini kata merarik secara praktis sudah menjadi “istilah” yang artinya sama dengan
“kawin”, tidak peduli dilakukan dengan cara kawin lari atau melamar
SKRIPSI Jurusan Sejarah - Fakultas Sastra UM, 2009
HALAMAN AWAL
TENTANG
MASUK
DAFTAR
CARI
TERKINI
ARSIP
Halaman Awal > 2009 > Nafika
20
Ukuran Huruf:
Belajar dari Tradisi Memulang Sarak pada Masyarakat Sasak di Desa
Sokong Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara
Inayati Ika Nafika
Abstrak
Salah satu peralihan yang dianggap penting oleh setiap
masyarakat adalah peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat
hidup berkeluarga, yaitu perkawinan. Hal ini juga terjadi pada
masyarakat Sasak karena bagi masyarakat Sasak kedudukan atau
arti perkawinan dapat meningkatkan ‘harga diri’ seorang individu
jika sudah menempuh perkawinan. Dalam hal ini semakin sering
seseorang menikah, maka mendapatkan kebanggaan tersendiri bagi
orang tersebut karena dianggap bisa ‘menaklukkan’ lawan jenisnya
terutama bagi kaum lakilaki. Dalam masyarakat Sasak di Desa
Sokong kawin cerai atau memulang sarak bukan merupakan hal
tabu, baik untuk lakilaki maupun perempuan.
Kata kunci: memulang, sarak, masyarakat Desa Sokong
Salah satu peralihan yang dianggap penting oleh setiap masyarakat adalah
peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga, yaitu
perkawinan. Perkawinan bagi masyarakat Sasak merupakan pintu simbolik bagi
masuknya lakilaki dan perempuan untuk diakui sebagai anggota masyarakat.
21
Sehubungan dengan hal tersebut, seseorang akan diakui sebagai anggota
masyarakat jika ia sudah menikah. Sebenarnya untuk membangun rumah tangga
dibutuhkan kesiapan mental yang cukup agar bisa mengarungi bahtera rumah
tangga yang penuh dengan masalah hidup. Dalam hal ini, jika rumah tangga
pasangan suami isteri sedang mengalami permasalahan yang cukup besar dapat
diselesaikan dengan cara yang baik dan langkah perceraian tidak langsung
ditempuh oleh kedua belah pihak.
Faktorfaktor yang dapat menyebabkan adanya perceraian adalah kondisi
ekonomi keluarga. Dalam hal ini tingkat kebutuhan ekonomi di jaman sekarang
ini memaksa kedua pasangan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarga, sehingga seringkali perbedaan dalam pendapatan atau gaji membuat tiap
pasangan berselisih, terlebih apabila sang suami yang tidak memiliki pekerjaan.2
Selain itu, tingkat pendidikan yang rendah dapat menjadi pemicu adanya
perceraian, karena pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir seseorang dalam
memecahkan masalah yang terdapat dalam lingkungan yang penuh dengan
tantangan kehidupan (Bahar, 1989: 93).
CIANJUR – Lombok memiliki keunikan tersendiri. Banyak produk seni budaya dan
kerajinan yang khas daerah ini. Mulai dari kerajinan tembikar, kayu, mutiara, peci, serta
kain tenun. Selain itu aneka rupa makanan khas juga kita jumpai disini seperti plecing
kangkung, ayam goreng/bakar Taliwang, sambel beberok, dodol nangka, jeli rumput laut,
madu dan susu kuda liar. Yang tak kalah menarik adalah tempat-tempat wisata eksotis
menyerupai Bali seperti Gili Trawangan, Gili Meno, Gili Air, Batu Bolong, Pantai
22
Senggigi, Pantai Tanjung Aan, Pantai Kuta, serta rumah adat Sasak. Berikut ini beberapa
kekhasan yang sempat penulis rekam dalam perjalanan selama tiga hari di Lombok.
Nyongkolan
Merupakan tradisi masyarakat Lombok ketika pasangan pengantin
dengan menggunakan baju pengantin diarak menuju tempat
orangtua pengantin perempuan sambil berjalan kaki. Sebelum
masuk pelaminan, pemuda Lombok biasa ‘menculik’ anak gadis
yang disukainya. Jika orangtua si gadis setuju dengan pemuda yang akan menikahi
anaknya, ia akan memberi tanda dengan cara membasuh kaki pemuda tersebut dengan air
sirop atau air kelapa. Sementara jika ia tidak setuju disimbolisasikan dengan membasuh
menggunakan air tajin (air nanakan beras). Jika orangtua gadis tersebut menolak tetapi si
pemuda tetap ngotot untuk menikahinya, orangtua si gadis biasanya menetapkan mahar
yang tinggi untuk melepas anaknya. Ini sebagai jaminan agar anaknya diperlakukan
secara baik.
Dalam pergaulan dengan lawan jenis, dikalangan wanita Lombok terutama remajanya
juga dikenal istilah ‘pandai menipu’. Maksudnya, wanita Lombok dikenal memiliki
banyak pacar, karena itu ia harus pandai-pandai menyiasati diri agar tidak ketahuan oleh
pacar lelakinya yang lain. Malah ada anggapan kalau pacarnya hanya satu berarti tidak
laku dan tidak dihormati (untuk masalah ini, penulis masih belum yakin benar apakah
memang sudah menjadi tradisi disana atau tidak, karena istilah ini penulis dapatkan dari
tour guide yang memang asli orang Sasak –pen).
23
Cidomo
Adalah alat angkutan yang ditarik oleh seekor kuda. Mirip dokar
atau delman di Jawa. Namun yang membedakan adalah roda yang
digunakan menggunakan ban bekas dan tempat penumpangnya
didisain beratap khusus yang terbuat dari kayu, besi dan kadang-
kadang dilengkapi dengan kaca. Cidomo merupakan singkatan dari Cikar, Dokar dan
Motor. Tarifnya relatif murah untuk sekali jalan sekitar Rp 2.000, akan tetapi tarif ini
akan melambung tinggi jika kita menaikinya di daerah-daerah wisata. Cidomo sangat
nyaman kita naiki sambil mengitari kota Mataram yang masih banyak dikelilingi oleh
bangunan-bangunan tua bersejarah.
Plecing Kangkung
Merupakan makanan khas Sasak sebagai teman nasi dan lauk-pauk.
Plecing kangkung terdiri dari rebusan kangkung muda, ditambah
kacang tanah dan rebusan toge, disertai dengan ramuan parutan kelapa
dan sambel tomat. Disajikan terpisah dan tidak diaduk. Rasanya asam-asam pedas. Akan
terasa nikmat jika dimakan saat nasi masih mengepul panas.
Ayam Goreng Taliwang
Ayam goreng ini sangat terkenal di Lombok, padahal asalnya dari
pulau Sumbawa. Ayam goreng Taliwang merupakan ayam goreng
khas disana. Ayamnya memang dipilih secara khusus. Bentuknya
kecil-kecil seperti merpati dan diternakkan secara khusus. Tidak sembarang orang bisa
24
membudidayakannya. Ayam goreng Taliwang rasanya gurih dan sangat terasa asem
asinnya. Nikmat sekali jika disantap saat masih panas. Kita akan ketagihan jika
menyantapnya.
Sate Bulayak
Sate Bulayak banyak kita dapati di Taman Kota di Jalan Udayana. Saat senja tiba, para
pedagang sate mulai menggelar tikar atau alas untuk para pelanggannya. Mereka berjejer
sepanjang taman kota di Jalan Udayana. Jika malam tiba hampir dipastikan kawasan
tersebut penuh oleh muda-mudi yang makan sate Bulayak atau sekedar minum kopi
hangat. Suasana yang remang-remang, hanya disinari oleh lampu teplok atau lentera,
menambah romantis kawasan tersebut. Apalagi jika malam Minggu tiba, sudah pasti
kawasan tersebut macet dan kendaraan sulit untuk lewat karena terhalangi oleh ribuan
motor yang parkir disepanjang jalan. Sate Bulayak terbuat dari daging sapi yang dilumuri
dengan bumbu khas Lombok. Saat makan biasanya ditemani dengan lontong yang
dipotong-potong.
Rumah Adat Suku Sasak
Kalau kita pergi ke Lombok, jangan lupa mampir di rumah adat suku Sasak. Ini pesan
yang biasa disampaikan oleh orang Sasak saat kita mengunjungi desanya. Suku Sasak asli
(yang masih memegang adat –pen) saat ini berdiam di desa Sade, Rembitan. Sebuah desa
yang berjarak sekitar 35 km dari kota Mataram.
Penduduk di desa ini berjumlah 750 jiwa yang semuanya merupakan saudara. Memang di
kalangan warga suku Sasak, mereka banyak menikah dengan sukunya sendiri dan sangat
25
jarang orang Sasak menikah dengan warga diluar desa. Alasannya lebih karena
pertimbangan ekonomi daripada tradisi adat. Mereka menganggap kalau menikah dengan
orang diluar desa sangat mahal biaya maharnya. Sementara kehidupan ekonomi di desa
tersebut sangat minim.
Kebanyakan warga suku Sasak yang tinggal di desa Sade bermata pencaharian berkebun
atau membuat kerajinan kayu dan tenun. Kaum wanitanya biasanya yang bekerja keras
sementara kaum prianya tidak banyak melakukan aktifitas. Wajar saja jika banyak kita
temukan pekerja-pekerja wanita yang mengangkut batu atau tanah diatas kepala mereka.
Suku Sasak semuanya muslim. Makanya akan kita temukan masjid beratapkan gerabah di
desa tersebut. Mereka sangat menghormati ketua adatnya (orang yang dituakan dan
memiliki pengalaman yang banyak). Selain itu juga mereka sangat menghormati tuan
guru (orang yang memiliki ilmu keagamaan).
Dalam membangun rumah, suku Sasak memiliki kekhasan tersendiri.
Rumahnya berdinding geribik dan beratap gerabah. Sementara
lantainya terbuat dari campuran tanah dan tahi sapi (maaf –pen).
Kemudian digosok sekian lama sehingga seperti semen. Tahi sapi
berfungsi untuk menghilangkan nyamuk dan membuat hangat rumah.
Makanya di desa tersebut jarang kita dapati rumah yang berjendela. Perabotan rumah
tangganya pun terbilang sederhana. Hanya ada peralatan dapur, tempat tidur, lemari, dan
kadang ada televisi.
26
Selain rumah untuk ditinggali, mereka juga membangun gudang penyimpanan padi atau
hasil panen lainnya. Bentuknya unik menjulang keatas, terbuat dari kayu dan beratapkan
gerabah. Ini merupakan ciri khas bangunan di Lombok sehingga dijadikan maskot oleh
pemerintah daerah setempat. Selain itu, ada juga bale pertemuan untuk tempat
musyawarah atau berkumpulnya warga.
Saat ini desa Sade, Rembita, menjadi daerah tujuan wisata dan bangunannya dilindungi.
Pemerintah setempat memberikan bantuan dengan membuatkan akses jalan yang mulus
dan lahan-lahan parkir. Dana pun diberikan setiap tahunnya. Besarnya antara Rp 7 juta
hingga Rp 25 juta.
Tanjung Aan
Daerah ini dikenal dengan pasir putihnya yang indah membentang
sepanjang pantai selatan Lombok. Tanjung Aan dikenal juga
sebagai pantai pasir merica karena bentuk pasirnya yang mirip
buah merica yang belum digerus. Bentuknya bulat-bulat kecil.
Anak-anak desa di Tanjung Aan suka mengumpulkannya dan dimasukkan ke dalam
botol-botol untuk dijual ke wisatawan lokal maupun mancanegara. Mereka menawarkan
harga Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu per botolnya. Namun untuk menghindari
pengambilan besar-besaran pasir pantai, pemerintah daerah setempat mulai menerapkan
larangan untuk menambang pasir untuk kepentingan komersil. Pemda menancapkan
papan larangan disepanjang pantai Tanjung Aan.
27
Tanjung Aan juga dikenal sebagai daerah penghasil rumput laut di Lombok. Tak heran
jika disepanjang pantai kita dapati banyak petani rumput laut sedang memanen hasilnya
di pinggir-pinggir pantai kemudian mereka menjemurnya di lahan-lahan terbuka.
Batu Bolong
Batu Bolong merupakan kawasan wisata berbentuk pura diatas batu karang
berlubang yang menjorok ke bibir pantai. Selain menjadi obyek wisata, pura
Batu Bolong juga masih menjadi tempat sembahyang umat Hindu Lombok.
Saat mengunjunginya penulis melihat upacara sembahyang yang dilakukan
umat Hindu sedang berlangsung di sore hari. Turis mancanegara sering mengunjungi
tempat ini karena lokasinya yang strategis berdekatan dengan jalan raya Senggigi. Saat
masuk ke dalam pura para pengunjung diminta untuk mengenakan tali terbuat dari kain
berwarna kuning. Katanya sebagai syarat untuk memasuki sebuah pura. Hal yang sama
juga penulis alami saat mengunjungi pura Uluwatu di Bali. [imngrh]
Postingan berakhir disini --- Lihat plugin Wordpress baru yaitu WP Additional
Paragraph.
28