Download - Chapter I.pdf

Transcript
Page 1: Chapter I.pdf

1  

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minyak bumi dan gas bumi telah membawa kemajuan yang pesat kepada dunia ini,

sehingga jika seandainya minyak bumi itu tidak ada, maka dunia tidak akan semaju seperti

sekarang ini. Dimana-mana dalam kehidupan sehari-hari, hampir selalu dijumpai produk-produk

yang berasal dari minyak bumi, baik produk yang berasal dari kilang minyak atau produk

petrokimia1. Minyak dan gas bumi (migas) merupakan komoditas penting, tidak saja pada masa

lalu dan saat ini, tetapi juga masih akan berperan sebagai penyumbang terbesar energi dunia

beberapa dekade kedepan2. Minyak dan gas bumi dapat ditemukan atau dihasilkan dengan proses

pertambangan, inilah yang disebut industri pertambangan minyak dan gas bumi.

Industri Migas merupakan satu industri yang memiliki resiko yang tinggi (high risk),

penggunaan teknologi canggih (high technology), dan sumber daya yang terlatih serta besarnya

capital yang diperlukan (high capital). Paling tidak ada empat faktor yang membuat industri hulu

migas berbeda dengan industri lainnya, antara lain: pertama, lamanya waktu antara saat

terjadinya pengeluaran (expenditure) dengan pendapatan (revenue). Kedua, keputusan yang

dibuat berdasarkan risiko dan ketidakpastian tinggi serta melibatkan teknologi canggih. Ketiga,

sektor ini memerlukan investasi biaya capital yang relatif besar. Keempat, dibalik semua resiko

tersebut, industri migas juga menjanjikan keuntungan yang sangat besar3. Industri pertambangan

                                                            1 Sukanto Reksohadiprodjo. Industri minyak dan gas Bumi. (Yogyakarta: BPFE, 1986), hlm 1

2 Benny Lubiantara, Ekonomi Migas Tinjauan Aspek Komersial Kontrak Migas. (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2012), hlm xiii

3 Benny Lubiantara,Ibid., hlm 5

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter I.pdf

2  

minyak dan gas bumi meliputi: Kegiatan eksplorasi dan produksi, pengolahan sampai kepada

pemasaran.

Hal ini menjadi alasan bagi negara merasa perlu mengundang investor untuk melakukan

aktifitas eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi tersebut. Sejak awal, sesudah

tercapainya kemerdekaan Indonesia, industri migas dikembangkan dengan melibatkan modal

asing4. Dengan pengusahaan bahan galian (tambang), pemerintah dapat melaksanakan sendiri

dan/atau menunjuk kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang

tidak atau belum dapat dilaksanakan sendiri oleh instansi pemerintah5.

Minyak dan gas bumi dikuasai oleh negara. tujuan penguasaan oleh negara adalah agar

kekayaan nasional tersebut dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat6.

Selain itu karena pengusahaan bahan galian menyangkut kepentingan umum dan Negara,

maka dapat dilakukan bersama-sama dengan badan hukum perdata dalam bentuk kontrak kerja

sama. Kontrak kerjasama merupakan kesepakatan dari para pihak yang dituangkan dalam setiap

klausul.

Untuk mendesain kontrak migas, terlebih dahulu harus dipahami apa saja objektif Negara

tuan rumah dan bagaimana pula dengan objektif investor. Sebagian objektif tentunya ada

kemiripan, namun demikian tidak menutup kemingkinan ada objektif yang bertolak belakang

satu sama lain. Adanya kemiripan dan perbedaan objektif ini perlu diselaraskan agar ketentuan

dan persyaratan kontrak migas menjadi optimal. Objektif dari Negara tuan rumah beberapa

diantaranya antara lain7 :

a. menggalakkan aktifitas eksplorasi untuk meningkatkan cadangan,

                                                            4 Pertamina, Berbakti Pada Bangsa: Refleksi 50 Tahun Pembangunan Minyak Dan Gas Bumi Di Indonesia.

(Jakarta: Pertamina, 1996) hlm. 52. 5Pasal 10 ayat 1 Undang-undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. 6Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hlm 236 7 Benny Lubiantara, Op.cit., hlm 11

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter I.pdf

3  

b. mengawasi supaya terjadi eksploitasi yang optimal, c. keamanan pasokan energi, d. memaksimalkan bagian pemerintah, e. mendorong pengembangan industri domestik, f. transfer teknologi dan penyerapan tenaga kerja, g. pengembangan masyarakat sekitar dan lain-lain.

Sementara objektif investor diantaranya ialah :

a. memperoleh imbal-hasil yang tertinggi, b. mengoptimalkan portofolio bisnis, c. akses migas jangka panjang dan lain-lain.

Ada beberapa jenis kontrak Migas yang telah dipakai oleh berbagai Negara dalam

industri Hulu Migas, yaitu8:

1. Kontak Karya/Konsesi

2. Kontrak TAC (Technical Assistance Contract)

3. Kontrak Production Sharing

4. Kontrak Enhanced Oil Recovery ( EOR)

5. Kontrak Operasi Bersama (KOB)

6. Kontrak Service Contract

Salah satu perbedaan penting dari pelbagai jenis kontrak migas tersebut adalah

bagaimana mekanisme transfer kepemilikan (transfer of ownership) cadangan migas yang

merupakan asset Negara kepada perusahaan migas. Pada sistem konsesi, transfer kepemilikan

berlangsung ketika sumur diproduksi dan terjadi di kepala sumur (wellhead). Sementara untuk

sistem PSC, transfer kepemilikan tidak terjadi di kepala sumur, namun pada titik ekspor.

Sedangkan pada sistem Service Contract, sama sekali tidak terjadi transfer kepemilikan9.

Akses terhadap sumber daya migas dalam bentuk pengaturan kegiatan dan kerjasama

antara investor dengan pemerintah telah dimulai sejak pertengahan abad 18. Sistem kerjasama

                                                             8 Salim HS, Op.cit., hlm 316

9 Benny Lubiantara, Op.cit., hlm 9

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter I.pdf

4  

untuk kegiatan hulu migas pada awalnya hanya sistem konsesi10. Bagi Negara produsen minyak,

mengingat pendapatan dari sektor ini sangat signifikan dalam menopang pembangunan, tidak

mengherankan apabila muncul tuntutan agar Negara tidak saja memperoleh bagian penerimaan

yang meningkat tetapi juga mempunyai peran yang lebih besar11. Negara Indonesia sebagai

negara yang sangat kaya akan potensi pertambangan.

Dorongan agar keterlibatan pemerintah lebih besar lagi, melatarbelakangi lahirnya sistem

Production Sharing Contract (PSC). Pada sistem PSC, kepemilikan (ownership) dan

pengawasan ada di tangan pemerintah. Dan juga pembagian atau Sharing dalam kontrak tersebut

ialah pembagian hasil pertambangan yaitu minyak dan gas bumi sesuai persen yang telah

ditentukan bukan berbagi hasil penjualan. Posisi perusahaan “diturunkan” menjadi kontraktor

yang menanggung resiko dan memperoleh pemulihan biaya (cost recovery) setelah tahap

komersial dicapai. Kontraktor juga memperoleh bagian dari keuntungan (profit share)12.

Kelahiran PSC dalam dunia migas internasional merupakan terobosan luar biasa karena

sebelumnya dengan sistem konsesi, peran Negara masih minimal, dimana Negara hanya

menerima pembayaran berupa royalty dan pajak. Adanya klausul partisipasi pada sistem konsesi

sebenarnya juga meningkatkan peran Negara, namun masih relatif pasif. Munculnya sistem PSC

mengubah aturan main (rule of the game). Indonesia dicatat sebagai pelopor PSC13.

Dalam PSC dikenal sistem cost recovery (pengembalian biaya) yakni terhadap biaya-

biaya yang dikeluarkan oleh Perusahaan Pertambangan tersebut selama proses pertambangan.

Biaya-biaya ini nantinya akan diklaim kepada BP Migas ( sekarang SKK Migas) dan setelah

                                                            10 Konsesi adalah sitem dimana di dalam pengelolaan minyak dan gas bumi, kepada perusahaan

pertambangan tidak hanya diberikan kuasa pertambangan, tetapi diberikan hak menguasai tanah. 11 Benny Lubiantara, Ibid., hlm 1 12 Ibid. hlm 2 13 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter I.pdf

5  

dilakukan proses audit dan persetujuan maka Perusahaan Pertambangan tersebut akan menerima

kembali pembayaran itu dari uang negara.

Adapun beberapa Investor asing yang saat ini mengadakan kegiatan pertambangan di

Indonesia yang mengikuti Production Sharing Contract ialah: Shell, Exxon mobil, PT Chevron

Pacific Indonesia.

PT Chevron Pacific Indonesia merupakan cabang perusahaan pertambangan dari PT

Chevron milik Amerika Serikat. PT CPI bergerak di bidang pertambangan minyak dan gas bumi

yang sudah mulai berada di Indonesia selama kurang lebih 80 tahun. PT Chevron memiliki

lokasi penambangan di beberapa daerah di Indonesia seperti Minas, Duri. PT CPI adalah salah

satu kontraktor negara dalam industri pertambangan Minyak dan gas bumi. PT CPI juga adalah

pihak dalam sebuah kontrak dengan pemerintah yakni dalam kontrak Production Sharing. PT

CPI menyumbang sekitar 40% minyak dan gas bumi yang tersedia untuk kebutuhan domestik

dalam negeri sejak melakukan penambangan di Indonesia14.

Pertambangan Minyak dan gas bumi memiliki banyak resiko salah satunya dalam hal

lingkungan hidup 15 . Pengaturan kewajiban pemeliharaan Lingkungan Hidup untuk daerah

pertambangan juga telah diatur dalam UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup yang telah diubah dalam UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Adapun Limbah Minyak Bumi merupakan salah satu limbah jenis B3 (berbahaya,

beracun dan berbau) sehingga perlu proses pemulihan terhadap tanah yang terkena limbah

tersebut. Proses yang biasa dipakai adalah proses secara kimia dan fisika. Tetapi proses ini cukup

                                                            14 PT Chevron Pacific Indonesia diakses tanggal 25 Juni 2014 15Abrar Saleng, Hukum Pertambangan. (Jogjakarta: UII Press, 2004) hlm 111

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter I.pdf

6  

rumit dan berbiaya besar. Untuk itu mulailah dilakukan proses pemulihan limbah secara biologis

yang dikenal dengan Bioremediasi16.

Sesuai KepMen LH No 128 tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis

Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi secara

biologis, maka PT CPI sebagai perusahaan pertambangan migas harus mengerjakan tanggung

jawab lingkungan. Inilah yang dilakukan PT CPI dengan program Bioremediasi tanah yang

terkena minyak bumi. Program ini sepenuhnya berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan

Hidup tersebut, yang dikerjakan sejak tahun 2003.

Adapun pengerjakan proyek ini dilakukan PT CPI dengan mengundang

kontraktor/perusahaan lain dalam bentuk tender. Perusahaan yang memenangkan tender ialah PT

Sumigita Jaya dan PT Green Planet Indonesia serta PT GTL untuk proses bioremdiasi ini PT CPI

telah mendapat beberapa penghargaan baik dalam skala nasional maupun internasional.

Masalah muncul di tahun 2012 ketika Kejaksaan Agung mulai melakukan suatu penelitian

terhadap proyek Bioremediasi yang dikerjakan oleh PT CPI ini. Berdasarkan penelitian mereka

bahwa proyek bioremediasi PT CPI adalah fiktif. Kejagung pun menetapkan surat penahanan

terhadap beberapa orang yang terkait dengan proses bioremediasi ini yaitu Manajer SLN dan

SLS Endah Rumbiyanti, Team Leader SLN Kabupaten Duri Widodo, Team Leader SLS Migas

Kukuh Kertasafari, General Manager SLN Operation CPI Alexiat Tirtawidjaja, Direktur Utama

PT Sumigita Jaya Herlan, dan Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri. Proses

berlanjut hingga pada akhirnya Kejagung membuat Surat dakwaan yang menyatakan telah terjadi

Tindak Pidana Korupsi dalam proyek Bioremediasi ini.

                                                            16 Astri Nugroho, Bioremediasi hidrokarbon Minyak Bumi. (Jogjakarta: Graha Ilmu, 2006) hlm 2

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter I.pdf

7  

Kasus ini ternyata berdampak bagi eksplorasi dan penambangan migas sampai beberapa

waktu sehingga proyek penambangan minyak bumi berhenti. Kontrak kerjasama antara PT CPI

dan Negara dalam Production Sharing ini seperti diabaikan oleh Kejagung mengingat bahwa

Kejagung membawa kasus ini kepada hukum pidana.

Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan diatas, penulis mengangkat judul: “Perlindungan

Terhadap Investor dari Penerapan Ketentuan Pidana pada Perbuatan Wanprestasi Kontrak Bagi

Hasil/Production Sharing Contract (Studi Kasus Pada PT Chevron Pacific Indonesia)”’

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan diatas, pada bahasan pendahuluan, yang menjadi rumusan masalah

ialah :

1. Bagaimanakah perlindungan terhadap investor berdasarkan kontrak bagi hasil/Production

Sharing Contract?

2. Apakah investor yang wanprestasi dalam kontrak bagi hasil/Production Sharing Contract

dapat dipidana?

3. Bagaimanakah seharusnya penyelesaian atas peristiwa wanprestasi investor pada perkara PT

Chevron Pacific Indonesia (CPI)?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan utama dalam penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat guna

mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter I.pdf

8  

sebagai tambahan pengetahuan. Namun berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas,

maka tujuan yang akan dicapai dalam penulisan ini adalah :

a. Untuk mengetahui dan menganalisis lebih lanjut mengenai perlindungan terhadap

investor berdasarkan kontrak bagi hasil/Production Sharing Contract

b. Untuk mengetahui dan menganalisis lebih lanjut mengenai penggunaan hukum pidana

dalam wanprestasi yang dilakukan investor menurut kontrak bagi hasil (Production

Sharing Contract).

c. Untuk mengetahui dan menganalisis lebih lanjut mengenai penyelesaian atas peristiwa

wanprestasi investor pada perkara PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).

2. Manfaat Penelitian

a. Secara Teoritis, penulisan skripsi ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian guna

mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan di bidang Hukum Pertambangan Minyak

dan gas bumi khususnya mengenai Kontrak pertambangan Minyak dan gas bumi serta

para pihak yang terkait di dalamnya sehingga pelaksanaan pertambangan migas dapat

dikerjakan lebih maksimal.

b. Secara Praktis, penulisan skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran secara

yuridis kepada praktisi hukum yakni kepada para penegak hukum, pihak perusahaan

pertambangan, konsultan hukum, lembaga peradilan serta pihak yang lainnya mengenai

pertambangan di Indonesia sehingga kedepannya pertambangan di Indonesia semakin

menyejahterakan rakyat.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter I.pdf

9  

D. Keaslian Penelitian

Bahwa skripsi ini yang berjudul “Perlindungan Terhadap Investor Dari Penerapan Ketentuan

Pidana Pada Perbuatan Wanprestasi Kontrak Bagi Hasil/Production Sharing Contract (Studi

Kasus Pada PT Chevron Pacific Indonesia)” yang diangkat dalam skripsi ini belum pernah ditulis

di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Hal ini diperkuat dengan surat keterangan

tertanggal 17 Februari 2014 dari perpustakaan yang menyatakan bahwa judul skripsi yang telah

ada di perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara/Pusat

Dokumentasi dan Informasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara adalah: Penyelesaian

Wanprestasi di Pasar Modal dalam sistem Jakarta Automatic Trading Sistem menurut UU No 8

tahun 1995 tentang Pasar Modal yang ditulis oleh Nicky Catherine (080200409) dan Aspek

Hukum Kontrak Karya dalam Investasi Pertambangan Umum yang ditulis oleh Dewi

(070200001). Sehingga Sangat jelas bahwa judul skripsi yang saya tulis berbeda dengan judul-

judul sebelumnya. Perbedaan pembahasan terletak pada: Penerapan Perlindungan Invetor dalam

Kontrak Production Sharing bidang Pertambangan Minyak dan gas bumi.

Penulisan Skripsi ini dimulai dari mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan

Penelusuran terhadap kasus PT Chevron Pacific Indonesia, Pertambangan Minyak dan Gas bumi,

peraturan perundang-undangan yang berkaitan, baik melalui literatur yang diperoleh dari

perpustakaan, media cetak maupun media elektronik. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi

ini, penulis membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di

Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.

E. Tinjauan Pustaka

Penulisan skripsi ini berkisar tentang Perlindungan Hukum Terhadap Investor dalam

kontrak bagi hasil. Adapun Tinjauan Kepustakaan tentang skripsi ini, adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter I.pdf

10  

1. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum merupakan suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek

hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat

represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai

suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu

keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, kedamaian, ketentraman bagi segala kepentingan

manusia yang ada di dalam masyarakat17. Dalam hukum pertambangan ini, bentuk perlindungan

itu selain adanya kepastian hukum melalui UU atau peraturan-peraturan yang ada, juga berupa

perlindungan secara kontrak yang ada undang-undang bagi orang yang membuatnya yakni

kontrak Production Sharing yang sudah mengatur secara jelas menyangkut kebutuhan para

pihak.

2. Industri Minyak dan Gas Bumi

Dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) diatur bahwa bumi dan air dan kekayaan yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat, sebagai salah satu sumber daya mineral yang tidak terbarui (unrenewable)

minyak dan gas bumi menempati posisi yang penting dalam pembangunan Negara dan

kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan

menentukan kebijakan dan melakukan pengusahaan terhadap minyak dan gas bumi untuk

mencapai tujuan yg terdapat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Minyak dan Gas Bumi adalah

sektor usaha yang sifatnya international business. Industri Minyak dan Gas Bumi ialah bentuk-

bentuk kegiatan yang dilakukan seperti :

                                                             17 Eko August Sihombing, Skripsi: Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Pengangkutan

Orang dan Barang dalam Pengangkutan Udara Ditinjau dari Undang-Undang No. 1 Tahun 2009, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2010), hal. 9, diambil dari http://repository.usu.ac.id, yang dipostkan tanggal 1 November 2010, dan diakses tanggal 23 Maret 2014.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter I.pdf

11  

a. Kegiatan Eksplorasi dan Produksi

Disini titik berat kegiatan diarahkan pada usaha pencarian minyak dan gas bumi dan

kemudian memproduksi minyak dan gas bumi yang telah ditemukan tersebut. kegiatan eksplorasi

dan produksi merupakan Kegiatan Usaha Hulu berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-undang

Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Kegiatan usaha hulu memakai rezim

kontrak. Kegiatan usaha hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui kontrak kerja sama yang

merupakan kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan

eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat. Kegiatan usaha hulu migas dilakukan pengendalian oleh Badan

pelaksana18.

Dikaitkan dengan teknis produksi, masa produksi dapat dibagi dalam tiga tahapan yaitu19

:

1) Periode produksi awal atau alamiah

Pada produksi awal atau alamiah minyak dan gas bumi diproduksi atau dikeluarkan dari

perut bumi secara alamiah. Tekanan yang ada di dalam jebakan di dalam jebakan secara

alamiah mendorong minyak dan gas bumi keluar dari perut bumi untuk ditampung pada

fasilitas produksi yang ada di permukaan.

2) Periode produksi sekunder

Pada produksi sekunder untuk mengeluarkan minyak dan/atau gas bumi dilakukan dengan

menyuntikkan kembali gas atau air ke dalam formasi untuk menghasilkan tekanan tertentu

atau mengarahkan minyak dan gas bumi bergerak ke arah tertentu dalm reservoir sehingga

                                                            18 Penjelasan Pasal 41 UU No.22 tahun 2001 yang menyatakan bahwa pengawasan atas pelaksanaan

kegiatan hulu berdasarkan kontrak kerja sama dilaksanakan oleh Badan pelaksana. 19Rudi M.Simamora, Op.cit hlm 6

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter I.pdf

12  

minyak dan/atau gas bumi dapat keluar dari perut bumi dengan tingkat aliran yang

diharapkan.

3) Periode produksi tersier

Pada produksi ini minyak dan gas bumi hanya dapat dikeluarkan dari perut bumi dengan

memasukkan bahan kimia tertentu ke dalam formasi yang tujuannya sama seperti pada

produksi sekunder yaitu mendorong minyak dan/atau gas bumi bumi ke luar. Karena

diperlukan teknologi dan upaya tambahan, tentunya dalam produksi sekunder dan tertier

biaya produksi akan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan yang dikeluarkan pada

produksi awal. Pengertan produksi awal, sekunder, dan tertier tidak dikaitkan dengan batasan

waktu, tetapi pada metode atau teknik produksi yang digunakan. Salah satu isu penting

lainnya dalam fase pengembangan dan produksi ini adalah pembagian hasil produksi.

b. Pengolahan

Kegiatan ini ditujukan untuk mengolah produk hydrocarbon menjadi berbagai produk

olahan sehingga dapat dipakai langsung oleh konsumen atau diolah kembal menjadi produk

lainnya. Kegiatan pengolahan hydrocarbon dapat menghasilkan berbagai produk antara lain

butane, propane, pentana dan seterusnya. Gas bumi dapat diolah menjadi LNG dan LPG dan

berbagai produk yang dibutuhkan oleh industri petrokimia. Disamping itu masih ada produk

ikutan lainnya berupa aspal dan lilin.

c. Penyimpanan

Setelah minyak dan gas bumi dikeluarkan dari perut bumi atau setelah mereka selesai

diolah menjadi berbagai produk hydrocarbon, dibutuhkan tempat dan usaha penyimpanan

sementara sebelum diserahkan kepada konsumen. Media penyimpanan masing-masing produk

umumnya terpisah satu sama lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter I.pdf

13  

d. Pengangkutan

Fungsi ini bertujuan untuk menghantarkan hasil produksi ke konsumen. Pengangkutan

hasil produksi dapat dilakukan dengan moda pengangkutan dapat berupa mobil tangki atau

kereta api atau dengan jaringan pipa, di samping itu juga memungkinkan untuk dilakukan dengan

angkutan laut, berupa kapal tanker dan mungkin juga jaringan pipa bawah laut. Dalam beberapa

kasus tertentu dapat juga terjadi pengangkutan dengan angkutan udara, misalnya untuk

menjangkau daerah yang sangat terpencil yang tidak mungkin dilalui dengan angkutan darat atau

laut. Yang jelas pilihan akan jatuh pada modal angkutan yang paling murah dan efisien serta

aman.

e. Pemasaran

Kegiatan yang terakhir adalah memasarkan hasil produsi, mencari konsumen dan

mengikat perjanjian jual beli dengan pembeli dan mengelola pasar yang ada maupun pasar

potensial. Kegiatan pemasaran dewasa ini memegang peran yang cukup penting mengingat

perkembangan pola perdagangan minyak dan gas bumi yang sudah sedemikian kompetitif. Pasar

sekarang sudah merupakan pasar yang demand driven, bukan yang supply driven lagi20.

Kegiatan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran merupakan bagian

dari kegiatan usaha hilir Minyak dan Gas Bumi. Kegiatan usaha hilir ini menggunakan rezim

perizinan yaitu izin kepada badan usaha untuk melaksanakan kegiatan hilir dengan tujuan

memperoleh keuntungan.

Tiap-tiap kegiatan diatas memerlukan teknologi dan pola manajemen sendiri dan relatif

berbeda. Jika tidak ada aturan yang memaksakan integrasi dan monopoli industri migas, sering

kegiatan-kegiatan tersebut diusahakan secara terpisah dan berdiri sendiri. Pada suatu saat setelah

                                                            20 Bachrawi Sanusi, Peranan Migas dalam Perekonomian Indonesia. (Yogyakarta: Universitas Trisakti,

2002), hlm 10.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter I.pdf

14  

melewati jangka waktu tertentu produksi pasti akan terhenti karena minyak dan gas bumi

tersedot dan tidak mugkin lagi dikeluakan dari perut bumi. Pada saat itu ladang minyak dan

fasilitas-fasilitas produksi akan ditinggalkan.

3. Asas ultimatum remedium

Kalimat ultimatum remedium pertama kali diucapkan oleh Menteri Kehakiman Belanda

pada tahun 1988. Maksudnya, hanya perbuatan-perbuatan beratlah yang harus ditanggulangi oleh

hukum pidana. Ultimatum remedium didasarkan pada: (a) Hukum Pidana bersifat atributif (b)

pelanggaran Hukum Lingkungan pada hakikatnya tidak penting secara etis. Sebenarnya tidak

dapat dipisahkan secara tajam antara sanksi administratif dan sanksi hukum pidana kecuali

terhadap perbuatan yang mencolok melanggar hukum (onrecht)21.

Hukum Pidana merupakan hukum publik. Dengan kedudukan demikian kepentingan

yang hendak dilindungi oleh hukum pidana adalah kepentingan umum, sehingga kedudukan

negara dengan alat penegak hukumnya menjadi dominan. Hukum pidana memiliki sanksi

istimewa karena sifatnya yang keras yang melebihi sanksi di bidang hukum lain, berdiri sendiri,

dan kadangkala menciptakan kaidah baru yang sifat dan tujuannya berbeda dengan kaidah

hukum yang telah ada. sesuai dengan sifat sanksi pidana sebagai sanksi terberat atau paling keras

dibandingkan dengan jenis-jenis sanksi dalam berbagai bidang hukum yang lain, idealnya

fungsionalisasi hukum pidana haruslah ditempatkan sebagai upaya akhir (ultimatum remedium).

penggunaan hukum pidana dalam praktik penegakan hukum seharusnya dilakukan setelah

berbagai bidang hukum yang lain itu untuk mengkondisikan masyarakat agar kembali kepada

sikap tunduk dan patuh terhadap hukum, dinilai tidak efektif lagi.

                                                            21Supriadi, Hukum Lingkungan di Indonesia Sebuah Pengaantar. (Jakarta: Sinar Grafika,2005), hlm 308.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter I.pdf

15  

Fungsi hukum pidana yang demikian dalam teori seringkali disebut sebagai fungsi

subsidaritas. artinya, penggunaan hukum pidana itu haruslah dilakukan secara hati-hati dan

penuh dengan berbagai pertimbangan secara kompherensif. Sebab selain sanksi hukum pidana

yang bersifat keras, juga karena dampak penggunaan hukum pidana yang dapat melahirkan

penalisasi maupun stigmatisasi yang cenderung negatif dan berkepanjangan22.

Secara kompherensif Muladi dan Barda Nawawi menguraikan makna penggunaan hukum

pidana sebagai senjata pamungkas, yaitu sebagai berikut23 :

a. Jangan menggunakan hukum pidana dengan secara emosional untuk melakukan pembalasan

semata.

b. Hukum pidana hendaknya jangan digunakan untuk memidana perbautan yang tidak jelas

korban dan kerugiannya.

c. Hukum pidana jangan pula dipakai hanya untuk satu tujuan yang pada dasarnya dapat dicapai

dengan cara lain yang sama efektifnya dengan penggunaan hukum pidana tersebut.

d. Jangan menggunakan hukum pidana apabila hasil sampingan (by product) yang ditimbulkan

lebih merugikan dibanding dengan perbuatan yang akan dkriminalisasi.

e. Jangan pula menggunakan hukum pidana apabila tidak didukung oleh masyarakat secara

kuat, dan kemudian janganlah menggunakan hukum pidana apabila penggunaannya

diperkirakan tidak efektif (unforceable).

f. Penggunaan hukum pidana juga hendaknya harus menjaga keserasian antara moralis

komunal, moralis kelembagaan dan moralis sipil, serta memperhatikan pula korban

kejahatan.

                                                            22 Mahrus Ali. Dasar-Dasar Hukum Pidana. (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm 22. 23Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter I.pdf

16  

g. Dalam hal-hal tertentu, hukum pidana harus mempertimbangkan secara khusus skala

prioritas kepentingan peraturan.

h. Penggunaan hukum pidana sebagai sarana represif harus didayagunakan secara serentak

dengan sarang pencegahan yang bersifat non penal (prevention without punishment).

Berdasarkan penjelasan tersebut, sesungguhnya penggunaan hukum pidana bukan

merupakan satu-satunya cara menanggulangi kejahatan yang terjadi dalam masyarakat, lebih-

lebih penggunaan hukum pidana sebagai senjata pamungkas (ultimum remidium) di dalam

menanggulangi kejahatan24. namun apabila hukum pidana dipilih sebagai sarana penanggulangan

kejahatan, maka harus dibuat secara terencana dan sistematis. ini berarti memilih dan

menetapkan hukum pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan harus memperhitungkan

faktor yang dapat mendukung berfungsi dan bekerjanya hukum pidana dalam kenyataannya25.

4. Minyak dan gas bumi

Minyak bumi dan Gas bumi (Migas) : Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa

hidro karbon yang dalam kondisi tekanan dan temperature atmosfer berupa fasa cair atau padat,

termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses

penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk

padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas

Bumi. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan

temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas

Bumi.

5. Wanprestasi

                                                            24 Ibid 25 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996)

hlm 37. `

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter I.pdf

17  

Berdasarkan KUHPerdata, Wanprestasi adalah suatu peristiwa atau keadaan, dimana debitur

tidak telah memenuhi kewajiban prestasi perikatannya dengan baik, dan debitur punya unsur

salah atasnya. Maksud “unsur salah” diatas adalah adanya unsur salah pada dibitur atas tidak

dipenui kewajiban itu sebagaimana mestinya 26 . Perlu diingat bahwa pembicaraan tentang

wanprestasi berangkat dari prinsip bahwa “kewajiban” harus/wajib dipenuhi debitur dengan baik.

Wanprestasi (default atau non fulfilment, ataupun yang disebut juga dengan istilah breach of

contract) yang dimaksudkan adalah tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimana

mestinya yang dibebankan oleh Kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan

dalam Kontrak yang bersangkutan. tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap

timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk

memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang

dirugikan karena wanprestasi tersebut. tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena27 :

1. kesengajaan

2. kelalaian

3. tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian)

6. Production Sharing Contract

Di dalam Article 1 huruf L The Petroleum Tax Code, 1997 diberikan defenisi dari

Production Sharing Contract, yaitu:

“Production Sharing Contract means an agreement entered into on or after… by the Government of indis with any person of the association or participation of the Government

                                                            26 Munir Fuady. Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis. (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001),

hal 88. 27Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter I.pdf

18  

of india with any person authorized by it in business consisting of the prospecting for or extraction or production of petroleum and natural gas”28

Kontrak Production Sharing merupakan persetujuan antara Pemerintah dengan berbagai

asosiasi bisnis untuk melakukan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi.

Secara umum kontrak Production Sharing digambarkan oleh Howard R. William dan

Charles J.Meyers sebagai berikut:

“A contract for development of mineral resources under which the contracto r’s costs are recoverable each year out of the production but there is a maximum amount of production which can be applied to this cost recovery in any year. In many such contractors, the maximum is 40%. This share of oil produced is referred to as “cost oil”. The balance of the oil (initially 60%) is regarded as “profit oil” and is divided in the net profit royalty ratio-for instance, 55% to the government. After the contactor has recovered its investment, the amount of the “cost oil” ill drop to cover operating expenses only and profit oil increases by a corresponding amount29.

F. Metode Penelitian

1. Spesifikasi penelitian

Menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pertimbangan titik tolak

penelitian analisis terhadap Kontrak Bagi Hasil/Production Sharing Contract yang

memperjanjikan kegiatan pertambangan antara Pemerintah yang diwakilkan oleh SKK Migas

dengan Investor Asing sebagai Kontraktor ditinjau dari beberapa perundang-undangan yang

terkait serta dari pandangan hukum asing. maka jenis penelitian yang digunakan ialah Yuridis

Normatif yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau

norma-norma dalam hukum positif mengenai Kontrak Bagi Hasil/ Production Sharing Contract.

Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan walaupun penelitian tidak ini

tidak lepas pula dari sumber lain selain kepustakaan yakni penelitian terhadap media massa

                                                            28 Salim HS, Op.cit hlm 304. 29Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter I.pdf

19  

ataupun dari internet. oleh karena tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif maka

pendekatan yang digunakan ialah pendekatan perundang-undangan. pendekatan tersebut

dilakukan dengan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan kontrak

bagi hasil/Production Sharing Contract serta perlindungan terhadap investor.

a. Bahan Penelitian

1) Bahan Hukum Primer

Berbagai bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di bidang hukum

ekonomi antara lain UU Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU Nomor 22 tahun

2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, PP Nomor 35 tahun 1994 tentang Ketentuan dan syarat-

syarat Kontrak Bagi Hasil, PP No 42 tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu

Minyak dan gas bumi.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan yang bekaitan erat dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk

menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada. semua dokumen yang dapat

menjadi sumber informasi mengenai perlakuan dan pemberian fasilitas kepada penanam modal,

seperti hasil seminar atau makalah dari pakar hukum, koran, majalah, kasus-kasus yang

berhubungan dengan pembahasan skripsi ini, dan juga sumber-sumber lain yaitu internet yang

memiliki kaitan erat dengan permasalahan yang dibahas.

3) Bahan Hukum Tersier

Mencakup kamus bahasa untuk pembenahan tata Bahasa Indonesia dan juga sebagai alat

bantu pengalih bahasa beberapa istilah asing.

b. Teknik Pengumpulan Data

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter I.pdf

20  

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan

penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi kepustakaan. penelitian kepustakaan

dilakukan dengan mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku yakni dengan

menggunakan bahan-bahan bacaan atau referensi yang berupa buku-buku dan perundang-

undangan yang berlaku perundang-undangan : UUD 1945, Undang-undang Minyak dan Gas

Bumi No 22 tahun 2001, Undang-undang No 25 tahun 2007 dan lain-lain.

c. Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara

mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,

menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain untuk menganalisis

data yang diperoleh. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif jauh lebih subyektif daripada penelitian atau survei kuantitatif dan

menggunakan metode sangat berbeda. Salah satunya metodenya ialah metode Case study (studi

kasus) dengan tujuan untuk mempelajari sedalam-dalamnya salah satu gejala yang nyata dalam

kehidupan bermasyarakat.

G. Sistematika Penulisan

Gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan

aturan dalam penulisan hukum adalah terdiri dari 4 (empat) Bab yang tiap Bab terbagi dalam Sub

Bagian dan Daftar Pustaka serta lampiran, untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan

hasil penelitian ini yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter I.pdf

21  

BAB I : PENDAHULUAN

Yakni berisikan pendahuluan yang terdiri dari Latar belakang, Rumusan

Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Tinjauan Pustaka,

Metode Penelitian, Sistematika Penulisan

BAB II : PERLINDUNGAN TERHADAP INVESTOR BERDASARKAN

KONTRAK PRODUCTION SHARING

berisikan penjelasan mengenai Kontrak Production Sharing/KPS mulai dari

sejarah lahirnya KPS, landasan hukum KPS, Karakter KPS, Substansi/ Hal-hal

yang diatur dalam KPS, Serta pembahasan KPS menurut beberapa Undang-

Undang. selain itu juga membahas perlindungan investor mulai dari Tujuan

Perlindungan Investor, Perlindungan Investor berdasarkan Perundang-undangan

dan Perjanjian.

Bab III : WANPRESTASI DALAM KONTRAK PRODUCTION SHARING

berisikan tentang Wanprestasi dari sebuah kontrak/perjanjian yaitu pengertian

Wanprestasi menurut KUHPerdata, serta penyelesaian perselisihan berdasarkan

Kontrak Production Sharing, pekerjaan kontrak secara melawan hukum, dan

pemidanaan/kriminalisasi perjanjian KPS.

Bab IV :PENYELESAIAN WANPRESTASI PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA

(CPI)

berisikan tentang analisis terhadap kasus PT Chevron Pacific Indonesia dimulai

dari Program Bioremediasi Chevron untuk pemulihan tanah terkontaminasi

minyak bumi, perikatan kontrak dengan perusahaan rekanan Chevron

berdasarkan tender yaitu PT Green Planet Indonesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya

(SJ), Dimensi Kerugian Negara Dalam Perkara Bioremediasi, Perjanjian

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter I.pdf

22  

Keperdataan/PSC antara SKK Migas dan PT CPI, Putusan Peradilan Kasus

Chevron, Penyelesaian Wanprestasi Berdasarkan Production Sharing Contract.

Universitas Sumatera Utara


Top Related