Transcript
Page 1: Chapter II.pdf2066290720

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Umum

Pengaturan lalulintas pada persimpangan merupakan hal yang paling kritis

dalam pergerakan lalulintas. Pada simpang dengan arus lalulintas yang besar,

sangat diperlukan pengaturan menggunakan lampu lalulintas. Pengaturan dengan

lampu lalulintas ini diharapkan mampu mengurangi antrian yang dialami oleh

kendaraan dibandingkan jika tidak menggunakan lampu lalulintas.

Identifikasi masalah menunjukkan lokasi kemacetan terletak pada

persimpangan atau titik-titik tertentu yang terletak pada sepanjang ruas jalan.

Sebab-sebab terjadinya kemacetan dipersimpangan biasanya sederhana, yaitu

permasalahan dari konflik pergerakan-pergerakan kendaraan yang membelok dan

pengendaliannya. Permasalahan pada ruas jalan timbul karena adanya gangguan

terhadap kelancaran arus lalulintas yang ditimbulkan dari akses jalan, dari

bercampurnya berbagai jenis kendaraan atau dari tingkah laku pengemudi.

Karena ruas jalan pada persimpangan harus digunakan bersama-sama,

maka kapasitas suatu ruas jalan dibatasi oleh kapasitas persimpangan pada kedua

ujungnya, disamping itu permasalahan keselamatan umumnya juga timbul

dipersimpangan. Sebagai akibat kapasitas jaringan jalan dan keselamatan terutama

ditentukan oleh kondisi persimpangan tersebut.

Terdapat 32 titik konflik pada suatu persimpangan dengan empat cabang.

Untuk mengurangi jumlah titik konflik yang ada, dilakukan pemisahan waktu

pergerakan arus lalulintas. Waktu pergerakan arus lalulintas yang terpisah ini

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II.pdf2066290720

disebut fase. Pengaturan pergerakan arus lalulintas dengan fase-fase ini

dapat mengurangi titik konflik yang ada sehingga diperoleh pengaturan lalulintas

yang lebih baik untuk menghindari besarnya antrian, tundaan, kemacetan dan

kecelakaan.

Gambar 2.1 Titik konflik pada suatu simpang-4 Sumber: Highway Trafic Analisys and Design,Penerbit University of Bradford

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II.pdf2066290720

II.2. Kapasitas dan Tingkat Pelayanan

Dalam penganalisaan kapasitas, ada suatu prinsip dasar yang objektif yaitu

perhitungan jumlah maksimum lalulintas yang dapat ditampung oleh fasilitas

yang ada, serta bagaimana kualitas operasional fasilitas tersebut didalam

pemeliharaan serta peningkatan fasilitas itu sendiri yang tentunya akan sangat

berguna di kemudian hari. Dalam merencanakan suatu fasilitas jalan kita jumpai

suatu perencanaan agar fasilitas itu dapat mendekati kapasitasnya. Kapasitas dari

suatu fasilitas akan menurun fungsinya jika diperlukan saat atau mendekati

kapasitasnya.

Kriteria operasional dari suatu fasilitas diwujudkan dengan istilah tingkat

pelayanan (Level Of Service), yaitu ukuran kualitatif yang digunakan di Highway

Capacity Manual, 1985 dan menerangkan kondisi operasional dalam arus

lalulintas dan penilaiannya oleh pemakai jalan (pada umumnya dinyatakan dalam

kecepatan, waktu tempuh, kebebasan bergerak, interupsi arus lalulintas, keenakan,

kenyamanan, dan keselamatan). Setiap tipe fasilitas telah ditentukan suatu interfal

dari kondisi operasional yang dihubungkan dengan jumlah lalulintas yang mampu

ditampung disetiap tingkatan.

II.2.1. Kapasitas (Capacity)

Kapasitas yang diidentifikasikan oleh Manual Kapasitas Jalan Indonesia,

1997 sebagai arus lalulintas maksimum yang dapat dipertahankan (tetap) pada

suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu pada kondisi jalan lalulintas dan kondisi

pengendalian pada saat itu (misalnya: rencana geometrik, lingkungan, komposisi

lalulintas, dsb; Biasanya dinyataka dalam kend/jam atau smp/jam). Secara umum,

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II.pdf2066290720

kapasitas dijelaskan sebagai jumlah kendaraan dalam satu jam dimana orang atau

kendaraan diperkirakan dapat melewati sebuah titik atau potongan lajur jalan yang

seragam selama periode waktu tertentu.

Sedangkan, kapasitas lengan persimpangan adalah tingkat arus maksimum

yang dapat melewati persimpangan melalui garis berhenti (stop line) dan menuju

keluar tanpa mengalami tundaan pada arus lalulintas, keadaan jalan dan

pengaturan lalulintas tertentu.

Dalam penganalisaan digunakan periode waktu selama 15 menit dengan

mempertimbangkan waktu tersebut interval terpendek selama arus yang ada stabil.

Pada perhitungan kapasitas harus ditetapkan bahwa kondisi yang ada seperti

kondisi jalan, kondisi lalulintas dan sistem pengendalian tetap. Hal-hal yang

terjadi yang membuat suatu perubahan dari kondisi yang ada mengakibatkan

terjadinya perubahan kapasitas pada fasilitas tersebut. Sangat dianjurkan dalam

penentuan kapasitas, perkerasan dan cuaca dalam keadaan baik.

Dalam menentukan kapasitas, ada beberapa kondisi yang harus diperhitungkan,

yaitu :

1. Kondisi Jalan (Roadway Condition)

Kondisi ini berkaitan dengan karakteristik geometrik suatu jalan antara lain

yaitu fasilitas, lingkungan yang terbina, jumlah lajur atau arah, bahu jalan

(shoulder), lebar lajur, kebebasan lateral, kecepatan rencana, alinemen

horizontal dan vertikal.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II.pdf2066290720

2. Kondisi Lalulintas (Traffic Condition)

Kondisi lalulintas bergantung pada karakteristik lalulintas yang

menggunakan fasilitas lalulintas tersebut antara lain yaitu pendistribusian

tipe kendaraan, jumlah kendaraan dan pembagian lajur yang ada serta arah

distribusi lalulintas.

3. Kondisi Pengendalian (Control Condition)

Kondisi ini tergantung pada tipe dan rencana khusus dari alat pengendalian

yaitu peraturan yang ada (peraturan lokal yang ada). Hal yang sangat

mempengaruhi ini adalah lokasi, jenis dan waktu sinyal lalulintas disamping

tanda-tanda dan yield dari lajur yang digunakan serta lajur belok.

II.2.1.1. Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

Analisa kapasitas adalah penilaian terhadap jumlah maksimum lalulintas

yang dapat dialirkan oleh fasilitas yang tersedia. Namun begitu, analisis ini tidak

berarti apa-apa jika hanya memfokuskan kepada kapasitas saja. Biasanya

pemakaian terhadap fasilitas yang tersedia jarang sekali dimanfaatkan pada

tingkat kapasitas penuh. Kapasitas persimpangan dengan lampu lalulintas

didasarkan pada konsep arus jenuh (Saturation Flow) per siklus.

Kapasitas lengan persimpangan atau kelompok lajur dinyatakan dengan

persamaan 2.1 yang merupakan persamaan umum dalam penentuan kapasitas

untuk setiap metode.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II.pdf2066290720

C = S x g/c (2.1)

dimana:

C = Kapasitas untuk lengan atau kelompok lajur (smp/jam)

S = Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat

selama sinyal hijau (smp/jam hijau)

g = Waktu hijau (det)

c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang

lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama)

II.2.2. Tingkat Pelayanan (Level Of Service)

Tingkat pelayanan menurut Highway Capacity Manual (HCM), 1985,

adalah suatu pengukuran yang kualitatif yang menggambarkan kondisi

operasional dalam suatu aliran lalulintas, dan persepsinya oleh pengendara atau

penumpang.

Pada umumnya, tingkat pelayanan menjelaskan suatu kondisi yang

dipengaruhi oleh kecepatan, waktu perjalanan, kebebasan untuk bergerak,

gangguan lalulintas, kenyamanan, kenikmatan dan keamanan.

Tingkat pelayanan dibagi atas tingkatan : A, B, C, D, E dan F. Pada

kondisi operasional yang paling baik dari suatu fasilitas dinyatakan dengan tingkat

pelayanan A, sedangkan untuk kondisi yang paling jelek dinyatakan dengan

tingkat pelayanan F. Hubungan antara besarnya tundaan henti kendaraan (detik)

dengan tingkat pelayanan dapat kita lihat pada tabel berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II.pdf2066290720

TABEL 2.1 Kriteria tingkat pelayanan pada persimpangan bersinyal

Tingkat Pelayanan Tundaan Henti Tiap

kendaraan (detik)

A ≤ 0,5

B 5,1 – 15,0

C 15,1 – 25,0

D 25,1 – 40,0

E 40,1 – 60,0

F ≥ 60,0

Sumber : Highway Capacity Manual, 1985

II.3. Tipe-tipe Fasilitas

Highway Capacity Manual, 1985 membuat suatu teknik penganalisaan

yang mencakup suatu interval yang luas tentang fasilitas-fasilitas untuk jalan biasa

(street), jalan raya (highway), fasilitas transit, fasilitas pejalan kaki dan fasilitas

bagi sepeda.

Adapun fasilitas-fasilitas ini di kelompokkan atas 2 (dua) golongan yaitu :

1. Arus tak terganggu (Uninterrupted Flow)

Pada fasilitas ini tidak memiliki elemen-elemen yang tetap seperti tanda-

tanda lalulintas serta kondisi arus lalulintas yang terjadi merupakan hasil interaksi

antara kendaraan pada arus tersebut, geometrik dan karakteristik lingkungan pada

jalan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II.pdf2066290720

2. Arus terganggu (Interrupted Flow)

Pada fasilitas ini elemen tetap yang menyebabkan gangguan berkala

terhadap arus lalulintas seperti tanda-tanda lalulintas, rambu-rambu jalan, tipe

pengendalian pulau-pulau jalan, marka lalulintas dan lain-lain yang sudah

dimiliki.

Arus terganggu dan tidak terganggu diatas hanyalah merupakan suatu

istilah yang menjelaskan fasilitas bukan kualitas arus lalulintas pada waktu

tertentu.

Bagi fasilitas terganggu pengaruh dari gangguan-gangguan tetap tersebut

harus bener-benar diperhitungkan. Hal ini dapat kita lihat misalnya pada sebuah

lampu lalulintas, pembagian lama waktu harus disesuaikan dengan keadaan dari

pergerakan arus lalulintas yang terjadi di persimpangan. Pertimbangan dengan

adanya elemen-elemen yang tetap seperti kondisi fisik lapangan belum cukup di

dalam penentuan kapasitas tetapi masih diperlukan pertimbangan pengaturan

pemakaian waktu yang tepat dan sesuai terhadap pergerakan arus lalulintas dari

persimpangan tersebut.

II.4. Persimpangan

II.4.1. Pengaturan Lalulintas di Simpang

Masalah-masalah yang ada di simpang dapat dipecahkan dengan cara

meningkatkan kapasitas simpang dan mengurangi volume lalulintas. Untuk

meningkatkan kapasitas simpang dapat dilakukan dengan melakukan perubahan

rancangan simpang, seperti pelebaran cabang simpang serta pengurangan arus

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II.pdf2066290720

lalulintas dengan mengalihkan ke rute-rute lain. Tetapi kedua cara tersebut kurang

efektif, karena akan mengarah kepada meningkatnya jarak perjalanan.

Pemecahan masalah, terbatasnya kapasitas simpang maupun ruas jalan

secara sederhana dapat dilakukan dengan pelebaran jalan, biasanya terbentur pada

masalah biaya yang perlu disediakan serta tidak selamanya mampu memecahkan

permasalahan yang terjadi. Pemecahan manajemen lalulintas semacam ini

seringkali justru menyebabkan permasalahan lalulintas bertambah buruk.

Alternatif pemecahan lain adalah dengan metode sistem pengendalian

simpang yang tergantung kepada besarnya volume lalulintas.

Faktor-faktor yang harus diperhitungkan dalam memilih suatu sistem simpang

yang akan digunakan yaitu :

• Volume lalulintas dan jumlah kendaraan yang belok

• Tipe kendaraan yang menggunakan simpang

• Tata guna lahan yang ada disekitar simpang

• Tipe simpang

• Hirarki jalan

• Lebar jalan yang tersedia

• Kecepatan kendaraan

• Akses kendaraan pada ruas jalan

• Pertumbuhan lalulintas dan distribusinya

• Strategi manajemen lalulintas

• Keselamatan lalulintas

• Biaya pemasangan dan pemeliharaan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II.pdf2066290720

II.4.2. Daya Guna Lampu Lalulintas

Daya guna lampu lalulintas pada simpang dapat dievaluasi dari seberapa

jauh suatu sistem lampu lalulintas dapat memenuhi fungsi yang diharapkan, yaitu:

• Mengurangi waktu tundaan

• Meningkatkan kapasitas simpang

• Sedapat mungkin mempertahankan laju pergerakan

• Fasilitas penyebrangan bagi pejalan kaki

• Meningkatkan keselamatan

Jumlah dan tingkat kecelakaan merupakan ukuran dari tiap kecelakaan

yang mungkin terjadi untuk menentukan daya guna keselamatan pada simpang.

Tundaan dan kapasitas simpang sangat tergantung dari lay-out geometrik

simpang, konflik arus lalulintas dan metode pengendalian simpang yang dipakai.

II.4.3. Pengaturan Waktu Lalulintas

Dalam pengoperasian sinyal lampu lalulintas dapat dikategorikan kepada

jenis perlengkapan yang digunakan, yaitu:

1. Operasional waktu sinyal tetap (Fixed Time Operation)

Simpang dengan pengaturan waktu lampu lalulintas tetap (Fixed Time

Operation) dalam pengoperasiannya menggunakan waktu siklus dan panjang fase

yang diatur terlebih dahulu dan dipertahankan untuk suatu periode tertentu.

Panjang siklus dan fase adalah tetap selama interval tertentu, sehingga tipe ini

merupakan bentuk pengendalian lampu lalulintas yang paling murah dan

sederhana.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II.pdf2066290720

Pada keadaan tertentu, tipe ini tidak efisien dibandingkan tipe aktual

karena tidak memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi pada volume arus

lalulintas. Sehingga untuk kebutuhan pengendalian dimana lebih baik jika dipakai

lebih dari satu pengaturan (multi-setting) untuk situasi yang berbeda dalam satu

hari. Pada umumnya periode waktu berhubungan dengan waktu sibuk dalam satu

hari yaitu pagi, siang hari dan sore hari.

2. Opersional sinyal tidak tetap (Actuated Operation)

Sistem ini mengatur waktu siklus dan panjang fase secara berkelanjutan

disesuaikan dengan kedatangan arus lalulintas setiap saat. Kemudian ditentukan

nilai waktu hijau maksimum dan minimum. Alat detektor dipasang disetiap

cabang simpang untuk mendeteksi kendaraan yang lewat, kemudian data disimpan

dalam memori lalu diolah untuk mendapatkan nilai tambah waktu diatas nilai

waktu hijau minimum untuk suatu cabang simpang. Oleh karena itu sistem

pengaturan ini sangat peka terhadap situasi dan sangat efektif jika diterapkan

meminimumkan tundaan pada simpang tersebut.

Terdapat dua jenis traffic actuated operation, yaitu semi actuated

operation dan fully actuated operation. Operasional waktu sinyal separuh nyata

(semi actuated operation) ditetapkan pada simpang dimana arus lalulintas pada

jalan utama jauh lebih besar daripada jalan yang lebih kecil. Sebuah alat deteksi

dipasang dijalan minor untuk mengetahui kedatangan kendaraan dari jalan

tersebut, dan diatur sedemikian rupa sehingga jalan mayor selalu mendapat sinyal

lampu hijau lebih lama.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II.pdf2066290720

Operasional waktu sinyal yang nyata fully actuated operation ditempatkan

pada simpang dimana arus lalulintas relatif sama disetiap cabang simpang tetapi

distribusinya bervariasi dan berfluktuasi. Detektor ditempatkan disetiap cabang

simpang. Pada simpang fully actuaded operation ini untuk tiap–tiap cabang

simpang ditentukan waktu hijau maksimum dan minimumnya.

Arus lalulintas yang memasuki suatu simpang akan bervariasi dari waktu

kewaktu selama satu hari, sehingga akan dibutuhkan waktu siklus yang bervariasi.

Kondisi ini tidak menjadi masalah bagi sistem pengaturan traffic actuaded

operation, sedangkan untuk pengaturan lampu lalulintas waktu tetap perlu

ditentukan waktu siklus yang dapat menghindari terjadinya tundaan yang

berlebihan pada suatu arus lalulintas tinggi.

Keuntungan yang dapat diperoleh dengan pengoperasian waktu sinyal

tetap (fixed time operation) adalah :

• Waktu mulai (start) dan lama interval yang tetap sehingga memudahkan

untuk mengkoordinasikannya dengan lampu lalulintas yang berdekatan.

• Tidak dipengaruhi kondisi arus lalulintas pada suatu waktu tertentu.

• Lebih dapat diterima pada kawasan dengan volume arus pejalan kaki yang

tetap dan besar.

• Biaya instalasi yang lebih murah dan sederhana serta perawatan yang

lebih mudah

• Pengemudi dapat memperkirakan fase

Keuntungan pemakaian lampu lalulintas dengan waktu tidak tetap

(actuated operation) adalah :

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II.pdf2066290720

• Efesiensi persimpangan maksimum karena lama tiap fase disesuaikan

dengan volume pergerakan yang melewati persimpangan.

• Dapat menyediakan fasilitas berhenti (stop) dan jalan (go) secara terus

menerus tanpa penundaan yang berarti.

• Secara umum menurunkan tundaan pada persimpangan terisolasi.

II.4.4. Parameter-Parameter Pengaturan Lampu Lalulintas

Parameter-parameter yang biasa digunakan dalam perencanaan waktu

lampu lalulintas adalah :

1. Intergreen Periode (waktu antar hijau)

Waktu antar hijau atau intergreen periode adalah waktu yang diperlukan

untuk pergantin antara waktu hijau pada suatu fase awal ke suatu fase berikutnya,

merupakan periode kuning+merah semua antara dua fase sinyal yang berurutan

(detik). Waktu minimum yang diperuntukkan pada periode ini adalah selama 4-6

detik. Atau dimana waktu semua sinyal beberapa saat tetap sebelum pergantian

sinyal berikutnya yang disebut antara (interval) dan pertukaran tersebut selama

waktu kuning (amber) dan merah semua (all red) yang disebut pertukaran antara

(change interval).

Kendaraan yang akan membelok kekanan dapat bergerak membelok

kekanan selama intergreen periode ini. Intergreen periode juga merupakan

penjumlahan antara waktu kuning, dalam desain umumnya diambil selama 3

detik, dengan waktu all red, dalam desain umumnya diambil selama 2 detik.

Waktu merah semua ini dipergunakan untuk membersihkan (clearence time)

daerah persimpangn dari kendaraan yang terjebak saat melintasi persimpangan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II.pdf2066290720

sebelum pergerakan fase selanjutnya. Lama waktu antar hijau bergantung pada

ukuran lebar persimpangan dan kecepatan kendaraan.

Di Indonesia waktu antar hijau dialokasikan sebagaimana yang ditunjukkan dalam

tabel berikut:

Tabel 2.2 Lama waktu antar hijau (detik/fase)

Ukuran Simpang Lebar Jalan

(m)

Waktu Antar-hijau

(detik/fase)

Kecil 6-9 4

Sedang 10-14 5

Besar ≥14 ≥6

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

2. Waktu Hijau Minimum dan Waktu Hijau Maksimum

Waktu hijau minimum adalah waktu hijau yang diperlukan oleh pejalan

kaki untuk menyeberangi suatu ruas jalan. Lamanya waktu hijau ini ditentukan 7-

13 detik. Pada sistem pengaturan Traffic actuated control jika terjadi arus

lalulintas yang terus menerus menyala. Untuk menghindari hal tersebut maka

diperlukan batas hijau maksimum. Waktu hijau maksimum ini ditentukan sebesar

8-68 detik.

3. Arus Jenuh (Saturation Flow)

Kapasitas suatu simpang ditentukan oleh kapasitas tiap-tiap cabang

simpang pada suatu persimpangan. Dua faktor yang menentukan kapasitas cabang

simpang yaitu, kondisi fisik cabang simpang, seperti lebar jalan, jari-jari belok

dan kelandaian cabang simpang serta jenis kendaraan yang akan melalui simpang

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II.pdf2066290720

tersebut. Kapasitas suatu cabang simpang yang ditentukan berdasarkan pada

kondisi fisik cabang simpang pada suatu persimpangan ditunjukkan oleh suatu

parameter yang disebut arus jenuh (saturation flow).

Arus jenuh adalah antrian arus lalulintas pada saat awal waktu hijau yang

dapat melewati garis stop pada suatu lengan secara terus menerus selama waktu

hijau dari suatu antrian tidak terputus. Arus lalulintas jenuh pada suatu

persimpangan merupakan kapasitas lengan tersebut persiklus.

Secara ideal pengukuran arus jenuh lebih baik dilakukan di lapangan, akan

tetapi pengukuran arus jenuh dengan estimasi diperlukan ketika akan dilakukan

pemasangan lampu lalulintas pada persimpangan maupun untuk memodifikasi

keadaan sinyal lampu lalulintas (signal setting) yang telah ada berkenaan dengan

perubahan geometri persimpangan, alokasi lajur dan susunan fase.

Estimasi arus jenuh didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya dari

sejumlah persimpangan pada masa tertentu. Aspek-aspek yang mempengaruhi

arus jenuh secara umum adalah faktor lingkungan, tipe lajur, kemiringan dan

komposisi lalulintas. Estimasi empiris yang pernah dilakukan pada setiap metode

pengukuran arus jenuh dikembangkan atas dasar pertimbangan pengaruh faktor-

faktor tersebut.

Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 menetapkan arus

jenuh sebagai fungsi lebar jalur yang sama. Terdapat banyak persamaan yang

dapat digunakan untuk menghitung arus jenuh (S) ini diantaranya adalah :

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II.pdf2066290720

3.1. Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997

Metode perhitungan arus jenuh yang diberikan Manual Kapasitas Kalan

Indonesia (MKJI) 1997 ditentukan bahwa arus lalulintas yang mengalir pada saat

waktu hijau dapat disalurkan oleh suatu pendekatan.

Penentuan arus jenuh dasar (S0) untuk setiap pendekatan yang diuraikan dibawah

ini :

• Untuk pendekatan tipe P (Protected), yaitu arus terlindung:

S0 = 600 x We smp/jam hijau

Dimana,

S0 = arus jenuh dasar (smp/jam)

We = lebar jalan efektif (m)

Gambar 2.2 Arus jenuh dasar untuk pendekatan tipe P

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

Berdasarkan pada nilai jenuh dasar S0 yang menggunakan lebar pendekatan, maka

besar arus jenuh dipengaruhi oleh komposisi kendaraan yakni dengan membagi

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II.pdf2066290720

kendaraan yang lewat atas jenis kendaraan penumpang, kendaraan berat dan

sepeda motor yang merupakan bagian dari arus lalulintas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besar arus jenuh adalah jumlah lajur

dalam kelompok lajur yang bersangkutan, lebar jalur, persentase kendaraan yang

lewat, kemiringan memanjang jalan, adanya lajur parkir dan jumlah manuver

parkir perjam, pengaruh penyesuaian kota dan penduduk, hambatan samping

sebagai fungsi fungsi dari jenis lingkungan jalan dan pengaruh membelok ke

kanan dan kekiri. Persamaan matematis untuk menyatakan hal diatas dapat

digunakan dalam perhitungan arus jenuh sebagai berikut:

S = S0 x Fcs x Fsf x Fg x Fp x Frt x Flt smp/jam (2.3)

Dimana:

S = Arus jenuh untuk kelompok lajur yang dianalisis, dalam kendaraan perjam

waktu hijau (smp/jam)

S0 = Arus jenuh dasar untuk setiap pendekatan (smp/jam)

Fcs = Faktor penyesuaian ukuran kota dengan jumlah penduduk

Fsf = Faktor penyesuaian hambatan samping sebagai fungsi dari jenis lingkungan

c = Faktor penyesuaian kelandaian jalan

Fp = Faktor penyesuaian terhadap parkir

Frt = Faktor penyesuaian belok kanan (hanya berlaku untuk pendekatan tipe P,

jalan dua arah)

Flt = Faktor penyesuaian belok kiri (hanya berlaku untuk pendekatan tipe P,

tanpa belok kiri langsung)

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II.pdf2066290720

Gambar 2.3. Arus jenuh dasar untuk pendekat tipe O tanpa belok kanan terpisah

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II.pdf2066290720

Gambar 2.4. Arus jenuh dasar untuk pendekat tipe O dengan belok kanan terpisah

3.1.1. Faktor penyesuaian

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II.pdf2066290720

a. Faktor penyesuaian ukuran kota Fcs

Tabel 2.3. Faktor penyesuaian ukuran kota Fcs

Penduduk kota (juta jiwa)

Faktor penyesuaian ukuran kota Fcs

>3,0 1,0-3,0 0,5-1,0 0,1-0,5

<0,1

1,05 1,00 0,94 0.83 0,82

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

b. Faktor penyesuaian hambatan samping Fsf

Tabel 2.4. Faktor penyesuaian tipe lingkungan, hambatan samping dan kendaraan

tak bermotor Lingkungan

Hambatan Samping Tipe fase Rasio kendaraan tak bermotor

jalan 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 >0,25

Tinggi

Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70

Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,80

Komersial Sedang

Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,70

(COM) Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82

Rendah

Terlawan 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,70

Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,80

Tinggi

Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72

Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,89 0,86 0,80

Pemukiman Sedang

Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,70

(RES) Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85

Rendah

Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,70

Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,80

Akses Tinggi/Sedang/Rendah

Terlawan 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75

Terbatas (RA) Terlindung 1,00 0,98 0,95 0,93 0,90 0,80 Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

c. Faktor penyesuaian kelandaian Fg

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II.pdf2066290720

Gambar 2.3. Faktor penyesuaian untuk kelandaian Fg Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

d. faktor penyesuaian parkir Fp

Gambar 2.4 Faktor penyesuaian untuk pengaruh parkir dan lajur

belok kiri yang pendek Fp Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II.pdf2066290720

e. Faktor penyesuaian belok kanan Frt

Hanya untuk tipe P dengan median dua arah

Gambar 2.5 Rasio belok kanan Frt Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

f. Faktor penyesuaian belok kiri Flt

Hanya untuk tipe P dengan belok kiri langsung

Gambar 2.6 Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri Flt Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II.pdf2066290720

Namun begitu, arus jenuh tersebut diatas berlaku tipe pendekatan terlindung P

(Protected) , sedangkan untuk tipe terlawan arus jenuh dasar ditentukan oleh data

empiris yang berlaku di Indonesia.

g. Faktor Waktu siklus sebelum penyesuaian

Gambar 2.7. Penetapan arus siklus sebelum penyesuaian

h.Faktor jumlah kendaraan antri

Gambar 2.8.Jumlah kendaraan antri(smp)yang tersisa dari fase hijau sebelumnya

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II.pdf2066290720

i.Faktor peluang untuk pembebanan lebih Pol

Gambar 2.9.Perhitungan jumlah antrian (NQmax) dalam smp

j. Faktor penetapan tundaan lalu lintas rata-rata (DT)

Gambar 3.0.Penetapan tundaan lalu lintas rata-rata (DT)

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter II.pdf2066290720

4. Waktu Hilang (lost time)

Waktu hilang pada konsep pergerakan memberikan selang waktu diantara

permulaan waktu menyala hijau aktual dan permulaan waktu hijau efektif yang

disebut kehilangan awal (start lost). Atau pada konsep fase kehilangan waktu

awal merupakan keterlambatan awal bergerak (lost time due to start) dan tidak

ada penambahan waktu antara hijau (intergreen) sebagaimana yang terdapat pada

konsep pergerakan. Penjumlahan dari waktu antara hijau dan kehilangan waktu

awal (start lag), dan tambahan waktu akhir (end lag) adalah waktu yang masih

dapat dimanfaatkan kendaraan pada waktu kuning (amber) untuk melintasi

persimpangan.

Dengan persamaan matematis, waktu hilang pada konsep pergerakan dapat

ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:

l = a-b

(2.4)

Dimana, l = waktu hilang (detik)

a = start lag (detik)

b = end lag

Waktu hilang total pada persimpangan merupakan jumlah seluruh waktu hilang

pada setiap lengan persimpangan yang dinyatakan dengan persamaan sebagai

berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter II.pdf2066290720

L = ∑ l (2.5)

Dimana, L = Waktu hilang total (detik)

5. Faktor Ekivalen Jenis Kendaraan

Jenis-jenis kendaraan yang melewati suatu simpang yang diekivalenkan

dalam satuan mobil penumpang (smp) yang bergantung dari efek yang

diakibatkan terhadap mobil penumpang. Faktor ekivalen ini diambil berdasarkan

metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 karena sesuai dengan

jenis-jenis kendaraan yang ada dikota Medan dan dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 2.5 Angka ekivalensi kendaraan

JENIS KENDARAAN smp

Kendaraan Ringan (LV) 1,00

Kendaraan Berat (HV) 1,30

Sepeda Motor (MC) 0,20

Kendaraan Tak Bermotor (UM) 0,50

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

6. Waktu hijau efektif (effective green time)

Waktu hijau efektif adalah waktu yang dapat digunakan untuk melewatkan

kendaraan dalam satu fase, terdiri atas waktu hijau dan sebagaian waktu kuning.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter II.pdf2066290720

Gambar 2.7 Model dasar diagram sinyal lalulintas Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

Pada gambar diatas dapat dilihat hubungan antara arus yang dilewatkan dengan

waktu pada periode hijau. Daerah dibawah kurva menunjukkan jumlah kendaraan

yang melewati garis henti selama waktu hijau (green time). Daerah di dalam kurva

tidak dapat ditentukan dengan mudah sehingga diambil suatu model

penyederhanaan berupa persegi panjang dimana tinggi persegi panjang tersebut

menunjukkan arus jenuh sedangkan lebar persegi panjang menunjukkan waktu

hijau efektif.

Dari definisi waktu hilang tersebut diatas dapat ditunjukkan hubungan

antara periode waktu hijau aktual dengan periode waktu hijau efektif pada

persamaan berikut:

g – b + a = G + I

atau;

g + l = G + I (2.6)

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter II.pdf2066290720

II.4.5. Waktu Siklus Optimum Suatu Simpang

Waktu siklus adalah panjang waktu yang diperlukan dari rangkaian urutan

fase sinyal lalulintas (siklus). Lama waktu siklus dari suatu sistem operasional

sinyal lalulintas dengan waktu tetap (fixed time) mempengaruhi tundaan rata-rata

dari kendaraan yang melewati persimpangan. Dari parameter diatas dapat

ditentukan besarnya waktu siklus optimum suatu simpang, dan terdapat satu

parameter lain yang digunakan untuk menentukan waktu siklus optimum ini yaitu

nilai IFR, yang merupakan perbandingan antara volume lalulintas dalam smp

dengan arus jenuh dalam smp.

Waktu siklus harus mampu melewatkan arus lalulintas sedemikian rupa

sehingga dapat meminimumkan tundaan yang terjadi. Waktu siklus yang terlalu

singkat menimbulkan banyak terjadi waktu hilang dan keterlambatan bergerak

(starting delay), sehingga pengaturan dengan lampu lalulintas menjadi tidak

efisien. Jika waktu siklus terlalu besar maka arus lalulintas akan dilewatkan pada

sebagian waktu hijau dan tidak ada kendaraan yang tertahan digaris henti.

Kendaraan yang dilewatkan pada sebagian waktu hijau berikutnya merupakan

kendaraan yang datang kemudian dengan jarak kedatangan yang panjang. Pada

kondisi dimana arus lalulintas yang ada bertambah besar sehingga terjadi antrian

pada cabang simpang. Dengan demikian, waktu siklus yang terlalu panjang juga

tidak memberikan kebaikan dalam operasional sinyal lalulintas.

Untuk itu, penentuan waktu siklus yang optimum dapat ditentukan dengan

menggunakan tundaan rata-rata yang dialami setiap kendaraan sebagai dasar

penurunan rumus. Waktu siklus optimum dengan kriteria tundaan minimum dapat

dihitung dengan rumus:

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter II.pdf2066290720

Co = 1,5 LTI + 5 (2.7) 1 - IFR

Dimana, Co = Waktu siklus optimum (detik)

LTI = Total lost time selama satu cycle time (detik)

IFR = Perbandingan arus persimpangan

(Perbandingan antara arus Q dengan saturation flow S)

Nilai waktu siklus ini dibatasi dengan batasan minimum 25 detik dan batas

maksimum sebesar 120 detik. Waktu hijau untuk masing-masing fase ditentukan

dengan rumus:

gi = IFRSiQi /

(Co – LTI) (2.8)

Dimana: Qi = Arus pada arah i (smp)

Si = Arus jenuh pada arah i (smp)

II.4.6. Tundaan

Tundaan (delay) dapat didefenisikan sebagai ketidaknyamanan

pengendara, borosnya konsumsi bahan bakar dan kehilangan waktu perjalanan.

Dalam mengevaluasi tingkat pelayanan suatu persimpangan bersinyal perlu

diketahui waktu tunda henti rata-rata sebagai bahan pertimbangan yang paling

efektif. Waktu tunda henti (stoppped-time delay) adalah waktu yang digunakan

oleh sebuah kendaraan untuk berhenti dalam suatu antrian pada saat menunggu

untuk memasuki sebuah persimpangan. Sedangkan waktu tunda henti rata-rata

(average stopped-time delay), dinyatakan dalam detik/kendaraan adalah jumlah

waktu tunda henti yang dialami oleh semua kendaraan pada sebuah jalan atau

kelompok lajur selama satu periode waktu yang ditentukan, dibagi dengan volume

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter II.pdf2066290720

total kendaraan yang memasuki persimpangan pada jalan untuk kelompok lajur

dalam waktu yang sama.

Banyak metode yang dapat digunakan untuk menentukan tundaan rata-rata

yang dialami kendaraan pada persimpangan. Berikut ini adalah persamaan yang

digunakan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, untuk

menentukan tundaan rata-rata setiap pendekat akibat pengaruh timbal balik

dengan gerakan-gerakan lainnya pada simpang sebagai berikut:

DT = c x A + NQ1 x 3600 (2.9)

C

dimana:

DT = Tundaan lalulintas rata-rata (detik/smp)

C = Waktu siklus (detik)

A = 0,5 x (1 – GR)2

(1 – GR x DS)

GR = Rasio hijau (g/c)

DS = Derajat kejenuhan

NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (smp)

C = Kapasitas (smp/jam)

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter II.pdf2066290720

II.4.7. Antrian

Antrian suatu kendaraan adalah gangguan yang terjadi secara berkala

akibat adanya sinyal atau lampu lalulintas pada persimpangan. Atau dengan kata

lain, antrian merupakan banyaknya kendaraan yang menunggu pada suatu

persimpangan.

Persamaan yang digunakan untuk menentukan panjang antrian rata-rata N yang

terjadi pada suatu cabang persimpangan adalah:

NQ = NQ1 + NQ2 (2.12)

Untuk DS > 0,5

NQ1 = xCx25.0

−+−+−

CDSxDSDS )5.0(8)1()1( 2 (2.13)

Untuk DS < 0,5 ; NQ1 = 0

NQ2 = c x GRxDS

GR−−

11 x

3600Q (2.14)

dimana:

NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (smp)

NQ2 = Jumlah smp yang datang selama fase merah (smp)

DS = Derajat kejenuhan

GR = Rasio hijau

C = Kapasitas (smp/jam)

c = Waktu siklus (det)

Dalam memperkirakan antrian yang terjadi dimodelkan dalam segmen-

segmen waktu yang pendek dan pada saat kondisi arus lalulintas, kapasitas dan

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter II.pdf2066290720

persinyalan dalam keadaan konstan. Teori dasar yang dipergunakan dalam

menganalisa bergantung pada waktu (time dependent queueing).

Setelah indikasi hijau menyala, terjadilah suatu gaya gerak permulaan dari

posisi dalam antrian yang patut untuk diperhitungkan. Headway pertama dimulai

dengan menghitung waktu dari permulaan waktu hijau sampai kebagian belakang

dari kendaraan pertama yang melewati garis kerb. Begitulah seterusnya untuk

perhitungan headway ketiga, keempat, kelima, sampai antrian berakhir.

Saat lampu hijau menyala, seorang pengendara akan melihat sinyal hijau

tersebut dan menjalankan kendaraannya serta mengadakan suatu percepatan

melintasi garis kerb. Untuk kendaraan kedua, percepatan yang dialaminya lebih

besar dari percepatan kendaraan pertama. Hal ini disebabkan adanya pertambahan

ruang bagi si pengendara untuk dapat lebih cepat mencapai kecepatan yang

diinginkannya sampai melintasi garis kerb akibat kendaraan pertama telah lebih

dahulu bergerak. Pada kendaraan ketiga, keempat, hingga ke n selanjutnya

headway yang terjadi akan semakin kecil akibat reaksi awal yang semakin

berkurang dan percepatan yang konstan dan pada kendaraan ke n, headway yang

terjadi relatif konstan pula.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Chapter II.pdf2066290720

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Chapter II.pdf2066290720

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Chapter II.pdf2066290720

Universitas Sumatera Utara


Top Related