Download - Case Fajri SN 1

Transcript
Page 1: Case Fajri SN 1

Laporan Kasus

SINDROMA NEFROTIK

Oleh:

Lia Damayanti, S.Ked 04054821517086

Bhagaskara, S.Ked 04054821517097

Muthiah Hasnah Suri, S.Ked 04084821517077

Pembimbing

Dr. dr. Rosiana A Marbun, Sp.A

Peserta Laporan Kasus:

1. Lina Wahyuni Hrp, S.Ked

2. Nyimas Nursyarifah, S.Ked

3. Amelia Yunira Pratiw, S.Ked

4. Hendy Wijaya, S.Ked

5. Muhamad Mukhlis, S.Ked

6. Sivananthini J.S, S.Ked

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT DR. IBNU SUTOWO BATURAJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2015

Page 2: Case Fajri SN 1

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

laporan kasus ini sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Departemen

Ilmu Kesehatan Anak Universitas Sriwijaya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing kelompok Dr. dr.

Rosiana A Marbun, SpA, yang telah memberikan bimbingan selama penulisan

laporan kasus serta semua pihak yang telah membantu hingga selesainya laporan

kasus ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan

kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan

saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi

perbaikan di masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat memberi

manfaat bagi yang membacanya.

Palembang, November 2015

Penulis

ii

Page 3: Case Fajri SN 1

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................

KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii

DAFTAR ISI ...........................................................................................................iii

BAB I LAPORAN KASUS .......................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................13

BAB III ANALISIS KASUS....................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................24

iii

Page 4: Case Fajri SN 1

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

a. Nama : An. F

b. Umur : 5 tahun 8 bulan

c. Jenis Kelamin : Laki-laki

d. Nama Ayah : Tn. H

e. Nama Ibu : Ny. E

f. Bangsa : Sumatera

g. Alamat : Baturaja

h. Dikirim oleh : keluarga sendiri

i. MRS Tanggal : 6 November 2015

II. ANAMNESIS ( Subjektif / S)

Tanggal : 7 November 2015 pukul 13.00

Diberikan oleh : Ayah dan Ibu Pasien

Riwayat Penyakit Sekarang

1. Keluhan Utama : Mata Sembab

2. Keluhan tambahan : -

3. Riwayat Perjalanan Penyakit :

± 3 bulan SMRS, keluarga os mengeluh anaknya mengalami

sembab di kedua mata, sembab timbul dipagi hari saat bangun tidur, tidak

gatal, tidak merah, tidak ada sekret, sembab terutama terlihat di pagi hari

dan berkurang pada siang hari. kaki bengkak (-), demam (-), batuk (-),

sesak nafas (-), berdebar-debar (-), pucat (-), BAK berbuih (+), BAK

sedikit dari biasanya (-), BAK merah seperti cucian daging (-), BAK

berpasir (-), BAK tidak lampias (-), nyeri perut bawah (-). Os kemudian

dibawa berobat ke RS Ibnu Sutowo dan dirawat selama sebulan. Os diberi

obat yang keluarga tidak tahu namanya, diberi obat sebanyak ½ tablet

yang dimakan tiap 3x/hari. os pulang dengan perbaikan.

1

Page 5: Case Fajri SN 1

± 3 hari SMRS, keluarga os kembali mengeluh anaknya mengalami

mata sembab, kaki bengkak (-), demam (-), batuk (-), sesak nafas (-),

berdebar-debar (-), pucat (-), BAK berbuih (+), BAK merah (-), BAK

berpasir (-), BAK sedikit dari biasanya (-), BAK tidak lampias (-), nyeri

perut bawah (-). Os kemudian dibawa ke IGD RS Ibnu Sutowo Baturaja.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sembab sebelumnya : Os sebelumnya pernah mengalami

keluhan bengkak yang awalnya di kedua mata kemudian menjalar

sampai kepada kedua kaki, tangan dan skrotum saat 2 tahun yang lalu,

sembab terutama terlihat di pagi hari dan berkurang pada siang hari.

demam (-), batuk (-), sesak nafas (-), berdebar-debar (-), pucat (-), BAK

berbuih (+), BAK sedikit dari biasanya (-), BAK merah seperti cucian

daging (-), BAK berpasir (-), BAK tidak lampias (-), nyeri perut bawah

(-). Os kemudian dirawat di RS Ibnu Sutowo selama 3 bulan, dikatakan

sakit ginjal. Os diberi obat yang keluarga tidak tahu namanya, diberi

obat sebanyak 6 tablet yang dibagi dalam 3x/hari. os pulang dengan

perbaikan tanpa ada lagi edema. Os kontrol secara teratur tiap 1 minggu

sekali selama sebulan, kemudian frekuensi kontrol dikurangi secara

bertahap sampai 3 bulan sekali.

Os kembali mengalami keluhan yang sama 1 tahun lalu, dirawat selama

1 minggu, os pulang dengan perbaikan. Os kontrol secara teratur tiap 1

minggu sekali.

Riwayat penyakit jantung sebelumnya disangkal

Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal

Riwayat koreng di kulit dan ruam sebelumnya disangkal

Riwayat sakit tenggorokan dan nyeri menelan sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal

Riwayat sakit ginjal dalam keluarga disangkal

Riwayat hipertensi dalam keluarga disangkal

2

Page 6: Case Fajri SN 1

Pedegree

Keterangan:

Ayah sehat Ibu sehat

Anak sehat Anak sakit

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Masa Kehamilan : Aterm

Partus : Spontan, langsung menangis

Tempat : Klinik Bersalin

Ditolong oleh : Bidan

Tanggal : 8 Februari 2010

BB : 3200 gram

PB : 43 cm

Lingkar kepala : lupa

Riwayat Makanan:

ASI : 0 sampai 12 bulan, frekuensi 7-8x/hari lamanya + 10 –

15 menit sampai anak tertidur.

Susu Formula : os tidak diberikan susu formula

Bubur Tim : 6-9 bulan, frekuensi 2x/hari, dikonsumsi hampir setiap

hari.

Nasi Biasa : 9 bulan - sekarang frekuensi 2x/hari, 1 piring sedang

untuk 1 kali makan, dikonsumsi setiap hari dengan lauk

yang beragam antara lain tahu, tempe, telur, dan ikan.

Sayuran : ½ mangkok kecil untuk sekali makan, frekuensi 2x/hari,

dikonsumsi hampir tiap hari

3

Page 7: Case Fajri SN 1

Buah : pisang ukuran kecil 1 buah, untuk 2 kali makan,

dikonsumsi kadang kadang

Kesan : cukup

Kualitas : cukup

Riwayat Imunisasi

IMUNISASI DASAR ULANGAN

Umur Umur Umur Umur

BCG 1 bln

DPT 1 2 bln DPT 2 3 bln DPT 3 4 bln

HEPATITIS

B 1

2 bln HEPATITIS

B 2

3 bln HEPATITIS

B 3

4 bln

Hib 1 2 bln Hib 2 3 bln Hib 3 4 bln

POLIO 1 1 bln POLIO 2 2 bln POLIO 3 3 bln

CAMPAK 9 bln POLIO 4 4 bln

KESAN : Imunisasi lengkap sesuai umur

Riwayat Perkembangan

Berbalik : 3 bulan Merangkak : 9 bulan

Tengkurap : 6 bulan Berdiri : 12 bulan

Duduk : 8 bulan Berjalan : 18 bulan

Kesan : Perkembangan motorik kasar sesuai usia

III. PEMERIKSAAN FISIK ( Objektif / O)

Pemeriksaan Fisik Umum (7 November 2015)

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

BB : 18 Kg

PB atau TB : 107 Cm

Lingkar kepala : 51 cm (normocefali)

4

Page 8: Case Fajri SN 1

Edema (+) palpebra, sianosis (-), dispnue (-), anemia (-), ikterus (-),

dismorfik (-)

Suhu : 37,1OC

Respirasi : 31 x/menit,

Tekanan Darah : 90/50 mmHg, TB di persentil 10th

Sistol Diastol

50th 91 51

90th 105 66

95th 109 70

99th 116 78

Nadi : 110 x/ menit, Isi/kualitas : cukup

Regularitas : reguler

Kulit : turgor < 3 detik

Status gizi (berdasarkan kurva CDC) :

BB/U : 18/20 x 100% = 90 %

TB (PB)/U : 107/114 x 100% = 93,85 %

BB/TB (PB) : 18/18 x 100% = 100 %

Kesan : Gizi Baik

Pemeriksaan Khusus

Kepala

Bentuk : Normosefali

Rambut : Hitam, lurus, pendek, tekstur halus, tidak mudah dicabut,

distribusi merata.

Mata : edema palpebra (+/+), Pupil bulat, hitam, simetris, isokor ø

3mm, reflek cahaya +/+, konjungtiva anemis (-), sklera

ikterik (-).

Hidung : Deformitas (-), septum deviasi (-), mukosa hiperemis (-),

sekret (-), perdarahan (-) napas cuping hidung (-).

5

Page 9: Case Fajri SN 1

Telinga : Deformitas (-), nyeri tarik aurikula (-), nyeri tekan tragus

(-), nyeri tekan mastoid (-), MAE lapang, serumen (+).

Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-), chelitis

angularis (-), pucat (-).

Lidah : Bentuk dan ukuran normal, hipermis (-), coated tounge (-),

ulserasi (-),

Ginggiva : hiperemis (-), hipertrofi (-)

Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil ukuran T1/T1, tenang,

hiperemis (-), kripta tidak melebar, detritus (-), uvula

ditengah, hiperemis (-), ptekie (-),

Leher : JVP (5-2)cmH2O, Pembesaran KGB (-).

Thorak

Paru-paru

- Inspeksi : Statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi -/-

- Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

- Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-).

- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Jantung

- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

- Perkusi : Redup

- Auskultasi : HR: 110 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal,

murmur (-), gallop (-)

Abdomen

- Inspeksi : Cembung

- Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

- Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

- Auskultasi : Bising usus (+) normal, 3 x/menit

6

Page 10: Case Fajri SN 1

Ekstremitas : Akral dingin (-), sianosis (-), edema pretibia (-)

Genitalia : edema skrotum (-)

IV. PEMERIKSAAN RUTIN

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 7 November 2015

Jenis Pemeriksaan Hasil

HEMATOLOGIHemoglobinEritrositLeukositHematokritTrombositHitung Jenis Leukosit :SegmenLimfosit

KIMIA KLINIKKolesterol totalGINJALUreumKreatininURINALISAReduksiProteinBilirubinSedimen :LeukositEritrositSel EpithelKristalSlinder (hyalin)

14,4 g/dL 5.3 juta /mm3 11.500 /mm3 42 % 354.000 /uL 47% 53%

321 mg% 25 mg% 0.8 mg%

Negatif (+)Negatif

1 – 2 1 – 2NegatifNegatifPositif

V. DIAGNOSA BANDING

Sindroma Nefrotik

Sindroma Nefritik akut

VI. DIAGNOSA KERJA

Sindroma Nefrotik

7

Page 11: Case Fajri SN 1

VII. RENCANA PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Urin Rutin

Pemeriksaan Darah rutin, Darah kimia (Albumin)

VIII. PENATALAKSANAAN

a. Non Farmakologis

Diet rendah garam (mengurangi makanan yang mengandung kadar

natrium tinggi seperti pada makanan siap saji seperti sosis, nuget, chiki,

dll)

b. Farmakologis

IVFD D5% gtt IV x/m

Inj. Furosemid 1 x ½ amp (1x saat datang)

Vitamin B complex 3x1 tab

IX. PROGNOSIS

a. Quo ad vitam : bonam

b. Quo ad functionam : bonam

c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam

X. FOLLOW UP

Tanggal Keterangan

8 Nov 15

Pkl 07.00

Hari perawatan

ke-2

S : Mata Sembab (+) berkurang,

O :

Status Generalis

KU: tampak tidak sakit

Sens : kompos mentis

TD : 90/50

N : 114 x/m

RR : 26 x/m

T : 36,6 C

Status Klinis

8

Page 12: Case Fajri SN 1

Kepala : Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya +/+,

edem palpebra (+/+) konjungtiva anemis (-),

sklera ikterik (-).

Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).

Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).

Paru : vesikuler (+) N, rhonki (-),wheezing (-).

Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba,

nyeri tekan (-), B.U (+) normal

Ekstremitas : edema (-), akral dingin (-), pucat (-)

Genitalia : normal

A : Sindroma Nefrotik

P :

- IVFD D5% gtt IV x/m

- Vitamin B kompleks 3 x 1 tab

9 Nov 15

Pkl 07.00

Hari perawatan

ke-3

S : Mata Sembab (+) berkurang

O :

Status Generalis

KU: tampak tidak sakit

Sens : kompos mentis

TD : 90 /50

N : 108 x/m

RR : 24 x/m

T : 36,7 C

Status Klinis

Kepala : Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya +/+,

edem palpebra (+/+) konjungtiva anemis (-),

sklera ikterik (-).

Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).

Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).

Paru : vesikuler (+) N, rhonki (-),wheezing (-).

Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba,

nyeri tekan (-), B.U (+) normal

9

Page 13: Case Fajri SN 1

Ekstremitas : edema (-), akral dingin (-), pucat (-)

Genitalia : normal

Pemeriksaan Urinalisa :

Reduksi : negatif

Protein : negatif

Bilirubin : negatif

Sedimen :

Leukosit : 1 – 2/lp

Eritrosit : 1 – 2/lp

Sel epitel : negatif

Kristal : negatif

Silinder hyalin : positif

A : Sindroma Nefrotik

P :

IVFD D5% gtt IV x/m

Vitamin B kompleks 3 x 1 tab

10 Nov 15

Pkl 07.00

Hari perawatan

ke-4

S : Mata Sembab (+) berkurang

O :

Status Generalis

KU: tampak tidak sakit

Sens : kompos mentis

TD :

N : 114 x/m

RR : 22 x/m

T : 36,7 C

Status Klinis

Kepala : Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya +/+,

edem palpebra (+/+) konjungtiva anemis (-),

sklera ikterik (-).

Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).

Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).

Paru : vesikuler (+) N, rhonki (-),wheezing (-).

10

Page 14: Case Fajri SN 1

Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba,

nyeri tekan (-), B.U (+) normal

Ekstremitas : edema (-), akral dingin (-), pucat (-)

Genitalia : normal

Pemeriksaan Urinalisa :

Reduksi : negatif

Protein : positif (+)

Bilirubin : negatif

Sedimen :

Leukosit : 1 – 2/lp

Eritrosit : 1 – 2 /lp

Sel epitel : negatif

Kristal : negatif

Silinder : granular

A : Sindroma Nefrotik

P :

IVFD D5% gtt IV x/m

Vitamin B kompleks 3 x 1 tab

11 Nov 15

Pkl 07.00

Hari perawatan

ke-5

S : Mata Sembab (+) berkurang

O :

Status Generalis

KU: tampak tidak sakit

Sens : kompos mentis

TD :

N : 121 x/m

RR : 24 x/m

T : 36,4 C

Status Klinis

Kepala : Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya +/+,

edem palpebra (+/+) konjungtiva anemis (-),

sklera ikterik (-).

Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).

11

Page 15: Case Fajri SN 1

Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).

Paru : vesikuler (+) N, rhonki (-),wheezing (-).

Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba,

nyeri tekan (-), B.U (+) normal

Ekstremitas : edema (-), akral dingin (-), pucat (-)

Genitalia : normal

A : Sindroma Nefrotik

P :

IVFD D5% gtt IV x/m

Vitamin B kompleks 3 x 1 tab

12 Nov 15

Pkl 07.00

Hari perawatan

ke-6

S : Mata Sembab (+) berkurang

O :

Status Generalis

KU: tampak tidak sakit

Sens : kompos mentis

TD : 90/50

N : 115 x/m

RR : 21 x/m

T : 36,7 C

Status Klinis

Kepala : Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya +/+,

edem palpebra (+/+) konjungtiva anemis (-),

sklera ikterik (-).

Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).

Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).

Paru : vesikuler (+) N, rhonki (-),wheezing (-).

Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba,

nyeri tekan (-), B.U (+) normal

Ekstremitas : edema (-), akral dingin (-), pucat (-)

Genitalia : normal

A : Sindroma Nefrotik

P : Vitamin B kompleks 3 x 1 tab

12

Page 16: Case Fajri SN 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sindrom nefrotik, merupakan manifestasi dari gangguan glomerular,

karakteristiknya berupa proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hiperlipidemia.

Dikatakan proteinuria jika sekresi protein >40 mg/m2/jam atau rasio protein:

kreatinin >2-3 : 1. Hipoalbuminemia yaitu albumin <2.5 g/dl. Kebanyakan anak

dengan sindrom nefrotik adalah dalam bentuk primer atau sindrom nefrotik

idiopatik. Lesi di glomerulus yang berhubungan dengan sindrom nefrotik

idiopatik termasuk minimal change disease (paling sering), focal segmental

glomerulosclerosis, glomerulonefritis membranoproliferatif, nefropati membran

dan proliferasi mesangial difus. Sindrom nefrotik bisa juga dalam bentuk penyakit

sekunder seperti didahului oleh penyakit lain seperti sistemik lupus eritematosus,

purpura henoch schonlein, malignancy (limfoma dan leukemia), dan infeksi

(hepatitis, HIV, dan malaria).1

2.2 Epidemiologi

Sindrom nefrotik terjadi pada 2-7 dari 100.000 anak dan prevalensinya 12-

16 dari 100.000 anak. Insiden sindrom nefrotik tinggi di Asia Selatan. 95% adalah

sindrom nefrotik idiopatik, sedangkan 5% sindrom nefrotik didahului kondisi

sebelumnya seperti sistemik lupus eritematosus, purpura henoch schonlein, infeksi

virus hepatitis B dan C.2

2.3 Patofisiologi

Patogenesis minimal change disease tidak begitu jelas, tetapi banyak

literatur yang mengatakan erat hubungannya dengan disregulasi imun, melibatkan

cell mediated immunity. Sindrom nefrotik cenderung muncul dan relapse setelah

infeksi virus dan episode atopi berhubungan dengan antigen HLA.2

Yang mendasari abnormalitas pada sindrom nefrotik adalah peningkatan

permeabilitas dinding kapiler glomerulus, yang bisa menyebabkan proteinuria

13

Page 17: Case Fajri SN 1

masif dan hipoalbuminemia. Sindrom nefrotik idiopatik berkaitan dengan

gangguan kompleks pada sistem imun, khususnya T cell mediated immunity. Pada

focal segmental glomerulosclerosis, faktor plasma yang diproduksi oleh limfosit

yang teraktivasi mungkin berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding

kapiler. Mutasi pada protein podosit (podosin, alfa actinin 4) dan MYH9 (gen

podosit) berkaitan dengan focal segmental glomerulosclerosis. Resisten steroid

pada sindrom nefrotik bisa berkaitan dengan mutasi NPHS2 (podosin) dan gen

WT1.1

Mekanisme terbentuknya edema pada sindrom nefrotik disebabkan oleh

hilangnya protein secara masif sehingga terjadi hipoalbuminemia, terjadi

penurunan tekanan onkotik plasma dan transudasi cairan dari kompartemen

intravaskular ke ruang interstisial. Penurunan volume intravaskular akan

menurunkan tekanan perfusi ke ginjal, terjadi aktivasi sistem renin-angiotensin-

aldosteron, akan menstimulasi reabsorpsi natrium. Penurunan volume

intravaskular juga menstimulasi pengeluaran antidiuretik hormon, yang akan

meningkatkan reabsorpsi air di duktus.

Peningkatan kadar lipid disebabkan oleh 2 proses. Hipoalbuminemia

menstimulasi pembentukan protein hepar, termasuk pembentukan lipoprotein. Ini

juga yang menyebabkan terjadi peningkatan faktor koagulasi, meningkatkan juga

risiko trombosis. Selain itu, terjadi peningkatan katabolisme lipid karena terjadi

penurunan lipoprotein lipase di plasma.

2.4 Sindrom Nefrotik Idiopatik

90% sindrom nefrotik adalah sindrom nefrotik idiopatik, glomerulus

tampak normal atau menunjukkan peningkatan sedikit sel mesangium dan

matriks. Lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibanding perempuan (2:1),

kebanyakan terjadi pada usia 2 hingga 6 tahun. minimal change nephrotic

syndrome terjadi pada 85-90% anak usia < 6 tahun. Pada minimal change

nephrotic syndrome didapatkan histologi ginjal yang normal. Penyebab yang lebih

sering pada anak usia lebih tua adalah focal segmental glomerulosclerosis.

Sedangkan sindrom nefrotik yang muncul pada tiga bulan pertama usia anak

disebut sebagai sindrom nefrotik kongenital, yang mungkin berkaitan dengan

14

Page 18: Case Fajri SN 1

infeksi intrauterin seperti sifilis kongenital, toxoplasmosis, dan penyakit

cytomegalovirus.1,2

2.5 Gejala Klinis

Gejala yang muncul yaitu edema ringan, biasanya dimulai di mata dan

ekstremitas bawah. Lama kelamaan, edema ini bisa menyeluruh yang ditandai

dengan adanya asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Terdapat juga anoreksia,

nyeri perut, dan diare. Bila disertai sakit perut hati-hati terhadap kemungkinan

terjadinya peritonitis. Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan

berat badan, tinggi badan, lingkar perut, dan tekanan darah. Dalam

laporan ISKDC (International study of kidney diseases in children),

pada SNKM ditemukan 22% dengan hematuria mikroskopik, 15-20%

disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin

dan ureum darah yang bersifat sementara.

2.6 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan meliputi,

urinalisis, protein urin kuantitatif (urin 24 jam atau rasio

protein:kreatinin), darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung

jenis, trombosit, hematokrit, LED), albumin dan kolesterol plasma,

ureum, kreatinin, klirens kreatinin, komplemen C3, jika dicurigai

adanya SLE (periksa juga C4, ANA dan anti ds-DNA). Pada sindrom

nefrotik tidak terdapat hipertensi dan gross hematuria. Diagnosis bandingnya yaitu

gangguan hepar, gagal jantung, glomerulonefritis akut atau kronis, dan malnutrisi

protein.1 Hasil urinalisis proteinuria +3 atau +4. Perbandingan protein urin dan

kreatinin lebih dari 2, ekskresi protein urin >40 mg/m2/jam. Kreatinin serum

biasanya normal, tapi bisa juga abnormal jika terjadi gangguan perfusi ke renal

karena penurunan volume intravaskular. Albumin serum <2.5 g/dl, kolesterol

serum dan trigliserid meningkat.

2.7 Komplikasi

15

Page 19: Case Fajri SN 1

Infeksi adalah komplikasi tersering, karena terjadi hilangnya

imunoglobulin dan properdin faktor B, penurunan fungsi sel T, penurunan sel

imun, terapi imunosupresif, edema dan asites yang menjadi lahan tumbuhnya

bakteri.1,2 Peritonitis bakterialis spontan adalah yang tersering, termasuk sepsis,

pneumonia, selulitis, infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan.

Pasien dengan sindrom nefrotik berisiko untuk infeksi seperti sepsis,

peritonitis, pielonefritis, terutama infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus

pneumoniae dan Haemophilus influenza. Ini disebabkan oleh hilangnya

komplemen faktor C3b, properdin faktor B dan imunoglobulin di urin. Dan faktor

lain adalah penggunaan imunosupresif sebagai terapi sindrom nefrotik.1 Di Cina,

dilakukan penelitian terhadap 54 pasien dengan sindrom nefrotik idiopatik, satu

kelompok diberikan terapi imunoglobulin intravena (100-300 mg/kg/hari) selama

2-3 hari, sedangkan kelompok lain tidak diberikan. Hasilnya menunjukkan bahwa

risiko infeksi pada kelompok yang diberi imunoglobulin lebih kecil.2

Trombosis juga bisa terjadi, seperti trombosis vena renal, emboli vena. Ini

terjadi karena terdapat peningkatan faktor protrombin (fibrinogen, trombositosis,

hemokonsentrasi, imobilisasi). Antikolagulasi untuk profilaksis tidak

diperkenankan untuk mencegah tromboemboli. Untuk meminimalisir komplikasi

tersebut, digunakan diuretik. Hiperlipidemia pada anak dengan sindrom nefrotik

dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular, bahkan infark

miokard.1

2.8 Penatalaksanaan

Pada SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan

untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan

edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orang tua.

Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap

kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa

metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis

glomerulus. Jadi cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA

(recommended daily allowances) yaitu 2 g/kgBB/hari. Diet rendah protein akan

16

Page 20: Case Fajri SN 1

menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak.

Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak edema.

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan

loop diuretic seperti furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan

dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3

mg/kgBB/hari. Pada pemakaian diuretik lebih lama dari 1-2 minggu perlu

dilakukan pemantauan elektrolit darah (kalium dan natrium). Bila pemberian

diuretik tidak berhasil mengurangi edema (edema refrakter), biasanya disebabkan

oleh hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (kadar albumin ≤ 1 g/dL), dapat

diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgBB selama 4 jam untuk

menarik cairan dari jaringan interstisial, dan diakhiri dengan pemberian furosemid

intravena 1-2 mg/kgBB. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan

plasma sebanyak 20 ml/kgBB/hari secara perlahan-lahan 10 tetes/menit untuk

mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, albumin

atau plasma dapat diberikan selang-sehari untuk memberikan kesempatan

pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Pemberian plasma berpotensi

menyebabkan penularan infeksi hepatitis, HIV, dan lain lain. Bila asites

sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan dapat dilakukan pungsi asites

berulang.

Bila ditemukan tanda-tanda infeksi, segera diberikan antibiotik. Biasanya

diberikan antibiotik jenis amoksisilin, eritromisin, atau sefaleksin. Pasien SN yang

sedang dalam pengobatan kortikosteroid atau dalam 6 minggu setelah steroid

dihentikan, hanya boleh mendapatkan vaksin mati. Setelah lebih dari 6 minggu

penghentian steroid, dapat diberikan vaksin hidup.

Pada orang tua dipesankan untuk menghindari kontak dengan pasien

varisela. Bila terjadi kontak dengan penderita varisela, diberikan profilaksis

dengan imunoglobulin varicella-zoster, dalam waktu kurang dari 72 jam. Bila

tidak memungkinkan dapat diberikan suntikan dosis tunggal imunoglobulin

intravena. Bila sudah terjadi infeksi perlu diberikan obat asiklovir dan pengobatan

steroid sebaiknya dihentikan sementara.4

Initial therapy

17

Page 21: Case Fajri SN 1

Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in

Children) pengobatan inisial SN dimulai dengan pemberian prednison dosis

penuh (full dose) 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80

mg/hari), dibagi 3 dosis. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat

badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis

penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah pemberian steroid

2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan remisi

mencapai 94% setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi

remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan

dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis

awal) secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan

pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak

terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.4

Keterangan:

Prednison dosis penuh (full dose) 60 mg/m2 LPB/hari (2 mg/kgBB/hari) dibagi 3 dosis diberikan

setiap hari selama 4 minggu, dilanjutkan dengan prednison 40 mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis penuh),

dapat diberikan secara intermitent (3 hari berturut-turut dalam 1 minggu) atau alternating (selang

sehari), selama 4 minggu. Bila remisi terjadi dalam 4 minggu pertama, maka prednison

intermitent/alternating 40 mg/m2 LPB/hari diberikan selama 4 minggu. Bila remisi tidak terjadi

pada 4 minggu pertama, maka pasien tersebut didiagnosis sebagai sindrom nefrotik resisten

steroid.

Relapse therapy

Prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu)

dilanjutkan dengan prednison dosis alternating selama 4 minggu.

Pada SN yang mengalami proteinuria ≥ 2+ kembali tetapi tanpa edema, sebelum

dimulai pemberian prednison, terlebih dulu dicari pemicunya,

18

Page 22: Case Fajri SN 1

biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila ada infeksi diberikan

antibiotik 5-7 hari, dan bila setelah pemberian antibiotik kemudian

proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps.4

Keterangan:

Prednison dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) kemudian

dilanjutkan dengan prednison intermittent/alternating 40 mg/m2LPB/hari selama 4

minggu.

Relaps sering atau dependen steroid

1. Dicoba pemberian steroid jangka panjang

Setelah mencapai remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan

steroid alternating dengan dosis yang diturunkan perlahan/bertahap 0,2

mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1

– 0,5 mg/kgBB alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat

diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan. Bila terjadi

relaps pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgBB alternating,

tetapi < 1,0 mg/kgBB alternating tanpa efek samping yang berat,

dapat dicoba dikombinasikan dengan levamisol dosis 2,5

mg/kgBB, selang sehari, selama 4-12 bulan. Bila ditemukan

keadaan: terjadi relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgBB dosis

alternating atau dosis rumat < 1 mg tetapi disertai efek samping

steroid yang berat, pernah relaps dengan gejala berat

(hipovolemia, trombosis, sepsis) diberikan CPA dengan dosis 2-3

mg/kgBB/hari, dosis tunggal, selama 8-12 minggu.

2. Pemberian levamisol

Pemakaian levamisol pada SN masih terbatas karena efeknya masih diragukan.

3. Pengobatan dengan sitostatik

Siklofosfamid (CPA) dosis 2-3 mg/kgBB atau klorambusil dosis 0,2-0,3

mg/kgBB/hari, selama 8 minggu. Sitostatika dapat mengurangi relaps sampai

19

Page 23: Case Fajri SN 1

lebih dari 50%, yaitu 67-93% pada tahun pertama, dan 36-66% selama 5 tahun.

Efek samping sitostatika antara lain depresi sumsum tulang,

alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan dalam jangka

panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh karena itu perlu

pemantauan pemeriksaan darah tepi seperti kadar hemoglobin,

leukosit, trombosit, 1-2 kali seminggu. Bila jumlah leukosit kurang

dari 3.000/ul, kadar hemoglobin kurang dari 8 g/dL, atau jumlah

trombosit kurang dari 100.000/ul, sitostatik dihentikan

sementara, dan diteruskan kembali bila jumlah leukosit lebih dari

5.000/ul.

4. Pengobatan dengan siklosporin

Indikasi biopsi ginjal pada sindrom nefrotik anak adalah:4

Sindrom nefrotik dengan hematuria nyata, hipertensi, kadar

kreatinin dan ureum dalam plasma meninggi, atau kadar

komplemen serum menurun

Sindrom nefrotik resisten steroid

Sindrom nefrotik dependen steroid

Peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh kuman Gram negatif

dan Streptococcus pneumoniae) perlu diberikan pengobatan

penisilin parenteral, dikombinasikan sefotaksim atau seftriakson,

selama 10-14 hari.4

Pemberian suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D. Bila

telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas 50 mg/kgBB

intravena.4

20

Page 24: Case Fajri SN 1

2.9 Monitoring

2.10 Prognosis

Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial,

sangat penting, karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya.

Dependen steroid adalah bagian dari relaps sering yang jumlah relapsnya lebih

banyak dan prognosisnya lebih buruk, tetapi masih lebih baik daripada resisten

steroid. Prognosis jangka panjang sindrom nefrotik kelainan minimal selama

pengamatan 20 tahun menunjukkan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal,

sedangkan pada glomerulosklerosis fokal segmental 25% menjadi gagal ginjal

terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi

ginjal. Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata respons terhadap

pengobatan steroid lebih sering dipakai untuk menentukan prognosis

dibandingkan dengan gambaran patologi anatomi.

Relaps : ekskresi protein urin >40 mg/m2/jam, ≥ +3 dipstik selama 3 hari

berturut-turut.

Remisi : ekskresi protein urin <4 mg/m2/jam atau dipstik negatif selama 3

hari berturut-turut.

Dependen steroid : relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau

dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, terjadi 2 kali berturut-turut.

Relapse sering : pasien berespon baik terhadap terapi prednison, tetapi

kambuh ≥2 kali dalam 6 bulan respon awal atau ≥4 kali kambuh dalam 12

bulan.

21

Page 25: Case Fajri SN 1

Resisten steroid : anak yang tidak respon terhadap prednison selama 8

minggu terapi. Atau gagal mencapai remisi setelah 4 minggu terapi

prednisolon 2 mg/kgBB/hari.1,2

BAB III

ANALISIS KASUS

Seorang anak laki-laki berumur 5 tahun datang dengan keluhan mata

sembab ± 3 hari SMRS, kaki bengkak (-), demam(-), batuk (-), BAK merah

seperti cucian daging (-), BAK berpasir (-), BAK sedikit dari biasanya (-), BAK

berbuih (+), BAK tidak lampias (-), nyeri perut bawah (-). Sebelumnya os sudah

pernah mengalami gejala yang sama sekitar 3 tahun yang lalu dan terdiagnosa

sindroma nefrotik.

Mata sembab yang terjadi pada pasien ini dapat disebabkan oleh berbagai

hal yaitu : adanya gangguan pada ginjal, gangguan pada hati, gangguan pada

jantung, dan akibat masalah gizi buruk. Pada kelainan jantung, bengkak pertama

kali muncul di tungkai bawah dan disertai dengan adanya manifestasi gagal

22

Page 26: Case Fajri SN 1

jantung yaitu sesak nafas, peningkatan JVP, hepatomegali, adanya gallop dan

pembesaran jantung. Pada gangguan hati, edema lebih menonjol di pertu (ascites)

dengan disertai gejala dan tanda gangguan hepar seperti ikterik dan spider nevi.

Edema yang disebabkan oleh gizi buruk biasanya disertai dengan manifestasi gizi

buruk seperti rambut jagung, cheilitis, piano sign dan baggy pants.

Edema yang disebabkan karena kelainan ginjal pertama kali muncul pada

daerah mata, terutama pada pagi hari disertai penurunan gangguan fungsi ginjal

seperti proteinuria, hipoalbuminemia, hematuria, dan penurunan laju fitrasi

glomerulus. Kelainan pada ginjal yang dapat menimbulkan edema adalah

sindroma nefrotik dan nefritik, namun apabila edema lebih menjadi gejala yang

menonjol, maka diagnosisnya lebih mengarah ke sindroma nefrotik.

Pada sindom nefritis akut terdapat hematuria, proteinuria,

silinderuria,dengan atau tanpa hipertensi , edema, kongestif vaskular atau gagal

ginjal akut. Dari anamnesis tidak didapatkan riwayat BAK seperti air cucian

daging, riwayat sakit tenggorokan sebelumnya tidak ada, sehingga kemungkinan

penyakit penyebab adalah sindroma nefritik akut dapat disingkirkan.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan anak tampak sakit ringan, kompos

mentis, dengan tekanan darah 90/50 mmHg, nadi, pernafasan, dan suhu dalam

batas normal. Dari hasil pemeriksaan keadaan spesifik, pada mata dijumpai edema

palpebra (+/+). Pada pemeriksaan thoraks dalam batas normal. Pada pemeriksaan

abdomen didapatkan abdomen datar, bising usus normal, nyeri tekan (-), shifting

dullness (-). Ekstremitas tidak terdapat edema pretibia dan genitalia tidak terdapat

bengkak pada skrotum.Pada pemeriksaan fisik, edema palpebra menunjukkan

kepastian bahwa telah terjadi edema yang merupakan manifestasi dari gangguan

ginjal pada pasien ini.

Pada pemeriksaan lab didapatkan Hb 14,4g/dl, Eritrosit 5,3 juta/ul, leukosit

11.500/ul, Trombosit 354.000/ul, Ht 42%, leukosit segmen 47%, limfosit 53%,

kolesterol 321mg%, ureum 25mg%, kreatinin 0,8mg% . Urinalisa didapatkan

reduksi (-), protein (+), bilirubin (-), leukosit (1-2), eritrosit (1-2), sel epitel (-),

kristal (-), silinder granuler (-). Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan

kolesterolemia dan adanya proteinuria walau tidak masif. Dari pemeriksaan ini

23

Page 27: Case Fajri SN 1

juga tidak ditemukan adanya hematuria secara mikroskopis, sehingga dari hasil

lab menunjang diagnosis ke arah sindroma nefrotik

Penatalaksaan pada pasien ini dirawat di rumah sakit untuk mempercepat

pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema dan edukasi

orang tua. Pemberian diet rendah garam pada pasien ini bertujuan untuk

mengurangi retensi natrium yang biasa dialami pada pasien sindroma nefrotik.

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop

diuretic seperti furosemid 1-2 mg/kgBB/hari. Pada pasien ini diberikan furosemid

1 x ½ ampul pada perawatan hari pertama untuk mengurangi adanya edema.

Selain itu, pada pasien ini tidak diberikan pengobatan menggunakan

kortikosteroid dikarenakan pada pemeriksaan urinalisis hanya ditemukan

proteinuria (+) satu, yang bukan merupakan indikasi pemberian kortikosteroid.

DAFTAR PUSTAKA

1. Robert M. Kliegman, 2011. Nelson Textbook of Pediatrics 19th Edition.

Elsevier Sander. Philadelpia.

2. Arvind Bagga dan Mukta Mantan. 2010. Nephrotic Syndrome in Children:

India.

3. National Kidney and Urologic Diseases. 2014. Childhood Nephrotic

Syndrome.

24

Page 28: Case Fajri SN 1

4. Husein Alatas, Sp.A (K) dkk. 2013. Konsensus Tata Laksana Sindrom

Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter

Anak Indonesia.

5. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik Edisi 6. EGC:Jakarta.

6. Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Edisi 6. EGC:Jakarta.

7. Marieb. 2014. The Urinary System Chapter 25.

8. Bruce M. Tune dan Stanley A. Mendoza. 2008. Treatment of the Idiopathic

Nephrotic Syndrome: Regimens and Outcomes in Children and Adults.

Journal of the American Society of Nephrology.

25


Top Related