Download - Bab IV Penanganan Lumpur
129
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
BAB IV
PENANGANAN DAN PEMBUANGAN LUMPUR
4.1 Pendahuluan
Penanganan dan pembuangan lumpur yang dihasilkan dari setiap unit pengolahan
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) perlu direncanakan secara serius. Pada umumnya,
zat padat yang berasal dari hasil penyaringan (screening) dan pasir dari kolam pasir (grit
chamber) dibuang dengan metoda landfill. Sementara itu, zat padat yang berasal dari unit
lain perlu ditangani secara lebih kompleks, mengingat kandungan zat padat itu hanya sekitar
0,5 – 5 % dari lumpur yang dihasilkan. Disamping menimbulkan bau, kandungan air
lumpurnya juga sangat besar.
Secara umum, sistem penanganan dan pembuangan lumpur terdiri dari ; pemadatan
(thickening), stabilisasi (stabilization), pengeringan (dewatering), dan pembuangan
(disposal). Untuk menghasilkan sistem penanganan dan pembuangan lumpur yang
ekonomis bagi lumpur dengan karakteristik tertentu, perlu dilakukan kombinasi dari
beberapa proses di atas. Gambar berikut memperlihatkan jenis-jenis unit operasi dan unit
proses dari tahapan penanganan dan pembuangan lumpur yang lazim digunakan.
Gambar 4.1 Unit Operasi dan Unit proses yang Dipergunakan
Proses yang dipilih bergantung sumber dan karakteristik lumpur serta metoda
disposal yang akan digunakan. Misalnya; lumpur aktif lebih tepat dipadatkan dengan sistem
flotasi daripada menggunakan sistem gravitasi, pembakaran lumpur sangat tepat untuk jenis
lumpur yang mempunyai kalor bakar tinggi, dan sebagainya. Unit pengolahan yang paling
banyak menghasilkan lumpur berasal dari proses biologis atau proses kimiawi. Dalam kaitan
Thickening
1. Gravity
2. Flotation
3. Centrifu-
gation
Stabilization
1. Chlorine
Oxidation
2. Lime
Stabilization
3. Heat
treatment
4. Aerobic
Digestion
5. Anaerobic
Digestion
Conditioning
1. Chemical
2. Elutriation
3. Heat
treatment
Dewatering
1. Vacum
Filter
2. Filter press
3. Horizontal
Belt Filter
4. Centrifuga tion
5. Drying beds
Disposal
1. Land
application
2. Composting
3. Land Filling
4. Incineration
5. Recalcination
Lumpur
dari proses
pengolahan
130
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
dengan proses pengolahan air limbah oleh IPAL secara keseluruhan, diagram alir proses
dewatering dan disposal dapat lebih rinci dilihat pada Gambar 4.2.
131
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
PRIMARY TREATMENT
RAW WASTEWATER
SPILL POND
EQUALIZATION
NEUTRALIZATION
CHEMICAL
COAGULATION
FLOTATION
SEDIMENTATION
FILTRATION
TRICKLING
FILTER
ANAEROBIC
BIOLOGICAL
AERATED
LAGOON
RBC
ACT.SLUDGE
FILTRATION
OZONATION
ADSORPTION
DISCHARGE
TO WATER
FILTRATION
TO
DISCHARGE /
POTW
GAC
ADSORPSI
AIR
STRIPPING
SLUDGE
DEWATERING
LAND
DISPOSAL
PAC
T
NITRIFICATION /
DENITRIFICATION
COAGULANT
SECONDARY TERTIARY
TREATMENT
PRECIPITATION
REDOX OXIDATION
ORGANIC
AMMONIA
ORGANIC
CHEMICAL
HEAVY
METAL
IN PLANT
TREATMENT
GRAVITY
THICKENING DAF
CENTRIFUGATION
DRYING FILTRATION
SLUDGE DIGESTION
LAGOONING
INCINERATION
SLUDGE DISPOSAL
Gambar 4.2 Diagram Alir Proses
Dewatering dan Disposal Lumpur
132
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
4.2 Pemadatan Lumpur
A. Gravity Thickener
Proses pemadatan lumpur dengan sistem gravitasi ini bertujuan untuk
mengkonsentrasikan zat padat di dasar bak (solids underflow) dan mengurangi volume
lumpurnya. Proses ini digunakan untuk lumpur primer (lumpur yang berasal dari proses
pengolahan air limbah tahap pertama), lumpur sekunder (lumpur yang berasal dari proses
pengolahan tahap kedua), atau kombinasi di antara keduanya.
Proses ini dijalankan dalam tanki yang dilengkapi dengan mekanisme penyapu zat
padat yang terendap dengan berotasi secara perlahan sehingga meningkatkan pengendapan
dan pemadatan (Gambar 4.3).
Gambar 4.3 Gravity Thickener
Sesuai dengan tujuannya di atas, untuk mendapatkan konsentrasi underflow tertentu
yang diharapkan, luas areal thickener dihitung berdasarkan pembebanan massa (mass
loading atau solids loading, kg / m2.hari atau unit area (m2 / kg.hari). Mass loading dapat
ditetapkan berdasarkan percobaan di laboratorium yang mempergunakan test silinder.
Untuk air limbah kota, pembebanannnya berkisar antara 19,5 kg/m2.hari (untuk lumpur
aktif) sampai dengan 107 kg/m2.hari untuk lumpur primer.
Prosedur perencanaan gravity thickener telah dikemukakan oleh Dick. Kriteria yang
paling penting adalah mass loading atau juga solids flux yang dinyatakan dalam kg/m2.d.
Flux limit yang dapat menghasilkan undeflow yang diinginkan didefinisikan sebagai berikut:
GL = A
Qo.Co . M / A ............................................................................(4.1)
133
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Di mana:
Q0 = debit influen (m3 / hari)
C0 = konsentrasi solids influen ( kg/m3)
M = Solids loading (kg /hari)
GL = Solids flux limit (kg/m2.hari)
A = Luas area (m2)
Solids flux limit, dapat diperoleh dari hubungan berikut ini:
Kapasitas thickener untuk menghilangkan solids pada kondisi batch, adalah:
GB = Ci . Vi ..............................................................................................(4.2)
di mana:
GB = flux pada kondisi batch (kg/m2.hari)
Ci = konsentrasi solids (kg/m3)
Vi = Kecepatan pengendapan pada konsentrasi Ci (m/hari)
Hubungan antara Vi dan Ci secara grafis adalah linier untuk rentang konsentrasi tertentu,
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.4 untuk lumpur aktif.
Gambar 4.4 Karakteristik Pengendapan Lumpur
134
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Pada thickener kontinyu, removal solids dipengaruhi oleh gravitasi dan oleh
kecepatan akibat adanya pembuangan lumpur di dasar tanki, sehingga:
GU = Ci . Vi + Ci. U. ................................................................................(4.3)
Di mana:
GU = flux pada kondisi kontinyu (kg/m2.hari)
U = kecepatan lumpur akibat pembuangan lumpur dari dasar tanki (m/hari)
Oleh karena itu, nilai G dapat divariasikan dengan mengontrol nilai U karena
besarnya U ditentukan oleh kecepatan pemompaan pada dasar tanki.
Misalkan removal solids dari dasar tanki adalah :
U = u
L
u
uuu
C
G
CA
M
A
QC
A
Q
.
. .......................................................(4.4)
Di mana:
Qu = debit underflow (m3/hari)
Cu = konsentrasi underflow (kg / m3)
Dari persamaan 4.4 terlihat bahwa dengan menaikkan U, berarti akan menurunkan
konsentrasi underflow Cu.
Gambar 4.5 Kurva untuk menetapkan flux limit pada thickener
135
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Gambar 4.5 dapat dipergunakan untuk menetapkan flux limit (GL) untuk konsentrasi
underflow tertentu (Cu) karena slope setiap garis yang menghubungkan GL pada sumbu-y
dengan Cu pada sumbu-x, pada kurva flux kondisi 4.5 diperoleh dengan memplot GB versus Ci
dalam persamaan 4.2.
Luas area thickener yang diharapkan, yaitu A, kemudian dihitung dengan persamaan
4.1. Perlu dicatat bahwa besarnya Cu harus lebih kecil daripada konsentrasi maksimum yang
masih dapat teratasi, C ∞. Besarnya C ∞ ditentukan dari percobaan, di mana:
Co = konsentrasi awal
Ho = Ketinggian awal
C∞ = Konsentrasi akhir
H∞ = Ketinggian akhir.
Contoh Soal Gravity Thickener:
Lumpur yang berasal dari proses pengolahan air limbah secara kimia akan dipadatkan
dengan proses gravity thickening, dari 0,5 - 4 %. Konsentrasi lumpur rata-rata adalah
550.000 gal/hari (2802 m3/hari) dengan variasi antara 450.000 sampai 700.000
gal/hari (1703-2650 m2/hari). Tentukan luas area thickener yang diperlukan dan
konsentrasi underflow pada aliran minimum.
Hubungan antara kecepatan pengendapan dengan konsentrasi suspended solids (SS)
diperlihatkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Pengendapan dalam Kondisi Batch
Konsentrasi
Solids, %
Kecepatan Pengendapan,
ft/jam
0,50
0,75
1,00
1,25
1,50
2,00
4,00
6,00
7,5
5,5
4,2
3,1
1,5
0,50
0,075
0,030
136
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Kurva flux batch diperoleh dengan memplotkan flux G versus konsentrasinya.
Sebagai contoh, untuk solids 2%, maka :
G = 0,02 X 62,4 lb / ft3 X 0,50 ft / jam X 24 jam/hari
= 15,0 lb / ft2.hari ≈ 73,3 kg/m2.hari
Kurva flux pada kondisi batch dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Untuk konsentrasi underflow yang diinginkan, yaitu 4 %, flux limit diperoleh dari
perpotongan garis tangensial yang ditarik dari konsentrasi solids 4% terhadap
sumbu-y, yaitu GL = 26 lb / ft2.hari ( atau = 73,3 kg/m2.hari). Luas area thickener
yang diperlukan (A) yaitu :
A = Co . Qo/ G = )hari.ft/(lb26
)L/mg()mal/lb()34,8()L/mg5000()hari/mgal7,0(2
Gambar 4.6 Kurva Flux Lumpur dalam Kondisi Batch
Jika debit lumpur ke thickener adalah 0,45 mgal / hari, flux solids menjadi:
G = 2ft1123
)L/mg()mgal/lb()34,8()L/mg5000()hari/mgal45,0(
= 16,7 lb / ft2.hari ≈ 81,6 kg/m2.hari
Dari Gambar 4.6. diperoleh bahwa konsentrasi underflow pada pembebanan masa ini
adalah 4,9 %.
137
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
B. Flotation Thickening
Proses pemadatan dengan flotasi ini menjadi kian popular terutama untuk
pemadatan lumpur aktif atau lumpur kimiawi. Dalam proses ini, gelembung-gelembung
udara dilarutkan dengan tekanan yang tinggi. Pada saat tekanan dibebaskan, gelembung-
gelembung udara tersebut naik dan menempel pada gumpalan lumpur. Campuran antara
udara dan solids ini kemudian naik ke atas permukaan bak, sehingga lumpur tersebut
terkonsentrasi dan pada akhirnya dapat dihilangkan.
Gambar 4.7 Gambar Tipikal Unit Flotasi
Variabel utama dalam proses ini adalah ratio resirkulasi, konsentrasi solids influen,
rasio A/S (udara/solids), kecepatan pembebanan solids dan kecepatan pembebanan hidrolis.
Tekanan yang biasa digunakan adalah antara 50 – 70 lb2 / in2 (345 – 483 kPa, atau 3,4 – 4,8
atm). Rasio resirkulasi bergantung pada rasio A/S dan konsentrasi solids influen. Solids yang
mengapung versus rasio A/S dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.8 Reaktor Dissolved Air Flotation
138
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Gambar 4.9 Pengaruh Rasio A /S vs Solids yang Mengapung
Berdasarkan pengalaman, dalam beberapa kasus, pengenceran terhadap lumpur
influen dapat meningkatkan konsentrasi solids terapung. Kriteria desain untuk thickening
lumpur oleh Dissolved Air Flotation pada Tabel 4.2. Penggunaan polyelectrolite biasanya
dapat pula meningkatkan penghilangan solids dan konsentrasi lumpur yang dipadatkan.
Tabel 4.2 Kriteria Desain DAF
Jenis Lumpur Rasio
Udara/Solid
Solid Loading
Rate (Kg/m2.hari)
Hydraulic Loading
Rate
(m3/m2.hari)
Polimer
yang ditambahkan
(mm / kg)
Solids captured
(%)
TSS dalam Side
Stream (mg/L)
Primer
Buangan
Actv.Sludge
Trickling Filter
Primer+Act.Sldge
0.04-0.07
0.03-0.05
0.02-0.05
0.02-0.05
90-200
50-90
50-120
60-150
90-250
60-180
90-250
90-250
1000-4000
1000-3000
1000-3000
1000-4000
80 – 95
80 – 95
90 – 98
90 – 95
100 – 600
100 – 600
100 – 600
100 - 600
Perlu dicatat bahwa kualitas lumpur mempunyai pengaruh yang besar terhadap
kemampuan pemadatan oleh metoda flotasi ini. Misalnya, lumpur aktif yang banyak
mengandung serat tidak akan mencapai pemadatan hingga 2% solids, bila dibandingkan
139
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
dengan pemadatan antara 4% - 5% solids untuk lumpur aktif yang baik. Hal ini dapat
mempersulit pengoperasian penanganan lumpur pada tahap berikutnya.
C. Centrifugation
Proses sentrifugasi ini digunakan baik untuk thickening maupun untuk dewatering
lumpur. Prinsip proses ini merupakan percepatan dari proses sedimentasi akibat adanya
gaya sentrifugal. Pemadatan dengan centrifuge ini memerlukan energi dan biaya
pemeliharaan yang tinggi. Karena itu, penggunaannya perlu dibatasi pada instalasi yang
mempunyai lahan terbatas, terdapat operator ahli dan untuk jenis lumpur yang sulit diolah
dengan metoda lainnya. Model yang digunakan ada 3 jenis, yaitu; solid bowl decanter,
basket type, dan disk nozzle separator.
Perbedaan mendasar antara ketiga jenis sentrifugasi tersebut terletak pada cara
pengumpulan dan pembuangan lumpur dari bowl. Basket centrifuge beroperasi dengan
sistem aliran batch. Disk-nozzle separator merupakan tipe yang kontinyu tetapi memerlukan
penyaringan pendahuluan yang teliti dan removal pasir dari lumpur. Sementara jenis solid
bowl yang mengolah secara kontinyu, merupakan jenis centrifuge yang paling banyak
digunakan sampai saat ini.
Gambar 4.10 Basket Centrifuge
140
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Gambar 4.11 Disc Nozzle Separator
Gambar 4.12 Solids Bowl Decanter
Bernard dan Englande menghubungkan data kinerja centrifuge yang mempergunakan
polyelectrolite untuk meningkatkan kekuatan struktur solids serta penggumpalan partikel
yang kecil, sebagai berikut :
R = n
m
21
Q
)PC(C .......................................................................(4.5)
Di mana:
R = Recovery ( prosentase perolehan solids ), %
P = Dosis polymer, lb/ton (kg/ton)
Q = Debit influen, gal/menit. ft2 (m3/menit. m2)
C1, C2 = Konstanta
m, n = eksponen
141
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Gambar 4.13 Perolehan Solids Lumpur Aktif dengan Polymer Kation
Contoh Soal Centrifugation:
Tetapkan banyaknya polymer yang diperlukan serta dimensi centrifuge (dalam hal ini
luas area) untuk dewatering 10.000 lb/hari (4536 kg/hari) lumpur yang sebelumnya
telah dipadatkan sampai 4%. Centrifuge ini akan beroperasi selama 8 jam dengan
recovery 95% solids. Hasil dari data pilot plant menunjukkan korelasi:
R = 52,0
37,0
Q
)P47,0(48 ....................................................................(4.6)
Jawab:
Untuk solids dengan konsentrasi 4 %, debit lumpur adalah :
Q’ = 34,8
1.
04,0
1.000.10 = 30.000 gal/hari (114 m3/hari)
Jika centrifuge beroperasi 8 jam sehari, debit total lumpur menjadi:
Q’ = 30.000 X 24 / 8 = 90.000 gal/hari atau 62,5 gal/menit.
= (341 m3/hari atau 0,237 m3 / menit)
142
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Gambar 4.14 Luas Centrifuge yang Diperlukan serta Dosis Polymer Untuk
Beragam Pembebanan Hidrolis
Pada recovery 95 % solids, hubungan antara kebutuhan polymer dengan beban hidrolis
dapat dihitung sebagai berikut:
95 = 52,0
37,0
Q
)P47,0(48 (Plot P vs Q)
Dimensi centrifuge dapat dihitung dengan rumus :
A = Q
f5,622
t (Plot A vs Q)
Sehingga diperoleh:
A = 46 ft2 (4,3 m2)
P = 46 lb / hari (21 kg /hari)
4.3. Proses Stabilisasi Lumpur
A. Pengolahan Aerobik
Pengolahan lumpur secara aerobik pada prinsipnya adalah mengoksidasi bahan
organik seluler dalam lumpur melalui metabolisma endogenous. Oksidasi bahan seluler
organik ini mengikuti kinetika reaksi orde I apabila digunakan pada VSS (Volatile Suspended
Solid) yang dapat diolah (degradable).
143
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Dalam kondisi batch atau plug-flow :
o
d
e
d
)X(
)X( = e-k d. t ...................................................................(4.6)
Di mana:
(Xd)e = VSS setelah waktu t
(Xd)o = VSS pada saat awal
Kd = Koefisien kecepatan reaksi, hari-1
t = Waktu aerasi, hari
Gambar 4.15 Anaerobic Digester
Jika VSS total diperhitungkan, maka persaman 4.6 menjadi :
)X()X(
)X()X(
no
ne
= e-k d. t ......................................................................(4.7)
Apabila yang dipergunakan adalah reaktor teraduk sempurna (completely mixed
reactor), maka persamaannya menjadi :
)X()X(
)X()X(
no
ne
=
t.K1
1
d ...............................................................(4.8)
dan waktu tinggal yang diperlukan adalah :
t = dne
eo
K.)X()X(
)X()X(
......................................................................(4.9)
Untuk n- buah reaktor mixed seri,
)X()X(
)X()X(
no
ne
=
n
nd )t.K1(
1
.....................................................(4.10)
144
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Secara kinetik, beberapa reaktor yang dirangkai seri akan lebih efisien dibandingkan
dengan satu buah reaktor mixed. Kebutuhan oksigen untuk pengolahan lumpur ini adalah
sekitar 1,4 lb O2 untuk 1 lb VSS yang dihilangkan (1,4 kg O2 / kg VSS removed).
Gambar 4.16 Residu VSS versus waktu
Dalam proses oksidasi ini nitrogen dan phosphor akan dibebaskan. Karena itu, dalam
kondisi pengolahan yang mesophilic, terjadi proses nitrifikasi akibat umur sel yang panjang,
sehingga diperlukan sejumlah oksigen dan alkalinitas yang mencukupi. Namun dalam
kondisi yang termophilic, tidak terjadi nitrifikasi. Disamping itu, suhu sangat berpengaruh
terutama pada konstanta kecepatan reaksi Kd.
Gambar 4.17 Degredable VSS versus Waktu
145
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Dalam sistem pengolahan lumpur secara aerobik konvensional, lumpur aktif yang
diolah mengandung solids (0,5 – 1,5) % dalam suatu tanki aerasi. Daya yang diperlukan
apabila menggunakan diffused air adalah (15 - 20) std m3/mnt. 1000 m3, atau bila
menggunakan surface aerator diperlukan 0,02 kW / m3 untuk aerasi dan pengadukan.
Thickening pendahuluan apabila diterapkan akan memberi beberapa keuntungan, yaitu;
mengurangi volume tanki aerasi serta meningkatkan suhu akibat reaksi eksotermis. Sistem
pengolahan konvensional ini kurang baik untuk mengolah lumput dengan kadar solids dari 2
persen.
Contoh Soal Stabilisasi Lumpur (Aerobik):
Data Tabel 4.3 diperoleh dari hasil aerasi skala kecil untuk lumpur aktif. Lumpur yang
diolah adalah 8000 gal/hari ( 30 m3/hari), dan mempunyai konsentrasi 10.000 mg/L
VSS.
Tabel 4.3 Waktu Aerasi Terhadap Konsentrasi VSS
Waktu Aerasi
(Hari)
VSS
(mg / L)
0
1
3
6
8
9
14
18
25
6434
6160
5320
4300
4000
3890
3550
3250
3200
(a) Rencanakan digester tunggal dan berganda-3 untuk menghilangkan 90% solids
degradable
(b) Hitung kebutuhan oksigen dan daya untuk aerasi
Asumsi : 1,4 lb O2/hp. jam ( = 0,85 kg / kW.jam) dan keperluan pengadukan 100
hp/mgal volume tanki (1,98 kW/m3).
146
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Jawab:
1. Tentukan residu VSS yang non-degredable dari plot data di atas seperti terlihat pada
Gambar 3.56
2. Nilai Kd ditetapkan sebagai slope dari plot semi logaritmik antara solids yang
degradable terhadap waktu (Gambar 3.57)
3. Untuk removal 90% solid yang degredable adalah sebagai berikut :
Xe = 10.000 – 0,9 (0,51 ) X 10.000 = 5410 mg / L VSS
4. Untuk reaktor tunggal, waktu retensi dihitung sbb:
t = 21,0)150.3410.5(
410.5000.10
K.)XX(
XX
dne
eo
= 9,7 hari
Volume reaktor = Q . t
= 8000 gal / hari ( 9,7 hari )
= 77.600 gal ≈ 294 m3
5. Untuk 3 buah reaktor seri,
3n )t.21,01(
1
150.3000.10
150.3410.5
, sehingga tn = 2,4 hari
Volume masing-masing reaktor, V, yaitu:
V = Q . t
= 8000 galon / hari . 2,4 hari
= 19.200 galon/hari
6. Hitung kebutuhan oksigen dan pengadukan untuk kasus di atas. Asumsikan bahwa
setiap 1,4 lb oksigen yang dikonsumsi dapat menghancurkan (destroy) 1 lb VSS.
Reaktor Tunggal:
Lb VSS yang dihancurkan = 0,9 x 0,51 x 10.000 mg/L x 8000 gal/hari x 8,34
lb/gal/106 mg/l
= 306 VSSdestroyed /hari (139 kg/hari)
Oksigen yang diperlukan = 306 lb VSS/hari X 1,4 lb O2 / lb VSS
= 428 lb O2/hari (194 kg/hari)
Daya untuk aerasi = jam.hp/Olb4,1
jam24/hari1xhari1xhari/Olb428
2
2
= 13 hp, dibulatkan menjadi 15 hp (11,2 kW)
147
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
3 Reaktor Seri:
Hitung kebutuhan daya untuk setiap reaktor.
Reaktor I, dengan menggunakan persamaan kinetik yang dimodifikasi:
Xe1 = d
ndno
K.tn1
X.K.tX
= )21,0()4,2(1
)150.3()21,0()4,2(000.10
= 7700 mg/L
(O2 yang diperlukan) = (10.000-7700) (8000) X (8,3 X 10-6).1,4
= 215 lb O2/hari (98 Kg/hari)
Daya yang diperlukan untuk aerasi = 215 lb O2/hari X )jam/hp(/Olb4,1
jam24/hari1
2
= 6,4 hp, dibulatkan menjadi 7 hp (5,2 kW)
Daya yang diperlukan untuk pengadukan = gal10
galon200.19xhp1006
= 1,92 hp (1,4 kW)
Reaktor II, diperoleh hasil sebagai berikut (perhitungan seperti di atas):
Xe2 = 6175 mg/L
Kebutuhan O2 = 142 lb O2/hari
Daya = 4,2 hp, dibulatkan menjadi 5 hp (3,7 kW) ..> 1,92 hp
Sehingga, daya yang diperlukan = 5 hp ( 3,7 kW)
Reaktor III, diperoleh hasil sebagai berikut (perhitungan seperti di atas):
Xe3 = 5161 mg/L
Kebutuhan O2 = 95 lb O2/h
Daya = 1,3 hp, dibulatkan menjadi 1,5 hp (1,1 kW)..<1,92 hp
Sehingga daya yang diperlukan = 1,92 hp, dibulatkan menjadi 2 hp (1,5 kW)
Total daya yang dibutuhkan menjadi = 14 hp...< 10,4 kW
148
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
B. Pengolahan Anaerobik
Pengolahan anaerobik dilakukan pada tangki tertutup di mana mikroorganisme
menstabilisasi bahan organik menjadi gas metana dan karbondioksida. Lumpur hasil olahan
sangat stabil, kandungan bakteri pathogennya rendah, sehingga cocok untuk menjadi
stabilizer tanah. Kesulitan utama dari proses ini adalah tingginya biaya investasi, rawan
kondisi operasionalnya dan kecenderungan menghasilkan kualitas supernatan yang rendah.
Gambar 4.18 Digester Anaerob
Pengelolaan anaerobik melibatkan proses biokimia kompleks di mana beberapa
kelompok organisme fakultatif dan anaerobik secara simultan mengasimilasi dan
menguraikan bahan organik. Proses tersebut dibagi ke dalam 2 fase, yaitu asidifikasi dan
metanasi.
Dalam fase asidifikasi, organisme fakultatif pembentuk asam (facultative acid forming
organism) mengubah bahan organik kompleks menjadi asam organik (asam asetat,
propionat, butirat, dsb). Dalam fase ini terjadi sedikit penurunan pH. Sedangkan dalam fase
methanasi, terjadi konversi asam organik volatil menjadi metana dan karbondioksida
(biogas), oleh bakteri pembentuk metana (methane-forming bacteria). Proses anaerobik
dikendalikan oleh bakteri pembentuk metana ini. Bakteri ini sangat sensitif terhadap pH,
komposisi substrat dan suhu. Nilai pH tidak boleh kurang dari 6. Bakteri metana sangat aktif
pada kondisi mesophilic (27 - 43°C), dan thermophilic (45 - 46°C).
Jenis reaktor anaerobik ada 2, yaitu ; Standard rate dan High rate. Pada reaktor
standard rate, tidak ada pemanasan dan pengadukan, serta periode pengolahan antara (30 -
60) hari. Sedangkan pada proses high rate, isi reaktor dipanaskan dan diaduk. Waktu detensi
yang diperlukan (10 - 20) hari. Sering pula digunakan kombinasi antara pengolahan high
rate dengan standard rate dalam suatu pengolahan dua tahap. Gambar 4.18
memperlihatkan masing-masing jenis reaktor bersama dengan kombinasinya.
149
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Gambar 4.19 Tipikal Digester Anaerobik
Kapasitas Digester
Kapasitas digester dihitung berdasarkan :
(1) Konsep umur lumpur (mean cell residence time)
Penghitungan volume berdasarkan pada waktu tinggal lumpur, yaitu
(30 - 60) hari untuk reaktor standart rate, dan (10 - 20) hari untuk high rate.
Volume = Qin . td (m3) ........................................................................(4.11)
Di mana:
td = SRT (Solids Retention Time), hari
Qin = Debit lumpur yang masuk, m3/hari
(2) Reduksi volume (observed volume reduction)
Selama pengolahan kumpur, volume lumpur berkurang dan sejumlah supernatan
dikembalikan ke IPAL. Sehingga volume lumpur yang tersisa dalam digester akan
menurun secara eksponensial. Kapasitas digester yang diperlukan dihitung dengan
rumus :
V = [ Qin – 2/3 ( Qin-Qout)].DT ..............................................................(4.12)
150
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Dimana,
V = volume digester, m3 (ft3)
Qin = debit lumpur, m3/hari (ft3/hari)
Qout= debit pengambilan lumpur, m3/hari (ft3/hari)
DT = perioda digesti, hari
(3) Pembebanan volumetrik (volumetric loading)
Kapasitas digester dihitung berdasarkan beban volumetrik yang dinyatakan dalam Kg VS
total yang ditambahkan per hari per satuan volume digester (Kg VS/m 3.hari).
Nilai tipikal untuk standard dan high rate diperlihatkan pada Tabel 4.4
Volume = v
inni
B
X.Q ....................................................................(4.13)
Tabel 4.4 Kriteria Desain Untuk Digester Standard Rate dan High Rate
Parameter Standar
rate High Rate
Solids Retention Time (SRT), hari
Sludge loading,
kg VS/m3.hari
lb VS/ft3.hari
Volume Criteria, Primary Sludge
m3/orang
ft3 / orang
Primary Sludge + Waste Activated
Sludge
m3/orang
ft3 / orang
Primary Sludge + Waste Trickling Filter
m3/orang
ft3 / orang
Sludge Feed Solids Concent.
(% berat kering)
Primary Sludge + Waste Activated Sludge
Digested Solids Underflow
Concentration
(% berat kering)
30 – 60
0,64-1,60
0,04 –
0,10
0,03 - 0,04
2 – 3
0,06 –
0,08
4 – 6
0,06 –
0,14
4 – 5
2 – 4
4 – 6
1 – 20
2,40 - 6,41
0,15 – 0,40
0,02 – 0,03
1 – 2
0,02- 0,04
1 – 3
0,02 – 0,04
1 – 3
4 – 6
4 – 6
151
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
(4) Berdasarkan populasi (population basis)
Kapasitas digester dihitung berdasarkan populasi yang menggunakan 120 g
solids/orang.hari. Untuk perencanaan, dapat digunakan besaran pada Tabel 4.4.
Produksi Gas dan Pembuangannya
Gas yang dihasilkan dari proses anaerobik dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Gas yang dihasilkan tersebut mengandung 60 - 70% metana dan 25 - 30% CO2
(karbondioksida), serta sejumlah kecil gas hidrogen, nitrogen, hidrogen sulfida dan lainnya.
Biogas ini mempunyai nilai kalor ( 21000 – 25000 ) kJ/m3. Panas dari digester ini telah
banyak digunakan untuk pemanas gedung, boiler maupun pemanasan digester itu sendiri.
Besarnya volume metana dapat dihitung dengan rumus:
V = 0,35 m3/Kg { [ EQSo (103 g/kg)-1] – 1,42 (Px) } ...............................(4.14)
Di mana :
Px = massa lumpur yang diproduksi netto, kg/hari = cd
13
o
.K1
)kg/g10(S.E.Q.Y
Y = Koefisien yields, g/g (limbah kota Y = 0,04 – 0,1)
E = Efisiensi pengolahan (0,6 – 0,9)
Q = Debit influen lumpur, m3/hari
S0 = BODL (BOD ultimate) lumpur influen, mg/l
Kd = koefisien endogenous, hari-1 (limbah kota Kd = 0,02-0,04)
ΘC = Mean Cell Residence Time
V = Volume gas metana yang dihasilkan, m3/hari
0,35 = Faktor konversi teoritis untuk metana yang dihasilkan dari 1 kg BOD
1.42 = Faktor konversi dari sel organik menjadi BODL.
Contoh soal:
Rencanakan volume sebuah reaktor anaerobik yang dihitung berdasarkan keempat metode
di atas. Adapun data input yang akan diolah adalah sebagai berikut:
Debit lumpur rata-rata = 112 m3/hari
Beban lumpur = 6917 mg/L
Fraksi Volatile Solids = 0,75
Volume lumpur yang telah diolah = 81 m3/hari
Populasi yang dilayani = 80.000 penduduk
152
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Jawab:
Berdasarkan kriteria desain pada Tabel 4.4, maka:
1. Apabila waktu tinggal adalah 15 hari, maka berdasarkan metode I ;
Volume reaktor = Debit X Waktu tinggal
= 112 m3
2. Metode VS loading factor;
Digunakan Bv = 2,2 Kg / m3.hari pada debit rata-rata
Total VS yang masuk ke reaktor = 0,75 X 6917 Kg/hari = 5188 Kg/hari
Kapasitas digester = hari.m/kg2,2
hari/kg51883
= 2358 m3
3. Berdasarkan metode perkapita,
Misalkan diperlukan volume 0,030 m3 per orang
Populasi yang dilayani = 80.000
Volume digester = 80.000X 0,030 = 2400 m3
4. Dengan metoda volume reduction;
Debit lumpur hasil olahan = 81 m3/hari
Debit lumpur awal =112 m3/hari
Kapasitas digester = { 112 – 2/3 (112 - 81)} .15 hari = 1370 m3
Dari keempat hasil tersebut, atas pertimbangan keamanan dan ekonomi,
dipilih volume = 2358 m3.
Apabila dihitung jumlah gas yang dihasilkan, maka:
Jumlah lumpur yang diproduksi = 6917 kg/hari
Volume lupur yang masuk digester = 112 m3/hari
Sehingga, konsentrasi solids, = hari/m112
kg/g1000xhari/kg69173
= 61759 g/m3
Asumsikan bahwa 65% solids biodegradable dan 1 g biodegradable solids = 1,42 g
BODL, Y = 005, Kd = 0,03 /hari, dan E = 0,8
153
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
BODL dalam lumpur = 61.759 X 0,65 X 1,42 = 57.004 g / m3
Massa lumpur = cd
13
o
.K1
)kg/g10(YQES
= )hari1,21xhari/03,0(1
)kg/g10(004.57x8,0x112x05,0 13
= 156 kg/hari
Volume metana yang dihasilkan dapat dihitung dengan rumus:
V = 0,35 { (0,8 112 X 57.004 (103 g/kg)-1 – 1,42 X 156}
= 1710 m3/hari
Bila kandungan metana dalam biogas adalah 66%, maka produksi volume biogas adalah:
Vbiogas = 1710 X 66,0
1 = 2591 m3/hari
4.4. Dewatering Lumpur
A. Resistensi Spesifik
Besarnya kemampuan pengurangan kadar air dari lumpur (dewateribility), sangat
bergantung pada resistansi spesifiknya (r), sehingga dewateribility suatu lumpur
didefinisikan berdasarkan resistansi spesifiknya.
Kecepatan penyaringan (filtrasi) lumpur telah diformulasikan sebagai berikut,
(Berdasarkan Hukum Poiseuille dan Hukum Darcy oleh Carman dan oleh Coacley & Jones) :
)RmArcV(
PA
dt
dV 2
........................................................................(4.15)
Di mana :
V = Volume filtrat
t = waktu berputar (waktu drum untuk satu kali berputar), dtk
P = tekanan, N / m (lb/ft)
A = luas area filter, m (ft)
μ = viskositas fltrat , N.dtk/m (lb.dtk/ft)
r = resistensi spesifik, m/kg (ft/lb)
c = massa solids per unit volume filtrat, kg/m (lb/ft)
154
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
c =
)C100(C
)C100(C
1
f
f
i
i
.................................................(4.16)
Di mana:
Ci = kelembaban awal, %
Cf = kelembaban akhir, %
Resistensi awal media filter (Rm) biasanya diabaikan, karena terlalu kecil bila
dibandingkan dengan resistansi padatan hasil filtrasi (filter cake). Spesifik resistansi (r)
adalah suatu ukuran kemampuan lumpur untuk disaring dan secara numerik sama dengan
perbedaan tekanan yang diperlukan untukmenghasilkan satu satuan debit filtrat pada setiap
satuan viskositas melalui satu satuan berat padatan (filter cake).
Integrasi persamaan (4.1) menghasilkan,
PA
Rm
2PA2
Vrc
V
t
.......................................................................(4.17)
Dari persamaan 4.17, hubungan linier akan dihasilkan dari kurva antara t/V terhadap V.
Resistansi spesifik dapat dihitung dari slope garis ini :
r =c
bPA2 2
.....................................................................................(4.18)
Dimana:
b = slope t / V versus V.
Walaupun resistensi spesifik mempunyai nilai terbatas untuk perencanaan peralatan
dewatering lumpur, namun tetap merupakan hal yang berharga bagi informasi kemampuan
lumpur untuk disaring. Nilai tipikal r dapat dilihat pada Tabel 4.4. Kebanyakan lumpur air
limbah membentuk padatan yang kompresibel di mana kecepatan filtrasi dan resistansi
spesifik merupakan fungsi dari perbedaan tekanan keseluruhan padatan:
r = ro . Ps...............................................................................................(4.19)
Dimana:
s = koefisien kompresibilitas
Makin besar nilai s, makin kompresibel lumpurnya. Jika s = 0, maka resistansi
spesifik tidak bergantung lagi pada tekanan, atau dikatakan bahwa lumpur tersebut
inkompresibel.
155
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Tabel 4.4 Resistensi Spesifik Beberapa Jenis Lumpur
Deskripsi Spesific Resistance
gr.s2 / g2 . 10-7
Coefficient of Compressibility
Activated Sludge domestic Activated (digested) Primary (raw) Primary (digested) Primary (digested) Detention Time Stage 7.5 hari 1 10 hari 1 15 hari 1 20 hari 1 30 hari 1 15 hari 2 20 hari 2 30 hari 2 Activated Sludge + 13.5% FeCl3 Activated Sludge + 10.0% FeCl3 Activated Sludge + 125% newsprint (by weight)
Activated Digested Sludge + 6% FeCl3 + 10% CaO Activated Sludge + 125% newsprint + 5% CaO Vegetable-processing sludge Vegetable tanning Lime neutralization acid mine drainage Alum sludge ( water work ) Neutralization of sulfuric acid with lime slurry Neutralization of sulfuric acid with dolomitic lime slurry Aluminium processing Paper Industry Coal ( froth flotation) Distillery Mixed Chrome & Vegetable tannery Chemical wastes (biological treatment) Petroleum Industry (from gravity separator) Refinery A Refinery B
2800 800
1310 - 2110 380 – 2170
1350
1590 1540 1230 530 760 400 400 480 45 75 15 5
4.5 46 15 30
530 1 – 2
3 3 6
80 200 300 300
10 – 100
100
25.00
7.00 20.00 10.50 14.50
0.77 0.44
1.60 1.30
0.50 0.70
* nilai di atas diukur pada tekanan 500 gr/cm3
156
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Secara umum, filterabilitas dipengaruhi oleh ukuran partikel, bentuk dan densitasnya, dan
oleh muatan lisrik partikelnya. Partikel yang lebih kecil memerlukan bahan kimia yang lebih
besar daripada partikel yang berukuran lebih besar. Makin besar ukuran partikelnya, makin
tinggi kecepatan penyaringannya dan makin rendah kelembaban padatannya. Lumpur
industri dan kota memerlukan tambahan bahan kimia, misalnya kapur garam besi,
polyelectrolite, atau polimer anion dan kation agar ekonomis. Polimer kation mempengaruhi
netralisasi muatan listrik, sementara anion mempengaruhi gabungan partikel dan
penggumpalan partikel. Meskipun demikian, penggunaan koagulan yang berlebihan dapat
menyebabkan perubahan muatan dan menambah resistansi spesifiknya.
B. Vacuum Filtration
Vacuum filtration adalah salah satu metode yang umum digunakan untuk proses
dewatering lumpur. Proses ini mengeringkan lumpur pada kondisi vakum dengan cara
menggunakan media berpori, di mana solids tertinggal, sementara airnya dilewatkan. Media
yang digunakan antara lain; kain, sulam baja, atau kawat-kawat pegas yang diikat ketat.
Gambar 4.20 Mekanisme Vacuum Filter
Dalam proses vacuum filter, drum berputar melalui tangki lumpur di mana solids
tertinggal di atas permukaan drum dengan memanfaatkan kondisi vakum. Bagian drum yang
terendam antara 12-60%. Pada saat drum melewati lumpur, padatan (cake) terbentuk serta
air mengalir melalui solids yang terendap dan media filter. Lamanya drum dalam kondisi
terendam dalam lumpur disebut waktu pembentukan (form time, tf). Saat drum terangkat
dari lumpur, padatan yang mengendap tadi akan bertambah kering akibat efek vakum.
Waktu perioda drum berputar disebut waktu kering (dry time, td). Pada akhir putaran,
157
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
lempengan tajam memisahkan padatan dari drum ke conveyor. Media filter kemudian dicuci
dengan siraman air sebelum kemudian terendam kembali ke dalam lumpur.
Gambar 4.21 Vacuum Filter
Variabel yang mempengaruhi proses dewatering adalah konsentrasi solids, lumpur
dan viskositas filtrat, kompresibilitas lumpur, komposisi kimiawi, dan partikel lumpurnya
sendiri (bentuk, ukuran, kandungan air dan sebagainya).
Variabel operasi filter adalah; vakum, drum terendam dan kecepatan, kondisi
lumpur, dan jenis serta porositas media filter. Persamaan (3.65) dapat dimodifikasi untuk
menyatakan pembebanan filter (resistensi awal media filter diabaikan) :
Lf = 35,7
n
f
m21
)sf(
)t(
c
Ro
P
..........................................................(4.20)
Di mana:
Ro = ro X 10-7, gr.s2 /g2
P = vakum, lb/in
c = solids yang terendap per unit volume filtrat. g/mL
μ = viskositas filtrat, centipoise
tf = waktu siklus pembentukan, menit
Lf = beban filter, lb / (ft2.jam)
m,n = konstanta yang bergantung pada karakteristik lumpur
s = koefisien kompresibilitas
Untuk kalkulasi praktis, Ci digunakan sebagai c pada persamaan (4.20) di atas.
Persamaan (4.20) dalam kaitannya dengan waktu pembentukan (form time), secara
konvensional dapat dikonversikan menjadi waktu siklus (cycle time) dengan :
158
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Lc = 8,0x100
terendam%Lf ...........................................................(4.21)
Faktor 0,8 untuk mengkompensasi luas area filter akibat pengambilan solids dan
pembersihan. Waktu siklus total filter antara 1 - 6 menit. Drum yang terendam antara 10 - 60
%, menghasilkan sebaran maksimum waktu pembentukan dari 0,1 – 3,5 menit. Hal ini juga
menghasilkan sebaran maksimum waktu pengeringan antara 2,5 – 4,5 menit. Secara umum,
hasil filter dari padatan yang kompresibilitasnya tinggi tidak akan terpengaruh oleh
peningkatan vakum antara 30 - 43 cmHg
Contoh Soal:
Suatu lumpur yang berasal dari campuran antara pengolahan primer dengan lumpur
aktif akan dikeringkan (dewatered). Debit lumpur 100 galon/menit (0,38 m3/menit)
dengan kadar solids 6%. Sedangkan hasil laboratorium memperlihatkan data sebagai
berikut:
1. Koefisien, m =0,25
2. Koefisien, n = 0,65
3. Padatan (cake) optimum, dengan konsentrasi solids 28 % diperoleh dalam waktu
pengeringan 3 menit.
4. Koefisien kompressibilitas 0,85
5. Resistensi spesifk, ro = 1,3 X 10-7 g.s2/g2
Rencanakan suatu filter vacuum yang beroperasi selaa 16 jam per hari, 7 hari per
minggu, dengan menggunakan vacuum 15 inHg (381 mmHg) dan 30% terendam.
Jawab :
Lf = 35,7
n
f
m
o
21
)s1(
)t(
cx
R.
p
waktu siklus (putaran) adalah 3 / 0,7 = 4,3 menit
tf = 4,3 -3 = 1,3 menit
c =
2872
694
1
= 0,077 g/cm3
Lf =
65,0
25,021
015,0
3,1
077,0
)3,1()1(
35,77,35x
= 16,3 lb/ (ft2.jam) [ 19,1 kg/ (m2.jam)]
159
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Dengan persamaan 4.21 diperoleh :
Lc = 16,3 (30/100) X 0,8
= 3,91 lb / (ft2.jam) [ 19,1 kg/ (m2.jam)]
lb lumpur /jam yang difilter = 100 gal/menit X 8,34 lb/gal X 0,08 X 60 menit/jam X
24/16
= 4500 lb/jam (2041 kg/jam)
Luas filter yang diperlukan = 91,3
4500= 1151 ft2 (107 m2)
C. Pressure Filtration
Pressure filtration dipergunakan hampir pada semua lumpur hasil pengolahan air
bersih dan limbah. Lumpur dipompa di antara dua pelat yang dilapisi oleh kain filter. Cairan
akan meresap melalui kain, sementara solids akan tertinggal di antara pelat tersebut. Pada
saat ruang di antara pelat tadi telah terisi, kedua pelat itu merenggang sehingga solids jatuh.
Tekanan yang diberikan pada padatan saat pembentukan dibatasi oleh gaya dari pemompaan
dan desain sistem penutupan filter. Filter didesain pada tekanan antara
345 -1550 kPa. Saat tekanan akhir filtrasi meningkat, terjadi juga kenaikan padatan solids
yang diperoleh. Kebanyakan lumpur kota juga dapat dikeringkan untuk menghasilkan
40 - 50% padatan solids dengan 690 kPa. Kualitas filtrat bervariasi dari10 ppm SS – 500
ppm SS bergantung pada media, jenis solids, dan jenis bahan kimia yang digunakan (sama
dengan bahan kimia pada vacuum filter).
Gambar 4.22 Plate and Frame Continuous Pressure Filter
160
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Contoh Soal:
Ukuran pressure filter pelat untuk mengurangi kadar air dari lumpur adalah sebagai
berikut:
Rata-rata pembebanan = 13.000 lb/hari (6030 kg/hari) TSS kering
Maksimum pembebanan = 25.000 lb/hari (11.340 kg/hari) TSS kering
Konsentrasi lumpur rata-rata = 3,0 %
Konsentrasi lumpur minimum = 2,0 %
Sedangkan hasil uji awal menunjukkan data sebagai berikut:
Waktu siklus total = 3,5 jam (termasuk pembersihan dan pengambilan lumpur)
Padatan solids rata-rata = 40%
Padatan solids minimum = 30%
Densitas padatan = 70 lb/ft3 (1120 kg/m3)
Bahan kimia = 100 lb FeCl/ton (50 kg/t) solids kering
+ 200 lb kapur/ton (100 kg/t) solids kering
Rencanakan peralatan yang mampu mengolah beban lumpur rata-rata dalam 1 hift/hari
dan 7 hari/minggu yang mampu mengolah lumpur maksimum sampai beban 2 shift/hari
dalam 7 hari/minggu.
Jawab:
(a). Hitung volume lumpur yang harus diolah.
Volume lumpur rata-rata = gal/lb34,8xlumpurlb/SSlb33,0
hari/SSlb300.13
Volume maksimum = 34,802,0
000.25
x = 150.000 gal/hari (570 m3/hari)
(b). Hitung volume lumpur yang kering (dewatered sludge)
Rata-rata = 3
4
ft/lb70xtanpadalb/TSlb04,0
)hari/lb13300x10x5xt/lb30(hari/lb13300
Maksimum = 3
4
ft/lb70xtanpadalb/TSSlb3,0
)hari/lb25000x10x5xt/lb300(hari/lb25000
161
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
(c). Hitung jumlah siklus filter yang diperlukan per hari bila diketahui waktu siklus
adalah
3,5 jam dan direncanakan untuk pressure filter tunggal.
Jumlah siklus rata-rata per hari = siklus/jam5,3
shift/jam8xhari/shift1
Jumlah siklus maksimum per hari = 5,3
82 x = 4 siklus/hari
(d). Hitung volume lumpur kering atau volume pressure filter yang diperlukan untuk
setiap siklus.
Volume filter rata-rata per siklus = 2
545 = 273 ft3 (8 m3/hari)
Volume filter maksimum per siklus = 4
1369 = 342 ft3 (10 m3/hari)
(e) Tentukan ukutan pressure filter. Volume ruang per plat press adalah 3 ft3 (0,085 m).
Sedangkan volume filter maksimum per siklus adalah 342 ft3. Oleh karena itu,
diperlukan press minimum sebanyak 114 (dari hasil 342 / 3 ) ruang.
Jenis yang juga banyak dikembangkan adalah belt filter press. Lumpur yang telah
dibubuhi bahan kimia dimasukkan melalui dua sabuk filter dan diperas melalui gaya yang
dihasilkan oleh sabuk tersebut (Gambar 4.23). Sistem ini juga baik digunakan untuk
menyaring lumpur kota dan industri.
Gambar 4.23 Skema Belt Filter Press
162
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Jenis ini tidak hanya memanfaatkan konsep gesekan padatan dengan gaya simultan
tetapi juga filtrasi dengan gaya rendah dan pemadatan dengan sistem drainase gravitasi.
Sabuk filter ini berputar melalui as silinder yang berputar pada kedua ujung. Bagian atas
sabuk didukung oleh beberapa buah roller. Perputaran antara as silinder pada dua bagian
alat ini menyebabkan lumpur yang masuk, di antara dua sabuk filter menjadi terperas dan
proses dewatering pun terjadi. Tekanan yang ditimbulkan oleh kedua sabuk filter di atas
dapat diatur dengan menyesuaikan roller baik secara vertikal maupun horisontal.
Gambar 4.24 Reaktor Belt Filter Press
Contoh Soal
Rencanakan sebuah belt filter untuk mengeringkan 86.600 gal/hari (330 m3/hari)
lumpur yang telah dipadatkan ( 2%). Lumpur berasal dari fasilitas pengolahan air limbah
kertas, dengan komposisi 23% lumpur aktif dan 77% lumpur primer.
Hasil percobaan uji coba pada sabuk (belt) lebar 0,5 m, menghasilkan data seperti pada
Tabel 4.5.
Berikut ini adalah kriteria desain yang telah dipilih :
- Solids total padatan (cake) = 30%
- Solids capture = 95%
- Kecepatan sabuk = 10 ft/menit (3 m/menit)
- Beban lumpur = 200 lb/(jam.0,5 m) (181 kg/jam/m)
- Pengggunaan polymer = 5 lb/ton solids kering (2,5 kg/t)
163
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Tabel 4.5 Data Hasil Uji Coba Belt Filter
Jenis Lumpur 77% primer, 23% lumpur aktif
No. Percobaan (Run) 1 2 3 4 5
Inlet TS, %
Debit Lumpur, gal/menit
Beban Lumpur, lb/jam
Padatan TS, %
Solids Capture, %
Dosis polymer, lb/ton
Kecepatan sabuk, ft/menit
1,76
15
132
30,2
95,7
8,3
5
1,76
28
247
28,5
94,4
11,3
10
2,34
15
176
31,5
95,2
5,1
5
2,34
20,1
235
30,9
94,7
4,6
10
2,34
28
328
35,1
94,3
4,5
20
++++Tekanan sabuk atas
Tekanan sabuk bawah
Tegangan sabuk
5 bar
5 bar
45 bar
Desain untuk belt filter press yang mempunyai dua shift @8jam, dengan waktu operasi
total 14 jam/hari, serta 5 hari/minggu, adalah sebagai berikut:
0,0866 Mgal/hari X 20.000 mg/l X 8.34 = 14.445 lb/hari (6550 kg/hari)
hari5xhari/jam14
hari7xhari/lb445.14 = 1,445 lb/jam (660 kg/hari)
Jadi, lebar belt yang diperlukan = )5,0.jam/(lb200
jam/lb445,1
= 3,6 m
D. Sand Drying Bed
Untuk IPAL industri yang kecil, lumpurnya dapat dikeringkan (dewatered) pada
lapisan pasir yang terbuka ataupun yang tertutup. Pengeringan lumpur tersebut terjadi
akibat adanya proses perkolasi dan evaporasi. Air yang berkurang karena proses perkolasi
adalah antara 20 - 55%, bergantung pada kandungan awal solids dalam lumpur dan
karakteristik solidsnya. Perencanaan serta penggunaan sistem drying bed ini sangat
bergantung pada kondisi iklim (hujan dan evaporasi).
164
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Gambar 4.25 Tipikal Sand Drying Bed
Sistem ini biasanya terdiri dari pasir setebal 10 - 23 cm, di atas batuan atau kerikil
bergradasi setebal 20 - 46 cm. Ukuran efektif pasir (ES) adalah (0,3 - 1,2) mm dan koefisien
keseragaman (UC) yang lebih kecil dari 5,0. Kerikil yang dipergunakan mulai dari 0,32 cm
sampai 2,54 cm. Di bawah kerikil dilengkapi dengan sistem perpipaan (underdrains) yang
pada masing-masing pipa berjarak 2,7 - 6,1 m. Jenis pipa yang digunakan adalah VCP
(vitrified clay pipe) dengan sambungan terbuka yang berdiameter minimum 10 cm dan slope
minimum 1%. Air hasil saringan diresirkulasi ke IPAL.
Gambar 4.26 Reaktor Sand Drying Bed
165
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Lumpur basah yang akan dikeringkan, umumnya dituangkan di atas drying beds,
dengan tebal 20 - 30 cm. Pengangkatan lumpur yang sudah kering ditentukan berdasarkan
pengalaman dan sistem pembuanan yang ada. Pada saat ini lumpur biasanya mengandung
30 - 50% solids. Penggunaan alum atau koagulan lainnya, dapat mempertinggi kecepatan
pengeringan serta juga mempertebal lumpur yang dapat dikeringkan.
E. Pembuangan Lumpur (Disposal)
Land Disposal
Pembuangan lumpur ke lahan (land disposal) dapat dilakukan dengan berbagai cara;
sistem kolam (lagoon), atau dengan mempergunakan truk, atau sistem spray (pancaran),
atau juga dengan sistem perpipaan ke dalam suatu lahan pertanian ataupun kolam. Sistem
lagoon biasanya paling banyak digunakan untuk jenis lumpur limbah industri yang
anorganik. Sedangkan lumpur organik biasanya digunakan untuk menghilangkan bau dan
serangga. Sistem ini dapat pula digunakan sebagai pengganti drying beds apabila lumpur
secara periodik dikuras dari lagoon dan kembali diisi. Dalam suatu lagoon yang permanen,
supernatan diambil sampai akhirnya lagoon tersebut diisi penuh oleh solids. Selanjutnya,
dicarikan lokasi yang baru. Ringkasnya, lagoon adalah pilihan yang tepat bila tersedia lahan
yang luas dan bila lumpur yang dibuang tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan
sekitarnya.
Gambar 4.27 Land Disposal
Pada dasar lagoon terjadi proses stablilisasi akibat adanya proses anaerobik, atau
kombinas aerobik dan anaerobik. Dalam proses anaerobik dihasilkan gas amonia yang
kemudian berdifusi ke dalam lapisan aerobik. Di dalam lapisan ini amonia dioksidasi. Pada
kondisi ini, 63% proses stabilisasi karbon terjadi melalui proses fermentasi metana. Oksidasi
166
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
amonia dan BOD memerlukan 86 gram O2/m2.hari. Konsentrasi lumpur di dasar lagoon
sekitar (2,5 – 3,0 ) % zat padat. Kecepatan stabilisasi di dasar lagoon adalah 80 g/m2.hari
pada suhu 20° Celcius. Jika influen ke dalam lagoon berlangsung kontinu dan pengambilan
lumpur satu kali setahun, maka kecepatan stabilisasi rata-rata tahunan diperkirakan
68 g/m2/hari. Sebagai contoh dapat dilihat di bawah ini.
Contoh Soal:
Desain sebuah lagoon untuk menstabilisasi lumpur yang berasal dari instalasi lumpur
aktif yang mengolah air limbah sebanyak 1,0 mgal/hari (3785 m3/hari) dengan
BOD = 425 mg/l. Proses lumpur aktif ini beroperasi dengan umur lumpur (θc)
45 hari. Suhu rata-rata 20° Celcius, a = 0,55 gram, b = 0,1/hari, t =0,71 hari,
MLVSS = 3000 mg/L, dan 80% volatil, sedangkan S = 10 mg/L.
Jawab:
Xd = )2,0()45()1,0(1
8,0
= 0,42
∆ Xd = [ 0,55 (425-10) – 0,1 X 0,42 X 3000 X 0,71 (8,34) X 1,0
= 1158 lb VSS (525 kg/hari), atau
= 1158 / 0,8
= 1448 lb SS /hari (657 kg/hari)
Asumsi 75% VSS akan terurai dalam lagoon, maka luas area yang diperlukan :
A = v.B
R
Di mana Rα adalah kecepatan pembebanan (lb VSS yang diolah /hari) dan Bαv adalah
kecepatan stabilisasi rata-rata dalam setahun [ (600 lb VSS/(acre.hari) atau 0,067
kg/(m2.hari) ].
Luas area yang diperlukan :
A = )hari.acre/(lb600
75,0xhari/lb1158 = 1,45 acre
Kedalaman lumpur maksimum adalah:
167
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
= [ 8,0
hari/lb1158– 1158 X 0,75 ] lb residu SS/hari X 365 hari/tahun
= 211.500 lb residu lumpur per tahun (96.000 kg/tahun)
Dengan konsentrasi solids 3%, volume lumpur adalah
V lump = 3ft/lb5,62x03,0
tahun/lb500.211 = 112.800 ft3/tahun (31.850 m3/tahun)
Sehingga kedalamannya menjadi :
= acre/ft560.43xacre45,1
tahun/ft800.1123
3
= 1,79 ft/tahun (0,55 m/tahun)
Apabila kebutuhan oksigen adalah 760 lb O2/(acre.hari) atau sama dengan
0,086 kg/(m2.hari), maka kebutuhan total oksigen menjadi 1102 lb/hari (760 X 1,45).
Dengan menggunakan kolom air 10 ft (3,05 m) dan efisiensi transfer aerator 10%, maka
debit udara yang diperlukan:
= 3ft/udaralb0746,0xudaralb/Olb232,0x1,0xhari/menit1440
hari/lb1102
2
= 442 std ft3 / menit (12,5 m3/menit)
Jika masing-masing diffuser beroperasi dengan 4 std ft3/menit, maka jumlah diffuser
yang diperlukan adalah 110 buah.
Selain itu, lumpur organik dapat dibuang begitu saja ke dalam tanah tanpa bantuan
mekanik, ataupun dengan bantuan mekanik. Di antara sistem mekanik ini adalah
penggunaan unit kendaraan yang menyuntikkan lumpur ke dalam tanah, yaitu; 20 - 25 cm di
bawah permukaan tanah. Sistem injeksi ini dapat mengurangi pencemaran akibat aliran
permukaan dan mengurangi bau. Walaupun demikian, lumpur yang mengandung logam
berat harus diperhatikan dengan serius. Pada pH yan lebih besar dari 6, logam berat akan
bertukar dengan Ca, Mg, Na dan K. Kemampuan alami untuk menukar tanah ini disebut
dengan Cation Exchange Capacity (CEC) dan dinyatakan dalam mili ekuivalen per 100 gram
tanah kering. Besarnya logam berat dari lumpur dipengaruhi oleh pH, kondisi aerobik atau
anaerobik. Nilai CEC untuk tanah berpasir adalah 0 - 5, sedangkan tanah liat mempunyai
CEC antara 15 - 20. kandungan nutrien lumpur dapat mendukung pertumbuhan tanaman.
Dan senyawa organik dalam tanah jga mengubah logam berat.
168
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Akibat adanya hal-hal tersebut di atas, stabilisasi lumpur menjadi minimum. Oleh
karena itu, sangat disarankan agar pengolahan aerobik berlangsung selama 15 hari untk
dapat mengurangi VSS menjadi kurang dari 55%. Besarnya logam berat yang dapat
diaplikasikan ke dalam lahan dinyatakan dalam metal ekuivalen (mg/kg lumpur kering).
Metal ekuivalen lumpur = 500
Ni4Cu2Zn
di mana, simbol atom di atas menunjukkan konsentrasi logam dalam mg/kg tanah kering.
Ekivalen metal yang dapat diaplikasi = 65 X CEC (lb/acre)
Cadmium dihitung terpisah:
Cd = 10 lb/acre (1,12 g/m2) (jangka waktu stabilisasi)
Dan,
Cd = 2 lb (acre/tahun) [ ( 0,224 g/m2.tahun)] maksimum
Hal ini sesuai dengan asumsi bahwa Zn, Co dan Ni adalah logam yang paling beracun
untuk pertumbuhan tanaman. Persamaan d atas juga membatasi penambahan logam sampai
10% CEC. Banyaknya logam berat yang diaplikasikan ke dalam lahan dapat dilihat pada
Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Logam Berat Maksimum yang Dapat Dipergunakan
(US Department of Agriculture)
Logam
(lb/acre)
CEC Tanah, milikuivalen / 100 g
0 - 5 5 -15 15
Zn
Cu
Ni
Cd
Pb
225
110
45
4,5
450
450
225
90
9
900
900
450
180
18
1800
Catatan: lb/acre = 0,112 g / m3
Kandungan nutrien dalam lumpur juga dapat menyokong pertumbuhan tanaman.
Masing-masing tumbuhan memerlukan nutrien. Banyaknya lumpur yang dperlukan untuk
itu dan pengambilan bergantung pada kandungan nitrogen yang ada pada lumpur dan
pengambilan nitrogen oleh tumbuhan tertentu. Penggunaan lumpur yang berlebihan akan
169
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
menghasilkan oksidasi ammonia menjadi nitrat, yang dapat kembali masuk ke dalam air
tanah. Karena seluruh nitrogen organik yang digunakan tidak tersedia sepanjang tahun,
sehingga akan terdapat penghilangan nitrogen oganik. Umumnya sekitar 40% nitrogen
organik tahun pertama akan tersedia untuk pertumbuhan tanaman pada tahun itu.
Selanjutnya, secara berturut-turut; 20, 10, 5, dan 2,5 % dari Nitrogen organik tersedia untuk
tahun kedua, ketiga, keempat dan kelima.
Contoh Soal:
Rencanakan sistem pembuangan lumpur aktif ke dalam suatu lahan. Karakteristik
lumpur sebagai berikut:
- Debit, gal/hari 6560 - Beban, lb/hari 3500
- NH3-N, mg/l 235 - Org-N, mg/l 865
- SS, mg/l 63000 - PO4, mg/l 30
Hasil analisis logam dari lumpur:
- Al 700 mg/kg (solids kering) - Cd 3,0
- Ca 105.000 - Cr 400
- Cu 60 - Fe 6000
- Pb 30 - Ni 150
- Zn 120 - K 150
Nilai CEC rata-rata tanah = 16,8 miliekivalen / 100 g lumpur
Ekivalen logam = 500
42 NiCuZn
= 500
415060.2120
= 1,68 lb /ton lumpur (0,84 kg/t)
Total lumpur yang dapat diaplikasi = 65 X CEC lb / acre
= 65 x 16,8
= 1092 lb/acre (0,0245 kg/m3)
Aplikasi lumpur = 68,1
1092 = 650 ton / acre (jangka waktu) (146 kg / m2)
170
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Aplikasi lumpur maksimum
Yang diijinkan = 650 ton/acre (146 kg/m3)
Rumput bermuda = 200 lb/(acre.thn) untuk pembebanan nitrogen
[ 0,0224 kg/(m2.thn) ]
Subsurface = Keberadaan NH3 100% dan Org-N 40%
Pembebanan pertanian:
Keberadaan N untuk tahun pertama aplikasi lumpur
= 235 mg NH3-N/L + 865 mg Org-N/L X 0,4
= 581 mg N/L
= 0,00486 L/gal
Pembebanan lumpur = 00486,0
200
= 41.152 gal/(acre.tahun) [ 0,0385 m3 /(m2.tahun) ]
Area yang diperlukan = 152.41
3656560 x
= 58 acre ( 234.720 m2 )
Jangka waktu penggunaan, diproyeksikan berdasarkan CEC :
Konsentrasi lumpur = 63.000 mg/L = 0,53 lb/gal
Lumpur yang diaplikasi = 0,53 X 41.152 = 21.960 lb / (acre.tahun)
= 10,8 ton / (acre.tahun) [ 2,45 kg2/ (m.tahun)
Jangka waktu aplikasi = )tahun.acre/(ton8,10
acre/ton650 = 60,2 tahun
Jangka waktu penggunaan, diproyeksikan berdasarkan kandungan Cd dalam lumpur
= tahun.acre
ingkersolidslb690.21x
ingkersolidskg
Cdmg0,3
= 0,065 lb / (acre.tahun) [ 7,29X 10-6 kg / (m2.tahun)
Jangka waktu aplikasi = )tahun.acre/(lb065,0
acre/lb10 = 154 tahun
Lumpur berminyak dapat dibuang ke dalam lahan dengan sukses.
171
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
Data yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Kecepatan degradasi minyak berhubungan langsung dengan prosentase minyak
dalam tanah
2. Fertilisasi memperbaiki kecepatan degradasi
3. Frekuensi aerasi bervariasi dari 1 minggu - 2 bulan
4. Antara 380 – 400 m3 minyak /ha dapat didegradasi dalam 8 bulan
5. Sistem pembuangan lumpur ini hanya memakan biaya 1/5 dari biaya incinerasi.
Incineration
Setelah proses pengeringan, padatan lumpur harus dibuang. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara membuang padatan tersebut ke lahan pembuangan (TPA) atau dengan
pembakaran (incinerasi). Variabel yang harus dipertimbangkan ke dalam incinerasi adalah
kelembaban dan kandungan volatil pada padatan lumpur serta nilai kalor lumpur.
Kandungan kelembaban sangat penting karena menentukan apakah pembakaran lumpur
tersebut memerlukan bahan bakar atau tidak. Nilai kalor lumpur bervariasi dari 500-10.000
Btu/lb.
Gambar 4.28 Incinerator Lumpur
Incinerasi meliputi pengeringan dan pembakaran. Terdapat beberapa jenis
incinerator dalam unit yang bervariasi untuk menjalankan proses di atas. Dalam proses
incinerasi, suhu lumpur dinaikkan sampai 100°Celcius, di mana kelembaban menghilang
dari lumpur. Uap air dan suhu udara dinaikkan sampai titik pembakaran. Kelebihan udara
172
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
digunakan untuk pembakaran lumpur. Pembakaran lumpur akhirnya menghasilkan
karbondioksida, sulfurdioksida dan abu.
Incinerasi dapat dilakuan pada tungku yang berganda di mana lumpur dimasukkan
secara vertikal berurutan. Dalam lapisan teratas terjadi proses pengeringan. Dalam lapisan
tengah yang terbakat adalah zat padat dan volatil. Sedangkan karbon total terbakar pada
lapisan paling bawah. Suhu bevariasi antara 508°Celcius pada lapisan atas sampai dengan
316 °Celcius.