Transcript
Page 1: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

44

BAB III

STUDI HERMENEUTIK

TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN 5

Kisah mengenai Debora, Yael dan ibu Sisera tidak berdiri sendiri dalam teks

Perjanjian Lama. Seperti yang telah diungkapkan, cerita ini berada dalam konstelasi

yang besar dari sumber deuteronomi (biasa disingkat DH atau Dtr). Sumber DH

merupakan salah satu sumber yang mewarnai penulisan sebagian kitab-kitab Perjanjian

Lama, selain sumber Y, E dan P. Oleh karena teks yang dipakai penulis dalam kitab

Hakim-hakim merupakan bagian dari sumber DH, maka bab ini akan diawali dengan

pembahasan mengenai sosio-historis kitab Hakim-hakim, kemudian dilanjutkan dengan

tafsiran terhadap teks Hakim-hakim 4 dan 5 dengan menggunakan metode diakronik

dan sinkronik.

A. SOSIO-HISTORIS KITAB HAKIM-HAKIM

Kitab-kitab Perjanjian Lama dibagi atas tiga kelompok, yaitu kitab taurat

(Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan), kitab para nabi (Yosua, Hakim-

hakim, Samuel, Raja-raja, nabi-nabi terdahulu: Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, serta 12

nabi kemudian), dan tulisan-tulisan (tiga gulungan puitis: Mazmur, Ayub, Amsal; lima

gulungan perayaan: Kidung Agung, Ruth, Ratapan, Pengkhotbah, Ester; dan juga

Daniel, Ezra, Nehemia, serta Tawarikh). Menurut Robert B. Coote dan Mary P. Coote,

tiga kelompok ini mempunyai tulisan yang panjangnya hampir sama, tetapi tidak sama

pentingnya. Tauratlah yang paling penting karena berisi instruksi hukum dasar dan

Page 2: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

45

sebagai sejarah pembentuk bangsa Israel.1 Kelompok kitab para nabi ditempatkan

sebagai bagian terpenting berikutnya, karena menceritakan kisah bangsa dan para

penguasanya mulai dari penaklukan tanah di bawah pimpinan Yosia sampai kehilangan

tanah itu di bawah wangsa Daud. Sementara, kelompok tulisan-tulisan ditempatkan di

bawah dua kelompok di atas, meskipun kelompok ini penting sesuai dengan kedudukan

mereka sendiri. Kelompok ini berisi keberagaman liturgi refleksi, sejarah dan dokumen

kenabian yang dikomposisikan sesudah kejatuhan wangsa Daud.2

Kitab Hakim-hakim termasuk dalam kelompok kitab para nabi yang

menceritakan kehidupan Israel pada masa pra-monarki di bawah kepemimpinan para

hakim. Para ahli Perjanjian Lama memandang kitab ini sebagai bagian dari sumber

besar sejarah deutoronomi bersama dengan kitab Ulangan, Yosua, Samuel dan Raja-

raja. Kitab-kitab ini merupakan sebuah upaya pemilahan baik dari tradisi oral maupun

dalam bentuk tulisan yang kemudian disusun menjadi satu sejarah deutoronomi. Oleh

karena itu, kitab Hakim-hakim perlu dijabarkan dalam kerangkanya sebagai bagian dari

sumber DH. Guna memahami kisah dalam Hakim-hakim 4 dan 5 secara utuh, penulis

akan membahas sumber DH secara spesifik.

1. Sejarah Deuteronomi atau Deuteronomistic History (DH)

Sejarah deuteronomi atau Deuteronomistic History (DH) merupakan sebuah

hipotesa yang pertama kali dirumuskan oleh Martin Noth pada tahun 1943 dalam

Überlieferungsgeschichtliche Studien.3 Noth dalam Antony F. Campbell dan Mark A.

O’Brien memberikan hipotesa bahwa tradisi-tradisi Israel yang terkumpul dalam

tulisan DH merupakan sebuah karya sastra yang berasal dari beragam tradisi dan

1 Robert B. Coote dan Mary P. Coote, Kuasa, Politik, dan Proses Pembuatan Alkitab: Suatu

Pengantar (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 5. 2 Coote dan Coote, Kuasa, Politik, 6. 3 Richard Elliott Friedman, The Exile and Biblical Narrative: The Formation of the

Deuteronomistic and Priestly Works (Chico, California: Scholars Press, 1981), 1.

Page 3: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

46

disusun dengan tujuan tertentu, serta individu yang bertanggung jawab untuk

menciptakan karya sastra ini berada di bawah pengaruh teologi dan ekspresi linguistik

dari hukum-hukum dalam kitab Ulangan.4 Menurutnya, secara keseluruhan kitab Yosua

sampai Raja-raja (kecuali Rut) merupakan pekerjaan historis yang dilakukan oleh

seorang penulis selama di pembuangan sekitar tahun 550 SZB.5

Tema yang membingkai sumber DH menurut Noth adalah pernyataan mengenai

malapetaka yang akan dialami bangsa Israel. Cerita tentang Israel merupakan cerita

tentang pemurtadan dan penyembahan berhala, sehingga Israel harus mendapatkan

hukuman dari Tuhan, seperti kematian, sakit-penyakit, penawanan bahkan kehancuran.

Lebih lanjut, komposisi sejarah penulisan sumber DH yang berada pada masa

pembuangan juga mengalamatkan tulisannya kepada orang-orang di pembuangan untuk

menjelaskan alasan terjadinya pembuangan sebagai malapetaka yang tak terhindarkan.6

Pasca Noth, terdapat beberapa ahli yang mencurahkan perhatiannya untuk

meneliti DH dan memodifikasi pandangan Noth, seperti Gerhard von Rad dan Hans

Walter Wolff. von Rad dalam Frank M. Cross menyatakan bahwa tema sumber DH

tidak hanya tentang malapetaka terhadap Israel yang melanggar hukum Tuhan, namun

juga berhubungan dengan anugerah Tuhan. Tema tentang anugerah tersirat dalam

firman Tuhan melalui nabi Nathan kepada Daud yang merupakan sebuah perjanjian

dengan Tuhan tentang perlindungan terhadap dinasti dan kota Daud (2 Samuel 7:13-

16). Menurutnya, tema ini berhubungan dengan “konsep mesianis,” yaitu pengharapan

bahwa kerajaan Daud akan tetap berdiri bahkan setelah pembuangan.7 Hal ini ditandai

dengan pembebasan Yoyakhin, raja Yehuda oleh raja Babilonia (2 Raja-raja 25:27-30).

4 Antony F. Campbell dan Mark A. O’Brien, Unfolding the Deuteronomistic History: Origins,

Upgrades, Present Text (Minneapolis: Fortress Press, 2000), 11. 5 Frank M. Cross, The Cannanite Myth and the Hebrew Epic: Essays in the History of the

Religion of Israel (Cambridge: Harvard University Press, 1973), 274. 6 Cross, The Cannanite, 275. 7 Cross, The Cannanite, 276-277.

Page 4: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

47

Wolff dalam Cross juga tidak menerima begitu saja pandangan Noth. Ia bahkan

menolak pandangan von Rad dengan mengatakan bahwa tidak ada yang namanya

pemulihan dinasti Daud. Satu-satunya tema yang paling jelas menurut Wolff adalah

pengharapan bahwa Tuhan akan memulihkan umat-Nya yang mau bertobat.8 Wolff

lebih menekankan pengharapan bagi masing-masing pribadi, bukan bagi sebuah

kerajaan atau dinasti. Menurutnya, perkataan terakhir Musa (Ulangan 4:25-31; 30:1-20)

dan doa Salomo (1 Raja-raja 8:46-53) memberikan harapan pemulihan kepada orang

Israel yang dibuang untuk bertobat dan kembali kepada Yahweh.9

Di pihak lain, pendapat Noth mengenai penulis tunggal yang mengerjakan

sumber DH dinilai terlalu sederhana. Hal ini disebabkan karena sumber DH memiliki

cakupan yang begitu luas yang meliputi relasi antara Tuhan dengan Israel (Ulangan),

pendudukan tanah perjanjian (Yosua), kehidupan sebelum memiliki raja (Hakim-

hakim), masa-masa kerajaan (Samuel) dan kisah kemunduran serta kejatuhan kerajaan

(Raja-raja).10 Cross kemudian mengusulkan untuk memahami sejarah DH ke dalam dua

edisi, yaitu deuteronomi 1 (Dtr 1) yang ditulis sebelum pembuangan dan deuteronomi 2

(Dtr 2) yang ditulis setelah pembuangan.

a. Dtr 1

Dtr 1 ditulis sekitar 100 tahun sesudah kehancuran Israel Utara tahun 722 SZB

atau sekitar tahun 622 SZB di Yerusalem ketika Yosia memerintah sebagai raja

Yehuda. Cross mengemukakan dua tema yang mendominasi tulisan Dtr 1 ini,

yaitu dosa Yerobeam, serta kesetiaan Daud dan Yerusalem. Dosa Yerobeam

tampak dalam pembangunan kultus di Betel dan Dan sebagai tandingan dari

kultus Daud sehingga orang Israel Utara tidak perlu lagi beribadah di Yerusalem.

Kultus tandingan ini dianggap oleh penulis Dtr 1 sebagai dosa paling besar,

8 Cross, The Cannanite, 277. 9 Friedman, The Exile, 2. 10 Campbell dan O’Brien, Unfolding the, 3.

Page 5: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

48

karena bait suci yang dibangun dan pemujaan terhadap anak lembu emas

merupakan suatu bentuk pelanggaran dan penghinaan terhadap kultus Yahweh.11

Sebanding dengan dosa Yerobeam di Utara, peristiwa penting lainnya di

Selatan adalah kesetiaan Daud. Daud membangun kultus Yahweh di Yerusalem,

sedangkan Yerobeam membangun kultus tandingan di Betel dan Dan; kultus yang

menjijikan bagi Yahweh. Hal ini menjadikan Daud sebagai lambang kesetiaan,

sedangkan Yerobeam adalah lambang ketidaksetiaan.12 Lebih lanjut, Cross

mengemukakan bahwa puncak dari tema kedua ini terletak pada reformasi Yosia

(2 Raja-raja 22:1 – 23:25).13

Pada tahun 622 SZB, selama dalam masa perbaikan bait Allah, ditemukan

dokumen yang berisikan satu set panjang hukum-hukum Musa yang dikabarkan

hilang (Ulangan 12-26). Yosia kemudian memperbaharui kultus berdasarkan

hukum-hukum yang ditemukan itu sebagai hukum yang sah untuk Israel. Hukum

pertama dan terpenting yang ditemukan mensyaratkan bahwa kultus Yahweh

adalah “esa” (Ulangan 6:4), dilakukan hanya di satu kuil (Ulangan 12:1-14) yaitu

bait suci di mana Yahweh menempatkan nama-Nya.14 Berdasarkan hukum inilah

Yosia melakukan pemusatan kultus hanya di Yerusalem dengan memusnahkan

kultus-kultus asing. Hal ini juga memungkinkan Yosia untuk memulihkan

kembali dinasti Daud dalam satu wilayah, yaitu kerajaan Israel Bersatu.

b. Dtr 2

Sejarah deuteronomi edisi kedua atau Dtr 2 merupakan tulisan yang dihasilkan

pada masa pembuangan, yaitu sekitar tahun 550 SZB. Tema yang muncul dalam

Dtr 2 memiliki kaitan dengan tema Dtr 1, yaitu tentang reformasi Yosia. Tema ini

11 Cross, Canaanite Myth, 279. 12 Cross, Canaanite Myth, 282. 13 Cross, Canaanite Myth, 283. 14 Coote dan Coote, Kuasa, Politik, 77-78.

Page 6: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

49

ditulis dengan maksud menulis ulang sejarah DH sehingga relevan dengan masa

pembuangan bagi mereka yang kehilangan harapan dari masa Yosia.15 Dtr 2

bukan hanya untuk menata kembali sejarah Israel sebelum Yosia menjadi raja,

melainkan juga menyusun sejarah sedemikian rupa sehingga menjadi semacam

petunjuk bagi orang-orang di pembuangan tentang kejatuhan Israel. Cerita tentang

dosa Manasye yang murtad dan menyembah berhala dijadikan alasan kejatuhan

Yehuda (2 Raja-raja 21:2-15). Hal ini sebanding dengan kejatuhan Samaria pada

tahun 722 SZB akibat kesalahan Yerobeam.16

Beberapa bagian dalam pekerjaan DH berisi cerita tentang ancaman

penaklukan, penjajahan dan pembuangan, namun menurut Cross karya tersebut

tidak selalu berasal dari editor pada masa pembuangan. Yang lebih penting adalah

ada bagian yang muncul dan ditujukan kepada orang-orang buangan, yaitu untuk

memanggil mereka menuju pertobatan atau memulihkan perjanjian Allah dengan

Israel (Ulangan 4:27-31, Ulangan 30:1-10). Bagian inilah yang menurut Cross

paling dianggap berasal dari tangan editor pada masa pembuangan.17

Berdasarkan dua edisi DH di atas, tampak bahwa DH sangat optimis dalam

mempertahankan nasionalis dari dinasti Daud dan kebijaksanaan Yosia. Kedaulatan

Daud yang tampak dalam reformasi Yosia menjadi tujuan utama dari sejarah

deuteronomi. Intinya adalah bahwa Israel di Utara sebenarnya bagian dari Yehuda di

Selatan, sehingga tidak salah kalau Yosia berdaulat atas Israel Utara dengan melakukan

pembaruan yang bertolak pada hukum dalam Ulangan 12-26. Coote mencatat bahwa

reformasi Yosia mempunyai dua penekaan utama, yaitu sentralisasi, baik secara kultus

maupun istana, dan pengurangan hutang dari masyarakat kelas bawah, kelompok yang

15 Cross, Canaanite Myth, 285. 16 Cross, Canaanite Myth, 285. 17 Cross, Canaanite Myth, 287.

Page 7: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

50

lemah dan kurang beruntung akibat kekuasaan Asyur.18 Dengan demikian, tulisan DH

menjadi upaya ideologis untuk mengembalikan Israel Utara ke dalam pangkuan

Yehuda dan memperbaiki tatanan sosial yang telah rusak.

Pertanyaan yang muncul adalah jika tujuan sejarah deuteronomistik adalah

untuk melegitimasi kedaulatan Daud yang direfleksikan dalam pemerintahan Yosia,

maka apa kegunaan cerita panjang pada masa pra-Daud yang hidup dalam konfederasi

suku-suku, termasuk kitab Ulangan, Yosua dan Hakim-hakim? Kitab-kitab ini begitu

berbeda dengan kitab Samuel dan Raja-raja yang sangat jelas menunjukkan tema

kedaulatan keluarga Daud.

Upaya untuk memahami hal ini telah dilakukan oleh para ahli Perjanjian Lama.

Robert B. Coote menyatakan bahwa kitab Ulangan mudah untuk dimasukkan ke dalam

skema kedaulatan Daud karena kitab tersebut terdiri dari hukum reformasi yang

ditemukan pada masa pemerintahan Yosia dan merupakan bagian yang membentuk Dtr

1.19 Sementara, kitab Yosua dan Hakim-hakim menceritakan kisah pra-monarki. Cerita

ini sering dianggap sebagai tradisi yang memperkuat persepsi bahwa sejarawan

deuteronomi adalah seorang kolektor tradisi dan juga editor teks. Jika terdapat cerita-

cerita yang merupakan bagian dari sejarah yang berhubungan dengan tulisan dalam

Samuel dan Raja-raja, maka cerita-cerita itu harus dilihat dalam pemahaman yang sama

pada kedaulatan yang terpusat pada Daud.20

Menurut Coote, juru tulis Yosia mengambil alih keseluruhan wangsa Daud,

dimulai dengan sejarah legitimasi kerajaan yang sudah ada dalam arsip, dokumen-

dokumen asli yang membenarkan perampasan Daud atas tanah-tanah Israel, termasuk

cerita-cerita kemenangan Salomo dan banyaknya perbuatan skandal raja Utara. Karya-

18 Robert B. Coote, Sejarah Deuteronomistik: Kedaulatan Dinasti Daud atas Wilayah Kesukuan

Israel (Salatiga-Jakarta: Universitas Kristen Satya Wacana-BPK Gunung Mulia, 2014), 65, 70. 19 Coote, Sejarah Deuteronomistik, 18. 20 Coote, Sejarah Deuteronomistik, 19.

Page 8: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

51

karya yang sudah ada direvisi menjadi tema pokok sejarah yang menjadi hukum di

belakang kebangkitan Yosia.21 Teks dalam kitab Hakim-hakim kemudian dikaitkan

dengan kemerosotan orang Israel karena tidak memelihara hukum Yosia di bawah

kepemimpinan Yosua.22 Ketika Yosua mati, orang Israel mengabaikan hukum-hukum

dan mulai kehilangan daerah mereka sebagai akibat yang diterima. Para hakim berhasil

mencapai kemenangan bersama orang Israel, tetapi mereka tidak mengindahkan hukum

Yosia, terutama menyembah satu Allah, sehingga rakyat mengalami kesialan yang

datang silih berganti di tangan para musuh.23

Marvin L. Chaney dalam Coote memiliki argumen yang berbeda. Menurutnya,

tulisan sumber DH dilakukan Yosia setelah menyadari bahwa Asyur sedang memasuki

masa kehancurannya setelah hampir satu abad menguasai Palestina dan daerah lainnya.

Tindakan Yosia yang membaharui bait Allah dengan cara mengeluarkan atribut dewa-

dewa Asyur dari bait Allah menunjukkan bahwa dirinya adalah raja yang berdaulat dan

tidak tunduk kepada Asyur. Yosia tidak hanya ingin berdaulat atas Yehuda secara

penuh, tetapi juga atas Israel Utara sebagai bagian dari kerajaan Daud. Namun, Yosia

tidak dapat melakukannya dengan mudah karena setelah dikuasai oleh Asyur, Israel

Utara telah terpecah menjadi beberapa provinsi yang diperintah oleh pemuka-pemuka

dari luar Israel yang diangkat Asyur dari berbagai wilayah jajahan.24 Berdasarkan latar

belakang ini, John A. Titaley dalam Coote memberikan pemahaman atas cerita kitab

Ulangan, Yosua dan Hakim-hakim yang dapat dikaji dalam kerangka pembaruan Yosia

sebagai berikut. Kitab Ulangan merupakan kitab utama yang menjadi titik tolak semua

pembaruan Yosia; kitab Yosua yang menceritakan proses pergantian Musa kepada

Yosua sangat mencerminkan legitimasi yang Yosia inginkan di Israel Utara, sehingga

21 Coote dan Coote, Kuasa, Politik, 80. 22 Coote mengidentifikasikan Yosua sebagai Yosia yang sedang menyamar. Yosua adalah Yosia

dengan nama lain. Coote dan Coote, Kuasa, Politik, 81. 23 Coote dan Coote, Kuasa, Politik, 81. 24 Coote, Sejarah Deuteronomistik, 8-9.

Page 9: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

52

kitab Yosua menjadi kitab yang mencerminkan diri Yosia sendiri; sedangkan kitab

Hakim-hakim dapat dilihat sebagai gambaran dari kegagalan para pemimpin di Utara

pada zaman Yosia, yaitu para pemimpin provinsi yang ditetapkan Asyur.25

Keberadaan masing-masing kitab dalam konteks ini jelas memberikan

pandangan yang berbeda ketika membaca kisah di dalamnya sebagai bagian dari usaha

Yosia secara menyeluruh untuk mencapai tujuan utamanya yaitu sentralisasi kekuasaan.

Masing-masing kitab memiliki tujuan yang akan dicapai dalam kerangka besar

pembaharuan Yosia, sehingga menjadi penting untuk membaca teks dengan

menggunakan kerangka tersebut.

2. Kitab Hakim-hakim

Kitab Hakim-hakim merupakan kitab yang berisi tentang kehidupan orang

Israel setelah Yosua mati dan dimaksudkan untuk melanjutkan cerita dari kitab Yosua.

Kitab ini berisi keterangan tentang peristiwa-peristiwa selanjutnya setelah suku-suku

Israel masuk ke tanah Kanaan, yaitu upaya oleh berbagai kelompok Israel untuk

mencapai pembebasan dari para penindas, sehingga mereka memiliki kekuasaan

geografis dan politik dari tanah yang didiami. Dengan kata lain, kitab ini

menggambarkan periode formatif dan transisi sejarah politik Israel.26

Pengaruh sumber DH dalam kitab Hakim-hakim tampak dalam skema kitab

yang ditulis. Kitab Hakim-hakim ditulis dengan kerangka: dosa, hukuman, pertobatan

dan keselamatan.27 Orang Israel berdosa, mereka tidak bersikap seperti bangsa yang

dipilih, tidak ada persatuan dan sukuisme merajalela. Mereka tidak hidup di sekeliling

25 John A. Titaley, “Pengantar untuk Membaca Sejarah Deuteronomistik,” dalam Robert B.

Coote, Sejarah Deuteronomistik: Kedaulatan Dinasti Daud atas Wilayah Kesukuan Israel (Salatiga-Jakarta: Universitas Kristen Satya Wacana-BPK Gunung Mulia, 2014), 10-11.

26 Susan Niditch, Judges: A Commentary (Louisville, London: Westminster John Knox Press, 2008), 1.

27 J. Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 71.

Page 10: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

53

satu pusat agama, tetapi tiap-tiap suku memiliki tempat kudus tersendiri. Hal inilah

yang menyebabkan orang Israel selalu jatuh ke dalam dosa sinkretisme dan Allah

menghukum mereka dengan memakai bangsa lain sebagai penindas. Allah kemudian

mengutus seorang hakim atau penyelamat untuk membebaskan mereka dari penindasan

secara bergiliran, yang satu menggantikan yang lain. Para hakim dan penyelamat dalam

kitab Hakim-hakim dibagi atas dua kelompok, yaitu hakim besar (Otniel, Ehud,

Samgar, Debora, Gideon, Yefta, Simson) dan hakim kecil (Tola, Yair, Ebzan, Elon,

Abdon). Kategori ini ditentukan berdasarkan pada cerita masing-masing hakim. Hakim

besar memiliki kesatuan cerita yang menyeluruh dan panjang; berbeda dengan hakim

kecil yang berisi sedikit informasi.28

Jika diperhatikan secara seksama, maka tampak bahwa pada mulanya cerita

tentang para hakim merupakan cerita tentang masing-masing hakim yang berdiri

sendiri. Para hakim ini adalah seorang tokoh yang terkenal hanya dalam satu suku atau

kelompok dan satu wilayah saja. Mereka muncul untuk menyelamatkan suku atau

kelompoknya dari serangan musuh. Mereka adalah pahlawan suku atau kelompok

mereka masing-masing dan mungkin hidup sezaman, ataupun tidak.29 Hal ini sekali lagi

menunjukkan gambaran tentang hasil penyuntingan deuteronomis terhadap cerita yang

mula-mula berdiri sendiri dan berasal dari waktu dan tempat yang berbeda. Oleh

pekerjaan penyunting, para pembaca sekarang memperoleh kesan bahwa semua cerita

ini telah menjadi satu cerita saja. Proses penyuntingan mungkin berlangsung terus

selama abad 8-7 SZB, dan mencapai bentuk akhir pada abad 6 SZB.30

Kitab Hakim-hakim terbagi atas tiga bagian berdasarkan isi teks, yakni

pendahuluan (pasal 1–3:6), pokok kitab (pasal 3:7–16), serta tambahan (pasal 17–21).

28 Marc Zvi Brettler, The Book of Judges (London dan New York: Routledge, 2002), 22. 29 S. Wismoady Wahono, Di Sini Kutemukan: Petunjuk Mempelajari dan Mengajarkan Alkitab

(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 122. 30 W. S. LaSor et. al., Pengantar Perjanjian Lama 1: Taurat dan Sejarah (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2012), 309.

Page 11: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

54

Bagian pendahuluan dan penutup dianggap tidak cocok dengan isi pokok kitab,

sehingga harus dilihat secara terpisah.31 Di dalam bagian pertama dikatakan bahwa

tidak semua bangsa Kanaan dikalahkan oleh Israel yang telah memasuki negeri itu;

beberapa kota masih berada di tangan orang Kanaan. Rupanya hal ini merupakan

persoalan bagi penyunting teks sehingga penyunting mencoba memberi keterangan

mengenai keadaan ini. Penyunting kemudian mengatakan bahwa memang masih ada

orang kafir yang belum ditaklukkan, sebab Allah hendak memakai mereka sebagai alat

untuk mencobai kesetiaan bangsa Israel.32 Pada bagian kedua terdapat sejarah Israel

yang dimulai dari kematian Yosua sampai kepada masa Eli di Silo dengan

memperkenalkan dua belas tokoh utama dalam masing-masing cerita. Jelas bahwa

cerita-cerita ini sendiri lebih tua daripada kerangka di mana mereka berada. Mereka

berada pada masa yang sama dengan peristiwa yang diceritakan, dan kemungkinan

mereka telah diwariskan turun temurun dalam bentuk lisan selama beberapa waktu

sebelum akhirnya ditulis.33 Sementara pada bagian akhir kitab ini, penyunting teks

memasukkan dua tambahan cerita untuk membuktikan bahwa pada masa hakim-hakim

tidak ada aturan dan disiplin. Tiap-tiap orang berbuat apa yang disukainya. Hal ini

disebabkan karena tidak ada raja yang memerintah di Israel. Jika saja ada seorang raja,

maka hal-hal yang demikian tidak mungkin terjadi. Di sini terasa sekali bahwa

penyunting teks adalah seorang yang pro-monarki, pro-raja.34

Berdasarkan penjelasan ini, maka dapat disimpulkan bahwa kitab Hakim-hakim

disunting pada masa pemerintahan Yosia untuk menyatukan kembali kerajaan Israel

Utara dan Selatan. Kitab Hakim-hakim menjadi salah satu tulisan untuk melegitimasi

bentuk pemerintahan monarki yang tunggal atas wilayah Israel Utara dan Selatan

31 Arthur E. Cundall dan Leon Morris, Judges and Ruth: An Introduction and Commentary

(Downers Grove, Illinois: Inter-varsityPress, 1968), 18. 32 Blommendaal, Pengantar kepada, 74-75. 33 Cundall dan Morris, Judges and, 22. 34 Blommendaal, Pengantar kepada, 78.

Page 12: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

55

sebagai kerajaan Israel bersatu. Dengan kesadaran ini, penulis akan melakukan

penafsiran terhadap teks dalam Hakim-hakim 4 dan 5. Teks tidak berada dalam

ketiadaan sejarah, sehingga penafsiran terhadap teks juga tidak bisa terlepas dari

konteks sosio-historis yang turut membentuk teks.

B. TAFSIRAN TEKS

Kisah Debora dalam kitab Hakim-hakim terdapat dalam dua bentuk tulisan,

yaitu prosa (pasal 4) dan puisi (pasal 5). Dalam Alkitab, kedua tulisan ini disajikan

secara berkelanjutan. Setelah Debora memimpin orang Israel mengalahkan bangsa

Kanaan, mereka merayakan kemenangan dengan menyanyikan nyanyian Debora. Akan

tetapi, jika diperhatikan secara seksama, maka akan ditemukan beberapa perbedaan isi

cerita dalam dua tulisan ini. Isu ini telah menjadi perhatian para teolog, sehingga

berbagai argumen tentang dua bentuk tulisan ini muncul dalam dunia Perjanjian Lama.

Berikut penulis akan mengkaji hubungan antara dua bentuk tulisan ini.

1. Prosa dan Puisi dalam Hakim-hakim 4 dan 5

Kebanyakan para ahli setuju bahwa Alkitab sangat berkaitan dengan

kesusasteraan dan budaya oral. Argumen yang dikemukakan oleh Hermann Gunkel dan

Claus Westermann dalam Susan Nidicth menyangkut isu ini adalah bahwa versi lisan

narasi Alkitab berada pada periode awal sejarah Israel yang masih sangat tradisional.

Produk-produk budaya tersebut baru ditulis di kemudian hari yang ditandai dengan

kemajuan yang besar, seperti melek huruf dan budaya menulis yang semakin ramai.35

Nidicth menyatakan bahwa teks-teks dalam Perjanjian Lama memiliki pola

pengulangan baik dalam bahasa dan konten yang merupakan ciri khas dari tradisi oral.

35 Susan Nidicth, Judges: A Commentary (Louisville, London: Westminster John Knox Press,

2008), 18.

Page 13: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

56

Hal ini sangat jelas dalam kitab Hakim-hakim. Terdapat berbagai gaya lisan dalam

budaya tradisional, seperti ada teks yang tampak ganjil atau elegan. Menurutnya, cerita

dalam kitab Hakim-hakim memperlihatkan kesusasteraan yang kaya, yang berada di

dalam dunia yang didominasi oleh asumsi-asumsi oral mengenai cerita tradisional.

Dalam dunia oral ini, tulisan hanya tersedia sebagai sarana yang berkaitan dengan

komposisi dan preservasi.36

Nyanyian Debora disetujui oleh para teolog sebagai karya sastra tertua dalam

sejarah Israel. Menurut George F. Moore dalam Brettler, nyanyian ini merupakan

kesusasteraan tertua Ibrani yang masih ada, satu-satunya karya besar yang berada pada

masa pra-monarki dan termasuk kelompok syair atau puisi kemenangan.37 Sependapat

dengan Moore, Daniel Skidmore-Hess dan Cathy Skidmore-Hess berargumen bahwa

material biblikal yang paling kuno terdapat pada nyanyian perempuan, termasuk

nyanyian kemenangan yang dinyanyikan Miryam di laut Teberau bersama perempuan

lainnya.38 Para ahli Perjanjian Lama kemudian sependapat bahwa nyanyian ini ditulis

pada abad 12 atau akhir abad 11 SZB.39

Para ahli memberikan asumsi dasar bahwa kemungkinan nyanyian Debora

merupakan produk dari tangan seorang perempuan. Menurut Bruce Herzberg, nyanyian

Debora pada pasal 5 sudah jelas berasal dari tradisi perempuan, dan ada kemungkinan

juga ditulis oleh perempuan. Gagasannya ini berdasarkan pada asumsi bahwa dalam

budaya patriarki yang kuat, laki-laki tidak mungkin pernah menulis cerita

kepahlawanan perempuan.40 Seperti Hezberg, Van Dijk-Hemmes dalam Skidmore-

36 Nidicth, Judges, 18. 37 Brettler, The Book, 62. 38 Daniel Skidmore-Hess dan Cathy Skidmore-Hess, “Dousing the Fiery Woman: The

Diminishing of the Prophetess Deborah,” Shofar: An Interdisciplinary Journal of Jewish Studies Vol. 31, No. 1 (2012), 5.

39 Brettler, The Book, 63. 40 Bruce Herzberg, “Deborah and Moses,” Journal for the Study of the Old Testament Vol. 38,

No. 1 (2013), 30.

Page 14: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

57

Hess dan Skidmore-Hess juga berpandangan bahwa pasal 5 ditulis oleh perempuan.

Menurutnya, pasal 4 memberikan tekanan pada kode prajurit tentang kehormatan dan

rasa malu. Tidak hanya Barak yang menunjukkan rasa malunya dengan bergantung

kepada Debora, tetapi Sisera, panglima perang bangsa Kanaan juga “turun dari

keretanya dan melarikan diri dengan berjalan kaki.” Sebaliknya, pasal 5 merupakan

lagu kemenangan, sebuah genre yang sangat terkait dengan perempuan Alkitab.

Tindakan Yael tidak digambarkan sebagai sikap yang mempermalukan Barak; bahkan

pasal 5 menggambarkan Debora dan Barak yang memberikan pujian terhadap Yael

tanpa ambivalensi sebagai model bagi kaum perempuan.41

Hubungan antara dua tulisan pada pasal 4 dan 5 telah menjadi acuan penelitian

para teolog dengan menggunakan bukti-bukti linguistik. Brettler menyebut kedua pasal

ini membentuk sebuah unit yang unik dalam kitab Hakim-hakim. Keduanya jelas

merupakan unit yang berbeda yang disusun oleh setidaknya dua orang yang berbeda

pula, namun disajikan secara berdampingan. Menurutnya kejadian-kejadian yang

diceritakan dalam kedua pasal ini lebih bersifat simultan, daripada berkelanjutan.42

Sementara Baruch Halpern dalam Brettler mengemukakan bahwa penulis pasal 4

adalah sejarawan yang menggunakan pasal 5 sebagai sumber kunci, namun prosa pada

pasal 4 ditulis berdasarkan mis-interpretasi terhadap puisi pada pasal 5.43 Pendapatnya

ini berdasarkan pada catatan peristiwa yang berbeda pada kedua pasal.

Jack M. Sasson dalam observasinya mengemukakan informasi-informasi dalam

pasal 4 dan 5 secara spesifik dengan membandingkannya dalam tabel berikut.44

41 Skidmore-Hess dan Skidmore-Hess, “Dousing the, 15. 42 Brettler, The Book, 61. 43 Brettler, The Book, 75. 44 Jack M. Sasson, “A Breeder or Two for each Leader: On Mother in Judges 4 and 5” dalam

David J. A. Clines dan Ellen van Wolde, ed., A Critical Engagement: Essays on the Hebrew Bible in Honour of J. Cheryl Exum (Sheffield: Sheffield Phoenix Press, 2012), 340. Beberapa informasi ditambahkan penulis.

Page 15: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

58

Prosa (pasal 4) Puisi (pasal 5)

Debora - Nabiah, istri Lapidot, hakim

(4:4)

- Duduk di bawah pohon korma

Debora antara Rama dan Betel

di pegunungan Efraim (4:5)

- Ibu di Israel (5:7)

Barak - Dari Naftali (4:6)

- Ragu-ragu dan argumentatif

- Kegiatannya hampir tidak

disebutkan

Yabin - Mengatur Kanaan dari Hazor

(4:2)

- Ditundukkan oleh Allah (4:23)

-

Yael - Istri Heber orang Keni (4:17) - Istri Heber orang Keni (5:24)

Sisera - Panglima tentara Yabin (4:2)

- Dibunuh dalam keadaan tidur,

patok kema dilantak masuk ke

dalam kepala (4:21)

- Tidak ada keterangan (5:26)

- Dibunuh dalam keadaan berdiri

(5:25-27)

Ibu Sisera - - Menunggu dengan cemas

(5:28-30)

Keadaan - Teror melalui kereta besi

Sisera (4:2-3)

- Keamanan yang buruk (5:6-7)

Musuh/lawan - Yabin, raja Kanaan (4:2)

- Sisera, panglima perang (4:2)

- Raja-raja Kanaan (5:19)

- Menyebut Sisera (5:20)

Suku - 2 Suku: Naftali dan Zebulon

(4:6)

- 10.000 orang (4:10)

- 10 Suku: 6 suku berpartisipasi,

4 suku tinggal diam (5:14-17)

- Jumlah orang yang lebih

banyak

Peperangan - Lokal

- Pasukan dikerahkan ke

Kedesh, menyerang dari

gunung Tabor (4:9, 14)

- Nasional

- Berperang dekat Taanakh, pada

mata air di Megido (5:19)

- Menyebut sungai Kison (5:21)

Kemenangan - Tuhan mengacaukan musuh

(4:15)

- Bintang-bintang memerangi

Sisera (5:20)

- Sungai Kison menghanyutkan

musuh (5:21)

Observasi Sasson ini jelas menunjukkan beberapa perbedaan dalam pasal 4 dan 5.

Herzberg memberikan argumen terhadap beberapa perbedaan teks dalam pasal

4 dan 5. Musuh dalam pasal 4 adalah Yabin, raja Kanaan dan Sisera, panglima perang;

berbeda dengan pasal 5 yang menyebutkan raja-raja Kanaan, dan Sisera muncul di

akhir puisi tanpa penjelasan siapa dia dan mengapa ia mendatangi tenda Yael. Menurut

Page 16: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

59

Herzberg, hal ini bukanlah perbedaan yang signifikan karena raja Kanaan-lah yang

dipandang sebagai musuh utama Israel dari awal cerita, bukan Sisera.45 Perbedaan

lainnya adalah lokasi pertempuran. Megido berada pada jarak beberapa kilometer ke

arah selatan dari sungai Kison, dan Taanakh berada pada jarak beberapa kilometer ke

arah selatan dari Megido (pasal 4). Sedangkan, gunung Tabor berada pada jarak sekitar

lima belas kilometer ke arah timur laut dari sungai Kison (pasal 5). Menurut Herzberg,

kita dapat berspekulasi bahwa sungai lain mungkin juga disebut Kison sebagai nama

yang umum pada zaman Perjanjian Lama; akan tetapi lebih mungkin bahwa prosa dan

puisi tidak memberikan perhatian yang sangat khusus tentang lokasi.46 Perbedaan lain

yang mencolok adalah jumlah suku yang berpartisipasi dalam perang. Menurutnya,

perbedaan ini menunjukkan bahwa perjalanan prosa secara independen dari puisi yang

ditulis berubah, sama halnya dengan tradisi oral, untuk memberikan petunjuk tentang

aliansi suku pada masa itu.47

Melampaui berbagai perbedaan yang ada, kedua bagian ini memiliki karakter

yang sama. Hal ini menjadi dasar pemikiran Rachel C. Rasmussen untuk melihat kedua

teks ini sebagai bagian yang berhubungan. Menurutnya, pasal 4 memang ditulis

berdasarkan nyanyian dalam pasal 5, akan tetapi untuk membaca cerita pasal 4 dan 5

tidak perlu dilihat sebagai dua teks yang berbeda, kemudian memilih yang lebih asli

atau mendamaikan kedua teks. Kedua teks ini harus dilihat sebagai dua bagian yang

berhubungan, yaitu memiliki karakter yang sama, meskipun peristiwa yang terjadi tidak

selalu sama.48 Sependapat dengan Rasmussen, penulis juga akan menafsir teks dalam

Hakim-hakim 4 dan 5 dengan melihat kedua bentuk teks yang dimaksud sebagai bagian

yang saling berhubungan satu sama lain.

45 Herzberg, “Deborah and, 27. 46 Herzberg, “Deborah and, 27-28. 47 Herzberg, “Deborah and, 28. 48 Rachel C. Rasmussen, “Deborah The Woman Warrior,” dalam Mieke Bal, ed., Anti-

Covenant: Counter-reading Women’s Lives in the Hebrew Bible (Sheffield: The Almon Press, 1989), 83.

Page 17: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

60

2. Tafsir Teks Hakim-hakim 4 dan 5

Keberadaan kaum perempuan dalam teks Alkitab sering ditempatkan pada

posisi yang berada di belakang laki-laki, sehingga perempuan dikenal melalui laki-laki

yang melindunginya, baik ayah, saudara laki-laki maupun suami. Akan tetapi, kisah

klasik ini jauh berbeda dengan cerita tentang Debora dan Yael dalam Hakim-hakim 4

dan 5. Kedua perempuan ini ditampilkan sebagai pahlawan yang membawa

kemenangan melawan bangsa penindas. Guna memahami kisah ini secara mendalam,

penulis akan menafsirkan teks Hakim-hakim 4 dan 5 dengan menggunakan metode

diakronik yang memfokuskan pada sejarah yang melingkupi teks; dan metode sinkronik

yang memfokuskan pada karakter para tokoh, khususnya karakter perempuan, sehingga

dapat memberikan gambaran yang jelas tentang perempuan dan peranannya dalam

menentukan makna teks.

a. Pembacaan Diakronik

Pendekatan diakronik ini akan membawa penulis untuk menyelidiki teks dengan

melihat pada redaksional teks, serta konteks ekonomi, sosial dan politik yang

melatarbelakangi dan mempengaruhi pembentukan teks. Nidicth telah menyebutkan

bahwa teks-teks dalam Perjanjian Lama sangat berkaitan dengan budaya oral, sehingga

tidak menutup kemungkinan bahwa nyanyian Debora sebagai salah satu karangan

tertua berasal dari tradisi oral. Nyanyian ini cukup memperlihatkan kesusasteraan oral,

karena memiliki ciri pengulangan baik dalam bahasa maupun konten tulisan.

Sependapat dengan Nidicth, Geoffrey P. Miller berargumen bahwa dalam

bentuk aslinya, nyanyian Debora yang paling mungkin merupakan rekaman dari tradisi

lisan. Menurutnya, nyanyian Debora memberikan tiga fungsi terpisah dalam kehidupan

Israel selama versi ini dicatat dalam Perjanjian Lama. Semula, nyanyian Debora

Page 18: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

61

disajikan sebagai karya besar budaya oral yang merekam kewajiban militer antar suku.

Kemudian, nyanyian ini melambangkan keseluruhan struktur mengenai kewajiban dan

kerjasama suku yang membentuk konfederasi suku-suku. Nyanyian ini memiliki fungsi

yang penting untuk mengkatalog dan menjaga kewajiban dari aliansi suku jika

hubungan mulai renggang. Dan akhirnya, nyanyian ini ditulis sebagai syair

kepahlawanan orang Israel karena peristiwa yang digambarkan merupakan bagian yang

penting dari latar belakang terbentuknya Israel menjadi sebuah kerajaan. Fungsi politik

nyanyian ini tidak lagi untuk menegakkan sebuah konfederasi suku, melainkan untuk

menggambarkan cacat dari bentuk konfederasi, jika dibandingkan dengan penggantinya

yang lebih kuat dan stabil, yaitu monarki.49

Analisis Miller ini menunjukkan adanya perubahan makna terhadap nyanyian

Debora dari tradisi lisan menjadi tulisan. Kemunculan cerita Debora dalam kitab

Perjanjian Lama kemungkinan merupakan usaha penyunting untuk menghadirkan

sosok penyelamat Israel yang mengembalikan Israel kepada citra mereka yang semula,

yaitu menaati hukum taurat. Debora adalah sosok pemimpin karismatik perempuan

yang dipakai untuk menjalankan tujuan DH di tengah kekosongan moral dan

kepemimpinan Israel. Hal ini tampak dalam kerangka cerita Debora yang sangat

dipengaruhi oleh tema besar DH, yaitu dosa, hukuman, pertobatan dan keselamatan.

Orang Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan (4:1); Tuhan menghukum

mereka dengan menyerahkan ke dalam tangan Yabin (4:2); orang Israel berseru kepada

Tuhan (4:3); dan Tuhan menyelamatkan orang Israel dengan menundukkan Yabin, raja

Kanaan melalui kepemimpinan Debora (4:23-24).

Para ahli menyatakan bahwa cerita Debora dan Yael dimasukkan ke dalam

kerangka besar sejarah deuteronomi bukan untuk menunjukkan sosok kepahlawanan

49 Geoffrey P. Miller, “Song of Deborah: A Legal-Economic Analysis,” University of

Pennsylvania Law Review Vol. 144 (1996), 2294-2295.

Page 19: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

62

mereka, melainkan untuk menunjukkan pekerjaan Yahweh. Yahweh adalah satu-

satunya Allah yang berkuasa atas Israel, dan Yahweh memilih untuk bekerja melalui

perempuan. Barnabas Lindars dalam Rasmussen mengemukakan bahwa “tema feminis”

telah mendasari narasi dalam pasal 4. Debora telah menembus hambatan konvensional,

yaitu sistem patriarkal dengan menjadi hakim. Oleh karena itu, bagian yang dimainkan

perempuan dalam pasal 4 dan 5 ini tidak boleh ditekan secara berlebihan. Tampak jelas

bahwa penyunting telah membawa Debora di dalam jajaran para hakim hanya untuk

membentuk dasar dari skema kronologi penyunting DH.50 Beberapa interpretasi

teologis juga memunculkan kecenderungan yang sama ketika mereka menginterpretasi

pekerjaan Debora dan Yael sebagai pekerjaan Yahweh. Stephen Demster dalam

Rasmussen menyatakan bahwa Debora tidak memiliki makna subjektif dalam cerita,

melainkan Yahweh-lah yang menjadi karakter utama.51

Secara sosiologi, latar belakang kehidupan sosial Israel pada masa konfederasi

suku-suku dipenuhi dengan tekanan dari bangsa besar di sekitarnya. Israel merupakan

kelompok masyarakat yang berada di dataran tinggi, sementara bangsa-bangsa besar,

seperti Kanaan berada di dataran rendah. Kebanyakan diskusi tentang sejarah Israel

berasumsi bahwa wilayah berbukit-bukit tempat bermukimnya orang Israel merupakan

daerah marginal yang membawa kerugian dalam hubungannya dengan dataran rendah

atau perkotaan. Sebaliknya, dataran rendah memiliki keuntungan yang lebih dalam,

lebih kaya, lebih mudah membajak tanah dan lebih mudah untuk dikontrol oleh para

elit.52 Berdasarkan hal ini, penulis melihat bahwa penggambaran mengenai kehidupan

sosial, politik dan ekonomi bangsa Kanaan menjadi penting untuk dibahas dalam

pembacaan diakronik ini.

50 Rasmussen, “Deborah the, 81. 51 Rasmussen, “Deborah the, 81. 52 Robert B. Coote dan Keith W. Whitelam, The Emergence of Early Israel in Historical

Perspective (Sheffield, England: The Almond Press, 1987), 83.

Page 20: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

63

Pola sosial, politik dan ekonomi orang Kanaan yang terungkap dalam sebuah

studi dari surat-surat Amarna akan memberikan wawasan yang memperkaya

pemahaman kita tentang kehidupan masyarakat Kanaan pada akhir periode

perunggu/awal periode besi. Murray L. Newman menyebutkan bahwa meskipun surat-

surat ini berasal dari abad keempat belas SZB, mereka dapat menyediakan informasi

mengenai masyarakat Kanaan di abad ketiga belas SZB.53 Newman menyinggung

aktor-aktor sosial dan peranannya dalam konteks kehidupan di Kanaan pada masa itu.

Ia menegaskan bahwa kata hazzanu yang biasanya diterjemahkan sebagai pangeran,

juga merujuk ke bawahan raja dari satu kota-negara yang didukung oleh pasukan

militernya.54 Aktor lain yang disebut adalah maryannu. Istilah ini sendiri tidak muncul

dalam surat Amarna, tapi mengacu kepada prajurit (sabu) dan kereta perang (narkabtu)

atau kuda (sisu) dan kereta perang (narkabtu). Istilah-istilah ini menunjuk kepada elit

militer dalam masyarakat Kanaan yang dikenal sebagai maryannu yang mampu

menggunakan kereta perang. Kelompok elit ini memiliki peranan yang penting bagi

raja untuk mempertahankan kekuasaannya dan untuk menjalankan kehendaknya dalam

wilayah kekuasaan. Menurut Newman, hazzanu dan maryannu memberikan kesan

tentang kehadiran kerajaan di Kanaan.55

Cerita Debora memberikan gambaran yang jelas tentang kondisi orang Israel

ketika berperang melawan Kanaan. Mereka maju berperang seadanya, tidak secanggih

bangsa Kanaan yang memiliki sembilan ratus kereta besi. Secara sosiologi, hal ini

menunjukkan kemajuan bangsa Kanaan. Hanya kelompok dari kalangan elit di dataran

rendah yang dapat memiliki peralatan tersebut. Dalam kaitannya dengan aktor sosial

53 Murray L. Newman, “Rahab and the Conquest,” dalam James T. Butler et. al., Understanding

the Word: Essays in Honor of Bernhard W. Anderson (Sheffield, UK: JSOT Press, 1985), 170. 54 Newman, “Rahab and, 170. 55 Newman, “Rahab and, 170.

Page 21: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

64

dalam populasi Kanaan, Sisera dapat disebut sebagai maryannu yang bekerja bagi

hazzanu, raja Yabin untuk mencapai tujuan politisnya.

Istilah lain yang menunjukkan bagian yang signifikan dalam masyarakat

Kanaan adalah hupšu yang mengacu kepada para petani. Hupšu membudidayakan

tanah milik raja atau para bangsawan. Newman menekankan bahwa mereka bukan

budak (meskipun budak juga merupakan bagian dari masyarakat), dan mereka bisa

memiliki hewan ternak, peralatan dan bahkan rumah sendiri di sebuah desa yang dihuni

oleh kaumnya sendiri. Meskipun demikian, mereka tetap tidak memiliki lahan yang

dikerjakan. Hupšu bahkan akan membayar pajak untuk mengolah tanah milik raja atau

para bangsawan tersebut.56 Chaney menyatakan bahwa selama masa kekacauan dan

peperangan pada periode Amarna, kelompok ini melakukan kerja rodi dan bertugas

sebagai prajurit. Menurutnya, baik petani maupun prajurit petani telah mengorganisir

diri mereka sebagai prajurit perang untuk melawan penguasa yang jahat.57

Komponen penting lain dalam masyarakat Kanaan adalah habiru. Nama habiru

yang banyak muncul dalam surat-surat Amarna tidak mengacu kepada kelompok ras

atau etnis, tetapi status sosial. Ini adalah kelompok orang yang keluar dari konteks

sosial mereka tanpa status hukum. Newman menekankan bahwa habiru belum tentu

merupakan kelompok penyusup asing. Mereka adalah orang-orang yang menarik diri

dari tatanan sosial yang didirikan (atau tidak pernah menjadi bagian dari kelompok itu)

dan melawannya.58 Habiru biasanya terlibat dalam kegiatan militer. Pada saat tertentu

mereka bertindak sendiri melawan raja, namun di lain kesempatan mereka akan

bergabung dengan satu atau beberapa kerajaan untuk melawan saingan mereka.59

56 Newman, “Rahab and, 171. 57 Marvin L. Chaney, “Ancient Palestinian Peasant Movements and the Formation of

Premonarchic Israel,” dalam David Noel Freedman dan David Frank Graf, Palestine in Transition: The Eemergence of Ancient Israel (Sheffield: The Almond Press, 1983), 62.

58 Newman, “Rahab and, 171. 59 Newman, “Rahab and, 171.

Page 22: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

65

Chaney menekankan bahwa dalam surat-surat Amarna terdapat hubungan antara

hupšu dan habiru yang membawa ketakutan bagi raja-raja Kanaan.60 Hupšu yang

berhutang dapat membuat aliansi dengan habiru untuk memberontak. Menurut Chaney,

hal tersebut merupakan permusuhan yang konstan antara petani dengan raja-raja

Kanaan dan para elit akibat dari sistem ekonomi dan politik yang menindas hupšu.

Pemberontakan ini hanya dimungkinkan jika mereka beraliansi dengan kekuatan

eksternal, yaitu habiru.61 Namun terdapat hubungan yang kompleks antara hupšu dan

habiru. Hupšu sering melindungi habiru dari pemerintah pusat. Namun habiru bisa

menjadi lawan hupšu ketika habiru mengambil alih peran ekspliotatif elit perkotaan

dengan cara mengambil hasil pertanian hupšu bagi diri mereka sendiri.62 Hal ini jelas

menunjukkan bahwa habiru selalu berada dalam kontrak sosial. Mereka dapat bekerja

dengan pihak mana pun yang menguntungkan mereka.

Analisa kondisi sosial masyarakat Kanaan di akhir zaman perunggu/awal zaman

besi ini telah memberikan gambaran yang jelas tentang struktur masyarakat di Kanaan.

Berdasarkan pembahasan ini, maka posisi Debora beserta orang Israel dan Yael beserta

orang Keni dapat ditempatkan ke dalam komponen sosial yang ada. Orang Israel

termasuk ke dalam kelompok hupšu. Tindakan mereka melawan bangsa Kanaan

merupakan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat kecil dari kalangan petani yang

menempatkan diri mereka sebagai prajurit untuk sewaktu-waktu melawan kelompok

elit dari dataran rendah yang menindas mereka. Sedangkan, Yael dan orang Keni yang

telah memisahkan diri dari suku Keni tanpa alasan yang jelas dapat disebut sebagai

kelompok yang berstatus non-legal atau habiru. Mereka bukan penyelundup asing,

melainkan kelompok yang telah menarik diri dari sistem sosial yang ada dan bisa saja

mereka terikat dalam kontrak sosial dengan pihak lain yang menguntungkan mereka.

60 Chaney, “Ancient Palestinian, 73-76. 61 Chaney, “Ancient Palestinian, 61. 62 Coote dan Whitelam, The Emergence, 93.

Page 23: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

66

Terdapat indikasi yang mengarah pada aliansi yang terbentuk antara orang

Israel (hupšu) dengan orang Keni (habiru). Hakim-hakim 4:11 mengatakan bahwa

Heber memisahkan diri dari suku Keni dan berkemah di bawah pohon tarbantin di

Zaanaim yang dekat Kedesh. Lokasi ini dekat dengan pasukan Barak yang juga tinggal

di Kedesh (Hakim-hakim 4:6, 9). Selain itu, status orang Keni sebagai tukang besi yang

dapat menyediakan layanan persenjataan, juga mendukung argumen ini. Tidak menutup

kemungkinan bagi orang Keni untuk membantu orang Israel, ketika mereka

menghadapi musuh yang memiliki perlengkapan yang lebih canggih.

b. Pembacaan Sinkronik

Cerita dalam Hakim-hakim 4 dan 5 memfokuskan pada peperangan antara

orang Israel yang dipimpin oleh Debora dan Barak melawan tentara Yabin, raja Kanaan

di bawah pimpinan Sisera, panglima tentara Yabin. Orang Israel memperoleh

kemenangan atas bangsa Kanaan setelah Sisera mati dibunuh oleh Yael. Sementara ibu

Sisera menanti kepulangan anaknya dengan membawa jarahan. Kisah ini dapat

digambarkan dalam beberapa episode berdasarkan kemunculan para tokoh.

Pasal 4:1-11, 5:1-18 Debora memanggil dan memberi perintah kepada Barak

Pasal 4:12-16, 5:19-23 Terjadi peperangan dan Sisera melarikan diri

Pasal 4:17-24, 5:24-27 Yael bertemu Sisera dan membunuhnya

Pasal 5:28-30 Penantian ibu Sisera

Kemunculan para tokoh ini memiliki karakter masing-masing yang membentuk

teks hingga mencapai klimaks dan anti klimaks. Untuk lebih memahami karakterisasi

dari para tokoh, maka penulis akan membagi ke dalam tiga bagian berdasarkan tiga

tokoh perempuan, yaitu Debora, Yael dan Ibu Sisera.

Page 24: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

67

1) Debora

Teks Hakim-hakim 4 dan 5 menyebut Debora dengan beberapa peran, yaitu

hakim, nabi, pemimpin perang, ibu di Israel, istri Lapidot dan penyanyi yang

merayakan kemenangan Israel. Debora merupakan satu-satunya tokoh perempuan

dalam Alkitab yang memiliki beberapa peranan penting dalam kehidupan orang Israel.

Untuk lebih memahami karakterisasi tokoh Debora, berikut penulis akan memfokuskan

pada masing-masing peranan Debora.

a) Debora sebagai hakim

Sejarah Israel dari penaklukan Kanaan pada abad ketiga belas SZB sampai pada

pembentukan monarki di akhir abad kesebelas ditandai dengan sistem politik yang

unik. Sistem ini ditandai dengan rezim para hakim yang merupakan tanggapan terhadap

keadaan kronis perang yang menekan Israel oleh bangsa-bangsa di sekitar mereka,

sehingga tidaklah mengherankan bahwa manifestasi utamanya adalah di bidang militer.

Ketika orang Israel berada pada masa yang krisis, para pemimpin karismatik bangkit

sebagai hakim dan penyelamat, serta membebaskan mereka dari penindasan.63

Abraham Malamat menyebutkan bahwa sifat dan komponen prinsip yang

melekat dalam kepribadian hakim dan penyelamat orang Israel sejak awal memberi

perhatian kepada aspek politik-militer yang terintegrasi dengan aspek agama, dan

biasanya melibatkan keberanian pribadi. Menurutnya, sifat karismatik melibatkan

kontak langsung dengan kekuatan transendental (Hakim-hakim 3:10, 6:34), dan kontak

ini memerlukan tanda untuk menegaskan otoritas sebagai hakim dan penyelamat baik

di matanya sendiri maupun bagi orang Israel (Hakim-hakim 6:17). Otoritas

kepemimpinan karismatik ini tidak tergantung pada kelas atau status sosial, maupun

63 Abraham Malamat, “Charismatic Leadership in the Book of Judges,” dalam Charles E. Carter dan Carol L. Meyers, ed., Community, Identity, and Ideology: Social Science Approaches to the Hebrew Bible (Winona Lake, Indiana: Eisenbrauns, 1996), 293.

Page 25: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

68

pada kelompok usia dan jenis kelamin. Aktivitas para pemimpin karismatik juga tidak

selalu terkait dengan pusat-pusat keagamaan.64 Debora memang tidak digambarkan

memiliki kontak langsung dengan Tuhan sebagai penegasan otoritas, namun ia

menyampaikan pesan Tuhan dan menjadi penyelamat orang Israel.

Herzberg mengemukakan bahwa peran Debora sebagai hakim tampaknya

menjadi satu-satunya hakim yang sebenarnya dalam kitab Hakim-hakim. Menurutnya,

istilah “hakim” harus dipahami dalam keseluruhan kitab Hakim-hakim sebagai

“kepala” atau “pemimpin,” dan terdapat beberapa versi terjemahan Alkitab yang

menerjemahkan kata ibrani שפט (šōpēţ) sebagai kepala atau pemimpin. Terjemahan JPS

(Jewish Publication Society), misalnya, menyebutkan Debora “memimpin Israel”

(bukan “memerintah Israel”) dan bahwa orang Israel datang padanya untuk

“mengambil keputusan” (bukan “berhakim”). Mungkin yang dimaksudkan oleh

terjemahan JPS adalah untuk menunjukan bahwa Debora membuat keputusan tentang

masalah politik; dan sebagai pemimpin, Debora adalah penengah utama terhadap

berbagai sengketa berdasarkan statusnya sebagai kepala.65

Selama orang Israel berada di bawah tekanan Yabin, raja Kanaan, Debora biasa

duduk di bawah pohon korma dan orang Israel menghadap dia untuk berhakim (Hakim-

hakim 4:5). Ada indikasi bahwa keadaan orang Israel biasa-biasa saja sehingga mereka

dapat mendatangi dan berhakim pada Debora. Ketika keadaan Israel berada pada satu

keadaan tertentu, barulah Debora mengambil sikap politik dengan memanggil Barak

untuk melakukan pertempuran. Menurut Emanuel Gerrit Singgih, tindakan Debora

memanggil Barak untuk melawan Sisera, panglima tentara Yabin disebabkan karena

kedudukan mereka yang sedang terancam, bukan karena kedudukan mereka sudah

dikuasai oleh Sisera. Dengan kata lain, Debora tidak memimpin revolusi terhadap

64 Malamat, “Charismatic Leadership, 306-308. 65 Herzberg, “Deborah and, 18.

Page 26: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

69

penjajahan Yabin, melainkan ia memimpin perlawanan terhadap agresi Yabin.66

Namun, jika dikaitkan dengan ayat-ayat sebelumnya, Debora sebenarnya memimpin

revolusi melawan Yabin. Israel melakukan kejahatan, mereka dihukum ke dalam

penindasan Yabin, kemudian Israel berseru meminta pertolongan pada Tuhan dan

Tuhan menolong mereka di bawah pimpinan Debora dan Barak. Hal ini didukung oleh

ayat 12, di mana Barak terlebih dahulu maju ke gunung Tabor, kemudian ditanggapi

Sisera dengan mengerahkan pasukannya.67 Berbagai tindakan yang dilakukan oleh

Debora ini menunjukkan fungsi kepemimpinan integratif secara lokal, yang meliputi

kepemimpinan yuridis, militer dan politik.

b) Debora sebagai nabi

Sejarah Israel Kuno banyak berisi cerita mengenai para nabi yang bekerja aktif

di Israel. Para nabi berarti seorang yang dipanggil oleh Allah untuk berbicara dengan

dan atas nama Allah, serta menyatakan pesan Allah. Penggunaan istilah nabi dalam

Alkitab digambarkan paling nyata dalam pesan Allah kepada Musa, yaitu pada waktu

Musa diumpamakan seperti “Allah” dan Harun digambarkan sebagai “penyambung

lidah” (Keluaran 4:15-16), dan pada waktu Musa digambarkan sebagai “Allah bagi

Firaun” dan Harun adalah “nabinya” (Keluaran 7:1-2). Di sini, nabi dilukiskan sebagai

penyambung lidah Allah.68

Para nabi memiliki kecenderungan terhadap masalah politik yang tampak dalam

tindakan-tindakan mereka. Samuel, misalnya, adalah seorang nabi yang telah melihat

dan bernubuat akan munculnya raja-raja di Israel, bahkan ia terlibat dalam munculnya

66 Emanuel Gerrit Singgih, Dua Konteks: Tafsir-tafsir Perjanjian Lama sebagai Respons atas

Perjalanan Reformasi di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 21. 67 Asnath N. Natar, “Apa Kata Laki-laki tentang Perempuan dan Gerakan Mereka,” dalam

Victorius A. Hamel et. al., ed., Gerrit Singgih: Sang Guru dari Labuang Baji (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 201.

68 W. S. LaSor et. al., Pengantar Perjanjian Lama 2: Sastra dan Nubuat (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 183-184.

Page 27: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

70

raja Saul dan raja Daud (1 Samuel 9:15; 16:1-3). Hal ini menunjukkan bahwa kata-kata

dan nubuatan nabi bukan hanya untuk meramalkan hal-hal yang akan terjadi, tetapi

juga berisi pemahaman tentang segala sesuatu yang sedang terjadi. Nabi dapat

menegaskan hal-hal yang benar-benar sesuai dengan maksud Allah dan yang tidak.69

Perjanjian Lama secara jelas menyebutkan nama empat perempuan sebagai

nabiah atas kaum Israel di antara nabi laki-laki, yaitu Miryam, Debora, Hulda dan

Noaja. Miryam disebut sebagai nabiah yang memimpin tarian disertai nyanyian untuk

merayakan pembebasan Israel dari Mesir (Keluaran 15:20); Hulda hidup pada zaman

raja Yosia dan memberitahukan kehendak ilahi kepada Yosia setelah kitab taurat

ditemukan (2 Raja-raja 22:14-20); sedangkan Noaja bergabung dengan nabi lainnya

dalam usaha untuk menakut-nakuti Nehemia dalam pembangunan kembali tembok-

tembok Yerusalem (Nehemia 6:14). Berbeda dengan ketiga nabiah ini, Debora tampil

sebagai nabiah yang bersanding dengan kedudukannya sebagai hakim. Menurut Mieke

Bal, kedudukan Debora ini harus dilihat sebagai bagian yang saling melengkapi. Dalam

kombinasi ini, Debora memiliki fungsi dan peranan yang sangat mencolok kuat.70

Tugas Debora sebagai nabi tampak ketika ia memanggil dan memberi perintah

kepada Barak untuk berperang melawan bangsa Kanaan. Ia berbicara atas nama Tuhan

dan menindaklanjuti panggilan sebelumnya untuk Barak: “Bukankah TUHAN, Allah

Israel memerintahkan demikian?” (Hakim-hakim 4:6). Tuhan telah berbicara dengan

Barak, dan panggilan Debora adalah perintah yang kedua. Hal ini mengindikasikan

tindakan Debora sebagai wahyu dari Tuhan untuk diteruskan kepada Barak. Debora

menggunakan bahasa para nabi ketika dia menggunakan kata ganti orang pertama

untuk menyampaikan perintah Tuhan kepada Barak: “Aku [TUHAN] akan

69 Wahono, Di Sini Kutemukan, 153-154. 70 Mieke Bal, Death & Dissymmetry: The Politics of Coherence in the Book of Judges (Chicago

dan London: The University of Chicago Press, 1988), 209.

Page 28: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

71

menggerakkan Sisera … ke dalam tanganmu” (Hakim-hakim 4:7).71 Ia juga bernubuat

bahwa “TUHAN akan menyerahkan Sisera ke dalam tangan seorang perempuan”

(Hakim-hakim 4:9) setelah Barak memintanya turut berperang.

William E. Phipps menyatakan bahwa peran kenabian Debora mirip dengan

cara di mana nabi Samuel memberi kuasa kepada Saul untuk melawan para penindas.

Debora dipimpin oleh Yahweh untuk memilih pembela yang dapat membebaskan

konfederasi suku Israel. Debora juga mengartikan pemeliharaan Tuhan melalui

fenomena cuaca yang telah membawa kemenangan atas orang Kanaan (Hakim-hakim

5:21). Hal ini bahkan tampak seperti tindakan Yahweh ketika menenggelamkan kereta

Mesir ketika mengejar orang Israel.72 Singgih menambahkan bahwa nyanyian

kemenangan Debora memiliki bentuk yang mirip dengan nyanyian kemenangan pada

Keluaran 15. Peristiwa kekalahan kereta perang Firaun bukan hanya sekedar peristiwa

sejarah biasa, melainkan sebuah peristiwa kosmik. Perang melawan bangsa Kanaan

juga merupakan sebuah peristiwa kosmik (Hakim-hakim 5:4-5).73

c) Debora sebagai pemimpin perang

Palestina pada awal abad perunggu atau di awal pembentukan kerajaan Israel

dilanda oleh peperangan yang terjadi terus-menerus. Surat-surat Amarna mencatat

tentang periode yang diwarnai oleh permusuhan, sementara bukti arkeologi

menunjukkan adanya penghancuran benteng pertahanan dan kota-kota. Kitab Hakim-

hakim mencatat dinamika peperangan yang terus berlangsung pada masa pendudukan

71 Herzberg, “Deborah and, 19. 72 William E. Phipps, Assertive Biblical Women (London: Greenwood Press, 1992), 42 73 Singgih, Dua Konteks, 23-24.

Page 29: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

72

Israel di wilayah pegunungan dan yang akan bertahan terus pada generasi-generasi

selanjutnya ketika bangsa Filistin menjadi ancaman.74

Sebagai pendatang di tanah Kanaan, orang Israel merupakan kelompok kecil di

antara suku dan bangsa sekitar yang berkuasa. Chaney menyatakan bahwa kehidupan

orang Israel pada masa pra-monarki sangat miskin. Wilayah yang didiami orang Israel

memiliki medan pegunungan yang berat karena curam, lereng bukit yang penuh semak

belukar, memiliki tanah yang tipis dan kekurangan air.75 Hal ini menyebabkan orang

Israel harus melakukan usaha yang sangat besar dalam bidang ekonomi dan militer

sebagai upaya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan menjaga keamanan

wilayah mereka dari berbagai ancaman dan tekanan dari bangsa-bangsa besar di sekitar

mereka yang lebih berkuasa.

Debora merupakan contoh dari karakter penting perempuan dalam Hakim-

hakim karena ia merupakan pemimpin militer dan dipilih Tuhan untuk berperang

melawan bangsa Kanaan. Pasal 5 jelas menyebutkan Debora sebagai pemimpin perang,

sedangkan Barak sebagai pihak yang membantu Debora. Barak tidak diidentifikasi

sebagai prajurit atau panglima tentara, dan pengalaman pertempurannya tidak

diketahui. Sukunya, Naftali, juga tidak memiliki reputasi dalam keberhasilan militer,

karena mereka tidak mampu menghalau penduduk Bet-Semes dan Bet-Anat (Hakim-

hakim 1:33). Dengan demikian, kejelasan status dan keberanian Barak dalam medan

perang juga sama sekali kabur.76 Menurut Halpern dalam Susan Ackerman, Debora

dalam Hakim-hakim 5:12 diperintahkan oleh Yahweh untuk bangkit dan

mengumpulkan pasukan Israel di medan perang; sementara Barak tampaknya hanya

74 Carol L. Meyers, ”Procreation, Production, and Protection: Male-Female Balance in Early

Israel,” dalam Charles E. Carter dan Carol L. Meyers, ed., Community, Identity, and Ideology: Social Science Approaches to the Hebrew Bible (Winona Lake, Indiana: Eisenbrauns, 1996), 497-498.

75 Chaney, “Ancient Palestinian, 41. 76 Roger Ryan, Judges: Readings – A New Biblical Commentary (Sheffield: Sheffield Phoenix

Press, 2007), 27.

Page 30: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

73

sebagai penerima panggilan ini. Status ini tampak lebih jelas dalam pasal 5:7, “sampai

Debora bangkit sebagai ibu di Israel.” Barak bahkan tidak disebut sama sekali.77

Kisah Debora sebagai pemimpin perang juga dikaitkan dengan dewi-dewi

perang Kanaan, yaitu dewi Asyera dan Anat. Peter C. Craigie dan Glen Taylor dalam

Rasmussen mengusulkan bahwa citra tentang para dewi ini berada di balik

penggambaran Debora dan Yael. Akan tetapi, menurut mereka interpretasi tentang

gambaran para dewi hanya merupakan kesepakatan yang dipakai penyunting untuk

mengkarakterisasi Debora dan Yael seperti dewi dengan tujuan untuk mengejek agama

Kanaan. Menurut Craigie, kekuatan yang dihubungkan oleh orang Kanaan terhadap

dewi mereka bukan apa-apa; nyanyian Debora jelas menyebutkan bahwa kekuatan yang

sama juga terlihat dalam perempuan Ibrani, meskipun kekuatannya bukan berasal dari

dirinya tapi berakar dari komitmennya dengan Yahweh.78

Susan Ackerman juga sependapat bahwa mitos Kanaan tentang Anat, dewi

prajurit mungkin telah mempengaruhi para penulis Alkitab dalam merepresentasikan

Debora.79 Akan tetapi, analisa Meyers menyebutkan bahwa dalam banyak konteks

sosial terdapat hubungan yang tampak jelas antara peran perempuan dengan para dewi.

Artinya, ada korelasi yang tinggi antara dewi dalam suatu masyarakat tertentu dan

kontribusi perempuan terhadap tugas-tugas penting dalam masyarakat. Penjelasan

teoritis tentang korelasi ini menunjukkan bahwa sistem kepercayaan merupakan

refleksi dan legitimasi dari kontribusi penting perempuan untuk melaksanakan berbagai

aktivitas.80 Hal ini dapat dianggap sebagai motif mengapa terdapat kisah tentang

perempuan Israel yang mirip dengan dewi Asyera dan Anat.

77 Susan Ackerman, “Digging up Deborah: Recent Hebrew Bible Scholarship on Gender and the

Contribution of Archaeology,” Near Eastern Archaeology Vol. 66, No. 4 (Dec. 2003), 177. 78 Rasmussen, “Deborah the, 86. 79 Ackerman, “Digging up, 117. 80 Meyers, ”Procreation, Production, 508.

Page 31: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

74

Lebih lanjut, Ackerman menyatakan bahwa mungkin untuk menggambarkan

seorang perempuan sebagai pemimpin militer pada masa itu, karena para perempuan

yang hidup pada periode besi I digambarkan melakukan berbagai macam peran dalam

aspek ekonomi, sosial, politik dan agama dalam komunitas mereka. Hal ini juga tampak

jelas dalam kitab Hakim-hakim, seperti dalam kisah Akhsa, perempuan Tebes, anak

perempuan Yefta, ibu Simson, Delila, ibu Mikha, gundik orang Lewi dan gadis-gadis di

Silo. Menurut Ackerman, kisah tentang para perempuan ini sesuai dengan peranan

perempuan yang “vital dan aktif” dalam masyarakat pra-monarki.81

d) Debora sebagai penyanyi

Musik, nyanyian dan tarian adalah bagian integral dari kehidupan sehari-hari di

zaman Israel Kuno. Semua itu sangat erat kaitannya dengan agama, masyarakat, dan

budaya Israel, khususnya dengan pemujaan di bait suci, peperangan, perayaan dan

kehidupan di istana.82 Kitab mazmur berisi banyak rujukan pada pertunjukkan musik

daripada kitab lain. Untuk nyanyian, kebanyakan rujukan Alkitab adalah pada nyanyian

religius, khususnya sebagai bagian dari peribadatan di bait suci. Akan tetapi, nyanyian

juga merupakan bagian yang penting di dalam perayaan lainnya.83

King dan Stager mengemukakan bahwa musik, nyanyian dan tarian yang

merupakan bagian dalam peperangan, khususnya di dalam perayaan kemenangan

setelah pertempuran tampak pada perayaan kaum perempuan, khususnya Miryam, anak

perempuan Yefta, dan Debora.84 Setelah orang Israel dengan aman menyeberangi laut

Teberau, Miryam memukul rebana, menari-nari serta menyanyikan lagu kemenangan

bersama dengan perempuan lain (Keluaran 15:20-21); anak perempuan Yefta

81 Ackerman, “Digging up, 176. 82 King dan Stager, Kehidupan Orang, 325. 83 King dan Stager, Kehidupan Orang, 327. 84 King dan Stager, Kehidupan Orang, 331.

Page 32: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

75

menyambut ayahnya dengan memukul rebana dan menari-nari (Hakim-hakim 11:34);

serta Debora menyanyikan lagu kemenangan bersama Barak setelah mengalahkan

Kanaan (Hakim-hakim 5:1).

Di dalam Perjanjian Lama, keterangan mengenai perempuan sebagai penyanyi

hanya tampak dalam kisah Miryam dan Debora. Kedua perempuan ini berada dalam

konteks kehidupan Israel pada masa pra-monarki, sehingga kemungkinan peranan

perempuan dalam perayaan-perayaan ini masih belum dibatasi oleh berbagai aturan di

bawah kendali kerajaan. Hal ini disebutkan dalam tesis Bird yang menunjukkan adanya

penurunan jumlah kaum perempuan dalam kegiatan keagamaan, karena adanya

sentralisasi kultus Yahweh di Yerusalem.85

e) Debora sebagai ibu di Israel

Kaum perempuan memainkan peranan penting dan memiliki pengaruh besar

dalam konteks kehidupan keluarga: pertama, sebagai seorang ibu dan kedua, sebagai

seorang istri. Pentingnya perempuan di dalam rumah tangga Israel dapat dilihat pada

ungkapan yang muncul dalam Perjanjian Lama yaitu bêt ‘em yang berarti “rumah ibu”

(Kejadian 24:28, Rut 1:8, Kidung Agung 3:4; 8:2). Istilah ini mengacu kepada

partisipasi dan manajemen perempuan di dalam menjalankan tugas-tugas dan tanggung

jawab rumah tangga.86

Teks tidak menunjukkan ciri Debora seperti seorang ibu yang tinggal di rumah,

melakukan pekerjaan rumah tangga, memelihara dan mengasuh anak, atau menanti

kepulangan suami. Jikapun Debora memiliki anak, mereka tidak memiliki peran dalam

cerita. Suami Debora, Lapidot, juga tidak memiliki peranan. Kata ’ēšet lapîdôt yang

diterjemahkan sebagai “istri Lapidot” juga berarti “perempuan obor” (“woman of

85 Bird, Missing Persons, 92. 86 Jennie R. Ebeling, Women’s Lives in Biblical Times (New York: T&T Clark International,

2010), 28.

Page 33: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

76

torches”) atau “pemegang obor” (“wielder of torches”). Nama Lapidot muncul ketika

para pembaca mengharapkan nama bagi suami Debora. Akan tetapi, menurut Frymer-

Kensky nama Lapidot merupakan nama yang tidak lazim bagi laki-laki. Selain itu,

nama Lapidot juga tidak memiliki patronimik “bin.”87 Sebutan “perempuan obor” atau

“fiery woman” (perempuan yang berapi-api) tampaknya lebih cocok dengan citra

Debora yang berperan ganda sebagai hakim, nabi dan pemimpin perang. Dengan

demikian, sebutan Debora sebagai “ibu di Israel” tidak dapat dipahami secara biologis.

Bal mengemukakan bahwa karakteristik dari peran Debora adalah menjalankan

tugasnya sebagai hakim. Ketika terjadi kekacauan, hakim diangkat untuk menciptakan

ketertiban. Ketika kekacauan disebabkan oleh ancaman eksternal, seperti perang atau

penjajahan, tugas utama seorang hakim adalah untuk membebaskan umat dari musuh-

musuhnya. Jika terjadi kekacauan internal, maka hakim harus menciptakan keteraturan

di dalam kekacauan yang terjadi. Untuk membebaskan orang-orang dari kekacauan,

dari musuh dan dari ketidakadilan, semua kemampuan berasal dari kepemimpinan yang

karismatik. Dalam kisah ini, Debora merupakan hakim sekaligus nabi yang

menggabungkan semua bentuk kepemimpinan baik dalam bidang keagamaan, militer,

yuridis maupun puitis.88 Peranan Debora sebagai “ibu di Israel” tampak dalam hal ini.

Sebagai ibu, ia memberikan kehidupan dan menjaga orang Israel, layaknya anak, yaitu

membebaskan orang Israel dari penindasan bangsa Kanaan. Ia memiliki naluri keibuan

sebagai sosok yang dekat dengan anak-anaknya dan peka terhadap nasib anak-anaknya.

Tindakan Debora yang mengirim anak-anaknya ke medan perang disebut

penafsir, seperti Natar sebagai gambaran dari ibu yang jahat. Ia tidak hanya

memberikan kehidupan kepada Israel, melainkan mengirim anak-anaknya ke medan

87 Tivka Frymer-Kensky, Reading the Women of the Bible (New York: Schocken Books, 2002),

46. 88 Bal, Death & Dissymmetry, 209.

Page 34: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

77

perang yang menyebabkan banyak kematian.89 Argumen ini tidak dapat diterima.

Perempuan dan anak-anak sering menjadi korban dari permainan politik, termasuk

peperangan. Tindakan Debora tidak hanya mengirim Israel untuk berperang, tetapi ia

juga turut berperang bersama mereka. Tindakan Debora ini menunjukkan upaya

seorang ibu untuk mempertahankan kelangsungan kehidupan anaknya dari situasi sosial

yang terjadi. Ia melakukan apapun yang bisa dilakukan untuk melindungi Israel,

bahkan dengan resiko kematian yang juga dapat dialaminya sendiri.

2) Yael

Tokoh Yael (dalam bahasa Ibrani Yael berarti “kambing hutan,” dan juga

“YHWH adalah Allah”90) dalam Hakim-hakim 4-5 tidak digambarkan peranannya

secara spesifik seperti Debora, selain statusnya sebagai istri Heber, orang Keni (Hakim-

hakim 4:17; 5:24). Peranan ini tampak dangkal, oleh karena itu untuk lebih memahami

karakterisasi tokoh Yael maka penulis juga akan memfokuskan pada tindakan Yael

sebagai akibat dari pergolakan sosial yang terjadi pada masa itu.

a) Yael sebagai istri Heber, orang Keni

Dunia patriarki menyebabkan setiap manusia, khususnya perempuan harus

menempati status sosial yang dikekalkan dalam masyarakat. Termasuk dalam dunia

Israel Kuno, kaum perempuan dikenal masyarakat dalam relasinya dengan laki-laki

yang mempunyai otoritas atas diri mereka. Sebelum menikah, seorang perempuan

tunduk kepada ayah atau saudara laki-laki; dan setelah menikah, ia tunduk kepada

suaminya. Meskipun demikian, dalam beberapa cerita Perjanjian Lama tidak terlalu

89 Natar, “Apa Kata, 206. 90 John Barton dan John Muddiman, ed., The Oxford Bible Commentary (Oxford, New York:

Oxford University Press, 2001), 180.

Page 35: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

78

menonjolkan otoritas laki-laki terhadap perempuan, bahkan perempuan bertindak

menurut keinginan mereka sendiri, seperti Debora dan Yael.

Yael dikenal sebagai istri Heber, orang Keni. Akan tetapi, sama seperti Lapidot,

Heber tidak pernah muncul dalam cerita. Menurut Frymer-Kensky, sisi keperempuanan

Yael merupakan hal yang penting. Yael adalah ’iššah yang berarti perempuan atau

istri.91 Gambaran Yael sebagai perempuan tergambar jelas dalam teks Hakim-hakim

ini. Berbeda dengan Debora, Yael berada di dalam rumah, bukan di medan perang, dan

melakukan aktivitas rumah tangga.

Kata “heber” lebih merujuk pada istilah “klan,”92 sehingga keberadaan Yael

sebagai istri Heber dapat mengindikasikan statusnya sebagai perempuan Keni atau

anggota dari klan Keni. Orang Keni diidentifikasi sebagai keturunan dari mertua Musa,

salah satu suku bangsa Midian. Nama Keni sendiri berarti “tukang besi” dan penemuan

tembaga di sebelah tenggara teluk Akaba (wilayah Keni-Midian) menguatkan argumen

ini. Orang Keni muncul pertama sebagai penduduk pada zaman para leluhur di Israel

(Kejadian 15:19). Sesudah Musa menjadi mantu Rehuel (Keluaran 2:18), ia

mengundang Hobab, putra Rehuel bergabung dengan Israel (Bilangan 10:29). Orang

Keni kemudian menyertai suku Yehuda mendiami tanah Negeb (Hakim-hakim 1:16).93

Teks menyebutkan bahwa Heber telah memisahkan diri dari suku Keni, dari

Hobab ipar Musa, dan telah berpindah-pindah memasang tendanya sampai di dekat

Kedesh (Hakim-hakim 4:11). Heber sebagai pengembara dan pandai besi mungkin

memasang kemahnya tidak terlalu jauh dari pertempuran dalam rangka layanan

persenjataan.94 Secara keseluruhan, orang Keni memang berhubungan baik dengan

orang Israel, tetapi hal itu tampaknya tidak menghalangi Heber untuk memelihara

91 Frymer-Kensky, Reading the, 51. 92 Bal, Death & Dissymmetry, 211. 93 J. D. Douglas, ed., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I: A-L (Jakarta: Yayasan Komunikasi

Bina Kasih, 2008), 544. 94 Frymer-Kensky, Reading the, 53.

Page 36: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

79

hubungan baik dengan Yabin (Hakim-hakim 4:17). Hubungan yang baik di antara

keluarga Heber dengan Yabin, raja Kanaan inilah yang menjadi alasan bagi Sisera

untuk mencari tempat pelarian di perkemahan orang Keni.

b) Yael sebagai ibu kematian

Otoritas seorang ibu berada di dalam rumah tangga. Dalam Alkitab terdapat

cerita yang merujuk terhadap hal ini, seperti Sara yang mengusir Hagar dan Ismael

(Kejadian 21:10); perempuan Sunem yang melimpahkan keramahan kepada Elisa (2

Raja-raja 4:8-10); serta Ribka yang melaksanakan tipuan Yakub terhadap ayahnya

sehingga berkat atas Esau dilimpahkan kepada Yakub (Kejadian 27:11-17). Contoh

yang terakhir ini dan contoh lain yang menyerupainya menyiratkan bahwa akal-akalan

dan tipuan boleh jadi merupakan kualitas yang diperlukan, bahkan dikagumi dalam diri

perempuan yang hidup di dalam masyarakat yang didominasi laki-laki.95

Kedudukan dan otoritas Yael sebagai seorang ibu dalam rumah tangga tampak

dalam tindakannya terhadap Sisera, yaitu Yael menunjukkan sisi keibuannya melalui

tindakan hospitalias. Hospitalitas berakar di dalam kekerabatan. Gēr (bentuk jamaknya

gērîm) biasanya diterjemahkan sebagai “pesinggah” atau “orang asing” atau “klien,”

yaitu setiap orang yang berada di luar kelompok kerabat atau unit solidaritas yang tidak

terlindungi. Gērîm harus berada di bawah perlindungan seorang tuan rumah atau

pelindung yang menjadi seorang anggota komunitas.96 Sisera merupakan pesinggah dan

penyelundup yang mencari keselamatan di tengah peperangan. Ketika mendapati

kemah Yael, Sisera masuk ke dalam tenda setelah diundang. Mengapa Sisera dengan

mudah menerima undangan Yael, tidak diceritakan dalam teks. Namun, ada

kemungkinan Sisera berpikir bahwa ia akan mudah memerintah dan memperdaya

95 King dan Stager, Kehidupan Orang, 56-57. 96 King dan Stager, Kehidupan Orang, 69.

Page 37: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

80

perempuan.97 Hal ini kemudian tampak dalam berbagai hal yang diminta Sisera dari

Yael (Hakim-hakim 4:19-20).

Yael memperlakukan Sisera dengan baik. Sisera ditutupi dengan selimut, ia

diberikan susu ketika meminta air dan dibiarkan tertidur. Tindakan Yael maupun Sisera

ini menimbulkan berbagai dugaan oleh para teolog. Menurut Singgih, hubungan yang

terjadi antara Yael dan Sisera adalah hubungan perselingkuhan. Yael dan Sisera diduga

sudah saling mengenal ketika Heber membina hubungan baik dengan Yabin. Dari

pengenalan ini, mereka menjalin hubungan yang lebih dalam.98 Hal yang dikemukakan

Singgih ini menarik, akan tetapi penulis menolak tafsiran ini karena tidak ada bukti teks

yang mendukung dan data yang kuat tentang hal ini. Menurut penulis, tindakan yang

dilakukan oleh Sisera lebih kepada mencari tempat persembunyian di tengah

peperangan, dan Yael melayaninya dalam kapasitas sebagai seorang tuan rumah.

Di sisi lain, tindakan Yael bahkan melebihi tindakan dari seorang tuan rumah.

Yael lebih bertindak seperti seorang ibu yang mengasuh dan membuat anaknya merasa

aman. Akan tetapi, sikap ini lebih menunjukkan peranan Yael sebagai ibu pengganti:

bukan ibu yang memberikan kehidupan, melainkan ibu yang membawa kematian. Pada

saat melahirkan, para perempuan Israel berada pada posisi menungging di atas sebuah

dipan untuk melahirkan,99 dan dari antara kedua pahanya akan keluar anak. Hakim-

hakim 5:27 menekankan bahwa Sisera jatuh dan tewas tergeletak di dekat kaki Yael.100

Bagian ini menyebabkan beberapa penafsir menyebut peristiwa kematian Sisera

sebagai kiasan seksual. Yael memperdaya Sisera melalui daya tarik seksual, atau

bahkan Yael melelahkan Sisera secara seksual. Tafsiran ini ditolak oleh Frymer-

Kensky. Menurutnya, peristiwa ini lebih kepada cara melahirkan. Sisera bukan

97 Natar, “Apa Kata, 202. 98 Singgih, Dua Konteks, 27. 99 King dan Stager, Kehidupan Orang, 59. 100 Frasa “dekat kakinya” dalam beberapa versi bahasa Inggris disebut “between her legs.”

Page 38: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

81

dilahirkan kepada kehidupan, melainkan kematian sehingga Yael disebut sebagai ibu

terakhir Sisera.101 Nidicth mengemukakan bahwa terjemahan “di dekat kakinya”

mengaburkan gambaran tentang kualitas seksualitas yang mendalam. Kata kaki

(reglayim) digunakan dalam Perjanjian Lama sebagai eufemisme untuk organ

perempuan dan laki-laki.102 Hal ini memperkuat asumsi tentang Yael sebagai ibu yang

melahirkan, bukan kepada kehidupan tetapi kematian. Berbeda dengan para perempuan

yang melahirkan anak dan membawa kehidupan; di antara kedua pahanya, Yael

menghabisi Sisera dan membawanya pada kematian.

c) Yael sang ‘tangan besi dalam sarung tangan beludru’

Dalam keseluruhan kitab Hakim-hakim, terdapat tiga perempuan yang menjadi

pelaku maupun penyebab kematian laki-laki. Mereka adalah Yael yang membunuh

Sisera (Hakim-hakim 4:21; 5:27); Delila, melalui pengkhianatannya terhadap Simson

(Hakim-hakim 16:4-31); dan perempuan tak bernama yang membunuh Abimelek

dengan menimpakan batu kilangan (Hakim-hakim 9:50-57). Cerita tiga perempuan ini

disejajarkan dengan kisah tiga perempuan lain yang mati oleh karena laki-laki, yaitu

anak perempuan Yefta (Hakim-hakim 11:29-40), istri Simson (Hakim-hakim 15:1-8),

dan gundik orang Lewi (Hakim-hakim 19:1-30). Bal dalam Celia Wallhead

menyatakan bahwa perempuan yang membunuh laki-laki bukan hanya untuk tujuan

politis dan agama, mereka juga membunuh untuk mendapatkan keadilan dan simetri

estetika dalam kaitannya dengan cerita lain. Cerita Yael dan dua perempuan lainnya

101 Frymer-Kensky, Reading the, 52. 102 Susan Nidicth, “Éroticism and Death in the Tale of Jael,” dalam Peggy Lynne Day, ed.,

Gender and Difference in Ancient Israel (Minneapolis: Fortress Press, 1989), 47.

Page 39: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

82

dihadirkan sebagai bentuk kemarahan terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan oleh

laki-laki kepada tiga perempuan tak bernama di dalam kitab yang sama.103

Sisera dibunuh dengan cara yang menggenaskan. Ketika Sisera sedang tertidur

pulas, Yael menggunakan patok kemah dan palu, mendekatinya, lalu melantakkannya

ke dalam pelipis sampai menembus tanah (Hakim-hakim 4:21). Peralatan ini akrab

dengan Yael karena statusnya sebagai anggota kelompok pandai besi, dan juga alat-alat

ini merupakan perkakas domestik yang berkaitan dengan pemeliharaan tenda sebagai

tugas seorang perempuan.104 Perempuan tak bernama yang membunuh Abimelek

(Hakim-hakim 9:50-57) juga menggunakan alat rumah tangga, yaitu batu kilangan yang

biasa digunakan kaum perempuan untuk menggiling gandum. Dengan demikian,

senjata-senjata yang digunakan ini merupakan simbol dari domestisitas perempuan.

Motivasi Yael membunuh Sisera tidak begitu jelas dalam teks. Ada

kemungkinan tindakan Yael merupakan pilihan yang harus dilakukan sebagai tindakan

politis untuk melindungi klannya. Kedatangan Sisera di perkemahan membawa dilema:

sebagai kenalan, Sisera harus diterima dan dilindungi. Itulah hukum hospitalitas yang

berlaku. Di sisi lain, jika Sisera diterima, maka mereka dapat dianggap bersekutu

dengan musuh Israel dan karena itu harus dihancurkan.105 Kedatangan Sisera lebih

dianggap sebagai ancaman bagi keamanan kelompok Heber, orang Keni yang baru

mulai mandiri. Apabila situasi berubah karena kemenangan Israel terhadap raja Yabin,

maka hubungan baik di antara Heber dan Yabin merupakan sesuatu yang merugikan

bagi Heber. Yael kemudian menemukan jalan untuk menyelamatkan Heber, yaitu

dengan cara membunuh Sisera. Jika dugaan di atas menyebut bahwa Yael berada dalam

103 Celia Wallhead, “The Story of Jael and Sisera in Five Nineteenth - and Twentieth - Century

Fictional Texts,” Atlantis Vol. XXIII, No. 2 (Dic. 2001), 150. 104 Ryan, Judges: Readings, 29. 105 Singgih, Dua Konteks, 26.

Page 40: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

83

hubungan selingkuh dengan Sisera, maka hubungan selingkuh ini pun tadinya

dilakukan oleh Yael dalam rangka perhitungan politis.106

Terdapat motivasi lain dari tindakan Yael ini. Menurut Natar, Yael memikirkan

nasib Israel, kelompok yang masih memiliki hubungan keluarga dari pernikahan Musa

dengan perempuan Keni yang telah menderita di bawah penindasan Sisera selama dua

puluh tahun, dan memikirkan pembebasan mereka. Hal lain yang memperkuat motivasi

Yael ini adalah ideologi laki-laki tentang perang yang di dalamnya tercakup penjarahan

dan perkosaan (Hakim-hakim 5:30). Pemenang mendapat barang jarahan, laki-laki

pemenang boleh memperkosa perempuan dari pihak yang kalah dan perempuan dari

para pemenang boleh memperoleh perhiasan dari orang yang kalah. Untuk mengutuk

hal ini, bangsa Kanaan harus dikalahkan.107 Sama seperti Singgih, dugaan Natar

mengenai ideologi perang ini tidak dapat diterima karena tidak ada bukti dan data

sosiologis yang kuat untuk mendukung argumen ini.

Frymer-Kensky mengemukakan bahwa kisah Rahab dan Yael memiliki

kesamaan. Hal ini tidak mudah terlihat, karena tampak sangat berbeda: Rahab adalah

seorang pelacur, dan Yael adalah perempuan yang sudah menikah; Rahab memiliki

tempat tinggal sendiri, dan Yael tinggal di tenda suaminya. Akan tetapi, jika dilihat

lebih mendalam, mereka memiliki kesamaan yang signifikan. Keduanya adalah

perempuan terpinggirkan dalam masyarakat: Rahab sebagai pelacur dan Yael sebagai

orang Keni di Kanaan. Akibatnya, mereka tidak memiliki andil dan bagian dalam

struktur kekuasaan Kanaan. Mereka hidup dalam kehidupan normal sampai ketika

peristiwa politik mengganggu mereka: orang-orang Israel datang ke rumah Rahab dan

Sisera ke tenda Yael itu. Masing-masing memiliki “momen kebenaran” ketika mereka

harus menunjukkan kesetiaannya: Rahab terhadap mata-mata Israel atau raja Yerikho,

106 Singgih, Dua Konteks, 28. 107 Natar, “Apa Kata, 204-205.

Page 41: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

84

Yael terhadap Sisera atau Israel. Pada saat itu, kedua perempuan meninggalkan apapun

yang mengklaim mereka sebagai orang Kanaan, mereka menipu orang Kanaan dan

bertindak bagi Allah dan Israel.108 Status Yael dan orang Keni sebagai kelompok

marginal dalam masyarakat Kanaan dapat dijadikan alasan Yael membunuh Sisera.

Tindakannya tidak hanya dapat memberikan kebebasan bagi orang Israel, tapi juga bagi

kelompoknya sendiri.

d) Yael sebagai perempuan yang diberkati

Alkitab orang Kristen secara jelas menggambarkan dua perempuan yang disebut

sebagai perempuan yang diberkati yaitu Yael dan Maria; sementara dalam

deuteronakonika, Yudit juga disebut sebagai perempuan yang diberkati. Yael diberkati

di antara perempuan-perempuan yang di dalam tenda (Hakim-hakim 5:24), Maria

diberkati di antara semua perempuan (Lukas 1:42) dan Yudit diberkati lebih daripada

semua perempuan di atas bumi (Yudit 13:18).109 Yael dan Yudith diberkati karena

membunuh panglima perang musuh, sementara Maria diberkati karena percaya kepada

firman Tuhan dan mengandung Anak Allah. Di dalam keseluruhan tulisan Israel, baik

kanonik maupun non-kanonik, Yael dan Yudit merupakan satu-satunya perempuan

yang disebut membunuh dengan tangan mereka sendiri dan kemudian ditinggikan

karena membantu orang Israel.110

Pembaca modern seperti Elizabeth Cady Stanton merasa tidak senang dengan

tindakan pembunuhan yang dilakukan Yael. Menurutnya, tindakan Yael lebih kepada

perbuatan iblis daripada perempuan.111 Terlepas dari pandangan ini, tindakan Yael

dipuji oleh Debora dan Barak sehingga menyebutnya sebagai perempuan yang paling

108 Frymer-Kensky, Reading the, 57. 109 Brittany E. Wilson, “Pugnacious Precursors and the Bearer of Peace: Jael, Judith, and Mary

in Luke 1:42,” Catholic Biblical Quarterly Vol. 68, No. 3 (2006), 440. 110 Wilson, “Pugnacious Precursors 442. 111 Frymer-Kensky, Reading the, 56.

Page 42: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

85

diberkati. Pujian ini diberikan kepada Yael sebagai pahlawan yang telah memberikan

kemenangan bagi Israel. Inilah jawaban dari nubuatan yang diucapkan oleh Debora

kepada Barak, bahwa Tuhan akan menyerahkan Sisera ke tangan seorang perempuan.

Yael menjadi prajurit yang diberkati karena kekalahan telak terhadap Sisera.112

Menurut Singgih, Debora dan Barak memuji tindakan Yael sebagai suatu

tindakan yang positif, yaitu sebagai tindakan “penggagahan.” Artinya, Sisera menjadi

korban yang dicabut kegagahannya sebagai laki-laki. Debora tidak berkeberatan jika

Yael melakukan pembunuhan seperti itu terhadap Sisera. Musuh adalah musuh

sehingga dapat diperlakukan secara tidak berperikemanusiaan. Fakta bahwa perempuan

yang melakukannya merupakan alasan untuk memuji Yael sebagai yang terberkati

melebihi perempuan lain. Juga fakta bahwa Yael bukan orang Israel, melainkan orang

Keni tidak menjadi masalah. Yang terpenting adalah Yael telah melakukan tindakan

yang membinasakan musuh Israel.113

3) Ibu Sisera, ibu seorang pahlawan bangsa Kanaan

Tokoh perempuan terakhir yang disebut di antara peristiwa-peristiwa yang

terjadi adalah ibu Sisera, ibu seorang panglima tentara bangsa Kanaan (Hakim-hakim

5:28), bangsa yang besar. Berbeda dengan Debora dan Yael yang diidentifikasi dengan

nama yang tepat, ibu Sisera dikenal dengan nama ibu dari seorang panglima perang

Kanaan, musuh orang Israel. Meskipun demikian, statusnya sebagai ibu menunjukkan

peranannya sebagai perempuan yang memiliki anak. Sebagai tokoh tak bernama, ibu

Sisera disebut sebagai “sosok yang kesepian” (“lonely figure”) mirip dengan anak

perempuan Yefta dalam Hakim-hakim 11.114

112 Wilson, “Pugnacious Precursors, 445. 113 Singgih, Dua Konteks, 30. 114 William J. Urbrock, “Sisera’s Mother in Judges 5 and Haim Gouri’s ‘immô,” Hebrew Annual

Review Vol. 11 (1987), 425-426.

Page 43: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

86

Seperti yang telah dikemukakan, kehidupan dan pekerjaan perempuan pada

masa Israel Kuno terpusat pada rumah tangga dan tanggung jawabnya terhadap

keluarga. Gambaran ideal mengenai perempuan dewasa adalah statusnya sebagai ibu

dari anak-anak dan pengatur rumah tangga yang memberi kesejahteraan bagi

keluarganya. Ibu sangat berperan dalam proses pertumbuhan anak-anak, mulai dari

proses perawatan sampai waktu penyapihan, proses edukasi dan sosialisasi, sehingga

terdapat hubungan yang erat antara ibu dengan anaknya. Ibu Sisera digambarkan

sebagai sosok perempuan dan ibu yang ideal: ia berada di rumah dan menunggu

kepulangan anaknya dari medan perang. Sebagai ibu seorang pemimpin perang, ia

menanti anaknya dengan kecemasan. Pada awalnya tampak bahwa Debora

menunjukkan simpati terhadap ibu Sisera. Tetapi kemudian berubah menjadi perasaan

benci karena ibu Sisera digambarkan sebagai sosok yang tidak sabar menunggu

kekalahan Israel. Ibu Sisera bahkan tidak menunjukkan simpati terhadap para

perempuan Israel yang akan dibawa pulang sebagai jarahan.115

Para ahli banyak menaruh perhatian kepada ironi yang dramatis dalam

gambaran ibu Sisera, seperti Abraham Birman. Birman dalam Urbrock menyatakan

bahwa nyanyian Debora merupakan “sindiran yang kejam.” Nyanyian ini disebut

sebagai contoh dari syair ejekan, yaitu Debora mencela ibu Sisera yang sedang

menunggu anaknya, tanpa menyadari bahwa anaknya telah dikalahkan dan dibunuh

oleh lawan. Dengan kata lain, dalam kasus ini tampak bahwa kemenangan besar yang

diharapkan oleh ibu Sisera tanpa disadari telah direndahkan.116

Kesimpulan: Berdasarkan metode diakronik dan sinkronik yang digunakan dalam

menafsirkan teks Hakim-hakim 4 dan 5, maka penulis akan merangkum kisah Debora,

115 Frymer-Kensky, Reading the, 50. 116 Urbrock, “Sisera’s Mother, 423-424.

Page 44: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

87

Yael dan ibu Sisera ini sebagai berikut. Cerita Debora merupakan cerita oral yang

mengungkapkan bagaimana cara orang Israel menghadapi ancaman-ancaman yang

datang dari luar. Cerita ini menjadi pengikat aliansi suku-suku Israel karena berisikan

bagaimana perjuangan mereka dan peranan Yahweh di dalamnya. Cerita ini kemudian

dijadikan oleh DH sebagai syair kepahlawanan Israel karena peristiwa yang

digambarkan merupakan bagian penting dari latar belakang terbentuknya kerajaan

Israel. Pola DH terangkum dalam cerita ini: dosa membawa hukuman, namun ketaatan

membawa berkat. DH kemudian menggunakan cerita ini dengan memberikan gambaran

mengenai kegagalan konfederasi suku-suku jika dibandingkan dengan monarki yang

lebih kuat dan stabil.

Cerita ini juga perlu dikaji dalam kerangka besar reformasi Yosia. Seperti yang

telah disebutkan, Yosia memiliki agenda besar untuk menyatukan kembali kerajaan

Utara dan Selatan sebagai kerajaan Israel bersatu seperti pada masa pemerintahan raja

Daud. Dua penekaan utamanya adalah sentralisasi kultus maupun pemerintahan, serta

perlindungan terhadap kaum yang lemah dan kurang beruntung. Yosia tidak hanya

merangkul kelompok-kelompok di Utara dan Selatan, tetapi juga mereka yang

termarginalisasi oleh kekuasaan-kekuasaan yang menindas. Yosia memberikan ruang

kepada pihak yang tertindas untuk memperoleh kebebasan di bawah kekuasaannya, dan

itulah sebabnya cerita Debora yang heroik ini menunjukkan bagaimana orang Israel

bersatu padu untuk memperjuangkan kemerdekaan, termasuk sosok Yael dan orang

Keni yang diangkat sedemikian rupa dalam cerita sebagai simbol penerimaan orang-

orang yang termarginalisasi untuk mengakui Yosia.

Kepahlawanan perempuan seharusnya dianggap sebagai subjek cerita ini.

Kedudukan nyanyian Debora sebagai salah satu nyanyian tertua memberikan

kemungkinan yang besar bahwa pada suatu waktu di masa lalu ada tokoh perempuan

Page 45: BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/3/T2_752013002_BAB... · 44 BAB III STUDI HERMENEUTIK TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN

88

seperti itu. Metode sinkronik yang telah menyajikan peranan perempuan memperkuat

kemungkinan ini. Sosok Debora yang meskipun hilang dalam beberapa bagian kitab

yang lain, memiliki peranan yang sentral bagi orang Israel. Ia menjadi pemimpin

karismatik dengan kepemimpinan yuridis, militer dan politik, serta memiliki otoritas

yang tidak bergantung kepada laki-laki. Konteks kehidupan Debora yang berada pada

masa pra-monarki memberikan gambaran yang kuat mengenai peranan kaum

perempuan sebelum terbentuknya kerajaan Israel. Ia bangkit sebagai penyelamat yang

membebaskan orang Israel dari penindasan bangsa Kanaan.

Berbeda dengan Debora, Yael dan ibu Sisera merupakan tokoh perempuan yang

menggambarkan tipikal ibu-ibu pada zaman Israel Kuno. Secara karakter, ada

perubahan sikap pada kedua tokoh ini. Yael dan orang Keni merupakan kelompok

marginal. Keadaan ini sangat mempengaruhi tindakannya untuk membunuh Sisera,

panglima perang Kanaan. Yael tidak hanya memberikan kemenangan kepada orang

Israel, tetapi ia juga memberikan kebebasan bagi orang Keni di tanah Kanaan.

Sementara, ibu Sisera dalam kerisauan menanti kepulangan anaknya dari medan

perang, tetap mengharapkan jarahan untuk kepuasan diri dan bangsanya.

Tiga perempuan ini memiliki peranan sesuai dengan konteks masing-masing.

Tindakan ketiga perempuan ini dilakukan berdasarkan tujuan sosial dan politis yang

membawa keuntungan bagi mereka. Penafsiran ini telah memberikan gambaran tentang

dinamika sosial yang terjadi, serta bagaimana karakter dan hubungan antara perempuan

yang dapat digambarkan dalam hubungan solidaritas. Oleh karena itu, dalam bab

selanjutnya penulis akan melakukan analisa dengan menggunakan teori-teori pada bab

dua untuk menjawab pokok permasalahan penulisan ini.


Top Related