20
BAB II
SEJARAH BERDIRINYA MASYARAKAT ARAB AMPEL
A. Awal Mula Pemukiman Arab di Kawasan Nusantara
Nusantara adalah sebuah kawasan yang berisi berbagai macam etnis, suku
bangsa, ras, maupun kekayaan budaya yang sangat luar biasa banyaknya.
Keragaman budaya yang timbul dari berbagai daerah ternyata memberikan suatu
identitas khas dari berbagai macam etnis yang ada baik dari lokal maupun
pendatang. Etnis lokal memberikan sentuhan lokal yang berisi ajaran leluhur
tentang menjaga kesatuan dan persatuan antara sesama manusia maupun dengan
alam sekitar, tidak ketinggalan pula etnis pendatang yang berasal dari luar juga
memberikan suasana berbeda dengan kebudayaan lokal hingga melebur menjadi
sebuah kebudayaan baru yang sesuai dengan budaya ketimuran milik bangsa kita
sendiri.
Etnis Arab dikenal sebagai salah satu etnis pendatang yang memiliki
pengaruh cukup besar dalam perkembangan Nusantara sebagai sebuah nation state
pada masa awal abad ke – 20. Mereka dikenal sebagai salah satu pedagang ulung
serta pemuka agama Islam, dimana masyarakat pribumi masih menganut
kepercayaan Hindu-Budha maupun kepercayaan lain. Hal ini didasarkan oleh para
pedagang yang berasal dari kawasan yang disebut sebagai Hadramaut, sebuah
kawasan yang berada di salah satu daerah jazirah Arab bagian selatan yang kini
dikenal sebagai kawasan Yaman Selatan. Hanya beberapa diantara mereka yang
21
datang dari Maskat, di tepian Teluk Persia, Hijaz, Mesir, maupun dari pantai timur
Afrika1.
Pada awal abad pertengahan, catatan para penjelajah Barat menunjukkan
bahwa kawasan Nusantara telah menjalin hubungan dagang yang cukup erat dalam
bidang perdagangan antara Arab Selatan, Maskat, dan Teluk Persia2. Para pedagang
yang berasal dari kawasan Hadramaut juga dikenal sebagai navigator ulung pada
waktu itu. Sehingga mereka dapat menjangkau kawasan hingga ke daerah Timur
Jauh atau yang kita kenal sebagai kawasan Nusantara pada saat ini.
Selain berdagang, para pedagang membawa misi penting berupa
memperkenalkan Islam di Nusantara semenjak runtuhnya kerajaan Islam Samudra
Pasai hingga kerajaan Hindu Majapahit yang menandai awal supremasi kerajaan
Islam hingga awal abad ke – 20. Semenjak peristiwa tersebut, para pedagang
muslim keturunan Hadramaut mulai mendirikan sebuah pemukiman yang berada di
pesisir pantai, seperti Batavia (Jakarta), Cirebon, Gresik, dan Surabaya.
Imigran Arab yang berasal dari kawasan Hadramaut mulai memasuki
Nusantara melalui jalur strategis berupa jalur pelayaran. Menurut catatan van den
Berg, data berupa sensus para imigran Arab sebelum tahun 1859 tidak ditemukan
sama sekali mengenai arus masuk maupun keluar para imigran tersebut. Namun
semenjak revolusi industri di negara Inggris pada awal akhri abad ke – 18
memberikan pengaruh besar dalam bidang navigasi maupun teknologi pelayaran
1 Van den Berg, 1989, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, INIS :
Jakarta. Hal : 1 2 Ibid. Hal : 67
22
berupa kapal uap. Sehingga mempermudah pelayaran dari kawasan Hadramaut
hingga ke kawasan Timur Jauh menjadi lebih mudah dijangkau. Pembukaan
Terusan Suez pada tahun 1869 memberikan dampak pada meningkatnya jumlah
imigrasi etnis Hadramaut ke kawasan Nusantara.
Memasuki abad ke – 19, pemukiman Arab di Nusantara diatur oleh
pemerintah kolonial Belanda serta dikategorikan dalam penduduk timur asing atau
oosterlingen. Pemukiman Arab Sumatera terbesar berada di Palembang yang
sebagian besar adalah penduduk asli Arab dari Saudi maupun dari Yaman Selatan.
Sedangkan pemukiman yang berada di pulau Jawa sebagian besar bermukim di
kawasan pesisir seperti Batavia (Jakarta), Cirebon, Tegal, Semarang, Tuban,
Gresik, dan Surabaya. Pemukiman Arab terbesar di luar Jawa bermukim di kota
Pontianak, Banjarmasin, Makaasar, dan Palu.
Pulau Jawa adalah sebuah negeri yang sangat besar, negeri yang dimulai
dari Cirebon (Choroboam) hingga Blambangan (Bulambaum)3. Negeri ini dikepalai
oleh seorang raja Jawa penganut paganisme4. Kerajaan-kerajaan yang berada di
pulau Jawa sejak lama sudah mengadakan hubungan dengan para pedagang muslim
yang berasal dari Arab, Gujarat, maupun Persia5. Jumlah mereka yang amat banyak
3 Tom Pires, 2015, Suma Oriental Karya Tome Pires : Perjalanan dari Laut
Merah ke Cina dan Buku Francisco Rodriguez, Ombak : Yogyakarta. Halaman :
242 4 Pagan adalah kepercayaan yang berisi mengenai adanya kekuatan magis
dari benda-benda yang disakralkan. Pada zaman dahulu, kerajaan-kerajaan yang
ada di pulau Jawa dikuasi oleh raja-raja kafir yang berpusat di kawasan Sunda
maupun Jawa. 5 Hal ini juga didukung oleh catatan Tome Pires dan dikutip oleh S.Q fatimi,
bahwa orang-orang muslim pembawa Islam ke Indonesia juga berasal dari kawasan
23
mendukung para saudagar muslim untuk memperkenalkan ajaran agama Islam
mereka di daerah pesisir pantai Jawa sembari berdagang dengan barang
dagangannya. Islam dan kebudayaan setempat di pulau Jawa berasimilasi dan
berakulturasi dengan baik hingga membuat suatu bentuk kebudayaan baru.
Rickleff6 menjelaskan ada dua hal yang mendukung dalam hal proses
islamisasi di pulau Jawa diantaranya adalah :
1. Penduduk pribumi yang berhubungan dengan para saudagar muslim
2. Penduduk asing yang beragama Islam, menetap, kemudian mengadakan
perkawinan campuran dengan putri para raja pribumi maupun masyarakat
lokal
Selain pendapat oleh Rickleff, ada tiga jenis pola pembentukan budaya yang
mendukung proses terjadinya islamisasi di kawasan Nusantara seperti :
1. Samudra Pasai : Kekuasaan Supra Desa menuju negara terpusat
2. Sulawesi Selatan : Islamisasi diawali di Keraton
3. Jawa : Islam tampil sebagai penentang kekuasaan yang ada
Kombinasi antara penguasa lokal dengan saudagar muslim ternyata cukup efektif
dalam menentang kekuasaan sebelumnya, cara yang paling efektif dalam
mendukung proses islamisasi adalah dengan menikahi putri penguasa setempat.
Selain itu, mereka juga diundang sebagai pemimpin ritual keagamaan.
Benggala, Maghribi, Hadramaut, maupun Persia. Diambil dari beberapa catatan
perjalanan Tome Pires dalam Suma Oriental serta aliran-aliran Tasawuf 6 Lihat Azyumardi Azra. 1996. Islam in The Indonesia World : An Account
of Institutional Formation. Mizan : Bandung.
24
Kemudahan dalam mendirikan sebuah pemukiman Arab di pulau Jawa
memberikan akses masuk terhadap gelombang migrasi etnis Hadramaut, mayoritas
memilih pindah ke kawasan Nusantara untuk mencari kehidupan baru serta
menghindari konflik di Timur-Tengah. Setiap pemukiman Arab di pulau Jawa
memiliki keunikan dan karakteristik masing-masing, dalam segi bidang kehidupan.
Pemukiman Arab di Batavia merupakan pemukiman terbesar yang ada di
Hindia Belanda pada waktu itu, tahun 1844 pemerintah kolonial mengharuskan
tiap-tiap pemukiman agar memiliki kepala koloni dalam mempermudah proses
sensus penduduk lokal maupun pendatang. Rumah-rumah para imigran Arab
kebanyakan mengikuti gaya arsitektur Eropa yang terdapat di kawasan kota tua
Batavia7. Masyarakat Arab di kawasan kota Batavia dikategorikan sebagai
masyarakat kelas dua disamping etnis Tionghoa, atau bisa disebut sebagai Timur
Asing atau oosterlingen. Masyarakat kelas atas diwakili oleh masyarakat Eropa.
Pemukiman Arab di Cirebon merupakan perkembangan dari pemukiman
orang-orang India atau Pekojan8 yang sama dengan kampung Pekojan di Batavia.
Pemukiman ini kemudian menjadi pemukiman mandiri setelah dipisahkan dari
pemukiman Arab Indramayu. Sama seperti kampung Arab yang ada di Batavia,
mereka juga membangun masjid yang disebut sebagai ‘Masjid Arab’. Kampung
Arab yang berada di Cirebon memiliki kehidupan berbanding terbalik dengan apa
7 Lihat A. Bagoes P. Wiryomartono, 1995, Seni Bangunan dan Seni
Binakota di Indonesia, Gramedia Pustaka Jaya : Jakarta. 8 Pekojan adalah sebutan bagi masyarakat etnis Benggali yang kebanyakan
berasal dari tanah hindustan atau India. Kawasan Pekojan paling besar berada di
kawasan Medan serta Batavia, kawasan Banten juga menjadi objek perkampungan
etnis Benggali tersebut.
25
yang ada di Batavia. Kehidupan berada pada garis kemiskinan, gaya arsitektur
rumah mereka sama dengan daerah asal mereka, sisi perkampungan juga tampak
kotor dan kumuh. Pemukiman Arab di daerah Indramayu justru semakin
berkembang berkat posisi tawar strategis di bidang perdagangan.
Pemukiman Arab di Pekalongan dikenal sebagai sentranya batik
Pekalongan yang menjadi tempat strategis dalam hal perdagangan. Sebagian besar
penduduknya adalah berasal dari golongan sayyid9 dan kawin dengan penduduk
pribumi. Rata-rata mereka menetap di daerah Mipitan, Kauman, dan Krapyak.
Kehidupan sosial mereka lebih cenderung mengikuti gaya pribumi dilihat dari cara
berpakaian, cara hidup, bahasa, hingga adat istiadat mereka.
Pemukiman selanjutnya berada di daerah Semarang. Tahun 1819 sudah
memiliki pemukiman tersendiri serta kepala koloni. Pemukiman Arab Semarang
dikenal sebagai pemilik modal yang cukup besar serta kekayaan yang jumlahnya
melimpah hingga sampai kepada keturunan selanjutnya. Mayoritas adalah
pengusaha yang bergerak di bidang tekstil maupun industri lainnya, disamping para
pengusaha keturunan China.
Bergeser ke daerah timur, Pemukiman Arab Surabaya adalah salah satu
yang terbesar setelah koloni Arab yang berada di Batavia. Pemukiman Arab
Surabaya berkembang secara pesat dan menetap di kawasan yang kini disebut
sebagai kampung Ampel. Pola pemukiman Arab cenderung berpusat mengelilingi
9 Deliar Noer, 1980, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900 – 1942,
LP3ES : Jakarta. Halaman : 67.
26
kompleks Masjid Agung Ampel. Sudut-sudut jalan kebanyakan lebih kotor, sempit,
dan rusak. Rumah-rumah penduduk bergaya lokal peninggalan Sunan Ampel dan
dipadukan dengan gaya Eropa maupun Timur Tengah. Mayoritas
bermatapencaharian sebagai pedagang maupun pemuka agama. Oleh sebab itu,
koloni ini adalah yang paling terkenal dintara pemukiman Arab di Jawa Timur,
diantaranya pemukiman Arab dari : Tuban, Gresik, Malang, Pasuruan, Bangil,
Probolinggo, Lumajang, Besuki, dan Banyuwangi.
B. Pemukiman Arab di Kota Surabaya
1. Sejarah Berdirinya Kampung Ampel
Sejarah terbentuknya kampung Ampel tidak lepas dari peran Sunan Ampel
beserta para pengikutnya dalam mendirikan sebuah pemukiman yang dinamakan
kampung Ampel. Awalnya, kampung Ampel merupakan sebuah kawasan hutan dan
rawa yang diberikan kepada oleh Prabu Brawijaya V kepada Sunan Ampel10 dalam
upaya mendukung gerakan islamisasi di kawasan pesisir pulau Jawa, jauh sebelum
runtuhnya kerajaan Majapahit.Islam masuk dari kawasan pesisir utara Jawa, hal ini
didukung oleh catatan Ma Huan11 seorang musafir China Muslim. Ia menceritakan
10 Ada opini yang mengemuka bahwa Prabu Brawijaya telah memeluk
agama Islam terlebih dahulu bila dibandingkan dengan masyarakat pribumi. Konon
Prabu Brawijaya masuk islam dengan bantuan Sunan Kalijaga. Lihat Agus
Sunyoto, Sunan Ampel Raja Surabaya: Membaca Kembali Dinamika Perjuangan
Dakwah Islam di Jawa Abad XIV-XVI. Diantama : Surabaya. 11 Ma Huan adalah seorang musafir dari China, perjalanan ke timur jauh
terinspirasi oleh laksamana Zhang He, lihat jurnal Yang Wei. 2014. Zhang He’s
Voyage to the West Oceans. Asian Studies Journal, Volume 19, No 2.
27
bahwa orang-orang muslim yang bertempat tinggal di Gresik membuktikan bahawa
baik di pusat Majapahit maupun di kawasan pesisir, terutama di kota-kota
pelabuhan seperti Tuban, Gresik, maupun Surabaya telah terjadi sebuah proses
islamisasi dan terbentuknya masyarakat muslim12.
Hal ini juga diperkuat bukti yang berasal dari Babad Tuban, babad ini
menceritakan mengenai perkawinan antara Raden Ayu Teja, putri dari Aria Dikara
yang menjadi adipati Tuban, dengan Seh13 Ngabdurahman, seorang Arab Muslim
yang kemudian mempunyai anak laki-laki dengan gelar Arab bernama Seh Jali atau
Jaleludin14. Ini adalah bukti adanya eksistensi pemukiman awal para pedagang
Hadramaut untuk berperan dalam menyebarkan ajaran agama Islam.
Perkembangan Islam di Jawa Timur semakin pesat, salah satu faktor
pendukung dalam proses islamisasi di tanah Jawa adalah runtuhnya kerajaan
Majapahit. Keruntuhan Majapahit berdasarkan kepada Candrasengkala ‘sirna ilang
kertaningbhumi’15 yang menjelaskan bahwa kerajaan ini runtuh pada tahun 1400
saka atau 1478 M, alasannya adalah kerajaan ini diserang oleh kerajaan Islam
Demak yang mengklaim dirinya memisahkan diri dari kekuasaan kerajaan
Majapahit. Tome Pires (1525 – 1530) menambahkan alasan mengapa kerajaan
Majapahit runtuh, ia menjelaskan bahwa runtuhnya pusat kekuasaan Majapahit
12 Nugroho Notosusanto, 1993, Sejarah Nasional Jilid III, Balai Pustaka :
Jakarta, halaman : 5 13 Seh atau Syekh adalah pemuka agama Islam yang pandai dalam bidang
keagamaan 14 Ibid halaman : 191 15 Lihat Babad Tanah Jawi mengenai candrasengkala ‘sirna ilang
kertaningbhumi’
28
tidak semata-mata oleh kaum muslim, melainkan oleh dinasti Girindra Wardhana
dari kerajaan Kadiri16.
Runtuhnya kerajaan Majapahit menandai berakhirnya era kerajaan Hindu-
Budha dan digantikan oleh kerajaan Islam Demak. Beberapa daerah baik di
kawasan pedalaman maupun pesisir sangat gencar membangun pusat penyebaran
agama Islam, salah satunya adalah kampung Ampel yang berlokasi dekat pelabuhan
Ujung Galuh. Nama Ampel sendiri berasal dari nama pendiri awal kampung
tersebut yang dikenal sebagai Sunan Ampel. Beliau adalah sepupu dari pamannya
yang bernama Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik, salah seorang anggota
Wali Songo17 pertama yang berasal dari kawasan Maghribi. Sunan Ampel adalah
putra dari dan ibunya berasal dari kerajaan Campa18. Beliau juga satu garis
keturunan dari kakeknya yang menjadi wali atau penyebar agama Islam di kawasan
Trowulan, Majapahit19.
Awal mula keberadaan komunitas muslim di Majapahit berada di daerah
Tralaya. Keberadaan makam di kawasan tersebut merupakan sebuah bukti
16 Sejak masa kejayaan kerajaan Majapahit, keberadaan Islam di Majapahit
dibuktikan dengan adanya penemuan batu nisan tertua yang berangka tahun 1290
saka atau 1390 M. Lihat Inajati Adrisijanti, Islam Salah Satu Akar Budaya
Indonesia, Jurnal Fakultas Ilmu Budaya UGM. 17 Istilah Wali atau walayah mulai diperkenalkan pada abad ke – 9 dan
memasukkanya ke dalam kosakata sufi. Istilah wali juga memperoleh tempat
penting dalam bahasa agama. Lihat Henri Cambert Loir & Claude Gulliot (Eds).
2007. Ziarah & Wali di Dunia Islam. Komunitas Bambu : Depok. 18 Menurut babad tanah Jawi versi Meinsma, beliau lahir pada abad 15 di
kerajaan Campa serta keturunan langsung dari Ali bin Abi Thalib maupun Ibrahim
Asmarakandi (versi Babad Tanah Jawi dan silsilah Sunan Kudus). 19 Makam Tralaya dikenal sebagai bukti awal keberadaan komunitas muslim
di kawasan Trowulan, Majapahit. Makam ini berisi para dai dan mubaligh
terdahulu, termasuk kakek dari Sunan Ampel.
29
arkeologis yang berkenaan dengan fakta bahwa komunitas muslim pertama
ditemukan di kawasan kerajaan Majapahit.
Gambar 1
Trajaja moslim begraafplaats van zeven kroonprinsen bij de ruïnes van Majapahit
in de buurt van Modjowarno/Kuburan muslim di situs "Makam Tujuh" di
Kompleks Tralaya, Trowulan, dekat Mojowarno) tahun 1922
Sumber : Koleksi Troopen Museum, Belanda
Toleransi kerajaan Majapahit terhadap komunitas muslim tersebut
dibuktikan dengan diterimanya para pedagang muslim dan disambut oleh raja
Hayam Wuruk dan Patih Gadjah Mada. Prasasti-prasasti atau kuburan mereka
ditulis dalam bahasa Arab, diantaranya ditulis dengan tanggal Saka Jawa lama
(abad 14 – 15 M) serta berbahasa arab bertuliskan kalimat syahadat20. Gaya dan dan
dekorasi nisan-nisan tersebut juga dipengaruhi oleh dua unsur yaitu unsur Hindu-
20 Uka Tjandrasasmitra, 2009, Arkeologi Islam Nusantara, Gramedia
Pustaka : Jakarta. Halaman : 76
30
Budha maupun Islam, hal ini menunjukkan bahwa proses akulturasi terjadi antara
Islam dengan kebudayaan pribumi.
Kedatangan Sunan Ampel atau Raden Rahmat terjadi pada tahun 1443 saka
atau 1440 masehi. Kedatangan beliau ke kawasan Nusantara dikarenakan suatu hal
bahwa telah terjadi peperangan besar bangsa Campa dengan bangsa Vietnam tahun
1446 M. Setelah meninggalkan kerajaan Campa, ia kemudian meminta
perlindungan kepada bibi Putri Darawati, salah satu istri dari raja Majapahit Sri
Kertawijaya.
Beberapa ahli mempersoalkan kedatangan Raden Rahmat atau Sunan
Ampel ke Nusantara, salah satunya adalah Tome Pires maupun de Holandder. Tome
Pires menjelaskan bahwa Raden Rahmat atau Sunan Ampel datang ke Sriwijaya
pada tahun 1443 M untuk meminta perlindungan bibinya yaitu Putri Darawati
akibat perang besar di kerajaan Campa, sedangkan de Hollander berpendapat :
Pada tahun 1440 M, Raden Rahmat beserta pengikutnya tiba di Palembang
atau Sriwijaya untuk meminta perlindungan. Selain hal tersebut, Raden
Rahmat juga diminta untuk memperkenalkan ajaran agama Islam di
Palembang disamping ajaran agama Hindu dan Budha sebagai mayoritas.
Pada waktu itu juga sang raja Sriwijaya menolak secara terang-terangan
untuk memeluk agama Islam di depan rakyatnya, walaupun beliau tertarik
untuk mempelajari dan memeluk ajaran agama Islam.21
Salah satu bukti kuat mengenai kedatangan beliau ke tanah Jawa adalah
Hikayat Hasanuddin, salah satu isi dari hikayat ini menceritakan kedatangan awal
Raden Rahmat ke Nusantara. Kerajaan Campa mengalami perang besar dengan
bangsa Vietnam yang dipimpin oleh Raja Koci (Vietnam), saat itulah Raden
21 Ridin Sofwan, Wasit, Munduri, 2000, Islamisasi di Jawa (Penyebar Islam
di Jawa Menurut Penuturan Babad, Pustaka Pelajar : Yogyakarta. Halaman : 46
31
Rahmat memutuskan untuk meninggalkan kerajaan Campa menuju kerajaan
Sriwijaya sebelum tahun 1446 M.22
Raden Rahmat bersama rombongan diutus oleh Putri Darawati pergi ke
kerajaan Majapahit untuk mengajarkan ajaran agama Islam sekaligus memperbaiki
moral para penduduk pribumi maupun pejabat kerajaan. Hal ini diakibatkan oleh
Falsafah Lingga-yoni sebagai hasil sinkretisme Syiwa-Budha yang terpengaruh
ajaran Yoga-Tantra dari sekte Sakhta yang telah berkembang luas di wilayah
pedalaman dan pesisir.23
Ajaran ini berupa moh-lima yang sangat berbeda dengan prinsip moh-lima
dari ajaran Sunan Ampel. Ajaran moh-lima dalam upacara Yoga-Tantra terdiri atas:
1. Mansha (daging), 2. Mastya (ikan), 3. Madya (minuman keras), 4. Maithuna
(bersetubuh), 5. Mudra (semedi). Upacara ini dimulai dengan membentuk sebuah
lingkaran, semua orang dalam lingkaran baik laki-laki atau perempuan kemudian
makan daging serta mulai mabuk, setelah dilanda kondisi mabuk berat, mereka
kemudian melampiaskan nafsu syahwat dengan bersetubuh. Setelah selesai, mereka
kemudian bersemedi untuk menyucikan diri kembali.
Sunan Ampel kemudian memperkenalkan suatu ajaran yang dikenal
masyarakat dengan moh-limo,emoh artinya adalah tidak, sedangkan limo adalah
lima. Intinya, ajaran ini berisikan lima larangan atau pantangan dalam hidup
diantaranya : 1. Moh-maling (jangan mencuri), 2. Moh-main (jangan berjudi), 3.
22 Ibid halaman : 47 23 Agus Sunyoto, Sunan Ampel Raja Surabaya : Membaca Kembali
Dinamika Perjuangan Dakwah Islam di Jawa Abad XIV-XVI . Halaman : 41
32
Moh-madon (jangan bermain wanita), 4. Moh-madat (jangan menghisap candu), 5.
Moh-ngombe (jangan minum atau mabuk). Setelah memperkenalkan ajaran ini,
banyak masyarakat pribumi mulai tertarik untuk memeluk ajaran agama Islam.
Prabu Brawijaya V memuji ajaran yang diberikan oleh Raden Rahmat untuk
memperbaiki kemerosotan moral yang ada di kerajaan Majapahit.
Atas keberhasilan memperbaiki moral para penduduk hingga petinggi
kerajaan, ia kemudian mendapatkan sebuah hadiah berupa tanah kosong di daerah
Ampel Denta, sebuah kawasan rawa berlumpur yang berlokasi dekat pelabuhan
Ujung Galuh. Selain hadiah berupa sebidang tanah, raja Brawijaya V menikahkan
putrinya yaitu Dewi Candrawati (Nyai Ageng Manila) dengan Raden Rahmat. Hal
ini untuk memperkuat legitimasi Majapahit di tanah Jawa maupun Nusantara.
Sunan Ampel dan para pengikutnya kemudian mendirikan sebuah
perkampungan untuk dijadikan sebagai pusat penyebaran agama Islam di kawasan
Jawa Timur. Kampung ini akhirnya diberi nama Ampel Denta. setelah berhasil
mendirikan pemukiman, beliau dan para pengikutnya kemudian berinisiatif
mendirikan sebuah masjid sebagai pusat keagamaan dan pendidikan bagi
masyarakat pribumi maupun pendatang. Masjid ini kemudian dinamakan Masjid
Agung Sunan Ampel.
Pembangunan masjid ini dimulai pada tahun 1421 M dan mulai dibangun
dari gotong royong para wali maupun masyarakat setempat. Pembangunan masjid-
masjid kuno yang ada di pulau Jawa seringkali melibatkan para wali untuk
membangun sebuah masjid atau langgar, termasuk masjid Agung Sunan Ampel.
33
Masyarakat pribumi menganggap bahwa para wali seringkali dianggap sebagai
utusan Allah yang mendapatkan karomah atau kelebihan diluar nalar logika
manusia pada umumnya24.
Masjid Ampel pada awalnya merupakan sebuah langar yang berukuran 15
m x 16 m dan bernama Musholla Abdurrahman25. Atas inisiatif para wali dan
masyarakat setempat, masjid ini disangga oleh 16 tiang dari kayu jati berikuran 46,8
m x 44,2 m atau 2,068 m2. Beberapa bagian di masjid ini ternyata juga dipengaruhi
oleh berbagai gaya arsitektur menarik seperti misalnya konstruksi bata kolonial
yang mulai masuk pada abad ke – 16, batu batu bata asli yang pada awalnya
digunakan pada masa awal pembangunan masjid, namun kini lantai masjid diganti
dengan batu marmer yang berwarna biru kehitam-hitaman26. Beberapa pintu masjid
juga dipengaruhi oleh gaya kolonial maupun gaya tradisional Jawa.
Beberapa masjid kuno yang ada di Indonesia mendapatkan pengaruh dari
agama Hindu. W.F Stutterheim menanggap bahwa bangunan masjid yang atapnya
bertingkat mendapatkan pengaruh dari seni bangunan dari Bali, seperti yang
dipertunjukkan untuk bangunan Wantilan atau tempat untuk menyabung Ayam.
Keunikan lain dari masjid kuno yang ada di pulau Jawa adalah tempat makam bagi
para pendiri masjid maupun para pengikutnya. Beberapa orang menganggap
24 Walisongo dikenal sebagai tokoh penyebar agama Islam terkenal di pulau
Jawa, bahkan diantara kesembilan wali ini, semuanya memiliki karomah masing-
masing. Lihat polemik mengenai wali, dalam Konsep Kesucian dan Wali dalam
Islam oleh Michael Chodkiewicz. Henri Cambert Loir & Claude Gulliot (Eds).
2007. Ziarah & Wali di Dunia Islam. Komunitas Bambu : Depok. 25 Ramli Nawawi, 2000, Masjid Ampel : Sejarah, Fungsi dan Peranannya,
UIN Sunan Kalijaga Press : Yogyakarta, halaman : 14 26 Ibid, halaman : 15
34
keberadaan makam suci ini digunakan untuk kepentingan rohani maupun
kepentingan lainnya27.
Salah satu unsur penting dalam menandai eksistensi kampung Ampel Denta
adalah keberadaan pondok pesantren Ampel Denta. Pondok ini didirikan oleh
Sunan Ampel beserta para pengikutnya dalam rangka untuk menjadikan kawasan
Ampel Denta sebagai pusat syiar agama Islam di kawasan Jawa Timur. Pondok
pesantren ini didirikan untuk menjadikan kampung ini sebagai pusat syiar
keagamaan di Jawa Timur. Beberapa murid atau santri dari pondok ini diantara
adalah Muhammad Ainul Yaqin (Sunan Giri) serta Raden Fatah yang notabene
adalah raja pertama dari kerajaan Islam Demak28.
Keberadaan kampung Ampel Denta sebagai pusat syiar keagamaan dan
keilmuan di kawasan pesisir pelabuhan menandai awal kedatangan para kaum
pendatang yang melihat potensi daerah ini menjadi pusat perdagangan maupun
pusat syiar keagamaan seantero Jawa Timur. Hal ini kemudian menarik perhatian
para imigran atau koloni awal yang berasal dari kawasan Hadramaut untuk menetap
dan tinggal mendirikan sebuah perkampungan koloni sendiri dalam rangka mencari
kehidupan baru di luar tanah leluhur mereka.
27 Op.cit halaman : 229. 28 Muhammad Hasan Al-Alydrus, 1996, Penyebaran Islam di Asia Tenggara
: Asyraf Hadramaut dan Peranannya, Lentera : Jakarta, halaman : 70.
35
2. Awal Masuknya Imigran Arab di Kota Surabaya
Kota Surabaya adalah sebuah kawasan di bagian pesisir utara kawasan Jawa
Timur serta memegang peranan penting dalam bidang perdagangan29. Kota
Surabaya awalnya merupakan bagian dari kekuasaan kerajaan Majapahit dan
diposisikan sebagai kawasan bandar pelabuhan yang disinggahi oleh banyak
pedagang baik dari dalam maupun luar kawasan kekuasaan kerajaan Majapahit30.
Para pedagang kebanyakan berasal dari kawasan sekitarnya, ditambah lagi para
pedagang dari kawasan Gujarat, China, Arab, maupun Persia. Sebagian pedagang
yang berasal dari kawasan Hadramaut mulai membuat pemukiman sendiri, sembari
berdagang sekaligus menyebarkan ajaran agama Islam31. Kawasan ini kemudian
ditetapkan oleh pemerintahan kolonial sebagai arabische kamp atau perkampungan
Arab.
Semenjak runtuhnya kerajaan Majapahit, kekuasaan berpindah tangan ke
kerajaan Islam Demak. Alhasil, Surabaya mulai dimasuki pengaruh Islam.
29 Surabaya dikenal sebagai pelabuhan Ujung Galuh semenjak era
kekuasaan kerajaan Majapahit. Menurut Howard Rick, Surabaya memiliki
keistimewaan sebagai kota pelabuhan abad ke – 19 dan tidak akan tertandingi oleh
kota-kota pelabuhan besar di dunia seperti Calcutta, Ranggon, Singapura, Bangkok,
Hongkong, Shanghai. Lihat Freek Colombijn (eds), 2005, Kota Lama Kota Baru :
Sejarah Kota-kota di Indonesia, Ombak : Yogyakarta. 30 Surabaya termasuk kawasan kota bandar atau Pelabuhan, lihat pendapat
Djoko Suryo mengenai jenis-jenis kota yang mendukung proses pembauran dalam
masyarakat majemuk. 1997, Corak dan Pola Hubungan Sosial Antar Golongan dan
Kelompok Etnik di Perkotaan : Suatu Studi Masalah Pembauran dalam Bidang
Sosial Ekonomi Daerah Surabaya Jawa Timur, Depdikbud : Jakarta. 31 Setiap Kelompok etnis mempunyai adat dan kebiasaan serta kepercayaan
sendiri dalam terbentuknya sebuah perkampungan hingga akhirnya berpengaruh
dalam tata ruang kota. Lihat Handinoto, 1996, Perkembangan Kota dan Arsitektur
Kolonial Belanda di Surabaya Tahun 1870 – 1940. Andi : Yogyakarta, halaman :
10
36
Keadaaan ini mulai dimanfaatkan oleh para imigran yang berasal dari kawasan
Hadramut untuk berimigrasi ke Nusantara dalam tujuan mencari kehidupan baru32,
disamping itu para saudagar muslim Hadramaut juga menyebarkan ajaran agama
Islam melalui berbagai macam cara. Islam kemudian mudah diterima oleh
masyarakat pribumi yang notabene masih memeluk ajaran nenek moyang.
J.C Van Leur menyatakan bahwa Islam adalah doktrin kenabian yang
menyingkap jalan menuju keselamatan dan penebusan dengan menunjukkan
doktrin kewahyuan Yahudi dan Kristen, disamping itu Islam adalah propagandis
keyakinan, ekspansif, serta misioner33. Inilah yang mengakibatkan Islam mudah
diterima di berbagai kalangan masyarakat baik dari kelas atas maupun bawah.
Memasuki abad ke – 16, para imigran kemudian menetap di suatu kawasan
yang bernama kampung Ampel, posisi kampung Ampel sangat strategis dan dekat
dengan pelabuhan Ujung Galuh. Hal ini dijadikan sebagai kawasan perekonomian
strategis sekaligus sebagai pusat pendidikan dan keagamaan. Semenjak menetap di
kawasan tersebut, jumlah para penduduk dari Hadramaut semakin meningkat pesat
sampai akhir tahun 1890 – an.
32 Kawasan Hadramaut mulai dilanda krisis sumber daya serta konflik antar
saudara sehingga membuat gelombang migrasi etnis Hadrami semakin meningkat,
terutama ke kawasan Nusantara 33 Uka Tjandrasasmitra, 2009, Arkeologi Islam Nusantara, Gramedia
Pustaka : Jakarta, halaman : 21
37
Menurut data yang disajikan oleh Van Berg, jumlah imigran dari kawasan
Hadramaut meningkat pesat, seiring kedatangan pemerintahan kolonial Belanda.
Hal ini juga diikuti oleh perkembangan revolusi industri di Inggris pada abad ke -
18 dalam bidang pelayaran. Berikut adalah data penduduk Arab di karesidenan
Surabaya :
Tabel. 1
Sensus Penduduk Arab Karesidenan Surabaya Tahun 1859, 1870, 1885
Sumber : Van den Berg, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara
Hasil dari tabel di atas menunjukkan bahwa koloni yang berada di kawasan
pesisir memuat jumlah yang sangat besar, hal ini dikarenakan karena posisi strategis
yang berada di kawasan bandar pelabuhan, disisi lain pemukiman Arab yang berada
di kawasan pedalaman cenderung jumlahnya sedikit, dikarenakan sulitnya mencari
lahan tempat tinggal maupun akibat pengaruh kebijakan pemerintahan kolonial
Belanda dalam mengatur perkampungan masyarakat etnis pendatang.
Kota Arab lahir
di Arab
Arab lahir di
Nusantara
Jumlah
Tahun 1885
Jumlah
Tahun
1870
Jumlah
Tahun
1859
Surabaya 328 917 1145
1626
1279
Gresik 65 802 867
Mojokerto 4 7 11
Sidoarjo 3 24 27
Sidayu - 6 6
Jumlah 2056 1626 1279
38
Pada tahun 1832 pemukiman Arab di kota Surabaya memperoleh kepala
pemukiman yang sebangsa dengan keturunan mereka34. Keturunan Arab di kota
tersebut masih mempertahankan nilai-nilai identitas kebudayaan mereka, sebagian
besar diantara mereka bekerja sebagai saudagar kaya dan selalu menunjukkan
dirinya sebagai golongan bukan pribumi atau golongan timur asing35. Seiring
berjalannya waktu, hubungan masyarakat etnis Arab Surabaya dengan golongan
pribumi mulai mengalami keterbukaan seiring dengan adanya perkawinan
antaretnis yang dilakukan oleh pria etnis Arab dengan wanita etnis pribumi,
terutama masyarakat Jawa. Identitas mereka sebagai orang Arab luntur dan menjadi
bagian dari masyarakat pribumi.
Kebebasan pria etnis Arab untuk memilih wanita selain sesama etnis karena
dianggap tidak menghapus trah atau fams dari masing-masing keluarga etnis Arab,
sedangkan perkawinan antara wanita etnis Arab dengan etnis lain dianggap
melawan adat istiadat Hadramaut karena menghapus fams atau garis keturunan,
beberapa diantaranya bahkan tidak dianggap menjadi anggota keluarga apabila
melanggar adat tersebut.
34 Kepala koloni pemukiman Arab disebut sebagai kapiten 35 Van den Berg, 1989, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, INIS :
Jakarta. Hal : 76
39
Gambar 2
Sekelompok Pria Keturunan Arab Berdiri di Depan Gapura Kampung Ampel
Sumber : Koleksi Troopen Museum, Belanda
Gambar di atas adalah kondisi awal pemukiman Arab di kota Surabaya pada
tahun 1850 an, para pria keturunan Arab berfoto bersama di depan gapura atau pintu
masuk menuju kawasan perkampungan Arab atau arabische kamp. Keberadaan
gapura atau pintu masuk menuju kawasan perkampungan Arab sudah tidak ada.
Keberadaan Bandar Pelabuhan sebelah timur muara kali Brantas atau
dikenal sebagai pelabuhan Ujung Galuh merupakan tempat strategis untuk kegiatan
perdagangan. Kota bandar pelabuhan seperti Surabaya berfungsi tidak hanya
sebagai pusat perdagangan ekspor dan impor, melainkan sebagai ibukota pusat
pemerintahan pesisir36.
36 Uka Tjandrasasmitra, 2009, Arkeologi Islam Nusantara, Gramedia
Pustaka Jaya : Jakarta. Halaman : 44
40
Tabel. 2
Perbandingan 6 Pemukiman Besar Arab di Pulau Jawa (Sensus Tahun 1859,
1870, dan 1885)
Sumber : Van den Berg, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara
Karesidenan Kota Arab
lahir
di
Arab
Arab
Lahir di
Nusantara
Jumlah
Tahun
1885
Jumlah
Tahun
1870
Jumlah
Tahun
1859
Batavia Batavia
Jatinegara
Bogor
Tangerang
476
19
31
1
972
67
66
30
1448
86
97
31
952
312
Cirebon Cirebon 131 703 834
816
533 Indramayu
Jatiwangi
63
-
311
2
374
2
Tegal Tegal 154 178 352 204 67
Pekalongan Pekalongan 133 624 757 608 411
Semarang Semarang
Salatiga
Ambarawa
Purwodadi
30
-
-
-
570
18
54
1
600
18
54
1
358
540
41
Total Keseluruhan dari masing-masing karesidenan saat sensus tahun 1885 :
1. Batavia : 1.662 orang
2. Cirebon : 1.210 orang
3. Tegal : 352 orang
4. Pekalongan : 757 orang
5. Semarang : 673 orang
6. Surabaya : 2.056 orang
Pemukiman Arab Surabaya memiliki jumlah terbanyak dari pemukiman
Arab lain, hal ini dilatabelakangi berbagai faktor dalam menarik para imigran
Hadramaut untuk menetap di kawasan tersebut. Pemukiman Arab di kota Batavia
memiliki jumlah cukup banyak, dikarenakan merupakan pusat pemerintahan
kolonial Belanda. Penurunan jumlah penduduk Arab terjadi di pemukiman Arab
Tegal saat sensus penduduk tahun 1870.
Golongan etnis Arab maupun Tionghoa mulai beradaptasi dengan
masyarakat pribumi, terutama dalam bidang ekonomi. Hubungan harmonis antara
pribumi dan pendatang menghasilkan kerjasama baik di berbagai bidang. Bentuk
kebudayaan baru juga tidak luput dari keberadaan para kaum pendatang, termasuk
etnis Arab. Bentuk budaya baru didasarkan kepada hasil penyesuaian para anggota
kelompok etnik dalam menghadapi berbagai faktor baik luar maupun dalam.
42
Kelompok-kelompok etnis sebagai tatanan sosial mulai terbentuk serta
menggunakan identitas etniknya untuk tujuan interaksi37.
Kota-kota kolonial di Indonesia dikenal memiliki heterogenitas tinggi,
terutama dalam hal etnisitas. Kota kolonial dibuat dengan sistem sosial berdasarkan
pemisahan ras, status sosial, ekonomi, maupun politik. Kota surabaya adalah salah
satu dari bagian kota-kota kolonial dan memiliki karakteristik sebagai kota
triparit38, kota triparit memiliki 3 unsur yaitu masyarakat pribumi dengan kampung-
kampung, orang timur asing (Tionghoa/Arab) dengan rumah dan toko-tokonya,
sedangkan unsur Barat diwakili oleh benteng dan rumah bergaya arsitektur kolonial
maupun indis39.
Pemerintah kolonial Belanda kemudian menggunakan hak istimewa
bernama hak Exhorbitante yaitu hak untuk menata kawasan pemukiman
berdasarkan ras atau etnis, hal ini didasarkan kepada RR atau regering reglement
tahun 1854 mengenai pelapisan sosial40. Alhasil kawasan kota Surabaya memiliki
kawasan-kawasan berdasarkan ras atau etnis seperti berikut41 :
37 Frederick Bath (ed), 1989, Kelompok Etnik dan Batasannya, UI Press :
Jakarta, halaman : 14. 38 Konsep Triparit merupakan bagian dari kota bawah, sebuah kawasan yang
dikelilingi tembok kota dan kanal untuk mengelilingi kota. Kawasan Surabaya
Utara adalah bagian dari kota bawah. Lihat Freek Colombijn (eds), 2005, Kota
Lama, Kota Baru : Sejarah Kota-kota di Indonesia, Ombak : Yogyakarta, halaman
148. 39 Maslakhatul Khurul Aini, 2013, Masyarakat Arab Islam di Ampel
Surabaya dalam Struktur Kota Bawah Tanah Tahun 1816- 1918, Skripsi : Fakultas
Adab UIN Sunan Ampel Surabaya, halaman : 74. 40 Ibid halaman : 75. 41 Lihat Lampiran mengenai Peta Kota Surabaya tahun 1866
43
1. Golongan Barat ditempatkan di daerah Jembatan Merah, sebelah timur
Jembatan Merah merupakan lokasi perkampungan orang Melayu atau
Malaise Kamp.
2. Golongan Tionghoa ditempatkan di daerah Kembang Jepun, Kapasan,
Pasar Atom. Kampung Tionghoa disebut chinese kamp.
3. Golongan Arab menempati daerah Ampel, disebut arabische kamp.
4. Golongan pribumi ditempatkan dimana saja, bahkan sebagian ikut
dalam kawasan etnis lainnya.
Kebijakan tersebut mulai ditentang oleh masyarakat pribumi maupun
pendatang karena dipisahkan oleh kebijakan tersebut. Golongan Eropa
mendapatkan fasilitas kelas atas dengan rumah bergaya kolonial, instalasi air
bersih, keamanan, hingga ketersedian makanan. Sedangkan masyarakat pribumi
hidup di bawah standar kelayakan hidup, golongan timur asing lebih menekuni
pekerjaan khususnya dalam bidang ekonomi maupun kewirausahaan.
3. Perkembangan Pemukiman Arab Surabaya Abad ke – 20
Awal abad ke – 20 merupakan sebuah awal baru bagi perkembangan koloni
Arab di Nusantara, perkembangan tersebut bersamaan dengan perubahan sistem
administratif pemerintahan kota pada waktu tersebut. Undang-undang
desentralisasi atau desentralisatiwet pada tahun 1903 serta baru dilaksanakan pada
tahun 1905. Pemerintahan kolonial Belanda menginginkan sebuah perubahan
dalam strata pemerintahan berupa pembangunan pusat pemerintahan kotamadya
44
atau gementee. Kawasan surabaya termasuk salah satu contoh kota bandar
pelabuhan yang ingin dijadikan oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai kawasan
kotamadya dan landmark kota tersebut.
Pemerintahan kolonial memulai pembangunan pelabuhan modern serta
perkembangan jaringan kereta api, termasuk trem. Pada tahun 1905, jumlah
penduduk kota Surabaya pada waktu itu sudah mencapai angka 150.188. Jumlah
keseluruhan penduduk terdiri dari 8.063 orang Eropa, 124.473 orang pribumi,
14.843 orang China, 2.482 orang Arab dan 327 orang Timur Asing lainnya42.
Modernisasi kota tumbuh dengan cepat seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk, tidak terkecuali masyarakat komunitas Arab yang bermukim di kawasan
kampung Ampel maupun sekitarnya.
Pemukiman Arab di Surabaya mulai menunjukkan sumbangsih luar biasa
terhadap bidang kehidupan. Beberapa tokoh lahir dari kawasan ini, diantaranya
adalah : A.R Baswedan (Menteri Pendidikan Nasional), Syeikh Albar (Seniman
Gambus dan Ayah dari Achmad Albar Vokalis Godbless), Fuad Hasan (Menteri
Keuangan), dan masih banyak lagi. Semua orang yang disebutkan diatas merupakan
tokoh-tokoh berpengaruh pada awal masa pergerakan nasional, terutama
sumbangsih PAI dalam mendukung pergerakan Nasional.
Krisis ekonomi atau malase pada tahun 1920 an tidak membuat masyarakat
Arab berdiam diri melihat keadaan masyarakat semakin memprihatinkan. Beberapa
42 Lihat Handinoto, 1996, Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial
Belanda di Surabaya Tahun 1870-1940, Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra : Surabaya, Andi : Yogyakarta.
45
pemuda Arab Surabaya mendedikasikan dirinya untuk membentuk sebuah wadah
perkumpulan pemuda atau jong untuk menentang kekuasaan Belanda pada waktu
itu. Perkumpulan ini kemudian dinamakan sebagai ‘Perkumpulan Pemuda Arab
Indo’ atau Indo Arabishce Verbond43. A.R Baswedan adalah salah satu anggota
IAV, ia kemudian memutuskan untuk keluar akibat konflik anggota Alawi dan Non
Alawi yang melanda IAV pada waktu itu.
Setelah memutuskan untuk keluar dari IAV, beliau bersama Abu Bakar
Shahab, salah satu pionir pendidikan modern di Surabaya mendirikan sebuah
organisasi politik untuk menampung aspirasi masyarakat Arab di Nusantara.
Perkumpulan ini kemudian dinamakan ‘Partai Arab Indonesia’ atau PAI, sebuah
organisasi yang berisi kumpulan masyarakat keturunan Arab untuk membantu
mendirikan negara kesatuan yang bernama Indonesia. Bahkan partai ini juga
mempunyai versi sumpah pemuda milik mereka sendiri, yaitu Sumpah Pemuda
Arab. Isi dari sumpah ini yaitu menyatakan dukungan penuh untuk mengusir
penjajah dari negeri ini serta mendirikan sebuah negara kesatuan yang berdiri
sendiri tanpa intervensi negara lain.
Selain pengaruh politik, keberadaan komunitas Arab Ampel juga turut serta
dalam bidang kebudayaan. Salah satunya adalah Syekh Albar, seorang seniman
gambus terkenal seantero Jawa Timur, bahkan lagu-lagunya juga dikenal oleh
kalangan bangsawan Eropa pada waktu itu. Beliau lahir pada tahun 1908, ia
merupakan ayah kandung dari musisi terkenal progressive rock Godbless yaitu
43 Hamid Algadri, 1994, Dutch Policy Against Islam & Indonesians of Arab
Descent In Indonesia, LP3ES : Jakarta. Halaman : 15
46
Achmad Albar. Bersama orkes gambus Al-Wathon, ia berkarya dengan lagu-lagu
islami yang bernuansa timur tengah. Suara petikan beliau tidak kalah tenar dengan
Abdul Wahab dari negeri Mesir.
Atas kepiawaiannya bermain musik gambus, ia kemudian merekam lagu-
lagunya dan dikontrak oleh sebuah perusahaan rekaman ternama bernama “His
Master Voice”. Namanya begitu dikenal hingga ke kawasan timur tengah karena
prestasi beliau dalam mengangkat seni gambus. Beberapa orang berpendapat
mengenai karya beliau salah satunya adalah Alwi Shihab : “Syech Albar lahir di
Surabaya pada 1908. Dendang karyanya, "sudah direkam sejak 1935 dalam
piringan hitam His Master's Voice," tulis Alwi Shahab dalam buku Saudagar
Baghdad dari Betawi..”44. Setiap menjelang shalat Jumat, dan pada malam Jumat,
Nirom (RRI masa Belanda) dan kemudian RRI selalu menampilkan lagu-lagu
Syech Albar. Sekalipun Syech Albar meninggal dunia pada 1947 tapi sampai tahun
1960-an, lagu-lagunya masih berkumandang di RRI dan saat ini masih ada sekitar
64 piringan hitam (PH)-nya yang tersimpan di RRI.45
Memasuki era kemerdekaan, kawasan kampung Ampel menjadi saksi
pertempuran arek-arek Surabaya dalam peristiwa 10 November 1945, pasukan
sekutu masuk dari kawasan utara kota Surabaya dengan melewati Kali Pegirian
maupun Kalimas. Menurut penuturan Achmad Affandi, kawasan Surabaya Utara
44 Wenri Wanhar. 2015. Hikayat Syech Albar, Ayah Rockstar Ahmad Albar
Perintis Musik Dangdut. (http://www.jpnn.com/read/2015/11/19/339549/Hikayat-
Syech-Albar,-Ayah-Rockstar-Ahmad-Albar-Perintis-Musik-Dangdut- Diakses
Tanggal 18 April 2016) 45 Lihat Biografi Syekh Albar (https://id.wikipedia.org/wiki/Syech_Albar
Diakses Tanggal 18 April 2016)
47
terutama Kampung Ampel menjadi salah satu daerah dengan kerusakan terparah
akibat serangan bom maupun pertempuran yang diakibatkan oleh kedua belah
pihak46.
Gambar 3
Barikade Pemuda Ampel di Kali Pegiran tahun 1945
Sumber : Pokdarwis Ampel Surabaya
46 Wawancara dengan Achmad Affandi, tanggal 18 Agustus 2016