Transcript
Page 1: Bab i Bab II Bab III

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengalaman dan pengamatan kita seari-hari pasti selalu berhubungan dengan benda-benda yang bergerak dengan kelajuan yang lebh kecil dari kelajua cahaya. Hukum Newton tentang gerakan benda dirumuskan melalui pengamatan dan penggambaran gerak benda, dan cara ini sangat berhasil menggambarkan berbagai fenomena yang terjadi pada kelajuan cukup rendah. Namun, cara ini gagal menggambarkan dengan tepat mengenai gerakan benda yang memiliki kalajuan mendekati kelajuan cahaya.

Secara eksperimen, prediksi teori Newton dapat diuji pada kelajuan tinggi dengan cara mempercepat elektron atau partikel bermuatan lainnya melalui pemberian beda potensial listrik yang besar. Sebagai contoh, sebuah elektron mungkin dapat dipercepat hingga keljuan 0,99c (dimana c adalah kelajuan cahaya) dengan memberikan beda potensial (tegangan) beberapa juta volt. Menurut mekanika Newton, jika beda potensial meningkat menjadi empat kali, energi elektron menjadi empat kali lebih besar dan kelajuannya menjadi dua kali lipat, yakni 1,98c. Namun, eksperimen menunjukkan kelajuan elektron – begitu juga berbagai kelajuan di alam semesta – selalu lebih kecil dari kelajuan cahaya, terlepas dari seberapa besarnya tegangan pemercepat. Oleh karena benda tidak mungkin berada di atas batas kelajuan cahay, mekanika Newton tentang gerak bertentangan dengan hasil eksperimen modern dan jelas menjadi teori terbatas.

Pada tahun 1905, di usia sekitar 26 tahun, Einstein mengumumkan teori relativitasnya. Mengenai teorinya itu, Einstein menulis:

Teori relativitas muncul karena kebutuhan, dari berbagai kontradiksi yang serius dan mendalam di dalam teori lama yang kelihatanna tidak ada jalan keluarnya. Kekuatan teori baru terletak pada konsistensi dan kemudahan teori tersebut dalam memecahkan seluruh kesulitan tersebut ...

Meskipun Einstein memberikan berbagai konstribusi penting lainnya untuk ilmu pengetahuan, teori relativitas khusus mempresentasikan salah satu pencapaian intelektual terbesar sepanjang masa, dengan teori ini, pengamatan secara eksperimen dapat diprediksi dengan lebih baik, mulai dari kelajuan v = 0 hingga kelajuan yang mendekati kelajuan cahaya. Pada kelajuan rendah, teori Einstein disederhanakan menjadi mekanika Newton tentang gerak sebagai situasi pembatas. Sangatlah penting untuk mengetahui bahwa Einstein sedang menekuni tentang elektromagnetisme ketika ia

Page 1Teori Relativitas Khusust

Page 2: Bab i Bab II Bab III

mengembangkan teori relativitasnya. Ia berhasil membuktikan kebenaran persamaan Maxwell, dan dalam rangka menghubungkan persamaan tersebut dengan postulatnya, ia memperoleh gagasan revolusioner bahwa ruang dan waktu tidaklah mutlak.

Makalah ini memperkenalkan teori relativitas khusus, dengan penekanan pada beberapa konsekuensinya. Teori khusus ini melingkupi fenomena seperti perlambatan jam yang sedang bergerak dan pemendekan suatu benda yang panjang yang sedang bergerak.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana prinsip relativitas Galileo?2. Bagaimana mekanisme percobaan Micelson-Morey?3. Bagaimana prinsip relativitas Einstein?4. Bagaimana Transformasi Lorentz?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan:1. Menjelaskan makna relativitas2. Menjelaskan mekanisme percobaan3. Menuliskan rumus

Manfaat:

1. Pembaca dapat memahamai pengertian relativ dan relativitas khusus2. Pembaca dapat mendeskripsikan prinsip Michelson-Morey, relativitas

Einstein, dan prinsip transformasi Lorentz

Page 2Teori Relativitas Khusust

Page 3: Bab i Bab II Bab III

BAB II

PEMBAHASAN

A. PRINSIP RELATIVITAS GALILEO

Galileo mengatakan bahwa ruang dan waktu adalah mutlak. Sebuah benda yang diam cenderung diam kecuali jika padanya dikenakan gaya luar. Untuk menggambarkan suatu kejadian fisis, harus ditentukan kerangka acuan luar. Kerangka acuan luar adalah sebuah sistem koordinat relatif dimana pengukuran-pengukuran fisika dilakukan. Setiap percobaan yang dilakukan dengan kerangka acuan barulah bermakna fisika apabila dapat dikaitkan dengan percobaan semula yang dilakukan dalam kerangka acuan mutlak, yaitu suatu sistem koordinat kartesius semesta yang padanya tercantelkan jam-jam mutlak.

Akan tetapi, saat kita menguji asas ini dalam sebuah kerangka acuan yang mengalami percepatan, seperti sebuah mobil yang erhenti secara mendadak, atau sebuah komedi putar yang sangat cepat perputarannya, akan didapati bahwa asas ini tidak berlaku. Jadi, hukum-hukum Newton tidak berlaku untuk kerangka acuan yang mengalami percepatan kecuali kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap. Kerangka acuan ini, disebut kerangka acuan inersia.

Tidak ada kerangka acuan inersia yang mutlak. Berarti sebuah eksperimen yang dilakukan di dalam sebuah kendaraan yang kelajuannya seragam akan identik dengan hasil eksperimen yang sama dilakukan di dalam kendaraan yang diam. Hasil ini disebut prinsip relativitas Galileo.

“Hukum-hukum mekanika harus sama di dalam semua kerangka acuan inersia”

Jika penumpang di dalam truk melempar bola lurus ke atas dan jika pengaruh udara diabaikan, maka penumpang tersebut mengamati bahwa bola bergerak dalam lintasan vertikal. Gerakan bolanya akan tampak sama seperti jika bola dilempar oleh seseorang yang diam di atas permukaan bumi. Hukum gravitasi universal dan persamaan gerak dengan percepatan konstan tidak dipengaruhi oleh keadaan truk, apakah keadaan truk sedang diam atau bergerak beraturan.

Bagaimana lintasan bola yang dilempar pengamat di dalam truk? Pengamat di atas truk melihat lintasan bola sebagai parabola. Sementara itu, pengamat dalam truk melihat bola bergerak dalam lintasan vertikal. Menurut pengamat di atas tanah, bola memiliki komponen horizontal dari kelajuan yang besarnya sama dengan kelajuan truk. Meskipun kedua

Page 3Teori Relativitas Khusust

Page 4: Bab i Bab II Bab III

pengamat tidak bersepakat mengenai pandangan mereka terhadap situasi tertentu, mereka bersepakat mengenai kebenaran hukum Newton dan prinsip-prinsip klasik, seperti kekekalan energi dan kekekalan momentum linear. Ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tidak ada eksperimen mekanika yang dapat menentukan perbedaan antara kedua kerangka inersia. Satu-satunya yang dapat ditentukan adalah gerak relatif antara kerangka yang satu dengan kerangka lainnya.

Pembandingan pengamatan-pengamatan yang dilkuakan berbagai kerangka lembam, memerlukan transformasi Galileo, yang mengatakan bahwa kecepatan (relatif terhadap tiap kerangka lembam) mematuhi aturan jumlah yang sederhana.

Andaikanlah seorang pengamat O, dalam sakah satu kerangka lembam mengukur kecepatan sebuah benda v; maka pengamat O’ dalam kerangka lembam lain, yang bergerak dengan kecepatan tetap u relatif terhadap O akan mengukur bahwa benda yang sama ini bergerak dengan kecepatan v’ = v – u.

Transformasi kecepatan ini akan kita sederhanakan dengan memilih sistem koordinat dalam kedua kerangka acuan sedemikian rupa sehingga relatif u selalu pada arah x. Untuk kasus ini, transformasi Galileo menjadi:

v’x = vx – u

v’y = vy

v’z = vz

Tampak bahwa hanya komponen –x kecepatan yang terpengaruh. Dengan mengintegrasikan persamaan pertama kita peroleh

x’ = x – ut

sedangkan diferensiasinya memberikan

d v ' x

dt=

d v x

dt

atau

a’x = ax

Persamaan di atas memperlihatkan mengapa hukum-hukum Newton tetap berlaku dalam kedua kerangka acuan itu. Selama u tetap (jadi du/dt = 0), kedua pengamat ini akan mengukur percepatan yang identik dan sependapat pada penerapan F = ma.

Page 4Teori Relativitas Khusust

Page 5: Bab i Bab II Bab III

1. Kelajuan Cahaya

Apakah prinsip relativitas Galileo juga dapat diterapkan untuk listrik, magnet, dan optika? Eksperimen menunjukkan bahwa jawabannya tidak. Di mana Maxwell menunjukkan bahwa kelajuan cahaya di dalam ruang bebas adalah c = 3 x 108 m/s. Para fisikawan tahun 1800-an mengira bahwa gelombang cahaya bergerak melalui suatu medium yang disebut eter dan kelajuan cahaya c hanya dalam sebuah kerangka mutlak yang khusus pada keadaan diam relatif terhadap eter. Persamaan transformasi kecepatan Galileo diperkirakan untuk berlakau dalam pengamatan cahaya yang dilakukan oleh seorang pengamat di dalam suatu kerangka yang bergerak dengan kecepatan v relatif terhadap kerangka eter yang mutlak. Artinya, apabila cahaya bergerak sepanjang sumbu x dan pengamat bergerak dengan kecepatan v sepanjang sumbu x, maka pengamat akan mengukur cahaya memiliki kelajuan c ± v, bergantung pada arah perjalanan pengamat dan cahaya.

Olh karena adanya suatu kerangka eter mutlak yag dipilih menunjukkan bahwa cahaya adalah serupa dengan gelombang klasik lainnya dan gagasan Newton mengenai kerangka mutlak adalah benar, maka sangatlah penting untuk memastikan adanya kerangka eter tersebut. Pada awal sekitar tahun 1880, para ilmuwan memutuskan untuk menggunakan Bumi sebagai kerangka bergeraknya untuk mencoba meningkatkan peluang mereka menentukan perubahan kecil dari kelajua cahaya.

Sebagai para pengamat di atas Bumi, kita beranggapan bahwa kita berada dalam keadaan diam dan kerangka eter mutlaknya mengandung medium untuk perambatan cahaya bergerak ke arah kita dengan keljuan v. Dengan menentukan kelajuan-kelajuan cahaya dalam keadaan ini, seperti menentukan kelajuan pesawat antariksa yang melintas di dalam arus udara yang sedang bergerak atau angin; sebagai akibatnya, kita berbicara tentang angin eter yang berembus melalui peralatan yang dipasang di Bumi.

Suatu metode langsung untuk mengetahui keberadaan angin eter adalah menggunakan sebuah peralatan yang dipasang di Bumi untuk mengukur pengaruh agin eter terhadap kelajuan cahaya. Jika v adalah kelajuan eter relatif terhadap Bumi, maka cahaya seharusnya memiliki kelajuan maksmum c + v ketika cahaya merambat searah dengan hembusan angin. Begitu pula kelajuan cahaya seharusnya bernilai minimum c – v ketika cahaya merambat dengan arah yang berlawanan dengan arah angin, dan nilai tengahnya (c2 – v2)1/2 adalah pada arah yang tegak lurus dengan angin eter. Jika Matahari diasumsikan diam di dalam eter,maka kelajuan angin eter akan sama dengan kelajuan orbit Bumi mengelilingi Matahari, yang besarnya kira-kira 3 x 104 m/s. Oleh karena c

Page 5Teori Relativitas Khusust

Page 6: Bab i Bab II Bab III

= 3 x 108 m/s, sangatlah penting untuk menentukan perubahan kelajuan sebesar 1 per 104 untuk pengukuran di dalam arah yang searah atau berlawanan arah angin. Meskipun suatu perubahan itu dapat diukur secara eksperimen, selrh percobaan untuk menetukan perubahan dan membuat keadaan angin eter (keberadaan kerangka mutlak) terbukti merupakan usaha yang sia-sia.

Prinsip relativitas Galileo hanya mengacu pada hukum-hukum mekanika. Jika diasumsikan bahwa hukum listrik dan magnitisme sama di dalam kerangka inersia, maka paradoks mengenai kelajuan chaya akan otomatis muncul. Kita dapat menyadari pada persamaan-persamaan Maxwell bhwa kelajuan cahaya selalu tetap yaitu c = 3 x 108 m/s pada semua kerangka inersia, suatu hasil yang jelas-jelas kontradiktif dengan transformasi kecepatan Galileo. Menurut relativitas Galileo, kelajuan cahaya seharusnya tidak sama di dalam semua kerangka inersia.

B. PERCOBAAN MICHELSON-MORLEY

Gejala gelombang secara umum dapat didefenisikan sebagai rambatan gangguan periodik melalui zat perantara. Perambatan gelombang ini berlangsung, bergantung pada gaya-gaya yang bekerja antarpartikel zat perantaranya. Oleh karena itu, tidak mengherankan mengapa setelah segera setelah Maxwell memperlihatkan bahwa kehadiran gelombang elektromagnet diramalkan berdasarkan persamaan-persamaan elektromagnet klasik, para fisikawan segera melakukan berbagai upaya untuk mempelajari sifat zat perantara yang berperan bagi perambatan gelombang elektromagnet ini. Zat perantara ini disebut eter, namun karena zat ini belum pernah teramati dalam percobaan, maka dipostulatkan bahwa ia tidak bermassa dan tidak tampak, tetapi mengisi seluruh ruang, dan fungsi satu-satunya untuk merambatkan gelombang elektromagnet.

Konsep eter ini sangat menarik karena; pertama, sulit untuk membayangkan bagaimana sebuah gelombang dapat merambat tanpa memerlukan zat perantara – bayangkan gelombang tanap air; kedua, pengertian dasar eter ini berkaitan erat dengan gagasan Newton tentang ruang mutlak – eter dikaitkan sistem koordinat semesta agung. Dengan demikian, keuntungan sampingan yang akan diperoleh dari penyelidikan terhadap eter ini adalah bahwa dengan mengamati gerak bumi mengarungi eter, akan terungkap pula gerak bumi relatif terhadap “ruang mutlak”.

Percobaan awal yang paling saksama untuk mendapatkan bukti kehadiran eter dilakukan pada tahun 1887 oleh fisikawan Amerika, Albert A. Michelson dan rekannya E.W. Morley. Mereka menggunakan interferometer Michelson.

Page 6Teori Relativitas Khusust

Page 7: Bab i Bab II Bab III

Gambar 1. Percobaan Michelson-Morley

Dalam percobaan ini, seberkas cahaya monokromatik dipisahkan menjadi dua berkas yang dibuat melewati dua lintasan berbeda dan kemudian diperpadukan kembali. Karena adanya perbedaan panjang lintasan yang ditempuh kedua berkas, maka akan dihasilkan suatu pola interferensi.

Anggaplah interferometer pada gambar bergerak dari kanan ke kiri dengan kecepatan v relatif terhadap eter. Kemudian relatif terhadap interferometer ada angin eter dengan kecepatan ini dari kiri ke kanan. Kita mula-mula menghitung waktu t1 untuk cahaya, yaitu waktu yang dibutuhkan cahaya untuk menempuh jarak dari pengamat ke cermin A dan kembali ke pengamat, dan waktu t2 adalah waktu untuk menempuh jarak dari pengamat ke cermin B dan kembali, dan dianggap bahwa kecepatan cahaya relatif terhadap bumi (dan di sini terhadap interferometer). Dalam alat Michelson-Morey kedua cermin A dan B adalah tetap dalam posisi. Panjang L1 dan L2 adalah sama, maka:

L1 = L2 = L.

Jika c adalah kecepatan cahaya yang relatif terhadap eter maka kecepatan sinar 1 relatif terhadap interferometer, bila sinar ini bergerak dari pengamat ke cermin A adalah (c + v) dan waktu yang dibutuhkan adalah L/ (c + v). Sinar yang dipantulkan dari A merambat berlawanan arah dengan angin eter, kecepatannya relatif terhadap interferometer adalah (c - v), dan waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak L adalah L/(c - v). Jumlah waktu untuk perjalanan keliling adalah:

t 1=L

c+v+ L

c−v= 2 cL

c2−v2 =2 Lc (1− v2

c2 )−1

.

Lintasan sinar 2, relatif terhadap interferometer, tegak lurus pada angin eter. Dalam perjalanan dari pengamat ke B, sinar itu harus bergerak lambat menentang arus, dengan kecepatan relatif terhadap eter. Resultan kecepatan ini

Page 7Teori Relativitas Khusust

Page 8: Bab i Bab II Bab III

dan kecepatan v adalah tegak lurus pada angin eter dan besarnya adalah √c2−v2. Kecepatan ketika kembali adalah juga √c2−v2 dan waktu t2 untuk perjalanan keliling adalah:

t 2=2 L

√c2−v2=2 L

c (1− v2

c2 )−1 /2

.

Perbedaan waktu perjalanan untuk sinar 1 dan 2 adalah t 1−t 2=Δt, dan perbedaan lintasannya Δx adalah cΔt, sehingga:

Δx=2 L[(1− v2

c2 )−1

−(1− v2

c2 )−1/2].

Sekarang umpamakan interferometer berputar 900 dari posisinya, atau sebesar sudut sedemikian rupa sehingga angin eter pada diagram adalah vertikal. (Alat Michelson dipasang pada dasar yang berat supaya stabil, dan terapung i atas air raksa sehingga dapat bergerak dengan mudah). Maka sinar 1 dan 2 bertukar peranan dan beda lintasan Δx ' adalah:

Δx=¿ 2 L[(1− v2

c2 )−1/2

−(1− v2

c2 )−1].

Sebagai akibat dari perputaran, beda lintasan berubah sebesar Δx−Δx'. Perubahan satu panjang gelombang menyebabkan perubahan satu rumbai memotong garis referensi bila dilihat dengan teleskop, sehingga perubahan rumbai yang diharapkan Δm adalah:

Δm=Δx−Δx '

λ=2 L

λ [2(1− v2

c2 )−1

−2(1− v2

c2 )−1 /2].

Jika v kecil dibandingkan dengan c, maka perbandingan v2/c2 sangat kecil dan aproksimasi yag baik adalah:

(1− v2

c2 )−1

=1+ v2

c2 , (1− v2

c2 )−1/2

=1+ v2

2 c2 .

Kemudian aproksimasi ini menjadi:

Δm=2 Lλ

v2

c2 .

Umpama kecepatan v adalah kecepatan orbit bumi mengelilingi matahari kira-kira 3 x 104 m/dt. Maka:

Page 8Teori Relativitas Khusust

Page 9: Bab i Bab II Bab III

v2

2 c2 =10−8.

Dengan memantulkan sinar 1 dan 2 bolak-balik beberapa kali, panjang L menjadi ekivalan dengan 11 m. Perubahan rumbai yang diharapkan untuk panjang gelombang cahaya hijau = 5,5 x 10-7 adalah:

Δm=2× 11m

5.5 ×10−7×10−8=0.4,

atau sebanyak empat sepersepuluh rumbai. Perubahan yang diiliki Michelson dan Morley lebih kecil dari seperseratus rumbai, dan mereka berkesimpulan bahwa pada kenyataannya, pada batas-batas penyelidikan yang tidak pasti ini, perubahan adalah nol, dengan mengabaikan kecepatan orbit bumi yang nampakanya relatif diam terhadap eter. Hasil ini merupakan teka-teki, dan masa kini penyelidikan Michelson-Morey ini sangat berarti sebagai hasil negatif yang pernah didapat.

Berbagai upaya dilakukan untuk menjelaskan hasil negatif dari eksperimen Michelson-Morey, dan untuk menyelamatkan konsep kerangka eter dan transformasi kecepatan Galileo untuk cahaya. Seluruh proposal yang dihasilkan dari upaya-upaya ini telah dibuktikan salah. Tidak ada eksperimen dalam sejarah fisika yang pernah sebegitu beraninya menjelaskan suatu ketiadaan hasil penelitian yang diperkirakan seperti eksperimen Michelson-Morey. Einsteinlah yang memecahkan persoalan tersebut pada tahun 1905 dengan teori relativitas khusus yang digagasnya.

C. PRINSIP RELATIVITAS EINSTEIN

Kita telah memastikan bahwa kelajuan eter terhadap bumi tidak mungkin diukur, dan bahwa persamaan transformasi kecepatan Galileo gagal menjelaskan kasus yang melibatkan cahaya. Einstein mengajukan sebuah teori yang benar-benar menghilangkan kesulitan-kesulitan tersebut dan pada waktu yang bersamaan, sepenuhnya mengubah anggapan kita mengenai ruang dan waktu. Ia mendasarkan teori khususnya mengenai relativitas pada dua postulat:1. Prinsip relativitas: Hukum-hukum fisika harus sama di dalam semua

kerangka acuan inersia.2. Kelajuan cahaya selalu konstan: Kelajuan cahaya di dalam ruang hampa

udara memiliki nilai yang tetap, c = 3 x 108 m/s, di dalam semua kerangka inersia, tanpa memperhatikan kelajuan pengamat maupun kelajuan sumber yang memancarkan cahaya

Postulat pertama menegaskan bahwa semua hukum fisika – yang berhubungan dengan mekanika, listrik serta magnet, optika, termodinamika,

Page 9Teori Relativitas Khusust

Page 10: Bab i Bab II Bab III

dan lain-lain – adalah sama di dalam semua kerangka acuan yang bergerak dengan kelajuan konstan relatif terhadap satu sama lain. Postulat ini merupakan generalisasi menyeluruh dari prinsip relativitas Galileo, yan ghanya mengacu pada hukum-hukum mekanika. Dari sudut pandang eksperimental, prinsip relativitas Einstein memiliki pengertian bahwa berbagai jenis eksperimen (pengukuran kelajuan cahaya, sebagai contoh) yang dilakukan di dalam laboratorium ang dia harus memberika hasil yang sama ketika dilakukan dalam laboratorium bergerak denga kelajuan konstan relatif terhadap yang diam. Oleh karena itu, tidak ada kerangka acuan inersia yang diutamakan, dan tidak mungkin bagi kita untuk mendeteksi suatu gerakan mutlak.

Perlu diperhatikan bahwa postulat 2 disyaratkan oleh postulat 1: jika kelajuan cahaya tidak sama di dalam semua kerangka inersia, maka pengukuran kelajuan-kelajuan yang berbeda akan membuat kita membedakan berbagai kerangka inersia; ebagai akibatnya, kita dapat mengindetifikasikan suatu kerangka mutlak yang diutamakan. Hal ini bertentangan dengan postulat 1.

Meskipun demikan eksperimen yang dilakukan Michelson-Morley dilakukan sebelum Einstein menerbitkan karyanya mengenai relativitas, tidaklah jelas apakah Einstein mengetahui perincian eksperimen tersebut atau tidak. Meskipun demikian, hasil negatif dari eksperimen tersebut dapat dipahami melalui teori Einstein. Menurut prinsip relativitas, dasar- dasar asumsi eksperimen Michelson-Morley tidakla benar. Saat mencoba menjelaskan hasil-hasil yang diperkirakan, kita menetapkan bahwa ketika cahaya merambat melawan angin eter, kelajuannya adalah c – v, sesuai dengan persamaan transformasi kecepatan Galileo. Akan tetapi, jika keadaan gerak dari pengamat tidak berpengaruh pada nila yang ditemukan untuk kelajuan cahaya, maka kita akan selalu mengukur bahwa nilainya adalah c. Demikian juga, cahaya mengalami perambatan balik setelah terjadi pemantulan dari cermin dengan kelajuan c, bukan c + v. Dengan demikian, gerakan bumi tidak memengaruhi pola rumbai yang diamati dalam eksperimen Michelson-Morley, dan hasil negatif tersebut seharusnya adalah hasil yang diperkirakan.

Jika kita menerima teori relatvitas Einstein, maka kita harus menyimpulkan bahwa gerak relatif menjadi tidak penting saat kita mengukur kelajuan cahaya. Pada saat yang sama, kita akan memahami bahwa kita harus mengubah anggapan umum mengenai ruang dan waktu serta harus siap menerima konsekuensi yang mengejutkan.

1. Konsekuensi Teori Relativitas Khusus

Page 10Teori Relativitas Khusust

Page 11: Bab i Bab II Bab III

Pada saat kita menelah beberapa akibat dari relativtas ini, kita membatasi pembahasan kita pada konsep keserentaka, selang waktu, dan panjang. Ketiganya berbeda dalam mekanika relativistik dengan mekanika Newton. Sebagai contoh, dalam mekanika relativistik, jarak antara dua titik dan selang waktu antara dua kejadian bergantung pada kerangka acuan di mana keduanya diukur. Hal ini berarti, dalam mekanika relativistik, tidak ada yang disebut dengan panjang mutlak atau selang waktu mutlak. Terleih juga, kejadian-kejadian di tempat berbeda, yang diamati terjadi pada saat bersamaan dalam satu kerangka, belum tentu akan diamati terjadi serentak dalam kerangka lain yang begerak secara beraturan relatif terhadap kerangka yang pertama.

a. Keserantakan dan relativitas waktu

Einstein merencanakan ekperimen pemikiran berikut ini untuk mengilustrasikan gagasan relativitas. Sebuah gerbong mengangkut barang bergerak dengan kelajuan seragam, dua kilatan petir menyambar ujung-ujungnya, kemudian meninggalkan bekas tanda pada gerbong barang dan di atas tanah. Bekas tanda di gerbong ditandai dengan A’ dan B’ sedankan di atas tanah ditandai dengan A dan B. Seorang pengamat O’ di atas gerbong berada di tengah-tengah antara A’ dan B’, dan seorang pengamat O berada di atas tanah di antara A dan B. Kejadian-kejadian yang direkam oleh pengamat adalah sambaran dua kilatan petir pada gerbong barang.

Sinar-sinar chaya dipancarkan dari arah A dan B pada saat sambaran petir mencapai pengamat O pada waktu yang sama. Pengamat ini menyadari bahwa sinyal-sinyal tersebut berkelajuan sama serta menempuh jarak sama, dan dengan yakin menyimpulkan bahwa kejadian A dan B terjadi secara bersamaan. Sekarang perhatikan kejadian yang sama, seperti yang ditinjau oleh pengamat O’. Setelah sinyal mencapai pengamat O, pengamat O’ telah bergerak. Dengan demikian, sinyal O’ melihat sinyal dari B’ sebelum meliat sinyal dari A’. Menurut Einstein, dua pengamat pasti mendapati bahwa cahaya merambat pada kelajuan yang sama. Oleh karena itu, pengamat O’ menyimpulkan bahwa kilatnya menyambar bagian depan gerbong seelum menyambar bagian belakangnya.

Eksperimen pemikiran ini dengan jelas mendemonstrasikan bahwa dua kejadian yang terlihat serentak bagi pengamat O tampak tidak serentak bagi pengmat O’. Dengan kata lain, dua kejadian yang terjadi secara serentak di dalam satu kerangka acuan, secara umum tidak serentak di dalam kerangka kedua yang begerak relatif terhadap kerangka pertama. Artinya, keserentakan bukanlah konsep mutlak, melainkan bergantung pada keadaan gerak pengamatnya.

Page 11Teori Relativitas Khusust

Page 12: Bab i Bab II Bab III

Eksperimen pemikiran ini Einstein ini menunjukkan bahwa kedua pengamat tidak sepakat mengenai keserentakan dari kedua kejadian tersebut. Ketidakpastian ini, bagaimanapun juga, bergantung pada waktu transit cahaya terhadap para pengamat, dan oleh karena itu, tidak mendemonstrasikan pemahaman yang lebih mendalam menganai relativitas. Pada kenyataanya, seluruh efek-efek relativistik yang akan kita bahas dari sekarang akan mengasumsikan bahwa kita mengabaikan perbedaan yang disebabkan oleh waktu transit dari cahaya terhadap pengamat.

b. Pengembungan waktu

Kita dapat mengilustrasikan bahwa pengamat-pengamat di dalam keragka inersia yang berbeda-beda dapat mengukur selang waktu yang bebeda antara sepasang kejadian melalui anggapan bahwa kendaraan bergerak ke kanan dengan kelajuan v. Sebuah cermin diletakkan di langit-langit kendaraan, seorang pengamat O’ yang diam di dalam kerangka berada di dalam kendaraan sambil memegang senter sejauh d di bawah cermin. Pada suatu saat, senter memancarkan pulsa cahaya yang arahanya menghadap cermin (kejadian 1), dan pada saat lainnya setelah dipantulkan dari cermin, pulsa sampai disenter kembali (kejadian 2). Pengamat O’ membawa sebuah jam dan menggunakannya untuk mengukur selang waktu ∆ t p antara kedua kejadian ini. (indeks p artinya proper, atau wajar). Oleh karena pulsa cahaya memiliki kelajuan c, maka selang waktu yang dibutuhkan oleh pulsa untuk merambat dari O’ ke cermin dan kembali lagi adalah

∆ t p=jarak yangditempuh

kelajuan=2 d

c

Sekarang perhatikan pasangan kejadian yang sama yang ditinjau oleh pengamat O di dalam kerangka kedua. Menurut pengamat ini, cermin dan senter bergerak ke kanan dengan kelajuan v, dan akibatnya rangkaian kejadiannya tampak benar-benar berbeda. Setelah cahaya dari senter mencapai cermin, cermin telah bergerak ke kanan pada jarak v ∆t /2, di mana ∆ t adalah selang waktu yang dibutuhkan cahaya untuk merambat dari O’ ke cermin dan kembali lagi kendaraannya bergerak, jika cahayanya mencapai cermin maka cahaya tersebut harus meninggalkan senter pada suatu sudut yang dibentuk terhadap arah vertikal. Dengan membandingkan 2 kejadiannya, kita lihat bahwa cahayana pasti merambat lebih jauh di kejadian 2 daripada di 1. Perhatikan bahwa kedua pengamat tidak mengetahui bahwa dirinya bergerak. Masing-masing berada pada keadaan diam di dalam kerangka inersianya.

Page 12Teori Relativitas Khusust

Page 13: Bab i Bab II Bab III

Berdasarkan postulat kedua dari teori relativitas khusus, kedua pengamat pasti menggunakan c sebagai kelajuan cahaya. Oleh karena itu cahaya merambat lebih jauh menurut O, ini berarti selang waktu ∆ t yang diukur oleh O lebih panjang daripada selang waktu ∆ t p yang diukur O’. Untuk memperoleh hubungan antara kedua selang waktu ini, maka baik bagi kita untuk menggunakan segitiga siku-siku. Teorema Pythagoras memberikan

( c ∆ t2 )

2

=( v ∆ t2 )

2

+d2

Kita cari ∆ t

∆ t= 2 d

√c2−v2= 2 d

c √1−v2

c2

Oleh karena ∆ t p=2 d /c , kita dapat merumuskan hasil ini sebagai rumus penggembungan waktu

∆ t=∆ t p

√1− v2

c2

=γ ∆ t p

dimana

γ= 1

√1−v2

c2

Oleh karena γ selalu lebih besar dari 1, hasil ini menyatakan bahwa selang waktu ∆ t yang diukur oleh pengamat yang bergerak relatif terhadap sebuah jam adalh lebih panjang daripada selang waktu ∆ t p yang diukur oleh pengamat diam relatif terhadap jam tersebut. Selang waktu ∆ t p disebut dengan selang waktu wajar (proper). Secara umum, selang waktu wajara adalah selang waktu antara dua kejadian yang diukur oleh seorang pengamat yang melihat kejadian-kejadian tersebut terjadi pada titik yang sama di dalam ruang.

c. Paradoks anak kembar

Suatu akibat yang menarik dari penggembungan waktu disebut paradoks anak kembar. Perhatikan sebuah eksperimen yang melibatkan sepasang anak kembar bernama Speedo dan Goslo. Ketika mereka sama-sama berusia 20 tahun, Speedo si petualang merencanakan

Page 13Teori Relativitas Khusust

Page 14: Bab i Bab II Bab III

perjalanan nekatnya ke Planet X, yang berjarak 20 tahun cahaya dari Bumi. (perhatikan bahwa 1 tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh cahaya di dalam ruang angkasa selama 1 tahun). Selanjutnya, pesawat antariksa Speedo mampu mencapai kelajuan 0,95c. Pada saat ia kembali ke Bumi, Speedo terkejut mendapati bahwa usia Goslo sudah bertambah 42 tahun dan sekarang sudah berusia 62 tahun. Sementara itu, usia Speedo hanya bertambah 13 tahun.

Dari kerangka acuan Goslo, dirinya berada di dalam keadaan diam, sedangkan saudaranya meluncur dengan kelajuan tinggi menjauhinya kemudian kembali lagi. Menurut Speedo, dirinya tidak bergerak, sedangkan Goslo dan Bumi pergi menjauhinya kemudian kembali lagi. Hal ini mengantarkan kita pada sesuatu yang tampaknya kontradiktif, yang diakibatkan oleh sifat simetri yang sepertinya berlaku pada pengamatan kita. Siapa yang akan tampak lebih tua?

Situasi dalam permaslahan ini sebenarnya tidak simetris. Untuk mencari jalan keluar dari sesuatu yang nampaknya paradoks, ingat bahwa teori relativitas khusus menggambarkan pengamatan-pengamatan yang dilakukan di dalam kerangk-kerangka inersia yang bergerak relatif terhadap satu sama lainnya. Speedo, si petualang angkasa, pasti mengalami sejumlah percepatan selama perjalanan karena ia harus membakar mesin roketnya untuk memperlambat dan bergerak kembali ke Bumi. Sebagai akibatnya, kelajuannya tidak selalu seragam sehingga ia tidak berada dalam satu kerangka saja. Oleh karena it, sebenarnya tidak terdapat paradoks – hanya Goslo, yang hanya berada pada satu erangka inersia, dapat membuat prediksi yang tepat berdasarkan relativitas khusus. Selama tahun-tahun yang dilalui Goslo, bagi Speedo waktu hanya berlalu sekitar 4 bulan.

Hanya Goslo, yang berada dalam kerangka inersia tunggal, dapat menerapkan rumus penggembungan waktu yang sederhana untuk perjalanan Speedo. Dengan demikian, Goslo mendapati bahwa jika usianya bertambah 42 tahun, usia Speedo hanya bertambah (1 –v2/c2)-1/2 (42 tahun) = 13 tahun. Jadi, menurut Goslo, Speedo menghabiskan waktu 6,5 tahun meluncur ke Planet X dan 6,5 tahun kembali lagi ke Bumi sehingga jumlah waktu peluncuran adalah 13 tahun, sesuai dengan pernyataan kita sebelumnya.

d. Pemendekan panjang

Jarak yang terukur antara dua titik juga bergantung pada kerangka acuannya. Panjang wajar Lp dari suatu benda adalah panjang yang diukur oleh seseorang yang diam relatif terhadap bendanya.

Page 14Teori Relativitas Khusust

Page 15: Bab i Bab II Bab III

Panjang suatu benda yang diukur oleh seseorang dalam kerangka acuan yang sedang bergerak relatif terhadap bendanya selalu lebih kecil daripada panjang wajarnya. Efek ini dikenal sebagai pemendekan panjang.

Kita bayangkan sebuah pesawat sedang meluncur dengan kelajua v dari satu bintang ke bintang lainnya. Ada dua pengamat: satu berada di Bumi dan yang lain berada di dalam pesawat. Pengamat yang diam di Bumi (dan diasumsikan relatif diam terhadap kedua bintang) mengukur jarak antara kedua bintang sebagai panjang wajar Lp. Menurut pengamat tersebut, selang waktu yang dibutuhkan pesawat untuk me;akukan perjalanannya adalah ∆ t=Lp/ v. Jalur lintasan antara kedua bintang yang dilalui pesawat tersebut terjadi pada posisi yang sama untuk penjelajah ruang angkasa. Dengan demikian, penjelajah ruang ngkasa mengukur selang waktu wajar ∆ t p. Oleh karena penggembungan wakt, selang waktu wajar dihubungkan dengan selang waktu terukur di Bumi, yaitu ∆ t p=∆ t /γ. Oleh karena penjelajah ruang angkasa mencapai bintang kedua dengan waktu ∆ t p, ia menyimpulkan bahwa jarak L antara kedua bintang adalah

L=v ∆ t p=v∆ tγ

Oleh karena panjang wajar adalah Lp=v ∆ t, maka kita peroleh

L=Lp

γ=Lp √1− v2

c2

Dimana √1− v2

c2 adalah faktor yang lebih kecil daripada satu. Apabila

suatu objek memiliki panjag wajar Lp ketika diukur oleh seorang pengamat yang diam relatif terhadap objek tersebut, maka ketika objek tesebut bergerak dengan kelajuan v sejajar panjangnya, maka panjangnya yang terukur akan lebih pendek, sesuai dengan rumus

L=Lp √1− v2

c2=

Lp

γ.

e. Efek doppler relativistik

Akibat penting dari penggembungan waktu adalah pergeseran frekuensi untuk cahaya yang dipancarkan oleh atom-atom yang bergerak, dibandingkan dengan cahaya yang dipancarkan oleh atom-

Page 15Teori Relativitas Khusust

Page 16: Bab i Bab II Bab III

atom yang bergerak, dibandingkan dengan cahaya yang atom-atomnya diam. Pada kasus bunyi, gerakan dari sumber relatif terhadap medium perambatan dapat dibedakan dari gerakan pengamat relatif terhadap mediumnya. Gelombang cahaya haruslah dianlisis secara berbeda karena gelombang cahaya tidak memerlukan medium untuk merambat dan karena tidak ada metode untuk membedakan gerakan sumber cahaya dari gerakan pengamat.

Jika sumber cahaya dan pengamat saling mendekati dengan kelajuan relatif v, frekuensi fp yang diukur pengamat adalah

f p=√1+v /c√1−v /c

f s

dimana fs adlah frekuensi sumber yang diukur pada kerangka diamnya. Perhatikan bahwa persamaan pergeseran Doppler relativistik, tidak seperti persamaan pergeseran Doppler untuk bunyi, hanya bergantung pada kelajuan relativ v dari sumber dan pengamat serta berlaku untuk kelajuan relatif hingga sebesar c. Seperti ang telah diperkirakan, prediksi persamaanya fp > fs ketika sumber dan pengamat saling mendekat.

D. TRANSFORMASI LORENTZ

Telah kita lihat bahwa transformasi Galileo mengenai koordinat, waktu, dan kecepatan tidak taat asas dengan kedua postulat Einstein. Meskipun transformasi Galileo sesuai dengan “akal sehat” kita, ia tidaklah memberi hasil yang sesuai dengan berbagai percobaan pada laju tinggi, seperti yang akan kita ilustrasikan. Oleh karena itu, kita memerlukan seperangkat persamaan transformasi baru yang dapat meramalkan berbagai efek relativistik seperti penyusutan panjang, pemuluran waktu, dan efek dopler relativistik. Juga bahwa kita mengetahui transformasi Galileo berlaku baik pada laju rendah, transformasi baru ini haruslah memberikan hasil yang sama seperti transformasi Galileo apabila laju relatif antara O dan O’ adalah rendah.

Transformasi yang memenuhi persyaratan ini dikenal sebagai Transformasi Lorentz dan, seperti halnya transformasi Galileo, ia mengaitkan koordinat dari suatu peristiwa (x, y, z, t) sebagaimana diamati oleh kerangka acuan O dengan koordinat peristiwa yang sama (x’, y’, z’, t’) yang diamati dari kerangka acuan O’ yang sedang bergerak dengan kecepatan u terhadap O. Seperti di depan, kita menganggap bahwa gerak relatifnya adalah sepanjang arah x atau x’, positif (bergerak menjauhi O).

Page 16Teori Relativitas Khusust

Page 17: Bab i Bab II Bab III

Bentuk persamaan transformasi Lorentz ini adalah sebagai berikut:

x '= x−ut

√1−u2/c2

y '= y

z '=z

t '=t−( u2

c2 ) x

√1−u2/c2

(Jika O’ bergerak menuju O, gantikan u dengan –u). Untuk menerapkan transformasi Lorentz ini, perlu diperhatikan catatan berikut: bila O mencatat suatu “peristiwa” yang diamatinya memiliki koordinat (x, y, z, t), maka O’, yang sedang bergerak dengan laju u terhadap O, mencatat peristiwa yang sama itu memiliki koordinat (x’, y’, z’, t’). Sistem persamaan di atas dengan demikian memperkenankan kita untuk membandingkan kedua penggambaran yang bersangkutan. Mengenai hubungan antara O dan peristiwanya, kita tidak membuat anggapan-anggapan khusus apa pun – sebagai contoh, objek yang koordinat sesaatnya diberikan oleh peristiwa (x, y, z, t) tidaklah perlu berada dalam keadaan diam relatif terhadap O.

Page 17Teori Relativitas Khusust

Page 18: Bab i Bab II Bab III

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dua dalil dasar dari teori relativitas khusus adalah: Hukum fisika arus sama dalam semua kerangka acan inersia. Kelajuan cahaya di ruang hampa udara bernilai sama, c = 3 x 108

m/s, dalam seluruh kerangka inersia, terlepas dari besar kelajuan pengamat atau kelajuan sumber yang memancarkan cahaya tersebut.

Tiga konsekuensi teori relativitas khusus adalah:

Kejadian yang diukur serentak oleh seorang pengamat tidak harus diukur serentak oleh pengamat lainnya yang bergerak relativ terhadap pengamat pertama.

Jam yang bergerak relativ terhadap pengamat diukur berdetak lebih

lambat dengan faktor perlambatan γ= 1

√1−v2

c2

. Fenomena ini

disebut pengembungan waktu. Panjang benda yang bergerak diukur memendek pada arah

geraknya dengan faktor pemendekan 1/γ=√1− v2

c2. Fenomena ini

disebut pemendekan panjang.

Untuk memenuhi dalil-dalil relativitas khusus, persamaan transformasi Galileo harus digantikan oleh persamaan trnsformasi Lorentz:

Page 18Teori Relativitas Khusust

Page 19: Bab i Bab II Bab III

x '= x−ut

√1−u2/c2

y '= y

z '=z

t '=t−( u2

c2 ) x

√1−u2/c2

SOAL-SOAL DAN JAWABANNYA

1. Dua buah mobil melaju dengan laju tetap disepanjang jalan lurus dalam arah yang sama. Mobil A bergerak dengan laju 60 km/jam, sedangkan mobil B 40 km/jam. Masing-masing laju ini diukur relatif terhadap seorang pengamat di tanah. Berapakah laju mobil A terhadap mobil B?

Pemecahan:Misalkan O adalah pengamat di tanah yang mengamati mobil Abergerak dengan laju v = 60 km/jam. Anggaplah O’ bergerak dengan mobil B dengan laju u = 40 km/jam. Maka:v’ = v – u = 60 – 40 = 20 km/jam

2. Gunakanlah transformasi Lorentz untuk menurunkan pernyataan penyusutan panjang, L=L√1−u2/c2.

Penyelesaian:

Pengukuran sebuah objek memerlukan dua pengamatan – koordinat kedua ujung objek tersebut. Misalka objek itu kita anggap diam dalam sistem koordinat S, dan menurut pengukuran O (dalam sistemS), koordinat kedua ujung objek itu adalah x1 = 0 dan x2 = L. (karena objek itu diam terhadap O, maka kedua pengamatan ini tidak perlu dilakukan secara serempak – x1

dan x2 tidak akan berubah terhadap waktu). Menurut pengukuran O’, masing-masing ujung objek itu memiliki koordinat x’1 (pada t’1) dan x2

(pada t’2), jadi L’ = x’2 – x’1. Agar O’ dapat mengukur panjang objek

Page 19Teori Relativitas Khusust

Page 20: Bab i Bab II Bab III

secara benar, maka x’1 dan x’2 haruslah diukur secara serempak, karena objek itu bergerak relatif terhadap O’; yakni, t’2 = t’1. Jadi, dengan menggunakan persamaan pada penjelasaan di atas, diperoleh tabel nilai-nilai berikut:

Pengamat O Pengamat O’Peristiwa 1 x1 = 0

pada t1

x1'=(x1−ut 1)/√1−u2/c2

t 1'=[ t1−( u2

c2 )x1] /√1−u2/c2

Peristiwa 2 x2 = Lpada t2

x2'=(x2−ut 2)/√1−u2/c2

t 2'=[ t2−( u2

c2 ) x2] /√1−u2/c2

L'=x ' 2−x '1=

( x2−ut 2 )−(x1−ut1)

√1−u2/c2

L'= L

√1−u2/c2−u

( t¿¿2−t1)

√1−u2/c2¿

di sini kita telah mempergunakan x2 – x1 = L. Juga, dari persamaan bagi t’2.

t ' 2−t '1=0=

[ t 2−( u2

c2 ) x2]−[t 1−(u2

c2 )x1]√1−u2/c2

0=(t 2−t 1)

√1−u2/c2− u

c2

L

√1−u2/c2

Penyisipan (t2 – t1) dari pernyataan ini ke dalam persamaan bagi L’ di atas, dan penggabungan suku-sukunya memberikan

L'=L√1−u2/c2

3. Sebuah truk pengangkut bergerak dengan kelajuan konstan. Jika penumpang di dalam truk melempar bola lurus ke atas dan jika pengaruh udara diabaikan, maka pengamat tersebut melihat bolanya bergerak vertikal ke atas. Sedangkan pengamat di atas tanah melihat bola itu bergerak parabola. Pengamat yang mana yang melihat lintasan bola yang benar?

Penyelesaian:

Page 20Teori Relativitas Khusust

Page 21: Bab i Bab II Bab III

Keduanya sama-sama benar karena pengukuran kedua pengamat tersebut berbeda.

4. Seorang pengawas antarplanet mencatat laporan berikut lewat komunikasi elktronik dari sebuah pesawat antariksa yang sedang melewatinya: “Ketika sebuah pesawat lain mendekat, saya kendalikan pesawat saya sedemikian rupa sehingga tepat sejajar disisinya. Kemudian, tepat pada penunjukan waktu tertentu, saya melihat bahwa kedua jung pesawat kami tepat segaris, seperti yang saya perlihatkan dalam gambar sketsa ini. Pada saat itu saya menembakkan dua berkas sinar laser dari bagian haluan dan buritan pesawat saya, yang saya arahkan pada haluan dan buritan pesawat yang sedang melewati saya itu. Seperti anda ketahui, penembakan bekas sinar laser terjadi secara serempak menyilangi haluan dan buritan pesawat merupakan tanda ucapan perdamaian dan perssahabatan yang telah disepakati bersama. Tetapi, pesawat tersebut teernyata tidak memberi tanggapan yang bersahabat, malahan balik menembaki pesawat saya sehingga pesawat saya rusak berat.” Analisalah peristiwa ini dari sudut pandang pesawat kedua.:Penyelesaian:

Perlu diingat bahwa dari kerangka acuan pesawat A, panjang pesawat A adalah panjang sejatinya dan semua objek ang bergerak relatif terhadapnya, panjangnya memendek. Jadi, meskipun kedua pesawat itu tampak sama panjang dari sudut pndang A, ini semata-mata menurut kerangka acuan milik A – panjang sejati pesawat A tampak sama panjang dengan panjang tersusutkan dari pesawat B. Oleh karena itu, jelas bahwa panjang sejati pesawat B haruslah lebih besar daripada panjang sejati pesawat A). Tentu saja, dari kerangka acuan B, kebalikannya juga berlaku – panjang pesawat B adalah panjang sejatinya sedangkan panjang pesawat B akan memberikan laporan sebagai berikut: Ketika sebuah pesawat lain berpapasan dengan pesawat saya, ia menembakkan sinar laser menyilangi haluan pesawat saya. Beberapa saat kemudian, ia menembakkan lagi seberkas sinar laser menyilagi buritan pesawat saya. Karena pesawat yang lewat itu tampak lebih pendek daripada pesawat saya, haluan dan buritan kami tidak mungkin segaris secara serempak, jadi kedua berkas sinar laser itu seharusnya tidak boleh ia tembakkan secara srempak sebagai tanda ucapan selamat. Karena itu, saya balik menembakinya.

5. Misalkan astronot dibayar berdasarkan lamanya waktu yang mereka habiskan pada saat melakukan perjalanan luar angkasa. Setelah melakukan perjalanan panjang dengan kelajuan mendekati kecepatan cahaya, apakah seorang awak akan memilih untuk dibayar berdasarkan (a) jam di bumi (b) jam di pesawat antaariksa (c) yang manapun sama saja.

Page 21Teori Relativitas Khusust

Page 22: Bab i Bab II Bab III

Penyelesaian:

Jika waktu tugas mereka didasarkan pada jam di Bumi, mereka akan menerima upah yang lebih besar. Selang waktunya lebih kecil bagi astronot daripada di Bumi.

DAFTAR PUSTAKA

Beiser, Arthur. 1981. Konsep Fisika Modern. Jakarta: Erlangga.

Jewett, Serway. 2004. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Salemba Teknika.

Krane, K.S. 1983. Modern Physics. New York: Jonh Willey and Sons.

Zemansky, Sears. 1981. Fisika untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.

Page 22Teori Relativitas Khusust


Top Related