Download - BAB 1 Mini Project
Daftar Isi
Kata Pengantar 2
Bab I Pendahuluan 3
Bab II Tinjauan Pustaka 6
Bab III Metode 21
Bab IV Hasil Pengamatan 31
Bab IV Pembahasan 35
Bab VI Kesimpulan dan Saran 42
Daftar Pustaka 44
1
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan YME atas selesainya penulisan
Mini Project kami yang berjudul “Pencapaian target kepemilikkan jamban dan
pemicuan pembuatan jamban di Dusun Karang Kedawang” ini. Kami berharap hasil
penulisan mini project ini dapat bermanfaat bagi pengembangan penatalaksanaan
kasus sanitasi lingkungan yang sampai saat ini masih memerlukan penelitian lebih
lanjut. Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terimakasih yang
sebesarbesarnya kepada:
1. dr. Herry Boediyono selaku kepala Puskesmas Sooko dan
pendamping dokter internsip di wahana Puskesmas Sooko
Mojokerto
2. Ibu Tutik selaku pemegang program sanitasi lingkungan di
Puskesmas Sooko Mojokerto
3. Rekan-rekan staff perawat, bidan, dan administrasi tata usaha
Puskesmas Sooko Mojokerto
Penulis berharap semoga karya akhir ini dapat menjadi bahan yang bermanfaat bagi
pengembangan ilmu kedokteran.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Mojokerto, 15 Juni 2015
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi
bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut maka dituangkan
dalam Millenium Development Goals (MDG’s) tahun 2015, dimana titik
berat pembangunan bidang kesehatan melalui pendekatan preventive, tidak
hanya kuratif.
Kondisi di Indonesia secara umum program sanitasi pada awalnya
mengalami stagnasi hasil, banyak proyek sanitasi yang gagal, padahal
penyampaian program sanitasi terutama jamban di Indonesia telah lama
dilakukan. Keadaan ini disebabkan antara lain karena pembangunan masih
berorientasi pada target fisik serta belum berorientasi pada perubahan
perilaku di masyarakat. Kepedulian masyarakat terhadap persoalan proyek
sanitasi cenderung menurun pada pasca proyek dan kurangnya
kebersamaan dalam mengatasi permasalahan sanitasi. Kecenderungan
masyarakat terhadap uluran subsidi pemerintah juga masih tinggi. Hal ini
memicu untuk melaksanakan program yang lebih baik dari sebelumnya.
Sehubungan dengan hal diatas Program PAMSIMAS merupakan salah
satu program yang mendukung percepatan pencapaian MDG’s 2015
dengan target 80% penduduk terakses oleh jamban keluarga. Pendekatan
yang dipakai untuk merubah perilaku hygiene sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan dikenal dengan
Community Led Total Sanitation.
Program CLTS (Community Led Total Sanitation) yang telah diadopsi
menjadi STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) dilakukan melalui
pendekatan kepada seluruh masyarakat melalui motivasi kolektif. Program
3
ini disusun berdasarkan pembelajaran dari pengalaman-pengalaman yang
lalu dan konsensus dari berbagai stakeholder lintas sektor. Program ini
merupakan pemberdayaan masyarakat, fokus CLTS tidak pada
membangun jamban, tetapi lebih kepada perubahan perilaku. CLTS tidak
memberikan subsidi kepada masyarakat dan tidak mengajari mengenai
tipe-tipe jamban, namun CLTS mendorong masyarakat untuk
mengembangkan inisiatif dan kreativitasnya untuk menemukan jalan
keluar dari kebiasaan BAB di sembarang tempat. Pada tahun 2008 juga
telah dikeluarkan Kepmenkes RI nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat untuk mendukung program CLTS.
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 sekitar 248 Juta jiwa
(BPS, 2009). Dari jumlah tersebut berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas, 2010) pada penduduk perkotaan sebanyak 110 Juta jiwa
(44,5%) belum memiliki akses terhadap sanitasi dan 55 Juta jiwa (22,1%)
belum memiliki akses terhadap air minum, dan penduduk pedesaan
diperkiraan 153 Juta jiwa (61,5%) yang belum memiliki akses terhadap
sanitasi dan 77 Juta jiwa (31%) yang tidak memiliki akses terhadap air
minum. Pada sektor sanitasi, dipedesaan dilaporkan 38,5% penduduk yang
memiliki akses sanitasi dasar, angka ini diperkirakan lebih rendah karena
data ini tidak mencantumkan kepemilikan sarana dan bagaimana standar
teknis dan kesehatannya.
Berdasarkan data dari Puskesmas Sooko, persentase keluarga yang
memiliki jamban mencapai 74,61%. Walaupun secara keseluruhan
berdasar data target kepemilikan jamban tercapai, namun pemerataannya
tidak merata. Pada dusun Karang Kedawang, hanya terdapat 37,6%
keluarga yang memiliki jamban.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dirumuskan
masalah penelitian adalah tidak tercapainya target kepemilikan jamban di
desa karang kedawang dan faktor apa saja yang mempengaruhi
keberhasilan dari proses pemicuan dari program CLTS.
4
C. Tujuan Kegiatan
a. Tujuan Umum
Memicu masyarakat sehingga dengan kesadarannya sendiri mau
menghentikan kebiasaan buang air besar di tempat terbuka pindah
ke tempat tertutup dan terpusat
b. Tujuan Khusus
- Memfasilitasi masyarakat sehingga dapat mengenali
permasalahan kesehatan lingkungannya sendiri
- Memfasilitasi masyarakat untuk menganalisa masalah
kesehatan lingkungan, mereka dengan memicu perasaan
jijik, malu, takut sakit, dan lain sebagainya sehingga
muncul kesadaran untuk merubah perilakunya ke arah
perilaku hidup bersih dan sehat dengan meninggalkan
kebiasaan BAB di tempat terbuka.
- Memunculkan kemauan keras masyarakat untuk
membangun jawaban yang sesuai dengan keinginan dan
kemampuan mereka tanpa menunggu bantuan.
D. Manfaat Kegiatan
- Bagi Puskesmas sebagai bahan masukan untuk pelaksanaan kegiatan
CLTS selanjutnya
- Bagi peneliti adalah untuk dapat menambah wawasan dan pengalaman
serta menerapkan ilmu yang telah didapat selama menjalankan
program internsip di wahana Puskesmas Sooko dan RSUD RA.
Basoeni Mojokerto
- Sebagai bahan untuk penelitian lebih lanjut
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Community-Led Total Sanitation (CLTS)
CLTS atau Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan,
strategi dan program untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Perilaku higiene dan sanitasi
yang dimaksud antara lain tidak buang air besar sembarangan, mencuci tangan pakai
sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan
benar dan mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman. Perilaku tersebut
merupakan rangkaian kegiatan sanitasi total. Selanjutnya rangkaian perilaku tersebut
disebut sebagai pilar STBM (Menkes, 2008 dan Ditjen PP dan PL, 2011).
STBM dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat dimana masyarakat
sadar, mau dan mampu untuk melaksanakan sanitasi total yang timbul dari dirinya
sendiri, bukan melalui paksaan. Melalui cara ini diharapkan perubahan perilaku tidak
terjadi pada saat pelaksanaan program melainkan berlangsung seterusnya (Depkes RI,
2009).
Metode yang digunakan dalam STBM adalah metode pemicuan. Metode
pemicuan ini dilaksanakan oleh tim fasilitator dengan cara memicu masyarakat dalam
lingkup komunitas terlebih dahulu untuk memperbaiki sarana sanitasi sehingga
tercapai tujuan dalam hal memperkuat budaya perilaku hidup bersih dan sehat pada
masyarakat serta mencegah penyakit berbasis lingkungan. Faktor-faktor yang harus
dipicu antara lain rasa jijik, rasa malu, takut sakit, aspek agama, privacy, dan
kemiskinan.
2.1.1 Pilar CLTS
Tujuan STBM dapat tercapai dengan terpenuhinya beberapa pilar agar kondisi
sanitasi total sebagai prasyarat keberhasilan STBM tercapai. Beberapa pilar tersebut
antara lain (Kemenkes RI, 2010 dan Ditjen PP dan PL,2011):
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)
Kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak membuang air
besar di ruang terbuka atau di sembarang tempat. Tujuan dari pilar ini adalah
6
mencegah dan menurunkan penyakit diare dan penyakit lainnya yang berbasis
lingkungan.
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang
mengalir pada 5 waktu kritis. Lima waktu kritis tersebut antara lain sebelum
makan, sesudah makan, setelah BAB atau kontak dengan kotoran, setelah
mengganti popok bayi, dan sebelum memberikan makan bayi. Tujuan jangka
panjang dari pilar kedua adalah untuk berkontribusi terhadap penurunan kasus
diare pada anak balita di Indonesia.
3. Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga dan Makanan Sehat (PAM-RT)
Suatu proses pengolahan, penyimpanan, dan pemanfaatan air minum
dan air yang digunakan untuk produksi makanan dan keperluan oral lainnya.
Tujuan dari pilar ketiga adalah untuk mengurangi kejadian penyakit yang
ditularkan melalui air minum.
4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PSRT)
Proses pengelolaan sampah pada tingkat rumah tangga dengan prinsip
3R (Reduce, Reuse, and Recycle)
5. Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga (PALRT)
Proses pengolahan air limbah pada tingkat rumah tangga untuk
menghindari terciptanya genangan yang berpotensi menimbulkan penyakit
berbasis lingkungan
Kelima pilar tersebut diatas perlu dilakukan untuk menjamin tercapainya
kondisi sanitasi total. Namun, pada pelaksanaan STBM di wilayah kerja Puskesmas
Pungging, dari kelima pilar masih melaksanakan pilar pertama. Pelaksanaan kegiatan
hanya dilakukan pada pilar pertama atau Stop BABS dimaksudkan agar fokus pada
satu kegiatan dan mendapatkan hasil yang maksimal. Pada saat masyarakat telah sadar
bahwa berperilaku hidup bersih dan sehat sangat perlu dilakukan, maka pelaksanaan
keempat pilar selanjutnya akan lebih mudah dijalankan.
2.2 Defenisi Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) merupakan sekumpulan perilaku
yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan
seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan
aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.PHBS merupakan salah satu pilar
7
utama dalam Indonesia Sehat dan merupakan salah satu strategi untuk mengurangi
beban negara dan masyarakat terhadap pembiayaan kesehatan.
Mengapa PHBS masih diperlukan dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-
hari? Karena faktor perilaku memiliki andil 30 – 35 % terhadap derajat kesehatan,
sedangkan dampak dari perilaku terhadap derajat kesehatan cukup besar, maka
diperlukan berbagai upaya untuk mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat,
salah satunya melalui program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah wujud keberdayaan masyarakat yang
sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS. Dalam hal ini ada 5 program priontas
yaitu KIA, Gizi, Kesehatan Lingkungan, Gaya Hidup, Dana Sehat / Asuransi
Kesehatan / JPKM.
Sedangkan penyuluhan PHBS itu adalah upaya untuk memberikan pengalaman
belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan
melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui
pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana (Social Support) dan pemberdayaan
masyarakat (Empowerment).
Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya
sendiri, terutama dalam tatanan masing-masing, dan masyarakat dapat menerapkan
cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
2.3 Indikator PHBS dalam Rumah Tangga.
Terdapat 10 indikator dalam PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), yaitu :
Gambar1.1 Sepuluh indicator dalam PHBS
8
2.3.1 Persalinan Ditolong oleh Tenaga Kesehatan
Setiap persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan (bidan, dokter, dan
tenaga paramedis lainya), karena tenaga kesehatan merupakan orang yang sudah ahli
dalam membantu persalinan, sehingga keselamatan ibu dan bayi lebih terjamin.
Disamping itu dengan ditolong oleh tenaga kesehatan, apabila terdapat kelainan dapat
diketahui dan segera ditolong atau dirujuk ke Puskesmas atau Rumah Sakit. Jika ibu
bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan maka peralatan yang digunakan aman, bersih
dan steril sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya kesehatan lainnya.
a. Apa tanda-tanda persalinan?
- Ibu mengalami mulas-mulas yang timbulnya semakin sering dan semakin
kuat.
- Rahim terasa kencang bila diraba, terutama pada saat mulas.
- Keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir.
- Keluar cairan ketuban yang berwarna jernih kekuningan dari jalan lahir.
- Merasa seperti mau buang air besar.
b. Bila ada salah satu tanda persalinan tersebut, yang harus dilakukan adalah:
- Segera hubungi tenaga kesehatan (bidan/dokter)
- Tetap tenang dan tidak bingung
- Ketika merasa mulas bernapas panjang, mengambil napas melalui hidung
dan mengeluarkan melalui mulut untuk mengurangi rasa sakit.
c. Apa tanda-tanda bahaya persalinan?
- Bayi tidak lahir dalam 12 jam sejak terasa mulas.
- Keluar darah dari jalan lahir sebelum melahirkan.
- Tali pusat atau tangan/kaki bayi terlihat pada jalan lahir.
- Tidak kuat mengejan .
- Mengalami kejang-kejang.
- Air ketuban keluar dari jalan lahir sebelum terasa mulas.
- Air ketuban keruh dan berbau.
- Setelah bayi lahir, ari-ari tidak keluar.
- Gelisah atau mengalami kesakitan yang hebat.
- Keluar darah banyak setelah bayi lahir.
d. Apa peran kader dalam membina rumah tangga agar melakukan persalinan
oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan?
9
- Melakukan pendataan jumlah seluruh ibu hamil di wilayah kerjanya dengan
memberi tanda seperti menempelkan stiker.
- Menganjurkan ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannyadi
bidan/dokter.
- Memanfaatkan setiap kesempatan di desa/kelurahan untuk memberikan
penyuluhan tentang pentingnya persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
di fasilitas kesehatan,misalnya melalui penyuluhan kelompok di posyandu,
arisan,pengajian, dan kunjungan rumah.
- Bersama tokoh masyarakat setempat berupaya untuk menggerakkan
masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang mendukung keselamatan ibu dan
bayi seperti dana sosial bersalin, tabungan ibu bersalin, ambulans desa,
calon donordarah, warga dan suami Siap Antar Jaga, dan sebagainya.
- Menganjurkan ibu dan bayinya untuk memeriksakan kesehatan ke
bidan/dokter selama masa nifas (40 harisetelah melahirkan) sedikitnya tiga
kali pada minggu pertama,ketiga, dan keenam setelah melahirkan.
- Menganjurkan ibu ikut keluarga berencana setelah melahirkan.
- Menganjurkan ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) sajasampai bayi
berumur 6 bulan (ASI Eksklusif).
2.3.2 Memberi Bayi ASI Ekslusif
ASI adalah makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan zat gizi yang
cukup dan sesuai untuk kebutuhan bayi, sehingga dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik. Air susu ibu pertama berupa cairan bening berwarna kekuningan
(kolostrum) sangat baik untuk bayi karena mengandung zat kekebalan terhadap
penyakit.
Manfaat memberi ASI bagi ibu adalah dapat menjalin hubungan kasih sayang
antara ibu dan bayi, mengurangi pendarahan setelah persalinan, mempercepat
pemulihan kesehatan ibu, dapat menunda kelahiran berikutnya, mengurangi risiko
terkena kanker payudara dan lebih praktis karena ASI lebih mudah diberikan pada
saat bayi membutuhkan.
a. Pengertian bayi diberi ASI Eksklusif
adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa memberikan tambahan
makanan atau minuman lain.
10
b. Manfaat atau keunggulan ASI
- Mengandung zat gizi sesuai kebutuhan bayi untuk pertumbuhandan
perkembangan fisik serta kecerdasan.
- Mengandung zat kekebalan.
- Melindungi bayi dari alergi.
- Aman dan terjamin kebersihannya, karena langsungdisusukan kepada bayi
dalam keadaan segar.
- Tidak akan pernah basi, mempunyai suhu yang tepat dan dapatdiberikan
kapan saja dan di mana saja.
- Membantu memperbaiki refleks menghisap, menelan danpernapasan bayi.
c. Waktu Yang Tepat dan bagaimana ASI diberikan
- Sebelum menyusui ibu harus yakin mampu menyusui bayinya
danmendapat dukungan dari keluarga.
- Bayi segera diteteki/disusui sesegera mungkin paling lambat 30menit
setelah melahirkan untuk merangsang agar ASI cepat keluardan
menghentikan pendarahan.
- Teteki/susui bayi sesering mungkin sampai ASI keluar, setelah ituberikan
ASI sesuai kebutuhan bayi, waktu dan lama menyusuitidak perlu dibatasi,
dan berikan ASI dari kedua payudara secarabergantian.
- Berikan hanya ASI saja hingga bayi berusia 6 bulan. Setelah bayiberusia 6
bulan, selain ASI diberikan pula Makanan PendampingASI (MP-ASI)
dalam bentuk makanan lumat dan jumlah yangsesuai dengan
perkembangan umur bayi.
- Pemberian ASI tetap dilanjutkan hingga bayi berusia 2 tahun.
d. Bagaimana cara menyusui yang benar
- Sebelum menyusui bayi, terlebih dahulu ibu mencuci keduatangannya
dengan menggunakan air bersih dan sabun sampai bersih.
- Lalu bersihkan kedua puting susu dengan kapas yang telah
direndamterlebih dahulu dengan air hangat.
- Waktu menyusui bayi, sebaiknya ibu duduk atau berbaringdengan santai,
pikiran ibu harus dalam keadaan tenang (tidaktegang).
- Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala.
11
- Upayakan badan bayi menghadap kepada badan ibu, rapatkan dadabayi
dengan dada ibu atau bagian bawah payudara ibu.
- Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu.
- Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantatbayi
dengan lengan ibu bagian dalam.
- Bayi disusui secara bergantian dari susu sebelah kiri,lalu ke sebelah kanan
sampai bayi merasa kenyang.
- Setelah selesai menyusui, mulut bayi dan kedua pipibayi dibersihkan
dengan kapas yang telahdirendam air hangat.
- Sebelum ditidurkan, bayi harus disendawakan dulusupaya udara yang
terhisap bisa keluardengan cara meletakkan bayi tegaklurus pada ibu dan
perlahan-lahan diusapbelakangnya sampai bersendawa. Udara akankeluar
dengan sendirinya.
e. Apa manfaat memberikan ASI
- Bagi Ibu:
o Menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dengan bayi.
o Mengurangi pendarahan setelah persalinan.
o Mempercepat pemulihan kesehatan ibu.
o Menunda kehamilan berikutnya.
o Mengurangi risiko terkena kanker payudara.
o Lebih praktis karena ASI lebih mudah diberikan pada setiap
saatbayi membutuhkan.
- Bagi Bayi:
o Bayi lebih sehat, lincah dan tidak cengeng.
o Bayi tidak sering sakit.
- Bagi Keluarga:
o Praktis dan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pembelian
susuformula dan perlengkapannya.
o Tidak perlu waktu dan tenaga untuk menyediakan susu
formula,misalnya merebus air dan pencucian peralatan.
12
f. Bagaimana cara menjaga mutu dan jumlah produksi ASI.
- Mengkonsumsi makanan bergizi seimbang, banyak makan.sayuran dan
buah-buahan. Makan lebih banyak dari biasanya.
- Banyak minum air putih paling sedikit 8 gelas sehari.
- Cukup istirahat dengan tidur siang/berbaring selama 1-2 jam danmenjaga
ketenangan pikiran.
- Susui bayi sesering mungkin dari kedua payudara kiri dan kanansecara
bergantian hingga bayi tenang dan puas.
Ibu yang bekerja tetap bisa memberikan ASI Eksklusif pada bayi,
dengan cara memberikan ASI sebelum berangkat bekerja. Selama bekerja,
bayi tetap bisa diberi ASI dengan cara memerah ASI sebelum berangkat kerja
dan ditampung di gelas yang bersih dan tertutup untuk diberikan kepada bayi
di rumah. Setelah pulang bekerja, bayi disusui kembali seperti biasa.
g. Bagaimana cara menyimpan ASI di rumah.
- ASI yang disimpan di rumah di tempat yang sejuk akan tahan 6-8 jam.
- ASI yang disimpan di dalam termos berisi es batu akan tahan 24 jam.
- ASI yang disimpan di lemari es akan tahan 3 kali 24 jam.
- ASI yang disimpan di freezer akan tahan selama 2 minggu.
h. Bagaimana cara memberikan ASI yang disimpan.
- Cuci tangan dengan sabun dan bilas dengan air bersih.
- Apabila ASI diletakkan di ruangan yang sejuk, segera berikansebelum
masa simpan berakhir (8 jam).
- Apabila ASI disimpan dalam termos atau lemari es, ASI yangdisimpan
dalam gelas bersih tertutupdihangatkan dengan caradirendam dalam
mangkok berisi airhangat, kemudian ditunggusampai ASI terasa
hangat(tidak dingin).
- ASI diberikan dengansendok yang bersih,jangan pakai botol atau
dot,karena botol dan dot lebih sulitdibersihkan dan menghindariterjadinya
bingung puting susupada bayi.
13
i. Apa peran kader untuk mendukung keberhasilan pemberian ASI Eksklusif.
- Mendata jumlah seluruh ibu hamil, ibu menyusui, dan bayi baru lahir yang
ada di wilayah kerjanya.
- Memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu menyusuidi Posyandu
tentang pentingnya memberikan ASI Eksklusif.
- Melakukan kunjungan rumah kepada ibu nifas yang tidak datang ke
Posyandu dan menganjurkan agar rutin memeriksakan kesehatan bayinya
serta mempersiapkan diriuntuk memberikan ASI Eksklusif.
2.3.3 Menimbang Bayi dan Balita setiap bulan
Penimbangan bayi dan balita anda dimaksudkan untuk memantau
pertumbuhannya setiap bulan. Menimbang secara rutin di posyandu akan terlihat
perkembangan berat badannya apakah naik atau tidak. Manfaatnya, anda dapat
mengetahui apakah balita anda tumbuh sehat, tahu dan bisa mencegah gangguan
pertumbuhan balita, untuk mengetahui balita sakit (demam, batuk, pilek, diare), jika
berat badan dua bulan berturut-turut tidak naik atau bahkan balita yang berat
badannya dibawah garis merah (BGM) dan dicurigai gizi buruk, sehingga dapat
dirujuk ke Puskesmas. Datang secara rutin ke Posyandu juga berfungsi untuk
mengetahui kelengkapan imunisasi serta untuk mendapatkan penyuluhan gizi.
2.3.4 Menggunakan Air Bersih
Di dalam tangga dikatakan sehat rumah tangga tersebut menggunakan air
bersih untuk kebutuhan sehari-hari yang berasal dari air kemasan, air ledeng, air
pompa, sumur terlindung dan penampungan air hujan dan memenuhi syarat air bersih
yaitu tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna
Manfaat menggunakan air bersih diantaranya agar kita terhindar dari
gangguan penyakit seperti diare, kolera, disentri, thypus, kecacingan, penyakit mata,
penyakit kulit atau keracunan. Dan dengan menggunakan air bersih setiap anggota
keluarga terpelihara kebersihan dirinya.
2.3.5 Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun
Saat yang dianjurkan untuk melakukan cuci tangan adalah sebelum makan dan
sesudah makan, sesudah buang air besar, sebelum memegang bayi, setelah menceboki
anak dan sebelum menyiapkan makanan tentunya menggunakan air bersih mengalir
dan sabun. Manfaat mencuci tangan adalah agar tangan menjadi bersih dan dapat
14
membunuh kuman yang ada di tangan, mencegah penularan penyakit seperti diare,
kolera, dysentri, kecacingan, penyakit kulit, infeksi daluran pernafasan akut (ISPA),
bahkan flu burung dan lainnya.
a. Kapan saja harus mencuci tangan?
Setiap kali tangan kita kotor (setelah; memegang uang, memegang
binatang, berkebun, dll).
Setelah buang air besar.
Setelah menceboki bayi atau anak.
Sebelum makan dan menyuapi anak.
Sebelum memegang makanan.
Sebelum menyusui bayi.
Sesudah memegang binatang
Sesudah berkebun.
Sesudah menceboki bayi atau anak.
Sesudah memegang uang.
b. Apa manfaat mencuci tangan?
Membunuh kuman penyakit yang ada di tangan.
Mencegah penularan penyakit seperti Diare, Kolera Disentri,
Typhus,kecacingan, penyakit kulit, Infeksi Saluran Pernapasan
Akut(ISPA), flu burung atau Severe Acute Respiratory Syndrome(SARS).
Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman.
c. Bagaimana cara mencuci tangan yang benar?
Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan memakai sabun.
Bersihkan telapak, pergelangan tangan, sela-sela jari danpunggung tangan.
Setelah itu keringkan dengan lap bersih.
d. Apa peran kader dalam membina perilaku cuci tangan?
Memanfaatkan setiap kesempatan di desa/kelurahan untuk memberikan
penyuluhan tentang pentingnya perilaku cuci tangan, misalnya melalui
penyuluhan kelompok di posyandu,arisan, pengajian, pertemuan kelompok
Dasa Wisma, dankunjungan rumah.
Mengadakan kegiatan gerakan cuci tangan bersama untuk menarik
perhatian masyarakat, misalnya pada peringatan hari-hari besar kesehatan
atau ulang tahun kemerdekaan.
15
2.3.6 Menggunakan Jamban Sehat
Jamban yang sebaiknya digunakan minimal jamban leher angsa, atau jamban
duduk yang banyak di jual di toko bangunan, tentunya dengan tangki septic atau
lubang penampungan kotoran sebagai pembuangan akhir dan terpelihara
kebersihannya. Untuk daerah yang sulit air dapat menggunakan jamban cemplung
atau jemban plengsengan. Tujuannya dimaksudkan agar tidak mengundang datangnya
lalat atau serangga lain yang dapat menjadi penular penyakit. Kriteria Jamban Sehat
adalah fasilitas pembuangan tinja yang:
- Mencegah kontaminasi ke badan air
- Mencegah kontak antara manusia dan tinja
- Membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga, serta binatang lainnya
- Mencegah bau yang tidak sedap
- Konstruksi dudukannya dibuat dengan baik, aman dan mudah dibersihkan
a. Apa saja jenis jamban yang digunakan?
1. Jamban cemplung
Adalah jamban yang penampungannya berupa lubang yang berfungsi
menyimpan dan meresapkan cairan kotoran/tinja ke dalam tanah dan
mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Untuk jamban cemplung diharuskan
ada penutup agar tidak berbau.
2. Jamban tangki septik/leher angsa
Adalah jamban berbentuk leher angsa yang penampungannya berupa
tangki septik kedap air yang berfungsi sebagai wadah proses
penguraian/dekomposisi kotoran manusia yang dilengkapi dengan resapannya.
b. Bagaimana memilih jenis jamban?
- Jamban cemplung digunakan untuk daerah yang sulit air.
- Jamban tangki septik/leher angsa digunakan untuk:
o Daerah yang cukup air
o Daerah yang padat penduduk, karena dapat menggunakan“multiple
latrine” yaitu satu lubang penampungan tinja/tangkiseptik
digunakan oleh beberapa jamban (satu lubang dapat menampung
kotoran/tinja dari 3-5 jamban)
16
o Daerah pasang surut, tempat penampungan kotoran/tinja
hendaknyaditinggikan kurang lebih 60 cm dari permukaan air
pasang.
c. Mengapa harus menggunakan jamban?
Membangun dan menggunakan jamban dapat memberikan manfaat berikut ini:
- Peningkatan martabat dan hak pribadi
- Lingkungan yang lebih bersih, bau berkurang, sanitasi dan kesehatan
meningkat
- Tidak mencemari sumber air yang ada di sekitarnya
- Keselamatan lebih baik (tidak perlu pergi ke ladang di malam hari)
- Menghemat waktu dan uang, menghasilkan kompos pupuk dan biogas
untuk energi
- Memutus siklus penyebaran penyakit yang terkait dengan sanitasi (Diare,
Kolera Disentri, Thypus, kecacingan, penyakit saluran pencernaan,
penyakit kulit, dan keracunan)
Gambar 1.2 Pemutus alur penularan penyakit
17
d. Apa peran kader dalam membina masyarakat untuk memiliki dan
menggunakan jamban sehat?
- Melakukan pendataan rumah tangga yang sudah dan belummemiliki serta
menggunakan jamban sehat dirumahnya.
- Melaporkan kepada pemerintah desa/kelurahan tentang jumlah rumah
tangga yang belum memiliki jamban sehat.
- Bersama pemerintah desa/kelurahan dan tokoh masyarakat setempat
berupaya untuk menggerakkan masyarakat untuk memiliki jamban.
- Mengadakan arisan warga untuk membangun jamban sehatsecara bergilir.
- Menggalang dunia usaha setempat untuk memberi bantuan dalam
penyediaan jamban sehat.
- Manfaatkan setiap kesempatan di desa/kelurahan untukmemberikan
penyuluhan tentang pentingnya memiliki dan menggunakan jamban sehat,
misalnya melalui penyuluhan kelompok di Posyandu, pertemuan kelompok
Dasa Wisma,arisan, pengajian, pertemuan desa/kelurahan, kunjunganrumah
dan lain- lain.
- Meminta bantuan petugas Puskesmas setempat untuk memberikan
bimbingan teknis tentang cara-cara membuat jamban sehat yang sesuai
dengan situasi dan kondisidaerah setempat.
2.3.7 Memberantas Jentik di Rumah
Dilakukan rutin sekali seminggu. Lakukan pemberantasan jentik nyamuk
didalam dan atau diluar rumah seminggu sekali dengan 3M plus abatisasi/ikanisasi.
Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan kegiatan pemberantasan telur,
jentik, kepompong nyamuk penular penyakit seperti demam berdarah dengue,
chikungunya, malaria, filariasis (kaki gajah) di tempat-tempat perkembangbiakannya.
PSN dapat dilakukan dengan cara 3M plus yaitu menguras bak air, menutup tempat
penampungan air dan mengubur benda yang berpotensi menjadi sarang nyamuk plus
menghindari gigitan nyamuk.
2.3.8 Makan Buah dan Sayur Setiap Hari
Semua jenis sayuran bagus untuk dimakan, terutama sayuran yang berwarna
(hijau tua, kuning, oranye) seperti bayam, kangkung, daun katuk, kacang panjang,
selada hijau atau daun singkong. Begitu pula dengan buah, semua bagus untuk
18
dimakan, terutama yang berwarna (merah, kuning) seperti mangga, papaya, jeruk,
jambu biji atau apel lebih banyak mengandung vitamin dan mineral serta seratnya.
2.3.9 Melakukan Aktivitas fisik Setiap hari
Minimal 30 menit setiap hari melakukan pergerakan anggota tubuh yang
menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan
fisik, mental dan mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar
sepanjang hari. Jenis aktifitas fisik yang dapat dilakukan bisa berupa kegiatan sehari-
hari, yaitu berjalan kaki, berkebun, bekerja ditaman, mencuci pakaian, mencuci mobil,
mengepel lantai, naik turun tangga dan membawa belanjaan. Aktifitas fisik lainnya
bisa berupa olah raga yaitu push up, lari ringan, bermain bola, berenang, senam,
bermain tenis, yoga, fitness, angkat beban/berat.
a. Apa itu aktivitas fisik?
Aktivitas fisik adalah melakukan pergerakan anggota tubuh yang
menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan
kesehatan fisik, mental, dan mempertahankan kualitas hidup agar tetap
sehat dan bugar sepanjang hari.
b. Apa jenis aktivitas fisik yang dapat dilakukan?
- Bisa berupa kegiatan sehari-hari, yaitu: berjalan kaki, berkebun,kerja di
taman, mencuci pakaian, mencuci mobil, mengepellantai, naik turun
tangga, membawa belanjaan.
- Bisa berupa olah raga, yaitu: push-up, lari ringan, bermain
bola,berenang, senam, bermain tenis, yoga, fitness, angkat beban/berat.
c. Bagaimana cara melakukan aktivitas yang benar?
- Lakukan secara bertahap hingga mencapai 30 menit. Jikabelum
terbiasa dapat dimulai dengan beberapa menit setiap haridan
ditingkatkan secara bertahap.
- Lakukan aktivitas fisik sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
- Awali aktivitas fisik dengan pemanasan dan peregangan.
- Lakukan gerakan ringan dan secara perlahan ditingkatkan
sampaisedang.
- Jika sudah terbiasa dengan aktivitas tersebut, lakukan secara
rutinpaling sedikit 30 menit setiap hari.
d. Apa peran keluarga dan kader untuk mendorong anggota keluarga
melakukan aktivitas fisik setiap hari?
19
- Manfaatkan setiap kesempatan di rumah untuk mengingatkan tentang
pentingnya melakukan aktivitas fisik.
- Bersama anggota keluarga sering melakukan aktivitas fisik secara
bersama, misalnya jalan pagi bersama, membersihkan rumah secara
bersama-sama, dll.
- Ada pembagian tugas untuk membersihkan rumah ataumelaksanakan
pekerjaan di rumah.
- Kader mendorong lingkungan tempat tinggal untukmenyediakan
fasilitas olahraga dan tempat bermain untukanak.
- Kader memberikan penyuluhan tentang pentingnya melakukan
aktivitas fisk.
2.3.10 Tidak Merokok di Dalam Rumah
Jika ada anggota keluarga perokok, sebaiknya dianjurkan untuk berpikir
bahaya merokok dan berusaha berhenti untuk merokok. Dan jangan merokok di dalah
rumah atau ketika berada bersama orang lain yang bukan perokok, karena mereka
juga berhak mendapatkan udara segar. Merekok di dalam rumah dapat merugikan
anggota keluarga yang lain karena mereka dapat menjadi perokok pasif.
20
BAB 3
METODE
3.1 Tujuan Pemicuan CLTS di Masyarakat
Umum:
Memicu masyarakat sehingga dengan kesadarannya sendiri mau menghentikan
kebiasaan buang air besar di tempat terbuka dan pindah ke tempat tertutup dan
terpusat.
Khusus:
1. Memfasilitasi masyarakat sehingga masyarakat dapat mengenali permasalahan
kesehatan lingkungannya sendiri
2. Memfasilitasi masyarakat untuk menganalisa masalah kesehatan lingkungan
mereka dengan memicu perasaan jijik, malu, takut sakit, rasa dosa dan lain
sebagainya sehingga muncul kesadaran untuk merubah perilakunya kearah
perilaku hidup bersih dan sehat dengan meninggalkan kebiasaan BAB di
tempat terbuka
3. Memunculkan kemauan keras masyarakat untuk membangun jamban yang
sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka tanpa menunggu bantuan.
3.2 TIM CLTS
1. Lead Fasilitator : Bertugas sebagai pemicu, motor, pimpinan.
2. Co Fasilitator : Bertugas membantu Lead Fasilitator.
3. Recorder : Bertugas mencatat semua kegiatan selama
fasilitasi,
komitmen, dll .
4. Proses fasilitator keeper : Bertugas mengamati proses (bila ada hal yang
tidak
sesuai / keluar jalur untuk segera mengingatkan
Lead Fasilitator ).
21
5. Enviromental Setter : Bertugas mengamankan jalannya kegiatan bila ada
yang menggangu misalnya provokator.
3.3 Tahapan Pemicuan CLTS
Ada beberapa langkah yang dapat diikuti untuk memicu CLTS.
Urutan langkah yang digunakan untuk memicu CLTS adalah :
1. Perkenalan dan menjali kebersamaan.
2. Analisa Partisipatif.
3. Pemicuan.
4. Rencana tindakan oleh komunitas.
5. Tindak lanjut.
1. Perkenalan dan Menjalin Kebersamaan.
Posisi masyarakat melingkar, tidak ada lapis kedua, lead fasilitator ditengah
lingkaran, team fasilitator diluar lingkaran dan lokasi pemicuan di halaman /
ruangan yang cukup luas.
Langkah – langkah:
a. Kalimat pembuka pertemuan.
b. Lead fasilitator menyampaikan tujuan kedatangan tim, bila perlu
sampaikan bahwa anda dan tim sedang mempelajari profil sanitasi di
pedesaan (mencari tahu sejumlah pedesaan dimana orang masih
mempraktekkan BAB di tempat terbuka dan menunggu untuk subsidi
eksternal untuk menyelamatkan mereka dari keadaan yang tidak
menyenangkan tersebut).
c. Tim mau belajar tentang perilaku kesehatan lingkungan masyarakat.
d. Tim tidak membawa bantuan apapun.
Jika masyarakat bersedia, maka teruskan. Jika masyarakat tak bersedia,
maka hentikan pertemuan.
Setelah itu tim fasilitator memperkenalkan diri masing – masing sambil
bina suasana.
e. Pencairan suasana.
22
Bertujuan untuk menghilangkan kekakuan dalam pertemuan dan untuk
mencairkan suasana sehingga suasana menjadi lebih santai dan tidak ada
upper lower situation. Pencairan suasana dapat dilakukan dengan
mengajak permainan dinamika kelompok yang melibatkan semua peserta
pertemuan atau dapat juga dengan bernyanyi. Bila suasana sudah cair,
tanyakan istilah sehari – hari mereka tentang tinja, BAB, dan jamban.
2. Analisa Partisipatif
Dengan menggunakan peralatan dan metode PRA (Participatory Rural
Appraisal) yaitu sebuah pendekatan untuk menggabungkan pengetahuan dan
opini masyarakat dalam sebuah perencanaan program. Metode PRA ini dapat
memfasilitasi suatu analisa komprehensif oleh komunitas setempat mengenai
sanitasi dalam desanya. Salah satu teknik PRA adalah Transect Walk yang
bertujuan untuk memotivasi orang untuk mengadakan analisa sanitasi yang
lebih luas dengan melibatkan seluruh komunitas.
Tujuan:
- Pemetaan sosial
- Membuat alat bantu pemicuan
- Mengetahui tempat masyarakat biasa BAB
Teknik pemetaan sosial:
- Minta beberapa sukarelawan utuk membantu membuat peta dusun/dukuh
dengan alat seadanya atau alat yang disiapkan fasilitator.
- Minta sukarelawan menggambarkan batas dusun/dukuh, sungai, kebun/sawah,
fasilitas umum & posisi pertemuan.
- Minta semua peserta untuk menandai rumah masing – masing dengan
menggunakan bahan sesuai kesepakatan (misalnya batu).
Pemetaan tempat – tempat buang air besar.
- Lakukan pemetaan sanitasi di tempat terbuka (di atas tanah), dengan sumber
daya yang ada (daun, biji-bijian, dsb) dorong partisipasi dan kreatifitas
masyarakat untuk mengembangkan kondisi lingkungan mereka.
23
- Ajak mereka untuk menghitung jumlah kotoran manusia yang dihasilkan, hal
ini dapat membantu mengilustrasikan betapa besar permasalahan sanitasi.
-
Transect walk :
Merupakan kegiatan jalan – jalan menyusur dusun / dukuh, untuk melihat
tempat - tempat masyarakat biasa BAB sehari - hari. Tujuan dari Transcect
Walk ini adalah untuk menimbulkan rasa malu dan jijik dari masyarakat
setelah masyarakat dan fasilitator melihat tempat - tempat BAB.
Teknik:
- Datangi secara sistematis tempat tempat dimana masyarakat biasa BAB
ditempat terbuka, bila ketemu tumpukan tinja rombongan diajak berhenti dan
lakukan FGD (Focus Group Discussion)
- Ditempat tumpukan tinja, fasilitator dilarang menutup hidung (untuk jalan
masuknya memicu), picu rasa jijik, rasa malu, takut sakit, takut dosa, dan
sebagainya.
- Ajukan beberapa pertanyaan seperti keluarga mana yang BAB di tempat
terbuka, dan apa yang terjadi pada waktu BAB darurat di malam hari atau
semasa mengalami diare.
- Tarik perhatian mereka pada lalat – lalat di atas kotoran manusia, dan ayam-
ayam yang sedang mematuk dan memakan kotoran manusia tersebut.
Tanyakan seberapa sering terdapat lalat pada makanan mereka atau makanan
anak – anak mereka, dan apakah mereka senang makan ayam lokal yang
demikian.
Catatan:
Transect walk dilakukan setelah pemetaan karena pemetaan tidak ada yang
terpicu atau dilakukan lebih dulu sebelum pemetaan tergantung situasi dan
kondisi di lapangan.
3. Pemicuan
Bertujuan untuk membantu masyarakat mengenali masalahnya sendiri dan
memicu masyarakat untuk berubah atas kemauan sendiri menuju perilaku
hidup bersih dan sehat.
24
Elemen yang harus dipicu:
- Perasaan jijik
- Perasaan malu
- Perasaan takut sakit
- Perasaan takut dosa (agama)
- Perasaan tidak mampu
Teknik pemicuan:
Memicu rasa jijik dengan cara:
- Yang masih BAB sembarangan ditanya satu – satu: “Berapa anggota keluarga,
berapa kali BAB dalam sehari?” dan diminta menempatkan peraga tinja
ditempat dia biasa BAB, bila anggota keluarga 5, buat 5 tumpukan.
- Mereka diminta melihat tumpukan tinja yang ada dimana – mana, minta
mereka menghitung produksi tinja dalam sehari/seminggu/sebulan/setahun,
Tanya perasaannya dan apakah mau mempertahankan kebiasaan ini?
- Bila ada yang mau berubah, Tanya: “Terus rencananya bagaimana?” Bila
ingin buat jamban (terpicu) beri aplaus.
- Katakan bahwa yang mau berubah merupakan contoh pahlawan lingkungan
dan tanyakan pada yang hadir siapa yang mau meniru pahlawan lingkungan
itu?
- Tanyakan kepada yang telah punya jamban: “Bagaimana perasaannya setelah
tahu ternyata masih banyak tinja ada dimana – mana disekitar
lingkungannya?”
Memicu rasa malu dengan cara:
- Masyarakat diminta berdiri melingkari peta yang telah dibuat mereka, tidak
ada yang berada dilapis kedua, leader fasilitator ditengah, fasilitator lain diluar
lingkaran.
- Masyarakat ditanya: “Siapa yang masih BAB disembarang tempat?” yang
tunjuk tangan diminta maju 1 langkah (malu).
- Masyarakat yang masih BAB disembarang tempat ditanya: “Bagaimana
rasanya BAB ditempat terbuka, bagaimana kalau ada tamu, bagaimana wanita
BAB ditempat terbuka, bagaimana jika waktu haid?”
25
- Bila ada yang mau berubah, Tanya: “Terus rencananya bagaimana?” Bila
ingin buat jamban (terpicu) beri aplaus.
Memicu rasa takut sakit dengan cara:
- Kepada semua masyarakat ditanya bagaimana perasaannya melihat tumpukan
tinja dimana – mana? Terus kemana perginya tumpukan tinja tinja itu?
Binatang apa yang paling suka dengan tumpukan tinja? Terus binatang itu
kemana?
- Mereka diminta menggambarkan alur perjalanan bibit penyakit dari tinja
orang sakit ke mulut orang yang sehat (oral fecal), simulasi air terkontaminasi
(air minum/wudhu, untuk gosok gigi/cuci terkontaminasi)
- Tanyakan perasaan mereka setelah tahu alur perjalanan penyakit? Apakah
mereka akan terus melanjutkan kebiasaan BAB disembarang tempat?
- Bila ada yang mau berubah, Tanya: “Terus rencananya bagaimana?” Bila
ingin buat jamban (terpicu) beri aplaus
- Tanyakan kepada yang telah punya jamban: “Apakah mereka telah terbebas
dari ancaman tertular penyakit walaupun telah punya jamban? Terus mau
bagaimana?”
Memicu rasa takut dosa (agama) dengan cara:
- Kepada semua masyarakat ditanya: “Bagaimana perasaanya melihat tumpukan
tinja dimana – mana? Bagaimana kalau dihubungkan dengan Kebersihan
sebagian dari iman?”
- Tanya hubungan BAB disembarang tempat dengan dalil dalil Alquran dan
Hadist, Bagaimana perasaan mengotori air dengan tinjanya padahal dia tahu
bahwa air digunakan untuk bersuci, wudhu, dan sebagainya?
- Tanyakan perasaan mereka kalau tahu bahwa ternyata tinja mereka jadi
sumber penyakit? Tidakkah mereka merasa takut berdosa?
- Bila ada yang mau berubah, Tanya: “Terus rencananya bagaimana?” Bila
ingin buat jamban (terpicu) beri aplaus
- Tanyakan kepada yang telah punya jamban: “Apakah mereka telah terbebas
dari ancaman najis dimana – mana walaupun telah punya jamban? Terus mau
bagaimana?”
26
Catatan penting saat pemicuan:
- Titik kunci pemicuan CLTS tercapai : saat pemahaman bersama akibat BAB
di tempat terbuka makan setiap orang memakan kotoran sesamanya dan hal ini
akan berlanjut apabila praktek ini tidak dihentikan secara keseluruhan.
- Fasilitator berterima kasih atas kesimpulan mereka tersebut. Fasilitator harus
sabar, kreatif, inovatif dan bila ketemu dengan orang yang ekstrem jangan
dmusuhi, beri perhatian/pujian, siapa tahu itu calon natural leader yang handal.
- Lakukan penutupan.
- Biarkan situasi memuncaknya semangat dan perdebatan mereka. Jangan
ganggu atau beri saran.
- Masyarakat bebas memilih apapun termasuk melanjutkan BAB di tempat
terbuka.
- Jangan menyarankan rancangan kakus, karena ide pokok CLTS adalah untuk
merangsang kegiatan setempat mencari alternatif sendiri.
- Jangan terobsesi harus ada yang terpicu, karena bila tidak segera ada yang
terpicu, maka fasilitator akan terpancing untuk penyuluhan, orang yang terpicu
duluan biasanya menjadi natural leader.
- Kalau ada yang terpicu, setelah menutup acara, minta kepada yang terpicu
untuk tinggal sebentar dan fasilitator melaksanakan fasilitasi pasca pemicuan.
- Kalau tidak ada yang terpicu, katakan pada audient bahwa ini pengalaman
yang berharga, karena fasilitator tahu ada masyarakat yang bertahan dengan
kebiasaan BAB disembarang tempat dan akan diceritakan pengalaman ini
kepada komunitas yang lain.
- Walau tidak ada yang terpicu, ajak beberapa vokalis dan tokoh tokoh ketempat
pleno masyarakat untuk dilakukan pemicuan ulang ditempat pleno masyarakat
(diharapkan berubah jadi terpicu). Bila tetap tidak ada yang terpicu maka
tetaplah berterimakasih dan katakan kita akan catat bahwa desa tersebut akan
melanjutkan kondisi seperti itu.
Penghambat pemicuan di masyarakat:
- Kebiasaan dengan subsidi / bantuan
Solusi: jelaskan dari awal, bahwa kita tidak punya apa – apa dan kita tidak
membawa bantuan
27
- Gengsi (malu buat jamban sederhana)
Solusi: gali model jamban menurut masyarakat dan jangan memberikan 1
pilihan model
- Tidak ada tokoh panutan
Solusi: menculkan Natural Leader, jangan mengajari dan biarkan masyarakat
mengerjakan sendiri
Pasca pemicuan
Tujuan: mendampingi masyarakat buat RTL dan bentuk komite
Urutan kegiatan:
- Kalau pertemuan sudah dianggap cukup, leader fasilitator sampaikan terima
kasih, mohon maaf, mohon pamit, katakan kalau selama pertemuan dapat
pengalaman belajar yang luar biasa, salut kepada yang berubah dan yakin
bahwa yang lain akan menyusul.
- Masyarakat yang belum terpicu dipersilahkan pulang dan yang terpicu diminta
untuk tinggal sesaat karena ada yang masih perlu dibicarakan bersama.
- Masyarakat yang terpicu diminta memindahkan peta yang dibuat diatas tanah
keatas kertas, tunjukkan tangga sanitasi sebagai bahan pertimbangan
masyarakat buat jamban.
- Masyarakat yang terpicu diminta menuliskan komitmen mereka untuk buat
jamban, bantu susun komite dan buat kesepakatan kapan dilakukan
monitoroing.
Ciri dari masyarakat yang sudah terpicu:
- Masyarakat merasa tidak senang dengan kebiasaan BAB di tempat terbuka
- Ada keinginan/niatan untuk menghentikan kebiasaan BAB di tempat terbuka
- Munculnya natural leader yang mau mempelopori perubahan
4. Perencanaan Kegiatan
Bila kegiatan positif menuju CLTS dimulai:
- Berikan bantuan dan fasilitas dengan hati – hati.
- Semangati warga dengan memberitahukan bahwa mereka bisa mencapai 100%
sanitasi total.
28
- Kemungkinan desa mereka menjadi terkenal karena terbebas dari BAB di
tempat terbuka.
Proses Perencanaan :
Konsetrasi pada rencana cepat kegiatan positif (Tugas dan Tanggung Jawab
Komite )
- Membentuk kelompok kegiatan sanitasi
- Membuat daftar atau peta keluarga dan status sanitasi mereka saat ini.
- Membuat rencana individu tiap keluarga untuk menghentikan BAB di tempat
terbuka.
- Menggali lubang dan menggunakannya sebagai kakus buatan untuk sementara
waktu.
- Memperoleh janji dari kelurga yang berada untuk memulai pembangunan
kakus secepatnya.
- Mencari penyedia bahan bangunan kakus.
- Dorong keluarga yang berada untuk membantu keluarga yang kurang mampu
dan mencari jalan keluarnya.
- Perhatikan pada pemimpin alami (natural leader) yang timbul saat proses
pemicuan. Oegang dan beri dorongan untuk memimpin kegiata di wilayahnya.
5. Kegiatan Tindak Lanjut
Setelah sanitasi total tercapai, identifikasi pemimpin alami dan menyemangati
mereka untuk mengambil alih dalam memastikan bahwa rencana kegiatan
terlaksana dan abhwa perubahan perilaku dapat dipertahankan merupakan
keperntingan yang utama. Dorong anggota lingkungan untuk membuat papan
atau tanda yang menyatakan demikian. Hal in akan meningkatkan harga diri,
dan ketertarikan dari desa lain, dan lingkungan dapat memutuskan untuk
memberikan hukuman bagi mereka yang melanjutkan praktek BAB di tempat
terbuka. Seiring dengan berjalannya waktu, secara spontan masyarakat akan
membangun kakus yang lebih baik dan tahan lama.
29
BAB IV
Hasil Pengamatan
1. Data dasar kepemilikan jamban, tempat sampah, dan tempat pembuangan
limbah Januari-Desember 2014
Desa Jumlah Keluarga Keluarga memiliki
jamban
Keluarga
memiliki
tempat
sampah
Keluarga
memiliki
tempat
pembuangan
limbah
Sooko 2964 2548 1556 2705
Japan 2381 2060 851 2084
Jampirogo 877 652 375 592
Brangkal 1106 882 720 846
Kedung Maling 1720 1442 875 1442
Sambiroto 990 763 768 785
Wringinrejo 778 618 332 612
Gemekan 1138 829 238 365
Ngingas
Rembyong
1099 623 473 624
Tempuran 716 605 414 572
Karang
Kedawang
949 438 338 810
Modongan 1549 957 485 1127
Mojoranu 812 368 171 637
Klinterejo 705 591 201 629
Blimbingsari 1057 732 583 801
TOTAL 18.841 14.058 8.356 14.631
Total persen 74,61 44,35 77,66
Desa Keluarga Punya Jamban Persen
31
kepemilikan
Karang kedawang 949 438 46,15
Dusun Karang
Kedawang
468 176 37,60
2. Data Rumah Sehat
Desa Jumlah Rumah
Jumlah Sehat Persentase
Sooko 2731 1558 57.05
Japan 2162 866 40.06
Jampirogo 747 381 51.00
Brangkal 1051 732 69.65
Kedung Maling 1486 875 58.88
Sambiroto 813 769 94.59
Wringinrejo 623 332 53.29
Gemekan 1035 243 23.48
Ngingas Rembyong 910 483 53.08
Tempuran 591 421 71.24
Karang Kedawang 814 358 43.98
Modongan 1329 490 36.87
Mojoranu 699 136 19.46
Klinterejo 644 231 35.87
Blimbingsari 910 603 66.26
TOTAL 16.539 8.478 51.26
32
3. Data kepemilikan air bersih
4. Data Pemicuan di Dusun Karang Kedawang Periode Mei- 20 Juni 2015
Jumlah
keluarga
Sudah punya
jamban
Belum punya
jamban
Yang dipicu Yang
membangun
jamban
468 176 292 292 19
Jumlah keluarga Sudah punya
jamban
% Jamban baru Peningkatan
%
468 176 37,60 19 0,04
33
5. Data Hasil Pemicuan dengan jamban yang sudah terbangun
Bulan Jumlah Jamban
Desember 2014 14.058
Januari 2015 +6
Februari 2015 +0
Maret 2015 +11
April 2015 +14
Mei 2015 +13
~ 20 Juni 2015 +6
Jumlah Keluarga Kepemilikkan
Jamban Desember
2014
Kepemilikkan
Jamban s/d 20 Juni
2015
Penambahan
Jamban
18.841 14.058 14.108 50
34
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Input Pada Pelaksanaan Program CLTS di Wilayah Kerja Puskesmas
Sooko
Input merupakan komponen atau unsur program yang diperlukan, termasuk metode,
peralatan, anggaran, sumber daya manusia, dan sistem kebijakan nasional terkait.
5.1.1. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia dalam pelaksanaan program sudah sesuai dengan
pedoman yaitu pemegang program dengan latar belakang pendidikan sanitasi,
namun hanya terdiri dari 2 orang. Seharusnya, tim fasilitator terdiri dari 5
orang yang telah mengikuti pelatihan dan terdapat ahli sanitasi yaitu pemegang
program itu sendiri. Dan sebaiknya juga mengikutsertakan pemegang program
promosi kesehatan dan juga gizi. Dalam hal ini, tim sanitasi puskesmas Sooko
bekerjasama dengan bidan-bidan desa setempat.
5.1.2. Anggaran
Anggaran untuk pelasanaan program CLTS di wilayah kerja Puskesmas Sooo
belum tersedia anggaran khusus tiap tahunnya. Sumber pembiayaan utama
untuk pelaksanaan tingkat kecamatan dan masyarakat seharusnya berasal dari
APBD dan masyarakat sendiri. Sedangkan sumber pembiayaan altenatif bisa
diperoleh dari donor dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Anggaran
yang berasal dari masyarakat juga tidak ada karena kondisi ekonomi dari
masyarakat yang belum begitu baik. Program CLTS memang program non
subsidi namun dalam pelaksanaannya tetap membutuhkan dana. Tidak adanya
anggaran dikarenakan program ini kemungkinan besar belum menjadi prioritas
utama di bidang kesehatan.
5.1.3. Sistem Kebijakan Operasional
Sistem kebijakan operasional merupakan aturan tertulis yang digunakan
sebagai acuan dalam pelaksanaan program stop BABS. Adapun dokumen-
dokumen yang digunakan sebagai acuan antara lain:
Dokumen Millenium Development Goals (MDGs) 2015
35
Dokumen Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(Permenkes RI Nmor 852/MENKES/SK/IX/2008)
Dokumen kebijakan Nasional AMPL-BM
Dokumen Pedoman Pemantauan dan Evaluasi
Dokumen Pedoman Pengelolaan pengetahuan
Dokumen Pedoman Teknis Program STBM
Petugas sanitarian minimal harus mempunyai tiga dokumen dari beberapa
dokumen di atas, yaitu Dokumen Pedoman Pengelolaan Pengetahuan,
Dokumen Pedoman Pemantauan dan Evaluasi, dan Dokumen Kebijakan
Nasional AMPL-BM serta dapat pula Dokumen Strategi Nasional Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat. Karena dokumen tersebut merupakan standar
minimal yang harus dilakukan dalam pelaksanaan program mulai dari standar
perencanaan, teknis pemicuan, hingga standar minimum mempertahankan
desa yang sudah CLTS/ STBM. Di Puskesmas Sooko sendiri dokumen sudah
mengacu dari ketiga dokumen di atas.
5.1.4. Metode
Metode yang digunakan adalah pemicuan. Pemicuan lebih dikenal dengan
metode Participatory Rural Appraisal (PRA). PRA merupakan metode yang
membutuhkan partisipasi keluarga secara aktif dengan pengetahuan yang
mereka miliki dan diharapkan dapat menganalisa dan membuat perencanaan
tentang bagaimana menangani kondisi mereka. Masyarakat harus lebih aktif
dan fasilitator hanya sebagai perantara. Namun, partisipasi masyarakat dalam
membuat perencanaan masih kurang karena mereka berpikir bahwa
pembangunan jamban akan dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah. Selain
itu juga adanya kendala dari segi ekonomi dan rasa butuh akan jamban yang
masih kurang karena mereka menganggap jamban bukanlah kebutuhan utama.
5.1.5. Waktu
Dinas kesehatan Kabupaten Mojokerto sendiri menyatakan bahwa ditargetkan
terdapat 2 desa yang tercapai tiap tahunnya. Namun pelaksanaan di wilayah
kerja Puskesmas Sooko belum ada desa yang mencapai kondisi ODF.
36
5.2. Proses Pelaksanaan Program CLTS di Dusun Karang Kedawang bulan Mei-
20 Juni 2015
5.2.1. Perencanaan
Berdasarkan hasil penelitian, program ini dapat berjalan dengan maksimal
apabila tedapat peran yang nyata dari pemerintah desa, dalam hal ini
mendampingi masyarakat maupun motivasi. Di desa ini nampaknya para
pemangku kepentingan belum begitu berkomitmen dalam pelaksanaan
program ini. Hal ini dapat disebabkan karena BABS belum menjadi prioritas
masalah.
Kerjasama lintas sektor diperlukan karena program-program mereka langsung
bersentuhan dengan masyarakat yang notabene memiliki beragam masalah,
sehingga dalam penangannya pun harus multidimensi dari berbagai institusi
yang terkait.
5.2.2. Pemicuan
Pelaksanaan pemicuan di beberapa desa telah dilakukan oleh petugas
Puskesmas Sooko sesuai pedoman yang ada. Pemicuan dimulai dari pengantar
pertemuan, pencairan suasana, identifikasi istilah-istilah yang terkait sanitasi,
pemetaan sanitasi, transect walk, perhitungan alur kontaminasi, diskusi
dampak, dan menyusun rencana program sanitasi di akhir pemicuan.
5.2.3. Paska Pemicuan
Di beberapa desa yang telah diberi pemicuan oleh petugas setelah pelaksanaan
dilakukan monitoring oleh kader-kader setempat, namun tetap dipantau oleh
petugas dari Puskesmas Sooko. Pemantuan dilakukan 1 minggu paska
pemicuan. Dalam hal ini peran serta masyarakat juga masih kurang. Karena
kebanyakan memiliki kesibukannya tersendiri dan tidak menganggap bahwa
program ini merupakan program yang bermanfaat bagi dirinya maupun
lingkungan sekitar. Mereka memiliki pola pikir bahwa program ini bukan
bagian dari tanggung jawab mereka melainkan tanggung jawab pemegang
program.
37
5.3. Hasil Cakupan Pada Pelaksanaan Program CLTS di Dusun Karang
Kedawang Mei- 20 Juni 2015
Berdasarkan Dinas Kesehatan Mojokerto target keberhasilan dalam program
CLTS terdiri dari pemakaian air bersih 85%, kepemilikan air bersih 67%,
kepemilikan rumah sehat 85%, kepemilikan jamban 72%, Open defecation free
(ODF) 24%, kepemilikan pembuangan limbah 85%, dan kepemilikan tempat sampah
85%.
Tabel 5.1.Data dasar kepemilikan jamban, tempat sampah, dan tempat
pembuangan limbah Januari-Desember 2014
Desa Jumlah Keluarga Keluarga memiliki
jamban
Keluarga
memiliki
tempat
sampah
Keluarga
memiliki
tempat
pembuangan
limbah
Sooko 2964 2548 1556 2705
Japan 2381 2060 851 2084
Jampirogo 877 652 375 592
Brangkal 1106 882 720 846
Kedung Maling 1720 1442 875 1442
Sambiroto 990 763 768 785
Wringinrejo 778 618 332 612
Gemekan 1138 829 238 365
Ngingas
Rembyong
1099 623 473 624
Tempuran 716 605 414 572
Karang
Kedawang
949 438 338 810
Modongan 1549 957 485 1127
Mojoranu 812 368 171 637
Klinterejo 705 591 201 629
Blimbingsari 1057 732 583 801
38
TOTAL 18.841 14.058 8.356 14.631
Total persen 74,61 44,35 77,66
Dari tabel Data dasar kepemilikan jamban, tempat sampah, dan tempat
pembuangan limbah Januari-Desember 2014 didapatkan rerata target kepemilikan
jamban dari 15 desa tersebut adalah 74,61% (45.32% - 86.52%). Hasil ini sudah
melebihi target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Mojokerto yaitu sebesar 72% .
Namun terdapat perbedaan rentang yang jauh antara nilai pencapaian tertinggi dan
terendah. Rerata kepemilikan tempat sampah sebesar 44,35% (20.91% - 77,58%)
belum mencapai target yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Rerata kepemilikan
pembuangan limbah di 15 desa juga belum mencapai target. Rerata sebesar 77,66%
(32.07% - 91.26%) sedangkan target pencapaian sebesar 85%.
Presentase kepemilikan tempat sampah ditargetkan mencapai 85%. Dari tabel
Data dasar kepemilikan jamban, tempat sampah, dan tempat pembuangan limbah
Januari-Desember 2014 didapatkan bahwa 15 desa tersebut belum mencapai target
kepemilikan tempat sampah. Desa Sambiroto (77,58%) memiliki presentase tertinggi
namun tetap belum mencapai target. Target kepemilikan pembuangan limbah sebesar
85% berhasil dicapai oleh Desa Sooko (91.26%), Japan (87.53%), Karang Kedawang
(85.35%), dan Klinterejo (89.22%). Pencapaian terendah berada di Desa Gemekan
sebesar 32.07%.
Dari tabel Data dasar kepemilikan jamban, tempat sampah, dan tempat
pembuangan limbah Januari-Desember 2014 didapatkan hasil presentase kepemilikan
jamban, tempat sampah, dan pembuangan limbah dari 15 desa di Kecamatan Sooko.
Desa dengan presetase kepemilikan jamban tertinggi adalah Desa Japan (86,52%).
Terdapat lima desa yang belum mencapai target kepemilikan jamban, yaitu Desa
Ngingas Rembyong (56,69%), Desa Karang Kedawang (46,15%), Desa Modongan
(61.78%), Desa Mojoranu (45,32%), dan Desa Blimbingsari (69.25%).
Desa Karang Kedawang merupakan salah satu dari lima desa yang tidak
mencapai target kepemilikan Jamban. Pada mini proyek ini dilakukan pemicuan di
salah satu dusun, yaitu Dusun Karang Kedawang. Pada tabel Data Pemicuan di Dusun
Karang Kedawang Periode Mei-20 Juni 2015 terdapat 292 KK yang yang belum
39
memiliki jamban, setelah pemicuan terdapat 19 pembuatan jamban baru. Namun
peningkatan tersebut hanya sebesar 0,04%.
Desa Keluarga Punya Jamban Persen
kepemilikan
Karang kedawang 949 438 46,15
Dusun Karang
Kedawang
468 176 37,60
Tabel 5.2.Resume kepemilikan jamban di Desa Karang Kedawang
Tabel 5.3.Data Pemicuan di Dusun Karang Kedawang Periode Mei- 20 Juni
2015
Jumlah
keluarga
Sudah punya
jamban
Belum punya
jamban
Yang dipicu Yang
membangun
jamban
468 176 292 292 19
Jumlah keluarga Sudah punya
jamban
% Jamban baru Peningkatan
%
468 176 37,60 19 0,04
5.4. Penyebab Tidak Berhasilnya Program CLTS di Dusun Karang Kedawang
Mei-20 Juni 2015
Berdasarkan identifikasi penyebab masalah, diperoleh faktor penyebab belum
berhasilnya program yaitu antara lain meliputi faktor lingkungan, sumber daya
manusia, metode, dan anggaran.
1. Lingkungan
Faktor manusia meliputi komite/kader yang belum cukup aktif dan kurangnya
stakeholder dikarenakan kesadaran akan lingkungan yang kurang. Tidak
adanya kesadaran lingkungan menyebabkan perilaku buang air besar
sembarangan. Perilaku ini dapat dipengaruhi antara lain karena tingkat sosial
40
ekonomi yang rendah, pengetahuan di bidang kesehatan lingkungan yang
kurang, dan kebiasaan buruk dalam pembuangan tinja yang diturunkan dari
generasi ke generasi. Sedangkan dari segi lingkungan fisik terkait dengan
suplai air bersih. Rumah tangga yang terletak dari fasilitas sumber air biasanya
enggan membangun jamban. Mereka biasanya lebih senang menggunakan
sungai terdekat.
2. Metode
Kerjasama lintas sektor dan monitoring evaluasi belum berhasil karena
individu program, masyarakat, dan pokja Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan (AMPL) belum berjalan maksimal. Dinas kesehatan melakukan
upaya merubah perilaku masyarakat dan dengan bantuan pokja AMPL bekerja
sama dalam membangun jamban untuk membantu masyarakat yang kurang
mampu. Monitoring dilakukan oleh dinas kesehatan, petugas sanitarian
Puskesmas, dan masyarakat itu sendiri. Dinas kesehatan dan petugas sanitarian
telah melakukan monitoring dan evaluasi. Sedangkan masyarakat tidak
melaksanakan monitoring dengan cukup baik. Peran petugas sanitarian dari
puskesmas dan Dinkes adalah mengontrol jalannya paska pemicuan. Namun
hal ini juga harus didukung dengan peran aktif dari masyarakat dalam
melakukan monitoring.
3. Anggaran
Kondisi masyrakat yang kurang secara ekonomi dan tidak adanya stakeholder
yang menunjukan ketertarikan dan kepedulian akan program ini menyebabkan
sulit terwujudnya pembangunan jamban. Kurangnya ketertarikan ini
kemungkinan besar disebabkan karena program ini belum menjadi prioritas
masalah di wilayah Karang Kedawang serta dari segi ekonomi masyarakat
yang tidak begitu baik.
41
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
1. Pelaksanaan program CLTS di Dusun Karang Kedawang belum berhasil.
2. Pada identifikasi faktor input ditemukan bahwa tidak adanya anggaran
khusus, sehingga petugas tidak dapat menjalankan monitoring dengan baik.
3. Pada proses pelaksanaan ditemukan bahwa advokasi kepada kepala desa,
dusun maupun tokoh masyarakat belum berhasil. Selain itu, juga tidak ada
kerjasama lintas sektor.
4. Hasil pelaksanaan program di Karang Kedawang sebesar 37,6 % dimana
tidak mencapai target (72%). Peningkatan sebelum dan sesudah pemicuan
hanya 0.04% dan belum ada desa yang mencapai kondisi ODF.
5. Faktor penyebab belum berhasilnya program antara lain anggaran,
lingkungan, dan metode.
6.2. SARAN
6.2.1.Bagi Puskesmas
1. Pelaksanaan program hendaknya difokuskan pada satu desa hingga mencapai
kondisi ODF. Setelah tercapai kondisi ODF, desa tersebut dapat dijadikan
sebagai Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL) sehingga dapat
menjadi motivasi bagi desa lain untuk mencapai kondisi ODF.
2. Hendaknya ada peningkatan koordinasi dengan kepala desa atau tokoh
masyarakat dalam penggalangan anggaran baik dari Anggaran Dana Desa
(ADD), swadaya, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM),
maupun bantuan dari swasta.
3. Mendirikan forum peduli kesehatan. Pada forum tersebut merupakan wadah
untuk menampung saran dari berbagai pihak mengenai program CLTS,
membantu menggalang dana dan lain sebagainya.
6.2.2.Bagi Dinas Kesehatan
1. Sebaiknya dinas kesehatan Kabupaten Mojokerto lebih mengupayakan agar
anggaran untuk program CLTS lebih diutamakan mengingat permasalahan
yang ditimbulkan akibat BABS berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
42
2. Upaya advokasi pada lintas sektor lebih ditingkatkan lagi melalui seminar
bersama sektor yang terkait. Dalam seminar disampaikan hasil dan hambatan
dari pelaksanaan program STBM di Kabupaten Mojokerto serta
menyampaikan bahwa program saling berkaitan dengan sektor lain yaitu
dalam pemasaran sanitasi atau pembangunan sarana jamban.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. 2008. Modul Pelatihan Stop Buang Air Besar Sembarangan
(STOP BABS) , Ditjen PP dan PL bekerjasama dengan Pokja AMPL Pusat,
Depkes RI . Jakarta
2. Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta
3. Dinkes. 2010. Profil Kesehatan Kabupaten Mojokerto 2010.
4. Dinkes Kabupaten Mojokerto. Mojokerto Ditjen PP dan PL. 2010. Pedoman
Umum Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (draft 03). Menkes RI. Jakarta
5. Ditjen PP dan PL. 2010. Petunjuk Pelaksanaan Program STBM (draft 02).
Menkes RI. Jakarta
6. Ditjen PP dan PL. 2011. Pedoman Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM). Depkes RI. Jakarta
44