Transcript
Page 1: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

ANALISIS FASIES DAN SIKUEN STRATIGRAFI FORMASI AIR BENAKAT

BERDASARKAN DATA WELL LOG, PADA LAPANGAN “EA”, CEKUNGAN

SUMATRA SELATAN.

Ahmad Syahri Fadhli Haqqi1, Edy Sunardi2, Vijaya Isnaniawardhani3

1 Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, 2 Lab. Sedimentologi Universitas Padjadjaran, 3

Lab. Paleontologi Universitas Padjadjaran

SARI

Sikuen stratigrafi merupakan metode pendekatan yang digunakan dalam eksplorasi yang berguna untuk membantumengetahui distribusi fasies, interpretasi suksesi pengendapan, dan interpretasi petroleum system yang termasuk fasies sealrock dan reservoir rock.

Penelitian ini menjelaskan tentang sikuen kerangka stratigrafi pada lapangan “EA” berdasarkan konsep Sikuen T-R. Interval dari penelitian adalah Formasi Air Benakat , Cekungan Sumatera Selatan yang terendapkan pada kala Miosentengah. Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah tiga data sumur, satu data biostratigrafi, tiga data mudlog, dan 1data SWC, dan didukung dari data literatur. Metode penelitian adalah dilakukannya analisis elektrofasies. analisis litofasies,analisis lingkungan pengendapan, analisis kerangka sikuen stratigrafi, korelasi bidang sikuen, pemetaan ketebalan, lalupemodelan sikuen pengendapan dan potensi hidrokarbon.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat satu paket sikuen yang tidak utuh yang termasuk didalamnyaterdapat tiga systems tract. Regressive systemstract (RST) pada bagian bawah yang hanya ditemukan pada well 2,Transgressive systems tract yang ditemukan pada semua sumur, lalu diatasnya terdapat RST yang merupakan intervalmenarik dari penelitian dikarenakan memiliki potensi hidrokarbon. RST tersebut memilki 4 parasikuen yang mayoritassemakin menebal ke arah barat daya, yang membuktikan adanya pengarahan ke basinward .

Terdapat dua potensi hidrokarbon pada interval PS 2 pada kedalaman 2744-2806 ft dan PS 4 pada kedalaman2416-2452 ft. Hal tersebut didukung dari crossover log neutron dan density, lalu adanya data DST pada well 1. Perludilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui cadangan dan tingkat ekonomis dari potensi hidrokarbon tersebut.

Kata kunci: Sikuen Stratigrafi, Fasies Sedimen, Formasi Air Benakat, Cekungan Sumatra Selatan

ABSTRACT

Sequence stratigraphy is one of approach used in exploration that useful for determination fasies distribution,interpretation depositional succession and introduction and interpretation petroleum system include reservoir facies, sealrock and stratigraphical trap delineated.

The study provides explanation of sequence stratigraphy framework in “EA” field based on T-R sequence modelby Embry. The interval study is Air Benakat Formation, South Sumatra Basin that suggested deposited at Middle Miocene.Some data that used in this study include wireline log data from 3 well, 1 biostratigraphy data, 3 mudlog data and 1 sidewall core (SWC) data and supported by literature data. Research method that used are electrofacies analysis, lithofaciesanalysis, depositional environment analysis, sequence stratigraphy framework analysis, thickness mapping, and depositionalsequence modeling and hydrocarbon potential.

Based on this study, there is one package of incomplete depositional sequence include 3 systems tract that haveknown but the boundary can’t delineated all. Both of systems tract that is regressive systems tract (RST) in the lower ofinterval which only found in well 2and transgressive systems tract (TST) in the upper part of study, and then RST which astudy area that has 4 parasequence which thicker to southwest. It is a evidence of depocenter of study area in the south westof study area.

This study area has 2 hydrocarbon potential in PS 2 interval at 2744-2806 ft in depth and PS 4 interval at 2416-2452 ft in depth. That was supported by crossover neutron log and density log, and DST data of well 1. Need to the futureresearch to know of reserve and economical grade of its hydrocarbon.

Keyword: Sequence Stratigraphy, Sedimentary Facies, Air Benakat Formation, South Sumatra Basin

PENDAHULUAN

Indonesia memang kaya akan sumberdaya alam. Namun sampai sekarang, pemenuhankebutuhan energi dalam negeri ini masih

bergantung pada energi fosil khususnya minyakdan gas bumi. Kebutuhan energi minyak dan gasbumi dalam negeri terus meningkat sedangkanjumlah produksi dalam negeri terus menurun(berdasarkan perbandingan data produksi periode2007-2010 dengan tahun 2012) (Lemigas, 2012).Realita tersebut membuat pemerintah melakukan

Page 2: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

berbagai upaya peningkatan cadangan minyak dangas bumi yaitu dengan mendorong kontraktor-kontraktor KKS untuk melakukan kegiataneksplorasi baik di wilayah kerja eksplorasi maupundi wilayah kerja produksi. Upaya peningkataneksplorasi dilakukan dengan melakukan studigeologi dan geofisika (G&G), survei geofisika(survei seismic 2D dan 3D), pemboran sumureksplorasi, coring, dan test produksi.

Cekungan Sumatra Selatan merupakansalah satu cekungan yang mempunyai perananyang sangat penting sebagai penghasil hidrokarbondi Indonesia. Cekungan ini mendapat perhatianyang sangat besar dalam dunia eksplorasi minyakdan gas bumi sejak ditemukannya rembesanminyak di beberapa area.

Menurut Courteney et al. (1990) dalamBarber et al, 2005, rembesan minyak pertama kalidilaporkan terdapat di Cekungan Sumatra Selatandi dekat Muara Enim ke arah timur Karangradjaoleh Granberg pada tahun 1866. Kemudianditemukan lagi dua rembesan minyak pada tahun1877. Eksplorasi terus dikembangkan, sampaiditemukannya minyak pada AntiklonoriumKampong Minyak-1 pada tahun 1896 oleh MuaraEnim Petroleum yang mana sampai sekaranglapangan tersebut masih berproduksi dan telahmenghasilkan sekitar 15 MBO (Million barrels ofoil). Menurut Zeliff et al. (1985), pada tahun inipula ditemukan 4 MBO pada lapangan Sumpal olehRoyal Dutch Company. (Barber et al, 2005).

Terdapat 4 tahap siklus eksplorasi padacekungan ini, dimulai dari siklus eksplorasipertama yaitu pada tahun 1928 - 1940, sikluseksplorasi ke-dua 1968 - 1975, siklus eksplorasike-tiga 1984-1988, serta siklus eksplorasi ke-empatyang dimulai pada tahun 1994 hingga sekarang(Ginger & Fielding, 2005).

Sampai saat ini telah banyakdikembangkan metode untuk pengembanganlapangan minyak. Salah satu metode yang seringdiperbincangkan dalam kurun waktu ±20 tahunterakhir ini (1988-2008) yaitu dengan menerapkankonsep sikuen stratigrafi. Sikuen stratigrafimerupakan alat eksplorasi tambahan yang sangatbernilai dikarenakan dapat membantu dalammendeterminasi distribusi fasies dalam kerangkasikuen stratigrafi, menginterpretasi sejarah suksesipengendapan, serta pengenalan dan penafsiranpetroleum system yang meliputi fasies reservoir,batuan penutup/seal rock, dan deliniasi cebakanstratigrafi (Embry, 2009).

Pendekatan sikuen stratigrafi melibatkandisiplin ilmu geologi yang telah ada sebelumnyaseperti seismik stratigrafi, biostratigrafi,kronostratigrafi dan sedimentologi (Emery &Myers, 1996). Dalam perkembangan selanjutnya,konsep sikuen stratigrafi telah berkembang menjadibeberapa model seperti Exxon Depositional

Sequence Model, Genetic Stratigraphic Sequence,dan T-R Sequence (Embry, 2009).

TUJUAN PENELITIAN

Adapaun tujuan dari penelitian ini yaitu :1. Mengetahui fasies Formasi Air Benakat

lapangan ‘EA’, Cekungan SumateraSelatan.

2. Mengetahui tatanan stratigrafi dariFormasi Air Benakat pada lapangan ‘EA’,Cekungan Sumatra Selatan.

3. Mengetahui komposisi sikuen denganbatas-batasnya.

4. Mengetahui makna tatanan sikuenstratigrafi Formasi Air Benakat denganpotensi adanya hidrokarbon.

METODE PENELITIAN

1. Pengumpulan data primer berupa data welllog dan data sekunder berupa literature,laporan sumur, dan core/SWC (side wallcore).

2. Analisis elektrofasies denganmenggunakan software Geolog 7, analisislitofasies, analisis lingkunganpengendapan, korelasi bidang sikuen,pemetaan ketebalan, model pengendapan.

TINJAUAN PUSTAKA

GEOLOGI REGIONAL

Cekungan Sumatera Selatan terletak disebelah timur Pegunungan Barisan yang menyebarke arah timur laut sampai area offshore danmerupakan cekungan belakang busur yang dibatasioleh Pegunungan Barisan di sebelah barat daya,dan Paparan Sunda pra-Tersier di sebelah timurlaut (de Coster, 1974 dalam Barber et al, 2005).Cekungan Sumatra Selatan terbentuk selama faseextension yang berarah timur - barat pada pra-Tersier akhir - Tersier awal (Daly et al.,1987 dalamBarber et al, 2005). Aktivitas orogenic berlangsungpada Cretaceous akhir - Eocene dan membagicekungan kedalam 4 sub-cekungan, yaitu sub-cekungan Jambi, sub-cekungan Palembang Selatan,sub-cekungan Palembang Tengah dan sub-cekungan Palembang Utara (van Gorsel,1988dalam Barber et al, 2005). Menurut sumberyang lain, pembagian sub-cekungan SumatraSelatan terbagi menjadi 2, yaitu sub-cekunganPalembang dan sub-cekungan Jambi dimana keduasub-cekungan tersebut sedikit off-set satu samalainnya. Sub-cekungan Palembang memiliki riftsyang berorientasi utara-selatan sedangkan sub-cekungan Jambi berarah Timur laut - Barat daya(Barber et al, 1995).

Page 3: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL

Sejarah pembentukan cekungan SumatraSelatan terbagi kedalam tiga tektonik megasekuen(Ginger & Fielding, 2005), yaitu :

1. Syn-Rift Megasequence (c. 40 - c. 29 Ma)Terbentuk sebagai hasil dari subduksi,sepanjang palung Sumatra bagian barat.Kerak kontinen pada area Sumatra Selatanmenjadi subjek dari proses extensionalmayor dari Eocene sampai Oligoceneawal. Proses extensional ini menghasilkanhalf-grabens yang mana geometri sertaorientasinya dipengaruhi olehheterogenitas basement. Pada awalnya,proses extension ini berorientasi timur -barat, sehingga menghasilkan hoRST dangraben yang berarah utara - selatan.Sumatra Selatan mengalami gerak rotasisearah jarum jam sekitar 150 sejakMiocene yang kemudian menghasilkangraben yang berarah utara-timur laut –selatan-barat daya (Hall, 1995)

2. Post-Rift Megasequence (c. 29 - c. 5 Ma)Proses rifting berhenti sekitar 29 jutatahun yang lalu. Pada masa ini,berlangsung proses subduksi kerak benuatipis yang berada di bawah cekunganSumatra Selatan hingga mencapai bataskeseimbangan termalnya. Pada masa inipula terjadi proses transgressi yangpanjang serta regressi pada cekungan.Proses transgressi terjadi dimana lajupenurunan/subsidence yang tinggi diiringidengan muka air laut relatif yang naik.Sekitar 16 juta tahun yang lalu terjadiproses maximum flooding yang hampirmencakup seluruh cekungan. Sedangkanproses regressi terjadi ketika lajupenurunan/subsidence menurun dandiiringan dengan peningkatan suplaisedimen ke dalam cekungan. Proses initerjadi sekitar 16 - 5 juta tahun yang lalu.

3. Syn-Orogenic/Inversion Megasequence (c.5 Ma - Present)Pada masa ini terjadi proses orogenic yangtersebar secara luas, yaitu seperti orogenicBarisan yang melewati Sumatra Selatansejak 5 juta tahun yang lalu sampaisekarang. Selain proses orogenic, terdapatpula bukti terjadinya local uplift pada awal10 juta tahun yang lalu (Chalik et al,2004). Lipatan transpressional yangberarah barat laut – timur tenggaraterbentuk melewati cekungan danmemotong syn-rift fabric. Pada masa inipula terbentuk beberapa cebakanstruktural pembawa hidrokarbon yang

mana pada beberapa tempat terjadiakumulasi minyak yang akhirnyaterekspos. Selain lipatan yang memanjangsecara transpressional, penurunancekungan terus berlangsung seiringdengan masuknya suplai sedimen kedalam cekungan yang tinggi seiringdengan erosi dari pembentukanpegunungan Barisan dari selatan dan barat(Ginger & Fielding, 2005).Dalam Darman dan Sidi (2000) dalam

bukunya An Outline of The Geology of Indonesia,de Coster (1974) menyebutkan bahwa cekunganSumatra selatan dihasilkan oleh tiga fase tektonik,yaitu Middle-Mesozoic orogeny, Late Cretaceous-Eocene tectonism serta Plio-Plistocene orogeny.Fase pertama dan kedua menghasilkan konfigurasibasement termasuk pembentukan half grabens,hoRSTs dan fault blocks (Adiwidjaja & deCoster,1973). Fase terakhir yaitu, Plio-Plistoceneorogeny menghasilkan pembentukan romanstruktur saat ini yaitu berarah barat laut - timurtenggara serta depresi ke arah timur laut (de Coster,1974).

FISIOGRAFI REGIONAL

Berdasarkan unsur - unsur tektonik,cekungan Sumatra Selatan terbagi menjadi daerahtinggian dan depresi (Ginger & Fielding, 2005),yaitu :

1. Tinggian Meraksa-Kuang, TinggianPalembang (Tinggian Illiran), TinggianTamiang, Tinggian Palembang bagianutara, Tinggian Sembilang.

2. Depresi Lematang (Muara Enim Dalam).3. Antiklinorium Pendopo-Limau,

Antiklinorium Palembang bagian utara.

STRATIGRAFI REGIONAL

1. CretaceousBatuan pra-tersier yang terlipatkan secarakompleks di pegunungan Gumai terdiridari dua unit yang mana hubungan antarakeduanya masih belum jelas. Kedua unittersebut yaitu :

a) Formasi SalingUmumnya poorly-bedded volcanicbreccias, tuff dan lava aliran bersifatbasaltik-andesitik, teralterasi secarahidrotermal menjadi greenstone. Terdapatinterkalasi dark gray reefal limestonedengan fosil Mesozoic seperti coralLovcenipora dan gastropoda Nerinea.Batuan Formasi Saling mungkinmerupakan volcanic island arc yangberasosiasi dengan fringing reefs padakala Jurassic akhir sampai awalCreataceous.

Page 4: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

b) Formasi LingsingUmumnya abu-abu sampai hitam, thin-bedded shales atau slates, dengan batuanandesitik-basaltik hijau yang minor antarlapisannya, radiolaria pembentuk rijang,dan lapisan batugamping tebal yang kayaakan foraminifera Orbitolina pada awalCreatceous, tanpa koral. Batuan FormasiLingsing diperkirakan merupakan fasieslaut dalam pada awal Cretaceous. Belumdiketahui secara pasti berapa kedalamandiendapkannya formasi ini sertakedudukannya terhadap formasi Saling(lebih muda/lebih tua).

2. Paleogene Formasi Lahat

Formasi ini menindih secara tidak selarasbatuan Pra-tersier di bawahnya namunselaras dengan Talang Akar di atasnya.Terdiri dari tiga anggota, yaitu :- Lower Kikim Tuff Member

Tuff bersifat andesitik, breksi, sertabeberapa lapisan lava. Lapisan lavaberkurang ke arah utara.Ketebalannya bervariasi dari 0-800 m.

- Quartz-sanDSTone MemberAnggota ini selaras atau sedikit tidakselaras dengan Lower Kikim TuffMember atau mungkin menindihsecara langsung batuan Pra-tersier.Anggota ini dapat dipetakan di sekitarantiklin Gumai. Dasarnya terdiri darikonglomerat yang tebalnya sekitar0.5-3 m, diikuti dengan penghalusankonglomerat dan batupasir. Terdapatcross-bedding. Hampir semuabutirannya adalah kuarsa(polycristalline), yang diperkirakanberasal dari batuan granitik namunfragmen batuan volcaniccryptocrystalline ditemukan puladengan baik di sini. Ketebalannyabervariasi dari 75-200 m.

- Upper Kikim Tuff memberAnggota ini selaras dengan batuan dibawahnya, batupasir kuarsa dantransisi secara gradasi greenishandesitic volcanics. Umumnya besarbutir lebih halus dibandingkan dengananggota bagian bawahnya. Fine-grained, well-bedded tuffs dantuffaceous claystones berselingandengan coarse-grained, sepertiendapan lahar.

3. Pre-Baturaja Clastics4. Formasi Baturaja

Formasi Baturaja diidentikkan denganbatugamping. Secara lokal berkembangpada fasies air dangkal/shallow marine.Batugamping pada formasi ini tersingkap

di sekitar pegunungan Gumai yangmencapai ketebalan 200 m. Selain massivereefal facies, terdapat pula batugampingyang berlapis baik dan berbutir halus yangberinterkalasi dengan marl/rijang yangtipis pada daerah yang lebih dalam.Pada pemetaan bawah permukaan,batugamping Baturaja hanya dapatditemukan di tinggian purba/paleohighsdan sekitar batas cekungan/basin margin.Batugamping tidak ditemukan di sekitardalaman/low area dengan isian grabenyang tebal yang mana biasanya diisidengan marine shale fasies yang kayaakan foraminifera (Zona Vaginulina; basalTelisa). Formasi ini terbentuk pada awalMiosen.

5. Formasi Gumai (Tobler 1906)Formasi ini dikarakteristikkan olehbatulempung abu-abu gelap yang tebal,biasanya dengan foraminifera plangtonikyang akan membentuk lapisan tipis putih.Secara lokal terdapat whitish tuffs, brownturbiditic layers dan andesitic tuffaceous.Formasi Telisa memiliki variasi ketebalanyang tinggi mulai dari beberapa ratushingga 3000 m bahkan lebih. Hal iniumumnya dikontrol oleh perbedaan lajupenurunan/subsidence atau mungkin jugamerepleksikan bahwa dalam ketebalanTelisa tersebut mencakup marine lateralequivalent dari upper Talang Akar,Baturaja serta Lower PalembangFormation.Formasi ini memiliki waktu pembentukanyang bervariasi. Apabila batugampingBaturaja tidak berkembang makaberkembanglah lapisan basal Telisa yangmemiliki zona plangtonik N4 (earliestMiocene). Apabila Baturaja tebal, makalapisan Telisa yang paling tua berumur N6atau N7 (within early Miocene). Bagianatas dari formasi inipun bervariasi mulaidari N8 (latest Early Miocene) hinggaN10 (within Middle Miocene) tergantungposisi pada cekungan dan dimana batasformasi tersebut dipilih.

6. Formasi PalembangFormasi ini merupakan fase regressivepengisi cekungan Sumatra Selatan. Secarakeseluruhan, fasies pada formasi inimemperlihatkan tren shallowing upwarddari yang dominannya shallow marinepada bagian bawah hingga coastaldeposits sampai fluvial beds pada bagianatas. Lebih detilnya, formasi ini terdiridari beberapa transgressive-regressiveparasequences yang tips.

Lower Palembang Member (Formasi AirBenakat)

Page 5: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

Batas bawah dari formasi ini yaitu adanyakemenerusan lapisan batupasir sertabatulempung yang hanya mengandungbeberapa ataupun tidak mengandungforaminifera plangtonik. Bagian atasnyaditandai dengan bagian yang paling bawahdari lapisan batubara. Batupasir formasiini biasanya bersifat glauconitic.Batulempung nya mengandung glauconite,carbonaceous material, shallow marinemolluscs dan foraminifera. Basal sandsmerupakan coastal facies (beach, tidalflat, deltaic) ataupun pada area yang lebihdalam/ deeper water turbidites. Ketebalanformasi ini yaitu dari 100 – 1000 m.Umurnya dari Miosen Tengah, mungkinsampai Miosen Akhir.

Middle Palembang member (FormasiMuara Enim)Batas atas dan bawah dari formasi iniditandai dengan kemenerusan lapisanbatubara. Ketebalan di sekitar daerahMuara Enim dan Lahat mencapai 700 m,dengan batubara yang mencapai 15%.Laju subsidence diperkirakan memilikiperanan yang penting dalam pengendapanbatubara dan preservasinya. Formasi initerdiri dari stacked shallowing-upwardparasequences dengan ketebalan 10-30 m,shallow marine atau bay clays pada bagianbawahnya dan shoreline dan delta plainfacies (sand, clay, coal) pada bagian atas.Batupasir mungkin bersifat glaukonitikdan mengandung jatuhan volcanic.Khususnya pada bagian atas anggotasangat jelas terdapat kuarsa bipiramidadan tuff asam yang berwarna terang.Hampir pada semua bagian cekungan,batubara nya low grade (lignites). Padasekitar daerah intrusi andesit muda(seperti Bukit Asam), lignites teralterasimenjadi batubara high grade. Pada areaini batubara terbagi menjadi 3 kelompokyaitu bagian atas (6-7 seams), bagiantengah dan bagian bawah (Merapi seam;8-10 m). Umur dari formasi ini yaituMiosen Akhir – Awal Pliosen.

Upper Palembang Member (FormasiKasai)Formasi ini hampir menutupi semuabagian permukaan dari cekungan SumatraSelatan. Bagian paling bawah (250-350 m)dikarakteristikkan dengan fine-grained,rhyolitic tephra ( acid-air transportedvolcanics) contohnya yellow-white pumicetuffs (seringkali dengan kristal kuarsabipiramida, black hexagonal biotite flakesdan tuffaceous sanDSTones). Tidakterdapat batubara dan jarang sekaliterdapat conglomeratic sanDSTone dan

material tanaman. Bagian atas dari formasiini (ketebalan 300-500 m), masih terdiridari quartz-rich pumice tuffs namun jugamengandung cross-bedded coarsesanDSTones dan pumice-richconglomerate beds. Kebanyakan dariupper Palembang merupakan synorogenicdeposit yang berkembang pada sinklin.Fasies pegendapannya merupakan fasiesfluvial dan alluvial fan dengan ash-fallsyang cukup sering (non-andesitic). Jarangterdapat fosil, hanya moluska air tawardan fragmen tanaman (Musper, 1933;1937 dalam Herman et al., 2000). Umurpembentukannya yaitu Pliosen Akhir –Pleistosen.

7. QuaternaryLapisan paling muda pada cekungan yangtidak mendapat pengaruh lipatan “Plio-Pleistocene” dikategorikan sebagai lapisankuarter. Bersifat tidak selaras denganPalembang atau formasi yang lebih tualainnya dan biasanya dapat dibedakandengan adanya andesit yang berwarnagelap dan batuan volcanic yang bersifatbasa. Quaternary andesitic volcanismumumnya berlimpah di pegununganBarisan, terdapat pula diantara Lematangdan sungai Enim.

HASIL PENELITIAN

AREA PENELITIAN

Lapangan “EA” terletak pada Jambisubbasin dan merupakan lembahan yang dibentukakibat adanya sesar naik yang berarah timur laut-barat daya dan sesar naik berarah utara-selatanyang mengakibatkan Rift half Graben. Secarastratigrafi urutan batuan diawali oleh Basement,kemudian dilanjutkan dengan pengendapankelompok Telisa yang terdiri dari Formasi baturaja,Formasi Gumai, Formasi Talangakar yang dalamkeseluruhannya merupakan fase transgresi.Kemudian dilanjutkan pengendapan kelompokPalembang yang terdiri dari Formasi Air Benakat,Formasi Muaraenim,dan Formasi Kasai yangsecara keseluruhan merupakan fase regresi.

Berdasarkan petroleum system playterdapat beberapa reservoir yang teridentifikasiyaitu batugamping pada Formasi Baturaja, trapantiklinorium pada Formasi Muara Enim, danFormasi Talangakar-Formasi Air Benakat yangmembentuk reservoir-reservoir tipis di dalambatupasirnya. Formasi Air benakat merupakantarget dari penelitian ini dikarenakan adanyacrossover yang mencolok pada interval formasi AirBenakat yang menunjukkan adanya potensihidrokarbon pada interval tersebut.

Page 6: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

Pada penelitian kali ini, terdapat tiga buahsumur sebagai sumber data primer yang mewakilidaerah penelitian secara keseluruhan. Untukkelengkapan data dapat dilihat pada Tabel 1.

Daerah penelitian memiliki tiga sumur yangdigunakan untuk menganalisis tujuan penelitianyaitu Well 1, Well 2, dan Well 3. Terdapat datacutting pada semua sumur, tetapi data SWC untukinterval penelitian hanya terdapat pada Well 1 (KeyWell). Data biostratigrafi terdapat pada Well 1untuk mendukung analisis lingkunganpengendapan.

JENIS LITOLOGI

Analisis elektrofasies dilakukan pada sumurini menggunakan software Geolog 7. Untukmenentukan jenis-jenis litologi menggunakanperhitungan kandungan kadar mineral lempung(Vsh). Setelah dilakukannya perhitungan tersebutdibuatlah cutoff dengan nilai 46% sesuai denganhistogram dari Vsh untuk menentukan batas daribatulempung dan batupasir.

Batas atas Formasi Air Benakat pada Well 1ini terletak pada kedalaman 2208 ftdan batas bawahterletak pada kedalaman 3556,4 ft. Pada Well 1terdapat data cutting pada seluruh interval FormasiAir Benakat, data cutting digunakan untukdibandingkan dengan pola log GR yang bergunauntuk menentukan litostratigrafi pada sumur ini.Terdapat 37 Data SWC yang terdapat pada FormasiAir Benakat pada kedalaman 2400-2870 ft, yaitupada interval point of interest dari daerahpenelitian. Pada interval ini menarik dikarenakanadanya potensi hidrokarbon yang dicirikan daricrossover yang besar dari pola log neutron dandensity. Litologi pada interval tersebut memilikidominan litologi batupasir dengan karakteristikwarna abu-abu, pemilahan buruk-baik, semencalcareous, pasir sedang-pasir sangat halus, noshow. Dan juga terdapat sisipan betulempungdengan karakteristik warna abu gelap, pemilahansedang, semen calcareous, terdapat dolomite

minor,no show. Pada kedalaman 2456,7-2500 ftdan 2750-2866.7 ft terdapat gas show (Anonim,1974).

UMUR DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN

Analisis biostratigrafi digunakan untukmengetahui umur relatif serta lingkunganpengendapan. Pada sumur ini ditemukan fosilforaminifera planktonic akan tetapi tidakditemukan fosil foraminifera bentonik. Fosilforaminifera planktonic yaitu: Globigerinapraebuloides praebilloides, Globugerinoidesquadrilobatus immaturus, Cassigerinellachipolensis, Globorotalia mayeri, Hastigerinsiphonifera praesiphonifera, Globorotaliasiakensis, Globigerinoides obliquus obliquus,Globigerina angustimuilicata, Globorotaliaperipheroronda, Globigerina bradyi (Anonim,1974). Hasil dari analisis tersebut menunjukkanbahwa formasi ini terendapkan pada zonasi N.12-N.13 yaitu pada kala Miosen tengah, danterendapkan pada neritik dalam.

FASIES PENGENDAPAN

Berdasarkan analisis biostratigrafi, intervalpenelitian terendapkan pada lingkungan neritikdalam. Sedangkan berdasarkan hasil analisis fasiespengendapan dengan menggunakan dataelektrofasies, maka penulis menginterpretasikanbahwa lingkungan pengendapan interval penelitianmenjadi beberapa lingkungan pengendapan, yaitu:

Interval kedalaman 2410-2461 ftmerupakan fasies pengendapan Mouth Bar(Nichols, 2009).Fasies pengendapan ini masuk kedalamsub-lingkungan pengendapan Delta Front.Fasies pengendapan ini menunjukkan polaFunnel Shape (Walker, 1992) yangmenunjukkan mengasar keatas denganlitologi batupasir. Pola ini ditunjukkandengan refleksi log GR bagian atas yangtiba-tiba tinggi menunjukkan litologiShale. Hal ini didukung dari data SWCpada kedalaman 2463 ft-2493 ft yangmemiliki karakteristik batupasir denganwarna abu-abu, berukuran pasir halus-sedang, pemilahan buruk, semenkarbonatan, menyudut tanggung, dari hasildeskripsi SWC tersebut mendukung bahwaendapan ini merupakan fasies Mouth Bar.Sedangkan dari perhitungan salinity,interval ini memiliki nilai Salinity 1250ppm yang menunjukan diendapkan padakondisi air payau yang diinterpretasikansebagai wilayah transisi. Pada interval inimerupakan point of interest pada

Tabel 1 Tabel Kelengkapan Data Wireline log

Page 7: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

penelitian dikarenakan memiliki potensiadanya hidrokarbon.

Interval kedalaman 2461-2511 ftmerupakan fasies pengendapanIntradistributary Channel (Nichols, 2009).Fasies pengendapan ini masuk kedalamsub-lingkungan pengendapan delta front.Fasies pengendapan ini menunjukkan polaSerrated (Walker, 1992), pola iniditunjukkan dengan refleksi log GR yangseperti ikan hiu karena adanya perselinganbatupasir dan batulempung. Interval inimemiliki nilai Salinity rata-rata 4300 ppmyang menunjukkan kondisi air payau yangdiinterpretasikan sebagai wilayah transisi.

Interval kedalaman 2511-2557 ftmerupakan fasies pengendapan Mouth Bar(Nichols, 2009).Fasies pengendapan ini masuk kedalamsub-lingkungan pengendapan Delta Front.Fasies pengendapan ini menunjukkan polaFunnel Shape (Walker, 1992) yangmenunjukkan mengasar keatas denganlitologi batupasir. Pola ini ditunjukkandengan refleksi log GR bagian atas yangtiba-tiba tinggi menunjukkan litologiShale. Salinity rata-rata dari interval iniadalah 1620 ppm yang menunjukan airpayau yang diinterpretasikan terendapkanpada lingkungan transisi.

Interval kedalaman 2557-2632 ftmerupakan fasies pengendapan Mouth Bar(Nichols, 2009).Fasies pengendapan ini masuk kedalamsub-lingkungan pengendapan Delta Front.Fasies pengendapan ini menunjukkan polaFunnel Shape (Walker, 1992) yangmenunjukkan mengasar keatas denganlitologi batupasir. Pola ini ditunjukkandengan refleksi log GR bagian atas yangtiba-tiba tinggi menunjukkan litologiShale. Salinity rata-rata dari interval iniadalah 1932 ppm yang menunjukan airpayau yang diinterpretasikan terendapkanpada lingkungan transisi.

Interval kedalaman 2632-2683 ftmerupakan fasies pengendapanDistributary Channel (Nichols, 2009).Fasies pengendapan ini masuk kedalamsub-lingkungan pengendapan Delta Front.Fasies pengendapan ini menunjukkan polaBell Shape (Walker, 1992) yangmenunjukkan menghalus keatas denganlitologi batupasir. Pola ini ditunjukkandengan refleksi log GR bagian bawahyang tiba-tiba rendah menunjukkanlitologi batupasir. Salinity rata-rata dariinterval ini adalah 3329 ppm yangmenunjukan air payau yang

diinterpretasikan terendapkan padalingkungan transisi.

Interval kedalaman 2683-2750 ftmerupakan fasies pengendapanIntradistributary Channel (Nichols, 2009).Fasies pengendapan ini masuk kedalamsub-lingkungan pengendapan delta front.Fasies pengendapan ini menunjukkan polaSerrated (Walker, 1992), pola iniditunjukkan dengan refleksi log GR yangseperti ikan hiu karena adanya perselinganbatupasir dan batulempung. Interval inimemiliki nilai Salinity rata-rata 4300 ppmyang menunjukkan kondisi air payau yangdiinterpretasikan sebagai wilayah transisi.

Interval kedalaman 2750-2811 ftmerupakan fasies pengendapan Mouth Bar(Nichols, 2009).Fasies pengendapan ini masuk kedalamsub-lingkungan pengendapan Delta Front.Fasies pengendapan ini menunjukkan polaFunnel Shape (Walker, 1992) yangmenunjukkan mengasar keatas denganlitologi batupasir. Pola ini ditunjukkandengan refleksi log GR bagian atas yangtiba-tiba tinggi menunjukkan litologiShale. Hal ini didukung dari data SWCpada kedalaman 2786 ft-2853 ft yangmemiliki karakteristik batupasir denganwarna abu-abu, berukuran pasir sangathalus-halus, pemilahan sedang-buruk,semen karbonatan, menyudut tanggung,dari hasil deskripsi SWC tersebutmendukung bahwa endapan ini merupakanfasies Mouth Bar. Sedangkan dariperhitungan salinity, interval ini memilikinilai Salinity 1850 ppm yang menunjukandiendapkan pada kondisi air payau yangdiinterpretasikan sebagai wilayah transisi.Pada interval ini merupakan point ofinterest pada penelitian dikarenakanmemiliki potensi adanya hidrokarbon.

KERANGKA SIKUEN

Pada penelitian ini akan dilakukan analisasekuen dari orde ke 4 sampai orde ke 5, dan fokusdari penelitian ini ada pada analisa sekuen orde ke5. Analisa orde ke 4 digunakan data primer berupadata log sumur dan data mudlog. Sedangkan untukanalisa orde ke 5 digunakan data primer berupadata SWC (side wall core), data log sumur, dan datamudlog dimana tujuan dari penelitian adalah ordeke 5 yang mana terdapatnya zona menarikhidrokarbon yang berada pada kedalaman 2415-2455 ft dan 2747-2810 ft. Analisa kerangka sikuenini dilakukan pada Well 1 yang merupakan sumurkunci pada daerah penelitian.

Page 8: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

Analisis 4th Order Sequence

Pada analisis sikuen orde 4 digunakan dataprimer log sumur dan data mudlog. Formasi AirBenakat merupakan target dati studi ini yangmenurut regional merupakanfase regresi. Padainterval penelitan pada Well 1 ini terdapatTransgrresive Systems Tracts (TST) pada bagianbawah formasi yang dibatasi oleh batas bawahformasi dan MFS 1. Interval TST disimpulkanberdasarkan pola yang menghalus keatas yangmenerus. Bagian atas dari TST terdapat RegrresiveSystems Tracts (RST), RST dibatasi oleh MFS 1 danMRS 4. Pada interval ini terbagi atas empatparasequence yang masing-masing dibatasi olehMaximum Regrresive Surface (MRS). Interval TSTterdapat pada kedalaman 2381-3308 ft dengan tebal927 ft dan terendapkan pada sub-lingkunganpengendapan delta front.

Analisis 5th Order Sequence

Pada analisis sikuen digunakan dataprimer berupa data SWC (Side wall core), logsumur dan data mudlog. Formasi Air Benakatmerupakan target dari studi ini yang dimanamenurut regional merupakan pada faseregresi.Untuk melakukan analisis parasikuen,dilakukanlah pembagian parasikuen pada data logsumur,dimana masing-masing parasikuen dibatasioleh Maximum Regrresive Surface (MRS).Dalamrentang ini, didapatkan 4 parasikuen yaitu PS 1,PS2, PS 3, dan PS 4. Dari batas-batas stratigrafididapatkan bahwa batupasir menebal keatas. Haltersebut dapat diinterpretasikan bahwa terdapatparasikuen yang terendapkan pada daerah yanglebih ke arah darat atau mendangkal sehingga setparasikuen tersebut merupakan Regrresive SystemsTracts (RST) Parasequence set.

BATAS SIKUEN

Setelah melakukan analisis elektrofasies,mudlog, dan SWC yang menghasilkan fasiespengendapan, dan penarikan batas permukaanstratigrafi berdasarkan pola log GR yang didukungdari data salinity, SWC (pada point of interest) dandikalibrasi dengan mudlog maka didapatkan modelsikuen pada daerah penelitian denganmenggunakan well 1 dimana sumur tersebutmerupakan keywell pada daerah penelitian. Darihasil analisis dari data tersebut disimpulkanterdapat 4 parasikuen pada 1 parasikuen set(Gambar 4.7). Naiknya muka air laut menghasilkanMFS 1 yang menjadi batas bawah dari parasikuenset dan turunnya muka air laut menghasikan MRS 4yang menjadi batas atas dari parasikuen set. MRS 4merupakan sebuah SB (Sequence Boundary)

dimana merupakan kemenerusan dari SU(Subaerial Unconformity) yang berada pada well 3.Parasikuen set TST pada keywell trendapkan padasub-lingkungan pengendapan Delta Front.

Parasikuen TST memiliki 4 parasikuen,yaitu PS 1, PS 2, PS 3, dan PS 4 diman masing-masing dibatasi oleh MRS. PS 1 memiliki batasbawah MFS 1 pada kedalaman 3308 ft dan batasatas MRS 1 pada kedalaman 3028 ft dan memilikiketebalan 280 ft. Pada interval PS 1 terdapat fasiesmouth bar dan intradistributary channel. Fasiesmouth bar dicirikan dengan motif log funnel shapedengan pola mengkasar keatas dan memilikilitologi batupasir. Fasies intradistributary channeldicirikan dengan motif log bell shape yangmenunjukkan pola menghalus keatas karena adanyaniknya muka air laut dan memiliki litologiperselingan batupasir dan batulempung.

PS 2 memiliki batas bawah MRS 1 padakedalaman 3028 ft dan batas atas MRS 2 padakedalaman 2706 ft dan memiliki ketebalan 280 ft.Pada interval PS 2 terdapat fasies mouth bar danintradistributary channel. Fasies mouth bardicirikan dengan motif log funnel shape denganpola mengkasar keatas dan memiliki litologibatupasir. Fasies intradistributary channeldicirikan dengan motif log bell shape yangmenunjukkan pola menghalus keatas karena adanyaniknya muka air laut dan memiliki litologiperselingan batupasir dan batulempung.

PS 3 memiliki batas bawah MRS 2 padakedalaman 2760 ft dan batas atas MRS 3 padakedalaman 2524 ft dan memiliki ketebalan 236 ft.Pada interval PS 2 terdapat fasies mouth bar,distributary channel dan intradistributary channel.Fasies mouth bar dicirikan dengan motif log funnelshape dengan pola mengkasar keatas dan memilikilitologi batupasir. Fasies distributary channeldisirikan dengan motif log bell shape dengan polamenghalus keatas dan didominasi litologibatupasir. Fasies intradistributary channeldicirikan dengan motif log bell shape yangmenunjukkan pola menghalus keatas karena adanyaniknya muka air laut dan memiliki litolgiperselingan batupasir dan batulempung.

PS 4 memiliki batas bawah MRS 3 padakedalaman 2524 ft dan batas atas MRS 4 padakedalaman 2381 ft dan memiliki ketebalan 143 ft.Pada interval PS 2 terdapat fasies mouth bar,distributary channel dan intradistributary channel.Fasies mouth bar dicirikan dengan motif log funnelshape dengan pola mengkasar keatas dan memilikilitologi batupasir. Fasies distributary channeldisirikan dengan motif log bell shape dengan polamenghalus keatas dan didominasi litologibatupasir. Fasies intradistributary channeldicirikan dengan motif log bell shape yangmenunjukkan pola menghalus keatas karena adanyaniknya muka air laut dan memiliki litolgiperselingan batupasir dan batulempung.

Page 9: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

KORELASI

Berdasarkan model sikuen yang telahdibuat, maka dilakukanlah korelasi untukmengetahui penyebaran secara lateral sertamengetahui arah pengendapan dan sedimentasi.Dilakukan satu korelasi dari Well 3-Well 2- Well 1.Well 1 merupakan key well dari korelasi inidikarenakan kelengkapan data yang ada padasumur tersebut. Dari hasil analisi sikuen orde 5pada key well, maka didapatkan empat unit yangdapat dikorelasi yaitu PS 1, PS 2, PS 3, dan PS 4.

Hasil korelasi menunjukkan pada well 2dan well 1 merupakan deposenter dari basin,sedangkan well 3 memiliki posisi lebih ke darat.Hal tersebut dikarenakan dilihat dari penebalanyang signifikan dari well 3 ke well 2 dan well 1,serta didukung dari peta paleogeografi (Ginger.D &Fielding.K, 2005) yang menunjukkan bahwa lokasiwell 2 dan well 1 lebih ke arah cekungan. Padabagian tenggara hingga ke barat laut dari intervalpenelitian terendapkan pada sub-lingkunganpengendapan delta front, sedangkan pada bagianutara timur laut terendapkan pada sub-lingkunganpengendapan delta plain.

Untuk PS 1, didapatkan persebaran fasiesmouth bar dan Intradistributary Channel diantarabeberapa mouth bar pada bagian tenggara hinggake barat laut. Sedangkan pada bagian utara-timurlaut terendapkan distributary channel dan overbankyang berkembang. Ini membuktikan perubahanfasies secara lateral dari interval dari well 1 ke well2. Dari data tersebut diinterpretasikan bahwasemakin kea rah barat daya pengendapan semakinmenebal dan semakin ke arah cekungan.

Untuk PS 2, didapatkan didapatkan hasilkorelasi bahwa arah pengendapan berarah baratdaya, hal itu dibuktikan dari penebalan sedimen kearah barat daya. Pada PS 2 terdapat fasis mouth bardan Intradistributary Channel diantara beberapamouth bar pada bagian tenggara hingga ke baratlaut. Sedangkan pada bagian utara-timur lautterendapkan distributary channel dan overbankyang berkembang.

Untuk PS 3, pada barat daya terdapatfasies mouth bar, distributary channel danintradistributary channel, terdapatnya distributarychannel pada PS 3 menunjukkan adanya penurunanmuka air laut yang mengubah fasies mouth barmenjadi fasies distributary channel. Sedangkanpada bagian utara-timur laut sudah beruubah fasiesmenjadi distributary channel dan overbank yangmemiliki sub-lingkungan pengendapan delta plain.

Untuk PS 4, pada bagian barat dayaterdapat fasies mouth bar dan intradistributarychannel, intradistributary channel pada interval inilebih tebal dikarenakan adanya transgresi yangberlangsung yang menghasilkan endapan shale.

Sedangkan pada bagian timur laut sudah berubahmenjadi delta plain.

Dari hasil korelasi diinterpretasikan arahpengendapan dari timur laut ke arah barat daya dansedimen menebal ke arah barat daya menunjukkanbahwa ke arah barat daya lebih ke arah cekungan.Mouth bar pada bagian barat daya dihasilkan dariendapan channel yang ada pada bagian timur lautdari daerah penelitian.

GEOMETRI

Untuk mengetahui persebaran parasikuensecara lateral dan mengerahui geometri atau bentukpengendapan dari daerah penelitian ini makadilakukanlah pemetaan yang berasal dari korelasianalisis dari log sumur. Data yang dipetakan adalahPS 1, PS 2, PS 3, dan PS 4. Dari peta tersebut kitadapat mengetahui geometri serta dimensi dan jugaketebalan dari masin-masing unit parasikuen.

Peta KetebalanPeta ketebalan berguna untuk mengetahui

ketebalan dan perubahan ketebalan secara lateralmenggunakan data sumur yang ada. Dari hasil petaketebalan ini dapat membantu untukmenginterpretasi dari arah pengendapan sedimendaerah penelitian.

Peta Ketebalan PS 1

Pada peta ketebalan (Gambar 7),didapatkan bahwa unit ini menebal ke arahtenggara. Daerah yan tebal dimayoritasi olehendapan mouth bar, dan pada area yang tipisdiinterpretasi menjadi endapan delta plain yaitudistributary channel dan overbank. Kisaranketebalan dari unit ini adalah 85- 280 ft yangmenebal ke arah tenggara.

Peta Ketebalan PS 2

Pada peta ketebalan (Gambar 7),didapatkan bahwa unit ini menebal ke arahtenggara. Daerah yan tebal dimayoritasi olehendapan mouth bar, dan pada area yang tipisdiinterpretasi menjadi endapan delta plain yaitudistributary channel dan overbank. Kisaranketebalan dari unit ini adalah 125- 268 ft yangmenebal ke arah tenggara.

Peta Ketebalan PS 3

Pada peta ketebalan (Gambar 7),didapatkan bahwa unit ini menebal ke arahtenggara. Daerah yan tebal dimayoritasi olehendapan mouth bar, dan ada Distributary Channeldan juga ada intradistributary channel, pada area

Page 10: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

yang tipis diinterpretasi menjadi endapan deltaplain yaitu distributary channel dan banyakterdapat overbank. Kisaran ketebalan dari unit iniadalah 102- 236 ft yang menebal ke arah tenggara.

Peta Ketebalan PS 4

Pada peta ketebalan (Gambar 7),didapatkan bahwa unit ini menebal ke arahtenggara. Daerah yan tebal dimayoritasi olehendapan mouth bar, dan ada Distributary Channeldan juga ada intradistributary channel, pada areayang tipis diinterpretasi menjadi endapan deltaplain yaitu distributary channel dan banyakterdapat overbank. Kisaran ketebalan dari unit iniadalah 33- 143 ft yang menebal ke arah barat daya.Dari peta ketebalan dibawah dapatdiinterpretasikan bahwa adanya pembesaran secaralateral dari bentukan unit PS 4. Hal ini dikarenakanadanya turunnya muka air laut dan terjadinyaprogradation dan menghasilkan endapan yangmenyebar dan terjadinya lobe shifting.

SIKUEN PENGENDAPAN

Daerah penelitian termasuk kedalam satupaket sikuen pengendapan yang tidak utuh dimanaterdapat tiga systems tract yang dapat dikenalinamun tidak semua batasnya dapat ditentukan.

Systems tract pada bagian bawah adalahregressive systems tract yang mana batasbawahnya tidak dapat di deliniasi, systems tract iniditemukan hanya pada well 2, dan tidak ditemukanpada well 1 dan well 3. Hal ini dimungkinkankarena adanya pengaruh struktur umur miosenawal-pliosen awal, akan tetapi ini tidak dapatdibuktikan oleh penulis dikarenakan keterbatasandata yang ada. Kemungkinan yang lain adalahbatas bagian bawah berada di luar daerah penlitian(Air Benakat), sehingga tidak ditemukannyakemenerusan dari systems tract tersebut.

Systems tract yang terbentuk setelahnyaadalah transgressive systems tract dikarenakanadanya kenaikan muka air laut. Pada waktu TSTterendapkanlah fasies prodelta hingga ke shelf.Batas atas dari TST ini adalah MFS 1 yang menjadibatas bawah dari RST yang berada diatasnya.

RST merupakan point of interest daripenelitian dikarenakan adanya potensi darihidrokarbon yang terlihat dari crossover kurva logdensity dan log neutron. RST memiliki empatparasikuen yang terbentuk dikarenakan turunnyamuka air laut dan menghasilkan hasil endapandengan pola progradation. Batas bawah dari RSTadalah MFS 1 dan batas atasnya adalah SU danMRS 4. SU yang terdapat pada well 3 dikorelasikanterhadap MRS 4 pada well 1 dan well 2 untukmenjadi sebuah sequence boundary. Pembatasandari SU tersebut dikarenakan factor endapan bawahdan atas dari surface tersebut, dimana batas bawah

adalah endapan delta plain akan tetapi bagianatasnya sudah endapan darat didukung dari nilaisalinity yang dihitung berdasarkan log SP padawell 3. Penulis tidak memastikan apakah SUtersebut merupakan batas unconformity secararegional atau hanya gerusan local dari endapan

channel. Dibutuhkan penelitian lebih lanjutuntuk mengetahuinya.

POTENSI HIDROKARBON

Secara regional Cekungan SumateraSelatan memiliki potensi yang baik dalam bidangminyak dan gas bumi. potensi source rock daricekungan ini adalah Formasi Talang Akar, FormasiLahat, dan Formasi Gumai. Formasi Talang akarmerupakan sumber hidrokarbon dominan darihidrokarbon komersial pada cekungan SumateraSelatan. Reservoir yang berpotensi pada cekunganSumatra selatan adalah Pre-Tertiary Basement,Formasi Lemat, Formasi Talang Akar, FormasiBaturaja, Formasi gumai, dan Formasi Air Benakat.(Ginger & Fielding, 2005).

Proses migrasi yang memungkinkan untukmasuknya hidrokarbon kedalam reservoir FormasiAir Benakat adalah karena struktur geologiberumur setelah Formasi Air Benakat terendapkan.Menurut Ginger, 2005, migrasi berlangsung padasaat 2-5 Ma. Pada saat tersebut banyak terbentukuplift yang berguna sebagai jalur migrasihidrokarbon.

Formasi Air Benakat memiliki potensiyang baik untuk menjadi reservoir. Reservoir yangbaik pada formasi Air Benakat memiliki ketebalanantara 5-40 m, yang terbentuk pada lingkungan lautdangkal atau lingkungan delta. Porosity daribatupasir formasi Air Benakat secara regionalmemiliki nilai >20%, akan tetapi memilikipermeability (K<5 mD). Pada reservoir di FormasiAir Benakat memiliki nilai permeability relativekecil dikarenakan masih banyak mineral lempungyang terendapkan pada lingkungan tersebut.

Pada daerah penelitian memiliki nilaipotensi yang baik untuk adanya hidrokarbon padawell 1. Potensi tersebut dapat dilihat dari crossoverdari log density dan log neutron. Potensi satu padainterval PS 2 merupakan fasies Mouth bar (Gambar8) dan terletak terletak pada kedalaman 2744-2806ft. Dari hasil laporan sumur yang ada, telahdilakukanya DST (Drill Steam Test). Dari hasilDST tersebut disimpulkan bahwa interval inimemiliki potensi gas dengan kandungan CO2

senilai 62% dengan Sw 0.1-0.2. Potensi dua padainterval PS 4 merupakan fasies mouth bar danterletak pada kedalaman 2416-2452 ft. Dari hasillaporan sumur yang ada , telah dilakukan DST yangmenyimpulkan bahwa bagian atas dari interval initerisi oleh gas dan bagian bawahnya terisi oleh oildengan Sw 0.47-0.53, sehingga terbentuk gas cappada play ini.

Page 11: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukanpenulis pada lapangan “EA” Formasi Air Benakatdengan menggunakan metode sikuen stratigrafi,maka didapat beberapa kesimpulan yaitu :

1. Berdasarkan konsep elektrofasies, tipefasies yang berkembang pada formasi AirBenakat lapangan “EA” yaitu distributarychannel, overbank,intraditributarychannel, mouth bar dengan sistempengendapan delta pada lingkunganpengendapan transisi.

2. Pada lapangan “EA” Formasi Air Benakatterdapat tiga systems tract yaitu RST, TST,dan RST (interval Penelitian) yangbatasnya tidak utuh (diperkirakan beradadi luar interval penelitian).

3. Terdapat 4 paket parasikuen pada RSTinterval penelitian.

4. Terdapat 2 potensi hidrokarbon padainterval potensi reservoir 1 di kedalaman2744-2806 ft, dan potensi reservoir 2 dikedalaman 2416-2452 ft.

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esayang mengizinkan kami menyelesaikan penelitianini. Terima kasih kepada Pusat Studi Energi yangtelah memberikan izin untuk menerbitkanpenelitian ini. Terimakasih kepada dosen FakultasTeknik Geologi Universitas Padjadjaran yang telahmembimbing kami dalam pengerjaan penelitian ini.Terimakasih kepada keluarga HimpunanMahasiswa Geologi (HMG) yang telahmemberikan semangat dalam penyelesaianpenelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

- Anonim. 1974. Final Report of ”Well 1”. Jambi:Total Indonesie

- Barber, A.J.; M.J Crow; and J.S Milsom. 2005.Sumatra Geology, Resources and TectonicEvolution. London : The Geological Society. 266p.

- Boggs, JR Sam. 2006. Principles of Sedimentologyand Stratigraphy 4th Edition. USA : PearsonEducation, Inc.

- Darman, Herman and F.Hasan Sidi. 2000. An outlineof the Geology of Indonesia. Jakarta : IAGI. 192p.

- Embry.A, 2009. Practical Sequence Stratigraphy.Canadian Society of Petroleum Geologist. 79p.

- Emery, D and Myers ,K.J. 1996. SequenceStratigraphy. London : Blackwell Publishingcompany. 269p.

- Ginger David and Kevin Fielding. 2005. ThePetroleum System and Future Potential of The SouthSumatra Basin. Proceedings Indonesian PetroleumAssociation Thirtieth Annual Convention andExhibition.

- Nichols, G. 2009. Sedimentology and Stratigraphy.UK: Blackwell Publishing company

- Walker, Roger G and Noel P. James. 1992. FaciesModels Response To Sea Level Change. Canada :Geological Association of Canada. 409 p.

- http://pusdiklat-minerba.esdm.go.id/index.php/pengumuman/item/204-peranan-batubara-sebagai-batuan-induk-hidrokarbon

- http://www.lemigas.esdm.go.id/id/prdkpenelitian-221-.html

Page 12: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

Lokasi Penelitian

N

Lokasi Penelitian

N

Google Map

Gambar 1. Peta Fisiografi Cekungan (kiri), Peta Struktur Kunci Cekungan

Sumatra Selatan (Ginger & Fielding, 2005)

Gambar 2. Kolom Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan (Modified from

Ginger& Fielding, 2005).
Page 13: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

(Fin

al

Rep

ort

“W

ell”

1,1

974

)

el

l

G

am

ba

r3

.W

ell

Su

mm

ary

of

keyw

Page 14: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

Gambar 4. Analisis fasies pada keywell

Page 15: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

Gambar 5. Model Sikuen

Page 16: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

ib

idan

gsi

kuen

WEL

L3

WEL

L2

WEL

L1

WE

LL

3W

EL

L2

Bas

emap

WE

LL

1

(Key

Wel

l)

as

G

am

ba

r6

.K

ore

l

Page 17: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

Gambar 7. Peta Ketebalan

Page 18: Analisis fasies-dan-sikuen-stratigrafi-formasi-air

G

Gambar 8. Potensi Hidrokarbon pada well 1 (keywell)

ambar 9. Model Geometri Potensi Reservoir Hidrokarbon


Top Related