disp nea

82
BAB I PENDAHULUAN Dispnea adalah keluhan pernapasan yang paling sering memerlukan terapi darurat, tetapi intensitasnya dan pentingnya keluhan ini dapat berkisar antara rasa tak enak yang ringan pada suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri sampai kekurangan udara hebat pada keadaan yang akan segera menyebabkan kematian. Dispnea dihubungkan dengan berbagai penyakit pada jantung, paru-paru, dinding dada, maupun otot-otot pernapasan. kondisi psikoneurotik, yang biasanya berhubungan dengan ketegangan ataupun kecemasan. Tidak semua keadaan bernafas yang sulit di sebut dengan dispnea. Orang normal yang sedang istirahat tidak menyadari sedang bernafas. Setelah aktivitas ringan atau sedang, seseorang mungkin merasakan kegiatan bernafas, namun tidak disertai perasaan tidak nyaman. Perasaan tidak nyaman daoat dirasakan setelah melakukan aktivitas fisik 1

Upload: sugasetya

Post on 16-Nov-2015

26 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

dipsnea

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANDispnea adalah keluhan pernapasan yang paling sering memerlukan terapi darurat, tetapi intensitasnya dan pentingnya keluhan ini dapat berkisar antara rasa tak enak yang ringan pada suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri sampai kekurangan udara hebat pada keadaan yang akan segera menyebabkan kematian.Dispnea dihubungkan dengan berbagai penyakit pada jantung, paru-paru, dinding dada, maupun otot-otot pernapasan. kondisi psikoneurotik, yang biasanya berhubungan dengan ketegangan ataupun kecemasan.Tidak semua keadaan bernafas yang sulit di sebut dengan dispnea. Orang normal yang sedang istirahat tidak menyadari sedang bernafas. Setelah aktivitas ringan atau sedang, seseorang mungkin merasakan kegiatan bernafas, namun tidak disertai perasaan tidak nyaman. Perasaan tidak nyaman daoat dirasakan setelah melakukan aktivitas fisik yang melelahkan, namun sensasi ini juga bukanlah dispnea, karena diyakini terjadi hanya sementara dan sesuai dengan kadar aktivitas fisik yang dilakukan. Di lain pihak penderita dengan pola napas yang tampak normal mungkin saja mengeluh dispnea, karena mengalami berbagai sensasi tidak menyenangkan yang berhubungan dengan pernafasan. Oleh karena itu dispnea didefinisikan sebagai kesadaran akan pernefasan yang tidak nyaman dan abnormal.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Definisi DispneaDispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar. Seorang yang mengalami dispnea sering mengeluh napasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Dispnea merupakan manifestasi penting penyakit kardiopulmoner, meskipun ia ditemukan pada keadaan-keadaan lain seperti penyakit neurologic, metabolik, dan psikologik. Penting untuk membedakan dispnea dengan penemuan takipnea atau bernapas cepat secara objektif. Pasien mungkin terlihat bernapas dengan cepat, walaupun menyatakan ia tidak sesak napas. Sebaliknya juga terjadi seseorang pasien mungkin bernapas lambat tetapi mungkin menderita dispnea.Penyebab dari dispnea dapat dibagi menjadi empat tipe yaitu: Pulmoner: Asma, PPOK, gangguan penyakit paru, pneumotoraks. Kardiak : Gagal jantung, penyakit arteri coroner, infark miokard, kardiomiopati, disfungsi katub, hipertrofi ventrikel kiri. campuran kardiaak dan pulmoner: PPOK, hipertensi pulmoner, emboli paru kronik, edema paru, trauma. Non kardiak dan non pulmoner: kondisi metabolik, psikogenik, gangguan asam basa. Penderita harus menanyakan kapan dispnea terjadi dan dalam posisi apa. Dispnea noktural paroksismal adalah sesak napas yang timbul secara tiba-tiba ketika pasien tidur. Pasien tiba-tiba mengalami sensasi tercekik yang kuat. Dengan penuh ketakutan ia duduk dan biasanya berlari ke jendela untuk mendapatkan udara. Segera setelah pasien mengambil posisi duduk pasien merasa nyaman. Ortopnea adalah kesulitan bernapas ketika berbaring lurus. pasien memerlukan dua bantal atau lebih untuk bernapas dengan nyaman. Platipnea adalah gejala kesulitan bernapas yang jarang terjadi ketika pasiennya duduk dan hilang bila ia mengambil posisi berbaring. Trepopnea adalah keadaan dimana pasien lebih nyaman bernapas bila berbaring pada sisi tubuhnya. Berikut tabel beberapa penyebab dispnea posisional yang sering ditemukan:No.Jenis Kemungkinan Penyebab

1.Ortopnea Gagal jantung kongestif

Penyakit katub mitral

Asma berat

Emfisiema

Bronchitis kronis

Penyakit neurologi

2. Trepopnea Gagal jantung kongestif

3. Platipnea Keadaan pasca pneumoektomi

Penyakit neurologi

Sirosis (pintas intrapulmoner)

Hipovelemia

Gejala objektif sesak napas termasuk juga penggunaan otot-otot pernapasan tambahan ( sternokleidomasteideus, scaleneus, trapezius, pectoralis mayor), pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi. Sesak napas tidak selalu menunjukan adanya penyakit , orang normal akan mengalami hal yang sama setelalah melakukan kegiatan fisik dalam tingkat-tingkat yang berbeda. Pasien dengan gejala utama dispnea biasanya memiliki satu dari keadaan ini yaitu penyakit kardiovaskuler, emboli paru, penyakit paru intertisial atau alveolar, gangguan dinding pada otot-otot, penyakit obstruktif paru, kecemasan.Dispnea adalah gejala utama edema paru, gagal jantung kongestif, dan penyakit katub janatung. Emboli paru ditandai dengan dispnea mendadak. Dipsnea meupakan gejala paling nyata pada penyakit yang menyerang percabangan trakeobronkial, parenkim paru, dan rongga pleura. Dispnea biasanya dikaitan dengan penyakit restriktif yaitu terdapat peningkatan kerja pernapsan akibat meningkatnya resistensi elastic paru ( pneumonia, atelectasis, kongetif) atau dinding dada ( obesitas kifoskoliosis ) atau pada penyakit jalan napas obstruktif dengan meningkatnya nonelastik bronkial (emfisiema, bronchitis, asma). Dispnea juga dapat terjadi jika otot pernapasan lemah ( miastenia gravis), lumpuh (contohnya poliomyelitis,syndrome Guillane-Barre), letih akibat meningkatnya kerja pernapasan, atau otot pernapasan, atau otot pernapasan kurang mampu melakukan kerja mekanis ( emfisiema dan obesitas )2.2. Dispnea akibat pulmonology2.2.1. Asma bronkial Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik : obstruktif saluran napas yang reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi pernapasan, dan peningkatan respon saluran pernapasan terhadap berbagai rangsangan (hipersensitivitas). Menurut Mc Connel dan Holgate asma dalam 3 kategori yaitu asma ekstrinsik, asma intrinsic dan asma yang berkaitan dengan penyakit paru obstruktif. a. Patogenesis asma bronkial Sampai saat ini pathogenesis dan etiologi asma belum diketahui dengan pasti, namun berbagai penelitian telah menunjukan bahwa dasar gejala asma adalah inflamasi dan respon saluran pernapasan yang berlebihan.b. Asma sebagai penyakit inflamasiAsma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluuran napas. Inflamasi ditandai dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi) dan rubor (kemerahan karena vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsangan sensoris), dan fungsi laesa. dan harus disertai dengan infiltrasi sel-sel radang. ternyata Keenam diatas dijumpai pada asma tanpa membedakan asma alergi maupun non-alergi.Seperti telah dikemukakan diatas baik asma alergik maupun non alergik dijumpai adanya inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas. Oleh karena itu paling tidak dikenal 2 jalur untuk mencapai kedua keadaan tersebut. Jalur imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur IgE masuknya allergen kedalam tubuh akan diolah oleh APC (antigen precenting cell) untuk selanjutnya hasil olahan akan dipresentasikan ke sel Th. Sel T ini akan memeberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, serta sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epital, eosinophil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi ( histamine, prostaglandin, leukotrin, platelet aktiving factor, bradikinin, tromboksan). Akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vascular, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi muskus dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan hiperaktivitas saluran napas (HSN). Jalur non alergik selain merangsang sel inflamasi juga merangsang sistem saraf autonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan Hiperaktivitas saluran napas.Pada asma juga terjadi peningkataan respon saraf simpatis. Otot polos saluran napas dan hipertrofi otot polos pada saluran napas diduga berperan pada HSN. Obstruktif saluran napas ikut berperan HSN.c. Gambaran Klinis asmaGambaran klinis asma klasik adalah serangan episodic batuk, mengi, dan sesak napas. pada awal serangan sering gejala tidak seperti rasa berat di dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada awalnya batuk disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya passion akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cought variant asthma. Bila hal yang terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokassi bronkus dengan metakolin.Pada asma alergik, sering berhubungan antara pemajanan allergen dengan gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien assma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor pencetus non-alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran pernapasan atau perubahan cuaca.Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk pada awalnya minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Gejalanya mungkin membaik jika pasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya.d. Penegakan diagnosis asmaDiagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi, atau rasa berat di dada. Tetapi kadang-kadang pasien hanya mengeluh batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan jasmani. Adanya penyakit alergi yang lain pada pasien maupun keluarganya seperti rhinitis alergi, dermatitir atopic membantu diagnosa asma. Gejala asma sering timbul malam hari, tetapi dapat pula muncul tiap waktu. Yang membedakan asma dengan penyakit paru yang lain yaitu pada asma dapat hilang dengan tanpa obat, artinya serangan asma tanpa diobati ada yang hilang sendiri. Pemeriksaan fisikPenemuan tanpa pada pemeriksaan fisis pasien asma, tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernapasan cepat sampai sianosis dapat dijumpai pada pasien asma. 2.2.2. PneumoniaAdalah peradangan yang mengenai parenkimparu,distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas. Penyebab terjadinya pneumonia streptokokus pneumonia, stafilokokus aureus sedangkan infeksi penggunaan ventilator biasanya P.aeruginosa dan enterobakter. Pneumonia ini didapatkan bisa dari komunitas maupun pneumonia nosocomial.a. Penegakkan diagnosa Penegakkan diagnosa dari pneumonia ini dimaksud pengarahan kepada pemberian terapi yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit, dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. 1. AnamnesaDitujukan untuk mengetahui dari penyebab infeksi, predisposisi : PPOK (H. Influenza), kejang tidak sadar (aspirasi gram negatif, anaerob), penurunan imunitas (kuman gram negatif). Bedakan lokasi infeksi: Pneumoni komunitas (strepkokokus pneumonia, H,influenza, M. pneumonia). Usia pasien bayi biasanya virus, muda (M.pneumonia), dewasa (S. Pneumonia). Awitan cepat, akut dengan rusty coloured sputum (S. pneumonia), perlahan dengan batuk, dahak sedikit (M.pneomonia).2. Pemeriksaan fisikAwitan akut biasanya oleh kuman patogen S. pneumonia, Sterptococus spp. Staphylococus ditanadai dengan myalgia, malaise, batuk kering dan nonproduktif. Tanda-tanda klasik pada pneumonia adalah demam, sesak napas, tanda-tanda konsolodasi paru (perkusi pekak, ronki nyaring, suara napas bronkial).3. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronkogram (airspace disease). Distribusi infiltrate pada segmen apical lobus bawah. Bentuk berupa kavitas dengan air-fluid level sugesti untuk abses paru, infeksi anaerob, gram negatif atau amilodosis. Pemeriksaan labolatoriumMenandakan adanya suatu infeksi, leukopenia menunjukan depresi imunitas. Pemeriksaan bakteriologis dengan kultur kuman merupakan pemeriksaan utama sebelum praterapi dan bermanfaat untuk terapi selanjutnya.b. Penatalaksanaan pneumoniaTerapi O2 untuk mencapai saturasi 95-96% , penegncaran dahak dengan menggunakan nebulizer disertai bronkodilator bila terdapat spasme. Pemeberian kortikosteroid pada keadaan sepsis, obat-obat ion tropic jika terdapat komplikasi gagal ginjal prerenal. Antibiotik sesuai dengan kultur kuman.2.2.3. Tuberkulosis Paru (TB)Adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh M. tuberculosis. proses terjadinya infeksi melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei. a. Gejala-gejala klinis TB paruDemam biasanya subfebris menyerupai influenza, serangan demam bisanya sembuh sendiri kemudian timbul lagi. Batuk/ Batuk darah batuk yang terjadi karena ada iritasi pada bronkus, sifat batuk dimulai dari batuk kering non-produktif kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif. Keadaan lebih lanjut adalah batuk berdarah karena ada pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada TB terdapat pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus bromkus.Sesak napas ditemukan pada penyakit yang sudaha lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.Nyeri dada Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul jika infiltrate sudah sampai pada pleura. Malaise penyakit TB merupakan penyakit radang menahun, gejala malaise ditemukan pada pasien anoreksia tidak ada nafsu makan, BB makin turun drastic, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.b. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan pertama keadaan umumpasien mungkin akan ditemukan konjungtiva anemis, suhu badan subfebris, badan kurus. Bila dicurigai adanya infiltrate biasanya terdpat pada apeks paru didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi yang bronkial dan nyaring. Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi pada otot-otot intercostalis. Bila TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura, paru yang sakit agak tertinggal dalam pernapasan.Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegagkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopik. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2-3 spesimen SPS (sewaktu pagi sewaktu) BTA hasilnya positif.Bila hasil satu yang positif perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen torak atau pemeriksaan dahak SPS diulang.1. Kalau hasil rotngen mendukung TB paru, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB paru BTA positif.2. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB paru. Maka pemeriksaan daha SPS akan di ulang.Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan.Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik sepektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau amoksisilin) selam satu sampai dua minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB paru, ulangi pemeriksaan dahak SPS.1. Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB paru BTA positif.2. Kalau hasil SPS tetap negatif lakukan pemeriksaan foto rontgen torak, untuk mendukung diagnosis paru.a. Bila hasil rontgen mendukung paru, didiagnosis sebagai penderita TB paru BTA negatif rontgen positif.b. Bila hasil rotgen tidak mendukung TB paru, penderita tersebut tidak menderita paru. 2.2.4. BrokiektasisAdalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi dan distorsi bronkus local yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten dan ireversibel.Gejala dan tanda klinis tergantung dari luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainan ada tidaknya komplikasi lanjut.keluhan-keluhanBatuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jmlah sputum bervariasi, umumnya jumlah banyak apalagi pada pagi hari. sputumnya jika ditampung memberikan bentuk 3 lapisan, lapisan atas agaak keruh, lapisan tengah jernih dan lapisan akhir keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak.Hemoptisis terjadi akibat nekrosis atau destruksi dari mukosa bronkus paru yang mengenai dari pembuluh darah (pecah) dan timbul perdarahan. perdarahan cukup banyak jika yang mengenai mukosa sangat hebat dan terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis.Sesak napas terjadi pada 50% kasus, timbul dan beratnya sesak napas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronis yang terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi akibat infeksi berulang ISPA yang menimbulkan fibrosis paru dan emfisiema paru yang menimbulkan sesak tadi. Wheezing dapat terjadi local atau tersebar tergantung dari distribusi kelainanya.Pemeriksaan FisikTanda-tanda fisik umum mungkin yang ditemukan adalah sianosis, jari tabuh, pada kondisi yang kronik dapat ditemukan korpulmonal maupun payah jantung kanan. Pada brokiektasis mungkin ditemukan ronki basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaan menetap dari waktu ke waktu, atau ronki basah ini menghilang saat pasien mengalami drainase postural dn timbul lagi pada wakktu lain. Terjadi retraksi dinding pada daerah yang terkena serta terdapat pergeseran mediastinum keparu yang terkena. Wheezing sering ditemukan jika terjadi obstruksi bronkus.Pemeriksaan radiologis Gambaran radiologis khas untuk brokiektasis biasanya menunjukan kista-kista kecil dengan fluid level mirip seperti gambaran sarang tawon. 2.2.5. Pneumotoraks spontanAdalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. berdasarkan anamnesa gejala yang muncul sesak napas, nyeri dada, batuk-batuk, sedangkan pada pemeriksaan fisik didapatkan suara napas melemah sampai menghilang, fremitus melemah samapai menghilang. perkusi dapat sonor atau hipersonor. Pnemotorak tension dicurigai apabila didapatkan adanya takikardi berat, hipotensi dan pergeseran mediastinum atau trakea.Penatalaksanan Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya pneumotoraks. Tujuan mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Prinsip-prinsip penanganan pneumotoraks adalah observasi dan pemberian tambahan oksigen, Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan atau tanpa pleurodosis. Toroskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb atau bulla. Torakotomi. 2.3. Diapnea Akibat Kardio2.3.1. Stenosis MitralStenosis mitral merupakan suatau keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah dari atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katub mitral. Kelainan struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat diastole.PatofisiologiPada keadaan normal area katub mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2. Bila area orifisium katub ini berkurang samapai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran trammitral yang normal tetap terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katub kurang dari 1 cm2. Sebagai akibatnya kenaikan tekanan atrium kiri akan diteruskan ke vena pulmonalis dan seterusnya mengakibatkan kongesti passru serta keluhan sesak. Manifestasi klinisAnamnesisKebanyakan pasien dengan stenosis mitral bebas keluhan, dan biasanya keluhan utama berupa sesak napas, dapat juga fatiq. Pada stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktivitas sehari-hari, paroksimal nocturnal dispnea, ortopnea atau edema paru yang tegas. Pemeriksaan fisikTemukan klasik pada stenosis mitral adalah opening snap dan bising diastole kasar pada daerah mitral. Biasanya terdengar S1 keras, di apeks rumble diastolik ini dapat diraba sebagai thrill.Pemeriksaan penunjangGambaran klassik dari foto toraks adalah pembesaran atrium kiri serta pembesaran arteri pulmonalis. Edema intertisial berupa garis Kerley terdapat pada 30% pasien dengan tekanan atrium kiri 20 mmHg. Temuan lain dapat berupa garis Kerley serta kalsifikasi pada daerah katub mitral.Penatalaksanaan Stenosis mitral merupakan kelainan mekanik, oleh karena itu obat bersifat suportif atau simtomatik terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan terhadap infeksi.Beberapa obat seeprti antibiotik golongan penisilin, eritomisin, sulfat, sefalosporin untuk demam rematik atau pencegahan endocarditis. Obat-obat iontropik negatif seperti -blocker atau Ca-blokcer, dapat memberikan manfaat pada pasien dengan irama sinus yang yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan. Retriksi garam dan pemberian diuretic secara intermiten bermanfaat jika terbukti adanya kongesti vascular paru.2.3.2. Regurgitasi mitralAdalah suatu keadaan dimana terdapat aliran darah balik dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri pada saat sistol, akibat tidak dapat menutupnya katub mitral sempurna. Dengan demikian aliran darah sistol akan terbagi dua, disamping keaorta yang seterusnya ke aliran darah sistemik, sebagai fungsi utama, juga akan masuk ke atrium kiri. Akan tetapi daya pompa jantung jadi tidak efisien dengan berbagai tingkat klinisnya, mulai dari yang asimptomatis sampai gagal jantung berat. Etiologi reguritas mitralEtiologi regurgitasi mitral (RM) sangat banyak, erat hubunganyya MR akut dan kronik, MR akut secara garis besar ada tiga bentuk:1. MR primer akut non iskemia yang terdiri dari: Ruptur korda spontan Endokarditis infektif Degenerasi miksomatous dari vulvar Trauma Hipovelemia pada mitral valve prolapse MR karena iskemia akut MR yang terjadi karena ikemia akut maka akan terjadi gangguan fungsi ventrikel kiri, annular geometri atau gangguan muskulus papilaris. Pada infark akut dapat terjadi rupture dari muskulus papilaris, satu atau keduanya. Selanjutnya timbul edema paru, syok dan kematian. Namun apabila hanya satu muskulus papilaris yang rupture, walaupun klinisnya berat namun bisa diatasi. MR juga bisa muncul sebagai kelanjutan dari infark akut, di amna terjadi remodeling miokard, gangguan fungsi muskulus papilaris, dan dilatasi annulus, gangguan koaptasi katub mitral, selanjutnya timbul MR.2. MR akut sekunder pada kardiomiopati Pada kardiomiopati terdpaat penebalan dari miokard yang tidak proposional dan bisa asimetris, yang berakibat kedua muskulus papilaris berubah posisi, akibatnya tidak berfungsi dengan sempurna selanjutnya penutupan katub mitral tidak sempurna.3. Etiologi dan mekanisme MR kronik Etiologi MR kronik sangat banyak. MR kronik dapat terjadi pada penyakit jantung vulvular yang berlangsung secara slowly progressive. seperti pada penyakit jantung rematik. Dapat juga terjadi sebagai konsekuensi lesi akut seperti perforasi katub atau rupture korda yang tidak pernah memperlihatkan gejala-gejala akut, namun dapat diadaptasi sampai timbul bentuk kronis dari MR.Patofisiologi MR Pada MR atrium kiri dan ventrikel kiri yang sebelumnya normal-normal saja, tiba-tiba mendapat beban yang berlebihan. Pada saat sistol atrium kiri akan mengalami pengisian yang berlebihan, disamping aliran darah yang biasa dari vena-vena pulmonalis, juga mendapat aliran darah tambahan dari ventrikel kiri akibat regurgitasi tadi. Sebaliknya pada saat diastole, volume darah yang masuk ke ventrikel kiri akan mengalami peningkatan yang berasal dari atrium kiri yang mengalami volume overload tadi. Dinding ventrikel cukup tebal tidak akan sempat berdilatasi, namun akan mengakibatkan mekanisme Frank-starling akan berlangsung secara maksimal, yang selanjutnya pasien masuk dalam keadaan dekompensasi jantung kiri akut. Tekanan atau volume ventrikel kiri yang berlebihan diteruskan keatrium kiri , selanjutnya ke vena-vena pulmonalis dan timbullah edema paru yang akut. Pada saat yang bersamaan pada fase sistol dimana ventrikel kiri mengalami volume overload dan tekanan di ventrikel kiri meningkat, tekanan afterload berkurang akibat regurgitasi ke atrium kiri yang bisa mencapai 50% dari stroke volume ventrikel kiri. Aliran darah ke aorta (sistemik ) berkurang karena berbagi dengan atrium kiri. Akibatnya cardiac output akan berkurang walaupun fungsi ventikel kiri sebelumnya masih normal atau bahkan diatas normal.Manifestasi klinisPasien MR berat akut hamper semuanya simtomatik. Pada beberapa kasus dapat diperberat oleh adanya rupture chordae, umumnya ditandai dengan seak na[as dan lemas yang berlebihan, yang timbul secara tiba-tiba. Kadang rupture cordae ditandai dengan adanya nyeri dada, orthopnea, paroximal nocturnal dispnea dan rasa capek kadang ditemukan pada MR akut.Pada pasien MR kronik yang riangan biasanya asimptomatik. MR berat dapat asimptomatik atau gejala minimal bertahun-tahun. Rasa cepat capek karena cardiac output yang rendah dan sesak napas ringan dan saat beraktivitas, biasanya segera hilang apabila aktivitass segara dihentikan.Sesak napas berat saat beraktivitas, paroximal nocturnal dyspnea atau edema paru bahkan hemoptosis dapat juga terjadi. Gejala-gejala berat juga terjadi bila dipicu dengan adanya atrium vibrilasi yang baru timbul atau karena peningkatan derajat regurgitasi, atau rupture korda atau menurunya performance ventrikel kiri.Sedangkan periode transisi dari akut menjadi kronik MR, dapat juga terjadi misalnya dari gejala akut seperti edema paru dan gagal jantung dapat mereda secara progresif akibat perbaikan performance ventrikel kiri atau akibat dari pemberian diuretic.Pemeriksaan fisikTekanan darah biasanya normal. Pada pemeriksaan biasanya timbul palpasi, apeks biasnaya terdorong ke lateral/kiri sesuai dengan pembesaran ventrikel kiri. Thrill pada apeks pertanda terdapatnya MR berat. Juga bisa terdapat righ thrill ventricular heaving, bisa juga didapatkan pembesaran ventrikel kanan.Bunyi jantung pertama biasanya bergabung dengan murmur. Umumnya normal, namun dapat mengeras pada MR karena penyakit jantung rematik. Bunyi jantung kedua biasanya normal. Bunyi jantung ketiga terdengar terutama pada MR akibat kelainan organic. dimana terjadi peningkatan aliran darah pada fase diastol, walaupun tidak disertai oleh adanya stenosis katub mitral. Gallop atrial biasanya terdengar pada MR dengan awitan yang masih baru dan pada MR fungsional atau iskemi serta pada irama yang masih sinus.Pertanda utama dari MR adalah murmur sistolik, minimal derajat sedang, berupa murmur sistolik. punctum maksimum terdengar di apeks, menjalar ke aksila.Pemeriksaan penunjangGambaran EKG pada MR tidak ada spesifik, namun fibrilasi atrial sering ditemukan pada MR karena kelainan organic.MR karena iskemia, Q patologis. Pada keadaan dengan irama sinus, tanda-tanda dilatasi atrium kiri (LAH) dan dilatasi atrium kanan bisa ditemukan apabila sudah ada hipertensi pulmonal yang berat. Tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri bisa ditemukan pada MR kronik.Foto toraksBisa memperlihatkan tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri. Juga tanda-tanda hipertensi pada MR akut, biasanya pembesaran jantung belum jelas, walaupun sudah ada tanda-tanda gagal jantung kiri.PenatalaksanaanTerapi MR akut adalah secepatnya menurunkan volume regurgitan, yang saterusnya akan mengurangi hipertensi pulmonal dan tekanan atrial dan meningkatkan strok volume. Vasodilator arterial seperti sodium nitroprusid merupakan terapi utama untuk tujuan ini. Vasodilator arterial dapat mengurangi resistensi valvuler, meningkatkan aliran pengeluaran dan bersamaan dengan ini akan terjadi juga pengurangan dari aliran regurgitasi. Pada saat bersamaan dengan berkurangnya volume ventrikel kiri dapat membantu perbaikan kompetensi katub mitral.Sodium nitroprusid diberikan secara intravena, sangat bermanfaat karena half life sanagt pendek, sehingga mudah dititrasi, apalagi bila diberikan dengan pemasangan swan-ganz catheter.2.4. Dispnea campuran kardiopulmoner2.4.1. Edema Paru Akut Edema Paru akut (EPA) adalah akumulasi cairan di paru-paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravascular yang tinggi (edema paru akut kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat. Pada sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian penting sekali untuk menetapkan faktor mana yang dominan dari kedua mekanisme tersebut sebagian pedoman pengobatan.Patofisiologi EPATerdapat dua mekanisme terjadinya edema paru:1. Membran kapiler alveoliEdema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan darah ke ruang intertisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam keaddaan normal terjaddi pertukaran cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruang interstitial.2. Sistem limfatik pembuluh ini dipersiapkan untuk menerima larutan, koloid dan cairan balik dari pembuluh darah. Akibatnya tekanan yang lebih negatif didaerah interstitial peribronkial dan perivascular dan dengan peningkatan kemampuan dari interstisium nonalveolar ini, cairan lebih sering meningkat jumlahnya ditempat ini ketika kemampuan memompa dari saluran limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe terlampaui dalam hal jumlah cairan maka akan terjadi edema. Jika terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang kronik, sistem limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai kemampuan untuk mentransportasi filtrat kapiler dalam jumlah yang lebih besar sehingga dapat mencegah terjadinya edema. Sehingga sebagai konsekuensi terjadinya edema interstitial, saluran nafas yang kecil dan pembuluh darah akan terkompresi.Klasifikasi Edema ParuKlasifikasi edema paru berdasarkan mekanisme pencetus:1. Peningkatan tekanan vena pulmonalisEdema paru akan terjadi hanya aoabila tekanan kapiler pulmonal meningkat sampai melebihi tekanan osmotik koloid plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg pada manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah antara 8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara lain: tanpa gagal ventrikel kiri (stenosis mitral), sekunder akibat gagal ventrikel kiri, peningkatan tekanan kapiler paru sekunder akibat peningkatan tekanan atrial paru (sehingga disebut dengan edema paru overperfusi).2. Penurunan tekanan onkotik plasmaHipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan tekanan yang sedikit saja hipoalbunemia akan menimbulkan edema paru. Hipoalbuminemia dapat menyebabkan perubahan konduktivitas cairan rongga interstitial, sehingga cairan dapat berpindah dengan lebih mudah di antara sistem kapiler dan limfatik.3. Peningkatan negativitas dari tekanan interstitialEdema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara pleural. Keadaan yang pengobatan pneumotorak dengan tekanan negatif yang besar. keadaan ini disebut edema paru re-ekspansi. Edema biasanya terjadi unilateral dan seringkali ditemukan dari gambaran radiologis dengan penemuan klinis yang minimal. Jarang sekali kasus yang menjadikan edema paru eks-pansi ini berat dan membutuhkan tatalaksana yang cepat dan ekspansif. Tekanan negatif pleura yang besar akibat obstruktif jalan napas akut dan peningkatan volume ekspirasi akhir. 4. Gangguan permeabilitas membran kapiler alveoli Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara kapiler dan alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgical tertentu yang berhubungan dengan edema paru akibat kerusakan pembatas ini. 5. Edem Paru kardiogenikSecara patofisiologi edema paru kardigenik ditandai dengan transudasi cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru, akibatnya terjadinya peningkatan tekanan atrium dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi perubahan pada permeabilitas atau intigritas dari membran alveoli-kapiler, dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan difusi, hipoksemia, dan sesak napas. Diagnosa dan etiologiEdema paru kardiogenik akut merupakan gejala yang dramatic kejadian gagal jantung kiri yang akut. Hal ini dapat diakibatkan oleh gangguan jalur keluar diatrium kiri. peningkatan volume berlebihan diventrikel kiri, disfungsi diastolik, atau sistolikdari ventrikel kiri atau obstruksi pada jalur keluar dari ventrikel kiri. Peningkatan tekanan atrium kiri dan tekanan baji paru mengawali terjadinya edema paru kardiogenik tersebut. Akibat akhir yang ditimbulkan adalaha keadaan hipoksia berat.Bersamaan dengan itu juga karena perasaan takkut pada pasien karena kesulitan bernafas, yang berakibat peningkatan denyut jantungndan tekanan darah sehingga mengurangi kemampuan pengisian ventrikel kiri. Dengan peningkatan rasa tidak nyaman dan usaha bernapas yang harus kuat akan menambah beban pada jantung sehingga fungsi kardiak akan semakin menurun, dan diperberat oleh keadaan hipoksia.Anamnesis Edema paru akut kardiak berbeda dari ortopnea dan paroksimal nocturnal dispnea, karena kejadian yang sangat cepat dan terjadinya hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang menakutkan bagi pasien karena mereka merasa ketakutan, batuk-batuk dan seperti seorang yang akan tenggelam. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar apat menggunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi, atau sedikit membungkuk kedepan, sesak hebat, mungkin disertai sianosis, sering berkeringat dingin,batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan (pink frothy sputum).Pemeriksaan fisikDapat ditemukan frekuensi napas yang meningkat, dilatasi alae nasi, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela intercostal dan fossa supraklavikula yang menunjukan tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inspirasi. pada pemeriksaan paru terdengar ronki basah kasar setengah lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung II pulmonal mengeras, dan tekanan darah dapat meningkat.Periksaan penunjang1. RadiologisPada foto toraks menunjukan hilus yang melebar dan densitas meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema intertisial atau alveolar.2. EKGPemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemia atau infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan krisis hipertensi gambaran elektrokardigrafi biasanya menunjukan gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Penatalaksanaan Penatalaksanaan terutama untk edema paru akut kardiogenik. Terapi EPA harus segera dimulai setelah diagnosa ditegakkan meskipun pemeriksaan untuk melengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisik masih berlangsung. Pasien diletakan posisi setengah duduk atau duduk, harus segera diberi oksigen, nitrogliserin, diuretic i.v, morfin sulfat, obat untuk menstabilkan hemodinamik, trombolitik dan revasskularisasi, intubasi dan ventilator, terapi aritmia dan gangguan konduksi, serta koreksi definitive kelainana anatomi.2.4.2. Hipertensi pulmonalHipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal jantung kanan. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Dr Ernst von Romberg pada tahun 1891. Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang jarang didapat namun progresif oleh karena peningkatan resistensi vaskuler pulmonal yang menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel kanan oleh karena peningkatan afterload ventrikel kanan. Hipertensi pulmonal terbagi atas hipertensi pulmonal primer dan sekunder. Hipertensi pulmonal primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya sedangkan hipertensi pulmonal sekunder adalah hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh kondisi medis lain. Istilah ini saat ini menjadi kurang populer karena dapat menyebabkan kesalahan dalam penanganannya sehingga istilah hipertensi pulmonal primer saat ini diganti menjadi Hipertensi Arteri Pulmonal Idiopatik. Hipertensi pulmonal primer yang sekarang dikenal dengan hipertensi arteri pulmonal idiopatik (IPAH) adalah hipertensi arteri pulmonal (HAP) yang secara histopatologi ditandai dengan lesi angioproliferatif fleksiform sel-sel endotel, muskularis arteriol-arteriol prekapiler, proliferasi sel-sel intima dan penebalan tunika media yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos vaskuler. Sehingga meningkatkan tekanan darah pada cabang-cabang arteri kecil dan meningkatkan tahanan vaskuler dari aliran darah di paru. Beratnya hipertensi pulmonal dibagi dalam 3 tingkatan; ringan bila PAP 25-45 mmHg, sedang PAP 46-64 mmHg dan berat bila PAP > 65 mmHg.Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada National Institute of Health; bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau mean tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat istirahat atau lebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak didapatkan adanya kelainan valvular pada jantung kiri, penyakit myokardium, penyakit jantung kongenital dan tidak adanya kelainan paru.Etiologi hipertensi pulmonalPenyebab tersering dari hipertensi pulmonal adalah gagal jantung kiri. Hal ini disebabkan karena gangguan pada bilik kiri jantung akibat gangguan katup jantung seperti regurgitasi (aliran balik) dan stenosis (penyempitan) katup mitral. Manifestasi dari keadaan ini biasanya adalah terjadinya edema paru (penumpukan cairan pada paru).Penyebab lain hipertensi pulmonal antara lain adalah : HIV, penyakit autoimun, sirosis hati, anemia sel sabit, penyakit bawaan dan penyakit tiroid. Penyakit pada paru yang dapat menurunkan kadar oksigen juga dapat menjadi penyebab penyakit ini misalnya : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), penyakit paru interstitial dan sleep apnea, yaitu henti nafas sesaat pada saat tidur.Hipertensi pulmonal primer sering timbul dengan gejala-gejala yang tidak spesifik. Gejala-gejala itu sukar untuk dipisahkan sehubungan dengan penyebab apakah, dari paru atau dari jantung (primer atau sekunder), kesulitan utama adalah gejala umumnya berkembang secara gradual. Gejala yang paling sering adalah dispnu saat aktifitas 60%, fatique 19% dan sinkop 13%, yang merefleksikan ketidakmampuan menaikan curah jantung selama aktifitas. Angina tipikal juga dapat terjadi meskipun arteri koroner normal tetapi disebabkan oleh karena stretching arteri pulmonalis atau iskemia ventrikel kanan.Pemeriksaan fisikPemeriksan fisik pada HPP sering tidak spesifik untuk menegakan diagnosis, namun dapat membantu meniadakan berbagai penyebab lain dari hipertensi pulmonal (sekunder). Pemeriksaan fisik paru biasanya normal. Gejala lebih awal dan atau temuan tunggal hanyalah aksentuasi komponen pulmonal pada bunyi jantung 2 (P2) hampir 90 %. Peninggian suara P2 dihasilkan dari peningkatan kekuatan penutupan katup pulmonal karena respon peningkatan tekanan arteri pulmonal pada saat diastolik. Temuan fisik tambahan sehubungan dengan HP merefleksikan pengaruh HP pada jantung dan organ lainnya. Paling banyak pada pasien berkembang menjadi trikuspid regurgitasi dalam beberapa derajat karena tekanan overload pada ventrikel kanan. Pembesaran ventrikel kanan, pulsasi vena jugularis meningkat bila terjadi overload cairan dan/atau gagal jantung kanan. Hepatomegali mungkin timbul, asites dan retensi cairan di perifer.2.4.3. Gagal JantungGagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan / atau kemampuannya hanya ada kalau disertau peninggian volume diastolik secara abnormal. Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbukan penurunan fungsi ventrikel (seperti penyakit arteri koroner, hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah atau penyakit jantung kongenital) dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel (stenosis mitral, kardiomiopati, atau penyakit perikardial). Faktor pencetus termasuk mieningkatnya asupan garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infark miokard akut (mungkin yang tersembunyi), serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif.

Manifestasi Klinis Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Gejala dan tanda yang timbul pun berbeda, sesuai dengan pembagian tersebut. Pada gagal jantung kiri terjadi dyspnea deffort , fatig, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernafasan Cheyne Stokes, takikarsi, pulsus alternans, ronki dan kongesti vena pulmonalis. Pada gagal jantung kanan timbul fatig, edema, liver engorgement, anoreksia, dan kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2 mengeras, asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan edema pitting. Sedang pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas : Kelas 1: Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan Kelas 2: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari hari tanpa keluhan. Kelas 3: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan Kelas 4: Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring

Diagnosis Gagal Jantung Kongestif (Kriteria Framingham) Kriteria mayor 1. Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea 2. Peningkatan tekanan vena jugularis 3. Ronki basah tidak nyaring 4. Kardiomegali 5. Edema paru akut 6. Irama derap S37. peningkatan tekanan vena >16 cm H2O 8. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor 1. edema pergelangan kaki 2. Batuk malam hari 3. Dyspnea deffort 4. Hepatomegali 5. Efusi pleura 6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum 7. Takikardi (>120x/menit) Kriteria mayor atau minor Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi

Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan foto torkas dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vaskular paru menggambarkan kranialisasi, garis Kerley A/B, infiltrat prekordial kedua paru, dan efusi pleura. Fungsi elektrokardiografi (EKG) untuk melihat penyakit yang mendasari seprti infark miokard dan aritmia. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi, angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi.

Penatalaksanaan 1. Memperbaiki oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat / pembatasan aktivitas. 2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung. Mengatasi keadaan yang reversibel, termasuk tiroktoksikosis, miksedema, dan aritmia. Digitalisasi : a. Dosis digitalis :1. Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 2 mg dalam 4 6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2 4 hari. 2. Digoksin iv 0,75 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.3. Cedilanid iv 1,2 1,6 mg dalam 24 jamb. Dosis penunjang untuk gagal jantung ; digoksin 0,25 mg sehari. Untuk pasien usia lanjut dan gagal jantung disesuaikan. c. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat : 1. Digoksin : 1 1,5 mg iv perlahan lahan 2. Cedilanid 0,4 0,8 mg iv perlahan lahan

Cara pemberian digitalis Dosis dan cara pemberian digitalis bergantung pada beratnya gagal jantung. Pada gagal jantung berat dengan sesak nafas hebat dan takikardia lebih dari 120/menit, biasanya diberikan digitalisasi cepat. Pada gagal jantung ringan diberikan digitalisasi lambat. Pemberian digitalisasi per oral paling sering dilakukan karena paling aman. Pemberian dosis besar tidak selalu perlu, kecuali bila diperlukan efek maksimal secepatnya, misalnya pada fibrilasi atrium rapid response. Dengan pemberian oral dosis biasa (pemeliharaan, kadar terapeutik dalam plasma dicapai dalam waktu 7 hari. Pemberian secara intravena hanya dilakukan pada keadaan darurat, harus dengan hati hati, dan secara perlahan lahan.

Kontraindikasi pemberian digitalis - Keadaan keracunan digitalis berupa bradikardia, gangguan irama, dan konduksi jantung berupa AV blok derajat II dan III atau ekstrasistolik ventrikular lebih dari 5 kali per menit. Gejala lain yang ditemui pada intoksikasi digitalis adalah anoreksia, mual, muntah, diare dan gangguan penglihatan.- Kontraindikasi relatif : penyakit kardiopulmonal, infark miokard akut (hanya diberi per oral), idiopathic hypertrophic subaortic stenosis, gagal ginjal (dosis obat lebih rendah), miokarditis hebat, hipokalemia, penyakit paru obstruktif kronik, dan penyertaan obat yang menghambat konduksi jantung. 3. Menurunkan beban jantung Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretik dan vasodilatora. Diet rendah garam Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV, penggunaan diuretik, digoksin dan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE) diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek. Untuk gagal jantung kelas II dan III diberikan : 1. Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40 80 mg)2. Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan irama sinus 3. Penghambat ACE (kaptopril mulai dosis 2 x 6,25 mg atau setara penghambat ACE yang lain, dosis ditingkatkan secara bertahap dengan memperhatikan tekanan darah pasien); isosorbid dinitrat (ISDN) pada pasien dengan kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia yang menetap, dosis dimulai 3 x 10 15 mg. Semua obat ini harus dititrasi secara bertahap.

b. Diuretik Yang digunakan furosemid 40 80 mg. Dosis penunjang rata rata 20 mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai garam kalium atau diganti dengan spironolakton. Diuretik lain yang dapat digunakan antara lain hidroklorotiazid, klortalidon, triamteren, amilorid dan asam etakrinat. Dampak diuretik yang mengurangi beban awal tidak mengurangi curah jantung atau kelangsungan hidup, tapi merupakan pengobatan garis pertama karena mengurangi gejala dan perawatan di rumah sakit. Penggunaan penghambat ACE bersama diuretik hemat kalium maupun suplemen kalium harus berhati hati karena memungkinkan timbulnya hiperkalemia.

c. Vasodilator - Nitrogliserin 0,4 0,6 mg sublingual atau 0,2 2 ug/kgBB/menit iv - Nitroprusid 0,5 1 ug/kgBB/menit iv - Prazosin per oral 2 5 mg - Penghambat ACE : kaptopril 2 x 6,25 mg Dosis ISDN adalah 10 40 mg peroral atau 5 15 mg sublingual setiap 4 6 jam. Pemberian nitrogliserin secara intravena pada keadaan akut harus dimonitor ketat dan dilakukan di ICCU.Kaptopril sebaiknya dimulai dari dosis kecil 6,25 mg. Untuk dosis awal ini perlu diperhatikan efek samping hipotensi yang harus dimonitor dalam 2 jam pertama setelah pemberian. Jika secara klinis tidak ada tanda tanda hipotensi maka dosis dapat ditingkatkan secara bertahap sampai 3 x 25 100 mg. Kaptopril dapat menimbulkan hipoglikemia dan gangguan fungsi ginjal. Dosis awal enalapril 2 x 2,5 mg dapat dinaikkan perlahan lahan sampai 2 x 10 mg.

Menurunkan beban akhir dengan dilator arteriol2.4.4. Hipertrofi ventrikel kiriPenyakit jantung hipertensif ditegakkan bila dapat dideteksi hipertrofi ventrikel kiri sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan diastolik. Pengaruh faktor genetik di sini lebih jelas. Fungsi pompa ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan terjadinya aterosklerosis sekunder.

Patofisiologi Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus (konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur, dan akhirnya akibat terbatasnya aliran darah koroner, menjadi eksentrik. Berkurangnya rasio antara massa dan volume jantung akibat peningkatan volume diastolik akhir adalah khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik. Hal ini diperlihatkan sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksi ejeksi, peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistolik, peningkatan konsumsi oksigen otot jantung, serta penurunan efek mekanik pompa jantung). Diperburuk lagi bila disertai dengan penyakit jantung koroner. Walaupun tekanan perfusi koroner meningkat, tahanan pembuluh koroner juga meningkat sehingga cadangan aliran darah koroner berkurang. Perubahan hemodinamik sirkulasi koroner pada hipertensi berhubungan erat dengan derajat hipertrofi otot jantung. Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner, yaitu : 1. Penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi umum otot polos pembuluh darah resistensi arteriol (arteriolar resistance vessels) seluruh badan. Kemudian terjadi retensi garam dan air yang mengakibatkan berkurangnya compliance pembuluh ini dan meningkatnya tahanan perifer. 2. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler per unit otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik. Peningkatan jarak difusi antara kapiler dan serat otot yang hipertrofi menjadi faktor utama pada stadium lanjut dari gambaran hemodinamik ini.

Jadi faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi penyakit, meskipun tampak sebagai penyebab patologis yang utama dari gangguan aktivitas mekanik ventrikel kiri.

Manifestasi Klinis Pemeriksaan yang paling sederhana adalah palpasi. Pada hipertrofi konsentrik lama, iktus bertambah. Bila telah terjadi dilatasi ventrikel kiri, iktus kordis bergeser ke kiri bawah. Pada auskultasi pasien dengan hipertrofi konsentrik dapat ditemukan S4 dan bila sudah terjadi dilatasi jantung didapatkan tanda tanda insufisiensi mitral relatif. Pada stadium dini hipertensi, tampak tanda tanda akibat rangsangan simpatis yang kronik. Jantung berdenyut cepat dan kuat. Terjadi hipersirkulasi yang mungkin diakibatkan peningkatan aktivitas sistem neurohumoral disertai hipervolemia. Pada stadium selanjutnya, timbul mekanisme kompensasi pada otot jantung berupa hipertrofi ventrikel kiri yang masih difus dan peningkatan tahanan pembuluh darah perifer. Gambaran klinis seperti sesak nafas adalah salah satu gejala gangguan fungsi diastolik, dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel walaupun fungsi sistolik masih normal. Bila berkembang terus, terjadi hipertrofi eksentrik dan akhirnya menjadi dilatasi ventrikel kemudian timbul gejala payah jantung. Stadium ini kadangkala disertai dengan gangguan sirkulasi pada cadangan aliran darah koroner dan akan memperburuk kelainan fungsi mekanik / pompa jantung yang selektif.

Pemeriksaan Penunjang Pada foto toraks posisi posteroanterior pasien hipertrofi konsentrik, besar jantung dalam batas normal. Pembesaran jantung ke kiri terjadi bila sudah ada dilatasi ventrikel kiri. Terdapat elongasi aorta pada hipertensi yang kronik dan tanda tanda bendungan pembuluh paru pada stadium payah jantung hipertensi. Pemeriksaan laboratorium darah rutin yang diperlukan adalah ht serta ureum dan kreatinin untuk menilai fungsi ginjal. Selain itu juga elektrolit untuk melihat kemungkinan adanya kelainan hormonal aldosteron. Pemeriksaan laboratorium urinalisis juga diperlukan untuk melihat adanya kelainan pada ginjal. Pada EKG tampak tanda tanda hipertrofi ventrikel kiri dan strain. Ekokardiografi dapat mendeteksi hipertrofi ventrikel kiri secara dini mencakup kelainan anatomik dan fungsional jantung pasien hipertensi asimtomatik yang belum didapatkan kelaina pada EKG dan radiologi. Perubahan perubahan yang dapat terlihat adalah sebagai berikut : 1. Tanda tanda hipersirkulasi pada stadium dini, seperti hiperkinesis, hipervolemia 2. Hipertrofi yang difus (konsentrik) atau yang iregular eksentrik. 3. Dilatasi ventrikel yang dapat merupakan tanda tanda payah jantung, serta tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. 4. Tanda tanda iskemia seperti hipokinesis dan pada stadium lanjut adanya diskinetik.

Penatalaksanaan Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal, mengobati payah jantung karena hipertensi, mengurangi morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit kardiovaskular, dan menurunkan faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskular semaksimal mungkin.Untuk menurunkan tekanan darah dapat ditinjau 3 faktor fisiologis yaitu, menurunkan isi cairan intravaskular dan Na darah dengan diuretik, menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan respons kardiovaskular terhadap rangsangan adrenergik dengan obat dari golongan antisimpatis, dan menurunkan tahanan perifer dengan obat vasodilator. 2.5. Dispnea Non-pulmoner dan Non-kardia 2.5.1. Gagal ginjal kronikGagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun.Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease ( CKD ),pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/merasa masih dalam stage stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat ( stage ) menggunakan terminology CCT ( clearance creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF ( cronic renal failure ) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.Etiologi CKD Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

Patofisiologi CKDPada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah.Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. Klasifikasi Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium : Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia

Manifestasi klinis CKDManifestasi klinik antara lain :a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresib. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.Manifestasi klinik menurut antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).Manifestasi klinik adalah sebagai berikut: a. Gangguan kardiovaskulerHipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.b. Gannguan PulmonerNafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.c. Gangguan gastrointestinalAnoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.d. Gangguan muskuloskeletalResiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot otot ekstremitas. e. Gangguan Integumenkulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.f. Gangguan endokrimGangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.g.Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basabiasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.h. System hematologianemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.Pemeriksaan penunjang CKDDidalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :1.Pemeriksaan lab.darah hematologiHb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit RFT ( renal fungsi test )ureum dan kreatinin LFT (liver fungsi test ) ElektrolitKlorida, kalium, kalsium koagulasi studiPTT, PTTK2. Urine urine rutin urin khusus : benda keton, analisa kristal batu3. pemeriksaan kardiovaskuler ECG ECO 4. Radidiagnostik USG abdominal CT scan abdominal BNO/IVP, FPA Renogram RPG ( retio pielografi )

Penatalaksanaan CKDPenatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :a) Konservatif Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin Observasi balance cairan Observasi adanya odema Batasi cairan yang masukb) Dialysis peritoneal dialysisbiasanya dilakukan pada kasus kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis ) HemodialisisYaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV fistule : menggabungkan vena dan arteri Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung ) c) Operasi Pengambilan batu transplantasi ginjal

2.5.2. Anemia Anemia merupakan penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Secara praktis anemia ditunjukan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematocrit, atau hitungan eritrosit. Anemia bukan merupakan kesatuan suatu penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala dari berbagai penyakit dasar. Anemia hanyalah sekumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh: gangguan pembentukan eritrosit disumsum tulang, kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan), proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya hemolysis. Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologi dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Klasifikasi anemia dibagi menjadi:1. Anemia hipokromik mikrositer 2. Anemia normositer normositer3. Anemia makrositerPatofisiologi dan gejalaGejala umum anemia (syndrome anemia) adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun. Gejala umum anemia adalah anoksia organ, mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen.Gejala umum anemia sangat jelas (anemia simptomatik) apabila kadar Hg turun dibawah 7 gr/dl.Berat ringannya anemia tergantung pada derajat penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan hemoglobin, usia, dan adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya.Gejala anemia bisa digolongkan menjadi tiga jenis yaitu:1. Gejala umum anemiaDisebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb8unit)4. Alkalosis metabolik hiperkapnia (setelah koreksi pada asidosis respiratorik kronik) Ventilasi mekanis: penurunan yang cepat dari PCO2 tapi HCO tetap tinggi sampai jinjal mengeksekresi kelebihannya.Asidosis metabilok yang responsif terhadap Klorida (Cl Kemih 10 mEq/l) Biasanya disertai penurunan ECF Muntah atau penyeditan Nasogastrik Deuretik Pasca-hiperkapnea

Asidosis metabolik yang resisten terhadap klorida(Cl kemih 20 mEq/l) Biasanya tidak dirsertai penurunan Volume ECF Kelebihan mineralokortikoid Keadaan Edematosa (gagal jantung kongestif, sirosis, sindrom nefrotik).3. Asidosis Respiratorik (Kelebihan asam karbonat)Ditandai dengan peningkatan primer dari PaCO2 (hiperkapnea), sehingga terjadi penurunan PH; PaCO2 > 45 mmHg dan PH . 7,35.Kompensasi ginjal mengakibatkan peningkatan HCO3 serum. Asidosis respirasi dapat timbul secara akut maupun kronik. Hipoksemia (PaO2 rendah) selalu menyertai asidosis respiratorik. Jika pasien bernafas dalam udara ruangan.Tanda klinik akut pada asidosis respiratorik adalah meningkatnya nadi dan tingkat pernapasan, pernapasan dangkal, dyspnea, pusing, konvulsi, dan latergi. Sedangkan pada tanda klinik pada kondisi yang kronik adalah kelemahan dan sakit kepala.Sebab-sebab asidosis respiratorik (sebab dasar = Hipoventilasi) Hambatan pada pusat pernafasan di medula oblongata1. Obat-obatan : Kelebihan dosis opiat, sedatif, anestetik (akut)2. Terapi oksigen pada hiperkapnea kronik3. Henti jantung (akut)4. Apnea saat tidur Gangguan otot-otot pernafasan dan dinding dada1. Penyakit neuromuskuler : miastenia gravis, sindrom guillain-Barre, poliomielitis, sklerosis lateral amiotropik.2. Deformitas rongga dada : kifoskoliosis3. Obesitas yang berlebihan : sindrom pickwikian4. Cedera dinding dada seperti patah tulang-tulang iga Gangguan pertukaran gas 1. PPOM (emfisema dan bronkitis)2. Tahap akhir penyakit paru intrinsik yang difus3. Pneumona atau asama yang berat4. Edema paru akut5. PneumotorakObstruksi saluran nafas atas yang akut 1. Aspirasi benda asing atau muntah2. Laringospasme atau edema laring, bronkospasme berat 4. Alkalosis respiratorik (kekurangan asam karbonat)Penurunan primer dari PaCO2 (hipokapnea) sehinggan terjadi penurunan PH. PaCO2 < 35 mmHG > 7,45. Kompensasi ginjal berupa penurunan ekskresi H+ dengan akibat lebih sedikit absorbsi HCO3 . Penurunan HCO3 serum berbeda-beda, tergantung apakah keadaanya akut atau kronik. Sebab-sebab alkalosis Respiratorik (sebab dasar =hiperventilasi) Perangsangan sentral terhadap pernafasan 1. Hiperventilasi psikogenik yang disebabkan oleh stres emosional 2. Keadaan hipermetabolik : demam, tirotoksikosis 3. Gangguan SSP4. Cedera kepala atau gangguan pembuluh darah otak5. Tumor otak6. Intoksikasi salisilat (awal) Hipoksia 1. Pneumonia, asma, edema paru2. Gagal jantung kongestif3. Tinggal ditempat yang tinggi

DAFTAR PUSTAKA

Alfinzone.wordpress.com publish 28 Juni 2011Aru, W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:FKUIGoufton, Douglas.2000. Respiratory Disease, 3rd edition, PG publishing Pte Ltd.Horison.2003. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam edisi 13 volume 3. Jakarta:Lim, Hadyanto.2009. Farmakologi Kardiovaskuler. Jakarta: softmedia

54