direktori putusan mahkamah agung republik indonesia

Upload: nonips

Post on 09-Oct-2015

92 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

hukum

TRANSCRIPT

P U T U S A NNo. 94 PK/Pdt. Sus/2011

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNGMemeriksa perkara perdata khusus (Kepailitan) dalam peninjauan kembali telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara : 1. KPP PRATAMA JAKARTA CEMPAKA PUTIH, berkedudukan di Jl. Kwini No. 7, Senen, Jakarta Pusat;2. KPP PRATAMA CIBINONG, berkedudukan di Jl. Aman No. 1 Cibinong, Kabupaten Bogor;1 dan 2 dalam hal ini memberi kuasa kepada: R. FENDY DHARMA SAPUTRA, SH., LL.M., dan kawan-kawan, berkantor di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta, Cempaka Putih Jl. Kwini No.7, Senen, Jakarta Pusat dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong, Jl. Aman No.1, Cibinong, Kabupaten Bogor, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 13 Desember 2010 dan 15 Desember 2010; Para Pemohon Peninjauan Kembali dahulu para Pemohon Kasasi I dan II/Pemohon I dan II/para Kreditur; terhadap:PT. SKYCAMPING INDONESIA (Dalam Pailit) yang diwakili oleh Tim Kurator MICHAEL MI POHAN, SH., dan kawan, selaku Kurator, beralamat di Menara Gracia Lantai 6, Jl. HR. Rasuna Said Kav. C17, Jakarta Selatan, dalam hal ini memberikan kuasa kepada HARAPAN JAYA SIAHAAN, SH., dari Kantor Advokat & Konsultan Hukum POHAN & SIREGAR ADVOCATES, beralamat di Jl. HR. Rasuna Said Kav C17,

Hal. 1 dari 40 hal. Put. No. 94 PK/Pdt. Sus/2011Jakarta Selatan ; Termohon Peninjauan Kembali dahulu Termohon Kasasi/Termohon/Debitur Pailit ;DAN1. PT. FAJAR INSAN NUSANTARA LOGISTIC, dalam hal ini diwakili oleh M. Hendri Yan Nyale selaku FA Manager PT. Fajar Insan Nusantara Logistic, berkedudukan di Jl. Pejompongan Dalam No. 2, Jakarta, 10210; Turut Termohon Peninjauan Kembali dahulu Turut Termohon Kasasi/Pemohon III/Kreditur Lain;2. PT. BANK NEGARA INDONESIA (Persero) Tbk., berkedudukan di Jl. Jenderal Sudirman Kav. 1, Jakarta Selatan, diwakili oleh kuasanya DUMA HETAPEA, SH, dan kawan-kawan, dari LAW FIRM DUMA & CO., beralamat di Jl. Raya Gading Batavia Blok LC10/30, Kelapa Gading, Jakarta Utara ;Turut Termohon Peninjauan Kembali/Kreditur Lain ;Mahkamah Agung tersebut ;Membaca surat-surat yang bersangkutan ;Menimbang bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang para Pemohon Peninjauan Kembali dahulu para Pemohon Kasasi/Pemohon I dan II telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan Mahkamah Agung No. 429 K/Pdt. Sus/2010 tanggal 29 Juni 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu Termohon Kasasi/Termohon dengan posita perkara sebagai berikut ;Bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon-pemohon adalah mengajukan keberatan atas Revisi Daftar Pembagian Tahap Pertama kepada Kreditur Separatis, didahulukan/di istimewakan PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) dan Daftar Pembagian PT. Skycamping Indonesia

Hal . 2 dar i 40 hal . Put . No. 94PK/Pdt . Sus / 2011

(Dalam Pailit) kepada Kreditur Separatis (PT. BNI Persero, Tbk) atas penjualan asset tetap atas nama pihak ketiga (non budel pailit) yang telah disetujui oleh Hakim Pengawas dan oleh Tim Kurator PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) telah diumumkan pada 2 (dua) harian surat kabar yaitu Harian Warta Kota dan Bisnis Indonesia dan pada papan pengumuman yang disediakan pada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 30 September 2009 dengan didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut : Bahwa telah diadakan rapat Kreditur tertanggal 12 Agustus 2009 tentang pembagian tahap I kepada Kreditur PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit); Bahwa terhadap pembagian tahap I tersebut telah disetujui oleh Hakim Pengawas dan oleh Tim Kurator tentang pembagian tahap I kepada Kreditur PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) telah diumumkan pada 2 (dua) harian surat kabar yaitu Harian Warta Kota dan Bisnis Indonesia dan pada papan pengumuman yang disediakan pada Pengadilan Negeri Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 18 Agustus 2009; Bahwa terhadap daftar pembagian tahap I kepada Kreditur PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) tersebut telah diadakan revisi terhadap daftar pembagian tersebut yaitu revisi terhadap daftar pembagian tahap pertama kepada Kreditur Separatis didahulukan/diistimewakan PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) dan daftar pembagian PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) kepada Kreditur Separatis (PT. BNI Persero, Tbk) atas penjualan asset atas nama pihak ketiga (non budel pailit); Bahwa terhadap revisi daftar pembagian tersebut yaitu revisi terhadap daftar pembagian tahap pertama kepada Kreditur Separatis, didahulukan/diistimewakan PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) dan daftar pembagian PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) Hal. 3 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011kepada Kreditur Separatis (PT. BNI Persero, Tbk) atas penjualan asset tetap atas nama pihak ketiga (non budel pailit) yang telah disetujui oleh Hakim Pengawas dan oleh Tim Kurator PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) telah diumumkan pada 2 (dua) harian surat kabar yaitu Harian Warta Kota dan Bisnis Indonesia dan pada papan pengumuman yang disediakan pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 30 September 2009; Bahwa terhadap revisi daftar pembagian tersebut terdapat pihak-pihak yang mengajukan keberatan yaitu:1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cempaka Putih;2. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibinong;3. PT. Fajar Insan Nusantara Logistic;Menimbang bahwa keberatan-keberatan yang diajukan oleh para Pemohon Kasasi dahulu Pemohon (para Kreditur) terhadap sekarang Termohon Kasasi dahulu sebagai Termohon (Debitur Pailit) di muka persidangan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada pokoknya atas dalil dalil: I. Alasan keberatan dari Pemohon I (KPP Pratama Cempaka Putih);1. Bahwa besarnya utang pajak PT. Skycamping Indonesia adalah sebesar Rp 4.405.282.872,- (empat milyar empat ratus lima juta dua ratus delapan puluh dua ribu delapan ratus tujuh puluh dua rupiah) yang pada waktu rapat pencocokan piutang pada tanggal 28 April 2008 telah diakui oleh pihak Debitur dan Tim Kurator PT. Skycamping Indonesia dengan rincian sebagai berikut:No.Nomor KetetapanTanggalSKRpJumlah Tunggakan

100002/101/05/057/0723-04-2007Rp600.000

200003/101/05/057/0723-04-2007Rp100.000

300005/101/07/057/0723-04-2007Rp50.000

400006/109/03/057/0723-04-2007Rp28.387.523

Hal. 4 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011500007/101/07/057/0723-04-2007Rp50.000

600007/109/03/057/0723-04-2007Rp872.429.050

700008/109/03/057/0723-04-2007Rp163.655.172

800014/106/05/057/0723-04-2007Rp100.000

900015/106/05/057/0723-04-2007Rp350.000

1000015/109/04/057/0723-04-2007Rp6.454.284

1100016/109/04/057/0723-04-2007Rp15. 072. 690

1200017/109/07/057/0723-04-2007Rp4.089.600

1300018/109/04/057/0723-04-2007Rp29.497.425

1400030/277/03/057/0528-09-2007Rp2.423.441.805

1500041/101/06/057/0723-04-2007Rp600.000

1600045/101/06/057/0723-04-2007Rp100.000

1700045/240/04/057/0629-09-2006Rp34.080.000

1800046/201/04/057/0629-09-2006Rp125.605.746

1900052/106/06/057/0715-09-2007Rp50.000

2000072/203/04/057/0629-09-2006Rp245.811.876

2100097/203/03/057/0528-09-2005Rp454.597.701

2200114/107/06/057/0715-02-2007Rp50.000

2300207/106/06/057/0723-04-2007Rp100.000

Jumlah Utang Pajak

Rp4.405.282.872

2. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 35/PJ/2008 tanggal 25 Maret 2008 tentang Pemindahan Wajib Pajak yang semula Terdaftar dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang semula melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Tahap I, pengawasan atas PT. Skycamping Indonesia dipindahkan dari KPP PMA Empat ke KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih terhitung bulan Juni 2008;

Hal. 5 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011

3. Bahwa pada tanggal 12 Agustus 2009, pada saat rapat Kreditur PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit), dinyatakan bahwa KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih d/h KPP PMA Empat memperoleh pembagian budel pailit sebesar Rp 3.794.824.874,- (tiga milyar tujuh ratus sembilan puluh empat juta delapan ratus dua puluh empat ribu delapan ratus tujuh puluh empat rupiah), bahwa sesuai Revisi Daftar Pembagian Tahap Pertama Kepada Kreditur Separatis, didahulukan/diistimewakan PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) dan Daftar Pembagian PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) kepada Kreditur Separatis [PT. BNI (Persero, Tbk)] atas pejualan asset tetap atas nama pihak ketiga (non budel pailit) tertanggal 7 September 2009 yang dimuat di Harian Warta Kota tanggal 30 September 2009, KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih d/h KPP PMA Empat mendapat bagian budel pailit sebesar Rp 28.230.465,- (dua puluh delapan juta dua ratus tiga puluh ribu empat ratus enam puluh lima rupiah) tanpa ada penjelasan yang transparan kepada kami mengenai adanya perubahan bagian yang semula Rp. 3.794.824,874,- menjadi Rp 28.230.465, - ;4. Bahwa dengan adanya perubahan tersebut kami menanyakan atas alas hak apakah Kurator/Hakim Pengawas dapat mengubah secara serta merta pembagian budel pailit tanpa adanya penjelasan yang dapat diterima secara hukum;5. Bahwa Kurator harus menjelaskan secara transparan terinci dengan disertai alasan- alasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum atas asset PT BNI (Persero) yang merupakan budel pailit sebagaimana tercantum dalam Daftar Pembagian Harta Pailit dalam Perkara Kepailitan PT Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) yang disampaikan pada saat rapat Kreditur tanggal 12 Agustus 2009 akan tetapi sampai saat ini kami tidak

Hal. 6 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011mendapatkan penjelasan mengapa hal tersebut terjadi sehingga mengakibatkan tagihan utang pajak menjadi sebesar Rp. 28.230.465,- (dua puluh delapan juta dua ratus tiga puluh ribu empat ratus enam puluh lima rupiah);6. Bahwa Kurator dalam melaksanakan tugasnya harus melakukan pencatatan/inventarisasi harta pailit dan mengamankan kekayaan milik Debitur dengan penuh ketelitian dan disertai data yang akurat sesuai Pasal 98, Pasal 100, Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan);7. Bahwa KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih juga telah mengajukan keberatan atas Daftar Pembagian Harta Pailit Tahap I melalui surat Nomor: S225M/PJ.06/KP. 0604/2009 tanggal 18 Agustus 2009 perihal Keberatan atas Pengumuman Daftar Pembagian Harta Pailit dalam Perkara Kepailitan No. 01/Pembatalan Perjanjian Perdamaian/2008/PN.Niaga. Jkt.Pst. yang sampai saat ini belum dilakukan pemeriksaan keberatan; 8. Bahwa berdasarkan Pasal 193 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) selama tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat (1), kami mengajukan perlawanan atas pembagian tersebut;9. Bahwa wajib pajak (badan) yang dinyatakan pailit dalam menjalankan hak dan kewajiban diwakili oleh Kurator. Wakil (Kurator) bertanggungjawab secara pribadi dan/atau secara tanggung renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukannya benar- benar tidak mungkin untuk dibebani tanggungjawab atas pajak yang terutang tersebut sesuai Pasal 32 ayat (1) huruf b dan ayat (2) UU KUP;

Hal. 7 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/201110. Bahwa selain itu Kurator bertanggungjawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit sesuai Pasal 72 UU Kepailitan;11. Bahwa negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak sesuai Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) UU KUP;12. Bahwa hutang pajak PT. Skycampi ng Indonesia (Dalam Pailit) timbul sebagai akibat diterbitkannya SKPKB sebagaimana disebutkan pada angka 1 di atas, hal ini sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) UU KUP. Bahwa SKPKB tersebut merupakan dasar penagihan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU KUP;13. Bahwa Pasal 56 ayat 1 UU Kepailitan menyatakan bahwa hak eksekusi Kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan Debitur Pailit atau Kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit itu diucapkan;14. Bahwa tindakan Kurator yang dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang, atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan dalam melaksanakan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh Jurusita Pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua) minggu dan denda paling banyak Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), sesuai Pasal 41A ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP);

Hal. 8 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dengan ini kami sampaikan:a. KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih d/h KPP PMA Empat mengajukan keberatan atas revisi daftar pembagian tahap pertama kepada Kreditur Separatis, didahulukan/diistimewakan PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) dan Daftar Pembagian PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) kepada Kreditur Separatis (PT. BNI (Persero), Tbk) atas penjualan asset tetap atas nama pihak ketiga (non budel pailit) sesuai Pasal 193 ayat (1) UU Kepailitan;b. Kurator PT Skycamping Indonesia tidak berwenang dan telah menyalahi ketentuan hukum yang berlaku serta melampaui kewenangan dalam menentukan pembagian harta pailit kepada KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih d/h KPP PMA Empat dari semula Rp3.794.824.874,- menjadi sebesar Rp 28.230.465,- (dua puluh delapan juta dua ratus tiga puluh ribu empat ratus enam puluh lima rupiah) dari jumlah utang pajak PT Skycamping Indonesia Rp 4.405.282.872,- (empat milyar empat ratus lima juta dua ratus delapan puluh dua ribu delapan ratus tujuh puluh dua rupiah) tanpa adanya penjelasan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Oleh karena itu kami berpendapat bahwa piutang pajak yang seharusnya diterima oleh KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih d/h KPP PMA Empat adalah sejumlah Rp 4.405.282.872,- (empat milyar empat ratus lima juta dua ratus delapan puluh dua ribu delapan ratus tujuh puluh dua rupiah) atau setidak-tidaknya sejumlah Rp 3.794.824.874, - sesuai dengan jumlah yang telah disepakati pada rapat Kreditur tanggal 12 Agustus 2009;

Hal. 9 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011

Demikian keberatan ini disampaikan, untuk dapat diketahui dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; II. Alasan keberatan dari Pemohon II (KPP Pratama Cibinong);1. Bahwa KPP Pratama Cibinong tidak pernah mengajukan penarikan tagihan atau menugaskan pegawai kami untuk melakukan penarikan tersebut;2. Bahwa atas tagihan tersebut kami telah mengirimkan surat kepada Tim Kurator dengan perincian sebagai berikut:a. Surat No S-117/WPJ.22/KP.0808/2008 tanggal 25 April 2008 tentang Data Utang Pajak;b. Surat No. S-39/WPJ.22/KP0804/2008 tanggal 12 Mei 2008 tentang Pencocokan Piutang;c. Surat No. S195/WPJ.22/KP.0804/ 009 tanggal 6 Agustus 2009 tentang Lelang Eksekusi Harta Pailit PT. SkyCamping Indonesia;3. Pasal 32 ayat (1) huruf b dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP) mengatur bahwa dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib pajak diwakili dalam hal badan yang dinyatakan pailit oleh Kurator. Wakil (Kurator) bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggungjawab atas pajak yang terutang tersebut;

Hal. 10 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/20114. Pasal 72 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) mengatur bahwa Kurator bertanggungjawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit;5. Pasal 21 ayat (1) dan ayat (3a) UU KUP mengatur bahwa negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik penanggung pajak. Dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka Kurator, Likuidator, atau orang at au badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta wajib pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau Kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang wajib pajak tersebut;6. Pasal 41A ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan surat paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP) mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang, atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan dalam melaksanakan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh Jurusita Pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua) minggu dan denda paling banyak Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah);

Hal. 11 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011

Berdasarkan keseluruhan uraian di atas, maka dengan ini kami simpulkan:a. Pembagian tetap dan berhak atas tagihan pajak sebesar Rp 1.102.885.716,- (satu milyar seratus dua juta delapan ratus delapan puluh lima ribu tujuh ratus enam belas rupiah);b. Mengingat bahwa negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik penanggung pajak, dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, maka Kurator yang ditugasi untuk meIakukan pemberesan dilarang membagikan harta wajib pajak dalam pailit, kepada pemegang saham atau Kreditur lainnya wajib pajak tersebut;c. Apabila Kurator tidak memenuhi kewajiban pelunasan utang pajak sebagaimana tersebut diatas makaberdasarkan ketentuan Pasal 41A ayat (3) UU PPSP dapat dikenakan sanksi pidana; III. Alasan keberatan dari Pemohon III (PT. Fajar Insan Nusantara Logistic);Menunjuk berita pengumuman pada surat kabar Warta Kota tanggal 30 September 2009 mengenai peletakan revisi daftar pembagian tahap pertama kepada Kreditur Separatis, didahulukan/diistimewakan PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) dengan ini kami selaku kreditur Konkuren mengajukan keberatan dengan alasan tidak memenuhi unsur keadilan;Kami mohon kepada Hakim Pengawas untuk dapat meninjau kembali putusan dan menunda pelaksanaan pembagian tahap pertama sebagaimana berita pengumuman tersebut di atas, karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 189 ayat 2 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;Bahwa selaku Hakim Pengawas PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) dalam menentukan dan menetapkan putusan, berdasarkan asas dan unsur keadilan terhadap semua pihak;

Hal. 12 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011Menimbang, berdasarkan laporan Hakim Pengawas tanggal 23 Februari 2010, Hakim Pengawas telah berusaha mendamaikan perselisihan tentang keberatan revisi pembagian harta pailit kepada Kreditur PT. Skycamping Indonesia (Dalam Pailit) tersebut, tetapi tidak berhasil;Menimbang, selanjutnya hal tersebut, maka Hakim Pengawas menyerahkan sepenuhnya tentang hari, tanggal, waktu dan tempat penyelenggaraan sidang ditetapkan terhadap penyelenggaraan sidang tentang pergantian Kurator tersebut;Menimbang, bahwa amar putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 01/Pembatalan Perjanjian Perdamaian/2008/PN. Niaga.JKT.PST tanggal 29 Maret 2010 adalah sebagai berikut :1. Menolak permohonan keberatan Pemohon I KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih, Pemohon II KPP Pratama Cibinong dan Pemohon III PT. Fajar Insan Nusantara Logistic atas revisi daftar pembagian tahap pertama kepada Kreditur Separatis didahulukan/diistimewakan PT Skycamping Indonesia (Dalam Pailit);2. Menetapkan sah revisi daftar pembagian tahap pertama yang dibuat oleh Tim Kurator PT. Skycamping Indonesia pada tanggal 7 September 2009;3. Membebankan biaya perkara ini kepada boedel pailit;Menimbang, bahwa amar putusan Mahkamah Agung RI No. 429 K/Pdt.Sus/2010 tanggal 29 Juni 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut: Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : KPP PRATAMA JAKARTA CEMPAKA PUTIH dan Pemohon Kasasi I: KPP PRATAMA CIBINONG tersebut; Menghukum Pemohon Kasasi I, II/Pemohon I, II untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp 5. 00.000,- (lima juta rupiah);

Hal. 13 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011Menimbang, bahwa sesudah putusan Mahkamah Agung No. 429 K/Pdt.Sus/2010 tanggal 29 Juni 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut diberitahukan kepada para Pemohon Kasasi dahulu Pemohon I dan II/para Kreditur pada tanggal 18 November 2011 kemudian terhadapnya oleh para Pemohon Kasasi dahulu Pemohon I dan II/para Kreditur dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 13 Desember 2010 dan 15 Desember 2010, diajukan permohonan peninjauan kembali secara lisan di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 20 Mei 2011 sebagaimana ternyata dalam Tanda Terima Permohonan Peninjauan Kembali dan Memori Peninjauan Kembali Kepailitan No. 15 PK/Pailit/2011/PN.Niaga.Jkt.Pst. jo. Nomor 429 K/Pdt. Sus/2010 jo. No. 01/Pembatalan Perdamaian/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst., permohonan mana disertai dengan alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 20 Mei 2011;Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama pada tanggal 20 Mei 2011, kemudian terhadapnya oleh pihak lawan telah diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 30 Mei 2011;Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan undang-undang, oleh karena itu formil dapat diterima;Menimbang, bahwa para Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan peninjauan kembali pada pokoknya sebagai berikut: A. Bahwa para Pemohon Peninjauan Kembali menemukan novum yang dapat membantah pertimbangan judex juris halaman 54 alinea terakhir sampai dengan halaman 55 alinea pertama putusan Nomor 429 K/Pdt.Sus/2010 tanggal 29 Juni 2010 sebagai berikut :

Hal. 14 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/20111. Surat PT Skycamping Indonesia Nomor 009/SCI/ACC/L006/III/2 000 tanggal 20 Maret 2000 tentang Pemberitahuan Pelaksanaan Revaluasi Aktiva Tetap beserta lampirannya ditujukan kepada Kepala KPP PMA I (Novum PK- 1); 2. Satu set berkas Penilaian Aktiva Tetap PT Skycamping Indonesia yang di lakukan oleh PT Indusma Kreasi Consult File No. 017- P/IKC/VI/99 tanggal 30 Agustus 1999 (Novum PK- 2); 3. Laporan Keuangan PT Skycamping Indonesia untuk tahun yang berakhir 31 Desember 1999 dan Laporan Auditor Independen, Kantor Akuntan "Dra. Ellya Noorlisyati & Rekan" LAI No. 20130 tanggal 20 Maret 2000 (Novum PK- 3);4. Laporan Keuangan PT Skycamping Indonesia untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2003 dan 31 Desember 2004 dan Laporan Auditor Independen, Kantor Akuntan "Hendra Winata, Gani dan Rekan" No: SCI-04/1.3/RS/05 tanggal 27 Juni 2005 (Novum PK- 4);Bahwa novum PK-1sampai dengan novum PK-4, masing-masing membuktikan hal-hal sebagai berikut:a. Surat PT Skycamping Indonesia Nomor 009/SCI/ACC/L006/III/2 000 tanggal 20 Maret 2000 tentang Pemberitahuan Pelaksanaan Revaluasi Aktiva Tetap beserta lampirannya ditujukan kepada Kepala KPP PMA I (Novum PK1), membuktikan sebagai berikut: 1) Bahwa Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 384/KMK.04/1998 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Menteri Keuangan Republik Indonesia, mengatur sebagai berikut:

Hal. 15 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011Pasal 5 ayat (1) Wajib Pajak yang melakukan penilaian kembali aktiva tetap wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar, dengan melampirkan laporan penilaian, neraca penyesuaian yang telah diaudit akuntan publik, penghitungan selisih lebih karena penilaian kembali aktiva tetap dan penghitungan besarnya pajak penghasilan yang terutang serta Surat Setoran Pajak (SSP)"; 2) Bahwa sebagai bagian dari pelaksanaan ketentuan tersebut, pada tanggal 20 Maret 2000 PT Skycamping Indonesia memberitahukan kepada Kepala KPP PMA I perihal telah dilakukannya revaluasi aktiva tetap (penilaian kembali aktiva tetap) berupa mesin produksi, mesin genset, bangunan pabrik, dan tanah milik perusahaan;3) Bahwa lokasi tanah PT Skycamping Indonesia yang disebutkan dalam novum tersebut pada halaman dua menyebutkan diantaranya berlokasi di Jalan Mercedes Bens KM 03, Cicadas, Gunung Putri, Bogor yang bersesuaian dengan lokasi: SHM No. 570 seluas 14.100 m berlokasi di Jalan Mercedes Bens KM 03, Cicadas, Gunung Putri, Bogor; SHM No. 445 seluas 1.100 m berlokasi di Jalan Mercedes Bens KM 03, Cicadas, Gunung Putri, Bogor; SHM No. 795 seluas 1.590 m berlokasi di Jalan Mercedes Bens KM 03, Cicadas, Gunung Putri, Bogor; SHM No. 878 seluas 1.690 m berlokasi di Jalan Mercedes Bens KM 03, Cicadas, Gunung Putri, Bogor; SHGB No. 406 seluas 6.775 m berlokasi di Jalan Mercedes Bens KM 03, Cicadas, Gunung Putri, Bogor;

Hal. 16 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011 SHGB No. 86 seluas 13.620 m berlokasi di Jalan Mercedes Bens KM 03, Cicadas, Gunung Putri, Bogor; 4) Berdasarkan novum PK-1 tersebut, terbukti bahwa keenam aset tanah tersebut merupakan aset PT Skycamping Indonesia (dalam pailit) dan oleh karenanya terdapat kekeliruan pertimbangan Hakim Agung dalam putusannya yang menganggap tanah tersebut sebagai harta non budel pailit;b. Penilaian aktiva tetap PT Skycamping Indonesia yang dilakukan oleh PT Indusma Kreasi Consult File No. 017P/IKC/VI/99 tanggal 30 Agustus 1999 (Novum PK2), membuktikan sebagai berikut: 1) Hasil penilaian aktiva tetap PT Skycamping Indonesia (Novum PK- 2) halaman 8 angka 1 dan 2 menyatakan bahwa aktiva tetap PT Skycamping Indonesia yang dilakukan revaluasi antara lain:a. aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Sertifikat Hak Milik No. 50/Cicadas dengan luas 14.100 m;b. aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Akte Jual Beli 207/2/Gunung Putri/1997 tanggal 6 Mei 1997 dibuat oleh PPAT Ny. Lindasari Bachroem, SH., dengan luas 1.690 m;2) Bahwa berdasarkan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) 16 Revisi 1994 tentang Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain, yang dimaksud dengan aktiva tetap adalah : "aktiva berwujud yang diperoleh oleh perusahaan dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun";

Hal. 17 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/20113) Bahwa terdapat kesesuaian antara lokasi dan luas tanah SHM No. 570 seluas 14.100 m tertulis a/ n. Danny Soetanto (d/ h. Tan Choe Yi n) dengan lokasi dan luas tanah yang tertuang dalam Novum PK-2 halaman 8 angka 1, yang dicatat sebagai aktiva tetap PT Skycamping Indonesia yang dilakukan penilaian kembali;4) Bahwa terdapat kesesuaian antara lokasi dan luas tanah dalam SHM No.878 luas 1.690 m a/ n. Terry Kassen Tonizar dengan lokasi dan luas tanah yang tertuang dalam Novum PK-2 halaman 8 angka 2, yang dicatat sebagai aktiva tetap PT Skycamping Indonesia yang dilakukan penilaian kembali;5) Bahwa selain itu, dalam novum PK-2 terdapat lampiran yang menunjukkan gambar lokasi obyek serta denah bangunan/ruang yang berdiri di atas obyek tersebut. Obyek tersebut merupakan lokasi pabrik PT Skycamping Indonesia. Dalam novum PK-2 juga dilampirkan foto bangunan pabrik serta jalan di depan pabrik PT Skycamping Indonesia;6) Bahwa hal tersebut membuktikan bahwa tanah dan bangunan serta aktiva tetap lainnya yang dilakukan revaluasi oleh PT Skycamping Indonesia merupakan aset/aktiva yang diperoleh oleh PT Skycamping Indonesia dalam rangka operasi perusahaan, sehingga sangat jelas tanah dan bangunan serta aktiva tetap lainnya yang dilakukan revaluasi oleh PT Skycamping Indonesia bukan merupakan harta pribadi pengurus/pemegang saham PT Skycamping Indonesia;

Hal. 13 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/20117) Bahwa salah satu lampiran novum PK-2 yang disampaikan PT Skycamping Indonesia dalam melaporkan pelaksanaan revaluasi aktiva tetap (penilaian kembali aktiva tetap) adalah fotocopy Akte Jual Beli 207/2/Gunung Putri/1997 tanggal 6 Mei 1997 yang dibuat oleh PPAT Ny. Lindasari Bachroem, SH., ;8) Bahwa lampiran novum PK-2 berupa Akte Jual Beli 207/2/Gunung Putri/1 997 tanggal 6 Mei 1997 yang dibuat oleh PPAT Ny. Lindasari Bachroem, SH., menerangkan bahwa : "Antara Salim Natawijaya sebagai pihak I dengan Terry Kassen Tanizar sebagai pihak II, dengan ini pihak I menjual sebidang tanah SPPT No. 32.03.140.005.003-0009.0/96-01 dalam surat luasnya 1.351 m dalam akta jual beli dinyatakan luasnya 1.100 m SPPT Nomor 32.03.140.005.003-0009.0 dengan harga Rp. 133.500.000,- "9) Bahwa lokasi dan luas tanah dalam akta tersebut terdapat kesesuaian dengan lokasi dan luas tanah SHM No. 445 seluas 1.100 m yang berlokasi di Jalan Mercedes Bens KM 03, Cicadas, Gunung Putri, Bogor ;10) Berdasarkan novum PK-2 tersebut, terbukti bahwa kedua aset tanah tersebut merupakan aktiva tetap PT Skycamping Indonesia (dalam pailit) dan oleh karenanya terdapat kekeliruan pertimbangan Hakim Agung dalam putusannya yang menganggap tanah seluas 14.100 m dalam SHM No. 570 dan tanah seluas 1.690 m dalam SHM No. 878 sebagai harta non budel pailit;

Hal. 19 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011c. Laporan Keuangan PT Skycamping Indonesia untuk tahun yang berakhir 31 Desember 1999 dan Laporan Auditor Independen, Kantor Akuntan "Dra. Ellya Noorlisyati & Rekan" LAI No. 20130 tanggal 20 Maret 2000 (Novum PK-3), membuktikan sebagai berikut: 1) Bahwa novum PK-3 halaman 18, menerangkan bahwa :"Perusahaan memperoleh pinjaman dari Bank Niaga sebesar USD 7.240.000 (1998: USD 9.940.000). Jaminan atas fasilitas pinjaman yang diterima, yaitu :1. Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) atas tanah SHM No. 570 beserta bangunan di atasnya yang terletak di JI. Mercedes Benz Km. 3, Kelurahan Cicadas, Kecamatan Gunung Putri, Bogor, sebesar Rp. 5.200.000.000,- ;2. Akta Pembebanan Hak Tanggungan I (APHT I) atas SHGB No. 5512 beserta bangunan di atasnya yang terletak di Desa Jatimulya Bekasi sebesar Rp. 4.500.000.000,- ;3. Akta Pembebanan Hak Tanggungan I (APHT I) atas SHM No. 552 beserta bangunan di atasnya yang terletak di JI. Cempaka Putih Tengah 270 No. 23 J Jakarta sebesar Rp. 400.000.000,- ;4. FTO atas mesin dan peralatannya di lokasi pabrik yang terletak di atas SHGB No. 570;5. FTO atas inventory di lokasi pabrik yang terletak di atas SHGB No. 570;6. Personal Guarantee dari Bapak Danny Soetanto dan Dr. Tan Chuan Cheng secara tanggung renteng sebesar out standing pinjaman";2) Dalam novum PK-3 tersebut di atas jelas terlihat bahwa adanya pembebanan hak tanggungan atas SHM No. 570 di Jalan Mercedes Benz Km. 3, Ds. Cicadas, Kec. Gunung Putri, Bogor bukan merupakan jaminan pribadi pemegang saham dan Direksi melainkan merupakan jaminan PT Skycamping Indonesia (dalam pailit);

Hal. 20 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/20113) Bahwa adanya personal guarantee Danny Soetanto dan Dr. Tan Chuan Cheng sebagai salah satu jaminan atas pinjaman bank niaga tersebut adalah tidak menunjuk pada tanah SHM No. 570 dan merupakan jaminan lain di luar lima jaminan pada nomor 1 - 5 novum PK-3 halaman 18 yang telah diuraikan di atas;4) Jaminan personal guarantee Danny Soetanto dan Dr. Tan Chuan Cheng tersebut dimaksudkan apabila lima jaminan pada nomor 1 - 5 novum PK-3 halaman 18 yang telah diuraikan di atas tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban PT Skycamping Indonesia dikemudian hari, maka Danny Soetanto dan Dr. Tan Chuan Cheng akan bertanggungjawab secara personal atas pinjaman tersebut;5) Berdasarkan novum PK-3 tersebut, terbukti bahwa aset tanah SHM No. 570 beserta bangunan di atasnya bukan merupakan aset pribadi pemegang saham dan direksi dan oleh karenanya terdapat kekeliruan pertimbangan Hakim Agung dalam putusannya yang menganggap aset tersebut sebagai jaminan pr ibadi dan harta non budel pailit;d. Laporan Keuangan PT Skycamping Indonesia untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2003 dan 31 Desember 2004 dan Laporan Auditor Independen, Kantor Akuntan "Hendra Winata, Gani dan Rekan" No: SCI-04/1.3/ RS/05 tanggal 27 Juni 2005 (Novum PK-4), membuktikan sebagai berikut :

Hal. 21 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011

1) Novum PK-4 halaman 10 angka 6 menyebutkan bahwa :6. AKTIVA LANCAR LAINNYA

2005Rp.2003Rp.

Piutang Karyawan4.400.00026.900.000

Uang muka pembelian bahan523.156.7061.298.388.341

Uang muka pembelian tanah40.941.550.000

Piutang lain-lain: Pihak ketiga575.935.665146.956

Pihak yang mempunyai hubungan istimewa (catatan 18d)551.494.409492.028.265

42.596.536.7801.817.463.562

Uang muka pembelian tanah Merupakan uang muka atas pembelian tanah seluas 64.282 m di daerah Bogor dan Bekasi. Tanah ini dijadikan sebagai jaminan atas pinjaman yang diperoleh dari Bank BNI (lihat catatan 24; 2) Novum PK-4 halaman 24 angka 24 menyebutkan bahwa 24. KEJADIAN SETELAH TANGGAL NERACA Pada tanggal 13 Januari 2005, perusahaan memperoleh fasilitas kredit dari Bank BNI dengan rincian sebagai berikut:1. Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) dengan plafond USD 6.500.000 untuk keperluan tambahan modal kerja industry garment, tenda dan tas termasuk pengambilalihan fasilitas kredit di Bank NISP Korean Exchange Bank Danamon untuk jangka waktu 12 bulan dan tingkat bunga 8% per tahun;2. L/C-Import dengan plafond USD 7.000.000 dengan bentuk Sight atau Usance UC dengan jangka waktu usance selama 180 hari dan tingkat bunga 8% per tahun;

Hal. 21 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011Fasilitas kredit tersebut dijamin dengan tanah dan bangunan pabrik perusahaan, harta pemegang saham dan pihak yang mempunyai hubungan istimewa, persediaan dan jaminan pribadi dari pemegang saham. Selain itu, perusahaan diwajibkan memelihara likuiditas dan solvabilitas dalam rasio keuangan;Sehubungan dengan fasilitas kredit di atas, pada tanggal 17 Januari 2005, perusahaan mengajukan permohonan agar fasilitas kredit di Bank Niaga diambil alih juga dan hutang L/C yang masih beredar dari Bank Niaga dapat ditutup dengan fasilitas plafond L/C pada tanggal 3 Mei 2005, perusahaan telah melunasi seluruh pinjaman kepada Bank Niaga dengan adanya fasilitas kredit dari Bank BNI" ;3) Bahwa dalam novum PK-4 tersebut di atas jelas terlihat bahwa adanya jaminan berupa tanah dan bangunan pabrik perusahaan serta persediaan bukan merupakan jaminan harta pemegang saham dan pihak yang mempunyai hubungan istimewa serta jaminan pribadi dari pemegang saham dan direksi melainkan merupakan jaminan PT Skycamping Indonesia (dalam pailit);4) Bahwa adanya jaminan harta pemegang saham dan pihak yang mempunyai hubungan istimewa, persediaan dan jaminan pribadi dari pemegang saham sebagai jaminan atas fasilitas kredit Bank BNI tersebut adalah merupakan jaminan lain di luar tanah dan bangunan pabrik Perusahaan serta persediaan;

Hal. 22 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011

5) Bahwa mengingat tanah yangdibeli oleh PT Skycamping Indonesia seluas 64.282 m berdasarkan novum PK-4 pada tahun 2004 dibebankan hak tanggungan pada tanggal 13 Januari 2005 dan tanggal 17 Januari 2005 kepada Turut Termohon Peninjauan Kembali, maka sangatlah jelas dan dapat dipastikan bahwa tanah SHM No. 795 seluas 1.590 m, SHGB No. 406 seluas 6.775 m, dan SHGB No. 86 seluas 13.620 m yang secara keseluruhan memiliki total luas 21.985 m, merupakan bagian dari tanah yang dibeli PT Skycamping Indonesia dengan lokasi Bogor dan Bekasi pada tahun 2004 seluas 64.282 m dengan uang muka pembelian sebesar Rp 40.941.550.000,- (empat puluh milyar sembilan ratus empat puluh satu juta lima ratus lima puluh ribu rupiah);6) Berdasarkan novum PK-4 tersebut, terbukti bahwa tanah dan bangunan pabrik PT Skycamping Indonesia dan persediaan bukan merupakan asset pribadi pemegang saham dan direksi dan oleh karenanya terdapat kekeliruan pertimbangan Hakim Agung dalam putusannya yang menganggap aset tersebut sebagai jaminan pribadi dan harta non budel pailit;Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, sangat jelas bahwa keenam aset tanah tersebut bukanlah merupakan jaminan pribadi direksi dan pemegang saham, sehingga pertimbangan judex juris dalam putusan Nomor 429K/Pdt. Sus/2010 tanggal 29 Juni 2010 yang menyatakan bahwa 6 (enam) sertifikat tanah yang di jual tersebut bukan merupakan aset budel pailit, melainkan milik pribadi direksi & pemegang saham yang dijadikan jaminan tambahan atas utang PT Skycamping Indonesia (dalam pailit) merupakan suatu kekeliruan yang nyata sehingga sudah

Hal. 23 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011

seharusnya dilakukan peninjauan kembali dan sangat beralasan apabila Turut Termohon Peninjauan Kembali diminta untuk mengembalikan seluruh hasil penjualan aset budel pailit yang telah diperoleh ;B. Bahwa Turut Termohon Peninjauan Kembali selain menguasai hasil penjualan aset dalam sengketa a quo, juga menguasai aset lain yang merupakan bagian dari aktiva tetap PT Skycamping Indonesia yang diperoleh pada tahun 2004 dan dijaminkan kepada Turut Termohon Peninjauan Kembali pada tanggal 13 Januari 2005 dan 17 Januari 2005. 1. Berdasarkan Novum PK-4 diketahui bahwa PT Skycamping Indonesia melakukan pembelian tanah seluas 64.282 m yang kemudian menjadi jaminan atas fasilitas kredit yang diberikan oleh Turut Termohon Peninjauan Kembali;2. Bahwa atas tanah seluas 64.282 m tersebut, telah dilakukan penjualan tanah seluas 21.985 m untuk melunasi kewajiban PT Skycamping Indonesia kepada Turut Termohon Peninjauan Kembali;3. Bahwa oleh karena tanah PT Skycamping Indonesia berdasarkan bukti novum PK-4 apabila dikurangi dengan luas tanah yang telah dijual seharusnya masih terdapat sisa bagian seluas 42.297 m, maka Turut Termohon Peninjauan Kembali seharusnya mengembalikan penguasaan sisa tanah seluas 42.297 m tersebut yang masih sebagai jaminan fasilitas kredit kepada Termohon Peninjauan Kembali untuk dimasukkan ke dalam harta pailit (budel pailit);4. Bahwa Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur bahwa:

Hal. 25 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011

Pasal 59 ayat (2) (1) Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, Kreditur pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) harus melaksanakan haknya tersebut dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1) ;(2) Setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kurator harus menuntut diserahkannya benda yang menjadi agunan untuk selanjutnya dijual sesuai dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185, tanpa mengurangi hak Kreditor pemegang hak tersebut atas hasil penjualan agunan tersebut;(3) ". . " Pasal 60 ayat (2) (1) . . . (2) Atas tuntutan Kurator atau Kreditor yang diistimewakan yang kedudukkannya lebih tinggi daripada Kreditor pemegang hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Kreditor pemegang hak tersebut wajib menyerahkan bagian dari hasil penjualan tersebut untuk jumlah yang sama dengan jumlah tagihan yang diistimewakan;(3) . . . " 5. UU No.1 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-BendaYang Berkaitan Dengan Tanah Dalam Penjelasan Umum butir 4, mengatakan bahwa:"Hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dalam arti, bahwa jika debitor cidera janji,

Hal. 26 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011

kreditor pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor yang lain. Kedudukan di utamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku"; 6. Bahwa berdasarkan uraian ketentuan tersebut di atas dan oleh karena telah terbukti bahwa aset tanah dalam perkara a quo merupakan aset PT Skycamping Indonesia, maka Turut Termohon Peninjauan Kembali seharusnya menyerahkan seluruh tanah yang menjadi agunan kepada kurator untuk dimasukkan ke dalam harta pailit (budel pailit) atau setidak-tidaknya menyerahkan bagian tanah agunan yang masih dalam penguasaan Turut Termohon Peninjauan Kembali seluas 42.297 m;C. Berdasarkan novum PK-3 dan novum PK-4 menunjukkan bahwa Termohon Peninjauan Kembali melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (2), 60 ayat (2), 69, dan Pasal 100 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. 1. Bahwa novum PK-3 halaman 18, menerangkan bahwa :"Perusahaan memperoleh pinjaman dari Bank Niaga sebesar USD 7.240.000 (1998: USD 9.940.000). Jaminan atas fasilitas pinjaman yang diterima, yaitu:1) Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) atas tanah SHM No. 570 beserta bangunan di atasnya yang terletak di JI. Mercedes Benz Km. 3, Kelurahan Cicadas, Kecamatan Gunung Putri, Bogor, sebesar Rp. 5.200.000.000,- ;2) Akta Pembebanan Hak Tanggungan I (APHT I) atas SHGB No. 5512 beserta bangunan di atasnya yang terletak di Desa Jatimulya, Bekasi sebesar Rp. 4.500.000.000,- ;

Hal. 27 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/20113) Akta Pembebanan Hak Tanggungan I (APHT I) atas SHM No. 552 beserta bangunan di atasnya yang terletak di JI. Cempaka Putih Tengah 270 No. 23 J, Jakarta sebesar Rp. 400.000.000,- ;4) FTO atas mesin dan peralatannya di lokasi pabrik yang terletak di atas SHGB No. 570;5) FTO atas inventory di lokasi pabrik yang terletak di atas SHGB No. 570;6) Personal Guarantee dari Bapak Danny Soetanto dan Dr. Tan Chuan Cheng secara tanggung renteng sebesar out standing pinjaman" ;2. Bahwa novum PK-3 halaman 18 pada angka 2 dan 3 tersebut menunjukkan bahwa terdapat harta PT Skycamping Indonesia yang belum dicatat dan dimasukkan dalam pencatatan harta pailit oleh Termohon Peninjauan Kembali, yaitu : Akta Pembebanan Hak Tanggungan I (APHT I) atas SHGB No. 5512 beserta bangunan di atasnya yang terletak di Desa Jati mulya Bekasi; Akta Pembebanan Hak Tanggungan I (APHT I) atas SHM No. 552 beserta bangunan di atasnya yang terletak di JI. Cempaka Putih Tengah 27 D No. 23 J, Jakarta; 3. Bahwa pencatatan harta pailit merupakan tugas dan tanggung jawab Kurator sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 69 ayat (1) dan Pasal 100 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang mengatur bahwa :Pasal 69 ayat (1) "Tugas Kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit";

Hal. 28 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011

Pasal 100 ayat (1) "Kurator harus membuat pencatatan harta pailit paling lambat 2 (dua) hari setelah menerima surat putusan pengangkatannya sebagai Kurator";4. Bahwa sampai dengan saat ini, SHGB No. 5512 dan SHM No. 552 belum dicatat dan dimasukkan dalam pencatatan harta pailit oleh Termohon Peninjauan Kembali, oleh karena itu Kurator in casu Termohon Peninjauan Kembali tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Dengan demikian tindakan Termohon Peninjauan Kembali tersebut telah melanggar ketentuan Pasal 69 ayat (1) dan Pasal 100 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU;5. Bahwa dalam novum PK-4 juga menunjukkan masih terdapat sisa harta PT Skycamping Indonesia dalam penguasaan Turut Termohon Peninjauan Kembali yang belum ditagih/dituntut serta dicatat dan dimasukkan dalam pencatatan harta pailit oleh Termohon Peninjauan Kembali berupa tanah seluas 42.297 m, dengan perhitungan sebagai berikut : luas harta PT Skycamping Indonesia = 64. 282 m dalam novum PK-4 luas harta PT Skycamping Indonesia = 21.985 m + dalam novum PK-4 yang telah dijual sisa harta PT Skycamping Indonesia = 42.297 m yang belum dicatat dan dimasukkan dalam pencatatan harta pailit;

Hal. 29 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011

6. Bahwa penuntutan terhadap agunan pada Turut Termohon Peninjauan Kembali merupakan tugas dan tanggung jawab Kurator in casu Termohon Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 59 ayat (2) dan Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang mengatur bahwa:Pasal 59 ayat (2) (1) Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, Kreditur pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) harus melaksanakan haknya tersebut dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1); (2) Setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kurator harus menuntut diserahkannya benda yang menjadi agunan untuk selanjutnya di jual/sesuai dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185, tanpa mengurangi hak Kreditor pemegang hak tersebut atas hasil penjualan agunan tersebut;(3) . . . "Pasal 60 ayat (2) (1) . . .(2) Atas tuntutan Kurator atau Kreditor yang di istimewakan yang kedudukannya lebih tinggi daripada Kreditor pemegang hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Kreditor pemegang hak tersebut wajib menyerahkan bagian dari hasil penjualan tersebut untuk jumlah yang sama dengan jumlah tagihan yang diistimewakan;(3) . . . "

Hal. 30 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011

7. Bahwa sampai dengan saat ini, sisa harta PT Skycamping Indonesia seluas 42.297 m belum dilakukan penuntutan oleh Kurator in casu Termohon Peninjauan Kembali, oleh karena itu Kurator in casu Termohon Peninjauan Kembali tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Dengan demikian tindakan Termohon Peninjauan Kembali t er sebu t t e l ah melanggar ket en t uan Pasal 69 ayat (1) dan Pasal 100 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU;Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, sangat jelas bahwa Termohon Peninjauan Kembali dalam melaksanakan tugasnya hanya menguntungkan salah satu pihak saja, sehingga bertentangan dengan asas keseimbangan yang merupakan salah satu asas yang mendasari dibentuknya UU Kepailitan dan PKPU;D. Kedudukan pengurus perusahaan termasuk Direksi adalah sebagai Penanggung Pajak atas pajak terutang PT Skycamping Indonesia yang bertanggungjawab secara pribadi maupun tanggung renteng dengan pengurus lainnya.1. Bahwa pertimbangan judex juris halaman 54 dan 57 putusan Nomor 429 K/Pdt. Sus/2010 tanggal 29 Juni 2010, menyatakan bahwa: "Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan sebab judex facti/Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sudah tepat dan tidak salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku oleh karena aset berupa 6 (enam) sertifikat tanah yang dijual tersebut bukan merupakan aset budel pailit, melainkan milik pribadi Direksi & Pemegang Saham yang dijadikan jaminan tambahan atas utang PT Skycamping Indonesia (dalam pailit) yang telah diikat hak tanggungan pada PT BNI, sehingga tidak termasuk aset kepailitan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU . . . "

Hal. 31 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011

2. Bahwa Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), mengatur ketentuan-ketentuan sebagai berikut :a. Pasal 1 angka 25"Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggungjawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan";b. Pasal 21 ayat (1)"Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik penanggung pajak";c. Pasal 21 ayat (3)Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya kecuali terhadap :a) Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak ;b) Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud;c) Biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dari suatu warisan" ;d. Pasal 21 ayat (3a) Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta pailit tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut ;

Hal. 32 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011

e. Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) (1) Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal : a. badan oleh pengurus ; b. badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;(2) Wakil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggungjawab secara pribadi atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab pajak yang terutang tersebut" ;3. Bahwa berdasarkan ketentuan di atas, kedudukan pengurus perusahaan termasuk Direksi adalah sebagai penanggung pajak atas pajak terutang PT Skycamping Indonesia yang bertanggung jawab secara pribadi maupun tanggung renteng dengan pengurus lainnya, sehingga seandainyapun benar/quad non aset sengketa merupakan milik pribadi penanggung pajak, maka berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1), (3) dan ayat (3a) UU KUP, para Pemohon Peninjauan Kembali memiliki hak mendahulu atas hasil penjualan aset penanggung pajak; 4. Bahwa negara menyatakan pajak dan pungutan lainnya yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang sebagaimana terdapat dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbuny i :"Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang";Berdasarkan Undang-Undang Dasar/Konstitusi tersebut, pengaturan mengenai perpajakan tunduk pada undang-undang khusus dibidang perpajakan yang merupakan bagian dari hukum publik. Hal ini sejalan dengan pendapat R. Santoso Brotodihardjo, SH. dalam buku Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi Keempat, Penerbit PT Refika Aditama, Juni 2003, berpendapat bahwa :

Hal. 33 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011

Halaman 1 alinea 1Hukum pajak, yang juga disebut hukum fisika l, adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan- hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya sering disebut wajib pajak)"; Halaman 1 alinea 3Hukum pajak memuat pula unsur-unsur hukum tata negara dan hukum pidana dengan acara pidananya . . . "Halaman 11 baris 1 s.d. baris 14Dengan hukum perdata, yaitu bagian dari keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antara orang-orang pribadi, hukum pajak banyak sekali sangkut pautnya. Hal ini dapatlah kita mengerti karena sebagian besar hukum pajak mencari dasar kemungkinan pemungutannya atas kejadian-kejadian, keadaan-keadaan, dan perbuatan-perbuatan hukum yang bergerak dalam lingkungan perdata, seperti pendapatan, kekayaan, perjanjian penyerahan, pemindahan hak karena warisan, dan sebagainya. Setengah sarjana mengatakan bahwa bukan itulah yang menyebabkan timbulnya hubungan yang erat antara hukum pajak dan hukum perdata, melainkan karena suatu ajaran (antara lain yang disiarkan oleh Prof Mr. Paul Schol ten, guru besar pada Universitas Amsterdam, dalam buku Burgerlljk Recht: Algemeen Deel) bahwa hukum perdata harus dipandang sebagai hukum umum yang meliputi segala-galanya, kecuali jika hukum publik telah menetapkan peraturan yang menyimpang dari padanya . . . . . "

Hal. 34dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011

Hal aman 12 baris 8 s.d. baris 12" . . . pengaruh hukum pajak terhadap hukum perdata besar pula. Sebagai akibat dari ketentuan bahwa lex specialis (peraturan yang istimewa) harus diberi tempat yang lebih utama dari lex generalis (peraturan yang umum), maka dalam setiap undang-undang (demikian juga dalam peraturan-peraturan pajak) haruslah pula dalam penafsirannya pertama-tama dianut peraturan yang istimewa ini";5. Berdasarkan hal tersebut di atas, selain bersifat memaksa, Pajak juga memiliki sifat istimewa/mendahulu melebihi segala hak mendahulu lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1137 KUH Perdata, Pasal 21 UU KUP, dan Pasal 19 ayat (6) UU PPSP sebagai berikut: a. Pasal 1137 KUH Perdata, yang mengatur bahwa: "Hak dari kas negara, kantor lelang, dan lain-lain badan umum yang dibentuk oleh pemerintah, untuk didahulukan, tertibnya melaksanakan hak itu, dan jangka waktu berlangsungnya hak tersebut diatur dalam berbagai undang-undang khusus yang mengenai hal-hal itu";Bahwa undang-undang khusus yang mengenai hal-hal itu adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP) dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP) ; b. Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), mengatur bahwa: Pasal 21 ayat (1) "Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik penanggung pajak";

Hal. 35 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011

Pasal 21 ayat (3) "Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya kecuali terhadap : a. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;b. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud;c. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dari suatu warisan" ; d. Pasal 19 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan surat paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP), mengatur bahwa: "Pasal 191) Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh pengadilan negeri atau instansi lain yang berwenang;2) Terhadap barang yang telah disita sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Jurusita Pajak menyampaikan surat paksa kepada Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang;3) Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam sidang berikutnya menetapkan barang yang telah disita dimaksud sebagai jaminan pelunasan utang pajak;4) Instansi lain yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), setelah menerima surat paksa menjadikan barang yang telah disita dimaksud sebagai jaminan pelunasan utang pajak ;5) Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang menentukan pembagian hasil penjualan barang dimaksud berdasarkan ketentuan hak mendahulu negara untuk tagihan pajak;6) Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap :

Hal. 36 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011a. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak maupun barang tidak bergerak;b. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud;c. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan ; 7) . . . " 6 Bahwa walaupun aset penanggung pajak telah dibebankan hak tanggungan kepada Turut Termohon Peninjauan Kembali, namun berdasarkan ketentuan yang mengatur tentang hak tanggungan menentukan bahwa negara memiliki hak mendahulu atas hasil penjualan hak tanggungan, yaitu :e. Pasal 1134 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Republik Indonesia (KUHPer), mengatur bahwa : "Hak istimewa adalah suatu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang Kreditur yang menyebabkan ia berkedudukan lebih tinggi daripada yang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutang itu. Gadai dan hipotek lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal undang-undang dengan tegas menentukan kebalikannya";f. UU No. 1 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dalam penjelasan umum butir 4, mengatakan bahwa:"Hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada Kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Dalam arti, bahwa jika Debitur cidera janji, Kreditur pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada Kreditur-Kreditur yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak

Hal. 37 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku" ;g. UU No. 37 Tahun 2007 tentang Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU), yaitu :Pasal 60 ayat (2) "Atas tuntutan Kurator at au Kreditor yang diistimewakan yang kedudukannya lebih tinggi daripada Kreditor pemegang hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Kreditur pemegang hak tersebut wajib menyerahkan bagian dari hasil penjualan tersebut untuk jumlah yang sama dengan jumlah tagihan yang diistimewakan" ;Pasal 60 ayat (2) Yang dimaksud dengan "Kreditur yang diistimeweken" adalah Kreditur pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ;7. Bahwa berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ketentuan undang-undang perpajakan, UU Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan tanah, dan UU Kepailitan dan PKPU, sangat jelas bahwa kedudukan negara dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (3) UU KUP dan Pasal 19 ayat (6) UU PPSP lebih tinggi dari Kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUH Perdata, sehingga dengan demikian para Pemohon Peninjauan Kembali berhak menuntut pelunasan hutang pajak PT Skycamping Indonesia;Dengan demikian, Turut Termohon Peninjauan Kembali wajib menyerahkan bagian dari hasil penjualan tersebut kepada Termohon Peninjauan Kembali untuk kemudian diserahkan pada para Pemohon Peninjauan Kembali dalam jumlah yang sama dengan jumlah tagihan pajak para Pemohon Peninjauan Kembali ;

Hal. 38 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011 8. Bahwa jumlah utang pajak PT Skycamping Indonesia yang harus dibayar dan dilunasi Termohon Peninjauan Kembali kepada para Pemohon Peninjauan Kembali adalah sebagai berikut :a. Utang pajak yang terdaftar pada KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih adalah sebesar Rp. 4.405.282.872,- (empat milyar empat ratus lima juta dua ratus delapan puluh dua ribu delapan ratus tujuh puluh dua rupiah) yang pada waktu rapat pencocokan piutang pada tanggal 28 April 2008 telah diakui oleh pihak Debitur dan Tim kurator PT Skycamping Indonesia dengan rincian sebagai berikut:No.Nomor KetetapanTanggalSKRpJumlah Tunggakan

100002/101/05/057/0723-04-2007Rp600.000

200003/101/05/057/0723-04-2007Rp100.000

300005/101/07/057/0723-04-2007Rp50.000

400006/109/03/057/0723-04-2007Rp28.387.523

500007/101/07/057/0723-04-2007Rp50.000

600007/109/03/057/0723-04-2007Rp872.429.050

700008/109/03/057/0723-04-2007Rp163.655.172

800014/106/05/057/0723-04-2007Rp100.000

900015/106/05/057/0723-04-2007Rp350.000

1000015/109/04/057/0723-04-2007Rp6.454.284

1100016/109/04/057/0723-04-2007Rp15. 072. 690

1200017/109/07/057/0723-04-2007Rp4.089.600

1300018/109/04/057/0723-04-2007Rp29.497.425

1400030/277/03/057/0528-09-2007Rp2.423.441.805

1500041/101/06/057/0723-04-2007Rp600.000

1600045/101/06/057/0723-04-2007Rp100.000

Hal. 39 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011 1700045/240/04/057/0629-09-2006Rp34.080.000

1800046/201/04/057/0629-09-2006Rp125.605.746

1900052/106/06/057/0715-09-2007Rp50.000

2000072/203/04/057/0629-09-2006Rp245.811.876

2100097/203/03/057/0528-09-2005Rp454.597.701

2200114/107/06/057/0715-02-2007Rp50.000

2300207/106/06/057/0723-04-2007Rp100.000

Jumlah Utang Pajak

Rp4.405.282.872

Bahwa berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-35/PJ./2008 tanggal 25 Maret 2008 tentang Pemindahan Wajib Pajak yang semula terdaftar dan/atau pengusaha kena pajak yang semula melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Dir ektorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Tahap I, pengawasan atas PT. Skycamping Indonesia dipindahkan dari KPP PMA Empat ke KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih terhitung bulan Juni 2008; b. Utang pajak yang terdaftar pada KPP Pratama Cibinong adalah sebesar Rp. 1.102.885.716, - (satu milyar seratus dua juta delapan ratus delapan puluh lima ribu tujuh ratus enam belas rupiah), dengan rincian sebagai berikut:

No.Nomor KetetapanTanggalSKRpJumlah Tunggakan

100144/201/04/403/0611-10-2006Rp720.146.678,-

200003/101/05/05710723-04-2007Rp382.739.038,-

Total23-04-2007Rp1.102.885.716,-

Hal. 40 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011E. Bahwa putusan judex juris Nomor 429K/Pdt.Sus/2010 tanggal 29 Juni 2010 juga bertentangan dengan beberapa putusan Mahkamah Agung lainnya yang telah berkekuatan hukum tetap, yaitu :1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 017 K/N/2005 tanggal 15 Agustus 2005 yang memutus: "Bahwa hutang pajak adalah hutang berdasarkan hukum publik dan harus dibayar lebih dahulu daripada hutang-hutang lainnya, tidak mungkin diselesaikan dalam proses PKPU";"Demikian pula, piutang pajak bukanlah termasuk piutang yang dapat ditagih di muka pengadilan karena piutang pajak ditagih dengan surat paksa yang memiliki kekuatan eksekutorial vide Pasal 7 ayat (1) Undang Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000"; 2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 070 PK/PDT.SUS/2009 perkara peninjauan kembali perdata khusus antara KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Dua melawan Kurator PT Artika Optima Inti (dalam pailit) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., pada halaman 28 s/d halaman 29, yang menyatakan :Bahwa terhadap pelunasan utang pajak harus didahulukan setelah itu baru pelunasan terhadap gaji karyawan dan piutang Bank Mandiri" ;Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP) dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan surat paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP) dalam Pasal 21 UU KUP ayat (1) : "Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang-barang milik penanggung pajak";

Hal. 41 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali adalah instansi pemerintah, yang merupakan representasi negara yang tidak dapat didudukkan sebagai Kreditur berdasarkan Pasal 1 angka 2, 3, 6, dan 11 UU Kepailitan dan PKPU (Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004) ;Bahwa utang pajak PT Artika Optima Inti (dalam pailit) sebesar Rp. 25.264.802.240,- (dua puluh lima milyar dua ratus enam puluh empat juta delapan ratus dua ribu dua ratus empat puluh rupiah) harus dilunasi lebih dahulu, setelah itu baru Kreditur-Kreditur yang lain"; F. Bahwa putusan judex juris Nomor 429 K/Pdt.Sus/2010 juga bertentangan dengan pendapat sarjana, sebagai berikut:1. Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H. dalam buku berjudul "Hukum Kepailitan, Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, terbitan Pustaka Utama Garfiti, Cetakan III, Edisi Baru, Januari 2009, pada Bab I, halaman 6 dan halaman 7", menyatakan bahwa: . Menurut Pasal 1134 KUH Perdata, jika tidak dengan tegas ditentukan lain oleh undang- undang, maka Kreditur pemegang hak jaminan harus di dahulukan daripada Kreditur pemegang hak istimewa untuk memperoleh pelunasan dari hasil penjualan harta kekayaan Debitor yang menurut Pasal 1131 KUH Perdata menjadi agunan atau jaminan bagi utang-utangnya. Hak istimewa (piutang yang diistimewakan) yang oleh undang-undang harus didahulukan daripada piutang atas tagihan yang dijaminkan dengan hak jaminan antara lain adalah : 1. Hak istimewa yang dimaksudkan dalam Pasal 1137 ayat (1) KUH Perdata;2. Hak istimewa yang dimaksudkan dalam ayat (3) Pasal 21 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994;

Hal. 42 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/20113. Hak istimewa yang dimaksudkan dalam Pasal 1139 ayat (1) KUH Perdata, yaitu biaya perkara yang semata-mata disebabkan karena suatu penghukuman untuk melelang suatu benda bergerak atau benda tidak bergerak;4. Hak istimewa yang dimaksudkan dalam Pasal 1149 angka (1) KUH Perdata, yaitu biaya-biaya perkara yang semata-mata disebabkan karena pelelangan dan penyelesaian suatu warisan;5. Imbalan Kurator sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004;Sehubungan dengan hak istimewa yang dimaksudkan dalam Pasal 1137 KUH Perdata, untuk jelasnya dikutip di bawah ini : Hak (tagihan) dari kas negara, kantor lelang dan lain-lain badan umum yang dibentuk oleh pemerintah untuk didahulukan, tertibnya melaksanakan hak itu, dan jangka waktu berlangsungnya hak tersebut diatur dalam berbagai undang-undang khusus yang mengenai hal-hal itu;Hak-hak yang sama dari persatuan-persatuan (gemeenschappen) atau perkumpulan-perkumpulan (zedelijke lichamen) yang berhak atau baru kemudian akan mendapat hak untuk memungut bea, diatur dalam peraturan-peraturan yang sudah ada akan diadakan tentang hal itu. Dengan demikian, tagihan pajak, bea, dan biaya kantor lelang merupakan hak istimewa yang harus didahulukan pelunasannya dari tagihan yang dijamin dengan hak jaminan dalam hal harta kekayaan Debitur pailit dilikuidasi";

Hal. 43 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/20112. Dr. Munir Fuady, SH., MH., LL.M., dalam bukunya berjudul "Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek terbitan PT Citra Aditya Bakti, Cetakan III, Edisi Revisi (Disesuaikan dengan UU No. 37 Tahun 2004), Tahun 2005, pada Bab IX, halaman 153 dan halaman 54", menyatakan bahwa: 4. Kreditur separatis menduduki kedudukan tertinggi kecuali ditentukan lain oleh undang-undang; Selain dapat mengeksekusi sendiri haria jaminan, keistimewaan lain dari pemegang hak jaminan (separatis) adalah bahwa Kreditur separatis tersebut lebih tinggi kedudukannya dari hak-hak terdahulu lainnya, kecuali undang-undang menentukan sebaliknya (Pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata); Apakah ada undang-undang yang menentukan sebaliknya. Memang ada. Cont oh dari undang-undang yang menentukan bahwa ada Kreditur lain yang kedudukannya lebih tinggi dari Kreditur pemegang hak jaminan adalah sebagai berikut : a. . . . . b. Pasal 21 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 Tentang Perpajakan ;Bahwa hutang pajak lebih tinggi kedudukannya dari hutang lain, termasuk hutang dengan hak jaminan. c. . . . . " 3. Eliana Tansah, SH., di dalam Seminar Nasional Kepailitan USAID In ACCE Project & AKPI Materi III berjudul Kedudukan Tagihan Buruh, Tagihan Pajak versus Kedudukan Kreditur Separatis dalam Kepailitan Perusahaan menyatakan bahwa:

Hal. 44 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011Dari lima golongan Kreditur yang telah disebutkan di atas, berdasarkan Pasal 1134 ayat 2 jo. Pasal 1137 KUH Perdata dan Pasal 21 UU KUP, piutang pajak mempunyai kedudukan di atas Kreditur Separatis mengeksekusi obyek jaminan kebendaannya berdasarkan Pasal 55 ayat (1) UU Kepai l i t a n . . . " ;4. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas sangat jelas dan terbukti bahwa putusan judex juris terdapat kekeliruan yang nyata, karena seandainya pun benar (quod non) aset dalam perkara a quo merupakan milik pribadi Direksi dan pemegang saham PT Skycamping Indonesia, maka berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (3) UU KUP, Pasal 19 ayat (6) UU PPSP, Pasal 1137 KUH Perdata, dan Undang-Undang Hak Tanggungan, Pasal 1134 KUH Perdata, serta Pasal 60 UU Kepailitan dan PKPU, menentukan bahwa para Pemohon Peninjauan Kembali mempunyai hak mendahulu atas hasil penjualan hak tanggungan yang dimiliki oleh Turut Termohon Peninjauan Kembali;G. Bahwa pertimbangan Hakim Agung Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH., LL.M. telah benar dan tepat, karena berlandaskan pada ketentuan-ketentuan yang relevan dalam perkara a quo.1. Bahwa pertimbangan Hakim Agung Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH., LL.M., pada halaman 55 alinea 1 dalam putusan Nomor 429 K/Pdt.Sus/2010, menyatakan bahwa:Menimbang, bahwa dalam musyawarah Majelis Hakim Agung terdapat perbedaan pendapat (Dissenting Opinion) dari Anggota Majelis yaitu (Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH., LL.M.,) selaku Pembaca II, bahwa alasan-alasan kasasi tersebut dapat dibenarkan dengan pertimbangan sebagai berikut :

Hal. 45 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011 Bahwa judex facti salah menerapkan hukum, karena judex facti dalam mengadili perkara kepailitan atau sengketa perdata pada umumnya tidak dibenarkan jika hanya mendasarkan pertimbangan dan putusannya pada undang-undang di bidang perdata dalam perkara a quo, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, tetapi juga harus melihat dan memahami undang-undang lainnya yang relevan. Dalam perkara a quo undang-undang lainnya yang relevan adalah undang-undang di bidang perpajakan, antara lain, Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 (UU KUP) yang menjadi dasar hukum bagi negara untuk menghasilkan pendapatan dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia ; Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 mengenai Kreditur Konkuren, Kreditur Separatis dan Kreditur Preferen (yang diistimewakan). Kreditur Preferen memiliki kedudukan lebih tinggi daripada Kreditur Separatis, yaitu Kreditur pemegang hak tanggungan (Pasal 60 ayat 92) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004). Kreditur Preferen selain mereka atau pihak-pihak yang disebut dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUH Perdata adalah juga yang disebut dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 (UU KUP), yaitu antara lain, Pasal 21 ayat (3) yang berbunyi :

Hal. 46 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011

Pasal 21 avat (3) "Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya kecuali terhadap : a. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak ;b. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; Bahwa judex facti juga telah salah menerapkan hukum, terutama hukum pembuktian karena menerima begitu saja dalil Kurator yang menyatakan bahwa para Pemohon Kasasi yang mewakili instansi pajak telahmelakukan penarikan data tagihan. Para Pemohon Kasasi membantah dalil Kurator itu dan tidak ada bukti yang diajukan Kurator untuk mendukung dalilnya itu. Oleh karenanya dalil Kurator tentang penarikan data tagihan tidak dapat diterima karena tidak di dukung bukti; Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi tersebut" ; 2. Bahwa pertimbangan Hakim Agung tersebut telah sejalan dengan dasar dan tujuan pembentukan Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, sebagaimana terurai dalam Penjelasan Umum tentang Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang menyatakan bahwa :

Hal. 47 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011"Ada beberapa faktor perlunya pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang : Pertama, untuk menghindari perebutan harta Debitur apabila dalam waktu yang sama ada beberapa Kreditur yang menagih piutangnya dari Debitur;Kedua, untuk menghindari adanya Kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik Debitur tanpa memperhatikan kepentingan Debitur atau para Kreditur lainnya;Ketiga, untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang Kreditur atau Debitur sendiri. Misalnya, Debitur berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa orang Kreditur tertentu sehingga Kreditur lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari Debitur untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggungjawabnya terhadap para Kreditur";"Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini didasarkan pada beberapa asas. Asas-asas tersebut antara lain adalah : 1) Asas Keseimbangan Undang-Undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Debitur yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Kreditur yang tidak beritikad baik ;2) Asas Kelangsungan UsahaDalam undang-undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan Debitur yang prospektif tetap dilangsungkan;

Hal. 48 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/20113) Asas KeadilanDalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitur, dengan tidak mempedulikan Kreditur lainnya; 4) Asas IntegrasiAsas integrasi dalam undang-undang ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum materillnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional" ; Berdasarkan asas integrasi tersebut di atas, maka terhadap hal-hal yang belum diatur atau tidak cukup diatur dalamUU Kepailitan dan PKPU maka seharusnya juga melihat dan memahami undang-undang lainnya yang relevan terutama terkait dengan hak mendahulu negara atas pajak.H. Bahwa keliru pertimbangan judex juris dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor 429 K/Pdt.Sus/2010 tanggal 29 Juni 2010 mengenai telah ditariknya seIuruh data tagihan KPP Pratama Cibinong.1. Bahwa keliru pertimbangan hukum judex juris dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor 429 K/Pdt.Sus/2010 halaman 55 yang menyatakan sebagai berikut: ". . . Bahwa terhadap Pemohon Kasasi II (KPP Pratama Cibinong), karena berdasarkan bukti bertanda T.2 berupa Daftar Hutang PT. Skycamping Indonesia (dalam pailit) tersebut yang diwakili oleh pegawainya A. Salim Leo, sehingga dalam revisi Daftar Pembagian Tahap Pertama kepada Kreditur Separatis didahulukan/diistimewakan

Hal. 49 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011PT. Skycamping Indonesia (dalam pailit) tanggal 7 September 2009 yang dibuat oleh Tim Kurator KPP Cibinong tidak termasuk di dalamnya, namun KPP Cibinong tersebut terhadap pembagian berikutnya masuk sebagai Kreditor . . . " ; 2. Bahwa keliru pertimbangan tersebut di atas karena Pemohon Peninjauan Kembali II in casu KPP Pratama Cibinong tidak pernah mengajukan penarikan tagihan atau menugaskan pegawai untuk melakukan penarikan data tagihan PT. SkyCamping Indonesia ;3. Bahwa dalam rapat verifikasi maupun persidangan renvo I prosedur, Pemohon Peninjauan Kembali telah berulang kali menegaskan tidak pernah ada penarikan tagihan dan Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan bahwa Sdr. A. Salim Leo telah melakukan penarikan data tagihan terhadap PT. Sky Camping Indonesia Seandainya pun Sdr. A. Salim Leo telah melakukan tindakan tersebut, maka hal tersebut dilakukan tanpa seijin dan sepengetahuan dari Pemohon Peninjauan Kembali II dan terhadap tindakan A. Salim Leo tersebut jelas tidak mewakili kepentingan Pemohon Peninjauan Kembali II, sehingga sudah sepantasnya apabila Hakim Agung yang memeriksa perkara peninjauan kembali a quo mempertimbangkan tagihan pajak dari para Pemohon Peninjauan Kembali ;4. Bahwa selain itu, apabila Hakim Agung yang memberikan pertimbangan sebagaimana diuraikan di atas mengabaikan bantahan Pemohon Peninjauan Kembali II yang menyatakan tidak pernah melakukan penarikan tagihan, maka seharusnya judex juris juga tidak menerima begitu saja dalil Terrmohon Peninjauan Kembali tanpa mendasarkan pada bukti yang mendukung tindakan Sdr A. Salim Leo tersebut ;

Hal. 50 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/20115. Hal ini sesuai juga dengan pertimbangan hukum Anggota Majelis Hakim Agung Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH., LL.M., yang memeriksa perkara kasasi dalam putusan No. 429 K/Pdt.Sus/2010 halaman 56 yang diantaranya menyatakan sebagai berikut:"Bahwa judex facti juga telah salah menerapkan hukum, terutama hukum pembuktian karena menerima begitu saja dalil Kurator yang menyatakan bahwa para Pemohon Kasasi yang mewakili instansi pajak telah melakukan penarikan data tagihan. Para Pemohon Kasasi membantah dalil Kurator itu dan tidak ada bukti yang diajukan kurator untuk mendukung dalilnya itu. Oleh karenanya dalil kurator tentang penarikan data tagihan tidak dapat diterima karena tidak didukung bukti" ; 6. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, telah keliru pertimbangan judex juris mengenai telah ditariknya seluruh data tagihan KPP Pratama Cibinong;Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, sangatlah jelas bahwa novum yang disampaikan para Pemohon Peninjauan Kembali dapat membuktikan bahwa aset dalam perkara a quo merupakan aset/aktiva tetap PT Skycamping Indonesia (dalam pailit) sehingga dapat membuktikan adanya kekeliruan dalam putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 429 K/Pdt.Sus/2010 tanggal 29 Juni 2010 jo. No. 01/Pembatalan Perjanjian Perdamaian/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 29 Maret 2010;Bahwa selain itu, juga dapat dibuktik an secara jelas bahwa dalam putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 429 K/Pdt.Sus/2010 tanggal 29 Juni 2010 jo No. 01/Pembatalan Perjanjian Perdamaian/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 29 Maret 2010 terdapat kekeliruan yang nyata dalam menerapkan ketentuan Pasal 21 ayat (1) dan ayat UU KUP jo. Pasal 19 ayat (6) UU PPSP;

Hal. 51 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011Menimbang, bahwa terhadap alasan- alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat :Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali tentang adanya bukti baru tidak dapat dibenarkan, dengan alasan : Bahwa bukti-bukti PK-I s/d PK-4 tersebut tidak bersifat menentukan, karena bukti-bukti tersebut tidak dapat membuktikan bahwa hak tanggungan dari PT. Skycamping Indonesia termasuk dalam budel pailit; Bahwa judex facti dan judex juris telah mempertimbangkan bahwa hak tanggungan yang dibebankan oleh PT BNI kepada PT. Skycamping Indonesia bukan termasuk dalam budel pailit ;Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali tentang adanya kekhilafan atau kekeliruan yang nyata tidak dapat dibenarkan karena telah dipertimbangkan bahwa obyek jaminan bukan termasuk budel pailit dan Kreditur Separatis mempunyai hak untuk didahulukan; lagi pula alasan-alasan tersebut hanya bersifat perbedaan penilaian hasil pemeriksaan di persidangan dan bukan merupakan alasan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a s/d f Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009;Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh para Pemohon Peninjauan Kembali: KPP PRATAMA JAKARTA CEMPAKA PUTIH dan kawan tersebut adalah tidak beralasan, sehingga harus ditolak ;

Hal. 52 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011Menimbang, bahwa karena permohonan peninjauan kembali ditolak, maka para Pemohon Peninjauan Kembali dihukum untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini ;Memperhatikan Undang-undang No. 37 Tahun 2004, Undang-Undang No. 48 Tahun 2009, Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan ;

MENGADILIMenolak permohonan peninjauan kembali dari para Pemohon Peninjauan Kembali : 1. KPP PRATAMA JAKARTA CEMPAKA PUTIH, 2. KPP PRATAMA CIBINONG tersebut ;Menghukum para Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) ;Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Selasa tanggal 19 Juli 2011 oleh DR. HARIFIN A. TUMPA, SH., MH., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, I MADE TARA, SH., dan PROF. DR. H. MUCHSIN, SH., Hakim-hakim Agung sebagai Anggota dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis dengan dihadiri oleh Anggota-anggota tersebut dan dibantu oleh PRI PAMBUDI TEGUH, SH., MH., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh kedua belah pihak.

Anggota-anggota,Ttd./ I MADE TARA, SH.,

Ketua Majelis,DR. HARIFIN A. TUMPA, SH., MH.,

Hal. 52 dari 40 hal. Put. No. 94PK/Pdt. Sus/2011Biaya-biaya:Panitera Pengganti1. Materai .. Rp. 6.000,-Ttd./2. Redaksi ... Rp. 5.000,-PRI PAMBUDI Teguh, SH., MH.,3. Administrasi peninjauanKembali Rp. 9.989.000,- +Jumlah .. Rp. 10.000.000,-

Oleh karena Hakim Agung Prof. Dr. H. Muchsin, SH. sebagai Anggota/Pembaca II telah meninggal dunia pada hari Minggu, tanggal 04 September 2011, maka putusan ini ditandatangani oleh Ketua Majelis/Pembaca III Dr. Harifin A. Tumpa, SH., MH., dan Hakim Agung/Pembaca I I Made Tara, SH.

Jakarta, 29 September 2011Ketua Mahkamah Agung R.I.Ttd./ DR. HARIFIN A. TUMPA, SH., MH.,

Untuk SalinanMAHKAMAH AGUNG R.IA.N. PANITERAPANITERA MUDA PERDATA KHUSUSRAHMI MULYATI, SH. MH.NIP: 040.049.629Halaman 1