diare akut pada bayi dan anak
TRANSCRIPT
DIARE AKUT PADA BAYI DAN ANAK
Penggunaan istilah diare sebenarnya lebih tepat daripada gastroenteritis, karena
istilah yang disebut terakhir ini memberi kesan seolah-olah penyakit ini hanya
disebabkan oleh infeksi dan walaupun disebabkan oleh infeksi, lambung jarang
mengalami peradangan.1
Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan
cair. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, diare disrtikan sebagai buang air
besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari
biasanya. Neonatus dikatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali,
sedangkan untuk bayi umur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3
kali.1,2,3
Diare akut adalah buang air besar yang terjadi pada bayi atau anak yang
sebelumnya nampak sehat, dengan frekuensi 3 kali atau lebih per hari, disertai perubahan
tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah. Pada bayi yang masih mendapat
ASI tidak jarang frekuensi defekasinya lebih dari pada 3-4 kali sehari; keadaan ini tidak
dapat disebut diare, melainkan masih bersifat fisiologis atau normal. Kadang-kadang
seorang anak defekasi kurang daripada 3 kali sehari, tetapi konsistensinya sudah encer;
keadaan ini sudah dapat disebut diare.4
Epidemiologi2
Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak yang lebih besar.
Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar.
Di negara yang sedang berkembang, prevalensi yang tinggi dari penyakit diare
merupakan kombinasi dari air yang tercemar, kekurangan protein, dan kalori yang
menyebabkan turunnya daya tahan badan.
1
Penyebab1,3
2
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak.
Infeksi enteral ini meliputi :
- Infeksi bakteri : Vibrio, E.colli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
- Infeksi virus : Enterovirus (Virus ECHO, Coxcakie, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
- Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris,
Strongyloides), Protozoa (Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia,
Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans).
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan,
seperti Otitis media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Brokopneumonia,
Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak umur dibawah 2 tahun.
c. Faktor malabsorbsi
d. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
e. Malabsorbsi lemak.
f. Malabsorpsi protein.
2. Faktor makanan : makana basi, beracun, alergi terhadap makanan.
3. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang menimbulkan diare
terutama pada anak yang lebih besar.
Penyebab umum diare3
3
Bayi:
- Akut:
a. Gastroenteritis
b. Infeksi sistemik
c. Akibat pemakaian antibiotik
- Kronik:
a. Pasca infeksi
b. Defisiensi disakaridase sekunder
c. Intoleransi protein susu
d. Sindrom iritabilitas kolon
e. Fibrosis kistik
f. Penyakit seliakus
g. Sindrom usus pendek
Anak:
- Akut:
a. Gastroenteritis
b. Keracunan makanan
c. Infeksi sistemik
d. Akibat pemakaian antibiotik
- Kronik:
a. Pasca infeksi
b. Defisiensi disakaridase sekunder
c. Sindrom iritabilitas kolon
d. Penyakit seliakus
e. Intoleransi laktosa
f. Giardiasis
4
Beberapa penyebab yang terbukti dapat menyebabkan diare pada manusia 4
Golongan bakteri
1. Aeromonas hidrophilia
2. bacillus cereus
3. Campylobacter jejuni
4. Clostridium difficile
5. Clostridium perfringens
6. Escherichia coli
7. Salmonella spp
8. Shigela spp
9. Staphylococcus aureus
10. Vibrio cholera
11. Vibrio parahaemoliticus
12. Yersinia enterocolitica
Golongan Virus
1. Adenovirus
2. Rotavirus
3. Virus Norwalk (27mm)
4. Astovirus
5. Calivirus
6. Coronavirus
7. Minirotavirus
8. Virus bulat kecil
Golongan parasit
1. Balantidium coli
2. Capillaria philippinensis
3. Cryptosporidium
4. Entamoeba histolytica
5. Giardia lamblia
5
6. Strongyloides stercolaris
7. Faciolopsis buski
8. Sarcocytis suihominis
9. Trichuris trichiura
10. Candida spp
11. Isopora belli
Dari sekian banyak etiologi diatas, disini hanya akan diuraikan beberapa enteropatogen
spesifik yang dianggap merupakan penyebab utama diare.1,4
Escherichia coli. E.coli menyebabkan sekitar 25 % diare dinegara berkembang. Pada
saat ini telah dikenal 5 golongan E.coli yang dapat menyebabkan diare yaitu ETEC,
EPEC, EIEC, EAEC, EHEC.1,4
ETEC. Merupakan penyebab utama diare dehidrasi dinegara berkembang. Transmisinya
melalui makanan (makanan sapihan/ makanan pendamping) dan minuman yang telah
terkontaminasi. Pada ETEC dikenal dua faktor virulen, yaitu 1) faktor kolonisasi, yang
menyebabkan ETEC dapat melekat pada sel epitel usus halus (enterosit) dan 2)
enterotoksin. Gen untuk faktor kolonisasi dan enterotoksin terdapat dalam plasmid, yang
dapat ditransmisikan ke bakteri E.coli lain. Terdapat dua macam toksin yang dihasilkan
oleh ETEC, yaitu toksin yang tidak tahan panas (heat labile toxin = LT), dan toksin yang
tahan panas (heat stabel toxin = ST). Toksin LT menyebabkan diare dengan jalan
merangsang aktivitas enzim adenil siklase seperti halnya toksin kolera, sedangkan toksin
ST melalui enzim guanil siklase. Bakteri ETEC dapat menghasilkan LT saja, ST saja atau
kedua-duanya. ETEC tidak menyebabkan kerusakan rambut getar (mikrovili) atau
menembus mukosa usus halus (invasi). Diare biasanya berlangsung terbatas antara 3-5
hari, tetapi dapat juga lebih lama (menetap, persisten).1,4
EPEC. Dapat menyebabkan diare berair (”watery diarrhoea”) disertai muntah dan panas
pada bayi dan anak dibawah usia 2 tahun. Diare biasanya terbatas, tetapi dapat berat
(fatal) atau menetap (persisten), terutama pada penderia yang tidak minum ASI. 1,4
EIEC. Biasanya apatogen, tetapi sering pula menyebabkan letusan kecil (KBL) diare
karena keracunan makanan (”food borne”). Secara biokimiawi dan serologis bakteri ini
6
menyerupai Shigella spp, dapat menembus mukosa usus halus, berkembang biak didalam
kolonosit (sel epitel kolon) dan menyebabkan disentri basiler. Dalam tinja penderita,
sering ditemukan eritrosit dan leukosit.1,4
EAEC. Merupakan golongan E.coli yang mampu melekat dengan kuat pada mukosa usus
halus dan menyebabkan perubahan morfologis. Diduga bakteri ini mengeluarkan
sitotoksin, dapat menyebabkan diare berair (”watery”) sampai lebih daripada 7 hari
(prolonged diarrhoea)1,4
EHEC. Serotipe 0157 : H7, akhir-akhir ini dikenal dapat menyebabkan kolitis hemoragik
di Amerika. Transmisinya melalui makanan, berupa daging yang dimasak kurang
matang. Diarenya disertai sakit perut hebat (kolik, kram) tanpa atau disertai sedikit panas,
diare cair disertai darah. EHEC menghasilkan sitotoksin yang dapat menyebabkan edema
dan perdarahan usus besar (kolon), maupun haemolytic uremic syndrome. 1,4
Vibrio cholera. Terdapat 2 biotip V.cholera, El Tor dan classic, serta 2 serotipe Ogawa
dan Inaba. Untuk pengobatan, klasifikasi tersebut diatas tidak ada gunanya, karena
pengobatannya sama. El Tor terkenal menyebabkan pandemi ke 7, yang dimulai dari
Sulawesi dan kemudian menyebar ke Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Utara. Di
Indonesia, El Tor telah merupakan endemik, namun insidennya rendah, hanya merupakan
1-2 % dari semua penyebabnya diare pada KLB. Namun karena sifat diarenya yang hebat
(profuse), banyak menyebabkan kematian. Laporan kasus kolera di Indonesia sekkitar
50.000 kasus setahun, dengan angka kematian kurang dari 2 %. Penularannya melalui air
dan makanan yang tercermar oleh V.cholera, namun dapat pula terjadi melalui kontak tak
langsung orang per orang. 4
Patogenesis1
1. Tertelannya bakeri V. cholerae dan masuk ke dalam usus halus.
2. Multiplikasi kuman tersebut di dalam usus halus.
3. Bakteri mengeluarkan enterotoksin kolera yang akan memepengaruhi sel mukosa
usus halus (menstimulasi enzim adenilsiklase). Enzim tersebut mengubah
7
Adenosine Tri Phospat (ATP) menjadi Cyctic Adenosine Mono Phosphate
(cAMP) dan dengan meningkatnya cAMP akan terjadi peningkatan sekresi ion Cl
kedalam lumen usus.
4. Sekresi larutan isotonik oleh mukosa usus halus ( hipersekresi ) sebagai akibat
terbentuknya toksin tersebut.
Fungsi absorbsi lainnya dari mukosa usus halus tidak terganggu karena mukosa tetap
utuh (absorbsi glukosa dan asam amino tetap baik). Dijumpai juga penurunan aktifitas
enzim disakaridase.
Akibat diare dengan atau tanpa muntah yang disebabkan oleh kuman kolera akan terjadi 1
1. Gangguan keseimbangan air (dehidrasi) dan elektrolit.
2. Gangguan gizi (penurunan berat badan dalam waktu singkat).
3. Hipoglikemik (terutama pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi).
Shigella spp. Merupakan 10 % penyebab diare akut pada anak balita di dunia, namun di
Indonesia insidensnya rendah, hanya sekitar 1-2 % saja. Terdapatnya 4 spesies shigella
yang sering menyerang manusia, yaitu S.flexneri, S.connei, S.dysentriae, dan S.boydii.
dinegara berkembang (termasuk Indonesia) yang tersering menyebabkan diare adalah
S.flexneri, sedangkan dinegara maju S.connei. Shigelosis sering disertai panas dan diare
cair berdarah, atau lebih diikenal dengan nama disentri. Tidak jarang pula disertai
tenesmus dan kram perut.
Patogenensis1
Petogenesis terjadinya diare oleh Shigella spp, ialah disebabkan kemampuan mengadakan
invasi ke epitel sel mukosa usus, berkembangbiak didaerah invasi tersebut serta didalam
sel mukosa usus hallus (adenilsiklase) juga mempunyai sifat sitotoksik. Daerah yang
sering terserang ialah ileum terminalis dan usus besar, akibat invasi bakteri ini terjadi
8
inflitrasi sel-sel polimorfonuklear dan menyebabkan matinya sel-sel epitel tersebut,
sehingga terjadilah tukak-tukak kecil didaerah invasi yang menyebabkan sel-sel darah
merah dan plasma protein ke luar dari sel dan masuk ke lumen usus serta akirnya ke luar
bersama tinja.
Campylobacter jejuni. C.jejuni merupakan penyebab 14 % diare dinegara berkembang
dan negara maju. Di Indonesia prevalensinya sekitar 5,3 %. Selain diare disertai lendir
dan darah, juga terdapat gejala sakit perut disekitar pusat, yang kemudian menjalat ke
kanan bawah dan rasa nyeri menetap di tempat tersebut (seperti pada apendisitis akut). C.
jejuni mengeluarkan 2 macam toksin, sitotoksin dan toksin LT. 1,4
Patogenesis 1
Patogenesis penyakit ini masih belum jelas. Menurut Skirrow (1977) tempat infeksi ini di
ilium, jejenum dan juga usus besar. Terdapat bukti bahwa beberapa strain membentuk
enterotoksin yang tahan panas (ST). Kelainan yang ditemukan berupa peradangan dan
odema, pembesaran kelenjar limfe mesenterium adanya cairan bebas di cavum
peritoneum. Jonjot usus halus ditemukan agak memendek dan melebar tetapi tidak
konsisten seperti pada penyakit coaliac.
Pada pemerikasaan radiologi ditemukan gangguan fungsionil non-spesifik antara lain
berupa hipersektresi dan segmentasi dari gambaran usus pada pemeriksaan barium meal.
Pemeriksaan biopsi post-mortem ileum dan jejenum, ditemukan peradangan dan berisi
cairan tinja yang berdarah. Ileum mengalami nekrosis haemoragik yang menurut Skirrow
disebabkan oleh adanya invasi bakteri kedalam didinding usus halus dan kedalam aliran
darah diusus halus.
Salmonela spp. Di dunia terdapat lebih 2000 spesies, namun hanya 6-10 jenis saja yang
menyebabkan diare. Binatang merupakan reservoir utama, oleh karena itu infeksi
salmonela spp, biasanya disebabkan oleh makanan berasal dari binatang seperti daging,
tellur, susu, dan makanan-makanan daging dalam kaleng. Diare yang disebabkan
Salmonela spp, biasanya disertai rasa mula, kram perut dan panas. Pada 5 % penderita
9
dapat disertai disentri. Pada saat ini telah banyak dilaporkan kasus diare disebabkan oleh
Salmonela spp, yang telah resisten terhadap ampicilin, kloramfenikol dan trimetoprim-
sulfametoksasol.1,4
Patogenensis1
Patogenesis Salmonela spp, seperti halnya dengan Shigella dapat melakukan invasi ke
dalam mukosa usus halus, hanya perbedaannya ialah tidak berkembang biak dan tidak
menyebabkan inflitrasi sel-sel radang. S typhimurium dapat mengakibakan infeksi
sistemik, termasuk menyerang sistem retikulo-endotelial (RES) dan septikemia
(bakteremia) sehingga terjadi demam.
Staphylococcus spp, Staphylococcus dapat membentuk toksin didalam makanan dan bila
makanan tersebut dimakan manusia dapat timbul gejala keracunan makanan berupa sakit
perut, muntah hebat dan diare ringan, 2-6 jam setelah makan makanan yang
terkontaminasi dengan bakteri ini.
Terdapat 4 macam toksin yang bersifat tahan asam (ST), yaitu tipe A, B, C dan D. Toksin
tipe B dapat menyebabkan sekresi air dan elektrolit pada usus halus. Toksin tipe B dapat
menyebabkan sekresi air dan elektrolit pada usus halus. Toksin Staphylokokus dapat
merusak mucosa usus halus. Toksin Staphylokokus dapat merusak mucosa usus sehingga
menimbulkan diare.1
Clostridium spp, Clostridium spp terutama Clostridium perfringens dapat menimbulkan
keracunan makanan dengan gejala sakit perut dan diare yang diakibatkan oleh
enterotoksin yang memproduksinya. Srain tipe C dapat menyebabkan necrotizing
enterocolitis (NEC) yang timbul secara sekunder akibat invasi ke dalam usus.1
Yersinia enterocolitica, merupakan bakteri yang ditemukan sebagai penyebab dan telah
banyak dilaporkan di berbagai negara terutama di Eropa Utara dan Amerika Utara.
Patogenesis diare oleh Yersinia, terutama srtain serotipe 03, 08, dan 09 ialah dengan jalan
melakukan invasi kedalam mukosa usus, membentuk plasmid perantara, membentuk
enterotoksin yang tahan panas (ST) dan dapat mengaktifkan kegiatan enzim guanila
siklase. Pemeriksaan histologis menunjukan adanya abses-abses kecil di daerah Plaque
10
peyeri dan kelanjar getah bening. Pada beberapa penderita yang menyebabkan
limfadenitis mesenterikum dan ileitis terminalis yang gejalanya menyerupai apendisitis.1
Aeromonas hydrophilia, Akhir-akhir ini Gracey dkk, (1981) mendapatkan kuman
aeromonas hydrophilia pada penderita diare akut baik yang berobat di Ausrralia maupun
yang dirawat di Jakarta. Frekuensi Aeromonas pada kedua penelitian tersebut berkisar
sekitar 10 %. Chitima dkk (1981) di Bangkok mendapatkan pula kasus-kasus ditemukan
pula pada penderita tanpa diare, tetapi perbedaanya cukup bermakna. Bakteri ini pada
binatang percobaaan menbentuk sitotoksin dan mempunyai kemampuan membuat usus
berdilatasi serta kerusakan pada usus.1
Virus, Telah lama diduga virus sebagai penyebab utama diare. Pada tahun 1958
Eichenwald dkk. Telah berhasil melakukan isolasi virus dari tinja penderita diare, pada
waktu terjadi epidemi di New York. Virus tersebut adalah Entero Cythopathogenic
Orphan (ECHO) tipe 18. virus lain yang dianggap dapat menyebabkan diare adalah virus
poliomyelitis dan virus coxachie. Ketiga virus ini termasuk dalam golongan Enterovirus
golongan lainnya yang dapat menyebabkan diare adalah Adenovirus, Namun demikian
virus tersebut diatas adalah hasil biakan dari tinja penderita diare yang belum dibukikan
100% sebagai penyebab karena kemungkinan adanya kontaminasi waktu pengambilan
spesimen. Pada tahun 1973, Bishop dkk. Di Australia dengan pemeriksaan elektron
berhasil menemukan partikel-partikel virus yang sama dari tinja dan juga dari biopsi usus
penderita diare, sedangkan kemungkinan penyebab lainnya tidak di temukan, sehingga
dengan demikian dibuktikan bahwa virus tersebut yang menjadi penyebabnya. Virus ini
diberi nama Orbivirus atau Duovirus karena ditemuka di daerah duodenum penderita
diare. Penemuan ini kemudian diikuti dengan penemuan virus serupa di Inggris oleh
Fawcett dkk. Dan Di Amerika Serikat oleh Kapikian dkk. Karena bentuk virus ini
menyerupai dinding yang terdiri dari 1 atau2 lapis dan menyerupai roda yang di bahasa
latinnya rota, maka virus ini di beri nama Rotavirus. Nama ini dianggap paling tepat dan
dapat diterima oleh para ahli diseluruh dunia. Rotavirus ini besarnya 70 mm,
menyerupai dinding kapsul yang berbentuk roda dengan batas-batas yang tegas dan dapat
diisolasi dari binatang ternak yang menderita diare seperti anak sapi, mencit, kelinci,
anak domba, kijang dan kera. Oleh karena inilah, dulu diberi nama Orbivirus, karena
11
berasal dari binatang dan dianggap sebagai penyakit zoonosis. Dinegara maju, rotavirus
merupakan 50% penyebab utama diare. Secara epidemiologiis, prevalensinya meningkat
pada musim dingin dan biasanya yang paling banyak terserang adalah bayi dan terutama
anak kelompok 6 bulan-2 tahun. Di Indonesia, rotavirus pertama kali ditemukan pada
tahun 1975 dari penderita diare yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
RSCM Jakarta. Prevalensinya pada waktu itu adalah sebanyak 47 %. Ternyata kemudian
Rotavirus ini juga dapat berhasil ditemukan di Yogyakarta dan Medan dengan prevalensi
berkisar sekitar 40%. Biopsi usus halus penderita diare karena rotavirus menunjukan
adanya pemendekan jonjot usus, peningkatan inflitrasi sel radang pada lamina propia,
pembengkakan mitokondria dan bentuk mikrovili (brush border) yang tidak teratur dan
jarang . Sebagai akibatnya kemampuan menyerap (absorbsi) cairan dan elektrolit usus
halus akan terganggu dan juga pencernaan makanan terutama Karbohidrat terganggu
dengan hasil akhir timbul diare. Beberapa jenis virus lain yang kemudian ditemukan dan
diduga juga dapat menyebabkan diare ialah Coronavirus, Astrovirus, Calicivirus dan
Minireovirus, namun jumlahnya tidak sebanyak Rotavirus.1
Rotavirus. Rotavirus merupakan penyebab terbanyak diare akut, kurang lebih sekitar 30-
40 %, terutama pada bayi dan anak usia 6-24 bulan. Diare biasanya cair, disertai muntah
dan panas. Karena Rotavirus menyebabkan kerusakan jonjot-jonjot usus, seringkali
disertai juga intoleransi laktosa, namun tidak terlalu berat. Morfologi usus akan kembali
normal dalam 2-3 minggu setelah sakit.4
Giardia lamblia. Giardia lamblia tersebar diseluruh dunia, terutama menyerang anak usia
1-5 tahun. Penularan melalui makanan, air atau kontak langsung dari orang ke orang.
Giardia lamblia menyebabkan diare akut dan subakut, kadang-kadang disertai sakit perut
serta meteorismus.4
Entamoeba histolitica. E.histolitica tersebar diseluruh dunia. Insidennya rendah dan
sering terjadi overdiagnosis sehingga pengobatannya juga sering berlebihan (misalnya
penggunaan (enterovioform). Insidens pembawa kista pada anak (carrier), sekitar 5 %
saja, tetapi sebagaian besar (90%) asimtomatik dan hanya sebagaian kecil (10%) saja
yang menjadi sakit. Diare biasanya berlendir disertai darah, terkenal dengan disentri
12
amoeba. Gejala yang mencolok adalah tenesmusnya. Penularan biasanya melalui
makanan atau air (minuman) yang tercemar oleh parasit. E.histolitica, terkenal
menyebabkan usus yang menggaung, dan dapat menyebabkan abses hati.4
Cryptosporidium. Cryptosporidium pada saat ini sedang populer dan dianggap penyebab
terbanyak diare yang disebabkan oleh parasit. Dahulu dikenal hanya patogen untuk
binatang. Cryptosporidium merupakan golongan Coccidium, sering menyebabkan diare
pada manusia yang menderita imunodefisiensi, misalnya pada penderita AIDS (Acquired
immuno deficiency syndrome). Dinegara berkembang Cryptosporidium merupakan 4-
11% penyebab diare pada anak. Penuralan melalui oro-fekal dan biasanya diare bersifat
akut. Mulainya karena terjadi kerusakan mukosa usus oleh perlekatan parasit pada
mikrovili enterosit, sehingga terjadi gangguan absorpsi makanan (sindroma
malabsorpsi).4
Malabsorpsi Karbohidrat (intoleransi laktosa)
Karbohidrat dapat dibagi dalam monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa),
Disakarida Laktosa atau gula susu, sukrosa atau gula pasir dan maltosa) serta polisakarida
(glikogen, amilum, tepung).
Didalam klinis polisakarida tidak penting, karena sebelum masuk kedalam usus halus
sudah dipecah lebih dahulu menjadi disakarida oleh amilase dari ludah dan pankreas.
Laktosa merupakan karbohidrat utama dari susu (susu sapi mengandung 50 mg laktosa
perliter).
Penyebab 1
Intoleransi laktosa terjadi karena defisiensi enzim laktase dalam brush border usus halus.
Patofisiolgi
Sugar intolerance (intoleransi gula) timbul bila tubuh mengalami defisiensi salah satu
atau lebih enzim disakarida dan atau adanya gangguan absorbsi serta pengangkutan
monosakarida dalam usus halus. Jadi dua faktor yang dapat menimbulkan intoleransi gula
ialah faktor pencernaan (digesti) dan faktor absorbsi. Gangguan kedua faktor ini dapat
bersifat bawaan (kongenital, primer) atau didapat (sekunder). Pada bentuk primer
13
terdapat kelainan genetis, sedangkan bentuk sekunder lebih banyak disebabkan keadaan
seperti diare (oleh sebab apapun), beberapa saat setelah diare oleh karena absorpsi belum
pulih dan produksi enzim belum sempurna, pasca-operasi usus, terutama bila dilakukan
reseksi usus, malnutrisis energi protein (atrofi vili).
Penyebab diare akut ditinjau dari sudut patofisiologi2
1. Diare sekresi (secretory diarrhoea), disebabkan oleh:
a. Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen
b. Hiperperistaltik usus yang dapat disebabkan oleh bahan2 kimia, makanan
(misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalu asam),
gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan syaraf, hawa dingin, alergi,
dsb
c. Defisiensi imun terutama SigA (secretory immunoglobulin A) yang
mengakibatkan terjadinya berlipatgandanya bakteri/flora usus dan jamur,
terutama candida.
2. Diare osmotik (osmotic diarrhoea), disebabkan oleh:
a. Malabsorbsi makanan
b. KKP (kekurangan kalori protein)
c. BBLR (bayi berat badan lahir rendah) dan bayi baru lahir
14
15
Patogenesis1,3
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah :
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
belebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga terjadi
diare.
2. Gangguan sekresi
16
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
terjadi diare timbul karena karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motalitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan bekurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan menyebabkan bakteri tumbuh belebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare juga.
Patogenesis diare akut1
1. Masuknya jasad renik yang masih hidup masuk ke dalam usus halus setelah melewati
rintangan asam lambung.
2. Jasad renik tersebut berkembangbiak (multiplikasi) di dalam usus halus.
3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)
4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Patofisiologi1,2
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
1. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang menyebabkan terjadinya gangguan
keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik, hipokalemi dan sebagainya).
2. Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan berkurang, pengeluaran
bertambah).
3. Hipoglikemia.
Gejala hipoglikemi aakan muncul bila glukosa darah menurun sampai 40mg% pada
bayi dan 50mg% pada anak-anak. Gejala hipoglikemia dapat berupa : lemas, apatis,
17
peka rangsang, tremor, berkeringat, syok, pucat, kejang sampai koma. Terjadinya
hipoglikemia ini perlu dipertimbangkan jika terjadi kejang yang tiba-tiba tanpa
adanya panas atau penyakit lain yang disertai dengan kejang.
4. Gangguan sirkulasi darah.
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi
darah berupa renjatan (shock) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringanberkurang dan
terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan dalam
otak, kesadaran menurun (soporokomatosa) dan bila tidak segera ditolong penderita
dapat meninggal.
5. Gangguan keseimbangan asam-basa (metabolik asidosis)2
Hal ini dapat terjadi karena:
a. Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja
b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna
sehingga benda keton tertimbun di dalam tubuh
c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan
d. Produksi metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria)
e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan
intraseluler
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernafasan. Pernafasan
bersifat cepat, teratur dan dalam yyang disebut pernafasan Kuszmaull.
Patofisiologis
18
Gejala klinis1,2,3
Mula-mula bayi dan anak akan menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.Tinja cair dan
mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi
kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet
karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin
banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsobsi usus selama
diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabakan
oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan
19
elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejla
dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.1,2,3
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan,
sedang dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi
hipotonik, isotonik, dan hipertonik. Pada dehidrasi berat ( kehilangan cairan 121/2%),
volume darah berkurang sehingga dapat terjadi rejatan hipovolemik dengan gejala-
gejalanya yaitu denyut jantung menjadi cepat, denyut nadi cepat, kecil, tekanan darah
menurun, penderita menjadi lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen, dan kadang-
kadang sampai soporokomateus). Akibat dehidrasi diuresis bekurang (Oliguri sampai
anuria). Bila sudah ada asidosis metabolik, penderita akan tampak pucat dengan
pernafasan yang cepat dan dalam (pernafasan Kussmaul).1
Dehidrasi hipotonik (dehidrasi hiponatremia) yaitu bila kadar natrium dalam plasma
kurang dari 130mEq/l, dehidrasi isotonik (dehidrasi isonatremia) bila kadar natrium
plasma 130-150mEq/l, sedangkan dehidrasi hipertonik (hipernatremia) bila kadar
natrium dalam plasma lebih dari 150mEq/l.1
Gejala klinis intoleransi laktosa
Baik pada yang bawaan maupun pada yang didapat penderita menunjukan gejala
klinis yang sama, yaitu diare yang sangat frekuen, cair (watery), bulky dan berbau asam,
meteorismus, flatulens dan kolik abdomen. Akibat gejala tersebut, pertumbuhan anak
akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi.
Gejala klinis2 (WHO)
Gejala klinis Gejala klinis
Ringan Sedang Berat
20
Keadaan umum
Kesadaran
Rasa haus
Sirkulasi
Nadi
Respirasi
Pernafasan
Kulit
Ubun-ubun besar
Mata
Turgor dan tonus
Diuresis
Selaput lendir
Baik (c.m)
+
Normal (120)
Biasa
Agak cekung
Agak cekung
Biasa
Normal
Normal
Gelisah
+ +
Cepat
Agak cepat
Cekung
Cekung
Agak kurang
Oliguri
Agak kering
Apatis—koma
+ + +
Cepat sekali
Kuszmaull (cepat
dan dalam)
Cekung sekali
Cekung sekali
Kurang sekali
Anuria
Kering/asidosis
Gejala-gejala dehidrasi : Isotonik, hipotonik, hipertonik2
Gejala hipotonik Isotonik Hipertonik
21
Rasa haus
Berat badan
Turgor kulit
Kulit/selaput lendir
Gejala SSP
Sirkulasi
Nadi
Tekanan darah
Banyaknya kasus
-
Menurun sekali
Menurun sekali
Basah
Apatis
Jelek sekali
Sangat lemah
Sangat lemah
20-30%
+
Menurun
Menurun
Kering
Koma
Jelek
Cepat dan lemah
Rendah
70%
+
Menurun
Tidak jelas
Kering sekali
Irritable, kejang
kejang, hiperrefleksi
Relatif masih baik
Cepat dan keras
Rendah
10-20%
Skor Maurice King2
Bagian tubuh yang
diperiksa
Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah,cengeng,apatis,
ngantuk
Mengigau, koma
atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering dan sianosis
Denyut nadi/menit Kuat < 120 Sedang (120-140) Lemah >140
Catatan:
22
1) Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut perlu ’dijepit’ diantara ibu jari
dan telunjuk selama 30-60 detik, kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal
dalam waktu:
- 1 detik : turgor agak kurang (dehidrasi ringan)
- 1-2 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)
- 2 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat)
2) Berdasarkan skor yang terdapat pada seorang penderita dapat ditentukan derajat
dehidrasinya:
- Jika mendapat nilai 0-2 : dehidrasi ringan
- Jika mendapat nilai 3-6 : dehidrasi sedang
- Jika mendapat nilai 7-12 : dehidrasi berat
(nilai/gejala tersebut adalah gejala/nilai yang terlihat pada dehidrasi isotonik
dan hipotonik dan keadaan dehidrasi yang paling banyak terdapat)
3) Pada anak-anak dengan ubun-ubun besar sudah menutup, nilai untuk ubun-ubun
besar diganti dengan banyaknya/frekuensi kencing.
Akibat (efek) dehidrasi2
Kehilangan cairan tubuh (air):
1. Kehilangan turgor kulit
2. Denyut nadi lemah atau tiada
3. Takikardia
4. Mata cekung
5. Ubun-ubun besar cekung
6. Suara parau
7. Kulit dingin
8. Sianosis (jari-jari)
9. Selaput lendir kering
10. Anuria - uraemia
Kehilangan elektrolit-elektrolit tubuh:
23
1. Defisiensi bikarbonat/asidosis
- Muntah-muntah
- Pernafasan cepat dan dalam
- Cardiac reserve menurun
- Defisiensi K+ intrasel
2. Defisiensi K+
- Kelemahan otot-otot
- Ileus paralitik (distensi abdomen)
- Cardiac aritmia-cardiac arrest
3. Hipoglikemia (lebih sering terjadi pada anak-anak malnourished dan bayi-bayi
kecil)
Pemeriksaan laboratorium1,2,3
1. Pemeriksaan tinja
a. makroskopis dan mikroskopis
b. PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila
diduga terdapat intoleransi gula.
c. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji retensi.
2. Pemeriksaan keseimbangan asam–basa dalam darah, dengan menentukan cadangan
PH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah
menurut ASTRUP (bila memungkinkan).
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam
serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
5. Pemeriksaan intubasi duadenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit
secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
Komplikasi1
24
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrilit secara mendadak, dap[at terjadi berbagai
amacam komplikasi seperti :
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,bradikardi, perubahan
pada elektrokardiogram)
4. Hipoglikemia.
5. Intoleransi laktosa skunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan
vili mukosa usus halus.
6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juaga mengalami
kelaparan.
Pengobatan
Dasar pengobatan diare adalah :1
1. Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumat)
2. Dietetik (Pemberian makanan)
3. Obat-obatan.
Dalam garis besarnya pengobatan diare dapat dibagi dalam :2
1. Pengobatan kausal
2. Pengobatan simtomatik
3. Pengobatan cairan
4. Pengobatan dietetik
I. Pengobatan kausal2
Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan setelah kita mengetahui
penyebabnya yang pasti. Jika kausa diare penyakit parenteral, diberi antibiotik sistemik.
Jika tidak terdapat infeksi parenteral, sebenarnya antibiotik boleh baru diberikan kalau
pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan bakteri patogen. Karena pemeriksaan
25
untuk menemukan bakteri ini kadang-kadang sulit atau hasil pemeriksaan datang
terlambat, antibiotik dapat diberikan dengan memperhatikan umur penderita,perjalanan
penyakit, sifat tinja dan sebagainya.
Menemukan kuman pada pemeriksaan mikroskopik umumnya sulit. Oleh karena itu
dipakai pegangan yang lebih mudah : bila pada pemeriksaan tinja ditemukan leukosit 10-
20/LP (dengan menggunakan pembesaran 200x), maka penyebab diare tersebut dianggap
infeksi enteral. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, pada penderita diare antibiotik hanya
boleh diberikan kalau :
- Ditemukan bakteri patogen pada pemeriksaan mikroskopik dan atau
biakan.
- Pada pemeriksaan makroskopik dan atau mikroskopik ditemukan
darah pada tinja.
- Secara klinis terdapat tanda yang menyokong adanya infeksi enteral
(lihat tabel 1).
- Di daerah endemik kolera (diberi tetrasiklin)
- Pada neonatus bila diduga terjadi infeksi nosokomial.
Tabel 1. Simtom, gejala klinis dan sifat tinja penderita diare akut karena infeksi usus
Simtom
dan gejala
Rotavirus E. coli
enterotoksikgenik
E. coli
entero-
invasif
Salmonella Shigella V.
cholera
Mual dan
muntah
Panas
Sakit
Gejala lain
Sifat tinja
Dari
permulaan
+
Tenesmus
_
_
Kadang-kadang
Sering distensi
abdomen
_
+
Tenesmus
Kolik
Hipotensi
+
+
Tenesmus kolik
pusing
Bakteriemonia,
toksemiasistemik
Jarang
+
Tenesmus
Dapat ada
kejang
Jarang
_
Kolik
26
Volume
Frekuensi
Konsistensi
Mukus
Darah
Bau
Warna
Leukosit
Sifat lain
Sedang
Sampai
10/lebih
Berair
Jarang
_
_
Hijau
kuning
_
Banyak
Sering
Berair
+
_
Bau tinja
Tidak berwarna
_
Sedikit
Sering
Kental
+
+
Tidak
spesifik
Hijau
+
Sedikit
Sering
Berlendir
+
Kadang-kadang
Bau telur
Hijau
+
Sedikit
Sering
sekali
Kental
Sering
Sering
Tak
berbau
Hijau
+
Sangat
banyak
Hampir
terus
Berair
Flacks
Anyir
_
Tinja
seperti
cucian
beras
Tabel 2. Penggunaan antimikroba pada kasus diare akut tertentu
Diagnosis klinis Obat pilihan Obat pengganti
Tersangka kolera Tetracylin
Anak-anak
:50mg/kgBB/hari
Dewasa :500 mg 4xsehari
Furazolin
Anak-anak : 5mg/kgBB/hari
Dibagi 4 dosis x 3 hari
Dewasa : 100mg
4xseharix3hari
Erythromycin
Anak-anak :
30mg/kgBB/hari dibagi 3
dosis x 3 hari
Dewasa : 250mg
27
4xseharix3hari
Shigella desentri Ampicilin
100mg/kgBB/hari dibagi 4
dosis x 5 hari atau
Trimethoprim (TMP)
Sulfamethoxazol (SMX)
Anak-anak : TMP
10mg/kgBB/hari dibagi 2
dosis x 5 hari
Dewasa : TMP 160 mg dan
800 mg 2 x sehari x 5 hari
Nalidixic Acid
55mg/kgBB/hari dibagi 4
dosis x 5 hari (semua umur)
Tetracylin
50mg/kgBB/hari dibagi 4
dosis x 5 hari (semua umur)
Amubiasis akut Metrodinazole
Anak-anak :
30mg/kgBB/hari x 5-10 hari
Dewasa : 750mg
3xseharix5-10 hari
Pada kasus yang sangat
berat, Dehydroemetine
HCL, dengan suntikan
intramuskulare yang
dalam : 1-1,5mg/kgBB,
maksimum 90mg, sampai 5
hari tergantung reaksi badan
(respon)-(semua umur).
2. Pengobatan Simtomatik2
- Absorbents : Obat-obat absorbents seperti : kaulin, pectin, charcoal, bismut
subbikarbonat dan sebagainya, telah dibuktikan tidak ada manfaatnya.
- Obat-obat anti diare : obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare secara
cepat seperti antispasmodik/spamolitik atau opium (papaverin,loperamid,
kodein) justru akan memeperburuk keadaan karena akan menyebabkan
28
terkumpulnya cairan di lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya
pelipatgandaan bakteri, gangguan digesti dan absorpsi
- Stimulans : Obat-obat stimulan seperti adrenalin, nikotinamid dan sebagainya
tidak akan memperbaiki rejatan atau dehidrasi karena penyebab dehidrasi ini
adalah kehilangan cairan (hipovolemik syok) sehingga pengobatan yang
paling tepat adalah pemberian cairan secepatnya.
- Antiemetik : Obat antiemetik seperti chlorpomazine (largactil) terbukti selain
mencegah muntah juga dapat mengurangi sekresi dan kehilngan cairan
bersama tinja. Pemberian dosis adekuat (sampai dengan 1mg/kgbb/hari)
kiranya cukup bermanfaat.
- Anti piretik : Obat antipiretik seperti preparat salisilat (asetosal, aspirin) dalam
dosis rendah (25mg/tahun/kali) ternyata selain berguna untuk menurunkan
panas yang terjadi sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi penyerta,
juaga mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama tinja.
3. Pengobatan cairan2
Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita diare,
harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Jumlah cairan : Jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan :
- Jumlah cairan yang telah hilang melalui diare/atau muntah (proviouz
water lost= PWL)ditambah dengan,
- Banyak cairan yang hilang melalui keringat,urin dan pernapasan
(Normal water losses= NWL) ditambah dengan,
- Banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang terus
berlangsung (Concomitsnt water losses= CWL)
Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat badan masing-masing anak
atau golongan umur (lihat tabel 3,4 dan 5).
Tabel 3. Jumlah cairan yang hilang pada anak umur < 2 tahun (berat badan 3-10kg) sesuai dengan derajat dehidrasi1,2
Derajat
dehidrasi
PWL NWL CWL Jumlah
29
Dehidrasi
ringan
50 100 25 175
Dehidrasi
sedang
75 100 25 200
Dehidrasi berat 125 100 25 250
Tabel 4. Jumlah cairan yang hilang pada anak pad umur 2-5 tahun (berat badan 10-15kg)1,2
Derajat
dehidrasi
PWL NWL CWL Jumlah
Dehidrasi
ringan
30 80 25 135
Dehidrasi
sedang
50 80 25 155
Dehidrasi berat 80 80 25 185
Tabel 5. Jumlah cairan yang hilang pada anak umur > 5 tahun (berat badan 15-25kg)1,2
Derajat
dehidrasi
PWL NWL CWL Jumlah
Dehidrasi
ringan
25 65 25 115
Dehidrasi
sedang
50 65 25 140
Dehidrasi berat 80 65 25 170
Jenis cairan 1,2
Ada 2 jenis cairan yaitu :
o Cairan rehidrasi oral
o Cairan rehidrasi parenteral
30
Cairan rehidrasi oral (CRO)
Ada beberapa macam cairan rehidrasi oral :
- Cairan rehidrasi oral dengan formula lengkap yang
mengandung NaCL, KCL, NaHCO3 dan glukosa atau
penggantinya, yang dikenal dengan nama oralit.
- Cairan rehidrasi yang tidak mengandung keempat komponen
diatas, misalnya larutan garam-gula (LGG), larutan tepung
beras-garam, air tajin, air kelapa dan lain-lain cairan yang
tersedia di rumah, disebut CRO tidak lengkap.
Cairan rehidrasi parenteral (CRP) 2
Sebagai hasil rekomendasi Seminar Rehidrasi Nasional ke Is/d IV Pertemuan
Ilmiah Penelitian Diare, Litbangkes (1982) digunakan cairan Ringer Laktat sebagai
cairan rehidrasi parenteral tunggal untuk digunakan di Indonesia. Pada diare dengan
penyakit penyerta (KKP, Jantung, Ginjal) cairan yang dianjurkan ialah Half Strength
Darrow Glukose.
Cara pemberian 2
Formula tetesan yang saat ini dianjurkan adalah berdasarkan penatalaksanaan diare
menurut WHO. Selama pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan
evaluasi :
- Jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan muntah.
- Perubahan tanda-tanda dehidrasi.
Hal ini sangat perlu karena jika tidak ada perbaikan sama sekali maka tatalaksana
pemberian cairan harus diubah (kecepatan tetesan harus ditingkatkan). Sebaiknya kalau
terdapat gejala overhidrasi (odema palpebra), kecepatan tetesan harus dikurangi. Juga
concomitant losses sangat bervariasi sehingga setiap penderita perlu mendapat
pengawasan secara individual. Segera setelah tanda-tanda dehidrasi hilang, terapi
pemeliharaan harus dimulai dengan jalan pemberian CRO dan makan kembali diberikan.
4. Pengobatan dietetik1
31
1. Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan < 7 kg.
Jenis makana :
- Susu ( ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron)
- Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim)
bila anak tidak mau minum susu karena di rumah sudah biasa di berikan
makanan padat.
- Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu
dengan asam lemak berantai sedang/tidak jenuh, sesuai dengan kelainan
yang ditenukan.
Caranya :
Hari 1 :
- Setelah rehidrasi segera berikan makanan peroral
- Bila diberi ASI atau susu formula, diare masih sering hendaknya diberi
tambahan oralit atau air tawar selang-seling dengan ASI, misalnya 2x
ASI/susu formula rendah laktosa, 1x oralit/air tawar.
Hari 2-4 ;
- ASI/susu formula rendah laktosa penuh
Hari 5 :
Di pulangkan dengan ASI/susu formula sesuai dengan kelainan yang
ditemukan (dari hasil pemeriksaan laboratorium).
Bila tidak ada kelainan, dapat diberi susu biasa seperti SGM, laktogen,
dancow, dan sebagainya dengan menu makanan sesuai dengan umur dan berat
badan bayi.
2. Untuk anak diatas 1 tahun dengan berat badan > 7 kg
Jenis makanan :
Makanan padat atau makanan cair/susu sesuai dengan kebiasaan makan di rumah.
Caranya :
Hari 1 :
Setelah rehidrasi segera diberi makanan seperti buah (pisang), biskuit dan
32
breda (bubur realimentasi daging ayam) dan ASI diteruskan (bila masih ada)
ditambah oralit.
Hari 2 : Breda, buah,biskuit, ASI
Hari 3 : Nasi tim, buah, biskuit dan ASI
Hari 4 : Makanan biasa dengan extra kalori (11/2 kali kebutuhan)
Hari 5 : Dipulangkan dengan nasehat makanan seperti hari 4.
Obat-obatan1
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan
atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau
karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras dan sebagainya).
1. Obat anti sekresi
a. Asetosal, dosis: 25mg pertahun dengan dosis minimum
30mg
b. Klorpromazin, dosis: 0,5-1 mg/kgBB/hari
2. Obat anti spasmolitik
Pada umumnya obat anti spasmolitik seperti papaverine, ekstrak
beladona, opium, loperamid dan sebagainya tidak diperlukan
untuk mengatasi diare akut.
3. Obat pengeras tinja
Obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal dan
sebagainya tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare.
4. Antibiotik
Pada umumnya antibiotika tidak diperlukan untuk mengatasi diare
akut, kecuali bila penyebabnya jelas, seperti:
Kolera,diberikan tetrasiklin 25-50mg/kgBB/hari
Campylobacter, diberikan eritromisin 40-50mg/kgBB/hari
Antibiotik lain dapat pula diberikan bila terdapat penyakit penyerta
seperti misalnya:
Infeksi ringan, (OMA, faringitis), diberikan penisilin
prokain 50.000 U/kgBB/hari
33
Infeksi sedang (bronkitis), diberikan penisilin prokain atau
ampisilin 50mg/kgB/hari
Infeksi berat, (misal bronkopneumonia) diberikan penisilin
prokain dengan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari atau
ampisilin 75-100mg/kgBB/hari ditambah gentamisin
6mg/kgBB/hari atau derivat sefalosporin
30-50mg/kgBB/hari
Pengobatan Intoleransi laktosa1
Diberikan susu rendah laktosa (LLM, Almiron, ewit melk) atau free lactosa milk formula
(sobee, Al 110) selama 2-3 bulan kemudian diganti kembali ke susu formula yang biasa.
(kadar laktosa Almiron 1,0 %, ewit melk 1,4 %, LLM 0,8%, Sobee 0 % dan Al 110 %) .
Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu rendah laktosa selama 1
bulan sedangkan pada penderita dengan intoleransi laktosa primer (jarang di Indonesia)
diberikan susu bebas laktosa.
Pengobatan Spesifik Pada Intoleransi Laktosa:3
Paling baik dimulai dengan diet ketat bebas laktosa. Pada bayi yang mengalami
intoleransi laktosa pasca-enteritis, susu formula baku harus dihentikan selama 4-6
minggu; susu formula yang bebas laktosa atau suatu formula kedelai digunakan sebagai
pengganti. Pengobatan jangka panjang intoleransi laktosa harus mencakup pula
pengenalan kembali makanan yang mengandung laktosa, tetapi beberapa makanan yang
mengandung laktosa ditoleransi lebih baik daripada yang lain.
Contoh:
- Yogurt yang tidak dipasteurisasi dan mengandung lebih banyak laktosa
sebagai susu lengkap, juga mengandung galaktosidase mikroba yang
membantu pencernaan gula ini dalam lumen usus
- Keju yang disimpan lama, seperti chedar, swiss, blue dan brie ditoleransi
lebih baik daripada keju yang di proses
- Es krim dan susu lengkap ditoleransi lebih baik daripada susu skim
34
Anamnesis2
Kepada penderita atau keluarganya perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan
penyakit antara lain:
Lamanya sakit/diare (sudah berapa jam, hari?)
Frekuensinya (berapa kali sehari?)
Banyaknya/volumenya (berapa banyak setiap kali buang air besar, misalnya berapa
ml/sendok/gelas dan sebagainya)
Warnanya (biasa, kuning berlendir, seperti air cucian beras dan sebagainya)
Baunya (amis, asam, busuk)
Buang air kecil (banyaknya, warnanya, kapan terakhir kencing, dan sebagainya)
Ada tidaknya batuk, panas, pilek dan kejang (sebelum, selama atau setelah diare)
Jenis, bentuk, dan banyaknya makanan dan minuman sebelum dan sesudah sakit)
Penderita diare di sekitar rumah
Berat badan sebelum sakit (bila diketahui)
Anak minum ASI atau susu formula, apakah anak makan yang tidak biasa
Beberapa kuman penyebab diare2
1. Kolera
Vibrio kolera ada 2 macam
1. Kolera klasik (kebanyakan di India sekitar sungai gangga)
2. Kolera ELTOR (kebanyak di Indonesia dan sekitarnya)
Klinis sukar dibedakan, ada yang mengatakan yang klasik lebih parah tetapi ada
yang mengatakan sama aja. Perbedaanya biasanya hanya bisa dilakukan dengan
laboratorium.
Vibrio kolera termasuk bakteri yang non-invasif yang juga meneluarkan toksin,
tetapi kuman tetap ada di luar dan tidak masuk ke dalam dinding usus dan
pembuluh darah atau jaringan. Enterotoksin yang dikeluarkan akan merangsang
35
adenyl cyclase yang mempengaruhi ATP menjadi cyckic AMP dan ini merubah
fungsi epetel dan mengeluarkan air dan elektrolit yang banyak sekali, sehingga
timbul hipermotilitas dari usus dan timbul diare yang hebat.
Manisfestasi klinis
Masa inkubasi antara 6 jam sampai 72 jam, kadand-kadang sampai 7 hari. Ini
kemudian diikuti dengan diare yang profus yang mendadak tanpa gejala yang
mengejan (tenemus) atau rasa nyeri. Kotorannya akan bertambah jernih dengan
bintik-bintik mukus melampung dan ini menyerupai air tajin disebut rice water
stool. Kemudian disusul muntah-muntah, tetapi hal ini dapat terjadi sebelum diare.
Penderita memuntahkan isi lambung tanpa memerlukan tenaga yang banyak dan
tanpa mual, muntahan ini banyak mengandung kuman kolera. Warna dan
konsistensi muntahan mirip dengan tinjanya.
Pada pemeriksaan penderita biasanya didapat peningkatan suhu rektal (380C), tetapi
dapat lebih turun dari normal bila syoknya bertambah progresif. Penderita tampak
gelisah, mata cekung, kulit tampak lebih gelap dan lembabserta turgor menurun.
Jari-jari tangan menjadi keriput disebut wash women hand. Dengan bertambah
beratnya dehidrasi penderita menjadi tambah haus, tambah gelisah dan dapat terjadi
kejang-kejang otot abdomen dan ekstremitas. Tekanan darah menurun dan nadi tak
teraba, produksi urin menurun, dapat erjadi pernafasan yang cepat dengan berbagai
derajat.
Walaupun dapat terjadi somnolent dan apatis tapi jarang terjadi penurunan
kesadaran yang lebih berat. Jika penderita tersebut cacingan maka cacing dapat
keluar bersama tinjanya. Gejala diare ini berlangsung 1-10 hari, bila tanpa terapi
dan penderita dapat meninggal, tanda-tanda penyembuhan adalah didapatnya ampas
pada tinjanya.
Pengobatan
Syok perlu diatasi dengan Ringer laktat sampai nadi konstan, disamping dan disusul
dengan oralit (Systen ROSE, Suharyono, 1978). Bila di bawah 2 tahun, Ringer
laktat 30ml/kgBB selama 1 jam, selanjutnya ½ Darrow 10ml/kgBB/jam dan disusul
oralit.
Antibiotika : Tetracyckin masih merupakan obat utama 40-50mg/kgBB/hari selama
36
3 hari.
Chloramphenicol : 50-100mg/kgBB/hari selama 5 hari.
Thiampenicol : 50-100mg/kgBB/hari selama 5 hari
2. Escherichia colli
E. colli terdapat sebagai komensal dalam usus manusis mulai dari lahir sampai
meninggal. Walaupun umumnya tidak bebahaya, tetapi beberapa jenis dapat
menyebabkan gastroenteritis. E. Colli yang menyebabkan diare dapat dibagi 3
golongan :
a. Enteropathogenic (EPEC) : tipe klasik
b. Enterotoxigenic (ETEC) : cholera like
c. Enteroinvasive (EIEC) : bacillary dysentry like
EPEC banyak disebut penyebab endemis enteritis yang utama pada bayi. Kemudian
ternyata pada kaus-kasus enteritis terbanyak disebabkan karena E. Colli toxigenic
(ETEC) (Carpenter, 1980). Muntah-muntah dapat terjadi pada awal penyakit dan
diare yang menyertainya dapat menjadi hebat. Pada bayi gejala diare sukar
dibedakan dengan kolera, yang diserang anak dibawah 6 bulan. Bayi cepat jatuh
dalam dehidrasi dan syok kadang-kadang disertai panas tinggi. Pada bayi banyak
terjadi komplikasi-komplikasi yang berupa bronkopneumonia, septikemia dan
sebagainya.
Pada kasus-kasus ringan suhu tidak tinggi, bayi sering rewel dan iritable, sedangkan
tinja cair dan kehijauan. Pada sebagian kecil, kasus-kasus diare disebabkan karena
EIEC yang menyerupai shigella (dysetry like) yang ditandai dengan panas badan,
tenesmus, serta darah dan lrndir dalam tinja.
Carrier state dilaporkan sebanyak 1-2% dan kuman E. Colli dapat diekskresi untuk
berbulan-bulan lamanya tanpa gejala-gejala atau pada suatu saat timbul gejala-
gejala klinis yang nyata.
37
Terapi
Peranan antibiotik pada E. Colli punya peranan berarti, terutama pada bayi-bayi
muda dan neonatus lebih-lebih bila terjadi invasi melalui mukosa susu atau timbul
sepsis. Neonycin telah lama dipakai dalam pengobatan E. Colli gastroenteritis (50-
100mg/kgBB/hari -3 a 4 dosis – 5 hari) walaupun ahir-ahir ini dilaporkan
meningkatnya resistensi terhadap neomycin, bisa menyebabkan kerusakan pada villi
usus. Obat lain yang masih sensitif adalah Colistin (100.000 U/kgBB/hari – 5 hari).
Colistin mempunyai daya kerja terutama terhadap kuman-kuman gram negatif,
bersifat bakterisid dan praktis tidak diserap oleh usus.
3. Shigella
Ada 2 bentuk : a. bentuk diare (air)
b. bentuk disentri
Epidemiologi secara meluas jarang terjadi. Lebih sering timbul sedikit-sedikit di
beberapa tempat. Berbeda dengan thypoid, bacilary dysentry adalah water born.
Keberhasilanan makana, kebersihan lingkungan hidup, higene sanitasi yang baik
sangat penting terhadap pencegahan penyakit ini. Menurut umur frekuensinya
paling rendah pada 6 bulan pertama, meningkat pada bulan-bulan selanjutnya,
sampai beberapa tahun. Penyakit ini seringkali berat dan fatal bila terjadi pada early
infancy, tetapi lebih ringan pada anak-anak dengan umur lebih dari 3 tahun.
Karena pemyakit ini menyebar dari manusia ke manusia dengan berbagai fakter
seperti makanan, air, lalat maka disamping penderita sumber penularan, carrier
sangatlah penting. Pada carrier yang tidak mendapat pengobatan, carrier
berlangsung lebih dari 1 bulan. Carries dari basil shigella lebih persisten daripada
shigella flexneri. Kuman-kuman ini dapat dikeluarkan dari tinja berselang-seling
(intermiten), sehingga menambah kesukaran untuk menemukannya pada kultur.
Patologi
38
Disentri adalah suatu lokal infection terytama mengenai usus besar. Dapat pula
mengenai ileum bagian bawah, diman biasanya kesukaranya lebih ringan. Mukosa
daripada usus menebal, hiperemis, beradang dan endematous, dsapat tertutup oleh
eksudat yang fibrino-purulen. Terdapat ulkus-ulkus yang dangkan dan besar-besar
ukuranya. Ulkus-ulkus ini menembus ke dalam sub mukosa. Jarang terjadi
perforasi. Penyembuhan daripada ulkus biasanya sempurna. Kelenjar mesenterium
dapat membesar, tetapi limpa tidak
Patogenesis
Shigellosis sering digambarkan sebagai disentri dengan tinja mengandung darah,
mukus, dan pus, sedangkan klinis sering ditemikan diare yang cair 1-2 hari pertama
yang menggambarkan small bowel bagian distal kearah usus besar (kolon). Jadi
pada 1-2 hari pertama terjadi ileitis dengan gejala watery diarrhea kemudian disusul
dengan kolitis yang tinjanya mengandung darah dan mukus.
Gejala klinis
Masa inkubasi berbeda-beda, dari beberapa jam sampai 1 minggu. Lebih sering 2-4
hari. Gejala timbul mendadak dengan panas antara (39,5-40oC), disertai muntah-
muntah (47%), nyeri pada perut (abdominal pain/cramps). Rangsang meningeal
sering di dapatkan. Kemudian disusul denagn diare encer tanpa darah dalam 6-24
jam pertama. 12-72 jam sesudah permulaan penyakit, darah dan lendir di dapatkan
dalam tinja. Frekuensi mencret didapatkan antara 10-20 kali sehari. Abdominal
cramps menyebabkan pengeluaran tinja dan sering disertai tenesmus. Pada be
berapa kasus ketegangan dapat ditemukan dengan meraba sepanjang kolon. Sering
didapat gangguan kesadaran yang menyerupai escephalitis, delirium atau kejabg-
kejang (envulsi).
Gejala-gejala akut berlangsung 5-10 hari. Suhu menjadi normal bila tinja sudah
berbentuk. Pada beberapa kasus tinja yang normal tidak didapatkan sampai 2-3 minggu
lamanya. Pada beberapa keadaan infeksi menjadi kronik berlangsung beberapa minggu
39
atau beberapa bulan. Panas tak begitu tinggi atau subnormal. Keadaan ditandai dengan
perbaikan dari diarenya. Tinja mengandung banyak lendir tetapi sedikit atau tidak
mengandung darah. Keadaan ini menyebabkan kesukaran pemberian makanan. Berat
badab terus menurun sehingga anak menjadi malnutrisi, mungkin disebabkan oleh
abdominal distention, secondary anemia, nutrisional adema dan deficienci vitamin-
vitamin. Pada keadaan ini bila dilakukan sigmoideskopi nampak granular mukus yang
difus dengan folikular ulserasi. Kultur dari tempat ini serimg kali menunjukan adanya
basil shigella.
40