dasar - dasar aliran fluida dalam pipa

34
ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA 3.1. Persamaan Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa 3.1.1. Persamaan Umum Kehilangan Tekanan Aliran Dalam Pipa Teori dasar persamaan fluida dalam pipa dikembangkan persamaan energi, yang menyatakan keseimbangan energi antara dua titik dalam sistem aliran fluida. Persamaan ini mengikuti hukum konversi energi, yang menyatakan bahwa energi yang masuk ke titik 1 dalam pipa ditambah dengan kerja yang dilakukan oleh fluida antara titik 1 dan 2 dikurangi dengan energi yang hilang antara titik 1 dan 2 sama dengan energi yang keluar dari titik 2. Gambar 3.1 Sistem aliran Fluida di Dalam Pipa 4) Dari gambar 3-1, dengan menganggap sistim adalah steady state, maka kesetimbangan energi dapat ditulis sebagai berikut :

Upload: yudistira-jaya-permana

Post on 26-Jul-2015

1.074 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA

3.1. Persamaan Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

3.1.1. Persamaan Umum Kehilangan Tekanan Aliran Dalam Pipa

Teori dasar persamaan fluida dalam pipa dikembangkan persamaan energi, yang

menyatakan keseimbangan energi antara dua titik dalam sistem aliran fluida. Persamaan ini

mengikuti hukum konversi energi, yang menyatakan bahwa energi yang masuk ke titik 1 dalam

pipa ditambah dengan kerja yang dilakukan oleh fluida antara titik 1 dan 2 dikurangi dengan

energi yang hilang antara titik 1 dan 2 sama dengan energi yang keluar dari titik 2.

Gambar 3.1

Sistem aliran Fluida di Dalam Pipa4)

Dari gambar 3-1, dengan menganggap sistim adalah steady state, maka kesetimbangan energi

dapat ditulis sebagai berikut :

………….…….. (3-1)

dimana :

U = energi dalam, merupakan energi dalam yang dibawa oleh

fluida. Energi ini dapat berupa energi rotasi, translasi, dan vibrasi molekul – molekul fluida.

Energi dalam ini tidak dapat diukur ataupun dihitung harga absolutnya. Harga energi dalam ini

Page 2: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

dinyatakan dalam bentuk harga relatif, dengan menyatakan harga energi dalam sama dengan nol

pada suatu kondisi tertentu.

pV = energi ekspansi atau energi kompresi yang terjadi selama aliran. Energi ini

merupakan kerja oleh aliran fluida yang disebut juga sebagai energi tekanan.

mv2/2gc = energi kinetik, merupakan energi yang dimiliki fluida sebagai akibat adanya

kecepatan fluida. Energi kinetik ini mempunyai harga yang rendah, dan pada umumnya

diabaikan.

mgz/gc = energi potensial, merupakan energi yang disebabkan oleh perbedaan

ketinggian antara dua titik. Untuk aliran horizontal, energi potensial ini sama dengan nol,

sedangkan pada aliran vertical energi potensial ini merupakan komponen utama dalam

perhitungan kehilangan tekanan aliran dalam pipa.

q = perpindahan panas, menyatakan energi panas yang masuk atau keluar dari

system. Energi panas berharga positif berarti panas masuk ke dalam system.

W = merupakan kerja yang dilakukan oleh fluida (turbin) atau terhadap fluida

(pompa). Kerja berharga positif apabila dihasilkanoleh fluida dan sebaliknya berharga negatif

apabila kerja diberikan terhadap fluida.

z = ketinggian yang dihitung dari suatu datum tertentu.

Persamaan (3-1) merupakan hokum konversi energi yang dikembangkan menjadi aliran

fluida dalam pipa, dengan menggunakan konsep – konsep thermodinamika sebagai berikut :

1. Enthalpi (H), yang didefinisikan sebagai jumlah antara energi dalam dan energi tekanan,

yaitu :

H = U + pV …………………………………………….…….. (3-2)

Oleh karena energi dalam tidak dapat diukur secara absolut, maka harga enthalpy tidak

dapat pula diukur secara absolut. Dalam praktek yang diperlukan hanyalah perubahan

enthalpy dari satu titik ke titik yang lain.

2. Entropi (S), dari suatu system menentukan keadaan system yang bersangkutan. Dengan

demikian perubahan entropy selama proses hanya bergantung pada keadaan awal dan

keadaan akhir saja. Entropy didefinisikan sebagai :

S2 – S1 = ……………….…….. (3-3)

Page 3: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

Dimana :

q = panas yang dipindahkan sebagai hasil proses reversible

= m Cp dT (untuk hal khusus dimana perpindahan panas terjadi

pada tekanan konstan)

m = massa, lb massa

Cp = specific heat

T = temperatur

Hubungan anata entropy dan energi dalam adalah sebagai berikut :

U = (pengaruh panas) + (pengaruh kompresi) + (pengaruh kimiawi) +

(pengaruh permukaan) + (pengaruh lain – lain) …...…….. (3-4)

Untuk persoalan aliran fluida multifasa dalam pipa, pengaruh kimiawi, pengaruh

permukaan dan pengaruh lain – lain diabaikan.

(pengaruh panas) = …...…….. (3-5)

(pengaruh kompresi) = ………………….. (3-6)

Dengan demikian hubungan antara entropy dan energi dalam dapat dituliskan sebagai

berikut :

U = ……………….…….. (3-7)

3. Lw, adalah kerja yang hilang sebagai akibat proses irreversible, misalnya gesejan antara

fluida dengan dinding pipa, slippage, gesekan antar fasa, pengaruh viskositas, pengaruh

tegangan permukan, dan sebagainya.

Selanjutnya persamaan aliran fluida dalam dikembangkan dari hokum konversi energi

dengan menggunakan konsep – konsep thermodinamika, dengan cara sebagai berikut :

1. Persamaan (3-1) dapat dituliskan dalam bentuk diferensial sebagai berikut :

…...…….. (3-8)

2. Substitusi persamaan (3-7) kedalam persamaan (3-8) dan mengubah d(pV) dalam bentuk

integral, maka diperoleh persamaan berikut :

Page 4: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

U =

…….. (3-9)

3. Apabila entropy diganti dengan persamaan (3-5), maka persamaan (3-9) dapat

disederhanakan sebagai berikut :

………………….. (3-10)

4. Untuk setiap 1 lb-mass persamaan (3-10) dapat dituliskan sebagai berikut :

………………..…….. (3-11)

dimana setiap suku dalam persamaan (3-11) mempunyai satuan (ft-lbf/lbm).

5. Dalam bentuk diferensial, persamaan (3-11) dapat dituliskan sebagai berikut :

...…….. (3-12)

harga dp dalam persamaan (3-12) mempunyai satuan psi/ft.

6. Apabila V = 1/ρ, dimana ρ adalah densitas fluida, maka persamaan (3-12) dapat ditulis :

………………….. (3-13)

7. Apabila dianggap tidak ada kerja yang dilakukan oleh fluida atau terhadap fluida, maka

persamaan (3-13) dapat disederhanakan menjadi :

………………...…….. (3-14)

8. Persamaan (3-14) dikalikan dengan ρ, kemudian dicari harga dp/dz, maka diperoleh :

……….. …….. (3-15)

Persamaan (3-15) merupakan persamaan untuk menghitung kehilangan tekanan aliran

dalam pipa, yang pada dasarnya terdiri dari tiga komponen yaitu :

a. Komponen elevasi, yaitu :

(dp/dz)el = ………………..…….. (3-16)

untuk pipa miring, dengan kemiringan sebesar θ, maka persamaan

Page 5: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

(4-16) dituliskan sebagai berikut :

(dp/dz)el = ………………………(3-17)

b. Komponen percepatan, yaitu :

(dp/dz)acc = ……………….…….. (3-18)

Komponen percepatan (dP/dL)acc biasanya selalu diabaikan dalam perhitungan gradien

tekanan.

c. Komponen gesekan, yaitu :

(dp/dz)f = …………………..…….. (3-19)

= …………………….…….. (3-20)

dimana f adalah factor gesekan, yang merupakan fungsi dari bilangan Reynolds (Nre) dan

kekasaran pipa.

Harga Nre dihitung dengan menggunakan persamaan :

Nre = …………………………..….. (3-21)

Sedangkan harga f ditentukan dengan menggunakan diagram Moody atau beberapa

persamaan empiris. Gambar 3-2 adalah diagram Moody sedangkan gambar 3-3 diperlukan untuk

menentukan kekasaran pipa.

3.1.2. Konsep Faktor Gesekan

Aliran fluida didalam pipa dipengaruhi oleh adanya kehilangan tekanan oleh adanya

gesekan, adanya perbedaan ketinggian antara titik 1 dan titik 2 serta adanya perubahan energi

kinetik.

Oleh karena pada umumnya gesekan terjadi pada dinding pipa, perbandingan antara shear

stress (τw) dengan energi kinetik persatuan volume (ρv2/2gc) menunjukkan peranan shear stresss

terhadap kehilangan tekanan secara keseluruhan. Perbandingan ini membentuk suatu kelompok

tidak berdimensi yang dikenal sebagai factor gesekan Fanning.

f = …………………………….…….. (3-22)

Page 6: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

Besarnya gradien tekanan yang disebabkan oleh factor gesekan, dinyatakan dalam

persamaan Fanning sebagai berikut :

(dP/dL)f = …………………………………...…….. (3-23)

Dalam bentuk gesekan Moody (fm), dimana fm = 4f maka persamaan (3-23) berubah

menjadi :

(dP/dL)f = ……………………………………..…….. (3-24)

Penentuan factor gesekan untuk aliran fluida satu fasa tergantung pada jenis alirannya

(laminar atau turbulen).

1. untuk aliran satu fasa laminer, factor gesekan ditentukan berdasarkan persamaan Hegen –

Poiseuille :

……………………………………...…….. (3-25)

Dari substitusi persamaan (3-24) kedalam persamaan (3-25), maka secara analitis factor

gesekan dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

……………………………………….. (3-26)

atau apabila dinyatakan dalam factor gesekan Fanning adalah sebagai berikut :

…………………………………………………….. (3-27)

2. untuk aliran satu fasa turbulen, pendekatan penentuan factor gesekan dimulai dari

persoalan yang sederhana, yaitu untuk pipa halus (smooth pipe), kemudian untuk pipa

kasar (rough wall pipe). Untuk pipa yang halus, korelasi dikembangkan berdasarkan

selang bilangan Nre (bilangan Reynold), yang berbeda – beda.

Untuk harga Nre : 3000 < Nre < 3 x 106, dikembangkan oleh Drew, Koo, dan Mc Adam

(1932) sebagai berikut :

f = 0,0056 + 0,56 Nre- 0,32 ……………………………..... (3-28)

Sedangkan untuk pipa yang kasar, ternyata kekasaran tersebut sangat mempengaruhi

factor gesekan. Dalam hal ini kekasaran dinyatakan sebagai kekasaran absolut (ε). Tetapi pada

Page 7: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

kenyataanya yang digunakan adalah kekasaran relatif (εd), yaitu perbandingan kekasaran absolut

dengan diameter pipa.

Gambar 3.2

Grafik Factor Gesekan dari Moody4)

Page 8: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

Gambar 3.3

Grafik Kekasaran Relative Pipa dari Moody4)

Nikuradse berhasil membuat korelasi untuk menentukan factor gesekan untuk pipa

kasar, sebagai berikut :

……………………………….………….. (3-29)

persamaan ini disempurnakan oleh Colebrook dan Write (1939), menjadi :

……………………..…….. (3-30)

Perubahan factor gesekan untuk aliran satu fasa terhadap bilangan Reynold dan kekasaran

relatif, diperlihatkan secara grafis dalam gambar 3-2. sedangkan hubungan factor gesekan

dengan kekasaran pipa, diperlihatkan dalam gambar 3-3.

3.2. Kelakuan Aliran Fluida Dalam Pipa

Aliran fluida multifasa dalam pipa merupakan aliran serentak gas bebas dan cairan dalam

pipa, yang keduanya dapat bercampur secara homogen, atau cairan berupa “slug” yang didorong

oleh kolom gas ataupun dalam bentuk pola aliran yang lain. Cairan dapat merupakan campuran

antara minyak dan air atau berupa minyak saja atau air saja.

Dalam sistem sumur produksi, fluida multifasa dari reservoir masuk ke lubang bor

kemudian mengalir ke kepala sumur melalui tubing. Sesuai dengan kondisi lubang bor, aliran

fluida reservoir dalam tubing dapat berupa aliran vertikal. Agar diperoleh laju aliran yang

optimum maka diperlukan perencanaan tubing yang tepat.

Untuk merencanakan ukuran tubing yang akan digunakan, harus dipelajari mengenai

kelakuan fluida didalam di dalam pipa vertical atau tubing dengan studi vertical lift performance.

Vertical lift performance pada dasarnya bertujuan untuk memperkirakan kehilangan tekanan

selama terjadi aliran yang melalui pipa vertical atau tubing di dalam sumur. ada beberapa metoda

yang digunakan untuk memperkirakan distribusi tekanan sepanjang aliran dalam tubing.

Page 9: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

Perhitungan gradien tekanan untuk aliran fluida dua fasa memerlukan harga – harga

kondisi aliran seperti kecepatan aliran dan sifat – sifat fisik fluida (berat jenis, viscositas,

dan dalam beberapa hal, tegangan permukaan). Apabila harga – harga tersebut telah

dapat ditentukan untuk masing – masing fasa yang mengalir, maka perlu dilakukan

penggabungan – penggabungan.

Sifat – sifat dalam aliran dua fasa yang digunakan dalam perhitungan gradien

tekanan aliran dua fasa akan sedikit dibicarakan disini. Sifat – sifat tersebut meliputi

Liquid Hold up, No Slip Liquid Hold Up, Berat jenis, Kecepatan aliran, Viskositas,

Tegangan Permukaan.

3.2.1. Liquid Hold-Up dan No-slip Liquid Hold Up

Liquid Hold up didefinisikan sebagai perbandingan antara bagian volume pipa yang

diisi oleh cairan dengan volume keseluruhan dari pipa.

……………………………. (3-31)

Liquid Hold Up merupakan fraksi yang berharga dari nol (untuk aliran yang hanya terdiri

dari gas) sampai berharga satu (untuk aliran yang hanya terdiri dari cairan). Bagian pipa

yang tidak terisi oleh cairan, berarti berisi gas. Maka didefinisikan Gas Hold Up, yaitu

perbandingan antara volume pipa yang berisi gas dengan volume pipa keseluruhan.

Dengan demikian :

Hg= 1 – HL ……………………………………………….. (3-32)

Dimana :

HL = Liquid Hold Up

Hg = Gas Hold Up

Page 10: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

No-slip Liquid Hold Up atau disebut juga dengan input liquid content,

didefinisikan sebagai perbandingan antara volume cairan yang mengisi pipa dengan

volume pipa keseluruhan, apabila gas dan cairan bergerak dengan kecepatan yang sama

(untuk liquid hold up kecepatan gas dan cairan berbeda). Harga no-slip liquid hold up (λL)

ini, dapat dihitung langsung dari harga laju aliran gas dan cairan, yaitu :

……………………………………………….. (3-33)

Dimana qL dan qg masing – masing adalah laju aliran cairan dan gas yang diamati.

Sedangkan no slip gas hold up adalah :

λg = 1 - λL ……………………………………………………………………… (3-34)

Berdasarkan kedua parameter diatas, maka dapat dilakukan penggabungan sifat – sifat

daripada fasa yang mengalir bersama – sama dalam pipa.

3.2.2. Berat jenis

Berat jenis total antara cairan dan gas yang mengalir bersama – sama dalam pipa

dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu :

- slip density (ρs)

- no-slip density (ρn)

- kinetik density (ρk)

masing – masing density tersebut dapat dicari dengan persamaan :

……………………………………...…….. (3-35)

…………………………………………….. (3-36)

…………………………….…….. (3-37)

Dalam hal cairan yang mengalir terdiri dari minyak dan air, maka density cairan merupakan

penggabungan antara density minyak dan densitas air, yaitu :

…………………………………………….. (3-38)

dimana :

Page 11: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

………………………….…….. (3-39)

…………………………………...…….. (3-40)

…………………………………………….…….. (3-41)

3.2.3. Kecepatan aliran

Banyak perhitungan gradien tekanan aliran fluida dua fasa didasarkan pada variable

kecepatan yang disebut dengan superficial velocity, yang didefinisikan sebagai kecepatan

satu fasa, jika mengalir melewati seluruh penampang pipa. Superficial gas velocity

dihitung dengan persamaan berikut :

…………………………………………………...…….. (3-42)

………………………………………………………….. (3-43)

dimana A adalah luas penampang pipa.

Sedangkan untuk superficial liquid velocity (vsL), dihitung dari :

………………………………………………….. …….. (3-44)

dan kecepatan liquid sebenarnya (vL), adalah :

……………………………………………………….. (3-45)

untuk aliran dua fasa, kecepatan campuran :

……………………………………………………….. (3-46)

Apabila terjadi perbedaan kecepatan gas sebenarnya dengan lecepatan cairan sebenarnya,

maka :

…………………………………………….. (3-47)

Page 12: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

Dengan menggunakan persamaan diatas, maka bentuk lain daripada persamaan no-slip hold

up adalah :

………………………………………………………….. (3-48)

3.2.4. Viskositas

Viskositas sangat berpengaruh terhadap perhitungan gradien tekanan aliran,

terutama untuk menentukan bilangan Reynold ataupun untuk menentukan gradien

tekanan dari komponen gesekan. Viskositas campuran air dengan minyak, ditentukan

dengan :

………………………………………..…….. (3-49)

Sedangkan viskositas dua fasa (cairan dan gas), ditentukan sesuai dengan adanya slip atau

tidak, yaitu :

……………………………………………….. (3-50)

dimana :

μn = no – slip viscosity

μs = slip viscosity

……………………………………….…….. (3-51)

3.2.5. Tegangan permukaan

Kadang – kadang tegangan permukaan diperlukan pula untuk menentukan gradien tekanan

aliran. Apabila fasa cair terdiri dari fasa air dan minyak, maka tegangan permukaan cairan (τL),

ditentukan dari :

………………………………………..…….. (3-52)

dimana :

τo = tegangan permukaan minyak

τw = tegangan permukaan air

fo = fraksi aliran minyak

fw = fraksi aliran air

Page 13: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

A. Perhitungan Kehilangan Tekanan Aliran Pada Pipa Horizontal

Beberapa metode korelasi dalam memperkirakan besarnya kehilangan tekanan pada

aliran multifasa dalam pipa horizontal, adalah : Lockhart dan Martinelli, Baker, Andrew, Dukler,

Eaton, Begg and Brill, Panhandle, Gilbert serta Brown. Tetapi yang paling baik dari sekian

banyak korelasi tadi ada tiga, yaitu :

1. Korelasi Dukler

2. Korelasi Eaton

3. Korelasi Beggs and Brill

Ketiga korelasi tersebut dapat memberikan korelasi yang baik untuk perkiraan penurunan

tekanan, dikarenakan korelasi tersebut mempunyai range pemakaian yang luas, artinya tidak

dibatasi dengan parameter diameter pipa, GOR (Gas Oil Ratio), viscositas cairan, dan

sebagainya.

1) Korelasi Dukler

Studi yang dilakukan oleh Dukler terdiri dari dua bagian, yaitu :

1. Dengan anggapan tidak terjadi slip antara fasa dan dianggap homogen

2. Dengan menganggap terjadi slip, tetapi perbandingan antara kecepatan

masing-masing fasa terhadap kecepatan rata-rata adalah konstan.

Korelasi Dukler I

Dukler mengumpulkan data pengukuran kehilangan tekanan aliran dalam pipa horizontal,

baik yang bersumber dari pengukuran di laboratorium (model berskala kecil) maupun yang

diperoleh dari pengukuran di lapangan. Dukler menyatakan terdapat empat gaya yang bekerja

terhadap fluida selama fluida tersebut mengalir dalam pipa, yaitu :

1. Gaya tekan

2. Gaya viscous share

3. Gaya yang disebabkan gravitasi

4. Gaya yang disebabkan oleh inersia atau percepatan fluida

Page 14: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

Untuk aliran horizontal, gaya yang disebabkan gravitasi tidak bekerja, dengan demikian

tinggal tiga gaya yang bekerja mempengaruhi tekanan.

Dukler I dikembangkan berdasarkan anggapan bahwa alirannya merupakan aliran homogen

dan tidak terjadi “slip” antar fasa. Hold-up cairan tanpa slip (YL), didefinisikan sebagai

perbandingan antara laju aliran cairan volumetrik atau sebagai perbandingan antara

kecepatan cairan superficial dengan kecepatan superficial total. Korelasi ini merupakan

korelasi yang sederhana, dimana tidak diperlukan peta pola aliran, seperti perhitungan

tekanan untuk fluida satu fasa.

Hold-up cairan tanpa slip (YL) dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

……………………………. (3-1)

Faktor gesekan dua fasa (FTP) dihitung dengan persamaan :

……………………………… (3-2)

dimana :

………………………………………… (3-3)

WT = laju total massa aliran (gas dan cairan), lbm/sec

= qL ρL + qg ρg

μTP = viscositas dua fasa, cp

= μL YL + μg(1-YL)

d = diameter dalam pipa, ft

Kehilangan tekanan dalam aliran pipa horizontal sebagai akibat gesekan dihitung dengan

persamaan :

………………………………… (3-4)

dimana :

MT = kecepatan massa total, lbm/det-ft2

= WT/AP

Page 15: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

ρTP = densitas dua fasa

= ρL YL + ρg(1-YL)

Pengaruh percepatan dihitung dengan persamaan berikut :

………………………………………… (3-5)

Kehilangan tekanan total (sebagai akibat pengaruh gesekan dan percepatan) adalah sebagai

berikut :

………………………………………… (3-6)

Korelasi Dukler II

Korelasi Dukler II ini disebut juga korelasi slip konstan, merupakan korelasi yang paling

banyak digunakan pada saat ini. Korelasi ini merupakan perhitungan hold-up cairan, HL.

Korelasi HL sebagai fungsi dari YL dan bilangan Reynold kinetic (NRek) dinyatakan dalam

bentuk grafis seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5.

Page 16: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

Gambar 3.5. Korelasi Dukler untuk Hold-up Cairan10)

Harga NRek dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

………………………………… (3-7)

dimana :

………………… (3-8)

………………………………………… (3-9)

………………………………… (3-10)

Besarnya friction dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

………………………… (3-11)

Sementara besarnya kehilangan tekanan akibat gesekan dapat dihitung dengan persamaan

berikut :

………………………………… (3-12)

dimana :

Page 17: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

f = factor gesekan yang dihitung berdasarkan korelasi yang dikembangkan dari

normalisasi factor gesekan (f/fn), dimana normalisasi factor gesekan sebagai

fungsi dari YL.

Gambar 3.6. Korelasi Dukler untuk Faktor Gesekan10)

Secara grafis, harga faktor gesekan dapat ditentukan sebagai berikut :

1. Hitung YL

2. Hitung fn

3. Dengan menggunakan grafik, tentukan f/fn

4. Hitung harga f, yaitu :

Kehilangan tekanan total, dihitung dengan persamaan berikut :

………………………………………… (3-13)

… (3-14)

2) Korelasi Eaton

Page 18: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

Eaton melakukan pengukuran kehilangan tekanan dalam pipa horizontal, untuk pipa

berdiameter 2 dan 4 inch, sepanjang 1700 ft, instalasi percobaan mendekati kondisi lapangan.

Selang data percobaan adalah sebagai berikut :

1. Laju alir gas, MMSCF/D : 0 – 10

2. Laju alir cairan, bbl/d : 50 – 5500

3. Viscositas cairan, cp : 1 – 13,5

4. Tekanan system rata-rata, psi : 70 – 950

5. Diameter pipa, in : 2 dan 4

6. Hold-up cairan : 0 – 1

Eaton membuat persamaan keseimbangan energi dalam bentuk differensial berdasarkan pada

fluida yang mengalir 1 lb dengan menganggap aliran horizontal dan tidak dilakukan kerja

terhadap fluida yang mengalir. Persamaan tersebut adalahsebagai berikut:

………………………………… (3-15)

dimana :

V = Kecepatan aliran, ft/sec

g = Percepatan gravitasi, ft/sec2

gc = Konstanta gravitasi, ft lbm/lbf

P = Tekanan, psi

dwf = Gradient tekanan akibat gesekan, psi/ft

Apabila gas dan cairan mengalir melalui pipa horizontal, maka persamaan serupa dapat

dipergunakan untuk masing-masing fasa. Metode Eaton ini lebih sederhana, dimana

pengaruh energi kinetik dapat diabaikan.

Persamaan kehilangan tekanan pada pipa horizontal dari Eaton, adalah sebagai berikut :

………………………………………… (3-16)

dimana :

WL = Laju massa cairan, lb/sec

Wg = Laju massa gas, lb/sec

Page 19: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

WT = Total laju massa aliran, lb/sec

ρL = Densitas rata-rata cairan, lb/cuft

VL = Kecepatan aliran cairan, psi/ft

P = Gradient tekanan, psi/ft

L = Panjang flow line, ft

gc = Konstanta gravitasi

d = Diameter pipa, inch

Vm = Kecepatan rata-rata aliran dua fasa, ft/sec

= (qL + qg)/A

A = Luas penampang pipa, sq-ft

Untuk menyelesaikan persamaan diperlukan data liquid hold-up, maka Eaton menggunakan

analisa dimensi untuk mendapatkan parameter yang dipergunakan sebagai variable bebas

dalam korelasi liquid hold-up. Parameter-parameter tersebut adalah :

…………… (3-17)

………… (3-18)

…… (3-19)

………………………………… (3-20)

……………… (3-21)

Kemudian bentuk fungsi korelasi untuk liquid hold-up tersebut adalah :

………………… (3-22)

dimana :

NLB = harga dasar dari viscositas number untuk air yang dihitung pada 60 oF dan 14,7

psi

= konstanta (0,00226)

VsL = Superficial liquid velocity, ft/sec

Vsg = Superficial gas velocity, ft/sec

ρL = densitas cairan, lbm/cuft

d = diameter pipa

σ = tegangan permukaan, dynes/cm

Page 20: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

μL = viscositas cairan, cp

Harga-harga batas dari korelasi Eaton adalah :

1. 0,0697<NLv<13,246

2. 1,5506<Ngv<140,537

3. 5,0<P/Pa<65,0

4. 20,3395<Nd<39,62

Korelasi liquid hold-up dari Eaton dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 3.7. Korelasi Eaton untuk Liquid Hold-up Cairan10)

Kehilangan tekanan akibat gesekan, ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :

………………………… (3-23)

Faktor gesekan f, ditentukan berdasarkan korelasi antara dua kelompok tidak berdimensi,

yaitu :

………………… (3-24)

Page 21: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

Satuan yang dapat digunakan dalam hubungan diatas, adalah lbm, ft dan detik. hal ini berlaku

juga untuk g, dengan satuan lbm/ft-sec (konversi dari cp ke lbm/ft-sec adalah 6,72x10-4).

Korelasi Eaton untuk faktor gesekan ditunjukkan oleh grafik berikut :

Gambar 3.8. Korelasi Eaton untuk Faktor Gesekan10)

Perlu diperhatikan dalam pemakaian grafik tersebut, bahwa pada harga kelompok variable

tak berdimensi yang lebih besar dari 5x104, pembacaan harga faktor gesekan untuk pipa 2”

dan 4” menggunakan kurva yang berbeda. Selain itu, untuk pipa 4” dan 17”, masing-masing

untuk harga kelompok variable tak berdimensi sebesar 9x105 dan 4x105, kurva merupakan

hasil ekstrapolasi, dengan demikian perlu diperhatikan dalam pemakaiannya.

Korelasi Eaton tidak dapat digunakan apabila aliran berubah menjadi berfasa satu. Untuk

aliran dengan GOR rendah, terjadi beberapa penyimpangan dari korelasi di atas. Hal ini

disebabkan kecilnya harga absis pada korelasi energi loss diatas, yang mengakibatkan factor

gesekan besar dan penurunan tekanan juga besar.

Perhitungan penurunan tekanan dengan metode Eaton pemecahannya bukan secara trial &

error, tetapi memerlukan penganggapan tekanan pada titik sesuai dengan panjang pipa.

Prosedur yang biasa adalah dengan menganggap pengurangan tekanan yang relatif kecil dan

dihitung panjang pipa yang sesuai dengan pengurangan tekanan tersebut.

3) Korelasi Beggs and Brill

Page 22: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

Beggs and Brill mengembangkan metode perhitungan kehilangan tekanan aliran fluida dua

fasa dalam pipa, berdasarkan pengukuran di laboratorium. Pengukuran kehilangan tekanan

dilakukan di dalam pipa acrylic yang dapat diubah-ubah sudut kemiringannya.

Empat pola aliran dalam perhitungan ini yaitu : Pola aliran segregated, Pola aliran transisi,

Pola aliran intermittent dan Pola aliran distributed

Parameter-parameter yang diperlukan untuk menentukan pola aliran adalah sebagai berikut :

NFR = (vm)2/(gd) ………………………………………… (3-25)

YL = vsL/vm ………………………………………… (3-26)

L1 = 316(YL)0,302 ………………………………… (3-27)

L2 = 0,0009252(YL)-2,4684 ………………………… (3-28)

L3 = 0,1(YL)-1,4516 ………………………………… (3-29)

L4 = 0,5(YL)-6,738 ………………………………… (3-30)

Batasan pola aliran adalah sebagai berikut :

1. Pola aliran segregated

YL<0,01 dan NFR<L1 atau YL>0,01 dan NFR<L2

2. Pola aliran transisi

YL>0,01 dan L2<NFR<L3

3. Pola aliran intermitent

0,01<YL<0,4 dan L3<NFR<L1

4. Pola aliran distributed

YL<0,4 dan NFR>L1

Page 23: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

Gambar 3.9. Pola Aliran Korelasi Beggs and Brill10)

Apabila aliran mempunyai pola aliran transisi, maka liquid hold-up untuk pola aliran

segregated dan intermittent menggunakan persamaan sebagai berikut :

HL(transisi) = AHL(segregated) + BHL(intermitent) ………… (3-31)

dimana :

Bentuk persamaan untuk menghitung liquid hold-up pada setiap pola aliran adalah sama,

yang berbeda hanyalah koefisien dari persamaan tersebut.

Untuk menghitung harga liquid hold-up pada sudut kemiringan pipa tertentu digunakan

rumus sebagai berikut :

HL(α) = HL(0)Φ ………………………………………… (3-32)

dimana :

HL(α) = liquid hold-up pada sudut kemiringan pipa sebesar α

HL(0) = liquid hold-up pada pipa horizontal, yang ditentukan dengan

persamaan berikut :

………………………………… (3-33)

dimana konstanta a, b dan c tergantung pada pola aliran.

Φ = faktor koreksi terhadap pengaruh kemiringan pipa, yang

ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

Φ = 1 + C(sin(1,8α) – 0,333 sin3(1,8α)) ………… (3-34)

dimana α sudut kemiringan pipa sebenarnya terhadap bidang

horizontal.

Untuk aliran vertikal, dimana α = 900, maka :

Φ = 1 + 0,3 C ………………………………… (3-35)

C = konstanta persamaan yang ditentukan berdasarkan persamaan

berikut :

C = (1-YL) ln(d(YL)e(NFR)f(NFR)g) ………………… (3-36)

Page 24: Dasar - Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa

Dimana d,e,f dan g adalah koefisien-koefisien persamaan yang

besarnya tergantung dari pola aliran yang terjadi.

Batasan untuk harga C adalah C>0.

Harga liquid hold-up pada sudut kemiringan pipa tertentu digunakan untuk menghitung

densitas campuran, yang diperlukan untuk menentukan gradient tekanan sebagai akibat

perbedaan elevasi.

Beggs and Brill mendefinisikan faktor gesekan dua fasa (Ftp) dengan menggunakan diagram

Moody untuk smooth pipe dengan menggunakan persamaan berikut :

………… (3-37)

Bilangan Reynold no-slip, dihitung dengan persamaan :

………………………………… (3-38)

………………………………… (3-39)

Sedangkan harga Ftp/fn dihitung dengan persamaan berikut :

Ftp/fn = cs ………………………………………………… (3-40)

dimana :

Untuk harga 1<Y<1,2 parameter S dihitung dengan persamaan :

Gradient tekanan sebagai akibat gesekan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

………………………………… (3-41)

………………………………… (3-42)