dampak pemanasan global terhadap permukiman

56
DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP PERMUKIMAN Oleh: Kelompok 4/PSL Nuraini Soleiman P062034014 Eko D. Heripoerwanto P062034104 Rido Matari Ichwan P062034114 [email protected] Aim Abdurachim Idris P062034154 Togap M. Hutagalung P062034054 Putut Marhayudi P062034244

Upload: christine-prita-bie

Post on 04-Jan-2016

431 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

TRANSCRIPT

Page 1: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP PERMUKIMAN

Oleh:

 

Kelompok 4/PSL

 

 

Nuraini Soleiman           P062034014Eko D. Heripoerwanto     P062034104Rido Matari Ichwan       P062034114  [email protected]  Aim Abdurachim Idris     P062034154Togap M. Hutagalung      P062034054Putut Marhayudi           P062034244

 

 

 

 

Page 2: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

Abstrak

Pemanasan global merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh meningkatnya gas

rumah kaca (GRK) dan menipisnya lapisan ozon di atmosfir. Peristiwa meningkatnya suhu

bumi ini mengakibatkan terjadinya perubahan iklim dan kenaikan muka air laut. Dampak

kenaikan muka air pemanasan global mengakibatkan berkurangnya kawasan pesisir Indonesia,

terjadi pengikisan pantai (abrasi) dan sedimentasi. Tingginya tingkat sedimentasi yang

mengganggu kelancaran aliran muara sungai ditambah dengan  curah hujan yang tinggi

menyebabkan meningkatnya frekuensi banjir. Beberapa wilayah pantai di Indonesia akan

menderita akibat kejadian ini dan dampak yang lebih besar adalah pada kehidupan masyarakat

karena kegiatannya dibanyak kawasan permukiman di wilayah/kota pantai tersebut yang

terpengaruh secara langsung maupun tidak langsung oleh fenomena alam ini. Gambaran

Besaran dampak, upaya antisipasi, dan bentuk adaptasi seperti apa yang akan meningkatkan 

daya dukung lingkungan permukiman wilayah dan kota pantai tersebut agar terhindar dari

kerugian yang besar merupakan lingkup yang dibahas dalam makalah ini.

 

 

I. PENDAHULUAN

Kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh manusia pada hakekatnya bertujuan

untuk mensejahterakan kehidupan manusia. Namun, meningkatnya populasi manusia

Page 3: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

secara tajam, menyebabkan peningkatan kebutuhan manusia untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya baik dari segi kuantitas maupun dari sisi kualitas, sehingga faktor

pertambahan penduduk ini mempengaruhi perubahan yang besar dalam  lingkungan

hidup (Soemarwoto, 2001).

Disamping itu meningkatnya kegiatan perekonomian, dan pola konsumsi

manusia yang berlebihan terhadap penggunaan energi dan peningkatan pembangunan

lainnya, mengakibatkan penggunaan bahan bakar fosil seperti, minyak, batubara, dan

gas, sebagai sumber energi, meningkat dengan tajam. Peningkatan penggunaan bahan

bakar fosil ini mengakibatkan meningkatnya gas buangan seperti CO2, CH4, H2S yang

disebut gas-gas rumah kaca (GRK). Keberadaan gas-gas tersebut telah mencapai kadar

yang berlebihan, sehingga menahan panas akibat radiasi balik dari bumi, yang disebut

efek rumah kaca (ERK).  Meningkatnya ERK ini mengakibatkan kenaikan dari suhu

bumi.

Faktor lain yang menyebabkan kenaikan suhu bumi adalah akibat menipisnya

lapisan ozon di atmosfer terutama di wilayah kutub (Bratasida, 2002). Lapisan ozon

berfungsi sebagai pelindung radiasi langsung dari sinar matahari ke bumi sehingga

kehidupan di bumi dapat berlangsung. Keberadaan bahan-bahan kimia khususnya yang

dibuat oleh manusia seperti Chloro Fluoro Carbon (CFC), Halon, dll ternyata

merupakan penyebab rusaknya lapisan ozon di atmosfer. Dengan menipisnya lapisan

ozon, maka radiasi gelombang pendek matahari akan lolos ke lapisan atmosfir bumi,

sehingga mengakibatkan meningkatnya suhu bumi.

            Gejala meningkatnya suhu bumi akibat peningkatan intensitas ERK dan

menipisnya lapisan ozon di atmosfer, disebut pemanasan global. Beberapa pengamatan

yang dilakukan di beberapa belahan dunia, menunjukkan bahwa indikasi terjadinya

pemanasan global sudah semakin signifikan, antara lain dengan menipisnya ketebalan

es di kutub utara dan selatan, naiknya permukaan air laut, dan meningkatnya suhu di

kota-kota besar.

Page 4: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

            Iklim merupakan salah satu dari komponen ekosistem, dengan variabel suhu,

angin, dan curah hujan. Perubahan iklim terjadi karena terjadinya perubahan pada

variabel dari iklim tersebut (Kwik Kian Gie, 2002). Sehingga meningkatnya suhu bumi

atau terjadinya pemanasan secara global akan mengakibatkan terjadinya perubahan

iklim secara global.

Perubahan iklim akibat pemanasan global ini menyebabkan terjadinya

perubahan curah hujan atau perubahan distribusi curah hujan. Sehingga beberapa

wilayah akan mengalami kekurangan curah hujan dan di wilayah lain akan mengalami

kelebihan curah hujan atau banjir. Disamping itu dengan mencairnya es di kedua kutub

dan pemuaian massa air laut, berakibat kepada meningkatnya volume air laut. Kenaikan

volume air laut ini menyebabkan tergenangnya  daerah pantai yang rendah dan akan

meningkatkan laju erosi pantai.

Perubahan iklim dan bencana alam sangat berkaitan. Pemanasan global, yang

diperkirakan akan menaikkan  muka air laut setinggi 0.8 m abad ini,  sangat mengancam

kota pesisir- dimana sebagian besar kota berukuran mega di negara sedang berkembang

terletak pada tahun 2025 (WB, 2003).

            Kenaikan muka air laut dan perubahan iklim global yang disebabkan oleh

pemanasan global akan mempengaruhi kota-kota di kawasan pantai. Dampak yang

ditimbulkan secara umum pada permukiman secara nasional serta kerugian yang terjadi

dan daya adaptasi serta antisipasi yang perlu dilakukan menjadi fokus  bahasan dalam

tulisan ini.

 

II. GAMBARAN UMUM DAMPAK PEMANASAN GLOBAL

2.1 Pengertian

Page 5: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

Sebelum membahas lebih jauh tentang dampak pemanasan global pada

permukiman, disampaikan terlebih dahulu pengertian beberapa istilah yang sering

digunakan dalam tulisan ini, sebagai berikut:

Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan

sarana pembinaan keluarga, sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang

berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi

dengan prasarana dan sarana lingkungan. Permukiman adalah bagian dari lingkungan

hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan

yang berfungsi sebagai  lingkungan tempat tinggal atau lingkungan  hunian dan tempat

kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU No 4/1992 tentang

Perumahan dan Permukiman). Dengan pengertian seperti ini, maka dampak pemanasan

global terhadap permukiman berarti pula dampak terhadap kota dan desa secara umum

termasuk lingkungan permukiman, prasarana dan sarana permukiman, serta fasilitas

umum yang melengkapinya.

Gas rumah kaca (GRK) adalah adalah gas-gas yang dapat meneruskan radiasi

gelombang pendek (ultraviolet) yang tidak bersifat panas, tetapi menahan radiasi

gelombang panjang (inframerah) yang bersifat panas (Soedjito, 2002).

Lapisan ozon merupakan kumpulan molekul O3 yang bersifat sangat labil

karena bertangan ikatan bebas, yang terdapat di lapisan stratosfir. Penipisan lapisan

ozon terjadi karena molekul ozon bertemu dengan molekul lain dari permukaan bumi

seperti CO dan CFCs yang kemudian akan bereaksi menghasilkan molekul yang stabil,

seperti CO2. Karena stabil, molekul CO2 akan turun ke lapisan troposfir sehingga

molekul ozon akan berkurang, mengakibatkan menipisnya lapisan ozon (Mustain,

2002).

Efek rumah kaca (ERK) adalah fenomena alam yang terjadi dengan

meningkatnya suhu bumi yang disebabkan oleh 2 hal (Bratasida, 2002), yaitu: i)

Meningkatnya gas buangan (GRK) di lapisan troposfir, sehingga radiasi gelombang

inframerah dari bumi tertahan di lapisan troposfir dan (ii) Meningkatnya gas buangan di

Page 6: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

lapisan stratosfir yang mengakibatkan menipisnya lapisan ozon, sehingga meningkatkan

intensitas gelombang ultra-violet (UV) ke bumi.

Pemanasan global pada hakekatnya adalah perubahan variabel iklim global,

khususnya suhu dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka

waktu antara 50-100 tahun (Soedjito, 2002).

 

2.2  Pro dan kontra Pemanasan Global 

Dampak kenaikan permukaan air laut dan banjir sesungguhnya “masih menjadi

debat dalam dunia riset”, tiga skenario yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel

on Climate change (IPCC) pada tahun 1990 digunakan sebagai pijakan beberapa studi

yang dilakukan di Indonesia dengan menggunakan skenario moderat IPCC Skenario A

yakni kenaikan kira-kira sebesar 60 cm hingga akhir abad 21(Direktur Jenderal

Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002).

 

Pemanasan global merupakan fenomena alam yang diakibatkan oleh meningkatnya

ERK, “masih merupakan perdebatan akhli-akhli”, menyatakan bahwa penyebab

pemanasan global tidak mudah untuk diketahui secara pasti, karena selain pengaruh

GRK di atmosfir  juga dipengaruhi oleh faktor geologi seperti meningkatnya intensitas

radiasi, perubahan sumbu bumi dan berkurangnya ketinggian daratan. Walaupun kaitan

langsung antara ERK dengan kenaikan muka air laut masih dalam perdebatan, tetapi

pemanasan global mempengaruhi kerusakan kawasan pantai telah menjadi isu dunia.

Sehingga perlu kerjasama seluruh dunia dengan peran yang seimbang supaya di masa

depan manusia dapat hidup dengan sehat dan aman. (Sampurno, 2001)

 

Selama 100 tahun terakhir telah diakui secara luas telah terjadi kenaikan

temperatur rata-rata global bumi pada 0,3-0,6 °C, juga adanya tercatat pengurangan

Page 7: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

salju yang menutupi permukaan bumi, yang ditandai dengan kenaikan tinggi permukaan

air laut global sekitar 1-2mm pertahun.  Karena besarnya variasi perubahan temperatur

yang pernah terjadi sebelumnya (1550-1850) maka belum dapat diyakini apakah

pemanasan global "terjadi secara alamiah atau akibat ulah manusia" karena memang

sebelum revolusi Industri (1750) konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfir berada

dalam keadaan relatif konstan dan setelah periode tersebut konsentrasi gas CO2

bertambah hampir 26%, gas metana menjadi  2 kali dan konsentrasi nitrogen (N2O)

bertambah mendekati 8%. Perubahan konsentrasi tersebut disebabkan oleh pembakaran

bahan bakar fosil, seperti batubara, minyak, dan gas bumi; Penggundulan hutan yang

mengubah daya pantul dan mengurangi penyerapan;  pengkonservasian CO2,

penambahan hasil pertanian, peningkatan peternakan, pembakaran biomasa, dan CFC

(UNEP 1992)

 

Peningkatan CO2 di atmosfir disebabkan oleh anthropogenetic yaitu: dari hasil

pembakaran bahan bakar fosil yang memperlihatkan keadaan komposisi kandungan

karbon di atmosfir  terdapat sedikit konsentrasi 14 C dan banyaknya konsentrasi 13 C

sesuai dengan karakteristik isotop C dari hasil pembakaran bahan bakar fosil. Demikian

pula, peningkatan CO2 dibelahan bumi sebelah utara lebih cepat karena pembakaran

bahan bakar fosil terjadi paling tinggi. (Materi kuliah Tania June, 2004)

           

Presiden Bush di AS memandang perubahan cuaca global akan berlangsung

tanpa dapat dielakkan dan mengedepankan strategi adaptasi sebagai langkah utama

guna menghadapinya. Dengan kata lain AS meragukan bahwa ketentuan Kyoto

Protokol          yang jika diberlakukanpun hanya akan menimbulkan pengaruh positif

yang tidak cukup berarti terhadap efek pemanasan global (Rangkuman jurnal science

dan infolainnya SI-IPTEKnet 27/06/02).

Sikap dan pernyataan Presiden Bush di AS sangat tidak menguntungkan bagi

usaha mengurangi green houses            gasses (gas rumah kaca), secara ilmiah

Page 8: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

pernyataan tersebut berarti kurang respect terhadap hasil dunia scientifik, yang jelas

menyatakan dan membuktikan bahwa green house gases menjadi penyebab utama

pemanasan global, sikap seperti ini yang berarti kurang profesional (Mahmud Mustain)

 

Apabila seluruh emisi CO2 akibat ulah manusia berhenti pada tahun 1990 maka

setengah beban CO2 atmosfir yang dihasilkan oleh kegiatan manusia akan tetap ada

hingga tahun 2100.

Pengetahuan tentang bagaimana daratan, lautan, dan atmosfir berinteraksi

merespon peningkatan konsentrasi gas rumah kaca tidaklah lengkap, akan tetapi Model-

model komputer dapat menstimulasikan hubungan kompleks ini pada tahapan tertentu

dan pengaruhnya terhadap iklim

Sekalipun penyebab pemanasan global belum diketahui dengan pasti namun

kecenderungan naiknya muka air laut telah terjadi di beberapa kawasan pantai

Indonesia. Hasil pengamatan beberapa peneliti pada tahun 1990 dan 1991 di beberapa

wilayah menunjukkan adanya variasi kenaikan muka air laut di Belawan setinggi 7,38

mm, Jakarta 4,38 mm, Semarang 9,27 mm, Surabaya 5,47 mm, di Panjang Lampung

4,15 mm (Siti Zubaidah Kurdi, 2002).

 

2.3 Dampak terhadap Wilayah/Kota Pantai

Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa pemanasan global adalah

fenomena alam yang terjadi akibat perubahan variabel iklim secara global dan iklim

mikro, terutama peningkatan suhu dan perubahan pola distribusi hujan. Akibat dari

perubahan iklim ini adalah:

(1)               Mencairnya es di kutub utara dan selatan serta memuainya massa air  laut,

yang mengakibatkan kenaikan muka air laut.

Page 9: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

(2)               Perubahan siklus dan besaran curah hujan di seluruh permukaan bumi,

sehingga mengakibatan terjadinya banjir dan kekeringan.

 

Skenario kenaikan muka air laut yang dikeluarkan oleh IPCC tahun 1990 yang

menyebutkan adanya 3 skenario kenaikan muka air laut (sea level rise). Adapun

skenario tersebut selengkapnya pada tabel 1 berikut:

 

 

 

Tabel 1: Perkiraan Kenaikan Permukaan Air Laut (dalam cm)

Skenario Kenaikan

Muka Air Laut

 

1990

 

2030

 

2070

 

2100

Rendah (low) 0 8 21 31

Rata-Rata (averange) 0 18 44 66

Tinggi (high) 0 29 71 110

Sumber : IPCC Skenario-A (1990)

 

2.4 Dampak terhadap Permukiman

Hampir sebagian besar kota besar di Indonesia berada di wilayah pesisir, yang

berfungsi menjadi lokasi permukiman, perdagangan, perhubungan, pengembangan

industri dan berbagai sektor lainnya. Sehingga terganggunya kota-kota pantai akan

berdampak serius terhadap perekonomian Indonesia, diluar dari kerugian sosial-

ekonomi yang dihadapi oleh penduduk kawasan tersebut.

Page 10: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

 

III. ANALISIS

Pemanasan global mengakibatkan kenaikan tinggi muka air laut sebagai

konsekuensi mencairnya es di kutub utara dan selatan serta pemuaian muka air laut.

Beberapa studi yang telah dilakukan oleh IPCC (Internatinal Panel on Climate Change)

memperlihatkan bahwa telah terjadi kenaikan muka air laut sebesar 1-2 meter dalam

100 tahun terakhir. Dengan asumsi bahwa manusia tetap melakukan aktivitas tanpa

memikirkan daya dukung lingkungan, maka IPCC memperkirakan bahwa pada tahun

2030 permukaan air laut akan bertambah 8-29 cm dari permukaan air laut saat ini

(Tabel 1).

            Kenaikan muka air laut dan banjir mengakibatkan terjadinya genangan di kota-

kota pantai. Hal ini dirasakan oleh penduduk yang bermukim di kawasan pantai

Kecamatan Semarang Utara, yang dari tahun ke tahun tinggi genangan semakin

bertambah, terjadinya genangan semakin sering, dan waktu genangan semakin lama

(Suhaeni, 2002). Sarana sanitasi dan air bersih terganggu, sehingga kegiatan dalam

rumah tangga terhenti dengan sendirinya.

Jalan lingkungan yang memberi akses penduduk untuk melaksanakan aktivitas

di kawasan tersebut pun terganggu dan terhenti dengan sendirinya. Kerugian sosial yang

terjadi tidak hanya dialami oleh penduduk, tetapi juga oleh pengelola kota. Biaya

pengelolaan kota akan bertambah sejalan dengan bertambahnya kenaikan muka air laut.

            Gangguan atau kerugian yang terjadi tergantung kepada tinggi, lama, dan

frekuensi terjadinya genangan. Sebagai gambaran ketika Jakarta mengalami genangan

banjir yang cukup signifikan, pada titik-titik tertentu lampu dimatikan, komunikasi dan

transportasi terputus, sehingga kegiatan distribusi barang dan jasa terhenti, dan

pendudukpun tidak dapat menjalankan aktifitasnya.

Untuk kota Semarang, kenaikan muka air laut sampai 50 cm, listrik untuk

penduduk pemukiman Tambak Lorok misalnya, dimatikan demi keamanan. Dengan 

Page 11: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

tidak tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang aktifitas penduduk akan

mengakibatkan terhentinya semua kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, seperti

kegiatan rumah tangga yang meliputi memasak, mencuci, makan, dan minum; kegiatan

produktif seperti berangkat ke tempa kerja atau tempat usaha dan ke sekolah; dan

kegiatan rekreatif, seperti bermain anak, tidur, dan bahkan kegiatan ibadah, dll.

Lebih jauh lagi, hasil pengamatan beberapa peneliti pada tahun 1990 dan 1991

di beberapa wilayah menunjukkan adanya variasi kenaikan muka air laut sebagai

berikut: Belawan (setinggi 7,38 mm), Jakarta (4,38 mm), Semarang (9,27 mm),

Surabaya (5,47 mm), di Panjang Lampung (4,15 mm) (Kurdi, 2002).

Pengamatan pada tahun 2001 di kawasan pantai Bali menunjukkan bahwa 20%

dari 430 km panjang pantai di Bali mengalami kerusakan. Di kawasan Pontianak,

Bengkayang dan Sambas kerusakan pantai mencapai 14 km sementara perbaikan yang

baru dilakukan sepanjang 5,1 km. Kerusakan di beberapa kawasan pantai Jawa antara

lain di Teluk Jakarta, pantai Eretan, pantai Mauk dan beberapa kawasan di Sumatera

dan Sulawesi. Selain itu, masyarakat nelayan yang bertempat tinggal di sepanjang

pantai akan terdesak, bahkan akan kehilangan tempat tinggal serta infrastruktur

pendukungnya yang telah terbangun.

Indonesia merupakan negara kepulauan, dimana lebih dari separuhnya

merupakan pantai landai. Tidak kurang dari 100 juta jiwa atau 60% penduduk Indonesia

yang bertempat tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai.

Apabila skenario yang diberikan oleh IPCC benar, maka Indonesia akan

kehilangan sekitar 4.000 pulau (Kompas, Senin, 05 Agustus, 2002). Sementara itu jika

ditarik garis batas 2 mil laut, maka luas wilayah Indonesia akan berkurang karena

menyusutnya panjang pantai di seluruh Indonesia.

Adapun Kota-kota yang diperkirakan terkena dampak Kenaikan Muka Air Laut dapat

dilihat pada tabel berikut 2.  Dilihat dari segi pengembangan ekonomi ancaman

terendamnya sebagian dari dataran rendah akibat  Meningkatnya permukaan air laut

mengakibatkan mundurnya garis pantai (Pratiko, 2002). Apabila ditinjau panjang garis

Page 12: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

pantai total yang dimiliki Indonesia adalah 81.000 km dan dengan mengasumsikan

bahwa genangan pantai rerata adalah satu meter, maka berarti lahan pesisir termasuk

pulau-pulau kecil yang hilang dalam 100 tahun mendatang mencapai 405.000 Ha atau

4.050 Ha per tahun.

 

 

 

 

Tabel 2:         Kota-Kota Yang Diperkirakan Terkena Dampak Kenaikan Muka

Air Laut Dan Banjir

 

 

NO

 

 

 

PROPINSI

KOTA

 

PKN

 

PKW

 

PKL

KOTA

PANTAI

1 Naggroe

Aceh

  Lhokseumawe    

2 Sumatra

Utara

    Tebing Tinggi

Lubuk Pakam

Belawan

3 Riau Batam   Dumai Bagan Siapiapi

Batam

Tanjung

Pinang

4 DKI Jakarta Jakarta     Jakarta

5 Jawa Barat   Bekasi Cirebon Tangerang Indramayu

6 Jawa Tengah Semarang      

7 Jawa Timur Surabaya Bangkalan Lamongan

Gresik Sidoarjo

Surabaya

Page 13: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

8 Kal. Barat Pontianak     Singkawang

9 Kal. Tengah     Sampit  

10 Sul.Selatan Makassar Pare-pare Sungguminasa

Takalar Maros

Parepare

Sinjai

 

Sumber:Review RTRWN, Dep Kimpraswil 2002

 

Dilihat dari segi perekonomian, ancaman ini akan berakibat sangat serius

mengingat sebagian besar kota besar di Indonesia berada di wilayah pesisir, yang

berfungsi menjadi lokasi permukiman, perdagangan, perhubungan, pengembangan

industri dan berbagai sektor lainnya. Diperkirakan 60% dari populasi penduduk

Indonesia, dan 80% dari lokasi industri berada di wilayah pesisir (Pratiko, 2002).

Di Indonesia, Kenaikan muka air laut secara umum berdampak pada (BKTRN,

2002):

(1)    Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, yang disebabkan oleh terjadinya

pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan

sangat tinggi. Kemungkinan lain adalah terjadinya backwater dari wilayah

pesisir ke darat. Frekuensi dan intensitas banjir diprediksikan terjadi 9 kali lebih

besar pada dekade mendatang dimana 80% peningkatan banjir tersebut terjadi di

Asia Selatan dan Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas genangan banjir

mencapai 2 juta mil persegi. Peningkatan volume air pada kawasan pesisir akan

memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta peningkatan

frekuensi dan intensitas hujan terjadi pada kurun waktu yang bersamaan.

(2)    Perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove. Rusaknya ekosistem

mangrove, luas hutan mangrove di Indonesia terus mengalami penurunan dari

5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (1987) dan menurun hingga

2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (1982-1993) telah terjadi

Page 14: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

penurunan hutan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi maka : abrasi pantai

akan kerap terjadi tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai ke

laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan dan zona budidaya

aquaculture akan terancam dengan sendirinya.

(3)    Meluasnya intrusi air laut, oleh diakibatkan terjadinya kenaikan muka air laut

juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air tanah secara

berlebihan. Contoh : diperkirakan pada periode antar 2050 hingga 2070, intrusi

air laut akan mencakup 50% dari luas wilayah Jakarta Utara.

(4)    Gangguan kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, diantaranya adalah: (a)

gangguan terhadap jaringan jalan lintas dan kereta api di Pantura Jawa dan

Timur-Selatan Sumatera; (b) genangan terhadap permukiman penduduk pada

kota-kota pesisir yang berada di wilayah Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur,

Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa kawasan

pesisir di Papua; (c) hilangnya lahan-lahan budidaya seperti sawah, payau,

kolam ikan, dan mangrove; (d) penurunan produktivitas lahan pada sentra-sentra

pangan, seperti DAS Citarum, Brantas, dan Saddang.

(5)    Berkurangnya luas daratan dan hilangnya pulau-pulau kecil, tergantung dari

tingginya kenaikan muka air laut yang terjadi. Dengan asumsi kemunduran garis

pantai sejauh 25 meter, pada akhir abad 21 lahan pesisir yang hilang akan

mencapai 202.500 ha (Diposaptono, S. 2002)

 

Sebagian besar kota-kota penting Indonesia terletak di kawasan pantai, dengan

karakteristik laju pertumbuhan yang tinggi. Pertumbuhan kota-kota pantai di akhir abad

20 yang cenderung mengabaikan daya dukung lingkungan di sekelilingnya serta

ancaman bencana yang berpotensi merusak. Meningkatnya jumlah penduduk dan

keterbatasan ruang yang layak dikembangkan menyebabkan perluasan merambah

lingkungan yang seharusnya dipertahankan sebagai penyangga, antara lain yang berada

di hulu, hilir, pantai dan perairan dengan pulau-pulau didepannya (Hantoro, 2002).

Page 15: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

Pembangunan kota yang dilakukan pada kawasan pantai seperti yang diberikan

di atas mengakibatkan terjadinya banjir pada kawasan tersebut. Frekuensi tejadinya

banjir, serta tinggi dan lamanya genangan air di kota-kota tersebut sangat

mempengaruhi kerusakan fisik dan menimbulkan gangguan sosial bagi masyarakat

kawasan tersebut.

 

3.1 Eliminasi Dampak Pemanasan Global pada Wilayah dan Kota

Perhatian yang lebih besar perlu diberikan untuk kota-kota pantai yang memiliki

peran strategis bagi kawasan pesisir, yakni sebagai pusat pertumbuhan kawasan yang

memberikan pelayanan ekonomi, sosial, dan pemerintahan bagi kawasan tersebut. Kota-

kota pantai yang diperkirakan mengalami ancaman dari kenaikan muka air laut dan

banjir telah diberikan pada Tabel 2 di depan.

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa setidaknya akan ada 14 propinsi di

Indonesia yang memiliki kawasan dan kota yang akan terpengaruh langsung oleh

dampak pemanas global. Kawasan/kota tersebut sangat strategis dipandang  dari

kacamata nasional, karena memainkan peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi

wilayah sekitarnya. Kawasan/kota tersebut juga merupakan domisili para nelayan

tradisional yang dalam struktur masyarakat Indonesia sangat rentan terhadap issue

kemiskinan. Oleh karena itu, perhatian terhadap pencegahan dampak/penyelamatan 

yang perlu diprioritaskan adalah kepada kawasan/kota di 14 propinsi tersebut di atas,

khususnya lagi yang memang memainkan peranan strategis dalam perekonomian

Indonesia dan lebih khusus lagi kawasan permukiman nelayan (yang sering

digambarkan secara umum: kumuh, becek, dan tidak sehat). Dengan demikian

perencanaan permukiman nelayan dan kota-kota pantai harus sejak dini menghindari

wilayah pengaruh dampak pemanasan global.

 

Page 16: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

3.2    Besaran Gangguan Dampak Kenaikan Muka Air Laut Pada Kegiatan

Masyarakat

Hasil penelitian yang pernah dilakukan terhadap beberapa kota pantai disajikan dalam

bentuk matrik pada Tabel 3 berikut:

 

 

Tabel 3:   Frekuensi, Lama, Dan Tinggi Genangan Air Pada Saat Terjadinya Banjir

 

 Frekuensi, lama dan tinggi  GenanganBanjarmasin Jakarta Makassar Semarang Surabaya

Frek.Genangan

(kali/thn)

7-12 3 6 80 7-12

Lama Genangan 1–12 jam 1–3 hari 1–2 jam 1 hari s/d 3 hari

Tinggi Genangan (cm) 50 100 50 50 70

Sumber: Kurdi, 2002

 

Dari data yang ditunjukkan pada Tabel 3 ini dapat disimpulkan bahwa Semarang

memiliki frekuensi genangan tertinggi diantara kota-kota lainnya. Dengan lama

genangan 1 hari maka Semarang mengalami genangan 80  hari dari 365 hari dalam 1

tahunnya. Berikutnya Surabaya dengan frekuensi dan waktu genangan seperti yang

ditunjukkan  pada tabel di atas, maka dalam 1 tahun Surabaya akan tergenang antara 21

hari sampai 36 hari.

Jakarta akan tergenang antara 3 sampai 9 hari dalam 1 tahun. Banjarmasin akan

tergenang minimum 7 jam dan maksimum 124 jam, sedangkan Makassar akan

tergenang antara 6 jam sampai 12 jam dalam satu tahun.

Dengan tingginya frekuensi dan lamanya genangan yang terjadi di kawasan

tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Semarang memiliki resiko tertinggi atau

Page 17: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

memiliki dampak terbesar akibat kenaikan muka air laut. Kemudian diikuti oleh

Surabaya, Jakarta, Banjarmasin, dan Makassar, secara berurutan.

Tabel 3 juga memberikan informasi bahwa tingginya genangan air di Jakarta

dan Surabaya, cukup merisaukan. Tingginya genangan yang terjadi akibat kenaikan

muka air laut dan banjir yang dialami oleh kedua kota ini menyatakan bahwa, muara

sungai di Jakarta dan Surabaya mempunyai tingkat sedimentasi yang tinggi, sehingga

pada saat kenaikan muka air laut dan hujan daya tampung sungai terlampaui oleh

besarnya debit air.

Dengan tingginya frekuensi dan waktu genangan seperti yang diberikan oleh

tabel diatas, maka genangan yang terjadi akan mempengaruhi kegiatan masyarakat.

Kegiatan rutin masyarakat seperti pekerjaan rutin di rumah, kegiatan produksi, serta

kegiatan lain akan terganggu akibat genangan tersebut (lihat Tabel 4).

Tingginya frekuensi terjadinya genangan menyebabkan terhentinya kegiatan

rumah tangga di kota Semarang, sedangkan  Makassar kegiatan rumah tangga masih

dapat berjalan namun tingkat gangguan genangan sudah sangat besar. Di kota-kota lain

kegiatan tersebut masih dapat berjalan.

Pada kegiatan produksi, Jakarta merupakan kota yang sangat terpukul akibat

tingginya frekuensi terjadinya genangan, yang diikuti oleh Semarang, dan Makassar.

Sekalipun Surabaya memiliki frekuensi terjadinya genangan cukup tinggi, namun

kegiatan produksi tidak mengalami gangguan yang berarti. Hal ini mungkin disebabkan

oleh daya adaptasi masyarakat Surabaya terhadap kejadian genangan ini cukup baik.

Kecuali Jakarta dan Makassar, semua masyarakat pada kota-kota yang diamati

terganggu kegiatan tidurnya. Hal ini mungkin terjadi karena masyarakat Jakarta dan

Makassar sudah terlebih dahulu mengantisipasi akan terjadinya banjir, dibandingkan

kota lainnya. Atau dapat pula terjadi, bahwa terjadinya kenaikan muka air laut dan

banjir bersamaan waktunya, dengan tingkat curah hujan yang tinggi, sehingga

masyarakat kota Semarang, Surabaya, dan Banjarmasin tidak dapat melakukan kegiatan

preventif.

Page 18: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

Interaksi sosial di Semarang tidak dapat terlaksana sama sekali, sedangkan di

Banjarmasin akibat genangan ini sangat mengganggu. Untuk kota-kota lainnya kegiatan

interaksi sosial masih dapat berjalan, sekalipun tidak dapat terlaksana secara

keseluruhan.

Kecuali Surabaya, kegiatan ibadah pada kota-kota tersebut sangat terganggu,

malah di Jakarta kegiatan ini sama sekali tidak dapat dilaksanakan. Sedangkan kegiatan

bermain di Jakarta dan Banjarmasin mengalami gangguan yang paling akibat

tergenangnya wilayah permukiman tersebut. Semarang, Surabaya, dan Makassar

merupakan kota-kota yang sangat terganggu kegiatan bermainnya akibat terjadinya

genangan.

 

 

Tabel 4: Hubungan Antara Frekuensi Genangan Dengan Kegiatan Sosial Masyarakat

 

Jenis Kegiatan

 

Frekuensi Genangan per tahunBanjarmasin Jakarta Makassar Semarang Surabaya

f = 7-12 f = 3 f = 6 f = 80 f = 7-12

Pekerjaan rumah          

Masak 8,4 22,2 80 100 24,4

Makan 20,4 26,7 52 100 24,4

Minum 3,6 24,4 52 100 15,6

Mencuci 20,4 24,4 56 100 24,4

Kegiatan produksi  

Bekerja 23 100 65 77,1 15,6

Belajar 0 91,1 70 80 11,1

Kegiatan Non  

Page 19: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

Kurikuler

Tidur 100 24,4 43 100 100

Interaksi sosial 77,8 22,2 22,2 100 22,2

Beribadah 86,7 100 52 85,1 13,3

Bermain 22,2 15,6 47 97,3 95,7

Sumber: Kurdi, 2002

 

3.3       Adaptasi Terhadap Dampak Pemanasan Global

Secara umum beberapa kerugian kawasan pantai akibat kenaikan muka air laut

telah diidentifikasi di bagian sebelumnya. Di sini akan ditambahkan kerugian bangunan

rumah di pantai akibat kenaikan muka air laut (Wuryani, 2002). Kerugian bangunan

rumah akibat kenaikan muka air laut dapat ditinjau berdasarkan fungsi fisik bangunan

rumah dan kerugian akibat hilangnya biaya investasi rumah, kedua jenis kerugian ini

selanjutnya dapat diakumulasikan terhadap kerugian total yang terjadi pada suatu

kawasan tertentu. Dalam perhitungan kerugian akibat kenaikan muka air laut, walaupun

fenomenanya tidak sama seperti kerugian yang diakibatkan oleh banjir, tetapi jenis-jenis

kerusakan maupun kerugian yang ditimbulkannya adalah sama.

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Wuryani tersebut dapat dikemukakan

bahwa kerugian fisik maupun kerugian biaya yang ditimbulkan akibat genangan air

dapat diminimumkan bila masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan perubahan alam

yang terjadi, seperti pembuatan tanggul pada pintu masuk maupun meninggik1an lantai

dapat mengurangi tingkat kerugian yang ditimbulkan.

Selanjutnya, kerugian biaya investasi yang terjadi dari hasil survey di Surabaya

adalah berkisar dari 2,3% sampai 38% dari total nilai bangunan standar. Sementara

kerugian fungsi fisik bangunan adalah 8,87% sampai 21,44% dari fungsi fisik bangunan

secara utuh. Besarnya prosentasi ini sangat tergantung pada adaptasi yang dilakukan

oleh masing-masing penghuni. Kerugian  yang terjadi di kota Semarang jauh melebihi

Page 20: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

kerugian yang terjadi di Surabaya. Hal ini karena terjadi rob di Semarang semakin

menambah parah kerusakan fisik bangunan akibat terjadinya settlement yang berlebihan

pada pondasi dan lantai.

Sekalipun kerugian yang dialami oleh masyarakat setempat, tidak semua

penduduk berkeinginan untuk pindah ke tempat baru. Untuk itu dibutuhkan adaptasi

yang dilakukan oleh penduduk yang memutuskan untuk menetap di kawasan tempat

mereka tinggal walaupun terganggu banjir. Adaptasi ini dilakukan dengan 2 cara, yaitu

dengan merubah lingkungannya atau merubah dirinya untuk beradaptasi dengan

lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan perlakuan fisik yang dilakukan oleh pemilik

bangunan dan perlakuan kawasan yang dilakukan oleh pemerintah setempat.

Kemampuan lingkungan kota pantai dalam mendukung kehidupan penduduknya

akan terpengaruh apabila sebagian wilayahnya tergenang. Hal tersebut dikarenakan

perumahan dan prasarana dan sarana fasilitas perekonomian kota lainnya tidak dapat

berfungsi sebagaimana yang direncanakan (Pamekas, 2002).

Hasil penelitian terhadap daya dukung pasca kenaikan muka air, terhadap upaya

adaptasi yang dilakukan dapat dikemukan beberapa hal berikut:

1.                  Daya dukung di semua kota studi menurun akibat genangan pasang naik yang

disertai hujan dalam kota. Daya dukung lingkungan semakin menurun apabila

terjadi kenaikan muka air yang bersamaan waktunya dengan hujan dalam kota dan

pasang naik. Pengaruh upaya adaptasi terhadap perubahan fisik tidak sama dari kota

ke kota, sehingga kondisi adaptasi optimum tidak selalu identik dengan besarnya

upaya adaptasi.

2.                  Adaptasi yang telah dilakukan masyarakat dan pemerintah berpengaruh

terhadap peningkatan daya dukung lingkungan di semua kota studi.

3.                  Apabila ditingkatkan adaptasi masyarakat terhadap kemungkinan naiknya muka

air laut dinilai melalui bantuan pemerintah seperti membangun sistem drainase

ataupun pemecah gelombang, ternyata nilai daya dukung kota Banjarmasin dan kota

Semarang tidak mengalami peningkatan, bahkan cenderung menurun. Hal ini berarti

Page 21: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

bahwa kondisi daya dukung yang optimum untuk kedua kota tersebut telah tercapai

pada upaya adaptasi tingkat sebelumnya. Namun daya dukung kota Makassar

mengalami peningkatan yang lebih tinggi dari pada sebelumnya.

4.                  Apabila upaya adaptasi ditingkatkan lagi dengan melibatkan swasta dan

stakeholder dengan memasukkan kegiatan penataan kembali kawasan pantai,

ternyata daya dukung yang diperoleh tercapai apabila ada upaya yang lebih

komprehensif dan dan disertai dukungan teknologi yang memadai.

 

Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah upaya adaptasi yang selama

ini dilakukan masyarakat ini merupakan upaya yang memadai untuk menghadapi

dampak pemanasan global seabad mendatang. Berdasarkan gambaran dampak yang

telah disajikan di depan dan juga keadaan sebagian besar kawasan pesisir yang

berpotensi menerima dampak besar, tampaknya adaptasi konvensional yang dilakukan

oleh masyarakat tidak akan memadai untuk menghindari diri dari kenaikan muka air.

Alasan  mengapa demikian adalah sebagian besar daya dukung kota sudah melewati

titik  optimumnya untuk dapat menyelamatkan masyarakat dan lingkungannya dari

pengaruh kenaikan muka air laut. Ini dapat ditunjukkan dengan telah banyaknya konflik

di kawasan pesisir sebagai cermin dari kompetisi penggunaan tanah yang berakibat

kepada marginalisasi penghuni pantai lama oleh berbagai kegiatan ekonomi baru, 

kejadian banjir yang semakin lama semakin meluas, sering, dan memakan waktu

semakin lama.

Dengan demikian antisipasi yang diperlukan untuk menghadapi dampak

pemanasan global ini adalah sesuatu  yang bersifat komprehensif-sistemik, semisal

melakukan perencanaan pengelolaan lingkungan kawasan pantai secara komprehensif.

 

IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Page 22: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

Pemanasan global merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh

meningkatnya gas rumah kaca (GRK) dan menipisnya lapisan ozon di atmosfir. Dari

pembahasan yang telah dilakukan   sebelumnya terlihat bahwa  pemanasan global ini

diperkirakan akan berdampak kepada hampir semua aspek kehidupan manusia di

Indonesia, yaitu terutama: hilangnya 2.000-4.000 pulau, berkurangnya garis pantai,

berkurangnya daya dukung kota/wilayah di 14 propinsi, meningkatnya kejadian dan

lamanya banjir, berkurangnya lahan untuk kegiatan ekonomi-sosial (termasuk

permukiman, pelabuhan), dan berkurangnya fungsi perlindungan pantai (hutan bakau,

bangunan penahan gelombang).

Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia, terbukti bahwa hampir semua kota pesisir yang diteliti terkena dampak kenaikan muka air laut, yaitu misalnya: Jakarta (utamanya akibat meningkatnya sedimentasi dan intrusi air laut serta menurunnya kualitas air), Semarang (dampak pasang surut, abrasi, akresi, dan erosi), Surabaya,  dan Banjarmasin.

Kerugian yang diderita oleh bangunan rumah pantai akibat kenaikan muka air laut dapat berupa hilangnya fungsi fisik dan investasi rumah. Bila dampak kenaikan muka air kecil, maka kerugian dapat dicegah dengan melakukan adaptasi terhadap perubahan alam yang berlangsung lambat tersebut dengan cara, misalnya, pembuatan tanggul dan peninggian lantai dasar bangunan

Adaptasi terhadap  perubahan iklim bisa menjadi  lebih sulit, karena terjadinya resiko berlangsung secara pelan-pelan dan kurang kasat mata. Kota-kota pantai dan pusat konsentrasi penduduk tampaknya perlu melakukan investasi pada bangunan pelindung dan melakukan relokasi hunian dan fasilitas publik penting secara terencana. Prioritas adaptasi harus diberikan kepada area terbangun dan prasarana yang memerlukan perhatian, semisal permukiman  informal yang rentan dan sistem saluran drainase dan sanitasi.

 

4.2 Rekomendasi

Menyadari bahwa penyebab pemanasan global harus dicegah secara bersama-sama oleh seluruh negara dan warga dunia dan Indonesia sendiri memiliki kewajiban terhadap perlindungan masyarakat, maka direkomendasikan hal-hal berikut:

 

Penanganan skala makro-global

Mendorong Pemerintah Indonesia untuk meratifikasi  kesepakatan-kesepakatan internasional seperti Kyoto Protokol serta melaksanakan CDM (makro-global). Dengan meratifikasi Protokol Kyoto, selain Indonesia mempunyai kewajiban untuk mencegah

Page 23: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

bertambahnya pemanasan global,  Indonesia juga dapat memanfaatkan bantuan internasional yang dapat dimanfaatkan bagi perbaikan lahan di hulu sehingga mengurangi terjadinya erosi.

 

Penanganan skala mikro-lokal

        Melakukan penanganan khusus, dalam bentuk penyelamatan kepada kawasan/kota di 14 propinsi dengan misalnya menerapkan garis pantai aman bencana global tahun 2100, dengan sedini mungkin melakukan penataan terhadap permukiman  pantai, khususnya nelayan dan warga miskin.

        Melakukan perencanaan pengelolaan lingkungan regional yang komprehensif yang diikuti oleh law enforcement,

 

 

Page 24: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

DAFTAR PUSTAKA

Akil, S, Antisipasi Dampak Pemanasan Global dari Aspek Teknis Penataan Ruang, 12-

13 Maret 2002, Bandung.

Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN), Pengaruh Global Warming

Terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau kecil: Ditinjau Dari Kenaikan Permukaan Air

laut dan Banjir, Proceeding Seminar Nasional, Jakarta, 30-31 oktober 2002

Catatan Kuliah Perubahan Lingkungan Global, 2004

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Rencana Induk Penanganan Masalah

Banjir DKI Jakarta dan Sekitarnya, Ringkasan, Juli 2002

Hantoro, W.S., Pengaruh Karakteristik Laut dan Pantai terhadap Perkembangan

Kawasan Kota Pantai, 12-13 Maret 2002, Bandung.

Irianto, Gatot, PhD, Banjir dan Kekeringan: Penyebab, Antisipasi dan Solusinya,

Oktober 2003, Bogor, CV. Universal Pustaka Media.

Kurdi, S.T, Dampak Kenaikan Muka Air Laut Terhadap Kawasan Permukiman,

Seminar Nasional Pengaruh Global Warming terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau

kecil ditinjau dari kenaikan Permukaan Air Laut dan Banjir, 30-31 Oktober 2002,

Jakarta.

________, Identifikasi Kerugian Kawasan Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut, 12-

13 Maret 2002, Bandung.

Kwik Kian Gie, Pengaruh Pemanasan Global terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,

Seminar Nasional Pengaruh Global Warming terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau

kecil ditinjau dari kenaikan Permukaan Air Laut dan Banjir, 30-31 Oktober 2002,

Jakarta.

Pamekas, R, Dampak Perubahan Fisik Kawasan Terhadap Daya Dukung Lingkungan

Permukiman Kota Pantai, 12-13 Maret 2002, Bandung.

Pratikto,W.A,Tinjauan Dampak Global Warming Terhadap Lingkungan Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil di Indonesia, 12-13 Maret 2002, Bandung.

Soehoed A.R., Banjir Ibukota: Tinjauan Historis & Pandangan Kedepan, 2002,

Penerbit Djambatan, Jakarta

Page 25: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

Soemarwoto, O, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, 2001,

Jakarta.

Wuryani, W., Identifikasi Kerugian Bangunan Rumah di Pantai Akibat Kenaikan Muka

Air Laut, 12-13 Maret 2002, Bandung.

World Bank. World Development Report: Sustainable Development  in a Dynamic

World: Transforming Institution, Growth, and Quality of Life. Washington, D.C:

Oxford Univesity Press, 2003

   This BlogLinked From HereThe WebThis Blog   

 

Bottom of FormLinked From Here   The Web   

Sunday, January 24, 2010

DAMPAK GLOBAL CLIMATE CHANGE TERHADAP KEBERLANJUTAN EKOSISTEM PESISIR DAN LAUTAN

Page 26: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

Latar belakang

Iklim sangat mempengaruhi dari persebaran flora dan fauna di suatu negara, perubahan

iklim akan mempengaruhi keberadaan flora dan fauna baik dari segi jumlah maupun persebaran

yang semakin berkurang. Iklim sendiri adalah keadaan rata-rata cuaca pada suatu daerah dalam

kurun waktu yang relatif lama. Sedangkan wilayah  Indonesia, memiliki iklim tropis yang sangat

dikenali melalui tumbuhan yang sangat besar dan selalu hijau sepanjang tahun.

Perubahan Iklim sendiri berpengaruh terhadap flora dan fauna di daerah Indonesia.

Akibatnya ada jenis-jenis flora dan fauna tertentu yang dapat hidup dengan jenis iklim tertentu.

Faktor-faktor pembentuk iklim diantaranya: temperatur udara, angin dan curah hujan secara

bersama-sama mempengaruhi persebaran flora dan fauna

Lautan menghasilkan kekayaan ekonomi yang secara signifikan cukup besar.

Berdasarkan hasil perhitungan di negara Australia tercatat bahwasanya sekitar 8% dari produk

domestik mereka senilai sekitar $ 52 miliar per tahun dihasilkan dari kegiatan seperti perikanan,

pariwisata dan rekreasi, perkapalan dan lepas pantai ekstraksi minyak bumi dan gas bumi. Jika

dikelola dengan lebih baik, negara Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, serta

sumberdaya kelautan yang lebih besar, tentunya mampu menghasilkan pendapatan lebih.

Kehidupan laut dan ekosistem menyediakan layanan tak ternilai ekosistem seperti

daur ulang nutrien, mengatur gas rumah kaca, dan penyangga daerah pantai terhadap

gelombang dan badai.  Fungsi ekologis yang diberikan ekosistem laut akan berjalan

dengan baik jika kondisi lingkungan dan faktor-faktor yang mengancam keberlanjutan

dapat diatasi dengan baik. Salah satu faktor yang mengancam keberlanjutan fungsi

ekosistem dan biota di laut adalah terjadinya fenomena global warming.

Page 27: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

Fenomena global warming terjadi akibat naiknya suhu bumi akibat kenaikan

konsentrasi carbondioksida di atmosfer. Kondisi ini memicu terjadinya green house effect

Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak

(BBM), batubara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-

tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.

Akibat nyata dampak perubahan iklim terhadap spesies sebagai komponen

keanekaragaman hayati adalah berupa perubahan dalam kisaran penyebaran, meningkatnya

tingkat kelangkaan, perubahan waktu reproduksi, dan perubahan dalam lamanya suatu musim

tanam. Hal ini didukung oleh Laporan IPCC (International Panel on Climate Chiange) pada April

2007 tentang dampak, kerentanan, dan adaptasi pada perubahan iklim mengemukakan bahwa

kurang lebih 20-30% tumbuhan dan hewan diperkirakan akan meningkat risiko kepunahannya

jika kenaikan temperatur global rata-rata di atas 1,5 – 2,5 derajat celsius.

Solusi untuk meredam atau mengurangi dampak buruk dari pemanasan global dan

perubahan iklim menjadi sesuatu yang segera harus dipikirkan, direncanakan dan dilaksanakan.

Mengingat kedua hal ini terkait berbagai pihak, maka kerjasama dalam penanggulangan dampak

negatif harus dikerjakan secara bersama-sama, sehingga keberadaan ekosistem di wilayah pesisir

dan laut akan terus lestari dan berkelanjutan.

Tujuan

Menganalisa dampak global warming terhadap keberlanjutan ekosistem di wilayah pesisir dan lautan

Menganalisa bentuk pengaruh global warming terhadap hewan laut

Merencanakan upaya pengendalian dampak global warming di wilayah pesisir dan lautan

klim dan cuaca merupakan faktor penentu utama bagi pertumbuhan dan produktifitas tanaman pangan. Sistem produksi pertanian dunia saat ini mendasarkan pada kebutuhan akan tanaman setahun, kecuali beberapa tanaman seperti pisang, kelapa, buah-buahan, anggur, kacang-kacangan, beberapa sayuran seperti asparagus, rhubarb, dan lain-lain. Tanaman-tanaman tersebut dikembangbiakan dalam kondisi pertanaman tertentu.

Produktifitas pertanian berubah-ubah secara nyata dari tahun ke tahun. Perubahan drastis cuaca, lebih berpengaruh terhadap pertanian dibanding perubahan rata-rata. Tanaman dan ternak sangat peka terhadap perubahan cuaca yang sifatnya sementara dan drastis.

Page 28: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

Perbedaan cuaca antar tahun lebih berpengaruh dibanding dengan perubahan iklim yang diproyeksikan. Dan tak terdapat bukti bahwa perubahan iklim akan mempengaruhi perubahan cuaca tahunan.

Petani selalu berhadapan dengan perubahan iklim. Besaran perbedaan antar tahun telah melampaui prakiraan perubahan iklim. Fluktuasi iklim tahunan, dalam beberapa urutan besaran lebih tinggi dibanding dengan besar prediksi perubahan pelan-pelan iklim yang diajukan para ahli ekologi. Hal ini digambarkan pada Musim panas daerah pertanian Jagung Amerika serikat, antara tahun 1988 (kering dan panas) dan 1992 (basah dan dingin). Suhu selama Juli dan Agustus berbeda 80F dalam dua tahun dibeberapa negara bagian. Hal paling kritis yang belum diketahui adalah pola frekuensi kemarau. Kemarau terjadi dibeberapa tempat didunia setiap tahun. Kemarau tahunan juga lumrah terjadi di area pertanian India, China, Rusia dan beberapa negara Afrika.

Makalah ini akan membahas implikasi dari effek rumah kaca, atau khusunya, perubahan iklim yang diakibatkan meningkatnya kandungan CO2 atmosfir dan gas rumah kaca lainnya terhadap produktifitas tanaman pangan. Juga mempertimbangkan efek langsung maupun biologis dari peningkatan kadar CO2 tersebut. Dan interaksi Biologi dan Iklim terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman pangan.

Pengaruh Iklim terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman

Variabel menonjol yang diperkirakan akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman pangan akibat terjadinya peningkatan kadar CO2 adalah bumi yang memanas. Berdasarkan pengamatan obyektif di lapangan, diperkirakan akan lebih rendah dibanding permodelan iklim yang lemah dan kasar menggunakan komputer. Berdasarkan permodelan komputer, muka bumi rata-rata akan memanas sebesar 1,5-4,5OC jika kadar CO2 meningkat duakali. Secara keseluruhan iklim akan memanas 3 kali 1,5OC pada akhir abad nanti, dan pemanasaan terbesar terjadi dikutub, dan lebih rendah dikhatulistiwa.

Kedua, kenaikan suhu dapat diperkirakan dan akan berpengaruh terhadap pola hujan. Untuk kebanyakan tanaman pangan dan serat dan beberapa spesies lain perubahan dalam ketersediaan air memiliki akibat yang lebih besar dibanding kenaikan suhu. Permodelan iklim secara regional telah dimodelkan dalam tingkat yang lebih kurang meyakinkan dibanding model untuk iklim global.

Perubahan yang diperkirakan, jika terjadi dalam pola hujan dan suhu dengan kadar CO2 yang tinggi akan menguntungkan produksi tanaman pangan beririgasi. Pertambahan areal pertanian beririgasi di Amerika terjadi di delta misisipi dan dataran utara. Hal serupa terjadi di India, China dan Rusia bagian selatan. Di USA, area tanam jagung dan gandum musim dingin akan bergeser ke utara dan akan digantikan sorgum dan padi-padian.

Ketiga, pemanasan global mempengaruhi variabel yang berpengaruh terhadap produktifitas pertanian. Hal ini akan sangat penting bagi pertanian yang terkait zona suhu, baik bagi pertambahan maupun intensitas masa tanam atau satuan tingkat pertumbuhan.

Page 29: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

Perhatian petani akan tertuju pada perbedaan musiman dan antar tahun pada curah hujan, salju,  lama musim tanam, dan beda suhu dalam hari-hari yang berpengaruh pada tahap pertumbuhan. Stabilitas dan keandalan produksi adalah sama pentingnya dengan besaran jumlah produksi itu sendiri.

Keprihatinan akan perubahan iklim dimasa depan dan perubahan yang lebih besar lagi akan diimbangi dengan penelitian mengenai manfaat peningkatan CO2 bagi fotosintesis dan berkurangnya kebutuhan tanaman akan air, dan tetap meningkatnya hasil. Selama 70 tahuan, perubahan cuaca, mencerminkan bahwa hasil tanam di USA, Rusia, India, China, Argentina, Canada dan Australia, memungkinkan negara dengan cuaca baik dapat menjaga keamanan pangan negara dari cuaca yang buruk. Kekeringan secara menyeluruh di dunia hampir tak pernah terjadi saat ini.

Walau ada kepastian bahwa pertanian dunia dapat mengantisipasi perubahan iklim, perubahan itu akan menambah masalah yang harus ditangani dalam dasa warsa kedepan. Masalah lain adalah Kelangkaan air dan kualitas air, tanah yang menjadi gersang, pengadaan energi dari bahan bakar fosil serta kelangsungan praktek pertanian yang sekarang ada. Beberapa praktek yang membahayakan kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan harus diubah bersamaan dengan tingkat produksi yang aman dan dapat diandalkan juga harus terus ditingkatkan. Prakiraan terjadinya perubahan iklim membuat penelitian pertanian yang komprehensif menjadi sangat penting dalam menghadapi perubahan itu secara efektif.

Penelitian mengenai perubahan iklim, akan melengkapi usaha peningkatan produktivitas tanaman, yang dipengaruhi oleh tekanan lingkungan, yang kini tengah dilakukan melalui rekayasa genetik, perlakuan kimiawi dan pola pengolahan. Ini akan memberi dua manfaat sekaligus, baik sebagai pelindung mengahadapi perubahan jangka pendek lingkungan, seperti kemarau dan juga membantu menghadapi perubahan iklim dalam jangka panjang, dan untuk mengkapitalisasi sumberdaya hayati  bagi peningkatan produksi.

Pandangan yang berbeda mengenai pemanasan global yang memiliki bobot ilmiah yang baik muncul, mendukung penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sekarang telah disimpulkan oleh beberapa ilmuwan bahwa model prakiraan iklim yang dibuat merupakan penyederhanaan yang sangat simplistis dari proses atmosfir dan lautan yang sangat kompleks. Dan tak dapat dibuktikan bahwa pengeluaran gas rumah kaca akan berpengaruh signifikan terhadap iklim dunia, sebab-sebab pemanasan global juga lebih tidak dapat lagi dipastikan.

Pengaruh Biologis Langsung:

Pertumbuhan Tanaman dalam rumah Kaca

Penelitian mengenai manfaat pengayaan CO2 dimulai abad lalu. Awal 1888, manfaat pemupukan dengan CO2 telah dilakukan pada tanaman di dalam rumah kaca di Jerman, dan beberapa tahun kemudian di Inggris, serta 80 tahun yang lalu di USA. Hasil yang

Page 30: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

menguntungkan pertama kali dilaporkan terjadi pada tanaman pangan seperti letuce, tomat, mentimun, dan kemudian bunga dan tanaman hias.

Banyak catatan dan pernyataan yang disusun mengenai pertumbuhan tanaman yang berada dalam lingkungan yang dikontrol dan diberi pengayaan CO2. Wittwer dan Robb membuat catatan menyeluruh mengenai data-data sebelumnya dan ditambah hasil penelitiannya sendiri bahwa tanaman tomat mencapai usia dewasa dan hasil produksi yang menguntungkan dalam rumah kaca yang diperkaya CO2. Sementara Strain dan Cure menyusun Bibliographi literature mengenai pengayaan CO2 dan efeknya terhadap lingkungan dan tanaman yang lengkap. Kimball dkk. pada tahun 1983, 1985 dan 1996 mengumpulkan 770 penelitian mengenai hasil tanaman dalam rumah kaca dengan pengayaan CO2, dan terbukti hasil tanaman tersebut meningkat 32%.

Pada tahun 1982 diselenggarakan Konferensi Internasional yang bertujuan mengidentifikasi makalah yang terkait dengan pengaruh biologis langsung dari pengaruh peningkatan CO2 pada produktifitas tanaman, sebagai sesuatu yang tak terpisahkan dengan efisiensi photositensis, efisiensi penggunaan air, Penyerapan Nitrogen biologis terkait dengan sumberdaya iklim seperti cahaya, suhu dan kelembaban. Fokus makalah ini dibuat dengan mengacu kepada tindak konferensi tersebut. Dokumentasi yang lebih lengkap mengenai efek langsung CO2 terhadap produkstifitas tanaman diterbitkan Departemen Energi USA pada Tahun 1985-1987 secara berseri, makalah Wittwer tahun 1985 dan 1992. Itu semua dilengkapi oleh materi yang diedit oleh Enoch dan Kimball pada 1968 mengenai Pengayaan Karbondioksida Pada Tanaman Rumah Kaca meliputi status dan sumber CO2, physiologi, hasil daan ekonomi. Juga telah dilakukan riset selama 35 tahun oleh sebuah grup dalam Komisi Tanaman Terlindung pada International Society for Holticultural Science, yang membuktikan bahwa pengayaan CO2 menambah hasil sebesar 12-13 %, dibanding pada kadar atmosfir biasa sebesar 335 ppm.

Pengaruh paling mencolok dari pengayaan tersebut dalah efisiensi fotosintesis dan Penggunaan Air yang lebih efisien.

Efisiensi Fotosintesis

Hanya sedikit keraguan bahwa kadar CO2 dalam atmosfir adalah kurang optimal bagi fototosintesis ketika faktor lain yang berpengaruh terhadap tanaman (cahaya, air, suhu dan unsur hara) mencukupi. Fotosintesa Netto adalah jumlah fotosintesa brutto minus fotorespirasi, dan fotorespirasi setidaknya memiliki besaran mengubah 50% karbohidrat hasil fotosintesa kembali menjadi CO2, dengan peningkatan CO2 fotorespirasi diperkirakan akan menurun. Peningkatan Biomassa terbukti terjadi ketika dilakukan pengayaan CO2. Ini tak selalu muncul dari fotosintesa netto. Kadar CO2 yang tinggi memicu penggunaan air yang efisian dalam tanaman C4 seperti jagung. Peningkatan efisiensi air ini merangsang pertumbuhan tanaman.

Dampak langsung yang dapat dijejaki dari peningkatan CO2 adalah peningkatan tingkat fotosintesa daun dan kanopi. Peningkatan fotosintesis akan meningkat sampai kadar CO2 mendekati 1000 ppm. Hasil paling pasti adalah tanaman tumbuh cepat dan lebih besar.

Page 31: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

Ada perbedaan antara spesies. Spesies C3 lebih peka terhadap peningkatan kadar CO2 dibanding C4. Terjadi juga pertambahan luas dan tebal daun, berat per luas, tinggi tunas, percabangan, bibit dan jumlah dan berat buah. Ukuran Tubuh meningkat seiring rasio akar-batang. Rasio C:N bertambah. Lebih dari itu semua hasil panen meningkat. Terutama pada Kentang, Ubi Jalar, Kedelai. Dengan meningkatnya kadar CO2 menjadi dua kali sekarang secara global, hasil pertanian diperkirakan akan meningkat sampai 32% dari sekarang.  Perkiraan sementara saat ini sekitar 5%-10% dari kenaikan produksi pertanian adalah akibat kenaikan kadar CO2. Manfaat pengayaan CO2 terhadap pertumbuhan dan produktifitas tanaman saat ini telah dikenal telah dikenal luas. Banyak pengujian yang dilakukan dalam lingkungan terkontrol secara penuh atau sebagian, terhadap beberapa tanaman komersial (padi, Jagung, gandum, kedelai, kapas, kentang, tomat, ubi jalar, dan beberapa tanaman hutan), yang membuktikannya.

Efisiensi Penggunaan Air

Kebutuhan utama tanaman yang lainnya adalah air, baik secara kualitas maupun kuantitas. Air kini telah menjadi permasalahan penting bagi lima negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia (China, India, USA, Sovyet, Indonesia). Juga tentu dinegara-negara temur tengah, afrika utara dan sub sahara. Satu faktor penting yang berpengaruh terhadap produksi tanaman namun masih merupakan misteri adalah pola musim kering yang terjadi. Kekeringan adalah hal yang paling ditakuti oleh para petani diberbagai negara produsen pangan. Kebutuhan akan air menjadi semakin penting dan kritis, di USA, 80–85 % konsumsi air bersih adalah untuk pertanian. Sepertiga persediaan tanaman pangan sekarang tumbuh padi 18% lahan beririgasi.

Aspek penting dari peningkatan kadar CO2 dalam atmosfir adalah kecenderungan tanaman untuk menutup sebagian dari stomata pada daunnya. Dengan tertutupnya stomata ini penguapan air akan menjadi perkurang, dan dengan itu berarti efisiensi penggunaan air meningkat. Kekurangan air adalah faktor pembatas utama dari produktifitas tanaman. Bukti yang selama ini dikumpulkan menunjukan bahwa peningkatan CO2 di atmosfir meningkatkan efisiensi penggunaan air. Hal ini adalah penemuan yang penting bagi bidang pertanian dan juga bagi ekologi. Implikasi dari hal itu bermacam-macam, salah satunya adalah peningkatan daya tahan terhadap kekeringan dan berkurangnya kebutuhan air untuk pertanian.

Efek langsung dari kadar CO2 dalam atmosfir terhadap fotosintesis tanaman C4 adalah meningkatkan efisiensi air dalam fotosintesa. Dan pada tanaman C4 dan C3 mengurangi membukanya stomata, hal ini ditunjukan oleh Roger et al. pada tanaman kedelai. Tanaman dengan cara fotosintesa C3 mendapat keuntungan dengan 3 cara. Pertama meluasnya ukuran daun, kedua peningkatan tingkat fotosintesis perunit luas daun, dan terakhir efisiensi penggunaan air.

Produksi Tanaman Pangan Beririgasi

Perubahan yang telah diperkirakan mengenai penguapan dan suhu akibat efek rumah kaca dan pemanasan global sepertinya akan menguntungkan lahan pertanian beririgasi.

Page 32: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

Di USA, luas areal pertanian beririgasi akan meluas sampai dataran utara dan delta Missisipi, hal ini juga berlaku untuk Cina, India dan negara lain. Dimana lingkungan lebih lembab dan diperuntukkan untuk tanaman biji-bijian dan kacang-kacangan. Kecenderungan ini telah terjadi di USA, China, dan India. Jagung dan Gandum kini bergeser mendekati daerah yang dingin dan lebih lembab. Produksi Sorgum dan padi-padian akan menggeser posisi areal gandum dan jagung tersebut. Diharapkan juga, dimasa mendatang model dari atmosfir dan iklim akan lebih berkembang dan melengakapi dari apa yang sekarang telah dikembangkan, sehingga sensitivitas tanaman terhadap perubahan iklim lebih dapat diketahui.

Pertumbuhan dan Produkstifitas Tanaman: Kemampuan Adaptasi terhadap Suberdaya Iklim di Bumi

Banyak tanaman pangan mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim. Di bumi padi, ubikayu, ubijalar dan jagung dapat tumbuh dimana saja kelembaban dan suhu sesuai. Jagung mampu tumbuh di areal yang beraneka ragam kelembaban, suhu, dan ketinggian dibumi ini. Areal produksinya di USA telah meluas ke utara sampai 800 km selam lima puluh tahun ini. Kedelai dan Kacang tanah dapat tumbuh di daerah tropik sampai lintang 450 LU dan 400 LS. Gandum musim dingin yang lebih produktif dari gandum musim semi areal tanamnya telah meluas keutara sejauh 360 km. Ditambah dengan kemampuan rekayasa genetik yang kita miliki perluasan areal tanam akan semakin mungkin dan cepat terealisasi.

Diperkirakan penggandaan kadar CO2 akan meningkatkan produktivitas tanaman di Amerika Utara, hal serupa juga terjadi di Sovyet, Eropa dan propinsi bagian utara China. Tanaman hortikultura dapat berkembang bebearapa musim diseluruh negara bagian USA. Tanaman seperti Tebu dan Kapas semakin meluas areal tanamnya dengan dimanfaatkannya mulsa dan pelindung plastik. Pemanasan global akan lebih menguntungkan dibanding dengan kembalinya era es sebagaimana diprediksi beberapa dekade yang lalu. Terlebih dimana produksi tanaman pangan terpusat di Lintang 300 LU sampai 500 LS.

Perubahan iklim secara drastis dan ekstrem sebagaimana yang selama ini dipublikasikan adalah hal yang sangat berlebihan. Pemanasan secara perlahan mungkin menguntungkan, karena memungkinkan penanaman tumbuhan tropis seperti mangga, pepaya, nanas dan pisang , dinegara bagian selatan USA.

Prakiraan Regional: Pola Iklim dan Respons Tanaman

Sejak 1850, kadar CO2 dalam atmosfir telah meningkat sebesar 25 % akibat pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan tak ada yang menentangnya. Kadar gas rumah kaca selain CO2 juga telah meningkat melebih prosentase CO2 dan dengan efek pemanas yang setara CO2. Namun terdapat kontrovesi mengenai kapan pemanasan global pertama kali muncul, juga terdapat kontroversi mengenai besaran perubahan suhu yang terjadi, jika terjadi pada masa yang akan datang. Perkiraan yang ada berkisar antara minus 1,50C

Page 33: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

sampai 60C. Prakiraan iklim dan cuaca regional dengan sebaran variabel seperti awan, kelembaban, dan angin lebih tidak pasti lagi.

Efek langsung dari meningkatnya CO2, berdampak positif terhadap tumbuhan, sebagaimana dibahas diatas, namun bila terjadi kekeringan sebagaimana ramalan hasil permodelan iklim yang sekarang, hasil pertanian tak dapat dipastikan. Namun secara garis besar dampak yang terjadi masih dapat kita kendalikan. Tindakan dari petani, ilmuwan dan kebijkan pemerintah lebih diperlukan dibandingkan dengan perubahan pola hidup kita.

Prakiraan pengaruh CO2 terhadap iklim menimbulkan banyak spekulasi, dan beberapa riset telah dimulai untuk meneliti dampaknya terhadap hubungan hama dan tanaman dan strategi perlindungan tanaman. Gulma, Serangga, nematoda dan wabah  berdampak sangat merugikan bagi pertanian. Perubahan Iklim yang mungkin akan berdampak pada hubungan tumbuhan – hasil panen – hama, dan ekosistem lain. Peningkatan kandungan karbohidrat dan akumulasi nitrogen akan berpengaruh terhadap pola makan serangga, ini telah ditunjukan dalam beberapa eksperimen. Pengendalian hama memasuki era baru, dengan pengintegrasian penanganan hama.

Kesimpulan

Efek langsung dari meningkatnya CO2, berdampak positif terhadap tumbuhan dan produksi tanaman. Pengaruh peningkatan CO2 adalah peningkatan tingkat fotosintesa daun dan kanopi. Peningkatan fotosintesis akan meningkat sampai kadar CO2 mendekati 1000 ppm. Efek langsung dari kadar CO2 dalam atmosfir terhadap fotosintesis tanaman C4 adalah meningkatkan efisiensi air dalam fotosintesa. Pada tanaman C4 dan C3 mengurangi membukanya stomata. Perubahan yang telah diperkirakan mengenai penguapan dan suhu akibat efek rumah kaca dan pemanasan global akan menguntungkan lahan pertanian beririgasi, seperti tanaman biji-bijian dan kacang-kacangan.

Efisiensi Fotosintesis

Hanya sedikit keraguan bahwa kadar CO2 dalam atmosfir adalah kurang optimal bagi fototosintesis ketika faktor lain yang berpengaruh terhadap tanaman (cahaya, air, suhu dan unsur hara) mencukupi. Fotosintesa Netto adalah jumlah fotosintesa brutto minus fotorespirasi, dan fotorespirasi setidaknya memiliki besaran mengubah 50% karbohidrat hasil fotosintesa kembali menjadi CO2, dengan peningkatan CO2 fotorespirasi diperkirakan akan menurun. Peningkatan Biomassa terbukti terjadi ketika dilakukan pengayaan CO2. Ini tak selalu muncul dari fotosintesa netto. Kadar CO2 yang tinggi memicu penggunaan air yang efisian dalam tanaman C4 seperti jagung. Peningkatan efisiensi air ini merangsang pertumbuhan tanaman.Dampak langsung yang dapat dijejaki dari peningkatan CO2 adalah peningkatan tingkat fotosintesa daun dan kanopi. Peningkatan fotosintesis akan meningkat sampai kadar CO2 mendekati 1000 ppm. Hasil paling pasti adalah tanaman tumbuh cepat dan lebih besar. Ada perbedaan antara spesies. Spesies C3 lebih peka terhadap peningkatan kadar CO2 dibanding C4. Terjadi juga pertambahan luas dan tebal daun, berat per luas, tinggi tunas,

Page 34: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

percabangan, bibit dan jumlah dan berat buah. Ukuran Tubuh meningkat seiring rasio akar-batang. Rasio C:N bertambah. Lebih dari itu semua hasil panen meningkat. Terutama pada Kentang, Ubi Jalar, Kedelai. Dengan meningkatnya kadar CO2 menjadi dua kali sekarang secara global, hasil pertanian diperkirakan akan meningkat sampai 32% dari sekarang. Perkiraan sementara saat ini sekitar 5%-10% dari kenaikan produksi pertanian adalah akibat kenaikan kadar CO2. Manfaat pengayaan CO2 terhadap pertumbuhan dan produktifitas tanaman saat ini telah dikenal telah dikenal luas. Banyak pengujian yang dilakukan dalam lingkungan terkontrol secara penuh atau sebagian, terhadap beberapa tanaman komersial (padi, Jagung, gandum, kedelai, kapas, kentang, tomat, ubi jalar, dan beberapa tanaman hutan), yang membuktikannya.

Efisiensi Penggunaan Air

Kebutuhan utama tanaman yang lainnya adalah air, baik secara kualitas maupun kuantitas. Air kini telah menjadi permasalahan penting bagi lima negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia (China, India, USA, Sovyet, Indonesia). Juga tentu dinegara-negara temur tengah, afrika utara dan sub sahara. Satu faktor penting yang berpengaruh terhadap produksi tanaman namun masih merupakan misteri adalah pola musim kering yang terjadi. Kekeringan adalah hal yang paling ditakuti oleh para petani diberbagai negara produsen pangan. Kebutuhan akan air menjadi semakin penting dan kritis, di USA, 80–85 % konsumsi air bersih adalah untuk pertanian. Sepertiga persediaan tanaman pangan sekarang tumbuh padi 18% lahan beririgasi.Aspek penting dari peningkatan kadar CO2 dalam atmosfir adalah kecenderungan tanaman untuk menutup sebagian dari stomata pada daunnya. Dengan tertutupnya stomata ini penguapan air akan menjadi perkurang, dan dengan itu berarti efisiensi penggunaan air meningkat. Kekurangan air adalah faktor pembatas utama dari produktifitas tanaman. Bukti yang selama ini dikumpulkan menunjukan bahwa peningkatan CO2 di atmosfir meningkatkan efisiensi penggunaan air. Hal ini adalah penemuan yang penting bagi bidang pertanian dan juga bagi ekologi. Implikasi dari hal itu bermacam-macam, salah satunya adalah peningkatan daya tahan terhadap kekeringan dan berkurangnya kebutuhan air untuk pertanian. Efek langsung dari kadar CO2 dalam atmosfir terhadap fotosintesis tanaman C4 adalah meningkatkan efisiensi air dalam fotosintesa. Dan pada tanaman C4 dan C3 mengurangi membukanya stomata, hal ini ditunjukan oleh Roger et al. pada tanaman kedelai. Tanaman dengan cara fotosintesa C3 mendapat keuntungan dengan 3 cara. Pertama meluasnya ukuran daun, kedua peningkatan tingkat fotosintesis perunit luas daun, dan terakhir efisiensi penggunaan air. Pertumbuhan dan Produkstifitas Tanaman: Kemampuan Adaptasi terhadap Suberdaya Iklim di Bumi

Banyak tanaman pangan mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim. Di bumi padi, ubikayu, ubijalar dan jagung dapat tumbuh dimana saja kelembaban dan suhu sesuai. Jagung mampu tumbuh di areal yang beraneka ragam kelembaban, suhu, dan ketinggian

Page 35: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

dibumi ini. Areal produksinya di USA telah meluas ke utara sampai 800 km selam lima puluh tahun ini. Kedelai dan Kacang tanah dapat tumbuh di daerah tropik sampai lintang 450 LU dan 400 LS. Gandum musim dingin yang lebih produktif dari gandum musim semi areal tanamnya telah meluas keutara sejauh 360 km. Ditambah dengan kemampuan rekayasa genetik yang kita miliki perluasan areal tanam akan semakin mungkin dan cepat terealisasi. Diperkirakan penggandaan kadar CO2 akan meningkatkan produktivitas tanaman di Amerika Utara, hal serupa juga terjadi di Sovyet, Eropa dan propinsi bagian utara China. Tanaman hortikultura dapat berkembang bebearapa musim diseluruh negara bagian USA. Tanaman seperti Tebu dan Kapas semakin meluas areal tanamnya dengan dimanfaatkannya mulsa dan pelindung plastik. Pemanasan global akan lebih menguntungkan dibanding dengan kembalinya era es sebagaimana diprediksi beberapa dekade yang lalu. Terlebih dimana produksi tanaman pangan terpusat di Lintang 300 LU sampai 500 LS.Perubahan iklim secara drastis dan ekstrem sebagaimana yang selama ini dipublikasikan adalah hal yang sangat berlebihan. Pemanasan secara perlahan mungkin menguntungkan, karena memungkinkan penanaman tumbuhan tropis seperti mangga, pepaya, nanas dan pisang , dinegara bagian selatan USA.

Prakiraan Regional: Pola Iklim dan Respons Tanaman

Sejak 1850, kadar CO2 dalam atmosfir telah meningkat sebesar 25 % akibat pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan tak ada yang menentangnya. Kadar gas rumah kaca selain CO2 juga telah meningkat melebih prosentase CO2 dan dengan efek pemanas yang setara CO2. Namun terdapat kontrovesi mengenai kapan pemanasan global pertama kali muncul, juga terdapat kontroversi mengenai besaran perubahan suhu yang terjadi, jika terjadi pada masa yang akan datang. Perkiraan yang ada berkisar antara minus 1,50C sampai 60C. Prakiraan iklim dan cuaca regional dengan sebaran variabel seperti awan, kelembaban, dan angin lebih tidak pasti lagi. Efek langsung dari meningkatnya CO2, berdampak positif terhadap tumbuhan, sebagaimana dibahas diatas, namun bila terjadi kekeringan sebagaimana ramalan hasil permodelan iklim yang sekarang, hasil pertanian tak dapat dipastikan. Namun secara garis besar dampak yang terjadi masih dapat kita kendalikan. Tindakan dari petani, ilmuwan dan kebijkan pemerintah lebih diperlukan dibandingkan dengan perubahan pola hidup kita. Prakiraan pengaruh CO2 terhadap iklim menimbulkan banyak spekulasi, dan beberapa riset telah dimulai untuk meneliti dampaknya terhadap hubungan hama dan tanaman dan strategi perlindungan tanaman. Gulma, Serangga, nematoda dan wabah berdampak sangat merugikan bagi pertanian. Perubahan Iklim yang mungkin akan berdampak pada hubungan tumbuhan – hasil panen – hama, dan ekosistem lain. Peningkatan kandungan karbohidrat dan akumulasi nitrogen akan berpengaruh terhadap pola makan serangga, ini telah ditunjukan dalam beberapa eksperimen. Pengendalian hama memasuki era baru, dengan pengintegrasian penanganan hama.

Page 36: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Sektor Pertanian

Beberapa penemuan terakhir mulai memperjelas pengaruh iklim terhadap produksi pertanian. Pada pertemuan The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dilaporkan berbagai model simulasi untuk menduga pengaruh perubahan iklim terhadap produksi tanaman. Pengaruh pada produksi pertanian dapat disebabkan paling tidak oleh pengaruhnya terhadap produktivitas tanaman, pengaruh terhadap organisme pengganggu tanaman, dan kondisi tanah.Berdasarkan tipe fotosintesis, tumbuhan dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu C3, C4, dan CAM (crassulacean acid metabolism). Tumbuhan C4 dan CAM lebih adaptif di daerah panas dan kering dibandingkan dengan tumbuhan C3. Namun tanaman C3 lebih adaptif pada kondisi kandungan CO2 atmosfer tinggi. Sebagian besar tanaman pertanian, seperti padi, gandum, kentang, kedelai, kacang-kacangan, dan kapas merupakan tanaman dari kelompok C3. Tanaman pangan yang tumbuh di daerah tropis, terutama gandum, akan mengalami penurunan hasil yang nyata dengan adanya kenaikan sedikit suhu karena saat ini gandum dibudidayakan pada kondisi suhu toleransi maksimum. Negara berkembang akan berada pada posisi sulit untuk mempertahankan kecukupan pangan.

Perubahan iklim akan memacu berbagai pengaruh yang berbeda terhadap jenis hama dan penyakit. Perubahan iklim akan mempengaruhi kecepatan perkembangan individu hama dan penyakit, jumlah generasi hama, dan tingkat inokulum patogen, atau kepekaan tanaman inang. Menurut Wiyono3 pengaruh iklim terhadap perkembangan hama dan penyakit tanaman dapat dikategorikan ke dalam tiga bentuk, yaitu (1) eskalasi, di mana hama-penyakit yang dulunya penting menjadi makin merusak, atau tingkat kerusakannya menjadi lebih besar; (2) perubahan status; dan (3) degradasi. Patogen yang ditularkan melalui vektor perlu mendapat perhatian penting, kerusakan tanaman akan menjadi berlipat ganda akibat patogen dan serangga vektornya (Ghini 2005, Garrett et al. 2006). Peningkatan suhu udara merangsang terjadinya ledakan serangga vektor. Oleh karenanya penyebaran dan intensitas penyakit diduga akan meledak. Indonesia memiliki beberapa penyakit penting yang ditularkan oleh vektor seperti virus kerdil pada padi, CVPD pada jeruk, dan yang lainnya. Selain mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas vektor, peningkatan suhu juga mendorong aktivitas patogen tertentu. Patogen yang memiliki adaptabilitas pada suhu yang cukup luas akan mudah beradaptasi dengan peningkatan suhu udara. Menyimak kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di atas, wajar apabila orang yang tinggal di sekitar daerah tropis merasa khawatir atas terjadinya perubahan iklim. Namun, apakah mungkin perubahan iklim ini dapat diatasi hanya dengan perbaikan lingkungan di daerah tropis? Padahal penyumbang masalah terjadinya perubahan iklim bukan hanya akibat konversi hutan atau lahan budi daya pertanian.

Page 37: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

Manfaat agroklimatologi pada pertanian

Dalam suatu ilmu atau pun sesuatu hal pasti memiliki manfaat yang menguntungkan berbagai pihak.tak lain hal nya denga manfaat agroklimatologi pada tanaman.manfaat agroklimatologi pada tanaman1.Kita bisa mengetahui kapan tanaman tersebut melakukan stadia tumbuhnya. 2.Kita bisa mengetahui umur dari suatu tanaman. 3.Kita bisa merancang pola tanam.4. kita bisa memplaning kapan waktu yang tepat untuk mlakukan proses pembudidayaan tanaman misalnya menentukan jadwal pemupukan, jadwal penyemprotan5.kita bisa mengetahui tanaman yang sesuaiuntuk suatu daerah

Daftar PuskataRambozha,Tomy.blogspot.com.internet.agroklimatologi-pertanian.Indonesia2010

Advertize,Tomy.blog.internet.Agroklmatologi pertanian.Indonesia.2010

Nekokoneko,yauanag.internet.blog.Agroklimatologi.Indonesia

Copas,Media.Laporan Acara 6.Internet.Cuaca Agroklimatologi pertanian.Indonesia

Copas,Media.Laporan Acara 2 .Internet.Iklim Agroklimatologi pertanian.Indonesia Diposkan oleh Penelitian Kelapa Sawit di 21.37 0 komentar Link ke posting ini

Page 38: Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

Abstract

Aktivitas manusia sehari-hari, pembakaran bahan bakar fosil dan pembukaan hutan telah meningkatkan konsentrasi karbondioksida di atmosfer. Berbagai efek telah ditimbulkan akibat meningkatnya konsentrasi CO 2 lingkungan seperti efek rumah kaca dan perubahan pola iklim. Peningkatan pola konsentrasi CO 2 lingkungan mempengaruhi aktivitas metabolisme tanaman. Pada umumnya peningkatan konsentrasi karbondioksida lingkungan akan meningkatkan kecepatan fotosintesis tanamaan, dan menurunkan kecepatan respirasinya. Keadaan ini akan mengganggu metabolisme dan perrtumbuhan tanaman. Penigkatan kecepatan fotosinntesis menyebabkan penimbunan karbohidrat, sedangkan penurunan kecepatan respirasi menguurangi energi yang dibutuhkan tanaman. Beberapa tanaman memiliki kecepatan respirasi yang meningkat di bawah lingkungan kaya CO 2 sehingga meningkatkan penguraiaan karbohidrat. Peningkatan CO 2 lingkungan menyebabkan stres pada tanaman sehingga meningkatkan biosinntesis etilen. Meningkatnya biosintesis etilen dapat mempercepat pemasakan atau penuaan sel tanaman sebelum waktunya. Laju fotosistesis yang meningkat karena peningkatan konsentrasi CO 2 lingkungan menyebabkan perubahan pola alokasi karbon, hal ini menentukan kualitas tanaman sebagai sumber makanan bagi serangga herbivor sehingga mempengarihi interaksi serangga herbivor yang secara langsung makan tanaman tersebut sehingga dapat mengganggu kestabilan ekosistem secara global.