daftar pustaka
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 1/33
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................. 3
1.2 Forex Exposure and Risk Management......................................................... 5
1.2.1 Risk Management............................................................................ 5
1.2.2 Forex Exposure............................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 8
2.1 Transaction Exposure................................................................................. 8
2.2 Economic/Operating Exposure.................................................................... 11
2.3 Translation/Accounting Exposure................................................................ 16
2.4 Hedging VS Speculation............................................................................. 18
2.5 Forex Risk Management in Islamic Perspective............................................. 20
2.5.1 Pendahuluan.................................................................................. 20
2.5.2 Konsep Uang dalam Pandangan Islam.............................................. 21

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 2/33
2.5.3 Forex dalam Pandangan Islam......................................................... 23
2.5.4 Sharia Issue in Hedging.................................................................... 27
BAB III PENUTUP........................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 33
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi dewasa ini – dimana bisnis tidak terpaku lagi pada satu negara –
hubungan bisnis antar negara yang melibatkan mata uang yang berbeda menjadi suatu fenomena
yang tidak dapat dihindari. Karena itu risiko akibat transaksi mata uang sudah seyogyanya
dipahami keberadaannya oleh setiap individu yang terlibat di dalamnya. AFTA ( Asia Free Trade
Area) dan sejenis organisasi lainnya bagi negara lainnya merupakan salah satu indikasi
timbulnya perdagangan bebas. Guna mendukung aktifitas perusahaan dalam bertransaksi secara
internasional maka diperlukan suatu penggunaan sistem mata uang, dimana sistem floating

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 3/33
exchange rate sekarang ini yang menggunakan fiat money berfluktuasi secara bebas. Fiat money
adalah uang kertas yang secara legal diakui pemerintah melalui dekrit sebagai uang resmi,
namun tidak ditopang dengan logam mulia seperti emas dan perak (Hamidi,2007). Uang kertas
itulah yang sekarang mayoritas digunakan oleh negara-negara kapitalis termasuk Indonesia.
Kondisi ini digambarkan dimana sejak Indonesia 62 tahun silam, rupiah menjadi mata
uang yang digunakan sebagai alat transaksi yang sah. Namun, siapa sangka mata uang yang
dibanggakan tersebut ternyata tak cukup kuat ditimpa inflasi dan guncangan mata uang lainnya
seperti dolar AS. Bahkan, sebagian masyarakat lebih memilih investasi simpanan dalam mata
uang dolar AS, termasuk para pejabat pemerintahan sebagaimana tersinyalir dalam artikel di
salah satu koran nasional. Alasannya, dolar AS lebih kuat dibandingkan rupiah. Akibat jatuhnya
nilai rupiah terhadap dolar AS tersebut menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi terpuruk.Harga-harga barang impor melonjak tajam yang juga diikuti lonjakan harga barang dalam negeri.
Tak lepas dari itu, BBM (bahan bakar minyak) pun ikut merangkak naik. Impasnya banyak
perusahaan gulung tikar dan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal tersebut
berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran dan berbagai dampak sosial lain.
Oleh sebab itulah, dari pernyataan diatas, pelaku bisnis terutama perusahaan
multinasional yang berexpansi dan melakukan transaksi secara internasional tidak lepas dari
berhadapan dengan fluktuasi tingkat mata uang antara suatu negara dengan negara lain. Dari
fluktuasi mata uang inilah terdapat suatu risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan, yakni risiko
valas (valuta asing). Dengan adanya risiko ini menimbulkan dua hal yang akan dihadapi oleh
suatu perusahaan MNC, diuntungkan ataukah dirugikan akibat dari fluktuasi mata uang suatu
negara. Sejauh ini, sudah saatnya kita harus bersikap hati-hati dalam menghindari kondisi seperti
ini karena fluktuasi mata uang tersebut sangatlah tidak jelas. Dengan demikian, perlunya
menerapkan risk management yang baik dan terstruktur sehingga perusahaan dapat
mengantisipasi perkembangan mutakhir dari fluktuasi harga valas dunia dan dapat segeramengambil langkah-langkah pengamanan yang tepat. Dengan demikian kesulitan financial
seperti yang terjadi pada saat krisis ekonomi dapat dihindari.
Gelombang globalisasi semakin kuat terutama diakibatkan oleh terjadinya kecenderungan
berikut ini (Mudrajat, 2001):

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 4/33
Aliran dana dan modal semakin menembus batas negara mengukuhkan fenomena
nationless dan borderless states.
Investor asing semakin getol membeli dan menjual asset finansial dan riil. Investasi
international dalam bentuk obligasi dan surat berharga pasar uang meningkat secara
dramatis sebagai akibat dilonggarkannya hambatan – hambatan yang menghalangi
transaksi antar negara. Pada gilirannya hal ini mengakibatkan semakin populernya
strategi pembiayaan dan portofolio internasional.
Institusi-institusi keuangan asing semakin gencar menembus pusat-pusat keuangan dunia
dan regional. Pada gilirannya fenomena ini menyebabkan menjamurnya praktik
perbankan international.
Perusahaan semakin banyak mencatatkan dan menawarkan sahamnya di pasar modal
international sehingga memungkinkan transaksi saham berlangsung 24 jam. Pasar modal
internasional kian menjadi pilihan pembiayaan usaha bagi perusahaan dan pemerintah di
negara manapun.
Liberalisasi dan deregulasi sektor finansial melanda hampir sebagian besar negara di
seluruh dunia.
Oleh karena itu, tantangan utama bagi suatu organisasi maupun perusahaan ketika mereka
berpaling ke pasar global adalah mengatasi terbatasnya struktur organisasi, melakukan sentral
kontrol dengan adaptasi lokal seperlunya, mentransfer pengetahuan negara, dan mengantisipasi
adanya fluktuasi kurs mata uang.
1.2 Forex Exposure and Risk Management
1.2.1 Risk Management
Management risiko adalah identifikasi persetujuan atau ganti rugi (offsetting) atas risiko
yang mengancam profitabilitas atau keberadaan sebuah organisasi. Sehubungan dengan
pertukaran mata uang asing, risk management melibatkan antara lain pertimbangan pasar,
kekuasaan, negara, pengalihan, penyerahan, kredit, dan risiko counterparty.

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 5/33
Sedangkan dalam bukunya, Mudrajat Kuncoro menjelaskan risiko valas adalah risiko
akibat adanya kemungkinan nilai mata uang yang mendenominasi aktiva/kekayaan perusahaan
berfluktuasi. Total risiko valas dapar merugikan harapan aliran kas perusahaan lewat
menurunnya tingkat penjualan dan meningkatnya ongkos. Total risiko valas merupakan
kombinasi risiko sistematik (systematic/nondiversifiable risk ) dan risiko bukan sistematik
(unsystematic/diversifiable risk ). Risiko sistematik adalah segala pengaruh pasar, misalnya
kondisi perekonomian, yang mempengaruhi semua aktiva. Risiko bukan sistematik pada
dasarnya adalah risiko-risiko lainn yang khas terjadi pada suatu perusahaan, misalnya
pemogokan. Dalam konteks international, risiko-risiko yang dimaksud mencakup risiko inflasi,
risiko valas, dan risiko politik.
Management risiko valas memegang peranan penting dalam menetapkan strategimanajemen, terutama bagi pelaku bisnis yang terjun dalam bisnis global. Ini disebabkan karena
manajemen risiko valas meliputi: (1) keputusan pembiayaan ( financing decision), dalam arti
bagaimana cara memperoleh dana; (2) keputusan investasi, yaitu bagaimana mengalokasikan
dana yang dimiliki.
1.2.2 Forex Exposure
Forex Exposure dapat diartikan sebagai suatu risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan
sebagai akibat perubahan atau fluktuasi kurs valas (Hamdy, 1998). Suatu perusahaan MNC, atau
perusahaan yang melakukan transaksi international (expor dan impor) tentu arus cash flownya
secara langsung akan terpengaruh oleh fluktuasi kurs valas. Misalnya jika terjadi depresiasi
domestic currency atau rupiah terhadap USD dan JPY, tentu beban impor akan semakin
meningkat, tetapi sebaliknya penerimaan import akan meningkat pula.
Bahkan perusahaan yang tidak melakuan transaksi internasional pun secara tidak
langsung akan terpengaruh dengan fluktuasi kurs valas. Adanya perubahan kurs valas tentu akan
mempengaruhi supply dan demand di dalam negeri sehingga akan berpengaruh pula pada cash
flow perusahaan. Pada dasarnya, pengaruh fluktuasi kurs valas tidak hanya terjadi terhadap

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 6/33
transaksi perusahaan, tetapi juga berpengaruh terhadap nilai sekarang ( present value) dari
transaksi yang dilakukan dan neraca serta laporan laba rugi perusahaan.
Lalu pertanyaan yang muncul kemudian adalah : perlukah mengantisipasi exposure
valas? Ada pula beberapa peneliti menyatakan; does the exchange rate exposure really matter ?
Pendapat yang mengatakan eksposure valas tidak relevan didasari atas argumen bahwa
(Mudrajat, 2001: h.263-14) :
1. Menurut teori paritas daya beli (PPP), pergerakan kurs valas akan dibarengi dengan
pergerakan harga (inflasi).
2. Para investor pada perusahaan TNC, secara individual, dapat mengantisipasi risiko
valas dengan tindakan lindung nilai (hedging). Dengan kata lain, risiko valas tidak
relevan bagi perusahaan karena pemegang sahamnya dapat mengatasi risiko inisecara individual, dengan asumsi para investor tersebut memiliki informasi komplit
mengenai eksposure perusahaan terhadap fluktuasi valas dan mampu secara
individual mengantisipasi eksposure individualnya.
3. Bila pasar valas merupakan pasar yang efisien, maka lindung nilai tidak diperlukan.
Bagi importir, kondisi dimana ia tidak perlu melakukan lindung nilai untuk mengurangi
risiko adalah:
1. Bila ia secara implisit mengasumsikan bahwa ia mempunyai harapan yang kuat
mengenai arah pergerakan kurs, yaitu bila risiko perubahan kurs menuju arah yang
merugikan amat kecil [Madura, 1989: h.316].
2. Bila ia berharap mata uang bergerak menuju arah dimana tindakan lindung nilai tidak
layak untuk dilakukan. Importir tidak akan melakukan lindung nilai atas utang-utangnya
di masa mendatang bila ia memprediksi adanya depresiasi pada mata uang yang
mendenominasi utang-utangnya.
3. Bila persyaratan kredit perdagangan komersialnya adalah:
a. Cash on delivery
b. On account credit
c. Payment by bill, yang ditarik oleh importir, dengan suku bunga tetap hingga jatuh
tempo [Mc-Kinnon, 1979,p.71]

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 7/33
Sebaliknya, bila para pemegang saham lebih menyukai agar perusahaan melakukan
lindung nilai untuknya, eksposure valas menjadi relevan bagi perusahaan. Apalagi bila kondisi
pasar valas tidak efisien, hedging akan menjadi tindakan yang tepat dalam mengantisipasi risiko
valas. Dalam perspektif management yang prudent (hati-hati) dan pertimbangan lingkungan
perusahaan, strategi menutup risiko valas secara selektif dapat menjadi strategi terbaik di masa-
masa mendatang [Oxel-heim and Wihlborg, 1987 h.62]. evaluasi pada akhir tiap tahun sebaiknya
dilakukan untuk menyesuaikan strategi perusahaan terhadap informasi baru maupun
perkembangan ekonomi global (mudrajat, 2001).
BAB II

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 8/33
PEMBAHASAN
Secara umum, pengaruh fluktuasi kurs valas terhadap perusahaan dapat dibedakan atas
tiga macam, yaitu (Hamdy, 1998):
1. Transaction Exposure
2. Economic/Operating Exposure
3. Translation/Accounting Exposure
2.1 Transaction Exposure
Transaction Exposure dapat diartikan sebagai risiko pengaruh fluktuasi kurs valasterhadap future cash transaction (Hamdy, 1998).
Dalam bukunya Gregory menjelaskan transaction Exposure merupakan ” Relates to
settling a particular transaction at one exchange rate when the obligation was originally
recorded at another”.
Mudrajat Kuncoro memaparkan dalam bukunya bahwa eksposure transaksi mengukur
keuntungan ataupun kerugian akibat adanya kewajiban finansial yang syarat-syaratnya
dinyatakan dalam valuta asing. Transaction exposure ini juga berasal dari kemungkinan
diperolehnya keuntungan atau kerugian usaha (net cash flows) akibat transaksi yang terlanjur
menggunakan mata uang asing sebagai denominasi. Dengan kata lain, eksposure transaksi
merupakan risiko terganggunya aliran kas perusahaan di masa mendatang akibat fluktuasi kurs
valas. Eksposure transaksi mengukur perubahan nilai kewajiban finansial sebelum yang terjadi
sebelum ada perubahan kurs valas. Pusat perhatian adalah perubahan aliran kas dari akibat
kontrak yang telah ditandatangani.
Exposure ini timbul karena (Mudrajat, 2001) :
1. Pembelian atau penjualan barang/jasa secara kredit, dimana harganya dinyatakan dalam
valas.
2. Peminjaman atau pemberian pinjaman dana dimana pembayaran bunga dan cicilan utang
dibuat dalam mata uang asing.
3. Menjadi suatu kontrak forward yang tidak jadi (unperformed foreign exchange forward
contract )

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 9/33
4. Memperoleh aktiva ataupun mendatangkan kewajiban yang didenominasi dalam valas.
Bila eksposure benar-benar ada, maka perusahaan menghadapi tiga tugas utama [Madura,
1989: h.280], pertama, perusahaan harus mengidentifikasikan derajat eksposure transaksi.
Kedua, perusahaan harus memutuskan perlu atau tidak menghilangkan (baca: hedging)
eksposure ini, perusahaan harus memilih berbagai teknik lindung nilai yang tersedia.
Sebelum perusahaan memutuskan untuk melakukan hedging atau tidak, ia mau tidak mau
harus mengidentifikasikan masing-masing eksposure transaksi bersih (net transaction exposure)
pada setiap mata uang. Istilah ”bersih” mengacu kepada konsolidasi semua aliran kas masuk dan
kas keluar yang diharapkan pada kurun waktu dan dalam mata uang tertentu. Manajemen pada
setiap cabang memegang peranan penting dalam setiap proses pelaporan aliran kas masuk dan
keluar yang diharapkan. Kemudian, kantor pusat grup perusahaan akan melakukan konsolidasi
laporan-laporan cabang untuk mengidentifikasi posisi keuangan bersih yang diharapkan pada
setiap valas selama beberapa periode mendatang, suatu TNC/MNC dapat mengidentifikasikan
eksposurenya dengan meninjau ulang konsolidasi posisi keuangan perusahaan-perusahaan
cabang.
Untuk mengetahui eksposure bersih di setiap mata uang pada semua cabang perusahaan,
TNC/MNC pertama-tama harus mengidentifikasikan posisi masing-masing cabangnya untuk
seluruh mata uang yang digunakan. Sebagaimana pula dijelaskan oleh Hamdy dalam bukunya,pengukuran risiko eksposure transaksi ini melalui dua tahapan, yaitu sebagai berikut (Hamdy,
1998):
a. Menentukan perkiraan Neto dari Inflow dan Outflow dalam setiap valas
Misalnya, suatu perusahaan internasional memiliki dua subsidiary yang mempunyai
transaksi sebagi berikut:
Subsidiary X mempunyai net inflow : USD 500,000.00
Subsidiary Y mempunyai net outflow : USD 600,000.00
Konsolidasi net outflow : -USD 100,000.00
Dalam hal ini, jika USD apresiasi terhadap rupiah, maka net effect nya akan merugikan
perusahaan karena nilai outflownya meningkat dan sebaliknya jika USD depresiasi

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 10/33
terhadap rupiah, maka akan menguntungkan perusahaan karena nilai outflownya menurun
jika dinilai dalam rupiah.
b. Menentukan tingkat risiko atau
eksposure dari seluruh valas
Perusahaan yang memiliki beberapa transaksi dalam berbagai valas dapat menjumlahkan
seluruh hasil konversi transaksi valas ke dalam mata uang lokal atau domestic currency
seperti contoh transaksi pada sebuah MNC Amerika sebagaimana dicontohkan dalam table
di bawah ini:
Currency Inflow Outflow Netto Range of Forex Range of Netto
CAD 2M 6M 4M (-) USD0.79-0.81 USD3.16M-3.24M
DEM 10M 12M 2M (-) USD0.48-0.52 USD0.96M-1.40M
FRF 100M 60M 40M (+) USD0.09-0.11 USD3.60M-4.40M
CHF 1M 6M 5M (-) USD0.56-0.64 USD2.80M-3.20M
Dari data/informasi di atas dapat dicatat beberapa hal penting sebagai berikut:
Pada posisi diatas, net position
dalam forex tidak dapat dilakukan offsetting.
Open position terbesar (nonoffset )
adalah dalam FRF, yaitu net inflow FRF40M.
Dengan menggunakan kemungkinan
range of forex rate untuk USD, dapat ditentukan nilai minimun dan nilai maximum
kemungkinan nilai inflow dan outflow untuk masing-masing forex seperti tercantum
dalam kolom range of netto.
Transaction exposure untuk setiap
forex akan ditentukan oleh,
1. Besarnya open position untuk
masing-masing forex,
2. Besarnya kemungkinan range forex
rate untuk suatu periode dan forex tertentu

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 11/33
Berdasarkan kemungkinan range
forex rate pada kolom 5 ternyata,
1. Risiko atau transaction exposure
terbesar berdasarkan nilai open position adalah FRF, yaitu FRF4.40M
2. Transaction exposure terbesar
adalah dalam CHF, yaitu USD0.058 (USD0.56-0.64)
2.2 Economic/Operating Exposure
Economic Exposure dapat diartikan sebagai risiko pengaruh fluktuasi kurs valas terhadap
present value dari future cash flow (Hamdy, 1998).
Dalam bukunya Gregory menjelaskan transaction Exposure merupakan ” involves
changes in expected future cash flows, and hence in Economic value, caused by a change in
exchange rates”.
Mudrajat Kuncoro memaparkan dalam bukunya bahwa eksposure ekonomi didefinisikan
sebagai seberapa jauh ‟nilai‟ perusahaan (diukur dengan nilai sekarang dari harapan aliran kas)
akan berubah bila kurs valas berubah ke arah yang tidak diharapkan. Perubahan nilai tersebut
tergantung pada dampak perubahan kurs valas terhadap volume penjualan, harga dan biaya dimasa yang akan datang. Eksposure ekonomi pada dasarnya merupakan cara melihat eksposure
dalam jangka panjang dalam suatu perusahaan yang terlibat dalam bisnis international dan
multitransaksi.
Eksposure ekonomi jauh lebih penting bagi kesehatan jangka panjang suatu usaha bisnis
dibanding perubahan yang diakibatkan oleh eksposure transaksi maupun eksposure akuntansi.
Kendati demikian, eksposure ekonomi seringkali dinilai subyektif karena tergantung dari
estimasi perubahan aliran kas di masa mendatang dalam suatu kurun waktu arbitrer. Dengan kata
lain, eksposure ekonomi tidak berasal dari proses akuntansi namun berasal dari analisis operasi
(ekonomi). Perencanaan mengenai eksposure ekonomi merupakan tanggungjawab total
manajemen karena mencakup interaksi strategi keuangan, pemasaran, pembelian, dan produksi.
Ilustrasi tentang economic exposure dapat dilihat pada contoh dibawah ini:

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 12/33
Dampak apresiasi mata uang lokal terhadap eksposure ekonomi terlihat pada kolom dua
tabel diatas. Penjualan perusahaan untuk pasar lokal diperkirakan akan turun akibat apresiasi
mata uang lokal. Ini disebabkan meningkatnya persaingan karena konsumen lokal dapat
memperoleh produk pengganti di luar negeri yang lebih murah. Seberapa jauh menurunnya
penjualan lokal akan tergantung dari derajat persaingan antara produk asing dengan produk lokal
di pasar domestik.
Aliran kas yang berasal dari ekspor yang dinilai dalam mata uang lokal kemungkinan
akan menurun akibat apresiasi mata uang lokal. Alasannya, importir asing membutuhkan lebih
banyak devisa untuk membeli produk ekspor.
Ekspor yang dinilai dalam mata uang asing kemungkinan juga akan menurunkan aliran
kas masuk meskipun dengan alasan yang berbeda. Permintaan atas produk perusahaan oleh
importir asing tidak akan berubah, karena importir tersebut menggunakan mata uang sendiri dan
tidak perlu mendapatkan mata uang lokal yang digunakan oleh perusahaan. Namun ketika
perusahaan menerima aliran kas masuk dalam mata uang asing, maka ia harus
mengkonversikannya ke dalam mata uang lokal. Bila mata uang lokal mengalami apresiasi,
aliran masuk ini akan berkurang nilainya. Demikian juga setiap bunga / dividen yang diterimadari investasi asing akan berkurang nilainya bila dikonversikan ke dalam mata uang lokal yang
mengalami apresiasi.
Berkaitan dengan arus kas keluar, biaya mengimpor bahan baku yang dinilai dalam mata
uang lokal tidak akan secara langsung terpengaruh oleh setiap perubahan kurs valas. Kendati
demikian, biaya impor bahan baku dalam mata uang asing akan berkurang bila mata uang lokal

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 13/33
mengalami apresiasi. Ini diakibatkan karena ditukarnya mata uang lokal yang menguat dengan
valas untuk membayar bunga.
Secara umum, apresiasi mata uang lokal akan menyebabkan penurunan baik dalam aliran
kas masuk maupun aliran kas keluar. Oleh karena itu, sulit untuk melakukan generalisasi apakah
aliran kas bersih (net cashflows) akan meningkat atau menurun akibat apresiasi mata uang lokal.
Dampak apresiasi mata uang lokal terhadap aliran kas bersih agaknya tergantung apakah
variable-variable yang mempengaruhi aliran kas masuk dipengaruhi secara lebih tinggi atau lebih
rendah dibanding variable yang mempengaruhi aliran kas keluar. Sebagai contoh, bila
perusahaan yang terjun dalam bisnis ekspor, namun memperoleh bahan baku dan dana pinjaman
secara lokal, maka variable aliran kas masuknya akan berkurang dalam tingkat yang lebih tinggi
dibanding variable aliran kas keluarnya. Sebaliknya, aliran kas masuk perusahaan, yang
konsentrasi penjualannya ke pasar lokal dengan sedikit persaingan dengan produk asing, akan
tidak banyak berkurang bila mata uang lokal mengalami apresiasi. Bila perusahaan ini
mendapatkan bahan baku dan dana pinjaman dari luar negeri, maka aliran kas keluarnya akan
berkurang. Hasil akhirnya, aliran kas bersih perusahaan akan membaik akibat apresiasi mata
uang lokal.
Contoh, sebuah perusahaan Indonesia memproduksi kayu lapis untuk pasar dalam negeri
dan mengekspor ke Jepang yang dinilai dalam JPY. Diasumsikan skenario fluktuasi kurs RP/JPY
dan perkiraan penjualan dalam negri sebagai berikut:
KURS JPY Perkiraan Penjualan dalam Negeri
Rp 20/JPY
Rp 21/JPY
Rp 22/JPY
Rp 200 juta
Rp 225 juta
Rp 250 juta
Diasumsikan pula income statement perusahaan dari pemasaran dalam negeri dan di Jepang yangmeliputi:

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 14/33
Income Statement Dalam Negeri Jepang
Sales Rp 225 juta JPY 10.0 juta
Cost of Goods Sold Rp 100 juta JPY 10.0 juta
Gross Profit Rp 125 juta JPY 0.0 juta
Operating Expense Rp 45 juta -
EBIT Rp 80 juta JPY 0.0 juta
Interest Expense (20%) Rp 16 juta JPY 1.5 juta
EBT Rp 64 juta -JPY 1.5 juta
Berdasarkan asumsi skenario perubahan kurs valas diatas, economic exposure yang mungkin
terjadi terhadap income statement perusahaan dapat diukur sebagaimana tercantum pada skenariodi tabel bawah ini:

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 15/33
Apresiasi rupiah dari Rp 21/JPY menjadi Rp 20/JPY ternyata menyebabkan EBT
menurun 32,5 juta rupiah menjadi 9 juta rupiah atau rugi.
Depresiasi rupiah dari Rp 21/JPY menjadi Rp 22/JPY ternyata menyebabkan EBT
meningkat dari 32,5 juta rupiah menjadi 56 juta rupiah.
Kesimpulan pokok yang dapat dicatat dari perhitungan diatas adalah bahwa setiap
perubahan kurs valas akan berpengaruh terhadap present value dari cash flow atau penerimaan
dan pengeluaran perusahaan.

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 16/33
Dampak Exposure Ekonomi (Mudrajat, 2001)
1. Jangka Pendek = dampak pertama terhadap aliran kas perusahaan adalah dalam anggaran
yang berjalan dalam satu tahun. Kerugian ataupun keuntungan tergantung dari mata uang
yang mendasari aliran kas yang diharapkan.
2. Jangka Menengah; kasus Ekuilibrium = dalam tahap ke-2 adalah pada aliran kas jangka
menengah seperti ditunjukkan dalam anggaran 2 hingga 5 tahun, dengan asumsi kondisi
ekuilibrium (keseimbangan) terjadi antara kurs valas, inflasi, dan suku bunga domestik.
Dalam kondisi ekuilibrium, perusahaan dapat menyesuaikan harga dan biaya sepanjang
waktu agar dapat mempertahankan aliran kas pada tingkat yang diharapkan. Kebijakan
moneter, fiskal, dan neraca pembayaran amat menentukan apakah kondisi ekuilibrium
akan terjadi dan apakah perusahaan diperbolehkan untuk menyesuaikan harga dan biaya.
3. Jangka Menengah; kasus ketidakseimbangan = dalam kasus ini, perusahaan tidak dapat
menyesuaikan harga dan biayanya akibat perubahan kurs valas. Realisasi aliran kas
perusahaan akan berbeda dengan aliran kas yang diharapkan. Karena tidak diantisipasi
maka nilai pasar perusahaan bisa saja berubah.
4. Jangka Panjang = yaitu, periode diatas 5 tahun. Aliran kas perusahaan akan dipengaruhi
oleh reaksi pesaing yang ada maupun potensial terhadap perubahan kurs dalam kondisi
ketidakseimbangan. Memang harus diakui, semua perusahaan, tidak peduli orientasipasarnya domestik, internasional, maupun multinasional, akan terkena eksposure
ekonomi dalam jangka panjang apabila pasar valas tidak berada dalam kondisi
keseimbangan secara terus-menerus.
2.3 Translation/Accounting Exposure
Accounting Exposure dapat diartikan sebagai risiko pengaruh fluktuasi kurs valas
terhadap consolidated financial statement perusahaan (Hamdy, 1998).
Dalam bukunya Gregory menjelaskan transaction Exposure merupakan ” Relates to the
change in accounting income and balance sheet statements caused by changes in exchange
rates”.

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 17/33
Mudrajat Kuncoro memaparkan dalam bukunya bahwa eksposure translation yang
merupakan seberapa jauh laporan keuangan konsolidasi dan neraca suatu perusahaan
dipengaruhi oleh fluktuasi kurs valas. Masalah eksposure akuntansi muncul karena laporan-
laporan keuangan perusahaan cabang perlu dikonsolidasikan oleh kantor pusat pada suatu kurs
mata uang yang kursnya berbeda dengan kurs pada saat terjadinya transaksi.
Laporan keuangan konsolidasi umumnya digunakan oleh manajemen perusahaan untuk
menilai kinerja perusahaan afiliasi di luar negeri. Bila kurs valas berubah sejak periode
pelaporan sebelumnya, maka translation atau penilaian ulang atas asset, utang, penerimaan,
biaya, laba dan rugi yang didenominasi dalam valas akan menyebabkan laba/rugi valas.
Kemungkinan laba/rugi ini diukur oleh angka eksposur akuntansi.
Perusahaan TNC/MNC yang tidak peduli dengan eksposure akuntansi umumnya
berpendapat bahwa pendapatan yang diperoleh oleh cabang-cabang perusahaan tidak perlu
dikonversi dalam mata uang perusahaan induknya. Ini diakibatkan karena mereka tidak yakin
eksposure akuntansi relevan. Kendati demikian, agaknya perlu dipahami apa yang
mempengaruhi derajat eksposure perusahaan terhadap kemungkinan laba/rugi karena konversi
laporan keuangan. Besar kecilnya eksposure akuntansi tergantung dari:
1) Seberapa jauh peranan cabang-cabang perusahaan di luar negeri. Semakin besar
persentase bisnis perusahaan yang dilakukan oleh cabang di luar negeri, maka semakin
besar persentase pos pos laporan keuangan yang mudah terpengaruh eksposure akuntansi.2) Lokasi cabang-cabang perusahaan di luar negeri. Ini diakibatkan karena pos pos laporan
keuangan di setiap cabang biasanya dinyatakan dalam mata uang lokal di negara tersebut.
3) Standar akuntansi yang dipergunakan. Setiap negara umumnya mempunyai standar
akuntansi khusus dan sudah baku, yang amat bervariasi antar negara.
Berikut ini dicontohkan translation/accounting exposure yang dialami oleh suatu
perusahaan MNC-USA yang memiliki subsidiary di UK.

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 18/33
THN
Pelaporan
Sub
Earning
Avarage Forex
Rate
Translation
Earning
Tahun 1 GBP 5M USD 2.40/GBP USD 12.0 M
Tahun 2 GBP 6M USD 1.15/GBP USD 6.9 M
Dari contoh diatas dapat dilihat bahwa meskipun penerimaan sub.company di UK
meningkat 20%, yaitu dari GBP5M – GBP6M, ternyata consolidated income statement MNC-
USA tersebut menurun sebesar USD5.1M (USD12.0M-USD6.9M). Hal ini dapat terjadi karena
depresiasi GBP yang relatif besar, yaitu dari USD2.40/GBP menjadi GBP1.15/GBP dan bukan
karena kesalahan atau kegagalan subsidiary UK.
2.4
Hedging VS Speculation
Pada bagian ini sedikit akan saya singgung mengenai upaya strategi manajemen risiko
valuta asing, yakni pemagaran risiko kurs atau biasa kita sebut dengan hedging. Pemagaran
risiko kurs (hedging) identik dengan upaya menghindari risiko kurs, atau penutupan posisi
terbuka. Sebagai contoh, misalnya dimana importir di AS berusaha menghindari kenaikan kurs.
Katakanlah untuk menghindari risiko kurs tersebut importir meminjam £100.000 berdasarkan
kurs spot yang tengah berlaku SR = $/£1, lalu menyimpannya di salah satu bank selama 3 bulan
sebagai deposito (jadi, di samping pengamanan terhadap risiko kurs tersebut, ia juga akan
menerima suku bunga dari deposito yang ditanamkannya). Maksudnya, begitu kewajiban
pembayaran telah jatuh tempo telah tersedia sejumlah 1, lalu menyimpannya di salah satu bank
selama 3 bulan sebagai deposito (jadi, di samping pengamanan terhadap risiko kurs tersebut, ia
juga akan menerima suku bunga dari deposito yang ditanamkannya). Maksudnya, begitu
kewajiban pembayaran telah jatuh tempo telah tersedia sejumlah £100.000 persis sesuai dengan
jumlah yang dibutuhkannya. Dengan melakukan tindakan ini importir tersebut menghindari
perubahan kurs spot yang akan berlaku 3 bulan mendatang yang bisa mengakibatkannya
menyerahkan pembayaran yang nilainya lebih dari $200.000. biaya pemagaran risiko kurs ini
sama dengan selisih positif antara suku bunga pinjaman £100.000 yang telah diambilnya, dan

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 19/33
suku bunga deposito $200.000 yang tentunya lebih rendah. Karena kebijakan setiap bank pasti
menetapkan suku bunga deposito lebih rendah dari pada suku bunga pinjaman.
Akan tetapi, jika dipandang secara sekilas, aksi pemagaran risiko seperti contoh diatas
memiliki kelemahan yang sangat serius. Dimana investor harus membekukan dananya selama 3
bulan. Bagi seorang pembisnis jelas hal ini tidak produktif, sehingga atas dasar inilah maka
dalam prakteknya sebagian besar upaya pencegahan atau pemagaran risiko kurs banyak
dilakukan di pasar berjangka, dimana dalam transaksinya tidak membebankan kewajiban bagi
pihak-pihak yang bersangkutan untuk menarik pinjaman.
Jelas sudah bahwa dalam perekonomian dewasa ini dipenuhi oleh berbagai
ketidakpastian. Kemampuan para pedagang dan investor untuk memagari risiko kurs sangat
memberikan kontribusi yang baik bagi berlangsungnya arus perdagangan dari investasi
internasional. Tanpa adanya peluang ini, maka bisa dipastikan arus permodalan internasional
yang berlangsung akan lebih kecil, demikian pula halnya dengan hubungan dagang dan
spesialisasi produksi antarnegara sehingga keuntungan yang bersumber dari perdagangan pun
terbatas. Sehingga disinilah perlunya setiap bank untuk berusaha sejauh mungkin menutup
posisinya yang terbuka dengan menukarkan kelebihan valasnya dengan bank-bank lain yang
sekiranya membutuhkan valas tersebut agar dapat memastikan kebutuhan akan valas dapat
terorganisir dengan baik.
Spekulasi adalah kebalikan dari pemagaran risiko kurs. Apabila seorang pelaku pasarvalas melakukan pemagaran risiko kurs, itu berarti ia sengaja menghindari risiko kurs,
sedangkan spekulator justru menantang risiko kurs atau menciptakan posisi terbuka dalam
rangka menciptakan keuntungan seketika. Dalam teori dan prakteknya, keuntungan itu memang
akan tercipta jika antisipasi spekulator terhadap perubahan kurs spot yang akan terjadi benar
adanya. Namun sebaliknya, jika antisipasi tersebut diluar dugaan, maka yang akan dialami oleh
spekulator adalah kerugian. Sama halnya dengan kasus pemagaran risiko kurs, spekulasi dapat
berlangsung dalam pasar spot, pasar berjangka, pasar futures, maupun pasar option. Namun
dalam kenyataannya, sebagian besar transaksi spekulasi berlangsung di pasar berjangka. Jika kita
amati, perbedaan antara spekulasi dan hedging sangat amat tipis sekali. Baik hedging maupun
spekulasi sama-sama menggunakan instrment derivatif sebagai objek transaksinya, yang
membedakan hanyalah tujuan dari kenapa transaksi tersebut dilakukan. Pelaku usaha semata-
mata hanya bertransaksi dipasar berjangka dalam rangka untuk melakukan pemagaran risiko

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 20/33
akibat dari adanya fluktuasi nilai tukar dan menjadikannya sebagai sarana pendukung dalam
kegiatan usahanya, yakni expor dan import. Sedangkan spekulator, memanfaatkan instrument
derivatif dan perbedaan kursnya guna meraup keuntungan instant dari transaksi ini. Tanpa harus
mengeluarkan keringat cukup hanya dengan mengamati pergerakan kurs valas melalui berbagai
media, seorang spekulan sudah mampu meraup keuntungan dengan catatan spekulan juga tidak
lepas dari rugi dalam berspekulasi.
Berdasarkan pada data, nilai transaksi dipasar valas adalah mencapai hingga US$ 1,5T,
artinya sejumlah itulah uang tidak beredar di sektor riil, akan tetapi sektor keuangan. Informasi
yang lebih mengjutkan lagi adalah hanya 2% dari total keseluruhan transaksi derivatif tersebut
digunakan dengan diback-up underlying asset yang jelas, yakni expor impor. Sisanya, 98%
merupakan aktifitas spekulasi pada instrument derivatif. Wajar saja, jika pada tulisan saya di
pendahuluan pertama sempat saya singgung sedikit masalah krisis global yang terjadi di
penghujung tahun 2008 ini. Dimana krisis ini bermula dari kesulitan financial yang teradi dan
bermuara di sektor keuangan, hal ini pun tak lepas dari peran produk derivatif di pasar uang yang
pada hakikatnya esensi keberadaannya adalah sebagai salah satu sarana pendukung transaksi
perdagangan internasional dengan mewujudkan peran masyarakat akan tetapi disalahgunakan
untuk berjudi, sehingga tak ayal krisis pun tak bisa dihindari jika sistem perekonomian masih
mengagungkan sistem kapitalis seperti sekarang ini.
2.5
Forex Risk Management in Islamic Perspective
2.5.1 Pendahuluan
Ajaran Islam diturunkan sebagai tuntunan hidup yang senantiasa mengatur kebutuhan
umat manusia agar sejalan dengan prinsip-prinsip dasar norma agama. Demikian halnya Islam
mengatur bermuamalah dan berbisnis. Dijelaskan dalam beberapa ayat Al-Qur‟an, muamalah
yang baik yakni diantaranya ketiadaan transaksi yang bersifat maghrib (maysir /judi, gharar /tidak
jelas/, dan riba). Maysir atau spekulasi mendorong aktivitas bisnis yang tidak produktif dan
transaksi ribawi yang mengakibatkan exploitasi ekonomi oleh para pemilik modal, sektor riil pun
sulit tumbuh berkembang melalui perdagangan. Pertukaran barang sejenis yang bersifat ribawi

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 21/33
(riba fadlh) sebagaimana yang terjadi pada transaksi tranding instrumen derivatif di pasar
sekunder terutama dengan underlying valas juga sangat berpotensi memandulkan pertumbuhan
ekonomi yang hakiki.
Demikianlah Islam dengan segala aturan-aturannya mengatur pejalanan bisnis yang baik.
Bermuamalah sesuai dengan koridor dan petunjuk Al-Qur‟an dan As-Sunnah jelas dapat
menciptakan kemaslahatan bagi pelakunya. Seiring dengan semakin majunya perkembangan
transaksi bermuamalah dewasa ini, dimana tidak hanya melibatkan satu negara saja akan tetapi
juga negara-negara dunia, perdagangan internasional pun wujud dengan segala instrumen-
instrumen marginal guna mendukung kelancaran transaksinya. Perbedaan mata uang yang
digunakan antar setiap negara juga merupakan salah satu faktor wujudnya instrumen-instrumen
terkait dengan muamalah menggunakan mata uang yang berbeda. Untuk lebih memperjelas
pembahasan pada topik ini, baiknya diawali dengan bagaimana pandangan Islam terhadap uang.
2.5.2 Konsep Uang dalam Pandangan Islam
Di zaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya, perdagangan Internasional juga telah
lebih dulu ada. Seperti misalnya Hijaz, dengan kondisi geografisnya yang sangat strategis dan
menguntungkan karena menjadi rute perdangan antara Persia dan Roma serta daerah-daerah
jajahan keduany, seperti Syam, Etiopia, dan Yaman. Disamping itu, selama berabad-abad,wilayah selatan dan timur Jazirah Arab juga menjadi rute perdagangan antara Roma dan India
yang terkenal sebagai rute perdagangan selatan. Dengan timbulnya pasar-pasar musiman yang
ada didaerah Yaman, Hijaz, dan Syam terutama di San‟a (ibukota Yaman), Yastrib dan Makkah,
para kafilah dagang memperoleh keuntungan dan dapat melakukan perdagangan. Demikian
halnya dengan rute perdagangan lain yang melewati wilayah Utara Jazirah Arab, dan banyak lagi
rute lainnya yang wujud diantara Yaman dan Syam(Karim, 2004).
Hal tersebut menjadi bukti bahwa perdagangan merupakan dasar perekonomian di
Jazirah Arab sebelum Islam datang. Prasyarat untuk melakukan transaksi adalah adanya alat
pembayaran yang dapat dipercaya. Secara alamiah transaksi yang berada di daerah Mesir atau
Syam menggunakan mata uang dinar sebagai alat tukar, sementara itu di kekaisaran Persia
menggunakan dirham. Ekspansi yang dilakukan Islam ke wilayah kekaisaran Peria dan kaisaran

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 22/33
Romawi menyebabkan perputaran mata uang ini meningkat. Bahkan pada masa pemerintahan
Imam Ali, dinar dan dirham merupakan satu-satunya mata uang yang digunakan.
Selain menggunakan dinar dan dirham, alat pembayaran lain yang digunakan juga adalah
kredit. Ekspansi perdagangan di Arabia yang sudah berlangsung berabad-abad lamanya bahkan
sebelum munculnya Islam menuntut penggunaan kredit. Selain memiliki kelebihan yang dimiliki
dinar-dirham sebagai alat pembayaran, kredit memiliki keuntungan lainnya. Misalnya untuk
melakukan transaksi yang cukup tinggi sehingga membutuhkan lebih banyak koin digunakan.
Dan hal ini tentunya tidak praktis. Oleh sebab itulah kredit pun dibutuhkan sebagai alat
pembayaran transaksi perdagangan terutama yang mencakup beberapa negara. Dari sini pulalah
surat wesel dagang dan cek serta jenis instrumen pembayaran lainnya diperkenalkan.
Berdasarkan history diatas jelas bahwasannya fungsi uang adalah sebagai alat pertukaran
dalam bertransaksi dan menilai suatu barang dan jasa. Islam juga memerpekalkan dinar dan
dirham sebagai alat transaksi yang sah karena dinar dan dirham nilainya relatif stabil. Sehingga
tidak menimbulkan permasalahan dalam perputaran mata uang. Sebagaimana Syeh Taqiyuddin
An Nabhani menyatakan ”Islam telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk melakukan
pertukaran dengan mempergunakan apa saja yang dia sukai. Hanya saja, pertukaran barang dan
jasa dengan satuan uang tertentu itu telah ditunjukkan ileh Islam satu sistem moneter. Dan Islam
telah menetapkan bagi kaum muslimin kepada jenis tertentu yaitu emas dan perak” (An Nidzam
Al Iqtishadi fil Islam).Sekarang permasalahannya adalah, dalam transaksi perdagangan internasional dewasa
ini, instrumen yang diwujudkan guna memberikan kemudahan bertransaksi pada akhirnya
disalahgunakan oleh pelaku-pelaku pasar uang untuk melakukan spekulasi guna meraup
keuntungan dari selisih mata uang satu negara dan negara yang lain. Sebetulnya permasalahan
utama berakar dari jenis mata uang itu sendiri yang digunakan oleh berbagai negara dunia
dengan beragam jenis mata uang. Hard currency dan soft currency pun muncul. Jika sudah
seperti ini, gap nilai mata uang yang ada mempunyai ketertarikan sendiri bagi para pelaku pasar
uang untuk berspekulasi tanpa kerja keras, hanya tinggal duduk dan menunggu jawaban dari
pergerakan fluktuasi mata uang, apakah nantinya dia akan untung, atau sebaliknya, rugi.
Sehingga fungsi uang itu sendiri sudah tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar akan tetapi sudah
menjadi komoditas yang diperdagangkan.

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 23/33
Sistem moneter yang diterapkan dewasa ini adalah sistem moneter kapitalis berbasis fiat
money. Sehingga, sangat amat wajar jika dalam melakukan transaksi internasional
pengusaha/pelaku bisnis dihadapkan pada adanya fluktuasi nilai tukar yang berubah sesuai
dengan permintaan dan penawaran pasar. Fluktuasi ini pulalah yang menyebabkan kesulitan bagi
para pelaku usaha dalam memprediksikan proyeksi cashflow mereka kedepan. Sehingga
dibutuhkan suatu management risiko yang baik dan terstruktur guna meminimalisir risiko yang
dihadapi oleh pelaku usaha. Dewasa ini ada beberapa instrument pasar uang yang ditawarkan
guna menjadi alat lindung nilai akibat dari fluktuasi mata uang. Dari sinilah dapat kita lihat dan
analisa apakah instrument lindung nilai yang ditawarkan pasar uang dewasa ini sudah sesuai
dengan syariat Islam atau tidak.
2.5.3 Forex dalam Perspektif Islam
Sebelum melanjutkan pada pembahasan mengenai bagaimana Islam memandang
manajemen risiko yang digunakan dewasa ini guna meminimalisir risiko fluktuasi mata uang,
lebih baiknya kita bahas dulu bagaimana Forex (asal-muasal dari instrument hedging wujud ini)
dalam kontex Islam.
Sebagian umat Islam meragukan kehalalan praktik perdagangan berjangka. Sebagaimana
sabda Nabi Muhammad SAW:” Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu” (HR. Abu Hurairah)
Oleh sebagian fuqaha, hadist tersebut ditafsirkan secara fix, dimana setiap praktik jual
beli yang tidak ada barangnya pada waktu akad hukumnya haram. Akan tetapi, sejumlah ulama
klasik menentang cara penasiran yang terkesan sempit tersebut. Seperti Ibn al-Qayyim, ulama
yang bermazhab Hambali ini berpendapat bahwa, tidak benar jual-beli barang yang tidak ada
dilarang. Baik dalam Al-Qur‟an, sunnah maupun fatwa para sahabat, larangan itu tidak ada.
Dalam sunnah nabi, hanya terdapat larangan menjual barang yang belum ada, seperti mislanya
menjual unta yang hilang dan sebagainya. Jadi, meskipun pada waktu akad barangnya tidak ada,
namun ada kepastian diadakan pada waktu diperlukan sehingga bisa diserahkan kepada pembeli,
maka jual beli tersebut sah. Sebaliknya, kendati barangnya sudah ada tapi – karena satu dan lain
hal – tidak mungkin diserahkan kepada pembeli, maka jual beli tersebut tidak sah.

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 24/33
Dalam perspektif hukum Islam, Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) (forex adalah
bagian dari PBK) dapat dikategorikan almasa’il almu’ashirah atau masalah-masalah hukum
Islam kontemporer. Karena itu, status hukumnya dapat dikategorikan kepada masalah
ijtihadiyah. Klasifikasi ijtihadiyah masuk ke dalam wilayah fi ma la nasha fih, yakni masalah
hukum yang tidak mempunyai referensi nash hukum yang pasti.
Menurut prinsip muamalah syariah jual beli mata uang yang disetarakan dengan emas
(dinar) dan perak (dirham) haruslah dilakukan dengan tunai/ kontan (naqdan) agar terhindar dari
transaksi ribawi, sebagaimana dijelaskan dalam hadist Rasulullah SAW bersabda:
”emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, sagu dengan sagu, gandum
dengan gandum, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, dalam hal sejenis dan sama
haruslah secara kontan. Maka apabila berbeda jenisnya, juallah sekehendak kalian dengan
syarat secara kontan” (HR. Muslim)
Pada prinsip syariahnya, perdagangan valas dapat dianalogikan dengan pertukaran antara
emas dan perak yang dalam terminologi fiqh dikenal dengan sharf . Emas dan perak sebagai
mata uang tidak boleh ditukarkan dengan sejenisnya misalnya rupiah kepada rupiah atau dolar
dengan dolar kecuali sama jumlahnya, seperti misalnya pecahan kecil ditukarkan dengan
pecahan besar asalkan jumlah nominalnya sama. Karena jika tidak, hal itu akan menimbulkan
riba fadlh. Namun jika berbeda jenisnya, seperti nilai Rupiah kepada Dolar atau sebaliknya maka
dapat ditukarkan sesuai dengan market rate (harga pasar) dengan catatan harus efektif kontan.Harga atas pertukaran itu dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan antara penjual dan pembeli
atau harga pasar (market rate). Dengan demikian, dunia perbankan termasuk bank syariah
sebagai lembaga keuangan yang memfasilitasi perdagangan internasional (ekspor-impor)
maupun kebutuhan masyarakat terhadap penukaran valuta asing terlibat di pasar valas. Transaksi
penukaran valas di bank syariah yang biasa dilakukan dapat dikategorikan sebagai naqdan (spot)
meskipun penyerahan dan penerimaan tersebut tidak terjadi pada waktu transkasi diputuskan.
Dr Setiawan Budi Utomo, salah satu konsultan syariah dalam blognya menjelaskan
mengenai beberapa transaksi valas dalam pandangan Islam, yakni:
Pertama; perdagangan tanpa proses penyerahan ( future non delivery trading) seperti
margin trading yaitu transaksi jual-beli valas yang tidak diikuti dengan pergerakan dana dengan
menggunakan dana (cash margin) dalam prosentase tertentu (misalnya 10% sebagai jaminan)

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 25/33
dan yang diperhitungkan sebagai keuntungan atau kerugian adalah selisih bersih (margin) antara
harga beli/jual suatu jenis valuta pada saat tertentu dengan harga jual/beli valuta yang
bersangkutan pada akhir masa transaksi. Contohnya dengan margin 10% untuk transaksi US$ 1
juta, pembeli harus menyerahkan dana US$100.000. Dalam perbankan Indonesia, margin
trading diatur dalam ketentuan BI dengan minimal cash margin 10%. Dalam sehari dealer
maupun bank dapat melakukan transaksi ini berulang-ulang. Adapun penyelesaian pembayaran
dan perhitungan untung-ruginya dilakukan secara netto saja. Jadi, jual beli valas yang dilakukan
bukan untuk memilikinya, melainkan semata-mata menjadikannya sebagai komoditas untuk
spekulasi. Transaki seperti ini jelas dilarang dalam Islam karena mengandung unsur judi,
sehingga hukumnya diharamkan.
Kedua; transaksi futures yaitu transaksi valas dengan perbedaan nilai antara pembelian
dan penjualan future yang tertuang dalam future contracts secara simultan untuk dikirim dalam
waktu yang berbeda. Misalnya, A dan B membuat kontrak pada 1 Januari 2008. A akan menjual
US$ 1 juta dengan kurs Rp 9.350 per US$ pada 30 Juni 2008, tidak peduli berapa kurs di pasar
saat itu. Di satu sisi transaksi ini dapat dipandang sebagai spekulasi, paling tidak berunsur
maysir, meskipun disisi lain para pelaku bisnis pada beberapa kasus menggunakannya sebagai
mekanisme hedging (melindungi nilai transaksi berbasis valas dari risiko gejolak kurs). Ulama
kontemporer menolak transaksi ini karena tidak terpenuhinya rukun jual beli yaitu ada uang ada
barang (dalam hal ini ada rupiah ada dollar). Oleh karena itu, transaksi futures tidak dapatdianggap sebagai transaksi jual beli, tetapi dapat ditransfer kepada pihak lain. Alasan kedua
penolakannya adalah hampir semua transaksi futures tidak dimaksudkan untuk memilikinya,
hanya nettonya saja sebagaimana transaksi margin trading.
Ketiga; transaksi option (currency option) yaitu perjanjian yang memberikan hak opsi
(pilihan) kepada pembeli opsi untuk merealisasi kontrak jual beli valutaa asing, tidak diikuti
dengan pergerakan dana dan dilakukan pada atau sebelum waktu yang ditentukan dalam kontrak,
dengan kurs yang terjadi pada saat realisasi tersebut. Misalnya, A dan B membuat kontrak pada 1
Januari 2008. A memberikan hak kepada B untuk membeli dollar AS dengan kurs Rp 9.350 per
dolar pada tanggal atau sebelum 30 Juni 2008, tanpa B berkewajiban membelinya. A mendapat
kompensasi sejumlah uang untuk hak yang diberikannya kepada B tanpa ada kewajiban pada
pihak B. Transaksi ini disebut call option. Sebaliknya, bila A memberikan hak kepada B untuk
menjualnya disebut put option. Ulama kontemporer memandang hal ini sebagi janji untuk

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 26/33
melakukan sesuatu (menjual atau membeli) pada kurs tertentu, dan ini tidak dilarang syariah.
Namun jelas saja transaksi ini bukan transaksi jual beli melainkan sekedar wa’ad (janji). Yang
menjadi persoalan secara fikih adalah adanya sejumlah uang sebagai kompensasi untuk
melakukan janji tersebut atau untuk memiliki khiyar (opsi) jual maupun beli.
Keempat, adalah transaksi swaps (currency swap) yaitu perjanjian untuk menukar suatu
mata uang dengan mata uang lainnya atas dasar nilai tukar yang disepakati dalam rangka
mengantisipasi risiko pergerakan nilai tukar pada masa mendatang. Singkatnya, transaksi swap
merupakan transaksi pembelian dan penjualan secara bersamaan sejumlah tertentu mata uang
dengan dua tanggal penyerahan yang berbeda. Pembelian dan penjualan mata uang tersebut
dilakukan oleh bank yang sama dan biasanya dengan cara “spot terhadap forward ” Artinya satu
bank membeli tunai (spot ) sementara mitranya membeli secara berjangka ( forward ) . Salah satu
contoh transaksi swaps adalah bila bank A dan bank B membuat kontrak untuk bertukar deposito
rupiah terhadap dolar pada kurs Rp 9.500 per dolar pada 1 Januari 2008. B menempatkan US$ 1
juta. A menempatkan Rp 9,5 miliar, terlepas dari kurs pasar saat itu. Ulama kontemporer juga
menolak transaksi ini karena kedua trasaksi itu terkait (adanya semacam ta’alluq) dan
merupakan satu kesatuan sebagaimana difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional-MUI. Sebab,
bila yang satu dipisahkan dari yang lain, maka namanya bukan lagi transaksi swaps dalam
pengertian konvensional.
Adapun pendapat yang membeolehkan transaksi swaps sebagaimana lazim dianutperbankan Islam di Malaysia bahkan menurut mereka kebolehannya dianggap telah demikian
jelas sehingga tidak diperlukan lagi fatwa dengan alasannya bahwa bila spot boleh dilakukan dan
futures (sebagian suatu janji) juga boleh, maka tentunya swaps pun boleh dilakukan. Namun
paling tidak, masih ada dua hal yang dapat dipertanyakan dalam praktek ini yaitu; pertama,
bagaimana dengan keberatan sementara ulama akan adanya kompensasi uang untuk transaksi
futures yang dibayarkan kepada konterpartinya. Kedua transaksi spot dan futures dalam transaksi
swaps itu haruslah terkait satu sama lain. Kontra argumen dari alasan kedua ini adalah dua
transaksi dapat saja disyaratkan terkait, selama syaratnya adalah syarat shahih lazim. Bukan
hanya swaps yang dibolehkan, dinegara jiran ini juga dikembangkan Islamic Futures Contract .
Terlepas dari argumen mana yang lebih kuat dalilnya, adalah kewajiban kita disamping mencari
sisi kehati-hatian dan kepatuhan syariah, juga untuk selalu mencari solusi inovasi transaksi yang

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 27/33
islami sebagai kebutuhan dunia bisnis akan transaksi dan peranti keuangan ( financial
instruments) yang terus berkembang.
Kelima; praktik oversold yaitu melakukan penjualan melebihi jumlah yang dimiliki
maupun dibeli, karena ulama melarang penjualan sesuatu yang tidak dimiliki sebagaimana pesan
hadits “Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak engkau kuasai/miliki” ( la tabi’ ma laisa
‘indaka).
Adapun jenis transaksi forward pada perdagangan valas yang sering disebut transaksi
berjangka pada prinsipnya adalah transaksi sejumlah mata uang tertentu dengan sejumlah mata
uang tertentu lainnya dengan penyerahan pada waktu yang akan datang dan kurs ditetapkan pada
waktu kontrak dilakukan, tetapi pembayaran dan penyerahan baru dilakukan pada saat kontrak
jatuh tempo. Jenis transaksi ini hukum fiqihnya dapat dirumuskan bahwa bila transaksi forward
valas dilakukan dalam rangka kebutuhan yang mendesak (hajah) dan terbebas dari unsur maysir
(judi), gharar (uncomplate contract ), dan riba serta bukan untuk motif spekulasi seperti
digunakan untuk tujuan hedging (lindung nilai) yaitu transaksi yang dilakukan semata-mata
untuk mengatasi risiko kerugian akibat terjadinya perubahan kurs yang timbul karena adanya
transaksi ekspor-impor atau untuk mendukung kegiatan trade finance. Disamping itu, transaksi
berjangka inipun hanya dilakukan dengan pihak-pihak yang mampu dan dapat menjamin
penyediaan valuta asing yang dipertukarkan maka bila tindakan tersebut dikategorikan sebagai
sebuah bentuk kesepakatan bersama untuk sama-sama melakukan pertukaran dimasa mendatangdengan kurs (nilai tukar) pasti pada saat kontrak dan sebenarnya transaksinya secara efektif
dalam perspektif fiqih tetap bersifat tunai pada waktu jatuh tempo maka hal itu tidak menjadi
masalah selama tidak ada ta‟alluq dan hanya bersifat janjia (wa‟ad) tanpa disertai adanya
komitmen kompensasi karena terdapat maslahat bagi kedua belah pihak dan tidak ada dalil
satupun yang melarang hal itu. Hal ini sejalan dengan pendapat Imam Asy-Syafi‟i (Al-Umm:
III/32) dan Ibnu Hazm (Al-Muhalla: VIII/513).
2.5.4 Sharia issue in Hedging
Sebagai industri keuangan Islam yang sedang mengalami pertumbuhan guna memenuhi
kebutuhan transaksi internasional dewasa ini, dibutuhkan lebih banyak instrument keuangan
yang sophisticated , termasuk alat yang dapat dijadikan sebagai sarana manajemen risiko.

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 28/33
Bagaimanapun juga, perbedaan pemahaman/ interpretasi shariah tentang hukum Islam apakah
memperbolehkan ataukah melarang meninggalkan sebuah tantangan besar untuk lebih dikaji.
Terutama halnya masalah hedging (lindung nilai) yang dilakukan oleh beberapa pelaku usaha
sebagai salah satu strategi dalam manajemen risiko dari adanya fluktuasi nilai tukar dalam
bertransaksi masih menjadi polemik dan perdebatan diantara para pemikir-pemikir Islam
mengenai praktek dari transaksi ini. Seperti misalnya short selling, dimana praktek ini dilarang
karena mengandung unsur riba dengan membayar bunga, gharar (adanya ketidakpastian) dalam
penjualan dan spekulasi yang berlebihan.
Pada hakikatnya semua bisnis dan investasi keuangan mengandung risiko. Misalnya saja
pada jenis investasi keuangan yang dibahas pada makalah ini, dimana beberapa bisnis yang
bertransaksi secara internasional pasti menghadapi problematika exposure akibat fluktuasi nilai
tukar. Disinilah peran hedging sebagai salah satu tujuan dari instrument derivative untuk
meminimalir risiko nilai tukar. Meskipun ada beberapa ulama yang setuju bahwasannya tujuan
dari hedging adalah untuk meminimalisir risiko atau melindungi investasi ini diperbolehkan
dalam Islam, akan tetapi kebanyakan ulama juga mengkhawatirkan penggunaan derivative ini
untuk memperoleh gain /keuntungan dengan berspekulasi sebagaimana pada umumnya
dipraktekkan oleh para fund manager . Para ulama Islam juga mengakui bahwasannya hedging
diperbolehkan apabila motif pelaku usaha adalah untung melindungi dari menghindari kerugian
akibat dari fluktuasi mata uang dengan diback-up oleh underlying asset yang jelas. Lain halnyadengan para spekulan yang memanfaatkan instrument ini untuk mendapatkan keuntungan
dimana pada prakteknya yang bersifat untung-untungan, sehingga mengandung unsure gambling,
sehingga dilarang dalam Islam.
Berdasarkan fatwa DSN-MUI No.28/DSN-MUI/III/2002 juga jelas menyatakan tentang
jual beli mata uang yang salah satu bunyinya diantaranya adalah:
“Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya
ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x
24 jam sampai dengan satu tahun, hukumnya adalah haram. Karena harga yang digunakan
adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian
hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 29/33
disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak
dapat dihindari (lil hajah).”
Dari fatwa diatas, dapat kita cermati, bahwa hukum asal dari transaksi forward adalah
diharamkan karena harga yang digunakan adalah harga mu’awadah. Akan tetapi, pada statement
akhir juga dijelaskan bahwa ada pengecualian dari transaksi forward yakni jika dilakukan untuk
kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah). Sehingga jika kita artikan dalam context fungsi
instrument derivative sebagai hedging dalam management risiko bisa termasuk pengecualian dari
hal ini. Dimana seorang pelaku usaha dewasa ini dengan kondisi perekonomian yang semakin
luas membutuhkan sarana pendukung investasi keuangan guna melindungi fluktuasi kurs mata
uang yang digunakan sebagai alat pembayaran dalam bertransaksi. Inilah yang dimaksud adanya
kebutuhan (lil hajah) sehingga mengubah hukum awal yang tadinya diharamkan menjadi
diperbolehkan.
“Wal hukmu an taghayyara ilaa suhuulatin li’azri ma’a qiyaami as-sabab lilhukmi al-
ashliy farukhsatun waajibatun wa manduubatun wa mubaahatun wa khilaafun al-uula…”
Hukum ketika berubah menjadi mudah karena suatu alasan syar‟I serta masih adanya
sebab pada hukum yang asal itu disebut ruhkhsah. Sebagai contoh misalnya hukum awal bai’usalam adalah haram, karena mengandung gharar (ketidakpastian) dalam transaksi tersebut,
dalam akad salam pada dasarnya merupakan jual beli pesanan dimana barang jual diserahkan
diakhir waktu. Akad salam menjadi gharar karena objek yang diperjualbelikan belum pasti ada
pada saat eksekusi. Bisa jadi objek yang diperjualbelikan menjadi tidak dapat diserahkan karena
suatu hal, sehingga timbul satu pihak yang dirugikan. Dan pada intinya, objek dalam akad salam
karena berdasarkan pesanan jadi belum jelas wujudnya. Akan tetapi, semakin berkembangnya
transaksi perdagangan akad salam berdasarkan pesanan pun dibutuhkan. Produsen tentunya
membutuhkan lebih dulu modal diawal guna memproduksi barang yang dibutuhkan oleh
konsumennya. Sehingga karena ada kebutuhan (hajah) disini, akad salam pun berubah
hukumnya dari hokum asal sehingga diperbolehkan.
Sama halnya dengan konsep hedging yang ada pada produk derivative ini hokum asalnya
adalah haram, kecuali hedging pada pasar spot (notabene dilakukan secara tunai/ naqdan). Ketika

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 30/33
ada kebutuhan yang melandasinya yakni manajemen risiko, yang ketika tidak dilakukan maka
akan mengancam kesehatan keuangan perusahaan dan menciptakan laporan cashflow yang tidak
jelas, oleh sebab itulah instrument derivative dibutuhkan dalam rangka hedging, guna
melindungi nilai dari transaksi keuangan berbeda valas. Secara ringkasnya perubahan dari
hokum asal menjadi diperbolehkan pada hedging dapat kita lihat pada table berikut:
Misal Hukum Asal Sebab pada Hukum Asal ‘uzur /alasan Rukhsah
Salam Haram Gharar (ketidakpastian) Lil hajah mubah
Hedging
(kecuali pada
pasar spot)
Haram Gharar (ketidakpastian)
Maysir (judi)
Bunga (riba)*
Lil hajah mubah
Dari ringkasan diatas satu hal yang tidak bisa luput dari pembahasan pada makalah ini
mengenai bagaimana Islam memandang transaksi hedging ini adalah adanya unsur bunga yang
menjadi „lauk‟ dari instrument derivative ini. Apapun alasannya, pengambilan bunga
diharamkan, fatwa DSN-MUI pun menyatakan jelas mengharamkan segala bentuk bunga
termasuk riba. Jika demikian adanya, ini berarti hedging yang tergantung pada instrument
derivative pun mengandung riba sehingga tetap hukumnya menjadi haram. Oleh sebab itulah,
ada beberapa jurnal para pemikir Islam yang menawarkan bagaimana Islam menawarkan solusi/
berbagai alternative instrument hedging yang sesuai dengan hokum Islam.
Wallahua’lam bis shawab
Hadits Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan
Ahmad, dari Umar bin Khatthab, Nabi s.a.w. bersabda: “(Jual beli) emas
dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.” Hadits Nabiriwayat Muslim dari Abu Sa‟id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda: “Janganlah
kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah
menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak
dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian
atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang
tidak tunai dengan yang tunai.” Hadits Nabi riwayat Muslim dari Bara‟ bin

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 31/33
„Azib dan Zaid bin Arqam: “Rasulullah saw melarang menjual perak dengan
emas secara piutang (tidak tunai).”
BAB III
PENUTUP
Sebagai kesimpulan umum, dari uraian beberapa macam exposure di atas, beberapa
faktor penentu tingkat exposure di atas, yang meliputi:
1) Transaction Exposure =
Nilai receivable/payable yang akan diterima masing-masing valas
Potensi tingkat fluktuasi masing-masing nilai valas
Korelasi fluktuasi valas yang bersangkutan
2) Economic/Operating Exposure =
Nilai receivable/payable yang akan diterima masing-masing valas
Potensi tingkat fluktuasi masing-masing nilai valas
Korelasi fluktuasi valas yang bersangkutan
Dampak fluktuasi valas atas cash flow domestic currency
3) Translation/Accounting Exposure =
Tingkat bisnis dari masing-masing foreign subsidiary
Potensi tingkat fluktuasi valas terhadap reporting currency
Korelasi fluktuasi valas yang bersangkutan
Ketentuan umum tentang seputar kegiatan transaksi jual-beli valuta asing sebgaimana
yang saudari tanyakan, berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 28/DSN-
MUI/III/2002 tentang Sharf, transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
2. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 32/33
3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan
secara tunai (at-taqabudh).
4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku
pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
Adapun ketentuan mengenai hukum Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing, dijelaskan dalam
fatwa tersebut sebagai berikut:
1. Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan pen-jualan valuta asing (valas) untuk
penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam
jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu
dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari ( ُه ْ ن ِ م دّ بُ َل ا ّ م) dan
merupakan transaksi internasional.
2. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya
ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2
x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang diguna-
kan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di
kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan
nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk
kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
3. Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spotyang dikombinasi-kan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga
forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
4. Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak
untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan
jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur
maisir (spekulasi).
On the whole, Shariah scholars would agree that the practice of short selling in the
derivatives market using forwards, futures and options contracts, either for hedging or for
speculative gains, is not permissible in Islam. With this conclusion, Islamic financiers have to
resort to structuring their own Shariah compliant hedging instruments. But innovative products
can only be structured if the industry can cope with the many Shariah issues it faces. Certainly,

5/16/2018 DAFTAR PUSTAKA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/daftar-pustaka-55ab574a7536c 33/33
Shariah principles need not be compromised; however, scholars do need to consider Islamic law
in the light of today‟s financial demands and problems.
REFERENSI
Hady, Hamdy 1998. Valas untuk Manager. Ghalia Indonesia
Kuncoro, Mudrajat
Mankiw, Gregory 2003. Teori Makro Ekonomi. Worth Publisher, USA
Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, edisi kedua 2003
www.ensiklopedia.com