daftar isi - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 daftar isi i. pendahuluan ..... 6

85

Upload: vokiet

Post on 30-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6
Page 2: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

1

DAFTAR ISI

I. Pendahuluan ................................................................................................................ 6

A. Latar Belakang ....................................................................................................................... 6

B. Tujuan .................................................................................................................................... 7

C. Ruang Lingkup Kegiatan ....................................................................................................... 8

D. Metodologi ............................................................................................................................. 9

E. Pelaksana ............................................................................................................................... 9

F. Hasil yang Diharapkan .......................................................................................................... 9

G. Waktu Pelaksanaan .............................................................................................................. 10

H. Jadwal Kegiatan .................................................................................................................... 10

II. Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana dan Ekstradisi: dalam

Kerangka Kerjasama Internasional ........................................................................... 12

A. Pengertian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana .................................... 12

B. Kerangka Hukum MLA dan Ekstradisi di Indonesia .......................................................... 12

C. Model Dasar Pelaksanaan Kerjasama Internasional dan Bantuan Hukum Timbal Balik

dalam Masalah Pidana (MLA) ............................................................................................. 15

1. Panduan Bagi Lembaga Legislatif (Legislative Guide) UNCAC ..................................... 17

2. Konvensi OECD tentang Pemberantasan Penyuapan Pejabat Publik Asing dalam

Transaksi Bisnis Internasional (OECD Convention on Combating Bribery of Foreign

Public Officials in International Business Transactions) ............................................... 22

3. Praktek-praktek Terbaik Pelaksanaan MLA dan Ekstradisi ......................................... 23

III. Praktek Pelaksanaan Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana di Indonesia -

Kondisi Saat Ini dan Tantangan ke Depan ............................................................... 40

A. Dasar Pelaksanaan ............................................................................................................... 40

B. Peran Lembaga Penegak Hukum dalam Pelaksanaan Kerjasama MLA (dan Ekstradisi) . 41

1. Kepolisian Republik Indonesia ....................................................................................... 41

2. Kejaksaan RI ................................................................................................................... 44

3. Komisi Pemberantasan Korupsi ..................................................................................... 50

4. Kementerian Luar Negeri ............................................................................................... 52

5. Kementerian Hukum dan HAM .................................................................................... 54

6. Tim Terpadu Pencari Terpidana dan Tersangka Tindak Pidana Korupsi .................... 56

Page 3: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

2

IV. Evaluasi Peran Otoritas Pusat dalam Pelaksanaan Bantuan Hukum Timbal Balik

dalam Masalah Pidana (MLA) .....................................................................................59

A. Umum .................................................................................................................................. 59

B. Perencanaan dan Penganggaran yang mendukung Pelaksanaan Kerjasama Timbal Balik

dalam Masalah Pidana (MLA) ............................................................................................ 67

1. Tugas dan Fungsi ............................................................................................................ 67

2. Indikator Kinerja, Perencanaan dan Penganggaran ..................................................... 67

3. Kinerja Otoritas Pusat .................................................................................................... 73

V. Kesimpulan dan Rekomendasi .......................................................................................... 81

A. Kesimpulan ........................................................................................................................... 81

B. Rekomendasi ....................................................................................................................... 83

Page 4: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

3

DAFTAR TABEL

1. Tabel 3.1 Tahapan Proses Lembaga Kejaksaan atas Permintaan Bantuan Indonesia

ke Negara Lain dan Proses Permintaan Negara Lain kepada Pemerintah Indonesia …………46

2. Tabel 3.2 Jumlah Permintaan MLA oleh Jurisdiksi Asing ……………………………………….53

3. Tabel 3.3 Jumlah Permintaan MLA kepada Jurisdiksi Asing ……………………………………………….53

4. Tabel 3.4 Prosedur/Mekanisme Kinerja Kerjasama Timbal Balik dalam Masalah Pidana

(Mutual Legal Assisstance) …………………………………………………………………………………………………55

5. Tabel 4.1 Jangka Waktu Penanganan Penerimaan Bantuan MLA dari Pemerintah

Indonesia …………………………………………………………………………………………………………………………….62

6. Tabel 4.2 Jangka Waktu Penanganan Penerimaan Bantuan MLA dari Pemerintah

Negara Lain …………………………………………………………………………………………………………………………62

7. Tabel 4.3 Rekomendasi UNCAC terkait Kerjasama Internasional ……………………………………..66

8. Tabel 4.4 Renstra Kementerian Hukum dan HAM 2010-2014 Program Administrasi

Hukum Umum ……………………………………………………………………………………………………………………69

9. Tabel 4.5 Indikator Kinerja terkait Otoritas Pusat kurun waktu 2010-2014 ………………………..70

10. Tabel 4.6 Permintaan Bantuan Hukum (MLA) ke Pemerintah Republik Indonesia dan

oleh Pemerintah Republik Indonesia Kurun Waktu Januari-Desember 2011 ……………………..73

11. Tabel 4.7 Permintaan Ekstradisi ke Pemerintah Republik Indonesia dan oleh

Pemerintah Republik Indonesia Kurun Waktu Januari-Desember 2011 ……………………………..74

12. Tabel 4.8 Kegiatan dalam Rangka MLA dan Ekstradisi Periode Tahun 2012 ………………………75

13. Tabel 4.9 Penerimaan Permintaan MLA dari Dalam dan Luar Negeri Periode

Januari – Juni 2013 ……………………………………………………………………………………………………………….76

14. Tabel 4.10 Data Keuangan Negara yang Berhasil Diselamatkan Oleh Kejaksaan Agung ……79

15. Tabel 4.11 Data Keuangan Negara yang Berhasil Diselamatkan Oleh KPK ………………………...79

Page 5: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

4

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1. Statistik Kasus Ekstradisi Australia 2001-2006 ……………………………………………….28

2. Gambar 2.2. Statistik Kasus Bantuan Timbal Balik Australia 2001-2006 ……………………………28

3. Gambar 3.1 Alur Permintaan Bantuan Internasional di KPK ……………………………………………..52

4. Gambar 4.1 Struktur Kelembagaan Kemkumham terkait Pelaksanaan MLA …………………....68

5. Gambar 4.2 Tindak Lanjut Proses Permintaan MLA Periode Januari – Desember 2011 ……..73

6. Gambar 4.3 Tindak Lanjut Proses Permintaan Ekstradisi Periode Januari-Desember 2011 ..74

Page 6: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

5

BAB I

PENDAHULUAN

Page 7: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

6

Evaluasi Peran Otoritas Pusat dalam Pelaksanaan Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah

Pidana (Mutual Legal Assistant)

I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Di era globalisasi, intensitas interaksi dan arus lalu lintas manusia antar satu negara dengan negara lain menjadi semakin sering dan melampaui batas negara, dimana potensi persinggungan antara satu sistem hukum yang berlaku di suatu negara dengan sistem hukum yang berlaku di negara lain, sebagai dampak interaksi dari masyarakat dunia yang mencakup interaksi positif maupun negatif seperti tindak pidana. Proses penegakan hukum sebagai upaya perlindungan negara terhadap warganegaranya akan terkait dengan sistem hukum yang berbeda yang dapat menimbulkan potensi permasalahan dalam hal implementasi hukum yang berlaku.

Adanya permasalahan hukum antar negara tersebut menyebabkan besar

kemungkinan seorang yang harus menjalani proses peradilan pidana di luar wilayah negara bersangkutan. Dengan adanya konsep soveregnity dari suatu negara, pelaksanaan penegakan hukum di negara lainnya tidak dapat dilakukan tanpa adanya koordinasi dan bantuan hukum dari negara tujuan. Beberapa kasus aktual yang terjadi saat ini seperti tersangka kasus korupsi yang melarikan diri ke luar negeri dan aset hasil korupsi yang berada di luar negeri merupakan tantangan bagi aparat penegak hukum di Indonesia untuk dapat menangkap tersangka atau terpidana yang berada di luar wilayah jurisdiksi sistem peradilan Indonesia. Tidak hanya penangkapan tersangka/terpidana, namun diperlukan tindakan hukum lainnya dalam hal perampasan hasil tindak pidana yang dilarikan ke luar negeri. Upaya penegakan hukum ini bukan merupakan permasalahan yang sederhana, melihat kompleksitas upaya hukum yang harus dilaksanakan di jurisdiksi yang berbeda, perbedaan sistem hukum, termasuk koordinasi dengan lembaga penegak hukum. Oleh karena itu, diperlukan upaya kerjasama antar aparat penegak hukum di Indonesia dan negara dimana tersangka tersebut berada. Bab IV Konvensi PBB Anti Korupsi Tahun 2003 mengenai Kerjasama Internasional telah memberikan landasan hukum untuk pelaksanaan koordinasi antara negara peserta Konvensi PBB Anti Korupsi tersebut. Pengaturan di dalam Bab ini menguraikan hal-hal yang terkait dengan beberapa kegiatan dalam rangka kerjasama internasional seperti pelaksanaan ekstradisi, transfer narapidana (Transfer of Sentenced Person), bentuk kerjasama bantuan hukum timbal balik, pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, tukar menukar informasi, teknik investigasi, dan lain-lain.

Untuk mempermudah pelaksanaan koordinasi dalam kerangka kerjasama

internasional dan pelaksanaan bantuan hukum dalam masalah pidana, maka penegakan hukum dilaksanakan melalui lembaga Otoritas Pusat (Central of Authority)

Page 8: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

7

yaitu lembaga yang berwenang untuk melakukan pengajuan dan penanganan permintaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dan permintaan ekstradisi. Secara nasional, pelaksanaan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan timbal balik dalam masalah pidana. Dalam hal ini, Kementerian Hukum dan HAM ditunjuk sebagai lembaga otoritas pusat yang berwenang menangani permintaan dari negara lain dan atau mengajukan permintaan bantuan timbal balik masalah pidana kepada negara lain serta menyusun pedoman dalam membuat perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana dengan negara asing. Adapun lingkup dari pelaksanaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana antara lain terkait proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan negara diminta.

Pada dasarnya, keberadaan lembaga otoritas pusat ini diperlukan untuk

membantu negara peserta dalam proses penegakan hukum dan menjembatani adanya perbedaan sistem hukum nasional negara-negara dalam proses penegakan hukum tersebut. Dalam mekanisme pelaksanaan bantuan timbal balik, suatu negara akan menunjuk suatu lembaga atas yang atas nama pemerintah negara yang bersangkutan sebagai pihak yang berwenang menerima atau mengajukan permintaan resmi bantuan timbal balik masalah pidana dan bertanggung jawab atas proses bantuan timbal balik di negaranya. Keberadaan lembaga ini menjadi penting dimana proses administrasi dan operasional penegakan hukum adalah pintu awal kerjasama penegakan hukum yang mempunyai kompleksitas tinggi dalam pengaturan koordinasi yang diperlukan. Lembaga otoritas pusat inilah yang berperan dalam koordinasi penegakan hukum baik untuk negara peminta (Requesting Party) atau pun negara yang diminta (Requested Party).

B. Tujuan

Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (selanjutnya disebut “Stranas PPK”) Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 menetapkan adanya 6 (enam) strategi yaitu (1) Strategi Pencegahan, (2) Strategi Penegakan Hukum, (3) Strategi Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan, (4) Strategi Kerja Sama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil Tipikor, (5) Strategi Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi, dan (6) Strategi Pelaporan.

Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam rangka pencegahan dan

pemberantasan korupsi khususnya terkait dengan strategi kerja sama internasional dan penyelamatan aset hasil tipikor adalah masih rendahnya tingkat keberhasilan (success rate) kegiatan-kegiatan dalam kerangka kerjasama internasional yang menjadi ruang lingkup kerja lembaga otoritas pusat. Sebagaimana diketahui, di dalam Stranas PPK terdapat peta jalan (road map) dan indikator keberhasilan dari setiap pelaksanaan ke-6 strategi, termasuk target sasaran untuk strategi ke-4 yaitu Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil Tipikor. Baik untuk jangka panjang

Page 9: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

8

maupun jangka menengah, sasaran utama adalah persentase pengembalian aset hasil Tipikor. Berdasarkan sasaran dari peta jalan Stranas PPK tersebut, maka keterkaitan peran Kementerian Hukum dan HAM sebagai pelaksana otoritas pusat menjadi sangat penting di dalam rangkaian proses penyelamatan aset hasil tipikor. Sejauhmana otoritas pusat dan institusi penegak hukum yang terkait dapat memperlihatkan kinerja dan berperan dalam upaya penegakan hukum dalam kerangka transnasional antara lain seperti memperoleh dan menyelamatkan aset hasil tipikor untuk dikembalikan kepada negara atau pihak lain yang berhak, menjadi bahan dasar evaluasi terutama dalam proses perencanaan dan penganggaran setiap institusi yang terkait untuk mendukung pelaksanaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana tersebut.

Kegiatan evaluasi peran Kementerian Hukum dan HAM sebagai pelaksana

otoritas pusat (Central of Authority) sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2006 bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh otoritas pusat, utamanya dalam pelaksanaan tugas yang diamanatkan peraturan perundang-undangan beserta insitusi terkait dalam kerangka koordinasi penegakan hukum. Kegiatan ini juga akan melihat tantangan ke depan dan rekomendasi perbaikan dalam rangka pelaksanaan penegakan sistem hukum melalui kerjasama internasional.

C. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan yang akan dilaksanakan adalah : 1. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi lembaga penegak hukum di

Indonesia dalam rangka pelaksanaan perjanjian timbal balik masalah pidana seperti pengambilan barang bukti yang berada di luar negeri, identifikasi dan pencarian orang, upaya pengembalian aset hasil kejahatan yang berada di negara lain serta tindakan lain yang diatur dalam UU No.1 Tahun 2006;

2. Identifikasi masalah dan kendala yang dihadapi Kementerian Hukum dan HAM sebagai pelaksana otoritas pusat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan yang masih berlaku;

3. Melakukan studi kepustakaan terkait dengan pelaksanaan lembaga otoritas pusat yang ada di negera lain dan bagaimana hubungan antara lembaga tersebut dengan lembaga penegak hukum lainnya;

4. Memberikan rekomendasi mengenai optimalisasi peran lembaga otoritas pusat dan lembaga penegak hukum lain yang terkait dalam proses kerjasama internasional dan pelaksanaan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana.

Page 10: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

9

D. Metodologi

Pelaksanaan kegiatan evaluasi ini menggunakan metodologi penelitian normatif dan empiris yang akan diuraikan penulisannya secara deskriptif. Data primer diperoleh melalui pelaksanaan beberapa Focus Group Discussions dengan stakeholders terkait (misalnya dengan Kepolisian, Kejaksaan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri) dan pelaksanaan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan beberapa narasumber dari Kejaksaan dan Kementerian Hukum dan HAM. Sedangkan penelitian normatif dilaksanakn untuk mendukung pengumpulan data sekunder yang diperoleh melalui RPJMN, Renstra, Renja KL, studi literatur terkait, dan internet.

E. Pelaksana

Dalam melakukan kegiatan pemantauan ini keanggotaan TPRK berasal dari Direktorat Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) disamping itu juga akan mengikutsertakan personil dari Direktorat lain dan perwakilan dari instansi penegak hukum. Dengan adanya keanggotaan TPRK yang lintas sektor di Bappenas dan lintas K/L), TPRK tersebut terdiri dari Penanggung Jawab, Ketua Pelaksana, Sekretaris, Anggota Tim Pelaksana sebanyak 12 orang dan Tenaga Pendukung sebanyak 3 (tiga) orang. Diharapkan akan memperkaya hasil evaluasi ini karena akan melihat dari sudut pandang yang lebih luas. Tim ini nantinya akan bekerja selama 12 bulan selama proses awal sampai berakhirnya kegiatan, dimana masing-masing anggota akan mempunyai tugas dan fungsi sesuai penjabaran dalam SK yang diterbitkan oleh Bappenas. Disamping itu dalam melaksanakan kegiatan evaluasi ini, Direktorat Hukum dan HAM akan dibantu oleh seorang tenaga pengolah data dengan pendidikan minimal S1 bidang Ekonomi. Kegiatan tersebut akan dilaksanakan pelaksanaan pertemuan dan FGD dengan mengundang narasumber dari berbagai kalangan seperti aparat penegak hukum, Kementerian Hukum dan HAM, serta dari kalangan akademisi. Disamping itu juga akan melakukan studi literatur terkait dengan pelaksanaan otoritas pusat yang ada di negera lain. Kegiatan ini diharapkan dapat diselesaikan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, terhitung sejak tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan 31 Desember 2013.

F. Hasil yang Diharapkan

Dari kegiatan evaluasi ini, diharapkan dapat menghasilkan: 1. Laporan tentang evaluasi dari peran Kementerian Hukum dan HAM sebagai

pemegang kewenangan Otoritas Pusat sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2006; 2. Rekomendasi untuk optimalisasi peran dari lembaga Otoritas Pusat dan

institusi penegak hukum lainnya ke depan untuk memperkuat dan mendukung tugas dan fungsi melalui perencanaan dan penganggaran kegiatan.

Page 11: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

10

G. Waktu Pelaksanaan

Kegiatan ini akan dilaksanakan selama ± 12 (dua belas) bulan, yakni terhitung sejak 1 Januari s.d. 31 Desember 2013.

H. Jadwal Kegiatan

Kegiatan Jan Feb Maret Apr Mei Jun Juli Agst Sept Okt Nop Des

Penyempurnaan TOR

Inventarisasi Data & Informasi

Penyusunan Draft Laporan

Penyelenggaraan FGD

Penyelenggaraan Konsinyiring

Finalisasi Laporan

Penyerahan Laporan

Page 12: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

11

BAB II

BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM

MASALAH PIDANA DAN EKSTRADISI:

DALAM KERANGKA KERJASAMA

INTERNASIONAL

Page 13: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

12

II. Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana dan Ekstradisi: dalam Kerangka Kerjasama Internasional

A. Pengertian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana

Sebagaimana telah diulas dalam bagian pendahuluan, penegakan hukum yang terkait dengan jurisdiksi negara lain, memerlukan koordinasi dan kerjasama internasional yang dapat dilaksanakan berdasarkan kesepakatan internasional sebagaimana UNCAC, dan UNTOC. Kerangka kerjasama internasional sebagaimana Bab IV UNCAC mengenai Kerjasama Internasional telah memberikan landasan hukum untuk pelaksanaan koordinasi antara negara peserta Konvensi PBB Anti Korupsi tersebut. Pengaturan di dalam Bab ini menguraikan hal-hal yang terkait dengan beberapa kegiatan dalam rangka kerjasama internasional seperti pelaksanaan ekstradisi, transfer narapidana (Transfer of Sentenced Person), bentuk kerjasama bantuan hukum timbal balik (MLA), pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, tukar menukar informasi, teknik investigasi, dan lain-lain.

Secara umum, pelaksanaan kerjasama internasional dalam penanganan

masalah pidana dapat dilaksanakan melalui beberapa jalur seperti jalur diplomatik (diplomatic channel), jalur institusi penegak hukum ke institusi penegak hukum (LEA to LEA), dan jalur otoritas pusat ke otoritas pusat di negara lain (CA to CA). Untuk mempermudah pelaksanaan koordinasi dalam kerangka kerjasama internasional dan pelaksanaan bantuan hukum dalam masalah pidana, maka penegakan hukum dilaksanakan melalui lembaga Otoritas Pusat (Central of Authority) yaitu lembaga yang berwenang untuk melakukan pengajuan dan penanganan permintaan MLA dan permintaan ekstradisi. Secara nasional, pelaksanaan MLA telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana. Dalam hal ini, Kementerian Hukum dan HAM ditunjuk sebagai lembaga otoritas pusat yang berwenang menangani permintaan dari negara lain dan atau mengajukan permintaan MLA kepada negara lain serta menyusun pedoman dalam membuat perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana dengan negara asing. Adapun lingkup dari pelaksanaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana antara lain terkait proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan negara diminta.

B. Kerangka Hukum MLA dan Ekstradisi di Indonesia1

Pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi UNCAC pada tanggal 18 April 2006 melalui UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan UNCAC, telah memberikan dasar bagi berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagai bentuk partisipasi komitmen masyarakat dunia untuk melawan kejahatan korupsi. Konvensi ini pula yang menjadi landasan dari upaya penegakan hukum

1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana.

Page 14: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

13

melalui kerangka kerjasama internasional, dalam bentuk bantuan hukum timbal balik. Secara pro-aktif, Pemerintah Indonesia pada tanggal 3 Maret 2006, telah

mengesahkan UU No. 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana pada tanggal 3 Maret 2006 (“UU MLA”). Keberadaan Undang-Undang ini bertujuan memberikan dasar hukum bagi Pemerintah Republik Indonesia dalam meminta dan/atau memberikan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dan pedoman dalam membuat perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana dengan negara asing berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Negara Diminta. Dalam UU MLA tersebut, bantuan hukum timbal balik (“bantuan”) dapat dilakukan berdasarkan suatu perjanjian, dimana apabila Pemerintah Indonesia dan negara lain belum memiliki perjanjian pemberian bantuan maka bantuan dapat dilakukan atas dasar hubungan baik berdasarkan prinsip resiprositas.

Adapun lingkup pelaksanaan bantuan, terkait dengan proses penyidikan,

penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Negara Diminta Bantuan sebagaimana dimaksud dapat berupa:

a. mengidentifikasi dan mencari orang; b. mendapatkan pernyataan atau bentuk lainnya; c. menunjukkan dokumen atau bentuk lainnya; d. mengupayakan kehadiran orang untuk memberikan keterangan atau

membantu penyidikan; e. menyampaikan surat; f. melaksanakan permintaan penggeledahan dan penyitaan; g. perampasan hasil tindak pidana; h. memperoleh kembali sanksi denda berupa uang sehubungan dengan tindak

pidana; i. melarang transaksi kekayaan, membekukan aset yang dapat dilepaskan atau

disita, atau yang mungkin diperlukan untuk memenuhi sanksi denda yang dikenakan, sehubungan dengan tindak pidana;

j. mencari kekayaan yang dapat dilepaskan, atau yang mungkin diperlukan untuk memenuhi sanksi denda yang dikenakan, sehubungan dengan tindak pidana; dan/atau

k. Bantuan lain yang sesuai dengan Undang-Undang ini. Disamping pengaturan mengenai lingkup pelaksanaan bantuan, berdasarkan

UU MLA ini memberikan pengecualian, yaitu tidak memberikan kewenangan pelaksanaan bantuan untuk (i) pelaksanaan ekstradisi atau penyerahan orang; (ii) penangkapan atau penahanan dengan maksud untuk ekstradisi atau penyerahan orang; (iii) pengalihan narapidana; atau (iv) pengalihan perkara. Terhadap bantuan yang dimintakan, dapat dilakukan penolakan bantuan yang berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atas tindak pidana politik, tindak pidana militer, tindak pidana yang pelakunya telah dibebaskan, diberi grasi, atau telah selesai menjalani pemidanaan, tindak pidana yang jika dilakukan di

Page 15: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

14

Indonesia tidak dapat dituntut, bantuan diajukan untuk menuntut atau mengadili orang karena alasan suku, jenis kelamin, agama, kewarganegaraan, atau pandangan politik, bantuan tersebut akan merugikan kedaulatan, keamanan, kepentingan, dan hukum nasional, negara asing tidak dapat memberikan jaminan bahwa hal yang dimintakan bantuan tidak digunakan untuk penanganan perkara yang dimintakan, apabila negara asing tidak dapat memberikan jaminan pengembalian barang bukti yang diperoleh berdasarkan bantuan apabila diminta, tindak pidana yang terhadap orang tersebut diancam dengan pidana mati, dan apabila persetujuan pemberian bantuan atas permintaan bantuan tersebut akan merugikan suatu penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Indonesia, membahayakan keselamatan orang, atau membebani kekayaan Negara. Apabila Pemerintah Indonesia menolak pemberian bantuan, maka Menteri Hukum dan HAM memberitahukan dasar penolakan tersebut kepada pejabat Negara Peminta.

Pengaturan selanjutnya adalah mengenai mekanisme pengajuan permintaan

maupun pengajuan penerimaan bantuan. Pengajuan permintaan bantuan dimana Pemerintah Indonesia akan berlaku sebagai Negara Peminta (Requesting Party) dapat dilakukan secara langsung (Kementerian Hukum dan HAM) maupun melalui jalur diplomatik (Kementerian Luar Negeri). Pengajuan permintaan dapat dilakukan oleh Jaksa Agung, Kapolri maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (dalam kaitan tindak pidana korupsi), dengan persyaratan substansi dan administrasi. Permohonan bantuan dapat berupa antara lain Bantuan untuk Mencari atau Mengidentifikasi Orang, Bantuan untuk Mendapatkan Alat Bukti, Bantuan untuk Mengupayakan Kehadiran Orang di Indonesia, Bantuan untuk Permintaan Dikeluarkannya Surat Perintah di Negara Asing dalam Mendapatkan Alat Bukti, Bantuan untuk Penyampaian Surat, Bantuan untuk Menindaklanjuti Putusan Pengadilan, dan Transit orang yang dalam penahanan.

Terkait mekanisme penerimaan bantuan, Pemerintah Indonesia akan berlaku

sebagai Negara yang Diminta bantuan (Requested Party) yang koordinasinya dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Penerimaan bantuan dari negara lain dapat dilakukan secara langsung maupun melalui saluran diplomatik dengan persyaratan administratif dan substantif. Permintaan dari negara lain akan dilanjutkan oleh Kementerian Hukum dan HAM sebagai otoritas pusat kepada Kapolri atau Jaksa Agung. Lingkup permintaan bantuan yang diberikan kepada negara peminta, antara lain adalah Bantuan Untuk Mencari atau Mengindentifikasi Orang, Bantuan untuk Mendapatkan Pernyataan, Dokumen, dan Alat Bukti Lainnya Secara Sukarela, Bantuan untuk Mengupayakan Kehadiran Orang di Negara Peminta, Transit, Bantuan untuk Penggeledahan dan Penyitaaan Barang, Benda, atau Harta Kekayaan, Bantuan Penyampaian Surat, dan bantuan untuk Menindaklanjuti Putusan Pengadilan Negara Peminta.

Segala biaya yang timbul akibat pelaksanaan permintaan bantuan

dibebankan kepada Negara Peminta yang meminta bantuan, kecuali ditentukan lain oleh Negara Peminta dan Negara Diminta. Menteri dapat membuat perjanjian atau kesepakatan dengan negara asing untuk mendapatkan penggantian biaya dan bagi hasil dari hasil harta kekayaan yang dirampas (i) di negara asing, sebagai hasil dari

Page 16: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

15

tindakan yang dilakukan berdasarkan putusan perampasan atas permintaan Menteri; atau (ii) di Indonesia, sebagai hasil dari tindakan yang dilakukan di Indonesia berdasarkan putusan perampasan atas permintaan negara asing.

Kerahasiaan, baik dalam posisi Pemerintah Indonesia sebagai negara peminta

atau negara yang dimintakan bantuan dapat dimintakan atas pengajuan permintaan Bantuan, isi permintaan dan setiap dokumen pendukung. Terhadap otoritas pusat juga dapat dimintakan untuk merahasiakan informasi, Keterangan, Dokumen, atau barang atau bukti lainnya yang diberikan atau diserahkan oleh negara asing, kecuali jika informasi, Keterangan, Dokumen, atau barang atau alat bukti lainnya tersebut diperlukan untuk pemeriksaan perkara tindak pidana yang terkait dengan permintaan tersebut.

C. Model Dasar Pelaksanaan Kerjasama Internasional dan Bantuan Hukum

Timbal Balik dalam Masalah Pidana (MLA)

Secara umum, pelaksanaan kerjasama internasional dikategorikan dalam bentuk ekstradisi dan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana. Ekstradisi adalah penyerahan tersangka atau terdakwa yang dilaksanakan oleh satu negara, atas permintaan negara lain, atas kejahatan yang dilakukan dalam yurisdiksi Negara Peminta. Sedangkan MLA adalah proses formal untuk memperoleh dan memberikan bantuan dalam hal pengumpulan bukti untuk digunakan dalam kasus pidana, mentransfer hasil kejahatan pidana ke negara lain atau mengeksekusi hukuman yang telah berkekuatan hukum tetap dari negara lain. Dalam beberapa kasus, MLA juga dapat digunakan untuk mengembalikan aset hasil korupsi. Kedua ekstradisi dan MLA adalah wadah yang penting dalam rangka kerja sama internasional dalam konteks penegakan hukum pidana.

Kerjasama internasional dan MLA di tiap negara berbeda-beda dalam

pelaksanaannya, seperti kerjasama bilateral, kerjasama multilateral, pengaturan dalam peraturan perundang-undangan nasional, dan permintaan informasi yang diperlukan berdasarkan surat permintaan resmi yang dikeluarkan oleh pengadilan kepada pengadilan asing (rogatory). Hal ini akan tergantung terhadap kebutuhan masing-masing negara dalam pelaksanaan kerjasama dan negara dimana kerjasama tersebut dimintakan. Biasanya bentuk lazim pelaksanaan kerjasama adalah bentuk traktat (treaty). Adapun keuntungan dari pelaksanaan perjanjian bilateral adalah pengaturannya yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dari negara penandatangan. Perjanjian bilateral juga lebih mudah untuk diperbaiki sesuai dengan kebutuhan di masa yang akan datang. Namun, dalam pelaksanaan perjanjian bilateral tersebut akan membutuhkan waktu dan tenaga dimana merupakan hambatan tertentu dalam pelaksanaan negosiasi perjanjian bilateral.2 Di beberapa negara, pelaksanaan

2 http://www.oecd.org/site/adboecdanti-corruptioninitiative/41246239.pdf, Asset Recovery and Mutual

Legal Assistant in Asia and the Pacific, ADB/OECD Anti-Corruption Initiative for Asia and the Pacific, Frameworks and Practices in 27 Asian and Pacific Jurisdictions, Thematic Review – Final Report, akses 10 Juni 2013.

Page 17: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

16

kerjasama internasional dan MLA tidak berdasarkan perjanjian, namun diakomodasi dalam peraturan perundang-undangan nasional negara yang bersangkutan. Di dalamnya memuat antara lain prosedur permintaan dan penerimaan maupun eksekusi, yang hampir sama dengan prosedural yang diatur selayaknya di dalam perjanjian (traktat), dengan beberapa klausul tambahan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pihak. Suatu negara dapat langsung memproses permintaan/penerimaan MLA, namun ada juga yang memberlakukan penerimaan bantuan berdasarkan kasus per kasus. Secara umum, keuntungan dari adanya peraturan perundang-undangan nasional masing-masing negara sebagai dasar pelaksanaan MLA adalah efisiensi waktu dan tenaga – cepat dan murah. Namun dengan dasar peraturan perundang-undangan nasional saja, pemberlakuan dasar hukum tidak mengikat secara internasional sebagaimana traktat dalam pelaksanaan kerjasama internasional/MLA. Prinsip resiprositas (timbal balik) menjadi dasar dari pelaksanaan kerjasama internasional apabila dilakukan tanpa adanya perjanjian. Ketiadaan perjanjian, dalam prakteknya tidak menjadikan kerjasama internasional/MLA yang dilakukan berujung pada berkurangnya kerjasama yang dilakukan.3

Sedangkan terkat permintaan/penerimaan kerjasama internasional maupun

MLA dalam bentuk surat rogatory merupakan cara tradisional di beberapa negara, seperti contoh di wilayah Asia-Pasifik. Surat rogatory adalah permintaan bantuan yang dikeluarkan oleh hakim di negara peminta kepada hakim di negara yang diminta. Proses ini memungkinkan hakim dalam yurisdiksi yang berbeda untuk saling membantu. Dalam kebanyakan kasus, hakim juga mungkin bersedia untuk mengeluarkan surat rogatory atas nama polisi atau jaksa untuk mengumpulkan bukti untuk proses hukum selanjutnya. Adanya keterbatasan dalam lingkup bantuan dibandingkan dengan kerangka kerja bantuan lainnya seperti keterbatasan pelayanan dokumen atau memperoleh kesaksian dan dokumen dari saksi. Hal ini khususnya terjadi jika negara yang diminta adalah negara dengan sistem common law dimana para hakim umumnya tidak terlibat dalam penyelidikan. Dalam prakteknya, surat rogatory lebih rumit dan memakan waktu karena proses permohonan ke pengadilan dan/atau proses saluran diplomatik. Hal ini terjadi karena tidak kerjasama berdasarkan perjanjian/traktat, negara diminta/peminta tidak memiliki kewajiban untuk membantu. Dalam prakteknya, penyesuaian prosedur formal MLA dilakukan dengan pengiriman surat rogatory kepada Jaksa Agung maupun Menteri Kehakiman (Department of Justice) untuk pelaksanaan eksekusi sesuai dengan permintaan MLA secara reguler.4

Pada prakteknya surat Rogatory yang juga disebut sebagai “surat permintaan”

(yang digunakan secara spesifik dalam Konvensi Bukti Den Haag) sering menghadapi respon yang lambat dari pengadilan yang menanggapi sehingga proses ini menjadi ketinggalan zaman.5

3 Idem, halaman 32.

4 Idem, halaman 33-34.

5 Rogatory Letters, http://definitions.uslegal.com/r/rogatory-letters/, diakses 20 November 2013.

Page 18: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

17

Untuk memberikan gambaran sejauhmana pelaksanaan kerjasama internasional dan pelaksanaan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana, berikut beberapa kerangka (framework) yang telah diberikan oleh konvensi internasional, sebagai berikut:

1. Panduan Bagi Lembaga Legislatif (Legislative Guide) UNCAC6

Tujuan praktis dari panduan bagi lembaga legislatif adalah untuk membantu negara-negara untuk proses mengidentifikasi dalam rangka ratifikasi dan melaksanakan UNCAC. Panduan ini juga bertujuan memberikan dasar yang berguna untuk proyek bantuan teknis bilateral dan inisiatif lain yang akan dilakukan sebagai bagian dari upaya internasional untuk mempromosikan ratifikasi pelaksanaan Konvensi. Penyusunan panduan ini adalah dalam rangka mengakomodasi tradisi hukum yang berbeda dan dinamis dalam perkembangan kelembagaan sehingga menyediakan beberapa pilihan dalam proses implementasi konvensi ini. Panduan ini untuk digunakan terutama oleh perancang legislatif dan otoritas lainnya dalam rangka mempersiapkan ratifikasi dan implementasi Konvensi, dimana tidak setiap ketentuan dari konvensi ini akan ditangani. Panduan ini menjabarkan persyaratan dasar Konvensi serta isu-isu yang harus diatasi dan dilengkapi dengan beberapa pilihan aturan, sebagai dasar pertimbangan.

Panduan ini berisi hal-hal yang wajib atau pilihan untuk Negara-negara Pihak

dalam melakukan kerjasama internasional termasuk mengenai contoh pelaksanaan di Amerika, mengingat sistem hukum yang berbeda di setiap negara pihak konvensi. Panduan ini merupakan tahap implementasi di sebagian besar negara, dengan beberapa contoh disajikan sebagai ilustrasi dari pendekatan, dan tidak harus selalu dianggap sebagai "praktik terbaik". Pada dasarnya UNCAC mensyaratkan negara pihak konvensi - dalam kaitan pelaksanaan bantuan hukum timbal balik dalam kerangka kerjasama internasional, sebagai berikut: a. Untuk menjamin seluas mungkin bantuan hukum timbal balik untuk

tujuan yang tercantum dalam pasal 46 ayat 3, dalam proses penyelidikan, penuntutan, peradilan, penyitaan aset, perampasan aset korupsi (pasal 46, ayat 1);

b. Untuk memberikan bantuan hukum timbal balik dalam penyelidikan, penuntutan dan pengadilan dalam kaitannya dengan tindak pidana berdasarkan pasal 26 (pasal 46, ayat 2.);

c. Untuk memastikan bahwa bantuan hukum timbal balik tidak ditolak dengan dasar kerahasiaan bank (Pasal 46, ayat. 8). Dalam hal ini, legislasi mungkin diperlukan jika hukum yang berlaku atau perjanjian yang mengatur bantuan hukum timbal balik bertentangan dengan hal ini;

d. Untuk menawarkan bantuan dalam hal tidak ada pengaturan kriminalitas ganda melalui tindakan tanpa paksaan (pasal 46, ayat 9, (b);

6

http://www.unodc.org/documents/treaties/UNCAC/Publications/LegislativeGuide/UNCAC_Legislative_Guide_

E.pdf, “UNCAC Legislative Guide” akses 4 Juni 2013.

Page 19: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

18

e. Untuk menerapkan paragraf 9-29 dari pasal 46 untuk mengatur modalitas bantuan hukum timbal balik dalam ketiadaan bantuan hukum timbal balik dengan perjanjian Negara Pihak lainnya (pasal 46, paragraf. 7 dan 9-29). Dalam hal ini, undang-undang dapat diperlukan jika hukum nasional yang ada yang mengatur bantuan hukum timbal balik adalah tidak konsisten dengan ketentuan ayat ini dan jika hukum nasionalnya menang atas perjanjian;

f. Untuk memberitahukan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa pusat mereka otoritas yang ditunjuk untuk tujuan pasal 46, serta dari penggunaan bahasa dalam proses bantuan (pasal 46, ayat 13 dan 14);

g. Untuk mempertimbangkan memasuki perjanjian atau pengaturan bilateral atau multilateral untuk memberi efek atau meningkatkan ketentuan pasal 46 (pasal 46, alinea. 30). Negara Pihak harus memiliki kemampuan untuk memberikan ukuran bantuan hukum timbal balik yang berkaitan dengan investigasi, penuntutan dan peradilan proses dalam pelaksanaan badan hukum. Di sini juga, beberapa pertimbangan yang diberikan kepada Negara-negara Pihak mengenai sejauhmana bantuan disediakan.

Di dalam panduan ini, beberapa jenis bantuan hukum timbal balik tertentu

yang wajib disediakan Negara pihak, antara lain (i) mengambil bukti atau pernyataan dari orang; (ii) memberikan pelayanan dokumen pengadilan; (iii) pelaksana pencarian dan pembekuan aset; (iv) memeriksa benda dan lokasi; (v) memberikan informasi, barang bukti dan penilaian ahli; (vi) memberikan asli atau salinan resmi dari dokumen yang relevan dan catatan, termasuk pemerintah, bank, keuangan, perusahaan atau catatan usaha; (vii) mengidentifikasi atau melacak hasil kejahatan, kekayaan, sarana atau hal-hal lain untuk tujuan pembuktian; (viii) memfasilitasi kehadiran orang secara sukarela di Negara peminta; (ix) jenis bantuan lainnya yang tidak bertentangan dengan hukum nasional Negara Pihak yang diminta; (x) mengidentifikasi, membekukan dan melacak hasil kejahatan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bab V Konvensi; dan (xi) mengembalikan aset sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bab V UNCAC.

Untuk selanjutnya, berdasarkan panduan legislatif ini, pelaksanaan kerjasama

internasional dan bantuan hukum timbal balik pada pada bab IV dari panduan. Lingkup kerjasama internasional meliputi beberapa tindakan hukum seperti ekstradisi, bantuan hukum timbal balik, transfer hasil kejahatan tindak pidana, penegakan hukum, termasuk penyelidikan bersama dan teknik investigasi khusus. Beberapa permasalahan penting dalam kerangka “kerjasama internasional” dibahas lebih lanjut antara lain seperti:

a. Masalah "kriminalitas ganda" (dual criminality), yang mempengaruhi

kerjasama internasional. Berdasarkan prinsip ini, misalnya, Negara-negara Pihak tidak diharuskan untuk mengekstradisi orang berusaha untuk tindak pidana yang diduga telah dilakukan di luar negeri, jika tindakan-tindakan tidak dikriminalisasi di wilayah negaranya. Perbuatan hukum tersebut tidak perlu didefinisikan dalam istilah persis sama, tetapi Negara-negara Pihak diminta menentukan apakah mereka memiliki pelanggaran setara dalam hukum nasional mereka sebagai bentuk pelanggaran yang dimintakan ekstradisi atau bantuan hukum lainnya

Page 20: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

19

(yang dikenakan hukuman atas ambang tertentu). Namun hal ini tidak berarti bahwa negara-negara penandatangan hanya bisa bekerja sama jika kriminalitas ganda terpenuhi. Misalnya, pasal 44, ayat 2 UNCAC, menyatakan bahwa jika hukum nasional mengizinkan ekstradisi tanpa persyaratan kriminalitas ganda, Negara-negara Pihak dapat mengabulkan ekstradisi seseorang untuk pelanggaran korupsi yang tidak dihukum berdasarkan hukum sendiri. Selanjutnya, pasal 46, ayat 9 UNCAC, memungkinkan untuk pelaksanaan bantuan hukum timbal balik tanpa persyaratan kriminalitas ganda terutama dalam mengejar upaya pengembalian aset (lihat juga pasal 43, para. 2 tentang internasional kerjasama dan kriminalitas ganda, Pasal 31 tentang masalah penyitaan dan Bab V panduan ini). Contoh dari tindakan tersebut adalah pertukaran informasi mengenai pelanggaran penyuapan pejabat asing atau pejabat organisasi internasional, ketika kerja sama tersebut sangat penting untuk membawa pejabat yang korup ke pengadilan.

b. Kerjasama internasional dalam bentuk Ekstradisi. Pelaksanaan ekstradisi

paling sering berdasarkan perjanjian formal. Sejak akhir abad kesembilan belas, praktek negara-negara telah menandatangani ekstradisi secara bilateral dalam upaya menghilangkan surga (save haven) yang aman bagi pelaku tindak pidana. Ketentuan-ketentuan perjanjian bervariasi dari negara ke negara dan tidak selalu sama pengaturan mengenai pelanggaran. Dalam kegiatan legislatif terakhir beberapa negara telah menyediakan aturan pelaksanaan ekstradisi tanpa persyaratan perjanjian antar negara. Definisi nasional yang beragam terhadap suatu bentuk pelanggaran dapat menimbulkan hambatan serius dalam pelaksanaan ekstradisi dan kerjasama internasional yang efektif. Di masa lalu, traktat antar negara umumnya berisi daftar tindak pidana, yang menciptakan kesulitan setiap kali jenis kejahatan baru muncul akibat kemajuan teknologi dan perubahan sosial dan ekonomi lainnya. Untuk alasan ini, perjanjian antar negara didasarkan pada prinsip kriminalitas ganda. Ketiadaan unsur kriminalitas ganda, negara tidak perlu memperbarui perjanjian mereka terus-menerus untuk mengakomodasi pelanggaran baru. Sebagai respons PBB dihasilkan model perjanjian ekstradisi (Resolusi Majelis Umum 45/116). Di samping tindakan oleh negara untuk mengubah perjanjian lama dan menandatangani yang baru, beberapa konvensi tertentu mengandung ketentuan-ketentuan ekstradisi, serta yurisdiksi yang saling melengkapi. Salah satu contohnya adalah Konvensi Suap OECD (lihat Pasal 10 Konvensi tersebut) dan contoh lain adalah Konvensi Kejahatan Terorganisir (lihat Pasal 16).

Negara pihak harus berupaya mempercepat prosedur ekstradisi dan menyederhanakan persyaratan pembuktian yang berkaitan dengan korupsi pelanggaran (pasal 44, ayat. 9). Negara Pihak yang menolak permintaan ekstradisi dari negara lain terhadap warga negaranya harus menyerahkan kasus kepada lembaga penegak hukumnya untuk dilaksanakan penuntutan dan memastikan bahwa keputusan untuk menuntut dan setiap proses berikutnya dilakukan dengan keseriusan yang sama sebagai pelanggaran domestik dan akan bekerja sama dengan Negara Pihak yang meminta untuk memastikan efisiensi pelaksanaan penuntutan (pasal 44, ayat 11). Penolakan ekstradisi harus disertai konsultasi

Page 21: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

20

antara Negara Pihak yang diminta kepada Negara Pihak yang meminta untuk memberikan dengan kesempatan untuk mempresentasikan informasi dan pandangan mengenai materi (pasal 44, ayat. 17). Negara pihak wajib memberikan perlakuan yang adil kepada buronan selama proses ekstradisi, termasuk dengan memungkinkan menikmati semua hak dan jaminan yang diberikan oleh yang Negara hukum sehubungan dengan proses tersebut (Pasal 44, ayat 14), antara lain buronan diberi kesempatan untuk menggunakan hak hukum dan jaminan. Dalam prakteknya pelaksanaan ekstradisi modern telah menyederhanakan persyaratan sehubungan dengan bentuk dan saluran untuk transmisi permintaan ekstradisi, serta standar pembuktian ekstradisi.

c. Pelaksanaan Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana (MLA). Dalam konteks globalisasi, otoritas nasional semakin membutuhkan bantuan dari negara lain untuk penyelidikan, penuntutan, dan hukuman dari para pelaku, khususnya mereka yang telah melakukan tindak pidana dengan aspek transnasional. Mobilitas internasional pelaku dan penggunaan teknologi canggih, sebagai contoh, merupakan faktor penting dalam upaya koordinasi penegakan hukum. Untuk mencapai tujuan itu, negara telah memberlakukan undang-undang untuk memungkinkan pelaksanaan kerjasama internasional seperti UU bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana. Perjanjian tersebut umumnya daftar jenis bantuan yang akan diberikan, hak meminta, ruang lingkup dan cara kerjasama, dan prosedur yang harus diikuti dalam membuat dan melaksanakan permintaan. Perjanjian MLA memungkinkan pihak berwenang untuk memperoleh bukti di luar negeri dengan cara yang bisa diterima dalam negeri. Misalnya, pemanggilan saksi, lokasi tersangka, dokumen dan bukti lain yang diperoleh dan surat perintah penangkapan yang diterbitkan. Pengaturan lain dalam rangka pertukaran informasi (misalnya, informasi diperoleh melalui Organisasi Polisi Kriminal Internasional (Interpol), hubungan Institusi Kepolisian-Institusi Kepolisian dan pemberian bantuan hukum dan putusan rogatory). Konvensi UNCAC menyerukan seluas mungkin pelaksanaan bantuan hukum timbal balik seperti investigasi, penuntutan dan proses pengadilan dan memperluas ruang lingkup kejahatan yang ditetapkan sesuai dengan Konvensi. Bantuan hukum dapat diminta untuk memperoleh bukti atau mengambil pernyataan, mempengaruhi pelayanan dokumen pengadilan, melaksanakan pencarian dan pembekuan aset hasil tipikor ,memeriksa benda dan tempat, memberikan informasi, bukti dan ahli evaluasi, dokumen dan catatan, melacak hasil kejahatan, memfasilitasi pemberian saksi dan jenis bantuan lainnya tidak dilarang oleh negeri hukum. Dalam pasal 46 UNCAC, kerjasama internasional juga diperluas dalam hal identifikasi, pelacakan dan penyitaan hasil kejahatan, kekayaan, dan perangkat untuk tujuan perampasan dan pengembalian aset ke pemilik yang sah (lihat pasal 46, para. 3 (j) dan (k), Pasal 31, para. 1, serta Bab V UNCAC. UNCAC mengakui keragaman sistem hukum dan memungkinkan Negara untuk menolak untuk memberikan bantuan hukum timbal balik dalam kondisi tertentu (lihat Pasal 46, para. 21). Namun, MLA tidak dapat ditolak atas

Page 22: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

21

dasar kerahasiaan bank (Pasal 46, ayat. 8) atau untuk pelanggaran dianggap melibatkan masalah fiskal (pasal 46, ayat. 22). Negara pihak wajib memberikan alasan penolakan apapun untuk membantu. Jika tidak, mereka harus mengeksekusi permintaan secepatnya dan mempertimbangkan kemungkinan tenggat waktu menghadap pihak berwenang meminta (misalnya, berakhirnya kedaluwarsa). Hal ini juga diatur dalam Konvensi Kejahatan Terorganisir (UNTOC) namun, dua perbedaan yang signifikan ditekankan. Pertama, bantuan hukum timbal balik (dalam aturan UNCAC) sekarang meluas ke pemulihan aset, dan dengan tidak adanya kriminalitas ganda, Negara-negara Pihak diminta untuk memberikan bantuan melalui tindakan yang non-koersif asalkan konsisten dengan sistem hukum dan pelanggaran yang bukan permintaan yang tidak bersifat sepele (de minimis). Negara-negara Pihak didorong untuk memperpanjang perluasan lingkup bantuan dalam mengejar tujuan utama Konvensi, bahkan tanpa adanya kriminalitas ganda. UNCAC mengamanatkan adanya penunjukan pusat otoritas dari Negara Pihak, dengan kekuatan untuk menerima dan menjalankan atau mengirimkan bantuan hukum timbal balik permintaan kepada pihak yang berwenang untuk menangani di setiap Negara. Pihak Otoritas yang berwenang mungkin berbeda pada berbagai tahap proses untuk bantuan hukum timbal balik yang diminta. Perlu dicatat bahwa penunjukan dari pemerintah pusat untuk keperluan bantuan hukum timbal balik juga diperlukan di bawah Konvensi Kejahatan Terorganisir (UNTOC). Oleh karena itu maka Negara-negara Pihak pada UNTOC mungkin dapat mempertimbangkan penunjukan otoritas yang sama untuk tujuan pelaksanaan UNCAC. Dalam pelaksanaan otoritas pusat, tata cara untuk koordinasi langsung informal dimungkinkan tanpa menegasikan proses bantuan hukum timbal balik secara formal. Pelaksanaan koordinasi informal dapat merupakan forum untuk bertanya tentang persyaratan formal yang dibutuhkan oleh Negara diminta. Hal ini dilakukan untuk membantu menghemat waktu dan menghindari kesalahpahaman. Kontak langsung adalah juga penting pada kesempatan lain, ketika dibutuhkan informasi intelejen (misalnya, antara Financial Intellegence Unit - FIU). Dalam pelaksanaan MLA, mekanisme yang diberikan dalam rangka peningkatan kerjasama internasional misalnya dalam upaya penyelidikan dan penegakan hukum dalam kasus-kasus korupsi seperti transfer terpidana/TSP (pasal 45),transfer aset hasil tipikor (pasal 47), penegakan hukum kerjasama (pasal 48), investigasi bersama (pasal 49) dan teknik investigasi khusus ditetapkan sesuai dengan Konvensi dalam kasus di mana transfer dilaksanakan untuk memusatkan penuntutan apabila beberapa yuridiksi negara terlibat dalam suatu kasus.

Page 23: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

22

2. Konvensi OECD tentang Pemberantasan Penyuapan Pejabat Publik Asing dalam Transaksi Bisnis Internasional (OECD Convention on Combating Bribery of Foreign Public Officials in International Business Transactions)7

Perjanjian multilateral terkait kerjasama internasional dan bantuan timbal balik dalam masalah pidana adalah Konvensi OECD tentang Pemberantasan Penyuapan Pejabat Publik Asing dalam Transaksi Bisnis Internasional (Konvensi OECD), khususnya dibahas lebih lanjut di dalam pasal 9 dan 10. Konvensi OECD menghendaki negara penanda tangannya untuk kriminalisasi penyuapan pejabat publik asing dalam transaksi bisnis internasional. Konvensi OECD juga memuat ketentuan-ketentuan pelaksanaan ekstradisi dan MLA. Penyuapan pejabat publik asing dianggap suatu pelanggaran yang dapat dimintakan pelaksanaan ekstradisi berdasarkan hukum Para Pihak dan dalam perjanjian ekstradisi antara negara pihak. Adapun MLA, para pihak diwajibkan untuk memberikan bantuan cepat dan efektif untuk negara pihak lain semaksimal mungkin berdasarkan hukum dan perjanjian dan pengaturan lainnya yang relevan. Apabila terdapat penolakan bantuan timbal balik atas dasar warga negara, maka proses penuntutan harus dilakukan oleh negara yang dimintakan bantuan. Negara yang diminta harus memberitahukan pihak yang meminta, tanpa penundaan, dari setiap informasi tambahan atau dokumen yang diperlukan untuk mendukung permintaan bantuan dan, bila diminta, tentang status dan hasil dari permintaan.

Dalam pelaksanaan ekstradisi dan MLA dengan dasar kriminalitas ganda, maka dasar tersebut dianggap ada jika bantuan yang dimintakan terkait tindak pidana sebagaimana lingkup bantuan dalam konvensi ini. Dasar kerahasiaan bank juga bukan merupakan alas dasar untuk menolak MLA dalam konvensi ini. Secara umum, hampir semua instrumen anti korupsi internasional berisi ketentuan tentang bantuan timbal balik dan kerjasama internasional mengenai penyidikan dan upaya mendapatkan bukti (UNCAC pasal 46; Council of the EU: Convention of the fight against corruption involving officials of the EC of officials member states of the EU pasal 9; African Union Convention on Preventing and Combating Corruption pasal 18; Economic Community of West African States Protocol on the Fight against Corruption pasal 15; Organization of American States Inter-American Convention against Corruption pasal 14; OECD Convention on Combating Bribery of Foreign Public Officials in International Business Transactions pasal 9, dan Southern African Development Community Protocol Against Corruption pasal 10).8

7 http://www.oecd.org/daf/anti-bribery/anti-briberyconvention/38028044.pdf, akses 11 Juni 2013.

8 Catatan kaki ke-221, halaman 74, “Memahami Asset Recovery dan Gatekeeper” Paku Utama, Penerbit

Indonesia Legal Rountable 2013.

Page 24: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

23

3. Praktek-praktek Terbaik Pelaksanaan MLA dan Ekstradisi

a. SINGAPURA

Sistem yang diterapkan Singapura dalam kerjasama internasional terhadap kasus korupsi sangat maju dan berkembang dengan baik. Kerangka kerjasama sebagian besar didasarkan pada undang-undang dan bukan perjanjian, meskipun Singapura baru saja meratifikasi Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters, MACMA) antara negara-negara anggota ASEAN. Undang-Undang Ekstradisi (Extradition Act) dan MACMA keduanya merupakan peraturan perundang-undangan yang komprehensif. Semua bentuk utama bantuan tersedia di dalamnya, termasuk MLA dalam kaitannya dengan hasil kejahatan dan perintah penyitaan asing. Kerangka hukum ini juga tampaknya berfungsi dengan baik dalam prakteknya. Sepadan dengan perannya sebagai negara pusat moneter, Singapura cukup aktif menanggapi permohonan asing untuk melakukan bantuan timbal balik. Sebagai otoritas pusat (central authority) yang ditunjuk untuk menangani perihal ekstradisi dan bantuan timbal balik (mutual legal assistance, MLA), Divisi Peradilan Pidana pada Kejaksaan Agung Singapura (Attorney General‘s Chambers) memainkan peran penting dalam proses kerjasama. Kejaksaan Agung Singapura memiliki staf yang berkualifikasi di bidang kerjasama internasional. Keahlian dalam proses penyelidikan juga tersedia dengan melibatkan Biro Investigasi Praktek Korupsi Singapura (Corrupt Practices Investigation Bureau) dalam mengeksekusi permohonan-permohonan MLA terkait kasus korupsi. Prosedur Ekstradisi dan MLA

Kejaksaan Agung Singapura merupakan otoritas pusat Singapura yang mengangani ekstradisi dan permohonan MLA. Kejaksaan Agung Singapura berfungsi dalam:

1. Mempersiapkan permohonan (ekstradisi dan MLA) keluar, 2. Mengeksekusi permohonan (ekstradisi dan MLA) yang masuk dengan bantuan

lembaga-lembaga penegak hukum; dan 3. Memonitor kemajuan permohonan yang luar biasa.

Fungsi-fungsi di atas dilakukan terutama oleh Divisi Peradilan Pidana dari

Kejaksaan Agung Singapura. Menteri juga memainkan peran dalam kasus-kasus ekstradisi dan MLA. Kejaksaan Agung Singapura merancang ekstradisi keluar dan permohonan MLA. Dalam kasus korupsi, Kejaksaan Agung Singapura akan meninjau bukti yang dikumpulkan oleh Biro Investigasi Praktek Korupsi Singapura, yakni lembaga antikorupsi Singapura. Setelah permohonan disusun, akan diteruskan untuk ditandatangani Menteri (permohonan ekstradisi) atau instruksi (permohonan MLA). Jika Menteri memutuskan untuk menandatangani permohonan ekstradisi atau menginstruksikan Jaksa Agung untuk membuat permohonan MLA, maka Kejaksaan Agung Singapura akan membuat pengaturan untuk transmisi permohonan ke negara asing. Kejaksaan Agung Singapura kemudian akan memonitor status permohonan.

Page 25: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

24

Skema 1. Alur Permohonan MLA Keluar di Singapura

Skema 2. Alur Permohonan Ekstradisi Keluar di Singapura

Berbagai permohonan yang masuk ditangani dengan cara yang sama dengan di

atas. Keputusan untuk melanjutkan ekstradisi masuk atau permohonan MLA dibuat oleh Menteri. Setelah keputusan untuk melanjutkan dibuat, Kejaksaan Agung Singapura mengulas dan mengeksekusi permohonan tersebut dengan bantuan dari para penegak hukum yang relevan. Dalam kasus korupsi, kasus, Biro Investigasi Praktek Korupsi Singapura akan membantu pelaksanaan permohonan jika diperlukan.

Page 26: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

25

Skema 3. Alur Permohonan MLA M asuk di Singapura

Skema 4. Alur Permohonan MLA Masuk di Singapura

Seluruh permohonan masuk dirahasiakan. Kejaksaan Agung Singapura juga memonitor seluruh permohonan masuk luar biasa. Untuk membantu pelaksanaan tanggung jawabnya, petugas hukum di Kejaksaan Agung Singapura dibekali dengan pelatihan hukum. Seminar dan program pelatihan tentang kerjasama internasional disediakan kepada petugas Kejaksaan Agung Singapura, hakim dan lembaga penegak hukum.

Singapura juga membantu negara-negara asing dalam mempersiapkan

permohonannya. Divisi Peradilan Pidana pada Kejaksaan Agung Singapura memberikan saran umum dan khusus serta bantuan kepada negara-negara asing yang ingin mengajukan kerjasama kepada Singapura, misalnya dengan memeriksa rancangan permintaan dan menyediakan formulir standar untuk permintaan MLA.

Peraturan perundang-undangan Singapura berisi langkah-langkah untuk

menangani permintaan asing yang mendesak untuk melakukan kerjasama. Berdasarkan UU Ekstradisi, Hakim dapat menerbitkan surat perintah untuk

Page 27: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

26

menangkap (dalam sementara waktu) buronan yang sedang atau diduga berada di Singapura. Jika buronan diinginkan oleh negara-negara persemakmuran atau negara yang memiliki perjanjian ekstradisi bilateral dengan Singapura, surat perintah juga dapat dikeluarkan untuk menangkap sementara buronan yang ada dalam perjalanan menuju ke Singapura. Tidak ada ketentuan khusus yang menangani permohonan MLA mendesak. Dalam melaksanakan permohonan MLA, Singapura akan menyesuaikan dengan kapanpun waktu yang dipersyaratkan oleh negara yang mengajukan permohonan. Untuk permintaan yang cukup ketat terhadap waktu, kemungkinan mendapatkan kepastian tanggal persidangan atau membuat permohonan ke Pengadilan dalam waktu singkat. Hal ini telah dilakukan dalam kasus-kasus MLA yang melibatkan permohonan untuk pesanan produksi dan pengekangan dana. Singapura juga telah memproses permintaan MLA yang disampaikan melalui faksimili atau email melalui saluran biasa. Prosedur Pengembalian Hasil Korupsi

Berbagai lingkup hasil kejahatan dapat ditahan atau disita berdasarkan permintaan asing menurut Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters, termasuk hasil kejahatan langsung (pembayaran atau imbalan lain yang diterima sehubungan dengan pelanggaran asing) dan hasil tidak langsung (kekayaan yang berasal atau berwujud, langsung atau tidak langsung, dari ‘hasil kejahatan langsung’). Juga mencakup penyitaan nilai langsung atau tidak langsung hasil kejahatan. Pelanggaran asing yang meningkatkan hasil kejahatan harus terdiri dari aliran yang mana, jika hal itu terjadi di Singapura, akan menjadi pelanggaran yang tercantum pada Second Schedule dalam Corruption, Drug Trafficking and Other Serious Crimes Act (Confiscation of Benefits) yang mencakup korupsi dan pelanggaran terkait.

Status proses asing dapat mempengaruhi apakah Singapura dapat

mengeksekusi permintaan untuk penahanan atau penyitaan. Perintah penahanan tersedia jika proses peradilan sedang berjalan di negara yang meminta, dan permintaan penyitaan telah dibuat atau ada alasan yang kuat untuk bahwa permintaan akan dibuat. Perintah penahanan juga tersedia jika proses peradilan akan dilembagakan di negara yang meminta dan ada alasan yang kuat bahwa penyitaan mungkin akan diperintahkan dalam proses tersebut. Suatu negara asing dapat meminta Singapura untuk menegakkan perintah penyitaan asing yang dibuat dalam proses peradilan di negara itu. Namun demikian, tidak ada persyaratan bahwa seseorang akhirnya bisa diputuskan melanggar.

Perintah penyitaan asing yang diberlakukan di Singapura dilakukan melalui

pendaftaran langsung. Atas permohonan Kejaksaan Agung, pengadilan Singapura dapat mendaftarkan perintah penyitaan asing jika yakin bahwa perintah tersebut berlaku dan tidak akan dilakukan banding lebih lanjut, bahwa seseorang dipengaruhi oleh perintah yang muncul dalam proses asing atau diberi pemberitahuan dari proses, dan bahwa penegakan atas perintah tersebut tidak akan bertentangan dengan kepentingan keadilan. Sekali proses asing terdaftar, maka dapat berlaku di Singapura berdasarkan permohonan Kejaksaan Agung kepada pengadilan untuk melaksanakan kewenangannya dalam ketentuan Corruption, Drug Trafficking and Other Serious

Page 28: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

27

Crimes Act, yang mirip dengan ketentuan CDSA untuk menegakkan perintah penyitaan dalam negeri. Akan tetapi, perintah penahanan asing tidak dapat dilakukan melalui pendaftaran langsung, oleh karena itu perlu untuk memohonkan perintah pengadilan kedua di Singapura.

Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters juga berkaitan dengan

pembagian dan pemulangan dana ke negara asal (repatriasi). Pemerintah Singapura mungkin menyadari kekayaan yang disita dan mengembalikan dana kepada negara yang memohon bantuan tanpa syarat (dikurang biaya yang timbul selama pemulihan aset).

b. AUSTRALIA

Australia memiliki sebuah tatanan yang komprehensif untuk mencari dan

memperoleh ekstradisi dan MLA untuk tujuan investigasi dan penuntutan tindak kriminal, serta proses tindak pidana korupsi. Jaringan besar Australia dari ekstradisi bilateral dan perjanjian MLA dilengkapi dengan konvensi multilateral (misalnya Konvensi OECD, UNCAC dan UNTOC) dan pengaturan berbasis non-treaty seperti Skema London dan Skema Harare. Semua bentuk utama bantuan tersedia, termasuk MLA dalam kaitannya dengan hasil kejahatan dan penegakan atas perintah penahanan asing melalui pendaftaran langsung. Undang-undang ini juga memiliki keunggulan khusus untuk meningkatkan kerjasama, seperti mengurangi persyaratan pembuktian untuk ekstradisi ke negara-negara non-Persemakmuran, dan pendekatan diskresioner terhadap kriminalitas ganda untuk permintaan MLA. Untuk memastikan bahwa persidangan ekstradisi sidang berlangsung dengan cepat, UU Ekstradisi secara khusus melarang buronan untuk mengajukan bukti yang bertentangan dengan tuduhan pelanggaran yang dilakukannya.

Kejaksaan Agung Australia (Attorney-General‘s Department) merupakan

Otoritas Pusat untuk MLA dan Ekstradisi di Australia. Selain memproses permintaan masuk dan keluar, Otoritas Pusat Australia memainkan peran penting dalam memfasilitasi kerjasama internasional, seperti memberikan bantuan kepada pemerintah dalam dan luar negeri untuk mempersiapkan permintaan. Dukungan tambahan tersedia pada rincian dan halaman web Otoritas Pusat Australia yang informatif mengenai ekstradisi dan MLA. Polisi Federal Australia juga memiliki jaringan penghubung luas di luar negeri yang memberikan kerjasama tingkat polisi serta dukungan ekstradisi formal dan permintaan MLA.

Kerangka Hukum Ekstradisi, MLA dan Pengembalian Hasil Korupsi

MLA dalam bentuk surat rogatory dikirim ke Pengadilan Australia yang akan

dirujuk ke Kejaksaan Agung Australia untuk melakukan eksekusi. Permintaan keluar untuk MLA dapat dilakukan oleh Jaksa Agung berdasarkan Undang-Undang. Di bawah pengaturan administrasi dan delegasi berdasarkan Undang-Undang, Menteri Kehakiman atau delegasinya juga dapat mengajukan permintaan. Permintaan keluar untuk ekstradisi dapat dilakukan oleh Jaksa Agung atau Menteri Kehakiman, sementara permintaan penahanan sementara dapat dibuat oleh delegasinya.

Page 29: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

28

Permintaan dikirim melalui saluran diplomatik, meskipun perjanjian MLA menetapkan bahwa permintaan dapat dikirim langsung ke Otoritas Pusat.

Statistik menunjukkan bahwa Australia sangat aktif dalam memberi dan

mencari ekstradisi dan MLA. Dengan jumlah permintaan yang dibuat untuk MLA dan ekstradisi dengan Australia mengalami peningkatan dua kali lipat dari tahun 2001-2002 hingga 2005-2006. Mulai 1 Juli 2001 sampai 30 Juni 2006, Australia membuat 50 ekstradisi dan 702 permintaan MLA. Selama periode yang sama, Australia menerima 98 ekstradisi dan 934 permintaan MLA, dimana 14 ekstradisi dan 3 permintaan MLA ditolak (lihat gambar 1 dan 2). Dari 19 permintaan ekstradisi masuk dan keluar yang diberikan dalam 12 bulan (per 30 Juni 2005), tidak ada yang terlibat pelanggaran korupsi.

Gambar 2.1. Statistik Kasus Ekstradisi Australia 2001-2006

Gambar 2.2. Statistik Kasus Bantuan Timbal Balik Australia 2001-2006

Page 30: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

29

Prosedur Ekstradisi dan MLA Departemen Kejaksaan Agung Australia secara khusus bertanggung jawab

untuk kasus ekstradisi dan MLA. Peran Kejaksaan Agung juga dapat dilakukan oleh Menteri Kehakiman, berdasarkan section 19A of the Acts Interpretation Act 1901. Departemen Kejaksaan Agung Australia (Attorney-General‘s Department) merupakan Otoritas Pusat untuk MLA dan Ekstradisi di Australia.

Permintaaan Ekstradisi ke luar

Permintaan keluar untuk ekstradisi dapat dibuat oleh Jaksa Agung atau

Menteri Kehakiman, sementara permintaan penahanan sementara dapat dibuat oleh delegasi. Permintaan ekstradisi dikirim melalui saluran diplomatik, meskipun perjanjian MLA menetapkan bahwa permintaan dapat dikirim langsung ke Otoritas Pusat.

Skema 5. Alur Permohonan Ekstradisi Keluar di Australia

Permintaaan MLA ke luar

Permintaan MLA untuk keluar dapat dibuat oleh Jaksa Agung. Berdasarkan

aturan administratif dan delegasi yang diatur dalam undang-Undang, Menteri Kehakiman atau delegasi juga dapat membuat permintaan MLA. Kejaksaan Agung Australia bekerja dengan Direktur Kejaksaan Commonwealth dan pihak penegak hukum dalam mempersiapkan draf permintaan MLA atas pelanggaran Commonwealth. Permintaan MLA terkait dengan negara bagian dan teritori pelanggaran biasanya disusun oleh Kejaksaan Agung Australia dalam konsultasi dengan negara dan lembaga penegak hukum wilayah. Jaksa Agung atau Menteri Kehakiman (atau delegasi di Kejaksaan Agung Australia) bertanggung jawab untuk menentukan apakah permintaan MLA harus ditransmisikan negara asing. Permintaan ekstradisi ditransmisikan melalui saluran diplomatik, sementara permintaan MLA dapat dikirim langsung ke negara asing. Kejaksaan Agung Australia menjadi perantara langsung dengan otoritas pusat negara yang diminta atau melalui saluran diplomatik berkenaan dengan perkembangan permintaan yang luar biasa.

Page 31: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

30

Skema 6. Alur Permohonan MLA Keluar di Australia

Permintaan MLA yang masuk dikirim ke delegasi Jaksa Agung, setelah

Kantor Kejaksaan Agung Australia memeriksa permintaan untuk memastikan kesesuaiannya dengan the Mutual Assistance in Criminal Matters Act 1987 (MACMA) dan perjanjian yang relevan (jika ada). Jika bantuan yang diminta merupakan jenis yang harus disahkan berdasarkan Undang-Undang, Kejaksaan Agung Australia akan melengkapi permohonan untuk Jaksa Agung atau Menteri Kehakiman, baik dengan pada salah satu alasan yang diuraikan di atas. Jika permintaan disetujui, maka akan dieksekusi oleh penegak hukum yang relevan atau badan penuntutan. Merupakan suatu pelanggaran di bawah MACMA bagi seseorang untuk mengungkapkan keberadaan, isi atau status dari permintaan masuk tanpa persetujuan Jaksa Agung, kecuali pengungkapan diperlukan untuk pelaksanaan tugas orang-orang tersebut. Demikian pula, permintaan Australia untuk MLA umumnya tidak diungkapkan karena dibuat dalam proses penegakan hukum yang sedang berlangsung dan diperlakukan sebagai rahasia.

Skema 7. Alur Permohonan MLA Masuk di Australia

Permintaan ekstradisi masuk dikirim ke Jaksa Agung, setelah itu Departemen Jaksa Agung atau Menteri Kehakiman harus memutuskan apakah permintaan tersebut memenuhi persyaratan tertentu, seperti kriminalitas ganda dan tidak adanya keberatan-ekstradisi (misalnya double jeopardy, kejahatan politik). Jika persyaratan ini dipenuhi, Jaksa Agung atau Menteri Kehakiman menerbitkan pemberitahuan kepada seorang hakim bahwa permintaan ekstradisi telah diterima.

Page 32: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

31

Hakim memerintahkan bahwa orang yang dicari akan ditangkap dan dibawa ke pengadilan untuk sidang, di mana hakim akan menilai hal-hal seperti kecukupan dokumen dalam mendukung ekstradisi, dual kriminalitas dan adanya keberatan ekstradisi. Jika persyaratan ini terpenuhi, hakim akan memerintahkan orang yang dicari ditahan untuk menunggu penyerahan. Kasus ini kemudian kembali ke Jaksa Agung atau Menteri Kehakiman untuk memutuskan apakah akan menyerahkan orang yang dicari tersebut, dengan memperhatikan faltor-faktor seperti, antara lain, apakah ada keberatan ekstradisi.

Skema 8. Alur Permohonan Ekstradisi Masuk di Australia

Untuk mempercepat kerjasama, Undang-Undang Ekstradisi melakukan penangkapan sementara orang yang dicari sambil menunggu permintaan resmi ekstradisi. Sebaliknya, MACMA tidak membuat ketentuan khusus untuk permintaan MLA mendesak: permintaan mendesak, seperti yang biasanya, harus disampaikan secara tertulis. Namun, dalam prakteknya, permintaan dapat dikirim melalui email atau fax langsung ke Kejaksaan Agung Australia dalam kasus yang mendesak. Beberapa Perjanjian MLA bilateral Australia memungkinkan permintaan dibuat secara lisan dengan konfirmasi berikutnya secara tertulis. Undang-Undang Ekstradisi juga mengatur izin ekstradisi untuk dapat mempercepat proses ekstradisi. Setelah penangkapan, orang yang dicari dapat menghadap hakim dan mengizinkan pelepasan haknya untuk persidangan. Orang yang dicari tersebut kemudian ditahan untuk menunggu Keputusan Jaksa Agung atau Menteri Kehakiman apakah dia harus diserahkan kepada negara yang meminta. Ketentuan mengenai persetujuan ini tidak berlaku bagi orang yang telah ditangkap sementara namun Menteri belum mengeluarkan pemberitahuan penerimaan permintaan ekstradisi.

Berbagai langkah dalam proses ekstradisi dan MLA tunduk pada judicial review

atau banding. Terkait ekstradisi, orang yang dicari dapat melakukan judicial review terhadap keputusan Jaksa Agung atau Menteri Kehakiman dalam mengeluarkan pemberitahuan kepada seorang hakim bahwa permintaan telah diterima. Setelah hakim memerintahkan orang yang dicari untuk ditahan dalam penjara untuk menunggu penyerahan, orang tersebut dapat meminta pengadilan yang lebih tinggi untuk meninjau kembali keputusan hakim tersebut. Pada akhirnya, orang tersebut dapat menggunakan judicial review terhadap keputusan Jaksa Agung atau Menteri

Page 33: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

32

Kehakiman untuk penyerahan. Di bidang MLA, keputusan yang dibuat oleh Jaksa Agung dan Menteri Kehakiman juga dapat dikenakan judicial review.

Untuk lebih meningkatkan kerjasama internasional, Australia memiliki

jaringan penghubung yang luas. Selain penghubung dengan Otoritas Pusat asing untuk memantau permintaan yang luar biasa, Kejaksaan Agung Australia dapat membantu negara-negara asing dalam mempersiapkan ekstradisi dan permintaan MLA. Kejaksaan Agung Australia juga mengelola sebuah situs web dengan informasi lengkap tentang kerjasama internasional, termasuk penjelasan rinci tentang prosedur untuk mengeksekusi permintaan yang masuk dan keluar, statistik, link ke peraturan yang relevan dan perjanjian, dan daftar checklist untuk mempersiapkan permintaan MLA ke Australia. Kejaksaan Agung Australia juga menyediakan bantuan teknis dan peningkatan kapasitas untuk Negara-negara Asia Pasifik dan Tenggara di bidang kerjasama internasional dalam masalah pidana.

Prosedur Pengembalian Hasil Korupsi

MLA terhadap hasil korupsi disediakan terutama oleh MACMA, meskipun demikian Proceeds of Crime Act 2002 (POCA) mungkin juga diberlakukan. Berbagai bantuan tersedia, termasuk tracing, penahanan, dan penahanan hasil korupsi.

MACMA menyediakan beberapa instrumen khusus untuk melacak dan

mengidentifikasi hasil korupsi. Misalnya, negara-negara asing dapat meminta pesanan produksi untuk dokumen pelacakan properti yang memaksa orang (atau lembaga keuangan) untuk membuat dokumen yang relevan untuk mengidentifikasi, menemukan atau mengukur hasil pelanggaran asing serius. Untuk kejahatan yang diancam setidaknya tiga tahun penjara, pengadilan Australia dapat mengeluarkan perintah pengawasan yang memaksa suatu lembaga keuangan untuk memberikan informasi tentang transaksi yang dilakukan melalui akun tertentu selama periode tertentu. Sebuah negara asing juga dapat meminta jaminan untuk mencari dan menyita hasil-hasil korupsi, instrumen kejahatan, atau dokumen pelacakan properti yang patut diduga berada di Australia.

Terdapat dua metode untuk mengeksekusi permintaan asing untuk menahan

hasil kejahatan korupsi yang patut diduga berada di Australia. Sebuah perintah penahanan asing dapat didaftarkan langsung dengan pengadilan Australia, setelah perintah dapat diberlakukan di Australia seperti perintah pengadilan negeri. Metode ini tersedia jika permintaan luar negeri berkaitan dengan pelanggaran serius asing (yaitu, pelanggaran yang dihukum mati atau penjara paling sedikit 12 bulan). Selain itu, seseorang harus sudah dihukum di negara peminta untuk pelanggaran serius asing tersebut, kecuali negara yang meminta telah dibebaskan dari persyaratan ini dengan peraturan yang berlaku.

Permintaan asing untuk menahan hasil korupsi juga dapat dilakukan dengan

mendaftar pada pengadilan Australia untuk perintah penahanan. Sebuah perintah dapat dikeluarkan jika proses pidana telah dimulai, atau terdapat alasan yang kuat bahwa proses pidana akan dimulai, dalam meminta negara berkenaan dengan

Page 34: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

33

pelanggaran serius asing. Perintah juga mungkin diterbitkan jika proses penyitaan asing telah dimulai, atau ada alasan yang kuat bahwa mereka akan memulai, di negara yang meminta dan negara peminta telah ditetapkan dalam peraturan. Namun perintah ini merupakan langkah sementara saja, sampai perintah penahanan asing dapat diperoleh dan didaftarkan. Permintaan asing untuk penyerahan hasil korupsi atau untuk penerapan hukuman denda hanya dapat dilakukan melalui pendaftaran langsung dari permintaan asing.

Mengenai pembagian dan pemulangan hasil korupsi, MACMA menentukan

bahwa properti yang diperintahkan penyitaan asing dapat dibuang, atau ditangani, sesuai dengan arahan Jaksa Agung (atau Menteri Kehakiman). Ini memungkinkan Jaksa Agung atau Menteri Kehakiman untuk mengembalikan semua atau sebagian dari properti yang dihanguskan kepada negara yang meminta, tunduk pada perintah pengadilan dimana orang lain mengklaim atau memiliki kepentingan atas properti dan tidak terlibat dalam pelanggaran serius asing dalam hal perintah penyerahan asing dibuat.

Ketentuan ini tidak berlaku untuk perintah denda asing. Atau, Jaksa Agung atau

Menteri Kehakiman bisa memerintahkan bahwa properti dihanguskan atau pengumpulan denda yang dikreditkan ke Akun Aset Sitaan berdasarkan Proceeds of Crime Act (Undang-Undang Hasil Tindak Pidana). Undang-undang memungkinkan properti dibayarkan untuk pembagian yang adil, sehingga memungkinkan Australia untuk berbagi sebagian dari properti milik yang hangus atau denda yang dikumpulkan dengan negara asing. Properti dapat dibagi terutama di mana negara asing telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pemulihan properti, atau ke penyidikan atau penuntutan.

c. HONGKONG

Ekstradisi dan bantuan hukum timbal balik (MLA) di Hong Kong, Cina telah maju dan berkembang dengan baik. Hong Kong, Cina telah memiliki hubungan bilateral yang cukup luas terkait dengan ekstradisi dan bantuan hukum timbal balik. Keduanya telah diatur dengan undang-undang dan di diperkuat dengan perjanjian bilateral dengan beberapa negara lain. Selain itu negara-negara yang belum melakukan perjanjian bilateral dengan Hongkong juga dapat melakukan ekstradisi maupun bantuan timbal balik ini dengan berdasarkan Konvensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi (UNCAC).

Hong Kong, Cina cukup aktif dalam mencari dan memberikan bantuan

internasional. Unit MLA di Department of Justice (DOJ) dibentuk sebagai otoritas pusat dengan lima fungsi utama: mempersiapkan dan mengirim permintaan keluar, menerima dan memproses permintaan masuk, membantu pemerintah asing untuk mempersiapkan permintaan yang masuk, menjaga komunikasi dengan pihak berwenang asing, dan memberikan pelatihan kerjasama internasional untuk pejabat Hong Kong, Cina. Sampai saat ini Unit MLA telah memainkan peran yang baik dalam mengelola seluruh proses kegiatan MLA.

Page 35: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

34

Khusus pada proses ekstradisi dan MLA terkait dengan tindak pidana korupsi dapat dilakukan dengan melibatkan Independent Commission Against Corruption (ICAC). Sampai saat ini telah terjalin komunikasi yang berkesinambungan dengan otoritas pusat - otoritas pusat yang menangani Ekstradisi dan MLA di negara asing melalui otoritas pusat Hongkong, polisi dan Interpol baik pada hal-hal umum dan kasus-kasus tertentu.

Kerangka Hukum Ekstradisi dan Bantuan Hukum Timbal Balik

Ekstradisi atau yang dikenal dengan istilah Surrender of Fugitive Offenders (SFO) di Hong Kong, Cina diatur dengan Fugitive Offenders Ordinance (FOO), sedangkan Mutual Legal Assistance (MLA) dan pengembalian hasil tindak pidana diatur dengan Ordonansi Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance in Criminal Matters Ordonance/MLACMO). The FOO dan MLACMO berlaku untuk SFO dan MLA antara Hong Kong, Cina dan yurisdiksi negara lain. Untuk melakukan MLA (termasuk MLA dalam kaitannya dengan hasil korupsi), MLACMO dapat diterapkan dengan atau tanpa adanya perjanjian bilateral dengan negara peminta. Apabila negara peminta tidak memiliki perjanjian bilateral dengan Hongkong, Cina, maka konsekuensinya adalah negara tersebut memberikan jaminan timbal balik atas bantuan yang diberikan. Hal tersebut tidak dapat dilakukan dalam ekstradisi. Ekstradisi hanya dapat dilakukan bila ada perjanjian bilateral antara kedua negara, tanpa kesepakatan, ekstradisi tidak dapat dilakukan.

Hongkong, Cina telah melakukan perjanjian bilateral MLA dengan 27 negara

yaitu : Australia, Belgia, Kanada, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, India, Indonesia, Irlandia, Italia, Israel, Jepang, Korea, Malaysia, Belanda, New Zealand, Polandia, Portugal, Singapura, Swiss, Inggris, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Filipina, Srilanka, Ukraina. Selain itu, Hong Kong, Cina memiliki perjanjian bilateral dalam rangka SFO dengan 17 negara yaitu : Australia, India, Indonesia, Korea, Malaysia, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Kanada, Belanda, Selandia Baru; Portugal, Inggris, Jerman, Irlandia, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat.

Pada bulan Februari 2006 Cina telah menyatakan bahwa UNCAC (Termasuk

ketentuan mengenai ekstradisi dan bantuan timbal balik yang ada didalamnya) diberlakukan di Hong Kong, Cina. Pada bulan September 2007, peraturan perundang-undangan yang relevan untuk melakukan ekstradisi dan bantuan timbal balik untuk memenuhi Konvensi UNCAC telah dibuat. Ketentuan ekstradisi mulai beroperasi pada tanggal 21 Desember 2007 dan ketentuan bantuan timbal balik mulai beroperasi segera sesudahnya.

Ketentuan FOO dan MLACMO mencakup pengaturan-pengaturan yang sangat

maju tentang peraturan kerjasama internasional, seperti ketentuan rinci tentang alasan untuk menolak kerjasama, prosedur untuk melaksanakan permintaan, dan jenis bantuan yang tersedia, termasuk permintaan pengambilan bukti dengan video conference dan bukti hasil produksi. The MLACMO juga berisi ketentuan rinci untuk melakukan MLA terkait dengan hasil kejahatan, termasuk persyaratan dan tata cara mengeksekusi permintaan asing untuk menahan atau menyita hasil kejahatan.

Page 36: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

35

Prosedur Ekstradisi dan Bantuan Hukum Timbal Balik

Permintaan MLA dan Ekstradisi keluar disusun oleh Unit khusus MLA di Departemen Kehakiman. Dalam kasus-kasus korupsi, Unit akan melakukan konsultasi dengan petugas dari Komisi Independen Anti Korupsi (ICAC), lembaga penegak hukum anti korupsi di wilayah, dan jaksa yang terlibat dalam kasus tersebut. The MLACMO memberi kewenangan Sekretaris Keadilan untuk langsung mengirim permintaan MLA ke negara-negara asing. Permintaan SFO juga dapat dikirim langsung ke luar negeri sesuai dengan ketentuan perjanjian bilateral.

Skema 1. Alur Permohonan MLA keluar

Skema 2. Alur Permohonan Ekstradisi keluar

Semua permintaan masuk MLA dapat dilakukan secara langsung ke Sekretaris

Keadilan di Departemen Kehakiman. Sekretaris juga menyiapkan dan mengirimkan permintaan keluar MLA. Surat permintaan rogatory (Surat antara hakim/antar pengadilan) yang masuk dapat dikirimkan kepada Sekretaris Kepala Bidang Administrasi. Permintaan untuk SFO harus dikirimkan kepada Sekretaris Keadilan melalui konsuler atau saluran diplomatik atau saluran lain yang disetujui oleh pemerintah Cina. Para pihak dalam perjanjian bilateral juga menunjuk saluran tertentu untuk operasionalisasi.

Page 37: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

36

Skema 3. Alur Permohonan MLA masuk

Skema 4. Alur Permohonan Ekstradisi masuk

Langkah-langkah khusus untuk menangani permintaan mendesak juga telah

disediakan oleh Hong Kong, Cina. Permintaan masuk yang mendesak untuk penahanan sementara dapat disampaikan langsung ke Unit MLA di DOJ atau melalui Interpol. Untuk MLA, perjanjian bilateral tertentu memungkinkan permintaan mendesak untuk dikirim ke Unit MLA secara elektronik atau dengan fax. Dimungkinkan juga melakukan permintaan secara lisan dengan mengirimkan konfirmasi secara tertulis dalam waktu 10 hari. Hong Kong, Cina dapat menerima permintaan mendesak MLA secara lisan berdasarkan UNCAC dengan menyusulkan konfirmasi secara tertulis.

Pengaturan tertentu yang dapat mempercepat proses Ekstradisi juga diatur

dalam FOO, seperti persetujuan penyerahan terbatas. Seorang buronan dapat menghadap ke pengadilan setelah penangkapannya dan setuju untuk melepaskan haknya untuk melakukan sidang di pengadilan. Buronan tersebut kemudian berkomitmen untuk menunggu Kepala Pemerintahan memutuskan apakah akan

Page 38: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

37

menyerahkannya ke negara yang meminta. The FOO juga menetapkan batas waktu untuk langkah-langkah tertentu dalam proses Ekstradisi. Seorang hanya memiliki 15 hari untuk mengajukan banding. Kepala Pemerintahan harus memerintahkan untuk menyerahkan buronan tersebut dalam waktu dua bulan dari ketika ia memiliki kekuatan untuk melakukannya (misalnya, ketika keputusan pengadilan telah final), jika tidak, buronan tersebut dapat mengajukan permohonan pembebasan kepada pengadilan. Apabila perintah penyerahan telah dikeluarkan, maka buronan tersebut harus diserahkan dalam waktu satu bulan.

Prosedur Banding pada kasus ekstradisi juga telah disediakan di dalam FOO.

Seorang buronan dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Tingkat Pertama, dan Pengadilan dapat menerima bukti tambahan pada pengadilan banding terkait dengan pembatasan hukum pada penyerahan buronan. Negara juga dapat mengajukan banding atas keputusan pengadilan yang melepaskan seorang buronan.

Statistik yang ada menunjukkan bahwa Hong Kong, Cina memproses sekitar

80-120 permintaan MLA dan 20-35 permintaan SFO setiap tahunnya. Sebagian diantaranya adalah kasus-kasus yang terkait dengan tindak pidana korupsi. Secara umum, buronan yang tidak sedang menjalani proses peradilan dapat diproses dalam waktu dua bulan. Pada kasus yang sedang disidangkan dapat memakan waktu 1-3 tahun (hingga 5 tahun dalam kasus yang jarang terjadi) sampai dengan dilakukannya ekstradisi. Tidak ada informasi statistik mengenai berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengeksekusi permintaan MLA, meskipun permintaan rutin biasanya dapat ditangani dalam waktu tiga sampai empat bulan. Sementara permintaan yang mendesak dapat dipercepat sesuai dengan kebutuhannya.

Pengembalian Hasil Tindak Pidana

Definisi umum tentang “hasil” yang dapat dikenakan pembatasan atau perampasan telah diatur di dalam MLACMO. Definisi ini mencakup hasil langsung (Pembayaran atau imbalan lain yang diterima sehubungan dengan tindak kejahatan) dan hasil tidak langsung (kekayaan yang berasal atau dihasilkan, baik secara langsung atau tidak langsung, dari Hasil tindak pidana). Termasuk juga didalamnya adalah penyitaan properti yang setara dengan nilai, dan penyitaan untuk menghalangi seseorang dari keuntungan yang akan didapatnya berupa uang yang diperoleh dari kegiatan yang terkait dengan tindak pidana. Hasil tersebut harus memiliki kaitan dengan tindak pidana yang dapat dihukum di negara peminta dengan hukuman mati atau penjara paling singkat 24 bulan.

Status proses persidangan di negara asing dapat mempengaruhi apakah Hong

Kong, Cina, dapat mengeksekusi suatu permohonan penahanan atau penyitaan. Perintah penahanan dapat dilakukan jika proses persidangan telah dimulai dan sedang berlangsung di negara yang meminta, dan apabila perintah penyitaan telah dibuat atau ada alasan yang masuk akal untuk dapat dipercaya bahwa perintah tersebut akan dibuat. Perintah penahanan juga diterbitkan jika proses persidangan akan dilangsungkan di negara yang meminta dan perintah penyitaan akan diterbitkan di dalam proses persidangan. Permintaan penyitaan dapat dieksekusi hanya jika

Page 39: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

38

pengadilan di negara yang meminta telah memerintahkan penyitaan yang tidak dapat dibanding. Tidak ada persyaratan bahwa terdakwa tersebut pada akhirnya diputuskan melakukan tindak pidana.

Perintah penyitaan negara asing dapat dimintakan melalui pendaftaran

langsung di Hong Kong, Cina. Permintaan dari luar negeri dapat langsung didaftarkan ke pengadilan di Hong Kong, Cina, yang akan menjadikan permintaan penyitaan berlaku di Hong Kong, Cina seperti perintah pengadilan negeri. Jadi tidak perlu mengajukan pengadilan kedua di Hong Kong, Cina.

Undang-undang MLACMO juga mengatur pembagian dan repatriasi dana.

Undang-undang memungkinkan Sekretaris Keadilan untuk melikuidasi properti yang telah disita. Sekretaris dapat memutuskan bahwa semua atau sebagian properti yang disita (dan hasil dari likuidasi tersebut) diberikan kepada pemerintah dari negara yang meminta atau “prescribed place”. (prescribed place adalah tempat di luar Hong Kong kemana atau dari mana MLA diberikan atau diperoleh sesuai dengan aturan yang ditentukan). Biaya yang secara wajar terjadi selama pemulihan aset juga dapat dikeluarkan.

UNCAC membatasi diskresi yang dimiliki Sekretaris Keadilan dalam hal

pembagian aset yang disita sesuai dengan permintaan yang dibuat berdasarkan Konvensi. Khusus dalam hal penggelapan dana publik (termasuk penggelapan dana yang telah dicuci) harus dikembalikan ke Negara Pihak yang meminta. Untuk tindak pidana lain yang dicakup oleh Konvensi, aset yang disita juga harus kembali ke Negara Pihak yang meminta yang telah menetapkan dengan jelas dasar kepemilikan properti tersebut, atau jika Hong Kong, Cina mengakui kerusakan yang terjadi pada Pihak Negara yang meminta sebagai dasar untuk mengembalikan kekayaan yang disita. Dalam semua kasus lain, Hong Kong, Cina diharap memberikan prioritas pertimbangan untuk mengembalikan kekayaan yang dirampas kepada Negara yang meminta, mengembalikan properti kepada pemiliknya yang sah atau untuk memberikan kompensasi bagi korban kejahatan.

Page 40: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

39

Bab III

Praktek Pelaksanaan Bantuan Timbal Balik

dalam Masalah Pidana di Indonesia - Kondisi

Saat Ini dan Tantangan ke Depan

Page 41: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

40

III. Praktek Pelaksanaan Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana di Indonesia - Kondisi Saat Ini dan Tantangan ke Depan

A. Dasar Pelaksanaan

Terkait kerjasama Pemerintah Indonesia dalam kerangka bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana yang dilaksanakan berdasarkan UU No. 1 Tahun 2006 (UU MLA) dan pelaksanaan ketentuan beberapa konvensi terkait (UNCAC, UNTOC, OECD, dan lain-lain). Dalam hal ini Pemerintah Indonesia juga telah menandatangani beberapa perjanjian bilateral maupun multilateral mengenai kerjasama MLA antara lain dengan:

1. ASEAN Declaration on Transnational Crimes pada tanggal 20 Desember 1997,

yang meliputi kerjasama penanganan kerjasama regional terhadap kejahatan transnasional, antara lain seperti terorisme, perdagangan narkotika, perdagangan dan penyelundupan senjata, pencucian uang, perdagangan orang, kejahatan lingkungan, migrasi ilegal, dan lain-lain;

2. Perjanjian dengan Pemerintah Australia melalui UU No. 1 Tahun 1999 tentang Pengesahan perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia mengenai bantuan timbal balik dalam masalah pidana (treaty between the republic of Indonesia and Australia on mutual assistance in criminal matters);

3. Perjanjian Pemerintah RI dan RRC melalui UU No. 8 Tahun 2006 tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Cina mengenai bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana (treaty between the republic of indonesia and the people's republic of china on mutual legal assistance in criminal matters);

4. Perjanjian kerjasama antar negara ASEAN (ASEAN MLA Treaty) melalui UU No. 15/2008 tentang Pengesahan Perjanjian tentang bantuan timbal balik dalam masalah pidana (Treaty on mutual legal assistance in criminal matters) - Pemerintah Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam yang ditandatangani pada tanggal 29 November 2004 di Kuala Lumpur, Malaysia;

5. Perjanjian Pemerintah RI dan RRC-Hong Kong melalui UU No. 3 Tahun 2012 tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah Administrasi Khusus Hong Kong Republik Rakyat Cina tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana (agreement between the government of the republic of Indonesia and the government of the hong kong special administrative region of the people's republic of china concerning mutual legal assistance in criminal matters);

Page 42: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

41

6. Beberapa perjanjian antara Pemerintah Indonesia antara lain dengan Pemerintah Korea Selatan (proses penandatanganan sudah dilakukan namun belum diratifikasi), Pemerintah India (masih dalam proses ratifikasi), Pemerintah Uni Emirat Arab (dalam proses penandatangan), Pemerintah Vietnam (dalam proses penandatanganan), Pemerintah Brazil (dalam proses negosiasi);

7. Beberapa perjanjian kerjasama antara lembaga penegak hukum, seperti lembaga Kejaksaan, Financial Intellegence Unit, Kepolisian, dan KPK. Sedangkan terkait kerjasama dalam rangka ekstradisi, Pemerintah Indonesia

telah melaksanakan perjanjian antara lain dengan: 1. Pemerintah Kerajaan Malaysia (Treaty between RI and the Government

Chambers of Malaysia relating to Extradition) pada tanggal 7 Juni 1974; 2. Pemerintah Republik Philipina (Extradition Treaty between RI and the Republic

of Philippines) pada tanggal 10 February 1976; 3. Pemerintah Kerajaan Thailand (Treaty between RI and the Kingdom of Thailand

relating to Extradition) pada tanggal 29 Juni 1976; 4. Pemerintah Australia (Extradition Treaty between RI and Australia) pada

tanggal 22 April 1992; 5. Pemerintah Republik Korea (Extradition Treaty between RI and the Republic of

Korea) pada tanggal 28 November 2000.

B. Peran Lembaga Penegak Hukum dalam Pelaksanaan Kerjasama MLA (dan Ekstradisi)

1. Kepolisian Republik Indonesia

Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana (MLA) oleh Kepolisian RI dilaksanakan berdasarkan kerjasama bilateral, regional dan multilateral dengan beberapa dasar hukum peraturan perundang-undangan. Dalam prakteknya, pelaksanaan MLA diselenggarakan melalui beberapa jalur, seperti (i) saluran Diplomatik, (ii) antar Otoritas Pusat (Central of Authority), (iii) saluran Interpol dan (iv) antar Institusi Penegak Hukum (Law Enforcement Agency). Dasar pelaksanaan kerjasama lainnya adalah beberapa Memorandum of Understanding (MoU) antara Kepolisian dengan Pemerintah negara lain seperti9:

a. Wilayah Asia: Kepolisian Korea Selatan, Kepolisian Vietnam, Kepolisian Philipina,

Kepolisian RRC; b. Wilayah Australia-Pasifik: Kepolisian Australia dan Kepolisian Selandia Baru; c. Wilayah Amerika: Kepolisian Amerika Serikat;

9 http://www.interpol.go.id/id/uu-dan-hukum/mou, akses tanggal 4 Juni 2013.

Page 43: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

42

d. Wilayah Eropa: Kepolisian Inggris, Kepolisian Irlandia Utara, Kepolisian Romania, Kepolisian Polandia dan Kepolisian Belanda;

Kedudukan Divhubinter Polri merupakan unsur pengawas dan pembantu

pimpinan di bidang hubungan internasional yang berada di bawah Kapolri. Divhubinter Polri bertugas menyelenggarakan kegiatan National Central Bureau (NCB)-INTERPOL dalam upaya penanggulangan kejahatan internasional/ transnasional, mengemban tugas misi internasional dalam misi perdamaian dan kemanusiaan, pengembangan kemampuan sumber daya manusia (capacity building) serta turut membantu pelaksanaan perlindungan hukum terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri.10 Dalam melaksanakan tugasnya tersebut di atas, Divhubinter Polri menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

1. Perencanaan dan pembinaan kegiatan administrasi personel dan logistik,

ketatausahaan dan urusan dalam, pelayanan keuangan, serta pengkajian strategis Divhubinter Polri dalam kerangka kerjasama internasional;

2. Penyiapan administrasi perjalanan dinas personel Polri ke luar negeri dan pelaksanaan koordinasi protokoler rangkaian kegiatan kunjungan dinas tamu VVIP dan anggota organisasi internasional;

3. Pelaksanaan kerjasama lintas sektoral dalam rangka penanggulangan kejahatan Internasional/transnasional, pertukaran informasi intelijen kriminal, pelayanan umum internasional (International Public Service), bantuan teknis dan taktis investigasi yang berkaitan dengan Ekstradisi dan Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana (MLA);

4. Pertukaran informasi tentang kejahatan internasional/transnasional dan informasi lainnya berkaitan dengan international event dan kerjasama internasional melalui system jaringan komunikasi INTERPOL, ASEANAPOL, UNDPKO (United Nation Department of Peacekeeping Operations) dan system teknologi informasi lainnya;

5. Pelaksanaan koordinasi dengan pihak terkait dan memfasilitasi personel Polri yang dipersiapkan untuk melaksanakan tugas misi perdamaian dan kemanusiaan;

6. Pelaksanaan koordinasi dengan pihak terkait khususnya pihak kepolisian Negara akreditasi dan organisasi resmi internasional (PBB, ICPO-INTERPOL) serta organisasi internasional lainnya yang diakui dalam rangka pengembangan sumber daya manusia dan sarana prasarana Polri;

7. Pelaksanaan dan pembinaan Atase Polri, Senior Liaison Officer (SLO), Staf Teknis Polri, dan Liaison Officer (LO) serta personel Polri yang bertugas di luar negeri, organisasi internasional dan kantor kepolisian di Negara akreditasi;

8. Pelaksanaan koordinasi dengan Atase Kepolisian negara lain atau LO/penegak hukum negara lain di Indonesia serta melakukan koordinasi dan komunikasi dengan instansi terkait dalam rangka pengamanan dan penegakan hukum di perbatasan;

9. Pelaksanaan hubungan kerjasama internasional di luar negeri yang meliputi kerjasama di bidang kepolisian, penegakan hukum dan perlindungan WNI di luar negeri;

10

http://www.interpol.go.id/id/tentang-kami/tugas-dan-fungsi, akses tanggal 4 Juni 2013.

Page 44: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

43

Kondisi pada saat ini terkait kejahatan transnasional, yang melewati batas-batas negara, pada akhirnya membutuhkan kerjasama dari negara-negara yang terkait dalam proses penegakan hukumnya. Dalam hal ini, bantuan hukum timbal balik menjadi proses kerjasama yang penting dalam upaya penegakan hukum tidak terkecuali pelaksanaannya melalui Kepolisian RI. Jalur Interpol yang dipergunakan melalui lembaga Kepolisian akan saling berkoneksi melalui focal point/Kepolisian negara masing-masing. Sebagaimana ketentuan dalam UU No. 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana. Di dalam pasal 3 mengenai lingkup bantuan timbal balik yang dapat diberikan oleh aparat penegak hukum, memberikan dasar kewenangan seperti misalnya membantu proses pencarian pelaku atau tersangka. Apabila Kepolisian RI telah mengetahui identitas pelaku, melalui jalur Interpol, buronan internasional (tersangka WNI maupun WNA) dapat dimasukkan dalam kategori “Red Notice” atau permintaan penangkapan terhadap seseorang yang ditetapkan sebagai buron. Penyampaian identitas buronan dikirimkan ke Kantor Pusat Interpol di Lyon, Perancis dan dalam jangka waktu beberapa hari Red Notice tersebut akan dikirimkan ke 188 negara anggota Interpol dan dapat diakses di situs National Central Bureau International Police (NCB Interpol) Indonesia. Penerbitan Red Notice, di beberapa negara tidak otomatis akan menangkap tersangka buron, terkecuali negara yang meminta telah memiliki perjanjian ekstradisi. Sebagai contoh, Pemerintah Australia - Divisi Kerjasama Kejahatan Internasional Kementerian Kehakiman Australia sebagaimana tercantum dalam Fact Sheet 5—Extradition and Provisional Arrest 11 menyebutkan bahwa:

“For the purpose of extradition, Australia does not arrest a person on the basis of receiving a Red Notice. Generally, Australian law enforcement officers can only arrest a person for an offence against Australian law. Their arrest powers do not enable them to act on an Interpol Red Notice. The Extradition Act sets out procedures for obtaining an arrest warrant from an Australian magistrate to arrest a person at the request of a foreign country with which Australia has an extradition relationship”. Penemuan tersangka oleh Pemerintah Australia harus diproses melalui

pengajuan permohonan sementara (provisional arrest) kepada Kementerian Kehakiman Australia. Pengajuan tersebut dilakukan melalui Kementerian Hukum dan HAM (sebagai Otoritas Pusat) dan pengajuan dokumen tersebut harus sesuai dengan kebutuhan administratif yang dipersyaratkan oleh Kementerian Kehakiman Australia dalam proses bantuan timbal balik dalam masalah pidana.

Dalam diskusi koordinasi yang dilaksanakan di Bappenas, kinerja Kepolisian

dalam proses MLA, antara lain mempergunakan jaringan agency to agency yang membutuhkan peningkatan kapasitas sumberdaya, dukungan instansi penegak hukum dan instansi terkait lainnya dalam proses penegakan hukum dan dukungan finansial. Terhadap dukungan finansial, menurut informasi di Polri tidak mengalokasikan anggaran khusus untuk kerjasama dalam proses MLA baik

11http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4ffae8265d21c/proses-pencarian-pelaku-kejahatan-

transnasional-melalui-interpol, “Proses Pencarian Pelaku Kejahatan Transnasional melalui Interpol”, akses 4 Juni 2013.

Page 45: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

44

dilaksanakan dalam mekanisme agency to agency maupun kerjasama yang dilaksanakan melalui koordinasi oleh Otoritas Pusat.12

2. Kejaksaan RI Terkait pelaksanaan kerjasama internasional dan MLA, di lingkungan

Kejaksaan RI, dilakukan oleh Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri, di bawah kewenangan Jaksa Agung Pembinaan (Jambin) - berdasarkan Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI dan Peraturan Jaksa Agung RI No. PER-009/A/JA/01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksanaan Republik Indonesia. Secara teknis, pelaksanaan kerjasama dilakukan oleh Bagian Kerjasama Luar Negeri.

Secara umum, terdapat 3 (tiga) bentuk kerjasama internasional di bidang

hukum pidana, (i) Ekstradisi; (ii) Transfer of Sentenced Person (iii) Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana, menyangkut tindakan-tindakan hukum dalam proses penyelidikan, penuntutan dan persidangan di sidang pengadilan serta perampasan hasil kejahatan.

Sebagai landasan kerjasama internasional, Kejaksaan telah menjalin hubungan

antar insitusi antara lain:13

a. Perjanjian antara Kejaksaan RI dan Kejaksaan Malaysia dalam bidang kerjasama hukum (Agreement between the Attorney General’s Office of the Republic of Indonesia and the Attorney General’s Chambers of Malaysia on Legal Cooperation Activities) pada tanggal 2 April 2012;

b. Nota Kesepahaman dalam bidang kerjasama antara Kejaksaan RI dan Kejaksaan Republik Korea (MoU between the Attorney General’s Office of the Republic of Indonesia and the Attorney General’s Office of the Republic of Korea on Cooperation Activities) pada tanggal 1 Juli 2011;

c. Nota Kesepahaman dalam bidang kerjasama antara Kejaksaan RI dan Kejaksaan Republik Agung Federasi Rusia (MoU between the Attorney General’s Office of the Republic of Indonesia and the Office of the Prosecutor General of the Russian Federation on Cooperation Activities) di Moskow, pada tanggal 1 Desember 2006;

12

Paparan “Quo Vadis Kerjasama MLA”, disampaikan dalam rapat “Koordinasi Perencanaan dan Penganggaran Otoritas Pusat dalam rangka Bantuan Timbal Balik, Ruang Rapat SG-5, Bappenas, 27 Mei 2013, disampaikan oleh Bapak Dadang Sutrasno, Kasubbag BankuminterSet NCB-INTERPOL Indonesia, Divhubinter Polri. 13

“Himpunan Perjanjian Ekstradisi, Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Pemerintah RI dengan Negara-negara Sahabat, dan Kerjasama di bidang Hukum antara Kejaksaan RI dengan Kejaksaan Negara-negara Sahabat”, penerbit Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri, Kejaksaan Agung, Tahun 2012.

Page 46: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

45

d. Komunikasi Bersama (Joint Communique) antara Pemerintah RI dengan the United Nations Transnational Administration in East Timor (UNTAET) di Dilli pada tanggal 29 Februari 2000;

e. Komunikasi Bersama (Joint Communique) for Cooperation in Legal Field between the Attorney General of Indonesia and Head of the Supreme Precuratorate of the Sosialist Republic of Vietnam di Jakarta pada tanggal 23 Juli 1996;

f. Surat Perjanjian Pelaksanaan Program Regional di Peradilan Pidana dengan UNODC (Letter of Agreement between the Relevant Authority of the Republic of Indonesia and the UNODC on the Implementation of the Regional Programme on Criminal Justice “towards Asian Just”), ditandatangani oleh Kepala Biro Hukum Kejaksaan Agung dengan perwakilan Regional Centre for East Asia and Pacific pada tanggal 12 Oktober 2010.

g. Rencana Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Papua New Guinea (PNG) melalui kementerian hukum masing-masing telah sepakat untuk melakukan kerjasama di bidang ekstradisi. 14 Salah satu yang menjadi incaran Pemerintah Indonesia yakni terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra. Konglomerat tersebut telah mengganti status menjadi warga negara PNG setelah kabur dari Indonesia pada tahun 2009. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Amir Syamsuddin mengatakan bahwa perjanjian ekstradisi akan memudahkan proses pemulangan tersangka atau terpidana dari PNG ke Indonesia. Setelah diratifikasi, maka perjanjian itu sah digunakan untuk melakukan proses ekstradisi. Menurut Basrief Arief (Jaksa Agung), nota kesepahaman terkait perjanjian ekstradisi dengan PNG, akan memudahkan upaya pemulangan terpidana seperti Djoko Chandra, pihaknya akan menyiapkan tim khusus untuk memulangkan Djoko Chandra. Selama ini upaya pemulangan Djoko Chandra terkendala karena Indonesia tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan PNG“. Djoko Chandra telah dijatuhi vonis bersalah oleh Mahkamah Agung pada tahun 2009. Bos Grup Mulia itu dijatuhi hukuman dua tahun penjara serta denda Rp. 15 juta. Ia juga diwajibkan menyerahkan uang pengganti senilai Rp. 546 miliar untuk menutupi kerugian keuangan negara.

Sebagai tambahan, Kejaksaan Agung telah menandatangani deklarasi bersama (Joint Declaration) antara lain dengan:15

1. Declaration of Asia-Europe Meeting (ASEM) Prosecutors-General Conference,

Shenzen, China, tanggal 12 Desember 2005; 2. Joint Statement on the 3rd ASEAN-China Prosecutors-General Conference,

Jakarta, 1 Agustus 2006; 3. Joint Declaration of the 5th China-ASEAN Prosecutors-General Conference, 11-13

November 2008;

14

http://www.kejaksaan.go.id/berita.php?idu=0&idsu=0&id=7741, “Djoko Tjandra Akan Diektradisi dari PNG” berita tanggal 18 Juni 2013. 15

Idem.

Page 47: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

46

4. Joint Declaration of the 6th China-ASEAN Prosecutors-General Conference, Hanoi, 25 November 2009. Kedudukan dan fungsi Kejaksaan dalam pelaksanaan MLA antara lain adalah (i)

UU 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, dimana Kejaksaan merupakan lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang; (ii) Kewenangan penuntutan dan kewenangan lain berdasarkan UU No. 1 Tahun 2006 tentang MLA. Kejaksaan dalam proses MLA baik dalam hal permintaan bantuan Indonesia ke negara asing, maupun proses permintaan negara lain kepada Pemerintah Indonesia, yaitu:

Tabel 3.1

Tahapan Proses Lembaga Kejaksaan atas Permintaan Bantuan Indonesia ke Negara Lain dan Proses Permintaan Negara Lain kepada Pemerintah

Indonesia16

Tahapan Proses Permintaan Bantuan Indonesia ke Negara Lain

Tahapan Proses Permintaan Negara Lain kepada Pemerintah Indonesia

1. Jaksa Agung dapat mengajukan permohonan bantuan melalui Menteri –Pasal 9 ayat (2);

2. Memberikan informasi kepada Menteri dalam permohonan bantuan mencari atau mengidentifikasi orang yang diduga ada hubungan dengan suatu perkara yang sedang dalam Dik, Tut atau Sidang; b.yang dapat memberikan pernyataan atau bantuan lain terkait Dik, Tut atau Sidang). – (Pasal 11);

3. Memberikan informasi terkait alat bukti yang diperlukan dalam rangka suatu Dik, Tut atau Sidang; mengambil pernyataan di Negara Asing atau menerima penyerahan Dokumen atau alat bukti lain yang berada di negara asing. – (Pasal 12)

4. Melakukan pemeriksaan silang melalui pertemuan langsung atau dengan bantuan telekonferensi atau tayangan langsung melalui sarana komunikasi atau sarana elektronik lainnya, baik dalam tahap Dik, Tut atau Sidang dengan: a. penyidik, PU atau Hakim; atau b.tersangka, terdakwa, atau kuasa hukumnya (Pasal 13)

1. Jaksa Agung menindaklanjuti permintaan bantuan dari Negara peminta yang telah dinyatakan memenuhi persyaratan oleh Menteri, lalu menyerahkan hasil dari pelaksanaan permintaan bantuan kepada Menteri. – (Pasal 32 ayat (3) dan (4));

2. Bila permintaan bantuan disetujui dan Negara peminta meminta Salinan dokumen dilegalisasi, maka Menteri meminta pejabat berwenang melegalisasi dan menyerahkannya kembali kepada Menteri. –(Pasal 32 ayat (5));

3. Memberikan pertimbangan hukum dalam hal permintaan bantuan dari Negara peminta adalah untuk tujuan penggeledahan dan sita barang, benda atau harta kekayaan dan menindaklanjutinya dengan mengajukan permohonan Surat Izin Penggeledahan dan Penyitaan kepada Ketua PN setempat.-- (Pasal 41);

4. Melaksanakan sita atau geledah berdasarkan Surat Izin Pengadilan.—(Pasal 44);

5. Menyerahkan barang atau benda sitaan kepada Rupbasan. –(Pasal 45);

16

UU No. 1 Tahun 2006 dan Paparan “Peran Kejaksaan dalam Proses MLA”, disampaikan dalam rapat “Koordinasi Perencanaan dan Penganggaran Otoritas Pusat dalam rangka Bantuan Timbal Balik, Ruang Rapat SG-5, Bappenas, 27 Mei 2013, disampaikan oleh Ibu Mahayu, Sub bagian MLA & ekstradisi, Biro hukum dan hubungan luar negeri, Kejaksaan agung republik Indonesia.

Page 48: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

47

Tahapan Proses Permintaan Bantuan Indonesia ke Negara Lain

Tahapan Proses Permintaan Negara Lain kepada Pemerintah Indonesia

5. Menghadirkan orang di Indonesia untuk memberikan keterangan, dokumen, alat bukti lainnya, atau memberikan Bantuan lain dalam Dik, Tut dan Sidang pengadilan, serta menempatkan orang tsb dalam tahanan sementara selama berada di Indonesia – (Pasal 15).

6. Memberikan informasi terkait bukti permulaan yang cukup untuk pengajuan permintaan bantuan kepada negara asing untuk mengeluarkan surat perintah blokir, geledah, sita atau lainnya yang diperlukan sesuai UU yang terkait dengan pemeriksaan perkara tindak pidana di Indonesia. (Pasal 19 – Pasal 20)

7. Memberikan informasi tentang Surat yang diperlukan dalam hal permohonan bantuan penyampaian surat. (Pasal 21)

8. Jaksa Agung dapat mengajukan permohonan bantuan menindaklanjuti putusan pengadilan melalui Menteri i.e: Put sita eksekutorial, pidana denda atau bayar UP.(Pasal 22)

6. Menyampaikan perkembangan hasil penyitaan kepada Menteri untuk diteruskan kepada Negara Peminta. –(Pasal 46);

7. Melaksanakan permintaan bantuan menindaklanjuti Putusan Pengadilan Negara Peminta yang telah disetujui oleh Menteri dengan mengajukan kepada PN setempat permohonan izin sita eksekutorial dan/atau rampas, dan melaksanakan sita eksekutorial setelah dikeluarkan Tap sita dan/atau Rampas. –(Pasal 51-52)

Kejaksaan, dalam hal ini memiliki peran dalam setiap tahapan pemberian

bantuan, dimana Kejaksaan berperan sebagai penyidik, penuntut umum, dan eksekutor dan hanya satu-satunya institusi yang punya kewenangan melaksanakan putusan pengadilan. Proses yang dilaksanakan Kejaksaan merupakan proses penanganan perkara, peran pro-justitia dan hanya bisa dilaksanakan oleh institusi yang merupakan bagian dari Sistem Peradilan Pidana Terpadu (SPPT).

Kurun waktu tahun 2007-2009 Kejaksaan telah mencatat banyak menerima

permintaan MLA dari berbagai negara, yaitu 27 permintaan MLA dari 12 negara. Dalam pelaksaanan ekstradisi, Kejaksaan RI berperan aktif sampai dengan pelaksanaannya, antara lain :17

1. Kasus ekstradisi a.n Charles Alfred Barnett, WN Australia, selaku eksekutor putusan peengadilan telah menyerahkan termohon kepada pemerintah Indonesia untuk selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Australia pada tanggal 13 Pebruari 2009 di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

2. Kasus ekstradisi a.n. Hadi Ahmadi, WN Iran, selaku eksekutor putusan pengadilan telah menyerahkan termohon kepada pemerintah Indonesia untuk selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Australia pada tanggal 26 Mei 2009 di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

17

http://www.kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php?idu=21&idsu=96&idke=0&hal=1&id=1282, akses 14 November 2013.

Page 49: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

48

3. Kasus ekstradisi buronan Rafat Ali Rizvi, Kejaksaan Agung akan berupaya untuk mengekstradisi tersangka perkara Bank Century Rafat Ali Rizvi. Sebelumnya Pengadilan Arbitrase Internasional (International Centre for Settlement of Investment Disputes/ICSID) di Washington DC, Amerika Serikat memenangkan pemerintah Indonesia dalam perkara kucuran dana talangan Bank Century yang diajukan pemegang sahamnya, Rafat Ali Rizvi. Dalam putusan ICSID sepakat dengan pemerintah Indonesia bahwa perjanjian investasi Rafat di Bank Century tidak mendapatkan izin berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang disyaratkan ketentuan dalam perjanjian investasi bilateral antara Indonesia dan Inggris (BIT).18 Kejaksaan berdasarkan kerjasama dengan negara-negara lain, terutama negara-

negara yang berpotensi sebagai “safe haven” bagi tersangka/terpidana kasus korupsi berharap agar proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang dilakukan oleh institusinya dapat berjalan lebih baik di masa yang akan datang. Kerjasama melalui agency to agency juga menjadi fokus utama dari Kejaksaan, sebagai salah satu saluran kerjasama yang efektif dalam proses menangani tindak pidana korupsi, meskipun koordinasi satu pintu akan tetap bermuara ke Otoritas Pusat.

Penanganan kasus tindak pidana korupsi selama ini dilaksanakan Kejaksaan

baik secara formal dan informal. Prosedur berbelit dan informasi rawan bocor membuat kerjasama antar negara seperti APEC, dalam pemberantasan korupsi berlangsung informal.19 Sebagai contoh, beberapa kerjasama antara Kejaksaan dengan Kejaksaan negara lain yang sudah dilaksanakan antara lain:

1. Kerjasama antara instansi penegak hukum sudah dilaksanakan Kejaksaan dengan

Kejaksaan Malaysia dalam hal pertukaran data mengenai warganegara ke dua negara yang bermasalah dengan hukum. Pertukaran data ini dapat dilaksanakan secara langsung melalui komputer dalam proses permintaan bantuan.

2. Kesepakatan beberapa negara ASEAN untuk membentuk ASEAN JUST, yang

merupakan forum komunikasi para Hakim dan Jaksa di wilayah ASEAN untu membahas kerjasama, tantangan dan kendala diantara negara-negara di wilayah ini. Sekretariat ASEAN JUST berada di Bangkok, Thailand dan disepakati tempat pelatihan di Jakarta.

3. Kerjasama Kejaksaan dengan instansi terkait di luar negeri untuk menghadirkan

saksi dari luar negeri di pengadilan Indonesia, dalam penanganan kasus trafficking. Selain itu, Amerika juga telah meminta kerjasama pemeriksaan saksi melalui fasilitas teleconference.

18

http://www.kejaksaan.go.id/berita.php?idu=0&idsu=0&id=8031 “Kejagung Akan Ekstradisi Buronan Rafat Ali Rizvi”, berita tanggal 25 Juli 2013, diakses 14 November 2013. 19

“Jejaring Transnasional Jerat Koruptor”, Majalah Gatra, 2 Oktober 2013, halaman 24.

Page 50: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

49

Ada beberapa fakta kendala di lapangan yang dihadapi oleh Kejaksaan dalam proses melalui jalur formal yaitu Otoritas Pusat, seperti beberapa kasus berikut:20

1. Dalam kasus Peter Dundas Walbran, Otoritas Pusat menentukan tempat

persidangan perkara Peter Dundas Walbran tanpa melaksanakan koordinasi terlebih dahulu dengan Kejaksaan RI, akibatnya terjadi kesalahan. Otoritas Pusat dalam hal ini tidak mempunyai kewenangan untuk menentukan tempat persidangan, dan dengan demikian Otoritas Pusat memberikan pendapat dan memberikan keputusan yang salah sehingga menyebkan permasalah di lapangan. Selanjutnya Otoritas Pusat meminta penahanan sementara kepada Pemerintah Australia namun tidak diinformasikan kepada Kejaksaan Agung sehingga menimbulkan permasalahan mengenai penghitungan pengurangan masa penahanan terhadap Peter Dundas Wabran (berdasarkan surat No. AHU.AH.12.07-12 tgl. 23/05/2013);

2. Dalam kasus IMRAN FIRASAT SULAEMAN, pihak Otoritas Pusat meminta jaminan kepastian kepada Kejaksaan RI untuk tidak akan memberikan tuntutan hukuman mati, tanpa menyertakan berkas dan kronologis perkara dari polisi (berdasarkan surat No. AHU.5.AH.12.07-021 tgl. 25/03/2013). Dokumen-dokumen kelengkapan berkas perkara yang diminta oleh pihak Kejaksaan RI untuk melakukan assessment belum diserahkan oleh pihak Otoritas Pusat. (B-56/C.7/Chk.2/03/2013 tgl 26/03/2013). Pihak Otoritas Pusat dalam hal ini tetap mengajukan permintaan Ekstradisi kepada Pemerintah Spanyol tanpa kelengkapan dokumen berkas perkara sebagaimana yang diminta oleh Kejaksaan;

3. Permintaan ekstradisi dan MLA warga negara Italia (atas nama Antonino Messicati Vitale) untuk dihadirkan dalam persidangan di Indonesia atas tindak pidana perdagangan orang. Permintaan tersebut belum memenuhi syarat formil karena tidak melampirkan surat persetujuan ekstradisi dari Menteri Sekretaris Negara (sebagaimana surat no. B-758/m.Sesneg/D-4/PU.3/06/2013 tanggal 27 Juni 2013 perihal persetujuan atas permintaan ekstradisi terhadap Sdr. Antonino Messicati Vitale, Warga Negara Republik Italia). Proses Ekstradisi belum dapat dilaksanakan sehingga menunda persidangan di Indonesia (dengan perkiraan 6-7 kali persidangan), meskipun sudah ada penetapan PN Denpasar tanggal 20 November 2013. Sedangkan batas akhir penangguhan penahanan berakhir pada tanggal 6 Desember 2013. Dalam hal ini, Otoritas Pusat tidak melengkapi berkas perkara Kepolisian yang diteruskan kepada Kejaksaan, sehingga terjadi penundaan proses penanganan ekstradisi. Kejaksaan hanya memiliki waktu yang singkat untuk menyelesaikan persidangan terhadap warga negara Italia tersebut. Dalam penanganan perkara ini, Kemlu menyurati Kejaksaan untuk menanyakan proses kelanjutan ekstradisi yang berlarut-larut dan hampir melewati batas waktu sehingga

20

Paparan “Central Authority dalam Kerjasama Internasional di bidang hukum pidana”, disampaikan oleh Reda Manthovani, Kepala Bagian Kerjasama Hukum Luar Negeri Kejaksaan RI, Biro Hukum Kejaksaan Agung RI, dalam acara FGD mengenai MLA, Bappenas, 3 Juni 2013;

Page 51: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

50

Pemerintah Italia menanyakan hal tersebut kepada Kedutaan Indonesia di Italia.21

3. Komisi Pemberantasan Korupsi

Pengaturan mengenai pelaksanaan MLA untuk institusi KPK mempunyai dasar yang sama dengan institusi penegak hukum lainnya, yaitu UU No. 1 Tahun 2006. Disebutkan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi, permohonan Bantuan kepada Menteri selain Kapolri dan Jaksa Agung juga dapat diajukan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (pasal 9 ayat (3)). Untuk selanjutnya, secara spesifik, koordinasi yang dilaksanakan oleh KPK antara lain untuk kebutuhan MLA adalah UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal 12 angka 1 huruf H yaitu “meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri”.

Kerjasama internasional terkait MLA sudah dilaksanakan KPK sejak tahun

2009. Sampai dengan saat ini KPK sudah melakukan 21 permintaan bantuan dan menangani/menindaklanjuti 7 permintaan bantuan negara lain kepada Pemerintah Indonesia. Sedangkan 4 kasus sampai dengan saat ini masih belum dapat diselesaikan. Dalam melaksanakan permintaan maupun penanganan bantuan, KPK bekerjasama dengan Otoritas Pusat dan juga melakukan komunikasi informal dengan negara-negara dimana target penanganan kasus ditetapkan.22 Dari laporan tahunan kurun waktu 2009-2012 beberapa kerjasama terkait MLA telah dilakukan KPK, antara lain: 23

Tahun Kegiatan Terkait MLA

2009 Memfasilitsai bantuan internasional baik ke dalam maupun ke luar melalui mekanisme MLA dan kerjasama informal lainnya, antara lain dengan FBI, CPIB Singapura, MACC Malaysia, ACB Brunei Darussalam, ICAC Hong Kong, SFO Inggris, Kepolisian Jepang, Kementerian Kehakiman Jerman, AFB dan Australia.

2010 Pembahasan draft MLA dengan Jepang – 19 April 2010

Bantuan Internasional kepada MACC Malaysia – 16 Juni 2010

2011 Menyusun dan mengirim MLA di 17 negara dalam rangka penegakan hukum di Indonesia

Membantu memfasilitasi penegakan hukum CPIB Singapura melalui MLA dan kerjasama SEAPAC, terhadap kasus korupsi di Singapura

Membantu memfasilitasi penegakan hukum oleh MACC Malaysia terhadap kasus korupsi di Malaysia

21

Surat dari Kepala Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri, Kejaksaan kepada Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional, Kemlu sebagai laporan perkembangan penanganan perkara ekstradisi a.n Antonino Messicati Vitale, tanggal 19 November 2013. 22

Paparan lisan disampaikan oleh Bapak Ahmad Taufik dalam rapat “Koordinasi Perencanaan dan Penganggaran Otoritas Pusat dalam rangka Bantuan Timbal Balik, Ruang Rapat SG-5, Bappenas, 27 Mei 2013. Untuk selanjutnya, tidak ada tindak lanjut pemberian bahan-bahan terkait gambaran umum internal mekanisme MLA KPK meskipun sudah dihubungi oleh staf Direktorat Hukum dan HAM. 23

Laptah KPK 2009-2012.

Page 52: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

51

Tahun Kegiatan Terkait MLA

Membantu penegakan hukum oleh polisi Jepang (NPA) terhadap kasus di Jepang

Memfasilitasi berbagai kegiatan kerjasama penindakan di Singapura

Memfasilitasi berbagai kegiatan kerjasama penindakan di Kamboja

Memfasilitasi berbagai kegiatan kerjasama penindakan di Hongkong

Memfasilitasi berbagai kegiatan kerjasama penindakan di Malaysia

Memfasilitasi berbagai kegiatan kerjasama penindakan di Australia

Memfasilitasi berbagai kegiatan kerjasama penindakan di Amerika Serikat

Memfasilitasi berbagai kegiatan kerjasama penindakan di Belanda

2012 Memberikan bantuan hukum antarnegara yang dilaksanakan melalui 12 kali kegiatan yang terkait dengan pemenuhan bantuan hukum, antara lain dengan negara Inggris, Malaysia, Brunei Darussalam, dan lain-lain.

Secara internal KPK mempunyai SOP untuk memproses penanganan

permintaan, baik alur permintaan bantuan internasional dilaksanakan secara formal maupun non formal. Pengertian jalur formal adalah dalam hal KPK melaksanakan tindakan pro-justicia (tindakan sesuai dengan prosedur hukum) maka jalur mekanisme MLA terkait pelaksanaan beberapa tindakan seperti tindakan yang diperlukan terhadap suatu kasus setelah masuk ke tahap penyidikan akan dipergunakan. Tindakan pro-justicia ini dapat dipergunakan sebagai bukti-bukti dalam sidang di pengadilan. Untuk jalur non formal, sebagaimana yang dilaksanakan oleh Kepolisian, dan Kejaksaan, tindakan maupun kerjasama yang dilakukan adalah antar institusi (agency to agency cooperation), bersifat intelejen untuk mencari bukti dan masukan lainnya dalam penanganan perkara yang ditangani KPK dan hasilnya tidak dapat dipergunakan di sidang pengadilan.24

Kerjasama non-formal ini dilaksanakan oleh KPK, sebagai contoh adalah dalam

penangkapan buronan sejumlah kasus korupsi seperti Nazaruddin (mantan Bendahara Umum Partai Demokrat), dan Neneng Sri Wahyuni (istri Nazaruddin) dan Nunun Nurbaeti (istri mantan Wakapolri Adang Darajatun). Sebagaimana dijelaskan oleh Komisioner KPK, Pandu Adnan Praja, KPK telah bekerjasama dengan gugus tugas Anti-Corruption and Tranparency Working Group (ATCWG), yang merupakan forum sharing antar anggota. Kerjasama KPK dengan beberapa negara khususnya negara anggota APEC banyak dilaksanakan karena keterbatasan payung hukum dalam melaksanakan kerjasama secara formal, dimana harus dilaksanakan melalui Otoritas Pusat. Salah satu bentuk kerjasama yang dilakukan KPK melalui Asian Corruption Network sebagai jaringan pemburu koruptor dan pengejaran aset. Lebih lanjut disampaikan bahwa pada prakteknya kerjasama non-formal lebih sukses daripada menggunakan jalur formal, dimana potensi kebocoran informasi dapat terjadi. Jalur formal yang berbelit-belit membuka peluang tercecernya informasi kepada pihak lain. Pada saat ini fokus kerjasama antarnegara lebih banyak terkait dengan pengejaran pelaku, pemidanaan, dan pengejaran aset. Kerjasama yang dilaksanakan KPK berdasarkan kepada kepercayaan melalui Memorandum of Understanding (MoU),

24

Informasi diperoleh dari Bapak Achmad Taufik, staf PJKAKI, KPK, tanggal 18 November 2013.

Page 53: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

52

hanya tidak melewati mekanisme Otoritas Pusat masing-masing.25

Gambar 3.1 Alur Permintaan Bantuan Internasional di KPK

4. Kementerian Luar Negeri

Peran Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dalam proses MLA diuraikan antara lain sebagai berikut: 26

1. Saluran diplomatik sebagai designated line of communication;

Prosesnya formal dan makan waktu cukup lama di berbagai konvensi internasional juga ditetapkan bahwa saluran dilpomatik merupakan media utama permintaan MLA. Manfaat saluran diplomatik ini lebih aman, otomatis monitoring selanjutnya juga dilakukan oleh perwakilan;

2. Anggota Tim Interdep dalam implementasi MLA dan ekstradisi; Dalam anggota tim interdep ini banyak yang dilakukan termasuk dalam hal rencana pembentukan perjanjian semuanya ditetapkan secara koordinatif dalam tim;

3. Perunding perjanjian MLA dan ekstradisi; Kemlu selama ini diminta aktif

dalam perundingan yang terkait MLA;

4. Peran monitoring permintaan MLA dan ekstradisi;

5. Partisipasi dalam forum regional dan internasional lainnya; contoh adalah forum UNCAC dan UNTOC mempunyai banyak sub forum working group yang membahas secara teknis mengenai international cooperation MLA dan

25

Opcit “Jejaring Transnasional Jerat Koruptor”, halaman 25. 26

Paparan “Peran Kemlu dalam Kerjasama Hukum antar Negara” disampaikan oleh Bapak Ahmad Bawazir dalam rapat “Koordinasi Perencanaan dan Penganggaran Otoritas Pusat dalam rangka Bantuan Timbal Balik, Ruang Rapat SG-5, Bappenas, 27 Mei 2013.

User menyampaikan

kepada LO melalui email (Posisi kasus dan bantuan/data yang dibutuhkan)

LO mengkomunikasikan

kepada negara terkait

Korespondensi (Formal/Informal)

Data/Kegiatan yang dibutuhkan

Page 54: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

53

ekstradisi, ada juga khusus asset recovery. Forum ini sebenarnya banyak berhubungan dengan Otoritas Pusat, namun Kemlu pada akhirnya berpartisipasi mewakili Pemerintah Indonesia. Forum ini tidak hanya merupakan forum yang membahas permasalahan teknis terkait pelaksanaan fungsi Otoritas Pusat, namun juga berupa sharing informasi permasalahan yang dihadapi misalnya terkait yurisdiksi. Untuk itu, diharapkan perwakilan Otoritas Pusat dapat mengambil peran dalam forum-forum serupa di masa yang akan datang dengan tujuan memperluas networking.

6. Contoh peran Kemlu juga adalah kita menjadi fasilitator untuk capacity building, dimana Kemlu berpartisipasi dalam pelatihan hakim. Kemlu dalam fungsinya sebagai saluran diplomatik menyampaikan data

permintaan bantuan. Sebagai gambaran umum, posisi Indonesia saat ini lebih banyak dimintai MLA oleh negara lain daripada sebagai peminta.

Tabel 3.2

Jumlah Permintaan MLA oleh Jurisdiksi Asing

Tahun Jumlah Permintaan

2008 1 (satu)

2009 2 (dua)

2010 2 (dua)

2011 5 (lima)

2012 15 (lima belas)

2013 1 (satu)

Total 26 (dua puluh enam)

Sumber: Kementerian Luar Negeri.

Tabel 3.3 Jumlah Permintaan MLA kepada Jurisdiksi Asing

Tahun Jumlah Permintaan

2012 4 (empat)

Total 4 (empat)

Sumber: Kementerian Luar Negeri. Sampai dengan saat ini Pemerintah Indonesia cukup aktif melaksanakan

perjanjian dengan negara lain, demikian pula sebaliknya. Proses perjanjian antar negara ini perlu ditindaklanjuti dengan ratifikasi melalui peraturan perundang-undangan nasional, sehingga persiapan lebih matang agar perjanjian-perjanjian dengan negara lain dapat secara operasional terlaksana.

Page 55: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

54

5. Kementerian Hukum dan HAM

Kementerian Hukum dan HAM melaksanakan fungsi sebagai otoritas pusat (Central of Authority) berdasarkan Pasal 1 angka 10, Pasal 9, dan Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana. Berdasarkan SK Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH.04.AH.08.02 tahun 2009 tentang Pelaksana Tugas di Bidang Ekstradisi dan Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana di Kementerian Hukum dan HAM, maka unit Ditjen AHU, khususnya Direktorat Hukum Internasional dan Otoritas Pusat, ditugaskan sebagai unit pelaksana kewenangan Menteri sebagai pemegang otoritas pusat. Tugas lain yang terkait di dalamnya adalah melaksanakan proses ekstradisi berdasarkan Pasal 22 ayat (2) jo. Pasal 44 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi. Dalam penyelenggaraan tugas sehari-hari, unit ini melaksanakan tugas sebagai berikut:

1. Menangani Kasus Permintaan MLA; 2. Menyiapkan Bahan Pimpinan (Menteri) terkait isu-isu MLA; 3. Focal Point dalam Perkembangan Perjanjian MLA di Indonesia; 4. Berkordinasi dengan stakeholder untuk pemberian data pendukung dan

kerjasama terkait MLA (misalnya masukan dan partisipasi dalam forum UNCAC, UNTOC, SOMTC, ASLOM, APG, dll);

5. Penyebarluasan substansi MLA (sosialisasi, diseminasi, pembudayaan, dll). Dengan demikian, lingkup kerja unit tersebut antara lain adalah:27

1. Mengidentifikasi dan mencari orang; 2. Mendapatkan pernyataan atau bentuk lainnya; 3. Menunjukkan dokumen atau bentuk lainnya; 4. Mengupayakan kehadiran orang untuk memberikan keterangan atau

membantu penyidikan; 5. Menyampaikan surat; 6. Melaksanakan permintaan penggeledahan dan penyitaan; 7. Perampasan hasil tindak pidana; 8. Memperoleh kembali sanksi denda berupa uang sehubungan dengan tindak

pidana; 9. Melarang transaksi kekayaan, membekukan aset yang dapat dilepaskan atau

disita, atau yang mungkin diperlukan untuk memenuhi sanksi denda yang dikenakan, sehubungan dengan tindak pidana;

10. Mencari kekayaan yang dapat dilepaskan, atau yang mungkin diperlukan untuk memenuhi sanksi denda yang dikenakan, sehubungan dengan tindak pidana; dan/atau

11. Bantuan lain yang sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2006. Dalam pelaksanaannya, lingkup tugas diatas akan terbagi kembali dalam

2 (dua) tugas besar, yaitu (i) Kinerja pada saat penanganan teknis kasus Permintaan MLA ke Luar Negeri; dan (ii) Kinerja pada saat penanganan teknis kasus Permintaan

27

Paparan Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana, Slide-6, bahan diperoleh dari staf Direktorat Hukum Internasional dan Otoritas Pusat.

Page 56: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

55

MLA dari Luar Negeri. Untuk uraian lingkup kerja dan kinerja yang diharapkan dari 2 (dua) besaran tugas dari unit ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4

Prosedur/Mekanisme Kinerja Kerjasama Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assisstance)

Penanganan teknis kasus Permintaan MLA

ke Luar Negeri Penanganan teknis kasus Permintaan

MLA dari Luar Negeri

1. Menganalisa UU/Ketentuan Hukum terkait MLA di Negara Tujuan (Kenali Negara Tujuan);

2. Menganalisa persyaratan permintaan terkait tujuan permintaan dan dokumen lampiran;

3. Menyusun Draft Dokumen Permintaan MLA;

4. Menyusun Surat Menteri Hukum dan HAM/ Dirjen AHU kepada Negara Diminta;

5. Menyusun Surat Pengantar kepada Kementerian Luar Negeri RI apabila melalui saluran diplomatik;

6. Berkordinasi dengan instansi Pemohon (Polri, Kejaksaan, KPK) jika terdapat kekurangan data/informasi yang diperlukan dalam menyusun Dokumen Permintaan MLA.

7. Proses Pengiriman Dokumen Rahasia MLA ke Negara Diminta melalui diplomatic bag (saluran diplomatik) dengan berkordinasi dengan Kemlu atau pengiriman dokumen langsung kepada Negara Diminta;

8. Melakukan Komunikasi Teknis dengan Negara Diminta (Proses MLA di Negara Asing);

9. Melakukan negosiasi dengan Negara Diminta (untuk kasus-kasus yang menjadi perhatian publik) dalam bentuk casework meeting (dengan mengundang competent case officer ke Kementerian Hukum dan HAM atau secara pro-aktif mengunjungi Negara Diminta);

10. Memantau proses MLA di Negara Diminta dan menginformasikan perkembangan kepada instansi penegak hukum (instansi pemohon);

11. Menyampaikan hasil tindak lanjut permintaan kepada instansi pemohon.

1. Menganalisa Dokumen Permintaan MLA dari Negara Peminta ke Indonesia, berdasarkan persyaratan permintaan MLA ke Indonesia dan menyusun konsep telaahan dan rekomendasi:

2. Menyampaikan kepada Polri/Kejagung (telah memenuhi persyaratan permintaan);

3. Menyampaikan kepada Kemlu/Negara Peminta (meminta dokumen tambahan apabila terdapat kekurangan informasi/ menolak apabila tidak memenuhi persyaratan permintaan).

4. Menyusun konsep surat tindak lanjut Direktorat HI dan OP/ Dirjen AHU berdasarkan telaahan dan rekomendasi;

5. Berkoordinasi dengan Polri/ Kejagung (dalam hal permintaan MLA dari Negara Peminta telah memenuhi persyaratan);

6. Berkoordinasi dengan Kemlu/ Negara Peminta (dalam hal terdapat kekurangan informasi dalam surat permintaan MLA dari Negara Peminta);

7. Menganalisa dokumen hasil tindak lanjut permintaan MLA dari Polri/ Kejagung;

8. Menyusun konsep surat penyampaian hasil tindak lanjut permintaan MLA kepada Kemlu/ Negara Peminta.

Sumber: Direktorat Hukum Internasional dan Otoritas Pusat.

Page 57: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

56

6. Tim Terpadu Pencari Terpidana dan Tersangka Tindak Pidana Korupsi

Kerjasama antar Kementerian/Lembaga lain dalam proses pencarian terpidana dan tersangka pelaku tindak pidana korupsi,28 antara lain dilakukan melalui pembentukan tim khusus diantara institusi penegak hukum. Tim Terpadu Pencari Terpidana dan Tersangka Tindak Pidana Korupsi, selanjutnya disebut “Tim Terpadu” adalah satuan kerja lintas departemen dibawah koordinasi Wakil Jaksa Agung. Keanggotaan Tim Terpadu terdiri dari unsur-unsur Kejaksaan Agung R.I, Kemenko Polhukam (Deputi III/Menko Polhukam Bidang Hukum dan HAM), Departemen Hukum dan HAM (Ditjen Administrasi Hukum Umum dan Ditjen Imigrasi), Kepolisian Negara R.I (Bareskrim dan NCB Interpol Indonesia), Departemen Luar Negeri (Ditjen Politik Hukum Keamanan dan Kewilayahan), dan Unsur PPATK. Tim Terpadu dibentuk berdasarkan :

1. Keputusan Menko Polhukam Nomor : Kep-54/Menko/Polhukam/12/2004 tanggal

17 Desember 2004 tentang pembentukan tim terpadu pencari terpidana perkara tindak pidana korupsi yang kemudian diperbaharui dengan Keputusan Menko Polhukam nomor : Kep-21/Menko/Polhukam/4/2005 tanggal 18 April 2005 tentang tim terpadu pencari terpidana dan tersangka perkara tindak pidana korupsi, dan diperbaharui lagi dengan Keputusan Menko Polhukam Nomor : Kep-23/Menko/Polhukam/02/2006 tanggal 28 Februari 2006 tentang tim terpadu pencari terpidana dan tersangka perkara tindak pidana korupsi;

2. Keputusan Menko Polhukam nomor : Kep-48/Menko/Polhukam/5/2007 tanggal 8 Mei 2007 tentang perubahan susunan keanggotaan tim terpadu pencari terpidana dan tersangka perkara tindak pidana korupsi;

3. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, terakhir

dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Nomor: Kep-14/Menko/Polhukam/2/2012 tentang Tim Terpadu Pencari Terpidana dan Tersangka Perkara tindak Pidana Korupsi tahun 2012.

4. Keputusan Menko Polhukam nomor 13 tahun 2013 tentang Tim Terpadu Pencari

Terpidana dan Tersangka Perkara Tindak Pidana Korupsi tahun 2013. Sepanjang kurun waktu tahun 2009, pencapaian kinerja yang telah dilakukan oleh

Tim Terpadu adalah: 1) Pelacakan aset ECW Neloe. 2) Pelacakan keberadaan Irawan Salim dan asetnya. 3) Pelacakan Terpidana Adrian Kiki Ariawan. 4) Pelacakan Aset Terpidana Hendra Rahardja. 5) Pelacakan tersangka Maria Pauline Lumowa dan asetnya.

Kinerja Tim Terpadu dalam kurun waktu beberapa saat mengalami kevakuman

dalam melaksanakan penugasan yang diberikan. Pemulangan buronan terpidana 28

http://www.kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php?idu=2&sm=3, “Tim Terpadu Pencari Terpidana dan Tersangka Tindak Pidana Korupsi akses 14 November 2013.

Page 58: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

57

kasus korupsi BLBI atas pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra, tidak jelas perkembangannya. Menurut Jaksa Agung, kesulitan pemulangan terpidana (Djoko merupakan terpidana yang telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman dua tahun penjara, denda Rp 15 juta dan membayar uang pengganti Rp 54 miliar) merupakan akibat kevakuman Tim Terpadu dan belum adanya penetapan wakil jaksa agung yang merupakan ketua Tim Terpadu29 ini oleh Presiden RI. Meskipun ada kevakumnya, namun Tim Pemburu ini tetap melakukan pelacakan buronan terpidana, dan dalam hal ini Kejaksaan masih berkoordinasi dengan pihak luar negeri untuk memburu terpidana tersebut.30

29

http://ppid.polkam.go.id/wp-content/uploads/2013/08/No.-13-Tahun-2013-Timdu-TIPIKOR.pdf, Keputusan Menko Polhukam nomor 13 tahun 2013 tentang Tim Terpadu Pencari Terpidana dan Tersangka Perkara Tindak Pidana Korupsi tahun 2013, diakses 21 November 2013. 30

http://www.gatra.com/hukum-1/42421-posisi-koruptor-buron-kasus-blbi-belum-diketahui.html, “Posisi Koruptor Buron Kasus BLBI belum Diketahui”, diakses 21 November 2013.

Page 59: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

58

BAB IV

EVALUASI PERAN OTORITAS PUSAT DALAM

PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM TIMBAL

BALIK DALAM MASALAH PIDANA (MLA)

Page 60: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

59

IV. Evaluasi Peran Otoritas Pusat dalam Pelaksanaan Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana (MLA)

A. Umum Sebagaimana amanat UU No. 1 Tahun 2006, Kementerian Hukum dan HAM

melalui Direktorat Hukum Internasional dan Otoritas Pusat, penanganan permintaan bantuan timbal balik dari Pemerintah maupun dari Pemerintah Negara lain dilaksanakan. Definisi dari Otoritas Pusat adalah “... a competent authority of (name of State) apart from this Act to make or receive requests for information or to cooperate with a foreign State through other channels or in another manner..”. Gambaran lingkup kerja Otoritas Pusat adalah: 31

a. to make and receive requests for assistance and to execute and/or arrange for the

xecution of such requests; b. where necessary, to certify or authenticate, or arrange for the certification and

authentication of, any documents or other material supplied in response to a request for assistance;

c. to take practical measures to facilitate the orderly and rapid disposition of requests for assistance;

d. to negotiate and agree on conditions related to requests for assistance, as well as to ensure compliance with those conditions;

e. to make any arrangements deemed necessary in order to transmit the evidentiary material gathered in response to a request for assistance to the competent authority of the requesting State or to authorize any other authority to do so; and;

f. to carry out such other tasks as provided for by this Act or which may be necessary for effective assistance to be provided or received.

Lebih lanjut dijelaskan peran Otoritas Pusat adalah:

The central authority should be the home of all information pertaining to the conduct of any sort of international criminal legal cooperation with a State. The benefit of having a central authority is that a State has more control over incoming and outgoing requests and begins to create a centre of expertise with respect to international cooperation. With the plethora of international instruments to which each State may be a party and therefore be tasked with dealing with, the concept of a central authority to provide a uniform response to incoming and outgoing requests makes perfect sense. It also avoids duplication of effort and inconsistency resulting from a lack of control. Ongoing and consistent responses from central authorities help not only in advising on domestic requirements but also in developing a knowledge base of other legal systems and the requirements of those systems, either as a result of dealing with these foreign

31

http://www.unodc.org/pdf/legal_advisory/Model%20Law%20on%20MLA%202007.pdf, poin 4–Saving Clause, dan Poin 5-Central authority: making and reception of requests, halaman 5, akses 18 November 2013.

Page 61: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

60

requirements on a daily operational basis or through outreach and liaison functions that can be performed by these authorities.32 Kerjasama bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana mempunyai ciri

khas sebagai berikut:33

Diberikan hanya kepada otoritas-otoritas yang memiliki tanggung jawab dan kuasa untuk memutuskan permintaan atau mengajukan permintaan kepada otoritas-otoritas yang berkompeten untuk diputuskan;

Otoritas Pusat seharusnya efektif menjadi kantor pusat koordinasi nasional, dalam hal kompetensinya untuk membuat permintaan, memutuskan permintaan atau mengirimkan permintaan. Secara umum, kerjasama internasional dapat dilihat dari 2 (dua) sisi yaitu

kerjasama yang dilakukan secara formal dan informal. Kerjasama formal diartikan kepada seluruh bentuk kerjasama yang dilaksanakan berdasarkan UU No. 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana dan kerjasama Ekstradisi melalui UU No. 1 Tahun 1979. Sedangkan kerjasama non-formal dilaksanakan melalui institusi ke institusi (agency to agency), baik secara bilateral, regional maupun multilateral, kerjasama intelejen dan kerjasama dalam hal berbagi informasi dan membuka saluran komunikasi (sharing information and open communication).34

Dalam pelaksanaan otoritas pusat, tata cara untuk koordinasi langsung

informal dimungkinkan tanpa menegasikan proses bantuan hukum timbal balik secara formal. Pelaksanaan koordinasi informal dapat merupakan forum untuk bertanya tentang persyaratan formal yang dibutuhkan oleh Negara diminta. Hal ini dilakukan untuk membantu menghemat waktu dan menghindari kesalahpahaman. Kontak langsung adalah juga penting pada kesempatan lain, ketika dibutuhkan informasi intelejen (misalnya, antara Financial Intellegence Unit - FIU).35

Standar Operasional Prosedur MLA

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana tergambar dalam tabel 3.4 tentang penanganan kasus, kinerja Otoritas Pusat akan sangat membutuhkan kordinasi dengan instansi penegak hukum yang berwenang dan menangani langsung perkara tindak pidana. Kementerian Hukum dan HAM sebagai salah satu tugasnya adalah

32

www.unodc.org/documents/organized-crime/Publications/Mutual_Legal_Assistance_Ebook_E.pdf, Halaman 31, “Manual on MLA and Extradition” e-book. 33

United Nations Office for Drugs Control and Crime Prevention, Report of the Expert Working Group on Mutual Legal Assistance and Related International Confiscation, Vienna, 15-19 February 1993, hal.5. 34

Loc.cit, Paparan “Mutual Legal Assistance in Criminal Matters”, paparan Ibu Harniatim staf Direktorat Hukum Internasional dan Otoritas Pusat dalam pertemuan “Koordinasi Perencanaan dan Penganggaran Otoritas Pusat dalam rangka Bantuan Timbal Balik, Ruang Rapat SG-5, Bappenas, 27 Mei 2013. 35

http://www.unodc.org/documents/treaties/UNCAC/Publications/LegislativeGuide/UNCAC_Legislative_Guide_

E.pdf, “UNCAC Legislative Guide” akses 4 Juni 2013.

Page 62: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

61

memberikan data terkait rekapitulasi dan informasi perkembangan penanganan permintaan ekstradisi dan MLA.

Sampai dengan saat ini, Kementerian Hukum dan HAM khususnya unit Administrasi Hukum Umum yang membawahi unit Direktorat Hukum Internasional dan Otoritas Pusat, terus melaksanakan pembenahan terhadap mekanisme kerja otoritas pusat dalam mendukung pelaksanaan MLA dan Ekstradisi. Pembenahan Standar Operating Procedure (SOP) sedang dilaksanakan. Pada tahun 2010-2011, Kementerian Hukum dan HAM telah mendapatkan bantuan dalam bentuk hibah dari National Legal Reform Program (NLRP-Belanda) untuk menyusun SOP dalam melaksanakan tugas sebagai Otoritas Pusat.

SOP ini antara lain berisi besaran tahapan pelaksanaan kinerja dalam proses MLA, antara lain :36

1. Tahap Penerimaan Permintaan Bantuan; Tahapan ini merupakan prosedur diterimanya Surat Permintaan Bantuan dari Menteri sampai dengan Staf Penelaah;

2. Tahap Penelaahan Permintaan Bantuan; Tahapan ini merupakan prosedur penelaahan Surat Permintaan Bantuan sampai dengan dihasilkannya rekomendasi tindaklanjut;

3. Tahap Tindaklanjut Permintaan Bantuan; Tahapan ini merupakan prosedur pelaksanaan tindaklanjut permintaan oleh Central Authority;

4. Tahap Pelaksanaan Permintaan Bantuan; Tahapan ini merupakan pelaksanaan permintaan Bantuan oleh Instansi/negara diminta;

5. Tahap Tindak Lanjut Tanggapan; Tahapan ini merupakan prosedur pelaksanaan tindak lanjut tanggapan permintaan Bantuan;

6. Tahap Monitoring; Tahapan ini merupakan prosedur pelaksanaan monitoring atas permintaan Bantuan yang telah dikirim.

Secara proses, pembakuan prosedur meliputi unit-unit yang terkait dan pejabat

yang menjadi kunci penting dalam proses MLA di Kementerian Hukum dan HAM.37 Dalam pelaksanaan tahapan-tahapan tersebut, untuk melaksanakan permintaan

bantuan dari Pemerintah Indonesia, kurang lebih diperlukan waktu total 112 hari sedangkan untuk penanganan permintaan bantuan dari pihak negara lain diperlukan kurang lebih 108 hari, dengan rincian:38

36

Prosedur Operasi Baku Pelaksanaan Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana di Indonesia, Kementerian Hukum dan HAM, 2010. SOP dibuat atas dukungan hibah National Legal Reform Program 2010. 37

Idem, Bagian IX: Unit Kerja dan Pejabat yang terkait proses permintaan bantuan, halaman 15. 38

Idem, Bagian XIII: Standar Layanan Permintaan Bantuan, halaman 32.

Page 63: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

62

Tabel 4.1 Jangka Waktu Penanganan Penerimaan Bantuan MLA

dari Pemerintah Indonesia

No. Keterangan Waktu

1 Tahap Penerimaan Permintaan Bantuan 10 Hari

2 Tahap Penelaahan Permintaan Bantuan 38 Hari

3 Tahap Tindak Lanjut Permintaan Bantuan 18 Hari

4 Tahap Pelaksanaan Permintaan Bantuan

5 Tahap Tindak Lanjut Tanggapan a. Permintaan Ditolak b. Permintaan Ditindaklanjuti

19 Hari 27 Hari

Total 112 Hari

Tabel 4.2 Jangka Waktu Penanganan Penerimaan Bantuan MLA

dari Pemerintah Negara Lain

No. Keterangan Waktu

1 Tahap Penerimaan Permintaan Bantuan 10 Hari

2 Tahap Penelaahan Permintaan Bantuan 35 Hari

3 Tahap Tindak Lanjut Permintaan Bantuan 19 Hari

4 Tahap Pelaksanaan Permintaan Bantuan

5 Tahap Tindak Lanjut Tanggapan a. Permintaan Ditolak b. Permintaan Ditindaklanjuti

20 Hari 24 Hari

Total 108 Hari

Penyusunan SOP tersebut berperan untuk screening terhadap dokumen dan membantu para aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti permintaan bantuan. Peran SOP juga terkait penilaian urgensitas permintaan bantuan, atau prioritas penanganan bantuan. Sebagai contoh, Otoritas Pusat meminta terlebih dahulu Summary of Facts dari pihak pemohon (di tahap penerimaan permintaan bantuan). Berkas MLA (Summary of Facts) merupakan ‘hasil jahitan’ oleh Otoritas Pusat yang berasal dari bahan-bahan mentah (raw material) yang diberikan oleh institusi penegak hukum. Berkas ini menggambarkan kaitan antar perkara dan menjelaskan secara sistematis kedudukan perkara, kaitannya dengan pelaku, hingga kaitannya dengan asset. Dengan demikian, Otoritas Pusat tidak hanya memainkan peran administratif saja, namun juga melakukan penilaian dan analisis terhadap permintaan bantuan. Data dan informasi yang diberikan oleh aparat penegak hukum akan disusun sesuai dengan kebutuhan permintaan bantuan (sesuai dengan kebutuhan Negara yang diminta). Sebagai contoh, dalam kasus RT yang aset hasil tipikornya disimpan di Jersey, ternyata tidak sesuai dengan putusan dari lembaga pengadilan Indonesia, yang hanya menyebutkan aset tanpa ada tersangkanya. Otoritas Pusat selanjutnya berperan dalam proses penyusunan dokumen MLA yang lengkap, komprehensif dan kronologis berdasarkan aturan hukum yang berlaku di Jersey.

Page 64: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

63

Dalam prakteknya, institusi penegak hukum yang meminta bantuan juga melaksanakan komunikasi dan koordinasi dengan negara dimana aset hasil tipikor berada. Informasi mengenai peraturan perundang-undangan terkait, praktek hukum yang berlaku, sehingga mempercepat proses penyusunan permintaan MLA kepada Otoritas Pusat Indonesia.39 Secara umum, penyusunan SOP ini akan lebih mengatur pola kerja internal dari Direktorat Hukum Internasional dan Otoritas Pusat dan belum melibatkan instansi lainnya seperti Kejaksaan, Kepolisian, dan Kementerian Luar Negeri.40

Sejauh ini, pelaksanaan “sharing” informasi antar pihak yang terlibat dalam

proses MLA belum dilaksanakan secara optimal. Sejauh ini Kemenkumham baru mengadakan perjanjian dengan KPK untuk sharing informasi dalam data-data tertentu. Pada dasarnya, unit Otoritas Pusat sejauh ini sudah membuka diri untuk bersikap terbuka sebagai pusat informasi, namun perlu ditindaklanjuti dengan kesediaan tiap lembaga penegak hukum terkait. Dalam hal ini, perlu ada aturan yang jelas sebagai dasar pelaksanaan kerjasama informasi, misalnya terkait unsur kerahasiaan, mekanisme alur informasi dan hal lainnya, agar terdapat kesamaan pemahaman mengenai teknis penanganan perkara yang ditindaklanjuti kebutuhan administratif dalam mendukung proses penanganan perkara. Dengan demikian, unit Otoritas Pusat dan institusi penegak hukum secara sinergis dapat bekerjasama dengan koridor yang jelas dalam memproses permintaan bantuan baik dari dalam maupun luar negeri.

Meskipun tugas dan fungsi masing-masing penegak hukum terlihat bekerja

dalam koridornya masing-masing, namun pada prakteknya tetap membuka peluang untuk penyesuaian dan koordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya. Diperlukan pemahaman peran masing-masing pihak dalam setiap tahapan tertentu untuk menjaga sinergitas yang berujung kepada tingkat keberhasilan penanganan perkara/permintaan bantuan.

Kebutuhan Pendukung Kinerja Otoritas Pusat (SDM, Sistem Data Informasi) Proses MLA di Otoritas Pusat membutuhkan sumberdaya manusia yang

memahami prosedur dan berpengalaman, tentunya dalam praktek penegakan hukum. Meskipun secara administratif sudah diatur mengenai tahapan pelaksanaan kerja, namun dalam prakteknya kinerja yang dilakukan terkait dengan kebutuhan-kebutuhan institusi penegak hukum lainnya dalam proses penanganan bantuan. Sebagai contoh, dalam proses penyelidikan dan penyidikan permintaan bantuan, Kepolisian akan membutuhkan langkah-langkah tertentu yang sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini membutuhkan kesiapan dari Otoritas Pusat untuk dapat mendukung kebutuhan administratif dalam proses yang berjalan di Kepolisian dengan

39

Notulensi pertemuan “Koordinasi Perencanaan dan Penganggaran Otoritas Pusat dalam rangka Bantuan Timbal Balik, Ruang Rapat SG-5, Bappenas, 27 Mei 2013, keterangan dari Ibu Putri, staf Direktorat PJKAKI, Komisi Pemberantasan Korupsi. 40

Notulensi pertemuan dengan Direktur Hukum Internasional dan Otoritas Pusat Kementerian Hukum dan HAM di ruang Direktur Hukum dan HAM, Bappenas, tanggal 6 Agustus 2013.

Page 65: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

64

persepsi maupun pemahaman yang sama terhadap proses yang berlangsung. Otoritas Pusat dalam hal ini juga berfungsi sebagai fasilitator dimana informasi mengenai kesesuaian proses dan sistem hukum di negara yang dituju dalam kerjasama timbal balik. Kunci utama kegiatan MLA dan Ekstradisi adalah kemampuan berbahasa asing dan mempunyai pengetahuan cukup memadai mengenai ketentuan dan praktek-praktek hukum di beberapa negara lainnya.

Kementerian Hukum dan HAM dalam hal ini sudah melakukan inisiatif untuk

meningkatkan kemampuan SDM-nya dalam hal bahasa asing. Sumber daya manusia di unit Direktorat HI dan OP saat ini hanya berjumlah 5 (lima) orang, dengan rata-rata pendidikan Sarjana Hukum dan sudah menempuh pendidikan Strata-2. Dibandingkan dengan Otoritas Pusat di Australia, kekuatan sumberdaya manusia di seksi ekstradisi saja berjumlah 6 (enam) orang dengan latar belakang pekerjaan sebagai pengacara.41 Perkembangan positif lainnya adalah bahwa saat ini Otoritas Pusat didukung staf sejumlah 14 (empat belas) orang yang sudah memenuhi standar dan kualifikasi untuk melaksanakan kinerja terkait tugas dan fungsinya. Pendidikan dan pelatihan kepada staf sudah banyak dilaksanakan oleh unit ini, diantaranya mengenai permasalahan perbankan, investasi dan lain sebagainya (in-house training). Di samping itu, unit Direktorat terkait telah banyak melibatkan mahasiswa tingkat akhir (kerjasama dengan UI dan UGM) dalam kegiatan-kegiatan internal (contoh penyusunan SOP internal) yang dikoordinasikan oleh staf unit tersebut.

Secara garis besar, lingkup kerja dari unit Direktorat Hukum Internasional dan

Otoritas Pusat adalah (i) bantuan timbal balik dalam masalah pidana sebagai Otoritas Pusat, (ii) ekstradisi dan (iii) transfer of sentence person (sejauh ini masih belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur, dan perlu koordinasi selanjutnya dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Kerjasama dengan negara lain seperti Australia dan Inggris sudah dilaksanakan secara informal).

Disamping itu, di bawah koordinasi Ditjen AHU, beberapa pelatihan bersama

dengan aparat penegak hukum lainnya telah dilakukan.42 Tidak hanya pelatihan di kalangan aparat penegak hukum Indonesia, pelatihan bersama dengan negara lain seperti Singapura dilaksanakan untuk sharing informasi dan pengetahuan, khususnya praktek MLA yang dilaksanakan di Singapura berdasarkan peraturan yang berlaku di negara tersebut. Pelatihan ini terselenggara atas dukungan mitra pembangunan karena keterbatasan penganggaran dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.43

41

Loc.cit, Notulensi pertemuan “Koordinasi Perencanaan dan Penganggaran Otoritas Pusat dalam rangka Bantuan Timbal Balik, Ruang Rapat SG-5, Bappenas, 27 Mei 2013, keterangan dari Ibu Harniati, staf Direktorat Hukum Internasional dan OP. 42http://ditjenahu.kemenkumham.go.id/publikasi/berita/item/358-ditjen-ahu-gelar-pelatihan-bersama-peningkatan-kapasitas-central-authority-dengan-competent-authorities,"Pengembalian Hasil Aset Tindak Pidana di Luar Negeri (Asset Recovery) dan Prinsip Kerahasiaan Bank (Bank Secrecy) dalam Pelaksanaan Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana / Mutual Legal Assistance (MLA) in Criminal Matters", diakses 14 November 2013. 43

http://ditjenahu.kemenkumham.go.id/publikasi/berita/item/379-pelatihan-bersama-otoritas-pusat-singapura, “Pelatihan Bersama Otoritas Pusat Singapura, diakses 14 November 2013.

Page 66: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

65

Sebagai Otoritas Pusat, data dan informasi yang terhimpun selama proses penanganan permintaan bantuan, membutuhkan database IT yang dapat diandalkan. Database IT yang ada pada saat ini di Direktorat HIOP masih belum memadai, dimana data masih disimpan secara manual dan belum ada sistem aplikasi TI yang dipakai (database internal).44 Dengan perbandingan dengan Otoritas Pusat Australia, kondisi saat ini masih jauh tertinggal dan membutuhkan perbaikan ke depan. Untuk mewujudkan adanya database yang dapat terhubung dengan database dari institusi penegak hukum atau institusi lainnya masih belum bisa dilaksanakan, antara lain karena keterbatasan anggaran.

Terkait database, sarana dan prasarana tidak hanya menjadi pokok

permasalahan. Kerahasiaan (secrecy) data/informasi juga merupakan hal penting, khususnya dalam proses penyidikan. Kementerian Hukum dan HAM sebagai Otoritas Pusat perlu menjamin keamanan data informasi yang disampaikan oleh institusi penegak hukum/institusi lain yang terkait atas informasi yang disampaikan. Kebocoran informasi dapat membahayakan proses penegakan hukum yang sedang berlangsung.45 Sifat strategis dari unit ini perlu disikapi dengan berbagai langkah yang tepat untuk memperkuat unit Otoritas Pusat sebagai komponen penting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di masa yang akan datang.

Dengan demikian, peran Otoritas Pusat dapat diproyeksikan sebagai Clearing

House yang diperkuat dengan menempatkan pejabat fungsional dari masing – masing instansi terkait 46(Kepolisian, Kejaksaan, Kementerian Luar Negeri, PPATK – ed.). Dalam prakteknya, keberadaan perwakilan dari institusi penegak hukum terkait akan membantu proses pelaksanaan tugas Otoritas Pusat dimana pengetahuan teknis dan praktis dari masing-masing perwakilan dapat dipergunakan untuk mempercepat proses yang berlangsung. Otoritas Pusat juga dapat dikembangkan menjadi “knowledge centre” bagi aparat penegak hukum dalam penanganan permintaan, memperkuat koordinasi dengan pelatihan terpadu dalam upaya penegakan hukum melalui kerjasama internasional.

Pada bulan Desember tahun 2010, Pemerintah Indonesia mengikuti self-

assessment yang dilanjutkan dengan Desk Review, Country Visits, dan penyusunan Country Report menghasilkan 32 buah rekomendasi terhadap implementasi ketentuan Bab III dan IV UNCAC, diantaranya rekomendasi mengenai bantuan timbal balik masalah pidana yang tergabung dalam lingkup kerjasama internasional.47

44

Op.cit. Notulensi pertemuan “Koordinasi Perencanaan dan Penganggaran Otoritas Pusat dalam rangka Bantuan Timbal Balik, Ruang Rapat SG-5, Bappenas, 27 Mei 2013, keterangan dari Ibu Harniati, staf Direktorat Hukum Internasional dan OP. 45

Op.cit. Notulensi pertemuan “Koordinasi Perencanaan dan Penganggaran Otoritas Pusat dalam rangka Bantuan Timbal Balik, Ruang Rapat SG-5, Bappenas, 27 Mei 2013, keterangan dari Ibu Putri, staf Direktorat PJKAKI, Komisi Pemberantasan Korupsi. 46

Op.Cit, Slide No. 28, Data paparan “Posisi dan Kedudukan Central Authority di Kemkumham”, paparan Ruang Direktur Hukum dan HAM, Bappenas, tanggal 6 Agustus 2013 oleh Direktur Hukum Internasional dan Otoritas Pusat Kementerian Hukum dan HAM. 47

Presentasi KPK, Pelatihan Omnibus, Bappenas bekerjasama dengan UNODC, 7-9 Desember 2012,

Hotel Harris Sentul.

Page 67: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

66

Tabel 4.3 Rekomendasi UNCAC terkait Kerjasama Internasional

KERJASAMA INTERNASIONAL TINDAK LANJUT

1. Consider indicating in the law a time limit for deciding to extradite to ensure expeditious procedure

Penyempurnaan RUU Ekstradisi Penyusunan SOP

2. When denying an extradition request against a national, ensure that the case is considered for prosecution in Indonesia

3. With regard to extradition requests against a national and relating to the enforcement of a sentence, ensuring enforcing the sentence in Indonesia if the extradition request is denied

4.

Explore the possibility of reconsidering the conditions on which mutual legal assistance can be afforded without a treaty in order to enable, at least, non-coercive measures of mutual legal assistance to be provided

Penyempurnaan RUU MLA

5. Enable mutual legal assistance in relation to offences for which a legal person may be held liable

6. Ensure that information can be transmitted to another State party without prior request

7. Explore the possibility of providing the KPK, NPO and AGO with the authority to override bank secrecy in the execution of mutual legal assistance requests

8.

In consistency with the practice, specify in the laws that the condition of indicating a desired time limit for request execution is not mandatory, and that Indonesia shall consult with the requesting State when the information contained in the request is not sufficient for approval

9.

Explore the possibility of ensuring that the execution of a request can be postponed on the ground that it interferes with an ongoing investigation, prosecution or judicial proceeding in Indonesia

10.

Ensure that mutual legal assistance cannot be refused on the ground that it may burden the assets of the state by providing that the costs will be borne by the requested State, unless otherwise agreed

11. Although information available to the general public has been transmitted to a requesting State, ensure that such practice is specified in the law

12. Explore the possibility of transmission of information and documents which are not available to the general public to a requesting State

Menindaklanjuti hasil rekomendasi diatas, secara garis besar beberapa hal yang

terkait dengan pelaksanaan Otoritas Pusat berhubungan dengan (i) Percepatan proses koordinasi dalam rangka penanganan permintaan bantuan baik dari dalam maupun luar negeri; dan (ii) Sharing informasi dari unit Otoritas Pusat secara pro-aktif (tanpa diminta/prior request) dari negara lain sehubungan dengan proses penanganan permintaan. Hal ini yang diperlukan sebagai masukan kepada unit Otoritas Pusat untuk meningkatkan kinerja lembaga sebagai komponen dalam upaya pencegahan

Page 68: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

67

dan pemberantasan korupsi. Hal yang menjadi tantangan ke depan dari unit Otoritas Pusat ini adalah sejauhmana respon dan langkah strategis yang dapat dilakukan untuk memperkuat peran dari Otoritas Pusat berdasarkan rekomendasi yang telah diberikan?

B. Perencanaan dan Penganggaran yang mendukung Pelaksanaan Kerjasama Timbal Balik dalam Masalah Pidana (MLA)

1. Tugas dan Fungsi

Direktorat Hukum Internasional dan Otoritas Pusat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang hukum internasional dan otoritas pusat sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Administrasi Hukum. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 349, Direktorat Hukum Internasional dan Otoritas Pusat menyelenggarakan fungsi:48

penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang hukum internasional dan otoritas pusat;

pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang hukum internasional dan otoritas pusat;

penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang hukum internasional dan otoritas pusat;

pemberian bimbingan, petunjuk pelaksanaan ekstradisi dan pemindahan narapidana, bantuan hukum timbal balik, dan hukum humaniter, hukum ekonomi, lembaga, dan hukum perdata internasional, hukum laut, hukum udara dan angkasa, serta hukum lingkungan;

pemberian pertimbangan, pendapat hukum, tanggapan dan penyelesaian masalah di bidang hukum internasional dan otoritas pusat, inventarisasi, koordinasi, sosialisasi, perjanjian dan masalah internasional;

pengembangan di bidang hukum internasional; pemberian informasi dan fasilitasi data di bidang hukum internasional dan

otoritas pusat; dan pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Hukum

Internasional dan Otoritas Pusat.

2. Indikator Kinerja, Perencanaan dan Penganggaran

Sejauhmana tugas dan fungsi Otoritas Pusat dapat tercermin dalam proses perencanaan dan penganggaran unit terkait? Untuk menjawab hal tersebut, perlu melihat proses penyusunan indikator keberhasilan pelaksanaan kinerja dari unit

48

http://ditjenahu.kemenkumham.go.id/organisasi/direktorat-hukum-internasional-dan-otoritas-pusat, akses 18 November 2013.

Page 69: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

68

Direktorat Hukum Internasional dan Otoritas Pusat – terutama yang terkait dengan tugas dan fungsi sebagai Otoritas Pusat, sebagai berikut:

Gambar 4.1

Struktur Kelembagaan Kemkumham terkait Pelaksanaan MLA

Sebagai catatan penting, di dalam Rencana Strategis Kementerian Hukum

dan HAM 2010-2014,49 tidak mencantumkan indikator yang merupakan kinerja terpenting dari Ditjen AHU terkait penyelenggaraan fungsi Otoritas Pusat dan Ekstradisi. Mengingat penugasan kepada Ditjen AHU c.q. Direktorat Hukum Internasional dan Otoritas Pusat pada tahun 200950, maka ketiadaan penyebutan

49

http://www.kemenkumham.go.id/attachments/article/2058/Renstra%202010-2014.pdf, di akses 21 November 2013. 50

Berdasarkan SK Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH.04.AH.08.02 tahun 2009 tentang Pelaksana Tugas di Bidang Ekstradisi dan Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana di Kementerian Hukum dan HAM, maka unit Ditjen AHU, khususnya Direktorat Hukum Internasional dan Otoritas Pusat, ditugaskan sebagai unit pelaksana kewenangan Menteri sebagai pemegang otoritas pusat. Tugas lain

Program Administrasi Hukum Umum

Kegiatan Administrasi Hukum Internasional (Anggaran TA 2013 Rp. 2,6 miliar dan TA 2014 Rp. 4,0 miliar)

Indikator: Indikator kegiatan berkembang dari tahun 2013-2014 menjadi lebih memperlihatkan indikator keluaran peran CA

Indikator Kinerja Direktorat HI dan Otoritas Pusat (TA. 2014) 1. % tindak lanjut permohonan bantuan timbal balik yang diteruskan dari dan

kepada pihak terkait; 2. % tindak lanjut permohonan ekstradisi yang diteruskan dari dan kepada

pihak terkait; 3. % penyampaian rekomendasi tanggapan hukum dari Ditjen AHU terkait Hk

Ekonomi, Hk Perdata Internasional dan lembaga internasional kpd organisasi internasional dan instansi terkait;

4. % pemberian tanggapan terhadap perjanjian internasional dan ratifikasinya terkait hukum laut, hk udara dan lingkungan kepada organisasi internasional dan instansi terkait;

5. % keberhasilan penyusunan bahan pertimbangan dan bahan analisa pelaksanaan dan penghormatan hukum humaniter;

6. % keberhasilan penyusunan bahan pertimbangan dan analisa atas perkembangan hukum di bidang TSP

Page 70: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

69

indikator kinerja sebagai bagian dari pelayanan Ditjen AHU, dapat dipahami bahwa dukungan terhadap kinerja Otoritas Pusat sangat minim. Nomenklatur unit eselon II sebagai pelaksana tugas Otoritas Pusat masih menggunakan nomenklatur lama sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2013, yaitu dengan nomenklatur “Direktorat Hukum Internasional”. Baru pada awal perencanaan penganggaran tahun 2014 Kementerian Hukum dan HAM memakai nomenklatur “Direktorat Hukum Internasional dan Otoritas Pusat” disertai perubahan penggunaan indikator yang berbeda (sebagaimana diuraikan dalam tabel 4.4 di bawah ini).

Tabel 4.4

Renstra Kementerian Hukum dan HAM 2010-2014 Program Administrasi Hukum Umum

Program/ Kegiatan

Output Indikator Target 2010

Target 2014

Unit Pelaksana

Program Administrasi Hukum Umum Kegiatan Administrasi Hukum Internasional

Peningkatan kualitas pengembangan dan implementasi perjanjian internasional

Persentase keberhasilan pengembangan dan implementasi perjanjian internasional di bidang hukum pidana internasional sesuai SOP

10% 15% Direktorat Hukum Internasional

Persentase keberhasilan pengembangan dan implementasi perjanjian internasional di bidang hukum ekonomi internasional, hukum organisasi internasional dan hukum perdata in ternasional sesuai SOP

60% 80%

Persentase keberhasilan pengembangan dan implementasi perjanjian internasional di bidang hukum laut, hukum udara dan angkasa serta hukum lingkungan sesuai SOP

19% 25%

Dalam perkembangannya terjadi dinamika penyusunan indikator kinerja dari

unit Direktorat Hukum Internasional dan Otoritas Pusat. Kurun waktu 2010-2014, penyusunan indikator untuk unit terkait mengalami perubahan nomenklatur dan indikator serta rincian alokasi anggaran, sebagai berikut:

yang terkait di dalamnya adalah melaksanakan proses ekstradisi berdasarkan Pasal 22 ayat (2) jo. Pasal 44 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi.

Page 71: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

70

Tabel 4.5 Indikator Kinerja terkait Otoritas Pusat kurun waktu 2010-201451

Tahun Nama

Kegiatan Indikator

Alokasi (dlm juta)

Realisasi %

2010 Program Pelayanan dan Bantuan Hukum

Peningkatan Kualitas Pelayanan di bidang Keimigrasian, HKI dan Administrasi Hukum Umum Catatan: kegiatan Otoritas Pusat sebagai bagian dari Program Pelayanan dan Bantuan Hukum yang masih bersifat “gelondongan anggaran” dan belum berdasarkan indikator tersendiri sebagai output penting dari pelaksanaan Program tersebut sebagaimana ketentuan berbasis kinerja (2009)

51,1 (total anggaran untuk Program)

NA NA

2011 Administrasi Hukum Internasional

Persentase keberhasilan pengembangan dan implementasi perjanjian internasional di bidang hukum pidana internasional sesuai SOP

2.115,0 NA NA

Persentase keberhasilan pengembangan dan implementasi perjanjian internasional di bidang hukum ekonomi internasional, hukum organisasi internasional dan hukum perdata internasional sesuai SOP

Persentase keberhasilan pengembangan dan implementasi perjanjian internasional di bidang hukum laut, hukum udara dan angkasa serta hukum lingkungan sesuai SOP

2012 Administrasi Hukum Internasional

Persentase keberhasilan pengembangan dan implementasi perjanjian internasional di bidang hukum pidana internasional sesuai SOP

3.513,0 2.827,6 80,49%

Persentase keberhasilan pengembangan dan implementasi perjanjian internasional di bidang hukum ekonomi internasional, hukum organisasi internasional dan hukum perdata internasional sesuai

51

Data diolah dari dokumen trilateral meeting, dan Renja Kemkumham kurun waktu 2010-2014.

Page 72: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

71

Tahun Nama

Kegiatan Indikator

Alokasi (dlm juta)

Realisasi %

SOP

Persentase keberhasilan pengembangan dan implementasi perjanjian internasional di bidang hukum laut, hukum udara dan angkasa serta hukum lingkungan sesuai SOP

2013 Administrasi Hukum Internasional

Persentase keberhasilan pengembangan dan implementasi perjanjian internasional di bidang hukum pidana internasional sesuai SOP

2.506,0 NA*) NA

Persentase keberhasilan pengembangan dan implementasi perjanjian internasional di bidang hukum ekonomi internasional, hukum organisasi internasional dan hukum perdata internasional sesuai SOP

Persentase keberhasilan pengembangan dan implementasi perjanjian internasional di bidang hukum laut, hukum udara dan angkasa serta hukum lingkungan sesuai SOP

2014 Administrasi Hukum Internasional dan Otoritas Pusat

Persentase tindak lanjut permohonan bantuan timbal balik yang diteruskan dari dan kepada pihak terkait

2.258.2**)

NA NA

Persentase tindak lanjut permohonan ekstradisi yang diteruskan dari dan kepada pihak terkait

Persentase penyampaian rekomendasi tanggapan hukum dari Ditjen AHU terkait hukum ekonomi, hukum perdata internasional dan lembaga internasional kepada organisasi internasional dan instansi terkait

Persentase pemberian tanggapan terhadap perjanjian internasional dan ratifikasinya terkait hukum laut, hukum udara dan lingkungan

Persentase penyampaian rekomendasi tanggapan hukum dari Ditjen AHU terkait hukum laut, udara dan lingkungan kepada

Page 73: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

72

Tahun Nama

Kegiatan Indikator

Alokasi (dlm juta)

Realisasi %

organisasi internasional dan instansi terkait

Persentase pemberian tanggapan terhadap perjanjian internasional dan ratifikasinya terkait hukum laut, udara dan lingkungan, penyampaian rekomendasi tanggapan hukum dari Ditjen AHU terkait hukum laut, udara, lingkungan kepada organisasi internasional

Persentase keberhasilan penyusunan bahan pertimbangan dan bahan analisa pelaksanaan dan penghormatan hukum humaniter

Persentase keberhasilan penyusunan bahan pertimbangan dan analisa atas perkembangan hukum di bidang transfer or sentenced persons (pemindahan narapidana)

*) : kegiatan tahun 2013 masih berlangsung; **) : Rencana pelaksanaan kegiatan untuk tahun 2014 hasil optimalisasi Kemenkumham TA 2014 (sumber: Ringkasan RKAKL Hasil Optimalisasi TA 2014 Kemkumham).

Pada rencana kerja tahun 2012, indikator persentase keberhasilan penyelesaian

permohonan bantuan timbal balik dan ekstradisi dimunculkan sebagai bagian dari beberapa indikator kinerja penting lainnya untuk mencapai sasaran pemenuhan tugas dan fungsi dari Kementerian Hukum dan HAM di tahun 2012, yaitu “Seluruh unit kerja memenuhi standar pelayanan prima dan mencapai target kinerjanya dengan administrasi yang akuntabel”52. Ketiadaan indikator dalam Renstra sebelumnya telah diperbaiki, sehingga di dalam LAKIP Kementerian Hukum dan HAM tahun 2012, telah dapat disampaikan beberapa kinerja yang terkait dengan tugas dan fungsi Direktorat HIOP.

Di tahun 2014, Kementerian Hukum dan HAM juga telah mencantumlan

sasaran dan indikator yang telah memperlihatkan gambaran kinerja terkait pelaksanaan bantuan hukum timbal balik dan ekstradisi dengan kalimat “Persentase (%) keberhasilan penyelesaian permohonan Bantuan Timbal Balik dan Ekstradisi yang diteruskan dari dan kepada pihak terkait”. Dengan demikian, penilaian kinerja baru dapat secara konsekuen dilaksanakan sesuai tugas dan fungsi Direktorat HIOP di tahun 2014 mendatang.

52

LAKIP Kementerian Hukum dan HAM Tahun 2012, http://www.kemenkumham.go.id/attachments/article/2053/LAKIP%20FINAL%202012%20Kemenkumham.pdf.

Page 74: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

73

3. Kinerja Otoritas Pusat Secara garis besar, kinerja Direktorat HIOP dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya sampai dengan saat ini sudah melaksanakan penanganan teknis permintaan MLA ke luar negeri maupun permintaan MLA dari pihak luar negeri sebagaimana tabel di bawah ini:

Tabel 4.6

Permintaan Bantuan Hukum (MLA) ke Pemerintah Republik Indonesia dan oleh Pemerintah Republik Indonesia

Kurun Waktu Januari-Desember 2011

Permintaan Bantuan Hukum (MLA) ke Pemerintah Republik Indonesia

Permintaan Bantuan Hukum Timbal Balik (MLA) oleh Pemerintah Republik

Indonesia

Total sebanyak 56 permintaan

Total sebanyak 35 permintaan

Sumber: Data diolah dari LAKIP Kemenkumham, 2011.

Dari jumlah permintaan kepada Pemerintah Indonesia melalui Otoritas Pusat, setelah dilakukan proses telaah dan lain-lain, diteruskan oleh Otoritas Pusat kepada institusi penegak hukum lainnya. Dari gambar di bawah ini, permintaan dari Negara lain mayoritas diteruskan kepada Polri untuk tindak lanjut penangannya.

Gambar 4.2 Tindak Lanjut Proses Permintaan MLA Periode Januari – Desember 2011

Sumber: Data diolah dari LAKIP Kemenkumham, 2011 (catatan: beberapa permintaan

diteruskan ke beberapa institusi penegak hukum)

KPK PolriKemenku

mhamKemlu

Kejaksaan Agung

Lain-lain

Tindak Lanjut Proses PermintaanMLA ke Pemerintah Republik

Indonesia6 36 2 7 2 10

05

10152025303540

N=56

Page 75: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

74

Tabel 4.7 Permintaan Ekstradisi ke Pemerintah Republik Indonesia dan oleh

Pemerintah Republik Indonesia Kurun Waktu Januari-Desember 2011

Permintaan Ekstradisi ke Pemerintah Republik Indonesia

Permintaan Ekstradisi ke Luar Negeri

Total 19 Permintaan

Total 4 Permintaan

Sumber: Data diolah dari LAKIP Kemenkumham, 2011.

Gambar 4.3

Tindak Lanjut Proses Permintaan Ekstradisi Periode Januari-Desember 2011

Sumber: Data diolah dari LAKIP Kemenkumham, 2011 (catatan beberapa permintaan

diteruskan ke beberapa institusi penegak hukum)

Dari gambar di atas, tindak lanjut dari permintaan bantuan diserahkan unit

Otoritas Pusat kepada pihak Kepolisian. Dapat diasumsikan bahwa sebagian besar permintaan bantuan yang masuk masih dalam tahap penyidikan dan penyelidikan.

Dari data diatas sebenarnya diharapkan adanya laporan perkembangan

penanganan permintaan incoming maupun outgoing dari Negara lain oleh instansi terkait untuk menunjukkan kinerja selanjutnya. Namun, karena keterbatasan informasi maka tidak terlihat perkembangan penanganan di instansi selanjutnya. Sejauh ini masih belum terlihat proses monitoring yang menggunakan sistem informasi, dimana dengan sarana tersebut Otoritas Pusat dapat secara pro-aktif melaksanakan koordinasi pemantauan penanganan permintaan. Dengan adanya sistem informasi, diharapkan di masa mendatang unit Otoritas Pusat dapat diproyeksikan menjadi “clearing house” dalam penanganan permintaan baik oleh institusi penegak hukum Indonesia maupun Negara lain.

Kejaksaan Agung Polri lain-lain

Tindak Lanjut ProsesPermintaan Ekstradisi

kepada PemerintahIndonesia

4 12 8

0

2

4

6

8

10

12

14

Page 76: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

75

Untuk tahun 2012, beberapa kegiatan Otoritas Pusat yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8

Kegiatan dalam Rangka MLA dan Ekstradisi Periode Tahun 201253

Terkait MLA Ekstradisi

a. Penandatanganan MoU dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka percepatan Pemberantasan Korupsi;

b. Kerjasama Bilateral antara Indonesia dengan Perancis dalam rangka Bantuan Hukum Timbal Balik (MLA);

c. Pelaksanaan ASEAN Senior Office Meeting di Bandung tanggal 5-7 November 2012 dengan output membuat standar form dalam rangka Bantuan Hukum Timbal Balik dan Ekstradisi. Tujuan penyelenggaraan 6th Meeting of Senior Officials on the Treaty on Mutual Legal Assistance in the Criminal Matters adalah untuk meningkatkan kinerja para penegakan hukum dalam memberantas kejahatan lintas batas di kawasan Asia Tenggara yang berwenang dalam hal pencegahan, penyidikan dan penuntutan melalui Perjanjian Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara negaranegara di Kawasan Asia Tenggara.

d. Permintaan Bantuan Hukum Timbal Balik Kasus Pesawat Sukhoi oleh Pemerintah Rusia.

e. Forum Negosiasi Perjanjian Bilateral antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab tentang Mutual Legal Assistance dan Ekstradisi diselenggarakan di Nusa Dua, Bali tanggal 26-28 Juni 2012. Forum ini dipergunakan untuk pertukaran informasi mengenai sistem hukum MLA dan Ekstradisi di kedua negara.

a. Perundingan Perjanjian Ekstradisi dan Bantuan Hukum Timbal Balik dengan Pemerintah Vietnam.

Kurun waktu selanjutnya di tahun 2013, permintaan dari dalam negeri maupun

permintaan dari luar negeri terkait MLA dan Ekstradisi adalah sebagaimana data-data di tabel berikut:54

53

LAKIP Tahun 2012, Kementerian Hukum dan HAM. 54

Data paparan “Posisi dan Kedudukan Central Authority di Kemkumham”, paparan Ruang Direktur Hukum dan HAM, Bappenas, tanggal 6 Agustus 2013 oleh Direktur Hukum Internasional dan Otoritas Pusat Kementerian Hukum dan HAM.

Page 77: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

76

Tabel 4.9 Penerimaan Permintaan MLA dari Dalam dan Luar Negeri

Periode Januari – Juni 2013

Permintaan MLA dari dalam Negeri Permintaan MLA dari Luar Negeri

4 kasus permintaan dengan uraian: (ke Singapura, Cina dan Jepang) dengan status:

3 permintaan belum dijawab

1 permintaan sudah dijawab dan ditindaklanjuti ke Kepolisian.

21 kasus dengan uraian:

9 kasus masih dalam proses

6 kasus sudah selesai

5 kasus masih dalam proses telaahan

1 kasus dalam proses pengiriman

Sumber: Data diolah dari bahan paparan Direktorat HI dan OP, 2013.

Dari sisi perencanaan dan penganggaran dapat dianalisa lebih jauh bagaimana

perbaikan perlu dilaksanakan untuk dapat mengukur sejauhmana perencanaan dan penganggaran dapat bermanfaat untuk mendukung kinerja Direktorat HIOP ke depan. Sebagai contoh, untuk tahun 2011, dengan alokasi sebesar Rp. 2.115,0 juta, sejauh ini masih belum ada informasi mengenai persentase penyerapan anggaran yang mendukung kinerja penanganan 56 permintaan bantuan yang berasal dari luar negeri (incoming) dan 35 permintaan bantuan yang diajukan oleh instansi di Indonesia (outgoing).

Pada tahun berikutnya, penyerapan alokasi anggaran pada tahun 2012 oleh

Direktorat HIOP yang semula dialokasikan sebesar Rp. 3.153,3 juta hanya terserap 80,49% yaitu sebesar Rp. 2.827,6 juta55. Sejauh ini tidak ada informasi yang rinci mengenai jumlah permintaan bantuan yang diajukan oleh instansi di Indonesia (outgoing) dan permintaan bantuan yang berasal dari luar negeri (incoming) permintaan bantuan sebagai uraian kinerja yang diperlihatkan oleh unit Otoritas Pusat di tahun 2012 Dibandingkan dengan data-data yang diperoleh dari LAKIP Kementerian Hukum dan HAM di tahun 2011 yang menguraikan jumlah permintaan masuk dan keluar dengan lebih terinci, data di LAKIP tahun 2012 tidak memberikan rincian yang sama. Dengan demikian, sejauh ini belum dapat dihasilkan olahan informasi selanjutnya mengenai sejauhmana capaian kinerja tugas dan fungsi otoritas pusat di tahun 2012 tersebut (lihat Tabel 4.5).

Informasi mengenai kebutuhan anggaran dalam melaksanakan fungsi otoritas

pusat dalam hal ini juga masih belum diperoleh dari Direktorat HIOP. Dengan demikian belum ada informasi mengenai baseline kebutuhan apa saja yang diperlukan dan jumlah besaran alokasi anggaran yang dianggap proporsional. Dengan adanya SOP yang telah disusun (berdasarkan bantuan NLRP – maupun pengembangan selanjutnya oleh Direktorat HIOP) seharusnya dapat menjadi dasar bagi unit terkait untuk menghitung kebutuhan berdasarkan kinerja yang akan dilaksanakan ke depan. Penghitungan kinerja selanjutnya akan memperhatikan pelaksanaan kinerja sebelumnya dan antisipasi prakiraan penanganan permintaan lainnya, sehingga kinerja dapat terbiayai. Sebagai contoh input berupa jumlah perkiraan penanganan permintaan dan tindak lanjut yang diperlukan, jumlah nominal perkiraan kebutuhan

55

Laporan Tahunan Kementerian Hukum dan HAM tahun 2012.

Page 78: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

77

dukungan finansial dalam proses koordinasi dan operasional lainnya, adalah merupakan informasi penting yang diperlukan dari Direktorat HIOP di masa mendatang.

Mekanisme at cost menjadi penting dalam sistem perencanaan dan

penganggaran dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat HIOP. Dalam prakteknya disampaikan bahwa masih banyak kebutuhan dana operasional belum diakomodasi dalam perencanaan dan penganggaran unit tersebut. Sebagai contoh adalah kebutuhan pertemuan-pertemuan informal dalam penanganan permintaan, membeli buku referensi yang mendukung operasional pelaksanaan MLA, biaya telepon dari maupun kepada otoritas pusat negara terkait lainnya. Pola kerja informal sejauh ini masih diperlukan untuk mendukung pelaksanaan kerja Otoritas Pusat. Penggunaan dana pimpinan dalam proses kerja informal masih dilaksanakan, dan diharapkan mekanisme perencanaan dan penganggaran dapat lebih fleksibel untuk mendukung kinerja staf Direktorat HIOP dalam mendukung operasional tugas sehari-hari baik dalam proses kerja formal dan informal.

Dari data-data penanganan permintaan incoming dan outgoing sebagaimana

disampaikan, kebutuhan terhadap sistem informasi penanganan permintaan MLA sangat diperlukan baik sebagai sarana kebutuhan internal dan memfasilitasi kebutuhan institusi terkait lainnya.

Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Jangka Panjang 2012-2025, dan Jangka Pendek 2012-2014) di dalam Road Mapnya mengamanatkan indikator “% Pengembalian Aset Tipikor”. Untuk kurun waktu 2012-2014, target akhir yang ditetapkan pada tahun 2014 adalah 80%. Indikator dan target dari Stranas PPK ini terkait erat dengan kinerja unit Otoritas Pusat yang mendukung proses penanganan perkara tindak pidana korupsi. Untuk tahun 2013, Kementerian Hukum dan HAM dalam melaksanakan Inpres No. 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, sebagai berikut:

Strategi Stranas

PPK Aksi56 Indikator Keberhasilan

Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil Tipikor

Penguatan Kapasitas Kelembagaan Otoritas Pusat dengan ukuran keberhasilan

Tersedianya data mengenai jumlah penanganan perkara yang ditindaklanjuti (baik sebagai negara Peminta maupun negara Diminta);

Data mengenai jumlah inventaris aset hasil Tipikor per perkara;

Pelatihan dan asistensi teknik pada lembaga penegak hukum, baik kualitatif dan kuantitatif dalam rangka penyelamatan aset

Terlaksananya evaluasi atas SDM (key personnels);

Tersedianya SOP/mekanisme penanganan MLA dan Ekstradisi;

Terlaksananya pelatihan berkala di Otoritas Pusat;

Terlaksananya pelatihan bersama antara Otoritas Pusat dengan competent

56

Aksi PPK 2013, Kementerian Hukum dan HAM.

Page 79: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

78

Strategi Stranas PPK

Aksi56

Indikator Keberhasilan

hasil korupsi termasuk perihal intelejen/forensik keuangan

authorities; Meningkatnya jumlah keberhasilan MLA

dan kerjasama internasional

Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan

Penyempurnaan dan percepatan pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Mutual Legal Assistance sesuai rekomendasi hasil review United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)

Diserahkannya RUU kepada Presiden

Hasil pelaksanaan Aksi PPK 2013 yang disampaikan kepada Sekretariat Stranas PPK (Bappenas dan UKP4) adalah penyampaian data base jumlah permintaan keluar dan permintaan masuk bantuan timbal balik dari periode tahun 2009- Juni 2013, berdasarkan rapat pembahasan yang melibatkan perwakilan dari instansi seperi Kejaksaan Agung, Divhubinter Mabes Polri, Direktorat Perjanjian Polkamwil, Kemlu dan pejabat serta staf Direktorat Hukum Internasional dan Otoritas Pusat. Data terbarukan yang diperoleh juga meliputi jumlah aset dugaan Tipikor per perkara terkait tindak pidana penipuan, perbankan dan pencucian uang (predicate crime) yang melibatkan Bank Century kepada beberapa negara seperti Hong Kong, Swiss, Guersey dan Jersey, dengan total perkiraan aset sejumlah USD 180.000.000 (setelah hasil validasi)57. Sejauh ini belum ada informasi berapa jumlah aset yang telah masuk ke dalam kas negara dari total perkiraan aset yang menjadi target dalam upaya penyelamatan aset hasil tindak pidana korupsi oleh seluruh pemangku kepentingan terkait.

Belum ada data juga sejauh ini berapa besar dukungan finansial/penggunaan

jumlah sumber daya APBN untuk memperoleh kembali aset hasil tipikor. Sebagai informasi, kurun waktu pelaksanaan KIB I-II (2004-2013)58, diperoleh data penyelamatan aset hasil tindak pidana korupsi yang berhasil diselamatkan oleh Kejaksaan Agung dan KPK adalah sebagai berikut:

57

Laporan B-09 Pelaksanaan Aksi PPK 2013, Dirjen AHU, Kementerian Hukum dan HAM – Data Jumlah Inventarisasi Aset Hasil Dugaan Tipikor. 58

Laporan Kabinet Indonesia Bersatu I-II, 2004-2013 – capaian pembangunan hukum dan HAM, Bappenas, 2013.

Page 80: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

79

Tabel 4.10 Data Keuangan Negara yang Berhasil Diselamatkan Oleh Kejaksaan Agung

No Kegiatan Kabinet Indonesia Bersatu I

(Milyar Rupiah) Kabinet Indonesia Bersatu II

(Milyar Rupiah) 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

1 Diselamatkan (perdata)

173 623 1.492 430 396 2.554 3.171 34.854 2.085 592,9

2 Dipulihkan (PPH)

85 23 21 58 123 2.172 1.617 180 438 66,4

Sumber : Kejaksaan Agung, Mei 2013

Tabel 4.11

Data Keuangan Negara yang Berhasil Diselamatkan Oleh KPK

No Kegiatan Periode Kabinet Indonesia Bersatu I

(Juta Rupiah) Periode Kabinet Indonesia Bersatu II

(Juta Rupiah) 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

1 Kasus TPK 6.944 12.771 45.563 407.891 142.994 189.371 134.907 119.134 118.847

2 Kasus

Gratifikasi 15 219 2.892 3.909 1.288 3.060 3.155 2.521 1.509

Sumber : KPK, November 2013

Jika kita cermati bersama, masih belum terlihat data terpilah yang secara

spesifik menjelaskan bahwa angka rupiah keuangan negara yang berhasil diselamatkan berasal dari aset hasil tindak pidana korupsi yang berada di dalam maupun di luar negeri. Sebagai salah satu unsur pendukung upaya penyelamatan aset hasil tipikor, tentunya peran aktif unit otoritas pusat menjadi sangat strategis dalam upaya penyelamatan aset hasil tipikor.

Page 81: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

80

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Page 82: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

81

V. Kesimpulan dan Rekomendasi A. Kesimpulan

Dari berbagai uraian informasi yang diperoleh sebagai bahan evaluasi pencapaian kinerja unit Otoritas Pusat, Kementerian Hukum dan HAM, dapat disimpulkan bahwa:

1. Kementerian Hukum dan HAM melalui unit Direktorat Hukum

Internasional dan Otoritas Pusat telah berupaya secara maksimal dalam melaksanakan amanat UU No. 1 Tahun 2006, sebagai Otoritas Pusat dalam kerangka kerjasama timbal balik dalam masalah pidana antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara lain. Kinerja fungsi Otoritas Pusat yang disampaikan kurun waktu 2005-2011 yaitu 56 permintaan dari Negara lain dan 29 permintaan dari institusi penegak hukum Indonesia, memperlihatkan bahwa Otoritas Pusat telah berupaya cukup maksimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Otoritas pusat dalam hal ini, sudah mampu melaksanakan indikator kinerja yang telah ditetapkan seperti (i) Persentase tindak lanjut permohonan bantuan timbal balik yang diteruskan dari dan kepada pihak terkait; dan (ii) Persentase tindak lanjut permohonan ekstradisi yang diteruskan dari dan kepada pihak terkait. Namun dari ke-2 indikator tersebut, kinerja yang telah dicapai perlu ditindaklanjuti dengan upaya ke depan untuk mengetahui antara lain dampak yang dihasilkan dari peran otoritas pusat kepada upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, termasuk strategi untuk meningkatkan peran otoritas pusat di masa yang akan datang.

2. Kementerian Hukum dan HAM telah berupaya semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, antara lain melalui langkah-langkah koordinatif dengan institusi penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan, KPK dan Kepolisian. Namun kendala yang dihadapi terkait ego sektoral masing-masing dalam koordinasi penanganan permintaan perlu ditindaklanjuti dengan perumusan kerja bersama untuk tujuan peningkatan pencapaian kinerja dan keberhasilan penanganan permintaan MLA maupun Ekstradisi. Kementerian Hukum dan HAM dalam hal ini telah berupaya menyusun SOP untuk kebutuhan pelaksanaan internal sebagai pelaksana Otoritas Pusat. Namun dalam hal koordinasi dengan pihak luar terkait seperti Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Kementerian Hukum dan HAM, belum dilaksanakan. Harapan ke depan adalah adanya SOP bersama yang terintegrasi antara unit Direktorat HIOP dengan institusi lainnya dalam kerangka jalur formal maupun informal. Tujuan dari SOP bersama ini adalah mengintegrasikan dan mensinergikan langkah-langkah koordinatif dari fungsi administratif dengan fungsi penegakan hukum melalui langkah koordinasi secara pro-aktif. Sebagai contoh setiap tahapan tindak lanjut dalam permintaan bantuan sebagaimana SOP yang disusun oleh Direktorat HIOP diintegrasikan dengan proses penegakan hukum yang dilaksanakan oleh institusi penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, KPK) sehingga terjadi sinergitas informasi yang

Page 83: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

82

diperoleh dalam menyusun proses administratif sebagai pendukung upaya penegakan hukum dapat dilaksanakan secara berkesinambungan.

3. Terkait dengan poin 2 diatas, dilihat dari praktek pelaksanaannya, unit Otoritas Pusat mempunyai peran koordinatif dalam hal pengumpulan data base penanganan permintaan MLA maupun Ekstradisi. Unit Otoritas Pusat di masa yang akan datang dapat diarahkan menjadi “knowledge centre” dari stakeholders terkait upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, diantaranya untuk memperkuat pengetahuan, kapasitas maupun kapabillitas aparat penegak hukum dalam penanganan permintaan bantuan. Perbedaan sistem hukum tiap negara, perbedaan hukum acara, dan lain-lain dapat menjadi acuan informasi bagi aparat penegak hukum lainnya dalam melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing dengan tujuan meningkatkan kinerja pencegahan dan pemberantasan korupsi, serta meningkatkan perolehan aset hasil tindak pidana korupsi sebagai salah satu amanat Stranas Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

4. Unit Otoritas Pusat perlu mengkaji lebih mendalam terkait kebutuhan finansial berdasarkan dana operasional yang proporsional dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Kinerja Otoritas Pusat selama ini perlu memperhitungkan kembali biaya yang diperlukan (input, proses, output)dalam mendukung kinerja. Dengan struktur alokasi anggaran yang diberikan kurun waktu 2010-2014, ternyata dari informasi yang diberikan masih terdapat kekurangan anggaran, seperti untuk biaya-biaya pertemuan koordinasi untuk penanganan permintaan yang sudah existing/dalam proses penanganan selama ini, dan antisipasi permintaan masuk maupun keluar kepada Otoritas Pusat. Belum dapat disimpulkan berapa kebutuhan yang diperlukan karena belum ada informasi yang diberikan oleh Otoritas Pusat dalam hal ini. Sebagai perkiraan, biaya-biaya yang diperlukan adalah terkait dengan biaya operasional pertemuan koordinasi yang jumlahnya perlu dihitung kembali berdasarkan penanganan permintaan yang sedang berlangsung (on-going) maupun yang akan ditangani selanjutnya (pada tahun anggaran berjalan) oleh unit Otoritas Pusat. Selain itu, kebutuhan perjalanan dinas (jika diperlukan dalam proses dimana Otoritas Pusat berkoordinasi dengan aparat penegak hukum) yang perlu dipertimbangkan kembali sejauhmana kebutuhan tersebut relevan dengan tugas dan fungsinya dalam penanganan permintaan.

Page 84: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

83

B. Rekomendasi

Perlu disusun Peta Jalan (roadmap) Otoritas Pusat di masa yang akan datang, sebagai masukan dalam pembahasan revisi UU No. 1 Tahun 2006. Penyusunan peta jalan ini antara lain meliputi kelembagaan, mekanisme koordinasi, mekanisme perencanaan dan penganggaran, sebagaimana berikut:

Perlu adanya mekanisme penataan kelembagaan dengan koordinasi yang lebih optimal. Dalam prakteknya ditemukan belum optimalnya pelaksanaan koordinasi para pemangku kepentingan dalam upaya penyelamatan aset hasil tipikor. Perlu adanya rekonseptualisasi peran otoritas pusat ke depan sebagai pusat koordinasi diantara lembaga penegak hukum. Salah satu upaya adalah mekanisme pertemuan antar pihak secara berkala dengan para pihak yang terlibat dalam proses MLA. Hal ini dilaksanakan untuk mensinergikan upaya yang harus dilaksanakan diantara penegak hukum, sehingga jelas pembagian peran dalam proses penanganan permintaan. Dalam hal ini pembuatan SOP (yang mengatur hubungan eksternal) mengenai peran Otoritas Pusat dan institusi penegak hukum lainnya menjadi penting dan strategis sebagai dokumen acuan para pihak untuk berkoordinasi lebih lanjut. Jika ke depan mekanisme kerja di Otoritas Pusat dapat dilaksanakan dengan lebih efektif dan efisien, perlu adanya peningkatan level kelembagaan dari level eselon IV menjadi level eselon II karena beban tugas dan tanggungjawab yang menjadi amanatnya dalam koordinasi dengan pemangku kepentingan lainnya dapat dilaksanakan secara optimal.

Otoritas Pusat secara kelembagaan dapat diproyeksikan menjadi “knowledge centre” dari para pemangku kepentingan lain baik di dalam maupun di luar negeri terkait upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Penguatan unit Otoritas Pusat dapat didorong sebagai unit yang dapat memberikan informasi/pengetahuan aparat penegak hukum dalam penanganan permintaan bantuan. Unit ini juga dapat diperkuat sebagai unit yang dapat mengelola kapasitas maupun kapabillitas (bimbingan teknis) dalam penanganan permintaan bantuan. “Konwledge Center” dapat diarahkan sebagai sumber informasi mengenai perbedaan sistem hukum tiap negara, perbedaan hukum acara, dan lain-lain dapat menjadi acuan informasi bagi aparat penegak hukum lainnya dalam melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing dengan tujuan meningkatkan kinerja pencegahan dan pemberantasan korupsi, serta meningkatkan perolehan aset hasil tindak pidana korupsi sebagai salah satu amanat Stranas Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

Perlu dibuat rincian prakiraan biaya/anggaran Central Authority dalam pelaksanaan MLA. Dalam hal ini direkomendasikan untuk menggunakan mekanisme penganggaran Otoritas Pusat yang berbasis at-cost. Sebagaimana halnya KPK yang sudah menerapkan dan Kejaksaan yang sedang mengusulkan mekanisme pembiayaan at-cost dikarenakan oleh iklim kerja yang menuntut fleksibilitas penganggaran.

Page 85: DAFTAR ISI - pemulihanaset.com peran otoritas pusat...1 DAFTAR ISI I. Pendahuluan ..... 6

84

Menempatkan tenaga fungsional di Otoritas Pusat untuk ditempatkan di unit Otoritas Pusat (BKO) untuk menangani tugas dan fungsi otoritas pusat ke depan. Penempatan personel dari berbagai lembaga pemangku kepentingan akan memberikan sinergi dalam pemberian bantuan timbal balik karena terdiri dari berbagai profesi pemangku kepentingan yang mempunyai pemahaman peran dan fungsi dalam penegakan hukum/penyelamatan aset tipikor. Hal ini tentunya mendukung fungsi otoritas pusat dalam memproses permintaan bantuan baik dari dalam maupun luar negeri. Ke depan, kepemimpinan unit Otoritas Pusat dapat berasal dari Kejaksaan, Kepolisian, Kementerian Hukum dan HAM atau KPK.