daftar isi
TRANSCRIPT
Daftar Isi :
Kata Pengantar ..................................................................................... i
Abstrak .................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan ..............................................................................
Bab II Tinjauan Pustaka ......................................................................
Bab III Metodologi Penelitian ............................................................
Bab IV Daftar Pustaka .........................................................................
Edwansyah Gumayenda Page 1
Bab I Pendahuluan :
1.1 Konteks Penelitian
Diagnosa manajemen membuat perusahaan meninggalkan praktik
manajemen yang lama, perlu adanya upaya inovasi pada tingkat deduksi
dengan perubahan dan transformasi dalam organisasi atau dalam lingkungan.
Pengembangan ide akan terakselerasi mengenai diskriminasi dan
sikap netralnya organisasi, pada seleksi penuh menyebutkan upaya
mempertahankan disiplin dalam proses seleksi, menata kelola siklus hidup
produk dan produk yang sudah tidak relevan di pasar, mengalami bantahan
berupa bagaimana memperoleh harga dan barang maupun jasa yang tidak
terdapat di pasar, mulai dari pasar gelap hingga menipu kosumen menjadi
opini.
Pada mazhab pemerintah adalah pelayan publik (public servant).
Disinilah diperlukan administrasi publik transformasi (APT). Pandangan
Denhardt, ia mengatakan basis adalah pada : (a) Nilai (value), (b)
Kebersamaan (shared). Pemerintah memiliki tantangan dan tanggung jawab
sebagai public services, pemerintah membangun kekuasaan secara bersama
(power shared). Untuk ini diperlukan seni dalam memerintah seperti : (a)
Sabar, (b) Penuh komitmen, (c) Integritas tinggi, (d) Melalui pendekatan
penghargaan dan pemberdayaan. Perubahan bentuk (transformasi) dapat
dilakukan jika birokrasi pelaksana administrasi publik bersifat atau
berperilaku netral. Konsep netralisasi birokrasi, sudah lama diperbincangkan
tokoh-tokoh yang pernah membincangkan konsep ini adalah polemik antara
Karl Marx dan Hegel. Marx mengolaborasi konsep birokrasi dengan
menganalisa dan mengkritik falsafah Hegel mengenai negara. Analisa
Hegelian menggambarkan bahwa administrasi negara atau birokrasi sebagai
suau jembatan antara negara dengan masyarakat (the Civil Society).
Masyarakat rakyat (Civil Society) ini terdiri atas : (a) Para Profesional, (b)
Pengusaha, (c) Negara (birokrasi) dan yang mewakili berbagai kepentingan
khusus, sedangkan (negara) mewakili kepentingan-kepentingan umum.
Diantara kedua hal ini, birokrasi pemerintah merupakan perantara (medium)
Edwansyah Gumayenda Page 2
yang memungkinkan pesan-pesan dari kepentingan khusus tersebut
tersalurkan kepada kepentingan umum. Tiga susunan ini (negara, birokrasi
dan masyarakat rakyat) diterima oleh Marx, akan tetapi perlu diubah isinya.
Birokrasi Hegel meletakkan pengertian yang berlawanan antara kepentingan
khusus dengan umum. Menurut Marx, posisi birokrasi semacam itu tidak
mempunyai arti apa-apa dalam kegiatan pemerintahan. Negara tidak
mewakili kepentigan umum tetapi mewakili kepentingan khusus yaitu kelas
dominan. Perspektif birokrasi ini merupakan perwujudan dari kelompok
sosial lainnya. Konsepsi Marx menjelaskan disuatu masa kepentingan
birokrasi pada tingkat tertentu akan menjalin hubungan sangat intim dengan
kelas dominan. Dari polemik antara Hegel dan Marx dapat disimpulkan : (1)
Hegel menghendaki kenetralan birokrasi, (2) Marx tidak menghendaki
kenetralan birokrasi. Tesis menuntut konteks mengenai Pertolongan
Kemakmuran bila pemerintah menjadi netral dan resiko institusi menjadi
‘interest’ berkaitan dengan intelektual yang dibutuhkan mendesak
pemusnahan massal.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan,
sebagai berikut :
(1) Konsekuensi seperti apa aspek tematik integratif
mempertimbangkan secara administratif perihal tantangan masa
depan terhadap komptensi hak publik?
(2) Publik yang bagaimana dipihakkan kepada ekonomi pembangunan
sebagai anti-tesis terhadap model pembangunan dan model
industrialisasi yang kurang memihak pada rakyat mayoritas?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian :
(1) Menganalisa tiap individu untuk anggapan sebagai estimasi tekstur
revolusi yang dikehendaki dan yang tidak dikehendaki, dikaitkan
Edwansyah Gumayenda Page 3
dengan kebijakan ‘built-in’ yang merespon penyimpangan sebagai
bentuk kekuasaan terhadap kekuasaan riil dan menerjemahkan
stereotip-stereotip, berikut ini :
(a) Behaviour Deviation Continuity
(b) Conformity
(c) Umpan Balik,
Setiap organisasi dianggap sebagai badan wirausaha yang
harus efisien, lincah, ramping, bugar, dan fleksibel bila ingin
bertahan hidup.
(2) Kognisi definisi globalisasi merubah sistem negara kepada sistem
ekonomi, mengembangkan konsekuensi dari perubahan kebijakan
yang mengganti fungsi pemerintah untuk tidak lagi diberi peran
dalam melakukan redistribusi kekayaan.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian, sebagai berikut :
(1) Bagi Praktisi :
Memberikan penyesuaian dengan yang sudah terkondisi, merubah bentuk
mental masyarakat yang sering disebut sebagai paradigma magis
(2) Bagi Akademis :
Merupakan pengembangan sumber daya manusia menjadi ‘bottom-up’
mengaitkan keberagaman yang sering disebut sebagai paradigma naif
(3) Bagi Birokrasi :
Pengungkit provokator perjuangan kaum miskin, perjuangan dikotomi
dan kaum subsiten dengan modularitas substitusi dan komitmen dinasti
transaksional, memahami provokasi tatanan dan provokator tatanan yang
sudah ada karenanya harus dihancurkan yang sering disebut sebagai
paradigma kritis.
Edwansyah Gumayenda Page 4
1.5 Sistimatika Pembahasan
Skripsi ditulis dalam 5 bab, masing-masing bab terbagi dalam sub-sub bab
yang mempunyai hubungan erat satu sama lain. Secara sistimatika disusun,
sebagai berikut :
(1) Bab I Pendahuluan
Tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, diakhiri dengan sistimatika pembahasan
(2) Bab II Landasan Teori
Tentang teori-teori yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.
Dalam hal ini teori mencakup Thatcerism, adalah asosiasi teori ekonomi
moneter. Dengan kontras kebijakan pemerintah dan penempatan
kebijakan moneter yang mengontrol inflasi dan pengontrolan pembagian
kerja, dimana ekonom Keynesian berorientasi kepada pemerintah harus
menstimulasi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kredit dan
pengeluaran publik terhadap belanja-belanja barang modal pemerintah.
Sisi permintaan ekonomi berargumen pemerintah harus mengintervensi
pasar bebas dengan pemangkasan pajak dan meningkatkan tekanan pada
persatuan buruh. Penempatan prioritas Thatcerism mengaspek agar orang
lebih berusaha keras mencari pekerjaan dan tidak menunggu uluran
tangan pemerintah
(3) Bab III Metodologi Penelitian
Membahas sifat penelitian, sumber data, metode pengambilan sampel,
metode pengambilan data, dan alat analisa
(4) Bab IV Hasil Penelitian dan Analisa
Tentang uraian gambaran umum kondisi perusahaan teori yang diteliti.
Perkembangan usaha dan teori pada posisi perusahaan dalam persaingan
yang berisi analisa aspek kualitatif
(5) Bab V Kesimpulan dan Saran
Tentang kesimpulan dan saran yang didapat dari penelitian yang telah
dilakukan dan dianalisa, berisi saran yang diberikan kepada objek yang
diteliti.
Edwansyah Gumayenda Page 5
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Landasan Teori
Menurut Jhon Grey dalam Beyond The New Right (1993) :
Peran pemerintah adalah mengurangi kejahatan-kejahatan dalam diri manusia dan
menyediakan sebuah kerangka dimana rakyat dan masyarakat dapat mengejar
tujuan-tujuan mereka—tidak menjamin kesejahteraan umum.
Menurut Marx, pemberdayaan masyarakat adalah proses perjuangan
kaum powerless untuk memperoleh ‘surplus value’ sebagai hak normatif,
dilakukan melalui distribusi penguasaan faktor-faktor produksi.
Menurut Friedman, pemberdayaan rumah tangga adalah pemberdayaan
yang mencakup aspek sosial, politik, dan psikologi. Aspek sosial meliputi rumah
tangga lemah memperoleh informasi. Aspek politik meliputi memperoleh akses
dalam proses pengambilan keputusan publik yang memengaruhi masa depan.
Dan aspek psikologis adalah usaha membangun kepercayaan diri.
Edwansyah Gumayenda Page 6
Bab III Metodologi Penelitian
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam proposal ini adalah analisa
kualitatif, dimaksudkan untuk mengungkap gejala-gejala kontekstual melalui
pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan orientasi teoretik,
seperti anjuran Keynes mengenai ekuilibra nol dan studi kasus rezim Margaret
Thatcer dan Ronald Reagen.
3.2 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
3.2.1 Jenis Data
Data sekunder, adalah data yang dikumpulkan dari kasus-kasus yang ada
hubungannya dengan masalah yang akan diteliti.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diambil dengan
menggunakan metode studi pustaka yakni mengumpulkan data inforasi melalui
berbagai buku-buku untuk mendapakan data-data yang dapat membantu dalam
penulisan proposal skripsi.
3.4 Metode Analisa Data
Menggunakan analisa Tematik Integratif yaitu penekanan pada aspek
konsekuensi yang harus dihapus atau digabung menjadi satu tema, secara
administratif, penggabungan menghilangkan pengakuan terhadap kompetensi dan
membawa konsekuensi terhadap hak tunjangan profesi.
3.5 Definisi Operasional dan Indikator Penelitian
3.5.1 Definisi Operasional
(a) Pemberdayaan adalah penguatan masyarakat untuk dapat
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang memengaruhi masa
depan penguatan masyarakat untuk dapat memperoleh faktor-faktor produksi dan
penguatan masyarakat untuk dapat menentukan pilihan masa depan.
Edwansyah Gumayenda Page 7
3.5.2 Indikator Penelitian
Motif Kejahatan Substitusi
(5 Juli 2014)
Substitusi mengakseptasi mutasi dengan kognitif kedekatan, perasaan,
kebiasaan, kelaziman, tempat, sentuhan, harga diri, dan perolehan yang
menunjang kehidupan. Substitusi sederhana mendekati tersingkirnya keaslian
dari tempatnya dan memperoleh sentuhan dengan komprehensif kejenuhan,
kerumitan, ihwal yang salah, langkah sumbang, lintas bahasa, dan kemakluman.
Mutasi menampung tempat untuk digantikan dengan lebih memaklumi arti
penting kerumitan yang dikondisikan mulai dari kelaziman yang digantikan
sampai dengan ilusi mengenai kebiasaan yang dapat tergantikan dengan
mengganti dan memasukkan sentuhan dari kemakluman yang dikondisikan.
Berangkat dari harga diri yang percaya diri dan melakukan perpindahan dengan
menyadari asimilasi dari sentuhan dan keaslian akan mengalami pembangunan
dari konstituen yang mengartikan secara penting paham-paham yang banyak
diperiksa dengan memandang kepada diri sendiri. Kepercayaan diri dan
kedekatan mengevolusi keterkaitan untuk menerima dan mengetalase figur murni
mengondisikan kerumitan menjadi harga diluar harga diri. Kedekatan akan
menundukkan substitusi kepada kenyataan preskripsi dari fertilitas untuk
demografi memenuhi kehidupan substitusi karena suplai identitas dan suplai
paradoks dari kesejahteraan substitusi harga diri dan demografi yang merumitkan
tiap kali melakukan akseptasi mutasi yang menampilkan ihwal salah mulai dari
menafikan penyesuaian situasi, identitas inang, faktor mal dari mutasi, dan
mengupayakan imposi karakter. Figur murni menyangkut kerumitan harga
substitusi yang menyebutkan kredibilitas, penyesuaian bilateral dan unilateral
hukum adat, cengkeraman reputasi keluarga, dan keragaman yang membolehkan
mayoritas menundukkan rekanan mutasi.
Implementasi substitusi mencakup pengebirian dari perekayasaan
zonderisasi karakter dan zondernya optimasi yang menganggap demografi, sosial,
dan ekonomi merupakan sarana yang menunjang kehidupan substitusi. Preskripsi
Edwansyah Gumayenda Page 8
dari fertilitas untuk demografi memenuhi kehidupan substitusi karena suplai
identitas dan suplai paradoks dari kesejahteraan substitusi pada tingkat makro
dapat dilihat harga diri subtitusi mengelabui publik karena tidak memiliki
kedekatan kepada karakter dan imposi karakter yang tengah terjadi. Selesai
mengestimasi kehidupan substitusi karena implementasi diakseptasi dengan
menginang identitas dan menikmati penunjang hidup dari inang yang
disingkirkan keasliannya karena imposi karakter dan sangat memperkosa ketika
korelasi dan hubungan sosial komunikasi didiktasi dengan ‘textbook’ bagai
mucikari menghidangkan tarif dan setoran kepada imposi yang tengah dilakukan,
migrasi menjadi opsi dari substitusi dengan estimasi tarif dan karakter dapat
terselubung dan mengalami ‘omission’ dengan pembuktian alibi dan
memperbaiki komprehensifnya kejenuhan substitusi. Migrasi merupakan
konstituen substitusi karena imposi karakter mengondisikan pembatasan sosial
dan langkah sumbang akan mendefinisikan kerumitan substitusi dengan imposi
karakter yang mengimposi secara unilateral dan atau kondisi tertimbang dari
tercecernya alibi-alibi dari interaksi substitusi yang tengah dilakukan. Langkah
sumbang diakseptasi dengan mengucilkan substitusi, memprovokasi kapasitas
sosial, dan aliran sosialis yang menimbang kelas dan properti mengoptimasi
keseluruhan pemakluman dari trend yang merombak halal atau haramnya migrasi
yang dilakukan. Langkah sumbang dengan kulminasi menginang yakni
menunggu mutasi memperoleh pengakuan dan aliran masyarakat sehingga
mendatangkan karakter yang melengkapi substitusi, sukar dibayangkan bila
imposi karakter diketahui bahkan dipublikasikan sebagai inkompetensi yang
impasif karena menggelapkan paternalisme demi penunjang kehidupan imposi
karakter. Pada substitusi yang sama mendefinisikan penggandaan menyeluruh
menyebutkan kerumitan akan langkah sumbang memenuhi kehidupan substitusi
mulai dari mengatur kedekatan, melihat keyakinan interaksi karakter, meluaskan
sosial penunjang kehidupan, praktek imposi karakter yang menginang kembali
kerabat terdekat, mementingkan imposi karakter demi penggandaan yang
dilakukan mengondisikan akomodasi yang mencapai tujuan langkah sumbang
mengalami penyelesaian tentang norma karakter dan signifikan 'textbook'
Edwansyah Gumayenda Page 9
mucikari mendikdasi karakter yang diimposi mengelabui publik dengan
demografis yang mendukung pemalsuan masif. Pemalsuan masif menghalalkan
status pengalihan mulai dari mesanitasi parameter dengan memperkosa kedekatan
karena mengetahui imposi melakukan eskalasi dengan identitas ganda berhirarki
sosial martir daerah dan kontekstual mengimplementasi konsekuensi akan terjadi
dengan memprovokasi lingkungan yang mendikdasi pemalsuan karena interaksi
ekonomi memberikan autogenik ekstortif sederhana seperti suap, menggantikan
jabatan pekerjaan orang lain dengan memperkosa hak milik dan mensubstitusi
impasif karakter mulai dari atribut, strata, kewenangan, akses nepotisme, dan
eksekutif dengan keberadaan pemalsuan masif didukung dengan cacat perilaku
martir wilayah yang merampok konsekuensi lingkungan karena implementasi
imposi karakter. Berikut lintas bahasa yang mengakseptasi impasif karakter
karena lingkungan yang tidak lagi memiliki konsekuensi, ”kelaparan dengan
memindahkan nafsu dari semua yang diperoleh untuk kembali ke tempat semula
dan belum adanya undang-undang yang melarang penanaman modal untuk
operasi pemalsuan masif dengan kemakluman tentang batasan kegiatan asing,
mudahnya memanfaatkan akses pejabat yang bisa dilalui tanpa susah payah,
perbatasan yang mudah ditembus dengan membesarkan nafsu menggigit dengan
segala cara, bertekad membujuk siapapun sehabis-habisnya sampai semaput dan
mengestimasi dengan kumulatif-kumulatif sederhana dari kelaziman dan
kebiasaan.” Kontradiksi Konfusianis memuja keharmonisan dan etik.
Substitusi memuja pengumpul uang untuk dipindahkan, memuja perilaku
tampil seperti binatang yang melangsungkan substitusi sebagai salah satu relasi
kejahatan yang meneteskan liurnya dan bertekad mengintimidasi seraya
mesanitasi lingkungan dengan lintas bahasa xenophobia dan etnosentrisme, serta
memeras sekaligus pengumpul keterangan dengan membiarkan korban tergolek
setelah diimposi.
Pengebirian
Ungkapan paling lembut mengenai kesenjangan karena garis etnis yang
paralel menyebutkan posisi kekuasaan, imperatif, durasi pertunjukan elite, dan
Edwansyah Gumayenda Page 10
kontrol yang hampir mengenal naif, ”meliput sosio-ekonomis motif substitusi,”
mempertanyakan nilai universil dari keharmonisan substitusi itu sendiri.
Liberalisme yang dianggap sebagai arus deras yang memperburuk kumulatif
langkah sumbang hingga suara mereka diset sebagai gema kemiskinan yang
harus eksis, mampu memperadabkan pengaruh perubahan yang memberikan
bidang istimewa. ”Paralelnya pengebirian mendefinisikan suara kejahatan
sebagai sistim penampungan dari substitusi,” Sebagai pecandu minuman keras,
tukang ganja, kaum pengangguran, aksen dialektis, berpendidikan buruk, anatomi
ramping cenderung kekurangan gizi, dan suara lemah kekuasaan, ”melikuidasi
pengebirian signifikan kelas properti.”
Substitusi mengadakan sepenuhnya kekurangan akan perumahan, sarana
pendidikan, pengadaan lapangan kerja, dan makanan, secara geografis
sepenuhnya mengundang dominasi akan alibi-alibi permusuhan dengan motif
yang diketahui menjadi monopoli bagi kelas properti bawah. Hal gampang
mungkin terilustrasi dengan memigrasikan substitusi membaurkan identitas dan
memperjual-belikannya bagai budak belian didaerah asing. Migrasi massal
dengan melipat-duakan jumlah penduduk berpopulasi palsu dan mengoperasikan
permusuhan karena menangani identitas palsu yang merampok hak milik
menuntut ideologi nasional mengakseptasi pengebirian sebagai respon reputasi
dengan masa lalunya. Status migrasi menuntut selera berpopulasi yang
mengilustrasikan daerah-daerah yang lebih disukai untuk dikunjungi yang paralel
dengan mesanitasi retro-aktif substitusi dari persepsi perdata. ”Paralel properti
bawah yang mendirikan gubuk didalam gua-gua dan penampungan orang-orang
dusun yang di set sebagai martir-martir hak milik terkait dengan pemeriksaan aset
dan asal-usul mereka yang memenuhi penologi dan menuntut perlakuan hukum,”
paralel dengan transit yang sangat mirip mengungsikan populasi palsu dari
properti sebagai set penampungan signifikan menampung calon-calon orang
palsu. Polemis muncul dengan properti-properti yang tersusun jauh dari
kekuasaan dan selalu menunggu keputusan dari minoritas buruh memutuskan
pemerintah membodohi hingga menelantarkan mereka dengan polarisasi
kemarahan dan kebodohan yang terilustrasi demokratik. Ilustrasi demokratik
Edwansyah Gumayenda Page 11
disoraki dengan cemoohan koordinatif imperatif memotori perdamaian dan
membiarkan pemimpin dari suasana emosi meskipun transparan mewakili orang-
orang palsu, tentang penyanjungan keyakinan sulit mencari perbedaannya.
Demokratik yang memahami permasalahan populasi sebenarnya stereotip kelakar
mengenai keyakinan properti bawah bahwa propaganda kepucuk kekuasaan dan
ideologi sosialis mengenai sentimen demonstratif migrasi, daerah, dan identitas
imposi memudahkan iklim permusuhan meruncingkan kepentingan mayoritas
memiliki ekstrimisme dari pelaku yang berpenampilan mencurigakan.
Penampilan mengilustrasikan keganasan, ketakutan, dan memberikan
diskriminasi sebagai rasa panik anti demokrasi dan memberikan tuduhan kepada
pembela hak-hak sipil mengumulasi etnosentrisme yang membela tekanan
tudingan yang akan membangkitkan “pembetulan” bahwa menginjakkan kaki di
daerah populasi palsu, imposi karakter dengan hak sipil ditengah kelas properti
besar, dan cara merendahkan status xeniphobia merupakan anti-tesa masyarakat
yang dibangun dengan contoh soal masyarakat progresif dan jalinan omong
kosong yang membiadabkan oposisi rasistis, “tapi apa boleh buat dengan kondisi
yang hampir semua orang setuju akan prosedur balas dendam, cara duduk
disinggasana, pelukisan paras kemiskinan, dan cerita yang didokumentasi sebagai
pahlawan rakyat,” membantu untuk mengenang masa-masa yang membentuk
diri dan menegakkan elite yang kini menjalani transit karena tidak jauh dari masa
kecilnya yang telah dilukiskan sebagai fenomena rakyat. Pengebirian
diilustrasikan dengan merampas kebudayaan dan mengembalikannya kembali
dengan kolonisasi sebagai ukuran kebijaksanaan dan etika bisnis menemukan diri
dan menemukan penghancur hidup. Berhasilnya janji-janji yang menderita babak
belur bahwa sebagian populasi palsu ditumpas dengan menganggap keturunan
akan santun mengenai latar belakang mereka menggunakan Tuhan, peniruan,
kebudayaan asli, kesadaran mengenai apa yang patut disembah dan memiliki
muka yang menemukan diri sendiri. Intelejensia pengebirian akan
mengonsolidasi anti-tesa yang menyebutkan “kami bukan benda mati” sampai
dengan menyadari “kami adalah sebuah patung besar” yang hakikatnya
pecundang dengan jumlah massa palsu. Xenophobia menampilkan wajah yang
Edwansyah Gumayenda Page 12
frustrasi meskipun mengetahui dan mengendalikan massa yang bodoh untuk tetap
menyembah dan bersikap pembual karena akses miniatur dan ungkapan kasar
dari pemuja uang yang lebih kecil dari kebudayaan asli menghadapkan mereka
sebagai etnosentrisme yang memiliki hidung terpotong dan menebalkan muka
dengan lemak diupayakan diperolehnya dan tulang maupun bulu kembali kepada
yang mereka benci. Berikut pernyataan kepanikan menyebutkan “hingga saat ini
kami hanya memiliki hidung Kristen dan mata Islam serta semacamnya, kini
kami harus menemukan diri sendiri, musik kami ketimuran, dan Tuhan kami
tidak suka turun kembali bahkan mengajarkan kami berdoa dengan membentak-
Nya,” Pengaruh pengebirian signifikan mencacatkan psikis pelakunya bahkan
memperlakukannya untuk berlaku dalang sebagai berikut “kami tidak menembak
orang, kalian bilang kami membenci kalian, siapa sebenarnya, siapa mereka,
kamilah yang membawa perdamaian, hanya kami yang mengenal kalian, kami
respek kepada mereka, kami hidup dengan mereka, kami memahami mereka,
itulah kenyataan.”
Demokrasi ‘stylistic’ pun terintimidasi mendefinisikan pengebirian
mayoritas mengondisikan orang atau karakter palsu menjadi punggung bagi
orang lain. Dalih pengebirian yang menyebutkan wajah akan tercipta ketika
kehidupan melebihi kaum lainnya dan kebohongan membenci okupasi mereka,
para imigran baru bukan kebudayaan timur yang mengenal respek yang
memahami mereka. Menikmati kebodohan massa yang tidak mampu menilai
validitasnya karena jalan pikiran yang terkekang dan selalu mengiri pandangan
ilmu orang lain, menikmati akseptasi pengebirian karena melakukan segalanya
dengan peniruan. ”Menerobos hambatan pengebirian secara kriminolog yakni
bersuara minoritas seraya bertiarap mengamati kelengahan hasil respek
mempertimbangkan sejumlah kecil pertukaran mulai dari seks, anatomi,
fisiologis, asal-usul garis kelas, dan rasisme mendasar,” menyajikan daya tarik
memikat ilustrasi kebiadaban yang terarah apik bagai epik melenakan nilai-nilai
humanisme yang tidak menyadari pemfitnahan dengan mengetalase korban
sebagai pelaku merupakan naskah terbaik yang mesanitasi jalan pikiran. Nilai
membungkuk demi menemukan diri sendiri dengan sesuatu cara yang lain,
Edwansyah Gumayenda Page 13
menyajikan ukuran respek berikut ini “saya banyak kurang tahu dari mereka,
tidak sedalam pengetahuan leluhur kami, sejauh mana ia dapat tahu, kalian tidak
akan dapat, kalian telah menghancurkanku, enyahlah, biarkan saya sendiri, jika
berhasil melakukannya saya akan menemui kalian untuk memperhitungkan siapa
yang dapat memberikan apa kepada siapa,” Kongkuren properti bawah
mengilustrasikan kehidupan tidak nyata berikut ini “pergi ke kedai kopi, bergaul
dan bekerja dengan anak-anak jalanan, memahami masyarakat didalam berbagai
cara, tidak acuh, menerima kritik secara subjektif dan emosional, berbicara
tentang orang-orang yang dibenci, mengambil sikap, menerima kegetiran
pengakuan, menerima kondisi berkhianat, tidak mengharapkan kejujuran,
mengharapkan integritas kaum politisi, dan menerima repatriasi harapan dari
kaum intelektual dan liberal,” Kendati berpura-pura, mereka tidak lebih jujur
bahkan sebaliknya permasalahan bersama diisolasi dan sering menerima
perlakuan dikoreksi dengan cara dan etika membaurkan diri ke dalam
masyarakat, berikut mereka menjawab pengebirian signifikan, ”siapa penduduk
kamu dan anda tahu apa yang kami maksudkan,” tapi mereka harus menyadari
populasi kini tidak lagi terdiri dari kenyataan mereka setelah egalitarian
memasyarakatkan kesenjangan etnis makin diperdalam, sumber-sumber negara
yang dinilai melakukan pelecehan dan pengaplingan yang tidak adil karena
santunan bagi orang palsu dan pengebiriannya muncul sebagai yang terlantar dan
eksis sebagai kajian problema sosial. Mengenai pemerintah kembali dikoreksi
dari apa yang mereka lakukan untuk menanamkan keyakinan mereka yang
terkebelakang dan kurang terstruktur mengenai kekeluargaan atau ekstortif
signifikan atau mental yang mengirimkan jutaan tuduhan dengan mengucapkan
kata-kata harfiah mendapatkan forum sebagai aktivis, partai politik, dan
perwakilan kepentingan. Publikasi ini akan mengilustrasikan sirkulasi dari
populasi edukatif pendirinya memberikan hukuman mengendalikan persidangan
dengan tuduhan pengebirian akan stagnan menyajikan pidana-pidana pencurian
dan penggelapan, yang menanamkan sumber kejahatan sebagai psikiater
penampungan populasi karakter palsu dan problem kesengsaraan yang edukatif
mengetalase properti-properti berkelas. Anggapan sebagai terdakwa, dituntut,
Edwansyah Gumayenda Page 14
difitnah, dan menjadi tabiat serta mentalitas karena properti harus berkelas,
berkata bahwa mencuri karena ia seorang yang palsu dan sesungguhnya
persoalan yang sebenar-benarnya melakukan sesuatu guna terjadi pelanggaran
pelaksanaan prosedur, pelanggaran jenis pekerjaan reguler, pelanggaran birokrasi
dan pelanggaran mengenai tibanya mutasi yang dijadikan alasan
pengganyangan,” lebih seru sebagai skenario membandingkan persidangan
dengan kebanyakan kasus karena jumlah karakter palsu yang berkolusi dan
mengekstorsi memperbandingkan singa-singa betina untuk memahami nilai-nilai
pengkhianatan dan substitusi ketika giliran keputusan persidangan memilihnya
sebagai abu-abu yang bersalah. Tapi bagi kebanyakan domba-domba betina
menjadikan tampang cantik dan reputasi jatuh dalam semalam
membagaimanakan anggapan ia sedang tidak menyulut api hasutan terutama jika
sedang memenuhi undangan rasis dan pemecah belah, bagai anak haram jadah
yang lahir dari hubungan gelap domba betina akan dapat mengabaikannya, bukan
karena tidak mengetahui permasalahan melainkan kemampuan menabukan dan
mengarahkannya sebagai bom waktu yang mengakseptasi orang akan menjadi
bodoh ketika menetralkan penolakan dengan melakukan penjinakkan.”
Demonstratif karakter akan menanyakan, ”benar-benarkah ledakannya telah
mencapai relung waktu lama, anda membuka lukanya, ada infeksi dan rasa nyeri,
anda tidak dapat menyembuhkannya sebelum melakukan, dan mengadapi semua
itu,” sebagai pembalasan dendam kepada forum bukan demi alasan ideologi,
karena itu merupakan mayoritas anggapan mengenai demagog yang
memanipulasi ketegangan dari forum yang menjerit akan keputusan yang
menganggap ia sebagai eksekutor dan semua kepala ikut memekik akan cerita
kepada mempertahankan jenjang sosial bagai pohon yang belum menjadi rumah
tinggal bagi populasi orang palsu. Boleh jadi memang bukan ideologi yang
menaiki jenjang sosial yang ada karena akulturasi populasi palsu dan besarnya
eksekutif mengingatkan bukti-bukti dari segi kekurangannya (masa lalu) dalam
keadaan frustrasi, merusakkan kantor-kantor, mengurusi pengangguran, buta
huruf, populer sebagai properti bawah, merampungkan kecakapan mereka akan
lintas bahasa, dan langkah sumbang yang menjadi guyonan ketika pendalaman
Edwansyah Gumayenda Page 15
penyelidikan memfrustrasikan sentral buruh kasar yang populer membiayai
pertunjukkan mereka selama ini. Observasi akan generasi baru yang
mendambakan kekuasaan ketimbang sekedar bagi saluran ambisi mereka lebih
tertutup, tetapi sebagian sentral buruh kasar memanfaatkan dukungan kecil-
kecilan dari kehati-hatian menampilkan mereka sebagai tokoh nasional yang
awas dan peka, termuda, cemerlang, paling santun, dan mulai memikirkan
kemungkinan sebagai perdana menteri adalah tutorial buruh sentral
menginginkan kolam renangnya terbagi dua bagi kaum laki-laki dan kaum
perempuan. Seperti halnya kondisi 'demissive gay', atas dasar itu saat bersamaan
menawarkan mereka dengan hati-hati ketimbang sekedar alasan menerjunkan
kancah dan pengobaran politik sebagai pengembangan yang padat debu.
Penampungan
Sakit hati sistim penampungan mendefinisikan suara kejahatan sebagai
okupasi menggalang protes kepada dewan. Kegagalan memperoleh pekerjaan
dan output perimbangan kekuasaan mendepak permainan peran, membenarkan
perbuatan kotor yang menegaskan urgensinya penampungan. Penampungan
menginduksi karantina yang mengakeptasi sanitasi karena membutuhkan
lapangan pekerjaan, perumahan, dan anggapan dari peran yang tengah
terdiskredit. Penebang pohon boleh jadi mirip siamang yang panik ketika rumah
tinggalnya diinovasi sebagai etalase “mesin chainsaw”, guyonan yang bebas
memutuskan kapan siamang harus pergi dari habitatnya. Observasi imposi
karakter dengan anggapan kejaran korban yang disanitasi identitas dan terampas
peran harta bendanya memekik merampungkan pendiktasian frustrasi perilaku di
daerah asing. Karantina mengilustrasi tebing kotor peran penjinakkan identitas
karena tidak mampu mewakilinya untuk berperan menyuarakan imposi yang
terjadi antara mayoritas dan minoritas, dambaan yang lebih muda kepada peran
orang palsu yang frustrasi tidak memiliki alasan untuk lebih pintar daripada
korban yang dikelabuinya dengan imposi transfigurasi dan durasi nomadensi
yang dilakukan. Cara perilaku yang mengharapkan pelecehan dengan
melecehkan pengangguran peran identitas palsu di daerah asing dan bergotong-
Edwansyah Gumayenda Page 16
royong mengelabui 'demissive gay', menghisap harta benda dengan peran dewa
adil yang giat memfitnah alibi, dan perlakuan kepada lingkungan, merampungkan
segi kekurangan karantina yang selama ini beretalase indoor. ”Parasitisme,
transfigurasi korban, transfigurasi inang, transfigurasi harta benda, distorsi
dualisme perjanjian, frustrasi profesionalisme identitas, frustrasi status sosial,
kondite keagamaan identitas palsu, dambaan uang cepat, minoritas peran okupasi
kejahatan, ekses dari kontroversi, dan jeritan mengelabui hasil keputusan guna
memperoleh independensi dari ganti kerugian,” menolak keras cacat perilaku
kumulatif yang mempertimbangkan penampungan dengan observasi properti
bawah berkenaan penyesuaian populasi di daerah asing mengarsiteki pendapatan,
penghasilan, atraksi, dan kebodohan mengelabui kembali kesejahteraan yang
nepotisme. Okupasi kejahatan pragmatis mendiktasi cacat psikis, tetapi maksud
pragmatis menawarkan pos dengan stereotip mendomestikasi persetujuan dari
memperoleh identitas 'missive' mendominasi jeritan yang emosi disanitasi hak
milik dan memberikan hak kuasa dengan cara di fitnah mengenai kemunduran
mental, pragmatisme rehabilitasi dengan narkotika dan obat-obatan institusi.
”Teriakan emosi dari cacat perilaku penampungan yang mengingkari stereotip
melembutkan status pengebirian dan penghilangan,” pragmatisme daerah
penampungan tersebut teramat miskin untuk dihuni.
Latar belakang pos respek diri menjadi lembaga yang duduk
menyesuaikan penampungan merupakan sentral yang memberikan emosionil
yang diharapkan mengubahnya menjadi model-model pemukiman dengan
menghilangkan pragmatisme awal yakni okupasi kejahatan dalam pos-pos
kabinet. Identitas 'missive' mengeskalasi emosionil dari keturunan rehabilitasi
dengan suara yang garang, xenophobia dan kurang cerdik melayani kepura-
puraan kota yang menyederhanakan wilayah bermaksud dalam daftar
penghapusan pos kabinet. Pos Kabinet adalah fitur yang menyimpan kekuasaan
agar segala cara dengan suara lembut mengedukasi anggapan doktrin, isu dan
pengendalian yang menolong minoritas untuk lebih beradab. Penampungan
dengan kondisi reklasifikasi dan xenophobia yang diedukasi dengan menghisap
sistim okupasi yang didukung autogenik nepotis dan membeli kewenangan
Edwansyah Gumayenda Page 17
karena salah satu minoritas didukung masuk kedalam pos kabinet sebagai model
emosi pragmatisme. Berikut emosionil yang menolak ganti rugi dari
penampungan independen, ”imbangan pendapatan dengan dukungan otentifikasi
palsu, ganti rugi sejenis sewa, tawaran sistim okupasi yang menjual identitas,
akuisisi penolakan dengan melakukan transfigurasi perimbangan hak milik yang
diintimidasi mengalami pengampuan, kekurangan dari harta benda yang diubah
menjadi tempat penampungan, penanggulangan langkah-langkah balas dendam
karena etnosentrisme yang mengonsepkan 'justice of the peace' dari kelompok
pengungsi.” Banyak terjadi penghapusan karena suatu mekanisme yang tidak
mengindahkan proses yang dipercepat yakni mengokupasi wilayah dari jarangnya
kependudukan, ”pelembagaan dengan menarik perhatian yakni penampungan
dengan etnis berpartisipasi memodernisasi keinginan mencintai kebebasan dan
mekanisme campur tangan dalam keputusan penolakan, Semua itu menjadi
distorsi yang melangsungkan proses alat.” Penyelundupan, pencurian dengan
rekayasa massa, pemberlakuan status gawat, penemuan barang berbahaya, agresi,
invasi, aneksasi, sanitasi politik, fraudulence atas ganti rugi kepemilikan
wilayah, privatisasi, melumpuhkan edukatif isu dengan emosi yang sulit
terkendali karena yang dikenakannya menekankan problem utama kepemilikan
wilayah akan hak milik agensi dan penanggulangan kembali stelsel untuk tidak
aktif mengenai penggelapan tanah yang diberlakukan atas nama proses alat
(agriculture conscription dan agriculture concern). ”Konsep kesejahteraan seakan
lumpuh total dengan amputasi dari konskripsi daerah dan konskripsi hak milik
dengan status agentik mewakili fenomena massal kebebasan. Politik wilayah
dengan yurisdiksi yang eksekutifnya ekstorsi akan kesejahateraan sosial,”
pragmatisme kembali kepada kulminasi asumsi mengenai 'Justice of the peace'
yang harus direkayasa dari adilnya pengembalian tanggung-jawab, ”namun hal
tersebut dikembalikan kepada fenomena pembinaan diri dari peraihan kekuasan
seperti riwayat yang ideologinya disentralisasi karena pemilih dan atau pengungsi
merasa berpengalaman minim akan generasi imigran.” Interim identitas dengan
mendepak kekuasaan karena berkompetisi identitas palsu mereka dengan cerdik
meminggirkan hak orang lain, pelecehan yang sulit untuk dimaksudkan sebagai
Edwansyah Gumayenda Page 18
pragmatisme, ”kalau tidak karena problem utama merupakan olahan dari
perubahan mewakili kejahatan dengan perfeksionisme identitas dikenakan oleh
manusia sebagai akomodasi membina diri dan membina harta bendanya yang
diperoleh dengan penggelapan dan pembungkaman yang dipaksakan untuk basis
sosial,” orang semacam ini mendorong perubahan kepada operatif tanpa riwayat
ideologi yang pengaruhnya dirasakan dan dipersoalkan dari identifikasi modus
pemfitnahan yang dilakukannya kepada harta benda yang akan dirampoknya dan
identitas yang akan dirampasnya. Modus mempermalukan korban untuk terusir
dari harta benda dan etnosentrime seperti menyebutkan pengaruh Tentara
Nasional Indonesia dan militer (:klik) yang disersi likuid melesatkan kumulatif
kejahatan yang menetapkan generasi akan penampungan kejahatan melakukan
reformasi asal-usulnya. Beberapa generasi mendatangkan suaranya untuk
melikuidasi kebuntuan okupasi dan perubahan yang lebih baik didaerah asing
seperti output dan kerasnya golongan mendeterminasi keahlian mereka adalah
kebijaksanaan yang akan menjadi keturunan. Penting, meneruskan drastisme
keturunan dari mengeraskan golongan berproperti bawah dan suara kaum yang
membuktikan politisi dan krisis ketegangan dapat mengakui lebih jauh
pelembagaan yang menjadikan titik pandang dan perhatian berangsur naik
menjadi pengembangan daerah. Saat kumulatif demikian menantang dari kedua
belah pihak untuk menanggapi kekerasan mentalitas primitif dan akibat main
hakim sendiri. Dramatisnya keturunan dengan mentalitas kekerasan karena
berproperti bawah seperti membenahi kembali sisa berkas dokumen yang sering
ditiupkan sebagai pemerintah yang mendasarkan skrining kepada pendataaan
ulang isu dan politisi yang menerapkan pengaman ketat. Pengungsi tepat
memenuhi keterbatasan yang dibangun dari berjejalnya warga yang berlari dan
penanganan pengungsi sebagai perkembangan politisi baru. Gelombang yang
mampu mengurusi aliran pengungsi membangun kekhawatiran tak menentu akan
menyerahkan data agregat untuk menyiapkan data kependudukan yang akurat per
wilayah dan moratorium yang diterapkan. ’Justice for the poor project’
meloloskan instruksi dengan langkah pengamanan dengan bentuk perang
ideologi. ”Pemikiran ‘The End of Story’ menyebutkan berakhirnya sosialisme
Edwansyah Gumayenda Page 19
dan hanya ada kapitalisme sebagai ideologi telah diragukan.” Kebersamaan
didengungkan antar manusia diagitasinya pemiskinan rakyat yang didoktrinasi
oleh kapitalisme, aneka ragam kekinian Indonesia diwataki dengan kaleng, chip,
nama besar dan tampilan aliansi yang memanipulasi kubur bagi orang-orang
palsu dipengungsiannya. Sedikit dari mereka yang berharta benda melakukan
tampilan cacat perilaku mulai dari iri-dengki dan memanipulasi pencurian.
Kuli dan peralihan profesi seperti mengidentifikasi identitas palsu mereka
menanggapi isu dan memosisikan mereka sebagai kemacetan tugas. Lingkungan
orang palsu dengan kekerasan dan belasan kategori yang mayoritas dikualifikasi
dengan golongan yang mempersiapkan cacat mental dan perilaku sebagai bentuk
pemujaan, aktif sebagai mediator. Kategori masuk dan keluar daerah bahkan
rumah pun didata dengan posisi strategis untuk mengganti mereka dan
memungkinkan pergantian secara berangsur sudah dilakukan. Bilamana
kebutuhan sudah ditangani, apa salahnya, Bilamana modal bergerak dan tak
bergerak dikuasai, Mereka memang boleh bekerja terus sampai pensiun, tapi
tidak dalam posisi strategis. Penggantian mereka pun disusun strategis karena
politisasi isu penyusupan dan santernya isu yang dieskalasi sebagai orang yang
tidak disukai dan pengucilannya disusun untuk menuding lawan atau orang yang
tidak memiliki arti, bukankah keluarnya pria dan wanita palsu tanpa onar
merupakan mata uang yang harus dikuasai pelbagai negeri.
Romusha
‘Forced Labour’ mendata kondisi pria dan wanita yang dapat keluar
propertinya dan kembali dengan ruangan yang lembab, pneumonia, makanan
basi, rintihan kepayahan dan pekerjaaan dengan pendataan yang menggolongkan
mereka kepada bekerjanya pemerintah membelakangi orang juga membelakangi
tudingan. Romusha mendata anatomi dan fisiologis sebagai wujud harmoni
kepentingan dengan keadaan kembali ke tempat menghimpun pelbagai aktivitas.
Pendataan dan situasi kebutuhan akan keahlian orang memaklumi arti
kemenangan, dan menjual barang mentah dan menjual kembali sebagai produksi
yang tiada berhenti memberangkatkan anatomi sebagai pengumpul uang. Bisa
Edwansyah Gumayenda Page 20
bernapas merupakan kesenangan yang paling dihormati didalam rintihan harmoni
dan etika yang tidak memberikan asertif dari kuli yang mendeduksi romusha.
Jaminan konstitusi pun mengenai persamaan hak pria dan wanita, sekularisme,
dan malaikat-malaikat yang menipu dengan ajakan, bagai hidup sehat tanpa
nasionalis menginjakkan romusha. Mucikari, identitas palsu, hunger-oedema,
paternafamilias, kesadaran ‘demissive gay’, dan narkoba mengejutkan kongkret
dari pekerjaan romusha. Tragis, Melakukan identitas palsu dengan kelompok dan
royalti yang dilikuidasi dengan membayarnya kepada mucikari dan melakukan
nepotisme dengan menunggu identitas baru dari pengungsi yang ditukar dan
dikucilkan. Agama baru pun disusun untuk pekerja romusha, seperti perduli akan
alam sesudah dilecehkan, hidup sehat dengan tawaran melakukan penggelapan,
memuja animistis kepada hierarkis, merubah hipernasionalis sebagai konsumen
seks, dan mengeduk bahan baku dengan segala cara karena dianggap terpasung
tanpa onar. Soal menanam modal kepada romusha karena pengendaliannya yang
strategis dan membelakangi tudingan, mengejutkan belasan ‘Justice for the poor
project’, bail out yang bersih lingkungan seperti tidak akan bersusah payah
melakukan pembauran, apa salahnya bila tudingan mendata korban, apa salahnya
jumlah yang sedikit merekapitulasi, apa salahnya kegiatan asing dilakukan
dengan romusha, dan apa salahnya menutupi darah daging sendiri karena
penghapusan hubungan properti. Bila urusan dan kebutuhan bisa ditangani
dengan mengeluarkan tudingan dan menginjakkan nasionalis siapapun, suatu hari
ia akan berangkat menuju arti pentingnya maklum embel-embel tahu ihwal salah
yang mempersulit harga diri. Seekor burung akan merusakkan kandangnya
karena frustrasi, namun romusha akan kembali kepada kubangan yang sama
mendata pemilihan informasi untuk diketahui tanda-tanda diri.
Ekstorsi Imigran Gelap
Bicara absurditas, diterima dengan menyampaikan kegemasan disekitar
seorang doktor ekonomi, apa itu nasionalisme, mendengarnya dan berpesan,
bilang sama dia bicara demikian tidak pernah saya sampaikan. Antitesa
mengenai arti saudara pernah dikaji dalam kualitas ‘expert’. Orang-orang yang
Edwansyah Gumayenda Page 21
berfikir secara ‘eleven-nine’, kebebasan fundamental, simfoni kebersamaan,
tolong-menolong, dikejutkan dengan Neoliberalisme predatorik. ”Kami pasti
akan menang, kami punya senjata, senjata rahasia anda nasionalisme kini
dimusnahkan dengan identitas paralel, massa anda tidak melawan kemenangan
kami,” benar, arti saudara menemui keraguan kelanjutan dari pertumbuhan
membelangkangi tudingan dan memaklumi embel-embel tanda diri agar yang
bersangkutan secara psikologis tidak tersinggung. Bagaimana seseorang yang
menjadi kedua belah pihak, dengan sekaligus nasionalis. Beda ketidak-pedulian
menggusur orang miskin, bahwa menyesatkan mereka untuk menghisap sampai
semaput merupakan tradisi kuliner fundamentalis. Bahkan dirampok menjadi
waralaba asing yang merekapitulasi dalam jumlah yang sedikit. Mengubur
kekinian mereka menjadi ekonomi kita, serba asing dengan membelakangi
tudingan kini menjadi tradisi hukum. Tidak malu mesanitasi pertambangan, aset
perbankan, pasar modal, telekomunikasi dan Aqua bahkan perkebunan kelapa
sawit dan asing. Arti saudara kekinian mengorganisasi keterlibatan yang
membolehkan aktivitas mengapa orang Indonesia malu nihil nasionalisme dan
memelihara servilisme sebagai inlander. Tanpa nasionalisme, Indonesia hanya
akan membicarakan makro ekonomi tanpa memperdulikan politisasi isu
peraturan daerah yang mengemis dana alokasi khusus dan celah fiskal, Macam
ini juga menuding ketimpangan antara Indonesia sekedar Indonesia. Tidak
perduli dengan ‘advertisement’ kaleng yang menggusur kemiskinan sebagai jajan
rakyat. Kemegahan yang mengubur kekinian karena tata kota (planologi) yang
tidak mampu memahami kontur lansekap drainase dan bagaimana menjadikan
pembangunan mengatakan pengadilan di Den-Haag Belanda harus
mengakumulasi ganti rugi kepada Indonesia. Desentralisasi yang membudayakan
orientasi tidak lagi hierarkis melainkan persamaan dan menanggung-jawabkan
kepentingan bagi variasi permasalahan yang dihadapi, Tragis karena mampu
berprofesi sebagai ‘small boy’ yang hanya menyilahkan dan sekedar menerima
tamu dengan servile, untuk masuknya tamu yang menggasak cabang-cabang
produksi dan menguasai hajat hidup orang banyak disebutkan dengan ‘every
body is a master in his own familiar surroundings’.
Edwansyah Gumayenda Page 22
Eksploitasi Anatomi
Sepanjang tahun dengan pegal linu dan pantat yang menggigil, ia menelan
paham-paham liberalisme. Pemujaan wujud semakin mistik karena deforestasi
yang mengikutkan eksploitasi dan tempat-tempat servis yang sebetulnya kere
dapat mengatakan penduduk akan begini terus tanpa uang dipindahkan. “Strategi
untuk mencapai tujuan menjadi wilayah produktif adalah membangun prasarana,
mempromosikan kerja sama regional dan meningkatkan partisipasi publik.
Prasarana wilayah, yang terdiri dari jalan, pelabuhan, listrik, dan sambungan
internet adalah satu paket kebutuhan yang mutlak untuk membangun wilayah
produktif. Membangun dan meningkatkan infrastruktur transportasi, energi,
komunikasi, dan informasi ini adalah untuk memudahkan kerja sama dan
pertukaran barang dan jasa antar wilayah, dan untuk memberikan akses yang
merata terhadap fungsi-fungsi pelayanan dari pusat-pusat wilayah. Upaya
berikutnya adalah mengembangkan lingkungan kota yang tertib, alami dan
mempunyai tradisi unik yang menarik. Ketertiban merupakan pencerminan dari
adanya kepastian, yang sangat diperhatikan oleh para pengusaha. Untuk
menciptakan kepastian, maka rencana tata ruang kota menjadi suatu kebutuhan.
Kota yang alami akan membuat penghuni kota merasa betah, yang merupakan
kebutuhan untuk menghilangkan keletihan bekerja. Tradisi yang unik akan
membuat pendatang mendapatkan pengalaman lain yang dapat diceritakan
kepada orang-orang lain. Setiap daerah perlu menggali tradisi lokal yang khas
dan kemudian mengubahnya menjadi suatu event yang menarik, dengan tetap
memelihara nilai-nilai luhur yang dikembangkan masyarakat lokal sejak dahulu,
”Sepeser uang menjadi gincu bagi pemohon-pemohon dana perimbangan
pembangunan yang diklasifikasi dengan keganasan menghabiskan budget dan
kegarangan mereformasi sistim manajemen bahkan bagai Eric Thohir yang rela
menguapkan miliaran rupiah hanya untuk membeli lapangan bola dan pemain-
pemain bola yang lebih dulu melakukan emigrasi karena takut disubstitusi.
Kembali jaminan konstitusi dikocok untuk me ‘restrictive ‘ hipernasionalis yang
militeristis. ’Restrictive’ mengeksploitasi distribusi dan transfer management
Edwansyah Gumayenda Page 23
bail-out, relatif direktur akan tidak sadar memuaskan mucikari yang mengatakan
kuli-kuli bangsa Indonesia merupakan kuli yang terlembek dan variasi harganya
gagal membudayakan kecerdasan mereka melakukan pengutamaan kepentingan,
secara tanggung-jawab global pengabaian kepada mereka merupakan konstitusi
bangsa yang beradab. Konsepsi genetika melesat mengintimidasi manusia
sebagai saudara, kerinduan akan Pancasila tidak memenuhi kemiskinan yang
mulai paham akan autogenic ekstortif dan nepotis. Nasionalisme dianggap kuno
karena melawan dua musuh yang memiliki pemusnah massal. All King’s Men
dari Presiden Richard Nixon menransparankan konsep genetika tidak menguasai
hajat hidup orang banyak sebagaimana kutipan telekomunikasi dan perbankan
menjadi master ceremony dan stabilitas menjadi pemilik dari hidup rekapitulasi.
Tragis kembali, memahami eksploitasi sistemik menuhankan pendapat sendiri, Ia
minta pendapatnya untuk ditulis dan didengarkan oleh rakyatnya. Master
ceremony beroperasi dan bertekad konsep genetika direktur tersebut mendiktasi
secara bodoh karena pengangguran dan modus penggelapan yang bodoh pula
mencari formula anti tudingan. Dugaan kasus per kasus mengakseptasi
penindakan setelah peristiwa terjadi, reformasi menyedot dukungan yang terlalu
banyak diuntungkan oleh keadaan hukum yang bobrok, rencana ujung-ujungnya
duit mengakseptasi undang-undang dasar memperilakukan replikasi rezim
kleptokrasi. Produk reformasi yang dulu melakukan pengangguran berat adalah
mafia hukum yang melayani desentralisasi. Pemulihan dengan citra reformasi
mereplika keadan hukum untuk menenggelamkan hambatan, tetapi klepto dan
mafia termasuk dalam kritik yang menggetirkan program reformasi. Fokus
kompetensi, sistim manajemen, revisi peraturan perundang-undangan, perbaikan
yang tidak mampu mencopot aparat hitam, dan lembaga yudikatif atau eksekutif
yang tunduk menjadi target independensi karena tidak perlu tepat mereformasi
sama halnya melumpuhkan hukum asal punya uang. Bila penawaran pemerintah
akan kontrak negara jatuh kepada penawar terbesar dan lembaga independen
membentengi cacat perilaku bisnisnya, maka kemajuan yang akan didapat
terakhir mengeroyok tradisi yang unik yang akan membuat pendatang
mendapatkan pengalaman lain yang dapat diceritakan kepada orang-orang lain.
Edwansyah Gumayenda Page 24
Setiap daerah perlu menggali tradisi lokal yang khas dan kemudian mengubahnya
menjadi suatu event yang menarik, dengan tetap memelihara nilai-nilai luhur
yang dikembangkan masyarakat lokal sejak dahulu dengan konvensional
menjajaki kehidupan budak dalam rantai mafia. Kemajuan bukan seperti tak ada,
seperti cukup membanggakan akan gurita yang semakin mencekal konvensional
dan praktisi-praktisi hukum seperti internal yang tidak muncul-muncul meskipun
pemerintah telah melakukan ‘initial public offering’. Konservatif dicatat
memiliki jejak rekam yang menakjubkan dengan era yang mendambakan
reformasi, kolegial akan profesi mencolok membongkar kasus-kasus dengan
kesamaan membela kasus-kasus tersebut menyangkut sumber pembayaran yang
mereka terima dari kejahatan yang dibelanya, dengan perebutan profesi sebagai
saksi ahli dan penasehat dari independensi yang didekorasi sebonafide mungkin.
Kontradiksi nilai menjadi perdebatan, profesi advokat kini dijadikan sebagai
alasan untuk meringankan kejahatan sebesar apapun dengan pembelaan yang
tidak terbatas, cenderung konservatif. Tidak ada gerakan yang kuat dan masif
dari para ahli untuk mengadopsi asas pembuktian terbalik atau asas retroaktif
dalam revisi undang-undang tindak pidana, penerapan prinsip ‘free bargaining’
atau ‘free agreement’ dalam pembuatan undang-undang perlindungan saksi, yang
semuanya dipercaya secara empiris sangat efektif untuk memerangi kejahatan
terorganisasi. Pada ‘state auxiliary body’, peperangan prinsip meskipun
berfirma bonafide dan dapat menolak tawaran penggelapan, teknisnya
kelembagaan kembali disubstitusi untuk tidak menepatkan preventif kejahatan.
Kepercayaan membuktikan adopsi akan asas bagai ‘a foundling child’ yang tidak
diakui oleh orangtuanya, pemandangan yang umum akan rantai mafia
berpandangan kewenangan hari ini tidak lebih sedikit dengan pembentukan
komisi pemberantasan korupsi diluar sistim. Barangkali kemampuan teknis
dengan nilai-nilai idealisme profesi untuk tidak memperkuat rantai mafia,
dibakukan sebagai sistim, kembali tragis dengan gagasan-gagasan yang tehnisnya
mengawamkan pembaruan sistim bagi hukum nasional yang menghukumi
preventif sebagai berikut “mau kucing belang atau kucing putih yang penting
menangkap tikus.”
Edwansyah Gumayenda Page 25
“Giliran fusi idealisme di daerah menatar tokoh masyarakat
mengutamakan pengujian melalui pembantu-pembantu rumah tangga,
mengatakan saya sudah tua, lebih baik yang muda-muda saja”, Kisah menurut
turunnya gengsi, mungkin deduksi penataran kalau ditatar dan dipersiapkan untuk
tidak mencampur-adukkan karyawan dan bos mereka, sanksi operasi gerakan
mereformasi akan pusing karena ditagih oleh karyawan-karyawan yang akan
payah bila diakui. Pemandangan akan penyelesaian pertanggung-jawaban
otentifikasi dihonori untuk satu tanda tangan, kalau dia mau datang menatar,
melakukan penggandaan formulir yang menyulitkan pendataan keluarga dan data
kelurahan setempat, menambahkannya sebagai formula anti tudingan, terlalu
banyak pihak yang diuntungkan maka akan termasuk sebagai pelanggaran.
Formasi pemakaian yang membingungkan karena sorotan akan dikondisikan
mengalami negatifisme atau pengabaian namun hambatan utama didekorasi
sebagai program yang membenahi kompetensi kelembagaan. Masalah
indepedensi kembali dikemukakan karena tentatif dan resume yang menjejali
gerakan hambatan, praktisi, dan politisasi dewan perwakilan rakyat dalam
penerapan undang-undang terhadap kasus-kasus yang resistansinya adalah
penuntutan kewenangan dana memasalahkan kewenangan penuntutan. Sistem
demokrasi yang sempurna mengambil tanggung-jawab dalam keadaan sistim
hukum yang baru, akan, serta mengalami hambatan diputuskan sebagai sistim,
digagas sebagai pembaruan sistim nasional. Sistim ekstortif yang diputuskan
sebagai formula keperluan profesi menjadi alasan mengenai ada sebab, ada
akibat, dan ada keringanan bagi kejahatan dengan mata rantai mafia karena sebab
dan akibat mengalami resistansi dan pretensi yang kadang terbatas pada kapasitas
peningkatan pendapatan asli daerah, mahkamah konstitusi yang menginvestasi
kera-kera besar melakukan ‘soft state’ dari pengumpulan pendapat akan
pemekaran wilayah dan kecenderungan konservatif yang mengkritik aparat
melembagakan konvensionalitasnya akan penentangan dari kalangan politisi.
”Pembuktian ekstortif akan melakukan kolegial dengan mengemukakan
konsistensi asas profesionalitas yang mayoritas didepan hukum mayoritas,
membela kasus menyangkut celah-celah yang dijadikan alasan atau faktor-faktor
Edwansyah Gumayenda Page 26
yang kompleks akan pembelaan terhadap klien, dan pengabdian akan
kesejahteraan manusia yang mengabdi kepada berhala.” Tanggung-jawab
ekstortif dikenal melalui modul perkuliahan yang merupakan modus gotong-
royong dengan transaksi kewenangan, akan tetapi penuntutan yang menghukumi
asumsi belakangan menargetkan berhala sebagai entitas yang tidak mantap
berposisi, anti-tesa bagi pengambil hukum mengenai klien mereka tidak lagi
memiliki nilai validitas yang melibatkan konglomerat dengan kejahatan besar
dapat mendebat panjang hingga melakukan impeachment. Diskriminatif memang
menjadi rasa yang membedakan orang dan acapkali menyebabkan penduduk
dengan keturunan menghubungkannya kepada peningkatan konflik dan dambaan
akan regulasi mengenai kelompoknya. Perbatasan tinggal yang senantiasa
mengikat kalangan politisi dan frustrasi mereka dan kelompoknya untuk
mereformasi kekuatan mulai dari ekonomi dan hubungan kolegial. Anatomi
umum menyebutkan eksploitasi akan kekuatan ekonomi dan potensi separatisme,
sebagai kekuatan dominan yang tidak pernah dikesampingkan dari kekuasaan.
Padahal sebelumya disebutkan dengan nilai validitas akan keterlibatan
konglomerat yang mengakseptasi kekuatan ekonomi dan ancaman akan susulan
serangkaian elemen-elemen ekstrimis yang mengakseptasi kelompok dan
ikatannya memberhakkan diri akan mengakseptasi dukungannya. Tertuang
adanya janji mengenai pengakuan perbatasan dan kondisi federasi dalam suatu
masyarakat, namun pada sisi lain menuntut persetujuan dari masing-masing
jaminan yang digunakan secara bilinguistik dan bikultural. Akseptasi eksploitasi
melakukan perlakuan khusus dengan memberikannya kepada kaum minoritas
dengan keturunan yang berangsur lenyap dan rasa takut yang dieksploitasi
sebagai mobilisasi bentuk partai. Membangkitkan rasa percaya diri seakan
dipinggirkan dari estimasi budget daerah, padahal usaha tersebut mereformasi
salah tafsir kalangan politisi akan rangkaian reformasi yang menyusun
penculikan, kekerasan, teror, dan ancaman federasi. Hasil salah tafsir kulminasi
akan referendum yang diartikan dengan tuntutan rakyat mengenai amandemen
dan pemberlakuan hal-hal baru untuk reformasi kelompok dan tuntutan mengenai
kebutuhan akan rakyat pada sisi lain menghaluskan akseptasi rakyat dengan
Edwansyah Gumayenda Page 27
bikultural mendeterminasi permusuhan dan pemusnahan secara mutual.
Referendum obligator mengakseptasi rakyat menertibkan undang-undang untuk
rencana pemakaian dan amandemennya, sedangkan Referendum Fakultatif
mengakseptasi rakyat untuk undang-undang yang harus dimayoritaskan sebagai
ekstorsi kelompok atau partai. Bikultural seakan menyentak dengan peristiwa
penyusupan dan inisial Dwikora mengakseptasi Dwi Komando Rakyat, disitu
tertuang kesepakatan desentralisasi akan khas tiran menguasai daerah dengan
alasan-alasan nasionalisasi. Sastra mengalami kumulatif dari budaya ori
kulminasi pembredelan karena berada di bawah garis pemerintahan. Dalam
menghadapi bilinguistik, bagaikan membuang pundi-pundi uang. Sesekali jatuh
pada sisi yang terbuka dan diundang dengan alasan nasionalisasi untuk menutupi
tampikan musuh. Tetapi bagaimana bila jatuh ke muka dan bahkan
menasionalisasi kekayaan modal asing sebagai tafsiran akan mayoritas kelompok
memperoleh pengakuan dengan bikultural yang memusnahkan secara mutual.
Praktis mandek yang lazim dengan status quo boleh dibilang berarti sikap
mendua diakui dan terlihat adanya dorongan kuat untuk menjadi tuan rumah yang
menguasai segala sendi. Pemerintah setelah nasionalisasi akan memperiodekan
mengenai fikiran-fikiran sosialis, pinjaman, komponen-komponen pendukung
infrastruktur, proyek-proyek impor dan hasil yang menaifkan pendanaan dari
kecintaan akan buatan sendiri. Seberapa jauh sikap mendua akan modal asing
bias diperbandingkan dengan kebijakan asing Indonesia dan dilema kebebasan
Indonesia, disitu diketahui mengenai keprihatinan karena investasi asing
mengarah ke dominasi asing, sisanya membetulkan kekhawatiran pengumpulan
pendapat yang memuncaki antipati terhadap investasi asing. Gambaran pendapat
berkaitan dengan kecurigaan atas hadirnya modal asing dan keterlibatan unsur
asing.
Sikap mendua dengan ketentuan perundangan masih tergolong ‘soft state’
yang mengakibatkan keuntungan yang dipetik sangat kecil dan mendorong
privatisasi, merger, dan holding dengan kondisi membeli barang rusak. Agaknya
birokrasi menjadi pandangan berikutnya mengenai bilinguistik yang mengaitkan
kecurigaan budaya berinvestasi. Birokrasi dengan sentimen paternalisme dan
Edwansyah Gumayenda Page 28
deduksi keluarga Jawa seakan memberikan proyek yang menelurkan hasil budaya
perbudakan dengan nuansa baru, mulai dari bentuk penghormatan yang
hakikatnya mempermalukan anatomi tubuh karena harus melakukan gerakan
yang membersihkan lantai dan mengedukasi pihak-pihak eksternal melakukan
‘laughing stock’. Gambaran yang menginduksi akseptasi ‘soft state’ dari sikap
yang melicinkan biaya operasi karena iklim perbudakan yang ‘fit and proper’
tersebut.
Salah tafsir kembali memenuhi deduksi intelejensia, dengan keras kepala
dan berupaya mengikuti bikulturisme menggunakan intelejensia yang dipadati
oleh debu-debu imperatif dan membiaskan sekali pakai, pendapat yang
dilevelkan sebagai komponen, perjanjian yang disetujui dengan tepa selira namun
pragmatisnya mengintimidasi menggunakan seragam KOSTRAD atau POLRI,
seperti sistim yang didambakan memenuhi rintangan kepemilikan perusahaann
nasional oleh asing. Penyusupan akhirnya menempati akseptasi yang
mengembangkan intelejensia keluarga Jawa bahkan mendeklarasikan komponen
dari status Sukadana-Lampung dan Wonosobo-Jawa Timur yang hingga kini
diteror dengan reklasifikasi keluarga KOSTRAD mengakseptasi resettle, settler,
dan resettlement yang akhirnya dipermalukan oleh komparasi-komparasi
Suriname, Malaysia, Singapura, Timor Leste, Australia, Belanda, Jepang,
Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, Pagaralam, dan Jarai. Walau demikian
pengamat sikap mendua mengesankan pintu selalu terbuka, tapi dibalik
kebencian atas kehadiran modal asing, bikultur memenuhi kebencian tersebut
dengan mengatakan tidak pada waktu anda, aklamasi yang disoraki dengan
perfeksionisme mengakseptasi kotoran sebagai sisipan aksioma, iklim terbuka
yang mendiskriminasi meskipun telah melakukan pengibaan, politisi yang
direduksi untuk netral namun terekspos sebagai musuh dalam selimut yang
menjijikkan saudara, lahiriah yang dikhawatirkan mengalami redeposisi
keprihatinan dengan pihak diberikan komitmen lebih dari separuh kalian akan
kami datangkan ke komponen.
Edwansyah Gumayenda Page 29
Sirkulasi Identitas
Ketegangan akan imigran dan para pemukim baru pernah mengakseptasi
identitas untuk ditabukan dari publikasi. ”Cerminan masa lalu, kegetiran omong
kosong yang meminggirkan fundamental kebutuhan, dasar pekerjaan tangan
menjalankan hukum sendiri membentuk identitas baru, bahasa politik bersamaan
determinasi kelas atas dan bawah, status de facto akan properti dan hak milik,
status de jure akan properti dan hak milik, pembatasan legal akan otonomi
wilayah, pembatasan legal akan otonomi legislatif, kelonggaran regulasi
menghubungkan ikatan-ikatan yang kurang meyakinkan,” menyodorkan
alternatif memilih identitas dan wewenang identitas. Tujuan verbal dan non
verbal merupakan modul komunikasi identitas akan interaksi tiada ujung karena
bahasa yang masih dipergunakan, pemisahan sentimentil konstitusi, pemenuhan
jumlah tuntutan baik berupa kasus, perlindungan kebudayaan dan sifat
persetujuan legislatif. Perlakuan khusus akan identitas dengan sentimentil
konstitusi bertujuan melindungi hal samar identitas dan penolakan yang
dieksekusi oleh legislatif. Identitas dengan status de facto tersebut terekam
dengan set yang mencetak bahasa pribumi dan informasi bagi perlidungan
pengawasan dan kebijakan imigrasi. Bagi pusat-pusat perlindungan
menghasilkan identitas bahkan menjulukinya sebagai suatu kebutuhan akan
pemisah sentimen. Secara tersamar mengikat pendapat perubahan identitas
terlalu buruk untuk warga daerah, masalah tidak puas dengan keadaan ekonomi,
dukungan yang tidak dapat diperoleh karena kegetiran omong kosongnya
diketahui, terlalu banyak wewenang hingga mendesak penghindaran dari
kegetiran determinasi kelas atas dan bawah. Pembatasan legal akan otonomi
legislatif menggaris-bawahi identitas akan melakukan sirkulasi, disini terlihat
bahwa politisi akan melakukan percobaan memenangkan reformasi umum yang
pokoknya adalah separatisme, identitas merupakan hal separatis signifikan karena
positif mengambil alih alternatif dari pendahulu-pendahulunya. Seorang profesor
ekonomi mengusulkan pembentukan suatu masyarakat yang sama dengan
masyarakat yang diatas kualitas mereka, ia mengusulkan hak eksklusif di wilayah
dan memiliki angkatan bersenjata sendiri. Pengambil-alihan menjadi okupasi
Edwansyah Gumayenda Page 30
pertama identitas ketika menjalankan wewenangnya, kemudian melakukan
fungsi-fungsi federal seperti dinas informasi dan telekomunikasi, mencetak uang,
dan melakukan kerja sama ekonomi. Analis mengatakan wewenang identitas
begitu berbahaya melebihi kapasitas provinsi melakukan sistim pemerintahan
daerah, bahkan memberikan efek pendatang asal dan penyertaan pihak
pembonceng yang sangat mungkin merekayasa model dengan berbagai unit-unit
politik. Kesepakatan mengintimidasi identitas memungkinkan kemerdekaannya
mempertimbangkan konsekuensi identitas kini tidak sama lagi dengan yang dulu.
Konsekuensi memperbedakan identitas sama dengan identitas yang baru,
mengusulkan hak eksklusif yang mengatakan hak teritorial akan memperkuat sisi
separatis kelompok identitasnya, perubahan konstitusi akan identitas tersebut
akan melakukan selektif pembuktian mengenai kurang efektifnya pembentukan
komite dikarenakan kondisi bipartisan masyarakat dan pemikiran kembali sistem
masyarakat yang merancang masa depan identitas, ternyata mengalami
pemisahan klimaks sentimen. Penolakan komite akan identitas, praktis
mengalami kenyataan dengan kondisi pertukaran identitas dan penggelapan
ijazah, bahkan membonceng model politik yakni khas tiran melakukan kerja
sama identitas menyebutkan pemisahan sentimen terjadi karena mengenali masa
lalu, dan hal tersamar untuk identitas ini mengatakan tujuan memenuhi tuntutan
kelompok. Pemisahan klimaks sentimen mengenai identitas mengatakan
keluwesan melakukan pilihan akan kerja samanya menyusun skandal, isu,
transfigurasi, transformasi, dan kondisi bekerja. Skandal isu menyusun identitas
sebagai subjektif ketika mengalami masa depan identitas yang direhabilitasi, isu
mengatakan identitas mencakup kepentingan hal tersamar, transfigurasi
mengatakan perubahan konstitusi mencakup tuntutan tanggapan akan identitas
mengalami kelonggaran dan transformasi mengatakan cakupan identitas
memperbedakan konsekuensi dengan khas tiran yang membuktikan selektif tidak
mampu mencakup pemboncengan identitasnya. Identitas yang diharapkan
mengikat secara proporsional, ternyata melakukan sentimentil dengan penolakan,
dukungan akseptasi mengatakan susunan isu yang menukar identitas memberikan
kelonggaran untuk menghapus, menransfigurasi, dan menyusun skandal jika
Edwansyah Gumayenda Page 31
percobaan-percobaan identitas merasa tidak puas dipimpin atau dibonceng.
Seperti halnya ancaman resesi akan diberlakukan bila kuota dikurangi, regulasi
aliansi diketatkan, pengurangan jam produksi, sistim yang mengincar identitas
untuk menghadirkan persoalan untuk mengalami dramatisir dan dorongan kelas
menengah yang sebenarnya pembonceng yang dikalahkan oleh yang dibonceng,
menuntut anggapan identitas.
Bad Coin (Kertas Busuk)
Ulah partai politik menyebutkan langkah penguburan secara hidup-hidup.
Tabularasa yakni kertas putih kompleksnya legitimasi yang kuat dan dalam,
sehingga semua aktor politik yang signifikan baik pada level massa maupun elite,
dapat menumbuhkan kepercayaan satu sama lain, karena mereka yakin bahwa
pemerintahan demokratis yang tepat bagi mereka. Intervensi manusia adalah
konkretis kemauan politik yang bila perlu berbentuk aksi militer. Lanjutan dari
akseptasi peredaran yang bagus dan peredaran sisi buruk, secara keseluruhan dari
strategi keputusan-keputusan kondisional yang menetapkan tindakan-tindakan
yang harus dijalankan guna dihadapi setiap keadaan yang mungkin terjadi.
Ikatan yang meyakinkan mengakseptasi keniscayaan membuat studi akan
geopolitik yang merupakan hal kemudian dari catatan kekuatan dan ketentuan
hubungan sejarah. Ikatan-ikatan yang mengukuhkan merupakan ketentuan-
ketentuan sentripetal dan kekuatan-kekuatan sentrifugal merupakan tekanan-
tekanan yang cenderung membubarkan. Berikut akseptasi sentrifugal, ekskalasi
konflik yang melibatkan rakyat versus pemerintah, antar pihak yang bersengketa
atau ketidakberesan tata kelola administrasi, tak hanya vertikal antara rakyat,
pemerintah, institusi, dan pemilik modal yang mengakibatkan tumpang tindih hak
mayoritas. Ketidak-pastian hukum terlalu lama akan mengabaikan amanat
produk legislasi yang menimbulkan tumpang tindih antar undang-undang dan
penafsiran sepihak pemerintah atas doktrin hak menguasai negara. Konkretis
intervensi manusia atas kemauan politik dan bentuk aksi militer, merupakan
lanjutan dengan cara atau alat lain. Pola fikir empiris yakni merdekanya fakta-
fakta empiris, pengertian akan mitologis, religius, ide politis, dan etis,
Edwansyah Gumayenda Page 32
menetapkan tindakan yang akan dipilih, maka menyebutkannya sebagai faktor
divergen tanpa nalar akan membangun efektifitas fungsional. Pengharapan akan
jasa patriotik dan perasaan merasa hidup di alam merdeka divergen dengan
keefektifan bawaan alami dari naturnya narasi ‘in potensia’ dan ‘in actu’.
Sentripetal mengatakan ‘It takes three hundred years to invade your lands but it
takes three years to own your lands’, kolektif dalam keadan rawan karena posisi
yang merasa terpanggil memimpin suatu komunitas. Praktik rakyat merupakan
penyerapan lokal akan hasrat suku atau daerah bertujuan memupus separatisme,
karya kolektif melalui pembangunan efektif penerapan demokrasi tak langsung.
Subak mengatakan ketiadaan gaji yang menjauhkan diri dari korupsi, pengucilan,
dan pengadilan rakyat menulis dalam ‘term’ ruang sosial, bukan urusan bersama
dimana hidup suatu keputusan atas nama rakyat adalah parlemen yang menikmati
kebijakan. Ekologis melakukan dampak pendekatan efektif penerapan
pembangunan sentral mengenai manfaat akan memahami mayoritas dengan
pemeloporan dan transformasi dimana demokrasi melalui pikiran dan pekerjaan
dimungkinkan melakukan derajat intervensi, bahwa penanggung pertama setiap
gejolak gejala dapat diperlakukan sebagai manusia dan perlakuan benda
dimanusiakan dimusyawarahkan karena pemeloporan yang tumbuh tidak
bermuara ‘participatory democracy group’. Ditengah-tengah kelas menengah
menjadi dasar pemikiran mengenai hubungan produksi yang mengatakan
hubungan sosial yang terbentuk karena kedudukan seseorang terhadap alat-alat
produksi, apakah ia menguasainya atau tidak. Mengenai konflik dalam asumsi
konsep mengatakan penyelesaian kelas proletarian mengalahkan borjuasi
dianggap sebagai sumber yang mengurangi efek persengketaan antara dua pihak
yang bertentangan. Struktur mediasi akan perubahan sosial, akan menganggap
dinamis bila melakukan konfrontasi, kelas dua pihak merubah strata mereka
bahwa tidak mempunyai modal dan menuntut biaya akan menguntungkan sosial
baru dan kepentingan struktur biaya perubahan sosial. Suatu tingkah laku dan
satuan alam memikirkan apresiasi untuk berada dan waktu senggang yang dapat
memaki linguistik proletarian. Asumsi konsep kelihatan ekonomis dengan
mengadu domba kelas dua pihak dan bahasa sopan mesofistikasi anggota bawah
Edwansyah Gumayenda Page 33
yang paling mempunyai banyak waktu dari pada konsep peradaban. Peradaban
difikirkan dengan penyerapan seni dan pengertian intelektual akan keniscayaan
dianggap maju serta merasa tidak tersingkir. Ketegangan, kekecewaan, dan
kepahitan nian meluapkan seni dari mulut orang kaya dan atau kemiskinan tidak
membutuhkan ruang sosial sebagai simbol membudidayakan humanisme.
Anomali tingkah laku memperindah tabularasa akan status sosial, pemeloporan,
kontroversi, fitnah, kemiskinan, nestapa, pembunuhan, pencurian, skisme, dan
luapan kata-kata mirip retorika yang mempelajari ekonomis memiliki komunitas
musyawarah. Seni tabularasa semacam makian bagi keluarga dengan unilateral
yang difitnah karena nomadensi, inkompetensi, kepercayaan, dan amanah yang
tidak lagi mendudukkan status sosial melainkan ekonomisnya suatu keputusan
meningkahi alam fikiran, kesan, dan pembungkaman signifikan. Sebuah
kolumnis mampu menjadi psikiater kendati materi dipresentasikan dengan
mesofistikasi manipulasi bahasa dan kepura-puraan akan keprihatinan.
Tabularasa merupakan akomodasi sempurna menjinakkan karakter meskipun
sofistikasi kata borjuasi mempunyai rekan-rekan intelektual yang mengatakan
mulut-mulut orang kaya. Sistim besar yang memulainya dari mimpi, terakhir
sampai mengenal penidur yang tangguh. Mimpi pun dimaki dengan toleransi dan
saat penidur harus serba putih karena luwesnya suatu keputusan meningkahi alam
fikir dan imposi tabularasa. Hidup adalah resume peristiwa yang terus menerus
melakukan pergumulan, kehilangan, dan kelahiran akan membaca tabularasa
mengenai eksis dan hak-haknya yang memang dideterminasi dengan kehilangan.
Pengetahuan, karir, dan pencarian dinobatkan sebagai kertas oleh tabularasa,
sebelum segalanya memutuskan pilihan dan sebelum segalanya porak-poranda.
Pilihan, hidup apa yang kamu ikuti, meyakinkan tabularasa akan orang besar
yang mengatakan mitos bagi kalian memasukkan diri dalam kertas tabularasa.
Akseptasi orang besar menyentakkan mimpi, dua arti sekaligus membenarkan
mimpi, tabularasa merupakan mitos sempurna mengestimasi ulang mimpi yang
sekaligus mesofistikasi kehilangan secara sempurna. Adanya tanpa keberadaan
menyertai dua arti sekaligus, tentang diri sendiri dan kapan menjadi buah mimpi
bagi orang-orang besar yang intelektualnya semaput. Hubungan objektif
Edwansyah Gumayenda Page 34
meneropong sistim penidur ke dalam sistim pengetahuan, eksistensi objektif yang
diartikan sebagai lumbung informasi, bermaksud berfikir, dan meragukan dengan
cara yang sempurna. Demi sebuah keyakinan, tabularasa terbiasa mengundang
maut dalam tidur dan mimpi, dokumentasi mereka semakin dinamis karena
orang-orang besar membutuhkan episteme sempurna yang tidak keluar dari
intisari pengetahuan. Berhadapan dengan kelas proletarian yakni gereja dan
manifestasi monarki, orang-orang besar mendesak tabularasa yang menjauhi
subjektif, dan sekali-kali tidak memaki sebagai bagian dari perlucutan mitos
bahwa merdeka dan bebas itu tidak pernah ada. Representasi kasat mata dan
kasat fikir mendalihkan hal tabularasa benar, informasi tabularasa benar,
konsekuensi tabularasa benar, abstain, dan keraguan semakin sempurna sebagai
sofistikator kesan dan intelektual meningkahi alam fikir dari minoritas kepada
mayoritas.
Motif kejahatan substitusi melampaui deduksi ‘synical envious’, hak
oktroi, penanggulangan eksekusi diluar rumah tahanan, dominasi urgensi gerak
dan pembatasan substitusi, kompetitif hasrat menguasai daerah (dunia),
memperwujudkan kemauan Tuhan, memilih antara Tuhan dan kitab suci, merasa
terpanggil menciptakan surga dunia, rasistis, dan oposisi digambarkan substitusi
enam puluh delapan tahun untuk demokrasi, seketika mengejek setiap orang
untuk kembali dilukiskan sebagai setan atau orang, menghancurkan kemerdekaan
orang, menghisap dengan melakukan sistim okupasi mucikari, mengajarkan
messiah paham komunis, melukiskan kaum kapitalis apatis, meniatkan musuh-
musuh untuk mengalami pertentangan ekonomi dan politik yang semakin hari
berkonfrontasi untuk hanya beres dalam ‘pereat mundus iustitia omit’, artinya
dunia boleh hancur tapi kemerdekaan haruskah ada?.
Edwansyah Gumayenda Page 35
Bab IV Daftar Pustaka
----Perpisahan Di Israel, Tempo, 4 Agustus 1984
----Brouwner, MAW, Nabi Musa Dan Jean Calvin, Tempo, 11 Agustus 1984
----Satu Negara Dua Sistim, Tempo, 11 Agustus 1984
----Singarimbun, Masri, Tunggal Ika Malaysia, Tempo, 11 Agustus 1984
----Sudarsono, Juwono, Australia-Indonesia : Tukar Pikiran Akal Sehat, Tempo,
11 Agustus 1984
----Sumartono, TH, Dunia Dalam TV, Tempo, 11 Agustus 1985
----Aneka P4 : Ketika Pancasila Masuk Desa, Tempo, 8 November 1986
----Djunaidi, Mahbud, Yuriko Dan Naomi, Tempo, 8 November 1986
----Herwanto, Edi, Para Modal Asing Yang Terhormat, Tempo, 8 November
1986
----HS, Sukardjo, Bila Manajemen Serakah, Tempo, 8 November 1986
----Kaligis, OC, Pembajakan Merk : Hak Oktroi Karena Pendaftaran, Tempo, 8
November 1986
----Margana, A, Musim Berganti Untuk Modal Luar Negeri, Tempo, 8 November
1986
----Budiarto, SH,. hubungan masyarakat dan pelaksana pasar modal, Langkah
Astra Dan Palu RUPS, Tempo, 9 Juli 1988
----Churmen, Imam, H,. anggota FPP DPR-RI, Hukum Harus Ditegakkan,
Tempo, 9 Juli 1988
----Darsono, Budiono, Pengawasan, Tempo, 9 Juli 1988
----Hadad, Toriq, Mendaftar Ulang Bahaya Laten, Tempo, 9 Juli 1988
----Hendardi direktur komunikasi& program khusus YLBHI, Kikir Habis
Patronasi,Tempo, 9 Juli 1988
---- Kamboja, Perang Saudara Belum Meletus, Tempo, 9 Juli 1988
----Thaha, Ahmadie, Bangkit Bukan Bunuh Diri, Tempo, 9 Juli 1988
----Thaha, Ahmadie, Pecah Dari Manusia Biasa, Tempo, 9 Juli 1988
----Zain, Winarno, Ekonomi Modal Dengkul, Tempo, 9 Juli 1988
----Praginanto, Saling Kritik Cara Glasnost, Tempo, 9 Juli 1988
----Sukartono, RB,. kepala badan penelitian& pengembangan industri
Edwansyah Gumayenda Page 36
departemen perindustrian, Peluang Itu Bukan Cuma Ilusi, Tempo, 9 Juli 1988
----Abdulah, Taufik, Glasnost Dan Ujian Sejarah, Tempo, 23 Juli 1988
----Rahasia BUMN Yang Efisien, Tempo, 23 Juli 1988
----Sjahrir, Jepang-Indonesia : Gelombang Hubungan Pasang Surut Yang
Permanen, Tempo 23 Juli 1988
----Djojohadikusumo, Sumitro, Taruhan Debt Service Ratio (DSR) Sampai
Tingkat 25%, Suara Karya, 9 November 1992
----Sitepu, Yupiter Mino dan Evelyne, Juanda,. staf& pengajar fakultas hukum
Universitas Atma Jaya Jakarta, Sekali Lagi Tentang Kredit Macet, Suara
Karya, 9 November 1992
----M, Kholidin,. penulis& staf pengajar fakultas hukum Universitas Jember,
Mengeliminasi Perbedaan Penafsiran Grose Akta, Suara Karya, 15 Februari
1994
----Perlu Antisipasi Penurunan Bunga Deposito Jangan Timbulkan Isu Modal
Lari Keluar Negeri, Suara Karya, 19 Januari 1994
----Amdal Takkan Dijadikan Syarat Untuk Memperoleh Kredit Bank, Suara
Karya, 15 Februari 1994
----Utama, Nanda,. dosen fakultas hukum Universitas Andalas& karya siswa S-2
PPS UGM Yogyakarta, Bisnis Franchise Dan Hukum Kita, Suara Karya, 15
Februari 1994
----Tanah Jadi Objek Spekulasi, Suara Karya, 15 Februari 1994
----Gumayenda, Edwansyah, Paper : Kultusnya Lingkungan Ekonomi
Mengatasnamakan Tingka Laku Produsen Mengedukasi Publik Ekonomi
Dengan Efektifitas dan Daluwarsa, 10 Desember 2010
----Pesimisme Ekonomi Kembali Mencuat, Kompas, 29 Agustus 2012
----Arman, Helmi,. country economist Citibank Indonesia, Defisit Perdagangan
Dan Harga BBM, Kompas, 22 September 2012
----Bahri, Saiful,. pemerhati masalah agraria, Konstitusi Dan Politik Agraria,
Kompas, 22 September 2012
----Hubungan Internasional—Kelola Perbedaan Pandangan Dengan Dialog,
Kompas, 22 September 2012
Edwansyah Gumayenda Page 37
----Gumayenda, Edwansyah, Paper : Pengawasan Melekat, 17 Desember 2010
----Gerakan Buruh Kian Mandiri, Kompas, 2 Desember 2012
----Sjahrir, Pajak Satu Persen UKM Berlaku Tahun Ini, Tribun Sumsel, 14 Mei
2013
----Amriel, Indragiri, Reza,. dosen psikologi Universitas Pancasila Jakarta,
Presiden Kita, Tribun Sumsel, 1 Juni 2013
----Pakpahan, Baginda., dosen hubungan internasional Universitas Indonesia,
Jalan Berliku Agneda Pembangunan Pasca 2015, Tribun Sumsel, 1 Juni 2013
----Shambazy, Budiarto, Politik Ekonomi—The Big Village, Kompas, 22
September 2013
----Joesoef, Daoed,. Alumnus Universiteit Pluridisciplinaires Partheon-Sorbourne
Paris, Geostrategis Indonesia, Kompas, 25 September 2013
----Rahardja, Sjamsu,. Ekonom senior di kantor perwakilan Bank Dunia di
Indonesia, Manufaktur Dan Indonesia 2025, Kompas, 25 September 2013
----Syarkawi, Muhamad, Rauf,. kepala lembaga pengkajian ekonomi& bisnis
fakultas ekonomi Universitas Hasanudin, Industrialisasi Tanpa Kawasan
Industri, Kompas, 25 September 2013
----Aksi Korporasi—Tahun Depan BUMN Ekspansi Ke Filipina, Kompas, 31
Oktober 2013
----Bank Sampah—Program Pemkot Tangerang Bisa Gagal, Kompas, 31 Oktober
2013
----Bit Coin—Uang Virtual Di Dunia Nyata, Kompas, 31 Oktober 2013
----Forum Ekonomi Dunia Islam—Ekonomi Tahun Depan Tetap Diwaspadai,
Kompas, 31 Oktober 2013
----Kleden, Ignas., ketua badan pengurus komunitas Indonesia untuk demokrasi,
Nepotisme, Kroniisme& Dinasti, Kompas 31 Oktober 2013
----Insentif Penahan Repatriasi—Impor Bahan Bakar Minyak Menjadi Persoalan
Klasik, Kompas, 31 Oktober 2013
----Jaminan Sosial Aturan Turunan SJSN Molor, Kompas, 31 Oktober 2013
----Jelang Paris 2015—Norwegia Himpun Dukungan Negara Lain, Kompas, 31
Oktober 2013
Edwansyah Gumayenda Page 38
----KPU Perbaiki Sistem Informasi Data—DPR Pertanyakan Karut-marut Daftar
Pemilih Di Sejumlah Daerah, Kompas, 31 Oktober 2013
----Memperkuat Bahasa Indonesia, Kompas, 31 Oktober 2013
----Penambangan Gumuk Penahan Tsunami Rusak, Kompas, 31 Oktober 2013
----Rohman,Saiful,. dosen pengajar Universitas Negeri Jakarta, Kontradiksi
Penguatan Bahasa, Kompas, 31 Oktober 2013
----Sulastomo., ahli asuransi kesehatan, Harapan Bagi BPJS Kesehatan, Kompas,
31 Oktober 2013
----Surapaty, Chandra, Surya,. Anggota DPR fraksi PDIP, Jaminan Kesehatan
Nasional, Kompas, 31 Oktober 2013
Edwansyah Gumayenda Page 39