case kulit tinea korporis et cruris ila.docx

Upload: ila-mahira

Post on 09-Mar-2016

41 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

laporan kasus kulit tegal

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUSTINEA KORPORIS ET CRURIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Program Pendidikan Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal

Pembimbing :dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.KK, MM

Disusun oleh:Nama : Ila MahiraNim : 030.10.131

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMINRSUD KARDINAH TEGALPERIODE 28 DESEMBER 2015 30 JANUARI 2016FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIJANUARI 2016

LAPORAN KASUSTINEA KORPORIS ET CRURISPembimbing : dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.KK, MMOleh : Ila Mahira (030.10.131)

I. PENDAHULUANTinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (Glabrous skin) kecuali bagian telapak tangan, telapak kaki, dan daerah inguinal. Sedangkan tinea kruris adalah dermatofitosis subakut atau kronis pada paha bagian atas, inguinal dan regio pubis.[footnoteRef:1] Lesi pada tinea kruris dapat terbatas pada daerah genito-krural saja atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah. Kedua kelainan ini dapat terjadi secara bersamaan, dalam hal ini disebut tinea korporis et kruris atau sebaliknya tine kruris et korporis. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Berdasarkan lokasi anatomi yang terinfeksi, dermatofitosis diklasifikasikan menjadi : [1: Mirmirani P, Rogers M. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine. 8th edition. McGraw-Hill Medical Publishing Division, New York. 2012.p.2277-88]

Tinea kapitis: dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala Tinea barbae: dermatofitosis pada dagu dan janggut Tinea kruris: dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang hingga perut bagian bawah Tinea pedis et manum: dermatofitosis pada kaki dan tangan Tinea unguium: dermatofitosis pada kuku Tinea korporis: dermatofitosis pada kulit tubuh tak berambut

Dermatofita adalah golongan jamur yang bersifat mencerna keratin. Dermatofita termasuk ke dalam kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophtyon.[footnoteRef:2] Masing-masing spesies dermatofita dapat menyebabkan tinea korporis, namun penyebab terseringnya adalah Trichophyton rubrum.[footnoteRef:3] [2: Budimulja U. Mikosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:FKUI. 2010. p.89-109] [3: Mirmirani P, Rogers M, loc. cit]

Kelainan kulit ini merupakan bagian dari penyakit kulit dermatosis eritroskuamosa yaitu penyakit kulit yang terutama ditandai dengan adanya eritema dan skuama yang meliputi psoriasis, parapsoriasis, pitiriasis rosea, dermatitis seboroik, lupus erimatosus, dan dermatofitosis. Selain itu penyakit ini juga merupakan diagnosis banding dari kandidosis kutis lokalisata. Namun kandidosis kutis lokalisata sering terjadi pada bayi.[footnoteRef:4] Gejala klinis yang biasa dijumpai pada tinea korporis adalah lesi berbentuk bulat atau lonjong, berbatas tegas dan terdiri atas eritema dan skuama, dan terkadang disertai papul dan vesikel di tepi. Daerah tengah biasanya lebih tenang. Kadang-kadang dapat terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah, namun dapat pula terlihat polisiklik karena beberapa lesi yang menjadi satu. Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang biasanya tidak terlihat lagi. Pada tine kruris, kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila tinea kruris terjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan.[footnoteRef:5] [4: Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:FKUI. 2010. p.189-202] [5: Budimulja U, loc. cit]

Mikosis superfisial, terutama disebabkan oleh dermatofita merupakan jenis infeksi jamur terbanyak didunia yang dapat mengenai berbagai kelompok usia dan mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi dermatofitosis diperkirakan mengenai sekitar 20-25% dari populasi di seluruh dunia.[footnoteRef:6] Sebuah variasi yang signifikan dalam pola infeksi jamur di berbagai negara terlihat jelas dari penelitian yang dilakukan di negara yang berbeda seperti Aljazair, Afrika Selatan, Meksiko, Italia, Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Brasil, India, dan Australia. Heterogenitas ini dalam prevalensi infeksi dermatofitosis di berbagai negara dikaitkan dengan faktor-faktor seperti iklim (kelembaban, suhu), gaya hidup (higienitas), keterlibatan dalam kegiatan di luar ruangan dan prevalensi penyakit yang mendasari (diabetes, kekurangan gizi, gangguan fungsi hati dan ginjal, serta imunosupresi). Faktor lain adalah keengganan pasien untuk mencari pengobatan karena sifat ringan dari penyakit atau karena malu, kecuali kondisi penyakit menjadi serius sehingga mempengaruhi kualitas hidup.[footnoteRef:7] Tinea korporis merupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai di daerah yang panas. Tricophyton rubrum merupakan penyebab infeksi yang paling umum diseluruh dunia dan sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis.[footnoteRef:8] Distribusi tinea kruris terjadi diseluruh dunia namun kejadiannya kerap dijumpai pada daerah dengan iklim yang panas dan lembab.[footnoteRef:9] [6: Havlickova B, Czaika VA, Fredrich M. Epidemiological trends in skin mycoses worldwide. Mycoses. 2008;51:2-15] [7: Rahman MH, et al. Prevalence of Superficial Fungal Infections in the Rural Areas of Bangladesh. Iran J Dermatol 2011;14;86-91] [8: Lesher JL, et al. Tinea Korporis. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1091473-overview#a6. Accessed on 12 January 2016 ] [9: Wiederkehr M, et al. Tinea Cruris. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1091806-overview#a6. Accesed on 12 January 2016]

Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi, merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur, sehingga jamur dapat ditemukan hampir disemua tempat. Dermatofitosis merupakan 52% dari seluruh dermatomikosis, dimana tinea krusis dan tinea korporis merupakan dermatofitosis terbanyak.[footnoteRef:10] Dari data beberapa rumah sakit pendidikan di Indonesia pada tahun 1998 didapatkan persentase dermatomikosis terhadap seluruh kasus dermatosis bervariasi dari 2,93% (Semarang) sampai 27,6% (Padang).[footnoteRef:11] [10: Yossela T. Diagnosis and Treatment of Tinea Cruris. J Majority. 2015;4(2):122-8] [11: Adiguna MS. Epidemiologi dermatomikosis di Indonesia. In : Budimulya U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widati S. editor. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai Pustaka FKUI; 2001:1-6]

Di RSUD Kardinah pada tahun 2014 didapatkan insiden dermatofitosis sebanyak 282 kasus kasus. Terdiri dari Tinea Manum 4 kasus, Tinea Pedis 24 kasus, Tinea kruris 122 kasus, Tinea kapitis 6 kasus, Tinea Fasialis 15 kasus, Tinea Unguium 8 kasus dan Tinea Korporis 103 kasus. Dari 103 kasus baru Tinea Korporis terdapat 49 jumlah penderita laki-laki dan 54 orang jumlah penderita perempuan. Sedangkan dari 122 kasus baru tinea kruris, terdapat 52 orang jumlah penderita laki-laki dan 70 orang penderita perempuan. Jumlah kasus dermatofitosis berdasarkan kelompok usia didapatkan 2 kasus untuk usia < 1 tahun, 7 kasus untuk usia 1-4 tahun, 39 kasus untuk usia 5-14 tahun, 47 kasus untuk usia 15-24 tahun, 94 kasus untuk usia 25-44 tahun, 75 kasus untuk usia 45-64 tahun dan 18 kasus untuk usia > 66 tahun.

Di RSUD Kardinah pada tahun 2015 didapatkan insiden dermatofitosis sebanyak 185 kasus. Terdiri dari Tinea Manum 4 kasus, Tinea Pedis 12 kasus, Tinea kruris 77 kasus, Tinea kapitis 9 kasus, Tinea Fasialis 22 kasus, Tinea Unguium 3 kasus dan Tinea Korporis 58 kasus. Dari 58 kasus baru tinea korporis terdapat 21 penderita laki-laki dan 37 penderita perempuan. Sedangkan dari 77 kasus baru tinea kruris, terdapat penderita laki-laki sebanyak 27 orang dan perempuan 50 orang. Jumlah kasus dermatofitosis berdasarkan kelompok usia didapatkan 3 kasus untuk usia < 1 tahun, 8 kasus untuk usia 1-4 tahun, 24 kasus untuk usia 5-14 tahun, 42 kasus untuk usia 15-24 tahun, 35 kasus untuk usia 25-44 tahun, 62 kasus untuk usia 45-64 tahun dan 11 kasus untuk usia > 66 tahun.

Berikut akan dilaporkan sebuah kasus tinea korporis et kruris pada seorang perempuan berusia 53 tahun.

II. KASUSSeorang perempuan berusia 53 tahun, pendidikan terakhir S1, bekerja sebagai seorang guru Matematika di salah satu SMP Negeri di Kota Tegal, sudah menikah, dan beragama Islam, datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah Tegal pada tanggal 30 Desember 2015 pukul 10.00 WIB dengan keluhan utama bercak-bercak merah yang bersisik dan terasa gatal pada lipatan dibawah kedua payudara, punggung kanan atas serta sela paha kiri dan kanan.

A. Anamnesis Khusus(Autoanamnesis pada tanggal 30 Desember 2015 pukul 10.00 WIB di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah Tegal) Sejak 1 tahun yang lalu timbul bercak-bercak merah bersisik pada lipatan dibawah kedua payudara dan disertai rasa gatal, terutama saat berkeringat. Bercak kemerahan tersebut sejak 3 bulan yang lalu semakin meluas ke punggung atas kanan serta di sela paha kiri dan kanan. Kulit pada bagian yang kemerahan tampak menebal dan bersisik halus berwarna putih dan tidak kekuningan. Kulit yang bersisik halus tampak kering, tidak berminyak dan tidak berlapis-lapis. Pinggiran bercak tampak kemerahan dan bagian tengah tampak mulai menyembuh. Gatal dirasakan setiap saat dan gatal semakin bertambah terutama saat berkeringat, sehingga sering digaruk. Pasien mengaku sering hanya mandi 1x sehari menggunakan sabun batang dan menggunakan air dari PAM. Pasien mengaku sangat gampang berkeringat. Pasien juga mengaku bahwa pasien rutin menjalankan olahraga jalan sore disekitar rumahnya, menggunakan baju berbahan kaos. Bila pasien berkeringat tidak di lap, dibiarkan mengering sendiri dan tidak ganti baju. Pasien menggunakan handuk bersamaan dengan suaminya. Pakaian yang sering digunakan berbahan katun, tidak berlapis dan tidak ketat, namun menurut pasien baju seragam yang digunakan untuk mengajar terasa kurang menyerap keringat. Pasien tidak memiliki hewan peliharaan apapun di rumah.Tidak terdapat bercak kemerahan di tempat lain seperti skalp, perbatasan skalp dan wajah, siku, lutut, dahi, bagian atas alis, belakang telinga, leher dan daerah lipatan tubuh lainnya. Tidak ada rasa gatal maupun ketombe pada rambut. Rambut juga diakui tidak mudah rontok. Tidak terdapat kelainan pada kuku seperti lekukan-lekukan pada kuku, kerusakan pada kuku, perubahan warna kuku, maupun kuku yang terlepas. Pasien juga menyangkal adanya nyeri dan pembesaran pada sendi-sendi.Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Pasien sudah pernah berobat ke klinik. Menurut pasien, dokter klinik memberikan obat berupa tablet kecil berwarna putih yang diminum satu kali sehari selama hampir satu minggu. Namun pasien merasa tidak ada perbaikan setelah meminum obat tersebut, bercak kemerahan semakin melebar sehingga pasien memutuskan untuk berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah.Tidak ada anggota keluarga yang tinggal satu rumah yang memiliki keluhan seperti pasien. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kencing manis. Pasien menyangkal sedang dalam kondisi stres atau memiliki banyak pikiran. Pasien juga tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan baik antibiotik maupun kortikosteroid. Kebiasaan konsumsi alkohol dan merokok juga disangkal pasien. Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat dan makanan sebelumnya.

B. Pemeriksaan Fisik1. Status Generalis Keadaan Umum: Baik, tampak sakit ringan Kesadaran: Compos Mentis Tanda Vital: Tekanan darah: 120/70 mmHG Nadi: 88x/menit Suhu: 36,8o C Pernafasan: 18x/menit Berat badan: 80 kg Tinggi: 165 cm Status gizi: Overweight (BMI = 29,41) Kepala: Bentuk normocephali Kulit kepala: Kelainan kulit (-) Mata: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-) Hidung: Tidak ada septum deviasi, sekret (-) Mulut: Bibir sianosis (-), karies gigi (-), geographic tongue (-), tonsil T1-T1 tenang, faring tidak hiperemis Telinga: Normotia, serumen -/- Leher: Tidak terdapat pembesaran KGB dan tiroid Thorax: Inspeksi: Bentuk simetris, gerak napak simetris Palpasi: Vokal fremitus sama kuat kanan dan kiri Perkusi: Sonor di semua lapang paru Auskultasi: Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi jantung I-II reguler, gallop (-), murmur (-) Abdomen: Inspeksi: Datar Palpasi: Supel, hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan(-) Perkusi: Timpani di semua kuadran abdomen Auskultasi: Bising usus (+) Genitalia: Tidak dilakukan pemeriksaan Ekstremitas: Superior: Oedem (-), deformitas (-), kelainan sendi (-), kelainan kulit (-), kelainan kuku : pitting nail (-), onikolisis (-), diskolorasi (-) Inferior: Oedem (-), deformitas (-), kelainan sendi (-), kelainan kulit (-), kelainan kuku : pitting nail (-), onikolisis (-), diskolorasi (-)

2. Status Dermatologikus Distribusi: Regional Ad Regio : Punggung kanan atas, lipatan bawah payudara, sela paha kiri dan kanan Lesi: Multipel, sebagian diskret, sebagaian konfluens, bentuk ireguler, ukuran terkecil 5x4 cm dan ukuran terbesar 12x10cm, berbatas tegas, menimbul dari permukaan kulit, kering, tepi aktif Efloresensi : Papul eritema, disertai skuama

Gambar 1. Regio Punggung Atas Kanan

Gambar 2. Regio Abdomen Atas atau Lipatan Bawah Payudara

Gambar 3. Regio Sela Paha Kiri dan Kanan

C. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan mikologik dengan mengambil kerokan kulit dari lesi di selangkangan dan ditambah dengan larutan KOH 10%. Didapatkan gambaran hifa panjang, bersepta, bercabang dan double contour.

Gambar 4. Hifa pada Sediaan Basah Kerokan Kulit

D. ResumeSeorang perempuan berusia 53 tahun, pendidikan terakhir S1, bekerja sebagai seorang guru di salah satu SMP Negeri di Kota Tegal, sudah menikah, dan beragama Islam, datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah Tegal pada tanggal 30 Desember 2015 pukul 10.00 WIB dengan keluhan utama bercak kemerahan yang bersisik dan terasa gatal pada lipatan dibawah kedua payudara, punggung kanan atas serta sela paha.Pada anamnesis didapatkan keluhan bercak kemerahan yang bersisik terasa gatal terutama saat berkeringat sejak 1 tahun yang lalu. Bercak-bercak merah bersisik tersebut sejak 3 bulan yang lalu meluas hingga ke punggung bagian atas dan sela paha kiri dan kanan, tidak hilang timbul. Kulit terasa menebal dan bersisik halus berwarna putih dan tidak berminyak. Terasa sangat gatal terutama bila berkeringat. Bila terasa gatal, sering digaruk sampai terkadang lecet. Pasien tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Pasien sering mandi hanya 1x sehari menggunakan sabun batang dan menggunakan air PAM. Pasien menggunakan handuk bersamaan dengan suaminya. Pasien rutin jalan sore sehingga sering berkeringat. Bila berkeringat tidak di lap, keringat dibiarkan mengering sendiri dan tidak ganti baju. Pakaian seragam yang digunakan pasien di tempat bekerja juga diakui kurang menyerap keringat. Pasien tidak memiliki penyakit kencing manis dan tidak sedang mengkonsumsi obat apapun.Dari pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal. Hasil BMI menunjukkan status gizi pasien tergolong overweight. Status dermatologikus didapatkan distribusi regional pada regio punggung kanan atas, abdomen bagian atas dan sela paha. Lesinya multipel, sebagian diskret sebagian konfluens, bentuk ireguler, ukuran bervariasi dari yang terkecil 5x4cm dan yang terbesar 12x10cm, berbatas tegas, menimbul dari permukaan kulit, kering, tepi aktif. Efloresensi papul eritema disertai skuama.Dari pemeriksaan penunjang didapatkan pemeriksaan mikologik (+) dimana didapatkan gambaran hifa pada sediaan langsung kerokan kulit.

E. Diagnosis PastiTinea korporis et kruris

F. Usulan Pemeriksaan1. Pemeriksaan faal hati. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan terapi pasien, karena beberapa anti fungi bersifat hepatotoksik. 2. Pemeriksaan kultur jamur menggunakan medium agar dekstrosa Sabouraud[footnoteRef:12]. Hasil yang diharapkan tumbuhnya kolonisasi jamur untuk menentukan spesies jamur. [12: Budimulja U, loc. cit]

G. Penatalaksanaan1. Umum Memberikan edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang diderita serta pengobatannya Memotivasi pasien untuk rutin kontrol dan tidak menghentikan pengobatan tanpa seizin dokter Memberikan edukasi kepada pasien agar tidak menggaruk kulit yang terasa gatal karna dapat menyebabkan luka dan infeksi sekunder, dan setelah menyentuh bagian lesi sebaiknya cuci tangan agar tidak menyebar ke bagian tubuh lain Memelihara dan menjaga kebersihan Menggunakan pakaian yang menyerap keringat, tidak ketat, dan menghindari kulit lembab Tidak menggunakan pakaian, handuk ataupun peralatan pribadi secara bergantian atau bersama-sama dengan anggota keluarga lain.

2. Khusus Sistemik Anti fungi oral: Ketokonazol tab 200mg 1x1 pagi hari setelah makan selama 14 hari Topikal Anti fungi topikal : Ketokonazol krim dioleskan 1x sehari selama 3-4 minggu.

H. Prognosis Quo ad vitam: ad bonam Quo ad functionam: ad bonam Quo ad sanationam: ad bonam

III. PEMBAHASANTinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin). Keluhan yang dirasakan penderita biasanya gatal dengan kelainan kulit berupa lesi bentuk bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang. Kadang-kadang dapat terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang bergabung menjadi satu. Sedangkan tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Keluhan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Bila penyakit ini menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik.[footnoteRef:13] [13: Budimulja U, loc. cit]

Gambar 5. Tinea korporis[footnoteRef:14] [14: Mirmirani P, Rogers M., loc. cit]

Gambar 6. Tinea korporis[footnoteRef:15] [15: Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP, Fitzpatrick Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 7th edition. New York:McGraw-Hill Education;2013.p.2800-92]

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien kasus ini, didapatkan gejala dan tanda yang mengarahkan diagnosis kepada tinea korporis et kruris. Pasien pada kasus ini memiliki keluhan bercak kemerahan yang bersisik dan terasa gatal pada lipatan dibawah kedua payudara, punggung kanan atas serta sela paha. Penampakan lesi kulit juga khas seperti lesi pada tinea korporis dan tinea kruris dimana pada pasien didapatkan gambaran papul eritema disertai skuama. Diagnosis banding pada kasus ini yaitu psoriasis inversa, dermatitis seboroik, dan kandidosis kutis lokalisata. Psoriasis yang penyebabnya masih tidak diketahui juga memiliki lesi kulit berupa plak eritematosa yang sirkumskripta dan tersebar merata, ditutupi oleh skuama tebal, berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih mengkilat seperti mika. Jika skuama digores menunjukkan tanda tetesan lilin. Pada psoriasis terdapat 2 fenomena, yaitu Koebner dan Auspitz. Predileksi penyakit ini biasanya pada perbatasan daerah scalp dan wajah, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku dan lutut, serta daerah lumbosakral. Pada pasien ini tidak ditemukan tanda tetesan lilin yang khas pada psoriasis.[footnoteRef:16] [16: Djuanda A, loc. cit]

Gambar 7. Psoriasis[footnoteRef:17] [17: Mirmirani P, Rogers M., loc. Cit]

Pada dermatitis seboroik akan ditemukan gambaran kelainan kulit yang terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan, dengan batas yang kurang tegas. Bentuk yang ringan hanya mengenai kulit kepala dan berupa skuama-skuama yang halus. Pada bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan berminyak disertai eksudasi dan krusta-krusta yang tebal. Sering meluas ke dahi, telinga, dan leher. Pada pasien ini tidak terdapat skuama yang berminyak dan berwarna agak kekuningan.[footnoteRef:18] [18: Djuanda A, loc. cit]

Gambar 6. Dermatitis Seboroik[footnoteRef:19] [19: Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. op.cit., p.341-56.]

Kandidosis kutis lokalisata biasanya terdapat pada lokasi seperti daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intragluteal, lipat payudara, sela jari tangan atau kaki, glans penis dan umbilikus. Kelainan kulit berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Pada pasien, lesi kulit tampak kering, dan tidak dikelilingi satelit berupa vesikel-vesikel atau pustul-pustul kecil.[footnoteRef:20] [20: Kuswadji. Kandidosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:FKUI. 2010. p.106-9]

Gambar 7. Kandidosis Kutis Lokalisata[footnoteRef:21] [21: Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. op. cit.,p.2743.]

Jika dilakukan pemeriksaan penunjang dengan memeriksa sediaan langsung kerokan kulit yang ditetesi larutan KOH 10% maka untuk tinea korporis dan tinea kruris yang merupakan infeksi oleh dermatosis akan tampak hifa, sebagai gambaran dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama dan/atau sudah diobati. Pemeriksaan sediaan langsung pada pasien ini didapatkan hasil yang positif. Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan yaitu medium agar dekstrosa sabouraud.[footnoteRef:22] [22: Budimulja U, loc. cit]

Terapi yang diberikan pada kasus ini yaitu ketokonazole oral dan krim. Pengobatan untuk dermatofitosis secara topikal dapat diberikan salah satu dari golongan imidazole (clotrimazole, miconazole, ketoconazole, econazole, oxiconazole, sertaconazole), allilamin (naftifine, terbinafine), naftionat (tolnaftat), atau substitusi piridin (ciclopiroxolamin). Sedangkan pengobatan antijamur sistemik yang dapat digunakan berupa terbinafine (golongan allilamin), itrakonazole, fluconazole ataupun ketoconazole.[footnoteRef:23] [23: Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. loc. cit]

Pada kebanyakan kasus, tinea korporis dan kruris dapat dikelola dengan pengobatan topikal. Namun, steroid topikal tidak direkomendasikan. Agen topikal memiliki efek yang menenangkan, yang akan meringankan gejala lokal. Formulasi topikal dapat membasmi area infeksi yang kecil, tetapi terapi oral diperlukan untuk infeksi yang lebih luas atau untuk kasus infeksi kronis dan berulang. Infeksi dermatofita dengan krim topical antifungal membutuhkan waktu 3 sampai 4 minggu pengobatan dengan golongan azoles dan 1 sampai 2 minggu dengan krim terbinafine.[footnoteRef:24] Penggunaan krim topikal ini sebaiknya dioleskan hingga 2 cm diluar batas lesi.[footnoteRef:25] [24: Yossela T. loc. cit.] [25: Weinstein A. Berman B. Topical treatment of common superficial tinea infections. Am Fam Physician;65(10):p. 2095-102]

Pada masa sekarang, dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan pemberian griseofulvin yang bersifat fungistatik. Secara umum griseofulvin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5 1 gram untuk orang dewasa dan 0,25 - 0,5 gram untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg per kg berat badan. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif. Obat per oral yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu ketokonazol yang bersifat fungistatik. Pada kasus-kasus resisten griseofulvin dapat diberikan ketoconazole sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari hingga 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Ketokonazol merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar. Sebagai pengganti ketokonazol yang mempunyai sifat hepatotoksik terutama bila diberikan lebih dari 10 hari, dapat diberikan itrakonazol dengan dosis 2 x 100-200 mg sehari dalam kapsul selama 3 hari. Dapat pula diberikan terbinafin yang bersifat fungisidal sebagai pengganti griseofulvin selama 2-3 minggu dengan dosis 62,5 mg 250 mg sehari bergantung pada berat badan. Efek samping terbinafin yang tersering ialah gangguan gastrointestinal.[footnoteRef:26] [26: Budimulja U, loc. cit]

DAFTAR PUSTAKA

Adiguna MS. Epidemiologi dermatomikosis di Indonesia. In : Budimulya U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widati S. editor. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai Pustaka FKUI; 2001:1-6Budimulja U. Mikosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:FKUI. 2010. p.89-109Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:FKUI. 2010. p.189-202Havlickova B, Czaika VA, Fredrich M. Epidemiological trends in skin mycoses worldwide. Mycoses. 2008;51:2-15Kuswadji. Kandidosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:FKUI. 2010. p.106-9Lesher JL, et al. Tinea Korporis. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1091473-overview#a6. Accessed on 12 January 2016 Mirmirani P, Rogers M. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine. 8th edition. McGraw-Hill Medical Publishing Division, New York. 2012.p.2277-88Rahman MH, et al. Prevalence of Superficial Fungal Infections in the Rural Areas of Bangladesh. Iran J Dermatol 2011;14;86-91Weinstein A. Berman B. Topical treatment of common superficial tinea infections. Am Fam Physician;65(10):p. 2095-102Wiederkehr M, et al. Tinea Cruris. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1091806-overview#a6. Accesed on 12 January 2016Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP, Fitzpatrick Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 7th edition. New York:McGraw-Hill Education;2013.p.2800-92Yossela T. Diagnosis and Treatment of Tinea Cruris. J Majority. 2015;4(2):122-8

22