candra hayatul iman.pdf

Upload: wagiono-suparan

Post on 05-Jul-2018

263 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    1/399

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Anak merupakan subyek hukum dan aset bangsa, sebagai bagian dari

    generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai generasi penerus suatu

    bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan

    suatu bangsa. Peran strategis ini telah disadari oleh masyarakat Internasional

    untuk melahirkan sebuah konvensi yang intinya menekankan posisi anak

    sebagai makhluk manusia yang harus mendapatkan perlindungan atas hak-

    hak yang dimilikinya. 1Anak juga merupakan harapan dan tumpuan orang tua,

    harapan bangsa dan negara yang akan melanjutkan tongkat estafet

    pembangunan serta memiliki peran strategis, mempunyai ciri atau sifat

    khusus yang akan menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada

    masa depan. Oleh karena itu, setiap anak harus mendapatkan pembinaan dan

    perlindungan dari sejak dini, anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-

    luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik,

    mental maupun sosial. Terlebih lagi bahwa masa kanak-kanak merupakan

    periode penaburan benih, pendirian t iang pancang, pembuatan pondasi, yang

    dapat disebut juga sebagai periode pembentukan watak, kepribadian dan

    karakter diri seorang manusia, agar mereka kelak memiliki kekuatan dan

    1

    Ruben Achmad, Upaya Penyelesaian Masalah Anak yang Berkonflik dengan Hukum di Kota Palembang , dalam Jurnal Simbur Cahaya Nomor 27 Tahun X, Januari, 2005, hlm. 24.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    2/399

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    3/399

    3

    dengan perkembangan teknologi, industri dan ekonomi. Indonesia dari tahun

    ke tahun sejak tahun 1970-an merasakan jumlah kenakalan remaja ( juvenile

    delinquency) , meningkat terus, sehingga fenomena kenakalan remaja mulai

    dari mereka yang tidak taat terhadap orang tua seperti membolos,

    mengganggu ketertiban masyarakat sampai melakukan tindak pidana,

    dinyatakan sebagai salah satu masalah nasional serta mendapat perhatian

    rakyat, namun pemerintah memberantasnya secara sempurna, terutama dalam

    hal memperlakukan mereka yang berada dalam proses peradilan pidana, yang

    masih memperlakukan pelaku tindak pidana anak seperti memperlakukan

    tindak pidana dewasa.

    Salah satu upaya pencegahan dan penanggulangan kenakalan anak

    (politik kriminal anak) saat ini melalui penyelenggaraan sistem peradilan

    anak ( Juvenile Justice ). Tujuan penyelenggaraan sistem peradilan anak

    ( Juvenile Justice ) tidak semata-mata bertujuan untuk menjatuhkan sanksi

    pidana bagi anak yang telah melakukan tindak pidana (kenakalan anak), tetapi

    lebih difokuskan pada dasar pemikiran bahwa penjatuhan sanksi tersebut

    sebagai sarana mendukung mewujudkan kesejahteraan anak pelaku tindak

    pidana.

    Kepastian hukum perlu diusahakan demi kegiatan kelangsungan

    perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat

    negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan

    anak. 4 Untuk itu, kegiatan perlindungan anak setidaknya memiliki dua aspek.

    4 Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan , Akademi Pressindo, Jakarta, 1993, hlm. 222.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    4/399

    4

    Aspek pertama berkaitan dengan kebijakan dan peraturan perundang-

    undangan yang mengatur mengenai perlindungan anak. Aspek kedua,

    menyangkut pelaksanaan kebijakan dan peraturan-peraturan tersebut. 5

    Secara internasional dikehendaki bahwa tujuan penyelenggaraan sistem

    peradilan anak, mengutamakan pada tujuan untuk kesejahteraan anak. Hal ini

    sebagaimana ditegaskan dalam Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam

    United Nations Standard Minimum Rules For the Administration of Juvenile

    Justice (SMR-JJ) atau The Beijing Rules , bahwa tujuan peradilan anak ( Aims

    of Juvenile Justice ), sebagai berikut :

    “The juvenile Justice Sistem shall emphasize wel-being of the juvenilean shall ensure that any reaction to juvenile offenders shall always be in

    proportion to the circumstances of both the offender and offence .”( SistemPeradilan pidana bagi anak / remaja akan mengutamakan kesejahteraanremaja dan akan memastikan bahwa reaksi apapun terhadap pelanggar-

    pelanggar hukum berusia remaja akan selalu sepadan dengan keadaan-keadaan baik pada pelanggar-pelanggar hukumnya maupun pelanggaranhukumnya). 6

    Dalam Standard Minimum Rules Juvenile Justice (SMR-JJ) atau The

    Beijing Rules , juga ditegaskan beberapa prinsip sebagai pedoman dalam

    mengambil keputusan, yakni dalam Rule 17.1, yang menyatakan bahwa

    dalam mengambil keputusan harus berpedoman pada prinsip-prinsip sebagai

    berikut :

    a. Bentuk-bentuk reaksi/sanksi yang diambil selamanya harusdiseimbangkan tidak hanya pada keadaan-keadaan dan keseriusan/beratringannya tindak pidana ( the circumstances and the gravity of the

    juvenile ) tetapi juga pada keadaan-keadaan dan kebutuhan-kebutuhan si

    5 Zulmansyah Sekedang dan Arief Rahman, Selamatkan Anak-anak Riau , KPAID Riau,Pekanbaru, 2008, hlm. 121.

    6 Abintoro Prakoso dan Vage Normen , Sebagai Sumber Hukum Diskresi yang Belum diterapkan

    oleh Polisi Penyidik Anak , Vol.17, No.2, April 2010 , Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, UIIYogyakarta, 2010, hlm. 251.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    5/399

    5

    anak ( the circumstances andof the juvenile ) serta pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat ( the needs ofthe society );

    b. Pembatasan-pembatasan terhadap kebebasan pribadi anak hanyadikenakan setelah pertimbangan yang hati-hati dan dibatasi seminimalmungkin;

    c. Perampasan kemerdekaan pribadi jangan dikenakan kecuali anakmelakukan tindakan kekerasan yang serius terhadap orang lain atauterus menerus melakukan tindak pidana serius dan kecuali tidak ada

    bentuk sanksi lain yang lebih tepat;d. Kesejahteraan anak harus menjadi faktor pedoman dalam

    mempertimbangkan kasus anak.

    Demikian pula secara khusus ketentuan yang mengatur sistem peradilan

    pidana anak di Indonesia ditetapkan dalam Undang-undang No 3 Tahun 1997.

    Dibentuknya Undang-undang tentang pengadilan anak, antara lain karena

    disadari bahwa walaupun kenakalan anak merupakan perbuatan anti sosial

    yang dapat meresahkan masyarakat, namun hal tersebut diakui sebagai suatu

    gejala umum yang harus diterima sebagai fakta sosial. Oleh karena itu,

    perlakuan terhadap anak nakal seyogianya berbeda dengan perlakuan

    terhadap orang dewasa. Anak yang melakukan kenakalan berdasarkan

    perkembangan fisik, mental maupun sosial mempunyai kedudukan yang

    lemah dibandingkan dengan orang dewasa, sehingga perlu ditangani secara

    khusus. 7

    Meskipun demikian, pada pelaksanaannya banyak kritik-kritik terhadap

    penyelenggaraan peradilan pidana anak. Terutama setelah kasus Mohammad

    Azwar alias Raju, anak berusia 8 tahun yang menjalani proses persidangan di

    Pengadilan Negeri (PN) Stabat Kab. Langkat Sumatera Utara, karena

    berkelahi dengan seorang anak lain pada tahun 2006, kemudian kasus

    7 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika,Jakarta, 2008, hlm.29.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    6/399

    6

    persidangan anak kembali mendapat sorotan, Pengadilan Negeri Tangerang,

    Banten menyidangkan 10 orang anak yang masih di bawah umur dengan

    dugaan melakukan permainan koin dengan taruhan uang senilai Rp1000,00.

    Masalah penanganan anak nakal dan anak yang berhadapan dengan hukum

    kembali mencuat ketika Aal anak berusia 15 tahun yang divonis bersalah oleh

    Pengadilan Negeri Palu atas dakwaan mencuri sandal milik seorang anggota

    Polri, kasus ini telah menimbulkan berbagai tanggapan dari para pemerhati

    anak di negeri ini, bahkan Ketua Komnas Perlindungan Anak dan Direktur

    Lembaga Bantuan Hukum Jakarta meminta kasus-kasus ini dijadikan pintu

    masuk untuk memperbarui Undang-Undang Pengadilan Anak. 8 Banyak

    kalangan menyatakan penyelenggaraan sistem peradilan pidana anak dalam

    implementasinya belum sesuai dengan tujuan kesejahteraan anak dan

    kepentingan terbaik bagi anak. Keprihatinan akan kondisi pelaksanaan

    perlindungan anak yang masih jauh dari keinginan ini semakin bertambah

    saat data jumlah tahanan anak dan narapidana anak (anak didik

    permasyarakatan) di lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia tiga tahun

    terakhir ini cenderung bertambah. Pada tahun 2009 berjumlah 2.536, pada

    tahun 2011 berjumlah 3.672, dan pada tahun 2012 berjumlah 5.398. Bahkan

    hingga pertengahan april ini berjumlah 5.409 tahanan anak di rumah tahanan

    dan lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia. 9 Ini menunjukkan bahwa

    tindakan penahanan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum tidak dapat

    dihindarkan secara maksimal. Tentu hal ini merupakan salah satu masalah

    8 M.Musa, Peradilan Restoratif suatu Pemikiran Alternatif Sistem Peradilan Anak Indonesia ,

    Jurnal Mahkamah, Vol.19 No.2, Oktober 2007, Pekan Baru, 2007, hlm. 169.9 Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Permasyarakatan, Departemen Hukum dan HAM.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    7/399

    7

    nasional yang harus mendapat perhatian khusus. Namun, hingga saat ini

    pemerintah masih memperlakukan pelaku tindak pidana anak seperti

    memperlakukan pelaku tindak pidana dewasa. Hal ini dapat dilihat dari data

    lapangan, dimana sebagian besar atau 57 persen dari narapidana anak

    tergabung dengan tahanan orang dewasa atau berada di rumah tahanan dan

    lapas untuk orang dewasa. Kondisi ini akan menempatkan anak pada situasi

    rawan menjadi korban berbagai tindak kekerasan. Berdasarkan hasil

    pemetaan anak berhadapan dengan hukum tahun 2009 hingga 2012

    menunjukkan mayoritas kasus diselesaikan melalui pengadilan. Sebanyak 90

    persen diantaranya dijatuhi hukuman pidana dan dipenjarakan 10 .

    Adanya kasus-kasus kenakalan anak yang ditangani melalui sistem

    peradilan pidana, sudah tentu memerlukan penanganan dan perhatian khusus

    yang berbeda dengan orang dewasa. Hal tersebut disebabkan karena tindak

    pidana yang dilakukan seorang anak didasarkan oleh latar belakang yang

    berbeda dengan yang dilakukan oleh orang dewasa.

    Dalam praktik proses sistem peradilan pidana terdapat manifestasi

    ambivalensi sebagai konsekuensi perkembangan hukum modern yang

    formal (prosedural), birokratis dan rasional. Dimana dalam sistem hukum

    modern prosedur dan substansi sudah dipadukan menjadi satu, sehingga

    kesalahan prosedural berakibat pula kepada kegagalan substansial.

    Masyarakat modern bekerja melalui organisasi-organisasi yang disusun

    secara formal dan birokratis dengan maksud untuk mencapai rasionalitas

    10

    http://m.antaranews.com/berita/1270440109/jumlah-tahanan-anak-di-lapas-terus-meningkat diakses pada hari selasa tanggal 22 April 2013 pukul 20.00 wib

    http://m.antaranews.com/berita/1270440109/jumlah-tahanan-anak-di-lapas-terus-meningkathttp://m.antaranews.com/berita/1270440109/jumlah-tahanan-anak-di-lapas-terus-meningkathttp://m.antaranews.com/berita/1270440109/jumlah-tahanan-anak-di-lapas-terus-meningkat

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    8/399

    8

    secara maksimal dalam pengambilan keputusan serta efisiensi kerja yang

    berjalan secara otomatis.11

    Dalam proses peradilan yang demikian, aparat penegak hukum

    (terutama hakim) dalam menyelesaikan setiap perkara, pemikirannya

    selalu didasarkan kepada menggunakan logika undang-undang ( legal sense ).

    Walaupun disadari bahwa hukum sebagai karya manusia hanya dapat berjalan

    melalui manusia. Manusia yang menciptakan hukum, namun hukum yang

    telah diciptakan tidak secara otomatis dapat bekerja dengan sendirinya,

    melainkan diperlukan campur tangan manusia pula. Namun demikian tidak

    berarti manusia sebagai penegak hukum harus bersifat rigid/kaku. Kekakuan

    terhadap penerapan hukum justru akan menghasilkan keadilan yang bersifat

    formal bukan keadilan yang bersifat substansial 12 .

    Bertolak dari kenyataan tersebut, persoalan yang sangat penting dalam

    proses persidangan perkara pidana anak tidak hanya masalah formal

    prosedural proses persidangan yang harus dilakukan menurut prosedur,

    asas dan doktrin yang telah ditetapkan, sehingga keadilan yang diperoleh

    bukan diukur dari segi substansinya tetapi dari prosedur formal yang

    digunakan melainkan lebih mendasarkan kepada proses persidangan yang

    ditujukan kepada hakikat yang melatar belakanginya, yakni adanya sifat-sifat

    yang khusus dari seorang anak. Dengan demikian ditanganinya anak pelaku

    11 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat , Angkasa, Bandung,1980, hlm. 74.12

    Nandang Sambas, Tesis, Tinjauan Terhadap Persidangan Perkara Pidana Anak Mencari Model Sidang Anak Yang Ideal, Universitas Diponegoro, Semarang, 1996, hlm. 6.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    9/399

    9

    tindak pidana melalui peradilan benar-benar ditujukan demi perlindungan dan

    kesejahteraan anak13

    .

    Munculnya berbagai kasus anak pelaku tindak pidana yang ditangani

    melalui proses peradilan dengan berbagai perlakuan yang secara konsisten

    sesuai dengan persepsi yuridis prosedural, nampaknya ada suatu kebutuhan

    untuk mengkaji kembali peraturan-peraturan yang hingga kini dijadikan

    landasan operasional penyelenggaraan sidang anak. Kenyataan tersebut

    karena sampai saat ini undang-undang tentang peradilan anak yang

    diharapkan mampu memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak untuk

    mencapai kesejahteraan bagi anak masih dalam proses pembentukan. Di lain

    pihak, adanya kasus-kasus sebagaimana diungkapkan di atas menyadarkan

    pada bahwa ternyata perilaku menyimpang yang dilakukan anak memang

    bersifat kriminal secara yuridis.

    Sehubungan dengan hal tersebut, dalam upaya untuk memberikan

    perlindungan hukum terhadap hak-hak anak dalam proses peradilan

    Sudarto 14 , mengatakan bahwa:

    “Segala aktivitas yang dilakukan dalam rangka peradilan anak ini,apakah itu dilakukan oleh polisi, jaksa ataukah pejabat-pejabat lainnya,

    harus didasarkan pada suatu prinsip, ialah demi kesejahteraan anak, demikepentingan anak. Jadi apakah hakim akan menjatuhkan pidana ataukahtindakan harus didasarkan pada kriterium apa yang paling baik untukkesejahteraan anak yang bersangkutan, tentunya tanpa mengurangi perhatiankepada kepentingan masyarakat”.

    Namun demikian, secara tegas diungkapkan pula bahwa

    kepentingan anak tidak boleh dikorbankan demi kepentingan masyarakat.

    13

    Ibid., hlm. 6-7.14 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana , Alumni, Bandung, 1981, hlm.140.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    10/399

    10

    Demikian pentingnya mengedepankan kesejahteraan anak, secara tegas

    Arief Gosita , menyatakan bahwa:

    “Penghalangan 'pengadaan' kesejahteraan anak dengan prespektifkepentingan nasional, masyarakat yang adil dan makmur sepirituil danmateriil, adalah suatu penyimpangan yang mengandung faktor-faktorkriminogen (menimbulknan kejahatan) dan Victimogen (menimbulkankorban)”. 15

    Pengakuan adanya komitmen dari masyarakat bangsa-bangsa untuk

    memberikan jaminan khusus bagi anak-anak generasi penerus bangsa di

    bidang hukum dan peradilan, terlihat melalui Kongres-Kongres Perserikatan

    Bangsa-Bangsa yang tidak henti-hentinya memberikan perhatian khusus

    terhadap masalah perlindungan hukum bagi anak. Sebagaimana dalam

    Kongres PBB tentang Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Pelaku

    Kajahatan ke IX ( Ninth UN Congress on the Prevention of Crime and the

    Treatment of Offenders ) yang diselenggarakan pada tanggal 29 April - 8 Mei

    1995 di Kairo, Mesir, menekankan pula perlunya diperhatikan tiga instrumen

    internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Anak Bermasalah dalam bidang

    hukum. Salah satu instrumen penting yang menyangkut penyelenggaraan

    peradilan anak ( Juvenile Justice ) adalah UN Standard Minimum Rule for the

    Administraton of Juvenile Justice Resolusi PBB Nomor 40/33 atau yang lebih

    dikenal dengan Beijing Rules .16

    Hal-hal yang mengatur tentang hak-hak anak ( Rights of Juvenile),

    antara lain menyatakan bahwa selama dalam proses peradilan hak-hak anak

    harus benar-benar dilindungi seperti asas praduga tak bersalah, hak untuk

    15

    Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak , Akademika Presindo, 1989, hlm. 33.16 Nandang Sambas, Op.Cit., hlm. 10.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    11/399

    11

    memahami tuduhan, hak untuk diam, hak untuk menghadirkan orang tua atau

    wali, hak untuk bertemu berhadapan dan menguji silang kesaksian atas

    dirinya, serta hak untuk banding. Di samping itu, untuk menghindarkan

    stigmatisasi selama dalam proses peradilan, privacy anak harus dilindungi

    serta dihindarkan dari pemaparan oleh media massa. 17

    Menurut Arif Gosita , perlunya hak-hak anak sebagai pelaku diberi

    perhatian khusus selama proses peradilan, karena proses peradilan pidana

    adalah suatu proses yuridis, dimana harus ada kesempatan orang berdiskusi,

    dapat memperjuangkan pendirian tertentu, mengemukakan kepentingan oleh

    berbagai macam pihak, mempertimbangkannya, dan dimana keputusan yang

    diambil itu mempunyai motivasi tertentu. Oleh karena itu, selama proses

    persidangan hak-hak anak yang perlu diperhatikan dan diperjuangkan

    meliputi:

    1. Hak mendapatkan penjelasan mengenai tatacara persidangan dankasusnya.

    2. Hak mendapatkan pendamping, penasihat selama persidangan.3. Hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar persidangan

    mengenai dirinya (transpor, perawatan kesehatan).4. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan

    yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial.5. Hak untuk menyatakan pendapat.

    6. Hak untuk memohon ganti rugi atas perlakuan yang menimbulkan penderitaan, karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpaalasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruanmengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yangdiatur dalam KUHAP (Pasal 1 ayat (2)2).

    7. Hak untuk mendapatkan perlakuan pembinaan/penghukuman yang positif, yang masih mengembangkan dirinya sebagai manusiaseutuhnya.

    17 SMR-JJ ( Beijing Rules ).Rule.7-8.Op.Cit., hlm. 6.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    12/399

    12

    8. Hak akan persidangan tertutup demi kepentingannya. 18

    Karena persoalan peradilan anak pada hakikatnya ditujukan untuk

    melindungi hak-hak anak guna mewujudkan kesejahteraan anak, yang

    merupakan bagian integral dari usaha mewujudkan kesejahteraan sosial,

    maka persoalan yang sangat mendasar dari kesemuanya itu akan bertitik

    tolak kepada masalah kebijakan pengadilan pidana.

    Sistem peradilan pidana terdiri dari empat komponen, yaitu

    kepolisian,kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Keempat

    komponen tersebut bekerja sama dalam menegakkan keadilan. Tahapan

    dalam proses peradilan pidana yaitu terhadap pra judikasi (sebelum sidang

    pengadilan) meliputi penyelidikan dan penyidikan, judikasi (selama sidang

    pengadilan) meliputi pemeriksaan dan pembuktian tuntutan jaksa dan pasca

    judikasi (setelah sidang pengadilan), meliputi pelaksanaan semua keputusan

    yang telah ditetapkan dalam persidangan seperti penempatan terpidana dalam

    lembaga pemasyarakatan. 19

    Penanganan perkara anak / remaja pelaku tindak pidana anak, dengan

    pola prilaku kriminal dan jati diri pelaku beragam (aneka pola) melalui sistem

    peradilan anak ternyata dihadapkan pada banyak masalah yang cukup berat.

    Oleh karena itu dibutuhkan dasar hukum yang mantap, kesadaran para

    penegak hukum terkait dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dan

    tentunya partisipasi masyarakat.

    18 Arif Gosita, Pengembangan Hak-Hak Anak dalam Proses Peradilan Pidana : (BeberapaCatatan), Rajawali, Jakarta, 1986, hlm. 51-54.

    19 Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana , Pusat

    Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia,Jakarta, 1997, hlm. 84.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    13/399

    13

    Pembaruan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

    Anak dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

    Peradilan Pidana Anak, sebagai bagian dari upaya terlaksananya amanat

    Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang

    dalam Pasal 64 memberi pedoman atau amanat agar Pengadilan Anak

    menerapkan hal-hal sebagai berikut :

    “Diutamakan perlakuan terhadap tersangka anak yang ma nusiawi,menjaga martabat dan hak-hak anak, penyediaan petugas pendamping yangkhusus, sejak penahanan dini, penyediaan sarana dan prasarana khusus,

    penjatuhan sanksi tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak, pemantauan dan pencatatan terus-menerus terhadap perkembangan pribadi anak yang berhadapan dengan hukum, pemberian jaminan untuk tetap berhubungandengan orang tua atau keluarganya, dan perlindungan dari penderitaan yangmenyebut identitas melalui media massa dan sedapat mungkin dihindarkandari trauma yang mendalam”.

    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

    harus menjadi kewajiban nasional untuk merealisasikannya, karena salah satu

    faktor penting dan mengikat adalah adanya resolusi Perserikatan Bangsa-

    Bangsa (PBB) tentang Standard Minimum Rules for the Administration of

    Juvenile Justice atau The Beijing Rules yang memuat prinsip-prinsip yang

    harus diterapkan di Pengadilan Anak sebagai berikut :

    1. Kebijakan sosial memajukan kesejahteraan remaja secara maksimaluntuk memperkecil intervensi sistem peradilan anak;

    2. Non-diskriminasi terhadap pelaku tindak pidana dalam proses peradilan pidana;

    3. Penentuan batas usia pertanggungjawaban kriminal terhadap anak;4. Penjatuhan pidana penjara merupakan upaya terakhir;5. Tindakan diversi dilakukan dengan persetujuan anak atau orang tua/

    wali;6. Penentuan hak-hak anak dalam proses peradilan pidana anak;7. Perlindungan privasi anak pelaku tindak pidana;

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    14/399

    14

    8. Peraturan peradilan anak tidak boleh bertentangan dengan peraturanini. 20

    Amanat Beijing Rules yang merupakan kebijakan PBB untuk

    melindungi anak yang diperiksa dalam sistem peradilan anak di Indonesia

    harus terus diperhatikan, mengingat Indonesia telah memiliki perangkat

    hukum positif tentang perlindungan anak yang melakukan tindak pidana yaitu

    Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan

    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

    Mardjono Reksodiputro menyatakan, bahwa sistem peradilan pidana

    merupakan sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah

    kejahatan, bertujuan untuk mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-

    batas toleransi dan menyelesaikan sebagian besar laporan maupun keluhan

    masyarakat yang menjadi korban kejahatan dengan mengajukan pelaku

    kejahatan ke sidang pengadilan untuk diputus bersalah serta mendapat pidana.

    Kemudian mencegah terjadinya korban kejahatan serta mencegah pelaku

    mengulangi kejahatannya.

    Suatu kenyataan bahwa sistem peradilan pidana menjadi perangkat

    hukum dalam menanggulangi berbagai bentuk kriminalitas di masyarakat.

    Penggunaan sistem peradilan pidana dianggap bentuk respon penanggulangan

    kriminal dan wujud usaha penegakan hukum pidana. Sistem peradilan pidana

    diharapkan mampu menyelesaikan persoalan kejahatan yang terjadi. Namun

    disadari penyelesaian pelaku tindak pidana menghadapi masalah dalam

    20

    United Nations Standard Minimum Rules for Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules) Adopted by General Assembly Resolutions 40/30 tanggal 29-11-1985.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    15/399

    15

    prosesnya. Di samping pelaku tindak pidana orang dewasa, ternyata banyak

    anak dan remaja yang melakukan tindak pidana. Permasalahannya adalah,

    anak dan remaja Indonesia masih memiliki hari depan, sehingga terhadap

    anak dan remaja yang melakukan tindak pidana harus mendapatkan

    perlindungan seperti diamanatkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997

    Tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

    tentang Perlindungan Anak, serta Konvensi-konvensi Internasional terkait.

    Peradilan yang menangani perkara pidana disebut dengan peradilan

    pidana yang merupakan bagian dan peradilan umum 21 mulai dan penyidikan,

    penuntutan, pengadilan dan pemasyarakatan. Peradilan Pidana Anak

    merupakan suatu peradilan yang khusus menangani perkara pidana anak. 22

    Penyidik Anak, Penuntut Umum Anak, Hakim Anak, Petugas

    Pemasyarakatan Anak merupakan satu kesatuan yang termasuk dalam suatu

    sistem, yang disebut dengan Sistem Peradilan Pidana Anak ( Juvenile Justice

    Sistem), yang bertujuan untuk menanggulangi kenakalan anak, sekaligus juga

    diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada anak yang mengalami

    benturan dengan hukum.

    Mengenai Peradilan Pidana Anak diatur dalam Undang-Undang No. 3

    Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.:

    a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu

    sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita

    21 Berdasarkan Pasal 25 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, peradilanterdiri dari Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha

    Negara.22

    Di lingkungan peradilan umum dapat diadakan pengkhususan yang diatur dalam Undang-Undang (Pasal 8 UU No. 49 Tahun 2009 tentang Pengadilan Umum).

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    16/399

    16

    perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai

    ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam

    rangka menjamin peitumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan

    sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang.

    b. bahwa untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan

    terhadap anak, diperlukan dukungan, baik yang menyangkut

    kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan

    memadai, oleh karena itu ketentuan mengenai penyelenggaraan

    pengadilan bagi anak perlu dilakukan secara khusus.

    Dalam Pasal 40 UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

    ditentukan bahwa Hukum Acara yang berlaku diterapkan pula dalam Hukum

    Acara Pengadilan Anak, kecuali ditentukan lain. Dalam hal ini perundang-

    undangan yang menyangkut PeradilanPidana Anak, antara lain adalah:

    Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, UU Nomor

    8 Tahun 1981 tentang b Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

    Undang-undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas

    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, Undang-

    Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang b Undang-Undang Hukum Pidana

    (KUHP), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,

    Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,

    Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP,

    Peraturan Menteri Kehakiman Nomor M. 06-UM. 0l Tahun 1983 tentang

    Tata Tertib Persidangan dan Tata Ruang Sidang, Surat Edaran Mahkamah

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    17/399

    17

    Agung No. 6 Tahun1987 tentang Tata Tertib Sidang Anak, b Undang-undang

    Hukum Pidana Khusus seperti: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997

    tentang Psikotropika, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

    Narkotika, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

    dan terakhir Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

    Anak, dimana secara substansinya semua undang-undang tersebut mengatur

    hak-hak anak yang berupa : hak hidup, hak atas nama, hak pendidikan, hak

    kesehatan dasar, hak untuk beribadah menurut agamanya, hak berekspresi,

    berpikir, bermain, berkreasi, beristirahat, bergaul dan hak jaminan sosial.

    Proses Peradilan Pidana Anak mulai dari penyidikan, penuntutan,

    pengadilan, dan dalam menjalankan putusan pengadilan di Lembaga

    Pemasyarakatan Anak wajib dilakukan oleh pejabat-pejabat yang terdidik

    khusus atau setidaknya mengetahui tentang masalah Anak Nakal. Perlakuan

    selama proses Peradilan Pidana Anak harus memperhatikan prinsip-prinsip

    perlindungan anak dan tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat anak

    tanpa mengabaikan terlaksananya keadilan, dan bukan membuat nilai

    kemanusiaan anak menjadi lebih rendah. Untuk itu diusahakan agar penegak

    hukum tidak hanya ahli dalam bidang ilmu hukum akan tetapi terutama jujur

    dan bijaksana serta mempunyai pandangan yang luas dan mendalam tentang

    kelemahan-kelemahan dan kekuatan-kekuatan manusia serta

    masyarakatnya. 23 Dalam kenyataannya hal ini belum dilaksanakan

    sebagaimana mestinya. ini terlihat bahwa dalam melakukan penyidikan anak

    23 Sri Widoyati Wiratmo Soekito. Anak dan wanita dalam Hukum . Jakarta. LP3S. 1983, hlm.71.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    18/399

    18

    penyidik masih memakai pakaian dinas, pemeriksaan perkara dilakukan

    terbuka untuk umum. Adanya Anak Nakal yang dipidana penjara seumur

    hidup, pidana penjara 15 (lima belas) tahun, 14 (empat belas) tahun, 10

    (sepuluh) tahun. 24

    Hal inilah yang menjadi pendorong untuk melakukan penelitian

    denganjudul : KEBIJAKAN HUKUM PIDANA PERLINDUNGAN

    ANAK DALAM PEMBARUAN SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

    DI INDONESIA. Penelitian ini mengungkapkan keberadaan UU No. 3

    Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam kaitannya dengan perlindungan

    hukum terhadap anak di Indonesia, penerapannya dalam menangani kasus-

    kasus kenakalan anak mulai dari penyidikan, penuntutan, pengandilan,

    pemasyarakatan, mengetahui hambatan-hambatan dan usaha

    penanggulangannya, serta memaparkan tentang pembaruan sistem peradilan

    pidana anak bagi anak yang berhadapan dengan hukum yang diatur dalam

    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

    Anak. Menurut pengetahuan penulis penelitian terhadap perlindungan anak

    dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia dalam program studi doktor

    ilmu hukum telah dilakukan oleh beberapa penulis dengan sudut pandang dan

    kekhasan masing-masing penulis, misalnya yang ditulis oleh Nandang

    Sambas dengan judul Kebijakan Formulasi sistem Pemidanaan Terhadap

    Anak Sebagai Upaya Pembaruan Hukum Pidana Anak di Indonesia. Disertasi

    tersebut menitikberatkan pada hukum pidana materil anak dengan fokus

    24 Lembaga Advokasi Anak Indonesia (LAAI), Monitoring Kasus Anak , Medan: 1998, hlm 9.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    19/399

    19

    kajian kebijakan formulasi sistem pemidanaan. Kemudian disertasi yang

    ditulis oleh Maidin Gultom dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap

    Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. disertasi tersebut

    menitikberatkan pada sistem peradilan pidana anak menurut hukum positif.

    Disertasi ini mengambil sudut pandang Kebijakan Formulasi

    Perlindungan Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Serta Kebijakan Aplikasi

    Perlindungan Anak Dalam Rangka Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak

    Di Indonesia. Oleh karena itu originalitas atau kekhasan yang menjadi fokus

    kajian adalah Perlindungan anak dalam sistem peradilan anak dalam hukum

    positif ( ius costitutum ) dan perlindungan anak dalam sistem peradilan pidana

    anak yang sebaiknya ( ius constituendum ) sehingga penelitian ini bersifat

    preskriptif. Sehingga penelitian ini diharapkan menjadi kontribusi untuk

    pengembangan sistim peradilan pidana anak di Indonesia.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    20/399

    20

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dapat di identifikasi

    masalah sebagai berikut:

    1. Bagaimanakah kebijakan formulasi terhadap anak yang berhadapan

    dengan hukum dalam pembaruan sistem peradilan pidana anak di

    Indonesia?

    2. Bagaimanakah kebijakan aplikasi Undang-undang Nomor 3 Tahun

    1997 tentang Pengadilan Anak terhadap anak yang berhadapan dengan

    hukum dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia?

    C. Tujuan Penelitian

    Dengan uraian diatas, tujuan penelitian dapat dirumuskan secara

    ringkas sebagai berikut :

    1. Untuk mengatahui, mengkaji serta menganalisis bagaimana kebijakan

    formulasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam

    pembaruan sistem peradilan pidana anak di Indonesia.

    2. Untuk mengatahui, mengkaji serta menganalisis bagaimana kebijakan

    aplikasi Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

    Anak terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam sistem

    peradilan pidana anak di Indonesia.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    21/399

    21

    D. Kegunaan Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik secara teoritis maupun

    secara praktis. Kegunaan teoritis, diharapkan bermanfaat bagi pengembangan

    kajian akademik tentang pentingnya penanganan terhadap anak, khususnya

    anak yang terlibat dalam perkara pidana dan juga sebagai kontribusi kepada

    pemegang kebijakan untuk penyempurnaan kebijakan formulasi dalam sistem

    peradilan pidana anak.

    Kegunaan Praktis , diharapkan dapat memberikan masukan kepada

    berbagai pihak, baik para praktisi/aparat penegak hukum yang secara

    langsung maupun tidak langsung menangani masalah anak berhadapan

    dengan hukum.

    E. Kerangka Pikir

    Permasalahan utama dalam penelitian ini terfokus pada kebijakan

    kriminal perlindungan anak dalam pembaruan sistim peradilan pidana anak

    di Indonesia , yaitu usaha-usaha yang memungkinkan dalam menangani anak

    yang berhadapan dengan hukum yang secara khusus menyangkut sistem

    peradilan yang dapat memberikan perlindungan yang terbaik bagi anak.

    Kebijakan itu sendiri diartikan sebagai suatu keputusan yang

    menggariskan cara yang paling efektif dan paling efisien untuk mencapai

    suatu tujuan yang ditetapkan secara kolektif. 25 Dihubungkan dengan

    25

    Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Semarang CV. Ananta, 1994, hlm. 63.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    22/399

    22

    penelitian tentang kebijakan kriminal perlindungan anak dalam

    pembaruansistim peradilan pidana anak di Indonesia , lebih menitik beratkan

    kepada kajian mengenai kebijakan kriminal melalui tahap kebijakan

    legislatif/formulasi dan aplikasi tentang sistem peradilan. Hal ini karena

    ditinjau dari segi penegakkan hukum, tahap kebijakan formulasi dan aplikasi

    merupakan tahap yang tidak dapat dipisahkan, dimana tahap kebijakan

    formulasi merupakan tahap awal dan sekaligus sumber landasan dari proses

    penegakkan hukum selanjutnya, yaitu tahap aplikasi. Kebijakan formulasi

    sendiri diartikan sebagai suatu perencanaan atau program dari pembuat

    undang-undang mengenai apa yang akan dilakukan dalam menghadapi

    problem tertentu, dan cara bagaimana melakukan atau melaksanakan sesuatu

    yang telah direncanakan atau diprogramkan. Sedangkan kebijakan aplikasi

    merupakan tahap lanjutan dari tahap formulasi, yang menyangkut kebijakan

    terapan dari hal-hal yang diamanatkan dan diatur oleh kebijakan formulasi.

    Teori utama (grand theory) yang digunakan sebagai landasan untuk

    menjawab pokok permasalahan dalam penelitian adalah teori tentang Negara

    Hukum. Negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang

    menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi

    terciptanya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya. Menurut Aristoteles

    yang memerintah dalam negara bukanlah manusia sebenarnya, melainkan

    fikiran yang adil, sedangkan penguasa hanyalah pemegang hukum dan

    keseimbangan saja. Kesusilaan yang akan menentukan baik atau tidaknya

    suatu peraturan undang-undang dan membuat undang-undang adalah

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    23/399

    23

    sebagian dari kecakapan menjalankan pemerintah negara. Oleh karena itu,

    yang penting adalah mendidik manusia menjadi warga negara yang baik,

    karena dari sikapnya yang adil akan terjamin kebahagiaan hidup warga

    negaranya.

    Dalam ajaran Islam seruan untuk menegakkan negara hukum

    ditegaskan sebagaimana firman Allah S. W. T. :

    “sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan berbagai amanat kepada orang yang berhak menerimanya dan memerintahkankalian – jika kalian menetapkan hukum di antara manusia – membuatketetapan hukum dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yangsebaik-baiknya kepada kalian.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar danMaha Melihat”.Q.S., An -Nisa, 4: 58.

    Seruan dalam ayat ini mengandung perintah untuk menyampaikan

    berbagai amanat kepada kalangan yang berhak. Ketentuan ini bersifat umum

    menyangkut seluruh amanat. Oleh karena itu, agama adalah amanat; syariat

    adalah amanat; kekuasaan (bernegara) yang berdasarkan pada hukum pun

    adalah amanat26

    .

    Ibnu Jarir ath-Thabari, telah menukil sejumlah riwayat yang

    menegaskan bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan para penguasa

    (wulat al-umur ). Beliau, antara lain, menuturkan riwayat yang bersumber dari

    26

    Manna Khalil Al-Qaththan, Wujud Tathbiq Asy- syari‟ah, Tahun dan Penerbit tidak diketahui.hlm, 301.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    24/399

    24

    Mush‟ab ibn Sa‟ad. Disebutkan bahwa ia telah menyatakan bahwa Sayyidina

    „Ali r.a., an tara lain, berkata :

    “seorang imam ( khalifah ) wajib menjalankan hukum yang telah Allahturunkan dan menunaikan amanat. Jika dia mengerjakan hal ini, maka rakyatwajib mendengar dan menaatinya, sekaligus memenuhi seruannya jikamereka diseru.”

    Dalil lain dari Al- Qur‟an yaitu :

    “wahai orang -orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dantaatlah kalian kepada Rasul-Nya serta ulil amri di antara kalian. Jika kalian

    berbeda pendapat dalam suatu perkara, maka kembalikanlah perkara tersebut

    kepada Allah (Al- Qur‟an) dan Rasul -Nya (As-sunnah), jika kalian memang beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Sikap demikian adalah lebih utamadan lebih baik akibatnya.” Q. S. An -Nisa 4: 59.

    Ibnu Jarir Ath-Thabari menyatakan pendapat yang paling tepat

    mengenai makna ayat di atas adalah pendapat yang menyatakan bahwa Ulil

    Amri adalah para pemimpin ( umara ) dan para penguasa ( wulat ). Mereka

    wajib ditaati di dalam perkara yang mengadung unsur ketaatan kepada Allah

    dan kemaslahatan bagi kaum muslim.

    Kedua ayat di atas mengadung pilar-pilar negara, yaitu :

    1. Pemerintah atau kepala negara ( Ulil Amri) .

    2. Masyarakat ( Umat )

    3. Hukum (juga termasuk di dalamnya Undang-Undang dan

    peraturan-peraturan).

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    25/399

    25

    Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau

    penegakan hukum harus memberikan manfaat atau kegunaan bagi

    masyarakat. Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan

    atau penegakan hukum, keadilan diperhatikan. 27 Hak-hak setiap individu pun

    harus dijunjung tinggi.

    Bicara tentang hak anak dalam Islam, pertama sekali secara umum

    dibicarakan dalam apa yang disebut sebagai dharuriyatu khamsin (hak asasi

    dalam Islam). Hak itu adalah lima hal yang perlu dipelihara sebagai hak

    setiap orang: 28

    1. Pemeliharaan atas hak beragama ( hifdzud dien );

    2. Pemeliharaan atas Jiwa ( hifdzun nafs ).

    3. Pemeliharaan atas Akal ( hifdzul aql );

    4. Pemeliharaan atas Harta ( hifdzul mal );

    5. pemeliharaan atas keturunan/nasab ( hifdzun nasl ) dan Kehormatan

    (hifdzul „ird ).

    Jika merinci hak-hak anak yang diperolehnya dari orangtua atau otoritas

    lain (dalam hal ini negara) yang menggantikan orangtua, maka akan dapati

    bahwa hak-hak tersebut merupakan penjabaran dari Dharuriyatu Khamsin

    tadi. Misalnya hak anak untuk mendapatkan nama dan keturunan nasab maka

    itu ada dalam pemeliharaan atas nasab dan kehormatan, hak untuk

    mendapatkan pendidikan yang layak, dapat dimasukkan ke dalam

    27 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo,Op .Cit ., hlm. 2.28

    Imam Rusly, Nasab Dan Urgensinya Dalam Islam, http://imamrusly.wordpress.com/ 2012/04/20/nasab-dan-urgensinya-dalam-islam/ diakses 11 Juni 2013.

    http://imamrusly.wordpress.com/http://imamrusly.wordpress.com/http://imamrusly.wordpress.com/

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    26/399

    26

    pemeliharaan atas agama (mendapatkan pendidikan akhlaqul karimah ) dan

    pemeliharaan atas akal, dan seterusnya. Sebagaimana ketahui, kehormatan

    seseorang seringkali dikaitkan dengan keturunan siapakah dia. Dan jika

    seorang anak dikenal sebagai anak tak berbapak, maka hampir pasti ia akan

    mengalami masalah besar dalam pertumbuhan kepribadiannya kelak karena

    ketidak jelasan status keturunan. Demi menjaga hal tersebut, Islam melarang

    seseorang menghapus nasab/nama keturunan dari ayah kandungnya. Selain

    masalah psikologis dan perkembangan kepribadian anak, masalah nasab atau

    keturunan juga berkaitan dengan muharramat yaitu aturan tentang wanita-

    wanita yang haram dinikahi (dianggap incest/menikah seketurunan). 29

    Dari Abu Dzar al-Ghifari, Rasulullah saw bersabda :

    “Tidaklah seorang yang mengaku bernasab kepada lelaki yang bukan

    ayahnya, sedangkan ia mengetahuinya maka ia adalah seorang kafir. Dan

    siapa yang mengaku bernasab kepada suatu kaum yang bukan kaumnya,

    maka ber siaplah untuk mengambil tempat duduknya di neraka”.

    Berkaitan dengan penegakan hukum B. Arief Sidharta mengatakan

    bahwa upaya penegakan hukum tidak terlepas dari cita hukum yang dianut

    dalam masyarakat yang bersangkutan ke dalam perangkat berbagai aturan

    hukum positif, lembaga hukum, dan proses (perilaku birokrasi pemerintahan

    dan warga masyarakat). 30

    29

    Ibid.30 B. Arief Sidharta. Op.Cit ., hlm. 180.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    27/399

    27

    Hukum pidana di satu pihak bermaksud melindungi

    kepentingan/bendahukum dan HAM dengan merumuskan norma-norma

    perbuatan yang terlarang, namun di pihak lain hukum pidana menyerang

    kepentingan hukum/hak asasi seseorang dengan mengenakan sanksi

    (pidana/tindakan) kepada sipelanggar norma. Sifat paradoksal dari hukum

    pidana ini sering digambarkan dengan ungkapan yang sangat terkenal Rechts

    guterschut durch Rechtsguterverletzung (perlindungan benda hukum melalui

    penyerangan benda hukum). Sering dikatakan bahwa ada sesuatu yang

    menyedihkan “ tragic ” dalam hukum pidana, sehingga hukum pidana sering

    dinyatakan pula sebagai “pedang bermata dua”. 31

    Perumusan hak dan kedudukan warga negara di hadapan hukum

    merupakan penjelmaan dari salah satu sila Pancasila yaitu sila Keadilan

    Sosial. Kedudukan seorang warga negara di dalam hukum di Indonesia

    merupakan republik yang demokratik berlainan sekali dengan negara yang

    berdasar supremasi rasial maupun berdasarkan agama, negara kerajaan

    ( feodal ) atau negara kapitalis. Agar hukum berkembang dan dapat

    berhubungan dengan bangsa lain sebagai sesama masyarakat hukum, perlu

    dipelihara dan dikembangkan asas-asas dan konsep hukum yang secara umum

    dianut umat manusia atau asas hukum yang universal. 32 Asas-asas yang

    merupakan pencerminan dan tekad dan asosiasi sebagai bangsa yang

    mencapai kemerdekaannya dengan perjuangan bangsa Indonesia terkandung

    31 Idem., hlm. 17-18.32 Moctar Kusumaatmadja. Pemantapan Cita Hukum dan Asas-asas Hukum Nasional di

    Masa Kini dan di Masa Akan Datang , dalam Majalah Hukum Pro Justitia Tahun XV Nomor 2 April 1997, Bandung: FH Unpar, hlm. 3- 5.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    28/399

    28

    dalam UUD 1945 dan mukadimahnya yang merupakan pencerminan dari

    falsafah Pancasila. Asas persatuan dan kesatuan dan kebangsaan yang

    mengamanatkan bahwa hukum Indonesia harus merupakan hukum nasional

    yang berlaku bagi seluruh bangsa Indonesia.

    Dalam hal yang sama Sudargo Gautama mengatakan:

    “Dalam suatu negara hukum, terdapat pembatasan kekuasaan Negara

    terhadap perseorangan. Negara tidak maha kuasa, tidak bertindak sewenang-

    wenang. Tindakan-tindakan negara terhadap warganya dibatasi oleh hukum.

    Inilah apa yang oleh ahli hukum Inggris dikenal sebagai rule of law .33

    Hukum mempunyai komponen-komponen yaitu 34 :

    a. Komponen substantif, berupa kaidah-kaidah yang mempunyai sifatrelatif konstan;

    b. Komponen spiritual, berupa nilai-nilai yang mempunyai tendensidinamis;

    c. Komponen struktural, lapisan-lapisan mulai dari adat, kebiasaan,hukum dan undang-undang yang dirumuskannya berlainan di ataskaidah yang sama;

    d. komponen kultural, berupa tatanan hidup manusia yang mempunyaisifat menyelaraskan diri dengan lingkungan.

    Hukum Acara Pidana berfungsi ganda, yakni disatu sisi berusaha

    mencari dan menemukan kebenaran sejati tentang terjadinya tindak pidana

    agar yang bersangkutan dapat dipidana sebagai imbalan atas perbuatannya, di

    sisi lain adalah untuk sejauh mungkin menghindarkan seseorang yang tidak

    bersalah agar jangan sampai dijatuhi pidana.

    33 Sudargo Gautama. Pengertian Negara Hukum . Bandung: Alumni, 1983, hlm. 35 34

    Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana . Jakarta: Ghalia Indonesia,1986, hlm. 138-139

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    29/399

    29

    Maka dalam hal penanggulangan masalah tindak pidana anak, negara

    menjamin hak-hak anak yang melakukan tindak pidana melalui proses yang

    tersistematis dalam sistem peradilan pidana anak yang menjunjung tinggi

    hak-hak anak, diantaranya hak privasi anak, hak pelayanan hukum, hak

    special policy, hak penahanan terpisah, dan hak partisipasi orang tua.

    Dalam QS al-Hujurat [49]: 10 disebutkan juga :

    َ ِ

    َ

    ن

    ْ

    ُو

    ِ

    ْؤ

    ْ ة ا

    َ

    ْخو

    ِ

    ا ْ

    و

    ُ

    ح

    ِ ْ

    فََصَ

    يْن

    َ

    بْ

    يْكُم

    َ

    ا َخَوْ

    تقُو ا

    َ

    وَ

    ْ

    كُم

    َ

    َعَ

    ن

    ْ

    و

    ُ َ

    ح

    ْ

    تُر

    Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara. Karena itu,

    damaikanlah kedua saudara kalian, dan bertakwalah kalian kepada Allah

    supaya kalian mendapatkan rahmat. (QS al-Hujurat [49]: 10).

    Sebagai Middle Range Theory , digunakan teori kebijakan hukum

    pidana ( penal policy/strafrechts politiek ). Penal policy adalah suatu ilmu

    sekaligus seni yang mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan

    peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi

    pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, serta kepada para

    pelaksana putusan pengadilan. 35

    Kebijakan hukum pidana tersebut juga dengan “politik hukum pidana”,

    yaitu usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan

    keadaan dan situasi pada suatu saat. 36 Politik hukum pidana diartikan pula

    sebagai kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk

    35

    Barda Nawawi Arief, kebijakan Hukum Pidana (penal policy), tanpa tahun dan penerbit.36 Sudarto, Kapita Sekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981, hlm. 159.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    30/399

    30

    menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa

    digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat

    dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. 37

    Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang

    baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan

    kejahatan. Kebijakan atau politik hukum pidana identik dengan pergantian

    kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana.

    Kebijakan/politik criminal dalam praktiknya di masyarakat dapat

    dilakukan lewat kebijakan dengan menggunakan sarana hukum pidana

    (sarana penal), dan yang tidak menggunakan sarana hukum pidana (non

    penal). Kebijakan penal dalam kontek penanggulangan delinkuensi anak

    dalam masyarakat terwujud lewat perangkat norma hukum pidana yang

    menyangkut delinkuensi anak yang berlaku dalam masyarakat yang

    bersangkutan. Perangkat norma-norma hukum tersebut dapat diklasifikasikan

    menjadi norma-norma hukum yang sekarang berlaku dalam masyarakat ( ius

    constitutum ) dan norma hukum pidana yang dicita-citakan/yang diharapkan

    (ius constituendum ). Kajian terhadap berlakunya hukum pidana dalam

    masyarakat dilakukan lewat pemahaman terhadap hukum pidana yang secara

    operasional ditetapkan dalam masyarakat ( ius operatum ). Pemahaman

    kebijakan penal dalam bentuk hukum pidana yang sedang berlaku dapat

    dilakukan dengan melakukan kajian terhadap ketentuan hukum pidana anak

    yang sedang berlaku. Kajian ini dilengkapi dengan peninjauan terhadap

    37 Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung, 1983, hlm. 20.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    31/399

    31

    penegakkan hukum oleh aparat penegak hukum, serta lembaga-lembaga yang

    terkait dalam masyarakat.

    Serta keseluruhan kebijakan penanggulangan delinkuensi anak pada

    hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan anak dalam

    upaya mencapai kesejahteraan anak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

    tujuan utama dari politik criminal delinkuensi anak adalah perlindungan anak

    untuk mencapai kesejahteraan anak. Dapat dikatakan pula bahwa politik

    kriminal delinkuensi anak pada hakikatnya merupakan bagian integral dari

    politik sosial, yaitu upaya untuk mencapai kesejahteraan sosial anak.

    Sebagai Teori Terapan ( Applied Theory ), digunakan teori Sistem

    Peradilan Pidana ( criminal justice sistem ). Sistem peradilan pada hakikatnya

    identik dengan sistem penegakan hukum, karena proses peradilan pada

    hakikatnya suatu proses menegakkan hukum. Jadi pada hakikatnya identik

    dengan “sistem kekuasaan kehakiman”, karena “kekuasaan kehakiman” pada

    dasarnya merupakan “kekuasaan/kewenangan menegakkan hukum”. Apabila

    difokuskan dalam bidan hukum pidana, dapatlah dikatakan bahwa “sistem

    peradilan pidana” (dikenal dengan istilah SPP atau criminal justice

    sistem/CJS ) pada hakikatnya merupakan “sistem penegakan hukum pidana”

    (SPHP) yang pada hakikatnya juga identik dengan “sistem kekuasaan

    kehakiman di bidang hukum pidana” (SKK -HP). 38

    Sistem Peradilan Pidana untuk pertamakali diperkenalkan oleh pakar

    hukum pidana dan para ahli dalam criminal justice sistem di Amerika Serikat

    38

    Barda Nawawi Arief, Artikel untuk penerbitan buku Bunga Rampai “Potret Penegakan Hukumdi Indonesia”, edisi keempat , Komisi Judisial, Jakarta, 2009, hlm. 2.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    32/399

    32

    sejalan dengan ketidakpuasan terhadap mekanisme kerja aparatur penegak

    hukum dan institusi penegak hukum. Frank Ramington adalah orang pertama

    di Amerika Serikat yang memperkenalkan rekayasa administrasi peradilan

    pidana melalui pendekatan sistem ( sistem approach ). Menurut Ramington,

    Criminal Justice Sistem dapat diartikan sebagai pemekaian pendekatan sistem

    terhadap mekanisme administratif peradilan pidana, dan peradilan pidana

    sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang-

    undangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku social, pengertian

    sistem itu sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi yang

    dipersiapkan secara rasional dan dengan cara efisien untuk memberikan hasil

    tertentu dengan segala keterbatasannya. 39

    Menurut Mardjono Reksodipoetra, Sistem Peradilan Pidana adalah

    Sistem pengadilan kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga, kepolisian,

    kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan terpidana. bertitik tolak dari

    definisi tersebut, Mardjono mengemukakan bahwa empat komponen dalam

    sistem peradilan pidana (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga

    kemasyarakatan) diharapkan dapat bekerja sama dan membentuk suatu

    Integrated criminal justice sistem.40

    Menurut Romli Atmasasmita pengertian sistem peradilan pidana dapat

    dilihat dari sudut pendekatan normatif, administratif dan sosial. Ketiga bentuk

    pendekatan tersebut, sekalipun berbeda, tetapi tidak dapat dipisahkan salah

    39 Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Indonesia , Putra Bardin, Jakarta, 1996, hlm,33.

    40

    Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana, Widya Padjadjaran, Bandung, 2009, hlm.35.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    33/399

    33

    satu antara lain. Bahkan lebih jauh bentuk pendekatan tersebut saling

    mempengaruhi dalam bentuk tolak ukur keberhasilan dalam menanggulangi

    kejahatan. 41 Dimana pendekatan normatif memandang keempat aparatur

    penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga

    pemasyarakatan) sebagai institusi pelaksanaan perundang-undangan yang

    berlaku sehingga keempat aparatur tersebut merupakan bagian yang tidak

    terpisah dari sistem penegakan hukum semata-mata. Pendekatan administratif

    memandang keempat penegak hukum sebagai suatu organisasi manejemen

    yang memiliki mekanisme kerja, baik hubungan yang bersifat horizontal

    maupun yang bersifat vertikal sesuai dengan struktur organisasi yang berlaku

    dalam organisasi tersebut, sistem yang digunakan adalah sistem administrasi.

    Pendekatan sosial memandang keempat aparatur penegak hukum merupakan

    bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem sosial sehingga masyarakat

    secara keseluruhan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan atau ketidak

    berhasilan dari empat aparatur penegak hukum tersebut dalam melaksanakan

    tugasnya. Sistem yang digunakan adalah sistem sosial. 42

    Dalam penanganan kasus anak pelaku tindak pidana, diperlukan usaha

    khusus oleh negara. Yaitu menggunakan pendekatan sistem terhadap

    mekanisme administratif peradilan pidana khusus untuk anak. Dimana setiap

    anak pelaku tindak pidana yang masuk sistem peradilan pidana harus

    diperlakukan secara manusiawi, diantaranya dengan mengedepankan

    perlindungan terhadap hak-hak anak. Yaitu nondiskriminasi; kepentingan

    41

    Ibid. 42 Idem., hlm. 39.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    34/399

    34

    terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan

    perkembangannya; penghargaan terhadap pendapat anak; tidak dijadikan

    sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak

    manusiawi; tidak dijatuhi hukuman mati atau hukuman seumur hidup; tidak

    dirampas kebebasannya secara melawan hukum; penangkapan, penahanan

    atau pidana penjara dilakukan sebagai upaya terakhir; memperoleh bantuan

    hukum dan bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum

    yang berlaku; dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang

    objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum

    (perlindungan hak privasi anak). 43

    F. Metode Penelitian

    1. Sifat Penelitian

    Penelitian ini bersifat deskriptif analitis . Sifat penelitian

    deskriptif karena penelitian ini dilakukan untuk mencari data seteliti

    mungkin dan lengkap tentang karakteristik suatu keadaan atau

    gejala-gejala yang dapat membantu mengkaji teori lama untuk

    membangun teori baru mengenai kebijakan perlindungan anak

    khususnya dalam sistem peradilan pidana. Bersifat deskriftif

    bertujuan untuk membuat deskrifsi, gambaran atau lukisan secara

    sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta

    43

    Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia (pengembangan konsep diversi dan restoratif justice), Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm. 10.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    35/399

    35

    hubungan antar fenomena sistem peradilan, khususnya sistem

    peradilan anak.

    2. Metode Pendekatan

    Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif.

    Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum yang

    sepenuhnya mempergunakan data sekunder. 44 Penelitian hukum

    yang normatif menekankan pada langkah-langkah spekulatif-

    teoritis dan analisis normatif-kualitatif. 45

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi lapangan ( Field

    Research) dan studi kepustakaan ( Library Research ) Teknik ini

    dilakukan untuk memperoleh data sekunder berupa bahan hukum

    primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. 46

    4. Teknik Analisis Data

    Sebagai suatu penelitian hukum normatif yang mempergunakan

    data sekunder, dan penelitian pada umumnya bersifat deskriptif

    analisis, penerapan pola penelitian dapat lebih bebas, karena

    penelitian hukum normatif lebih menekankan pada segi abstraksi.

    Atas dasar hal itu, maka analisis data yang diterapkan dalam

    penelitian ini terarah pada analisis data yang bersifat yuridis

    kualitatif, dengan menggunakan logika deduktif, logika yang

    bertolak dari “ umum ke khusus .“

    44 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum , Jakarta, UI Pers, 1984, hlm. 10.45

    J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik , Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm. 3.46 Kartini Kartono, Pengantar Metedologi Riset Sosial , Bandung, Mandar Maju, 1990. hlm. 207.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    36/399

    36

    BAB II

    NEGARA HUKUM, HAK ASASI MANUSIA,

    DAN KEADILAN

    A. Negara Hukum

    Utrecht membedakan antara negara hukum formil atau negara hukum

    klasik, dan negara hukum materiel atau negara hukum modern. 47 Negara

    hukum formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit,

    yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang

    kedua, yaitu negara hukum materiel yang lebih mutakhir mencakup pula

    pengertian keadilan di dalamnya. Wolfgang Friedman dalam bukunya Law in

    a Changing Society membedakan antara rule of law dalam arti formil yaitu

    dalam arti organized public power , dan rule of law dalam arti materiel yaitu

    the rule of just law. Pembedaan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa

    dalam konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak serta-merta akan terwujud

    secara substantif, terutama karena pengertian orang mengenai hukum itu

    sendiri dapat dipengaruhi oleh aliran pengertian hukum formil dan dapat pula

    dipengaruhi oleh aliran pikiran hukum materiel. Jika hukum dipahami secara

    kaku dan sempit dalam arti peraturan perundang-undangan semata, niscaya

    pengertian negara hukum yang dikembangkan juga bersifat sempit dan

    terbatas serta belum tentu menjamin keadilan substantif. Friedman juga

    mengembangkan istilah the rule of just law untuk memastikan bahwa dalam

    47 Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia , Jakarta: Ichtiar, 1962, hlm. 9.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    37/399

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    38/399

    38

    Dalam perkembangan tatanan negara hukum, negara ikut terlibat secara

    aktif dalam semua sektor kehidupan dan penghidupan dalam rangka

    menciptakan kesejahteraan masyarakat. 51

    Istilah negara hukum dalam berbagai literatur tidak bermakna tunggal,

    tetapi dimaknai berbeda dalam tempus dan locus yang berbeda, sangat

    tergantung pada idiologi dan sistem politik suatu negara. Istilah negara

    hukum adalah suatu genus begrip yang terdiri dari dari lima konsep, yaitu

    konsep negara hukum menurut Al Qur‟an dan Sunnah yang diistilahkannya

    dengan nomokrasi Islam, negara hukum menurut konsep Eropa kontinental

    yang disebut rechtstaat, konsep rule of law , konsep socialist legality serta

    konsep negara hukum Pancasila. 52

    Oemar Seno Adjie menemukan tiga bentuk negara hukum yaitu

    rechtstaat dan rule of law , socialist legality dan negara hukum Pancasila.

    Menurut Seno Adjie antara rechtstaat dan rule of law memiliki basis yang

    sama. Menurut Seno Adjie, konsep rule of law hanya pengembangan semata

    dari konsep rechtstaats. Sedangkan antara konsep rule of law dengan socialist

    legality mengalami perkembangan sejarah dan idiologi yang berbeda, dimana

    rechtstaats d an rule of law berkembang di negara Inggris, Eropa kontinental

    dan Amerika Serikat sedangkan socialist legality berkembang di negara-

    negara komunis dan sosialis. Namun ketiga konsep itu lahir dari akar yang

    51 Mien Rukmini, Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga tidak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana di Indonesia , Bandung: Alumni,2003,hlm.51.

    52 Azhary Tahir, Negara Hukum, Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum

    Islam , Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini , Edisi Kedua, Jakarta :Kencana, 2003,hlm.83.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    39/399

    39

    sama, yaitu manusia sebagai titik sentral ( antropocentric) yang menempatkan

    rasionalisme, humanisme serta sekularisme sebagai nilai dasar yang menjadi

    sumber nilai. 53

    Dari sisi waktu ternyata konsep negara hukum berkembang dinamis dan

    tidak statis. Tamanaha mengemukakan dua versi negara hukum yang

    berkembang yaitu versi formal dan versi substantif yang masing-masing

    tumbuh berkembang dalam tiga bentuk. Konsep negara hukum versi formal

    dimulai dengan konsep rule by law dimana hukum dimaknai sebagai

    instrument tindakan pemerintah. Kemudian berkembang dalam bentuk formal

    legality, dimana konsep hukum diartikan sebagai norma yang umum, jelas,

    prospektif dan pasti. Sedangkan perkembangan terakhir dari konsep negara

    hukum versi formal adalah democracy andlegality , dimana kesepakatanlah

    yang menentukan isi atau substansi hukum. Sedangkan versi substantif

    konsep negara hukum berkembang dari individual rights, dimana privacy dan

    otonomi individu serta kontrak sebagai landasan yang paling pokok.

    Kemudian berkembang pada prinsip hak-hak atas kebebasan pribadi dan atau

    keadilan ( dignity of man) serta berkembang menjadi konsep social welfare

    yang mengandung prinsip-prinsip substantif, persamaan, kesejahteraan serta

    kelangsungan komunitas. 54Menurut Tamanaha konsepsi formal dari negara

    hukum ditujukan pada cara dimana hukum diumumkan (oleh yang

    berwenang), kejelasan norma dan dimensi temporal dari pengundangan

    norma tersebut. Konsepsi formal negara hukum tidak ditujukan kepada

    53 Oemar Seno Adjie, Peradilan Bebas, Negara Hukum , Jakarta : Erlangga , 1980. hlm.34.54

    Tamanaha, Brian Z, On The Rule of Law, History, Politics, Theory , Cambridge University Press,Edisi Keempat, 2006,hlm.91-100.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    40/399

    40

    penyelesaian putusan hukum atas kenyataan hukum itu sendiri, dan tidak

    berkaitan dengan apakah hukum itu hukum yang baik atau jelek. Konsepsi

    substantif dari negara hukum bergerak lebih dari itu, dengan tetap mengakui

    atribut formal yang disebut di atas. Hak-hak dasar atau derivasinya adalah

    menjadi dasarnya konsep negara hukum substantif. Konsep tersebut dijadikan

    sebagai fondasi yang kemudian digunakan untuk membedakan antara hukum

    yang baik yang memenuhi hak-hak dasar tersebut dan hukum yang buruk

    yang mengabaikan hak-hak dasar. Konsep formal negara hukum fokus pada

    kelayakan sumber hukum dan bentuk legalitasnya sementara konsep

    substantif juga termasuk persyaratan tentang isi dari norma hukum.Undang

    Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) setelah

    perubahan menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.

    Semula istilah negara hukum hanya dimuat pada Penjelasan UUD 1945 yang

    menegaskan bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum ( rechtstaats ),

    tidak berdasar atas kekuasaan belaka ( machtstaat ). Persoalannya apakah yang

    dimaksud dengan rechtstaat dalam konsepsi UUD 1945 dan bagaimana

    impelementasinya dalam kehidupan negara. Dari landasan pemikiran itulah

    yang melahirkan konsep negara hukum Barat seperti yang dikemukakan oleh

    Julius Stahl seperti dikutip Jimly Asshiddiqie, yang mengemukakan empat

    elemen penting dari negara hukum yang diistilahkannya dengan rechtstaat,

    yaitu perlindungan hak asasi manusia, pembagian kekuasaan pemerintahan

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    41/399

    41

    negara, pemerintahan dilaksanakan berdasarkan undang-undang serta

    peradilan tata usaha negara.55

    A.V. Dicey yang dianggap sebagai teoretisi pertama yang

    mengembang-kan istilah rule of law dalam tradisi hukum Anglo-Amerika,

    rule of law mengandung tiga elemen penting yang secara ringkas dapat

    dikemukakan, yaitu absolute supremacy of law , equality before the law dan

    due process of law , dimana ketiga konsep ini sangat terkait dengan kebebasan

    individu dan hak-hak asasi manusia. 56 Kesemua konsep negara hukum Barat

    tersebut bermuara pada perlindungan atas hak-hak dan kebebasan individu

    yang dapat diringkas dalam istilah dignity of man dan pembatasan kekuasan

    serta tindakan negara untuk menghormati hak-hak individu yang harus

    diperlakukan sama. Karena itulah harus ada pemisahan kekuasaan negara

    untuk menghindari absolutisme satu cabang kekuasaan terhadap cabang

    kekuasaan lainnya serta perlunya lembaga peradilan yang independen untuk

    mengawasi dan jaminan dihormatinya aturan-aturan hukum yang berlaku,

    yang dalam praktik negara-negara Eropa Kontinental memerlukan peradilan

    administrasi negara untuk mengawasi tindakan pemerintah agar tetap sesuai

    dan konsisten dengan ketentuan hukum. Pandangan negara hukum barat

    didasari oleh semangat pembatasan kekuasaan negara terhadap hak-hak

    individu.

    55 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta : Sekretariat JenderalMahkamah Konstitusi RI, 2006,hlm.152.

    56

    A.V.Dicey, Introduction to the Study of the Law and the Constitution , Ninth Edition,London :MacMilland and CO, 1952,hlm.202-203.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    42/399

    42

    Setelah mengkaji perkembangan praktik negara-negara hukum modern

    Jimly Asshiddieqie sampai pada kesimpulan bahwa ada 12 prinsip pokok

    negara hukum ( rechtstaat) yang berlaku di zaman sekarang, yaitu

    sumpremasi hukum ( supremacy of law ), persamaan dalam hukum ( equality

    before the law ), asas legalitas ( due process of law ), pembatasan kekuasaan,

    organ-organ eksekutif independen, peradilan bebas dan tidak memihak,

    peradilan tata usaha negara, peradilan tata negara, perlindungan hak asasi

    manusia, bersifat demokratis, berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan

    negara serta transparansi dan kontrol sosial. Keduabelas prinsip pokok itu

    merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara

    hukum modern dalam arti yang sebenarnya. 57 Negara hukum Indonesia yang

    dapat juga diistilahkan sebagai negara hukum Pancasila memiliki latar

    belakang kelahiran yang berbeda dengan konsep negara hukum yang dikenal

    di barat walaupun negara hukum sebagai genus begrip yang tertuang dalam

    Penjelasan UUD 1945 terinspirasi oleh konsep negara hukum yang dikenal di

    barat. Jika membaca dan memahami apa yang dibayangkan oleh Soepomo

    ketika menulis Penjelasan UUD 1945 jelas merujuk pada konsep rechtstaat ,

    karena negara hukum dipahami sebagai konsep barat.58

    57 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia , Op. Cit ., hlm.151-162.58 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif , Jakarta: Penerbit Buku Kompas,

    2006,hlm.48.Selanjutnya dikatakan bahwa negara hukum adalah konsep modern yang tidaktumbuh dari dalam masyarakat Indonesia sendiri, tetapi “barang impor”. Negara hukum adalah

    bangunan yang “dipaksakan dari luar”. Lebih lanjut menurut Satjipt o, proses menjadi negarahukum bukan menjadi bagian dari sejarah sosial politik bangsa di masa lalu seperti terjadi diEropa.Akan tetapi apa yang dikehendaki oleh keseluruhan jiwa yang tertuang dalamPembukaan dan Pasal -Pasal UUD 1945, demikian juga rumusan terakhir negara hukum dalam

    UUD 1945 setelah perubahan adalah suatu yang berbeda dengan konsep negara hukum Baratdalam arti rechtstaat maupun rule of law.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    43/399

    43

    Karena terinspirasi dari konsep negara hukum barat dalam hal ini

    rechtstaat maka UUD 1945 menghendaki elemen-elemen rechtstaat maupun

    rule of law menjadi bagian dari prinsip-prinsip negara Indonesia. Bahkan

    secara tegas rumusan penjelasan UUD 1945 menegaskan bahwa negara

    Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum ( rechtstaat ) bukan negara

    yang berdasar atas kekuasaan belaka ( machtstaa t). Rumusan Penjelasan UUD

    mencerminkan bahwa UUD 1945 menghendaki pembatasan kekuasaan

    negara oleh hukum. Untuk mendapatkan pemahaman utuh terhadap negara

    hukum Pancasila harus dilihat dan diselami ke dalam proses dan latar

    belakang lahirnya rumusan Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan

    kehendak lahirnya negara Indonesia serta sebagai dasar filosofis dan tujuan

    negara. Dari kajian dan pemahaman itu, akan sampai pada suatu kesimpulan

    bahwa konsep negara hukum Pancasila disamping memiliki kesamaan tetapi

    juga memiliki perbedaan dengan konsep negara hukum Barat baik rechtstaa t,

    rule of law maupun socialist legality . Seperti disimpulkan oleh Oemar Seno

    Adji, antara konsep negara hukum Barat dengan negara hukum Pancasila

    memiliki similarity dan divergency . Jika konsep negara hukum dalam

    pengertian rechtstaat dan rule of law berpangkal pada dignity of man yaitu

    liberalisme, kebebasan dan hak-hak individu (individualisme) serta prinsip

    pemisahan antara agama dan negara ( sekularisme ), maka latar belakang

    lahirnya negara hukum Pancasila didasari oleh semangat kebersamaan untuk

    bebas dari penjajahan dengan cita-cita terbentuknya Indonesia merdeka yang

    bersatu berdaulat adil dan makmur dengan pengakuan tegas adanya

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    44/399

    44

    kekuasaan Tuhan. Karena itu prinsip Ketuhanan adalah elemen paling utama

    dari elemen negara hukum Indonesia. Unsur-unsur negara hukum Indonesia

    sebagai sebuah konsep seperti telah diuraikan di atas adalah nilai yang dipetik

    dari seluruh proses lahirnya negara Indonesia, dasar falsafah serta cita hukum

    negara Indonesia. Dengan demikian posisi Pembukaan ini menjadi sumber

    hukum yang tertinggi bagi negara hukum Indonesia. Perubahan UUD 1945

    (dalam Perubahan Keempat) mempertegas perbedaan posisi dan kedudukan

    antara Pembukaan dengan Pasal -Pasal UUD 1945.

    Pasal II Aturan Tambahan UUD 1945 menegaskan bahwa UUD 1945

    terdiri dari Pembukaan dan Pasal -Pasal. Hanya Pasal -Pasal saja yang dapat

    menjadi objek perubahan sedangkan Pembukaan tidak dapat menjadi objek

    perubahan. Pembukaan UUD 1945 memiliki nilai abstraksi yang sangat tinggi

    sehingga hanya dapat menimba elemen-elemen yang sangat mendasar bagi

    arah pembangunan negara hukum Indonesia. Nilai yang terkandung dalam

    pembukaan itulah yang menjadi kaedah penuntun bagi penyusunan Pasal-

    Pasal UUD 1945 sehingga tidak menyimpang dari nilai-nilai yang menjadi

    dasar falsafah dan cita negara Indonesia. Dalam tingkat implementatif,

    bagaimana kongkritnya negara hukum Indonesia dalam kehidupan bernegara

    harus dilihat pada Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar. Kaedah-kaedah yang

    terkandung dalam Pasal-Pasal UUD yang menjadi kaedah penuntun bagi

    pelaksanaan pemerintahan negara yang lebih operasional. Konsistensi

    melaksanakan ketentuan-ketentuan konstitusi itulah yang dikenal dengan

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    45/399

    45

    prinsip konstitusionalisme. Karena itu, jika konsep negara hukum bersifat

    abstrak maka konsep konstitusionalisme menjadi lebih nyata dan jelas.

    Konstitusionalisme merupakan faham pembatasan kekuasaan negara

    dalam tingkat yang lebih nyata dan operasional. Pasal undang-undang dasar

    mengatur lebih jelas mengenai jaminan untuk tidak terjadinya monopoli satu

    lembaga kekuasaan negara atas lembaga kekuasaan negara yang lainnya,

    kewenangan masing masing lembaga negara, mekanisme pengisian jabatan-

    jabatan bagi lembaga negara, hubungan antar lembaga negara serta hubngan

    antara negara dengan warga negara yang mengandung jaminan kebebasan

    dasar manusia yang harus dihormati dan dilindungi oleh negara. Konstitusi

    dimaksudkan untuk mengatur tiga hal penting, yaitu menentukan pembatasan

    kekuasaan organ negara, mengatur hubungan antara lembaga-lembaga yang

    satu dengan yang lain serta mengatur hubungan kekuasaan antara lembaga-

    lembaga negara dengan warga negara. 59

    Pada tingkat implementasi pelaksanaan kekuasaan negara baik dalam

    pembentukan undang-undang, pengujian undang-undang maupun

    pelaksanaan wewenang lembaga-lembaga negara dengan dasar prinsip

    konstitusionalisme harus selalu merujuk pada ketentuan-ketentuan UUD.

    Karena Pasal-Pasal UUD tidak mungkin mengatur segala hal mengenai

    kehidupan negara yang sangat dinamis, maka pelaksanaan dan penafsiran

    UUD dalam tingkat implementatif harus dilihat pada kerangka dasar konsep

    dan elemen-elemen negara hukum Indonesia yang terkandung pada

    59 Jimly Asshiddiqie , Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia,Op. Cit., ,hlm. 144.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    46/399

    46

    Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya mengandung Pancasila. Sehingga

    Pasal -Pasal UUD 1945 menjadi lebih hidup dan dinamis.

    Pembentuk undang-undang maupun Mahkamah Konstitusi memiliki

    ruang penafsiran yang luas terhadap Pasal -Pasal UUD 1945 dalam frame

    prinsip-prinsip negara hukum Indonesia yang terkandung dalam Pembukaan

    UUD 1945. Kecermatan dalam pembentukan hukum baik yang dilakukan

    oleh pembentuk undang-undang yang terdiri dari DPR dan Presiden maupun

    Mahkamah Konstitusi dalam makna legislasi negatif seperti istilah Jimly

    Asshiddiqie dilakukan melalui proses yang panjang dan berliku. Pada

    praktiknya pembentukan hukum, paling tidak melibatkan proses dan sangat

    dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

    1. Ketentuan-ketentuan UUD 1945.

    2. Situasi dan kekuatan politik berpengaruh pada saat undang-undang

    itu dibuat.

    3. Pandangan dan masukan dari masyarakat.

    4. Perkembangan internasional dan perbandingan dengan negara lain.

    5. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat pada saat itu, serta.

    6.

    Cara pandang para pembentuk undang-undang terhadap dasar dan

    falsafah negara.

    7. Pengaruh teori dan akademisi.

    Titik rawan dari pembentukan hukum agar sejalan dengan prinsip-

    prinsip negara hukum Indonesia adalah pada pengaruh dan perkembangan

    ketentuan dari negara lain serta pandangan akademisi yang sangat

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    47/399

    47

    dipengaruhi oleh kerangka teori yang hanya bersumber dari negara lain.

    Pengaruh itu dapat diperoleh dari studi banding ke negara lain maupun

    pandangan akademisi baik dari dalam maupun luar negeri. Pernyataan ini

    tidak dimaksudkan sebagai keengganan untuk menyesuaikan diri dengan

    perkembangan negara-negara lain atau perkembangan internasional atau teori

    yang berkembang dari luar, akan tetapi lebih dimaksudkan sebagai kehati-

    hatian dan kecermatan agar hukum yang dibuat sesuai dengan kondisi

    Indonesia dan cita negara hukum Indonesia. Karena itu alat ukur dan

    verifikasi terakhir atas seluruh pembentukan hukum harus dilihat dalam

    kerangka elemen prinsip-prinsip negara hukum Indonesia yang terkandung

    dalam Pembukaan disamping Pasal -Pasal UUD 1945.

    Negara hukum dalam perspektif Pancasila yang dapat diistilahkan

    sebagai negara hukum Indonesia atau negara hukum Pancasila disamping

    memiliki elemen-elemen yang sama dengan elemen negara hukum dalam

    rechtstaat maupun rule of law , juga memiliki elemen-elemen yang spesifik

    yang menjadikan negara hukum Indonesia berbeda dengan konsep negara

    hukum yang dikenal secara umum. Perbedaan itu terletak pada nilai-nilai

    yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya

    mengandung Pancasila dengan prinsip-prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa

    serta tidak adanya pemisahan antara negara dan agama, prinsip musyawarah

    dalam pelaksanaan kekuasaan pemerintahan negara, prinsip keadilan sosial,

    kekeluargaan dan gotong royong serta hukum yang mengabdi pada keutuhan

    negara kesatuan Indonesia. Pembentukan hukum baik oleh pembentuk

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    48/399

    48

    undang-undang maupun oleh Mahkamah Konstitusi harus menjadikan

    keseluruhan elemen negara hukum itu dalam satu kesatuan sebagai nilai

    standar dalam pembentukan maupun pengujian undang-undang. 60

    Konsep negara hukum dimaknai sebagai suatu keadaan dalam

    masyarakat, di mana hukum dalam kehidupan bernegara yang demokratis

    adalah ditentukan oleh rakyat yang tidak lain merupakan pengaturan interaksi

    antara mereka. Kehidupan masyarakat modern, pembentukan peraturan

    perundang-undangan dilakukan oleh rakyat dengan sistem perwakilan di

    lembaga legislatif, karena itu rakyat menempatkan posisi sangat penting

    sebagai pemilik kedaulatan dalam suatu negara yang demokratis melalui

    wakil-wakilnya yang duduk di lembaga perwakilan turut menentukan proses

    pembuatan peraturan perundang-undangan sebagai suatu upaya perlindungan

    hak-hak rakyat. 61

    Terlepas dari kebutuhan perlindungan kepentingan warga negara

    melalui peraturan perundang-undangan, Plato memberikan rambu-rambu

    ketidak-sempurnaan hukum, dimana Plato telah memprediksi kemungkinan

    munculnya praktik penegakan hukum yang sekalipun sejalan dengan suatu

    undang-undang, tetapi bertentangan dengan hak asasi manusia atau

    bertentangan dengan rasa keadilan. 62 Persamaan di muka hukum ( equality

    before the law), yang kemudian diakui sebagai nilai-nilai yang universal. 63

    60 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif ,Jakarta : Penerbit Buku Kompas, Op.Cit ., hlm53.

    61 A.Muhammad Asrun, Op.Cit ., hlm.4062 Karen G.Turner, et.al.(eds), The limits of the Rule of Law in China , Seattle:University of

    Washington Press, 2000,.hlm.563 Muhammad Tahir Ashary, Op.Cit., hlm.73.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    49/399

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    50/399

    50

    perintah yang di tujukan kepada segenap subjek hukum, maka sistem hukum

    bagi dia adalah kumpulan peraturan.66

    H.L.A. Hart juga melihat hukum merupakan suatu sistem yang memuat

    sekumpulan peraturan ,dimana satu peraturan dengan peraturan lainnya

    berhubungan dalam suatu hierarki dan memiliki struktur yang kompleks. 67

    Hans Kelsen memahami lebih jauh pengertian undang-undang sebagai suatu

    perintah yang lebih khusus, karena perintah merupakan manifestasi kehendak

    pribadi .68 Kelsen memunculkan pengertian undang-undang tersebut dikaitkan

    dengan suatu ororitas yang diberikan kepada individu pemberi perintah

    tersebut. 69

    Sejarah proses penegakan hukum juga mencatat peranan penting dari

    instrument perjanjian atau konvensi internasional sebagai landasan hukum

    bagi perlindungan hak asasi manusia. Piagam Magna Charta dicatat sebagai

    piagam pertama bangsa-bangsa yang memberikan pengakuan terhadap hak

    asasi manusia, di mana raja Inggris menjamin tidak merintang pelaksanaan

    kebebasan manusia, kecuali melalui pertimbangan-pertimbangan hukum. 70

    Jaminan terhadap kebebasan manusia dapat dilihat dalam konteks praktik

    hukum, yaitu dalam rangka penegakan hukum. Karena itu, tidak ada

    seorangpun yang dapat dihukum tanpa proses hukum ( due process of law ),

    66 Joseph Raz, the Concept of a Legal Sistem , An Introduction to the Theory of a Legal Sistem ,Oxford Claredon Press, 1970,hlm.7.

    67 John N.Adams dan Roger Brownsword, Understanding Law , London : Fortana Press,1992,hlm.3.

    68 Hans Kelsen , General Theory of Law and State , terjemahan Anders Wedberg, New York:Russel and Russel, 1945,hlm.30-31.

    69 Ibid.70

    Francis A. Allen, the Habits of Legality ,Criminal Justice and Rule of Law , Oxford: UniversityPress 1996,hlm.3.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    51/399

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    52/399

    52

    integralistik menganggap negara sebagai perwujudan umat Islam. Negara

    konstitusional didasarkan pada pengakuan hak asasi manusia dan kedaulatan

    rakyat. Pada konsep terakhir ini, prosedur tertentu perlu di atur dalam

    konstitusi agar ada jaminan partisipasi rakyat yang efektif di pemerintahan,

    pembatasan kekuasaan pemerintah, dan pertanggung-jawaban pemerintah

    terhadap rakyat. 75

    Konsep negara hukum yang menganut paham “ rule of law ”, menurut Dicey

    mengandung 3 (tiga) unsur, yaitu :

    1. HAM dijamin lewat Undang-undang,

    2. persamaan di muka hukum ( equality before the law ),

    3. supremasi aturan-aturan hukum dan tidak ada kesewenang-wenangan

    tanpa aturan yang jelas.

    Menurut Emanuel Kant dan Julius Stahl negara hukum mengandung 4

    (empat) unsur, yaitu:

    1. adanya pengakuan HAM,

    2. adanya pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak tersebut,

    3. pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan ( wetmatigheid van

    bestuur ),

    4. adanya peradilan tata usaha negara. 76

    Dalam hukum diatur rambu-rambu sebagai berikut:

    1. menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain ( respects for the rightsand freedoms of others );

    75

    Idem, hlm.57.76 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty,Yogyakarta, 1999, hlm.22.

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    53/399

    53

    2. Menghormati aturan-aturan moral yang diakui oleh umum ( the generally accepted moral code ),

    3. Menghormati ketertiban umum ( public order ),4. menghormati kesejahteraan umum ( general welfare );5. Menghormati keamanan umum ( public safety );6. Menghormati keamanan nasional dan keamanan masyarakat ( national

    and social security );7. Menghormati kesehatanumum ( public health );8. Menghindarkan penyalahgunaan hak ( abuse of right );9. Menghormati asas-asas demokrasi;10. Menghormati hukum positif.

    Dalam hukum juga diatur asas-asas yang merupakan pembatas

    pengaturan hak dan kewajiban warga negara, yang paling sedikit sebagai

    berikut:

    1. Asas legalitas;2. Asas negara hukum;3. Asas penghormatan terhadap martabat kemanusiaan;4. Asas bahwa segala pembatasan HAM merupakan perkecualian;5. Asas persamaan dan non diskriminasi;6. Asas non-retro aktivitas (peraturan tidak berlaku surut),7. Asas proporsionalitas. 77

    Pengakuan terhadap hak negara untuk mengatur dalam kerangka

    kebijakan sosial ( social policies ), baik dalam bentuk kebijakan kesejahteraan

    sosial ( socialwelfare policies ). Negara berhak mengatur restriksi dan limitasi

    untuk menjagaagar pengaturan tersebut tetap dalam keseimbangan,

    keselarasan dan keserasianantara kepentingan negara, kepentingan

    masyarakat dan kepentingan pribadi. Dalam negara hukum, rambu-rambu

    pengaturan ini terbentuk dalam asas-asas hukum. Asas-asas hukum

    mempunyai karakteristik antara lain :

    77 Idem ., hlm. 62-63

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    54/399

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    55/399

    55

    k. Berkedudukan lebih tinggi dari undang-undang dan pejabat-pejabat

    resmi (penguasa), sehingga tidak merupakan keharusan untuk

    mengaturnya dalam hukum positif.

    Secara teoritis, dibedakan adanya 3 (tiga) alasan berlakunya hukum:

    1. Berlakunya secara yuridis, terdapat pandangan-pandangan sebagai

    berikut:

    a. Hans Kelsen dalam teorinya: The Pure Theory of Law mengatakan

    bahwa hukum mempunyai keberlakuan yuridis apabila

    penentuannya berdasarkan padakaidah yang lebih tinggi

    tingkatannya (berdasar teori: Stufenbau das Rechts );

    b. Zevenbergen dalam: Formele Encyclopaedie der Rechtswetenschap

    menyatakan bahwa suatu kaidah hukum mempunyai keberlakuan

    yuridis apabila kaidah tersebut menurut cara-cara yang telah

    ditetapkan;

    c. Logemann dalam Over de Theorie van een Stelling Staatsrecht

    menyatakan bahwa suatu kaidah hukum mengikat apabila

    menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dengan

    akibatnya.

    2. Berlakunya secara sosiologis, yang berintikan pada efektivitas hukum.

    Terdapat dua teori pokok yang menyatakan bahwa :

    a. Teori kekuasaan yang menyatakan bahwa hukum berlaku secara

    sosiologis apabila dipaksakan berlakunya oleh penguasa, dan hal itu

  • 8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf

    56/399

    56

    adalah terlepas dari masalah apakah masyarakat menerimanya atau

    bahkan menolak;

    b. Teori pengakuan yang menyatakan bahwa berlakunya hukum

    didasarkan pada penerimaan atau pengakuan oleh masyarakat;

    3. Berlaku secara filososfis, artinya bahwa hukum tersebut sesuai dengan

    cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi. 78

    Agar suatu peraturan perundang-undangan dapat berfungsi dengan baik,

    diperlukan adanya keserasian 4 (empat) unsur, yaitu:

    1. Peraturan hukum itu sendiri, dimana terdapat kemungkinan adanyaketidakcocokan peraturan perundang-undangan mengenai bidang-

    bidang hukum tertentu, kemungkinan lainnya yang dapat terjadi adalahketidakcocokan antara peraturan perundang-undangan dengan hukumyang tidak tertulis atau kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalammasyarakat, dan sebagainya;

    2. Mentalitas