candra hayatul iman.pdf
TRANSCRIPT
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
1/399
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan subyek hukum dan aset bangsa, sebagai bagian dari
generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai generasi penerus suatu
bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan
suatu bangsa. Peran strategis ini telah disadari oleh masyarakat Internasional
untuk melahirkan sebuah konvensi yang intinya menekankan posisi anak
sebagai makhluk manusia yang harus mendapatkan perlindungan atas hak-
hak yang dimilikinya. 1Anak juga merupakan harapan dan tumpuan orang tua,
harapan bangsa dan negara yang akan melanjutkan tongkat estafet
pembangunan serta memiliki peran strategis, mempunyai ciri atau sifat
khusus yang akan menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada
masa depan. Oleh karena itu, setiap anak harus mendapatkan pembinaan dan
perlindungan dari sejak dini, anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-
luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik,
mental maupun sosial. Terlebih lagi bahwa masa kanak-kanak merupakan
periode penaburan benih, pendirian t iang pancang, pembuatan pondasi, yang
dapat disebut juga sebagai periode pembentukan watak, kepribadian dan
karakter diri seorang manusia, agar mereka kelak memiliki kekuatan dan
1
Ruben Achmad, Upaya Penyelesaian Masalah Anak yang Berkonflik dengan Hukum di Kota Palembang , dalam Jurnal Simbur Cahaya Nomor 27 Tahun X, Januari, 2005, hlm. 24.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
2/399
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
3/399
3
dengan perkembangan teknologi, industri dan ekonomi. Indonesia dari tahun
ke tahun sejak tahun 1970-an merasakan jumlah kenakalan remaja ( juvenile
delinquency) , meningkat terus, sehingga fenomena kenakalan remaja mulai
dari mereka yang tidak taat terhadap orang tua seperti membolos,
mengganggu ketertiban masyarakat sampai melakukan tindak pidana,
dinyatakan sebagai salah satu masalah nasional serta mendapat perhatian
rakyat, namun pemerintah memberantasnya secara sempurna, terutama dalam
hal memperlakukan mereka yang berada dalam proses peradilan pidana, yang
masih memperlakukan pelaku tindak pidana anak seperti memperlakukan
tindak pidana dewasa.
Salah satu upaya pencegahan dan penanggulangan kenakalan anak
(politik kriminal anak) saat ini melalui penyelenggaraan sistem peradilan
anak ( Juvenile Justice ). Tujuan penyelenggaraan sistem peradilan anak
( Juvenile Justice ) tidak semata-mata bertujuan untuk menjatuhkan sanksi
pidana bagi anak yang telah melakukan tindak pidana (kenakalan anak), tetapi
lebih difokuskan pada dasar pemikiran bahwa penjatuhan sanksi tersebut
sebagai sarana mendukung mewujudkan kesejahteraan anak pelaku tindak
pidana.
Kepastian hukum perlu diusahakan demi kegiatan kelangsungan
perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat
negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan
anak. 4 Untuk itu, kegiatan perlindungan anak setidaknya memiliki dua aspek.
4 Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan , Akademi Pressindo, Jakarta, 1993, hlm. 222.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
4/399
4
Aspek pertama berkaitan dengan kebijakan dan peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai perlindungan anak. Aspek kedua,
menyangkut pelaksanaan kebijakan dan peraturan-peraturan tersebut. 5
Secara internasional dikehendaki bahwa tujuan penyelenggaraan sistem
peradilan anak, mengutamakan pada tujuan untuk kesejahteraan anak. Hal ini
sebagaimana ditegaskan dalam Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam
United Nations Standard Minimum Rules For the Administration of Juvenile
Justice (SMR-JJ) atau The Beijing Rules , bahwa tujuan peradilan anak ( Aims
of Juvenile Justice ), sebagai berikut :
“The juvenile Justice Sistem shall emphasize wel-being of the juvenilean shall ensure that any reaction to juvenile offenders shall always be in
proportion to the circumstances of both the offender and offence .”( SistemPeradilan pidana bagi anak / remaja akan mengutamakan kesejahteraanremaja dan akan memastikan bahwa reaksi apapun terhadap pelanggar-
pelanggar hukum berusia remaja akan selalu sepadan dengan keadaan-keadaan baik pada pelanggar-pelanggar hukumnya maupun pelanggaranhukumnya). 6
Dalam Standard Minimum Rules Juvenile Justice (SMR-JJ) atau The
Beijing Rules , juga ditegaskan beberapa prinsip sebagai pedoman dalam
mengambil keputusan, yakni dalam Rule 17.1, yang menyatakan bahwa
dalam mengambil keputusan harus berpedoman pada prinsip-prinsip sebagai
berikut :
a. Bentuk-bentuk reaksi/sanksi yang diambil selamanya harusdiseimbangkan tidak hanya pada keadaan-keadaan dan keseriusan/beratringannya tindak pidana ( the circumstances and the gravity of the
juvenile ) tetapi juga pada keadaan-keadaan dan kebutuhan-kebutuhan si
5 Zulmansyah Sekedang dan Arief Rahman, Selamatkan Anak-anak Riau , KPAID Riau,Pekanbaru, 2008, hlm. 121.
6 Abintoro Prakoso dan Vage Normen , Sebagai Sumber Hukum Diskresi yang Belum diterapkan
oleh Polisi Penyidik Anak , Vol.17, No.2, April 2010 , Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, UIIYogyakarta, 2010, hlm. 251.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
5/399
5
anak ( the circumstances andof the juvenile ) serta pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat ( the needs ofthe society );
b. Pembatasan-pembatasan terhadap kebebasan pribadi anak hanyadikenakan setelah pertimbangan yang hati-hati dan dibatasi seminimalmungkin;
c. Perampasan kemerdekaan pribadi jangan dikenakan kecuali anakmelakukan tindakan kekerasan yang serius terhadap orang lain atauterus menerus melakukan tindak pidana serius dan kecuali tidak ada
bentuk sanksi lain yang lebih tepat;d. Kesejahteraan anak harus menjadi faktor pedoman dalam
mempertimbangkan kasus anak.
Demikian pula secara khusus ketentuan yang mengatur sistem peradilan
pidana anak di Indonesia ditetapkan dalam Undang-undang No 3 Tahun 1997.
Dibentuknya Undang-undang tentang pengadilan anak, antara lain karena
disadari bahwa walaupun kenakalan anak merupakan perbuatan anti sosial
yang dapat meresahkan masyarakat, namun hal tersebut diakui sebagai suatu
gejala umum yang harus diterima sebagai fakta sosial. Oleh karena itu,
perlakuan terhadap anak nakal seyogianya berbeda dengan perlakuan
terhadap orang dewasa. Anak yang melakukan kenakalan berdasarkan
perkembangan fisik, mental maupun sosial mempunyai kedudukan yang
lemah dibandingkan dengan orang dewasa, sehingga perlu ditangani secara
khusus. 7
Meskipun demikian, pada pelaksanaannya banyak kritik-kritik terhadap
penyelenggaraan peradilan pidana anak. Terutama setelah kasus Mohammad
Azwar alias Raju, anak berusia 8 tahun yang menjalani proses persidangan di
Pengadilan Negeri (PN) Stabat Kab. Langkat Sumatera Utara, karena
berkelahi dengan seorang anak lain pada tahun 2006, kemudian kasus
7 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika,Jakarta, 2008, hlm.29.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
6/399
6
persidangan anak kembali mendapat sorotan, Pengadilan Negeri Tangerang,
Banten menyidangkan 10 orang anak yang masih di bawah umur dengan
dugaan melakukan permainan koin dengan taruhan uang senilai Rp1000,00.
Masalah penanganan anak nakal dan anak yang berhadapan dengan hukum
kembali mencuat ketika Aal anak berusia 15 tahun yang divonis bersalah oleh
Pengadilan Negeri Palu atas dakwaan mencuri sandal milik seorang anggota
Polri, kasus ini telah menimbulkan berbagai tanggapan dari para pemerhati
anak di negeri ini, bahkan Ketua Komnas Perlindungan Anak dan Direktur
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta meminta kasus-kasus ini dijadikan pintu
masuk untuk memperbarui Undang-Undang Pengadilan Anak. 8 Banyak
kalangan menyatakan penyelenggaraan sistem peradilan pidana anak dalam
implementasinya belum sesuai dengan tujuan kesejahteraan anak dan
kepentingan terbaik bagi anak. Keprihatinan akan kondisi pelaksanaan
perlindungan anak yang masih jauh dari keinginan ini semakin bertambah
saat data jumlah tahanan anak dan narapidana anak (anak didik
permasyarakatan) di lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia tiga tahun
terakhir ini cenderung bertambah. Pada tahun 2009 berjumlah 2.536, pada
tahun 2011 berjumlah 3.672, dan pada tahun 2012 berjumlah 5.398. Bahkan
hingga pertengahan april ini berjumlah 5.409 tahanan anak di rumah tahanan
dan lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia. 9 Ini menunjukkan bahwa
tindakan penahanan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum tidak dapat
dihindarkan secara maksimal. Tentu hal ini merupakan salah satu masalah
8 M.Musa, Peradilan Restoratif suatu Pemikiran Alternatif Sistem Peradilan Anak Indonesia ,
Jurnal Mahkamah, Vol.19 No.2, Oktober 2007, Pekan Baru, 2007, hlm. 169.9 Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Permasyarakatan, Departemen Hukum dan HAM.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
7/399
7
nasional yang harus mendapat perhatian khusus. Namun, hingga saat ini
pemerintah masih memperlakukan pelaku tindak pidana anak seperti
memperlakukan pelaku tindak pidana dewasa. Hal ini dapat dilihat dari data
lapangan, dimana sebagian besar atau 57 persen dari narapidana anak
tergabung dengan tahanan orang dewasa atau berada di rumah tahanan dan
lapas untuk orang dewasa. Kondisi ini akan menempatkan anak pada situasi
rawan menjadi korban berbagai tindak kekerasan. Berdasarkan hasil
pemetaan anak berhadapan dengan hukum tahun 2009 hingga 2012
menunjukkan mayoritas kasus diselesaikan melalui pengadilan. Sebanyak 90
persen diantaranya dijatuhi hukuman pidana dan dipenjarakan 10 .
Adanya kasus-kasus kenakalan anak yang ditangani melalui sistem
peradilan pidana, sudah tentu memerlukan penanganan dan perhatian khusus
yang berbeda dengan orang dewasa. Hal tersebut disebabkan karena tindak
pidana yang dilakukan seorang anak didasarkan oleh latar belakang yang
berbeda dengan yang dilakukan oleh orang dewasa.
Dalam praktik proses sistem peradilan pidana terdapat manifestasi
ambivalensi sebagai konsekuensi perkembangan hukum modern yang
formal (prosedural), birokratis dan rasional. Dimana dalam sistem hukum
modern prosedur dan substansi sudah dipadukan menjadi satu, sehingga
kesalahan prosedural berakibat pula kepada kegagalan substansial.
Masyarakat modern bekerja melalui organisasi-organisasi yang disusun
secara formal dan birokratis dengan maksud untuk mencapai rasionalitas
10
http://m.antaranews.com/berita/1270440109/jumlah-tahanan-anak-di-lapas-terus-meningkat diakses pada hari selasa tanggal 22 April 2013 pukul 20.00 wib
http://m.antaranews.com/berita/1270440109/jumlah-tahanan-anak-di-lapas-terus-meningkathttp://m.antaranews.com/berita/1270440109/jumlah-tahanan-anak-di-lapas-terus-meningkathttp://m.antaranews.com/berita/1270440109/jumlah-tahanan-anak-di-lapas-terus-meningkat
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
8/399
8
secara maksimal dalam pengambilan keputusan serta efisiensi kerja yang
berjalan secara otomatis.11
Dalam proses peradilan yang demikian, aparat penegak hukum
(terutama hakim) dalam menyelesaikan setiap perkara, pemikirannya
selalu didasarkan kepada menggunakan logika undang-undang ( legal sense ).
Walaupun disadari bahwa hukum sebagai karya manusia hanya dapat berjalan
melalui manusia. Manusia yang menciptakan hukum, namun hukum yang
telah diciptakan tidak secara otomatis dapat bekerja dengan sendirinya,
melainkan diperlukan campur tangan manusia pula. Namun demikian tidak
berarti manusia sebagai penegak hukum harus bersifat rigid/kaku. Kekakuan
terhadap penerapan hukum justru akan menghasilkan keadilan yang bersifat
formal bukan keadilan yang bersifat substansial 12 .
Bertolak dari kenyataan tersebut, persoalan yang sangat penting dalam
proses persidangan perkara pidana anak tidak hanya masalah formal
prosedural proses persidangan yang harus dilakukan menurut prosedur,
asas dan doktrin yang telah ditetapkan, sehingga keadilan yang diperoleh
bukan diukur dari segi substansinya tetapi dari prosedur formal yang
digunakan melainkan lebih mendasarkan kepada proses persidangan yang
ditujukan kepada hakikat yang melatar belakanginya, yakni adanya sifat-sifat
yang khusus dari seorang anak. Dengan demikian ditanganinya anak pelaku
11 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat , Angkasa, Bandung,1980, hlm. 74.12
Nandang Sambas, Tesis, Tinjauan Terhadap Persidangan Perkara Pidana Anak Mencari Model Sidang Anak Yang Ideal, Universitas Diponegoro, Semarang, 1996, hlm. 6.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
9/399
9
tindak pidana melalui peradilan benar-benar ditujukan demi perlindungan dan
kesejahteraan anak13
.
Munculnya berbagai kasus anak pelaku tindak pidana yang ditangani
melalui proses peradilan dengan berbagai perlakuan yang secara konsisten
sesuai dengan persepsi yuridis prosedural, nampaknya ada suatu kebutuhan
untuk mengkaji kembali peraturan-peraturan yang hingga kini dijadikan
landasan operasional penyelenggaraan sidang anak. Kenyataan tersebut
karena sampai saat ini undang-undang tentang peradilan anak yang
diharapkan mampu memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak untuk
mencapai kesejahteraan bagi anak masih dalam proses pembentukan. Di lain
pihak, adanya kasus-kasus sebagaimana diungkapkan di atas menyadarkan
pada bahwa ternyata perilaku menyimpang yang dilakukan anak memang
bersifat kriminal secara yuridis.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam upaya untuk memberikan
perlindungan hukum terhadap hak-hak anak dalam proses peradilan
Sudarto 14 , mengatakan bahwa:
“Segala aktivitas yang dilakukan dalam rangka peradilan anak ini,apakah itu dilakukan oleh polisi, jaksa ataukah pejabat-pejabat lainnya,
harus didasarkan pada suatu prinsip, ialah demi kesejahteraan anak, demikepentingan anak. Jadi apakah hakim akan menjatuhkan pidana ataukahtindakan harus didasarkan pada kriterium apa yang paling baik untukkesejahteraan anak yang bersangkutan, tentunya tanpa mengurangi perhatiankepada kepentingan masyarakat”.
Namun demikian, secara tegas diungkapkan pula bahwa
kepentingan anak tidak boleh dikorbankan demi kepentingan masyarakat.
13
Ibid., hlm. 6-7.14 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana , Alumni, Bandung, 1981, hlm.140.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
10/399
10
Demikian pentingnya mengedepankan kesejahteraan anak, secara tegas
Arief Gosita , menyatakan bahwa:
“Penghalangan 'pengadaan' kesejahteraan anak dengan prespektifkepentingan nasional, masyarakat yang adil dan makmur sepirituil danmateriil, adalah suatu penyimpangan yang mengandung faktor-faktorkriminogen (menimbulknan kejahatan) dan Victimogen (menimbulkankorban)”. 15
Pengakuan adanya komitmen dari masyarakat bangsa-bangsa untuk
memberikan jaminan khusus bagi anak-anak generasi penerus bangsa di
bidang hukum dan peradilan, terlihat melalui Kongres-Kongres Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang tidak henti-hentinya memberikan perhatian khusus
terhadap masalah perlindungan hukum bagi anak. Sebagaimana dalam
Kongres PBB tentang Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Pelaku
Kajahatan ke IX ( Ninth UN Congress on the Prevention of Crime and the
Treatment of Offenders ) yang diselenggarakan pada tanggal 29 April - 8 Mei
1995 di Kairo, Mesir, menekankan pula perlunya diperhatikan tiga instrumen
internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Anak Bermasalah dalam bidang
hukum. Salah satu instrumen penting yang menyangkut penyelenggaraan
peradilan anak ( Juvenile Justice ) adalah UN Standard Minimum Rule for the
Administraton of Juvenile Justice Resolusi PBB Nomor 40/33 atau yang lebih
dikenal dengan Beijing Rules .16
Hal-hal yang mengatur tentang hak-hak anak ( Rights of Juvenile),
antara lain menyatakan bahwa selama dalam proses peradilan hak-hak anak
harus benar-benar dilindungi seperti asas praduga tak bersalah, hak untuk
15
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak , Akademika Presindo, 1989, hlm. 33.16 Nandang Sambas, Op.Cit., hlm. 10.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
11/399
11
memahami tuduhan, hak untuk diam, hak untuk menghadirkan orang tua atau
wali, hak untuk bertemu berhadapan dan menguji silang kesaksian atas
dirinya, serta hak untuk banding. Di samping itu, untuk menghindarkan
stigmatisasi selama dalam proses peradilan, privacy anak harus dilindungi
serta dihindarkan dari pemaparan oleh media massa. 17
Menurut Arif Gosita , perlunya hak-hak anak sebagai pelaku diberi
perhatian khusus selama proses peradilan, karena proses peradilan pidana
adalah suatu proses yuridis, dimana harus ada kesempatan orang berdiskusi,
dapat memperjuangkan pendirian tertentu, mengemukakan kepentingan oleh
berbagai macam pihak, mempertimbangkannya, dan dimana keputusan yang
diambil itu mempunyai motivasi tertentu. Oleh karena itu, selama proses
persidangan hak-hak anak yang perlu diperhatikan dan diperjuangkan
meliputi:
1. Hak mendapatkan penjelasan mengenai tatacara persidangan dankasusnya.
2. Hak mendapatkan pendamping, penasihat selama persidangan.3. Hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar persidangan
mengenai dirinya (transpor, perawatan kesehatan).4. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan
yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial.5. Hak untuk menyatakan pendapat.
6. Hak untuk memohon ganti rugi atas perlakuan yang menimbulkan penderitaan, karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpaalasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruanmengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yangdiatur dalam KUHAP (Pasal 1 ayat (2)2).
7. Hak untuk mendapatkan perlakuan pembinaan/penghukuman yang positif, yang masih mengembangkan dirinya sebagai manusiaseutuhnya.
17 SMR-JJ ( Beijing Rules ).Rule.7-8.Op.Cit., hlm. 6.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
12/399
12
8. Hak akan persidangan tertutup demi kepentingannya. 18
Karena persoalan peradilan anak pada hakikatnya ditujukan untuk
melindungi hak-hak anak guna mewujudkan kesejahteraan anak, yang
merupakan bagian integral dari usaha mewujudkan kesejahteraan sosial,
maka persoalan yang sangat mendasar dari kesemuanya itu akan bertitik
tolak kepada masalah kebijakan pengadilan pidana.
Sistem peradilan pidana terdiri dari empat komponen, yaitu
kepolisian,kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Keempat
komponen tersebut bekerja sama dalam menegakkan keadilan. Tahapan
dalam proses peradilan pidana yaitu terhadap pra judikasi (sebelum sidang
pengadilan) meliputi penyelidikan dan penyidikan, judikasi (selama sidang
pengadilan) meliputi pemeriksaan dan pembuktian tuntutan jaksa dan pasca
judikasi (setelah sidang pengadilan), meliputi pelaksanaan semua keputusan
yang telah ditetapkan dalam persidangan seperti penempatan terpidana dalam
lembaga pemasyarakatan. 19
Penanganan perkara anak / remaja pelaku tindak pidana anak, dengan
pola prilaku kriminal dan jati diri pelaku beragam (aneka pola) melalui sistem
peradilan anak ternyata dihadapkan pada banyak masalah yang cukup berat.
Oleh karena itu dibutuhkan dasar hukum yang mantap, kesadaran para
penegak hukum terkait dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dan
tentunya partisipasi masyarakat.
18 Arif Gosita, Pengembangan Hak-Hak Anak dalam Proses Peradilan Pidana : (BeberapaCatatan), Rajawali, Jakarta, 1986, hlm. 51-54.
19 Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana , Pusat
Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia,Jakarta, 1997, hlm. 84.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
13/399
13
Pembaruan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, sebagai bagian dari upaya terlaksananya amanat
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang
dalam Pasal 64 memberi pedoman atau amanat agar Pengadilan Anak
menerapkan hal-hal sebagai berikut :
“Diutamakan perlakuan terhadap tersangka anak yang ma nusiawi,menjaga martabat dan hak-hak anak, penyediaan petugas pendamping yangkhusus, sejak penahanan dini, penyediaan sarana dan prasarana khusus,
penjatuhan sanksi tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak, pemantauan dan pencatatan terus-menerus terhadap perkembangan pribadi anak yang berhadapan dengan hukum, pemberian jaminan untuk tetap berhubungandengan orang tua atau keluarganya, dan perlindungan dari penderitaan yangmenyebut identitas melalui media massa dan sedapat mungkin dihindarkandari trauma yang mendalam”.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
harus menjadi kewajiban nasional untuk merealisasikannya, karena salah satu
faktor penting dan mengikat adalah adanya resolusi Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) tentang Standard Minimum Rules for the Administration of
Juvenile Justice atau The Beijing Rules yang memuat prinsip-prinsip yang
harus diterapkan di Pengadilan Anak sebagai berikut :
1. Kebijakan sosial memajukan kesejahteraan remaja secara maksimaluntuk memperkecil intervensi sistem peradilan anak;
2. Non-diskriminasi terhadap pelaku tindak pidana dalam proses peradilan pidana;
3. Penentuan batas usia pertanggungjawaban kriminal terhadap anak;4. Penjatuhan pidana penjara merupakan upaya terakhir;5. Tindakan diversi dilakukan dengan persetujuan anak atau orang tua/
wali;6. Penentuan hak-hak anak dalam proses peradilan pidana anak;7. Perlindungan privasi anak pelaku tindak pidana;
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
14/399
14
8. Peraturan peradilan anak tidak boleh bertentangan dengan peraturanini. 20
Amanat Beijing Rules yang merupakan kebijakan PBB untuk
melindungi anak yang diperiksa dalam sistem peradilan anak di Indonesia
harus terus diperhatikan, mengingat Indonesia telah memiliki perangkat
hukum positif tentang perlindungan anak yang melakukan tindak pidana yaitu
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Mardjono Reksodiputro menyatakan, bahwa sistem peradilan pidana
merupakan sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah
kejahatan, bertujuan untuk mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-
batas toleransi dan menyelesaikan sebagian besar laporan maupun keluhan
masyarakat yang menjadi korban kejahatan dengan mengajukan pelaku
kejahatan ke sidang pengadilan untuk diputus bersalah serta mendapat pidana.
Kemudian mencegah terjadinya korban kejahatan serta mencegah pelaku
mengulangi kejahatannya.
Suatu kenyataan bahwa sistem peradilan pidana menjadi perangkat
hukum dalam menanggulangi berbagai bentuk kriminalitas di masyarakat.
Penggunaan sistem peradilan pidana dianggap bentuk respon penanggulangan
kriminal dan wujud usaha penegakan hukum pidana. Sistem peradilan pidana
diharapkan mampu menyelesaikan persoalan kejahatan yang terjadi. Namun
disadari penyelesaian pelaku tindak pidana menghadapi masalah dalam
20
United Nations Standard Minimum Rules for Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules) Adopted by General Assembly Resolutions 40/30 tanggal 29-11-1985.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
15/399
15
prosesnya. Di samping pelaku tindak pidana orang dewasa, ternyata banyak
anak dan remaja yang melakukan tindak pidana. Permasalahannya adalah,
anak dan remaja Indonesia masih memiliki hari depan, sehingga terhadap
anak dan remaja yang melakukan tindak pidana harus mendapatkan
perlindungan seperti diamanatkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
Tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, serta Konvensi-konvensi Internasional terkait.
Peradilan yang menangani perkara pidana disebut dengan peradilan
pidana yang merupakan bagian dan peradilan umum 21 mulai dan penyidikan,
penuntutan, pengadilan dan pemasyarakatan. Peradilan Pidana Anak
merupakan suatu peradilan yang khusus menangani perkara pidana anak. 22
Penyidik Anak, Penuntut Umum Anak, Hakim Anak, Petugas
Pemasyarakatan Anak merupakan satu kesatuan yang termasuk dalam suatu
sistem, yang disebut dengan Sistem Peradilan Pidana Anak ( Juvenile Justice
Sistem), yang bertujuan untuk menanggulangi kenakalan anak, sekaligus juga
diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada anak yang mengalami
benturan dengan hukum.
Mengenai Peradilan Pidana Anak diatur dalam Undang-Undang No. 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.:
a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu
sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita
21 Berdasarkan Pasal 25 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, peradilanterdiri dari Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha
Negara.22
Di lingkungan peradilan umum dapat diadakan pengkhususan yang diatur dalam Undang-Undang (Pasal 8 UU No. 49 Tahun 2009 tentang Pengadilan Umum).
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
16/399
16
perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai
ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam
rangka menjamin peitumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan
sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang.
b. bahwa untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan
terhadap anak, diperlukan dukungan, baik yang menyangkut
kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan
memadai, oleh karena itu ketentuan mengenai penyelenggaraan
pengadilan bagi anak perlu dilakukan secara khusus.
Dalam Pasal 40 UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
ditentukan bahwa Hukum Acara yang berlaku diterapkan pula dalam Hukum
Acara Pengadilan Anak, kecuali ditentukan lain. Dalam hal ini perundang-
undangan yang menyangkut PeradilanPidana Anak, antara lain adalah:
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, UU Nomor
8 Tahun 1981 tentang b Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
Undang-undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang b Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP,
Peraturan Menteri Kehakiman Nomor M. 06-UM. 0l Tahun 1983 tentang
Tata Tertib Persidangan dan Tata Ruang Sidang, Surat Edaran Mahkamah
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
17/399
17
Agung No. 6 Tahun1987 tentang Tata Tertib Sidang Anak, b Undang-undang
Hukum Pidana Khusus seperti: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997
tentang Psikotropika, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
dan terakhir Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Anak, dimana secara substansinya semua undang-undang tersebut mengatur
hak-hak anak yang berupa : hak hidup, hak atas nama, hak pendidikan, hak
kesehatan dasar, hak untuk beribadah menurut agamanya, hak berekspresi,
berpikir, bermain, berkreasi, beristirahat, bergaul dan hak jaminan sosial.
Proses Peradilan Pidana Anak mulai dari penyidikan, penuntutan,
pengadilan, dan dalam menjalankan putusan pengadilan di Lembaga
Pemasyarakatan Anak wajib dilakukan oleh pejabat-pejabat yang terdidik
khusus atau setidaknya mengetahui tentang masalah Anak Nakal. Perlakuan
selama proses Peradilan Pidana Anak harus memperhatikan prinsip-prinsip
perlindungan anak dan tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat anak
tanpa mengabaikan terlaksananya keadilan, dan bukan membuat nilai
kemanusiaan anak menjadi lebih rendah. Untuk itu diusahakan agar penegak
hukum tidak hanya ahli dalam bidang ilmu hukum akan tetapi terutama jujur
dan bijaksana serta mempunyai pandangan yang luas dan mendalam tentang
kelemahan-kelemahan dan kekuatan-kekuatan manusia serta
masyarakatnya. 23 Dalam kenyataannya hal ini belum dilaksanakan
sebagaimana mestinya. ini terlihat bahwa dalam melakukan penyidikan anak
23 Sri Widoyati Wiratmo Soekito. Anak dan wanita dalam Hukum . Jakarta. LP3S. 1983, hlm.71.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
18/399
18
penyidik masih memakai pakaian dinas, pemeriksaan perkara dilakukan
terbuka untuk umum. Adanya Anak Nakal yang dipidana penjara seumur
hidup, pidana penjara 15 (lima belas) tahun, 14 (empat belas) tahun, 10
(sepuluh) tahun. 24
Hal inilah yang menjadi pendorong untuk melakukan penelitian
denganjudul : KEBIJAKAN HUKUM PIDANA PERLINDUNGAN
ANAK DALAM PEMBARUAN SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
DI INDONESIA. Penelitian ini mengungkapkan keberadaan UU No. 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam kaitannya dengan perlindungan
hukum terhadap anak di Indonesia, penerapannya dalam menangani kasus-
kasus kenakalan anak mulai dari penyidikan, penuntutan, pengandilan,
pemasyarakatan, mengetahui hambatan-hambatan dan usaha
penanggulangannya, serta memaparkan tentang pembaruan sistem peradilan
pidana anak bagi anak yang berhadapan dengan hukum yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak. Menurut pengetahuan penulis penelitian terhadap perlindungan anak
dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia dalam program studi doktor
ilmu hukum telah dilakukan oleh beberapa penulis dengan sudut pandang dan
kekhasan masing-masing penulis, misalnya yang ditulis oleh Nandang
Sambas dengan judul Kebijakan Formulasi sistem Pemidanaan Terhadap
Anak Sebagai Upaya Pembaruan Hukum Pidana Anak di Indonesia. Disertasi
tersebut menitikberatkan pada hukum pidana materil anak dengan fokus
24 Lembaga Advokasi Anak Indonesia (LAAI), Monitoring Kasus Anak , Medan: 1998, hlm 9.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
19/399
19
kajian kebijakan formulasi sistem pemidanaan. Kemudian disertasi yang
ditulis oleh Maidin Gultom dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap
Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. disertasi tersebut
menitikberatkan pada sistem peradilan pidana anak menurut hukum positif.
Disertasi ini mengambil sudut pandang Kebijakan Formulasi
Perlindungan Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Serta Kebijakan Aplikasi
Perlindungan Anak Dalam Rangka Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak
Di Indonesia. Oleh karena itu originalitas atau kekhasan yang menjadi fokus
kajian adalah Perlindungan anak dalam sistem peradilan anak dalam hukum
positif ( ius costitutum ) dan perlindungan anak dalam sistem peradilan pidana
anak yang sebaiknya ( ius constituendum ) sehingga penelitian ini bersifat
preskriptif. Sehingga penelitian ini diharapkan menjadi kontribusi untuk
pengembangan sistim peradilan pidana anak di Indonesia.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
20/399
20
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dapat di identifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kebijakan formulasi terhadap anak yang berhadapan
dengan hukum dalam pembaruan sistem peradilan pidana anak di
Indonesia?
2. Bagaimanakah kebijakan aplikasi Undang-undang Nomor 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan Anak terhadap anak yang berhadapan dengan
hukum dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Dengan uraian diatas, tujuan penelitian dapat dirumuskan secara
ringkas sebagai berikut :
1. Untuk mengatahui, mengkaji serta menganalisis bagaimana kebijakan
formulasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam
pembaruan sistem peradilan pidana anak di Indonesia.
2. Untuk mengatahui, mengkaji serta menganalisis bagaimana kebijakan
aplikasi Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam sistem
peradilan pidana anak di Indonesia.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
21/399
21
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik secara teoritis maupun
secara praktis. Kegunaan teoritis, diharapkan bermanfaat bagi pengembangan
kajian akademik tentang pentingnya penanganan terhadap anak, khususnya
anak yang terlibat dalam perkara pidana dan juga sebagai kontribusi kepada
pemegang kebijakan untuk penyempurnaan kebijakan formulasi dalam sistem
peradilan pidana anak.
Kegunaan Praktis , diharapkan dapat memberikan masukan kepada
berbagai pihak, baik para praktisi/aparat penegak hukum yang secara
langsung maupun tidak langsung menangani masalah anak berhadapan
dengan hukum.
E. Kerangka Pikir
Permasalahan utama dalam penelitian ini terfokus pada kebijakan
kriminal perlindungan anak dalam pembaruan sistim peradilan pidana anak
di Indonesia , yaitu usaha-usaha yang memungkinkan dalam menangani anak
yang berhadapan dengan hukum yang secara khusus menyangkut sistem
peradilan yang dapat memberikan perlindungan yang terbaik bagi anak.
Kebijakan itu sendiri diartikan sebagai suatu keputusan yang
menggariskan cara yang paling efektif dan paling efisien untuk mencapai
suatu tujuan yang ditetapkan secara kolektif. 25 Dihubungkan dengan
25
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Semarang CV. Ananta, 1994, hlm. 63.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
22/399
22
penelitian tentang kebijakan kriminal perlindungan anak dalam
pembaruansistim peradilan pidana anak di Indonesia , lebih menitik beratkan
kepada kajian mengenai kebijakan kriminal melalui tahap kebijakan
legislatif/formulasi dan aplikasi tentang sistem peradilan. Hal ini karena
ditinjau dari segi penegakkan hukum, tahap kebijakan formulasi dan aplikasi
merupakan tahap yang tidak dapat dipisahkan, dimana tahap kebijakan
formulasi merupakan tahap awal dan sekaligus sumber landasan dari proses
penegakkan hukum selanjutnya, yaitu tahap aplikasi. Kebijakan formulasi
sendiri diartikan sebagai suatu perencanaan atau program dari pembuat
undang-undang mengenai apa yang akan dilakukan dalam menghadapi
problem tertentu, dan cara bagaimana melakukan atau melaksanakan sesuatu
yang telah direncanakan atau diprogramkan. Sedangkan kebijakan aplikasi
merupakan tahap lanjutan dari tahap formulasi, yang menyangkut kebijakan
terapan dari hal-hal yang diamanatkan dan diatur oleh kebijakan formulasi.
Teori utama (grand theory) yang digunakan sebagai landasan untuk
menjawab pokok permasalahan dalam penelitian adalah teori tentang Negara
Hukum. Negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang
menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi
terciptanya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya. Menurut Aristoteles
yang memerintah dalam negara bukanlah manusia sebenarnya, melainkan
fikiran yang adil, sedangkan penguasa hanyalah pemegang hukum dan
keseimbangan saja. Kesusilaan yang akan menentukan baik atau tidaknya
suatu peraturan undang-undang dan membuat undang-undang adalah
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
23/399
23
sebagian dari kecakapan menjalankan pemerintah negara. Oleh karena itu,
yang penting adalah mendidik manusia menjadi warga negara yang baik,
karena dari sikapnya yang adil akan terjamin kebahagiaan hidup warga
negaranya.
Dalam ajaran Islam seruan untuk menegakkan negara hukum
ditegaskan sebagaimana firman Allah S. W. T. :
“sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan berbagai amanat kepada orang yang berhak menerimanya dan memerintahkankalian – jika kalian menetapkan hukum di antara manusia – membuatketetapan hukum dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yangsebaik-baiknya kepada kalian.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar danMaha Melihat”.Q.S., An -Nisa, 4: 58.
Seruan dalam ayat ini mengandung perintah untuk menyampaikan
berbagai amanat kepada kalangan yang berhak. Ketentuan ini bersifat umum
menyangkut seluruh amanat. Oleh karena itu, agama adalah amanat; syariat
adalah amanat; kekuasaan (bernegara) yang berdasarkan pada hukum pun
adalah amanat26
.
Ibnu Jarir ath-Thabari, telah menukil sejumlah riwayat yang
menegaskan bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan para penguasa
(wulat al-umur ). Beliau, antara lain, menuturkan riwayat yang bersumber dari
26
Manna Khalil Al-Qaththan, Wujud Tathbiq Asy- syari‟ah, Tahun dan Penerbit tidak diketahui.hlm, 301.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
24/399
24
Mush‟ab ibn Sa‟ad. Disebutkan bahwa ia telah menyatakan bahwa Sayyidina
„Ali r.a., an tara lain, berkata :
“seorang imam ( khalifah ) wajib menjalankan hukum yang telah Allahturunkan dan menunaikan amanat. Jika dia mengerjakan hal ini, maka rakyatwajib mendengar dan menaatinya, sekaligus memenuhi seruannya jikamereka diseru.”
Dalil lain dari Al- Qur‟an yaitu :
“wahai orang -orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dantaatlah kalian kepada Rasul-Nya serta ulil amri di antara kalian. Jika kalian
berbeda pendapat dalam suatu perkara, maka kembalikanlah perkara tersebut
kepada Allah (Al- Qur‟an) dan Rasul -Nya (As-sunnah), jika kalian memang beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Sikap demikian adalah lebih utamadan lebih baik akibatnya.” Q. S. An -Nisa 4: 59.
Ibnu Jarir Ath-Thabari menyatakan pendapat yang paling tepat
mengenai makna ayat di atas adalah pendapat yang menyatakan bahwa Ulil
Amri adalah para pemimpin ( umara ) dan para penguasa ( wulat ). Mereka
wajib ditaati di dalam perkara yang mengadung unsur ketaatan kepada Allah
dan kemaslahatan bagi kaum muslim.
Kedua ayat di atas mengadung pilar-pilar negara, yaitu :
1. Pemerintah atau kepala negara ( Ulil Amri) .
2. Masyarakat ( Umat )
3. Hukum (juga termasuk di dalamnya Undang-Undang dan
peraturan-peraturan).
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
25/399
25
Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau
penegakan hukum harus memberikan manfaat atau kegunaan bagi
masyarakat. Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan
atau penegakan hukum, keadilan diperhatikan. 27 Hak-hak setiap individu pun
harus dijunjung tinggi.
Bicara tentang hak anak dalam Islam, pertama sekali secara umum
dibicarakan dalam apa yang disebut sebagai dharuriyatu khamsin (hak asasi
dalam Islam). Hak itu adalah lima hal yang perlu dipelihara sebagai hak
setiap orang: 28
1. Pemeliharaan atas hak beragama ( hifdzud dien );
2. Pemeliharaan atas Jiwa ( hifdzun nafs ).
3. Pemeliharaan atas Akal ( hifdzul aql );
4. Pemeliharaan atas Harta ( hifdzul mal );
5. pemeliharaan atas keturunan/nasab ( hifdzun nasl ) dan Kehormatan
(hifdzul „ird ).
Jika merinci hak-hak anak yang diperolehnya dari orangtua atau otoritas
lain (dalam hal ini negara) yang menggantikan orangtua, maka akan dapati
bahwa hak-hak tersebut merupakan penjabaran dari Dharuriyatu Khamsin
tadi. Misalnya hak anak untuk mendapatkan nama dan keturunan nasab maka
itu ada dalam pemeliharaan atas nasab dan kehormatan, hak untuk
mendapatkan pendidikan yang layak, dapat dimasukkan ke dalam
27 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo,Op .Cit ., hlm. 2.28
Imam Rusly, Nasab Dan Urgensinya Dalam Islam, http://imamrusly.wordpress.com/ 2012/04/20/nasab-dan-urgensinya-dalam-islam/ diakses 11 Juni 2013.
http://imamrusly.wordpress.com/http://imamrusly.wordpress.com/http://imamrusly.wordpress.com/
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
26/399
26
pemeliharaan atas agama (mendapatkan pendidikan akhlaqul karimah ) dan
pemeliharaan atas akal, dan seterusnya. Sebagaimana ketahui, kehormatan
seseorang seringkali dikaitkan dengan keturunan siapakah dia. Dan jika
seorang anak dikenal sebagai anak tak berbapak, maka hampir pasti ia akan
mengalami masalah besar dalam pertumbuhan kepribadiannya kelak karena
ketidak jelasan status keturunan. Demi menjaga hal tersebut, Islam melarang
seseorang menghapus nasab/nama keturunan dari ayah kandungnya. Selain
masalah psikologis dan perkembangan kepribadian anak, masalah nasab atau
keturunan juga berkaitan dengan muharramat yaitu aturan tentang wanita-
wanita yang haram dinikahi (dianggap incest/menikah seketurunan). 29
Dari Abu Dzar al-Ghifari, Rasulullah saw bersabda :
“Tidaklah seorang yang mengaku bernasab kepada lelaki yang bukan
ayahnya, sedangkan ia mengetahuinya maka ia adalah seorang kafir. Dan
siapa yang mengaku bernasab kepada suatu kaum yang bukan kaumnya,
maka ber siaplah untuk mengambil tempat duduknya di neraka”.
Berkaitan dengan penegakan hukum B. Arief Sidharta mengatakan
bahwa upaya penegakan hukum tidak terlepas dari cita hukum yang dianut
dalam masyarakat yang bersangkutan ke dalam perangkat berbagai aturan
hukum positif, lembaga hukum, dan proses (perilaku birokrasi pemerintahan
dan warga masyarakat). 30
29
Ibid.30 B. Arief Sidharta. Op.Cit ., hlm. 180.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
27/399
27
Hukum pidana di satu pihak bermaksud melindungi
kepentingan/bendahukum dan HAM dengan merumuskan norma-norma
perbuatan yang terlarang, namun di pihak lain hukum pidana menyerang
kepentingan hukum/hak asasi seseorang dengan mengenakan sanksi
(pidana/tindakan) kepada sipelanggar norma. Sifat paradoksal dari hukum
pidana ini sering digambarkan dengan ungkapan yang sangat terkenal Rechts
guterschut durch Rechtsguterverletzung (perlindungan benda hukum melalui
penyerangan benda hukum). Sering dikatakan bahwa ada sesuatu yang
menyedihkan “ tragic ” dalam hukum pidana, sehingga hukum pidana sering
dinyatakan pula sebagai “pedang bermata dua”. 31
Perumusan hak dan kedudukan warga negara di hadapan hukum
merupakan penjelmaan dari salah satu sila Pancasila yaitu sila Keadilan
Sosial. Kedudukan seorang warga negara di dalam hukum di Indonesia
merupakan republik yang demokratik berlainan sekali dengan negara yang
berdasar supremasi rasial maupun berdasarkan agama, negara kerajaan
( feodal ) atau negara kapitalis. Agar hukum berkembang dan dapat
berhubungan dengan bangsa lain sebagai sesama masyarakat hukum, perlu
dipelihara dan dikembangkan asas-asas dan konsep hukum yang secara umum
dianut umat manusia atau asas hukum yang universal. 32 Asas-asas yang
merupakan pencerminan dan tekad dan asosiasi sebagai bangsa yang
mencapai kemerdekaannya dengan perjuangan bangsa Indonesia terkandung
31 Idem., hlm. 17-18.32 Moctar Kusumaatmadja. Pemantapan Cita Hukum dan Asas-asas Hukum Nasional di
Masa Kini dan di Masa Akan Datang , dalam Majalah Hukum Pro Justitia Tahun XV Nomor 2 April 1997, Bandung: FH Unpar, hlm. 3- 5.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
28/399
28
dalam UUD 1945 dan mukadimahnya yang merupakan pencerminan dari
falsafah Pancasila. Asas persatuan dan kesatuan dan kebangsaan yang
mengamanatkan bahwa hukum Indonesia harus merupakan hukum nasional
yang berlaku bagi seluruh bangsa Indonesia.
Dalam hal yang sama Sudargo Gautama mengatakan:
“Dalam suatu negara hukum, terdapat pembatasan kekuasaan Negara
terhadap perseorangan. Negara tidak maha kuasa, tidak bertindak sewenang-
wenang. Tindakan-tindakan negara terhadap warganya dibatasi oleh hukum.
Inilah apa yang oleh ahli hukum Inggris dikenal sebagai rule of law .33
Hukum mempunyai komponen-komponen yaitu 34 :
a. Komponen substantif, berupa kaidah-kaidah yang mempunyai sifatrelatif konstan;
b. Komponen spiritual, berupa nilai-nilai yang mempunyai tendensidinamis;
c. Komponen struktural, lapisan-lapisan mulai dari adat, kebiasaan,hukum dan undang-undang yang dirumuskannya berlainan di ataskaidah yang sama;
d. komponen kultural, berupa tatanan hidup manusia yang mempunyaisifat menyelaraskan diri dengan lingkungan.
Hukum Acara Pidana berfungsi ganda, yakni disatu sisi berusaha
mencari dan menemukan kebenaran sejati tentang terjadinya tindak pidana
agar yang bersangkutan dapat dipidana sebagai imbalan atas perbuatannya, di
sisi lain adalah untuk sejauh mungkin menghindarkan seseorang yang tidak
bersalah agar jangan sampai dijatuhi pidana.
33 Sudargo Gautama. Pengertian Negara Hukum . Bandung: Alumni, 1983, hlm. 35 34
Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana . Jakarta: Ghalia Indonesia,1986, hlm. 138-139
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
29/399
29
Maka dalam hal penanggulangan masalah tindak pidana anak, negara
menjamin hak-hak anak yang melakukan tindak pidana melalui proses yang
tersistematis dalam sistem peradilan pidana anak yang menjunjung tinggi
hak-hak anak, diantaranya hak privasi anak, hak pelayanan hukum, hak
special policy, hak penahanan terpisah, dan hak partisipasi orang tua.
Dalam QS al-Hujurat [49]: 10 disebutkan juga :
َ ِ
َ
ن
ْ
ُو
ِ
ْؤ
ْ ة ا
َ
ْخو
ِ
ا ْ
و
ُ
ح
ِ ْ
فََصَ
يْن
َ
بْ
يْكُم
َ
ا َخَوْ
تقُو ا
َ
وَ
ْ
كُم
َ
َعَ
ن
ْ
و
ُ َ
ح
ْ
تُر
Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara. Karena itu,
damaikanlah kedua saudara kalian, dan bertakwalah kalian kepada Allah
supaya kalian mendapatkan rahmat. (QS al-Hujurat [49]: 10).
Sebagai Middle Range Theory , digunakan teori kebijakan hukum
pidana ( penal policy/strafrechts politiek ). Penal policy adalah suatu ilmu
sekaligus seni yang mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan
peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi
pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, serta kepada para
pelaksana putusan pengadilan. 35
Kebijakan hukum pidana tersebut juga dengan “politik hukum pidana”,
yaitu usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan
keadaan dan situasi pada suatu saat. 36 Politik hukum pidana diartikan pula
sebagai kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk
35
Barda Nawawi Arief, kebijakan Hukum Pidana (penal policy), tanpa tahun dan penerbit.36 Sudarto, Kapita Sekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981, hlm. 159.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
30/399
30
menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa
digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat
dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. 37
Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang
baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan
kejahatan. Kebijakan atau politik hukum pidana identik dengan pergantian
kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana.
Kebijakan/politik criminal dalam praktiknya di masyarakat dapat
dilakukan lewat kebijakan dengan menggunakan sarana hukum pidana
(sarana penal), dan yang tidak menggunakan sarana hukum pidana (non
penal). Kebijakan penal dalam kontek penanggulangan delinkuensi anak
dalam masyarakat terwujud lewat perangkat norma hukum pidana yang
menyangkut delinkuensi anak yang berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan. Perangkat norma-norma hukum tersebut dapat diklasifikasikan
menjadi norma-norma hukum yang sekarang berlaku dalam masyarakat ( ius
constitutum ) dan norma hukum pidana yang dicita-citakan/yang diharapkan
(ius constituendum ). Kajian terhadap berlakunya hukum pidana dalam
masyarakat dilakukan lewat pemahaman terhadap hukum pidana yang secara
operasional ditetapkan dalam masyarakat ( ius operatum ). Pemahaman
kebijakan penal dalam bentuk hukum pidana yang sedang berlaku dapat
dilakukan dengan melakukan kajian terhadap ketentuan hukum pidana anak
yang sedang berlaku. Kajian ini dilengkapi dengan peninjauan terhadap
37 Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung, 1983, hlm. 20.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
31/399
31
penegakkan hukum oleh aparat penegak hukum, serta lembaga-lembaga yang
terkait dalam masyarakat.
Serta keseluruhan kebijakan penanggulangan delinkuensi anak pada
hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan anak dalam
upaya mencapai kesejahteraan anak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
tujuan utama dari politik criminal delinkuensi anak adalah perlindungan anak
untuk mencapai kesejahteraan anak. Dapat dikatakan pula bahwa politik
kriminal delinkuensi anak pada hakikatnya merupakan bagian integral dari
politik sosial, yaitu upaya untuk mencapai kesejahteraan sosial anak.
Sebagai Teori Terapan ( Applied Theory ), digunakan teori Sistem
Peradilan Pidana ( criminal justice sistem ). Sistem peradilan pada hakikatnya
identik dengan sistem penegakan hukum, karena proses peradilan pada
hakikatnya suatu proses menegakkan hukum. Jadi pada hakikatnya identik
dengan “sistem kekuasaan kehakiman”, karena “kekuasaan kehakiman” pada
dasarnya merupakan “kekuasaan/kewenangan menegakkan hukum”. Apabila
difokuskan dalam bidan hukum pidana, dapatlah dikatakan bahwa “sistem
peradilan pidana” (dikenal dengan istilah SPP atau criminal justice
sistem/CJS ) pada hakikatnya merupakan “sistem penegakan hukum pidana”
(SPHP) yang pada hakikatnya juga identik dengan “sistem kekuasaan
kehakiman di bidang hukum pidana” (SKK -HP). 38
Sistem Peradilan Pidana untuk pertamakali diperkenalkan oleh pakar
hukum pidana dan para ahli dalam criminal justice sistem di Amerika Serikat
38
Barda Nawawi Arief, Artikel untuk penerbitan buku Bunga Rampai “Potret Penegakan Hukumdi Indonesia”, edisi keempat , Komisi Judisial, Jakarta, 2009, hlm. 2.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
32/399
32
sejalan dengan ketidakpuasan terhadap mekanisme kerja aparatur penegak
hukum dan institusi penegak hukum. Frank Ramington adalah orang pertama
di Amerika Serikat yang memperkenalkan rekayasa administrasi peradilan
pidana melalui pendekatan sistem ( sistem approach ). Menurut Ramington,
Criminal Justice Sistem dapat diartikan sebagai pemekaian pendekatan sistem
terhadap mekanisme administratif peradilan pidana, dan peradilan pidana
sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang-
undangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku social, pengertian
sistem itu sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi yang
dipersiapkan secara rasional dan dengan cara efisien untuk memberikan hasil
tertentu dengan segala keterbatasannya. 39
Menurut Mardjono Reksodipoetra, Sistem Peradilan Pidana adalah
Sistem pengadilan kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga, kepolisian,
kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan terpidana. bertitik tolak dari
definisi tersebut, Mardjono mengemukakan bahwa empat komponen dalam
sistem peradilan pidana (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga
kemasyarakatan) diharapkan dapat bekerja sama dan membentuk suatu
Integrated criminal justice sistem.40
Menurut Romli Atmasasmita pengertian sistem peradilan pidana dapat
dilihat dari sudut pendekatan normatif, administratif dan sosial. Ketiga bentuk
pendekatan tersebut, sekalipun berbeda, tetapi tidak dapat dipisahkan salah
39 Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Indonesia , Putra Bardin, Jakarta, 1996, hlm,33.
40
Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana, Widya Padjadjaran, Bandung, 2009, hlm.35.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
33/399
33
satu antara lain. Bahkan lebih jauh bentuk pendekatan tersebut saling
mempengaruhi dalam bentuk tolak ukur keberhasilan dalam menanggulangi
kejahatan. 41 Dimana pendekatan normatif memandang keempat aparatur
penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga
pemasyarakatan) sebagai institusi pelaksanaan perundang-undangan yang
berlaku sehingga keempat aparatur tersebut merupakan bagian yang tidak
terpisah dari sistem penegakan hukum semata-mata. Pendekatan administratif
memandang keempat penegak hukum sebagai suatu organisasi manejemen
yang memiliki mekanisme kerja, baik hubungan yang bersifat horizontal
maupun yang bersifat vertikal sesuai dengan struktur organisasi yang berlaku
dalam organisasi tersebut, sistem yang digunakan adalah sistem administrasi.
Pendekatan sosial memandang keempat aparatur penegak hukum merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem sosial sehingga masyarakat
secara keseluruhan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan atau ketidak
berhasilan dari empat aparatur penegak hukum tersebut dalam melaksanakan
tugasnya. Sistem yang digunakan adalah sistem sosial. 42
Dalam penanganan kasus anak pelaku tindak pidana, diperlukan usaha
khusus oleh negara. Yaitu menggunakan pendekatan sistem terhadap
mekanisme administratif peradilan pidana khusus untuk anak. Dimana setiap
anak pelaku tindak pidana yang masuk sistem peradilan pidana harus
diperlakukan secara manusiawi, diantaranya dengan mengedepankan
perlindungan terhadap hak-hak anak. Yaitu nondiskriminasi; kepentingan
41
Ibid. 42 Idem., hlm. 39.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
34/399
34
terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan
perkembangannya; penghargaan terhadap pendapat anak; tidak dijadikan
sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak
manusiawi; tidak dijatuhi hukuman mati atau hukuman seumur hidup; tidak
dirampas kebebasannya secara melawan hukum; penangkapan, penahanan
atau pidana penjara dilakukan sebagai upaya terakhir; memperoleh bantuan
hukum dan bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum
yang berlaku; dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang
objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum
(perlindungan hak privasi anak). 43
F. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis . Sifat penelitian
deskriptif karena penelitian ini dilakukan untuk mencari data seteliti
mungkin dan lengkap tentang karakteristik suatu keadaan atau
gejala-gejala yang dapat membantu mengkaji teori lama untuk
membangun teori baru mengenai kebijakan perlindungan anak
khususnya dalam sistem peradilan pidana. Bersifat deskriftif
bertujuan untuk membuat deskrifsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
43
Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia (pengembangan konsep diversi dan restoratif justice), Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm. 10.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
35/399
35
hubungan antar fenomena sistem peradilan, khususnya sistem
peradilan anak.
2. Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif.
Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum yang
sepenuhnya mempergunakan data sekunder. 44 Penelitian hukum
yang normatif menekankan pada langkah-langkah spekulatif-
teoritis dan analisis normatif-kualitatif. 45
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi lapangan ( Field
Research) dan studi kepustakaan ( Library Research ) Teknik ini
dilakukan untuk memperoleh data sekunder berupa bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. 46
4. Teknik Analisis Data
Sebagai suatu penelitian hukum normatif yang mempergunakan
data sekunder, dan penelitian pada umumnya bersifat deskriptif
analisis, penerapan pola penelitian dapat lebih bebas, karena
penelitian hukum normatif lebih menekankan pada segi abstraksi.
Atas dasar hal itu, maka analisis data yang diterapkan dalam
penelitian ini terarah pada analisis data yang bersifat yuridis
kualitatif, dengan menggunakan logika deduktif, logika yang
bertolak dari “ umum ke khusus .“
44 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum , Jakarta, UI Pers, 1984, hlm. 10.45
J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik , Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm. 3.46 Kartini Kartono, Pengantar Metedologi Riset Sosial , Bandung, Mandar Maju, 1990. hlm. 207.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
36/399
36
BAB II
NEGARA HUKUM, HAK ASASI MANUSIA,
DAN KEADILAN
A. Negara Hukum
Utrecht membedakan antara negara hukum formil atau negara hukum
klasik, dan negara hukum materiel atau negara hukum modern. 47 Negara
hukum formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit,
yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang
kedua, yaitu negara hukum materiel yang lebih mutakhir mencakup pula
pengertian keadilan di dalamnya. Wolfgang Friedman dalam bukunya Law in
a Changing Society membedakan antara rule of law dalam arti formil yaitu
dalam arti organized public power , dan rule of law dalam arti materiel yaitu
the rule of just law. Pembedaan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa
dalam konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak serta-merta akan terwujud
secara substantif, terutama karena pengertian orang mengenai hukum itu
sendiri dapat dipengaruhi oleh aliran pengertian hukum formil dan dapat pula
dipengaruhi oleh aliran pikiran hukum materiel. Jika hukum dipahami secara
kaku dan sempit dalam arti peraturan perundang-undangan semata, niscaya
pengertian negara hukum yang dikembangkan juga bersifat sempit dan
terbatas serta belum tentu menjamin keadilan substantif. Friedman juga
mengembangkan istilah the rule of just law untuk memastikan bahwa dalam
47 Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia , Jakarta: Ichtiar, 1962, hlm. 9.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
37/399
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
38/399
38
Dalam perkembangan tatanan negara hukum, negara ikut terlibat secara
aktif dalam semua sektor kehidupan dan penghidupan dalam rangka
menciptakan kesejahteraan masyarakat. 51
Istilah negara hukum dalam berbagai literatur tidak bermakna tunggal,
tetapi dimaknai berbeda dalam tempus dan locus yang berbeda, sangat
tergantung pada idiologi dan sistem politik suatu negara. Istilah negara
hukum adalah suatu genus begrip yang terdiri dari dari lima konsep, yaitu
konsep negara hukum menurut Al Qur‟an dan Sunnah yang diistilahkannya
dengan nomokrasi Islam, negara hukum menurut konsep Eropa kontinental
yang disebut rechtstaat, konsep rule of law , konsep socialist legality serta
konsep negara hukum Pancasila. 52
Oemar Seno Adjie menemukan tiga bentuk negara hukum yaitu
rechtstaat dan rule of law , socialist legality dan negara hukum Pancasila.
Menurut Seno Adjie antara rechtstaat dan rule of law memiliki basis yang
sama. Menurut Seno Adjie, konsep rule of law hanya pengembangan semata
dari konsep rechtstaats. Sedangkan antara konsep rule of law dengan socialist
legality mengalami perkembangan sejarah dan idiologi yang berbeda, dimana
rechtstaats d an rule of law berkembang di negara Inggris, Eropa kontinental
dan Amerika Serikat sedangkan socialist legality berkembang di negara-
negara komunis dan sosialis. Namun ketiga konsep itu lahir dari akar yang
51 Mien Rukmini, Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga tidak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana di Indonesia , Bandung: Alumni,2003,hlm.51.
52 Azhary Tahir, Negara Hukum, Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum
Islam , Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini , Edisi Kedua, Jakarta :Kencana, 2003,hlm.83.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
39/399
39
sama, yaitu manusia sebagai titik sentral ( antropocentric) yang menempatkan
rasionalisme, humanisme serta sekularisme sebagai nilai dasar yang menjadi
sumber nilai. 53
Dari sisi waktu ternyata konsep negara hukum berkembang dinamis dan
tidak statis. Tamanaha mengemukakan dua versi negara hukum yang
berkembang yaitu versi formal dan versi substantif yang masing-masing
tumbuh berkembang dalam tiga bentuk. Konsep negara hukum versi formal
dimulai dengan konsep rule by law dimana hukum dimaknai sebagai
instrument tindakan pemerintah. Kemudian berkembang dalam bentuk formal
legality, dimana konsep hukum diartikan sebagai norma yang umum, jelas,
prospektif dan pasti. Sedangkan perkembangan terakhir dari konsep negara
hukum versi formal adalah democracy andlegality , dimana kesepakatanlah
yang menentukan isi atau substansi hukum. Sedangkan versi substantif
konsep negara hukum berkembang dari individual rights, dimana privacy dan
otonomi individu serta kontrak sebagai landasan yang paling pokok.
Kemudian berkembang pada prinsip hak-hak atas kebebasan pribadi dan atau
keadilan ( dignity of man) serta berkembang menjadi konsep social welfare
yang mengandung prinsip-prinsip substantif, persamaan, kesejahteraan serta
kelangsungan komunitas. 54Menurut Tamanaha konsepsi formal dari negara
hukum ditujukan pada cara dimana hukum diumumkan (oleh yang
berwenang), kejelasan norma dan dimensi temporal dari pengundangan
norma tersebut. Konsepsi formal negara hukum tidak ditujukan kepada
53 Oemar Seno Adjie, Peradilan Bebas, Negara Hukum , Jakarta : Erlangga , 1980. hlm.34.54
Tamanaha, Brian Z, On The Rule of Law, History, Politics, Theory , Cambridge University Press,Edisi Keempat, 2006,hlm.91-100.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
40/399
40
penyelesaian putusan hukum atas kenyataan hukum itu sendiri, dan tidak
berkaitan dengan apakah hukum itu hukum yang baik atau jelek. Konsepsi
substantif dari negara hukum bergerak lebih dari itu, dengan tetap mengakui
atribut formal yang disebut di atas. Hak-hak dasar atau derivasinya adalah
menjadi dasarnya konsep negara hukum substantif. Konsep tersebut dijadikan
sebagai fondasi yang kemudian digunakan untuk membedakan antara hukum
yang baik yang memenuhi hak-hak dasar tersebut dan hukum yang buruk
yang mengabaikan hak-hak dasar. Konsep formal negara hukum fokus pada
kelayakan sumber hukum dan bentuk legalitasnya sementara konsep
substantif juga termasuk persyaratan tentang isi dari norma hukum.Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) setelah
perubahan menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.
Semula istilah negara hukum hanya dimuat pada Penjelasan UUD 1945 yang
menegaskan bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum ( rechtstaats ),
tidak berdasar atas kekuasaan belaka ( machtstaat ). Persoalannya apakah yang
dimaksud dengan rechtstaat dalam konsepsi UUD 1945 dan bagaimana
impelementasinya dalam kehidupan negara. Dari landasan pemikiran itulah
yang melahirkan konsep negara hukum Barat seperti yang dikemukakan oleh
Julius Stahl seperti dikutip Jimly Asshiddiqie, yang mengemukakan empat
elemen penting dari negara hukum yang diistilahkannya dengan rechtstaat,
yaitu perlindungan hak asasi manusia, pembagian kekuasaan pemerintahan
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
41/399
41
negara, pemerintahan dilaksanakan berdasarkan undang-undang serta
peradilan tata usaha negara.55
A.V. Dicey yang dianggap sebagai teoretisi pertama yang
mengembang-kan istilah rule of law dalam tradisi hukum Anglo-Amerika,
rule of law mengandung tiga elemen penting yang secara ringkas dapat
dikemukakan, yaitu absolute supremacy of law , equality before the law dan
due process of law , dimana ketiga konsep ini sangat terkait dengan kebebasan
individu dan hak-hak asasi manusia. 56 Kesemua konsep negara hukum Barat
tersebut bermuara pada perlindungan atas hak-hak dan kebebasan individu
yang dapat diringkas dalam istilah dignity of man dan pembatasan kekuasan
serta tindakan negara untuk menghormati hak-hak individu yang harus
diperlakukan sama. Karena itulah harus ada pemisahan kekuasaan negara
untuk menghindari absolutisme satu cabang kekuasaan terhadap cabang
kekuasaan lainnya serta perlunya lembaga peradilan yang independen untuk
mengawasi dan jaminan dihormatinya aturan-aturan hukum yang berlaku,
yang dalam praktik negara-negara Eropa Kontinental memerlukan peradilan
administrasi negara untuk mengawasi tindakan pemerintah agar tetap sesuai
dan konsisten dengan ketentuan hukum. Pandangan negara hukum barat
didasari oleh semangat pembatasan kekuasaan negara terhadap hak-hak
individu.
55 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta : Sekretariat JenderalMahkamah Konstitusi RI, 2006,hlm.152.
56
A.V.Dicey, Introduction to the Study of the Law and the Constitution , Ninth Edition,London :MacMilland and CO, 1952,hlm.202-203.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
42/399
42
Setelah mengkaji perkembangan praktik negara-negara hukum modern
Jimly Asshiddieqie sampai pada kesimpulan bahwa ada 12 prinsip pokok
negara hukum ( rechtstaat) yang berlaku di zaman sekarang, yaitu
sumpremasi hukum ( supremacy of law ), persamaan dalam hukum ( equality
before the law ), asas legalitas ( due process of law ), pembatasan kekuasaan,
organ-organ eksekutif independen, peradilan bebas dan tidak memihak,
peradilan tata usaha negara, peradilan tata negara, perlindungan hak asasi
manusia, bersifat demokratis, berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan
negara serta transparansi dan kontrol sosial. Keduabelas prinsip pokok itu
merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara
hukum modern dalam arti yang sebenarnya. 57 Negara hukum Indonesia yang
dapat juga diistilahkan sebagai negara hukum Pancasila memiliki latar
belakang kelahiran yang berbeda dengan konsep negara hukum yang dikenal
di barat walaupun negara hukum sebagai genus begrip yang tertuang dalam
Penjelasan UUD 1945 terinspirasi oleh konsep negara hukum yang dikenal di
barat. Jika membaca dan memahami apa yang dibayangkan oleh Soepomo
ketika menulis Penjelasan UUD 1945 jelas merujuk pada konsep rechtstaat ,
karena negara hukum dipahami sebagai konsep barat.58
57 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia , Op. Cit ., hlm.151-162.58 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif , Jakarta: Penerbit Buku Kompas,
2006,hlm.48.Selanjutnya dikatakan bahwa negara hukum adalah konsep modern yang tidaktumbuh dari dalam masyarakat Indonesia sendiri, tetapi “barang impor”. Negara hukum adalah
bangunan yang “dipaksakan dari luar”. Lebih lanjut menurut Satjipt o, proses menjadi negarahukum bukan menjadi bagian dari sejarah sosial politik bangsa di masa lalu seperti terjadi diEropa.Akan tetapi apa yang dikehendaki oleh keseluruhan jiwa yang tertuang dalamPembukaan dan Pasal -Pasal UUD 1945, demikian juga rumusan terakhir negara hukum dalam
UUD 1945 setelah perubahan adalah suatu yang berbeda dengan konsep negara hukum Baratdalam arti rechtstaat maupun rule of law.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
43/399
43
Karena terinspirasi dari konsep negara hukum barat dalam hal ini
rechtstaat maka UUD 1945 menghendaki elemen-elemen rechtstaat maupun
rule of law menjadi bagian dari prinsip-prinsip negara Indonesia. Bahkan
secara tegas rumusan penjelasan UUD 1945 menegaskan bahwa negara
Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum ( rechtstaat ) bukan negara
yang berdasar atas kekuasaan belaka ( machtstaa t). Rumusan Penjelasan UUD
mencerminkan bahwa UUD 1945 menghendaki pembatasan kekuasaan
negara oleh hukum. Untuk mendapatkan pemahaman utuh terhadap negara
hukum Pancasila harus dilihat dan diselami ke dalam proses dan latar
belakang lahirnya rumusan Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan
kehendak lahirnya negara Indonesia serta sebagai dasar filosofis dan tujuan
negara. Dari kajian dan pemahaman itu, akan sampai pada suatu kesimpulan
bahwa konsep negara hukum Pancasila disamping memiliki kesamaan tetapi
juga memiliki perbedaan dengan konsep negara hukum Barat baik rechtstaa t,
rule of law maupun socialist legality . Seperti disimpulkan oleh Oemar Seno
Adji, antara konsep negara hukum Barat dengan negara hukum Pancasila
memiliki similarity dan divergency . Jika konsep negara hukum dalam
pengertian rechtstaat dan rule of law berpangkal pada dignity of man yaitu
liberalisme, kebebasan dan hak-hak individu (individualisme) serta prinsip
pemisahan antara agama dan negara ( sekularisme ), maka latar belakang
lahirnya negara hukum Pancasila didasari oleh semangat kebersamaan untuk
bebas dari penjajahan dengan cita-cita terbentuknya Indonesia merdeka yang
bersatu berdaulat adil dan makmur dengan pengakuan tegas adanya
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
44/399
44
kekuasaan Tuhan. Karena itu prinsip Ketuhanan adalah elemen paling utama
dari elemen negara hukum Indonesia. Unsur-unsur negara hukum Indonesia
sebagai sebuah konsep seperti telah diuraikan di atas adalah nilai yang dipetik
dari seluruh proses lahirnya negara Indonesia, dasar falsafah serta cita hukum
negara Indonesia. Dengan demikian posisi Pembukaan ini menjadi sumber
hukum yang tertinggi bagi negara hukum Indonesia. Perubahan UUD 1945
(dalam Perubahan Keempat) mempertegas perbedaan posisi dan kedudukan
antara Pembukaan dengan Pasal -Pasal UUD 1945.
Pasal II Aturan Tambahan UUD 1945 menegaskan bahwa UUD 1945
terdiri dari Pembukaan dan Pasal -Pasal. Hanya Pasal -Pasal saja yang dapat
menjadi objek perubahan sedangkan Pembukaan tidak dapat menjadi objek
perubahan. Pembukaan UUD 1945 memiliki nilai abstraksi yang sangat tinggi
sehingga hanya dapat menimba elemen-elemen yang sangat mendasar bagi
arah pembangunan negara hukum Indonesia. Nilai yang terkandung dalam
pembukaan itulah yang menjadi kaedah penuntun bagi penyusunan Pasal-
Pasal UUD 1945 sehingga tidak menyimpang dari nilai-nilai yang menjadi
dasar falsafah dan cita negara Indonesia. Dalam tingkat implementatif,
bagaimana kongkritnya negara hukum Indonesia dalam kehidupan bernegara
harus dilihat pada Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar. Kaedah-kaedah yang
terkandung dalam Pasal-Pasal UUD yang menjadi kaedah penuntun bagi
pelaksanaan pemerintahan negara yang lebih operasional. Konsistensi
melaksanakan ketentuan-ketentuan konstitusi itulah yang dikenal dengan
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
45/399
45
prinsip konstitusionalisme. Karena itu, jika konsep negara hukum bersifat
abstrak maka konsep konstitusionalisme menjadi lebih nyata dan jelas.
Konstitusionalisme merupakan faham pembatasan kekuasaan negara
dalam tingkat yang lebih nyata dan operasional. Pasal undang-undang dasar
mengatur lebih jelas mengenai jaminan untuk tidak terjadinya monopoli satu
lembaga kekuasaan negara atas lembaga kekuasaan negara yang lainnya,
kewenangan masing masing lembaga negara, mekanisme pengisian jabatan-
jabatan bagi lembaga negara, hubungan antar lembaga negara serta hubngan
antara negara dengan warga negara yang mengandung jaminan kebebasan
dasar manusia yang harus dihormati dan dilindungi oleh negara. Konstitusi
dimaksudkan untuk mengatur tiga hal penting, yaitu menentukan pembatasan
kekuasaan organ negara, mengatur hubungan antara lembaga-lembaga yang
satu dengan yang lain serta mengatur hubungan kekuasaan antara lembaga-
lembaga negara dengan warga negara. 59
Pada tingkat implementasi pelaksanaan kekuasaan negara baik dalam
pembentukan undang-undang, pengujian undang-undang maupun
pelaksanaan wewenang lembaga-lembaga negara dengan dasar prinsip
konstitusionalisme harus selalu merujuk pada ketentuan-ketentuan UUD.
Karena Pasal-Pasal UUD tidak mungkin mengatur segala hal mengenai
kehidupan negara yang sangat dinamis, maka pelaksanaan dan penafsiran
UUD dalam tingkat implementatif harus dilihat pada kerangka dasar konsep
dan elemen-elemen negara hukum Indonesia yang terkandung pada
59 Jimly Asshiddiqie , Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia,Op. Cit., ,hlm. 144.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
46/399
46
Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya mengandung Pancasila. Sehingga
Pasal -Pasal UUD 1945 menjadi lebih hidup dan dinamis.
Pembentuk undang-undang maupun Mahkamah Konstitusi memiliki
ruang penafsiran yang luas terhadap Pasal -Pasal UUD 1945 dalam frame
prinsip-prinsip negara hukum Indonesia yang terkandung dalam Pembukaan
UUD 1945. Kecermatan dalam pembentukan hukum baik yang dilakukan
oleh pembentuk undang-undang yang terdiri dari DPR dan Presiden maupun
Mahkamah Konstitusi dalam makna legislasi negatif seperti istilah Jimly
Asshiddiqie dilakukan melalui proses yang panjang dan berliku. Pada
praktiknya pembentukan hukum, paling tidak melibatkan proses dan sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Ketentuan-ketentuan UUD 1945.
2. Situasi dan kekuatan politik berpengaruh pada saat undang-undang
itu dibuat.
3. Pandangan dan masukan dari masyarakat.
4. Perkembangan internasional dan perbandingan dengan negara lain.
5. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat pada saat itu, serta.
6.
Cara pandang para pembentuk undang-undang terhadap dasar dan
falsafah negara.
7. Pengaruh teori dan akademisi.
Titik rawan dari pembentukan hukum agar sejalan dengan prinsip-
prinsip negara hukum Indonesia adalah pada pengaruh dan perkembangan
ketentuan dari negara lain serta pandangan akademisi yang sangat
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
47/399
47
dipengaruhi oleh kerangka teori yang hanya bersumber dari negara lain.
Pengaruh itu dapat diperoleh dari studi banding ke negara lain maupun
pandangan akademisi baik dari dalam maupun luar negeri. Pernyataan ini
tidak dimaksudkan sebagai keengganan untuk menyesuaikan diri dengan
perkembangan negara-negara lain atau perkembangan internasional atau teori
yang berkembang dari luar, akan tetapi lebih dimaksudkan sebagai kehati-
hatian dan kecermatan agar hukum yang dibuat sesuai dengan kondisi
Indonesia dan cita negara hukum Indonesia. Karena itu alat ukur dan
verifikasi terakhir atas seluruh pembentukan hukum harus dilihat dalam
kerangka elemen prinsip-prinsip negara hukum Indonesia yang terkandung
dalam Pembukaan disamping Pasal -Pasal UUD 1945.
Negara hukum dalam perspektif Pancasila yang dapat diistilahkan
sebagai negara hukum Indonesia atau negara hukum Pancasila disamping
memiliki elemen-elemen yang sama dengan elemen negara hukum dalam
rechtstaat maupun rule of law , juga memiliki elemen-elemen yang spesifik
yang menjadikan negara hukum Indonesia berbeda dengan konsep negara
hukum yang dikenal secara umum. Perbedaan itu terletak pada nilai-nilai
yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya
mengandung Pancasila dengan prinsip-prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa
serta tidak adanya pemisahan antara negara dan agama, prinsip musyawarah
dalam pelaksanaan kekuasaan pemerintahan negara, prinsip keadilan sosial,
kekeluargaan dan gotong royong serta hukum yang mengabdi pada keutuhan
negara kesatuan Indonesia. Pembentukan hukum baik oleh pembentuk
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
48/399
48
undang-undang maupun oleh Mahkamah Konstitusi harus menjadikan
keseluruhan elemen negara hukum itu dalam satu kesatuan sebagai nilai
standar dalam pembentukan maupun pengujian undang-undang. 60
Konsep negara hukum dimaknai sebagai suatu keadaan dalam
masyarakat, di mana hukum dalam kehidupan bernegara yang demokratis
adalah ditentukan oleh rakyat yang tidak lain merupakan pengaturan interaksi
antara mereka. Kehidupan masyarakat modern, pembentukan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh rakyat dengan sistem perwakilan di
lembaga legislatif, karena itu rakyat menempatkan posisi sangat penting
sebagai pemilik kedaulatan dalam suatu negara yang demokratis melalui
wakil-wakilnya yang duduk di lembaga perwakilan turut menentukan proses
pembuatan peraturan perundang-undangan sebagai suatu upaya perlindungan
hak-hak rakyat. 61
Terlepas dari kebutuhan perlindungan kepentingan warga negara
melalui peraturan perundang-undangan, Plato memberikan rambu-rambu
ketidak-sempurnaan hukum, dimana Plato telah memprediksi kemungkinan
munculnya praktik penegakan hukum yang sekalipun sejalan dengan suatu
undang-undang, tetapi bertentangan dengan hak asasi manusia atau
bertentangan dengan rasa keadilan. 62 Persamaan di muka hukum ( equality
before the law), yang kemudian diakui sebagai nilai-nilai yang universal. 63
60 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif ,Jakarta : Penerbit Buku Kompas, Op.Cit ., hlm53.
61 A.Muhammad Asrun, Op.Cit ., hlm.4062 Karen G.Turner, et.al.(eds), The limits of the Rule of Law in China , Seattle:University of
Washington Press, 2000,.hlm.563 Muhammad Tahir Ashary, Op.Cit., hlm.73.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
49/399
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
50/399
50
perintah yang di tujukan kepada segenap subjek hukum, maka sistem hukum
bagi dia adalah kumpulan peraturan.66
H.L.A. Hart juga melihat hukum merupakan suatu sistem yang memuat
sekumpulan peraturan ,dimana satu peraturan dengan peraturan lainnya
berhubungan dalam suatu hierarki dan memiliki struktur yang kompleks. 67
Hans Kelsen memahami lebih jauh pengertian undang-undang sebagai suatu
perintah yang lebih khusus, karena perintah merupakan manifestasi kehendak
pribadi .68 Kelsen memunculkan pengertian undang-undang tersebut dikaitkan
dengan suatu ororitas yang diberikan kepada individu pemberi perintah
tersebut. 69
Sejarah proses penegakan hukum juga mencatat peranan penting dari
instrument perjanjian atau konvensi internasional sebagai landasan hukum
bagi perlindungan hak asasi manusia. Piagam Magna Charta dicatat sebagai
piagam pertama bangsa-bangsa yang memberikan pengakuan terhadap hak
asasi manusia, di mana raja Inggris menjamin tidak merintang pelaksanaan
kebebasan manusia, kecuali melalui pertimbangan-pertimbangan hukum. 70
Jaminan terhadap kebebasan manusia dapat dilihat dalam konteks praktik
hukum, yaitu dalam rangka penegakan hukum. Karena itu, tidak ada
seorangpun yang dapat dihukum tanpa proses hukum ( due process of law ),
66 Joseph Raz, the Concept of a Legal Sistem , An Introduction to the Theory of a Legal Sistem ,Oxford Claredon Press, 1970,hlm.7.
67 John N.Adams dan Roger Brownsword, Understanding Law , London : Fortana Press,1992,hlm.3.
68 Hans Kelsen , General Theory of Law and State , terjemahan Anders Wedberg, New York:Russel and Russel, 1945,hlm.30-31.
69 Ibid.70
Francis A. Allen, the Habits of Legality ,Criminal Justice and Rule of Law , Oxford: UniversityPress 1996,hlm.3.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
51/399
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
52/399
52
integralistik menganggap negara sebagai perwujudan umat Islam. Negara
konstitusional didasarkan pada pengakuan hak asasi manusia dan kedaulatan
rakyat. Pada konsep terakhir ini, prosedur tertentu perlu di atur dalam
konstitusi agar ada jaminan partisipasi rakyat yang efektif di pemerintahan,
pembatasan kekuasaan pemerintah, dan pertanggung-jawaban pemerintah
terhadap rakyat. 75
Konsep negara hukum yang menganut paham “ rule of law ”, menurut Dicey
mengandung 3 (tiga) unsur, yaitu :
1. HAM dijamin lewat Undang-undang,
2. persamaan di muka hukum ( equality before the law ),
3. supremasi aturan-aturan hukum dan tidak ada kesewenang-wenangan
tanpa aturan yang jelas.
Menurut Emanuel Kant dan Julius Stahl negara hukum mengandung 4
(empat) unsur, yaitu:
1. adanya pengakuan HAM,
2. adanya pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak tersebut,
3. pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan ( wetmatigheid van
bestuur ),
4. adanya peradilan tata usaha negara. 76
Dalam hukum diatur rambu-rambu sebagai berikut:
1. menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain ( respects for the rightsand freedoms of others );
75
Idem, hlm.57.76 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty,Yogyakarta, 1999, hlm.22.
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
53/399
53
2. Menghormati aturan-aturan moral yang diakui oleh umum ( the generally accepted moral code ),
3. Menghormati ketertiban umum ( public order ),4. menghormati kesejahteraan umum ( general welfare );5. Menghormati keamanan umum ( public safety );6. Menghormati keamanan nasional dan keamanan masyarakat ( national
and social security );7. Menghormati kesehatanumum ( public health );8. Menghindarkan penyalahgunaan hak ( abuse of right );9. Menghormati asas-asas demokrasi;10. Menghormati hukum positif.
Dalam hukum juga diatur asas-asas yang merupakan pembatas
pengaturan hak dan kewajiban warga negara, yang paling sedikit sebagai
berikut:
1. Asas legalitas;2. Asas negara hukum;3. Asas penghormatan terhadap martabat kemanusiaan;4. Asas bahwa segala pembatasan HAM merupakan perkecualian;5. Asas persamaan dan non diskriminasi;6. Asas non-retro aktivitas (peraturan tidak berlaku surut),7. Asas proporsionalitas. 77
Pengakuan terhadap hak negara untuk mengatur dalam kerangka
kebijakan sosial ( social policies ), baik dalam bentuk kebijakan kesejahteraan
sosial ( socialwelfare policies ). Negara berhak mengatur restriksi dan limitasi
untuk menjagaagar pengaturan tersebut tetap dalam keseimbangan,
keselarasan dan keserasianantara kepentingan negara, kepentingan
masyarakat dan kepentingan pribadi. Dalam negara hukum, rambu-rambu
pengaturan ini terbentuk dalam asas-asas hukum. Asas-asas hukum
mempunyai karakteristik antara lain :
77 Idem ., hlm. 62-63
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
54/399
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
55/399
55
k. Berkedudukan lebih tinggi dari undang-undang dan pejabat-pejabat
resmi (penguasa), sehingga tidak merupakan keharusan untuk
mengaturnya dalam hukum positif.
Secara teoritis, dibedakan adanya 3 (tiga) alasan berlakunya hukum:
1. Berlakunya secara yuridis, terdapat pandangan-pandangan sebagai
berikut:
a. Hans Kelsen dalam teorinya: The Pure Theory of Law mengatakan
bahwa hukum mempunyai keberlakuan yuridis apabila
penentuannya berdasarkan padakaidah yang lebih tinggi
tingkatannya (berdasar teori: Stufenbau das Rechts );
b. Zevenbergen dalam: Formele Encyclopaedie der Rechtswetenschap
menyatakan bahwa suatu kaidah hukum mempunyai keberlakuan
yuridis apabila kaidah tersebut menurut cara-cara yang telah
ditetapkan;
c. Logemann dalam Over de Theorie van een Stelling Staatsrecht
menyatakan bahwa suatu kaidah hukum mengikat apabila
menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dengan
akibatnya.
2. Berlakunya secara sosiologis, yang berintikan pada efektivitas hukum.
Terdapat dua teori pokok yang menyatakan bahwa :
a. Teori kekuasaan yang menyatakan bahwa hukum berlaku secara
sosiologis apabila dipaksakan berlakunya oleh penguasa, dan hal itu
-
8/15/2019 CANDRA HAYATUL IMAN.pdf
56/399
56
adalah terlepas dari masalah apakah masyarakat menerimanya atau
bahkan menolak;
b. Teori pengakuan yang menyatakan bahwa berlakunya hukum
didasarkan pada penerimaan atau pengakuan oleh masyarakat;
3. Berlaku secara filososfis, artinya bahwa hukum tersebut sesuai dengan
cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi. 78
Agar suatu peraturan perundang-undangan dapat berfungsi dengan baik,
diperlukan adanya keserasian 4 (empat) unsur, yaitu:
1. Peraturan hukum itu sendiri, dimana terdapat kemungkinan adanyaketidakcocokan peraturan perundang-undangan mengenai bidang-
bidang hukum tertentu, kemungkinan lainnya yang dapat terjadi adalahketidakcocokan antara peraturan perundang-undangan dengan hukumyang tidak tertulis atau kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalammasyarakat, dan sebagainya;
2. Mentalitas