bunga rampai: peningkatan produktivitas hutan...

324
Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJU

Upload: others

Post on 09-Apr-2021

7 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: PENINGKATAN

PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJU

Page 2: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya
Page 3: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Penerbit IPB PressJalan Taman Kencana No. 3,

Kota Bogor - Indonesia

C.01/12.2019

Reviewer:Dr. Hani Sitti Nuroniah, S.Si., M.Sc.

Dr. Ir. Darwo, M.Si.

Editor:Dr. Ir. Darwo, M.Si. Irma Yeny, S.P, M.Sc.

Bunga Rampai: PENINGKATAN

PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJU

Page 4: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Judul Buku:BUNGA RAMPAI: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJU 100 TAHUN MERDEKA

Reviewer:Dr. Hani Sitti Nuroniah, S.Si., M.Sc.Dr. Ir. Darwo, M.Si.

Editor:Dr. Ir. Darwo, M.Si. Irma Yeny, S.P, M.Sc.

Desain Sampul & Penata Isi:Andreas Levi AladinPratama Desriwan

Jumlah Halaman: 210 halaman + 10 halaman romawi

Edisi/Cetakan:Cetakan 1, Desember 2019

PT Penerbit IPB PressAnggota IKAPIJalan Taman Kencana No. 3, Bogor 16128Telp. 0251 - 8355 158 E-mail: [email protected]

ISBN: 978-623-256-001-7

Dicetak oleh Percetakan IPB, Bogor - IndonesiaIsi di Luar Tanggung Jawab Percetakan

© 2019, HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANGDilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit

Page 5: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

KATA PENGANTAR

Buku bunga Rampai “Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia” merupakan manivestasi hasil-hasil Riset Badan Litbang Kehutanan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hasil-hasil riset tersebut mencoba menjawab keterbatasan paket teknologi pemuliaan tanaman penghasil kayu pulp dan kayu pertukangan, pengendalian hama dan penyakit, optimasi ruang pada hutan tanaman serta pengembangan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang bernilai ekonomi.

Melalui serangkain kegiatan pemuliaan telah dihasilkan varietas baru yang produktivitasnya tinggi seperti Acacia hybrid dan telah diimplemantasikan di beberapa hutan tanaman industri yang ada di Indonesia. Telah dihasilkan juga generasi ketiga (F-3) E. pellita yang menghasilkan klon unggul yang memiliki karakteristik produktivitas yang lebih tinggi baik pada pertumbuhan maupun kualitas kayunya. Selain itu Jenis mahoni daun besar, warugunung, manglid, dan jati telah dilakukan pemuliaan untuk menghasilkan benih unggul untuk merealisasikan produktivitas tegakan yang tinggi.

Diungkapkan pula epidemi penyakit pada tanaman terjadi jika ketiga komponen penyusun segitiga penyakit, yaitu inang, patogen dan lingkungan berada pada kondisi yang mendukung untuk terjadinya penyakit dalam waktu yang sama. Upaya pengendalian hama dan penyakit dalam buku ini menggunakan tanaman yang tahan terhadap serangan. Hal ini merupakan upaya manipulasi pada inang sehingga mampu mengandalikan serangan hama dan penyakit.

Pemanfaatan ruang pada hutan tanaman juga dibahas dalam buku ini melalui pola tanam agroforestry. Hal yang unik dalam pola agroforesti kali ini adalah teknik silvikultur yang digunakan dan pemilihan jenis tanaman

Page 6: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

vi

pokok serta tanaman bawah ditentukan berdasarkan kesukaan petani terhadap jenis. Sehingga diharapkan mampu menjadi daya tarik petani dalam mengembangkan agroforestri di lahan milik.

Prospek pengembangan jenis HHBK yang disampaikan dalam buku ini merupakan jenis HHBK bernilai enokomi yang belum banyak dikembangkan di Indoensia seperti persutraan alam, ketak (Lygodium circinnatum (Burm.f ) Sw.), masoyi (Cryptocarya massoy (Oken) Kosterm) dan Tarum (Indigofera sp). Informasi HHBK bernilai ekonomi ini diharapkan mampu menarik minat pembaca untuk mengembangkan HHBK menuju kejayaan rakyat melalui hutan Indonesia.

Informasi terkait hasil riset selama ini telah banyak kita temui di berbagai jurnal ilmiah. Berbekal data ilmiah tersebut para penulis mencoba menyatukan berbagai hasil riset sehingga menjadi satu kesatuan yang konprehensif serta menarasikan hasil riset menjadi mudah dipahami dan diterapkan oleh pembaca.

Dengan terselesaikannya buku ini, kami mengucap syukur ke Khadirat Allah SWT, serta terima kasih kepada para pihak yang telah terlibat dan memberikan sumbangsih pemikiran dalam penyempurnaan buku ini.

Harapan kami, buku ini dapat bermanfaat dan menjadi acuan teknik pengembangan hutan tanaman di Indonesia.

Kepala Pusat Litbang Hutan

Dr. Kirsfianti. L. Ginoga

Page 7: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. v

DAFTAR ISI .......................................................................................... vii

BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................1

BAB 2. PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MELALUI PEMULIAAN ...........................................................................3

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL HIBRID ACACIA (Acacia mangium × Acacia auriculiformis) Sri Sunarti, Arif Nirsatmanto, Teguh Setyaji, Betty Rahma Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, Dwi Siwi Yuliastuti, dan Sumaryana ..........................................................................5

PEMULIAAN TANAMAN PENGHASIL KAYU UNTUK BAHAN BAKU INDUSTRI PULP DAN KERTAS ACACIAS DAN EUCALYPTUS Arif Nirsatmanto, Sri Sunarti, Teguh Setyaji, Betty Rahma Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, Dwi Siwi Yuliastuti, dan Sumaryana ........................................................................29

JENIS EKSOTIK MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) YANG POTENSIAL DIMULIAKAN UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT Mashudi, Mudji Susanto, dan Maman Sulaeman ....................55

Page 8: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

viii

MANGLID (Manglietia glauca Bl.) JENIS LOKAL POTENSIAL UNTUK PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT Sugeng Pudjiono, Dedi Setiadi, dan Maman Sulaeman ............67

PEMULIAAN WARUGUNUNG (Hibiscus macrophyllus) UNTUK MENDUKUNG INDUSTRI KAYU PERTUKANGAN Mudji Susanto, Mashudi, dan Maman Sulaeman .....................81

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TANAMAN JATI (Tectona grandis L.f ) PADA HUTAN RAKYAT Hamdan Adma Adinugraha, Sugeng Pudjiono, dan Mahfudz ..95

BAB 3. HAMA PENYAKIT PADA HUTAN TANAMAN RAKYAT ..........................................................111

MENGELOLA HAMA DAN PENYAKIT SENGON Endah Suhaendah, dan Aji Winara ........................................113

PENYAKIT KARAT PURU PADA SENGON DI INDONESIA: STATUS RISET Neo Endra Lelana ..................................................................127

BAB 4. OPTIMASI PEMANFAATAN RUANG PADA HUTAN TANAMAN ................................................139

SILVIKULTUR AGROFORESTRI JENIS SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN MANGLID (Magnolia champaca) Aditya Hani, dan Dila Swestiani ............................................141

MEMBANGUN MODEL AGROFORESTRI PAKU KETAK BERSAMA MASYARAKAT: PENGALAMAN DI KPH LINDUNG RINJANI BARAT Devy Priambodo Kuswantoro, Wuri Handayani, Tri Sulistyati Widyaningsih, Dewi Maharani, dan Suyarno ....165

Page 9: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

ix

Daftar Isi

MENDORONG EKONOMI PETANI AGROFORESTRI: KASUS DI DESA CUKANGKAWUNG, KABUPATEN TASIKMALAYA Budiman Achmad, dan Dian Diniyati ...................................183

KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHATANI AGROFORESTRI Idin Saepudin Ruhimat ..........................................................201

BAB 5. HASIL HUTAN BUKAN KAYU BENILAI EKONOMI .....217

BANK PLASMA MURBEI DAN ULAT SUTRA Retno Agustarini, Lincah Andadari, dan Asmanah Widarti ....219

KELAYAKAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA MASOYI (Cryptocarya massoy (Oken) Konstren) DI INDONESIA Irma Yeny ..............................................................................233

MASA DEPAN INDUSTRI KERAJINAN BERBASIS KETAK DI LOMBOK I Wayan Widhana Susila ........................................................261

TUMBUHAN Indigofera spp SEBAGAI PEWARNA ALAMI TENUN DAN BATIK Yelin Adalina, Yetti Heryati, dan Asmanah Widarti ................277

Page 10: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya
Page 11: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

BAB 1. PENDAHULUAN

Hutan produksi saat ini telah terfragmentasi dan produktivitasnya semakin menurun. Hal ini mengakibatkan terganggunya fungsi ekosistem dalam menyediakan hasil hutan kayu dan non kayu yang pada akhirnya mempengaruhi nilai ekonomi dari hutan itu sendiri. Dampak yang nyata secara ekonomi yaitu penurunan kontribusi sub sektor kehutanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Tahun 1997 PDB sub sektor kehutanan menyumbangkan 1,57%, tahun 2006 kontribusinya sebesar 0,90% dan tahun 2013 turun menjadi 0,63% (Kemenhut, 2014). Dampak lainnya secara langsung maupun tidak langsung telah menimbulkan kemiskinan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan.

Kebijakan pemerintah yang diperlukan dalam pemanfaatan kawasan hutan khususnya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kayu difokuskan pada pembangunan hutan tanaman (HTI, HTR dan HR) dan mengoptimalkan pengelolaan hutan alam yang telah memiliki izin pemanfaatan seluas 24,8 juta ha. Saat ini, hutan tanaman terbangun seluas 9,4 juta ha, HTR seluas 0,63 juta ha dan HR 2,8 juta ha dengan luas tebangan 196,5 ribu ha/tahun, serta telah menghasilkan produksi kayu 40 juta m3/tahun (APHI, 2019).

Target pembangunan HTI sampai dengan tahun 2045 seluas 15,4 juta ha dengan produksi kayu 362,5 juta m3/tahun. Untuk hutan alam dari luas 24,8 juta hektar diharapkan memproduksi kayu 14 juta m3 (Kemenhut, 2011). Dari produksi kayu hutan alam dan hutan tanaman, maka diharapkan industri plywood dapat meningkat produksinya menjadi 37,2 juta m3, kayu gergajian sebesar 41,25 juta m3, wood working dan furniture masing-masing sebesar 21,8 juta m3 dan 3,4 juta m3 serta industri pulp dan kertas 45–63 juta ton dan 40,5–56,7 juta ton.

Page 12: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

2

Melalui serangkaian kegiatan pemuliaan bisa meningkatkan produktivitas hutan tanaman baik yang ada di areal konsesi dan hutan rakyat. Disisi lain terdapat persoalan yang perlu diperhatikan yaitu tentang perlindungan akibat serangan hama penyakit. Dampak dari Pembangunan hutan tanaman secara monokultur akan berdampak terhadap timbulnya kerentanan terhadap serangan hama penyakit. Pola tanam monokultur terlihat pada hutan rakyat yang ada di Pulau Jawa yang umumnya didominasi tanaman sengon. Jika hutan tanaman sengon tersebut terserang hama dan penyakit akan mudah menyebar dan sulit dikendalikan. Selain itu pembangunan hutan tanaman yang hanya didominasi oleh tanaman kayu belum mampu menjawab kebutuhan pangan petani hutan dalam waktu pendek. Hal ini disebabkan lamanya masa panen pohon. Untuk itu agroforestri menjadi solusi bagi ketersediaan pangan bagi petani hutan. Untuk itu, mengembangkan agroforestri aspek sosial perlu diperhatikan dengan menerapkan sistem agroforestry guna mencari model agroforestry yang dapat meningkatkan produktivitas hutan dan lahan serta bernilai ekonomi tinggi dengan cara mengoptimalkan ruang dibawah tegakan. Pola tanam tersebut diharapkan akan membentuk kondisi lingkungan yang baik, menghasilkan produksi kayu dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan.

Penyelenggaraan hutan tanaman diarahkan untuk meningkatkan produktivitas hutan, memenuhi kesinambungan bahan baku industri hasil hutan, diversifikasi produk hasil hutan, peningkatan kualitas lingkungan, dan optimalisasi pemanfaatan ruang kelola hutan, pemberdayaan masyarakat setempat, resolusi konflik dan akses kelola masyarakat setempat. Diharapkan Serangkaian hasil-hasil penelitian dalam bunga rampai ini yang terdiri dari enam bab berisikan Bab I Pendahuluan, Bab II Pemuliaan Penghasil Kayu Pulp dan Kayu Pertukangan, Bab III Hama Penyakit pada Hutan Tanaman Rakyat, Bab IV Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman, Bab V HHBK Bernilai Ekonomi, dan Bab VI Penutup. Diharapkan informasi ini menjadi sumbangsih untuk tercapainya target produksi kayu dan non kayu 2045 serta masyarakat sekitar hutan yang memiliki kemandirian ekonomi.

Page 13: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

BAB 2. PENINGKATAN

PRODUKTIVITAS HUTAN MELALUI PEMULIAAN

Page 14: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya
Page 15: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL HIBRID ACACIA

(Acacia mangium × Acacia auriculiformis)

Sri Sunarti, Arif Nirsatmanto, Teguh Setyaji, Betty Rahma Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, Dwi Siwi Yuliastuti, dan Sumaryana

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Jl. PalaganTentaraPelajar Km 15 Purwobinangun,

Pakem, Sleman, DI Yogyakarta, Indonesia, Phone +62-0274-895954 Fax +62-074-096080; email: [email protected],

[email protected]

I. PENDAHULUANDewasa ini akumulasi kebutuhan manusia yang dibebankan pada sumber daya hutan telah melampaui tingkat yang tidak sehat (Sabarnurdin, 2004). Kerusakan hutan yang terjadi cenderung tidak berkurang setiap tahunnya, data terkini menunjukkan bahwa luas hutan alam pada tahun 2005-2017 menyusut dari seluas 128 juta menjadi 125,9 juta hektar, atau rata-rata sebesar 1,6-3,9 ha per tahun (Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2018). Penyusutan luas hutan alam di Indonesia selain disebabkan karena kerusakan hutan juga sebagian besar disebabkan karena adanya alih fungsi hutan seperti perkebunan sawit dan pemukiman serta alih fungsi lahan lainnya (Sabarnurdin, 2004). Semakin luas penyusutan luas hutan alam di Indonesia, maka semakin kecil juga produktivitasnya,

Page 16: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

6

sehingga kebutuhan bahan baku kayu industri tidak dapat lagi dipenuhi hanya dari hutan alam (Hardiyanto, 1998). Rendahnya produktivitas hutan alam selain karena penyusutan luasnya, juga disebabkan karena adanya pembalakan liar (illegal logging), pertumbuhan tanamannya sangat lambat (slow growing species) dan lokasinya yang semakin sulit dijangkau untuk dipanen (Hardiyanto, 2004).

Dengan pertimbangan tersebut, maka pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan skenario terbaik untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kayu bagi industri kayu di Indonesia (Srihadiono, 2005). Hutan tanaman industri juga merupakan alternatif logis untuk mencukupi kebutuhan masyarakat dan perkembangan industri di masa depan. Data terkini menyebutkan bahwa produktivitas hutan tanaman semakin meningkat dari tahun ke tahun yaitu sebesar 11,47 juta meter kubik pada tahun 2005 menjadi 35,82 juta meter kubik pada tahun 2015 (Statistik Indonesia, 2015). Hutan tanaman industri yang produktif, efisien dan lestari dibarengi dengan kedisiplinan semua pihak, diharapkan mampu mengurangi tekanan terhadap hutan alam dan hutan lindung serta kebutuhan bahan baku kayu industri dapat terpenuhi secara berkelanjutan (Srihadiono, 2005).

Namun demikian kebutuhan bahan baku kayu untuk industri dari tahun ke tahun meningkat dengan pesat, sementara itu produktivitas hutan tanaman masih belum optimal karena berbagai kendala seperti adanya serangan hama dan penyakit serta lahan yang marginal (Rimbawanto & Puspitasari, 2014). Permasalahan lain yang tidak kalah penting adalah terbatasnya jenis yang mampu tumbuh pada lahan basah yang merupakan bagian besar dari lahan HTI seperti lahan gambut, marineclay, dan peralihan tanah gambut-mineral. Oleh karena itu peningkatan produktivitas hutan tanaman dan kualitas hasil dari hutan tanaman perlu ditingkatkan dengan pengembangan jenis-jenis baru yang lebih tahan terhadap serangan penyakit dan adaptif terhadap lahan marginal sebagai alternatif species perlu dilakukan melalui program pemuliaan.

Page 17: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

7

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Program pemuliaan dengan tujuan peningkatan produktivitas dan kualitas produk hutan tanaman industri didasarkan pada strategi jangka panjang melalui koleksi material genetik, seleksi berulang dan evaluasi serta hasil (Zobel & Talbert, 1984). Koleksi materi genetik bertujuan untuk mendapatkan keanekaragaman genetik yang merupakan bahan penting dalam proses seleksi sehingga dihasilkan individu-individu unggul yang merupakan material genetik yang penting dalam program perakitan varietas baru.

Perakitan varietas baru dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain melalui persilangan (hibridisasi), manipulasi kromosom, mutasi dengan paparan radioaktif dan bahan kimia, penggabungan protoplast dan manipulasi regulasi gen (Agrawal, 1998). Produk akhir dari program perakitan varietas adalah varietas baru yang unik, seragam dan stabil apabila diperbanyak ulang secara masal (Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perijinan Pertanian, 2018). Selanjutnya varietas baru yang dihasilkan tersebut menjadi hak pemulia (breeder) atau instansi yang menugaskannya dan mendapat perlindungan atas varietas yang dihasilkannya dalam bentuk Hak Perlindungan Varietas Tanaman (PVT).

II. PERAKITAN VARIETAS BARU TANAMAN KEHUTANAN

Varietas adalah variasi dalam satu jenis tanaman yang mempunyai susunan genetik tertentu, mempunyai ciri-ciri khusus dan nama tersendiri yang dapat dibedakan dengan varietas lainnya serta stabil dan seragam apabila diperbanyak secara masal (Agrawal, 1998). Varietas unggul merupakan varietas dengan keunggulan sifat-sifat tertentu yang dikehendaki sesuai dengan tujuan perakitannya. Varietas unggul tanaman kehutanan sangat terkait dengan produktivitas kayu yang dihasilkan dan kualitas kayu yang dihasilkan dalam waktu (daur) yang lebih cepat (pendek), serta lebih toleran

Page 18: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

8

terhadap serangan penyakit dan berbagai lingkungan tempat tumbuh. Dengan kemajuan bioteknologi yang ada, program perakitan varietas baru semakin mudah dilakukan dengan hasil yang semakin baik.

Berbagai cara dapat dilakukan untuk melakukan perakitan varietas, diantaranya yang paling mudah dan sering dilakukan adalah dengan persilangan atau hibridisasi. Hibridisasi atau persilangan adalah pertemuan antara serbuksari dengan kepala putik dari tanaman induk yang diinginkan (Chaudary, 1984). Hibridisasi ini dapat dilakukan sacara alami (naturally) maupun secara buatan (artificially) melalui campur tangan manusia baik dengan emaskulasi (pengebirian) maupun tidak (Sedgely et al., 1991). Hibridisasi dapat dilakukan pada species yang sama (intraspecies), antar species (interspecies), atau antar genus (intergenera) (Chaudary, 1984; Kha, 2001). Keberhasilan proses persilangan ini sangat ditentukan oleh pemahaman terhadap biologi reproduksi tanaman yang akan disilangkan terutama sinkronisasi pembungaan dan inkompatibilitas bunga serta waktu reseptif bunga dan lingkungan di sekitarnya (Sedgley et al., 1991). Selain dengan hibridisasi atau persilangan, perakitan varietas juga dapat dilakukan dengan manipulasi kromosom (polyploid breeding) (Agrawal, 1998). Manipulasi kromosom atau poliploidisasi yaitu dengan merubah jumlah kromosom tanaman tertentu sehingga menjadi lebih dari jumlah normalnya. Walaupun pada dasarnya untuk mendapatkan varietas unggul, tanaman hasil poliploidi ini juga dapat saling disilangkan. Dengan demikian persilangan atau hibridisasi tetap memegang peranan yang sangat penting dalam perakitan varietas baru.

Persilangan atau hibridisasi untuk menghasilkan varietas baru hibrid pada jenis-jenis tanaman pertanian telah dilakukan sejak dahulu dengan hasil berbagaivarietas unggul yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat (Agrawal, 1998). Berbeda halnya pada jenis-jenis tanaman kehutanan, hanya beberapa jenis hibrid saja yang telah dihasilkan diantaranya dari genus Pinus, Picea, Juniperus, Poplar, Willow dan Eucalyptus (Zobel & Talbert, 1984). Terdapat berbagai kendala untuk menghasilkan varietas hibrid pada jenis-jenis tanaman kehutanan. Faktor yang paling utama adalah faktor tanaman yang

Page 19: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

9

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

merupakan tanaman tahunan (perenial) dengan umur yang relatif panjang untuk mulai bereproduksi dan belum ditemukannya teknik yang tepat terutama pada jenis berdaun lebar atau jenis tanaman tropis. Oleh karena itu varietas hibrid pada jenis-jenis tanaman kehutanan di dunia ini masih sangat terbatas.

Umur reproduksi jenis-jenis tanaman kehutanan sangat bervariasi dan relatif lama (tahunan), sebaliknya berumur pendek (bulanan) pada jenis-jenis tanaman pertanian. Selain kendala umur tanaman yang panjang (tanaman tahunan), kebanyakan tanaman kehutanan berdaun lebar mempunyai tipe bunga hermaprodit dengan jenis serbuksari basah (sticky) dan sulit untuk disimpan (Zobel & Talbert, 1984). Umur yang panjang menyebabkan waktu persilangan tidak dapat dilakukan dalam waktu cepat karena harus menunggu saat tanaman mulai berbunga. Kesulitan dalam penyimpanan serbuk sari juga menjadi kendala dalam pelaksanaan persilangan yang menghendaki tersedianya serbuksari yang telah reseptif. Beberapa kendala tersebut kebanyakan dijumpai pada tanaman kehutanan berdaun lebar dan tidak dijumpai pada jenis tanaman berdaun jarum. Jenis tanaman berdaun jarum seperti halnya genus Pinus, persilangan lebih mudah dilakukan karena bunga jantan dan bunga betina terpisah dan serbuksarinya bersifat kering, sehingga dapat disimpan dalam jangka relatif panjang (Shivana, 2002).

Beberapa varietas tanaman kehutanan yang telah dikembangkan sebagian besar adalah hibrid, diantaranya hibrid dari genus Pinus, yaitu hibrid P. coulteri × P. Jeffreyi dengan keunggulan tahan terhadap serangan kumbang dan mempunyai ciri-ciri fenotipik intermediate diantara kedua induknya (Zobel & Talbert, 1984). Contoh lainnya adalah P. taeda × P. Serotina dan P. taeda × P. rigida serta P. caribea v hondurensis × P. elliottii yang mempunyai pertumbuhan lebih unggul dibandingkan kedua induknya pada lahan basah di Queensland (Nikles et al., 1998). Contoh varietas unggul jenis daun lebar adalah genus Eucalyptus di Brazil yaitu hibrid E. urophylla × E. grandis dengan produktivitas yang lebih unggul dibanding kedua induknya dan telah dikembangkan di Brazil, Kongo dan Afrika Selatan dengan rata-rata riap tahunan mencapai 60 m3/ha (Hardiyanto, 2004).

Page 20: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

10

III. PERAKITAN VARIETAS BARU HIBRID Acacia (A. mangium × A. auricuiformis)

A. Hibrid AcaciaHibrid Acacia adalah varietas baru jenis tanaman kehutanan dari genus Acacia merupakan hasil persilangan antara A. mangium dan A. auriculiformis baik secara alami maupun buatan (Rufelds, 1988). Hibrid Acacia alami pertama kali ditemukan pada tahun 1970-an di pertanaman kota di Sook, Sabah, Malaysia dan pada pertanaman dengan sumber benih dari Ulu Kukut, Malaysia yaitu tempat terjadinya hibridisasi alami antara A. mangium dan A. Auriculiformis (Pinso & Nasi, 1991). Tanaman hibrid Acacia mudah dikenali karena mempunyai ciri-ciri morfologi berbeda dibandingkan dengan kedua induknya (Ibrahim, 1993) walaupun sering dijumpai pula hibrid dengan penampilan menyerupai salah satu induknya.

Selain mempunyai ciri morofologi yang mudah dikenali, hibrid Acacia juga menunjukkan adanya fenomena heterosis atau hibrid vigor, yaitu mempunyai kinerja lebih baik dibandingkan dengan kedua induknya (Rufelds, 1988; Chaudary, 1984). Hibrid vigor pertama kali dijumpai di Ulu Kukut, Malaysia yaitu pertumbuhannya yang cepat, bentuk percabangannya ringan dan bentuk batangnya lebih bulat dibandingkan A. mangium di sekitarnya (Pinso & Nasi, 1991). Selanjutnya dijumpai indikasi bahwa sifat-sifat kayunya juga lebih baik dibandingkan kedua jenis induknya sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas serta mampu tumbuh baik pada lahan marginal (Khalid et al., 2010; Rokeya et al., 2010; Yahya et al. 2010; Kato et al. 2012; Kha et al. 2012; Kato et al., 2014). Selain itu hibrid Acacia juga lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit (Rufelds, 1988; Nikles et al., 1998; Kha, 2001). Berdasarkan sifat-sifat tersebut, hibrid Acacia mulai dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai bahan baku industri terutama

Page 21: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

11

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

pulp dan kertas serta untuk rehabilitasi lahan. Beberapa negara yang telah mengembangkan dan memanfaatkan hibrid Acacia adalah Vietnam (Kha, 2001; Bueren, 2004), Malaysia (Pinso & Nasi, 1991; Ibrahim, 1993), Thailand (Luangviriyasaeng, 2007) dan Indonesia (Sunarti et al., 2013).

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPPBPTH) telah mengembangkan hibrid Acacia sejak tahun 2000-an dan telah menghasilkan beberapa varietas hibrid A. mangium × A. auriculiformis unggul (Sunarti et al., 2013). Pengembangan hibrid Acacia dilakukan baik melalui seleksi hibrid alami maupun hibrid buatan melalui penyerbukan terkendali atau hibridisasi. Hibrid alami diperoleh dengan membangun kebun benih hibrid (hybrid seed orchard) bersama dengan Universitas Kyushu, Jepang pada tahun 2009. Hibrid buatan diperoleh dari hibridisasi buatan yang dilakukan di kebun persilangan (breeding garden) yang dibangun dari pohon plus terseleksi pada tahun 2006.

B. Strategi Pemuliaan Hibrid AcaciaPerakitan varietas hibrid Acacia di BBPPBPTH dilakukan dengan metode co-improvement yaitu metode yang digunakan dalam strategi pemuliaan untuk mendapatkan varietas hibrid dengan melakukan hibridisasi pada pohon induk unggul hasil seleksi, baik hibridisasi alami maupun buatan (Sunarti et al., 2013) (Gambar 1). Hibridisasi alami adalah hibridisasi yang terjadi secara alami atau penyerbukan alami yang terjadi di alam atau di kebun benih hibrid (hybrid seed orchard), yaitu kebun benih yang didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya penyerbukan antara A. mangium dan A. auriculiformis. Kebun benih hibrid selain akan menghasilkan benih hibrid putatif A. mangium × A. auriculiformis dan A. auriculiformis × A. mangium, juga menghasilkan benih A. mangium dan A. auriculiformis (Sunarti et al., 2016).

Hibridisasi buatan atau penyerbukan terkendali dilakukan di kebun persilangan (breeding garden), yaitu areal pertanaman jenis A. mangium dan A. auriculiformis hasil perbanyakan pohon plus terseleksi dari kebun

Page 22: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

12

benih dengan jarak tanam antar jenis tidak terlalu rapat sehingga tajuknya berkembang dengan baik. Tanaman dalam kebun persilangan diusahakan tidak terlalu tinggi sehingga penyerbukan buatan dapat dilakukan dengan mudah. Penyerbukan buatan dilakukan dengan metode langsung (direct method) yang dikembangkan oleh Sedgley et al. (1991) dengan modifikasi waktu aplikasi yang tepat (pagi 06:00-08:00) (Sunarti, 2013). Benih yang dihasilkan dari penyerbukan buatan tanpa emaskulasi belum tentu menghasilkan semai hibrid 100% karena masih memungkinkan terjadinya kawin sendir (selfing), namun demikian isolasi bunga sebelum penyerbukan dan setelah penyerbukan dilakukan untuk meningkatkan persentasi terjadinya benih hibrid dengan mencegah masuknya serangga penyerbuk (Sedgley et al., 1991).

Keberhasilan terbentuknya benih hibrid antar species (interspecies) biasanya lebih rendah dibandingkan dengan produksi di kebun benih yang disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor diantaranya adalah terdapat ketidak cocokan antara putik dan serbuksari dari pohon induk yang disilangkan (Chaudary, 1984; Agrawal, 1998). Ketidakcocokan (incompatibility) tersebut selain menyebabkan produktivitas benih rendah juga menyebabkan viabilitas dan kualitas benih rendah yang biasanya ditandai dengan rendahnya persen kecambah dan munculnya kecambah yang tidak lengkap (ubnormale) (Wang, 1991).

Benih hibrid putatif yang dihasilkan baik yang dihasilkan dari penyerbukan alami maupun buatan kemudian disemaikan untuk diidentifikasi menggunakan penanda morfologi untuk mendapatkan semai hibrid. Penanda morfologi untuk mengidentifikasi semai hibrid Acacia telah disusun oleh Rufelds (1988) dan disederhanakan oleh Gan dan Sim (1991), yaitu penanda morfologi berupa perkembangan bentuk daun pada semai dari sejak munculnya daun sejati pertama sampai dengan munculnya daun semu (filodia) yang pertama. Menurut Gan dan Sim (1991), semai hibrid A. mangium × A. auriculiformis ditandai dengan tidak adanya daun sejati 4-pinnates dengan jumlah daun sejati seluruhnya kurang dari 8 buah, sedangkan semai hibrid A. auriculiformis × A. mangium ditandai dengan

Page 23: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

13

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

adanya rambut-rambut halus (pubescence) pada tepi anak-anak daun sejati bi-pinnate dengan jumlah daun sejati seluruhnya kurang dari 5. Untuk mengetahui tingkat akurasi penanda morfologi tersebut, maka dilakukan verifikasi menggunakan penanda molekuler SCAR (Sunarti, 2007). Hasil verifikasi menunjukkan bahwa penanda morfologi tersebut mempunyai tingkat akurasi sangat tinggi (>90%) sehingga selanjutnya penanda molekuler tidak harus dilakukan (Sunarti, 2013).

Semai hibrid yang telah diverifikasi kemudian diperbanyak secara vegetatif menggunakan teknik stek pucuk atau kultur jaringan untuk menghasilkan jumlah bibit yang cukup sebagai bahan tanaman untuk pengujian di lapangan. Perbanyakan hibrid Acacia dengan kultur jaringan telah berhasil dilakukan oleh Ahmad (1991) dan Galiana et al. (2003) menggunakan media induksi Murashig Skoog. Perbanyakan secara stek pucuk juga telah dilakukan dengan keberhasilan memuaskan (Kha, 2001; Sunarti, 2013; Le & Ha, 2016). Gabungan antara teknik stek pucuk dan kultur jaringan merupakan metode yang tepat dalam perbanyakan hibrid Acacia untuk menghasilkan bahan tanaman yang seragam dalam jumlah besar (Le & Ha, 2016).

Bibit hasil perbanyakan secara vegetatif (klon) selanjutnya diuji di lapangan sebagai uji klon (clonal test) untuk menguji kinerja klon hibrid Acacia di lapangan pada berbagai tapak (site) di beberapa lokasi untuk mendapatkan hibrid vigor dengan pertumbuhan yang optimal dan stabil serta ripitabilitas tinggi untuk masing-masing lokasi (Libby & Ahuja, 1993). Dari serangkaian uji klon akan dihasilkan klon-klon yang unggul pada semua tapak (stable clone) dan klon yang unggul pada masing-masing tapak. Klon-klon terseleksi tersebut kemudian diperbanyak secara masal untuk dilakukan uji lanjut di lapangan yaitu uji perolehan genetik (gain trial).

Hasil perbanyakan klon-klon terseleksi tersebut, selain sebagai bahan uji perolehan genetik juga digunakan sebagai bahan uji lain yaitu uji ketahanan terhadap serangan penyakit yang selama ini menyerang tanaman A. mangium. Selain itu juga dilakukan pengujian terhadap cekaman lingkungan seperti

Page 24: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

14

kekeringan dan kadar garam serta areal genangan (flooded area). Apabila tanaman pada uji klon telah mencapai umur tertentu, maka dilakukan analisis sifat-sifat kayunya untuk mengetahui kualitasnya sebagai bahan baku industri.

Pengambilan sampel kayu dilakukan menggunakan metode distrukyif (menebang) dan non distruktif (wood boorer) sesuai dengan sifat-sifat yang akan diobservasi. Sifat-sifat kayu ini selanjutnya akan digunakan sebagai spesifikasi klon-klon tertentu sebagai bahan baku industri kayu dengan kualifikasi sesuai dengan sifat-sifat kayu tersebut. Sebagai contoh adalah klon sebagai bahan baku industri pulp dan kertas adalah klon dengan sifat-sifat kayu antara lain berserat panjang dan hasil pulpnya tinggi serta wood consumption dan kandungan ligninnya rendah.

C. Hasil Pemuliaan Hibrid AcaciaPemuliaan hibrid Acacia di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan telah dilakukan sejak tahun 2000-an dengan membangun plot uji persilangan di Wonogiri pada akhir tahun 1999 diikuti dengan pembangunan kebun benih hibrid (hybrid seed orchard) dan kebun persilangan (breeding garden) yang tersusun dalam strategi co-improvement method (Gambar 1) (Sunarti, 2013). Dalam strategi tersebut beberapa penelitian yang saling terkait yaitu tentang fenologi pembungaan (biologi reproduksi), hibridisasi, pengujian benih, identifikasi dan verifikasi semai hibrid dan perbanyakan klon serta uji klon hibrid di lapangan.

Pengamatan pembungaan pada pohon induk A. mangium dan A. auriculiformis dilakukan selama 2 kali musim puncak pembungaan (tahun 2007 dan 2008) untuk menentukan waktu sinkronisasi pembungaan antara pohon induk yang akan disilangkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa puncak pembungaan pada pohon induk A. mangium terjadi pada kisaran bulan Desember-Januari sedangkan pada A. auriculiformis pada bulan Mei dan September-Desember dengan intensitas pembungaan lebih rendah (10%). Sinkronisasi pembungaan bervariasi yaitu bulan September-

Page 25: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

15

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Desember dan bulan Januari-Mei pada tahun ke-1 dan tahun ke-2 pengamatan dengan intensitas pembungaan berturut-turut sebesar 19,8% dan 28,7% (Sunarti et al., 2013). Pembungaan akan selalu bervariasi dari tahun ke tahun, tergantung lingkungan tempat tumbuhnya terutama suhu dan curah hujan disamping faktor internal dari tanaman itu sendiri (Opick & Rofle, 2005; Pallardy, 2008).

Berdasarkan waktu sinkronisasi pembungaan pada tahun ke-1, dilakukan penyerbukan buatan sebanyak 6 kombinasi dari 2 pohon induk A. mangium dan 4 pohon induk A. auriculiformis dan meningkat menjadi 22 kombinasi pada tahun ke-2 tahun dari pohon induk A. mangium dan A. auriculiformis sebanyak 6 dan 8. Dari total 28 kombinasi persilangan, 23 diantaranya menghasilkan buah yang masak sebanyak 692 polong dari pohon induk A. mangium (Sunarti et al., 2013). Tidak semua polong yang terbentuk menghasilkan benih yang baik, dari 692 polong tersebut diperoleh benih bernas dan kosong berturut-turut sebanyak 3.384 dan 1.581 dengan rata-rata benih bernas per polong sebanyak 2 butir dan meningkat menjadi 5 butir pada pengamatan tahun berikutnya. Tingkat terbentuknya benih bernas yang rendah sangat umum terjadi pada persilangan antar spesies karena terdapat ketidaksesuaian antara serbuksari dan putik serta waktu reseptifitas serbuk sari dan putik yang tidak tepat (Chaudary, 1984; Nghiem, 2011).

Page 26: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

16

KBS A. mangium KBS A. auriculiformis Kebun benih hibrid

Kebun persilangan

Benih hibrid

Semai hibrid

Penanda morfologi

Tes hibrid vigor

Semai hibrid terseleksi

Klon terbaik

Pohon plus Pohon plus

Penyerbukan Fenologi pembungaan

Identifikasi dan verifikasi semai

Seleksi semai: tinggi, kesehatan

Evaluasi: tinggi, diameter, bentuk batang Uji multi lokasi klon

Produksi benih Viabilitas benih

Seleksi semai: Kemampuan bertunas, berakar

Perbanyakan: Stek pucuk/kultur jaringan

Kebun pangkas

Cangkok Cangkok

Benih

1. Sifat-sifat kayu 2. Ketahanan terhadap hama/penyakit, kekeringan. Lahan

gambut

Benih

Gambar 1. Bagan alur strategi pemuliaan hibrid Acacia di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (dikembangkan dari Sunarti, 2013).

Page 27: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

17

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Benih bernas yang dihasilkan dari hibridisasi diuji daya kecambahnya untuk mengetahui kualitas benihnya. Hasil pengujian menunjukkan bahwa daya kecambah benih hibrid A. mangium x A. auricliformis tergolong rendah dibandingkan dengan benih A. mangium dari kebun benih semai (Wang, 1991) yaitu sebesar 48,1%. Selain daya kecambahnya rendah, beberapa benih menghasilkan kecambah tidak normal atau tidak lengkap organnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadinya pembuahan yang tidak sempurna yang disebabkan karena ketidaksesuaian antara putik dan serbuk sari sehingga menghasilkan embrio cacat (Chaudari, 1984). Namun demikian semai yang sehat kemungkinan akan menghasilkan tanaman yang vigor atau biasa disebut heterosis yaitu kinerja pada hibrid generasi pertama yang lebih unggul dibandingkan dengan kedua induknya (Chaudary, 1984; Rufeld, 1988; Ibrahim, 1991; Kha, 2001).

Semai hibrid yang tumbuh dari kecambah yang normal kemudian diidentifikasi menggunakan penanda morfologi untuk mendapatkan semai hibrid putatif dan diverifikasi menggunakan penanda molekuler untuk menentukan tingkat akurasi penanda morfologi (Sedgley et al., 1991). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penanda morfologi berupa perkembangan bentuk daun pada fase semai mempunyai tingkat akurasi yang sangat tinggi (92,2%) (Sunarti et al., 2013). Selanjutnya untuk menghemat waktu dan biaya, penggunaan penanda molekuler untuk mengidentifikasi hibrid A. mangium dan A. Auriculiformis tidak harus dilakukan.

Selanjutnya untuk mengetahui kinerja hibrid A. mangium x A. auriculiformis, semai hibrid yang telah diseleksi di persemaian diperbanyak secara vegetatif untuk menghasilkan bibit (klon) untuk diuji di lapangan (Libby & Ahuja, 1993). Tingkat keberhasilan klon untuk diperbanyak dengan teknik stek pucuk bervariasi antar klon dengan rata-rata kemampuan bertunas sebesar 14,6 tunas per semai dan kemapuan berakar stek (rooting) sebesar 78,4% (Sunarti et al.. 2013). Hasil ini menunjukkan bahwa hibrid Acacia berpotensi besar untuk dikembangkan dalam bentuk perhutanan klon (clonal forestry).

Page 28: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

18

Sekitar 200-an klon hibrid A. mangium x A. auriaculiformis telah dihasilkan dari hibridisasi buatan di kebun persilangan BBPPBPTH dan sebanyak 44 klon diantaranya telah diuji di Wonogiri (Jawa Tengah), Jambi dan Perawang (Riau). Berdasarkan parameter pertumbuhan tinggi dan diameter, klon 44 dan 42 merupakan klon yang relatif stabil pertumbunnya di seluruh lokasi uji (Sunarti et al., 2018). Selanjutnya klon 44, 4 dan 6 merupakan klon dengan pertumbuhan optimal berturut-turut pada lokasi uji di Wonogiri, Perawang dan Jambi. Selanjutnya pengujian perolehan genetik (genetic gain) perlu dilakukan untuk mengetahui peningkatan genetik secara nyata di lapangan terutama penanaman skala besar untuk kepentingan industri.

Disamping kinerja pertumbuhan, juga dilakukan pengujian sifat-sifat kayu pada klon terseleksi untuk menentukan kelayakannya sebagai bahan baku industri kayu. Hasil penelitian terhadap sifat-sifat kayu menunjukkan bahwa klon 44, 25 dan 16 sangat baik sebagai bahan baku pulp dan kertas serta rayon berdasarkan sifat anatomi, panjang serat, nilai turunan dimensi serat, kandungan bahan kimia dan nilai dissolving pulp (Wahno et al., 2014; Sunarti et al.. 2014; Purba, 2018; Kardiansyah, 2018). Selain itu klon 44 juga lebih tahan terhadap serangan rayap kering (Astari, 2018) dan mudah dikeringkan menjadi papan untuk kayu perkakas (Zohra, 2018).

Page 29: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

19

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

A B

C

D

E

F

Gambar 2. Hibrid A. mangium x A. auriaculiformis, batang (A), kulit batang bawah (B), kulit batang tengah (C), pertumbuhan ranting (D), dan daun filodia (E) serta sertifikat terdaftar di PVTPP (F)

Page 30: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

20

Dari serangkaian uji yang telah dilakukan, klon 44 merupakan klon yang sangat potensial untuk dikembangkan lebih lanjut dalam skala yang lebih besar. Klon 44 juga telah terdaftar di Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perijinan Pertanian dengan nama hibrid Acacia Varietas Purwo Sri Ah044 (Gambar 2). Tahapan berikutnya adalah verifikasi uji BUSS (Baru, Unik, Seragam dan Stabil) dan pemberian Hak Intelektual (HAKI) pada varietas tersebut sehingga selanjutnya Varietas Purwo Sri Ah044 dapat dilepas kepada pengguna atau masyarakat industri yang membutuhkan.

IV. PENUTUPPerakitan varietas hibrid Acacia melalui hibridisasi mempunyai beberapa implikasi yang sangat penting, terutama di masa yang akan datang. Melalui perakitan varietas, variasi genetik suatu tanaman dapat ditingkatkan dengan terbentuknya kombinasi gen baru (Zobel & Talbert, 1984) sehingga potensi untuk mendapatkan varietas hibrid vigor/heterosis lebih besar. Peningkatan variasi genetik pada varietas hibrid Acacia akan meningkatkan peluang untuk mendapatkan varietas dengan kinerja optimal pada masing-masing lokasi pengembangan disamping varietas yang berkinerja stabil pada seluruh lokasi uji (Libby & Ahuja, 1993).

Kendala yang dihadapi untuk mendapatkan varietas hibrid Acacia adalah sulitnya dilakukan hibridisasi buatan dengan teknik emaskulasi (pengebirian) sehubungan dengan ukuran kuntum bunga yang relatif kecil, walaupun secara teknis dapat dilakukan (Nghiem, 2011). Kendala ini dapat diatasi dengan melakukan hibridisasi buatan tanpa melalui fase emaskulasi meskipun benih yang dihasilkan tidak 100% merupakan benih hibrid karena kemungkinan terjadinya penyerbukan sendiri masih ada (Sedgley et al., 1991). Untuk meminimalisir terjadinya penyerbukan sendiri, dilakukan isolasi pembungaan (bagging) sebelum dan setelah dilakukannya penyerbukan. Kendala lain yang dihadapi adalah pendeknya waktu sinkronisasi pembungaan antara pohon induk yang akan disilangkan serta kesulitan untuk mendapatkan pohon induk galur murni.

Page 31: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

21

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Kendala pendeknya waktu sinkronisasi pembungaan dapat diatasi dengan teknik penyimpanan serbuk sari, sehingga hibridisasi masih bisa dilakukan di luar waktu sinkronisasi pembungaan antara induk yang akan disilangkan. Penelitian terkait penyimpanan serbuk sari sangat penting dilakukan untuk mengetahui viabilitasnya terkait dengan lama waktu penyimpanannya. Salah satu teknik penyimpanan serbuk sari Acacia yang dikembangkan oleh Kato et al. (2012) adalah penyimpanan serbuk sari dalam selang plastik kemudian dibungkus dengan kertas minyak dan disimpan dalam suhu 18°C. Dengan penyimpanan serbuk sari tersebut diharapkan hibridisasi dengan kombinasi persilangan semakin banyak sehingga kemungkinan diperolehnya varietas unggul Acacia dapat ditingkatkan.

Kemungkinan untuk mendapatkan pohon induk unggul galur murni A. mangium dan A. auriculiformis sangat kecil kemungkinannya terkait dengan umur reproduksinya yang relatif lama (tahunan), hal tersebut hampir terjadi pada semua jenis tanamana tahunan (Zobel & Talbert, 1984). Salah satu usaha yang dapat ditempuh untuk mendapatkan pohon induk yang baik adalah dengan menggunakan pohon induk terseleksi sesuai dengan produk yang akan dihasilkan. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pohon induk perlu ditingkatkan melalui seleksi berulang pada populasi dasar sehingga tersedia beberapa generasi sesuai dengan kriteria seleksi yang diterapkan. Peningkatan kualitas pohon induk diharapkan dapat mendukung peningkatan hasil metode co-improvement yang telah diterapkan sehingga akan diperoleh varietas-varietas dengan karakter yang sesuai dengan tujuan yaitu menggabungkan sifat-sifat unggul dari kedua induknya.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah benih yang dihasilkan dalam program hibridisasi buatan dengan metode langsung dan hibridisasi alam di kebun benih hibrid, merupakan benih hibrid putatif sehingga semai yang dihasilkan perlu diidentifikasi (Sedgley et al., 1991). Identifikasi semai hibrid dapat dilakukan dengan mudah menggunakan penanda morfologi pada tingkat semai yang telah disederhanakan oleh Gan dan Sim (1991). Oleh karena itu, sosialisasi penanda morfologi tersebut di kalangan pekerja di persemaian sangat perlu dilakukan, sehingga seleksi semai hibrid dapat

Page 32: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

22

dilakukan dengan mudah oleh pekerja di persemaian. Identifikasi hibrid Acacia pada tingkat pohon juga mudah dilakukan pada hibrid dengan fenotipik intermediate diantara kedua induknya, yaitu dengan penanda morfologi pada filodia dan kulit batang (Milaba, 2018). Pada kenyataannya tidak semua hibrid mempunyai penampilan fenotipik diantara kedua induknya, beberapa hibrid memiliki fenotipik mirip dengan salah satu induknya sehingga dalam beberapa hal verifikasi menggunakan penanda molekuler perlu dilakukan.

Daftar PustakaAgrawal, R.L. (1998). Fundamentals of plant breeding and hybrid seed

production. Science Publisher, Inc. United States of America.

Ahmad, D.H. (1991). Micropropagation Technique for Acacia mangium×Acacia auriculiformis. Dalam: Carron, L.T., & Aken, K.M. (eds). Breeding Technologies for Tropical Acacias. Proceeding ACIAR. Canberra, (37), 119-121.

Astari, E. (2018). Penyusunan skedul pengeringan dengan metode Terazawa dan penerapannya pada kayu hibrid Akasia (A. mangium × A. auriculiformis). Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Bueren, V. (2004). Acacia hybrid in Vietnam. Final report ACIAR project FST/1986/030. Australia.

Chaudary, R.C. (1984). Introduction to Plant Breeding. Oxford & IBH Publishing Co. New Delhi. Bombay. Calcuta. pp. 40-41.

Galiana, A., Goh, D., Chevallier, M.H., Gidiman, J., Moo, H., Hattah, & Japarudin, Y. (2003). Micropropagation of A. mangium × A. auriculiformis hybrids in Sabah. Boist et Forets Des Tropiques, 275(1).

Gan, E., & Sim, B.L. (1991). Nursery Identification of Hybrid Seedlings in Open Plots. Dalam: Carron, L.T., & Aken, K.M. (eds.). Breeding Technologies for Tropical Acacias. Proceeding ACIAR. Canberra, (37),76-85.

Page 33: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

23

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Hardiyanto, E.B. (1998). Approaches to Breeding Acacias for Growth and From : The Experience at PT. Musi Hutan Persada (Barito Pasific Group). Dalam: Turnbull, J.W., Cropton, H.R., & Pinyopusarerk, K. (eds). Developments in Acacias Planting. ACIAR Proceeding. Canberra. Australia, (82),178-183.

Hardiyanto, E.B. (2004). Silvikultur dan Pemuliaan A. mangium. Dalam: Hardiyanto, E.B., & Arisman, H. (eds). Pembangunan Hutan Tanaman Industri. Pengalaman di PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. Polydor. Yogyakarta. pp. 207-268.

Ibrahim, Z. (1993). Reproductive Biology. Dalam: Awang, K., & Taylor, D. (eds). Acacia mangium Growing and Utilization. Winrock International and the Food and Agriculture Organization of the United Nations. Bangkok.Thailand. pp. 21-30.

Ibrahim, Z., & Awang, K. (1991). Flowering and Fruiting Phenology of Acacia mangium and Acacia auriculiformis in Peninsular Malaysia. Dalam: Carron, L.T., & Aken, K.M. (eds). Breeding Technologies for Tropical Acacias. Proceeding ACIAR. Canberra. (37),45.

Kardiansyah, T. (2018). Dissolving pulp tiga klon Akasia hibrida (A. mangium × A. auriculiformis) dari Wonogiri, Jawa Tengah. Thesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Kato, K., Yamaguchi, S., Chigira, O., & Hanaoka, S. (2014). Comparative study of reciprocal crossing for establishment of Acacia hybrids. Journal of Tropical Forest Science, 26(4), 469-483.

Kato, K., Yamaguchi, S., Chigira, Ogawa,Y., & Isoda, K. (2012). Tube pollination using stored pollen for creating Acacia auriculiformis hybrid. Journal of Tropical Forest Science, 24(2), 209-216.

Kha, L.D. (2001). Studies on the use of natural hybrids between Acacia mangium and Acacia auriculiformis in Vietnam. Agriculture Publising House. Hanoi.

Page 34: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

24

Kha, L.D., Harwood, C.E., & Kien, N.D. (2012). Growth and wood basic density of Acacia hybrid clones at three location in Vietnam. New Forest (43),13-29. DOI 10.1007/s 1056-011-926-y.

Khalid, I., Wahap, R., Sulaiman, O., Mohamed, A., Tabet, T., & Alamjuri, R.H. (2010). Enhancing colour appearances of 15 cultivated 15 year old Acacia Hybrids through heat treatment process. International Journal of Biology, 2(2), 199-209.

Le, D.K., & Ha, H.T. (2016). Research and development of Acacia hybrids for commercial planting in Vietnam. Life Science Agriculture 1(1).

Libby, W.J., & Ahuja, M.R. (1993). Clonal Forestry. Dalam: Clonal Forestri II. Springer-Verlag. Berlin. Heidelberg. Newyork. pp.1-8.

Luangviriyasaeng, V. (2007). Current situation and potential of plantation for pulp industry. NFT News (10):1.

Milaba, A.C. (2018). Variasi morfologi klon hibrid Akasia (A. mangium × A. auriculiformis) diplot uji klon, Wonogiri, Jawa Tengah. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Nghiem, C.Q., Harwood, C.E., Harbard, J.L., Griffin, A.R., Ha, T.H., Koutoulis, A. (2011). A. Floral phenology and morphology of colchicine-induced tetraploid Acacia mangium compared with diploid A. mangium and A. auriculiformis: implications for interploidy pollination. Australian Journal of Botany, (59), 582−592.

Nikles, D.G., Hardwood, C.E., Robson, K.J., Pomroy, P.C., & Keenan, R. (1998). Management and use of ex situ genetic resources of some tropical Acacias species in Queensland. Dalam: Developments in Acacias planting, ed. Turnbull, J.W., Cropton, H.R., & Pinyopusarerk, K. ACIAR Proceedings. No. 82, Canberra, Australia. pp.184-196.

Opick, H., & Rofle, S. (2005). The physiology of flowering plants. Cambridge University Press. Cambridge.

Page 35: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

25

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Pallardy, S.G. (2008). Physiology of woody plants. Elsevier. United State of America.

Pinso, C., & Nasi, R. (1991). The potential Use of Acacia mangium x A. auriculiformis Hybrid in Sabah. In: Breeding Technologies for Tropical Acacias. Australia.pp 17-21.

Purba, B.A. (2018). Kandungan dan aktifitas antioksidan ekstraktif kayu tiga klon hibrid Akasia (A. mangium × A. auriculiformis). Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perijinan Pertanian. (2018). Panduan Pelaksanaan Uji Acacia.

Rimbawanto, A., & Puspitasari, D. (2014). Mengelola penyakit busuk akar pada tegakan Acacia mangium. Dalam: Prosiding seminar nasional benih unggul. Yogyakarta. 19-20 November. SEAMEO BIOTROP. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Rokeya, U.K., Hossain, M.A., Ali, M.R., & Paul, S.P. (2010). Physical and mechanical properties of Hybrid Acacia(Acacia auriculiformis×A. mangium). Journal of Bangladesh Academy of Sciences, 32(2), 181-187.

Rufelds, C.W. (1988). Acacia mangiumand Acacia auriculiformisand Hybrid A. mangium x A. auriculiformis. Seedling Morphology Study. Forest Research Center Publication. No. 41. Sabah. Malaysia.

Sabarnurdin, M.S. (2004). Pengembangan pemanfaatan sumber daya hutan: Sumbang pikir untuk penentuan alternatif, arah dan skenario. Buletin Ilmiah Instiper, 12(1), 113-135.

Sedgley, M., Harbard, J., Smith, R.M., & Wickneswari, R. (1991). Development of hybridization techique for Acacia mangium and Acacia auriculiformis. Dalam: Breeding Technologies for Tropical Acacias. Australia.pp 63-69.

Page 36: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

26

Srihadiono, S.R. (2005). Hutan Tanaman Industri. Skenario masa depan kehutanan Indonesia. Wana Aksara. Serpong. Tangerang.

Statistik Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2018). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sunarti, S., Adyantara, V.D., Suharyanto, Setyaji, T., & Nirsatmanto, A. (2016). Evaluasi produksi benih pada kebun benih hibrid Acacia (Acacia mangium×Acacia auriculiformis) di Wonogiri, Jawa Tengah (in Indonesian). Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan 10(1):39−49.https://doi.org/10.20886/jpth.2016.10.1.39-49.

Sunarti, S., Budiyansah, & Nirsatmanto, A. (2018). Early groeth of A. mangium×A. auriculiformis hybrid clonal trials established at three different sites in Indonesia. Journal of TropicalForest Management, 19(2), 128−137. https://doi.org/10.7226/jtfm.19.2.128.

Sunarti, S., Na’iem, M., Hardiyanto, E.B., & Indrioko, S. (2013). Breeding strategy of Acacia hybrid (A. mangium × A. auriculiformis) to increase forest plantation productivity in Indonesia. Journal of Tropical Forest Management, 19(2),128−137. https://doi.org/10.7226/jtfm.19.2.128.

Sunarti, S. (2013). Breeding strategy of Acacia. Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Sunarti, S. (2007). Identifikasi benih dan semai hibrid A. mangium × A. auriculiformis dan A. auriculiformis × A. mangium menggunakan penanda morfologi dan penanda molekuler SCAR (Sequence Characterized Amplified Region). Thesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Sunarti, S., Akbar, O.T., Ruspandi, Setyaji, T., & Nirsatmanto, A. (2014). Variasi kualitas kayu dan produktivitas pulp beberapa klon Akasia hibrida. Dalam: Prosiding seminar nasional benih unggul. Yogyakarta. 19-20 November.SEAMEO BIOTROP. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Page 37: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

27

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Wahno, I., Lopez, G., Sunarti, S., Adyantara, V., Budyansah, & Hermawan, S. (2014). Teknologi benih Akasia hibrida: Upaya peningkatan produktivitas hutan tanaman industri pulp dan kertas di Indonesia.Dalam:Prosiding seminar nasional benih unggul. Yogyakarta. 19-20 November.SEAMEO BIOTROP. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Wang, B.S.P. (1991). Evaluating,interpreting, and reporting seedling test result. Dalam: Standar germination test. Training course proceeding. 14-18 Januari . Muak-Lek.Saraburi. Thailand.pp 25-30.

Yahya, R., Sugiyama, J., & Gril, J. (2010). Some anatomical features of Acaciahybrid, A. mangium and A. auriculiformisgrown in Indonesia with regard to pulp yield and strength paper. Journal of Tropical Forest Science, 33(3), 343-351.

Zobel, B., & Talbert, J. (1984). Applied Forest Tree Improvement. John Willey and Sons, Inc, USA.

Zohra, F. (2018). Variasi keawetan alami kayu hibrid Akasia (A. mangium × A. auriculiformis) pada arah aksial dan radial pohon terhadap serangan rayap kayu kering.Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Page 38: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya
Page 39: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

PEMULIAAN TANAMAN PENGHASIL KAYU UNTUK

BAHAN BAKU INDUSTRI PULP DAN KERTAS ACACIA DAN

EUCALYPTUS

Arif Nirsatmanto, Sri Sunarti, Teguh Setyaji, Betty Rahma Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, Dwi Siwi Yuliastuti, dan

Sumaryana

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pemuliaan Tanaman Hutan, Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman,

Yogyakarta, 55582; email: [email protected]

I. PENDAHULUAN

A. Perkembangan Industri Pulp dan Kertas Dunia

Perkembangan industri pulp dan kertas di dunia dalam dua dasawarsa terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi yang dipacu dengan kecenderungan permintaan konsumsi kertas yang tinggi. Sebagai contohnya, dalam tahun 1985–1996, konsumsi kertas meningkat dari 2 juta ton pada tahun 1985 menjadi 8,1 juta ton di tahun 1996 (PPI 1985-1997). Sementara itu, data FAO tercatat bahwa pada tahun 2000 sektor

Page 40: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

30

kehutanan telah memberikan kontribusi ekonomi sebesar USD 350 milliar sebagai nilai tambahnya, dimana 50% diantaranya adalah berasal dari industri pulp dan kertas (FAO, 2004). Saat ini kebutuhan akan kertas dunia terus semakin meningkat mencapai 400 juta ton per tahun dimana lebih dari 50% kebutuhan akan kertas ini berada di China, Amerika Serikat dan Jepang (EPN, 2018).

Diprediksikan bahwa walaupun terkena dampak resesi ekonomi dunia, ekspansi perkembangan industri pulp dan kertas akan masuk secara besar besaran dari belahan dunia bagian Utara (Eropa, Amerika) ke Selatan (Asia Pasific dan Afrika) (Lang, 2007). Asia saat ini menjadi wilayah dengan produksi pulp dan kertas tertinggi di dunia (Anonymous, 2017). Beberapa negara di Asia sebagai produsen pulp dan kertas antara lain adalah China, Japan, Korea Selatan, Brazil, India, Indonesia, Malaysia, Vietnam, Thailand dan Laos. Saat ini China menjadi negara produsen pulp dan kertas terbesar di dunia menggeser posisi Amerika Serikat.

B. Tantangan Produktivitas Hutan Tanaman untuk Industri Pulp dan Kertas Nasional

Sebagai implikasi dari semakin meningkatnya perkembangan industri pulp dan kertas, ketersediaan pasokan bahan baku menjadi komponen yang sangat vital. Di Indonesia, sebagai bagian dari revitalisasi industri kehutanan, disamping percepatan pembangunan hutan tanaman industri seluas 5 juta hektar sampai 2009, juga telah ditetapkan target hutan rakyat seluas 5 juta hektar sampai 2016 (Dephut, 2007). Dari capaian hutan tanaman 2007 seluas 3,4 juta hektar, 2,4 juta hektar diantaranya merupakan hutan tanaman untuk suplai kebutuhan bahan baku pulp dan kertas serat pendek / Blenched Hardwood Kraft Pulp (Barr, 2007). Indonesia tercatat menduduki peringkat ke-10 sebagai negara produsen kertas terbesar di dunia dengan kapasitas produksi sekitar 10 juta ton (Anonymous, 2017). Merujuk pada kinerja ekspor nasional sampai tahun 2016 untuk ekspor produk kehutanan,

Page 41: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

31

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

industri kertas menduduki peringkat pertama dengan nilai ekspor berkisar USD 3 milyar, dan industri pulp menduduki peringkat ketiga tertinggi dengan nilai ekspor berkisar USD 1,6 milyar (MoEF, 2018).

Road Map Revitalisasi Sektor Kehutanan, khususnya Industri Kehutanan, telah ditetapkan target pencapaian peningkatan kapasitas industri pulp dari 6,5 juta ton/tahun pada tahun 2007 menjadi 16 juta ton/tahun pada tahun 2020. Sedangkan untuk industri kertas dari 10,5 juta ton/tahun menjadi 18,5 juta ton/tahun (Barr, 2007). Dengan asumsi 1 ton pulp memerlukan bahan baku kayu 4,9 m3, maka dengan target capaian 16 juta ton/tahun akan dibutuhkan bahan baku kayu kurang lebih sebanyak 78 juta m3/tahun. Sementara itu realisasi produksi kayu dari hutan tanaman sampai tahun 2017 masih berkisar 37 juta m3 (MoEF, 2018).

Mempertimbangkan rencana target kapasitas produksi di atas, dengan asumsi produktivitas tegakan sebesar 200 m3/ha (MAI 25 m3/ha/th, daur 8 tahun), maka dibutuhkan areal tebang seluas 390.000 ha/tahun. Sementara itu rata-rata kemampuan penanaman per tahun secara nasional hanya berkisar antara 150.000 ha – 200.000 ha dengan produktivitas lahan yang dimungkinkan akan semakin menurun setelah beberapa rotasi. Dalam kondisi ini, maka peningkatan produktivitas tegakan menjadi salah satu kunci keberhasilan pencapaian kapasitas industri pulp dan kertas tersebut. Tanpa adanya peningkatan produktivitas tegakan, maka target capaian ini akan sangat sulit untuk dipenuhi.

Disamping peningkatan produktivitas secara kuantitas, tuntutan peningkatan kualitas bahan baku juga akan sangat menentukan kualitas produk dan efisiensi proses industri pulp dan kertas. Dengan kata lain, produktivitas tegakan yang tinggi akan menghasilkan ketersediaan volume bahan baku (m3) yang besar, dan dipadukan dengan kualitas bahan baku kayu (wood property) yang baik akan mampu memberikan hasil pulp (pulpwood productivity) yang tinggi. Untuk itulah, maka upaya-upaya untuk membangun hutan tanaman dengan produktivitas yang tinggi dengan kualitas kayu yang baik sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pembangunan hutan tanaman dan industri kehutanan ke depan.

Page 42: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

32

Pemilihan jenis yang tepat merupakan salah satu langkah awal yang baik dalam upaya peningkatan produktivitas hutan tanaman. Acacia mangium, Acacia crassicarpa dan Eucalyptus pellita merupakan jenis-jenis unggulan yang banyak digunakan dalam pembangunan hutan tanaman dengan tujuan untuk industri pulp dan kertas serat pendek (BHKP). Hal ini karena disamping jenis tanaman ini memiliki nilai produktifitas pulp yang tinggi, juga memiliki pertumbuhan yang cepat dan mampu tumbuh pada lahan-lahan marginal. Upaya-upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman ini telah banyak dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik dari aspek silvikultur, pemuliaan tanaman, teknologi hasil hutan dan ekonomi, serta dampak lingkungan.

Memperhatikan produktivitas yang telah dicapai tersebut di atas, perlu kiranya tetap disadari bahwa dalam era kompetisi global yang semakin intensif ke depan, industri kehutanan akan menghadapi tantangan yang lebih berat, yaitu terpenuhinya kebutuhan bahan baku industri dengan kualitas tinggi dan dalam jumlah yang memadai. Di lain pihak, sebagai bagian dari upaya SFM, disamping dituntut produktivitas yang tinggi, bahan baku tersebut harus dihasilkan dari tegakan-tegakan yang sehat dan dikelola secara lestari, tingkat biaya yang rendah serta ramah lingkungan.

Problematika pembangunan hutan tanaman saat ini semakin serius, terkait dengan meningkatnya tekanan faktor biotik dan abiotik seperti serangan hama dan penyakit, kebakaran hutan dan perubahan iklim (climate change). Kondisi ini memiliki dampak terhadap penurunan produktivitas dan kualitas tegakan. Serangan penyakit busuk akar (root-rot disease) karena jamur Ganoderma philippii telah menyebabkan penurunan produktivitas A. mangium di Sumatera mencapai 40-60% (Glen et al., 2009). Sementara penyakit busuk akar belum mampu untuk diatasi, sudah muncul serangan penyakit busuk batang karena jamur Ceratocystis yang tidak kalah parahnya pada tanaman A. mangium (Tarigan et al., 2011) dan juga potensial untuk menyerang pada tanaman E. pellita (Thu et al., 2014). Untuk itu kegiatan pemuliaan tanaman Acacia dan Eucalyptus sudah saatnya untuk memperluas target dan fokus keunggulan sifat pada ketahanan terhadap kedua penyakit ini.

Page 43: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

33

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

C. Strategi Pemecahan Masalah Mempertimbangkan kondisi di atas, maka dukungan lembaga penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan produk yang mampu menjawab tantangan tersebut melalui penelitian yang bersifat adaptif, antisipatif dan inovatif sangat diperlukan. Road Map Litbang Kehutanan Indonesia 2010-2025 telah menetapkan dukungan hasil litbang untuk pencapaian target produktivitas hutan tanaman jenis-jenis unggulan untuk kayu pulp dalam kurun waktu 15 tahun di atas 40 m3/ha/tahun, dengan target 5 tahun pertama sebesar 35 m3/ha/tahun (Dephut, 2009). Memperhatikan target capaian ini dan untuk mengatasi gap kekurangan bahan baku kayu untuk industri pulp dan kertas di atas, maka dilakukan kegiatan pemuliaan tanaman untuk menghasilkan benih unggul beberapa jenis unggulan hutan tanaman Acacia dan Eucalyptus yang diarahkan ke dalam tiga sasaran pokok, yaitu 1) peningkatan produktifitas volume tegakan (MAI) sebesar 40-60%, dan 2) peningkatan kualitas bahan baku kayu sebesar 18-28% untuk mengurangi konsumsi bahan baku per 1 ton pulp, 3) peningkatan daya ketahanan dan toleransi terhadap serangan penyakit.

D. Ruang Lingkup KegiatanRuang lingkup kegiatan dan rancangan penelitian dalam pemuliaan tanaman jenis Acacia dan Eucalyptus secara garis besar sebagaimana disajikan pada Gambar 1.Core research difokuskan pada pembangunan populasi penangkaran (breeding population) dengan tiga fungsi, yaitu 1) fungsi pengujian genetik melalui uji keturunan ( progeny test), uji klon (clonal test) dan hibridisasi (hybridization), 2) fungsi produksi benih unggul melalui kebun benih semai, kebun benih klon dan perbanyakan klonal, 3) fungsi populasi dasar (genetic base) untuk pemuliaan generasi berikutnya.Core research diperkuat dengan beberapa ruang lingkup untuk mencapai sasaran keunggulan produk dan IPTEK yang diperlukan, yaitu konservasi sumber daya genetik (gene conservation), produksi masal benih unggul hasil pemuliaan (mass production), ketahanan penyakit (disease resistance), ketahanan cekaman lingkungan (stress

Page 44: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

34

adaptability), biotechnology (DNA molecular dan tissue culture), peningkatan produktivitas pertumbuhan dan kualitas kayu (growth productivity dan wood properties) serta kualitas produk pulp dan kertas (pulp properties). Adapun rancangan penelitian dengan

Gambar 1. Kerangka penelitian dan ruang lingkup penelitian pemuliaan tanaman penghasil kayu untuk bahan baku industri pulp dan kertas jenis Acaciadan Eucalyptus

Dalam jangka waktu 30 tahun, rancangan penelitian pemuliaan tanaman penghasil kayu untuk bahan baku industri pulp dan kertas jenis Acacia dan Eucalyptus disusun dalam beberapa milestones sesuai dengan target sasaran produk dan kesiapan sumber daya yang ada. Terdapat tiga milestones capaian, yaitu (1) 1994-2000, (2) 2000-2010, dan (3) 2010-2020. Adapun kegiatan penelitian dan target capaian masing-masing milestones sebagaimana uraian di bawah ini.

Page 45: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

35

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Tabel 1. Milestones Acacia dan Eucalyptus

Tahun Jenis Target pemuliaan Lokasi pengembangan1994-2000

Generasi 1 (F-1)

A. mangium,

A. crassicarpa,

A. auriculiformis

E. pellita

E. urophylla

Volume tegakan (m3/ha)

Bentuk batang

Jawa Tengah

Sumatera Selatan

Riau

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

Kalimantan Barat2000-2010

Generasi 2 (F-2)

A. mangium,

A. crassicarpa

A. auriculiformis

E. pellita

Volume tegakan (m3/ha)

Bentuk batang

Kualitas kayu

Jawa Tengah

Sumatera Selatan

Riau

Kalimantan Selatan

2010-2020

Generasi 3 (F-3)

A. mangium F-3

Acacia hibrid

(A. mangium × A. auriculiformis)

E. pellita F-3

Volume tegakan (m3/ha)

Kualitas kayu

Kualitas pulp dan kertas

Ketahanan penyakit

Jawa Tengah

Riau

Jambi

Papua

E. Strategi PemuliaanStrategi pemuliaan tanaman penghasil kayu untuk bahan baku industri pulp dan kertas jenis Acacia dan Eucalyptus ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Waktu dan target kebutuhan produksi benih unggul yang mendesak,

2. Karakter tanaman terkait reproduksi dengan kemudahan perbanyakan secara vegetatif,

3. Ketersediaan sumber materi genetik.

Page 46: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

36

Memperhatikan faktor-faktor di atas, strategi pemuliaan ditempuh dengan mengadopsi sistem seleksi berulang (recurrent selection system) dimana proses seleksi (selection), perkawinan (mating) dan perbanyakan (propagation) akan diulang melalui beberapa generasi pemuliaan (Namkoong et al., 1988). Melalui sistem ini maka perbaikan genetik (genetic gain) akan meningkat secara akumulatif dari generasi ke generasi sesuai dengan target seleksi yang akan dicapai. Tipe materi genetik atau famili yang diuji pada populasi penangkaran adalah half-sib famili hasil persilangan secara terbuka (open pollinated families). Sedangkan manajemen populasi penangkaran yang digunakan adalah sistem populasi tunggal (single population) dan sistem sub-galur (sub-line system) berdasarkan sumber provenansi materi genetik yang digunakan (Burdon and Namkoong, 1983; Barnes, 1984).

Untuk meningkatkan perbaikan genetik secara simultan, maka strategi seleksi yang digunakan adalah seleksi multi-sifat (multiple-traitsselection), yaitu dengan menggunakan kriteria seleksi yang merupakan gabungan dari beberapa sifat yang menjadi target pemuliaan. Dalam seleksi multi-sifat ini, sifat-sifat yang menjadi prioritas utama secara ekonomi akan diberikan bobot yang lebih besar. Sedangkan untuk sifat-sifat yang memiliki korelasi genetik yang tinggi, seleksi akan dilakukan berdasarkan salah satu sifat saja dengan pertimbangan kemudahan dalam pengamatan dan pengukuran. Untuk sifat-sifat tertentu yang tidak bisa dilakukan secara multi-sifat, maka strategi dilakukan dengan model bertahap satu per satu, yaitu pola tandem selection ataupun two stage selection (Zobel & Talbert, 1984).

Pola perkawinan yang digunakan dalam strategi pemuliaan ini adalah pola perkawinan terbuka dengan identifikasi genetik hanya pada induk betina saja untuk menghasilkan keturunan atau anakan half-sib. Pola ini ditempuh dengan pertimbangan bahwa jenis-jenis Acacia dan Eucalyptus merupakan jenis cepat tumbuh dengan fase reproduksi yang cepat, yaitu pembungan dan produksi biji mulai terjadi pada umur tanaman yang muda berkisar 3-5 tahun. Disamping itu teknologi persilangan terkendali (controlled pollination) juga sangat sulit karena bentuk bunga yang sangat kecil sehingga sangat sulit untuk dilakukan emaskulasi, khususnya pada jenis-jenis Acacia.

Page 47: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

37

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Pola perbanyakan tanaman hasil pemuliaan dalam rangka produksi masal benih unggul maupun kepentingan pemuliaan tanaman selanjutnya ditempuh menggunakan dua metode, yaitu benih dan klonal. Produksi benih akan ditempuh melalui pembangunan kebun benih semai dan kebun benih klonal menggunakan induk-induk benih terpilih hasil uji keturunan. Sedangkan untuk produksi klonal ditempuh melalui pembangunan kebun pangkas menggunakan induk-induk terpilih hasil uji klon.

II. BENIH UNGGUL DAN VARIETAS BARU

A. Acacia mangium Sebaran alami A. mangium meliputi Papua-Indonesia, Papua Nugini, dan Queensland- Australia.Strategi pemuliaan yang ditempuh adalah sistem sub-galur (sub-line) yang dikelompokan berdasarkan informasi sumber provenansinya (sebaran populasi alaminya) dengan mengadopsi sistem seleksi berulang pada beberapa generasi (reccurent selection system). Materi dasar genetik yang digunakan dalam pemuliaan generasi pertama (F-1) A. mangium dikoleksi dari pohon induk terpilih (pohon plus) dari beberapa provenan terbaik di hutan alam. Pohon induk dikelompokkan ke dalam lima sub-galur, yaitu Sub-galur A meliputi populasi Papua Nugini bagian barat, Sub-galur B meliputi Papua Nugini bagian Timur, Sub-galur C meliputi Queensland bagian Utara, Sub-galur D meliputi Queensland bagian Selatan, dan Sub-galur D meliputi Papua, Indonesia. Setelah serangkaian proses pengujian keturunan F-1 selesai, dengan menggunakan materi genetik terpilih pada generasi ini selanjutnya secara berturut turut dilakukan pemuliaan generasi kedua (F-2) dan generasi ketiga (F-3) dengan metode seleksi berulang yang sama sebagaimana F-1 (Kurinobu, 1993; Nirsatmanto, 1996; Kurinobu, Nirsatmanto & Kawasaki, 1998).

Page 48: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

38

Populasi pemuliaan A. mangium dilakukan melalui pembangunan Kebun Benih Semai Uji Keturunan (KBSUK) atau breeding seedling orchard yang merupakan salah satu bentuk populasi pemuliaan yang memiliki tiga fungsi, yaitu 1) sebagai plot pengujian keturunan untuk mengamati parameter genetik, 2) sebagai kebun benih setelah melalui seleksi genetik dan penjarangan, dan 3) sebagai populasi dasar untuk pemuliaan pada generasi-generasi selanjutnya (Barnes, 1995). KBSUK dari masing-masing sub-galur dibangun tersebar di beberapa lokasi yang mewakili rencana pengembangan dan penanaman A. mangium, yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.

Foto: Nirsatmanto

A

D C

B

Foto: Nirsatmanto

Gambar 2. Kebun Benih Semai Uji Keturunan Generasi Ketiga (F-3) Acacia mangium di Wonogiri, Jawa Tengah. Umur 1 tahun (A), 2 tahun (B), 3 tahun (C), 4 tahun (D)

Page 49: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

39

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Pengamatan dan pengukuran pertumbuhan tanaman di KBSUK serta analisa data dilaksanakan secara periodik dan hasilnya digunakan sebagai dasar pelaksanaan seleksi secara bertahap di KBSUK, yang meliputi seleksi dalam plot, seleksi famili atau kombinasi dengan seleksi dalam famili serta seleksi pohon plus. Seleksi diarahkan untuk mendapatkan A. mangium yang unggul dalam pertumbuhan riap, berbatang tunggal, lurus dan silindris dengan kualitas kayu yang lebih baik. Setelah serangkaian seleksi selesai dilaksanakan, KBSUK A. mangium siap digunakan dalam memenuhi fungsinya sebagai kebun benih untuk memproduksi benih unggul. Disamping itu dengan sistem sub-galur yang diterapkan, maka produksi benih unggul juga akan dihasilkan dari kebun benih komposit yang dibangun menggunakan kumpulan pohon induk benih terbaik dari masing-masing sub-galur (Kurinobu, 1993). Dari pohon induk benih terpilih setelah seleksi sebanyak 300 pohon per hektar, kebun benih A. mangium mampu memproduksi benih unggul dengan kapasitas produksi rata-rata sebanyak 50 kg/ha/tahun (Nirsatmanto, 2012).

Untuk melihat besarnya peningkatan produktivitas tegakan dari penggunaan benih unggul A. mangium yang dihasilkan, selanjutnya dilakukan verifikasi melalui uji perolehan genetik (genetic gain trial) di beberapa lokasi. Pengujian dilakukan dengan pola tanam dan teknik silvikultur sebagaimana penanaman dalam skala operasional. Dari hasil verifikasi melalui pengujian di lapangan menunjukkan bahwa benih unggul A. mangium mampu meningkatkan produktivitas tegakan mencapai 30-50% dibandingkan dengan benih biasa yang tidak dimuliakan atau produktivitas volume tegakan mencapai 290-325 m3/ha (Nirsatmanto et al., 2015). Selanjutnya disebutkan benih unggul A. mangium hasil pemuliaan generasi kedua (F-2) mampu meningkatkan produktivitas tegakan sebesar 13% di atas benih unggul generasi pertama (F-1). Dengan penggunaan benih unggul ini, maka masa panen tegakan A. mangium bisa dilakukan 1,5 tahun – 2 tahun lebih cepat. Benih unggul A. mangium generasi pertama (F-1), generasi kedua (F-2) dan generasi ketiga (F-3) telah dilepas oleh Menteri Kehutanan dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan masing-masing pada tahun 2004, 2014 dan 2015.

Page 50: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

40

B. Acacia crassicarpa Sebaran alami A. crassicarpa secara umum hampir sama dengan sebaran alami A. mangium meliputi Papua-Indonesia, Papua Nugini, dan Queensland- Australia. Sebagaimana A. mangium, strategi pemuliaan yang ditempuh adalah sistem sub-galur dengan sistem seleksi berulang. Materi dasar genetik yang digunakan dalam pemuliaan generasi pertama (F-1) A. crassicarpa dikoleksi dari pohon induk terpilih dari beberapa provenans dan dikelompokkan ke dalam empat sub-galur, yaitu Sub-galur A dan Sub-galur B meliputi populasi Papua Nugini bagian barat, Sub-galur C meliputi Queensland, Sub-galur D meliputi Papua, Indonesia. Setelah serangkaian proses pengujian keturunan F-1 selesai, dengan menggunakan materi genetik terpilih pada generasi ini selanjutnya secara berturut turut dilakukan pemuliaan sampai pada generasi kedua (F-2).

Foto: NirsatmantoB A

Foto: Nirsatmanto

Gambar 3. Kebun Benih Semai Uji Keturunan (KBSUK) Generasi Kedua (F-2) Acacia crassicarpa Wonogiri, Jawa Tengah. Umur 2 tahun (A), umur 3 tahun (B)

Pembangunan KBSUK dari masing-masing sub-galur dibangun di beberapa lokasi yang mewakili rencana pengembangan dan penanaman A. crassicarpa, yaitu Jawa Tengah, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan. Sebagaimana jenis A. mangium, pengukuran pertumbuhan tanaman dan

Page 51: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

41

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

analisa data dilaksanakan secara periodik. Seleksi dilaksanakan meliputi seleksi dalam plot, seleksi famili atau kombinasi dengan seleksi dalam famili serta seleksi pohon plus dengan fokus perbaikan sifat dalam pertumbuhan riap, dan bentuk batang. Nirsatmanto, 1998 melaporkan bahwa secara umum A. crassicarpa provenans Papua Nugini menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan provenans Queensland. Namun demikian pada sifat bentuk batang, provenans Queensland menunjukkan rasio tanaman berbatang ganda (multiple-stem) yang lebih kecil dibandingkan dengan Papua Nugini. Estimasi nilai heritabilitas berkisar kategori rendah – sedang dengan prediksi perbaikan genetik pada pemuliaan F-2 menunjukkan angka dibawah 5% dengan nilai tertinggi pada sifat tinggi bebas cabang dan volume batang (Kartikaningtyas et al., 2018).

C. Acacia auriculiformisSebagaimana jenis A. mangium dan A. crassicarpa, sebaran alami jenis A. auriculiformis juga meliputi Papua-Indonesia, Papua Nugini, dan Queensland- Australia. Namun demikian strategi pembangunan populasi pemuliaan dilaksanakan dengan populasi tunggal (single population), yaitu materi genetik dari populasi yang berbeda dibangun pada satu KBSUK yang sama. Strategi seleksi dilaksanakan melalui seleksi famili dan seleksi dalam famili dengan fokus perbaikan sifat pertumbuhan tanaman dan bentuk batang.

Pembangunan KBSUK dibangun di beberapa lokasi yaitu Jawa Tengah, Yogyakarta, Riau, Jambi, Sumatera Selatan. Sebagaimana jenis A. mangium dan A. crassicarpa, pengukuran pertumbuhan tanaman dan analisa data dilaksanakan secara periodik. Pengamatan juga dilakukan pada beberapa sifat kayu. Seleksi dilaksanakan meliputi seleksi dalam plot, seleksi famili atau kombinasi dengan seleksi dalam famili serta seleksi pohon plus dengan fokus perbaikan sifat dalam pertumbuhan riap, dan bentuk batang. Secara umum variasi genetik pada KBSUK A. auriculiformis menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan jenis A. mangium dan A. crassicarpa dengan

Page 52: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

42

estimasi nilai heritabilitas berkisar kategori sedang – tinggi (Handayani et al., 2018). Selanjutnya dilaporkan bahwa prediksi perbaikan genetik A. auriculiformis berkisar antara 4 – 7% dengan nilai tertinggi pada sifat tinggi tanaman.

Foto: NirsatmantoD C

B A

Foto: Nirsatmanto

Gambar 4. Kebun Benih Semai Uji Keturunan Generasi Kedua (F-2) Acacia auriculifomris Gunungkidul, Yogyakarta. Umur 4 bulan (A, B), umur 2 tahun (C), umur 3 tahun (D)

Page 53: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

43

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Pengamatan pada beberapa sifat kayu menunjukkan rata-rata panjang serat 1,08 mm, berat jenis kering udara 0,711 g/cm3 dan kandungan lignin 30,9% (Hazegawa et al., 2009). Selanjutnya dilaporkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antar provenans (Papua Nugini dan Queensland) terhadap tiga sifat kayu diamati tersebut. Secara umum A. auriculiformis menunjukkan nilai berat jenis kayu dan kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis A. mangium. Sementara itu panjang serat menunjukkan nilai yang hampir sama antara kedua jenis ini.

D. Eucalypus pellita Sebaran alami E. pellita meliputi Papua-Indonesia, Papua Nugini, dan Queensland- Australia. Strategi pemuliaan yang ditempuh adalah sistem sub-galur dan populasi tungal dengan mengadopsi sistem seleksi berulang pada beberapa generasi.Pada sistem sub-galur, pohon induk dikelompokkan ke dalam empat sub-galur, yaitu tiga sub-galur dari Papua Nugini (Sub-galur A meliputi populasi North of Kiriwo, Sub-galur B meliputi Short of Kiriwo, dan Sub-galur C meliputi Serrisa Village) dan satu sub-galur dari Indonesia (Sub-galur D meliputi populasi Bupul dan Muting). Proses pemuliaan tanaman melalui Kebun Benih Semai Uji Keturunan sudah sampai pada pemuliaan generasi ketiga (F-3) yang tersebar di beberapa lokasi yang mewakili rencana pengembangan dan penanaman E. pellita, yaitu Jawa Tengah, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan. Kegiatan seleksi diarahkan untuk mendapatkan E. pellita yang unggul dalam pertumbuhan riap, kualitas kayu, kualitas pulp dan kertas.

Selain KBSUK, pemuliaan E. pellita juga dilakukan melalui perakitan varietas baru, yaitu pengembangan klon unggul hasil pengujian keturunan yang memiliki karakteristik sebagai varietas baru, yaitu baru, unik, seragam dan stabil. Pengembangan varietas baru E. pellita diharapkan memiliki produktivitas yang lebih tinggi baik pada perumbuhan maupun kualitas kayunya. Produktivitas varietas baru diverifikasi melalui uji klonal (clonal test), sedangkan kebaruan varietas dideskripsi melalui uji BUSS (Baru-

Page 54: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

44

Unik-Seragam-Stabil) sesuai dengan standar panduan pengujian varietas yang dikeluarkan oleh Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perijinan Pertanian (PPVTPP), Kementerian Pertanian. Varietas terpilih selanjutnya diperbanyak melalui perbanyakan klonal dan dilakukan uji produktivitas tegakan lebih lanjut dalam skala yang lebih besar.

Foto: Nirsatmanto

BC

A

D C

Foto: Nirsatmanto

Gambar 5. Kebun Benih Semai Uji Keturunan Generasi kedua (F-2) Eucalyptus pellita (A, B) Wonogiri, Jawa Tengah. Varietas baru Eucalyptus pellita (C, D)

Benih unggul E. pellita yang dihasilkan dari penelitian ini memiliki keunggulan produktivitas volume tegakan berkisar 200-280 m3/ha atau riap volume tegakan berkisar 25-35 m3/ha/tahun. Benih unggul E. pellita generasi pertama (F-1) dan generasi kedua (F-2) telah dilepas oleh Menteri Kehutanan pada tahun 2004 dan 2014. Disamping melalui benih unggul,

Page 55: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

45

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

pemuliaan E. pellita ini juga menghasilkan tiga varietas baru dengan nama “Purwo Bersinar Ep006”, “Purwo Bersinar Ep007”, “Purwo Bersinar Ep016” dengan potensi produktivitas volume tegakan mencapai 200% lebih tinggi dibandingkan dengan benih unggul F-1 (Setyaji et al., 2016). Ketiga varietas baru ini sudah mendapatkan Sertifikat Tanda Daftar Varietas pada Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perijinan Pertanian (PPVTPP), masing-masing secara berurutan dengan nomor: 646/PVHP/2018, 647/PVHP/2018, dan 648/PVHP/2018.

E. Hibrid Acacia Pemuliaan tanaman jenis Acacia dan Eucalyptus sebagai bahan baku pulp dan kertas juga dilakukan melalui perakitan varietas baru hibrid Acacia. Kegiatan ini meliputi kegiatan hibridisasi interspesifik untuk menghasilkan varietas baru hibrid Acacia, uji klon, uji produktivitas dan uji BUSS. Salah satu varietas hibrid Acacia adalah hasil dari persilangan antara Acacia mangium × Acacia auriculformis. Varietas hibrid Acacia yang dihasilkan diprediksi mampu mencapai produktivitas riap volume tegakan sebesar 48 m3/ha/tahun atau 17% lebih tinggi dibandingkan dengan benih unggul F-2 A. mangium (Sunarti et al., 2013). Keunggulan lain dari varietas ini adalah batang yang lurus, tunggal, silindris, percabangan ringan, dan lebih toleran terhadap serangan penyakit busuk hati ataupun busuk akar.

Foto: SunartiA B

Foto: Sunarti

Gambar 6. Pertumbuhan varietas baru hibrid Acacia Purwo Sri Ah44 di Wonogiri, Jawa Tengah umur 1 tahun (A) dn 3 tahun (B)

Page 56: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

46

Sebagai bahan baku industri pulp dan kertas, kualitas kayu klon unggul hibrid Acacia cukup baik dengan tingkat konsumsi kayu per ton pulp berkisar 3,5-4 m3 per ton kayu atau ada penghematan bahan baku kayu per ton pulp sebesar 18-28% (Sunarti et al., 2015). Produk 3 (tiga) varietas hibrid Acacia telah diuji diberbagai tapak site baik pada lahan kering maupun lahan basah (gambut). Varietas baru hibrid Acacia ini telah dideklarasikan sebagai produk unggulan Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Salah satu varietas baru hibrid Acacia dengan nama “Purwo Sri Ah044” saat ini sudah mendapatkan Sertifikat Tanda Daftar varietas pada Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perijinan Pertanian (PPVTPP) dengan nomor: 645/PVHP/2018.

III. SINERGI DAN HILIRISASI INDUSTRI HASIL PEMULIAAN TANAMAN DALAM INDUSTRI PULP DAN KERTAS

Dalam kontek penguatan perekonomian dan kemanfaatan bagi industri, penelitian pemuliaan tanaman merupakan salah satu komponen yang berperan penting di sektor hulu dalam mendukung hilirisasi industri berbasis hasil riset. Peran ini terkait dengan penyediaan bahan baku yang berkualitas dan mampu meningkatkan produktivitas produk hasil industri yang tinggi. Untuk itu, pemilihan komoditas tanaman yang akan dimuliakan sebagai sumber bahan baku harus selalu diselaraskan dengan perkembangan dan kebutuhan industri terkait. Sebagai contoh adalah perkembangan Industri berbahan baku serat tanaman seperti pulp dan kertas, yang secara nasional dan global tren perkembangannya semakin meningkat.

Hilirisasi industri berbasis teknologi hasil riset adalah suatu keniscayaan dan menjadi peluang yang harus ditangkap untuk meningkatkan daya saing industri. Untuk itu Tingkat Kesiapterapan Teknologi (Technology Readiness

Page 57: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

47

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Level/TRL) hasil riset harus selalu ditingkatkan. Upaya ini bisa ditempuh melalui sinergi antar kepakaran dan antar lembaga riset terkait, yaitu 1) Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPPBPTH), KLHK, 2) Pusat Litbang Hasil Hutan (P3HH), KLHK, dan 3) Balai Besar Pulp dan Kertas (BBPK),

Keterangan: BBPPBPTH (Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan). P3HH(Puslitbang Hasil Hutan). BBPK (Balai Besar Pulp dan Kertas)Keterangan: BBPPBPTH (Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman

Hutan). P3HH (Puslitbang Hasil Hutan). BBPK (Balai Besar Pulp dan Kertas)

Gambar 7. Alur sinergi antarkepakaran dan antarlembaga riset dalam hilirisasi industri pulp dan kertas.

Kementerian Perindustrian. Sinergi yang terjalin antar kepakaran dan antar lembaga riset terkait industri pulp dan kertas diharapkan akan mampu menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi untuk meningkatkan nilai tambah, produktivitas, daya saing dan inovasi industri pulp dan kertas nasional. Proses hilirisasi industri pulp dan kertas akan melibatkan beberapa teknologi hasil riset dari fase hulu seperti penyediaan bahan baku yang berkualitas (benih/bibit/varietas unggul, budidaya tanaman), sampai pada fase hilir seperti proses industri (teknologi kayu/wood technology, dan proses manufaktur/ manufacturing process). Bagan alur sinergi antar kepakaran dan antar lembaga riset dalam hilirisasi industri pulp dan kertas disajikan pada Gambar 2.

Page 58: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

48

Strategi pemuliaan dan target produktivitas yang ditetapkan dalam pemuliaan jenis-jenis ini dicapai secara bertahap pada beberapa generasi pemuliaan, meliputi keunggulan bentuk batang (form), pertumbuhan (growth), adaptabilitas (adaptability), ketahanan terhadap hama dan penyakit (pest and disease) serta kualitas kayu (wood properties). Keunggulan sifat-sifat tanaman ini diarahkan untuk memenuhi persyaratan sebagai bahan baku industri pulp dan kertas yang berkualitas dan memenuhi standar. Namun demikian karena keterbatasan tupoksi, sarana prasarana pengujian, teknologi dan SDM yang tersedia saat ini di BBPPBPTH, pemuliaan terkait dengan teknologi kayu dan proses manufaktur industri pulp dan kertas masih terbatas dan masih perlu dikembangkan lebih lanjut. Peningkatan kriteria seleksi dengan memasukkan komponen keunggulan sifat kayu dan proses manufaktur industri perlu dilakukan sehingga kedepan keseluruhan proses pemuliaan tanaman mampu menghasilkan benih/bibit/varietas dengan keunggulan sifat yang komprehensif, integratif dan kompetitif untuk menjawab tantangan dan kebutuhan industri pulp dan kertas yang semakin berkembang.

Menjawab permasalahan yang dihadapi BBPPBPTH dalam pengembangan lebih lanjut dan penyempurnaan hasil pemuliaan tanaman, Pusat Litbang Hasil Hutan dengan keunggulan dan kepakaran dalam teknologi kayu dan pemanfaatan hasil hutan akan menjadi mitra yang sangat penting dalam mendukung dan menyempurnakan strategi seleksi dalam pemuliaan tanaman berbasis kualitas kayu. Penambahan keunggulan sifat kualitas kayu ini akan melengkapi keunggulan benih/bibit/varietas baru yang dihasilkan. Sementara itu pada fase hilir terkait industri pengolahan bahan baku (manufacturing process industry), verifikasi dan standarisasi hasil produk pulp dan kertas dari bahan baku kayu yang ditanam dari benih/bibit/varietas unggul juga sangat diperlukan. Balai Besar Pulp dan Kertas, Kementerian Perindustrian dengan fokus unggulan dalam hilirisasi industri selulosa akan menjadi mitra yang sangat penting untuk mendukung peningkatan kualitas, efisiensi dan standarisasi proses pengolahan bahan baku kayu hasil pemuliaan tanaman menjadi pulp dan kertas.

Page 59: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

49

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Dalam rangka mendukung perkembangan industri pulp dan kertas yang berwawasan lingkungan (green industry), upaya pemuliaan tanaman terus dilakukam untuk menghasilkan varietas tanaman baru yang tidak hanya mampu meningkatkan produktivitas volume bahan baku kayu tetapi juga mampu mengurangi ketergantungan akan kebutuhan bahan bahan kimia dalam proses manufaktur industri di tingkat pengolahan bahan baku kayu menjadi pulp dan kertas. BBPPBPTH sudah merakit beberapa varietas baru Acacia dan Eucalyptus yang memiliki keunggulan pada produktvitas volume dan kualitas kayu, khususnya terkait dengan kandungan zat ekstraktif yang rendah untuk menekan kebutuhan bahan kimia di proses pengolahan bahan baku kayu untuk pulp dan kertas. Perlindungan varietas ini sudah Terdaftar di Pusat Perijinan dan Perlindungan Varieats Tanaman (PPVT), yaitu sebanyak tiga varietas untuk Eucalyptus dengan nama: Purwo Bersinar Ep006, Purwo Bersinar Ep007, Purwo Bersinar Ep014, dan satu varietas untuk Acacia dengan nama: Purwo Sri Ah044. Untuk verifikasi produk pulp dan kertas, saat ini sedang dilakukan sinergi riset antara PUI Pemuliaan Tanaman Hutan Tropis di BBPPBPTH dengan beberapa lembaga riset, yaitu PUI Industri Selulosa di Balai Besar Pulp dan Kertas (BBPK) Bandung dan PUI Pemanfaatan Hasil Hutan Tropis di Puslitbang Hasil Hutan Bogor. Proses perbanyakan massal varietas ini melalui kultur jaringan juga sedang dilakukan sinergi dengan BIOTROP Bogor.

Ancaman akan terjadinya serangan hama dan penyakit juga sudah mendapatkan perhatian dalam pemuliaan Acacia dan Eucalyptus. Kerjasama penelitian luar negeri melalui proyek ACIAR juga sudah terjalin untuk menemukan teknologi dan produk varietas unggul yang tahan terhadap serangan penyakit Ceratocystis yang saat ini telah menjadi ancaman penyakit serius yang menyerang hutan tanaman Acacia. Dalam kerjasama ini, beberapa calon varietas baru yang unggul dan tahan serangan penyakit Ceratocystis sudah ditemukan untuk jenis A. mangium dan A. auriculiformis.

Page 60: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

50

IV. PENUTUPPemuliaan tanaman hutan menjadi langkah yang strategis dalam upaya peningkatan produktivitas bahan baku kayu Acacia dan Eucalyptus untuk industri pulp dan kertas. Serangkaian proses pemuliaan tanaman yang komprehensif dan diperkuat dengan strategi pemuliaan yang efektif dan efisien telah dilakukan pada beberapa generasi untuk beberapa jenis Acacia dan Eucalyptus. Pemuliaan ini sudah menghasilkan produk dalam bentuk benih unggul untuk jenis A. mangium, A. auriculiformis, A. crassicarpa, E. pellita dan produk dalam bentuk varietas baru melalui perbanyakan klonal untuk varietas Purwo Bersinar Ep006, Purwo Bersinar Ep007, Purwo Bersinar Ep014, Purwo Sri Ah044. Keunggulan dari hasil pemuliaan ini adalah dalam pertumbuhan tanaman, kualitas kayu, ketahanan terhadap penyakit dan kualitas produk pulp dan kertas.

Sinergi antar kepakaran dan lembaga riset telah dilakukan untuk memberikan penguatan dan penyempurnaan strategi pemuliaan Acacia dan Eucalyptus, khususnya terkait dengan perbaikan genetik pada sifat-sifat yang berhubungan dengan kualitas bahan baku kayu dan produk pulp-kertas. Disamping itu sinergi dengan lembaga riset terkait dengan proses manufaktur industri pulp dan kertas juga sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing global produk hasil pemuliaan Acacia dan Eucalyptus dalam proses hilirisasi industri pulp-kertas menghadapi tantangan produktivitas dalam eragreen industry.

DAFTAR PUSTAKAAnonim, (2017). The top pulp and paper producing countries in the world.

World Facts.https://www.worldatlas.com/articles/the-top-pulp-and-paper-producing-countries-in-the-world.html

Barnes, R.D. (1984) A multiple population breeding strategy for Zimbabwe. In: Barnes, R.D., & Gibson, G.L. (eds) Provenance and genetic improvement strategies in tropical forest trees. Proceedings of the IUFRO Conference, Mutare, Zimbabwe.

Page 61: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

51

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Barr, C. (2007). Intensively Managed Forest Plantation in Indonesia.Overview of Recent Trends and Current Plans.Center for International Forestry Research.Presented at a conference in Pekanbaru.7-8 Maret. Indonesia.

Departemen Kehutanan. (2007). Road map revitalisasi industri kehutanan Indonesia. p59. Jakarta. Indonesia.

FAO. (2004).Trends and current status of the contribution of the forestry sector to national economies. A paper prepared for the FAO work-programme component on financing sustainable forest management. Working paper: FSFM/ACC/07. Forest Finance.

FAO. (2016). FAO yearbook of forest product 2010-2014. p186. http://www.fao.org/3/a-i5542m.pdf

Glen, M,, Bougher, N.L., & Francis, A.A., et al., (2009). Ganoderma and Amauroderma species associated with root-rot disease of Acacia mangium plantation trees in Indonesia and Malaysia. Australasian Plant Pathology, 38, 345-56.

Handayani, B.R., Kartikaningtyas, D., Setyaji, T., Sunarti, S., & Nirsatmanto, A.. (2018). Keragaman genetik jenis introduksi Acacia auriculiformis pada uji keturunan generasi kedua di Gunungkidul, Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, 4(1), 47-51.

Kartikaningtyas, D., Surip, Setyaji, T., Sunarti, S., & Nirsatmanto, A. (2018). Evaluasi uji keturunan generasi kedua jenis introduksi Acacia crassicarpa di Wonogiri, Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, 4(1), 52-57.

Kurinobu, S. (1993). Consideration on a choice of establishment methods of seedling seed orchard for fast growing species related to a tree improvement strategies in Indonesia. In: Proceedings of national seminar on forest tree improvement. Ministry of Forestry - Gadjah Mada University.Yogyakarta, Indonesia, pp47-52.

Page 62: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

52

Kurinobu, S., Nirsatmanto, A., & Kawasaki, H. (1998). Strategy and procedure of tree improvement toward second generation breeding.Forest Tree Improvement Project-Phase II, FTIP(1), pp35.

Ministry of Environment and Forestry. (2018). The state of indonesia’s forest 2018. p157. Jakarta. Indonesia.

Lang, C. (2008). Plantations, poverty and power: Section 1. World Rainforest Movement, December 2008.

Nirsatmanto, A. (1996). Petunjuk teknis penerapan system sub line dalam pembangunan kebun benih uji keturunan. pp. 1 – 24. Visi dan misi BP3BTH Yogyakarta.

Nirsatmanto, A. (2012). Genetic variation observed in composite seedling seed orchard of A. mangium Wild. At Central Java, Indonesia: Implication for increasing genetic gain and seed production.Journal of Forestry Research, 9(2), 91-100.

Nirsatmanto, A., Setyaji, T., Sunarti, S., & Kartikaningtyas, D. (2015). Genetic gain and projected increase in stand volume from two cycles breeding program of Acacia mangium. Indonesian Journal of Forestry Research, 2(2), 71-79.

Setyaji, T., Nirsatmanto, A., & Sunarti. S. (2016). Early growth and stand volume productivity of selected clones of Eucalyptus pellita. Indonesian Journal of Forestry Research, 3(1), 27-32

Sunarti, S., Na’iem, M., Hardiyanto, E.B., & Sapto, I. (2013). Breeding strategy of Acacia hybrid (A. mangium x A. auriculiformis) to increase forest plantation productivity in Indonesia. Jurnal Manajemen Hutan Tropika, 19(2), 128-137

Sunarti, S., Nirsatmanto, A., & Setyaji, T. (2015). Acacia hybrid (Acacia mangium x Acacia auriculiformis): Promising a new variety of forest tree to increase forest plantation productivity in Indonesia.Proceeding International Seminar on Chalenges of Sustainable Forest Plantation

Page 63: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

53

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Development. Yogyakarta-Indonesia, November 2015. Center for Foresat Biotechnology and Tree Improvement Research. Ministry of Environment and Forestry.

Tarigan, M., Van Wyk, M., Roux, J., Tjahjono, B., & Wingfield, M.J. (2010). Three new Ceratocystis spp. in the Ceratocystis moniliformis complex from wounds on Acacia mangium and A. crassicarpa. Mycoscience, 51, 53-67.

Thu, P., Quynh, D., & Fourie, A. (2014). Ceratocystis wilt – a new and serious threat to Acacia plantations in Vietnam: taxonomy and pathogenicity. In. IUFRO Working Party 2.08.07: Genetics and silviculture of Acacia, sustaining the future of Acacia plantation forestry. Hue, Vietnam.

Zobel, B., & Talbert, J. (1984). Applied forest tree improvement.John Willey and Sons, New York, Brisbane, Toronto, Singapore.

Page 64: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya
Page 65: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

JENIS EKSOTIK MAHONI DAUN LEBAR (Swietenia macrophylla King.) YANG

POTENSIAL DIMULIAKAN UNTUK MENDUKUNG

PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT

Mashudi, Mudji Susanto, Liliana Baskorowati, dan Maman Sulaeman

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 15, Purwobinangun,

Pakem, Sleman, Yogyakarta, 55582; email: [email protected] Catatan: Semua penulis merupakan kontributor utama.

I. PENDAHULUANMahoni daun lebar merupakan pohon besar dengan tinggi rata-rata 25 m, (bahkan ada yang lebih tinggi dari 30 m dengan diameter batang lebih dari 1,5 m (Krisnawati et al., 2011). Sebelum populasi alami Mahoni daun lebar dieksploitasi secara besar-besaran, tinggi tanaman di alam mencapai 40-60 m dengan diameter batang berkisar antara 2,5-3,5 m (Lamb, 1966).

Page 66: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

56

Mahoni daun lebar tersebar secara alami di Belize, Bolivia, Brazil, Colombia, Costa Rica, Equador, El Salvador, Guetemala, Honduras, Mexico, Nicaragua, Panama, Peru dan Venezuela (Krisnawati et al., 2011). Menurut Soerianegara & Lemmens (1994) mahoni daun lebar ditanam secara luas di India, Indonesia, Philipina dan Sri Lanka. Jenis ini juga diintroduksi ke Afrika Barat (Sulaeman & Mashudi, 2016).

Tanaman Mahoni daun lebar mempunyai potensi yang bagus untuk reboisasi dan penghijauan (Schmidt & Joker, 2000). Tanaman ini merupakan jenis introduksi, yang awalnya ditanam oleh Belanda sekitar tahun 1870-an sebagai tanaman peneduh di sepanjang jalan Dandeles (Merak sampai Banyuwangi) (Krisnawati et al., 2011). Jenis ini dapat menyerap polutan udara (Huboyo & Sumiyati, 2009; Hendrasarie, 2007) dan dapat melepaskan oksigen sehingga membuat udara di sekitarnya menjadi segar. Di Indonesia, pengembangan hutan tanaman/rakyat Mahoni umumnya dikelola dengan sistem agoforestri.

Saat ini tanaman Mahoni banyak dibudidayakan karena kayunya mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Untuk mendapatkan kualitas kayu yang baik penebangan sebaiknya dilakukan setelah tanaman berumur 30 tahun (Khaerudin, 1994). Kayu jenis ini dapat digunakan sebagai bahan konstruksi, kayu lapis (plywood/veneer), mebel (furniture), panel, frame, lantai (flooring), bodi mobil, interior perahu, moulding, dan lain-lain (Martawijaya et al., 2005; Mayhew & Newton, 1998). Kayu mahoni mudah digergaji dalam kondisi kering maupun basah dengan hasil akhir yang bagus, disamping itu juga dapat dijadikan sebagai bahan baku kayu lapis dengan kualitas bagus (Soerianegara & Lemmens, 1994).

Page 67: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

57

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

II. STATUS PEMULIAAN MAHONI DAUN LEBAR

Benih unggul merupakan hasil dari rangkaian kegiatan pemuliaan tanaman hutan. Dengan menggunakan benih unggul maka hutan tanaman yang dibangun produktivitasnya akan meningkat. Untuk mendapatkan benih unggul, keragaman genetik memegang peranan yang cukup penting (Zobel & Talbert, 1984).

Siregar et al. (2007) melaporkan bahwa keragaman genetik (he) mahoni di Jawa dengan penanda isozim sebesar 0,326 dan termasuk kriteria tinggi walaupun mahoni termasuk jenis eksotik di Indonesia, sehingga program pemuliaan menjanjikan untuk dilaksanakan. Fenomena ini didukung oleh hasil penelitian yang menginformasikan bahwa berat buah, panjang buah, diameter buah dan jumlah biji per buah jenis mahoni bervariasi antar populasi dan antar pohon induk beberapa populasi di Jawa dan Lombok (Mashudi et al., 2017a). Mengacu pada informasi tersebut, pendekatan kegiatan pemuliaan yang dilakukan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan adalah membangun plot uji keturunan dengan sekuensial sebagai berikut:

A. Materi GenetikPembangunan uji keturunan membutuhkan dukungan materi genetik yang berkualitas agar keturunan yang dihasilkan memiliki sifat-sifat yang unggul. Pengambilan (koleksi) materi genetik dilakukan pada beberapa populasi yang jaraknya berjauhan agar keragaman genetiknya tinggi. Letak geografis dan ketinggian tempat (elevasi) 5 asal populasi pengumpulan materi genetik mohoni untuk pembangunan uji keturunan berasal dari: Parungpanjang-Bogor, Banjar-Ciamis, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bondowoso, dan Lombok (Sulaeman & Mashudi, 2016). Letak geografis dan ketinggian tempat asal populasi pengumpulan materi genetik Mahoni untuk pembangunan uji keturunan disajikan pada Tabel 1.

Page 68: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

58

Tabel 1. Letak geografis dan ketinggian tempat (elevasi) 5 asal populasi untuk pembangunan uji keturunan Mahoni daun lebar

No. Populasi Letak Geografis Ketinggian tempat (m dpl)

1. Parung panjang, Bogor

006o22, 588’-006o22’918’ LS dan 106o30,600’ - 106o30,950’ BT

50 – 70

2. Banjar, Ciamis 007o21,144’ - 007o30,026’ LS dan 108o29,393’ - 108o39,667’BT

50 – 100

3. DIY 007o40,217’ - 007o55,8871’ LS dan 110o07,417’ - 110o25,251’ BT

330 – 550

4. Bondowoso 007o50,315’ - 007o59,448 LS dan 113o48, 217’ - 113o59,671’BT

700 – 800

5. Lombok 008o31,913’ - 008o40,835’ LS dan 116o14,311’ - 116o23,718’ BT

250 – 500

Sumber : Sulaeman & Mashudi (2016).

Pohon induk sebagai sumber pengambilan materi genetik (buah/benih) perlu diseleksi dengan hati-hati, agar anakan yang dihasilkan mewarisi sifat baik dari induknya. Pohon induk sebagai sumber materi genetik dipilih yang berfenotipe bagus (tumbuh cepat, batang lurus, silindris, bebas cabang tinggi), sehat (bebas dari hama dan penyakit) dan pohon induk terpilih merupakan pohon induk terbaik dari pohon-pohon di sekitarnya. Penampilan pohon induk dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 69: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

59

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Gambar 1. Pohon induk Mahoni daun lebar (Foto: Mashudi)

Pengunduhan buah dari pohon induk dilakukan dengan pemanjatan, dimana buah yang telah masak secara fisiologis (warna coklat tua keabu-abuan) dipetik. Pengumpulan (koleksi) buah dipisahkan antar pohon induk dan masing-masing famili diberi identitas/label.

Menurut Mashudi et al. (2017a) menginformasikan bahwa daya berkecambah benih mahoni bervariasi antar populasi. Perbedaan daya berkecambah antar populasi dimungkinkan terjadi karena keragaman kondisi tegakan antar populasi (Tilki & Dirik, 2007). Daya berkecambah benih hasil penyerbukan sendiri (selfing) pada umumnya lebih rendah dibanding benih hasil penyerbukan silang (out crossing). Benih hasil selfing akan berdampak negatif terhadap daya tumbuh awal tanaman dan keragaman genetik karena adanya pengaruh depresi silang dalam (inbreeding depression) (Grueber et al., 2010; Grueber et al., 2008). Lemes et al. (2007) menginformasikan bahwa tingkat penyerbukan silang (out crossing rate) mahoni sebesar 93,25%. Kerapatan

Page 70: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

60

tegakan dalam populasi sangat menentukan tingkat penyerbukan silang pada tanaman hermaprodit (Treuren et al., 1993). Tanaman berpolinator serangga dengan jarak terbang yang terbatas, proses penyerbukan silang akan terjadi dengan baik apabila jarak antar pohon tidak terlalu jauh (Chaix et al., 2003).

Pada tahap pemeliharaan dan pembesaran bibit di persemaian, pertumbuhan bibit mahoni umur 2 bulan bervariasi antar populasi dan antar pohon induk, yaitu dengan kisaran tinggi 15,28-23,24 cm, diameter batang 1,37-1,94 mm dan jumlah daun 3,30-4,42 helai (Mashudi, 2016). Fenomena ini sejalan dengan hasil penelitian yang melaporkan bahwa keragaman genetik mahoni dari Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan penanda isozym cukup tinggi yaitu dengan nilai heterosigositas harapan sebesar 0,326 (Siregar et al., 2007). Keragaman genetik tersebut 23% ditempati oleh keragaman antar populasi dan 77% ditempati oleh keragaman di dalam populasi. Keragaman genetik antar populasi didukung oleh hasil penelitian Rohandi & Widyani (2010) dan Escalante et al. (2012), sedangkan keragaman genetik antar populasi mahoni pada sebaran alamnya di Kostarica sebesar 12% (Navarro & Hernández, 2004). Pada umur 5 bulan, pertumbuhan bibit mahoni baik tinggi maupun diameter batang juga bervariasi antar populasi dan antar pohon induk dengan rata-rata pertumbuhan tinggi berkisar antara 35,47-36,8 cm dan diameter batang berkisar antara 0,36-0,41 cm (Mashudi et al., 2017b; Kumar et al., 2016; Rohandi & Widyani, 2010).

B. Uji GenetikMengacu pada hasil penelitian Siregar et al. (2007) yang menginformasikan bahwa keragaman genetik Mahoni daun lebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur cukup tinggi maka uji genetik yang dibangun adalah uji keturunan. Dari aspek sumber benih, plot uji keturunan yang dibangun dapat dikonversi menjadi sumber benih dengan kelas Kebun Benih Semai (KBS) setelah kegiatan seleksi selesai dilakukan. Menurut Permenhut Nomor P.72/Menhut-II/2009, kebun benih semai merupakan sumber benih yang

Page 71: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

61

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

berada pada kelas 5. Sementara itu pada saat ini sumber benih Mahoni yang ada di Indonesia sebagian besar masih berada pada kelas 1 sampai kelas 3 (Tegakan Benih Teridentifikasi, Tegakan Benih Terseleksi dan Areal Produksi Benih), sehingga kualitas genetis benih yang dihasilkan relatif masih rendah. Informasi beberapa kelas sumber benih Mahoni daun lebar di Pulau Jawa secara rinci disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Beberapa sumber benih Mahoni yang telah disertifikasi di pulau Jawa

No. Lokasi Klasifikasi Sumber Benih Luas (ha)

1. Bogor, Jawa Barat TBT 2,00 2. Cianjur, Jawa Barat TBT 1,603. Garut, Jawa Barat TBT 1,974 Garut, Jawa Barat TBT 1,475. Sumedang, Jawa Barat APB 64,706. Sumedang, Jawa Barat TBT 3,007. Tasikmalaya, Jawa Barat TBS 61,958. Tasikmalaya, Jawa Barat TBT 3,009. Wonogiri, Jawa Tengah TBT 35,0010. Gundih, Jawa Tengah TBT 50,8011. Gundih, Jawa Tengah TBT 21,7012. Gunung Kidul, DIY TBT 3,2013. Malang, Jawa Timur TBT 8,5014. Banyuwangi, Jawa Timur TBT 13,00

Sumber: BPTH Jawa Madura (2013).Keterengan: TBT = Tegakan Benih Teridentifikasi; TBS = Tegakan Benih Terseleksi dan

APB = Areal Produksi Benih.

Uji keturunan mahoni dilakukan di Trenggalek, Jawa Timur dengan materi genetik sebanyak 50 famili dan jarak tanam 4 x 2 m. Pertumbuhan tanaman Mahoni umur 6 bulan di Trenggalek, Jawa Timur bervariasi antar populasi dan famili. Persen hidup tanaman plot uji keturunan umur 6 bulan di

Page 72: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

62

Trenggalek, Jawa Timur sebesar 95% dengan rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 61 cm dan diameter batang sebesar 0,50 cm (Mashudi, 2018).

Uji keturunan mahoni juga telah dibangun oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Palembang dan Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Palembang untuk generasi pertama (F-1) di Kemampo, Sumatera Selatan (Muslimin et al., 2017) . Materi genetik plot uji berasal dari Bogor, Lampung, Bengkulu dan Sumatera Selatan, dengan hasil rata-rata pertumbuhan tinggi sebesar 0,90±0,34 m dan diameter batang sebesar 1,33+0,44 cm pada umur 1 tahun. Taksiran nilai heritabilitas individu (hi) dan heritabilitas famili (hf) berturut-turut sebesar 0,22 dan 0,47 untuk karakter tinggi dan 0,19 dan 0,42 untuk karakter diameter batang. Pada umur yang sama korelasi genetik dan korelasi fenotipik antara karakter tinggi dengan diameter batang masing-masing sebesar 0,79 dan 0,83. Jika dibandingkan dengan plot uji keturunan di Butuan, Philipina dan Cagayan de Oro, Mindanau, Philipina rata-rata tinggi tanaman berturut-turut sebesar 9,4 m dan 3,8 m serta diameter batang sebesar 12,1 cm dan 4,5 cm pada tanaman umur 50 bulan (Abarquez et al., 2015). Narrow sense heritability uji keturunan di Butuan dan Cagayan de Oro masing-masing sebesar 0,37 dan 0,43 untuk karakter tinggi dan 0,29 untuk karakter diameter batang.

III. PENUTUPTerbangunnya Kebun Benih Semai diharapkan akan menghasilkan benih yang secara genetis lebih unggul. Benih unggul merupakan hasil dari rangkaian kegiatan pemuliaan tanaman hutan. Dengan menggunakan benih unggul, maka hutan tanaman yang dibangun produktivitasnya akan meningkat.

Page 73: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

63

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

UCAPAN TERIMA KASIHUcapan terima kasih disampaikan kepada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan yang telah membiayai kegiatan penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur yang telah menyediakan lahan untuk membangun plot uji keturunan Swietenia macrophylla King. Kemudian ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Balai Sertifikasi dan Perbenihan Tanaman Hutan Provinsi Jawa Barat yang telah membiayai dan menyediakan lahan untuk pembangunan plot uji keturuan Swietenia macrophylla di Kiara Payung, Sumedang.

DAFTAR PUSTAKAAbarquez, A., Bush, D., Ata, J., Tolentino, E. L., & Gilbero, D. (2015). Early

growth and genetic variation of mahogany (Swietenia macrophylla) in progeny tests planted in northern mindanao, Philippines. Journal of Tropical Forest Science, 27(3), 314–324.

Balai Perbenihan Tanaman Hutan. (2013). Sertifikasi Sumber Benih Tanaman Hutan Di Wilayah kerja BPTH Jawa dan Madura dari tahun 2009 s/d 2013. Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa-Madura. Sumedang, Jawa Barat.

Chaix, G., Gerber, S., Razavimaharo, V., Vigneron, P., Verhaegen, D., & Hamon, S. (2003). Gene flow estimates with microsatellites in a Malagasy seed orchard of Eucalyptus grandis. Theoretical and Applied Genetics, 107, 705–712.

Escalante, E., Saravia, P., & Bravo, F. (2012). Survival and growth of big-leaf mahogany ( Swietenia macrophylla King. ) seedlings in two provenance trials in Bolivia. Ecologia En Bolivia, 47(1), 37–52.

Page 74: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

64

Grueber, C. E., Wallis, G. P., & Jamieson, I. G. (2008). Heterozygosity–fitness correlations and their relevance to studies on inbreeding depression in threatened species. Molecular Ecology, 17, 3978–3984.

Grueber, C. G., Laws, R. J., Nakagawa, S., & Jamieson, I. G. (2010). Inbreeding depression accumulation across life-history stages of the endangered Takahe. Conservation Biology, 24(6), 1617–1625.

Huboyo, H. S., & Sumiyati, S. (2009). Pengaruh kepadatan kendaraan bermotor dan angin terhadap konsentrasi timbal (Pb) pada daun angsana (Pterocarpus indicus) dan mahoni (Swietenia macrophylla) di musim kemarau. Jurnal Presipitasi, 6(1), 1–5.

Khaerudin. (1994). Pembibitan tanaman HTI. Jakarta: Penebar Swadaya.

Krisnawati, H., Kallio, M., & Kanninen, M. (2011). Swietenia macrophylla King. : Ecology, silviculture and productivity. Bogor, Indonesia: CIFOR.

Kumar, V., Ajeesh, R., & Jijeesh, C. M. (2015). Chemical seed pre-treatments for better germination and seedling growth. Journal of Environmental and Biology Science, 29(2), 367–372.

Lamb, F. B. (1966). Swietenia macrophylla of tropical America: its ecology and management. Michigan, USA: University of Michigan Press, Ann Arbor.

Lemes, M. R., Grattapaglia, D., Proctor, J., & Gribel, R. (2007). Flexible mating system in a logged population of Swietenia macrophylla King (Meliaceae): implications for the management of a threatened neotropical tree species. Plant Ecology, 192(2), 169–179.

Martawijaya, A., Kartasujana, I., Kadir, K., & Prawira, S. A. (2005). Atlas kayu Indonesia jilid I (Edisi Revisi). Bogor, Indonesia: Puslitbang Hasil Hutan.

Page 75: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

65

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Mashudi. (2016). Keragaman pertumbuhan bibit mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla King.) dari dua populasi di Yogyakarta. In A. Hayati, D. Winarni, H. Purnobasuki, Ni’matuzahroh, T. Soedarti, & E. P. Kuncoro (Eds.), Prosiding Nasional Biodiversitas VI (pp. 121–129). Surabaya: Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.

Mashudi. (2018). Pertumbuhan tanaman uji keturunan mahoni daun lebar umur 6 bulan di Trenggalek, Jawa Timur. In A. Asngat, Suparti, Hariyatmi, Djumadi, E. Setyaningsih, T. Rahayu, … L. Agustina (Eds.), Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek III (pp. 194–200). Surakarta.

Mashudi, Adinugraha, H. A., Setiadi, D., & Susanto, M. (2017a). Keragaman fenotipik buah dan daya perkecambahan benih Sweitenia macrophylla King. dari beberapa populasi di Indonesia. Jurnal Ilmu Kehutanan, 11(2), 196–204.

Mashudi, Susanto, M., & Darwo. (2017b). Keragaman pertumbuhan bibit mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla) dari beberapa populasi di Indonesia. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, Proses publikasi.

Mayhew, J. E., & Newton, A. C. (1998). The silviculture of Swietenia macrophylla. New York: CABI Publishing.

Muslimin, I., Sofyan, A., Suherman, E., Harisman, Y., Voviarti, H., & Susanti, D. (2017). Evalusi awal uji keturunan mahoni (Swietenia macrophylla King) umur 1 tahun di Kemampo, Banyuasin, Sumatera Selatan. In A. H. Lukman, F. Nurfatriani, N. E. Lelana, & R. D. Djaenudin (Eds.), Prosiding Ekspose Hasil Penelitian (pp. 39–45). Palembang: Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Palembang TA. 2017.

N. Hendrasarie. (2007). Kajian efektivitas tanaman dalam menjerap kandungan Pb di udara. Jurnal Rekayasa Perencanaan, 3(2), 1–15.

Page 76: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

66

Navarro, C., & Hernández, G. (2004). Progeny test analysis and population differentiation of mesoamerican mahogany (Swietenia macrophylla). Agron. Cost, 28(2), 37–51. Retrieved from http://www.mag.go.cr/rev_agr/ v28n02_037.pdf

Rohandi, A., & Widyani, N. (2010). Pertumbuhan tiga provenans mahoni asal Kostarika. Tekno Hutan Tanaman, 3(1), 7–11.

Schmidt, L., & Joker, D. (2000). Swietenia macrophylla.

Siregar, U. J., Siregar, I. Z., & Novita, I. (2007). Keragaman fenotipik dan genetik mahoni (Swietenia macrophylla) di Jawa Tengah dan Jawa Timur. In Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif (pp. 161–164). Bogor.

Soerianegara, I., & Lemmens, R. H. M. J. (1994). Plant Resources of South East Asia 5, Timber Trees: Mayor Commercial Timbers. Bogor: Prosea.

Sulaeman, M., & Mashudi. (2016). Koleksi materi genetik mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla King.) untuk membangun uji keturunan. Informasi Teknis, 14(1), 11–19.

Tilki, F., & Dirik, H. (2007). Seed germination of three provenances of Pinus brutia (Ten) as influernced by stratification, temperature and water stress. Journal of Envioronmental Biology, 28(1), 133–136.

Treuren, R. V., Bulsma, R., Ourborg, N. J., & Delden, W. V. (1993). The effects of population size and plant density on outcrossing rates in locally endangered Salvia pratensis. Evolution, 47(4), 1094–1104.

Zobel, B. J., & Talbert, J. T. (1984). Applied forest tree improvement. New York: John Wiley & Sons.

Page 77: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

MANGLID (Manglietia glauca Bl.) JENIS LOKAL POTENSIAL UNTUK PENGEMBANGAN

HUTAN RAKYAT

Sugeng Pudjiono, Dedi Setiadi, dan Maman Sulaeman

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pemuliaan Tanaman Hutan, Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman,

Yogyakarta, 55582; email: [email protected] Catatan: Semua penulis merupakan kontributor utama.

I. PENDAHULUANManglid (Manglietia glauca BI.) merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Jawa Barat. Jenis tersebut termasuk tanaman cepat tumbuh dengan daur dibawah 10 tahun. Sebaran alami jenis ini sudah sulit ditemukan, namun mulai banyak dibudidayakan di hutan rakyat di daerah Jawa Barat (Sudomo et al., 2010; Khalwani, 2012; Kalima & Wardani, 2013). Manglid merupakan nama daerah untuk jenis tanaman di Jawa Barat. Manglid belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. Nama manglid menunjukkan jenis manglid yang mempunyai ciri tertentu, seperti di daerah Tasikmalaya ada jenis manglid bodas, manglid bulu dan manglid tanduk (Winara et al., 2016).

Page 78: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

68

Sebaran alam jenis manglid terdapat di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Lombok dan Sulawesi. Manglid dapat tumbuh di hutan primer pada tanah pasir atau tanah liat; hutan campuran yang selalu lembab dan pada tanah yang subur, serta tumbuh baik pada ketinggian 900 m dpl sampai 1700 m dpl (Rimpala, 2001). Daerah pengembangan manglid di Jawa Barat meliputi 8 kabupaten, yaitu: Tasikmalaya, Garut, Majalengka, Bandung, Sukabumi, Sumedang, Ciamis dan Bogor, yang memiliki topografi berbukit atau pegunungan dengan kemiringan 20-60%, suhu antara 18oC-25oC, terletak pada ketinggian rata-rata di atas 350 m dpl (Mulyana & Diniyati, 2013).

Menurut Rohandi et al. (2010) habitat alam jenis manglid di daerah Jawa Barat ditemukan di Priangan Timur pada jenis tanah latosol, latosol, andosol, alluvial, podsolik merah kuning, ketinggian tempat 305-894 mdpl, curah hujan 2000-3500 mm/th dengan lereng 0-45%; di Sumedang jenis tanah latosol, andosol, ketinggian tempat 666-1.200 m dpl dengan curah hujan 1500-2500 mm/th, lereng 15-45%; di Garut jenis tanah latosol, latosol & andosol, ketinggian 644-785 m dpl, curah hujan 2500-3500 mm/th lereng 15-25%; serta di Ciamis jenis tanah latosol & andosol, ketinggian 229-854 mdpl, curah hujan 2500-3500 mm/th, dengan lereng 15-45%.

Kenampakan kayu manglid mengkilat, strukturnya padat, halus, ringan dan mudah dikerjakan/diolah untuk berbagai kegunaan, masuk kelas awet II dan klas kuat III dengan berat jenis 0,4. Rohandi et al.(2010 ) menerangkan bahwa kayu manglid dapat digunakan sebagai bahan pembuatan jembatan, daun pintu, daun jendela, hiasan kayu, patung, ukiran, kayu lapis dan pulp, perkakas rumah tangga seperti meja, kursi, almari (Gambar 1) .

Page 79: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

69

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

o Sukabumi o Sumedang

o Tasikmalaya

Gambar 1. Papan gergajian dan daun jendela dari kayu Manglid (foto: Sugeng Pudjiono)

II. PENANAMAN MANGLID DENGAN BENIH BERKUALITAS

Untuk mendapatkan tanaman manglid yang berkualitas dilakukan koleksi materi genetik dari pohon pohon induk yang berfenotip baik di sebaran alamnya. Pembuatan bibit tanaman dari biji pohon yang berphenotipik baik diharapkan dapat diperoleh tanamaan yang berpenampilan baik.

A. Materi GenetikKoleksi materi genetik manglid dilakukan dengan eksplorasi benih pada 3 kabupaten di Jawa Barat yang pada umumnya di hutan rakyat campuran yaitu: 1) Desa Sepatnunggal, Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, 2) Desa Jingkang, KecamatanTanjung Medar, Kabupaten Sumedang dan 3) Desa Cikelat, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi (Gambar 2). Hasil eksplorasi materi genetik ditampilkan pada Tabel 1. Manglid yang dieksplorasi, pada umumnya adalah tanaman dalam bentuk hutan rakyat campuran.

Page 80: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

70

o Sukabumi o Sumedang

o Tasikmalaya

Sumber: Pudjiono (2016a).

Gambar 2. Lokasi eksplorasi benih manglid di Jawa Barat

Tabel 1. Informasi lokasi dan pohon induk manglid

Lokasi eksplorasi

Jumlah pohon

Tinggi pohon

(m)

Tinggi pohon bebas

cabang (m)

Diameter batang (cm)

Garis Lintang Garis Bujur

Ketinggian tempat tumbuh (m dpl)

Tasikmalaya 17 18-37 9-27 19-99 07o28’60,10”-07o31’20,90”S

108o03’52,30” - 108o04’80,20”BT

466-761

Sumedang 7 19-28 9-23 20-35 06o69’32,00”-06o69’41,42”S

107o85’72,16”-107o85’76,17”BT

562-575

Sukabumi 62 18-32 9-25 18-50 06o90’62,21”-06o90’62,42”S

106o42’06,28”-106o42’26,68”BT

457-730

Sumber: Pudjiono (2016b)

Page 81: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

71

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

B. Keragaman Pertumbuhan Tingkat SemaiPertumbuhan bibit manglid di persemaian menunjukkan bahwa populasi atau provenan berpengaruh terhadap sifat yang diukur yaitu tinggi, diameter dan kekokohan semai. Populasi Sukabumi merupakan populasi terbaik dalam pertumbuhan diameter.

Kekokohan semai merupakan sifat yang penting dalam menentukan adaptabilitas ketika ditanam di lapangan. Nilai kekokohan semai yang baik tidak lebih dari 6 (Jaenicke, 1999). Nilai kekokohan semai yang lebih kecil mempunyai kekokohan semai yang lebih baik dibanding dengan nilai kekokohan yang besar (> 6) karena tanaman tidak tahan terhadap terpaan angin atau tidak punya kemampuan untuk menahan biomassa bagian atas, kekeringan dan tidak akan bertahan hidup di lapangan bila mempunyai nilai kekokohan yang besar (Jaenicke, 1999). Kekokohan semai antar famili memiliki nilai berkisar 5,53-14,76. Nilai kekokohan semai yang ideal dibawah 6 yaitu famili 31 (5,5) dari populasi Sukabumi dan famili 19 (5,6) dari populasi Sumedang (Pudjiono, 2016d). Kekokohan semai terbaik adalah populasi Sumedang sebesar 8,98. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena secara geografis populasi-populasi itu terpisahkan oleh gunung-gunung yang membatasi penyebaran serbuk sari dan biji, sehingga terjadi diferensiasi genetik antar populasi.

Setiap populasi mempunyai karakteristik tertentu. Populasi Tasikmalaya dan Sukabumi mempunyai kemampuan pertumbuhan tinggi yang lebih cepat, sedangkan populasi Sumedang mempunyai kemampuan pertumbuhan diameter yang lebih besar. Diameter diintepretasikan sebagai penduga terbaik persentase hidup dan pertumbuhan bibit di lapangan (Windyarini & Hasnah, 2015). Dengan diameter yang lebih besar mengindikasikan bahwa sistem perakaran dan volume batang juga besar karena semakin besar diameter, maka xylem yang berfungsi sebagai pengangkut zat hara dan air semakin banyak mengangkutnya (Hasse, 2007; Winarni et al., 2004). Pertumbuhan diameter ini berkaitan juga dengan nilai kekokohan semai, semakin besar pertumbuhan diameter maka nilai kekokohan semai semakin mendekati nilai yang baik (Pudjiono, 2016d).

Page 82: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

72

Pengaruh antar pohon induk atau famili dalam populasi atau provenan bervariasi sangat tinggi terhadap sifat pertumbuhan tinggi, diameter dan kekokohan semai pada family atau pohon induk (antar individu). Hal ini disebabkan kondisi geografis berupa ketinggian tempat, lereng, habitat dan kondisi tempat tumbuh seperti jenis tanah, curah hujan, asosiasi dengan tumbuhan lainnya dari setiap pohon induk/famili dalam populasi yang berbeda beda (Yudohartono & Herdiyanti, 2012; Pudjiono, 2016d). Pada pemuliaan tanaman manglid dengan adanya variasi yang tinggi maka manglid dapat dipilih sifat tertentu yang diinginkan agar mendapatkan hasil yang maksimal.

C. Keragaman Pertumbuhan di LapanganUntuk mendukung pengembangan manglid di hutan rakyat perlu ditunjang informasi pertumbuhan tanaman manglid di lapangan. Selain dari itu untuk mendapatkan tanaman dengan produktivitas yang tinggi perlu diketahui pertumbuhan tanaman dari beberapa populasi dari berbagai lokasi yang berguna bagi penanaman manglid selanjutnya.

Pembangunan sumber benih manglid berupa kebun benih sebagai salah satu cara untuk mendapatkan benih yang berkualitas genetik unggul, sudah dibangun di Trenggalek Jawa Timur dan Temanggung Jawa Tengah (Pudjiono & Suwandi, 2016).

Tabel 2. Rata-rata pertumbuhan tinggi, diameter dan persentase hidup tanaman di kebun benih Manglid Desa Dompyong Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek Jawa Timur dari 3 populasi umur 4 bulan dan uji beda rata-ratanya.

No. Populasi Tinggi (cm)

Diameter(cm)

Persentase hidup (%)

1 Tasikmalaya 110,9a 0,90a 94,43a2 Sumedang 82,5b 0,88a 94,43a3 Sukabumi 108,1a 0,93a 89,93a

Sumber: Susanto, et al. (2016).

Page 83: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

73

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Tabel 3. Rata-rata pertumbuhan tinggi, score cabang dan persentase hidup tanaman di kebun benih Manglid Candiroto Jawa Tengah dari 3 populasi umur 7 bulan dan uji beda rata-ratanya

No. Populasi Tinggi (cm) Skore cabang Persentase hidup (%)

1 Tasikmalaya 85,10b 4,48a 73,17b2 Sumedang 90,51a 4,87a 79,25a3 Sukabumi 76,03c 4,83a 67,63b

Sumber: Pudjiono & Suwandi (2016)

Populasi dari Tasikmalaya di kebun benih Trenggalek pertumbuhan tinggi tanaman lebih cepat dari lainnya sedangkan di kebun benih Candiroto adalah populasi Sumedang. Diameter tanaman di Trenggalek terbesar berasal dari populasi Sukabumi. Persentase hidup tanaman manglid di lapangan 67,6 - 94,4% (Susanto et al., 2016; Pudjiono & Suwandi, 2016).

Keragaman pertumbuhan tinggi di kebun benih Trenggalek dari 70-139 cm pada umur 4 bulan setelah tanam dan sebaran terbanyak pada range 100-109 cm. Keragaman diameter tanaman antara 0,60-1,19 cm sebaran terbanyak 0,90-0,99 cm (Susanto et al., 2016). Sedangkan pada umur 7 bulan, keragaman tinggi tanaman di Kebun Benih Candiroto Jawa Tengah dari 50-99 cm dengan sebaran terbanyak pada tinggi 70-79 cm (Pudjiono & Suwandi, 2016).

Pemanfaatan keragaman atau variasi sifat berguna untuk pemuliaan dan konservasi sumber daya genetik. Gen-gen secara kolektif menentukan genotip. Sejumlah genotip mengelompok bersama-sama berada di ruang yang kemudian saling tukar-menukar gen karena penyerbukan silang dan menyusun suatu populasi, karena tekanan atas populasi dengan berbagai proses genetik maka timbul perbedaan frekuensi gen antar populasi (Na’iem, 2003). Hal ini menyebabkan terjadinya populasi yang mempunyai karakteristik yang berbeda.

Page 84: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

74

Variasi genetik yang tinggi dari sifat yang diukur diantara pohon induk maka dengan pemilihan yang tepat diantara pohon induk yang mempunyai sifat terbaik maka sifat yang diperoleh lebih menguntungkan karena perbaikan itu akan diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Peranan konservasi sumber daya genetik sangat penting dalam mempertahankan dan mengamankan keragaman genetik dalam suatu populasi yang sangat diperlukan dalam kegiatan pemuliaan.

Pada kegiatan pemuliaaan pohon nilai heritabilitas merupakan salah satu nilai yang perlu diketahui. Taksiran nilai heritabiltas penting diketahui karena merupakan faktor yang menentukan dalam keberhasilan program seleksi dan pemuliaan pohon serta merupakan petunjuk akan perolehan genetik suatu sifat tertentu. Nilai heritabilitas individu pada umur 4 bulan tanaman manglid di kebun benih untuk sifat tinggi adalah tergolong tinggi yaitu 0,76 (Susanto et al., 2016). Hal ini menandakan bahwa pertumbuhan tinggi dipengaruhi kuat oleh faktor genetik yang diturunkan dari induk ke keturunannya. Heritabilitas individu sifat diameter sebesar 0,24 tergolong rendah berarti tidak cukup kuat dipengaruhi oleh faktor genetik (Susanto et al., 2016).

Fenotipik ditentukan karena adanya interaksi dari faktor genetik dan faktor lingkungan. Ketinggian tempat merupakan salah satu dari faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan suatu jenis tanaman. Manglid mempunyai pertumbuhan yang baik pada ketinggian 550 mdpl (Li Hua et al., 2014). Pengembangan sumber benih pada ketinggian 500 dan 800 m dpl masih tergolong tepat dari sisi ketinggian tempat tumbuh. Menurut Achmad (2016), pertumbuhan manglid pada tempat tumbuh rendah (< 400 mdpl) menunjukkan performa yang kurang baik, pada umur 12-13 tahun riap rata-rata tahunan (MAI) sebesar 8-9 m3/ha/tahun sedangkan pada ketinggian 400-700 m dpl tergolong baik yaitu pada umur 15-30 tahun MAI-nya sebesar 10-14 m3/ha/tahun. Pada ketinggian 900 m dpl perkembangan pertumbuhan manglid kurang sesuai (Achmad, 2016).

Page 85: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

75

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

III. PENUTUPKonservasi sumber daya genetik berperan sangat penting dalam usaha mempertahankan dan mengamankan keragaman genetik di suatu populasi. Kegiatan konservasi sumberdaya genetik tidak dapat dipisahkan dari variasi genetik yang merupakan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk generasi sekarang dan akan datang (Yudohartono & Herdiyanti, 2012). Tanaman manglid keragaman genetiknya sangat tinggi baik populasi maupun family dalam provenan sehingga semakin besar potensi sumberdaya genetik tanaman manglid yang dapat dipertahankan atau diselamatkan.

DAFTAR PUSTAKAAchmad, B. (2016). Perkembangan Tegakan Manglid (Magnolia champaca)

pada Hutan Rakyat di Kabupaten Tasikmalaya. Hutan Rakyat Manglid. Status Riset dan Pengembangan. Forda Press. Bogor

Cotteril, P.P.,& Dean, C.A. (1990). Succesfull Tree Breeding With Index Selection, Melbourne. CSIRO.

Hartman, H.T., & Kester, D.E. (1983). Plant Propagation. Principles and Practices. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs-New Jersey. 727p.

Hasse, D.L. (2007). Morphological and Physiological Evaluations of Seedling Quality in Forest and Conservation Nursery (National Proceedings, 2006). In: Riley, L.E.; Dumroese, R.K.; Landis, T.D., tech. cords (ed). Proc. RMRS-P-50. Fort Collins, CO: U.S. Departement of Agriculture, Forest Service. Rocky Mountain Research Station.

Jaenicke, H. (1999). Good Tree Nursery Practices: Practical guidelines for research nurseries. ICRAF. Nairobi. Pp 8-15.

Kalima, T., & Wardani, M. (2013). Potensi Jenis Dipterocarpus retusus Blume di Kawasan Hutan Situ Gunung Sukabumi. Bulletin Plasma Nutfah3(2):102-112.

Page 86: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

76

Khalwani, K.M. (2012). Kriteria Pemilihan Jenis Pohon dalam Pembangunan Hutan Tanaman Industri di Indonesia. http://khulfi.wordpress.com. Diakses 12 Mei 2016.

Kusuma, A.S. (2003). Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F dan NAA Terhadap Keberhasilan Tumbuh Stek Manglid (Magnolia Blumei Prantl). http://repository.ipb.ac.id/handle diakses 13 Juni 2016.

Li-Hua, L., Ri-ming., Rui-Hong N., dan Zhong-guo, L., (2014). Responses of Manglietia glauca Growth to Soil Nutrients and Climate Factors. Yingyong Shengtai Xuebao, 25(4)

Mulyana, S. & Diniyati, D. (2013). Potensi Wilayah Sebaran Kayu Manglid (Manglietia glauca Bl.) pada Hutan Rakyat Pola Agroforestry di Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis. Prosiding Seminar Nasional Agroforestry.

Na’iem, M. (2003). Keuntungan dan Pembatas Kegiatan Pemuliaan Pohon. Bahan Kuliah Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Pracaya. (1995). Hama Penyakit Tanaman. PT Penebar Swadaya. Jakarta. 408 halaman.

Pudjiono, S. (2016a). Eksplorasi Bahan Genetik Untuk Pemuliaan Manglid (Manglietia glauca Bl). Prosiding Seminar Nasional. Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Lokal Dalam Mendukung Keberhasilan Program Pemuliaan. 2 Juni 2016. Fakultas Pertanian Unversitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 414-422.

Pudjiono, S. (2016b). Eksplorasi dan Penanganan Benih Manglid (Manglietia glauca Bl.) sebagai Materi Genetik untuk Membangun Sumber Benih. Informasi Teknis14 (1): 21-28.

Pudjiono, S. (2016c). Potensi Pohon Manglid. Pengembangan Hutan Rakyat di Jawa Barat. Majalah SURILI, Vol. 68 tahun 2016. Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat.

Page 87: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

77

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Pudjiono, S. (2016d). Variasi Pertumbuhan Bibit Manglid (Manglietia glauca Bl.) Pada Beberapa Pohon Induk Dari Tiga Provenan. Seminar Nasional Biodiversitas. Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Melalui Penerapan Bioteknologi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 4 Nopember 2016.

Pudjiono, S. (2017). Pengaruh Perbedaan Media Tanam terhadap Perkembangan Perakaran dan Keberhasilan Stek Pucuk Manglid (Magnolia champaca var pubinervia (Blume) Figlar & Noot.). Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek II. Universitas Muhammadiyah Surakarta. 20 Mei 2017.

Pudjiono, S., & Suwandi. (2016). Pembangunan dan Pemeliharaan Kebun Benih Semai (KBS) Jenis Manglid (Manglietia glauca Bl). Laporan Hasil Kerjasama Penelitian BPDASHL Serayu Opak Progo dengan BBPPBPTH Yogyakarta dan Perum Perhutani. Yogyakarta. Tidak diterbitkan. p 17.

Rimpala, (2001). Penyebaran Pohon Manglid (Manglietia glauca Bl) di kawasan Hutan Lindung Gunung Salak. Laporan Ekspedisi Manglietia glauca Bl www.rimpala.com. Bogor.

Rohandi, A., Swestiani, D., Gunawan, Nadiharto, Y., Rahmawan, N., & Setiawan, I.. (2010). Identifikasi Sebaran Populasi dan Potensi Lahan jenis Manglid untuk Mendukung Pengembangan Sumber Benih dan Hutan Rakyat di Wilayah Priangan Timur. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Kehutanan Ciamis.

Rozak, A.H. (2012). Status Taksonomi, distribusi dan kategori magnoliaceae di Indonesia. Buletin Kebun Raya, 15(2): 81-92.

Setiadi, D., & Susanto, M. (2012). Variasi Genetik pada Kombinasi Uji Provenans dan Uji Keturunan Araucaria cuninghammii di Bondowoso Jawa Timur. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 6(3), 157-166.

Page 88: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

78

Siregar, E.B.M. (2005). Penyakit Tanaman Pinus. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Soekotjo. (2009). Teknik Silvikultur Intensif (SILIN). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 455p.

Sudomo, A. (2016). Status Silvikultur Hutan Rakyat Manglid (Magnolia champaca). Hutan Rakyat Manglid. Status Riset dan Pengembangan. Forda Press. Bogor

Sudomo, A. (2014). Serangan Penyakit Lodoh pada Persemaian Manglid. Prosiding Seminar “Seminar Nasional “Peranan dan strategi Kebijakan Pemanfaatan Hasil Huta Bukan Kayu (HHBK) dalam Meningkatkan Daya Guna Kawasan (Hutan)”. University Club, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 6-7 Nopember 2014. Yogyakarta.

Sudomo A., Rohandi, A., & Mindawati, N. (2013). Penggunan zat pengatur tumbuh rootone-F Pada stek pucuk manglid (Manglietia glauca Bl.). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 10(2), 57-63

Sudomo A., & Mindawati, N. (2011). Pertumbuhan manglid pada tiga jarak tanam dan tiga jenis pupuk di Tasikmalaya, Jawa Barat. Tekno Hutan Tanaman, 4(3), 111-118.

Sudomo A., Rachman, E., & Mindawati, N. (2010). Mutu bibit manglid (Manglietia glauca Bl.) pada tujuh jenis media sapih. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 7(5), 265-272

Sudomo, A.,& Dendang, B. (2008). Teknik Budidaya Tanaman Hutan Jenis Manglid (Manglietia glauca Bl). Balai Penelitian Kehutanan Ciamis.

Suhaendah, E. (2014). Hama Kumbang Sastra sp. pada Agroforestry Manglid. Prosiding Seminar “Seminar Nasional “Peranan dan strategi Kebijakan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dalam Meningkatkan Daya Guna Kawasan (Hutan)”. University Club, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 6-7 Nopember 2014. Yogyakarta.

Page 89: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

79

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Suhaendah, E., & Winara, A. (2016). Hama dan Penyakit Manglid. Hutan Rakyat Manglid. Status Riset dan Pengembangan. Forda Press. Bogor

Surata, I.K. (2008). Penggunaan zat pengatur tumbuh rootone-F pada stump cendana (Santalum album Linn). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 5(1).

Susanto, M., Pudjiono, S., Mashudi., Adinugraha, H.A., Setiadi, D., Haryjanto, L., Prastyono, & Hadiyan, Y. (2016). Pemuliaan Jenis kayu Pertukangan (Jati, Mahoni, Gmelina, Nyawai, Manglid dan Tisuk). Laporan Hasil Penelitian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta.(Tidak dipublikasikan)

Winara, A., Hani, A., & Pieter, L.A.G. (2016). Status Taksonomi dan Morfologi Manglid. Hutan Rakyat Manglid. Status Riset dan Pengembangan. Forda Press. Bogor

Winarni, I., Sumadiwangsa, E.S., & Setyawan D. (2004). Pengaruh tempat tumbuh, species dan diameter batang terhadap produktivitas pohon penghasil biji tengkawang. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 22(1): 23-33.

Windyarini, E., & Hasnah, T.M. (2015). Identifikasi dan evaluasi pertumbuhan semai jenis-jenis Shorea penghasil yengkawang. Jurnal Wasian, 2(1), 32-40.

Yudohartono, T.P., & Herdiyanti, P.R. (2012). Variasi pertumbuhan bibit jabon berbagai pohon induk dari provenan Lombok Barat dan Ogan Ilir. Wana Benih, 13(2), 77-88.

Yusuf, A. (2010). Efektifitas zat pengatur tumbuh IBA dan root up pada stek mangld (Manglietia glauca Bl) dan Sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb). Wana Mukti Forestry Research Journal, 10(2), 9-16.

Page 90: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya
Page 91: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

PEMULIAAN WARUGUNUNG (Hibiscus macrophyllus) UNTUK

MENDUKUNG INDUSTRI KAYU PERTUKANGAN

Mudji Susanto, Mashudi, Liliana Baskorowati, dan Maman Sulaeman,

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pemuliaan Tanaman Hutan, Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman,

Yogyakarta, 55582; email: [email protected] Note : Semua penulis merupakan kontributor utama

I. PENDAHULUANPulau Jawa merupakan bagian dari wilayah Indonesia yang mempunyai hutan rakyat dengan berbagai jenis tanaman, salah satu jenis yang tumbuh di hutan rakyat secara alami adalah warugunung (Hibiscus macrophyllus). Di hutan rakyat di Jawa, jenis warugunung mempunyai peran menambah biodiversitas jenis hutan rakyat. Berdasarkan pengamatan jenis tersebut dapat tumbuh berdampingan dengan jenis-jenis lainnya seperti: jati (Tectona grandis), mahoni (Swietenia macrophylla), gmelina (Gmelina arborea), sengon (Paraserianthes mollucana), bambu dan manglid (Manglieta glauca). Warugunung di hutan rakyat di Jawa tumbuh tanpa manajemen yang baik, karena jenis tersebut tumbuh secara alami, sehingga produktivitas jenis tersebut belum bisa diprediksi; disisi lain jenis tersebut mempunyai prospek untuk meningkatkan produksi kayu pertukangan dari hutan rakyat.

Page 92: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

82

Penggunaan kayu pertukangan sekala nasional setiap tahun semakin meningkat, maka kebutuhan kayu pertukangan cukup tinggi. Kebutuhan tersebut akan dipenuhi secara bertahap baik dari produksi hutan alam, hutan tanaman, maupun hutan rakyat. Target dari hutan tanaman sebesar 32 juta m3/tahun dan hutan rakyat sebesar 20 juta m3/tahun. Target produksi hutan rakyat tersebut yang cukup besar, sehingga diperlukan suatu langkah peningkatan produktivitas hutan rakyat. Salah satu usaha untuk peningkatan produktivitas hutan rakyat adalah melalui penggunaaan bibit unggul suatu jenis. Bibit unggul mempunyai kelebihan dibandingkan bibit biasa, karena bibit unggul merupakan hasil dari penelitian pemuliaan genetik. Bibit unggul akan menghasilkan sifat yang lebih baik dari bibit biasa. Sifat-sifat yang dimaksud antara lain pertumbuhan maupun volume batang. Jenis warugunung mempunyai prospek terhadap peran untuk mencukupi kebutuhan kayu pertukangan, karena jenis tersebut mempunyai pertumbuhan yang cepat dan mempunyai kelebihan sifat kayunya yang tahan terhadap serangan rayap, maka jenis tersebut perlu dimuliakan untuk menghasilkan benih unggul yang dapat meningkatkan produktivitas kayu.

Jenis warugunung belum banyak dikenal dalam rangka pembangunan hutan tanaman, namun jenis tersebut perlu dijadikan jenis alternatif untuk memenuhi kebutuhan kayu pertukangan di Indonesia, karena mempunyai prospek yang menguntungkan. Warugunung mempunyai sebaran alam di Indonesia, Indochina, Malaysia, Filipina, dan India. Warugunung merupakan jenis tanaman cepat tumbuh, berbunga sepanjang tahun, tumbuh secara alami mulai dari ketinggian 10 m sampai dengan ketinggian 1.400 m dpl. Di Jawa Barat, pohon warugunung tumbuh mencapai tinggi 25 m dengan batang lurus. Warugunung tumbuh secara alam di hutan-hutan rakyat di Pulau Jawa tumbuh mulai ketinggian 10 m sampai dengan 900 m dpl.

Jenis Warugunung mempunyai nilai ekonomi bagi rakyat di pulau Jawa. Kayu warugunung dipergunakan sebagai bahan kayu pertukangan, kerajinan kayu maupun peralatan rumah tangga oleh masyarakat pulau Jawa. Kayu Warugunung mempunyai kelebihan tahan terhadap serangan rayap, sehingga di daerah Jawa Timur banyak digunakan untuk pembuatan kandang sapi

Page 93: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

83

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

atau kandang kambing yang dapat bertahan sampai puluhan tahun tanpa dimakan rayap (Susanto et al., 2015). Kayu Warugunung mempunyai kelas awet III (Suhaendah & Siarudin, 2014) dan berat jenis tergantung umur dan letak batang arah aksial yaitu antara 0,308 sampai dengan 0,538 (Basri et al., 2012). Jenis tersebut sampai saat ini belum ada yang membudidayakan secara profesional.

Pemuliaan tanaman jenis Warugunung di dunia mulai dilakukan pada tahun 2015 oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknnologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan-Yogyakarta (Susanto et al., 2015). Tahapan kegiatan pemuliaan yang telah dilakukan meliputi: koleksi materi genetik, penelitian variasi genetik pertumbuhan di persemaian, uji keturunan disertai evaluasi, dan pengukuran periodik untuk dianalisa parameter genetik pertumbuhannya.

II. KOLEKSI MATERI GENETIKMateri genetik warugunung merupakan bahan dasar pembanguan uji genetik berikutnya dalam kegiatan pemuliaan. Materi genetik yang digunakan dalam uji genetik ditekankan adanya variasi genetik yang cukup luas agar dapat dilakukan seleksi terhadap genetik yang terbaik. Indonesia merupakan salah satu wilayah yang merupakan sebaran alam warugunung, sehingga koleksi materi genetik di Pulau Jawa dapat dipandang mempunyai variasi genetik yang cukup luas. Sebaran alam warugunung di P. Jawa (Gambar 1) ditemukan mulai ketinggian 10 – 700 m dpl, sehingga materi genetik dari beberapa populasi alam atau provenan mempunyai karakteristik yang berbeda.

Page 94: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

84

Gambar 1. Sebaran alam warugunung di beberapa populasi hutan rakyat di Pulau Jawa (Sumber : Susanto et al., 2015)

Hasil pengamatan dari Susanto et al. (2015) dan Susanto (2016) terhadap materi genetik Warugunung dari populasi di Pulau Jawa sebagai berikut:

1. Populasi warugunung di Tasikmalaya bagian utara (Ciguha-Pagerageng) tumbuh berasosiasi dengan jenis tanaman lainnya seperti: kemiri, manglid, bambu, aren, mahoni, sengon, dan jenis cempaka lainnya pada ketinggian antara 700 - 800 m dpl.

2. Di Tasikmalaya bagian selatan (Sodong Hilir sampai dengan Pantai Cipatujah) pada ketinggian 10-513 m dpl, tumbuh berasosiasi dengan jenis yang sama seperti di Ciguha.

3. Di Pamarican, Banjar Patroman, Ciamis (Jawa Barat) mempunyai suhu udara antara 25 - 340C dengan ketinggian 55 mdpl. Populasi warugunung tumbuh berasosiasi dengan jenis bambu, kelapa, sengon dan tanaman-tanaman pertanian atau perkebunan.

4. Di Banyuasin-Purowerejo (Jawa Tengah) dan Samigaluh-Kulonprogo (D.I. Yogyakarta), populasi warugunung di kedua tempat tersebut mempunyai kesamaan baik kondisi alam maupun jenis tanah serta

Page 95: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

85

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

suhu udara. Perbedaan kedua lokasi adalah pada ketinggian tempat, Banyuasin pada 259 m dpl dan Samigaluh 530 m dpl.

5. Senduro, Lumajang (Jawa Timur) mempunyai populasi warugunung di hutan rakyat yang terletak pada ketinggian ± 900 m dpl dengan suhu rata-rata 21oC. Populasi warugunung tumbuh di lereng gunung Semeru berasosiasi dengan jenis tanaman kayu pertukangan lainnya maupun tanman perkebunan atau pertanian.

6. Sumberwaringin, Bondowoso mempunyai populasi warugunung di Hutan Rakyat yang terletak di lereng Gunung Raung pada suhu 21oC dan ketinggian ±700 m. Jenis tersebut tumbuh berasosiasi dengan jenis pertanian/perkebunan serta jenis kayu pertukangan lainnya. Tanaman warugunung di Bondowoso tersebut tumbuh secara soliter sehingga terjadi perkawinan silang dalam proses produksi biji atau buah.

III. KERAGAMAN PERTUMBUHAN WARUGUNUNG

A. Viabilitas Biji Warugunung Berdasarkan hasil pengamatan pada kegiatan penaburan, maka dapat dihitung viabilitas biji Warugunung (Susanto, 2017). Viabilitas benih sampai hari ke 60 dari 172 famili disajikan sebagai grafik di bawah ini:

Page 96: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

86

Gambar 2 Rerata viabilitas Warugunung mulai hari pertama sampai dengan hari ke 60 (Sumber: Susanto, 2017)

Susanto (2017) telah meneliti viabilitas Warugunung dengan hasil menunjukkan bahwa terdapat tren kenaikan viabilitas mulai hari terjadinya kecambah (hari ke-14) sampai hari terakhir biji berkecambah (hari ke-52). Keragaman viabilitas juga ditemukan antar famili maupun antar provenan. Provenan dari Samigaluh, Kulon Progo mempunyai salah satu famili dengan viabilitas paling tinggi. Rerata dari 172 famili yang ditabur sebesar 22,5% dan terdapat 2 famili yang tidak berkecambah.

B. Pertumbuhan di PersemaianSusanto (2016) telah melakukan penelitian keragaman pertumbuhan tinggi semai dengan hasil menunjukkan bahwa terdapat keragaman pertumbuhan diantara provenan maupun diantara famili di dalam provenan (Gambar 3). Penyebab terjadinya keragaman pertumbuhan tinggi semai antar provenan tersebut disebabkan oleh keragaman kondisi lingkungan dari berbagai provenan, antara lain perbedaan tinggi tempat, perbedaan tipe tanah, maupun perbedaan biodiversitas hutan rakyat asal jenis tersebut.

Page 97: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

87

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Gambar 3. Pertumbuhan tinggi bibit Warugunung umur 2,5 bulan (Foto:Mudji Susanto)

C. Uji KeturunanJenis Warugunung mampu tumbuh di lokasi dengan ketinggian tempat mulai dari 10 m sampai dengan 1400 m dpl dengan berbagai tipe tanah, berbagai lingkungan maupun curah hujan, sehingga lebih mudah untuk mendapatkan lokasi uji. Uji keturunan Warugunung telah dibangun pada bulan Desember tahun 2016 di Van Dillem, di lereng Gunung Willys, di Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur (Gambar 4). Selain itu uji keturunan Warugunung juga di bangun pada bulan Desember 2017 di Kiara Payung, Jatinangor, Sumedang Jawa Barat.

Page 98: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

88

Gambar 4. Uji Keturunan jenis Warugunung di Van Dillem, Trenggalek, Jawa Timur umur 3 Tahun (Foto: Mudji Susanto)

Pemuliaan jenis warugunung dirancang untuk meningkatkan riap dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu pertukangan Nasional, maka sifat yang dimuliakan adalah berhubungan dengan volume kayu batang. Sifat yang mempunyai hubungan dengan volume kayu batang adalah tinggi pohon, bentuk dan diameter batang. Pemuliaan Warugunung selain memuliakan riap

Page 99: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

89

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

volume, maka perlu memperhatikan kualitas kayu agar benih unggul yang dihasilkan juga mempunyai kualitas kayu yang tinggi. Pada umur tertentu, setelah tanaman mempunyai diameter tertentu yang layak dilakukan analisa sifat kayu, maka uji keturunan Warugunung akan dilakukan studi mengenai kualitas kayu yang dikendaki masyarakat.

Pengukuran sifat tanaman diuji keturunan Warugunung dilakukan sertiap periode waktu tertentu, data hasil pengukuran selanjutnya dianalisis parameter genetiknya untuk mengetahui kinerja genetik suatu sifat yang diukur. Parameter genetik meliputi estimasi heritabilitas individu maupun famili; korelasi genetik antar sifat; dan estimasi perolehan genetik. Perhitungan tersebut didasarkan beberapa teori sebagai berikut:

1. Heritabilitas ditujukan untuk mengetahui besarnya variasi genetik suatu sifat dalam uji keturunan Warugunung yang telah dibangun, jika nilai heritabilitas nya tinggi maka seleksi genetik dapat dilakukan sehingga suatu sifat yang dimuliakan dapat ditingkatkan, namun jika nilai heritabilitasnya rendah, maka sifat yang akan dimuliakan tidak dapat ditingkatkan, karena tidak bisa dilakukan seleksi genetik. Perhitungan nilai heritabilitas telah sajikan Williems et al. (2002).

2. Korelasi genetik antar sifat ditujukan untuk membantu dalam melakukan seleksi pohon, jika antar sifat yang akan dimuliakan mempunyai korelasi genetik yang tinggi (korelasi positip maupun negatif ), maka akan memudahkan seleksi menggunakan salah satu sifat. Perhitungan korelasi genetik antar sifat telah diterangkan oleh Williems et al. (2002) dalam buku “Experimental Design and Analysis for Tree Improvement”.

3. Estimasi perolehan genetik ditujukan untuk memprediksi peningkatan genetik suatu sifat ketika melakukan seleksi pohon dengan intensitas seleksi tertentu. Hal tersebut berguna dalam menyusun strategi seleksi yang akan dilakukan pada uji keturunan warugunung. Shelbourne (1992) telah memberikan perhitungan estimasi perolehan genetik berdasarkan standard deviasi fenotip suatu sifat, nilai heritabilitas inividu suatu sifat dan intensitas seleksi.

Page 100: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

90

4. Seleksi pohon diuji keturunan warugunung dilakukan untuk memilih individu pohon yang mempunyai nilai genetik yang baik dari suatu sifat yang dimuliakan untuk diturunkan pada generasi berikutnya. Seleksi yang akan dilakukan harus tetap mempertahankan variasi genetik untuk menjaga keragaman genetik pada generasi berikutnya. Perhitungan yang terbaik dalam memilih pohon yang mempunyai nilai genetik adalah dengan menggunakan nilai pemuliaan (breeding value) yang diajarkan oleh White dan Hodge (1989). Nilai pemuliaan merupakan penilaian dari mutu genetik suatu individu atau famili untuk sifat tertentu berdasarkan kedudukannya di dalam populasi.

Hasil penelitian uji keturunan Warugunung di Trenggalek, pada umur 6 bulan dan 12 bulan menunjukkan adanya keragaman genetik pertumbuhan yang cukup tinggi (Susanto et al, 2017). Berdasarkan keragaman genetik pertumbuhan yang tinggi tersebut, menunjukkan bahwa Warugunung tersebut dapat ditingkatkan riap volumenya.

IV. PENUTUPWarugunung merupakan jenis alternatif sebagai kayu pertukangan dengan pertumbuhan yang tergolong cepat. Pertumbuhan yang cepat dan mempunyai sifat tahan terhadap rayap, maka jenis tersebut sangat diperlukan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan kayu rakyat. Pemuliaan Warugunung dimulai tahun 2015 dengan beberapa langkah kegiatan yang meliputi: Koleksi materi genetik di sebaran alam atau hutan rakyat di Pulau Jawa; Pembangunan plot uji keturunan; Seleksi pohon untuk mendapatkan sejumlah individu pohon yang mempunyai nilai pemuliaan terbaik dari beberpa sifat pertumbuhan untuk meningkatkan riap volume kayu; dan Pengembangan dan inovasi pemuliaan Warugunung untuk memenuhi kebutuhan masayarakat sesuai perkembangan jaman.

Page 101: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

91

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

UCAPAN TERIMAKASIHTerimakasih kami ucapkan kepada pemerintah daerah Kabupaten Trenggalek atas bantuannya dalam pembangunan uji keturunan Warugunung di Van Dillem, Trenggalek; pada Balai Sertifikasi Perbenihan, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat atas bantuannya dalam pembangunan uji keturunan Warugunung di Kiara Payung, Jatinangor. Kepada Bpk Toni dan Bpk Mintarno karyawan Kabupaten Trenggalek; Bpk Agus, Bpk Dadat, Bpk Irawan, Bpk Opik, Ibu Yanti karyawan Balai Sertifikasi Perbenihan Provinsi Jawa Barat atas kerjasamanya dalam pemuliaan Warugunung.

Daftar PustakaBasri, E., Prayitno, T. A., & Pari, G. (2012). Pengaruh umur pohon terhadap

sifat dasar dan kualitas pengeringan kayu waru gunung (Hibiscus macrophyllus Roxb.) (Effect of tree age on basic properties and drying quality of waru gunung (Hibiscus macrophyllus Roxb.). Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 30(4), 11.

Shelbourne., C.J.A. (1992) Genetic gain from different kinds of breeding population and seed or plant production population. IUFRO paper in symposium “Intensive Forestry: The Role of Eucalyptus” held in Durban, South Africa, in September 1991.

Sudomo, A.,& Rachman, E. (2008). Metode Cabutan Tisuk (Hibiscus Macrophyllus) untuk Pengkayaan Hutan Rakyat di Tasikmalaya. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 2(1), 181-188

Sudomo, A. (2013). UJi Coba Penanaman Tisuk ( Hibiscus Macrophyllus Roxb). Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sain, Teknologi dan Kesehatan, 3(1), 29-36

Sudomo, A. (2015). Teknik Persemaian Tisuk (Hibiscus macrophyllus Roxb ex Hornem). Balai Penelitian Kehutanan Ciamis.

Page 102: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

92

Suhaendah, E.H., & Siarudin, M. (2014). Pengawetan Kayu Tisuk ( Roxb ) Melalui Rendaman Dingin Dengan Bahan Pengawet Boric Acid Equivalent. Penelitian Hasil Hutan, 32(2), 103–110.

Susanto, M. (2014). Keragaman Genetik Sifat Kayu Acacia Mangium Untuk Produksi Pulp Dan Kertas. Disertasi Program Studi Ilmu Kehutanan. Universitas Gadjah Mada.

Susanto, M., Mashudi, D. Setiadi, S. Pudjiono, L. Harjanto, L. Basorowati, M. Sulaeman, Y. Hardiyan, Prsetyono, & Suwandi. (2015). Penelitian Jenis Kayu Pertukangan (Jati, Mahoni, Gmelina, Manglid, Nyawai dan Tisuk/Warugunung). Laporan Penelitian Tahun 2015. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta.

Susanto, M. (2016). Genetic Variation of Warugunung (Hibiscus macrophyllus) In Biodiversity of Privatelly Owned Forest. Proceeding Seminar nasional biodiversitas VI Surabaya, 3 September 2016 “Biodiversitas untuk Pembangunan Berkelanjutan: Keanekaragaman hayati Indonesia Dan perannya dalam menunjang Kemandirian bangsa” Departemen Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Airlangga. p:403-411.

Susanto, M. (2017). Viabilitas Benih Warugunung (Hibiscus macrophyllus) Antar Populasi Di Jawa. Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas 4 Nopember 2016, Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret.

Susanto, M. (2017b). Penyelamatan Materi Genetik Jenis Tisuk Berdasarakan Pola Sebaran Alam Di Pulau Jawa. Prosiding Seminar Nasional Strategi Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik, Semarang 24 Nopember 2016.

Page 103: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

93

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Susanto, M., Mashudi, D. Setiadi, S. Pudjiono, L. Harjanto, L. Basorowati, M. Sulaeman, Y. Hardiyan, Prsetyono, & Suwandi. (2017). Penelitian Jenis Kayu Pertukangan (Jati, Mahoni, Gmelina, Manglid, Nyawai dan Tisuk/Warugunung). Laporan Penelitian Tahun 2017. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta.

White, T.L.,& Hodge. G.R (1989). Predicting Breeding Value with Applications in Forest Tree Improvement. Kluwer Academic Publishers. Dordrecht-Boston-London.

Williams, E.R., Matheson, A.C.,& Harwood, C.E. (2002). Experimental Design and Analysis for Tree Improvement. CSIRO, Australia.

Page 104: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya
Page 105: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TANAMAN

JATI (Tectona grandis L.f ) PADA HUTAN RAKYAT

Hamdan Adma Adinugraha, Sugeng Pudjiono, dan Mahfudz

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 15, Purwobinangun,

Pakem, Sleman, Yogyakarta, 55582; email: [email protected]

I. PENDAHULUANTanaman jati merupakan salah satu jenis pohon yang kayunya paling popular dalam perdagangan kayu nasional maupun internasional. Saat ini tanaman jati sudah berkembang sedemikian luas di dunia. Seiring dengan kemajuan riset dalam rangka meningkatkan produktivitas jati sebagai kayu pertukangan, kegiatan penanaman jati terus meningkat. Sebaran alami jati yang merupakan jenis tanaman tropis dimulai dari India, Myanmar, Laos, Kamboja, Thailand, Indochina sampai ke Jawa di Indonesia (Gambar 1). Jati telah dikembangkan di kawasan Asia lainnya yaitu di Indonesia, Srilangka, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam, Malaysia dan Brunei. Saat ini tanaman jati telah dikembangkan di wilayah Afrika tropis dan Amerika Tengah, Karibia, Australia, Selandia Baru, Pasifik dan Taiwan (Tanaka et al., 1998; Kaosa-ard,1999; Khrisnapyllay, 2000).

Page 106: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

96

Sumber: Ryan (2011) Sumber: Ryan (2011)

Gambar 1. Peta sebaran jati di dunia

Sebaran tanaman jati di Indonesia meliputi Jawa, Bali, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Maluku (Martawijaya et al., 1981). Pertanaman jati yang dikelola secara luas oleh PT. Perhutani terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah dan JawaTimur. Sebagian pertanaman jati dikelola oleh Dinas Kehutanan seperti di DIY yang terdapat di daerah Gunung Kidul, Wonogiri, Pacitan, dan lain-lain (Mahfudz, 2006). Akan tetapi saat ini pertanaman jati terutama pada lahan-lahan rakyat sudah tersebar secara luas di Jawa, Nusa Tenggara, Sumatera dan Kalimantan (Jayusman, 2005; Tampubolon & Budiningsih, 2005) dan di Papua (Winduadjie, 1983).

Secara umum iklim yang cocok untuk jati adalah yang memiliki musim kering yang jelas selama 3-6 bulan, dengan curah hujan 1000-3000 mm/tahun, suhu rata-rata tahunan 22-36oC, kelembaban udara 60-80%. Ketinggian tempat yang optimal adalah antara 0-700 m dpl, meskipun jati dapat tumbuh hingga ketinggian 1300 m dpl. Tanah yang sesuai untuk jati adalah agak basa, dengan pH antara 6-8, sarang, memiliki aerasi yang

Page 107: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

97

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

baik, mengandung cukup banyak kapur (Ca) dan fosfor (P). Jati tidak tahan tergenang air (Kaosa-ard, 1981; Tanaka et al., 1998; Robertson, 2002; Sumarna, 2006).

II. KUALITAS TEGAKAN JATIPengusahaan kayu rakyat dalam bentuk agroforestri telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu, terutama di Jawa. Kayu dari hutan rakyat pada awalnya belum menjadi komoditi komersial tetapi digunakan sebagai kayu bakar (90%) dan pertukangan (70%) untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Akan tetapi kayu dari hutan rakyat ini dalam perkembangannya dapat memenuhi kebutuhan industri pertukangan, permebelan, perkapalan di tingkat industri kecil, menengah dan industri padat modal. Hutan rakyat saat ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik luasan maupun produksi kayunya. Khususnya di Jawa dan Madura dalam kurun waktu 2003-2010 hutan rakyat berkembang sangat pesat. Luasan hutan rakyat pada tahun 2003 adalah ± 1,56 juta ha dengan potensi kayu ± 39,50 juta m3 dan pada tahun 2010 telah mencapai ± 2,80 juta ha dengan potensi standing stock sebesar sekitar 97,97 juta m3 (Pusat Litbang Hutan, 2010).

Permasalahan dalam pengelolaan hutan rakyat salah satunya adalah masyarakat belum melaksanakan intensifikasi hutan rakyat. Petani dalam penanaman di hutan rakyat belum menggunakan bibit unggul, tidak memperhatikan jarak tanam, dan cenderung tidak dirawat secara khusus. Dalam kondisi demikian, kualitas batang yang dihasilkan cenderung kurang baik (Muslich & Krisdianto, 2006). Khusus untuk pengembangan hutan jati rakyat, Tampubolon dan Budiningsih (2005) melaporkan bahwa umumnya petani belum menerapkan prinsip kelestarian hasil dengan baik yang ditandai dengan luas tanaman kecil, struktur tegakan tidak normal, kontinuitas hasil kayu kurang, mutu kayu rendah dan daur yang tidak tentu. Kegiatan budidaya umumnya dilakukan dengan pola tanam campuran dengan teknik yang sederhana serta pendapatan dari hutan rakyat kecil dan dianggap hanya sebagai penghasilan sampingan yang bersifat insidentil.

Page 108: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

98

Menurut Na’iem (2008) dalam rangka peningkatan kualitas kayu jati dari hutan rakyat perlu dilakukan upaya-upaya pengembangan dengan sentuhan teknik silvikultur yang baik, peningkatan kualitas dan produktivitas hutan rakyat, peningkatan kualitas log muda hasil tebangan, pengembangan teknologi prosesing dan pemasaran dan sertifikasi hutan rakyat. Na’iem (2003) menjelaskan bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas dan produktivitas hutan tanaman jati diperlukan 3 faktor pendukung yaitu adanya sumber benih unggul jati, kegiatan manipulasi lingkungan tempat tumbuh, dan pengendalian hama/penyakit terpadu. Iskak (2005) melaporkan bahwa dengan penerapan ketiga faktor tersebut tanaman uji keturunan JPP (Jati Perum Perhutani) umur 5 tahun memiliki rerata tinggi 9,1 m dan dbh 10,65 cm, sedangkan tanaman dari APB (Areal Produksi Benih) hanya memilki rerata tinggi 5,4 m dan dbh 7,07cm pada umur yang sama. Hasil tersebut menunjukkan perbedaan peningkatan riap pertumbuhan jati dengan menggunakan materi tanaman yang berkualitas.

III. SUMBER BENIH JATISampai saat ini sumber benih jati yang ada dimiliki oleh perorangan pada hutan rakyat, swasta ataupun instansi pemerintah dengan kualitas genetik yang berbeda-beda dari tingkatan terendah (Tegakan Benih Teridentifikasi) sampai yang tertinggi (Kebun Pangkas). Berikut disajikan beberapa lokasi dan potensi sumber benih jati pada Tabel 1 dan 2. Dengan adanya SK Menteri Kehutanan nomor: 707/Menhut-II/2013, yang mensyaratkan penggunaan benih jati bersertifikat untuk pembangunan hutan tanaman jati, semakin mendorong para pengusaha/masyarakat untuk mengembangkan sumber benih jati pada lahan-lahan masyarakat (hutan rakyat).

Page 109: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

99

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Tabel 1. Beberapa lokasi dan potensi sumber benih jati

NoLokasi

Pemilik/Pengelola Klas SB Luas

(ha)Jumlah pohon

Produksi Benih (kg)

(Desa Kec. Kab.) Potensi Hasil

unduh1. Cipaku.

Kadipaten, Majalengka

BDK Kadipaten

TBT 3,00 108 Kg

2. Petak 26c & 27a RPH Sabrang, BKPH Ambulu, KPH Jember

KPH Jember Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

TBS 9,10 2.101 3.151 Kg

3 Kaliaren, Tambakrejo, Padangan

Unit II Jawa Timur

APB 15,00 1.048 Kg

4. RPH Tinggang, BKPH Tegoran, KPH Padangan

Puslitbanghut Cepu

KBK 650,30 41.367 5.908 Kg

5. Desa Batokan, Kec Kasiman, Kab Bojonegoro/ Cepu

Puslitbang Perhutani Cepu

KP 0,62 5.737 917.920 Stek

Sumber BPTH Jawa Madura 2015

Page 110: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

100

Tabel 2. Sumber benih jati muna di Sulawesi Tenggara

No. Lokasi Pemilik/Pengelola Luas (ha)

Kelas Sumber Benih

1. Kab. Muna Dishut Kabupaten Muna 118 TBTdan atauTBS2. Kab. Konawe Dishut Kabupaten Konawe 4 TBTdan atauTBS3. Kab. Konawe

SelatanDishut Kabupaten Muna 90,88 TBTdan atauTBS

4. Kab. Buton Dishut Kabupaten Muna 74,24 TBTdan atauTBS5. Kab. Bombana Hutan Milik Ir. Abdul

Helik B. 4,3 TBTdan atauTBS

6. Kab. Bombana Hutan Rakyat Milik Marjuni

0,47 TBTdan atauTBS

Sumber: BPTH Sulawesi, 2010

Penggunaan benih yang berkualitas telah banyak dilaporkan yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman yang dihasilkan (Leksono et al.., 2016). Untuk hutan tanaman jati dilaporkan bahwa dengan penggunaan materi yang berkualitas dan menerapkan teknik silvikultur yang tepat dapat menghasilkan produktivitas 8-12 m3/ha/tahun, dan ditargetkan untuk bisa ditingkatkan menjadi 15-20 m3/ha/tahun dengan daur yang lebih pendek (Kaosa-ard, 1999; Enters, 2000). Sumarna (2011) menjelaskan bahwa penanaman jati dengan monokultur dapat menghasilkan keuntungan sekitar 5,56 kali dari modal yang dikeluarkan.

IV. PERKEMBANGAN PENELITIAN PEMULIAAN JATI

Program pemuliaan tanaman jati di Indonesia telah dilakukan oleh Perhutani, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan serta perguruan tinggi dalam rangka meningkatkan produktivitas hutan tanaman jati. Penelitian pemuliaan jati telah dilakukan sejak tahun 1930-an dengan pembangunan uji provenan jati oleh Badan Litbang Kehutanan di beberapa KPH di Jawa. Program pemuliaan jati oleh Perhutani dimulai pada tahun

Page 111: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

101

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

1981 dengan kegiatan berupa penunjukkan Areal Produksi Benih (APB), pemilihan pohon plus, pembuatan bank klon, uji provenan, uji keturunan, pembangunan kebun benih semai, uji klon, dan kebun benih klon. Kegiatan penelitian tersebut terus dilakukan bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan UGM sampai dengan tahun 2004 dengan pembangunan uji klon jati, kebun pangkas dan plot hutan jati prospektif melalui regim silvikultur intensif (Wibowo, 2014a: Wibowo, 2014b). Sampai sekarang telah dikembangkan penanaman jati secara masal dengan menggunakan klon-klon unggul hasil pemuliaan yang dikenal dengan Jati Plus Perhutani (JPP).

Penelitian pemuliaan jati di Badan Litbang kehutanan dilatarbelakangi oleh maraknya berbagai merk dagang jati yang berkembang di pasaran sejak tahun 1990-an seperti jati emas, jati super dan jati plus perhutani serta kesulitan akses bagi masyarakat (pemilik hutan rakyat) untuk mendapat bahan tanaman jati yang berkualitas dengan mudah. Oleh karena itu dilakukan serangkaian kegiatan penelitian pemuliaan meliputi koleksi materi genetik jati, pembangunan kebun pangkas/bank klon jati, kebun benih klon, uji klon dan uji keturunan di Gunung Kidul, Yogyakarta dan Wonogiri, Jawa Tengah (Mahfudz, 2006). Selain itu dilakukan pembangunan uji klon jati di Kemampo, Sumatera Selatan (Sofyan, 2009) dan Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Qirom & Mahfudz, 2009). Pertumbuhan tanaman umur 10 tahun di Gunung Kidul menunjukkan rerata tinggi 10,55-14,96 m, dbh 8,95-18,34 cm, taksiran volume per pohon 0,126 m3, dengan riap volume 20,99 m3/ha/tahun. Sedangkan pertumbuhan uji klon di Wonogiri pada umur yangs ama (umur 10 tahun) menunjukkan rerata tinggi 12,38 m, dbh 18,54 cm, taksiran volume pohon 0,258 m3dan taksiran riap volume pohon sekitar 21,49 m3/ha/tahun (Adinugraha et al., 2014).

Uji keturunan jati dibangun di Petak 93 Playen, Gunung Kidul, DIY pada tahun 2006 seluas 2,7 ha dengan menguji 120 famili. Pada umur 10 tahun persentase hidup tanaman 80,32% dan hasil pengukuran pertumbuhan tanaman yang dilakukan diperoleh rerata tinggi pohon 9,91 m, dbh 10,32 cm, tinggi bebas cabang 2,78 m dan taksiran volume pohon 0,07 m3/pohon (Adinugraha et al., 2019).

Page 112: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

102

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan RI menargetkan produktivitas hutan jenis tanaman penghasil kayu pertukangan daur panjang tahun 2010-2014 adalah ≥ 15 m3/ha/tahun, melalui penelitian pemuliaan jati. Hasil seleksi pada uji klon jati yang dibangun tahun 2002 di Gunung Kidul dan Wonogiri diperoleh taksiran riap volume tanaman jati pada umur 10 tahun rata-rata 12,43-14,98 m3/ha/tahun. Melalui seleksi klon-klon terbaik, maka potensinya dapat ditingkatkan menjadi 15,56–24,38 m3/ha/tahun (Adinugraha et al., 2014). Klon-klon terbaik tersebut dikoleksi dan diperbanyak secara vegetatif dengan teknik okulasi atau bud grafting (Pudjiono & Adinugraha, 2013). Kelima klon terbaik pada uji klon jati di Gunung Kidul bahkan telah dilepas oleh Menteri Kehutanan RI berdasarkan SK. 711/Menhut-II/2014 tanggal 27 Agustus 2014, untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman jati dengan nama “Jati Purwo” atau “Jati Purwobinangun”.

Bibit hasil okulasi tersebut digunakan untuk bahan tanaman dalam pembangunan kebun pangkas jati di arboretum BBPPBPTH dengan jarak tanam 1 m x 1 m, seluas 1.000 m2 sebagaimana disajikan pada Gambar 4 (Pudjiono et al., 2014). Sampai saat ini terus dilakukan perbanyakan bibit klon jati tersebut dengan teknik stek pucuk dan kultur jaringan. Pembangunan kebun pangkas dengan berbagai pihak pengguna terus dikembangkan, yaitu dengan UPTD Perbenihan Dinas Kehutanan Makassar, Dinas Kehutanan Provinsi DIY dan Rumpin Seed Source Center di Bogor. Diharapkan dari plot-plot kebun pangkas tersebut dapat diproduksi bibit jati secara masal untuk disebarluaskan kepada masyarakat. Dengan demikian pembangunan hutan rakyat dapat menggunakan bahan tanaman yang berkualitas sehingga diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman masyarakat.

Page 113: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

103

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

V. PENGEMBANGAN HUTAN KLON JATI UNGGUL

Pada saat ini jati sudah dikembangkan secara luas di banyak negara dengan menggunakan klon-klon jati pilihan hasil seleksi pada penelitian pemuliaan jati yang sudah dilakukan. Sejalan dengan perkembangan teknologi pembibitan dengan kultur jaringan, semakin banyak beredar berbagai merk bibit jati disertai dengan informasi tentang keunggulan masing-masing. Pemasaran bibit jati kultur jaringan bahkan sudah semakin tidak hanya untuk pembangunan tanaman di dalam negeri melainkan sudah berkembang antar negara (Palanisamy, 2009; Goh, 2010). Pembangunan hutan tanaman jati dengan klon-klon pilihan sudah banyak dilaporkan memberikan hasil yang memuaskan dengan pertumbuhan yang lebih cepat dan lebih seragam serta daurnya lebih singkat.

Di Indonesia, Perhutani telah mengembangkan pertanaman jati dengan menggunakan klon-klon ungul (JPP) yang telah dihasilkan. Wibowo et al., (2014b) melaporkan bahwa dengan menggunakan klon unggul diperoleh partumbuhan tegakan yang lebih seragam dan mengalami peningkatan pertumbuhan tinggi 19-78%, dan diameter 24-38,5% dibandingkan dengan bibit yang berasal dari APB.

Selain di lahan hutan negara, pengembangan hutan klon jati pada lahan-lahan masyarakat atau hutan rakyat juga sudah semakin berkembang, baik yang dikelola dalam skala kecil maupun dalam skala yang lebih luas. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk menggunakan bibit jati unggul semakin baik. Adinugraha et al., (2015) melaporkan pertanaman klon jati pada lahan masyarakat di Panggang, Gunung Kidul Yogyakarta menunjukkan tingkat partumbuhan yang sangat baik ditandai dengan persentase hidup tanaman ± 90% dan memiliki riap tinggi 2,98 m/tahun dan riap dbh 2,96 cm/tahun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pertanaman jati dengan klon-klon terpilih pada lokasi yang sesuai dapat

Page 114: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

104

meningkatkan produktivitas dibandingkan dengan pertanaman dengan menggunakan bibit hasil perbanyakan generatif yang hanya mencapai rata-rata 8-12 m3/ha/tahun (Kaosa-ard, 1999).

Adanya riap pertumbuhan yang cepat dan tanaman yang seragam, dapat meningkatkan pendapat masyarakat. Hasil uji coba tebangan JPP asal stek pucuk seluas 2 ha (sebanyak 1193 pohon) pada umur 9 tahun diperoleh sebanyak 301 m3 atau 150,5 m3/ha dan disisakan 50 pohon (sekitar 12,5 m3 atau 6,25 m3/ha) sebagai tegakan tinggal sehingga riap volume tegakan tersebut sebesar 17,4 m3/ha/tahun (Wibowo, 2014b). Menurut Sumarna (2011) dari penjarangan dan panen dihasilkan pendapatan kotor sebesear Rp 666.675.000. Jumlah tersebut terdiri dari penjarangan pertama (volume 6,75m3 dengan harga Rp 300.000/m3) sebesar Rp. 2.025.000. Penjarangan kedua (volume 52,50 m3 dengan harga Rp 900.000/m3) sebesar Rp 47.250.000 dan panen akhir umur 15 tahun dapat diperoleh volume 411,60 m3 dengan harga Rp 1.500.000/m3 sebesar Rp 617.400.000. Dengan adanya peningkatan harga kayu jati di pasaran tentu saja akan diperoleh pendapatan yang lebih besar dari usaha penanaman pohon jati (Adinugraha & Mahfudz, 2014).

VI. PENUTUPPermasalahan dalam pengelolaan hutan rakyat salah satunya adalah masyarakat belum melaksanakan intensifikasi hutan rakyat. Penelitian pemuliaan jati di Badan Litbang kehutanan dilatar-belakangi oleh kesulitan akses bagi masyarakat (pemilik hutan rakyat) untuk mendapat bahan tanaman jati yang berkualitas dengan mudah. Pemuliaan jati telah dilaksanakan melalui uji keturunan dan pengembangan klon. Kebun pangkas untuk keperluan perbanyakan jati telah dibangun di tiga lokasi, yaitu Makassar, Yogyakarta, dan Bogor. Diharapkan dari plot-plot kebun pangkas tersebut dapat diproduksi bibit jati secara massal baik dengan teknik stek pucuk atau kultur jaringan untuk selanjutnya disebarluaskan kepada masyarakat.

Page 115: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

105

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Dengan demikian pembangunan hutan rakyat dapat menggunakan bahan tanaman yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman masyarakat.

DAFTAR PUSTAKAAdinugraha, H.A. (2013). Penggunaan Benih Unggul Pada Hutan Rakyat

dalam Benih Unggul Untuk Pengembangan Hutan Rakyat. Forda Press. Bogor.

Adinugraha, H.A., & Mahfudz. (2014). Sukses Berkebun Jati mandiri. Panji Duta Sarana. Semarang.

Adiniugraha, H.A., Pudjiono, S., Fauzi, M.A., Hasnah, T.M., Setyobudi, Suwandi & Susanto. (2015). Laporan Hasil Penelitian. Populasi Pemuliaan untuk Kayu Pertukangan Daur Panjang. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Adinugraha, H.A., Pudjiono, S. & Mahfudz. (2015). Pertumbuan Pertanaman Jati Hasil Kultur Jaringan Pada Lahan Berbatu di Gunung Kidul. Prosiding Seminar Nasional Agroforestry pada tanggal 20 Nopember 2015 di Bandung.

Adinugraha, H.A., Pudjiono, S & Jayusman. 2019. Keragaman pertumbuhan beberapa populasi sebaran jati pada plot uji keturunan umur 10 tahun di Gunungkidul Yogyakarta. Prisiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia 5 (2), 145-149.

Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa Madura. (2015). Jati. http://bpth-jm.go.id/sumber-benih/sumber-benih-prioritas/jati. Diakses 5 Juni 2015.

Balai Perbenihan Tanaman Hutan Sulawesi. (2010). Statistik Balai Perbenihan Tanaman Huan Sulawesi tahun 2009. Makassar.

Page 116: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

106

Departemen Kehutanan R.I.2011. Statistik Kehutanan Indonesia. Badan Planologi Kehutanan. Jakarta.

Enters, T. (2000). Site, Technology and Productivity of Teak Plantation in Southeast Asia. Unasylva, 201(51), 2000.

Goh, D.K.S. (2010). Tissue culture production of clonal teak forlarge scaled plantation. www.fao.org/fileadmin/templates/abdc/documents/teak.pdf diunduh tanggal 2 Juni 2017.

Iskak, M. (2005). Produktivitas Tegakan Jati JPP Intensif Sampai umur 20 Tahun Ke Depan. Seperempat Abad Pemuliaan Jati Perum Perhutani. Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani. Cepu.

Jariyah, N.A., & Wahyuningrum, N. (2008). Karakteristik Hutan Rakyat di Jawa. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 5(1), 43-56.

Jayusman. (2005). Kaidah dan Prospek Pengembangan Budidaya Tanaman Jati pada Lahan Perkebunan Rakyatdi Sumatera Utara. Prosiding Pertemuan Forum Komunikasi Jati IV pada tanggal 14 Okober 2005 di Yogyakarta. Pusat Penelitian Pengembangan Hutan Tanaman, 55-60.

Kaosa-ard, A. (1999). Teak (Tectona grandis L.f.) Domsetocation and Breeding. Teaknet Asia-Pacifik Region.Yangon, Myanmar.

Khrisnapyllay, B. (2000). Silviculture and management of teak plantation. Unasylva, 201(51), 14-21

Leksono, B. (2016). Seleksi Berulang Pada Spesies Tanaman Hutan Tropis untuk Kemandirian Benih Unggul. Orasi pengukuhan professor riset bidang pemuliaan tanaman hutan. Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi. Bogor.

Mahfudz. (2003). Sekilas Tentang Jati. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta.

Page 117: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

107

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Mahfudz (2004). Laporan Tahunan. Pembangunan dan Evaluasi CSO. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman HutanYogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Mahfudz. (2006). Penelitian Jenis Jati (Tectona grandis L.f.). Usulan Kegiatan Penelitian (UKP) 2006-2009. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor.

Mahfudz, Pudjiono, S., Adinugraha, H.A., Fauzi, M.A., Supriyanto, H., Setyobudi & Susanto. (2016). Laporan Hasil Penelitian.Populasi Pemuliaan Jenis Kayu Pertukangan Daur Panjang. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Martawijaya, A., Kartasujana, I., kadir, K., & Prawira, S.A. (1981). Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Menteri Kehutanan. (2003). Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK 707/Menhut-II/2013. Tentang Penerapan Jenis Tanaman Hutan Yang Benihnya Wajib Diambil Dari Sumber Benih Bersertifikat. 24 Oktober 2013. Jakarta.

Mile, M.Y. (2007). Prinsip-prinsip Dasar dalam Pemilihan Jenis, Pola Tanam dan Teknik Produksi Agribisnis Hutan Rakyat. Informasi Teknis Vol. 5 No. 1, September 2007. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta.

Muslich, M., & Krisdianto. (2006). Upaya Peningkatan Kualitas dari Hutan Rakyat Sebagai Bahan Baku Industri. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan, 110-129.

Na’iem, M. (2003). Tinjauan Silvikultur Tanaman Jati: Penerapan dan Pengembangannya di Sulawesi Tenggara. Makalah Lokakarya Rencana Pengembangan Hutan Jati Pola Partisiipatif Provinsi Sulawesi Tenggara. Kendari 8 Oktober 2003.

Page 118: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

108

Na’iem, M. (2008). Peran Hutan Tanaman Pada Fungsi Ekologi dan Keberlanjutan Sosial Ekonomi. Makalah Seminar dan Lokakarya: Peran Hutan Tanaman dan Perjalanan Negara. Fakultas Hukum UNISBA di Bandung 15 Oktober 2008

Nirsatmanto, A., Haryjanto, L., & Setiaji, T. (2013). Hutan Jati Rakyat. Dalam Benih Unggul untuk Pembangunan Hutan Jati rakyat. Forda Press bekerjasama dengan Balai besar Penelitian Bioteklnologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta.

Nugroho. S.P, Beny H, Endang. S, Wardoyo, Nining. W, Sudirman, Sudimin. (1999). Pedoman Teknik Kesesuaian Lahan dan Jenis-jenis HTI. Info DAS, 6.. BTPDAS Surakarta

Palanisamy, K., Hegde, M., & Yi, J. (2009). Teak (Tectona grandis Lf.): A Renowned CommercialTimber Species. Journal of Forest Science, 25(1), 1-24.

Perhutani. (2012). Program Pemuliaan Jati (Tectona grandisL.f ) Tahun 2012 – 2026. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perum Perhutani. Cepu.

Pramono, AA., Fauzi, M.A., Widyani, N., Heriansyah, I., & Roshetko, J.M. (2010). Pengelolaan Hutan Jati Rakyat. Panduan Lapangan Untuk Petani. CIFOR. Bogor. Indonesia.

Pudjiono, S. (2013). Prospek Perhutanan klon Jati dalam Benih Unggul untuk Pengembangan Hutan Rakyat. Forda Press.Bogor.

Pudjiono, S. & Adinugraha, H.A., (2013). Pengaruh Klon dan Waktu Okulasi terhadap Pertumbuhan dan Persentase Hidup Okulasi Jati (Tectona grandis). Wana Benih, 14(2), 103-108.

Pudjiono, S., Nirsatmanto, A., Adinugraha, H.A., Mashudi, Susanto, M., Susanto, Suwandi, Sulaeman, M., & Azis, A. (2014). Populasi Perbanyakan untuk kayu pertukangan, kayu pulp dan kayu energi. laporan hasil penelitian. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Page 119: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

109

BAB 2. Peningkatan Produktivitas Hutan Melalui Pemuliaan

Qirom, M.A., & Mahfudz. (2009). Karakteristik Pertumbuhan Klon Jati pada Dua Lokasi Berbeda di Kalimantan Selatan. Wana Benih, 10(2), 47-58.

Ryan, V. (2011). Forest and Woodlands World Distribution of Natural Woods. diunduh tanggal 12 Mei 2017.

Soeroso, H., & Poedjawadi, D. (2006). Pengembangan Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil. CV Bersama Maju Mandiri. Koperasi Perumahan Wana Bakti Nusantara (KPWN). Jakarta.

Sofyan, A. (2009). Evaluasi uji Klon jati (Tectona grandis Lf.) umur 3 tahun di KHDTK Kermampo Sumatera Selatan. Tesis. Program Pasca Sarjana UGM. Tidak dipublikasikan.

Sudrajat, D.J. (2010). Tinjauan Standar Mutu Bibit Tanaman Hutan dan Penerapannya di Indomesia. Tekno Hutan Tanaman, 3(3), 85-97.

Suhartati, & Nursyamsi. (2007). Pengaruh Komposisi Media WPM dan BAP Pada Pertumbuhan Bibit Jati (Tectona grandis) Dengan Perbanyakan Secara Invitro. Info Hutan, 4(4), 379-384.

Sumarna, Y. (2011). Budidaya jati, cetakan ke-3. PT. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Tampubolon, A., & Budiningsih, K. (2005). Potensi dan Hambatan Pengembangan Hutan Jati Rakyat di Kalimantan Selatan. Prosiding Pertemuan Forum Komunikasi Jati IV pada tanggal 14 Okober 2005 di Yogyakarta. Pusat Penelitian Pengembangan Hutan Tanaman, 91-98.

Tanaka, N., Hamazaki, T., & Vacharangkura, T. (1998). Distribution, Growthand Requirements of Teak. Japan Agricultural Research Quarterly, 32, 65-77.

Wibowo, A., Purwanto, S., & Gunawan, I. (2002). Pengaruh Berbagai Jarak Tanam, Bahan Tanaman dan Dosis Pupuk Terhadp Pertumbuhan Jati (Tectona grandisL.f ) umur 2,5 tahun di KPH Ngawi. Buletin Penelitian Pusbanghut, (4)1.

Page 120: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

110

Wibowo, A (2014a). Sejarah Pemuliaan Jati. 2014/01 diunduh tanggal I Juni 2017.

Wibowo, A. (2014b). Uji coba tebangan kayu perhutanan klon jati (JPP) dan trubusannya.http://ariswibowoperhutani.blogspot.co.id/ 2014/01 diunduh tanggal I Juni 2017.

Winduadjie. G. (1983). Keberhasilan Tanaman Jati (Tectona grandis L.f.) di Proyek Reboisasi Hutan Lindung Hidrologis Wosi-Rendani, Manokwari. Skripsi Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Negeri Cendrawasih. Manokwari. Tidak dipublikasikan

Wire, P. (2010). Sumber Benih Jati Muna (Tectona grandis) bersertifikat. Antaranews.com. http://www.antaranews.com/berita/185750/sumber-benih-jati-muna.Balai Perbenih-an Tanaman Hutan, Sulawesi. Diakses 5 juni 2015.

Page 121: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

BAB 3. HAMA PENYAKIT PADA

HUTAN TANAMAN RAKYAT

Page 122: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya
Page 123: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

MENGELOLA HAMA DAN PENYAKIT SENGON

Endah Suhaendah, dan Aji Winara

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry Jalan raya Ciamis-Banjar Km. 4 Ciamis 46201, (0265)771352

E-mail: [email protected]

I. PENDAHULUANProduksi sengon dipengaruhi oleh adanya faktor pembatas, salah satunya adalah serangan hama dan penyakit (Darwiati & Anggraeni, 2018). Hama dan penyakit yang banyak menggangu tanaman sengon antara lain serangan hama penggerek batang, hama daun dan penyakit karat tumor (Safe’i, Hardjanto, Supriyanto, & Sundawati, 2013). Produksi sengon di Jawa mengalami kemerosotan karena luasnya area serangan karat tumor pada tegakan sengon (Baskorowati, Susanto, & Charomaini, 2012). Semakin bertambah luasan produksi sengon, semakin tinggi potensi peningkatan intensitas penyakit karat tumor (Putri, Indrioko, Kehutanan, & Mada, 2015). Penyakit ini disebabkan oleh jamur Uromycladium tepperianum (Sacc.) McAlpine. dengan gejala hiperplasia (Putri et al., 2015; Rumidatul, Sulistyawati, & Aryantha, 2018). Jamur penyebab karat tumor ini kemudian diperbaharui menjadi U. falcatarium (S. Rahayu, See, Shukor, & Saleh, 2018).

Page 124: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

114

Serangan hama dan penyakit tersebut perlu dikelola agar tidak menimbulkan kerugian. Pengendalian hama dan penyakit secara komprehensif perlu dilakukan dengan memperhatikan nilai-nilai ekologis, ekonomi dan kesehatan secara utuh (Surata, 2008). Pada pengendalian secara komprehensif teknik perlakuan yang digunakan berdasarkan pada tindakan pemantauan, pengambilan keputusan dan pengambilan tindakan (Hasibuan, 2008).

II. HAMA DAN PENYAKIT SENGON

Di lokasi penelitian ditemukan beberapa jenis hama utama yang menyerang tanaman sengon antara lain ulat kantong (Pteroma plagiophleps), kupu-kupu kuning (Eurema spp.) dan penggerek batang (Xystrocera festiva). Menurut Nair & Sumardi (2000) ketiga jenis hama tersebut merupakan ancaman utama hama pada tanaman sengon di Indonesia.

A. Hama Ulat Kantong Penyebab: Ulat kantong termasuk ke dalam ordo Lepidoptera, famili Psychidae. Famili ini memiliki ciri kantung atau selubung yang dibuat dan dibawa oleh larva. Kantung terdiri dari sutera dan bagian-bagian daun dan ranting. Larva menjadi kepompong di dalam kantung (Borror, Triplehorn, & F.Johnson, 1996). Ulat kantong yang menyerang tanaman sengon ini terdiri dari 4 jenis yaitu Pteroma sp., Clania sp., Cryptothelea sp. dan Amatissa sp. Keempat jenis ulat kantong ini memakan daun sengon. Menurut Anggraeni & Ismanto (2013) ciri-ciri dari keempat jenis ulat kantong di atas sebagai berikut: 1) Pteroma sp. merupakan jenis ulat kantong yang berukuran kecil dengan kantong terbuat dari serpihan daun (Gambar 1a). Gejala yang ditimbulkan berupa lubang pada daun sengon yang berwarna kuning kecoklat-coklatan. Pada saat larva akan menjadi pupa, larva beserta kantongnya pindah dari permukaan atas daun ke permukaan bawah daun sehingga posisi kantong menggantung. 2) Clania sp. merupakan jenis ulat

Page 125: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

115

BAB 3. Hama Penyakit pada Hutan Tanaman Rakyat

kantong yang berukuran agak besar ± 3 cm dengan kantong berasal dari ranting sengon (Gambar 1b). Pada saat larva akan menjadi pupa, larva akan menutup bagian anterior dan posterior kantongnya karena ukurannya yang besar kemudian menempel pada cabang sengon. 3) Cryptothelea sp. merupakan jenis ulat kantong yang agak besar dengan bentuk kantong kerucut dan mempunyai permukaan yang agak halus. Kantong berwarna putih kecoklatan dengan panjang ± 3 cm. Kantong terbuat dari sutera yang dihasilkan oleh larva. Larva memakan daun sengon dari pinggir daun atau bagian tengah daun sehingga daun berlubang. Pupa menggantung di ranting dan cabang pohon. 4) Amatissa sp. merupakan jenis ulat kantong dengan bentuk kantong yang sempit memanjang dengan permukaan yang relatif halus (Gambar 1c). Serangan jenis ini bisa menyebabkan tanaman sengon gundul.

Page 126: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

116

(a)

Pteroma sp (b) Clania sp

(c) A

matissa sp

(a)

Pteroma sp (b) Clania sp

(c) A

matissa sp

(a)

Pteroma sp (b) Clania sp

(c) A

matissa sp

(a)

Pteroma sp (b) Clania sp

(c) A

matissa sp

(a)

Pteroma sp (b) Clania sp

(c) A

matissa sp

(a)

Pteroma sp (b) Clania sp

(c) A

matissa sp

Gambar 1. Jenis-jenis ulat kantong sengon

Bagian yang diserang dan gejala: Ulat memakan daun sengon dari dalam kantong (Gambar 2). Pada serangan berat, daun menjadi rontok dan mengganggu pertumbuhan sengon. Untuk mengetahui pengaruh serangan ulat kantong pada sengon asal papua dan sengon lokal dilakukan pengamatan intensitas serangan ulat kantong (Gambar 2). Intensitas serangan ulat kantong pada sengon lokal dan sengon asal papua tidak berbeda nyata. Jenis Pteroma sp merupakan jenis ulat kantong yang menjadi hama penting karena populasi dari jenis ini banyak sehingga dapat membuat tanaman sengon menjadi rontok. Jika serangan terjadi pada saat tanaman sengon masih muda menyebabkan pertumbuhan sengon menjadi terhambat. Hal ini diperparah jika terjadi musim kemarau yang berkepanjangan tanaman yang sudah rontok tadi menjadi mati.

Page 127: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

117

BAB 3. Hama Penyakit pada Hutan Tanaman Rakyat

Gambar 2. Tanaman sengon muda yang diserang ulat kantong

Gambar 3. Intensitas serangan ulat kantong pada sengon lokal dan asal papua

Pengendalian: Berdasarkan kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ulat kantong tersebut, dilakukan pengendalian ulat kantong dengan menggunakan insektisida kimia dengan bahan aktif fipronil 50 gram/l. Berdasarkan hasil pengamatan, mortalitas hama ulat kantong mencapai 100%. Berdasarkan klasifikasi Prijono (1998) dalam (Utami & Haneda, 2012) tingkat aktivitas insektsisida diukur sebagai berikut: 1) aktivitas kuat: mortalitas (m) ≥ 95%, 2) agak kuat: 75% ≤ m < 95%, 3) cukup kuat: 60%

Page 128: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

118

≤ m < 75%, 4) sedang: 40% ≤ m < 60%, 5) agak lemah: 25% ≤ m < 40%, 6) lemah: 5% ≤ m < 25%, 7) tidak aktif: < 5%. Berdasarkan klasifikasi ini, insektisida fipronil mempunyai aktivitas kuat. Pengendalian sebaiknya dilakukan menjelang musim kemarau, karena pada saat musim kemarau, hama ini dapat berkembang biak dengan cepat. Ketika populasi hama ulat kantong ditekan, kerusakan yang ditimbulkan pada saat musim kemarau dapat dikurangi. Larva yang mati karena insektisida menjadi hitam dan kering seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Larva ulat kantong yang mati karena insektisida

B. Hama Pemakan Daun (Eurema spp.)Penyebab: Hama Eurema spp yang menyerang tanaman sengon termasuak ke dalam ordo Lepidoptera, famili Pieridae dan terdiri dari dua jenis yaitu Eurema hecabe dan Eurema blanda.

Bagian yang diserang dan gejala: Hama ini memakan daun dan menyisakan tulang daun (Gambar 5). Pada keadaan tanaman sengon masih kecil dengan jumlah daun yang sedikit, serangan hama ini dapat membuat seluruh daun rontok sehingga menghambat pertumbuhan sengon.

Page 129: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

119

BAB 3. Hama Penyakit pada Hutan Tanaman Rakyat

Gambar 5. Daun sengon diserang Eurema spp

Pengendalian: Pengendalian Eurema spp pada sengon telah banyak dilaporkan diantaranya Utami (2010) menyebutkan bahwa ekstrak bintaro dapat menyebabkan mortalitas Eurema spp sampai 90%. Darwiati (2013) menyebutkan bahwa perlakuan fraksi etyl asetat ekstrak biji suren konsentrasi 1% menyebabkan mortalitas Eurema spp sampai 58% pada 1 hari setelah perlakuan sedangkan fraksi methanol dan n-heksan hanya sebesar 28% dan 26%. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, mortalitas dapat mencapai 84% untuk fraksi etyl asetat, fraksi methanol dan n-heksan mortalitas mencapai 56% dan 54%. Pengendalian hama Eurema spp diutamakan pada saat tanaman sengon masih muda, karena pada saat populasi tinggi dapat merontokkan seluruh daun sengon. Pada tanaman sengon tingkat tiang dan pohon, daunnya sudah lebat dan rindang sehingga serangan hama Eurema spp tidak mengganggu pertumbuhan sengon.

C. Hama Penggerek Batang (Xystrocera festiva)

Penyebab: Hama penggerek batang termasuk ke dalam ordo Coleoptera, famili cerambycidae. Fase yang merusak adalah fase larva. Serangga dewasa termasuk ke dalam kumbang yang aktif pada malam hari (Gambar 6).

Page 130: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

120

Bagian yang diserang dan gejala: Hama penggerek batang merupakan jenis hama yang sangat merugikan karena merusak bagian kayu tanaman. Gejala yang tampak dari serangan hama ini adalah adanya lubang bekas gerekan, serbuk kayu pada bagian luar gerekan dan kulit pecah-pecah. Pada serangan berat, hama ini dapat menyebabkan tanaman sengon mati (Gambar 7).

Gambar 6. Kumbang Xystrocera festiva

Gambar 7. Gejala serangan Xystrocera festiva pada batang sengon

Hasil pengamatan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa hama ini menyerang tanaman sengon yang sudah mulai berkayu. Satu tanaman sengon akan diserang hama ini sampai semua bagian kayunya habis dimakan

Page 131: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

121

BAB 3. Hama Penyakit pada Hutan Tanaman Rakyat

dan tanaman mati. Kemudian hama ini akan pindah pada tanaman sengon di sekitarnya.

Pengendalian: Upaya pengendalian perlu dilakukan agar tidak terjadi perpindahan serangga dewasa hama ke tanaman sengon di sekitarnya. Beberapa hasil penelitian mengenai pengendalian hama ini antara lain: penggunaan insektisida sistemik perfekthion 400EC pada tingkat konsentrasi mulai 6 ccll keatas, cukup ampuh mematikan larva X. festiva yang masih berada di bawah kulit batang sengon (Nurhayati, 2001); perlakuan media serbuk gergaji + 1 ml Jamur Beauveria bassiana mampu mematikan larva ulat penggerek sampai 100% (Wahyono & Tarigan, 2007). Serangga dewasa X. festiva aktif di malam hari, serangga ini tertarik terhadap warna hijau. Upaya pencegahan sebaran imago dapat dilakukan dengan memasang lampu perangkap berwarna hijau pada malam hari (Haryadi, 1996).

D. Penyakit Karat TumorPenyebab: Penyakit karat tumor disebabkan oleh Uromycladium tepperianum (Sacc.) McAlpine (Putri et al., 2015; Rumidatul et al., 2018).

Bagian yang diserang dan gejala: Bagian tanaman sengon yang diserang di lapangan mulai dari ranting, cabang sampai batang. Penyakit karat tumor sudah mulai terlihat menyerang pada tanaman sengon yang masih muda. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh (Rahayu, 2014) bahwa fungi U. tepperianum hanya mampu menginfeksi jaringan-jaringan tanaman yang masih muda, terutama pada jaringan meristematik sehingga kemungkinan terjadinya infeksi baru pada tanaman dewasa sangat kecil. Gejala yang tampak pada tanaman dewasa merupakan infeksi yang telah terjadi pada saat tanaman masih muda.

Page 132: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

122

Karat pada batang sengon

Gambar 8. Gejala penyakit karat tumor pada sengon muda

Karat pada batang sengon

Gambar 9. Gejala penyakit karat tumor pada pohon sengon

Pengendalian: Jamur penyebab penyakit karat tumor dapat disebarkan melalui angin. Hal ini tentu saja memudahkan terjadinya perpindahan jamur dari satu tanaman sengon ke tanaman sengon lain. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mencari dan mengembangkan asal sengon yang lebih tahan terhadap serangan karat tumor. Kajian yang kami lakukan adalah memonitor perkembangan penyakit karat tumor pada sengon asal papua dan sengon lokal. Hasil pengamatan disajikan pada Gambar 10.

Page 133: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

123

BAB 3. Hama Penyakit pada Hutan Tanaman Rakyat

80

Gambar 10. Perkembangan penyakit karat tumor

Berdasarkan Gambar di atas, tingkat keparahan penyakit karat tumor pada sengon asal papua lebih rendah dibandingkan sengon lokal. Pada tahun 2018 terjadi peningkatan tingkat keparahan karat tumor pada sengon lokal dari 0,19% menjadi 44,4%. Pada sengon asal papua, tidak terjadi peningkatan tingkat keparahan karat tumor. Hasil penelitian M. Charomaini & Ismail (2008) menyebutkan bahwa individu-individu sengon asal papua lebih tahan terhadap serangan penyakit karat tumor. Baskorowati et al. (2012) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil uji ketahanan sengon terhadap karat tumor, sengon asal papua menunjukkan performa yang lebih baik dibandingkan sengon lain.

III. PENUTUPPengelolaan hama dan penyakit sengon dilakukan berdasarkan bioekologinya. Tahapannya dimulai dengan identifikasi jenis hama dan penyakit yang menyerang, monitoring, pengambilan keputusan dan pengambilan tindakan pengendalian yang paling sesuai. Jenis tanaman bawah yang dipilih, selain karena secara ekonomi menguntungkan, juga jenis tersebut bukan menjadi inang lain dari hama tanaman hutan.

Page 134: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

124

DAFTAR PUSTAKAAnggraeni, I., & Ismanto, A. (2013). Keanekaragaman jenis ulat kantong

yang menyerang di berbagai pertanaman sengon (Paraserianthes falcataria (L). Nielsen) di pulau jawa. Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa, 3(2), 184–192.

Baskorowati, L., Susanto, M., & Charomaini, M. (2012). Genetic variability in resistance of Falcataria moluccana ( Miq .) Barneby & J . W . Grimes to gall rust disease. Journal of Forestry Research, 9(1), 1–9.

Borror, D.J., Triplehorn, C.A., & Johnson, N.F. (1996). Pengenalan pelajaran serangga (Keenam). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Darwiati, W. (2013). Bioaktivitas tiga fraksinasi ekstrak biji suren terhadap mortalitas hama daun Eurema.spp. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 10(2), 99–108.

Darwiati, W., & Anggraeni, I. (2018). Serangan boktor ( Xystrocera festiva Pascoe ) dan karat tumor ( Uromycladium tepperianum ( Sacc .) McAlpine ) pada sengon ( Falcataria mollucana ( Miq .) di perkebunan ciater. Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa, 8(2), 59–69.

Haryadi, M. (1996). Penangkapan imago Xystrocera festiva Pascoe dengan menggunakan lampu perangkap. Institut Pertanian Bogor.

Hasibuan, M. (2008). Kajian penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) pada petani padi di kabupaten tapanuli selatan. Universitas Sumatera Utara.

Charomaini, M., & Ismail, B. (2008). Indikasi awal ketahanan sengon (Falcataria moluccana) provenan papua terhadap jamur Uromycladium tepperianum penyebab penyakit karat tummor (Gall rust). Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 2(2), 203–209.

Nair, K.S.S., & Sumardi. (2000). Insecct pests and diseases of major plantation species Insect pest and diseases in indonesian forests. (K.S.S. Nair, Ed.). Jakarta: Center for international forestry research.

Page 135: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

125

BAB 3. Hama Penyakit pada Hutan Tanaman Rakyat

Nurhayati, N.D. (2001). Pengujian Efikasi Insektisida Sistemik Perfekthion 400EC Terhadap Hama Boktor (Xystrocera festiva Pascoe) pada Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen). Institut Pertanian Bogor.

Putri, A.I., Indrioko, S., Kehutanan, F., & Mada, U.G. (2015). Senyawa fenol pada toleransi Falcataria moluccana (Miq.) terhadap penyakit karat tumor. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 9(3), 189–202.

Rahayu, S. (2014). Strategi Pengelolaan Penyakit Tanaman Hutan di Indonesia: Penyakit Karat Tumor pada Tanaman Sengon (Falcataria moluccana). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rahayu, S., See, L.S., Shukor, N.A.A., & Saleh, G. (2018). Environmental factors related to gall rust disease development on Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes at brumas estate, tawau, sabah, malaysia. Applied Ecology and Environmental Research, 16(6), 7485–7499.

Rumidatul, A., Sulistyawati, E., & Aryantha, I.N.P. (2018). Asian Journal of Plant Sciences Research Article Trypsin Inhibitor Activity and Protein Analysis of Gall Rust from Sengon Plants ( Falcataria moluccana Miq .) Infected with Uromycladium tepperianum Fungus Alfi Rumidatul , Endah Sulistyawati and I Nyoman P. Asian J. Plant Sci, 17(2), 75–84. https://doi.org/10.3923/ajps.2018.75.84

Safe’i, R., Hardjanto, Supriyanto, & Sundawati, L. (2013). Pengembangan metode penilaian kesehatan hutan rakyat sengon ( Falcataria moluccana ( Miq .) Barneby & J . W . Grimes ). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 12(3), 175–187.

Surata, I.K. (2008). Penerapan pola pengelolaan hutan terpadu (PHT) untuk pengendalian hama inger-inger ( Neotermes tectonae Damm ) pada hutan tanaman jati di timor. Tekno Hutan Tanaman, 1(1), 33–44.

Utami, S. (2010). Aktivitas insektisida bintaro ( Gaertn) terhadap hama Eurema spp. pada skala laboratorium. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 7(4), 211–220.

Page 136: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

126

Utami, S., & Haneda, N.F. (2012). Bioaktivitas ekstrak umbi gadung dan minyak nyamplung sebagai pengendali hama ulat kantong (Pteroma plagiophleps Hampson). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 9(4), 209–218.

Wahyono, T.E., & Tarigan, N. (2007). Uji patogenisitas agen hayati Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae terhadap ulat serendang (Xystrocera festiva). Buletin Teknik Pertanian, 12(1), 27–29.

Page 137: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

PENYAKIT KARAT PURU PADA SENGON DI INDONESIA:

STATUS RISET

Neo Endra Lelana

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, 16610. Email: [email protected]

I. PENDAHULUANSerangan organisme pengganggu tanaman (OPT), terutama hama dan penyakit, saat ini menjadi permasalahan utama di hutan tanaman baik pada hutan tanaman industri (HTI) maupun hutan rakyat. Hampir semua komoditas hutan tanaman menghadapi permasalahan ini walaupun dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Serangan hama dan penyakit tanaman tidak hanya menyebabkan kehilangan hasil panen, namun juga menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan. Beberapa pelaku usaha bahkan terpaksa mengganti suatu jenis tanaman dengan jenis tanaman lain untuk menghindari kerugian ekonomi yang lebih besar akibat serangan hama dan penyakit tanaman yang tidak dapat dikendalikan.

Demikian halnya dengan sengon (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes), yang saat ini menjadi komoditas hutan rakyat paling dominan (BPS, 2014). Permasalahan OPT pada sengon seringkali mengakibatkan kerugian ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai OPT diketahui berasosiasi dengan tanaman sengon termasuk penyakit karat puru. Epidemi penyakit ini

Page 138: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

128

di Pulau Jawa terjadi sejak tahun 2003, dan saat ini terjadi di hampir seluruh areal pertanaman sengon di Pulau Jawa. Pada tanaman muda, penyakit ini dapat menyebabkan kematian dan pada tanaman siap panen, penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kualitas kayu sehingga harga jual kayu sengon dapat menurun. Beberapa laporan telah menyebutkan kerugian akibat serangan penyakit karat puru. Menurut data Perhutani (2015), penurunan produksi kayu sengon di Kediri akibat serangan penyakit karat puru dapat mencapai lebih dari 60%. Kondisi ini, jika dibiarkan akan berdampak pada ketersediaan dan kesinambungan bahan baku untuk industri kayu berbasis sengon.

Berbagai penelitian terkait penyakit karat puru pada sengon telah dilakukan, baik terkait organisme penyebabnya, sebaran dan biologi, serta pengendaliannya. Tulisan ini menyajikan penelitian terkini terkait penyakit karat puru di Indonesia.

II. PENYEBAB PENYAKIT KARAT PURU PADA SENGON

Di Indonesia, serangan penyakit karat puru pada sengon dilaporkan pertama kali terjadi pada tahun 1996 di Pulau Seram, Maluku (Anggraeni & Santosa, 2003). Setelah itu antara tahun 1998 sampai dengan 2001, serangan penyakit karat puru juga dilaporkan terjadi pada sengon yang ditanam sebagai naungan kopi di Timor Leste (Old & Cristovao, 2003). Sekitar tahun 2003 dan 2004, penyakit karat puru dilaporkan sudah terdeteksi terjadi di Pulau Jawa (Anggraeni, 2008; Rahayu, 2008).

Sebelum dilaporkan terjadi di Indonesia, penyakit karat puru pada sengon ternyata sudah dilaporkan terjadi di beberapa negara, seperti Filipina dan Malaysia. Di Filipina, penyakit karat puru pada sengon dilaporkan sudah terjadi di Filipina sejak tahun1980-an. Penyakit ini diduga terjadi pada awal 1983 dan menjadi epidemi sejak tahun 1988 di Mindanao (De Guzman, 1990; Soerianegara & Lemmens, 1993). Setelah itu, penyakit karat puru

Page 139: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

129

BAB 3. Hama Penyakit pada Hutan Tanaman Rakyat

dilaporkan menyebar ke Kepulauan Visayas dan Luzon (Braza, 1997). Pada tahun 1992, epidemi penyakit karat puru dilaporkan terjadi di Pantai Barat Sabah, Malaysia dan pada tahun 1999 juga dilaporkan terjadi di Pantai Timur yang berjarak sekitar 300 km dari pantai barat (Lee, 2004).

Old dan Cristovao (2003) mengidentifikasi penyebab penyakit karat puru pada sengon di Timor Leste sebagai cendawan Uromycladium tepperianum. Hanya ada dua jenis Uromycladium yang dapat membentuk puru pada cabang atau batang pohon serta menginfeksi jenis akasia dan albizia, yaitu U. tepperianum dan U. notabile. Secara morfologi kedua jenis ini dapat dibedakan oleh morfologi teliospora dan produksi urediniospora. Uromycladium tepperianum tidak memproduksi urediniospora, sementara U. notabile memproduksinya. Pada tahun yang sama, Anggraeni dan Santosa (2003) juga melaporkan penyebab karat puru pada sengon yang terjadi di Pulau Seram, Maluku sebagai U. tepperianum. Selanjutnya Lee (2004) juga mengidentifikasi penyakit karat puru di Malaysia sebagai U. tepperianum. Pendapat ini didukung oleh berbagai penelitian setelahnya yang menyatakan bahwa penyebab penyakit karat puru pada sengon adalah U. tepperianum (Anggraeni, 2008; Rahayu et al., 2010).

Namun demikian pada tahun 2015, Doungsa-ard et al. (2015) melaporkan pendapat yang berbeda terkait penyebab penyakit karat puru pada sengon. Dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu morfologi spora dan molekuler, Doungsa-ard et al. (2015) berpendapat bahwa Uromycladium pada sengon ternyata berbeda dengan U. tepperianum dari akasia. Oleh karena itu nama baru untuk cendawan penyebab penyakit karat puru pada sengon sebagai U. falcatarium.

Page 140: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

130

III. BIOLOGI PENYAKIT KARAT PURU PADA SENGON

Pada U. tepperianum, infeksi dapat terjadi pada biji, bibit maupun tanaman dewasa di lapangan. Semua bagian tanaman meliputi pucuk daun, daun, tangkai daun, cabang, batang, bunga dan biji dapat terinfeksi oleh cendawan patogen tersebut. Pada bibit sengon, batang merupakan bagian tanaman yang paling rentan terhadap serangan cendawan karat puru. Cendawan karat puru masih dapat tetap hidup di musim kemarau/kering pada bagian tanaman yang terserang. Pada waktu mulai musim hujan serangan akan bertambah dan terus tersebar selama musim hujan (Rahayu, 2008).

Pada model cendawan karat secara umum, teliospora dan pikniospora tidak menginfeksi tanaman. Infeksi dilakukan oleh basidiospora, aeciospora, dan urediospora (Voegele et al., 2009). Mekanisme infeksi secara umum dapat dilihat pada Gambar 1. Urediospora umumnya berdinding tebal, berpigmen gelap dan berkecambah dengan tabung kecambah yang berdeferensiasi menjadi apresorium setelah terjadinya kontak antara tabung kecambah dengan sinyal topografi dengan magnitude tepat (Hoch & Staples, 1987; Hoch et al., 1987). Sebuah hifa penetrasi terbentuk di dasar dari apresorium, yang masuk ke daun melalui pembukaan stomata. Sebuah vesikel terbentuk dalam rongga stomata di mana hifa infeksi muncul. Setelah kontak dengan sel mesofil sel induk, haustoria terdeferensiasi dari haustorium yang terbentuk. Sementara basidiospora merupakan spora yang halus dan berdinding tipis. Tidak ada bukti untuk sinyal topografi yang terlibat dalam struktur pengenalan permukaan. Struktur infeksi seperti apresorium, vesikel, dan haustorium juga kurang terdeferensiasi. Selain itu, mekanisme penetrasi tampaknya benar-benar berbeda, karena dalam tahap perkembangan ini cendawan memasuki tanaman dengan penetrasi langsung ke dalam sel-sel epidermis. Penelitian lebih lanjut pada tingkat molekuler diperlukan untuk menentukan penyebab dan konsekuensi dari perbedaan-perbedaan ini.

Page 141: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

131

BAB 3. Hama Penyakit pada Hutan Tanaman Rakyat

Gambar 1. Struktur infeksi dari: urediospora (1) dan basidiospora (2). Ket. A = appressorium, G = tabung kecambah, H = haustorium, HM = haustorial mother cell, I = hifa infeksi, P = hifa penetrasi, S = spora, V = vesikel. (Voegele et al., 2009)

Studi mengenai proses infeksi U. tepperianum pada tanaman sengon secara buatan telah dilakukan oleh Widyastusti et al. (2013). Pada pengamatan 2, 24, 48, 72, dan 96 jam setelah inokulasi, teliospora yang diinokulasi pada permukaan daun sengon terlihat mampu berkecambah dan menembus daun tanaman sengon. Setelah dua jam, inokulasi teliospora pada permukaan

Page 142: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

132

daun sengon tidak menunjukkan progresi. Pengamatan sampel setelah 48 jam inokulasi menunjukkan bahwa teliospora pada permukaan daun sudah berkecambah dan membentuk tabung germinasi yang meluas ke permukaan daun. Tabung germinasi kemudian berkembang menjadi kapak penetrasi. Pada perkembangan selanjutnya, vesikel terbentuk dalam sel epidermis. Hifa menembus ke dalam dinding sel epidermis bagian dalam dan kemudian membentuk hifa interseluler. Pada infeksi alami, teliospora membentuk basidiospora di awal, selanjutnya membentuk kapak penetrasi dan akhirnya menembus jaringan tanaman. Selama proses infeksi alami di sengon, teliospora pada permukaan daun berkecambah membentuk basidiospora. Pada kondisi yang menguntungkan, yaitu kelembaban relatif tinggi (>90%), basidiospora dibentuk pada 10 jam setelah inokulasi dan 6 jam setelahnya kapak penetrasi terbentuk dan langsung menembus sel-sel di lapisan epidermis inang (Rahayu et al., 2010).

Uromycladium tepperianum dapat melakukan penetrasi langsung menembus kutikula dan epidermis maupun lubang alami. Menurut Burges (1934), Dick (1985), dan Morris (1987), tabung germinasi dari teliospora U. tepperianum mampu melakukan penetrasi langsung pada inang dengan pembentukan kapak penetrasi. Sementara hasil penelitian Rahayu et al. (2010) menunjukkan bahwa kapak penetrasi di U. tepperianum berkembang dari basidiospora yang berkecambah dari teliospora.

IV. PENGENDALIAN PENYAKIT KARAT PURU PADA SENGON

Berbagai penelitian terkait pengendalian penyakit karat puru telah dilakukan di Indonesia, baik dengan pendekatan kimiawi, biologi maupun budi daya. Anggraeni et al. (2010) telah melakukan uji coba pengendalian penyakit karat puru dengan menggunakan campuran belerang dan kapur. Penelitian yang dilakukan di Panjalu Ciamis ini menunjukkan bahwa aplikasi fungisida belerang dan kapur dengan tindakan pemangkasan dapat

Page 143: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

133

BAB 3. Hama Penyakit pada Hutan Tanaman Rakyat

menekan pertumbuhan penyakit karat puru. Selain itu Lelana et al. (2014) juga melakukan uji coba pengendalian karat puru dengan menggunakan fungisida berbasis tembaga sulfat. Penelitian skala lapangan yang dilakukan di daerah Bogor ini juga menunjukkan bahwa aplikasi fungisida dengan tindakan pemangkasan juga dapat menekan pertumbuhan penyakit karat puru.

Penelitian pengendalian penyakit karat puru pada sengon secara biologi dengan menggunakan agens hayati plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) juga telah dilakukan. Pracoyo (2013) dengan menggunakan PGPR telah melakukan uji coba pengendalian karat puru skala lapangan di Kebumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan PGPR dapat menekan perkembangan penyakit karat puru. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Putri dan Bramasto (2017), perlakuan bibit sengon dengan PGPR ternyata tidak signifikan dalam menekan perkembangan penyakit karat puru. Penggunaan PGPR dalam pengendalian penyakit tanaman sangat tergantung pada isolat dan formula yang digunakan. Penggunaan pestisida kimia dan bahan organik dalam pengendalian penyakit karat puru sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lelana et al. (2018). Dengan melakukan pengamatan langsung dan wawancara di 47 lokasi yang tersebar di seluruh Pulau Jawa, Lelana et al. (2018) menyebutkan bahwa pengendalian secara kimawi dan penggunaan pupuk organik berkorelasi secara signifikan dengan tingkat kejadian dan keparahan penyakit tanaman.

Selain menggunakan pendekatan kimiawi dan biologis, pengendalian penyakit karat puru dapat juga dilakukan dengan pendekatan menggunakan tanaman yang tahan. Epidemi penyakit tumbuhan terjadi jika ketiga komponen penyusun segitiga penyakit, yaitu inang, patogen dan lingkungan berada pada kondisi yang mendukung untuk terjadinya penyakit dalam waktu yang sama (Agrios, 2005). Oleh karena itu, manipulasi yang dilakukan pada satu atau lebih komponen segitiga penyakit dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit tumbuhan, termasuk manipulasi pada inangnya.

Page 144: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

134

Saat ini varietas tanaman sengon yang tahan terhadap peyakit karat puru kemungkinan belum ada. Namun demikian berbagai penelitian yang mengarah pada pengembangan tanaman tahan sudah dilakukan.

Charomaini dan Ismail (2008) di dalam penelitiannya yang menggunakan berbagai provenan sengon dari Candiroto, Kediri, Lombok, dan Papua menyebutkan bahwa provenan dari Papua seperti Waga-waga, Kuaulu; Muai, Wamena; Hubikosi; Muliama Bawah, Asologoima menunjukkan ketahanan yang lebih baik terhadap penyakit karat puru dibanding provenan yang lain. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Baskorowati et al. (2012), bahwa provenan yang berasal dari Papua lebih tahan dibanding dengan provenan-provenan lainnya. Selanjutnya Lelana et al. (2018), melakukan penelitian untuk mengidentifikasi marka molekuler yang berhubungan dengan ketahanan sengon di lapangan dengan menggunakan teknik RAPD. Namun demikian belum ditemukan adanya pita polimorfik yang spesifik untuk membedakan antara tanaman yang sehat dan rentan.

V. PENUTUPPermasalahan penyakit karat puru pada tanaman sengon sudah mencapai tingkat epidemi di hampir seluruh areal pertanaman sengon di Jawa. Berbagai penelitian terkait penyakit karat puru yang telah dilakukan, seperti organisme penyebab, biologi, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, saat ini dapat dijadikan modal dasar dalam menentukan tindakan pengendalian penyakit karat puru yang tapat. Sampai saat ini walaupun berbagai penelitian terkait ketahanan penyakit karat puru sudah dilakukan namun saat ini belum ada varietas sengon tahan yang sudah dikembangkan. Walaupun sudah banyak penelitian yang dilakukan tekait penyakit karat puru ini, namun ke depan penelitian karat puru yang lebih komperehensif perlu lebih didorong lagi.

Page 145: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

135

BAB 3. Hama Penyakit pada Hutan Tanaman Rakyat

DAFTAR PUSTAKAAgrios, G.N. (2005). Plant Pathology - Fifth Edition. Elsevier Academic Press.

Burlington, MA, USA.

Anggraeni, I. (2008). Penyakit karat puru (gall rust) pada tanaman sengon (Paraserianthes falcataria) di RPH Pandantoyo, BKPH Pare, KPH Kediri. Workshop Serangan Karat Puru pada Sengon. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta 19 November 2008.

Anggraeni, I., & Santoso, E. (2003). Penyakit karat puru pada sengon (Paraserianthes falcataria) di Pulau Seram. Buletin Penenlitian Hutan. No. 636/2003. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor.

Anggraeni, I., Dendang, B., & Lelana, N.E. (2010). Pengendalian penyakit karat puru (Uromycladium tepperianum (Sacc.) Mc. Alpin) pada sengon (Falcataria mollucana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) di Panjalu Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 7(5), 273-278.

Badan Pusat Statistik [BPS]. (2014). Statistik Produksi Kehutanan 2014. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Baskorowati, L., Susanto, M., & Charomaini, M. (2012). Genetic variability in resistance of Falcataria moluccana (Miq.) Berneby & J.W. Grimes to gall rust disease. Journal of Forestry Research, 9(1), 1-9.

Braza, R.D. (1997). Gall rust disease of Paraserianthes falcataria in the Philippines. For Farm Commun Tree Res Rep, 2, 61–62.

Burgess, A. (1934). Studies in the genus Uromycladium II. Proc Linn Soc N S W, 60, 94–96.

Charomaini, M.Z., & Ismail, B. (2008). Indikasi awal ketahanan sengon (Falcataria Moluccana) provenan Papua terhadap jamur Uromycladium tepperianum Penyebab Penyakit Karat Tumor (Gall Rust). Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 2(2), 1–9.

Page 146: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

136

de Guzman, E.D., Militante, E.P., & Lucero, R. (1990). Forest nursery diseases and insects in the Philippines. In: Sutherland. J.R., Glover, S.G. eds. Proceedings of the First Meeting of IUFRO Working Party S2.07-09. Victoria, British Columbia, Canada, 22–30 August 1990. Forestry Canada, Pacific Forestry Centre, Information Report BC, 10(331), 101–104.

Dick, M. (1985). Uromycladium rusts of Acacia. Forest pathology in New Zealand, no. 15. New Zealand Forest Service, New Zealand.

Hoch, H.C., & Staples, R.C. (1987). Structural and chemical changes among the rust fungi during appressorium development. Annu Rev Phytopathol, 25, 231–247.

Hoch, H.C., Staples, R.C., Whitehead, B., Comeau, J., & Wolf, E.D. (1987). Signaling for growth orientation and cell differentiation by surface topography in Uromyces. Science, 235, 1659–1662.

Lee, S.S. (2004). Diseases and potential threats to Acacia mangium plantation in Malaysia. Unasylva, 217, 31–35.

Lelana, N.E., Wiyono, S., Giyanto, & Siregar, I.Z. (2018). Faktor budidaya dan kaitannya dengan keparahan penyakit karat puru pada sengon (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & JW Grimes). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 15(1), 29-41.

Lelana, N.E., Wiyono, S., Giyanto, & Siregar, I.Z. (2018). Genetic diversity of Falcataria moluccana and its relationship to the resistance of gall rust disease. Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 19 (1), 12-17.

McAlpine, D. (1906). The rusts of Australia. Government Printer, Melbourne

Morris, M.J. 1987. Biology of the Acacia gall rust, Uromycladium tepperianum. Plant Pathol, 36, 100–106

Old, K.M., & Cristovao, C.S. (2003). A rust epidemic of the coffee shade tree (Paraserianthes falcataria) in East Timor. ACIAR Proc., 13, 139–145.

Page 147: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

137

BAB 3. Hama Penyakit pada Hutan Tanaman Rakyat

Pracoyo, A. (2013). Pengaruh Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) dan Pupuk Mikro Terhadap Penyakit Karat Puru dan Pertumbuhan Tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) di Lapangan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Putri K.P, Bramasto, Y. (2017). Pengendalian cendawan Uromycladium tepperianum pada bibit sengon (Falcataria moluccana (Miq.) Berneby & J.W. Grimes) di persemaian. Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan, 5(1), 13-22.

Rahayu, S. (2008). Penyakit karat puru pada sengon. Makalah Workshop Serangan Karat Puru pada Sengon. Yogyakarta 19 Nopember 2008.

Rahayu, S., Lee, S.S., & Shukor, N.A.A. (2010). Uromycladium tepperianum, the gall rust fungus from Falcataria moluccana in Malaysia and Indonesia. Mycoscience, 51, 149–153.

Soerianegara, I., & Lemmens, R.H.M.J. (1993). Plant Resources of South-East Asia 5 (1): Timber trees: Major commercial timbers. Pudoc Scientific Publishers, Wageningen, Netherlands.

Voegele, R.T., Hand, M., & Mendgen, K. (2009). The Urodinales : Cytology, Biochemistry, and Molecular Biology. in The Mycota, 5. Plant relationships / Vol. ed.: H. B. Deising. Berlin: Springer, 2. Ed.

Widyastuti, S.M., Harjono, & Surya, Z.A. (2013). Initial Infection of Falcataria moluccana Leaves and Phyllodes Acacia mangium by Uromycladium tepperianum Fungi in a Laboratory Trial. JMHT, 19 (3), 187-193.

Page 148: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya
Page 149: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

BAB 4. OPTIMASI PEMANFAATAN

RUANG PADA HUTAN TANAMAN

Page 150: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya
Page 151: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

SILVIKULTUR AGROFORESTRI JENIS SENGON (Paraserianthes

falcataria) DAN MANGLID (Magnolia champaca)

Aditya Hani, dan Dila Swestiani

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestri Jl. Ciamis-Banjar Km 4 PO Box 5 Ciamis, Jawa Barat

[email protected]

I. PENDAHULUANMasyarakat khususnya di Pulau jawa mempunyai minat yang tinggi untuk budidaya tanaman kayu-kayuan. Masyarakat mempunyai beberapa alasan menanam pohon antara lain (Achmad, Simon, Diniyati, & Widyaningsih, 2012) : a).pohon sebagai tabungan jangka panjang, b) sumber penghasilan tambahan , c) pohon dapat menjaga sumber air yang dibutuhkan masyarakat. Sebagian masyarakat mengalami perubahan dari budidaya tanaman semusim ke budidaya tanaman kayu sengon dengan alasan biaya pemeliharaan yang murah dan mudah (Irawati, Suka, & Ekawati, 2012). Budidaya kayu sengon telah menciptakan banyak lapangan pekerjaan. Peluang usaha dari usaha kayu sengon antara lain petani, informan, penebas, pemilik gergajian, pengangkutan serta industri kayu dari skala kecil sampai besar (Parlinah, Irawati, Suka, & Ginoga, 2015).

Page 152: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

142

Petani hutan rakyat di Pulau Jawa pada umumnya memilih beberapa jenis tanaman unggulan yang disesuaikan dengan kondisi tempat tumbuh. Hutan rakyat di daerah Pandeglang Banten memiliki 28-39 jenis tanaman dengan penutupan tajuk yang rapat menyerupai hutan alam (Widiarti & Prajadinata, 2008). Jenis tanaman di hutan rakyat dataran rendah pada umumnya ditanami jenis jati, mahoni, sonokeling dan akasia, sedangkan di dataran sedang terdiri dari jenis mahoni, suren dan sengon, dataran tinggi terdiri dari jenis sengon afrika dan pinus (Jariyah & Wahyuningrum, 2008). Hutan rakyat di Jawa Barat khususnya di wilayah priangan timur dibominasi oleh jenis sengon, mahoni dan manglid (Achmad et al., 2012). Sengon masih menjadi primadona masyarak kerena jenis ini merupakan jenis yang cepat pertumbuhannya, mudah pemasaran, harga yang bagus serta penggunaan yang luas.

Seiring dengan semakin luasnya budidaya tanaman sengon Khususnya di Pulau Jawa menyebabkan semakin meningkatnya tingkat gangguan hama penyakit terhadap tanaman sengon. Penyakit karat tumor pada tahun 2007 dilaporkan telah menyebar ke wilayah Jawa Timur (Wiryadiputra, 2007). Penyakit ini paling banyak menyerang tanaman sengon yang masih muda hingga dapat menyebabkan kematian (Triyogo & Widyastuti, 2012). Sengon mengalami serangan hama ulata kantong dengan intensitas dan luas serangan yang tinggi sejak tahun 1997 terutama pada saat musim kemarau yang banyak menyebabkan kematian tanaman (Anggraeni & Ismanto, 2013). Hama sengon lainya yang menimbulkan kerusakan bahkan kematian yang cukup tinggi adalah jenis penggerek batang (Xystrocera festiva). Hama ini menyerang sengon mulai umur 3 tahun dan semakin tinggi intensitasnya pada saat sengon berumur 5 tahun yang ditandai adanya lubang bekas gerekan (Supriatna, Haneda, & Wahyudi, 2017).

Upaya untuk mengatasi kendala serangan hama dan penyakit pada tanaman sengon masih terus dilakukan. Penelitian uji keturunan untuk memperoleh individu yang toleran terhadap penyakit karat tumor sudah mulai menunjukan hasil yang cukup baik. Sumber benih sengon asal papua dilaporkan mempunyai tingkat toleransi yang tinggi terhadap gangguan

Page 153: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

143

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

penyakit tersebut. Tanaman sengon muda asal papua pada beberapa provenan ditemukan minim gejala penyakit dibandingkan benih asal daerah lain (Setiadi, Susanto, & Baskorowati, 2014; Rohandi & Gunawan, 2019).

Selain sengon, salah satu jenis tanaman yang banyak ditanam di hutan rakyat di daerah di Jawa Barat adalah manglid (Magnolia champaca). Jenis ini semakin berkembang terutama setelah meningkatnya gangguan terhadap tanaman sengon yang selama ini menjadi komoditas utama hutan rakyat di Jawa Barat. Manglid memiliki kesesuaian tempat tumbuh pada daerah dengan ketinggian antara 400-1.200 mdpl, dengan curah hujan 1.500-3.500 mm/th pada jenis tanah andosol, aluvial, podzolik merah kuning dengan kelerengan 0-45% (Rohandi & Gunawan, 2016).

92

Upaya untuk mengatasi kendala serangan hama dan penyakit pada tanaman sengon masih terus dilakukan. Penelitian uji keturunan untuk memperoleh individu yang toleran terhadap penyakit karat tumor sudah mulai menunjukan hasil yang cukup baik. Sumber benih sengon asal papua dilaporkan mempunyai tingkat toleransi yang tinggi terhadap gangguan penyakit tersebut. Tanaman sengon muda asal papua pada beberapa provenan ditemukan minim gejala penyakit dibandingkan benih asal daerah lain (Setiadi, Susanto, & Baskorowati, 2014; Rohandi & Gunawan, 2019).

Selain sengon, salah satu jenis tanaman yang banyak ditanam di hutan rakyat di daerah di Jawa Barat adalah manglid (Magnolia champaca). Jenis ini semakin berkembang terutama setelah meningkatnya gangguan terhadap tanaman sengon yang selama ini menjadi komoditas utama hutan rakyat di Jawa Barat. Manglid memiliki kesesuaian tempat tumbuh pada daerah dengan ketinggian antara 400-1200, dengan curah hujan 1500-3.500 mm/th pada jenis tanah andosol, aluvial, podzolik merah kuning dengan kelerengan 0-45% (Rohandi & Gunawan, 2016).

(a) (b)

Gambar 1. Hutan rakyat (a) sengon umur muda di Kabupaten Banjarnegara, (b) manglid di Kabupaten Tasikmalaya

Hutan rakyat sudah menjadi salah satu sumber pendapatan yang cukup

menjanjikan bagi pemiliknya. Pendapatan dari hutan rakyat dapat berupa kayu dan non kayu seperti buah-buahan, umbi-umbian, tanaman obat. Seperti halnya kontribusi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul mencapai 13-40% pendapatan keluarga dimana 59-61% nya berupa hasil dari kayu (Oktalina, Awang, & Hartono, 2015). Hutan rakyat sengon akan memiliki kelayakan usaha apabila dikelola dengan pola agroforestri dengan luas lahan minimal 0,25 ha (Diniyati, Achmad, & Santoso, 2013).

II. PERSIAPAN LAHAN TANAM

Persiapan lahan tanam sangat penting untuk mencapai keberhasilan suatu

penanaman. Kesuburan lahan merupakan faktor utama keberhasilan budidaya tanaman. Apabila lahan yang ada mempunyai kesuburan yang rendah maka perlu upaya peningkatan kesuburan tanahnya. Lahan- lahan di daerah tropis dengan curah hujan tinggi apabila telah terbuka pada umumnya pada kondisi yang sudah tidak subur lagi. Wang, Ren, Yang, & Duan (2000) menyatakan bahwa

Gambar 1. Hutan rakyat (a) sengon umur muda di Kabupaten Banjarnegara, (b) manglid di Kabupaten Tasikmalaya

Hutan rakyat sudah menjadi salah satu sumber pendapatan yang cukup menjanjikan bagi pemiliknya. Pendapatan dari hutan rakyat dapat berupa kayu dan non kayu seperti buah-buahan, umbi-umbian, tanaman obat. Seperti halnya kontribusi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul mencapai 13-40% pendapatan keluarga dimana 59-61% berupa hasil dari kayu (Oktalina, Awang, & Hartono, 2015). Hutan rakyat sengon akan memiliki kelayakan usaha apabila dikelola dengan pola agroforestri dengan luas lahan minimal 0,25 ha (Diniyati, Achmad, & Santoso, 2013).

Page 154: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

144

II. PERSIAPAN LAHAN TANAMPersiapan lahan tanam sangat penting untuk mencapai keberhasilan suatu penanaman. Kesuburan lahan merupakan faktor utama keberhasilan budidaya tanaman. Apabila lahan yang ada mempunyai kesuburan yang rendah maka perlu upaya peningkatan kesuburan tanahnya. Lahan- lahan di daerah tropis dengan curah hujan tinggi apabila telah terbuka pada umumnya pada kondisi yang sudah tidak subur lagi. Wang, Ren, Yang, & Duan (2000) menyatakan bahwa pertumbuhan suatu jenis tanaman dipengaruhi oleh cahaya dan kelembaban tanah. Faktor-faktor tersebut dapat dikelola melalui kegiatan persiapan lahan, pengaturan tajuk dan pemupukan. Lahan yang subur akan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang optimal. Kegiatan pertama yang perlu dilakukan sebelum penanaman yaitu mengetahui status kesuburan lahan. Staus kesuburan lahan tersebut akan menentukan perlakuan yang perlu diterapkan. Hasil analisis kesuburan kimia lahan di lokasi penelitian di Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya disajikan pada tabel berikut ini.

Page 155: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

145

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

Tabe

l 1. H

asil

anal

isis k

esub

uran

tana

h sa

lah

satu

loka

si di

Jaw

a Ba

rat

Loka

sipH

H2O

C- o

rgan

ikN

-tot

alC

/NP

-ter

sedi

aK

KT

KW

alke

y &

B

lack

K

jeld

ahl

Bra

y 1

Nila

iR

ata-

rata

Nila

iR

ata-

rata

Nila

iR

ata-

rata

Nila

iR

ata-

rata

Nila

iR

ata-

rata

Nila

iR

ata-

rata

Nila

iR

ata-

rata

Satu

an 

 %

 pp

mC

mol

/kg

  

14,

6-5,

44,

941,

06-

1,88

1,47

0,1-

0,19

0,14

9-14

11,0

64-

85,

560,

01-

0,05

0,02

511

,32-

23,2

215

,06

24,

3-4,

94,

61,

13-

1,76

1,33

0,09

-0,

170,

138-

1410

,54-

75,

875

0,01

-0,

050,

0310

,41-

23,2

215

,15

34,

7-5,

24,

981,

39-

1,88

1,64

0,1-

0,23

0,15

7-15

11,5

64-

85,

810,

01-

0,05

0,02

610

,67-

23,5

216

,36

Page 156: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

146

Tanah pada dilokasi penelitian memiiliki pH tanah yang asam dengan kandungan C organik yang rendah. Pada daerah tropika basah pada umumnya memiliki laju pelapukan mineral yag tinggi, erosi tanah, pencucian hara yang intensif serta laju fotosintesis dan fotorespirasi yang tinggi (Subowo, 2010). Perlu teknologi untuk meningkatkan kesuburan lahan pada tanah masam sekaligus meningkatkan produktivitas tanaman yang tumbuh diatasnya.

Peningkatan kandungan bahan organik merupakan salah satu cara untuk mengatasi kondisi tanah yang masam. Pada penelitian ini dilakukan pemberian pupuk kandang dalam jumlah yang besar dengan dosis 3 kg per lubang tanaman pokok serta 1,5 ton per hektar pada areal yang akan ditanami tanaman semusim. Pupuk organik yang digunakan berasal dari pupuk kandang campuran kotoran ayam, sapi dan kambing. Pupuk kandang tersebut sebelum diaplikasikan terlebih dahulu dikomposkan.

93

pertumbuhan suatu jenis tanaman dipengaruhi oleh cahaya dan kelembaban tanah. Faktor-faktor tersebut dapat dikelola melalui kegiatan persiapan lahan, pengaturan tajuk dan pemupukan. Lahan yang subur akan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang optimal. Kegiatan pertama yang perlu dilakukan sebelum penanaman yaitu mengetahui status kesuburan lahan. Staus kesuburan lahan tersebut akan menentukan perlakuan yang perlu diterapkan. Hasil analisis kesuburan kimia lahan di lokasi penelitian di Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Hasil analisis kesuburan tanah salah satu lokasi di Jawa Barat

Lokasi pH H2O C- organik N-total C/N P-tersedia K KTK

Walkey & Black Kjeldahl Bray 1

Nilai Rata-rata Nilai

Rata-rata Nilai

Rata-rata Nilai

Rata-rata Nilai

Rata-rata Nilai

Rata-rata Nilai

Rata-rata

Satuan % % ppm Cmol/kg

1 4,6-5,4 4,94 1,06-1,88 1,47 0,1-0,19 0,14 9-14 11,06 4-8 5,56 0,01-0,05 0,025 11,32-23,22 15,06

2 4,3-4,9 4,6 1,13-1,76 1,33 0,09-0,17 0,13 8-14 10,5 4-7 5,875 0,01-0,05 0,03 10,41-23,22 15,15

3 4,7-5,2 4,98 1,39-1,88 1,64 0,1-0,23 0,15 7-15 11,56 4-8 5,81 0,01-0,05 0,026 10,67-23,52 16,36

Tanah pada dilokasi penelitian memiiliki pH tanah yang asam dengan

kandungan C organik yang rendah. Pada daerah tropika basah pada umumnya memiliki laju pelapukan mineral yag tinggi, erosi tanah, pencucian hara yang intensif serta laju fotosintesis dan fotorespirasi yang tinggi (Subowo G., 2010). Perlu teknologi untuk meningkatkan kesuburan lahan pada tanah masam sekaligus meningkatkan produktivitas tanaman yang tumbuh diatasnya.

Peningkatan kandungan bahan organik merupakan salah satu cara untuk mengatasi kondisi tanah yang masam. Pada penelitian ini dilakukan pemberian pupuk kandang dalam jumlah yang besar dengan dosis 3 kg per lubang tanaman pokok serta 1,5 ton per hektar pada areal yang akan ditanami tanaman semusim. Pupuk organik yang digunakan berasal dari pupuk kandang campuran kotoran ayam, sapi dan kambing. Pupuk kandang tersebut sebelum diaplikasikan terlebih dahulu dikomposkan.

Gambar 2. Penggunaan pupuk organik yang telah dikomposkan Gambar 2. Penggunaan pupuk organik yang telah dikomposkan

Pemberin bahan organik yang berasal dari kotoran ayam, sapi dan kambing akan memperbaiki kesuburan fisik dan kimia tanah serta meningkatkan serapan N, P, dan K pada tanaman yang tumbuh diatasnya (Afandi, Siswanto, & Nuraini, 2015). Selain penambahan bahan organik pada tanah yang masam dapat juga ditambahkan mikroba yang mampu memperbaiki kesuburan lahan maupun metabolisme tanaman. Astuti, Widodo, &

Page 157: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

147

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

Budisantoso (2013) menyatakan bahwa pemberian bakteri pelarut fosfat dan bakteri penambat nitrogen pada tanah masam dapat meningkatkan produktivitas tanaman semusim.

Perbaikan kesuburan tanah melalui penambahan bahan organik perlu diikuti dengan perbaikan teknik konservasi tanah melalui pembuatan teras gulud dikarenakan keiringan lahan di lokasi penelitian berkisar antara 10-30%. Keberadaan teras gulud bertujuan untuk mengurangi terjadinya aliran permukaan dan larutnya bahan-bahan organik dan karbon karena air hujan (Xu et al., 2015). Teras gulud efektif diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%, dapat dibuat searah kontur pada tanah dengan permeabilitas tinggi atau dibuat miring (≤1% terhadap saluran pembuangan) pada tanah dengan permeabilitas rendah (Agus, et al., 1999). Teras gulud dengan strip rumput akar wangi mampu menurunkan erosi sebesar 40% (Wahyuningrum & Supangat, 2016)

94

Pemberin bahan organik yang berasal dari kotoran ayam, sapi dan kambing akan memperbaiki kesuburan fisik dan kimia tanah serta meningkatkan serapan N, P, dan K pada tanaman yang tumbuh diatasnya (Afandi, Siswanto, & Nuraini, 2015). Selain penambahan bahan organik pada tanah yang masam dapat juga ditambahkan mikroba yang mampu memperbaiki kesuburan lahan maupun metabolisme tanaman. Astuti, Widodo, & Budisantoso (2013) menyatakan bahwa pemberian bakteri pelarut fosfat dan bakteri penambat nitrogen pada tanah masam dapat meningkatkan produktivitas tanaman semusim.

Perbaikan kesuburan tanah melalui penambahan bahan organik perlu diikuti dengan perbaikan teknik konservasi tanah melalui pembuatan teras gulud dikarenakan keiringan lahan di lokasi penelitian berkisar antara 10-30%. Keberadaan teras gulud bertujuan untuk mengurangi terjadinya aliran permukaan dan larutnya bahan-bahan organik dan karbon karena air hujan (Xu et al., 2015). Teras gulud efektif diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%, dapat dibuat searah kontur pada tanah dengan permeabilitas tinggi atau dibuat miring (≤1% terhadap saluran pembuangan) pada tanah dengan permeabilitas rendah (Agus, et al., 1999). Teras gulud dengan strip rumput akar wangi mampu menurunkan erosi sebesar 40% (Wahyuningrum & Supangat, 2016)

Gambar 3. Penerapan teknik konservasi tanah dan air melalui pembuatan teras gulud

Pembuatan teras gulud dianjurkan karena relatif lebih murah dibandingkan

teknik konservasi tanah lainnya. Agus, et al. (1999) juga menyatakan bahwa aplikasi teras gulud hanya membutuhkan 65-180 HOK untuk setiap hektarnya dan kehilangan luas bidang olah tanah dapat tergantikan dengan menanam cash crops (misal: kacang tanah, cabai rawit, dan sebagainya) pada bidang teras gulud.

III. PERSIAPAN BIBIT BERKUALITAS

Salah satu upaya untuk meningkatkan adaptasi tanaman yang akan ditanam

pada lahan yang kurang subur adalah dengan mempersiapkan bibit yang berkualitas. Bibit yang berkualitas apabila ditanam mempunyai pertumbuhan yang baik, kokoh dan sehat. Salah satu cara untuk memperoleh bibit berkualitas adalah menggunakan benih yang berasal dari areal sumber benih. Namun, apabila belum tersedia sumber benih yang dapat dimanfaatkan maka kita dapat memperoleh

Gambar 3. Penerapan teknik konservasi tanah dan air melalui pembuatan teras gulud

Page 158: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

148

Pembuatan teras gulud dianjurkan karena relatif lebih murah dibandingkan teknik konservasi tanah lainnya. Agus et al. (1999) juga menyatakan bahwa aplikasi teras gulud hanya membutuhkan 65-180 HOK untuk setiap hektarnya dan kehilangan luas bidang olah tanah dapat tergantikan dengan menanam cash crops (misal: kacang tanah, cabai rawit, dan sebagainya) pada bidang teras gulud.

III. PERSIAPAN BIBIT BERKUALITAS

Salah satu upaya untuk meningkatkan adaptasi tanaman yang akan ditanam pada lahan yang kurang subur adalah dengan mempersiapkan bibit yang berkualitas. Bibit yang berkualitas apabila ditanam mempunyai pertumbuhan yang baik, kokoh dan sehat. Salah satu cara untuk memperoleh bibit berkualitas adalah menggunakan benih yang berasal dari areal sumber benih. Namun, apabila belum tersedia sumber benih yang dapat dimanfaatkan maka kita dapat memperoleh benih dengan cara memilih individu pohon yang mempunyai pertumbuhan yang bagus serta sehat dibandingkan jenis yang sama di sekelilingnya.

Pengambilan benih manglid perlu dilakukan secara hati-hati karena seringkali masyarakat keliru dengan jenis cempaka. Hal ini disebabkan manglid dan cempaka masuk kedalam jenis yang sama namun varietas yang berbeda. Cempaka mempunyai nama Magnolia champaca var. champaca dengan kayu teras yang berwarna terang dan bunganya wangi sedangkan manglid dengan nama latin Magnolia champaca var. pubinervia memiliki struktur kayu teras lebih gelap dan bunga yang tidak terlalu wangi (Winara, Hani, & Pieter, 2016). Tanaman cempaka umumnya mempunyai pertumbuhan yang lebih lambat serta percabangan yang rendah sehingga kualitas kayu yang dihasilkan tidak sebaik tanaman manglid.

Page 159: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

149

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

95

benih dengan cara memilih individu pohon yang mempunyai pertumbuhan yang bagus serta sehat dibandingkan jenis yang sama disekelilingnya.

Pengambilan benih manglid perlu dilakukan secara hati-hati karena seringkali masyarakat keliru dengan jenis cempaka. Hal ini disebabkan manglid dan cempaka masuk kedalam jenis yang sama namun varietas yang berbeda. Cempaka mempunyai nama Magnolia champaca var. champaca dengan kayu teras yang berwarna terang dan bunganya wangi sedangkan manglid dengan nama latin Magnolia champaca var. pubinervia memiliki struktur kayu teras lebih gelap dan bunga yang tidak terlalu wangi (Winara, Hani, & Pieter, 2016). Tanaman cempaka umumnya mempunyai pertumbuhan yang lebih lambat serta percabangan yang rendah sehingga kualitas kayu yang dihasilkan tidak sebaik tanaman manglid.

(a) (b) Gambar 4. Magnolia champaca var. Pubinervia (a) Magnolia champaca var.

Champaca (b)

Benih-benih tersebut diambil pada pada saat sudah masak sehingga mempunyai kualitas yang baik. Benih manglid termasuk dalam kategori benih yang rekalsitran sehingga harus segera disemaikan. Apabila terlalu lama disimpan maka daya kecambahnya akan semakin menurun. Penyiapan bibit sengon dan manglid berkualis dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti disajikan pada Tabel 2.

Gambar 4. Magnolia champaca var. pubinervia (a) Magnolia champaca var. champaca (b)

Benih-benih tersebut diambil pada saat sudah masak sehingga mempunyai kualitas yang baik. Benih manglid termasuk dalam kategori benih yang rekalsitran sehingga harus segera disemaikan. Apabila terlalu lama disimpan maka daya kecambahnya akan semakin menurun. Penyiapan bibit sengon dan manglid berkualis dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti disajikan pada Tabel 2.

Page 160: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

150

Tabel 2. Teknologi untuk menghasilkan bibit sengon dan manglid yang baik

No Metode Sumber1. Media tanam sengon dengan pemberian pupuk

kompos dan Trichoderma spp dengan komposisi tanah+kotoran ternak kambing perbandingan 2:1 ditambah trichoderma 10 gram

(Dendang & Hani, 2014)

2. Media tanam sengon dengan pemberian kompos (seresah+pupuk kandang) 30 gr per polybag pada media tanam di polybag

(Tefa, Taolin, & Lelang, 2016)

3. Media tanam di persemaian sengon adalah campuran tanah+pupuk kandang+ pasir perbandingan 3:1:2

(Nabu & Robertus I.C.O. Taolin, 2016)

4. Pemberian naungan dengan intensitas naungan 40% pada pembibitan manglid

(Sudomo, 2009)

5. Media tanam di polybag untuk manglid terbaik dengan menggunanan campuran tanah+pupuk kandang+pasir perbandingan 1:1:1 atau campuran antara tanah+pupuk kandang+cocopeat perbandingan 1:1:1

(Sudomo, Rachman, & Mindawati, 2010)

6. Pemberian Trichoderma spp. sebanyak 10gr per polybag bibit sengon dengan media tanam tanah+pupuk kandang memberikan pertumbuhan terbaik di lapangan.

(Swestiani, Hani, & Pieter, 2018)

IV. PENANAMAN MANGLID DAN SENGON

Sengon dan manglid merupakan jenis tanaman untuk tujuan kayu pertukangan. Kayu yang digunakan untuk tujuan pertukangan biasanya memerlukan kualitas yang baik dengan kriteria batang ukuran panjang, bebas cabang tinggi, bebas dari bekas luka bekas cabang. Pertumbuhan tanaman yang cepat serta hasil kayu yang berkualitas tersebut dapat dihasilkan dari

Page 161: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

151

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

teknik budidaya yang tepat. Jarak tanam awal serta pemupukan yang tepat merupakan salah satu faktor penentu kualitas pertumbuhan dan kualitas hasil. Beberapa hasil studi mengenai teknik budidaya manglid dan sengon disajikan dalam tabel berikut ini.

Waktu penanaman sebaiknya dilakukan pada bulan pertama musim penghujan sehingga ketika musim kemarau perakaran tanaman sudah berkembang di dalam tanah yang akan meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan. Pada saat umur muda tanaman perlu dijaga agar tidak terganggu oleh gulma serta hama dan penyakit. Oleh karena itu untuk mengurangi munculnya gulma sebaiknya penanaman sengon dan manglid dilaksanakan dengan sistem agroforestri. Agroforestri akan meningkatkan intesitas pemeliharaan tanaman baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Namun untuk pola tanam agroforestri maka jarak tanam yang digunakan lebih lebar dibandingkan dengan pola tanam monokultur.

Tabel 3. Teknik budidaya manglid dan sengon pada awal penanaman untuk mencapai pertumbuhan optimal.

Jenis Tanaman

Teknik budidayaSumber

Jarak Tanam PemupukanManglid 2 x 2 m pupuk urin

kambing sebanyak 240 ml per tanaman pada awal tanam

(Hani & Geraldine, 2016).

2 x 2 m - (Hani & M. Yamin Mile, 2006)

Sengon 3 x 5 m dengan jarak antar-jalur rumput 5 m

Pupuk dasar berupa pupuk kendang 1,5 kg per lubang tanam

(Hani & Geraldine, 2019)

2 x 2 m untuk rata-rata tinggi dan panjang daun optimal3 x 2 m untuk diameter optimal

- (Agustini, 2013)

Page 162: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

152

V. AGROFORESTRI SEDERHANAAchmad et al. (2012) menyatakan bahwa penanaman sistem agroforestri perlu memperhatikan faktor-faktor, yaitu: a) mempunyai periode pertumbuhan yang tidak sama, b) jika umur sama, fase pertumbuhan berbeda, c) terdapat perbedaan kebutuhan terhadap faktor lingkungan seperti air, kelembaban, cahaya dan unsur har, d) tanaman mempunyai perbedaan arsitektur kanopi dan tinggi tanaman yang nyata, e) tanaman mempunyai perbedaan perakaran, baik sifat, luas dan kedalaman perakaran, f ) tanaman tidak mempunyai pengaruh alollepati. Pada periode awal penanaman (< 3 tahun) pohon memiliki tajuk yang masih ringan. Petani dapat menanam berbagai jenis tanaman semusim melalui pola agroforestri. Jenis-jenis yang ditanam pada umumnya yang cepat tumbuh serta mudah untuk dipasarkan seperti jagung, kedelai, kacang tanah, sayuran, singkong dan rumput pakan ternak. Pola tanam agroforestri dapat meningkatkan keberhasilan penanaman pohon sekaligus memberikan hasil jangka pendek bagi petani. Hani (2014) menyatakan bahwa sengon yang ditanam secara agroforestri sampai umur 2,5 tahun memberikan produktivitas lebih tinggi dibandingkan monokultur dengan riap volume 0,0057 m3/tahun karena adanya peningkatan bahan organik tanah.

Pola tanam agroforestri akan menghasilkan beberapa produk yang sifatnya jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Hasil jangka pendek (< 6 bulan) umumnya diperoleh dari penanaman jenis-jenis tanaman semusim. Jenis-jenis tanaman empon-empon maupun umbi-umbian umumnya diperoleh antara 6 -12 bulan setelah tanam, sedangkan untuk jangka panjang diperoleh dari tanaman kayu-kayuan. Beberapa informasi ilmiah mengenai produksi tanaman semusim pada awal tanam sengon dan manglid disajikan pada tabel berikut ini.

Page 163: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

153

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

Tabel 4. Kombinasi jenis tanaman pada pola agroforestri awal sengon dan manglid

No JenisProduktivitas

Keterangan SumberAgroforestri Monokultur

1. Manglid Manglid+jagung manis+kedelai

Manglid volume 0,21 m3/ha

Kedelai 0,19-0,929 ton/ha

Jagung 1,224 ton/ha

Riap manglid 0,12 m3/ha

Manglid sampai umur 9 bulan jarak tanam 3 x 6 m

Rachman & Hani (2014)

2. Manglid Manglid + kacang merah

Riap manglid 1,15 cm/th

Kacang merah 1,09 ton/ha

LER = 1,44

Riap manglid 1,75 cm/th

Kacang merah 1,4 ton/ha

Manglid sampai umur 2,5 bulan jarak tanam 2 x 3 m

Purwaningsih & Swestiani (2012)

3. Manglid + Sengon

Manglid + kacang tanah

Riap manglid 0,891 cm/th

Kacang tanah 1,41 ton/ha

Sengon + kacang tanah

Riap Sengon 5,25 cm/th

Kacang tanah 0,83 ton/ha

LER= 1,72

Kacang tanah 1,01 ton/ha

Manglid umur 4 bulan

Sengon umur 1,5 tahun jarak tanam 2 x 3 m

Swestiani & Purwaningsih )2013)

4. Sengon Sengon + cabai keriting

Cabai 9,96 ton/ha

Riap Sengon 5,33 m3/ha. LER 1,96

Riap Sengon 4,14 m3/ha

Sengon sampai umur 2 tahun jarak tanam 2 m x 3 m.

Rachman & Hani (2014)

5. Manglid + sengon

Manglid+sengon+rumput gajah

Produktivitas rumput ga-jah diantara larikan pohon sebesar 0,8-13,25 kg/4m2.

Jarak tanam sengon/manglid terbaik 3 x 5 m

Hani & Pieter (2019)

Page 164: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

154

99

Gambar 5. Tanaman sengon+rumput pakan ternak+kacang tanah

VI. AGROFORESTRI MULTI STRATA

Agroforestri multistrata terbentuk dari kombinasi berbagai jenis tanaman yang mempunyai tinggi tanaman yang berbeda-beda sehingga dapat mengoptimalkan ruang tumbuh terutama dalam pemanfaatan cahaya matahari. Tajuk tanaman yang membentuk beberapa lapisan akan semakin melindungi lapisan tanah dari jatuhan air hujan. Agroforestri multistrata dapat mencegah tanah longsor dengan membentuk bahan organik, memperbaiki struktur tanah menjadi stabil daru sistem perakaran dalam tanah yang lebih kompak (Raditya, Sulaksana, & Alam, 2016).

Pola agroforestri multis trata pada umumnya terbentuk setelah tanaman pohon sudah cukup tinggi dan besar. Untuk meningkatkan nilai ekonomi dan sosial dari agroforestri multi strata maka kombinasi yang dipilih adalah jenis-jenis yang mempunyai nilai ekonomi tinggi atau merupakan produk ekspor antara lain: kopi, kapulaga, kakao, pisang, vanila dan lada.

Gambar 6. Pola agroforestri multistrata manglid,pisang,kapulaga,singkong, dan

kopi

Gambar 5. Tanaman sengon+rumput pakan ternak+kacang tanah

VI. AGROFORESTRI MULTI STRATA

Agroforestri multistrata terbentuk dari kombinasi berbagai jenis tanaman yang mempunyai tinggi tanaman yang berbeda-beda sehingga dapat mengoptimalkan ruang tumbuh terutama dalam pemanfaatan cahaya matahari. Tajuk tanaman yang membentuk beberapa lapisan akan semakin melindungi lapisan tanah dari jatuhan air hujan. Agroforestri multistrata dapat mencegah tanah longsor dengan membentuk bahan organik, memperbaiki struktur tanah menjadi stabil daru sistem perakaran dalam tanah yang lebih kompak (Raditya, Sulaksana, & Alam, 2016).

Pola agroforestri multis trata pada umumnya terbentuk setelah tanaman pohon sudah cukup tinggi dan besar. Untuk meningkatkan nilai ekonomi dan sosial dari agroforestri multi strata maka kombinasi yang dipilih adalah

Page 165: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

155

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

jenis-jenis yang mempunyai nilai ekonomi tinggi atau merupakan produk ekspor antara lain: kopi, kapulaga, kakao, pisang, vanila dan lada.

99

Gambar 5. Tanaman sengon+rumput pakan ternak+kacang tanah

VI. AGROFORESTRI MULTI STRATA

Agroforestri multistrata terbentuk dari kombinasi berbagai jenis tanaman yang mempunyai tinggi tanaman yang berbeda-beda sehingga dapat mengoptimalkan ruang tumbuh terutama dalam pemanfaatan cahaya matahari. Tajuk tanaman yang membentuk beberapa lapisan akan semakin melindungi lapisan tanah dari jatuhan air hujan. Agroforestri multistrata dapat mencegah tanah longsor dengan membentuk bahan organik, memperbaiki struktur tanah menjadi stabil daru sistem perakaran dalam tanah yang lebih kompak (Raditya, Sulaksana, & Alam, 2016).

Pola agroforestri multis trata pada umumnya terbentuk setelah tanaman pohon sudah cukup tinggi dan besar. Untuk meningkatkan nilai ekonomi dan sosial dari agroforestri multi strata maka kombinasi yang dipilih adalah jenis-jenis yang mempunyai nilai ekonomi tinggi atau merupakan produk ekspor antara lain: kopi, kapulaga, kakao, pisang, vanila dan lada.

Gambar 6. Pola agroforestri multistrata manglid,pisang,kapulaga,singkong, dan

kopi Gambar 6. Pola agroforestri multistrata manglid,pisang,kapulaga,singkong, dan kopi

Hani & Suryanto (2014) menyatakan bahwa agroforestri multi strata yang memberikan nilai ekonomi tinggi di daerah pegunungan Menoreh Kulonprogo terdiri dari jenis pohon cepat tumbuh (sengon), tanaman hasil hutan bukan kayu (cengkeh), buah-buahan (petai, nangka, kako, melinjo) serta tanaman bawah yang terdiri dari tanaman empon-empon (Kunyit dan lengkuas).

Kapulaga dan kopi merupakan salah satu jenis tanaman bawah yang membutuhkan naungan sepanjang hidupnya, sehingga sangat sesui untuk dikembangkan sebagai tanaman bawah pada agroforestri apabila pohon sudah cukup besar. Sengon dan manglid merupakan jenis tanaman penaung yang banyak digunakan oleh masyarakat khususnya di wilayah Priangan Timur Jawa Barat. Berdasakan hasil pengamatan di lokasi penelitian keberadaan tanaman penaung berupa manglid dan sengon mampu menjaga tanaman bawah (kapulaga dan kopi) dari intensitas cahaya matarahari yang terlalu tinggi serta kelembaban tanah sehingga pada saat musim kemarau masih dapat tumbuh dengan baik. Suherman, Millang, & Asrul (2016) menyatakan bahwa penaung jenis legum (contohnyai sengon) merupakan

Page 166: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

156

jenis penaung terbaik yang mampu memberikan peningkatan produksi kopi terbaik. Namun, tanaman sengon apabila ditanam di dataran tinggi mempunyai gangguan hama penggerek batang yang cukup tinggi, sehingga untuk daerah dataran tinggi dapat dikombinasikan dengan jenis manglid.

Kapulaga memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena merupakan salah satu jenis rempah yang banyak digunakan sebagai bumbu masakan maupun obat-obatan serta telah banyak diekspor. Agroforestri sengon+kapulaga dapat memberikan nilai IRR sebesar 33%-35%, BCR 1,45 dengan kontribusi tanaman kapulaga mencapai 89% sedangkan sengon sebesar 11% (Kusumedi & Jariyah, 2010, Indrajaya & Sudomo, 2013).

100

Hani & Suryanto (2014) menyatakan bahwa agroforestri multi strata yang memberikan nilai ekonomi tinggi di daerah pegunungan Menoreh Kulonprogo terdiri dari jenis pohon cepat tumbuh (sengon), tanaman hasil hutan bukan kayu (cengkeh), buah-buahan (petai, nangka, kako, melinjo) serta tanaman bawah yang terdiri dari tanaman empon-empon (Kunyit dan lengkuas).

Kapulaga dan kopi merupakan salah satu jenis tanaman bawah yang membutuhkan naungan sepanjang hidupnya, sehingga sangat sesui untuk dikembangkan sebagai tanaman bawah pada agroforestri apabila pohon sudah cukup besar. Sengon dan manglid merupakan jenis tanaman penaung yang banyak digunakan oleh masyarakat khususnya di wilayah Priangan Timur Jawa Barat. Berdasakan hasil pengamatan di lokasi penelitian keberadaan tanaman penaung berupa manglid dan sengon mampu menjaga tanaman bawah (kapulaga dan kopi) dari intensitas cahaya matarahari yang terlalu tinggi serta kelembaban tanah sehingga pada saat musim kemarau masih dapat tumbuh dengan baik. Suherman, Millang, & Asrul (2016) menyatakan bahwa penaung jenis legum (contohnyai sengon) merupakan jenis penaung terbaik yang mampu memberikan peningkatan produksi kopi terbaik. Namun, tanaman sengon apabila ditanam di dataran tinggi mempunyai gangguan hama penggerek batang yang cukup tinggi, sehingga untuk daerah dataran tinggi dapat dikombinasikan dengan jenis manglid.

Kapulaga memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena merupakan salah satu jenis rempah yang banyak digunakan sebagai bumbu masakan maupun obat-obatan serta telah banyak diekspor. Agroforestri sengon+kapulaga dapat memberikan nilai IRR sebesar 33%-35%, BCR 1,45 dengan kontribusi tanaman kapulaga mencapai 89% sedangkan sengon sebesar 11% (Kusumedi & Jariyah, 2010, Indrajaya & Sudomo, 2013).

(a) (b)

Gambar 7. Kapulaga (a), dan kopi arabika (b) umur 2 tahun mulai berproduksi pada saat musim kemarau.

Budidaya kopi secara agroforestri perlu dikelola dengan baik terutama

dalam pengelolaan intensitas naungan. Pada agroforestri kompleks dengan kerapatan tajuk tinggi lebih rentan terhadap serangan hama penggerek batang yang lebih tinggi dibandingkan pada agroforestri sederhana (Maharani, Susilo, Swibawa, & Prasetyo, 2013). Agroforestri multistrata agar tetap mempunyai

Gambar 7. Kapulaga (a), dan kopi arabika (b) umur 2 tahun mulai berproduksi pada saat musim kemarau.

Budidaya kopi secara agroforestri perlu dikelola dengan baik terutama dalam pengelolaan intensitas naungan. Pada agroforestri kompleks dengan kerapatan tajuk tinggi lebih rentan terhadap serangan hama penggerek batang yang lebih tinggi dibandingkan pada agroforestri sederhana (Maharani, Susilo, Swibawa, & Prasetyo, 2013). Agroforestri multistrata agar tetap mempunyai produktivitas yang tinggi perlu diintegrasikan dengan ternak. Apabila petani memiliki ternak pada umumnya petani bersedia melakukan pemupukan yang berasal dari kotoran ternaknya. Selain itu, petani akan melakukan

Page 167: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

157

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

pemangkasan secara rutin tanaman sengon dan manglid terutama. Daun sengon dan manglid merupakan salah satu hijauan pakan ternak yang dibutuhkan terutama pada saat musim kemarau ketika rumput segar sulit diperoleh.

101

produktivitas yang tinggi perlu diintegrasikan dengan ternak. Apabila petani memiliki ternak pada umumnya petani bersedia melakukan pemupukan yang berasal dari kotoran ternaknya. Selain itu, petani akan melakukan pemangkasan secara rutin tanaman sengon dan manglid terutama. Daun sengon dan manglid merupakan salah satu hijauan pakan ternak yang dibutuhkan terutama pada saat musim kemarau ketika rumput segar sulit diperoleh.

Gambar 8. Tanaman manglid dan sengon yang dipangkas tajuk untuk pakan ternak

Pemangkasan selain memberikan manfaat bagi petani, tanaman bawah serta

memperbaiki kualitas kayu yang dihasilkan. Pemangkasan sengon 75% berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman sela dan tanaman sengon (Hamid, 2008). Bagi tanaman bawah pemangkasan akan menjaga tingkat intensitas cahaya yang sampai di bawah tajuk pohon. Pohon yang dipangkas secara rutin akan memiliki tinggi bebas cabang yang tinggi. Pemangkasan yang baik apabila tidak meninggalkan bekas cabang terlalu panjang sehingga akan menyebabkan munculnya mata tunas. Pemangkasan sebaiknya dilakukan pada saat musim kemarau untuk mencegah serangan jamur pada luka bekas pangkasan. VII. PENUTUP

Sengon dan manglid merupakan komoditas hutan rakyat yang mempunyai

nilai ekonomi tinggi. Produktivitas hutan rakyat sengon dan manglid dapat ditingkatkan apabila diterapkan silvikultur intensif meliputi penyediaan bibit yang berkualitas, penanaman dan penerapan pola tanam yang tepat. Pola agroforestri dapat meningkatkan produktivitas lahan. Komposisi jenis tanaman pada pola agroforestri dapat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan tanaman pohon. Pola agroforestri multistrata diharapkan akan menghasilkan nilai ekonomi, sosial dan lingkungan yang tinggi.

Gambar 8. Tanaman manglid dan sengon yang dipangkas tajuk untuk pakan ternak

Pemangkasan selain memberikan manfaat bagi petani, tanaman bawah serta memperbaiki kualitas kayu yang dihasilkan. Pemangkasan sengon 75% berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman sela dan tanaman sengon (Hamid, 2008). Bagi tanaman bawah pemangkasan akan menjaga tingkat intensitas cahaya yang sampai di bawah tajuk pohon. Pohon yang dipangkas secara rutin akan memiliki tinggi bebas cabang yang tinggi. Pemangkasan yang baik apabila tidak meninggalkan bekas cabang terlalu

Page 168: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

158

panjang sehingga akan menyebabkan munculnya mata tunas. Pemangkasan sebaiknya dilakukan pada saat musim kemarau untuk mencegah serangan jamur pada luka bekas pangkasan.

VII. PENUTUPSengon dan manglid merupakan komoditas hutan rakyat yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Produktivitas hutan rakyat sengon dan manglid dapat ditingkatkan apabila diterapkan silvikultur intensif meliputi penyediaan bibit yang berkualitas, penanaman dan penerapan pola tanam yang tepat. Pola agroforestri dapat meningkatkan produktivitas lahan. Komposisi jenis tanaman pada pola agroforestri dapat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan tanaman pohon. Pola agroforestri multistrata diharapkan akan menghasilkan nilai ekonomi, sosial dan lingkungan yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKAAchmad, B., Simon, H., Diniyati, D., & Widyaningsih, T.S. (2012). Persepsi

petani terhadap pengelolaan dan fungsi hutan rakyat di Kabupaten Ciamis. Jurnal Bumi Lestari, 12(1), 123-136.

Afandi, F.N., Siswanto, B., & Nuraini, Y. (2015). Pengaruh pemberian berbagi jenis bahan organik terhadap sifat kimia tanah pada pertumbuhan dan produksi tanaman ubi jalar di entisol Ngrangkah Pawon, Kediri. Jurnal Tanah Dan Sumberdaya Lahan, 2(2), 237–244.

Agus, F., Abdurachman, A., Rachman, A., Talaohu, S.H., Dariah, A., Prawiradiputra, B. R., … Wiganda, S. (1999). Teknik Konservasi Tanah dan Air. Sekretariat Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan Reboisasi Pusat. Dep. Kehutanan.

Agustini, T. (2013). Pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan tanaman sengon (Paraserianthes falcataria) di Dusun Kopeng, Desa Kepuharjo, pasca erupsi merapi. Universitas Gadjah Mada.

Page 169: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

159

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

Anggraeni, I., & Ismanto, A. (2013). Keanekaragaman jenis ulat kantong yang menyerang di berbagai pertanaman sengon (Paraserianthes falcataria (L.). Nielsen) di Pulau Jawa. Sains Natural, 3(2), 184–192.

Astuti, Y.W., Widodo, L.U., & Budisantoso, I. (2013). Pengaruh pemberian pelarut fosfat dan bakteri penambat nitrogen terhadap pertumbuhan tanaman tomat pada tanah masam. BIOSFERA, 30(3), 1–9.

Dendang, B., & Hani, A. (2014). Efektivitas Trichoderma spp. dan pupuk kompos terhadap pertumbuhan bibit sengon (Falcataria mollucana). Jurnal Penelitian Agroforestry, 2(1), 13–19.

Diniyati, D., Achmad, B., & Santoso, H.B. (2013). Analisis finansial agroforestry sengon di Kabupaten Ciamis. Jurnal Penelitian Agroforestry, 1(1), 13–30.

Hamid, A. (2008). Pengaruh pemangkasan tanaman sengon terhadap keragaan tanaman sela dalam sistem agroforestri sengon. Buana Sains, 8(2), 189–202.

Hani, A. (2014). Peran agroforestry dalam meningkatkan keberhasilan penanaman sengon. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri Ke-5, 57–62.

Hani, A., & Geraldine, L.P. (2016). Pierre), Pengaruh jarak tanam dan pemberian pupuk cair urin kambing terhadap pertumbuhan awal manglid (Magnolia champaca (L) Bail Ex. WASSIAN, 3(2), 51–58.

Hani, A., & Geraldine, L.P. (2019). Pertumbuhan Awal Tanaman Penyusun Agroforestri Sengon ( Falcataria mollucana ) + Manglid ( Magnolia champaca ) -Rumput Pakan Ternak pada Umur Sembilan Bulan. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 24(4), 343–349. https://doi.org/10.18343/jipi.24.4.343.

Hani, A., & Mile, M.Y. (2006). Uji silvikultur sengon asal tujuh sumber benih. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 3(2), 305–316.

Page 170: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

160

Hani, A., & Pieter, L.A.G. (2019). Pertumbuhan awal tanaman penyusun agroforestri sengon (Falcataria mollucana) + manglid (Magnolia champaca)-Rumput pakan ternak pada umur sembilan bulan. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 24(4), 343–349.

Hani, A., & Suryanto, P. (2014). Dinamika agroforestry tegalan di perbukitan Menoreh Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 3(2), 119–128.

Indrajaya, Y., & Sudomo, A. (2013). Analisis finansial agroforestry sengon dan kapulaga di desa Payungagung, Kecamatan Panumbangan Ciamis. Jurnal Penelitian Agroforestry, 1(2).

Irawati, S., Suka, A.P., & Ekawati, S. (2012). Manfaat ekonomi dan peluang pengembangan hutan rakyat sengon di Kabupaten Pati. Jurnal Penelitian Sosial Dan Eonomi Kehutanan, 9(3), 126–139.

Jariyah, N.A., & Wahyuningrum, N. (2008). Karakteristik hutan rakyat di Jawa. Jurnal Penelitian Sosial dan Eonomi Kehutanan, 5(1), 43–56.

Kusumedi, P., & Jariyah, N.A. (2010). Analisis finansial pengelolaan agroforestri dengan pola sengon kapulaga di Desa Tirip, kecamatan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo. Jurnal Penelitian Sosial Dan Eonomi Kehutanan, 7(2), 93–100.

Maharani, J.S., Susilo, F.X., Swibawa, I.G., & Prasetyo, J. (2013). Keterjadian penyakit tersebab jamur pada hama penggerek buah kopi (Pbko) di pertanaman kopiagroforestri. J. Agrotek Tropika, 1(1), 86–91.

Nabu, M., Robertus, & Taolin, I.C.O. (2016). Pengaruh jenis pupuk kandang dan komposisi media tanam terhadap pertumbuhan bibit sengon laut (Paraserianths falcataria L.). Savana Cendana, 1(2), 59–62.

Oktalina, S.N., Awang, S.A., & Hartono, S. (2015). Strategi petani hutan rakyat dan kontribusinya terhadap penghidupan di Kabupaten Gunung Kidul. KAWISTRA, 5(3), 221–328.

Page 171: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

161

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

Parlinah, N., Irawati, S., Suka, A.P., & Ginoga, K.L. (2015). Distribusi nilai tambah dalam rantai nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria) dari Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Indonesia. Jurnal Penelitian Sosial Dan Eonomi Kehutanan, 12(2), 77–87.

Purwaningsih, S., & Swestiani, D. (2012). Produktivitas agroforestry manglid dan kacang merah di Sub DAS Citanduy Hulu. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri III, 279–283.

Rachman, E., & Hani, A. (2014). Pola agroforestry sengon (Falcataria mollucana L.) dan cabai merah keriting di dataran tinggi Ciamis Jawa Barat. Jurnal Penelitian Agroforestry, 2(1), 35–44.

Raditya, P.P., Sulaksana, N., & Alam, B.Y.C.S.S.S. (2016). Optimalisasi pemanfaatan sistem agroforestri sebagai bentuk adaptasi dan mitigasi tanah longsor. Scientific Contribution, 14(2), 117–126.

Rohandi, A., & Gunawan. (2016). Sebaran dan karakteristik hutan rakyat manglid, serta potensinya untuk pengembangan sumber benih di wilayah Priangan Timur. In Hutan Rakyat Manglid (pp. 33–48).

Rohandi, A., & Gunawan. (2019). Ketahanan sengon provenan Papua umur 2 tahun terhadap karat tumor pada ui resistensi di Ciamis, Jawa Barat. Jurnal Agroforstri Indonesia, 2(1), 37–50.

Setiadi, D., Susanto, M., & Baskorowati, L. (2014). Ketahanan serangan penyakit karat tumor Pada uji keturunaan sengon (Falcataria moluccana) di Bondowoso, Jawa Timur. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 8(1), 1–13.

Subowo G. (2010). Strategi efesiensi penggunaan bahan organik untuk kesuburan produktivitas tanah melalui pemberdayaan sumberdaya hayati tanah. Jurnal Sumberdaya Lahan, 4(1), 13.

Sudomo, A. (2009). Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan dan muutu bibit manglid (Manglieta glauca Bl). Tekno Hutan Tanaman, 2(2), 59.

Page 172: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

162

Sudomo, A., Rachman, E., & Mindawati, N. (2010). Mutu bibit manglid (Manglieta glauca Bl) pada tujuh jenis media sapih. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 7(5), 265–272.

Suherman, Millang, S., & Asrul, L. (2016). Respon morfosiologis, fenologi dan produksi tanaman kopi terhadap berbagai naungan dalam sistem agroforestri di Kabupaten Enrekang. J. Sains & Teknologi, 16(2), 197–202.

Supriatna, A.H., Haneda, F., & Wahyudi, I. (2017). Sebaran populasi, persentase serangan dan tingkat kerusakan akibat hama boktor pada tanaman sengon: pengaruh umur, diameter dan tinggi pohon. Silvikultur Tropika, 8(2), 79–87.

Swestiani, D., Hani, A., & Pieter, L. A. G. (2018). Aplikasi mikoriza dan Trichoderma spp. terhadap pertumbuhan awal manglid (Magnolia champaca (L.) Baill. Ex Pierre). Prosiding Seminar Nasional Agroforestry, 110–117.

Swestiani, D., & Purwaningsih, S. (2013). Produksi kacang tanah (Arachis hypogaea) pada agroforestri berbasis kayu sengon dan manglid. Jurnal Penelitian Agroforestri, 1(2), 71–82.

Tefa, P., Taolin, M.R.I.C. ., & Lelang, M.A. (2016). Pengaruh dosis pupuk dan frekuensi penyiraman pada pertumbuhan bibit sengon laut (Paraserianthes falcataria). Savana Cendana, 1(1), 13–16.

Triyogo, A., & Widyastuti, S. M. (2012). Peran Serangga sebagai Vektor Penyakit Karat Puru pada Sengon (Albizia falcataria L. Fosberg). J. Agronomi Indonesia, 40(1), 77–82.

Wahyuningrum, N., & Supangat, A. B. (2016). Analisis spasial kemampuan lahan dalam perencanaan pengelolaan DAS mikro: Kasus di DAS Mikro Naruwan, Sub DAS Keduang, DAS Solo. Majalah Ilmiah Globe, 18(1), 43–52.

Page 173: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

163

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

Wang, J., Ren, H., Yang, L., & Duan, W. (2000). Establishment and early growth of introduced indigenous tree species in typical plantations and shrubland in South China. Forest Ecology and Management, 258, 1293–1300.

Widiarti, A., & Prajadinata, S. (2008). Karakteristik hutan rakyat pola kebun campuran. Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam, V(2), 145–156.

Winara, A., Hani, A., & Pieter, L.A.G. (2016). Status Taksonomi dan Morfologi Manglid. In Hutan Rakyat Manglid (pp. 11–18).

Wiryadiputra, S. (2007). Epidemi penyakit karat tumor pada sengon (Paraserianthes falcataria di Jawa Timur, Indonesia. Jurnal Ilmu Kehutanan, 1(1), 31–39.

Xu, G., Lu, K., Li, Z., Li, P., Wang, T., & Yang, Y.. (2015). Impact of soil and water conservation on soil organic carbon content in a catchment of the middle Han River, China. Environmental Earth Sciences, 74(8), 6503–6510.

Page 174: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya
Page 175: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

MEMBANGUN MODEL AGROFORESTRI PAKU KETAK

BERSAMA MASYARAKAT: PENGALAMAN DI KPH

LINDUNG RINJANI BARAT

Devy Priambodo Kuswantoro, Wuri Handayani, Tri Sulistyati Widyaningsih, Dewi Maharani, dan Suyarno

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry Jl. Raya Ciamis-Banjar km. 4 Pamalayan, Ciamis, Jawa Barat, Indonesia

Telp. (0265) 771352, fax. (0265) 775866; E-mail : [email protected]

I. PENDAHULUANKetak (Lygodium circinnatum (Burm.f ) Sw.) merupakan jenis tumbuhan paku-pakuan yang sulurnya sudah lama dimanfaatkan untuk membuat kerajinan anyaman (Dwiyani & Yuswanti, 2012). Kerajinan ini berkembang di Pulau Lombok dan Bali. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, dilakukan pemungutan di dalam hutan. Dwiyani & Yuswanti (2012) melaporkan bahwa keberadaan ketak di hutan semakin langka akibat pencarian berlebihan untuk pemenuhan bahan baku yang dapat menimbulkan kerusakan hutan. Paku ketak di Lombok dengan mutu yang cocok sebagai bahan baku kerajinan sudah semakin sulit diperoleh. Para pencari ketak harus semakin jauh masuk ke dalam hutan untuk mencari ketak. Di wilayah hutan yang

Page 176: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

166

sudah terbuka karena perambahan, ketak sulit ditemukan akibat tingginya kegiatan pembukaan lahan. Hasil penelitian Darma & Arinasa (2009) di Gunung Pusuk Lombok mengindikasikan bahwa eksploitasi ketak atau perusakan habitat ketak sudah berlangsung cukup intensif.

Para pengrajin anyaman ketak di Pulau Lombok akhirnya mendatangkan bahan baku dari luar Pulau Lombok seperti dari Sumba, Sumbawa, Kalimantan, Sulawesi, bahkan dari Pulau Jawa. Di daerah-daerah tersebut, masih banyak ditemukan ketak di dalam hutan dan tidak diolah menjadi suatu produk oleh masyarakatnya. Dengan demikian, kini usaha kerajinan anyaman ketak di Pulau Lombok ditopang dengan pemenuhan bahan baku dari luar pulau. Keadaan ini dapat mengancam kelestarian industri kerajinan ketak di pulau Lombok. Hal yang sangat mungkin terjadi, dengan adanya berbagai pelatihan dan usaha pemberdayaan ekonomi lokal akan mengakibatkan tumbuhnya sentra kerajinan ketak di daerah lain dimana sumber bahan baku masih tersedia. Siregar, Ardaka, & Siregar (2014) memandang penting untuk segera melakukan budidaya dan pengembangan ketak sebagai usaha domestikasi untuk pemenuhan bahan baku kerajinan. Hal ini sesuai pula dengan harapan dari para pengrajin karena paku ketak asal Lombok tetap merupakan yang paling sesuai kualitasnya untuk bahan baku kerajinan. Usaha budidaya yang selama ini belum pernah dilaksanakan, dapat diinisiasi sebagai usaha pelestarian dan pengelolaan sumber daya hutan.

Pengelolaan hutan bersama masyarakat dalam konsepsi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diharapkan dapat menjadi salah satu upaya penanganan konflik kehutanan menuju kelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan. Sebagai organisasi di tingkat tapak, KPH menggali dan mengelola potensi dengan memperhatikan aspirasi, nilai budaya masyarakat setempat, dan kondisi lingkungan (Suwarno, 2015). KPH dapat menjalin interaksi dan komunikasi intensif dengan masyarakat, sekaligus menggali alternatif solusi sesuai kebutuhan masyarakat (Firdaus, 2012).

Page 177: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

167

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

KPH Lindung Rinjani Barat (KPHLRB) yang terletak di Pulau Lombok, provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu KPH yang didominasi oleh hutan lindung (70,54%). Potensi yang dapat dikembangkan meliputi aneka usaha budi daya hasil hutan bukan kayu (HHBK), tanaman penghasil kayu, dan pemanfaatan jasa lingkungan baik air dan wisata alam sesuai dengan rencana jangka panjang pengelolaan KPH (KPHLRB, 2014; Budiningsih et al., 2016).

Salah satu kegiatan dalam rencana pengelolaan hutan di KPHLRB adalah pengembangan paku ketak. Wilayah KPHLRB merupakan habitat alaminya. Kegiatan budidaya ketak dapat dijadikan alternatif pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Dengan demikian, masyarakat yang sudah merambah kawasan KPHLRB mempunyai kegiatan produktif untuk membangun kembali hutan yang sudah dirambah dengan membudidayakan ketak. Selama ini, masyarakat sudah menanami lahan rambahan dengan berbagai tanaman perkebunan dan buah-buahan. Oleh karena itu, pendekatan pola agroforestri dapat menjadi alternatif model yang dapat digunakan dalam pendekatan pemberdayaan masyarakat di KPHLRB. Pendekatan pola agroforestri dapat digunakan untuk menemukan pola budidaya yang sesuai tanpa merusak fungsi hutan KPHLRB. Hal ini penting mengingat kawasan KPHLRB sebagian besar berfungsi lindung untuk menjaga sumber air agar jangan sampai mempengaruhi hasil air di lingkup daerah aliran sungai.

Kajian ini bertujuan untuk memberikan gambaran pembangunan model agroforestri berbasis paku ketak yang dilaksanakan di dalam kawasan hutan wilayah KPHLRB sebagai upaya domestikasi paku ketak. Model agroforestri yang dibangun meliputi pembangunan demplot, pendampingan kelompok dan penguatan kelembagaan, serta fasilitasi dalam pengenalan pengolahan produk untuk peningkatan nilai tambah. Pembangunan demplot agroforestri dilaksanakan bersama para petani penggarap yang sudah terlebih dahulu menggarap kawasan tersebut. Diharapkan dengan penerapan model budidaya dengan pola agroforestri, kawasan hutan lindung yang sudah dirambah oleh

Page 178: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

168

masyarakat dapat dikembalikan fungsinya sebagai hutan dan meningkat produktivitasnya. Masyarakat pun nantinya dapat memperoleh manfaat dari penerapan pola agroforestri dan tidak memperluas wilayah rambahannya.

II. MENGENAL PAKU KETAK DAN PEMANFAATANNYA

Lygodium circinnatum (Burm.f.) Sw. Merupakan tumbuhan paku kelompok marga Schizaeaceae. Pada umumnya, kelompok marga Pada umumnya, kelompok marga Lygodium merupakan kelompok paku yang menjalar atau selalu merambat pada tumbuhan lain (Shinta, Arbain, & Syamsuardi, 2012). Jenis ini memiliki rimpang pendek kurang dari 10 cm, sedikit berdaging dan menjalar di dalam tanah. Tumbuh subur pada tempat-tempat terbuka dan hutan-hutan sekunder mulai dari dataran rendah hingga ketinggian 1.500 m dpl. LIPI (1980) bahkan menyatakan bahwa paku ini hanya dapat hidup di tempat terbuka karena menyukai sinar matahari. Holttum (1966) dan van Stenis & Holttum (1982) menyebutkan bahwa secara umum sulurnya dapat mencapai panjang 10 m dan diameter batang 2-5 mm. Bentuk daunnya menjari 2-5 dengan tepi daun bergerigi, pada permukaan bawahnya terdapat sporangium. Daun-daunnya monostichous, melilit dan pertumbuhannya tidak dapat didefinisikan. Rantingnya biasanya tidak panjang, ranting primernya pendek, ujungnya terhenti dan ditutupi oleh rambut dan setiap ujungnya terdapat sepasang ranting sekunder. Ranting sekunder mengandung daun dengan bentuk menyirip, atau cabang dikotom mengandung daun yang becuping. Terdapat pula daun yang steril berbentuk gerigi maupun berlobus, sedangkan daun yang fertil berjumbai sepanjang tepinya dengan cuping sempit yang pendek dan setiap cuping mengandung dua baris sporangia yang ditutupi dengan indusium kecil.

Di Indonesia, Lygodium circinnatum dikenal dengan nama paku ketak (Lombok), paku ata (Bali), dan pakis hata (Jawa/Sunda). Kegunaan paku ini yaitu batangnya untuk pembuatan tas tangan, topi, sebagai obat luka

Page 179: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

169

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

dari sengatan binatang melata seperti ular, lipan dan laba-laba yaitu dengan menggunakan getah yang terdapat pada paku ini. Juga sebagai obat luka dari sengatan binatang air yaitu dengan cara menumbuk halus daunnya. Kerajinan anyaman paku ketak di Pulau Lombok berkembang di Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Tengah. Kebanyakan dibuat sebagai produk-produk peralatan rumah tangga dan kini berkembang menjadi produk anyaman untuk memenuhi selera penampilan seperti pembuatan tas tangan. Gambar 1 memperlihatkan paku ketak di alam, sulurnya, dan aneka kerajinan anyaman dari ketak di Pulau Lombok.

102

pada permukaan bawahnya terdapat sporangium. Daun-daunnya monostichous, melilit dan pertumbuhannya tidak dapat didefinisikan. Rantingnya biasanya tidak panjang, ranting primernya pendek, ujungnya terhenti dan ditutupi oleh rambut dan setiap ujungnya terdapat sepasang ranting sekunder. Ranting sekunder mengandung daun dengan bentuk menyirip, atau cabang dikotom mengandung daun yang becuping. Terdapat pula daun yang steril berbentuk gerigi maupun berlobus, sedangkan daun yang fertil berjumbai sepanjang tepinya dengan cuping sempit yang pendek dan setiap cuping mengandung dua baris sporangia yang ditutupi dengan indusium kecil.

Di Indonesia, Lygodium circinnatum dikenal dengan nama paku ketak (Lombok), paku ata (Bali), dan pakis hata (Jawa/Sunda). Kegunaan paku ini yaitu batangnya untuk pembuatan tas tangan, topi, sebagai obat luka dari sengatan binatang melata seperti ular, lipan dan laba-laba yaitu dengan menggunakan getah yang terdapat pada paku ini. Juga sebagai obat luka dari sengatan binatang air yaitu dengan cara menumbuk halus daunnya. Kerajinan anyaman paku ketak di Pulau Lombok berkembang di Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Tengah. Kebanyakan dibuat sebagai produk-produk peralatan rumah tangga dan kini berkembang menjadi produk anyaman untuk memenuhi selera penampilan seperti pembuatan tas tangan. Gambar 1 memperlihatkan paku ketak di alam, sulurnya, dan aneka kerajinan anyaman dari ketak di Pulau Lombok.

Gambar 1. Paku ketak, sulur, dan kerajinan anyaman ketak

Para peneliti di Kebun Raya Eka Karya Bali telah melakukan uji coba

perbanyakan paku ketak. Percobaan perbanyakan secara vegetatif dengan pemisahan rimpang (splitting) telah dilakukan oleh Hartutiningsih, Darma, & Lestari (2004) dan Siregar et al. (2014). Hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa bibit yang dihasilkan dengan cara ini memperlihatkan pertumbuhan yang relatif cepat namun jumlah bibit yang dihasilkan relatif sedikit (Siregar et al., 2014). Percobaan perbanyakan secara generatif menggunakan spora dengan media lumpur sawah untuk menumbuhkaan spora ketak menghasilkan persentase spora berkecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan media campuran akar kadaka dengan bubuk batu bata, namun untuk menjamin keberhasilannya tumbuh menjadi sporofit perlu dilakukan penjarangan secara bertahap terhadap sporofit yang tumbuh karena kepadatan yang terlalu tinggi akan menghambat perkembangan gametofit menjadi sporofit (Siregar et al., 2014). Uji coba penanaman di luar laboratorium telah dilakukan oleh (Dwiyani & Yuswanti (2012) dengan menggunakan sporofit ketak umur 8 bulan setelah semai pada media lumpur steril dipindahkan ke dalam pot dengan media berupa campuran

Gambar 1. Paku ketak, sulur, dan kerajinan anyaman ketak

Para peneliti di Kebun Raya Eka Karya Bali telah melakukan uji coba perbanyakan paku ketak. Percobaan perbanyakan secara vegetatif dengan pemisahan rimpang (splitting) telah dilakukan oleh Hartutiningsih, Darma, & Lestari (2004) dan Siregar et al. (2014). Hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa bibit yang dihasilkan dengan cara ini memperlihatkan pertumbuhan yang relatif cepat namun jumlah bibit yang dihasilkan relatif sedikit (Siregar et al., 2014). Percobaan perbanyakan secara generatif menggunakan spora dengan media lumpur sawah untuk menumbuhkan spora ketak menghasilkan persentase spora berkecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan media campuran akar kadaka dengan bubuk batu bata, namun untuk menjamin keberhasilannya tumbuh menjadi sporofit perlu dilakukan penjarangan secara bertahap terhadap sporofit yang tumbuh karena kepadatan yang terlalu tinggi akan menghambat perkembangan gametofit menjadi sporofit (Siregar et al., 2014). Uji coba penanaman di

Page 180: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

170

luar laboratorium telah dilakukan oleh (Dwiyani & Yuswanti (2012) dengan menggunakan sporofit ketak umur 8 bulan setelah semai pada media lumpur steril dipindahkan ke dalam pot dengan media berupa campuran tanah dan kompos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan pupuk urea hinggan dosis 300 mg/tanaman mampu menstimulasi pertumbuhan sulur dan meningkatkan jumlah sulur 77%.

Kerajinan ketak berkembang di Pulau Lombok secara tradisional karena sudah sejak lama produk anyaman ketak dipergunakan dalam perkakas rumah tangga secara turun temurun yang kemudian dikomersialkan dengan modifikasi sesuai dengan permintaan pasar. Sentra kerajinan anyaman ketak yang berkembang di Kabupaten Lombok Barat yang juga merupakan wilayah pangkuan hutan KPHLRB adalah di wilayah Desa Batu Mekar dan Desa Karang Bayan yang keduanya berada di wilayah Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat. Kerajinan anyaman ketak merupakan kerajinan rumahan yang berkembang pesat terutama adanya pasar produk di Pulau Bali. Akan tetapi dengan kejadian bom di Bali tahun 2002 menyurutkan industri pariwisata di Bali yang berimbas pula ke Lombok. Banyak pengrajin dan toko kerajinan ketak yang tidak berproduksi. Kini, seiring dengan bertumbuh kembangnya pariwisata di Bali dan Lombok, geliat kerajinan ketak kembali meningkat. Sebagian besar para pengrajin ketak adalah kaum perempuan. Budiastuti & Wedastra (2012) mengungkapkan bahwa peran para perempuan pengrajin ini mampu memberikan kontribusi pendapatan sebesar 36,26% untuk rumah tangganya. Bekerja di sela-sela kegiatan sebagai ibu rumah tangga, seorang perempuan mengalokasikan 205,7 hari kerja untuk membuat kerajinan ketak.

Bahan dan peralatan pembuatan kerajinan anyaman ketak sangat sederhana. Sulur ketak yang sudah dikeringkan digunakan sebagai tulang/dasar anyaman dan juga tali anyamannya. Peralatan yang diperlukan bukan merupakan peralatan canggih, namun merupakan tradisional yang bahkan diciptakan sendiri oleh pengrajin untuk mempermudah pekerjaannya. Setiawan, Banindro, & Tanudjaja (2014) mendata peralatan yang dipergunakan adalah pisau, penyerut, pemorot, alat ukur, penusuk, dan gunting kuku. Dengan

Page 181: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

171

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

menggunakan peralatan sederhana, dihasilkan berbagai bentuk perkakas rumah tangga seperti tatakan gelas, alas makan, kotak penyimpan barang, tempat tisu, aneka wadah, tempat pensil, maupun juga tas tangan. Kerajinan ketak yang sudah jadi kemudian dijemur atau dioven agar semakin mengkilat dan tahan lama. Produk-produk kerajinan ketak disetorkan kepada para pengumpul kerajinan yang akan menyetorkan ke pedagang kerajinan sehingga siap dijual baik di pasaran lokal maupun diekspor hingga ke Jepang, Korea, maupun Amerika Serikat. Gambar 2 memperlihatkan kegiatan pembuatan kerajinan ketak di Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat.

103

tanah dan kompos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan pupuk urea hinggan dosis 300 mg/tanaman mampu menstimulasi pertumbuhan sulur dan meningkatkan jumlah sulur 77%.

Kerajinan ketak berkembang di Pulau Lombok secara tradisional karena sudah sejak lama produk anyaman ketak dipergunakan dalam perkakas rumah tangga secara turun temurun yang kemudian dikomersialkan dengan modifikasi sesuai dengan permintaan pasar. Sentra kerajinan anyaman ketak yang berkembang di Kabupaten Lombok Barat yang juga merupakan wilayah pangkuan hutan KPHLRB adalah di wilayah Desa Batu Mekar dan Desa Karang Bayan yang keduanya berada di wilayah Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat. Kerajinan anyaman ketak merupakan kerajinan rumahan yang berkembang pesat terutama adanya pasar produk di Pulau Bali. Akan tetapi dengan kejadian bom di Bali tahun 2002 menyurutkan industri pariwisata di Bali yang berimbas pula ke Lombok. Banyak pengrajin dan toko kerajinan ketak yang tidak berproduksi. Kini, seiring dengan bertumbuh kembangnya pariwisata di Bali dan Lombok, geliat kerajinan ketak kembali meningkat. Sebagian besar para pengrajin ketak adalah kaum perempuan. Budiastuti & Wedastra (2012) mengungkapkan bahwa peran para perempuan pengrajin ini mampu memberikan kontribusi pendapatan sebesar 36,26% untuk rumah tangganya. Bekerja di sela-sela kegiatan sebagai ibu rumah tangga, seorang perempuan mengalokasikan 205,7 hari kerja untuk membuat kerajinan ketak.

Bahan dan peralatan pembuatan kerajinan anyaman ketak sangat sederhana. Sulur ketak yang sudah dikeringkan digunakan sebagai tulang/dasar anyaman dan juga tali anyamannya. Peralatan yang diperlukan bukan merupakan peralatan canggih, namun merupakan tradisional yang bahkan diciptakan sendiri oleh pengrajin untuk mempermudah pekerjaannya. Setiawan, Banindro, & Tanudjaja (2014) mendata peralatan yang dipergunakan adalah pisau, penyerut, pemorot, alat ukur, penusuk, dan gunting kuku. Dengan menggunakan peralatan sederhana, dihasilkan berbagai bentuk perkakas rumah tangga seperti tatakan gelas, alas makan, kotak penyimpan barang, tempat tisu, aneka wadah, tempat pensil, maupun juga tas tangan. Kerajinan ketak yang sudah jadi kemudian dijemur atau dioven agar semakin mengkilat dan tahan lama. Produk-produk kerajinan ketak disetorkan kepada para pengumpul kerajinan yang akan menyetorkan ke pedagang kerajinan sehingga siap dijual baik di pasaran lokal maupun diekspor hingga ke Jepang, Korea, maupun Amerika Serikat. Gambar 2 memperlihatkan kegiatan pembuatan kerajinan ketak di Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat.

Gambar 2. Bahan, alat, dan proses pembauatan kerajinan anyaman ketak

Gambar 2. Bahan, alat, dan proses pembauatan kerajinan anyaman ketak

III. DEMPLOT AGROFORESTRI DAN PERKEMBANGANNYA

Demplot agroforestri ketak dibangun di wilayah Resort Meninting, KPHLRB. Secara administratif, lokasi berbatasan dengan wilayah Desa Pusuk Letari, Kecamatan Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat. Demplot agroforestri dibangun seluas 1,5 hektar disesuaikan dengan kepemilikan para petani penggarap yang tinggal di Dusun Pusuk, Desa Pusuk Lestari. Demplot dibangun sebagai model percontohan sekaligus sarana belajar bagi masyarakat.

Page 182: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

172

Tanah di lokasi demplot didominasi jenis tanah komplek litosol dan mediteran coklat kemerahan. Secara umum, lokasi termasuk pada wilayah dengan kelas kelerengan curam (25-40%) sampai dengan sangat curam (>40%). Hasil analisis tanah menunjukkan pH tanah secara umum termasuk agak masam. Rata-rata kandungan C organik (1,49%), N (0,16%), dan P (2,64 ppm) termasuk rendah dan nilainya bervariasi dari sangat rendah hingga rendah, tetapi rata-rata kandungan K tertukar (1,35 meq) termasuk sangat tinggi. Secara umum nilai kapasitas tukar kation (KTK) termasuk rendah. Rendahnya KTK ini disebabkan kandungan C organik yang rendah. KTK yang rendah menunjukkan kemampuan tanah kurang baik dalam menjerap dan menyediakan unsur hara. Sementara itu sifat fisik tanah menunjukkan 50,29% tanah terdiri dari pori yang tidak berisi padatan tetapi berisi udara atau air gravitasi (air yang mudah hilang karena gaya gravitasi). Makrofauna umum yang dijumpai terdiri dari cacing tanah, semut, lipan tanah, kaki seribu dan tawon tanah yang dapat berperan sebagai dekomposer untuk menambah hara tanah (Handayani, 2017).

Kawasan hutan yang dirambah merupakan tipe hutan alam sekunder, yang sudah terbuka. Hasil kajian Handayani & Winara (2017) menemukan 75 jenis tumbuhan berhabitus pohon yang dijumpai di lokasi dengan tingkat keragaman jenis tergolong sedang. Beberapa jenis pohon asli yang masih dijumpai mendominasi adalah Gowa (Ficus variegata), Kumbi (Tabernaemontana macrocarpa), dan Badung (Garcinia parvifolia). Oleh karena itu, demplot budidaya ketak dibangun dalam bentuk agroforestri tradisional kebun campuran di antara pepohonan dan aneka tumbuhan lain yang sudah ada di dalam kawasan.

Budidaya agroforestri yang dilakukan merupakan pengkayaan tanaman di dalam kawasan hutan. Jenis tanaman yang dipilih adalah ketak dan matoa yang ditanam di antara tanaman hutan yang sudah ada maupun tanaman budidaya masyarakat sekitar. Bibit ketak yang digunakan berasal dari spora dan cabutan melalui proses pembibitan. Adapun bibit matoa diperoleh dari pembibitan yang sudah dilakukan oleh usaha pembibitan lokal di Pulau Lombok. Matoa dipilih berdasarkan kesepakatan dengan masyarakat dan

Page 183: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

173

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

dipandang sesuai untuk tumbuh di daerah Pusuk karena ada pula matoa yang tumbuh di lahan masyarakat sekitar. Meskipun matoa bukan tanaman buah asli dari Pulau Lombok tetapi dalam konsep pengembangan KPH bersama masyarakat, masih dapat diterima karena merupakan pilihan masyarakat yang lebih suka menanam buah-buahan daripada tanaman penghasil kayu yang akan merangsang masyarakat untuk menebangnya. Selain mempunyai nilai jual yang tinggi, buah matoa kaya akan antioksidan dan vitamin A, C, dan E yang dapat menjadi nilai tambah bagi suatu agroindustri (Leiwakabessy & Paga, 2018). Bahkan, ekstrak daun matoa dapat dibuat menjadi produk dengan aktivitas antioksidan yang tinggi yang dapat bermanfaat bagi industri kosmetik (Tahalele & Sutriningsih, 2019).

Pengadaan bibit ketak asal spora mulai dari awal proses dilakukan di Kebun Raya Eka Karya Bali sedangkan proses penyapihan dan pemeliharaan dilakukan di Lombok. Penyemaian spora yang berasal dari kawasan hutan di Singaraja dilakukan dengan media berupa lumpur sawah yang sudah disteril (Hartutiningsih et al., 2004). Perbanyakan tanaman ketak dilakukan juga dengan cara vegetatif dengan menggunakan cabutan anakan dari alam. Cabutan anakan diambil dengan cara menggali beserta tanah sekitar sedalam 10-15 cm. Cabutan anakan tersebut kemudian disapih pada polibag dengan menggunakan media tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 4 : 1. Sutejo (2002) menjabarkan bahwa pupuk kandang mempunyai manfaat selain menambah hara tanaman juga mampu menahan air. Pupuk kandang merupakan pupuk berbahan organik, bahan organik dalam tanah mampu memperbaiki struktur tanah sehingga mudah diolah (Rosmarkam & Yuwono, 2002). Dengan menggunakan pupuk kandang, diharapkan ada kemampuan menahan air yang cukup di sekitar tempat tumbuh, karena paku-pakuan pada habitat alami tumbuh di tempat dengan kelembaban tinggi dan ketersediaan air yang cukup (Kinho, 2009). Gambar 3 memperlihatkan bibit ketak dan matoa yang dipersiapkan untuk ditanam dalam demplot.

Page 184: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

174

105

Pengadaan bibit ketak asal spora mulai dari awal proses dilakukan di Kebun Raya Eka Karya Bali sedangkan proses penyapihan dan pemeliharaan dilakukan di Lombok. Penyemaian spora yang berasal dari kawasan hutan di Singaraja dilakukan dengan media berupa lumpur sawah yang sudah disteril (Hartutiningsih et al., 2004). Perbanyakan tanaman ketak dilakukan juga dengan cara vegetatif dengan menggunakan cabutan anakan dari alam. Cabutan anakan diambil dengan cara menggali beserta tanah sekitar sedalam 10-15 cm. Cabutan anakan tersebut kemudian disapih pada polibag dengan menggunakan media tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 4 : 1. Sutejo (2002) menjabarkan bahwa pupuk kandang mempunyai manfaat selain menambah hara tanaman juga mampu menahan air. Pupuk kandang merupakan pupuk berbahan organik, bahan organik dalam tanah mampu memperbaiki struktur tanah sehingga mudah diolah (Rosmarkam & Yuwono, 2002). Dengan menggunakan pupuk kandang, diharapkan ada kemampuan menahan air yang cukup di sekitar tempat tumbuh, karena paku-pakuan pada habitat alami tumbuh di tempat dengan kelembaban tinggi dan ketersediaan air yang cukup (Kinho, 2009). Gambar 3 memperlihatkan bibit ketak dan matoa yang dipersiapkan untuk ditanam dalam demplot.

(a) (b) (c)

Gambar 3. Bibit matoa (a), ketak asal spora (b), ketak cabutan (c)

Pemeliharaan bibit dilakukan dengan penyiraman sebanyak dua kali sehari dan penyiangan dari rumput. Ternyata bibit ketak memerlukan proses aklimatisasi agar siap ditanam. Dengan demikian, bibit ketak mulai ditanam setelah berumur 39-43 minggu setelah disapih. Rata-rata pertumbuhan tinggi bibit ketak asal spora yaitu 0,38 cm/minggu sedangkan asal cabutan 0,37 cm/minggu.

Persiapan lahan dimulai dengan pembersihan lokasi dari rumput dan semak belukar. Selanjutnya dibuat lubang tanam untuk matoa berukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm sedangkan untuk tanaman ketak berukuran 10 cm x 10 cm x 15 cm. Tanaman ketak ditanam diantara matoa. Masing-masing dengan jarak tanam matoa dan ketak serta jarak antara tanaman matoa dengan ketak sama yaitu 5 m x 5 m. Pemeliharaan tanaman ketak dan matoa terdiri dari kegiatan pemupukan, pendangiran dan penyiangan. Pemupukan dilakukan sebelum dan sesudah penanaman, yaitu menggunakan 3 kg pupuk kandang sebelum penanaman dan sesudahnya menggunakan pupuk urea. Pemupukkan tanaman matoa dilaksanakan sebanyak 3 kali yaitu umur 7 bulan, 12 bulan dan 24 bulan masing-masing dengan dosis 82, 100 dan 100 gram. Adapun tanaman ketak hanya dilaksanakan pemupukan sebanyak 2 kali yaitu pada umur 12 bulan dan 16 bulan dengan dosis masing-masing 1 gram. Penyiangan dilaksanakan dengan cara membersihkan

(A) (B) (C)

Gambar 3. Bibit matoa (a), ketak asal spora (b), ketak cabutan (c)

Pemeliharaan bibit dilakukan dengan penyiraman sebanyak dua kali sehari dan penyiangan dari rumput. Ternyata bibit ketak memerlukan proses aklimatisasi agar siap ditanam. Dengan demikian, bibit ketak mulai ditanam setelah berumur 39-43 minggu setelah disapih. Rata-rata pertumbuhan tinggi bibit ketak asal spora yaitu 0,38 cm/minggu sedangkan asal cabutan 0,37 cm/minggu.

Persiapan lahan dimulai dengan pembersihan lokasi dari rumput dan semak belukar. Selanjutnya dibuat lubang tanam untuk matoa berukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm sedangkan untuk tanaman ketak berukuran 10 cm x 10 cm x 15 cm. Tanaman ketak ditanam diantara matoa. Masing-masing dengan jarak tanam matoa dan ketak serta jarak antara tanaman matoa dengan ketak sama yaitu 5 m x 5 m. Pemeliharaan tanaman ketak dan matoa terdiri dari kegiatan pemupukan, pendangiran dan penyiangan. Pemupukan dilakukan sebelum dan sesudah penanaman, yaitu menggunakan 3 kg pupuk kandang sebelum penanaman dan sesudahnya menggunakan pupuk urea. Pemupukkan tanaman matoa dilaksanakan sebanyak 3 kali yaitu umur 7 bulan, 12 bulan dan 24 bulan masing-masing dengan dosis 82, 100 dan 100 gram. Adapun tanaman ketak hanya dilaksanakan pemupukan sebanyak 2 kali yaitu pada umur 12 bulan dan 16 bulan dengan dosis masing-masing 1 gram. Penyiangan dilaksanakan dengan cara membersihkan rerumputan di sekitar tanaman dan pendangiran dengan mencangkul tanah di sekitar

Page 185: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

175

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

tanaman agar lebih gembur, keduanya dilaksanakan 1 tahun 2 kali.

Produktivitas tanaman dilihat dari pertumbuhan tanaman ketak dan matoa serta pengaruh kondisi lingkungannya (terutama tanah dan iklim mikro). Tanaman ketak hingga umur 16 bulan setelah tanam rata-rata menghasilkan sulur sebanyak 3 hingga 4 batang dengan panjang rata-rata mencapai 50 cm. Kemampuan hidup tanaman ketak asal cabutan hingga akhir pengamatan mempunyai rata-rata yang lebih tinggi yaitu 64,44% dibanding asal spora 59,56%. Performa tanaman ketak di demplot diperlihatkan pada Gambar 4.

106

rerumputan di sekitar tanaman dan pendangiran dengan mencangkul tanah di sekitar tanaman agar lebih gembur, keduanya dilaksanakan 1 tahun 2 kali.

Produktivitas tanaman dilihat dari pertumbuhan tanaman ketak dan matoa serta pengaruh kondisi lingkungannya (terutama tanah dan iklim mikro). Tanaman ketak hingga umur 16 bulan setelah tanam rata-rata menghasilkan sulur sebanyak 3 hingga 4 batang dengan panjang rata-rata mencapai 50 cm. Kemampuan hidup tanaman ketak asal cabutan hingga akhir pengamatan mempunyai rata-rata yang lebih tinggi yaitu 64,44% dibanding asal spora 59,56%. Performa tanaman ketak di demplot diperlihatkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Performa pertumbuhan ketak umur 16 bulan tanam

Tanaman matoa ditanam dengan tujuan sebagai daya tarik petani untuk

menanam tanaman ketak yang diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan lainnya. Budidaya tanaman matoa diharapkan untuk dipanen buahnya. Buah matoa dapat dikonsumsi dan masih langka di pasaran. Harga jual pada tahun 2002 Rp 6.000,00/kg (Suharno & Tanjung, 2011) namun kini, berdasarkan pantauan di pasar dapat mencapai Rp 50.000,00/kg.

Pertumbuhan matoa dan ketak yang ditanam tidak terlepas dari kondisi iklim di Pulau Lombok. Adanya musim kering yang cukup panjang, mempengaruhi performa pertumbuhan tanaman. Matoa yang masih bertahan dalam kekeringan, terlihat pinggir-pinggir daunnya mulai mengering dan coklat. Perbedaan kondisi dan performa matoa juga terlihat dari masih adanya tanaman matoa yang tumbuh kerdil meskipun cukup banyak pula matoa yang tumbuh baik sehingga pertumbuhan ini mempengaruhi nilai rata-rata pertumbuhannya. Gambar 5 memperlihatkan tanaman matoa yang ditanam dalam demplot.

Gambar 5. Peforma pertumbuhan matoa umur 34 bulan tanam

Gambar 4. Performa pertumbuhan ketak umur 16 bulan tanam

Tanaman matoa ditanam dengan tujuan sebagai daya tarik petani untuk menanam tanaman ketak yang diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan lainnya. Budidaya tanaman matoa diharapkan untuk dipanen buahnya. Buah matoa dapat dikonsumsi dan masih langka di pasaran. Harga jual pada tahun 2002 Rp 6.000,00/kg (Suharno & Tanjung, 2011) namun kini, berdasarkan pantauan di pasar dapat mencapai Rp 50.000,00/kg.

Pertumbuhan matoa dan ketak yang ditanam tidak terlepas dari kondisi iklim di Pulau Lombok. Adanya musim kering yang cukup panjang, mempengaruhi performa pertumbuhan tanaman. Matoa yang masih bertahan dalam kekeringan, terlihat pinggir-pinggir daunnya mulai mengering dan coklat. Perbedaan kondisi dan performa matoa juga terlihat dari masih adanya tanaman matoa yang tumbuh kerdil meskipun cukup banyak pula matoa yang tumbuh baik sehingga pertumbuhan ini mempengaruhi nilai rata-rata pertumbuhannya. Gambar 5 memperlihatkan tanaman matoa yang ditanam

Page 186: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

176

dalam demplot.

106

rerumputan di sekitar tanaman dan pendangiran dengan mencangkul tanah di sekitar tanaman agar lebih gembur, keduanya dilaksanakan 1 tahun 2 kali.

Produktivitas tanaman dilihat dari pertumbuhan tanaman ketak dan matoa serta pengaruh kondisi lingkungannya (terutama tanah dan iklim mikro). Tanaman ketak hingga umur 16 bulan setelah tanam rata-rata menghasilkan sulur sebanyak 3 hingga 4 batang dengan panjang rata-rata mencapai 50 cm. Kemampuan hidup tanaman ketak asal cabutan hingga akhir pengamatan mempunyai rata-rata yang lebih tinggi yaitu 64,44% dibanding asal spora 59,56%. Performa tanaman ketak di demplot diperlihatkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Performa pertumbuhan ketak umur 16 bulan tanam

Tanaman matoa ditanam dengan tujuan sebagai daya tarik petani untuk

menanam tanaman ketak yang diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan lainnya. Budidaya tanaman matoa diharapkan untuk dipanen buahnya. Buah matoa dapat dikonsumsi dan masih langka di pasaran. Harga jual pada tahun 2002 Rp 6.000,00/kg (Suharno & Tanjung, 2011) namun kini, berdasarkan pantauan di pasar dapat mencapai Rp 50.000,00/kg.

Pertumbuhan matoa dan ketak yang ditanam tidak terlepas dari kondisi iklim di Pulau Lombok. Adanya musim kering yang cukup panjang, mempengaruhi performa pertumbuhan tanaman. Matoa yang masih bertahan dalam kekeringan, terlihat pinggir-pinggir daunnya mulai mengering dan coklat. Perbedaan kondisi dan performa matoa juga terlihat dari masih adanya tanaman matoa yang tumbuh kerdil meskipun cukup banyak pula matoa yang tumbuh baik sehingga pertumbuhan ini mempengaruhi nilai rata-rata pertumbuhannya. Gambar 5 memperlihatkan tanaman matoa yang ditanam dalam demplot.

Gambar 5. Peforma pertumbuhan matoa umur 34 bulan tanam

Gambar 5. Peforma pertumbuhan matoa umur 34 bulan tanam

Musim kemarau dan tingkat kekeringan di wilayah penelitian, memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan tanaman. Diketahui curah hujan bulanan di wilayah Kabupaten Lombok Barat dari tahun 2016 hingga tahun 2018 relatif rendah yaitu rata-rata 183,42 mm yang terjadi mulai bulan Mei hingga Oktober kemudian meningkat drastis pada bulan November. Jumlah hari hujan di bawah 10 hari rata-rata terjadi mulai bulan Juli hingga September kemudian meningkat kembali pada bulan Oktober. Terlihat bahwa faktor air yang kurang, sangat mempengaruhi performa tanaman karena air bagi tanaman merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang diperlukan untuk proses metabolisme (Advinda, 2018).

IV. PERAN SERTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN

Berdasarkan fungsi hutannya, Resort Meninting termasuk dalam kawasan yang berfungsi lindung. Akan tetapi, perambahan oleh masyarakat sudah memasuki kawasan hutan sekunder yang ada di resort ini. Masyarakat desa berkebun kopi dan menanam tanaman perkebunan lain seperti pisang dan durian di sela-sela tanaman hutan. Kajian Kuswantoro, Widyaningsih, & Suyarno (2016) memperlihatkan bahwa masyarakat Desa Pusuk Lestari yang berada di sekitar KPHLRB mengandalkan kehidupannya dari usaha tani

Page 187: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

177

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

lahan kering (petani dan buruh tani) dan usaha swasta seperti berdagang dan menjadi pekerja migran. Kehidupan pertanian warga di Desa Pusuk Lestari dibagi menjadi pertanian di lahan milik dan berkebun di lahan negara. Jenis tanaman yang diusahakan di kebun hampir sama dengan yang diusahakan di lahan negara yaitu kopi, aren, melinjo, durian. Kelapa dan pisang hanya boleh ditanam di kebun milik saja. Pola pengusahaan lahan sudah menunjukkan pola agroforestri tradisional yaitu kebun campuran. Persepsi masyarakat sekitar KPHLRB saat ini memang menginginkan rehabilitasi menggunakan penghasil buah-buahan dibandingkan dengan penghasil kayu yang juga disambut oleh pihak KPH Lindung Rinjani Barat sehingga untuk rehabilitasi lahan banyak digunakan tanaman serbaguna (Kuswantoro, Widyaningsih, & Handayani, 2015). Selama ini masyarakat juga memanfaatkan buah-buah hutan untuk dijual dan dikonsumsi. Handayani & Winara (2017) telah mengkaji potensi berbagai buah-buahan hutan yang dapat dimakan, akan tetapi pemanfaatannya masih terbatas karena bukan merupakan jenis yang bernilai ekonomi tinggi.

Pelibatan masyarakat dalam domestikasi paku ketak dengan pola agroforestri akhirnya membuka pengetahuan mereka dengan adanya sosialisasi dan penguatan kelembagaan komunitas petani. Masyarakat sudah mengetahui ketak karena wilayah mereka merupakan salah satu habitat alami ketak. Para penggarap lahan menemukan ketak banyak tumbuh di lahan garapan mereka. Di lahan garapan, menurut hasil kajian Kuswantoro et al. (2015), ketak yang tumbuh merambat pada tanaman kopi dan buah-buahan sehingga cenderung dianggap pengganggu karena ketak tumbuh membelit pada tanaman muda yang mengakibatkan pertumbuhannya terganggu. Masyarakat tidak pernah membudidayakan ketak karena selama ini dianggap sebagai tanaman pengganggu, sehingga dimusnahkan agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman lainnnya. Disamping itu, masyarakat belum mengetahui nilai ekonomi yang akan diperoleh dari budidaya ketak. Meskipun pada umumnya mereka mengetahui bahwa ada orang yang mencari ketak sampai ke lahan garapan dan jauh ke hutan untuk dibuat menjadi kerajinan. Hasil kajian lebih lanjut juga memberikan informasi bahwa ada

Page 188: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

178

keinginan dari kaum perempuan untuk dapat belajar memanfaatkan ketak, sehingga masyarakat dapat mengolah dahulu menjadi barang setengah jadi. Masyarakat pada dasarnya mau mengikuti program yang dicanangkan pihak pengelola untuk budidaya ketak selama tidak mengganggu tanaman pokok mereka.

Kelompok penggarap yang telah dibentuk oleh pihak pengelola KPHL Rinjani Barat diaktifkan kegiatannya dengan menggarap pola agroforestri ketak. Sosialisasi dan pendampingan kelompok dilakukan untuk mengubah pola pikir kelompok terkait dengan pengelolaan lahan hutan dan kegiatan penelitian. Kelompok diberikan pendampingan dan motivasi melalui pertemuan-pertemuan agar mereka semakin sadar untuk menjaga hutan. Dalam menjaga demplot penelitian diharapkan kelompok penggarap memelihara tanaman dengan memposisikan diri sebagai mitra penggarap, bukan tenaga upahan. Dengan demikian, para penggarap tetap dapat melanjutkan kegiatan dan mendapatkan informasi dan pengetahuan baru mengenai pengelolaan hutan lindung dengan pola agroforestri yang dapat terus mereka terapkan di lahan garapan maupun kebun miliknya.

Tingkat keaktifan anggota kelompok masih perlu terus ditingkatkan. Keterlibatan petani penggarap dalam aktivitas kegiatan penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan pengalaman dan pengetahuan petani dalam mengelola hutan lindung secara lestari. Selain pemberdayaan sebagai petani, masyarakat juga diperkenalkan pengolahan ketak untuk meningkatkan nilai tambah bahan baku. Kegiatan dilaksanakan dengan cara pelatihan kerajinan anyaman ketak menggandeng pengusaha dari Kecamatan Lingsar sebagai mitra didasari agar terjadi link to market dari kelompok yang akan dibentuk. Peserta kegiatan ini adalah kaum perempuan di Desa Pusuk Lestari yang merupakan perwakilan keluarga penggarap dan perwakilan kaun perempuan pada umumnya. Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh adanya keinginan dari para perempuan di desa untuk memiliki ketrampilan pengolahan sumber daya alam yang ada di kebun dan hutan. Dari hasil diskusi pada awal penelitian,

Page 189: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

179

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

para perempuan cukup mempunyai keingintahuan akan kegunaan ketak yang banyak terdapat di kebun dan hutan dekat wilayah dusun mereka namun tidak mengetahui manfaatnya sehingga membiarkan orang lain di luar desanya untuk memungut dan mencari ketak.

Peserta akhirnya mengetahui bahwa paku ketak mempunyai nilai ekonomi dan tidak dapat hanya dipandang sebagai pengganggu. Harga sulur ketak berkisar Rp. 15.000,- s/d Rp. 50.000,- per ikat isi 100 biji tergantung kualitas sulur ketaknya untuk dibuat tulang (bagian rangka) dan benang (bagian anyaman) dapat menjadi informasi awal yang menarik bagi petani. Antusiasme dalam pelatihan ini, tidak hanya ditunjukkan oleh peserta saja namun juga oleh instansi terkait yang berusaha mendorong dan akan menyiapkan program lanjutan setelah inisiasi pelatihan. Program ini sangat gayut dengan upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah sebagai bentuk pemberdayaan dan peningkatan sumber daya manusia sekitar hutan.

V. PENUTUPPola agroforestri ketak-matoa sebagai upaya domestikasi paku ketak dan usaha pemberdayaan masyarakat untuk turut menjaga keberadaan hutan dirasakan sebagai upaya positif dalam rangka pengelolaan hutan di tingkat tapak bersama KPH. Pertumbuhan ketak dan matoa dalam demplot diharapkan dapat menginspirasi masyarakat dan pengelola untuk memperluas penggunaan pola agroforestri dalam mengelola kawasan KPH bersama dengan masyarakat untuk mengurangi tekanan dan konflik dengan hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKAAdvinda, L. (2018). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Yogyakarta:

Deepublish.

Budiastuti, N.K.S., & Wedastra, M.S. (2012). Peranan agroindustri dalam pemberdayaan ekonomi wanita perajin anyaman ketak di Kabupaten Lombok Barat. Jurnal Ganec Swara, 6(1), 7–13.

Page 190: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

180

Budiningsih, K., Ekawati, S., Gamin, Sylviani, Suryandari, E.Y., & Salaka, F. (2016). Tipologi dan strategi pengembangan Kesatuan Pengeloaan Hutan di Indonesia. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 13(1), 283–298.

Darma, I., & Arinasa, I. (2009). Persebaran dan pemanfaatan ketak [Lygodium circinnatum (Burm.f.) Sw.] di Gunung Pusuk, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dalam: Prosiding Seminar “Peranan Konservasi Flora Indonesia Dalam Mengatasi Dampak Pemanasan Global”, 658–663.

Dwiyani, R., & Yuswanti, H. (2012). Respon sporofit paku ata (Lygodium circinnatum (Burn. F.) Sw.) terhadap pemberian pupuk urea. Agrotrop, 2(1), 63–66.

Firdaus, A.Y. (Ed.). (2012). Buku Saku: Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan Hak-Akses Masyarakat Terhadap Hutan. Bogor: Working Group on Forest-Land Tenure.

Handayani, W. (2017). Identifikasi fauna tanah di Hutan Lindung KPHL Rinjani Barat. Al-Basia, 13(2), 59-68.

Handayani, W., & Winara, A. (2017). Keragaman jenis pohon hutan sekunder di Hutan Lindung Rinjani Barat. Dalam: Septiasari, A., Astuti, A., Berlian, I.N., Kharismamurti, K., Merdekawati, N.C., & Alkarim, Y.R. (Eds.), Prosiding Semnas Biodiversitas (pp. 135–140). Surakarta: Kelompok Studi Biodiversitas Program Studi Biologi FMIPA UNS.

Hartutiningsih, Darma, I., & Lestari, W. (2004). Paku Ata (Lygodium circinnatum ((Burm.f.) Sw.) Budidaya dan Prospeknya. Bedugul: Bagian Proyek Pelestarian, Penelitian, dan Pengembangan Flora Kawasan timur Indonesia. UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali.

Page 191: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

181

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

Holttum, R. (1966). A Revised Flora of Malaya. (II) Fern of Malaya. Singapore: Government Printing Office.

Kinho, J. (2009). Mengenal Beberapa Jenis Tumbuhan Paku di Kawasan Hutan Payahe Taman Nasional Aketajawe Lolobata Maluku Utara. Manado: Balai Penelitian Kehutanan Manado.

KPHLRB. (2014). Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Rinjani Barat Periode Tahun 2014-2023. Mataram, Indonesia.

Kuswantoro, D.P., Widyaningsih, T.S., & Suyarno. (2016). Sumber-sumber penghidupan dari kebun agroforestry bagi petani di sekitar kawasan KPHL Rinjani Barat. Dalam: Rachman, E., Kusumawardhana, D., Widyaningsih, T.S., & Kuswantoro, D.P. (Eds.), Seminar Nasional Agroforestry, 666–671. Ciamis: Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry bekerjasama dengan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, World Agroforestry Centre (ICRAF), Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti, Masyarakat Agroforestri Indonesia, dan Perum Perhutani.

Kuswantoro, D., Widyaningsih, T., & Handayani, W. (2015). Peluang dan tantangan pengembangan paku ketak (Lygodium circinnatum (Burm.f.) Sw.) di Pulau Lombok. Dalam: Hendarto, K., Idris, M., Darmawan, S., Mashur, Baskorowati, L., & Santoso, H. (Eds.), Prosiding Seminar Nasional Sewindu BPTHHBK Mataram “Pengarusutamaan Hasil Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sebagai Lokomotif Pembangunan Berkelanjutan” (pp. 653–658). Mataram: Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan World Agroforestry Centre.

Page 192: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

182

Leiwakabessy, I. M., & Paga, B.O. (2018). Uji teknologi pembuatan sirop matoa (Pometia pinnata) skala rumah tangga. Median, 10(3), 1–8.

LIPI. (1980). Jenis Paku Indonesia. Bogor: Lembaga Biologi Nasional LIPI.

Rosmarkam, A., & Yuwono, N. (2002). Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta: Kanisius.

Setiawan, Y., Banindro, B., & Tanudjaja, B.B. (2014). Perancangan buku fotografi kerajinan ketak Pulau Lombok. Jurnal DKV Adiwarna Universitas Kristen Petra, 1(4).

Shinta, R.N., Arbain, A., & Syamsuardi. (2012). Studi morfometrik paku kawat (Lygodium) di Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas, 1(1), 45-53.

Siregar, M., Ardaka, I.M., & Siregar, H.M. (2014). Pengaruh jenis media dan zat pengatur tumbuh atonik terhadap perkecambahan spora dan pembentukan sporofit Lygodium circinnatum (Burm.f ) Sw. (Schizaeaceae). Buletin Kebun Raya, 17(1), 15-24.

Suharno, & Tanjung, R. (2011). Matoa (Pometia sp.): Potensi, Domestikasi, dan Pembudidayaannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sutejo, M. (2002). Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta.

Suwarno, E. (2015). Apakah KPH dapat memperbaiki tata kelola hutan Indonesia? Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan, 10(2), 1-15.

Tahalele, E., & Sutriningsih. (2019). Formulasi sediaan kosmetik krim dari ekstrak daun matoa (Pometia pinnata) dan Uji aktivitas antioksidan. Indonesia Natural Research Pharmaceutical Journal, 3(2), 44-55.

van Stenis, C., & Holttum, R. (Eds.). (1982). Flora Malesiana II Pteridophyta. London: Martinus Nijhoff/Dr W. Junk Publishers.

Page 193: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

MENDORONG EKONOMI PETANI AGROFORESTRI:

KASUS DI DESA CUKANGKAWUNG,

KABUPATEN TASIKMALAYA

Budiman Achmad, dan Dian Diniyati

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestri Jl. Raya Ciamis-Banjar Km 4, Ciamis 46201 (0265)771352

E-mail: [email protected]

I. PENDAHULUANSelama ini bertani masih dipandang sebagai pekerjaan yang sarat dengan isu kemiskinan, kurang bergengsi, berpendapatan dan berpendidikan rendah. Petani adalah jawaban umum yang sering disampaikan oleh masyarakat sekitar hutan ketika ditanya perihal pekerjaan dalam setiap wawancara. Pada awalnya, pengakuan tersebut cukup menggembirakan karena ternyata masih ada orang yang berminat pada pekerjaan bidang pertanian, termasuk hutan rakyat. Tak bisa dibayangkan jika sektor pertanian tidak diminati lagi oleh masyarakat, maka ketahanan pangan nasional tentu semakin terancam. Nasib yang sama juga bisa terjadi pada sektor kehutanan, dimana kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan dan sebagai sumber energi akan sulit dipenuhi. Dampaknya adalah industri berbasis hutan rakyat sebagai

Page 194: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

184

pusat-pusat ekonomi tidak bisa beroperasi karena tidak mendapat pasokan bahan baku. Namun kegembiraan tersebut masih menyisakan tanda tanya mengapa masyarakat yang mengaku sebagai petani mayoritas didominasi oleh usia tua. Faktanya, petani usia muda banyak yang meninggalkan pekerjaan bertani untuk bermigrasi ke kota (May, Arancibia, Behrendt, & Adams, 2019).

Sebagaimana pekerja usia muda, pekerja usia tua juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain, kepribadiannya dan perilakunya lebih stabil. Akan tetapi kondisi stabil tidak selalu mencerminkan situasi menguntungkan ketika posisi stabilnya ada di titik rendah atau petani berpendapatan rendah (subsistence). Kondisi tersebut akan lebih parah jika petani tidak mempunyai bekal pengetahuan atau ketrampilan yang memadai terkait dengan pekerjaannya. Keuntungan yang diperoleh dari usaha pertanian dipengaruhi oleh perilaku, kepribadian, dan sikap petani (Leary, Bennett, Tranter, & Jones, 2018). Sedangkan, pengambilan keputusan terkait ekonomi dipengaruhi oleh faktor psikologi batin dan tekanan ekonomi dari luar (Katonas, 1975). Masyarakat masih mempertimbangkan untung-rugi dalam berpelilaku maupun dalam menyikapi sebuah perubahan, baik terhadap penerapan peraturan atau adopsi teknologi baru. Maka tidak mengherankan meskipun peraturan yang diterapkan sebenarnya bagus, tetapi hasilnya tidak kunjung bagus seperti yang diharapkan, karena ada perilaku pembangkangan terhadap aturan.

Istilah pekerjaan biasa digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan penghasilan baik yang bersifat rutin atau musiman, penghasilan tersebut bisa berupa upah (harian) atau gaji (bulanan). Jadi pada intinya harus ada timbal balik setelah kita melakukan sebuah pekerjaan. Pekerjaan menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI), adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau mata pencaharian. Untuk merubah tingkat kesejahteraan petani, dari kurang sejahtera ke sejahtera, dibutuhkan pula perubahan terhadap beberapa hal yang terkait dengan pengelolaan sumber-sumber pendapatan petani. Salah satu komponen penting yang bisa diperbaiki kinerjanya adalah sumber daya manusianya yaitu petaninya, terutama pada pola pikirnya

Page 195: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

185

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

(mindset). Meskipun demikian, pola pikir tidak secara konstan berhubungan dengan kecerdasan dan gender (Macnamara & Rupani, 2017). Dengan kata lain, pola pikir petani bisa diperbaiki dengan pelatihan atau penyuluhan.

Beberapa pola pikir (mindset) negatif yang sering dijumpai di kalangan petani antara lain : bahwa hutan rakyat tetap bisa menghasilkan kayu dan non-kayu meski tidak dirawat; dan merasa rugi jika harus melakukan penjarangan pohon. Pola pikir semacam itu menyebabkan produktivitas hutan rakyat pada umumnya rendah. Produktivitas hutan juga dipengaruhi oleh biodiversitas, dimana bertambahnya biodiversitas memang menurunkan produktivitas pada tahap awal pertumbuhan pohon, tetapi pada tahap pertumbuhan lanjutan produktivitasnya meningkat (Zeller & Pretzsch, 2019). Hal ini memberi informasi bahwa pemanenan kayu rakyat jangan dilakukan pada tahap awal pertumbuhan meski dengan alasan untuk memperoleh pendapatan secara cepat, karena produktivitasnya masih rendah. Walaupun nilainya relatif masih rendah, diversitas tumbuhan berkontribusi pula terhadap peningkatan produktivitas tanaman semusim, penurunan erosi dan cadanga karbon, masing-masing sebesar 21,34%, 17,31% dan 16,70% (Sudiana, AR, Yanuwiadi, & Soemarno, 2009). Dengan demikian pola tanam yang mengkombinasikan berbagai jenis tanaman (agroforestry), mempunyai banyak keuntungan baik ekonomi maupun lingkungan.

Pemahaman petani terhadap cara mengelola hutan rakyat perlu dirubah dari pola pekerja menjadi pola profesi, dari sekedar mendapat imbalan (dari panen atau upah) menjadi menciptakan sumber pendapatan sendiri. Sumber-sumber pendapatan sangat beragam jenisnya mulai dari hasil hutan bukan kayu (HHBK), kayu log, dan jasa lingkungan (air, karbon, pemandangan alam, udara bersih, wisata alam dan lain-lain). Sinergi dari berbagai bentuk produk tersebut bisa menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat lainnya dalam siklus pasar. Berkaitan dengan hal tersebut, petani perlu didorong menjadi profesional. Profesi didefinisikan sebagai bidang usaha manusia berdasarkan pengetahuan, dimana keahlian dan pengalaman pelakunya diperlukan oleh masyarakat (Gilley & Eggland, 1989). Setidaknya petani perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan yang mendukung kelancaran

Page 196: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

186

pengelolaan hutan melalui pelatihan teknis dan penyuluhan agar statusnya meningkat dari sekedar pekerja pemula menjadi pekerja berpengalaman. Dengan demikian ada peningkatan intensitas pengelolaan dan kepedulian terhadap manfaat-manfaat lain dari hutan rakyat.

Hutan rakyat selain menjadi sumber kayu untuk industri pertukangan dan energi, juga berpotensi menjadi sumber pangan dan tanaman obat. Kedepan, hutan rakyat dituntut mampu menyumbang pasokan pangan nasional melalui pengembangan tanaman bawah menggunakan pola agroforestri. Petani di Desa Cukang Kawung, Kec. Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya telah lama memperaktekkan pola tanam agroforestri menggunakan jenis utama sengon (Falcataria moluccana) dan manglid (Manglieta magnolia). Banyaknya praktek agroforestri mengindikasikan bahwa luasan lahan yang dikelola petani umumnya tergolong sempit. Hal ini menyitir hasil penelitian Sudiana et.al., (2009) yang menyatakan bahwa pola monokultur umumnya dipraktekkan pada lahan berukuran luas, sedangkan pola campuran diterapkan pada lahan berukuran sempit. Pola agroforestri kebanyakan menjadi strategi yang diterapkan petani kecil guna menjaga keberlanjutan pendapatan, meskipun nilainya kecil. Disadari atau tidak oleh petani, strategi tersebut bahkan mampu menjaga kelestarian lingkungan (Martinelli, Maria, Parron, Vogel, & Favarini, 2019), karena tidak melakukan tebang habis (clear cutting) saat panen. Secara kumulatif, manfaat ekologi dan ekonomi agroforestri lebih besar dibandingkan fanfaat dari pertanian murni (Kay et al., 2019).

Tingkat pendapatan petani hutan rakyat di desa Cukang Kawung tergolong masih rendah, terlebih jika petani harus berbagi hasil karena menyewa lahan. Rata-rata pendapatan petani per tahun dari kegiatan pertanian antara Rp. 9.620.938 - Rp 15.245.567, sedangkan dari usaha non-pertanian antara Rp 12.827.188 - Rp 26.066.333. Informasi tingkat pendapatan bersama-sama dengan tingkat konsumsi bisa dijadikan ukuran tingkat kesejahteraan petani. Sebagian petani mempunyai tingkat konsumsi yang melebihi pendapatan, sehingga terjadi defisit atau tergolong kurang sejahtera. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat kesejahteraan petani dalam hubungannya dengan status lahan. Penelitian ini juga menyinggung

Page 197: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

187

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

kemungkinan peningkatan pendapatan petani melalui aspek perubahan pola pikir agar petani bisa mengembangkan ide-ide konstruktif dalam upaya meningkatkan pendapatannya dari pengelolaaan hutan rakyat. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberi arah lebih jelas terhadap kebijakan pemerintah dalam memberi bantuan pada petani.

II. KARAKTERISTIK PETANI AGROFORESTRI

Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, perlu didukung dengan informasi tentang kondisi karakteristik petani. Petani yang dijadikan responden pada penelitian ini terdiri dari dua kategori yaitu 1) petani penggarap lahan desa yakni petani yang berdasarkan perjanjian melakukan pengolahan lahan untuk menerapkan pola agroforestri berbasis pohon sengon dan manglid, dan 2) petani penggarap lahan milik, yaitu petani yang mengolah lahan milik sendiri dengan menerapkan pola agroforestri bebas. Pada lahan desa, bahan tanaman dan model yang dikembangkan telah ditentukan oleh tim peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry (BPPTA), karena kegiatan ini adalah sebuah penelitian. Model yang diuji-coba adalah model-model agroforestry berbasis sengon-manglid dengan tanaman bawah bervariasi. Sedangkan pada lahan milik, petani telah mengembangkan model-model agroforestri berbasis sengon-manglid juga, tetapi dengan pola bebas. Kedua model pemilikan lahan (tenurial) tersebut, tentu berdampak pada model pengelolaan dan pendapatan karena model manajemen dan luas lahan yang dikelola juga berbeda. Selain itu, hasil usaha agroforestri juga dipengaruhi oleh karaketristik petani, seperti ditampilkan pada Gambar 1.

Page 198: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

188

114

Gambar 1. Karakteristik petani penggarap lahan desa dan lahan milik

Petani penggarap lahan desa lebih banyak yang berumur produktif dibandingkan dengan petani lahan milik, karena petani penggarap lahan desa memang diseleksi, sedangkan petani lahan milik tidak diseleksi. Tujuannya adalah agar kinerja dan produktivitasnya tinggi. Alasan yang sama juga terjadi pada rata-rata tingkat pendidikan mereka. Petani diklaim sebagai pekerjaan utama, tetapi ada juga yang mengklaim sebagai pekerjaan sampingan. Petani sebagai pekerjaan sampingan diklaim oleh penggarap yang pekerjaan utamanya bukan sebagai petani misalnya sebagai guru, atau buruh tani. Akan tetapi secara umum, petani diakui sebagai pekerjaan utama.

Pengakuan bahwa petani sebagai pekerjaan utama bisa diartikan bahwa pendapatan yang diperoleh dari usaha pertanian bersifat kontinyu, meskipun nilainya kecil. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan keluarga, petani berusaha mendapatkan pekerjaan lain diluar sektor pertanian. Sektor non-pertanian mempunyai tiga keunggulan antara lain : menjadi sumber pendapatan terpenting bagi petani berpendapatan menengah; mengentaskan kemiskinan; dan sebagai katalisator penting yang membantu mengurangi ketimpangan pendapatan di perdesaan (Möllers & Buchenrieder, 2011).

Pekerjaan utama sebagai petani lebih banyak didominasi oleh petani penggarap lahan desa, dan karena minimnya pendapatan dari pertanian menyebabkan mereka berusaha menambah pendapatannya dari pekerjaan non-pertanian. Terlihat bahwa usaha non-pertanian penggarap lahan desa lebih bervariasi, menunjukkan usahanya lebih keras dibandingkan petani penggarap lahan milik. Petani penggarap meskipun modalnya lebih kecil tetapi mempunyai peluang lebih besar untuk maju karena harus bekerja lebih keras untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya dengan anggota keluarga yang lebih banyak. Selain itu, rata-rata latar belakang pendidikannya lebih tinggi, sehingga mempunyai wawasan lebih luas dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan tanamannya. Sehubungan terbatasnya luas lahan yang digarap, maka petani penggarap merasa perlu mencari sumber pendapatan lain, dan pilihannya adalah

Gambar 1. Karakteristik petani penggarap lahan desa dan lahan milik

Petani penggarap lahan desa lebih banyak yang berumur produktif dibandingkan dengan petani lahan milik, karena petani penggarap lahan desa memang diseleksi, sedangkan petani lahan milik tidak diseleksi. Tujuannya adalah agar kinerja dan produktivitasnya tinggi. Alasan yang sama juga terjadi pada rata-rata tingkat pendidikan mereka. Petani diklaim sebagai pekerjaan utama, tetapi ada juga yang mengklaim sebagai pekerjaan sampingan. Petani sebagai pekerjaan sampingan diklaim oleh penggarap yang pekerjaan utamanya bukan sebagai petani misalnya sebagai guru, atau buruh tani. Akan tetapi secara umum, petani diakui sebagai pekerjaan utama.

Pengakuan bahwa petani sebagai pekerjaan utama bisa diartikan bahwa pendapatan yang diperoleh dari usaha pertanian bersifat kontinyu, meskipun nilainya kecil. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan keluarga, petani berusaha mendapatkan pekerjaan lain diluar sektor pertanian. Sektor non-pertanian mempunyai tiga keunggulan antara lain : menjadi sumber pendapatan terpenting bagi petani berpendapatan menengah; mengentaskan kemiskinan; dan sebagai katalisator penting yang membantu mengurangi ketimpangan pendapatan di perdesaan (Möllers & Buchenrieder, 2011).

Pekerjaan utama sebagai petani lebih banyak didominasi oleh petani penggarap lahan desa, dan karena minimnya pendapatan dari pertanian menyebabkan mereka berusaha menambah pendapatannya dari pekerjaan non-pertanian. Terlihat bahwa usaha non-pertanian penggarap lahan desa

Page 199: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

189

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

lebih bervariasi, menunjukkan usahanya lebih keras dibandingkan petani penggarap lahan milik. Petani penggarap meskipun modalnya lebih kecil tetapi mempunyai peluang lebih besar untuk maju karena harus bekerja lebih keras untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya dengan anggota keluarga yang lebih banyak. Selain itu, rata-rata latar belakang pendidikannya lebih tinggi, sehingga mempunyai wawasan lebih luas dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan tanamannya. Sehubungan terbatasnya luas lahan yang digarap, maka petani penggarap merasa perlu mencari sumber pendapatan lain, dan pilihannya adalah dari hasil hutan bukan kayu. Karena keuletan dan kesabarannya, akhirnya mereka bisa menemukan strategi untuk meningkatkan pendapatan dengan mengolah hasil hutan bukan kayu menjadi produk-produk turunan (olahan). Aktivitas tersebut telah mampu menciptakan sumber kegiatan dan pendapatan baru bagi petani lain dengan perannya masing-masing seperti sebagai pemasok pisang, pemasok singkong, pengirim produk olahan ke sekolah-sekolah dan seterusnya.

III. TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

Berdasarkan data pendapatan dan pola konsumsinya, maka dapat dirumuskan tingkat kesejahteraan keluarga petani menggunakan konsep NTPRP dan hasilnya seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Tukar Pendapatan Rumah Tangga Petani Hutan Rakyat di Kabupaten Tasikmalaya

Uraian Penggarap lahan desa

Penggarap lahan milik

A. Pendapatan(I+II) 22.448.125 41.311.900I. Pendapatan Pertanian (1&2) 9.620.938 15.245.5671. Usaha pertanian 7.460.938 12.811.2332. Buruh tani 2.160.000 2.434.333

Page 200: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

190

Uraian Penggarap lahan desa

Penggarap lahan milik

II. Pendapatan Non Pertanian (1&2) 12.827.188 26.066.3331. Usaha non pertanian 8.662.188 22.978.3332. Buruh non pertanian 4.165.000 3.088.000B. Biaya produksi (1&2) 8.170.500 4.091.3331. Pertanian 7.058.500 1.591.3332. Non pertanian 1.112.000 2.500.000C. Konsumsi (1&2) 31.531.125 34.422.4991. Pangan 14.653.500 12.030.4002. Non pangan 16.877.625 22.392.099D. Total pengeluaranPenjumlahan B + C 39.701.625 38.513.833E. Nilai tukar pendapatan1. Terhadap total pengeluaran 0,57 1,072. terhadap biaya produksi 2,75 10,103. Terhadap konsumsi pangan 1,53 3,434. Terhadap konsumsi non pangan 1,33 1,845. Terhadap total konsumsi 0,71 1,20

Sumber: diolah dari data primer 2017

Tingkat pendapatan petani penggarap lahan desa kurang lebih hanya setengah dari petani lahan milik, berurut-turut Rp 22.448.125 dan Rp 41.311.900. Beberapa faktor penyebabnya bisa dibedakan menjadi dua yaitu faktor fisik (yaitu kondisi tanaman) dan faktor psikologis (yaitu semangat untuk mengelola lahan).

Tabel 1. Nilai Tukar Pendapatan Rumah Tangga Petani Hutan Rakyat di Kabupaten Tasikmalaya (lanjutan)

Page 201: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

191

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

Secara fisik, kondisi tanaman pada lahan garapan milik desa memang kurang baik dibandingkan dengan kondisi tanaman dari lahan milik. Hal ini disebabkan lahan desa telah lama terlantar dan kegiatan pengolahan masih tergolong baru atau pemula. Selain itu pohon yang dikembangkan (khususnya sengon) bukan berasal dari lokal setempat yang terbukti cocok dengan lingkungan Desa Cukangkawung, tetapi berasal dari beberapa daerah lain seperti Papua dan Solomon, sehingga meskipun diduga lebih tahan terhadap penyakit, tetapi pertumbuhannya relalif lebih lambat. Sebagai gambaran, jika sengon lokal sudah bisa dijual pada umur 4 tahun, maka sengon Solomon baru bisa dijual setelah mencapai umur 6 tahun dengan tingkat harga yang sama. Pohon sengon sudah laku dijual jika diameternya mencapai 12 cm. Penyebab kedua adalah, tanaman tidak dipelihara dengan serius, karena ada rasa kecewa petani penggarap disebabkan pola tanam yang diuji pada rancangan penelitian tidak mengakomodir jenis tanaman yang ingin mereka kembangkan, yaitu teh. Petani sangat berharap bisa mengembangkan jenis tanaman yang bisa menghasilkan secara bulanan, secara tahunan dan secara lima tahunan dan laku dipasar.

Jenis tanaman yang bisa menghasilkan pendapatan secara bulanan dan sudah tersedia pasarnya adalah tanaman teh (Camelia sinensis). Berdasarkan rancangan penelitian yang diterapkan pada plot penelitian di lahan desa, tanaman bulanan yang dikembangkan adalah kopi robusta. Tanaman kopi yang dikembangkan dibawah tegakan sengon sebenarnya sudah mulai berbuah, tetapi kurang prospektif karena belum tersedia pasarnya, sehingga sering tidak dipanen (Gambar 2a).

Page 202: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

192

116

tergolong baru atau pemula. Selain itu pohon yang dikembangkan (khususnya sengon) bukan berasal dari lokal setempat yang terbukti cocok dengan lingkungan Desa Cukangkawung, tetapi berasal dari beberapa daerah lain seperti Papua dan Solomon, sehingga meskipun diduga lebih tahan terhadap penyakit, tetapi pertumbuhannya relalif lebih lambat. Sebagai gambaran, jika sengon lokal sudah bisa dijual pada umur 4 tahun, maka sengon Solomon baru bisa dijual setelah mencapai umur 6 tahun dengan tingkat harga yang sama. Pohon sengon sudah laku dijual jika diameternya mencapai 12 cm. Penyebab kedua adalah, tanaman tidak dipelihara dengan serius, karena ada rasa kecewa petani penggarap disebabkan pola tanam yang diuji pada rancangan penelitian tidak mengakomodir jenis tanaman yang ingin mereka kembangkan, yaitu teh. Petani sangat berharap bisa mengembangkan jenis tanaman yang bisa menghasilkan secara bulanan, secara tahunan dan secara lima tahunan dan laku dipasar.

Jenis tanaman yang bisa menghasilkan pendapatan secara bulanan dan sudah tersedia pasarnya adalah tanaman teh (Camelia sinensis). Berdasarkan rancangan penelitian yang diterapkan pada plot penelitian di lahan desa, tanaman bulanan yang dikembangkan adalah kopi robusta. Tanaman kopi yang dikembangkan dibawah tegakan sengon sebenarnya sudah mulai berbuah, tetapi kurang prospektif karena belum tersedia pasarnya, sehingga sering tidak dipanen (Gambar 2a).

(a) (b)

Gambar 2. Tanaman kopi robusta dibawa tegakan sengon (a), dan tanaman teh terpelihara (b)

Agroforestri sengon dengan teh sangat mungkin dilakukan meskipun

produktivitas daun tehnya kemungkinan masih rendah. Sebagai gambaran, produktivitas daun teh dari agroforestri sengon-teh di Kabupaten Cianjur 2.861,25 kg/ha/th sedangkan kebun teh rakyat 5.133,33 kg/ha/th (Supangkat, 2013). Tanaman teh selain ditanam oleh perkebunan, juga dikembangkan oleh petani lahan milik sehingga setiap petani membutuhkan uang mereka tinggal memetik

Gambar 2. Tanaman kopi robusta dibawa tegakan sengon (a), dan tanaman teh terpelihara (b)

Agroforestri sengon dengan teh sangat mungkin dilakukan meskipun produktivitas daun tehnya kemungkinan masih rendah. Sebagai gambaran, produktivitas daun teh dari agroforestri sengon-teh di Kabupaten Cianjur 2.861,25 kg/ha/th sedangkan kebun teh rakyat 5.133,33 kg/ha/th (Supangkat, 2013). Tanaman teh selain ditanam oleh perkebunan, juga dikembangkan oleh petani lahan milik sehingga setiap petani membutuhkan uang mereka tinggal memetik teh dan dijual ke perkebunan. Hal inilah yang menyebabkan pendapatan petani lahan milik lebih besar dibanding petani penggarap lahan desa. Petani penggarap daripada memelihara tanaman di lahan desa, lebih baik menjadi buruh petik teh milik perkebunan atau milik sendiri untuk mendapat uang secara cepat. Menurut petani penggarap, memelihara tanaman di lahan desa hanya membuang waktu saja tetapi hasilnya tidak ada. Pemeliharaan hanya ditujukan pada tanaman teh yang masih tersisa di lahan desa karena terbukti menghasilkan uang secara cepat (Gambar 2b), sedangkan tanaman lainnya cenderung dibiarkan saja.

Page 203: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

193

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

Petani penggarap lahan desa juga merasa kecewa karena pelaksanaan pemeliharaan tidak dilaksanakan oleh masing-masing penggarap tetapi oleh salah satu atau sebagian penggarap saja, sehingga penggarap lainnya tidak mendapat upah pemeliharaan. Hal ini menyebabkan anggota penggarap lainnya secara diam-diam melakukan boikot dengan tidak melakukan pengelolaan dengan serius. Rasa kecewa tersebut menyebabkan kesepakatan yang telah dibangun antara petani dengan pihak desa juga secara diam-diam diingkari oleh petani.

Berdasarkan hasil analisis NTPRP (Tabel 1) diperoleh hasil bahwa seluruh nilai tukar pendapatan yang dimiliki petani penggarap lebih kecil dari nilai tukar pendapatan petani non-penggarap, bahkan nilai tukar pendapatan rumah tangga petani terhadap total pengeluaran dan total konsumsi < 1 yaitu berturut-turut 0,57 dan 0,71. Hal ini memberi gambaran bahwa kemampuan rumah tangga petani penggarap untuk mendanai total konsumsi (pangan dan non pangan) dan biaya produksi masih rendah terhadap total pendapatan yang diterima. Dengan kata lain, petani penggarap masih belum sejahtera, disebabkan pengeluaran untuk pangan dan non-pangan keluarga petani penggarap jauh lebih tinggi dari keluarga petani non-penggarap. Sedangkan pendapatan petani penggarap jauh lebih rendah dari pendapatan petani non-penggarap. Hal ini tentu ada hubungannnya dengan kondisi tanaman pada plot penelitian yang dikerjakan oleh petani penggarap yang rata-rata belum menghasilkan secara optimal atau masih pada taraf awal produksi. Sedangkan kondisi tanaman petani non-penggarap sudah berproduksi secara normal sejak sebelum dilakukan penelitian. Hal ini tentu juga ada hubungannya dengan karakter petani, dimana petani penggarap tergolong lebih bersifat sosial sedangkan petani non-penggarap tergolong konsumtif. Akan tetapi karena pendapatan petani non-penggarap lebih besar dan mampu menyesuaikan belanja dengan naik-turunnya pendapatan, maka petani non-penggarap masih mampu mengendalikan kebutuhan rumah tangganya. Sedangkan keluarga petani penggarap lebih menjaga hubungan dengan masyarakat lingkungannya meski harus mengorbankan sebagian pendapatannya.

Page 204: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

194

Selanjutnya Tabel 1 memperlihatkan juga bahwa perbandingan antara nilai NTPRP terhadap total konsumsi dan biaya produksi menunjukkan bahwa nilai NTPRP biaya produksi (2,75 dan 10,10) lebih besar nilainya jika dibandingkan dengan nilai NTPRP konsumsi (0,71 dan 1,20). Hal ini berarti bahwa petani hutan rakyat di Kabupaten Tasikmalaya masih mengutamakan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dibandingkan untuk biaya pengelolaan hutan seperti membeli pupuk, bibit, obat dan pemeliharaan. Dengan kondisi yang demikian tidaklah mengherankan jika hasil yang didapat dari usaha hutan rakyat juga belum optimal, salah satunya disebabkan biaya untuk mengelolanya juga tidak optimal. Hal serupa juga terjadi dengan petani di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung pendapatan yang dihasilkan utamanya untuk memenuhi kebutuhan pokok disebabkan besarnya tanggungan keluarga (Syofiandi, Hilmanto, & Herwanti, 2016).

IV. PELUANG USAHA PADA AGROFORESTRI

Petani kecil dituntut untuk terus mencari peluang usaha yang menguntungkan untuk kesejahteraan keluarganya. Hal ini dilakukan karena pendapatan dari usaha agroforestri belum mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Kondisi tersebut memang dipengaruhi juga oleh luas lahan yang dikelola petani, dimana semakin luas lahan akan semakin besar pendapatan dan sebaliknya semakin sempit lahan semakin kecil pula pendapatannya. Berdasarkan luas pemilikan lahan yang rata-rata hanya 0,5 ha usaha agroforestri hanya menyumbang antara 28-33% dari pendapatan total keluarga (Achmad et al, 2016). Dengan kondisi seperti itu hampir tidak mungkin petani hanya mengandalkan pendapatan dari kegiatan agroforestri di lapangan (on-farm) saja. Sebagian petani akhirnya mencari usaha dibidang lain terutama dari bidang jasa dan pengolahan hasil hutan bukan kayu (off-farm). Bisnis kreatif seperti pengolahan hasil hutan bukan kayu yang dihasilkan dari pola

Page 205: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

195

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

agroforestri menjadi pilihan yang menjanjikan. Komersialisasi hasil hutan bukan kayu bahkan bisa menjadi solusi untuk mengatasi kemiskinan di perdesaan dan mengurangi degradasi hutan (Margaret et al., 2018).

Sebagian petani penggarap lahan desa di Cukangkawung terbukti sukses mengelola bisnis makanan olahan berbasis HHBK yang dihasilkan dari pola agroforestri. Keripik dari buah pisang dan kerupuk dari tepung singkong telah diminati masyarakat sekitar seperti murid-murid sekolah dan warung-warung bahkan tidak sedikit yang dikirim ke pasar di Singaparna. Tepung singkong digunakan secagai pencampur pada bahan baku pembuatan kerupuk agar kerupuknya renyah dan tahan lama. Keberhasilan mereka tidak bisa dipisahkan dari pengalaman mengikuti pelatihan pengolahan makanan di berbagai lembaga dan tekat yang besar untuk keluar dari kemiskinan. Usaha bisnis rumahan tersebut selain bermanfaat bagi ekonomi rumah tangga, juga berdampak pada keberlanjutan (kelestarian) pola agroforestri. Terciptanya pasar baru bagi HHBK yang dihasilkan dari pola agroforestri di Desa Cukangkawung semakin meyakinkan petani untuk melestarikan sistem agroforestri, bahkan lebih mengintensifkannya.

Dampak utama yang paling penting dari cerita sukses beberapa pengusaha makanan rumahan di Desa Cukangkawung adalah keberhasilan dalam membuka cakrawala (perubahan pola pikir) petani hutan rakyat dari yang semula hanya sebagai buruh tanam, sebagian dari mereka kini mengikuti jejak sebagai pelaku usaha (entrepreneur). Hal ini sejalan dengan tujuan penyuluhan yang ditujukan bukan hanya untuk menumbuhkan dan merobah pengetahuan, ketrampilan, perilaku dan bentuk tindakan dari petani, tetapi yang lebih penting adalah merubah sifat pasif menjadi aktif, dan statis menjadi dinamis (Muddasir, 2018). Terbatasnya sumber daya alam seperti luas lahan garapan, akhirnya menuntut petani harus mampu berfikir dan berdiri sendiri untuk mencoba dan menerapkan sesuatu yang telah dilihat dan didengar sendiri.

Page 206: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

196

Perubahan pola pikir petani hingga mencapai tingkat menerapkan ide di lapangan memerlukan proses cukup panjang sbb : 1) peduli (awareness), yaitu petani mempelajari ide yang muncul dan mengetahui kekurangannya secara detail, 2) tertarik (interest), yaitu petani ingin belajar secara mendalam jika beberapa produk bisa menolong hidup mereka dalam beberapa cara, 3) evaluasi (evaluation), yaitu petani mengumpulkan informasi secara mendalam untuk memutuskan apakah ide baru tersebut perlu diimplementasikan atau tidak, 4) mencoba (trial), yaitu petani memutuskan untuk mencoba ide baru tersebut pada porsi tertentu di lahan pertaniannya. Sebagai contoh, petani mulai mengembangkan pisang atau singkong pada sebagian area lahannya, 5) adopsi (adoption), yaitu petani memutuskan untuk menerapkan ide tersebut pada skala besar dan melanjutkannya karena kepuasannya pada manfaat ide tersebut. Diterima atau ditolaknya suatu ide oleh petani dipengaruhi oleh beberapa karakteristis penggagas ide tersebut (Roger, 2016), diantaranya : latar belakang pendidikan, status sosial, orientasi pada ekonomi kemersial, bersikap positif pada perubahan, partisipasi sosial, luasnya jejaring, hubungan dengan agen perubahan, dan aktif mencari informasi.

Ide yang visioner kedepan dan karakter ketua yang meyakinkan, menjadi modal penting untuk membawa kelompok tani menjadi lebih maju dan lebih mandiri. Seorang ketua kelompok harus menguasai pengetahuan yang berkaitan dengan teknologi pengembangan tanaman dan teknik sederhana pengaturan hasil hutan rakyat pola agroforestri. Pemilihan jenis tanaman perlu didasarkan pada pertimbangan ktu yaitu cepat panen, atau cepat mendatangkan pendapatan. Tanaman sengon lebih cepat panen dengan tingkat harga yang lebih baik dibandingkan tanaman lain, seperti disajikan pada Tabel 2.

Page 207: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

197

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

Tabel 2. Perkiraan harga pohon ditingkat petani

Jenis Umur (tahun) Keliling (cm) Harga/pohon (Rp)

Sengon 4 35 15.000

5 40 25.000

6 50 27.000

7 60 30.000

8 70 40.000

9 80 45.000

10 100 50.000

Manglid 4 15 Belum laku

5 18 Belum laku

6 20 Belum laku

7 25 Belum laku

8 35 25.000

9 45 50.000

10 50 75.000

Sumber : hasil wawancara dengan pengepul (2019)

Berdasarkan Tabel 2 tersebut, dapat dilihat bahwa pengembangan tanaman sengon lebih cepat mendatangkan hasil, dibandingkan menanam pohon manglid. Pohon sengon umur 4 tahun sudah bisa dipanen, sedangkan manglid baru bisa dipanen pada umur 8 tahun. Untuk mendapatkan hasil yang sama antara sengon dengan manglid, dibutuhkan selisih umur 3 tahun (sengon umur 5 th ~ manglid umur 8 th) dengan tingkat harga 20.000/pohon.

Besarnya pendapatan dari usaha agroforestri juga dipengaruhi oleh pola tanam yang diterapkan. Pola tanaman campuran antara tanaman kayu + tanaman penghasil buah + tanaman untuk obat layak dikembangkan pada lahan dengan luas maksimum 0,5 ha. Akan tetapi jika petani mempunyai

Page 208: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

198

lahan dengan luas anatara 0,5-1 ha, pola tanam campuran antara tanaman kayu + tanaman perkebunan + tanaman penghasil buah + tanaman untuk obat menghasilkan nilai kelayakan ekonomi yang lebih baik (Achmad et al., 2016). Produksi agroforestri mempunyai nilai pengembalian ekonomi (economic return) yang lebih baik dari pertanian tanaman pangan, hemat tenaga kerja, dan sistem pengelolaan lahan yang lebih baik (Kassie, 2017).

V. PENUTUPPetani hutan rakyat skala kecil cenderung menerapkan pola agroforestri, sedangkan petani hutan rakyat skala lebih besar lebih menerapkan pola monokultur. Hal ini disebabkan petani hutan rakyat skala kecil membutuhkan pendapatan yang cepat dan berkelanjutan (belum sejahtera), meskipun nilainya kecil. Output dari agroforestri ternyata juga menjadi input bagi kegiatan ekonomi lainnya.

Terbatasnya sumber daya alam di Cukangkawung pada satu sisi, dan tingginya kebutuhan hidup pada sisi lain, memaksa petani penggarap mencari strategi untuk meningkatkan pendapatan. Eksistensi aktor yang kreatif telah mampu merubah pola pikir anggota kelompok dari buruh upahan menjadi pelaku usaha berbasis HHBK produk agroforestri. Outcome tersebut menyebabkan pola agroforestri berpeluang digunakan sebagai usaha untuk pengentasan kemiskinan dan upaya menekan degradasi lingkungan.

Aspek sosial pada pengelolaan hutan rakyat sering diabaikan, terutama pada pelibatan pemilik hutan dan masyarakat setempat pada proses perencanaan kegiatan bersama (Margaret et al., 2018). Kesepakatan antara kelompok tani dengan pihak pemberi bantuan dana atau pemilik lahan rentan diingkari jika sebagian anggota kelompok tani merasa kecewa karena tidak dilibatkan pada perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan bersama.

Page 209: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

199

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

DAFTAR PUSTAKAAchmad, B., Purwanto, R.H., Sabarnurdin, S., & Sumardi. (2016). Pola

tanam dan pendapatan petani hutan rakyat di region atas Kabupaten Ciamis. Kawistara, 6(3), 225-324.

Kassie, G.W. (2017). Agroforestry and farm income diversification : synergy or trade - off ? The case of Ethiopia. Kassie Environ Syst Res, 6(8). http://doi.org/10.1186/s40068-017-0085-6

Kay, S., Graves, A., Palma, J.H.N., Moreno, G., Roces-díaz, J.V, Aviron, S., … Herzog, F. (2019). Agroforestry is paying o ff – Economic evaluation of ecosystem services in European landscapes with and without agroforestry systems. Ecosystem Services Journal, 36.

Leary, N.W.O., Bennett, R.M., Tranter, R.B., & Jones, P.J. (2018). The extent that certain dairy farmer attitudes and behaviors are associated with farm business profitability. J. Dairy Sci, 1-10.

Macnamara, B.N., & Rupani, N.S. (2017). The relationship between intelligence and mindset. Intelligence, 64, 52–59.

Margaret, D., Matias, S., Tambo, J.A., Stellmacher, T., Borgemeister, C., & Wehrden, H. Von. (2018). Commercializing traditional non-timber forest products : An integrated value chain analysis of honey from giant honey bees in Palawan , Philippines. Forest Policy and Economics, 97, 223–231.

Martinelli, C., Maria, M., Parron, M., Vogel, E., & Favarini, C. (2019). Environmental performance of agroforestry systems in the Cerrado. World Development Journal, 122, 339-348.

May, D., Arancibia, S., Behrendt, K., & Adams, J. (2019). Land Use Policy Preventing young farmers from leaving the farm : Investigating the e ff ectiveness of the young farmer payment using a behavioural approach. Land Use Policy Journal, 82, 317–327.

Page 210: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

200

Möllers, J., & Buchenrieder, G. (2011). Effects of Rural Non-farm Employment on Household Welfare and Income Distribution of Small Farms in Croatia. Quarterly Journal of International Agriculture, 50(3), 217–235.

Muddasir, (2018). The process of changing the mindset of members of farmer groups. Whaleshares. https://whaleshares.io/@muddasir/the-process-of-changing-the-mindset-of-members-of-farmer-groups

Sudiana, E., A.R., Hanani, N., Yanuwiadi, B., & Soemarno. (2009). Sustainable Social Forest Management in The Ciamis Regency. AGRITEK, 17(3), 543-555.

Syofiandi, R.R., Hilmanto, R., & Herwanti, S. (2016). Analisis pendapatan dan kesejahteraan petani agroforestry di Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling, Kota Bandar Lampung. Jurnal Sylva Lestari, 4(2), 17-26.

Zeller, L., & Pretzsch, H. (2019). Forest Ecology and Management Effect of forest structure on stand productivity in Central European forests depends on developmental stage and tree species diversity. Forest Ecology and Management, 434, 193-204.

Page 211: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN

USAHATANI AGROFORESTRI

Idin Saepudin Ruhimat

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestri Jalan Ciamis-Banjar KM 4 Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat

Email: [email protected]

I. PENDAHULUANAgroforestri merupakan sebuah sistem pemanfaatan lahan berkelanjutan yang mengkombinasikan tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian dan atau hewan ternak dan atau ikan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran di satu hamparan lahan sehingga terbentuk interaksi ekologis dan biologis di antara komponen-komponen penyusunnya (Bukhari dan Febryano, 2009; Wiryanata, I.G.W., 2014). Pemanfaatan lahan dengan sistem Agroforestri memiliki berbagai keuntungan, baik keuntungan ekonomi, ekologi, maupun sosial.

Rambey (2011), Ruhimat (2017), dan Umiyati (2015) mengatakan bahwa besarnya nilai manfaat yang diperoleh dari usaha agroforestri telah mendorong parapihak (pemerintah, swasta, maupun masyarakat) untuk melakukan pengembangan agroforestri di beberapa daerah di Indonesia. Pada umumnya, program pengembangan usahatani, salah satunya usahatani agroforestri, diimplementasikan melalui pendekatan kelompok tani. Hal ini dilakukan karena pengembangan program melalui pendekatan kelompok

Page 212: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

202

tani memiliki beberapa keuntungan, diantaranya: mengefisienkan koordinasi program, memudahkan dalam mencapai tujuan program, memudahkan pelaksanaan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki kesesuaiaan dengan karakteristik sosial budaya petani dan menghemat waktu serta biaya dalam mengimplementasikan program (Rimbawati, 2017; Mulyani 2017; Sari, 2016).

Akan tetapi, program pengembangan usahatani melalui pendekatan kelompok tani, salah satunya agroforestri, mengalami berbagai permasalahan sehingga mengurangi nilai manfaat yang diperoleh dari usahatani agroforestri baik manfaat sosial, ekonomi, maupun ekologi. Penelitian Puspitodjati et al (2013) mengemukakan bahwa salah satu penyebab ketidakoptimalan pengembangan agroforestri di Daerah Aliran Sungai Cimuntur (meliputi sebagian besar Kecamatan di Kabupaten Ciamis) adalah masih rendahnya tingkat efektivitas kelembagaan kelompok tani untuk mencapai tujuan kelompok tani yang telah ditetapkan oleh seluruh anggota. Sejalan dengan penelitian tersebut, Kuswantoro et al (2014) menyimpulkan bahwa rendahnya tingkat efektivitas kelembagaan kelompok tani merupakan salah satu masalah utama dalam pengembangan agroforestri di wilayah Daerah Aliran Sungai Cikawung yang meliputi tujuh kecamatan di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah (Kecamatan Dayeuhluhur, Wanareja, Majenang, Cimanggu, Karangpucung, Cipari, Sidareja, dan Gandrungmangu). Masih rendahnya efektivitas kelembagaan kelompok tani dalam pengembangan agroforestri juga terjadi di beberapa wilayah di Kabupaten Tasikmalaya seperti Kecamatan Sodonghilir, Taraju, dan lainnya (Hani et al, 2017).

Peningkatan efektivitas kelompok tani merupakan salah satu solusi untuk mengoptimalkan program pengembangan usahatani agroforestri melalui pendekatan kelompok tani. Peningkatan efektivitas kelompok tani dalam pengembangan agroforestri tersebut dapat dilakukan melalui optimalisasi peran kelompok tani (wahana belajar, kerjasama, dan unit usaha bersama) dan penguatan kelembagaan kelompok tani. Hal ini didasarkan kepada hasil kajian yang telah dilakukan Syahyuti (2011), Hermanto & Swastika (2011), dan Anantanyu (2009).

Page 213: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

203

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

Syahyuti (2011) dan Hermanto & Swastika (2011) menyebutkan bahwa belum optimalnya kelompok tani dalam menjalankan perannya sebagai wahana belajar, kerjasama, dan unit usaha bersama merupakan penyebab rendahnya efektivitas kelompok tani dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan oleh seluruh anggota kelompok tani. Selain itu, masih lemahnya kapasitas kelembagaan kelompok tani dalam menjalankan berbagai program kerja organisasi merupakan salah satu penyebab rendahnya efektivitas kelompok tani dalam mencapai tujuan organisasi (Anantanyu, 2009). Ketiga pendapat tersebut hanya menjelaskan usaha peningkatkan efektivitas kelompok tani dalam pengembangan usahatani secara umum, belum memberikan gambaran yang jelas terhadap usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas kelembagaan kelompok tani dalam pengembangan usahatani agroforestri secara khusus. Oleh karena itu, kajian ini bertujuan untuk merumuskan usaha peningkatan efektivitas kelompok tani dalam pengembangan usahatani agroforestri melalui optimalisasi peran dan penguatan kapasitas kelembagaan kelompok tani.

II. EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DALAM PENGELOLAAN AGROFORESTRI

Kelompok tani merupakan organisasi di tingkat petani yang dibentuk dengan tujuan untuk mengkoordinir para petani dalam melakukan usahatani secara langsung. Kementrian Pertanian mendefiniskan kelompok tani sebagai sebuah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, sumber daya, lingkungan sosial ekonomi, dan keakraban untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam mengembangkan usahatani anggotanya secara bersama-sama (Hermanto & Swastika, 2011). Lebih lanjut, Hermanto & Swastika (2011) mengemukakan bahwa pembentukan kelompok tani yang didasarkan kepada kesamaan, kepercayaan, dan keakraban anggotanya diharapkan dapat menjadi faktor

Page 214: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

204

pengikat kelestarian dan keberlanjutan kehidupan berkelompok dalam mencapai tujuan kelompok tani yang telah ditetapkan secara bersama oleh seluruh anggota.

Keberhasilan sebuah kelompok tani dalam mencapai tujuan organisasi dapat dilihat dari tingkat efektivitas kelembagaan kelompok tani. Efektivitas kelembagaan kelompok tani didefinisikan sebagai kemampuan kelompok tani dalam mencapai tujuan yang ditetapkan oleh seluruh anggota sehingga kelompok tani mengalami perubahan positif sesuai dengan harapan dari semua anggotanya (Astuti, 2010). Astuti (2010) mengemukan terdapat dua indikator utama yang dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat efektivitas kelembagaan kelompok tani yaitu tingkat produktivitas kelompok tani dan tingkat kepuasan anggota terhadap kelompok tani dalam mencapai tujuan organisasi.

Hani et al. (2017) dalam penelitian model agroforestri kayu pertukangan berbasis manglid dan sengon di Desa Cukangkawung mengemukakan bahwa anggota kelompok tani menilai kelompok tani belum sepenuhnya mampu mencapai tujuan organisasi dalam pengembangan usahatani agroforestri. Hal ini menyebabkan anggota kelompok tani merasa belum cukup puas terhadap efektivitas kelompok tani dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan seluruh anggota. Rendahnya tingkat efektivitas kelembagaan kelompok tani akan berpengaruh terhadap rendahnya tingkat keberhasilan pengembangan usahatani agroforestri, sehingga berpotensi untuk mengurangi nilai manfaat dari usahatani agroforestri untuk petani dan masyarakat sekitarnya.

Peningkatan efektivitas kelembagaan kelompok tani dapat dilakukan dengan mengoptimalkan peran dan kapasitas kelembagaan kelompok tani dalam pengelolaan usahatani agrofrestri. Adapun usaha yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan peran dan kapasitas kelembagaan kelompok tani adalah dengan cara meningkatkan kapasitas seluruh anggota kelompok tani (sosial, manajerial dan teknis) dalam usahatani agroforestri melalui program pendidikan, pelatihan, penyuluhan dan pembinaan (diklatluhbin) kelompok

Page 215: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

205

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

tani yang didukung penuh dari semua stakeholder terkait. Adapun bentuk dukungan masing-masing stakeholder dalam peningkatan kapasitas anggota kelompok tani adalah sebagai berikut (Ruhimat, 2016):

1. Pemerintah. Pemerintah pusat dan daerah bekerjasama untuk menghasilkan sebuah kebijakan agroforestri yang mengakomodir nilai-nilai kearifan lokal, memiliki kesesuaian dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat, memiliki kesesuaian dengan kondisi biofisik daerah, menggunakan pendekatan partisipatif dalam setiap tahapan pembuatan kebijakan agroforestri, dan menggunakan hasil kajian/penelitian yang dilakukan oleh institusi penelitian dan perguruan tinggi. Pemerintah pusat melalui lembaga penelitian dan perguruan tinggi menjamin ketersedian paket teknologi agroforestri yang bersifat komprehensif yaitu paket teknologi yang berisi berbagai inovasi teknis, sosial, ekonomi, ekologi, dan kelembagaan usahatani agroforestri.

2. Swasta. Pihak swasta (dunia usaha, lembaga keuangan, pedagang, dan perusahaan) memberikan dukungan dalam bentuk kemitraan dengan kelompok yang didasarkan kepada prinsip kesetaraan, saling menguntungkan, saling menguatkan, dan saling membutuhkan. Program kemitraan yang dilakukan tidak hanya terbatas kepada bidang teknis dan permodalan usahatani, tetapi kemitraan dalam peningkatkan kapasitas petani dalam pengembangan usahatani agroforestri.

3. Penyuluh. Penyuluh kehutanan dan pertanian memegang peranan penting dalam proses diklatluhbin untuk meningkatkan kapasitas petani. Optimalisasi peran penyuluh sebagai pendidik, fasilitator, dan pendamping merupakan bentuk dukungan penyuluh dalam pelaksanaan dilatluhbin untuk anggota kelompok tani.

Ketersediaan paket teknologi agroforestri yang komprehensif, dukungan kebijakan agroforestri spesifik lokasi yang akan menjadi payung hukum pengembangan usahatani agroforestri di daerah, dukungan aktif pihak swasta melalui program kemitraan yang berkeadilan, dan peran penyuluh yang optimal akan melahirkan sebuah sistem diklatluhbin usahatani

Page 216: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

206

agroforestri untuk petani yang sistematis, integratif, terarah, terencana, dan berkelanjutan. Sistem diklatluhbin tersebut akan memperkuat kapasitas petani baik kapasitas manajerial, kapasitas sosial maupun kapasitas teknis.

Kapasitas teknis didefinisikan sebagai seperangkat kemampuan petani yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan tentang sistem usahatani mulai dari pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan, pengolahan pasca panen dan pemasaran hasil (Suprayitno, 2011; Ruhimat, 2017). Kapasitas teknis tersebut akan menjamin peningkatan produktivitas hasil usahatani agroforestri, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Kapasitas manajerial merupakan seperangkat kemampuan petani yang berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berhubungan dengan sistem pengelolaan usahatani seperti kemampuan dalam merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), melaksanakan (actuating), mengawasi (monitoring) dan mengevaluasi (evaluating) proses kegiatan usahatani secara baik dan benar (Suprayitno, 2011; Ruhimat, 2017). Kapasitas manajerial yang dimiliki petani diperlukan untuk mengelola dan memanfaatkan berbagai sumberdaya (alam, manusia, mesin, dan sebagainya) untuk menjalankan usahatani agroforestri. Kapasitas manajerial ini wajib dikuasai oleh anggota yang merangkap pengurus kelompok tani untuk mengelola sumberdaya kelompok tani dalam mendukung pengembangan usahatani agroforestri.

Kapasitas sosial petani merupakan seperangkat kemampuan petani untuk membangun hubungan interpersonal dalam kelompok, kemampuan bernegosiasi dan mengembangkan jejaring kerja, serta kemampuan melakukan kemitraan dengan pihak lain yang didasarkan kepada prinsip keadilan (Suprayitno, 2011; Ruhimat, 2017). Pada dasarnya, kapasitas sosial yang dimiliki oleh petani merupakan kemampuan petani untuk berkomunikasi dengan berbagai pihak untuk mengatasi berbagai permasalahan yang berhubungan dengan usahatani agroforestri yang sedang dijalankannya. Kapasitas social akan memudahkan petani untuk mengakses berbagai sumber informasi dan dukungan pendanaan dari berbagai pihak.

Page 217: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

207

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

Peningkatan kapasitas anggota dan pengurus kelompok tani (teknis, sosial, dan manajerial) yang dihasilkan dari proses diklatluhbin akan berpengaruh positif terhadap tingkat partisipasi anggota dan kedinamisan kelompok tani sehingga pada akhirnya akan mampu mengoptimalkan peran dan memperkuat kapasitas kelembagaan kelompok tani.

126

Sumber: Ruhimat (2015), Ruhimat (2016), dan Ruhimat 2017 (dimodifikasi)

Gambar 1. Usaha peningkatan efektivitas kelompok tani dalam pengembangan usahatani agroforestri

Manajerial Teknis Sosial

Peran Penyuluh

Peran Kelompok Tani Kapasitas Kelembagaan Kelompok Tani

Partisipasi Aktif Anggota Kelompok Tani

Efektivitas Kelembagaan Kelompok Tani

Pengembangan Usahatani Agroforestri

Optimalisasi Manfaat Agroforestri

Ekologi Ekonomi Sosial

Kedinamisan Kelompok Tani

Kapasitas Anggota dan Pengurus

Pendidikan, Pelatihan, Pendampingan dan Penyuluhan

Swasta Pemerintah

Daerah Pusat

Kemitraan Kebijakan Paket Teknologi Agroforestri

Pendidik

Pendamping

Fasilitator

Sumber: Ruhimat (2015), Ruhimat (2016), dan Ruhimat 2017 (dimodifikasi)

Gambar 1. Usaha peningkatan efektivitas kelompok tani dalam pengembangan usahatani agroforestri

Page 218: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

208

III. OPTIMALISASI PERAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN AGROFORESTRI

Kelompok tani sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembangunan sektor kehutanan memiliki peranan penting untuk menggerakan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan kehutanan di pedesaan. Salah satu pembangunan kehutanan yang sedang gencar dilaksanakan di berbagai daerah di Indonesia adalah program hutan rakyat pola agroforestri. Oleh karena itu, Keterlibatan kelompok tani diharapkan dapat menggerakan partisipasi aktif petani dalam proses pengembangan usahatani agroforestri.

Kelompok tani sebagai organisasi sosial kemasyarakatan memiliki tiga peran utama dalam pengembangan usahatani agroforestri, yaitu peran sebagai wahana belajar, kerjasama, dan unit usaha bersama. Peran kelompok tani sebagai wahana belajar berfungsi sebagai tempat kegiatan belajar mengajar para petani untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta tumbuh kembangnya kemandirian petani dalam pengembangan usahatani, termasuk usahatani agroforestri, sehingga produktivitasnya meningkat dan pendapatannya bertambah (Hermanto & Swastika, 2011).

Kelompok tani sebagai wahana kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok tani, antar kelompok tani dan para pihak lainnya dalam pengembangan usahatani agroforestri. Kerjasama yang dilakukan di kelompok tani diharapkan akan mengefisienkan usahatani yang dilakukan oleh para anggotanya sehingga akan lebih mampu dalam menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan selama melaksanakan usahatani (Hermanto & Swastika, 2011). Kelompok tani dapat dijadikan sebagai tempat melakukan kerjasama antar petani anggota dalam mengelola sumberdaya pertanian/kehutanan agar lebih efektif dan efisien, diantaranya (Anantanyu, 2009): (a) pemrosesan (prossesing) faktor-faktor produksi

Page 219: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

209

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

supaya lebih cepat, efisien dan murah, (b) pemasaran (marketing) untuk meyakinkan pembeli atas kualitas dan meningkatkan posisi tawar petani, (c) pembelian (buying) untuk mendapatkan harga alat dan barang input produksi yang lebih murah, (d) pemakaian alat-alat usahatani (machine sharing) untuk menurunkan biaya atas pembelian alat tersebut dan (e) kerjasama multi tujuan (multi purpose cooperatives) yang dilakukan sesuai minat yang sama dari petani anggota.

Kelompok tani juga berfungsi sebagai unit produksi bersama, yang dilaksanakan oleh seluruh anggota kelompok tani sebagai satu kesatuan usaha sehingga usahatani yang dilakukan oleh anggota dapat mencapai skala ekonomi, baik dipandang dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas (Hermanto & Swastika, 2011). Kerjasama usahatani (cooperative farming) yang dilakukan oleh anggota kelompok tani sebagai satu kesatuan unit usaha akan memperoleh keuntungan lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani yang dilakukan secara perseorangan.

Penelitian yang dilakukan pada kelompok tani di wilayah administrasi Desa Cukangkawung, Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat memperoleh hasil bahwa kelompok tani belum mampu menjalankan perannya secara optimal, baik sebagai wahana belajar, kerjasama dan unit usaha bersama dalam pengembangan usahatani agroforestri berbasis kayu pertukangan jenis manglid dan sengon (Ruhimat, 2016). Rendahnya partisipasi aktif anggota dan ketidakmampuan kelembagaan kelompok tani dalam menciptakan suasana belajar yang dinamis untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap seluruh anggota kelompok tani menyebabkan peran kelompok tani sebagai tempat belajar petani berada dalam kategori belum optimal (Ruhimat, 2015). Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki petani dalam usahatani agroforestri akan menghambat keberhasilan pengembangan usahatani agroforestri.

Rendahnya partisipasi aktif seluruh anggota dan rendahnya kapasitas (kemampuan) kelompok dalam menginisiasi dan mempererat kerjasama di antara sesama anggota dalam kelompok tani, kerjasama antar kelompok

Page 220: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

210

tani, dan kerjasama dengan berbagai pihak menyebabkan peran kelompok tani sebagai wahana kerjasama belum dilakukan secara optimal (Ruhimat, 2015). Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat aksesibilitas petani terhadap informasi dan modal usahatani.

Masih rendahnya kesadaran seluruh anggota untuk berpartisipasi aktif dalam menjadikan kelompok tani sebagai unit usaha bersama dan ketidakmampuan kelompok tani dalam mengakomodir usaha anggota kelompok tani menyebabkan peran kelompok tani sebagai unit usaha bersama masih sulit untuk diwujudkan (Ruhimat, 2015). Ketidakoptimalan peran kelompok tani sebagai unit usaha bersama memberikan kerugian bagi usahatani agroforestri berupa rendahnya posisi tawar petani terhadap pihak lain dalam menentukan harga hasil usahatani dan nilai kelayakan ekonomis usahatani.

Hasil penelitian Ruhimat (2016) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa peningkatan kapasitas kelembagaan dan partisipasi aktif anggota kelompok tani merupakan solusi yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan peran kelompok tani (wahana belajar, wahana kerjasama dan unit usaha bersama) dalam pengembangan usahatani agroforestri berbasis kayu pertukangan jenis sengon dan manglid di Desa Cukangkawung (Gambar 1).

IV. PENGUATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN AGROFORESTRI

Kapasitas kelembagaan kelompok tani merupakan kemampuan kelompok tani dalam mengoptimalkan fungsi dan peran yang dimilikinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh seluruh anggota kelompok tani (Anantanyu, 2009; Ruhimat, 2017). Penguatan kapasitas kelmbagaan sangat diperlukan oleh kelompok tani untuk meningkatkan efektivitas kelembagaan kelompok tani dalam pengembangan usahatani agroforestri.

Page 221: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

211

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

Terdapat beberapa indikator untuk mengukur kapasitas kelembagaan kelompok tani dalam usahatani, termasuk usahatani agroforestri, yaitu tingkat keinovatifan, tingkat keberlanjutan serta tingkat pelaksanaan fungsi dan peran (Anantanyu, 2009; Ruhimat, 2017).

Penelitian yang dilakukan oleh Ruhimat (2017) di Desa Cukangkawung Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya menyebutkan bahwa ketiga indikator yang dipakai untuk mengukur kapasitas kelembagaan kelompok tani masih berada pada kategori rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran indikator sebagai berikut: (1) masih rendahnya tingkat keinovatifan kelompok tani yang ditandakan oleh rendahnya kemampuan kelompok tani dalam membangun dan mengembangkan nilai-nilai kelompok seperti kerjasama, pembagian peran, pola kewenangan dan komitmen anggota; (2) masih rendahnya tingkat keberlanjutan kelompok tani yang dicirikan dari rendahnya kemampuan kelompok tani dalam menjalin kerjasama dengan berbagai pihak di luar kelompok tani; dan (3) tingkat pelaksanaan fungsi dan peran yang masih rendah, yang dicirikan oleh masih rendahnya kemampuan kelompok dalam mengelola sumberdaya informasi, modal dan material.

Lemahnya kapasitas kelembagaan kelompok tani menyebabkan rendahnya tingkat efektivitas kelompok tani dalam mencapai tujuan kelompok tani, sehingga akan mengancam keberhasilan pengembangan usahatani agroforestri (Gambar 1.). Oleh karena itu, diperlukan usaha penguatan kapasitas kelembagaan kelompok tani untuk lebih mengefektifkan kelembagaan kelompok tani dalam pengembangan usahatani agroforestri.

Optimalisasi tingkat partisipasi seluruh anggota dan tingkat kedinamisan kelompok tani merupakan dua faktor yang dapat dijadikan sebagai faktor utama dalam memperkuat kapasitas kelembagaan kelompok tani dalam pengembangan usahatani agroforestri (Ruhimat, 2017). Partisipasi anggota dalam seluruh kegiatan, baik partisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok tani memiliki pengaruh langsung terhadap

Page 222: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

212

kapasitas kelembagan kelompok tani. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi seluruh anggota akan menyebabkan semakin kuatnya kapasitas kelembagaan kelompok tani sehingga akan berpengaruh positif terhadap keberhasilan pengembangan usahatani agroforestri.

Selain partisipasi anggota, tingkat kedinamisan kelompok tani merupakan faktor utama kedua yang berpengaruh terhadap tingkat kapasitas kelembagaan kelompok tani dalam pengembangan usahatani agroforestri. Kedinamisan kelompok tani didefinisikan sebagai kekuatan yang dimiliki kelompok tani dalam mengurus, mengelola, dan menentukan perilaku anggota kelompok untuk bertindak atau tidak bertindak dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh seluruh anggota kelompok tani (Lestari, 2012; Ruhimat, 2017).

Lestari (2012) dan Ruhimat (2017) mengemukakan bahwa tingkat kedinamisan yang terjadi di kelompok tani dapat diukur dari beberapa indikator sebagai berikut: (1) tingkat kekompakan (cohesion level) anggota yang dicirikan oleh tingkat keterikatan anggota kelompok tani selama beraktivitas di kelompok tani; (2) kejelasan fungsi dan peran (clarity function and role) yang ditandai dengan tingkat kejelasan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan seluruh anggota kelompok tani untuk mencapai tujuan kelompok tani yang telah ditetapkan seluruh anggota kelompok; (3) kejelasan struktur (clarity of structure) yang ditandai dengan kejelasan hubungan antara individu-individu dalam kelompok tani yang disesuaikan dengan fungsi dan peran masing-masing individu; (4) kejelasan tujuan (clarity of purpose) yang dilihat dari kejelasan tujuan yang akan dicapai oleh kelompok tani; dan (5) suasana kelompok (group atmosphere) yang dicirikan suasana yang menentukan reaksi anggota terhadap anggota lainnya seperti rasa hormat, setia kawan, saling menghargai dan sebagainya.

Page 223: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

213

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

V. PENUTUPPengembangan usahatani agroforestri sebagai sebuah sistem pemanfaatan lahan berkelanjutan sangat diperlukan untuk mengoptimalkan manfaat sosial, ekonomi, dan ekologi dari sistem agroforestri. Peningkatan efektivitas kelembagaan kelompok tani melalui optimalisasi peran dan penguatan kapasitas kelembagaan kelompok tani merupakan salah satu solusi untuk mengoptimalkan pengembangan usahatani agroforestri yang dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Peningkatan kapasitas petani (kapasitas sosial, manajerial, dan teknis) melalui proses pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan pembinaan yang terjadual, sistematis, terencana, berkesimbungan, dan didukung penuh oleh berbagai pihak merupakan salah usaha yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan peran dan kapasitas kelembagaan kelompok tani dalam pengembangan usahatani agroforestri.

DAFTAR PUSTAKAAnantanyu. (2009). Partisipasi petani dalam meningkatkan kapasitas

kelembagaan kelompok petani. (Disertasi). Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Astuti, A.N. (2010). Analisis efektifitas kelompok tani di Kecamatann Gatak Kabupaten Sukoharjo. (Skripsi). Universitas Sebelas Maret.

Bukhary dan Febryano, I.G. (2009). Desain agroforestry pada lahan kritis. Jurnal Perennial, 6(1), 53-59.

Hani, A., Suhaendah, E., Winara, A., Achmad, B., Ruhimat, I.S., Priono, D., & Rahmawan, B. (2017). Penerapan model agroforestry kayu pertukangan jenis sengon dan manglid. Ciamis: Balai Penelitian Teknologi Agroforestry.

Hermanto, & Swastika, D.K.S. (2011). Penguatan kelompok tani: langkah awal peningkatan kesejahteraan petani. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, 9 (4), 371-390.

Page 224: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

214

Kuswantoro, D.P., Junaidi, E., Handayani, W., Ruhimat, I.S., Utomo, B., Kuswandi, N., & Filianty, D. (2014). Kajian lanskap agroforestry pada DAS prioritas (DAS Cikawung). Ciamis: Balai Penelitian Teknologi Agroforestri.

Mulyani. (2017). Analisis kemitraan usaha tomat di Lembang Jawa Barat.(Tesis). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Lestari, G.I. (2012). Dinamika kelompok tani hutan rakyat di Desa Lemahduhur. (Tesis). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Puspitodjati, T., Junaidi, E., Ruhimat, I.S., Kuswantoro, D.P., Handayani, W., & Indrajaya, Y. (2013). Kajian lanskap agroforestry pada DAS prioritas (DAS Cimuntur). Ciamis: Balai Penelitian Teknologi Agroforestry.

Rambey, R. (2011). Pengetahuan lokal sistem agroforestry mindi. (Tesis). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Rimbawati, D.E.M. (2017). Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan kelompok tani hutan agroforestry di Kabupaten Bandung. (Tesis). Sekolah Pascasarja Institut Pertanian Bogor.

Ruhimat, I.S. (2015). Optimalisasi peran kelompok tani dalam pengembangan usahatani agroforestry (pp. 493-500). Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015: Inovasi agroforestry mendukung kemandirian bangsa, Bandung 19 November 2015. Ciamis: Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry.

Ruhimat, I.S. (2016). Faktor kunci dalam pengembangan kelembagaan agroforestry pada lahan masyarakat. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 13(2), 73-84.

Ruhimat, I.S. (2017). Peningkatan kapasitas kelembagaan kelompok tani dalam pengembangan usahatani agroforestry. Jurnal Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan, 14(1), 1-17.

Page 225: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

215

BAB 4. Optimasi Pemanfaatan Ruang pada Hutan Tanaman

Sari, D. (2016). Efektivitas pengutan modal usaha kelompok pembibitan ternak Ngudi Lestari di Kulon Progo Yogyakarta. (Tesis). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Suprayitno, A. (2011). Model peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri rakyat: kasus pengelolaan hutan kemiri kawasan pegunungan Bulusaraung Kabupaten Maros Sulawesi Selatan. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Syahyuti. (2011). Gampang-gampang susah mengorganisasikan petani. Bogor: IPB Press.

Umiyati, R. (2015). Diversifikasi hasil kegiatan agroforestry bagi ketahanan pangan di Kecamatan Sigaluh Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Ilmiah Teknosains, 1(1), 52-56.

Wiryanata, I.G.W. (2014). Analisis vegetasi sebagai dasar pengembangan agroforestry di DAS Mikro Desa Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng. (Tesis). Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Page 226: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya
Page 227: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

BAB 5. HASIL HUTAN BUKAN KAYU

BERNILAI EKONOMI

Page 228: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya
Page 229: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

BANK PLASMA MURBEI DAN ULAT SUTRA

Retno Agustarini, Lincah Andadari dan Asmanah Widarti

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, 16610; Email: [email protected]

I. PENDAHULUANPersutraan alam merupakan rangkaian kegiatan agroindustri sutra yang terdiri atas 4 komponen penting yaitu; 1) Morikultur (budidaya tanaman murbei sebagai pakan ulat sutra), 2) Serikultur (proses produksi dari telur sutra, pemeliharaan ulat, pengokonan sampai pemanenan kokon), 3) Filature (pemintalan - proses pengolahan dari kokon sampai menjadi benang sutra, dan penenunan – proses peningkatan kualitas benang sutra menjadi bahan kain sutra), dan 4) Manufacture (pemanfaatan kain sutra menjadi produk turunan lain serta pemasaran) (Andadari 2016). Kegiatan persutraan ini potensial dikembangkan di Indonesia karena wilayah Indonesia cocok untuk pengembangan persutraan alam, potensi musim yang mendukung, teknologi sederhana serta potensi pasar karena krisis supply demand sutra.

Namun demikian, ada beberapa permasalahan pengembangan persutraan alam di Indonesia, yaitu berkaitan dengan faktor sosial (gap supply demand yang selain menjadi prospek juga menjadi penghambat pengembangan, menyebabkan minimnya antusiasme masyarakat untuk mengembangkan. Hal ini disebabkan imbas dari ketidakpastian harga dan rendahnya harga sutra lokal), serta faktor teknis (teknologi persutraan alam masih tradisional,

Page 230: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

220

petani pengembang belum menggunakan jenis murbei dan jenis ulat sutra yang unggul serta pemeliharaan yang belum baik). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan (P3H), Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merupakan instansi pemerintah yang berwenang dalam bidang pengembangan komoditas sutra alam, baik penelitian maupun pengembangannya. P3H mengembangkan teknologi jenis unggul baik murbei maupun ulat sutra, untuk mengatasi permasalahan teknologi persutraan alam yang melanda Indonesia.

II. UPAYA YANG DILAKSANAKANKegiatan yang dilakukan lingkup P3H adalah: (1) penelitian-penelitian untuk memperoleh jenis unggul baik murbei maupun ulat sutra dan mempertahankan koleksi baik tanaman murbei maupun galur murni ulat sutra yang dimiliki, (2) pengembangan dilakukan dengan melakukan kegiatan pengembangan pemeliharaan persutraan alam di daerah-daerah melalui pendampingan kepada masayarakat. Kegiatan penelitian didukung dengan fasilitas yang memadai baik dari sisi SDM pelaksana (peneliti dan teknisi) maupun sarana prasarananya.

Sarana prasarana yang dimiliki mulai dari laboratorium penyimpanan galur-galur murni ulat sutra, ruangan pemeliharaan ulat sutra, laboratorium penunjang pemeriksaan penyakit Pebrine serta kebun penelitian. Laboratorium penyimpanan galur murni ulat sutra berisi koleksi galur murni ulat sutra yang dimiliki, sedangkan kebun penelitian ditanami dengan berbagai koleksi murbei yang ada di Indonesia serta murbei hasil persilangan yang dilakukan peneliti P3H. Koleksi jenis tanaman murbei dan ulat sutra merupakan aset yang perlu dipertahankan dalam rangka konservasi atau pemanfaatan plasma nutfah yang ada, mempertahankan kualitas galur-galur murni yang ada di bank plasma serta sebagai materi untuk menghasilkan hibrid-hibrid murbei dan ulat sutra unggul untuk menunjang pengembangan persutraan di tingkat hulu.

Page 231: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

221

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

III. PENELITIAN DAN KONSERVASI PERSUTERAAN ALAM

A. Kegiatan Penelitian Persutraan AlamKegiatan penelitian dilakukan untuk memperoleh jenis unggul baik murbei maupun ulat sutra unggul untuk dibudidayakan oleh masyarakat. Kegiatan ini menggunakan materi dari koleksi murbei maupun galur murni ulat sutra yang dimiliki P3H. Kegiatan ini dilakukan dengan teknik pemuliaan untuk menghasilkan bibit unggul, mengingat bibit unggul merupakan salah satu kunci keberhasilan pengembangan persutraan alam.

Pakan ulat sutra Bombyx mori L. satu-satunya adalah daun murbei (Morus spp.) dan menjadi salah satu faktor penting dalam persutraan alam (Nursita 2011; Andadari et al. 2013). Syarat murbei unggul diantaranya adalah produksi daun yang tinggi, tahan penyakit, mudah beradaptasi di lahan dan lingkungan yang beraneka ragam dan disukai oleh ulat sehingga kokon yang dihasilkan berkualitas tinggi. Daun murbei yang mempunyai kualitas, kuantitas dan produktivitas tinggi sebagai pakan ulat akan mempengaruhi produksi dan kualitas kokon yang dihasilkan (Setiadi et al., 2011; Murthy et al 2013; Muin et al. 2015). Sedangkan syarat bibit ulat sutra unggul diantaranya adalah bibit yang bebas dari penyakit (terutama penyakit Pebrine), produksi telur banyak, penetasan telur seragam, tahan terhadap penyakit dan kokon yang dihasilkan berkualitas tinggi.

Hasil dari kegiatan penelitian ini diantaranya Hibrid murbei Suli 01 dan Hibrid ulat sutra Pusprohut Single Cross (PS 01). Hibrid murbei Suli 01 merupakan persilangan antara tanaman murbei jenis  Morus cathayana  dengan  M. Amakusugawa IV.12. Jenis ini adaptif ditanam di dataran rendah maupun tinggi, produksi daunnya 30% lebih banyak dibanding murbei konvensional sehingga mampu menghasilkan kualitas kokon yang lebih baik dari jenis yang lainnya serta memiliki daya tahan terhadap hama penyakit. Jenis ini telah dilaunching menteri kehutanan

Page 232: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

222

dengan nomor SK 793/Menhut-II/2013 tanggal 13 Nopember 2013. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1a. Sedangkan hibrid ulat sutra PS 01 merupakan persilangan dari induk no 804 x 927 dengan betina ras Jepang dan jantan ras Cina. Jenis ini lebih baik karena mampu menghasilkan kokon dengan dengan panjang filamen hingga 1003 m, selain itu juga cocok dipelihara pada wilayah dataran rendah dengan ketinggian 100 – 200 m dpl. Jenis ini telah dilaunching dengan no SK 794/Menhut-II/2013. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1.

135

(a) (b)

Gambar 1. Jenis Unggulan Sutra dari P3H: Hibrid murbei Suli 01 (1a) dan Hibrid ulat sutra Pusprohut Single Cross - PS 01 (1b)

B. Kegiatan Konservasi Persutraan Alam

Untuk kegiatan konservasi ditujukan untuk mempertahankan koleksi baik tanaman murbei maupun galur murni ulat sutra yang dimiliki. Koleksi yang dimiliki berupa koleksi jenis murbei sebagai pakan ulat serta koleksi ulat sutra (galur murni). 1. Koleksi jenis murbei

Tanaman murbei merupakan satu-satunya makanan bagi ulat sutra jenis Bombyx mori L. dan kualitas pakan ini berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ulat dan kualitas kokon yang dihasilkan. Ulat yang diberi daun murbei dengan nutrisi yang baik akan lebih tahan terhadap serangan penyakit dan menghasilkan kokon 20% lebih banyak. Saat ini P3H mempunyai koleksi murbei sebanyak 30 jenis hasil eksplorasi dari beberapa daerah pengembangan sutra di Indonesia dan beberapa hibrid baru yang dihasilkan dari pemuliaan dengan persilangan jenis-jenis yang ada.

Kegiatan konservasi dan koleksi berbagai jenis tanaman murbei dilakukan di kebun percobaan persutraan alam yang terletak di KHDTK Dramaga, Bogor. Penanaman murbei pertama kali dilakukan pada tahun 1969 dengan jenis Morus cathayana, jenis inilah yang disebut jenis murbei konvensional, jenis yang umum digunakan. Penanaman dilanjutkan dengan jenis-jenis M. alba var. Kanva-2 (tahun 1987), M. alba dan Lembang (tahun 2002). Jumlah koleksi bertambah pada tahun 2007 dengan jenis-jenis hibrid harapan yang diperoleh dari hasil penelitian (Samsijah, 1986; Samsijah, 1992) yaitu dengan penanaman 14 jenis murbei harapan yang berasal dari Gunung Kidul diantaranya (M. cathayana x Shalun) klon 01, 02, 06 dan 08. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat daftar jenis murbei koleksi Pusat Litbang Hutan pada Tabel 1 dan beberapa contoh bentuk daunnya pada Gambar 2.

Gambar 1. Jenis Unggulan Sutra dari P3H: Hibrid murbei Suli 01 (1a) dan Hibrid ulat sutra Pusprohut Single Cross - PS 01 (1b)

Page 233: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

223

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

B. Kegiatan Konservasi Persutraan AlamUntuk kegiatan konservasi ditujukan untuk mempertahankan koleksi baik tanaman murbei maupun galur murni ulat sutra yang dimiliki. Koleksi yang dimiliki berupa koleksi jenis murbei sebagai pakan ulat serta koleksi ulat sutra (galur murni).

1. Koleksi jenis murbeiTanaman murbei merupakan satu-satunya makanan bagi ulat sutra jenis Bombyx mori L. dan kualitas pakan ini berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ulat dan kualitas kokon yang dihasilkan. Ulat yang diberi daun murbei dengan nutrisi yang baik akan lebih tahan terhadap serangan penyakit dan menghasilkan kokon 20% lebih banyak. Saat ini P3H mempunyai koleksi murbei sebanyak 30 jenis hasil eksplorasi dari beberapa daerah pengembangan sutra di Indonesia dan beberapa hibrid baru yang dihasilkan dari pemuliaan dengan persilangan jenis-jenis yang ada.

Kegiatan konservasi dan koleksi berbagai jenis tanaman murbei dilakukan di kebun percobaan persutraan alam yang terletak di KHDTK Dramaga, Bogor. Penanaman murbei pertama kali dilakukan pada tahun 1969 dengan jenis Morus cathayana, jenis inilah yang disebut jenis murbei konvensional, jenis yang umum digunakan. Penanaman dilanjutkan dengan jenis-jenis M. alba var. Kanva-2 (tahun 1987), M. alba dan Lembang (tahun 2002). Jumlah koleksi bertambah pada tahun 2007 dengan jenis-jenis hibrid harapan yang diperoleh dari hasil penelitian (Samsijah, 1986; Samsijah, 1992) yaitu dengan penanaman 14 jenis murbei harapan yang berasal dari Gunung Kidul diantaranya (M. cathayana x Shalun) klon 01, 02, 06 dan 08. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat daftar jenis murbei koleksi Pusat Litbang Hutan pada Tabel 1 dan beberapa contoh bentuk daunnya pada Gambar 2.

Page 234: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

224

Tabel 1. Daftar jenis murbei koleksi Pusat Litbang Hutan

No Jenis murbei No Jenis murbei

1 Suli 01 18 M. kokusho2 Morus cathayana 19 Murbei ex buah3 M. multicaulis 20 NI (Nigra Indica)4 M. alba halus 21 Murbei harapan HB 015 M. alba kasar 22 Murbei harapan HB 026 M. alba var Kanva-2 23 Murbei harapan HB 037 M. nigra 24 Murbei harapan HB 048 M. australis 25 M. Shalun9 Bili-bili Nigra Kokusho

(BNK 1)26 M. lembang

10 M. multicaulis var Kokuso 27 Bili-bili Nigra Kokusho (BNK 2)11 M. macroura 28 M. amakushaguwa12 M. ubeskistan 29 Shiwasuguwa x Tsukasaguwa X.1313 M. simabua 30 Shiwasuguwa x Tsukasaguwa XI.514 M. tengger 31 M. cathayana x M. shalun (CS 1)15 ASI 32 M. cathayana X M. shalun (CS 2)16 M. indica 33 M. Cathayana x M. Amakusaguwa

IV.1217 M. khasmir 34 M. Shiwasuguwa x M. Tsukasaguwa

x12

(a) (b) (c)(a) (b) (c)

Gambar 2. Penampilan Visual Daun Murbei: M. multicaulis (a), beberapa jenis daun murbei (b), Suli 01 (c)

Page 235: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

225

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

2. Bank plasma ulat sutraBank plasma ulat Sutra di P3H saat ini memiliki koleksi galur murni ulat sutra sebanyak 71 galur yang kurang lebih berasal dari 10 negara. Mayoritas galur sebanyak 54 galur berasal dari dari Ras Tropis, Cina dan Jepang yang masing-masing ras memiliki kelebihan dan kekurangan. Ras jepang biasanya telur berwarna abu-abu, kulit telur putih, telur lebih berat, corak kulit bintik, warna antar segmen perut merah muda, umur ulat lebih panjang, ulat lebih kuat, kokon berbentuk kacang. Ras China umumnya telur berwarna kehijauan, kulit telur kuning, corak ulat polos, warna antar segmen perut biru, umur ulat lebih pendek, bentuk kokon bulat lonjong/oval, persentase sutra tinggi. Sedangkan ras tropis warna kulit telur putih, corak ulat polos, ulat kuat/tahan penyakit, masa ulat pendek, kokon kecil, kulit kokon sulit dipintal. Kelebihan Ras Tropis adalah meskipun mempunyai produktivitas dan kualitas serat yang kurang baik, namun mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang kurang sesuai (Kumaresan et al., 2004). Sedangkan Ras Jepang dan Cina menghasilkan produksi kokon dan kualitas benang yang lebih tinggi pada kondisi sub tropis dan menunjukkan toleransi dan adaptasi yang rendah pada situasi tropis (Verma et al., 2005). Selain 54 galur tersebut di atas, ada 17 galur yang belum ditentukan rasnya karena masih dalam proses pemuliaan dan pemurnian jenis. Rekapitulasi jumlah koleksi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Galur Koleksi Dalam Masing-Masing Ras/Asal

Ras/asal Tropis Jepang Cina Lain-lain TotalJumlah (galur) 4 27 23 17 71

Page 236: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

226

136

Tabel 1. Daftar jenis murbei koleksi Pusat Litbang Hutan No Jenis murbei No Jenis murbei

1 Suli 01 18 M. kokusho 2 Morus cathayana 19 Murbei ex buah 3 M. multicaulis 20 NI (Nigra Indica) 4 M. alba halus 21 Murbei harapan HB 01 5 M. alba kasar 22 Murbei harapan HB 02 6 M. alba var Kanva-2 23 Murbei harapan HB 03 7 M. nigra 24 Murbei harapan HB 04 8 M. australis 25 M. Shalun 9 Bili-bili Nigra Kokusho (BNK 1) 26 M. lembang

10 M. multicaulis var Kokuso 27 Bili-bili Nigra Kokusho (BNK 2) 11 M. macroura 28 M. amakushaguwa 12 M. ubeskistan 29 Shiwasuguwa x Tsukasaguwa X.13 13 M. simabua 30 Shiwasuguwa x Tsukasaguwa XI.5 14 M. tengger 31 M. cathayana x M. shalun (CS 1) 15 ASI 32 M. cathayana X M. shalun (CS 2) 16 M. indica 33 M. Cathayana x M. Amakusaguwa IV.12 17 M. khasmir 34 M. Shiwasuguwa x M. Tsukasaguwa x12

Gambar 2. Penampilan instar 5 ras Jepang dan ras China

Varietas ulat sutra ini sangat mempengaruhi kualitas kokon yang dihasilkan, mengingat kokon adalah target utama persutraan alam. Penentuan harga kokon dipengaruhi oleh kualitasnya berupa bobot kokon, rasio kulit kokon dan rasio kokon cacat. Bobot kokon dan rasio kokon cacat dipengaruhi oleh cara pemeliharaan ulat, sementara rasio kulit kokon dipengaruhi oleh jenis bibit ulat. Rasio kulit kokon merupakan faktor yang penting karena berhubungan erat

Gambar 3. Penampilan instar 5 ras Jepang dan ras China

Varietas ulat sutra ini sangat mempengaruhi kualitas kokon yang dihasilkan, mengingat kokon adalah target utama persutraan alam. Penentuan harga kokon dipengaruhi oleh kualitasnya berupa bobot kokon, rasio kulit kokon dan rasio kokon cacat. Bobot kokon dan rasio kokon cacat dipengaruhi oleh cara pemeliharaan ulat, sementara rasio kulit kokon dipengaruhi oleh jenis bibit ulat. Rasio kulit kokon merupakan faktor yang penting karena berhubungan erat dengan hasil benang sutra. Faktor yang mempengaruhi rasio kulit kokon adalah: (1) jenis kelamin (kokon jantan biasanya mempunyai rasio kulit kokon 2-3% lebih tinggi dari pada kokon betina), (2) varietas ulat (varietas ulat yang baik mempunyai rasio kulit kokon 22-25%), (3) faktor pemeliharaan dan kecukupan pakan (varietas yang baik perlu makan banyak agar resisten terhadap penyakit dan produksi telur tinggi). Lebih lengkap informasi kualitas koleksi galur murni Ras China dapat dilihat pada Tabel 3 dan galur murni ras Jepang pada Tabel 4.

Page 237: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

227

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Tabel 3. Kualitas beberapa koleksi galur murni ras China

No. Galur murni

Bobot kokon (g)

Bobot kulit kokon

(g)

Persentase kulit kokon (%)

1 202 1,41 0,31 22,33

2 207 1,61 0,33 20,85

3 208 1,31 0,25 18,70

4 307 1,54 0,28 18,03

5 401 1,56 0,29 18,35

6 402 1,41 0,29 20,97

7 601 1,44 0,26 17,77

8 702 1,70 0,38 22,67

9 708 1,33 0,27 20,12

10 710 1,74 0,35 20,05

11 802 1,62 0,35 21,51

12 804 1,63 0,35 21,78

13 806 1,51 0,34 22,77

14 808 1,35 0,31 23,18

15 902 1,37 0,27 20,07

16 905 1,25 0,26 21,14

17 913 1,48 0,23 15,88

18 916 1,56 0,34 21,84

19 918 1,43 0,32 22,62

20 930 1,60 0,31 19,49

21 P208 1,43 0,26 18,04

22 Poly 2 1,47 0,32 21,61

Page 238: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

228

Tabel 4. Kualitas kokon beberapa galur murni dari ras Jepang

No. Galur murni Bobot kokon(g)

Bobot kulit kokon

(g)

Persentase kulit kokon (%)

1 102 1,63 0,33 20,25

2 106 1,47 0,26 17,75

3 107 1,05 0,13 12,24

4 108 1,83 0,40 22,42

5 109 1,66 0,32 19,50

6 110 1,14 0,21 18,50

7 P110 1,50 0,24 16,15

8 306 1,68 0,33 19,56

9 403 1,83 0,35 19,41

10 503 1,53 0,33 21,96

11 709 1,32 0,28 21,24

12 803 1,45 0,32 22,26

13 805 1,41 0,31 22,55

14 807 1,28 0,25 19,51

15 903 1,27 0,25 19,73

16 911 1,62 0,35 21,66

17 915 1,39 0,23 16,88

18 919 1,11 0,17 15,47

19 921 1,48 0,31 21,33

20 922 1,71 0,35 21,01

21 923 1,72 0,35 20,62

22 924 1,66 0,33 20,10

23 926 1,31 0,27 20,56

24 927 1,69 0,34 20,56

25 929 1,61 0,38 23,91

26 931 1,47 0,30 20,64

Page 239: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

229

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Ulat sutra mempunyai 3 karakter jenis yaitu monovoltine, bivoltine dan polyvoltine. Monovoltine biasanya menetas setahun sekali atau 1 generasi per tahun. Bivoltine umumnya menetas setahun 2 kali atau 2 generasi per tahun, sedangkan polyvoltine jika menetas terus menerus atau lebih dari 2 generasi per tahun. Ulat jenis polyvoltine dikenal sebagai jenis yang mempunyai umur pendek dan jenis yang berumur pendek biasanya merupakan ciri dari ulat yang sehat (kuat). Ras tropis biasanya polyvoltine. Jenis polyvoltine apabila disilangkan dengan jenis bivoltine maka akan muncul jenis yang kuat dan tahan terhadap penyakit. Koleksi yang dimiliki Pusat Litbang Hutan juga terdapat galur-galur yang merupakan persilangan bivoltine dan polyvoltine. Kualitas kokon hasil persilangannya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kualitas Kokon Persilangan Bivoltine Dan Polyvoltine

No. Galur Bobot kokon(g)

Bobot kulit kokon

(g)

Persentase kulit kokon (%)

1 P102 1,74 0,35 20,11

2 P804 1,50 0,32 21,45

3 P86 1,47 0,34 23,15

4 P87 1,80 0,39 21,80

5 P921 1,50 0,30 20,46

6 P927 1,54 0,30 19,76

7 ZK61 1,69 0,30 17,82

8 61ZK 1,72 0,30 17,87

Koleksi galur murni ulat sutra di Bank Plasma disimpan di dalam cold storage dengan temperatur 5°C dalam bentuk telur. Mengingat waktu penyimpanan telur yang mempunyai batas tertentu, maka untuk mempertahankan dan melestarikan galur-galur tersebut perlu pemeliharaan secara periodik atau stok koleksi perlu dibuat kembali paling lambat delapan bulan untuk jenis yang mengalami dormansi dan setiap dua bulan untuk jenis yang tidak mengalami dormansi. Sistem pemeliharaan terdiri atas pemeliharaan ulat

Page 240: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

230

kecil (proses selama 12 hari) dan pemeliharaan ulat besar (12 – 16 hari) sehingga total waktu sampai panen selama 30 – 36 hari. Proses pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 4.

139

Gambar 3. Proses pemeliharaan ulat sutra

2. Kegiatan pengembangan Kegiatan pengembangan dilakukan dengan pengembangan pemeliharaan

persutraan alam di daerah-daerah melalui pendampingan. Pengembangan ini menggunakan teknologi yang telah dihasilkan oleh Pusat Litbang Hutan khususnya jenis murbei dan ulat sutra unggul serta pendampingan untuk pemeliharaannya. Hal ini perlu ditekankan mengingat faktor pemeliharaan yang baik sangat menentukan kualitas hasil panen. Usaha pemeliharaan ulat sutra sangat dipengaruhi oleh kondisi dan sistem pemeliharaannya, selain faktor bibit (bibit ulat sutra maupun bibit pakan ulat) (Gowda & Reddy, 2007).

Daerah binaan yang telah mengaplikasikan teknologi persutraan alam dari P3H adalah petani-petani binaan yang ada di Cijedil (Cianjur), Kabandungan (Sukabumi), Regaloh (Pati), Candiroto, Banjarwangi (Garut), Tasikmalaya, Rumah Sutra (Bogor) dan Enrekang (Sulawesi Selatan).

Gamba 4. Proses pemeliharaan ulat sutra

3. Kegiatan pengembangan Kegiatan pengembangan dilakukan dengan pengembangan pemeliharaan persutraan alam di daerah-daerah melalui pendampingan. Pengembangan ini menggunakan teknologi yang telah dihasilkan oleh Pusat Litbang Hutan khususnya jenis murbei dan ulat sutra unggul serta pendampingan untuk pemeliharaannya. Hal ini perlu ditekankan mengingat faktor pemeliharaan yang baik sangat menentukan kualitas hasil panen. Usaha pemeliharaan ulat sutra sangat dipengaruhi oleh kondisi dan sistem pemeliharaannya, selain faktor bibit (bibit ulat sutra maupun bibit pakan ulat) (Gowda & Reddy, 2007).

Daerah binaan yang telah mengaplikasikan teknologi persutraan alam dari P3H adalah petani-petani binaan yang ada di Cijedil (Cianjur),

Page 241: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

231

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Kabandungan (Sukabumi), Regaloh (Pati), Candiroto, Banjarwangi (Garut), Tasikmalaya, Rumah Sutra (Bogor) dan Enrekang (Sulawesi Selatan).

140

Gambar 4. Daerah binaan persutraan alam Puslitbang Hutan Selain petani-petani sutra yang ada di daerah binaan tersebut, sejak tahun

2015 dan 2016 juga terdapat 2 KPH yang mengaplikasikan teknologi bibit unggul persutraan alam dari P3H ini. 2 KPH itu adalah KPH Boalemo dan KPH Yogyakarta. Namun KPH Boalemo yang lebih intensif melakukan pemeliharaan ulat sutra dengan konsep pembangunan terintegrasi, mulai dari budidaya murbei hingga produksi benang. Skema kemitraan kehutanan persutraan alam di KPH Boalemo melibatkan 3 kelompok tani masing-masing beranggotakan 25 orang yang berada di Dusun Moliliulo, Desa Tangga Barito, Kecamatan Dulupi, Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Ujicoba perdana pemeliharaan ulat sutra dilakukan oleh kelompok tani sebanyak 1,25 box (bibit PS01, HB01 dan hibrid komersil – C301). Panen perdana hasil uji coba pemeliharaan ulat sutra dilaksanakan tanggal 9 Nopember 2015. Secara umum, ketiga hibrid memberikan hasil dan kualitas kokon yang baik mengingat pemeliharaan dilaksanakan di musim kemarau. Produksi kokon pada pemeliharaan ulat sutra yang pertama ini dari 1,25 boks telur menghasilkan 57 kg kokon basah. Dokumentasi aplikasi teknologi persutraan alam di KPH Boalemo dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Daerah binaan persutraan alam Puslitbang Hutan

Selain petani-petani sutra yang ada di daerah binaan tersebut, sejak tahun 2015 dan 2016 juga terdapat 2 KPH yang mengaplikasikan teknologi bibit unggul persutraan alam dari P3H ini. 2 KPH itu adalah KPH Boalemo dan KPH Yogyakarta. Namun KPH Boalemo yang lebih intensif melakukan pemeliharaan ulat sutra dengan konsep pembangunan terintegrasi, mulai dari budidaya murbei hingga produksi benang. Skema kemitraan kehutanan persutraan alam di KPH Boalemo melibatkan 3 kelompok tani masing-masing beranggotakan 25 orang yang berada di Dusun Moliliulo, Desa Tangga Barito, Kecamatan Dulupi, Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Ujicoba perdana pemeliharaan ulat sutra dilakukan oleh kelompok tani sebanyak 1,25 box (bibit PS01, HB01 dan hibrid komersil – C301). Panen perdana hasil uji coba pemeliharaan ulat sutra dilaksanakan tanggal 9 Nopember 2015. Secara umum, ketiga hibrid memberikan hasil dan

Page 242: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

232

kualitas kokon yang baik mengingat pemeliharaan dilaksanakan di musim kemarau. Produksi kokon pada pemeliharaan ulat sutra yang pertama ini dari 1,25 boks telur menghasilkan 57 kg kokon basah. Dokumentasi aplikasi teknologi persutraan alam di KPH Boalemo dapat dilihat pada Gambar 6.

141

(a) (b) (c)

Gambar 5. Aplikasi Teknologi Persutraan Alam di KPHP Bolalemo: (a) Murbei yang Ditanam, (b) Panen Kokon, (c) Ppenghitungan Panen Kokon

IV. PENUTUP

Upaya konservasi dengan tetap mempertahankan keberadaan koleksi baik

jenis ulat sutra maupun murbei harus tetap dilakukan demi kegiatan pemuliaan di masa mendatang. Upaya-upaya perlu dilakukan untuk meminimalisir faktor-faktor penyebab rusaknya koleksi galur murni sehingga berakibat tidak terpelihara ulat sesuai jadwal. Faktor – faktor tersebut diantaranya faktor non teknis (kerusakan peralatan pada cold storage, listrik padam) dan faktor teknis (serangan hama dan penyakit selama pemeliharaan, serta kondisi perubahan iklim yang tidak menentu mempengaruhi proses pemeliharaan ulat).

Selain upaya konservasi, penambahan koleksi dalam Bank Plasma perlu dilakukan sehingga keanekaragaman jenis semakin banyak dan dapat menjadi bahan untuk kegiatan persilangan mendapatkan hibrid unggul. Tahapan-tahapan dalam koleksi plasma nutfah perlu dilakukan mulai dari eksplorasi, seleksi, pemurnian, dan konservasi. Koleksi yang ada ini dapat dimanfaatkan sebagai parent stock persilangan sehingga dapat menghasilkan jenis-jenis hibrid baru yang memiliki karakter unggul untuk menjawab tantangan pengembangan persutraan alam yang ada.

DAFTAR PUSTAKA Andadari, L., Pudjiono, S., & Rahmawati, T. (2013). Uji kualitas enam galur

murni ulat sutra Bombyx mori Prosiding. Kongres L. Dalam: VIII dan Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia. Bogor, 504-510

Andadari, L.. (2016). Pengelolaan Dan Pemanfaatan Galur Murni Ulat Sutra Bombyx mori L. dalam Membangun Hasil Hutan Yang Tersisa/editor, M. Bismark dan E. Santoso. – Bogor: Forda Press.

Gowda, B.N., & Reddy, N.M.. (2007). Influence of different environmental conditions on cocoon parameters and their effects for reeling performance of bivoltine hybrids of silkworm, Bombyx mori L. Int. J. Indust. Entomol, 14(1), 15-21.

Kumaresan, P., Sinha, R.K., Mohan, B., & Thangavelu. (2004). Conservation of multivoltine silkworm (Bombyx mori L.) germplasm in India- An overview. Int. J. Indust. Entomol, 9(1), 1-13.

Murthy, V.N.Y., Ramesh, H.L., & Munirajappa, (2013). Impact of Feeding selected mulberry varieties on Silkworm (Bombyx mory L.) through

Gambar 6. Aplikasi Teknologi Persutraan Alam di KPHP Bolalemo: (a) Murbei yang Ditanam, (b) Panen Kokon, (c) Ppenghitungan Panen Kokon

IV. PENUTUPUpaya konservasi dengan tetap mempertahankan keberadaan koleksi baik jenis ulat sutra maupun murbei harus tetap dilakukan demi kegiatan pemuliaan di masa mendatang. Upaya-upaya perlu dilakukan untuk meminimalisir faktor-faktor penyebab rusaknya koleksi galur murni sehingga berakibat tidak terpelihara ulat sesuai jadwal. Faktor – faktor tersebut diantaranya faktor non teknis (kerusakan peralatan pada cold storage, listrik padam) dan faktor teknis (serangan hama dan penyakit selama pemeliharaan, serta kondisi perubahan iklim yang tidak menentu mempengaruhi proses pemeliharaan ulat).

Selain upaya konservasi, penambahan koleksi dalam Bank Plasma perlu dilakukan sehingga keanekaragaman jenis semakin banyak dan dapat menjadi bahan untuk kegiatan persilangan mendapatkan hibrid unggul.

Page 243: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

233

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Tahapan-tahapan dalam koleksi plasma nutfah perlu dilakukan mulai dari eksplorasi, seleksi, pemurnian, dan konservasi. Koleksi yang ada ini dapat dimanfaatkan sebagai parent stock persilangan sehingga dapat menghasilkan jenis-jenis hibrid baru yang memiliki karakter unggul untuk menjawab tantangan pengembangan persutraan alam yang ada.

UCAPAN TERIMAKASIHPenulis mengucapkan terimakasih kepada Tim Pesutraan Alam (Minarningsih, Rosita Dewi, Tri Rahmawati, dan Herman Sari) yang telah membantu pelaksanaan kegiatan penelitian dan konservasi sutra alam.

DAFTAR PUSTAKAAndadari, L., Pudjiono, S., & Rahmawati, T. (2013). Uji kualitas enam galur

murni ulat sutra Bombyx mori Prosiding. Kongres L. Dalam: VIII dan Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia. Bogor, 504-510

Andadari, L.. (2016). Pengelolaan Dan Pemanfaatan Galur Murni Ulat Sutra Bombyx mori L. dalam Membangun Hasil Hutan Yang Tersisa/editor, M. Bismark dan E. Santoso. – Bogor: Forda Press.

Gowda, B.N., & Reddy, N.M.. (2007). Influence of different environmental conditions on cocoon parameters and their effects for reeling performance of bivoltine hybrids of silkworm, Bombyx mori L. Int. J. Indust. Entomol, 14(1), 15-21.

Kumaresan, P., Sinha, R.K., Mohan, B., & Thangavelu. (2004). Conservation of multivoltine silkworm (Bombyx mori L.) germplasm in India- An overview. Int. J. Indust. Entomol, 9(1), 1-13.

Murthy, V.N.Y., Ramesh, H.L., & Munirajappa, (2013). Impact of Feeding selected mulberry varieties on Silkworm (Bombyx mory L.) through bioassay techniques for commercial explotation. Asian Journal of

Page 244: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

234

Natural and Applied Sciences, 2(4), 156-164.

Muin, N., Suryanto, & Minarningsih. (2015). Uji coba hibrid Morus khunpai dan M. indica sebagai pakan ulat sutra (Bombyx mori Linn.). Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 4(2), 137-145.

Nursita, I.W. (2011). Perbandingan produktivitas nursitaulat Sutra dari dua tempat pembibitan yang berbeda pada kondisi lingkungan pemeliharaan panas. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan, 21(3), 10-17.

Samsijah. (1986). Jenis Daun Murbei dan Ras Ulat yang Cocok untuk Pengembangan Persuteraan Alam di Payakumbuh Sumatera Barat. Buletin Penelitian Hutan, 482.

Samsijah. (1992). Pemilihan Tanaman Murbei yang Sesuai untuk Daerah Sindangresmi, Suka Bumi, Jawa Barat. Buletin Penelitian Hutan, 547.

Setiadi, Wiwit, Kasno, & Haneda, N.F. (2011). “Penggunaan pupuk organik untuk peningkatan produktivitas daun murbei (Morus sp.) sebagai pakan ulat sutra.” Jurnal Silvikultur Tropika, 02, 165-70.

Verma, A.K., Chattopadhyay, G.K., Sengupta, M., Das, S.K., & Sarkar, A. (2005). Heterobeltiotic genetic interaction between congenic and syngenic breeds of silkworm, Bombyx mori L. Int. J. Indust. Entomol, 11(2), 119-124.

Page 245: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

KELAYAKAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA MASOYI

(Cryptocarya massoy (Oken) Konstren) DI INDONESIA

Irma Yeny

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Jl. Gunung Batu Nomor 5, Bogor, Provinsi Jawa Barat

Email:[email protected]

I. PENDAHULUANTumbuhan Masoyi (Cryptocarya massoy (Oken) Konstren) merupakan tumbuhan berkayu. Bagian yang umumnya dimanfaatkan adalah kulit kayu masoyi yang diekstraksi untuk menghasilkan minyak (Triantoro & Susanti, 2007). Oleh karena itu, jenis ini dikelompokkan menjadi hasil hutan bukan kayu (HHBK) penghasil minyak atsiri. Topul, Wossa, & Leach, (2007) mengungkapkan komponen utama dalam kulit kayu dan minyak inti kayu adalah C-10 (5,6-dihydro-6-pentyl-2H-pyran-2-one) dan C-12 (5,6-dihydro-6-heptyl-2H-pyran-2-one) atau yang dikenal dengan massoia lakton. Minyak esensial masoyi memiliki aroma seperti minyak kelapa dan menyebabkan rasa hangat jika terkena kulit.

Sifat fisik dan kandungan kimia tersebut menyebabkan pada umumnya minyak masoyi digunakan sebagai cita rasa es krim, obat cacing dan kejang perut, serta telah dikembangkan untuk industri perisa (flavor) makanan, kosmetik,

Page 246: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

236

dan sebagai obat penenang (Topul et al., 2007). Beberapa hasil penelitian terkait farmokologi minyak masoyi menyebutkan bahwa konstituen utama, C-10 Massoia lactone memiliki prinsip antimikroba (Permanasari, Triana, & Agustinus, Yuswanto, 2017). Selain itu Ekstrak kulit massoia (fase padat dan minyak) dan ML menunjukkan aktivitas yang menjanjikan sebagai anti-biofilm terhadap C. albicans di IC50 0,074% v/v, 271 μg/mL dan 0,026 μg/mL (Hertiani, Pratiwi, Yuswanto, & Permanasari, 2016). Minyak atsiri kulit kayu masoyi merupakan imunomodulator potensial secara in vitro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kulit Massoia dapat meningkatkan aktivitas fagositik sel makrofag tikus (Hertiani, Yuswanto, Pratiwi, & Mashar, 2018).

Masoyi termasuk famili Lauraceae merupakan tanaman endemik Indonesia. Iskandar & Ismanto, (1999)melaporkan tumbuhan masoyi ditemui di kepulauan Indonesia dan Cina. Di Indonesia di temui di Jawa dan Maluku (Seram Selatan, Bacan dan terutama di Pulau Aru dan Kai). Namun saat ini tumbuhan masoyi sudah sulit ditemui di wilayah tersebut. Hal ini terlihat dengan tidak ditemukan lagi perdagangan kulit masoyi di wilayah Jawa dan Maluku. Perdagangan kulit masoyi di terbesar Indonesia berasal dari Pulau Papua dan Papua Neugini. Hal ini menunjukkan bahwa eksploitasi kulit masoyi yang telah berlangsung sejak tahun 1980 an, kini hanya menyisakan tumbuhan masoyi di pulau Papua. Kondisi ini tidak terlapas dari teknik pemanenan yang dilakukan dengan cara menebang. Teknik pemanenan dilakukan dengan cara tebang kemudian dikupas kulitnya. Teknik pemanenan yang dilakukan tanpa melakukan penanaman menyebabkan semakin berkurangnya populasi masoyi dialam.

Dewan Atsiri Indonesia (2018) menyebutkan bahwa saat ini minyak masoyi menempati urutan ke 8 (delapan) terbesar dalam hal produksi atsiri di Indonesia dengan nilai produksi tahun 2017 mencapai 15-20 ton. Jumlah produksi minyak masoyi naik sejak tahun 2014 dan stabil sampai tahun

Page 247: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

237

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

2017 dengan nilai rata-rata produksi 15,5-20 ton/tahun. Tingginya produksi minyak masoyi disebabkan masih adanya permintaan pasar internasional terutama dari negara Cina dan Brazill (Dewan Atsiri Indonesia, 2018). Permintaan minyak masoyi di pasar dunia secara langsung berdampak pada pentingnya keberlanjutan serta upaya pengembangan sumber bahan baku minyak masoyi. Lebih lanjut dikatakan masoyi merupakan jenis penghasil minyak atsiri yang sedang berkembang dan mendesak untuk dilakukan revitalisasi. Revitalisasi penting dilakukan untuk menggantikan suplay bahan baku kulit masoyi yang bersumber dari hutan alam menjadi hutan tanaman. Gunawan (2009) menyebutkan Indonesia sebagai negara pengekspor minyak atsiri yang penting di dunia harus mengupayakan pengembangan, kualitas dan nilai minyak atsiri dan produk turunannya. Produksi minyak atsiri merupakan proses yang panjang mulai dari penanaman sampai dengan pengolahan minyak. Peningkatan efisiensi produksi memerlukan peningkatan produktivitas tanaman, perbaikan penanganan pasca panen, ekstraksi dan peningkatan nilai tambah yang didukung pengendalian danjaminan mutu agar diperoleh mutu tinggi dan konsisten. Disisi lain dalam membangun hutan tanaman masoyi membutuhkan teknik dan inovasi budidaya untuk menghasilkan hutan tanaman yang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi.

Berdasarkan peluang sebagai negara pengekspor minyak masoyi, maka diperlukan informasi awal bagaimana kondisi terkini perdagangan minyak masoyi dan apakah program pengembangan bahan baku minyak masoyi layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan hal tersebut maka tulisan ini akan menyajikan informasi kelayakan pengembangan budidaya masoyi. Analisis dilakukan menggunakan metode Marketing Analysis and Development (MA&D) yang dikembangkan oleh (Lecup, Nicholson, Purwandono, & Karki, 1999). Metode ini merupakan pengembangan dari metode analisis kelayakan proyek yang sudah disesuaikan untuk mengenalisis kelayakan unit usaha yang mengelola hasil hutan bukan kayu. Tujuan dari metode ini adalah menilai kelayakan usaha dengan memanfaatkan hasil hutan tanpa harus mengganggu alam dan isinya secara efisien.

Page 248: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

238

Tulisan ini dapat memberikan arah yang jelas terhadap rencana investasi, mengidentifikasi risiko yang mungkin terjadi lebih awal, serta dapat berfungsi sebagai penarik investor. Keseluruhan analisis kelayakan dari berbagai aspek dalam studi akan memberikan gambaran secara komprehensif mengenai kelayakan pengembangan usaha. Kelayakan secara komprehensif ini sangat diperlukan, khususnya untuk proyek pengembangan usaha yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya alam. Sehingga proyek pengembangan usaha dijalankan secara lestari tanpa mengganggu kelestarian alam dan keseimbangan ekosistem yang ada. Tulisan ini akan mengungkapkan bagaimana kelayakan pengembangan usaha budidaya masoyi ditinjau dari aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi, aspek ekologi dan lingkungan, aspek sosial budaya dan kelembagaan, serta aspek finansial.

II. KELAYAKAN PENGEMBANGAN MASOYI

Metode Marketing Analysis and Development (MA&D) yang dikembangkan oleh (Lecup et al., 1999), selanjutnya digunakan untuk melihat kelayakan suatu usaha masing-masing unit analisis. Berdasarkan alur pikir tersebut maka seluruh aspek akan dideskripsikan untuk menentukan kelayakannya. Pada bagian yang dianggap layak namun memiliki beberapa resiko maka, akan dilakukan evaluasi untuk memininalkan resiko dan meningkatkan kelayakannya. Analisis kelayakan usaha ini diharapkan mampu menjadi dasar pengembangan masoyi di Indonesia.

A. Aspek Pasar dan PemasaranAspek pasar dan pemasaran merupakan analisis dari kondisi pasar yang dihadapi oleh produk masoyi baik dalam bentuk kulit kayu maupun dalam bentuk minyak atsiri. Aspek pasar dan pemasaran menempati urutan pertama dalam studi kelayakan. Pengembangan suatu usaha harus diarahkan berdasarkan kondisi pasar yang dihadapi (market oriented).

Page 249: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

239

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

1. KetersediaanPohon masoyi tergolong tumbuhan tinggi (> 30 m) dengan batangnya tegak, tidak berlekuk dan terpilin. Umumnya tidak berbanir dan diameternya bisa mencapai 65 cm, tidak bermata kayu. Kulit batangnya kelabu kehijauan atau muda dengan ketebalan kulit 5-15 mm. Pohon mempunyai akar papan dengan tinggi 1-1,5 m; lebar 1-3 m dan tebal 5- 15 mm (Rostiwati & Efendi, 2013) (Gambar 1).

145

II. KELAYAKAN PENGEMBANGAN MASOYI Metode Marketing Analysis and Development (MA&D) yang dikembangkan

oleh (Lecup et al., 1999), selanjutnya digunakan untuk melihat kelayakan suatu usaha masing-masing unit analisis. Berdasarkan alur pikir tersebut maka seluruh aspek akan dideskripsikan untuk menentukan kelayakannya. Pada bagian yang dianggap layak namun memiliki beberapa resiko maka, akan dilakukan evaluasi untuk memininalkan resiko dan meningkatkan kelayakannya. Analisis kelayakan usaha ini diharapkan mampu menjadi dasar pengembangan masoyi di Indonesia. A. Aspek Pasar dan Pemasaran

Aspek pasar dan pemasaran merupakan analisis dari kondisi pasar yang dihadapi oleh produk masoyi baik dalam bentuk kulit kayu maupun dalam bentuk minyak atsiri. Aspek pasar dan pemasaran menempati urutan pertama dalam studi kelayakan. Pengembangan suatu usaha harus diarahkan berdasarkan kondisi pasar yang dihadapi (market oriented). 1. Ketersediaan

Pohon masoyi tergolong tumbuhan tinggi (> 30 m) dengan batangnya tegak, tidak berlekuk dan terpilin. Umumnya tidak berbanir dan diameternya bisa mencapai 65 cm, tidak bermata kayu. Kulit batangnya kelabu kehijauan atau muda dengan ketebalan kulit 5-15 mm. Pohon mempunyai akar papan dengan tinggi 1-1,5 m; lebar 1-3 m dan tebal 5- 15 mm (Rostiwati & Efendi, 2013) (Gambar 1).

Sumber: Rostiwati & Efendi (2013)

Gambar 1. Pohon Masoyi umur 25 tahun.

Sumber: Rostiwati & Efendi (2013)

Gambar 1. Pohon Masoyi umur 25 tahun.

Saat ini suplai kulit masoyi untuk bahan baku minyak masoyi masih tersedia. Hal ini terlihat dengan masih berjalannya perdagangan kulit masoyi dari hutan alam Papua dan Papua Nugini. Produksi kulit masoyi masoyi kering

Page 250: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

240

untuk kebutuhan industri minyak masoyi di Indonesia mencapai 600 ton/tahun yang berasal dari hutan alam di Papua dan Papua Nugini (hasil wawancara dengan pengusaha masoyi di Papua).

2. PermintaanPermintaan kulit kayu masoyi pada umumnya dalam dua bentuk pemanfaatan yaitu sebagai bahan baku jamu dan untuk bahan baku minyak. Untuk bahan baku jamu kulit kayu masoyi yang sudah kering dipotong ukuran kecil dan dikeringkan. Potongan kulit masoyi yang telah kering akan dipasarkan di pasar tradisional. Saat ini permintaan kulit masoyi sebagai bahan jamu ditemui di pasar Beringharjo Jogjakarta dan pasar Gede dan Sukoharjo di Solo. Konsumen pada umumnya memanfaatkan kulit masoyi sebagai campuran jamu dengan cara diseduh menggunakan air panas bersama potongan jenis empon-empon lainnya seperti kunyit dan jahe.

Permintaan kulit kayu masoyi sebagai bahan baku minyak pada umumnya dilakukan olah industri besar minyak atsiri. Permintaan kulit kayu sebagai bahan baku minyak cukup tinggi untuk selanjutnya diolah menjadi menjadi minyak masoyi dengan kandungan C12 datas 30%. Minyak masoyi dengan kandungan lakton yang tinggi dapat digunakan sebagai perisa es krim dan produk-produk diet rendah lemak untuk memberi kesan creammy. Saat ini penggunaan minyak masoyi telah masuk dalam dunia farmasi dan kosmetika.

Beragamnya pemanfaatan produk masoyi menyebabkan meningkatnya permintaan bahan baku masoyi. Saat ini belum terdapat data kebutuhan minyak masoyi secara lokal, nasional dan dunia. Namun pendekatan perdagangan minyak masoyi yang menempatkan masoyi pada urutan ke-8 dari 22 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan menunjukkan masih tingginya kebutuhan bahan baku minyak masoyi (Tabel 2).

Page 251: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

241

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Tabel 1. Produksi Minyak Atsiri Indonesia 2014-2017

No. Essential OilsProduksi ton/tahun

2014 2015 2016 2017 Trend

1. Minyak Terpentin 13.00-14.000

12.500-13.500

Stabil

2. Minyak cengkeh 3.500-4.000

4.200-4.700

3.200-3.500

2.500-3.000

Naik

3. Minyak Nilam 800-1.000

1.400-1.600

1.500-1.700

1.200-1.400

Turun

4. Minyak sereh wangi 500-600 600-700 600-700 700-800 Naik5. Minyak kayu putih 350-400 350-450 350-450 300-350 Stabil6. Minyak pala 350-400 300-350 300-350 300-350 Stabil7. Minyak keruing 8-10 8-10 40-50 40-50 Stabil8. Minyak massoi 12-15 15-20 20-25 15-20 Stabil9. Minyak akar wangi 20-25 10-15 8-10 5-8 Turun10. Minyak kenanga 12-15 8-10 6-8 3-5 Turun11. Minyak Jahe 5-7 7-10 6-8 6-8 Stabil12. Minyak lajagoa 2-5 2-4 Stabil13. Minyak Daun Jeruk

Pirit2-3 2-3 2-3 <1 Turun

14. Minyak gaharu 2-3 2-3 2-3 2-3 Naik15. Minyak kekumus 1-2 <1 1-2 <1 Turun16. Minyak lawing <2 <1 Stabil17. Minyak kayu manis <1 <1 <1 <1 Stabil18. Minyak cendana <1 <0,7 <0,5 <0,5 Stabil19. Minyak sereh dapur <0,5 <0,5 Stabil20. Minyak lada hitam <0,5 <0,5 Stabil21. Minyak adas <0,5 <0,5 Stabil22. Minyak daun sirih <0,5 <0,5 Stabil

Sumber: Dewan Atsiri Indonesia (2018)

Posisi minyak masoyi dalam 10 jenis minyak dengan nilai perdagangan tertinggi, menunjukkan adanya peluang pengembangan sumber bahan baku. Hal ini menunjukkan adanya kelayakan pengembangan masoyi berdasarkan tingginya kebutuhan bahan baku minyak masoyi.

Page 252: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

242

3. Kriteria permintaan pasarKriteria permintaan pasar terhadap kulit dan minyak masoyi telah diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI tersebut sebagai acuan/pedoman dalam perdagangan sehingga terjadi kesamaan presepsi tertang persyaratan penggunaannya. SNI Kulit masoyi No. 7941 tahun 2013 telah menetapkan kriteria kulit berdasarkan persyaratan mutunya. Persyaratan umum meliputi :1) Bau khas masoyi (seperti aroma kelapa), rasa getir; 2) warna coklat kekuningan sampai coklat tua, 3) Kekeringan kulit yang ditunjukkan dengan kulit yang patah jika dibengkokkan, 4) tekstur kulit bangian dalam halus, 5) kadar air maksimum 12%, 6) bebas jamur, 7) tidak boleh ada kotoran. Sedangkan syarat khusus kulit masoyi dapat dilihat pada (Tabel 2).

Tabel 2. Persyaratan khusus kulit masoyi

No. Parameter Uji SatuanPenggunaan

Jamu Minyak Atsiri1. Panjang Cm ≥15 ≥52. Lingkar luar gulungan

kulitCm ≥3

3. Lebar kulit masoyi Cm ≥5 > 0,54. Kompisisi serbuk dan

serpih% <1 -

5. Kandungan serbuk % <16. Tebal kulit Mm >4 -7. Kadar minyak % - >1,6

Sumber : Badan standar nasional, 2013

Kedua persyaratan kulit masoyi ini juga menjadi panduan para pengumpul kulit masoyi untuk menjaga kualitas produknya. Persyaratan mutu minyak masoyi terdri dari persyaratan umum dan khusus yang diatur dalam SNI Minyak No. 8285 Tahun 2016. Kedua persyaratan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Page 253: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

243

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Tabel 3. Persyaratan Khusus Minyak Masoyi

No. Parameter Persyaratan1. Keadaan1.1 Wujud Cair, jernih1.2 Bau Aroma Khas kelapa1.3 Warna Kuning Muda sampai coklat2. Putaran Optis (-89,83°) – (63,88°)

Sumber : Badan standar nasional, 2018

Tabel 4. Persyaratan Khusus Minyak Masoyi

No. Mutu Tanda Mutu Kandungan masoilakton C10

1. Super 70 ≥70%2. Utama 60 60% - < 70%3. Pertama 50 50% - < 60%4. Kedua 45 45% - < 50%

Sumber : Badan standar nasional, 2018

Persyaratan khusus minyak masoyi (Tabel 4) pada umumnya dijadikan dasar penentuan harga minyak. Semakin tinggi tanda mutu serta kandungan masoilakton C10 semakin mahal harganya. Dengan adanya SNI kulit dan minyak masoyi, maka perdagangan produk masoyi dapat dikatakan layak dan aman dalam pendistribusiannya.

4. Akses informasi pasarInformasi pasar masoyi saat ini sudah semakin terbuka dengan adanya Komunitas Dewan Atsiri Indonesia. Komunitas ini secara terbuka akan menginformasikan berbagai informasi pasar, kebijakan dan teknik pengolahan yang baik. Harga kulit kayu di tinggat petani bervariasi antara Rp. 45.000-100.00 per kg. Sedangkan harga minyak masoyi dikelompokkan menjadi 3 yaitu : 1) kadar lacton 50% Rp. 2,5 juta/kg, 2) kadar lacton 70% Rp. 4 juta/kg dan 3) Kadar lacton 90% Rp. 9 juta/ kg (hasil wawancara

Page 254: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

244

ekportir minyak masoyi tahun 2018). Selain itu melalui informasi komoditi masoyi dalam 5 tahun terakhir sudah semakin banyak disampaikan pada berbagai pertemuan nasional dan internasional. Namun demikian informasi tersebut sampai saat ini masih terbatas pada akademisi dan pemerhati HHBK sedangkan di tingkat petani informasi tersebut sangat terbatas.

5. Akses kreditSumber pendanaan menjadi faktor utama dalam memulai suatu usaha. Sumber pendanaan untuk tanaman kehutanan saat ini telah difalisitasi melalui Badan Layanan Umum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Melalui badan ini pengembangan komoditi kehutanan baik dalam bentuk on farm maupun off farm dapat difasilitasi melalui beberapa skema yaitu skema pinjaman ataupun skema dana bergulir. Pinjaman diberikan kepada lembaga masyarakat desa hutan, pemegang Kulin KK, perhutani, badan usaha yang bekerjasama dengan perhutani serta masyarakat pemegang ijin. Besar pinjaman dapat maksimal 40 M dengan BI rate +4%.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat dikatakan akses kredit untuk pengembangan masoyi dapat diperoleh jika pengembangan dilakukan oleh lembaga usaha dan masyarakat pemegang ijin. Oleh karena itu pengembangan masoyi dalam skala luas harus dilakukan dengan membentuk badan usaha sehingga akan mempermudah akses kredit kepada BLU. Sedangkan akses kredit dari bank komersial saat ini belum banyak di lakukan.

Berdasarkan aspek pasar dan pemasaran, maka pengembangan usaha budidaya masoyi dapat dikatakan layak karena tidak terdapat masalah dalam ketersediaan, permintaan, kriteria permintaan pasar, informasi pasar dan akses kredit. Masih terbukanya peluang pemasaran sehingga seluruh hasil produksi yang dihasilkan dapat diterima oleh pasar.

Page 255: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

245

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

B. Aspek Teknis dan TeknologiAspek teknis dan teknologi merupakan pengamatan pada kondisi teknis dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi. Aspek teknis meliputi tahapan budididaya masoyi dan pasca panennya. Tahapan budidaya masoyi saat ini telah dikembangkan oleh Puslitbang Hutan Bogor dan Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari Papua. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik budidaya masoyi secara ex situ dapat dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian tumbuh masoyi (Yeny & Minarningsih, 2018). Upaya pengembangan telah dilakukan di wilayah Boalemo, Gorontalo, Pasaman Barat dan Lombok Timur. Upaya pengembangan tersebut mendapat advis teknis dari Puslitbang Hutan Bogor sehingga sampai 4 tahun penanaman menunjukkan pertumbuhan yang baik.

Beberapa hasil penelitian budidaya masoyi yang dilakukan skala laboratorium dan dapat digunakan sebagai dasar pengembangan masoyi antara lain yaitu : tempat tumbuh masoyi, teknik perbenihan, teknik perbanyakan tanaman (generatif dan vegetatif ), teknik penanaman, teknik pengendalian hama penyakit.

1. Teknik budidaya

a. Tempat tumbuh masoyiTempat tumbuh merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan masoyi di wilayah Indonesia. Beberapa literatur mengungkapkan bahwa masoyi di temukan di wilayah Papua pada ketinggian 2-40 mdpl (Heyne, 1987), 10-700 mdpl (Rumbiak, Gunawan, & Tabbiiati, 2009), 40-800 mdpl (Yeny & Minarningsih, 2018). Yeny, Narendra, & Nuroniah, (2018) mengungkapkan bahwa hasil analisis GIS pada wilayah sebaran alami Masoyi (Kabupaten Bintuni, Nabire dan Manokwari) menunjukkan adanya perbedaan karakteristik lahan dari ketiga lokasi

Page 256: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

246

tersebut. Pada kriteria elevasi, jenis tanah, tekstur tanah dan kedalaman efektif di ketiga lokasi memiliki kisaran yang kecil. Sedangkan pada kriteria kemiringan (slope) dan curah hujan memiliki kisaran yang cukup besar seperti terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik lahan pada sebaran alami Masoyi di Papua (land characteristics of Masoyi natural distribution in Papua)

Variabel (variables)

Sebaran alami Masoyi di lokasi penelitian (natural distribution)

Kabupaten (dis-trict)

Bintuni *)

Kabupaten (district)Nabire *)

Kabupaten (district)Manokwari**)

Elevasi (elevation) (m dpl)

300-475 300-450 200

Kemiringan (slope) (%) 2-8 41-60 41-60

Jenis tanah (soil type) Paleustults, haplustults

Dystropepts, humitropepts, tropaquods

Rendolls, Eutropepts,Tropudults; Dystropepts,Tropudalfs

Kedalaman efektif (depth effectiveness) (cm)

20-60;20-60 20-60; 20-60; 20-60 20-60; 20-60; 20-60; 20-60

Kelas tekstur tanah

(soil texture class) Moderate fine/fine Medium/mod.fine

Mod.coarse/mod.fine Med.rock/fine.rock

Mod.fine/fine

Mod.coarse/mod.fine

Curah hujan (precipitation)(mm/th)

1300-2500 > 1800 > 2000

Bulan basah (wet season) 5 7 6

Bulan kering (dry season) 3 1 1

Suhu min (min temperature)

21 9 16

Suhu max (max temperature)

34 30 34

Page 257: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

247

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Tabel 5 menunjukkan habitat alami Masoyiberada pada rentang kemiringan lereng yang cukup besar yaitu 2-60% dan curah hujan >1.300 mm/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa Masoyi dapat beradaptasi pada kemiringan dan curah hujan yang besar, namun memiliki rentang yang sempit dalam hal elevasi, jenis tanah, tekstur tanah dan kedalamanefektif (Yeny et al., 2018).

Yeny & Minarningsih, (2018) menyebutkan di Kampung Kaprus Distrik Tahota, Kabupaten Manokwari tumbuhan masoyi yang ditemui tumbuh bersamaan dengan vegetasi dominan lainnya yaitu: 1) Tingkat pohon (Pimelodendron amboinicum, Homalium, Pterygota forbesii, Santiria tomentosa), 2) Tingkat tiang (Ficus sp, Pterygota forbesii, Ryparosa javanica, Xanthophyllum sp, Macaranga versteeghii), 3) Tingkat semai (Selaginella cf. frondosa, Taxotrophis illicifolius, Aglaia sp., Sageraea sp.)

b. PerbenihanDalam upaya pengembangan masoyi, informasi perbenihan menjadi dasar perlakuan awal pembibitan. Buah yang dapat dijadikan sumber benih adalah yang memiliki kemasakan buah yang ditandai dengan kulit buah yang tua berwarna coklat ke hitam pekat. Pengumpulan buah pada umumnya dilakukan dengan cara pemanjatan dan pengumpulan dari lantai hutan. Buah yang diambil dengan cara pemanjatan pada umumnya lebih baik dibandingkan dengan yang dipungut dari lantai hutan. Pengumpulan buah dilakukan pada musim berbuah 2 x dalam satu tahun yaitu bulan Juli-agustus dan desember-Pebruari (Yeny & Minarningsih, 2018). Namun musim buah sering berubah akibat perubahan musim hujan.

Benih masoyi memiliki kadar air 44,14% dengan berat rata-rata buah 2,70 g dan berat rata-rata benih 2,00 g. Berdasarkan nilai kadar air benih masoyi dapat digolongkan menjadi benih rekalsitran (Yeny & Minarningsih, 2018). Benih masoyi tidak memiliki masa dormansi namun cangkang yang keras dapat memperlambat proses perkecambahan. Rumbiak, Gunawan, & Tabbiiati, (2009) melaporkan biji yang dikumpulkan ± 30% biji rusak terserang hama. Adanya serangan serangga ini mengakibatkan biji masoyi mengalami kerusakan dan tidak dapat berkecambah. Hal ini diduga

Page 258: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

248

sebagai salah satu penyebab rendahnya permudaan tanaman masoyi di alam (Rumbiak et al., 2009). Kondisi ini mengakibatkan sulitnya penyediaan benih dengan jumlah cukup dan bermutu.

c. Perbanyakan tanaman masoyi

1. Generatif

Untuk mempermudah perkecambahan maka, dilakukan perlakuan awal pada benih dengan melepaskan daging buah (Gambar 1)

148

pemanjatan dan pengumpulan dari lantai hutan. Buah yang diambil dengan cara pemanjatan pada umumnya lebih baik dibandingkan dengan yang dipungut dari lantai hutan. Pengumpulan buah dilakukan pada musim berbuah 2 x dalam satu tahun yaitu bulan Juli-agustus dan desember-Pebruari (Yeny & Minarningsih, 2018). Namun musim buah sering berubah akibat perubahan musim hujan.

Benih masoyi memiliki kadar air 44,14% dengan berat rata-rata buah 2,70 g dan berat rata-rata benih 2,00 g. Berdasarkan nilai kadar air benih masoyi dapat digolongkan menjadi benih rekalsitran (Yeny & Minarningsih, 2018). Benih masoyi tidak memiliki masa dormansi namun cangkang yang keras dapat memperlambat proses perkecambahan. Rumbiak, Gunawan, & Tabbiiati, (2009) melaporkan biji yang dikumpulkan ± 30% biji rusak terserang hama. Adanya serangan serangga ini mengakibatkan biji masoyi mengalami kerusakan dan tidak dapat berkecambah. Hal ini diduga sebagai salah satu penyebab rendahnya permudaan tanaman masoyi di alam (Rumbiak et al., 2009). Kondisi ini mengakibatkan sulitnya penyediaan benih dengan jumlah cukup dan bermutu. 4. Perbanyakan tanaman masoyi a. Generatif

Untuk mempermudah perkecambahan maka, dilakukan perlakuan awal pada benih dengan melepaskan daging buah (Gambar 1)

(a) (b)

Sumber: Yeny & Minarningsih (2018)

Gambar 2. Perlakuan awal buah masoyi (a) tanpa daging buah hasil (b)

Pelepasan daging buah dilakukan untuk menghindari benih terserang hama. Pada buah masoyi yang masih mengandung daging buah berpotensi diserang hama dan jamur. Pelepasan daging buah dilakukan dengan merendam buah selama 24 jam atau lebih dengan air suhu kamar. Perendaman dilakukan sampai daging buah menjadi lunak dan dapat dilepas dari cangkang buah. Buah yang telah dilepaskan daging buahnya selanjutnya dapat dijadikan sumber benih.

Masoyi memiliki tipe perkecambahan Hypogeal (Hypogeous) dimana munculnya radikel diikuti dengan pemanjangan plumula, hipokotil tidak memanjang ke atas permukaan tanah sedangkan kotiledon tetap berada di dalam

Sumber: Yeny & Minarningsih (2018)

Gambar 2. Perlakuan awal buah masoyi (a) tanpa daging buah hasil (b)

Pelepasan daging buah dilakukan untuk menghindari benih terserang hama. Pada buah masoyi yang masih mengandung daging buah berpotensi diserang hama dan jamur. Pelepasan daging buah dilakukan dengan merendam buah selama 24 jam atau lebih dengan air suhu kamar. Perendaman dilakukan sampai daging buah menjadi lunak dan dapat dilepas dari cangkang buah. Buah yang telah dilepaskan daging buahnya selanjutnya dapat dijadikan sumber benih.

Page 259: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

249

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Masoyi memiliki tipe perkecambahan Hypogeal (Hypogeous) dimana munculnya radikel diikuti dengan pemanjangan plumula, hipokotil tidak memanjang ke atas permukaan tanah sedangkan kotiledon tetap berada di dalam kulit dibawah permukaan tanah. Proses perkecambahan dimulai dengan pecahnya tonjolan pada benih dimulai pada hari ke 10 (sepuluh) sampai dengan hari ke 14 (empat belas), kemudian diikuti keluarnya radikel atau calon akar. Selanjutnya 7 (tujuh) hari kemudian diikuti dengan keluarnya plumula yang terus memanjang ke atas tanpa daun. Daun muncul 7-10 hari setelah plumula keluar. Proses perkecambahan normal menghasilkan daun membutuhkan 24-32 hari (Yeny & Minarningsih, 2018).

Benih yang telah berkecambah dapat dipindahkan ke media sapih setelah tanaman mengeluarkan 2 heai daun. Media sapih berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit masoyi di persemaian pada parameter tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang dan jumlah daun. Pada parameter tinggi tanaman, jumlah cabang dan diameter batang, ketiga jenis media yaitu tanah+pasir (2:1, v/v); tanah+pasir (1:2, v/v); tanah+arang sekam 1:1, v/v) tidak berbeda nyata dengan nilai tertinggi pada jenis media tanah+pasir (2:1, v/v) (Minarningsih, Yeny, & Santoso, Purwanto, 2017). Bibit siap tanam di lapangan dengan tinggi bibit 40 cm, diameter 5-6 mm, jumlah daun minimal 6, media utuh (akar dan media kompak), umur 4-6 bulan, 50% batang berkayu dan kokoh, bibit sehat.

2. Vegetatif

Perbanyakan tanaman masoyi dapat dilakukan secara vegetatif (stek) dengan sistem Koffco. Hasil penelitian stek masoyi dengan sistem Koffco menunjukkan faktor media sangat mempengaruhi persen daun muda dan persen berakar. Sedangkan faktor hormon NAA dan bagian stek tidak mempengaruhi semua variabel. Media terbaik adalah media kombinasi tanah+pasir (2:1, v/v) dengan persen tunas 93% dan berakar 71,67% (Darwo & Yeny, 2018).

Untuk menghasilkan bahan tanam masoyi melalui stek, maka saat ini terdapat kebun pangkas masoyi di persemaian Puslitbang Hutan Bogor. Pola tanam yang digunakan dengan jarak antar pot 20 cm x 20 cm. Masoyi yang

Page 260: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

250

akan dijadikan pohon donor (ortet) terdiri dari asal benih yang sama yaitu berasal dari pohon induk asal Kabupaten Fak-fak. Kegiatan perbanyakan tanaman dilakukan untuk mendukung tersedianya bahan tanam masoyi pada kegiatan pengembangan dan domestikasi masoyi. Beberapa foto kegiatan kebun pangkas dapat dilihat pada gambar berikut.

149

kulit dibawah permukaan tanah. Proses perkecambahan dimulai dengan pecahnya tonjolan pada benih dimulai pada hari ke 10 (sepuluh) sampai dengan hari ke 14 (empat belas), kemudian diikuti keluarnya radikel atau calon akar. Selanjutnya 7 (tujuh) hari kemudian diikuti dengan keluarnya plumula yang terus memanjang ke atas tanpa daun. Daun muncul 7-10 hari setelah plumula keluar. Proses perkecambahan normal menghasilkan daun membutuhkan 24-32 hari (Yeny & Minarningsih, 2018).

Benih yang telah berkecambah dapat dipindahkan ke media sapih setelah tanaman mengeluarkan 2 heai daun. Media sapih berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit masoyi di persemaian pada parameter tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang dan jumlah daun. Pada parameter tinggi tanaman, jumlah cabang dan diameter batang, ketiga jenis media yaitu tanah+pasir (2:1, v/v); tanah+pasir (1:2, v/v); tanah+arang sekam 1:1, v/v) tidak berbeda nyata dengan nilai tertinggi pada jenis media tanah+pasir (2:1, v/v) (Minarningsih, Yeny, & Santoso, Purwanto, 2017). Bibit siap tanam di lapangan dengan tinggi bibit 40 cm, diameter 5-6 mm, jumlah daun minimal 6, media utuh (akar dan media kompak), umur 4-6 bulan, 50% batang berkayu dan kokoh, bibit sehat. b. Vegetatif

Perbanyakan tanaman masoyi dapat dilakukan secara vegetatif (stek) dengan sistem Koffco. Hasil penelitian stek masoyi dengan sistem Koffco menunjukkan faktor media sangat mempengaruhi persen daun muda dan persen berakar. Sedangkan faktor hormon NAA dan bagian stek tidak mempengaruhi semua variabel. Media terbaik adalah media kombinasi tanah+pasir (2:1, v/v) dengan persen tunas 93% dan berakar 71,67% (Darwo & Yeny, 2018).

Untuk menghasilkan bahan tanam masoyi melalui stek, maka saat ini terdapat kebun pangkas masoyi di persemaian Puslitbang Hutan Bogor. Pola tanam yang digunakan dengan jarak antar pot 20 cm x 20 cm. Masoyi yang akan dijadikan pohon donor (ortet) terdiri dari asal benih yang sama yaitu berasal dari pohon induk asal Kabupaten Fak-fak. Kegiatan perbanyakan tanaman dilakukan untuk mendukung tersedianya bahan tanam masoyi pada kegiatan pengembangan dan domestikasi masoyi. Beberapa foto kegiatan kebun pangkas dapat dilihat pada gambar berikut.

(a) (b)

Gambar 3. Ortet masoyi umur 1 dan 2 tahun pada saat awal penyapihan (a) dan umur 8 bulan setelah di sapih (b)

Sebanyak 183 ortet dengan potensi 2 bagian stek dalam satu ortet maka kebun pangkas persemaian Gunung Batu berpotensi menyediakan bahan tanam 366 stek setiap tahunnya.

Gambar 3. Ortet masoyi umur 1 dan 2 tahun pada saat awal penyapihan (a) dan umur 8 bulan setelah di sapih (b)

Sebanyak 183 ortet dengan potensi 2 bagian stek dalam satu ortet maka kebun pangkas persemaian Gunung Batu berpotensi menyediakan bahan tanam 366 stek setiap tahunnya.

d. Teknik penanamanTeknik penanaman masoyi secara ex situ dilakukan dalam skala laboratorium di KHDTK Haurbentes dan KPHP Boalemo. Teknik penanaman di KPH Boalemo dilakukan dengan pola pengayaan pada areal hutan produksi. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pertumbuhan masoyi berdasarkan perbendaan tutupan tajuk. Terdapat 2 perbedaan tutupan tajuk yaitu berat dan sedang. Hasil pertumbuhan masoyi pada KPH Boalemo terlihat pada Tabel 6.

Page 261: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

251

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Tabel 6. Rerata pertumbuhan masohi sampai dengan umur 17 bulan setelah tanam

Jenis tutupan tajukTinggi (cm) Diameter (cm)

12 blnTtanam

17 bln tanam

12 bln tanam

17 blntanam

Tolotio dan bayur (daun besar) 44,48 49,32 2,87 3,99

Binggele (daun kecil) 63,72 80,51 3,96 5,44

Tabel 6, menunjukkan bahwa masoyi memiliki pertumbuhan yang lebih baik pada tutupan jenis binggele (daun kecil) dibandingkan tutupan tajuk tolotio dan bayur (daun lebar dengan kerapatan tinggi). Kondisi ini menunjukkan bahwa intensitas cahaya yang masuk ke lantai hutan mempengaruhi kecepatan tumbuh tanaman. Tanaman dengan intensitas cahaya rendah cenderung kerdil dibandingkan dengan intensitas sedang sampai tinggi (Gambar 4).

150

c. Teknik penanaman Teknik penanaman masoyi secara ex situ dilakukan dalam skala

laboratorium di KHDTK Haurbentes dan KPHP Boalemo. Teknik penanaman di KPH Boalemo dilakukan dengan pola pengayaan pada areal hutan produksi. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pertumbuhan masoyi berdasarkan perbendaan tutupan tajuk. Terdapat 2 perbedaan tutupan tajuk yaitu berat dan sedang. Hasil pertumbuhan masoyi pada KPH Boalemo terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rerata pertumbuhan masohi sampai dengan umur 17 bulan setelah tanam

Jenis tutupan tajuk Tinggi (cm) Diameter (cm)

12 bln Ttanam

17 bln tanam

12 bln tanam

17 bln tanam

Tolotio dan bayur (daun besar) 44,48 49,32 2,87 3,99

Binggele (daun kecil) 63,72 80,51 3,96 5,44

Tabel 2, menunjukkan bahwa masoyi memiliki pertumbuhan yang lebih baik pada tutupan jenis binggele (daun kecil) dibandingkan tutupan tajuk tolotio dan bayur (daun lebar dengan kerapatan tinggi). Kondisi ini menunjukkan bahwa intensitas cahaya yang masuk ke lantai hutan mempengaruhi kecepatan tumbuh tanaman. Tanaman dengan intensitas cahaya rendah cenderung kerdil dibandingkan dengan intensitas sedang sampai tinggi (Gambar 5).

Sumber: Yeny & Minarningsih (2018) Gambar 4. Perbedaan fisik masoy di KPH Boalemo: (a) dibawah tegakan

binggele, (b) dibawah tegakan tolotio dan bayur

Plot pengembangan masoyi pada KHDTK Haurbentes terletak pada Desa irajaya Kecamatan Jasinga 0,5 ha dengan jarak tanam 2 x 10 m. Teknik penanaman di KHDTK Haurbentes menggunakan sistem jalur tanpa naungan

Sumber: Yeny & Minarningsih (2018)

Gambar 4. Perbedaan fisik masoyi di KPH Boalemo: (a) dibawah tegakan binggele, (b) dibawah tegakan tolotio dan bayur

Page 262: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

252

Plot pengembangan masoyi pada KHDTK Haurbentes terletak pada Desa Wirajaya Kecamatan Jasinga 0,5 ha dengan jarak tanam 2 x 10 m. Teknik penanaman di KHDTK Haurbentes menggunakan sistem jalur tanpa naungan dengan 4 taraf pembersihan jalur yaitu pembersihan lebar jalur (1 m, 1½ m, 2 m, dan 2½ m). Lebar antar jalur 10 m dan variasi lebar jalur yang dibersihkan bertujuan untuk menjaga kelembaban udara sekitar tanaman(Gambar 5).

151

dengan 4 taraf pembersihan jalur yaitu pembersihan lebar jalur (1 m, 1½ m, 2 m, dan 2½ m). lebar antar jalur 10 m dan variasi lebar jalur yang dibersihkan bertujuan untuk menjaga kelembaban udara sekitar tanaman(Gambar 6).

(a) (b)

Gambar 5. Pertumbuhan masoyi (a) umur 20 bulan setalah tanam (b) umur 26 bulan setelah tanam.

Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan perbersihan jalur dengan lebar 2½ m memiliki tinggi dan jumlah cabang tertinggi dibandingkan dengan pembersihan lebar jalur lainnya. Sedangan lebar pembersihan 2 m memiliki diametar terbesar dibandingkan dengaan pembersihan lebar jalur lainnya.

Berdasarkan dua teknik penanaman yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa masoyi merupakan tanaman semi toleran sehingga tidak terlalu suka naungan berat, namun tidak suka terbuka (Yeny & Minarningsih, 2018). Untuk mengatasi keterbatasan penanaman dengan sistem pengayaan, maka penanaman masoyi dapat dilakukan pada areal terbuka dengan memperhatikan jarak antar jalur untuk menjaga kelembaban disekitar tanaman.

d. Teknik pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan masoyi yang dilakukan berupa kegiatan pembersihan jalur dan pengendalian hama/penyakit. Pembersihan jalur dilakukan setiap 2 bulan sekali, sedangkan pengendalian hama dilakukan degan pemberian furadan dengan dosis 10 gr/tanaman 6 bulan sekali (Yeny & Minarningsih, 2018). Beberapa gulma yang cukup mempengaruhi pertumbuhan masoyi adalah jenis gulma melulit (Areuyeuteun, Canar, Palumpung, Pakis hata, kerokot, Capituheur). Sedangkan hama yang ditemui pada saat musim panas yaitu hama uret yang menyerang akar. Beberapa foto pemeliharaan tanaman terlihat pada Gambar 6.

Gambar 5. Pertumbuhan masoyi (a) umur 20 bulan setalah tanam (b) umur 26 bulan setelah tanam.

Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan pembersihan jalur dengan lebar 2½ m memiliki tinggi dan jumlah cabang tertinggi dibandingkan dengan pembersihan lebar jalur lainnya. Sedangan lebar pembersihan 2 m memiliki diametar terbesar dibandingkan dengaan pembersihan lebar jalur lainnya.

Berdasarkan dua teknik penanaman yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa masoyi merupakan tanaman semi toleran sehingga tidak terlalu suka naungan berat, namun tidak suka terbuka (Yeny & Minarningsih, 2018). Untuk mengatasi keterbatasan penanaman dengan sistem pengayaan, maka penanaman masoyi dapat dilakukan pada areal terbuka dengan memperhatikan jarak antar jalur untuk menjaga kelembaban disekitar tanaman.

Page 263: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

253

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

e. Teknik pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan masoyi yang dilakukan berupa kegiatan pembersihan jalur dan pengendalian hama/penyakit. Pembersihan jalur dilakukan setiap 2 bulan sekali, sedangkan pengendalian hama dilakukan degan pemberian furadan dengan dosis 10 gr/tanaman 6 bulan sekali (Yeny & Minarningsih, 2018). Beberapa gulma yang cukup mempengaruhi pertumbuhan masoyi adalah jenis gulma melilit (Areuyeuteun, Canar, Palumpung, Pakis hata, kerokot, Capituheur). Sedangkan hama yang ditemui pada saat musim panas yaitu hama uret yang menyerang akar. Beberapa foto pemeliharaan tanaman terlihat pada Gambar 6.

152

a B

Gambar 6. Peberian furadan (a) dan pembersihan gulma secara jalur (b) e. Hama penyakit

Nuraeni, Yeny, & Anggraeni, (2017) menyebutkan bibit masoyi di persemaian terserang oleh gall daun dan penyakit busuk akar, sedangkan tanaman masoyi di areal tanam mengalami serangan penyakit bercak daun. Hama gall daun yang menyerang bibit masoyi di persemaian disebabkan oleh tungau, sedangkan yang menyebabkan penyakit rebah semaia dalah patogen cendawan Fusarium sp. dan Lasiodiplodia sp., penyakit bercak daun yang menyerang masohi di areal tanam adalah cendawan Colletotrichum sp. Serangan hama gall di persemaian hutan dilakukan ujicoba pengendalian dengan menggunakan pestisida kimia dengan bahan aktif abamektin 18EC dapat menurunkan persentase dan intensitas serangan hingga 0% (Nuraeni et al., 2017). Selain tanaman, buah masoyi merupakan buah yang rentan terhadap serangan hama. Dari hasil pengamatan (Yeny et al., 2016) terhadap biji yang diunduh 27,06% rusak terserang hama oleh hama dari genus Coleoptera famili Scolytidae.

(a) (b) (c)

Sumber: Nuraeni, Yeny, & Anggraeni (2017) Gambar 7. Serangan lebih lanjut daun tanaman masoyi menjadi mengkerut (a),

Kutu yang menyerang bibit masoyi di persemaian (b), Bercak daun pada tanaman masoyi di areal tanam (c)

Berdasarkan uraian aspek teknik dan teknologi tersebut, makateknik

budidaya yang dihasilkan melalaui penelitian tidak membutuhkan peralatan yang

Gambar 6. Peberian furadan (a) dan pembersihan gulma secara jalur (b)

f. Hama penyakitNuraeni, Yeny, & Anggraeni, (2017) menyebutkan bibit masoyi di persemaian terserang oleh gall daun dan penyakit busuk akar, sedangkan tanaman masoyi di areal tanam mengalami serangan penyakit bercak daun. Hama gall daun yang menyerang bibit masoyi di persemaian disebabkan oleh tungau, sedangkan yang menyebabkan penyakit rebah semai dalah

Page 264: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

254

patogen cendawan Fusarium sp. dan Lasiodiplodia sp., penyakit bercak daun yang menyerang masoyi di areal tanam adalah cendawan Colletotrichum sp. Serangan hama gall di persemaian hutan dilakukan ujicoba pengendalian dengan menggunakan pestisida kimia dengan bahan aktif abamektin 18EC dapat menurunkan persentase dan intensitas serangan hingga 0% (Nuraeni et al., 2017). Selain tanaman, buah masoyi merupakan buah yang rentan terhadap serangan hama. Dari hasil pengamatan (Yeny et al., 2016) terhadap biji yang diunduh 27,06% rusak terserang hama oleh hama dari genus Coleoptera famili Scolytidae.

152

a B

Gambar 6. Peberian furadan (a) dan pembersihan gulma secara jalur (b) e. Hama penyakit

Nuraeni, Yeny, & Anggraeni, (2017) menyebutkan bibit masoyi di persemaian terserang oleh gall daun dan penyakit busuk akar, sedangkan tanaman masoyi di areal tanam mengalami serangan penyakit bercak daun. Hama gall daun yang menyerang bibit masoyi di persemaian disebabkan oleh tungau, sedangkan yang menyebabkan penyakit rebah semaia dalah patogen cendawan Fusarium sp. dan Lasiodiplodia sp., penyakit bercak daun yang menyerang masohi di areal tanam adalah cendawan Colletotrichum sp. Serangan hama gall di persemaian hutan dilakukan ujicoba pengendalian dengan menggunakan pestisida kimia dengan bahan aktif abamektin 18EC dapat menurunkan persentase dan intensitas serangan hingga 0% (Nuraeni et al., 2017). Selain tanaman, buah masoyi merupakan buah yang rentan terhadap serangan hama. Dari hasil pengamatan (Yeny et al., 2016) terhadap biji yang diunduh 27,06% rusak terserang hama oleh hama dari genus Coleoptera famili Scolytidae.

(a) (b) (c)

Sumber: Nuraeni, Yeny, & Anggraeni (2017) Gambar 7. Serangan lebih lanjut daun tanaman masoyi menjadi mengkerut (a),

Kutu yang menyerang bibit masoyi di persemaian (b), Bercak daun pada tanaman masoyi di areal tanam (c)

Berdasarkan uraian aspek teknik dan teknologi tersebut, makateknik

budidaya yang dihasilkan melalaui penelitian tidak membutuhkan peralatan yang

Sumber: Nuraeni, Yeny, & Anggraeni (2017)

Gambar 7. Serangan lebih lanjut daun tanaman masoyi menjadi mengkerut (a), Kutu yang menyerang bibit masoyi di persemaian (b), Bercak daun pada tanaman masoyi di areal tanam (c)

Berdasarkan uraian aspek teknik dan teknologi tersebut, maka teknik budidaya yang dihasilkan melalaui penelitian tidak membutuhkan peralatan yang sulit di temui di masyarakat serta sangat mudah diaplikasikan dan di kembangkan di masyarakat. Selain itu beberapa teknik budidaya yang dihasilkan saat ini masih dalam skala laboratorium sehingga dibutuhkan aplikasi teknologi dalam skala luas guna mempertahankan keberlanjutan bahan baku minyak masoyi.

Page 265: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

255

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

2. Sumber daya manusiaSumberdaya manusia dalam mengembangkan masoyi tidak perlu memiliki keahlian khusus. Teknik dan teknologi yang dihasilkan pada umumnya berbasis pada teknik budidaya tanaman hutan. Penduduk Indonesia yang sebagian besar penduduk di pendesaan bermatapencaharian sebagai petani mampu menerapkan teknik budidaya dengan mudah. Hal ini disebabkan karena pengetahuan dan keahlian dalam penyemaian, penanaman dan pemeliharaan, sangat mudah dan sudah familiar dilakukan masyarakat. Proses transfer pengetahuan dapat dilakukan melalui pelatihan maupun advis teknis kepada masyarakat yang difasilitasi oleh balai diklat di wilayah pengembangan. Oleh karena itu peningkatan untuk SDM tidak membutuhkan waktu terlalu lama dan mahal dibandingkan dengan manfaat yang diharapkan.

3. Infrastruktur Fisik dan jaringan komunikasiSaat ini dibeberapa wilayah Indonesia terlah tersedia sarana dan parasarana transortasi yang memadai. Oleh karena itu tidak terdapat infrastruktur fisik menghambat transportasi pengangkutan bahan baku hasil pengembangan hutan tanaman baik dalam pemanenan maupun pemasaran. Selain itu tidak terdapat keterbatasan dalam jaringan komunikai dasar untuk merespon permintaan pembeli, sistem informasi pasar sudah semakin baik yang menghubungkan produsen ke pembeli, pengangkut, dan aktor-aktor lainnya baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung.

Kelayakan pengembangan usaha budidaya dari aspek teknik dan teknologi dapat dikatakan layak karena teknis dan teknologi budidaya telah tersedia, peningkatan pengetahuan SDM dalam budidaya masoyi tidak membutuhkan waktu yang lama, infrastruktur jalan dan jaringan komunikasi sudah mulai terbuka sehingga mampu menunjang pengembangan usaha tersebut.

Page 266: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

256

III. ASPEK EKOLOGI DAN LINGKUNGAN

Aspek ekologi dan lingkungan merupakan pengamatan pada kondisi sumberdaya lingkungan (sumber air, lahan dan bahan baku) untuk mendukung keberlanjutan usaha tersebut. Pengembangan usaha dikatakan layak pada aspek ekologi jika secara ekologi memiliki potensi regenerasi dan mudah didomestikasikan. Kelayakan lingkungan, jika bisnis tidak memberikan dampak yang merugikan bagi lingkungan dan pengelolaan limbah tidak mengganggu kehidupan masyarakat sekitar. Beberapa indikator kelayakan yang digunakan meliputi:

1. Distribusi spasial dan kelimpahan di alam. Berdasarkan distribusi spasial dan kelimpahan di alam, tumbuhan masoyi sudah semakin sulit ditemui. Beberapa survey yang dilakukan oleh tim peneliti balai litbang Manokwari menunjukkan bahwa, untuk mencapai lokasi masoyi di hutan alam membutuhkan waktu minimal 5-7 hari. Waktu tempuh yang cukup panjang disebabkan minimnya transportasi ke kampung terdekat serta tempat tumbuh dialam yang sangat terpencar dan cenderung tersisa di areal yang topografi dengan kemiringan yang berat. Pada lokasi yang cenderung datar, tumbuhan masoyi sudah jarang ditemui. Hal ini diduga disebabkan pada areal datar teknik pemanenan lebih mudah dan murah jika dibandingkan dengan areal dengan kemiringan yang curam.Kondisi ini menyebabkan para pemungut kulit masoyi hanya melakukan penebangan pada areal yang cenderung datar. Keterbatasan kelimpahan dialam saat ini dapat diatasi dengan adanya upaya budidaya masoyi di kebun-kebun masyarakat. Upaya budidaya tersebut walaupun belum dapat dipanen dalam jumlah banyak namun, sejauh ini sudah mampu menjadi sumber benih bagi keberlangsungan pengembangan masoyi.

2. Dampak pemanenan. Pemanenan masoyi pada umumnya dilakukan pada saat tumbuhan telah berumur lebih dari 10 tahun. Pemanenan dilakukan dengan cara menebang dan megupas kulit pada batang.

Page 267: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

257

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Pengupasan kulit dilakukan dengan membuat irisan memanjang sehingga memudahkan pengambilan kulit. Sedangkan batang utama dibiarkan lapuk di hutan dan tidak dimanfaatkan. Pemanenan di alam dilakukan pada tumbuhan masoyi dengan diameter > 15 cm dengan umur bervariasi antara 10-15 tahun (Yeny & Minarningsih, 2018). Pohon yang diameter batang > 15 cm dapat menghasilkan >20 kg per pohon (Heyne, 1987), sedangkan masoyi dengan diameter 10 cm menghasilkan kulit kayu 9 kg/pohon (Yeny & Minarningsih, 2018). Pada umumnya tumbuhan dengan diameter tersebut telah memiliki ketebalan kulit yang layak untuk dijual

Pemanenan dengan teknik menebang yang dilakukan disatu sisi akan mempercepat menurunnya jumlah masoyi di alam. Namun secara fisiologi tumbuhan masoyi yang ditebang dengan menyisakan tunggak setinggi 80-100 cm mampu menghasilkan trubusan yang pada akhirnya mampu meregenerasi secara alami. Oleh karena itu, secara ekologi pemanenan masoyi tidak berdampak pada kerusakan ekosistem lainnya.

Pada aspek lingkungan budidaya masoyi tidak berdampak pada pencemaran air dan lahan. Namun demikian pencemaran lingkungan dapat terjadi jika bahan baku kulit masoyi telah diproses pada saat penyulingan. Ampas kulit masoyi yang merupakan limbah destilasi sampai saat ini belum dimanfaatkan. Hal ini seringkali menyebabkan penumpukan di areal penyulingan. Jika areal penyulingan dekat dengan sungai maka aliran sungai akan tercemar dan menimbulkan aroma khas masoyi dan air cederung berasa pedis.

3. Peluang domestikasi. Domestikasi merupakan pengadopsian tumbuhan dan hewan dari kehidupan liar ke dalam lingkungan kehidupan sehari-hari manusia. Berdasarkan definisi tersebut, maka upaya budidaya ex situ merupakan upaya domestikasi. Upaya budidaya ex situ yang telah berhasil di Kabupaten Boalemo, Gorontalo dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat menunjukkan bahwa tidak terdapat keterbatasan

Page 268: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

258

kemungkinan domestikasi tumbuhan masoyi. Masoyi dapat tumbuh di luar habitat alaminya dengan tetap memperhatikan kesesuaian lahan pengembangannya.

4. Potensi regenerasi. Masoyi merupakan tumbuhan berkayu yang menghasilkan buah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber benih. Satu pohon masoyi mampu menghasilkan paling sedikit 2.000-3.000 buah. Yeny & Minarningsih, (2018) menyebutkan jumlah buah yang relatif banyak mempermudah perkembangbiakan tanaman.Dari buah tersebut regenerasi masoyi dapat dilakukan secara generatif melalui proses perkecambahan. Selain itu masoyi saat ini juga dapat dikembangkan secara vegetatif dengan cara stek batang. Teknik stek yang telah berhasil dikembangkan adalah dengan sistem KOFCO, yaitu dengan mengatur suhu dan kelembaban pada kisaran ideal.

Berdasarkan uraian tersebut maka jelas terlihat indikator kelayakan ekologi dan lingkungan. Indikator ekologi terlihat pada adanya regenerasi alami tumbuhan masoyi serta tersedianya teknologi budidaya masoyi. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa proses domestikasi masoyi dapat dilakukan, tidak terlalu lama, tidak terlalu mahal dan tidak rumit diliakukan. Sedangkan berdasarkan indikator lingkungan budidaya masoyi tidak mengakibatkan pencemaran air dan lahan serta tidak meresahkan masyarakat sehingga layak dikembangkan. Oleh karena itu berdasarkan aspek ekologi dan lingkungan, maka pengembangan budidaya masoyi layak dilakukan.

IV. ASPEK SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN

Aspek sosial budaya dan kelembagaan/institusional setting merupakan pengamatan pada aspek manajeman, hukum dan dukungan aturan yang hidup di masyarakat untuk menggambarkan apakah usaha tersebut dapat dikelola dengan baik. Pengembangan usaha dikatakan layak pada aspek sosial,

Page 269: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

259

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

budaya, dan kelembagaan bila pengembangan usaha tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah dan budaya masyarakat. Beberapa indikator yang perlu di amati adalah : 1). Kebijakan hambatan terhadap akses, 2) dukungan peraturan/lokal, 3) keinginan untuk berpartisipasi.

Tumbuhan masoyi merupakan jenis HHBK yang dalam pengurusannya menjadi urusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sejak tahun 1999 telah ada Kebijakan tentang Pengelolaan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yaitu UU. No. 41 tahun 1999, pasal 26 (pemungutan HHBK pada hutan lindung), pasal 28 (pemanfataan HHBK pada hutan produksi). Demikian juga pada Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 55/Menhut-II/2006 Jo. P. 63/Menhut-II/2006 tentang penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan negara, dimana didalamnya tertera juga penatausahaan HHBK. PP No 6 tahun 2007 merupakan peraturan pemerintah tentang upaya optimalisasi HHBK yaitu di pasal 28 tentang Pemungutan HHBK pada hutan lindung, pasal 43 tentang Pemanfaatan HHBK dalam hutan tanaman pada hutan produksi. Sistem perencanaan HHBK menjadi salah satu kebijakan yang bersifat pengarus-utamaan (main streaming) pada sistem perencanaan hutan, yang memberikan arahan pemanfaatan, rehabilitasi dan konservasi, penelitian dan pengembangan, kelembagaan, organisasi dan sumberdaya manusia, serta pemberdayaan masyarakat.

Selain itu juga telah dikeluarkan beberapa kebijakan Kemenhut tentang Pengembangan HHBK yaitu Permenhut nomor P.35/kpts-II/2007, Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 347/Menhut-II/2007 tentang POKJA HHBK Implikasi Koordinasi Daerah (Propinsi Kabupaten), Peraturan Direktur Jenderal RLPS No. P.14/V-Set/2007 Tentang Pedoman Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu. Permenhut P 19/2009 tentang Strategi Pengembangan HHBK, Permenhut P. 21/2009 tentang Kriteria dan Indikator Penetapan Jenis HHBK Unggulan. Berdasarkan berbagai peraturan tersebut, maka kebijakan pengembangan HHBK terus di dorong dan tidak terdapat larangan dalam memungut/memanen atau mengolah tumbuhan masoyi.

Page 270: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

260

Saat ini di wilayah Papua beberapa Pemerintah Daerah mulai menginisiasi pembangunan hutan tanaman masoyi sebagai tanaman unggulan Papua. Kondisi ini menunjukkan adanya dukungan pemerintah daerah dalam mengembangkan tumbuhan masoyi. Dukungan dan partisipasi tidak saya diberikan oleh pemerintah daerah. Saat ini pemerintah pusat melalui Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Balai Penelitian dan Pengembangan Manokwari melakukan pengembangan masoyi pada beberapa wilayah di Papua dengan bekerjasama dengan pihak swasta pemegang ijin pengusahaan hutan.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hambatan dalam akses pemanfaatan masoyi, terdapat dukungan pemerintah pusat dan daerah serta adanya partisipasi sektor swasta untuk mengembangkan masoyi sebagai sumber bahan baku minyak atsiri dan turunannya.

V. ASPEK FINANSIALAnalisis kelayakan fnansial dilakukan dengan melakukan perhitungan secara finansial untuk mengetahui kelayakan usaha secara privat, dalam hal ini kelayakan yang dilihat dari sudut pandang individu atau pelaku usaha. Perhitungan secara finansial ini menggunakan komponen biaya dan manfaat yang berlaku di wilayah Jawa Barat. Untuk memudahkan pengelompokan kedua bagian tersebut digunakan kriteria investasi untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha secara kuantitatif.

A. Komponen Biaya dan ManfaatKomponen biaya yang dikeluarkan mencakup biaya investasi, biaya tetap, serta biaya operasional. Biaya investasi merupakan biaya awal yang dikeluarkan saat menjalankan usaha yaitu pada tahun pertama usaha, dimana jumlahnya relatif besar dan tidak dapat habis dalam satu kali periode produksi. Sedangkan biaya tetap merupakan biaya yang tidak dipengaruhi oleh perubahan input maupun output yang dihasilkan pada usaha budidaya

Page 271: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

261

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

bambu. Sedangkan biaya operasional adalah biaya yang dipengaruhi oleh jalannya proses produksi yakni berkaitan dengan jumlah input yang digunakan serta jumlah output yang dihasilkan.

Komponen biaya budidaya masoyi sebagai berikut:

1. Biaya Investasi (lahan, peralatan, bibit, obat-obatan, pupuk)

2. Biaya tetap (gaji/upah)

3. Biaya Operasional (Penanaman, pemeliharaan dan pemanenan)

Komponen manfaat yang diperoleh usaha budidaya masoyi merupakan seluruh keuntungan yang diperoleh meliputi pendapatan penjualan kulit masoyi.

b. Kriteria investasiMetode yang dapat dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi atau yang biasa disebut dengan kriteria investasi yaitu NPV, Net B/C, IRR, dan payback period. Perumusan dan indikator masing-masing kriteria berdasarkan (Gittinger, 1986) dalam (Nurmalina, Sarianti, & Karyadi, 2009). Kriteria payback period ini tidak memiliki indikator standar dan bersifat relatif tergantung umur proyek dan besarnya investasi. Usaha layak dijalankan jika payback period usaha tidak lebih lama dari umur proyek. Payback period yang relatif cepat lebih disukai untuk investasi. Discount rate dapat menggunakan suku bunga pinjaman, suku bunga simpanan atau suku bunga riil sesuai dengan asumsi sumber modal yang digunakan. Namun begitu, Gittinger (1986) menyarankan untuk penggunaan suku bunga rendah 6-12 persen untuk menilai usaha budidaya di negara berkembang.

Analisis aspek finansial yang dilakukan berhubungan dengan biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh dari kegiatan budidaya masoyi. Penilaian komponen biaya dan manfaat dilakukan di lahan milik di wilayah Jawa Barat. Pola tanam yang digunakan adalah pola pengayaan pada lahan kebun sehingga pembersihan lahan dilakukan dengan sistem pembersihan jalur tanam bukan land clearing. Beberapa asumsi dipakai dalam perhitungan finansial budidaya bambu petung, diantaranya:

Page 272: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

262

1. Jarak tanam untuk daerah datar 5 x 5 m sehingga perhektar ada 400 tanaman. Jarak tanam untuk daerah lereng 2 x 10 m dengan luas areal tanam efektif sebesar 70% sehingga perhektar ada 300 tanaman.

2. Harga bibit Masoyi Rp. 15.000/pohon,3. Satuan biaya upah Rp. 80.000/orang/hari,4. Harga pupuk dasar Rp. 5.000/pohon,5. Harga Insektisida Rp. 1.000.000/ha,6. Upah pembukaan lahan 35 HOK/ha,7. Upah pembuatan lubang tanam dan pemasangan ajir Rp. 6.000/ lubang

tanam,8. Upah penanaman dan pemberian pupuk dasar Rp. 5.000/pohon,9. Upah pemeliharaan (pendangiran dan penyiangan) dilakukan 3 bulan

sekali dengan biaya tenaga kerja 8 HOK sehingga dibutuhkan 30 HOK/ha/tahun,

10. Upah pemberian insektisida dilakukan 6 bulan sekali dengan biaya tenaga keja 12 HOK sehingga dibutukan 24 HOK/ha/tahun,

11. Upah pemanenan 80 HOK/ha,12. Suku bunga analisis sebesar 10% dengan asumsi suku bunga pinjaman

perbankan pada tahun 201913. Dipanen mulai tahun ke-10 dengan produksi 10 kg kulit kering/pohon

dengan harga penjualan Rp. 60.000/kg.

Tabel 7. Hasil analisis kelayakan usaha budidaya masoyidengan daur tebang 10 tahun

Kriteria investasiNilai per hektar

Jarak tanam 2x10 m Jarak tanam 5x5 mNet Present Value (NPV) Rp. 31.507.517 Rp. 41.573.815Benefit Cost Ratio (BCR) 1,64 1,82Internal rate of Return (IRR) 18,39% 19,98%Break Even Point Tahun ke 10 Tahun ke 10

Page 273: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

263

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Hasil analisis pada kedua jarak tanam menunjukan bahwa terdapat NPV positif dan memberikan keuntungan saat pemanenan dilakukan. NPV tertinggi pada lahan datar dengan jumlah tanaman 400/ha. Hal ini menunjukan bahwa adanya pengembangan usaha budidaya masoyi memberikan manfaat bersih. Nilai ini memenuhi kriteria investasi yaitu lebih besar dari nol dan layak untuk dijalankan.

Nilai BCR yang diperoleh sebesar 1,64 untuk jarak tanam 2 x 10 m dan 1,82 untuk jarak tanam 5 x 5 m. Hal ini menunjukan bahwa satu satuan biaya yang dikeluarkan dalam usaha budidaya masoyi memperoleh manfaat bersih masing-masing 1,64 untuk jarak tanam 2 x 10 m dan 1,82 untuk jarak tanam 5 x 5 m. Nilai ini memenuhi kriteria investasi yaitu lebih besar dari satu dan layak untuk dijalankan.

Nilai IRR menunjukan 18,39% untuk jarak tanam 2 x 10 m dan 19,98% untuk jarak tanam 5 x 5 m. Nilai ini lebih besar dari tingkat suku bunga yang digunakan yaitu 10% artinya usaha tersebut memberikan tingkat pengembalian modal yang lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman. Nilai ini memenuhi kriteria investasi dan layak untuk dijalankan.

Payback period dalam budidaya masoyi tercapai pada tahun ke-10 umur proyek, artinya pada tahun pertama panen (umur panen 10 tahun) modal sudah dapat tertutupi dan tahun seterusnya pengusaha harus menanam lagi untuk mendapatkan keuntungan bersih dari usaha budidaya. Berdasarkan kriteria investasi di atas usaha budidaya bambu petung layak secara finansial untuk dijalankan.

VI. PENUTUPBerdasarkan analisis kelayakan usaha budidaya masoyi terlihat bahwa keseluruhan aspek menunjukan layak untuk diusahakan. Namun untuk meningkatkan kelayakan pengembangan masoyi, maka beberapa indikator perlu dievaluasi dalam mendukung keberhasilan pengembangan masoyi di Indoenesia. beberapa hal yang haruas dievaluasi adalah:

Page 274: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

264

1. Akses terhadap kredit. Akses terhadap kredit pada bank komersil masih sulit karena budidaya masoyi dinilai belum layak didanai oleh perbankan (bankable), padahal pendanaan ini sangat penting dalam menunjang pengembangan budidaya masoyi skala besar. Akses kredit yang tersedia adalah melalui BLU, namun memiliki tantangan kelembagaan peminjam. Oleh karean itu diperlukan dukungan pemerintah dalam meyakinkan perbankan bahwa industri budidaya masoyi mempunyai prospek yang baik dan memberikan keuntungan dengan IRR yang lebih besar dari suku bunga analisis.

2. Proses budidaya. Berdasarkan aspek teknis dan teknologi secara umum menunjukkan masoyi layak dikembangkan. Namun beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian dalam proses budidaya yaitu: a) benih masoyi sulit diperoleh dalam jumlah banyak, b) masoyi merupakan tanaman semi toleran sehingga membutuhkan kondisi tempat tumbuh yang ideal, c) umur panen diatas 10 tahun. Berdasarkan kondisi tersebut maka perlu segera dilakukan: a) membangun kebun sumber benih masoyi, b) menanam masoyi tidak dengan sistem land clearing, c) meningkatkan pertumbuhan masoyi sehingga memperpendek masa panen. Selain itu aspek sumber daya manusia juga menjadi perhatian dimana pengetahuan mengenai jenis dan budidaya masoyi masih terbatas. Hal ini disebabkan tanaman masoyi tidak tumbuh diseluruh indonesia sehingga tidak banyak petani yang mengenal jenis masoyi. Oleh karena itu dibutuhkan proses transfer teknologi melalui penyuluhan dan pendampingan secara kontinyu.

3. Dampak pemanenan. Pada aspek ini dampak pemanenan menjadi perhatian serius. Hal ini disebabkan teknik pemanenan dengan cara menebang menyisakan batang dan daun yang belum dimanfaatkan. Selain itu kulit kayu yang telah dilakukan destilasi terbuang dan jika pembuangannya dekat sungai/ sumber air maka akan mengganggu kualitias lingkungan.

Page 275: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

265

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

DAFTAR PUSTAKAAsmoro, J.P. (2016). Spatial analysis massoia (Cryptocarya massoia (Oken)

Kosterm distribution in Papua. IUFRO Regional Congres for Asia and Oceania, 361. China National Convention Centre, Bejing, China: IUFRO.

Darwo, & Yeny, I. (2018). Penggunaan media dan zat pengatur tumbuh terhadap keberhasilan stek masoyi Cryptocarya massoy (Oken) Kosterm). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 15(1), 43–55.

Dewan Atsiri Indonesia. (2018). Minyak Atsiri: Hasil Hutan Bukan Kayu. Hari Pulang Kampus Alumni (HAPKA) XIX Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Gittinger, J. (1986). Analisa ekonomi proyek-proyek pertanian. Sutomo, Slametdan Komet Mangiri, penerjemah. Terjemahan dari: Economic Analysis of Agriculture. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Gunawan, W. (2009). Kualitas dan nilai minyak atsiri, implikasi pada pengembangan turunannya.

Hertiani, T., Pratiwi, S. utami T., Yuswanto, A., & Permanasari, P. (2016). Potency of Massoia Bark in Combating Immunosuppressed-related Infection. Pharmacogn Mag, 12(3), 363–370.

Hertiani, T., Yuswanto, A., Pratiwi, S.U.T., & Mashar, M.H. (2018). Effect of Massoia (Massoia aromatica Becc.) Bark on he Phagocytic Activity ofWistar Rat Macrophages. Journals Sci. Pharm, 86(2), 19.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia III. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Iskandar, M., & Ismanto, A. (1999). Tinjauan beberapa sifat dan manfaat tumbuhan masoyi. Warta Tumbuhan Obat Indonesia, 7–8.

Lecup, I., Nicholson, K., Purwandono, H., & Karki, S. (1999). Methods for assessing the feasibility of sustainable non-timber forest product-

Page 276: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

266

based eenterprises. In E. Wollenberg & A. Ingles (Eds.), incomes from the forest: methods for development and conservation of forest products for local communities. Bogor: Editor: Center for International Forestry Research.

Minarningsih, Yeny, I., Santoso, & Purwanto, B. (2017). Kesesuaian media sapih terhadap pertubuhan bibit masoyi Cryptocarya massoy (Oken) Kosterm di persemaian. Prosiding Seminar Nasional Silvikultur V; Silvikultur Untuk Produksi Hutan Lestari Dan Rakyat Sejahtera. Hotel Novotel Banjar Baru 23 Agustus 2017. Banjar Baru.

Nuraeni, Y., Yeny, I., & Anggraeni, I. (2017). Hama penyakit tanaman masohi (Massoia aromatica Becc) dan upaya pengendaliannya untuk menjaga kualitas ekosistem. Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas Untuk Kesehatan Dan Keberlanjutan Kualitas Ekosistem. Universitas Nasional Jakarta 19 Desember 2016. Jakarta.

Nurmalina, R., Sarianti, T., & Karyadi, A. (2009). Studi kelayakan bisnis. Bogor: ButtDesign & Printing.

Permanasari, P., Triana, H., Agustinus, & Yuswanto. (2017). In vitro Evaluation of Massoia Bark Essential Oil and C-10 Massoialactone Potency as Immunomodulator(In vitro Evaluation of Massoia Bark Essential Oil and C-10 Massoialactone Potency as Immunomodulator. Journal of Essential Oil Brearing Plants, 20(2).

Rostiwati, T., & Efendi, R. (2013). Mendulang uang tanpa tebang, Lima jenis HHBK unggulan (G. Pari & P. Setio, Eds.). Bogor: Forda Press.

Rumbiak, W., Gunawan, E., & Tabbiiati, O. (2009). Kajian teknik budidaya jenis HHBK di Papua. Manokwari.

Topul, R., Wossa, S.W., & Leach, D.N. (2007). Comparative Chemical Analysis of the Essential Oil Constituents in the Bark, Heartwood and Fruits of Cryptocaryamassoy (Oken) Kosterm. (Lauraceae) from Papua New Guinea. Jurnal Molecules, Vol.12, Hal 149 - 154.4., 12, 149–154.

Page 277: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Triantoro, R.G., & Susanti, C.M. (2007). Kandungan bahan aktif kayu kulilawang (Cinnamomum culilawane Bl.) dan masoyi (Cryptocaria massoia). Jurnal Ilmu & Teknologi Kayu, 5(2), 85–92.

Yeny, I., Darwo, Kurniaty, K., Nuraeni, Y., Maharani, K. ., Syakur, A., … Estiningsih, E. (2016). Laporan hasil penelitian Teknik Budidaya ex situ masohi (Massoia aromatica Becc) dengan pendekatan sosial forestry. Bogor.

Yeny, I., & Minarningsih. (2018). Potensi dan peluang pengembangan Cryptocarya massoy Oken Konstrem Untuk Kesejahteraan Masyarakat dan kelestarian keragaman hayati. Prosiding Seminar Nasional “Biodiversitas Untuk Kehidupan” Jakarta 21 April 2018, 372–387.

Yeny, I., Narendra, B., & Nuroniah, S. . (2018). Wilayah pengembanangan masoyi berdasarkan kesiapan masyarakat dan kesesuaian lahan di UPTD KPH Unit V Boalemo. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 15(2), 67–145.

Page 278: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya
Page 279: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

MASA DEPAN INDUSTRI KERAJINAN BERBASIS KETAK

DI LOMBOK

I Wayan Widhiana Susila

Balai Litbang Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu Mataram Jl. Dharma Bhakti No. 7 Desa Langko Kecamatan Lingsar, Lombok Barat

Email: [email protected]

I. PENDAHULUANBahan baku untuk industri kerajinan berbasis ketak (Lygodium circinnatum (Burn. F) Sw.) merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) unggulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Hampir setahun belakangan ini, pasar produk kerajinan ketak terjadi peningkatan yang cukup signifikan, terutama produk anyaman berupa tas yang digunakan oleh remaja wanita di seluruh dunia. Berdasarkan informasi dari para penjual produk anyaman ketak (artshop) baik yang di Lombok maupun di Bali, produk anyaman ketak berbentuk tas bulat terjadi booming dalam hal penjualannya, baik di pasar domestik maupun eksport (Gambar 1). Produk kerajinan anyaman ketak banyak dijual sebagai souvenir di pasar-pasar di Lombok dan Bali. Pasar ekspor kerajinan ketak yang terdapat di Lombok dan Bali sudah menembus pasar mancanegara seperti Jepang, Taiwan, Korea, Thailand, beberapa Negara Eropa dan Australia

Page 280: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

270

161

MASA DEPAN INDUSTRI KERAJINAN BERBASIS KETAK DI LOMBOK

I Wayan Widhiana Susila

Balai Litbang Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu Mataram

Jl. Dharma Bhakti No. 7 Desa Langko Kecamatan Lingsar, Lombok Barat Email: [email protected]

I. PENDAHULUAN

Bahan baku untuk industri kerajinan berbasis ketak (Lygodium circinnatum (Burn. F) Sw.) merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) unggulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Hampir setahun belakangan ini, pasar produk kerajinan ketak terjadi peningkatan yang cukup signifikan, terutama produk anyaman berupa tas yang digunakan oleh remaja wanita di seluruh dunia. Berdasarkan informasi dari para penjual produk anyaman ketak (artshop) baik yang di Lombok maupun di Bali, produk anyaman ketak berbentuk tas bulat terjadi booming dalam hal penjualannya, baik di pasar domestik maupun eksport (Gambar 1). Produk kerajinan anyaman ketak banyak dijual sebagai souvenir di pasar-pasar di Lombok dan Bali. Pasar ekspor kerajinan ketak yang terdapat di Lombok dan Bali sudah menembus pasar mancanegara seperti Jepang, Taiwan, Korea, Thailand, beberapa Negara Eropa dan Australia

Gambar 1. Tas bulat dari bahan baku ketak

Di Lombok dan Bali, pasar bahan baku dan produk jadi anyaman ketak mempunyai prospek yang baik, namun belum diimbangi dengan keberadaan stok bahan baku, sehingga terjadi ketimpangan antara penawaran dan permintaan bahan baku lokal. Ketimpangan ini, bukan hanya dari segi kuantitas (jumlah) bahan baku yang tersedia, namun juga dari segi kualitasnya (besaran diameter sulurnya). Menurut Ardaka et al. (2006), saat ini potensi ketak sebagai bahan baku anyaman di Lombok dan Bali sudah semakin langka akibat eksploitasi terus-menerus untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku. Sementara ini, para pengrajin ketak memenuhi kebutuhan bahan baku dengan mendatangkannya dari luar pulau Lombok dan Bali, seperti dari Pulau Kalimantan, Flores, Sumba, Sumbawa,

Gambar 1. Tas bulat dari bahan baku ketak

Di Lombok dan Bali, pasar bahan baku dan produk jadi anyaman ketak mempunyai prospek yang baik, namun belum diimbangi dengan keberadaan stok bahan baku, sehingga terjadi ketimpangan antara penawaran dan permintaan bahan baku lokal. Ketimpangan ini, bukan hanya dari segi kuantitas (jumlah) bahan baku yang tersedia, namun juga dari segi kualitasnya (besaran diameter sulurnya). Menurut Ardaka et al. (2006), saat ini potensi ketak sebagai bahan baku anyaman di Lombok dan Bali sudah semakin langka akibat eksploitasi terus-menerus untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku. Sementara ini, para pengrajin ketak memenuhi kebutuhan bahan baku dengan mendatangkannya dari luar pulau Lombok dan Bali, seperti dari Pulau Kalimantan, Flores, Sumba, Sumbawa, Sulawesi dan Jawa. Namun untuk mendatangkan bahan baku ketak perlu modal yang besar untuk menjadi pengepul bahan baku. Bahan baku ketak dari luar pulau tersebut diperoleh dari tanaman ketak yang tumbuh alami, bukan dari tanaman budidaya. Dikhawatirkan eksploitasi yang terus menerus akan menyebabkan kelangkaan bahan baku ketak di alam seiring dengan peningkatan nilai jualnya.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, untuk meminimalkan ketimpangan antara penawaran dan permintaan bahan baku di Lombok maka perlu melakukan pengembangan tanaman ketak melalui budidaya. Iptek budidaya ketak dari mulai pengumpulan spora, pembibitan, penanaman hingga pemanenan sudah cukup tersedia, meskipun masih ada permasalahan dalam

Page 281: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

271

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

hal persen tumbuh dan waktu panen masih relatif lama (butuh waktu 2 tahun lebih untuk memperoleh bahan baku yang optimal). Hasil kajian yang pernah dilakukan oleh Hasan dan Susila (2018), tentang peluang budidaya tanaman ketak di KHDTK Rarung Lombok Tengah menunjukkan bahwa ada keuntungan finansial dan peningkatan pendapatan petani apabila mengusahakan budidaya tanaman ketak. Terkait dengan topik permasalahan ini (masa depan industri kerajinan ketak), untuk kelestarian bahan baku dan kesinambungan produk anyaman ketak salah satu solusinya adalah melakukan budidaya tanaman ketak di Lombok. Sampai sekarang, petani dan para pengerajin di Lombok belum pernah mencoba membudidayakan tanaman ketak pada lahan miliknya, meskipun sudah mengetahui tanaman ini sudah semakin langka. Teknik dan informasi terkait dengan budidaya tanaman ketak menjadi hal penting untuk diuraikan pada topik-topik berikutnya. Tujuannya adalah memberikan informasi tentang teknologi budidaya tanaman ketak sampai pada tahap pemanenan.

II. STOK BAHAN BAKU DAN SPORA DI LOMBOK

Survei potensi ketak dilakukan pada habitat-habitat ketak di Lombok. Menurut staf KPHL Rinjani Barat dan Rinjani Timur serta masyarakat sekitar kawasan hutan, tanaman ketak masih banyak ditemukan di Kawasan Hutan Pusuk dan Malimbu (KPHL Rinjani Barat), dan di KPHL Rinjani Timur (Kecamatan Sambelia Lombok Timur) pada Kawasan Hutan Langlang, Mentareng dan Obel-Obel. Sementara pada lokasi lain tidak dilakukan survei ketak, karena diduga populasinya tidak sebanyak seperti pada lokasi yang disurvei. Potensi ketak yang ditemukan pada lokasi-lokasi tersebut relatif rendah, yaitu rata-rata 286 rumpun per ha, rata-rata jumlah sulur 5 batang/rumpun dan rata-rata diameter sulur di bawah 2 mm (Susila et al., 2015). Hasil ini sesuai dengan pernyataan (Siregar et al., 2014) bahwa persediaan bahan baku ketak di alam untuk kerajinan anyaman diduga semakin langka, sebagai akibat perburuan di alam secara terus menerus. Namun, potensi ketak yang terdapat di Kawasan Pusuk dan Malimbu secara

Page 282: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

272

kuantitas dan kualitas relatif lebih besar daripada potensi pada kawasan-kawasan lain. Potensi tanaman ketak yang ditemukan di Pusuk adalah 627 rumpun/ha, rerata 7 sulur/rumpun, dan rerata diameter sulur 2,48 mm, di Kawasan Malimbu adalah 479 rumpun/ha, rerata 9 sulur/rumpun, dan rerata diameter sulur 2,73 mm. Berdasarkan informasi tersebut stok bahan baku ketak di Lombok semakin berkurang secara kuantitas dan kualitanya. Kriteria/persyaratan sulur ketak (batang sulur) untuk sebagai bahan baku anyaman adalah mempunyai diameter dan panjang minimal batang sulur 3 mm dan 50 cm, atau batang sulurnya kuat dan tidak mudah putus (Susila & Setyayudi, 2017; Hasan dan susila, 2018).

Berdasarkan keberadaan ketak di Pusuk yang lebih berpotensi daripada lokasi habitat yang lain, maka pada saat pengamatannya banyak juga dijumpai tanaman ketak yang berspora, sebagai salah satu untuk pengembang biakan tanaman ketak. Spora merupakan bahan utama dalam perbanyakan generatif paku Lygodium. Perbanyakan dengan spora merupakan cara yang paling efisien dan ekonomis dalam mendapatkan tanaman baru dalam jumlah besar. Spora di jumpai di permukaan samping daun dewasa berupa bintik-bintik coklat yang berkumpul di dalam kapsulnya atau yang disebut sorus. Di dalam sorus terdapat banyak kotak spora (sporangium), yang masing-masing mempunyai tangkai (Camloh,1993). Ada juga daun yang tidak menghasilkan spora disebut daun mandul (steril), sebaliknya daun yang mempunyai spora disebut daun subur (fertil) (Gambar 2).

163

dan panjang minimal batang sulur 3 mm dan 50 cm, atau batang sulurnya kuat dan tidak mudah putus (Susila & Setyayudi, 2017; Hasan dan susila, 2018). Berdasarkan keberadaan ketak di Pusuk yang lebih berpotensi daripada lokasi habitat yang lain, maka pada saat pengamatannya banyak juga dijumpai tanaman ketak yang berspora, sebagai salah satu untuk pengembang biakan tanaman ketak. Spora merupakan bahan utama dalam perbanyakan generatif paku Lygodium. Perbanyakan dengan spora merupakan cara yang paling efisien dan ekonomis dalam mendapatkan tanaman baru dalam jumlah besar. Spora di jumpai di permukaan samping daun dewasa berupa bintik-bintik coklat yang berkumpul di dalam kapsulnya atau yang disebut sorus. Di dalam sorus terdapat banyak kotak spora (sporangium), yang masing-masing mempunyai tangkai (Camloh,1993). Ada juga daun yang tidak menghasilkan spora disebut daun mandul (steril), sebaliknya daun yang mempunyai spora disebut daun subur (fertil) (Gambar 2).

Gambar 2. Ketak dengan daun fertil (spora masak) dan non fertil

Di Kawasan Pusuk dilakukan pengamatan stok (persedian) spora sepanjang tahun (Tahun 2015 – 2016). Lokasi Pusuk lebih terjangkau dan asesibilitasnya lebih baik daripada Kawasan Hutan Malimbu (tempat lain untuk pengumpulan spora). Selama setahun pengamatan dari Mei 2015 – Juli 2016 terhadap potensi spora di Kawasan Pusuk, diperoleh potensi spora seperti pada Gambar 3. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa ketersediaan spora untuk pembibitan ketak, cukup tersedia pada Bulan Mei (tertinggi) sampai Bulan Juli pada tahun yang sama. Pembentukan spora memerlukan waktu 1 bulan dari spora muda sampai spora tua (masak). Informasi ini sangat penting untuk manajemen pengumpulan spora, dan menentukan saat pemungutan spora. Spora diambil dari pohon induk yang sehat dan sudah masak. Spora masak ditandai dengan kotak spora sudah berwarna coklat namun belum membuka. Daun tempat menempelnya spora dicuci dalam air mengalir, kemudian dikeringkan di tempat yang teduh dan dimasukkan ke dalam amplop kertas sampai spora kering dan terbuka.

Gambar 2. Ketak dengan daun fertil (spora masak) dan non fertil

Page 283: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

273

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Di Kawasan Pusuk dilakukan pengamatan stok (persedian) spora sepanjang tahun (Tahun 2015 – 2016). Lokasi Pusuk lebih terjangkau dan asesibilitasnya lebih baik daripada Kawasan Hutan Malimbu (tempat lain untuk pengumpulan spora). Selama setahun pengamatan dari Mei 2015 – Juli 2016 terhadap potensi spora di Kawasan Pusuk, diperoleh potensi spora seperti pada Gambar 3. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa ketersediaan spora untuk pembibitan ketak, cukup tersedia pada Bulan Mei (tertinggi) sampai Bulan Juli pada tahun yang sama. Pembentukan spora memerlukan waktu 1 bulan dari spora muda sampai spora tua (masak). Informasi ini sangat penting untuk manajemen pengumpulan spora, dan menentukan saat pemungutan spora. Spora diambil dari pohon induk yang sehat dan sudah masak. Spora masak ditandai dengan kotak spora sudah berwarna coklat namun belum membuka. Daun tempat menempelnya spora dicuci dalam air mengalir, kemudian dikeringkan di tempat yang teduh dan dimasukkan ke dalam amplop kertas sampai spora kering dan terbuka.

164

Gambar 3. Produksi (stok) spora setiap bulan di Kawasan Pusuk.

III. PERBANYAKAN/PEMBIAKAN SPORA

Keberhasilan kegiatan pembiakan spora sangat menentukan ketersediaan bibit

(bibit siap tanam) untuk penanaman ketak. Siklus hidup mulai dari spora berkecambah sampai dengan terbentuknya sporofit muda, dibedakan menjadi 4 (empat) fase yaitu: fase pembelahan sel, fase prothalus muda, fase prothalus dewasa, dan fase sporofit muda (Gambar 4). Setiap fase ditandai dengan adanya perubahan bentuk atau perubahan suatu organ (Handayani, & Hartini, 2003). Berdasarkan hasil pengamatan, kurun waktu fase-fase tersebut adalah sebagai berikut: Fase pembelahan sel, paling cepat pada minggu ke-3 setelah spora disemai

dan berlangsung selama 2 minggu. Fase prothalus muda paling cepat minggu ke-5, dan berlangsung selama 2-3

minggu. Fase prothalus dewasa paling cepat minggu ke-5, dan berlangsung selama 7-8

minggu. Fase sporofit muda baru muncul pada minggu ke-14, dan berlansung sampai

umur 20 minggu.

(Sumber: Handayani, & Hartini, 2003)

Keterangan: 1. spora, 2. fase pembelahan sel, 3. fase prothalus muda, 4. fase prothalus dewasa:(a. anteridium, b arkegonium, c.rhizoid), 5. fase sporofit muda

Gambar 4. Siklus hidup paku ketak dari spora sampai sporofit muda

Gambar 3. Produksi (stok) spora setiap bulan di Kawasan Pusuk.

III. PERBANYAKAN/PEMBIAKAN SPORA

Keberhasilan kegiatan pembiakan spora sangat menentukan ketersediaan bibit (bibit siap tanam) untuk penanaman ketak. Siklus hidup mulai dari spora berkecambah sampai dengan terbentuknya sporofit muda, dibedakan menjadi 4 (empat) fase yaitu: fase pembelahan sel, fase prothalus muda, fase

Page 284: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

274

prothalus dewasa, dan fase sporofit muda (Gambar 4). Setiap fase ditandai dengan adanya perubahan bentuk atau perubahan suatu organ (Handayani, & Hartini, 2003). Berdasarkan hasil pengamatan, kurun waktu fase-fase tersebut adalah sebagai berikut:

1. Fase pembelahan sel, paling cepat pada minggu ke-3 setelah spora disemai dan berlangsung selama 2 minggu.

2. Fase prothalus muda paling cepat minggu ke-5, dan berlangsung selama 2-3 minggu.

3. Fase prothalus dewasa paling cepat minggu ke-5, dan berlangsung selama 7-8 minggu.

4. Fase sporofit muda baru muncul pada minggu ke-14, dan berlansung sampai umur 20 minggu.

164

Gambar 3. Produksi (stok) spora setiap bulan di Kawasan Pusuk.

III. PERBANYAKAN/PEMBIAKAN SPORA

Keberhasilan kegiatan pembiakan spora sangat menentukan ketersediaan bibit

(bibit siap tanam) untuk penanaman ketak. Siklus hidup mulai dari spora berkecambah sampai dengan terbentuknya sporofit muda, dibedakan menjadi 4 (empat) fase yaitu: fase pembelahan sel, fase prothalus muda, fase prothalus dewasa, dan fase sporofit muda (Gambar 4). Setiap fase ditandai dengan adanya perubahan bentuk atau perubahan suatu organ (Handayani, & Hartini, 2003). Berdasarkan hasil pengamatan, kurun waktu fase-fase tersebut adalah sebagai berikut: Fase pembelahan sel, paling cepat pada minggu ke-3 setelah spora disemai

dan berlangsung selama 2 minggu. Fase prothalus muda paling cepat minggu ke-5, dan berlangsung selama 2-3

minggu. Fase prothalus dewasa paling cepat minggu ke-5, dan berlangsung selama 7-8

minggu. Fase sporofit muda baru muncul pada minggu ke-14, dan berlansung sampai

umur 20 minggu.

(Sumber: Handayani, & Hartini, 2003)

Keterangan: 1. spora, 2. fase pembelahan sel, 3. fase prothalus muda, 4. fase prothalus dewasa:(a. anteridium, b arkegonium, c.rhizoid), 5. fase sporofit muda

Gambar 4. Siklus hidup paku ketak dari spora sampai sporofit muda

(Sumber: Handayani, & Hartini, 2003)

Keterangan: 1. spora, 2. fase pembelahan sel, 3. fase prothalus muda, 4. fase prothalus dewasa:(a. anteridium, b arkegonium, c.rhizoid), 5. fase sporofit muda

Gambar 4. Siklus hidup paku ketak dari spora sampai sporofit muda

Berdasarkan pengamatan dan jenis media dicobakan untuk perbanyakan spora, media tabur terbaik untuk perbanyakan spora adalah cacahan pakis dan tanah lumpur berpasir. Pemunculan setiap fase pada media tersebut lebih baik daripada media cocopet dan arang. (Gambar 5). Informasi ini hampir mirip dengan hasil penelitian orang lain, yaitu media terbaik untuk perbanyakan spora ketak adalah media lumpur sawah dan kompos dari daun-

Page 285: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

275

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

daunan (Dwiyani, 2016), dan media lumpur sawah dengan campuran atonik 1,5 ml/liter (Siregar et al., 2014). Hasil penelitian Handayani dan Hartini (2003) terhadap perkecambahan spora paku pohon (Cyathea contaminans (Wall. ex Hook.) Copel.) adalah media terbaik dengan menggunakan media cacahan paku pakis dan lumpur tanah pasir. Perkembangan berikutnya yang dilakukan adalah mencoba melakukan observasi perbanyakan spora dalam skala uji coba melalui kedua jenis media tabur tersebut di KHDTK Rarung, Lombok Tengah, yaitu media tabur 1) cacahan pakis halus dan 2) tanah lumpur sawah. Hasilnya setelah kurang lebih 3-4 minggu, pertumbuhan spora pada media cacahan pakis lebih merata dan banyak (persen tumbuh lebih tinggi) dari pada media tanah lumpur sawah (Gambar 6). Spora yang tumbuh seperti pada Gambar 6 menjadi protalium (prothallium) yang berwujud tumbuhan kecil berupa lembaran berwarna hijau, mirip lumut, tidak berakar, tidak berbatang, dan tidak berdaun. Keberhasilan perkecambahan spora sering kali gagal karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor media tumbuh. Media tumbuh yang baik akan menyediakan lingkungan yang baik untuk perkecambahan spora serta pertumbuhan bibit (Jones, 1987).

Oleh karena itu dalam pembiakan spora, sebaiknya menggunakan media cacahan halus batang pakis. Jika tidak tersedia bisa menggunakan media tanah sawah berlumpur. Media pembiakan spora dibuat steril dengan cara dikukus atau direbus selama 2 – 3 jam. Setelahnya, media dimasukkan ke dalam bak kecambah atau berupa ember kecil berlubang seperti pada Gambar 6, lalu dibungkus rapat dengan plastik transparan berwarna putih dan didiamkan selama 2 hari supaya media dingin. Kemudian spora ditaburkan secara merata di atas media dan segera ditutup kembali dengan plastik transparan. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan cara merendam/mencelupkan bagian bawah bak kecambah..

Page 286: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

276

165

Berdasarkan pengamatan dan jenis media dicobakan untuk perbanyakan spora, media tabur terbaik untuk perbanyakan spora adalah cacahan pakis dan tanah lumpur berpasir. Pemunculan setiap fase pada media tersebut lebih baik daripada media cocopet dan arang. (Gambar 5). Informasi ini hampir mirip dengan hasil penelitian orang lain, yaitu media terbaik untuk perbanyakan spora ketak adalah media lumpur sawah dan kompos dari daun-daunan (Dwiyani, 2016), dan media lumpur sawah dengan campuran atonik 1,5 ml/liter (Siregar et al., 2014). Hasil penelitian Handayani dan Hartini (2003) terhadap perkecambahan spora paku pohon (Cyathea contaminans (Wall. ex Hook.) Copel.) adalah media terbaik dengan menggunakan media cacahan paku pakis dan lumpur tanah pasir. Perkembangan berikutnya yang dilakukan adalah mencoba melakukan observasi perbanyakan spora dalam skala uji coba melalui kedua jenis media tabur tersebut di KHDTK Rarung, Lombok Tengah, yaitu media tabur 1) cacahan pakis halus dan 2) tanah lumpur sawah. Hasilnya setelah kurang lebih 3-4 minggu, pertumbuhan spora pada media cacahan pakis lebih merata dan banyak (persen tumbuh lebih tinggi) dari pada media tanah lumpur sawah (Gambar 6). Spora yang tumbuh seperti pada Gambar 6 menjadi protalium (prothallium) yang berwujud tumbuhan kecil berupa lembaran berwarna hijau, mirip lumut, tidak berakar, tidak berbatang, dan tidak berdaun. Keberhasilan perkecambahan spora sering kali gagal karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor media tumbuh. Media tumbuh yang baik akan menyediakan lingkungan yang baik untuk perkecambahan spora serta pertumbuhan bibit (Jones, 1987). Oleh karena itu dalam pembiakan spora, sebaiknya menggunakan media cacahan halus batang pakis. Jika tidak tersedia bisa menggunakan media tanah sawah berlumpur. Media pembiakan spora dibuat steril dengan cara dikukus atau direbus selama 2 – 3 jam. Setelahnya, media dimasukkan ke dalam bak kecambah atau berupa ember kecil berlubang seperti pada Gambar 6, lalu dibungkus rapat dengan plastik transparan berwarna putih dan didiamkan selama 2 hari supaya media dingin. Kemudian spora ditaburkan secara merata di atas media dan segera ditutup kembali dengan plastik transparan. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan cara merendam/mencelupkan bagian bawah bak kecambah..

Keterangan: M1= batang pakis, M2= arang kayu, M3= tanah lumpur berpasir, M4=kokopit,

P0= tanpa pupuk P1=pupuk hougland, P2=NPK )

Gambar 5. Perkecambahan spora dan pertumbuhan semai

Keterangan: M1= batang pakis, M2= arang kayu, M3= tanah lumpur berpasir, M4=kokopit, P0= tanpa pupuk P1=pupuk hougland, P2=NPK )

Gambar 5. Perkecambahan spora dan pertumbuhan semai

166

Keterangan : = media cacahan pakis = media tanah lumpur sawah

Gambar 6. Pembiakan spora IV. PEMBIBITAN KETAK

Penyapihan tunas dari hasil pembiakan spora dilakukan setelah mempunyai

daun 3 – 5 helai daun dengan kurun waktu pembiakan kurang lebih 6 – 7 bulan. Media semai tanah dengan menggunakan campuran kompos, nyata meningkatkan pertumbuhan parameter tinggi, jumlah tunas, dan persen hidup, sedangkan pemupukan tidak berbeda nyata. Perlakuan campuran media kompos sampai 25 – 50 %. sudah cukup baik meningkatkan pertumbuhan persen hidup tunas baru.

Keterangan: M =media (campuran tanah : kompos, (komposisi volume kompos :1= 0, 2=25,

3=50, 4=75, 5=100 %) , dan P = pupuk, (0=kontrol,1= NPK 2g/pot dan 2=Haugland 2 g/pot)

Gambar 7. Rata-rata hidup tunas baru pada perlakuan media dan pupuk

Pemberian pupuk NPK dan hougland menurunkan kemampuan bertunas ketak pada sistem cabutan (Gambar 7). Sedikit berbeda dengan hasil penelitian Dwiyani dan Yuswanti (2012), pengaruh pupuk urea (unsur N 46 %) signifikan hanya terhadap pertumbuhan jumlah sulur/tunas saja, sedangkan parameter yang lain tidak nyata, dosis 300 mg urea per-tanaman memberikan hasil jumlah sulur

Keterangan :

= media cacahan pakis

166

Keterangan : = media cacahan pakis = media tanah lumpur sawah

Gambar 6. Pembiakan spora IV. PEMBIBITAN KETAK

Penyapihan tunas dari hasil pembiakan spora dilakukan setelah mempunyai

daun 3 – 5 helai daun dengan kurun waktu pembiakan kurang lebih 6 – 7 bulan. Media semai tanah dengan menggunakan campuran kompos, nyata meningkatkan pertumbuhan parameter tinggi, jumlah tunas, dan persen hidup, sedangkan pemupukan tidak berbeda nyata. Perlakuan campuran media kompos sampai 25 – 50 %. sudah cukup baik meningkatkan pertumbuhan persen hidup tunas baru.

Keterangan: M =media (campuran tanah : kompos, (komposisi volume kompos :1= 0, 2=25,

3=50, 4=75, 5=100 %) , dan P = pupuk, (0=kontrol,1= NPK 2g/pot dan 2=Haugland 2 g/pot)

Gambar 7. Rata-rata hidup tunas baru pada perlakuan media dan pupuk

Pemberian pupuk NPK dan hougland menurunkan kemampuan bertunas ketak pada sistem cabutan (Gambar 7). Sedikit berbeda dengan hasil penelitian Dwiyani dan Yuswanti (2012), pengaruh pupuk urea (unsur N 46 %) signifikan hanya terhadap pertumbuhan jumlah sulur/tunas saja, sedangkan parameter yang lain tidak nyata, dosis 300 mg urea per-tanaman memberikan hasil jumlah sulur

= media tanah lumpur sawah

Gambar 6. Pembiakan spora

IV. PEMBIBITAN KETAKPenyapihan tunas dari hasil pembiakan spora dilakukan setelah mempunyai daun 3 – 5 helai daun dengan kurun waktu pembiakan kurang lebih 6 – 7 bulan. Media semai tanah dengan menggunakan campuran kompos, nyata meningkatkan pertumbuhan parameter tinggi, jumlah tunas, dan persen

Page 287: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

277

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

hidup, sedangkan pemupukan tidak berbeda nyata. Perlakuan campuran media kompos sampai 25 – 50 %. sudah cukup baik meningkatkan pertumbuhan persen hidup tunas baru.

166

Keterangan : = media cacahan pakis = media tanah lumpur sawah

Gambar 6. Pembiakan spora IV. PEMBIBITAN KETAK

Penyapihan tunas dari hasil pembiakan spora dilakukan setelah mempunyai

daun 3 – 5 helai daun dengan kurun waktu pembiakan kurang lebih 6 – 7 bulan. Media semai tanah dengan menggunakan campuran kompos, nyata meningkatkan pertumbuhan parameter tinggi, jumlah tunas, dan persen hidup, sedangkan pemupukan tidak berbeda nyata. Perlakuan campuran media kompos sampai 25 – 50 %. sudah cukup baik meningkatkan pertumbuhan persen hidup tunas baru.

Keterangan: M =media (campuran tanah : kompos, (komposisi volume kompos :1= 0, 2=25,

3=50, 4=75, 5=100 %) , dan P = pupuk, (0=kontrol,1= NPK 2g/pot dan 2=Haugland 2 g/pot)

Gambar 7. Rata-rata hidup tunas baru pada perlakuan media dan pupuk

Pemberian pupuk NPK dan hougland menurunkan kemampuan bertunas ketak pada sistem cabutan (Gambar 7). Sedikit berbeda dengan hasil penelitian Dwiyani dan Yuswanti (2012), pengaruh pupuk urea (unsur N 46 %) signifikan hanya terhadap pertumbuhan jumlah sulur/tunas saja, sedangkan parameter yang lain tidak nyata, dosis 300 mg urea per-tanaman memberikan hasil jumlah sulur

Keterangan: M =media (campuran tanah : kompos, (komposisi volume kompos :1= 0, 2=25, 3=50, 4=75, 5=100 %) , dan P = pupuk, (0=kontrol,1= NPK 2g/pot dan 2=Haugland 2 g/pot)

Gambar 7. Rata-rata hidup tunas baru pada perlakuan media dan pupuk

Pemberian pupuk NPK dan hougland menurunkan kemampuan bertunas ketak pada sistem cabutan (Gambar 7). Sedikit berbeda dengan hasil penelitian Dwiyani dan Yuswanti (2012), pengaruh pupuk urea (unsur N 46 %) signifikan hanya terhadap pertumbuhan jumlah sulur/tunas saja, sedangkan parameter yang lain tidak nyata, dosis 300 mg urea per-tanaman memberikan hasil jumlah sulur rata-rata per-tanaman terbanyak. Penggunaan pupuk organik cair NASA (1 cc/liter) hanya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tunas semai ketak, sedangkan parameter yang lainnya tidak nyata (Aji et al, 2015).

Media untuk pembibitan sebaiknya menggunakan campuran tanah dan kompos sampai 50 %. Kantong plastik (polybag) untuk media menggunakan ukuran 20 x 15 cm. Bibit siap tanam dalam kondisi, tinggi bibit minimal 30 cm dan minimal jumlah batang sulur 3 tunas, lengkap dengan daunnya (Gambar 8).

Page 288: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

278 167

rata-rata per-tanaman terbanyak. Penggunaan pupuk organik cair NASA (1 cc/liter) hanya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tunas semai ketak, sedangkan parameter yang lainnya tidak nyata (Aji et al, 2015). Media untuk pembibitan sebaiknya menggunakan campuran tanah dan kompos sampai 50 %. Kantong plastik (polybag) untuk media menggunakan ukuran 20 x 15 cm. Bibit siap tanam dalam kondisi, tinggi bibit minimal 30 cm dan minimal jumlah batang sulur 3 tunas, lengkap dengan daunnya (Gambar 8).

Gambar 8. Pembibitan ketak

V. PENANAMAN DAN MASA PANEN KETAK

Tanaman ketak termasuk jenis pakuan-pakuan yang merambat. Oleh karena

itu, pertumbuhannya akan optimal apabila adanya jenis rambatan/panjatan (jenis vegetasi) yang menopangnya. Disamping berfungsi untuk menopang pertumbuhan tanaman ketak, jenis panjatan pohon dapat berfungsi juga menciptakan lingkungan (iklim mikro) yang lebih baik untuk pertumbuhan ketak. Hasil penelitian tanaman ketak di alam Pulau Lombok menunjukkan bahwa ketak dalam pertumbuhannya memilih banyak jenis tanaman rambatan, akan tetapi ada beberapa jenis tanaman rambatan ketak yang favorit disukai ketak. Jenis tanaman yang paling banyak ditemui sebagai rambatan adalah (Wahyuningsih, et al, 2017): Ketinggian 0-249 m dpl: 1. Aren (Arenga pinnata), 2. Ceruring/Langsat

(Lansium domesticum), 3. Liana (Liana sp.); Ketinggian 250-499 m dpl: 1. Waru (Hibiscus tiliaceus), 2. Kumbi

(Tabernaen montana), 3. Gaharu (Gyrinops verstegii); Ketinggian 500 m dpl ke atas: 1. Kopi (Coffea robusta), 2. Aren (Arenga

pinnata), 3. Liana (Liana sp.). Aren merupakan jenis rambatan yang paling favorit dijadikan rambatan ketak.

Hal ini diduga karena Aren merupakan jenis tanaman yang memiliki tajuk cukup ringan, sehingga sesuai dengan sifat ketak yang menginginkan naungan tetapi tidak berat.

Apabila pada lokasi penanaman tidak atau kurang adanya panjatan pohon, sebaiknya menanam panjatan pohon bersamaan dengan penanaman bibit ketak. Berdasarkan pengalaman, sebaiknya menggunakan panjatan pohon jenis gamal (Gliricidia sepium) berupa stek batang dengan ukuran panjang ≥ 2,5 m, memberikan pupuk kandang kambing atau sapi per lubang tanam sebagai pupuk

Gambar 8. Pembibitan ketak

V. PENANAMAN DAN MASA PANEN KETAK

Tanaman ketak termasuk jenis pakuan-pakuan yang merambat. Oleh karena itu, pertumbuhannya akan optimal apabila adanya jenis rambatan/panjatan (jenis vegetasi) yang menopangnya. Disamping berfungsi untuk menopang pertumbuhan tanaman ketak, jenis panjatan pohon dapat berfungsi juga menciptakan lingkungan (iklim mikro) yang lebih baik untuk pertumbuhan ketak. Hasil penelitian tanaman ketak di alam Pulau Lombok menunjukkan bahwa ketak dalam pertumbuhannya memilih banyak jenis tanaman rambatan, akan tetapi ada beberapa jenis tanaman rambatan ketak yang favorit disukai ketak. Jenis tanaman yang paling banyak ditemui sebagai rambatan adalah (Wahyuningsih, et al, 2017):

1. Ketinggian 0-249 m dpl: 1. Aren (Arenga pinnata), 2. Ceruring/Langsat (Lansium domesticum), 3. Liana (Liana sp.);

2. Ketinggian 250-499 m dpl: 1. Waru (Hibiscus tiliaceus), 2. Kumbi (Tabernaen montana), 3. Gaharu (Gyrinops verstegii);

3. Ketinggian 500 m dpl ke atas: 1. Kopi (Coffea robusta), 2. Aren (Arenga pinnata), 3. Liana (Liana sp.).

Page 289: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

279

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

4. Aren merupakan jenis rambatan yang paling favorit dijadikan rambatan ketak. Hal ini diduga karena Aren merupakan jenis tanaman yang memiliki tajuk cukup ringan, sehingga sesuai dengan sifat ketak yang menginginkan naungan tetapi tidak berat.

Apabila pada lokasi penanaman tidak atau kurang adanya panjatan pohon, sebaiknya menanam panjatan pohon bersamaan dengan penanaman bibit ketak. Berdasarkan pengalaman, sebaiknya menggunakan panjatan pohon jenis gamal (Gliricidia sepium) berupa stek batang dengan ukuran panjang ≥ 2,5 m, memberikan pupuk kandang kambing atau sapi per lubang tanam sebagai pupuk dasar (Gambar 9). Jika jenis gamal tidak ada, bisa digantikan dengan panjatan jenis dadap (Erythrina variegata), asal selajutnya tanaman dadap bisa hidup dan tumbuh. Yang perlu diperhatikan pada tanaman ketak yang masih muda adalah sangat rentan terhadap gangguan gulma dan tanaman bawah lainnya. Tanaman pengganggu perlu terus dibersihkan, jangan sampai menutup perkembangan tanaman ketak. Lokasi penanaman ketak yang dipilih adalah disesuaikan dengan kondisi habitat alam tanaman ketak, yaitu sebaiknya suhu rata-rata 24-320C, kelembaban 50-88%, ketinggian 300-600 m dpl.

168

dasar (Gambar 9). Jika jenis gamal tidak ada, bisa digantikan dengan panjatan jenis dadap (Erythrina variegata), asal selajutnya tanaman dadap bisa hidup dan tumbuh. Yang perlu diperhatikan pada tanaman ketak yang masih muda adalah sangat rentan terhadap gangguan gulma dan tanaman bawah lainnya. Tanaman pengganggu perlu terus dibersihkan, jangan sampai menutup perkembangan tanaman ketak. Lokasi penanaman ketak yang dipilih adalah disesuaikan dengan kondisi habitat alam tanaman ketak, yaitu sebaiknya suhu rata-rata 24-320C, kelembaban 50-88%, ketinggian 300-600 m dpl.

Gambar 9. Tanaman rumput ketak pada panjatan jenis gamal

Pemanenan ketak untuk bahan baku anyaman, ukuran minimal batang sulur adalah berdiameter 3 mm dengan panjang ≥ 50 cm, atau batang sulurnya sudah kuat, keras dan tidak mudah putus (Susila dan Setyayudi, 2017, Hasan dan susila, 2018). Pengalaman penanaman ketak di KHDTK Rarung, umur tanaman ketak untuk mencapai ukuran tersebut adalah 1,5 – 2 tahun setelah bibit ketak ditanam. Ukuran dimensi tanaman ketak pada umur kurang lebih 1,5 tahun di KHDTK Rarung dapat dilihat pada Tabel 1 (Hasan dan susila, 2018). Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa diameter rata-rata batang sulur kurang dari 5 mm, artinya bahan baku yang dihasilkan untuk anyaman relatif kecil-kecil. Bahan baku ini hanya memenuhi untuk produk anyaman yang relatif kecil-kecil juga seperti produk alas gelas, tempat tissu, tas kecil, dll), tidak bisa dipakai untuk tulangan yang didahului dengan membuat kerangka produknya. Oleh karena itu, untuk memperoleh bahan baku yang optimal (dengan berbagai macam besaran diameter dan panjang sulur), mungkin perlu menambah masa panen sampai umur tanaman 3 tahun untuk memperoleh besaran diameter lebih dari 1 cm (tergantung kondisi lahan dan kecepatan riapnya).

Gambar 9. Tanaman rumput ketak pada panjatan jenis gamal

Page 290: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

280

Pemanenan ketak untuk bahan baku anyaman, ukuran minimal batang sulur adalah berdiameter 3 mm dengan panjang ≥ 50 cm, atau batang sulurnya sudah kuat, keras dan tidak mudah putus (Susila dan Setyayudi, 2017, Hasan dan susila, 2018). Pengalaman penanaman ketak di KHDTK Rarung, umur tanaman ketak untuk mencapai ukuran tersebut adalah 1,5 – 2 tahun setelah bibit ketak ditanam. Ukuran dimensi tanaman ketak pada umur kurang lebih 1,5 tahun di KHDTK Rarung dapat dilihat pada Tabel 1 (Hasan dan susila, 2018). Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa diameter rata-rata batang sulur kurang dari 5 mm, artinya bahan baku yang dihasilkan untuk anyaman relatif kecil-kecil. Bahan baku ini hanya memenuhi untuk produk anyaman yang relatif kecil-kecil juga seperti produk alas gelas, tempat tissu, tas kecil, dll), tidak bisa dipakai untuk tulangan yang didahului dengan membuat kerangka produknya. Oleh karena itu, untuk memperoleh bahan baku yang optimal (dengan berbagai macam besaran diameter dan panjang sulur), mungkin perlu menambah masa panen sampai umur tanaman 3 tahun untuk memperoleh besaran diameter lebih dari 1 cm (tergantung kondisi lahan dan kecepatan riapnya).

Tabel 1. Hasil panen tanaman ketak umur 18 bulan di KHDTK Rarung

No Parameter Ukuran/Jumlah Keterangan1 Rerata jumlah sulur/rumpun 6,0 ± 3,0 Umur 18 bulan

Jumlah sulur tertinggi/rumpun 30 sulur Kambing dadap

Jumlah sulur terendah/rumpun 2 sulur NPK bambu

2 Rerata panen jumlah sulur /rumpun 5,0 ± 3,0 Umur 18 bulan

Panen jumlah sulur tertinggi/rumpun 22 sulur Kambing dadap

Panen jumlah sulur terendah/rumpun 1 sulur NPK, dadap

3 Rerata diameter sulur yang dipanen 3,8 ± 1,9 mm Umur 18 bulan

Page 291: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

281

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

No Parameter Ukuran/Jumlah KeteranganDiameter sulur tertinggi dipanen 8,6 mm Kambing gamal

Diameter sulur terendah dipanen 2,1 mm Kontrol, dadap

4 Rerata panjang sulur yang dipanen 2,25 ± 1,12 m Umur 18 bulan

Sulur terpanjang yang dipanen 5,98 m Kambing dadap

Sulur terpendek yang dipanen 0,5 m NPK, gamalSumber : Hasan dan Susila, 2018

VI. PENUTUPBudidaya tanaman ketak oleh petani dan para pengrajin adalah salah satu solusi untuk mengatasi kelangkaan bahan baku produk anyaman berbasis ketak di Lombok. Harapannya, petani sebagai pemburu tanaman ketak dan para pengrajin tergerak hatinya untuk mengkonservasi tanaman ketak. Hal ini tidak terlepas dari nilai tambah atau keuntungan finansial yang diperoleh dari usaha budidaya ketak. Kegiatan budidaya tanaman ketak pada beberapa kasus bisa dijadikan usaha sambilan, karena masih ada kegiatan pokok yang lebih menguntungkan. Budidaya tanaman ketak dapat menjadi pilihan usaha budidaya petani sebagai penyedia bahan baku, dengan asumsi nilai jual bahan baku ketak terus meningkat. Dalam hal ini pihak Pemda Kabupaten dan Dinas-Dinas terkait lainnya perlu turun tangan untuk mengharmoniskan ketimpangan ini. Tidak hanya sebagai HHBK Unggulan di NTB yang telah ditetapkan oleh Pemda Propinsi NTB, namun tanaman ketak ini seyogyanya benar-benar unggul dari berbagai aspek mulai dari hulu sampai hilirnya.

Tabel 1. Hasil panen tanaman ketak umur 18 bulan di KHDTK Rarung (lanjutan)

Page 292: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

282

DAFTAR PUSTAKAAji, I.M.L., Sutriono, R., & Tauhid, M. (2015). Pengaruh intensitas cahaya

dan dosis pupuk organik cair NASA terhadap pertumbuhan bibit ketak (Lygodium circinnatum (Burn. F) Sw.) cabutan. Media Bina Ilmiah, 9(7).

Ardaka, I.M., Hartutiningsih, M.S., Sudiatna, I.N., & Siregar, M. (2006). Pengaruh Media dan Konsentrasi Atonik terhadap Pertumbuhan Spora Paku Ata (Lygodium circinatum (Burm.f ) Sw.) UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali – LIPI

Camloh, M. (1993). Spore germination and early gametophyte development of Platycerium bifurcatum. American Fern Journal, 83(3), 79-85.

Dwiyani, R. (2016). In Vitro and Ex Vitro Propagation of A Wild-Extinct Fern Lygodium circinnatum (Burn.F) Sw. Grown in Bali. Jurnal Bumi Lestari, 16(2), 131-138.

Handayani, T., & Hartini, S. (2003). Perkecambahan spora paku pohon (Cyantea contaminans (Wall.ex Hook.) Copel) pada berbagai media tumbuh. BioSMart, 5(2), 111-114.

Hasan, RA., & Susila, I.W.W. (2018). Marketing Chain of Ketak (Lygodium circinnatum) and Cultivation Opportunities on Community Land. The paper presented on Join Internasional Comfrence Hydro-Meteorological Disaster Mitigation under Global Change, 29 Nopember 2018. Yogyakarta, Indonesia

Jones, D.L., (1987). Encyclopaedia of ferns. London: British Museum of Natural History, Cromwell Road.

Siregar M, Ardaka, I.M., & Siregar, H.M. (2014). Pengaruh jenis media dan zat pengatur tumbuh atonik terhadap perkecambahan spora dan pembentukan sporofit Lygodium circinnatum (Burm.f.) Sw. (Schizaeaceae). Buletin Kebun Raya, 17(1), 15–24.

Page 293: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

283

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Susila, I.W.W., & Setyayudi, A. (2017). Peningkatan pertumbuhan permudaan alam ketak (Lygodium circinnatum (Burn. F.) Sw.) di Kawasan Hutan Pusuk, Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Rinjani Barat. Prosiding Seminar Nasional Perhutanan Sosial, Peranan Hutan dalam Mendukung Kesejahteraan Masyarakat dan Ketahanan Pangan, 359-366.

Susila, I.W.W., Setiawan, O., & Aslah. (2015). Potensi, Tempat Tumbuh dan Peningkatan Regenerasi Alami Ketak (Lygodium circinnatum Burn. F) Swartz). Laporan Hasil Penelitian (LHP). Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu. Mataram.

Wahyuningsih, E.E., Faridah, & Budiadi. (2017). Jenis Tanaman Rambatan untuk Pertumbuhan Ketak (Lygodium circinnatum (Burn.) Sw) di Hutan Alam P. Lombok. Jurnal Sangkareang Mataram, 3(2).

Page 294: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya
Page 295: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

TUMBUHAN Indigofera spp SEBAGAI PEWARNA ALAMI

TENUN DAN BATIK

Yelin Adalina, Yetti Heryati, dan Asmanah Widarti

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Jalan Gunung Batu No. 5, Bogor, Jawa Barat, Indonesia Email: [email protected]

I. PENDAHULUANPenggunaan zat warna alam semakin berkurang seiring kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat warna sintetis. Sejak April 1996 di Jerman dan Belanda terdapat larangan penggunaan pewarna sintesis yang mengandung gugus azo, karena sifat aminonya diduga keras menyebabkan kanker kulit (Lestari, & Riyanto, 2004). Penggunaan pewarna sintesis dapat berdampak pada lingkungan seperti pencemaran air, tanah, udara, begitu pula berdampak langsung pada manusia seperti kanker kulit (Kasmudjo, & Saktianggi, 2011). Meskipun pewarna sintetis menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan namun lebih banyak diminati, karena keunggulan zat warna sintetis adalah lebih mudah diperoleh, relatif murah, ketersediaan warna terjamin dan lebih praktis penggunaannya. Salah satu kendala zat warna alam adalah ketersediaan variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya yang tidak siap pakai, sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna. Hal ini menyebabkan zat warna alam kurang

Page 296: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

286

praktis penggunaannya. Namun zat warna alam mempunyai potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulan Indonesia dalam memasuki pasar global dengan daya tarik yang unik, etnik dan eksklusif.

Saat ini minat terhadap pewarna alami meningkat diberbagai negara, tidak hanya kepedulian terhadap pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh industri kimia penghasil warna sintetik juga adanya pengaruh berbahaya pewarna sintetik terhadap kesehatan. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dunia akan kesehatan, mereka cenderung mengkonsumsi produk yang terbuat dari bahan alami dan berkualitas. Produk-produk yang unggul dan kompetitif, serta menggunakan teknologi ramah lingkungan yang dapat berkompetisi di pasaran dunia.

Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat berlimpah yang berpotensi dijadikan sebagai pewarna alami. Secara umum bahan pewarna alami terdapat sangat luas hampir di semua bahan alam yaitu dari mineral, tumbuhan dan hewan (seperti pewarna lak). Namun sebagian besar pewarna alam banyak diperoleh dari tumbuh-tumbuhan seperti bagian batang, akar, daun, bunga, kulit batang dan lainnya (Kasmudjo, & Saktianggi, 2011; Heryati et.al., 2016). Menurut Heyne (1987) terdapat sekitar 150 jenis tanaman yang menghasilkan pewarna alam. Sampai saat ini penggunaan zat warna alam yang merupakan kekayaan budaya warisan nenek moyang masih tetap dijaga khususnya pada proses pembatikan (Fitrihana, 2007). Bahan pewarna alami tekstil pada umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan antara lain indigofera atau sering disebut tarum dengan warna yang dihasilkan dari tumbuhan ini berwarna biru (Valentinus et al, 2016; Heryati et.al., 2016).

Produk batik dan tenun dengan menggunakan pewarna alami memiliki potensi ekspor dan daya saing yang lebih besar dari batik dan tenun dengan pewarna sintesis. Kain batik yang menngunakan zat warna alam, sangat diminati oleh berbagai kalangan penggemar batik. Keadaan ini memacu tumbuh dan berkembangnya industri batik untuk mencoba dengan membuat produk batik warna alam. Warna alam indigofera merupakan jenis warna alam yang banyak digunakan untuk pewarna di industri batik karena dapat

Page 297: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

287

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

menghasilkan warna biru yang kuat dengan pencelupan yang berulang kali (Pujilestari, 2017). Indigofera yang dikenal di negara Inggris dengan nama indigo dijuluki “the king of dyes” (Prosea, 1992), merupakan pewarna alam yang paling tua yang mempunyai peran dalam sejarah pewarna alami dunia. Bangsa Indonesia sejak dulu telah menggunakan pewarna indigo untuk pewarnaan kain batik tradisonal kuno (Lestari, & Riyanto, 2004).

Warna indigo mempunyai ketahanan warna yang unggul terhadap sinar, chlorine, sabun, gosokan, keringat, dan lain-lain (Lestari, 1998). Kasmudjo & Saktianggi (2011) mengemukakan bahwa daun indigofera mempunyai prospek yang sangat baik untuk digunakan sebagai pewarna alami khususnya untuk batik dengan hasil pengujian kualitas pewarnaan yang sangat baik. Begitu pula Rahayuningsih et al., (2016) menyatakan bahwa pewarna alami dari daun indigofera sangat prospek untuk dikembangkan karena pengusaha batik saat ini sudah tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.

II. KETERANGAN BOTANI Hassen et al. (2006) mengklasifikasi tanaman Indigofera sebagai berikut:

Divisio : SpermatophytaSubdivisio : AngiospermaeClass : DicotyledonaeFamily : RosalesSub family : LeguminosainosaeGenus : IndigoferaSpesies : Indigofera sp.

Tanaman Indigofera adalah jenis tanaman perdu yang memiliki daun berseling, bersirip ganjil beranak daun tiga atau daun tunggal. Bunganya tersusun dalam suatu tandan diketiak daun, bertangkai, daun kelopaknya berbentuk bergerigi lima, dan daun mahkotanya berbentuk kupu-kupu. Buahnya bertipe polong, berbentuk pita, lurus atau bengkok, berisi 1-20, perkecambahan benih tanaman Indigofera yaitu epigeal (Adalina et al., 2010).

Page 298: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

288

III. SEBARAN DAN TEMPAT TUMBUH

Indigofera spp. memiliki sekitar 700 spesies yang tersebar mulai dari Benua Afrika, Asia, Australia, dan Amerika Utara (Herdiawan, & Krisnan, 2014). Sekitar 280 spesies Indigofera merupakan tumbuhan asli Afrika dan lebih dari 40 spesies asli berasal dari Asia Tenggara (Tjelele, 2006).

Jenis-jenis Indigofera yang ada di Indonesia terdapat 11 jenis yaitu Indigofera arrecta Hochst, I. enncaphylla Linn., I. linifolia Ritz., I. galegoides DL, I. guatimalensis Moc., I. hendecaphylla Jacq, I. suffruticosa Mill., I. Sumatra Gaertn., I. tinctoria Auct, I. hirsuta Linn, I. longeracemosa Boiv. Dari 11 species tanaman Indigofera yang terdapat di Indonesia hanya beberapa species yang intensif menghasilkan warna biru yaitu I. tinctoria, I. sumatrana, I. suffruticosa dan I. arrrecta Jenis I. arrecta pernah dibudidayakan di daerah Tuban, Yogyakarta, Bali, Pekalongan dan lainnya. (Lestari dan Riyanto, 2004). Jenis I. arrecata Hochst. Ex A Rich., I. suffruticosa Mill., dan I. tinctoria L. (Gambar 1), banyak dimanfaatkan sebagai pewarna (Schrire, 2005).

173

Sumatra Gaertn., I. tinctoria Auct, I. hirsuta Linn, I. longeracemosa Boiv. Dari 11 species tanaman Indigofera yang terdapat di Indonesia hanya beberapa species yang intensif menghasilkan warna biru yaitu I. tinctoria, I. sumatrana, I. suffruticosa dan I. arrrecta Jenis I. arrecta pernah dibudidayakan di daerah Tuban, Yogyakarta, Bali, Pekalongan dan lainnya. (Lestari dan Riyanto, 2004). Jenis I. arrecata Hochst. Ex A Rich., I. suffruticosa Mill., dan I. tinctoria L. (Gambar 1), banyak dimanfaatkan sebagai pewarna (Schrire, 2005).

(A) (B) Gambar 1. Tanaman I. tinctoria (A) dan I. suffruticosa (B)

Pada berbagai wilayah, tanaman ini mempunyai nama yang berlainan yaitu

tarum, tom, nila (Jawa) ; taum (NTT), tarum (Malaysia), taiung, taiom, tagung-tagung (Filipina), indigo (Inggris). Tanaman ini berasal dari daerah tropis Afrika, Asia, Australia, Amerika Utara dan Selatan, kemudian menyebar ke seluruh zona kering Afrika, Asia dan masuk ke Indonesia sekitar tahun 1900-an dibawa oleh kolonial Eropa (Herdiawan, & Krisnan, 2014). Di Indonesia tumbuhan Indigofera antara lain terdapat di Sumatera, Jawa, Sumba dan Flores. Tanaman ini termasuk jenis leguminosa yang tahan terhadap cekaman abiotik.

Indigofera spp. dapat tumbuh dari 0-2.200 m dpl dan tumbuh subur ditanah gembur, dapat tumbuh pada iklim panas dan lembab dengan curah hujan antara 600-3.000 mm/tahun (Herdiawan, & Krisnan, 2014) dan toleran terhadap musim kering. Indigofera spp. dapat tumbuh dengan baik pada kondisi cahaya penuh, dan cukup toleran terhadap naungan, pada tanah tanah liat atau lempung berliat dengan pH 5-7,7 namun beberapa spesies bisa tumbuh baik pada tanah berpasir dan pH di bawah 4-8,5. Toleran terhadap tanah yang memiliki kadar fosfat yang rendah memiliki adaptasi yang baik terhadap kekeringan, namun produksi tetap mengalami penurunan selama musim kemarau (Ginting, & Simon, 2012). Dalam

Gambar 1. Tanaman I. tinctoria (A) dan I. suffruticosa (B)

Page 299: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

289

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Pada berbagai wilayah, tanaman ini mempunyai nama yang berlainan yaitu tarum, tom, nila (Jawa) ; taum (NTT), tarum (Malaysia), taiung, taiom, tagung-tagung (Filipina), indigo (Inggris). Tanaman ini berasal dari daerah tropis Afrika, Asia, Australia, Amerika Utara dan Selatan, kemudian menyebar ke seluruh zona kering Afrika, Asia dan masuk ke Indonesia sekitar tahun 1900-an dibawa oleh kolonial Eropa (Herdiawan, & Krisnan, 2014). Di Indonesia tumbuhan Indigofera antara lain terdapat di Sumatera, Jawa, Sumba dan Flores. Tanaman ini termasuk jenis leguminosa yang tahan terhadap cekaman abiotik.

Indigofera spp. dapat tumbuh dari 0-2.200 m dpl dan tumbuh subur ditanah gembur, dapat tumbuh pada iklim panas dan lembab dengan curah hujan antara 600-3.000 mm/tahun (Herdiawan, & Krisnan, 2014) dan toleran terhadap musim kering. Indigofera spp. dapat tumbuh dengan baik pada kondisi cahaya penuh, dan cukup toleran terhadap naungan, pada tanah tanah liat atau lempung berliat dengan pH 5-7,7 namun beberapa spesies bisa tumbuh baik pada tanah berpasir dan pH di bawah 4-8,5. Toleran terhadap tanah yang memiliki kadar fosfat yang rendah memiliki adaptasi yang baik terhadap kekeringan, namun produksi tetap mengalami penurunan selama musim kemarau (Ginting, & Simon, 2012). Dalam keadaan tumbuh secara alami atau liar, jenis-jenis tarum dijumpai di tempat-tempat terbuka dengan sinar matahari penuh (Ariyanti, & Asbur, 2018).

IV. BUDIDAYA TANAMAN Indigofera spp.

Indigofera spp. dapat diperbanyak secara generatif (biji) atau vegetatif (stek). Ariyanti & Asbur (2018) melaporkan bahwa biji Indigofera yang digunakan sebaiknya dari tanaman yang sudah tua dan berumur sekitar 12 bulan dan belum pernah dipanen sama sekali. Buah yang diambil dijemur hingga kering dan diremas untuk dipisahkan dengan bijinya, kemudian biji dijemur

Page 300: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

290

selama 2 hari. Untuk menghindari kelembaban maka biji dikeringanginkan kembali selama 24 jam, dan disimpan dalam wadah yang rapat dan dapat dibuka kembali saat hendak disemai.

Penanaman dengan biji dilakukan dengan menanam langsung pada lahan, tiap lubang tanam diisi 3 atau 4 butir biji. Biji Indigofera hanya dapat tumbuh apabila disebar pada kondisi suhu tanah mencapai 21ºC. Cara lain yaitu dengan membuat pesemaian lebih dahulu. Untuk mempercepat perkecambahannya, sebelum disemaikan biji tarum diskarifikasi dengan cara direndam air dingin selama semalam, disiram air panas dan dibiarkan semalam atau direndam dengan air kelapa muda selama 6 jam. Biji tarum mulai berkecambah pada hari keempat sampai ketujuh, selanjutnya bibit dipindah ke polybag. Bibit dapat dipindahkan ke lapangan pada umur 4-6 minggu.

Indigofera dapat juga dibudidayakan melalui stek. Jarak tanam melalui perbanyakan dengan stek yaitu jarak antar barisan 60 cm dan jarak dalam barisan 60-90 cm. Tanaman Indigofera tidak toleran terhadap curah hujan tinggi dan penggenangan dan cocok ditanam pada lahan yang terbuka dengan sinar matahari penuh sehingga tidak perlu naungan untuk pertumbuhannya (Kurniaty et.al., 2016). Penanaman sebaiknya menjelang musim hujan dan diharapkan dapat dipanen pada musim kemarau dengan kandungan zat warna yang optimal.

Guna mengalirkan air hujan maka pada tiap jarak 360 cm dibuat saluran drainase untuk pembuangan air. Pemeliharaan tanaman tarum meliputi pemupukan, pengairan, pemberantasan hama dan penyakit, penyiangan, pemberian ZPT (zat pengatur tumbuh). Tanaman tarum memerlukan pupuk susulan selama pertumbuhannya dengan dosis masing-masing 80 kg/ha untuk urea, SP-36, dan KCl (Ariyanti, & Asbur, 2018). Pemberian pupuk tambahan ini tergantung pada lokasi tanam. Pada lokasi dengan curah hujan yang sangat rendah dan hari hujan yang sangat pendek, penambahan pupuk dapat menyebabkan kematian pada tanaman.

Page 301: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

291

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

V. PEMANENAN DAUN Indigofera sp.

Pengumpulan daun Indigofera sp. dilakukan pagi hari atau sore hari dengan cara memotong cabang dekat batang. Tanaman tarum siap dipanen saat berumur kurang lebih 120 hari (hari setelah tanam) untuk satu kali pemanenan, selanjutnya dapat dipanen kembali dengan selisih waktu 90 hari dari saat pemanenan pertama. Umur tanaman dapat mencapai 2-3 tahun. Pemanenan dapat dilakukan pada jam 04.00-06.00 WIB atau jam 16.00-18.00 WIB, karena pada waktu tersebut potensial untuk menghasilkan warna biru yang maksimal. Pemanenan pada saat siang hari akan menghasilkan warna biru yang kurang baik. Penanganan pasca panen yang kurang tepat akan mengakibatkan zat warna yang dihasilkan tidak seperti yang diharapkan (Ariyanti, & Asbur, 2018).

VI. POTENSI TANAMAN Indigofera spp. SEBAGAI PEWARNA ALAM

Tanaman Indigofera dikenal sebagai tanaman penghasil zat warna biru karena mengandung senyawa indigo dengan rumus bangun kimia C16H10N2O2. Indigo adalah bubuk Kristal biru yang dapat meleleh pada suhu 390-392°C. Tanaman ini mengandung glukosida indican (indoxyl-β-D-glucoside). Setelah tanaman ini direndam dengan air kemudian terjadi proses hidrolisi oleh enzim indimulase yang mengubah indicant menjadi indoksil (tarum-putih) dan glukosa. Indoksil dalam suasana alkali mudah teroksidasi dengan udara menjadi pigmen indigo yang berwarna biru. Dalam kondisi tereduksi, pigmen indigo akan terjerat ke dalam serat dan teroksidasi oleh oksigen dari udara, sehingga terjadi pengendapan pada permukaan serat yang menghasilkan warna biru permanen (Lestari, & Riyanto, 2004).

Page 302: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

292

Indigo termasuk golongan senyawa alkaloid berwarna biru tua, tidak larut dalam air, alkohol eter, akan tetapi larut dalam kloroform, nitrobenzena, atau asam sulfat pekat. Enzim pada tanaman tarum kering dan semi-kering kemungkinan tidak aktif selama proses hidrolisis, sehingga hasil dari pewarna indigo sangat rendah (Ariyanti, & Asbur, 2018).

Gambar 2. Struktur kimia indigo

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi zat warna pada tanaman Indigofera adalah tanah, iklim (curah hujan, intensitas sinar matahari, suhu dan kelembaban) dan teknik budidaya tanaman yang dilakukan. Tanah dengan ketersediaan unsur N yang cukup akan menunjang pertumbuhan indigofera dengan baik. Kebutuhan hara N untuk tanaman indigofera adalah sebanyak kurang lebih 200 kg/ha, disamping unsur hara makro lainnya. Tanah yang cocok sebagai habitat tarum adalah tanah liat dengan drainase yang baik dibandingkan pada tanah yang berpasir (Ariyanti, & Asbur, 2018).

Tanaman tarum dapat dipanen dari mulai pembibitan setelah 4-5 bulan dan selanjutnya dapat dipanen setiap 3-4 bulan selama 2-3 tahun. Produksi daun tergantung jenis tanaman indigofera. I. arrecta menghasilkan 22-100 ton daun /ha/tahun dan menghasilkan pasta indigo sebesar 137-325 kg/ha/tahun, sedangkan I. tinctoria menghasilkan daun 10-13 ton/ha/tahun (Lestari, & Riyanto, 2004). (Herdiawan, & Krisnan, 2014) melaporkan bahwa Jenis-jenis indigofera yang dimanfaatkan untuk pencelupan kain antara lain Indofera zollingeriana dapat dipanen pada umur delapan bulan dengan rata-rata produksi biomasa segar sekitar 2,595 kg/pohon dengan total produksi segar sekitar 52 ton/ha. Begitu juga Hasan et al. (2008) melaporkan bahwa produksi daun tanaman I. zollingeriana sebesar 2.728 kg/ha.

Page 303: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

293

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Hasil penelitian Lestari & Riyanto (2004) dalam pembuatan pasta indigo dengan berbagai konsentrasi kapur sebesar 20-40 g per 1 kg daun dan lama fermentasi selama 24-40 jam dengan jumlah daun yang diproses sebesar 9-14 kg melaporkan bahwa rata-rata indigo murni yang diperoleh sebesar 167,2 g, pasta dan kapur 197,2 g dengan rendemen 16,72%. Ariyanti & Asbur (2018) melaporkan bahwa hasil panen tertinggi dari pewarna indigo diperoleh dari tanaman segar. Pada tanaman yang semi-kering dan kering menghasilkan zat warna yang rendah secara signifikan. Enzim ß- glukosidase dalam daun tanaman lebih aktif dalam tanaman segar daripada tanaman yang tumbuh di daerah semi-kering dan kering. Kegiatan enzim ß-glukosidase menurun bila terkena panas dan kekeringan (Lestari, 1998).

Tabel 1. Hasil pembuatan pasta indigo pewarna alam

No Daun (kg)

Fermentasi (jam)

Kapur/kg daun (g)

Pasta indigo

(kg)

Pasta/kg daun (g)

Indigo murni/kg daun (g)

Rendemen (%)

1 9 24 40 2.000 0,220 180 182 11 35 35 2.288 0,208 173 17,33 11 35 30 2.145 0,195 165 16,5

4 11 35 25 2.035 0,185 160 165 14 40 20 1.958 0,178 158 15,8

Sumber: Lestari, & Riyanto (2004)

Page 304: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

294

VII. PENGGUNAAN PEWARNA ALAM UNTUK PEWARNA KAIN BATIK DAN BENANG TENUN

Dalam batang dan daun Indigofera segar terdapat indikan. Indikan larut dalam air, dan karena pengaruh enzim indimulase berubah menjadi indoksil dan gula. Indoksil dalam suasana alkali mudah teroksidasi oleh udara menjadi pigmen indigo yang berwarna biru (Lestari dan Riyanto, 2004). Kapur merupakan bahan yang mudah didapat sehingga banyak digunakan untuk membuat suasana alkalis. Penambahan kapur ke dalam larutan indigo yang telah terfermentasi merupakan salah satu cara agar larutan bersifat alkali.

A. Proses pembuatan pasta indigoRahayuningsih et al. (2016) melaporkan bahwa saat ini beberapa pengrajin batik sudah menggunakan pewarna alami dari daun indigo dalam pewarnaan kain batik seperti halnya di Kecamatan Gunung Pati Semarang. Proses pembuatan pasta indigo yang dilakukan pada umumnya dengan alat yang sederhana dan manual namun membutuhkan ketelatenan. Pasta indigo dapat menjadi peluang bisnis dengan harga jual Rp 80.000/kg dan banyak dipesan oleh industri batik di Pekalongan, Surabaya dan Cirebon. Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dalam meningkatkan produktivitas pasta indigo antara lain Valentinus et al. (2016) melaporkan bahwa alat penyaring endapan dapat meningkatkan produktivitas dengan menghasilkan ± 1 kg pasta dari 7-10 kg daun indigofera dengan perbandingan 1 kg daun dan 5 liter air.

Page 305: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

295

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Terdapat beberapa tahapan dalam pembuatan pasta indigo. Bagian tumbuhan indigofera yang digunakan sebagai zat warna alam berupa daunnya. Pigmen warna pada tumbuhan ini berupa klorofil yang menghasilkan warna biru. Proses pembuatan pewarna alami berbentuk pasta indigo adalah sebagai berikut:

1. Proses pemanenan daun indigofera. Pohon indigofera yang sudah siap dipanen daunnya berusia 4 atau 5 bulan atau ketika tanaman sudah ada yang berbuah tua (warna polong coklat kehitaman) dan daun berwarna hijau kebiruan. Pemanenan daun indigofera untuk diproses menjadi pasta dapat dilakukan pada pagi hari atau sore hari. Pada proses panen dengan menyisakan batang indigo dan pucuk daun supaya tanaman tetap tumbuh.

2. Proses perendaman. Hasil pemanenan daun indigo disimpan di bak plastik atau wadah lainnya dan direndam dengan air bersih dengan perbandingan 1:10 (1 kg daun indigo segar ditambah 10 liter air) sampai daun terendam air. Kemudian diberi pemberat agar daun tetap terendam selama proses fermentasi. Proses perendaman ± 24 jam (1 hari) sampai 48 jam (2 hari). Selama proses perendaman terjadi proses fermentasi/peragian yang ditandai dengan adanya gelembung-gelembung gas dan warna biru dipermukaan cairan. Larutan air rendaman selama proses fermentasi berwarna hijau. Proses peragian selesai apabila tidak ada lagi gelembung gas (air berwarna kuning kehijauan).

3. Pemisahan daun indigo. Setelah proses fermentasi selesai daun indigo dipisahkan dari air rendaman indigo. Daun indigo diangkat dan diperas. Air rendaman indigo disaring untuk menghilangkan sisa daun yang tertinggal ataupun ranting dan kotoran yang terdapat dalam air rendaman.

4. Prose pengeburan. Air rendaman indigo dikebur selama 0,5 jam, kemudian ditambahkan 1-3% kapur dan digebur lagi sekitar 0,5 jam dengan gayung. Selama proses pengeburan terjadi perubahan

Page 306: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

296

warna pada air rendaman indigo dari warna hijau menjadi biru dan terjadi pembuihan berwarna biru. Proses penggeburan dihentikan sampai tidak terjadi buih dan sampai tidak ada gelembung. Proses perendaman daun indigo dapat menghasilkan warna biru, ungu dan hijau. Terbentuknya warna tergantung dari bahan yang ditambahkan. Fungsinya penambahan kapur untuk menghasilkan warna biru. Apabila penambahan kapur terlalu banyak maka pasta yang dihasilkan akan berwarna hijau.

5. Proses pengendapan pasta indigo. Proses perngendapan yaitu air rendaman indigo yang telah digebur disimpan selama 24 jam agar indigo yang terbentuk mengendap.

6. Proses penyaringan. Larutan indigo disaring dengan kain untuk memisahkan endapan pasta indigo dari larutan air rendaman. Pasta yang diperoleh dikeringkan. Pada umumnya pasta indigo yang diperoleh berkisar 10% dari jumlah daun yang direndam/difermentasi (20 kg daun indigo segar menghasilkan 2 kg pasta).

Berdasarkan wawancara penulis pada bulan Juli 2019 tentang cara pewarnaan benang dengan mencelupkan benang secara langsung ke dalam larutan indigo tanpa pembuatan pasta terlebih dahulu berdasarkan pengetahuan lokal di Dusun IV, Desa Bosen, Nusa Tenggara Timur adalah sebagai berikut: Daun tarum dipanen secukupnya, tergantung dari jumlah kain yang akan diberi warna. Kemudian ditambahkan pucuk jambu kelutuk dan direndam selama empat malam. Daun pucuk jambu dan daun indigo diperas dan dipisahkan dari larutan indigo/tarum. Daun yang sudah diperas dibilas satu kali dan disaring. Ditambahkan kapur sirih sebanyak satu sendok kecil pada tiga liter larutan indigo hasil penyaringan ke dua dan diaduk. Larutan indigo dikocok, dan larutan siap untuk dipakai untuk mencelupkan benang secara berulang kali. Pewarnaan benang dilanjutkan dengan mencelupkan benang pada larutan indigo hasil saringan pertama yang sebelumnya telah ditambahkan 1 sendok kecil kapur sirih. Kemudian benang dicelupkan berulang kali.

Page 307: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

297

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Hasil penelitian Lestari & Riyanto (2004) bahwa dalam pembuatan pasta indigo dengan berbagai perlakuan bahwa hasil pasta indigo meningkat dengan bertambahnya penggunaan kapur. Dosis kapur sebanyak 30 gram/kg daun dan ranting Indigofera segar merupakan dosis yang paling efektif. Penambahan kapur yang terlalu banyak menyebabkan alkalinitas pada pasta. Selain jumlah kapur, waktu fermentasi berpengaruh terhadap jumlah indikan yang akan berubah jadi indoksil. Kondisi optimum waktu fermentasi yaitu selama 24-48 jam. Menurut Lestari & Riyanto (2004) bahwa penggunaan komponen pada proses pembuatan pasta indigo dari tanaman Indigofera pada beberapa wilayah sangat bervariatif seperti halnya disajikan pada Tabel 2.

Page 308: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

298

Tabe

l 2.

Kom

pone

n ya

ng d

igun

akan

dal

am p

embu

atan

pas

ta i

ndig

o se

rta

pew

arna

anny

a di

ber

baga

i w

ilaya

h

No

Dae

rah/

Neg

ara

Kom

pone

n

Seny

be

siLy

esol

Tete

sK

apur

Gul

a m

erah

Whi

sky

Soda

ab

uK

ulit

gand

umH

ydro

sulf

Mus

tard

ol

i1

Thai

land

++

2Pa

kist

an+

++

++

+3

Bang

lade

sh+

++

+4

Jepa

ng+

+5

Indi

a+

++

+6

Mal

aysia

++

7K

orea

++

8Be

land

a+

9Tu

ban

++

+10

Yogy

akar

ta+

++

+Su

mbe

r: Le

star

i & R

iyan

to (2

004)

Page 309: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

299

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

179

(1) (2) (3)

(4) (5) (6)

(7) (8) (9)

Keterangan: 1. Pemanenan daun

indigofera/tarum 2. Penimbangan daun 3. Perendaman daun 4. Pengambilan daun dari

larutan tarum

5. Larutan tarum 6. Pengeleburan larutan 7. Pengendapan 8. Penyaringan 9. Pasta indigo

Gambar 3. Proses pembuatan pasta indigo 2. Proses pewarnaan kain

Pewarna dari alam untuk dapat digunakan sebagai zat warna tekstil perlu dilakukan berbagai tahapan dan melalui beberapa proses dalam pencelupan. Pewarnaan melalui proses pencelupan yaitu proses pemberian warna secara merata pada bahan berupa serat, benang atau kain. Fitrihana, (2010) mengemukakan bahwa mekanisme proses pencelupan terjadi tiga tahap, yaitu: a) tahap migrasi pergerakan molekul zat warna di dalam larutan celup; b) proses absorpsi yaitu molekul zat warna terserap menempel pada permukaan serat, dan c) proses penetrasi atau difusi zat warna dari permukaan serat ke pusat. Tahapan-tahapan proses pewarnaan sebagai berikut (Fitrihana, 2010): a. Proses ekstraksi zat warna. Proses ekstraksi zat warna dengan memisahkan

pigmen warna dari bagian tumbuhan dengan pelarut air. Dalam melakukan proses ekstraksi/pembuatan larutan zat warna alam perlu disesuaikan dengan berat bahan yang hendak diproses sehingga jumlah larutan zat warna alam yang dihasilkan dapat mencukupi untuk mencelup bahan tekstil. Banyaknya larutan zat warna alam yang diperlukan tergantung pada jumlah bahan tekstil

Keterangan:1. Pemanenan daun indigofera/

tarum2. Penimbangan daun3. Perendaman daun4. Pengambilan daun dari

larutan tarum

5. Larutan tarum6. Pengeleburan larutan7. Pengendapan8. Penyaringan9. Pasta indigo

Gambar 3. Proses pembuatan pasta indigo

Page 310: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

300

B. Proses pewarnaan kain Pewarna dari alam untuk dapat digunakan sebagai zat warna tekstil perlu dilakukan berbagai tahapan dan melalui beberapa proses dalam pencelupan. Pewarnaan melalui proses pencelupan yaitu proses pemberian warna secara merata pada bahan berupa serat, benang atau kain. Fitrihana, (2010) mengemukakan bahwa mekanisme proses pencelupan terjadi tiga tahap, yaitu: a) tahap migrasi pergerakan molekul zat warna di dalam larutan celup; b) proses absorpsi yaitu molekul zat warna terserap menempel pada permukaan serat, dan c) proses penetrasi atau difusi zat warna dari permukaan serat ke pusat. Tahapan-tahapan proses pewarnaan sebagai berikut (Fitrihana, 2010):

1. Proses ekstraksi zat warna. Proses ekstraksi zat warna dengan memisahkan pigmen warna dari bagian tumbuhan dengan pelarut air. Dalam melakukan proses ekstraksi/pembuatan larutan zat warna alam perlu disesuaikan dengan berat bahan yang hendak diproses sehingga jumlah larutan zat warna alam yang dihasilkan dapat mencukupi untuk mencelup bahan tekstil. Banyaknya larutan zat warna alam yang diperlukan tergantung pada jumlah bahan tekstil yang akan diproses. Perbandingan larutan zatwarna dengan bahan tekstil yang biasa digunakan adalah 1:30. Misalnya berat bahan tekstil yang diproses 100 gram maka kebutuhan larutan zat warna alam adalah 3 liter.

2. Mordanting. Mordanting adalah proses yang dilakukan pada bahan tekstil yang akan diwarna dengan tujuan memperbesar daya serap kain terhadap zat warna alam serta meningkatkan daya tarik zat warna alam terhadap bahan tekstil serta berguna untuk menghasilkan kerataan dan ketajaman warna yang baik. Mordanting merupakan proses paling penting dalam proses pewarnaan kain, dikarenakan keberhasilan pada teknik pencelupan tergantung pada proses penyerapan warna kain, sehingga dibutuhkan ketelitian untuk menghasilkan warna kain yang merata. Proses mordanting kain sutera dengan perbandingan 1: 20 yang artinya 1 kain dan larutan volume 20 dengan menggunakan campuran

Page 311: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

301

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

air sabun netral atau TRO sebanyak 2 gr/liter, tawas 20 gr/liter dengan perendaman selama 1 jam pada suhu 60 C atau selama 24 jam pada suhu kamar.

3. Proses pencelupan bahan ke dalam larutan zat warna. Proses pencelupan bahan ke dalam larutan zat warna merupakan tahapan utama dalam pengaplikasian zat warna alam pada bahan tekstil. Pencelupan dengan perbandingan 1:30 menggunkan air larutan zat warna alam hasil proses ekstraksi dengan waktu celup 15-30 menit.

4. Fiksasi. Pada proses pencelupan bahan tekstil dengan zat warna alam dibutuhkan proses fiksasi (fixer) yaitu proses penguncian warna setelah bahan dicelup dengan zat warna alam agar warna memiliki ketahanan luntur yang baik. Terdapat tiga jenis larutan fixer yang biasa digunakan yaitu tunjung (FeSO4), tawas, dan kapur (CaCO3). Widihastuti (2014) melaporkan bahwa penggunaan larutan fiksator yang umumnya digunakan dengan perbandingan volume 1: 40. Fiksasi tawas, atau tanjung maupun kapur tohor dengan perbandingan 70 gr/liter pada suhu kamar. Penggunaan jenis fiksator yang berbeda akan menghasilkan warna yang berbeda.

Menurut Fitrihana (2007) campuran zat warna alam hasil ekstraksi tergolong sebagai zat warna reaktif, artinya daya serap terhadap serat tidak besar. Sehingga zat warna tidak bereaksi dengan serat dan mudah hilang warnanya. Gugus-gugus penghubung zat warna dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan zat warna tersebut terhadap asam dan basa. Gugus-gugus reaktif merupakan bagian-bagian yang dari zat warna yang mudah lepas. Dengan lepasnya gugus reaktif ini, zat warna menjadi mudah bereaksi dengan gugus OH dari selulosa dan lignin. Agar campuran dapat bereaksi dengan serat maka ditambahkan zat pembantu yaitu kapur sirih (CaCO3). Tujuannya yaitu untuk melepaskan gugus-gugus reaktif dari zat warna menjadi tidak reaktif sehingga mudah beraksi dengan serat membentuk ikatan kovalen primer yang merupakan ikatan pseudo ester atau eter dan dengan menggunakan pelarut air dapat mengadakan hidrolisis dengan molekul zat warna reaktif menjadi tidak reaktif.

Page 312: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

302

VIII. PROSES PENCELUPAN DAN PENCUCIAN BENANG DENGAN PASTA INDIGO UNTUK KAIN TENUN

Kerajinan tenun merupakan salah satu warisan budaya lokal yang harus dikembangkan (Melati et al., 2019). Untuk dapat mewarnai, pigmen indigo yang tidak larut dalam air dibuat supaya menjadi larut dengan mereduksi kembali. Jenis dan jumlah reduktor sangat mempengaruhi pewarnaan. Reduktor yang umumnya digunakan adalah gula merah. Hal ini karena paling mudah diperoleh dibandingkan dengan reduktor lainnya seperti tetes, hidrosulfit, tunjung, whisky dan lain-lain. (Lestari, & Riyanto, 2004). Pencelupan pada benang diaplikasikan agar benang yang digunakan untuk kegiatan menenun menjadi terwarnai sesuai keinginan sehingga jika benang tersebut kemudian ditenun, maka akan diperoleh kain yang memiliki komponen corak dan warna tertentu. Proses pencelupan dan pengikatan warna merupakan proses hulu dalam menenun. Proses pencelupan benang adalah sebagai berikut:

1. Mempersiapkan air abu (abu diperoleh dari hasil pembakaran memasak di dapur) kemudian direbus sampai airnya berwarna kuning lalu disaring dengan kain. Pembuatan air abu yaitu sebanyak 40 liter air bersih ditambahakan 1 liter abu dan 3 sendok sabun sunlight kemudian dipanaskan.

2. Proses pencelupan diawali dengan membuat ikatan benang menjadi 3 ikatan atas bawah dalam per kepala atau gulungan benang dan benang dirapihkan ikatannya supaya benang tidak kusut saat perebusan dan pencelupan.

3. Proses pencelupan benang di dalam air. Benang di sandarkan dalam paralon atau kayu kemudian dicelupkan ke dalam air bersih sampai benang terendam air dan digoyang goyang supaya air meresap ke dalam

Page 313: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

303

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

benang sekitar 10 menit kemudian benang diperas dan di kibas- kibas dan diratakan supaya benang tidak kusut. Pencucian benang dengan air sampai benang basah semuanya sebanyak 3 kali.

4. Benang dicelupkan ke dalam air abu yang sedang di panaskan sampai meresap sambil dibolak balik kemudian diperas dan dikibas serta dijemur. Komposisi air panas untuk perebusan benang dengan perbandingan 10 liter air ditambah 1 sendok cairan sabun dan 0,5 liter air abu. Kemudian benang yang telah direbus dicuci kembali dengan air bersih sebanyak 3 kali. Fungsi air abu yang ditambahkan sabun untuk menaikan pH supaya > 7. Sebanyak 10 liter air panas dapat dipakai untuk 5 kali pencelupan, setiap 1 kali pencelupan berisi 5 gulung benang.

5. Benang di cuci kembali dengan air bersih pada suhu kamar sebanyak 3 kali sambil di goyang goyang. Pencucian benang dilakukan dengan cara mencelupkan pada ember 1 sambil benang digoyang-goyang, kemudian benang dimasukan ke ember ke 2. Pada ember 1 benang dicelupkan dan di goyang, kemudian benang dicelupkan ke dalam ember ke 2 terus dicelupkan pada ember ke 3 sambil benang digoyang-goyang. Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali untuk menghilangkan lilin dan kotoran yang terdapat dalam benang. Sebelum dipindah ke dalam ember ke dua di peras dulu benangnya. Benang di celup sambil di goyang goyang supaya air meresap. Setiap kali pencucian benang di peras dan di kibas kibas.

6. Kemudian benang di jemur sampai kering selama sekitar 2 hari dan benang siap dipakai dalam pemberian warna alami

7. Benang dicelupkan ke dalam larutan air indigo, kemudian diperas. Pencelupan dilakukan berkali-kali sampai warna yang diinginkan. Setiap pencelupan benang ke dalam larutan indigo kemudian benang dicuci dengan air bersih. Komposisi untuk proses pencelupan dengan warna indigo yaitu sebanyak 2 kg pasta indigo ditambahkan 20 liter air dan 0,5 kg gula merah, kemudian diaduk sampai merata.

8. Cara pembuatan larutan reduktor untuk pembangkitan warna yaitu sebanyak 8,5 liter air bersih ditambhakan 1 liter air gula merah yang

Page 314: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

304

direbus dan 0,5 liter kapur, sehingga volume larutan menjadi 10 liter. Beberapa jenis reduktor yang dapat digunakan antara lain yaitu tawas, kapur dan tanjung.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pewarnaan yaitu;

1. Apabila benang dicelupkan ke permukaan air indigo menghasilkan warna benang lebih muda dan benang bersih dari kotoran.

2. Apabila benang di celupkan ke dalam indigo yang di aduk bercampur dengan lumpur atau pasta indigo menghasilkan warna benang menjadi lebih tua tetapi banyak kotoran yang menempel pada benang dan mengakibatkan pencucian yang lebih lama dan warna indigo banyak terbuang. Pengerjaan pencucian menjadi lebih lama.

3. Apabila benang tidak di masak/tidak dicelupkan ke dalam air panas terlebih dahulu maka penyerapan warna ke serat benang akan sulit dan warna menjadi tidak merata.

4. Pencelupan benang tanpa dicelupkan ke dalam air panas dan benang hanya dicelupkan ke dalam air dingin akan menghasilkan warna benang muda sekali.

5. Apabila larutan pasta tidak ditambahlan gula merah atau sejenisnya yang mengandung fruktosa maka benang akan sulit menyerap warna

Berbagai perlakuan yang dilakukan dalam menghasilkan warna pada benang. Benang dicelupkan di permukaan larutan indigo akan menghasilkan warna yang lebih bersih dari kotoran dibandingkan dengan benang yang dicelupkan ke dalam endapan indigo. Benang yang dicelupkan ke dalam endapan indigo menjadi agak kotor karena banyaknya endapan indigo yang menempel pada benang. Fungsi penambahan gula ke dalam larutan indigo untuk menghilangkan oksigen yang ada dalam larutan karena kalau masih ada oksigen pori pori benang jadi besar dan susah menyerap warna kainnya. Pengganti gula merah bisa digunakan fruktosa, atau H2 SO3 yang penting untuk menghilangkan O2 dalam larutan indigo. Berbagai formula dalam pencelupan benang yaitu:

Page 315: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

305

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

1. Sebanyak 0,5 kg pasta indigo + 20 liter air dan 0,5 kg gula merah.

2. Formula 2 kg pasta + 20 liter air bersih + 0,5 kg gula merah.

3. Pasta indigo 2 kg +20 liter air. Tanpa penambahan gula merah.

Fiksasi adalah proses untuk memperkuat dan mempertajam warna supaya tidak mudah luntur (Lubis et al., 2007). Proses fiksasi memerlukan beberapa jenis bahan seperti tawas, kapur, jeruk, atau tunjung. Bahan-bahan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda terhadap warna. Fiksasi/pembangkit adalah proses yang dilakukan setelah pencelupan zat pewarna, yang bertujuan untuk penetralan zat pewarna yang sudah masuk ke dalam serat tekstil. Bahan pewarna alam yang dicelup secara langsung pada umumnya daya warnanya rendah, tetapi mudah luntur pada saat pencucian. Kelemahan tersebut dapat diperbaiki dengan fiksasi (Rini, & Sancaya, 2011).

Pencucian terakhir yaitu setelah mendapatkan warna benang yang diinginkan, benang di celup ke dalam air yang berisi sabun sunlight supaya pH nya netral sambil di goyang goyang, kemudian di peras, dan di kibas kibas. Benang dicelupkan lagi ke dalam air bersih untuk menghilangkan warna yang tidak menempel pada benang sebanyak 3 kali dengan air bersih kemudian di celupkan lagi sampai sabunnya hilang. Benang di celup kembali ke larutan air abu untuk fikassi, warna yang tidak menempel di benang supaya keluar selain itu juga untuk melembutkan benang (pada perlakuan ini benang di rendam saja tanpa di goyang goyang) minimum selama 1 jam. Apabila warnanya masih keluar, maka di cuci lagi dengan air bersih sebanyak 2 kali sambil di goyang goyang. Kain benang siap di pakai untuk ditenun menjadi kain.

Warna indigo dimanfaatkan untuk mewarnai batik oleh pengrajin batik di pulau Jawa dan Madura, sedangkan di Samosir memanfaatkannya untuk mewarnai benang dalam pembuatan kain ulos (Niessen, 2009). Penelitian tentang pewarnaan kain dengan pewarna alami indigo telah banyak dilakukan nntara lain: Lestari & Riyanto (2004) melaporkan bahwa pada proses pencelupan menunjukkan bahwa ketahanan luntur dengan pasta indigo pada kain katun dan sutera bernilai baik (Gambar 4).

Page 316: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

306

183

tidak menempel pada benang sebanyak 3 kali dengan air bersih kemudian di celupkan lagi sampai sabunnya hilang. Benang di celup kembali ke larutan air abu untuk fikassi, warna yang tidak menempel di benang supaya keluar selain itu juga untuk melembutkan benang (pada perlakuan ini benang di rendam saja tanpa di goyang goyang) minimum selama 1 jam. Apabila warnanya masih keluar, maka di cuci lagi dengan air bersih sebanyak 2 kali sambil di goyang goyang. Kain benang siap di pakai untuk ditenun menjadi kain.

Warna indigo dimanfaatkan untuk mewarnai batik oleh pengrajin batik di pulau Jawa dan Madura, sedangkan di Samosir memanfaatkannya untuk mewarnai benang dalam pembuatan kain ulos (Niessen, 2009). Penelitian tentang pewarnaan kain dengan pewarna alami indigo telah banyak dilakukan nntara lain: Lestari & Riyanto (2004) melaporkan bahwa pada proses pencelupan menunjukkan bahwa ketahanan luntur dengan pasta indigo pada kain katun dan sutera bernilai baik (Gambar 4).

(1) (2)

(3) (4)

Keterangan: 1. Benang dirapihkan dan diikat 2. Pencucian benang dengan air bersih

3. Pewarnaan benang dengan larutan indigo 4. Benang yang telah diberi warna indigo

Gambar 4. Proses pewarnaan benang

Warna indigo mempunyai ketahanan yang unggul terhadap sinar, clorine, sabun, gosokan, keringat dan lain-lain. Hasil Penelitian Suheryanto (2012) melaporkan bahwa penggunaan pewarna alami indigo dari daun Indogofera tinctoria pada pewarnaan kain sutera dan katun menghasilkan uji tahan luntur terhadap pencucian 4-5 (baik) dan uji terhadap penyinaran 4 (baik) dan terhadap tahan gosokan 3-4 (cukup). Gultom et al. (2017) melaporkan bahwa pasta ekstrak daun Indigofera tinctoria yang mengandung senyawa leuco indigo dapat digunakan sebagai pewarna alami kain tenun yang mempunyai kualitas daya tahan luntur,

Keterangan:1. Benang dirapihkan dan diikat2. Pencucian benang dengan air bersih

3. Pewarnaan benang dengan larutan indigo

4. Benang yang telah diberi warna indigo

Gambar 4. Proses pewarnaan benang

Warna indigo mempunyai ketahanan yang unggul terhadap sinar, clorine, sabun, gosokan, keringat dan lain-lain. Hasil Penelitian Suheryanto (2012) melaporkan bahwa penggunaan pewarna alami indigo dari daun Indogofera tinctoria pada pewarnaan kain sutera dan katun menghasilkan uji tahan luntur terhadap pencucian 4-5 (baik) dan uji terhadap penyinaran 4 (baik) dan terhadap tahan gosokan 3-4 (cukup). Gultom et al. (2017) melaporkan bahwa pasta ekstrak daun Indigofera tinctoria yang mengandung senyawa leuco indigo dapat digunakan sebagai pewarna alami kain tenun yang

Page 317: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

307

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

mempunyai kualitas daya tahan luntur, penyinaran dan kualitas benang yang lebih baik dibandingkan pewarna kimia. Pewarnaan dengan zat warna alami indigo memiliki hasil pewarnaan yang lebih baik karena zat warna alami indigo saat masuk kedalam serat kain dan dioksidasi yang awalnya zat indigo merupakan zat indigo terdispersi berubah menjadi molekul besar yang tidak mudah keluar dari serat sehingga semakin tinggi ketahanan lunturnya yang mengakibatkan kualitas benang yang diwarnai semakin bagus.

IX. PENUTUPTanaman Indigofera mempunyai prospek yang sangat baik dan perlu dikembangkan sebagai bahan baku pewarna alami biru, khususnya untuk batik dan tenun. Kain batik dan tenun yang menggunakan zat warna alam memiliki nilai jual yang tinggi, nilai seni dan warna yang khas dan ramah lingkungan serta terkesan etnik dan ekslusif.

Pewarna dari alam untuk dapat digunakan sebagai zat warna tekstil perlu dilakukan berbagai tahapan dan melalui beberapa proses dalam pencelupan. Proses pencelupan dan pewarnaan dengan pasta indigo memerlukan ketelatenan dan ketelitian. Warna indigo mempunyai ketahanan warna yang unggul terhadap sinar, chlorine, sabun, gosokan keringat.

DAFTAR PUSTAKAAdalina, Y., Luciasih, A., & Andi, R. (2010). Sumber Bahan Pewarna

Alami Sebagai Tinta Sidik Jari Pemilu. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan

Ariyanti, M., & Asbur, Y. (2018). Tanaman tarum (Indigofera tinctoria Linn) sebagai penghasil zat pewarna Jurnal Hutan Pulau-Pulau Kecil 2 (1): 109-122. DOI:10.30598/jhppk.2018.2.1.109

Page 318: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

308

Fitrihana, N. (2007). Teknik eksplorasi zat pewarna alam dari tanaman di sekitar kita untuk pencelupan bahan tekstil. http://id.wordpress.com/tag/zat-warna-alam. Diakses tanggal 11 November 2019.

Fitrihana, N. (2010).Teknologi Tekstile Dan Fashion. Yogyakarta: UNY Press

Ginting, & Simon, P. (2012). Kualitas Nutrisi dan Pemanfatan Genus IndigoferaS ebagai Pakan Ternak Ruminansia.Loka Penelitian Kambing Potong.Sumatra Utara.

Gultom, J., Siagian, M., Tamba, U.J.R., Bukit, J., & Simorangkir, M. (2017). Ekstrak daun salaon (Indigofera tinctoria L) sebagai pewarna alami ulos dalam upaya pelestarian kearifan local budaya batak. Jurnal Pendidikan Kimia, 9(2), 293-298.

Hassen, A., Rethman, N.F.G., & Apostolides, W.A.Z. (2006). Morphological agronomic characteristic of indigofera species using mulitivariate analysis. J. Trop.Grassland. 40, 45-59.

Hassen, A., Rethman, N.F.G., van Niekerk, W.A., & Tjelele, T.J. (2007). Influence of season/year and species on chemical composition and in vitro digestibility of five Indigofera accession. J Animal Feed Science and Technology, 136, 312-322.

Herdiawan, & Krisnan. (2014). Produktivitas dan pemanfaatan tanaman leguminosa pohon Indigofera zollingeriana pada lahan kering. Wartazoa, 24(2), 75-82.

Heryati, Y, Agustarini, R., & Karlina, E. (2016). Potensi pemanfaatan beberapa tumbuhan sebagai sumber bahan baku zat pewarna alam pada bati dan tenun. Bunga Rampai Membangun Hasil Hutan yang tersisa; 115-128. Bogor, Forda Press.

Heyne. (1987). Tumbuhan Berguna di Indonesia Jilid I. Badan Litbang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Page 319: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

309

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

Kasmudjo, & Saktianggi, P.P. (2011). Pemanfaatan daun indigofera sebagai pewarna alami batik. Prosiding seminar nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XIV “Penguatan pendidikan berbasis penelitian dalam pengolahan secara tepat pada kayu 2 November 2011 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta”, 542-548.

Kurniaty, R., Heryati, Y., & Agustarini, R. (2016). Pertumbuhan Tanaman Tarum (Indigofera tinctoria) Pada Kondisi Tempat Tumbuh Yang Berbeda. Prosiding Seminar Nasional Perhutanan Sosial, Banjar Baru, Kalimantan Selatan.

Lestari, K., & Riyanto. (2004). Pembuatan pewarna biru dari tanaman Indigofera tinctoria. Ejournal.kemenperin.go.id./dkb/article/view/1107(21), 7-15. DOI: http://dx.doi.org/10.22322/dkb.v0i21.1107.

Lestari, K.W.F. (1998). Dyeing process with natural indigo: The Tradition and Technology. Revival Natural Indigo dye. Sept. 20-29.

Lubis, H., Agusti, R.S., & Suliyanthini, D. (2007). Pemberdayaan ibu-ibu di Babakan Madang Sentul dengan pelatihan membuat produk jumputan. Jurnal Sarwahita, 11(2), 117-121.

Niessen, S. ( 2009). Batak Textile in Indonesia. Netherlands (NL): Kitlv Leiden.

Melati, H.A., Ratih, Y., & Kartika, M. (2019). Pelatihan teknik pencelupan dan peningkatan warna benang kepada pengrajin tenun corak insang di Kota Pontianak. International Journal of Community Service Learning, 3(3), 138-144.

Prosea. (1992). Plant Researches of South-East Asia. No. 4 Forages L’tMannetse and R.M. Jones (eds). Prosea Foundation. Bogor.

Pujilestari, T. (2017). Optimasi pencelupan kain batik katun dengan pewarna alam Tinggi (Ceriops tagal) dan Indigofera sp.. Jurnal Dinamika Kerajinan dan Batik 34 (1): 53-62. https://superakhwat08.

Page 320: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

310

wordpress.com/2013/06/21/ rangkaian-evaluasi-secara-kimia-terhadap-kain- tekstil-i-maksud/

Rahayuningsih, S., Nurhayati, E., & Muaimin. (2016). Pengeblur daun indigo penghasil pasta pewarna alami bagi UKM pengrajin batik di Kecamatan Gunung Pati Semarang. Jurnal Abdimas, 20(2), 119-124.

Rini, & Sancaya. (2011). Pesona Warna Alam Indonesia. Jakarta: Kehati.

Schrire, B.D. (2005). Tribe Indigoferae. In: Marquiafa´vela, F.S., Ferreirab, M.D.S., Teixeiraa, S.P. Novel reports of glands in Neotropical species of Indigofera L. (Leguminosae, Papilionoideae). J Flora, 204, 189-197.

Suheryanto, D. (2012). Optimasi waktu fermentasi pembuatan zat warna alam indigo (Indigofera tinctorria). Teknik Kimia UPN, Surabaya

Tjelele, T.J. (2006). Dry matter production, intake and nutritive value of certain Indigofera spesies [Thesis]. [Hatfield (South Africa)]: University of Pretoria.

Valentinus, G., Setyaningrum, R., & Jazuli, S.T. (2016). Perancangan alat penyaring endapan indigofera sebagai bahan pewarna alami tekstil untuk meningkatkan produktivitas menggunakan metode rasional. Skripsi. Teknik Industri Universitas Dian Nuswantoro.

Widyastuti, I.Z. (2014). Pengaruh Jenis Mordan terhadap Hasil Jadi Pewarnaan Alami Daun Indigofera dengan Pencelupan 2 dan 4 Kali. Universitas negeri Surabaya.

Page 321: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

BAB 6. PENUTUP

Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kayu bagi industri kayu. Hutan tanaman industri juga merupakan alternatif logis untuk mencukupi kebutuhan masyarakat dan perkembangan industri di masa depan. Upaya meningkatkan Produktivitas hutan tanaman semakin meningkat dari tahun ke tahun terus dilakukan sehingga terwijud hutan tanaman industri yang produktif, efisien dan lestari. Dengan kerjabersama semua pihak serta dengan kedisiplinan tinggi pihak, diharapkan mampu mengurangi eksploitasi hutan alam.

Untuk kebutuhan bahan baku kayu industri, maka perlu meningkatkan produktivitas hutan tanaman dan kualitas hasil dari hutan tanaman dengan pengembangan jenis-jenis baru yang lebih tahan terhadap serangan penyakit dan adaptif terhadap lahan marginal sebagai alternatif species perlu dilakukan melalui program pemuliaan. Program pemuliaan dengan tujuan peningkatan produktivitas dan kualitas produk hutan tanaman, diantaranya melalui koleksi materi genetik yang bertujuan untuk mendapatkan keanekaragaman genetik agar dihasilkan individu-individu unggul yang merupakan material genetik yang penting dalam program perakitan varietas baru. Melalui serangkaian kegiatan pemuliaan telah dihasilkan varietas baru yang produktivitasnyan tinggi seperti Acacia hybrid yang merupakan persilangan antara Acacia mangium x Acacia auriculiformis. Acacia hybrid ini telah diimplemantasikan di beberapa hutan tanaman industri yang ada di Indonesia.

Hasil pemuliaan tanaman E. pellita melalui Kebun Benih Semai Uji Keturunan (KBSUK) sudah sampai pada pemuliaan generasi ketiga (F-3) yang tersebar di beberapa lokasi yang mewakili rencana pengembangan

Page 322: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka

312

dan penanaman E. pellita, yaitu Jawa Tengah, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan. Kegiatan seleksi diarahkan untuk mendapatkan E. pellita yang unggul dalam pertumbuhan riap, kualitas kayu, kualitas pulp dan kertas. Selain KBSUK, hasil pemuliaan E. pellita telah dihasilkan klon unggul yang memiliki karakteristik produktivitas yang lebih tinggi baik pada perumbuhan maupun kualitas kayunya. Varietas terpilih selanjutnya diperbanyak melalui perbanyakan klonal dan dilakukan uji produktivitas tegakan lebih lanjut dalam skala yang lebih besar. Begitu juga hasil pemuliaan pada tanaman penghasil kayu pertukangan dengan tahap awal pengumpulan material genetik. Jenis-jenis tersebut diantaranya mahoni daun besar, warugunung, manglid, dan jati, Kegiatan pemuliaan untuk menghasilkan benih unggul perlu dilakukan untuk merealisasikan produktivitas tegakan yang tinggi.

Permasalahan hama penyakit pada hutan tanaman menjadi penting untuk dikendalikan. Epidemi penyakit pada tanaman terjadi jika ketiga komponen penyusun segitiga penyakit, yaitu inang, patogen dan lingkungan berada pada kondisi yang mendukung untuk terjadinya penyakit dalam waktu yang sama.Upaya mengendalinya selain menggunakan pendekatan kimiawi dan biologis, pengendalian hama penyakit dapat juga dilakukan dengan pendekatan menggunakan tanaman yang tahan serangan. Oleh karena itu, manipulasi yang dilakukan pada satu atau lebih komponen segitiga penyakit dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit tumbuhan, termasuk manipulasi pada inangnya.

Salah upaya memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar hutan adalah mengotimalkan lahan hutan bagi tumbuhnya tanaman pangan yang bernilai ekonomi. Agroforestri merupakan salah satu upaya memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar hutan. Agroforestri berbasis tanaman penghasil kayu pertukangan jenis sengon dan manglid yang dikembangkan di hutan rakyat mempunyai nilai ekonomi tinggi. Produktivitas hutan rakyat sengon dan manglid dapat ditingkatkan apabila diterapkan silvikultur intensif meliputi penyediaan bibit yang berkualitas, penanaman dan penerapan pola tanam yang tepat. Pola agroforestri dapat meningkatkan produktivitas lahan. Selain

Page 323: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya

313

BAB 5. Hasil Hutan Bukan Kayu Benilai Ekonomi

itu komposisi jenis tanaman pada pola agroforestri dapat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan tanaman pohon serta kesukaan petani terhadap jenis. Agroforestri jenis matoa yang dikombinasikan dengan rumput ketak merupakan alternatif kombinasi jenis pola tanam agroforestri yang disukai di KPH Lindung Rinjani Barat, Nusa Tenggara Barat.

Untuk mengoptimalkan pemanfaatan hasil hutan (kayu dan non kayu), maka kebijakan pengelolaan hutan tidak hanya berorientasi pada hasil hutan kayu, tetapi mulai mengoptimalkan pemanfaatan lahan dengan membudidayakan HHBK dan jasa lingkungan. Sampai saat ini pemerintah masih saja terfokus pada pengembangan HHBK prioritas (Sutra, Madu, Rotan, bambu dan Gaharu). Jika kawasan hutan diperkaya dengan jenis-jenis penghasil HHBK, lainnya yang berpotensi ekonomi, maka kawasan hutan tidak akan diekspoitasi secara berlebihan sehingga fungsi produksi, lindung konservasi, dan sosial akan terwujud secara berkelanjutan. HHBK merupakan salah satu upaya pemulihan kondisi hutan yang rusak dan sekaligus memberikan penghasilan kepada masyarakat sekitar hutan sehingga masyarakat akan turut serta menjaga keberadaan hutan tersebut. Jenis-jenis HHBK yang ditanam harus menggunakan jenis-jenis tanaman bernilai ekonomi dan ramah lingkungan. Produk HHBK tersebut bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun bahan baku industri.

Page 324: Bunga Rampai: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN MENUJUpuslitbanghut.or.id/data_content/attachment/Layout_Bunga... · 2020. 5. 12. · Handayani, Dwi Kartikaningtyas, Surip, ... Aditya