buku panduan operasi onkologi 2013

95
Buku Panduan Operasi Onkologi Bedah Kepala Leher 2014 TOTAL LARINGEKTOMI Pengangkatan seluruh laring, termasuk kartilago tiroid dan krikoid, serta os hyoid. Indikasi 1. Karsinoma laring T3 dan T4 2. T2 yang tidak cocok untuk laringektomi parsial 3. Karsinoma laring subglotis atau glotis dengan ekstensi subglotis > 1,5 cm 4. Karsinoma laring yang tidak memberikan respons dengan radioterapi Kontraindikasi 1. Metastasis jauh 2. Usia lanjut atau kondisi kesehatan yang buruk Perhatian khusus 1. Konsultasi pekerja sosial terkait perawatan di rumah 2. Rekonstruksi trakeostoma yang cermat, menghindarkan tension saat aproksimasi kulit ke mukosa trakea dan menghindari terpaparnya kartilago trakea. 3. Penutupan mukosa faring yang cermat menggunakan Connel stitch 4. Insidensi rekurensi stoma dapat meningkat jika trakeostomi untuk mengatasi obstruksi lesi dilakukan sebagai prosedur terpisah atau laringektomi tertunda > 48 jam. Persiapan Pre-Op 1. Konsultasi masalah suara post-op, pertemuan dengan support group akan sangat membantu. 2. Pemeriksaan labpratorium rutin 3. CT-scan untuk melihat ekstensi penyakit dan status KGB leher 4. Antibiotik pre dan post-op Peralatan khusus, posisi, dan anestesi 1. Intubasi via oral sebagai awal, dapat dilakukan bila lesi tidak besar 1

Upload: radiannasution

Post on 19-Dec-2015

164 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

Buku Panduan Operasi Onkologi 2013

TRANSCRIPT

Buku Panduan Operasi Onkologi Bedah Kepala Leher

Buku Panduan Operasi Onkologi Bedah Kepala Leher2014

TOTAL LARINGEKTOMI

Pengangkatan seluruh laring, termasuk kartilago tiroid dan krikoid, serta os hyoid.

Indikasi1. Karsinoma laring T3 dan T42. T2 yang tidak cocok untuk laringektomi parsial3. Karsinoma laring subglotis atau glotis dengan ekstensi subglotis > 1,5 cm4. Karsinoma laring yang tidak memberikan respons dengan radioterapi

Kontraindikasi1. Metastasis jauh2. Usia lanjut atau kondisi kesehatan yang buruk

Perhatian khusus1. Konsultasi pekerja sosial terkait perawatan di rumah2. Rekonstruksi trakeostoma yang cermat, menghindarkan tension saat aproksimasi kulit ke mukosa trakea dan menghindari terpaparnya kartilago trakea.3. Penutupan mukosa faring yang cermat menggunakan Connel stitch4. Insidensi rekurensi stoma dapat meningkat jika trakeostomi untuk mengatasi obstruksi lesi dilakukan sebagai prosedur terpisah atau laringektomi tertunda > 48 jam.

Persiapan Pre-Op1. Konsultasi masalah suara post-op, pertemuan dengan support group akan sangat membantu.2. Pemeriksaan labpratorium rutin3. CT-scan untuk melihat ekstensi penyakit dan status KGB leher4. Antibiotik pre dan post-op

Peralatan khusus, posisi, dan anestesi1. Intubasi via oral sebagai awal, dapat dilakukan bila lesi tidak besar2. Trakeostomi/LA sebelum induksi anestesi jika lesi yang besar dan menyumbat3. Posisi supine, dengan ganjal punggung untuk menjaga leher tetap ekstensi4. Sterile scalpel blades no : 155. Scalpel handle6. Surgical scissors blunt/blunt, curved (Cooper)7. Dissecting scissor, curved (Metzenbaum)/dissecting scissor for plastic surgery Gorney/scissor, delicate (Chadwick)8. Vessel and tendon scissors, curved and straight (Stevens)9. Standard tissue forcep10. Dissecting forcep, delicate (Adson); dissecting, nontraumatic forcep11. Hemostatic, delicate forcep/klem, straight and curved (Halsteid-mosquito)12. Hemostatic forcep standard (Adson, Leriche)13. Dissecting and ligature forceps (Baby-Overholt and Baby-Mixter)14. Bulldog clamps (DeBekey)15. Dressing and sponge forcep (Rample)16. Towel clamps (Backhaus)17. Retractor Lagenbeck-Green dan Wound and vein retractors (Kocher/Cushing)18. Needle holder DeBekay, Sarot19. Deschams ligature needle, blunt20. Sponge forceps, curved (Duplay)21. Jarum dan benang yang digunakan : 22. Kulit luar dengan jarum conventional/reverse cutting, badan jarum 3/8 atau sedang untuk plastik memakai half curved dan tipe benang sutera /vicryl/nylon/prolene23. Subkutan dengan jarum spatula. Badan jarum dan tipe benang cat gut, platysma dg. Jarum taper point; badan jarum dan tipe benang chromic/cat gut, 24. Untuk fascia dengan jarum taper pont, badan jarum 1/2 atau 5/8 dan benang chromic/cat gut25. Vasa dengan benang sutera; vasakecil bisa dengan chromic dan badan jarum 1/2.

Tips & Trik1. Mengakses faring pada sisi yang berlawanan dengan posisi tumor2. Menggunakan suction orofaring melalui mulut ke valekula dapat membantu lokasi mukosa3. Sisakan mukosa sebanyak mungkin tanpa mengorbankan reseksi tumor yang komplet4. Setelah penjahitan faring, air saja/ditambah biru metilen digunakan untuk mengecek jahitan5. Sebagian ahli bedah melakukan penutupan otot inkomplet untuk memfasilitasi esophageal speech atau pengunaan alat rehabilitasi suara. Sebagai alternatif, miotomi krikofaringeal dapat dilakukan.

Kesulitan dan Komplikasi1. Fistula faringokutaneus biasanya disebabkan penjahitan faring yang inadekuat, kurangnya mukosa, atau kerusakan akibat radiasi sebelumnya2. Stenosis stoma dapat disebabkan infeksi, luka yang tegang, atau ukuran konstruksi awal yang kurang adekuat3. Hematom subkutan dapat terjadi akibat infeksi dan flap loss. Hemostasis yang baik sebelum penutupan luka dan pemasangan drain untuk mencegah infeksi adalah mutlak.4. Obstruksi jalan nafas karena rembesan atau krusta dapat dicegah dengan pemasangan kanul trakeostomi # 12 pada stoma permanen yang baru dibuat.5. Disfagia post-op dapat disebabkan hipertrofi otot krikofaringeal6. Stoma rekuren7. Hipotiroidisme atau hipoparatiroidisme

Pascaoperasi1. Selama perawatan pasien dianjurkan tidak menelan ludah2. Makan-minum melalui nasogastric tube (NGT) selama 7-14 hari3. Dilakukan tes minum sebelum NGT dicabut, untuk menentukan ada tidaknya fistula trakeoesofagus atau fistula esofagokutan4. Selama perawatan diobservasi ada tidaknya komplikasi5. Drain diangkat setelah 3 hari, apabila masih aktif adanya cairan jaringan (>25 cc/hari) maka ditunda sampai + 5 hari.6. Jahitan diangkat hari ke tujuh bartahap hingga hari ke sepuluh.7. Terapi wicara dimulai setelah mampu menelan.

TEKNIK OPERASI1.Insisi kulit tunggal berbentuk U dilakukan mulai setinggi os hyoid dari kanan ke kiri melintasi/di bawah lubang trakeotomi, diperdalam hingga memotong otot platisma.

2.Fasia anterior dibebaskan, akan terlihat v. Jugularis anterior, dibebaskan dan diikat. Akan terlihat otot-otot Strap. M. sternohioid dipotong kira-kira setinggi batas bawah kartilago krikoid. M. sternotiroid dipotong, hati-hati jangan menembus kartilago tiroid dan krikoid.3.M.omohioid dipotong dekat insersinya pada os hyoid.

4.Bagian superior kelenjar tiroid terpapar. Melalui ismus, tiroid dipisahkan ke kiri dan ke kanan, tiroid disisihkan secara tumpul dan tajam dari kartilago krikoid dan cincin atas trakea. Ligamentum suspensorium tiroid dipotong. Pembuluh darah laringeus inferior diklem dan dipotong, n. laringeus rekuren juga dibuang. Pembuluh darah darah tiroid superior disisihkan ke lateral. Akan tampak otot-otot konstriktor inferior. 5.Kira-kira setinggi batas atas kartilago tiroid (kornu superior) akan tampak pembuluh darah dan saraf alringeus superior kemudian diikat dan dipotong.6.Setelah os hioid tampak, perlekatan m. milohioid dan m. geniohioid dipotong. Tendon m. digastrikus dibebaskan dari os hioid. M. hipoglosus, stilohioid dan konstriktor faring media juga disisihkan.7.Os hioid dibebaskan, nanti akan dibuang bersama laring.8.Setelah sebagian besar perlekatan pada kartilago tiroid dan os hioid dipotong, kecuali m. kostriktor faring inferior, trakea kemudian dipotong setinggi trakeotomi atau di bawahnya. Bagian posterior trakea yang tidak memiliki tulang rawan, dipotong dengan dilindungi klem kecil yang disisipkan diantara trakea dan esofagus untuk menjaga agar tidak menembus esofagus.

9.Dinding esofagus dipisahkan secara tajam dari dinding posterior kartilago krikoid.10.M. konstriktor faring inferior dipotong.11.Bila tumor sampai ke daerah post-krikoid, maka dinding anterior esofagus turut dibuang saat reseksi jaringan.

12.Penutupan defek hipofaring dan esofagus yang mengikuti garis vertikal dan horisontal akan membentuk huruf T.

13.Bila memungkinkan, penutupan lapis kedua dengan mendekatkan tepi-tepi otot konstriktor faring inferior serta otot-otot suprahioid. Dipasang pematus dengan menembus kulit dan difiksasi.14.Tepi trakea dijahitkan pada tepi kulit dangan benang silk 1.0. pada beberapa tempat dilakukan penjahitan donasi. Tepi kulit dirapihkan sesuai dengan bentuk dan ukuran trakea untuk menghindari terjadinya stenosis trakea. Jika terdapat perbedaan antara dinding anterior dan posterior trakea saat mempertemukan trakea dengan kulit, dapat dilakukan pemotongan sebagian dinding anterior trakea (bentuk V).

15.Menutup luka operasi dengan menjahit kulit lapis demi lapis.16. Operasi selesai

DISEKSI LEHER

DISEKSI LEHER SUPRAOMOHIOID

Diseksi leher selektif yang terdiri dari pengeluaran en bloc regio nodal I, II, dan III.Indikasi:1. Penatalaksanaan bedah leher dengan karsinoma sel skuamosa di rongga mulut stadium T2-T4N0 atau TxNl jika nodal yang masih dapat di palpasi kurang dari 3 cm, mobile, dan terletak pada level I atau II. Operasi tersebut harus dilakukan pada kedua sisi leher pada penderita dengan tumor ganas di anterior lidah dan dasar mulut.2. Penatalaksanaan elektif pada leher pasien dengan karsinoma sel skuamosa di bibir atau kulit bagian tengah wajah dan bilamana lesi tersebut berkaitan secara klinis dengan metastasis tunggal pada nodal submental dan submandibular. Maka diseksi bilateral dilakukan jika lesi tersebut terletak di atau dekat dengan midline.

Kontraindikasi:1. Metastasis lebih besar dari 3 cm di regio upper atau midjugular2. "Matted" nodes dimana saja sepanjang vena jugulare yang mungkin memerlukan pengangkatan otot slenokleidomastoid atau vena jugularis interna3. Metastasis pada nodus limfatik di segitiga posterior leher

Pertimbangan Khusus1. Letak dan tingkat tumor primer2. Metastasis di kedua sisi leher3. Penatalaksanaan radiasi sebelumnya4. Pembedahan pada leher sebelumnya

Persiapan Pra-Bedah1. Pemeriksaan laboratorium 2. Pemeriksaan CT scan, MRI, atau USG leher. Tanpa adanya pembesaran KGB secara klinis masih menjadi perdebatan.

Alat Khusus, Posisi, dan Anestesi1. Alat-alat khusus biasanya tidak diperlukan. Akan tetapi, sebaiknya instrumen untuk repair vaskular dapat disiapkan apabila memang dibutuhkan tiba tiba misalnya bila terjadi robekan pada vena jugularis interna.2. Leher diekstensikan dengan roll (ganjal) dibawah bahu, dan kepala dimiringkan pada sisi yang berlawanan dan distabilkan dengan doughnut.3. Tak seperti halnya kasus dimana dilakukan diseksi leher bilateral, tak ada keharusan bagi anesthesiologist untuk membatasi pemberian cairan bila diseksi leher bilateral supraomohyoid dilakukan, terutama jika external jugular vein dipreservasi di satu atau kedua sisi.

Petunjuk dan Pokok Penting1. Jarang diperlukan trifurcate incision.2. Identifikasi nervus marginal mandibular itu diperlukan untuk menjamin pengeluaran kelenjar submandibular yang adekuat.3. Hindari meretraksi spinal accessory nerve selama diseksi bagian medial sampai upper third dari otot slernocleidomastoid.4. Pemeriksaan rutin frozen-section pada nodus yang terdapat di specimen tidak diperlukan, jika terdapat pembesaran nodus yang dicurigai suatu metastasis ditemukan di regio jugulo-omohyoid, diseksi diperluas hingga nodus di regio IV.5. Nodus yang mengalami pembesaran, positif untuk suatu metastasis, umumnya ditemukan saat dilakukan diseksi di daerah jugulodigastric. tergantung pada karakteristik nodus tersebut, bisa saja diperlukan untuk membuang vena jugularis interna agar dapat direseksi secara adekuat. Tidak perlu untuk merubah operasi menjadi diseksi leher radikal atau modified-radical.6. Hindari diseksi di belakang arteri karotis7. Hindari penjahitan secara continuous saat penutupan luka operasi.8. Berikan spesimen bedah pada Patologist

Kendala dan Komplikasi1. Postoperative hematoma biasanya terjadi pada beberapa jam pertama. Evakuasi blood clots dan kontrol perdarahan sebaiknya dilakukan di ruang operasi dalam keadaan steril.2. Postoperative seroma dan kebocoran getah bening jarang terjadi.

Perawatan pascaoperasiMempreservasi spinal accessory nerve tidak menjamin fungsi trapezius yang adekuat pascaoperasi. Gangguan electromyographic ringan hingga moderat dan disfungsi sementara otot trapezius ditemukan pada pasien-pasien yang menjalani operasi ini. Rehabilitasi bahu hendaknya dimulai sesegera mungkin untuk mencegah tambahan disfungsi pada bahu saat syaraf mulai mengalami kesembuhan.

Teknik Operasi1. Setelah pasien dalam keadaan teranestesi, dilakukan tindakan a dan antiseptic pada daerah operasi2. Dilakukan insisi supraomohioid unilateral mulai dari tip mastoid sampai ke simfisis mandibula, area terbawah harus ditempatkan pada level membrane tirohioid3. Insisi diperlebar sampai ke lip splitting4. Jika diseksi bilateral diperlukan, dapat dilakukan Apron incision dari tip mastoid satu ke tip mastoid sebelahnya5. Superior flap dielevasi dengan dasar pada subplatisma sampai menuju ke inferior mandibula6. Identifikasi dan preservasi n.fasialis cabang marginal mandibula, kecuali jika tidak bebas tumor7. Preservasi n.aurikula mayor dan .jugularis eksternus8. Inferior flap dielevasi 0,5-1 cm di atas klavikula9. Dilakukan diseksi triangle submental dan submandibula sama seperti pada diseksi leher radikal 10. Diseksi dilanjutkan sampai di bawah m.digastrikus sampai ke posterior m.omohioid11. Preservasi n.hipoglosus dan arteri dan vena tiroidalis superior12. Fascia m.omohioid diangkat bersama massa tumor13. Bila memungkinkan, diseksi dilanjutkan ke posterior sehingga v.jugularis dan n.asesorius bisa terekspos14. Insisi sepanjang fascia mm.sternokleidomastoideus bagian anterior, dilakukan diseksi pada batas anterior dan medial 2/3 atas dari m.sternokleidomastoideus , batas superior sampai ke tempat masuknya n.asesorius15. Jaringan fibroadiposa diangkat menuju ke bawah n.spinal asesorius16. Blok nodul dan jaringan adipose kea rah anterior, diseksi dilanjutkan sepanjang a..karotis interna dan v. jugularis interna17. Ligasi v.fasialis komunisdan massa diangkat18. Operasi selesai

DISEKSI LEHER POSTEROLATERAL

1. Setelah pasien dalam keadaan teranestesi, dilakukan tindakan a dan antiseptic pada daerah operasi2. Dilakukan insisi hockey stick, mulai dari nukal sampai 1 inch di atas klavikula, area vertical pada pertengahan antara posterior m.sternokleidomastoideus dan m.trapezius3. Elevasi skin flap sampai ke pertengahan leher posterior4. Identifikasi dan preservasi n.asesorius5. Diseksi di mulai dari posterior jaringan fibrosa yang berisi KGB suboksipital yang terdapat pada 1/3 atas m.trapezius bagian superficial dan profunda6. Insisi m.trapezius secara oblik mulai dari anterior (setinggi pertemuan 1/3 atas dan 1/3 tengah), dilanjutkan ke atas dan ke belakang menuju posterior nuchal line7. Insisi pada m.sternokleidomastoideus dekat prosesus mastoid8. Spesimen diangkat menuju bagian bawah n.asesorius9. Operasi selesai

DISEKSI LEHER MODIFIED-RADICAL DENGAN PRESERVASI SPINAL ACCESORY NERVE Operasi ini mempunyai peranan penting dalam penanganan bedah pada pasien-pasien dengan palpable nodal metastases.

IndikasiMetastasis nodus limfatikus yang jelas secara klinis : preservasi spinal accessory nerve memungkinkan dan diindikasikan bilamana nodus tersebut tidak terlibat secara langsung oleh tumor, tanpa memperdulikan jumlah, ukuran, dan lokasi nodus limfatikus yang terlibat.

KontraindikasiWalaupun beberapa ahli bedah menganjurkan untuk melakukan operasi ini pada penderita tanpa pembesaran nodus di leher, pengangkatan vena jugularis interna dan otot sternocleidomastoid tak lagi diperlukan pada kasus-kasus demikian.

Pertimbangan Khusus1. Letak dan ekstensi tumor primer2. Metastases pada kedua sisi leher3. Penatalaksanaan radiasi sebelumnya4. Pembedahan leher sebelumnya.

Persiapan Pra-Bedah1. Pemeriksaan laboratorium 2. Computed tomography scan dapat diperlukan untuk menilai ekstensi tumor terhadap arteri karotis, otot-otot paraspinal dan vertebra servikalis.

Alat Khusus, Posisi, dan Anestesia1. Instrumen vaskular untuk persiapan bilamana dilakukan reseksi carotis atau pembuatan graft.2. Leher diekstensikan dengan roll (ganjal) dibawah bahu, dan kepala dimiringkan pada sisi yang berlawanan dan distabilkan dengan doughnut.3. Menginformasikan bagian anestesi tentang kemungkinan mereseksi kedua internal jugular vein. Pemberian cairan hendaknya dikurangi sampai sekitar 50 mL/jam setelah ligasi dari vena jugularis interna kedua untuk menghindari edema serebri.

Petunjuk dan Pokok Penting1. Hindari trifurcate incisions.2. Ingatlah bahwa nervus kranialis XI terletak secara superficial pada segitiga midposterior leher dan dapat cedera saat melakukan elevasi flaps.3. Untuk menghindari suatu kebocoran limfatik, secara hati-hati lakukan diseksi lemak yang bersebelahan dengan ujung bawah vena jugularis interna. Gunakan clips secara bebas sebelum memisahkan jaringan lemak yang mungkin saja berisi jaringan limfatik.4. Usahakan mempreservasi syaraf levator skapula.5. Ligasi cabang-cabang cutaneous dari plexus servicalis plexus untuk mencegah pembentukan neuroma.6. Hindari mendiseksi di belakang arteri karotis.7. Hindari penjahitan secara kontinu dalam menutup luka.

Kendala dan Komplikasi1. Postoperative hematoma biasanya terjadi dalam beberapa jam pertama.2. Postoperative seroma biasa terjadi. Jika kecil, aspirasi; jika besar atau sulit untuk dikontrol dengan aspirasi, insersikan suction drain dalam keadaan sterile.3. Suatu kebocoran limfatik sebesar lebih dari 400 mL/hari atau setiap kebocoran yang tidak dapat dievakuasi secara memadai hendaknya di-explore kembali.

Perawatan pasca-bedah1. Mempreservasi spinal accessory nerve tidak menjamin fungsi pasca-bedah yang adekuat dari otot trapezius.2. Dalam memanipulasi syaraf selama pembedahan harus dilakukan secara hati-hati, hindari traksi dan stretching.

DISEKSI LEHER MODIFIED RADICAL DENGAN PRESERVASI SPINAL ACCESSORY NERVE, VENA JUGULARIS INTRENA, DAN OTOT STERNOCLEIDOMASTOIDEUS

Pengangkatan secara en bloc dari jaringan yang berisi nodus limfatikus dari satu sisi leher, termasuk nodus limfatikus pada level I sampai V, preservasi spinal accessory nerve, vena jugularis interna, dan otot sternocleidomastoideus. Kelenjar submandibular dapat diangkat dan dapat juga tidak.

Indikasi1. Penatalaksanaan terhadap leher tanpa pembesaran nodus (N0) pada pasien dengan karsinoma sel skuamousa di saluran aerodigestif bagian atas, khususnya bila tumor primer terletak di laring dan hipofaring. Dalam kasus tersebut, nodus pada segitiga submandibular beresiko rendah mengalami metastasis sehingga tidak perlu diangkat.2. Penatalaksanaan pada nodus stage Nl jika nodus yang mengalami metastasis masih mobile, dan tidak lebih besar dari 2,5 sampai 3 cm3. Menurut Bocca, Jenis diseksi leher ini diindikasikan untuk penatalaksanaan metastases di leher pada stadium apapun, kecuali jika metastasis tersebut sudah terfiksir.4. Penatalaksanaan untuk leher pada pasien-pasien dengan karsinoma berdiferensiasi pada tiroid yang memiliki metastasis nodus limfatikus yang masih palpable di kompartemen lateral atau posterior dari leher tersebut.

KontraindikasiWalaupun beberapa pakar bedah menganjurkan operasi ini pada pasien-pasien dengan keadaan leher N0, namun diseksi rutin pada segitiga posterior leher ini tidak dibenarkan.

Pertimbangan Khusus1. Letak dan ekstensi tumor primer2. Metastases pada kedua sisi leher3. Penatalaksanaan radiasi sebelumnya4. Pembedahan leher sebelumnya

Persiapan Pra-Bedah1. Pemeriksaan laboratorium2. Computed tomography scan dapat diperlukan untuk menilai ekstensi tumor terhadap arteri carotis, otot-otot paraspinal, dan vertebra servikalis.

Alat Khusus, Posisi, dan Anestesia1. Alat-alaty vascular jika reseksi carotid atau graft diantisipasi.2. Leher diekstensikan dengan roll (ganjal) dibawah bahu, dan kepala dimiringkan pada sisi yang berlawanan dan distabilkan dengan doughnut.

Petunjuk dan Pokok Penting1. Nervus kranialis XI secara superficialnya terletak pada segitiga midposterior leher dan dapat mengalami cedera saat elevasi flap kulit.2. Untuk menghindari suatu kebocoran limfatik, secara hati-hati lakukan diseksi lemak yang bersebelahan dengan ujung bawah vena jugularis interna. Gunakan clips secara bebas sebelum memisahkan jaringan lemak yang mungkin saja berisi jaringan limfatik.3. Usahakan untuk mempreservasi nerve auricularis mayor.4. Usahakan untuk mempreservasi syaraf levator skapula.5. Ligasikan cabang-cabang cutaneous dari cervical plexus untuk mencegah pembentukan neuroma.6. Hindari diseksi di belakang arteri carotis.7. Hindari penjahitan secara continuous dalam penutupan luka operasi.8. Memberikan specimen bedah pada pathologist.

Kendala dan komplikasi1. Postoperative hematoma biasanya terjadi pada beberapa jam pertama. Evakuasi clots dan kontrol pembuluh darah sebaiknya dilakukan di ruang operasi dalam keadaan steril.2. Postoperative seroma umumnya terjadi setelah jenis diseksi leher ini dikarenakan oleh "dead space" luas yang terdapat antara muskulus sternocleidomastoideus dan otot trapezius. Jangan ragu untuk meninggalkan drain selama 6 sampai 8 hari untuk menjamin adherence dari skin flaps terhadap "floor" dari segitiga posterior.3. Kebocoran limfatik lebih dari 400 mL/hari atau setiap kebocoran limfatik apapun yang tidak dapat dievakuasi secara adekuat dengan drain tersebut hendaknya di-explore kembali dengan segera. Sebaliknya, diet rendah-lemak dan suction drainase cukup pada kebanyakan kasus.4. Tidak terdapat cara yang memadai untuk melakukan balut tekan pada leher.Perawatan pasca-bedahMempreservasi spinal accessory nerve tidak menjamin fungsi trapezius yang adekuat pascaoperasi. Gangguan electromyographic ringan hingga moderat dan disfungsi sementara otot trapezius ditemukan pada pasien-pasien yang menjalani operasi ini. Rehabilitasi bahu hendaknya dimulai sesegera mungkin.

DISEKSI LEHER RADIKAL MODIFIKASI

1. Dilakukan iinsisi, elevasi flap servikal dan diseksi triagle submental dan submandibular, dilanjutkan ke arah posteriorIdentifiaksi dan preservasi n.hipoglosus dan pembuluh darah tiroideus superior2. Batas atas v.jugularis interna dan n.asesorius terekspos di bawah m.digastrikus posterior Belly3. Fascia m.sternocleidomastoideus diinsisi sepanjang garis posterior4. Preservasi n.auricularis mayor dan v.jugularis eksternus 5. Diseksi dilanjutkan mengelilingi tepi anterior m.sternokleidomastoideus sampai permukaan medial6. M.sternokleidomastoideus diretraksi ke arah lateral, diidentifikasi lokasi pada saat n.asesorius masuk menembus muskulus (1/3 atas dan 1/3 tengah)7. Jaringan fibroadiposa yang terdapat pada n.asesorius dipisahkan secara perlahan sampai terekspos dan disusuri perjalanannya8. Diseksi dilanjutkan ke atas dan ke belakang dari n.asesorius dimana jaringan fibroadiposa yang berisi KGB dipisahkan dari m.splenius kapitis dan m.levator skapulae9. Jaringan yang sudah terdiseksi diletakkan di bawah n.asesorius10. Dipisahkan cabang kutaneus pleksus servikalis yang menyilang di posterior m.sternokleidomastoideus11. Diseksi segitiga posterior di mulai dari identifikasi n.asesorius pada saat nervus keluar dari m.sternokleidomastoideus12. Jaringan yang sudah terdiseksi dilokalisir di bawah nervus13. Diseksi fascia sternokleidomastoideus pada aspek medial sampai batas anterior14. Isi dari posterior triangle diletakkan di bawah m.sternokleidomastoideus15. Diseksi spesimen dari v.jugularis interna diteruskan sampai ke bagian atas leher16. Operasi selesai

LIGASI ARTERI KAROTIS EKSTERNA

Indikasi Ligasi Arteri Karotis Eskterna:1. Mengatasi perdarahan yang berasal dari cabang-cabang arteri karotis eksterna2. Mengurangi suplai darah untuk daerah tumor yang akan direseksi3. Terkenanya cabang-cabang arteri karotis eksterna oleh tumor

Tips and Pearls: Identifikasi arteri karotis komunis di bawah bifurcatio Ikuti arteri karotis eksterna ke superior, paling sedikit ditemukan 2 cabang pertamanya (A. Tiroidalis superior dan A. Lingualis atau A. Fasialis) Biasanya lokasi arteri karotis lebih superior, anterior, atau superfisial daripada interna, tetapi tidak selalu Sering terjadi bradikardia, pada saat memanipulasi daerah bulbus karotis (diatas bifurcatio), bila perlu diperlukan injeksi lidokain 2% dan koordinasi dengan anesthesiologist Sebaiknya diidentifikasi juga N. Vagus, V. Jugularis Interna, untuk mencegah jangan sampai terjadi cedera

Peralatan:a) Sterile scalpel blades no : 15b) Scalpel handlec) Surgical scissors blunt/blunt, curved (Cooper)d) Dissecting scissor, curved (Metzenbaum)/dissecting scissor for plastic surgery Gorney/scissor, delicate (Chadwick)e) Vessel and tendon scissors, curved, and straight (Stevens)f) Standard tissue forcepg) Dissecting forcep, delicate (Adson); dissecting, nontraumatic forceph) Hemostatic, delicate forcep/klem, straight and curved (Halsteid-mosquito)i) Hemostatic forcep standard (Adson, Leriche)j) Dissecting and ligature forceps (Baby-Overholt and Baby-Mixter)k) Towel clamps (Backhaus)l) Retractor Lagenbeck-Green dan Wound and vein retractors (Kocher/Cushing)m) Needle holder DeBekay, Sarotn) Deschams ligature needle, blunto) Sponge forceps, curved (Duplay)p) Jarum dan benang yang digunakan : 1. Kulit luar dengan jarum conventional/reverse cutting, badan jarum 3/8 atau sedang untuk plastik memakai half curved dan tipe benang sutera /vicryl/nylon/prolene2. Subkutan dengan jarum spatula. Badan jarum dan tipe benang cat gut, platysma dg. Jarum taper point; badan jarum dan tipe benang chromic/cat gut3. Vasa dengan benang sutera; vasakecil bisa dengan chromic dan badan jarum 1/2.Teknik Operasi:1. Dibuat insisi kulit horisontal setinggi os hyoid dan kelenjar liur submandibula sekitar 2-3 jari dibawah angulus mandibula (lokasi bifurcatio). Sepanjang 3-4 cm mulai 1/3 tepi post SCM anterior

2. Insisi dimulai dari kutis, subkutis, dan platisma3. Identifikasi tepi SCM

4. Otot SCM dibebaskan kearah superior, inferior, dan anterior dengan jari atau secara tumpul5. Diseksi dilanjutkan kearah medial, identifikasi carotid sheath, dibuka, dan diidentifikasi arteri karotis komunis (berdenyut, warna keputihan), diikuti sampai ke superior6. Identifikasi V. Jugularis Interna (kebiruan dan tidak berdenyut), N.Vagus yang biasanya terletak posterior dari arteri

7. Diseksi dilanjutkan ke arah superior (didalam carotid sheath) sampai ditemukan bifurcatio dan bulbus karotis.8. Dapat disuntikan lidokain 1% tanpa adrenalin dijaringan ikat sekitar bulbus, bila terjadi bradikardia.9. Identifikasi A. Tiroidea superior, cabang pertama A. Karotis eksterna yang biasanya terletak di anterior dan berjalan ke inferior10. Karotis eksterna biasanya terletak di anterior dan superfisial dari karotis interna11. Identifikasi N.XII dan ansa hipoglosus, menyilang arteri karotis12. Arteri karotis interna dan eksterna digeser ke posterior

13. A. Karotis eksterna dipastikan dengan mengidentifikasi paling sedikit ditemukan 2-3 cabang (A. Tiroid superior, A. Lingualis, A. Faringeal ascendens).14. A. Karotis eksterna dibebaskan dari jaringan sekitarnya kemudian diikat dengan silk permanen.15. Carotid sheath dijahit.16. Menutup luka operasi dengan menjahit kulit lapis demi lapis.

Komplikasi:1. Perdarahan yang persisten akibat adanya aliran kolateral dan anastomosis2. Cedera struktur sekitarnya (N.X, V. Jugularis, atau A. Karotis)3. Lepasnya trombus pada arteri yang sudah sklerotik

EKSTIRPASI ANGIOFIBROMA NASOFARING(TRANSPALATAL)

DefinisiEkstirpasi angiofibroma nasofaring adalah operasi pengangkatan pengangkatan tumor pembuluh darah di daerah nasofaring dengan pendekatan transpalatal. Dengan pendekatan ini, pterigomaksilaris space dapat dijangkau.

Indikasi: ANJ yang besar dan meluas ke fossa infra temporal. Bila lesi luas melebihi area nasofaring, pendekatan lain atau kombinasi dengan pendekatan lain, seperti transmaksilari antral, rinotomi lateralis, transbuccal mungkin diperlukan tergantung ke arah mana perluasannya.

Instrumen yang diperlukana) Sterile scalpel blades no : 15b) Scalpel handlec) Surgical scissors blunt/blunt, curved (Cooper)d) Mouth spreidere) Dower catheter (small) 2 piecesf) Choanal forcepg) Raspatorium h) Dissecting scissor, curved (Metzenbaum)/dissecting scissor for plastic surgery Gorney/scissor, delicate (Chadwick)i) Vessel and tendon scissors, curved and straight (Stevens)j) Standard tissue forcepk) Dissecting forcep, delicate (Adson); dissecting, nontraumatic forcepl) Hemostatic, delicate forcep/klem, straight and curved (Halsteid-mosquito)m) Hemostatic forcep standard (Adson, Leriche)n) Dissecting and ligature forceps (Baby-Overholt and Baby-Mixter)o) Bulldog clamps (DeBekey)p) Dressing and sponge forcep (Rample)q) Towel clamps (Backhaus)r) Retractor Lagenbeck-Green dan Wound and vein retractors (Kocher/Cushing)s) Needle holder DeBekay, Sarott) Deschams ligature needle, bluntu) Sponge forceps, curved (Duplay)v) Jarum dan benang (dexon)

Teknik Transpalatal: 1. Dilakukan insisi paralel sepanjang batas ginggiva, dengan meninggalkan cukup mukosa untuk jahitan pada saat penutupan. Batas anterior irisan adalah 1 cm dari pangkal gigi incisivus atas.

2. Mukosa palatum dielevasi bersamaan dengan periosteumnya. Pembuluh darah dan nervus menempel pada flap mukosa. A.Palatina mayor jangan sampai terpotong.

3. Flap mukosa palatum dielevasi, tulang palatum durum dibuka dengan tatah dan dilebarkan dengan forcep. Tulang palatum durum dibawah irisan mukosa harus dipertahankan untuk landasan muksa yang dijahit. Mukosa pada dasar kavum nasi diinsisi untuk mencapai tumor.

4. Reseksi tumor dilakukan secara tumpul, hindari trauma tajam pada tumor dan pembuluh darah yang memvaskularisasinya. 5. Perdarahan dikontrol dengan suction, dan kauter. 6. Dipasang tampon anterior dan posterior (Belloque). 7. Flap palatum dijahit kembali. Dipasang tampon laba-laba untuk menekan flap dan menjaga posisi flap sedekat mungkin dengan mukosa dasar kavum nasi.

Komplikasi Perdarahan Fistula Deformitas wajah

Follow Upa. Belajar makan dan minum dengan terpasang tampon posteriorb. Tampon anterior dilepas sedikit-sedikit pada hari ke-2c. Tampon posterior mulai dilonggarkan hari ke-3d. Hari ke-5 tampon posterior dilepas

MAKSILEKTOMI

Rinotomi Lateral

Insisi sepanjang satu sisi hidung, dikombinasi dengan divisi nasal ala, memberikan akses terbatas ke rongga anterior

Indikasi1. Eksposur untuk pengangkatan lesi yang terbatas pada rongga hidung anterior dan sepertiga medial dari maksila dan sinus etmoid.2. Eksposur untuk memperbaiki perforasi nasal septum anterior

Kontraindikasi 1. Eksposur yang membutuhan lateral dari forumen infraorbita2. Eksposur yang membutuhkan reseksi dari tumor yang melibatkan palatum, fossa infratemporal, nasofaring, atau fosa anterior kranial3. Eksposur pembedahan penyelamatan setelah iradiasi dosis tinggi yang gagal pada area nasal dan paranasal, dimana insisi wajah harus dihindari.

Persiapan preoperasi1. Pemeriksaan laboratorium2. CT Scan dan MRI pada nasal dan paranasal

Pertimbangan Khusus1. Eksposur yang diperlukan lateral kesinambungan infraorbital foramen2. Eksposur yang diperlukan untuk reseksi tumor-tumor yang melibatkan palate intratemporal fosa, nasopharynx, atau anterior cranial fossa3. Eksposur untuk pembedahan salvage setelah gagalnya irradiasi dosis-stinggi terhadap daerah hidung atau paranasal, dimana case facial incisions hendaknya dihindari.

Alat Khusus, Posisi, dan Anestesia1. Lampu kepala2. Intubasi orotracheal di garis tengah untuk menghindari penutupan yang tidak sejajar3. Electro surgical cutting knife

Petunjuk dan pokok penting1. Medial canthal ligament hendaknya direkatkan lagi 1 sampai 2 mm di anterior dan superior terhadap posisi normalnya untuk mencegah kemungkinan terjadinya pergeseran setelah penutupan.2. Jika pemanjangan alis digunakan, maka insisi yang dilakukan hendaknya sejajar dengan folikel rambut untuk menghindari kehilangan rambut3. Dasar sinus frontalis hendaknya diekspos pada bidang subperiosteal untuk menghindari cedera pada trochlea4. Jika reseksi septal dilaksanakan, maka caudal strut dan septal strut hendaknya ditinggalkan untuk menghindari deformitas sadel (saddle deformity).

Kendala dan komplikasi1. Transient diplopia2. Epiphora3. Nasocutaneous fistula4. Telecanthus5. Nasal collapse6. Vestibular stenosis7. Facial neuralgia (umpamanya, cedera syaraf infraorbital)

Peraawatan pasca-bedahTumor kecil yang terlokalisir di rongga hidung baik jinak maupun ganas (mis. karsinoma sel skuamosa), tidak dapat dikeluarkan melalui vestibulum nasi oleh karena lapangan pandang yang sangat sempit, perlu pendekatan yang paling baik yaitu melalui rinotomi lateral. Cara pendekatan seperti ini sangat baik untuk menangani papiloma inverted, tumor ganas septum dengan ekstensi terbatas, dan tumor ganas rongga hidung yang berasal dari mukosa dinding lateral dan inferior. Prosedur operasi ini memberi hasil paparan rongga hidung dan septum nasi bagian bawah yang memuaskan, selain itu luka operasi hanya berakibat deformitas fungsional dan/atau estetika yang minimal. Pembedahan untuk mengeluarkan tumor sino-nasal biasanya dilakukan dengan cara melakukan insisi di bagian lateral hidung. Oleh karena itu, ada yang berpendapat bahwa rinotomi lateral hanyalah suatu cara atau teknik insisi (sepanjang tepi lateral hidung), bukan suatu operasi. Pada kenyataannya, setelah insisi kulit dilanjutkan dengan tindakan operasi seperti eksisi, ekstirpasi, eksplorasi, dan reseksi maksila.

Insisi Moure dan modifikasinya

Teknik operasi 1. Penderita diletakkan dalam posisi terlentang di atas meja operasi, kemudian dilakukan anestesi umum melalui endotracheal tube yang dipasang di rongga mulut. Pemasangan doek steril, dilanjutkan evaluasi rongga hidung menggunakan spekulum hidung. Setelah membuat garis insisi (marker) dengan biru metilen atau spidol dan penyuntikan larutan lidokain 1% yang mengandung adrenalin 1 : 200.000., dilakukan insisi kulit di mulai sisi medial dari ligamen kantus medialis terus kebawah menyusuri tepi lateral hidung, lalu melingkari ala nasi di bagian lateral pada lipatan nasolabial (nasolabial crease) menuju filtrum bibir atas, kemudian membelok keatas. Alternatif yang lebih disukai, tidak melakukan insisi memotong ala nasi tetapi insisi dilanjutkan kearah kolumela, sekitar 2-3 mm dibawah tepi vestibulum nasi bagian inferior.

2. Insisi kulit diperdalam sampai jaringan lunak dan perios. Jaringan dan lipatan kulit nasolabial di preparer, kearah ke atas sampai prosesus nasalis maksila dan os nasal; dan ke arah lateral sampai fosa kanina, rima orbita dan foramen infra orbita. Dilakukan insisi mukosa dinding lateral rongga hidung tepat di tepi apertura piriformis. Ala nostril di retraksi ke arah medial dengan retraktor atau hak tajam, atau memasukkan pita ke vesibulum nasi lalu ditarik dan di fiksasi dengan klem pada doek agar lapangan pandang menjadi lebih luas terutama bagian bawah interior rongga hidung.

3. Dilakukan pengeluaran tumor dengan menggunakan forsep (tumor forceps) seperti forsep Blakesley, Takahashi dan lainnya. Bila tumor ganas berasal dari septum nasi, dilakukan insisi mukosa beberapa milimeter dari tepi tumor menggunakan diatermi. Kauter listrik (electrocautery) juga digunakan untuk mentranseksi kartilago septum nasi (through-and-through) melalui bagian mukosa yang telah di insisi sebelumnya. Sedangkan bila tumor primer di etmoid, atau tumor ganas rongga hidung yang telah ekstensi ke etmoid dilakukan etmoidektomi. Bila perlu untuk memperluas daerah operasi, dilakukan pomotongan tulang nasal dan sebagian dinding lateral rongga hidung (prosesus nasalis maksila) dengan pahat atau bor.

4. Perdarahan ringan yang berasal dari bagian tepi jaringan lunak dibawah kulit dihentikan (hemostasis) dengan kauter listrik. Perdarahan dari pembuluh darah yang agak besar dihentikan dengan klem arteri yang panjang (a long curved hemostat). Sedangkan perdarahan merembes di dalam rongga hidung dihentikan dengan kain kasa atau tampon pita kering yang dicelupkan larutan mengandung vasokonstriktor (mis. sol. efedrin 1-2%, adrenalin 1 : 200.000) atau spongostan. Rongga hidung kemudian di irigasi dengan cairan antiseptik (sol. perhidrol, povidone iodine) atau antibiotik (Bacitracin).5. Rongga hidung dipasang tampon pita yang mengandung antiseptik (boorzalf, xeroform, iodoform) atau antibiotik (garamisin, kloramfenikol) dengan tujuan untuk melindungi area reseksi pembedahan, menghentikan perdarahan dan mencegah pembentukan krusta. 6. Luka insisi dijahit lapis demi lapis dengan sangat memperhatikan garis kulit wajah dan aproksimasi tepi kulit yang tepat. Jaringan lunak subkutan dijahit dengan benang yang dapat diserap (mis. Vicryl 3/0 ), sedangkan kulit dengan benang non absorble (mis. Prolene 5/0).

Tampon rongga hidung dilepas secara bertahap yang dimulai 48 jam setelah pembedahan. Pasien diajari bagaimana cara melakukan irigasi hidung agar daerah tersebut tetap bersih. Epitelisasi bagian yang luka (raw area) akan berlangsung kira-kira sekitar 10 hari sampai 2 minggu.

Maksilektomi MedialReseksi En Bloc dari dinding medial sinus maksilaris dan sinus etmoidalis ipsilatera; termasuk lamina papirace, tulang lacrimal dan lantai media orbital.

IndikasiTumor jinak dan keganasan derajat rendah yang meliputi pada dinding hidung lateral, antrum maksila antrum, dan sinus ethnoid.

Kontraindikasi :1. Kaganasan invasif dari sinus maksilaris atau etmoid 2. Tumor yang melibatka tulang palatalum, pterygoid, atau ekstensi tulang orbita.3. Tumor yang ekstensi intracranial.

Pertimbangan KhususDapat dikombinasikan dengan reseksi kraniofasial untuk tumor jinak atau keganasan derajat rendah yang melibatkan dinding lateral hidung dan dasar anterior dari fosa kranial.

Persiapan Pra-bedah1. Laboratorium rutin2. Computed tomography atau MRI daerah nasal dan paranasal.

Alat-alat Khusus, Posisi, dan Anestesia1. Lampu kepala2. Intubasi orotrakeal di daerah tengah untuk menghindari misalignment saat penjaitan.3. Electrosurgical cutting knife4. Bipolar cautery5. Large right-angled scissor (Foman)

Tips :1. Kehilangan darah intraoperatif dapat dikurangi dengan koagulasi bipolar dari arteri-arteri ethmoid anterior dan posterior.2. Kehilangan darah dapat juga direduksi melalui tindakan posterior osteotomy last, yang mengeluarkan spacium dan mengekspos pembuluh-pembuluh sphenopalatine untuk clamping atau cauterisasi.3. Marsupialization dari ujung percabangan dari lacrimal sac terhadap jaringan sekeliling dari hidung memberikan drainase lacrimal yang memadai dalam kebanyakan kasus.4. Split-thickness skin graft dibutuhkan hanya jika reseksi ekstensif dai periorbita tersebut mngakibatkan herniasi lemak orbital.Komplikasi :1. Epiphora dan dacrocystitis2. Transient diplopia3. Telecanthus4. Nasal collapse5. Mucocele6. Facial neuralgia (i.e, infraorbital nerve injury)Perawatan pasca bedah1. Cuci hidung garam fisiologis dua kali sehari hendaknya dimulai dalam 1 minggu pembedahan untuk menghindari pengeringan dan pengerakan rongga.Tindakan yang dikerjakan pada maksilektomi medial hampir mirip dengan rinotomi lateral, hanya disini selalu dilakukan pengeluaran seluruh dinding medial sinus maksila beserta tumor ganas yang ada sekaligus. Meskipun tidak sepenuh sama, maksilektomi medial identik dengan rinotomi lateral. Maksilektomi medial di indikasikan untuk tumor jinak sinonasal, tumor ganas sinus etmoid yang tidak mengadakan perluasan ke lamina kribrosa, tumor ganas rongga hidung yang telah melewati dinding medial sinus maksilaris tetapi belum mengenai (infiltrasi) tulang bagian bawah (lantai) kavum nasi. Beberapa struktur yang dikeluarkan saat melakukan operasi ini yaitu seluruh dinding lateral rongga hidung, etmoid, lamina papirasea dan sebagian fosa kanina.

Struktur yang di reseksipada maksilektomi medialTeknik operasi1. Mula-mula dilakukan marker dengan biru metilen atau spidol.

2. Setelah infiltrasi, dilanjutkan insisi kulit (Moure, kadang diperpanjang kebawah membelah bibir atas) sesuai marker. Jaringan dan kulit hidung luar di preparer dari tulang hidung lalu di retraksi ke medial dengan haak tajam atau kain pita yang dilewatkan ke vestibulum nasi kemudian di fiksasi ke doek. Sedangkan jaringan lunak dan kulit diatas maksila (daerah fosa kanina) di preparer ke lateral sampai setinggi foramen infraorbitalis.

3. Trepanasi fosa kanina dengan pahat bentuk bulat, lalu diperlebar dengan bone forceps (Hajek). Selanjutnya dilakukan pemotongan tulang di bagian bawah dinding lateral rongga hidung yang berdekatan dengan lantai rongga hidung sampai dorsal dengan pahat, dilanjutkan pemotongan jaringan lunak dengan gunting Mayo.

4. Pemotongan tulang dibagian atas rongga hidung. Pada kasus tumor jinak rongga hidung (mis. papiloma inversi) dan tumor ganas rongga hidung yang belum mengenai etmoid, dilakukan pemotongan tulang dibawah rima orbita secara horisontal dengan pahat atau cutting burr (mata bor ukuran 2 mm, atau bor kipas yang kecil / strykers saw). Bagian tulang dari dinding lateral atas rongga hidung dipotong dengan pahat, dilanjutkan pemotongan jaringan lunak disekitar tulang yang dipotong dengan gunting Mayo. Pada kasus tumor ganas rongga hidung atau sinus etmoid yang sudah sangat dekat dengan lamina papirasea orbita, setelah preparasi perios dan jaringan lunak diatas fosa kanina dengan rasparatorium, preparasi dilanjutkan keatas sampai rima orbita lalu perios periorbita dilepaskan dari dinding medial orbita. Periorbita dilepaskan dari lantai orbita sampai tepat di medial nervus infra orbitalis. Sakus lakrimalis dibebaskan dari fosa lakrimalis, lalu di potong dengan pisau no. 15.

Kanalikuli superior dan inferior di identifikasi, lalu dimasukkan benang silikon (supramid) atau benang kromik catgut 4/0 untuk mengurangi kemungkinan komplikasi stenosis dan epifora pasca bedah. Periorbita dilepaskan ke posterior sampai ditemukan arteri etmoidalis anterior, lalu arteri ini di klem (double clamp), dipotong diantara kedua klem lalu di ligasi dengan benang non absorble atau menggunakan dua mini-clips, satu ke arah basis kranii dan yang lain ke arah orbita. Agar lebih aman dapat juga kedua ujung arteri di kauter untuk menjaga apabila jahitan atau klip lepas, tidak terjadi pendarahan yang berlanjut. Sebaiknya jangan melakukan preparasi lebih jauh ke posterior melebihi arteri etmoidalis anterior, karena sudah dekat foramen optikum. Tahap berikutnya melakukan pemotongan tulang seperti huruf L terbalik yaitu memotong tulang secara horisontal yang dimulai dari bagian tulang beberapa milimeter dibawah sutura fronto etmoidalis, tepatnya pada tulang lakrimal, kemudian memotong secara vertikal di antara tulang hidung dan maksila. Pemotongan tulang dilakukan dengan pahat yang tajam atau cutting burr berukuran 2mm. Setelah tulang terpotong, tulang nasal di patahkan keluar, ke arah kontra lateral untuk membuka rongga hidung. Setelah itu dilakukan pemotongan tulang secara vertikal melewati rima orbita bagian bawah, tepat di sebelah medial nervus infra orbitalis. Pemotongan tulang diteruskan ke arah inferior sampai setinggi dasar kavum nasi, dilanjutkan pemotongan tulang secara horizontal ke arah kavum nasi.

Pemotongan tulang dengan menggunakan pahat atau cutting burr ukuran 2mm. Pemotongan tulang dengan cutting burr atau bor kipas (Stryker saw) diperoleh hasil pemotongan yang lebih baik (rapi) dibandingkan dengan pahat.

5. Selanjutnya melakukan pemotongan jaringan lunak di bagian atas dinding lateral rongga hidung dengan arah anterior ke posterior setinggi kavum nasi dan masuk ke sinus maksilaris tepat dibawah konka inferior menggunakan gunting, dilanjutkan pemotongan bagian posterior dengan gunting bengkok (right-angled) dituntun palpasi menggunakan jari telunjuk. Dengan demikian, seluruh dinding lateral rongga hidung beserta tumornya dapat dikeluarkan secara en bloc.

Duktus nasolakrimalis yang terpotong di dekat orbita dicari, lalu dipotong miring dengan gunting, atau di insisi dengan gunting kecil lalu dijahitkan kesekitarnya (seperti marsupialisasi), atau dipasang tabung kecil agar tidak terjadi stenosis.

6. Hemostasis, lalu rongga di pasang tampon. Luka operasi dijahit dengan benang absorble 3/0, kulit dijahit dengan benang non absorble 5/0.

Perawatan pasca bedah Tampon hidung dipertahankan selama lima hari dan selama itu diberikan antibiotik. Mukosalisasi kavum nasi biasanya terjadi minggu berikutnya,. Selama masa pemulihan akan terjadi pembentukan krusta yang cukup banyak, ini dapat diatasi dengan seringkali melakukan irigasi nasal. Secara periodik dilakukan monitoring ketat dengan nasal endoskopi.

MAKSILEKTOMI PARSIALPENDEKATAN WEBER-FERGUSON DENGAN SUBTOTAL MAKSILEKTOMI DAN MAKSILEKTOMI TOTAL DENGAN PRESERVASI ORBITALPendekatan Weber-Ferguson Suatu perluasan insisi lateral rhinotomy yang meliputi upaya membelah bibir atas.

Indikasi :Eksentrasi maxilla untuk maxillatomy total atau subtotal maxillatomy (membelah bibir atas melepaskan facial flap untuk retraksi lateral yang memadai dan menambah eksposur transoral dari palate an gigi.

Alat Khusus, Posisi, dan Anestesia1. Headlight2. Alat-alat bedah plastik

Tips :Staiur-stepping torehan pada batas vermilion dan melaksanakan Z-plasty sebagai bagian dari torehan mucosal mereduksi kontraktur.

Komplikasi :Necrosis dari flap tersebut lebih mungkin bila pembedahan dilaksanakan/dilakukan terhadap suatu kegagalan irradiasi dosis-tinggi.

Perawatan pasca-bedahPembersihan rutin dan aplikasi salep antibiotik .

Subtotal (Partial) Maxillectomy Reseksi en bloc dari segmen maksila, yang memeertahankan satu atau lebih tulang penyangga yang normalnya direseksikan dalam suatu maksilektomi total.

Indikasi :Tumor jinak atau ganas yang terkungkung terhadap dinding medial atau dasar sinus maxillary.

Kontraindikasi :1. Tumor dengan keterlibatan pterygoid atau tulang orbital ekstensif2. Tumor dengan perluasan intrakranial3. Tumor dengan ekstensi/perluasan lateral atau keterlibatan palatal4. Tumor dengan dasar orbital atau keterlibatan malar

Pertimbangan KhususMedial subtotal maxillectomy dapat dikombinasikan dengan reseksi craniofacial untuk tumor-tumor yang melibatkan dinding hidung lateral dan dasar anterior cranial fossa.

Persiapan Pra-Bedah1. Computed tomography (CT) atau magnetic resonance (MR) dari daerah-daerah nasal dan paranasal2. Imaging hendaknya mendahului suatu biopsy.3. Tumor-tumor yang terlihat vaskular atau yang dekat dengan pembuluh-pembuluh besar hendaknya dievaluasi melalui arteriografi.4. Tumor vascular hendaknya dibiopsi dalam ruangan pengoperasian.

Komplikasi :1. Epiphora atau dacryocystitis2. Transient diplopia3. Facial neuralgia

Perawatan pasca-bedahPemeriksaan rongga maxillectomy secara hati-hati haruslah dilaksanakan pada interval-interval yang tepat untuk mendeteksi tumor kambuh atau tumor residual. CT atau MR imaging rongga tersebut pada interval-interval 6 sampai 12 bulan dapat memudahkan deteksi penyakit kambuh.

Berdasarkan lokasi tumor dan bagian maksila yang di reseksi, dibedakan menjadi 2 macam yaitu maksilektomi infrastruktur dan suprastruktur.

Maksilektomi Infrastruktur

Maksilektomi infrastruktur diindikasikan untuk tumor ganas yang terletak di bagian bawah maksila yaitu: tumor di dasar antrum, tumor sinus maksila yang ekstensi ke bagian bawah sinus / palatum durum, tidak meluas ke etmoid, dan tidak mengadakan infiltrasi ke tulang atau mukosa dinding superior sinus maksilaris. Tumor ganas di sinus maksila dengan perluasan yang terbatas seperti yang disebutkan diatas dapat di eksisi secara adekuat dengan maksilektomi parsial infrastruktur. Tumor ganas sinus maksila yang terletak antero alveolar atau tumor yang belum mengenai atap sinus maksila, dilakukan maksilektomi infrastruktur dengan mempertahankan dasar orbita.

(a) (b)Struktur yang di reseksi pada maksilektomi infrastruktur. (a). Pemotongan tulang horizontal dibawah a. infraorbital. (b) pemotongan tulang di bawah tepi rima orbita

Teknik operasi1. Pasien diletakkan di atas meja operasi, kemudian dilakukan anestesi umum melalui orotracheal tube. 2. Marker kulit dan infiltrasi dengan larutan lidokain 1% yang mengandung adrenalin 1 : 200.000. Selanjutnya insisi kulit mulai tepi kantus medialis mata kiri kemudian turun kebawah sepanjang lipatan nasolabial, melingkari ala nasi lalu menyelusuri bawah vestibulum nasi sampai di filtrum, belok kebawah membelah bibir atas di garis tengah.

Garis putus-putus dibawah kelopak mata inferior merupakan alternatif kemungkinan perluasan insisi yang dapat dilakukan apabila memang diperlukan. Perluasan ini, dari cephalad sampai ke ujung medial kelopak mata dinamakan perluasan Lynch, suatu pendekatan yang paling sering dilakukan untuk maksilektomi medial. Sedangkan perluasan sepanjang margin tarsal kelopak mata bawah hingga ke kantus lateral disebut perluasan Diffenbach. Insisi tambahan yang terakhir ini paling baik dterapkan bila diperlukan tindakan lebih besar berupa maksilektomi total. Meskipun demikian, perluasan insisi ini sedapat mungkin dihindarkan oleh karena seringkali meninggalkan jaringan parut (skar) yang tidak diharapkan dan kadang menimbulkan ektropion yang sukar untuk dikoreksi. Kelebihan teknik ini memberi visualisasi aspek lateral, posterolateral maksila dan fosa pterigomaksilaris yang cukup baik.Perdarahan yang berasal dari luka insisi dihentikan dengan kauter listrik. Bibir atas dibelah sampai ke sulkus ginggivolabialis. Perdarahan yang bersumber dari arteri labialis superior di klem, lalu di ligasi. Selanjutnya dibuat flap pipi dengan cara melakukan insisi mukosa sulkus ginggivobukal yang terletak dekat dengan ginggiva.kearal lateral, kemudian perios tulang maksila di preparer sampai posterolateral.

3. Elevasi flap pipi akan tampak ujung akhir nervus infraorbital dan jalan masuknya ke dalam jaringan di pipi. Apabila tumor kecil di dasar antrum, sebaiknya nervus infraorbital dipertahankan. Bila tumornya besar (dekat atap sinus maksila), maka n. infra orbitalis di klem lalu dipotong dan ligasi. Preparasi jaringan lunak pipi diteruskan sampai mencapai permukaan posterolateral maksila. Dengan bantuan retaktor yang ditarik ke lateral akan tampak tepi bawah zigoma, sekaligus akses ke fisura pterigomaksilaris.

4. Jaringan lunak sepanjang ala nasi hingga mukosa dinding lateral di insisi dengan pisau sehingga diperoleh jalan masuk ke rongga hidung. Selanjutnya sisa mukosa di dasar dan dinding lateral rongga hidung sampai ke tulang nasal di insisi dengan pisau atau gunting, lalu ala nostril di retraksi ke medial dengan haak atau kain pita yang di klem ke doek . 5. Dilakukan pemotongan tulang prosesus nasalis maksila, lalu ke lateral menyusuri bagian bawah rima obita, kemudian turun ke lateral bawah di depan zigoma dengan menggunakan pahat, bor dengan mata bor ukuran 2 mm, atau bor kipas berkecepatan tinggi,

Pada kasus dengan tumor kecil di dasar antrum, mula-mula dilakukan trepanasi di fosa kanina sekitar pertengahan jarak antara foramen infraorbita dengan prosesus alveolar. Selanjutnya, celah/lobang tersebut diperluas dengan forsep tulang (Hajek) ke anterior dan posterior mengelilingi foramen infraorbita. Dengan cara demikian rongga sinus dapat dilihat (evaluasi) melalui dinding anterior antrum maksilaris. Pemotongan tulang diteruskan ke anterior sampai melewati prosesus nasalis maksila, dan ke posterior sampai ke prosesus zigomatikus maksila dan sekitar permukaan posterolateral.

6. Selanjutnya dipasang alat pembuka mulut (mouth gag), rongga mulut dibuka selebar mungkin guna memberi visualisasi prosesus alveolar dan palatum durum yang adekuat. Dilakukan evaluasi deretan gigi atas. Jika terdapat celah diantara kedua gigi di garis transeksi, maka dilakukan pemotongan di antara kedua gigi tersebut. Namun jika gigi tampak padat (tidak ada celah sama sekali), dilakukan pencabutan salah satu gigi di garis transeksi processus alveolar. 7. Insisi vertikal ditengah pada mukosa palatum durum dengan menggunakan kauter listrik yang ujungnya kecil (needlepoint). Insisi mukosa diperdalam sampai mencapai mukoperiosteum dan tulang. Palatum durum dibelah di bagian tengah (sesuai insisi mukosa) dengan menggunakan bor kipas (strykers saw). Alternatif cara lainnya, yaitu menggunakan klem arteri panjang yang ujungnya bengkok (right-angled). Mula-mula klem ini dimasukkan rongga hidung, lalu menyusuri dasar rongga hidung. Setelah sampai di perbatasan palatum durum dengan palatum mole, ujungnya ditusukkan sehingga muncul di rongga mulut. Dipasang gergaji Gigly, kemudian palatum durum dipotong (dibelah) di garis tengah.

8. Perdarahan masif (brisk bleeding) biasanya berasal dari arteri palatina dan percabangan arteri maksilaris interna. Berbagai upaya untuk mengontrol perdarahan ini tidak akan berhasil hingga bagian maksila yang di reseksi dikeluarkan. Oleh karenanya sangat penting untuk mempercepat tahapan operasi ini.9. Flap pipi di retraksi ke lateral dengan haak tajam, ujung jari telunjuk mencari lokasi fisura pterigomaksilaris. Ujung pahat dengan tuntunan ujung jari tangan diletakkan diantara bagian inferior pterygoid plate dan bagian belakang sinus maksila. Sebaiknya menggunakan pahat yang agak bengkok (curved chisel).

10. Pemotongan muskulus dan jaringan lunak di bagian posterior spesimen dengan gunting Mayo, atau kauter listrik (electrocautery).

11. Bagian tulang maksila akan dikeluarkan digoyang seluruhnya kearah anterior sehingga terjadi fraktur dinding posteior sinus maksila Seluruh spesimen kemudian dikeluarkan. Perdarahan yang terjadi tetelah pengeluaran spesimen maksila biasanya berasal dari percabangan arteri maksilaris interna, arteri sfenopalatina, dan pembuluh darah palatum mole yang berukuran lebih kecil. Perdarahan yang timbul dari arteri maksilaris interna dihentikan dengan klem lalu ligasi menggunakan benang zeyde. Perdarahan dari arteri sfenopalatina dihentikan dengan kauter. Sekarang defek pembedahan memperlihatkan separuh bagian atas antrum maksila yang diliputi mukosa. Jika mukosa antrum maksila menunjukkan perubahan inflamasi kronis sebaiknya di kuret sampai bersih. Bagian tulang yang menonjol tajam diratakan dan dihaluskan. Ujung potongan jaringan lunak dan mukosa dinding anterior dan posterior palatum mole didekatkan dengan benang absorble. Setelah perdarahan berhenti, defek operasi di irigasi dengan larutan antiseptik atau antibiotik (Bacitracin).

12. Pengambilan tandur alih kulit yang tipis (split thickness skin-graft) di paha, kemudian diletakkan di bagian medial flap pipi lalu tepinya dijahit menggunakan interrrupted suture chromic catgut 3/0 atau benang absorble lainnya. Skin graft tidak dijahit ke arah superior, namun hanya diletakkan di permukaan tulang (separuh atas) antrum maksila. Setelah itu, dilakukan pemasangan tampon (packing) dengan kasa lebar yang mengandung antiseptik (iodoform, xeroform) atau antibiotik (garamisin). Setelah itu, diletakkan tampon pita dimulai dari atap antrum dengan menggunakan ujung jari (digital). Pemasangan tampon pita diteruskan sampai mengisi seluruh defek operasi. Selain untuk tujuan hemostasis, tampon yang dipasang berperan sebagai penekan skin graft sehingga tepat menempel ke bagian medial flap pipi dan sisa tulang maksila (raw area).

13.Pemasangan obturator dental (bekerjasama dengan dokter gigi / prostodontis). Setelah pemasangan obturator, celah yang ada di isi tampon lagi sampai diperoleh kepadatan dengan tingkat penekanan yang sedang (agar graft take). Jika tidak tersedia obturator palatal, maka tampon dipertahankan di tempatnya menggunakan benang jahit sutera yang di ikatkan melintang menembus tampon ke tepi-tepi defek operasi di rongga mulut. Pada keadaan yang terakhir ini, sebaiknya dipasang sonde lambung (nasogastric tube)

14. Luka insisi kulit dijahit ditutup dalam 3 lapis menggunakan chromic catgut interrupted sutures atau benang absorble lainnya untuk jaringan subkutaneus dan benang nilon untuk kulit. Perlu perhatian khusus agar tepi-tepi insisi kulit di bibir atas (vermillion) berada pada posisi yang tepat sehingga kelak diperoleh hasil estetika yang baik. Luka insisi dan jahitan kulit diolesi salep antibiotik (gentamisin, bacitracin). Perawatan Pasca OperasiPerawatan pasca bedah maksilektomi parsial terutama ditujukan pada pemeliharaan higiene oral yang maksimal dan perawatan luka wajah sampai jahitan diangkat. Bekuan darah dan krusta di atas luka jahitan harus dibersihkan. Jika ada pembengkakan di pipi, dapat diberikan kompres hangat. Pada hari ke-2 pasca operasi, pasien dianjurkan untuk irigasi dan membersihkan rongga mulut tiap 3 4 jam dengan larutan baking soda dan garam dalam air hangat, perhidrol, atau povidone iodine. Setelah 5-7 hari, obturator dilepas dengan cara memotong kawat atau benang sutera menggunakan gunting. Tampon ditetesi larutan garam fisiologis, lalu dilepas secara perlahan. Skin graft di inspeksi, defek operasi dibersihkan (debridement). Irigasi oral dan nasal, termasuk semprot hidung terus dilakukan sampai pasien keluar rumah sakit. .

Maksilektomi Suprastruktur

Operasi ini di indikasi untuk tumor ganas sinus maksila yang letaknya postero-superior, dimana dasar sinus masih intak. Disini dilakukan pengangkatan bagian atas maksila dengan mempertahankan palatum durum (bagian bawah maksila) dan orbita. Apabila tumor sudah meluas ke jaringan lunak orbita (orbital involement) dilakukan tindakan tambahan berupa eksenterasi orbita.

a bStruktur yang di reseksi pada maksilektomi suprastruktur.(a) Tanpa eksenterasi orbita. (b). Dengan eksenterasi orbita

Teknik operasiTahapan operasi yang dilakukan hampir sama dengan maksilektomi inferior dan maksilektomi total, tetapi disini tidak dilakukan pemotongan tulang untuk mengeluarkan bagian bawah maksila. Dengan demikian palatum durum tetap utuh (intak).

Komplikasi Operasi Obstruksi jalan nafas kecuali telah dilakukan trakeotomi Komplikasi orbita Terpotongnya duktus nasolakrimalis Stenosis muara sakus lakrimalis, dapat mengakibatkan epifora Terbatasnya pergerakan otot ekstra okuler Tertekannya saraf optik selama mobilisasi spesimen atau reseksi kraniofasial Enoptalmos atau hipoptalmos Komplikasi luka operasi Perdarahan Infeksi Hilangnya flap rekonstruktif atau graft kulit Komplikasi dasar tengkorak Keluarnya cairan serebrospinal Meningitis, abses intrakranial Pneumosefalus Osteomielitis

Perawatan Pascabedah 1. Penderita di rawat inap. 2. Antibiotik. 3. Perawatan luka.

Maksilektomi Total

Tumor ganas yang sudah memenuhi seluruh rongga sinus maksila perlu tindakan operasi untuk mengeluarkan seluruh maksila (complete removal). Maksilektomi total juga di indikasikan untuk kasus tumor ganas sinus maksila yang sudah mengenai (ekstensi) dinding superior sinus (tulang dasar orbita) tetapi belum menginvasi ke periorbita atau jaringan lunak di rongga orbita (orbital involement).

Struktur yang di reseksi pada maksilektomi total

Pada kasus dimana tidak jelas apakah tumor sudah merusak (invasi) tulang dasar orbita, dilakukan terlebih dulu eksplorasi dengan cara membuat lobang di permukaan anterior maksila (maksilotomi eksploratif) menggunakan pahat bulat atau bor lalu dilihat kondisi dasar orbita dari sisi rongga sinus maksila, atau elevasi dasar orbita untuk melihat apakah tumor sudah menginvasi tulang dan merusak perios. Pada kasus tumor ganas sinus maksila yang sudah diketahui jelas adanya perluasan (infiltrasi) ke tulang dasar orbita, baik diketahui dari imaging atau ketika operasi sedang berlangsung / maksilotomi eksploratif dilakukan maksilektomi total. Tahapan operasi yang dilakukan (langkah 1 sampai 4) persis sama seperti maksilektomi infrastruktur hanya disini disertai pengangkatan tulang dasar orbita. Isi orbita masih tetap dipertahankan.:

Indikasi :Tumor agresif ganas atau jinak yang melibatkan sinus maxillary tanpa erosi irregular lantai orbita.Kontraindikasi :1. Komponen orbital tidak dapat dipreservasi (eksentrasi orbital yang diindikasikan) erosi lantai dan medial tulang orbit tersebut; dikarenakan oleh invasi periorbita, orbital apex, atau syaraf infraorbotal; atau dikarenakan oleh irradiasi pasca-bedah terhadap orbit untuk margin-margin yang dekat atau sisa tumor (irradiasi biasanya mengakibatkan mata yang tak-berfungsi).

2. Tumor-tumor dengan perluasan intrakranial (lihat reseksi wajah kranial, Prosedur 15).

Pertimbangan khusus :Treatment bedah dari jejas yang mendekati dinding posterior dari maxillary antrum hendaknya meliputi reseksi plat-plat pterygoid dan sekeliling otot-otot pterygoid.

Persiapan Pra-Bedah1. CT atau MRI dari daerah-daerah nasal dan paranasal.2. Pnecitraan hendaknya mendahului suatu biopsi untuk menghindari artifak bedah3. Tumor terlihat vascular atau yang dekat dengan pembuluh-pembuluh darah besar hendaknya dievaluasi melalui arteriografi.4. Tumor vascular hendaknya dibiopsi dalam ruangan pengoperasian.5. Jika dicurigai lymphoreticular tumor, jaringan baru untuk imprinting dan analisis immunohistochemical tersebut sangat diperlukan.

Alat :1. Electrosurgical cutting knife2. Bipolar cautery

Tips :1. Marsupialisasi dari ujung percabangan lacrimal sac sekeliling jaringan hidung memberikan drainase lacrimal yang memadai pada kebanyakan kasus.2. Enophthalmos dapat terjadi setelah reseksi dari lantai orbital. Selain intak periorbita, suspensi dengan skin graft, fascia lata graft, atau temporalis muscle flap dapat meminimumkan permasalahan ini.

Komplikasi :1. Epiphora atau dacryocystitis2. Diplopia atau enophtrhalmos3. Facial neuralgia

Perawatan pasca-bedah1. Sebuah rongga terbuka yang dikelilingi epithelium lebih disukai untuk memudahkan pembersihan dan pemeriksaan rongga tersebut. Membungkus rongga tersebut memegang graft atau flap dalam posisinya dan mencegah perdarahan yang berlebihan.2. Regional atau microvascular free flaps diindikasikan untuk memberikan menopang pada mata atau otak, untuk mengisolasikan kadar-kadar intracranial dari UADT, untuk pasien-pasien yang tidak sanggup merawat prothesis, atau untuk defek kulit yang besar.3. Suatu prosthesis yang telah dirancangkan dengan baik pada umumnya superior/unggul terhadap tissue flap untuk fungsi dan cosmesis.

Teknik Operasi1. Insisi kulit Weber Ferguson

2. Setelah preparasi jaringan lunak ke lateral sampai zigoma, flap pipi di retraksi denga haak sampai didapat akses ke fosa pterigomaksila. Selanjutnya mukosa di tepi lateral apertura piriformis di insisi, lalu insisi dilanjutkan ke tulang nasal. Nostril ala nasi di tarik ke medial dengan haak atau kain pita yang dilingkarkan melalui vestibulum nasi lalu di fiksasi di doek. Selanjutnya dilakukan irisan palatal di garis tengah secara vertikal dengan cara memasukan krom klem panjang ke rongga hidung lalu ditusukkan ke perbatasan palatum durum dan mole kemudian gergaji Gigly di rongga mulut ditarik ke luar melalui rongga hidung. Palatum durum di potong di garis tengah dengan gergaji Gigly. Pada kasus dimana tumor sinus maksila hanya menginvasi palatum durum di sebelah lateral dekat prosesus alveolaris, dilakukan pemotongan di dekat tumornya. Dengan demikian, sebagian palatum durum dibagian medial masih dipertahankan sehingga defek operasi di rongga mulut tidak terlalu besar.

3. Perios di rima orbita di insisi dengan pisau, lalu di preparer (dilepaskan) dari dinding bawah dan medial orbita. Isi orbita diangkat (elevasi) ke superior dengan haak tumpul.

4. Periorbita di medial orbita di preparer, lalu sakus lakrimalis dibebaskan dari perlekatannya di fosa lakrimalis. Preparasi periorbita diteruskanke lateral sampai di sisi medial fisura (nervus) infraorbitalis di rongga mata.. Bagian bawah sakus lakrimalis dipotong dengan pisau ukuran 15. Bagian tepi irisan dari sakus lakrimalis di jahitkan ke lateral (marsupialisasi) dengan benang kromik catgut 4/0, agar tidak stenosis.

4. Tulang dasar orbita di potong ke arah posterior sampai ke fisura infraorbitalis dengan menggunakan pahat (chisel), bor dangan mata bor berukuran 2 mm, atau gergaji Gigly. Mula-mula ditusukkan klem panjang bengkok (krom klem) dari bawah zigoma kearah fisura infraorbitalis inferior di rongga orbita, lalu kawat gergaji Gigly dipegang dengan klem tersebut kemudian ditarik keluar. Setelah itu, pahat yang agak bengkok (curved chisel) dengan tuntunan ujung jari diletakkan diantara bagian inferior pterygoid plates dan bagian belakang sinus maksilaris. Setelah yakin ujung pahat berada tepat di bagian belakang sinus maksilaris, dengan hati-hati dilakukan pemotongan. Jangan terlalu ke belakang oleh karena dapat mengenai pembuluh darah dan pleksus venosus besar di daerah ini. Tahap berikutnya, tulang maksila yang akan dikeluarkan digoyang seluruhnya kearah anterior sehingga terjadi fraktur dinding posterior sinus maksila. Palatum mole dan jaringan lunak yang melekat di tulang maksila dipotong dengan gunting. Dengan cara ini, seluruh tulang maksila dapat dikeluarkan

6. Perdarahan dihentikan dengan kauter atau di ligasi. Setelah perdarahan dapat diatasi, dilakukan evaluasi untuk melakukan kemungkinan rekonstruksi agar bola mata berada pada posisi yang normal (tidak turun kebawah). Beberapa alternatif yang dapat dipilih untuk mengganti dasar orbita yaitu transfer muskulus temporalis (temporal sling), transfer kartilago septum nasi, atau menggunakan bahan sintetis (lempeng silikon, dakron, dll). Setelah itu dilakukan pengambilan tandur alih kulit di paha yang kemudian dijahitkan ke bagian medial flap pipi dan raw area di bagian bawah orbita. Pemasangan tampon, dilanjutkan pemasangan obturator. Luka insisi dijahit lapis demi lapis.

Maksilektomi Radikal Dengan Eksenterasi Bola Mata

Prosedur operasi maksilektomi radikal sebenarnya sama seperti maksilektomi total, tetapi ditambah dengan tindakan eksenterasi orbita. Indikasi operasi ini, bila tumor ganas sinus maksila telah menginvasi periorbita dan orbital contents. Terkadang evaluasi imejing radiologis masih tidak jelas, sehingga keputusan untuk melakukan eksenterasi orbita harus diambil saat operasi sedang dikerjakan (durante operasionum). Tindakan operasi ini (eksenterasi orbita) sebaiknya dilakukan bekerjasama dengan dokter spesialis Mata.

Struktur yang di reseksi pada maksilektomi radikal disertai eksenterasi orbita

Indikasi :1. Tumor ganas dari sinus maxillary atau maxilla dengan perluasan superior kedalam orbit tersebut.2. Infeksi agresif dari sinus maxillary (invasive mucomycosis) dalam immunocompromised host.

Pertimbangan Khusus1. Keterlibatan orbit dari satu-satunya maya yang melihat2. Keterlibatan retrograde dari struktur-struktur intracranial atau cavernous sinus. 3. Perluasan tumor kedalam cavernous sinus atau nasofaringPersiapan Pra-bedah1. Evaluasi imaging komprehensif (computed tomography dengan contrast, dan gadolinium-enhanced magnetic resonance imaging) untuk mengevaluasi tingkat tumor tiga-dimensi.2. Memperoleh dan meninjau biopsi pra-bedah. Prosedur Caldwell-Luc atau endoscopic antrostomy bisa saja dibutuhkan untuk memperoleh sampel jaringan yang memadai.3. Konsultasi neuroophthamology pra-bedah.4. Meninjau ulang pasien yang melilbatkan multidisipli dan memperoleh masukan dari onkologi radiasi dan oncology medis.5. Evaluasi prosthetic maxillofacial untuk obturator bedah pasca-bedah dan prosthesis.6. Crossmatch darah pasien untuk 4 unit PRC.

Alat-Alat Khusus, Posisi, dan Anestesia1. Mayfield atau horseshoe head holder2. Headlight3. Recriprocating saw dengan bilah tipis (< 1 mm)4. Automatic vascular clip applier5. Armored endotracheal tube yang dipasang ke mandibular dentisi dari mandibula.

Petunjuk dan pokok penting1. Pengeluaran dari zygoma dalam menghasilkan suatu kontur halus daari defek eksenterasi dan bisa memudahkan rehabilitasi prosthetic.2. Otot temporalis bisa ditransposisi kedalam defek dan meniadakan kebutuhan rekonstruksi free flap.3. Jika kelopak mata bebas tumor, maka kelopak mata dapat digunakan untuk melapisi lagi defek tersebut.

Komplikasi :1. Intraoperative bradycardia bila optic nerve terpotong2. Keterlibatan dari basis cranii anterior yang tak terantisipasi (superior) atau sinus cavernous (posterior)3. Reseksi tumor inkomplit, sebagaimana diindikasikan oleh batas tumor.

Perawatan pasca-bedah1. Pemeliharaan oral hygiene dan perawatan defek maksilektomi.2. Perhatian khusus terhadap perlindungan sisi kontralateral, atau sisi mata yang tidak dioperasi. 3. Paresthesia dalam distribusi-distribusi V1 and V2

Teknik operasi1. Mula-mula dilakukan penjahitan palpebra superior dan inferior (tarsorafi) dengan benang sutera, dilanjutkan insisi rinotomi lateral. Insisi kulit dimulai dari aspek medial orbita kearah bawah menyusuri lateral hidung lalu melingkari ala nasi sampai ke filtrum ipsilateral, kemudian kebawah memotong bibir atas (lip splitting). Insisi di bagian atas dilanjutkan kearah lateral menyusuri bulu mata bagian bawah (subsilier) sepanjang palpebra inferior. Dibuat flap kulit diatas m. orbikularis okuli. Jaringan lunak diatas fosa kanina di preparer ke lateral, nervus infraorbitalis di klem lalu di ligasi. Flap pipi dilanjutkan ke lateral sampai tampak aspek lateral dari maksila.

Pada kasus yang membutuhkan keputusan untuk melakukan eksentersi bulbi, dilakukan eksplorasi dengan cara membebaskan dan mengangkat daerah periorbita yang dicurigai ada invasi tumor. Bila masih ada keraguan mengenai ada atau tidaknya perluasan tumor melewati periorbita, sebaiknya diambil sedikit jaringan untuk dilakukan pemeriksaan frozen section (VC). Apabila telah dipastikan secara avue adanya massa tumor tyang telah menembus perios orbita dan atau hasil VC yang positif ganas, diputuskan selain maksilektomi toital dilakukan juga eksenterasi bulbi/orbita.

2. Bilamana telah diputuskan melakukan eksenterasi orbita, ujung insisi di bagian atas (cephalad) diteruskan ke lateral secara horisontal tepat dibawah garis bulu mata pada palpebra superior lalu dibuat flap kulit diatas muskulus orbikularis okuli. Flap kulit ini nantinya dapat digunakan (sangat bermanfaat) untuk rekonstruksi orbita pasca bedah. Kulit bulu mata palpebra superior dan inferior di jahit dengan 2 jahitan benang sutera, atau di pegang dengan krom klem. Preparasi peri orbita diteruskan secara melingkar kearah dorsal. Pada saat preparasi periorbita di bagian medial (lamina papirasea) akan diitemukan arteri etmoidalis anterior, di klem lalu di ligasi (atau dengan menggunakan microclips), di kauter bipolar kemudian dipotong. Arteri etmoidalis posterior tidak usah dicari, tetapi bila diketemukan dilakukan perlakuan yang sama. Periorbita di preparer dan diangkat dari aspek lateral dan superior tulang orbita, kebawah sampai ke daerah setinggi fisura infraorbitalis, kemudian kembali ke apeks orbita mencari lokasi nervus optikus. Struktur yang keluar dari foramen optikum (a/v/n) di klem dengan right angled clamp, dipotong dengan gunting lalu di ligasi kuat dengan benang sutera. Dengan cara ini seluruh isi rongga orbita dapat dikeluarkan.

3. Pemotongan korpus maksila bagian superolateral. Klem bengkok (right angle clamp) ditusukkan secara oblik dari bawah zigoma menuju fisura infraorbitalis, ujung gergaji Gigly di klem lalu dilakukan pemotongan tulang. Selain gergaji Gigly, pemotongan tulang dapat menggunakan bor kipas (Strykers saw). Cara pemotongan seperti ini akan menyisakan sebagian arkus zigomatikus tetap intak. Selanjutnya dilakukan pemotongan tulang mulai dari os nasal ke atas lalu ke dorsal memotong lamina papirasea (tulang etmoid) sampai ketemu foramen etmoid anterior, kemudian belok ke antero-inferior menuju fisura infraorbitalis di dasar rongga orbita.

4. Pemotongan mukosa di sulkus bukolabialis diatas deretan gigi mulai dari bagian bawah vestibulum nasi sampai ke bagian dorsal maksila.Jaringan lunak diatas fosa kanina di preparer ke atas dan lateral sehingga terbentuk flap pipi.

5. Mukosa palatum durum di insisi vertikal di garis tengah dari anterior ke posterior sampai perbatasan palatum durum dengan palatum mole dengan kauter. Pada kasus-kasus dimana tumornya belum menginvasi tulang palatum durum ataupun alveolus, masih dimungkinkan mempertahankan mukosa palatum (flap palatum) yang nantinya dapat digunakan untuk menutup fistel antara sinus maksila dan rongga mulut. Pada setiap kasus perlu di evaluasi untuk menentukan apakah pterygoid plate perlu untuk diangkat bersama spesimen, atau tetap dibiarkan (tidak direseksi). Jika telah diputuskan untuk mengangakat/mengeluarkan pterygoid plate, maka terlebih dulu muskulus pterigoid harus dibebaskan dari perlekatannya di bagian dorsal maksila. Cara yang paling mudah yaitu menggeser prosesus koronoid dengan menggunakan rongeur secara perlahan sehingga ada celah yang cukup untuk melakukan palpasi pterygoid plate. Setelah ketemu, muskulus pterigoid dipotong dengan kauter setinggi pterygoid plate. Selanjutnya dengan tuntunan jari telunjuk, sebuah pahat digunakan untuk memisahkan bagian atas pterygoid plate dari basis kranii. Pada kasus dimana diputuskan untuk mempertahankan pterygoid plate, maka tidak perlu memotong/mematahkan atau menggeser prosesus koronoid agar dapat memisahkan otot-otot pterigoid dari pterygoid plate. Dilakukan palpasi ujung jari, lalu pahat yang agak bengkok (curved chisel) diletakkan diantara aspek inferior pterygoid plates dan bagian belakang sinus maksila, kemudian dilakukan pemisahan bony junction antara pterygoid plates dan sinus maksilaris. Selanjutnya palatum durum dipotong dengan gergaji Gigly secara vertikal sesuai dengan insisi mukosa yang telah dibuat sebelumnya. Irisan ini paling baik dilakukan melalui daerah kaninus pada sisi ipsilateral, terkecuali bila diperlukan reseksi tumor yang lebih banyak. Ini penting diketahui agar ada tambatan untuk pemasangan prothesis gigi kelak dikemudian hari. Dengan menggoyang spesimen yang akan dikeluarkan kearah anterior disertai pemotongan jaringan lunak yang masih melekat dengan gunting, maka seluruh tulang maksila termasuk lantai orbita dapat dikeluarkan.

6. Hemostasis, kemudian defek operasi diletakkan kasa lebar lalu rongga di isi tampon yang mengandung antiseptik atau antibiotik. . 7. Pengambilan tandur alih kulit dari paha, kemudian diletakkan di sisi medial flap pipi lalu dijahit.8. Pemasangan obturator9. Luka insisi kulit dijahit lapis demi lapis, diolesi salep antibiotika lalu ditutup kain kasa steril dan di plester.

TIROIDEKTOMI

Macam operasi tiroid :

1.Lobektomi subtotal: pengangkatan lobus tiroid yang mengandung jaringan patologis dengan meninggalkan sebagian kecil jaringan tiroid bagian distal.2.Lobektomi total: disebut juga sebagai hemitiroidektomi atau ismulobektomi yaitu mengangkat satu lobus tiroid.3. Tiroidektomi (strumektomi) subtotal: yaitu mengangkat sebagian kelenjar tiroid yang mengandung jaringan patologis, meliputi kedua lobus tiroid.4. Tiroidektomi near total: yaitu apabila mengangkat seluruh lobus tiroid yang patologis berikut sebagian besar lobus tiroid kontra lateral (hanya meninggalkan sedikit jaringan tiroid)5. Tiroidektomi total: yaitu mengangkat seluruh kelenjar tiroid.6. Operasi tiroid yang diperluas (extended)

Persiapan Operasi

No.Jenis alatJumlah No.Jenis alatJumlah

1.Baki instrumen11.Alkohol 70%

2.Doek pembungkus dalam & luar22.Pehacain dan lidokain23

3.Klem disinfeksi13.Kasa steril 2 inchi10

4.Pegangan pisau + mess14.Benang dermalon 2.02 bh

5.Klem arteri65.Benang dexon 3.02 bh

6.Klem bengkok sedang66.Hypafix

7.Klem kocher lurus kecil47.Redont drain1

8.Haak Langenbeck kecil28.Spuit 10 cc1

9.Rough haak sedang29.Betadine

10.Gunting lurus & bengkok2

11.Gunting jaringan 1

12.Needle holder1

13.Pinset chirurgis biasa & halus2

14.Pinset anatomis1

15.Elektrode diatermi1

16.Kabel diatermi1

17.Kanula suction sedang1

18.Doek klem6

19.Baskom bengkok2

Teknik Operasi :

1. Posisi telentang dengan kepala hiperekstensi, letakkan bantal di bawah pundak. Dengan posisi tersebut maka kelenjar tiroid akan tampak lebih jelas / menonjol. Gambar :

2. Membuat garis petanda (marker) dengan methylen blue atau benang zyde 0.2, ditekankan pada kulit dengan jarak 2 cm atau 2 jari di atas fosa jugularis.

3. Insisi kulit dibuat sesuai dengan marker sepanjang 10 cm (tergantung besar kecilnya struma). Insisi yang lebar akan memudahkan langkah operasi. Selanjutnya (terutama bagi pemula) insisi diperdalam memotong subkutis dan m. platisma.

Gambar :

4. Dengan bantuan asisten mengangkat pinggir irisan ke atas kira-kira dengan sudut 60 menggunakan 2 buah haak tajam. Pada level fasia koli superfisialis dibuka dengan gunting ke arah atas sampai prominentia kartilago tiroid dan ke bawah sampai dengan jugulare. Kemudian flap di-teugel ke atas dan ke bawah dengan menjahitkan ke kain dengan benang sutera 2.0.

5. Tahap selanjutnya dengan memegang m. pretrakealis (m.sternohioid dan m. sternotiroid) fasia koli superfisialis dibuka pada garis tengah dengan gunting dan otot pretrakealis dipisahkan ke lateral. Dengan demikian akan tampak jaringan tiroid. Kadangkadang diperlukan pemotongan otot-otot pretrakea dan harus dijahit kembali (pada kondisi leher pendek / gemuk / kaku atau pun struma besar).

6. Tiroid diluksir secara gentle (hati-hati) ke arah luar dengan jari telunjuk (sebaiknya anestesiologis diberitahu agar diperdalam anestesinya). Tiroid yang telah keluar dipegang asisten dan m. pretrakealis ditekan ke lateral dengan retraktor Langenbeck.

Gambar:

7. Identifikasi arteri dan vena tiroidea superior pada kutub atas tiroid, kemudian di klem (2 klem), dipotong dan diligasi (a. tiroidea superior adalah cabang a. karotis eksterna). Pemotongan harus hati-hati karena ada n. laringeus superior. Kutub atas tiroid dibebaskan secara tajam dan pisahkan kelenjar para tiroid bagian atas.

8. Identifikasi a. tiroidea inferior pada sisi lateral pertengahan kelenjar tiroid, diklem, dipotong dan diligasi. Identifikasi saraf rekuren yang berjalan pada sulkus trakeoesofagus dari bawah ke atas menyilang di profundus (ada banyak variasi persilangan antara n. rekuren dan a. tiroidea inferior). Nervus laringeus inferior (rekuren) masuk ke dalam laring di daerah kriko tiroid bagian belakang.

9. Kelenjar paratiroid diidentifikasi dan diselamatkan, v. tiroidea inferior pada kutub bawah tiroid diligasi pada 2 tempat dan dipotong.

10. Untuk melakukan lobektomi subtotal, maka jaringan kelenjar tiroid di bagian medial tumor diklem (untuk marker) di atas n. rekuren, dan kelenjar paratiroid atas dan bawah. Dengan bantuan klem bengkok dilakukan pemotongan jaringan tiroid di atas klem tersebut ke arah horizontal menuju trakea sampai batas medial lobus tiroid kontra lateral, perdarahan dirawat.

11. Ismus kemudian diklem dan dipotong pada batas lobus kontra lateral dan dilakukan penjahitan ikat.

12. Kontrol perdarahan.13. Pasang drain ditembus ke kulit.14. Fasia superfisialis dijahit, kemudian subkutis dijahit simpul.15. Kulit dijahit jelujur subkutikuler.

LOBEKTOMI SUBTOTAL

1. DefinisiLobektomi subtotal adalah operasi pengangkatan sebagian jaringan dari satu sisi lobus tiroid. Struma nodusa non toksika adalah pembesaran kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala hipertiroidi.Struma nodusa non toksika dapat berupa satu benjolan saja (uninodusa) atau beberapa benjolan (multinodusa). Terjadinya benjolan tersebut dapat karena perubahan gagalnya kompensasi tiroid (kekurangan diet iodium, gangguan metabolisme iodium) atau karena proses penyakit pada tiroid itu sendiri (tiroiditis kronis, neoplasma jinak/ganas).Keluhan penderita umumnya adalah adanya benjolan pada leher bagian depan bawah, ikut bergerak waktu menelan. Struma yang besar dapat memberikan gejala penekanan pada trakea (obstruksi jalan nafas atas) dan atau esofagus (gangguan pasase bolus).Pada tumor yang ganas, dapat ditemukan keluhan parau (penekanan atau infiltrasi pada n. Laringeus inferior) maupun tumor koli (metastasis regional).Dalam kaitan menegakkan diagnosis dan pengobatan, diperlukan beberapa disiplin ilmu yang terkait, a.l. : endokrinologi, patologi anatomi, dan radiologi.

2. Indikasi operasi Struma uninodusa nontoksika Nodul tiroid unilateral

3. Kontra indikasi Karsinoma tiroid anaplastik Karsinoma stadium lanjut (inoperabel)

4. Diagnosis banding Tiroiditis kronik Duktus tiroglosus persisten Kista tiroid Struma adenomatus

5. Pemeriksaan penunjang1. Laboratorium darah : Hb, WBC, SGOT, SGPT, BUN, serum kreatinin, GDA, HbsAg2. Faal tiroid : TSH, T3, T4 3. FNAB tiroid4. Foto polos dada, USG tiroid5. EKG

Persiapan pra operasi :Anamnesis Jelaskan prosedur dan standar operasi pada pasien/keluarganyaJelaskan tujuan operasi dan hasil yang akan diharapkanPemeriksaan fisikEvaluasi indikasi dan kontra indikasiPemeriksaan penunjangInformed consentKonsultasi ke Departemen AnestesiPuasa minimal 6 jam sebelum operasiFollow up dan rehabilitasi

Teknik operasi, diseksiMemeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi.Pembiusan dengan endotrakeal, posisi kepala hiperekstensi dengan bantal di bawah bahu penderitaDesinfeksi lapangan operasi dengan larutan antiseptik, kemudian dipersempit dengan doek steril.Dilakukan tiroidektomi subtotalTeknik Operasi Lobektomi Subtotal1. Pasien dalam posisi supinasi dengan kepala hiperekstensi dengan bantal di bawah pundak2. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine, lalu dipersempit dg doek steril3. Membuat marker 2 jari di atas jugulum dengan benang silk 1.0, selanjutnya dilakukan insisi dan diperdalam hingga m.platisma4. Dibuat flap ke atas sampai kartilago tiroid dan ke bawah sampai jugulum, kedua flap diteugel ke atas dan ke bawah pada doek5. Fasia koli superfisial dibuaka pada garis tengah dari os hyoid sampai jugulum6. Otot pre trakealis (sternohioid dan sternotiroid) kanan kiri dipisahkan ke arah lateral dengan melepaskannya dari kapsul tiroid7. Kelenjar tiroid dilakukan pengukuran, konsistensi, jenis nodul dan adanya lobus piramidalis atau abnormalitas8. Ligasi dan pemotongan v. Tiroide media, dan a. Tiroidea inferior sedikit proksimal dari percabangannya, hati-hati agar tidak mengganggu vaskularisasi dari kelenjar paratiroid9. Identifikasi n. Rekuren pada sulkus trakeoesofagus di bawah kelenjar tiroid dan terletak diantara kapsul posterior tiroid dan a. Tiroidea inferior10. Identifikasi kelj. Paratiroid pada permukaan posterior kelj. Tiroid berdekatan dengan a. Tiroidea inferior11. Kutub atas kelj. Tiroid dibebaskan dari kartilago tiroid mulai dari posterior dengan identifikasi cabang eksternal n. Laringeus superior dengan memisahkannya dari a & v tiroidea superior. Kedua pembuuh darah tsb diligasi dan dipotong. Kemudian lobus tiroid dapat dibebaskan dari dasarnya dengan meninggalkan intak kelj paratiroid beserta vaskularisasinya dan n. rekuren12. Perdarahan yang masih ada dirawat, kemudian luka pembedahan ditutup lapis demi lapis dengan meninggalkan drain redon

Komplikasi operasiDurante operasi : Perdarahan Krisis tiroid Lesi n. laringeus inferior

Dini pasca operasi : Perdarahan Trakeomalasia Tiroid krisis Lesi n. Laringius superior Paresis n. Laringeus rekuren

Lambat : Hipoparatiroidi Hipotiroidi Fibrosis jaringan peri-tiroid

Perawatan pasca operasia. Sangat penting mengawasi perdarahan, evaluasi drain tiap hari b. Periksa tekanan darah, pernafasan dan nadi secara berkalac. Observasi tanda-tanda hipokalsemia dan hipotiroidid. Pemberian antibiotika dan obat simtomatike. Hari ke-2 atau produksi < 25 cc/harif. Jahitan diangkat hari ke-7

PAROTIDEKTOMI

Instrumen yang diperlukan a. Sterile scalpel blades no : 15 b. Scalpel handle c. Surgical scissors blunt/blunt, curved (Cooper) d. Choanal forcep e. Cautery bipolar f. Raspatorium g. Dissecting scissor, curved (Metzenbaum)/dissecting scissor for plastic surgery Gorney/scissor, delicate (Chadwick) h. Vessel and tendon scissors, curved and straight (Stevens) i. Standard tissue forcep j. Dissecting forcep, delicate (Adson); dissecting, nontraumatic forcep k. Hemostatic, delicate forcep/klem, straight and curved (Halsteid-mosquito) l. Hemostatic forcep standard (Adson, Leriche) m. Dissecting and ligature forceps (Baby-Overholt and Baby-Mixter) n. Bulldog clamps (DeBekey) o. Dressing and sponge forcep (Rample) p. Towel clamps (Backhaus) q. Retractor Lagenbeck-Green dan Wound and vein retractors (Kocher/Cushing) r. Needle holder DeBekay, Sarot s. Deschams ligature needle, blunt t. Sponge forceps, curved (Duplay) u. Jarum dan benang (dexon)

Butir Penting: a. Operasi parotidektomi sangat dianjurkan dengan bius umum b. Irisan kulit: Apapun jenis parotidektomi irisan harus mengacu pada parotidektomi total c. Syaraf fasialis mernpakan organ yang sangat penting pada operasi parotis. Tumor Parotis jarang yang menginfiltrasi syaraf, sehingga pengangkatan syaraf fasialis harus dipertimbangkan dengan masak d. Identifikasi syaraf fasialis sangat penting pada operasi parotis. Ada beberapa cara/pendekatan untuk mengidentifikasi syaraf fasialis, salah satunya dengan cara standart yaitu : 1) Identifikasi saraf fasialis utama (main trunk) saraf fasialis pada keluarnya syaraf fasialis dari foramen stylomastoideus. Syaraf fasialis biasanya menyilang prosesus stylomastoideus, jangan sampai keliru dengan ligamentum yang berasal dari prosesus stylomastoideus yang warnanya putih, sama dengan wama syaraf, bila ragu-ragu pandangan operasi diperluas. Keuntungan dari cara ini adalah dapat menemukan langsung saraf utama. 2)Indentifikasi saraf fasialis yang perifer, kemudian diikuti ke proksimal sampai menemukan saraf fasialis utama. Keuntungan dari cara ini lebih mudah dan mengurangi kemungkinan terjadinya trauma pada syaraf utama. 3)Identifikasi syaraf fasialis melalui operasi mastoidektomi. Cara ini digunakan bila tumor telah menjerat syaraf sehingga sebagian syaraf fasialis harus dikorbankan. Apapun cara/pendekatan parotidektomi dianjurkan untuk mengurangi trauma pada syaraf fasialis

Parotidektomi Superfisial

Pengangkatan kelenjar parotid bagian lateral terhadap syaraf wajahIndikasi1. Keganasan tumor parotis jinak dan low grade2. Sialadenitis atau sialolithiasis dari dari parotis berulang3. Reduksi kosmetik dari pembesaran kelenjar menjadi sialosis atau kondisi-kondisi lainnya4. Pembuangan dari kelenjar parotis pada area yang diketahui atau di curigai adanya metastasis.

Kontraindikasi1. Pengobatan tumor yang moderate atau high grade kelenjar parotis.2. Keganasan kelenjar parotis yang jinak yang terletak pada daerah inferior terutama pada daerah kelenjar parotis yang berhubungan dengan kelenjar yang berdekatan Pertimbangan Khusus1. Pada pencitraan perioperative , jika didapatkan adanya tumor yang tidak bergerak bebas atau tidak didapatkan pada perabaan.2. Pemeriksaan aspirasi berjarum-halus (FNAB) sangat membatu3. Pada umumnya pemeriksaan sialografi tidak berguna4. Pemeriksaan histologi tumor penting dan perlunya penegakan diagnosis dari Frozen section

Alat Khusus, Posisi, dan Anestesia1. anestesia umum dengan pemasangan ETT (Endotracheal tube)2. Posisi Trendelenburg 30o, dengan telinga, leher, parotid, sudut mulut, dan sudut mata yang terekspos3. Penentuan golongan darah dan crossmatching darah tak-perlu dilakukan sebelum operasi4. Cautery bipolar5. Klem bengkok dan klem lurus

Petunjuk penting1. Penggunaan stimulator syaraf wajah tidak di perlukan kecuali saat dilakukan operasi ulang.2. Operasi ulang kelenjar parotis harus dilakukan dengan melakukan monitoring saraf wajah pada saat operasi berlangsung.3. Untuk mengidentifikasi n. Facialis menggunakan landmark pointer kartilago tip mastoid dan posterior belli dari otot Tympanomastoid suture line pada umumnya bukanlah suatu petunjuk yang berguna untuk mengidentifikasikan syaraf wajah tersebut.4. Sutura timpanomastoid secara umum tidak membantu dalam mengidentifikasi n. facialis5. Persiapan melakukan parotidektomi retrograde jika posisi tumor terletak pada daerah yang terisolasi dari cabang utama n. Facialis.6. Arteri postauricula atau cabang yang melewati dari cabang utama n. Facialis dan yang dapat menjadi sumber perdarahan jika tidak dapat diidentifikasi dengan tepat dan sudah di ligasi; hindari kerusakan cabang utama n. Facialis7. Dengan observasi oleh asisten terhadap twitching dan gerakan pada wajah secara umum lebih membantu daripada menggunakan stimulator n. facialis.8. Hindari pembuatan flap posterior dari daerah infra auricula yang terlalu tipis ataupun terlalu panjang untuk menghindari nekrosis dari kulit.9. Infeksi setelah operasi parotidectomy jarang ; pemberian antibiotik sebelu operasi hanya di berikan jika terdapat riwayat sialadenitis sebelumnya.

Komplikasi1. Parese atau paralisis pada wajah seringkali terjadi pada teknik yang buruk dan kegagalan untuk menemukan cabang dari spersarafan yang kecil. 2. Perdarahan dan hematoma dapat secara signifikan mempengaruhi jalan nafas3. Kebocoran air liur yang menetap atau terbentuknya sialocele sangat jarang terjadi4. Syndrome Frey5. Nekrosis pada flap

Perawatan setelah operasi1. Drain hemovac biasanya dipertahankan selama 24 jam2. Balut tekan pada luka, melihat kondisi luka dan penggantian verband yang baru 1 hari setelah operasi

Teknik Operasi:l. Insisi kulit Mula-mula dibuat garis insisi kulit dengan metilen biru berbentuk huruf S (cervico-mastoid-facial incision, dikenal sebagai modifikasi insisi kulit dari Blair), atau Y yaitu dimulai dari antero-superior tragus, kebawah melingkari lobulus sampai ke area post aurikuler, lalu di bagian bawah garis insisi tersebut didekat lobulus dibuat insisi melengkung kebawah sampai bawah ramus mandibula kemudian ke anterior (menuju kearah tulang hioid). Dilakukan penyuntikan (infiltrasi) dibawah kulit dengan akuades (sebagai pengganti lidokain 2% dan adrenalin 1 / 200.000) sebanyak 5-10 ml, kemudian insisi kulit dengan pisau (no.15) sesuai dengan garis yang telah dibuat sebelumnya.

In