buku generasi masyarakat islami

63

Upload: anas-wibowo

Post on 10-Aug-2015

281 views

Category:

Leadership & Management


2 download

TRANSCRIPT

GENERASI MASYARAKAT ISLAMIPengantar

Segala puja dan puji bagi Allah SWT. Shalawat beriringkan salam kami haturkan untuk hamba sekaligus Rasul-Nya, Muhammad bin Abdullah SAW. Seorang penutup para nabi dan Rasul. Semoga keselamatan juga Allah berikan kepada keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengajak manusia menuju agama Allah dan mengikuti semua ajarannya sampai hari akhir nanti.

Demikianlah,Yang dimaksud dengan generasi muda Islam adalah sebuah generasi yang telah melewati masa kecil, remaja dan kemudian beranjak dewasa. Sebenarnya, dalam beberapa buku yang mengetengahkan tentang ilmu bahasa dikatakan bahwa sinonim generasi muda ( yang (الشاب) adalah generasi remaja (الناشئbelum mencapai fase dewasa (الرجولة). Generasi ini akan tumbuh dalam sebuah benturan peradaban (clash of Civilization) yang sangat akut. Dan sebelum menguasai sebuah lingkungan sosial, sebuah peradaban terlebih dahulu akan menguasai individu-individu masyarakat yang tinggal di lingkungan tersebut.

Generasi muda muslim yang hidup pada zaman sekarang benar-benar telah terperangkap dari berbagai sudut. Dimulai dari benturan budaya, penyimpangan ajaran, permusuhan peradaban, tersebarnya berbagai penyakit dan kesesatan, juga berbagai pertentangan yang tidak terhitung jumlahnya. Semuanya itu telah menenggelamkan generasi muda yang polos dan tidak tahu apa-apa ke dasar laut yang sangat dalam dan berombak besar.

Akhirnya, pemuda tidak berdaya ini terombang-ambing terbawa arus ombak. Setiap kali tangannya menggapai-gapai meminta pertolongan, tidak ada satupun orang yang dapat melihatnya. Dan setiap kali ada uluran tangan yang mencoba meraih dan menolongnya, tiba-tiba tangan yang lebih kuat menarik, mencengkram dan membawanya tenggelam lebih dalam ke dasar lautan!

Pemuda ini akan dikelilingi oleh ide pemikiran yang akan menggoda dan menipunya.

Sehingga, yang ada di hadapannya hanyalah kebohongan, kepalsuan, cerita fiktif dan berbagai semboyan bohong yang dibelakangnya tidak lain hanyalah ular berbisa. Mereka dikelilingi oleh berbagai hal yang menyimpang dari Islam, hukum-hukum Allah, dan kebenaran wahyu. Ironisnya, mereka akan terperangkap masuk begitu saja ke dalam sebuah kubangan syaitan, hanya untuk meraih kenikmatan dan permainan yang memabukkan. Sehingga, pada akhirnya mereka akan terkena cakar sang pemburu dan masuk ke moncong musuh-musuhnya!

Kebohongan dan kebohongan terus bergulir, memasuki kehidupannya. Mulai dari lingkungan di mana ia tinggal, masyarakat di mana ia hidup, bahkan berbagai pelajaran yang sangat penting dan ia butuhkan dalam menjalani hari-harinya. Semua penulis telah membohongi dan mendorong pemuda untuk berbohong. Bahkan, menjauhkan pemuda tersebut dari ajaran Islam. Sebuah ajaran yang membahas tentang alam raya, kondisi sebuah masyarakat dan individu-individu yang tinggal di dalamnya. Padahal, hukum-hukum Allah adalah sebuah ajaran yang sangat berharga. Karena terkait dengan kesadaran rasionalitas. Dan unsur tersebut akan membawa manusia pada puncak ilmu pengetahuan.

Apa tujuan di balik kebohongan tersebut? Mengapa mereka berusaha menyeret generasi muda menjauh dari ajaran Islam? Jawabannya hanya satu! Untuk mempertemukan mereka dengan ajaran materialis murahan! Ajaran inilah yang selalu dipergunakan oleh para pembantu syaitan sebagai sarana untuk menciptakan dunia gemerlap dan pendorong hawa nafsu hewani. Sehingga, manusia akan melupakan sisi kemuliaannya dan kehormatannya. Mereka akan terjebak dalam dunia bebas sebagai manusia yang tidak terhormat!

Sayangnya, setiap kali orang-orang beriman mengajak generasi muda menuju jalan kebenaran, sekaligus menjelaskan bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang benar. Maka, orang-orang materialis dan menyesatkan akan mencoba untuk memerangi kalangan beriman dan menyeret generasi muda Islam untuk semakin jauh dari ajaran Islam dan tujuan hidupnya. Padahal, kalangan beriman telah menjelaskan kepada para pemuda tersebut bahwa ajaran Islam adalah sebuah ajaran yang menggambarkan tentang tatanan hukum alam raya, sistem masyarakat dan individu manusia. Sebuah ajaran yang berasal dari

1

wahyu Allah dan dibenarkan oleh logika manusia.

Peperangan yang dikobarkan oleh kaum materialis ini —sebagaimana diketahui oleh para pengikutnya— dilakukan dengan cara mengklaim diri mereka sebagai kaum reformis. Mereka selalu berusaha untuk memutarbalikkan nilai kebenaran dan menuduh para ulama sebagai orang yang terlalu berlebih-lebihan, terbelakang, tidak dapat mengikuti laju kehidupan yang terus bergulir, orang-orang yang hidup dalam dunia kemunduran dan masa lalu. Sehingga, mereka menilai bahwa kaum beriman tidak dapat menatap kondisi zaman yang tengah dijalani dan masa depan yang akan dihadapinya. Ironisnya, tidak jarang pertempuran sengit ini memojokkan dan melemparkan mereka sendiri ke dalam jurang kekalahan.

Dari pergolakan ini, akhirnya generasi muda muslim pada zaman sekarang tercemari akidah sekularisme, liberalisme, kapitalisme dan hedonisme. Karena, kecemerlangan berpikir mereka telah dirampas oleh orang-orang yang menyesatkan tersebut dengan berbagai cara. Sehingga, tidak jarang mereka telah dibawa dan dipaksa untuk mengenal sebuah keyakinan baru dan pondasi ajaran yang asing, juga bertentangan dengan keyakinan yang selama ini mereka pegang. Di samping itu, mereka juga akan dicekoki oleh nilai-nilai yang akan membahayakan kehidupan yang tengah dan akan dijalaninya. Maka, di manakah manusia yang lepas dari belenggu penghambaan kepada sesama manusia di tengah berbagai gempuran media massa yang menyesatkan?

Berbagai media informasi dan jaringannya yang berada di seluruh dunia, kini berada dalam kekuasaan musuh-musuh Islam. Mereka memerangi agama ini dengan berbagai ide pemikirannya. Mereka terus menyebarkan racun sekularisme, menghancurkan agama dan orang-orang yang bernaung di bawahnya. Menuduh orang-orang yang memegang agamanya secara kuat dengan tuduhan sinis bahwa mereka adalah orang-orang terbelakang dan mundur. Dan tak lupa, itu semua mungkin terjadi karena kekuasaan para penguasa batil, para penguasa hukum thoghut di negeri-negeri muslim. Maka, di manakah generasi muda Islam yang memperjuangkan berkuasanya sistem Islam?

Pada umumnya, berbagai media informasi di seluruh dunia memiliki misi yang bertentangan dengan ajaran Islam. Misi yang

secara sengaja mereka lancarkan untuk memusuhi Islam ini bertujuan untuk mematikan gerak manusia untuk menerapkan petunjuk-petunjuk Allah. Sehingga, mereka tidak dapat mengambil keputusan kecuali aturan kufur dan ajaran sesat yang telah disodorkan ke hadapan mereka. Akhirnya, para pemuda Islam tidak dapat berkata tidak. Karena, mereka terlanjur terkena racun yang membutakan mata mereka dari kebenaran. Hingga mereka menjadi mangsa iblis! Dan para pemuda yang berusaha untuk menolak perintah mereka, harus rela untuk diklaim sebagai orang yang terbelakang dan tidak dapat menatap masa depan, pintu kemajuan dan perkembangan! Namun itu hanyalah tuduhan dari para pengikut setan.

Kita akan mencukupkan kisah media informasi dan seluruh jaringannya di seluruh dunia sampai di sini. Karena, tidak ada manfaatnya kita memperpanjang permasalahan ini. Di samping, terlalu banyak peristiwa, tokoh dan jaringan yang harus dibahas. Sehingga, kita tidak dapat menyajikannya dalam tulisan pengantar ini. Bahkan, tema ini tidak akan cukup untuk ditulis dalam buku ini secara keseluruhan.

Berbicara tentang Zionisme global, bagaimana orang-orang yang memimpin organisasi tersebut, tentara salib dalam wajah baru, atheisme dan semua produk sempalan yang lahir dari tiga serangkai yang menebar nilai negatif ini. Berarti, kita berbicara mengenai tiga organisasi besar yang telah menguasai berbagai media informasi dan jaringan di seluruh penjuru dunia. Dan sebenarnya, semuanya bertujuan untuk menghambat laju perjalanan manusia ke arah masa depan. Mereka telah memasukkan kita ke dalam sebuah dunia yang disebut dengan imperialisme global. Maka, di manakah generasi muda muslim yang memperjuangkan masa depannya sendiri? Menyelamatkan diri dan umat dari kebobrokan sistem kufur? Menyelamatkan diri dan umat dari api neraka?

Dewasa ini, ada sebuah kekuatan yang telah menguasai alam global. Kekuatan ini telah menguasai dunia pemikiran, kebudayaan, sosial, politik dan ekonomi. Dan misi mereka adalah mengajak seluruh manusia pada umumnya dan generasi muda pada khususnya untuk meninggalkan rahmat Allah yaitu ideologi (akidah dan syariah) Islam. Tidak hanya itu, kekuatan ini juga mendorong mereka untuk menolak terbentuknya struktur keluarga, undang-undang Islam, kedudukan kedua orang tua dan pendidikan Islam dalam

2

mendidik anaknya. Dan yang terakhir, mereka juga akan merampas akal sehat yang merindukan rahmat syariah Allah!

Unsur utama yang mendorong penolakan ini selalu bersembunyi di balik semboyan-semboyan yang berisikan kebohongan, seperti: kebebasan pribadi dan memerdekakan diri dari ikatan-ikatan agama dan sosial. Sehingga, penganut semboyan ini akan memiliki kecenderungan untuk menolak keyakinan dan hukum dari Allah. Tidak hanya itu, mereka juga tidak mempercayai pertanggungjawaban atas perbuatan dan membuang keimanan pada hari Akhirat. Bahkan, mereka akan mengedepankan nilai-nilai materialis dan segala sesuatu yang bersifat sementara dan khayalan belaka!

Begitulah, pada akhirnya seorang pemuda harus tetap hidup dan berjalan dalam corak kehidupan yang menghimpit tersebut. Sehingga, mereka seolah tidak memiliki pilihan lain kecuali menerima dan menjalani segala sesuatu yang telah disodorkan. Seandainya mereka berusaha untuk menolak, maka mereka akan segera dibuang dan disingkirkan bersama berbagai pendapat yang dianggap oleh orang-orang sesat sebagai sampah dan peninggalan masa kemunduran.

Generasi muslim sekarang, adalah generasi miskin. Dalam artian, sekalipun mereka memiliki cita-cita mulia dan mengagungkan nilai-nilai kebaikan, mereka tidak memiliki keimanan yang cukup untuk memperjuangkan Akhirat mereka dengan menerapkan seluruh syariah Allah. Atau, mereka lupa dengan kondisi lingkungan yang carut marut ini. Sehingga, tanpa disadari mereka telah tersesat dan terlempar jauh dari ajaran dan hukum Islam. Mereka memilih-milih mana di antara ayat-ayat Allah yang mereka sukai. Padahal, sikap dan keyakinan seperti itu memecah belah persaudaraan Islam.

Buku ini akan mencoba untuk menunjukkan kepada generasi muda Islam, keluarga dan masyarakat muslim untuk memfungsikan berbagai media dan metode yang dapat mereka jadikan sarana dakwah. Sehingga, mereka dapat membentengi diri dari berbagai ajaran yang menyesatkan. Memberikan masukan-masukan pengetahuan dan ajaran yang benar untuk menyehatkan kembali hati dan akal mereka. Di samping itu, mereka juga harus mampu menggambarkan strategi hidup yang akan dijalaninya. Yaitu, dengan mempergunakan metodologi keislaman yang lengkap, sempurna dan termaktub dalam kitab

Allah (al Qur’an), Sunnah Rasul-Nya dan berbagai pengalaman berharga yang mewarnai perjalanan hidup beliau.

Itulah media dan metode yang seharusnya dipergunakan oleh setiap generasi muda muslim. Bahkan, masyarakat muslim secara keseluruhan. Agar mereka dapat menerangi jalan yang akan dilaluinya di dunia dan merealisasikan berbagai tuntutan Sang Pencipta yang akan memberikan keselamatan abadi.

Buku ini —dengan izin dan pertolongan Allah— akan menerangkan berbagai metodologi Islam dalam mendidik generasi muda dan tua dalam menjaga kehidupan mereka sepanjang hayat. Bahkan, sebelum manusia itu lahir. Dengan tujuan, untuk menjaga keberadaan mereka agar tetap mendapatkan yang terbaik di dunia dan akhiratnya.

Metode tersebutlah yang telah menetapkan kriteria-kriteria tertentu untuk menetapkan siapakah yang akan menjadi ibu bagi anak-anak manusia. Menetapkan cara-cara yang benar untuk mendidik mereka. Pada hari pertama sang ayah melantunkan adzan di telinga kanan dan iqamat di telingan sebelah kiri. Dari situ, orang tua mulai mendidik dan membesarkan putra-putrinya sampai menginjak dewasa. Itulah nilai keagungan sebuah metode dan cara pendidikan dalam Islam.

Buku ini —dengan idzin Allah— akan menerangkan kepada orang tua bagaimana cara mendidik putra-putri Islam dengan baik dan benar dan bagaimana membesarkan mereka sampai menjadi seorang pemuda. Buku ini juga akan memberikan informasi bagaimana cara mendidik jiwa dan kepribadian seseorang. Petunjuk dari Allah telah tersedia maka kitalah yang melangkahkan kaki dengannya. Oleh karena itu, didiklah diri anda sendiri dengan mempergunakan ajaran Islam yang tidak akan dapat ditandingi oleh ajaran dan metode yang diterapkan manusia seperti sekarang ini.

Sebuah kaidah singkat, padat, penuh arti dan makna. Metode pendidikan seperti itu termaktub dalam firman Allah: “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.” [QS. Al Qiyaamah: 14-15] Dan berdasarkan sebuah hadits yang memiliki nilai yang sangat luas: “Hitunglah semua yang telah engkau lakukan sebelum engkau

3

dihitung. Dan timbanglah amalanmu sebelum Allah menimbangnya.”

Buku ini juga akan memberikan jalan kepada anda yang tengah memimpin dan mengurus permasalahan orang lain bahwa metode yang disodorkan oleh Islam telah mengajak para pendidik dengan ayat-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [QS. Al Tahriim: 6]

Selain itu, terdapat juga hadits Rasulullah yang menguatkan metode pendidikan ini: “Setiap diri kalian adalah pemimpin. Dan setiap kalian akan bertanggung jawab atas semua yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin yang bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin yang bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya yang bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam menjaga harta tuannya yang bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Oleh karena itu, semuanya itu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas semua yang dipimpinnya.” [HR. Bukhari dan Muslim]

Buku ini juga memberikan peringatan kepada para hakim muslim yang berada di seluruh belahan dunia Islam bahwa agama merupakan nasehat yang telah diberikan oleh Allah, Rasul-Nya dan seluruh para pemimpin Islam. Kemudian mereka menggabungkan nasehat dan metode di atas dengan sebuah firman Allah yang akan terpatri abadi dalam al Quran: “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari siksaan Allah. Dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa. Al Qur'an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.” [QS. Al Jaatsiyah: 18-20]

Buku ini ingin menghimbau kepada seluruh kaum muslimin di seluruh pelosok negeri pada saat sekarang dan yang akan datang. Anda semua tidak akan dapat menyelamatkan diri dari kehancuran yang telah mengelilingi anda. Kecuali, dengan memeranginya dengan mempergunakan seluruh ajaran yang diberikan kepada kita melalui al Quran dan sunnah Rasulullah SAW. Karena, secara tidak langsung ajaran ini akan membentengi anda dari jalan kesesatan, menyibakkan tipu daya dan godaan musuh dan akan memberikan kebahagiaan dalam kehidupan sekarang dan yang akan datang (akhirat).

Sebenarnya, banyak sekali yang seharusnya kita bicarakan dan bahas dalam buku ini! Sayangnya, kita harus memfokuskan bahasan pada beberapa materi yang dianggap lebih penting dan bermanfaat bagi generasi muda Islam. Karena mereka adalah masa depan umat Islam. Sehingga, seharusnya kita menepikan kapal layar di tepi pantai yang aman, berjalan pada jalan yang lurus. Jalan yang tidak akan pernah menyimpang kecuali disesatkan oleh orang-orang yang gemar merusak.

Memang, jalan Allah adalah jalan yang selalu dihalangi oleh banyak rintangan. Salah satu penentang dan penghalang utamanya adalah syaitan yang selalu mengajak manusia untuk berbuat salah dan menyesatkan mereka dari jalan tersebut. Di samping, mereka juga akan meletakkan berbagai rintangan yang sangat sulit untuk dibuang oleh kaum muslimin.

Buku ini hanyalah kita jadikan sebagai langkah awal. Dan kita berserah diri kepada Allah SWT. Sekalipun, hanya satu yang mau mengikuti nasehat buku ini, hal tersebut akan lebih baik daripada tidak sama sekali.Sesungguhnya Allah akan memberikan petunjuk bagi setiap manusia ke jalan yang lurus.

Bab Pertama

Islam Dan Bangunan Keluarga

Pentingnya peran keluarga dalam membangun masyarakat Muslim:- Struktur masyarakat muslim- Karakteristik masyarakat muslim dan keistimewaannya- Tujuan terciptanya masyarakat muslim

Perlindungan Islam terhadap bangunan keluarga:- Membangun keluarga muslim

4

- Kedudukan keluarga dalam Islam- Tujuan terciptanya keluarga muslim

Pembukaan

Dengan pertolongan Allah, dalam bab ini kita akan mencoba untuk memperjelas pendapat Islam mengenai sebuah bangunan keluarga dan bagaimana cara mempergunakan metode dan aturan-aturan Islam untuk mendapatkan kedudukan yang sangat mulia. Sehingga, ajaran tersebut dapat dijadikan sebagai pondasi dasar dalam menciptakan bangunan masyarakat muslim.

Sebagaimana kita juga akan menerangkan tentang ajaran Islam dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan menjadikan bangunan keluarga sebagai tonggak utama yang akan menerapkan ajaran-ajaran dasar Islam dalam tubuh masyarakat. Sebagai tanda bahwa masyarakat muslim telah melaksanakan tugas dan misi terpenting mereka. Di samping, berusaha untuk merealisasikan tujuan mereka dalam mengarungi bahtera kehidupan ini.

Islam yang membangun masyarakatnya termasuk melalui pintu keluarga, telah meletakkan undang-undang dan peraturan yang begitu menarik dan terperinci. Dimulai dari ikatan yang terjalin antara suami istri, bagaimana sang istri harus memperlakukan suami dan sebaliknya. Bahkan, Islam juga telah memberikan aturan-aturan tertentu untuk merealisasikan seluruh hak dan kewajiban tiap-tiap anggota keluarga, seperti: pembagian hak waris, perceraian, khulu’ [Khulu’ adalah: Perceraian atas permintaan pihak perempuan dengan membayar sejumlah uang atau mengembalikan maskawin yang dulu diterimanya dari sang suami (tebus talak)] dan hukum-hukum lainnya yang bertujuan untuk membangun sebuah keluarga yang dapat hidup di tengah masyarakat dengan baik.

Bangunan keluarga dengan berbagai hukum dan peraturannya seperti di atas-lah yang akan berpartisipasi dalam membangun sebuah masyarakat dan umat yang memiliki dua unsur di atas. Oleh karena itu, tiap-tiap dari keluarga, masyarakat dan umat akan membangun Islam melalui pondasinya yang sangat kokoh, dimulai dari akidah, ibadah dan cara-cara berinteraksi.

Bagaimana seorang manusia dapat memiliki keyakinan dan akidah yang benar terhadap Allah, malaikat, Rasul, hari akhir dan

ketentuan Allah. Dan kebenaran tersebut akan didapati oleh manusia dan semua yang hidup di dunia ini seandainya disertai dengan amalan yang sesuai dengan ajaran Allah. Tidak hanya itu, kebenaran tersebut juga harus didukung oleh interaksi yang baik dengan sesama manusia sesuai dengan ajaran Allah, cara yang ditentukan, Syariah Islam yang baku. Kelangsungan relasi yang sangat baik ini tidak hanya antara sesama muslim tapi juga dengan orang-orang di luar kita (non muslim).

Setiap individu muslim, keluarga, masyarakat dan umat ini tidak mungkin untuk merealisasikan hak dan kewajiban mereka dalam kehidupan di dunia ini kecuali dengan mempergunakan ajaran dan metode Islam yang selalu mengajak mereka kepada kebenaran dan kebaikan, baik dari sisi akidah, ibadah dan cara berinteraksi. Termasuk metode penerapan sistem Islam adalah sistem negara Khilafah yang mengikuti tuntunan kenabian. Dan seandainya mereka mengabaikan metode dan ajaran Allah dan Rasul Saw., niscaya ia akan mendapatkan kerugian di dunia dan akhiratnya dengan mengikuti jalan yang tidak dilalui oleh orang-orang yang beriman.

Sebenarnya, masyarakat muslim memiliki pondasi dasar yang akan membentuk bangunan yang terdiri dari beberapa kumpulan keluarga muslim. Populasi pendakwah ini memiliki kelebihan dan keistimewaan dibanding populasi dan masyarakat yang lainnya. Keistimewaan dan karakteristik yang mereka miliki adalah hasil dari diikutinya metode perjuangan dakwah Rasul Saw. Karena, pencipta metode ini adalah Allah dan bukan manusia. Metode tersebut dapat dipergunakan untuk menyelesaikan seluruh permasalahan dan problematika yang timbul dalam tubuh sebuah masyarakat kapan dan di manapun mereka berada.

Syariah Islam sebagai aturan yang adil dari Allah Swt. menjadi kunci penyelesaian dari berbagai permasalahan keseharian yang sering timbul seiring berjalannya waktu. Semuanya itu mereka usahakan untuk mendapatkan keselamatan dan kemaslahatan di dunia dan di akhirat nanti. Pada saat ini ataupun di saat yang akan datang.

Dan dalam buku ini kita akan mencoba untuk mengilustrasikan berbagai tujuan dan maksud terciptanya masyarakat muslim yang tumbuh berkembang dari persatuan kelompok keluarga muslim. Mungkin, kita dapat

5

mengambil contoh seperti: bagaimana mengetahui keagungan Allah SWT dan keesaannya, bagaimana cara beribadah kepada Allah sehingga sesuai dengan ajaran agama yang telah diturunkan-Nya, sekaligus bagaimana cara mereka dalam memegang teguh ajaran kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dalam setiap tingkah laku keseharian. Dan tak lupa, bagaimana mereka memperjuangkan berlakunya sistem Islam keseluruhan dalam kehidupan.

Setelah itu, kita akan menerangkan seberapa besar Islam telah menjaga keutuhan sebuah keluarga. Sebuah sistem penjagaan yang tidak dapat ditandingi oleh sistem penjagaan manusia manapun yang berasal dari masa lalu, baik dari sisi agama, tatanan hukum dan peradaban. Sebuah penjagaan yang mengedepankan unsur terpenting bagaimana cara membangun sebuah keluarga dan memilih faktor-faktor utamanya yang terdiri dari suami istri yang shalih dan sesuai dengan ciri-ciri yang telah ditentukan oleh agama. Sehingga, penampilan luar tidak akan menipu kecantikan dan keindahan dari dalam jiwa manusia. Sebagaimana bentuk luar tidak menghilangkan esensi sebuah tema sentral.

Seandainya sebuah keluarga dibangun di atas pondasi dasar seperti ini, maka Islam akan meletakkan keluarga ini dalam posisi yang paling tinggi dalam lingkungan masyarakat. Di samping, Allah juga akan memberikan jalan yang mudah agar keluarga ini dapat menjadi keluarga yang kokoh dan makmur, memberikan inspirasi peradaban berasas ideologi Islam yang penuh dengan berkah dan rahmat Allah Swt.

Sehingga, kita akan melihat hubungan yang sangat romantis di antara satu anggota keluarga dengan anggotanya yang lain. Mereka memiliki jiwa yang sehat, akal yang cemerlang, fikiran yang lurus, dan kemampuan dalam mengubah masyarakat.

Islam juga akan memperjelas apa sebenarnya tujuan terbentuknya sebuah masyarakat muslim yang juga merupakan keluarga-keluarga. Sehingga, tiap-tiap individu muslim mengetahui secara jelas dan pasti tujuan hidup yang mereka jalani. Sehingga mereka mulai mempersiapkan diri untuk mendapatkan kebahagiaan dan kehidupan yang baik di dunia dan akhirat nanti.

Inilah berbagai poin yang akan kita bahas dalam bab ini, semoga Allah mempermudah jalan menuju kebaikan. Amin.

Pasal Pertama:Pentingnya Peran Keluarga Dalam Membangun Masyarakat Muslim

I. Struktur Masyarakat Muslim

Yang dimaksud dengan struktur (البنية) adalah: sebuah bentuk atau sistem yang ada pada sebuah masyarakat tertentu. Dan bangunan atau pondasi dasar ini kita namakan dengan keluarga. Sehingga kita dapat mengatakan:Seandainya tidak ada bangunan keluarga, maka tidak akan ada bangunan masyarakat. Sebagaimana, seandainya tidak ada bangunan keluarga, maka tidak akan ada bangunan umat. Masyarakat muslim memiliki bahan dasar —berupa kaidah— yang menjadi unsur utama bangunan ini dan batu yang akan ikut berperan serta dalam menegakkan bangunan ini.Dan di sini, kita akan mencoba untuk menentukan apa saja yang menjadi pondasi dasar dan struktur dalam proses pembangunan ini.

Adapun pondasi dasar yang akan menegakkan bangunan masyarakat muslim ini akan kami sebutkan secara singkat saja, karena kami tidak mungkin untuk menerangkannya secara terperinci:

Akidah. Keyakinan yang benar tentang Allah, alam raya, kehidupan, adanya manusia, syaitan, malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul, hari akhir dan ketentuan Allah.

Beribadah kepada Allah SWT secara benar, sesuai dengan ajaran yang telah diturunkan. Yang mengharuskan manusia untuk mensucikan diri dan hati, mengucapkan dua kalimat syahadat dan hanya melakukan segala sesuatu karena Allah dan Rasul-Nya.

Berinteraksi sesuai dengan peraturan yang telah diwajibkan oleh Islam dalam segala hal yang berhubungan dengan interaksi sesama manusia.

Membiasakan diri untuk berlaku adil dan bermurah hati.

Memerintahkan kepada ideologi (akidah dan syariah) Islam dan melarang kepada selain ideologi Islam, jihad di jalan Allah untuk meninggikan kalimat-Nya. Sehingga, seluruh lapisan masyarakat dapat melalui kehidupannya dengan mempergunakan kaidah yang sama yang bersandarkan pada keadilan syariah.

Berusaha menerapkan sistem dan ajaran Islam dengan mengikuti metode

6

tuntunan dari Rasul Saw. dalam mengubah masyarakat bersistem kufur menjadi masyarakat bersistem Islam.

Itulah unsur-unsur dasar yang harus dipenuhi dalam membangun sebuah masyarakat Islami.

Adapun struktur yang ikut membantu berdirinya bangunan masyarakat Islami adalah sebagai berikut:

Keluarga, yaitu: Organisasi pertama dalam struktur masyarakat. Dan badan inilah yang akan menjaga kelestarian makhluk Allah di bumi yang bernama manusia. Sebagai ilustrasi sederhana, badan ini terdiri dari: laki-laki dan perempuan yang keduanya terikat oleh tali pernikahan resmi menurut Islam. Di samping itu, juga terdapat anak-anak, buah pernikahan mereka.Oleh karena itu, Islam telah datang dengan membawa nilai-nilai ajaran moralitas yang sangat tinggi guna mendidik kepribadian seluruh anggota keluarga.Di samping itu, agama Islam juga telah meletakkan undang-undang dan hukum dalam bangunan keluarga ini untuk mengatur semua orang yang memiliki pertalian di dalamnya. Atau, keluarga lain yang berinteraksi dengan keluarga ini.

Satu kelompok manusia yang terdiri dari beberapa keluarga. Apapun nama kelompok-kelompok tersebut, nilai-nilai moralitas seperti apapun yang mereka anut, motif apapun yang menggerakkan mereka, tujuan apapun yang mereka kehendaki atau cara apapun yang mereka pergunakan berakar dari ajaran Islam yang benar.Sehingga, amalan apapun yang mereka lahirkan, praktek dan proses interaksi yang mereka terapkan akan mengubah pemikiran, standar kebaikan, dan peraturan masyarakat

Beberapa individu yang tidak dapat membangun bahtera rumah tangga, karena kondisi yang belum memungkinkan mereka untuk melakukan hal tersebut dan hal-hal yang di luar keinginannya. Maka, merekapun tetap dianggap sebagai struktur sosial seperti halnya keluarga dan kelompok-kelompok tertentu. Dan tentu saja kita tidak dapat mengabaikan pengorbanan dan jerih payah mereka dalam mengubah masyarakat ke arah Islam.

Inilah struktur sosial dalam bangunan masyarakat muslim dan dalam proses pembangunannya, semuanya itu harus disandarkan kepada syariat hukum Islam. Dan, sambil menjalaninya, seorang muslim harus

mengetahui tujuan dan cara untuk meraihnya dan bagaimana strateginya dalam menempuh kehidupan.Setiap kerangka yang kita pergunakan dalam membangun masyarakat Islami tersebut berakar dari tuntunan ajaran Islam. Dan di dalamnya kita harus memperhatikan dua unsur:

Melaksanakan kewajibanMenerapkan hak

Jadi, pada dasarnya setiap individu mereka harus melaksanakan seluruh kewajibannya secara sempurna, sesuai dengan kemampuannya. Karena Alah tidak akan membebani manusia di luar kemampuannya. Di samping itu, mereka juga harus menerapkan setiap hak yang mereka miliki.

Bangunan masyarakat yang ditopang oleh pondasi dasar dan struktur di atas tidak akan tergoyah oleh berbagai serangan peradaban kufur yang sekarang sering menghujam masyarakat yang memiliki sistem pemerintahan kapitalis, sosialis dan lain sebagainya. Bahkan, bangunan masyarakat mereka selalu diwarnai oleh keseimbangan dan keharmonisan dengan naungan sistem negara Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.

Bangunan kerangka sosial kemasyarakatan yang tidak dilandaskan pada pondasi dasar ajaran Islam, baik dulu maupun sekarang akan mendapatkan berbagai bentrokan antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya. Padahal, hal tersebut sangat membahayakan kelangsungan kehidupan mereka. Untuk lebih jelasnya, ada baiknya kita melihat contoh kasus di bawah ini:Komunisme, dari dulu bahkan sampai sekarang masih diakui oleh kaum akademisi berawal dari perpindahan fase manusia dari dunia binatang. Dari fase atau periode ini mereka kemudian memasuki dunia komunis secara utuh. Dan pada saat itu, mereka memiliki harta kepemilikan secara bersama-sama. Begitupula dalam usaha dan menikmati hasil usaha tersebut!!!Mereka juga beranggapan bahwa fase ini berakhir seiring dengan penemuan manusia mengenai dunia pertanian (agricultural) dan kemampuan mereka dalam menjinakkan binatang. Padahal, pada dasarnya seluruh asumsi mereka itu tidak masuk di akal. Di samping tidak mendapatkan legitimasi pembenaran dari sejarah manusia!! Dan yang terpenting semua informasi tersebut bertentangan dengan keterangan wahyu Islam yang mengatakan bahwa awal mula

7

kehidupan di dunia ini dihiasi oleh kehidupan bangsa manusia, yaitu Adam as. Di mana Allah telah menciptakan, membentuk, meniupkan ruh kepadanya dan mengajarkan kepadanya nama-nama secara keseluruhan. Adam-lah yang telah menjadi manusia pertama yang menciptakan kehidupan bermasyarakat dan bukan berasal dari binatang dan kemudian dapat hidup berdampingan dengan binatang!!

Contoh kedua, beberapa negara yang bersikap angkuh dan mengklaim dirinya sebagai tempat lahirnya peradaban yang sangat mengakar, seperti Romawi misalnya. Sistem pemerintahan yang mereka terapkan pada kerangka sosial mereka terdiri dari dua bagian: orang merdeka dan budak. Dan tiap-tiap tingkatan memiliki hak dan kewajiban yang berbeda. Akan tetapi, betapa malangnya kehidupan para budak yang sedang lapar, ketika mereka dipanggil dan dipermainkan oleh orang-orang merdeka hanya untuk membuat mereka tertawa di siang hari yang terik oleh cahaya matahari!!Para budak juga ditugaskan untuk mengerjakan pekerjaan berat yang sangat melelahkan. Akan tetapi, setelah seharian penuh menanggung beban pekerjaan yang begitu berat mereka tidak diperkenankan untuk istirahat di tempat yang layak. Sehingga dapat bertemu dan bercengkrama dengan manusia-manusia lainnya. Malah, mereka akan dibuang ke gua yang dijaga ketat oleh para penjaga yang sangat garang. Mereka akan menghukum para budak tersebut dengan hukuman cemeti, baik mereka melakukan kesalahan ataupun tidak. Bahkan terkadang mereka dicambuk atau disalib hanya karena kesalahan yang sepele.Dan begitulah seterusnya, peradaban ini terus berjalan, sampai akhirnya terjadi pemberontakan para budak. Karena perlakuan orang-orang merdeka yang sangat berlebihan dalam menyakiti mereka, akhirnya menyebabkan produksi pertanian atau peternakan pada waktu itu menurun dan semakin buruk. Dengan revolusi ini, akhirnya berakhir sudah zaman perbudakan atau penghambaan baik secara bentuk maupun substansi. Dan kemudian digantikan dengan sistem lain yang tidak kalah buruknya dengan sistem pertama yaitu sistem feodal. [Sistem Feodalisme adalah sebuah sistem sosial politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan (tuan tanah). Sistem ini tumbuh berkembang di Eropa pada masa abad pertengahan. (pentj)]

Sistem feodal merupakan sistem sosial yang tiran. Yang membagi strata kehidupan masyarakat ke dalam dua bagian; borjuis [kelas masyarakat dari golongan menengah ke atas] dan proletar [kelas masyarakat paling rendah. Tepatnya, kaum buruh yang tidak memiliki alat produksi dan hidup dari menjual tenaga]. Biasanya, kaum Borjuis adalah golongan yang menjadi penguasa dan bertindak sekehendak hati terhadap kaum proletar. Kaum borjuis terdiri dari tuan-tuan tanah sedangkan kaum proletar terdiri dari kaum masyarakat bawah yang menggarap lahan pertanian kaum borjuis.

Bagi masyarakat proletar yang bekerja di lahan pekerjaan milik majikannya, biasanya diharuskan untuk tunduk terhadap perintah sang majikan sekaligus kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan kepadanya. Lahan tersebut dapat berupan lahan pertanian ataupun pabrik-pabrik yang mereka miliki. Di samping itu, mereka juga diharuskan untuk menyisihkan sebagian uang penghasilannya untuk dibayar kepada tuan tanah baik secara kontan dengan uang ataupun dengan hasil garapannya.

Kaum buruh atau para petani tersebut adalah sisa-sisa budak setelah revolusi tersebut. Dan mereka memiliki kesempatan untuk menggarap tanah atau menjadi buruh di pabrik-pabrik untuk menutupi kebutuhan hidup dan membayar tuannya.

Dan tidak hanya ini yang diharuskan kepada para petani miskin tadi. Akan tetapi, mereka masih dibebani oleh berbagai hal, di antaranya adalah:

Mengabdikan diri kepada tuannya dengan bekerja sebanyak satu kali dalam seminggu di ladang milik tuannya tersebut dengan mempergunakan alat-alat pertanian dan binatang tanpa mendapatkan bayaran sedikitpun.

Membantukan diri sebagai bantuan tambahan pada musim-musim menanam dan memanen di tanah tuannya, juga tanpa mendapatkan bayaran sedikitpun.

Memberikan berbagai hadiah pada nyonya-nyonya tuan tanah dalam kesempatan dan hari-hari besar tertentu.

Harus menggiling gandum dan memeras anggur di tempat tuannya.

Harus mengalah terhadap semua keputusan tuannya ketika terjadi salah faham. Maka, dalam kondisi seperti itu majikannya diposisikan sebagai hakim yang berhak untuk menentukan keputusan.

8

Satu-satunya konsekwensi yang harus ditanggung oleh tuan tanah hanyalah membayar para buruh ketika mereka mulai berdemonstrasi. Kaum feodal terkadang terdiri dari tuan-tuan tanah, kaum agamawan gereja atau orang-orang pemikir yang memilki faham sekularisme. Kaum feodal adalah sekelompok orang yang bertindak tiran terhadap masyarakat tingkat bawah. Kedhaliman mereka terus berlangsung, sekalipun mereka dari kalangan agamawan gereja. Sistem feodal atau sistem perbudakan ini tidak hanya dianut oleh bangsa Romawi saja. Akan tetapi, lebih dari itu masih banyak negara-negara besar di dunia yang menganut faham dan sistem yang sama.

Dan yang berhubungan dengan sejarah kaum muslimin. Tepatnya, pada saat Islam datang pertama kalinya dan tersebar di jazirah Arab. Ketika Islam datang, sisa-sisa faham feodalisme dan sistem perbudakan masih ada. Kondisi kehidupan pada waktu itu diwarnai oleh sistem sosial masyrakat pedalaman yang nomaden. Sehingga, mereka tidak akan tinggal sepanjang tahun di tempat yang sama. Sekalipun, ada sebagian wilayah yang tidak memiliki corak kehidupan seperti itu (permanen), seperti: Makkah, Thaif dan sebagian kota lain di jazirah Arab. Masyarakat nomaden biasanya memiliki nilai-nilai ajaran dan tradisi yang akan disesuaikan dengan warna kehidupan di mana ia tinggal.Ketika Allah menurunkan Islam kepada manusia. Dan agama tersebut melangkahkan kakinya untuk pertama kalinya di bumi Arab, ia datang dengan membawa sistem sosial tersendiri dan mengatasi dua permasalahan besar dalam kehidupan yaitu sistem feodal dan perbudakan secara sangat logis. Adapun masalah perbudakan, Islam telah menjadi pendorong kuat terkikisnya perbudakan. Kecuali, dalam memperlakukan tawanan perang. Islam memperlakukan mereka seperti halnya para budak. Akan tetapi, tidak ada kezaliman atas mereka.

Sistem ekonomi Islam berfokus pada bagaimana mendistribusikan kekayaan bukannya pada cara bagaimana kekayaan diproduksi. Islam memandang produksi sebagai perkara sains yaitu melalui penelitian dan eksperimen maka produksi bisa ditingkatkan.

Sasaran sistem ekonomi Islam adalah memastikan kebutuhan dasar semua warga terpenuhi; Islam menjadikan sasaran ini sebagai perkara utama dalam sistem ekonomi. Sasaran ekonomi digariskan oleh Nabi

Muhammad Saw.: "Anak Adam tidak punya hak lebih baik dari memiliki sebuah rumah di mana dia tinggal dan sepotong pakaian di mana dia menutupi telanjangnya dan sepotong roti dan air."

Sebagai contoh ketiga, Eropa pada abad pertengahan akhirnya menemukan sistem sosial yang dianggap sebagai sistem yang terbelakang sepanjang sejarah. Hal tersebut terjadi kira-kira pada abad sebelas Masehi. Tepatnya, pada abad permulaan terjadinya perang salib melawan wilayah Khilafah islamiyah yaitu Suriah dan Mesir yang terus berlangsung selama dua abad lamanya, dari tahun 492 H sampai dengan 691 H. Sistem sosial yang ditemukan oleh orang-orang Eropa tersebut adalah sistem kapitalis sebagai bentuk pelarian dari sistem feodal dan hukuman yang diberikan oleh pihak gereja kepada mereka. Mereka merasa bahwa hukuman dan peristiwa yang mereka alami sangatlah tragis dan menyakitkan.

Orang-orang Eropa telah banyak berinteraksi dengan kaum muslimin dalam bekerja dan berdagang. Dari sini, lahirlah berbagai kota perdagangan yang sangat ramai, seperti perdagangan senjata yang harga penjualannya semakin meningkat dan semakin luas dan mudah cara mendapatkannya. Dan akhirnya, kota-kota dan seluruh penduduknya ini dapat memberantas habis sistem feodal yang pernah berlaku. Sehingga, setelah semuanya berakhir, terlihat kesibukan penduduk kota-kota tersebut dalam mengembangkan berbagai kerajinan dan industri yang dimotori oleh kaum Borjuis. Kalangan yang memilki hak mengambil keputusan dalam sistem sebelumnya, yaitu sistem feodal.

Sistem kapitalis telah menguntungkan satu pihak tapi merugikan pihak yang lain. Sebagai contoh, mereka telah memperkenalkan sistem riba [Riba: Bunga uang] dan kekayaan milik umum dikuasai swasta. Akhirnya, sistem kapitalis ini telah membukakan pintu pada seseorang dan menutup pintu tersebut untuk orang lain.

Akhirnya, kesulitan ekonomi melanda mereka dan kalangan kelas bawah meneriakkan kesusahan mereka. Dan kondisi tersebut semakin memburuk ketika para pemilik modal juga ikut berlomba-lomba dalam memonopoli pasokan bahan-bahan makanan pokok. Setelah melihat para pemilik modal yang berlomba-lomba mendapatkan bahan makanan, akhirnya negara-negara Eropa

9

mengambil alih kekuasaan mereka. Persaingan ini-pun akhirnya semakin memanas sampai akhirnya pecahlah dua perang besar; yaitu perang dunia pertama yang terjadi pada tahun 1914 M sampai 1918 M, dan perang dunia ke II yang berlangsung dari 1939 M sampai dengan 1945 M. Dan terkadang tidak sedikit negara-negar Eropa yang mencaplok wilayah negara lain tanpa alasan-alasan yang pasti.

Hal tersebut membuat sebagian negara Eropa, untuk berpindah haluan dari sistem kapitalis menjadi sistem sosialis. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa tokoh yang ada dalam institusi pemerintahan yang merasa adanya ketimpangan dalam sistem tersebut.Sebagaimana kaisar Rusia yang telah berpindah haluan menjadi penganut faham marxis, sosialis atau komunis semenjak mereka terlepas dari revolusi Bolshevik tahun 1917 M.Dari sini, kita dapat melihat bahwa sistem marxis dan sosialis adalah sebuah kerangka hukum yang tidak dapat merealisasikan keadilan, persamaan dan kebebasan sebagaimana pendapat mereka. Bahkan, yang terjadi sebaliknya. Dengan dalih bahwa corak kehidupan yang telah dipersiapkannya untuk masyarakat adalah corak yang sangat buruk. yang hanya menyiksa manusia dan melecehkannya dan melarang mereka untuk mendapatkan hak paling penting dalam kehidupannya, seperti hak kepemilikan, hak waris dan hak dalam mengeluarkan pendapat.Semuanya itu merupakan contoh kehidupan paling buruk dan menyakitkan yang dipersembahkan oleh salah satu partai politik yang memimpin di Uni Sovyet yang berlangsung lebih dari tujuh puluh tahun. Peristiwa tersebut terjadi di hadapan kalangan komunis dan berbagai institusi hukum dan negara di seluruh dunia. Bahkan, disaksikan oleh seluruh masyarakat Uni Sovyet itu sendiri.

Semuanya itu terjadi karena sistem komunis dan sosialis juga tidak dapat diandalkan. Oleh karena itu, mereka langsung menerapkan pembumi hangusan terhadap dua faham tersebut dan mereka namakan dengan rekonstruksi bangunan. Setelah itu, mereka mengumumkan bahwa Rusia sudah tidak mengakui sistem komunis dan sosialis yang mereka namakan dengan pengakuan suara bersama. Sebenarnya, dua sistem di atas adalah bukti sistem yang cacat yang telah memaksa manusia untuk diam dan tidak memperjuangkan apa yang seharusnya mereka miliki. Sehingga, mereka menjadi

orang yang apatis, tidak memilki hak kepemilikan dan tidak membela hak-hak yang seharusnya didapatkan serta menghentikan kezaliman orang zalim. Sehingga mereka tidak memiliki harapan baik untuk menjalani hidup di masa sekarang maupun yang akan datang.

Setelah Rusia melakukan hal tersebut, maka negara-negara sosial lainnya mencoba untuk meniru tindakan ibunya. Cukuplah kejahatan yang telah dilakukan oleh para politikus Rusia yang telah menganiaya masyarakat atas nama sosialis.

Maka, semboyan-semboyan keadilan bagi para buruh yang disuarakan oleh kaum sosialis dan marxis hanyalah kebohongan belaka. Dan dalam jangka waktu yang singkat, kebohongan tersebut akhirnya tersingkap juga ketika kaum komunis menjalankan tampuk pemerintahan di wilayah tersebut. Terlihat dari bagaimana mereka menyiksa, mengasingkan dan membunuh rakyatnya. Mereka adalah politikus yang telah menutup mulut bangsanya sendiri agar tidak mengeluarkan suara sedikitpun juga. Celakalah mereka yang telah memusuhi bangsa mereka dengan bertindak kekerasan dan tiran.

Dan yang ingin saya tegaskan di sini adalah Islam tidak memiliki sebuah sistem yang dinamakan dengan sistem sosialis. Tidak secara nama maupun subtansi. Adapun sebagian klaim dan pendapat yang dilemparkan oleh beberapa penulis dan kaum akademisi Islam yang mengatakan bahwa terdapat sosialisme Islam hanyalah bagian rasa takut terhadap penguasa tiran yang mempergunakan sistem ini dan akan mengancam siapa saja yang memburuk-burukkan model sistem yang satu ini.

Karena, pada dasarnya kaum sosialis tidak ada bedanya dengan kaum kapitalis yang hanya mengobati satu sisi dan menyakiti sisi yang lainnya. Menjadi solusi untuk satu perkara dan menjadi masalah bagi masalah yang lainnya. Karena kaum buruh akan selalu diperas oleh tuannya (pemilik modal), sedangkan tuannya akan melakukan apapun demi menyenangkan para politikus dari golongan penguasa atau orang yang berpengaruh di dalamnya. Sehingga, tidak ada satu individu-pun yang merasa diuntungkan oleh sistem ini. Begitupula dengan masyarakat!

Sebagaimana saya juga ingin mengatakan dengan tegas, bahwa tidak sepantasnya orang-orang dan kaum akademisi menelurkan

10

pengakuannya terhadap sistem ini hanya karena rasa takut atau lupa bahwa mereka telah mengatakan: Islam telah datang dengan ajaran yang dianut oleh sistem kapitalis, sosialis ataupun komunis. Padahal, pendapat ini jelas-jelas tidak dapat diterima baik secara bentuk maupun subtansi.

Adapun secara bentuk, berbagai sistem ini telah memberikan otentisitas dan kekuasaan sebagai sumber yang dapat dijadikan rujukan. Dan tentu saja hal tersebut tidak benar! Karena semuanya itu adalah peninggalan aliran-aliran yang dinilai gagal pada waktu yang telah lalu. Maka, di manakah nilai otentisitas dan kekuasaannya?

Adapun dari sisi substansi, Islam adalah sebuah sistem hukum yang mengatur kerangka sosial masyarakatnya. Dan sistem ini akan tertunduk pada sumber hukum yang telah menentukan segala peraturan untuk manusia, yaitu Allah SWT. di samping itu, mereka hanya akan menjalankan kehidupannya sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Dan sudah tentu hukum Allah akan berbeda dengan hukum yang ditulis dan dibuat oleh manusia.

Masyarakat Islam yang telah mempergunakan pondasi-pondasi dasar yang telah disebutkan tadi adalah sebuah masyarakat yang sudah tidak membutuhkan kepada sistem apapun lagi selain Islam saja. Sebagaimna mereka juga sudah tidak membutuhkan metodologi-metodologi yang lain. Sehingga, dengan sendirinya mereka mampu untuk menciptakan kehidupan manusia yang terhormat dari rahmat syariah. Sehingga mereka dapat mempersiapkan diri mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Berbagai pondasi dasar kerangka sosial yang didatangkan oleh Islam, baik berupa akidah, ibadah, interaksi antar manusia, keadilan, memerintahkan kepada kebaikan Islam dan melarang kepada keburukan selain Islam, jihad di jalan Allah, memenuhi semua kewajiban dan menerima hak, selalu mengingat Allah dan mendidik generasi muslim dengan ajaran Islam secara benar.

Oleh karena itu, tidak akan ada satupun sistem yang dapat menandingi berbagai pondasi dasar yang Islam perkenalkan. Bahkan, mungkin tidak akan ada yang menyamainya!

Dan struktur yang menjadi unsur lain dalam membangun sebuah kerangka sosial dalam

masyarakat Islam yang terdiri dari kumpulan keluarga, kelompok-kelompok yang selalu menanamkan ideologi Islam, metodologi dan sistemnya. Menerima haknya secara arif dan selalu mengerjakan kewajiban yang harus ditanggungnya. Maka, struktur seperti inilah yang lebih mampu untuk dapat menciptakan, menumbuhkan dan menghasilkan kehidupan manusia yang mulia secara terhormat.Dengan idzin Allah, berbagai pondasi dasar dan struktur-struktur tersebut akan lebih jelas lagi, Insya Allah.

II. Karakteristik Masyarakat Islam Dan Keistimewaannya

Masyarakat muslim atau masyarakat Islami adalah sebuah masyarakat yang telah diciptakan oleh Rasulullah SAW. Ia telah membangunnya dengan kedua tangannya sendiri sesuai dengan petunjuk Allah SWT. Maka, corak kehidupan yang terjadi saat itu menjadi contoh bagi masyarakat Islam setelahnya sampai hari nanti ketika manusia harus menemui Tuhannya.

Ketika Islam telah datang, manusia masih dalam kondisi terjepit antara berbagai perselisihan dan penindasan. Dan berbagai agama yang mendahului agama Muhammad SAW telah mencoba untuk meminimalisir berbagai konflik yang mereka alami. Dan memang Allah belum membentuk sebuah masyarakat secara utuh. Karena, sistem hidup penyempurna yang akan menyempurnakan bangunan kerangka sosial ini baru akan diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Shalawat beriringkan salam kami haturkan kepadanya.

Dan ketika Allah menghendaki sebuah struktur masyarakat yang matang secara pemikiran maupun perasaan. Dan untuk membangun masyarakat yang paling sempurna diutuslah nabi Muhammad SAW sebagai utusan terakhir-Nya. Kemudian, Allah memberikan kepadanya ajaran agama terakhir yang paling sempurna dan diridoiNya. Dengan tujuan, agar seluruh umat manusia memeluk agama tersebut.

Jadi, struktur masyarakat yang telah dibangun oleh Rasulullah SAW adalah sebuah susunan masyarakat yang tidak keluar dari ajaran Allah dan hukum-Nya. Masyarakat yang dalam kurun waktu kurang dari setengah abad telah menyebarkan pondasi ajaran dan berbagai hal yang berkaitan dengan pemahaman keagamaannya seperti akidah, ibadah, interaksi antar manusia, keadilan, kebaikan, memerintahkan dengan Islam dan melarang

11

kemunkaran selain Islam sekaligus jihad di jalan Allah.

Sehingga, keberhasilan penyebaran ajaran dan penerapan hukum ini mencapai setengah wilayah bola bumi. Hal tersebut bukanlah peristiwa yang tidak masuk di akal. Hanya saja, Allah telah mempermudah jalan untuk menuju pembangunan masyarakat yang adil sesuai dengan ajaran Islam.

Masyarakat yang dapat merealisasikan hal tersebut yang telah Allah pindahkan dari kegelapan dosa sistem kufur menuju petunjuk sistem Islam, adalah sebuah contoh kehidupan masyarakat yang ideal. Dan kondisi tersebut telah diterapkan pada tatanan masyarakat masa Rasulullah SAW, sahabat, tabi’in dan masyarakat pasca tabi’in. Tepatnya, selama tiga abad pertama hijriah. Yang dikatakan oleh Rasulullah SAW sebagai sebaik-baiknya masa.

Masyarakat yang ada pada waktu itu benar-benar dianggap sebagai contoh masyarakat ideal sepanjang sejarah; kapan dan di manapun di seluruh dunia. Maka, contoh tersebut dapat kita lihat dari cara mereka dalam menerapkan ajaran Islam dalam seluruh lini kehidupannya. Dan penerapan ini tidak hanya dilakukan oleh beberapa kabilah dari beberapa suku saja. Akan tetapi, seluruh lapisan masyarakat melakukan hal yang sama; kulit hitam, kulit putih, sampai anak kecil. Dengan kekuasaan sistem negara Islam mereka dapat menjaga keimanan kepada Allah dengan menerapkan akidah yang benar dan beribadah sesuai dengan ajaran Rasul-Nya dan tidak pernah keluar dari segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam menjalankan roda kehidupan mereka. Dan tipe masyarakat seperti ini akan selalu menjadi contoh di manapun dan kapanpun ia berada dan siapapun yang menjadi tokoh di dalamnya.

Masyarakat Islam seperti ini memiliki karakteristik dan keistimewaan tertentu. Dan masyarakat seperti inilah yang akan menjadi contoh sempurna sebuah kerangka sosial.Dan pada lembaran-lembaran berikut kita akan mencoba untuk menerangkan beberapa keistimewaan dan ciri-ciri yang ada pada masyarakat Islam pada waktu itu. Dengan harapan, setelah mengetahui unsur-unsur tersebut kaum muslimin dapat menyadari bagaimana sebuah sistem Islam dapat menuntunnya untuk hidup secara terhormat di dunia. Tentunya dengan syarat, mereka harus mengikuti seluruh ajaran Allah dalam menjalani kehidupan ini dan menerapkan

syariah yang tidak ada bandingannya atas muslim maupun non muslim.

Karakteristik Pertama Dalam Bangunan Masyarakat Islam:Pertama, salah satu keistimewaan yang dimiliki oleh kelompok masyarakat ini adalah keimanan mereka. Mereka adalah masyarakat yang taat beriman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab dan Rasul-Nya. Keimanan kepada Hari Akhir dan ketentuan Allah; baik ataupun buruk ketentuan tersebut. Sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW, penutup para nabi.

Sebuah masyarakat muslim yang memiliki keimanan mulai dari hati, akal dan perbuatan yang benar sesuai dengan tugas manusia di dunia ini sebagai hamba Allah di bumi. Di mana ia bertugas untuk hidup sesuai dengan ajaran Allah. Allah berfirman dalm al Quran: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." [QS. Al Baqarah: 30]

Mereka adalah masyarakat beriman yang konstruktif, dinamis dan memiliki kapabilitas dalam membangun sebuah bangunan kehidupan yang paling istimewa. Tentunya, karena sesuai dengan ajaran syariah Allah dan tidak keluar dari koridor yang telah Ia tentukan. Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Nasa-i: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amal perbuatan kecuali yang dikerjakan dengan ikhlas dengan hanya mengharap ridlo Allah SWT.” [Lihat: “An Nasa-I” pada bab: Jihad]

Dan seseorang tidak dikatakan sebagai orang yang beriman sebelum ia mengerjakan amal shalih. Karena keimanan tanpa amal, niscaya seperti angan-angan dan bersifat fiktif. Sehingga, tidak akan ada satupun yang akan mempercayai kredibilitasnya. Dan amal shalih tentunya adalah sebuah amal yang dianggap benar dalam ajaran syariah Islam. Sehingga akan membawa manusia ke arah kebaikan rahmat dan menghalangi mereka dari keburukan hukum kufur.

Karakteristik Kedua:Masyarakt Islam adalah masyarakat yang mengedepankan iman dengan pembuktian akal yang mantap. Kemudian akan dipergunakan untuk mencapai pintu kebenaran sang Maha Pencipta yaitu Allah SWT. Maka, itu tidak akan berfungsi kecuali

12

atas idzin Allah SWT. Allah berfirman dalam al Quran: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus.” [QS. Ar Ruum: 30]

Ayat di atas telah menerangkan bahwa manusia dan seluruh ciptaan Allah dengan seluruh naturalitas yang dimilikinya akan kembali kepada satu titik akhir. Maka, manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang memilki akal dan emosi harus menyadari keberadaannya secara alami dengan mempergunakan akal dan fikirnya. Sehingga ia harus menuruti seluruh kehendak Allah dengan seluruh kesadaran dan amal baiknya.

Inilah yang akan senantiasa dianjurkan Islam kepada masyarakatnya. Dan Allah telah menundukkan seluruh yang ada di bumi untuk selalu beribadah dan tunduk kepada Allah. Allah SWT berfirman: “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni'mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” [QS. Luqman: 20]

Maka, Allah SWT telah menundukkan bagi manusia semua yang ada di langit, seperti: matahari, bulan, bintang. Selain itu, Allah juga menempatkan malaikat untuk selalu berada di sekeliling mereka dalam memberikan berbagai kemudahan dan manfaat kepada umatnya. Di samping itu, Allah juga memberikan mereka segala sesuatu yang ada di bumi, seperti: gunung, pepohonan, buah-buahan dan masih banyak yang lainnya. Dan Allah telah memberikan nikmat yang begitu berharga bagi manusia yaitu agama Islam. Betapa beruntungnya kaum manusia.

Seandainya manusia menyerahkan diri kepada Allah dengan segala sifat yang dimilkinya baik itu unsur naluri maupun akal, maka ia benar-benar orang yang telah mendapatkan petunjuk dan mampu mempergunakan kedua unsur kehidupan tersebut secara seimbang. Dari sini, ia akan melaksanakan ibadah secara ikhlas kepada Allah semata. Allah berfirman dalam al Quran: “Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada

buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.” [QS. Luqman: 22]

Dan yang dimaksud dengan buhul tali yang kokoh adalah kalimat tauhid yaitu: kalimat tiada Tuhan selain Allah. Tegasnya, Islam. Atau lebih tepatnya keimanan. Jadi, yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang yang benar-benar telah memasrahkan dirinya kepada Allah dengan seluruh kekuatan naluri, akal dan berbuat yang terbaik dalam melaksanakan seluruh perintah-Nya, maka ia termasuk ke dalam orang-orang telah mendapatkan kemenangan di dunia dan akhiratnya.

Karakteristik Ketiga:Masyarakat Islam adalah masyarakat yang selalu menyerasikan secara seimbang antara kebutuhan manusia dan keberhasilan dalam menggapainya. Pada satu sisi, Islam telah memenuhi semua kebutuhan spiritual, rasio dan fisik. Akan tetapi, pada sisi yang lain Islam membatasi, mengendalikan dan tidak mengidzinkannya untuk melanggar batasan-batasan yang telah Ia tentukan. Allah telah memberikan kesempatan kepada mereka untuk berusaha sesuai dengan kemampuan masing-masing tanpa harus saling menjatuhkan antara satu dengan yang lainnya.

Kebutuhan manusia dibagi ke dalam dua bagian; kebutuhan individu dan kebutuhan umum. Masyarakat Islam mengakui bahwa kedua bentuk kebutuhan ini adalah kebutuhan manusia yang sangat penting. Sehingga, tidak diperbolehkan untuk mengededpankan yang satu dan menghapus yang lainnya. Jadi, keduanya harus dijaga dengan baik. Oleh karena itu, Allah telah memberikan kesempatan kepada manusia untuk mengeluarkan seluruh daya upayanya dengan tidak merampas hak umum dan hak individu.

Kebutuhan pribadi seorang manusia pada dasarnya adalah unsur yang akan membentuk sebuah bangunan masyarakat dan akan memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat itu sendiri. Sebagaimana semua kebutuhan sebuah masyarakat pada dasarnya adalah tiang penyangga bagi tiap individu masyarakat dalam mendapatkan semua kebutuhan yang diperlukannya.

Manusia memiliki kebutuhan primer (Dharûriyyah), ada juga yang memilki kebutuhan sekunder (Hâjiyyah), tersier (Tahsîniyyah) dan lux (Kamâliyyah). Dan

13

seorang manusia tidak akan dapat meneruskan kehidupannya tanpa ditopang oleh berbagai kebutuhan tersebut, tentunya, tanpa harus berlebih-lebihan.

Begitupula dengan kelompok masyarakat. Mereka memiliki tingkat kebutuhan yang sama. Dan mereka tidak akan mampu untuk mencapai berbagai visi, keinginan, cita-cita dan memberikan yang terbaik untuk individu masyarakatnya, kecuali dengan meraih seluruh kebutuhan umum yaitu keamanan, pendidikan, dan kesehatan.

Sebenarnya, baik individu maupun kelompok masyarakat, keduanya berada di bawah satu ajaran yang sama yaitu ajaran Islam. Dan tertunduk pada kaidah dan hukum yang sama yang dibawa oleh al Quran.

Allah SWT berfirman: “(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” [QS. An Najm: 38-41]

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” [QS. Al Maaidah: 2]

Dan firman Allah: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” [QS. Ali Imraan: 110]

Karakteristik Keempat:Masyarakat Islam adalah sebuah masyarakat yang bercirikan hubungan mutualistik. Tegasnya, antara satu bagian dengan bagian lainnya saling terkait. Sehingga, kelompok ini tidak akan terlihat sempurna seandainya salah satu di antara mereka hilang. Bahkan, seandainya kewajiban yang satu belum terselesaikan, maka kewajiban yang lain akan terabaikan. Sebagai bukti rasa cinta dan kasih sayang yang terjalin antara satu individu dengan individu muslim lainnya. Semuanya dilakukan agar terealisasinya tujuan mulia sebuah kerangka sosial yang beriman. Dan kita dapat melihat bahwa tujuan utama dalam

sebuah masyarakat Islam adalah untuk mencapai keridhoan Allah di dunia dan akhirat. Dan sangat jelas sekali, tujuan ini tidak akan pernah terealisasi kecuali dengan saling melengkapi seluruh kewajiban seperti: sistem politik, sistem sosial, sistem ekonomi, kebijakan pendidikan, kebijakan luar negeri, kebijakan militer.

Islam adalah agama yang telah membangun kerangka sosial kemasyarakatannya dengan hukum yang sangat tinggi, yaitu: memerintahkan kepada kebaikan ideologi Islam dan melarang kepada keburukan ideologi kufur. Oleh karena itu, seluruh perilaku manusia akan tertunduk pada kaidah yang satu, kaidah Islam. Sebuah kaidah yang dapat menyempurnakan sebuah bangunan. Dalam hal ini, kaidah tersebut memberitahukan kepada manusia bahwa dalam kehidupan ini hanya ada dua pilihan; kebaikan dan keburukan. Maka, kebaikan telah diperintahkan oleh Allah SWT sedangkan keburukan adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT.

Allah berfirman dalam al Quran: “Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” [QS. At Taubah: 105]

Itulah masyarakat Islam yang telah Allah ciptakan. Oleh karena itu, setiap individu harus selalu berbuat mengikuti kaidah dan undang-undang yang telah diajarkan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Dengan menolak itu maka ia telah menjadi musuh bagi dirinya dan masyarakat.

Karakteristik kelima:Masyarakat Islam adalah masyarakat yang selalu memposisikan diri sebagai masyarakat yang berdisiplin dan mentaati ajaran agamanya dalam seluruh strata masyarakatnya; dimulai dari individu, kelompok dan negara.

Islam adalah masyarakat yang selalu taat menerapkan hukum Allah. Oleh karena itu, mereka selalu mewajibkan setiap individu, kelompok, dan negara untuk melaksanakan ajaran Allah guna membentengi mereka dari jalan kesesatan dan permainan hawa nafsu.

Dalam menjalankan seluruh ajaran Islam tersebut kaum muslimin tertopang dengan

14

kewajiban sistem negara Islam Khilafah Rasyidah sebagaimana dicontohkan Rasulullah dan para Khulafa’ur Rasyidin. Tiap-tiap individu memiliki tugas dan kewajiban tertentu sebagai anggota masyarakat. Sebuah perasaan yang tumbuh dari dalam jiwa manusia. Tepatnya, dari keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya dan kecintaannya untuk selalu memegang teguh ajaran agama yang dianutnya tersebut. Sehingga, ia akan berusaha untuk menjaga diri dan negaranya untuk selalu melaksanakan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya dan berusaha untuk menuju masyarakat yang lebih maju.

Islam adalah pilihan terbaik untuk menjalani kehidupan. Tentu saja hal tersebut hanya akan terwujud dengan mempertahankan syariah oleh kekuasaan sah negara Khilafah Islam. Bahkan, ia adalah metode baku yang wajib dalam membangun sebuah kerangka sosial yang lurus sesuai dengan jalan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Berbagai ayat al-Qur’an memerintahkan manusia untuk memiliki perilaku yang mulia dan menjauhkan diri dari menolak wahyu dari Allah sangat banyak. Apalagi setelah kita menambahkan dengan kisah-kisah umat terdahulu yang diceritakan dalam al Quran. Karena, secara tidak langsung kisah-kisah tersebut memiliki korelasi yang cukup kuat dengan realitas kehidupan dan perilaku masyarakat pada waktu itu.Ketaatan dalam melaksanakan aturan Allah dalam masyarakat muslim merupakan salah satu ciri dan keistimewaan kehidupan umat yang satu ini.

Karakteristik keenam:Masyarakat Islam adalah sebuah masyarakat yang selalu saling melengkapi antara satu kalangan dengan kalangan muslim lainnya. Bahkan, dalam satu kalangan saja mereka selalu saling mengasihi dan memberi.

Kehidupan saling melengkapi itu selalu kita lihat antara satu individu dengan individu lainnya, antara satu individu dengan satu keluarga, antara satu individu dengan satu kelompok, antara satu keluarga, beberapa keluarga dan seluruh lapisan masyarakat. Dan antara umat Islam secara keseluruhan.

Mereka juga akan berusaha untuk saling melengkapi dalam hal perkataan, perbuatan, sabar dalam mencari kebenaran dan kuat dalam mempertahankan kebenaran. Tidak hanya itu, mereka juga selalu mengingatkan dalam kebaikan dan takwa, saling bergandeng

tangan dalam meringankan rasa sakit yang pernah menimpa kaum muslimin; baik individu maupun kelompok. Semua kekuatan yang mungkin menghalangi ukhuwah ini akan dihapus oleh kekuatan negara Khilafah Islam.

Saling keterkaitan ada dalam masyarakat muslim yang memayungi setiap anggotanya baik individu, kelompok dan masyarakat secara keseluruhan. Kekuasaan syariah Islam akan menolong yang lemah, yang kecil, dan yang miskin. Maka, dengan ini secara tidak langsung, Islam menegaskan bahwa sebuah negara yang tidak memiliki struktur dan karakteristik seperti di atas tidak akan mampu untuk menjalankan kehidupannya dan mencapai semua tujuannya yang paling mendasar yaitu: mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Teks al Quran yang banyak menyinggung tentang adanya keterikatan ini menyebutkan dalam al Quran: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” [QS. Al Baqarah: 177]

Dan dalam ayat lain dikatakan: “Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” [QS. Ar Rumm: 38-39]

Dan diriwayatkan oleh imam Bukhari, dari Rasulullah SAW bersabda: “Seorang Muslim yang satu merupakan saudaranya muslim

15

yang lain. Oleh karena itu, janganlah mendhalimi atau menyerahkannya (ketika perang). Oleh karena itu, barangsiapa yang membantu menutupi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan membantunya. Dan barangsiapa yang menolong seorang muslim dari kesulitan yang dihadapinya, maka Allah akan mempermudah segala kesulitan yang akan dihadapinya nanti di hari kiamat. Dan barangsiapa yang tidak membuka rahasia saudaranya sesama muslim, maka Allah akan menutupinya pada hari kiamat nanti.” [Kitab Shahih Bukhari: bab “Al Madhâlim”]

Dan diriwayatkan dari imam Muslim dari Abu Hurairah RA, dari Rasulullah SAW, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa memberikan jalan kemudahan bagi saudaranya yang sedang dalam kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan baginya di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi rahasia kaum mulimin, maka Allah akan menutupi semua celanya di dunia dan akhirat nanti. Dan sesungguhnya Allah akan selalu menolong seorang hamba. Selama hamba tersebut selalu menolong saudaranya yang lain.” [Imam an Nawawi: Kitab “Riyâdhus Shâlihîn”: 125]

Dan diriwayatkan dari imam Nasa-i dari Abu Syarih Khuwailid bin Amar al Khaza’i RA. Ia berkata bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Ya Allah, berikanlah kekuatan kepadaku untuk membantu kesulitan dua orang yang lemah; anak yatim dan kaum perempuan. Dan yang dimaksud dengan membantu adalah mengeluarkan mereka dari pintu kesusahan. Oleh karena itu, nabi mengatakan bahwa orang-orang yang berusaha untuk menghilangkan hak keduanya adalah orang yang sangat berdosa.Dan diriwayatkan dari Bukhari, dari Abu Musa ra. dari nabi Muhammad SAW, ia berkata: “Antara satu individu muslim dengan individu muslim lainnya seperti satu buah bangunan. Mereka akan saling menopang antara satu dengan yang lainnya.” Kemudian mereka-pun akan saling bergenggaman tangan. [Kitab Shahih Bukhari: bab “Adab”]

Dan diriwayatkan dari Bukhari dari Nukman dari Basyir ra., ia berkata: berkata Rasulullah SAW: Seharusnya, kaum mukminin antara satu dengan yang lainnya dalam memberikan kasih sayang, saling mencintai dan mengasihi seperti satu jasad. Seandainya satu bagian anggota tubuhnya mengaduh, maka seluruh anggota badannya akan merasakan panas dingin.”

Inilah kerangka sosial yang tumbuh dalam masyarakat muslim. Mereka selalu saling menopang antara satu dengan yang lainnya. Segala sesuatunya pasti tidak keluar dari garis yang telah ditentukan oleh Allah SWT dalam kitab dan Sunnah Rasul-Nya yang suci.

Karakteristik ke tujuh:Masyarakat Islam adalah masyarakat yang selalu sadar untuk mengajak menuju ke jalan Allah. Maka, setiap individu masyarakat baik laki-laki maupun perempuan memilki kewajiban untuk mengajak manusia menuju ajaran Allah. Tentu saja hal tersebut harus disertai oleh kemampuan dan ilmu pengetahuan pribadi muslim tersebut dalam mengajak, ke mana arah yang akan ia tuju. Allah berfirman: “Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik." [QS. Yusuf: 108]

Dengan mengajak manusia menuju jalan Allah dan menumbuhkannya dalam sebuah masyarakat, maka masyarakat tersebut akan terhindar dari seluruh murka Allah. Dan tentu saja akan memberikan manfaat yang sangat besar untuk kehidupan manusia itu sendiri baik di dunia maupun akhirat. Sekaligus menjauhkan manusia dari berbagai bahaya yang akan ditemuinya baik di dunia maupun akhirat.

Setiap orang yang akan mengajak ke jalan Allah harus mengetahui berbagai fase yang harus dilaluinya, bagaimana cara membentuk dan menjalaninya. Tidak hanya itu, seorang da’i juga dituntut untuk memiliki karakteristik pembawaan yang baik dan pekerjaan yang mulia. Di samping, seorang dai juga dituntut untuk mengetahui, siapakah orang-orang yang mereka ajak? Apa keistimewaan yang mereka miliki? Dan apa kewajiban para dai terhadap mereka?

Masyarakat yang selalu menghimbau diri mereka untuk selalu berjalan di rel Allah adalah masyarakat yang selalu memerintahkan kepada kebaikan ideologi (akidah dan syariah) Islam dan melarang kepada keburukan ideologi selain Islam. Selalu memerintahkan setiap orang dengan perkara yang sejalan dengan syariah dan melarang mereka untuk melakukan hal-hal yang munkar melanggar syariah.

Dan sebenarnya, perintah untuk melakukan kebaikan itu harus dilakukan oleh kaum

16

muslimin dengan kekuatan kekuasaan negara sistem Khilafah. Sehingga terpenuhilah seluruh kewajiban termasuk kewajiban kifayah menerapkan syariah. Negara Islam memenuhi kewajiban kifayah menegakkan keadilan dengan kekuatan kekuasaan yang sah melawan semua kekuatan kebatilan.

Allah berfirman dalam al Quran: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam sanadnya dari Hudzaifah bin Yaman RA, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman kekuasaan-Nya! Kalian harus memerintahkan kepada kebaikan dan melarang kepada keburukan. Atau Ia akan mengirimkan siksaan kepada kalian. Kalian akan meminta pertolongan kepada Allah, akan tetapi Allah tidak akan menolong kalian.”

Diriwayatkan dari Tirmidzi dengan sanadnya dari Thariq bin Shihab, ia berkata: “Orang yang pertama kali mendahulukan khutbah (hari raya) adalah Khalifah Marwan. Kemudian, salah seorang laki-laki berdiri dan berkata kepada Marwan: “Engkau telah menyalahi sunnah.” Ketika itu Marwan berkata: “Wahai Fulan, engkau telah menyalahi sunnah Rasul.” Maka, pada saat itu Abu Sa’id berkata: “Laki-laki ini telah melaksanakan tugasnya.” Saya mendengarkan Rasulullah Saw. berkata: “Barangsiapa yang melihat kemunkaran, maka rubahlah oleh tanganmu. Dan barangsiapa yang tidak bisa, rubahlah dengan lisanmu. Dan barangsiapa yang tidak bisa, maka rubahlah dengan hatimu. Dan hal tersebut merupakan selemah-lemahnya iman.”

Karakteristik ke delapan:Masyarakat Islam adalah sebuah masyarakat yang tidak pernah berhenti untuk memperjuangkan sebuah visi. Masyarakat Islam tidak akan terpengaruh oleh waktu dan tempat. Mereka akan terus memperjuangkan berbagai sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk selalu memperjuangkan ideologi (akidah dan syariah) dari Allah. Jihad dengan jiwa, harta dan lisan untuk menjadikan

kalimat Allah sebagai kalimat yang paling tinggi.

Mereka adalah sebuah masyarakat yang menegakkan negara Islam, serta dakwah dan jihad dengan kekuatan negara. Semuanya itu dilakukan dengan tujuan untuk merealisasikan ajaran Allah sekaligus mengimplementasikannya dalam diri hamba Allah. Mereka terus berjalan melalui lorong tersebut sampai tujuan mereka tercapai. Atau, mereka harus mengorbankan diri menjadi seorang pejuang yang syahid di medan pertempuran. Mereka harus memilih dan memenangkan antara dua pilihan terbaik; mewujudkan harapan dan tujuan yang ada atau mati di jalan Allah.

Masyarakat Islam menyatakan bahwa agamanya mensyariatkan bahwa jihad merupakan hal yang fardhu sampai hari kiamat, tidak berhenti karena seorang Khalifah yang dzalim maupun yang adil. Sehingga, orang-orang yang menentang jihad akan dinilai sebagai orang yang hina. Karena, seharusnya kaum muslimin memerangi musuh mereka yang juga musuh agamanya. Musuh kebenaran yang juga musuh Allah; sama saja, apakah musuh mereka tersebut berada dalam tubuh umat Islam atau di luarnya.

Melawan mereka sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan oleh Islam dalam dakwah dan jihad. Sampai Allah memperlihatkan yang benar dan menyatakan yang salah. Sampai manusia tidak menyembah apapun juga selain Allah.

Dan sesungguhnya, jihad itu sendiri membutuhkan berbagai kesiapan moral dan material negara Islam yang kuat. Sehingga dengan kesiapannya tersebut, mereka dapat maju ke medan perang dan menerima apapun hasil akhir perjuangan mereka. Mereka akan menomorduakan berbagai alasan dan menomorsatukan keimanan dan rasa percaya bahwa Allah akan selalu ada untuk menolong mereka. Akan tetapi, bagaimanapun juga, mereka harus memiliki persiapan sebelum melaksanakan perang. Karena, ini merupakan perintah Allah Swt. Allah berfirman dalam al Quran: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan

17

dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” [QS.Al Anfaal: 60]

Jihad di jalan Allah untuk bertahan maupun menaklukkan kekuasaan negara kufur yaitu meninggikan kalimat Allah sudah menjadi ciri dan keistimewaan yang dimilki oleh sebuah masyarakat Islam. Jihad tidak akan pernah terpisahkan dari dalam kehidupan masyarakat muslim sampai kapanpun. Oleh karena itu, salah seandainya ada orang yang beranggapan bahwa jihad hanya berhenti pada satu sisi saja. Karena jihad akan terus berlanjut sampai hari kiamat nanti. Dalam setiap masyarakat muslim pastilah akan ada seorang yang benar-benar memperjuangkan ajaran Allah. Di samping, hal tersebut juga sudah menjadi sebuah kebutuhan karena sebuah masyarakat muslim haruslah memiliki kekuatan dan kekuasaan negara Khilafah Islam untuk melawan musuh-musuh Allah.

Karakteristik ke sembilan:Sebuah masyarakat Islami adalah sebuah masyarakat yang sangat adil mengikuti keadilan dari syariah. Di mana mereka selalu menghormati tiap individu manusia dan menempatkan mereka dalam posisi yang sangat mulia. Mereka adalah sebuah masyarakat yang selalu menjunjung tinggi keadilan hukum Allah.

Diriwayatkan dari Ibnu Majah dengan sanadnya dari Abdullah bin Amr RA, ia berkata: “Saya melihat Rasulullah Saw berthawaf di ka’bah dan berkata: “Betapa wanginya engkau (Ka’bah) dan juga minyak wangi yang kau kenakan. Betapa mulianya engkau dan mulianya kehormatanmu. Dan demi Allah yang jiwa Muhammad berada dalam gengaman kekuasaannya, kehormatan seorang mukmin di sisi Allah lebih mulia dibanding dengan kehormatanmu, hartanya, darahnya dan kita tidak boleh berprasangka kepada kaum muslimin kecuali dengan persangkaan baik.” [Lihat: “Sunan Ibnu Majah” Dalam bab: “Al Fitan”]

Masyarakat muslim adalah sebuah masyarakat yang telah Allah berikan kemuliaan dan kehormatan lebih dibanding dengan seluruh ciptaan-Nya. Allah juga telah menundukkan segala yang di langit dan di bumi sebagai rahmat baginya. Oleh karena itu, Allah telah menjaga manusia dengan seluruh hak yang seharusnya mereka dapatkan. Sehingga, tidak ada sedikitpun yang Allah kurangkan.

Islam telah melarang kaum muslimin untuk memamerkan jasad musuh yang telah terbunuh, sebagaimana mereka juga tidak diperbolehkan untuk menganiaya para tawanan. Islam juga melarang umatnya untuk melakukan kedhaliman kepada siapapun juga sekalipun mereka adalah musuh Islam. Sebagaimana mereka juga tidak diperbolehkan untuk merampas harta orang lain atau menginjak-injak kehormatannya atau menyakitinya.

Di antara seluruh bangsa, masyarakat Islam adalah sebuah masyarakat yang masyarakat yang berperadaban tertinggi. Sehingga, mereka terkenal sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi keadilan. Sebuah masyarakat yang mengakui adanya kesempurnaan dan keadilan hukum Allah bagi semua manusia. Islam telah memberikan kepada manusia beragama kafir kebebasan untuk tetap beragama kafir. Islam juga mempersilakan manusia memproduksi sains dan teknologi. Syariah Islam telah menentukan berbagai hal yang memberikan maslahat baik di dunia maupun akhirat.

Islam telah mengatur hukum semua perbuatan manusia. Ia memberikan keluasan kepada masyarakat dalam perkara yang mubah/dibolehkan. Sehingga, mereka dilarang mengada-adakan sistem undang-undang kemasyarakatan untuk dirinya sendiri selain dari hukum-hukum Allah yang jelas sempurna.

Masyarakat Islam menganggap manusia sebagai hamba Allah di muka bumi yang berakal sehat. Sehingga, tidak ada satupun yang dapat menandingi kemuliaannya dan tidak ada satupun makhluk Allah lain yang dapat menyamainya. Karena manusia bukanlah budak alam. Manusia juga bukan budak impian duniawi, ajaran kesesatan dan hawa nafsu. Mereka juga bukan budak para pendeta ataupun hukum-hukum buatan manusia. Ia juga bukan budak penguasa batil sistem politik kufur atau sistem ekonomi kufur. Manusia adalah tuan merdeka yang memenuhi fitrahnya menyembah Tuhan Pencipta Alam Semesta.

Karakteristik ke sepuluh:Masyarakat Islam adalah sebuah masyarakat yang memanfaatkan sains dan teknologi sebaik-baiknya. Mereka adalah sebuah masyarakat yang selalu membuka diri terhadap sainstek. Masyarakat muslim adalah sebuah masyarakat yang tidak pernah membedakan mana kulit putih dan mana kulit hitam, mana merah dan mana coklat. Karena

18

mereka beranggapan bahwa setiap manusia di seluruh tempat dan waktu adalah berasal dari kakek moyang yang satu yaitu Adam. Sehingga, tidak ada yang membedakan mereka; ras, gender, warna kulit atau wilayah darimana mereka berasal. Karena, yang hanya dapat membedakan mereka adalah ketakwaan dan keikhlasan mereka dalam beribadah.

Masyarakat Islam adalah sebuah masyarakat yang selalu menemani para mantan pembesar Quraisy yang beriman dalam melakukan amal shalih. Negara Islam juga adalah sebuah negara yang selalu menemani keimanan seorang Bilal, Suhaib dan Salman dalam melaksanakan semua amal shaleh mereka. Sebuah masyarakat yang tidak menganggap mulia seseorang karena kebangsawanannya, dan tidak menilai kekayaan seseorang dari harta yang dimilikinya. Bahkan, mereka semuanya akan dinilai sebagai kalangan mayarakat paling bawah seandainya mereka mendhalimi orang-orang di sekelilingnya. Dan seharusnya, dalam negara Khilafah Islamiyah, Khalifah beserta para pejabatnya akan berdiri di arah yang berlawanan dengan orang tersebut guna mengambil hak yang telah diambil oleh orang yang telah berlaku dhalim tersebut dan kemudian memberikannya kepada orang yang berhak.

Negara Khilafah Islam adalah negara yang tidak pernah memusuhi kaum lemah. Karena yang membuat mereka terhormat adalah keimanan dan keislaman mereka. Dan mereka akan menjadi mulia dengan ketakwaan kepada Allah. Dan mereka harus mengakui bahwa saudaranya yang memiliki kelebihan dan keutamaan adalah saudara seagamanya. Sehingga di antara mereka terdapat hak dan kewajiban yang menjadi tali keterkaitan antara mereka. Karena, antara dirinya dengan saudaranya memiliki tugas yang sama yaitu menjadi pelindung sekaligus pengemban cita-cita dan harapan mulia yang dicita-citakan oleh masyarakat dan negara.

Masyarakat negara Khilafah Islam selalu mengajak masyarakat dunia kepada kebaikan ideologi Islam dan mengajak mereka untuk masuk ke dalam agama Allah tanpa ada unsur pemaksaan ataupun tekanan. Sehingga, ketika mereka memasuki agama Allah mereka akan mendapatkan hak yang seharusnya mereka dapatkan dan kewajiban yang seharusnya mereka laksanakan. Dan bagi orang-orang yang tidak mau masuk ke dalam agama Islam—seperti ahli kitab—maka mereka tetap diperbolehkan untuk berlindung di bawah

naungan bendera pemerintahan Islam. Tentunya, dengan membayar jizyah (pajak yang tidak memberatkan) yang digunakan sebagai ganti perlindungan untuk diri, agama dan harta mereka. Akan tetapi, Islam masih memberikan keluasan kepada warga yang kafir yang sudah lanjut usia, miskin atau berhutang untuk tidak membayar pajak jizyah tersebut.

Seandainya ada golongan lain diluar mereka yang selalu mengganggu stabilitas keamanan baik dalam berakidah maupun dalam kehidupan sehari-hari, maka golongan tersebut akan dianggap sebagai golongan yang sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, golongan tersebut akan dianggap sebagai musuh oleh masyarakat muslim. Karena, bagi mereka golongan tersebut adalah golongan yang akan menyebarkan keburukan dan kerusakan. Mereka menjadi golongan yang mengusik supremasi ideologi Islam dan ingin menjadikan manusia sebagai korban keburukan ideologi kufur.

Jadi, yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Barat yang mengklaim dirinya sebagai negara yang mengagungkan hak-hak azasi manusia —padahal mereka adalah bangsa yang telah menghancurkan sisi kemanusiaan hampir di seluruh belahan dunia dengan menyebarkan tentara penjajahan mereka ke seluruh negara. Mereka tidak merasa malu dengan adanya keadilan dan persamaan. Padahal, dalam satu waktu mereka masih melakukan kedhaliman dan berlaku diskriminatif dalam ras dan perbedaan warna kulit. Dan ironisnya, semua orang mengetahui keculasan mereka itu—mereka seharusnya mengetahui kehebatan dan kebaikan hukum Allah. Kaum Muslimin adalah masyarakat masa depan yang akan membawa manusia ke arah yang lebih terang. Tentu saja dengan syarat mereka harus mempergunakan seluruh sistem dan undang-undang yang diajarkan oleh Islam.

Seharusnya, orang yang menggembar-gemborkan Barat, keadilan, kebebasan dan persamaan harus dapat melihat kehidupan mereka yang telah hilang dari kebaikan. Karena, mereka telah mengaku bahwa mereka adalah orang-orang yang memelihara keadilan, kebebasan dan persamaan di antara populasi manusia. Padahal, sebenarnya manusia sendiri tidak merasakan keadilan, kebebasan dan persamaan hak yang mereka gembar gemborkan. Sebab mereka hanyalah para penganut hukum thoghut. Bahkan, Barat seringkali terjebak dalam tindakan

19

diskriminatif dan berlaku tiran dalam berinteraksi dengan sesama manusia lainnya. Sehingga, tidak jarang kita akan menemukan praktek diskriminasi warna kulit yang mereka lakukan antara anak manusia. Bahkan, mereka mulai mengibarkan bendera golongan utara dan golongan selatan. Selain membedakan antara masyarakat maju, berkembang dan masyarakat dunia ketiga.

Jadi, yang sudah seharusnya dimiliki oleh manusia secara keseluruhan, sekarang, besok dan setiap harinya adalah merenungi kembali perkataan nabi Muhammad Saw. yang telah mengajarkan keadilan syariah Islam, dan persamaan di antara kaum muslimin. Sekalipun mereka harus dikalahkan atau mengalahkan. Dari Abu Dawud dari Rasulullah Saw. bersabda: “Salah satu bentuk kedhaliman adalah orang yang berjanji kemudian mengingkarinya, memberikan tugas yang di luar kemampuannya, atau mengambil sesuatu dari seseorang tanpa memberikan upah. Maka, aku adalah orang yang akan menghujatnya nanti di hari kiamat.” [Lihat: “Sunan Abu Dawud” pada bab: Jihad]

III. Tujuan Membentuk Masyarakat Islam

Masyarakat Islam yang juga terdiri dari beberapa keluarga muslim, memilki tujuan yang harus mereka capai di sela-sela usaha mereka baik melalui perjuangan individu, kelompok, seluruh lapisan masyarakat atau umat Islam semuanya. Dan bahkan, melalui sebuah negara Islam yang menerapkan hukum Allah.

Persatuan seluruh lapisan masyarakat muslim ini, tidak akan mengalami sebuah perpecahan kecuali mereka menyalahi jalan kebenaran dan melepaskan diri dari ajaran Islam, termasuk kewajiban negara kesatuan Khilafah Islam. Karena, ikatan persatuan di antara mereka adalah hal yang tumbuh alami sebagai imbas positif dari kerjasama dalam memperjuangkan dan merealisasikan ajaran Islam. Di samping, sebagai unsur yang sangat penting agar terwujudnya cita-cita masyarakat muslim.

Karena seorang individu muslim saja tidak cukup untuk menjadi sebuah kekuatan sehingga dapat melakukan sebuah perubahan. Begitu pula dengan satu keluarga saja, mereka tidak akan berhasil melalui cobaan hidup yang begitu beragam. Begitupula dengan kelompok masyarakat tertentu, mereka tidak dapat mengemban tugas yang begitu berat tersebut. Karena, untuk meraih

sebuah tujuan, sebuah umat memerlukan seorang Khalifah yang mengajak kaumnya untuk mengaplikasikan ajaran Allah SWT. Karena, seandainya tidak begitu, niscaya tidak akan ada satupun yang akan melaksanakan berbagai kewajiban yang dibebankan atas negara Islam atau Khalifah.

Apabila masyarakat Islam telah merealisasikan semuanya itu dengan baik, maka tidak akan ada satupun yang dapat memecah belah persatuan mereka. Dari sini, maka tujuan sekelompok masyarakat muslim akan menjadi tujuan umat Islam secara keseluruhan. Sehingga, usaha mereka akan terfokus pada satu tujuan yaitu merealisasikan seluruh ajaran Allah. sekali lagi, semuanya itu hanya akan terlaksana dengan kerjasama dan persatuan dari seluruh lapisan kerangka sosial yang ada. Individu, keluarga, kelompok masyarakat dan umat Islam secara keseluruhan.Tidak boleh ada kelompok yang menolak kewajiban penegakkan sistem syariah Islam. Tidak boleh ada kelompok yang mengimani sebagian saja dari wahyu Allah. Tidak boleh ada kelompok yang ridho dengan kekuasaan hukum kufur. Mereka semua harus diluruskan.

Dan sudah diketahui secara umum bahwa tujuan utama masyarakat muslim atau umat Islam secara keseluruhan adalah menciptakan kemaslahatan bagi seluruh hamba Allah baik di dunia maupun akhirat. Yaitu mengeluarkan manusia dari kegelapan ideologi kufur menuju cahaya ideologi Islam.

Dan sebelum mencapai tujuan tersebut, setiap hamba Allah harus berusaha untuk mencapai tiga syarat di bawah ini. Sebagaimana pembagian ini juga telah dibahas dan diketengahkan oleh kalangan ulama dari berbagai generasi. Bagian-bagian tersebut adalah:

Tujuan primerTujuan sekunderTujuan tersier

Kita menyebut tiga pembagian tersebut dengan kumpulan tujuan atau maksud (al Maqâsid). Dan tidak ada satupun ulama yang membantah penggunaan terminologi ini. Karena tujuan (al Hadfu) merupakan maksud. Dan begitupula sebaliknya, maksud adalah tujuan.Dan sekarang, kita akan membahas satu persatu ketiga bagian ini. Dan Allah adalah dzat yang Maha Memiliki Taufik.

*Tujuan Primer:

20

yang dimaksud dengan primer adalah: Suatu kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda. Ini berarti, bagaimanapun caranya kebutuhan ini harus terpenuhi. Dan setiap manusia tidak akan dapat melalui kehidupannya dengan baik kecuali dengan memenuhi kebutuhan yang satu ini.

Inilah beberapa tujuan yang harus direalisasikan demi tercapainya kemaslahatan manusia dalam hidup dan beragama. Karena, seandainya beberapa tujuan ini tidak dapat terpenuhi, maka kehidupannya dilihat dari sisi dunia dan agama akan hancur. Maka, manusiapun akan hidup dalam kesulitan yang tidak berujung karena telah kehilangan kedua maslahat ini; kemaslahatan di dunia, sehingga mereka tidak dapat menjalani kehidupan ini. Atau menjalaninya, tapi tidak sewajarnya manusia. dan yang kedua adalah kemaslahatan akhirat. Karena mereka harus menunggu siksa yang sangat pedih dari Allah, disebabkan perbuatan maksiat yang mereka lakukan.Sebenarnya, tujuan primer sangat banyak. Akan tetapi, kita akan menyebutkan tujuan-tujuan yang penting saja:

Pertama:Meyakini keberadaan Allah, malaikat, kitab, Rasul, hari akhir dan ketentuan-Nya; baik ataupun buruk. Tegasnya, beriman dengan benar. Dan keimanan ini merupakan kebutuhan primer dalam setiap jiwa manusia. Sehingga, setiap orang tidak akan dapat menjalani hidupnya dengan terhormat sebagai seorang manusia kecuali dengan memiliki faktor yang satu ini.

Kedua:Melakukan ibadah kepada Allah SWT sesuai dengan ajaran agama, seperti: bersuci, mengucapkan dua kalimah syahadat, melaksanakan apa yang tersirat dalam dua kalimat tersebut, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, melakukan ibadah haji bagi siapapun yang telah memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. Semua ibadah tersebut dinamakan dengan tunduk dan penyerahan diri (al Islâm). Ketundukan ini hanya kepada Allah SWT, Dzat Yang Maha Menciptakan dan Memberikan Rizki kepada manusia. Dan seorang manusia tidak akan mendapatkan kemuliaan kecuali dengan melaksanakan faktor kedua ini dengan baik.

Ketiga:Menjaga agama, jiwa, harta, akal dan keturunan. Semuanya itu merupakan kebutuhan manusia yang sangat asai dan penting bagi seorang manusia. Sehingga, mereka tidak akan dapat untuk melanjutkan

kehidupannya dengan baik kecuali dengan menjaga faktor-faktor tersebut. Sedangkan untuk menjaganya, membutuhkan sebuah aturan yang akan menuntun manusia pada keadilan dan kebaikan. Mengetahu secara baik mana jalan yang akan dimurkai oleh Allah dan mana jalan yang akan menunjukkan dirinya pada pahala Allah. Sehingga, tanpa unsur-unsur tersebut manusia tidak akan hidup dengan terhormat dan mulia.

Keempat:Menjaga hak orang lain dalam melakukan relasi antara satu individu dengan individu yang lainnya. Dalam segala hal yang berhubungan dengan kehidupan pribadi dan sosialnya. Atau dalam masalah hukum pidana Islam yang berlaku dan lain sebagainya. Dan untuk menjaga agar semua unsur tersebut dapat terjaga dengan baik seseorang pasti membutuhkan tatanan hukum dan undang-undang yang lahir dari hukum Allah: kitab-Nya, Sunnah Rasul-Nya, dan yang ditunjukkan oleh keduanya yaitu qiyas syar’i dan ijma’ sahabat.

*Tujuan Sekunder:Kebutuhan sekunder adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh seorang manusia dan dilihat dari sisi agama kebutuhan ini sudah menjadi tuntutan hidup seorang manusia. Sehingga, dengan terpenuhinya kebutuhan tersebut mereka akan merasa lapang dan keluar dari sebuah permasalahan yang sangat pelik. Karena, seandainya mereka merasa terkurung dalam permasalahan tersebut tanpa solusi maka mereka akan kehilangan kemaslahatan hidup mereka; baik kemaslahatan di dunia maupun akhirat. Akan tetapi, kehilangan tersebut hanya bersifat kehilangan yang tidak mencapai taraf kerusakan sehingga tidak dikatakan sebagai mendesak (dharurat).Kebutuhan sekunder ini sangat beragam. Dalam hal ini kita hanya akan menyebutkan unsur-unsur penting saja, di antaranya:

Pertama:Adanya keringanan dalam beberapa hal tertentu dan pada saat-saat tertentu dengan tujuan untuk meringankan kesulitan yang dihadapi oleh manusia, seperti: berbuka puasa di bulan Ramadhan bagi orang-orang sakit atau dalam perjalanan, dan mengqashar shalat dan lain sebagainya.

Kedua:Diperbolehkannya berburu dan menikmati hal-hal yang indah. Tentunya selama masih dalam ruang lingkup yang masih dihalalkan oleh Allah Swt., seperti: aneka pilihan untuk makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan

21

kendaraan. Dengan syarat, menjauhkan diri dari berlebih-lebihan yang membahayakan.

Ketiga:Kebutuhan sebagai sarana pembantu dalam berinteraksi, seperti: diperbolehkannya gadai dan pesanan. Tegasnya, Islam telah memperbolehkan menjual sesuatu yang masih akan ia terima pada waktu yang akan datang yang diganti dengan sesuatu yang diserahkan pada saat itu juga. Atau, Islam juga memperbolehkan seseorang untuk melakukan sistem bagi hasil. Tegasnya, pemilik kebun membayar orang yang telah mengairi, membetulkan dan merawat kebunnya dengan hasil perkebunan tersebut.

Dan semua contoh kasus di atas merupakan kebutuhan sekunder yang tujuannya tidak lain untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam menjalankan roda kehidupannya dan menghilangkan berbagai problematika yang memojokkan mereka.Dan masyarakat muslim adalah sebuah masyarakat yang sangat menyadari akan kebutuhan tersebut. Sehingga, dengan tatanan hukum Islam yang ia miliki, Islam berusaha untuk memberikan berbagai kebutuhan ini kepada mereka. Sehingga mereka dapat keluar dari permasalahan yang mereka hadapi. Karena Allah Swt. tidak akan membiarkan umatnya berada dalam kesulitan terus menerus: “Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” [QS. Al Hajj: 78]

*Tujuan Tersier:Yang dimaksud dengan kebutuhan tersier adalah: Segala usaha dan kebutuhan untuk mengarah ke sesuatu yang lebih baik dan bermanfaat bagi manusia itu sendiri. Sedangkan maknanya dilihat dari sisi agama adalah: mengambil segala sesuatu yang dinilai cocok dan sesuai dengan manusia yang diambil dari hal-hal yang dibolehkan syariah.Seandainya tujuan dalam mewujudkan tujuan tersier ini gagal manusia akan kehilangan sesuatu yang sudah sepantasnya dimiliki oleh seorang individu manusia yaitu keutamaan. Akan tetapi, kegagalan tersebut tidak mencapai taraf keharaman. Dan Islam sangat menjaga sekali dengan ajarannya sehingga tidak membiarkan satu-pun anggota masyarakatnya untuk terjerembab masuk ke dalam keharaman.Dan sebenarnya, tujuan-tujuan tersier ini sangat beragam. Dan kita hanya akan menyebutkan yang paling penting saja:

Pertama:

Bersuci sunnah dalam setiap saat, mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah shalat sunah dan shadaqah, melakukan kurban yang di luar wilayah wajib. Karena, hal-hal yang dwajibakan akan masuk ke dalam wilayah terpaksa dan bukan kebutuhan sekunder.

Kedua:Mempergunakan sopan santun dalam makan dan minum yang dihalalkan bahkan disunnahkan untuk memakannya. Dan menjauhkan diri dari berbagai makanan dan minuman yang kotor dan menjijikkan. Dan hal-hal lain yang tidak disebutkan keharamannya dalam teks Islam.Kebutuhan di atas bertujuan untuk membentuk masyarakat muslim yang dapat meraih segala sesuatu yang sudah sewajarnya dan sepantasnya dimiliki oleh seorang manusia sehingga dapat memperkokoh kehormatan dan kemuliaan yang Allah berikan.

Adapun tujuan-tujuan lain yang harus direalisasikan dalam sebuah masyarakat selain yang tiga tadi adalah sebagai berikut:

Menunjukkan manusia ke arah kebenaran dan kebaikan:Masyarakat Islam baik sebagai individu, keluarga, masyarakat dan negara Khilafah Islam memiliki cita-cita agar mereka dapat memikul beban di pundak mereka. Tepatnya, kewajiban yang telah Allah berikan kepada mereka untuk menyampaikan petunjuk Allah kepada manusia berupan kebenaran dan kebaikan ideologi (akidah dan syariah) Islam. Sampai akhirnya mereka dapat berjalan di jalan Allah dengan memberikan ajaran hikmah, nasehat yang baik dan meluruskan mereka ke jalan yang benar. Karena, masyarakat muslim dengan seluruh lini kehidupannya baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki tujuan yang sama yaitu menghambakan diri kepada Allah, tidak pernah memiliki pilihan untuk diam dan berhenti untuk menyebarkan agama Allah selama mereka masih mengaku sebagai seorang muslim.

Karena, mengajak manusia kepada kebenaran ideologi Islam dan menjauhkan mereka dari kemunkaran ideologi kufur tidak pernah akan selesai. Tugas tersebut akan terus ia pikul agar manusia tetap saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Di samping, mereka juga harus saling menasehati dengan kebaikan dan mencoba untuk bersabar adalah menghadapi berbagai cobaan dan beban hidup yang sangat melelahkan.

22

Sebuah masyarakat negara Khilafah yang dapat mengajak manusia pada kebenaran ideologi Islam dan menjauhkan diri dari kemunkaran ideologi kufur akan menjadikan lingkungannya aman dan damai. Kenyamanan akan dirasakan oleh jiwa, kehormatan, harta dan segala sesuatu yang akan membuat mereka merasa tenang.

Dan sebuah masyarakat negara Khilafah Islam tidak akan pernah mencapai rasa aman, tenang dan nyaman tersebut seandainya mereka tidak mewajibkan diri mereka untuk berbuat baik dan menjauhkan diri dari kemunkaran.

Di samping itu, menunjukkan manusia ke arah yang benar dan baik, menebarkan rasa aman dan tenang juga harus dengan selalu mengikuti ajaran Allah berikut metode penerapannya melalui kekuasaan negara Khilafah. Seandainya mereka dapat melakukan semuanya itu, maka semua kebutuhan diri mereka baik secara materi maupun rohani akan terpenuhi. Karena, seandainya manusia mulai membiasakan diri untuk melaksanakan seluruh perintah dan ajaran Allah, maka mereka akan menemukan kebenaran dan kebaikan baik dalam perkataan mereka, perbuatan, hasil dan seluruh yang berhubungan dengan kehidupannya. Khususnya, semua hal yang menjadi kebutuhannya.

Dan bab pembahasan ini sudah umum diketengahkan oleh para ulama. Bahkan, mereka membahasnya secara lebih luas lagi dan pada akhirnya menyimpulkan bahwa segala sesuatu yang menjadi maslahat bagi manusia termasuk ke dalam fardhu ‘ain maupun fardhu kifayah. Dan Islam mewajibkan Khalifah dan para pejabatnya agar memberikan upah yang sepantasnya bagi mereka yang mengajarkan kebaikan kepada manusia (para guru).

Bahkan, banyak sekali para ulama yang memerintahkan manusia dan Khalifah untuk menggali sungai, meratakan jalan (agar dapat dilewati), menutup rawa-rawa, menggali mata air, memperbaiki tanah pertanian agar dapat ditanami dan mempersiapkan berbagai alat yang sekiranya dapat dipergunakan demi terealisasinya kemaslahatan kaum muslimin. Untuk perbaikan tersebut, para pemimpin negara Khilafah juga harus mengeluarkan uang dari kas negara yaitu baitul mal dan jangan membebankan semuanya itu kepada individu-individu kaum muslimin. Kecuali,

salah satu di antara mereka memang orang yang mampu, atau memang memiliki keinginan sendiri dalam melakukan hal tersebut tanpa paksaan siapapun. Atau, memang hal tersebut terpaksa harus ia pikul sendiri tanpa melibatkan pemerintah Khilafah.

Melawan kejahatan dan keburukan:Poin ini merupakan tujuan utama terbentuknya sebuah masyarakat Islam. Karena, memerangi kedzaliman serta menumpas ideologi kufur merupakan fardlu ‘ain bagi seorang pemimpin negara Khilafah Islam. Tegasnya, seandainya seorang Khalifah tidak memerangi kejahatan dan kemunkaran, atau mungkin enggan melakukannya, maka ia dihukumi berdosa. Sedangkan bagi masyarakat, hal tersebut fardlu kifayah. Artinya, orang yang mampu melakukannya tetap tertuntut untuk melakukannya. Dan seandainya tidak ada satu orangpun yang melaksanakan hal tersebut maka semuanya akan tertimpa dosa.

Seandainya masyarakat tersebut membiarkan semua kemunkaran dan unsur-unsur yang mengarah ke jalan itu dibiarkan, maka hal tersebut akan menjadi batu sandungan yang tidak dapat diremehkan. Karena, ketika anda berusaha untuk mengajak manusia kepada kebenaran ideologi (akidah dan syariah) Islam dan menjauhkan mereka dari kemunkaran, tetapi melakukannya tanpa mengusahakan terpenuhinya kewajiban kekuasaan sistem Khilafah Islam, maka unsur keburukan akan menang di hadapan anda. Sehingga pada akhirnya manusia akan terperosok dan terjebak dalam bencana yang sangat besar.

Tujuan utama kehidupan masyarakat Islam ini telah mendapatkan sorotan dalam al Quran. Tepatnya, ketika masyarakat muslim pada masa nabi Muhammad Saw meminta kepada Allah agar mereka diidzinkan untuk melakukan perlawanan dan mendapatkan wilayah kekuasaan.

“Dan katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” [QS. Al-Israa’: 80]

Allah berfirman dalam al Quran: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia

23

kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” [QS. An Nisaa: 135]

Dan pada ayat lain Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang akamu kerjakan.” [QS. Al Maaidah: 8]

Dan pada ayat lain dikatakan: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” [QS. Al Baqarah: 143]

Memerangi kejahatan dan kemunkaran meruapakan tugas dan kewajiban setiap individu muslim yang memang mampu melakukan hal tersebut. Dan seorang Khalifah juga dituntut untuk mempergunakan kekuasaannya dalam memberantas segala bentuk kemunkaran tersebut. Akan tetapi, untuk mencapai tingkatan tersebut, terlebih dahulu seorang muslim harus memiliki kesadaran yang diawali dari diri pribadi. Setelah itu, barulah orang yang yang ada di sekelilingnya dan masyarakat di mana ia tinggal dan hidup. Dan siapapun yang mencoba mengabaikan perkara ini setelah turunnya perintah dari Allah maka akan tercatat di sisi-Nya.

Tanggung jawab terhadap pribadi dan masyarakatnya di mana ia hidup dan bagaimana ia berusaha untuk memerangi berbagai kejahatan dan kemunkaran merupkan perintah yang mendapatkan legitimasi langsung dari al Quran. Tepatnya, dalam firman Allah: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah.” [QS. Al Maaidah: 2]

dan pada ayat lain dikatakan: “Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu

orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka.” [QS. Huud: 116]

Di samping ayat al Quran, perbuatan tersebut merupakan sebuah kewajiban berdasarkan kepada perkataan Rasulullah Saw. yang diriwayatkan dari Abu Dawud yang mempergunakan sanadnya dari Abdullah bin Mas’ud ra.: Yang mengahncurkan kehidupan Bani Israil adalah seorang laki-laki yang menghardik laki-laki yang lainnya. Ketika itu, salah seorang dari laki-laki tadi berkata: “Ada apa dengan kamu ini! Takutlah kepada Allah dari segala perbuatan yang telah kamu lakukan. Semuanya itu tidak pernah diperbolehkan oleh Allah.” hari-pun berganti. Sayangnya, orang tadi belum juga berubah dan orang yang menghardiknya kemarin tidak pernah mengingatkannya lagi, ia membiarkan orang tersebut seperti itu adanya, dengan cara makan, minum dan duduknya sendiri (menjadi kebiasaan buruk), ketika mereka melakukan hal tersebut, maka Allah mengetuk hati mereka melalui hamba-Nya yang lain dengan perkatannya:“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan 'Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.” [QS. Al Maaidah: 78-81]Kemudian orang tersebut (Dawud) berkata: “Demi Allah, seharusnya kalian memerintahkan kepada kebaikan dan melarang kepada kemunkaran, menghukum orang yang berbuat dhalim membawa mereka pada wilayah kebaikan, membawanya kepada jalan yang benar, atau Allah akan mengetuk hati kalian melalui salah satu hambanya, kemudian akan melaknat kalian sebagaimana

24

kalian melaknat mereka.” [HR. Abu Dawud, Bab: “Al Malâhim”]

Berbagai teks di atas; baik al Quran maupun Sunnah telah menjelaskan kepada kita bahwa seluruh individu yang terkait dalam masyarakat muslim memiliki tanggung jawab yang harus ia pertanggung jawabkan baik kepada Allah, diri sendiri maupun lingkungan sosial. Sehingga, hal tersebut akan mendorong mereka untuk memerangi semua unsur yang akan mengarah kepada keburukan.

Metode Rasul Saw. yang wajib diikuti dalam perjuangan memenuhi kewajiban menegakkan negara sistem Islam keseluruhan adalah sebagai berikut:Pertama, tahap pembinaan dan pengkaderan (tatsqif). Pada tahap ini Rasulullah Saw. melakukan pembinaan para kader dan membuat kerangka tubuh gerakan. Beliau Saw. membangkitkan keruhanian mereka dengan sholat, membaca al-Qur’an, membina pemikiran mereka dengan memperhatikan ayat-ayat Allah dan meneliti ciptaan-ciptaan-Nya, dan membina akal pikiran mereka dengan makna-makna dan lafazh-lafazh Al-Qur’an serta mafahim dan pemikiran islam, dan melatih mereka untuk bersabar terhadap berbagai halangan dan hambatan dakwah, dan mewasiatkan kepada mereka untuk senantiasa taat dan patuh sehingga mereka benar-benar ikhlas lillahi ta’ala. (lihat Taqiyuddin An Nabhani, Ad Daulah Al Islamiyah, hal.11-12)

Tahap kedua, tahap interaksi dan perjuangan (marhalah tafaul wal kifah). Perjuangan kelompok dakwah Nabi dan para sahabat pun berubah dari fase rahasia (daur al istikhfa) ke fase terang-terangan (daur al I’lan). Berpindah dari fase mengkontak orang-orang yang memiliki kesediaan menerima Islam ke fase berbicara kepada masyarakat secara menyeluruh (lihat Taqiyuddin An Nabhani, Ad Daulah Al Islamiyah, hal.16). Mulailah terjadi benturan antara iman dengan kekufuran di masyarakat, dan mulailah terjadi pergesekan antara ide-ide yang benar dengan ide-ide yang rusak. Pada tahap ini mulailah orang-orang Kafir Quraisy melawan dakwah dan menyakiti Rasulullah Saw. dan kaum muslimin dengan berbagai macam cara.

Rasulullah Saw. dan para sahabat menghadapi berbagai perlawanan dakwah yang dilancarkan oleh orang-orang Kafir Quraisy, baik itu penyiksaan fisik, propaganda busuk (ad da’aawah/ad di’ayah) untuk menyudutkan Islam dan kaum muslimin di dalam negeri dan

luar negeri, maupun blokade total (al muqatha’ah), dengan sikap sabar dan terus berdakwah menegakkan agama Allah Swt. tanpa kekerasan. Tatkala Rasul Saw. melihat Yasir dan istrinya disiksa oleh orang-orang Quraisy, beliau Saw. tidak menggerakkan kaum muslimin untuk melakukan perlawanan fisik terhadap mereka (lihat An Nabhani, Ad Daulah Al Islamiyah, hal.18). Beliau Saw. bersabda:

« cُمc َمfوjِعhَدfُك lَّنh َفfِإ pر hاِسf َي fآَل ا uرj َصfب hاللِه fَنhَم jُمc fُك ل cُكhلjَم

f َأ f َال jْي� hِّن ِإ hةl ن fَجj الuا jًئ ي fش»

“Bersabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguhnya janji Allah untuk kalian adalah surga. Sesungguhnya aku tidak memiliki sesuatu apapun dari Allah.”

Substansi dakwah adalah menyeru kepada mentauhidkan Allah dan seruan ibadah hanya kepada-Nya serta seruan untuk meninggalkan penyembahan kepada makhluk dan seruan untuk melepaskan diri dari sistem kehidupan jahiliyah mereka yang rusak. Maka terjadilah benturan dengan Quraisy secara total. Bagaimana mungkin tidak terjadi benturan, padahal Rasulullah Saw. membodohkan impian mereka, merendahkan tuhan-tuhan mereka, dan mencela kehidupan murahan mereka, dan mengkritik aturan-aturan kehidupan mereka yang zalim.

Rasulullah Saw. pun mengontak para pemimpin qabilah di sekitar Makkah untuk mengajak mereka masuk Islam dan melindungi Beliau Saw. dan melindungi dakwah Islam serta siap menanggung risiko melawan kebengisan orang-orang Quraisy.

Dalam Sirah Ibnu Hisyam diriwayatkan, “Zuhri menceritakan, bahwa Rasulullah Saw. mendatangi secara pribadi Bani Kindah, akan tetapi mereka menolak beliau. Beliau juga mendatangi Bani Kalb akan tetapi mereka menolak. Beliau juga mendatangi Bani Hanifah, dan meminta kepada mereka nushrah dan kekuatan, namun tidak ada orang Arab yang lebih keji penolakannya terhadap beliau kecuali Bani Hanifah. Beliau juga mendatangi Bani ‘Aamir bin Sha’sha’ah, mendo’akan mereka kepada Allah, dan meminta kepada mereka secara pribadi. Kemudian berkatalah seorang laki-laki dari mereka yang bernama Baiharah bin Firas,

25

“Demi Allah, seandainya aku mengabulkan pemuda Quraisy ini, sungguh orang Arab akan murka.” Kemudian ia berkata, “Apa pendapatmu, jika kami membai’atmu atas urusan kamu, kemudian Allah memenangkanmu atas orang yang menyelisihimu, apakah kami akan diberi kekuasaan setelah engkau? Rasulullah Saw. berkata kepadanya, “Urusan itu hanyalah milik Allah, yang Ia berikan kepada siapa yang dikehendaki.” Bahirah berkata, “Apakah kami hendak menyerahkan leher-leher kami kepada orang Arab, sedang engkau tidak. Sedangkan jika Allah memenangkan kamu, urusan bukan untuk kami. Kami tidak butuh urusanmu.”

Adapun nama-nama kabilah yang pernah didatangi Rasulullah Saw. dan menolak adalah, (1) Bani ‘Aamir bin Sha’sha’ah, (2) Bani Muharib bin Khashfah, (3) Bani Fazaarah, (4) Ghassan, (5) Bani Marah, (6) Bani Hanifah, (7) Bani Sulaim, (8) Bani ‘Abas, (9) Bani Nadlar, (10) Bani Baka’, (11) Bani Kindah, (12) Kalab, (13) Bani Harits bin Ka’ab, (14) Bani ‘Adzrah, (15) Bani Hadlaaramah.

Beliau Saw. juga mendakwahi kabilah-kabilah di luar Makkah yang datang tiap tahun ke Makkah, baik untuk berdagang maupun untuk mengunjungi Ka’bah, di jalan-jalan, pasar ‘Ukadz, dan Mina. Di antara orang-orang yang diseru Rasul tersebut ada sekelompok orang-orang Anshor. Kemudian mereka menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Setelah mereka kembali ke Madinah mereka menyebarkan Islam di Madinah. Momentum penting lain sebagai pertanda dimulainya babak baru dakwah Rasul adalah Bai’at ‘Aqabah I dan II. Dua peristiwa ini, terutama Bai’at ‘Aqabah II telah mengakhiri tahap kedua dari dakwah Rasul, yakni tahap interaksi dan perjuangan menuju Tahap ketiga, yaitu tahap Penerimaan Kekuasaan (Istilaam al-Hukmi). Dalam tahap ketiga ini Rasul hijrah ke Madinah, negeri yang para pemimpin dan mayoritas masyarakatnya telah siap menerima Islam sebagai metode kehidupan mereka, sehingga sistem Islam keseluruhan bisa ditegakkan beserta institusi penerapnya yaitu Daulah Islamiyah. Maka terwujudlah kehidupan yang (1) asas peradabannya adalah kalimat tauhid Lailahaillallah Muhammadurrasulullah; (2) standar perbuatan (miqyasul a’mal) dalam interaksi kehidupan mereka adalah halal-haram; dan (3) makna kebahagiaan (ma’nas sa’aadah) mereka adalah mendapatkan ridho Allah. Masyarakat yang kokoh dengan kekuasaan ideologi Islam inilah yang siap membawa risalah Islam ke

seluruh dunia. [lebih lanjut lihat, ‘Dakwah Islam’ Ahmad Mahmud]

Menjaga akidah dan ibadah:Masyarakat Islam adalah sebuah bangunan masyarakat yang memberikan porsi yang sangat besar dalam memperhatikan keimanan. Islam tidak pernah memerintahkan satupun manusia untuk masuk ke dalam agama secara terpaksa namun harus atas kesadaran akal sehat sesuai fitrah manusia. Allah berfirman dalam al Quran: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah.” [QS. Al Baqarah: 256]Artinya, Islam tidak pernah memaksakan ajaran agamanya kepada penganut agama lain. Terutama, golongan ahli kitab.Ahli kitab yang menjadi warga negara Khilafah Islam maka Khalifah akan membiarkannya berjalan sendiri dengan agama yang dianutnya dan tidak memaksa mereka untuk masuk ke dalam agama Islam. Akan tetapi, pemerintahan Khilafah Islam akan mewajibkan mereka untuk membayar pajak yang dinamakan dengan “Jizyah”, karena negara Khilafah telah menjaga keamanan mereka.Jizyah tersebut diwajibkan setiap tahun kepada orang-orang non muslim yang mampu membayarnya. Sedangkan orang tua, perempuan, anak kecil dan orang yang tidak dapat membayar pada umumnya, tidak akan dimintai jizyah tersebut. Dan sebagai imbalannya, kaum muslimin harus berusaha untuk menjaga diri, harta dan kehormatan mereka. Bahkan, warga masyarakat muslim diwajibkan untuk menyantuni masyarakat non muslim yang miskin.

Dan sebuah masyarakat negara Khilafah Islamiyah yang memberikan kebebasan kepada warganya yang kafir untuk tetap kafir tentu saja memberikan kebebasan kepada mereka dalam menjalankan ibadah kufurnya. Terutama ahli kitab; Yahudi dan Nasrani. Dengan perintah ini akhirnya kita dapat mengetahui bahwa Islam memang telah memberikan kebebasan yang sangat luas kepada warganya yang kafir dalam berakidah dengan agamanya masing-masing.

Islam juga melarang umatnya untuk mengotori peperangan yang disyariatkan dalam agama ini dengan menghancurkan tempat-tempat ibadah kaum kafir. Karena hal tersebut akan menodai kemenangan yang telah ada di tangan umat Islam. Dan yang penting, Islam telah meletakkan peraturan dan hukum tertentu dalam peperangan. Dan

26

barangsiapa yang melewati batas syariah dalam berperang ini, maka ia akan dimusuhi oleh seluruh laskar jihad negara Islam.

Allah berfirman dalam al Quran: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu; dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertaqwalah kepada Allah dan ketauhilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertaqwa.” [QS. Al Baqarah: 190-194]

Di samping perang bertahan juga ada perang penaklukan atau futuhat untuk meninggikan kalimat Allah. Jihad futuhat dilakukan untuk memperluas kekuasaan negara Khilafah Islam, untuk menerapkan syariah Islam atas manusia, sehingga kaum kafirpun mendapatkan rahmat syariah Islam. Kaum kafir yang dikuasai juga oleh syariah Islam dan mendapatkan rahmat dari syariah Islam maka mereka akan merasakan keadilan sejati dari Islam sehingga mau berbondong-bondong masuk Islam.

Sekalipun militer musuh berbuat arogan, akan tetapi kaum muslimin harus memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyerah secara damai untuk menyerahkan diri mereka kepada kekuasaan negara Khilafah Islam, seandainya mereka berniat untuk menyerahkan diri.

Allah berfirman dalam al Quran: “Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang

yang kafir, karena mereka itu tidak beriman. (Yaitu) orang-orang yang kamu telah mengambil perjanjian dari mereka, sesudah itu mereka mengkhianati janjinya pada setiap kalinya, dan mereka tidak takut (akibat-akibatnya). Jika kamu menemui mereka dalam peperangan, maka cerai beraikanlah orang-orang yang di belakang mereka dengan (menumpas) mereka, supaya mereka mengambil pelajaran. Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat. Dan janganlah orang-orang yang kafir itu mengira, bahwa mereka akan dapat lolos (dari kekuasaan Allah). Sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan (Allah). Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi Pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mu'mim.” [QS. Al Anfaal: 55 62]

Mengimplementasikan keadilan syariah Islam:Tidak dapat diragukan lagi bahwasanya masyarakat Islam di manapun dan kapanpun mereka selalu bertujuan untuk merealisasi dan mengimplementasikan keadilan hukum Allah bagi seluruh lapisan masyarakat. Karena Allah Swt. selalu memerintahkan manusia untuk berbuat adil dalam segala hal yang berhubungan dengan kehidupan manusia.

Allah Swt. memerintahkan manusia untuk berbuat adil dalam setiap perkataan, Ia berfirman: “Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu).” [QS. Al An’aam: 152]Maka, setiap kaum muslimin diwajibkan untuk berkata adil sekalipun dihadapkan pada kerabat sendiri.

27

Allah juga memerintahkan manusia untuk berlaku adil dalam menulis hutang: “Hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertaqwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [QS. Al Baqarah: 282]

Selain itu, Allah juga memerintahkan manusia untuk berbuat adil dalam memberikan keputusan hukum di antara manusia yaitu dengan memutuskan perkara dengan syariah Islam. Allah berfirman dalam al Quran: “Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” [QS. An Nisaa: 58]

Allah juga memerintahkan manusia untuk berlaku adil dalam memberikan kesaksian dan memilih saksi yang adil. Allah berfirman dalam al Quran: “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan

hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pelajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat.” [QS. At Thalaaq: 2]

Allah juga memerintahkan manusia untuk berbuat adil dalam memperbaiki hubungan antara dua oang yang tengah berselisih. Allah berfirman dalam al Quran: “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu'min berperang maka damaikanlah antara keduanya.Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali, kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” [QS. Al Hujuraat: 9]

Allah juga memerintahkan manusia untuk berbuat adil mengikuti syariah dalam memberikan ukuran, timbangan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan hak manusia. Allah berfirman dalam al Quran: “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabatmu, dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” [QS. Al An’aam: 152]Dan dalam ayat lain dikatakan: “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” [QS. Al Hadiid: 25]

Tidak hanya itu, Allah juga memerintahkan manusia untuk berlaku adil dalam sebuah ayatnya yang menggambarkan secara umum bahwa manusia dituntut untuk berlaku adil dalam berbagai hal. Allah berfirman dalam al Quran: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” [QS. An Nahl: 90]Setelah menyelami makna ayat di atas kita semakin menyadari bahwa keadilan aturan Allah dalam masyarakat negara Khilafah Islam merupakan unsur pembentuk kehidupan manusia yang aman dan tentram. Sehingga,

28

ketika dalam masyarakat tersebut telah kehilangan rasa aman dan tentram, pastilah mereka juga telah kehilangan keadilan. Dan yang perlu diperhatikan adalah menegakkan keadilan syariah oleh kekuasaan riil negara Khilafah Islam kepada masyarakat adalah salah satu tindakan agar tidak terjadi praktek kedhaliman.

Dan sebenarnya banyak sekali hadits, bahkan kita sudah tidak dapat menghitungnya yang mewajibkan kaum muslimin untuk berlaku adil mengikuti syariah. Akan tetapi, kita akan menyebutkan beberapa di antaranya:Diriwayatkan dari Bukhari dengan sanadnya dari Aisyah Ummul Mukminin ra., ia berkata: “Rasulullah Saw bersabda: “Celakalah orang-orang sebelum kalian! Apabila seorang kaya raya mengambil harta mereka, maka orang kaya tersebut tidak dijatuhi hukuman apapun. Berbeda dengan orang miskin. Seandainya mereka mencuri harta orang-orang, maka mereka akan dijatuhi hukuman. Demi Allah! Seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri niscaya akan aku potong tangannya.”

Dan diriwayatkan dari Bukhari dengan sanadnya bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Berlaku adillah dalam memberikan segala sesuatu terhadap putra-putri kalian.” [Lihat: “Shahih Bukhari”, bab: “Al Hibah”]

Dan diriwayatkan dari imam Muslim dengan sanadnya dari Jabir ra. bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Berhati-hatilah jangan sampai kalian berbuat dhalim. Karena sesungguhnya kedhaliman akan membawa kepada kegelapan pada hari kiamat nanti. Dan hati-hatilah terhadap sifat tamak. Karena ketamakan telah menghancurkan orang-orang sebelum kamu. Ketamakan telah membawa mereka kepada peperangan yang menumpahkan darah mereka dan ketamakan juga telah mendorong mereka untuk menjual istri, ibu dan saudara-saudara perempuannya.”

Dan diriwayatkan dari imam Muslim dengan sanadnya dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda ketika haji wada’: “Sesungguhnya Allah telah mensucikan darah dan harta kalian, seperti sucinya hari ini dalam bulan ini. Apakah aku telah menyampaikannya?” maka para hadirin menjawab: “Benar!” kemudian Rasulullah Saw. bersabda: “Ya Allah, saksikanlah!”

Masyarakat Islam ketika memiliki cita-cita yang sangat luhur untuk menegakkan keadilan juga memiliki cita-cita yang tidak kalah

terhormat yaitu memberantas praktek kedhaliman yaitu pelanggaran syariah. Karena seandainya kedhaliman dinilai sebagai sesuatu yang berlawanan dengan keadilan, maka kita dapat meyimpulkan bahwa masyarakat muslim ingin menciptakan keadilan di antara individu merka, antara mereka dan Tuhannya, antara dirinya dengan seluruh manusia secara umum.

Merealisasikan moralitas yang luhurSesungguhnya, masyarakat Islam juga memiliki tujuan luhur dalam membentuk masyarakatnya yaitu membiasakan mereka untuk memiliki moral yang Islami dalam berinteraksi. Dan moralitas Islam adalah standar terbaik yang memberikan keadilan sejati.

Sehingga, dengan standar moral tersebut seorang manusia dapat mengangkat derajat dirinya dan mendapatkan tempat yang mulia sebagai penghormatan yang Allah berikan kepadanya. Ia juga akan mendapatkan tempat di sisi Allah Swt. yang telah mensyariatkan anak manusia untuk memiliki akhlak Islam.

Dan moralitas manusia tidak akan pernah mengalami kemajuan dan kesempurnan seandainya dirinya sendiri belum dapat melepaskan dan menjauhkan diri dari hal-hal yang terhina dan segala sesuatu yang membuat Allah murka.

Maka, kita dapat mengatakan bahwa hal-hal yang harus dimuliakan dalam Islam adalah segala seuatu yang telah Allah perintahkan kepada kita baik berupa perkataan, perbuatan dan segala sesuatu yang dianjurkan kepada manusia untuk melakukannya.

Dan yang dimaksud dengan hal-hal yang buruk dan tercela adalah segala sesuatu yang telah Allah larang baik berupa perkataan ataupun perbuatan dan segala sesuatu yang dibenci oleh Islam.

Telah diriwayatkan oleh imam Muslim dengan sanadnya dari Nuwas bin Sam’an ra., ia berkata: “Saya bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang kebaikan dan dosa. Maka ketika itu Rasulullah Saw. bersabda: “Amal baik adalah akhlak yang mulia dan dosa adalah sesuatu yang kamu rencanakan dalam hatimu akan tetapi, kamu tidak mau orang lain mengetahui rencana tersebut.”

Perbuatan baik adalah segala yang dianggap baik oleh syariah. Sedangkan perbuatan buruk

29

adalah segala yang dianggap buruk oleh syariah.

Dan diriwayatkan dari Tirmidzi dengan sanadnya dari Abu Darda ra. bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Tidak ada sesuatu yang membuat timbangan amal baik seorang muslim pada hari kiamat menjadi lebih berat kecuali adanya akhlak yang baik. Dan sesungguhnya Allah akan murka terhadap orang yang buruk dan hina tingkah lakunya.”

Dan diriwayatkan dari Tirmidzi dengan sanadnya dari Jabir ra. bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling kucintai dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah orang-orang yang memiliki akhlak yang baik. Dan orang yang paling aku murkai dan paling jauh dariku tempat duduknya pada hari kiamat adalah orang yang banyak bicara, bermulut besar dan sombong.” Maka, ketika itu para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah kami mengetahui dan memahami siapa orang yang banyak bicara dan besar mulut. Akan tetapi, kami tidak mengetahui siapakah yang dimaksud dengan sombong?” Kemudian Rasulullah Saw bersabda: “Orang-orang yang takabur.”

Diriwayatkan dari Tirmidzi dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Orang mukmin yang paling sempurna adalah orang yang paling baik akhlaknya. Dan orang yang paling terpilih adalah orang yang paling baik terhadap istri-istrinya.”

Masyarakat Islami adalah sebuah lingkungan yang memiliki harapan untuk menanamkan akhlak yang mulia dan menjauhkan mereka dari akhlak yang bobrok. Karena, hanya dengan akhlak yang diperintahkan syariah-lah seorang manusia dapat menciptakan kesempurnaan keadilan dan menghapus kedhaliman.

Merealisasikan keadilan global:Salah satu unsur yang sangat penting dalam masyarakat Islami adalah keadilan syariah yang universal yang mereka miliki.Sebuah universalitas yang dapat melihat manusia yang tidak terpaku pada letak georafis dan batasan-batasannya, tidak terpaku pada paham ashobiyah atau kebangsaan, tidak terbelenggu oleh paham nasionalisme. Padahal, dalam pandangan paham sempit nasionalisme, semuanya itu telah memisahkan antara satu manusia dengan manusia yang lainnya.

Sebuah pandangan terhadap manusia dengan benar-benar menempatkan mereka pada posisinya sebagai manusia. Terlepas dari jenis kelamin, warna kulit, bahasa dan daerah asal di mana mereka tinggal selama mereka masih mengerjakan amal shalih yang tidak membahayakan manusia lainnya.

Allah berfirman dalam al Quran: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.” [QS. Al Hujuraat: 18]

Bangsa Arab yang telah diberikan kemuliaan oleh Allah karena kitab Allah al-Qur’an dturunkan di wilayah mereka dengan mempergunakan bahasa mereka. Tidak hanya itu, Rasul terakhir-pun, Muhammad Saw. turun di sana dan berasal dari kalangan mereka. Akan tetapi, mereka, bangsa Arab tidak dapat mengakui dirinya sebagai bangsa yang lebih mulia dibanding dengan bangsa yang lainnya. Hanya karena mereka Arab. Karena keutamaan dan kemuliaan dalam Islam hanya akan didapatkan dengan keimanan, ketakwaan dan amal shalih.

Persaudaran seiman dalam masyarakat Islam mencakup seluruh lini masyarakat, baik dari golongan kulit putih maupun kulit hitam. Negara Islam sepanjang sejarah selalu diakui sebagai negara yang mengakui perbedaan. Sehingga, dalam masyarakat Islam hidup berdampingan berbagai bangsa yang berlainan.

Dan kita dapat melihat hal tersebut ketika awal mula Islam masuk ke jazirah Arab. Bagaimana mereka berbondng-bomndong memasuki agama Allah. Padahal, mereka berasal dari bangsa, warna kulit, bahasa dan suku yang berbeda. Bilal, Suhaib dan Salman adalah tiga sahabat yang menjadi simbol nyata universalitas ideologi (akidah dan syariah) Islam. Dan yang paling mengagumkan dari ideologi Islam adalah, ia telah menyatukan seluruh ras, bahasa, warna kulit, suku menjadi satu bangsa satu persaudaraan sehingga mereka dapat saling memberi dan menerima dalam menjalankan hak dan kewajiban mereka.

Akan tetapi, praktek ketidakadilan yang menyakitkan masih terus berlangsung di dunia

30

ini. Praktek tersebut bisa berbentuk sikap fanatis ataupun diskriminasi ras yang diagung-agungkan oleh sebagian kalangan baik dari kalangan masyarakat Yahudi, golongan kulit putih yang ada di wilayah Afrika atau di Amerika dan negara-negara lainnya di dunia.

Sikap fanatis nasionalisme yang mereka miliki sebenarnya telah diperangi oleh Islam semenjak awal kedatangannya di bumi Arab. Dan orang-orang yang berusaha untuk membuka jalan ke arah tersebut dianggap sebagai seorang penjahat kemanusiaan. Apabila kita melihat dalam sejarah yang mencatat keberadaan masyarakat Arab yang mengelu-elukan Arabismenya, maka hal tersebut terjadi karena mereka tidak mengenal agama dan ajaran Islam dengan baik dan memang mereka dengan sengaja menjauhkan diri dari hukum yang berlaku dalam tubuh negara Khilafah Islam. Dan mereka dianggap oleh Islam sebagai golongan orang-orang yang salah.

Teks al Qur’an maupun Sunnah yang menggambarkan universalitas Islam sangatlah banyak, kita akan menyebutkannya dalam beberapa tempat:Allah berifman dalam al Quran: “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” [QS. An Nisaa: 1]

Dan dalam ayat lain dikatakan: “Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para Malaikat:"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." [QS. Al Baqarah: 30]

dan firman Allah yang memerintahkan Rasul terakhir, Muhammad Saw.: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [QS. Al Anbiyaa: 108]

Adapun Sunnah Nabi yang mengetengahkan nilai-nilai universalitas Islam dapat kita lihat dalam beberapa hadits di bawah ini:Diriwayatkan dari Ibnu Majah dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa yang terbunuh di bawah panji-panji buta ashobiyah

dan mendengungkan fanatisme ashobiyah atau marah karena sikap fanatik ashobiyahnya, maka ia telah terbunuh oleh masa jahiliyyah.”

Dan diriwayatkan dari Muslim dengan sanadnya dari ‘Ayyadh bin Hammar ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: ‘Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk bersikap rendah hati. Sehingga tidak ada satupun yang membanggakan dirinya atas yang lain dan tidak ada satupun yang mendhalimi yang lainnya.”

Dan diriwayatkan dari Tirmidzi dengan sanadnya, ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: ‘berikanlah kasih sayang kepada orang-orang yang ada di bumi, maka engkau akan mendapatkan kasih sayang dari yang ada di langit.”Dan diriwayatkan oleh Bukhari dengan sanadnya, ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: ‘Tidak akan disayang Allah orang-orang yang tidak menyayangi manusia.”

Teks-teks seperti ini yang menggambarkan tentang universalitas Islam dan syariahnya akan banyak kita temui dalam ajaran Islam. Maka, berdasarkan semuanya itu, kita dapat menilai bahwa sistem Islam memiliki impian untuk menciptakan universalitas dan ajarannya tersebut ke dataran realitas. Sehingga manusia dapat mengakui bahwa Islam memang sistem hidup yang universal.

Perhatian Masyarakat Islam Terhadap keluarga:Islam telah mengelilingi sebuah keluarga dengan perhatian dan pemeliharaan yang tepat. Sehingga akhirnya mereka mampu untuk melaksanakan tugasnya sebagai bagian dari masyarakat dengan sebaik-baiknya.

Islam telah memberikan kewajiban bagi kedua orang tua terhadap anak-anaknya yang masih kecil, dan kepada anak dewasa, dan masyarakat yang ada di sekelilingnya. Setelah masyarakat, beranjak pada pemerintahan negara Khilafah Islam.

Kita akan melihat bagaimana ajaran Islam membiarkan anak kecil untuk berada dalam wilayah yang diwarnai oleh perilaku dan moralitas yang mulia.Karena, Islam menilai bahwa sebuah masyarakat tidak akan dapat menciptakan masa depan yang baik seandainya tidak mencetak generasi muda (anak-anak) yang sadar akan pentingnya ideologi (akidah dan

31

syariah) Islam. Di samping mendapatkan hak, anak-anak tersebut juga diajarkan untuk menjalankan kewajiban agamanya. Sekalipun, pengamalannya tidak sempurna seperti orang dewasa. Ini merupakan pendidikan yang dapat menjamin kebahagiaan sebuah masyarakat.

Dan salah satu cara untuk memelihara bangunan keluarga, Islam telah membangun kehidupan suami istri sebagai media yang paling pantas dan mampu untuk menjamin kehidupan keluarga yang terhormat; penuh kedamaian dan ketentraman. Di samping mereka juga dapat melahirkan putra-putri yang kreatif dan produktif. Dan mengetahui kewajiban mereka sesuai dengan ajaran yang telah disampaikan oleh Allah melalui Rasul-Nya, Muhammad Saw.

Kehidupan suami istri dalam Islam memiliki hak dan kewajiban sebagai jaminan bagi keduanya. Dan untuk mewujudkan hak dan kewajiban timbal balik tersebut mereka dapat bahu membahu untuk saling membantu. Karena keduanya menginginkan kebaikan dan ridho dari Allah.

Karena sepanjang sejarah dan peradaban kufur hak perempuan selalu tersingkirkan, bahkan mereka tidak memiliki hak sama sekali. Maka, Islam adalah sistem yang dengan jelas menerangkan secara terperinci hak dan kewajiban yang harus perempuan lakukan. Bahkan, negara Khilafah Islam benar-benar telah menciptakan sebuah lingkungan masyarakat yang aktif dan penuh gairah. Islam sangat memperhatikan kondisi kaum perempuan dan menjaga hak-haknya. Dan Islam juga menjaga agar hak-hak tersebut sampai kepada perempuan. Dan jangan sampai berkurang sedikitpun. Sekalipun, orang yang berusaha untuk menguranginya adalah diri perempuan itu sendiri.

Tidak jarang kita melihat aktivitas perempuan yang melanggar hak mereka. Maka, datanglah Islam untuk mencegah apa yang mereka lakukan tersebut. Maka, pada saat itu, masyarakat muslim akan berdiri berlawanan dengan perempuan yang keliru untuk membenarkan perbuatannya dan meluruskan tingkah lakunya.

Seandanya ia mengikuti perintah yang telah ada, maka mereka akan selamat. Akan tetapi, seandainya mereka masih tetap pada garis bengkok yang mereka pegang, maka mereka akan mendapatkan hukuman sampai mereka lurus dan akhirnya lestarilah kehidupan keluarga dalam sebuah masyarakat.

Sesungguhnya Islam telah memberikan hak yang begitu banyak kepada perempuan mulai dari kecil. Tepatnya, pada masa tersebut ia menjadi tanggungan kedua orang tuanya, kemudian saudara laki-lakinya dan paman-pamannya baik dari pihak ayah maupun ibu. Setelah itu kepada suaminya, anak laki-lakinya, cucu laki-lakinya. Dalam Islam, perempuan selalu menjadi makhluk yang harus dilindungi, dihormati dan dicintai oleh seluruh keluarga. Mulai dari ayah sampai anak. Semuanya itu dilakukan karena seorang perempuan adalah pondasi dasar sekaligus fokus utama dalam keluarga. Dan sebuah keluarga adalah pembentuk kerangka sosial.

Pasal KeduaPerhatian Islam Terhadap Keluarga1. Pembentukan Keluarga Islami

Islam telah memberikan perhatian khusus terhadap sebuah kondisi masyarakat dengan sebaik-baiknya —sebagaimana akan kita bahas dalam buku ini— Islam juga telah memberikan perhatian yang cukup berarti terhadap sebuah bangunan keluarga. Islam menempatkan keluarga sebagai struktur yang memiliki posisi yang sangat dihormati dalam sebuah masyarakat. Dan juga dalam mendidik generasi muda.

Dan kita tidak mungkin untuk mendirikan dan membangun sebuah masyarakat muslim yang ideal seperti yang kita bicarakan sebelumnya, dengan berbagai karakteristik dan keistimewaan yang dimilikinya. Kecuali dengan menempatkan posisi keluarga dalam bangunan masyarakat dengan penuh perhatian.

Pentingnya sebuah gambaran yang sangat jelas, tajam dan otentik mengenai pandangan Islam dalam membentuk sebuah keluarga, maka mengharuskan kita semua untuk melihat kembali kepada individu-individu yang ada dalam sebuah keluarga. Dalam sebuah keluarga terdapat orang tua; yang terdiri dari para ayah dan ibu, para kakek dan nenek, para muhrim dan kaum kerabat. Kita akan menunda pembicaraan tentang generasi muda. Dan tema tersebut akan kami letakkan pada bab dua buku ini.

Telah kita katakan sebelumnya bahwa permasalahan hak dan kewajiban dalam Islam adalah pembahasan yang sangat urgen dan pasti sebagai sarana untuk mengakhiri nilai-nilai negatif dan sikap menyerah yang sering ada pada jiwa seorang pemuda. Dan

32

sebaliknya, Islam akan membangkitkan semangat mereka untuk menjadi seorang pejuang dan gigih. Sehingga ia dapat berlaku aktif dalam menjalani kehidupan. Membangunnya dengan rasa bangga dan akhirnya manusia seluruhnya dapat hidup berdampingan dalam keadilan syariah. Sehingga dapat merealisasikan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Islam telah memberikan perhatian yang sangat mendalam dengan mengharuskan setiap anggota keluarga untuk menjalankan kewajibannya. Sehingga, mereka dapat menegakkan kebenaran dengan sebaik-baiknya dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan haknya.

Pertama: AyahAwal mula terbentuknya sebuah keluarga adalah kedua orangtua, tepatnya ayah dan ibu. Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan kaum laki-laki yang telah cukup umur dan merasa siap baik secara ilmu maupun material untuk menikah. Dan Islam mencela laki-laki yang mampu tapi membujang. Bahkan, Islam mewajibkan kepada para ayah yang berkecukupan untuk menikahkan putranya, dan menolong dia dalam membangun sebuah rumah baru dan keluarga baru.

Islam mengatakan bahwa menikah merupakan sunnah nabi Muhammad Saw. sehingga, seorang muslim tidak dapat mengelak dari hal tersebut. Dan senadainya ia melakukan hal tersebut maka ia dianggap sebagai seorang yang kurang agamanya.

Para ulama hadits yang dipimpin oleh imam Bukhari dan Muslim dengan mempergunakan sanad yang shahih mengatakan bahwasanya nabi Muhammad Saw. berkata: “Nikah adalah sunahku. Maka, barangsiapa yang mencintai fitrahku maka hendaklah melakukan sunnahku. Dan barangsiapa yang membencinya maka ia bukanlah bagian dari golonganku.” [HR. Muttafaq Alaihi]

Islam telah mengajak para pemuda untuk menikah, agar mereka menjadi orangtua yang memiliki keturunan. Karena pernikahan dan anak merupakan hal-hal yang dapat memberikan kesenangan dan kebahagiaan bagi manusia di dunia. Mereka adalah cahaya kebahagiaan di dunia. Mereka juga dapat dijadikan tabungan untuk menolong kita di akhirat nanti.

Dalam sunnah nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dn Muslim dengan sanad mereka masing-masing dari Abdullah bin Mas’ud RA berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa yang telah mampu menikah, maka menikahlah. Karena hal tersebut akan lebih baik untuk menjaga pandangan mata dan kemaluan kalian. Dan barangsiapa yang belum memiliki kemapuan untuk menikah maka hendaknya ia melakukan puasa. Karena puasa adalah tali kekanga.”

Dan diriwayatkan dari Tirmidzi dengan sanadnya dari Abdullah bin Mas’ud ra. ia berkata: “Kami keluar bersama Rasulullah Saw., dan pada waktu itu kami adalah para pemuda yang belum memiliki kemampuan apa-apa. Maka, Rasulullah Saw. bersabda: “Wahai para pemuda, menikahlah kalian. Karena menikah akan menjaga pandangan dan kemaluan kalian. Dan barangsiapa yang belum memiliki kemampuan untuk menikah maka hendaknya ia melakukan puasa. Karena puasa adalah tali kekang.”

Kedua hadits di atas memiliki perintah yang jelas dari Rasulullah Saw. yang ditujukan bagi orang-orang yang telah memiliki kemampuan untuk menikah dan membentuk sebuah biduk rumah tangga. Dan kemampuan dalam menikah seperti hidup seatap sebagai suami istri, memberikan nafkah dan bertanggung jawab atas seluruh anggota keluarga.

Kemudian nabi juga menyempurnakan ucapannya dengan mengatakan bahwa untuk menciptakan sebuah keluarga yang sempurna seorang perempuan harus mencari suami yang memiliki sisi keagamaan yang kuat, akhlaknya mulia dan terpercaya. Dan jika tidak, keluarga yang baru mereka bangun tersebut akan tergiring ke arah yang tidak benar.

Disebutkan dalam sunnah nabi yang diriwayatkan dari Tirmidzi dengan sanadnya dari Abu Hatim al Mazni ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Seandainya datang kepada kalian (para wali) laki-laki yang baik agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah mereka. Seandainya kalian tidak melakukan hal tersebut maka kalian akan menemukan bahaya dan kehancuran di bumi.”Maka, dalam hadits ini Rasulullah Saw. memberikan ciri-ciri yang baik untuk dipilih kaum perempuan muslimat sebagai suaminya kelak. Dalam hadits tersebut dikatakan bahwa mereka harus memiliki dua sifat, yaitu: agama dan akhlak.

33

Yang dimaksud dengan memiliki agama adalah laki-laki tersebut harus benar-benar konsekuen dalam menjalankan agamanya. Dan semuanya itu harus terealisasikan dalam ucapan, pekerjaan, amalan luar dan dalamnya. Bagaimana laki-laki tersebut harus menghormati dan memuliakan agamanya. Dan kesetiaannya kepada Allah, Rasul dan orang-orang yang beriman.

Dan yang dimaksud dengan laki-laki yang berakhlak mulia adalah laki-laki yang telah mengajak manusia kepada Islam dan menjauhkan diri dari hal-hal yang tercela dan dilarang. Dan akhlak orang tersebut akan dianggap sebagai akhlak yang sempurna ketika ia mampu meneladani akhlak Rasulullah Saw. karena Rasulullah sendiri telah disebutkan memiliki akhlak al Qur’an sebagaimana yang disebutkan oleh Ummul Mukminin, Aisyah ra. ketika ditanya tentang akhlaknya. Maka, ketika itu Aisyah menjawab: “Akhlaknya seperti al Quran.”

Kriteria bahwa seorang laki-laki telah siap untuk menikah tidak hanya dilihat dari kesiapannya secara materi saja. Akan tetapi, dapat dilihat dari akhlak dan perilakunya juga. Dan beberapa keluarga yang memaksa anggota keluarganya untuk menolak yang tidak memiiki agama dan akhlak, berarti ia telah memiliki peran yang sangat besar dalam membangun akhlak seorang pemuda dan mendorong mereka untuk beragama secara baik dan benar. Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa satuan ajaran Islam memang akan saling membantu dan terkait antara yang satu dengan yang lainnya.Dan begitulah, inilah posisi Islam yang memerintahkan kaum laki-laki untuk menikah.

Kedua: IbuSeorang ibu adalah bagian penting lain yang sangat penting dalam sebuah keluarga Islam. Dan Islam telah benar-benar memilihnya dan meletakkan kriteria-kriteria khusus bagi seorang laki-laki untuk memilih calon istrinya.

Diriwayatkan dari Tirmidzi dengan sanadnya dari Jabir ra. dari Nabi Muhammad Saw.: “Seorang perempuan dinikahi karena agamanya, hartanya dan kecantikannya. Maka, hendaknya kamu memilih perempuan yang kuat agamanya, maka engkau akan beruntung.”

Dan tidaklah beruntung seandainya seorang laki-laki hanya memilih perempuan karena dirinya tenggelam oleh kecantikan dan kekayaan yang dimiliki oleh perempuan

tersebut. Padahal, sama sekali perempuan tadi tidak memiliki nilai berharga dalam ideologi (akidah dan syariah) Islam yang menghiasi kecantikan dan kekayaannya. Yang dapat mengantar dirinya ke arah yang lebih baik dan diridhoi oleh Allah Swt. Karena, kecantikan tanpa agama hanya akan menjadi bahaya dan bencana. Sedangkan harta tanpa agama hanya akan menjadi bencana dan menghilangkan segalanya. Dan ketika seseorang diharuskan untuk memilih dan menimbang, agama yang kuat tapi tidak memiliki kecantikan atau sebaliknya, cantik tapi tidak memiliki sisi keagamaan, maka orang yang berakal pasti akan lebih memilih perempuan yang beragama sekalipun tidak cantik. Begitupula dalam masalah harta.

Hendaknya, seorang pemuda yang ingin menikah melihat dengan baik kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh Islam. Karena sebuah kehidupan suami istri dan tuntutan seorang perempuan yang amanah, mampu meladeni dan menjaga suami sekaligus anak-anaknya, rumah dan harta, sangat membutuhkan seorang istri yang memiliki sisi agama terlebih dahulu sebagai awal dari segala sesuatu. Seandainya di samping agamanya juga terdapat kecantikan dan harta, maka hal tersebut merupakan keutamaan dari Allah dan nikmat yang Allah berikan kepada hambanya.

Yang sudah menjadi ketentuan pasti Islam dalam membangun biduk rumah tangga adalah pondasi yang sehat. Tepatnya, seorang suami yang memiliki akhlak dan agama. Begitupula dengan sang istri. Setelah itu, barulah akan datang sifat dan keutamaan yang lain.

Maksud dan tujuan Islam dalam membangun sebuah keluarga yang terdiri dari dua tiang yang sangat kokoh ini (suami istri yang baik kualitas beragamanya) adalah agar relasi dan hubungan yang terjalin di antara keduanya akan berjalan langgeng, menjadi keluarga yang lebih baik dan mampu dalam mencetak generasi muslim yang shalih. Oleh karena itu, Islam telah menentukan berbagai kewajiban masing-masing suami istri terhadap yang lain. Di samping menjelaskan hak-hak yang harus diterimanya. Dan mengikat yang satu dengan yang lain. Dengan tujuan agar keluarga tersebut dapat hidup sebagai manusia yang terhormat dibawah naungan rahmat ajaran Islam dan hukumnya.

Dan sebagaimana yang telah kita katakan sebelumnya bahwa sebuah keluarga Islam

34

tidak akan dapat menjalani kehidupan mereka sebagai manusia yang terhormat yang diridhoi oleh Allah Swt., senadainya ia tidak tertunduk pada ajaran Islam. Dengan menjalankan seluruh kewajibannya dalam keluarga. Sehingga, orang lainpun akan memberikan haknya.

Dan sebenarnya, sudah menjadi ketentuan yang tidak perlu diperdebatkan lagi bahwa seorang laki-laki memang bertugas untuk memimpin sebuah keluarga agar dapat terus berlangsung. Dan hal tersebutlah yang akan memperlancar kelangsungan hidup sebuah keluarga tanpa harus tersandung dengan berbagai problematika hidup yang tengah dan akan dijalaninya sehingga harus terhimpit dan tidak dapat meneruskan perjalanan.

Islam telah menjadikan hubungan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan adalah hubungan kasih sayang dan kedamaian, saling menutupi dan saling menjaga. Allah berfirman dalam al Qur’an: “mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.” [QS. Al Baqarah: 187]Dan dalam ayat lain dikatakan: “Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur." [QS. Al A’raaf: 189]Ikatan suami istri ini kemudian akan diperkokoh dengan tali kasih dan cinta secara mutualis antara mereka. Sebuah cinta kasih yang tidak didasarkan pada kebutuhan biologis semata. Akan tetapi, disandarkan pada asas akidah dan syariah Islam, sehingga mereka masing-masing dapat mengetahui hak dan melaksanakan seluruh kewajibannya.

Sebenarnya, dorongan biologis merupakan fitrah yang sengaja Allah ciptakan untuk dua jenis manusia. Supaya mereka dapat memperbanyak keturunan dan menghidupkan bumi. Dan hubungan tersebut tidak dapat dilakukan kecuali dengan pernikahan secara resmi.

Dan cinta kasih yang terjalin antara suami istri akan semakin tumbuh dan berkembang, dan cinta terhadap anak-anak. Mencintai kerabat dan mertua. Mereka menghadapi kehidupan

bermasyarakat, dan cinta yang mereka miliki meluas kepada seluruh manusia. Cinta ini adalah cinta yang menginginkan seluruh lapisan masyarakat menjadi orang yang baik dan menjauhkan segala keburukan dari mereka.

Pernikahan dalam Islam merupakan sebuah janji yang sangat beresiko. Karena di dalamnya terdapat hak dan kewajiban. Di samping itu, ada tuntutan dalam bertingkah laku dan ketentuan-ketentuan lainnya. Oleh karena itu, kita harus mencoba untuk menyiarkan, memperlihatkan dan memberitahukanya kepada manusia.

Memberitahukan pernikahan adalah sebuah kewajiban. Karena pemberitaan dapat menghilangkan aib yang dikenal pada masa lalu dengan pernikahan yang tidak diberitahukan juga tidak disaksikan oleh siapapun. Karena sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dengan sanad dari Muhammad bin Hatib al Jamhi ra. bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Yang memisahkan antara yang halal dan yang haram adalah rebana dan nyanyian-nyanyian.”Dan diriwayatkan dari Tirmidzi juga dengan mempergunakan sanad dari Ummul Mukminin, Aisyah ra. ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Beritahukanlah tentang pernikahan ini. Dan umumkanlah di masjid-masjid dan bunyikanlah rebana.”

Islam telah meletakkan kehormatan dan kemuliaan pada posisi yang paling tinggi dan kedudukan yang paling mulia. Dan Allah telah menjaga kaum perempuan dengan mensyariatkan pernikahan yang sesuai ajaran Islam. Dan Islam juga tetap menjaga kaum perempuan bahkan setelah pernikahan. Oleh karena itu, Islam telah memerintahkan kaum laki-laki untuk menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya dari segala sesuatu yang telah Allah haramkan. Islam juga telah melarang kaum perempuan untuk memperlihatkan perhiasannya kecuali pada bagi kerabat tertentu. Dan memerintahkan mereka untuk menahan pandangan dan menjaga kemaluan.

Posisi perempuan dalam banguan keluarga Islam dan kepemimpinan laki-laki merupakan unsur yang pembentuk generasi muda yang berideologi Islam dan selalu mempergunakan ajarannya dalam melakukan berbagai hal. Hal tersebutlah yang telah menciptakan kesehatan jiwa, spiritual, nalar dan fisik bagi para generasi muda tersebut dan mencetak mereka sebagai generasi yang akan

35

menikmati keindahan dan kebahagiaan dalam melaksanakan seluruh kewajiban dan mencapai semua keridhoan Allah. Hal tersebut tentu saja mereka lakukan dengan cara bahu membahu dalam memperjuangkan akidah dan syariah Islam. Sehingga, merekapun akan menjadi anggota masyarakat yang dapat memberikan pengaruh ideologi Islam kepada lingkungan sosial di mana ia tinggal. Mereka juga mampu untuk mengemban tanggung jawab yang dipikulkan kepada mereka dan ikut ambil bagian dalam membangun masyarakat Islam yang berbahagia.

Ketiga: Kakek Dan NenekSeandainya pasangan suami istri telah menjadi tiang sekaligus pondasi dasar dalam menciptakan sebuah keluarga, maka Islam sebagai agama yang sangat memperhatikan proses pembentukan sebuah kerangka keluarga, sangat memperhatikan kedudukan dan posisi orangtua pasangan suami istri tersebut (kakek dan nenek). Maka, bagi anak-anak pasangan tersebut kedudukan kakek dan nenek sama persis dengan kedudukan ayah dan ibu. Oleh karena itu setiap anak harus menghormati, mencintai, berbuat baik dan taat kepada mereka sama seperti berbuat baik kepada ayah dan ibunya.

Oleh karena itu, setiap anak dan terus ke bawah (cucu dan cicit) harus memenuhi hak mereka sama persis dengan hak yang diberikan kepada ayah dan ibu. Jadi, Islam telah memerintahkan kaum muslimin untuk berbuat baik kepada seluruh orangtua; ayah dan ibu dan terus ke atas. Bahkan, Allah telah menyamakan perbuatan baik tersebut dengan berbuat baik kepada Allah. Allah berfirman dalam al Quran: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” [QS. Al Israa: 23]

Maka, ayat ini dan beberapa ayat yang lain yang memerintahkan para anak untuk berbakti dan berbuat baik kepada kedua orangtua, harus menerapkan hal yang sama bagi kakek dan nenek mereka. Mereka adalah kakek dan nenek moyang yang harus kita hormati.

Akan tetapi, di sini kita hanya dapat menyebutkan beberapa hadits Nabi yang mewajibkan setiap anak untuk berbakti dan berbuat baik kepada kedua orangtua.Diriwayatkan dari Tirmidzi dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Seorang anak tidak akan

dianggap berbuat baik kepada orangtuanya kecuali ketika anak tersebut mendapatkan orangtuanya dalam keadaan sebagai seorang budak. Kemudian anak tersebut membeli dan membebaskannya.”

Dan diriwayatkan dari imam Dailami dengan sanadnya yang berasal dari Anas ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Hak seorang ayah dari anaknya adalah tidak memberikan nama kecuali yang diucapkan oleh Ibrahim dahulu. Ketika itu Ibrahim berkata: “Wahai ayahku...” dan tidak boleh mempergunakan namanya secara langsung.”Diriwayatkan oleh imam Thabari dalam kitab “al Ausath” dari Aisyah ra., ia berkata: “Berkata Rasulullah Saw.: “Janganlah kalian berjalan di hadapan ayahmu, janganlah mencelanya, janganlah duduk sebelumnya dan janganlah memanggilnya dengan namanya secara langsung.”

Diriwayatkan dari Ibnu Majah ra. dengan sanad dari Abu Asyad Malik bin Rabi’ah, ia berkata: “Ketika kami berada bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba datanglah seorang laki-laki dari Bani Salamah. Kemudian ia berkata: “Wahai Rasulullah, Apakah setelah kematiannya aku masih dapat berbuat baik dan berbakti kepada kedua orangtua?” kemudian Rasulullah Saw. pun bersabda: “Benar, membacakan shalawat untuk keduanya, memintakan ampun bagi keduanya, melaksanakan janji yang mereka ucapkan, setelah keduanya meninggal, menghormati semua kenalan dan kawan-kawan keduanya dan mengikatkan tali silaturahmi yang tidak dapat dicapai kecuali dengan melakukan hal tersebut.”

Dan diriwayatkan dari Thabrani dalam kitab “al Kabir” dengan sanadnya dari Bakar bin Harits al Anmari ra. bahwasanya ia berkata: “Wahai Rasulullah, siapakah yang seharusnya aku hormati dan berbuat baik?” Rasulullah Saw. bersabda: “Ibumu, ayahmu, saudara perempuanmu, saudara laki-lakimu dan tuanmu. Hal tersebut merupakan hak yang wajib kamu penuhi dan tali silaturahmi yang harus kamu jaga.”

Diriwayatkan dari imam Thabari dalam kitab “al Awsath” dengan sanadnya dari Ibnu Umar ra. ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Berbaktilah kepada orangtua kalian, maka anak cucu kalian akan berbuat baik kepada kalian. Dan jagalah kehormatan kalian, maka anak-anak perempuanmu akan menjaga kehormatan mereka.”

36

Dan diriwayatkan dari Ibnu Asakir dengan sanadnya dari Ibnu Abbas ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa yang taat kepada Allah dengan berbakti kepada kedua orangtua mereka, maka Allah akan membukakan dua pintu surga untuknya. Dan seandainya ia hanya berbakti kepada salah seorang dari kedua orangtua saja, maka Allah akan membukakan satu pintu saja.”

Diriwayatkan dari Thabrani dalam “al Awsath” dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Taat kepada kedua orangtua berarti taat kepada Allah dan berbuat dosa kepada kedua orangtua berarti berbuat dosa kepada Allah.”Dan diriwayatkan dari Abu Dawud dengan sanadnya dari Aisyah ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Seorang anak laki-laki besar dari keringat ayahnya. Oleh karena itu, ambillah harta yang dihasilkan olehnya.”

Adapun hadits-hadits lain yang menyatakan bahwa posisi kakek dan nenek sama persis dengan posisi kedua orang tua adalah:Diriwayatkan dari imam Bukhari dengan sanadnya, ia berkata: “Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Zubair ra. berkata: “Kedudukan seorang kakek sama persis dengan kedudukan seorang ayah...”

Dan dalam pembahasan kali ini kami akan kembali menegaskan bahwa kakek dan nenek dan terus sampai ke atas memiliki kedudukan yang sama dengan kedua orang tua dalam hak untuk mendapatkan penghormatan dan perlakuan baik, sama saja baik mereka dari ayah ataupun dari ibu. Jadi, yang membedakan mereka hanyalah dalam pembagian warisan saja. Adapun dalam mendapatkan perlakuan yang baik, ketaatan, perbuatan baik, doa, permohonan maaf, memenuhi janji dan berlaku baik terhadap sahabat-sahabat mereka ketika masih hidup dan setelah kepergian mereka, maka mereka memiliki kedudukan yang sama.

Ke Empat: Paman dan Bibi dari pihak ayah dan ibuBangunan keluarga dalam Islam, merupakan bangunan yang sangat besar dan memiliki cakupan yang sangat luas, pohon yang rindang sebagai tempat bernaung orang-orang yang terkait dalam ikatan muhrim dan kerabat secara keseluruhan.

Dan saudara paling dekat adalah paman dan bibi dari pihak ayah dan ibu. Dalam Islam, kedudukan mereka seperti kedudukan ayah

dan ibu. Maka, bibi baik dari pihak ayah maupun ibu memiliki kedudukan seperti ibu. Dan terkadang, para paman dari pihak ayah memiliki posisi dan kedudukan seperti ayah. Hal tersebut banyak diperkuat oleh beberapa hadits nabi berikut ini:Diriwayatkan dari Tirmidzi dengan sanadnya yang berasal dari Ibnu Ma’ud ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Seorang paman ibarat seorang ayah.”Diriwayatkan dari Tirmidzi dengan sanadnya yang berasal dari Barra bin ‘Azib ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Seorang bibi dari pihak ibu sama kedudukannya dengan seorang ibu.”Dan diriwayatkan dari Ad Darimiy dengan sanadnya dari Masrûq dari Abdullah, ia berkata: “Seorang bibi dari pihak ibu sama kedudukannya dengan seorang ibu. Dan seorang paman ibarat seorang ayah.”Diriwayatkan dari Tirmidzi dengan sanadnya yang berasal dari Abu Bakar bin Hafas ra. bahwasanya seorang laki-laki datang kepada Rasullullah Saw., ia berkata: “Wahai Rasulullah, Aku telah mendapatkan dosa yang sangat besar. Apakah aku akan mendapatkan taubat?” Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: “Apakah kamu mempunyai seorang ibu?” Ia berkata: “Tidak!” kemudian, Rasulullah kembali bertanya: “Apakah engkau memiliki seorang bibi dari pihak ibu?” kemudian laki-laki tersebut berkata: “Ya”, Akhirnya Rasulullah Saw. bersabda: “Maka berbaktilah engkau kepadanya!”

Ke lima: Saudara laki-laki dan perempuan yang lebih tuaSebagaimana Islam telah memerintahkan seorang anak untuk berbakti kepada kedua orangtua dan nenek kakeknya, maka Islam juga memerintahkan orang yang lebih muda untuk menghormati orang yang lebih tua usianya. Dan orang yang lebih tua diperintahkan untuk memberikan kasih sayangnya kepada yang lebih muda. Sehingga, seorang yang lebih muda memiliki kewajiban yang sama untuk menghormati saudaranya yang lebih tua sama persis dengan pernghormatan yang harus ia berikan kepada kedua orangtuanya atau kerabatnya. Dan tentu saja saudaranya yang tua ini harus menjaga dan memberikan kasih sayang kepada adik-adiknya sebagaimana ayahnya telah memberikan kasih sayang dan penjagaan kepada mereka. Begitupula dengan kakak perempuan yang paling tua. Ini adalah kewajiban bagi seorang anak yang usianya lebih tua dari adik-adiknya ketika orang tuanya masih hidup, apalagi kalau kedua orang tuanya telah meninggal dunia.

37

Sunnah nabi telah menyebutkan hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh orangtua dan orang-orang yang pantas untuk mendaptkannya. Islam telah mengajak manusia untuk menyebarkan kasih sayang, cinta kasih, perbuatan baik dan saling melindungi antara satu individu keluarga dengan yang lainnya secara keseluruhan.Diriwayatkan dari Baihaqi dengan sanadnya yang berasal dari Sa’ad bin al ‘Ash ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Hak saudara paling tua atas adiknya yang lebih muda seperti hak seorang bapak terhadap anaknya.”Diriwayatkan dari Thabrani dalam kitab “Al Kabir” dengan sanadnya dari Kulaib al Jahni ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Kedudukan seorang saudara yang paling tua seperti kedudukan seorang ayah.”

Begitulah Islam telah membentuk sebuah bangunan keluarga dalam tubuh masyarakat muslim sebagai satu kesatuan yang kuat dan saling berpegangan dengan dilindungi oleh cinta dan kasih sayang. Hati merekapun tergerak untuk melaksanakan kewajiban yang telah dibebankan. Syariah Islam pun mendorong masyarakat untuk bersatu, saling menolong dan saling melindungi dan melengkapi. Dan melahirkan cara yang benar dalam berbakti kepada orang-orang yang berhak untuk mendapatkan penghormatan dalam tubuh keluarga ini.

Sebuah masyarakat muslim ini terdiri dari beberapa keluarga muslim yang menerapkan akidah dan syariah Allah dalam kehidupannya secara konsekwen. Semuanya itu ia lakukan guna mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

II. Posisi Keluarga Dalam Islam

Pembentukan sebuah keluarga muslim dengan cara seperti yang telah kita sebutkan di atas membutuhkan kepada sebuah undan-undang dan peraturan. Di samping adanya keterikatan pemikiran Islam untuk menciptakan persatuan masyarakat, sehingga dapat menciptakan sebuah bangunan sosial yang sangat kokoh dan dapat melanjutkan kehidupan negara dalam rahmat syariah.

Dan tidak berlebihan rasanya seandainya kita mengatakan bahwa semua peraturan, hukum dan undang-undang yang diletakkan oleh Islam adalah sistem paling baik dan sempurna. Dilihat dari sumber pengambilan dan hasil yang didapatkan. Adapun sumber

rujukan hukum yang ada datang dari Allah Swt. sehingga, semuanya dapat membawa kemaslahatan bagi manusia; baik di dunia maupun di akhirat. Adapun hasil yang didapatkan, maka sebenarnya manusia sepanjang sejarah tidak pernah mengenal adanya undang-undang dan hukum yang secara khusus diletakkan untuk sebuah keluarga dan diimplementasikan dalam ruang lingkup kehidupan mereka. Maka, tidak heran rasanya apabila dalam perjalanan penerapan sistem hukum ini dalam keluarga, terlihat hasil-hasil yang tercatat dan terekam dalam sejarah.

Yang Maha Kuasa sangat mengetahui dengan baik apa yang dapat membawa kemaslahatan dan manfaat bagi sebuah keluarga. Dan untuk itu, Islam telah mendatangkan sistem hukum yang mengatur sebuah keluarga. Peraturan tersebut sangat serasi dan cocok dipergunakan pada saat sekarang ini di mana banyak kaum sosialis atau orang-orang yang sering menggembar-gemborkan paham kebebasan. Mengapa sistem ini dikatakan sempurna dan serasi? Karena sistem peraturan tersebut benar-benar tepat bagi fitrah manusia; manusia sebagai makhluk yang berakal, makhluk yang memiliki naluri-naluri dan kebutuhan-kebutuhan jasmani.“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” [QS. Al Hasyr: 7-8]

Hukum Islam yang diterapkan dalam sebuah keluarga merupakan hukum yang paling baik; baik untuk masa yang tengah dan akan dijalani di masa yang akan datang. Karena hukum tersebut merupakan sistem yang cocok dengan fitrah manusia dan tidak akan lekang oleh perubahan situasi dan kondisi apapun.

Hukum Islam yang diterapkan dalam sistem keluarga tidak sama sedikitpun dengan sistem hukum kemasyarakatan yang ada pada masa pra Islam. Karena, sistem hukum jahiliyah tersebut hanyalah sebuah peraturan yang didasarkan pada permusuhan yang tidak ada habisnya dan masyarakatnya tumbuh dalam kondisi saling iri dan membenci. Sekali lagi, hukum Islam tidak pernah sama dengan

38

sistem tersebut. Karena hukum Islam datang dari Allah, Tuhan seru sekalian alam.

Tatanan hukum Islam akan memperbaiki kehidupan manusia baik secara sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan. Sedangkan pada sistem atau tatanan hukum kufur, banyak sekali kita dapatkan unsur-unsur yang dapat menghancurkan manusia atau kehilangan kemaslahatan. Ketika Islam menghapus berbagai tatanan hukum yang merusak, Islam memeranginya secara tegas dan terang-terangan tanpa ada unsur keraguan sedikitpun. Beberapa hal yang bersentuhan dengan sistem keluarga, seperti:

Permasalahan pernikahan Permasalahan poligami Dua permasalahan talak dan khulu’

[Khulu’ adalah: Perceraian atas permintaan pihak perempuan dengan membayar sejumlah uang atau mengembalikan maskawin yang diterimanya (tebus talak)]

Dua permasalahan dhihar [Dhihar adalah: Perceraian yang diucapkan secara tidak langsung karena perkataan sang suami kepada istrinya: “Punggungmu sama persis dengan punggung ibuku.”] dan ila [Ila adalah: Perceraian yang diucapkan secara tidak langsung disebabkan janji sang suami yang mengatakan tidak akan melakukan hubungan biologis dengan istrinya lagi]

Permasalahan mengubur anak laki-laki karena takut miskin

Permasalahan mengubur anak perempuan karena takut miskin dan tertimpa aib.

Permasalahan hak-hak perempuan dan kewajibannya. Baik perempuan tersebut sebagai anak, saudara, istri, ibu ataupun nenek, bibi dari pihak ayah ataupun ibu.

Permasalahan zina dan berbagai permasalahan serupa seperti berbagai bentuk penyimpangan. Atau, orang-orang yang senang menyebarkan keburukan di antara orang-orang yang beriman.

Permasalahan moralitas masyarakat secara umum dan imbas yang dirasakan oleh keluarga.

Permasalahan hubungan keluarga dengan anggota keluarganya. Antara satu individu dengan individu lainnya.

Permasalahan hubungan satu keluarga dengan keluarga lainnya dalam sebuah masyarakat.

Aturan yang dilandaskan pada al Quran dan sunnah Rasul-Nya. Sebuah hukum yang nyata sehingga mudah untuk merealisasikannya di dataran praktis oleh negara Khilafah Islam. Tegasnya, tidak terlalu berlebihan rasanya

seandainya kita menyebutkan bahwa kita mampu menciptakan sebuah peradaban yang penuh kemuliaan dan kebahagiaan. Sehingga setiap individu masyarakatnya tidak akan membiarkan hawa nafsu dan keegoisan manusia untuk mengganggu supremasi keadilan syariah. Karena hukum Islam adalah tatanan hukum dan ajaran yang mampu menciptakan kebahagiaan manusia; baik di dunia maupun di akhirat.

Islam telah menciptakan dan menyodorkan tatanan hukum ini agar manusia secara keseluruhan dapat mengimplementasikannya ke dataran realitas. Dan bukan hanya kekayaan berfikir atau ajaran yang tidak dapat dibumikan. Seperti orang-orang yang mengaku bahwa dirinya mampu untuk memecahkan berbagai permasalahan. Padahal, pada hakikatnya mereka sendiri ragu pada kemampuannya dalam melihat apa yang akan bermanfaat dan mana yang akan mafsadat bagi dirinya. Mereka tiada lain hanyalah menuruti asas manfaat berdasar pikiran manusia yang terbatas.

Islam telah meletakkan tatanan hukum ini dalam sebuah keluarga. Dan mengharuskan setiap anggota keluarga tersebut untuk mengimplementasikan ajaran tersebut, sebagaimana mewajibakan seluruh umat Islam dari berbagai ras, golongan, dan jenis untuk menerapkan dan melakukan hal yang sama. Di samping mengharuskan Khalifah dan seluruh hakim yang berada di seluruh penjuru negara Khilafah Islamiyah. Dan tidak ada satu-pun masyarakat muslim yang merasakan ajaran tersebut sebagai beban atau problem berat. Karena, ajaran tersebut sudah menjadi metode sekaligus sistem yang sudah menjadi bagian dari agama dan kehidupan negara. Allah berfirman dalam al Quran: “Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” [QS. Al Hajj: 78]

Hukum Islam bagi sebuah keluarga menjadi sebuah sistem yang mengikat tiap-tiap individu, keluarga, umat dan Khalifah untuk melaksanakannya. Sehingga, tiap-tiap dari mereka akan melaksanakan kewajibannya guna menikmati bagian hak yang akan didapatkannya. Dan ketika agama mewajibakn berbagai ajarannya tersebut kepada umatnya, maka ia menegaskan agar manusia tidak mengurangi sedikitpun kewajibannya tersebut. Dan perlu diingat bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Mengetahui segala sesuatu dalam diri manusia.

39

Dan tidak heran lagi bahwa berbagai kesalahan, pengurangan, dan penyimpangan terhadap ajaran Allah yang justru membuat tiap individu manusia, keluarga, masyarakat dan seluruh umat ini merasakan kesempitan. Dan selama kesalahan dan kekuarangan adalah sifat alami manusia yang tidak dapat dihilangkan, maka harus ada sesuatu yang dapat dijadikan obatnya. Oleh karena itu, tidak sedikit kewajiban yang telah Allah embankan tersebut bukannya ditaati dan dijalankan, malah sebaliknya mereka mengabaikan bahkan memeranginya. Dari sini, seorang Imam atau Khalifah harus memberikan ketegasan kepada orang tersebut dan mencoba untuk menuntunnya untuk merubah tingkah lakunya yang salah dan menyimpang. Seandainya tidak, ia harus mendesaknya dengan kekuatan sampai ia kembali melaksanakan kewajiban yang harus dilakukannya.

Ajaran Islam merupakan ajaran yang dapat menyempurnakan bangunan keluarga dan meletakkannya dalam posisi yang layak dalam bangunan masyarakat dan meluruskan atau menghukum orang-orang yang berusaha untuk mengabaikan kewajiban yang telah diembankan kepadanya baik pada masa sekarang, masa yang akan datang, dalam waktu dekat ataupun lama.

Dan untuk menjelaskannya, kita akan membagi hal di atas ke dalam beberapa bagian, di antaranya: Ajaran Islam secara umum yang dapat membuat sebuah keluarga muslim di masa sekarang merasa aman dan nyaman:- Kepemimpinan laki-laki atas perempuan dalam kehidupan suami istri- Wilayah kepemimpinan atas individu-individu anggota keluarga - Nafkah Ajaran Islam secara umum yang dapat membuat sebuah keluarga muslim di masa yang akan datang merasa aman dan nyaman:

- Wasiat- Warisan

Dan untuk mengetahui lebih lanjut tentang ini kita dapat melihat dalam berbagai kitab fikih. Karena biasanya kitab-kitab tersebut banyak mengetengahkan hal-hal di atas. Dan di sini kita hanya akan memfokuskan ajaran-ajaran tersebut pada beberapa poin penting saja dan menegaskan kembali bahwa dalam Islam sebuah keluarga memiliki kedudukan yang sangat mulia.

Ajaran Islam secara umum yang dapat membuat sebuah keluarga muslim

di masa sekarang merasa aman dan nyaman:

Kepemimpinan laki-laki atas perempuan dalam kehidupan suami istri:Yang dimaksud dengan pemimpin adalah kaum laki-laki yang diposisikan sebagai kepala keluarga, yang mencarikan rizki dan menjaga keutuhan keluarga, pemimpin di dalamnya yang bertangung jawab atas keutuhan keluarga, termasuk istrinya. Karena seorang suami memang diciptakan oleh Allah untuk menanggung semua beban kehidupan secara keseluruhan. Dan berbagai keutamaan yang tidak diberikan kepada kaum perempuan dan harta yang dinafkahkannya.Inilah pondasi awal yang bertugas untuk mengarungi kehidupan, sampai mereka dapat merasakan rasa aman dan damai di dalamnya. Apabila posisi kepemimpinan ini dipindahkan dari laki-laki ke perempuan, maka perempuan akan mendaptkan beban yang sangat berat dan tidak dapat ia tanggung. Sehingga pada akhirnya keluarga tersebut akan kehilangan haluan dalam hidup dan berjalan pada jalan yang salah.

Yang perlu kita ingat di sini adalah diangkatnya seorang laki-laki untuk menjadi pemimpin dalam keluarga memiliki hikmah-hikmah tertentu dan sangat penting. Dan salah satu unsur terpenting tercatat dalam al Quran: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada...” [QS. An Nisaa: 34]

Ayat tersebut menjelaskan kepada kita bahwa seorang laki-laki memiliki tugas untuk memimpin kaum perempuan. Tepatnya, memberikan hak perlindungan dan mencukupi semua kebutuhan dan segala sesuatu yang diinginkannya. Selama, laki-laki tersebut memang mmpu untuk memberikannya.

Dan salah satu sebab mengapa laki-laki dijadikan sebagai pemimpin bagi keluarganya baik istri, anak dan lain sebagainya, karena Allah memang menciptakan kaum laki-laki untuk mengerjakan pekerjaan yang telah ditentukan dan mendorongnya untuk melakukan hal tersebut. Khususnya, untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga. Dan laki-laki memang akan terdorong untuk melakukan hal tersebut guna menjaga

40

keluarga dan mencukupi seluruh kebutuhannya. Dan menjauhkan mereka dari berbagai kesulitan dan problematika. Baik yang berhubungan dengan pendidikan, sosial ataupun ekonomi.

Dan seandainya sang suami menyerahkan kepemimpinan keluarga kepada sang istri untuk menanggung semua beban hidup baik yang terlihat ataupun tidak terlihat. Dan banyak sekali contoh kasus yang nyata-nyata ada di hadapan kita bagaimana sebuah keluarga yang tampuk kepemimpinannya diserahkan oleh kaum laki-laki kepada kaum perempuan menemukan berbagai kesulitan hidup yang sangat beragam.

Sekalipun perempuan dalam Islam memiliki persamaan dengan laki-laki dalam hal tanggungan, hak, kewajiban, pahala dan siksa, akan tetapi dari sisi fisik mereka memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Sehingga, mereka akan lebih pantas dan layak untuk mengerjakan tugas yang sesuai dengan kondisi tubuh yang telah Allah ciptakan. Dan tidak benar seandainya terjadi pergantian posisi antara keduanya. Sekalipun, sang istri mampu melakukannya. Sebab berbagai peraturan Islam telah sesuai dengan seluk beluk fitrah manusia, dan berbagai peraturan Islam itu saling bersinergi secara harmonis untuk mencapai kabaikan bagi manusia. Mengganti salah satu atau beberapa peraturan Islam dengan peraturan kufur pasti akan menimbulkan kerusakan.

Dan perbedaan peran ini telah diketahui oleh orang-orang yang memiliki akal sehat, memberitahukan kepada kita tentang berbagai peristiwa yang dilihatnya dengan mata kepala sendiri. Bahkan, para ilmuwanpun, khususnya yang berkecimpung dalam bidang biologi mengakui bahwa ada perbedaan yang sangat mendasar dalam susunan organ tubuh perempuan dan laki-laki sehingga akan mempengaruhi macam pekerjaan yang ia lakukan, kemampuan dan daya kekuatan yang ia memiliki.

Para ilmuwan di bidang biologi telah mengakui bahwa organ tubuh perempuan berbeda dengan laki-laki semenjak ia berada dalam perut ibunya. Artinya, Allah Swt. telah telah menciptakan jasad perempuan ini berdasarkan struktur, susunan dan pertumbuhannya telah melalui persiapan yang begitu matang. Sehingga memungkinkan mereka untuk hamil, melahirkan, menyusui, mengasuh, mendidik, memberikan kasih

sayang dan kelembutan kepada anak-anak mereka.

Dan semakin umurnya bertambah, struktur tubuh perempuan akan mengalami perubahan yang sangat signifikan yang tidak akan dirasakan oleh kaum laki-laki, seperti: menstruasi. Dan setelah menikah, mereka akan hamil, melahirkan dan menyusui. Dan dengan bertambahnya usia, ia akan semakin matang dan berpengalaman dalam mengasuh, mendidik dan memberikan kasih sayang.

Dan begitulah Allah Swt. yang telah menciptakan dan mempersiapkan perempuan untuk mengahdapi sulitnya masa hamil, menyusui dan menyapih. Dan juga perempuan tidak hanya melahirkan satu kali saja akan tetapi sampai berkali-kali, tergantung pada masa suburnya kandungan. Sampai akhirnya mencapai masa menopause atau masa terputusnya menstruasi. Biasanya, perempuan mengalami masa ini pada saat usianya telah mencapai lima puluh tahun atau mendekati usia tersebut.Dengan semua tugas berat yang dimilikinya, apakah perempuan juga masih dapat menggantikan posisi seorang laki-laki yang juga memiliki tugas yang tidak kalah beratnya dengan dirinya? Seandainya perempuan tersebut masih juga melakukannya, maka ia telah berbuat dhalim terhadap dirinya dan keluarganya. Dan tentu saja ia akan menanggung beban hidup di luar kemampuannya.

Orang-orang yang mengumandangkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam masalah ini adalah orang-orang yang senang menipu, tidak mengasihi kaum perempuan. Saya menggambarkan bahwa orang-orang yang mengumandangkan persamaan gender itu adalah orang-orang yang egois yang memerintahkan laki-laki untuk menyakiti kaum perempuan. Sebagaimana yang sering terjadi sekarang. Karena, dengan persamaan ini mereka telah memaksa kaum perempuan untuk melaksanakan dua tugas sekaligus; sebagai ibu juga sebagai bapak. Sehingga, selain hamil, melahirkan, menyusui dan menyapih perempuan juga harus keluar untuk bekerja, berjalan mencari rizki, mengemudikan mobil untuk mengantar putra-putrinya ke sekolah dan melayani suaminya dalam beristirahat dan memberikan kasih sayang!

Orang-orang yang mengumandangkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan telah melupakan manfaat dan

41

hikmah yang sangat besar di balik kepemimpinan laki-laki. Di samping telah mengancam kelangsungan hidup bermasyarakat secara umum. Karena mereka telah menentang fitrah Allah yang telah Allah berikan kepada seorang perempuan.

Dan selama perempuan diciptakan seperti itu, maka tugasnya yang utama ada dalam keluarga. Dan kita dapat menjelaskan dalam bebrapa poin berikut ini:

Bertugas untuk hamil, melahirkan, menyusui dan menyapih

Bertugas mendidik anak-anak dan mengasuh serta membesarkan mereka dengan baik

Bertugas memelihara rumah dan menjaga kehidupan di dalamnya. Menjadikannya sebagai tempat yang nyaman. Sehingga, anggota rumah akan terpenuhi kebutuhannya di dalamnya.

Inilah tugas utama mereka. Dan tugas tersebut bukanlah tugas yang mudah dan dengan menambahkan tugas-tugas lain selain yang di atas akan menyebabkan imbas negatif pada tugas utamanya. Dan tentu saja hal tersebut juga akan memiliki dampak buruk pada kehidupan keluarga dan masyarakat.

Dan semuanya itu menjelaskan kepada kita dan membuktikan bahwa kepemimpinan memang seharusnya dimiliki oleh kaum laki-laki. Karena Allah telah menciptakan mereka secara khusus untuk menghadapi berbagai tekanan hidup. Di samping, mereka juga ditugaskan untuk memimpin dan menjadi garda terdepan yang juga bertugas untuk mengambil keputusan dalam keluarga dan negara. Dan berbagai penurunan dalam sisi kepemimpinan yang mereka emban akan berkonsekuensi negatif bagi sebuah keluarga dan masyarakat secara keseluruhan.

Dan begitulah Islam telah menjelaskan kepada kita bagaimana pentingnya sebuah bangunan keluarga dan memberikan tampuk kepemimpinan dalam keluarga kepada kaum laki-laki. Bahkan, Islam kembali menegaskan kedudukan sebuah keluarga dalam masyarakat muslim. Yang sangat terkait dengan unsur-unsur pembentukannya yang dapat menggiring mereka pada pintu keberhasilan dan keberuntungan.

Sedangkan orang-orang yang mencoba untuk memerangi ajaran Islam hanyalah orang-orang yang terlalu mengikuti hawa nafsu dan mengingkari hukum-hukum Allah. Dalam bahasa yang sederhana kita dapat menyebut

mereka sebagai orang-orang yang bodoh namun banyak bicara.

II. Batas kepemimpinan dalam menentukan sikap dan pembelanjaan harta:Wilayah kepemimpinan yang didapatkan oleh kaum laki-laki merupakan salah satu ajaran Islam yang akan menjaga dan menjamin kelangsungan sebuah keluarga. Wilayah kepemimpinan itu sendiri dalam Islam terbagi ke dalam dua bagian:

Wilayah kepemimpinan atas individu-individu anggota keluarga

Wilayah kepemimpinan dalam membelanjakan harta.Dan bagi tiap-tiap wilayah kepemimpinan dalam dua bagian ini memiliki undang-undang dan hukum masing-masing yang disusun berdasarkan al Qur’an, as Sunnah dan sumber hukum Islam yang lainnya.

Maka, wilayah kepemimpinan seorang laki-laki terhadap individu-individu yang ada dalam kalangan keluarganya tidak lain bertujuan untuk menjaga kelangsungan hidup sebuah keluarga dalam keamanan dan kenyamanan. Wilayah kepemimpinan tersebut akan berlaku pada anak kecil karena orang yang sudah besar tidak memerlukan orang yang harus mengaturnya. Kecuali orang tersebut gila, idiot atau beberapa unsur yang tidak memperbolehkan dirinya untuk mengambil tanggung jawab hidupnya sendiri.

Yang dimaksud dengan anak kecil adalah anak yang masih berada dalam masa menyusui, masa kanak-kanak dan masa bermain. Dan ajaran Islam telah menentukan dengan tegas bahwa wilayah pendidikan anak tersebut akan diserahkan kepada ibu. Karena Allah telah menciptakan jiwa seorang ibu secara khusus. Sehingga, ia akan lebih siap untuk mendidik dan mengasuh putra-putrinya dibanding sang ayah.

Diriwayatkan dari Abu Dawud dengan sandanya dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash ra. berkata: “Seorang perempuan berkata: ‘Wahai Rasulullah, perutku ini adalah tempat awal bagi putraku, dan payudaraku ini adalah tempat air minumnya dan pembaringanku adalah tempat di mana anak itu melewati malam-malamnya. Akan tetapi, suamiku menceraikanku dan ingin merampas anak itu dariku.” Maka, ketika itu Rasulullah Saw. bersabda: “Engkau lebih berhak untuk mendidik anak tersebut selama engkau belum menikah.”

42

Dan diriwayatkan dari Sa’id bin Mansur dalam sunnahnya bahwa Abu Bakar as Shiddiq ra. telah memberikan keputusan bagi Umar bin Khattab dan istrinya yang telah diceraikannya bahwa hak pengasuhan putranya, ‘Asim diberikan kepada istrinya. Kemudian Abu Bakar ra. berkata kepada Umar: “Wangi dan kelembutannya akan lebih dibutuhkan anak tersebut dibanding dirimu.”

Dan Islam telah meletakkan wilayah pengasuhan anak kepada sang ibu. Seandainya seorang ibu tidak dapat memenuhi syarat untuk mengasuh putranya, maka hak pengasuhan jatuh kepada ibu sang istri tadi (nenek dari pihak ibu). Seandainya tidak dapat memenuhi juga, maka hak pengasuhan jatuh kepada neneknya yang paling dekat. Seandainya tidak mampu juga barulah hak pengasuhan jatuh kepada sang ayah.

Dan ajaran Islam telah menyusun hak pengasuhan terhadap si kecil setelah ibu, nenek dan ayah sebagai berikut:

Saudara perempuan kandung Saudara perempuan satu ayah Saudara perempuan satu ibu Bibi dari ibu Bibi dari bapak

Dan dalam memberikan urutan hak pengasuhan bagi si kecil, para ulama memiliki pendapat yang beragam. Akan tetapi, yang dianggap paling dapat diterima adalah setelah seorang ibu tidak dapat melakukan kewajibannya, maka hak pengasuhan jatuh kepada nenek, kemudian ayah dan seterusnya keluarga yang jelas tali nasabnya dengan kedua orangtua si kecil.

Dan hak pengasuhan ini terus akan berlangsung sampai anak tersebut mencapai usia dewasa yang ditandai dengan mimpi bagi anak laki-laki dan menstruasi bagi anak perempuan. Atau dapat juga ditandai dengan terlihatnya pertumbuhan fisik si anak secara normal dan sehat. Dalam hal ini Islam telah menyinggungnya dalam al Quran: “Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah.” [QS. Al Anfaal: 75]

Dan setiap wali si kecil disyaratkan untuk memiliki unsur-unsur berikut:

Berakal (tidak gila) Terpercaya Mampu mengasuh, memberikan

perhatian dan mendidik si anak

Dan bagi anak yang muslim, disyaratkan agar pendidik juga beragama Islam

Seperti halnya dalam hak mengatur anak yang masih kecil, orangtua juga memiliki hak dalam mengatur orang gila, idiot dan orang-orang yang tidak mengetahui mana yang terbaik baginya. Di samping, ia juga tidak dapat menjaga dirinya. Dan hak ini masih terus akan berlanjut sampai sifat-sifat yang disebutkan tadi, seperti: kecil, gila dan idiot hilang dari dirinya.

Ini semuanya adalah batas wilayah kekuasaan seorang kepala keluarga terhadap individu-individu yang ada dalam ruang lingkup keluarga. Karena agama telah memberikan pertolongan ini bagi orang-orang yang membutuhkannya.

Adapun kepemimpinan dalam membelanjakan harta juga tidak kalah pentingnya dengan poin sebelumnya. Maka, yang paling utama untuk dijaga hartanya adalah anak yang masih kecil, orang gila dan idiot. Oleh karena itu, Allah berfirman dalam al Quran: “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.” [QS. An Nisaa: 2]

Dan ketika Allah memerintahkan mereka untuk membayar harta anak-anak yatim kepada mereka diterangkan bahwa orang yang idiot dan orang yang belum baligh tidak diperbolehkan untuk mengeluarkan uangnya. Allah berfirman dalam al Quran: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” [QS. An Nisaa: 5]maka, ayat tersebut telah menjelaskan kepada kita tentang hak seorang wali yang dapat menjaga harta anak kecil karena kurang akal.

Dan yang dimaksud dengan kurang akal atau bodoh di sini adalah bodoh dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan dunia: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu).” Adapun kurang akal di akhirat disebutkan dalam

43

firman Allah: “Dan bahwasanya: orang yang kurang akal daripada kami selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah.” [QS. Al Jin: 4]

Abu Musa al Asy’ari telah memberikan penafsiran bagi kata-kata kurang akal atau bodoh di sini dengan orang-orang yang sudah seharusnya diasingkan dan tidak diajak dalam mengambil keputusan seperti: anak kecil atau orang yang tidak memiliki akal (gila).

Dan sebagian ulama lain memperluas makna kurang akal dengan memasukkan orang-orang yang tidak mengetahui ajaran Islam yang berhubungan dengan harta. Dan orang yang bertanggung jawab untuk mengatur keluar masuknya harta ini diberikan kepada ayah, kakek dan lain sebagainya sebagaimana yang sering disebutkan dalam buku-buku fikih.

Agama Islam telah melarang seluruh umatnya untuk berbuat zalim sehingga merampas harta anak yang masih kecil atau orang-orang yang idiot dan kurang akal. Oleh karena itu, Islam memberikan pelajaran dan peraturan yang berhubungan dengan pemeliharaan harta dalam sebuah keluarga. Sampai-sampai peraturan serupa juga ditujukan kepada pemilik harta tersebut.Dan pemeliharaan ini dapat dicapai melalui perwalian, tanggungan ataupun wasiat. Dan tidak ada satupun yang berhak untuk mendapatkan posisi orang yang memegang dan memelihara harta, kecuali dengan terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut:

Berakal Terpercaya Mampu menjaga harta tersebut,

sampai akhirnya uang tersebut dapat diterima oleh si pemilik ketika ia telah mencapai usia dewasa.

Harta ini tidak boleh untuk dikembalikan kepada orang yang punya kecuali orang tersebut telah mampu menikah. Sehingga, ia dianggap mampu untuk mempergunakan hartanya dengan baik. Seandainya waktu nikah telah sampai, akan tetapi orang tersebut belum dapat dikatakan mampu dalam membelanjakan hartanya dengan baik, maka tunggulah sampai kita dapat mengatakannya sebagai orang yang mampu. Dan yang dipakai sebagai tolak ukur adalah kemampuannya dalam menjaga uang tersebut.

Dan para ulama telah memberikan perincian nilai dan karakteristik orang-orang yang dapat membelanjakan hartanya dengan baik dan

anda akan dapat menemuinya pada berbagai buku fikih Islam.Inilah ajaran Islam yang telah menjaga kehidupan keluarga muslim. Terutama, dalam melindungi individu-individu yang ada di dalamnya dan harta mereka. Tepatnya, bagi orang-orang yang kurang mampu untuk mempergunakan dan menyimpan sendiri hartanya dengan baik dan benar.

III. InfakDan salah satu cara untuk menjaga keutuhan dan kehidupan sebuah keluarga, Islam juga telah mensyariatkan adanya infak. Untuk itu, Islam telah menentukan siapa-siapa saja yang memiliki kewajiban untuk memberikan hak tersebut. Di samping itu, Allah juga memerintahkan hal tersebut sebagai bagian dari mendekatkan diri kepada Allah. Apabila mereka rela dan mampu memberikannya. Dan seandainya mereka tidak mampu, mereka terpaksa harus meminjamnya terlebih dahulu kepada orang lain. Dan ketidakmampuan yang sifatnya sementara bukan berarti membebaskan ia dari beban hukum yang harus dipikulnya.Kemudian jika seorang kepala keluarga benar-benar tidak mampu menafkahi tanggungannya maka menjadi kewajiban kerabatnya untuk membantu. Kemudian jika kerabatnya tidak mampu mencukupinya maka tanggung jawab nafkah beralih kepada kaum muslimin. Tanggung jawab kaum muslimin ini diwakilkan kepada Khalifah sebagai amirul mukminin. Khalifah akan berusaha dan bila perlu mengalokasikan harta baitul mal negara untuk memberi pekerjaan/ sumber penghasilan yang akan mencukupi kebutuhannya.

Oleh karena itu, infak telah menjadi sebuah keharusan dalam Islam. Kewajiban ini tidak akan ditetapkan oleh Allah kecuali semata-mata untuk menjaga dan memelihara kelangsungan sebuah keluarga. Dan untuk mencegah berbagai bahaya yang akan menimpanya suatu saat nanti ketika orang yang seharusnya memberikan infak kepadanya menolak untuk memberikan.Dengan melihat kembali dan berfikir mengenai permasalahan infak ini niscaya kita akan menemukan sebuah kenyataan yang sangat besar yang tidak pernah kita temukan dalam ajaran atau undang-undang kufur manapun. Dari sebagian besar realitas yang ada kita dapat menyebutkannya sebagai berikut:

Menguatkan bahwa bangunan keluarga dalam Islam merupakan salah satu sistem sosial dalam agama tersebut. Di mana, ajaran

44

Islam telah memberikan berbagai unsur yang akan menjadikan tiap-tiap individu dalam bangunan tersebut sebagai manusia yang mulia dan terhormat yang dikelilingi oleh kasih sayang dan rasa cinta. Dan pada akhirnya mereka dapat menunaikan seluruh kewajiban dan menikmati hak yang seharusnya mereka dapatkan.

Menegaskan kembali bahwa ikatan dalam sebuah keluarga muslim adalah ikatan saling kasih sayang dan melindungi sekaligus menghilangkan kesusahan dari orang yang sangat membutuhkan. Sehingga ajaran tersebut memberikan kewajiban kepada seorang laki-laki untuk berusaha sekuat tenaga agar keluarga tersebut dapat hidup aman secara sosial, ekonomi dan kejiwaan.

Penegasan bahwa orang yang telah mengabaikan kewajiban memberikan infak akan mendapatkan murka dari Allah. Karena sikap pengabaian tersebut dapat dianggap sebagai menyalahi perintah Allah Swt. Semuanya itu merupakan kewajiban yang sengaja Allah berikan kepada umatnya dan kepada Imam/Khalifah kaum muslimin demi kelangsungan sebuah keluarga Islam yang terhormat.

Infak dalam Islam diwajibkan kepada orang-orang berikut ini:

Suami Ayah Anak Orang yang masih memiliki keterkaitan

kerabat. Selama mereka masih dalam wilayah orang-orang yang mendapatkan hak waris dan mampu memberikan infak.

Jika mereka semua tidak mampu maka wajib bagi kaum muslimin untuk menolong, begitu pula Khalifah sebagai kepala negara kaum muslimin.Untuk itu, para ulama fikih telah meletakkan beberapa syarat yang telah mereka ambil dari al Qur’an dan sunnah Nabi. Dan mungkin kita akan membahas beberapa syarat tersebut secara umum, di antaranya:

Orang yang diwajibkan untuk memberikan infak tersebut harus mampu dalam memberikannya. Dan sebagai tolak ukur bahwa orang tersebut mampu adalah orang tersebut memiliki kelebihan harta atau ia masih memiliki sedikit harta setelah ia mencukupkan infak untuk dirinya. Hal tersebut ada dalam sunnah nabi. Diriwayatkan dari Muslim dengan sanadnya dari Abi Umamah ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Wahai anak Adam, menginfakkan sebagian hartamu yang lebih adalah hal yang sangat baik bagimu, dan sebaliknya seandainya kalian menyimpannya maka hal tersebut

sangatlah buruk. Dan janganlah kalian mengutuk diri sendiri dengan harta yang pas-pasan. Mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan tangan di atas lebih mulia dibanding tangan yang ada di bawah.”

Dan diriwayatkan dari imam Muslim dengan sanadnya yang berasal dari Jabir bin Samrah ra., ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah Saw. berkata: “Apabila Allah memberikan kebaikan kepada salah seorang di antara kalian, maka mulailah dengan diri sendiri kemudian anggota keluargamu.”Dan diriwayatkan dari imam Muslim dengan sanadnya yang berasal dari Jabir ra., ia berkata: “Seorang laki-laki yang berasal dari Bani ‘Udzrah akan membebaskan salah seorang budaknya sepeninggalnya —sang tuan menjanjikan kepada si budak bahwa ketika tuannya meninggal si budak secara otomatis terbebaskan dan menjadi orang yang merdeka— kemudian, orang yang memiliki budak tersebut menyampaikan keinginannya itu kepada Rasulullah Saw. pada saat itu Rasulullah Saw. bersabda: “Apakah engkau memiliki harta lain selain budak tadi? Sang tuan menjawab: “Tidak.” Maka, ketika itu Rasulullah Saw. berkata kepada para sahabat: “Siapa yang berani membeli budak ini dariku?” Maka, salah seorang sahabat Rasulullah bernama Nu’aim bin Abdullah al ‘Udwa membeli budak tadi dengan harga delapan ratus dirham. Kemudian Rasulullah Saw. membawa uang tersebut ke hadapan tuan budak tadi dan menyerahkannya sambil berkata: “Mulailah dari dirimu. Seandainya ada uang lebih berikanlah kepada keluargamu. Seandainya ada harta lebih dari infak keluargamu maka berikanlah untuk sanak saudaramu dan seandainya ada harta lebih dari pemberian untuk sanak saudaramu maka begini dan begini.” Rasulullah berkata: “Penuhilah kewajiban yang ada di hadapanmu kemudian orang-orang yang berada di sisi kananmu dan setelah itu yang berada di sisi kirimu.”

Orang yang memberikan infak tersebut adalah orang yang mendapatkan hak waris. “Dan warispun berkewajiban demikian.” [QS. Al Baqarah: 233] Oleh karena itu, ia harus menanggung kewajiban memberikan infak kepada keluarganya dibanding yang lain.

Apabila ia bukan seorang dari ahli waris akan tetapi masih memiliki hubungan kerabat, apabila antara orang yang memberikan infak atau diberikan infak berbeda agama, atau yang satu budak dan yang lainnya orang merdeka atau yang satu menutupi hak

45

pewarisan yang lainnya karena salah satunya memiliki tali kerabat yang lebih dekat, maka ia tidak diwajibkan untuk memberikan infak.

Orang yang diberi infak adalah orang yang miskin. Dalam artian, ia tidak memiliki harta juga pekerjaan. Oleh karena itu, barangsiapa yang memiliki harta atau pekerjaan, maka ia sudah tidak membutuhkan pemberian. Karena ia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mampu.

Inilah syarat-syarat dalam berinfak sebagaimana yang telah dituliskan dalam beberapa buku fikih Islam.Adapun kewajiban dalam memberikan infak atau nafkah yang dibebankan kepada seorang suami, ayah, anak laki-laki dan orang-orang yang memiliki tali persaudaraan atau kerabat, maka telah diperkuat oleh beberapa dalil yang berasal dari al Qur’an dan Sunnah.

Maka, kewajiban seorang suami dalam memberikan nafkah atas istrinya telah disebutkan dalam al Qur’an. Allah berfirman dalam al Qur’an: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya.” [QS. Al Thalaaq: 7]

Selain itu, kewajiban tersebut juga diperkuat dengan sunnah Nabi. Diriwayatkan dari imam Muslim dengan sanadnya dari Jabir ra. bahwasanya Rasulullah Saw. berkhutbah di hadapan orang-orang, kemudian Rasulullah Saw. berkata: “Bertakwalah kalian kepada Allah dalam masalah perempuan. Mereka semuanya adalah orang yang dapat membantu kalian. Kalian telah mengambil mereka sebagai amanat dari Allah dan kalian telah menghalalkan kemaluan mereka dengan mempergunakan kalimat Allah. Oleh karena itu, kalian memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah materi dan sandang kepada mereka dengan sebaik-baiknya.”

Adapun kewajiban seorang suami kepada kedua orangtuanya, anak-anaknya yang laki-laki dan perempuan adalah ketika mereka miskin dan tidak memiliki apa-apa. Dan seandainya ia mampu memberikan nafkah kepada mereka, maka ia wajib memberikan nafkah kepada mereka. Hal tersebut secara jelas telah dikuatkan oleh al Quran dan as Sunnah.

Allah berfirman dalam al Quran: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.” [QS. Al Baqarah: 233]

Adapun legitimasi sunnah, Hindun, istri Abu Sufyan telah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang segala sesuatu yang telah ia ambil dari harta suaminya, tanpa seidzin suaminya. Maka, pada saat itu Rasulullah Saw. berkata kepada Hindun (sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Bukhari): “Ambillah harta suamimu yang mencukupimu dan anak-anakmu dengan cara yang benar.” [QS. Imam Bukhari dalam kitab shahihnya 3/103, Cetakan Kairo]

Dan diriwayatkan dari Abu Dawud dengan sanadnya yang berasal dari Aisyah, ummul mukminin ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. berkata: “Sebaik-baiknya makanan yang dimakan oleh seseorang adalah segala sesuatu yang berasal dari usahanya sendiri. Dan sebaik-baiknya harta yang dimakan oleh anaknya adalah segala sesuatu yang berasal usahanya sang ayah tersebut.”

Dan begitulah, ini merupakan sebuah ajaran Islam yang menjaga kelangsungan hidup sebuah keluarga secara aman. Dalam interaksi yang harmonis antara mereka seluruhnya. Dengan kepemimpinan seorang laki-laki dalam sebuah bangunan keluarga, menentukan sikap dalam memberikan kemaslahatan bagi tiap-tiap individu anggota keluarga dan bagaimana cara membelanjakan harta dari harta yang wajib untuk diinfakkan. Dari semuanya itu kita dapat mengyadari bagaimana tingginya kedudukan sebuah keluarga dalam pandangan Islam. Dan semuanya itu didasarkan pada susunan ajaran dan hukum Islam.

Ajaran-ajaran yang dapat menjaga kelangsungan hidup sebuah keluarga di masa yang akan datang:

Pertama: WasiatII. Warisan

Ajaran Islam yang meletakkan undang-undang hak waris bertujuan untuk menjaga kelanggengan dan keamanan sebuah keluarga untuk kehidupannya di masa yang akan datang.

Undang-undang dan hukum pewarisan dalam Islam merupakan sebuah susunan hukum waris yang paling adil dan terperinci. Sistem waris Islam tidak membiarkan satupun kaum kerabat untuk tidak mendapatkan hak waris. Karena, Islam telah mewajibkan pembagian

46

harta mayit kepada mereka. Sehingga, tidak ada satupun yang dapat mendhalimi mereka dalam mendapatkan hak warisan. Kecuali, memang pewaris tidak dapat menerima hak warisannya karena terhalangi oleh unsur-unsur tertentu seperti: kafir atau budak dan lain sebagainya. Dan salah satu permasalhan yang sering menjadi sorotan publik adalah pembagian bagi kaum laki-laki yang mendapatkan dua kali lipat kaum perempuan. Padahal, Islam memberikan ajaran seperti itu karena kaum laki-laki memiliki beban dan kewajiban yang sangat berat dalam memberikan nafkah.

Adapun keadilannya karena hukum tersebut merupakan sistem hukum yang dapat memberikan kemaslahatan secara umum maupun khusus. Sehingga, dapat memberikan hak yang adil terhadap seluruh individu keluarga dan masyarakat. Dikatakan dapat menjaga keseimbangan dalam keluarga karena Islam sangat mendahulukan orang-orang yang ada dalam tubuh sebuah keluarga terlebih dahulu untuk mendapatkan harta warisan. Karena, sebuah keluarga merupakan tiang penyangga dan pondasi sebuah kerangka sosial. Sehingga, tidak ada satupun yang dapat memberikan sistem waris yang dapat menguatkan dan mengokohkan tali kekeluargaan antara pewaris dan orang yang telah meninggal seperti hukum waris yang diperkenalkan oleh Islam. Sekali lagi, ikatan yang kokoh di antara individu-individu sebuah keluarga memang merupakan pondasi sebuah masyarakat.

Sebagai contoh kasus: firman Allah yang berbunyi: “Laki-laki mendapatkan hak seperti hak dua orang perempuan.” Ayat tersebut adalah keadilan dalam sebuah masyarakat dan media untuk memperkuat ikatan cinta kasih dan tanggung jawab yang terkadang harus berakhir begitu saja dengan meninggalnya pemimpin sebuah keluarga dan ayah dari anak-anaknya.Dalam dalam ajaran Islam, kewajiban dalam menjaga dan memenuhi kebutuhan kaum perempuan akan dilimpahkan dari seorang ayah yang telah meninggal kepada kakek atau saudara laki-lakinya. Dan setelah menikah, ia akan menjadi tanggung jawab suaminya. Dan seandainya suaminya meninggal, maka kewajiban nafkah jatuh kepada putranya. Artinya, tanggung jawab secara materi ada pada orang lain dan bukan pada diri perempuan sendiri. Apabila kita perhatikan, ketika seorang perempuan menikah, suamilah yang membayar mahar untuknya. Dan ini semua bertentangan dengan peraturan dan

hukum kufur. Dan setelah menikahpun ia tidak bertanggung jawab untuk menutupi kebutuhan dirinya ataupun anak-anaknya.

Sistem hukum waris dalam Islam benar-benar telah menciptakan udara segar dan menenangkan jiwa manusia yang hidup di dunia. Sehingga, bersamaan dengan mekanisme lengkap sistem ekonomi Islam mereka dapat menjamin kehidupan keluarganya di masa yang akan datang.

Dan salah satu bukti keadilan sistem warisan Islam adalah kekayaan si mayit dibagikan kepada orang banyak dan tidak hanya pada satu tangan saja. Maka, harta tersebut akan berputar di antara mereka. Dan harta yang berputar di antara orang banyak akan lebih bermanfaat bagi manusia, masyarakat dan orang-orang yang lebih membutuhkan. Dan kondisi sebaliknya akan terjadi seandainya kekayaan tersebut hanya diam di satu tempat saja.

Sistem hukum waris tersebut mendapatkan legitimasi dari al Qur’an dan sunnah. Adapun dalam kitab al Qur’an, banyak sekali keterangan yang menerangkan tentang pembagian harta warisan sekaligus sistem perincian hukumnya. Dan hukum tersebut dapat kita lihat secara global dalam firman Allah: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia

47

memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orangtuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa'atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Syurga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” [QS. An Nisaa: 7-14]

Maka, ayat-ayat di atas yang tercatat dalam surat an Nisaa, merupakan gambaran ilmu Faraidh atau lebih dikenal dengan ilmu waris.

Diriwayatkan dari Abu Dawud dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash ra. bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Ilmu terbagi ke dalam tiga bagian adapun selebihnya hanyalah ilmu tambahan saja. Yang pertama adalah ayat-ayat al Qur’an yang dijadikan sebagai sandaran hukum. Yang kedua adalah sunnah nabi Saw. dan yang ketiga adalah ilmu faraid yang harus dibagikan secara adil.”Diriwayatkan dari Ibnu Majah dengan sanadnya yang berasal dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Belajarlah kalian ilmu fara’idh. Karena cabang keilmuan tersebut merupakan setengah dari seluruh ilmu.”

Adapun wajibnya mempergunakan ilmu waris tertera dalam sunnah Nabi Saw. diriwayatkan dari imam Ahmad dengan sanadnya dari Jabir bin Abdullah ra. bahwasanya ia berkata: “Istri sa’ad bin Rabi’ datang kepada Rasulullah Saw. dengan kedua putrinya hasil dari pernikahan dirinya dengan Sa’ad. Kemudian ia berkata: “Wahai Rasulullah, ini adalah kedua putri sa’ad bin Rabi’. Ayah mereka telah gugur sebagai syahid dalam perang Uhud bersama anda. Sayangnya, paman mereka telah mengambil semua harta ayahnya dari tangan mereka. Padahal, mereka tidak akan dapat menikah kecuali kalau mereka memiliki harta.” Maka Rasulullah Saw. berkata: “Telah turun ayat waris.” Dan kemudian beliau mendatangi pamannya dan berkata: “Berikanlah harta Sa’ad kepada kedua putrinya sebanyak dua pertiga. Dan kepada ibunya sebanyak satu per delapan. Barulah sisanya engkau ambil.”

Para ulama telah mengkasifikasikan ilmu waris ke dalam bagian-bagian berikut ini:

Hak-hak yang berhubungan dengan harta peninggalan.

Tingkatan ahli pewarisan.Beberapa kondisi yang menghalangi

seorang pewaris untuk mendapatkan hak waris.

Jumlah bagian yang akan didapatkan oleh pewaris.

Susunan orang-orang yang mendapatkan hak waris.

Orang-orang yang mendapatkan sisa harta (‘Ashabah bi an Nafsi, bi al Ghair, Ma’a al Ghair atau as Sababiyyah).

48

Penjelasan tentang ahli waris yang tidak mendapatkan hak warisannya karena tertutup oleh ahli waris yang lain.

Ilmu pembagian harta warisan. Masalah takhâruj, Rad dan

munâsakhah. Masalah ‘Aul, Tamâtsul, tadâkhul,

tawâfuq, tabâyun dan tashîh. Metode pewarisan bagi perempuan

hamil, banci, orang yang hilang, tawanan perang dan orang yang murtad.

Metode pewarisan bagi orang yang meninggal karena tenggelam, terbakar dan tertimpa bangunan sampai tubuhnya hancur.

Dalam permasalahan ini, tidak ada satupun yang menolak pendapat ini kecuali sebagian kecil ulama dari kalangan Dhahiri.Akan tetapi, tidak jarang sebagian kalangan masyarakat menolak penggunaan hukum waris tersebut. Terutama, masyarakat yang telah terjerat dalam paham sosialis. Karena, pada dasarnya mereka sendiri tidak mengakui adanya sebuah keluarga sebagaimana mereka juga tidak dapat mengakui adanya hak waris yang akan diberikan kepada individu-individu keluarga. Karena mereka menganggap bahwa hukum waris dan juga keluarga hanya akan mendorong manusia untuk menghimpun harta dan menimbun modal.

Ternyata, jawabannya mereka dapatkan sendiri sekarang ini. Dengan sendirinya, mereka mundur dan tidak mempergunakan sistem sosialis atau bahkan komunis lagi dalam seluruh lini kehidupannya. Kemudian mereka menamakan gerakannya yang sekarang dengan gerakan rekonstruksi bangunan.Sehingga, kini giliran kita berkata: “Menghilangkan bangunan keluarga dan membuang hukum waris yang khusus disediakan bagi kemaslahatan orang-orang yang hidup di dalamnya, hanya akan menghancurkan kehidupan manusia baik secara fisik maupun mental. Tidak hanya itu, membunuh keluarga dan hak warisan berarti membunuh ambisi dan keinginan alami untuk mendapatkan rizki dan penghasilan untuk menjaga kelangsungan kehidupan pribadi dan keluarganya. Inikah pendapat mereka yang menolak hukum waris dan mengatakan bahwa hukum tersebut hanya akan menyalahi kebenaran dan realitas kehidupan?

Juga sebagian pemerintahan sistem kufur yang mengklaim bahwa hukum waris Islam dapat tergantikan oleh hukum yang lain dan dapat memberikan manfaat lebih bagi

masyarakat yang menerapkannya adalah asumsi dan prediksi yang salah.

Mengapa mereka tidak memerangi warisan tradisi dan adat nenek moyang mereka yang tidak mendapat petunjuk. Padahal, warisan hukum, adat, dan tradisi kufur adalah unsur yang paling berbahaya dalam kehidupan manusia. Sehingga dapat menghancurkan kemaslahatan mereka. Sehingga, tidak jarang hal tersebut mendorong mereka untuk berperilaku seperti nenek moyang mereka. Sayangnya, mereka tidak menyadari bahwa apa yang dianggap baik oleh nenek moyangnya adalah buruk bagi siapapun. Dan itulah yang seharusnya mereka buang. Itupun, senadainya mereka benar-benar ingin menciptakan kemaslahatan sebuah masyarakat secara benar!

Ajaran Islam juga memberitahukan kepada kaum muslimin untuk membagikan harta tersebut setelah tanggungan si mayat, seperti: hutang piutang atau wasiat yang wajib disampaikan karena hal tersebut akan menyangkut kepada dua hal:

Jangan sampai hak orang-orang yang menitipkan, amanat yang diberikan atau hutang piutang dan yang lainnya hilang begitu saja. Bahkan, hal-hal tersebut akan tetap menjadi tanggungan si mayat.

Jangan sampai pewaris mendapatkan harta yang bukan harta milik yang mewariskan (orang yang meninggal).Kedua unsur penting di atas merupakan jaminan yang akan menjaga hak orang lain. Oleh karena itu, ayat al Qur’an di atas menyebutkan bahwa pembagian harta warisan akan dilaksanakan setelah pelunasan hutang dan wasiat wajib si mayat. Dan yang diperintahkan dalam ayat tersebut adalah para pewaris atau penerima harta warisan tadi. Untuk memastikan semua muslim menjalankan hukum ini maka mutlak seorang Imam/Khalifah menegakkannya dengan kekuasaan dari ba’at yang sah kaum muslimin.

Satu hal yang harus kita garisbawahi bahwa dalam Islam, sebuah bangunan keluarga menempati posisi yang sangat penting. Dan posisi ini tercipta dari pentingnya berbagai tujuan yang harus dicapai dengan berbagai kewajiban dalam Islam. Semoga Allah senantiasa memberikan pertolongan kepada kita, Aamiin.

diolah dari : Tarbiyatu An-Nasyi’ Al Islami

49