biosintesis antibiotik

46
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA............................................. i DAFTAR GAMBAR............................................. ii DAFTAR TABEL............................................. iii BAB I PENDAHULUAN..........................................1 BAB II ANTIBIOTIK..........................................2 2.1 Definisi Antibiotik..................................2 2.2 Sejarah Penemuan Antibiotik..........................2 2.3 Jenis dan Klasifikasi Antibiotik.....................4 2.4 Mekanisme Aksi Antibiotik...........................10 BAB III BIOSINTESIS ANTIBIOTIK............................12 3.1 Reaksi-Reaksi Penting dalam Biosintesis Antibiotik. .12 3.2 Teknik Identifikasi Biosintesis.....................14 3.3 Biosintesis Beberapa Jenis Antibiotik...............17 3.3.1 b-laktam.........................................18 3.3.2 Aminoglikosida...................................21 3.3.3 Makrolida........................................23 3.3.4 Tetrasiklin......................................25 DAFTAR PUSTAKA............................................27 i

Upload: antony-weng

Post on 04-Jun-2015

15.838 views

Category:

Health & Medicine


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Biosintesis antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................i

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................ii

DAFTAR TABEL.................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

BAB II ANTIBIOTIK............................................................................................................2

2.1 Definisi Antibiotik...................................................................................................2

2.2 Sejarah Penemuan Antibiotik..................................................................................2

2.3 Jenis dan Klasifikasi Antibiotik...............................................................................4

2.4 Mekanisme Aksi Antibiotik..................................................................................10

BAB III BIOSINTESIS ANTIBIOTIK...............................................................................12

3.1 Reaksi-Reaksi Penting dalam Biosintesis Antibiotik............................................12

3.2 Teknik Identifikasi Biosintesis..............................................................................14

3.3 Biosintesis Beberapa Jenis Antibiotik...................................................................17

3.3.1 b-laktam.........................................................................................................18

3.3.2 Aminoglikosida..............................................................................................21

3.3.3 Makrolida.......................................................................................................23

3.3.4 Tetrasiklin......................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................27

i

Page 2: Biosintesis antibiotik

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur molekul beberapa jenis antibiotik b-laktam......................................7

Gambar 2.2. Struktur molekul a.kanamisin (kiri); b.eritromisin (kanan)............................7

Gambar 2.3. Struktur molekul tetrasiklin.............................................................................8

Gambar 2.4. Struktur molekul Pristinamisin IIA dan Pristinamisin IA..................................9

Gambar 2.5. Struktur molekul daptomisin...........................................................................9

Gambar 2.6. Berbagai target dari mekanisme aksi antibiotik.............................................10

Gambar 2.7. Perbedaan mekanisme aksi antibiotik pada bakteri gram positif dan negatif11

Gambar 3.1. Pergeseran NIH 16

Gambar 3.2. Kiri: Struktur 6-APA (atas) dan 7-ACA (bawah); Kanan: Struktur (A)

penisilin dan (B) sefalosporin.......................................................................21

Gambar 3.3. Pembentukan isopenisilin N dari tripeptida...................................................22

Gambar 3.4. Lintasan biosintesis Penisilin G dan Sefalosporin C dari isopenisilin N.......23

Gambar 3.5. Lintasan biosintesis sefamisin C dari deasetilsefalosporin C........................24

Gambar 3.6. Lintasan biosintesis streptomisin...................................................................25

Gambar 3.7. Lintasan biosintesis ribostamisin...................................................................26

Gambar 3.8. Lintasan biosintesis erithromisin dari 6-deoksierithronolida........................27

Gambar 3.9. Pembentukan cincin makrolida rapamisin.....................................................28

Gambar 3.10. Biosintesis tetrasiklin dari 4-hidroksi-6-metilpretetramida.........................29

Page 3: Biosintesis antibiotik

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Sejarah pengenalan kelas-kelas baru antibiotik....................................................3

Tabel 2.2. Senyawa antibiotik, mikroorganisme penghasil, dan aktivitas biologisnya.........4

Tabel 2.3. Beberapa subkelas dan senyawa antibiotik b-laktam...........................................6

Page 4: Biosintesis antibiotik

BAB I

PENDAHULUAN

Metabolisme merupakan peristiwa yang sangat penting dalam suatu bentuk kehidupan.

Pembentukan molekul-molekul dan energi yang dihasilkan selama metabolisme akan

menunjang pertumbuhan sehingga organisme tersebut tetap hidup. Selain itu, metabolisme

juga menjaga agar organisme dapat mempertahankan strukturnya, dapat bereproduksi, dan

beradaptasi dengan perubahan kondisi sekitar. Metabolisme juga menjadi penentu

terjadinya siklus unsur-unsur penting di alam dengan adanya peristiwa degradasi maupun

sintesis sehingga dapat dikatakan bahwa organisme yang satu dapat menunjang

keberlangsungan hidup organisme lainnya.

Pengetahuan tentang metabolisme telah mengantarkan kita kepada tingkat

pemahaman mendalam hingga proses-proses yang berkaitan. Suatu jaring-jaring yang

kompleks dari reaksi-reaksi oleh enzim-enzim dapat dibentuk dan dipelajari di masa

sekarang. Mulai dari pengikatan CO2 untuk fotosintesis, penguraian glukosa untuk

menghasilkan energi, hingga pembentukan makromolekul seperti protein, asam nukleat,

dan karbohidrat. Jaring-jaring yang rumit dan vital tersebut merupakan rangkaian dari

proses yang disebut metabolisme primer. Sedangkan metabolisme sekunder dapat

dinyatakan sebagai percabangan proses metabolisme primer untuk menghasilkan senyawa

yang disebut sebagai metabolit sekunder.

Metabolit sekunder dibentuk dari lintasan yang khusus dari metabolit primer,

mempunyai sebaran yang terbatas, tetapi memiliki keragaman struktur kimia yang tinggi.

Pembentukannya oleh enzim tertentu yang dikodekan oleh material genetik spesifik

menunjukkan bahwa metabolit sekunder merupakan karakteristik untuk spesies atau genus

tertentu. Metabolit sekunder tidak bersifat esensial bagi sel yang menghasilkannya, akan

tetapi penting bagi organisme secara keseluruhan.

Antibiotik merupakan salah satu produk metabolit sekunder yang bernilai tinggi.

Penggunaannya yang cukup penting dalam bidang medikal mendorong sintesisnya dalam

skala industri menjadi prospek yang cukup menjanjikan. Untuk mensintesisnya dalam

industri diperlukan pengetahuan terlebih dahulu tentang metabolisme di dalam organisme

penghasilnya. Barulah setelah memahami proses biosintesisnya, dapat dilakukan

modifikasi untuk menghasilkannya secara skala besar.

1

Page 5: Biosintesis antibiotik

BAB II

ANTIBIOTIK

2.1 Definisi Antibiotik

Kata antibiotik berasal dari bahasa Yunani, anti yang berarti “melawan” dan bios yang

berarti “hidup”. Menurut Waksman (1947), antibiotik merupakan zat yang dihasilkan oleh

mikroorganisme tertentu untuk menginhibisi pertumbuhan bahkan membunuh

mikroorganisme lain di dalam larutan. Dengan kata lain, antibiotik adalah agen

antimikroba yang dihasilkan secara mikrobial. Oleh karena itu, antibiotik sering disebut

juga produk antimikrobial alami. Mikroorganisme yang menghasilkan antibiotik untuk

membunuh mikroorganisme lain di sekitarnya memperoleh keuntungan dalam hal

mendapatkan sumber makanan di lingkungan alami.

Antibiotik merupakan produk metabolit sekunder, yang dihasilkan umumnya pada

saat laju pertumbuhan rendah atau setelah pertumbuhan berhenti, tidak esensial untuk

pertumbuhan mikroorganisme penghasilnya di dalam kultur murni, dan memiliki struktur

yang tidak umum dijumpai dalam produk metabolit primer. Salah satu hal menarik untuk

diperhatikan adalah bahwa metabolit sekunder dibiosintesis terutama dari banyak

metabolit-metabolit primer: asam amino, asetil koenzim A, asam mevalonat, dan zat antara

lainnya.

Dewasa ini istilah “antibiotik” tidak hanya ditujukan kepada zat yang dihasilkan

oleh mikroorganisme, tetapi juga zat sintetik yang dihasilkan di laboratorium atau industri

yang memiliki sifat antimikroba. Antibiotik semisintetik merujuk pada antibiotik alami

yang telah dimodifikasi dalam laboratorium untuk meningkatkan kekuatan

antimikrobanya.

2.2 Sejarah Penemuan Antibiotik

Bukti keberhasilan penggunaan kemoterapi yang paling awal berasal dari Peru kuno, di

mana bangsa Indian menggunakan kulit kayu pohon kina untuk mengobati malaria.

Penemuaan p-rosanilin yang memiliki efek antitripanosomal dan arsfenamin yang efektif

melawan sifilis, oleh Paul Ehrlich di Jerman mengawali masa kemoterapi modern. Ehrlich

kemudian mengemukakan postulatnya yang menyatakan bahwa ada senyawa kimia yang

Page 6: Biosintesis antibiotik

bersifat racun/toksik selektif terhadap parasit tetapi tidak berbahaya bagi manusia. Ide ini

kemudian dinamakan konsep “magic bullet” atau peluru ajaib.

Pada tahun 1929, Fleming mengamati bahwa pertumbuhan sejenis fungi, yang

kemudian diidentifikasi sebagai Penicillium notatum, pada cawan yang ditanami

staphylococci mencegah pertumbuhan bakteri tersebut. Pada media cair, fungi ini

menghasilkan senyawa, yang kemudian dinamakan penisilin, yang dapat menghambat

bakteri kokus dan bakteri kelompok difteri, tetapi tidak untuk bakteri batang gram negatif.

Fleming sendiri tidak mengemukakan lebih jauh tentang penggunaan substansi yang

diperolehnya sebagai zat antibakterial. Penemuan ini tidak mendapat perhatian yang lebih

jauh hingga pada tahun 1939, Florey dan Chain kembali mengisolasi penisilin.

Demonstrasi yang mereka lakukan membuktikan kemampuan penisilin untuk melawan

berbagai jenis bakteri gram positif dan bakteri tertentu lainnya yang terdapat dalam tubuh

animalia. Penemuan ini mendapat perhatian dunia pada saat itu, dan secara besar-besaran

diproduksi untuk mengatasi kebutuhan obat infeksi akibat luka dari Perang Dunia II.

Pada tahun 1944, Waksman mengisolasi streptomisin dan sesudah itu menemukan

agen seperti kloramfenikol, tetrasiklin, dan eritromisin dalam sampel tanah. Sejak tahun

1960-an, pengembangan proses fermentasi dan kemajuan kimia farmasi memungkinkan

sintesis berbagai agen kemoterapi baru dengan modifikasi molekular senyawa yang sudah

ada. Progres pengembangan agen antibakterial cukup cepat, akan tetapi pengembangan

agen antifungal dan antivirus yang efektif dan nontoksik berlangsung lambat. Amfoterisin

B, yang diisolasi tahun 1950-an, masih menjadi agen antifungal yang efektif, meskipun

agen yang lebih baru seperti fluconazole telah digunakan secara luas. Analog nukleosida

seperti acyclovir terbukti efektif sebagai agen antivirus.

Tabel 2.1. Sejarah pengenalan kelas-kelas baru antibiotik

Tahun Pengenalan Kelas Antibiotik1935 Sulfonamida1941 Penisilin1944 Aminoglikosida1945 Sefalosporin1949 Kloramfenikol1950 Tetrasiklin1952 Makrolida/lincosamides1956 Glikopeptida1957 Rifamisin1959 Nitroimidazola1962 Quinolona1968 Trimethoprim

Page 7: Biosintesis antibiotik

2000 Oksazolidinon2003 Lipopeptida

2.3 Jenis dan Klasifikasi Antibiotik

Berbagai jenis antibiotik telah dikenal sejak dikemukakannya konsep aktivitas antibiotik

itu sendiri. Tabel 2.1 menyajikan sejarah perkembangan dan pengenalan kelas-kelas baru

antibiotik (Conly J., 2005). Perkembangan antibiotik bisa dikatakan semakin melambat.

Hal ini disebabkan karena penemuan hingga pengenalan kepada publik jenis antibiotik

baru memerlukan waktu yang lama, prosedur yang lebih ketat, dan yang terpenting dapat

memberikan manfaat bagi manusia di bidang farmasi. Jenis-jenis senyawa antibiotik yang

terkenal dan bermanfaat bagi manusia beserta mikroorganisme penghasilnya dapat dilihat

pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Senyawa antibiotik, mikroorganisme penghasil, dan aktivitas biologisnya

Senyawa Mikroorganisme Aktivitas Biologis

Aktinomisin S. antibioticusBakteri gram positif, konsentrasi tinggi untuk gram negatif, racun bagi animalia

Apergillin A. niger Gram positif dan negatif, nontoksikBasitrasin B. subtilis Bakteri gram positifKlorelin Chlorella sp. Bakteri gram positif dan negatif

Eumisin B. subtilisAktif melawan fungi dan bakteri lebih tinggi

Fumigasin A. fumigatus Bakteri gram positif, toksisitas terbatas

GliotoksinTrichoderma, Gliocladium, A. fumigatus

Berbagai jenis bakteri fan fungi, toksik bagi animalia

Gramisidin B. brevis Litik bagi bakteri gram positif

Asam penisilatP. puberculum, P. cyclopium

Bakteri gram positif dan gram negatif

PenisilinP. notatum, P. chrysogenum

Bakteri gram positif, aktif in vivo, toksisitas rendah

Proaktinomisin N. gardneri Bakteri gram positif, toksikPiosianin Ps. aeruginosa Bakteri gram positif, toksisitas terbatas

Streptomisin S. griseusAktif melawan B. mycoides dan lebih aktif lagi melawan Ps. aeruginosa, beberapa bakteri gram negatif, toksisitas rendah.

Sefalosporin A. chrysogenum Bakteri gram positif dan gram negatifTirosidin B. brevis Litik untuk gram positif dan gram negatifViridin T. viridis Sangat fungistatik

Senyawa antibiotik dapat dikelompokkan berdasarkan kelarutannya, basis bahan

kimia alami, basis struktur kimia, maupun toksisitasnya terhadap animalia. Berdasarkan

kelarutannya, senyawa antibiotik dapat dibagi atas:

Page 8: Biosintesis antibiotik

1. Grup A. Larut dalam air dengan reaksi beebeda-beda, dan tidak larut dalam eter.

Senyawa ini biasanya berbasis protein, basa organik, atau senyawa pengadsorpsi pada

molekul protein. Contohnya: aktinomisetin, streptomisin, penatin, dan piosianin.

2. Grup B. Larut dalam eter dan dalam air dengan reaksi tertentu. Contoh: penisislin,

flavisin, sitrinin, asam penisilat, proaktinomisin.

3. Grup C. Tidak larut dalam air dan eter, meliputi gramisidin, tirosidin, subtilin, dan

simplesin.

4. Grup D. Larut dalam eter dan tidak larut dalam air. Contoh: fumigasin, fumigatin,

gliotoksin, actinomisin, piosianase, dan lain-lain.

Berdasarkan basis bahan kimia alami penyusunnya, senyawa antibiotik dapat

dibagi atas:

1. Lipoid dan berbagai ekstrak mikrobial yang diperoleh dengan pelarut organik, seperti

pyocyanase, asam piolipik, dan lain-lain.

2. Pigmen, yaitu piosianin, hemipiosianin, prodigiosin, fumigatin, klororafin, toksoflavin,

aktinomisin, litmosidin, dan lain-lain.

3. Polipeptida, terdiri dari tirotrisin, gramisidin, tirosidin, kolisin, subtilin, basilin, dan

aktinomisetin.

4. Senyawa mengandung sulfur, yakni berbagai jenis penisilin, gliotoksin, dan chaetomin.

5. Kuinon dan keton, yaitu sitrinin, spinulosin, klavasin, dan asam penisilat.

6. Basa organik, meliputi streptomisin, streptotrisin, dan proaktinomisin.

Antibiotik yang diklasifikasikan berdasarkan struktur kimianya yaitu sebagai

berikut:

1. Senyawa mengandung C, H, dan O saja

Contoh: klavasin (C7H6O4), fumigatin (C8H8O4), asam penisilat (C8H10O4), sitrinin

(C13H14O5), fumigasin (C32H44O8), dan lain-lain.

2. Senyawa mengandung C, H, O, dan N

Contoh: iodinin (C12H20O4N2), streptomisin (C21H37-39O12N2), aktinomisin (C41H56O11N8),

gramisidin, tirosidin, dan lain-lain.

3. Senyawa mengandung C, H, O, N, dan S

Contoh: penisilin (C9H11O4SN2.R), gliotoksin (C13H14O4N2S2)

4. Senyawa lainnya yang belum teridentifikasi secara penuh.

Contoh: ustin (C19H15O5Cl3)

Berdasarkan toksisitasnya terhadap animalia, senyawa antibiotik dapat

digolongkan menjadi:

Page 9: Biosintesis antibiotik

1. Senyawa nontoksik atau sedikit toksik, meliputi penisilin, streptomisin, flavisin,

poliporin, dan aktinomisetin.

2. Senyawa dengan toksisitas terbatas, termasuk gramisidin, tirosidin, sitrinin,

streptotrisin, dan fumigasin.

3. Senyawa toksisitas tinggi, seperti aktinomisin, gliotoksin, asam aspergilat, dan klavasin.

Pengelompokan yang lebih modern untuk senyawa antibiotik umumnya dilihat

dari gugus penting di dalamnya yang terlibat dalam aktivitas antimikrobial maupun yang

menjadi ciri khas dari struktur molekulnya. Beberapa kelompok antibiotik tersebut yaitu:

1. Antibiotik -laktam

Ciri khas dari antibiotik golongan ini adalah memiliki gugus -laktam. Gugus -laktam

merupakan sebuah cincin dengan 2 atom C, 1 gugus karbonil, dan 1 atom N. Jenis

antibiotik ini merupakan yang paling terkenal dan penggunaan paling luas dalam dunia

kesehatan (lebih dari 50% total penggunaan dan produksi dunia). Beberapa antibiotik

yang termasuk golongan ini dapat dilihat pada Tabel 2.3, sedangkan struktur

molekulnya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Tabel 2.3. Beberapa subkelas dan senyawa antibiotik b-laktam

SubkelasSenyawa

AntibiotikMikroorganisme Penghasil

Fungi Bakteri G+ Bakteri G-

Penams Penisilin GPenicillium, Aspergillus

- -

CephemsSefalosporin C Cephalosporium - -

Sefamisin C -Sterptomyces,

Nocardia-

Carbapenems Thienamisin -Streptomyces

cattleyaSerratia, Erwinia

Monobaktams

Aztreonam - Nocardia Pseudomonas

ClavamsAsam klavulanat - Streptomyces -

Klavamisin - Streptomyces -

Page 10: Biosintesis antibiotik

Gambar 2.1. Struktur molekul beberapa jenis antibiotik -laktam(sumber: faculty.ccbcmd.edu)

2. Aminoglikosida

Kelompok ini merupakan antibiotik yang mengandung amino gula yang dihubungkan

dengan ikatan glikosidik, sehingga dinamakan aminoglikosida. Beberapa jenis

antibiotik yang tergolong aminoglikosida yaitu streptomisin (dihasilkan oleh

Streptomyces griseus), kanamisin (Gambar 2.2a), neomisin, gentamisin, tobramisin,

netilmisin, spektinomisin, dan amikasin. Streptomisin merupakan antibiotik pertama

yang efektif dalam pengobatan tuberculosis. Antibiotik aminoglikosida tidak digunakan

secara luas, di mana hanya mencakup 3% dari total semua antibiotik dihasilkan dan

digunakan di dunia.

Gambar 2.2. Struktur molekul a.kanamisin (kiri); b.eritromisin (kanan)(sumber: archive.microbelibrary.org)

3. Makrolida

Antibiotik makrolida memiliki cincin lakton yang berikatan dengan gula. Variasi cincin

lakton dan gula menghasilkan berbagai macam senyawa antibiotik jenis ini. Meskipun

ukuran cincin antibiotik makrolida bervariasi antara 6 sampai 30, kebanyakan antibiotik

Page 11: Biosintesis antibiotik

makrolida yang digunakan memiliki ukuran cincin 14 atau 16. Eritromisin, jenis

antibiotik makrolida yang paling banyak digunakan, memiliki ukuran cincin 14

(Gambar 2.2b). Secara keseluruhan, antibiotik makrolida mencakup 11% dari total

produksi dan penggunaan antibiotik dunia.

4. Tetrasiklin

Antibiotik tetrasiklin memiliki struktur yang terdiri dari cincin naftacena. Substitusi

gugus dasar cincin naftacena dapat terjadi secara alami dan menghasilkan analog

tetrasiklim yang baru. Antibiotik tetrasiklin merupakan antibiotik dengan penggunaan

yang cukup luas setelah antibiotik -laktam. Struktur molekul tetrasiklin dapat dilihat

pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Struktur molekul tetrasiklin(sumber: in.godowell.com)

5. Streptogramin

Merupakan jenis antibiotik yang umumnya dihasilkan oleh mikroorganisme genus

Streptomyces. Streptogramin dibedakan atas dua jenis yaitu streptogramin A dan

streptogramin B. Dalam mekanisme kerjanya, kedua jenis streptogramin bersinergi

untuk menginhibisi pertumbuhan bakteri. Streptogramin A terdiri dari cincin tidak jenuh

bermember 23 dengan ikatan lakton dan peptida, sementara streptogramin B merupakan

depsipeptida (lactone-cyclized peptides).

Salah satu contoh antibiotik streptomisin adalah pristinamisin, yang merupakan

gabungan dari pristinamisin IA (sebuah makrolakton peptida yang termasuk

streptogramin B) dan pristinamisin IIA (sebuah makrolakton poliunsaturated yang

termasuk streptogramin A). Struktur molekul pristinamisin dapat dilihat pada Gambar

2.4.

Page 12: Biosintesis antibiotik

Gambar 2.4. Struktur molekul Pristinamisin IIA dan Pristinamisin IA

(sumber: www.wikipatents.com)

6. Daptomisin

Daptomisin (C72H101N17O26) merupakan antibiotik yang mengandung siklik lipopeptida.

Umumnya dihasilkan oleh genus Streptomyces. Daptomisin digunakan untuk mengobati

infeksi bakteri gram positif seperti staphylokokus dan streptokokus yang bersifat

patogen. Cara kerjanya dengan mengikat secara spesifik pada membran sitoplasma

bakteri, membentuk pori, dan mengakibatkan depolarisasi membran. Akibat

depolarisasi, bakteri tidak dapat menghasilkan makromolekul seperti asam nukleat dan

protein, dan akhirnya mati. Struktur molekul daptomisin dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Struktur molekul daptomisin(sumber: www.usermeds.com)

Selain kelima kelas antibiotik yang telah disebutkan di atas, terdapat juga beberapa kelas

antibiotik lainnya, di antaranya platensimisin (menghambat biosintesis lipid bakteri),

streptogramin (contohnya pristinamisin), dan glikopeptida (contohnya vancomisin).

Page 13: Biosintesis antibiotik

2.4 Mekanisme Aksi Antibiotik

Antibiotik memiliki berbagai jenis mekanisme kerjanya dalam membunuh ataupun

menginhibisi pertumbuhan mikroorganisme targetnya. Mekanisme kerja yang umum dari

antibiotik ataupun antimikrobial adalah sebagai inhibitor dalam sintesis dinding sel,

inhibitor sitoplasma, inhibitor sintesis asam nukleat, dan inhibitor fungsi ribosom.

Berbagai target inhibisi antibiotik dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Berbagai target dari mekanisme aksi antibiotik(sumber: www.ncbi.nlm.nih.gov)

Antibiotik yang menginhibisi sintesis dinding sel umumnya menyerang bagian

peptidoglikan dinding sel. Peptidoglikan merupakan lapisan yang penting bagi bakteri

untuk bertahan hidup dalam kondisi hipotonik; kerusakan lapisan ini akan menghancurkan

kekakuan dari sel yang berakibat pada kematian. Perbedaan bakteri gram positif dan gram

negatif adalah letak dan kandungan dari lapisan peptidoglikannya. Pada gram positif,

dinding sel terdiri dari 90% peptidoglikan dan terletak di bagian luar, sedangkan gram

negatif hanya 10% dengan letaknya di antara lipopolisakarida dan fosfolipid. Oleh karena

itu, umumnya senyawa antibakterial perlu melalui saluran sempit sebelum emcapai

peptidoglikan. Perbedaan mekanisme kerja antibiotik untuk bakteri gram positif dan gram

negatif dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Mekanisme inhibisi antibiotik dalam sintesis dinding sel bakteri dapat dibagi atas:

inhibisi biosintetik enzim (contoh: fosfomisin dan cycloserin), bergabung dengan molekul

Page 14: Biosintesis antibiotik

pembawa/carrier (contoh: bacitrasin), bergabung dengan substrat dinding sel (contoh:

vancomisin), dan inhibisi polimerisasi peptidoglikan baru pada dinding sel (contoh:

penisilin, sefalosporin, carbapenem, dan monobaktam).

Gambar 2.7. Perbedaan mekanisme aksi antibiotik pada bakteri gram positif dan negatif(sumber: http://www.ncbi.nlm.nih.gov)

Mekanisme aksi antibiotik terhadap membran sitoplasma yaitu mendisorganisasi

membran sitoplasma (contoh: tirosidin dan polimisin), menghasilkan pori pada membran

(contoh: gramisidin), dan mengubah struktur fungi (contoh: amfoterisin, imidazole).

Inhibitor antibiotik dalam sintesis asam nukleat terbagi atas inhibitor metabolisme

nukleotida (contoh: adenosin arabinosida, flusitosin), agen yang mengganggu fungsi

template DNA (contoh: chloroquine), inhibitor replikasi DNA (contoh: quinolone dan

nitromidazole), dan inhibiso RNA polimerase (contoh: rilampin). Sedangkan sebagai

inhibitor fungsi ribosom dapat dikelompokkan ke dalam inhibitor unit 30S (contoh:

streptomisin, kanamisin, gentamisin, amikasin, spektinomisin, dan tetrasiklin) dan unit 50S

(contoh: kloramfenicol, klindamisin, eritromisin, asam fusidat).

Page 15: Biosintesis antibiotik

BAB III

BIOSINTESIS ANTIBIOTIK

Antibiotik merupakan salah produk metabolit sekunder. Keistimewaan dari metabolisme

sekunder adalah lintasan reaksinya yang berbeda-beda tergantung jenis organismenya,

dibandingkan dengan lintasan reaksi metabolisme primer yang hampir sama di berbagai

kelompok organisme. Meskipun metabolit sekunder tidak bersifat esensial untuk

kehidupan, akan tetapi biosintesisnya diperlukan bagi organisme yang menghasilkannya.

Beberapa faktor atau tujuan dihasilkannya metabolit sekunder yaitu:

1. Metabolit sekunder dapat terbentuk sebagai hasil detoksifikasi senyawa terakumulasi

dalam metabolisme primer.

2. Metabolit sekunder dapat memiliki fungsi yang signifikan, seperti sebagai koenzim atau

kosubstrat, dapat meningkatkan kekakuan membran, atau dapat terlibat dalam

regenerasi ATP.

3. Metabolit sekunder dapat digunakan sebagai sinyal kimia dalam koordinasi

metabolisme sel pada organisme multiseluler, contohnya hormon, neurotransmitter, dan

lain-lain.

4. Metabolit sekunder dapat mengkoordinasikan aktivitas organisme berbeda dalam satu

spesies, misalnya feromon.

5. Metabolit sekunder dapat terlibat dalam hubungan ekologi antara kelompok organisme

yang berbeda.

Karena perbedaan dalam hal lintasan biosintesis yang bersifat karakteristik untuk

organisme, maka biosintesis antibiotik tidak dapat ditinjau dari satu organisme tertentu

saja. Untuk itu, pembahasan mengenai biosintesis antibiotik akan dikelompokkan

berdasarkan jenis antibiotik yang dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu.

3.1 Reaksi-Reaksi Penting dalam Biosintesis Antibiotik

Meskipun lintasan biosinstesis antibiotik bervariasi untuk spesies mikroorganisme,

terdapat kesamaaan dalam hal reaksi yang terjadi. Beberapa reaksi yang umumnya terjadi

dalam biosintesis antibiotik maupun metabolit sekunder lainnya yaitu:

1. Hidroksilasi

Hidroksilasi merupakan reaksi yang menambahkan gugus hidroksi kepada suatu

senyawa organik. Pada reaksi ini, bagian substrat yang berupa atom karbon jenuh (C-

Page 16: Biosintesis antibiotik

H) akan digantikan oleh gugus -OH menjadi C-OH. Proses ini bersifat oksidatif,

dengan enzim hidroksilase. Persamaan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

C-H + O2 + XH2 C-OH + H2O + X

Selain atom karbon jenuh, hidroksilasi juga dapat terjadi pada substrat

aromatik yang melibatkan pemanfaatan oksigen dan suatu oksida aren. Hidroksilasi

pada substrat aromatik melibatkan pergeseran-1,2 suatu substituen yang sering disebut

sebagai pergeseran NIH (berasal dari National Institute of Health, tempat pertama kali

reaksi ini teramati), yang dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Pergeseran NIH(sumber: en.wikipedia.org)

Hidroksilasi pada biosintesis metabolit sekunder memegang peranan penting,

Salah satu sifat dari gugus hidroksi adalah hidrofilik, sehingga dengan adanya gugus

hidroksi akan memudahkan kelarutan senyawa metabolit sekunder dan diekskresikan.

Salah satu contoh reaksi hidroksilasi pada biosintesis antibiotik adalah penambahan

gugus OH kepada senyawa flavonon untuk menghasilkan dihidroflavonol. Senyawa

inilah yang akan digunakan untuk biosintesis antosianidin.

2. Metilasi

Metilasi merupakan reaksi penambahan gugus metil (-CH3) pada substrat ataupun

substitusi suatu atom atau gugus pada substrat dengan gugus metil. Metilasi

merupakan reaksi yang sering dijumpai dalam biosintesis metabolit sekunder.

Metilasi-C, -O, dan –N dalam biosintesis metabolit sekunder umumnya melibatkan

substitusi nukleofilik pada kelompok S-metil dari S-adenosilmetionin.

Contoh dalam biosintesis antibiotik adalah metilasi triptofan dalam

pembentukan asam kuinaldat dengan transfer gugus metil metionin. Senyawa ini

kemudian akan bereaksi lebih lanjut membentuk antibiotik thiostrepton.

Page 17: Biosintesis antibiotik

3. Asilasi

Asilasi atau disebut juga alkanolasi, merupakan reaksi penambahan gugus asil (-RO)

kepada suatu senyawa. Senyawa penyumbang gugus asil yang umumnya digunakan

adalah asil halida, campuran anhidrida, dan disikloheksilcarbodiimida.

Sintesis asam 7-[1-(1H)-tetrazolilasetamido]sefalosporanat dilakukan melalui

rangkaian N-asilasi diikuti pelepasan nukleofilik oleh gugus asetoksi merupakan salah

satu contoh reaksi asilasi dalam biosintesis antibiotik. Reaksi ini dimulai dari asilasi 7-

ACA (asam aminosefalosporanat) dengan tetrazolilasetil klorida, dan substituen aseton

digantikan oleh 2-mercapto-5-metil-1,3,4-thiadiazole. Sefalosporin yang dihasilkan

bernama sefazolin.

4. Pengkopelan (coupling) oksidatif fenol

Biosintesis fenol terutama terjadi melalui dua cara yaitu mengikuti alur poliketida

yang berawal dari asetil-KoA atau mengikuti alur asam shikimat. Fenol dibentuk pada

suatu terminal dalam biosintesis atau terlibat dalam pembentukan metabolit yang lain.

Yang penting dalam hal ini adalah pengkopelan dari 2 residu fenolat. Suatu landasan

mekanistik yang ada dengan anggapan pembentukan ikatan dapat terjadi dengan

pengkopelan inter dan intra-molekular dari 2 radikal mesomerik yang terbentuk dari

oksidasi elektron tunggal masing-masing dari satu pasang fenol. Pembentukan ikatan

karbon-karbon menurut hipotesis ini, hanya dapat terjadi orto atau para terhadap

gugus-gugus hidroksi fenolat. Penyelidikan pada biosintesis berbagai senyawa fenolat

menunjukkan kebenaran hipotesis ini, bahwa pengkopelan selalu orto atau para

terhadap gugus hidroksi fenolat; suatu gugus hidroksi haruslah selalu ada pada tiap

cincin aromatik (alkilasi-O, sebagai contoh, memblokir reaksi pengkopelan).

3.2 Teknik Identifikasi Biosintesis

Terdapat dua masalah dalam mempelajari metabolisme sekunder termasuk antibiotik yaitu

mengidentifikasi sumber dalam metabolisme primer yang merupakan asal dari

pembentukan metabolit sekunder dan mengidentifikasi mekanisme atau cara bagaimana

suatu zat antara terbentuk. Lintasan biosintetis metabolit primer umumnya jauh lebih

kompleks dibanding metabolisme sekunder. Struktur suatu metabolit primer tidak selalu

menghasilkan suatu kunci langsung atas proses biosintesisnya. Sebaliknya, struktur suatu

metabolit sekunder sering memungkinkan adanya spekulasi yang cukup akurat tentang asal

Page 18: Biosintesis antibiotik

bahkan mekanisme pembentukannya. Hal ini berdasarkan pada kenyataan bahwa banyak

metabolit sekunder yang terbentuk dari satu atau dua unit sederhana yang berulang.

Adanya spekulasi yang cukup akurat tentang biosintesis antibiotik sebagai bagian

dari metabolit sekunder, menghasilkan landasan yang baik untuk percobaan-percobaan

guna menyelidiki asal-usul dan mekanisme pembentukannya. Percobaan tersebut

dilakukan dengan menggunakan berbagai teknik. Teknik yang dominan mencakup

pemanfaatan suatu prekursor pada suatu organisme tertentu, dan pengamatan atas

antibiotik yang dihasilkan untuk dilihat apakah senyawa yang diberikan itu dimanfaatkan

dalam pembentukan metabolit yang bersangkutan. Salah satu cara mengamati prekursor

apakah yang terkonsumsi atau tidak adalah dengan memberi label pada prekursornya.

Terdapat berbagai macam label yang digunakan, di antaranya label isotop radioaktif,

misalnya 14C dan 3H (tritium) dan label isotop stabil, misalnya 13C, 15N, 18O, 2H

(deuterium).

Eksperimen dengan enzim-enzim yang dimurnikan yang terlibat dalam

biosintesis, atau bahkan eksperimen dengan preparat enzim yang tidak murni sekalipun

dapat memberikan pengertian yang penting mengenai suatu jalur.

1. Pelabelan isotop

Studi biosintesis antibiotik (metabolit sekunder) dengan metode pelabelan isotop dilakukan

melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pembuatan prekursor yang mengandung isotop.

b. Pemberian prekursor yang telah dilabeli dengan isotop pada posisi yang spesifik untuk

organisme penghasil antibiotik.

c. Isolasi antibiotik yang dihasilkan setelah jangka waktu tertentu.

d. Penentuan apakah senyawa antibiotik yang dihasilkan mengandung isotop yang

sebelumnya terdapat pada prekursor.

Untuk mendeteksi isotop yang terkandung pada senyawa antibiotik tersebut dapat

menggunakan scintillilation counter untuk isotop radioaktif dan spektrometri massa

ataupun spektroskopi NMR untuk isotop stabil.

Setelah memasukkan senyawa yang dilabeli secara isotop, dapat ditentukan

senyawa mana yang bergabung dengan prekursor berlabel, ataupun porsi dari prekursor

berlabel dan sejauh mana penggabungan (inkorporasi), yang dinyatakan dengan laju

inkorporasi. Laju inkorporasi dapat ditentukan dari aktivitas radioaktif yang satuannya

berupa becquerel (1 Bq = 1 disintegrasi/s) atau curie (1 Ci = 3,7*1010 disintegrasi/s) atau

Page 19: Biosintesis antibiotik

dari pertambahan konsentrasi isotop alami, dinyatakan dalam atom % excess, pada

prekursor dan produk. Laju inkorporasi spesifik dan absolut dapat dihitung dan biasanya

dinyatakan sebagai persentase:

a. Laju inkorporasi spesifik, dinyatakan dalam persamaan:

Aktivitas spesifik ( atauatom % excess ) dari produkAktivitas spesifik (atauatom % excess ) dari prekursor

Aktivitas spesifik biasanya dinyatakan dalam MBq/mmol atau mCi/mmol.

Kuantitas paralelnya adalah dilusi prekursor, di mana aktivitas spesifik atau

atom % excess dinyatakan sama dengan 1, sehingga persamaannya menjadi:

Dilusi=1:Aktivitas spesifik (atau atom %excess ) dari produk

Aktivitas spesifik (atau atom %excess )dari prekursor

b. Laju inkorporasi absolut, dinyatakan dalam persamaan:

Aktivitas spesifik (atau atom %excess ) dari produk x mmol produkAktivitas spesifik ( atauatom % excess ) dari prekursor x mmol prekursor

Laju inkorporasi absolut di mana jumlah prekursor yang diberikan dihubungkan

dengan jumlah produk yang dihasilkan umumnya kurang dapat dipercaya dibanding laju

inkorporasi spesifik ataupun dilusi dari prekursornya. Hal ini dikarenakan hasilnya yang

bergantung pada seberapa banyak produk yang dihasilkan selama percobaan sehingga

umumnya bersifat subjektif. Perhitungannya juga membutuhkan penentuan yang akurat

terhadap jumlah produk yang dihasilkan, suatu kondisi yang sulit dicapai.

Laju inkorporasi spesifik (atau dilusi prekursor) memberikan jumlah produk yang

dihasilkan dari prekursor berlabel relatif terhadap yang dihasilkan dari prekursor yang

sudah terdapat di dalam. Untuk laju inkorporasi spesifik 0,1% (atau dilusi 1:1000), satu

molekul produk di dalam 1000 produk terbentuk dari prekursor berlabel isotop.

Dalam percobaan mengenai pemberian prekursor berlabel, terdapat beberapa

masalah di antaranya:

i. Prekursor dimanfaatkan dalam biosintesis metabolit pada tingkat yang sangat rendah

atau bahkan tidak sama sekali. Hal ini dapat disebabkan karena:

a. Adanya kesulitan dalam menempatkan prekursor pada posisi atau lokasi biosintesisi.

b. Memang dalam keadaan aslinya tidak terlibat dalam biosintesis dari suatu metabolit

yang dipilih.

c. Dapat digunakan jauh lebih efisien untuk pembentukan metabolit primer atau

sekunder lainnya.

Page 20: Biosintesis antibiotik

d. Dalam penyelidikan pada tanaman, suatu metabolit tertentu mungkin tidak sedang

mengalami proses biosintesis pada saat eksperimen dilakukan.

ii. Meski suatu senyawa yang berlabel merupakan suatu prekursor yang efisien untuk

suatu metabolit D, tidak berarti merupakan zat antara mutlak untuk biosintesis D.

2. Enzim dan mutan

Isolasi, purifikasi, dan karakterisasi enzim-enzim yang terlibat dalam lintasan biosintesis

dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang rinci tentang reaksi-reaksi yang terjadi

untuk suatu jalur. Suatu enzim tidaklah harus murni untuk dapat menghasilkan informasi

tersebut. Dalam banyak kasus, preparat sederhana bebas sel yang mengandung suatu

campuran banyak enzim dapat memberikan hasil-hasil yang sangat berguna.

Suatu lintasan biosintesis dapat disederhanakan sebagai ABCD, di mana D

adalah produk metabolit yang diketahui dan normalnya terakumulasi dalam suatu

organisme, sedangkan A adalah substat, B dan C adalah zat antara yang belum diketahui.

Percobaan dilakukan dengan memotong lintasan konversi B ke C, dengan menghilangkan

enzim yang diperlukan, sehingga B akan terakumulasi. B dapat diisolasi dari organisme

yang diblok (mutan), dan strukturnya dapat diketahui. Mutan yang kedua diblok konversi

C ke D, sehingga C terakumulasi, kemudian dapat diidentifikasi.

Apabila C diberikan pada mutan pertama yang diblok konversi B ke C, maka akan

dihasilkan D. Apabila B diberikan pada mutan kedua yang diblok konversi C ke D, maka C

yang akan semakin terakumulasi. Dari contoh yang sangat sederhana ini dapat disimpulkan

dengan tingkat keamanan yang cukup memadai bahwa urutan biosintetik ke D melibatkan

BCD. Dalam prakteknya keadaan tersebut tentu lebih kompleks.

3.3 Biosintesis Beberapa Jenis Antibiotik

Biosintesis antibiotik maupun senyawa metabolit sekunder lainnya umumnya memiliki

lintasan yang tidak terlalu kompleks dibandingkan dengan metabolisme primer. Akan

tetapi lintasan biosintesis antibiotik dan metabolit sekunder lain bervariasi untuk jenis

organisme yang menghasilkannya, dibandingkan dengan metabolit primer yang dapat

dihasilkan secara seragam oleh berbagai kelompok organisme berbeda. Hal ini disebabkan

karena biosintesis antibiotik dan senyawa metabolit lain merupakan percabangan dari

lintasan metabolisme primer, yang dikendalikan oleh material genetik yang spesifik untuk

organisme tertentu. DNA yang terlibat mungkin merupakan turunan dari metabolisme

Page 21: Biosintesis antibiotik

primer dengan duplikasi gen yang diikuti dengan evolusi secara divergen. Hal ini dapat

dilihat dari produk metabolit sekunder yang dibiosintesis dari metabolit primer seperti

asam amino, asetil KoA, asam mevalonat, dan zat-zat antara lain.

3.3.1 -laktam

Antibiotik -laktam disintesis hanya oleh beberapa mirkoorganisme. Semua organisme

yang dapat menghasilkan antibiotik -laktam dikenali sebagai mikroorganisme

filamentous, tetapi tidak semua dari mikroorganisme ini berhubungan secara

taksonomi. Beberapa mikroorganisme penghasilnya merupakan kelompok fungi

(eukariot), sedangkan lainnya adalah streptomycetes (prokariot).

Mikroorganisme penghasil penisilin yang umumnya digunakan adalah

Penicillium chrysogenum, sedangkan sefalosporin dihasilkan oleh fungi Acremonium

chrysogenum (dulunya dikenal sebagai Cephalosporium acremonium). Streptomycetes

yang dapat menghasilkan antibiotik -laktam adalah Streptomyces lipmanii dan

Streptomyces clavuligerus. Kedua jenis streptomycetes tersebut sama-sama

menghasilkan penisilin N dan sefalosporin.

Semua antibiotik -laktam merupakan turunan dari sistem cincin bisiklik.

Semuanya, dengan pengecualian untuk asam 6-amino penisilanat (6-APA) dan asam

7-aminosefalosporanat (7-ACA) (dapat dilihat pada Gambar 3.2), memiliki sebuah

gugus asil yang terikat sebagai rantai samping pada gugus amino dati inti heterosiklik.

Sistem cincin penisilin (penam) mengandung cincin -laktam bermember 4 yang

berfusi dengan cincin thiazolidin bermember 5. Sefalosporin memiliki sistem cincin

yang terdiri dari cincin -laktam bermember 4 dan cincin dihidrothiazin bermember 6.

Perbedaan kedua struktur molekul tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Kiri: Struktur 6-APA (atas) dan 7-ACA (bawah); Kanan: Struktur (A) penisilin dan (B) sefalosporin

(sumber: www.springerimages.com dan ajprenal.physiology.org)

Page 22: Biosintesis antibiotik

Jalur biosintesis penisilin dan sefalosporin memiliki kesamaan hingga pada

pembentukan isopenisilin N. Kedua biosintesis tersebut bermula dari kondensasi tiga

asam amino, yaitu asam aminoadipic, sistein, dan valin. Reaksi ini berlangsung

dengan adanya enzim ACV sintetase membentuk tripeptida -(-

aminoadipil)sisteinilvalin, yang kemudian diubah menjadi bentuk siklik isopenisilin N

dengan bantuan enzim isopenisilin N sintetase. Jalur reaksi hingga terbentuknya

isopenisilin N dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Pembentukan isopenisilin N dari tripeptida(sumber: Flickinger, 1999)

Setelah terbentuk isopenisilin N, terdapat jalur yang berbeda untuk

mikroorganisme penghasil penisilin (contohnya Penicillium chrysogenum) dan

sefalosporin (contoh Acremonium chrysogenum). Pada biosintesis penisilin, rantai

samping a-aminoadipil diganti dengan sebuah rantai samping hidrofobik. Sedangkan

pada Acremonium, isopenisilin N diubah menjadi penisilin N oleh enzim gabungan

anasil KoA sintetase dan anasil KoA rasimase yang disebut juga isopenisilin N

epimerase. Penisilin N kemudian diubah menjadi deasetoksisefalosporin C,

mengembangkan cincin thiazolidin yang bermember 5 menjadi cincin dihidrothiazon

bermember 6. Enzim yang bekerja adalah DAOC sintetase/DAC hidroksilase, yang

juga bertanggung jawab dalam hidroksilasi deasetoksisefalosporin C menuju

Page 23: Biosintesis antibiotik

pembentukan deasetilsefalosporin C. Langkah terakhir dari biosintesis ini yaitu

asetilasi dari deasetilsefalosporin C menjadi sefalosporin C. Rangkaian biosintesis ini

dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Lintasan biosintesis Penisilin G dan Sefalosporin C dari isopenisilin N(sumber: Muniz, 2007)

Pada biosintesis di dalam mikroorganisme lain selain Acremonium

chrysogenum dapat menghasilkan senyawa metabolit yang lain. Salah satu proses yang

terkenal yaitu produksi sefamisin C dengan menggunakan Streptomyces clavuligerus

dan Nocardia lactamdurans. Jalur biosintesis sefamisin C berbeda dari sefalosporin C

pada tahap sesudah terbentuk deasetilsefalosporin C. Untuk jalur biosintesis sefamisin

C masih terjadi konversi lebih dari 1 tahap, yaitu menjadi O-

karbamoildeasetilsefalosporin C kemudian baru diubah dengan enzim sefamisin

hidrolase atau sefamisin metiltransferase menjadi sefamisin C. Lintasan biosintesis ini

dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Page 24: Biosintesis antibiotik

Gambar 3.5. Lintasan biosintesis sefamisin C dari deasetilsefalosporin C(sumber: Flickinger, 1999)

3.3.2 Aminoglikosida

1. Streptomisin

Streptomisin merupakan antibiotik aminosiklitol-aminoglikosida yang dihasilkan

oleh Streptomyces griseus. Streptomisin terdiri dari amonisiklitol (streptidin), 6-

deoksiheksosa (streptosa), dan N-metilglukosamin, yang dihasilkan dalam jalur

biosintetis terpisah. Ketiga bagian tersebut merupakan turunan dari glukosa.

Streptidin disintesis melalui myo-inositol, yang kemudian dioksidasi pada C-1

dan mengalami transaminasi untuk memdapatkan scyllo-inosamin. Setelah

fosforilasi, senyawa tersebut kemudian ditransaminasi oleh arginin. Prosedur

yang sama berulang pada C-3. Streptosa diperoleh dari glukosa lewat lintasan

dTDP-glukosa. Jalur biosintesis yang pasti untuk N-metilglukosamin masih

belum diketahui. Lintasan biosintesis streptomisin dapat dilihat pada Gambar

3.6.

Page 25: Biosintesis antibiotik

Gambar 3.6. Lintasan biosintesis streptomisin(sumber: Kyoto Encyclopedia of Genes and Genomes)

2. Ribostamisin

Ribostamisin merupakan antibiotik aminoglikosida yang dihasilkan oleh

Streptomyces ribosidificus. Ribostamisin terdiri dari tiga subunit: DOS

(deoksistreptamin), neosamin C, dan ribosa. Lintasan biosintesis ribostamisin

Page 26: Biosintesis antibiotik

dapat dilihat pada Gambar 3.7. Keterangan gambar: 1. D-glukosa; 2. Glukosa-6-

fosfat; 3. 2-deoksi-scyllo-inosose; 4. 2-deoksi-scyllo-inosamin; 5. 2-deoksi-3-

amino-scyllo-inosose; 6. 2-deoksistreptamin; 7. 2-amino-2-deoksi-D-glukosa; 8.

Neamin; 9. Ribostamisin. Dalam biosintesis ribostamisin, DOS terglikosilasi

untuk menghasilkan paromamin yang diubah menjadi neamin melalui

dehidrogenasi yang diikuti aminasi, dan kemudian ribosilasi akhir dari neamin

membentuk ribostamisin.

Gambar 3.7. Lintasan biosintesis ribostamisin(sumber: Subba, 2006)

3.3.3 Makrolida

1. Erithromisin

Ertihromisin A merupakan antibiotik makrolida yang bercirikan cincin

mengandung 12, 14, atau 16 atom. Erithromisin A pertama kali diisolasi dari

Saccharopolyspora erythraea. Biosintesis erithromisin dapat dibagi atas dua

fasa. Fasa pertama yaitu poliketida sintase (PKS) mengkatalisis kondensasi

sekuen dari satu unit propionil KoA dan enam unit metilmalonil KoA untuk

menghasilkan 6-deoksierithronolida B, sebuah intermediat bebas enzim. Fasa

kedua (Gambar 3.8), 6-deoksierithronolida B mengalami hidroksilasi pada C-6

menghasilkan erithronolida B dengan enzim C-6 erithronolida hidroksilase (i).

Gugus mikarosa kemudian terikat pada gugus hidroksil C-3 erithronolida B

dengan enzim TDP-mikarosa glikosiltransferase (ii), menghasilkan 3-O-

Page 27: Biosintesis antibiotik

mikarosil-erithronolida B. Amino gula desosamin kemudian ditambahkan pada

gugus hidroksil C-5 dengan enzim TDP-desosamin glikosiltransferase (iii),

menghasilkan intermediat erithromisin D. Hidroksilasi C-12 dengan enzim C-12

hidroksilase (iv) akan menghasilkan erithromisin C, sedangkan O-metilasi pada

gugus hidroksil C-3 dengan enzim O-metiltransferase (v) akan menghasilkan

erithromisin B. Erithromisin A kemudian dihasilkan baik dari erithromisin C

melalui O-metilasi ataupun dari erithromisin B melalui hidroksilasi C-12.

Gambar 3.8. Lintasan biosintesis erithromisin dari 6-deoksierithronolida(sumber: Staunton, 1997)

Page 28: Biosintesis antibiotik

2. Rapamisin

Rapamisin merupakan makrolida di mana sebuah rantai poliketida dihubungkan

dengan sebuah asam amino dalam cincin makrosiklik. Rapamisin diisolasi pada

tahun 1975 dari spesies Streptomyces hygroscopicus. Cincin makrolakton inti

dari rapamisin dibiosintesis dengan poliketida sintase (PKS) melengkapi asam

4,5-dihidrosikloheksena karboksilat. Rantai poliketida lurus kemudian

dikondensasi dengan pipakolat menggunakan enzim peptida sintetase, diikuti

dengan siklisasi untuk membentuk cincin makrolida (Gambar 3.9)

Gambar 3.9. Pembentukan cincin makrolida rapamisin(sumber: Staunton, 1997)

3.3.4 Tetrasiklin

Tetrasiklin merupakan salah satu jenis antibiotik yang paling awal ditemukan, di mana

klortetrasiklin ditemukan pada tahun 1948. Produk alami tetrasiklin dihasilkan oleh

berbagai spesies aktinomicetes; Streptomyces aureofaciens menghasilkan baik

klortetrasiklin dan tetrasiklin, Streptomyces rimosus menghasilkan oksitetrasiklin, dan

daktilosiklin dihasilkan oleh Dactylosporangium sp. dan Actinomadura brunnea.

Page 29: Biosintesis antibiotik

Bisintesis tetrasiklin bermula dari karboksilasi asetil-KoA membentuk malonil-KoA

dengan enzim asetil-KoA karboksilase. Malonil-KoA kemudian bereaksi dengan 2-

oksosuksinamat menghasilkan malonamoil-KoA. 2-oksosuksinamat merupakan hasil

dari transaminasi asparagin dengan enzim asam okso-asparagin transaminase.

Malonamoil-KoA kemudian dikonversi lebih lanjut menjadi 4-hidroksi-6-

metilpretetramida melalui 6-metilpretetramida. Senyawa inilah yang akan diubah

menjadi 4-dedimethylamino-4-okso-anhidrotetrasiklin, yang merupakan intermediat

dalam menghasilkan klorotetrasiklin dan tetrasiklin. Reaksi selanjutnya dapat dilihat

pada Gambar 3.10.

Gambar 3.100. Biosintesis tetrasiklin dari 4-hidroksi-6-metilpretetramida(sumber: www.chm.bris.ac.uk)

Page 30: Biosintesis antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

Conly J, Johnston B. Where are All the New Antibiotics? The New Antibiotic Paradox.

Med. Microbiol. 2005 May.16 (3): 159-160.

Flickinger, M.C. dan Stephen W. Drew (1999). Encyclopedia of Bioprocess Technology:

Fermentation, Biocatalysis, and Bioseparation. John Wiley & Sons, Inc. New

York, United States of America. (hal: 2348-2364)

Flynn, Edwin H. 1972. Cephalosporins and Penicillins. New York: Academic Press. (hal:

370-430)

Herbert, Richard B. 1988. Biosintesis Metabolit Sekunder (Terjemahan). London:

Chapman and Hall. (hal: 192-228)

Luckner, Martin. 1984. Secondary Metabolism in Microorganisms, Plants, and Animals.

Berlin: Springer-Verlag. (hal: 115-478)

Madigan et al. 2009. Brock Biology of Microorganisms. 12th Edition. San Francisco:

Pearson Benjamin Cummings. (hal: 791-808)

Muniz, Carolina Campos, et al (2007). Penicllin and Cephalosporin Production: A

Historical Perspective. Journal of Microbiology. Vol 49 No: 3-4, December 2007,

88-98.

Neu, Harold C. dan Gootz, Thomas C. (1996). Medical Microbiology. 4th Edition.

Galveston (TX): University of Texas Medical Branch at Galveston. (Chapter 11

Antimicrobial Chemotherapy)

Staunton, James dan Wilkinson, Barrie. (1997). Biosynthesis of Erythromycin and

Rapamycin. Journal of Chem. Rev. 1997, 97, 2611-2629.

Subba, Bimala. (2006). Biosynthesis of Ribostamycin and Neomycin: Expression,

Inactivation, and Characterization. Disertasi Doktoral. Korea: Sun Moon

University.

Waksman, Selman A. (1947). Microbial Antagonisms and Antibiotic Substances. 2nd

Edition. New York: The Commonwealth Fund. (hal: 170-300)