bi ckc 2014-universitas negeri semarang- tinjauan yuridis penyelenggaraan

Upload: fitria-n-anggraeni

Post on 06-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    1/34

    i

    LOMBA KARYA TULIS BANK INDONESIA -CAMPUS KNOWLEDGE

    COMPETITION 2014

    TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEJAHATAN ELEKTRONIK DALAM

    PENYELENGGARAAN E-MONEY DI INDONESIA

    Oleh :

    Henggar Budi Prasetyo 8111411122

    Fitria Nur Anggraeni 7111412094

    UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

    SEMARANG

    2014

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    2/34

    ii

    HALAMAN PENGESAHAN

    1. Judul Karya Tulis : TINJAUAN YURIDIS TENTANG

    KEJAHATAN ELEKTRONIK DALAM PENYELENGGARAAN E-

    MONEY DI INDONESIA

    2. Universitas : Universitas Negeri Semarang (UNNES)

    3.

    Penulis / Ketua Pelaksana Kegiatan

    a. Nama Lengkap : Henggar Budi Prasetyo

    b.

    NIM : 8111411122

    c.

    Jurusan : Ilmu Hukum

    d. Alamat Rumah : Griya Mustika Jati A33, Bawen 50661

    No Tel./HP : 628540066824

    4.

    Anggota Kelompok :

    a. Nama Lengkap : Fitri Nur Anggraeni

    b. NIM : 7111412094

    c.

    Jurusan : Ekonomi Pembangunan

    Semarang, 27 Agustus 2014

    Menyetujui,

    Dekan Fakultas Hukum Penulis

    Drs. Sartono Sahlan M.H Henggar Budi Prasetyo

    NIP. 195308251982031003 NIP. 8111411122

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    3/34

    iii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

    dan rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul

    TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEJAHATAN ELEKTRONIK DALAM

    PENYELENGGARAAN E-MONEY DI INDONESIA

    Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis telah berusaha

    semaksimal

    mungkin sesuai dengan kemampuan penulis. Namun sebagai manusia

    biasa, penulis tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi teknik

    penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian penulis berusaha sebisa

    mungkin menyelesaiakan karya ilmiah meskipun tersususn sederhana.

    Atas dukungan dari dosen pembimbing disertai partisipasi responden dan

    informan dan juga kerabat yang memberi berbagai masukan yang bermanfaat bagi

    penulis demi tersusunya karya ilmiah itu. Untuk itu penulis mengucapkan terima

    kasih kepada pihak yang tersebut diatas yang telah bersedia meluangkan

    waktunya untuk memberikan arahan dan sarana demi kelancaran penyusunan

    karya ilmiah.

    Penulis

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    4/34

    iv

    DAFTAR ISI

    Halaman Judul........................................................................................... i

    Halaman Pengesahan................................................................................. ii

    Kata Pengantar........................................................................................... iii

    Daftar Isi..................................................................................................... iv

    Abstraksi.................................................................................................... vi

    BAB I PENDAHULUAN

    Latar Belakang .................................................................................... 1

    Rumusan Masalah................................................................................ 2

    Tujuan.................................................................................................. 2

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    E-Money............................................................................................... 3

    Kejahatan Elektronik............................................................................ 11

    Penegakan Hukum................................................................................ 12

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN

    Jenis Penelitian....................................................................................... 14

    Pendekatan Penelitian........................................................................... 14

    Bahan Hukum....................................................................................... 14

    Metode Pengumpulan Bahan Hukum................................................... 15

    Metode Pengolahan Bahan Hukum....................................................... 16

    Metode Analisis Hukum........................................................................ 16

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    5/34

    v

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    Dasar Yuridis Penyelenggaraan Pembayaran dengan E-money........... 17

    Mekanisme Penegakan Hukum dalam Penyelenggaraan E-Money..... 20

    BAB V PENUTUP

    Kesimpulan........................................................................................... 26

    Saran..................................................................................................... 26

    Daftar Pustaka........................................................................................... 27

    Daftar Riwayat Hidup............................................................................... 28

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    6/34

    vi

    ABSTRAK

    Karya Ilmiah ini berjudul Tinjauan Yuridis Tentang Kejahatan Elektronik dalam

    Penyelenggaraan E-Money Di Indonesia. E-money merupakan bagian dari

    masyarakat modern dengan dinamika dan aktifitas keseharian yang tinggi dan

    padat. E-money menawarkan fleksibilitas dan kemudahan dalam bertransaksi

    terutama untuk transaksi mikro dengan intensitas tinggi dikarenakan e-money

    berbasis teknologi dan informasi. Permasalahan terkait uang giral meliputi

    kerusakan, palsu, atau kembalian dapat teratasi dengan adanya uang elektronik. Di

    tengah pesatnya perkembangan jasa e-money ditandai dengan munculnya penerbit

    baru. Tetapi penyelenggaraan e-money di Indonesia juga dihadapkan tantangan

    kejahatan elektronik (cyber crime) dikarenakan tingkat pengetahuan masyarakat

    terhadap teknologi dan informasi yang masih rendah.

    Penelitian dalam karya tulis ilmiah ini adalah penelitian hukum normatif denganmenggunakan pendekatan undang-undang dan analisis konsep hukum. Bahan

    hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer berupa peraturan

    perundang-undangan, bahan hukum sekunder berupa literatur yang berkaitan

    dengan permasalahan, dan bahan hukum primer yang bersumber dari kamus

    hukum. Seluruh bahan hukum. Seluruh bahan hukum tersebut dikumpulkan

    berdasarkan sistem kartu an dianalisa secara deskriptif.

    Berdasarkan kajian yang dilakukan terhadap kejahatan elektronik dalam

    penyelenggaran e-money. Resiko terjadinya kerugian akibat kejahatan elektronik

    dapat diminimalkan lewat peningkatan teknologi. Tetapi ujung tombak dari usaha

    manajemen resiko berada di tangan pihak-pihak. Perlu adanya usaha pendekatan

    berupa pemberdayaan konsumen untuk meningkatkan pengetahuan guna

    meminimalkan resiko.

    Kata kunci : E-Money, Kejahatan Elektronik, dan Penegkan Hukum (law

    enforcement)

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    7/34

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    E-money merupakan instrumen pembayaran alternatif, terutama

    pembayaran mikro dengan intensitas tinggi. Kehadiran e-money memberikan

    fleksibilitas dan kemudahan bagi masyarakat modern ditengah tingginya dinamika

    dan aktifitas sehari-hari. Permasalahan dalam uang giral, semisal penggunaan uang

    pecahan kecil tidak lagi ditemui dalam e-money. Selain itu secara makro

    berkurangnya penggunaan uang pecahan kecil dapat mengurangi beban dalam

    pembuatan dan pemeliharaan. Peraturan Bank Indonesia

    Nomor : 11/12/PBI/2009 Jo. 16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik (e-money)

    merupakan dasar yuridis penyelenggaraan pembayaran dengan e-money di

    Indonesia.

    Namun, penggunaan e-money juga dihadapkan resiko keamanan,

    seperti : duplication of devices, Alteration of duplication of data/ software,

    Alteration of message, Pencurian, Penyangkalan, Malfunction. Oleh karena itu

    diperlukan perhitungan resiko (security measure) dalam peneyelenggaraan e-

    money sebagai instrumen pembayaran. Security measure berdasarkan tujuannya

    digolongkan menjadi : preventive measure, detection measures, dancontainment

    measures. Keberhasilan implementasi security measure ditentukan pada aspek

    penegakan hukum (law enforcement). Hal ini didasarkan pendapat Achmad Ali

    funsgi hukum, meliputi : fungsi alat kontrol sosial, fungsi sebagai perekayasa sosial,

    dan fungsi hukum sebagai simbol (Menguak Takbir Hukum).

    Aspek penegakan hukum merupakan hal pokok yang harus

    diperhatikan agar penyelenggaraan pembayaran dengan e-money dapat berjalan

    efektif dan efisien. Selain itu, untuk melindungi dan menjaga integrity,

    authenticitity, dan confidentialitydata maupun transaksi serta melindungi pihak-

    pihak dari terjadinya kerugian akibat adanya pemalsuan dan penyangkalan

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    8/34

    2

    transaksi. Dalam penegakan hukum dalam kasus kejahatan elektronik Undang-

    Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat

    digunakan sebagai instrumen hukum.

    Untuk itu diperlukan kordinasi antara pihak-pihak yang terkait dalam

    penyelenggaraan transaksi elektronik, meliputi : prinsipal, penerbit, pemegang, dan

    pedagang (merchant) dalam penegakan hukum berkaitan transaksi elektronik.

    Penggunaan instrumen hukum UU ITE dengan PBI E-money harus bersinergi

    dalam mewujudkan penyelenggaraan sistem pembayaran dengan e-money. Hal

    inilah yang mendorong untuk dilakukan kajian tentang mekanisme penegakanhukum berkaitan dengan pihak-pihak dalam penggunaan instrumen hukum.

    Perumusan Masalah

    Permasalaha yang diangkat dalam penelitian ini, meliputi :

    1. Apakah Dasar Yuridis penyelenggaraan pembayaran dengan e-money ?

    2. Bagaimana mekanisme penegakan hukum dalam penyelenggaraan

    pembayaran dengan e-money ?

    Tujuan

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan

    sebagai berikut :

    1. Menjelaskan dasar Yuridis penyelenggaraan pembayaran dengan e-money.

    2. Menjelaskan mekanisme penegakan hukum dalam penyelenggaraan

    pembayaran dengan e-money.

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    9/34

    3

    BAB II

    TINJAUN PUSTAKA

    E-Money

    Difinisi e-money dirujuk dari Bank for International Setlement (BIS)

    dalam salah satu publikasinya pada bulan Oktober 1996, yaitu : stored-value or

    prepaid products in which a record of the funds or value available to a consumer

    is stored on electronic device in the consumers possession (produkstore-value

    atau prepaid dimana sejumlah nilai uang disimpan dalam suatu media elektronis

    yang dimiliki seseorang). Dalam 11/12/PBI/2009 Jo. 16/8/PBI/2014 disebutkan

    bahwa difinis e-money adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur

    sebagai berikut : (a) diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu

    oleh pemegang kepada penerbit; (b) nilai uang disimpan secara elektronik dalam

    suatu media sepertiserveratau chip; (c) digunakan sebagai alat pembayaran kepada

    pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan (d) nilaiuang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan

    merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur

    mengenai perbankan.

    Penyelenggaraan pembayaran dengan e-money didukung pihak-pihak,

    sebagai berikut : Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Pemegang, Pedagang (merchant).

    Prinsipal adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang bertanggung jawab atas

    pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai

    penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi Uang Elektronik yang kerjasama

    dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis. Penerbit adalah Bank

    atau Lembaga Selain Bank yang menerbitkan Uang Elektronik. Acquirer adalah

    Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan kerja sama dengan pedagang,

    yang dapat memproses data Uang Elektronik yang diterbitkan oleh pihak lain.

    Pemegang adalah pihak yang menggunakan Uang Elektronik. Pedagang (merchant)

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    10/34

    4

    adalah penjualbarang dan/atau jasa yang menerima transaksi pembayaran dari

    Pemegang.

    Keunggulan dari penggunaan e-money, diantaranya : lebih cepat dan

    nyaman terkhusus untuk transaksi pecahan kecil, waktu penyelesaian transaksi

    dengan e-money lebih cepat, pengisian ulang mudah. Selain keunggulan

    penggunaan e-money dihadapkan pada potensi resiko. Oleh karena itu untuk

    mengenali potensi resiko terdapat aspek teknis yang harus diketahui,

    meliputi : media penyimpanan data elektronis, teknik representasi nilai uang

    dalam e-money, features e-money, dan proses transaksi. Berdasarkan media yangdigunakan untuk merekam nilai uang secara elektronik, e-money digolongkan :

    card-based product (penggunaan chip) dan software-based product (penggunaan

    aplikasi virtual).

    Mekanisme transaksi dengan menggunakan e-money pada prinsipnya

    dilakukan melalui pertukaran data elektronik antar dua media komputer dari pihak

    yang bertransaksi yaitu antara kartu konsumen dan terminal merchant dengan

    menggunakanprotocol yang telah ditetapkan sebelumnya.

    Dikutip dari kajian E-money oleh Bank Indonesia, jenis-jenis transaksi

    dengan e-money secara umum, meliputi :

    1. Penerbitan (issuance) dan pengisian nilai uang(top-up atau loading)

    Pengisian nilai uang pertama kali kedalam e-money dapat dilakukan

    terlebih dahulu oleh issuersebelum dijual kepada ke konsumen. Untuk

    selanjutnya konsumen dapat melakukan pengisian ulang (top up) yang

    umumnya dapat dilakukan melalui ATM dan terminal-terminal

    pengisian ulang yang telah dilengkapi peralatan khusus oleh issuer.

    Proses pengisian ulang melalui ATM/terminal pada umumnya

    dirancang agar dapat langsung mempengaruhi/mendebet rekening

    nasabah yang telah link dengan kartu e-money milik konsumen.

    Proses pengisian ulang pada umumnya dilakukan secara on-line

    dengan koneksi langsung ke komputer issuer, namun demikian

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    11/34

    5

    dimungkinkan pula pengisian dilakukan secara offline dimana

    penyelesaian transaksi oleh issuer dilakukan setelah saldo di kartu

    bertambah. Dalam beberapa kasus, untuk produk e-moneyyang

    reloadable dimungkinkan pula bersaldo negatif (overdraft) dimana

    pada saat ada penagihan, dana tersebut akan ditalangi dari rekening

    nasabah yang telah diperjanjikan sebelumnya.

    2.

    Transaksi pembayaran Pada saat seseorang melakukan pembayaran

    dengan menggunakan kartu e-money, maka mekanisme yang

    dilakukan secara garis besar adalah sebagai berikut : Konsumen meng-

    insert/mengarahkan kartu ke terminal merchant; Terminal merchant

    memeriksa kecukupan saldo e-money terhadap nominal yang harus

    dibayar; Jika saldo pada kartu e-money lebih besar dari nominal

    transaksi, terminal memerintahkan kartu untuk mengurangi saldo pada

    kartu sejumlah nominal transaksi; Kartu milik konsumen kemudian

    memerintahkan terminal untuk menambah saldo pada terminal sebesar

    nominal transaksi.

    3.

    Deposit, Collection:

    a.Deposit/Refund Pada beberapa produk, nasabah pemegang e-

    money dapat melakukan refundatau penyetoran kembali dana pada

    e-money yang tidak terpakai/masih tersisa untuk didepositkan ke

    dalam rekeningnya.

    b.

    Collection Proses collection biasanya dilakukan oleh merchant

    yaitu penyetoran electronic valueyang diterima oleh merchantdari

    konsumen kepada issueruntuk untung rekening merchant.

    Dikutip dari kajian E-money oleh Bank Indonesia, BIS merilis terdapat

    features (layanan) yang diterapkan dalam e-money di berbagai negara,

    meliputi :

    1.

    TransferabilityFeatures ini dimaksudkan untuk memberikan batasan

    kepada siapa transaksi atau transfer dana dari e-money dapat dilakukan.

    Secara teknis, e-money dapat dikembangkan untuk bisa melakukan

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    12/34

    6

    transaksi atau transfer dana secara bebas (free transferability) dari satu

    pemegang kartu ke pemegang kartu lainnya secara off-linemelalui alat

    bantu tertentu. Transaksi seperti ini akan sulit dideteksi dan ditelusuri

    sebab tidak termonitor oleh penyelenggara secara langsung. Contoh

    produk e-money yang mempunyai fasilitas ini adalah Mondex, dimana

    dengan menggunakan alat bantu tertentu seorang pemegang kartu

    mondex dapat memindahkan dana-nya ke pemegang kartu mondex

    lainnya. Namun berdasarkan pengamatan yang dilakukan kelompok kerja

    BIS, produk e-money yang dikembangkan pada umumnya membatasi

    featuresini dimana pemegang kartu hanya dapat melakukan transfer dana

    kepada merchant dan merchant hanya dapat mentransfer

    (menagih/menyetorkan) pembayaran-pembayaran yang diterimanya

    kepada issuer.

    2. Otorisasi On-lineOtorisasi on-lineyang dimaksudkan disini adalah suatu

    proses validasi oleh penyelenggara atau card issuer atas transaksi e-

    money yang dilakukan oleh pemegang kartu. Feature on-line ini bisa

    diterapkan untuk seluruh transaksi atau dibatasi hanya untuk transaksi-

    transaksi tertentu saja yang dianggap kritikal, seperti pada saat loading

    transaction (pengisian ulang) oleh pemegang kartu atau proses deposit

    (penyetoran) oleh merchant. Konsekuensi dari penerapan feature on-line

    ini adalah adanya tambahan biaya komunikasi dan waktu dalam

    penyelesaian suatu transaksi. Oleh karena itu, pada umumnyafeatureini

    hanya diterapkan untuk transaksi-transaksi tertentu saja, seperti pada saat

    pengisian ulang (top up).

    3. Information CollectionFeature ini dimaksudkan untuk memudahkan

    pelacakan suatu transaksi. Setiap transaksi pembayaran yang

    menggunakan e-money akan menghasilkan informasi baik yang terkait

    dengan aspek finansial maupun sekuriti. Informasi ini antara lain bisa

    meliputi, nominal transaksi, lokasi, waktu, dan lainlain. Informasi ini bisa

    disimpan secara temporer atau permanen di kartu milik konsumen,

    terminal merchant atau pada pusat komputer penyelenggara (issuer).

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    13/34

    7

    Semakin lengkap informasi transaksi yang disimpan akan semakin

    memudahkan penyelenggara dalam melakukan pelacakan (tracing) jika

    terjadifraud.

    4.

    Pengisian ulang Suatu produk e-money dapat di-design hanya untuk

    sekali penggunaan (disposable) dimana tidak dapat digunakan lagi

    apabila dana yang tersimpan pada e-money telah habis. Alternatif lainnya

    adalah produk e-money yang dapat diisi ulang setiap waktu melalui

    berbagai cara (reloadable), seperti transfer dari rekening, pembayaran

    tunai atau dengan kartu kredit.

    5.

    Single atau multiple currenciesSecara teknis, e-money dapat di-design

    untuk multiple currencies. Namun pada umumnya produk e-money yang

    ada saat ini hanya menggunakan single currency yaitu mata uang yang

    berlaku di negara yang bersangkutan.

    6. Single atau multiple aplicationsSecara teknis, miroprocessor chippada

    smart card mampu mengoperasikan lebih dari satu aplikasi. Dengan

    demikian suatu card-based product dapat berfungsi sekaligus sebagai

    kartu kredit, kartu debet, dan lain-lain bahkan bisa ditambahkan aplikasi

    yang bersifat non-payment seperti program royalti, medical record,

    identitydan lain-lain.

    Dikutip dari kajian E-money oleh Bank Indonesia, potensi resiko dalam

    penyelenggaraan pembayaran dengan e-money, meliputi :

    1.

    Duplication of devices : Risiko kejahatan ini merupakan upaya untuk

    membuat duplikasi dari kartu yang asli, sehingga dapat digunakan untuk

    melakukan transaksi pembayaran sebagaimana kartu yang asli. Kejahatan

    dengan cara duplikasi ini tentunya memerlukan upaya yang cukup rumit

    (complicated) oleh orang yang mempunyai tingkat keahlian yang cukup

    tinggi, sebab pelaku kejahatan ini harus memiliki jenis dan tipe chip serta

    operating systemyang persis sama dengan kartu yang asli. Hal ini dapat

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    14/34

    8

    dilakukan dengan mempelajari secara seksama seluruh aspek teknis pada

    kartu yang asli.

    2. Al teration or duplication of data/software: Risiko ini merupakan risiko

    kejahatan melalui upaya perubahan atau modifikasi data atau aplikasi

    yang ada pada kartu yang asli, sedemikian rupa sehingga si pelaku

    memperoleh keuntungan finansial. Misalnyacdengan menambah data

    outstanding dana pada e-money atau merubah sistem internal aplikasi

    akunting pada kartu chip sehingga prosedur perhitungan akuntingnya

    tidak bekerja sebagaimana mestinya. Upaya kejahatan ini dapat dilakukan

    dengan memanfaatkan kelemahan sistemsecuritypada operating system

    atau melalui physical attacks terhadap chip itu sendiri.

    3. Al teration of message : Risiko ini merupakan risiko kejahatan melalui

    upaya untuk melakukan perubahan/intervensi ketika data

    elektronis/message dikirim pada saat seseorang melakukan transaksi.

    Risiko ini akan lebih mungkin terjadi ketika produk e-money digunakan

    untuk pembayaran melalui jaringan internet.

    4.

    Pencurian : Bentuk kejahatan e-money yang paling sederhana adalah

    dengan mencuri kartu e-money milik orang lain untuk kemudian

    menggunakan dana yang masih tersisa. Pencurian juga dapat dilakukan

    oleh orang-orang dalam yang terlibat dalam penyelenggaraan e-money,

    misalnya dengan melakukan pengisian dana secara tidak legal ke dalam

    kartu. Pencurian juga bisa dilakukan oleh oknum yang memproduksi

    smart card atau issuersebelum instrumen tersebut dijual atau diterbitkan

    ke konsumen atau bahkan mencuri kunci cryptographic tanpa

    sepengetahuan perusahaan. Bentuk pencurian lainnya juga bisa dilakukan

    oleh oknum yang bekerja di bagian pengembangan produk dengan

    memberikan dokumen rahasia yang berisikan design produk kepada pihak

    lain. Bentuk pencurian yang paling berbahaya adalah pencurian kunci

    cryptographicmilik penerbit (issuer) yang mungkin dilakukan oleh orang

    dalam maupun pihak luar.

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    15/34

    9

    5. Penyangkalan tr ansaksi(repudiation): Bentuk penyalahgunaan lainnya

    dalam penyelenggaraan e-money adalah penyangkalan bahwa seseorang

    telah melakukan transaksi pembayaran dengan menggunakan e-money.

    Dengan penyangkalanini, merchant maupun issuer dapat dirugikan.

    Risiko ini juga lebih mungkin terjadi pada produk e-money yang berbasis

    software(software-based product) yang menggunakan jaringan internet

    dalam pengiriman messagepada saat bertransaksi.

    6. Malfunction: Risiko malfunctiondapat berupa data corruptatau hilang,

    tidak berfungsinya aplikasi atau kegagalan dalam pengiriman message.

    Risiko malfunctionini dapat diakibatkan oleh gangguan fisikal maupun

    elektronis pada instrumen atau karena adanya interupsi pada saat

    pengiriman message antar pihak yang bertransaksi. Keadaan ini dapat

    menyebabkan kerugian bagi pihak yang terkait. Sebagai contoh, apabila

    gangguan tersebut kemudian mengakibatkan berkurang/bertambahnya

    outstanding dana yang terekam dalam e-money. Jika hal ini kemudian

    dimanfaatkan oleh pihak yang beritikad tidak baik, maka issuersebagai

    pihak yang mempunyai liability dapat dirugikan. (Seminar Bank

    Indonesia).

    Untuk itu diperlukan perhitungan resiko keamanan (security measure)

    untuk meminimalkan resiko, berdasarkan tujuannyasecurity measure digolongkan

    menjadi : prevention measures, detection measures, contaiment measures .

    preventif measures, meliputi : penggunaan chip yang tamper-resistance,

    cryptography, On-line Authorisation, Verifikasi pada saat transaksi, penggunaan

    protocol yang tepat, dan prosedur administrasi. Detecting measures, meliputi :

    sistem monitoring dan penelusuran transaksi, Interaksi dengan sentral komputer,

    pembatasan fasilitas transfer, dan Analisa statistik. Contaiment measures

    (pembatasan kerugian), meliputi : pembatasan waktu dan nominal pada instrumen,

    pendaftaran registrasi instrumen, hot list instrumen yang sudah tidak berfungsi,

    system suspension.

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    16/34

    10

    Potensi resiko dalam e-money harus diimbagi dengan pembentukan

    dasar hukum terkait e-money. Dalam Report on Electronic Money yang

    dikeluarkan olehEuropean CentralBank(ECB) pada bulan Agustus 1998, terdapat

    beberapa faktor yang menjadi concerndan melatar belakangi perlunya pengaturan

    e-money.Regulatory concernini secara umum juga relevan bagi bank-bank sentral

    lainnya dalam kedudukannya sebagai otoritas moneter dan otoritas sistem

    pembayaran. Dalam reportdimaksud, secara garis besar ada 6 (enam) faktor yang

    menjadi concern bank sentral dalam pengaturan e-money yaitu: (1) Perlunya

    menjaga efektivitas kebijakan moneter yang bersifat fundamental. (2) Perlunya

    menjaga efisiensi dalam sistem pembayaran dan kepercayaan terhadap instrumen

    pembayaran. (3) Perlunya perlindungan terhadap konsumen dan merchant. (4)

    Perlunya menjaga stabilitas sistem keuangan. (5) Perlunya proteksi terhadap tindak

    kriminal. (6) Perlunya antisipasi terhadap market failure.

    Dikutip dari kajian E-money oleh Bank Indonesia, berdasarkan faktor-faktor

    yang menjadi concerndalam pengaturan e- money tersebut, ECB kemudian

    menetapkan 7 (tujuh) minimum requirements yang harus dipenuhi oleh bank-

    bank sentral anggotanya, dalam menetapkan kebijakan dan pengaturan e-

    money di negaranya masing-masing yaitu: (1) Pengawasan yang bersifat

    prudentialPenerbit e-money harus tunduk pada ketentuan pengawasan yang

    bersifatprudential. (2) Kerangka hukum yang kuat dan transparan Hak dan

    kewajiban masing-masing pihak (konsumen, merchant, issuer,operator)

    harus didefinisikan dan diinformasikan secara jelas. (3) Technical Security

    Schemee-money yang diselenggarakan harus memiliki sistem pengamanan

    yang baik yang meliputi aspek teknis, organisasi dan prosedur. (4) Proteksi

    terhadap tindak kejahatan. Dalam men-designdan mengembangan e-money

    harus mengantisipasi perlunya proteksi terhadap tindak kejahatan seperti

    money laundering. (5) Laporan terkait statistik Moneter Adanya laporan yang

    disampaikan kepada bank sentral untukkepentingan statistik moneter. (6)

    RedeemabilityIssuerharus dapat memenuhi permintaan penukaran (redeem)

    electronic valueke dalam bentuk central bank moneysesuai dengannilai yang

    ditukarkan (at par value). (7) Reserve Requirement Bank sentral harus

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    17/34

    11

    memiliki kewenangan untuk menetapkan reserverequirementkepada semua

    issuere-money.

    Kejahatan Elektronik (Cyber Crime)

    KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) sebagai induk dari

    hukum pidana di Indonesia tidak mendifinisikan secara jelas mengenai kejahatan.

    Di dalam KUHP hanya disebutkan tentang sejumlah pasal yang mengatur tentang

    delik kejahatan, yaitu pasal 104 hingga 488 KUHP. Kemudian pakar hukum pidana

    R.Soesilomemberikan difinisi kejahatan menjadi dua sudut pandang secara yuridis

    dan sosiologis. Dilihat dari sudut pandang yuridis kejahatan adalah suatu perbuatan

    tingkah laku yang bertentangan dengan Undang-Undang. Dilihat dari sudut

    pandang sosiologis, pengertian kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang

    selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa

    hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.

    Menurut B. Simandjuntak, kejahatan merupakan suatu tindakan anti

    sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat

    menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat. Van Bammelen menyebutkan

    difinisi kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila dan merugikan,

    dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu,

    sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya

    atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan

    tersebut.

    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

    Transaksi Elektronik merupakan dasar yuridis berkaitan dengan kejahatan

    elektronik. Tetapi dalam UU ITE tidak disebutkan difinisi kejahatan elektronik

    secara eksplisit, hanya secara implisit dalam sejumlah. Dari maknitua implisit dari

    sejumlah pasal dapat ditarik difinisi kejahatan elektronik ya tindakan kejahatan

    berkaitan dengan informasi elektronil. Dalam UU ITE dijelaskan difinisi informasi

    elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak

    terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    18/34

    12

    interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy

    atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah

    diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu

    memahaminya.

    Penegakan Hukum (Law Enforcement)

    Leon Duguit berpendapat hukum adalah semua aturan tingkah laku para

    anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu

    diindahkan oleh anggota masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan

    jika yang dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan

    pelanggaran itu. Sedangkan Paul Scholten berpendapat suatu petunjuk tentang apa

    yang layak dilakukan dan apa yang tidak dilayak dilakukan, yang bersifat perintah.

    Hans Kelsen berpendapat hukum adalah suatu perintah terhadap tingkah laku

    manusia. Hukum adalah kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi. Dari

    pendapat para ahli tersebut dapat ditarik inti sari hukum adalah aturan berkaitan

    dengan tingkah laku komponen masyarakat dengan untuk menjamin kepentingan

    bersama.

    Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya

    atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku

    dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat

    dan bernegara (Jimmly A). Dalam penegakan hukum ada 3 unsur yang harus selalu

    diperhatikan yaitu : Kepastian hukum (rechtssicherheit), Keadilan (gerechttigkeit),

    dan Kemanfaatan (Zweckmaassigkeit). Kepastian hukum merupakan perlindungan

    yustisiable terhadap tindakan semaunya, dengan adanya kepastian hukummasyarakat akan lebih tertib bagaimana hukumnya itulah yang seharusnya berlaku

    dalam peristiwa kongkrit. Dalam penegakan hukum harus memperhatikan

    keadilan, namun hukum tidak selalu identik dengan keadilan karena hukum bersifat

    umum dan mengikat semua orang. Dalam penegakan hukum masyarakat

    mengharapkan kemanfaatan, jangan sampai karena penegakan hukum justru timbul

    kesengsaraan masyarakat.

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    19/34

    13

    Dalam hukum positif di Indonesia dikenal penggolongan hukum

    berdasarkan objek yang diatur, meliputi : hukum tata negara, hukum pidana, dan

    hukum perdata. Hukum tata negara berisi asas-asas atau prinsip tentang hubungan

    negara dengan masyarakat dalam bidang hak-hak dasar. Hukum pidana berisis asas-

    asas atau prinsip tetang negara dan warga negara berkaitan dengan pelanggaran atau

    kejahatan. Hukum perdata berisi asas-asas terkait hubungan antar individu yang

    bersifat pribadi. Berdasarkan penggolongan tersebut, masing-masing hukum

    memiliki ciri khas dan tujuan yang berbeda. Namun memiliki tujuan yang sama,

    yaitu pembentukan dan pemeliharaan tatanan masyarakat.

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    20/34

    14

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    Jenis Penelitian

    Penelitian karya ilmiah ini merupakan penelitian yuridis normatif,

    artinya ruang lingkup kajian dalam penelitian ini terkait dengan fungsi dan tujuan

    esensial dari hukum. Dalam penelitian ini akan digunakan metode penelitian library

    research atau penelitian kepustakaan. Penelitan semcam ini lazimnya juga disebut

    Legal research. Penelitian hukum semacam ini tidak mengenal penelitian

    lapangan karena yang diteliti adalah bahan-bahan hukum sehingga dapat dikatakan

    sebagai library based, focusing on reading and analysis of primary and second

    materials.

    Pendekatan Penelitian

    Pendekatan penelitan adalah metode atau cara mengadakan penelitian.

    Dari ungkapan konsep tersebut jelas bahwa yang dikehendaki adalah suatu

    informasi dalam bentuk deskripsi dan menghendaki makna yang berada di balik

    badan hukum. Sesuai dengan jenis penelitian yakni yuridis normatif, maka dapat

    digunakan lebih dari satu pendekatan. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan

    perundang-undangan (Statue approach) dan pendekatan konsep (Conceptual

    aprroach).

    Bahan Hukum

    Dalam penelitian hukum tidak dikenal adanya data, sebab dalam

    penelitian hukum khususnya yuridis normatif sumber penelitian hukum diperoleh

    dari kepustakaan bukan dari lapangan, untuk itu istilah yang dikenal adalah bahan

    hukum (Peter Mahmud Marzuki). Dalam penelitian hukum normatif bahan pustaka

    merupakan bahan dasar yang dalam ilmu penelitian umumnya disebut bahan hukum

    sekunder. Dalam bahan hukum sekunder terbagi bahan hukum primer dan

    sekunder.

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    21/34

    15

    Bahan Hukum Primer

    Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif

    artinya mempunyai otoritas. Adapun bahan hukum primer terdiri dari :

    1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

    Elektronik.

    2. Peraturan Bank Indonesia Peraturan Bank Indonesia

    Nomor : 11/12/PBI/2009 Jo. 16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik (e-

    money)

    Bahan Hukum Sekunder

    Merupakan bahan hukum yang bersifat membantu atau menunjang

    bahan hukum primer dalam penelitian yang akan memperkuat penjelasnya di

    dalamnya. Diantara bahan sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku, thesis,

    jurnal dan dokumen-dokumen yang mengulas tentang kejahatan uang elektronik

    dalam penyelenggaraan e-money sesuai yang tertera dalam Undang-Undang

    Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dilengkapidengan Peraturan Bank Indonesia Nomor : 11/12/PBI/2009 Jo. 16/8/PBI/2014

    tentang Uang Elektronik (e-money)

    Bahan Hukum Tersier

    Merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan

    terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia,

    dan lain-lain.

    Metode Pengumpulan Bahan Hukum

    Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian library research adalah

    teknik dokumenter, yaitu dikumpulkan dari telaah arsip atau studi pustaka seperti,

    buku-buku, makalah, artikel, majalah, jurnal, koran, atau karya para pakar. Selain

    itu, wawancara juga merupakan salah satu dari teknik pengumpulan bahan hukum

    yang menunjang teknik dokumenter dalam penelitian ini serta berfungsi untuk

    memperoleh bahan hukum yang menunjang penelitian jika diperlukan.

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    22/34

    16

    Metode Pengolahan Bahan Hukum

    Dalam penelitian ini digunakan pengolahan bahan hukum secara

    editing, yaitu pemeriksaan kembali bahan hukum yang diperoleh terutama dari

    kelengkapannya, kejelasan makna, kesesuaian, serta relevansinya dengan

    kelompok yang lain. Setelah melakukan editing, langkah selanjutnya adalah coding

    yaitu memberi catatan atau tanda yang menyatakan jenis sumber bahan hukum

    (literatur, undang-undang, atau dokumen), pemegang hak cipta (nama penulis,

    tahun penerbitan) dan urutan masalah.

    Selanjutnya adalah rekontruksi bahan (reconstructing) yaitu

    penyusunan ulang bahan hukum secara teratur, berurutan logis, sehingga mudah

    dipahami dan diinpretasikan. Dan langkah terkhir adalah sistematis bahan hukum

    (systematizing) yakni menempatkan bahan hukum berurutan menurut kerangka

    sistematika bahasa berdasarkan urutan masalah.

    Metode Analisis Hukum

    Dalam penelitian ini, setelah bahan hukum terkumpul maka bahanhukum tersebut dianalisis untuk mendapatkan konklusi, bentuk dalam teknik

    analisis bahan hukum adalah Content Analysis. Sebagaimana telah dipaparkan

    sebelumnya, bahwa dalam penelitian normatif tidak diperlukan data lapangan untuk

    kemudian dilakukan analisis terhadap sesuatu yang ada di balik data tersebut.

    Dalam analisis bahan hukum jenis ini dokumen atau arsip yang integratif dan secara

    konseptual cenderung diarahkan untuk menemukan, mengidentifikasi, mengolah,

    dan menganalisis bahan hukum untuk memahami makna, signifikasi, dan

    relevansinya.

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    23/34

    17

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    Dasar Yuridis Penyelenggaraan Pembayaran dengan E-Money

    E-money sebagai produk hasil inovasi teknologi merupakan suatu hal

    yang tergolong baru di Indonesia. Peraturan Perundang-Undangan terkait Informasi

    dan Transaksi Elektronik baru dikeluarkan tahun 2008 dengan ditetapkannya

    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

    Elektronik. E-money sebagai instrumen pembayaran baru telah membawa

    perubahan terhadap pola transaksi masyarakat modern, yaitu fleksibilitas dan

    kemudahan terutama untuk transaksi mikro dengan intensitas tinggi.

    Pertumbuhan E-money di Indonesia didukung oleh perkembangan

    teknologi informasi yang pesat di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari angka

    pengguna telepon gengam dan internet yang mengalami peningkatan. Berdasarkan

    media penyimpannya e-money dibedakan menjadi : berbasis kartu dan server. E-

    money berbasis kartu menggunakan chip yang ditanam di dalam kartu sebagai bedia

    penyimpanan. Sedangkan media penyimpanan berbasis server menggunakan media

    penyimpanan komputer yang dikelola server. Di Indonesia terdapat 17

    Penyelenggara, meliputi : BPD DKI Jakarta, Bank Mandiri, Bank Central Asia, PT.

    Telekomunikasi Indonesia, PT. Telekomunikasi Seluler, Bank Mega, PT. SKYE

    SAB Indonesia, PT. Indosat, Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, PT.

    XL Axiata, PT. Finnet Indonesia, PT. Artajasa Pembayaran Elektronis, Bank

    Permata, Bank CIMB Niaga, PT. Nusa Satu Inti Artha, PT. Bank Nationalnobu, dan

    PT. Smartfren Telcom.

    Peraturan Bank Indonesia Nomor : 11/12/PBI/2009 Jo. 16/8/PBI/2014

    tentang E-money merupakan pedoman penyelenggaraan pembayaran dengan e-

    money. Peraturan tersebut terbagi dalam 11 Bab, meliputi : ketentuan umum,

    hubungan para pihak (prinsipal, penerbit, acquirer,penyelenggara kliring, dan/ atau

    penyelenggara penyelesaian akhir), penyelenggara kegiatan, peralihan izin

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    24/34

    18

    penyelenggara kegiatan uang elektronik, pengawasan, peningkatan keamanan

    teknologi, lain-lain, sanksi, sanksi administratif (penghentian sementara,

    pembatalan, dan pencabutan izin), ketentuan peralihan, dan penutup.

    Sistem pembayaran dengan e-money di gerakan oleh pihak-pihak,

    meliputi : prinsipal, Penerbit, Acquirer, penyelenggara kliring dan/ atau

    penyelenggara laporan akhir. Sebelum menjalankan tugas dan kewenangan para

    pihak yang telah disebutkan wajib memperoleh izin dari bank Indonesia. Izin dari

    bank Indonesia. Perizinan ini dilakukan untuk mewujudkan nilai-nilai strategis

    dalam penyelenggaraan sistem e-money, meliputi : trust & integrity,professionalism, excellence, public interest, dan Cordination & team work. Tujuan

    utama dari perlunya ditanamkan nilai-nilai strategis dalam penyelenggaraan sistem

    e-money adalah mewujudkan visi Bank Indonesia, yaitu : menjadi bank sentral

    yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang

    dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah serta nilai tukar yang stabil.

    Penerapan nilai-nilai strategis itu sangat berpengaruh terhadap resiko

    yang akan dihadapi dalam penyelenggaraan pembayaran dengan e-money. Potensi

    resiko tersebut, meliputi : (1) Duplication of devices (2) Al teration or dupli cation

    of data/software (3) Alteration of message (4) Pencurian (6) Malfunction.

    Potensi resiko ini jika tidak diantisipasi dengan cepat dan tanggap tentu akan

    mengakibatkan kerugian bagi pihak-pihak terkait penyelenggaraan pembayaran

    dengan e-money. Untuk itu telah Bank Indonesia telah menetapakan security

    measure, meliputi : preventive measures, detection measures, containment

    measuresuntuk meminimalkan potensi resiko yang mungkin terjadi.

    Potensi kerugian yang akan terjadi meliputi : potensi langsung dan tidak

    langsung. Potensi langsung berkaitan dengan kerugian riil yang diderita, sedangkan

    kerudian tidak langsung berkaitan dengan dampak jangka panjang akibat dari

    terganggunya sistem pembayaran. Potensi kerugian yang terjadi tidak hanya akan

    merugikan individu (pihak-pihak), namun negara juga akan menanggung kerugian

    secara jangka panjang. Oleh karena itu dalam penerapan security measures perlu

    untuk diikuti dengan penegakan hukum (law enforcement) yang responsif.

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    25/34

    19

    Dalam PBI Nomor : 11/12/PBI/2009 Jo. 16/8/PBI/2014 telah diatur

    tentang pengawasan terhadap internal penyelenggara pembayaran dengan e-money,

    meliputi prinsipal, penerbit, Acquirer, penyelenggara kliring, dan/ atau

    penyelenggara laporan akhir (para pihak). Aturan tersebut tertuang dalam pasal 22

    hingga pasal 23. Dalam melakukan pengawasan Bank Indonesia melakukan

    pengawasan melalui penyelenggaraan pertemuan konsultasi. Selain pengawasan

    yang bersifat aktif dari Bank Indonesia, para pihak juga wajib untuk menyampaikan

    laporan, keterangan, ataupun izin untuk melakukan pemeriksaan lapangan (on site

    visit). Bank Indonesia memiliki kewenangan sebagai bentuk evaluasi atas

    pengawasan yang dilakukan, meliputi : pembinaan dan pengenaan sanksi

    administratif. Dalam hal pemeriksaan (on site visit) bank Indonesia memiliki

    kewenangan untuk menugasi pihak lain dalam pemeriksaan tersebut.

    Selain pengawasan langsung terhadap penyelenggaraan pembayaran e-

    money. Bank Indonesia mewajibkan peningkatan keamanan teknologi, meliputi :

    menggunakan sistem yang aman dan andal, memelihara dan meningkatkan

    keamanan teknologi Uang Elektronik, memiliki kebijakan dan prosedur tertulis

    (standart operating procedure) penyelenggaraan kegiatan Uang Elektronik, dan

    menjaga keamanan (kerahasian data). Untuk menjaga tingkat keamanan dalam

    penggunaan sarana teknologi para pihak wajib melaksanakan audit teknologi

    informasi secara berkala dan melaporkan hasil audit kepada bank Indonesia.

    Berkaitan dengan potensi resiko yang dilakukan oleh pihak diluar

    penyelenggaraa pembayaran dengan e-money, maka diterapkan ketentuan Undang-

    Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Teknologi Elektronik.Ketentuan mengenadi larangan berkaitan dengan penyalahgunaan informasi dan

    transaksi elektronik diatur dalam Bab VII, meliputi : pasal 27 sampai 37. Selain itu

    berkaitan dengan ketentuan kerugian individu dalam UU ITE diatur berkaitan

    Penyelesaian Sengketa pada Bab VIII, meliputi pasal : 38 dan 39. Berkaitan dengan

    penegakan hukum pemerintah dan masyarakat memiliki peran dalam memfasilitasi

    pemanfaatan teknologi dan pemanfaatan teknologi secara bijak dan tepat sasaran.

    Muatan materi terkait penyidikan dituangkan dalam Bab XI UU ITE, meliputi pasal

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    26/34

    20

    42 sampai 44. Dan sebagai ketentual ultimum remidium dituangkan muatan materi

    berkaitan dengan ketentuan pidana, meliputi : pasal 45 sampai pasal 52.

    Keberadaan UU ITE perlu untuk dilengkapi dengan peraturan

    pelaksana yang terpadu dan berkelanjutan. Perkembangan teknologi informasi yang

    begitu cepat menuntut hukum untuk bertindak responsif. UU ITE telah

    menyebutkan Kedudukan pemerintah dan masyarakat sangat vital dalam

    kelancaran jalannya suatu sistem.

    Mekanisme Penegakan Hukum dalam Penyelenggaraan Pembayaran dengan

    E-Money

    Penegakan hukum (law enfocerment) dalam penelitian ini memiliki arti

    penerapan hukum baik tindakan preventif maupun represif yang bersumber dari

    sanksi pidana. Penegakan hukum, meliputi : persuasif, kuratif, hingga pengenaan

    sanksi. Hal ini sesuai dengan tujuan hukum yang dikemukan oleh Acmah Ali bahwa

    hukum memiliki fungsi sebagai : alat kontrol sosial, alat rekayasa sosial, dan

    lambang. Penegakan hukum persuasif dilakukan dengan pemberian penyuluhan,

    tindakan hukum kuratif dilakukan dengan pemberian sanksi administratif, dan

    pengenaan sanksi pidana merupakan bentuk upaya terakhir (ultimum remidium)

    agar timbul efek jera bagi pelaku dan masyarakat sebagai bentuk pencegahan

    dilakukan pengulangan tindak pidana tersebut.

    Dasar (payung) hukum merupakan elemen penting dalam penegakan

    hukum dikarenakan merupakan kerangka aturan yang menentukan berjalannya

    sistem penegakan hukum. Terkait dengan penyelenggaraan pembayaran dengan e-

    money UU ITE dan PBI Nomor : 11/12/PBI/2009 Jo. 16/8/PBI/2014 merupakan

    dasar yuridis sekaligus pedoman pelaksanaan. Jika dilihat dari hirarki sistem

    peraturan perundang-undangan kedudukan UU ITE lebih tinggi dari pada PBI. UU

    ITE memiliki daya ikat yang lebih luas dari pada PBI yang hanya mengikat pihak

    yang turut serta dalam penyelenggaraan pembayaran dengan e-money. UU ITE

    sebagai peraturan perudang-undangan didasarkan pada asas kepastian hukum,

    manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    27/34

    21

    teknologi. Sedangkan PBI sebagai pedoman pelaksanaan didasarkan pada nilai-

    nilai strategis Bank Indonesia.

    Penyelenggaraan pembayaran dengan e-money sangat rentan dengan

    potensi resiko, dikarenakan pemahaman dan kesiapan pemerintah dan masyarakat

    yang masih rendah dalam pengembangan instrumen pembayaran ini. Hal ini telah

    dimuat dalam ketentuan PBI bahwa pengawasan terhadap pihak terkait dan audit

    teknologi dilakukan secara berkala, berkelanjutan, dan dievaluasi oleh bank

    Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia. Hasil evaluasi menjadi ahan dalam

    penegakan hukum.

    Dilihat dari aspek penegakan hukum e-money merupakan bentuk

    instrumen pembayaran yang berbentuk virtual. Hal ini berpengaruh terhadap proses

    pembtuktian dikarenakan dibutuhkan keahlian tertentu dalam mengungkap fakta-

    fakta hukum terkait dengan informasi dan transaksi elektronik. Dalam UU ITE

    dimuat materi terkait penyidikan pada Bab X, disebutkan dalam pasal 42 bahwa

    terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini,

    dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan

    Undang-Undang ini. Ditambahkan dalam pasal 43 bahwa berkaitan dengan

    penyidikan selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat

    Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan

    tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi

    wewenang khus sebagai penyidik. Terkait dengan alat bukti penyidikan,

    penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dijelaskan dalam pasal 44 alat

    bukti, meliputi : alat bukti sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan perudang-undangan dan alat bukti lain berupa informasi elektronik atau dokumen elektronik.

    Kelancaran penyelenggaraan pembayaran dengan e-money sangat

    tergantung dari kesiapan para pihak. Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Pemegang, dan

    Pedagang harus mentaati ketentuang yang telah ditetapkan dalam PBI. Dan bagi

    pihak diluar penyelenggara yang melakukan tindakan yang merugikan terhadap

    pihak terkait e-money dikenakan dengan UU ITE. Dalam PBI telah dimuat

    ketentuan bahwa batasan e-money untuk yang tidak didaftarkan adalah Rp.

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    28/34

    22

    1.000.000,00 (satu juta rupiah), sedangkan untuk e-money yang didaftarkan

    memiliki nilai maksiaml Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Penentuan batas yang

    berbeda tersebut berkaitan dengan resiko keamanan.

    E-money merupakan bentuk dari informasi yang disimpan secara

    elektronik (informasi elektronik) dijelaskan dalam pasal 5 bahwa informasi

    elektronik dapat dijadikan barang bukti. Di dalam pasal 30 (2) UU ITE disebutkan

    delik terkait tentang tindakan melawan hukum terkait informasi elektronik, pasal

    31 dimuat delik terkait intersepsi (peretas) data yang tidak bersifat publik, pasal 35

    menyebutkan delik terkait (manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan,pengerusakan) informasi elektronik. Ancaman dari delik dalam pasal-pasal

    tersebut, yaitu : pasal 30 (2) diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)

    tahun dan/ atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (Tujuh ratus juta rupiah),

    pasal 31 (1) diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/

    atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah), Pasal 35

    diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau denda

    paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas milyar rupiah). Tidak adanya aturan

    minimal khusus dalam pengenaan sanksi pidana membutuhkan pedoman atau

    aturan tambahan terkait dengan pertimbangan dalam pengenaan hukuman. Hal ini

    agar pengenaan sanksi pidana dapat mencapai tujuan sebagai instrumen penegakan

    hukum (pemberian efek jera).

    Ancaman pidana dalam UU ITE merupakan bentuk upaya ultimum

    remidiumagar terdapat efek jera bagi pelaku maupun masyarakat yang memiliki

    itikad buruk. Delik pidana yang dimuat dalam UU ITE tergolong sebagai tidakpidana khusus, artinya aturannya bersifat khusus berbeda dengan ketentuan umum

    yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini perlu diperhatikan oleh

    Bank Indonesia sebagai otoritas moneter terkait dengan proses penyidikan dan

    pembuktian tindak pidana berkaitan dengan e-money. Hal perlu diperhatikan,

    meliputi : kesiapan sumber daya manusia dan teknologi yang dimiliki oleh bank

    Indonesia.

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    29/34

    23

    Penegakan hukum tidak hanya mencakup tindakan represif, tetapi juga

    tindakan preventif, misalnya : penyuluhan, maupun penguatan sistem. Penyuluhan

    dapat berupa himbaun kepada pihak-pihak terkait termasuk masyarakat tentang

    berjalannya sebuah sistem, tujuan sistem, dan fungsi sistem. Penyuluhan dapat

    menumbuhkan rasa kepemilikan bersama, sehingga timbul rasa untuk menjaga dan

    melindungi berjalannya sistem. Penguatan sistem terdiri dari elemen teknologi dan

    sumber daya manusia. Elemen teknologi dapat dikembangkan melaui penelitian

    dan pengembangan secara terpadu dan berkelanjutan, sedangkan aspek sumber

    daya manusia dikembangkan melalui internalisasi nilai-nilai yang mendorong

    peningkatan kinerja.

    Penyuluhan merupakan langkah preventif tetapi dalam jangka panjang

    dapat memberikan hasil signifikan terhadap tatanan masyarakat yang terbentuk.

    Intensitas penyuluhan perlu untuk ditingkatkan mengingat e-money merupakan

    suatu hal yang baru bagi masyarakat. Masyarakat merupakan subjek sekaligus

    objek dari pembangunan, termasuk dalam penggunaan e-money. Masyarakat perlu

    mengerti tentang mekanisme serta tujuan e-money. Tumbuhnya kepercayaan

    masyarakat pada instrumen e-money akan mendorong sikap untuk menjaga dan

    melindungi keterpaduan dan keberlanjutan sistem pembayaran dengan e-money.

    Nilai-nilai strategis bank Indonesia perlu untuk dimengerti dan dipahami

    masyarakat. Masyarakat sebagai subjek dan objek harus didorong untuk

    berpartisipasi dalam perwujudan visi bank Indonesia.

    Aspek teknologi merupakan komponen yang sangat vital dalam

    penyelenggaraan e-money. Teknologi sebagai sarana lalu-lintas data elektronikharus memiliki kinerja dan keamanan bagi para penggunannya. Namun, proses

    penelitian dan pengembangan teknologi membutuhkan investasi yang tidak sedikit.

    Hal ini berbenturan dengan permasalahan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia

    terutama bidang teknologi yang belum memperoleh penghargaan, ditandai dengan

    maraknya pembajakan atas hak cipta. Dalam hal ini peranan hukum sangat

    dibutuhkan untuk mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya teknologi.

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    30/34

    24

    Aspek sumber daya manusia (SDM) merupakan komponen utama

    berjalannya sistem pembayaran dengan e-money, sebagai instrumen pembayaran

    tergolong sebagai bentuk pelayanan jasa. Pelayanan jasa berdasarkan pada

    kepercayaan, semakin tinggi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu jasa

    akan meningkatkan kepuasaan konsumen dalam penggunaan jasa tersebut. Oleh

    karena itu sumber daya manusia yang tersedia haruslah memiliki kualitas dan

    perilaku yang baik. Nilai-nilai strategis Bank Indonesia harus ditanamkan dalam

    peraturan personalia pihak terkait.

    BI sebagai otoritas moneter merupakan kordinator dalam penegakanhukum, meliputi : Aspek Pemerintah, Aspek Masyarakat, Aspek Teknologi, dan

    Aspek Sumber Daya Manusia terkait penyelenggaran pembayaran dengan e-

    money. Penegakan hukum disini haruslah mencakup tindakan preventif hingga

    represif. Pendekatan administratif perlu ditananamkan sebagai langkah utama

    dalam penyelesaian permasalahan terkait e-money. Dikarenakan

    e-money merupakan sebuah sistem mekanis. Untuk dapat dilakukan penyelesaian

    haruslah menggunakan sistem mekanis agar proses penegakan hukum tidak

    mengganggu kinerja sistem yang sudah baik. Penegakan hukum administratif

    haruslah bertujuan untuk memperbaiki elemen yang tidak bekerja. Selanjutnya, jika

    penegakan hukum administratif tidak bekerja baru diterapkan hukum pidana

    sebagai ultimum remidium.Hukum pidana mempunyai sifat pembalasan, hal ini

    bertujuan untuk memberikan efek jera konsekuensi penegakan hukum berimplikasi

    pada timbulnya kerusakan pada elemen sistem.

    Pasca pembentukan OJK, BI tidak lagi memiliki kewenanganpengawasan terhadap Perbankan. BI saat ini fokus pada core competition sebagai

    otoritas moneter dalam pemeliharaan stabilitas keuangan dan penyelenggaraan

    sistem pembayaran. BI harus berkordinasi dengan OJK dalam penyelenggaraan

    pembayaran dengan e-money, dikarenakan termasuk dalam bentuk jasa keuangan.

    Selain itu kehadiran operator seluler sebagai penerbit

    e-money perlu untuk mendapat kedudukan yang jelas. Perlu terdapat pemisahan

    antara kegiatan jasa pelayan komunikasi dan pelayanan e-money. Hal tersebut akan

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    31/34

    25

    memudahkan dalam melakukan pengawasan. Kedudukan operator sebagai

    penyelenggara e-money termasuk dalam industri jasa keuangan, dikarenakan terjadi

    lalu-lintas keuangan yang berpengaruh terhadap stabilitas keuangan. Oleh karena

    itu, OJK seharusnya memiliki kewenangan dalam pengawasan operator seluler

    yang menyelenggarakan pembayaran dengan e-money.

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    32/34

    26

    BAB V

    PENUTUP

    Kesimpulan

    1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 merupakan dasar yuridis dari

    penyelenggaraan e-money di Indonesia. Kemudian sebagai pedoman yang

    lebih komprehensf diatur dalam PBI Nomor : 11/12/PBI/2009 Jo.

    16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik. Dasar yuridis dalam penegakan

    hukum terkait e-money masih kurang memadai dibandingkan dengan potensi

    resiko yang dihadapi dalam penyelenggaraan e-money. Security measure

    perlu diimplementasikan dalam hukum positif dikarenakan perkembangan

    teknologi yang begitu pesat, hukum dituntut untuk responsif.

    2. Mekanisme penegakan hukum terkait e-money dipengaruhi aspek

    masyarakat, aspek teknologi, dan aspek sumber daya manusia. Pengegakan

    hukum harus mejangkau ketiga aspek tersebut. Pasca pembentukan OJK, BIfokus sebagai otoritas moneter dalam penyelenggaraan sistem pembayaran

    sekaligus menjaga dan melindungi stabilitas keuangan. Untuk itu perlu

    dibentuk garis kordinasi yang tegas anatara BI dan OJK mengingat kaitan

    pengawasan bank dengan sistem pembayaran sangat erat. Selain itu kehadiran

    operator seluler sebagai penyelenggara e-money perlu untuk mendapat

    kedudukan yang jelas untuk mempermudah dalam pengawasan.

    Saran

    1. Nilai-nilai strategis Bank Indonesia harus diwajibakan untuk diterapkan

    sebagai aturan personalia bagi para pihak yang terkait penyelenggaraan

    pembayaran dengan e-money.

    2. Kehadiran operator seluler perlu mendapat kedudukan sebagai lembaga

    keuangan. Dikarenakan penyelenggaraan e-money, berimplikasi pada

    timbulnya lalu-lintas keuangan yang menimbukan resiko. Berkaitan dengan

    itu seharusnya OJK berwenangan dalam melakukan pengawasan.

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    33/34

    27

    Daftar Pustaka

    Arifin, Tajul . 2008. Metode Penelitian Hukum. Pustaka Setia : Bandung.

    Asshiddiqie, Jimmly. 2010. Penegakan Hukum. Guru Besar Hukum Tata Negara.

    Universitas Indonesia

    Bank For International Settlements. 1996. Implication For Central Banks of The

    Development of Electronic Money. BIS. Basle

    Bank Indonesia (BI). 2006. Kajian Operasional E-Money. BI. Jakarta.

    Kansil, C.S.T . 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai

    Pustaka : Jakarta.

    Peraturan Bank Indonesia Nomor : 11/12/PBI/2009 Jo. 16/8/PBI/2014 tentang

    Uang Elektronik.

    Rahardjo, Satjipto Rahardjo. 2006. Ilmu Hukum. Citra Aditya Bakti : Bandung.

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

    Transaksi Elektronik.

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

    keuangan.

  • 7/21/2019 BI CKC 2014-Universitas Negeri Semarang- Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan ...

    34/34

    Daftar Riwayat Hidup

    1.

    Biodata Ketua

    a. Nama : Henggar B P

    b. Nim/Angkatan : 8111411122

    c.

    Fakuitas/Jurusan/Prodi: Ilmu Hukum

    d. No HP : 085640066824

    e.

    E-mail : [email protected]

    f. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Semarang ( UNNES )

    g.

    Alamat Rumah : Griya mustika jati a33 Bawen

    Semarang,25 Agustus 2014

    (Henggar Budi Prasetyo)

    NIM: 8111411122

    2. Biodata Anggota

    a. Nama : Fitria Nur Anggraeni

    b.

    Nim/Angkatan : 7111412094

    c. Fakuitas/Jurusan/Prodi: Ekonomi Pembangunan

    d. No HP : 085640550311

    e. E-mail :[email protected]

    f. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Semarang ( UNNES )

    g. Alamat Rumah : Jambu Lor Kab. Semarang

    Semarang,25 Agustus 2014

    (Fitria Nur Anggraeni)

    NIM: 711141209

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]