batubara indonesia
DESCRIPTION
BTBRTRANSCRIPT
BATUBARA DAN GAMBUT
Dibuat Sebagai tugas dari mata kuliah Sumber Daya Mineral dan Energipada Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Sriwijaya
Oleh :
Aziz Andalas Putra 03021281320006Dian Permatasari 03021281320026
M. Faisal Sumantri 03021181320074 Rozali Nugraha 03021181320058
Riska Septiyani 03021181320044 Vicky Khusuma 03021181320062
Kelas : B
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
2015
Batubara
A . Keadaan Umum
Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan
sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa
tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Atau batu bara adalah batuan
organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui
dalam berbagai bentuk Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada
era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang
lalu (jtl), adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir
seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara
terbentuk.Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu
bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung
terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain
Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan
pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat
sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga.
Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu
bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan
biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung
kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan
glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti
di Australia, India dan Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah
yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding
gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan
waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus,
lignit dan gambut.
Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster)
metalik, mengandung antara 86% - 98% unsurkarbon (C) dengan kadar air kurang
dari 8%.
Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari
beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya
menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung
air 35-75% dari beratnya.
Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling
rendah.
Gambar 1 Urutan Pembentukan Batubara
Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk
bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut
dengan istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang
terjadi, yakni:
Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi
hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini
adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan
proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk
gambut.
Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.
B. Geologi ( Potensi Dan Cadangan )
Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan
Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk
PulauSumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut
dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah,
kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta
tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar
khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah
gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang
tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-
mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk
lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini
sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen
umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini
terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah
pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar
Kalimantan.
C. Penawaran dan Permintaan Batu Bara di Indonesia
2009
Pada periode Januari sampai dengan Maret 2013, harga batubara turun kembali pada
posisi US$70. Jepang sebagai importir batubara terbesar di dunia mengalami penurunan
impor batubara thermal setidaknya sebesar 3% dengan tingkat 130 juta ton yang
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan kapasitas pembangkit listrik energi nuklir.
Meningkatnya tingkat penggunaan pembangkit listrik energi nuklir di Jepang akan
menyebabkan berkurangnya penggunaan jenis energi lain, termasuk batubara. Hal ini
menjadi faktor penting yang menurunkan permintaan batubara dunia secara signifikan.
Pertengahan tahun 2008, harga batubara kembali meningkat pada kisaran US$71.31.
Pemulihan ekonomi dunia meningkatkan permintaan terhadap produk energi, termasuk
batubara, sehingga mendorong harga naik. Kenaikan batubara ini juga sejalan dengan
harga minyak bumi yang meningkat karena batubara merupakan komoditas energi
alternatif selain minyak dan gas. Harga batubara pada Oktober sampai dengan
Desember menguat hingga mencapai US$77,6/Mton. Meningkatnya harga komoditas
ini ditengarai sebagai respon dari naiknya permintaan Cina memasuki musim dingin di
akhir tahun guna pemenuhan kebutuhan bahan bakar listriknya. Cina merupakan
konsumen batubara terbesar dibanding negara-negara pengimpor lainnya dan hampir
80% pembangkit listrik di negara tersebut menggunakan batubara sebagai sumber
energi.
2010
Awal tahun 2010, harga batubara meningkat pada level US$95,2/Mton atau naik
22,6% dari periode sebelumnya sebesar US$77,6/Mton. Kenaikan harga batubara
tersebut sejalan dengan menguatnya harga minyak dunia yang merupakan barometer
pergerakan harga komoditas lainnya termasuk batubara. Pada pertengahan tahun 2010,
harga batubara melemah pada tingkat US$93,6/Mton. Pelemahan tersebut mengikuti
tren penurunan harga minyak bumi akibat ketidakpastian ekonomi global. Kemudian
pada triwulan akhir tahun 2010, harga batubara meningkat kembali menjadi
US$106,5/Mton. Kenaikan tersebut mengikuti tren kenaikan harga minyak bumi akibat
permintaan melonjak memasuki musim dingin terutama di Eropa dan Amerika Serikat
2011
Harga batubara di pasar internasional pada awal tahun 2011 meningkat dari
US$106,5/Mton menjadi US$112,4/Mton. Selain karena tren harga yang terus
meningkat sejak akhir tahun 2010, gangguan pasokan batubara yang terjadi akibat banjir
bandang yang melanda Australia sejak Desember 2010 sebagai negara penghasil
batubara terbesar dunia menjadi faktor penyebab utama kenaikan harga batubara pada
triwulan pertama. Pada periode Mei-Juni tahun 2011, terjadi pelemahan harga batubara
dunia sebesar 7% menjadi US$104/Mton dari US$112,4/Mton pada triwulan
sebelumnya. Penurunan harga batubara dipasar internasional diperkirakan akibat
melemahnya permintaan batubara dunia dari Asia, antara lain karena belum pulihnya
permintaan dari Jepang pasca tsunami. Selain Jepang, permintaan batubara dari Korea
Selatan juga mengalami penurunan. Harga batubara bergerak stabil di sekitar
US$104/Mton pada periode Juli sampai dengan September 2011. Pergerakan ini
dipengaruhi oleh lesunya permintaan batubara dari Eropa terkait krisis hutang yang
masih melanda kawasan tersebut. Harga batubara kembali melemah pada akhir tahun
menjadi US$111,5/Mton. Penurunan tersebut disebabkan melemahnya permintaan
batubara dari Asia, terutama India akibat perlambatan aktivitas industri baja, semen dan
Direct Reduced Iron(DRI), serta Eropa akibat pelemahan ekonomi global.
2012
Pada awal tahun, harga batubara masih dalam tren penurunan dari tahun sebelumnya
sebesar US$111,5/Mton menjadi US$102,04/Mton. Penurunan harga tersebut
disebabkan oleh melemahnya permintaan global dan tingginya pasokan dari negara-
negara utama pengekspor batubara. Pertengahan tahun hingga tahun 2012 berakhir,
harga kembali menyentuh level US$90/Mton. Harga turun dikarenakan kelebihan
pasokan batubara dunia akibat penurunan permintaan. Kelebihan suplai batubara di
pasar itu diawali dari kelebihan cadangan batubara di Cina yang juga sebenarnya hasil
ekspor Indonesia. Cina mengurangi konsumsi batubara karena industri pembuatan
barang jadi yang diproduksi dengan mesin-mesin elektrik yang dibangkitkan dengan
pembakaran batubara tengah lesu. Cina mengerem laju konsumsinya menjadi hanya 7%
per tahun hingga tiga tahun kedepan, setelah sebelumnya 9% per tahun. Cina juga mulai
menambang sendiri batubara miliknya dengan kapasitas produksi 750 juta ton per tahun.
Selain Cina, Amerika Serikat juga mulai menjadi pemain ekspor batubara. Setelah
menemukan gas serpih (shell gas) yang murah, dimana biaya produksinya hanya dua
sen dollar per kaki kubik, Amerika Serikat mengganti bahan bakar sejumlah pembangkit
listrik dengan gas tersebut. Pemakaian gas itu membuat Amerika Serikat menghemat
batubaranya 180 juta ton per tahun. Hal ini mengakibatkan pasokan batubara Amerika
Serikat yang sudah terlanjur dieksploitasi menjadi tidak terpakai. Oleh karena itu,
untung satu dollar saja per ton, Amerika Serikat sudah menjual batubaranya. Ekspor
Amerika Serikat sudah mencapai 91 juta ton di bulan September terutama pada pasar
Jepang dan Cina. Pasokan batubara dunia berlebih karena sejumlah pemain baru masuk
ke dalam bisnis ini, termasuk di Indonesia, dimana banyak penambang baru dan pemain
lama berlomba dalam menggenjot produksinya dikarenakan tertarik dengan tren
kenaikan harga batubara tahun-tahun sebelumnya. Pada akhirnya pasokan batubara
melimpah ruah, permintaan turun dan harga pun anjlok. Penurunan permintaan batubara
hampir di semua negara tujuan ekspor sebagai dampak ikutan dari krisis ekonomi
ekonomi yang melanda Eropa, kecuali India yang masih tumbuh sebesar 9,5% terkait
dengan pemernuhan kebutuhan energi dalam negeri. Kelesuan ekonomi di Eropa dan
Amerika Serikat membuat permintaan terhadap industri manufaktur di Cina dan India
melemah dan akibatnya pembelian batubara berkurang. Penurunan permintaan batubara
terbesar terjadi pada Cina (-38,3%) seiring dengan perlambatan ekonomi yang dialami
Cina. Penurunan permintaan batubara juga terjadi ke mitra dagang utama lainnya,
seperti Jepang (02,2%), Korea selatan (-7,7%) dan taiwan (-12,6%)
D. Eksplorasi
Tahapan Kegiatan Eksplorasi Batubara
1. Survei Tinjau (Reconnaissance)
Survei tinjau merupakan tahap eksplorasi Batu bara yang paling awal dengan tujuan
mengidentifikasi daerah-daerah yang secara geologis mengandung endapan batubara
yang berpotensi untuk diselidiki lebih lanjut serta mengumpulkan informasi tentang
kondisi geografi, tata guna lahan, dan kesampaian daerah. Kegiatannya, antara lain,
studi geologi regional, penafsiran penginderaan jauh, metode tidak langsung lainnya,
serta inspeksi lapangan pendahuluan yang menggunakan peta dasar dengan skala
sekurang-kurangnya 1 : 100.000.
2. Prospeksi (Prospecting)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk membatasi daerah sebaran endapan yang akan
menjadi sasaran eksplorasi selanjutnya. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, di
antaranya, pemetaan geologi dengan skala minimal 1:50.000, pengukuran penampang
stratigrafi, pembuatan paritan, pembuatan sumuran, pemboran uji (scout drilling),
pencontohan dan analisis. Metode tidak langsung, seperti penyelidikan geofisika, dapat
dilaksanakan apabila dianggap perlu.
Logging geofisik berkembang dalam ekplorasi minyak bumi untuk analisa kondisi
geologi dan reservior minyak. Logging geofisik untuk eksplorasi batubara dirancang
tidak hanya untuk mendapatkan informasi geologi, tetapi untuk memperoleh berbagai
data lain, seperti kedalaman, ketebalan dan kualitas lapisan batubara, dan sifat
geomekanik batuan yang menyrtai penambahan batubara.
Dan juga mengkompensasi berbagai maslah yang tidak terhindar apabila hanya
dilakukan pengeboran, yaitu pengecekan kedalaman sesungguhnya dari lapisan penting,
terutama lapisan batubara atau sequence rinci dari lapisan batubara termasuk parting
dan lain lain.
3. Eksplorasi Pendahuluan (Preliminary Exploration)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui kuantitas dan kualitas serta
gambaran awal bentuk tiga-dimensi endapan batu bara. Kegiatan yang dilakukan antara
lain, pemetaan geologi dengan skala minimal 1:10.000, pemetaan topografi, pemboran
dengan jarak yang sesuai dengan kondisi geologinya, penarnpangan (logging) geofisika,
pembuatan sumuran/paritan uji, dan pencontohan yang andal. Pengkajian awal
geoteknik dan geohidrologi mulai dapat dilakukan.
4. Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui kuantitas dan kualitas serta bentuk
tiga-dimensi endapan batu bara. Kegiatan yang harus dilakukan adalah pemetaan
geologi dan topografi dengan skala minimal 1:2.000, pemboran, dan pencontohan yang
dilakukan dengan jarak yang sesuai dengan kondisi geologinya, penampangan (logging)
geofisika, pengkajian geohidrologi, dan geoteknik. Pada tahap ini perlu dilakukan
pencontohan batuan, batubara dan lainnya yang dipandang perlu sebagai bahan
pengkajian lingkungan yang berkaitan denqan rencana kegiatan penambangan
E. Produksi
NO PERUSAHAAN TAHUN 2014 TAHUN 2015 TOTAL
1 Adaro Indonesia,
Tbk
50,601,101.00 0.00 50,601,101.00
2 Antang Gunung
Meratus
466,400.00 0.00 466,400.00
3 Arutmin Indonesia 13,051,097.00 0.00 13,051,097.00
4 Asmin Bara Bronang 957,304.60 0.00 957,304.60
5 Asmin Coalindo
Tuhup
450,092.00 0.00 450,092.00
6 Bangun Banua
Persada Kalimantan
188,578.13 0.00 188,578.13
7 Baturona Adimulya 118,084.07 0.00 118,084.07
8 Berau Coal 15,780,800.00 0.00 15,780,800.00
9 Bharinto Ekatama 2,247,610.00 0.00 2,247,610.00
10
Borneo Indobara
3,348,661.40 0.00 3,348,661.40
F. Pengolahan Batu Bara
Batubara yang langsung diambil dari bawah tanah,disebut batubara tertambang
run-of-mine (ROM), seringkali memiliki kandungan campuran yang tidak diinginkan
seperti batu dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai ukuran. Namun
demikian pengguna batubara membutuhkan batubara dengan mutu yang konsisten.
Pengolahan batubara – juga disebut pencucian batubara (“coal benification” atau “coal
washing”) mengarah pada penanganan batubara tertambang (ROM Coal) untuk
menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir
tertentu.
Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan batubara dan tujuan
penggunaannya. Batubara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana
atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk mengurangi
kandungan campuran. Untuk menghilangkan kandungan campuran, batubara terambang
mentah dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran.
Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan menggunakan metode
‘pemisahan media padatan’. Dalam proses demikian, batubara dipisahkan dari
kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan
dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk mangnetit tanah halus.
Setelah batubara menjadi ringan, batubara tersebut akan mengapung dan dapat
dipisahkan, sementara batuan dan kandungan campuran lainnya yang lebih berat akan
tenggelam dan dibuang sebagai limbah.
Pecahan yang lebih kecil diolah dengan melakukan sejumlah cara, biasanya
berdasarkan perbedaan kepadatannya seperti dalam mesin sentrifugal. Mesin sentrifugal
adalah mesin yang memutar suatu wadah dengan sangat cepat, sehingga memisahkan
benda padat dan benda cair yang berada di dalam wadah tersebut. Metode alternatif
menggunakan kandungan permukaan yang berbeda dari batubara dan limbah. Dalam
‘pengapungan berbuih’, partikel-partikel batubara dipisahkan dalam buih yang
dihasilkan oleh udara yang ditiupkan ke dalam rendaman air yang mengandung reagen
kimia. Buih-buih tersebut akan menarik batubara tapi tidak menarik limbah dan
kemudian buih-buih tersebut dibuang untuk mendapatkan batubara halus.
Perkembangan teknolologi belakangan ini telah membantu meningkatkan perolehan
materi batubara yang sangat baik
F . Pemasaran dan Pemanfaatan
Batubara merupakan sumber energi dari bahan alam yang tidak akan membusuk, tidak
mudah terurai berbentuk padat. Oleh karenanya rekayasa pemanfaatan batubara ke
bentuk lain perlu dilakukan.
Pemanfataan yang diketahui biasanya adalah sebagai sumber energi bagi Pembangkit
Listrik Tenaga Uap Batubara, sebagai bahan bakar rumah tangga (pengganti minyak
tanah) biasanya dibuat briket batubara, sebagai bahan bakar industri kecil; misalnya
industri genteng/bata, industri keramik. Abu dari batubara juga dimanfaatkan sebagai
bahan dasar sintesis zeolit, bahan baku semen, penyetabil tanah yang lembek. Penyusun
beton untuk jalan dan bendungan, penimbun lahan bekas pertambangan,; recovery
magnetit, cenosphere, dan karbon; bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori;
bahan penggosok (polisher); filler aspal, plastik, dan kertas; pengganti dan bahan baku
semen; aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization).
Ada beberapa faktor yang menadi alasan batubara digunakan sebagai sumber energi
alternatif, yaitu:
1. Cadangan batubara sangat banyak dan tersebar luas. Diperkirakan terdapat lebih
dari 984 milyar ton cadangan batubara terbukti (proven coal reserves) di seluruh
dunia yang tersebar di lebih dari 70 negara.
2. Negara-negara maju dan negara-negara berkembang terkemuka memiliki banyak
cadangan batubara.
3. Batubara dapat diperoleh dari banyak sumber di pasar dunia dengan pasokan
yang stabil.
4. Harga batubara yang murah dibandingkan dengan minyak dan gas.
5. Batubara aman untuk ditransportasikan dan disimpan.
6. Batubara dapat ditumpuk di sekitar tambang, pembangkit listrik, atau lokasi
sementara.
7. Teknologi pembangkit listrik tenaga uap batubara sudah teruji dan handal.
8. Kualitas batubara tidak banyak terpengaruh oleh cuaca maupun hujan.
9. Pengaruh pemanfaatan batubara terhadap perubahan lingkungan sudah dipahami
dan dipelajari secara luas, sehingga teknologi batubara bersih (clean coal
technology) dapat dikembangkan dan diaplikasikan.
G. Cadangan Batu Bara di Dunia
Pada tahun 1996 diestimasikan terdapat sekitar satu exagram (1 × 1015 kg atau 1
trilyun ton) total batu bara yang dapat ditambang menggunakan teknologi tambang saat
ini, diperkirakan setengahnya merupakan batu bara keras. Nilai energi dari semua batu
bara dunia adalah 290 zettajoules.[6] Dengan konsumsi global saat ini adalah 15 terawatt,[7] terdapat cukup batu bara untuk menyediakan energi bagi seluruh dunia untuk 600
tahun.
British Petroleum, pada Laporan Tahunan 2006, memperkirakan pada akhir 2005,
terdapat 909.064 juta ton cadangan batu bara dunia yang terbukti (9,236 × 1014 kg), atau
cukup untuk 155 tahun (cadangan ke rasio produksi). Angka ini hanya cadangan yang
diklasifikasikan terbukti, program bor eksplorasi oleh perusahaan tambang, terutama
sekali daerah yang di bawah eksplorasi, terus memberikan cadangan baru. Departemen
Energi Amerika Serikat memperkirakan cadangan batu bara di Amerika Serikat sekitar
1.081.279 juta ton (9,81 × 1014 kg), yang setara dengan 4.786 BBOE (billion barrels of
oil equivalent)
H. Tempat Terbentuknya Batubara
Gambar 2 Proses Terbentuknya Batubara
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan
purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia
yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam
kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara
tadi disebut dengan pembatubaraan (coalification).
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi
dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan
(sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan
geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang
jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai
dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam).
Untuk menjelaskan tempat terbentuknya batubara, dikenal dua macam teori yaitu :
a. Teori Insitu
Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara,
terbentuknya ditempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian
maka setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengetahui proses transportasi segera
tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang
terebentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih
baik karena kadar abunya relative kecil. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia
didapatkan di lapangan batubara Muara Enir – Sumatera Selatan.
b. Teori Drift
Coal
Rawa gambur Sedimentasi bahan organis (biokimia-biotektonik)
Proses-proses geotektonik dan geokimia menghasilkan batubara Penurunan
dasar rawa
A. In-situ (autochthonous)
B. Drift (allochthonous)
Transportasi oleh aliran air
Akumulasi tumbuhan, atau gambut yang tersingkap, lapuk, pecah-pecah
Sedimentasi dan Kompaksi
Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadinya
ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang.
Dengan demikian tumbuhan yang telah mati di angkut oleh media air dan berakumulasi
disuatu tempat, tertutupoleh batuan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis
batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas, tetapi di
jumapi dibeberapa tempat, kualitas kurang baik karena banyak mengandung material
pengotor yang terangkut bersama selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman
ke tempat sedimentasi. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan
dilapangan batubara delta Mahakam Purba – Kalimantan Timur.
Gambar 3 Pembentukan batubara tipe in-situ dan tipe drift
Gambut
A. Keadaan Umum
Gambut mempunyai banyak istilah padanan Bahasa Inggris, antara lain disebut
peat, bog, moor, mire atau fen. Istilah-istilah ini berkenaan dengan perbedaan jenis sifat
gambut antara satu tempat dan tempat lainnya. Istilah gambut diambil dari kata bahasa
daerah Kalimantan Selatan (suku banjar). Gambut diartikan sebagai material organik
yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah terlebih dan hanya sedikit mengalami
perombakan (Noor, 2001).
Klasifikasi tanah (soil taxonomy) tanah gambut dikelompokkan dalam ordo histosol
atau sebelumnya dinamakan organosol yang berbeda dengan jenis tanah mineral
umumnya. Menurut Radjagukguk dan Setiadi (1989) gambut didefenisikan sebagai
tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20 – 30% (12 – 18% C-Organik)
dengan ketebalan 40 cm atau lebih dari 80 cm. Menurut Noor (2001) tanah gambut
terbentuk karena kondisi lingkungan anaerob, kondisi seperti ini dapat menghambat
aktivitas mikroorganisme perombak, sehingga penumpukan bahan organik lebih besar
dari pada mineralisasi.
Berdasarkan tingkat kematangannya gambut digolongkan atas tiga bagian yaitu
fibrik yang tingkat pelapukannya rendah yaitu kecil dari 33% sehingga masih banyak
mengandung serabut, berat jenis sangat rendah (< 0,1), kadar air tinggi dan bewarna
coklat. Hemik dengan tingkat kematangan sedang yang merupakan peralihan
dekomposisi bahan organik antara 33 – 66%, dimana masih banyak mengandung
serabut dan berat jenis antara 0,07 – 0,13 dengan kadar air tinggi serta bewarna kelam.
Saprik adalah gambut yang mempunyai tingkat dekomposisi bahan organiknya lebih
dari 66%, kurang mengandung serabut, berat jenis lebih dari 0,2, kadar air tidak terlalu
tinggi bewarna hitam dan coklat kelam (Susewo, 1987). Menurut Notohadiprawiro
(1998) saprik merupakan gambut dengan daya pegang perakaran yang cukup baik
terhadap tanaman.
Tingkat kematangan tanah gambut juga menentukan sifat kimia dan kesuburan
selain ditentukan oleh ketebalan lapisan gambut, keadaan tanah mineral yang berada di
bawah lapisan tanah gambut serta kualitas dari air yang menggenanginya juga
berpengaruh. (Widyaya, 1997). Dekomposisi bahan organik akan menghasilkan asam-
asam fenolat (asam hidroksibenzoat, p-kumarat, ferulat, vanilat dan siringat) dan asam
karboksilat (asam asetat, asam laktat, asam propionat dan asam butirat). Asam-asam ini
menyebabkan kemasaman pada tanah gambut. Gugus ini merupakan gugus reaktif yang
mendominasi komplek tukaran dan dapat bertindak sebagai asam lemah sehingga dapat
terdissosiasi dan menghasilkan ion H dalam jumlah banyak (Rachim, 2000).
Fitotoksik asam-asam organik dari hasil dekomposisi bahan organik tanah gambut
berpengaruh terhadap tanaman meliputi penundaan atau penghambatan pertunasan, biji,
pertumbuhan tanaman kerdil, pengrusakan sistem perakaran, menghambat penyerapan
hara, klorosis, layu, mengganggu proses respirasi dan mematikan tanaman (Prasetyo,
1996).
Tanah gambut mempunyai fungsi ekonomi dan ekonomis. Tanah ini berperan
dalam mengisi dan mengatur debit air tanah, mengendalikan banjir, kaya akan flora dan
fauna. Tanah ini dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian berkelanjutan meskipun
masih perlu dilakukan perbaikan beberapa sifat penting untuk mencapai tujuan produksi
(Triutomo, 1997).
Menurut Prasetyo (1997) tanah gambut sebagai seumberdaya pertanian ditinjau dari
sifat fisik dan kimianya, dikatakan sebagai lahan yang berproduktivitas rendah.
Pemanfatan lahan gambut masih mempunyai banyak kendala yakni tingkat kesuburan
tanah rendah yang ditandai dengan pH yang rendah, kejenuhan basa rendah, drainase
dan aerase tidak baik kerana bersifat irreversible drying yaitu gejala tidak dapat balik
dan memiliki kandungan air yang tinggi. Rendahnya ketersediaan hara makro seperti N,
P, K, Ca, Mg dan kandungan asam-asam organik yang meracun (fenolat dan
karboksilat). Kemasaman tanah gambut semakin tinggi jika gambut tersebut semakin
tebal. (Hakim dkk. 1986).
Tingkat kesuburan lahan gambut alami dengan cepat mengalami penurunan.
Pemberian bahan ameliorasi berupa kapur, fosfat alam, pupuk organik merupakan salah
satu cara yang bisa digunakan guna mengatasi kelemahan sifat tanah gambut
(Poerwowidodo, 1992).
B. Potensi dan Cadangan
Gambut merupakan deposit karbon yg sangat besar. Estimasi 2002 dari tanah
gambut seluas 7,20 juta dan 5,77 juta hektar (berturut-turut di P. Sumatra dan P.
Kalimantan), yang tersebar pada berbagai kedalaman, menunjukkan simpanan total
karbon sebanyak 30 Gt (Giga Ton) C
Secara global lahan gambut menyimpan sekitar 329 - 525 giga ton (Gt) karbon
atau 15-35 % dari total karbon terestris. Sekitar 86 % (455 Gt) dari Karbon di
lahan gambut tersebut tersimpan di daerah temperate (Kanada dan Rusia)
sedangkan sisanya sekitar 14 % (70 Gt) terdapat di daerah tropis.
(Murdiyarso et al, 2004).
C. Pemanfaatan
Lahan gambut di daerah penyelidikan dapat dimanfaatkan sebagai
sumberdaya energi, industri, media penyemaian dan lain-lain yang dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Daerah bergambut dengan ketebalan 0 - 1 meter
2. Daerah bergambut dengan ketebalan 1- 2 meter
3. Daerah bergambut dengan ketebalan 2 - >7 meter
Bahan bakar dapat diolah melalui proses sederhana dengan bongkah yang
disebut “Sod Peat” ataupun lahan gambut “Milled Peat”. Kedua bahan bakar ini
dibuat dengan cara pengeringan gambut dengan saluran dan pengeringan oleh sinar
matahari setelah dibentuk ataupun dikupas.
Dalam Repelita VI diharapkan bahwa sumber daya gambut sudah mulai dapat
dimanfaatkan sebagai bahan energi serta bahan baku industri, baik di dalam
negeri maupun untuk tujuan ekspor.
Energi gambut sejauh mungkin dapat membantu program nasional
pengentasan desa tertinggal dan daerah yang relatif terpencil, mengingat sifat
arang gambut yang secara ekonomis kurang menguntungkan untuk
ditranspor. Penggunaan gambut juga direncanakan untuk percobaan ekstraksi
asam humat (lignin), sebagai pengencer lumpur pengeboran, pengatur
pengerasan semen, dan media semai. Upaya pemanfaatan gambut tersebut
tetap memperhatikan kegunaan lahan bagi keperluan pertanian dan usaha lain,
dan menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.
D. Pembentukan Gambut
Dalam konteks ilmiah geologi batubara, tempat/lahan basah atau ekosistem
dimana gambut terakumulasi disebut sebagai suatu mire. Suatu mire dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya adalah evolusi flora, iklim, dan posisi geografis /
struktur daerah. Jenis dan perkembangan mire dibedakan berdasarkan genesa dan
suplainya. Berdasarkan genesanya, jenis dan perkembangan mire dibagi menjadi 2,
yaitu :
· paludification (swamping) : pembentukan mire di atas tanah berhutan, padang,
basement, dan lain-lain oleh karena adanya proses autogenik atau perubahan
iklim.
· Terrestrialization : pembentukan mire dengan pengisian material organik pada
tubuh air, misalnya dengan adanya ekstensi tumbuhan di pinggir danau.
Sedangkan berdasarkan suplainya, tipe dan perkembangan mire dibagi menjadi dua,
yaitu:
· Ombrotrophic : suplai nutrien untuk tumbuhan hanya berasal dari air hujan.
Gambut yang terbentuk pada kondisi ombrotrophic disebut ombrogenous.
· Mineratrophic (Rheotrophic) : suplai nutrien berasal dari mineral dalam tanah
atau batuan, bisa juga berasal dari aliran air sungai / danau. Gambut yang
terbentuk pada kondisi ini disebut topogeneous.
Suatu gambut dapat tumbuh dengan baik jika memiliki lingkungan
pengendapan yang sesuai dengan karakteristik dari penyusun gambut
tersebut. Deposit gambut terbentuk dengan baik pada daerah yang mengalami
penurunan cekungan.