basalioma atun edit
DESCRIPTION
nlkkTRANSCRIPT
MAKALAH
SISTEM INTEGUMEN
(ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM INTEGUMEN PADA KASUS BASALIOMA)
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. ABDULLAH TAMIM (001 STYC 13)
2. AFRILILIANTARI (003 STYC 13)
3. AHMAD CHAERI (004 STYC 13)
4. AKHMAD MUKHLIS (008 STYC 13)
5. ARTADRINIA Z.L (009 STYC 13)
6. ASRIATUN (011 STYC 13)
7. ATIKA KHETRYN O. (012 STYC 13)
8. BQ DIAN NURMAYA (014 STYC 13)
9. CHAYYI FANANI R. (015 STYC 13)
10. DEBI ANANDA P. (016 STYC 13)
11. DIAN EVITA Y. (018 STYC 13)
12. DWI PURNAWARNI (020 STYC 13)
13. EKA SAPTA D. (021 STYC 13)
14. ERNAWATI (023 STYC 13)
15. FIRMAN SAPUTRA (029 STYC 13)
16. HELMI YATI ASRI (035 STYC 13)
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat limpahan rahmat karunia dan hidayah Nya-lah penulis dapat
menyelesaikan Tugas Sistem Integumen tentang “Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Gangguan Sistem Integumen Pada Kasus Basalioma” ini tepat
pada waktunya.
Penulis menyadari tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penyusunan makalah yang berikutnya. Tidak lupa pula penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penyusun pada khususnya.
Mataram, Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................
1.3 Tujuan.............................................................................................
1.4 Manfaat...........................................................................................
1.5 Metode Penulisan............................................................................
1.6 Sistematika Penulisan.....................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 5
2.1 Konsep Dasar Penyakit...................................................................
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan...............................................
BAB 3 PENUTUP........................................................................................ 23
3.1 Simpulan.........................................................................................
3.2 Saran...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker kulit ialah suatu penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan
sel-sel kulit yang tidak terkendali, dapat merusak jaringan disekitarnya dan
mampu menyebar ke bagian tubuh yang lain. Karena kulit terdiri atas
beberapa jenis sel, maka kanker kulit juga bermacam-macam sesuai dengan
jenis sel yang terkena. Akan tetapi yang paling sering terdapat adalah
karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa (KSS), dan melanoma
maligna (MM) (Ajoemedi Soemardi, 2006). Karsinoma sel basal merupakan
suatu tumor kulit yang bersifat ganas, berasal dari sel-sel basal epidermis.
Tumor ini berkembang lambat dan tidak/jarang bermetastase. Keganasan pada
karsinoma ini ialah keganasan lokal (lozalized malignant) yaitu invasi ke
tumor ke jaringan di bawah kulit (sub kulit), fasia, otot, dan tulang, umumnya
tidak menyebabkan kematian (Putra, 2008).
Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kanker kulit non melanoma
(KKNM) yang paling banyak ditemukan di dunia, dengan kisaran 75% dari
seluruh KKNM. Karsinoma sel basal terutama terdapat pada ras Kaukasian,
menyerang terutama pada lanjut usia (Lansia), dengan jumlah rasio laki-laki
lebih banyak dari pada perempuan 2 : 1,1 sedangkan di Malaysia dan
Singapura, rasio laki-laki dibandingkan dengan perempuan hampir sama.
Meskipun insidens KSB di dunia setiap tahun selalu meningkat, namun di
Asisa insidens KSB masih rendah, seperti terlihat insidens di Jepang
(0,131%), Korea (0,048%), dan Taiwan (0,015%) Chen CC, dkk (2006).
Diagnosis standar KSB menurut klasifikasi WHO adalah berdasarkan
gambaran histopatologis menurut growth pattern yang disesuaikan dengan
gambaran klinis, bertujuan untuk menentukan jenis pengobatan dan prognosis.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa banyak perbedaan antara kedua
gambaran tersebut (Yahya, Yulia F.,Krishnaputri, S. & dkk, 2010).
Sampai saat ini masih belum diketahui pasti penyebabnya. Dari
beberapa penelitian menyatakan bahwa faktor prediposisi yang memegang
peranan penting perkembangan karsinoma sel basal. Faktor predisposisi yang
diduga sebagai penyebab yaitu : Faktor internal : umur, ras, genetik, dan jenis
kelamin. Faktor eksternal : radiasi ultraviolet (UVB 290-320 nm), radiasi
ionisasi, bahan-bahan karsinogenik, misalnya arsen, inorganik, zat-zat kimia,
hidrokarbon polisiklik, trauma mekanis kulit misalnya bekas vaksin, bekas
luka bakar, iritasi kronis, dll (Putra, 2008).
Oleh karena itu predisposisi utama untuk terjadi kanker kulit maka
perlu diketahui perlindungan kulit terhadap sinar matahari, terutama bagi
orang-orang yang sering melakukan aktifitas di luar rumah dengan cara
memakai sunscreens (tabir surya) selama terpajan sinar matahari. Penggunaan
tabir surya untuk kegiatan di luar rumah diperlukan tabir surya dengan SPM
yang lebih tinggi (>15-30). Adanya hubungan antara terbentuknya berbagai
radikal bebas antara lain akibat sinar UV pada beberapa jenis kanker kulit,
telah banyak dilaporkan. Pemakaian antioksidan dapat berfungsi untuk
menetralkan kerusakan atau mempertahankan fungsi dari serangan radikal
bebas. Telah banyak bukti bahwa terpaparnya jaringan dengan radikal bebas
dapat mengakibatkan berbagai gejala klinik atau penyakit yang cukup serius
(Putra, 2008).
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian di atas penulis dapat merumuskan masalah sebagai
berikut : “Bagaimanakah cara melakukan asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem integumen pada kasus basalioma?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum mahasiswa mampu mengetahui konsep dasar
teori dan konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan basalioma.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengkajian asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem integumen pada kasus basalioma dengan baik dan
benar.
2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem integumen pada kasus basalioma dengan baik dan
benar.
3. Mampu Menentukan dan menyusun rencana asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan sistem integumen pada kasus
basalioma dengan baik dan benar.
4. Mengetahui konsep implementasi keperawatan yang baik dan
benar.
5. Mengetahui konsep evaluasi keperawatan yang baik dan benar.
6. Mengetahui konsep dokumentasi keperawatan yang baik dan
benar.
1.4 Manfaat
1.4.1 Ilmu Keperawatan
Menambah wawasan ilmu keperawatan khususnya untuk
melengkapi konsep-konsep intervensi keperawatan. Dapat digunakan
sebagai masukan dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan
ilmu keperawatan.
1.4.2 Rumah Sakit
Diharapkan dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan
pada klien basalioma dengan memberikan perawatan yang baik.
1.4.3 Masyarakat
Dapat meningkatkan derajat kesehatan penderita basalioma
melalui proses keperawatan yang dilaksanakan dan dijadikan bahan
pertimbangan bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan perilaku
hidup sehat.
1.4.4 Penulis
Dapat memberikan manfaat dalam menambah wawasan ilmu
pengetahuan pada penulis untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh
selama pendidikan.
1.5 Metode Penulisan
Dalam kepustakaan ini penulis menggunakan literature atau sumber
buku yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas.
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab, untuk mempermudah
pembahasan isi makalah ini maka penulis memberikan gambaran singkat,
yaitu sebagai berikut:
BAB 1 : Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat,
metode penulisan dan sistemika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
1. Konsep dasar basalioma menguraikan pengertian, anatomi
fisiologi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi,
pathway, manifestasi klinis, hispatologi, prosedur diagnostik,
diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi dan pencegahan.
2. Konsep dasar asuhan keperawatan menguraikan tentang
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana asuhan keperawatan,
tindakan keperawatan, evaluasi keperawatan dan
pendokumentasian keperawatan.
BAB III : Penutup
Terdiri dari simpulan dan saran
Daftar Pustaka
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penyakit
2.1.1 Definisi
Basalioma atau karsinoma sel basal merupakan kanker kulit
yang paling sering ditemukan. Berasal dari sel-sel epidermis sepanjang
lapisan basal (Arif Muttaqin, 2012).
Basalioma adalah suatu tumor ganas kulit (kanker) yang
berasal dari pertumbuhan neoplastik sel basal epidermis dan apendiks
kulit (Graham, R, 2005).
Pertumbuhan tumor ini lambat, dengan beberapa macam pola
pertumbuhan sehingga memberikan gambaran klinis yang bervariasi,
bersifat invasif, serta jarang mengadakan metastasis (Nila, 2005).
Basalioma adalah merupakan kanker kulit yang timbul dari
lapisan sel basal epidermis atau folikel rambut ; yang paling umum dan
jarang bermetastasis : kekambuhan umum terjadi (Smeltzer, 2002).
Basalioma merupakan keganasan kulit yang paling sering
ditemukan umumnya di daerah wajah dan paling banyak timbul pada
orang kulitnya miskin pelindung terhadap sinar ultraviolet dari cahaya
matahari. Tumor ini berasal dari se l lapisan basal atau dari luar sel
folikel rambut (R. Sjamsuhidayat, 2004).
Menurut Handayani yang dikutip dalam Donna (2009),
Karsinoma Sel Basal adalah neoplasma ganas dari sel epitelial yang
lebih mirip sel germinatif folikel rambut dibandingkan dengan lapisan
sel basal epidermis. KSB merupakan tumor fibroepitelial yang terdiri
atas komponen stroma interdependen (jaringan fibrosa) dan epitelial.
Sel tumornya berasal dari primordial pluropotensial dilapisan sel basal,
dan dapat juga dari selubung akar luar folikel rambut atau kelenjar
sebasea atau adneksa kulit lain.
2.1.2 Anatomi Fisiologi Kulit
Gambar 1. Anatomi kulit
Sistem integumen merupakan bagian dari tubuh manusia,
khusunya organ yang menutupi permukaan atau bagian luat tubuh
manusia yang sering disebut kulit. Kulit merupakan organ yang paling
besar pada tubuh manusia dan terletak paling luar sehungga mudah
mnegalami trauma atau terkontaminasi oleh mikroorganisme serta
mudah dilihat individu maupun orang lain. Kulit merupakan jalinan
pemebuluh darah, saraf, dan kelenjar yang tidak berujung, semuanya
memiliki potensi untuk terserang penyakit. Luas kulit orang dewasa
1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% dari berat badan.
Menurut Syaifuddin (2006), secara mikroskopis kulit terdiri
dari tiga lapisan yaitu lapisan epidermis, dermis, dan lemak subkutan.
Berikut akan di uraikan mengenai masing-masing lapisan :
1. Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis adalah lapisan paling atas dari kulit serta
tidak mengandung pembuluh darah dan saraf. Tebalnya di kulit
biasa 0,3 mm. Ditelapak tangan dan kaki tebalnya 1,5 mm. Waktu
yang diperlukan dari lapisan yang paling bawah menjadi paling
luar 30 hari.
Bagian-bagian lapisan epidermis :
a. Stratum korneum
Adalah lapisan tanduk yang berada paling luar, terdiri
atas beberapa lapis sel gepeng yang mati dan tidak berinti dan
mengandung zat keratin.
b. Stratum lucidum
Adalah lapisan yang terdapat langsung dibawah lapisan
korneum, merupakan lapisan sel gepeng tanpa ini dengan
proroplasma yang berubah menjadi protein yang disebut
eleiden.
c. Stratum granulosum
Merupakan lapisan epidermis yang mempunyai fungsi
penting dalam pemebntukan protein dan ikatan kimia stratum
korneum. Selnya gepeng, berinti dan protoplasma berbutir
besar.
d. Stratum spinosum
Adalah lapisan yang mengalami proses mitosis.
Protoplasmanya jernih karena mengandung glikogen dan inti
selnya di tengah-tengah. Sel bentuk dan besarnya berbeda
karena proses mitosis.
e. Stratum basale
Merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.
Terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang berbaris
seperti pagar (palisade). Didalam lapisan ini terdpat melanosit,
sel pembentuk melanini (melanosit) merupakan sel-sel
berwarna muda menganding pigmen-pigmen melanosom.
2. Lapisan Dermis
Adalah lapisan kulit dibawah epidermis yang terbagi
menjadi 2 bagian, yaitu :
a. Pars Papilaris (stratum papilar)
Yaitu bagian yang menonjol ke epidermis. Bagian ini
berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah yang
menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis. Lapisan
papila hampir tidak mengandung jaringan ikat, memiliki
serabut kolagen yang tipis. Lapisan ini dikenal dengan lapisan
subepitel karena dibawah lapisan epitel epidermis. Lapisan ini
disebut juga lapisan papila karena terdapat papila (keci, seperti
jari-jari) yang berikatan dengan epidermis. Papila dengan
serabut saraf doble ditelapak tangan dan kaki membentuk sidik
jari.
b. Pars Retikularis (stratum retikularis)
Lapisan retikuler terdiri dari jaringan ikat, memiliki
serabut kolagen yang kasar dan berkas serabut yang saling
bersilangan membentuk seperti jaring. Garis-garis serabut
tersebut membentuk Cleavage yang penting dalam proses
pembedahan. Sayatan bedah yang memotong garis cleavage
lebih sulit sembuh daripada yang paralel dengan garis ini.
Lapoisan reticular sangat banyak mengandung pembuluh
darah, syaraf, ujung-ujung syaraf bebas, sel-sel adiposa
(lemak), kelenjar minyak dan akar rambut, reseptor untuk
tekanan dalam. Bagian terbawah lapisan ini mengandung
serabut otot polos (khususnya di dada dan puting susu genital)
dan folikel rambut.
Disekitar pembuluh darah yang kecil terdapat limfosit,
histiosit, sel mast, dan leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi
dan invasi benda-benda asing. Di samping itu, di dalam lapisan
dermis juga terdapat akar rambut dan kelenjar keringat.
Ada 2 macam kelenjar keringat, yaitu :
a. Kelenjar ekrin, yang berukuran kecil, terletak di bagian dangkal
dermis dengan secret yang encer. Kelenjar ini langsung
bermuara di permukaan kulit. Kelenjar ini terdapat di seluruh
permukaan kulit, terbanyak pada bagian dahi, tangan, kaki, dan
aksila.
b. Kelenjar apokrin, yang lebih besar, terletak lebih dalam dan
sekretnya lebih kental. Kelenjar apokrin diperngaruhi oleh saraf
adrenargi, terdapat di aksila, aerola mammae, pubis, labia
minora dan saluran telinga luar.
Manusia memiliki 2 jenis rambut, yaitu :
a. Rambut lanugo, dengan ciri pendek, tidak berpigmen, halus,
dan akarnya di dalam dermis. Contohnya, rambut yang ada di
pipi, rambut yang aa pada tubuh bayi (biasanya akan hilang
setelah lahir).
b. Rambut terminal, dengan ciri lebih panjang, lebih kasar,
berpigmen, berkumpul di daerah tertentu, dan akrnya di dalam
subkutis. Rambut ini memiliki siklus pertumbuhan yang lebih
cepat, kurang lebih 1 cm perbulan (misal, rambut kepala).
3. Lapisan Subkutis
Lapisan hypodermis atau lapisan subkutan terdiri dari
jaringan adipose, nayak mengandung pembuluh darah darah,
pembuluh limfe dan syaraf juga terdapat gulungan kelenjar
keringat dandasar dari folikel rambut. Tidak seperti epidermis dand
ermis, batas dermis dengan lapisan ini tidak jelas. Pada bagian
yang banyak bergerak jaringan hipodermis kurang, pada bagian
yang melapisi otot atau tulang mengandung anyaman serabut yang
kuat. Pada area tertentu yang berfungsi sebagai bantalan (payudara
dan tumit) terdapat lapisan sel-sel lemak yang tipis. Distribusi
lemak pada lapisan ini banyak berperan dalam pembentukan
bentuk tubuh terutama pada wanita.
4. Fungsi Kulit
a. Menutupi dan melindungi organ-organ dibawahnya
b. Melindungi tubuh dari masuknya mikroorganisme dan benda
asing yang dapat membahayakan tubuh. Fungsi ini merupakan
fungsi perlindungan pasif. Selain fungsi perlindungan pasif,
lapisan dermis berperan dalam proses menyiapkan limfosit
yang di produksi oleh sumsum tulang sebelum benar-benar
dipakai untuk mnyerang berbagai mikroorganisme penyebab
penyakit. Peran kulit dalam hal ini merupakan peran aktif
dalam perlindungan tubuh.
c. Pengaturan suhu. Kulit, jaringan sub kutan dan lemak
merupakan penyekat panas dari tubuh. Lemak menyalurkan
panas sepertiga kecepatan jaringan lain atau dalam kata lain
lemak menghambat pengeluaran panas dari tubuh. Kecepatan
aliran darah ke kulit menyebabkan konduksi panas sangat
efisien. Konduksi panas ke kulit diatur oleh sistem saraf
simpatis. Saraf simpatis mengatur kecepatan aliran darah
dengan mesntimulasi vasokonstriksi dan vasodilatasi.
d. Eskresi. Melalui respirasi atau berkeringat, membuang
sejumlah kecil urea.
e. Sintesis. Konversi 7-dehydrocholesterol menjadi vit D3
(cholecalciferol) dengan bantuan sinar UV . kekurangan UV
dan Vit D mengakibatkan absorpsi Ca dari intestinal ke darah
menurun.
f. Sensori persepsi. Mengandung reseptor terhadap oanas, dingin,
nyeri, sentuhan/raba, tekanan. Juga mengandung ujung-ujung
saraf bebas yang berfungsi sebagai homeostatis.
2.1.3 Epidemiologi
Angka kejadian KSB jauh lebih besar pada laki-laki dari pada
perempuan. Hal ini mungkin mencerminkan suatu tingkat yang lebih
tinggi paparan sinar matahari dari laki-laki karena pola kerja. Sebuah
studi di Minnesota memberikan angka kejadian tahunan untuk pria dan
wanita adalah masing-masing 175 dan 124 per 100.000. Namun,
kejadian pada wanita meningkat karena perubahan mode pakaian
di luar rumah dan waktu yang dihabiskan akibat pola rekreasi atau
pekerjaan tertentu. Survei di Australia menunjukkan bahwa kejadian
baru penderita KSB primer baru meningkat 1,5% dalam 10 tahun dan
lebih dari 700 orang per 100.000 orang menderita KSB multipel.
Kejadian KSB meningkat menurut usia dan lebih sering terjadi pada
orang tua. Lebih dari 90% dari KSB yang terdeteksi terdapat pada
pasien yang berusia 60 tahun atau lebih.
Sepertiga dari KSB bermanifestasi pada kepala, leher dengan
bentuk nodul yang berulserasi. Insidensi KSB berhubungan langsung
dengan usia penderita dan berhubungan terbalik dengan jumlah
pigmen melanin pada epidermis. Dari aspek mortalitas dan morbiditas,
walaupun KSB merupakan suatu neoplasma maligna. Namun jarang
bermetastasis. Insiden terjadinya metastasis KSB diperkirakan <0,1%.
Cigna, E, mengemukakan dalam studinya yang diambil dari
kelompok 1123 pasien antara tahun 1999-2009, yang terkena
karsinoma basal-sel rata-rata usia berusia 64,5 tahun, perbedaan
relevan antara dua jenis kelamin yaitu 764 laki-laki (68%)
dibandingkan dengan 359 perempuan (32%). Mengenai daerah yang
terkena, pertama daerah cervicofacial dengan prevalensi 652 kasus
(58%), badan 256 kasus (23,5%), tungkai bawah 97 kasus (8,9%),
tungkai atas 71 (6%), dan daerah lainnya 47 kasus (3,6%).
KSB sangat jarang terjadi pada anak di bawah 15 tahun.
Karsinoma sel basal yang terlihat pada kelompok usia anak dikaitkan
dengan sindrom genetiK seperti basal sindrom nevus sel, pigmentosum
xeroderma, sindrom Bazex, vitiligo, albinisme, dan lesi kongenital
seperti sebaceous nevus. Radioterapi dosis tinggi telah dilaporkan
sebagai faktor risiko juga.. Sinar ultraviolet menyebabkan kerusakan
DNA yang mengarah ke overekspresi dari onkoge bersama-sama
dengan depresi gen supresor tumor.
Di Amerika Serikat, terdapat sekitar 800 000 kasus baru dari
KSB, umumnya terjadi pada orang tua usia 50 tahun atau lebih, dan
pada kelompok usia ini, insiden meningkat tajam. Namun, hanya
sedikit informasi yang diketahui tentang kejadian dengan usia kurang
dari 40 tahun. Survei, registri kanker, dan studi berbasis populasi telah
diselidiki secara sporadic menganai KSB dan KSS pada yang muda,
tetapi jumlah kasus dalam penelitian ini terlalu kecil untuk
menentukan suatu kesimpulan.
Menurut penelitian Tjarta, peringkat kanker kulit di Indonesia
adalah:
1. Karsinoma Sel Basal (36,67%)
2. Karsinoma Sel Skuamosa (11,4%)
3. Melanoma Maligna (0,59%)
4. Tumor ganas adneksa kulit dan tumor ganas kulit lainnya (8,5%)
2.1.4 Etiologi
Menurut Mutaqqin (2012), penyebab pasti belum diketahui,
tetapi ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi terjadinya
basalioma.
1. Spektrum sinar matahari yang bersifat karsinogenik adalah sinar
yang memiliki panjang gelombang berkisar antara 280 sampai 320
nm. Spektrum ini terutama bertanggung jawab dalam membakar
dan membuat kulit menjadi cokelat. Pemakaian bahan-bahan yang
melindungi kulit dari sinar matahari sangat dianjurkan pada setiap
orang yang dalam keluarganya ada yang menderita kanker kulit,
dan pada orang-orang yang berkulit peka sehingga mudah sekali
menderita luka bakar karena sinar matahari.
2. Orang yang tidak memproduksi (pigmen) melanin dengan jumlah
yang cukup di dalam kulit untuk melindungi jaringan di bawahnya
sangat rentan terhadap kerusakan akibat sinar matahari. Orang
yang paling beresiko itu adalah orang yang berkulit cerah, bermata
biru, berambut merah yang nenek moyangnya berdarah Celtic, atau
orang dengan warna kulit yang merah muda atau cerah di samping
orang yang sudah lama terkena sinar matahari tanpa terjadi
perubahan warna kulit menjadi cokelat kekuningan.
3. Para pekerja yang mengalami kontak dengan zat-zat kimia tertentu
(senyawa arsen, nitrat, batubara, ter dan aspal, serta paraffin).
4. Xenoderma pigmentosum : penyakit ini merupakan penyakit
resesif autosomal yang menjadi predisposisi untuk penuaan dini
pada kulit, dimulai dengan perubahan pigmen dan berubah menjadi
karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa, dan melanoma
maligna. Efek dari Xenoderma pigmentosum adalah karena
ketidakmampuan untuk memperbaiki kerusakan DNA akibat sinar
ultraviolet dari matahari.
5. Orang yang menderita sikatriks akibat luka bakar yang berat dapat
mengalami kanker kulit setelah 20 hingga 40 tahun kemudian.
Menurut Marwali (2000), lebih dari 90 % penyebab basalioma
yaitu terpapar sinar matahari atau penyinaran ultraviolet lainnya.
Sering muncul usia > 40 tahun. Faktor resiko lainnya :
1. Faktor genetik (sering terjadi pada kulit terang, mata biru atau
hijau dan rambut pirang atau merah).
2. Pemaparan sinar X yang berlebihan.
3. Senyawa kimia arsen
4. Trauma
5. Ulkus kronis
2.1.5 Klasifikasi
Menurut Brown & Burns (2005), terdapat 5 tipe, yaitu :
1. Tipe Nodula-ulseratif (Ulkus Rodens)
Jenis ini dimulai dengan nodus kecil 2-4 mm, translusen,
warna pucat seperti lilin (waxy-nodulo). Dengan inspeksi yang
teliti, dilihat perubahan pembuluh darah superficial melebar
(telangiektasi). Permukaan nodul mula-mula rata tetapi kalau lesi
membesar, terjadi cekungan ditengahnya dan pinggir lesi
menyerupai bintil-bintil seperti mutiara (pearly border). Nodul
mudah berdarah pada trauma ringan dan mengadakan erosi spontan
yang kemudian menjadi ulkus yang terlihat di bagian sentral lesi.
Kalau telah terjadi ulkus, bentuk ulkus seperti kawah, berbatas
tegas, dasar irreguler dan ditutupi oleh krusta. Pada palpasi teraba
adanya indurasi di sekitar lesi terutama pada lesi yang mencapai
ukuran lebih dari 1 cm, biasanya berbatas tegas, tidak sakit atau
gatal. Dengan trauma ringan atau bila krusta diatasnya diangkat,
mudah berdarah.
2. Tipe Pigmented
Gambaran klinisnya sama dengan nodula-ulseratif, ada
pada jenis ini berwarna ciklat atau berbintik-bintik atau homogen
(hitam merata) kadang-kadang menyerupai Melanoma. Banyyak
dijumpai pada orang dengan kulit gelap yang tinggal pada daerah
tropis.
3. Tipe Morphea-like atau fibrosing
Merupakan jenis yang agak jarang ditemukan. Lesinya
berbentuk plakat yang berwarna kekuningan dengan tepi yang
tidak jelas, kadang-kadang tepinya meninggi. Pada permukaannya
tampak beberapa folikel rambut yang mencekung sehingga
memberikan gambaran seperti sikatriks. Kadang-kadang tertutup
krusta yang melekat erat. Jarang mengalami ulserasi. Tepi ini
cenderung invasif ke arah dalam. Tepi ini menyerupai penyakit
morphea atau skleroderma.
4. Tipe Superfisial
Berupa bercak kemerahan dengan skuama halus dan tepi
yang meninggi. Lesi dapat meluas secara lambat, tanpa mengalami
ulserasi. Umumnya multipel, terutama dijumpai pada badan,
kadang-kadang pada leher dan kepala.
5. Tipe Fibroepitelial
Berupa satu atau beberapa nodul yang keras dan kering
bertangkai pendek, permukaannya halus dan sedikit kemerahan.
Terutama dijumpai di punggung. Tipe ini sangat jarang ditenukan.
Menurut Putra (2008), Stadium Clarke I-V, kriteria
berdasarkan ketebalan tumor :
Stadium Clarke Ketahanan 5 Tahun (%) Ketebalan Tumor (mm)
I (Episermis) 100 0,76
II (Dermis Papiler) 90-100 0,76-1,49
III (Dermis Papiler/Retikuler) 80-90 1.50-2,49
IV (Dermis Retikuler) 60-70 2,50-3,99
V (Lemak Subkutan) 15-30 4,00-7,99 > 8,00
Keterangan :
1. Tingkat I : Sel kanker terletak di atas membrana basalis epidermis
(melanoma in situ : intraepidermal). Sangat jarang dan tidak
membahayakan.
2. Tingkat II : Invasi sel kanker sampai dengan lapisan papilaris
dermis (dermis bagian superfisial).
3. Tingkat III : Invasi sel kanker sampai dengan perbatasan antara
lapisan papilaris dan lapisan retikularis dermis. Sel kanker mengisi
papila dermis.
4. Tingkat IV : Invasi sel kanker sampai dengan lapisan retikularis
dermis.
5. Tingkat V : Invasi sel kanker sampai dengan jaringan subkutan.
Menurut Putra (2008) pada teori Breslow, kriteria kedalaman
(ketebalan) tumor dibagi tiga golongan, yaitu :
1. Golongan I : Dengan kedalaman (ketebalan) tumor kurang dari
0,76 mm.
2. Golongan II : Dengan kedalaman (ketebalan) tumor antara 0,76
mm – 1,5 mm.
3. Golongan III : Dengan kedalaman (ketebalan) tumor lebih dari
1,5 mm.
Kedalaman (ketebalan) tumor menurut Breslow, diukur secara
langsung menggunakan mikrometer okuler (dinyatakan dalam NM)
dan merupakan metode yang obyektif untuk menentukan prognosis.
Sedangkan tingkat invasi Clark merupakan arah pengukuran ketebalan
tumor secara tidak langsung.
2.1.6 Patofisiologi
Karsinoma sel basal dari epidermis dan adneksa struktur
(folikel rambut, kelenjar ekstrin). Terjadinya didahului dengan
regenerasi dari kolagen yang sering dijumpai pada orang yang sedikit
pigmennya dan sering mendapat paparan sinar matahari, sehingga
nutrisi pada epidermis terganggu dan merupakan prediksi terjadinya
suatu kelainan kulit. Melanin berfungsi sebagai energi yang dapat
menyerap energi yang berbeda jenisnya dan menghilang dalam bentuk
panas. Jika energi masih terlalu besar dapat merusak sel dan
mematikan atau mengalami mutasi untuk selanjutnya menjadi sel
kanker.
Peningkatan radiasi ultraviolet dapat menginduksi terjadinya
keganasan kulit pada manusia melalui efek imunologi dan efek
karsinogenik. Transformasi sel menjadi ganas akibat radiasi ultraviolet
diperkirakan berhubungan dengan terjadinya perubahan pada DNA
yaitu terbentuknya mutasi DNA yang berperan pada pembentukan
tumor. Reaksi sinar ultraviolet menyebabkan efek terhadap proses
karsinogenik pada kulit yaitu proliferasi melanosit menjadi
berkurangnya apoptosis yang menyebabkan terus-menerus melanosit
rusak serta proliferasi pada autoimunnya. Terjadilah metastase pada
epidermis semakin menjalar perlahan ke bagian dermis (subkulit).
Timbul pigmentasi dan plak-plak kehitaman, jika lesi semakin lama
menebal, dan menyebar terus-menerus harus segera dilakukan
pembedahan untuk mencegah terjadinya resiko berkelanjutan
(Putra, 2008).
2.1.7 Pathway
2.1.8 Manifestasi Klinis
Sebagian besar berawal sebagai sebuah nodul yang menyebar
keluar dengan lambat, biasanya terjadi penekanan pada bagian tengah
(menimbulkan gambaran yang klasik, yaitu bagian tepi yang
tergulung), biasanya warna kulit tampak transparan (sering dilukiskan
seperti ‘keperakan’), telangi-ekstasis pembuluh-pembuluh darah pada
permukaan tumor sangat khas, dan merupakan penyebab keluhan yang
sering muncul tentang mudahnya terjadi perdarahan akibat benturan,
metastasis sangat jarang, tetapi invasi lokal dapat sering destruktif, dan
KSB dapat menyebar melalui jalur tulang sampai ke tulang tengkorak
(Brown & Burns, 2005).
Yang harus di waspadai apabila suatu tahi lalat curiga menjadi
ganas adalah bila pada tahi lalat tersebut di temukan tanda”ABCD”,
yaitu:
1. A : Asimetrik, bentuknya tak beraturan.
2. B : Border atau pinggirannya juga tiak rata.
3. C : Color atau warnanya bervariasi dari suatu area ke area lainnya.
Bisa kecoklatan sampai hitam. Bahkan dalam kasus tertentu
ditemukan berwarna putih, merah dan biru.
4. D : Diameternya lebih besar dari 6mm.
Bagian tubuh yang terserang Kanker Sel Basal biasanya di
wajah dan leher. Meskipun jarang dapat pula di jumpai pada lengan,
tangan, badan, kaki dan kulit kepala (Marwali, 2000).
Penyakit ini dimulai dengan papula kecil, warna kuning abu-
abu mengkilat, meninggi di atas permukaan kulit, jika kena trauma
mudah berdarah. Papula makin lama makin membesar menjadi makula
dan bagian tengah dapat timbul siklus atau tida ada ulkus (Siregar,
2005).
Gambaran klinik karsinoma sel basal bervariasi. Terdapat 5
tipe dan 3 sindroma klinik yaitu:
1. Tipe Nodula-ulseratif (Ulkus Rosdens)
Jenis ini dimulai dengan nodus kecil 2-4 mm, translusen,
warna pucat sperti lilin (waxy-nodule). Dengan inspeksi yang teliti,
dapat dilihat perubahan pembuluh darah superficial melebar
(telangektasia).
Permukaan nodus mula-mula rata tetapi kalu lesi
membesar, terjadi cekungan di tengahnya dan pinggir lesi
menyerupai bintil-bintil seperti mutiara (pearly border). Nodus
mudah berdarah pada trauma ringan dan mengadakan dan
mengadakan erosi spontan yang kemudia menjadi ulkus yang
terlihat di bagian sentral lesi.
Kalau telah terjadi ulkus, bentuk ulkus seperti kawah,
berbatas tergas, dasar irreguler dan ditutupi oleh krusta. Pada
palpasi teraba adanya indurasi disekitar lesi terutama pada lesi
yang mencapai ukuran lebih dari 1 cm, biasanya berbatas tegas,
tidak sakit hati atau gatal. Dengan trauma ringan atau bila krusta
diatasnya diangkat, mudah berdarah.
Gambar 2. Papul pada hidung saat awal KSB
Gambar 3. KSB nodular tipikal dengan tepi yang berputar, dan dengan telangiektasia prominen
Gambar 4. Ulkus rodent
2. Tipe pigmented
Gambaran klinisnya sama dengan nodula-ulseratif, pada
jenis ini berwarna coklat atau berbintik-bintik atau homogeni
(hitam merata) kadang-kadang menyerupai Melanoma. Banyak
dijumpai pada orang dengan kulit gelap yang tinggal pada daerah
tropis.
Gambar 5. Karsinoma Sel basal Tipe Berpigmen
Gambar 6.A. KSB nodular dengan pigmentasi melanin prominenB.Gambaran dermoskopik pada KSB nodular dengan
pigmentasi
3. Tipe morphea-like atau fibrosing
Merupakan jenis yang agak jarang ditemukan. Lesinya
berbentuk plakat yang berwarna kekuningan dengan tepi yang
tidak jelas, kadang-kadang tepinya meninggi. Pada permukaannya
tampak beberapa folikel rambut yang mencekung sehingga
memberikan gambaran seperti sikatriks.
Kadang-kadang tertutup krusta yang melekat erat. Jarang
mengalami ulserasi. Tepi ini cenderung invasive kearah dalam.
Tepi ini menyerupai penyakit morphea atau skleroderma.
Gambar 7. KSB tipe morfea
4. Tipe superfisial
Berupa bercak kemerahan dengan skuama halus dan tepi
yang meninggi. Lesi dapat meluas secara lambat, tanpa mengalami
ulserasi. Umumnya multiple, terutama dijumpai pada badan,
kadang-kadang pada leher dan kepala.
Gambar 8. KSB superfisial multisentrik berpigmen
5. Tipe fibroepitelial
Berupa satu atau beberapa nodul kera dan sering bertangkai
pendek, permukaannya halus dan sedikit kemerahan. Terutama
dijumpai dipunggung. Tipe ini sangat jarang ditemukan.
Sindrom klinik yang merupakan bagian penting dari karsinoma
sel basal yaitu :
1. Sindroma karsinoma sel basal nevoid.
Dikenal sebagai sindroma Gorlin Goltz. Merupakan suatu
sindroma yang diturunkan secara autosomal dan terdiri dari :
a. Kelainan kulit : berupa nodul kecil yang multiple yang terdapat
pada masa kanak-kanak atau akhir pubertas, terutama dijumpai
pada muka dan badan.
b. Selama stadium nevoid, ukuran dan jumlah nodur bertambah.
Sering setelah umur dewasa, lesinya mengalami ulserasi dan ke
dalam stadium neoplastik dimana terjadi invasi, desktruksi dan
mutilasi. Kematian dapat terjadi karena invasi ke otak terdapat
cekungan (pit’s) pada telapak tangan dan kaki
c. Kelainan tulang : berupa kista pada rahang, kelainan pada
tulang iga dan tulang belakang (skoliosis,spina bifida)
d. Kelainan mata : berupa katarak,buta congenital
2. Sindroma linear and generalized follicular basal cell nevi.
Merupakan jenis yang sangat jarang ditemui pada lesi yang
linear, berupa nodul yang disertai komedo dan kista epidermal,
tersusun seperti garis dan unilateral. Biasanya terdapat sejak lahir.
Pada jenis generalized follicular ditemukan adanya kerontokan
rambut yang bertahap, akibat kerusakan folikel rambut akibat
pertumbuhan tumor.
3. Sindroma Bazex : atrophoderma dengan multiple kasinoma sel
basal.
Disamping itu ada juga tipe-tipe klinis yang jarang
dijumpai yaitu : fibro epitelioma, giant pore KSB, wild fire KSB,
angiomatous KSB, lipoma like KSB, giant exophytic KSB,
hiperkreatotic KSB dan intra oral KSB.
Lima tanda bahaya dari basalioma :
1. Luka terbuka yang berdarah, kotor, atau berkrusta, dan masih
terbuka selama lebih 3 minggu. Luka yang tidak sembuh-sembuh
merupakan tanda paling sering dari basalioma dini.
2. Bagian yang merah atau area yang teiritasi sering terdapat pada
dada, bahu, lengan, atau tungkai. Seringkali berkrusta, ini juga
dapat gatal dan sakit. Kadang-kadang juga tidak ada keluhan.
3. Nodul atau benjolan yang mengkilat yang tampak seperti mutiara
atau translusen, dan sering berwarna merah jambu, merah, atau
putih. Benjolan juga dapat berwarna coklat kemerahan, hitam, atau
coklat, terutama pada orang-orang berambut hitam dan dapat
timbul bersamaan dengan tahi lalat.
4. Pertumbuhan yang kemerahan dengan tepi yang meninggi dan
indentasi krusta di tengahnya. Sebagai pertumbuhan yang lambat
membesar, pembuluh darah yang kecil dapat timbul pada
permukaannya.
5. Daerah bekas luka yang berwarna putih, kuning, atau licin, dan
sering terdapat tepi yang sedikit tegas. Kulitnya sendiri terlihat
mengkilat dan tegang. Meskipun merupakan tanda yang jarang,
dapat mengindikasikan adanya tumor yang agresif.
2.1.9 Hispatologi
Klasifikasi karsinoma sel basal berdasarkan histopatologi
adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Klasifikasi Karsinoma Sel Basal Berdasarkan Gambaran Histopatologi
Berikut adalah tipe histologis dasar dari KSB yang dibuat oleh
seluruh penelitian yang dipublikasikan dan memiliki persetujuan yang
absolute pada variasi histologis ini:
1. Tipe nodular (solid)
Tipe ini merupakan tipe yang paling sering ditemukan,
yaitu 30-75% dari seluruh KSB. Tipe histologist nodular terdiri
atas sel-sel islet dengan palisade perifer tipikal pada sel dan
susunan chaotic pada daerah sentral sel. Dapat terlihat gambaran
kistik pada mikroskop pada kasus nekrosis yang terletak pada
sentral sel, yang selanjutnya dapat terjadi akumulasi musin.
Kadang sel-sel tumor dapat menghasilkan susunan retikuler.
Beberapa peneliti meletakkan bentukan kistik dan adenoid sebagai
tipe khusus, namun peneliti lain memasukkan varian tersebut ke
dalam variasi nodular dikarenakan gambaran pertumbuhan
dasarnya. Varian fibroepitelial kadang dapat dimasukkan dalam
tipe nodular.
Gambar 9. KSB nodular awal yang memperlihatkan pewarnaan basofilik nodular dan pulau tumor dengan cleft yang prominen
Gambar 10. Karsinoma Sel Basal tipe Nodular (solid)(H&E, magnifikasi x20)
2. Tipe superficial (multisentrik, multifocal)
Tipe histologis ini merupakan 10-15% dari seluruh kejadian
KSB yang paling sering ditemukan pada kategori usia muda. Tipe
ini terdiri atas islet-islet kecil yang banyak pada sel-sel tumor
basal, dengan circumstripta yang baik yang berlawanan dengan
epitel normal, serta kontak yang tertutup namun tanpa terlihat
invasi, dengan dermis yang berbentuk papiler. Sering dikelilingi
oleh stroma fibrosa dengan infiltrasi limfosit dan pembuluh darah
yang tipis
Gambar 11. Karsinoma Sel Basal tipe Superfisial (H&E, magnifikasi x40)
3. Tipe infiltratif
Tipe ini terjadi pada 10% dari seluruh kasus KSB, terdiri
atas varian histologis non-sclerosing dan sklerosing, dengan
infiltratif yang menonjol dibandingkan pola pertumbuhan yang
meluas, dimana terjadi dengan pola yang panjang, dengan tepi sel
tumor yang tipis, yang dipenetrasi secara dalam diantara fascicula
kolagen. Lapisan superficial tumor seringkali memiliki pola
pertumbuhan yang solid dan tipe infiltrative yang terlihat pada
lapisan bawah atau lapisan tepi dari tumor. Apabila eksisi tidak
lengkap, tumor ini dapat menjadi tipe nodulae dan tipe infiltratif
hanya dapat terdeteksi selama re-eksisi.
Varian sklerosing (morphemic, fibrosing, sikatrical atau
desmoplastik) pada KSB infiltratif merupakan karakteristik dari
peningkatan jumlah fibroblast dan terdapatnya stroma fibrotic
desmoplastik, yang memberikan karakteristik klinis tumor seperti
morphea atau keloid.
Gambar 12. Karsinoma Sel Basal tipe infiltrating sclerosing (H&E, magnifikasi x20)
Gambar 13. Karsinoma Sel Basal tipe infiltrating sclerosing (H&E, magnifikasi x20)
Sedangkan Lever membagi KSB dalam beberapa tipe
histopatologi yang terdiri atas KSB yang berdiferensiasi dan KSB
tidak berdiferensiasi.
1. KSB berdiferensiasi
a. Jenis keratotik
Disebut juga tipe pilar oleh karena berdiferensiasi
kearah rambut.Menunjukkan sel-sel parakeratotik dengan
gambaran inti yang memanjang dan sitoplasma agak eosinofilik
dan dijumpai homocyst, selain sel-sel undifferentiated dengan
sitoplasma basofilik.
b. Jenis kistik
Dijumpai adanya bagian-bagian kistik di bagian tengah
massa tumor yang terjadi akibat degenerasi sel-sel tumor atau
diferensiasi sel-sel kearah kelenjar.
c. Jenis adenoid
Adanya gambaran struktur mirip kelenjar yang dibatasi
jaringan ikat.Kadang-kadang ditemukan lumen yang dikelilingi
sel-sel bersekresi. Dalam lumen dapat ditemukan semacam
bahan koloid atau massa amorf.
Gambar 14. KSB jenis diferensiasi adenoid (kelenjar)
2. KSB tidak berdiferensiasi/ KSB solid
Merupakan gambaran histopatologis yang banyak
ditemukan.Berupa pulau-pulau sel dengan bentuk dan ukuran
bermacam-macam, terdiri atas sel-sel basaloid, dengan inti
basofilik yang bulat atau lonjong, sitoplasma sedikit, sel-sel pada
tepi massa tumor tersusun palisade.
2.1.10 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Putra (2008), pemeriksaan diagnostik yang biasa
dilakukan pada penderita basalioma adalah :
1. Anamnesis, keluhan utama adalah adanya benjolan atau borok di
kulit terutama di daerah terbuka seperti muka, lengan, dan kaki.
2. Pemeriksaan fisik, lesi terbanyak di daerah muka nodul, tungkai,
lengan, berupa nodul atau ulkus iduratif, pinggir dan dasar ulkus
teratur dan kotor.
3. Biopsi, sebelum dilakukan terapi selalu dilakukan biopsi untuk
konfirmasi histopatologi sebelum terapi. Tumor yang berukuran
kecil dapat dilakukan biopsi eksisi, sedang ukuran besar biasanya
biopsi insisi.
2.1.11 Komplikasi
Menurut Donna (2009), komplikasi yang dapat ditimbulkan
dari penyakit kanker kulit ini yaitu :
1. Akibat pembedahan dan terapi radiasi
2. Jaringan yang di buat tergores/terluka
3. Perubahan warna kulit
4. Timbulnya perubahan pada kulit dari alat-alat kosmetik.
5. Luka kulit yang kronis
6. Keterbatasan anggota badan jika pengobatan luas.
Komplikasi secara umum, yaitu:
1. Timbulnya perubahan pada kulit dari alat-alat kosmetik dan citra
tubuh.
2. Kehilangan fungsi pada ekstremitas.
3. Perlukaan dan perubahan warna kulit.
4. Proses hasil metastase penyakit pada pengobatan invasif dan
potensial kematian terakhir.
2.1.12 Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang dapat ditegakkan diagnosis basalioma. Biopsi kulit
diperlukan untuk menentukan diagnosis pasti dan identifikasi secara
histologik bentuk dari basalioma. Karena itu sebaiknya biopsi
dilakukan secara tajam.
2.1.13 Diagnosis Banding
1. Karsinoma Sel Squamosa
2. Hiperplasie sebasea
3. Penyakit Bowen
4. Melanocyte naevi
5. Karsinoma sel Merkel
6. Melanoma Maligna
7. Trichoepitelioma
2.1.14 Penentuan Stadium
Untuk Basalioma/Karsinoma Sel Basal seperti halnya pada
karsinoma kulit lainnya, penentuan stadium tumor berdasarkan
klasifikasi AJCC (American Joint Committe on Cancer) masih dapat
digunakan. Akan tetapi, secara klinis tidak berguna karena untuk
penentuan T (besarnya tumor primer) sukar dilakukan dan untuk N
(keadaan kelenjar getah bening regional) dan M (ada atau tidaknya
metastasis) secara praktis tidak ada. Jadi, untuk menentukan stadium
tumor dipakai :
1. Ukuran atau diameter horisontal tumor
2. Lokasi tumor.
3. Tipe Karsinoma Sel Basal
4. Penyebaran histologik ke jaringan yang lebih dalam (diameter
vertikal).
5. Batas keamanan terapi.
6. Batas reseksi operasi mikroskopis.
Basalioma sangat jarang bermetastasis dan sering tidak
diperlukan penilaian stadium sampai kanker ini menjadi sangat besar
sehingga suspek terjadi penyebaran ke bagian lain dari tubuh.
2.1.15 Penatalaksanaan
Idealnya semua basalioma harus di biopsi sebelum menentukan
tindakan terapi yang paling tepat. Bila biopsi preoperatif tidak dapat
dilakukan, dianjurkan pada saat tindakan operatif dilakukan. Dalam
memilih penatalaksanaan yang tepat harus diperhatikan hal-hal sebagai
berikut : ukuran, lokasi, lesi, umur penderita, dapat memberikan hasil
kosmetik yang baik, tipe histologik, bentuk tumor, dan kemampuan
penderita untuk mentoleransi tindakan operasi.
1. Terapi Non Bedah
Terapi dari basalioma sangat bervariasi tergantung dari
ukuran kanker, kedalaman, dan lokasi.
a. Krioterapi : Terapi ini menggunakan nitrogen cair untuk
membekukan lesi superfisial yang kecil, dengan menyisakan
sedikit jaringan parut. Banyak pasien yang merasa kesakitan
dan bengkak pada area yang diterapi. Secara umum cara ini
tidak direkomendasikan untuk basalioma, khususnya untuk
bentuk morfea, invasif dalam, dan lesi ulserasi, atau pada tumor
yang berbatas jelek.
b. 5-Fluorouracil (5-FU) : Penggunaan fluorouracil secara lokal
dapat menolong para ahli untuk penanganan basalioma pada
pasien selektif (seperti pada kanker yang terbatas pada lapisan
superfisial kulit dari pasien yang berumur lanjut yang tidak bisa
menjalani perawatan agresif lainnya). Penggunaannya dua kali
sehari selama beberapa minggu. Selama pengobatan, pasien
dapat mengalami peradangan tetapi jaringan parut kurang.
Angka rekurensi sangat tinggi.
c. Radioterapi : Basalioma selalu radiosensitif, dan radioterapi
dapat digunakan untuk tingkat lanjut dan lesi yang luas dimana
pembedahan tidak cocok (seperti pada pasien yang alergi sama
obat anestesi, pada terapi antikoagulan, bertendensi jadi bentuk
keloid). Tipe terapi ini merupakan kontra indikasi pada pasien
muda, oleh karena resiko tinggi menjadi jaringan parut, lesi
pada tubuh dan anggota gerak, atau kanker yang rekuren.
d. Retinoid sistemik : Beberapa laporan menunjukkan efektifitas
dari pengobatan retinoid sistemik, tapi daya toksik dari
penggunaan yang lama membatasi penggunaannya pada
banyak pasien (Smeltzer, 2002).
2. Terapi Bedah
Terapi operatif dikombinasi dengan konfirmasi histologis
merupakan prosedur standar penanganan basalioma. Operasi
tujuannya untuk membuang tumor sehingga tidak bisa lagi
berfloriferasi. Pengetahuan tentang sifat dan perbedaan bentuk
klinik dan patologi dari berbagai sub tipe basalioma sangat
diperlukan untuk pemilihan jenis terapi yang tepat. Dikenal dua
macam operasi yaitu :
a. Operasi Mikrografi (pemotongan kompilt)
Terdapat 2 metode yaitu Frozen section contohnya
tekhnik Mohs dan Parafin Section. Prosedur ini memilki
tingkat akurasi diagnostic yang tinggi, sehingga kulit yang
sehat bisa diselamatkan dan hanya mengeksisi tumornya saja
sehingga teknik ini aman serta bagus dari segimkosmetik.
Operasi mikrografi ini diperlukan untuk basalioma yang kurang
potensial untuk mengalami rekurensi, yaitu :
1) Tipe infiltrate, yang ada di kepala dan bagian distal
ekstremitas.
2) KSB dengan diameter >5 mm dan berlokasi di hidung,
mata dan daerah telinga, dan tumor yang berdiameter >20
mm di daerah lain selain yang disebut di atas.
3) Tumor yang rekuren.
b. Operasi Konvensional
Tingkat rekurensinya 5-10%. Untuk meminimalisir
tingkat rekurensinya maka harus digunakan batas eksisi 0,3-1,2
cm di luar tumor bahkan pada penderita dengan tumor yang
kecil. Operasi ini untuk tumor yang berukuran 3-10 mm.
Selain operasi, terapi yang lain yaitu :
1) Eksisi : Memotong keluar lesi dan menjahit kulit. Prosedur
ini secara normal dinamakan biopsi kulit, dimana diambil
sedikitnya 4 mm jaringan sehat di sekitar tepi tumor. Eksisi
merupakan penanganan terbaik
2) Kuret / kauterisasi : Seorang ahli dapat menggabungkan
teknik ini, dengan cara mengorek tumor untuk dibuang.
Lesi di garuk dengan kuret dan dasarnya dikauter dengan
aliran listrik untuk menghentikan perdarahan. Prosedur ini
sering digunakan pada pasien dengan lesi nodular yang
diameternya kurang dari 2 cm dengan tepi yang tegas. Luka
biasanya menyembuh dengan cepat tanpa dijahit, sering
dengan jaringan parut yang nonestetik. Prosedur kuret dan
kauterisasi tidak cocok untuk lesi morfea, pasien dengan
pacemaker jantung, pengobatan invasif yang dalam, atau
pasien dengan tumor rekuren yang tepinya tidak tegas.
3) Bedah plastik : Prosedur ini sangat berguna untuk
penanganan lesi yang lebih besar dari 3 mm atau untuk
lokasi tumor yang sulit. Biasanya, ahli bedah menggunakan
prosedur ini sesudah suatu eksisi simple untuk hasil yang
estetik. Untuk melakukan prosedur ini, digunakan skin graft
atau skin flap untuk memperbaiki defek sesudah eksisi.
Teknik ini digunakan khusus untuk mengurangi jaringan
parut atau untuk penutupan luka yang cepat.
4) Bedah laser : Prosedur ini membuang lesi dengan
menggunakan laser karbon dioksida yang menggunakan
sinar energi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan
menghentikan pertumbuhannya. Teknik rutin tidak berguna
pada pasien dengan resiko tinggi perdarahan. Sesudah
pengobatan, beberapa perubahan di kulit dapat terjadi, yang
akan menjadi nyata setelah beberapa tahun kemudian (Arif
Muttaqin, 2012).
2.1.16 Pencegahan
Menurut Smeltzer (2002), untuk mencegah kekambuhan,
hindari hal-hal yang dapat menimbulkan penyakit basalioma, antara
lain :
1. Jangan mencoba berjemur untuk membuat kulit menjadi coklat
kekuningan.
2. Hindari pajanan sinar matahari dengan menggunakan topi, kemeja
lengan panjang, celana panjang atau rok panjang.
3. Gunakan tabir surya berkualitas tinggi, minimal dengan SPF (Solar
Protection Faktor) 15, yang menghambat sinar UV (Ultra Violet) A
dan UV (Ultra Violet) B.
4. Oleskan tabir surya minimal setengah jam sebelum bepergian dan
oleskan sesering mungkin.
5. Periksalah kulit secara teratur untuk mengetahui adanya berbagai
perubahan yang mengarah kepada keganasan (pertumbuhan baru di
kulit yang membentuk tukak, mudah berdarah, sukar sembuh,
berubah warna, ukuran, struktur, terasa nyeri, meradang atau
gatal).
2.1.17 Prognosis
Basalioma yang ditangani secara inkomplit dapat rekuren,
sehingga semua penanganan harus diikuti dengan follow-up,
mengingat 20% dari kekambuhan yang ada biasanya terjadi antara 6-
10 tahun pasca operasi. Jika diterapi dengan tepat maka prognosis
pasian dengan KSB rekuren masih cukup baik, walaupun tumor yang
rekuren memilki kecenderungan untuk kambuh lagi dan menjadi
agresif. Pasien dengan riwayat penyakit yang rekuren harus dimonitor
lebih sering terhadap perkembangan rekurensinya dan timbulnya
tumor primer.
Sedangkan untuk kasus yang bermetastasis, prognosisnya
adalah buruk di mana hanya dapat bertahan sekitar 8-10 bulan setelah
di diagnosis. Rekurensi KSB setelah follow up adalah 18% untuk
eksisi, 10% untuk radiasi, 40% untuk elektrodesikasi dan kuretasi, dan
12% untuk krioterapi (dengan follow up <5 tahun). Sebaliknya, dengan
terapi Mohs tingkat rekurensi untuk KSB setelah follow up 5 tahun
adalah 3,4-7,9%. Dengan demikian Mohs mikrografi adalah
pengobatan pilihan untuk KSB rekuren. Dengan terapi yang adekuat,
angka kesembuhan lebih dari 95 % dapat dicapai.
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survikal klien pada
aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitative, dan preventif perawatan kesehatan.
Oleh karena itu, profesi keperawatan telah mengidentifikasi proses pemecahan
masalah yang menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni
keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori dengan
menggunakan metode ilmiah (Doengoes, 2000).
Proses keperawatan terdiri dari lima tahap, yaitu : pengkajian,
diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang
didasarkan pada metode ilmiah pengamatan, pengukuran, pengumpulan data
dan penganalisaan temuan. Kajian selama bertahun-tahun, penggunaan dan
perbaikan telah mengarahkan perawat pada pengembangan proses
keperawatan menjadi lima tahap yaitu : pengkajian, identifikasi masalah
(diagnosa keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi (Doengoes,
2000).
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah bagian dari proses keperawatan yang terdiri
dari pengumpulan data yang tepat untuk mendapatkan masalah
keperawatan pada klien. Data yang dikumpulkan berupa data subyektif
dan data obyektif. Metode yang digunakan melalui wawancara,
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi (Long, 2000).
1. Identitas
a. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status
dalam keluarga, agama, suku/bangsa, pekerjaan, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik dan alamat.
b. Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, agama,
pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, hubungan dengan klien
dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang paling
dirasakan pasien. Pada umumnya keluhan yang paling
dirasakan oleh pasien adalah luka pada kulit.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Meliputi alasan masuk rumah sakit, kaji keluhan klien,
kapan mulai tanda dan gejala. Faktor yang mempengaruhi,
apakah ada upaya-upaya yang dilakukan. Riwayat keluhan
utama menggambarkan keluhan utama saat dilakukan
pengkajian dapat dijabarkan dengan menggunakan konsep
PQRST.
1) Paliatif/provokatif : Apa yang menyebabkan terjadinya
nyeri pada wajah, leher dan kulit kepala. Faktor
pencetusnya adalah insisi pebedahan.
2) Qualitatif/kuantitatif : Bagaimana bentuk atau gambaran
keluhan yang dirasakan dan sejauh mana tingkat
keluhannya. Misalnya yang dirasakan : berdenyut, terus
menerus, hilang timbul, tumpul, atau tusukan.
3) Region/radiasi : Lokasi keluhan dirasakan dan
penyebarannya. Misalnya terjadi pada daerah wajah, leher,
dan kulit kepala dan menyebar disekitarnya.
4) Skala : Intensitas keluhan yang dirasakan, apakah sampai
mengganggu atau tidak. Skala nyeri 0-10 dapat
diklasifikasikan sebagai berikut : (0 Does not hurts), (1-2
Hurts a little bit), (3-4 Hurts a little more), (5-6 Hurts even
more), (7-8 Hurts a whole lot), dan (9-10 Hurts worst).
5) Timming : Kapan waktu mulai terjadi keluhan dan berapa
lama kejadian ini berlangsung.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu, pernakah klien
menderita penyakit yang sama atau perlu dikaji apakah klien
pernah mengalami penyakit yang berat atau suatu penyakit
tertentu yang menunjukan akan berpengaruh pada kesehatan
sekarang.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji mengenai adanya penyakit keturunan, penyakit
menular, kebiasaan buruk dalam keluarga seperti merokok atau
keadaan kesehatan anggota keluarga. Dengan menggunakan
genogram tiga generasi, apakah dalam keluarga klien ada
anggota keluarga yang pernah yang menderita penyakit yang
sama dengan klien.
3. Pola Fungsional Gordon
a. Riwayat keperawatan untuk pola persepsi kesehatan-
penanganan kesehatan.
Pola sehat-sejahtera yang dirasakan, pengetahuan
tentang gaya hidup dan berhubungan dengan sehat,
pengetahuan tentang praktik kesehatan preventif, ketaatan pada
ketentuan medis dan keperawatan.
b. Riwayat keperawatan untuk pola nutrisi-metabolik
Pola makan biasa dan masukan cairan, tipe makanan
dan cairan, peningkatan/penurunan berat badan, nafsu makan,
pilihan makanan.
c. Riwayat keperawatan untuk pola eliminasi
Defekasi, berkemih, penggunaan alat bantu,
penggunaan obat-obatan.
d. Riwayat keperawatan untuk pola aktifitas
Pola aktivitas, latihan dan rekreasi, kemampuan untuk
mengusahakan aktivitas sehari-hari (merawat diri, bekerja, dll).
e. Riwayat keperawatan untuk pola istirahat-tidur
Pola tidur-istirahat dalam 24 jam, kualitas dan kuantitas
tidur.
f. Riwayat keperawatan untuk pola kognitif perseptual
Penglihatan, perasa, pembau, kemampuan bahasa,
belajar, ingatan dan pembuatan keputusan.
g. Riwayat keperawatan untuk pola konsep diri
Sikap klien mengenai dirinya, persepsi klien tentang
kemampuannya, pola emosional, citra diri, identitas diri, ideal
diri, harga diri dan peran diri.
h. Riwayat keperawatan untuk pola peran / hubungan
Persepsi klien tantang pola hubungan, persepsi klien
tentang peran dan tanggung jawab.
i. Riwayat keperawatan seksualitas/reproduksi
Kepuasan dan ketidakpuasan yang dirasakan klien
terhadap seksualitasnya, Tahap dan pola reproduksi, termasuk
didalamnya penggunaan alat kontrasepsi.
j. Riwayat keperawatan untuk koping / toleransi stress
Kemampuan mengendalian stress, sumber pendukung.
k. Riwayat keperawatan untuk nilai / kepercayaan
Nilai, tujuan dan keyakinan, spiritual/agama, konflik.
4. Data fokus bio-psiko-sosio-spritual
a. Data biologis
1) Pola nutrisi : pasien mengalami anoreksia, dan
ketidakmampuan untuk makan.
2) Pola minum ; Masukan cairan klien adekuat, pasca operasi,
klien puasa total 24 jam.
3) Pola eliminasi ; Terjadi konstipasi dan berkemih tergantung
masukan cairan.
4) Pola istirahat dan tidur : Tidak dapat tidur dalam posisi
baring rata pasca operasi.
5) Pola kebersihan : Penurunan kemampuan melakukan
aktivitas sehari-hari disebabkan pasca operasi.
6) Pola aktivitas : Keletihan melakukan aktivitas sehari-hari
(Brunner and Suddarth, 2000).
b. Data psikologis
1) Status emosi : pasien dapat merasa terganggu dan malu
dengan kondisi yang dialaminya atau tidak.
2) Gaya komunikasi ; kesulitan berbicara dalam kalimat
panjang/perkataan yang lebih dari 4 atau 5 sekaligus.
3) Pola interaksi ; tidak ada sistem pendukung, pasangan,
keluarga, orang terdekat. Keterbatasn hubungan dengan
orang lain, keluarga atau tidak.
4) Pola koping : Klien marah, cemas, menarik diri atau
menyangkal.
c. Data sosial
1) Pendidikan dan pekerjaan : tingkat pengetahuan tentang
operasi minim.
2) Hubungan sosial : kurang harmonisnya hubunan sosial
merupakan stressor emosional pernafasan tidak teratur.
3) Gaya hidup : kebiasan merokok, minum minuman
berakohol, sering bergadang (Brunner & Suddarth, 2002).
d. Data spiritual : keterbatasan melakukan kegiatan spiritual
(Brunner & Suddarth, 2002).
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Lemah
b. Kesadaran
Composmentis sampai koma, tergantung tingkat efek
pembedahan dan anestesi.
c. Tanda-tanda vital meningkat disebabkan adanya infeksi.
d. Pemeriksaan Head To-toes
1) Kepala
Rambut bersih atau kotor, warna rambut, ada lesi atau
tidak.
2) Mata dan telinga
Konjungtiva anemis atau tidak, pupil isokor anisokor,
lubang telinga kotor atau tidak.
3) Hidung
Lubang hidung sama besar atau tidak, sekitar hidung kotor
atau bersih, ada polip atau tidak.
Pernafasan cuping hidung.
4) Mulut
Sianosis atau tidak, sekitar mulut kotor atau bersih.
5) Kulit
Inspeksi : ada perubahan warna atau tidak, ada lesi, warna
lesi, luas lesi, banyak area yang terkena
Palpasi : kering atau lembab, halus atau kasar, nyeri atau
tidak saat ditekan, teraba hangat atau dingin, akral dingin
atau panas.
6) Dada/jantung/paru
a) Dada
Berpengaruh apabila tingkatan infeksi tinggi akan
mempengaruhi pernafasan cepat sampai retraksi.
b) Paru-paru :
Inspeksi : Bagaimana kembang kempis dada, simetris
atau tidak.
Palpasi : Bagaimana sterfimitus kanan kiri sama atau
tidak.
Perkusi : Pekak seluruh lapang paru atau tidak.
Auskultasi : Suara cordius tampak atau tidak.
c) Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tampak atau tidak.
Palpasi : Ictus cordis teraba atau tidak.
Perkusi : Konfigurasi normal atau tidak.
Auskultasi :Terdapat suara abnormal atau tidak
7) Abdomen
Inspeksi : Tidak asites.
Auskultasi : Terdengar bising usus.
Palpasi : Ada nyeri atau tidak
Perkusi : Kembung atau tidak
8) Genitalia
Apakah terpasang kateter atau tidak, bersih atau tidak.
9) Ekstremitas
Ekstremitas berkeringat (Brunner & Suddarth, 2002).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Biopsy
b. Darah lengkap
1) Hb
2) Leukosit
3) Trombosit
7. Analisa Data
No. Symptom Etiologi Problem
1 DS :
1. Pasien mengatakan nyeri
pada bagian pipinya.
2. Pasien mengatakan nyerinya
seperti berdenyut-denyut
dengan durasi ±3 menit.
DO :
1. Pasien tampak meringis dan
gelisah
2. Pasien tampak memegangi
area yang nyeri
Basalioma
Pigmentasi makula
Kerusakan jaringan
Nyeri akut
3. Konjungtiva anemis
4. Akral teraba hangat
5. Ascites (-)
2 DS :
1. Pasien mengatakan adanya
luka kulit pada daerah pipi
sebelah kanan seperti “tahi
lalat” yang berubah
warnanya menjadi
kemerahan dan gatal.
2. Pasien mengatakan sejak
umur 35 tahun sudah menjadi
seorang nelayan dan jarang
menggunakan pelindung
wajah saat mencari ikan di
tengah laut.
DO :
1. TD 140/90 mmHg
2. Nadi 98 x/menit
3. RR 20 x/menit
4. Kulit tampak adanya
luka/ulkus yang terdapat
pada pipi sebelah kanan.
5. Daerah luka tampak
kemerahan.
6. Kira-kira berdiameter 5 cm
dengan ketebalan luka 2,30
mm dan masuk ke dalam
stadium III (dermis
papiler/retikuler).
Paparan Sinar matahari UVA dan
UVB
Basalioma
Pigmentasi macula
Kerusakan
integritas kulit
3. DS :
1. Pasien mengatakan adanya
Basalioma Resiko infeksi
luka kulit pada daerah pipi
sebelah kanan, gejala
bertambah parah disertai
nyeri, berdarah, membesar
atau ulkus pada pipi kanan.
2. Pasien juga mengatakan
adanya luka yang tidak
sembuh-sembuh.
DO :
1. Suhu 37,8 oc
2. Leukosit 10.100 mm3
3. Hb 12 gr/dl
4. Trombosit 170.000 mm3
5. Tampak adanya luka/ulkus
yang terdapat pada pipi
sebelah kanan
6. Daerah luka tampak
kemerahan
7. Luka tampak sesekali
mengeluarkan darah dan
cairan bening.
Nodul hitam kebiruan
Metastase limfogen dan hematogen
4. DS :
1. Pasien menganggap
penyakitnya itu hanya gatal
biasa saja, namun gejala
bertambah parah.
2. Pasien juga mengatakan
adanya luka yang tidak
sembuh-sembuh.
DO :
1. Pasien tampak bertanya-
tanya tentang kondisinya
Kurangnya informasi
yang didapat
Defisiensi
pengetahuan
yang tidak sembuh-sembuh.
2. Pasien tampak gelisah
5. DS :
1. Pasien mengatakan takut jika
penyakitnya tidak bisa
disembuhkan.
2. Pasien mengatakan takut
dengan prosedur
pembedahan karena pasien
belum pernah di operasi.
DO :
1. Pasien tampak gelisah
2. Konjungtiva anemis
Basalioma
Timbul plak kehitaman di
permukaan kulit
Penebalan lesi
Metastase limfogen dan hematogen
Pembedahan
Ansietas
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan, ditandai
dengan pasien mengatakan nyeri pada bagian pipinya, pasien
mengatakan nyerinya seperti berdenyut-denyut dengan durasi ±3
menit, pasien tampak meringis dan gelisah, pasien tampak
memegangi area yang nyeri, konjungtiva anemis, akral teraba
hangat, ascites (-).
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan paparan Sinar
matahari UVA dan UVB dan pigmentasi macula, ditandai dengan
pasien mengatakan adanya luka kulit pada daerah pipi sebelah
kanan seperti “tahi lalat” yang berubah warnanya menjadi
kemerahan dan gatal, TD 140/90 mmHg, nadi 98 x/menit, RR 20
x/menit, kulit tampak adanya luka/ulkus yang terdapat pada pipi
sebelah kanan, daerah luka tampak kemerahan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan metastase limfogen dan
hematogen, ditandai dengan pasien mengatakan adanya luka kulit
pada daerah pipi sebelah kanan, gejala bertambah parah disertai
nyeri, berdarah, membesar atau ulkus pada pipi kanan, suhu 37,8 o
C, leukosit 10.100 mm3, Hb 12 gr/dl, trombosit 170.000 mm3,
tampak adanya luka/ulkus yang terdapat pada pipi sebelah kanan,
daerah luka tampak kemerahan, luka tampak sesekali
mengeluarkan darah dan cairan bening.
4. Ansietas berhubungan dengan proses pembedahan, ditandai oleh
pasien mengatakan takut dengan prosedur pembedahan karena
pasien belum pernah di operasi, pasien tampak gelisah, konjungtiva
anemis.
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
yang didapat, ditandai dengan pasien menganggap penyakitnya itu
hanya gatal biasa saja, namun gejala bertambah parah, pasien juga
mengatakan adanya luka yang tidak sembuh-sembuh, pasien
tampak bertanya-tanya tentang kondisinya yang tidak sembuh-
sembuh, pasien tampak gelisah.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
NoDX
Keperawatan
Intervensi
NOC NIC
1 Nyeri akut
Defenisi:
Pengalaman
sensori yang
tidak
menyenangkan
akibat adanya
kerusakan
jaringan yang
aktual atau
potensial atau
digambarkan
dengan istilah
(Internasional
NOC
1. Pain level
2. Pain control
3. Comfort level
Kriteria Hasil:
1. Mampu
megontrol
nyeri (tahu
menggunakan
tehnik
nonfarmakolo
gi untuk
mengurangi
nyeri,
Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
ketidaknyamanan.
2. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien.
3. Kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri.
4. Evaluasi pengalaman nyeri masa
lampau.
5. Evaluasi bersama pasien dan tim
Associsation
for the Study
of Pain),
awitan yang
tiba-tiba atau
perlahan
dengan
intensitas
ringan sampai
berat dengan
akhir yang
dapat
diramalkan
atau durasinya
kurang dari
enam bulan.
Batasan
karakteristik:
1. Perubahan
selera
makan
2. Perubahan
pernafasan
3. Laporan
isyarat
4. Diaforesis
5. Perilaku
distraksi
(mis.
Berjalan
mondar
mandir
mencari
bantuan)
2. Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen
nyeri
3. Mampu
mengenali
nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi dan
tanda nyeri).
4. Menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau.
6. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan
dukungan.
7. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan.
8. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
9. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal).
10. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi.
11. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi.
12. Berikan analgenik untuk
mengurangi nyeri.
13. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
14. Tingkatkan istirahat.
15. Kolaborasi dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil.
16. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri.
Analgesik Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang jenis
mencari
orang lain
dan atau
aktivitas
lain,
aktivitas
yang
berulang)
6. Mengekpres
ikan
perilaku
(mis.
Gelisah,
merengek,
menangis)
7. Masker
wajah (mis.
Mata kurang
bercahaya,
tampak
kacau,
gerakan
mata
terpancar
atau tetap
pada satu
fokus
meringis)
8. Sikap
melindungi
area nyeri
9. Fokus
obat, dosis dan frekuensi.
3. Cek riwayat alergi.
4. Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu.
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri.
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
7. Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur.
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali.
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat.
10. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala.
menyempit
(mis.
Gangguan
persepsi
nyeri,
hambatan
proses
berpikir,
penurunan
interaksi
dengan
orang dan
lingkungan)
10. Indikasi
nyeri yang
yang dapat
diamati
11. Perubahan
posisi untuk
menghindari
nyeri
12. Sikap tubuh
melindungi
13. Dilatasi
pupil
14. Melaporkan
nyeri secara
verbal
15. Gangguan
tidur
Faktor yang
berhubungan:
Agen penyebab
cedera (mis:
biologis, kimia,
fisik dan
psikologis)
2 Kerusakan
integritas
kulit
Defenisi:
Perubahan/gan
g-
guan epidermis
dan/ atau
dermis
Batasan
karakteristik:
1. Kerusakan
lapisan kulit
(dermis).
2. Gangguan
permukaan
kulit
(epidermis).
3. Invasi
struktur
tubuh.
Faktor yang
berhubungan:
Eksternal:
1. Zat kimia,
radiasi
NOC
1. Tissue
Integrity: Skin
and Mucous
membranes
2. Hemodyalis
akses
Kriteri Hasil:
1. Integritas kulit
yang baik bisa
dipertahankan
(sensasi,
elastisitas,
temperatur,
hidrasi,
pigmentasi).
2. Tidak ada
luka /lesi pada
kulit.
3. Perfusi
jaringan baik.
4. Menunjukkan
pemahaman
dalam proses
perbaikan
kulit dan
Pressure Management
1. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang
longgar.
2. Hindari kerutan pada tempat
tidur.
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
bersih dan kering.
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi
pasien ) setiap dua jam sekali.
5. Monitor kulit akan adanya
kemerahan.
6. Oleskan lotion /minyak/baby oil
pada daerah yang tertekan.
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
pasien.
8. Monitor status nutrisi pasien.
9. Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat.
Insision site care
1. Membersihkan, memantau dan
meningkatkan proses
penyembuhan pada luka yang
ditutup dengan jahitan, klip atau
staples.
2. Monitor proses kesembuhan area
2. Usia yang
ekstrim
3. Kelembapa
n
4. Hipertermia
,Hipotermia
5. Medikasi
6. Imobilitasi
fisik
Internal:
1. Perubahan
pigmentasi
2. Perubahan
turgor
3. Faktor
perkembang
an
4. Kondisi
ketidak
seimbangan
5. Penurunan
imunologis
6. Penurunan
sirkulasi
7. Kondisi
gangguanm
etabolic
mencegah
terjadinya
cedera
berulang.
5. Mampu
melindungi
kulit dan
mempertahan
kan
kelembaban
kulit dan
perawatan
alami.
insisi.
3. Monitor tanda dan gejala infeksi
pada area insisi.
4. Bersihkan sekitar area staples,
menggunakan lidi kapas steril.
5. Gunakan preparat antiseptik
sesuai program.
6. Ganti balutan pada interval yang
sesuai atau biarkan luka tetap
terbuka (tidak dibalut) sesuai
program.
3 Resiko infeksi
Definisi :
Berisiko
terhadap invasi
organisme
NOC
1. Keparahan
infeksi
2. Pengendalian
resiko.
Pengendalian Infeksi
1. Ajarkan pasien teknik mencuci
tangan yang benar.
2. Ajarkan kepada pengunjung
untuk mencuci tangan sewaktu
patogen.
Faktor Resiko :
1. Penyakit
kronis.
2. Penekanan
sistem
imun.
3. Ketidakade
kuatan
imunitas
dapatan.
4. Pertahanan
primer
tidak
adekuat.
5. Pertahanan
lapis kedua
yang tidak
memadai.
6. Peningkata
n
pemajanan
lingkungan
terhadap
patogen.
7. Pengetahua
n yang
kurang
untuk
menghindar
i pajanan
patogen.
3. Penyembuhan
luka primer
dan sekunder.
Kriteria Hasil :
1. Pasien
terbebas dari
tanda dan
gejala infeksi.
2. Memperlihatk
an personal
hygine yang
adekuat.
3. Menggambark
an faktor yang
menunjang
penularan
infeksi.
masuk dan meninggalkan
ruangan pasien.
3. Bersihkan lingkungan dengan
benar setelah dipergunakan
masing-masing pasien.
4. Pertahankan teknik isolasi, bila
diperlukan.
5. Tetapkan kewaspadaan universal.
6. Batasi jumlah pengunjung bila
diperlukan.
7. Kolaborasi dalam pemberian
antibiotik, bila diperlukan.
8. Prosedur
invasif.
9. Malnutrisi.
10. Agens
farmasi.
11. Kerusakan
jaringan.
12. Trauma.
4 Ansietas
Defenisi:
Perasaan tidak
nyaman atau
kekhawatiran
yang samar
disertai respon
autonom
(sumber
seringkali tidak
spesifik atau
tidak diketahui
oleh individu),
perasaan takut
yang
disebabkan
oleh antisipasi
terhadap
bahaya. Hal ini
merupakan
isyarat
kewaspadaan
yang
memperingatka
NOC
1. Anxiety self-
control
2. Anxiety level
3. Coping
Kriteria Hasil:
1. Pasien mampu
mengidentifik
asi dan
mengungkapk
an gejala
cemas
2. Mengidentifik
asi,
mengungkapk
an dan
menunjukkan
tehnik untuk
mengontrol
cemas
3. Vital sign
dalam batas
normal
4. Postur tubuh,
Anxiety Reduction (penurunan
kecemasan)
1. Gunakan pendekatan yang
menenangkan
2. Nyatakan dengan jelas harapan
terhadap pelaku pasien
3. Jelaskan semua prosedur dan apa
yang dirasakan selama prosedur
4. Pahami perspektif pasien
terhadap situasi stres
5. Temani pasien untuk
memberikan keamanan dan
mengurangi takut
6. Dorong keluarga untuk
menemani pasien
7. Dengarkan dengan penuh
perhatian
8. Identifikasi tingkat kecemasan
9. Bantu pasien mengenal situasi
yang menimbulkan kecemasan
10. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
11. Instruksikan pasien
n individu akan
adanya bahaya
dan
memampukan
individu untuk
bertindak
menghadapi
ancaman.
Batasan
karakteristik:
Perilaku
1. Penurunan
produktivita
s
2. Gerakan
yang
ireleven
3. Gelisah
4. Melihat
sepintas
5. Insomnia
6. Kontak
mata yang
buruk
7. Mengekspre
sikan
kekhawatira
n karena
perubahan
dalam
peristiwa
hidup
ekspresi
wajah, bahasa
tubuh dan
tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
menggunakan tehnik relaksasi
12. Berikan obat untuk mengurangi
kecemasan
8. Agitasi
9. Mengintai
10. Tampak
waspada
Afektif
1. Gelisah,
distres
2. Kesedihan
yang
mendalam
3. Ketakutan
4. Perasaan
tidak
adekuat
5. Berfokus
pada diri
sendiri
6. Peningkatan
kewaspadaa
n
7. Irritabilitas
8. Rasa nyeri
yang
meningkatk
an
ketidakberd
ayaan
9. Peningkatan
rasa
ketidakberd
ayaan yang
persisten
10. Bingung,
menyesal
11. Ragu/tdk
percaya diri
12. Khawatir
Fisiologis
1. Wajah
tegang,
tremor
tagan
2. Peningkatan
keringat
3. Peningkatan
ketegangan
4. Gemetar,
tremor
5. Suara
bergetar
Simpatik
1. Anoreksia
2. Eksitasi
kardiovasku
lar
3. Diare,
mulut
kering
4. Wajah
merah
5. Jantung
berdebar-
debar
6. Peningkatan
tekanan
darah
7. Peningkatan
denyut nadi
8. Peningkatan
reflek
9. Peningktan
frekuensi
pernapasan,
pupil
melebar
10. Kesulitan
bernapas
11. Vasokontrik
si
superfisial
12. Lemah,
kedutan
pada otot
Parasimptik
1. Nyeri
abdomen
2. Penurunan
tekanan
darah
3. Penurunan
denyut nadi
4. Diare, mual,
vertigo
5. Letih,
gangguan
tidur
6. Kesemutan
pada
ekstremitas
7. Sering
berkemih
8. Anyang-
anyangan
9. Dorongan
segera
berkemih
Kognitif
1. Menyadari
gejala
fisiologis.
2. Bloking
fikiran
konfusi.
3. Penurunan
lapang
persepsi.
4. Kesulitan
berkonsentr
asi.
5. Penurunan
kemampuan
untuk
belajar.
6. Penurunan
kemampuan
untuk
memecahka
n masalah.
7. Ketakutan
terhadap
konsekuensi
yang tidak
spesifik.
lupa,
gangguan
perhatian
khawatir,
melamun
cenderung
menyalahka
n orang
lain.
Faktor yang
berhubungan:
1. Perubahan
dalam
(status
ekonomi,
lingkungan,
status
kesehatan,
pola
interaksi,
fungsi
peran, status
peran).
2. Pemajanan
toksin.
3. Terkait
keluarga.
4. Herediter
5. Infeksi/
kontaminasi
interpersona
l.
6. Krisis
maturasi,
Krisis
situasional.
7. Stres,
Ancaman
kematian.
8. Penyalah-
gunaan zat.
9. Konflik
tidak
disadari
mengenai
tujuan
penting
hidup.
10. Kebutuhan
yang tidak
dipenuhi.
7 Defisiensi
Pengetahuan
Defenisi:
Tidak ada tau
kurang
informasi
kognitif
tentang topik
NOC
1. Knowledge:
disease
process.
2. Knowledge:
Health
behavior
Kriteria hasil:
Teaching : Disease Process
1. Berikan penilaian tentang tingkat
penyakit yang spesifik.
2. Jelaskan patofisiologi dan
penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan proses penyakit
tertentu
Batasan
karakteristik:
1. Perilaku
hiperbola.
2. Ketidakakur
atan
mengikuti
perintah.
3. Ketidakakur
atan
melakukan
tes.
4. Perilaku
tidak tepat
(mis.
Histeria,
bermusuhan
, agitasi,
apatis).
5. Pengungkap
an masalah.
Faktor yang
berhubungan:
1. Keterbatasa
n kognitif.
2. Kesalahan
dalam
memahami
informasi
yang ada.
3. Kurang
1. Pasien dan
keluarga
menyatakan
pemahaman
tentang
penyakit,
kondisi,
prognosis dan
program
pengobatan.
2. Pasien dan
keluarga
mampu
melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan
secara benar.
3. Pasien dan
keluarga
mampu
menjelaskan
kembali apa
yang
dijelaskan
perawat/tim
kesehatan
lainnya.
dengan cara yang tepat.
4. Identifikasi kemungkinan
penyebab dengan cara yang tepat.
5. Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi dengan cara yang
tepat.
6. Hindari jaminan yang kosong.
7. Sediakan bagi keluarga informasi
tentang kemajuan pasien dengan
cara yang tepat.
8. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkun diperlukan
untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit.
9. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan.
10. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan.
11. Rujuk pasien pada grupatau
agensi di komunitas lokal dengan
cara yang tepat.
12. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan dengan cara
yang tepat.
pengalaman
.
4. Kurang
perhatian di
dalam
belajar.
5. Kurang
kemampuan
mengingat
kembali.
6. Kurang
familier
dengan
sumber-
sumber
informasi.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan merupakan tindakan yang sudah di rencanakan
dalam rencana keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup
tindakaan mandiri (independen)dan tindakan kolaborasi. Agar lebih
jelas dan akurat dalam melakukan implementasi diperlukan
perencanaan keperawatan yang spesifik dan operasional (Tarwoto dan
Wartonah, 2006).
Pelaksanaan merupakan langkah ke empat dalam tahap proses
keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah di rencanakan dalam
rancana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus
mengetahui berbagai hal di antaranya bahaya-bahaya fisik dan
perlindungan bagi klien, tehnik komunikasi, kemapuan dalam prosedur
tindakan, pemahaman dari hak-hak dari klien serta dalam memahami
tingkat perkembangan klien (A Aziz Alimul Hidayat, 2007).
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah di
capai yang dapat di gunakan sebagai bahan pertimbangan perencanaan
selanjutnya. Dengan demikian proses keperawatan ini adalah
berkelanjutan.
Macam-macam evaluasi :
1. Evaluasi proses (formatif)
a. Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan.
b. Berorientasi pada etiologi.
c. Dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan yang telah
ditentukan tercapai.
2. Evaluasi hasil (somatif)
a. Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan
secara paripurna.
b. Berorientasi pada masalah keperawatan.
c. Menjelaskan keberhasilan/ketidakberhasilan.
d. Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai
dengan kerangka waktu yang ditetapkan.
Komponen SOAP/SOAPIER :
Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau
perkembangan klien, digunakan komponen SOAP/SOAPIER.
Penggunaannya tergantung dari kebijakan setempat.
Yang dimaksud dengan SOAPIER adalah :
1. S : Data Subjektif
Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan
setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. O : Data Objektif
Yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi
perawat secara langsung kepada klien, dan yang dirasakan
klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
3. A : Analisis
Interpretasi dari data subjektif dan data objektif. Merupakan
suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi,
atau juga dapat dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi
akibat perubahan status kesehatan klien yang telah
teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif.
4. P : Planning
Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan
keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya. Tindakan
yang telah menunjukkan hasil yang memuaskan dan tidak
memerlukan tindakan ulang pada umumnya dihentikan.
Tindakan yang perlu dilanjutkan adalah tindakan yang masih
komperen untuk menyelesaikan masalah klien dan
membutuhkan waktu untuk mencapai keberhasilannya.
Tindakan yang perlu dimodifikasi adalah tindakan yang dirasa
dapat membantu menyelesaikan masalah klien tetapi perlu
ditingkatkan kualitasnya atau mempunyai alternative pilihan
yang diduga dapat membantu mempercepat proses
penyembuhan. Sedangkan rencana tindakan yang
baru/sebelumnya tidak ada dapat ditentukan bila timbul
masalah baru atau rencana tindakan yang ada sudah tidak
kompeten lagi untuk menyelesaikan masalah yang ada.
5. I : Implementasi
Adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan
instruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P
(perencanaan). Jangan lupa menuliskan tanggal dan jam
pelaksanaan.
6. E : Evaluasi
Adalah respon klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
7. R : Reassesment
Adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap
perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari
rencana tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau
dihentikan.
Komponen tahap evaluasi antara lain pencapaian kriteria hasil,
keefektifan tahap-tahap proses keperawatan rencana dan revisi atau
terminasi rencana keperawatan.
Menurut Ali (2003), sasaran evaluasi mempunyai 2 hal :
1. Evaluasi proses evaluasi yang berdasarkan rencana yang telah di
susun pada setiap sift.
2. Evaluasi yang berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah di
tetapkan dalam perencanaan.
Ada 4 kriteria yang di pakai untuk melakukan tujuan yang telah
di tetapkan itu telah tercapai yaitu:
1. Tujuan tercapai apabila klien menunjukan perubahan sesuai
standar yang telah di tetapkan perawat.
2. Tujuan tercapai sebagian
Apabila klien menunjukan perubahan sebagian standar kriteria
yang telah di tetapkan.
3. Tujuan tidak tercapai apabila klien tidak memperlihatkan
perubahan dan kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru.
2.2.6 Dokumentasi keperawatan
Menurut Harnawatiaj (2008), dokumentasi keperawatan adalah
kegiatan keperawatan mencakup rencana secara sistematis. Semua
kegiatan dalam kegiatan kontrak perawat klien dalam kurun waktu
tertentu, secara jelas, lengkap dan objektif.
Hal ini bertujuan untuk memberi kemudahan dalam
memberikan asuhan keperawatan dan jaminan mutu, di samping
pencatatan kegiatan pendokumentasian keperawatan juga mencakup
penyimpangan atau pemeliharaan hasil pencatatan dan
pendokumentasian pada anggota sesama tim kesehatan untuk
kepentingan pengobatan klien serta kepada aparat penegak hukum bila
di perlukan untuk pembuktian.
1. Kegiatan pedokumentasian meliputi :
a. Komunikasi
Keterampilan dokumentasi yang efektif memungkinkan
perawat untuk mengkomunasikan kepada tenaga kesehatan
lainya dan menjelaskan apa yang sudah, sedang, dan yang akan
di kerjakan oleh perawat.
b. Dokumentasi proses keperawatan
Pencatatan proses keperawatan merupakan metode yang
tepat untuk pengambilan keputusan yang sistematis, problem
solving, dan riset lebih lanjut. Doumentasi proses keperawatan
mencakup pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan dan
tindakan. Perawat kemudian mengobservasi dan mengevaluasi
respon klien terhadap tindakan yang di berikan dan
mengkomunikasikan informasi tersebut kepada tenaga
kesehatan lainya.
c. Standar dokumentasi
Perawat perlu menampilkan keterampilan untuk
memenuhi standar dokumentasi adalah suatu peryataan tentang
kualitas dan kwantitas dokumentasi yang di pertimbangkan
secara adekuat dalam suatu situasi tertentu standar dokumentasi
berguna untuk memperkuat pola pencatatan sebagai petunjuk
atau pedoman praktik pendokumentasian dalam memberikan
tindakan keperawatan.
2. Tujuan Dokumentasi Keperawatan
Tujuan utama dari pendokumentasian adalah
mengindentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat
kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan tindakan
keperawatan dan mengevaluasi tidakan.
3. Manfaat dan Pentingnya Pendokumentasian
Dokumentasi mempunyai makna yang penting bila di lihat dari
berbagai aspek:
a. Hukum
Bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan
profesi keperawatan, di mana perawat sebagai pemberi jasa dan
klien sebagai penguna jasa. Dokumentasi dapat di pergunakan
sebagai barang bukti di pengadilan.
b. Jaminan Mutu (Kualitas Pelayanan)
Pencatatan data klien yang lengkap dan akurat, akan
memberikan kemudahan bagi perawat dalam membantu
menyelesaikan masalah klien. Dan untuk mengetahui sejauh
mana masalah klien dapat teratasi dan seberapa jauh masalah
baru dapat di idetifikasi dan dimonitor melalui catatan yang
akurat. Hal ini akan membantu meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan (yankep).
c. Komunikasi
Dokumentasi keadan klien merupakan alat perekam
terhadap masalah yang berkaitan dengan klien. Perawat atau
tenaga kesehatan lain akan bisa melihat catatan yang ada dan
sebagai alat komuikasi yang di jadikan pedoman dalam
memberikan asuhan keperawatan.
d. Keuangan
Semua tindakan keperawatan yang belum, sedang dan
telah di berikan di catat dengan lengkap dan dapat di gunakan
sebagai acuan atau pertimbangan dalam biaya keperawatan.
e. Pendidikan
Isi pendokumentasian menyagkut kronologis dari
kegiatan asuhan keperawatan yang dapat dipergunakan sebagai
bahan atau referensi pembelajaran bagi siswa atau profesi
keperawatan.
f. Penelitian
Data yang terdapat di dalam dokumentasi keperawatan
mengandung informasi yang dapat di jadikan sebagai bahan
objek riset dan pengembangan profesi keperawatan.
g. Akreditasi
Melalui dokumentasi keperawatan dapat di lihat sejauh
mana peran dan fungsi keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klie dengan demikian dapat di ambil
kesimpulan tingkat keberhasilan pemberian asuhan
keperrawatan yang di berikan, guna pembinaan lebih lanjut.
Menurut Nursalam (2001), Dokumentasi masalah,
perencanaan, tindakan, dan evaluasi.
1. Dokumentasi pengkajian Keperawatan
a. Dokumentasi pengkajian di tunjukan pada data klien di mana
perawat dapat mengumpulkan dan mengorganisir dalam catatan
kesehatan. Format pengkajian meliputi data dasar, flow sheetv
dan catatan perkembangan lainnya yang memungkinkan dapat
sebagai alat komunikasi bagi tenaga keperawatan atau
kesehatan lainnya.
b. Gunakan format yang sistimatis untuk mencatat pengkajian
yang meliputi:
1) Riwayat klien masuk rumah sakit
2) Respon klien yang berhubungan dengan persepsi kesehatan
klien
3) Riwayat pengobatan
4) Data klien rujukan
5) Gunakan format yang telah tersusun untuk mencatat
pengkajian
6) Kelompokan data-data berdasarkan model pendekatan yang
digunakan.
7) Tulis data objektif tanpa hias (tanpa mengartikan), menilai,
memasukan data pribadi. Sertakan pernyataan yang
mendukung interprestasi data objektif .
8) Jelaskan observasi dan temuan secara sistimatis, termasuk
difinisi karakteristiknya.
9) Ikuti aturan atau prosedur yang dipakai dan disepakati di
instalasi
10) Tuliskan secara jelas dan singkat.
2. Dokumentasi diagnosa keperawatan
Sebagai bukti ukuran pencatatan perawat pernyataan
diagnosa keperawatan bahwa mengidentifikasi masalah actual atau
potensial penyebab maupun tanda dan gejala sebagai indikasi perlu
untuk pelayanan perawatan, Contoh:
a. Proses dan pencatatan diagnosa keperawatan dalam rencana
pelayanan catatan perkembangan.
b. Pemakaian format problem, etiologi untuk tiap masalah
potensial.
c. Pengkajian data pada dokumen, semua faktor mayor untuk
setiap diagnosa.
d. Dokumen dari pengkajian atau mengikuti diagnosa
keperawatan yang tepat.
e. Ulangi data salah satu informasi pengkajian perawatan, sebagai
perawat prefisional dari kerja sama dengan staf pembuat
diagnosa.
3. Dokumentasi rencana keperawatan
Dokumentasi intervensi mengidentifikasi mengapa sesuatu
terjadi terhadap klien, apa yang terjadi, kapan, bagaimana, dan
siapa yang melakukan intervensi.
a. Why: Harus di jelaskan alasan tindakan dan data yang ada dari
hasil dokumentasi pengkajian dan diagnosa keperawatan.
b. What: Di tulis secara jelas, ringkas dari pengobatan/tindakan
dalam bentuk action verbs.
c. When: Mengandung asfek penting dari dokumen intervensi.
d. Who: Tindakan di laksanakan dalam pencatatan yang lebih
detail.
e. Who: Siapa yang melaksanakan intervensi harus selalu di
tuliskan pada dokumen serta tanda tangan sebagai pertanggung
jawab.
4. Dokumentasi Evaluasi
Pernyataan evaluasi perlu di dokumentasikan dalam catatan
kemajuan, di revisi dalam perencanaan perawatan atau di masukan
pada ringkasan khusus dan dalam pelaksanaan dalam bentuk
perencanaan.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Basalioma merupakan keganasan kulit yang paling sering ditemukan
umumnya di daerah wajah dan paling banyak timbul pada orang kulitnya
miskin pelindung terhadap sinar ultraviolet dari cahaya matahari. Tumor ini
berasal dari sel lapisan basal atau dari luar sel folikel rambut (R.
Sjamsuhidayat, 2004). Penyebabnya adalah terpapar sinar matahari atau
penyinaran ultraviolet lainnya.
Bagian tubuh yang terserang Kanker Sel Basal biasanya di wajah dan
leher. Meskipun jarang dapat pula di jumpai pada lengan, tangan, badan, kaki
dan kulit kepala (Marwali, 2002).
Penyakit ini dimulai dengan papula kecil, warna kuning abu-abu
mengkilat, meninggi di atas permukaan kulit, jika kena trauma mudah
berdarah. Papula makin lama makin membesar menjadi makula dan bagian
tengah dapat timbul siklus atau tida ada ulkus (Siregar, 2005).
Pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukan pada penderita
basalioma adalah : anamnesis, pemeriksaan fisik, dan biopsi (Putra, 2008).
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA