bahan ajar phi

Upload: rani-istanti-siswono

Post on 09-Jul-2015

222 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN Pernahkah saudara melihat ada seseorang di masyarakat yang mampu hidup sendiri, dalam arti dia mampu memenuhi segala

kebutuhannya tanpa bantuan orang lain ? Jawabannya sudah pasti tidak akan dijumpai dalam kehidupan masyarakat ada orang yang mampu hidup sendiri, sekalipun dia dianugerahi harta yang berlimpah. Coba saudara renungkan ! kira-kira mengapa seseorang tidak mungkin dapat hidup sendiri di masyarakat ? Setelah saudara menganalisis dan menjawab pertanyaan di atas, sekarang silahkan cermati uraian sebagai berikut : From birth to death man lives out his life as a member of a society (Krech, Crutchfield, Ballachey, 1962 : 308), artinya bahwa sejak dari lahir sampai meninggal manusia mengalami kehidupannya sebagai anggota suatu masyarakat. Banyak contoh di dunia ini yang menunjukkan, bahwa tidak ada seorangpun manusia mampu hidup secara sendiri, misalkan seorang bayi, dia akan memerlukan seorang bidan atau dokter atau dukun beranak agar dia bisa lahir dari rahim ibunya; kemudian dia juga akan memerlukan orang lain untuk memandikannya, mengganti pakaiannya; menyusui dan sebagainya. Begitu juga ketika kita membaca ceritera tentang asal mulanya manusia, yaitu Nabi Adam, maka diapun tidak dapat hidup sendiri, sehingga didampingi oleh istrinya Siti Hawa. Atau mungkin ceritera Robinson Crusoe, yang pada akhirnya si pengarang memunculkan tokoh Friday sebagai temannya, begitu juga dengan ceritera tentang Tarsan yang hidup di tengah-tengah hutan dan ditemani oleh berbagai binatang, pada akhirnya dimunculkan seorang wanita sebagai teman hidupnya yang akan melahirkan keturunannya. Kesemuanya menunjukkan, bahwa tiada seorangpun manusia yang mampu hidup tanpa bantuan dan pertolongan orang lain. 1

Berbicara mengenai manusia, paling tidak ada tiga

pengertian,

yaitu manusia sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial; manusia sebagai makhluk monodualisme, yang terdiri dari 2 kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, yaitu unsur rohani dan jasmani, dan manusia sebagai makhluk yang berakal. Selain pengertian di atas, anda masih ingat tentang manusia sebagai makhluk zoon politicoon, yaitu manusia sebagai makhluk bermasyarakat, yaitu makhluk yang selalu hidup di masyarakat. Kemudian Ibnu Khaldun menyatakan, bahwa manusia itu harus hidup bermasyarakat. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut jelaslah, bahwa tiada seorangpun manusia akan mampu hidup seorang diri. P.J. Bouman menyatakan, bahwa Manusia itu baru menjadi manusia, karena ia hidup bersama dengan manusia lainnya , kemudian John Locke dan Thomas Jefferson menyatakan, bahwa di dalam sistem pergaulan hidup, secara prinsip manusia itu diciptakan bebas dan sederajat ( dikutip dari Dudu Duswara Machmudin, 2001 : 9-10 ). Soerjono Soekanto ( 1986 : 102-103), menyatakan, bahwa sejak dilahirkan manusia telah mempunyai yaitu: Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya, yaitu nasyarakat Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya. Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa sejak kelahiran dan secara kodrat manusia selalu ingin menyatu dengan manusia lain dan lingkungan sekitarnya dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat untuk saling memenuhi kebutuhan hidupnya dan untuk saling berinteraksi satu sama lain dalam upaya hidup bermasyarakat. Untuk dapat mempertahankan hidup dan kehidupannya atau dapat menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut, manusia dikaruni akal dua hasrat atau keinginan pokok,

2

fikiran

dan

perasaan Melalui

yang akal,

mendorong pikiran dan

untuk

melakukan

berbagai juga

aktivitasnya.

perasaannya

manusia

menghasilkan berbagai barang kebutuhan hidup dan kehidupannya. Misalnya untuk melindungi diri dari sengatan matahari, kucuran hujan dan serangan binatang buas, manusia membuat rumah; kemudian untuk mempertahankan kehidupannya manusia juga mencari dan menciptakan aneka makanan dsb. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa manusia dalam suatu tatanan masyarakat selalu saling berinteraksi satu sama lain untuk saling memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada hakekatnya setiap manusia yang secara psikologis merupakan bagian terkecil dari suatu masyarakat mempunyai cita-cita untuk dapat hidup damai, tertib dan sejahtera. Untuk mewujudkan keinginan atau harapan tersebut sudah barang tentu tidak akan dapat diusahakannya sendiri, akan tetapi harus dilakukan melalui upaya kerjasama dan saling pengertian di antara sesama manusia tersebut. Bagi bangsa Indonesia cita-cita dan harapan untuk dapat hidup damai, tenteram sudah bukan merupakan barang baru. Hal ini dikarenakan secara jelas telah tercantum dasarnya dalam Pembukaan UUD 1945, khususnya dalam Alinea IV yang menyatakan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam pergaulan sehari-hari di antara sesama manusia sudah barang tentu ada yang mempunyai kepentingan yang sama, namun ada kalanya kepentingan setiap individu berbeda. Perbedaan kepentingan dalam suatu pergaulan antar manusia di masyarakat merupakan sesuatu karunia dalam suatu negara demokrasi, namun bila tidak segera diatasi perbedaan tersebut bisan menjadi sumber konflik.

3

Untuk merealisasikan apa yang menjadi cita-cita dan harapan seluruh lapisan masyarakat, diciptakanlah seperangkat aturan atau kaidah yang pada hakekatnya bertujuan untuk terjadinya suasana tertib dan damai di masyarakat. Masyarakat sendiri sudah barang tentu harus dapat mendukung upaya-upaya perwujudan ketertiban di lingkungannya dengan cara melaksanakan dan menghormati berbagai peraturan yang ada, karena bagaimanapun antara masyarakat dan kaidah tidak dapat dipisahkan keberadaannya, bagaikan satu mata uang dalam dua sisi. Cirero kurang lebih 2000 tahun yang lalu menyatakan : "Ubi societas ibi ius" dimana ada masyarakat di situ ada hukum . Hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat mencerminkan corak dan sifat masyarakat yang bersangkutan. Masing-masing masyarakat mempunyai kebudayaan dan cara berfikirnya yang belum tentu sama. Menurut Von Savigny sebagaimana dikutip Ranidar Darwis ( 1986 : 17 ) menyatakan, bahwa hukum suatu masyarakat mengikuti Volksgeist (jiwa/semangat rakyat) dari masyarakat tempat hukum itu berlaku. Karena Volksgeist masing-masing masyarakat

berbeda-beda atau belum tentu sama, maka hukumnya pun belum tentu sama atau berbeda-beda. Namun keberadaan demikian bagaimanapun situasi dan kondisinya,

kaidah atau norma dalam suatu masyarakat sangat mutlak.

Dalam pergaulan hidup di masyarakat, kaidah berperan sedemikian rupa, sehingga setiap anggota masyarakat akan menyadari apa yang menjadi hak dan kewajibannya, yang menjadikan segala sesuatunya berjalan tertib dan teratur sesuai dengan apa yang dicita-citakan. J.P. Glastra van Loan sebagaimana dikutip Dudu Duswara M ( 2001 : 51 ) menyatakan, bahwa

dalam menjalankan peranannya hukum mempunyai fungsi sangat penting, yaitu : Menertibkan masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup Menyelesaikan pertikaian

4

Memelihara dan mempertahankan tata tertib dan aturan, jika perlu dengan kekerasan Mengubah tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat Memenuhi tuntutan keadilan dan kepastian hukum dengan cara merealisasikan fungsi hukum sebagaimana disebutkan di atas. Berdasarkan pendapat di atas, kita dapat mengambil suatu kesimpulan, bahwa keberadaan hukum di tengah-tengah masyarakat tiada lain bertujuan agar tercipta ketertiban dalam pergaulan antar sesama manusia. Hukum juga berfungsi menyelasaikan setiap perselisihan yang terjadi di masyarakat, baik karena faktor perbedaan kepentingan ataupun karena faktor-faktor lain. Sebagaimana dinyatakan pada uraian terdahulu, bahwa dalam pergaulan hidup antar manusia di masyarakat kadangkala terjadi perbedaan kepentingan yang kalau tidak dicarikan solusinya bisa menjadi sumber konflik. Selain itu masyarakat juga memerlukan rasa aman dan perlindungan hukum. Oleh karena itulah masalah kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa menjadi idaman seluruh lapisan masyarakat. Dengan adanya kepastian hukum yang benar-benar mampu melindungi seluruh lapisan masyarakat, tanpa melihat dari golongan mana masyarakat tersebut berasal, supremasi hukum dapat ditegakkan. Sehubungan dengan kenyataan tersebut, maka lahir dan

berkembang norma atau kaidah dalam masyarakat. Yang dimaksud norma atau kaidah adalah atauran atau adat kebiasaan dan atau hukum yang berlaku. Adapun kaidah atau norma yang ada di masyarakat sangat banyak dan bervariasi. Namun demikian kita dapat menarik kesimpulan, bahwa dari yang banyak tersebut pada intinya ada 2, yaitu : yaitu aturan-aturan yang dibuat oleh negara dan aturan-aturan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.

5

BAB II SEJARAH TATA HUKUM INDONESIA

A. Sejarah Perkembangan Ilmu Hukum Pada hakekatnya manusia sebagai individu mempunyai kebebasan asasi, baik dalam hal hidup maupun kehidupannya. Hak asasi tersebut sudah barang tentu dalam pelaksanannya harus dilakukan berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku, terlebih-lebih di Indonesia, di mana hak asasi berfungsi sosial, artinya dalam pelaksanannya harus disesuaikan dengan kepentingan orang lain yang juga mempunyai hak asasi. Manusia sebagai makhluk sosial ( zoon politicoon ) tidak bisa berbuat sekehandaknya, karena terikat oleh norma-norma yang ada dan berkembang di masyarakat serta terikat pula oleh kepentingan orang lain. Konsekwensinya dalam melaksanakan segala keperluan hidup dan kehidupan setiap manusia harus melakukannya berdasarkan kepada

aturan-aturan atau norma-norma yang ada dan berlaku di masyarakat, baik norma agama, norma susila, norma adat maupun norma hukum. Sebelum lahir dan berkembang norma hukum di masyarakat, telah ada dan berkembang norma kesusilaan, norma adat dan norma agama, namun masyarakat masih tetap memerlukan norma hukum. Hal ini dikarenakan : 1. Tidak semua orang mengetahui, memahami, menyikap dan

melaksanakan aturan-aturan yang ada dan berkembang dalam normanorma tersebut. 2. Masih banyak kepentingan-kepentingan manusia yang tidak dijamin oleh norma-norma tersebut, misalnya dalam pelaksanaan aturan lalu lintas yang mengharuskan setiap orang dan atau kendaraan berjalan di sebelah kiri

6

3. Ada sebagian kepentingan-kepentingan yang bertentangan dengan norma tersebut padahal masih memerlukan perlindungan hukum. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka diciptakanlah aturanaturan hukum yang dibuat oleh lembaga resmi, yaitu untuk menjamin kelancaran hidup dan kehidupan manusia dalam pergaulan di masyarakat, dengan tujuan agar terwujud ketertiban di masyarakat yang bersangkutan. Satjipto Rahardjo ( 1993 : 13 ) menyatakan, bahwa

masyarakat dan ketertiban merupakan dua hal yang berhubungan sangat erat, bahkan bisa juga dikatakan sebagai dua sisi dari satu mata uang. Susah untuk mengatakan adanya masyarakat tanpa ada suatu ketertiban, bagaimanapun kualitasnya. Kehidupan dalam masyarakat sedikit banyak berjalan dengan tertib dan teratur didukung oleh adanya suatu tatanan, karena tatanan inilah kehidupan menjadi tertib. Hukum dalam arti ilmu pengetahuan yang disebut ilmu hukum berasal dari Bangsa Romawi,karena bangsa ini telah dianggap

mempunyai hukum yang paling baik dan sempurna bila dibandingkan dengan hukum yang ada dan berkembang di negara-negara

lain.Konsekwensinya perkembangan dan penyempurnaan hukum di negara-negara lain selalu dipengaruhi oleh Hukum Romawi. Kitab undang-undang Hukum Romawi ( KUH-Romawi) diciptakan pada masa Caisar Yustinianus yaitu Institutiones Yutinanae yang disebut Corpus Juris-Civilis. Adapun tujuan dilakukannya kodifikasi suatu hukum adalah agar tercipta kepastian hukum. Dalam mempelajari dan menyelidik hukum Romawi, bangsa-bangsa Eropa, seperti Perancis, Belanda, Jerman, Inggris mempelajarinya melalui 4 cara, yaitu : 1. Secara teoritis ( theoritische Receptie ), yaitu mempelajari hukum Romawi sebagai Ilmu Pengetahuan, dalam arti setelah mahasiswa dari negara yang bersangkutan mempelajari dan memperdalam hukum Romawi kemudian di bawa kenegaranya untuk dikembangkan lebih

7

lanjut, baik dalam kedudukan dia sebagai pegawai di pengadilan ataupun badan-badan pemerintah lainnya. 2. Secara praktis ( praktiche Receptie ) karena menganggap hukum Romawi ini lebih tinggi tingkatnya dari hukum manapun di dunia, bangsa-bangsa Eropa Barat mempelajarinya dan melaksanakan atau menggunakan Hukum Romawi ini dalam kehidupannya sehari-hari dalam negaranya. 3. Secara Ilmiah ( Wetenschappetyk Receptie ), Hukum Romawi yang telah dipejari oleh para mahasiswa hukum dikembangkan lebih lanjut di negara asalnya melalui perkuliahan-perkuliahan di perguruan tinggi. Hal ini karena tidak sedikit mahasiswa yang telah mempelajari hukum tersebut setelah kembali ke negaranya bekerja sebagai dosen. 4. Secara Tata Hukum ( Positiefrechttelyke Receptie ), di mana setelah Perguruan-Perguruan Tinggi di Jerman dan Perancis, dan negaranegara tersebut dalam membuat dan melaksanakan Undang-undang selalu mengambil dasar dari hukum Romawi dijadikan Hukum Positif dalam negaranya masing-masing, wa;au demikian tentu saja

penerimaan hukum ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi negaranegara tersebut. Suatu aturan hukum adalah suatu aturan yang sebanyak mungkin harus dipertahankan oleh pihak atasan dan yang biasanya diberi sanksi jika itu dilanggar. Sanksi itu berarti bahwa jika aturan tidak dijalankan dan dengan sendirinya pemerintah akan ikut campur tangan, seperti halnya dalam Hukum Pidana, namun bisa juga pemerintah memberikan bantuan kepada seseorang untuk memperoleh haknya, seperti diatur dalam Hukum Acara Pidana. Begitu juga bila terjadi perselisihan atau persengketaan di antara sesama warga masyarakat, seperti masalah warisan,perceraian,perbatasan dengan tetangga rumah, sewa menyewa,

8

peerjanjian jual beli dan lain sebagainya, maka akan berbicara Hukum Perdata. Hal ini sesuai dengan batasan Hukum Perdata.

B. Pengertian dan Tujuan Tata HukumPengertian : Tata Hukum adalah semua peraturan-peraturan hokum yang diadakan /diatur oleh negara atau bagian-bagiannya dan berlaku pada waktu itu di seluruh masyarakat dalam negara atau disebut juga ius constitutum. Tujuan dibentuknya tata hukum adalah untuk mempertahankan, memelihara dan melaksanakan tata tertib di kalangan anggota- anggota

masyarakat dalam negara itu dengan peraturan-peraturan yang diadakan oleh negara atau bagian-bagiannya. Tujuan mempelajari Tata Hukum Indonesia : agar mengetahui perbuatan atau tindakan manakah yang menurut hukum dan yang manakah bertentangan dengan hukum, bagaimanakah kedudukan seseorang dalam masyarakat, apakah kewajiban-kewajiban dan wewenang-wewenangnya yang kesemuanya itu menurut hukum Indonesia. Tata hukum adalah susunan hukum yang berasal mula dari istilah recht orde (bahasa Belanda). Susunan hukum terdiri atas aturan-aturan hukum yang tertata sedemikian rupa sehingga orang mudah menemukannya bila suatu ketika membutuhkannya untuk menyelesaikan peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat. Aturan yang ditata sedemikian rupa menjadi tata-hukum tersebut antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan saling menentukan. Tata hukum berlaku dalam masyarakat karena disahkan oleh pemerintah masyarakat itu. Jika masyarakat itu masarakat negara, yang mensyahkan tata hukumnya adadalah penguasa negara itu. Tata hukum yang sah dan berlaku pada waktu tertentu dan masyarakat tertentu dinamakan hukum positif (Ius Constitutum). Tata hukum yang diharapkan berlaku pada masa yang akan datang dinamakan Ius Constituendum. Ius Constituendum dapat menajdi Ius Constitutum dan Ius Constitutum dapat diganti Ius Contituendum baru yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang senantiasa berkembang (Daliyo, dkk, 1992:4).

9

Tata hukum, suatu negara adalah tata hukum yang ditetapkan atau disahkan oleh pemerintah negara. Jadi tata hukum Indonesia adalah tata hukum yang ditetapkan dan disahkan oleh pemerintah negara Republik Indonesia. Di Indonesia dewasa ini, mana yang disebut Ius Consitutum, mana yang disebut Ius Consituendum, mana yang disebut Ius Naturale. Untuk menjelaskan atau menjawab pertanyaan tersebut, Anda perlu mengetahui dahulum pembagian hukum dalam beberapa golongan seperti yang diuaraikan sebelumnya. Setelah kalian mengkaji ulang macam-macam pembagian hukum tersebut, maka yang termasuk hukum positif (Ius Constitutum) di Indonesia dewasa ini ialah sebagian dari pada hukum Publik dan Hukum Privat. Yang termasuk hukum Publik diantaranya Hukum Pidana, Hukum Pajak, Hukum Perburuhan, dan Hukum Acara. Sedangkan yang termasuk hukum Privat diantaranya Hukum Perdata, Hukum Dadang, Hukum Islam, dan Hukum Adat. Baik Hukum Publik maupaun Hukum Privat sebagian besar adalah produk kolonial Belanda, kecuali Hukum Islam dan Hukum Adat. Sedangkan hukum Acara Pidana, Hukum Acara Administrasi (Tatat Usaha Negara), Hukum Pajak, dan Hukum Perburuhan sudah merupakan Hukum Nasional. Misalnya Hukum Acara Pidana yang dikenal dengan KUHAP (UU RI NO. 8 Tahun 1981), sedangkan hukum materiilnya yaitu KUHP yang dewasa ini masih merupakan Rancangan Undang-Undang sedang di godok di DPR RI, dan Hukum Acara Administrasi yang dikenal dengan Peradilan Tata Usaha Negara (UU RI No. 5 tahun 1986). Apakah hukum positif tersebut perlu dipertahankan? Sebelumnya harus dipahami bahwa Secara yuridis lebih dari setengah abad kita tetap masih hidup dalam masa peralihan, sehingga belum sepenuhnya merdeka secara hukum. Artinya produk-produk Hukum Kolonial Belanda ada yang masih dipergunakan, dengan dasar Aturan Peralihan Pasal I UUD 1945 (setelah amandemen) dan yanag tidak sesuai lagi dengan Pancasila dan UUD 1945 perlu diganti atau direvisi dengan hukum nasional yang dicita-citakan. Hukum Nasional yang dicita-citakan akan menuju kepada Sistem Hukum Nasional (Ius Constituendum).

10

Peraturan Pokok pada jaman Hindia Belanda :

1. Algeimene Bepaling van Wetgeving voor Indonesia, disingkat AB (Ketentuan-ketentuan Umum tentang Peraturan Perundang-undangan untuk Indonesia.) yang dikeluarkan pada tanggal 30 April 1847 2. Regerings Reglemens (R.R) yang dikeluarkan pada tanggal 2 September 1854. 3. Indische Staatsregeling (IS) atau Peraturan Ketatanegaraan Indonesia. Pada tanggal 23 Juni 1925 RR iubah menjadi IS yang termuat dalam Stb. 1925/415 yang mulai berlaku 1 Januari 1926. RR dan IS ini dapat dikatakan peraturan pokok yang merupakan : UUD Hindia Belanda dan merupakan sumber peraturan-peraturan organic pada masa itu.

Peraturan Organik Pada Jaman Hindia Belanda : 1. Ordonantie 2. Regerings Verordening 3. Locale Verordening

Peraturan Pokok pada Jaman Jepang Hanya ada satu yaitu Undang-undang nomor 1 tahun 1942 yang menyatakan berlakunya kembali semua perarturan perundangan Hindia Belanda yang tidak bertentangan dengan kekuasaan Militer Jepang.

Dasar hukum berlakunya keanekaragaman hukum di Indonesia 1. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yang berbunyi : Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini 2. Pasal 142 Ketentuan Peralihan UUDS 1950 : Peraturan Undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha negara yang sudah ada pada tanggal 17 Agustus 1950 tetap berlaku dengan tidak burubah sebagai peraturanperaturan RI sendiri, selama dan sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan11

ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh Undang-undang dan ketentuan tata usaha atas kuasa UUD ini 3. Pasal 192 Ketentuan Peralihan Konstitusi RIS : Peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang sudah ada pada saat Konstitusi ini mulai berlaku tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturanperaturan dan ketentuan-ketentuan Republik Indonesia sendiri selama dan sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh Undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha atas kuasa Konstitusi ini

Latihan : 1. Jelaskan apa yang dimaksud tata hukum? Apa tujuan kita mempelajari hukum? 2. Manfaat apa yang kita peroleh dengan mempelajari tata hukum? 3. Jelaskan istilah-istilah dibawah ini secara singkat, jelas dan tepat! Alghemeine Bepaling van Wetgeving voor Indonesia (Ab) Regelings Reglemens (R.R) Indische Staatregeling (IS) Lex specialis, lex generalis

4. Jelaskan hungan pasal II antara aturan peralihan UUD 1945, pasal 142 ketentuan peralihan UUDS 1950 dan pasal 192 ketentuan peralihan konstitusi RIS.

12

BAB III POKOK POKOK HUKUM TATA BEGARA DAN ADMINISTRASI NEGARA

A. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara

1. Makna Proklamasi bagi Bangsa Indonesia Bangsa Indonesia yang telah memproklamasikan kemerdekannya tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai makna yang sangat urgen dalam kehidupan ketatanegaraannya. Proklamasi bagi bangsa Indonesia mengandung makna : Dimulainya persiapan bagi kemerdekaan Indonesia yang dimulai sejak diumumkannya Janji Kemerdekaan Kelak di kemudian hari oleh Perdana Mentri Koiso kepada rakyat Indonesia pada tanggal 9 September 1944. Pada tanggal 1 Maret 1945 Panglima Tentara Keenambelas Letnan Jendral Kumakici Harada Penyelidik Usaha Usaha mengumumkan dibentuknya Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(Dokuritu zyunbi Tjoosakai) atau BPUPKI. Badan ini bertujuan untuk mempelajari hal hal penting mengenai masalah tata pemerintahan jika Indonesia merdeka. BPUPKI

ini diketuai oleh K.R.T. Rajiman Wediodiningrat dan dua orang wakil yaitu R.Panji Suroso dan satu orang bangsa Jepang yang bernama Ichibangase. Sidang Pertama BPUPKI tanggal 29 Mei 1 Juni 1945.Dalam sidang pertama ini pembicaraan dipusatkan pada usaha merumuskan dasar filsafat bagi negara Indonesia Merdeka. Yang kemudian dikenal dengan Pancasila.

13

Pada sidang tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Supomo juga mengemukakan lima azas dasar negara Sidang kedua BPUPKI tanggal 10-17 Juli 1945. Untuk merumuskan

Undang Undang Dasar dibentuklah Panitia Kecil yang diketuai oleh Ir. Soekarno.Pada sidang kedua ini, pembicaraan dititik beratkan pada perumusan UUD. Rancangan UUD datang dari Mr Soepomo yang terdiri dari batang tubuh dan penjelasan. Sedangkan Piagam Jakarta yang disusun pada tanggal 22 Juni 1945 disetujui dijadikan sebagai

Preambul/pembukaan dari UUD yang akan dibentuk.Pada tanggal 7 Agustus 1945 Dokuritsu Junbi Cosakai dibubarkan sebagai gantinya dibentuk Dokuritu Zyunbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Kemudian pada tanggal 9 Agustus tiga tokoh pergerakan nasional yaitu Ir. Soekarno, Drs.Muh Hatta dan dr. Radjiman

Wediodiningart berangkat ke Dalat (Vietnam Selatan) atas panggilan Marsekal Darat Terauci. Pada tanggal 15 Agustus 1945 Soekarno-Hatta tiba ditanah air. Hal ini bersamaan dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu. Berita ini juga diketahui oleh sebagian pemimpin pemuda. Para pemuda menghendaki

Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia lepas dari Jepang. Pihak Soekarno-Hatta masih ingin membicarakan pelaksanaan kemerdekaan itu di dalam rapat PPKI yang telah ditentukan pada tanggal 18 Agustus 1945. Pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 tidak mengalami kesulitan dan berjalan dengan lancar serta diantaranya adalah :

menghasilkan keputusan yang penting

Mengesahkan Undang Undang Dasar yang telah dipersiapkan oleh Dokuritu Zyunbi Tjoosakai ( yang sekarang dikenal sebagai UUD 1945).

14

Memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Moh. Hatta sebagai wakilnya.

Membentuk sebuah Komite Nasional untuk membantu Presiden selama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Perwakilan Rakyat (DPR) belum tersusun. dan Dewan

Pada tanggal 19 Agustus 1945 Presiden memanggil PPKI dan Pemuda untuk :

Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Merancang Pembentukan 12 Departemen dan menunjuk para mentrinya.

Menetapkan pembagian wilayah Republik Indonesia , atas 8 propinsi yaitu Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil ( Nusa Tenggara), Kalimantan, Sulawesi, Maluku serta Irian sekaligus memilih gubernurnya.

Demikianlah beberapa peristiwa penting yang terjadi sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Dengan demikian Proklamasi Kemerdekaan itu memiliki beberapa makna diantaranya adalah :

Proklamasi merupakan Negara Indonesia

awal peristiwa penting

bagi berdirinya

Adanya hak untuk berdaulat artinya rakyat Indonesia dengan tenaganya sendiri dan keinginan berdaulat dapat menyusun kekuatan untuk membentuk suatu Negara-Merdeka yang memiliki

pemerintahan yang memiliki hak untuk mengatur negaranya sendiri tanpa campur tangan dari negara lain.

Awal dari dimulainya usaha untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat yang telah lama tertindas oleh kaum penjajah. Bangsa Indonesia dapat melaksanakan pembangunan sesuai dengan aspirasi masyarakat guna mewujudkan kesejahteraan yang telah lama diidam-

15

idamkan. Dengan demikian Indonesia dapat mesejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lain di dunia. 2. Hubungan Proklamasi dengan Pembukaan UUD 1945 ? Isi Proklamasi sangat ringkas yaitu tentang pernyataan kemerdekaan dan pemindahan kekuasaan. Namun demikian ditinjau dari segi hukum Proklamasi merupakan Source of the sources atau dasar dari segala dasar ketertiban baru di negara Indonesia semenjak 17 Agustus 1945 . The founding fathers juga memiliki cita-cita Negara yang ingin dibentuk itu adalah Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur sebagaimana yang tercantum pada alinea kedua Pembukaan UUD 1945. Selain itu pada alinea ketiga juga dapat ditemukan pernyataan kemerdekaan / declaration of independencenya Indonesia pada kalimat..maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Untuk mewujudkan Negara yang diidam-idamkan

sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 perlu pengaturan lebih lanjut. Pengaturan itu terdapat pada pasal-pasal atau dulu dikenal dengan batang tubuh UUD 1945. Namun demikian usaha untuk mewujudkan Negara yang adil dan makmur itu tidak dapat dilaksanakan dengan segera begitu juga dengan UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan dengan sebaik-

baiknya. Keadaan pada saat itu mengharuskan bangsa Indonesia untuk mempertahankan Negara baik dari bangsa Belanda yang ingin menjajah kembali bangsa Indonesia maupun pemberontakan dari bangsa Indonesia sendiri seperti Peristiwa Madiun, DI/TII. PRRI PERMESTA dll.

16

3. Bentuk Negara dan Pemerintahan Negara merupakan organisasi kekuasaan yang memiliki kedaulatan. Setiap negara memiliki bentuk organisasi negara yang disebut bentuk negara, dan memiliki bentuk penyelenggaraan pemerintahan yang kita kenal dengan istilah bentuk pemerintahan. Seperti halnya organisasi lain, negara memiliki unsur-unsur

penduduk, wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan pengakuan yang satu satu sama lain saling berkaitan dan ketergantungan. Setiap negara memiliki hak untuk menentukan bentuk negara yang akan digunakan dalam menyelenggarakan organisasi negaranya. Penetapan bentuk negara yang digunakan tentu saja didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan antara lain aspek historis, politis, dan geografis. Perbedaan pertimbangan itulah yang menyebabkan bentuk negara yang dianut oleh setiap negara bisa berbeda-beda. Menurut paham modern, pada dasarnya bentuk negara (Staatsvormen) dapat dibedakan atas negara kesatuan (unitaris) dan negara serikat (federasi). Selain itu, ada bentuk lain yang disebut negara (konfederasi). Negara Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara memiliki wilayah sangat luas dan memiliki pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota yang bersifat otonom. Sekalipun demikian pengendalian tertinggi dalam menjaga dan menjalankan pemerintahan negara tetap ada di tangan serikat

pemerintahan pusat yang memiliki kedaulatan ke luar dan ke dalam. Hal ini menunjukkan bahwa negara kita memiliki bentuk negara kesatuan. Pemilihan bentuk negara kesatuan merupakan hasil

pertimbangan dan kesepakatan para pendiri negara (founding father).

17

Dalam pasal 1 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia tahun l945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang

berbentuk Republik. Menurut paham modern, negara kesatuan menunjukkan bentuk negara, sedangkan istilah republik

menunjukkan bentuk pemerintahan. Bentuk negara kesatuan yang telah ditetapkan para pendiri negara pada tahun 1945, ternyata lebih diperkuat dan dipertahankan oleh MPR RI melalui perubahan keempat UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dengan menegaskan bahwa Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan (Pasal 37 ayat 5). Hal ini mengindikasikan bahwa bentuk Negara kesatuan lebih cocok digunakan di wilayah negara kita. Tentu saja putusan MPR tersebut tidak terlepas dari pengalaman sejarah bangsa kita yang pernah menggunakan bentuk negara serikat pada tahun 1949 1950. Jika demikian, apa yang dimaksud negara kesatuan? Dalam

bahasa Inggris, istilah negara kesatuan dikenal dengan istilah unitary state, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut eenheidsstaat. Negara kesatuan merupakan bentuk negara yang kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintahan pusat. Dilihat dari susunannya, negara kesatuan merupakan negara bersusunan tunggal yang berarti dalam negara itu tidak terdapat negara yang berbentuk negara bagian.Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

18

Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi negara kesatuan dengan sistem sentralisasi dan negara kesatuan dengan sistem desentralisasi. Dalam negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, semua persoalan diatur dan diurus oleh pemerintahan pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan perintah dan peraturan dari pemerintahan pusat. Dengan demikian, daerah tidak diberi kewenangan membuat peraturan untuk mengurus urusan daerahnya sendiri. Contoh negara kesatuan dengan sistem sentralisasi adalah Jerman pada masa pemerintahan Hitler. Sedangkan dalam negara kesatuan dengan sitem

desentralisasi, daerah memiliki keleluasaan membuat peraturan untuk mengurus urusan rumah tangga sendiri (hak otonomi) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan ciri khas daerah tersebut. Dalam sistem desentralisasi, wilayah negara dibagi menjadi pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Dalam pemerintahan daerah tersebut terdapat unsur pemerintah daerah dan DPRD.Pasal 18 ayat (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undangundang. Pasal 18 ayat (2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tuga pembantuan. Pasal 18 ayat (5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Pasal 18 ayat (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

19

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa negara kita merupakan negara kesatuan dengan sistem desentralisasi. Sebagai bukti bahwa negara kita menganut sistem desentralisasi dapat dilihat dalam hal-hal berikut. a. Selain ada pemerintahan pusat, terdapat pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota; b. Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri; c. Pemerintahan daerah memiliki otonomi yang seluas-luasnya, kecuali 6 (enam) urusan yang menjadi kewenangan pemerintah

pusat, yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama; d. Dalam melaksanakan kewenangannya, pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lainnya.

Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi memiliki kelebihan antara lain: a. peraturan dan kebijakan di daerah dirumuskan sesuai dengan

kebutuhan dan kondisi daerah itu sendiri; b. partisipasi dan tanggung jawab masyarakat terhadap daerahnya akan meningkat; c. pembangunan di daerah akan berkembang sesuai dengan ciri khas daerah itu sendiri d. tidak bertumpuknya pekerjaan di pemerintah pusat, sehingga jalannya pemerintahan lebih lancar. Adapun kekurangannya adalah adanya ketidakseragaman

peraturan, kebijakan, dan kemajuan pembangunan tiap-tiap daerah. Kelebihan negara kesatuan dengan sistem sentralisasi antara lain:

20

a. penghasilan daerah dapat digunakan untuk kepentingan seluruh wilayah negara b. adanya keseragaman atau persamaan peraturan di seluruh wilayah negara Sedangkan kekurangannya antara lain: a. kebijakan dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat sering tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah yang beraneka ragam; b. bertumpuknya pekerjaan di pemerintah pusat sehingga seringkali menghambat kelancaran jalannya pemerintahan; c. keputusan dari pemerintah pusat sering terlambat; d. peluang masyarakat di daerah untuk turut serta dalam pemerintahan sangat terbatas; e. rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat terhadap

pembangunan di daerahnya sangat rendah. 4. Bentuk-Bentuk Pemerintahan Para ahli menggunakan kriteria tertentu dalam membedakan tentang bentuk-bentuk pemerintahan. Plato (429-347 S.M), misalnya menggunakan kriteria dilihat dari jumlah orang yang memerintah. Demikian pula murid Plato yaitu Aristoteles (384-322 S.M.)

menggunakan kriteria kuantitatif (dilihat dari

jumlah orang yang

memerintah) dan kriteria kualitatif (dilihat dari tujuan yang hendak dicapai). Menurut Plato dan Aristoteles, pemerintahan dapat dipegang oleh satu orang, beberapa orang, atau banyak orang. Menurutnya,

perbedaan jumlah orang yang memerintah tersebut akan melahirkan bentuk pemerintahan yang berbeda. Plato dan Aristoteles membagi bentuk pemerintahan ke dalam bentuk cita ( The ideal form) dan bentuk

21

pemerosotan (The Corruption form). Bagaimanakah bentuk-bentuk pemerintahan yang dikemukakan kedua filsuf Yunani Kuno tersebut? Coba Kalian cermati bagan di bawah ini.Bentuk-Bentuk Pemerintahan Menurut Plato dan Aristoteles Pemerintahan Oleh Satu orang Beberapa orang Baik (Ideal) Monarkhi Aristokrasi Plato Jelek (Pemerosotan) Tyrani Oligarkhi Aristoteles Baik (Ideal) Monarki Aristokrasi Jelek (Pemerosotan) Tyrani Oligarkhi

Banyak orang Demokrasi

Mobokrasi/ Okhlokrasi

Polity

Demokrasi

Berdasarkan bagan tersebut, bentuk-bentuk pemerintahan yang baik menurut Plato yaitu monarkhi, aristokrasi, dan demokrasi.

Sedangkan menurut Aristoteles, bentuk pemerintahan yang baik tersebut yaitu monarkhi, aristokrasi, dan polity. Sedangkan Republik berasal dari kata res yang berarti kepentingan; dan publica yang berarti umum. Jadi republik berarti suatu pemerintahan yang menjalankan kepentingan umum. Niccolo Machiavelli (1469-1527) dalam bukunya II Principe, merupakan orang pertama yang mengemukakan bahwa bentuk pemerintahan hanya ada dua yaitu monarki dan republik. Machiavelli tidak menjelaskan ukuran/kriteria untuk membedakan kedua bentuk pemerintahan tersebut. Kemudian, George Jellinek dan Leon Duguit memberikan kriteria yang berlainan untuk membedakan bentuk monarki dan republik. 5. Unsur-unsur Negara Unsur-unsur konstitutif yang harus dipenuhi oleh suatu negara menurut Konvensi Montevideo (1933) meliputi: penduduk, 22

wilayah, pemerintah, dan kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain. Sedangkan menurut Oppenheim-Lauterpacht unsur konstitutif negara meliputi: rakyat (penduduk), wilayah, dan

pemerintah yang berdaulat. Ketiga unsur tersebut merupakan unsur pokok atau syarat mutlak, artinya ketiga syarat tersebut harus terpenuhi secara lengkap untuk adanya suatu negara. Pada dasarnya, apabila salah satu unsur tidak terpenuhi, maka negara itu tidak ada. Karena ketiga unsur tersebut merupakan syarat utama yang harus dipenuhi untuk berdirinya satu negara, maka ketiga unsur tersebut disebut unsur konstitutif atau unsur pembentuk. Dalam rangka mengadakan hubungan dengan negara lain,

suatu negara memerlukan pengakuan oleh negara lain. Pengakuan tidak merupakan unsur pembentuk adanya suatu negara, tetapi hanya merupakan unsur deklaratif saja.DISKUSIKAN BAGAN DI BAWAH INI!

Penghuni Negara Penduduk Bukan Warga Negara Bukan Penduduk

Warga Negara Asli

Keturunan

Sistem pemerintahan yang dianut Indonesia

23

Konstitusi Indonesia tidak menegaskan secara eksplisit sistem pemerintahannya. Namun secara maknawi (Jimly, 2003)

pemerintahan Indonesia menerapkan sistem presidensiil, yang ditandai oleh beberapa prinsip berikut: a. Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi

penyelenggara kekuasaan eksekutif negara yang tertinggi di bawah Undang Undang Dasar. Dalam sistem ini tidak dikenal dan tidak perlu dibedakan adanya kepala negara dan kepala pemerintahan. Keduanya adalah Presiden dan Wakil Presiden. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggungjawab politik berada ditangan Presiden (concentration of power and responsibility upon the President). b. Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung dan karena itu secara politik tidak bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atau lembaga parlemen, melainkan memilihnya. c. Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimintakan bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang

pertanggungjawabannya secara hukum apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum konstitusi. Dalam hal demikian, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dituntut pertanggungjawaban oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk

disidangkan dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, yaitu sidang gabungan antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Namun, sebelum diberhentikan, tuntutan pemberhentian Presidendan/atau Wakil Presiden yang didasarkan atas tuduhan pelanggaran atau kesalahan, terlebih dulu harus dibuktikan secara hukum melalui proses peradilan di Mahkamah Konstitusi. Jika tuduhan bersalah itu dapat dibuktikan secara hukum oleh

24

Mahkamah Konstitusi, barulah atas dasar itu, MPR bersidang dan secara resmi mengambil putusan pemberhentian. d. Para Menteri adalah pembantu Presiden, Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dan karena bertanggung-jawab kepada Presiden, bukan dan tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Kedudukannya tidak tergantung kepada parlemen. e. Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam sistem presidensiil sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintahan, ditentukan pula bahwa masa jabatan Presiden lima tahun dan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari dua masa jabatan. Di samping itu, beberapa badan atau lembaga negara dalam lingkungan cabang kekuasaan eksekutif ditentukan pula independensinya dalam menjalankan tugas

utamanya. Lembaga-lembaga eksekutif yang dimaksud adalah Bank Indonesia sebagai bank sentral, Kepolisian Negara dan Kejaksaan Agung sebagai aparatur penegakan hukum, dan Tentara Nasional Indonesia sebagai aparatur pertahanan negara. Meskipun keempat lembaga tersebut berada dalam ranah eksekutif, tetapi dalam menjalankan tugas utamanya tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan politik pribadi Presiden. Untuk menjamin hal itu, maka pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur Bank Indonesia, Kepala Kepolisian Negara, Jaksa Agung, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia hanya dapat dilakukan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Pemberhentian para pejabat tinggi pemerintahan tersebut tanpa didahului dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat hanya dapat dilakukan oleh Presiden apabila yang bersangkutan terbukti bersalah dan karena itu dihukum berdasarkan vonis

25

pengadilan yang bersifat tetap karena melakukan tindak pidana menurut tata cara yang diatur dengan Undang-Undang.

6. Kedudukan dan wewenang Presiden menurut Undang Undang Dasar 1945 hasil perubahan Kedudukan presiden adalah sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan (pasal 4 ayat 1) atau lembaga eksekutif, mempunyai kekuasaan untuk menetapkan aturan pemerintah (pouvoir reglement). Wewenang dan fungsi presiden sebagai kepala negara yang sesuai dengan perubahan UUD 1945 ke empat adalah (1) mengajukan rancangan undang-undang ke DPR, (2) menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana

mestinya, (3) memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara, (4) dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian

internasional dengan negara lain, (5) Presiden dapat menyatakan keadaan bahaya, (6) Presiden mengangkat duta dan konsul serta menerima duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR, (7) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan

memperhatikan pertimbangan MA, (8) Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR, (9)

memberikan gelar, tanda jasa, tanda kehormatan sesuai dengan undang-undang, (10) membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden, dan (11) mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama menjadi UU. Jimly Asshiddiqie (2005:222) meguraikan kewenangan

presiden yang mencakup : a. Kewenangan yang bersifat eksekutif atau menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan undang-undang dasar. 26

b. Kewenangan

yang

bersifat

legislatif

atau

untuk

mengatur

kepentingan umum atau publik. Dalam sistem pemisahan kekuasaan, kewenangan ini dianggap ada ditangan lembaga perwakilan, bukan ditangan lembaga eksekutif/presiden. c. Kewenangan yang bersifat yudisial dalam rangak pemulihan keadilan yang terkait dengan putusan pengadilan, yaitu

mengurangi hukuman, ataupun menghapuskan tuntutan yang terkait dengan kewenangan pengadilan. d. Kewenangan yang bersifat diplomatik, yaitu menjalankan

perhubungan dengan negara lain atau subjek hukum internasional lainnya dalam konteks hubungan luar negeri, baik dalam keadaan perang maupun damai. Presiden adalam pucuk pimpinan negara, oleh karena itu dia menjadi simbol kedaulatan politik suatu negara dalam berhadapan dengan negara lain. e. Kewenangan yang bersifat administratif untuk mengangkat dan memberhentikan orang dalam jabatan-jabatan kenegaraan dan jabatan-jabatan administrasi negara. Presiden merupakan pemimpin tertinggi dalam pemerintahan yang memiliki wewenang dan kekuasaan yang berbeda dengan lembaga lain. Presiden pun memiliki hak prerogatif dalam

menentukan kabinetnya. Namun, agar kekuasan dan wewenang presiden tidak terlalu bebas, maka presiden pun dalam menggunakan kekuasaannya perlu kerjasama dengan DPR dan MA. Mengenai hubungan antara presiden dan lembaga negara tersebut akan dibahas dalam kegiatan belajar selanjutnya.

27

7. Hubungan Presiden dengan Lembaga-lembaga negara lainnya ? Sebelum UUD 1945 mengalami perubahan yang keempat, kelembagaan negera Indonesia dibagi menjadi dua yakni : lembaga tinggi negara dan lembaga tertinggi negara. Lembaga tinggi negara ada lima yakni : Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Mahkamah Agung (MA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Sedangkan lembaga tertinggi negara adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Setelah UUD 1945 mengalami perubahan, struktur

ketatanegaraan mengalami perubahan pula. Dikotomi antara lembaga tertinggi dan lembaga tinggi tidak dikenal lagi. Terdapat lembaga negara yang dihapuskan, di samping terdapat beberapa lembaga baru. Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 hasil perubahan secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut. a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) MPR tidak lagi menjadi sebuah lembaga tertinggi dan memegang kedaulatan rakyat sebab kedaulatan langsung berada di tangan rakyat. Kedudukan dan wewenang MPR setelah perubahan UUD 1945 antara lain : 1) MPR terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah (pasal 2 ayat 1) 2) Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden (pasal 3 ayat 2) 3) Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden bila melanggar aturan (pasal 3 ayat 3) 4) Berwenang untuk mengubah dan menetapkan UUD 1945 (pasal 3 ayat 1).

28

b. Kekuasaan pemerintah (eksekutif) Kekuasaan pemerintah dalam hal ini adalah Presiden. Beberapa hal yang berubah setelah UUD 1945 mengalami perubahan antara lain : 1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan oleh rakyat secara langsung (pasal 6A ayat 1). 2) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang

kepada Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 5 ayat 1). 3) Masa jabatan presiden dibatasi hanya sampai dua kali periode (pasal 7). 4) Presiden tidak dapat membubarkan/membekukan DPR (pasal 7C). 5) Dalam mengangkat duta dan konsul serta menerima duta negara lain, harus mempertimbangkan DPR (pasal 13 ayat 2-3). 6) Dalam memberikan grasi dan rehabiliatasi harus memperhati kan pertimbangan Mahkamah Agung (pasal 14 ayat 1) 7) Dalam memberikan amnesti dan abolisi memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 14 ayat 2). 8) Dalam memberikan gelar, tanda jasa dan gelar lainnya diatur oleh undang-undang (pasal 15) 9) Penyataan perang atau membuat perjanjian internasional yang menyangkut akibat yang luas harus disetujui oleh DPR (pasal 11).

c. Kekuasaan Legislatif Setelah perubahan UUD 1945 kekuasaan legislatif memiliki fungsi dan kedudukan sebagai berikut. 1) Memegang kekuasaan membentuk UU (pasal 20 ayat 1).

29

2) Fungsi DPR adalah legislasi, anggaran dan pengawasan (pasal 20A ayat 3) Anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan undangundang (pasal Selain DPR terdapat Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Anggota DPD merupakan wakil-wakil dari tiap provinsi yang ada di seluruh Indonesia. Setiap provinsi memiliki wakil sebanyak 4 orang. Kedudukan dan fungsi DPD ini antara lain : 1) Anggota DPD dipilih melalui pemilihan umum (pasal 22C ayat 1). 2) Berhak mengajukan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah (pasal 22D ayat 1). 3) DPD ikut serta dalam membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah (pasal 22D ayat 2). 4) Melakukan pengawasan pelaksanaan UU yang berkaitan dengan otonomi daerah yang kemudian akan melaporkannya ke DPR untuk ditindak lanjuti (pasal 22D ayat 3)

d. Kekuasan Yudikatif Kekusaan kehakiman yang ada di negara kita setelah perubahan konstitusinya ada tiga yakni Mahkamah Agung, Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi. Untuk lebih jelasnya mari kita ikuti uraian berikut ini : 1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara dan Mahkamah Konstitusi (pasal 24 ayat 2

30

2) MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang (pasal 22A ayat 1). 3) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung (pasal 24B ayat 1). 4) Pengangkatan Komisi Yudisial oleh Presiden dengan

mempertimbangkan persetujuan DPR. 5) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar,

memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan hasil pemilu (pasal 24C ayat 1). 6) Mahkamah pendapat Konstitusi dewan wajib memberikan rakyat putusan atas

perwakilan

mengenai

dugaan

pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut Undang-Undang Dasar (pasal 24C ayat 2).

e. Badan Pemeriksa Keuangan Pengaturan BPK dalam UUD 1945 hasil perubahan yang keempat lebih rinci, berbeda dengan bunyi pasal sebelum dirubah. Dalam pasal 23 dinyatakan bahwa BPK harus bebas dan mandiri. Laporan yang dibuat oleh BPK diserahkan kepada DPR, DPD dan DPRD. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD yang kemudian akan diresmikan oleh Presiden. BPK memiliki perwakilan di tiap-tiap provinsi.

31

UD 1945 hasil perubahan menghapus Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Sebagai gantinya presiden membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat pertimbangan kepada presiden (pasal 16). Selain menetapkan lembaga-lembaga negara, UUD 1945 mengatur hubungan antarlembaga negara. Hubungan dimaksud adalah sebagai berikut. 1) Hubungan Presiden dengan lembaga lainnya Dalam pasal 5 ayat 1 UUD 1945 (naskah perubahan UUD 1945 pertama), Presiden berhak mengajukan rancangan undangundang terhadap DPR. Kemudian DPR bersama Presiden akan membahas bersama RUU (pasal 20 ayat 2). Apabila diterima oleh DPR, maka RUU tersebut akan disahkan dan ditanda tangani oleh Presiden. Antara presiden dan DPR tidak bisa saling menjatuhkan. Presiden tidak bisa membubarkan atau membekukan DPR, begitu pun juga DPR tidak bisa memberhentikan presiden. Pernyataan tersebut terdapat dalam pasal 7C UUD 1945 (naskah perubahan UUD 1945 ketiga). Di dalam pasal 9 ayat 1 UD 1945, presiden sebelum

memangku jabatannya akan bersumpah dihadapan MPR atau DPR. Jadi apabila MPR tidak berhalangan hadir, maka presiden bersumpah dihadapan DPR, karena pada hakikatnya itu DPR termasuk MPR juga, apalagi bila DPR hadir semua berjumlah 550, jumlah tersebut sudah melebihi 2/3 anggota MPR. Presiden harus mendapat persetujuan DPR bila akan menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain (pasal 11 UUD 1945 hasil perubahan ketiga), selanjutnya presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR 32

bila mengangkat duta/konsul, menerima penempatan duta negara lain, memberikan amnesti dan abolisi (Pasal 13 dan 14 UUD 1945). Salah satu fungsi DPR adalah anggaran dan pengawasan. Presiden akan mengajukan RAPBN kepada DPR, RAPBN akan dibahas oleh DPR dan Presiden dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan daerah. DPR juga mengawasi jalannya pemerintahan/kebijakan presiden dengan menggunakan hak budget, hak interpelasi, hak usul resolusi dan hak konfirmasi ataupun memilih calon pejabat tertentu. 2) Presiden dengan MPR Presiden dan wakil presiden tidak lagi dipilih MPR, akan tetapi pemilihan dilakukan langsung oleh rakyat. Presiden dan wakil presiden terpilih dalam pemilu akan dilantik oleh MPR (pasal 3 ayat 1). MPR dapat memberhentikan Presiden sebelum masa jabatannya habis bila presiden melanggar hukum. Presiden mengucapkan sumpah sebelum menjabat dihadapan MPR. 3) Presiden dengan Lembaga Yudikatif Dalam memberikan grasi dan rehabilitasi presiden harus memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung (pasal 14 ayat 1 UUD 1945). Hakim Agung ditetapkan oleh presiden yang sebelumnya mendapat persetujuan dari DPR. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR (pasal 24B ayat 3). Hakim konstitusi ditetapkan oleh Presiden. Hakim konstitusi diajukan oleh DPR, MA, dan Presiden sendiri. Mahkamah Konstitusi memberikan

33

putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Tugas : diskusikan bagaimana kedudukan lembaga-lembaga negara pasca perubahan UUD 1945 B. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara 1. Istilah dan Pengertian Administrasi Negara Di kalangan ahli hukum dan berbagai peraturan perundangan serta kurikulum di Fakultas Hukum terdapat beberapa istilah-istilah yang berbeda untuk bidang ilmu ini. Di antara istilah-istilah itu ialah Hukum Tata Pemerintahan, Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Usaha Negara. Perbedaan istilah tersebut tidaklah berarti ada perbedaan objek studi, sebab meskipun isstilah yang dipakai berbeda namun obyeknya tetap sama. Dalam Peraturan Perundang-undangan menurut surat

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.0198/U/1972 tentang Pedoman Kurikulum Minimal secara resmi menggunakan istilah Hukum Tata Pemerintahan (Pasal 5C dan pasal 10 ayat 2). Sedangkan menurut Wirjono Prodjodikoro, menggunakan istilah Hukum Tata Usaha Pemerintahan (Vide Peradilan Tata Usaha Pemerintahan). Istilah tersebut mirip dengan istilah yang resmi dipakai di dalam UUD yang pernah berlaku di Indonesia yaitu UUDS 1950. Istilah Hukum Tata Usaha Negara ditemukan secara resmi di dalam UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No.II/MPR/1983 tentang GBHN serta pidato-pidato resmi Kepala Negara. Selanjutnya istilah ini dipakai pula secara resmi sebagai nama bagi UU No.5 tahun 1986, yaitu Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Namun, Undang-undang yang 34

disebutkan terakhir tidak hanyamenggunakan satu istilah Tata Usaha Negara saja sebab di dalam pasl 144 UU tersebut ditegaskan juga bahwa UU ini dapat disebut Undang-undang Peradilan Administrasi Negara. Jadi dalam peraturan-peraturan yang resmi sekalipun istilah yang digunakan untuk lapangan studi ini tidaklah terlalu sama. ada istilah lain yang hampir mirip yaitu istilah hukum Tata Usaha Indonesia. a. Pandangan para Sarjana Istilah Hukum Administrasi Negara banyak di jumpai di bebagai literatur. WF.Prins, misalnya menulis buku berjudul Inleiding in het Administratief Recht van Indonesia yang diterjemahkan dengan Pengantar Hukum Administrasi Negara. Sarjana lain seperti Rochmat Soemitro , S.Prayudi Atmosudirdjo, Sarono, Sunaryati Hartono dan E. Utrecht pada simposium dengan makalah menggunakan istilah Administrasi Negara. b. Dalam Kurikulum Perguruan Tinggi Dalam Kurikulum Perguruan Tinggi digunakan istilah yang berlainan. misalnya saja Universitas Padjadjaran dan Universitas Sriwijaya pernah menggunaka istilah Hukum Tata Usaha Negara, sedangkan Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga dan Universitas Islam Indonesia (sampai dengan tahun 1986)

menggunakan istilah Hukum Tata Pemerintahan. Kemudian keluarnya SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tersebut menggunakan istilah Hukum Administrasi Negara (HAN). Sejak tahun 1986/1987 berdasarjan SK Rektor No. 4 Tahun 1986 menggunakan istilah Hukum Administrasi Negara, kemudian UII sejak tahun 1987/1988 menerapkan istilah Hukum Administrasi Negara.

35

c. Istilah Asal Munculnya perbedaan itu disebabkan karena perbedaan

terjemahan asal istilah dari lapangan studi ini atau juga disebabkan oleh perbedaan kecenderungan untuk memilih salah satu dati istilah-istilah yang berbeda-beda yang dipakai para sarjan terdahulu. Salah satu istilah tesebut adalah istilah Belanda Administratief Recht dengan kata pokok Administrasi. istilah itu yang diadopsi menjadi bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti yaitu arti administrasi, dengan arti pemerintahan dan dengan arti tat usha (administrasi dalam artu sempit). Istilah asal lainnya yaitu istilah Belanda Bestuursrecht,

Bestuurkunde dan Berstuurwetenschappen. Kata bestuur dalam bahasa indonesia berarti pemerintahan. J.R Stellinga mengidentifikasikan adanya 3 paham tentang hubungan antara Hukum Tata Pemerintahan dengan Hukum Administrasi Negara yaitu: 1) Hukum Administrasi Negara adalah lebih luas daripada Hukum Tata Pemerintahan (seperti pendapat Van

Vollenhoven). 2) Hukum Administrasi Negara adalah identik dengan

HukumTata Pemerintahan (seperti pendapat JHPM Van der Grinten) 3) Hukum Administrasi Negara adalah lebih sempit dari hukum Tata Pemerintahan (seperti pendapat HJ.Romeijn dan G.A. van Poelje).

2. Pengertian a. Pengertian Administrasi dalam arti sempit Administrasi dalam arti sempit berarti segala kegiatan tulis menulis, catat mencatat, surat menyurat, ketik mengetik serta 36

penyimpanan dan pengurusan masalah yang bersifat teknis ketatausahaan. b. Administrasi dalam arti luas Kata administrasi berasal dari bahasa Inggris, administtration yang pada mulanya berasal dari bahasa Latin administrare yang berarti to serve atau melayani. Ada beberapa pengertian administrasi menurut para ahli diantaranya: 1) Menurut Leanord D. White, dalam bukunya introduction on the study of public administration mendefinisikan administrasi sebagai suatu proses yanng umumnya terdapat padasemua usaha kelompok, negara atau swasta, sipil atau militer dan usaha yang besar atau yang kecil. 2) Menurut H.A. Simon dalam bukunya public Administration, mendefinisikan administrasi negara adalah sebagai kegiatan dari sekelompok manusia yang mengadakan usaha kerja sama untukmencapai tujuan usaha. 3) Menurut The Liang Gie, mengemukakan bahwa administrasi negara sebagai organisasi management perbekalan dan

perwakilan. 4) Menurut E. Utrecht, administrasi atau gabungan negara sebagai

complex/ambten/apparaat

jabatan-jabatan

administrasi yang berada di bawah pimpinan pemerintah melaksanakan tugas yang tidak ditugaskan kepada badanbadan pengadilan dan legislatif. 5) Menurut Dwight Waldo, administrasi negara adalah organisasi dan management dari manusia dan benda guna mencapai tujuan-tujuan pemerintah.

37

6) Dalam buku karya Ddimock&Dimock, administrasi negara adalah aktifitas-aktifitas negara dalam melaksanakan

kekuasaan-kekuasaan politiknya. Secara lebih terperinci C.S.T Cansil mengemukakan tiga arti administrasi negara, yaitu: 1) Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintah atau instansi politik (kenegaraaan), artinya meliputi organ yang ada di bawah pemerintah mulai dari presiden, menteri, dan semua organ yang menjalankan administrasi negara. 2) Sebagai fungsi atau sebagai aktifitas yakni sebagai kegiatan pemerintahan, artinya sebagai kegiatan mengurus kepentingan negara. 3) Sebagai proses teknis penyelenggaran undang-undang, artinya meliputi segala tindakan aparatur negara dalam menjalankan undang-undang. c. Arti Hukum Administrasi Negara Setelah pengertian-pengertian teoritis tersebut di atas, kita dapat mengambil beberapa pengertian atau definisi administrasi negara. Rahmat Soemitro mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata

Pemerintahan itu meliputi segala sesuatu mengenai pemerintahan yakni, mengenai seluruh aktifitas pemerintah yang tidak termasuk perundangan dan peradilan. Didalam buku E.Utrecht mengungkapkan bahwa hukum administrasi negara atau hukum tata pemerintahan mempunyai obyek yakni:

38

1) Sebagai hukum mengenai hubungan hukum antara alat perlengkapaan negara yang satu dengan alat kelengkapan negara yang lain. 2) Sebagian aturan hukum mengenai hubungan hukum antara perlengkapan negara dengan perseorangan (privat).

Hukum administrasi negara juga adalah perhubunganperhubungan hukum istimewa yang diadakan sehingga

memungkinkan para pejabat negara melakukan tugasnya yang istimewa. Tentang pengertian dan cakupan dari hukum administrasi negara Indonesia G. Pringgodigdo, seperti dikutip oleh C.S.T Cansil mengemukakan bahwa, oleh karena di Indonesia kekuasaan eksekutif dan kekuasaan administratif berada dalam satu tangan yaitu presiden maka pengertian Hukun Administrasi Negara yaitu, Hukum Adminitrasi Negara dalam arti sempit, yakni Hukum tata pengurusan rumah tangga negara (rumah tangga negara dimaksudkan segala tugas-tugas yang ditetapkan dengan undang-undang sebagai urusan negara).

3. SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA. Ada dua macam sumber hukum yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber hukum materiil meliputi faktorfaktor yang ikut mempengaruhi materi (isi) dari aturan-aturan hukum sedangkan sumber hukum formal adalah berbagai bentuk aturan hukum yang ada.

39

a.

Sumber hukum Historik ( sejarah ) Sejarah hukum atau sejarah lainnya dapat menjadi sumber hukum materiil dalam arti ikut berpengaruh atas penentuan materi aturan hukum, misalnya, dalam studi

perkembangan hukum. Dari sudut sejarah ini ada dua jenis sumber hukum, yaitu: 1) Undang-undang dan system hukum tertulis yang berlaku pada masa lampau di suatu tempat. 2) Dokumen-dokumen dan surat-surat serta keterangan lain dari masa itu sehingga dapat diperoleh gambaran tentang hukum yang berlaku dimasa itu yang mungkin dapat diterima untuk dijadikan hukum positif saat sekarang. Sumber hukum dari sudut historic ini yang paling relevan adalah Undang-undang dan sitem hukum tertulis dimasa lampau. b. Sumber Sosiologis / Antropologis Dari sudut ini ditegaskan bahwa sumber hukum materiil itu adalah seluruh masyarakat. Dapat juga dikatakan bahwa dari sudut sosiologis/ antropologis ini dapat dimaksud dengan sumber hukum adalah factor-faktor dalam masyarakat yang ikut menentukan isi hukum positif, factor-faktor mana meliputi pandangan ekonomis, pandangan ekonomis, pandangan agamis psikologis. c. Sumber-sumber Filosofis Dari sudut filsafat ada dua masalah penting yang dapat menjadi sumber hukum, yaitu : 1) Ukuran untuk menentukan bahwa sesuatu itu bersifat adil. Karena hukum itu dimaksudkan, antara lain, untuk

40

menciptkan keadilan maka hal-hal yang secara filosofis dianggap adil dijadikan juga sumber hukum materiil. 2) Faktor-faktor yang mendorong seseorang mau tunduk pada hukum. Hukum itu diciptakan agar ditaati, oleh sebab itu semua factor yang dapat mendorong seseorang taat pada hukum harus diperhatikan dalam pembuatan aturan hukum positif.

d. Sumber hukum formal Sumber hukum formal adalah sumber hukum yang berasal dari aturan-aturan hukum yang sudah mempunyai bentuk sebagai pernyataan berlakunya hukum. Sumber-suber hukum formal dari Hukum Adminisrasi Negara adalah: 1) Undang-undang sebagai sumber hukum formal. UU dalam arti formal adalah setiap peraturan (keputusan pemerintah) yang isinya dikaitkan dengan cara terjadinya. Di Indonesia misalnya yang dimaksud dalam UU dalam arti formal adalah setiap produk hukum yang dibuat oleh Presiden bersama DPR (lihat pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 ayat 1 UUD 1945). Sedangkan UU dalam arti materill adalah suatu penetapan kaidah hukum dengan tegas sehingga kaidah hukum itu mempunyai sifat mengikat. Untuk mengikatnya satu aturan hukum menurut Laband harus ada dua unsur secara bersama bagi aturan hukum itu yakni anordnung (penetapan secara tegas) dan rechtssats (peraturan atau isi hukumnya itu sendiri). b) Konvensi. Konvensi yang menjadi sumber hukum administrasi negara adalah praktek dan keputusan-keputusan pejabat

41

administrasi negara atau hukum tak tertulis tetapi dipraktekan di dalam kenyataan oleh pejabat administrasi negara. Tidak semua praktek dan keputusan pejabat administrasi negara menjadi sumber hukum yang konvensional dengan sendirinya. Sebab setiap keputusan pejabat administrasi negara bisa menimbulkan dua macam respons yaitu : Keputusan yang memberi kesempatan bagi yang terkena untuk minta banding (beroep). Keputusan yang berlaku tanpa ada peluang atau

kemungkinan untuk adanya administratif beroep (yakni yang biasanya tidak mengena hak-hak orang lain).

c) Yurispendensi. Keputusan hakim bisa juga menjadi sumber hukum formal dari HAN. Keputusan hakim (yurispendensi) yang dapat menjadi sumber hukum administrasi negara adalah keputusan hakim administrasi atau hakim umum yang memutus perkara administrasi negara. Masalah lain yang berkaitan dengan hal tersebut ialah bahwa dengan adanya kewenangan bagi hakim untuk membuat tafsiran terhadap aturan yang ada maka berarti hukum mempunyai hak uji material (toetsingrecht atau judicial review) bagi peraturan perundangan yang berlaku. Padahal menurut hukum positif yang mengatur tentang hak uji materill tersebut hanya terletak pada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan di tingkat kasasi. Pasal 26 UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa :

42

Mahkamah Agung berwenang untuk menyatakan tidak sah semua peraturan perundangan dari tingkat yang lebih rendah dari Undang-undang atas asalan bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.

Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan perundang-undangan dapat diambil berhubung dengan pemeriksaan dalam tingkat kasasi. Pencabutan dari peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah tersebut dilakukan oleh instansi yang bersangkutan. Selanjutnya Tap MPR No. IV tahun 1973 yang

dikuatkan dengan Tap MPR No. III tahun 1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara dalam pasal 11 ayat 4 menyebutkan bahwa, Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji secara materill hanya terhadap peraturan-peraturan yang di bawah Undangundang. Dengan demikian ada pembatasan-pembatasan tertentu dalam pengaturan hak uji materill ini, yaitu : Hak uji materill hanya mungkin untuk peraturan

perundang-undangan yang derajatnya di bawah UU (PP ke bawah). Hak menguji itu hanya dapat dilakukan dalam

pemeriksaan perkara di tingkat kasasi (berarti tidak boleh dilakukan oleh hakim pengadilan negeri maupun hakim pengadilan tinggi, dan berarti juga bahwa adanya hak uji diperlukan adanya perkara lebih dulu). Pernyataan tidak sahnya satu peraturan perundangan berdasarkan hasil hak uji belum berarti pencabutan secara otomatis bagi peraturan itu, sebab pencabutannya hanya

43

dapat

dilakukan

oleh

instansi

yang

mengeluarkan

peraturan perundangan yang bersangkutan. d) oktrin. Doktrin atau pendapat para ahli dapat pula menjadi sumber hukum formal Hukum Administrasi Negara, sebab pendapat para ahli itu dapat melahirkan teori-teori dalam lapangan Hukum Administrasi Negara yang kemudian dapat mendorong timbulnya kaidah-kaidah HAN.

Latihan : Diskusikan dengan teman sekelompok mengenai dampak perubahan UUD 1945 terhadap peran, fungsi dan kedudukan dan Ketetapan MPR!

44

BAB IV POKOK-POKOK HUKUM ADAT Pengantar Hukum Adat adalah hukum tidak tertulis, yang merupakan pedoman bagi sebagian besar orang-orang Indonesia dan dipertahankan pegaulan hidup sehari-hari baik di kota maupun di desa. Hukum Adat senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan pandang an hidup yang keseluruhannya merupakan kebudaya an masyarakat tempat hukum adat itu berlaku. Pengkajian mengenai peristilahan tentang hukum adat, unsur serta definisi hukum adat adalah untuk mendapatkan pengertian tentang,"Apakah hukum adat itu"?Karena hukum adat adalah merupakan hukum positif bagi bangsa Indonesia, maka perlu diketahui dasar hukum berlakunya hukum adat tersebut. Hukum adat adalah merupakan bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu dengan mempelajari hukum adat berarti kita telah mempelajari sebagian dari kebudayaan bangsa kita. Walaupun hukum adat dilaksanakan dalam kehidup an sehari-hari, tapi banyak orang yang kurang menyadari bahwa mereka melaksanakan hukum adat. Juga sering orang mencampur-adukkan antara pengertian adat yang mengandung sanksi yaitu hukum adat dengan pengertian adat yang tidak mengandung sanksi yaitu kebiasaan saja. Selanjutnya dalam pengantar hukum adat ini dikaji juga mengenai sejarah perkembangan hukum adat dan menfaatnya mempelajari hukum adat. dalam

A. PERISTILAHAN, UNSUR, DAN DEFINISI HUKUM ADAT 1. Peristilahan Tentang Hukum Adat Istilah hukum adat ini merupakan terjemahan dari istilah

dalam bahasa Belanda "Adatrecht". Orang yang pertama kali memakai 45

istilah adatrecht ini adalah Snouck Hurgronje. Istilah adatrecht tersebut dipakai dalam bukunya "De Atjehers" dan Het Gayoland". Buku ini ditulis nya tatkala ia mengamati perang Aceh. Kemudian pemakaian istilah adatrecht itu dilanjutkan oleh Cornelis van Vallenhoven sebagai istilah teknis-juridis. Ia mengumpul kan data-data tentang hukum adat dan disusunnya secara sistimatis. Apa yang disusunnya mengenai hukum adat Indonesia tersebut sesuai dengan kenyataannya, sedangkan pada saat penyusunan datadata itu, ia belum pernah menginjakkan kaki di bumi Indonesia. Ia dapat dianggap sebagai bapak hukum adat Indonesia. Hasil karyanya yang terkenal mengenai hukum adat adalah "Het Adatrecht Van Nederlandsch Indie" dan "De Ontdekking Van Het Adatrecht". Istilah "adatrecht"itu baru muncul dalam perundang undangan pada tahun 1920, yaitu untuk pertama kali dipakai dalam undangundang Belanda mengenai perguruan tinggi di negeri Belanda. Sebelumnya, hukum adat itu dinyatakan dalam berbagai istilah. Dalam perundang-undangan dipakai istilah "godsdientige wetten" (undangundang agama) lembaga rakyat, "kebiasaan", lembaga asli . Pada permulaan abad ke 20, sebelum istilah adatrecht dipakai dalam perundang-undangan, Nederburgh, Juynboll dan Scheuer sudah memakai istilah adatrecht dalam literatur (kepustakaan) tentang hukum adat. Di dalam pergaulan hidup sehari-hari istilah "hukum adat" itu sendiri jarang diucapkan orang banyak, yang sering didengar hanya kata "adat" saja. Sedangkan kata "adat" ini berasal dari bahasa Arab yang berarti "kebiasaan". Dalam kenyataan kata "adat" yang

diucapkan orang banyak itu kadangkala mengandung arti hukum, yaitu jika dilanggar ada sanksinya, dan kadang-kadang berarti kebiasaan saja, jika dilanggar tidak ada sanksinya.

46

Di beberapa daerah di Indonesia dipakai berbagai istilah pula tentang "Hukum Adat" itu,misalnya di daerah: - Batak Karo - basa (bicara) - Gayo - adat (eudeut) - Minangkabau - lembago atau adaik lumbago - Jawa Tengah dan Jawa Timur - adat dan ngadat - Sunda - adat - Minahasa dan Maluku - adat kebiasaan.

2. Unsur Hukum Adat Pemakaian istilah godsdienstige wetten atau undang-undang agama untuk menyatakan hukum adat mencapai puncaknya pada bagian kedua abad ke 19. Kekeliruan dalam pengertian hukum adat dalam praktek maupun dalam perundang-undangan pada zaman itu dipengaruhi oleh van den Berg Complesen" Menurut teori ini, hukum (adat) suatu golongan atau masyarakat adalah hasil penerimaan bulat-bulat atau resepsi seluruhnya dari hukum agama yang dianut oleh golongan masyarakat itu. Jadi hukum (adat) mereka yang beragama Islam adalah hukum Islam, yang beragama Hindu adalah hukum Hindu, yang beragama Katolik adalah hukum Katolik dan seterusnya. Kalau diperhatikan dengan seksama teori van den Berg ini, ada hal yang tersirat dalam teori tersebut, yaitu masyarakat Indonesia tidak mempunyai hukum adat yang asli, karena semuanya merupakan resepsi dari agama yang dianutnya. Sedangkan semua agama itu tidak ada yang berasal dari Indonesia. Pendapat Van den Berg ini disokong oleh Keyzer. Tapi mendapat tantangan dari Snouck Hurgronje dan Van Vollen hoven. dengan teorinya "Receptio in

47

Menurut Snouck Hurgronge, tidak semua bagian hukum agama diterima, diresepsi dalam hukum adat.Hanya beberapa bagian tertentu saja dari hukum adat dipengaruhi oleh hukum agama yang dianut masyarakat yang bersangkutan, terutama bagian dari hidup manusia yang sifatnya mesra, yang hubungannya erat dengan kepercayaan dan hidup batin. Bagian-bagian itu adalah : hukum keluarga, hukum perkawinan dan hukum waris. Ter Haar membantah sebagian pendapat Snouck Hergronje. Menurut Ter Haar, hukum waris merupakan hukum adat yang asli yang tidak dipengaruhi oleh Hukum agama. Ia memberikan contoh hukum waris di daerah Minangkabau, merupakan hukum adat yang asli, yaitu himpunan norma-norma yang cocok dengan susunan dan struktur masyarakat dalam alam Minangkabau. Menurut hukum waris adat Minangkabau, anak-anak mewaris melalui ibu, sedangkan menurut hukum waris Islam, anak-anak mewaris dari ayahnya, dan bagian anak laki-laki dua kali anak perempuan. Terlihat nyata perbedaan hukum waris menurut adat Minang dengan hukum waris Islam, sedangkan masyarakatnya adalah pemeluk agama Islam yang taat. Van Vollen hoven menarik kesempulan dari hasil kompromi kaum Umayah dan kaum Madinah, bahwa hukum keluarga, hukum perkawinan, hukum waris dan wakaf dipengaruhi oleh hukum Islam. Dengan kata lain ia berpendapat bahwa hukum adat itu mempunyai unsur-unsur asli maupun unsur-unsur keagamaan, walaupun

pengaruh agama itu tidak begitu besar dan terbatas pada beberapa daerah saja. Jadi unsur hukum adat itu ada yang asli dan unsur yang tidak asli. Unsur yang asli itu pada umumnya tidak tertulis. Hanya sebagian kecil saja yang tertulis (seperti awig-awig di Bali,piagam-

48

piagam perintah raja, patokan-patokan pada daun lontar), tidak berpengaruh, dan sering dapat diabaikan saja. Unsur yang tidak asli yaitu yang datang dari luar sebagai akibat persentuhan dengan kebudayaan lain dan pengaruh hukum agama yang dianut. 3. Definisi Hukum Adat Dalam mempelajari sesuatu, untuk mendapatkan gambaran apa yang dipelajari sebaiknya diketahui definisi apa yang dipelajari tersebut. Merumuskan definisi mengenai hukum adat menurut Bushar Muhammad para ahli mengalami kesulitan karena: Hukum adat masih dalam pertumbuhan Hukum adat selalu dihadapkan pada dua keadaan yang

sifatnya bertentangan, seperti : tertulis atau tidak tertulis sanksinya pasti atau tidak pasti sumber dari raja,atau dari rakyat dan sebagainya. Namun demikian, ada juga beberapa ahli atau para sarjana, atau peminat hukum adat mencoba mengemukakan definisi tentang hukum adat. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi dari para ahli atau para peminat dalam hukum adat. Van Vollen hoven, memberikan definisi tentang Hukum Adat ialah : "keseluruhan aturan tingkah laku positif yang disatu pihak mempunyai sanksi (oleh karena itu adalah hukum) dan dipihak lain tidak dikodifikasikan, artinya tidak tertulis dalam bentuk kitab Undang-undang yang tertentu susunannya". Menurut Ter Haar, Hukum Adat adalah ( dengan mengabaikan bagian-bagiannya yang tertulis yang terdiri dari peraturan-peraturan desa, surat-surat perintah raja ) keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan- keputusan para fungsionaris hukum (dalam arti luas) yang mempunyai wibawa (macht), serta pengaruh (invloed) dan

49

yang dalam pelaksanaannya berlaku dengan serta merta (spontan) dan dipatuhi dengan sepenuh hati. Terlihat, bahwa hukum adat yang berlaku itu dapat diketahui dalam bentuk keputusan-keputusan para fungsionaris hukum(hakim, kepala adat, rapat desa, wali tanah, petugas-petugas di lapangan agama dan petugas desa lainnya). Definisi yang dikemukakan Ter Haar ini terkenal dengan nama "beslissingenleer", atau teori keputusan. Menurut Prof.DR.Soepomo, istilah "Hukum Adat" dipakai

sebagai sinonim dari hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legeslatif (Unstatutory Law), hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan Negara (parlemen, Dewan perwakilan rakyat dan sebagainya), hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim (Judgemade Law), hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup baik di kota-kota maupun di desa desa (Customary Law), kesemua inilah merupakan "adat" atau "hukum adat" yang tidak tertulis yang disebut oleh pasal 32 Undang-undang Dasar Sementara Tahun 1950. Dalam definisi Soepomo, ia mengabaikan bagian yang tertulis dan mengartikan hukum adat itu sebagai hukum tidak tertulis dalam arti luas. Mengenai definisi tentang hukum adat yang lain silakan anda

cari di dalam buku-buku tentang hukum adat. Misalnya definisi hukum adat dari Hazairin, Soekanto, dan lain-lain. Bushar Muhammad, Kusumadi

C. DASAR HUKUM BERLAKUNYA HUKUM ADAT Hukum adat yang dilaksanakan pada saat ini, adalah merupakan hukum positif di Indonesia, karena pada saat ini berlaku di Indonesia. Kalau hukum adat merupakan hukum positif, tentu ada dasar hukum atau

50

perundang- undangan berlakunya. Pada permulaan kita merdeka, dasar hukum berlaku nya hukum adat itu adalah pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 juncto pasal 131 Indische Staats regeling ayat 2 sub b. Tidak satu pasalpun dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebut-nyebut hukum adat atau hukum tidak tertulis. Kalau dalam Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 banyak pasal-pasalnya menyebut tentang hukum adat, misalnya pasal 32, pasal 104 ayat 1. Silakan dicari yang lainnya dalam Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 tersebut. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang dinyatakan berlaku kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, tetap tidak ada satu pasalpun yang menyebut berlakunya hukum adat. Tapi dari pasal 24 ayat 1, yang berbunyi: "kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain Badan Kehakiman". dijabarkan aturan pelaksanaannya Dari pasal 24 ini telah tentang

yaitu

"Undang-Undang

ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman", pada tahun 1964 yang dikenal dengan Undang-Undang nomor 19 tahun 1964, tetapi karena ada pasal dari Undang-undang tersebut yang bertentangan dengan jiwa

Undang-Undang Dasar 1945, maka pada 17 Desember 1970, undangundang nomor 19 tahun 1964 itu dicabut, diganti dengan Undang-undang nomor 14 tahun 1970, dengan judul yang sama. Di dalam undang-undang nomor 14 tahun 1970 itu ada beberapa pasalnya yang memperlihatkan berlakunya hukum adat atau hukum tidak tertulis. Diantara pasal-pasal tersebut adalah : Pasal 23 (1) yang isinya sama dengan pasal 17 Undang undang nomor 19 tahun 64 yang berbunyi : "Segala putusan Pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar

51

untuk mengadili." Pasal 27 (1) yang isinya hampir sama dengan pasal 20 (1) Undangundang nomor 19 tahun 1964, yang berbunyi : "Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan, wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat".

Dalam penjelasan Undang-undang nomor 14 tahun 1970 bagian 7 memberi petunjuk bahwa yang dimaksud dengan hukum tidak tertulis dalam Undang-undang ini adalah hukum adat. Jadi Undang-undang nomor 14 tahun 1970 ini dapat dijadikan dasar hukum atau perundang undangan berlakunya hukum adat pada saat ini. D. HUKUM ADAT MERUPAKAN SALAH SATU ASPEK KEBUDAYAAN Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud, yaitu wujud kebudayaan :sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma peraturan dan sebagainya (wujud ideal) Sebagai suatu kompleks aktivitas kelakukan berpola dari manusia dalam masyarakat (wujud sosial). Sebagai benda-benda hasil karya manusia (wujud fisik). Hukum adat adalah termasuk wujud ideal. Cirero kurang lebih 2000 tahun yang lalu menyatakan : "Ubi societas ibi ius" (dimana ada masyarakat di situ ada hukum (adat). Hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat mencerminkan corak dan sifat masyarakat yang bersangkutan. Masing-masing masyarakat mempunyai kebudayaan dan cara berfikirnya yang belum tentu sama.Menurut Von Savigny, hukum suatu masyarakat mengikuti Volksgeist (jiwa/semangat rakyat) dari

masyarakat tempat hukum (adat) itu berlaku. Karena Volksgeist masingmasing masyarakat berbeda-beda atau belum tentu sama, maka

52

hukumnya pun belum tentu sama atau berbeda-beda. Sebagaimana halnya dengan sistem hukum di bagian lain di dunia ini, maka "Hukum Adat" itu senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan pandangan hidup yang

keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat "hukum adat" itu berlaku. Hukum adat Indonesia merupakan bagian dari

kebudayaan, yang mengikuti Volksgeist dan cara berfikir bangsa Indonesia. Dengan kata lain merupakan penjelmaan kepribadian bangsa Indonesia. Oleh sebab itu untuk memahami Hukum Adat itu, kita perlu mempelajari, struktur berfikir, corak dan sifat masyarakat Indonesia, khususnya yang berhubungan dengan bidang hukum. FD Halleman yang pernah menjabat guru besar dalam mata pelajaran Hukum Adat di Leiden, dalam pidato inaugurasinya yang berjudul "Corak Kegotong royongan di dalam kehidupan hukum Indonesia", menyimpulkan adanya empat sifat umum Hukum Adat Indonesia, atau cara berfikir masyarakat Indonesia, yang dipandang

sebagai satu kesatuan, yaitu: religio magis komunal kontan (tunai) kongkret (visual).

E. SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ADAT Hukum adat itu merupakan sesuatu yang hidup dalam masyarakat, yaitu sesuatu gejala sosial yang hidup. Bagaimana tanggapan, perhatian dan pendirian para sarjana, para ahli dan peminat-peminat lainnya terhadap hukum adat dari dulu sampai sekarang. Van Vollenhoven telah menjabarkan secara lengkap mengenai

53

perhatian terhadap hukum adat dan penemuan hukum adat dalam bukunya "De Ontdekking van het adatrecht" Dari jabaran Van Vollenhoven tersebut oleh Soekanto telah dipersingkatnya dalam buku"Meninjau Hukum Adat Indonesia". Pada umumnya Hukum Adat itu ditemukan oleh orang orang yang hidup di luar lingkungan masyarakat hukum adat itu sendiri, yaitu para sarjana, para ahli dan peminat- peminat lain terhadap hukum adat, 90 % dari mereka adalah orang Barat. Dalam buku Van Vollenhoven telah dijelaskannya siapa-siapa yang telah berjasa menyelidiki, melaporkan, menganalisa, menulis dan menyusun hukum adat itu. Dan juga dapat terlihat sejak kapan hukum adat Indonesia itu ditemukan. Memperhatikan penjelasan Van Vollenhoven dapat terlihat bahwa hukum adat Indonesia itu ditemukan sejak orang asing menyadari bahwa masyarakat Indonesia mempunyai sekumpulan peraturan-peraturan hukum yang khas yang mengatur tingkah laku, mengantur hidup kemasyarakatan yang menentukan dan mengikat karena mempunyai sanksi, dan dipatuhi oleh anggotanya. Hal ini tidak ada di negara asalnya. Dari buku Van Vollenhoven "De Ontdekking van het adatreacht" dapat disimpulkan oleh Bushar Muhammad, bahwa hukum adat Indonesia itu ditemukan sejak orang asing menyadari bahwa masyarakat Indonesia itu mempunyai sekumpulan peraturan-peraturan hukum yang mengatur tingkah laku, mengatur hidup kemasyarakatan, yang

menentukan serta mengikat karena mempunyai sanksi. Peraturanperaturan hukum itu pada umumnya tidak tertulis namun dipatuhi oleh masyarakat hukum adatnya, yang disadari oleh orang asing tersebut hal yang seperti itu tidak ada di negara atau kampung asalnya. Mengenai sejarah perkembangan hukum adat ini dapat

dikelompokkan dalam sejarah perintis penemuan hukum adat, sejarah

54

penemuan hukum adat dan sejarah politik hukum adat.

1. Perintis Penemu Hukum Adat. Periode sampai tahun 1865 disebut zaman perintis oleh Van Vollenhoven dalam bukunya "De Outdekking van het adatrecht". Seorang Inggeris yang bernama Marsden dapat dianggap sebagai pionier dalam perintis penemu hukum adat Indonesia. Hasil karyanya yang dikenal dengan judul "The History of Sumatera" yang

dipublikasikan pada tahun 1783. Buku itu berisikan laporan tentang pemerintahan, hukum, kebiasaan dan adat sopan-santun orang-orang pribumi. Marsden disebut sebagai pionir dalam perintis penemuan hukum adat oleh Van Vollenhoven, karena padanyalah timbul kesadaran tentang kesatuan dan hubungan tali-temali dari daerah dan golongan suku-suku bangsa, yang keseluruhannya digolongkan-nya dalam kompleks yang lebih luas yaitu Melayu-polinesia, yang di dalam perjalanan sejarah selanjutnya dari abad ke 19, disebut Daerah Indonesia" dan "Orang Indonesia". Herman Warner Muntinghe, seorang Belanda, dapat dimasukan kedalam kelompok perintis penemu hukum adat. Ia adalah penemu desa di Jawa sebagai suatu persekutuan hukum (rechtsgemeenshap) yang asli dengan organisasi sendiri dan hak-hak sendiri atas tanah. Muntinghe adalah orang Barat yang pertama yang secara sistimatis memakai istilah "adat", tetapi masih belum mengenal istilah "adatrecht". Istilah adatrecht untuk pertama kali dipakai oleh Souck Hurgronje. Raffles yang pernah menjadi Letnan-Gubernur Inggeris di pulau Jawa dari tahun 1811 - 1816. Hasil karya Raffles yang dipublikasikan dikenal sebagai "History of Jawa". Penyelidikan dan pelajaran hukum adat Indonesia yang diadakan Raffles dimuat dalam suatu skema pajaktanah yang dapat dibaca dalam "Substance of a Minute". Raffles masih

55

mencampur aduk pengertian hukum agama dengan hukum asli (hukum adat). Ia seperti Marsden, juga melihat Indonesia sebagai suatu keseluruhan yang bulat yang tidak terpisah-pisahkan. Menurut Van Vollenhoven, ada tiga orang perintis penemu hukum adat, yang ketiga-tiganya orang Inggeris yaitu : Marsden, Raffles dan John Crawfurd. J. Crawfurd adalah seorang dokter, tapi kemudian diserahkan tugas politik, diantaranya sebagai duta di Kraton Jogjakarta. Pengalamannya dituliskan dalam buku yang berjudul "History of the East Indian Archipelago" yang terbit tahun 1820. Pandangannya tentang hukum adat adalah merupakan campuran dari adat istiadat asli dan hukum Hindu serta Islam. Tapi dia sudah melihat hukum agama itu hanya sebagian kecil saja dari hukum asli. 2. Penemu Hukum Adat. Ada tiga orang yang dapat dikelompokan Van Vollenhoven sebagai penemu hukum adat, yaitu Wilken, Liefrinck dan Snouck Hurgronje. Wilken seorang anak Indo dari Menado, tapi dibesarkan di Nederland. Pada umur 22 tahun datang ke Indonesia sebagai pamongpraja di berbagai daerah di Indonesia yang kemudian menjadi ilmuwan. Ia sudah memberikan tempat tersendiri tentang hukum adat, tidak mencampur adukan hukum agama dengan hukum asli. Ia belum memakai istilah adatrecht, baginya hukum adat itu adalah hukum rakyat asli. Metode yang dipakainya adalah metode etnologi

perbandingan. Pada tahun 1912 semua karangan Wilken dikumpulkan oleh Van Ossenbruggen dalam sebuah himpunan De Verpreide geschriften. Kemudian pada tahun 1926 Osenbruggen menerbitkan hanya beberapa karangan Wilken saja tentang hukum adat, dalam sebuah himpunan "Opstellen Over Adatrecht". F.A. Liefrinck, seorang pamongraja, orang Belanda, yang bertugas di Lombok dan Bali. Ia juga telah memberikan tempat tersendiri terhadap

56

hukum adat seperti

Wilken. Hasil karyanya terbatas hanya pada

lingkungan adat tertentu, yaitu Bali dan Lombok. Penemu hukum adat yang ketiga disebut Van Vollenhoven ialah Snouck Hurgronje. Ia adalah seorang sarjana bahasa yang menjadi

negarawan. Ia adalah orang yang pertama kali memakai istilah adatrecht. Hasil karyanya yang terkenal tentang daerah-daerah di Indonesia adalah "De Acehers" yang diterbitkan pada tahun 1893 dan

1894, dan "Het Gayoland" yang diterbitkan tahun 1903. Kedua-duanya mengenai hukum adatt yang terpusat pada suatu lingkungan hukum belaka dan tidak mengadakan suatu perbandingan dengan daerahdaerah lain di Nusantara. Terdahulu telah disebutkan bahwa Snouck Hurgronje adalah orang pertama memakai istilah "adatrecht", yaitu

adat yang bersanksi hukum, berbeda dari kelaziman dan keyakinankeyakinan lain yang tidak mengandung arti hukum. Diantara Wilken, Liefrinck dan Souck Hurgronje, dengan ditemukannya istilah adatrecht itu, maka Snouck Hurgronje yang paling menampakan diri dengan jelas. Dalam karya Van Vollenhoven berhubung dengan pelajaran hukum adat, ada tiga hal yang penting, yaitu Van Vollenhoven: menghilangkan kesalah-fahaman yang melihat hukum adat identik dengan hukum agama (Islam) membela hukum adat terhadap usaha pembentuk Undang undang untuk mendesak atau menghilangkan hukum adat, dengan meyakinkan pembentuk Undang-undang itu bahwa hukum adat adalah hukum yang hidup yang mempunyai suatu jiwa dan sistem sendiri. Membagi wilayah hukum adat Indonesia dalam 19 lingkungan hukum adat (adatrechts-krungen).

57

3. Sejarah Politik Hukum Adat. Dengan ditemukannya hukum adat lahirlah ilmu hukum adat dan politik hukum adat. Politik hukum adat itu adalah kebijaksanaan, pendirian dan sikap terhadap hukum adat dari zaman dulu sampai sekarang. Mengenai sejarah politik hukum adat ini dapat dibaca dalam buku Van Vollenhoven "De outdekking vanhet adatrecht", buku Soepomo dan Djokosutomo tentang "Sejarah Politik Hukum Adat" jilid I dan II, dan juga buku "Hukum Adat di Kemudian hari" dari Soepomo, serta pidato Hazairin yang meramalkan sifat dan corak hukum baru di Indonesia. Ringkasnya politik hukum adat yang dilakukan sampai tahun 1928 oleh Pemerintah Belanda, adalah ditujukan untuk perlindungan kepentingan orang Belanda (kepentingan pemerintahan, perniagaan, pertanian, agama Kristen dan sebagainya). Dari tahun 1945 sampai sekarang ada 3 pandang an para ahli hukum bangsa Indonesia terhadap hukum adat, yaitu: mempertahankan hukum adat sepenuhnya dan menerima hukum adat yang positif saja serta menolak hukum adat secara keseluruhan. F. MANFAAT MEMPELAJARI HUKUM ADAT Setelah ditemukannya hukum adat dan munculah ilmu hukum adat. Apa manfaatnya mempelajari ilmu hukum adat itu dalam kehidupan sehari-hari. Menurut pandangan teoritis, pengetahuan tentang hukum adat yang diperoleh adalah semata-mata untuk menjamin kelangsungan penyelidikan ilmiah hukum adat dan untuk memajukan secara terus menerus pengajaran hukum adat. Singkatnya menurut pandangan teoritis ini, "ilmu untuk ilmu". Oleh sebab itu hukum adat dipelajari untuk memenuhi dua tugas yaitu penyelidikan dan pengajaran. Penyelidikan tentang hukum adat semakin digiatkan dan pengajaran 58

hukum adat di Universitas ditingkatkan. Pandangan teoritis ini cenderung menyimpan hukum adat dalam sifat dan corak aslinya, menjauhkan hukum adat dari pengaruh modernisasi. Ini terselubung maksudnya untuk memudahkan penelitian tentang hukum adat. Pandangan teoritis ini sama sekali tidak memanfaatkan ilmu hukum adat yang ditemukan itu untuk

kepentingan masyarakatnya. Sesudah Perang Dunia ke I dan Perang Dunia ke II, pandangan "Ilmu Untuk Ilmu" mulai ditinggalkan atau dijadikan nomor dua. Tugas akademis dan universitas ditujukan pada pengabdian ilmu yang dipelajari itu untuk pembangunan dan kebesaran Nusa dan Bangsa. Dengan kata lain bukan ilmu