bahan ajar kebanksentralan rev - spektro-bi.orgba_r216_7400… · puji syukur kepada tuhan y.m.e.,...
TRANSCRIPT
BAHAN AJAR
KEBANKSENTRALAN
KODE MK 740008
3 SKS
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Y.M.E., atas selesainya modul pembelajaran ini.
Bahan ajar ini dimaksudkan sebagai pendukung perkuliahan bagi mahasiswa S-1
dalam Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Dalam modul ini penyusun
mencoba menjelaskan konsep-konsep Kebanksentralan dengan menggunakan analisis
teoretis dan disertai analisis praktis.
Tentu saja penjelasannya hanya secara singkat, tidak mendetail, karena seperti
dikatakan diatas bahwa buku ini dimaksudkan sebagai pendukung bahan perkuliahan.
Mahasiswa diberikan tuntunan tugas-tugas dalam bentuk diskusi kelompok,
mengerjakan soal-soal latihan. Dengan demikian mahasiswa akan mampu menggali
konsep-konsep dasar Kebanksentralan yang dapat diaplikasikan berdasarkan teori.
Materi dalam buku ini berupa cuplikan dari beberapa buku teks, yang dianggap
penting sebagai bahan perkuliahan satu semester yang berbobot 2 (dua) SKS. Penulis
menyadari bahwa modul ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu saran atau
kritik dari para pembaca sangat diharapkan sehingga pada edisi berikutnya dapat
dilakukan perbaikan-perbaikan. Akhirnya, semoga buku ini bermanfaat bagi para
pembaca, khususnya para mahasiswa.
Semarang, Februari 2017
Tim Penyusun
DESKRIPSI MATA KULIAH
Materi pembahasan mata kuliah Kebanksentralan ini menitikberatkan kepada aplikasi
ilmu ekonomi baik makro dan mikro, keuangan serta ilmu lainnya yang tertuang dalam tugas
bank sentral di Indonesia. Selain itu, materi mengenai kelembagaan Bank Indonesia juga
dikemukan guna mendapatkan gambaran yang komprehensif bagaimana bentuk organisasi,
perkembangan Bank Indonesia secara kelembagaan, serta proses pengambilan keputusan
dalam menetapkan kebijakan di Bank Indonesia. Pemahaman konsep awal untuk memudahkan
pembelajaran, materi diawali dengan materi kelembagaan Bank Indonesia, kemudian
perbankan, sistem pembayaran dan terakhir adalah kebijakan moneter. Organisasi
penyampaian materi ini didasari oleh pertimbangan untuk memudahkan mahasiswa dalam
mempelajari isi dari keseluruhan modul mulai dari proses atau aktivitas dalam kehidupan
perekonomian. Setelah mendapatkan pemahaman yang utuh, selanjutnya akan mempermudah
untuk memahami kebijakan yang diambil. Sehingga setelah mempelajari mata kuliah ini, Anda
diharapkan mampu menunjukkan fungsi dan peran bank sentral di dalam perekonomian dan
praktiknya di berbagai negara serta bentuk organisasi, perkembangan Bank Indonesia secara
kelembagaan, dan proses pengambilan keputusan di Bank Indonesia dalam menetapkan
kebijakan moneter.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 5
BAB I
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
A. Deskripsi Singkat
Mata kuliah Kebanksentralan adalah mata kuliah yang dirancang untuk membekali
mahasiswa dalam memahami fungsi dan peran bank sentral di dalam perekonomian.
Materi yang disampaikan tidak hanya mencakup landasan teori yang mendasari fungsi dan
peranannya namun disertai dengan gambaran secara penerapan fungsi bank sentral di
Indonesia serta keterkaitannya dengan perekonomian Indonesia. Secara umum, tugas
Bank Indonesia sesuai dengan amanah Undang – undang No. 23 Tahun 2009 tentang Bank
Indonesia adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank. Penjelasan
dan uraian yang disampaikan dalam setiap kegiatan belajar dijabarkan secara verbal dan
grafis.
B. Capaian pembelajaran matakuliah
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep Bank Indonesia sebagai lembaga negara
C. Isi Materi Perkuliahan
STATUS DAN KEDUDUKAN BANK INDONESIA
Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. dimulai ketika sebuah undang-undang
baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17
Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia
No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu
lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas
dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara
tegas diatur dalam undang- undang ini.
Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan
melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-
undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank
Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan
intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 6
Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia
dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif
dan efisien.
Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum
perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank
Indonesia berwenang menetapkan peraturan- peraturan hukum yang merupakan
pelaksanaan dari undang- undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan
tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat
bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
MISI, VISI DAN SASARAN STRATEGIS BANK INDONESIA
Misi Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan
kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk
pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 7
TUJUAN DAN TUGAS BANK INDONESIA
Tujuan Tunggal
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu
tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai
rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan
jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek
kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus
dicapai Bank Indonesia serta batas- batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai
atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang
merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas tersebut (klik pada gambar
dibawah) perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
dapat dicapai secara efektif dan efisien
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 8
Organisasi Bank Indonesia
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 9
KEDUDUKAN BANK INDONESIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA
Dilhat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan BI sebagai
lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara seperti
Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung.
Kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen karena kedudukan BI berada di luar
pemerintahan. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar BI dapat
melaksanakan peran dan fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan
efisien. Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam
melaksanakan tugasnya, BI mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang baik
dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya.
Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, BI setiap awal tahun anggaran
menyampaikan informasi tertulis mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter
dan rencana kebijakan moneter yang akan datang. Khusus kepada DPR, pelaksanaan
tugas dan wewenang setiap triwulan dan sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Selain
itu, BI menyampaikan rencana dan realiasasi anggaran tahunan kepada Pemerintah dan
DPR. Dalam hubungannya dengan BPK, BI wajib menyampaikan laporan keuangan
tahunan kepada BPK.
Hubungan BI dengan Pemerintah : Hubungan Keuangan
Dalam hal hubungan keuangan dengan Pemerintah, Bank Indonesia membantu
menerbitkan dan menempatkan surat- surat hutang negara guna membiayai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa diperbolehkan membeli sendiri surat -
surat hutang negara tersebut.
Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir Pemerintah yang menatausahakan
rekening Pemerintah di Bank Indonesia, dan atas permintaan Pemerintah, dapat
menerima pinjaman luar negeri untuk dan atas nama Pemerintah Indonesia.
Namun demikian, agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia benar-benar terfokus
serta agar efektivitas pengendalian moneter tidak terganggu, pemberian kredit kepada
Pemerintah guna mengatasi deficit spending - yang selama ini dilakukan oleh Bank
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 10
Indonesia berdasarkan undang-undang yang lama - kini tidak dapat lagi dilakukan oleh
Bank Indonesia.
Hubungan BI dengan Pemerintah : Independensi dalam Interdependensi
Meskipun Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen, tetap
diperlukan koordinasi yang bersifat konsultatif dengan Pemerintah, sebab tugas- tugas
Bank Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan-kebijakan
ekonomi nasional secara keseluruhan.
Koordinasi di antara Bank Indonesia dan Pemerintah diperlukan pada sidang
kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan
dengan tugas- tugas Bank Indonesia. Dalam sidang kabinet tersebut Pemerintah dapat
meminta pendapat Bank Indonesia.
Selain itu, Bank Indonesia juga dapat memberikan masukan, pendapat serta
pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan APBN serta kebijakan-kebijakan
lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya.
Di lain pihak, Pemerintah juga dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur Bank
Indonesia dengan hak bicara tetapi tanpa hak suara. Oleh sebab itu, implementasi
independensi justru sangat dipengaruhi oleh kemantapan hubungan kerja yang
proporsional di antara Bank Indonesia di satu pihak dan Pemerintah serta lembaga-
lembaga terkait lainnya di lain pihak, dengan tetap berlandaskan pembagian tugas dan
wewenang masing-masing.
Kerjasama BI dengan Lembaga Lain
Menyadari pentingnya dukungan dari berbagai pihak bagi keberhasilan
tugasnya, BI senantiasa bekerja sama dan berkoordinasi dengan berbagai lembaga
negara dan unsur masyarakat lainnya. Beberapa kerjasama ini dituangkan dalam nota
kesepahaman (MoU), keputusan bersama (SKB), serta perjanjian- perjanjian, yang
ditujukan untuk menciptakan sinergi dan kejelasan pembagian tugas antar lembaga
serta mendorong penegakan hukum yang lebih efektif.
Beberapa Kerjasama dimaksud adalah dengan pihak-pihak sbb :
Departemen Keuangan (MoU tentang Mekanisme Penetapan Sasaran,
Pemantauan, dan Pengendalian Inflasi di Indonesia, MoU tentang BI sebagai
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 11
Process Agent di bidang pinjaman dan hibah luar negeri Pemerintah, SKB tentang
Penatausahaan Penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dalam rangka penyehatan
perbankan)
Kejaksaan Agung & Kepolisian Negara : SKB tentang kerjasama penanganan tindak
pidana di bidang perbankan
Kepolisian Negara RI dan Badan Intelijen Negara : MoU tentang Pemberantasan
uang palsu
Menkokesra, Kementrian Koperasi dan UKM : MoU bidang Pemberdayaan dan
Pengembangan UMKM
Perhimpunan Pedagang SUN (Himdasun) : MoU tentang Penyusunan Master
Repurchase Agreement (MRA)
Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tentang
Koordinasi Pengelolaan Uang Negara
Hubungan Kerjasama Internasional Yang Dilakukan Bank Indonesia
BI menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga internasional yang diperlukan
dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan tugas Bank Indonesia maupun
Pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi, moneter, maupun perbankan. BI
menjalin kerjasama internasional meliputi bidang- bidang :
Investasi bersama untuk kestabilan pasar valuta asing
Penyelesaian transaksi lintas negara
Hubungan koresponden
Tukar -menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas selaku
bank sentral
Pelatihan/penelitian di bidang moneter dan sistem pembayaran.
Keanggotaan Bank Indonesia di beberapa lembaga dan forum internasional atas
nama Bank Indonesia sendiri antara lain :
The South East Asian Central Banks Research and Training Centre (SEACEN Centre)
The South East Asia n, New Zealand and Australia Forum of Banking Supervision
(SEANZA)
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 12
The Executive' Meeting of East Asian and Pacific Central Banks (EMEAP)
ASEAN Central Bank Forum (ACBF)
Bank for International Settlement (BIS)
Keanggotaan Bank Indonesia mewakili pemerinta h Republik Indonesia antara lain :
Association of South East Asian Nations (ASEAN)
ASEAN+3 (ASEAN + Cina, Jepang dan Korea)
Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)
Manila Framework Group (MFG)
Asia-Europe Meeting (ASEM)
Islamic Development Bank (IDB)
Inte rnational Monetary Fund (IMF)
World Bank, termasuk keanggotaan di Intenational Bank of Reconstruction and
Development (IBRD), International Development Association (IDA) dan International
Finance Cooperatioan (IFC), serta Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA)
World Trade Organization (WTO)
Intergovernmental Group of 20 (G20)
Intergovernmental Group of 15 (G15, sebagai observer)
Intergovernmental Group of 24 (G24, sebagai observer)
INTERNAL GOVERNANCE DAN AUDIT BANK INDONESIA
Dalam rangka pelaksanaan tugasnya, Bank Indonesia memiliki prosedur internal
yang menerapkan dan mendukung pelaksanaan prinsip-prinsip Good Governance.
Prinsip Good Governance tersebut dituangkan dalam berbagai ketentuan sebagai
pedoman dalam pelaksanaan tugas antara lain :
Proses pengambilan keputusan melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG).
Pendelegasian wewenang.
Penyediaan informasi pelaksanaan tugas Bank Indonesia kepada stakeholders.
Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia kepada
stakeholders.
Penerapan manajemen risiko.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 1010
Proses pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan dengan prinsip efektif,
efisien, transparan, akuntabel, adil dan tidak diskriminatif.
Pengelolaan sumber daya manusia dan organisasi serta anggaran dengan
mempertimbangkan efektivitas dan efiensi.
Pelaksanaan internal governance Bank Indonesia tersebut di atas didukung oleh
fungsi audit intern yang independen, profesional, dan obyektif. Penerapannya mengacu
pada kode etik dan standar profesi audit intern dari The Institute of Internal Auditors,
yang mencakup:
Misi:
Memberikan opini dan rekomendasi terhadap proses governance, manajemen
risiko, dan pengendalian intern melalui kegiatan assurance dan konsultasi dalam rangka
mencapai tujuan organisasi.
Visi:
Menjadi satuan kerja audit intern yang profesional dan bereputasi dalam lingkup
nasional dan internasional.
Ruang lingkup evaluasi:
Evaluasi atas kecukupan dan efektivitas proses governance manajemen risiko
dan pengendalian intern.
Tanggungjawab:
Memberikan jasa assurance dan konsultasi pengendalian, manajemen risiko dan
good governance, serta penugasan khusus lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan
standar The Institute of Internal Auditors.
Kewenangan:
Memiliki akses penuh untuk melakukan audit terhadap properti/asset, personil,
serta segala data dan informasi milik Bank Indonesia.
Penjelasan detail mengenai internal governance Bank Indonesia dipublikasikan dalam
Laporan Tahunan Bank Indonesia, yang dapat diakses di menu publikasi- laporan
tahunan.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 1111
C. Bahan Diskusi
1. Coba saudara jelaskan apa konsep dari Bank Indonesia sebagai lembaga negara?
2. Jelaskan hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam bidang keuangan ?
3. Jelaskan hubungan Bank Indonesia dengan pemerintah dalam hal
Independensi dalam Interdependensi ?
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 1212
BAB II
PILAR BI : MONETER
MONETER
Tujuan Kebijakan Moneter Bank Indonesia
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank
Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap
harga- harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan
tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter
dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting
Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating).
Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem
keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk
mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar
pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan
kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar
atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan
oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran- sasaran moneter tersebut
menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang
baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan
wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat
melakukan cara- cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
Kerangka Kebijakan Moneter di Indonesia
Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut sebuah kerangka
kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kerja ini diterapkan
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 1313
secara formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan kebijakan moneter
yang menerapkan uang primer (base money) sebagai sasaran kebijakan moneter.
Apa itu ITF
Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi
kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang
ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan
moneter dilakukan secara forward looking, artinya perubahan stance kebijakan moneter
dilakukan melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan
sasaran inflasi yang telah dicanangkan. Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter
juga ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik. Secara
operasional, stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga
kebijakan (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan
suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada
akhirnya akan memengaruhi output dan inflasi.
Mengapa ITF?
Dengan telah dilepaskannya sistem nilai tukar dengan band intervensi nilai tukar
(crawling band) di tahun 1997, Bank Indonesia memerlukan jangkar nominal (nominal
anchor) baru dalam rangka menjalankan kebijakan moneter. Jangkar nominal adalah
variabel nominal (seperti indeks harga, nilai tukar, atau uang beredar) yang ditargetkan
secara eksplisit oleh bank sentral sebagai dasar/patokan bagi pembentukan harga
lainnya. Misalnya kalau nilai tukar dijadikan target, maka inflasi luar negeri akan
menjadi inflasi domestik.
Mengapa kebijakan moneter memerlukan jangkar nominal? Karena tanpa adanya
jangkar nominal, tidak ada kejelasan kemana kebijakan moneter akan diarahkan
sehingga masyarakat tidak memiliki pedoman dalam membuat ekspektasi inflasi. Ibarat
kapal yang mengapung di lautan tanpa kejelasan kearah mana kapal dilabuhkan.
Sebaliknya, dengan adanya jangkar nominal masyarakat akan membuat ekspektasi
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 1414
inflasi yang diperlukan dalam kalkulasi usahanya sesuai dengan jangkar nominal
tersebut. Dengan mengumumkan sasaran inflasi dan Bank Indonesia secara konsisten
dapat mencapainya akan meningkatkan kredibilitas kebijaan moneter yang pada
gilirannya ekspektasi inflasi masyarakat sesuai dengan sasaran yang ditetapkan BI.
Ada sejumlah alasan mengapa menggunakan jangkar nominal dengan ITF.
ITF lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Dengan sasaran inflasi secara eksplisit
masyarakat akan memahami arah inflasi. Sebaliknya dengan sasaran base money,
apalagi jika hubungannya dengan inflasi tidak jelas, masyarakat lebih sulit mengetahui
arah inflasi kedepan.
ITF yang memfokuskan pada inflasi sebagai prioritas kebijakan moneter sesuai dengan
mandat yang diberikan kepada Bank Indonesia.
ITF bersifat forward looking sesuai dengan dampak kebijakan pada inflasi yang
memerlukan time lag.
ITF meningkatkan trasparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter mendorong
kredibilitas kebijakan moneter. Aspek transparansi dan akuntabilitas serta kejelasan
akan tujuan ini merupakan aspek- aspek good governance dari sebuah bank yang telah
diberikan independensi.
ITF tidak memerlukan asumsi kestabilan hubungan antara uang beredar, output dan
inflasi. Sebaliknya, ITF merupakan pendekatan yang lebih komprehensif dengan
mempertimbangkan sejumlah variabel informasi tentang kondisi perekonomian.
Bagaimana ITF diterapkan?
Dalam kerangka ITF, Bank Indonesia mengumumkan sasaran inflasi ke depan pada
periode tertentu. Setiap periode Bank Indonesia mengevaluasi apakah proyeksi inflasi
ke depan masih sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. Proyeksi ini dilakukan dengan
sejumlah model dan sejumlah informasi yang dapat menggambarkan kondisi inflasi ke
depan. Jika proyeksi inflasi sudah tidak kompatibel dengan sasaran, Bank Indonesia
melakukan respon dengan menggunakan instrumen yang dimiliki. Misalnya jika proyeksi
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 1515
inflasi telah melampaui sasaran, maka Bank Indonesia akan cenderung melakukan
pengetatan moneter.
Secara reguler, Bank Indonesia menjelaskan kepada publik mengenai asesmen terhadap
kondisi inflasi dan outlook ke depan serta keputusan yang diambil. Jika sasaran inflasi
tidak tercapai maka diperlukan penjelasan kepada publik dan langkah-langkah yang akan
diambil untuk mengembalikan inflasi sesuai dengan sasarannya.
INFLASI
Definisi Inflasi
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan
terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi
kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang
lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga
Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga
dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang
dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun
2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan
memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di
beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di
setiap kota.
Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:
Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu
komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar
pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada
pasar pertama atas suatu komoditas. [Penjelasan lebih detail mengenai IHPB
dapat dilihat pada web site Badan Pusat Statistik www.bps.go.id]
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 1616
Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga
barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi
(negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal
dengan PDB atas dasar harga konstan.
Pengelompokan Inflasi
Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok
pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose -
COICOP), yaitu :
1. Kelompok Bahan Makanan
2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
3. Kelompok Perumahan
4. Kelompok Sandang
5. Kelompok Kesehatan
6. Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
7. Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
Disagregasi Inflasi
Disamping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga
mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang dinamakan
disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu
indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat
fundamental.
Di Indonesia, disagegasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi:
1. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten
(persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor
fundamental, seperti:
Interaksi permintaan-penawaran
Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra
dagang
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 1717
- Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
2. Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena
dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti terdiri dari :
Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan
makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga
komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional.
Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered Prices) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga
Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.
Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari
sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor -faktor
terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak
inflasi luar negeri terutama negara- negara partner dagang, peningkatan harga-harga
komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply
shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan
barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi,
kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau
permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian.
Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku
ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan
ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau
forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen
dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal,
dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR). Meskipun ketersediaan
barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan,
namun harga barang dan jasa pada saat- saat hari raya keagamaan meningkat lebih
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 1818
tinggi dari komdisi supply- demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan
UMR, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut
tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan.
Pentingnya Kestabilan Harga
Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan
ekonomi yang
berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada
pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi da n tidak stabil memberikan dampak negatif
kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan
terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan
semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 1919
Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi
pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa
inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan
konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan
ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi
di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif
sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
Bank Indonesia dan Inflasi
Inflasi sebagai ‘single objective’
Melalui amanat yang tercakup di Undang Undang tentang Bank Indonesia,
tujuan Bank Indonesia fokus pada pencapaian sasaran tunggal atau ‘single objective-
nya’, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini
mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa,
serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada
perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai
tukar rupiah terhadap mata uang Negara lain.
Pengendalian Inflasi
Kebijakan moneter Bank Indonesia ditujukan untuk mengelola tekanan harga
yang berasal dari sisi permintaan aggregat (demand management) relatif terhadap
kondisi sisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespon kenaikan
inflasi yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan yang bersifat sementara
(temporer) yang akan hilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu.
Penetapan Target Inflasi
Target atau sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang harus dicapai oleh
Bank Indonesia, berkoordinasi dengan Pemerintah. Penetapan sasaran inflasi
berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota
Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk
tiga tahun ke depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Berdasarkan PMK
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 2020
No.143/PMK.011/2010 sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode
2010 – 2012, masing-masing sebesar 5,0%, 5,0%, dan 4,5% denga n deviasi ±1%.
BI RATE
Penjelasan BI Rate sebagai Suku Bunga Acuan
Definisi
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance
kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.
Fungsi
BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan
Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank
Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk
mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.
Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku
bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini
diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya
suku bunga kredit perbankan.
Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank
Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan
melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan
BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah
ditetapkan.
Penetapan BI Rate
Jadwal Penetapan dan Penentuan
Penetapan respons (stance) kebijakan moneter dilakukan setiap bulan melalui
mekanisme RDG Bulanan dengan cakupan materi bulanan.
Respon kebijakan moneter (BI Rate) ditetapkan berlaku sampai dengan RDG berikutnya
Penetapan respon kebijakan moneter (BI Rate) dilakukan dengan memperhatikan efek
tunda kebijakan moneter (lag of monetary policy) dalam memengaruhi inflasi.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 2020
Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance Kebijakan
Moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG Mingguan.
Besar Perubahan BI Rate
Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (secara
konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin (bps). Dalam kondisi untuk
menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran
inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25
bps.
Proses Pengambilan Keputusan untuk Penetapan Kebijakan Moneter
Rapat Dewan Gubernur (RDG)
Penetapan respon kebijakan moneter di Bank Indonesia dilakukan dalam Rapat
Dewan Gubernur (RDG). Rapat tersebut diadakan pada minggu pertama setiap
bulannya, guna melakukan asesmen menyeluruh terhadap perkembangan kondisi
makroekonomi dan kebijakan terkini, serta proyeksi ekonomi ke depan, termasuk inflasi.
RDG dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya oleh lebih dari separuh
anggota Dewan Gubernur. Pengambilan keputusan Rapat Dewan Gubernur dilakukan
atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai,
Gubernur menetapkan keputusan akhir.
Namun demikian, apabila dalam keadaan darurat dan RDG tidak dapat
diselenggarakan karena jumlah anggota Dewan Gubernur yang hadir tidak memenuhi
ketentuan, Gubernur atau sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota Dewan Gubernur
dapat menetapkan kebijakan dan/atau mengambil keputusan.
Guna meningkatkan kredibilitas dan transparansi kebijakan moneter, jadwal
penetapan respon kebijakan moneter diumumkan kepada publik setiap awal tahun.
Proses Perumusan Kebijakan Moneter
Proses pembahasan dan perumusan kebijakan tersebut dilakukan secara
berjenjang di tingkat direktorat di Bank Indonesia, dan dilanjutkan pada pembahasan
dalam forum Komite Evaluasi Kebijakan Moneter yang melibatkan satuan kerja di sektor
moneter dan perbankan di Bank Indonesia. Asesmen tentang kondisi terkini dan
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 2121
prakiraan ekonomi tersebut selanjutkan disampaikan ke Dewan Gubernur dalam forum
Komite Kebijakan Moneter (KKM). Forum tersebut merupakan forum diskusi antara
anggota Dewan Gubernur dengan pimpinan satuan kerja di Bank Indonesia, yang
ditujukan untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang perekonomian. Forum ini
dilaksanakan sebelum pelaksanaan RDG dan tidak melibatkan pengambilan keputusan
terkait stance kebijakan moneter. Proses pengambilan keputusan baru dilaksanakan
pada RDG.
Proses selanjutnya adalah Rapat Pra- Rapat Dewan Gubernur (Pra RDG). Di forum
Pra-RG ini Dewan Gubernur dan pimpinan Direktur di bidang Moneter dan Perbankan
membahas mengenai asesmen Bank Indonesia terhadap perekonomian makro dan
sektor keuangan. Setelah Pra RDG, Rapat Dewan Gubernur (RDG) dilaksanakan. Dalam
RDG, masing-masing anggota Dewan Gubernur memberikan pandangannya terhadap
kondisi perekonomian makro dan sektor keuangan dan membahas pilihan- pilihan
kebijakan yang akan diambil. RDG mengambil keputusan kebijakan moneter dalam
bentuk penentuan BI rate melalui konsensus. Sesuai dengan UU Bank Indonesia,
Gubernur Bank Indonesia memiliki hak veto dalam Rapat tersebut.
Skema Pengambilan Keputusan
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 2222
OPERASI MONETER
Penjelasan Operasi Moneter yang dilakukan Bank Indonesia
Penjelasan
Dalam rangka mencapai sasaran akhir kebijakan moneter, Bank Indonesia
menerapkan kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian suku bunga (target suku
bunga). Suku bunga kebijakan, yang dikenal dengan istilah BI Rate, ditetapkan melalui
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia. Dalam tataran operasional, BI Rate
tercermin dari pergerakan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) overnight (O/N).
PUAB atau Pasar Uang Antar Bank adalah kegiatan pinjam meminjam dana
antara satu Bank dengan Bank Lainnya. Suku bunga PUAB merupakan harga yang
terbentuk dari kesepakatan pihak yang meminjam dan meminjamkan dana. Kegiatan di
PUAB dilakukan melalui mekanisme over the counter (OTC) yaitu terciptanya
kesepakatan antara peminjam dan pemilik dana yang dilakukan tidak melalui lantai
bursa. Transaksi PUAB dapat berjangka waktu dari satu hari kerja (overnight) sampai
dengan satu tahun, namun pada praktiknya mayoritas transaksi PUAB berjangka waktu
kurang dari 3 bulan.
Agar pergerakan suku bunga PUAB O/N tidak terlalu melebar dari anchor-nya (BI
Rate), Bank Indonesia selalu berusaha untuk menjaga dan memenuhi kebutuhan
likuiditas perbankan secara seimbang sehingga terbentuk suku bunga yang wajar dan
stabil. Kebutuhan likuiditas perbankan diestimasi dengan mempertimbangkan faktor-
faktor autonomous seperti operasi pemerintah, jatuh waktu instrument OPT dan
Standing Facilities serta mutasi dari uang kartal. Faktor- faktor tersebut dapat berdampak
injeksi (penambahan) likuiditas maupun absorpsi (pengurangan) likuiditas di pasar uang.
Definisi dan Tujuan
Operasi Moneter merupakan implementasi dari kebijakan moneter oleh Bank
Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan
Standing Facilities. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT merupakan
kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan atas inisiatif Bank Indonesia dalam
rangka mengurangi (smoothing) volatilitas suku bunga PUAB o/n. Sementara instrumen
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 2323
Standing Facilities merupakan penyediaan dana rupiah (lending facility) dari Bank
Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank
Indonesia dalam rangka membentuk koridor suku bunga di PUAB o/n.
Proses Operasi Moneter
Guna menentukan berapa jumlah likuiditas yang harus diserap maupun
disediakan untuk menjaga keseimbangan supply dan demand, Bank Indonesia perlu
menetapkan target operasi moneter setiap harinya. Sebagaimana yang telah disebutkan,
target operasi moneter telah mempertimbangkan faktor-faktor autonomus yang
berubah-ubah setiap harinya.
Proyeksi Likuiditas
Efektivitas operasi moneter berbasis suku bunga tidak terlepas dari adanya
informasi yang handal dan sama kepada seluruh pelaku pasar, sehingga tercipta persepsi
yang sama untuk mencapai tujuannya, yaitu terbentuknya suku bunga yang wajar. Oleh
karena itu, sejak Oktober 2008 Bank Indonesia mulai mengumumkan kondisi likuiditas
perbankan kepada pelaku pasar dan masyarakat sebanyak dua kali setiap harinya
melalui website Bank Indonesia, BI- SSSS dan sarana lainnya. Dengan adanya informasi
mengenai kondisi likuiditas, diharapkan dapat membantu treasury bank dalam
mengelola kebutuhan likuiditasnya dan meningkatkan efektifitas pelaksanaan Operasi
Moneter.
Pengumuman proyeksi likuiditas meliputi 2 (dua) materi utama yaitu:
- Proyeksi Total Likuiditas Tersedia
Proyeksi Total Likuiditas adalah perkiraan ketersediaan likuiditas rupiah di pasar dan
merupakan hasil proyeksi dari net perubahan faktor otonomus yang berperan dalam
menambah/mengurangi ketersediaan likuiditas rupiah. Ketersediaan likuiditas rupiah
antara lain dipengaruhi oleh net aliran masuk/keluar uang kartal dari/ke sistem
perbankan dan mutasi rekening pemerintah di Bank Indonesia), net instrumen Operasi
Moneter jatuh waktu, dan net perubahan saldo giro perbankan di Bank Indonesia.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 2424
- Proyeksi Excess Reserve
Proyeksi Excess Reserve adalah selisih antara perkiraan saldo giro perbankan di Bank
Indonesia dengan kewajiban pemeliharaan Giro Wajib Minimum (GWM). Proyeksi
excess reserve tersebut mencerminkan besarnya likuiditas rupiah yang berada di sistem
perbankan setelah dilakukan Operasi Moneter.
Penyempurnaan Operasi Moneter
1. Perpanjangan Profil Jatuh Waktu Sertifikat Bank Indonesia
Dalam rangka menyempurnakan operasi moneter, Bank Indonesia akan
memperpanjang profil jatuh waktu Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Perubahan tersebut
akan dilakukan melalui perubahan pelaksanaan lelang SBI dari mingguan menjadi
bulanan, dan melakukan penyerapan ekses likuiditas rupiah dengan lebih
mengutamakan kepada SBI 3 bulan dan SBI 6 bulan.
Pelaksanaan lelang dari mingguan menjadi bulanan diharapkan dapat
mendorong bank mengelola likuiditasnya dalam rentang waktu yang lebih panjang.
Adapun penyerapan ekses likuiditas yang mengutamakan SBI 3 dan 6 bulan diharapkan
dapat mendorong berkembangnya transaksi di pasar uang dan pelaksanaan operasi
moneter yang lebih efektif.
Implementasi penyempurnaan operasi moneter direncanakan mulai Juni 2010,
dengan masa transisi selama 3 (tiga) bulan mulai 10 Maret 2010. Pada masa transisi, BI
akan mengatur tenor penyerapan likuiditas sehingga jatuh waktunya dapat disesuaikan
pada minggu kedua setiap bulannya. Pada masa transisi tersebut lelang SBI dapat
memiliki tenor di luar kebiasaan dan target indikatif yang lebih besar dari biasanya.
Secara bertahap lelang SBI yang masih dilaksanakan mingguan akan menjadi dwi -
mingguan dan kemudian bulanan. Sejak masa transisi, upaya penyerapan ekses likuiditas
sudah mulai diarahkan ke SBI 3 dan 6 bulan. Untuk memudahkan pelaku pasar uang
dalam mengelola likuiditasnya di masa transisi, BI akan menetapkan kalender lelang SBI.
Dalam rangka menjaga kecukupan likuiditas agar stabilitas suku bunga tetap terjaga, BI
akan tetap mengoptimalkan penggunaan instrumen operasi moneter lainnya, seperti
Term Deposit, Standing Facility, dan Repo dan Reverse Repo. Dengan demikian, tidak
ada perubahan struktur instrumen operasi moneter yang ada saat ini. Sementara itu,
pelaksanaan lelang SBI Syariah (SBIS) mengikuti jadwal lelang dan tenor SBI terpendek.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 2525
Penjelasan resmi mengenai hal ini dapat dilihat dalam Siaran Pers
No.12/12/PSHM/Humas tanggal 5 Maret 2010
2. Paket Kebijakan Penguatan Manajemen Moneter dan Pengembangan Pasar Keuangan
Untuk merespon dan mengantisipasi berbagai dinamika pasar keuangan domestik
maupun global, Bank Indonesia mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk meningkatkan
efektivitas transmisi kebijakan moneter, memperkuat stabilitas sistem keuangan, serta
mendorong pendalaman pasar keuangan, pada Selasa, 15 Juni 2010, di Jakarta.
“Kebijakan ini bukan merupakan kontrol devisa dan tetap dalam koridor sistem devisa
bebas yang secara konsisten dianut Indonesia selama ini. Pada gilirannya kebijakan
tersebut juga akan mendukung kesinambungan stabilitas makro ekonomi dan
memperkuat momentum pemulihan ekonomi.
Paket kebijakan yang diambil secara umum berupa kebijakan untuk memperkuat operasi
moneter dan menyempurnakan aspek prudential perbankan, terdiri dari penambahan
instrumen dan penyempurnaan beberapa ketentuan baik di pasar uang rupiah maupun
valas, yang terdiri dari:
1. Pelebaran koridor suku bunga PUAB O/N; akan diimplementasikan mulai 17 Juni
2010.
2. Penerapan minimum one month holding period Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
akan diimplementasikan mulai 7 Juli 2010.
3. Penambahan instrumen moneter non-securities dalam bentuk term deposit;
akan berlaku mulai 7 Juli 2010.
4. Penyempurnaan ketentuan mengenai Posisi Devisa Neto (PDN); akan berlaku
mulai 1 Juli 2010.
5. Penerbitan SBI berjangka waktu 9 dan 12 bulan; yang akan diimplementasikan
pada minggu ke-II Agustus 2010 (SBI 9 Bulan) dan pada minggu ke -II September
2010 (SBI 12 Bulan).
6. Penerapan mekanisme triparty repurchase (repo) Surat Berharga Negara (SBN);
yang akan diimplementasikan pada tahun 2011.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 2626
Sebagai tindak lanjut dari beberapa penyempurnaan Operasi Moneter dimaksud, Bank
Indonesia juga telah menyempurnakan Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan ketentuan
pelaksanaanya (Surat Edaran Bank Indonesia), yaitu PBI No. 12/11/PBI/2010 tanggal 2
Juli 2010 tentang Operasi Moneter dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No.
12/16/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta
dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter, SE BI No. 12/17/DPM tanggal 6 Juli
2010 perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) dan SE BI No. 12/18/DPM tanggal 7
Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka\
Operasi Moneter : Operasi Pasar Terbuka
Operasi Pasar Terbuka (OPT) merupakan bagian dari kegiatan Operasi Moneter
(OM) yang berfungsi untuk mengurangi (smoothing) volatilitas suku bunga di PUAB. OPT
terdiri dari 2 jenis, yaitu:
1. OPT Absorpsi
OPT absorpsi dilakukan apabila dari perkiraan perhitungan likuiditas maupun
dari indikator suku bunga di PUAB, pasar uang diperkirakan mengalami
kelebihan likuiditas. Salah satu indikatornya adalah suku bunga PUAB yang
turun tajam. Instrumen yang digunakan dalam OPT absorpsi ini adalah (i)
Lelang SBI, (ii) Term Deposit, (iii) SBN outright jual, (iv) Reverse Repo SBN
serta (v) sterilisasi valas dengan menjual USD/IDR ataupun melakukan swap
jual USD/IDR.
2. OPT Injeksi
OPT injeksi dilakukan apabila dari perkiraan perhitungan likuiditas maupun
dari indikator suku bunga di PUAB, pasar uang diperkirakan mengalami
kekurangan likuiditas. Salah satu indikatornya adalah suku bunga PUAB yang
naik tajam. Instrumen yang digunakan dalam OPT injeksi ini adalah (i) Repo,
(ii) SBN outright beli serta (iii) sterilisasi valas dengan membeli USD/IDR
ataupun melakukan swap beli USD/IDR.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 2727
TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER
Bagaimana Bekerjanya Kebijakan Moneter?
Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan nilai
rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk
mencapai tujuan itu Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI Rate sebagai
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 3030
instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian
dengan tujuan akhir pencapaian inflasi. Namun jalur atau transmisi dari keputusan BI
rate sampai dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat kompleks dan
memerlukan waktu (time lag).
Mekanisme bekerjanya perubahan BI Rate sampai mempengaruhi inflasi tersebut sering
disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter. Mekanisme ini
menggambarkan tindakan Bank Indonesia melalui perubahan-perubahan instrumen
moneter dan target operasionalnya mempengaruhi berbagai variable ekonomi dan
keuangan sebelum akhirnya berpengaruh ke tujuan akhir inflasi. Mekanisme tersebut
terjadi melalui interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta
sektor riil. Perubahan BI Rate mempengaruhi inflasi melalui berbagai jalur, diantaranya
jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi.
Pada jalur suku bunga, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga deposito dan suku
bunga kredit perbankan. Apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank
Indonesia dapat menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan
suku bunga untuk mendorong aktifitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI Rate
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 3131
menurunkan suku bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan
rumah tangga akan meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan
biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi. Ini semua akan meningkatkan
aktifitas konsumsi dan investasi sehingga aktifitas perekonomian semakin
bergairah. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank Indonesia
merespon dengan menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengerem aktifitas
perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi.
Perubahan suku bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai tukar.
Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar. Kenaikan BI Rate, sebagai contoh, akan
mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar
negeri. Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing
untuk menanamkan modal ke dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia
seperti SBI karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi.
Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar
Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang
ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan
mendorong impor dan mengurangi ekspor. Turunnya net ekspor ini akan b erdampak
pada menurunnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian.
Perubahan suku bunga BI Rate mempengaruhi perekonomian makro melalui
perubahan harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti
saham dan obligasi sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada
gilirannya mengurangi kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti
konsumsi dan investasi.
Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga mempengaruhi
ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi). Penurunan suku bunga yang
diperkirakan akan mendorong aktifitas ekonomi dan pada akhirnya inflasi mendorong
pekerja untuk mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi.
Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui
kenaikan harga.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini bekerja memerlukan waktu (time
lag). Time lag masing- masing jalur bisa berbeda dengan yang lain. Jalur nilai tukar
biasanya bekerja lebih cepat karena dampak perubahan suku bunga kepada nilai tukar
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 3232
bekerja sangat cepat. Kondisi sektor keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh
pada kecepatan tarnsmisi kebijakan moneter. Apabila perbankan melihat risiko
perekonomian cukup tinggi, respon perbankan terhadap penurunan suku bunga BI rate
biasanya sangat lambat. Juga, apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk
memperbaiki permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya permintaan
kredit belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi permintaan,
penurunan suku bunga kredit perbankan juga belum tentu direspon oleh meningkatnya
permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian sedang lesu.
Kesimpulannya, kondisi sektor keuangan, perbankan, dan kondisi sektor riil sangat
berperan dalam menentukan efektif atau tidaknya proses transmisi kebijakan moneter.
Transparansi dan Akuntabilitas Kebijakan Moneter
Transparansi dan Komunikasi
Agar kebijakan moneter dapat berkerja secara efektif, komunikasi yang terbuka antara
Bank Indonesia dengan masyarakat sangat dibutuhkan. Oleh karenanya, kebijakan
moneter Bank Indonesia senantiasa dikomunikasikan secara transparan kepada
masyarakat. Komunikasi tersebut juga sebagai bagian dari akuntabilitas kebijakan
moneter dan berperan dalam membantu pembentukan ekspektasi masyarakat terhadap
inflasi ke depan. Melalui komunikasi, Bank Indonesia mengajak masyarakat untuk
memandang dan membentuk tingkat inflasi ke depan sebagaimana yang diitetapkan
dalam sasaran yang diumumkan. Oleh karenanya, komunikasi kebijakan moneter
dilakukan dengan terus menerus memuat pengumuman dan penjelasan tentang sasaran
inflasi ke depan, analisis Bank Indonesia terhadap perekonomian, kerangka kerja, dan
langkah-langkah kebijakan moneter yang telah dan akan ditempuh, jadwal Rapat Dewan
Gubernur (RDG), serta hal-hal lain yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur.
Komunikasi kebijakan moneter dilakukan dalam bentuk siaran pers, konferensi pers
setelah Rapat Dewan Gubernur, publikasi Tinjauan/Laporan Kebijakan Moneter yang
memuat latar belakang pengambilan keputusan, maupun penjelasan langsung kepada
masyarakat luas, media massa, pelaku ekonomi, analis pasar dan akademisi.
Media komunikasi Kebijakan Moneter Bank Indonesia dalam bentuk publikasi :
a. Tinjauan Kebijakan Moneter
b. Laporan Perekonomi Indonesia
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 3333
c. Laporan Triwulanan DPR RI
d. Siaran Pers Kebijakan Moneter
Akuntabilitas
Bank Indonesia secara reguler menyampaikan pertanggung-jawaban
pelaksanaan kebijakan moneter kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai bentuk
akuntabilitas Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang telah
ditetapkan dalam Undang- Undang. Pertanggung-jawaban kebijakan moneter dilakukan
dengan penyampaian secara tertulis maupun penjelasan langsung atas pelaksanaan
Kebijakan Moneter secara triwulanan dan aspek-aspek tertentu kebijakan moneter yang
dipandang perlu. Selain itu Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanan Kebijakan tersebut
disampaikan pula kepada Pemerintah dan masyarakat luas untuk transparansi dan
koordinasi.
Dalam hal sasaran inflasi untuk suatu tahun tidak tercapai, maka Bank Indonesia
menyampaikan penjelasan kepada Pemerintah sebagai bahan penjelasan Pemerintah
bersama Bank Indonesia secara terbuka kepada DPR dan masyarakat.
Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal
Mengingat bahwa laju inflasi di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
permintaan (demand pull) namun juga faktor penawaran (cost push), maka agar
pencapaian sasaran inflasi dapat dilakukan dengan efektif, kerjasaama dan koordinasi
antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi sangatlah
diperlukan. Sehubungan dengan hal tersebut, di tingkat pengambil kebijakan, Bank
Indonesia dan Pemerintah secara rutin menggelar Rapat Koordinasi untuk membahas
perkembangan ekonomi terkini. Di sisi lain, Bank Indonesia juga kerap diundang dalam
Rapat Kabinet yang dipimpin oleh Presiden RI untuk memberikan pandangan terhadap
perkembangan makroekonomi dan moneter terkait dengan pencapaian sasaran inflasi.
Koordinasi kebijakan fiskal dan moneter juga dilakukan dalam penyusunan bersama
Asumsi Makro di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibahas
bersama di DPR. Selain itu, Pemerintah juga berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam
melakukan pengelolaan Utang Negara.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 3434
Di tataran teknis, koordinasi antara Pemerintah dan BI telah diwujudkan dengan
membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi
(TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari Bank Indonesia dan
departmen teknis terkait di Pemerintah seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko
Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen
Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, dan Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun
2008 pembentukan TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara
Pemerintah dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik
pusat maupun daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan stabil, yang
bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan.
IKHTISAR PERBANKAN: Pengaturan dan Pengawasan Bank
TUJUAN PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK
Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan
Indonesia sebagai:
1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga
penghimpun dan penyalur dana
2. Pelaksana kebijakan moneter;
3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta
pemerataan; agar tercipta sistem perbankan yang sehat,baik sistem perbankan
secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan
masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi
perekonomian nasional.
Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan:
1. Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi);
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 3535
2. Kebijakan prinsip kehati-hatian bank ( prudential banking); dan
3. Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten
ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam
melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip
kehati-hatian.
Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank
Pengaturan dan pengawasan bank oleh BI meliputi wewenang sebagai berikut:
1. Kewenangan memberikan izin ( right to license), yaitu kewenangan untuk
menetapkan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian
izin oleh BI meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian
izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian
persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada
bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
2. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk
menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan
dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa
perbankan yang diinginkan masyarakat.
3. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan
pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on -site supervision) dan
pengawasan tidak langsung (off- site supervision). Pengawasan langsung dapat
berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus,yang bertujuan untuk
mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan untuk memantau
tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta untuk
mengetahui apakah terdapat praktik- praktik yang tidak sehat yang
membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu
pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan
bank,laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya,
apabila diperlukan BI dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk
pihak lain yang meliputi perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait,
pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat menugasi pihak lain untuk dan atas
nama BI melaksanakan tugas pemeriksaan.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 3636
4. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu
kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi
ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi
sesuai dengan asas perbankan yang sehat.
SISTEM PENGAWASAN BANK OLEH BANK INDONESIA
Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini BI melaksanakan sistem
pengawasannya dengan menggunakan 2 pendekatan yakni pengawasan berdasarkan
kepatuhan (compliance based supervision) dan pengawasan berdasarkan risiko (risk
based supervision/RBS). Dengan adanya pendekatan RBS tersebut, bukan berarti
mengesampingkan pendekatan berdasarkan kepatuhan, namun merupakan upaya untuk
menyempurnakan sistem pengawasan sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pengawasan perbankan. Secara bertahap, pendekatan pengawasan yang
diterapkan oleh BI akan beralih menjadi sepenuhnya pengawasan berdasarkan risiko.
1. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan pada dasarnya menekankan
pemantauan kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan ketentuan yang terkait
dengan operasi dan pengelolaan bank. Pendekatan ini mengacu pada kondisi bank di
masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola
secara baik dan benar menurut prinsip- prinsip kehati-hatian.
2. Pengawasan Berdasarkan Risiko ( Risk Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan pendekatan pengawasan yang
berorientasi ke depan (forward looking). Dengan menggunakan pendekatan tersebut
pengawasan/pemeriksaan suatu bank difokuskan pada risiko-risiko yang melekat
(inherent risk)pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian risiko (risk
control system). Melalui pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas pengawasan
bank untuk proaktif dalam melakukan pencegahan terhadap permasalahan yang
potensial timbul di bank. Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko memiliki siklus
pengawasan sebagai berikut :
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 3737
Jenis-Jenis Risiko Bank :
Risiko Kredit : Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty
memenuhi kewajibannya.
Risiko Pasar : Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar
(adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh Bank,yang dapat
merugikan Bank. Variabel pasar antara lain adalah suku bunga dan nilai tukar.
Risiko Likuiditas : Risiko yang antara lain disebabkan Bank tidak mampu
memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu.
Risiko Operasional : Risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan
dan atau tidak berfungsinya proses internal,kesalahan manusia, kegagalan
sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
Risiko Hukum : Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis.
Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum,
ketiadaan peraturan perundang- undangan yang mendukung atau kelemahan
perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontra.
Risiko Reputasi : Risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif
yang terkait dengan kegiatan usaha Bank atau persepsi negatif terhadap Bank.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 4040
Risiko Strategik : Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan
pelaksanaan strategi Bank yang tidak tepat pengambilan keputusan bisnis yang
tidak tepat atau kurang responsifnya Bank terhadap perubahan eksternal.
Risiko Kepatuhan : Risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku.
SISTEM INFORMASI PELAPORAN BANK KEPADA BANK INDONESIA
Sistem Informasi Manajemen – Sektor Perbankan Bank Indonesia (SIM-SPBI)
SIMSPBI merupakan sistem informasi terpadu untuk mendukung tugas pengawasan,
pemeriksaan dan pengaturan perbankan BI.
Tujuan dari penerapan SIM-SPBI adalah :
Meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem pengawasan dan pemeriksaan
bank;
Menciptakan keseragaman (standarisasi) dalam pelaksanaan tugas pengawasan
dan pemeriksaan bank.
Mengoptimalkan Pengawas dan Pemeriksa Bank dalam menganalisa kondisi
bank sehingga dapat meningkatkan mutu pengawasan dan pemeriksaan bank;
Memudahkan audit trail oleh pihak yang berkepentingan;
Meningkatkan keamanan dan integritas data serta informasi
SIM- SPBI terdiri dari 3 subsistem yakni :
1. Sistem Informasi Manajemen Pengawasan (SIMWAS), merupakan sistem
informasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi tugas -tugas pengawasan,
pemeriksaan dan penelitian bank umum. Melalui SIMWAS, pengawas bank akan
mampu mengoptimalkan kegiatan analisa dan memperoleh informasi mengenai
kondisi keuangan bank (termasuk Tingkat Kesehatan Bank dan profil risiko)
secara cepat. Modul-modul yang tersedia antara lain modul Data Pokok Bank
dan modul Fit and Proper Test (FPT).
2. Sistem Informasi Bank dalam Investigasi (SIBADI), merupakan sistem informasi
untuk meningkatkan tertib administrasi dan kemudahan pemantauan tugas
dalam rangka investigasi tindak pidana di bidang perbankan. Melalui SIBADI,
dapat dilakukan pemantauan terhadap perkembangan investigasi atas dugaan
tindak pidana yang diakukan oleh suatu bank sejak laporan penyimpangan
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 4141
diterima, jadwal investigasi, langkah- langkah yang telah dilakukan sampai
dengan hasil akhir investigasi dimaksud.
3. Data Mart Data Pokok Bank, yang menyediakan informasi yang berkaitan
dengan kelembagaan, kepemilikan dan kepengurusan, operasional dan strategi
pengawasan yang diterapkan pada suatu bank sehingga diharapkan dapat
mengoptimalkan informasi dalam rangka pengawasan dan pembinaan bank.
Sistem Informasi Debitur (SID)
SID adalah sistem yang menyediakan informasi mengenai debitur baik perorangan
maupun badan usaha, yang diolah berdasarkan laporan penyediaan dana yang diterima
Bank Indonesia dari Pelapor. SID dikembangkan dengan tujuan untuk membantu :
1. Bagi pemberi kredit, antara lain :
o Membantu dalam mempercepat proses analisis dan pengambilan
keputusan pemberian kredit
o Mengurangi ketergantungan pemberi kredit kepada agunan
konvensional.Pemberi kredit dapat menilai reputasi kredit calon debitur
sebagai pengganti/pelengkap agunan.
2. Bagi penerima kredit, antara lain :
o Mempercepat waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh persetujuan
kredit
o Nasabah baru,khususnya yang tergolong sebagai UMKM,a kan
mendapat akses yang lebih luas kepada pemberi kredit dengan
mengandalkan reputasi keuangannya tanpa harus tergantung pada
kemampuan untuk menyediakan agunan.
Sistem Informasi Manajemn Pengawasan BPR (SIMWAS BPR)
SIMWAS- BPR merupakan sistem informasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
sistem pengawasan BPR. Melalui SIMWAS, pengawas BPR akan mampu mengoptimalkan
kegiatan analisis terhadap kondisi BPR, mempercepat diperolehnya informasi kondisi
keuangan BPR (termasuk Tingkat Kesehatan BPR), meningkatkan keamanan dan
integritas data serta informasi perbankan. Modul-modul yang tersedia dalam aplikasi
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 4242
SIMWAS BPR antara lain modul perizinan pendirian BPR, data pokok BPR, Tingkat
Kesehatan BPR, status BPR, cabut izin usaha dan likuidasi BPR.
IKHTISAR PERBANKAN: ARAH KEBIJAKAN PERBANKAN
Kebijakan Bank Indonesia selama tahun 2011 akan berbentuk penguatan bauran
kebijakan moneter dan makroprudensial sebagaimana yang telah ditempuh selama
tahun 2010. Penguatan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh
instrumen yang tersedia untuk kemudian dikalibrasi secara optimal. Instrumen-
instrumen dimaksud meliputi:
a. Kebijakan suku bunga (BI rate) diarahkan agar tetap konsisten terhadap
pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan, yaitu 5%±1% dan 4,5%±1%
pada tahun 2011 dan 2012, dengan mewaspadai risiko tekanan inflasi yang akan
meningkat ke depan.
b. Kebijakan nilai tukar diarahkan untuk membantu pencapaian sasaran inflasi,
dengan tetap konsisten pada pencapaian sasaran makroekonomi lain, serta
memberikan kepastian bagi dunia usaha. Solusi possible trinity akan berbentuk
konfigurasi optimal dari stabilisasi nilai tukar, pengendalian arus modal, dan
respon suku bunga. Dengan kata lain, mempertimbangkan berbagai
kompleksitas yang dihadapi, Bank Indonesia mensiasati kerangka impossible
trinity melalui pemilihan middle ground solution, bukan corner solution.
c. Operasi moneter dan kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas
domestik diarahkan agar konsisten dan mendukung kebijakan suku bunga dalam
pencapaian sasaran inflasi dan pengendalian permintaan domestik.
d. Kebijakan makroprudensial lalu lintas modal diarahkan untuk mendukung
kebijakan nilai tukar, dengan tidak menimbulkan dampak terhadap likuiditas
domestik secara berlebihan. Dua dari paket kebijakan yang diterbitkan pada
Desember 2010 lalu yaitu kenaikkan giro wajib minimum (GWM) valas dan
penerapan kembali batas posisi saldo harian pinjaman luar negeri (PLN) bank
jangka pendek, merupakan instrumen makroprudensial yang juga terkait dengan
pengelolaan arus modal. Di tengah derasnya modal masuk, kenaikan GWM valas
akan memperkuat managemen likuiditas perbankan. Sementara itu,
pembatasan posisi saldo harian pinjaman luar negeri bank jangka pendek, akan
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 4343
memperkuat prinsip kehati- hatian dalam mengelola pinjaman luar negeri bank
jangka pendek.
Perumusan dan implementasi bauran kebijakan tersebut sangat penting
mempertimbangkan keterkaitan stabilitas moneter dan stabilitas keuangan. Bank
Indonesia juga akan terus melakukan kalibrasi agar bauran kebijakan yang diambil tetap
memberikan hasil optimal antara stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan
kesinambungan pertumbuhan ekonomi.
ARAH KEBIJAKAN BANK INDONESIA
Meningkatnya kegiatan ekonomi tahun 2010 ditopang oleh ketahanan dan kinerja
sektor perbankan yang positif, tercermin dari terjaganya stabilitas. Financial Stability
Index yang mencapai sebesar 1,75 atau jauh lebih rendah dibandingkan pada saat krisis
2007/2008 sebesar 2,43. Fungsi intermediasi juga meningkat meski masih ada peluang
untuk lebih tumbuh, risiko kredit masih terjaga (NPL dibawah 5%), permodalan yang
memadai (CAR mencapai 16%).
Sebagaimana diketahui Bank Indonesia telah mengeluarkan Paket Kebijakan
Desember 2010 dengan sasaran utamanya adalah untuk memperkokoh stabilitas
makroekonomi dan meningkatkan intermediasi dan ketahanan perbankan, yaitu:
1. Kebijakan untuk meningkatkan intermediasi perbankan yang dilakukan guna
menjamin ketersediaan pasokan melalui pendalaman pasar, mendorong biaya
pinjaman yang lebih efisien, melonggarkan bobot risiko untuk kredit ritel dan
KMK serta upaya mengurangi asymmetric information dengan penyediaan data
informasi kredit yang lebih akurat dan lengkap. Untuk lebih mendorong
keluasan jangkauan dan kedalaman intermediasi, dilakukan upaya- upaya besar
melalui program perluasan akses kepada lembaga keuangan (financial inclusion)
dan program BPD Regional Champion.
2. Kebijakan untuk meningkatkan ketahanan bank yang dimaksudkan untuk lebih
mendukung pertumbuhan bank, daya saing dan kemampuan dalam menyerap
risiko. Untuk mencapainya akan dilakukan penguatan melalui penyempurnaan
aturan terkait dengan fit and proper test, peningkatan fungsi kepatuhan bank
umum, aktiva tertimbang menurut risiko, dan manajemen risiko terkait
kerjasama bisnis Bancassurance.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 4444
3. Kebijakan untuk penguatan kelembagaan, daya saing dan ketahanan bank
perkreditan rakyat dan bank syariah yang ditujukan untuk membangun
kesetaraan playing field dengan bank konvensional. Upaya ini akan didukung
penyempurnaan aturan yang terkait penilaian kualitas aktiva produktif,
restrukturisasi pembiayaan bank dan unit syariah, batas maksimum pembiayaan
dana BPR syariah, dan perubahan perizinan bank umum menjadi bank syariah.
4. Kebijakan untuk meningkatkan efektivitas fungsi pengawasan bank yang
ditujukan untuk meningkatkan fungsi detektif early warning system dan
penerapan macroprudential supervision. Untuk mencapainya dilakukan
penyempurnaan aturan- aturan terkait dengan sistem pengawasan bank
berdasarkan risiko, penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank (exit
policy) dan penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan risiko.
Arah kebijakan ke depan difokuskan pada upaya untuk mentransformasikan kondisi
perekonomian dan perbankan paska krisis saat ini, menuju pertumbuhan yang
berkesinambungan, melalui:
1. Pemanfaatan pasokan devisa yang berkesinambungan untuk menutupi
kebutuhan impor dan kebutuhan pembiayaan, disamping dapat digunakan
untuk memperdalam pasar keuangan serta menopang stabilitas makro,
utamanya nilai tukar.
2. Peningkatan permodalan dan kelembagaan serta daya saing perbankan nasional
dengan mempercepat proses konsolidasi untuk menyongsong penerapan
Masyarakat Ekonomi ASEAN.
3. Mendorong pertumbuhan yang produktif dan meningkatkan efisiensi dengan
mendorong NIM perbankan ke arah yang lebih rendah, efisien, dan kondusif
bagi dunia usaha, termasuk sektor UMKM.
4. Partisipatif dalam meningkatkan akses dan keterhubungan masyarakat dengan
jasa keuangan maupun lembaga perbankan.
5. Pengembangan Sistem Pembayaran yang diupayakan agar lebih efisien, handal,
mudah, dan aman dilakukan dengan menitikberatkan pada pembangunan
infrastruktur, pengembangan sistem, dan penguatan aturan hukum. Upaya
pengembangan di bidang Sistem Pembayaran tersebut juga terkait dalam rangka
mendorong financial inclusion.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 4545
6. Arah implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dilakukan dengan
mendudukkan berbagai jenis bank pada posisi yang tepat, sesuai dengan alasan
keberadaannya masing-masing agar satu sama lain dapat saling bersinergi dan
mempertimbangkan roadmap API berdasarkan best practice perbankan.
7. Mempertimbangkan potensi demografis Indonesia dan relatif masih rendahnya
akses keuangan masyarakat, Bank Indonesia bersama pemerintah sedang
merumuskan strategi nasional keuangan inklusif.
8. Penguatan tata kelola untuk mencegah pengambilan risiko secara berlebihan
bagi eksekutif yang berpotensi memunculkan moral hazard.
STABILITAS SISTEM KEUANGAN
DEFINISI STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) sebenarnya belum memiliki definisi baku yang
telah diterima secara internasional. Oleh karena itu, muncul beberapa definisi mengenai
SSK yang pada intinya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak
stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan
ekonomi. Di bawah ini dikutip beberapa definisi SSK yang diambil dari berbagai sumber:
” Sistem keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap
kejutan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan
sektor riil dan sistem keuangan.”
” Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap
berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi,
melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.”
” Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam
penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan
mendukung pertumbuhan ekonomi.”
Arti stabilitas sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan penelitian terhadap
faktor-faktor yang dapat menyebabkan instabilitas di sektor keuangan . Ketidakstabilan
sistem keuangan dapat dipicu oleh berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini
umumnya merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural
maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapat bersumber dari eksternal
(internasional) dan internal (domestik). Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 4646
sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko
operasional.
Meningkatnya kecenderungan globalisasi sektor finansial yang didukung oleh
perkembangan teknologi menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi
tanpa jeda waktu dan batas wilayah. Selain itu, inovasi produk keuangan semakin
dinamis dan beragam dengan kompleksitas yang semakin tinggi. Berbagai
perkembangan tersebut selain dapat mengakibatkan sumber- sumber pemicu
ketidakstabilan sistem keuangan meningkat dan semakin beragam, juga dapat
mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi ketidakstabilan tersebut.
Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat
forward looking (melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi
risiko yang akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang.
Atas dasar hasil identifikasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis sampai seberapa jauh
risiko berpotensi menjadi semakin membahayakan, meluas dan bersifat sistemik
sehingga mampu melumpuhkan perekonomian.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 4747
PENTINGNYA STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam
perekonomian. Sebagai bagian dari sistem perekonomian, sistem keuangan berfungsi
mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus kepada yang mengalami
defisit. Apabila sistem keuangan tidak stabil dan tidak berfungsi secara efisien,
pengalokasian dana tidak akan berjalan dengan baik sehingga dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi. Pengalaman menunjukkan, sistem keuangan yang tidak stabil,
terlebih lagi jika mengakibatkan terjadinya krisis, memerlukan biaya yang sangat tinggi
untuk upaya penyelamatannya.
Pelajaran berharga pernah dialami Indonesia ketika terjadi krisis keuangan tahun 1998,
dimana pada waktu itu biaya krisis sangat signifikan. Selain itu, diperlukan waktu yang
lama untuk membangkitkan kembali kepercayaan publik terhadap sistem keuangan.
Krisis tahun 1998 ini membuktikan bahwa stabilitas sistem keuangan merupakan aspek
yang sangat penting dalam membentuk dan menjaga perekonomian yang berkelanjutan.
Sistem keuangan yang tidak stabil cenderung rentan terhadap berbagai gejolak
sehingga mengganggu perputaran roda perekonomian.
Secara umum dapat dikatakan bahwa ketidakstabilan sistem keuangan dapat
mengakibatkan timbulnya beberapa kondisi yang tidak menguntungkan seperti:
Transmisi kebijakan moneter tidak berfungsi secara normal sehingga kebijakan
moneter menjadi tidak efektif.
Fungsi intermediasi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya akibat alokasi
dana yang tidak tepat sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi.
Ketidakpercayaan publik terhadap sistem keuangan yang umumnya akan diikuti
dengan perilaku panik para investor untuk menarik dananya sehingga
mendorong terjadinya kesulitan likuiditas.
Sangat tingginya biaya penyelamatan terhadap sistem keuangan apabila terjadi
krisis yang bersifat sistemik.
Atas dasar kondisi di atas, upaya untuk menghindari atau mengurangi risiko
kemungkinan terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan sangatlah diperlukan,
terutama untuk menghindari kerugian yang begitu besar lagi.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 4848
PERAN BANK INDONESIA DALAM STABILITAS KEUANGAN
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama
Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem
keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam
menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan
banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas
moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu
pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas
kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan
moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi
kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan
moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat
tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa
stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank
Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem
keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan
instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabi litas moneter antara lain
melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut
untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini
mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai
aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat,
akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh
karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan
suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga
keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan
seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di
negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 4949
keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan
keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan
tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan.
Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan
serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada
menunjukkan bahwa negara- negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas
sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum ( law
enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus
mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di
sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur
Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta
dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius
dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat
menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan
gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan
pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin
meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time
atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih
meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam
sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk
mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat
mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui
pemantauan secara macroprudential , Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan
sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak
pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan
instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor
keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi
bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam
gangguan dalam sektor keuangan.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 5050
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan
melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR
merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola
krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR
mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya
diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu
terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat
diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih
memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai
LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu,
pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam
penyediaan likuiditas tersebut.
KERANGKA STABILTAS SISTEM KEUANGAN
Dalam kapasitasnya menjaga stabilitas sistem keuangan, tidak seluruh cakupan
dalam sistem keuangan berada dalam wewenang Bank Indonesia. Di sisi lain, sebagai
sebuah sistem, stabilitas keuangan harus dilakukan secara utuh. Oleh karena itu, dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh diperlukan kerangka kerjasama
dengan lembaga terkait yaitu pemerintah dan otoritas jasa keuangan. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari duplikasi dan gesekan kepentingan dari masing-masing
lembaga terkait. Gambaran umum kerangka stabilitas sistem keuangan ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 5151
JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN
Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) merupakan kerangka kerja yang
melandasi pengaturan mengenai skim asuransi simpanan, mekanisme pemberian
fasilitas pembiayaan darurat oleh bank sentral (lender of last resort), serta kebijakan
penyelesaian krisis. JPSK pada dasarnya lebih ditujukan untuk pencegahan krisis, namun
demikian kerangka kerja ini juga meliputi mekanisme penyelesaian krisis sehingga tidak
menimbulkan biaya yang besar kepada perekonomian. Dengan demikian, sasaran JPSK
adalah menjaga stabilitas sistem keuangan sehingga sektor keuangan dapat berfungsi
secara normal dan memiliki kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi yang
berkesinambungan.
Pada tahun 2005, Pemerintah dan Bank Indonesia telah menyusun kerangka Jaring
Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) yang kelak akan dituangkan dalam sebuah Rancangan
Undang Undang tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan. Dalam kerangka JPSK
dimaksud dimuat secara jelas mengenai tugas dan tanggung- jawab lembaga terkait
yakni Departemen Keuangan, BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pemain
dalam jaring pengaman keuangan. Pada prinsipnya Departemen Keuangan bertanggung
jawab untuk menyusun perundang-undangan untuk sektor keuangan dan menyediakan
dana untuk penanganan krisis. BI sebagai bank sentral bertanggung-jawab untuk
menjaga stabilitas moneter dan kesehatan perbankan serta keamanan dan kelancaran
sistem pembayaran. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bertanggung jawab untuk
menjamin simpanan nasabah bank serta resolusi bank bermasalah.
Kerangka JPK tersebut telah dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang JPSK yang
pada saat ini masih dalam tahap pembahasan Dengan demikian, UU JPSK kelak akan
berfungsi sebagai landasan yang kuat bagi kebijakan dan peraturan yang ditetapkan oleh
otoritas terkait dalam rangka memelihara stabiltas sistem keuangan. Dalam RUU JPSK
semua komponen JPSK ditetapkan secara rinci yakni meliputi: (1) pengaturan dan
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 5252
pengawasan bank yang efektif; (2) lender of the last resort; (3) skim asuransi simpanan
yang memadai dan (4) mekanisme penyelesaian krisis yang efektif.
1. Pengaturan dan Pengawasan Bank yang efektif
Pengaturan dan pengawasan bank yang efektif merupakan jarring pengaman pertama
dalam JPSK (first line of defense). MEngingat pentingnya fungsi pengawasan dan
pengaturan yang efektif, dalam kerangka JPSK telah digariskan guiding principles bahwa
pengawasan dan pengaturan terhadap lembaga dan pasar keuangan oleh otoritas
terkait harus senantiasa ditujukan untuk menjaga stabilitas system keuangan, serta
harus berpedoman kepada best practices dan standard yang berlaku.
2. Lender of last Resort
Kebijakan lender of last resort (LLR) yang baik terbukti sebagai salah satu alat efektif
dalam pencegahan dan penanganan krisis. Sejalan dengan itu, BI telah merumuskan
secara lebih jelas kebijakan the lender of last resort (LLR) dalam kerangka JPSK untuk
dalam kondisi normal dan darurat (krisis) mengacu pada best practices. Pada prinsipnya,
LLR untuk dalam kondisi normal hanya diberikan kepada bank yang illikuid tetapi solven
yang memiliki agunan likuid dan bernilai tinggi. Sedangkan dalam pemberian LLR untuk
kondisi krisis, potensi dampak sistemik menjadi faktor pertimbangan utama, dengan
tetap mensyaratkan solvensi dan agunan.
Untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang berdampak sistemik, Bank Indonesia sebagai
lender of last resort dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat kepada Bank
Umum yang pendanaannya menjadi beban Pemerintah berdasarkan Undang- undang No
23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang -
undang No 3 Tahun 2004 yang telah disetujui DPR tanggal 15 Januari 2004. Sebagai
peraturan pelaksanaan fungsi lender of the last resort, telah diberlakukan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136/PMK.05/2005 tanggal 30 Desember 2005 dan
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/1/2006 tanggal 3 Januari 2006. Pendanaan FPD
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3. Skim Penjaminan Simpanan (deposit insurance) yang memadai
Pengalaman menunjukkan bahwa LPS merupakan salah satu elemen penting dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan. Program penjaminan pemerintah (blanket
guarantee) yang diberlakukan akibat krisis sejak tahun 1998 memang telah berhasil
memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan. Namun penelitian
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 5353
menunjukkan bahwa blanket guarantee tersebut dapat mendorong moral hazard yang
berpotensi menimbulkan krisis dalam jangka panjang.
Sejalan dengan itu, telah diberlakukan Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) Nomor 24 Tahun 2004. Dalam undang-undang tersebut tersebut, LPS nantinya
memiliki dua tanggung jawab pokok yakni: (i) untuk menjamin simpanan nasabah bank;
dan (ii) untuk menangani (resolusi) bank bermasalah. Untuk menghindari dampak
negatif terhadap stabilitas keuangan, penerapan skim LPS tersebut akan dilakukan
secara bertahap. Selanjutnya, jaminan simpanan nasabah bank akan dibatasi sampai
dengan Rp100 juta per rekening mulai Maret 2007.
4. Kebijakan Resolusi Krisis yang efektif
Kebijakan penyelesaian krisis yang efektif dituangkan dalam kerangka kebijakan JPSK
agar krisis dapat ditangani secara cepat tanpa menimbulkan beban yang berat bagi
perekonomian. Dalam JPSK ditetapkan peran dan kewenangan masing-masing otoritas
dalam penanganan dan penyelesaian krisis, sehingga setiap lembaga memiliki tanggung
jawab dan akuntabilitas yang jelas. Dengan demikian, krisis dapat ditangani secara
efektif, cepat, dan tidak menimbulkan biaya sosial dan biaya ekonomi yang tinggi.
Dalam pelaksanaannya, JPSK memerlukan koordinasi yang efektif antar otoritas terkait.
Untuk itu dibentuk Komite Koordinasi yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur
Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Sebagai bagian dari kebijakan JPSK tersebut, telah dikeluarkan Keputusan Bersama
Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner LPS tentang
Forum Stabilitas Sistem Keuangan sebagai wadah koordinasi bagi BI, Depkeu dan LPS
dalam memelihara stabilitas sistem keuangan.
LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
Program penjaminan pemerintah (blanket guarantee) telah berhasil mengembalikan
kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Namun, kebijakan tersebut
tersebut meningkatkan beban anggaran negara dan berpotensi menimbulkan moral
hazard oleh pihak pengelola bank dan nasabah bank. Dalam rangka mengurangi dampak
negatif dari program penjaminan pemerintah tersebut, telah didirikan Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS). Sesuai dengan Undang-Undang No. 24 tahun 2004 tentang
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada tanggal 22 September 2004, LPS memiliki dua
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 5454
fungsi yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau
penanganan bank yang tidak berhasil disehatkan atau bank gagal.
Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas untuk
mengurangi beban anggaran negara dan meminimalkan moral hazard. Namun demikian,
tetap dijaga kepentingan nasabah secara optimal. Setiap bank yang beroperasi di
Indonesia baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diwajibkan untuk
menjadi peserta penjaminan. Adapun jenis simpanan di bank yang dijamin meliputi
tabungan, giro, sertifikat deposito dan deposito berjangka serta jenis simpanan lainnya
yang dipersamakan dengan itu. Skim penjaminan LPS telah dimulai secara penuh pada
sejak tanggal 22 Maret 2007.
Apabila terdapat bank yang mengalami kesulitan keuangan dan gagal disehatkan
kembali sehingga harus dicabut izin usahanya, LPS akan membayar simpanan setiap
nasabah bank tersebut sampai jumlah tertentu, sebagaimana ditetapkan. Adapun
simpanan nasabah yang tidak dijamin akan diselesaikan melalui proses likuidasi bank.
Dengan adanya penjaminan simpanan nasabah bank oleh LPS, diharapkan kepercayaan
masyarakat terhadap industri perbankan dapat tetap terpelihara.
FORUM STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK) adalah forumkoordinasi, kerja sama dan
pertukaran informasi antara otoritas yang berkepentingan dalam pemeliharaan
stabilitas sistem keuangan Indonesia. Forum ini sangat diperlukan terutama dalam
menghadapi risiko atau dampak sistemik, yang penyelesaiannya menuntut kebijakan
dan pengambilan keputusan bersama secara efektif dan responsif. FSSK dibentuk pada
tanggal 30 Desember 2005, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Keuangan,
Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan.
Empat fungsi pokok FSSK, yakni :
1. Menunjang pelaksanaan tugas Komite Koordinasi dalam proses pengambilan
keputusan terhadap Bank Bermasalah yang ditengarai sistemik;
2. Melakukan koordinasi dan tukar menukar informasi untuk sinkronisasi
peraturan perundang- undangan dan ketentuan di bidang perbankan, lembaga
keuangan non bank, dan pasar modal;
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 5555
3. Membahas berbagai permasalahan yang dihadapi oleh lembaga- lembaga yang
berkecimpung dalam sistem keuangan yang berpotensi sistemik berdasarkan
informasi dari otoritas pengawas lembaga keuangan;
4. Mengkoordinasikan pelaksanaan atau persiapan inisiatif tertentu di sektor
keuangan.
Untuk memudahkan pelaksanaan keempat fungsi di atas, FSSK dikelompokkan dalam
tiga jenjang, yakni:
1. Forum Pengarah, bertugas memberikan arahan kepada Forum Pelaksana
mengenai fungsi pokok FSSK. Forum Pengarah terdiri dari 7 orang anggota, yakni
3 orang setingkat Direktur Jenderal (Dirjen) Departemen Keuangan, 3 orang
anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia dan 1 orang Kepala Eksekutif LPS.
2. Forum Pelaksana, bertugas melaksanakan fungsi pokok FSSK sesuai arahan dari
Forum Pengarah terdiri dari 14 orang anggota, yakni 6 orang Direktur di
Departemen Keuangan, 6 orang Direktur Bank Indonesia, dan 2 orang Direktur
LPS.
3. Tim Kerja, berfungsi menunjang kelancaran tugas Forum Pengarah dan Forum
Pelaksana, beranggotakan pejabat-pejabat dari Departemen Keuangan, BI dan
LPS yang dibentuk berdasarkan usulan dari masing-masing lembaga dan
keputusan Forum Pengarah.
SEKILAS PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual -
banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan
Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap
kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan
perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara
lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor- sektor
perekonomian nasional.
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil
memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat
dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika,
mengedepankan nilai- nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 6060
menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan
beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan
yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang
kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa
terkecuali.
Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai
produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara
sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua
sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah
disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan
mengurangi transaksi- transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas
sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan
syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong
pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang
impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam
lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam
mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.
Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi
serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di
Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru
Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek
telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri
perbankan syariah nasional beserta perangkat- perangkat terkait, trend perkembangan
industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan
syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan
yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur
Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 6161
lembaga- lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services
Board), AAOIFI dan IIFM.
Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar
bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh
karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu
kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API),
Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian
dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih
besar pada tingkat nasional.
“Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan
sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan
prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam
kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang
signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan
nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn
sektor keuangan syariah lainnya.
Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar
domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah
nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas
layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.
Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia
adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh
masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan
bentuk- bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana,
dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan
dengan tetap memperhatikan kondisi sosio- kultural di dalam mana bangsa ini
menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya
pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh
segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan
negeri.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 6262
Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka
Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar
Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi
aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah
terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat
inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang
lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan
perbankan syariah lebih dari sekedar bank.
Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap
implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah,
antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun
2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan
pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%,
fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah
paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan
pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah
Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target
asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.
Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning,
differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang
saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan
kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam
keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta
adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding
adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”.
Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan
syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan
universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan
strategi masing- masing bank syariah.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 6363
Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang
beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan)
dan dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang
mudah dipahami.
Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten
dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan
nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada
nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan
Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien
melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak,
elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang
kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat.
PROGRAM PENINGKATAN FUNGSI PENGAWASAN
"Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta
memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko"
Program ini bertujuan untuk meningkatkan independensi dan efektivitas pengawasan
perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Hal ini dicapai dengan peningkatkan
kompetensi pemeriksa bank, peningkatan koordinasi antar lembaga pengawas,
pengembangan pengawasan berbasis risiko, peningkatkan efektivitas enforcement, dan
konsolidasi organisasi sektor perbankan di Bank Indonesia. Dalam jangka waktu dua
tahun ke depan diharapkan fungsi pengawasan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia
akan lebih efektif dan sejajar dengan pengawasan yang dilakukan oleh otoritas
pengawas di negara lain.
:: Tahapan Program Peningkatan Fungsi Pengawasan
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 6969
No Kegiatan (Pilar III) Periode
Pelaksanaan
1 Meningkatkan koordinasi dengan lembaga pengawas lain
a. Membuat MoU dengan lembaga pengawas lembaga
keuangan lain dalam rangka peningkatan efektifitas
pelaksanaan pengawasan bank dan pemantauan SSK.
2004 -2006
2 Melakukan reorganisasi sector perbankan di Bank Indonesia
a. Menyempurnakan High Level Organization Structure (HLOS)
Sektor Perbankan Bank Indonesia
b. Mengkonsolidasikan satker pengawasan dan pemeriksaan
termasuk
pembentukan Pooling Spesialist
c. Mengkonsolidasikan Direktorat Pengawasan BPR dan Biro
Kredit di Bank
Indonesia termasuk mengalihkan fungsi:
Penelitian dan pengembangan UMKM dari Biro Kredit ke
Unit Khusus Pengelolaan Aset
Pemeriksaan kredit dari Biro Kredit ke Direktorat
Pengawasan Bank Umum
d. Menyempurnakan organisasi Direktorat Pengawasan Bank
Perkreditan Rakyat (DPBPR) untuk mengakomodasi
pengalihan fungsi penjaminan BPR ke Lembaga Penjamin
Simpanan serta pemindahan fungsi perizinan BPR baru dan
fungsi penelitian dan pengaturan ke satuan kerja lain di Bank
Indonesia
e. Menyempurnakan organisasi Direktorat Perbankan Syariah
2004 -2006
2004 -2006
2006 -2007
2005 -2006
2005 -2006
3 Menyempurnakan Infrastruktur Pendukung Pengawasan Bank
a. Meningkatkan kompetensi pengawas bank umum dan BPR
baik konvensional maupun syariah antara lain melalui
program sertifikasi dan attachment di lembaga pengawas
internasional
2004 -2005
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 7070
b. Penyiapan SDM Pengawas Spesialis
c. Menyempurnakan IT pengawasan bank
d. Menyempurnakan sistem pelaporan BPR
e. Menyempurnakan manajemen dokumen pengawasan bank
2006 -2007
2005 -2006
2005 -2007
2005 -2006
4 Menyempurnakan implementasi sistem pengawasan berbasis risiko
Menyempurnakan pedoman dan alat bantu pengawasan dalam
mendukung implementasi pengawasan berbasis risiko bank umum
konvensional dan syariah
2004 -2005
5 Meningkatkan efektivitas enforcement
a. Menyempurnakan proses investigasi kejahatan perbankan
b. Meningkatkan transparansi pengawasan dalam mendukung
efektifitas enforcement
c. Meningkatkan perlindungan hukum bagi pengawas bank
2004 -2005
2006
2006
PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS MANAJEMEN DAN OPERASIONAL PERBANKAN
"Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal
perbankan nasional"
Program ini bertujuan untuk meningkatkan good corporate governance (GCG), kualitas
manajemen resiko dan kemampuan operasional manajemen. Semakin tingginya standar
GCG dengan didukung oleh kemampuan operasional (termasuk manajemen risiko) yang
handal diharapkan dapat meningkatkan kinerja operasional perbankan. Dalam waktu
dua sampai lima tahun ke depan diharapkan kondisi internal perbankan nasional
menjadi semakin kuat.
Tahapan Peningkatan Kualitas Manajemen dan Operasional Perbankan
No Kegiatan (Pilar IV) Periode
Pelaksanaan
1 Meningkatkan Good Corporate Governance
a. Menetapkan minimum standar GCG untuk bank umum
konvensional dan syariah
b. Mewajibkan bank untuk melakukan self- assessment
pelaksanaan GCG
2004 -2007
2007
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 7171
c. Mendorong bank -bank untuk go public 2004 -2007
2 Meningkatkan kualitas manajemen risiko perbankan
a. Mempersyaratkan sertifikasi manajer risiko bank umum
konvensional dan syariah
b. Meningkatkan kualitas dan standar SDM BPR dan BPRS antara
lain melalui program sertifikasi profesional bagi pengurus BPR
dan BPRS
2004 -2007
2005 -2008
3 Meningkatkan kemampuan operasional bank
a. Mendorong bank -bank untuk melakukan sharing penggunaan
fasilitas operasional guna menekan biaya
b. Memfasilitasi kebutuhan pendidikan dalam rangka
peningkatan operasional bank
2006 -2008
2006 -2008
PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PERBANKAN "Mewujudkan
infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan
yang sehat"
Program ini bertujuan untuk mengembangkan sarana pendukung operasional
perbankan yang efektif seperti credit bureau, lembaga pemeringkat kredit domestik, dan
pengembangan skim penjaminan kredit. Pengembangan credit bureau akan membantu
perbankan dalam meningkatkan kualitas keputusan kreditnya. Penggunaan lembaga
pemeringkat kredit dalam publicly-traded debt yang dimiliki bank akan meningkatkan
transparansi dan efektivitas manajemen keuangan perbankan. Sedangkan
pengembangan skim penjaminan kredit akan meningkatkan akses kredit bagi
masyarakat. Dalam waktu tiga tahun ke depan diharapkan telah tersedia infrastruktur
pendukung perbankan yang mencukupi.
Tahapan Program Pengembangan Infrastruktur Perbankan
PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PERBANKAN "Mewujudkan
infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan
yang sehat"
Program ini bertujuan untuk mengembangkan sarana pendukung operasional
perbankan yang efektif seperti credit bureau, lembaga pemeringkat kredit domestik, dan
pengembangan skim penjaminan kredit. Pengembangan credit bureau akan membantu
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 7272
perbankan dalam meningkatkan kualitas keputusan kreditnya. Penggunaan lembaga
pemeringkat kredit dalam publicly-traded debt yang dimiliki bank akan meningkatkan
transparansi dan efektivitas manajemen keuangan perbankan. Sedangkan
pengembangan skim penjaminan kredit akan meningkatkan akses kredit bagi
masyarakat. Dalam waktu tiga tahun ke depan diharapkan telah tersedia infrastruktur
pendukung perbankan yang mencukupi.
Tahapan Program Pengembangan Infrastruktur Perbankan
No.
Kegiatan (Pilar V)
Periode
Pelaksanaan
1. Mengembangkan Credit Bureau
a. Melakukan inisiatif pembentukan credit bureau
b. Mengembangkan Sistem Informasi Debitur untuk
Lembaga Keuangan Non Bank
2004 -2005
2006 -2008
2. Mendorong pengembangan pasar keuangan syariah (Islamic
Financial Market)
a. Menyusun dan menyempurnakan peraturan pasar
keuangan syariah
b. Menyusun peraturan yang berkaitan dengan instrument
pasar keuangan syariah
2006 -2010
3. Peningkatan peran lembaga fatwa syariah dan lembaga arbitrase
syariah sebagai bagian dari upaya peningkatan kepatuhan bank
syariah terhadap prinsip-prinsip syariah
2004 -2010
PROGRAM PENINGKATAN PERLINDUNGAN NASABAH
"Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan"
Program ini bertujuan untuk memberdayakan nasabah melalui penetapan standar
penyusunan mekanisme pengaduan nasabah, pendirian lembaga mediasi independen,
peningkatan transparansi informasi produk perbankan dan edukasi bagi nasabah. Dalam
waktu dua sampai lima tahun ke depan diharapkan program-program tersebut dapat
meningkatkan kepercayaan nasabah pada sistem perbankan.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 7373
SISTEM PEMBAYARAN
SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA
Apa Itu Sistem Pembayaran (SP)?
Apa itu SP? SP adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan
mekanisme yang dipakai untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu
kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Lantas, apa saja komponen dari SP?
Sudah barang tentu harus ada alat pembayaran, ada mekanisme kliring hingga
penyelesaian akhir (settlement). Nah, selain itu juga ada komponen lain seperti lembaga
yang terlibat dalam menyelenggarakan sistem pembayaran. Termasuk dalam hal ini
adalah bank, lembaga keuangan selain bank, lembaga bukan bank penyelenggara
transfer dana, perusahaan switching bahkan hingga bank sentral (lihat Perkembangan).
Evolusi Alat Pembayaran
Alat pembayaran boleh dibilang berkembang sangat pesat dan maju. Kalau kita
menengok kebelakang yakni awal mula alat pembayaran itu dikenal, sistem barter
antarbarang yang diperjualbelikan adalah kelaziman di era pra moderen. Dalam
perkembangannya, mulai dikenal satuan tertentu yang memiliki nilai pembayaran yang
lebih dikenal dengan uang. Hingga saat ini uang masih menjadi salah satu alat
pembayaran utama yang berlaku di masyarakat. Selanjutnya alat pembayaran terus
berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran nontunai (non
cash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper based), misalnya, cek dan bilyet
giro. Selain itu dikenal juga alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik
dan alat pembayaran memakai kartu (card- based) (ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan
Kartu Prabayar).
Alat Pembayaran Tunai
Alat pembayaran tunai lebih banyak memakai uang kartal (uang kertas dan logam). Uang
kartal masih memainkan peran penting khususnya untuk transaksi bernilai kecil. Dalam
masyarakat moderen seperti sekarang ini, pemakaian alat pembayaran tunai seperti
uang kartal memang cenderung lebih kecil dibanding uang giral. Pada tahun 2005,
perbandingan uang kartal terhadap jumlah uang beredar sebesar 43,3 persen.
Namun patut diketahui bahwa pemakaian uang kartal memiliki kendala dalam hal
efisiensi. Hal itu bisa terjadi karena biaya pengadaan dan pengelolaan (cash handling)
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 7474
terbilang mahal. Hal itu belum lagi memperhitungkan inefisiensi dalam waktu
pembayaran. Misalnya, ketika Anda menunggu melakukan pembayaran di loket
pembayaran yang relatif memakan waktu cukup lama karena antrian yang panjang.
Sementara itu, bila melakukan transaksi dalam jumlah besar juga mengundang risiko
seperti pencurian, perampokan dan pemalsuan uang.
Menyadari ketidak-nyamanan dan inefisien memakai uang kartal, BI berinisiatif dan akan
terus mendorong untuk membangun masyarakat yang terbiasa memakai alat
pembayaran nontunai atau Less Cash Society (LCS).
Alat Pembayaran Nontunai
Alat pembayaran nontunai sudah berkembang dan semakin lazim dipakai masyarakat.
Kenyataan ini memperlihatkan kepada kita bahwa jasa pembayaran nontunai yang
dilakukan bank maupun lembaga selain bank (LSB), baik dalam proses pengiriman dana,
penyelenggara kliring maupun sistem penyelesaian akhir (settlement) sudah tersedia
dan dapat berlangsung di Indonesia. Transaksi pembayaran nontunai dengan nilai besar
diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem BI- RTGS (Real Time Gross Settlement)
dan Sistem Kliring. Sebagai informasi, sistem BI- RTGS adalah muara seluruh
penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia.
Bisa dibayangkan, hampir 95 persen transaksi keuangan nasional bernilai besar dan
bersifat mendesak (urgent) seperti transaksi di Pasar Uang AntarBank (PUAB), transaksi
di bursa saham, transaksi pemerintah, transaksi valuta asing (valas) serta settlement
hasil kliring dilakukan melalui sistem BI-RTGS. Pada tahun 2009, BI- RTGS melakukan
transaksi sedikitnya Rp182 triliun per hari. Sedangkan transaksi nontunai dengan alat
pembayaran menggunakan kartu (APMK) nilai transaksinya hanya Rp5,34 triliun per hari
yang dilakukan bank atau LSB.
Melihat pentingnya peran BI-RTGS dalam sistem pembayaran nasional, sudah barang
tentu harus dijaga kontinuitas dan stabilitasnya. Bila sesaat saja sistem BI- RTGS ini
ngadat atau mengalami gangguan jelas akan sangat menganggu kelancaran dan
stabilitas sistem keuangan di dalam negeri. Hal itu belum memperhitungkan dampak
material dan nonmaterial dari macetnya sistem BI-RTGS tadi. Untuk itulah BI sangat
peduli menjaga stabilitas BI- RTGS yang dikategorikan sebagai Systemically Important
Payment System (SIPS). SIPS adalah sistem yang memproses transaksi pembayaran
bernilai besar dan bersifat mendesak (urgent).Adalah wajar saja apabila Bank Indonesia
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 7575
sangat peduli menjaga kestabilan SIPS dengan mengelola risiko, desain, kehandalan
teknologi, jaringan pendukung dan aturan main dalam SIPS. Selain SIPS dikenal pula
System Wide Important Payment System (SWIPS), yaitu sistem yang digunakan oleh
masyarakat luas. Sistem Kliring dan APMK termasuk dalam kategori SWIPS ini. BI juga
peduli dengan SWIPS karena sifat sistem yang digunakan secara luas oleh masyarakat.
Apabila terjadi gangguan maka kepentingan masyarakat untuk melakukan pembayaran
akan terganggu pula, termasuk kepercayaan terhadap sistem dan alat- alat pembayaran
yang diproses dalam sistem.
Perlu diketahui bahwa BI bukan semata peduli akan terciptanya efisiensi dalam sistem
pembayaran, tapi juga kesetaraan akses hingga ke urusan perlindungan konsumen. Yang
dimaksud terciptanya sistem pembayaran, itu artinya memberi kemudahan bagi
pengguna untuk memilih metode pembayaran yang dapat diakses ke seluruh wilayah
dengan biaya serendah mungkin. Sementara yang dimaksud dengan kesetaraan akses, BI
akan memperhatikan penerapan asas kesetaraan dalam penyelenggaraan sistem
pembayaran. Sedangkan aspek perlindungan konsumen dimaksudkan penyelenggara
wajib mengadopsi asas- asas perlindungan konsumen secara wajar dalam
penyelenggaraan sistemnya.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA
Belakangan ini masyarakat perkotaan di Indonesia mulai terbiasa untuk menggunakan
alat pembayaran non tunai untuk berbagai keperluan pembayaran, antara lain kartu
kredit, kartu debet, kartu ATM dan uang elektronik (e-money ). Penggunaan uang
elektronik diyakini akan menjadi trend mekanisme pembayaran di masa mendatang,
misalnya untuk membayar bahan bakar di pompa bensin, tiket tol, pembelian barang
dan berbagai jasa- jasa lainnya.
Semua proses aktivitas pembayaran melalui berbagai jenis alat pembayaran ini diproses
oleh berbagai penyelenggara sistem pembayaran seperti bank dan nonbank. Institusi
inilah yang nantinya menyelenggarakan jasa mulai proses pengiriman dana, kliring
hingga settlement.
Pemakaian uang elektronik dalam mekanisme transaksi adalah bagian dari evolusi alat
pembayaran dari uang tunai sampai ke bentuk-bentuk nontunai. Misalnya alat
pembayaran dalam bentuk kertas (paper based) seperti cek, wesel, bilyet giro hingga ke
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 7676
elektronik seperti alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) seperti kartu
ATM, Debit, dan Kredit serta uang elektronik (e- money) hingga ke wujud digital (digital
cash).
Alat pembayaran tunai muncul karena memang adanya kebutuhan masyarakat untuk
bertransaksi yang tidak dapat dipenuhi uang tunai. Namun begitu, pemakaian uang
tunai juga tidak sepenuhnya bisa tergantikan oleh alat pembayaran non tunai. Mengapa
? karena dalam kondisi tertentu pemakaian uang tunai masih terbilang lebih efisien
dibandingkan dengan penggunaan instrumen non tunai.
TUGAS BANK INDONESIA DALAM SISTEM PEMBAYARAN
Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk
menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan
kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu didukung
oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar dan hadal SPN, maka akan
semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat time critical. Bila
kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar.
BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai otoritas
moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain
itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta
melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat
penting secara sistem (systemically important), bank sentral memandang perlu
menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI- Real Time
Gross Settlement (BI-RTGS).
Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem
kliring antarbank untuk jenis alat- alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga adalah
satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran
tunai seperti uang rupiah. BI juga berhak mencabut, menarik hingga memusnahkan uang
rupiah yang sudah tak berlaku dari peredaran.
Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen SPN
ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI j uga
menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak -pihak yang dapat
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 7777
menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak
menetapkan lembaga- lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran.
Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau hanya
bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang
bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti menetapkan
kebijakan terkait pengendalian resiko, efisiensi serta tata kelola (governance) SPN.
Di sisi alat pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang
berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut,
menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan peran BI dalam
mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat
memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis
pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar (clean money
policy). Untuk mewujudkan clean money policy tersebut, pengelolaan pengedaran uang
yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan mulai dari pengeluaran uang, pengedaran
uang, pencabutan dan penarikan uang sampai dengan pemusnahan uang.
Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan
agar uang yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik sehingga kepercayaan
masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang dilakukan Bank Indonesia meliputi
perencanaan pengeluaran emisi baru dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan,
nilai intrinsik serta masa edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap
jumlah serta komposisi pecahan uang yang akan dicetak selama satu tahun kedepan.
Berdasarkan perencanaan tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk
pengeluaran uang emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang
telah dikeluarkan.
Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau diedarkan di
seluruh wilayah melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan uang Rupiah di setiap kantor
Bank Indonesia didasarkan pada jumlah persediaan, keperluan pembayaran, penukaran
dan penggantian uang selama jangka waktu tertentu. Kegitan distribusi dilakukan
melalui sarana angkutan darat, laut dan udara. Untuk menjamin keamanan jalur
distribusi senantiasa dilakukan baik melalui pengawalan yang memadai maupun dengan
peningkatan sarana sistem monitoring.
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 7878
Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum
maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui
penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat
dilakukan melalui penukaran secara langsung melalui loket- loket penukaran di seluruh
kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan perusahaan yang menyediakan
jasa penukaran uang kecil.
Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia adalah
pencabutan uang terhadap suatu pecahan dengan tahun emisi tertentu yang tidak lagi
berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Pencabutan uang dari peredaran
dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta
menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang dicabut tersebut
dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank Indonesia atau pihak lain yang telah
ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Sementara itu untuk menjaga menjaga kualitas uang Rupiah dalam kondisi yang layak
edar di masyarakat, Bank Indonesia melakukan kegiatan pemusnahan uang. Uang yang
dimusnahkan tersebut adalah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, uang
hasil cetak kurang sempurna dan uang yang sudah tidak layak edar. Kegiatan
pemusnahan uang diatur melalui prosedur dan dilaksanakan oleh jasa pihak ketiga yang
dengan pengawasan oleh tim Bank Indonesia (BI).
Berbagai tugas Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran dilaksanakan dalam satu
struktur organisasi sistem pembayaran yang menangani sistem pembayaran dan
pengedaran uang sebagai berikut :
KEBANKSENTRALAN 2017
EKONOMI PEMBANGUNAN UNNES 8080
Daftar Pustaka
www.bi.go.id