bab1,2,3 & daftar pustaka
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
1/90
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa
industri dan mekanisasi tumbuh dan berkembang dalam rangka
mewujudkan masyarakat industri yang maju dan mandiri. Berbagai
mesin dan peralatan canggih dipergunakan dan diproduksi oleh
industri-industri dan perusahaan-perusahaan. Mesin-mesin dan
peralatan tersebut di satu sisi sangat penting bagi pembangunan
namun juga ternyata membawa dampak negatif bagi kesehatan
manusia khususnya tenaga kerja (Depnaker, 1993).
Penggunaan teknologi yang tinggi di tempat kerja dalam hal
sarana dan prasarana yang menghasilkan suara atau bunyi atau
kegaduhan yang tidak diinginkan (bising) akan menimbulkan gangguan
kesehatan khususnya pada pekerja, yaitu terjadinya penyakit akibat
kerja. Bising yang sangat keras (di atas 85 dB untuk daerah pabrik,
industri dan sejenisnya) dapat menyebabkan kemunduran yang serius
pada kondisi kesehatan seseorang pada umumnya, dan bila
berlangsung lama dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
sementara, yang lambat laun dapat menyebabkan kehilangan
pendengaran permanen. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
gangguan pendengaran antara lain adalah intensitas kebisingan,
frekuensi kebisingan, dan lamanya orang tersebut berada di tempat
atau di dekat sumber bunyi, baik dari hari ke hari atau seumur hidup
(Azwar, 1990).
1
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
2/90
Masa kerja seseorang bekerja dapat mempengaruhi kinerja baik
positif maupun negatif. Akan memberi pengaruh positif pada kinerja
bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin
berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya akan
memberikan pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa
kerja maka akan timbul kebiasaan pada tenaga kerja (Tulus, 1992).
Kebisingan 75 dB untuk 8 jam per hari jika hanya terpapar satu
hari saja pengaruhnya tidak signifikan terhadap kesehatan. Tetapi jika
berlangsung setiap hari terus menerus minggu demi minggu, bulan
demi bulan, tahun demi tahun maka suatu saat akan melewati batas
dimana paparan kebisingan tersebut akan menyebabkan gangguan
pendengaran (Sasongko, 2000).
Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan tahun 2000 ada
sejumlah 250 juta (4,2%) penduduk dunia menderita gangguan
pendengaran dari dampak kebisingan dalam berbagai bentuk. Angka
itu diperkirakan akan terus meningkat. Di Amerika Serikat terdapat
sekitar 5-6 juta orang yang terancam menderita tuli akibat bising.
Sedangkan Belanda jumlahnya mencapai 200.000-300.000 orang, di
Inggris sekitar 0,2%, di Canada dan Swedia masing-masing sekitar
0,03% dari seluruh populasi. Dan sekitar 75 140 juta (50%) berada di
Asia Tenggara. Indonesia cukup dominan, yaitu nomer 4 di Asia
Tenggara sesudah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India
(6,3%) dan di Indonesia diperkirakan sedikitnya (4,6%) dan akan terus
meningkat (Budiono, 2003).
2
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
3/90
Kita yakini bahwa belum ada satu perusahaan atau industri pun
yang dapat mengoperasikan faktor produksi tanpa memanfaatkan
tenaga kerja. Bahkan ada semacam kecenderungan, makin besar
perusahaan dari segi kuantitas dan kualitas, makin besar jumlah
kebutuhan akan tenaga kerja. Meskipun telah ditemukan teknologi
baru berupa mesin-mesin otomatis dan komputerisasi berupa
perangkat keras maupun perangkat lunak, tetapi bagi sebagian besar
perusahaan belum dapat melaksanakan kegiatannya tanpa adanya
tenaga kerja. Justru dengan semakin modernnya peralatan produksi
(mesin-mesin), kebutuhan tenaga kerja yang profesional juga makin
meningkat (Sastrohadiwiryo, 2003).
Tenaga kerja, sebagai sumber daya manusia yang sangat penting
peranannya dalam proses produksi, perlu memperoleh perlindungan
terhadap kemungkinan bahaya kebisingan di tempat kerja. Ketulian
akibat bising merupakan cacat yang bersifat menetap ( irreversible),
sehingga meskipun kelainan tersebut dikategorikan sebagai
kecelakaan kerja yang berhak memperoleh kompensasi, upaya terbaik
adalah mencegah agar tidak terjadi kerusakan pendengaran (Budiono,
2003).
Berkaitan dengan upaya penerapan kesehatan dan keselamatan
kerja, penggunaan Alat Pelindung Diri merupakan salah satu upaya
dalam pengendalian kebisingan tempat kerja sebagai pelengkap
pengendalian teknis maupun pengendalian administratif. Undang-
Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, khususnya
3
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
4/90
pasal 9, 12 dan 14, yang mengatur penyediaan dan penggunaan Alat
Pelindung Diri di tempat kerja, baik bagi pengusaha maupun bagi
tenaga kerja. Salah satu bentuk APD untuk pengendalian kebisingan
adalah Alat Pelindung Telinga (APT) yang terdiri dari berbagai macam
bentuk. Namun sebagian tenaga kerja merasa kurang nyaman dalam
menggunakan APT. Perasaan maupun keluhan yang dirasakan
memberikan respon yang berbeda-beda. Perasaan tidak nyaman (risih,
panas, berat, terganggu) yang timbul pada saat menggunakan APT
akan mengakibatkan keengganan tenaga kerja menggunakannya.
(Budiono, 2003)
Pemakaian APT untuk melindungi telinga dari paparan kebisingan
sebenarnya lebih praktis dalam pelaksanaannya. Akan tetapi
kesukarannya terletak pada tenaga kerja itu sendiri dan hal ini
berhubungan erat dengan faktor manusia. Selain itu, aspek perilaku
pekerja yang terkait dengan kedisiplinan penggunaan alat sesuai
prosedur dan aspek pengawasan dari pihak manajemen untuk
memaksa para pekerja untuk mematuhi prosedur operasi standar yang
ditetapkan untuk melindungi para pekerja dari gangguan kebisingan
(Sasongko, 2000).
Sebuah perusahaan pasti akan memberikan patokan minimal
tingkat pendidikan tenaga kerja yang dimilikinya. Pendidikan tenaga
kerja akan mencerminkan nilai tambah tenaga kerja yang
bersangkutan, terutama yang berhubungan dengan meningkatnya dan
4
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
5/90
berkembangnya pengetahuan dan ketrampilan tenaga kerja yang
bersangkutan (Sastrohadiwiryo, 2003).
Setiap perusahaan atau industri pasti memiliki peraturan yang
mengatur tentang prosedur atau petunjuk kerja bagi tenaga kerja.
Sedangkan pengawasan dilakukan untuk menjamin bahwa setiap
pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan mengikuti setiap prosedur
dan petunjuk kerja yang telah ditetapkan (Sastrohadiwiryo, 2003).
Data nasional jumlah perusahaan atau industri sektor informal
perbengkelan yang bergerak dalam bidang pembuatan besi-besi
stainles yang tidak ada karena tidak terkaper oleh pemerintah apalagi
pada daerah Samarinda yang industri seperti ini telah banyak berdiri
sebelumnya tetapi perhatian pemerintah yang tidak ada, hanya tertuju
sektor formal saja tetapi pada sektor informal tidak diabaikan padahal
angka kesakitan dan kecelakaan kerja cukup tinggi pada sektor
informal. Sebagai contoh pada bengkel las CV.FM Steel yang berada
di jalan kesejahteraan dan sentosa Samarinda Kalimantan Timur yang
bergerak dalam bidang pembuatan besi - besi stainles yang berdiri
pada tanggal 18 April 1986, dan CV. Yogasa Steel yang berada di
jalan Rajawali yang bergerak dalam bidang yang sama dan berdiri
pada tanggal 12 September 1998, kedua bengkel las ini berproduksi
dari hari senin sampai sabtu dari pukul 08.00 17.00 Wita dan waktu
istirahat selama 1 jam dari pukul 12.00 13.00 Wita. Tahapan
tahapan pengerjaan dimulai dari pemotongan besi, pengelasan,
gurinda kasar, dempul, gurinda halus, cat dasar anti karat,
5
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
6/90
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
7/90
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka diperoleh rumusan masalah yaitu
bagaimana perbedaaan antara Kebisingan, Masa Kerja, dan
Penggunaan APT terhadap gangguan fungsi pendengaran pekerja di
CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel Samarinda?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan antara Kebisingan, Masa Kerja,
dan Penggunaan APT terhadap gangguan fungsi pendengaran
pekerja di CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui perbedaan antara Kebisingan terhadap
gangguan fungsi pendengaran pekerja CV. FM Steel dan CV.
Yogasa Steel.
b. Untuk mengetahui perbedaan antara Masa Kerja terhadap
gangguan fungsi pendengaran pekerja CV. FM Steel dan CV.
Yogasa Steel.
c. Untuk mengetahui perbedaan antara Penggunaan APT
terhadap gangguan fungsi pendengaran pekerja CV. FM Steel
dan CV. Yogasa Steel.
7
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
8/90
C. Manfaat Penelitian
1. Untuk Fakultas Kesehatan Masyarakat
Adapun hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat
digunakan sebagai bahan perbandingan bagi penelitian lain.
2. Untuk Peneliti
Merupakan pengalaman berharga dalam menerapkan pengetahuan
teori yang telah diterima pada saat perkuliahan.
3. Untuk Instansi Terkait
Adapun hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat
digunakan sebagai masukan positif kepada pihak CV. FM Steel dan
CV. Yogasa Steel.
8
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
9/90
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
10/90
beraneka frekuensi. Nada dari kebisingan ditentukan oleh
frekuensi-frekuensi yang ada (Sumamur, 1996).
Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya
dinyatakan dalam satuan logaritmis yang disebut desibel (dB)
dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002
dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz
yang tepat dapat didengar oleh telinga normal (Sumamur P. K,
1996). Frekuensi bunyi yang dapat didengar telinga manusia
terletak antara 16 hingga 20.000 Hz. Frekuensi bicara terdapat
pada rentang 250-4000 Hz. Bunyi frekuensi tinggi adalah yang
paling berbahaya (Suyono, 1995).
Bunyi dapat dibedakan dalam 3 rentang frekuensi sebagai
berikut:
a. Infra sonic, bila suara dengan gelombang antara 0- 16 Hz.
Infra sonic tidak dapat didengar oleh telinga manusia dan
biasanya ditimbulkan oleh getaran tanah dan bangunan.
Frekuensi 20.000 Hz. Frekuensi di atas
20.000 Hz sering digunakan dalam bidang kedokteran, seperti
untuk penghancuran batu ginjal, pembedahan katarak karena
10
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
11/90
dengan frekuensi yang tinggi bunyi mempunyai daya tembus
jaringan cukup besar, sedangkan suara dengan frekuensi
sebesar ini tidak dapat didengar oleh telinga manusia.
2. Jenis Kebisingan
Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan meliputi:
a. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas
(steady state, wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas
angin, dapur pijar dan lain-lain.
b. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (steady
state, narrow band noise), misalnya gergaji sirkuler, katup gas
dan lain-lain.
c. Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya lalu lintas,
suara kapal terbang di lapangan udara.
d. Kebisingan impulsive (impact or impulsive noise), seperti
pukulan tukul, tembakan bedil, atau meriam, ledakan.
e. Kebisingan impulsive berulang, misalnya mesin tempa di
perusahaan (Sumamur, 1996).
Sumber kebisingan dibedakan bentuknya atas dua jenis
sumber, yaitu:
a. Sumber titik (berasal dari sumber diam) yang penyebaran
kebisingannya dalam bentuk bola-bola konsentris dengan
sumber kebisingan sebagai pusatnya dan menyebar di udara
dengan kecepatan sekitar 360 m/detik.
11
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
12/90
b. Sumber garis berasal dari sumber bergerak dan penyebaran
kebisingannya dalam bentuk silinder-silinder konsentris dengan
sumber kebisingan sebagai sumbunya dan menyebar di udara
dengan kecepatan sekitar 360 m/detik,sumber kebisingan ini
umumnya berasal dari kegiatan transportasi (Sasongko, 2000).
3. Gangguan Kebisingan di Tempat Kerja
Intensitas kebisingan yang tinggi dan melebihi NAB mempunyai
efek yang merugikan kepada daya kerja meliputi:
a. Gangguan komunikasi
Kebisingan dapat menggangu percakapan sehingga akan
mempengaruhi komunikasi yang sedang berlangsung (tatap
muka/via telepon) (Sasongko, 2002). Risiko potensial kepada
pendengaran terjadi apabila komunikasi pembicaraan harus
dijalankan dengan berteriak. Gangguan komunikasi ini
menyebabkan terganggunya pekerjaan bahkan mungkin terjadi
kelelahan, terutama pada peristiwa penggunaan tenaga baru
(Sumamur, 1996).
b. Gangguan Tidur
Kualitas tidur seseorang dapat dibagi menjadi beberapa
tahap mulai dari tahap terjaga sampai tidur lelap. Kebisingan
bisa menyebabkan gangguan dalam bentuk perubahan tahap
tidur, gangguan yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain motivasi bangun, kenyaringan, lama kebisingan,
fluktuasi kebisingan dan umur manusia (Sasongko, 2000).
12
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
13/90
c. Gangguan Psikologis
Kebisingan bisa menimbulkan gangguan psikologis seperti
kejengkelan, kecemasan dan ketakutan. Tergantung pada
intensitas, frekuensi, perioda, saat dan lama kejadian,
kompleksitas spektrum/kegaduhan dan ketidakteraturan
kebisingan (Sasongko, 2000).
d. Gangguan Produktifitas Kerja
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan terhadap
pekerjaan yang sedang dilakukan seseorang melalui gangguan
psikologis dan gangguan konsentrasi sehingga menurunkan
produktifitas kerja (Sasongko, 2000).
e. Gangguan Mental Emosional
Gangguan ini berupa terganggunya kenyamanan hidup,
mudah marah dan menjadi lebih peka atau mudah tersinggung
(Sasongko, 2000).
f. Gangguan Kesehatan
Kebisingan berpotensi untuk mengganggu kesehatan
manusia apabila manusia terpapar aras suara dalam suatu
periode yang lama dan terus menerus (Sasongko, 2000).
g. Gangguan Fisiologi
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan terhadap sistim
jantung dan peredaran darah melalui mekanisme hormonal
13
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
14/90
yaitu diproduksinya hormon adrenalin, dapat meningkatkan
frekuensi detak jantung dan tekanan darah. Kejadian ini
termasuk gangguan kardiovaskuler (Sasongko, 2000)
Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan
tugas seseorang yang bekerja di tempat kerja yang bising dan
faktor-faktor tersebut adalah:
1) Frekuensi kebisingan, nada tinggi adalah lebih
mengganggu daripada nada rendah
2) Jenis kebisingan, kebisingan terputus-putus
(intermitten noise) adalah lebih menganggu daripada
kebisingan kontinu.
3) Sifat pekerjaan, pekerjaan yang rumit atau kompleks
lebih banyak terganggu daripada pekerjaan yang sederhana
(simple work).
4) Variasi kebisingan, makin sedikit variasinya makin
sedikit juga gangguannya.
5) Sikap individu.
6) Faktor adaptasi (Siswanto, 1989).
Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah:
1) Mengurangi kenyamanan dalam bekerja, tidak semua
tenaga kerja terganggu akan kebisingan yang ada. Ini
disebabkan mereka sudah sangat terbiasa oleh kondisi yang
ada dalam jangka waktu yang cukup lama.
14
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
15/90
2) Mengganggu komunikasi/percakapan antar pekerja,
kesalahan informasi yang disampaikan, terutama bagi
pekerja baru dapat berakibat fatal.
3) Mengurangi konsentrasi
4) Menurunkan daya dengar, baik yang bersifat sementara
maupun permanen.
5) Tuli akibat kebisingan (Noise Induced Hearing Loss = NIHL)
(Budiono, 2003).
4. Pengukuran Kebisingan
Pengukuran kebisingan di tempat kerja diukur dengan Sound
Level Meter, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Persiapan alat
1) Pasang baterai pada tempatnya.
2) Tekan tombolpower.
3) Cek garis tanda pada monitor untuk mengetahui
baterai dalam keadaan baik atau tidak.
4) Kalibrasi alat dengan kalibrator, sehingga alat pada
monitor sesuai dengan angka kalibrator.3
b. Pengukuran
1) Pilih selektor pada posisi:
a) Fast: untuk jenis kebisingan kontinu
b) Slow: untuk jenis kebisingan impulsif/ terputus-putus
2) Pilih selektor range intensitas kebisingan.
3) Tentukan lokasi pengukuran.
15
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
16/90
4) Setiap lokasi pengukuran dilakukan pengamatan selama 1-2
menit dengan kurang lebih 6 kali pembacaan. Hasil pengukuran
adalah angka yang ditunjukkan pada monitor.
5) Catat hasil pengukuran dan hitung rata-rata kebisingan (Lek)
Lek = 10 log 1/n (10 L1/10+10L2/10+10L3/10+....) dBA
(Pedoman Praktikum Laboratorium K3, 2004).
5. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan
NAB adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima
tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan
kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi
8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Menurut Surat Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No Kep. 51/MEN/1999 tentang NAB Faktor
Fisik Di Tempat Kerja, NAB kebisingan yang diperkenankan di
Indonesia adalah 85 dB (Sumamur, 1996). Akan tetapi NAB bukan
merupakan jaminan sepenuhnya bahwa tenaga kerja tidak akan
terkena risiko akibat bising tetapi hanya mengurangi risiko yang
ada. Menurut (Budiono, 2003)
Penentuan angka tersebut didasarkan atas pertimbangan:
a. Medis
1) Penelitian oleh negara-negara yang telah maju
menunjukkan bahwa intensitas suara 82-84 dBA dengan
frekuensi 3000-6000 Hz telah dapat mengakibatkan
kerusakan organon cortisecara menetap untuk waktu kerja
selama lebih dari 8 jam sehari.
16
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
17/90
2) Penelitian yang dilakukan di dalam dan di luar negeri
menunjukkan bahwa pada frekuensi 3000-6000 Hz,
pengurangan pendengaran tersebut disebabkan oleh
kebisingan.
3) Hasil penelitian terhadap tenaga kerja yang
mengalami pengurangan pendengaran yang menetap
karena kebisingan, bekerja selama 8 jam sehari.
b. Teknis
1) Bahwa untuk menurunkan kebisingan alat-alat
produksi dari sumber suara, akan memerlukan biaya yang
sangat besar.
2) Tidak semua alat-alat produksi pada waktu kerja
dapat diturunkan intensitas suaranya sampai di bawah 85
dBA.
3) Para tenaga kerja harus mendapatkan perlindungan
secara teknis maupun medis selama waktu kerja, sehingga
suara yang diterima oleh pendengarannya tidak lebih dari 85
dBA
Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan
Waktu pemajanan perhari Intensitas kebisingan dalam dB (A)
(1) (2)
8 jam 85
4 88
2 91
1 94
30 menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
17
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
18/90
1,88 109
0,94 112
28,12 115
14,06 118
7,03 1213,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
Waktu pemajanan perhari Intensitas kebisingan dalam dB (A)
0,22 136
0,11 139
Tidak boleh 140
Sumber : Ramdan, 2007
6. Upaya Pengendalian Kebisingan
a. Pengendalian pada Sumber
Pengendalian kebisingan pada sumber mencakup:
1) Perlindungan pada peralatan, struktur dan pekerja dari
dampak bising.
2) Pembatasan tingkat bising yang boleh dipancarkan sumber
(Sasongko, 2000).
b. Pengendalian Pada Media Rambatan
Pengendalian pada lintasan (media rambatan) adalah
pengendalian diantara sumber dan penerima kebisingan. Prinsip
pengendaliannya adalah dengan melemahkan intensitas
kebisingan yang merambat dari sumber kepenerima dengan cara
membuat hambatan-hambatan. Ada 2 cara pengendalian
kebisingan pada lintasan yaitu out door noise control dan indoor
noise control.
1) Outdoor Noise Control
18
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
19/90
Pengendalian kebisingan di luar sumber suara adalah
mengusahakan menghambat rambatan suara di luar ruangan
sedemikian rupa sehingga intensitas suaranya menjadi lemah
(Sasongko, 2000).
2) Indoor Noise Control
Pengendalian di dalam ruang sumber suara adalah usaha
menghambat rambatan suara atau kebisingan di dalam
ruangan atau gedung sehingga intensitas suara menjadi
lemah (Sasongko, 2000).
c. Pengendalian Kebisingan pada Manusia
Pengendalian kebisingan pada manusia dilakukan untuk
mereduksi tingkat kebisingan yang diterima harian, sering disebut
dengan personal hearingprotection. Pengendalian ini ditujukan
pada pekerja pabrik atau mereka yang bertempat tinggal didekat
jalan raya yang ramai. Karena daerah utama kerusakan akibat
kebisingan pada manusia adalah pendengaran (telinga bagian
dalam), Maka metode pengendaliannya dengan memanfaatkan alat
bantu yang bisa mereduksi tingkat kebisingan yang masuk ke
telinga bagian luar dan bagian tengah, sebelum masuk ke telinga
bagian dalam. Cara yang biasa digunakan untuk pengendalian
kebisingan pada penerima adalah:
1) Pengendalian secara Teknis
a) Mengubah cara kerja, dari yang menimbulkan bising menjadi
berkurang suara yang menimbulkan bisingnya.
19
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
20/90
b) Menggunakan penyekat dinding dan langit-langit yang kedap
suara.
c) Mengisolasi mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan.
d) Substitusi mesin yang bising dengan mesin yang kurang
bising.
e) Menggunakan fondasi mesin yang baik agar tidak ada
sambungan yang goyang, dan mengganti bagian-bagian
logam dengan karet.
f) Modifikasi mesin atau proses.
g) Merawat mesin dan alat secara teratur dan periodik sehingga
dapat mengurangi suara bising (Budiono, 2003).
2) Pengendalian secara Administratif
Yaitu berupa kriteria atau tingkat baku kebisingan untuk
tindakan pencegahan yang menetapkan tingkat kebisingan
maksimal yang diperbolehkan dan lamanya kebisingan yang
boleh diterima dalam kaitannya dengan perlindungan
pendengaran. Pengendalian secara administratif mempunyai
tujuan untuk mengendalikan tingkat dan lama kebisingan yang
diterima oleh pekerja dengan mengatur pola kerja sesuai
lingkungannya (Sasongko, 2000).3
Pengendalian secara administratif yaitu:
a) Pengadaan ruang kontrol pada bagian tertentu (misalnya
bagian diesel). Tenaga kerja di bagian tersebut hanya
melihat dari ruang berkaca yang kedap suara dan sesekali
20
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
21/90
memasuki ruang berbising tinggi, dalam waktu yang telah
ditentukan, serta menggunakan APD (ear muff).
b) Pengaturan jam kerja, disesuaikan dengan NAB yang ada.
Cara ini dilakukan untuk mengurangi waktu pemajanan dan
tingkat kebisingan, sehingga suara yang diterima organ
pendengaran pekerja, masih dalam batas aman (Budiono,
2003). Di USA, telah ditentukan batas waktu pemaparan
bising yang diperkenankan, seperti yang dikeluarkan oleh
OSHA dalam tabel berikut ini:
Tabel 2. Kriteria Risiko Kerusakan Pendengaran(Kriteria OSHA)
Duration per day(hours)
Sound Level dBA slowresponse
8 90
6 92
4 95
3 972 100
1.5 102
1 105
0.5 110
0.25 or less 115
Sumber : Budiono (2003)Angka dalam tabel di atas mengikuti 5 dB rule, yakni
apabila intensitas bising naik atau turun 5 dB maka lama waktu
pemaparan yang diperkenankan turun menjadi setengahnya
atau naik menjadi dua kali (Budiono, 2003).
3) Pengendalian Secara Medis
Pemeriksaan Audiometri sebaiknya dilakukan pada saat
awal masuk kerja, secara periodik, secara khusus dan pada
21
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
22/90
akhir masa kerja. Menurut Dewan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Nasional (1987) adalah sebagai berikut
a) Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja
1. Riwayat penyakit,
2. Pemeriksaan klinis secara umum,
3. Pemeriksaan klinis terhadap telinga, dan
4. Tes audiometri yang sederhana.
b) Pemeriksaan Berkala
1. Riwayat penyakit secara pendek,
2. Pemeriksaan klinis terhadap telinga,
3. Tes audiometri yang sederhana.
c) Pemeriksaan Khusus
1. Riwayat penyakit,
2. Pemeriksaan klinis secara umum,
3. Pemeriksaan klinis yang menyeluruh terhadap telinga,
hidung dan tenggorokan,
4. Tes audiometri yang kompleks.
Tes audiometri yang sederhana merupakan tes
terhadap suara mesin dengan hantaran udara yang
dilakukan secara terpisah untuk masing-masing telinga
terhadap beberapa frekuensi tertentu (500, 1000, 2000,
4000 dan 6000 Hz). Tes audiometri yang kompleks
dilakukan dalam ruangan kedap suara dan masing-
22
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
23/90
masing telinga terpisah terhadap beberapa frekuensi
(250, 500, 1000, 2000, 3000, 4000, 6000 dan 8000 Hz)
dan sebelumnya orang yang akan diperiksa diisolir dalam
ruang hampa suara selama 12 jam atau lebih baik 16
jam.
d) Penggunaan Alat Pelindung Diri
Apabila pengendalian secara teknis dan administratif
belum dapat mereduksi tingkat dan lama kebisingan yang
diterima maka digunakan alat pelindung kebisingan yaitu ear
plugatau ear muff.
Tindakan yang terpenting dalam pengendalian kebisingan
adalah dengan mengurangi tingkat bunyi dengan cara-cara
teknis, baik korektif (peredam bunyi, panel anti pantulan,
lapis pelindung, pelindung kepala dll) atau lebih baik dengan
merancang mesin-mesin yang kurang bising (Suyono, 1995).
Perlindungan individual memerlukan pendidikan dan
persuasi para pekerja untuk menggunakan alat pelindung
sumbat telinga plastik yang terkadang tidak mudah diterima
pemakai dan sumbat sekali pakai dari lilin, dapat mengurangi
tingkat bising antara 830 dB. Pelindung telinga tipe
gumpalan kapas dan headphone lebih efektif (pengurangan
2040 dB). Walaupun alat-alat ini tidak nyaman dipakai,
tetapi penting bila ada paparan singkat terhadap tingkat
bunyi yang sangat tinggi.
23
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
24/90
Prinsip pencegahan ketulian dari proses bising adalah
menjauhi dari sumber bising, untuk itu dapat dilakukan
dengan:
1. Mesin atau alat-alat yang menghasilkan bising diberi
cairan pelumas.
2. Membuat tembok pemisah antara sumber bising dengan
tempat kerja.
3. Para pekerja diharapkan memakai APT seperti ear
plug/penyumbat telinga tetapi berefek pada bising yang
tingkatnya rendah. Pemakaian alat pelindung telinga
merupakan alternatif terakhir bila pengendalian yang lain
telah dilakukan. Tenaga kerja dilengkapi dengan sumbat
telinga (ear plug) atau penutup telinga (ear muff)
disesuaikan dengan jenis pekerjaan, kondisi dan
penurunan intensitas kebisingan yang diharapkan.
(Gabriel, 1995)
B. Tinjauan Masa Kerja
Masa kerja adalah perhitungan waktu kerja yang dimulai pada
saat pertama kali melakukan pekerjaan hingga habis waktu untuk dia
bekerja atau pensiun, dimana pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan
pada siang hari dan/atau malam hari (UU No: 25 tahun 1997 Tentang
Ketenaga Kerjaan).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) masa kerja
adalah seluruh rangkaian ketika proses, perbuatan atau keadaan
24
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
25/90
berada atau langsung. Skala waktu merupakan interval antara dua
buah kejadian atau keadaan, atau juga bisa merupakan lama
berlangsungnya suatu kejadian. Skala waktu di ukur dengan berbagai
macam satuan yaitu meliputi satuan detik, menit, jam, hari, bulan,
tahun, windu, dekade (dasawarsa, abad, dan seterusnya. Dalam dunia
fisika dimensi waktu dan dimensi ruang merupakan besaran
pengukuran yang mendasar, selain juga berat masa dari suatu benda.
Timbulnya resiko kerusakan pendengaran di perusahaan maupun
industri dengan jenis kebisingan kontinue pada tingkat kebisingan
75 dB (A), Leq untuk paparan harian selama 8 jam dapat diabaikan,
bahkan pada tingkat paparan sampai 80 dB (A) tidak ada peningkatan
subyek dengan gangguan pendengaran. Akan tetapi pada >85 dB (A)
ada kemungkinan bahwa setelah 5 tahun bekerja, 1% pekerja akan
mengalami sedikit gangguan pendengaran, setelah 10 tahun bekerja,
3% pekerja mungkin mengalami kehilangan pendengaran, dan setelah
15 tahun bekerja meningkat menjadi 5%. Pada tingkat bising 90 dbA,
berturut-turut persentasenya adalah 4%, 10% dan 14% dan pada
tingkat kebisingan 95 dbA adalah 7%, 17% dan 24%. (Suyono, 1995).
C. Penggunaan APT
Usaha pencegahan terhadap kemungkinan Penyakit Akibat kerja
dan kecelakaan kerja harus dilakukan untuk menghindari dan
mengurangi paparan dan risiko kebisingan. Salah satu upaya
pengendalian adalah melengkapi tenaga kerja dengan Alat Pelindung
Diri. Undang-undang No.1 tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja,
25
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
26/90
khususnya pasal 9, 13, dan 14, mengatur tentang penyediaan dan
penggunaan Alat Pelindung Diri di tempat kerja, baik bagi pengusaha
maupun bagi tenaga kerja.
Fungsi dari perancangan Alat Pelindung Diri adalah untuk
mencegah bahaya luar agar tidak mengenai tubuh pekerja. Alat
Pelindung Diri merupakan seperangkat alat yang digunakan tenaga
kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya
potensi bahaya atau kecelakaan kerja (Budiono, 2003).
Alat Pelindung Telinga merupakan salah satu bentuk Alat
Pelindung Diri yang digunakan untuk melindungi telinga dari paparan
kebisingan, sering disebut sebagai personal hearing protection atau
personal protective devices. Alat Pelindung Telinga dapat menurunkan
kerasnya bising yang melalui hantaran udara sampai 40 dB, tetapi pada
umumnya tidak lebih dari 30 dB. Pemakaian Alat Pelindung telinga ini
dapat mereduksi tingkat kebisingan yang masuk ke telinga bagian luar
dan bagian tengah, sebelum masuk ke telinga bagian dalam. Semua
tenaga kerja yang bekerja dalam area 85 dB harus memakai alat
pelindung telinga, memperoleh pemeriksaan audiometri secara barkala,
dan memperoleh pelatihan / penyuluhan secara berkala.
Potensi bahaya yang terdapat di setiap perusahaan berbeda-beda.
Hal ini tergantung pada jenis produksi, jenis teknologi yang digunakan,
bahan produksi dan proses produksi. Alat pelindung diri yang telah
dipilih hendaknya memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Dapat memberikan perlindungan terhadap bahaya
26
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
27/90
2. Berbobot ringan
3. Dapat dipakai secara fleksibel (tidak membedakan jenis kelamin)
4. Tidak menimbulkan bahaya tambahan
5. Tidak mudah rusak
6. Memenuhi standar dari ketentuan yang ada
7. Pemeliharan mudah
8. Penggantian suku cadang mudah37
9. Tidak membatasi gerak
10.Rasa tidak nyaman tidak berlebihan (rasa tidak nyaman tidak
mungkin hilang sama sekali, namun diharapkan masih dalam batas
toleransi)
11.Bentuknya cukup menarik.
12. Alat pelindung telinga berfungsi sebagai penghalang (barier) antara
sumber bising dan telinga bagian dalam, juga melindungi telinga
dari ketulian akibat kebisingan (Sasongko, 2000).
Secara umum alat pelindung telinga dibedakan menjadi :
1. Tutup telinga (ear muff)
2. Sumbat telinga (ear plug)
Biasanya ear muff atau ear plug ini terbuat dari bahan yang
tidak mudah tergores, tidak beracun dan tidak mudah menguap
serta memiliki pengerutan, pengerasan atau retakan yang
minimum.
1. Ear Muff
27
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
28/90
Ear muff adalah domes atau kubah plastik yang
menyelimuti telinga dan dihubungkan dengan pita pegas/per.
Pita tersebut dapat disesuaikan dengan bervariasi bentuk,
ukuran kepala dan posisi telinga serta mampu memberikan
ketegangan antara kepala dan kubah sehingga tetap terjaga
kerapatannya (Sasongko, 2000).
Alat ini dapat melindungi bagian luar telinga (daun telinga)
dan alat ini lebih efektif dari sumbat telinga, karena dapat
mengurangi intensitas suara hingga 20 s/d 30 dB. Terbuat dari
cup yang menutupi daun telinga. Agar tertutup rapat, pada tepi
cup dilapisi dengan bantalan dari busa. Tingkat attenuation
yang efektif bergantung pada kualitas bahan cup tersebut
(Budiono, 2003).
Beberapa keuntungan dan kelemahan dari ear muffadalah:
a. Keuntungannya :
1) Mempunyai daya pelemahan yang paling bagus
2) Lebih mudah dipakai
3) Lebih mudah dimonitor
4) Biasanya berumur panjang karena dapat dilakukan
penggantian spare part
5) Dapat digunakan untuk telinga yang cacat atau
terinfeksi
28
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
29/90
6) Baik untuk dipakai secara insidentil (misalnya untuk
personil yang sering berkunjung ke atau melewati daerah
kebisingan).
b. Kekurangannya:
1) Harganya sangat mahal
2) Membutuhkan tekanan yang ketat di kepala sehingga
kadang-kadang mengurangi kenyamanan bagi orang-
orang tertentu
3) Agak berat dan panas
4) Tidak efektif dipakai untuk orang yang berkacamata
atau bertopi keras
5) Dapat menyebabkan radang atau infeksi kulit jika
bantalan yang kontak dengan kulit tidak dibersihkan
secara memadai
6) Lebih sulit disimpan (dimensinya lebih besar
dibanding ear plug)
7) Kemampuan pelemahan suara menjadi berkurang jika
bantalan menjadi keras atau retak, kehilangan fluida
(menjadi kempes) dan ketegangan pita mengendor.
2. Ear Plug
Ear plugadalah jenis alat pelindung telinga yang dipasang
secara langsung ke kanal atau ke saluran telinga. Ear plug
mempunyai bermacam konfigurasi dan terbuat dari karet,
plastik atau cotton. Tepat atau tidaknya pemasangan
29
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
30/90
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
31/90
6. Mudah dibersihkan.
b) Kekurangannya:
1. Memerlukan tekanan yang ketat pada saluran
telinga, sehingga mengurangi kenyamanan
2. Cepat mengeras atau mengkerut jika tidak
diganti atau dilepas pada interval tertentu
3. Dapat merangsang batuk saat pemakaian
b. Superaural (Canals Caps)
Pelemahan bunyi jenis penutup saluran ini diperoleh
dengan cara menutup lubang luar pada saluran telinga.
Penutup yang terbuat dari karet ini dijepit oleh pita pegas
kepala.
Ear plug dapat mengurangi intensitas suara 10 s/d 15
dB. Dibedakan oleh 2 jenis yaitu:
1) Ear Plug sekali pakai (Disposable Plugs) Ear plug
jenis ini biasanya disediakan beberapa buah untuk satu
periode, bagi seorang pekerja.
2) Ear Plug yang dapat dipakai kembali (Reusable
Plugs) Terbuat dari plastik yang dibentuk permanen
(permanen moulded plastic) atau karet. Untuk jenis ini
ear plug dicuci setiap selesai digunakan dan disimpan
dalam tempat yang steril.
Kelebihan ear plug dibanding ear muff adalah mudah
untuk dibawa dan disimpan karena kepraktisannya. Dan ear
31
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
32/90
plug tidak mengganggu apabila digunakan bersama-sama
dengan kacamata dan helm.
Tingkat perlindungan (degree of protection) yang akan
diberikan oleh alat pelindung telinga ditentukan oleh:
1) Jenis alat pelindung yang dipakai
2) Keadaan dari alat
3) Cara pemakaian
4) Cara pemeliharaan
5) Lamanya alat tersebut dipakai waktu kerja.
(Sasongko, 2000).
D. Gangguan Pendengaran
Kerusakan pendengaran karena kebisingan sebenarnya adalah
kerusakan pada indera pendengaran dengan risiko penurunan daya
dengar yang akhirnya dapat menjadi tuli menetap yang tidak dapat
disembuhkan. Oleh karena itu, menghindari kebisingan yang
berlebihan adalah satu-satunya cara yang tepat untuk mencegah
kerusakan pendengaran. Namun dalam suatu proses produksi hal ini
tidak dapat dilaksanakan. Pengaruh kebisingan terhadap manusia
tergantung pada karakteristik fisis, waktu berlangsung dan waktu
kejadiannya. Pengaruh tersebut berbentuk gangguan yang dapat
menurunkan kesehatan, kenyamanan, dan rasa aman manusia.
Pendengaran manusia merupakan salah satu indera yang
berhubungan dengan komunikasi audio/suara. Alat pendengaran yang
32
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
33/90
berbentuk telinga berfungsi sebagai fonoreseptor yang mampu
merespons suara pada kisaran antara 0-140 dB tanpa menimbulkan
rasa sakit. Frekuensi yang dapat direspons oleh telinga manusia
antara 20-20000 Hz dan sangat sensitif pada frekuensi antara 1000-
4000 Hz. Kerusakan pendengaran (dalam bentuk ketulian) merupakan
penurunan sensitifitas yang berlangsung secara terus menerus
(Sasongko, 2000).
Menurut Sumamur P. K (1996) mula-mula efek kebisingan pada
pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat
sesudah dihentikan kerja di tempat bising. Tetapi kerja terus menerus
di tempat bising berakibat kehilangan daya dengar yang menetap dan
tidak bisa pulih kembali. Biasanya di mulai pada frekuensi-frekuensi
sekitar 4000 Hz dan kemudian menghebat dan meluas ke frekuensi
sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi-frekuensi yang digunakan
untuk percakapan. Kehilangan pendengaran dapat bersifat sementara
atau permanen. Pergeseran ambang sementara yang diinduksi bising
(NITTS, Noise Induced Temporary Treshold Shift, atau kelelahan
pendengaran) adalah kehilangan tajam pendengaran sementara
setelah paparan yang relatif singkat terhadap bising yang berlebihan,
pendengaran pulih cukup cepat setelah bising dihentikan. Pergeseran
ambang permanen yang diinduksi bising (NIPTS, Noise Induced
PermanentTreshold Shift) adalah kehilangan pendengaran irreversible
yang disebabkan paparan jangka lama terhadap bising. Pergeseran
ambang yang diinduksi bising adalah kuantitas kehilangan
33
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
34/90
pendengaran yang dapat dikaitkan dengan bising saja (setelah
dikurangi nilai-nilai untuk presbiakusis). Gangguan pendengaran
umumnya mengacu pada tingkat pendengaran dimana individu
tersebut mengalami kesulitan untuk melaksanakan kehidupan normal,
biasanya dalam hal memahami pembicaraan (Suyono, 1995).
Dalam proses terjadinya ketulian/kurang pendengaran yang
menetap (permanen), beberapa tahap akan dialami oleh penderita.
Merluzzi (1983), membedakannya dalam 4 tahap, yakni tahap
pertama, yang terjadi pada 10-20 hari pertama terpapar bising.
Sesudah bekerja telinga penderita terasa penuh, berdenging, sakit
kepala ringan, pusing dan terasa capai. Pada tahap selanjutnya, yakni
bila pemaparan terjadi selama beberapa bulan sampai beberapa
tahun, semua gejala subyektif akan menghilang kecuali telinga yang
berdenging secara intermitten. Pada tahap ketiga penderita merasa
bahwa pendengarannya tidak normal lagi, ditandai dengan
ketidakmampuan mendengar suara detik jarum jam, tidak dapat
menangkap komponen pembicaraan, lebih-lebih jika terdapat bising
latar belakang. Pada tahap terakhir, komunikasi melalui pendengaran
penderita menjadi sangat sukar atau bahkan tidak mungkin sama
sekali. Pada tahap ini sering pula disertai tinnitus yang terus menerus,
sebagai petunjuk akan terjadinya kerusakan saraf pada koklea
(Budiono, 2003).
Seseorang yang terpapar kebisingan secara terus menerus dapat
menyebabkan dirinya menderita ketulian. Ketulian akibat kebisingan
34
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
35/90
yang ditimbulkan akibat pemaparan terus manerus tersebut dapat
dibagi menjadi dua:
1. Temporary deafness, yaitu kehilangan pendengaran
sementara
2. Permanent deafness, yaitu kehilangan pendengaran secara
permanen atau disebut ketulian saraf, yang harus dapat
dikompensasi oleh jamsostek atas rekomendasi dari dokter
pemeriksa kesehatan (Salim, 2002).
Kelainan pendengaran berupa tuli dibagi menjadi dua tipe yaitu:
1. Tuli saraf yang disebabkan oleh kerusakan koklea atau
nervus auditorius, dimana orang tersebut mengalami penurunan
atau kehilangan kemampuan total untuk mendengar suara seperti
pada pengujian konduksi udara dan konduksi tulang. Pola lain tuli
saraf seringkali terjadi sebagai berikut:
a. Tuli untuk suara berfrekuensi rendah yang disebabkan oleh
paparan berlebihan dan berkepanjangan terhadap suara yang
sangat keras karena suara berfrekuensi rendah biasanya lebih
keras dan lebih merusak organcorti.
b. Tuli untuk semua frekuensi yang disebabkan oleh sensitifitas
obat terhadap organ corti khususnya sensitifitas terhadap
beberapa antibiotik seperti streptomisin, kanamisin dan
kloramfenikol.
2. Tuli konduksi yang disebabkan oleh kerusakan mekanisme untuk
menjalarkan suara ke dalam koklea. Tipe tuli yang sering
35
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
36/90
ditemukan adalah tuli yang disebabkan oleh fibrosistelinga tengah
setelah infeksi berulang pada telinga tengah atau fibrosis yang
terjadi pada penyakit herediter, yang disebut otoklerosis. Dalam
kasus ini gelombang suara tidak dapat dijalarkan secara mudah
melalui osikel dari membran timpani ke fenestra ovalis (Ganong,
1995).
Tuli konduksi disebabkan karena vibrasi suara tidak dapat
mencapai telinga bagian tengah. Tuli ini sifatnya sementara oleh
karena adanya malam/wax/serumen atau adanya cairan di dalam
telinga tengah. Apabila tuli konduksi tidak pulih kembali dapat
menggunakan hearing aid (alat pembantu pendengaran) (Gabriel,
1995). Reaksi orang terhadap kebisingan tergantung pada
beberapa faktor seperti kenyaringan, lama, frekuensi dan interaksi
kebisingan dengan sumber kebisingan lain (Sasongko, 2000).
Penurunan pendengaran akibat kebisingan dipengaruhi oleh:
a. Intensitas total (overall) dari kebisingan
b. Spektrum frekuensi dari suara
c. Jenis kebisingan
d. Masa kerja
e. Lama pemaparan setiap hari terhadap kebisingan yang ada
f. Kerentanan (susceptibility) tenaga kerja.
Tingkat kemampuan mendengar dibagi dalam:
36
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
37/90
a. Pendengaran normal, bila tidak terdapat kesukaran
mendengar pembicaraan dengan suara biasa maupun suara
perlahan. Pada pemeriksaan audiometri tidak lebih dari 25 dB.
b. Tuli ringan, bila tidak terdapat kesukaran mendengar suara
biasa, tetapi sudah ada kesukaran mendengar pembicaraan
dengan suara perlahan. Pada pemeriksaan audiometri 26-40 dB.
c. Tuli sedang, bila seringkali terdapat kesukaran mendengar
suara biasa. Pada pemeriksaan audiometri 41-60 dB.
d. Tuli berat, bila sudah terdapat kesukaran mendengar suara
biasa, sehingga harus dengan suara keras. Pada pemeriksaan
audiometri 61-90 dB.
e. Tuli sangat berat, meskipun dengan suara keras, komunikasi
tidak lancar. Pada pemeriksaan audiometri lebih dari 90 dB.
Ciri-ciri kehilangan pendengaran yang ditimbulkan paparan
bising akibat kerja adalah sebagai berikut:
a. Gangguan pendengaran telinga dalam, dengan superposisi
konduksi dan rekruitmen udara dan tulang
b. Kehilangan pendengaran bilateral dan sedikit banyak
simetris
c. Kehilangannya mulai pada frekuensi 4000 Hz.stadium ini
ada takik bentuk V yang khas pada audiogram. Kondisi ini
bersifat laten, identifikasi memerlukan prosedur deteksi yang
sistematik. Setelah periode paparan lebih lanjut kehilangan
37
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
38/90
pendengaran memburuk dan meluas ke rentang frekuensi yang
lebih besar, dan gangguannya menjadi nyata. Bila paparan tidak
dihentikan kehilangan pendengaran memburuk dan dapat
mendekati tuli.
d. Ketulian terjadi, Akan permanen dan stabil meskipun bahaya
akustik sudah dijauhkan (Suyono, 1995).
1. Mekanisme Pendengaran
Suara ditimbulkan oleh getaran atmosfer yang dikenal sebagai
gelombang suara yang kecepatan dan volumenya berbeda-beda.
Gelombang suara bergerak melalui rongga telinga luar yang
menyebabkan membrana tympani bergetar. Getaran tersebut
selanjutnya diteruskan menuju inkus dan stapes, melalui malleus
yang terikat pada membrana itu. Karena gerakan-gerakan yang
timbul pada setiap tulang ini sendiri, maka tulang-tulang itu
memperbesar getaran. Yang kemudian disalurkan melalui fenestra
vestibuler menuju perilimfe. Getaran perilimfe dialihkan melalui
membran menuju endolimfe dalam saluran kokhlea dan
rangsangan mencapai ujung-ujung akhir saraf dalam organ corti,
untuk kemudian diantarkan menuju otak oleh nervus auditorius
(Pearce, 2002).
Perasaan pendengaran ditafsirkan otak sebagai suara yang
enak atau tidak enak, hingar bingar atau musikal. Istilah-istilah ini
38
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
39/90
digunakan dalam artinya yang seluas-luasnya. Gelombang suara
yang tidak teratur menghasilkan keributan atau kehingarbingaran,
sementara gelombang suara berirama teratur menghasilkan bunyi
musikal enak. Suara merambat dengan kecepatan 343 m/detik
dalam udara tenang pada suhu 15, 50 C.
Menurut Budiono (2003) apabila telinga memperoleh rangsang
suara, maka menurut Ballantyne dan Groves (1972), sesuai
dengan besarnya rangsangan akan terjadi proses:
a. Adaptasi, yang berlangsung 0-3 menit, yakni berupa
kenaikan ambang dengar sesaat. Jika rangsangan berhenti,
ambang dengar akan kembali seperti semula.
b. Pergeseran ambang dengar sementara (temporary threshold
shift), sebagai kelanjutan proses adaptasi akibat rangsang
suara yang lebih kuat dan dapat dibedakan dalam dua tahap
yakni kelelahan (fatigue) dan tuli sementara terhadap
rangsangan (temporary stimulation deafness). Kelelahan
tersebut, akan pulih kembali secara lambat dan akan semakin
bertambah lambat lagi jika tingkat kelelahan semakin tinggi.
Sedang tuli sementara akibat rangsang suara terjadi akibat
pengaruh mekanisme vibrasi pada kokhlea yang mengalami
rangsang suara dengan intensitas tinggi dan berlangsung lama.
c. Pergeseran ambang dengar yang persisten (persistent
treshold shift), yang masih ada setelah 40 jam rangsang suara
berhenti.
39
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
40/90
d. Pergeseran ambang suara yang menetap (permanent
threshold shift), meskipun rangsang suara sudah tidak ada.
Pada keadaan ini sudah terjadi kelainan patologis yang
permanen pada koklea, umumnya pada kasus trauma akustik
dan akibat kebisingan di tempat kerja.
Proses pendengaran sangatlah menakjubkan. Getaran
sumber bunyi dihantarkan melalui media udara menggetarkan
gendang dan tulang-tulang kecil yang terletak dalam rongga
telinga bagian tengah, yang kemudian menghantarkan getaran
ke dalam suatu sistem cairan yang terletak dalam putaran
rongga bangunan menyerupai rumah siput atau lebih dikenal
sebagai kokhlea, yang terletak bersebelahan dengan alat
keseimbangan di dalam tulang temporalis. Di dalam telinga
bagian tengah juga terdapat sebuah otot terkecil dalam tubuh
manusia, yaitu tensor timpani, yang bertugas membuat tegang
rangkaian tulang pendengaran pada saat bunyi yang mencapai
sistem pendengaran kita berkekuatan lebih dari 70 dB, untuk
meredam getaran yang mencapai sel-sel rambut reseptor
pendengaran manusia. Namun, otot ini yang bekerja terus
menerus juga tak mampu bertahan pada keadaan bising yang
terlalu kuat dan kontinu, dan terjadilah stimulasi berlebih yang
merusak fungsi sel-sel rambut. Kerusakan sel rambut dapat
bersifat sementara saja pada awalnya sehingga dapat terjadi
ketulian sementara. Akan tetapi, kemudian bila terjadi
40
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
41/90
rangsangan terus menerus, terjadi kerusakan permanen, sel
rambut berkurang sampai menghilang dan terjadi ketulian
menetap.
Ketulian akan terjadi pada kedua telinga secara simetris
dengan mengenai nada tinggi terlebih dahulu, terutama dalam
frekuensi 3000 sampai 6000 Hz. Sering kali juga terjadi
penurunan tajam (dip) hanya pada frekuensi 4000 Hz, yang
sangat khas untuk gangguan pendengaran akibat bising. Karena
yang terkena adalah nada yang lebih tinggi dari nada
percakapan manusia, sering kali pada awalnya sama sekali tidak
dirasakan oleh penderitanya karena belum begitu jelas
gangguan pada saat berkomunikasi dengan sesama (Djelantik,
2004).
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ambang Pendengaran
a. Penggunaan Obat-Obatan
Penggunaan obat-obatan lebih dari 14 hari baik diminum
maupun melalui suntikan menyebabkan terjadinya gangguan
pendengaran. Obat-obatan yang mempengaruhi organ
pendengaran pada umumnya adalah jenis antibiotik aminoglikosid
yang mempunyai efek ototoksik. Obat-obatan tersebut adalah
neomisin, kanamisin, amikasin dan dihidrostreptomisin yang
berpengaruh pada komponen akustik.
Gangguan akustik ini tidak selalu terjadi pada kedua telinga
sekaligus. Pada mulanya kepekaan terhadap gelombang frekuensi
41
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
42/90
tinggi akan berkurang dan tidak disadari. Gejala dini berupa tinitus
bernada tinggi dapat bertahan sampai dua minggu setelah
pemberian aminoglikosid dihentikan. Patologi kerusakan akustik
terutama berupa degenerasi berat sel rambut organ corti mulai di
bagian basilar menjalar ke apeks.
Gangguan akustik akibat streptomisin bila terapi lebih dari satu
minggu, gentamisin, tobramisin dan amikasin tergantung dosis dan
faktor lain. Neomisin paling mudah menyebabkan tuli saraf, dan
amikasin menyebabkan gangguan pendengaran terutama bila
pengobatan lebih dari 14 hari (Gan, 1999).
b. Umur
Pada usia lanjut, sedang sakit atau anak berumur antara 4
sampai 6 tahun, dipandang lebih sensitif terhadap gangguan
kebisingan dibanding kelompok usia lain (Sasongko, 2000).
Orang yang berumur lebih dari 40 tahun akan lebih mudah tuli
akibat bising (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990).
Pada orang lanjut usia, gangguan pendengaran biasanya
disebabkan oleh fungsi organ pendengaran yang menurun atau
disebut presbiakusis (sekitar 1,8 5%) (Annie, 2000).
c. Penyakit
1) Otitis Media
42
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
43/90
Yaitu suatu peradangan telinga tengah yang terjadi akibat
infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae, Haemopilus
influenzae, atau Staphylococcus aureus. Otitis mediajuga dapat
timbul akibat infeksi virus (otitis media infeksiosa) yang
biasanya diobati dengan antibiotik, atau terjadi akibat alergi
(otitis media serosa) yang dapat diobati dengan antihistamin
dengan atau tanpa antibiotik.
Peradangan telinga tengah terjadi apabila tuba eustakhius
yang secara normal mengalirkan sekresi telinga tengah ke
tenggorokan tersumbat. Hal ini menyebabkan penimbunan
sekresi telinga tengah. Sewaktu tuba tersebut membuka
kembali, tekanan di telinga yang mengalami kongesti tersebut
dapat menarik sekresi hidung yang tercemar melalui tuba
eustakhius untuk masuk ke telinga tengah sehingga terjadi
infeksi telinga tengah. Infeksi telinga tengah yang terjadi
berulang-ulang dapat menyebabkan pembentukan jaringan
parut di gendang telinga dan hilangnya pendengaran secara
permanen.
2) Tinnitus
Tinnitus adalah suara berdenging di satu atau kedua
telinga. Tinnitus dapat timbul pada penimbunan kotoran telinga
atau presbiakusis, kelebihan aspirin dan infeksi telinga (Corwin,
2000).
3) Hipertensi
43
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
44/90
Para penderita penyakit darah tinggi, dimana sel-sel
pembuluh darah sekitar telinga ikut tegang dan mengeras, juga
harus selalu memperhatikan kesehatan telinganya. Sebab,
berkurangnya oksigen yang masuk lebih memudahkan sel-sel
pendengaran mati.
4) Influenza
Penyakit influenza dapat menyebabkan gangguan pada
telinga karena lubang yang menghubungkan telinga bagian
tengah dengan hidung (tubaeustakius) mengalami peradangan
atau bahkan mampet (Yusuf, 2000).
d. Masa Kerja
Risiko kerusakan pendengaran pada tingkat kebisingan 75
dB (A), Leq untuk paparan harian selama 8 jam dapat diabaikan,
bahkan pada tingkat paparan sampai 80 dB (A) tidak ada
peningkatan subyek dengan gangguan pendengaran. Akan tetapi
pada 85 dB (A) ada kemungkinan bahwa setelah 5 tahun bekerja,
1% pekerja akan mengalami gangguan pendengaran (Suyono,
1995).
e. Jenis Kebisingan
Kebisingan bernada tinggi lebih mengganggu daripada
kebisingan bernada rendah, lebih-lebih yang terputus-putus atau
yang datangnya secara tiba-tiba dan tidak terduga. Kebisingan
impulsif yang berintensitas tinggi dapat menyebabkan rusaknya alat
44
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
45/90
pendengar. Kerusakan dapat terjadi pada gendang pendengar atau
tulang-tulang halus di telinga tengah (Sumamur, 1996).
f. Alat Pelindung Telinga
Pengendalian kebisingan terutama ditujukan bagi mereka
yang dalam kesehariannya menerima kebisingan. Karena daerah
utama kerusakan akibat kebisingan pada manusia adalah
pendengaran (telinga bagian dalam), maka metode
pengendaliannya dengan memanfaatkan alat bantu yang bisa
mereduksi tingkat kebisingan yang masuk ke telinga bagian luar
dan bagian tengah sebelum masuk ke telinga bagian dalam
(Sasongko, 2000).
Alat pelindung telinga berupa tutup telinga (Ear Muff) lebih
efektif daripada tipe sumbat telinga (Ear Plug), karena dapat
mengurangi intensitas suara hingga 20 s/d 30 dB. Namun
pelindung telinga tipe Ear Muffkurang efektif dipakai untuk orang
yang berkacamata dan bertopi keras, agak berat dan panas
dibanding pelindung telinga tipe Ear Plug (Budiono, 2003)
g. Ruangan Tempat Pengukuran
Pemeriksaan harus dilakukan dalam ruangan kedap suara
atau di tempat yang sunyi dengan intensitas suara yang sesuai
dengan persyaratan, yaitu latar belakang kebisingan tidak lebih dari
40 dB (A) (Darmanto, 1995).
3. Pemeriksaan Pendengaran
45
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
46/90
Pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan dengan berbagai
teknik dan alat. Diantaranya dengan menggunakan audiometer. Hasil
pemeriksaan audiometer berupa gambar disebut audiogram (Pedoman
Praktikum laboratorium:2004).
a. Tujuan pemeriksaan adalah:
1) Untuk mengetahui keadaan ambang pendengaran dari para
pekerja atau calon pekerja.
2) Untuk mengetahui secara dini gangguan pendengaran
pekerja dan mencegah agar gangguan pendengaran tersebut
tidak menjadi tambah lebih parah.44
3) Untuk menunjukkan kepada manajemen perusahaan dan
para pekerja tentang manfaat pengendalian kebisingan
khususnya pemakaian Alat Pelindung Diri.
4) Untuk mengidentifikasi pekerja yang sensitif terhadap
kebisingan.
b. Persyaratan Pemeriksaan
Adapun persyaratan penunjang pemeriksaan pendengaran
yang harus dipenuhi agar mendapatkan hasil yang benar-benar
menggambarkan keadaan ambang pendengaran sebenarnya
adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan harus dilakukan dalam ruang kedap suara.
2) Bila tidak dilakukan dalam ruang kedap suara, latar belakang
kebisingan tidak lebih dari 40 dB (A).
46
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
47/90
3) Alat audiometer yang digunakan terjamin reabilitas
pengukurannya.
4) Sebelum dilakukan pemeriksaan, pekerja dihindarkan dari
kebisingan selama 8-12 jam (Darmanto, 1995).
c. Teknik Pemeriksaan
1) Sebelum pemeriksaan sampel harus terbebas dari paparan
bising selama 16 jam agar didapatkan gambaran audiogram
yang dapat dipercaya.
2) Pengenalan nada pada sampel, sampel diminta menekan
tombol bila mendengar nada.
3) Pemeriksaan pendengaran dilaksanakan berturut-turut dari
frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 3000 Hz, 4000 Hz, 6000
Hz dan 8000 Hz. Frekuensi 1000 Hz didahulukan karena paling
mudah untuk menentukan nilai ambangnya.
4) Pada tiap-tiap frekuensi diberikan intensitas bunyi mulai dari
40-50 dB untuk pasien normal, kemudian dinaikkan secara
bertahap dan diturunkan lagi hingga batas dimana sampel
terakhir masih bisa mendengar nada yang diberikan.
5) Pemeriksaan dilakukan pada telinga kanan selanjutnya
telinga kiri.
6) Mencatat hasil pemeriksaan pada lembar data.
7) Untuk mengetahui gangguan pendengaran dipergunakan
rumus perhitungan hantaran udara pada frekuensi 500 Hz,
47
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
48/90
1000 Hz dan 2000 Hz dirata-rata (Pedoman Praktikum
Laboratorium K3: 2004).
d. Analisis Hasil
Menurut Standar American Academy of Ophtalmology and
Otalaringology, tajam pendengaran diklasifikasikan:
Tabel 3. Klasifikasi tajam pendengaran menurut standar American Academy of Ophtalmology andOtalaringology
Rata-rata pengukuran (dBA) Kategori
25 Normal
26-40 Gangguan ringan41-60 Gangguan sedang
61-90 Gangguan berat
>90 Gangguan sangat berat
Sumber: Pedoman Praktikum Laboratorium K3: 2004
E. KERANGKA TEORI
48
Faktor Manusia (Internal)- Umur- Masa kerja- Kondisi kesehatan- Riwayat penyakit- Penggunaan obat-obatan- Penggunaan APT
Gangguan FungsiPendengaran
Faktor Lingkungan(Eksternal)
- Ketersediaan APT- Lama paparan
Faktor Lingkungan Fisik- Kebisingan
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
49/90
Sumber: Sumamur (1996), Darmanto (1995), dan Corwin (2001)
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN
A . Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelituan ini adalah survei
analitik dengan melihat hubungan variabel bebas terhadap variabel
terikat pada saat bersamaan (cross sectional study) (Notoatmodjo,
2005).
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan
bulan Oktober 2010, tahapan-tahapan penelitian ini meliputi :
kegiatan studi pustaka, orientasi lapangan, pengukuran,
49
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
50/90
pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan penulisan
hasil akhir penelitian.
2. Tempat Penelitian
Lokasi atau tempat yang merupakan obyek penelitian ini adalah
di Bengkel Las CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek
yang diteliti (Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini
adalah semua pekerja yang berada di bagian produksi yang
berjumlah 35 orang di CV. FM Steel dan 20 orang di CV. Yogasa.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi disebut sampel
penelitian (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini menggunakan
Total Sampling dimana sampel adalah seluruh populasi yang
berjumlah 55 orang.
D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka
hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur
melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2005).
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini dapat disajikan
sebagai berikut :
50
Masa kerjaPenggunaan APT
INDEPENDEN DEPENDEN
Gangguan fungsipendengaran
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
51/90
Ket: : Variabel yang diteliti: Variabel yang tidak diteliti
E. Hipotesis Penelitian
1. Ada perbedaan Kebisingan terhadap Gangguan fungsi
pendengaran pada pekerja di CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel.
2. Ada perbedaan Masa Kerja terhadap Gangguan fungsi
pendengaran pada pekerja di CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel.
3. Ada perbedaan Penggunaan APT terhadap Gangguan fungsi
pendengaran pada pekerja di CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel.
F. Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti
1. Variabel terikat (dependent variable) : Gangguan Fungsi
Pendengaran pada pekerja di CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel.
51
Kebisingan
Variabel pengganggu:
Umur
Kondisi kesehatan
Riwayat penyakit
Penggunaan obat-obatan
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
52/90
2. Variabel bebas (independent variable) : Kebisingan, Masa Kerja,
Penggunaan APT di CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel.
G. Definisi Operasional
Tabel. Definisi Operasional
VariabelDefinisi
OperasionalCara ukur dankriteria objektif
Skala datadan hasil
ukur
Gangguanfungsipendengaran
Gangguan fungsipendengaranpekerja diketahui
dengan melakukanpengukuran fungsipendengaran tenagakerjanya.
Audiometri1. Normal jika 25 dB
2.Tidak Normaljika >25 dB
Ordinal
Kebisingan Kebisingan dapatdiketahui denganmelakukanpengukurankebisinganlingkungan fisikditempat bekerja.
Sound LevelMeter 85 dbA =tidak bising>85 dbA =Bising
Ordinal
52
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
53/90
Masa Kerja Masa kerja pekerjadihitung mulai daripertama kali bekerjadi FM Steel hingga
penelitian ini selesaidiakukan.
Kuisioner
5 tahun tidakberesiko
mengalamigangguanfungsipendengaran
>5 tahunberesikomengalamigangguanfungsipendengaran
Ordinal
PenggunaanAPT
APT pada pekerjadilihat daripenggunaan earplug (sumbattelinga), dan earmuff (tutup telinga)atau tidakmenggunakan APT
Observasi dankuisioner
1.MenggunakanAPT (tidakberesiko)2.TidakmenggunakanAPT (beresiko)
Ordinal
H. Teknik pengambilan Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan observasi atau pengamatan di
lapangan pada waktu tenaga kerja bekerja, pengumpulan data
melalui kuisioner dan wawancara dengan responden serta
pengukuran lingkungan fisik kebisingan dan gangguan fungsi
pendengaran pekerja.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari CV. FM Steel dan CV. Yogasa
Steel berupa daftar nama dan masa kerja karyawan.
53
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
54/90
I. Analisis data
Dilakukan dalam bentuk tabel dan grafik serta dinarasikan sesuai
hasil yang digambarkan.
1. Analisis Univariat
Yaitu analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil setiap
penelitian. Dalam analisis ini hanya perhitungan mean, median,
modus, standar deviasi dan distribusi dan persentase dari tiap
variabel.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat ini digunakan untuk menguji perbedaan nilai rata
rata dari 2 pengukuran yang sama pada kelompok yang berbeda
(tidak terkait satu sama lain). Uji yang digunakan dalam penelitian
ini adalah uji T Independent dengan menggunakan perangkat
lunak pengolah statistik.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. CV. FM Steel Samarinda
CV. FM Steel mempunyai 2 tempat produksi yang terletak di
jalan Kesejahteraan dan jalan Sentosa Samarinda, kalimantan
timur. Industri ini berdiri pada tanggal 18 April 1986. Yang bergerak
dalam bidang pembuatan besi-besi stainlees. Industri ini
berproduksi dari hari senin sampai dengan hari sabtu dari pukul
54
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
55/90
08.00 17.00 Wita dan waktu istirahat selama kurang lebih 1 jam
dari pukul 12.00 13.00 Wita.
Tahapan tahapan pengerjaan dimulai dari pengukuran,
pemotongan besi, pengelasan, gurinda kasar, dempul, gurinda
halus, cat dasar anti karat, pengamplasan, cat utama, cat melamin
(finihing). Alat alat yang digunakan dalam bekerja berupa
Gangset, gara, vero, gurinda, boor duduk, dan palu.
Jumlah tenaga kerja di CV. FM Steel berjumlah 35 orang
dan berjenis kelamin laki laki, yang secara keseluruhan bekerja
langsung pada bagian produksi pembuatan besi stainless.
b. CV. Yogasa Steel Samarinda
CV. Yogasa Steel terletak di jalan Rajawali Samarinda,
kalimantan timur. Industri ini berdiri pada tanggal 12 September
1998. Yang bergerak dalam bidang yang sama yaitu pembuatan
besi-besi stainlees. Industri ini berproduksi dari hari senin sampai
dengan hari sabtu dari pukul 08.00 17.00 Wita dan waktu istirahat
selama kurang lebih 1 jam dari pukul 12.00 13.00 Wita.
Tahapan tahapan pengerjaan dimulai dari pengukuran,
pemotongan besi, pengelasan, gurinda kasar, dempul, gurinda
halus, cat dasar anti karat, pengamplasan, cat utama, cat melamin
55
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
56/90
(finihing). Alat alat yang digunakan dalam bekerja berupa
Gangset, gara, vero, gurinda, boor duduk, dan palu.
Jumlah tenaga kerja di CV. Yogasa Steel berjumlah 20
orang dan berjenis kelamin laki laki, yang secara keseluruhan
bekerja langsung pada bagian produksi pembuatan besi stainless.
Tabel 4.1Jumlah Responden Berdasarkan Lokasi Perusahaan
No Lokasi Jumlah Persentase (%)
1. CV. FM Steel 35 orang 63,6%2. CV. Yogasa Steel 20 orang 36,4%
Jumlah 55 orang 100%Sumber : Data Sekunder
2. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi
kelompok Umur dan pendidikan responden.
a. Karakteristik responden berdasarkan kelompok umur
Karakteristik responden berdasarkan umur Tenaga Kerja
CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel Samarinda ditunjukkan pada
tabel di bawah ini :
Tabel 4.2Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di
CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel Samarinda Tahun 2010
No Umur FM Steel Yogasa
56
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
57/90
(Tahun) n % n %
1 17-23 8 22,8 9 45
2 24-30 22 62,8 7 35
3 31-37 4 4 3 154 38-44 0 0 1 5
5 45-49 1 2,9 0 0
Jumlah 35 100 20 100
Sumber : Data primer
Tabel 4 di atas menunjukan bahwa responden yang ada di
CV. FM Steel memiliki usia 17-23 tahun sebanyak 22,8%, usia 24-
30 tahun sebanyak 62,8%, usia 31-37 tahun sebanyak 11,5%, usia
38-44 sebanyak 0%, dan usia 45-49 tahun sebanyak 2,9%,
Sedangkan CV. Yogasa Steel memiliki usia 17-23 tahun sebanyak
45%, usia 24-30 tahun sebanyak 35%, usia 31-37 tahun sebanyak
15%, usia 38-44 tahun sebanyak 1%, dan usia 45-49 tahun
sebanyak 0%.
b. Karakteristik responden berdasarkan kelompok pendidikan
Karakteristik responden berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tenaga Kerja CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel Samarinda
ditunjukkan pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.3Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Pendidikan diCV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel Samarinda Tahun 2010
No PendidikanFM Steel Yogasa
n % n %
1 tamat SD 1 2,9 1 5
2 tamat SLTP 15 42,8 8 40
57
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
58/90
3 tamat SLTA 19 54,3 11 55
4Perguruan
Tinggi0 0 0 0
Jumlah 35 100 20 100
Sumber : Data primer
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan
responden yang ada di CV. FM Steel dengan tingkat pendidikan lulus
SD sebanyak 1 orang, lulus SLTP sebanyak 15 orang, lulus SLTA
sebanyak 19 orang, dan perguruan tinggi tidak ada, Sedangkan
responden yang berada di CV. Yogasa Steel dengan tingkat
pendidikan lulus SD sebanyak 1 orang, lulus SLTP sebanyak 8
orang, lulus SLTA sebanyak 11 orang, dan perguruan tinggi tidak
ada.
3. Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan untuk
memperoleh gambaran dari tiap-tiap variabel yang digunakan dalam
penelitian dan data yang dianalisis merupakan data yang berasal
dari hasil dan distribusi setiap variabel.
a. Kebisingan
Kebisingan merupakan suara yang tidak dikehendaki karena
tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat
58
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
59/90
menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan
manusia.
Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan dengan
satuan dBA di CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel dengan
menggunakan alat Sound Level meterdi dapatkan hasil sebagai
berikut :
Tabel 4.4Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan Dengan Menggunakan
Sound Level Meterdi CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel Samarinda
Ket : B = Bising,TB = Tidak Bising
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa intensitas kebisingan
yang di ukur dengan menggunakan alat Sound Level Meter
dengan satuan dBA pada CV. FM Steel mengalami keadaan
yang tidak normal atau diatas Nilai Ambang Batas (NAB) yang
berada pada titk pengukuran pojok kanan atas, pojok kanan
bawah, pojok kiri atas dan tengah dengan nilai intensitas bising
lebih dari 85 dbA atau melebihi NAB yang ditetapkan pemerintah
menurut Kep.Menaker No. 51 tahun 1999 tentang NAB faktor
fisik kebisingan di tempat kerja dan hanya pada titik pengukuran
59
NoTitik
pengukuran
FM. Steel
dBA Ket
Yogasa
dBA Ket09.00Wita
13.00Wita
16.00Wita
09.00Wita
13.00Wita
16.00Wita
1pojok kanan
atas88
dBA90
dBA82
dBA86
dBAB
90dBA
98dBA
97dBA
95dBA
B
2pojok kanan
bawah89
dBA92
dBA86
dBA89
dBAB
89dBA
90dBA
89dBA
89dBA
B
3pojok kiri
atas86
dBA91
dBA89
dBA88
dBAB
90dBA
90dBA
92dBA
90dBA
B
4pojok kiribawah
87dBA
82dBA
85dBA
84dBA
TB92
dBA92
dBA90
dBA91
dBAB
5 tengah90
dBA91
dBA89dBA
90dBA B
116dBA
109dBA
97dBA
107dBA B
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
60/90
pojok kiri bawah yang nilai intensitas kebisingannya tidak
melebihi NAB yang ditetapkan pemerintah, Sedangkan pada
lokasi CV. Yogasa Steel hampir keseluruhan titik pengukuran
kebisingan lingkungan kerja yang dilakukan melebihi NAB yang
di tetapkan oleh pemerintah sesuai surat Kep.Menaker No. 51
tahun 1999 tentang NAB faktor kebisingan ditempat kerja.
Tabel 4.5Hasil Pendapat RespondenTentang Kebisingan Dengan
Menggunakan Quisionerdi CV. FM Steel dan CV. Yogasa SteelSamarinda
No. Lingkungan Kerja
FM. Steel Yogasa
n % n %
1 Berada pada tempat bisingya 35 100 20 100
tidak 0 0 0 0
2 Dekat dengan mesinya 34 97,1 19 95
tidak 1 2,9 1 5
3 Perasaan bising di tempat kerjaya 35 100 19 95
tidak 0 0 1 5
4 Terbiasa dengan suara bisingya 34 97,1 19 95
tidak 1 2,9 1 5
5 Terganggu dengan suara bisingya 35 100 6 30
tidak 0 0 14 70
60
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
61/90
6 Sulit berkonsentrasiya 32 97,4 4 20
tidak 3 8,6 16 80
7Lama bekerja dalam hitunganjam
8 jam 5 14,3 6 30
>8jam 30 85,7 14 70
8 Waktu istirahat di tempat kerjaya 33 94,3 20 100
tidak 2 5,7 0 0
9 Hari libur di tempat kerjaya 34 97,1 20 100
tidak 1 2,9 0 0
10Anggapan kebisinganberbahaya
ya 34 97,1 14 70
tidak 1 2,9 6 30
Sumber : Data primer
Berdasarkan data kuisioner diatas diketahui bahwa
sebanyak 100% responden pada CV. FM Steel dan CV. Yogasa
Steel berada pada tempat yang bising pada saat bekerja, dekat
dengan mesin sebesar 97,1 % pada CV. FM Steel dan 95%
pada CV. Yogasa Steel mengatakan ya, perasaan bising di
tempat bekerja sebesar 100% pada CV. FM Steel dan 95% pada
CV. Yogasa Steel mengatakan ya, terbiasa dengan suara bising
sebesar 97,1 % pada CV. FM Steel dan 95% pada CV. Yogasa
Steel mengatakan ya, terganggu dengan suara bising sebesar
100% pada CV. FM Steel dan 30% pada CV. Yogasa Steel
mengatakan ya, Sulit berkonsentrasi sebesar 97,4 % pada CV.
FM Steel dan 20% pada CV. Yogasa Steel mengatakan ya, lama
bekerja sebesar 85,7% bekerja >8jam sehari pada CV. FM Steel
dan 70% bekerja >8jam sehari pada CV. Yogasa Steel, waktu
istirahat bekerja 94,3% pada CV. FM Steel dan 100% pada CV.
Yogasa Steel mengatakan ada, hari libur pada tempat bekerja
sebesar 97,1% pada CV. FM Steel dan 100% pada CV. Yogasa
Steel mengatakan ada, anggapan kebisingan itu berbahaya
61
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
62/90
sebesar 97,1% pada CV. FM Steel dan 70% pada CV. Yogasa
Steel mengatakan ya.
b. Masa kerja
Masa kerja adalah perhitungan waktu kerja yang dimulai
pada saat pertama kali melakukan pekerjaan hingga habis waktu
untuk dia bekerja atau pensiun dimana perhitungan masa kerja
responden pada kali ini dihitung dari pertama kali responden
bekerja pada tempat tersebut hingga akhir penelitian ini
berlangsung dan didapatkan hasil dari CV. FM Steel dan CV.
Yogasa Steel sebagai berikut:
Tabel 4.6Hasil Perhitungan Masa Kerja Responden pada CV. FM Steel dan CV.
Yogasa Steel Samarinda Tahun 2010
No Masa KerjaFM Steel Yogasa
n % n %
1 1 - 3 tahun 5 14,3 11 55
2 4 - 6 tahun 16 45,7 6 30
3 7 - 10 tahun 10 28,6 3 15
4 11 - 13 tahun 2 5,7 0 0
5 14 - 15 tahun 2 5,7 0 0
Jumlah 35 100 20 100
Sumber : Data primer
Berdasarkan tabel hasil diatas diketahui bahwa sebanyak
45,7% atau 16 orang responden yang bekerja di CV. FM Steel
62
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
63/90
mempunyai masa kerja selama 4 6 tahun terbanyak dan
sekitar 5,7% atau 4 orang mempunyai masa kerja selama 11 -15
tahun paling sedikit, Sedangkan responden yang bekerja di CV.
Yogasa Steel sebanyak 55% atau 11 orang mempunyai masa
kerja selama 1 3 tahun terbanyak dan 0% atau tidak ada satu
pun yang mempunyai masa kerja lebih dari 10 tahun.
c. Penggunaan APT
Alat Pelindung Telinga (APT) adalah Alat yang berfungsi
untuk melindungi telinga dari paparan kebisingan, sering disebut
juga Personal hearing Protection yang dapat berupa Ear Plug
(Sumbat Telinga) dan Ear muff (Penutup Telinga) dan berikut
hasil yang didapatkan dari CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel :
Tabel 4.7Hasil Perhitungan Penggunaan APT Responden pada CV. FM Steel
dan CV. Yogasa Steel Samarinda Tahun 2010
No Penggunaan APTFM Steel Yogasa
n % n %
1 menggunakan 6 17,4 1 5
2 tidak menggunakan 29 82,86 19 95Jumlah 35 100 20 100
Sumber : Data primer
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa responden
pada CV. FM Steel diperoleh sedikitnya 17,4% atau 6 orang
menggunakan APT (Alat Pelindung Telinga) dan sebanyak
82,86% atau 29 orang yang tidak menggunakan APT (Alat
63
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
64/90
Pelindung Telinga) pada saat bekerja, Sedangkan responden
pada CV. Yogasa Steel diperoleh sedikitnya 5% atau 1 orang
menggunakan APT (Alat pelindung Telinga) dan sebanyak 95%
atau 19 orang yang tidak menggunakan APT (Alat Pelindung
Telinga) pada saat bekerja
Tabel 4.8Hasil QuisionerPengetahuan Penggunaan APT Responden pada CV.
FM Steel dan CV. Yogasa Steel Samarinda Tahun 2010
NoPenggunaan APT
(Alat pelindung Telinga)
FM. Steel Yogasa
n % n %
1 Tahukah anda mengenai APTya 20 57,1 11 55
tidak 15 42,9 9 45
2 Tahukah anda cara penggunaan APTya 20 57,1 11 55
tidak 15 42,9 9 45
3Apakah di tempat bekerja disediakanAPT
ya 0 0 0 0
tidak 35 100 20 100
4 Apakah anda menggunakan APT ya 6 17,1 1 5tidak 29 82,9 19 95
5 Jenis APT apa yang anda gunakan
Earplug
6 17,1 1 5
tidak 29 82,9 19 95
6 Penyuluhan pemakaian APTya 1 2,9 1 5
tidak 34 97,1 19 95
7Apakah anda di anjurkan memakaiAPT
ya 4 11,4 2 10
tidak 31 88,6 18 90
8 APT yang digunakan mengganguya 0 0 0 0
tidak 35 100 20 100Sumber : Data primer
Dari data hasil kuisioner diatas sebesar 57,1% pada CV. FM
Steel dan 55% pada CV. Yogasa Steel mengenal atau tau apa
yang disebut dengan APT, pengetahuan cara penggunaan APT
sebesar 57,1% pada CV. FM Steel dan 55% pada CV. Yogasa
Steel mengatakan ya tau cara menggunakan APT, ketersediaan
64
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
65/90
APT di tempat kerja sebesar 100% pada CV. FM Steel dan CV.
Yogasa Steel mengatakan tidak ada disediakan APT pada
tempat mereka bekerja, penggunaan APT sebesar 82,9% pada
CV. FM Steel dan 95% pada CV. Yogasa Steel mengatakan
tidak menggunakan APT pada saat bekerja, jenis APT yang
digunakan responden yang memakai APT berupa ear plug
sebesar 17,1% pada CV. FM Steel dan 5% pada CV. Yogasa
Steel, penyuluhan atau sosialisasi pentingnya pemakaian APT
pada saat bekerja di tempat bising yang dilakukan pihak
perusahaan sebesar 97,1% pada CV. FM Steel dan 95% pada
CV. Yogasa Steel mengatakan tidak ada penyuluhan atau
sosialisasi dari pihak perusahaan tentang pentingnya
penggunaan APT apabila bekerja pada tempat yang bising,
anjuran atau keharusan pemakaian APT di tempat kerja oleh
perusahaan sebesar 88,6% pada CV. FM Steel dan 90% pada
CV. Yogasa Steel mengatakan tidak ada anjuran yang
mengharuskan responden memakai APT pada saat bekerja,
apakah APT yang digunakan oleh responden yang
menggunakan APT pada saat bekerja menganggu pada saat
beraktifitas bekerja sebesar 100% pada CV. FM Steel dan CV.
Yogasa mengatakan tidak menganggu dalam beraktifitas
bekerja.
d. Gangguan Fungsi Pendengaran
65
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
66/90
Gangguan fungsi pendengaran adalah penurunan daya
pendengaran yang dapat di akibatkan oleh suara bising yang
lebih dari NAB ( >85 dBA), penurunan daya pendengaran
tersebut dapat diketahui dengan melakukan pengukuran fungsi
pendengaran dengan menggunakan alat Audiometer.
Berdasarkan hasil pengukuran Audiometri pada CV. FM
Steel dan CV. Yogasa Steel didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.9Hasil Pengukuran Audiometri dengan menggunakan alat Audiometer
di CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel Samarinda
No AudiometriFM Steel
KetYogasa Ke
tn % n %
1 10 - 15 dBA 2 5,7 N 2 10 N
2 16 - 20 dBA 21 60 N 4 20 N
3 21 - 25 dBA 5 14,3 N 6 30 N
4 26 - 30 dBA 6 17,1 G 6 30 G
5 31 - 36 dBA 1 2,9 G 2 10 G
Jumlah 35 100 20 100 Ket: N= Normal
G= GangguanSumber : Data primer
Dari hasil pengukuran di atas diperoleh audiometri pada
responden CV. FM Steel adalah 5,7% atau 2 orang dengan nilai
66
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
67/90
10 15 dBA, dan terbanyak 60% atau 21 orang dengan nilai 16
20 dBA, 14,3% atau 5 orang dengan nilai 21 25 orang,
17,1% atau 6 orang dengan nilai 26 30 dBA (diatas NAB), dan
terendah 2,9% atau 1 orang dengan nilai 31 - 36 dBA (diatas
NAB), Sedangkan pada responden CV. Yogasa Steel adalah
10% atau 2 orang dengan nilai 10 15 dBA, 20% atau 4 orang
dengan nilai 16 20 dBA, 30% atau 6 orang dengan nilai 21
25 dBA, 30% atau 6 orang dengan nilai 26 30 dBA (diatas
NAB), dan 10% atau 2 orang dengan nilai 31 36 dBA (diatas
NAB). Yang dimana terdapat 7 orang pada responden CV. FM
Steel yang mengalami gangguan fungsi pendengaran, dan 8
orang responden CV. Yogasa yang mengalami gangguan fungsi
pendengaran.
Tabel 4.10Hasil Pengamatan Audiometri dengan menggunakan Quisionerdi
CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel Samarinda
NoPengamatan keluhan
kemampuanpendengaran
FM. Steel Yogasa
n % n %
1Gangguan komunikasi ya 34 97,1 20 100
tidak 1 2,9 0 0
2Gangguan aktivitas ya 1 2,9 2 10
tidak 34 97,1 18 90
3Gangguan konsentrasi ya 9 25,7 5 25
tidak 26 74,3 15 75
4Gangguan kenyamanan ya 12 34,3 5 25
tidak 23 65,7 15 75
5Gangguan terhadaptelinga
ya 35 100 20 100
tidak 0 0 0 0
6Keluhan terhadappendengaran
ya 35 100 20 100
tidak 0 0 0 0
Sumber : Data primer
67
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
68/90
Dari hasil pengamatan keluhan kemampuan pendengaran
yang di rasakan responden diatas adalah sebesar 97,1% pada
CV. FM Steel dan 100% pada CV. Yogasa Steel mengatakan
merasakan gangguan pada komunikasi pada saat bekerja, pada
gangguan aktivitas sebesar 97,1% pda CV. FM Steel dan 90%
pada CV. Yogasa Steel mengatakan tidak merasa terganggu
dalam hal beraktivitas bekerja, gangguan konsentrasi sebesar
74,3% pada CV. FM Steel dan 75% pada CV. Yogasa Steel
mengatakan tidak merasakan gangguan pada konsentrasi
bekerja, gangguan kenyamanan sebesar 65,7% pada CV. FM
Steel dan 75% pada CV. Yogasa Steel mengatakan tidak
merasakan gangguan kenyamanan pada saat bekerja,
gangguan terhadap telinga sebesar 100% pada CV. FM Steel
dan CV. Yogasa Steel mengatakan merasakan gangguan
terhadap telinga, keluhan terhadap pendengaran sebesar 100%
pada CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel mengatakan keluhan
yang dirasakan terhadap pendengaran mereka.
4. Analisis Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan nilai rata-
rata antara variabel bebas dan variabel terikat. Dalam hal ini adalah
mencari hubungan antara kebisingan, masa kerja, dan penggunaan
APT terhadap gangguan fungsi pendengaran pekerja di CV. FM
Steel dan CV. Yogasa Steel Samarinda.
68
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
69/90
a. Perbedaan kebisingan antara CV. FM Steel dan CV. Yogasa
Steel terhadap gangguan fungsi pendengaran pekerja
Perbedaan rata-rata kebisingan terhadap gangguan fungsi
pendengaran pekerja di CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.11Hasil Distribusi Rata-rata Kebisingan Antara
CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel Samarinda
KebisinganLokasi Mean Max Min P value
FM. Steel 88,43 98 820,041
Yogasa 91,00 98 85
Rata-rata kebisingan pada CV. FM Steel adalah 88,43
dengan nilai minimum 82 dBA dan Maksimum 98 dBA,
sedangkan untuk CV. Yogasa Steel rata-rata kebisingannya
adalah 91 dengan nilai minimum 85 dBA dan maksimum 98 dBA.
Hasil uji statistik didapatkan nilai P= 0,041 (lebih kecil dari =
0,05) yang terlihat ada perbedaan yang signifikan rata-rata
kebisingan antara CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel.
b. Perbedaan masa kerja antara CV. FM Steel dan CV. Yogasa
Steel terhadap gangguan fungsi pendengaran pekerja
Perbedaan rata-rata masa kerja terhadap gangguan fungsi
pendengaran pekerja di CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.12
Hasil Distribusi Rata-rata Masa Kerja pekerja Antara
69
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
70/90
CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel Samarinda
Masa
Kerja
Lokasi Mean Max Min P value
FM. Steel 6,43 15 1 0,01Yogasa 4,00 10 1
Rata-rata masa kerja pekerja di CV. FM Steel adalah 6,43
dengan nilai minimum 1 tahun dan maksimum 15 tahun,
sedangkan untuk CV. Yogasa Steel adalah 4 dengan nilai
minimum 1 tahun dan maksimum 10 tahun. Hasil uji statistik
didapatkan nilai P= 0,01 (lebih kecil dari = 0,05) yang terlihat
ada perbedaan yang signifikan rata rata masa kerja pekerja di
CV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel.
c. Perbedaan penggunaan APT antara CV. FM Steel dan CV.
Yogasa Steel terhadap gangguan fungsi pendengaran pekerja
Perbedaan rata-rata penggunaan APT terhadap gangguan
fungsi pendengaran pekerja di CV. FM Steel dan CV. Yogasa
Steel dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.13Hasil Distribusi Rata-rata Penggunaan APT pekerja AntaraCV. FM Steel dan CV. Yogasa Steel Samarinda
PenggunaanAPT
Lokasi Mean Max Min P value
FM. Steel 27,34 6 00,046
Yogasa 25,65 1 0
70
-
8/6/2019 BAB1,2,3 & DAFTAR PUSTAKA
71/90
Rata rata penggunaan APT pekerja di CV. FM Steel
adalah 27,34 dengan nilai minimum 0 (tidak ada) dan maksimum
6 orang, sedangkan untuk CV. Yogasa Steel adalah 25,65
dengan nilai minimum 0 (tidak ada) dan maksimum 1 orang.
Hasil uji statistik didapatkan nilai P= 0,046 (lebih kecil dari =
0,05) yang terlihat ada perbedaan yang signifikan rata rata
penggunaan APT pekerja di CV. FM Steel dan CV. Yogasa
Steel.
B. Pembahasan
Berdasarakan hasil pengolahan dan analisa data maka dilakukan
pembahasan hasil penelitian sesuai dengan variabel yang di teliti.
1. Kebisingan
Kebisingan merupakan bunyi yang tidak dikehendaki karena
tidak sesuai konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan
gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia. Bunyi
yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang
bergetar. Getaran sumber suara