bab iv perumusan rencana an

116
Laporan Akhir BAB IV BAB IV PERUMUSAN PERUMUSAN RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN 4.1 Dasar Pertimbangan Pembangunan kawasan memerlukan pertimbangan cermat dalam menginisiasi rencana dalam bentuk rencana tata ruang atau masterplan berbasis ruang. Pembangunan kawasan-kawasan di Kota Bau-Bau didasarkan pada tujuan, arah dan sasaran pembangunan Kota Bau-Bau dalam pokok- pokok pedoman pelaksanaan pembangunan seperti RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang), RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), RUTR (Rencana Umum Tata Ruang) Kota Bau-Bau, dan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) Kota Bau-Bau. Pada dasarnya, pembangunan kawasan-kawasan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, memperluas kesempatan kerja, memeratakan kesempatan berusaha, menyediakan ruang berusaha, menyediakan ruang publik untuk rekreasi, menyediakan ruang bagi upaya preservasi nilai-nilai budaya, memanfaatkan sumberdaya alam, serta sumberdaya manusia. Secara lebih spesifik, rencana pengembangan KIPPT Pulau Makasar didasarkan pada dua pertimbangan: (i) kebijakan Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV – 1

Upload: liamuchlisi

Post on 21-Jun-2015

859 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

BAB IVBAB IV

PERUMUSANPERUMUSANRENCANA PENGEMBANGAN KAWASANRENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN

4.1 Dasar Pertimbangan

Pembangunan kawasan memerlukan pertimbangan cermat dalam

menginisiasi rencana dalam bentuk rencana tata ruang atau masterplan

berbasis ruang. Pembangunan kawasan-kawasan di Kota Bau-Bau

didasarkan pada tujuan, arah dan sasaran pembangunan Kota Bau-Bau

dalam pokok-pokok pedoman pelaksanaan pembangunan seperti RPJP

(Rencana Pembangunan Jangka Panjang), RPJM (Rencana

Pembangunan Jangka Menengah), RUTR (Rencana Umum Tata Ruang)

Kota Bau-Bau, dan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) Kota Bau-Bau.

Pada dasarnya, pembangunan kawasan-kawasan ditujukan untuk

meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, memperluas kesempatan

kerja, memeratakan kesempatan berusaha, menyediakan ruang berusaha,

menyediakan ruang publik untuk rekreasi, menyediakan ruang bagi upaya

preservasi nilai-nilai budaya, memanfaatkan sumberdaya alam, serta

sumberdaya manusia.

Secara lebih spesifik, rencana pengembangan KIPPT Pulau Makasar

didasarkan pada dua pertimbangan: (i) kebijakan Kota, dan (ii) terknis.

Pada tataran kebijakan daerah, ini tertuang dalam visi dan misi

pembangunan Kota Bau-Bau sebagaimana dijelaskan pada Bab III, yang

dalam salah satu frase visi menekankan “pintu gerbang ekonomi dan

pariwisata” dan dalam butir-butir misi menegaskan “pengembangan sosial

budaya dan pariwisata”.

Kemudian, berdasarkan pertimbangan teknis, ada tiga aspek yang sangat

relevan yakni: (i) semakin meningkatnya kegiatan budidaya perikanan di

sekitar kawasan yang direncanakan; (ii) relatif rendahnya aksesibilitas

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

1

Page 2: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

kawasan; (iii) tingginya daya jangkau kawasan ini bila dikembangkan.

Pembangunan kawasan ini diharapkan akan dapat memberikan nilai

tambah dan multiplier effect bagi pembangunan daerah (sektor-sektor

terkait seperti perikanan dan kelautan, pendidikan, pariwisata,

perdagangan dan jasa), terutama dalam perspektif pembangunan jangka

panjang dan berkelanjutan.

4.2 Fokus Pengembangan Kawasan: Suatu Justifikasi Ilmiah

4.2.1 Perikanan

Di bidang perikanan dan kelautan, kawasan ini memiliki potensi besar

teruama jika dilihat dari aspek produksi budidaya, tangkap, ketersediaan

pelabuhan, serta tipologi kawasannya yang begitu strategis sebagai suatu

pusat industri perikanan. Meskipun belum ada data yang tersedia tentang

besar produksi perikanan di kawasan ini namun dari hasil wawancara

dengan beberapa nelayan tangkap menunjukkan telah terjadi penurunan

hasil tangkapan yang sangat berarti sejak 10 tahun terakhir.

Eksplorasi perikanan pantai di Kawasan Pulau Makassar dan sekitarnya

sudah sampai pada tahap jenuh (over fishing). Oleh karena itu eksplorasi

intensif harus diarahkan pada ekplorasi lepas pantai. Konsekwensinya,

hanya dengan menggunakan kapal-kapal penangkap ikan yang lebih

moderen yang akan menggaransi efisiensi dan efektivitas dalam

penangkapannya. Kapal-kapal yang dimikian ini membutuhkan fasilitas

pendukung yang harus memadai, misalnya galangan kapal untuk keperluan

pemeliharaan dan perbaikan kapal. Dilihat dari segi zona pantai, potensi

Kawasan Pulau Makassar dan sekitarnya dalam peningkatan tangkapan

lepas pantai sangat memadai. Oleh karena itu sangat beralasan jika

penangkapan ikan lepas pantai pada wilayah ini sangat potensial. Untuk

eksplorasi perikanan pantai, hal yang paling dibutuhkan saat ini adalah

adanya fasilitas-fasilitas penunjang seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

dan pabrik-pabrik es.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

2

Page 3: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Untuk perikanan tangkap, komposisi ikan yang tertangkap bervariasi, terdiri

ikan pelagis kecil (lemuru, kembung, teri, belanak, bandeng dan layang),

ikan demersal (kerapu, beronang, lencam, katamba, kakap, bawal, ekor

kuning, biji nangka dan kuwe), krustace (kepiting bakau, udang windu),

ekinodermata (teripang pasir, bulu babi), gastropoda (lola, abalone, kede-

kede), Chepalopoda (loligo, cumi-cumi) dan beberapa kerang-kerangan

(kerang darah, kerang buluh, tiram taga dan tiram mabe).

Selain Komoditas yang disebutkan sebelumnya terdapat hasil perikanan

rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Rumput laut ini dihasilkan dari

kegiatan budidaya di sepanjang pantai kawasan ini dengan menggunakan

metode long line (tali jemuran) dan rakit apung. Produksi rumput laut di

kawasan ini banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan perairannya.

Pada musim hujan terjadi pengenceran salinitas air laut dan pencemaran

pestisida dan partikel lumpur di sekitar perairan kawasan ini akibat

beberapa anak sungai bermuara di kawasan ini, akibatnya pertumbuhan

rumput laut jenis E. cottonii terganggu.

Khusus untuk budidaya rumput laut, perluasan areal hampir tidak mungkin

dilakukan lagi mengingat keterbatasan lahan yang sesuai dengan

peruntukkan budidaya. Hal yang paling mungkin dilakukan adalah

peningkatan produktivitas lahan yang ada dengan sistem intensifikasi yang

didukung dengan perbaikan sistem budidaya, misalnya dengan dukungan

suplai benih unggul dari pusat-pusat pembenihan, penyuluhan dari

dinas/instansi terkait tentang sistem budidaya yang efektif.

Berdasarkan hasil survey diperoleh informasi bahwa sekitar 70 % aktivitas

utama usaha yang dilakukan oleh penduduk di Kelurahan Liwuto dan

Sukanaeyo adalah pada sektor perikanan dan kelautan. Jenis aktivitas

tersebut meliputi usaha penangkapan ikan, budidaya rumput laut dan tiram

mutiara, usaha pemasaran ikan (tengkulak) dan jasa penyeberangan

laut/ojek laut. Dari Ke empat usaha tersebut yang berkembang pesat

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

3

Page 4: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

adalah jasa penyeberangan laut (ojek laut) dan budidaya rumput laut.

Usaha penangkapan ikan relatif tidak berkembang meskipun pada awalnya

kegiatan utama yang dilakukan masyarakat di pulau ini adalah nelayan

tangkap. Namun akibat daerah penangkapan ikan (fishing ground) sejak

15 tahun terakhir ini telah jauh ke wilayah perairan lepas pantai sehingga

banyak nelayan beralih usaha dari penangkapan ke usaha budidaya

rumput laut dan jasa transportasi laut.

4.2.2 Pariwisata

Di Kawasan KIPPT Pulau Makasar, pengembangan potensi pariwisata

dapat dilakukan melalui wisata bahari (pasir putih dan kondisi laut), wisata

budaya dengan pengembangan kesenian kebudayaan Kesultanan Buton,

upacara adat, situs budaya.

Pengembangan wisata bahari dengan keindahan pasir putih sangat

potensial karena memungkinkan pengunjung untuk menikmati keindahan

pasir putih serta melakukan kegiatan selam untuk menyaksikan keindahan

bawah laut. Selain itu pengunjung dapat melakukan olah raga air seperti jet

ski, atau perahu layar pada musim-musim tertentu.

Selain pengembangan wisata bahari, wisata budaya sangat berpotensi

untuk dikembangkan dalam kawasan KIPPT. Bentuk pengembagan

denganpembuatan kegiatan tahunan untuk festival perahu naga, pagelaran

seni budaya, upacara adat bongkaana tao memungkinkan mendukung

kawasan ini untuk pengembangan kepariwisataan.

Pengembangan situs makam Sultan Buton Ke VIII (La Cila atau Sultan

Mardan Ali yang bergelar Oputa Igogoli i Liwuto) bisa dijadikan sebagai

MONUMEN DEMOKRASI bagi masyarakat Bau-Bau dan masyarakat

global secara umum. Hal ini di dasari oleh latar histroris bahwa Sultan

Marda Ali memberikan pelajaran bagi generasi sekarang tata cara

berdemokrasi dalam pemerintahan. Kebesaran jiwa beliau sebagai

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

4

Page 5: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

penguasa dengan menyatakan siap menerima hukuman gantung demi

menegakkan hukum dalam negara menunjukkan bahwa di Bau-Bau

demokrasi sudah ada sejak masa kesultanan. Nilai-Nilai demokrasi ini yang

bisa dijadikan sebagai pembelajaran bagi generasi sekarang dan masa

depan.

Selain pengembangan situs makam Sultan Buton Ke VIII, dalam Kawasan

KIPPT juga pengembagan situs benteng Kota Lama di Kolese. Penataan

situs benteng ini selama untuk nilai-nilai historis masa kolonial, juga

sebagai obyek wisata pemandangan alam. Hal ini memungkinkan karena

ketika berada di atas benteng pemandangan seluruh kawasan Kota Bau-

Bau dapat dilihat. Selain itu, pemandangan keindahan laut sepanjang Kota

Bau-Bau dan Selat Buton bisa dinikmati di atas benteng ini.

4.2.3 Pendidikan

Kawasan ini telah memiliki SMK Perikanan dan Kelautan, yang telah cukup

berkembang. Ketersediaan sekolah perikanan di kawasan ini dapat

memperkuat posisi strategis kawasan dalam hal peningkatan performance

kawasan, baik dalam hal pemanfaatan, pelestarian, maupun dalam hal

intekoneksitas dengan kawasan lain, baik dalam kota Bau-Bau maupun

dengan kawasan lain di luar wilayah Kota Bau-Bau. Ketersediaan

sumberdaya perikanan di kawasan ini dapat mendorong dibentuknya

wadah atau laboratorium alam bagi penelitian ilmu-ilmu perikanan dan

kelautan.

4.2.4 Pelestarian Alam

Kawasan dengan ciri khas tertentu perlu dilestarikan, baik yang terdapat di

darat maupun di perairan. Meskipun merupakan kawasan yang telah lama

dihuni dan dimanfaatkan sumberdaya alamnya, beberpa segmen kawasan

KIPPT Pulau Makasar dan sekitarnya masih memiliki keunikan dan

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

5

Page 6: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

keaslian. Tipologi kawasan pesisirnya yang merupakan teluk yang relatif

tertutup (closed system), mengindikasikan bahwa ekosistemnya cukup

rapuh dari pengaruh supertificial. Dengan demikian, untuk beberapa

segmen kawasan tertentu (di pesisir) perlu segera diatur fungsi konservasi

dan lindungnya untuk menghindari kerusakan lebih lanjut akibat pengaruh-

pengaruh manusia.

Kawasan seperti ini mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan

pengawetan keanekaragaman (flora, fauna) serta ekosistemnya yang juga

berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan wilayah. Perlindungan

sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis

yang menunjang kelangsungan hidup untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan mutu kehidupan manusia, dan sekaligus lingkungan

secara berkelanjutan.

Segmen kawasan yang perlu mendapat perhatian dalam hal pelestarian

alam meliputi zona estuari, kawasan sekitar mata air (pegunungan),

sempadan sungai dan pantai, serta kawasan hutan atau belukar, yang

memiliki fungsi perlindungan.

4.2.5 Sektor Industri

Pertumbuhan industri pada suatu daerah sangat bergantung pada

infrastruktur investasi yang menarik seperti prasarana transportasi dan

utilitas (listrik, air bersih, dan telekomunikasi). Disamping itu juga dukungan

faktor produksi baik yang bersifat sumber daya alam, maupun yang bersifat

keahlian tenaga kerja terampil, aplikasi teknologi pendukung, serta

dukungan lembaga pembiayaan perbankan terkait dengan dengan kredit

investasi, kredit modal kerja, dan regulasi pemerintah.

Usaha sektor industri, khususnya yang berbasis perikanan masih sangat

potensial dikembangkan di Kawasan Pulau Makassar dan sekitarnya.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

6

Page 7: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Dengan letaknya yang sangat strategis, dan kepemilikan bahan baku yang

memadai, menjadikan kawasan ini memiliki potensi yang sangat besar

untuk pengembangan industri perikanan dan kelautan ke depan.

Pengembangan usaha sektor industri, khsusunya sektor perikanan harus

didasarkan pada penciptaan nilai tambah ekonomis bagi masyarakat

setempat. Namun demikian belum adanya lembaga perbankan, dan

lembaga keuangan mikro seperti KUD, BMT, rendahnya skill/keterampilan

dan pendidikan SDM, dan dukungan teknologi yang tidak memadai menjadi

penghambat utama dalam pengembangan sektor industri perikanan, dan

sektor usaha lainnya di kawasan ini. Hal tersebut berimplikasi pada

rendahnya perpuratan roda perekonomian kawasan, dan kurangnya minat

investor untuk menanamkan modalnya di Kawasan Pulau Makassar dan

sekitarnya.

4.2.6 Peluang Pengembangan Pusat-Pusat Pelayanan

Salah satu pertimbangan dasar pengembangan kawasan adalah struktur

tata ruang pada hierarkhi rencana di atasnya. Struktur tata ruang adalah

susunan dan hierarkhi pusat-pusat permukiman, sistem jaringan sarana

dan prasarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi

masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Dengan

demikian struktur tata ruang ditingkat kawasan seperti KIPPT Pulau

Makasar ditentukan oleh kedudukan sistem permukiman, keterkaitan atau

hubungan kawasan dengan kawasan lain, peluang pengembangan pusat-

pusat pelayanan, dan jaringan sirkulasi internal.

Bedasarkan kondisi eksisting wilayah Kota Bau-Bau dan kawasan yang

direncanakan terlihat bahwa pusat-pusat pelayanan yang ada masih

terkonsentrasi di wilayah pusat kota (BWK I). Sementara, ruang dalam

wilayah kota pda segmen lain masih mungkin untuk dikembangkannya

pusat-pusat pelayanan baru. Pusat-pusat pelayanan baru dapat

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

7

Page 8: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

dikembangkan pada masing-masing BWK berdasarkan fungsi utama dan

pendukungnya, atau pada kawasan-kawasan khusus. Kawasan Pulau

Makassar dan sekitarnya dapat merupakan salah satu kawasan strtaegis di

Kota Bau-Bau yang dikembangkan pada BWK IV dan V, dengan

pembagian zona berdasarkan karakteristik lingkungan secara spesifik, dan

berdasarkan kebutuhan.

Upaya pengembangan KIPPT Pulau Makasar dan sekitarnya akan

memacu pertumbuhan kawasan pada wilayah ini, melalui peningkatan

ketersediaan pusat-pusat pelayanan. Oleh karena fokus pengembangan

adalah industri perikanan dan pariwisata terpadu, maka pusat-pusat

pelayanan yang akan dikembangkan juga dibarengi dengan sistem jaringan

sirkulasi dan telekomunikasi yang memadai. Kawasan dengan total luas

165.8 ha cukup dapat mendukung berbagai fungsi ruang. Namun demikian,

penghitungan daya dukung kawasan perlu dilakukan untuk menghindari

degradasi lahan, pesisir dan laut.

Keuntungan pengembangan kawasan strategis KIPPT Pulau Makasar

tersebut dalam konteks pemanfaatan ruang wilayah kota adalah sebagai

berikut:

Mendorong terdistribusinya aktivitas masyarakat (utamanya

perdagangan dan jasa, serta proses produksi) yang selama ini

terpusat di pusat kota.

Memanfaatkan lahan-lahan yang berkategori idle land, namun

strategis untuk fungsi tertentu, utamanya industri perikanan dan

pariwisata.

Meningkatkan nilai estetika wajah Kota Bau-Bau, terutama dalam hal

pemanfaatan keindahan alam bagi warga yang berkunjung ke Kota

Bau-Bau.

Meningkatkan aksesibilitas kawasan yang selama ini dianggap

cukup jauh dari pusat kota Bau-Bau.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

8

Page 9: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Membuka peluang bagi berkembangnya usaha dan kesejahteraan

masyarakat Kawasan Pulau Makassar, Lowu-Lowu dan sekitarnya.

Menciptakan pusat pertumbuhan baru dalam wilayah Kota Bau-Bau.

4.3 Strategi Pengembangan Kawasan (Analisis SWOT)

Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat) adalah

suatu alat yang digunakan untuk mengkaji strategi implementasi suatu

rencana atau kebijakan. Dengan SWOT maka alternatif-alternatif strategik

dalam suatu keputusan perencanaan atau kebijakan dapat disusun dengan

cara menganalisis interaksi faktor internal maupun faktor eksternal

lingkungan atau kawasan yang direncanakan. Di dalam SWOT ada empat

elemen matriks SWOT yaitu kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang.

Kekuatan dan kelemahan termasuk faktor internal sedangkan peluang dan

ancaman adalah faktor eksternal. Prinsip dasar analisis SWOT adalah

bahwa: memanfaatkan peluang untuk mengatasi kekurangan dan

menggunakan kekuatan untuk memperlemah ancaman atau tantangan

yang sifatnya eksternal.

Sasaran analisis SWOT ini adalah untuk melihat kekuatan, kelemahan,

ancaman dan peluang pemanfaatan dan pengelolaan KIPPT Pulau

Makasar, Bau-Bau dalam suatu konteks perencanaan ruang, sehingga

dapat memberikan gambaran mengenai strategi penanganan elemen-

elemen kawasan yang direncanakan melalui dua faktor di atas. Adapun

faktor internal (kekuatan, kelemahan) dan faktor eksternal (peluang,

ancaman) yang teridentifikasi dari berbagai aspek kawasan yang

direncanakan dijelaskan berikut ini.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

9

Page 10: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

4.3.1 Kekuatan (Strengths)

Berdasarkan informasi yang telah didapatkan melalui kegiatan survei dan

penelaahan dokumen, maka dapat diketengahkan bahwa kekuatan yang

dimiliki oleh kawasan yang akan dikembangkan adalah:

Posisi geografis Pulau Makassar, kawasan teluk Bungi ditambah

dengan pesisir Lowu-Lowu hingga Kalia-Lia sangat strategis.

Tersedianya ruang-ruang pengembangan yang masih cukup

luas.

Adanya tempat bersejarah Situs Kota dan Makam Sultan

Mardan Ali di dalam kawasan ini.

Pertumbuhan kawasan yang cukup pesat.

Nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat sekitar

kawasan, seperti jiwa dan semangat kebaharian, dan semangat

untuk berubah (maju dan berkembang).

4.3.2 Kelemahan (Weaknesses)

Kelemahan-kelemahan merupakan faktor internal yang akan merugikan jika

tidak dilakukan penanganan secara seksama. Saat ini, kelemahan-

kelemahan yang dimiliki oleh kawasan yang akan dikembangkan adalah

sebagai berikut :

Belum adanya perencanaan di tingkat kawasan bagi

pemanfaatan ruang KIPPT Pulau Makasar dan sekitarnya

Aksesibilitas ke kawasan ini masih dirasakan sangat rendah

Kecenderungan penguasaan lahan meningkat termasuk teluk

Bungi untuk kegiatan budidaya

Pemanfaatan ruang yang cenderung tidak teratur di sekitar

kawasan.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

10

Page 11: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

4.3.3 Peluang (Opportunities)

Peluang merupakan suatu moment yang dapat dimanfaatkan, yang

bersumber dari luar untuk menunjang implementasi suatu kebijakan.

Peluang-peluang tersebut adalah:

Misi Kota Bau-Bau sebagai waterfront (seafront) city, sebagai

upaya pencapaian visi pembangunan Kota Bau-Bau, dan

adanya komitmen pemerintah daerah untuk memberdayakan

dan mengembangkan potensi-potensi kawasan pesisir, Wilayah

Kota Bau-Bau.

Peluang penerapan RPJM-D Kota Bau-Bau, khususnya untuk

Program Pengembangan Wilayah Terpadu Bungi Sorawolio

(PPWT-BUSO), dan Program Pengembangan Kepesisiran.

Peluang Kota Bau-Bau sebagai ‘Pusat Akumilasi’ hasil-hasil

perikanan baik dari dalam wilayah Kota Bau-Bau maupun dari

luar.

Semakin intensnya jaringan perdangan antar pulau, dan antar

provinsi, hingga pada tataran internasional.

Mobilitas arus penumpang keluar-masuk Kota Bau-Bau cukup

tinggi.

4.3.4 Ancaman (Threats)

Adapun faktor-faktor ancaman yang teridentifikasi pada kawasan yang

akan dikembangkan meliputi:

Kualitas lingkungan laut yang terus menurun akibat akumulasi

aktivitas penangkapan yang ceroboh, serta adanya pencucian

residu dari aktivitas pertanian di Bungi.

Adanya kecenderungan pemanfaatan ruang secara tidak

terkendali yang tidak mengindahkan unsur estetika dan sanitasi

lingkungan.

Semakin pudarnya identitas sejarah Buton.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

11

Page 12: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Hasil identifikasi dan penentuan faktor-faktor strategis kondisi lingkungan

internal dan eksternal tersebut, kemudian dijadikan sebagai bahan dasar

bagi analisis interaksi antara faktor internal dan faktor eksternal.

Berdasarkan analisis tersebut, kemudian ditetapkan beberapa alternatif

strategi pengelolaan dan pemanfaatan kawasan yang direncanakan (KIPPT

Pulau Makasar, Bau-Bau) melalui Strategi Strengths-Opportunities (SO),

Strategi Strengths-Treaths (ST), Strategi Weaknesses-Opportunities (WO)

dan Strategi Weaknesses-Treaths (WT) (Tabel 4.1).

Tabel 4.1Matriks alternatif strategi pengelolaan dan pemanfaatan ruang KIPPT

Pulau Makasar dan sekitarnya

Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS)

Ext

erna

l Str

ateg

ic F

acto

r A

naly

sis

Sum

mar

y (E

FA

S)

Strengths:

Lihat Bagian 4.3.1

Weaknesses:

Lihat Bagian 4.3.2

Opportunities:

Lihat Bagian 4.3.3

Strategi SO:1. Pembuatan desain kawasan secara

terpadu (KIPPT)2. Penataan ruang dan perbaikan

kualitas kawasan wisata (pantai, budaya) dan sarana rekreasi

3. Memperkuat peran Kota Bau-Bau sebagai ‘Pusat Akumulasi’ hasil

Strategi WO:1. Penataan ruang kawasan pesisir

melalui pembuatan rencana induk KIPPT

2. Pengendalian pemanfaatan ruang pada KIPPT

3. Peningkatan aksesibilitas intra kawasan, baik Pulau Makasar maupun daratan

Threats:

Lihat Bagian 4.3.4

Strategi ST:1. Pemantapan zona konservasi

berfungsi lindung2. Revitalisasi fungsi-fungsi situs

bersejarah (Kota dan Makam)3. Pembinaan masyarakat kawasan

melalui nilai-nilai kebaharian.

Strategi WT:1. Perbaikan kualitas lingkungan2. Peningkatan aksesibilitas antar

kawasan melalui bypass.3. Pengaturan zona budidaya darat

maupun laut

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

12

Page 13: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

4.4 Sistem Sirkulasi dan Pola Pergerakan

4.4.1 Jaringan Sirkulasi Antar Kawasan

Dalam konteks rencana tata ruang kawasan, jaringan sirkulasi kawasan

dapat di lihat dari tiga hal yakni jaringan sirkulasi makro, mikro, dan

jaringan sirkulasi lokal. Dua yang pertama tercakup dalam jaringan antar

kawasan, sedangkan yang terakhir adalah intra kawasan.

a. Sistem Makro

Kota Bau-Bau dapat dijangkau melalui jaringan transportasi laut, darat, dan

udara. Yang terakhir ini mengalami beberapa hambatan operasional dalam

kontinuitasnya, namun kedepan upaya untuk menghidupkan kembali

sistem transportasi udara (Bandara Betoambari) terus dilakukan.

Karakteristik wilayah kepulauan serta ditunjang oleh budaya

masyarakatnya sebagai pelaut menjadikan sistem transportasi laut

memegang peranan penting bagi mobilitas arus barang dan manusia dalam

berbagai skala, baik eksternal maupun internal. Secara ekternal, hubungan

itu terjadi antara pusat-pusat di wilayah Kota Bau-Bau dengan pusat-pusat

lain di luar wilayah Kota Bau-Bau, sedangkan secara internal hubungan itu

terjadi antara pusat-pusat dalam wilayah Kota Bau-Bau.

Sistem transportasi makro ini utamanya berlangsung melalui laut. Disini,

angkutan laut merupakan sarana yang paling penting bagi pertumbuhan

Kota Bau-Bau, terutama dalam melayani mobilitas barang dan manusia

(penumpang), baik antar wilayah kota dengan kabupaten dalam wilayah

provinsi Sulawesi Tenggara, antar provinsi, antar pulau, maupun ekspor-

impor melalui Makassar dan Surabaya. Angkutan antar pulau yang

melayani hubungan antara Kota Bau-Bau dan wilayah-wilayah lain di luar

provinsi Sulawesi Tenggara utamanya Jakarta, Surabaya, Semarang,

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

13

Page 14: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Makassar, Ambon, Ternate, Namlea, Bitung, Bima, Benoa, Labuan Bajo,

Balikpapan, Kijang, Fak-Fak, Kaimana, Banda, Tual, Luwuk, Gorontalo

Jayapura, Dobo, serta kota-kota lainnya hingga saat ini umumnya dilayani

oleh Kapal Pelni, dan angkutan kapal ekspedisi. Sistem jaringan transprtasi

makro inilah yang diharapkan dapat melayani arus barang untuk

menunjang kawasan-kawasan perdagangan yang ada dalam wilayah Kota

Bau-Bau, termasuk wisatawan yang ingin berkunjung ke Bau-Bau.

Kedepan, tumbuhnya kawasan-kawasan strategis Kota Bau-Bau seperti

KIPPT Pulau Makassar akan menjadi daya tarik sendiri bagi pengunjung di

Kota Bau-Bau (melalui sistem makro tersebut).

b. Sistem Mikro

Rencana sistem sirkulasi dan pergerakan mikro dimaksudkan untuk

menemukenali kendala dan potensi serta lokasi-lokasi strategis

pengembangan sistem transportasi di Kota Bau-Bau terutama dalam

kaitannya dengan pengambangan KIPPT Pulau Makasar. Sistem

transportasi di kota Bau-Bau dipengaruhi oleh berbagai aktivitas, terutama

menyangkut adanya keterkaitan-keterkaitan fungsional meliputi keterkaitan

ekonomi, fisik, dan sosial.

Sebagaimana dimuat dalam Masterplan Kota Mara, Bau-Bau (2005), pola

pergerakan dan hubungan antar pusat-pusat dalam Wilayah Kota Bau-Bau

dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 4.1. Secara umum, pola

pergerakan dalam konteks hubungan antar pusat-pusat di Kota Bau-Bau

dapat di bagi dalam 13 segmen pergerakan (hubungan A hingga M).

Fungsi masing-masing BWK dan Pusat Pertumbuhan dapat dilihat pada

Tabel 4.2 berikut.

Kawasan yang direncanakan (KIPPT Pulau Makasar) masuk dalam BWK

IV dan V, sehingga pola pergerakan yang relevan adalah hubungan C, E,

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

14

Page 15: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

G, dan I. Berikut ini (Gambar 4.1) adalah ilustrasi pergerakan antar

kawasan tersebut.

Pola Pergerakan C:

Menghubungkan antara Pusat Kota (BWK I) (Pelabuhan Murhum)

dengan BWK IV

Pusat-pusat lain yang terhubungkan antara lain: antara Pusat Kota

(Pelabuhan Murhum) dengan Kawasan Pelabuhan Peti Kemas,

industri, dan pergudangan, dan kawasan Pulau Makasar dan

sekitarnya.

Gambar 4.1 Pola pergerakan dan hubungan antar pusat-pusat di Wilayah Kota Bau-Bau (Sumber: Laporan Masterplan Kotamara, 2005)

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

15

Page 16: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Tabel 4.2Fungsi utama dan fungsi pendukung BWK-BWK dan Pusat–Pusat

Pertumbuhan

Pusat/BWK Fungsi Utama Fungsi PendukungBWK I Pelabuhan Perdagangan

PermukimanBWK II Perdagangan Pelabuhan

PermukimanBWK III Perkantoran Permukiman

Perguruan Tinggi Rekreasi dan Resort Bandara

BWK IV Industri* Pergudangan Terminal Bis Permukiman

BWK V Pertanian Tanaman Pangan Permukiman Olahraga

BWK VI Kehutanan dan Perkebunan PermukimanCatatan: *RDTR Kota Bau-Bau memberikan fungsi utama industri pada BWK IV, namun perlu

dikaji lebih jauh menyangkut kelayakan teknis dan lingkungan.

Pola Pergerakan E: Menghubungkan antara Pusat Kota (BWK I) (Pelabuhan Murhum)

dengan BWK V (Kawasan Pertanian Tanaman Pangan di Bungi).

Pusat-pusat lain yang terhubungkan antara lain: antara Pusat Kota

(Pelabuhan Murhum) dengan kawasan agrowisata, antara Lapangan

Tembak dengan Kawasan Pertanian Tanaman Pangan.

Pola Pergerakan G:

Menghubungkan antara KIPPT Pulau Makasar dengan BWK IV

Pusat-pusat lain yang terhubungkan antara lain: antara KIPPT Pulau

Makasar (melalui Terminal Wameo) dengan Kawasan Industri.

Pola Pergerakan I:

Menghubungkan antara Kawasan Kota Pantai (BWK II) dengan BWK V

Pusat-pusat lain yang terhubungkan antara lain: antara Kawasan Kota

Pantai (melalui Terminal Wameo) dengan Kawasan Pertanian

Tanaman Pangan, Agrowisata, dll.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

16

Page 17: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Menghubungkan antara kawasan Lowu-Lowu dan sekitarnya dengan

Sentral Wameo

Pola pergerakan antar kawasan lainnya adalah jalur kapal feri yang

menghubungkan antara Pelabuhan Feri di Kelurahan Batulo dengan

Wamengkoli (Kabupaten Buton).

Di Kota Bau-Bau, sistem transportasi mikro umumnya dilayani melalui

angkutan darat, yang dapat dibedakan atas angkutan dalam kota dengan

trayek yang dilayani oleh jenis angkutan mikrolet, angkutan dalam kota

non-trayek oleh mobil taxi dan motor ojek, dan angkutan antar kota dalam

provinsi (AKDP). Saat ini terdapat tujuh trayek yang meyebar dalam

wilayah Kota Bau-Bau, yang berasal dari dua terminal: Wameo dan

Lapangan Tembak, dan Pasar Nugraha (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Jenis dan trayek angkutan Kota Bau-Bau

Terminal Jenis Pelayanan

Trayek Panjang (km)

Wameo Angkutan Kota

AKDP

Sentral Wameo – Unidayan PPSentral Wameo – Keraton PPSentral Wameo – Wakonti PPSentral Wameo – Karya Baru PPSentral Wameo – Lakologau PPSentral Wameo – Lowu-Lowu PPPasar Karya Nugraha-Lowulowu ds ppSentral Wameo – Wonco PPSentral Wameo – Batauga -Sampolawa PP

5337

1519192048

Lapangan Tembak

AKDP Lap Tembak – Pasarwajo Lap Tembak – LasalimuLap Tembak – Kamaru

489198

Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bau-Bau dalam RDTR Kota Bau-Bau (2004)

Dari Tabel 4.3 tersebut terlihat bahwa hanya ada dua trayek yang

menghubungkan antara terminal angkutan kota dengan kawasan yang

akan dikembangkan, yakni Sentral Wameo – Lowu-Lowu PP, dengan jarak

kurang lebih 19 km. Untuk Pulau Makasar, perjalanan harus melalui speed

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

17

Page 18: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

boat dari pelabuhan (Pel Murhum, Jembatan Batu, atau Wameo) atau

melalui darat ke Lowu-Lowu dan kemudian menyeberang dengan perahu

semut. Dari sisi pelayanan trasportasi, hal ini masih sangat kurang untuk

kawasan ini. Sehingga, perlu pengembangan kawasan ini baik untuk Pulau

Makasar maupun Lowu-Lowu dan sekitarnya.

Jika dipandang dari sisi kecepatan pertumbuhan kota, adanya peluang

pengembangan ”Kota Satelit Lowu-Lowu” dan sekitarnya, dan upaya untuk

mengantisipasi perubahan dan pertumbuhan yang pesat, serta adanya

kebutuhan akan adanya kawasan industri perikanan dan pariwisata di

kawasan ini, maka wacana pembangunan jembatan penyeberangan yang

menghubungkan antara Pulau Makasar dan Lowu-Lowu merupakan suatu

alternatif yang tepat. Prasana ini akan mempu mendukung berbagai

aktivitas produksi pada kawasan ini serta dapat menjamin kelancaran

mobilitas dari dan ke Pulau Makasar.

Implikasi selanjutnya, ini membuka peluang bagi dikembangkannya

pelabuhan Feri pada kawasan ini yang melayani angkutan penyeberangan

ke Waara (Wamengkoli) Kabupaten Buton. Tiga keuntungan akan

didapatkan. Yang pertama adalah bahwa kekhawatiran akan penggunaan

ruang melalui reklamasi secara berlebihan untuk pelabuhan dan peti kemas

di wilayah permukiman (seperti saat ini) dapat dihindari. Yang kedua

adalah bahwa jarak tempuh semakin dekat, dan yang ketiga adalah

pengaruh musim barat (angin barat dan gelombang) terhadap pergerakan

kapal dapat diminimalkan.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

18

Page 19: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

c. Rencana Pengembangan Jaringan Antar Kawasan

Sehubungan dengan rencana pengembangan KIPPT Pulau Makasar, maka

pola pergerakan antar kawasan yang perlu dikembangkan adalah sebagai

berikut:

Bypass Liabuku – Lowu-Lowu

Alternatif pengembangan Pelabuhan Feri

Jalur pergerakan dari dan ke lima titik: Pelabuhan Liwuto, Pelabuhan

Sukaneyo, Pelabuhan Lowu-Lowu, Pelabuhan Kalialia,dan

Pelabuhan Perikanan Bekas Pelabuhan Mutiara.

Bypass Liabuku – Lowu-Lowu

Jalur Bypass Liabuku – Lowu-Lowu merupakan jalan arteri yang

menghubungkan antara Kelurahan Liabuku dengan Kelurahan Lowu-Lowu

lewat pesisir, tepatnya perbatasan antara zona estuari dengan daratan

(upland) (lihat Gambar 4.2 berikut). Jalur tersebut dapat mengefisienkan

waktu perjalanan dari kawasan kota ke Lowu-Lowu dan terus ke Pulau

Makasar lewat darat. Efisiensi jarak ke pelabuhan Lowu-Lowu dari titik start

dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Jarak lewat jalur yang sekarang : 6.8 km

Jarak lewat Bypass Liabuku – Lowu-Lowu : 3.7 km

Gambar 4.2. Jalan rencana jalur Bypass Liabuku – Lowu-LowuPelabuhan Feri

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

19

Page 20: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Saat ini pelabuhan Feri berada di pesisir Kelurahan Batulo yang

merupakan bagian dari Pusat Kota. Keuntungan utama adalah kedekatan

pelabuha ini dengan pusat konsentrasi penduduk, dan dengan jangkauan

hanya ke Wamengkoli. Namun, dalam perspektif perencanaan jangka

panjang maka hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain:

Kawasan Pelabuhan Feri yang ada sekarang berada pada bagian

wilayah kota (BWKI) I yang tergolong padat, dan akan

mempengaruhi lalulintas/pergerakan di darat.

Jika rute akan dikembangkan ke beberapa titik dan dengan frekuensi

yang meningkat dan volume penumpang dan barang yang lebih

besar, maka pertimbangan titik baru yang lebih strategis perlu

dipikirkan.

Secara teknis, pergerakan Feri ke dan dari Wamengkoli ke arah

utara barat daya bersilangan dengan gelombang Barat, terutama

pada musim Barat (Desember hinga Februari).

Kedepan, alternatif pengembangan Pelabuhan Feri dapat diarahkan ke

Pelabuhan Mutiara (di Pulau Makasar) atau Pelabuhan Kalia-Lia, dengan

pertimbangan sebagaimana dijelaskan pada bagian berikut.

Jalur Pergerakan Laut dari dan ke Lima Titik Pelabuhan di KIPPT

Di kawasan yang direncanakan saat ini terdapat jalur pergerakan dari dan

ke tiga titik pelabuhan di Pulau Makasar, yakni Pelabuhan Liwuto,

Pelabuhan Sukaneyo, dan Pelabuhan Perikanan Bekas Pelabuhan

Mutiara, dan dua di daratan, yakni Pelabuhan Lowu-Lowu dan Pelabuhan

Kalia-Lia. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan rakyat, yang melayani

lalulintas perahu nelayan berukuran kecil hingga sedang. Beberapa

karakteristik utama pelabuhan tersebut dapat dilihat berikut ini (Tabel 4.4).

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

20

Page 21: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Tabel 4.4Beberapa karakteristik utama pelabuhan di KIPPT

No Pelabuhan Kelebihan Kekurangan1 Liwuto Terlindung dari angin barat

Cukup dalam Ruang tersedia sempit (untuk

pengembangan), barier pemukiman

2 Sukanaeyo Dekat dengan konsentrasi pemukiman

Ruang pengembangan tersedia, meskipun agak terbatas

Jangkauan ke berbagai titik terbuka

Terbuka dari angin barat

3 Mutiara Sangat terlindung dari angin barat

Sangat dalam Ruang pengembangan

tersedia

Barier topografi pantai, yang agak landai

4 Lowu-Lowu Dekat dengan konsentrasi pemukiman

Dapat ditempuh dengan jarak pendek melalui Bypass

Relatif terbuka dari angin barat

Relatif dangkal Relatif jauh dari garis pantai

(sekitar 150 meter)5 Kalia-Lia Dekat konsentrasi penduduk

Terlindung dari angin barat Sangat dalam Ruang pengembangan

tersedia Sangat strategis untuk

pengembangan Kota Sateli Lowu-Lowu

Jangkauan ke berbagai titik terbuka (barat, utara, dan timur

Dapat ditempuh dengan jarak pendek melalui Bypass

Topografi agak landai

4.4.2 Pergerakan Intra Kawasan

a. Jembatan Penyeberangan

Dalam perspektif jangka panjang dan untuk kepentingan aktivitas ekonomi,

maka pembangunan jembatan penyeberangan Lowu-Lowu – Pulau

Makasar merupakan salah satu alternatif untuk memperlancar pergerakan

manusia dan barang dalam kawasan maupun ke luar dalam volume dan

intensitas yang besar. Di samping itu, jembatan penghubung tersebut dapat

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

21

Page 22: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

menjadi daya tarik bagi pengembangan kawasan ini, sejalan dengan

rencana pengembangan Kota Satelit Lowu-Lowu. Gambaran dasar dari

rencana Jembatan Penyeberangan tersebut disajikan pada Bagian tersediri

dalam Masterplan ini.

b. Jalan Bypass

Jalan Bypass (sebagaimana dijelaskan sebelumnya) disamping

memperlancar pergerakan antar kawasan juga akan memudahkan akses

intra kawasan, yakni antara pusat-pusat permukiman yang ada dalam

kawasan yang direncanakan.

c. Jalan Arteri Sekunder dan Kolektor Primer

Saat ini, jalan yang menghubungkan antara Liabuku dan Kalia-Lia, serta

Lowu-Lowu dan Palabusa merupakan jalan Kolektor primer. Mengingat

perkembangan yang cukup pesat di kawasan ini, jalan-jalan tersebut perlu

ditingkatkan menjadi jalan arteri sekunder, terutama Liabuku-Kalia-Lia dan

dari simpangannya ke Lowu-Lowu.

d. Simpangan LIWULISA

Simpangan LIWULISA (LIabuku, Lowu-LoWU, KaLIa-Lia, PalabuSA),

merupakan pertemuan jalan poros yang saat ini masih merupakan dua titik

pertigaan (Alt-1 dan Alt-2). Dua pertigaan tersebut perlu dijadikan satu

perempatan simpangan, yang diberi nama LIWULISA (istilah yang

digunakan oleh Bapak Walikota). Sehingga, dalam penggabungan

diperlukan pembuatan jalan baru melalui salah satu dari 2 alternatif (lihat

garis putus-putus dalam Gambar 4.3). Alternatif 1 (Alt-1) adalah sepanjang

110 meter, sedangkan Alt-2 sepanjang 230 meter.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

22

Page 23: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Gambar 4.3. Simpangan LIWULISA

e. Jalan Lokal

Di kawasan yang dikembangkan, terbuka kesempatan untuk

mengembangkan jalan lokal dengan pola, hierarki, geometrik, dan

alinement yang sesuai. Dalam masterplan ini, tidak dibuat secara spesifik

rencana jalan lokal namun dirancang pola umum sebagaimana terlihat

pada Peta Rencana Jalan. Pedoman tentang pengembangan sistem

transportasi darat dijelaskan secara rinci pada bagian berikut ini.

4.4.3 Sistem Transportasi Darat

Sistem transportasi yang direncanakan meliputi aspek-aspek jaringan jalan,

pusat-pusat pelayanan transportasi, serta moda angkutan transportasi

darat. Strategi pengembangannya sebagai berikut:

Penataan moda-moda transportasi yang menjadi prasarana/sarana

interaksi kota dan antar kota sehingga terjadi kesinambungan.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

23

Page 24: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Melakukan penataan fungsi dan hirarki jalan, rencana

pengembangan fisik jalan dan pusat-pusat pembangkit lalu lintas.

Penataan distribusi fungsi dan lokasi pusat-pusat kegiatan

transportasi lokal maupun regional, sekaligus penataan rute yang

disesuaikan dengan hirarki fungsi dan kapasitas jalan yang ada.

Untuk mendukung berfungsinya pusat-pusat pelayanan yang

mempunyai skala pelayanan satu lingkungan atau lebih, perlu

peningkatan daya hubung antar kawasan yang antara lain perlu

peningkatan kondisi ruas-ruas jalan.

a. Pengembangan Jaringan Jalan Raya

Jaringan jalan adalah penghubung antar komponen-komponen kegiatan

kawasan dan komponen kegiatan dengan kawasa lain. Di samping itu,

jaringan jalan suatu kawasan akan sangat mempengaruhi bentuk struktur

tata ruang kawasan. Perencanaan jaringan jalan yang akan dikembangkan,

harus didukung oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan jaringan jalan

itu sendiri yaitu:

Pola Jaringan Jalan. Rencana pola jaringan jalan merupakan penelaahan

terhadap pola jaringan jalan yang ada dibandingkan de-ngan

kecenderungan pergerakan penduduk dan kawasan lainnya. Dari studi ini

dapat ditentukan kelayakan pola jaringan, penggal-penggal jalan

penunjang pola jaringan jalan, serta arahan bagi bentukan jaringan jalan

baru. Pada saat ini pola jaringan jalan utama di Kota Mahalona berbentuk

linier membentang sepanjang kawasan kota. Untuk rencana

pengembangan jalan baru, arahan pengembangannya yaitu tetap mem-

pertahankan jalan yang sudah ada karena adanya kendala topografi dan

morfologi wilayah perencanaan serta bentuk wilayah yang relatif datar pada

wilayah perkotaan.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

24

Page 25: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Pola Pergerakan Penduduk. Pola pergerakan penduduk akan bergantung

pada lokasi fasilitas, baik fasilitas yang sudah ada maupun fasilitas yang

direncanakan, karena fasilitas tersebut akan merupakan tumpuan bagi

pergerakan penduduk tiap harinya. Dengan demikian, pola pergerakan

penduduk dan pola penggunaan lahannya dapat diketahui. Dengan

mengetahui pola pergerakan penduduk yang ada saat ini dan di masa

datang, maka dapat diketahui pola khusus pergerakan penduduk yaitu

dengan melihat intensitas penggunaan lahan. Dengan demikian, pola

pergerakan penduduk tersebut merupakan masukan bagi penentuan pola

jaringan jalan.

Hirarki Jalan. Untuk menunjang pola pergerakan kendaraan, maka

diperlukan jaringan jalan yang berfungsi sebagai prasarana angkutan

manusia dan barang. Jaringan jalan tersebut harus ditunjang dengan hirarki

jalan yang ditentukan berdasarkan fungsi jalan tersebut sebagai lintasan

pergerakan lokal kawasan dan regional.

Geometri jalan. Geometri jalan merupakan bentuk fisik kelengkungan,

kecuraman, jari-jari tikungan dan sebagainya. Bentuk geometri jalan

mempengaruhi desain kecepatan kendaraan di suatu jalan. Semakin tinggi

hirarki fungsi jalan, semakin tinggi pula tingkat pelayanannya (semakin

tinggi desain kecepatan).

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang

Jalan, maka sistem jaringan jalan yang akan dikembangkan terdiri dari:

Sistem jaringan primer yang meliputi jalan arteri, kolektor dan lokal.

Sistem jalan primer adalah jalan yang berfungsi menghubungkan

antara pusat-pusat pe-mukiman dan kawasan-kawasan strategis

dalam lingkup wilayah.

Sistem jaringan sekunder yang meliputi jalan arteri, kolektor dan

lokal adalah jaringan jalan yang berfungsi menghu-bungkan antara

pusat kegiatan dalam lingkup Kawasan.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

25

Page 26: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Pengertian dari masing-masing fungsi jalan menurut Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 1980 dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985

tentang jalan adalah sebagai berikut:

Jaringan primer; jaringan primer pada dasar-nya merupakan jalan

yang menghubungkan antar pusat-pusat pemukiman dan kawasan-

kawasan strategis dalam lingkup wilayah. Adapun pengertian

masing-masing tingkatan adalah:

Jalan arteri primer berfungsi menghu-bungkan antar Kawasan

jenjang satu dengan Kawasan jenjang dua tau antar kawasan

strategis dengan jenjang satu.

Jalan kolektor primer berfungsi menghu-bungkan antar Kawasan

jenjang dua atau antar Kawasan jenjang dua dengan Kawasan

jenjang tiga

Jalan lokal primer berfungsi meng-hubungkan antar Kawasan

jenjang tiga, antar persil atau antar persil dengan Kawasan-

Kawasan lainnya (jenjang satu, dua dan tiga).

Jalan sekunder; jalan sekunder merupakan jalan yang

menghubungkan pusat-pusat pelayanan dalam lingkup Kawasan

dan antar ka-wasan kegiatan regional dalam Kawasan. Adapun

pengertian masing-masing fungsi adalah sebagai berikut:

Jalan arteri sekunder berfungsi menghubungkan antar pusat

Kawasan dengan kawasan kegiatan regional atau antar pusat

Kawasan dengan pusat jenjang dua dengan lebar badan jalan

12-18 m.

Jalan kolektor sekunder berfungsi menghu-bungkan antar pusat

pelayanan jenjang dua atau pusat pelayanan jenjang tiga dengan

lebar badan jalan 8-10 m.

Jalan lokal sekunder berfungsi menghubungkan antar pusat

pelayanan jenjang tiga atau antar persil dengan perumahan

dengan lebar badan jalan 5 meter.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

26

Page 27: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

b. Pertimbangan Pengembangan Jalan

Dasar pembentukan pola jaringan jalan di Kawasan KIPPT adalah:

Bentuk dan kemiringan lahannya

Efisiensi pemanfaatan lahan

Kemudahan dalam sistem utilitas

Aksesibilatas yang ditimbulkan lebih baik.

Tujuan utama dan prinsip-prinsip tersebut adalah terciptanya suatu jaringan

jalan yang terstruktur sehingga nyaman, bagi lalu lintas regional, internal

Kawasan, dan antar pusat lingkungan.

c. Rencana Geometrik Jalan

Rencana geometrik jalan diperlukan terutama dalam pembuatan rencana

jalan sehing-ga jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan

yang optimal kepada pengguna jasa lalu lintas sesuai dengan fungsinya.

Adapun dasar penentuan geometrik jalan adalah terutama hirarki jalannya

yang dikutip dari peraturan geometri jalan. Hal-hal umum yang perlu

diketahui berkaitan dengan geometrik jalan antara lain:

Penampang Melintang. Penampang melintang yang digunakan harus

sesuai dengan klasifikasi jalan dan kebuthan lalu lintas yang bersangkutan.

Juga harus diperhatikan lebar jalan yang sudah ada dan kemungkinan

pelebaran di kemudian hari. Komponen penampang melintang ini meliputi

lebar perkerasan jalan, lebar bahu, drainase dan penimbangan utilitas lain

seperti adanya jaringan listrik, air minum dan limbah.

Penampang Horisontal. Penampang horisontal ditetapkan mem-

perhitungkan penyediaan air yang cukup serta memperkecil pekerjaan

tanah. Disamping itu perlu dipertimbangkan juga jari lengkung tikungan

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

27

Page 28: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

(semakin besar jari lengkung untuk kecepatan yang sama, maka miring

tikungan yang diperlukan makin kecil) dan lebar perkerasan pada tikungan.

Alinemen Vertikal. Alinemen vertikal erat hubungannya dengan besarnya

biaya penggunaan kendaraan serta jumlah kecelakaan lalu lintas.

Mengingat jalan menuju sebagian wilayah Kawasan KIPPT mempunyai

kelerengan yang relatif curam, maka rencana alinemen vertikal bagi jalan

tersebut perlu diperhatikan.

d. Rencana Penyediaan Fasilitas Transportasi

Prasarana pengangkutan lainnya yang penting adalah terminal. Adapun

fungsi dari terminal adalah merupakan lokasi bagi pengumpulan dan

penyebaran penumpang dalam jumlah yang cukup besar dalam melayani

kebutuhan pergerakan penduduk. Ada dua alternatif pertimbangan lokasi

terminal pelayanan angkutan umum yaitu:

Terminal yang berlokasi dekat dengan pusat kegiatan atau

Terminal yang berlokasi jauh dari lokasi pusat kegiatan, dimana

pusat lokasi terminal tersebut dibuat rute yang tumpang tindih untuk

melayani kebutuhan pergerakan dari segala arah.

Kedua alternatif pemilihan lokasi tersebut di atas perlu digunakan juga

pada penentuan lokasi terminal di Kawasan KIPPT. Alternatif pertama

digunakan untuk menetapkan lokasi terminal pembantu, halte dan terminal

barang untuk bongkar muat barang di kawasan industri. Sementara

alternatif kedua digunakan untuk menemukan lokasi terminal penumpang

Kawasan.

Terminal Penumpang Kawasan. Terminal penumpang mempunyai fungsi

sebagai tempat pergantian penumpang untuk perjalanan dari dalam

Kawasan ke luar Kawasan dan sebaliknya. Sehingga di dalam terminal

akan terdapat pemisahan fungsi pelayanan, satu bagian terminal untuk

angkutan Kawasan dan bagian lainnya untuk angkutan antar Kawasan.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

28

Page 29: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Seperti telah dijelaskan di depan, terminal penumpang (antar Kawasan)

belum tersedia di Kawasan KIPPT. Untuk itu perletakan terminal di

kawasan darat dialokasikan di pusat Kawasan Lowu-Lowu, sedangkan di

Pulau Makasar dialokasikan dekat Jembatan Penyeberangan (yang saat ini

adalah Pasar Sukanaeyo) (lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang). Yang

terakhir ini mengintegrasikan antara terminal dan pasar.

Pangkalan Ojek. Pangkalan ojek berfungsi untuk membantu terminal

Kawasan dalam melayani perjalanan dalam Kawasan. Terminal ini hanya

merupakan titik stop dari jangkauan pelayanan terminal Kawasan, yang

lokasinya ditentukan pada titik-titik tertentu.

e. Pedoman Pengaturan Rute Transportasi Kawasan

Dalam jangka panjang, tingkat pergerakan penduduk harus ditunjang oleh

sarana dan prasarana yang memadai oleh karena mobilatas yang tinggi

secara timbal balik akan meningkatkan sektor kegiatan utama

perKawasanan, yaitu perdagangan dan jasa, industri, perkantoran

pemerintahan dan lain-lain. Konsentrasi kegiatan serta kondisi fisik jalan

menyebabkan adanya konsentrasi pergerakan kendaraan pada penggal

jalan tertentu. Hal ini menyebabkan volume lalu lintas meningkat dan

sebagai akibatnya terjadi kemacetan lalu lintas pada penggal jalan tertentu.

Kemacetan lalu lintas maupun keterlambatan lalu lintas secara timbal balik

menjadi kendala perkem-bangan kegiatan sektor perKawasanan.

Perencanaan jalan seharusnya dirancang untuk dapat menanggulangi

beban yang setara dengan kemampuan geometeri dan konstruksi jalan

supaya jalan itu dapat berfungsi dengan baik.

Sarana dan prasarana yang menunjang pergerakan penduduk adalah

tersedianya kendaraan penumpang serta jaringan jalan. Daya capai

angkutan umum dapat diatur dengan menata rute angkutan umum

sehingga mudah dijangkau oleh konsumen dari setiap pusat-pusat

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

29

Page 30: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

permukiman dan fasilitas umum. Rute angkutan umum dipertimbangkan

berdasarkan lokasi pembangkit lalu lintas, yaitu kawasan perumahan,

perkan-toran, industri, perdagangan, pendidikan dan lain-lain. Disamping

itu, agar rute kendaraan umum dapat melayani seluruh segmen Kawasan,

perlu dimanfaatkan keberadaan terminal, yang dalam perencanaan ini

dialkokasikan di Lowu-Lowu dan di Pulau Makasar (Kelurahan Sukanaeyo).

4.4.4. Rencana Jembatan Penyeberangan (Lowu-Lowu-P. Makassar)

Pengembangan kawasan yang potensil dari berbagai aspek seperti

Pulau Makasar membutuhkan suatu perencanaan yang matang dan

dalam perspektif jangka panjang. Kawasan yang berkembang harus

segera memiliki perencanaan prasarana wilayah dengan

mempertimbangkan berbagai aspek, baik lingkungan fisik, ekonomi

wilayah, sosial (dalam bentuk preferensi dan aspirasi masyarakat), dan

kecenderungan pergerakan manusia dan barang, baik intra maupun

antar kawasan.

Selat Lowu-Lowu – Pulau Makasar merupakan suatu segmen perairan

yang patut mendapat perhatian, terutama bagi rencana pengembangan

prasarana penyeberangan (jembatan) karena beberapa hal. Yang

pertama, Kota Bau-Bau yang cenderung akan berkembang ke arah utara

(Lowu-Lowu dan sekitarnya) membutuhkan suatu rekayasa ruang agar

terdapat daya tarik pada kawasan itu, sehingga percepatan distribusi

pemanfaatan ruang ke kawasan-kawasan dengan aksesibilitas rendah

dapat dimulai sedini mungkin. Kedua, jumlah manusia yang bermukim di

Pulau Makasar saat ini cukup besar (4.316 jiwa), dengan kecenderungan

pertumbuhan hingga mencapai angka 4.812 jiwa di tahun 2012 dan

hampir 6.000 jiwa di tahun 2017 (dengan asumsi pertumbuhan normal).

Maka kepadatan pulau ini akan menjadi 29 jiwa/ha tahun 2012 dan 36

jiwa/ha tahun 2017. Ketiga, pertumbuhan kawasan akan meningkatkan

mobilitas perekonomian bagi penduduk dengan jumlah tersebut di atas,

dan pada saat yang bersamaan maka pertimbangan efisiensi pergerakan

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

30

Page 31: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

akan menjadi hal yang utama bagi pelaku bisnis. Keempat, adanya

kemungkinan berkembangnya kawasan ini menjadi pusat pendidikan

perikanan dan kelautan pada tataran wilayah Sultra, karena posisinya

yang begitu strategis, baik dari segi aksesibilitas darat dan laut, maupun

potensi perikanan yang ada di sekitarnya. Kelima, saat ini cukup

berkembang aspirasi masyarakat sekitar tentang perencanaan dan

realisasi jembatan penyeberangan.

Dengan demikian, dalam masterplan KIPPT Pulau Makasar, dibuat suatu

rancangan umum tentang pembangunan jembatan penyeberangan,

ditambah dengan perspektif 3D (lihat Gambar 4.4 - 4.6 berikut). Diharapkan

rancangan tersebut akan menjadi dasar bagi rencana teknis detail (detailed

engineering desain) dan studi analisis mengenai dampak lingkungan. Lebar

selat ini sekitar 900 meter (Gambar 4.4)

Gambar 4.4. Rencana jembatan penyeberangan

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

31

Jembatan Penyeberangan (900 m)

P. Makasar

Page 32: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Gambar 4.5. Rencana jembatan penyeberangan (view dari atas)

Gambar 4.6. Rencana jembatan penyeberangan (dalam berkendaraan)

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

Pasir Putih P. Makasar

Kawasan Rekreasi

Terminal & Pasar

Dermaga Lowulowu

Rencana Jembatan

Penyeberangan Pasar Lowulowu

Pasir Putih Lowulowu

32

Page 33: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

4.5 Arahan Pengembangan dan Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang

Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang KIPPT Pulau Makasar dan

Sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut ini, dan lebih jelasnya

disajikan pada Buku Album Peta.

Dalam rencana pengembangan kawasan, alokasi komponen ruang utama

KIPPT Pulau Makasar dan sekitarnya dibagi atas:

Sub Kawasan Permukiman

Sub Kawasan Rekreasi

Sub Kawasan Perkantoran KIPPT

Sub-Kawasan Olahraga

Sub-Kawasan Pendidikan Pulau Makassar

Zona (Sub Kawasan) Industri Perikanan

Sub Kawasan Budidaya Perikanan

Zona Alur

Kawasan Terbuka Hijau

Sub Kawasan Konservasi/Lindung

Berikut ini akan dijelaskan masing-masing komponen ruang dari rencana

alokasi/pola pemanfaatan ruang tersebut.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

33

Page 34: Bab IV Perumusan Rencana an

Gambar 4.7. Pola pemanfaatan ruang KIPPT Pulau Makasar dan sekitarnya

Page 35: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

4.5.1 SubKawasan Permukiman

a. Jenjang Lingkungan Permukiman

Dalam perencanan kawasan, jumlah penduduk yang ditampung akan

dibagi ke dalam beberapa lingkungan permukiman secara berjenjang.

Pembagian lingkungan permukiman ini didasarkan pada standar pelayanan

fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dikeluarkan Departemen PU.

Berdasarkan jenjang tersebut, wilayah terbangun Kota Baubau telah dibagi

ke dalam 6 BWK (Bagian Wilayah Kota) dengan penduduk pendukung

antara 20.000 – 25.000 penduduk. Setiap BWK ini terdiri dari 4 – 5

lingkungan permukiman yang besarnya kira-kira setingkat dengan 4 RW

(Rukun Warga). Kawasan KIPPT Pulau Makasar dan sekitarnya

merupakan bagian dari jenjang setingkat ini. Unit permukiman adalah unit

lingkungan terkecil dalam kawasn setingkat RT yang menampung persil-

persil berisi bangunan rumah dan pekarangan penduduk. Kepadatan

wilayah terbangun/efektif rata-rata adalah sekitar 60 jiwa/ha.

b. Tinjauan Mengenai Pusat-Pusat Pelayanan

Pada pusat-pusat ini ditempatkan bangunan fasilitas sosial ekonomi untuk

melayani penduduk kota/kawasan sesuai dengan wilayah pelayanan pusat

tersebut. Fasilitas yang disediakan meliputi fasilitas pendidikan,

peribadatan, kesehatan, pariwisata dan lain-lain. Jenis fasilitas yang

disediakan pada tiap jenis pusat pelayanan adalah sebagaimana terlihat

pada Tabel 4.5 berikut.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

35

Page 36: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Tabel 4.5Jenis fasilitas yang dialokasikan di BWK IV dan V dan Kawasan KIPPT Pulau

Makasar

Skala Pusat Pelayanan

Fasilitas KotaJenis Fasilitas Keterangan

Bagian Wilayah Kota

(BWK)

Pelayanan umum Kantor kelurahan, kantor pos pembantu, parkir umum dan MCK

Puskesmas + BKIA, apotikPusat perbelanjaanTempat ibadah Mesjid, gereja, pura

Lingkungan permukiman

Pelayanan umum Taman bermain, pos hansip, balai pertemuan, parkir umum dan MCK

SLTA Sudah tersedia di Kawasan KIPPT dalam bentuk SMK Perikanan dan Kelautan

SLTP Sudah tersedia Puskesmas pembantu TersediaMesjid lingkungan TersediaPertokoan Belum ada

Sub-lingkungan

Permukiman

Pelayanan umum Taman bermain, pos hansip, balai pertemuan, parkir umum dan MCK

SD Tersedia di Kawasan KIPPTTK Tersedia di Kawasan KIPPTLanggar TersediaPosyandu TersediaPertokoan Belum

Unit permukiman

Taman Cukup luas lahan untuk pengembangan

Warung Ada dalam jumlah yang sangat terbatas

Secara garis besar pengembangan sarana/fasilitas kota di Kota Baubau

yang didasarkan pada jenjang/hirarki pelayanan kota terdiri dari:

Fasilitas untuk skala pelayanan kota, di Pusat Kegiatan Kota,

dengan jumlah penduduk yang dilayani sebesar 100.000 jiwa

Fasilitas untuk skala pelayanan Bagian Wilayah Kota dengan jumlah

penduduk yang dilayani sebesar 20.000 jiwa – 25.000 jiwa

Fasilitas untuk skala Lingkungan Permukiman dengan jumlah

penduduk yang dilayani sebesar 5.000 – 6.000 jiwa

Fasilitas untuk skala pelayanan Sub-Lingkungan Permukiman

(setara RW) dengan jumlah penduduk yang dilayani sebesar 1.500 –

2.000 jiwa

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

36

Page 37: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Fasilitas dengan skala pelayanan Unit Permukiman (setara RT)

dengan jumlah penduduk yang dilayani sebesar 150 – 250 jiwa

Pengelompokkan fasilitas ini dilakukan sebagai pertimbangan dalam

penyebaran lokasi fasilitas tersebut. Fasilitas dengan skala pelayanan kota

dan sub pusat kota harus ditempatkan di lokasi-lokasi yang mudah

dijangkau oleh penduduk, sedangkan fasilitas dengan skala pelayanan

lingkungan ditempatkan sesuai dengan pola persebaran perumahan.

c. Kebutuhan Lahan untuk Permukiman

Sebagaiman ditunjukkan pada Peta Penggunaan Lahan, saat ini

pemukiman di Pulau Makasar meliputi areal seluas 35 ha (Kelurahan

Liwuto dan Kelurahan Sukanaeyo). Luasan tersebut hanya berbeda sedikit

dengan hasil hitungan ideal luas lahan yang harus ditempati oleh penduduk

sejumlah 4.316 jiwa untuk dua kelurahan tersebut (Tabel 4.6).

Tabel 4.6Kebutuhan Perumahan di tiap Kecamatan Kawasan KIPPT (Tahun 2007)

Nama Kelurahan

Tahun 2007

Penduduk

Kav. Kecil Kav. Sedang Kav. Besar

UnitLuas (ha)

UnitLuas (ha)

UnitLuas (ha)

Lowu-Lowu 1,830 220 7 110 7 37 3

Kolese 961 115 3 58 3 19 2

Kalia-Lia 2,000 240 7 120 7 40 4

   

Sukanaeyo 2,263 272 8 136 8 45 4

Liwuto 2,053 246 7 123 7 41 4

Total 9,107 1,093 33 546 33 182 16

Total Luas Lahan 82Total Jumlah Kapling 1,821Sumber: Hasil Analisis Tim Konsultan 2007Keterangan Asumsi:Rata-rata anggota keluarga 5 orangSatu keluarga menempati satu rumahProporsi jumlah kavling kecil : sedang : besar = 6 : 3 : 1Luas lahan kavling kecil : sedang : besar = 300 : 600 : 900 m persegi

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

37

Page 38: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Rencana pengembangan permukiman didasarkan pada dua hal. Yang

pertama adalah fungsi kawasan dalam pola (alokasi) pemanfaatan ruang,

dan yang kedua adalah kepadatan penduduk dan proyeksi kebutuhan akan

pemukiman baik saat ini maupun saat mendatang hingga 5 tahun kedepan.

Rencana pola pemanfaatan ruang disajikan pada Buku II. Proyeksi

penduduk hingga 5 tahun kedepan (dengan asumsi pertumbuhan sama

dengan Kecamatan Bungi, 2,24%) disajikan pada Tabel 4.7 berikut.

Khusus untuk Pulau Makasar (kelurahan Liwuto dan Kelurahan

Sukanaeyo), kebutuhan lahan diperkirakan 43 ha untuk (Tabel 4.8 berikut).

Dari hasil perhitungan, luas lahan permukiman yang saat ini ada (yakni 35

ha) serta adanya persediaan lahan untuk pengembangan pemukiman

seluas 12 ha (Lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang) cukup untuk

menampung pertambahan penduduk secara normal dalam kawasan ini.

Tabel 4.7Kebutuhan Perumahan Di tiap Kecamatan Kawasan KIPPT (Tahun 2012)

Nama Kelurahan

Tahun 2012

Penduduk

Kav. Kecil Kav. Sedang Kav. Besar

UnitLuas (ha)

UnitLuas (ha)

UnitLuas (ha)

Lowu-Lowu 2,044 245 7 123 7 41 4

Kolese 1,074 129 4 64 4 21 2

Kalia-Lia 2,234 268 8 134 8 45 4

   

Sukanaeyo 2,528 303 9 152 9 51 5

Liwuto 2,293 275 8 138 8 46 4

Total 10,174 1,221 37 610 37 203 18

Total Luas Lahan 92Total Jumlah Kapling 2,035Sumber: Hasil Analisis Tim Konsultan 2007Keterangan Asumsi:Pertumbuhan penduduk Kawasan (2,24%)Rata-rata anggota keluarga 5 orangSatu keluarga menempati satu rumahProporsi jumlah kavling kecil : sedang : besar = 6 : 3 : 1Luas lahan kavling kecil : sedang : besar = 300 : 600 : 900 m persegi

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

38

Page 39: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Peningkatan jumlah penduduk berimplikasi pada peningkatan kebutuhan

akan ruang untuk permukiman. Tampak dalam Tabel 4.8 pada Tahun 2012,

kebutuhan lahan untuk permukiman untuk seluruh kawasan yang

direncanakan dengan ukuran standar sudah akan mencapai 92 ha, dengan

jumlah kavling sebanyak 2.035. Luas yang tersedia cukup untuk

menampung pertumbuhan penduduk secara normal hingga 5 tahun

kedepan.

Selain itu juga disipkan lahan untuk perkampungan nelayan untuk

mengantisipasi suatu program pemerintah dibidang transmigrasi. Luas

lahan untuk alokasi perkampungan nelayan ini adalah 6,6 ha (lihat Peta

Pola Pemanfaatan Ruang).

Tabel 4.8Proyeksi Kebutuhan Perumahan KIPPT Pulau Makasar

    Kav. Kecil Kav. Sedang Kav. Besar

Tahun Penduduk UnitLuas (ha)

UnitLuas (ha)

UnitLuas (ha)

2007 9,107 1,093 33 546 33 182 162008 9,311 1,117 34 559 34 186 172009 9,520 1,142 34 571 34 190 172010 9,733 1,168 35 584 35 195 182011 9,951 1,194 36 597 36 199 182012 10,174 1,221 37 610 37 203 18

Sumber: Hasil Analisis Tim Konsultan 2007Keterangan Asumsi:Pertumbuhan penduduk Kawasan (2,24%)Rata-rata anggota keluarga 5 orangSatu keluarga menempati satu rumahProporsi jumlah kavling kecil : sedang : besar = 6 : 3 : 1Luas lahan kavling kecil : sedang : besar = 300 : 600 : 900 m persegi

Pertimbangan utama dalam penetapan areal pemukiman dalam kawasan

ini adalah:

Faktor kedekatan (proximity). Konsentrasi perkampungan nelayan

dialokasikan pada areal sekitar zona pengembangan industri

perikanan untuk efisiensi waktu dari dan ke pusat kegiatan (lihat

Peta Master Plan).

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

39

Page 40: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Existing land use. Salah satu pertimbangan yang paling mendasar

dalam alokasi ruang untuk pemukiman adalah menghindari

perubahan fungsi lahan dari pemukiman ke penggunaan lain atau

sebaliknya. Pemukiman yang ada sedapat mungkin

dipertahankan, sedangkan rencana pengembangannya

diupayakan pada area-area yang masih dianggap memungkinkan

seperti lahan terbuka, dll.

Besaran dan sebaran ruang. Faktor ini penting untuk menghindari

adanya keterisolasian unit-unit pemukiman tertentu dari yang

lainnya, sehingga areal perkampungan diupayakan cukup

’kompak’.

Sarana/fasilitas yang perlu ada dalam zone ini adalah jalan (yang belum

tergambarkan secara detil dalam Peta Master Plan), jaringan air bersih

(PDAM), listrik, dan telepon. Sarana lain yang perlu ada untuk masing-

masing unit pemukiman adalah sarana ibadah (masjid, mushala, langgar)

dan balai pertemuan.

d. Rencana Intensitas Bangunan

Instrumen Pengatur

Instrumen pengaturan intensitas bangunan gedung adalah piranti

penentuan batas sosok bangunan di atas lahan, di bawah permukaan

tanah, dan mungkin di atas tanah (menggantung) atau bahkan di ambang

udara. Namun paparan ini (khususnya kawasan yang direncanakan) hanya

mengenai yang berada di atas permukaan tanah. Sosok sebuah bangunan

ditentukan oleh isi/volumenya dan penempatannya terhadap batas-batas

kaveling dan jarak bebas permukaan atau amplopnya terhadap permukaan

bangunan lain yang berada di sisi-sisinya, dan terhadap jalan raya yang

memberi titik pencapaiannya. Piranti pengaturan tersebut biasa dikenal

dengan sejumlah istilah seperti KLB (Koefisien Lantai Bangunan), KDB

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

40

Page 41: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

(Koefisien Dasar Bangunan), KDH (Koefisien Daerah Hijau), GSB (Garis

Sempadan Bangunan), GSJ (Garis Sempadan Jalan), dll.

Pada umumnya penentuan intensitas (kepadatan) bangunan gedung pada

suatu wilayah permukiman terutama di perkotaan sangat tergantung pada

dua hal utama, yaitu:

kemampuan daya dukung/infrastruktur (carrying capacity);

ketentuan perancangan kota (urban design) tersebut.

Kemampuan daya dukung meliputi:

ketersediaan pasokan air bersih (maksimal dari sumber yang

pasti), yang sebaiknya dalam bentuk saluran yang disediakan

oleh pemerintah daerah;

daya pasokan listrik, dalam bentuk saluran baik di atas

permukaan tanah maupun yang tertanam di dalam tanah;

jalan/akses, dengan kapasitas yang nisbi terhadap

penampungan dan penyaluran lalu lintas berbagai jenis

kendaraan, rel atau non-rel dan jalur pejalan kaki;

saluran pembuangan air kotor (buangan), terbuka atau tertutup

yang mencerminkan kemampuan membersihkan lingkungan dan

sepadan dengan sistem pengolahan limbah basah perumahan

atau kegiatan lain;

Aspek pelestarian lingkungan, dimana perlu diikuti ketentuan-

ketentuan yang berhubungan dengan pengelolaan kawasan

konservasi.

Koefisien Dasar Bangunan dan Koefisien Daerah Hijau

Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka prosentase berdasarkan

perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas persil /

kaveling / blok peruntukan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang kota.

Koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan gedung dan

luas persil / kaveling / blok peruntukan. Gambar 4.8 berikut

mengilustrasikan KDB yang berbeda untuk KLB = 1.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

41

Page 42: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

KDB 12,5 %KLB 1

KDB 25 %KLB 1

KDB 50 %KLB 1

KDB 100 %KLB 1

14 POHON

12 POHON

8 POHON

0 POHON

LOW RISE MEDIUM DENSITY

KDB 12,5 %KLB 1

KDB 25 %KLB 1

KDB 50 %KLB 1

KDB 100 %KLB 1

14 POHON

12 POHON

8 POHON

0 POHON

LOW RISE MEDIUM DENSITY

BANGUNAN 100%BANGUNAN 50%TANAH 50 %

BANGUNAN 25%TANAH 75 %

BANGUNAN 12,5%TANAH 87,5 %

BANGUNAN 100%BANGUNAN 50%TANAH 50 %

BANGUNAN 25%TANAH 75 %

BANGUNAN 12,5%TANAH 87,5 %

Gambar 4.8. Ilustrasi nilai KDB yang berbeda

Pengaturan Sempadan

Tujuan pengaturan garis sempadan ini selain untuk menciptakan

keteraturan bangunan juga untuk memperkecil resiko penjalaran

kebakaran, memperlancar sirkulasi udara segar, penyinaran matahari dan

pergerakan manusia di dalam halaman rumah. Mengingat ketentuan

pengaturan garis sempadan ini sudah baku dan berlaku umum, maka

ketentuan-ketentuan ini juga berlaku untuk wilayah perencanaan. Adapun

menyangkut jenis kegiatan yang berbeda, diperlukan ketentuan lain sesuai

dengan kegiatan tersebut.

Dasar pertimbangan rencana garis sempadan bangunan adalah:

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

42

Page 43: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Keterkaitan dengan pengembangan wilayah perencanaan secara

terarah dan terencana, yang berkaitan pula dengan sistem

pergerakan baik dalam skala makro maupun mikro.

Memperbaiki daerah bebas pandang bagi pemakai jalan

Jaringan jalan yang terkait dengan besarannya serta fungsi dari

jalan tersebut yang akan berpengaruh dengan bangunan yang

ada di sepanjang jalan.

Memberikan jarak tertentu yang dikaitkan dengan adanya daerah

manfaat jalan (DAMAJA), yang merupakan ruang sepanjang

jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman ruang bebas

Adapun bagian-bagian jalan yang dimaksud diatas dapat diuraikan

sebagai berikut:

Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA) merupakan ruang dengan

ukuran tertentu yang hanya diperuntukkan bagi pengerasan

jalan, trotoar, lereng, jalur pemisah, bahu jalan, ambang

pengaman, tumbuhan, galian, gorong-gorong, perlengkapan

jalan dll.

Daerah Milik Jalan (DAMIJA) merupakan ruang sepanjang jalan

yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh

pembian jalan, yang diperuntukkan bagi DAMAJA dan pelebaran

jalan maupun penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta

kebutuhan ruang untuk pengamanan.

Daerah Pengaman Jalan (DAMANJA) merupakan ruang

sepanjang jalan sekitar DAMIJA yang dibatasi oleh lebar dan

tinggi tertentu diperuntukkan bagi bebas pandang pengemudi

dan pengaman kostruksi jalan.

Peraturan tata bangunan yang berkaitan dengan sempadan meliputi

penentuan garis sempadan bangunan, garis sempadan pagar, garis

sempadan pagar dan garis sempadan sungai/laut dalam wilayah kota Bau-

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

43

Page 44: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Bau. Secara rinci ketentuan dalam mendirikan bangunan pada wilayah

perencanaan adalah sebagai berikut:

Garis Sempadan Bangunan (GSB), adalah jarak yang

diperbolehkan menempatkan elemen permanen bangunan yang

dihitung dari as jalan atau dengan kata lain GSB = GSP (separuh

Damija) + jarak pagar ke tembok/kolom terdekat. Perincian GSB

yang dihitung dari as jalan pada kawasan KIPPT (rencana)

sebagai berikut

jalan arteri, GSB = 25 m

jalan kolektor, GSB = 15 m

jalan kolektor persimpangan jalan arteri, GSB = 18,5 m

jalan lokal I, GSB = 9 m

jalan lokal II, GSB = 7,5 m

jalan setapak (jalan gang, GSB = 5,5 m)

Garis Sempadan Pagar (GSP), adalah jarak yang diperbolehkan

untuk membuat pagar yang dihitung dari as jalan atau jaraknya

setengah DAMIJA (daerah milik jalan). Dengan demikian GSP di

wilayah perencanaan terdiri dari bermacam-macam ukuran yang

dapat diperinci sebagai berikut:

jalur jalan arteri, GSP =17,5 m

jalur jalan kolektor, GSP = 11 m

jalur jalan lokal I, GSP = 7 m

jalur jalan lokal II, GSP = 5 m

jalur jalan setapak, GSP = 3,5 m

Pengaturan lain yang terkait dengan sempadan ini antara lain:

Persentase luas kapling yang boleh dibangun di wilayah rencana,

dibedakan atas posisi bangunan terhadap pusat kota, tingkatan

jalur jalan, dan fungsi bangunan.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

44

Page 45: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Jarak antara bangunan (JAB) yaitu jarak bangunan satu dengan

yang lainnya baik dalam satu kapling atau tidak satu kapling. JAB

pada wilayah perencanaan adalah sebagai berikut:

Kapling besar dengan luasnya diatas 1000 m2, minimal 15

m.

Kapling sedang dengan luas 201 – 1000 m2, minimal 5 m

(bangunan induk)

Kapling kecil dengan luas kurang dari 200 m2, minimal 3 m

(bangunan induk)

Jarak bebas bangunan ke pagar samping (JPS), yaitu jarak

bangunan dari pagar samping kiri atau kanan. Jarak ini

menentukan jarak renggangnya bangunan dalam kawasan. Jenis

bebas bangunan ke pagar samping (JPS) untuk setiap klasifikasi

kapling di kawasan perencanaan adalah sebagai berikut:

Kapling besar minimal 7,5 m

Kapling sedang minimal 2,5 m (bangunan induk)

Kapling kecil minimal 1,5 m (bangunan induk)

Jarak bebas ke pagar belakang (JPB) untuk bangunan-bangunan

perdagangan tidak menggunakan JPB ini, sedangkan untuk

bangunan-bangunan lainnya diatur sebagai berikut:

Kapling besar minimal 6 m

Kapling sedang minimal 3 m

Kapling kecil minimal 2 m

Sifat pagar halaman (SPH) dapat transparan atau masif dari

benda buatan manusia serta berupa pagar halaman hidup.

Beberapa batasan untuk bangunan pagar halaman adalah

sebagai berikut:

Bangunan pagar depan yang berbatasan dengan jalan

dapat berupa pagar transparan atau pagar tanaman hidup

Pagar samping kiri/kanan bangunan boleh berupa pagar

masif atau pagar tanaman hidup

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

45

Page 46: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Pagar belakang dimana untuk kapling bangunan yang

terletak pada bagian sudut tidak mempunyai pagar

belakang.

Rencana tata bangunan selain mempertimbangkan hal-hal diatas, juga

akan disesuaikan dengan kondisi fisik dasar dan pola pengkaplingan

sehingga tidak akan menimbulkan kesan yang monoton, namun dapat

menimbulkan ciri khas tersendiri dari setiap lingkungan.

4.5.2 Sub Kawasan Rekreasi

Dalam pembagian sub-kawasan seperti dibahas sebelumnya, untuk sub-

kawasan pariwisata (rekreasi) telah dialokasikan ruang seluas 35 ha pasir

putih yang tersebar di berbagai lokasi (lihat Peta Pola Pemanfaatan

Ruang), dan 7,8 ha zona rekreasi untuk pembangunan cottage,

penginapan, hotel, termasuk taman. Bangunan dan taman yang digunakan

untuk kegiatan rekreasi dan olahraga merupakan fasilitas yang cukup

penting mengingat fungsinya dalam mengurangi kepadatan kawasan

pemukiman. Fasilitas ini terdiri dari lapangan olahraga pantai, taman

bermain, dan jalur hijau.

Sistem pengaturan kawasan pariwisata di Kota Bau-Bau khususnya KIPPT

Pulau Makasar, ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Untuk sub-kawasan pariwisata di dalam kawasan yang

direncanakan, perlu mempertimbangkan delineasi satuan-satuan

sub-kawasan yang ada, agar tercipta keseimbangan, keserasian,

dan estetika lingkungan

Pembangunan fasilitas dan utilitas penunjang obyek atau tempat

wisata serta untuk pelayanan bagi wisatawan diatur sedemikian rupa

sehingga dapat menambah daya tarik wisatawan yang akan

berkunjung ke lokasi tersebut dan tetap menjaga kelestarian

lingkungan hidup.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

46

Page 47: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Pengelolaan sumberdaya dan objek-objek wisata perlu dilakukan

secara terpadu guna peningkatan sektor kepariwisataan baik alam,

budaya maupun buatan

Perlu adanya integrasi antara sub-kawasan ini dengan sub-kawasan

pendidikan, terutama dalam hal penyediaan sarana olahraga dan

rekreasi.

Pada sub-kawasan ini dimungkinkan untuk dibangun

penginapan/hotel/ cottage di setiap sisi sub-kawasan mengingat

ruang yang cukup luas, dengan tetap mempertimbangkan unsur

estetika dan kelestarian lingkungan.

Peningkatan fasilitas pendukung obyek wisata, seperti fasilitas

akomodasi (hotel/penginapan, biro perjalanan dan sebagainya),

sarana dan prasarana perhubungan untuk memudahkan

aksesibilitas kawasan wisata serta sarana dan prasarana utilitas

seperti komunikasi, listrik, dan air bersih.

Wisata pantai dan bahari di alokasikan pada zone bagian utara dan

timur kawasan Pulau Makasar yang direncanakan.

Pengenalan/promosi obyek-obyek wisata (baik di dalam maupun

diluar Kawasan KIPPT) secara berkelanjutan agar potensi pariwisata

pada khusunya dan daerah pada umumnya dapat dikenal baik di

dalam negeri maupun di luar negeri.

4.5.3. Sub-Kawasan Perkantoran KIPPT

Untuk sub-kawasan ini dialokasikan lahan seluas kurang lebih 2 ha. Sub-

kawasan ini berfungsi untuk memberikan pelayanan administrasi dan

keuangan bagi pengguna kawasan ini.

Sub-kawasan ini terdiri dari:

Kantor administrasi KIPPT Pulau Makasar

Kantor security

Bank Pesisir termasuk KUD

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

47

Page 48: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Puskesmas (atau Puskesmas Pembantu, PUSTU) yang dapat

melayani masyarakat sekitar kawasan.

Dasar pertimbangan utama dalam penentuan areal sub-kawasan ini

adalah:

Proximity. Kantor administrasi KIPPT P. Makasar, Kantor Security,

dan Bank Pesisir termasuk KUD dialokasikan pada suatu unit

(zona) sehingga dapat memberikan proses pelayanan yang lebih

efektif. Puskesmas akan melayani seluruh masyarakat di sekitar.

Security. Kantor security diperlukan bagi pengaman Kawasan,

termasuk pengamanan Bank yang ada di sebelahnya, juga

pengamanan bagi para wisatawan di sekitar sub-kawasan ini.

Kedepan kantor ini dapat menjadi base untuk pengaman pantai

(coast guard).

4.5.4. Sub Kawasan Olahraga

Sub-kawasan olahraga disiapkan untuk menampung kegiatan olahraga

dalam skala besar sehingga dapat menjadi pusat kegiatan olahraga Kota

Bau-Bau. Dalam perencanaan ini dialkokasikan ruang untuk penempatan

Stadion Bungi yang tempatkan di Kelurahan Lowu-Lowu (lihat Peta Pola

Pemanfaatan Ruang). Luas lahan diperkirakan 11 ha, dan dapat ditempuh

melalui jalan Bypass Liabuku-Lowu-Lowu dari arah Kota.

Stadion tersebut (lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang), memiliki

karakteristik sebagai berikut:

Luas areal : 11 haBentuk : Menyerupai SegitigaJarak ke garis pantai : 320 meterJarak (dari Simpangan Jl Poros Liabuku) : 2,1 kmAkses : Melalui Bypass Liabuku-Lowu-LowuSebelah barat : Lowu-Lowu (Kota Satelit)Sebelah utara : Perkebunan rakyatSebelah timur : Kawasan Konservasi PantaiSebelah selatan : Kawasan budidaya terbatas

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

48

Page 49: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

4.5.5 Sub Kawasan Pendidikan Pulau Makasar

Dalam pembagian sub-kawasan seperti dibahas sebelumnya, untuk sub-

kawasan pendidikan telah dialokasikan ruang seluas 18,5 ha yang terletak

di sisi timur Pulau Makasar, dan sebagian sub-kawasan ini telah terdapat

SMK Negeri 4 Bau-Bau Bidang Perikanan dan Kelautan (lihat Peta Pola

Pemanfaatan Ruang).

SubKawasan ini diharapkan dapat berkembang terus, yang ditunjang oleh

berbagai sarana dan prasarana. Bahkan kedepan pada kawasan ini dapat

dikembangkan sekolah tinggi atau universitas yang khusus terfokus pada

bidang perikanan dan kelautan. Keunggulan subkawasan ini antara lain:

Jauh dari pusat kebisingan kota, sehingga sesuai bagi

lingkungan belajar.

Tersedianya laboratorium alam di sekitar kawasan ini, seperti

zona budidaya rumput laut, budidaya mutiara, magrove pada

teluk Bungi, keragaman spesies bawah laut di sekitar Kolese dan

Kalia-Lia, dll.

Terdapat SMK Negeri 4 Bau-Bau Bidang Perikanan dan

Kelautan, yang telah berkembang dan memiliki reputasi.

Masyarakat sekitar yang sekitar 90% adalah bermata

pencaharian nelayan

4.5.6 Zona (Sub-Kawasan) Industri Perikanan

Berdasarkan klasifikasinya, kegiatan industri terdiri dari yang bersifat

mengelompok sebagai kawasan maupun yang bersifat menyebar (kegiatan

industri yang bersifat individual atau home industry yang merupakan non-

kawasan). Kawasan industri merupakan satuan areal yang secara fisik

didominasi oleh kegiatan industri dan mempunyai batasan tertentu.

Kawasan industri yang dibangun dan dikelola secara khusus dapat

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

49

Page 50: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

berbentuk suatu kompleks yang disebut kompleks industri (industrial

complex) atau berbentuk estate industry (industrial estate).

Kegiatan industri non-kawasan industri merupakan industri kecil yang

menyebar di berbagai lokasi. Bentuk penyediaan lahan untuk kegiatan

industri non-kawasan adalah berupa lahan yang dialokasikan bagi kegiatan

berbagai jenis industri dan dialokasikan sepanjang jalur regional utamanya

di daerah pinggiran kota. Jika dimungkinkan dikemudian hari peruntukkan

lahan industri tersebut dapat juga dikembangkan menjadi industrial estate.

Keberadaan industri kecil atau industri rumah tangga yang lokasinya

terletak di luar kawasan industri dan tersebar di seluruh wilayah Kota Bau-

Bau keberadaannya perlu dimantapkan serta ditunjang dengan penyediaan

prasarana-sarana penunjang. Hal ini mengingat bahwa peranan industri

kecil dapat menopang perekonomian daerah dan mayoritas dilakukan oleh

penduduk pedesaan dengan modal terbatas, serta untuk memperkuat

struktur industri secara keseluruhan. Pengembangan industri kecil

dilakukan dengan menetapkan lokasi berupa:

Permukiman industri kecil (PIK), yakni suatu area/lahan peruntukan

yang disediakan khusus untuk industri kecil yang didalamnya

dilengkapi dengan infrastruktur, unit produksi, sarana pelayanan

bersama, serta tempat tingga pengusahanya.

Sentra industri kecil, yakni suatu area/lahan yang diperuntukkan

untuk kegiatan industri, dimana terdapat berbagai kegiatan usaha

industri kecil sejenis, yang tumbuh dan berkembang dalam suatu

lokasi tertentu.

Saat ini, Kota Bau-Bau telah memiliki kawasan industri perikanan terbatas

yang terdapat di TPI Wameo dan mulai berkembang. Namun demikian,

untuk kebutuhan jangka panjang keberadaan kawasan industri di wilayah

tersebut hanya merupakan penunjang kawasan industri perikanan utama.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

50

Page 51: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Sehingga KIPPT Pulau Makasar dapat merupakan pusat kegiatan industri

perikanan, atas dasar pertimbangan sebagai berikut:

Penduduknya mayoritas nelayan

Pelabuhan yang cukup aman dari gelombang sepanjang tahun

Relatif jauh dari pusat kegiatan perkotaan

Adanya keterpaduan dengan kawasan wisata dan kawasan

pendidikan perikanan dan kelautan

Kedekatan dengan bahan baku (rumput laut dan hasil budidaya

perikanan lainnya).

Untuk kawasan Pulau Makasar, sub-kawasan Industri Perikanan meliputi

areal seluas kurang lebih 18,5 ha atau sekitar 12% dari luas keseluruhan

kawasan Pulau Makasar. Luasan tersebut telah memenuhi standar

minimum areal untuk Pangkalan Pendaratan Ikan. Kedepan, subkawasan

ini perlu dibuatkan site plan sub-sub kawasan, yang sekurang-kurangnya ini

terdiri dari 11 jenis peruntukan, sebagai berikut:

Kios, yang berfungsi untuk melayani kebutuhan bahan dan

peralatan serta logistik lainnya.

Pos jaga, disamping berfungsi sebagai pelayanan informasi dan

pengamanan sub-kawasan, juga sebagai pengelola retribusi.

Kantor, berfungsi untuk melakukan pelayanan administrasi bagi

segala aktivitas dalam zona penegmbangan.

Pabrik es, berfungsi untuk melayani kebutuhan es bagi para

nelayan untuk pengawetan ikan segar

Bengkel, yang dilengkapi dengan para mekanik yang berfungsi

untuk menangani mesin-mesin atau sarana kelautan yang

mengalami kerusakan

TPI, diharapkan dapat menampung semua hasil tangkapan

maupun budidaya baik di dalam maupun di luar KIPPT

Mushalla dan WC umum, yang dapat melayani masyarakat

pengguna kawasan, dengan sistem pengelolaan yang higienis.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

51

Page 52: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Penginapan, yang diadakan dalam kapasitas yang terbatas. Jenis-

jenis penginapan hingga pada taraf hotel di alokasikan pada sub-

kawasan penginapan dan sub-kawasan olahraga dan rekreasi

budaya

Cold storage (ruangan pendingin), yang berfungsi untuk

penampungan dan penyimpanan hasil laut

Area bongkar muat dan parkir, yang disediakan untuk membongkar

dan memuat hasil

Tambatan perahu, yang berfungsi untuk menambat perahu-perahu

nelayan yang beroperasi di sekitar kawasan.

Sama halnya dengan suatu kawasan terbangun lainnya, suatu sentra

industri perikanan membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai. Ini

meliputi: (i) jaringan jalan lingkungan; (ii) jaringan drainase; (iii) instalasi

penyediaan air bersih dan jaringan distribusinya; (iv) instalasi penyediaan

listrik dan jaringan distribusinya; (v) jaringan telekomunikasi; dan (vi)

instalasi pengelolaan air limbah dan jaringan pengumpulnya.

4.5.7 Sub-Kawasan Budidaya Perikanan (Zona Pemanfaatan)

Sub-Kawasan Budidaya Perikanan dibagi atas 2 zona, yakni budidaya

pertambakan (terbatas) dan budidaya perikanan laut/pesisir.

a. Pertambakan (Terbatas)

Pertambakan (budidaya terbatas) dijumpai pada kawasan hilir sungai

Bungi hingga ke barat (arah Lowu-Lowu), dengan luas masing-masing

17,7 ha (arah Lakologou), dan 28,1 ha (Lowu-Lowu). Kondisi lahan

pertambakan pada kawasan ini perlu terus dipantau kualitasnya, dan

pengembangan lebih intensif harus memperhatikan daya dukung

(carrying capacity) lahan sebagaimana terlihat pada Tabel 4.9 berikut.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

52

Page 53: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Tabel 4.9

Tolok ukur dan kategori daya dukung lahan pantai untuk pertambakan

Parameter Daya DukungTinggi Sedang Rendah

1. Tipe pantai Terjal, karang berpasir, terbuka

Terjal, karang berpasir, atau sedikit berlumpur

Sangat landai, berlumpur tebal, berupa teluk/laguna, tertutup

2. Tipe garis Pantai Konsistensi tanah stabil Sama dengan kategori tinggi

Konsistensi tanah sangat labil

3. Arus Perairan Kuat Sedang Lemah4. Amplitudo Pasang surut Rataan

11 – 21 dm 7-11 dm dan 21–29 dm

< 6 dan > 29 dm

5. Elevasi Dapat diairi cukup pada saat pasang tinggi rataan. Dapat dikeringkan total pada saat surut rendah rataan

Sama dengan kategori tinggi

Dibawah rataan surut terendah

6. Kualitas Tanah Tekstur sandy clay, sandy clay loam, tidak bergambut, tidak berpirit

Tekstur sandy clay, sandy clay loam, tidak bergambut, kandungan pirit rendah

Tekstur berlumpur atau pasir bergambut, kandungan pirit tinggi

7. Air Tanah Dekat sungai dengan mutu dan jumlah memadai

Sama dengan kategori tinggi

Dekat sungai tetapi tingkat salitasi tinggi

8. Jalur Hijau Memadai Memadai Dengan/tanpa jalur hijau

9. Curah Hujan < 2.000 mm 2.000 – 2.500 mm > 2.500 mmSumber: Modifikasi, Poernomo (1992)

Dengan analisis yang lebih mikro (detail) untuk menentukan kesesuaian

lahan untuk pertambakan udang, maka perlu digunakan kriteria sebagai

berikut (Tabel 4.10).

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

53

Page 54: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Tabel 4.10Kriteria Mikro Analisis Kesesuaian Lahan untuk Tambak Udang di Kawasan

Pesisir

No Parameter Batas OptimumFisika1 Suhu (ºC) 21 – 32 29 – 302 Salinitas (ppt) 5 – 35 15 – 153 TSS (ppm) 25 – 500 25 – 804 Kecerahan (cm) 25 – 60 30 – 40Kimia5 pH 7,0 – 9,0 7,5 – 8,56 Alkalinitas (ppm) > 50 > 1007 Kesadahan (ppm) >20 > 20 – 3008 Oksigen terlarut (mg/l) 3 – 10 4 – 79 NH+4 - N (mg/l) 1,0 010 NO2 – N (mg/l) 0,25 011 Total phosphate (ppm) 0,05 – 0,5 0,512 BOD5 ppm < 25 < 2513 COD ppm < 40 < 4014 H2S (mg/l) 0,001 015 Cu ppm - < 0,0616 Cd ppm 0,013 – 0,328 < 0,0117 Pb ppm 0,001 – 1,157 < 0,0118 Zn ppm - < 0,0619 Ci6+ ppm - < 0,0120 Hg ppm 0,051 – 0,167 < 0,00321 Deterjen ppm - < 1,022 Fe2+ (mg/l) 0,03 0,0123 Organoclorin ppm - < 0,0224 Aox - < 0,069Sumber : Poernomo (1991), KepMenLH (1988) dan Widagdo (1999)

b. Zona Budidaya Perikanan Laut

Budidaya perikanan laut/pesisir berupa rumput Laut dan mutiara dibagi

kedalam enam sub-zona (BD-1, BD-2, BD-3, BD-4, BD-5, dan BD-6)

(lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang Pesisir). Luas masing-masing sub-

zona tersebut adalah sebagai berikut: sub-zona BD-1 dan BD-2 adalah

65.032 ha, BD-3: 46.620 ha, BD-4: 10.585 ha, BD-5: 63.788 ha, dan BD-

6: 44.483 ha.

Secara umum, lokasi yang dapat digunakan/dipilih sebagai lokasi

budidaya laut harus memenuhi beberapa persyaratan berikut :

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

54

Page 55: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Perairan tenang terlindung dari arus dan gelombang yang cukup

kuat, karena dapat merusak konstruksi jaring apung.

Kedalaman perairan 5 -15 meter. Kedalaman perairan , 5 meter

akan menimbulkan masalah lingkungan (kualitas air dari sisa

pakan dan kotoran ikan). Kedalaman perairan > 15 meter akan

membutuhkan tali jangkar yang panjang.

Dasar perairan sebaiknya sesuai dengan habitat asal ikan yang

akan dibudidayakan. Ikan kerapu menyukai dasar perairan

berpasir.

Bebas dari bahan cemaran, sehingga lokasi budidaya harus jauh

dari kawasan industri maupun pemukiman yang padat.

Tidak menimbulkan gangguan terhadap alur pelayaran

Mudah dicapai dari darat dan dari tempat pemasok sarana produksi

budidaya

Lokasi budidaya aman dari tindak pencurian dan penjarahan

Memenuhi syarat dari segi fisik-kimia kualitas air yaitu ;

o Kecepatan arus 15 – 20 cm/detik

o Kecerahan > 1 meter dan untuk kerapu > 2 meter

o Salinitas : 30 – 33 ppt

o Suhu : 27 – 29 derajat Celcius

o Keasaman air > 7 (basa)

o Oksigen terlarut . > 5 ppm

Dalam Peta Master Plan tidak dilakukan delineasi secara khusus untuk

zona budidaya rumput laut yang sifatnya scattered, terutama pada

kawasan antara Kolese dan Kalia-Lia dan ke utara hingga Palabusa.

Namun, disini perlu dijelaskan bahwa dalam perencanaan pemanfaatan

ruang kawasan pesisir, kegiatan tersebut harus tetap diakomodir pada

zone-zone yang khusus. Berdasarkan hasil survei di lapangan, budidaya

rumput laut sangat umum dijumpai di sepanjang Liabuku ke utara hingga

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

55

Page 56: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Kalia-Lia. Kedalaman air di lokasi pemeliharaan bervariasi dari satu meter

sampai 5 meter.

Budidaya yang diterapkan oleh petani di lokasi survey disesuaikan dengan

kondisi perairan pantai yang memiliki zona sublitoral yang luas.

Sebagaimana diuraikan sebelumnya, berdasarkan kualitas perairannya

(variabel fisika dan kimia perairan), pantai di sekitar kawasan sesuai untuk

pertumbuhan rumput laut (lihat kriteria lokasi untuk budidaya rumput laut

Eucheuma sp pada Tabel 4.11).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, perairan sepanjang pantai

kawasan memiliki kecerahan yang tinggi sehingga penetrasi cahaya

matahari ke dalam air cukup banyak untuk keperluan fotosintesa rumput

laut yang dipelihara. Disamping itu sirkulasi air yang lancar di sepanjang

pantai mensuplai cukup banyak unsur-unsur hara terlarut yang sangat

diperlukan untuk pertumbuhan dan pembentukan karagenan di dalam

thallus rumput laut.

Tabel 4.11Kriteria lokasi untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp

No ParameterKlasifikasi

Baik Cukup Baik

1 Keterlindungan Terlindung Agak terlindung

2 Arus (gerakan air) 20-30 cm/dtk 30 – 40 cm/dtk

3 Dasar perairan Pasir berbatu Pasir berlumpur

4 Kedalaman 30-60 cm 0-30 cm

5 Kejernihan/kecerahan Lebih dari 5 m Kurang dari 5 m

6 Salinitas 32-34 ppt 18 – 32 ppt

7 Cemaran Tidak ada Ada sedikit

8 Hewan herbivora Tidak ada Ikan dan bulu babi

9 Kemudahan Mudah dijangkau Cukup mudah dijangkau

10 Tenaga kerja Banyak Cukup

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

56

Page 57: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Kemudian, pada kondisi tambak yang kurang menguntungkan untuk

budidaya udang dan bandeng, maka pengembangan budidaya rumput laut

jenis Gracilaria sp. merupakan alternatif yang lebih realistik dan feasibel.

Hal ini didasari bahwa jenis rumput laut Gracilaria sp lebih toleran terhadap

kondisi lingkungan dibandingkan udang dan bandeng yang memerlukan

perawatan sangat cermat untuk keberhasilan pengembangannya.

Rumput laut Gracilaria sp. merupakan tumbuhan kosmopolitan dan

mempunyai toleransi besar terhadap perubahan kondisi lingkungannya

serta dapat tumbuh pada perairan yang tenang, kemungkinan untuk

dibudidayakan di tambak sangat potensial. Untuk membudidayakan rumput

laut Gracilaria sp. di tambak dengan baik perlu diperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

Salinitas optimal adalah 25 ppt

Dasar tambak Lumpur berpasir

Kedalaman 30 – 80 cm

Dekat dengan pantai atau dekat saluran keluar masuk air laut untuk

memudahkan pergantian air laut

Pergantian air laut dilakukan 50-70% setiap 3 hari sekali atau

seminggu 2 kali

Keasaman air tambak sebaiknya basa, pH sekitar 8.

4.5.8. Zona Alur

Zona alur disini meliputi jalur/alur pelayaran, Pipa dan/atau kabel bawah

laut, dan lintasan migrasi ikan. Dalam perencanaan kawasan ini, zona

alur diatur pada kawasan sekitar teluk dalam Lakologou ke Lowu-Lowu

hingga keluar ke Selat Buton. Zona alur ini terbagi dua yang bersilangan

(lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang Pesisir). Yang pertama adalah

ruang yang dipersiapkan untuk lalu lintas perahu nelayan melalui selat

Lowu-Lowu, melintasi bawah jembatan penyeberangan Lowu-Lowu –

Pulau Makasar. Yang kedua adalah zona alur sepanjang jembatan

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

57

Page 58: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

penyeberangan Lowu-Lowu – Pulau Makasar. Alur yang kedua ini

sekaligus mengakomodasi jalur pipa bawah laut (yang ada saat ini

adalah pipa air bersih dari Lowu-Lowu ke Pulau Makasar), dan jalur

penerangan jembatan. Saat ini telah terpasang tiang lampu penerangan

(PLN), yang menghubungkan Lowu-Lowu-Pulau Makasar, dan saat ini

melayani penduduk P. Makasar.

4.5.9. Kawasan Terbuka Hijau

Dalam pemanfaatan ruang Kota Baubau pada masa yang akan datang,

keberadaan kawasan/ruang terbuka hijau merupakan suatu kebutuhan.

Pemanfaatan ruang ini pada dasarnya diarahkan untuk mewujudkan

pembangunan kota yang berwawasan lingkungan dan sebagai upaya untuk

mencapai keserasian dan keseimbanganantara lingkungan binaan dengan

lingkungan alami

Dalam hal ini ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota baik

dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur

dimana dalam pemanfaatannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya

tanpa bangunan, serta bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuhan

baik secara alamiah maupun budidaya.

Pola pemanfaatan kawasan/ruang terbuka hijua di Kota Baubau ditujukan

untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman,

segar, indah, bersih dan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan,

serta menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan

yang berguna untuk kepentingan masyarakat. Pola pemanfaatan

kawasan/ruang terbuka hijau yang akan dikembangkan perlu

memperhatikan letak/lokasi, jenis vegetasi, serta kondisi dan potensi

wilayah. Dalam hal ini perlu dikembangkan beberapa bentuk kawasan hijau

pertamanan kota, kawasan hijau rekreasi dan olahraga, kawasan hijau

pertanian, kawasan hijau jalur hijau dan kawasan hijau pekarangan.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

58

Page 59: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Untuk daerah yang baru akan dikembangkan seperti KIPPT Pulau

Makasar, penetapan ruang terbuka hijau dapat disesuaikan dengan fungsi

sub-kawasan yang ada. Pola pemanfaatan kawasan/ruang terbuka hijau

(RTH) menurut jenisnya adalah:

Kawasan hijau pertamanan kota pengembangannya diarahkan

secara tersebar dikaitkan dengan peruntukkan pada kawasan

terbangun kota sehingga tercipta keserasian dan keseimbangan

lingkungan. Dalam hal ini RTH pertamanan ini merupakan

pelengkap pada kawasan perdagangan dan jasa, industri,

pendidikan dan perumahan (lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang).

Ruang terbuka hijau ini mempunyai fungsi sebagai sarana untuk

menciptakan keindahan dan keserasian lingkungan, sekaligus

sebagai sarana untuk mempengaruhi iklim mikro.

Kawasan hijau rekreasi dan olahraga (lapangan olahraga)

pengembangannya diarahkan tersebar sesuai dengan jenis dan

skala pelayanannya. Lapangan olahraga yang diarahkan

pengembangannya pada KIPPT Pulau Makasar adalah pada pusat

lingkungan perumahan, yang saat in berada di Kelurahan

Sukanaeyo.

Kawasan hijau pertanian pengembangannya berada pada bagian

utara untuk tetap mempertahankan lingkungan alami pada kawasan

yang masih didominasi oleh pertanian.

Kawasan jalur hijau pengembangannya diarahkan sepanjang jalur

Sungai Bungi (berfungsi sebagai garis sempadan sungai) dan jalan

inspeksi sungai disepanjang sisi kanan kirinya, dan sepanjang pantai

yan belum terbangun.

Kawasan hijau pekarangan pengembangannya diarahklan pada

kawasan perumahan berkepadatan sedang dan perumahan

berkepadatan rendah. Pengembangan ruang terbuka hijau ini perlu

dijadikan bagian dari persyaratan pembangunan perumahan, yakni

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

59

Page 60: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

dikaitkan dengan penetapan koefesien dasar bangunan (KDB) yang

diperbolehkan dan luas kapling minimum.

4.5.10. Sub-Kawasan Konservasi/Lindung

Dalam perencanaan ini perlu ditetapkan kawasan konservasi berfungsi

lindung. Untuk kawasan yang direncanakan, ditetapkan sebagai berikut:

Kawasan sekitar muara sungai Bungi (zona estuari dan sebagian

mangrove), seluas 135 ha.

Kawasan bukit bagian utara Lowu-Lowu, sebagai sumber air bersih

kawasan (KIPPT) (yang masuk dalam peta hanya seluas 56 ha)

Kawasan hutan dan belukar di sisi selatan Pulau Makasar yang

perlu dipertahankan keberadaannya.

Kawasan belukar dibagian tengah Pulau Makasar, seluas 7 ha (lihat

Peta Pola Pemanfaatan Ruang) sebagai tambahan ruang terbuka

hijau dalam KIPPT Pulau Makasar.

Sempadan sungai besar (seperti sungai Bungi), dan beberapa

sungai kecil lainnya

Sempadan pantai di sekitar teluk Lowu-Lowu ke arah timur (lihat

Peta Pola Pemanfaatan Ruang), dengan total luas 15,6 ha.

a. Kawasan Konservasi Sekitar Muara Sungai Bungi

Kawasan yang ditetapkan sebagai zona konservasi berfungsi lindung

sekitar muara sungai Bungi memiliki ekosistem pasang surut (intertidal),

yang sebagian ditempati oleh mangrove. Karena tumbuhnya di daerah

pasang surut air laut, hutan mangrove  mempunyai  peranan yang sangat

penting, yaitu sebagai penyangga kehidupan di kawasan pantai dan mata

rantai penghubung ekosistem daratan dan ekosistem laut,  sehingga

keberadaan hutan mangrove yang  merupakan  bagian dari  ekosistem

pantai harus tetap dipertahanan  guna  meperoleh manfaat  yang  sebesar-

besarnya bagi  kehidupan  manusia  secara lestari.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

60

Page 61: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Keberadaan kawasan estuari ini yang meliputi mangrove diperlukan karena

hutan mangrove mempunyai  fungsi dan  manfaat yang serbaguna. Secara

umum, fungsi  hutan  mangrove dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :

fungsi lingkungan  fisik, fungsi  biologis  dan fungsi ekonomis.  Fungsi

lingkungan  fisik meliputi  antara  lain  melindungi pantai  terhadap  bahaya

abrasi, menghambat intrusi air laut  ke darat, menangkap dan melokalisasi

sedimen, mengolah limbah yang mengandung  senyawa  kimia (seperti

pertisida dan residu pupuk) dan logam berat,  mencegah  terjadinya

keasaman tanah dan melindungi tempat pemukiman dari bahaya angin

laut. Kawasan ini merupakan segmen hilir dari kawasan persawahan yang

berada di bagian utara (Ngkari-ngkari), sehingga fungsi fisik dalam hal

mengolah limbah yang mengandung  senyawa  kimia (seperti pestisida dan

residu pupuk) dan logam berat perlu terus ditingkatkan.

Fungsi biologis antara lain sebagai tempat bersarang burung-burung,

tempat pembuahan telur ikan, pemijahan dan  perlindungan anakan ikan,

tempat pembenihan udang dan kepiting, serta habitat alami bagi berbagai

jenis biota yang membentuk keseimbangan biologis. Fungsi  ekonomis

antara lain menghasilkan produk-produk dan jasa yang bernilai ekonomis

yang dapat  diperoleh  dari hutan mangrove atau akibat dari adanya hutan

mangrove seperti kayu, ikan, udang, pariwisata dan lain-lain.

Manfaat  hutan mangrove dapat dibedakan menjadi dua,  yaitu: manfaat

langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung yaitu manfaat

yang berupa hasil hutan baik hasil hutan berupa kayu maupun hasil hutan

bukan kayu, seperti : tannin, gula  nipah, bahan kosmetika, obat-obatan

dan lain-lain. Sedang manfaat  tidak  langsung adalah manfaat yang

diperoleh  sebagai akibat  dari  adanya hutan mangrove, seperti :  tempat

pemijahan ikan, udang dan kepiting, perlindungan sistem kehidupan

manusia, wisata, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan lain-

lain.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

61

Page 62: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Dalam perspektif zonasi wilayah, kawasan pantai berhutan bakau

(mangrove) adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami

hutan bakau yang berfungsi memberikan perlindungan kepada

perikehidupan pantai dan lautan. Keberadaan kawasan mangrove ini

diperlukan untuk menjaga kelestarian potensi wilayah sepanjang pesisir,

sebagai ekosistem yang menampung berbagai spesies biota, dan secara

mekanik dapat meredam proses abrasi pantai.

Untuk itu, rencana pola pemanfaatan ruang untuk kawasan mangrove dan

hutan pantai ini diatur sebagai berikut:

Areal pasang surut dengan mangrove di atasnya yang masih utuh

perlu dipertahankan sebagai kawasan lindung.

Wilayah budidaya tambak/kolam yang telah ada dipertahankan

keberadaannya, dengan sistem pengelolaan yang bertumpu pada

kaidah konservasi. Lahan-lahan pasang surut yang dulunya

mangrove, tapi karena adanya pembukaan lahan dan kemudian

tidak produktif lagi perlu direhabilitasi.

b. Kawasan Konservasi Bukit Bagian Utara Lowu-Lowu

Kawasan bukit bagian utara Lowu-Lowu perlu ditetapkan sebagai kawasan

konservasi untuk melindungi sumber air bagi kawasan di bawahnya.

Kawasan hutan tersebut mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan

sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,

mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan

tanah.

Dalam rangka rencana pemantapan kawasan hutan konservasi yang

berfungsi lindung untuk dapat berfungsi dengan baik perlu diperhatikan hal-

hal sebagai berikut :

Perlu ditetapkan batas kawasan konservasi, dan partisipasi masyarakat

lokal dalam penetapan batas kawasan konservasi sangat penting untuk

menghindari berbagai bentuk konflik di kemudian hari.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

62

Page 63: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Pengelolaan hutan harus mampu memberikan kontribusi terhadap

peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan kekayaan keaneka

ragaman hayati, pengembangan ekoturisme, peningkatan pendapatan

masyarakat lokal dan penguatan partisipasi masyarakat.

Pengelolaan hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

pengelolaan DAS secara terpadu dan harus selaras dengan aktivitas

pengembangan sektor-sektor lain serta menerapkan prinsip peranan

hulu-hilir yang berkeadilan.

Sistem pengamanan dan perlindungan hutan harus merupakan sistem

partisipatif yang melibatkan petugas pemerintah dan masyarakat lokal.

c. Kawasan hutan dan belukar di Sisi Selatan Pulau Makasar

Dari segi konservasi dan keamanan kawasan, salah satu faktor yang

menjadi nilai tambah Kawasan Pulau Makasar adalah bahwa di sisi selatan

pulau terdapat belukar (hutan sekunder) yang cukup luas memanjang ke

utara di sisi barat. Hutan seluas 27 ha tersebut cukup potensil posisinya,

baik sebagai preservasi spesies maupun berfungsi sebagai pelindung

pemukiman di bagian timur dari angin barat (sebagai wind break) yang

cukup kencang pada bulan Januari – Februari setiap tahunnya.

Dalam hubungannya dengan preservasi spesies, pada kawasan hutan ini

dapat ditetapkan suatu tempat/lokasi bagi penangkaran spesies yang saat

ini khas untuk Pulau Buton namun langka seperti Anoa. Sehingga, lokasi ini

kelak akan menjadi salah satu tempat kunjungan wisata bagi para

pengunjung yang akan melihat hewan khas ini secara langsung.

d. Sempadan Sungai

Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk

sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat

penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Di Kawasan

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

63

Page 64: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

KIPPT terdapat sungai Bungi yang dapat dikategorikan sebagai sungai

besar. Tujuan perlindungan sempadan sungai adalah untuk melindungi

sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak

kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta

mengamankan aliran sungai. Kriteria sempadan sungai adalah sekurang-

kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan

anak sungai yang berada di luar pemukiman (SK Mentan

No.837/Kpts/Um/1980).

Sempadan sungai di kawasan pemukiman berupa daerah sepanjang

sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi (10-15

meter). Garis sempadan sungai (GSS) pada daerah perkotaan adalah jarak

yang diperbolehkan untuk menempatkan elemen bangunan diukur dari sisi

atas tepi sungai atau dari kaki sebelah luar sungai dengan jarak:

Sungai tidak bertanggul, GSS = 20-25 m

Sungai bertanggul, GSS = 10 m

e. Kawasan Sempadan Pantai

Kawasan pantai diarahkan pada kawasan sepanjang pantai wilayah

daratan dan pulau yang termasuk dalam wilayah kajian. Idealnya, kawasan

sempadan pantai ditetapkan dengan pendekatan:

130 x (rata-rata perbedaan surut terendah dan pasang tertinggi) dalam

meter

Namun dalam KIPPT, hanya ditetapkan untuk wilayah darat (yakni sekitar

150 meter), sedangkan untuk Pulau Makasar tidak ditetapkan sempadan

pantai mengingat umumnya topografi pantainya adalah landai hingga terjal

Namun demikin, upaya pemanfaatan lahan pesisir pulau perlu menerapkan

kaidah-kaidah konservasi maupun kebersihan dan estetika lingkungan.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

64

Page 65: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Arahan pengelolaan sempadan pantai ditujukan untuk melindungi wilayah

pantai yang berada pada kawasan minimal 50 meter dari titik pasang

tertinggi ke arah darat dari aktivitas yang dapat merusak ekosistemnya. Ini

lah yang menjadi dasar penetapan jalur Bypass Liabuku-Lowu-Lowu.

Rencana yang perlu dipertimbangkan untuk menjaga keutuhan kawasan

berfungsi lindung adalah sebagai berikut:

Melakukan identifikasi dan inventarisasi karakteristik zona, dan

penetapan batas yang jelas pada tingkat rinci untuk mencegah

terjadinya perubahan luas kawasan. Partisipasi masyarakat lokal

dalam kegiatan rekonstruksi sangat penting untuk menghindari

berbagai bentuk konflik di kemudian hari.

Meningkatkan persepsi dan pemahaman masyarakat tentang

konservasi sumberdaya alam hayati melalui peningkatan kesadaran

publik

Mengembangkan sistem pengamanan dan perlindungan kawasan

berfungsi lindung yang berbasis masyarakat

Penguatan penerapan peraturan perundang-undangan melalui

penegakan hukum

Pembentukan kesatuan pengelolaan hutan yang berfungsi

konservasi dengan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi dan

budaya serta kelembagaan masyarakat.

4.6 Rencana Prasarana Pendidikan

Dalam struktur ruang wilayah Kota Bau-Bau, pusat distribusi utama

pelayanan pendidikan berada di BWK II. Fungsi yang diemban perlu lebih

ditingkatkan agar distribusi pelayanan dapat menyebar secara merata

keseluruh wilayah kota. Pengembangan sarana pendidikan di Kota Bau-

Bau perlu diarahkan baik kuantitas maupun kualitas agar dapat

meningkatkan kualitas sumberdaya manusia sehingga kedepan mampu

menguasai perkembangan iptek, dan dapat mengelola potensi wilayahnya

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

65

Page 66: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

sendiri sebagai bagian dari pengembangan wilayah yang berazas

kemandirian.

Untuk kawasan yang direncanakan, berdasarkan perhitungan kebutuhan

prasarana pendidikan (jumlah sekolah) untuk tingakt SD, SLTP, dan SLTA,

jika dibandingkan antara yang ada sekarang (eksisting) dan yang idealnya

ada, maka dapat dikatakan hampir terpenuhi untuk kondisi sekarang.

Namun dalam perspektif perencanaan, perlu dilakukan persiapan guna

mengantisipasi lonjakan penduduk pada kawasan ini. Sebagaimana terlihat

pada Tabel 4.11 dan 4.12, untuk kawasan pulau, jumlah SD, SLTP, dan

SLTA dianggap mencukupi hingga akhir tahun perencanaan. Namun, untuk

kawasan darat, dperlukan penambahan SLTA minimal satu buah.

Pengembangan sarana dan prasarana pendidikan kawasan ini diarahkan

pada:

Untuk wilayah-wilayah perdesaan, pengembangan sarana

pendidikan diutamakan untuk meningkatkan partisipasi wajib belajar

9 tahun. Oleh karena itu penyediaan fasilitas pendidikan

dikonsentrasikan bagi fasilitas SD dan SLTP, dan tampaknya ini

terpenuhi.

Idealnya, fasilitas pendidikan SD disediakan pada setiap kelurahan

dan pusat-pusat permukiman yang terpencil, dengan pertimbangan

jaraknya dapat dijangkau dengan aman oleh murid SD. Sedangkan

fasilitas pendidikan SLTP, dapat disediakan di pusat-pusat

kelurahan, yang dapat menampung lulusan SD dari pusat

permikiman di kawasan agak terpencil. Untuk fasilitas pendidikan

yang lebih tinggi, dapat disediakan di pusat kecamatan yaitu di

ibukota kecamatan. Minimal setiap ibukota kecamatan perlu memiliki

1 (satu) unit fasilitas pendidikan setingkat SLTA (dan ini untuk

kawasan yang direncanakan telah terpenuhi), meskipun harus

mempertimbangkan jumlah anak usia sekolah SLTA yang berbeda

antara satu kecamatan dengan yang lainnya. Sehingga, bagi kota

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

66

Page 67: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk usia SLTA cukup

besar dapat disediakan lebih dari satu SLTA atau disesuaikan

dengan jumlah usia SLTA yang ada.

Selain itu, pengadaan sekolah-sekolah unggulan sangat diperlukan

untuk menampung siswa-siswa berprestasi. Saat ini telah tersedia

SMK Perikanan dan Kelautan di Pulau Makasar.

Kemudian, besaran ruang yang dibutuhkan untuk pengembangan

fasilitas pendidikan dapat diketahui melalui standar perencanaan

bagi luas lahan fasilitas, yakni: satu unit SD menggunakan lahan

seluas 3600 m²/unit, dan satu unit SLTP dan SLTA masing-masing

menggunakan lahan seluas 4800 m²/unit.

Tabel 4.12 Proyeksi Kebutuhan Prasarana Pendidikan di KIPPT Pulau Makasar

(Pulau*)

2006/2007 2008 2009 2010 2011 2012

Penduduk 4,316 4,413 4,512 4,613 4,716 4,822Usia SD 582 595 608 622 636 650 SD 2 2 3 3 3 3 Eksisting 3

Usia SLTP 224 229 234 239 245 250 SLTP 1 1 1 1 1 1 Eksisting 1

UsiaSLTA 428 438 447 457 468 478 SLTA 1 1 1 1 1 1 Eksisting 1

*Khusus untuk Pulau Makasar: Kel Liwuto dan SukanaeyoSumber : Hasil Analisis KonsultanKeterangan :Untuk SD terdiri dari 6 kelas masing-masing 40 siswa berarti 1 SD 240 siswa.Untuk SLTP terdiri dari 6 kelas masing-masing 40 siswa berarti 1 SLTP 240 siswa.Untuk SLTA terdiri dari 9 kelas masing-masing 40 siswa berarti 1 SLTA 360 siswa.Rata-rata Usia SD 13.48%Rata-rata usia SLTP 5.19%Rata-rata Usia SLTA 9.92%

UraianTahun

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

67

Page 68: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Tabel 4.13 Proyeksi Kebutuhan Prasarana Pendidikan di KIPPT Pulau Makasar

(Daratan*)

2006/2007 2008 2009 2010 2011 2012

Penduduk 4,791 4,898 5,008 5,120 5,235 5,352Usia SD 552 564 577 590 603 617 SD 2 2 2 2 3 3 Eksisting 6

Usia SLTP 381 390 398 407 416 426 SLTP 2 2 2 2 2 2 Eksisting 2

UsiaSLTA 524 536 548 560 573 585 SLTA 1 1 2 2 2 2 Eksisting 0

*Khusus untuk Daratan: Kel Lowu-Lowu, Kolese & Kalia-Lia

Sumber : Hasil Analisis Konsultan

Keterangan :

Untuk SD terdiri dari 6 kelas masing-masing 40 siswa berarti 1 SD 240 siswa.

Untuk SLTP terdiri dari 6 kelas masing-masing 40 siswa berarti 1 SLTP 240 siswa.

Untuk SLTA terdiri dari 9 kelas masing-masing 40 siswa berarti 1 SLTA 360 siswa.

Rata-rata Usia SD 11.52%Rata-rata usia SLTP 7.95%Rata-rata Usia SLTA 10.94%

UraianTahun

4.7. Rencana Prasarana Olahraga

Prasarana olahraga dapat berupa indoor atau outdoor. Untuk outdoor,

selain berfungsi sebagai tempat untuk berolahraga juga berfungsi untuk

kegiatan lain seperti tempat upacara, tempat bermain, kegiatan ritual dan

kegiatan lainnya. Mengingat pentingnya sarana ini maka ada beberapa hal

yang perlu diperhatikan dalam pembangunan sarana olahraga seperti

ketersediaan lahan, perlunya lahan konservasi disekitarnya, lokasi yang

strategis dan tidak mengganggu aktivitas lainnya, keamanan dan

kenyamanan.

Dengan menggunakan standar perencanaan yang ada, pengembangan

sarana olahraga didasarkan pada jumlah penduduk. Penduduk sejumlah

2500 – 30.000 jiwa memerlukan luas lahan 1500 – 9000 m². Untuk

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

68

Page 69: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

kebutuhan perencanaan, maka ditetapkan 1 ha per kecamatan untuk

penduduk 30.000 jiwa. Sedangkan kecamatan dengan penduduk di atas

jumlah itu di akhir tahun perencanaan 2016 membutuhkan ruang yang lebih

besar bagi sarana olah raga dan rekreasi.

Di kawasan yang direncanakan telah tersedia dua lapangan olahraga yang

biasanya multifungsi, yakni di Kelurahan Liwuto dan di kelurahan Lowu-

Lowu. Luas masing-masing sekitar 0,5 ha. Untuk perencanaan kedepan,

terutama dalam upaya mengembangkan rentang kendali wilayah kota Bau-

Bau, maka direncanakan Stadion di KIPPT, dimana kelak akan berada

pada Kota Satelit Lowu-Lowu. Karakteristiknya dijelaskan sebelumnya

pada bagian Sub-Kawasan Olahraga.

4.8. Sarana Perdagangan

Fasilitas perdagangan di KIPPT Pulau Makasar meliputi pasar pusat,

perdagangan grosir, pasar lokal, kios/warung, pertokoan, dan jasa komersil

lain. Pasar pusat dan pertokoan diarahkan di Lowu-Lowu, sedangkan jenis

fasilitas perdagangan lainnya tersebar di seluruh kawasan (darat dan

pulau). Untuk Pulau Makasar, saat ini telah terdapat Pasar Sukanaeyo

yang nantinya akan dikembangkan dan terpadu dengan rencana

pengembangan terminal Pulau Makasar, dengan luas total area sekitar 3.0

ha (lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang).

4.9. Rencana Utilitas Kawasan

4.9.1. Energi (Kelistrikan)

Di Kota Bau-Bau saat ini, telah terpasang sambungan listrik sebesar

14.574 Rumah Tangga dari total 26.606 KK yang ada (55%). Untuk

kawasan KIPPT, listrik telah menjangkau ke hampir seluruh segmen

kawasan termasuk Pulau Makassar melalui selat Lowu-Lowu. Rencana

pengembangan energi kelistrikan pada keseluruhan kawasan ini perlu

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

69

Page 70: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

didasarkan pada proyeksi (hingga tahun 2012) sebagai berikut (Tabel

4.14).

Tabel 4.14. Proyeksi Kebutuhan Prasarana Listrik di KIPPT (Kilo Volt Ampere)

2006/2007 2008 2009 2010 2011 2012

Penduduk 9,107 9,311 9,520 9,733 9,951 10,174KK 1,821 1,862 1,904 1,947 1,990 2,035 Domestik 1,202 1,229 1,257 1,285 1,314 1,343 Tipe 1 219 223 228 234 239 244 Tipe 2 492 503 514 526 537 549 Tipe 3 492 503 514 526 537 549

Non-Domestik 361 369 377 385 394 403

Penerangan Jalan 24 25 25 26 26 27 Jumlah 1,587 1,622 1,659 1,696 1,734 1,773 Keterangan :Tipe 1 : Tipe 2 : Tipe 3 = 1 : 3 : 6Tipe 1 : 1200 VATipe 2 : 900 VATipe 3 : 450 VA

UraianTahun

Kebutuhan Non-Domestik adalah 30% dari kebutuhan domestikKebutuhan Penerangan J alan adalah 2% dari kebutuhan domestik

Peningkatan pelayanan akan kebutuhan prasarana listrik untuk masa yang

akan datang perlu diupayakan mencapai 100% guna memberi penerangan

kepada masyarakat dan meningkatkan produksi industri bagi pengguna

jasa listrik. Untuk kawasan yang direncanakan, peningkatan jangkauan

pelayanan dapat dilakukan dengan distribusi melalui PLN sub-ranting dan

listrik desa, sehingga mampu melayani seluruh segmen kawasan.

4.9.2. Air Bersih

Saat ini penyediaan prasarana air bersih telah didistribusi oleh PDAM yang

melayani penduduk KIPPT Pulau Makasar dan Daratan, dan disamping itu

juga digunakan air tanah. Potensi air baku yang ada berupa mata air

pegunungan yang merupakan air bersih utama bagi masyarakat pada

kawasan ini. Dalam upaya peningkatan pelayanan akan air bersih maka

perlu diupayakan:

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

70

Page 71: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Perlunya identifikasi potensi air baku dan peningkatan proses

pengolahan menjadi air bersih yang memiliki sanitasi tinggi yang

sesuai dengan standar kesehatan.

Kebutuhan air bersih di Kota Bau-Bau dapat dikategorikan dalam 2

(dua) jenis pemakaian yaitu domestik (rumah tangga) dan non-

domestik seperti industri, perkantoran pemerintaha, hotel dan

restoran, dan perdagangan, dll dengan total kebutuhan di akhir

tahun perencanaan 2012 pada pada kawasan ini adalah seperti

terlihat pada Tabel 4.15.

Sistem pelayanan air bersih perkotaan dengan penduduk minimal

10.000 jiwa, dilayani melalui sistem penyediaan air bersih perpipaan

dengan Instalasi Pengolahan Air Lengkap oleh PDAM, dan ini telah

terpenuhi pada Kawasan KIPPT yang memiliki total penduduk dari 5

kelurahan pada akhir tahun perencanaan (2012) adalah 10.174 jiwa.

Untuk mengantisipasi krisis air bersih pada musim-musim tertentu,

masyarakat dapat membuat sistem penampungan air hujan (PAH)

yang memadai untuk kebutuhan rumah tangga.

Tabel 4.15 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih di KIPPT (Lt/dt)

2006/2007 2008 2009 2010 2011 2012

Penduduk 9,107 9,311 9,520 9,733 9,951 10,174

KK 1,821 1,862 1,904 1,947 1,990 2,035 Kebutuhan RT 8.43 8.62 8.81 9.01 9.21 9.42 Fasilitas Sosial 0.84 0.86 0.88 0.90 0.92 0.94 Perdagangan & Jasa 1.26 1.29 1.32 1.35 1.38 1.41

Industri Rumah Tangga 1.26 1.29 1.32 1.35 1.38 1.41

Kebocoran 0.84 0.86 0.88 0.90 0.92 0.94 Jumlah 13 13 13 14 14 14 Keterangan :Kebutuhan Rumah Tangga : 80 lt/org/hrFasilitas Sosial : 10% dari kebutuhan rumah tanggaPerdagangan & Jasa : 15% dari kebutuhan rumah tanggaIndustri Rumah Tangga : 15% dari kebutuhan rumah tanggaKebocoran : 10% dari kebutuhan rumah tangga

UraianTahun

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

71

Page 72: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

4.9.3. Sarana Sanitasi dan Persampahan

Fasilitas pembuangan sampah dan pengolahan limbah merupakan fasilitas

standar pengelolaan lingkungan yang harus dimiliki oleh daerah perkotaan.

Oleh karena itu, dalam melakukan pengolahan sampah, maka perlu

dikendalikan: bau yang ditimbulkan, penyebaran penyakit, lindi/leachete,

kebakaran sampah dan aspek estetika lingkungan.

Berdasarkan data proyeksi (hingga akhir tahun 2012), di wilayah atau

Kawasan KIPPT Pulau (Kel Liwuto dan Sukanaeyo), setiap harinya secara

total akan memproduksi sejumlah 13,26 m3 sampah, dan air kotor

sebanyak 482.154 lt/hari (Tabel 4.16). Sedangak Kawasan Daratan (Lowu-

Lowu, Kolese, dan Kalialia) memproduksi 14,72 m3 sampah per hari dan air

kotor sebanyak 535.200 lt/hari (4.16). Dengan demikian diperlukan

pembangunan lokasi TPA di sekitar kawasan. Lokasi TPA sebaiknya di

lahan yang tidak produktif sehingga tidak mengganggu sistem tata air yang

ada, dan relatif jauh dari lingkungan permukiman.

Rencana optimalisasi pemanfaatan TPA perlu ditempuh dengan:

Mengembangkan sistem perlindungan (konservasi) terhadap tata air

melalui penghijauan di sekitar lokasi TPA

Membuka jalan alternatif khusus yang menghubungkan pusat-pusat

permikiman dengan TPA

Mengupayakan adanya sistem daur ulang melalui industri

persampahan

Penetapan TPS-TPS di wilayah-wilayah permukiman, dan

pembuatan sistem zoning untuk persampahan permukiman

penduduk.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

72

Page 73: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Tabel 4.16Proyeksi Kebutuhan Prasarana Pengelolaan Lingkungan di KIPPT(Pulau*)

Tahun2006/2007 2008 2009 2010 2011 2012

Penduduk 4,316 4,413 4,512 4,613 4,716 4,822

Jumlah Rumah Tangga 863 883 902 923 943 964

Peng. Rumah Tangga 345,280 353,014 360,922 369,006 377,272 385,723

Fasilitas Sosial 34,528 35,301 36,092 36,901 37,727 38,572

Perdagangan & Jasa 51,792 52,952 54,138 55,351 56,591 57,858

Jumlah 431,600 441,268 451,152 461,258 471,590 482,154

11.87 12.13 12.41 12.68 12.97 13.26 *Khusus untuk Pulau Makasar: Kel Liwuto dan Sukanaeyo

Keterangan :Pengeluaran Air Kotor Rumah Tangga : 80 lt/org/hrFasilitas Sosial : 10% dari pengeluaran rumah tanggaPerdagangan & Jasa : 15% dari pengeluaran rumah tanggaPengeluaran Sampah : 2.75 kg /org/hr

Uraian

Air Kotor (lt/hari)

Timbulan Sampah (m3)

Tabel 4.17Proyeksi Kebutuhan Prasarana Pengelolaan Lingkungan di

KIPPT(Daratan*)

Tahun2006/2007 2008 2009 2010 2011 2012

Penduduk 4,791 4,898 5,008 5,120 5,235 5,352

Jumlah Rumah Tangga 958 980 1,002 1,024 1,047 1,070

Peng. Rumah Tangga 383,280 391,840 400,640 409,600 418,800 428,160

Fasilitas Sosial 38,328 39,184 40,064 40,960 41,880 42,816

Perdagangan & Jasa 57,492 58,776 60,096 61,440 62,820 64,224

Jumlah 479,100 489,800 500,800 512,000 523,500 535,200

13.18 13.47 13.77 14.08 14.40 14.72 *Khusus untuk Daratan: Kel Lowu-Lowu, Kolese & Kalia-Lia

Keterangan :Pengeluaran Air Kotor Rumah Tangga : 80 lt/org/hrFasilitas Sosial : 10% dari pengeluaran rumah tanggaPerdagangan & Jasa : 15% dari pengeluaran rumah tanggaPengeluaran Sampah : 2.75 kg /org/hr

Air Kotor (lt/hari)

Timbulan Sampah (m3)

Uraian

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

73

Page 74: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

4.9.4. Sarana Telekomunikasi

Di Kota Bau-Bau, pelayanan jasa telekomunikasi (melalui jaringan telepon)

umumnya masih terbatas pada kawasan perkotaan utamanya pada

kawasan ibukota. Saat ini jumlah sambungan telepon terpasang baru

mencapai 5.154. Jika dibandingkan dengan jumlah rumahtangga (KK)

26.606, maka jumlah tersebut masih jauh dari cukup (baru 19%). Namun

disadari, bahwa dengan populernya fasilitas mobile phone di berbagai

pelosok desa, maka masyarakat sangat terbantukan.

Untuk tujuan komunikasi, perlunya peningkatan sarana telekomunikasi

yang antara lain:

Peningkatan sarana dan prasarana telekomunikasi termasuk

penambahan jumlah sambungan pada wilayah yang sudah

ada/terlayani.

Pembuatan jaringan telekomunikasi melalui sambungan telepon ke

kecamatan yang saat ini belum terlayani, termasuk KIPPT Pulau

Makasar.

Peningkatan pelayanan jasa telekomunikasi sesuai dengan

perkembangan teknologi, guna mencapai pelayanan terhadap

seluruh lapisan masyarakat.

4.10 Rencana Pelabuhan Kawasan

4.10.1 Pelabuhan di Wilayah Kota Bau-Bau

Sejalan dengan pertumbuhan Kota Bau-Bau yang begitu pesat, perlu

dipikirkan berbagai skenario pembangunan untuk mengantisipasi

kebutuhan-kebutuhan akan fasilitas, sarana, dan prasarana yang

memadai untuk mendukung aktivitas sosial ekonomi masyarakat.

Kepelabuhanan merupakan salah satu aspek penting, dan untuk

pengembangan kawasan industri perikanan telaah tentang alternatif

pengembangan perlu dilakukan.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

74

Page 75: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Saat ini di Kota Bau-Bau terdapat beberapa titik pelabuhan, yakni

Pelabuhan Murhum (Pelabuhan Utama), Pelabuhan Feri di Batulo,

Pelabuhan Jembatan Batu, Pelabuhan (Rencana) Peti Kemas di

Waruruma, Pelabuhan Pertamina, dan Pelabuhan Wameo (TPI).

Kemudian adapula pelabuhan-pelabuhan rakyat seperti Pelabuhan

Lakologou, Lowu-Lowu, Kalialia, Sukanaeyo, Liwuto, dan Mutiara.

Pelabuhan-Pelabuhan tersebut memiliki fungsi masing-masing. Namun

demikian, untuk perhitungan jangka panjang 10 hingga 20 tahun ke

depan, berbagai skenario dan alternatif perlu di telaah dengan seksama,

untuk mengarahkan dan memantapkan fungsi masing-masing terutama

dalam tataran rencana kawasan-kawasan.

4.10.2 Pelabuhan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya

Saat ini terdapat lima pelabuhan di KIPPT Pulau Makasar dan

sekitarnya, yakni Pelabuhan Lakologou, Lowu-Lowu, Kalialia,

Sukanaeyo, Liwuto, dan Mutiara. Beberapa karakteristik masing-masing

pelabuhan tersebut telah di identifikasi selama survei lapangan,

sebagaimana disajikan pada Tabel 4.3. Berikut ini beberapa skenario

pengembangan pelabuhan tersebut untuk menunjang pengembangan

kepelabuhanan KIPPT Pulau Makasar pada khususnya, dan Kota Bau-

Bau pada umumnya (Tabel 4.18).

4.11 Rencana Pengembangan Sektoral Kawasan Secara Terpadu

a. Strategi

Berdasarkan analisis keruangan sebagaimana dipaparkan sebelumnya,

maka strategi pengembangan sektoral secara terpadu yang perlu

dilakukan, meliputi:

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

75

Page 76: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Tabel 4.18Alternatif Pengembangan Pelabuhan di KIPPT Pulau Makasar dan

Sekitarnya

No Pelabuhan Alternatif I Alternatif II Alternatif III1 Utama

Perikanan (Pendaratan Ikan)

Tetap TPI Wameo Pulau Makasar (Mutiara)

Lowu-Lowu

Karakteristik: Karakteristik: Karakteristik: Fasilitas tersedia Butuh maintenance

Breakerwater secara terus-menerus karen kurang terlindung dari angin barat

Cukup dalam Ruang

pengembangan terbatas

Sangat terlindung dari angin barat

Sangat dalam Ruang pengem-

bangan tersedia Fasilitas belum

tersedia Kemudahan

menata fasilitas pelabuhan

Akses mudah Sangat dalam Ruang pengem-

bangan terbatas Fasilitas belum

tersedia Kemudahan

menata fasilitas pelabuhan

Relatif terbuka dari angin barat

Relatif dangkal2. Pelabuhan

FeriTetap Batulo Pulau Makasar

(Mutiara)Kalia-Lia

Karakteristik: Karakteristik: Karakteristik: Fasilitas tersedia Cukup dalam Akses baik Arah pergerakan

menyamping ke Wamengkolipada musim barat (Desember hingga Februari)

Aktivitas lalu lintas kota dapat terganggu oleh embarkasi dan debarkasi penumpang

Sangat terlindung dari angin barat

Sangat dalam Ruang pengem-

bangan tersedia Fasilitas belum

tersedia Kemudahan

menata fasilitas pelabuhan

Ada keterpaduan

Dekat konsentrasi penduduk

Sangat terlindung dari angin barat

Sangat dalam Ruang pengem-

bangan tersedia Sangat strategis

untuk pengem-bangan Kota Satelit Lowu-Lowu

Jangkauan ke berbagai titik terbuka (barat, utara, dan timur)

Pengembangan tiga sektor strategis (perikanan, pariwisata, dan

pendidikan), melaui:

o Pemanfaatan dan pengalokasian ruang bagi kawasan

pengembangan tiga sektor strategis yang memiliki keterkaitan

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

76

Page 77: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

dalam suatu zona (kawasan), dan ini telah diwujudkan dalam

suatu alokasi pemanfaatan ruang;

o Optimalisasi pemanfaatan wilayah pesisir dengan

memprioritaskan lahan-lahan yang paling sesuai

pengembangannya berdasarkan analisis kesesuaian lahan,

dengan tidak mengabaikan aspek kelestarian lingkungan.

Pengembangan pusat-pusat aktivitas, yang meliputi pengembangan

sarana dan prasaran pelayanan lingkungan yang mampu menunjang

fungsi sentral yang dimiliki tiap bagaian kawasan (baik KIPPT Pulau

Makasar maupun yang di darat).

Pengembangan dan peningkatan aktivitas, yang meliputi

pengembangan sistem pencapaian ke lokasi, pengembangan pusat-

pusat kegiatan, khususnya bagi aktivitas yang memiliki keterkaitan

hubungan yang erat dengan perikanan, pariwisata, dan pendidikan.

Pengembangan kegiatan industri diarahkan agar dapat memberikan

nilai tambah dan multiplier effect bagi pembangunan wilayah.

Kemudian, dalam pelaksanaanya, integrasi sektoral dan ruang begi

pengembangan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya perlu

memperhatikan sembilan aspek pembangunan berikut:

Aspek Perencanaan Pembangunan KIPPT yang antara lain

mencakup sistem pengendalian pemanfaatan ruang, standarisasi,

koordinasi lintas sektoral, pendanaan, dan sistem informasi KIPPT.

Aspek Sarana/Prasarana, yang memiliki fungsi untuk memenuhi

kebutuhan dalam menjalankan aktivitas indutri perikanan, pariwisata,

dan pendidikan,

Aspek Daya Dukung, sebagai tolok ukur pengendalian dalam rangka

memelihara keseimbangan lingkungan, dimana pembangunan

sarana dan prasarana dapat meningkatkan daya dukung sehingga

upaya pemanfaatan dapat dilakukan secara optimal.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

77

Page 78: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Aspek Kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan

kapasitas institusi, sebagai mekanisme yang dapat mengatur

berbagai kepentingan yang sesuai dan memiliki efisiensi tinggi.

Aspek Pengelolaan, yaitu dengan mengembangkan profesionalisme

dan pola pengelolaan KIPPT yang siap mendukung kegiatan indutri

perikanan, pariwisata, dan pendidikan dan mampu memanfaatkan

potensi KIPPT secara lestari.

Aspek Pengusahaan yang memberi kesempatan dan mengatur

pemanfaatan KIPPT untuk tujuan indutri perikanan, pariwisata, dan

pendidikan baik kepada pihak ketiga dalam rangka membuka

lapangan kerja bagi masyarakat setempat, maupun bagi pemerintah

dan masyarakat secara langsung.

Aspek Pemasaran dengan mempergunakan teknologi tinggi dan

bekerja sama dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun luar

negeri.

Aspek Peran Serta Masyarakat melalui kesempatan-kesempatan

usaha sehingga ikut membantu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Aspek Penelitian dan Pengembangan, dimana diharapkan kawasan

ini dan sekitarnya menjadi wadah alami bagi pendidikan dan

penelitian di bidang perikanan/kelautan karena keunikan ekosistem

yang dimiliki serta potensi sumberdayanya yang tinggi.

b. Program dan Kegiatan

Program dan kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan

pengembangan KIPPT Pulau Makasar dan sekitarnya adalah sebagai

berikut ini. Sedangkan perogram implementasi hingga tahun 2017 disajikan

dalam Matriks Program Indikatif dalam Bab V.

1. Program pengendalian pemanfaatan ruang KIPPT Pulau Makasar

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

78

Page 79: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Kegiatan meliputi:

Penertiban penguasaan lahan secara berlebihan dan ilegal

Sosialisasi penataan ruang kawasan

Pemantauan pemanfaatan ruang termasuk membuat evaluasi,

pelaporan secara berkesinambungan

2. Perencanaan dan pemantapan jaringan sirkulasi kawasan

Kegiatan meliputi:

Peningkatan aksesibilitas antar pusat-pusat pertumbuhan melalui

jalan darat

Peningkatan aksesibilitas antar pusat-pusat pertumbuhan melalui

laut

Pembangunan jalan-jalan lokal

3. Program peningkatan kinerja usaha perikanan

Kegiatan meliputi:

Pembinaan para nelayan tradisional

Pelatihan pemanfaatan teknologi sederhana dan berkembang bagi

para nelayan

Pembinaan pengelola usaha perikanan

Pencegahan penggunaan alat/bahan berbahaya dalam

penangkapan ikan

4. Program peningkatan kinerja pariwista

Kegiatan meliputi:

Pembentukan kelompok sadar wisata

Pembinaan kelurahan wisata dan pembuatan baleho wisata Pulau

Makasar

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

79

Page 80: Bab IV Perumusan Rencana an

Laporan Akhir

Penyertaan KIPPT Pulau Makasar pada setiap dokumen

kepariwisataan Kota Bau-Bau dan dalam setiap ajang promosi

wisata.

5. Peningkatan kegiatan pendidikan dan penelitian KIPPT Pulau Makasar

dan Sekitarnya.

Kegiatan meliputi:

Penelitian perikanan dan biota laut lainnya

Penelitian pola arus dan komponen oceanografi lainnya

Penelitian lahan pertanian dan kualitas lahan pesisir

Penelitian sosial ekonomi masyarakat KIPPT Pulau Makasar dan

sekitarnya

6. Program pemberdayaan generasi muda

Tujuan program ini adalah memberikan kesempatan dan kebebasan bagi

pemuda untuk mengaktualisasikan segenap potensi, bakat dan minatnya

dalam pembangunan daerah.

Kegiatan pokok:

Melaksanakan program pembinaan generasi muda secara bertahap

dan berkesinambungan dan bekerjasama dengan pembina agama

serta tokoh masyarakat;

Mendorong terbentuknya organisasi pemuda disertai dengan

program kegiatan

Memperluas kesempatan dalam berorganisasi dan berkreasi bagi

pemuda secara bebas dan bertanggungjawab

Melakukan pembinaan dan pembibitan olahragawan yang berbakat

berdasarkan cabang olahraga yang menjadi unggulan daerah serta

meningkatkan partispasi masyarakat dan dunia usaha dalam

pembiayaanya.

Masterplan KIPPT Pulau Makasar dan Sekitarnya IV –

80