bab iii tinjauan umum tentang ulul albĀbrepository.uinbanten.ac.id/2820/5/bab iii.pdf · a....
TRANSCRIPT
31
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG ULUL ALBĀB
Term ulul albāb terulang dalam Alquran sebanyak 16
kali. Adapun ayat-ayat yang menyebutkan kata ulul albāb antara
lain tertuang dalam surat Al-Baqarah [2]: 179, 197, 269; surat Ali
„Imrān [3]: 7, 190; surat Al-Māidah [5]: 100; surat Yusuf [12]:
111; surat Ar-Rad [13]: 19; surat Ibrahim [14]: 52; surat Ṣād [38]:
29, 43; surat Az-Zumar [39]: 9, 18, 21; surat Ghāfir [40]: 54 dan
surat Aṭ-Ṭalāq [65]: 10. Pengulangan ayat-ayat tersebut
menunjukan pentingnya ulul albāb dalam berkehidupan sebagai
manusia yang bertaqwa, bertafakkur, bertadzakkur, mengerti
akan keadaan sekitar, dan memiliki kejernihan hati ruhani.
Secara umum, pembahasan yang ada akan dilakukan
dengan tuntunan yang telah ada, dengan tidak mengurangi
kesederhanaan yang ada, dengan melihat fenomena yang ada.
A. Pengertian Ulul Albāb
Pembahasan secara umum diperlukan untuk melihat
keumuman pembahasan kepada yang khusus. Pengertian ulul
albāb akan dibagi menjadi dua bagian, secara bahasa dan secara
istilah, yaitu;
32
1. Secara Bahasa
Secara bahasa, ulul albāb terdiri dari dua kata yaitu ulū
dan albāb. Kata ulū dalam bahasa arab berarti żu yaitu memiliki.1
Sedangkan albāb berasal dari kata al-lubb yang artinya otak atau
fikiran, tetapi bukan berarti mengandung dari beberapa orang,
jadi hanya dimiliki oleh seseorang. Dalam hal ini, Ibnu Manzhur,
penyusun kitab Lisan al-„Arab, berpendapat, “Kata lubb berarti
akal.” Di tempat lain, Ibnu Manzhur berkata,”Lubb adalah intisari
sesuatu, ruhnya, dan bahan terbaiknya.” Maka dari pendapat
tersebut lubb adalah ruh dan intisari akal.2
Dalam kamus kontemporer, arti lubb sama dengan arti
jauhara dengan jamak lubābun yaitu intisari atau bagian
terpenting, mempunyai persamaan kata dengan „aql, qolbu,
sammu yang artinya akal, hati dan racun.3 Secara istilah kata ulul
albāb dapat diartikan menjadi orang yang memiliki otak yang
berlapis-lapis, sebenarnya membentuk arti kiasan tentang orang
yang memiliki otak tajam,4 dalam istilah lain memiliki arti orang
yang memiliki ilmu yang cerdik lagi pandai.5
1 Ahmad Warson al-Munawir, Al-Munawir Kamus Bahasa Arab
Indonesia, (Yogyakarta: Pondok Pesantren Krapyak, 1984), p.49 2 Muhammad „Abdullah Asy-Syarqawi, Sufisme dan Akal,
diterjemahkan dari buku aslinya oleh Halid Alkaf, dengan judul asli: Aṣ-
Ṣufiyyah wa al-„Aql: Dirāsah Tahlīliyyah Muqāranah li al-Ghazali wa Ibn
Rusyd wa Ibn „Arabiy, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2003), p.83 3 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab
Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003), p.1540 4 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedia Al-Qur‟an, Tafsir Sosial
Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, (Jakarta:Paramadina, 2002), p.557 5 Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia,…, p.1540
33
Adapun kata atau lafadz yang berkaitan dengan ulul albāb
juga banyak, dengan maksud arti lafadz yang sama dengan kata
yang berbeda. Seperti, lafadz albāb mempunyai persamaan kata
dengan al-„aql, al-qolbu, al-fuād, aṣ-ṣodr, yaitu;
a. Al-Qolbu
Dalam arti fisik lafadz al-qolbu dapat diartikan seperti
jantung,6 umumnya membedakan arti kata qolbu menjadi dua
makna dan tempat yang berbeda, qolbu secara jasmani dan
secara ruhani, adapun makna qolbu jasmani dan qolbu rohani
ialah:
1) Qolbu Jasmani
Secara fisik diartikan dengan makna organ yang
sarat dengan otot yang fungsinya menghisap dan
memompa darah, terletak di tengah dada agak miring ke
kiri, dan dipastikan dari posisi tersebut qolbu adalah
jantung. Sebuah hadits yang popular menyebutkan:
ثإيذ اوإل أ غ مضج دي ص
الج في ن ل ح ص جج ل د ص
دكل دالج ص الج ص د ص تج د اذ ا ص و هي أل و كل
لجب الجل
6 Moh. Saifullah Al-Aziz, Cahaya Penerang Hati, (Surabaya: Terbit
Terang, 2004), p.13
34
“Ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh manusia
terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik,
maka seluruh tubuh juga baik. Jika segumpal daging itu
rusak, maka seluruh tubuh juga rusak. Ketahuilah,
segumpal daging itu adalah qolbu.” (HR. Muslim no.
1599)7
Maksud hadits tersebut dalam kata segumpal
daging ialah sebagai benda fisik yang terkait langsung
dengan keadaan jasad atau tubuh manusia. Diantara
segumpal daging tersebut, yang kalau sakit atau rusak
maka seluruh jasad akan rusak, adalah jantung. Maka kata
qolbu yang hanya diartikan secara ruhiyyah, apabila
menggunakan tata bahasa yang benar, akan memiliki
makna jasmaniyyah.
2) Qolbu Ruhani
Alquran menggunakan term qolbu untuk
menyebut hati manusia seperti yang disebutkan dalam
surat;
إيل ت وأ ن لييمٱلل لبش يل ٨٩ة
“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan
hati yang bersih” (QS. Asy-Syu‟arā‟:89)
7 Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Bukhari, at-Tirmidzi, an-Nasā‟i,
Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan ad-Darimi, denga lafadz yang berbeda-
beda namun maknanya sama. Hadits ini dimuat oleh Imam an-Nawawi dalam
Arba‟in an-Nawawiyah, hadits no. 6, dan Riyāduṣ-Ṣalihin, no 588)
35
Pengertian tentang, qolbun salīm ialah hati yang
selamat lagi sejahtera, karena hati manusia adalah tempat
perubahan dan pasang surut yang konstan. Hati adalah
organ intuisi suprarasional berbagai realitas transenden
yang berhubungan dengan manusia. Orang-orang yang
sudah jauh melangkah dalam menempuh jalan spiritual
tidak akan pernah membiarkan penjarah memasuki hati
suci mereka, karena hati mereka sebagai singgasan Illahi
yang dikelilingi oleh berbagai hakikat spiritual.8 Adapun
hadits yang membahas tentang hati, ialah;
إين جد اءفي خ ثش ىكج ى جج ك ذجى ب إيذ اأ جهؤجنيو ال
ي تي...ك لج
“Sesungguhnya orang beriman itu, kalau berdosa, akan
terbentuk bercak hitam di qalbunya.” (HR. Ibnu Majah
no 4244)9
Qolbu yang dimaksud dengan hadits tersebut
berkaitan dengan ruhaniyyah seseorang, sesuai ungkapan
popular tentang qolbu adalah summiyat al-qalba qalban
litaqallubihi, artinya kalbu disebut qolbu karena sifatnya
8 Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Alquran, (Jakarta:AMZAH,
2012), p.232 9 Kitab Sunan Ibnu Majah, Bab 29 Zuhud bagian Mengingat Dosa, no
4244/3 jilid 4 dengan kitab asli Sunan Ibnu Majah bi Syarh al-Imam Abi al-
Hasan al-Hanafi al-Ma‟rufi bi as-Sindi, (Beirut: Dar al-Ma‟rifat),p.488
36
yang tidak konsisten, karena itulah banyak peningkatan
atau penurunan yang terjadi didalam bolak-baliknya hati.
b. Al-Fuād
Kemudian lafadz lubb yang sebelumnya juga dibahas,
bahwa memiliki persamaan lafadz dengan al-fuād,
dikarenakan mempunyai arti yang sama yaitu hati, dan akal
10, dalam surat-Nya;
ل يو ي ة م ل ال يس ۦت لفن لمإين هع عي ٱلص
و اد و ٱل ص سٱلفؤ ن ي ع ن ك هيم ل وجأ كل ٣٦ل
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isrā‟:36)
c. Aṣ-Ṣadr
Selain daripada kata fuād, Alquran menggunakan
persamaan kata lubb dengan kata ṣadr yang berarti dada atau
depan untuk menyebut suasana hati dan jiwa sebagai satu
kesatuan psikologis, sebagaimana dalam surat;
10
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia,( Jakarta: Hidakarya
Agung, 1990), p.306
37
ل م أ در ك ص حل م ١ن ش
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?”
(QS. Al-Insyirāh:1)
Pemaknaan ayat tersebut, dalam konteks nafs
manusia, qalbu bukanlah sepotong organ tubuh, tetapi
sebagaimana „aql dan baṣīrah merupakan elemen atau
subsistem dalam sistem nafs yang bersifat rohani.11
d. Al-„Aql
Kemudian lafadz lubb juga mempunyai persamaan
makna dengan „aql, yang artinya akal. Lafadz akal berasal
dari maṣdar „aqola („aqlān wa ma‟qūlān), „aqlun dengan
jamak „uqūlun yang artinya akal, fikiran, hati, diat12
dan
ingatan13
atau al-ghulām, dengan kalimat „aqqala al-ghulāma
yang artinya membuatnya berakal.14
Akal juga mempunyai
persamaan kata dengan fahmun yang artinya faham atau
mengerti, dan qolbun yaitu hati.15
Menurut Abu Hilal Al-„Iskari mengatakan bahwa akal
adalah ilmu pengetahuan yang pertama mencegah keburukan,
11
Al-Hafidz, Kamus Ilmu Alquran,..., p.232 12
S. Askar, Kamus Arab-Indonesia (Terlengkap, Mudah, dan
Praktis), (Jakarta: Senayan Publiṣing,2010),p.532 13
Al-Munawir, Al-Munawir Kamus Bahasa Arab Indonesia,..., p.957 14
Askar, Kamus Arab-Indonesia (Terlengkap, Mudah, dan
Praktis),…, p.533 15
Yunus, Kamus Arab-Indonesia…, p.275
38
dan setiap orang yang pencegahannya lebih kuat maka ia
adalah orang yang sangat cerdas (sangat cemerlang akalnya).
Sebagian ulama mengatakan bahwa akal adalah
pemeliharaan.16
Demikian adalah pemaknaan kata ulul albāb, yang ulū
adalah orang yang memiliki sesuatu dan disertai pula dengan
arti yang sama dengan lafadz lubb, yang dimaksud adalah
hati, jantung, akal fikiran, dada dan intisari ruh. Adapun
dalam istilah ulul albāb maka bisa diartikan sebagai orang
yang memiliki kecerdasan dalam akal fikiran, kejernihan hati
dalam jiwa dan memiliki intisari ruh untuk mengingat Allah
dan memikirkan ciptaan Allah (tażakkur dan tafakkur).17
2. Secara Istilah
Menurut pandangan lain, Imam Nawawi menyebut bahwa
ulul albāb adalah mereka yang berpengetahuan suci, tidak hanyut
dalam derasnya arus, mereka mengerti, menguasai dan
mengamalkan ajaran Islam. Menurut Ibnu Mundzir, ulul albāb
ialah orang yang bertaqwa kepada Allah, berpengetahuan tinggi
dan mampu menyesuaikan diri di segala lapisan masyarakat, elit
ataupun marginal.18
16
Al-Aziz, Cahaya Penerang Hati,…, p.32 17
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja
Grafindo, 2002),p.131 18
A. Khudori Soleh, “Ulul Albab: Konsep Al-Qur‟an Tentang
Intelektualisme”, https://www.scribd.com/doc/5885241/Konsep-Ulul-Albab.
(diakses pada 15 Maret 2018)
39
Secara luas bahwa makna ulul albāb dapat diartikan
sebagai kaum intelektualisme dengan kemampuan diatas rata-
rata, ilmu pengetahuan yang mumpuni, mengerti keadaan sekitar,
selalu ingat kepada Tuhan-Nya dalam keadaan apapun (taqwa),
berwujud dengan segala kerendahan hati (tawadhu‟), berhati-hati
dalam mengambil sikap, membuat keputusan yang bijak dalam
melakukan amal perbuatan, memberikan pengetahuan yang
sesuai dengan kebutuhan zaman untuk dapat dipahami oleh
seluruh lapisan masyarakat.
Makhluk Allah yang dapat digelari sebagai makhluk ulul
albāb ialah manusia yang pada derajatnya sudah sampai pada
ketentuan, ciri-ciri, dan pengamalan yang sudah ditentukan oleh
Allah sebagai ulul albāb dan mereka semua melakukan perbuatan
tersebut, yaitu perbuatan untuk mencapai derajat ulul albāb.
Adapun orang-orang yang sudah berusaha mencapainya,
diberkahi dengan label oleh Allah, sebagai Nabi utusan Allah
(pembawa risalah ketuhanan), Waliyullah, Ulama („ulamā wa
rāsatul anbiyāi), hamba yang mengabdikan diri kepada ilmu
pengetahuan, kaum intelektualisme, dan komponen-komponen
yang berusaha untuk mencapai derajat tersebut.
40
B. Periodesasi Ayat-Ayat Ulul Albāb dalam Makkiyah dan
Madaniyah
Alquran adalah kalamullah yang berisi ayat-ayat suci,
yang diturunkannya tidak hanya pada satu tempat. Diantara
tempat yang diturunkannya ayat-ayat Alquran, menjadi saksi
bahwa tempat tersebut adalah tempat yang suci, yaitu Makkah
dan Madinah.
Ayat-ayat tersebut dinamakan Makkiyah dan Madaniyah.
Adapun Makiyyah ialah ayat yang diturunkan sebelum
Rasulullah hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya di luar
Makkah. Sedangkan, Madaniyah ialah ayat yang diturunkan
sesudah Rasulullah hijrah, sekalipun turunnya di Makkah.19
Sesuai dengan definisi diatas, ayat-ayat ulul albāb dibagi
menjadi dua golongan, yaitu 9 ayat Makkiyah dan 7 ayat
Madaniyah. Diantara 9 ayat Makkiyah ialah; surat Yusuf [12]:
111; surat Ar-Rad [13]: 19; surat Ibrahim [14]: 52; surat Ṣād [38]:
29, surat Ṣād [38]: 43; surat Az-Zumar [39]: 9, surat Az-Zumar
[39]: 18, surat Az-Zumar [39]: 21; surat Ghāfir [40]: 54 dan 7
ayat Madaniyah ialah; surat Al-Baqarah [2]: 179, surat Al-
Baqarah [2]: 197, surat Al-Baqarah [2]: 269; surat Ali „Imrān [3]:
7, surat Ali „Imrān [3]: 190; surat Al-Maidah [5]: 100; dan surat
Aṭ-Ṭalāq [65]: 10
19
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta:
Lentera Abadi, 2010), p.96-97
41
C. Kronologis Turunnya Ayat dengan berdasarkan tartib Asbāb
an-Nuzūl
Untuk mengetahui sebab-sebab turunnya ayat Alquran,
tidak boleh hanya dengan melalui akal atau pendapat atau
istilahnya dikenal dengan bi ar-Ra‟yi, akan tetapi dengan riwayat
yang ṣahih dan didengar langsung dari orang-orang yang
mengetahui turunnya Alquran, atau dari orang-orang yang
memahami Asbāb an-Nuzūl.
Oleh karena itu, banyak definisi yang dikemukakan para
ulama tentang Asbāb an-Nuzūl, salah satu yang populer ialah
peristiwa yang terjadi pada masa turunnya ayat, baik sebelum
maupun sesudah turunnya, dimana kandungan ayat tersebut
berkaitan atau dapat dikaitkan dengan peristiwa itu.20
Serupa
dengan yang ditulis al-Zarqoniy, yaitu sesuatu yang
menyebabkan turunnya ayat atau beberapa ayat yang
menceritakan tentang suatu peristiwa atau menjelaskan
hukumnya pada masa terjadinya peristiwa tersebut.
Beberapa Asbāb an-Nuzūl dalam ayat-ayat tentang ulul
albāb, yaitu;
20
M. Quraiṣ Ṣihab, Kaidah Tafsir, (Jakarta: Lentera Hati, 2007),
p.235
42
1. Surat Al-Baqarah [2]: 197; yang artinya:
ٱل جل فيييو ه و ر ض ف ج علم ن ر ش ٱل جأ ل و ر د ل
في ال د جيل و ٱل ج ي صق عل ه ي ي خ نيو
ج ا ل ت فع ا ن و ٱلل
ي خ إينج دوا و ح ز اديو ٱلز ى ٱتلنيو ٱلتل لي وج
أ ٱي لب
ل ١٩٧بي
“(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi.
Barang siapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan)
itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafaṡ), berbuat maksiat
dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik
yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal,
karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan
bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai
akal sehat!”
Sebab turunnya ayat, Imam Al-Wahidi berkata, “Umar
bin Umam Al-Muzakki telah mengabarkan kepada kami,” Ia
berkata, “Muhammad bin Makki telah menceritakan kepada
kami.” Ia berkata, “Muhammad bin Yusuf telah mengabarkan
kepada kami.” Ia berkata, “Yahya bin Basyir telah menceritakan
kepadaku.” Ia berkata, “Syababah telah menceritakan kepada
kami, dari Warqa‟, dari Amr bin Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu
Abbas, ia berkata, “Orang-orang Yaman melaksanakan ibadah
haji tanpa membawa bekal, dan mereka berkata, „Kami adalah
orang-orang yang bertawakal.‟ Dan ketika telah sampai di
43
Mekah, mereka pun meminta-minta kepada manusia. Maka Allah
menurunkan ayat, “Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-
baik bekal adalah takwa.”21
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan yang lainnya, dalam Kitābul Hajj no 1532 dan an-Nasā‟i
dalam Kitābut Tafsīr no 53.
2. Surat Ali „Imrān [3]: 190, yang artinya:
إين قيل خ تيفي ن م و ٱلص رضي
و ٱل في ليٱخخيل
اريو ٱل جٱلن لأي
لي وجي بيل لب
١٩٠ٱل
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi orang yang berakal.”
Sebab turunnya ayat, Imam Al-Wahidi berkata dalam
bukunya, “Telah mengabarkan kepada kami Abu Ishaq al-Muqri,
ia berkata, telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Hamid,
ia berkata, telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin
Muhammad bin Yahya al-Ubaidi, ia berkata, telah menceritakan
kepada kami Ahmad bin Najdah, ia berkata, telah menceritakan
kepada kami Yahya bin Abdul Hamid al-Hamani, ia berkata,
telah menceritakan kepada kami Ya‟qub al-Qummi, dari Ja‟far
21
Imam Abi al-Hasan „Ali bin Ahmad al-Wahidi, Asbāb an-Nuzūl Al-
Qur‟an, (Libanon: Dār al-Kutub, 1411 /h/1991 M), p.63
44
bin Abi al-Mughirah, dari Sa‟id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia
berkata, “Orang-orang Quraisy datang menemui orang-orang
Yahudi dan berkata, “Apakah tanda-tanda (mukjizat) yang
dibawa oleh Musa kepada kalian?” Mereka menjawab,
“Tongkatnya, kedua tangannya berkilau pada pandangan orang-
orang yang melihatnya.” Kemudian, mereka mendatangi orang-
orang Nasrani dan berkata, “Bagaimanakah dahulu Isa di tengah-
tengah kalian?”, mereka menjawab, “Ia menyembuhkan orang
yang buta dan penyakit kusta serta menghidupkan orang yang
telah mati.” Maka, mereka pun mendatangi Nabi Muhammad
SAW, dan berkata, “Berdoalah kepada Tuhanmu untuk kami agar
Dia mengubah bukit Ṣafa menjadi emas.” Maka, Allah
menurunkan firman-Nya, “Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.”22
Diriwayatkan oleh Aṭ-Ṭabrani dalam al-Mu‟jamul Kabīr no.
12153.
22
Al-Wahidi, Asbāb an-Nuzūl Al-Qur‟an..., p.142
45
3. Surat Al-Maidah [5]: 100, yang artinya:
ي صخ ييكليبو ٱل تييدل ي ٱلط ث ة ن ت م عج
أ ل و ٱل تييدي
ج ا ل ٱت ٱلل لي وجأ بيي لب
ٱل لكمتفليدن ١٠٠ل ع
“Katakanlah (Muhammad), “Tidaklah sama yang buruk dengan
yang baik, meskipun banyaknya keburukan itu menarik hatimu,
maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang
mempunyai akal sehat, agar kamu beruntung.”
Sebab turunnya ayat, “Al-Hakim Abu Abdullah telah
mengabarkan kepada kami.” Ia berkata, “Muhammad bin al-
Qasim al-Muaddib telah mengabarkan kepada kami.” Ia berkata,
“Idris bin „Ali ar-Razi telah menceritakan kepada kami.” Ia
berkata. “Yahya bin adh-Dharis telah menceritakan kepada
kami.” Ia berkata, “Sufyan telah menceritakan kepada kami, dari
Muhammad bin Suraqah, dari Muhammad bin al-Munkadir, dari
Jabir berkata, Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah telah
mengharamkan atas kalian penyembahan berhala, meminum
khamar, dan serangan terhadap nasab. Ketahuilah bahwasannya
khamar, dilaknat orang yang meminumnya, orang yang
memerasnya, yang menuangkannya, yang menjualnya, dan yang
memakan uang dari hasil penjualannya.” Maka, seorang Arab
Badui berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dulu aku adalah
seorang yang menjual khamar ini, dan dari penjualannya aku
46
memperoleh uang, apakah uang itu bermanfaat jika aku
menafkahkannya untuk taat kepada Allah?” maka Nabi SAW
menjawab, “Jika engkau menafkahkannya untuk haji, jihad
ataupun sedekah, maka nilainya sama sekali tidak menyamai
sayap seekor nyamuk di sisi Allah, sesungguhnya Allah tidak
akan menerima kecuali yang baik.” Maka untuk membenarkan
ucapan beliau ini, Allah menurunkan firman-Nya, “Katakanlah
(Muhammad), “Tidaklah sama yang buruk dengan yang baik,
meskipun banyaknya keburukan itu menarik hatimu,”23
4. Surat Az-Zumar [39]: 9, yang artinya:
و ن أ ييجء اى اء ق لي
رٱل ذ اي يه ك ان او د اجي ة ش ر جٱلأخي ا ة رج و
ي ي ب ر ر ح ث لي صخ يي ۦ ييو كل و ٱل عل هن ييو ي ٱل عل هن ي ل ج ا ل وج
رأ ن خ ذ اي بيإينه لب
٩ٱل
“(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah
orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan
berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan
rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama orang-orang
yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat
menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 9)
23
Al-Wahidi, Asbāb an-Nuzūl Al-Qur‟an..., p.212
47
Sebab turunnya ayat, dalam riwayat „Aṭa, Ibnu Abbas
berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan Abu Bakar Siddiq
RA.” Adapun Ibnu Umar, dia mengatakan, “Ayat ini turun
berkenaan dengan Usman bin Affan.” Muqatil berkata, “Ayat ini
turun berkenaan dengan „Ammar bi Yasir.” Firman Allah, “Dan
orang-orang yang menjauhi ṭaghut (yaitu) tidak
menyembahnya…” (QS. Az-Zumar: 17). Ibnu Zaid berkata,
“Ayat ini turun berkenaan dengan tiga orang, saat mereka di
zaman jahiliyah mereka mengatakan, “Tidak ada Tuhan selain
Allah, „Mereka itu adalah Zaid bin „Amr, Abu Dzar Al-Ghifari,
Salman Al-Farisi.24
5. Surat Az-Zumar [39]: 17-18, yang atinya:
... ت ادي عي ي ييو ١٧ ب ش ٱل ل ي صخ هيعن ٱلل ي تتيعن ف
ي خص أ ...ۥ
“ …sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamab-Ku.
(yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa
yang paling baik di antaranya…“
Sebab turunnya ayat, Aṭa berkata, dari Ibnu Abbas, bahwa
Abu Bakar Siddiq RA, telah beriman kepada Nabi SAW, dan
membenarkannya. Lalu datanglah Abdurrahman bin Auf, Ṭalhah,
24
Al-Wahidi, Asbāb an-Nuzūl Al-Qur‟an..., p.382
48
Zubair, Sa‟ad bin Abu Waqqaṣ untuk bertanya kepadanya (Abu
Bakar), lalu Abu Bakar mengabarkan keimanannya, maka mereka
pun beriman. Berkenaan dengan mereka turunlah ayat; “…sebab
itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamab-Ku. (yaitu)
mereka yang mendengarkan perkataan…” Dia (Ibnu Abbas)
berkata, “Yang dimaksud dengan ayat „apa yang paling baik di
antaranya‟ adalah Abu Bakar.”25
Ayat-ayat ulul albāb yang berjumlah 16, yang ada Asbāb
an-Nuzūl hanya 5 ayat. Dari kelima ayat tersebut memberikan
sebab-sebab turunnya ayat dengan kejadian yang terjadi, sebagai
pengetahuan untuk pelajaran bagi ummat, tentang kondisi yang
terjadi masa itu.
D. Ayat-Ayat Yang Berkaitan dengan Ulul Albāb
Alquran adalah kitab suci yang sempurna dan mulia.
Banyak kandungan yang terdapat didalamnya, karena didalam
Alquran kata yang lafażnya satu bisa dimaknai begitu banyak
makna, inilah yang menjadi keindahan dalam bahasa Alquran.
Demikian halnya dengan kata ulul albāb, banyak persamān yang
terjadi dengan kata tersebut di Alquran, seperti yang sudah
disebutkan di poin sebelumnya.
Ayat-ayat yang berkaitan dengan ulul albāb adalah yang
dimaksud dengan kesamaan makna secara konteks pemaknaan
25
Al-Wahidi, Asbāb an-Nuzūl Al-Qur‟an..., p.382
49
ayat yang sudah ditertibkan berdasarkan Asbāb an-Nuzūl, adapun
ayat-ayat tersebut akan dirangkum dengan seksama, yaitu:
1. Taqwa Sebagai Bekal Paling Baik
... ي خ إينج دوا و ح ز اديو ٱلز ى ...ٱلتل
”...Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa...”(Al-Baqarah [2]: 197)
Ayat di atas (dalam Asbāb an-Nuzūl) menjelaskan bahwa
orang-orang Yaman yang berhaji saat itu tidak membawa bekal
ketika melaksanakan ibadah haji dengan dalih bahwa mereka
bertawakkal kepada Allah dalam perjalanannya menuju Mekkah.
Tetapi sesampainya di Mekkah mereka malah meminta-minta
kepada orang-orang. Maka turunlah ayat tersebut dengan
memberikan penjelasan bahwa takwa adalah sebaik-baik bekal
bagi dunia maupun akhirat.
Bekal takwa dalam ayat tersebut bermaksud bekal yang
cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-
minta selama perjalanan haji. Seperti firman-Nya:
ت ني ي ا رييش ءحيكمو رييش اين ل يكملي اش لن اع ىز ك دأ ء اد م
لي اس ىو ٱلتل جي ء اي نيو يم ل ذ ي خ يم ل يذ مٱلل ل ل ع
رون ن ٢٦ي ذ
50
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan
kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah
untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.
Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat” (QS. Al-
A‟rāf [7]: 26)
Dijelaskan bahwa takwa juga digunakan sebagai pakaian
untuk menutup aurat dan untuk perhiasan, dan disebutkan pula
bahwa takwa adalah pakaian yang yang paling baik. Kaitan ayat
tersebut dengan ulul albāb ialah takwa sebagai sebaik-baiknya
bekal untuk melakukan ritual keislaman yaitu haji, dan juga ulul
albāb dalam ayat ini mempunyai makna tadzakkaruun yaitu
orang-orang yang selalu ingat akan kekuasaan Allah.
2. Merenungkan Ciptaan Allah
إين قيل خ تيفي ن م و ٱلص رضي
... ٱل
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi...( QS. Ali
„Imrān [3]: 190)
Ayat ini menjelaskan tetang penciptaan langit dan bumi
berdasarkan Asbāb an-Nuzūl. Bahwa Allah SWT menurunkan
ayat tersebut dalam rangka menetapkan topik dan menjawab
tuduhan-tuduhan orang yang mengingkari-Nya, untuk
menunjukan ketauhidan, ketuhanan, dan keagungan Allah. Ayat
ini berkaitan dengan ayat sebelumnya, yaitu Ali „Imrān [3]: 189;
51
ي للي تيملمو ن م و ٱلص رضي و ٱل يرٱلل ءك دي ش ي
ك ١٨٩عل “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah
Maha Perkasa atas segala sesuatu.”
Ayat yang lalu menyebutkan keburukan-leburukan orang
Yahudi, dan menegaskan bahwa langit dan bumi milik Allah,
maka Allah menganjurkan untuk mengenal sifat-sifat keagungan,
menuliaan dan kebesaran Allah.26
Bahwa alam semesta beserta
isinya, yang ada di langit dan bumi, adalah milik Allah yang
Maha Segala Sesuatu.
Surat Ali „Imrān [3]: 190, juga berkaitan dengan ayat
setelahnya, yaitu ayat 192-194;
بي ا ر لي وحدخي ن ٱلنار إيىم ةخ خز دأ ل نيو ۥف ليهيين يلظ ال ن و
ار ىص بي ا١٩٢أ جر ا نء انيي
أ وي يم يلي عي اني اديي ايي ادييل هي إيني اش
يكمف ب ير بي ا ة ر يا ٱغفيران ي ي ياش يرع ف ك يي ا لن اذىب ي او اح
ع ي ان ف ح و اريٱل بي ا١٩٣ةر ر ل و رشليم ي اعل دت او ع يي ان و ء اح
م ثي تزيى اي ه تليفٱلليي ل ١٩٤ٱلهييع اد إيىم
26
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya..., Jilid II, p.96
52
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang
Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau
hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang
penolongpun. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar
(seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu
kepada Tuhanmu", maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami,
ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami
kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-
orang yang banyak berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa
yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan
rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari
kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji”
Ayat tersebut adalah doa bagi orang-orang yang mengakui
akan kebesaran Allah, mengerti dan paham akan ajaran agama
untuk memohon dihindarkan dari siksa neraka. Doa yang tulus
dan dibarengi usaha dan sadar akan kebesaran Allah yang akan
sampai kepada yang menciptakan alam semesta, dan sifat tersebut
harus ada pada diri ulul albāb.
3. Jangan Mencampur Adukkan Antara Yang Buruk dengan
Yang Baik
ي صخ ييكليبو ٱل تييدل ي ...ٱلط
“Katakanlah (Muhammad), “Tidaklah sama yang buruk dengan
yang baik... (QS. Al-Maidah [5]: 100)
Ayat ini menjelaskan, bahwa Allah menyuruh Rasulullah
untuk menjelaskan ciri-ciri sesuatu perbuatan dan orang-orang
53
yang melakukannya, yang akan menyebabkan mereka
memperoleh pahala atau siksa-Nya.
Dijelaskan pula, bahwa keburukan dan kebaikan tidaklah
sama, dengan contoh harta benda yang baik atau yang diperoleh
dengan halal tidaklah sama dengan harta benda yang buruk yang
diperoleh dengan jalan yang haram, walaupun digunakan untuk
beribadah kepada Allah, bahkan mengambil sesuatu yang haram
untuk menafkahkan haji, jihad ataupun sedekah, maka nilainya
sama sekali tidak menyamai sayap seekor nyamuk di sisi Allah,
maksudnya tidak ada nilai sekcil apapun, sesungguhnya Allah
tidak akan menerima kecuali yang baik.
Konteks pemaknaan ayat tersebut, sama seperti yang
dijelaskan pula dalam firman-Nya surat Al-Baqarah [2]: 267,
yaitu;
ا يل أ ييو ي اٱل ميه بخمو ص ان ن جي يب ي نيوط
ج ا ىفيل أ ج ا ي ء ان
يو خر جي ال كمن أ رضي
جٱل ا ه ت ي ه ل ٱل تييد و حيفيلن نيي
ل صخمبا فييي و و ج ا نتغهيض أ إيل يي ذي جخي ا ٱعل ه ن
أ يٱلل ني
غ
ييد ٢٦٧ح “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari
apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah
54
kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS.
Al-Baqarah: 267)
Maksudnya zakatkanlah yang baik-baik dari hasil usaha
yang telah dilakukan, berupa harta dan lain-lain yang baik-baik
berupa hasil bumi berupa biji-bijian dan buah-buahan, tetapi
jangan sengaja mengambil yang jelek atau yang buruk dari hasil
bumi tersebut, padahal sendirinya tidak mau mengambilnya yang
jelek tadi, artinya pura-pura tidak tahu atau tidak melihat
kejelekannya, maka jangan sekali-kali berani memberikan itu
guna memenuhi hak Allah, bahwa semua itu akan ditolak
dihadapan-Nya. Seperti firman-Nya pula:
ج ا و ء اح م جٱل ت ا ل ح ت ت د ل و م ل نن يٱل تييد أ ة يبي ي و ٱلط ل
ليكمإيى نن أ مإيل ل نن
أ ج ا كل
اۥح أ تيي ان خب ن ٢ك
“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig)
harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang
buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu,
adalah dosa yang besar” (QS. An-Nisā‟: 2)
Maksud ayat ini adalah memberikan harta kepada anak-
anak yatim yaitu anak-anak yang tidak berbapak jika sudah balig
dan jangan menukar yang baik dengan yang buruk artinya yang
55
halal dengan yang haram dan jangan mengambil harta yang baik
dari anak yatim itu lalu diganti dengan harta yang jelek dan
jangan memakan harta anak yatim karena itu adalah dosa atau
kesalahan yang besar.
Konteks makna tersebut juga disebut dalam surat Al-
Anfāl [8]: 37, yaitu;
لي هيي ٱل تييد ٱلل يبينيو ي ٱلط ة جع ل ٱل تييد و ۥب عض عل
نه ۥب عضف ي ل ي جع اف ييع مۥج هيم ل وجأ يم ج في
ون سي ٣٧ٱلخ “Supaya Allah memisahkan (golongan) yang buruk dari yang
baik dan menjadikan (golongan) yang buruk itu sebagiannya di
atas sebagian yang lain, lalu kesemuanya ditumpukkan-Nya, dan
dimasukkan-Nya ke dalam neraka Jahannam. Mereka itulah
orang-orang yang merugi” (QS. Al-Anfāl: 37)
Maksud ayat ini adalah tentang memisahkan antara
golongan yang buruk yaitu orang kafir dan golongan yang baik
yaitu orang mukmin dan Allah menjadikan golongan yang buruk
itu sebagiannya di atas sebagian yang lain, artinya Allah
mengumpulkan mereka secara bertumpuk-tumpuk, sebagian di
antara mereka berada di atas sebagian yang lain dan dimasukkan-
Nya ke dalam neraka Jahanam. Mereka itulah orang-orang yang
merugi.
56
Ayat-ayat tersebut berkaitan dengan ulul albāb, yang
dimana ulul albāb dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya
yaitu membedakan antara yang baik dan buruk sebagai acuan
bahwa tidak boleh melakukan usaha kebaikan dengan dasar
daripada keburukan, walaupun ingin kebaikan tetapi melakukan
dengan dasar keburukan maka hasilnya akan tertolak oleh Allah.
4. Keadaan Orang Mukmin Dihadapan Allah
و ن ييجء اى اء أ ق لي
... ٱل“(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah
orang yang beribadah pada waktu malam... (QS. Az-Zumar: 9)
Ayat ini menjelaskan antara orang yang yang
menjalankan ketaatan kepada Allah dengan orang yang tidak
demikian, dan membandingkan antara orang yang berilmu
dengan orang yang tidak berilmu.
Apakah orang dibaca Amman, dan dapat dibaca Aman
yaitu yang beribadah yang berdiri melakukan amal ketaatan,
yakni salat pada waktu-waktu malam hari dengan sujud dan
berdiri dalam salat dan takut kepada hari akhirat yaitu takut akan
azab pada hari itu dan mengharapkan rahmat yaitu surga. Dan
bahwasanya orang yang beruntung mendapatkan hidayah oleh
Allah dan memikirkan ibadahnya dan hanya orang-orang yang
berakal yang dapat menerima pelajaran.
57
Konteks pemaknaan ayat tersebut berkaitan dengan ayat
setelahnya, seperti dalam firmannya;
كل عيت ادي ييو ي جٱل ا ي جء ان ا ل بٱت ير ه ذي ه جفي ا ي خص أ ييو يل ل كم
ني ا رضٱلدل أ و ي ث ص يخ ٱلل ف ي ا إينه ث ع شي ون و بي مٱلص جر
أ
اب ييخيص يغ ١٠ة“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman.
bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik
di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah
luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
Karakteristik yang ada pada ayat tersebut sama seperti
ulul albāb, berisi orang-orang mukmin yang selalu taat kepada
Allah dengan takwa. Sehingga ulul albāb merupakan representasi
orang-orang yang mampu memadukan antara qānit yaitu kaya
akan amal kebaikan dan „ālim yaitu berwawasan luas dan dapat
mengambil hikmah darinya sebagai pijakan untuk melangkah
menuju kebaikan hidup.
58
5. Orang-Orang yang Diberi Petunjuk
عيت ادي... ي ييو ١٧ ب ش ٱل ل ي صخ هيعن ٱلل ي تتيعن ف
ي خص أ ...ۥ
“ …sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamab-Ku.
(yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa
yang paling baik di antaranya...” (QS. Az-Zumar: 17-18)
Berkaitan dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 17,
menjelaskan tentang orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah
dan orang-orang yang menjauhi ṭāghut yaitu berhala maksudnya
adalah tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah. Dan
menyambung dalam ayat 18 dengan jawaban yaitu mereka yang
mendapatkan surga, maka dari itu, sampaikanlah berita itu kepada
hamba-hamba Allah yang ingin menuju Surga-Nya.
Lalu, orang-orang yang mendapat petunjuk adalah orang-
orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang
paling baik di antaranya dan mengikuti sesuatu yang mengandung
kemaslahatan bagi mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah
diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang
mempunyai akal dan mempunyai pikiran. Dalam Asbāb an-
Nuzūl, diceritakan orang-orang yang meninggalkan ṭāghut ialah
Abu Bakar Aṣ-Ṣiddiq, dan datanglah Abdurrahman bin Auf,
Ṭalhah, Zubair, Sa‟ad bin Abu Waqqaṣ untuk menanyakan
keimanannya, maka mereka beriman. Dalam firman-Nya;
59
ييو ٱل ل ي صخ هيعن ٱلل ي خص أ ي تتيعن ف ۥ هيم ل وج
ييو أ ٱل
م ى د جٱلل ا ل وجمأ هيم ل وج
أ بيو لب
١٨ٱل
“(yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti
apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang
yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-
orang yang mempunyai akal sehat.” (QS. Az-Zumar: 18).
Maksud dari ayat-ayat yang berkaitan dengan ulul albāb
ditinjau dari Asbāb an-Nuzūl, dalam arti lafadz semua memiliki
yang namanya suatu kelebihan atau keunggulan. Jika dikaitkan
dengan konteks pemaknaan ayat, semuanya berkesinambungan
dengan tersirat bahwa makna yang termaktub didalamnya
berbeda-beda dengan kegunaannya yang bermacam-macam,
mempunyai tugasnya masing-masing dalam koridor untuk tetap
beribadah kepada Allah. Akan tetapi, dari sebagian ayat tersebut,
semuanya mengalir kepada ulul albāb sebagai patron dalam
berkehidupan, untuk mendapatkan predikat yang benar-benar
albāb.
60
E. Penafsiran Ayat-Ayat Ulul Albāb Menurut Para Ulama Tafsir
Sejarah perkembangan tafsir dari masa ke masa
mengalami peningkatan secara terus menerus secara signifikan.
Dimulai pada zaman kenabian, para sahabat, tabi‟in, tabi‟ tabi‟in,
salafuṣ ṣalih, ulama klasik, sampai ulama kontemporer saat ini.
Dari perkembangan tersebut, penafsiran Alquran melalui proses
yang begitu dalam dan signifikan.
Abad 20 saat ini, dinamakan abad millennial yang
kesemuanya dapat diakses melalui digital atau yang disebut
digitalisasi global. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan sangat
bagus, karena bisa untuk menjaga kerapuhan penulisan dalam
bentuk tulis kertas atau bahan lainnya. Namun, kita sebagai orang
yang terlahir di zaman sekarang, jangan menafikan bahwa tulisan
juga sangat dipandang perlu untuk perkembangan ilmu
pengetahuan. Dan itu yang digunakan oleh ulama-ulama tafsir
untuk menafsirkan Alquran, melalui tulisan ataupun media
lainnya. Sampai akhirnya muncul banyak kitab-kitab tafsir yang
dijadikan rujukan bagi para pelajar abad sekarang, sebagai
referensi atau pelajaran untuk dapat memahami isi Alquran.
Pendapat tentang ulul albāb menurut ulama tafsir sangat
bermacam-macam, dengan bermacam-macam pandangan tersebut
menjadikan kekayaan tersendiri dalam menafsirkan Alquran,
maka dari itu akan dipaparkan terkait istilah penafsiran ulul albāb
menurut para ulama tafsir, yaitu, Ahmad Muṣṭofa Al-Maraghi
dengan Tafsir Al-Maraghi, Buya Hamka dengan Tafsir Al-Aẓar,
61
Ibnu Katsir dengan Tafsir Al-Aẓim, M. Quraiṣ Ṣihab dengan
Tafsir Al-Misbah, dan Tafsir Kementerian Agama. Adapun
pendapat para ulama tafsir ialah:
1. Ahmad Muṣṭofa Al-Maraghi dengan Tafsir Al-Maraghi
Menurut tafsirnya, ulul albāb ialah orangorang yang tidak
melalaikan Allah dalam sebagian waktunya. Mereka merasa
tenang dengan mengingat Allah dan tenggelam dalam kesibukan
mengoreksi diri secara sadar bahwa Allah selalu mengawasi
mereka, dan hanya melakukan dzikir kepada Allah. Hal itu masih
belum cukup untuk menjamin hadirnya hidayah, tetapi harus pula
dibarengi dengan memikirkan keindahan ciptaan dan rahasia
Allah.27
2. Buya Hamka dengan Tafsir Al-Aẓar
Menurut Buya Hamka dalam tafsirnya, orang-orang yang
mengerti akan kebenaran yang sejati hanyalah ulul albāb.
Kebenaran yang sejati ialah Tauhid, kalimat Lā Ilāha Illallah.
Untuk mencapai hakikat tersebut, tidak lain ialah orang yang
mempunyai inti pengertian melihat alam yang ada
disekelilingnya, dengan kekuatan mata batin yang dapat
menembus dan melihat apa yang tidak dapat ditangkap oleh akal
dan fikiran.28
27
Ahmad Musṭafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi 28
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), Juz 13-
14, p.86
62
3. Ibnu Katsir dengan Tafsir Al-Aẓim
Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya, dijelaskan bahwa
ulul albāb ialah orang-orang yang dapat mengambil nasehat,
mengambil suri tauladan, dan memikirkannya.29
Disebut juga
sebagai orang-orang yang berakal dan kaum cerdik, cendikia,
yang dapat kalian menahan diri dan meninggalkan hal-hal yang
diharamkan Allah Ta‟ala dan perbuatan dosa kepada-Nya, dan
bertakwa merupakan sebutan yang mencakup segala macam
bentuk ketaatan dan tin-dakan menjauhi segala bentuk
kemunkaran.30
Tidak ada yang mengambil pelajaran dari suatu nasihat
dan peringatan kecuali orang-orang yang memiliki hati dan akal,
yaitu yang memahami apa yang sedang dibicarakan dan makna
yang terkandung dalam firman Allah, semua itu ada pada sifat
ulul albāb.
4. M. Quraiṣ Ṣihab dengan Tafsir Al-Misbah
Menurut M.Quraiṣ Ṣihab dalam tafsirnya dijelaskan
bahwa, orang-orang ulul albāb ialah orang-orang yang tidak
diselubungi akal mereka oleh kerancuan, yaitu orang-orang yang
beriman, karena tidak ada alasan untuk tidak bertaqwa kepada
29
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Iṣaq Al-Ṣeikh,
Tafsir Ibnu Katsir, diterjemahkan oleh M.Abdul Ghoffar, dengan judul asli:
Lubābut Tafsīr min Ibni Katsīr, (Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi‟i, 2003), Jilid
4, p.494 30
Al-Ṣeikh, Tafsir Ibnu Katsir,…, Jilid 1, p.338
63
Allah.31
Juga disebut sebagai orang-orang yang berakal murni,
tidak diselubungi oleh kulit, yakni kabut idea yang dapat
melahirkan kerancuan dalam berfikir,32
yang merenungkan
ketetapan Allah dan melaksanakannya diharapkan meraih
keberuntungan, dan siapa yang menolaknya pasti terdapat
kerancuan dalam cara berfikirnya.
5. Tafsir Kementerian Agama
Menurut tafsirnya, ulul albāb bisa diartikan sebagai alat
untuk memperoleh hikmah yaitu akal yang sehat dan cerdas, yang
dapat mengenal sesuatu berdasarkan dalil-dalil dan bukti-bukti,
dan dapat mengetahui sesuatu menurut hakikat yang
sebenarnya.33
Juga menerangkan sifat orang yang suka
memperhatikan makhluk Allah, suka memikirkan dan
merenungkannya, semata-mata hanya karena Allah dan untuk
mencari kebenaran.34
Pendapat para ulama yang demikian, menjelaskan bahwa
sifat-sifat ulul albāb digunakan pada setiap keadaan. Dengan
taqwa sebagai dasar utama dalam menjalankannya, tawakkal dan
sampai istiqomah untuk tetap terus mengingat dan mentadabburi
31
M.Quraiṣ Ṣihab, Tafsir Al-Miṣbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2011), Vol. 14, p.151-152 32
Ṣihab, Tafsir Al-Miṣbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur‟an,…, Vol. 2, p. 16 33
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya (Edisi yang
Disempurnakan), (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), Jilid 1, p.408 34
Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya (Edisi yang
Disempurnakan)…, Jilid 1, p.456
64
segala ciptaan-Nya sebagai bentuk syukur atas nikmat yang telah
diberikan dan sebagai pelajaran bagi orang-orang yang mengerti
sesuatu.