bab iii studi hermeneutik terhadap teks hakim · pdf file44 bab iii studi hermeneutik terhadap...
Post on 20-Mar-2019
223 views
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
44
BAB III
STUDI HERMENEUTIK
TERHADAP TEKS HAKIM-HAKIM 4 DAN 5
Kisah mengenai Debora, Yael dan ibu Sisera tidak berdiri sendiri dalam teks
Perjanjian Lama. Seperti yang telah diungkapkan, cerita ini berada dalam konstelasi
yang besar dari sumber deuteronomi (biasa disingkat DH atau Dtr). Sumber DH
merupakan salah satu sumber yang mewarnai penulisan sebagian kitab-kitab Perjanjian
Lama, selain sumber Y, E dan P. Oleh karena teks yang dipakai penulis dalam kitab
Hakim-hakim merupakan bagian dari sumber DH, maka bab ini akan diawali dengan
pembahasan mengenai sosio-historis kitab Hakim-hakim, kemudian dilanjutkan dengan
tafsiran terhadap teks Hakim-hakim 4 dan 5 dengan menggunakan metode diakronik
dan sinkronik.
A. SOSIO-HISTORIS KITAB HAKIM-HAKIM
Kitab-kitab Perjanjian Lama dibagi atas tiga kelompok, yaitu kitab taurat
(Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan), kitab para nabi (Yosua, Hakim-
hakim, Samuel, Raja-raja, nabi-nabi terdahulu: Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, serta 12
nabi kemudian), dan tulisan-tulisan (tiga gulungan puitis: Mazmur, Ayub, Amsal; lima
gulungan perayaan: Kidung Agung, Ruth, Ratapan, Pengkhotbah, Ester; dan juga
Daniel, Ezra, Nehemia, serta Tawarikh). Menurut Robert B. Coote dan Mary P. Coote,
tiga kelompok ini mempunyai tulisan yang panjangnya hampir sama, tetapi tidak sama
pentingnya. Tauratlah yang paling penting karena berisi instruksi hukum dasar dan
45
sebagai sejarah pembentuk bangsa Israel.1 Kelompok kitab para nabi ditempatkan
sebagai bagian terpenting berikutnya, karena menceritakan kisah bangsa dan para
penguasanya mulai dari penaklukan tanah di bawah pimpinan Yosia sampai kehilangan
tanah itu di bawah wangsa Daud. Sementara, kelompok tulisan-tulisan ditempatkan di
bawah dua kelompok di atas, meskipun kelompok ini penting sesuai dengan kedudukan
mereka sendiri. Kelompok ini berisi keberagaman liturgi refleksi, sejarah dan dokumen
kenabian yang dikomposisikan sesudah kejatuhan wangsa Daud.2
Kitab Hakim-hakim termasuk dalam kelompok kitab para nabi yang
menceritakan kehidupan Israel pada masa pra-monarki di bawah kepemimpinan para
hakim. Para ahli Perjanjian Lama memandang kitab ini sebagai bagian dari sumber
besar sejarah deutoronomi bersama dengan kitab Ulangan, Yosua, Samuel dan Raja-
raja. Kitab-kitab ini merupakan sebuah upaya pemilahan baik dari tradisi oral maupun
dalam bentuk tulisan yang kemudian disusun menjadi satu sejarah deutoronomi. Oleh
karena itu, kitab Hakim-hakim perlu dijabarkan dalam kerangkanya sebagai bagian dari
sumber DH. Guna memahami kisah dalam Hakim-hakim 4 dan 5 secara utuh, penulis
akan membahas sumber DH secara spesifik.
1. Sejarah Deuteronomi atau Deuteronomistic History (DH)
Sejarah deuteronomi atau Deuteronomistic History (DH) merupakan sebuah
hipotesa yang pertama kali dirumuskan oleh Martin Noth pada tahun 1943 dalam
berlieferungsgeschichtliche Studien.3 Noth dalam Antony F. Campbell dan Mark A.
OBrien memberikan hipotesa bahwa tradisi-tradisi Israel yang terkumpul dalam
tulisan DH merupakan sebuah karya sastra yang berasal dari beragam tradisi dan
1 Robert B. Coote dan Mary P. Coote, Kuasa, Politik, dan Proses Pembuatan Alkitab: Suatu
Pengantar (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 5. 2 Coote dan Coote, Kuasa, Politik, 6. 3 Richard Elliott Friedman, The Exile and Biblical Narrative: The Formation of the
Deuteronomistic and Priestly Works (Chico, California: Scholars Press, 1981), 1.
46
disusun dengan tujuan tertentu, serta individu yang bertanggung jawab untuk
menciptakan karya sastra ini berada di bawah pengaruh teologi dan ekspresi linguistik
dari hukum-hukum dalam kitab Ulangan.4 Menurutnya, secara keseluruhan kitab Yosua
sampai Raja-raja (kecuali Rut) merupakan pekerjaan historis yang dilakukan oleh
seorang penulis selama di pembuangan sekitar tahun 550 SZB.5
Tema yang membingkai sumber DH menurut Noth adalah pernyataan mengenai
malapetaka yang akan dialami bangsa Israel. Cerita tentang Israel merupakan cerita
tentang pemurtadan dan penyembahan berhala, sehingga Israel harus mendapatkan
hukuman dari Tuhan, seperti kematian, sakit-penyakit, penawanan bahkan kehancuran.
Lebih lanjut, komposisi sejarah penulisan sumber DH yang berada pada masa
pembuangan juga mengalamatkan tulisannya kepada orang-orang di pembuangan untuk
menjelaskan alasan terjadinya pembuangan sebagai malapetaka yang tak terhindarkan.6
Pasca Noth, terdapat beberapa ahli yang mencurahkan perhatiannya untuk
meneliti DH dan memodifikasi pandangan Noth, seperti Gerhard von Rad dan Hans
Walter Wolff. von Rad dalam Frank M. Cross menyatakan bahwa tema sumber DH
tidak hanya tentang malapetaka terhadap Israel yang melanggar hukum Tuhan, namun
juga berhubungan dengan anugerah Tuhan. Tema tentang anugerah tersirat dalam
firman Tuhan melalui nabi Nathan kepada Daud yang merupakan sebuah perjanjian
dengan Tuhan tentang perlindungan terhadap dinasti dan kota Daud (2 Samuel 7:13-
16). Menurutnya, tema ini berhubungan dengan konsep mesianis, yaitu pengharapan
bahwa kerajaan Daud akan tetap berdiri bahkan setelah pembuangan.7 Hal ini ditandai
dengan pembebasan Yoyakhin, raja Yehuda oleh raja Babilonia (2 Raja-raja 25:27-30).
4 Antony F. Campbell dan Mark A. OBrien, Unfolding the Deuteronomistic History: Origins,
Upgrades, Present Text (Minneapolis: Fortress Press, 2000), 11. 5 Frank M. Cross, The Cannanite Myth and the Hebrew Epic: Essays in the History of the
Religion of Israel (Cambridge: Harvard University Press, 1973), 274. 6 Cross, The Cannanite, 275. 7 Cross, The Cannanite, 276-277.
47
Wolff dalam Cross juga tidak menerima begitu saja pandangan Noth. Ia bahkan
menolak pandangan von Rad dengan mengatakan bahwa tidak ada yang namanya
pemulihan dinasti Daud. Satu-satunya tema yang paling jelas menurut Wolff adalah
pengharapan bahwa Tuhan akan memulihkan umat-Nya yang mau bertobat.8 Wolff
lebih menekankan pengharapan bagi masing-masing pribadi, bukan bagi sebuah
kerajaan atau dinasti. Menurutnya, perkataan terakhir Musa (Ulangan 4:25-31; 30:1-20)
dan doa Salomo (1 Raja-raja 8:46-53) memberikan harapan pemulihan kepada orang
Israel yang dibuang untuk bertobat dan kembali kepada Yahweh.9
Di pihak lain, pendapat Noth mengenai penulis tunggal yang mengerjakan
sumber DH dinilai terlalu sederhana. Hal ini disebabkan karena sumber DH memiliki
cakupan yang begitu luas yang meliputi relasi antara Tuhan dengan Israel (Ulangan),
pendudukan tanah perjanjian (Yosua), kehidupan sebelum memiliki raja (Hakim-
hakim), masa-masa kerajaan (Samuel) dan kisah kemunduran serta kejatuhan kerajaan
(Raja-raja).10 Cross kemudian mengusulkan untuk memahami sejarah DH ke dalam dua
edisi, yaitu deuteronomi 1 (Dtr 1) yang ditulis sebelum pembuangan dan deuteronomi 2
(Dtr 2) yang ditulis setelah pembuangan.
a. Dtr 1
Dtr 1 ditulis sekitar 100 tahun sesudah kehancuran Israel Utara tahun 722 SZB
atau sekitar tahun 622 SZB di Yerusalem ketika Yosia memerintah sebagai raja
Yehuda. Cross mengemukakan dua tema yang mendominasi tulisan Dtr 1 ini,
yaitu dosa Yerobeam, serta kesetiaan Daud dan Yerusalem. Dosa Yerobeam
tampak dalam pembangunan kultus di Betel dan Dan sebagai tandingan dari
kultus Daud sehingga orang Israel Utara tidak perlu lagi beribadah di Yerusalem.
Kultus tandingan ini dianggap oleh penulis Dtr 1 sebagai dosa paling besar,
8 Cross, The Cannanite, 277. 9 Friedman, The Exile, 2. 10 Campbell dan OBrien, Unfolding the, 3.
48
karena bait suci yang dibangun dan pemujaan terhadap anak lembu emas
merupakan suatu bentuk pelanggaran dan penghinaan terhadap kultus Yahweh.11
Sebanding dengan dosa Yerobeam di Utara, peristiwa penting lainnya di
Selatan adalah kesetiaan Daud. Daud membangun kultus Yahweh di Yerusalem,
sedangkan Yerobeam membangun kultus tandingan di Betel dan Dan; kultus yang
menjijikan bagi Yahweh. Hal ini menjadikan Daud sebagai lambang kesetiaan,
sedangkan Yerobeam adalah lambang ketidaksetiaan.12 Lebih lanjut, Cross
mengemukakan bahwa puncak dari tema kedua ini terletak pada reformasi Yosia
(2 Raja-raja 22:1 23:25).13
Pada tahun 622 SZB, selama dalam masa perbaikan bait Allah, ditemukan
dokumen yang berisikan satu set panjang hukum-hukum Musa yang dikabarkan
hilang (Ulangan 12-26). Yosia kemudian memperbaharui kultus berdasarkan
hukum-hukum yang ditemukan itu sebagai hukum yang sah untuk Israel. Hukum
pertama dan terpenting yang ditemukan mensyaratkan bahwa kultus Yahweh
adalah esa (Ulangan 6:4), dilakukan hanya di satu kuil (Ulangan 12:1-14) yaitu
bait suci di mana Yahweh menempatkan nama-Nya.14 Berdasarkan hukum inilah
Yosia melakukan pemusatan kultus hanya di Yerusalem dengan memusnahkan
kultus-kultus asing. Hal ini juga memungkinkan Yosia untuk memulihkan
kembali dinasti Daud dalam satu wilayah, yaitu kerajaan Israel Bersatu.
b. Dtr 2
Sejarah