bab iii pengaturan pengujian peraturan perundang- undangan …€¦ · susunan hirarkis peraturan...

26
39 BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA Dalam bab ini dibahas mengenai pengujian peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini. Pembahasan diawali dengan jenis peraturan perundang-undangan yang berlaku secara periodisasi, kewenangan pengujian di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang menjelaskan pemisahan kewenangan dan batu ujinya dalam pengujian peraturan perundang-undangan. Selain itu juga dibahas mengenai implikasi hasil pengujian yang menjelaskan jenis putusan dan keberlakuan hasil pengujian. A. JENIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan- Undangan. Menurut sistem hukum Indonesia, peraturan perundang-undangan (hukum tertulis) disusun dalam suatu tingkatan yang disebut hierarki peraturan perundang-undangan. Sistem peraturan perundang-undangan Indonesia menempatkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. Karena peraturan perundang-undangan itu adalah salah satu dari sumber hukum maka hirarki tertinggi yaitu konstitusi menjadi sumber hukum bagi peraturan perundang-undangan di bawahnya.

Upload: others

Post on 21-Dec-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

39

BAB III

PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN DI INDONESIA

Dalam bab ini dibahas mengenai pengujian peraturan perundang-undangan

yang berlaku di Indonesia saat ini. Pembahasan diawali dengan jenis peraturan

perundang-undangan yang berlaku secara periodisasi, kewenangan pengujian di

Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang menjelaskan pemisahan

kewenangan dan batu ujinya dalam pengujian peraturan perundang-undangan.

Selain itu juga dibahas mengenai implikasi hasil pengujian yang menjelaskan

jenis putusan dan keberlakuan hasil pengujian.

A. JENIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur

dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-

Undangan. Menurut sistem hukum Indonesia, peraturan perundang-undangan

(hukum tertulis) disusun dalam suatu tingkatan yang disebut hierarki peraturan

perundang-undangan. Sistem peraturan perundang-undangan Indonesia

menempatkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara.

Karena peraturan perundang-undangan itu adalah salah satu dari sumber hukum

maka hirarki tertinggi yaitu konstitusi menjadi sumber hukum bagi peraturan

perundang-undangan di bawahnya.

Page 2: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

40

Berikut periodisasi tata urutan peraturan perundang-undangan yang ada

sejak Memorandum DPR-GR tertanggal 9 Juni 1966 yang telah dikukuhkan oleh

MPRS dengan Ketetapan MPRS No.XX/ MPRS/1966 sampai yang berlaku saat

ini.1

Tabel 3.1.Pemberlakuan Hirarki Peraturan Perundang-Undangan sejak 1966-

sekarang

Tap MPR No.XX

/MPRS/1966

TAP MPR

No.III

/MPR/2000

UU No 10

Tahun 2004

UU No 12

Tahun 2011

1. UUD RI 1945

2. TAP MPR

3. UU/PERPU

4. PERATURAN

PEMERINTAH

(PP)

5. KEPUTUSAN

PRESIDEN

(KEPRES)

6. PERATURAN

-PERATURAN

PELAKSANAAN

LAINNYA :

1. Peraturan

Menteri

2. Instruksi

Menteri

3. dll

1. UUD RI

1945

2. TAP MPR

3. UU

4. PERPU

5. PP

6. KEPPRES

7. PERDA

1. UUD RI 1945

2. UU/PERPU

3. PP

4. PERPRES

5. PERDA

a. Perda

Provinsi

b. Perda

Kab/Kota

c. Peraturan

Desa

1. UUD RI

1945

2. TAP MPR

3. UU/PERPU

4. PP

5. PERPRES

6. PERDA

Prov

7. PERDA

Kab/

Kota

Dalam tabel tersebut dapat dikemukakan bahwa periodisasi hirarki

perundang-undangan dari masa ke masa telah menetapkan UUD 1945 sebagai

1Ni’matul Huda, Kedudukan Peraturan…,Op.Cit., h.32.

Page 3: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

41

politik hukum tertinggi dalam susunan hirarki yang turut berperan dalam

menjadikan peraturan perundang-undangan menjadi kesatuan nilai.

Dalam Pasal 7 ayat 1 UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

menyatakan secara eksplisit tata urutan peraturan perundang-undangan dimulai

dari,

1. Undang-Undang Dasar,

2. Ketetapan MPR

3. Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang,

4. Peraturan Pemerintah

5. Peraturan Presiden

6. Peraturan Daerah Provinsi

7. Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota,2

Jenis peraturan perundang-undangan selain yang telah disebutkan diatas,

yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang

diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, antara lain:

peraturan yang dikeluarkan oleh MPR dan DPR, DPD, MA, MK, BPK, Bank

Indonesia, Menteri, Kepala Badan, Lembaga atau Komisi yang setingkat yang

dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang,

DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala

Desa atau yang setingkat. Pasal 8 ayat 1 berupa peraturan khusus yang bersifat

teknis sebagai pelaksana dari hukum yang lebih tinggi. Mengenai daya mengikat

Pasal 8 ayat (1) Pandangan Jimly Assidiqie yang dikutip Ni’matul Huda dan

Nazriyah mengenai ketentuan Pasal 8 ayat (1) “…bahwa jika ada peraturan yang

dibentuk tidak atas dasar perintah peraturan yang lebih tinggi, maka dapat

ditafsirkan bahwa peraturan yang demikian itu (i) tidak diakui keberadaannya, dan

2 UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Page 4: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

42

(ii) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat”.3 Dalam pasal 7 ayat (2) UU

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan yang dimaksud dengan

“hirarki” adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang

lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi. Sepanjang peraturan perundang-undangan tidak bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (yang puncaknya UUD

NRI 1945) serta dibuat dengan prosedur pembuatan peraturan perundang-

undangan yang baik, maka peraturan tersebut sah dan mempunyai kekuatan

mengikat secara hukum. Pandangan Bagir Manan yang dikutip oleh Zainal Arifin

Hoesein mengenai peraturan perundang-undangan memiliki tiga unsur penting,

yaitu :4

a. Peraturan perundang-undangan berbentuk keputusan tertulis,

sehingga dapat juga disebut hukum tertulis;

b. Peraturan perundang-undangan dibentuk oleh pejabat atau

lingkungan jabatan (badan,organ) yang memiliki wewenang

membuat peraturan yang berlaku atau mengikat umum;

c. Peraturan perundang-undangan bersifat mengikat secara

hukum.

Tata urutan peraturan perundang-undangan menunjukkan tingkatan

daripada masing-masing bentuk yang bersangkutan dimana yang disebut lebih

dahulu mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada bentuk-bentuk yang tersebut

belakangnya (dibawahnya). Disamping itu, tata urutan peraturan perundang-

undangan mengandung konsekuensi hukum bentuk peraturan atau ketetapan yang

tingkatannya lebih rendah tidak boleh mengandung materi yang bertentangan

dengan materi yang dimuat di dalam suatu peraturan yang bentuknya lebih tinggi,

terlepas dari soal kekuasaan mana yang berwenang memberikan penilaian

3 Ni’matul Huda dan Nazriyah, Teori dan Pengujian…, Op.Cit., h.89.

4 Zainal Arifin Hoesein, Judicial Review…,Op.Cit.,h. 44.

Page 5: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

43

terhadap materi peraturan serta bagaimana nanti konsekuensinya apabila suatu

peraturan itu materinya dinilai bertentangan dengan materi peraturan yang lebih

tinggi. Di Indonesia saat ini untuk melakukan pengujian atau penilaian peraturan

perundang-undangan hanya dapat dilakukan oleh kekuasaan yudikatif.5Melalui

dinamika perubahan tata urutan peraturan perundang-undangan dapat disimpulkan

bahwa UUD sebagai konstitusi tertulis selalu berada pada tingkatan yang tertinggi

dalam tata urutan peraturan perundang-undangan yang menjadi sumber atau dasar

bagi norma hukum di bawahnya.

B. KEWENANGAN PENGUJIAN DAN BATU UJI MAHKAMAH

AGUNG DAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Konsep judicial review memperhatikan peraturan perundang-undangan yang

tersusun secara hirarkis. Pengujian oleh lembaga yudisial dalam judicial review

adalah untuk menilai sesuai atau tidaknya satu peraturan perundang-undangan

dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi secara hirarkis.

Konseptualisasi pemberlakuan kewenangan konstitusional pengujian peraturan

perundang-undangan dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah

Konstitusi. Kedudukan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi adalah

sebagai lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman yang masing-masing memiliki

kewenangan konstitusional (constitutional authorities) yang diatur dalam UUD

NRI 1945. UUD NRI 1945 menganut dualistik kewenangan pengujian perundang-

undangan yang mana ketentuan didalamnya mengatur secara spesifik kompetensi

Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.

5 Sebelumnya terhadap Perda bermasalah dapat dilakukan pembatalan oleh eksekutif

dalam hal ini pemerintah pusat (Menteri Dalam Negeri dan Gubernur), namun setelah diputuskan

dalam Putusan MK Nomor 56/PUU-XIV/2016 yang pada intinya mencabut kewenangan tersebut

dan yang dapat dilakukan adalah upaya judicial review di Mahkamah Agung.

Page 6: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

44

1. Kewenangan Pengujian dan Batu Uji Mahkamah Agung

Pasal 24A ayat 1 UUD NRI 1945 menyebutkan kewenangan Mahkamah

Agung diantaranya adalah mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan

perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang dan

mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. Mahkamah

Agung baru diberi kewenangan untuk melakukan pengujian atau judicial review

adalah pada saat berlakunya konstitusi RIS dan UUDS 1950. Dalam konstitusi

RIS dan UUDS 1950 memberikan wewenang kepada Mahkamah Agung untuk

menguji peraturan di bawah undang-undang terhadap undang-undang saja.

Sedangkan untuk pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar tidak

dapat dilakukan judicial review karena menurut Pasal 95 Ayat 2 UUDS 1950

ditegaskan bahwa undang-undang tidak dapat diganggu gugat (de wet is

onschenbaar).6Pada masa tersebut belum mengakui supremasi konstitusi.

Ketentuan pengujian MA kemudian dipertegas dalam Pasal 31 dan Pasal

31A UU Nomor 14 tahun 1985 sebagaimana telah diubah UU Nomor 3 tahun

2009 tentang Mahkamah Agung juncto Pasal 20 ayat 2 Undang-Undang No 48

tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Mahkamah Agung dibatasi

melakukan pengujian pada objek peraturan perundang-undangan di bawah

undang-undang terhadap Undang-Undang yang disebut sebagai pengujian

legalitas. Pengujian legalitas memberikan putusan atas validitas atau keabsahan

norma yang lebih rendah supaya tetap bersumber dan berdasar pada norma hukum

yang lebih tinggi tingkatannya. Objek pengujian adalah norma hukum di bawah

undang-undang yaitu Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Perda Provinsi

6 Ari Satio Rantjoko, Hak Uji Materiil Oleh Mahkamah Agung Untuk Menguji

Peraturan Perundang-Undangan Dibawah Undang-Undang Di Indonesia, Jurnal Rechtens, Vol.

3, No. 1, 2014, h.45.

Page 7: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

45

atau Perda Kabupaten serta peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga seperti

ditentukan dalam pasal 8 ayat 1 UU Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan. Terhadap objek tersebut dilakukan pengujian legalitas norma terhadap

undang-undang sebagai norma hukum tertinggi sebagai acuan dalam pengujian di

Mahkamah Agung. Undang-undang yang menjadi dasar pengujian dipandang

sebagai statusnya adalah praduga konstitusional. Dengan dasar praduga

konstitusional, MA tidak dapat menilai suatu undang-undang dinyatakan

konstitusional atau tidak. Namun berpegangan pada praduga konstitusional maka

MA hanya dapat menilai legalitas norma di bawah undang-undang terhadap

undang-undang.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengujian perundang-undangan di bawah

undang-undang diatur oleh Mahkamah Agung dalam bentuk PERMA. Prosedural

yang mengatur kewenangan hak uji materiil (HUM) di Mahkamah Agung diatur

di Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No 1 tahun 2011 tentang Hak Uji

Materiil yang menjadi acuan dalam pengujian peraturan perundang-undangan

dibawah undang-undang terhadap undang-undang yang putusannya bersifat final

and binding berarti tidak ada upaya hukum lainnya.

2. Kewenangan Pengujian dan Batu Uji Mahkamah Konstitusi

Melalui perubahan konstitusi sebanyak empat kali (1999-2002) semakin

mempertegas prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power), prinsip check

and balances serta prinsip perlindungan Hak Asasi Manusia. Pada perubahan

yang ketiga UUD NRI 1945 Indonesia membentuk Mahkamah Konstitusi sebagai

negara ke-78 yang membentuk MK pada tahun 2003 (Perubahan ketiga UUD NRI

1945) yang disahkan 9 November 2001 yang dipertegas pembentukannya dalam

Page 8: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

46

Pasal III Aturan Peralihan UUD NRI 1945. Melalui ketentuan ini pula diketahui

sejak perubahan ketiga UUD NRI 1945, gagasan pembentukan MK masih tekstual

dalam UUD 19457, namun sejak perubahan keempat mempertegas pembentukan

MK paling lambat 17 Agustus 2003, semasa itu kewenangan konstitusional MK

sementara dilakukan oleh MA.

Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Pasal 24 C ayat 1 UUD NRI

1945 adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat

final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, memutus

sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan Undang-

Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan

tentang hasil pemilihan umum. Ketentuan tersebut juga dipertegas dalam

peraturan turunannya dalam Pasal 10 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 8

tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No 24 tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi juncto Pasal 29 ayat 1 huruf a UU No 48 tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman. Serta memiliki kewajiban memberikan putusan atas DPR

mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut

Undang-Undang Dasar. Dalam perkembangan progresif, objek pengujian di MK

tidak hanya Undang-Undang namun norma hukum yang setara dengan itu yang

memiliki kedudukan setara adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang

(Perppu). Dalam hal ini batu uji terhadap UUD NRI 1945 yang dilakukan oleh

MK untuk menilai konstitusionalitas undang-undang yang telah disahkan oleh

pembentuk undang-undang (legislator) dan kemudian dalam perkembangannya

didalilkan oleh pemohon baik itu perorangan, kesatuan adat, badan hukum

7 Dikatakan tekstual karena sampai diundangkannya UU No 24 tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi, kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi dijalankan oleh

Mahkamah Agung untuk sementara

Page 9: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

47

maupun lembaga negara sebagai subyek hukum dalam pengujian terhadap

undang-undang tersebut karena dipandang ketentuan ayat, pasal, atau beberapa

pasal dan ayat diantaranya telah merugikan konstitusionalitas subjek hukum.

Terhadap objek pengujian tersebut pula dapat dilakukan pengujian formil akibat

proses pembentukan undang-undang yang tidak sesuai dengan prosedur hukum

pembentukan undang-undang yang diatur. Pengaturan mengenai hukum acara

pengujian konstitusionalitas di MK di atur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi

(PMK) Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara

Pengujian Undang-Undang.

Melalui kewenangan yang dilakukan MK maka dapat dikatakan bahwa MK

berfungsi untuk menegakkan konstitusi dan cara yang dapat ditempuh dalam

konsepsi normatif adalah dengan prinsip supremasi konstitusi. Maria Farida

Indrati menyatakan pandangannya mengenai fungsi MK,

“MK, sebagai salah satu lembaga pelaku kekuasaan kehakiman

berdasarkan konstitusi memiliki fungsi peradilan untuk

menegakkan hukum dan keadilan. Melihat dari latar belakang

pembentukannya MK berfungsi sebagai lembaga penegak

supremasi konstitusi. Ukuran keadilan dan hukum yang

ditegakkan dalam peradilan yang dijalankan oleh MK adalah

konstitusi itu sendiri. Walaupun demikian konstitusi tidak hanya

dimaknai norma tertulis saja, melainkan juga prinsip dan moral

konstitusi antara lain prinsip negara hukum dan demokrasi,

perlindungan hak asasi manusia serta perlindungan hak

konstitusional warga negara.”8

Dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi yang demikian banyak

pandangan yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi adalah peradilan

ketatanegaraan. Bahwa MK dibentuk dengan landasan yuridis untuk mengadili

8Maria Farida Indrati, Teori Perundang-Undangan, HKUM4404/MODUL, Tangerang,

2016, h. 1.18

Page 10: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

48

perkara ketatanegaraan atau perkara konstitusi, dalam rangka menjaga dan

menegakkan konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggungjawab sesuai dengan

kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi.

Selain memiliki empat kewenangan dan kewajiban yang konstitusional, MK

juga memiliki fungsi yang merupakan derivasi dari kewenangan itu. Bahwa MK

memiliki fungsi sebagai pengawal konstitusi (the guardian of constitution),

penafsir konstitusi (the final interpreter of constitution), pengawal demokrasi (the

guardian of democracy), pelindung hak konstitusional warga negara (the

protector of citizen’s constitutional right), pelindung hak asasi manusia (the

protector of human rights). Seluruh fungsi yang dimiliki MK tidak terlepas dari

perlindungan terhadap muatan kaidah yang diatur dalam konstitusi, karena

memang dasar pembentukan MK adalah menegakkan konstitusi yang telah

banyak mengatur hal-hal yang konstitusional bagi warga negara, kelembagaan

maupun persoalan demokrasi konstitusional.

C. JENIS PUTUSAN DAN IMPLIKASI HASIL PENGUJIAN

Putusan Mahkamah atas hasil pengujian memiliki implikasi dari jenis

masing-masing putusan. Terhadap putusan tersebut diatur secara eksplisit dalam

peraturan terkait. Namun perkembangan dunia peradilan menuntut untuk dapat

menerapkan beberapa varian dalam putusan dan tentu memiliki implikasi yang

berbeda-beda. Pada prinsipnya tiap putusan yang dibacakan dalam sidang yang

terbuka untuk umum, terhadapnya tidak ada upaya hukum lainnya secara vertikal

dan mengikat kepada tiap orang maupun institusi manapun. Berikut memberikan

beberapa macam putusan dalam Mahkamah,

Page 11: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

49

1. Putusan Mahkamah Agung

Di MA sendiri mengenai implikasi putusannya tidak terdapat varian putusan

yang bersifat progresif seperti MK. Namun demikian, MA dapat membatalkan

atau memerintahkan mencabut objek peraturan perundang-undangan yang

bertentangan dengan undang-undang. Berikut beberapa jenis putusan MA,

a. Permohonan Keberatan Dikabulkan

Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan beralasan,

amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan. Dalam hal permohonan

dikabulkan, amar putusan menyatakan dengan tegas materi muatan ayat,

pasal, dan/atau bagian dari peraturan perundang-undangan di bawah undang-

undang yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi. Seperti dalam Putusan MA Nomor 37P/HUM/2017, MA mengabulkan

permohonan hak uji materiil dari Sutarno dkk. dan mencabut 14 pasal dalam

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang

Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak

Dalam Trayek terhadap Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan.

b. Permohonan Keberatan Ditolak

Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan keberatan

itu peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

dan/atau tidak bertentangan dalam pembentukannya, Mahkamah Agung

menolak permohonan keberatan tersebut. Salah satu permohonan keberatan

hasil uji materil yaitu Putusan MA No 21/P/HUM/2017 perkara permohonan

Page 12: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

50

keberatan hak uji materiil terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun

2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005

Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan

Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2016 Nomor 325, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia).

c. Permohonan Keberatan Tidak Diterima

Dalam hal permohonan keberatan tidak diterima adalah dengan

pertimbangan pemohon dan permohonan keberatan tidak memenuhi syarat

dari segi hukum formil yang harus dipenuhi pemohon. Seperti putusan

permohonan tidak diterima karena suatu undang-undang yang menjadi batu

uji permohonan sedang dilakukan pengujian di MK maka putusan tersebut

dimaksudkan setelah pemeriksaan di MK selesai dan menghasilkan putusan

MK, maka setelahnya pemohon dapat melakukan permohonan keberatan

kembali ke MA. Seperti pengujian Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun

2015 tentang Pengupahan, dalam Perkara Nomor 67 P/HUM/2015, Nomor 69

P/HUM/2015, dan Nomor 34 P/HUM/2017 diputus tidak dapat diterima,

karena masih ada pengujian Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan di Mahkamah Konstitusi.

Terhadap pelaksanaan putusan, dalam 90 (sembilan puluh) hari setelah

putusan MA tersebut dikirim kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan tersebut ternyata Pejabat

yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum Peraturan

Perundang-Undangan yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Page 13: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

51

Dengan demikian putusan MA baru memiliki daya eksekutorial terhadap

peraturan yang dinyatakan bertentangan setelah pejabat otoritas pembentuk

norma hukum tersebut telah merubah atau membentuk norma baru yang

sesuai dengan batasan-batasan dan koridor Putusan MA.

2. Putusan Mahkamah Konstitusi

a. Permohonan Dikabulkan

Putusan menyatakan permohonan dikabulkan, yaitu apabila

permohonannya beralasan, dalam hal ini Mahkamah Konstitusi berpendapat

bahwa permohonan beralasan atau dalam hal pembentukan undang-undang

dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang

berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan. Dalam hal

permohonan dikabulkan, Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas

materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang yang

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Pasal 56 ayat (2) “ Dalam hal Mahkamah Konstitusi

berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan

permohonan dikabulkan.” Berkaitan dengan permohonan yang dikabulkan

juga dibedakan antara : (a) putusan yang menyatakan materi muatan ayat,

pasal, dan/atau bagian dari undang-undang bertentangan dengan UUD NRI

Tahun 1945 (pengujian materiil) diatur dalam Pasal 56 ayat (3) dan (b)

putusan yang mengabulkan permohonan berkaitan dengan pembentukan

undang-undang yang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan

undang-undang berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 (pengujian formil)

Page 14: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

52

diatur dalam Pasal 56 ayat (4). Putusan Mahkamah Konstitusi yang

mengabulkan permohonan wajib dimuat dalam Berita Negara dalam jangka

waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan.

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian undang-undang

terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

disampaikan kepada DPR, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden, dan

Mahkamah Agung. Putusan MK yang dikategorikan sebagai putusan yang

dikabulkan diantaranya Putusan MK No.25/PUU-VIII/2010 yaitu Pengujian

Pasal 22 huruf f dan Pasal 52 ayat (1) UU No.4 tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara.

b. Permohonan Tidak Diterima (niet onvankelijk verklaard)

Putusan hakim konstitusi menyatakan permohonan tidak dapat

diterima (niet onvankelijk verklaard), apabila permohonannya melawan

hukum atau tidak berdasarkan hukum. Dalam hal ini Mahkamah Konstitusi

berpendapat bahwa pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi

syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan Pasal 51, maka amar

putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.9

Pasal 50 menyebutkan, bahwa undang-undang yang dapat

dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah

perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sedangkan Pasal 51 menyatakan sebagai berikut : (1) pemohon adalah pihak

yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan

oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a. perorangan warga negara

9 Bambang Sutiyoso, Putusan Mahkamah Konstitusi Dan Implikasinya Terhadap

Pencari Keadilan, Vol 12 No.3, Jurnal Hukum, Yogyakarta, 2008, h.356.

Page 15: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

53

Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan

sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; c. badan hukum

publik atau privat; atau d. lembaga negara.; (2) pemohon wajib menguraikan

dengan jelas dalam permohonannya tentang hak dan/atau kewenangan

konstitusionalnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1); (3) dalam

permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib

menguraikan dengan jelas bahwa: a. pembentukan undang-undang tidak

memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945; dan/ atau b. materi muatan dalam ayat, pasal,

dan/atau bagian undang- undang dianggap bertentangan dengan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Bahwa permohonan dinyatakan tidak diterima karena tidak

memenuhi syarat formal yang diharuskan. Putusan Mahkamah Konstitusi

dapat meniadakan satu keadaan hukum atau menciptakan hak atau

kewenangan tertentu. Dengan kata lain, putusan itu akan membawa akibat

tertentu yang mempengaruhi satu keadaan hukum atau hak dan atau

kewenangan.10

Adapun kategori putusan yang tidak dapat diterima sebagai

berikut :

i. Putusan MK No 45/PUU-XIII/2015 dalam perkara pengujian UU

No 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan terakhir kali

diubah dengan Undang-Undang No 3 tahun 2009 tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No 14 tahun 1985 tentang

10 Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,

Konstitusi Press, Jakarta, 2005, h. 213.

Page 16: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

54

Mahkamah Agung dan Undang-Undang No 48 tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman.

ii. Putusan MK No 58/PUU-XV/2017 dalam perkara pengujian

Perppu No 2 tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU No 17 tahun

2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

c. Permohonan ditolak (ontzegd)

Putusan hakim konstitusi menyatakan permohonan ditolak, apabila

permohonannya tidak beralasan. Dalam hal ini undang-undang dimaksud

tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, baik mengenai pembentukan maupun materinya

sebagian atau keseluruhan, maka amar putusannya menyatakan permohonan

ditolak. Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan

bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang

tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Demikian pula

putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa

pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan

pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang tersebut tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat.

d. Konstitusional bersyarat (Conditionally constitutional)

Putusan Konstitusional bersyarat adalah merupakan putusan dimana

dalam amarnya, sebuah undang-undang dinyatakan konstitusional atau tidak

Page 17: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

55

bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dengan ditambahkannya

ketentuan atau syarat yang ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi dalam

putusan tersebut untuk membuat undang-undang yang dimaksud menjadi

konstitusional atau dengan kata lain suatu norma dinyatakan konstitusional

jika dipahami sesuai dengan syarat yang diberikan oleh hakim konstitusi

yang dinyatakan dalam putusannya, ini berarti permohonan yang diajukan

ditolak dengan catatan.

Putusan-putusan MK yang dapat dikualifikasikan sebagai putusan

konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) di antaranya sebagai

berikut:11

1) Putusan MK No 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan Perkara

No.008/PUU-III/2005 bertanggal 19 Juli 2005 tentang Sumber

Daya Air;

2) Putusan MK No 19/PUU-III/2005 bertanggal 28 Maret 2006

tentang Persyaratan Badan Hukum Bagi Wakil Pelaksanaan

Penempatan TKI Swasta di Luar Negeri;

e. Inkonstitusional Bersyarat (Conditionally Unconstitutional)

Merupakan putusan yang menyatakan permohonan yang diajukan

dikabulkan dengan catatan bahwa norma yang bersangkutan dipandang

inkonstitusional karena alasan tertentu. Jika tidak demikian, maka norma

yang bersangkutan dipandang masih konstitusional. Adapun putusan-

putusan MK yang dapat dikategorikan sebagai putusan inkonstitusional

bersyarat (conditionally unconstitutional) diantanya :12

1) Putusan MK No.54/PUU-VI/2008 bertanggal 14 April 2009

tentang Pembagian Hasil Cukai untuk Daerah Penghasil

Tembakau;

11

Ni’matul Huda, Perkembangan…,Op.Cit.,h.45-46 12

Ni’matul Huda, Perkembangan…, Op.Cit., h.46

Page 18: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

56

2) Putusan MK No. 4/PUU-VII/2009 bertanggal 24 Maret 2009

tentang Tidak Pernah Dijatuhi Pidana terhadap Jabatan Publik yang

Dipilih;

3) Putusan MK No. 133/PUU-VII/2009 bertanggal 25 November

2009 tentang Pemberhentian Pimpinan KPK secara tetap.

f. Putusan Memuat Norma Baru

Dalam hal memberikan putusannya tidak jarang hakim Mahkamah

Konstitusi menyatakan menghapus ketentuan pada bagian anak kalimat

sebuah pasal dalam undang-undang yang sedang diuji, hal ini membawa

konsekuensi pasal tersebut memiliki norma baru yang sama sekali berbeda

dengan norma sebelumnya, hal inilah yang menjadi perdebatan ketika

Mahkamah Konstitusi dianggap mulai memasuki ranah positive legislator,

yang dalam sistem ketatanegaraan Indonesia menjadi kewenangan badan

legislatif sesuai amanat UUD NRI Tahun 1945. Adapun putusan-putusan

MK yang dikategorikan sebagai putusan yang memuat norma baru

diantaranya :13

1) Putusan Nomor 102/PUUVII/2009 bertanggal 6 Juli 2009

mengenai penggunaan KPT dan Paspor dalam Pemilu,

2) Putusan Nomor 110-111-112-113/PUU-VII/2009 bertanggal 7

Agustus 2009 tentang perhitungan tahap kedua untuk penetapan

perolehan kursi DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota

bagi Parpol peserta pemilu,

g. Menunda Keberlakuan Norma

Di dalam khasanah peradilan konstitusi dikenal adanya konsep limited

constitustional yang berarti menoleransi berlakunya aturan yang sebenarnya

bertentangan dengan konstitusi hingga batas waktu tertentu. Berbeda dengan

model putusan conditionally constitutional ataupun model putusan

13

Syukri Asy'ari, dkk, Model dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi dalam

Pengujian Undang-Undang (Studi Putusan Tahun 2003-2012), Kepaniteraan dan Sekretariat

Jenderal Mahkamah Konstitusi Indonesia , Jakarta, 2013, h.14.

Page 19: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

57

conditionally unconstitutional yang memutuskan aturan yang pada saat

diputuskan dinyatakan tidak bertentangan atau bertentangan dengan

konstitusi, namun nantinya akan dapat bertentangan dengan konstitusi karena

dilanggarnya syarat-syarat yang diputuskan peradilan konstitusi, maka model

putusan limeted constitustional bertujuan untuk memberi ruang transisi aturan

yang bertentangan dengan konstitusi untuk tetap berlaku dan mempunyai

kekuatan hukum mengikat sampai waktu tertentu karena disadarkan atas

pertimbangan kemanfaatan. Hasil penelitian menunjukan MK pernah

mengeluarkan model putusan ini, yakni dalam Putusan Nomor 016-PUU-

IV/2006 bertanggal 19 Desember 2006. MK dalam putusannya menyatakan

bahwa Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU 30/2002) telah melahirkan

dualisme Pengadilan Tipikor dan kekeliruan landasan konstitusional

pembentukan Pengadilan Tipikor yang seharusnya diatur dengan undang-

undang tersendiri. Berdasarkan alasan tersebut, MK menyatakan Pasal a quo

bertentangan dengan UUD 1945. Akan tetapi karena beberapa alasan

substansial berkaitan dengan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, MK

memutuskan untuk menangguhkan daya tidak mengikatnya Pasal 53 UU

30/2002 dalam batas waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak putusan diucapkan

dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum.

Sementara itu berdasarkan sifat dari putusan, terbagi dalam 3 (tiga) kategori

yaitu condemnatoir, declaratoir, dan constitutief.

Page 20: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

58

1) Condemnatoir

Putusan yang bersifat condemnatoir merupakan putusan yang

berisi penghukuman terhadap tergugat atau termohon untuk

melakukan suatu prestasi, Akibat dari putusan condemnatoir adalah

diberikannya hak kepada penggugat atau pemohon untuk meminta

tindakan eksekusi terhadap tergugat atau termohon. Sementara di

dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi perkara yang memberi

kemungkinan adanya putusan yang bersifat comndemnatoir adalah

perkara sengketa kewenangan antar lembaga negara. Pasal 64 ayat (3)

Undang-Undang Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa “ Dalam

hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2),

Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas bahwa termohon

tidak mempunyai kewenangan untuk melaksanakan kewenangan yang

dipersengketakan.” Secara eksplisit pasal tersebut tidak menyebut

adanya perintah penghukuman (condemnatoir), hanya secara

declaratoir menyatakan tidak berwenang, akan tetapi dari putusan

sela dalam Pasal 63 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi,

memerintahkan untuk berbuat atau tidak berbuat dan dalam hal ini

sengketa kewenangan antar lembaga negara untuk tidak melaksanakan

kewenangan yang sedang dipersengketakan, jika berdasarkan hal

tersebut maka tentu saja dapat dikatakan termasuk dalam jenis

putusan yang bersifat condemnatoir.14

Sebagai contoh adalah Putusan

Nomor 1/SKLN-X/2012 dalam perkara sengketa kewenangan

14

Maruarar Siahaan, Hukum Acara…,Op.Cit., h. 205.

Page 21: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

59

lembaga negara antara Menteri Dalam Negeri sebagai pemohon

dengan Komisi Pemilihan Umum sebagai termohon I dan Komisi

Independen Pemilihan (KIP) Aceh sebagai Termohon II, selain itu ada

juga Putusan Nomor 63/PHPU.D-IX/2011 dalam perkara perselisihan

hasil pemilu, dimana sebelum putusan akhir, Mahkamah Konstitusi

memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kota Pekanbaru

untuk melakukan pemungutan suara ulang Pemilihan Umum Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Pekanbaru Tahun 2011 di

seluruh TPS se-kota Pekanbaru.

2) Declaratoir

Putusan yang bersifat declaratoir merupakan putusan dimana

hakim menyatakan apa yang menjadi hukum. Berkaitan dengan

hukum acara Mahkamah Konstitusi, dalam Pasal 56 ayat (3) Undang-

Undang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa “ Dalam hal

permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),

Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas materi muatan ayat,

pasal, dan/atau bagian dari undang-undang yang bertentangan dengan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Hakim dalam amar putusannya akan menyatakan bahwa materi

muatan, ayat, pasal, dan/atau bagian-bagian dari undang-undang tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sifat putusan tersebut

menyatakan apa yang menjadi hukum atau disebut dengan

declaratoir. Sebagai contoh adalah Putusan Perkara Nomor 32/PUU-

VI/2008 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008

Page 22: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

60

tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap

UUD NRI Tahun 1945, dalam amar putusannya putusan tersebut

secara tegas menyatakan Pasal 98 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) serta

Pasal 99 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008

tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, putusan tersebut

menyatakan apa yang menjadi hukumnya maka dapat dikatakan

putusan tersebut bersifat declaratoir.

3) Constitutief

Suatu putusan dikatakan sebuah putusan yang bersifat constitutief

adalah ketika putusan tersebut meniadakan satu keadaan hukum atau

menciptakan satu keadaan hukum yang baru. Berkaitan dengan

pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar oleh

Mahkamah Konstitusi, ketika putusan menyatakan suatu undang-

undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat maka dapat dikatakan putusan

tersebut bersifat constitutief, ketika sebuah putusan telah meniadakan

keadaan hukum yang lama dan menimbulkan keadaan hukum yang

baru maka putusan tersebut tergolong bersifat constitutief.15

Ketika

sebuah putusan dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang

Dasar maka itu merupakan declaratoir yang menjelaskan atau

15

Ibid

Page 23: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

61

memaparkan putusan tersebut, disamping declaratoir, ketika putusan

dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar maka putusan

tersebut juga bersifat constitutief, dimana telah meniadakan keadaan

hukum yang lama dan telah menciptakan sebuah keadaan hukum yang

baru, sebagai contoh adalah putusan konstitusional bersyarat Putusan

Nomor 49/PUU-VIII/2010 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor

16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia terhadap UUD

NRI Tahun 1945.

B. KEBERLAKUAN HASIL PENGUJIAN PERATURAN

PERUNDANG UNDANGAN

Sifat keberlakuan hasil putusan di MA dan MK adalah putusan yang final

and binding. Terhadap putusan tersebut tidak dapat dilakukan upaya hukum lain

dalam lingkup kekuasaan manapun (Penjelasan Pasal 10 ayat 1 UU MK). Setelah

putusan yang dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum, maka putusan

tersebut telah dinyatakan berlaku dan memiliki kekuatan mengikat bagi seluruh

warga negara dan penyelenggara negara (erga omnes) . Asas erga omnes

diberlakukan sebagai konsekuensi terhadap pengujian norma hukum publik.

Dengan demikian apabila ketentuan dalam norma pengujian materiil

menyatakan bertentangan dengan undang-undang (lingkup MA) atau bertentangan

dengan UUD NRI 1945 (lingkup MK) maka muatan materi ayat, pasal atau

sebagian dari norma tidak memiliki kekuatan hukum mengikat maka putusan

tersebut sudah bersifat final. Sehingga norma yang dinyatakan bertentangan tidak

dapat lagi dipakai sebagai dasar hukum tindakan maupun putusan. Terkait siapa

saja addresat putusan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang

Page 24: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

62

Dasar, dalam pandangan Thomas Gawron dan Ralf Ragowski yang dikutip Saldi

Isra menyatakan in our view, it is important.. to distinguish between effect of the

court according to addresees and to look for specific arena of

implementation…five main addressees, respectively arenas of implementation,

can be distinguished:legislative arena, the judicial arena, the administrative

arena, involving associations and political parties, and the private arena

involving establishments and citizen.16

Putusan hasil pengujian bukan merupakan peraturan perundang-undangan

namun dapat mengikat peraturan perundang-undangan. Putusan atas pengujian

ditindaklanjuti oleh para addressad termasuk kekuasaan eksekutif dan legislatif

sebagai subjek pembuatan produk hukum melalui revisi ketentuan yang telah

dibatalkan melalui putusan pengujian. Meskipun Putusan Mahkamah Konstitusi

mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak selesai dibacakan, namun tidak

semua putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan Pemohon

dapat langsung dilaksanakan (excecutable), karena untuk pelaksanaan putusan

Mahkamah Konstitusi tersebut masih memerlukan tindak lanjut dengan

pembentukan undang-undang baru atau undang-undang perubahan, sehingga jika

dilihat dari pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi atas pengujian undang-

undang, maka putusan Mahkamah Konstitusi dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Putusan yang langsung dapat dilaksanakan (excecutable);

2. Putusan yang memerlukan tindak lanjut dengan pembentukan peraturan

perundang undangan atas perubahan peraturan yang bersangkutan.

16

Saldi Isra, Titik Singgung Wewenang Mahkamah Agung Dengan Mahkamah

Konstitusi, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, Nomor 1,Padang, 2015, h.25.

Page 25: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

63

Sebagai contoh, beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang memerlukan

tindak lanjut, antara lain:17

1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003

tanggal 1 Desember 2004 atas pengujian Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang menyatakan Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan secara

keseluruhan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Ini

diperlukan tindak lanjut dengan pembentukan Undang-undang

ketenagalistrikan yang baru.

2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-IV/2006 tanggal 7

Desember 2006 atas pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004

tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang menyatakan Undang-

Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan

Rekonsiliasi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Putusan MK yang mengabulkan permohonan dan menetapkan adanya

undang-undang baru, maka tugas legislator adalah membentuk undang-undang

tersebut dengan berdasarkan koridor yang ditentukan dalam putusan MK.

Kewenangan pembentukan perundang-undangan tidak boleh

mengesampingkan atau mengabaikan putusan pengujian peraturan perundang-

undangan yang berakibat pada ketidakpastian hukum atas dualisme norma. Norma

tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bahkan dalam Putusan MK

pengabaian pada putusan MK dipandang sebagai perbuatan melawan hukum.

Pasca putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, terdapat putusan Mahkamah Agung

yang tidak mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, dengan masih

menggunakan penafsiran dan menerapkan ajaran “sifat melawan hukum materiil”

berdasarkan atas yurisprudensi.18 Pemuatan putusan MK dalam Berita Negara

sebagaimana ditentukan dalam pasal 57 ayat (3) UU MK dirasa cukup untuk

17

Inosentius Samsul, Hasil Akhir Pengkajian Hukum Tentang Putusan Mahkamah

Konstitusi, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI, 2009, h.103. 18

Budi Suhariyanto, Masalah Eksekutabilitas Putusan Mahkamah Konstitusi oleh

Mahkamah Agung,Vol.13 No 1, Jurnal Konstitusi, Jakarta, 2016, h.181.

Page 26: BAB III PENGATURAN PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN …€¦ · Susunan hirarkis peraturan perundang-undangan berdasarkan jenisnya diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang

64

diketahui secara umum bahwa seluruh penyelenggara negara dan warga negara

terikat untuk tidak menerapkan dan melaksanakan lagi materi yang ditelah

dinyatakan inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat

tersebut sehingga jika dilanggar dapat dikualifisir sebagai perbuatan melawan

hukum dan batal demi hukum sejak semula (adinitio).19

Jimly Assidhiqie menyampaikan pandangannya mengenai keberlakuan

putusan di MK. Ketentuan pasal 47 menyatakan putusan itu langsung berlaku

mengikat sejak diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.

“Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Artinya efek

keberlakuannya bersifat prospektif ke depan (forward looking),

bukan berlaku ke belakang (backward looking). Artinya, segala

perbuatan hukum yang sebelumnya dianggap sah atau tidak sah,

hanya karena putusan MK berlaku mengikat sejak

pengucapannya dalam sidang pleno terbuka untuk umum.

Perbuatan hukum yang dilakukan berdasarkan undang-undang

yang belum dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat adalah perbuatan hukum yang sah secara hukum,

termasuk akibat-akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan hukum

yang sah itu, juga sah secara hukum”.20

Sama hal nya dengan Putusan MK sifat keberlakuan dari Putusan MA

terhadap pengujian legalitas perundang-undangan dibawah undang-undang

terhadap undang-undang juga bersifat final dan mengikat.

19 Mohammad Mahrus Ali dkk, Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi yang

Bersifat Konstitutional Bersyarat Serta Memuat Norma Baru, Vol.12 No.3, Jurnal Konstitusi,

2014, h.635. 20

Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Cetakan ke 2, Sinar

Grafika, Jakarta, 2012, h.220