bab ii tinjauan umum tentang pejabat pembuat …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-bab ii.pdf ·...

40
49 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DAN CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH 2.1 Tinjauan tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) 2.1.1 Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Kepala Kantor Pertanahan memiliki kewenangan untuk melaksanakan pendaftaran tanah. Dalam melaksanakan pelaksanaan pendaftaran tanah ini Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditentukan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan peraturan perundang- undangan lainnya yang bersangkutan dengan hal itu. Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, PPAT adalah Pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta tanah tertentu, yaitu akta daripada perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, sebagai dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. 52 Uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa PPAT dalam kapasitasnya sebagai pejabat umum memiliki kewenangan untuk membantu membuat akta atas perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah. Bersama-sama dengan pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan, PPAT dapat melaksanakan pendaftaran tanah, pemindahan hak atas tanah dan akta lain yang berkaitan dengan hak atas tanah. 52 Effendi Perangin, 1986, Pertanyaan dan Jawaban Tentang Hukum Agraria , Rajawali, Jakarta, hal. 3.

Upload: truongkhanh

Post on 03-Feb-2018

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

49

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

DAN CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

2.1 Tinjauan tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

2.1.1 Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Kepala Kantor Pertanahan memiliki kewenangan untuk melaksanakan

pendaftaran tanah. Dalam melaksanakan pelaksanaan pendaftaran tanah ini

Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditentukan

oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan peraturan perundang-

undangan lainnya yang bersangkutan dengan hal itu.

Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, PPAT

adalah Pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta tanah

tertentu, yaitu akta daripada perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindahkan

hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau

meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, sebagai dimaksud

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.52

Uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa PPAT dalam kapasitasnya

sebagai pejabat umum memiliki kewenangan untuk membantu membuat akta atas

perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah. Bersama-sama dengan

pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan, PPAT dapat

melaksanakan pendaftaran tanah, pemindahan hak atas tanah dan akta lain yang

berkaitan dengan hak atas tanah.

52

Effendi Perangin, 1986, Pertanyaan dan Jawaban Tentang Hukum Agraria, Rajawali,

Jakarta, hal. 3.

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

50

2.1.2 Dasar Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Dasar hukum PPAT adalah Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998

tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah

tersebut dijelaskan bahwa :

“PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat

akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai Hak Atas

Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”.

PPAT sebagai pejabat umum yang ditegaskan dalam Pasal 1 Undang-

undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-

benda yang berkaitan dengan tanah disebutkan bahwa :

Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disebut PPAT, adalah

pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak

atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa

membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah

pejabat umum dan berwenang membuat akta otentik. Dengan demikian sesuai

dengan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang

menyatakan bahwa “suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang

ditetapkan oleh Undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang

berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.”

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dan KUHPerdata tersebut di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa PPAT memiliki kewenangan membuat akta

otentik yang berkualitas dengan pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak

atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan atas tanah.

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

51

2.1.3 Tugas dan Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 mengatur

tugas pokok PPAT yaitu membantu pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah

dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu

yaitu perpindahan hak atas tanah atau hak milik atas tanah. Akta ini selanjutnya

dijadikan dasar bagi pendaftaran ataupun perubahan data pendaftaran tanah.

Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) diatas

adalah berupa Jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan

(inbreng), pembagian hak bersama, pemberian Hak guna bangunan, hak pakai atas

tanah hak milik, pemberian hak tanggungan, pemberian kuasa membebankan hak

tanggungan.

Melaksanakan semua tugasnya itu, PPAT diberi kewenangan untuk

membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan

Rumah Susun yang terletak didalam daerah kerjanya. Menurut bentuknya akta

diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu: surat akta dan bukan surat akta. Surat akta

ialah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti

tentang suatu peristiwa dan di tanda tangani. Dengan demikian maka unsur-unsur

yang penting untuk suatu akta ialah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti

tertulis dan penandatanganan tulisan itu.53

Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai

kewenangan PPAT, sebagai berikut :

53

Subekti, 1985, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, hal. 178.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

52

1. PPAT mempunyai kewenangan membuat akta otentik terhadap semua

perbuatan hukum mengenai semua hak atas tanah dan hak milik atas

satuan rumah susun yang terletak di dalam daerah kerjanya.

2. Akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan dan akta-

akta pembagian hak bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan hak

milik atas satuan rumah susun yang tidak semuanya terletak di dalam

daerah kerja seorang PPAT dapat dibuat oleh PPAT yang daerah

kerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang

haknya menjadi perbuatan hukum dalam akta.

3. PPAT khsusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan

hukum yang disebut secara khsusus dalam penunjukannya dan sebagai

pejabat umum, maka akta yang dibuatnya diberi kedudukan sebagai

akta otentik.

4. Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1), pada dasarnya PPAT hanya

berwenang membuat akta mengenai tanah atau satuan rumah susun

yang terletak dalam daerah kerjanya, kecuali kalau ditentukan lain

menurut pasal ini. Pelanggaran terhadap ketentuan ini mengakibatkan

aktanya tidak sah dan tidak dapat digunakan sebagai dasar pendaftaran

yang masing-masing bentuknya ditetapkan oleh Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998

yang diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kewenangan PPAT

meliputi kewenangan membuat akta otentik terhadap semua perbuatan hukum

mengenai semua hak atas tanah dan akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam

perusahaan dan akta-akta pembagian hak bersama mengenai beberapa hak atas

tanah. Untuk PPAT khsusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan

hukum yang disebut secara khsusus dalam penunjukannya. PPAT hanya

berwenang membuat akta mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya.

2.1.4 Kewajiban dan Tanggungjawab Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT)

a. Kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

PMA/Ka.BPN Nomor 1 Tahun 2006 Pasal 45 menyebutkan bahwa

PPAT mempunyai kewajiban:

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

53

1) Menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan

Negara Kesatuan Republik Indonesia;

2) Mengikuti pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai

PPAT;

3) Menyampaikan laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya

kepada Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah dan

Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan setempat

paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya;

4) Menyerahkan protokol PPAT dalam hal :

a) PPAT yang berhenti menjabat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) kepada PPAT di daerah kerjanya

atau kepada Kepala Kantor Pertanahan;

b) PPAT Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara

kepada PPAT Sementara yang menggantikannya atau kepada

Kepala Kantor Pertanahan;

c) PPAT Khusus yang berhenti sebagai PPAT Khusus kepada

PPAT Khusus yang menggantikannya atau kepada Kepala

Kantor Pertanahan.

5) Membebaskan uang jasa kepada orang yang tidak mampu, yang

dibuktikan secara sah;

6) Membuka kantornya setiap hari kerja kecuali sedang melaksanakan

cuti atau hari libur resmi dengan jam kerja paling kurang sama

dengan jam kerja Kantor Pertanahan setempat;

7) Berkantor hanya di 1 (satu) kantor dalam daerah kerja sebagaimana

ditetapkan dalam keputusan pengangkatan PPAT;

8) Menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh

paraf dan teraan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor

Wilayah, Bupati/ Walikota, Ketua Pengadilan Negeri dan Kepala

Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT

yang bersangkutan dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pengambilan

sumpah jabatan;

9) Melaksanakan jabatan secara nyata setelah pengambilan sumpah

jabatan;

10) Memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk

dan ukurannya ditetapkan oleh Kepala Badan;

11) Lain-lain sesuai peraturan perundang-undangan.

PPAT wajib merahasiakan isi akta. Pasal 34 ayat (1) Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2006 tentang Ketentuan

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang

Peraturan Jabatan PPAT, menegaskan sumpah jabatan bagi PPAT agar

menjaga kerahasiaan isi akta. Ditegaskan dalam sumpah jabatan tersebut …

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

54

”bahwa saya, akan merahasiakan isi akta-akta yang dibuat di hadapan saya

dan protokol yang menjadi tanggung jawab saya, yang menurut sifatnya

atau berdasarkan peraturan perundang-undangan harus dirahasiakan.”

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa selain

kewenangan, PPAT juga memiliki kewajiban. Kewajiban yang paling

penting adalah PPAT wajib merahasiakan isi akta. Kewajiban untuk

merahasiakan isi akta ditegaskan dalam sumpah jabatan bagi PPAT yang

diucapkan pada waktu pengangkatan PPAT yang bersangkutan.

b. Tanggungjawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan

pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya

perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas

Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran

perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum

itu, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah

Nomor 37 Tahun 1998.

Perbuatan-perbuatan hukum dimaksud yang aktanya dibuat oleh

PPAT menurut Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun

1998 adalah:

1) Jual beli

2) Hibah

3) Tukar menukar

4) Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng)

5) Pembagian hak bersama

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

55

6) Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Hak Milik

7) Pemberian Hak Tanggungan

8) Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan

Selain itu, ada suatu tambahan tugas dari PPAT tersebut yaitu

membuat akta pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dan

sebagai catatan: Notaris juga berhak untuk membuat akta tersebut dengan

blangko yang telah dibakukan oleh Kepala Badan Pertanahan; dan

disediakan oleh Kantor Pertanahan, selain itu PPAT juga dibebankan

kewajiban untuk memeriksa dengan seksama dan cermat apakah pajak

penghasilan dan bea perolehan hak telah dibayar oleh yang bersangkutan

sebelum PPAT membuat aktanya.

Kecuali pewarisan dan pelelangan, semua macam peralihan hak

atas tanah harus dilakukan dihadapan PPAT dan dibuktikan dengan akta

yang dibuatnya.54

Pasal 101 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 menyebutkan:

(1) Pembuatan akta PPAT harus dihadiri oleh para pihak yang

melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau orang

yang dikuasakan olehnya dengan surat kuasa tertulis sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(2) Pembuatan akta PPAT harus disaksikan oleh sekurang-

kurangnya 2 orang saksi yang menurut ketentuan peraturan

perundangundangan yang berlaku memenuhi syarat untuk

bertindak sebagai saksi dalam suatu perbuatan hukum, yang

memberi kesaksian antara lain mengenai kehadiran para pihak

atau kuasanya, keberadaan dokumen-dokumen yang

ditunjukkan dalam pembuatan akta, dan telah dilaksanakannya

perbuatan hukum tersebut oleh para pihak yang bersangkutan;

(3) PPAT wajib membacakan akta kepada para pihak yang

bersangkutan dan memberi penjelasan mengenai isi dan maksud

54

Herman Hermit, 2004, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan

Tanah Pemda Teori dan Praktek Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hal.

221.

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

56

pembuatan akta, dan prosedur pendaftaran yang harus

dilaksanakan selanjutnya sesuai dengan ketentuan yang

berlaku”.

PPAT hanya berwenang untuk membuat akta-akta PPAT

sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 37

Tahun 1998 berdasarkan penunjukannya sebagai PPAT di suatu daerah

kerja. Sedangkan PPAT khusus hanya berwenang membuat akta mengenai

perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukannya.

Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 menyebutkan:

(1) PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah

atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di

dalam daerah kerjanya.

(2) Akta tukar-menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, dan

akta pembagian hak bersama mengenai beberapa hak atas tanah

dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang tidak semuanya

terletak didalam daerah kerja seorang PPAT dapat dibuat oleh

PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu bidang tanah

atau satuan rumah susun yang haknya menjadi objek perbuatan

hukum dalam akta”.

PPAT pada dasarnya hanya berwenang membuat akta mengenai

tanah atau satuan rumah susun yang terletak dalam daerah kerjanya,

terkecuali yang dimaksud pada ayat (2) di atas tanpa perlu minta izin

terlebih dahulu. Hal ini berbeda dengan Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria

(PMA) nomor 10 Tahun 1961, yang memerlukan izin untuk membuat akta-

akta tanah di luar daerah kewenangannya. Pelanggaran terhadap ketentuan

ini mengakibatkan aktanya tidak sah dan tidak dapat digunakan sebagai

dasar pendaftaran.

Uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa PPAT dilarang

menerbitkan akta peralihan hak bagi tanah yang belum jelas status haknya.

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

57

Termasuk tanah yang belum jelas statusnya meliputi bidang tanah yang

sudah terdaftar namun kepadanya tidak disampaikan sertifikat asli; surat

bukti hak; surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang

bersangkutan belum bersertipikat; salah satu pihak yang akan melakukan

perbuatan hukum yang bersangkutan atau salah satu saksi tidak berhak atau

tidak memenuhi syarat; salah satu pihak atau para pihak bertindak atas

dasar surat kuasa mutlak; belum memperoleh izin pejabat atau instansi

yang berwenang; dan tanah yang bersangkutan sedang dalam sengketa

mengenai data fisik dan data yuridisnya.

2.1.5 Macam-Macam Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 menyebutkan 3 (tiga)

macam PPAT yaitu :

a. Pejabat Pembuat Akta Tanah (umum) adalah pejabat umum yang

diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai

perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas

Satuan Rumah Susun.

b. Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara adalah pejabat pemerintah yang

ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas pejabat Pembuat

Akta Tanah dengan membuat akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.

c. Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus adalah pejabat Badan melaksanakan

tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan membuat akta Pejabat Pembuat

Akta Tanah tertentu khususnya dalam rangka pelaksanaan program atau

tugas pemerintah tertentu.

Seperti yang telah ditentukan dalam PP Nomor 24 Tahun 1997, maka

jabatan PPAT, PPAT Sementara dan PPAT Khusus adalah memegang peranan

sangat penting. Oleh karena itu sudah sewajarnya apabila seseorang yang

menjabat jabatan tersebut dianggap tahu dan tentunya harus mempunyai

pengetahuan yang cukup tentang pendaftaran tanah dan yang berkaitan dengan itu.

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

58

2.1.6 Pengangkatan, Pemberhentian dan Wilayah Kerja Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT)

Menurut ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998,

PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk suatu daerah kerja tertentu.

Dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 1 Tahun 1998, wewenang mengangkat dan memberhentikan Camat

sebagai PPAT Sementara dilimpahkan kepala Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional Propinsi.55

Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, mengatur tentang

syarat-syarat pengangkatan PPAT sebagai berikut :

a. Kewarganegaraan Indonesia

b. Berusia sekurang-kurangnmya 30 (tiga puluh) tahun

c. Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat

oleh instansi Kepolisian setempat.

d. Belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

e. Sehat Jasmani dan rohani.

f. Lulusan program pendidikan spesialis notariat atau program pendidikan

khusus PPAT yang diselenggarakan lembaga pendidikan tinggi.

g. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara

Agraria/badan Pertanahan Nasional.

Sebelum melaksanakan tugas jabatannya, PPAT dan PPAT Sementara

harus dilantik dan mengucapkan sumpah jabatan PPAT di hadapan Kepala Kantor

55

Boedi Harsono, Op.Cit, hal. 678.

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

59

Pertanahan Kabupaten/Kota di daerah kerja PPAT yang bersangkutan, Kewajiban

sumpah ini diatur dalam pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998.

Sumpah jabatan PPAT dan PPAT Sementara dituangkan dalam suatu berita

acara yang ditandatangani oleh PPAT atau PPAT Sementara yang bersangkutan,

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan para saksi. Bentuk, susunan kata-

kata berita acara pengambilan sumpah /janji diatur oleh Menteri.

Adapun mengenai pemberhentian PPAT, Peraturan Pemerintah Nomor 37

Tahun 1998, mengatur sebagai berikut :

Pasal 8

(4) PPAT berhenti menjabat sebagai PPAT karena :

a. meninggal dunia ; atau

b. telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun ; atau

c. diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas

sebagai Notaris dengan kedudukan di Kabupaten/Kota yang lain

daripada daerah kerjanya sebagai PPAT ; atau

d. diberhentikan oleh Menteri.

(5) PPAT sementara dan PPAT Khusus berhenti melaksanakan tugas PPAT

apabila tidak lagi memegang jabatan sebagaimana yang dimaksud

dalam pasal 5 ayat (3) hturf a dan b yaitu : PPAT Sementara berhenti

melaksanakan tugas PPAT apabila tidak lagi memegang jabatan sebagai

Camat atau Kepala Desa dan PPAT Khusus berhenti melaksanakan

tugas PPAT khusus apabila tidak lagi memegang jabatan sebagai

Kepala Kantor Pertanahan.

Pasal 9 :

PPAT yang berhenti menjabat sebagai PPAT kerana diangkat dan

mengangkat sumpah jabatan di Kebupaten/Kota yang lainnya daripada

daerah kerjannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayai (1) huruf c

dapat diangkat kembali menjadi PPAT dengan wilayah kerja Kabupaten /

Kota tempat kedudukannya sebagai Notaris apabila formasi PPAT untuk

daerah kerja tersebut belum penuh.

Pasal 10 :

(2) PPAT berhenti dengan hormat dari jabatannya karena :

a. permintaan sendiri ;

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

60

b. tidak lagi maupun menjalankan tugasnya karena keadaan kesehatan

badan atau kesehatan jiwanya setelah dinyatakan oleh tim pemeriksa

kesehatan yang berwenang atas permintaan menteri atau pejabat

yang ditunjuk ;

c. melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajiban

sebagai PPAT ;

d. diangkat sebagai pegawai negeri sipil atau ABRI.

(3) PPAT diberhenti dengan tidak hormat dari jabatannya, karena :

a. melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban

sebagai PPAT;

b. dijatuhi hukuman kurungan/penjara karena melakukan kejahatan

perbuatan pidana yang diancam hukuman kurungan atau penjara

selama-lamanya 5 (lima) tahaun atau lebih berat berdasarkan

putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hokum tetap.

(4) Pemberhentian PPAT karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf c dan ayat (2) dilakukan setelah PPAT yang bersangkutan

diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri kepada Menteri.

(5) PPAT yang berhenti atas permintaan sendiri dapat diangkat kembali

menjadi PPAT untuk daerah kerja lain daripada daerah kerjanya semula

apabila formasi PPAT daerah kerja tersebut belum penuh.

Pasal 11

(1) PPAT dapat diberhentikan untuk sementara dari jabatannya sebagaI

PPAT karena sedang dalam pemeriksaan pengadilan sebagai terdakwa

suatu perbuatan pidana yang diancam hukum kurungan/penjara selama-

lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat.

(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku

sampai ada putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa PPAT dapat berhenti

menjabatt karena meninggal dunia, telah mencapai usia 65 tahun, melaksanakan

tugas dengan kedudukan di Kabupaten/Kota yang lain dan diberhentikan oleh

Menteri. PPAT berhenti dengan hormat dari jabatannya karena permintaan

sendiri, keadaan kesehatan badan atau kesehatan jiwanya, melakukan pelanggaran

ringan dan diangkat sebagai pegawai negeri sipil atau ABRI. PPAT diberhenti

dengan tidak hormat dari jabatannya, karena melakukan pelanggaran berat dan

dijatuhi hukuman kurungan/penjara karena melakukan kejahatan perbuatan pidana

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

61

yang diancam hukuman kurungan atau penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun

atau lebih berat.

Selanjutnya tentang wilayah kerja PPAT adalah dalam satu wilayah kerja

Kantor Pertanahan Kabupten/Kota. Apabila suatu wilayah Kabupaten/Kota

dipecah menjadi 2 (dua) atau lebih, maka dalam waktu 1 tahun sejak

diundangkannya UU tentang pembentukan Kabupaten/Kota yang baru, PPAT

yang daerah kerjanya adalah Kabupaten/Kota semula, harus memilih salah satu

wilayah Kabupaten/Kota sebagai daerah kerjanya, dengan ketentuan bahwa

apabila pemilihan tersebut tidak dilakukan pada waktunya, maka mulai 1 tahun

sejak diundangkannya UU pembentukan Kabupaten/Kota baru tersebut, daerah

kerja PPAT yang bersangkutan hanya meliputi wilayah Kabupaten/Kota letak

kantor PPAT yang bersangkutan. Formasi PPAT ditetapkan oleh Menteri, apabila

untuk suatu daerah kerja PPAT sudah terpenuhi, maka Menteri menetapkan

wilayah tersebut tertutup untuk pengangkatan PPAT. Daerah kerja PPAT

Sementara dan PPAT khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai pejabat

Pemerintah yang menjadi dasar penunjukannya.

2.1.7 Pembinaan dan Pengawasan Pelaksanaan Tugas Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT)

Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan tugas PPAT diatur dalam Pasal

65 dan Pasal 66 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun

2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998

tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

62

Pasal 65 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1

Tahun 2006 menyebutkan bahwa pembinaan dan pengawasan terhadap

pelaksanaan tugas PPAT dilakukan oleh Kepala Badan. Pembinaan dan

pengawasan PPAT dalam pelaksanaannya oleh Kepala Badan, Kepala Kantor

Wilayah dan Kepala Kantor Pertanahan (Pasal 65 ayat (2) Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006).

Pasal 66 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1

Tahun 2006 menyebutkan pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT yang

dilakukan oleh Kepala Badan sebagai berikut (a) memberikan kebijakan mengenai

pelaksanaan tugas dan jabatan PPAT; (b) memberikan arahan kepada semua

pemangku kepentingan yang berkaitan dengan ke-PPAT-an; (c) melakukan

pembinaan dan pengawasan dan organisasi profesi PPAT agar tetap berjalan

sesuai arah dan tujuannya; (d) menjalankan tindakan-tindakan lain yang dianggap

perlu untuk memastikan pelayanan PPAT tetap berjalan sebagaimana mestinya;

dan (e) melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT dan PPAT

sementara dalam rangka menjalankan kode etik profesi PPAT. Pembinaan dan

pengawasan PPAT yang dilakukan Kepala Kantor Wilayah sebagai berikut (a)

menyampaikan dan menjelaskan kebijakan dan peraturan pertanahan serta

petunjuk teknis pelaksanaan tugas PPAT yang telah ditetapkan oleh kepala badan

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (b) membantu melakukan

sosialisasi, disiminasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan pertanahan

dan petunjuk teknis; dan (c) secara periodik melakukan pengawasan kekantor

PPAT guna memastikan ketertiban administrasi, pelaksanaan tugas dan kewajiban

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

63

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ke-PPATan (Pasal 66

ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006).

Pasal 66 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun

2006 menyebutkan bahwa pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT yang

dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan sebagai berikut (a) membantu

menyampaikan dan menjelaskan kebijakan dan peraturan pertanahan serta

petunjuk tehnis pelaksanaan tugas PPAT yang telah ditetapkan oleh kepala badan

dan peraturan perundang-undangan; (b) memeriksa akta yang dibuat oleh PPAT

dan memberitahukan kepada PPAT secara tertulis yang bersangkutan apabila

ditemukan akta yang tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai dasar

pendaftaran haknya; dan (c) melakukan pemeriksaan mengenai pelaksanaan

kewajiban operasional PPAT.

Uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan dan

pengawasan tugas PPAT dilakukan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Dalam pelaksanaannya, tugas pembinaan dan pengawasan PPAT oleh Kepala

Badan Pertanahan Nasional ini dibantu oleh Kepala Kantor Wilayah dan Kepala

Kantor Pertanahan dimana PPAT yang bersangkutan bertugas.

2.2 Tinjauan tentang Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Sementara

2.2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT) Sementara

Luasnya wilayah Republik Indonesia dengan jumlah penduduk yang sangat

banyak dan karena adanya tuntutan terlaksananya pembinaan masyarakat

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

64

diberbagai sektor, maka Menteri Dalam negeri atas nama Pemerintah Pusat

melimpahkan wewenangnya kepada pejabat-pejabat yang ada di daerah untuk

melakukan pembinaan.

Para pejabat yang dimaksud adalah Kepala Wilayah yang merupakan

penguasa tunggal wilayahnya. Mereka merupakan kepanjangan tangan pemerintah

pusat dan bukan hasil pilihan rakyat melalui pemilu. Salah satu kepala wilayah

yang dimaksud disini dan tentunya merupakan pokok pembahasan tesis ini adalah

Camat. Pengertian Camat ini dapat dilihat dalam Kamus Umum Bahasa

Indonesia, yaitu Pegawai Pamong Praja yang mengepalai Kecamatan.56

Dasar hukum camat sebagai PPAT dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat (3)

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat

Pembuat Akta Tanah, yaitu:

Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang

belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat

tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu, Menteri dapat menunjuk

pejabat-pejabat di bawah ini sebagai PPAT Sementara atau PPAT Khusus :

a. Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang

belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara;

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan Pasal 5

ayat (3) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, Menteri

Agraria/Kepala BPN dapat menunjuk PPAT Sementara dalam hal ini Camat dan

PPAT Khusus (Kepala Kantor Pertanahan) yang membantu Menteri dalam

pembuatan akta tanah.

56

Poerwodharminto, 1999, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi kedua, Departemen

Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, hal.181.

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

65

2.2.2 Hubungan Hukum Camat dengan Pendaftaran Tanah

Mengingat di dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA Nomor 5 Tahun 1960,

disebutkan bahwa “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan

pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang

diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

Pasal 19 ayat (1) tersebut, diketahui bahwa pendaftaran tanah sangat

penting untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah, oleh karena itu

pendaftaran tanah harus diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam melaksanakan pendaftaran tanah sebagaimana yang disebutkan

diatas itu perbuatan-perbuatan hukum tertentu mengenai hak-hak tersebut harus

dibuktikan dengan suatu akta yang disebut akta tanah, yaitu akta yang

membuktikan hak atas tanah seperti Hak Milik, Hak Tanggungan.57

Adapun

pejabat yang diberi tugas dan kewenangan untuk membuat akta-akta tanah,

dengan tempat kedudukan sampai di ibu kota kecamatan adalah Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT).

Agar dapat memenuhi kebutuhan kekurangan PPAT, maka di suatu

kecamatan yang belum diangkat seorang PPAT, Camat yang ada pada kecamatan

itu karena jabatannya bisa diangkat menjadi PPAT Sementara. Sebagai PPAT

Sementara, Camat mempunyai tugas dan kewajiban yang sama dengan PPAT.

Hubungan antara Camat dengan pendaftaran tanah terjadi karena perintah

dari Pasal 5 ayat (3a) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 yang

menyebutkan Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah

yang belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara.

57

Boedi Harsono, 2003, “Hakikat Jabatan Pejabat Pembuat Akta,” Makalah Hukum

Pendafaran Tanah, Fakultas Hukum Univ.Trisakti, Jakarta, hal.1.

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

66

Suatu wilayah belum terpenuhi formasi pengangkatan PPAT dapat ditunjuk

Camat sebagai PPAT Sementara, malahan jika ada satu desa yang jauh sekali

letaknya dan jauh dari PPAT yang terdapat di kabupaten/kotamadya dapat

ditunjuk Kepala Desa sebagai PPAT Sementara.58

Dengan ketentuan ini Camat

tidak otomatis diangkat sebagai PPAT Sementara (dapat terbukti dari surat

pengangkatannya dan telah disumpah sebagai PPAT). Jika untuk kecamatan itu

telah diangkat seorang PPAT, maka Camat yang bersangkutan tetap menjadi

PPAT Sementara, sampai ia berhenti menjadi Camat dari kecamatan itu. Camat

pengganti juga tidak otomatis sebagai PPAT Sementara.

2.3 Tinjauan tentang Pendaftaran Tanah

2.3.1 Cara, Manfaat dan Tujuan Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah, merupakan perintah dari Pasal 19 Undang-Undang

Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Lembaga pendaftaran tanah dalam sejarah

pertanahan di Indonesia dan yang berlaku secara nasional adalah dengan

berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Peraturan Pemerintah

ini kemudian disempurnakan dengan munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997, Lembaran Negara Nomor 59 Tahun 1997 tanggal 8 Juli 1997 dan

baru berlaku tanggal 8 Oktober 1997 (Pasal 66).

Pengertian Pendaftaran Tanah di dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 adalah :

“Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-

menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan,

pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan

data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah

58

AP.Parlindungan, 2009, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung,

hal.184-186.

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

67

dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertipikat sebagai

surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya

dan hak milik satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang

membebaninya.”

Pengumpulan keterangan atau data dimaksud meliputi:59

a. Data fisik, yaitu mengenai tanahnya: lokasinya, batas-batasnya, luasnya

bangunan dan tanaman yang ada di atasnya;

b. Data Yuridis, yaitu mengenai haknya: haknya apa, siapa pemegang haknya,

ada atau tidak hak pihak lain di atasnya;

Menyangkut cara pendataran tanah dilakukan dengan dua cara yaitu :

a. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah yang

dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah

yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu

desa/kelurahan. Pendaftaran tanah secara sistematik diselenggarakan atas

prakarsa pemerintah berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang

dan tahunan serta dilaksanakan di wilayahwilayah yang ditetapkan oleh

Menteri Negara Agraria/Kepala BPN. Dalam hal suatu desa/kelurahan

belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik,

pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sporadik.60

b. Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk

pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam

wilayah atau bagian wilayah suatu desa/ kelurahan secara individual atau

massal. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan

59

Boedi Harsono, 2005, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-

Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Edisi Revisi, Jakarta, hal.73. 60

Boedi Harsono, 2007, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya,

Djambatan, Jakarta, hal. 75.

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

68

pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas obyek

pendafataran tanah yang bersangkutan dan kuasanya.

Dalam menyelenggarakan hak atas tanah dikenal dua asas, yaitu :61

1) Asas Spesialis

Asas spesialitas ini dapat kita lihat dengan adanya data fisik. Data fisik

tersebut berisi tentang luas tanah yang menjadi subyek hak, letak tanah

tersebut, dan juga penunjukkan batas-batas secara tegas.

2) Asas publisitas

Asas publisitas ini tercermin dari adanya data yuridis mengenai hak atas

tanah seperti subyek hak nama pemegang hak atas tanah, peralihan hak

atas tanah serta pembebanannya.

Tentang fungsi Pokok dari pendaftaran tanah ialah, untuk memperoleh alat

pembuktian yang kuat tentang sahnya perbuatan hukum tertentu, pendaftaran

mempunya fungsi lain, yaitu untuk memenuhi sahnya perbuatan hukum itu.

Artinya, tanpa dilakukan pendaftaran, perbuatan hukum itu tidak terjadi dengan

sah menurut hukum.62

Manfaat dari Pendaftaran tanah yang kita lakukan antara lain:63

a. Bagi Masyarakat

1) Mendapatkan jaminan kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak

atas tanah mengindari adanya perselisihan perselisihan tentang masalah

pertanahan yang biasanya timbul pada masyarakat pedesaan, masalah

61

Ibid, hal. 78. 62

Irawan Soerojo, 2002, Kepastian Hukum hak Atas Tanah Di Indonesia, Arloka,

Surabaya, hal. 172. 63

Ibid, hal. 172.

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

69

batas tanah dapat juga menimbulkan pertengkaran. Dengan adanya

sertipikat yang menjadi bukti kepemilikan hak atas tanah yang memuat

data yuridis dan data teknik mengenai hak atas tanah pertengkaran

tersebut dapat dicegah atau pun dihindari.

2) Memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang memerlukan data-data

tentang tanah yang telah didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional.

b. Bagi Pemerintah

1) Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan, sehingga diperlukan

data-data tanah yang sudah didaftarkan pemerintah dapat diperoleh

dengan cepat.

2) Meningkatkan pendapatan Negara dari pemasukan Negara lain melalui

pendaftaran.

3) Meningkatkan pendapatan Negara dari sektor pajak ( pajak bumi dan

bangunan).

Selanjutnya tujuan pendaftaran tanah, menurut Pasal 3 PP No 24 Tahun

1997 adalah :64

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak

lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai

pemegang hak yang bersangkutan. Untuk itu kepada pemegang haknya

diberikan sertipikat sebagai surat tanda buktinya.

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan,

termasuk Pemerintah, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang

64

Boedi Harsono, Op.Cit, hal.72.

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

70

diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang

tanah dan satuan satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Tujuan pendaftaran tanah juga untuk menghimpun dan menyediakani

informasi yang lengkap mengenai bidang-bidang tanah dipertegas dangan

dimungkinkannya menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997,

pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik atau data yuridisnya belum

lengkap atau masih bersengketa, walaupun untuk tanah-tanah yang demikian

belum dikeluarkan sertipikat tanda bukti haknya.

Dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas

tanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 dijelaskan juga sejauh

mana kekuatan pembuktian sertipikat yang dinyatakan sebagai alat bukti yang

kuat oleh Undang-Undang Pokok Agraria.

Kantor Pertanahan, yang menyelenggarakan pendaftaran tanah tersebut

adalah unit kerja Badan Pertanahan Nasional wilayah Pemerintah

Kabupaten/Pemerintah Kota atau wilayah administrasi lainnya, setingkat yang

melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran

tanah.

Kegiatan pendaftaran tanah menurut Peraturan pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 yang merupakan penyempurnaan Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1961 meliputi kegiatan :

a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik

b. Pembuktian hak dan pembukuannya

c. Penerbitan sertipikat

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

71

d. Penyajan data fisik dan data yuridis

e. Penyimpanan daftar umum dan dokumen

f. Hak atas tanah yang harus didaftarkan.

2.3.2 Pelaksanaan Pendaftaran Tanah

Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali (initial registration). Kegiatan

pendaftaran yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum

terdaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1960 dan Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang terdiri atas :

a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik;

b. Pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuan hak-haknya;

c. Penerbitan sertifikat;

d. Penyajian data fisik dan data yuridis; dan

e. Penyimpanan daftar umum dan dokumen.

Pendaftaran untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran secara

sistimatik dan pendaftaran secara sporadik. Pendaftaran sistimatik dilaksanakan

atas prakarsa, biaya dan lokasi ditentukan Badan Pertanahan Nasioanal

(pemerintah), waktu penyelesaian dan pengumuman lebih singkat serta dibentuk

panitia.

Pendaftaran secara sporadik dilaksanakan atas prakarsa, biaya dan lokasi

ditentukan oleh pemilik tanah yang bersangkutan, waktu penyelesaian dan

pengumuman lebih lama serta tidak mempunyai panitia pendaftaran. Pendaftaran

tanah secra sporadik merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali

mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian

wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau masal.

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

72

Saat di lakukan pengumpulan dan pengolahan data fisik, maka dilakukan

kegiatan dan pemetaan yang meliputi:

a. Pembuatan peta dasar pendaftaran, yang digunakan untuk pembuatan peta

pendaftaran dalam pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistimatik, serta

digunakan untuk memetakan bidang-bidang tanah yang sebelumnya sudah

didaftar. Penyiapan peta dasar pendaftaran diperlukan agar setiap bidang

tanah yang didaftar dijamin letaknya secara pasti, karena dapat

direkontniksi di lapangan setiap saat;

b. Penetapan batas bidang-bidang tanah.Untuk memperoleh data fisik yang

diperiukan, bidang-bidang tanah yang akan dipetakan diukur, setelah

ditetapkan letaknya, batasbatasnya dan menurut keperluannya ditempatkan

tandatanda batasnya disetiap sudut bidang tanah yang bersangkutan. Dalam

penetapan batas tersebut harus melibatkan tetangga yang berbatasan

dengan tanah tersebut (deliminasi kontradiktoir);

c. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta

pendaftaran. Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan batas-batasnya

diukur dan selanjutnya dipetakan dalam peta dasar pendaftaran. Apabila

belum ada kesepakatan mengenai penetapan batas-batas tersebut, maka

dibuatkan berita acara dan dalam gambar diberi catatan bahwa batas-batas

tanahnya masih mempakan batas sementara;

d. Pembuatan Daftar Tanah. Bidang-bidang yang sudah dipetakan atau

dibukukan nomor pendaftarannya pada peta pendaftaran, dibukukan dalam

daftar tanah yang digunakan sebagai sumber informasi lengkap mengenai

tanah tersebut:

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

73

e. Pembuatan Surat Ukur. Untuk keperluan pendaftaran haknya, bidang-

bidang tanah yang sudah diukur serta dipetakan dalam peta pendaftaran

dibuatkan surat ukur;

Setelah kegiatan-kegiatan tersebut, tahap berikutnya adalah dilakukan

Pembukuan Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 yang selanjutnya penerbitan Sertipikat sebagai Surat Bukti

Haknya guna kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data

fisik dan data yuridis.

Penyajian data fisik dan data yuridis bagi pihak-pihak yang membutuhkan

atau berkepentingan, maka diselenggarakan tata usaha pendaftaran tanah berupa

daftar umum, yang terdiri atas peta pendaftaran; daftar tanah; surat ukur; buku

tanah dan daftar nama. Menurut Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 daftar umum dan dokumen tersebut selanjutnya disimpan.

2.3.3 Pemeliharaan Data Objek dan Sistem Pendaftaran Tanah

Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi penambahan

pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah didaftar.

Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan yang

bersangkutan kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dikatakan

kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi :

a. pendaftaran peralihan dan pembebanan hak;

b. pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya;

Page 26: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

74

Menurut Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah, Jual Beli sebagai suatu kegiatan pendaftaran yang akan

mengakibatkan terjadinya perubahan data yuridis, wajib dilakukan di hadapan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Kegiatan pendaftaran mengenai peralihan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 12 ayat (1) huruf a di atas, hanya dapat dilakukan dengan Akta Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pasal 37 ayat (1) menyebutkan:

Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui

jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukkan dalam perusahaan dan

perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak

melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang

dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut

ketentuan peraturan penmdang-undangan yang berlaku.

Sedangkan dalam Pasal 38 disebutkan:

(1) Pembuatan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dihadiri

oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan

disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi

syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum ini;

(2) Bentuk, isi dan cara pembuatan akta-akta Hak Atas Tanah diatur oleh

Menteri;

Dalam Pasal 9 PP No 24 Tahun 1997 obyeknya pendaftaran tanah meliputi:

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak

guna bangunan dan hak pakai;

b. Tanah hak pengelolaan;

c. Tanah wakaf;

d. Hak milik atas satuan rumah susun;

Page 27: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

75

e. Hak tanggungan;

f. Tanah negara;

Dalam hal tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah, pendaftarannya

dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara

dalam daftar tanah.

Menurut Boedi Harsono sistem pendaftaran tanah ada dua macam, yaitu :65

a. Sistem Pendaftaran Hak

Sistem pendaftaran hak yang digunakan adalah sistem pendaftaran hak

(registration of tittles), sebagaimana digunakan dalam peneyelenggaraan

pendaftaran tanah menurut Peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.

Hal tersebut dapat kita lihat dengan adanya buku tanah sebagai dokumen

yang memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta

diterbitkannya sebagaimana surat tanda bukti hak yang didaftar.

b. Sistem Pendaftaran Akta

Sistem ini pernah dilakukan sebelum masa kemerdekaan jaman Belanda.

Pendaftaran akta (registration of deeds) yang didatarkan adalah aktanya.

Sistem pendaftaran tanah yang dipakai di suatu negara tergantung pada

asas hukum yang dianut negara tersebut dalam mengalihkan hak atas tanahnya.

Terdapat dua macam asas hukum, yaitu asas itikad baik dan asas nemo plus

yuris.66

Oleh karena itu, kegiatan pendaftaran diatur secara rinci. Kegiatan

pendaftaran tanah meliputi pendaftaran tanah untuk pertama kali dan

pemeliharaan dalam pendaftaran tanah. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama

65

Boedi Harsono, Op.Cit, hal.76. 66

Adrian Sutedi, 2008, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika,

Jakarta, hal. 117.

Page 28: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

76

kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun

1997. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi :67

1. Pengumpulan dan pengolahan data fisik.

2. Pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuan haknya.

3. Penerbitan sertipikat.

4. Penyimpanan daftar umum dan dokumen.

Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria, dalam Pasal 19 ayat 1 memerintahkan diselenggarakan

pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum.

Kepastian hukum yang dijamin itu, meliputi kepastian mengenai :

1. Letak, batas dan luas tanah.

2. Status tanah dan orang yang berhak atas tanah.

3. Pemberian surat berupa sertipikat.

Selanjutnya di dalam ayat (2) menentukan bahwa pendaftaran tanah yang

dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

1. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan.

2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan pemeliharaan hak-hak atas tanah

tersebut.

3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat.

Peraturan pendaftaran tanah selain Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

juga diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

67

Ibid, hal. 136.

Page 29: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

77

tentang Pendaftaran Tanah Jo Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dimana Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 merupakan penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1961.

2.3.4 Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah

Menurut Bambang Eko HN sistem publikasi pendaftaran tanah meliputi:68

a. Sistem Publikasi Positif

Di dalam sistem publikasi positip sertipikat merupakan alat bukti mutlak,

artinya tidak bisa diganggu gugat karena sekali di daftar tidak bisa di

rubah. Buku tanah di dalam sertipikat tersebut adalah segala-galanya atau

the register is everything.

b. Sistem Publikasi Negatif

Sistem ini alat bukti sertipikat berkedudukan sebagai bukti yang kuat,

artinya selama tidak bisa dibuktikan sebaliknya oleh orang lain maka

pemegang sertipikat mendapat perlindungan hukum. Apabila orang lain

bisa membuktikan, maka orang lain tersebut yang mendapatkan

perlindungan hukum dengan sertipikat tersebut bisa dirubah dengan cara

mengajukan gugatan ke pengadilan, sehingga hasil akhir pihak ke tiga yang

benar tadi mendapat sertipikat yang sudah di rubah.

c. Sistem Publikasi Yang Dipergunakan di Indonesia

Berdasarkan UUPA jo PP 24/1997 di Indonesia cenderung menggunaka

sistem publikasi yang negatif karena berdasarkan sejarah di Indonesia

68

Bambang Eko HN, 2010, Pembakuan Pendaftaran Tanah, BPN, Jakarta, hal. 3.

Page 30: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

78

sistem adminstrasi pertanahannya masih belum tertib administrasi. Dalam

praktek Indonesia memilih publikasi negatif tapi tidak sistem publikasi

negatif murni tetapi menganut unsur-unsur yang positif. Bukti mengandung

unsur positif :69

1) Dalam melakukan pendaftaran sebelum terbit sertipikat dilakukan

pengumuman terlebih dahulu

2) Melakukan pengecekan secara fisik di lapangan. Dalam pengecekan

akan dicocokkan dengan pemilik yang berbatasan yang di sebut cara

contradictoire de limitie, dengan demikian cara pilihan sistem publikasi

pendaftaran tanah yang digunakan adalah sistem Publikasi Negatif

mengandung unsur-unsur Positif. Maksudnya adalah karena selain

mengandung unsur sistem publikasi negatif (yaitu negara tidak

menjamin kebenaran data yang disajikan), juga mengandung unsur

positif yaitu adanya kewajiban bagi pejabat tanah untuk aktif dalam

proses pendaftaran tanah. Sistem Negatif yang mengandung unsur-

unsur Positif, karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak

yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sistem publikasi yang

digunakan bukan sistem publikasi negatif murni. Sebab sistem publikasi

negatif murni tidak akan menggunakan sistem pendaftaran hak. Juga

tidak akan ada pernyataan seperti dalam pasal-pasal Undang-Undang

Pokok Agraria tersebut, bahwa sertipikat merupakan alat bukti yang

kuat.

Uraian tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa dalam sistem pendaftaran

tanah dikenal adanya sistem publikasi. yaitu sistem publikasi negatif dan sistem

69

AP. Parlindungan, Op.Cit, hal. 116.

Page 31: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

79

publikasi positif. Sistem publikasi negatif maksudnya adalah negara tidak

menjamin kebenaran data yang disajikan dalam sertipikat, oleh karena itu belum

tentu seseorang yang telah tertulis namanya pada sertipikat adalah mutlak sebagai

pemilik, sedang sistem publikasi positif adalah sebaliknya. Tetapi manapun yang

digunakan sebenarnya tidak menjadi persoalan, karena baik sistem publikasi

negatif maupun sistem publikasi positif sama-sama memiliki keuntungan dan

kelemahan.

Indonesia tidak menganut secara mutlak negatif dan tidak pula positif,

mengingat tanah di Negara ini lebih banyak belum terdaftar dan tunduk pada

hukum adat yang tidak mementingkan pendaftaran tanahnya saat itu. Sistem

pendaftaran tanah di Indonesia, dikategorikan menganut sistem campuran

keduanya, yaitu sistem negatif yang bertendensi positif, maksudnya Negara tidak

menjamin mutlak kebenaran data yang disajikan dalam sertipikat, namun selama

tidak ada orang lain yang mengajukan gugatan ke pengadilan yang merasa lebih

berhak, maka data dalam sertipikat adalah tanda bukti hak yang kuat.

2.4 Sertifikat Sebagai Akta Otentik

2.4.1 Pengertian Akta Otentik PPAT

Akta otentik PPAT tidak hanya cukup dilihat dari akta yang dibuat oleh

atau dihadapan pejabat saja, tetapi harus dilihat akta tersebut dari cara

membuatnya apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh

undang-undang. Suatu akta yang dibuat oleh pejabat yang tidak berwenang atau

tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang telah ditetapkan oleh undang-

undang, maka akta tersebut bukan akta otentik, tetapi mempunyai kekuatan

Page 32: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

80

sebagai akta dibawah tangan. Jika akta tersebut ditandatangani oleh pihak-pihak

yang bersangkutan, maka pejabat yang berwenang disini adlah Notaris, PPAT,

Panitera, Juru Sita, Pegawai Catatan Sipil, Hakim, Pegawai Pencatatan Nikah dan

seterusnya.70

Dalam hal yang sama mengenai pengertian akta otentik ini yaitu suatu

keputusan Pengadilan, suatu akta kelahiran, perkawinan dan kematian yang dibuat

oleh Pegawai Catatan Sipil dan Akta Notaris.71

Kemudian secara yuridis legalitas akta otentik terdapat dalam ketentuan

Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi sebagai berikut;

“Akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh

undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang

berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya”.

Lebih jauh mengenai kekuatan pembuktian dapat ditemukan dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1870 yang menyatakan sebagai berikut :

Di Dalam sebuah akta haruslah memenuhi unsur-unsur :

a. Akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat resmi/berwenang ;

b. Sengaja dibuat untuk surat bukti;

c. Bersifat partai;

d. Atas permintaan partai;

e. Mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat.

70

Abdul Manan, 2000, Penerapan Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Usaha

Nasional, Surabaya, hal. 138. 71

Ali Affandi, 1983, Hukum waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian Menurut KUH

Perdata, Bina Aksara, Jakarta, hal. 195.

Page 33: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

81

Dalam praktek dan sistem pembuktian Hukum Acara Perdata yang berlaku

di lembaga Pengadilan Indonesia, suatu akta otentik dapat dijadikan bukti dalam

suatu perkara apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu syarat formil

dan syarat materil.72

Mengenai syarat-syarat tersebut di atas sebagai berikut :

a. Syarat formil akta otentik ;

1) Pada prinsipnya bersifat partai, maksudnya akta tersebut dibuat atas

kehendak dan kesepakatan dari sekurang-kurangnya dua pihak. Sifat

partai akta otentik itu terutama dalam bentuk hubungan hukum

perjanjian seperti jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam dan

sebagainya.

2) Dibuat oleh atau di hadapan seorang Pejabat Umum yang berwenang

untuk itu. Yang tergolong Pejabat Umum yang berwenang untuk

membuat akta otentik antara lain adalah Gubernur, Petugas catatan

sipil, Hakim, Panitera, Juru Sita dan sebagainya.

3) Memuat tanggal, hari dan tahun pembuatan

4) Ditandatangani oleh pejabat yang membuat.

b. Syarat materiil akta otentik;

1) Isi yang tersebut di dalam bagian akta otentik tersebut berhubungan

langsung dengan apa yang disengketakan di pengadilan. Jika akta yang

dikemukakan dalam persidangan tidak sesuai dengan apa yang

disengketakan oleh para pihak, maka akta tersebut dianggap tidak

relevan dengan pokok perkara.

72

Kurdianto, 1991, Sistem Pembentukan Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek,

Usaha Nasional, Surabaya, hal. 85.

Page 34: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

82

2) Isi akta otentik tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama,

dan ketertiban umum. Segala sesuatu yang tersebut dalam akta otentik

jika bertentangan dengan hal tersebut berdasarkan kausa yang

diharamkan (on geroorlooft de oorzaak). Dengan demikian akta otentik

tersebut mempunyai kekuatan dan nilai pembuktian.

3) Perbuatan sengaja dibuat dipergunakan sebagai alat bukti.

Berkaitan dengan hukum pembuktian ini, Pasal 1 ayat (4) Peraturan

Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 berbunyi : Akta PPAT adalah akta yang dibuat

oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai bukti telah dilaksanakannya perbuatan

hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun

yang terdiri atas warkah yaitu dokumen yang dijadikan dasar pembuatan akta

pejabat Pembuat Akta Tanah”.

Uraian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa akta otentik merupakan akta

yang dibuat oleh/dihadapan pejabat yang berwenang untuk pembuatan akta yang

dimaksud dan pembuatannya harus sesuai ketentuan undang-undang.

2.4.2 Kekuatan Pembuktian Akta Otentik sebagai Alat Bukti

Fungsi utama Sertipikat hak atas tanah adalah sebagai alat bukti tetapi

Sertipikat bukat satu-satunya alat bukti hak atas tanah. Hak atas tanah seseorang

dapat dibuktikan dengan alat bukti lain, misalnya saksi-saksi, akta jual beli, surat

keputusan pemberian hak. Perbedaan Sertipikat dengan alat bukti lain adalah

Sertipikat ditegaskan oleh peraturan perundang-undangan sebagai alat bukti yang

kuat. Perkataan “kuat” dalam hal ini berarti selama tidak ada bukti lain yang

membuktikan kebenarannya maka keterangan yang ada dalam Sertipikat harus

Page 35: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

83

dianggap benar dengan tidak perlu bukti tambahan. Sedang alat bukti lain hanya

dianggap sebagai bukti permulaan, harus dikuatkan oleh alat bukti yang lain.

Pembuktian menurut kamus Besar Indonesia73

diartikan sebagai proses,

perbuatan, cara membuktikan, sedangkan membuktikan diartikan sebagai

memperlihatkan bukti, meyakinkan dengan bukti atau menandakan, menyatakan

kebenaran sesuatu dengan bukti.

Pengertian pembuktian yang umum diketahui selalu dikaitkan dengan

adanya persengketaan atau perkara di muka hakim atau pengadilan seperti

beberapa pendapat antara lain, menurut Subekti,74

yang dimaksud dengan

membuktikan adalah menyakinkan hakim tentang dalil atau dalil-dalil yang

dikemukakan dalam suatu persengketaan. Pembuktian ini hanya diperlukan

apabila timbul suatu perselisihan.

Arti beberapa pembuktian tersebut di atas, terlihat bahwa makna

pembuktian adalah memberikan kepastian kepada hakim, tentang adanya

peristiwa-peristiwa tertentu. Pembuktian hak atas tanah untuk kepentingan

pendaftaran tanah berbeda dengan pembuktian adanya hak atas tanah dan siapa

pemiliknya dalam suatu sengketa di Pengadilan Negeri. Dalam suatu sengketa di

Pengadilan sudah jelas siapa saja yang berebut tanah tersebut sehingga masing-

masing dipesidangan akan mengajukan semua bukti-bukti pemiliknya, dan

hakimlah yang akan memutuskan siapa diantara mereka yang sebenarnya berhak

atas tanah tersebut dengan bersandar pada hukum pembuktian yang diatur dalam

HIR maupun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sedangkan Sertipikat tanah

73

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1988, Kamus Besar Indonesia, Balai

Pustaka, Jakarta, hal.133. 74

Subekti, 1975, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 1.

Page 36: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

84

yang diterbitkan berdasarkan alat bukti yang tersebut dalam pasal 23 dan 24 PP

No.24 tahun 1997 masih terbuka kesempatan lima tahun sejak terbitnya Sertipikat

tersebut untuk mempertahankan haknya bagi orang yang merasa lebih berhak atas

tanah tersebut dengan jalan mengajukan gugatan ke Pengadilan yang

berwenang.75

Uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sertifikat hak atas tanah

itu berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat atas pemegangan sebidang tanah.

Kuat disini mengandung arti bahwa sertifikat hak atas tanah itu tidaklah

merupakan alat bukti yang mutlak satu-satunya, jadi sertifikat hak atas tanah

menurut sistem pendaftaran tanah yang dianut UUPA masih bisa digugurkan atau

dibatalkan sepanjang dapat dibuktikan dimuka pengadilan bahwa sertifikat tanah

itu adalah tidak benar.

2.4.3 Kekuatan Pembuktian Sertipikat sebagai Akta Otentik

Sertipikat berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat,76

artinya bahwa

sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian

yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya,

sepanjang data fisik dan data yuridisnya sesuai dengan data yang ada dalam surat

ukur dan buku tanah yang tersedia. Sehingga, apabila selama tidak dapat

dibuktikan sebaliknya, maka data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam

surat ukur dan buku tanah, harus diterima sebagai data yang benar dan pasti.

Dengan kata lain, yang dapat dibuktikan dari sertipikat adalah:

75

Eliyana, 1997, “Penentuan Alat Bukti Pemilikan sebagai dasar Bagi Pendaftaran

Tanah,” Makalah, Seminar Kebijakan Baru Pendaftaran Tanah, Yogyakarta, hal. 13-14. 76

Boedi Harsono, Op.Cit, hal. 80.

Page 37: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

85

a. Data Fisik Tanah, yaitu data mengenai fisik tanah bersangkutan,

menyangkut tentang: letak tanah, batas-batas tanah dan luas tanah;

b. Data Yuridis Tanah, yaitu data mengenai yuridis tanah bersangkutan,

menyangkut tentang: haknya apa, siapa pemiliknya dan ada atau tidak hak-

hak lain yang membebaninya.

Sertifikat hak milik atas tanah sebagai bukti alas hak yang sah dan dimiliki

kekuatan pembuktian sempurna. Dengan diterbitkannya sertifikat, kepastian

hukumnya akan lebih terjamin yang meliputi :77

a. Kepastian hukum tentang subyeknya, maksudnya adalah dengan

diterbitkannya sertifikat hak milik atas tanah secara yuridis telah terjamin

bahwa orang yang namanya tersurat di dalam sertifikat sebagai pemilik atas

tanah tertentu.

b. Kepastian tentang obyeknya, maksudnya dengan diterbitkannya sertifikat

hak milik atas tanah, baik letak, luas maupun batas-batas tanah lebih

terjamin karena didalam sertifikat hal-hal yang berkenaan dengan suatu

bidang tanah termaksud gambar situasi termuat didalamnya.

Dilihat dari terciptanya atau terwujudnya kedua kepastian hukum di atas dapat

diharapkan sengketa atau konflik di bidang pertanahan lambat laun akan semakin

berkurang dan inilah sebenarnya tujuan akhir dari penerbitan sertifikat.

Fungsi sertifikat hak atas tanah adalah sebagai alat bukti, tetapi sertifikat

bukanlah satu-satunya alat bukti hak atas tanah, sebab hak atas tanah masih dapat

dibuktikan dengan alat bukti lain, misalnya kuitansi jual beli, saksi-saksi. Bedanya

77

Abdurrahman, 2005, Tentang dan Sekitar UUPA, Alumni, Bandung, hal. 120.

Page 38: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

86

adalah bahwa sertifikat hak atas tanah ditetapkan oleh peraturan perundangan

sebagai alat bukti yang kuat, ini berarti selama tidak ada alat bukti lain yang

membuktikan ketidakbenarannya, maka sertifikat tersebut harus dianggap benar.

Sedangkan alat bukti lain hanya dianggap sebagai bukti awal dan harus dikuatkan

oleh alat bukti lain. Jadi, kepemilikan suatu tanah secara hukum dianggap tidak

kuat atau sah apabila tidak memiliki surat tanda bukti yang otentik berupa

sertifikat hak atas tanah.

Hakim akan mempertimbangkan kekuatan pembuktian sertifikat hak atas

tanah tersebut agar dapat dijadikan sebagai bukti yang kuat dalam persidangan di

Pengadilan Negeri. Kekuatan pembuktian tersebut meliputi tiga segi, yaitu:78

1. Kekuatan Pembuktian Luar/Diri.

Suatu akta otentik membuktikan dirinya sendiri (acta publica probat sese

ipsa). Artinya kalau suatu akta dari lahiriah bentuknya sebagai akta otentik,

maka harus diterima sebagai akta otentik, kecuali dapat dibuktikan

sebaliknya.

2. Kekuatan Pembuktian Formal.

Adalah pembuktian antara para pihak, bahwa mereka sudah menerangkan

apa yang ditulis dalam akta tadi atau kepastian bahwa suatu kejadian dan

fakta tersebut dalam akta betul-betul dibuat oleh PPAT atau pihak-pihak

yang menghadap.

3. Kekuatan Pembuktian Material.

Adalah kepastian bahwa apa yang tersebut dalam akta itu merupakan

pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau

78

Subekti, 2001, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Bandung, hal. 93.

Page 39: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

87

mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada

pembuktian sebaliknya

Kekuatan hukum suatu sertifikat tanah, di atur dalam Pasal 19 ayat (1)

UUPA untuk menjamin kepastian hukum tentang pendaftaran tanah. Ini untuk

menghindari terjadinya penerbitan sertifikat tanah bukan kepada orang yang

berhak (bukan pemilik). Oleh karena itu pendaftaran tanah di Indonesia menganut

sistem negatif. Sistem negatif disini mengandung arti bahwa segala apa yang

tercantum dalam sertifkat tanah adalah benar sampai dapat dibuktikan sebaliknya

dimuka sidang Pengadilan Negeri. Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA menegaskan

bahwa surat-surat tanda bukti hak yang diberikan itu berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat. Dalam hubungannya dengan sistem negatif berarti tidak

mutlak, ini mengandung arti bahwa sertifikat tanah tersebut masih dapat

digugurkan sepanjang ada pembuktian sebaliknya yang menyatakan

ketidakabsahan sertifikat tanah tersebut. Dengan demikian sertifikat tanah

bukanlah satu-satunya surat bukti79

hak atas tanah dan oleh karena itu masih ada

lagi bukti-bukti lain tentang hak atas tanah antara lain segel tanah (surat bukti jual

beli tanah adat).

Mengingat uraian tersebut di atas, maka penulis berpendapat bahwa hakim

harus menerima keterangan dalam sertifikat sebagai bukti yang benar, tetapi kalau

ditunjukkan alat bukti lain, seperti akta jual beli tanah, maka diperlukan pula

bukti-bukti yang lain, misalnya saksi-saksi, kuitansi-kuitansi. Sertifikat hak atas

tanah merupakan salinan buku tanah yang berarti juga suatu akta otentik, yaitu

79

Bachtiar Effendie, 2003, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Peraturan

Pelaksananya, Alumni, Bandung, hal. 76.

Page 40: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT …wisuda.unud.ac.id/pdf/1292462019-3-BAB II.pdf · Undang-undang tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang

88

suatu akta yang bentuknya ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau

dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana

akta dibuat. Jadi akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa

yang dimuat di dalamnya. Selanjutnya penulis juga menyimpulkan bahwa

sertifikat hak atas tanah mempunyai bukti yang kuat apabila keberadaan sertifikat

tersebut harus sesuai dengan keadaan tanah, bahwa antara sertifikat dan tanah

harus ada kecocokan baik batas-batasnya, letaknya, ataupun luas tanahnya harus

tercantum dalam sertifkat tersebut. Jika sertifikat hak atas tanah dan keadaan

tanah tidak ada kesesuaian maka sewaktu-waktu akan menimbulkan sengketa hak.

Sengketa hak ini dapat dijadikan dasar atau dapat melahirkan suatu gugatan

tentang keabsahan dari sertifkat tersebut.