bab ii tinjauan umum mengenai sita dalam hukum perdata...

25
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA A. Pengertian Sita dalam Hukum Perdata Penyitaan berasal dari terminology beslag (Belanda), 17 dan istilah Indonesia beslah tetapi istilah bakunya ialah sita atau penyitaan.Kamus hukum ekonomi memberi pengertian penyitaan adalah penitipan barang sengketa kepada pihak ketiga, yang ditunjuk oleh pihak-pihak yang bersengketa atau oleh pengadilan.Pihak ketiga wajib menyerahkan barang sengketa itu kepada pihak yang dinyatakan berhak setelah terdapat keputusan pengadilan. 18 M. Yahya Harahap sendiri memberi pengertian penyitaan adalah : Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berda ke dalam keadaan penjagaan (to take into custody the property of a defendant), Tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi (official) berdasarkan perintah pengadilan atau hakim. Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat pembayaran atau pelunasan utang debitur atau tergugat, dengan jalan menjual lelang (executorial verkoop) barang yang disita tersebut, 17 Marianne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, (dalam) M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 282. 18 Sri Rejeki Hartono, Paramita Prananingtyas, dan Fahima, Kamus Hukum Ekonomi, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal.169. Universitas Sumatera Utara

Upload: doliem

Post on 12-Apr-2018

225 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

A. Pengertian Sita dalam Hukum Perdata

Penyitaan berasal dari terminology beslag (Belanda),17 dan istilah Indonesia

beslah tetapi istilah bakunya ialah sita atau penyitaan.Kamus hukum ekonomi

memberi pengertian penyitaan adalah penitipan barang sengketa kepada pihak

ketiga, yang ditunjuk oleh pihak-pihak yang bersengketa atau oleh

pengadilan.Pihak ketiga wajib menyerahkan barang sengketa itu kepada pihak

yang dinyatakan berhak setelah terdapat keputusan pengadilan.18

M. Yahya Harahap sendiri memberi pengertian penyitaan adalah :

• Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berda ke

dalam keadaan penjagaan (to take into custody the property of a

defendant),

• Tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi (official)

berdasarkan perintah pengadilan atau hakim.

• Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang

disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai

alat pembayaran atau pelunasan utang debitur atau tergugat, dengan

jalan menjual lelang (executorial verkoop) barang yang disita tersebut,

17 Marianne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, (dalam) M. Yahya

Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 282.

18 Sri Rejeki Hartono, Paramita Prananingtyas, dan Fahima, Kamus Hukum Ekonomi, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal.169.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

• Penetapan dan penjagaan barang yang disita, berlangsung selama proses

pemeriksaan, sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum

tetap, yang menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan itu.

Sedangkan menurut Wildan Suyuthi, sita (beslag) adalah tindakan hukum

Pengadilan atas benda bergerak ataupun benda tidak bergerak milik Tergugat atas

pemohonan Penggugat untuk diawasi atau diambil untuk menjamin agar tuntutan

Penggugat/Kewenangan Penggugat tidak menjadi hampa. Dalam pengertian lain

dijelaskan, bahwa sita adalah mengambil atau menahan barang-barang (harta

kekayaan dari kekuasaan orang lain) dilakukan berdasarkan atas penetapan dan

perintah Ketua Pengadilan atau Ketua Majelis.19

Memperhatikan pengertian tersebut, dapat dikemukakan beberapa esensi

fundamental sebagai landasan penerapan penyitaan yang perlu diperhatikan.

20

1. Sita merupakan tindakan eksepsional

Memang hukum acara memperbolehkan dilakukan tindakan penyitaan

terhadap harta kekayaan debitur atau tergugat sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 227 jo. Pasal 197 HIR. Pasal 720 Rv pun mengatur kebolehan

penyitaan. Bahkan hukum materil sendiri membenarkannya.Misalnya, Pasal

1131 KUH Perdata menegaskan, seluruh harta debitur menjadi

tanggungangan pembayaran utangnya kepada kreditor.Namun demikian

perlu diingat, penyitaan merupakan tindakan hukum yang bersifat

eksepsional.HIR sendiri menempatkan Pasal 226, Pasal 227 tersebut pada

19Wildan Suyuthi, Sita Eksekusi: Praktek Kejurusitaan Pengadilan, PT. Tatanusa, Jakarta,

2004, hal. 20. 20 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 282-285.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

bagian Keenam, yang diberi judul Tentang Beberapa Hal Mengadili

Perkara yang Istimewa.Jadi, menurut judul ini, penyitaan termasuk salah

satu acara mengadili yang bersifat istimewa. Letak sifat istimewa atau

eksepsional penyitaan adalah :

a. Penyitaan memaksakan kebenaran gugatan

Sesuai dengan ketentuan Pasal 227 HIR maupun Pasal 720 Rv,

penggugat dapat meminta agar diletakkan sita terhadap harta kekayaan

tergugat. Atas permintaan tersebut, hakim diberi wewenang

mengabulkan pada tahap awal, sebelum dimulai proses pemeriksaan

perkara. Dengan demikian, tanpa memperdulikan kebenaran dalil

gugatan yang diajukan kepada tergugat, hakim atau pengadilan

bertindak memaksakan kepada tergugat kebenaran dalil penggugat,

sebelum kebenaran itu diuji dan dinilai berdasarkan fakta-fakta melalui

proses pemeriksaan. Inilah salah satu sifat eksepsional tindakan

penyitaan.Kepada hakim diberi kewenangan meletakkan sita terhadap

harta kekayaan tergugat melalui sistem pemaksaan kebenaran dalil

gugatan penggugat, sebelum gugatan itu sempurna diperiksa dan

dinilai.

b. Penyitaan membenarkan putusan yang belum dijatuhkan

Sekiranya pun tindakan dilakukan hakim, sesudah proses

pemeriksaan pokok perkara berlangsung, hal itu tetap diambil

mendahului putusan. Seolah-olah kepada tergugat dipaksakan

kebenaran putusan yang menyatakan dirinya wanprestasi atau

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

melakukan Perbuatan Melawan Hukum, sebelum putusan yang

bersangkutan diambil dan dijatuhkan.Meskipun demikian, oleh

undang-undang memberi wewenang kepada hakim meletakkan sita

sebagai tindakan eksepsional hakim dapat menghukum tergugat berupa

tindakan menempatkan harta kekayaan di bawah penjagaan, meskipun

putusan tentang kesalahannya belum dijatuhkan.Dengan demikian,

sebelum putusan diambil dan dijatuhkan, tergugat telah dijatuhi

hukuman berupa penyitaan harta sengketa atau harta kekayaan

tergugat.

2. Sita merupakan tindakan perampasan

Ditinjau dari segi nilai HAM, penyitaan tidak berbeda dengan

perampasan harta kekayaan tergugat. Padahal salah satu hak asasi yang

paling mendasar adalah hak mempunyai milik dan Pasal 28 H ayat (4)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jo. Pasal 36

ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

menegaskan, pada prinsipnya seseorang tidak boleh dirampas hak milik

dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum.

Akan tetapi, meskipun hak itu bersifat universal namun berdasarkan

landasan eksepsional yang diberikan undang-undang kepada hakim,

tindakan perampasan itu dijustifikasi hukum acara, sehingga tindakan itu sah

dan bertanggung jawab atas perkara yang disengketakan berdasarkan

putusan pengadilan yang berkuatan hukum tetap. Hal ini sejalan dengan apa

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

yang diatur di dalam Pasal 28 J Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia dapat

dibatasi melalui sebuah undang-undang.

3. Penyitaan berdampak psikologis

Salah satu hal perlu mendapat perhatian ialah dampak psikologis yang

timbul dari penyitaan. Dari segi pelaksaan, penyitaan sifatnya terbuka untuk

umum, hal ini dikarenakan:

• Pelaksanan secara fisik, dilakukan di tengah-tengah kehidupan

masyarakat sekitarnya;

• Secara resmi disaksikan oleh dua orang saksi maupun oleh kepala

desa, namun dapat dan boleh pula disaksikan atau ditonton oleh

anggota masyarakat luas;

• Secara administratif yustisial, penyitaan barang tertentu harus

diumumkan dengan jalan mendaftarkan dalam buku register

kantor yang bersangkutan, agar diketahui umum sesuai dengan

asas publisitas.

Berdasarkan hak-hal tersebut, penyitaan berdampak psikologis yang

sangat merugikan nama baik atau kredibilitas seseorang baik secara pribadi,

apabila sebagai pelaku bisnis. Tindakan penyitaan meruntuhkan kepercayaan

orang atas bonafiditas korporasi dan bisnis yang dijalankan, padahal belum

tentu penyitaan yang dilakukan dibenarkan dan dikuatkan sampai akhir

proses penyelesaian perkara. Sekiranya pun pada akhirnya penyitaan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

dinyatakan tidak sah dan diperintahkan untuk diangkat, sangat sulit bagi

tersita memulihkan dan mengembalikan citra yang baik kepada kondisi

semula.

B. Tujuan dari Sita dan Jenis-jenis Sita dalam Hukum Perdata

Tujuan dari sita adalah upaya untuk menjamin pelaksanaan suatu putusan

hakim dikemudian hari atas barang-barang milik tergugat baik benda bergerak

maupun benda tetap selama proses perkara belangsung. Dengan demikian barang-

barang yang disita tidak dapat dialihkan, diperjualbelikan, disewakan atau

dipindahtangankan kepada pihak lain oleh pihak penggugat yang beritikad buruk

(bad faith).21

Ada tujuan lain yang tidak kalah penting dalam penyitaan, selain dari

memberi kepastian kepada penggugat bahwa gugatannya telah dijamin dan

mempunyai arti dan nilai apabila gugatannya dikabulkan oleh pengadilan, yaitu

adanya sita, berarti sudah ada secara pasti objek eksekusi atas kemenangan

penggugat, atau disimpulkan objek eksekusi sudah pasti. Hal ini menjaga agar

kemenangan penggugat tidak ilusioner (hampa) sehingga kemenangan penggugat

ada suatu materinya, yakni barang yang disita tersebut :

Dengan mengaitkan tujuan penyitaan dengan ketentuan Pasal 199

HIR, 214 Rbg dan Pasal 231 KUH Perdata, terjamin perlindungan yang kuat

penggugat atas terpenuhinya pelaksanaan putusan pengadilan pada saat eksekusi

dijalankan.

21 Muhammad Nasir, Hukum Acara Perdata, Djambatan, Jakarta, 2005, hal. 89.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

1. Dapat langsung diserahkan kepada pihak penggugat, jika sengketa

perkara merupakan hak milik.

2. Atau jika barang yang disita dapat di eksekusi melalui penjualan

lelang, jika perkara yang sengketakan merupakan perselisihan hutang-

piutang atau tuntutan ganti rugi berdasarkan PMH atau wanprestasi.22

Dikenal ada dua macam sita yaitu sita terhadap benda milik penggugat

(kreditur) dan sita terhadap barang milik tergugugat (debitur).

1. Sita jaminan terhadap benda milik penggugat (kreditur)

Sita jaminan dilakukan terhadap benda milik penggugat yang dikuasai

oleh tergugat atau orang lain/pihak ketiga.Sita jaminan ini tidak

dimaksudkan untuk menjamin suatu tagihan utang yang berupa uang,

melainkan untuk menjamin suatu hak kebendaan dari penggugat (pemohon

atau kreditur) dan berakhir dengan penyerahan (levering) benda yang disita

itu.Sita jaminan terhadap benda milik penggugat sendiri dikenal ada dua

macam yaitu sita revindikasi dan sita marital.23

a. Sita revindikasi/revindicatoir beslag (Pasal 226 HIR dan 260 Rbg)

Sita revindikasi adalah sita yang dimohonkan, baik secara tertulis

atau lisan, oleh pemilik suatu benda bergerak yang sedang dikuasai

oleh tergugat atau pihak lain, melalui pengadilan negeri di tempat

orang yang menguasai benda tersebut tinggal.24

22M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 285-287.

Tidak perlu dugaan

alasan untuk dapat mengajukan permohonan sita revindikasi bahwa

23 Muhammad Nasir, Op. Cit., hal. 90. 24Ibid., hal. 90.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

seseorang yang berutang selama belum dijatuhkan putusan, mencari

akal akan menggelapkan atau melarikan barang tersebut.25

Benda-benda yang dijadikan sengketa yang dikuasai debitur dan

telah dipindahtangankan kepada pihak ketiga dapat disita jika ada alat

bukti yang autentik atau akta di bawah tangan yang sah dan debitur

telah terjadi wanprestasi 3 (tiga) bulan berturut-turut serta telah

mendapatkan peringatan sampai 3 (tiga) kali berturut-turut secara

tertulis ternyata juga tetap tidak mau memenuhi prestasinya, maka

penyitaan terhadap barang bergerak yang berada di tangan pihak ketiga

dan atau telah dipindahtangankan kepada pihak ketiga oleh debitur

tanpa persetujuan kreditor dapat diajukan permohonan penyitaan

kepada pengadilan negeri.

26

Dari ketetuan ini dapat disimpulkan juga bahwa yang

mengajukan sita revindikasi adalah setiap pemilik benda bergerak yang

sedang dikuasai oleh orang lain.

27

25Pasal 227 ayat (1) HIR dan Pasal 261 ayat (1) Rbg.

Demikian pula dijelaskan di dalam

Pasal 1145 KUH Perdata dan Pasal 232 KUH Dagang bahwa setiap

orang yang memiliki hak reklame, yaitu hak menjual benda bergerak

untuk meminta kembali benda yang dijualnya, bila pembeli benda

tersebut tidak membayar dengan harga yang telah disepakati, untuk

mengajukan permohonan sita revindikasi. Sita revindikasi ini hanya

dapat dimohonkan terhadap benda-benda yang bergerak saja,

26 Pasal 728 Rv. 27Pasal 1977 ayat (2) dan Pasal 1751 KUH Perdata.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

sedangkan terhadap benda-benda penggugat yang tidak bergerak dan

berada di tangan orang lain, hanya dapat dikenakan sita penjagaan

saja.28

Pasal 226 ayat (7) HIR yang menegaskan apabila gugatan

penggugat ditolak dan sita revindikasi telah diletakkan atas

barang.Penolakan gugatan harus dibarengin dengan amar yang berisi

perintah pencabutan penyitaan.Jadi perintah pencabutan sita dalam

amar putusan, yang bersifat asesor atas penolakan gugatan

penggugat.Lalai mencantumkan amar perintah pencabutan,

mengakibatkan putusan mengandung kontorversi.

Pada satu sisi, gugatan ditolak atas alasan barang sengketa bukan

milik penggugat. Namun pada sisi lain, barang sengketa secara formil

masih melekat sita revindikasi. Koreksi atas kekeliruan itu ditinjau

secara formil masih melekat sita revindikasi. Koreksi atas kekeliruan

itu ditinjau dari tekhnis yustisial, hanya dapat dilakukan melalui

melalui proses banding atau kasasi. Namun tragisnya, selama

kekeliruan belum dikoreksi oleh peradilan tingkat banding atau kasasi,

selama itu secara formil masih tetap melekat sita revindikasi.Hal

tersebut tentunya sangat merugikan penggugat, karena seolah-olah

barang itu bukan miliknya, tetapi milik penggugat.29

28Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal. 148.

29 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 338-339.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

b. Sita marital/maritaal beslag

Sita marital adalah sita yang ditujukan untuk menjamin agar

barang yang disita tidak dialihkan atau diasingkan oleh pihak lawan,

dan bukan ditujukan untu menjamin tagihan utang atau penyerahan

barang.Sita marital ini dapat dimohonkan kepada pengadilan negeri

oleh seorang istri yang tunduk kepada KUH Perdata, selama sengketa

perceraiannya diperiksa di pengadilan, terhadap barang-barang

tersebut.30

Harta bersama yang didapat selama perkawinan yang dikuasai

oleh pihak istri, seorang suami bisa mengajukan gugatan ke

pengadilan. Secara yuridis sudah barang tentu bisa, walaupun tidak ada

peraturan perundang-undangan yang mengatur bahwa suami dapat

mengajukan gugatan tentang harta bersama yang didapat selama dalam

perkawinan dikuasai oleh istri, suami dapat mengajukan gugatan ke

pengadilan agar harta bersama yang dikuasai oleh istri selama dalam

proses permohonan perceraian dapat diadakan penyitaan sambil

menunggu adanya keputusan tentang permohonan perceraian

dikabulkan dan keputusan pengadilan in kracht van gewijsde.

31

Perbedaan dan persamaan anatar sita revidikasi dan sita marital,

yaitu:

1) Perbedaannya

30Pasal 190 KUH Perdata dan Pasal 823 Rv. 31 Sarwono, Op. Cit., hal. 151.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

Dalam sita revindikasi jaminan yang disita hanya terhadap

benda-benda bergerak milik penggugat (kreditor) yang berada di

tangan tergugat (debitur), sedangkan sita marital yang disita

benda-benda bergerak maupun tidak bergerak milik suami istri

yang merupakan harta bersama yang didapat selama dalam

perkawainan.

2) Persamaannya

Sita revidikasi dan sita marital keduanya bertujuan untuk

menyelamatkan objek sengketa yang berupa benda-benda baik

menyelamatkan objek sengketa yang berupa benda-benda baik

bergerak maupun tidak bergerak yang berada di tangan tergugat

agar tidak dihilngkan dan digelapkan oleh tergugat selama dalam

proses persidangan berlangsung.

2. Sita jaminan terhadap benda bergerak milik debitur.

Sita jaminan atau conservatoir beslag adalah sita jaminan terhadap

benda-benda milik tergugat baik terhadap benda bergerak maupun tidak

bergerak yang dijadikan jaminan untuk pelunasan utang atau pemenuhan

prestasi.32

Dalam sita jaminan, yang dapat menjadi objek permohonan sita

adalah:

a. Benda bergerak milik debitur;

b. Benda tidak bergerak milik debitur; dan

32Ibid., hal 152-153.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

c. Benda bergerak milik debitur yang berada di tangan pihak ketiga.33

Pasal 227 ayat (1) HIR dan Pasal 261 ayat (1) Rbg menentukan bahwa

sita jaminan hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri

karena adanya permintaan kreditur atau penggugat. Secara faktual dalam

proses pengadilan, penggugat mengajukan permohonan sita jamina ini

kepada hakim yang memeriksa perkara tersebut, yang selanjutnya hakim

membuat penetapan. Hal ini disebabkan karena sita jaminan itu telah

menjurus dalam pemeriksaan perkara pokok. Oleh karena itu, hakim yang

memeriksa perkara tersebut itulah yang dapat memerintahkan sita jaminan

dengan surat penetapannya.

Permohonan sita jaminan bukanlah suatu tuntutan hak yang bebas dan

berdiri sendiri, melainkan selalu berkaitan dengan pokok perkara. Namun

demikian, ada beberapa kemungkinan kombinasi antara sita jaminan dengan

pokok perkara yaitu:

a. Sita jaminan diajukan secara bersama-sama dengan pokok perkara.

b. Sita jaminan diajukan secara terpisah dengan pokok perkara.34

Berbeda dengan pemeriksaan sita revindikasi yang sifatnya sumir,

pada sita pemeriksaan sedikit lebih rumit karena upaya pembuktian unsur

adanya sangka yang beralasan, bahwa tergugat sedang berdaya upaya untuk

menghilangkan benda-bendanya untuk menghindari gugatan

penggugat.SEMA No. 5 Tahun 1975 mengatur, bahwa dalam setiap

penetapan sita jaminan disebut alasan-alasan yang menyebabkan sita

33Putusan Mahkamah Agung No. 476/K/1974 tanggal 14 Novembe 1974. 34 Muhammad Nasir, Op. Cit., hal. 94.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

jaminan tersebut dikabulkan yang berarti bahwa sebelum dikeluarkan

penetapan yang megabulkan sita jaminan tersebut, maka harus diadakan

‘penelitian’ terlebih dahulu tentang ada tidaknya alasan yang dikemukakan

pemohon. Prof. Sudikno menyebutkan bahwa pihak tersita perlu didengar

keterangannya, sebelum pemberi permohonan sita jaminan tersebut.

Sayangnya SEMA tersebut tidak menjelaskan apa maksud penelitian

tersebut.35

C. Prinsip-prinsip Pokok Sita dalam Hukum Perdata

Terdapat beberapa prinsip pokok penyitaan yang mesti ditaati. Menurut M.

Yahya Harahap berikut beberapa prinsip pokok penyitaan dalam perdata yang

bersifat umum:36

1. Sita berdasarkan permohonan

Menurut Pasal 226 dan Pasal 227 HIR atau Pasal 720 Rv maupun

berdasarkan SEMA No.5 Tahun 1975, pengabulan dan perintah pelaksaan

sita, bertitik tolak dari permintaan atau perohonan penggugat. Perintah

penyitaan tidak dibenarkan berdasarkan ex-officio hakim.

2. Permohonan berdasarkan alasan

Seperti yang sudah dijelaskan, penyitaan merupakan hukuman dan

perampasan harta kekayaan tergugat sebelum putusan berkekuatan hukum

tetap.Oleh karena itu, penyitaan sebagai tindakan yang bersifat eksepsional,

harus benar-benar dilakukan secara cermat berdasarkan alasan yang kuat.

35 Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal. 240.

36 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 287-325.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

Pasal 227 HIR atau Pasal 720 Rv memperingatkan hal itu, agar penggugat

dalam pengajuan sita menunjukkan kepada hakim sejauh mana isi dan dasar

gugatan dihubungkan dengan relevansi dan urgensi penyitaan dalam perkara

yang bersangkutan.

3. Penggugat wajib menunjukkan barang objek sita

Hukum membebankan kewajiban kepada penggugat untuk menyebut

secara jelas dan satu per satu barang objek yang hendak disita.Permintaan

sita yang diajukan secara umum terhadap semua atau sebagian harta

kekayaan tergugat dianggap tidak memenuhi syarat. Permintaan sita yang

demikian tidak terang, sebab tidak diketahui persis apa saja harta kekayaan

tergugat, sehingga tidak jelas barang apa dan mana yang hendak disita.

Selain dirinci dan disebutkan satu per satu barang milik tergugat yang

hendak disita, rincian itu harus dibarengin dengan penyebutan identitas

barang secara lengkap.

4. Permintaan dapat diajukan sepanjang pemeriksaan sidang

Sebagai pedoman, dapat diikuti Putusan Mahkamah Agung No. 371

K/Pdt/1984 yang menyatakan, meskipun sita jaminan tidak tercantum dalam

gugatan maupun dalam petitum gugatan, dan baru diajukan belakangan

dalam surat tersendiri, jauh setelah gugatan didaftarkan, cara yang demikian

tidak bertentangan dengan tata tertib beracara, karena undang-undang

memperbolehkan pengajuan sita jaminan dapat dilakukan permintaannya

sepanjang proses persidangan berlangsung.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

Oleh karena itu, pengabulan sita dalam kasus yang seperti itu tidak

bertentangan dengan ultra petitum partium yang digariskan Pasal 178 ayat

(3) HIR.Memperhatikan putusan di atas dihubungkan dengan ketentuan

Pasal 227 ayat (1) HIR dapat disimpulkan sita dapat diminta selama belum

dijatuhkan putusan pada tingkat peradilan pertama atau dapat diajukan

selama putusan belum dieksekusi.

5. Pengabulan berdasarkan pertimbangan objektif

Agar penyitaan tidak bercorak sewenang-wenang, perlu ditegakkan

prinsip yaitu pengabulan sita harus berdasarkan pertimbangan

objektif.Prinsip ini berkaitan dengan asas permohonan sita harus

berdasarkan alasan yang cukup dan objektif.Bertitik tolak dari prinsip-

prinsip tersebut, dalam penetapan pengabulan sita, haruslah jelas dan terang

tercantum pertimbangan yang rasional dan objektif.

Dalam penetapan sita terdapat pertimbangan mengenai alasan yang

diajukan penggugat berupa:

a. Kaitan antara sita dengan dalil gugatan sangat erat sedemikian

rupa, sehingga penyitaan benar-benar urgen, sebab kalau sita

tidak diletakkan di atas harta kekayaan tergugat, kepentingan

penggugat tidak terlindungi.

b. Penggugat dapat menunjukkan berdasarkan fakta atau paling tidak

berupa indikasi adanya dugaan atau persangkaan bahwa tergugat

berdaya upaya untuk menggelapkan atau menghilangkan harta

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

kekayaan selama proses pemeriksaan berlangsung, guna

menghindari pemenuhan gugatan.

Supaya pertimbangan penetapan pengabula sita dapat diutarakan

berdasarkan fakta atau indikasi yang lebih objektif dan rasioal, pengadilan

dapat menempuh cara melalui proses pemeriksaan insidentil atau melalui

proses pemeriksaan pokok perkara.

6. Larangan menyita milik pihak ketiga

Proses penyelesaian suatu perkara, tidak boleh menimbulkan kerugian

kepada pihak ketiga yang tidak ikut menjadi pihak dalam perkara. Prinsip

kontrak partai (party contract) yang digariskan Pasal 1340 KUH Perdata

yang menegaskan perjanjian hanya mengikat kepada para pihak yang

membuatnya, berlaku juga dalam proses penyelesaian perkara. Hanya

mengikat kepada para pihak penggugat dan tergugat. Tidak boleh merugikan

pihak ketiga atau pihak lain yang tidak terlibat sebagai pihak dalam perkara

yang bersangkutan.

Sehubungan dengan itu, pengabulan dan pelaksaan sita dalam suatu

perkara hanya terbatas terhadap harta kekayaan tergugat dan tidak boleh

melampaui terhadap harta kekayaan pihak ketiga.Kewajiban hakim untuk

meneliti apakah harta kekayaan yang diajukan penggugat untuk disita,

benar-benar milik tergugat.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

7. Penyitaan berdasarkan perkiraan nilai objektif dan proposional dengan

jumlah tuntutan.

Sedapat mungkin jumlah barang yang disita tidak melebihi jumlah

tuntutan penggugat.Penyitaan ekstrem melampaui jumlah gugatan, dianggap

sebagai tindakan undue process atau tidak sesuai dengan hukum acara dan

dapat dikatagorikan sebagai tindakan sewenang-wenang. Untuk menghindari

tindakan penyitaan yang belebihan, perlu diperhatikan pedoman sebagai

berikut:

a. Dalam sengketa milik, penyitaan terbatas pada barang yang

disengketakan.

b. Dalam sengketa utang yang dijamin dengan barang tertentu, barang

yang boleh disita hanya terbatas pada barang jaminan.

c. Sita dilakukan terhadap semua harta kekayaan tergugat sampai

terpenuhi jumlah tuntutan.

d. Apabila terjadi pelampauan segera dikeluarkan penetapan

pengangkatan sita.

8. Mendahulukan penyitaan barang bergerak

Berdasarkan Pasal 227 ayat (1) HIR dan 720 Rv, permintaan dan

pengabulan maupun pelaksanaan sita jaminan atas tuntutan pembayaran

utang atau ganti ugi, tunduk pada prinsip:

a. Pertama-tama yang disita adalah barang bergerak (roerende

goederen, movable goods). Kalau nilai barang bergerak yang

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

disita diperkirakan sudah cukup menutupi pelunasan pembayaran

tuntutan, penyitaan harus dihentikan sampai disitu.

b. Apabila diperkirakan penyitaan terhadap barang bergerak belum

mencukupi jumlah tuntutan, baru boleh dilakukan penyitaan

terhadap barang tidak bergerak (onroerende goederen,

unmovable goods).

9. Dilarang menyita barang tertentu

Ketentuan Pasal 197 ayat (8) HIR atau Pasal 211 RBG merupakan

pengecualian terhadap asas yang diatur di dalam Pasal 1131 KUH

Perdata.Menurut ketentuan ini, seluruh harta kekayaan debitur dapat

dijadikan objek pelunasan pembayaran utangnya. Ketentuan Pasal 197 ayat

(8)HIR memuat ketentuan pengecualian, berupa larangan meletakkan sita

terhadap barang jenis tertentu.

Tentang hal ini, dapat dikemukakan salah satu Putusan Mahkamah

Agung37

yang menyatakan, bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 197 ayat

(8) HIR, Pasal 211 RBG, Pengadilan Negeri dapat menyita semua harta

kekayaan tergugat, baik yang bergerak atau tidak bergerak. Akan tetapi,

dalam ketentuan pasal itu sendiri terdapat pengecualian, meliputi hewan dan

perkakas yang sungguh-sungguh digunakan sebagai alat pencari nafkah

sehari-hari.

37 Putusan Mahkamah Agung No. 1076 K/Pdt/1984 tanggal 10 Juli 1984 jo. Pengadilan Tinggi No. 6431 tanggal 27 Desember 1983 jo. Pengadilan Negeri Medan No. 157/ 1983 tanggal 1 September 1983.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

10. Penjagaan sita tidak boleh diberikan kepada penggugat

Penjagaan barang sitaan berpedoman kepada ketentuan Pasal 197 ayat

(9) HIR atau Pasal 212 RBG.Dalam ketentuan ini, ditegakkan prinisp,

penjagaan barang sitaan tetap berada di tangan tergugat atau tersita.Prinsip

ini juga ditegaskan juga dalam SEMA No. 5 Tahun 1975 yang melarang

barang yang disita kepada pengggugat atau pemohon sita.Pada huruf (g)

SEMA tersebut menegaskan agar barang-barang yang disita tidak diserahkan

kepada penggugat atau pemohon sita. Tindakan hakim yang demikian akan

menimbulkan kesan seolah-olah penggugat sudah pasti akan dimenangkan

dan seolah-olah pula putusannya uitvoerbaar bij vooraad (serta merta).

11. Kekuatan mengikat sita sejak diumumkan

Pengumuman berita acara sita merupakan syarat formil untuk

mendukung keabsahan dan kekuatan mengikat sita kepada pihak

ketiga.Selama belum diumumkan, keabsahan dan kekuatan formilnya baru

mengikat kepada para pihak yang bersengketa, belum mengikat kepada

pihak ketiga.Berarti selama penyitaan belum diumumkan, pihak ketiga yang

melakukan transaksi atas barang itu, dapat dilindungi sebagai pembeli atau

pemegang jaminan maupun penyewa yang beritikad baik.

Prinsip ini ditegaskan dalam Pasal 199 ayat (1) HIR.Terhitung sejak

hari pengumuman atau pemberitahuan peyitaan, tersita dilarang

memindahkan, mengagunkan atau menyewakan kepada pihak ketiga.Setiap

perjajian yang bertentangan dengan larangan itu, tidak dapat dipergunakan

pihak ketiga sebagai dasar mengajukan upaya derden verzet.Apabila juru

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

sita lalai mendaftarkannya, penyitaan hanya mengikat kepada para pihak

yang berperkara saja, tetapi tidak mengikat kepada pihak ketiga, sehingga

pihak ketiga yang beritikad baik memperoleh barang barang itu dari tersita,

harus dilindungi. Untuk itu Mahkamah Agung melalui SEMA No.05 Tahun

1975 mengingatkan semua jajaran pengadilan, agar setiap penyitaan

didaftarkan atau dicatatkan sesuai dengan ketentuan Pasal 198 HIR/Pasal

214 RBG dengan cara menyampaikan salinan berita acara kepada kantor

pendaftaran tanah atau pada kantor pejabat yang berwenang untuk itu.

12. Dilarang memindahkan atau membebani atau menyewakan barang

sitaan

Menurut Pasal 199 ayat (1) HIR, terhitung sejak hari pemberitahuan

atau pengumuman barang yang disita pada kantor pendaftaran yang

ditentukan untuk itu, hukum melarang:

Memindahkan barang sita kepada pihak orang lain.

Maksudnya tersita atau tergugat dilarang menjual, mengibahkan,

menukarkan atau menitipkan barang sita kepada orang lain.

Membebankan barang itu kepada orang lain.

Hal ini berarti, melarang tergugat untuk menjamin atau

mengagunkan barang sitaan, baik dalam bentuk agunan biasa atau hak

tanggungan, fidusia atau gadai (pand).

Menyewakan barang sitaan kepada orang lain.

Demikian larangan yang melekat pada barang sitaan sejak

tanggal berita acara penyitaan dengan jalan mencatat penyitaan di

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

kantor yang berwenang sesuai dengan ketentuan Pasal 198 ayat (1)

HIR. Sejak tanggal pengumuman itu, kekuatan mengikat penyitaan

menjangkau kepada pihak ketiga.

13. Sita penyesuaian

Sesuai dengan prinsip Pasal 463 Rv, tidak dibenarkan meletakkan sita

terhadap barang yang sudah disita, tetapi yang dapat diletakkan ialah sita

penyesuaian (vergelijkende beslag). Kalau begitu, apabila atas permintaan

penggugat atau kreditor telah diletakkan sita jaminan (conservatoir beslag),

sita revindikasi (revindicatoir beslag), atau sita marital (marital beslag)

maka:

a. Pada waktu yang bersamaan, tidak dapat diminta dan dilaksanakan

penyitaan terhadap barang itu atas permintaan penggugat atau

kreditor lain, sesuai dengan asas bahwa pada waktu yang

bersamaan hanya diletakkan satu kali saja penyitaan terhadap

barang yang sama.

b. Permintaan sita yang kedua dari pihak ketiga, harus ditolak atau

tidak dapat diterima atas permintaan penggugat atau kreditor

terdahulu.

c. Yang dapat dikabulkan kepada pemohon yang belakangan hanya

berbentuk sita penyesuaian (vergelijkende beslag).

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

14. Larangan menyita barang milik Negara

Dalam salah satu putusan Mahkamah Agung38

Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap:

terdapat penegasan,

antara lain pada prinsipnya barang-barang milik Negara tidak dapat

dikenakan sita jaminan atau sita eksekusi, atas alasan barang-barang milik

Negara dipakai dan diperuntukan melaksanakan tugas kenegaraan. Larangan

penyitaan ini diatur di dalam Pasal 50 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara:

a. uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada

pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;

b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah;

c. barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada

instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;

d. barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik

negara/daerah;

e. barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang

diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.

15. Terhadap barang yang disita dalam perkara perdata, dapat disita dalam

perkara pidana

Prinsip ini ditegaskan di dalam Pasal 39 ayat (2) yang berbunyi “Benda

yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat

38 Putusan Mahkamah Agung No. 2539 K/Pdt/1985 tanggal 30 Juli 1985

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara

pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).”

Undang-undang menetapkan, penyitaan pidana memiliki urgensi

publik yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepentingan individu dalam

perkara perdata. Karena itu, kepentingan penggugat sebagai pemohon dan

pemegang sita revindikasi, sita jaminan, sita umum dalam kepailitan harus

dikesampingkan demi melindungi kepentingan umum, dengan jalan menyita

barang itu dalam perkara pidana, apabila barang yang bersangkutan

memenuhi katagori yang dideskripsikan Pasal 39 ayat (1) KUHAP.

D. Sita Penyesuaian terhadap Barang yang Telah Disita

Pasal 201 HIR dan Pasal 219 Rbg menyatakan apabila ada dua permohonan

pelaksanaan putusan atau lebih diajukan sekaligus terhadap seorang debitur, maka

hanya dibuatkan satu berita acara penyitaan saja. Dari dua pasal tersebut dapatlah

disimpulkan bahwa tidak dapat diadakan sita rangkap terhadap barang yang sama.

Asas larangan sita rangkap ini dikenal dengan asas saisie sur saisie ne vaut, lebih

tegas dimuat dalam pasal 463 Rv.

Pencatatan sita tambahan dalam berita acara sita ini disebut dengan sita

penyesuaian. Istilah dalam bahasa Belanda adalah Vergelijkend beslag,

terjemahan baku belum ada. Ada yang memakai istilah sita perbandingan, ada

pula yang menerjemahkan dalam sita persamaan.Penulis sendiri dalam skripsi ini

menggunakan istilah sita penyesuaian.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

Tata cara sita penyesuaian dapat kita lihat pada Putusan MA pada tanggal 19

Agustus 1982 No.1326 k/Sip/1981, dimana tata caranya adalah :

1. Membuat catatan dalam berita acara.

2. Isi catatan berisikan tentang penjelasan status barang yang hendak disita

sedang dalam sita jaminan atau sedang dalam keadaan dianggunkan.

Kedudukan hukum pemegang sita penyesuaian terhadap barang yang disita

atau diagunkan kepada orang lain adalah sebagai berikut:

1. Berada setingkat di bawah pemegang sita atau agunan.

2. Pengambilan pemenuhan atas pembayaran tuntutan dari barang

tersebut, diberikan prioritas utama kepada pemegang sita atau agunan,

baru menyusul pemegang sita penyesuaian dengan acuan penerapan

apabil hasil penjualan hanya mencukupi untuk melunasi tuntutan

pemegang sita atau agunan, tanpa mengurangi pembagian hasil

penjualan secara berimbang dalam eksekusi serentak berdasarkan Pasal

202 HIR, Pasal 219 dan Pasal 220 Rbg dan pemegang sita atau agunan

tidak berkedudukan sebagai kreditor yang mempunyai hak privilege

atas barang tersebut. Sekiranya hasil penjualan barang melebihi

tuntutan pemegang sita atau agunan, maka hasil sisa kelebihan itu

menjadi hak pemegang sita penyesuaian.

3. Selama sita atau agunan belum diangkat atau dicabut, kedudukannya

tetap berstatus sebagai pemegang sita penyesuaian.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61367/3/Chapter II.pdf · BAB II . TINJAUAN UMUM MENGENAI SITA DALAM HUKUM PERDATA

4. Apabila sita jaminan atau agunan terdahulu diangkat, posisi, hak dan

kedudukan pemegang sita penyesuaian, dengan sendirinya menurut

hukum berubah menjadi pemegang sita jaminan.39

Kedudukan seseorang terhadap barang yang didasarkan atas sita

penyesuaian adalah hanya bersifat pencatatan akan permohonan sita saja, yang

dituangkan dalam berita acara. Selama sita jaminan yang terdahulu (yang

pertama) belum diangkat, kedudukan hanya tercatat saja.Tetapi bila telah

diangkat, status sita penyesuaian menjadi status sita jaminan.

Sehingga hak penuh atas barang sitaan lahir apabila sita jaminan yang

terdahulu atau anggunan telah diangkat.Apabila barang tersebut dilelang untuk

dieksekusi, pemegang sita penyesuaian terbatas pada sisa yang ada. Hal ini karena

pemegang sita penyesuaian tidak mempunyai hak yang sama (berimbang) atau

fond- fond gewijs atas hasil penjualan lelang.

39 M. Yahya Haraha, Op. Cit., hal. 321-322.

Universitas Sumatera Utara