bab ii tinjauan pustaka pisang merupakan tanaman asli...

23
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Bonggol Pisang Pisang merupakan tanaman asli Asia Tenggara teramasuk Indonesia. Pisang termasuk famili Musaceae dari ordo scitamainae dan terdiri dari dua genus, yaitu Musa dan Ensete. Genus Musa terbagi dalam empat golongan, yaitu Rhodochlamys, Callimusa, Australimusa dan Eumusa. Golongan Australimusa dan Eumusa merupakan jenis pisang yang dapat dikonsumsi, baik segar maupun oleahan. Buah pisang yang dimakan segar sebagian besar berasal dari golongan Emusa, yaitu Musa acuminata dan Musa balbisiana (Nuskha, 2012). Semua bagian tanaman pisang mulai dari akar sampai daun memiliki banyak manfaat, terutama yang banyak dikonsumsi masyarakat adalah buahnya. Sedangkan bagian tanaman pisang yang lain, yaitu jantung, batang, kulit buah, dan bonggol jarang dimanfaatkan dan dibuang begitu saja menjadi limbah pisang. Bonggol pisang adalah bagian bawah batang pisang yang mengembung seperti umbi. Menurut Suyanti dan Supriyadi (2008) dalam Damiati, et., al. (2014), bonggol pisang merupakan tanaman berupa umbi batang (batang aslinya).

Upload: dinhtram

Post on 08-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Bonggol Pisang

Pisang merupakan tanaman asli Asia Tenggara teramasuk Indonesia.

Pisang termasuk famili Musaceae dari ordo scitamainae dan terdiri dari dua genus,

yaitu Musa dan Ensete. Genus Musa terbagi dalam empat golongan, yaitu

Rhodochlamys, Callimusa, Australimusa dan Eumusa. Golongan Australimusa

dan Eumusa merupakan jenis pisang yang dapat dikonsumsi, baik segar maupun

oleahan. Buah pisang yang dimakan segar sebagian besar berasal dari golongan

Emusa, yaitu Musa acuminata dan Musa balbisiana (Nuskha, 2012).

Semua bagian tanaman pisang mulai dari akar sampai daun memiliki

banyak manfaat, terutama yang banyak dikonsumsi masyarakat adalah buahnya.

Sedangkan bagian tanaman pisang yang lain, yaitu jantung, batang, kulit buah,

dan bonggol jarang dimanfaatkan dan dibuang begitu saja menjadi limbah pisang.

Bonggol pisang adalah bagian bawah batang pisang yang mengembung seperti

umbi. Menurut Suyanti dan Supriyadi (2008) dalam Damiati, et., al. (2014),

bonggol pisang merupakan tanaman berupa umbi batang (batang aslinya).

11

Gambar 2.1 Bonggol Pisang

(Sumber: dokumentasi pribadi)

Bonggol pisang mengandung gizi yang cukup tinggi dengan komposisi

yang lengkap. Menurut Rukmana (2005) dalam Elizabeth (2013), bonggol pisang

mengandung gizi yang cukup tinggi dengan komposisi lengkap, dalam 100 gram

bonggol pisang basah terkandung 43,0 kalori, 0,36 g protein, 11,60 g karbohidrat,

86,0 g air, beberapa mineral seperti cA, P dan Fe, Vitamin B1 dan C, serta bebas

kandungan lemak. Adapun kandungan gizi dalam bonggol pisang sebagai berikut:

Tabel 2.1 Kandungan gizi bonggol pisang

No Kandungan gizi Bongol basah Bonggol kering

1 Kalori (kal) 43.00 245.00

2 Protein (g) 0.36 3.40

12

(Sumber: Dierektorat Gizi, Depkes RI (1981) dalam Elisabeth (2013).

2.1.1 Potensi Bonggol Pisang Sebagai Bioaktivator (Dekomposer)

Kandungan gizi bonggol pisang berpotensi digunakan sebagai sumber

mikroorganisme lokal (MOL) karena kandungan gizi dalam bonggol pisang dapat

digunakan sebagai sumber makanan sehingga mikrobia berkembang dengan baik

(Ole, 2013). Jenis Mikroorganisme yang telah didentifikasi pada bonggol pisang

antara lain Bacillus sp., Aeromonas sp., Aspergillus nigger, Azospirillium,

Azotobacter dan mikroba selulolitik. Mikroba inilah yang biasa bertindak sebagai

dekomposer bahan organik (Budiyani, dkk. 2016).

Larutan MOL (Mikro Organisme Lokal) adalah hasil fermentasi yang

berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat. Larutan MOL

mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang

berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan

sebagai agen pengendali penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik

3 Lemak (g) 0.00 0.00

4 Karbohidrat (g) 11.60 66.20

5 Kalsium (mg) 15.00 60.00

6 Fosfor (mg) 60.00 150.00

7 Zat besi (mg) 0.50 2.00

8 Vitamin A (SI) 0.00 0.00

9 Vitamin B1 (mg) 0.01 0.04

10 Vitamin C (mg) 12.00 4.00

11 Air (g) 86.00 20.00

12 Bagian yang dapat dimakan (%) 100.00 100.00

13

sebagai dekomposer, pupuk hayati dan sebagai pestisida organik terutama sebagai

fungisida (Purwasasmita, 2009b)

Menurut Mulyono (2014), mikroorganisme lokal (MOL) merupakan

bioaktivator cair berbahan baku organik untuk mempercepat proses pengomposan.

Kelebihan lain dari MOL adalah biaya pembuatannya murah atau bahkan tanpa

biaya. Bagi lingkungan hidup seperti tanah, adanya mikroorgansime dapat

menentukan tingkat kesuburan tanah dan memperbaiki kondisi tanah. Metode

pemupukan dalam pertanian organik sebenarnya bertumpu pada peran

mikroorganisme. Mikoorganisme ini sebenarnya sangat muda dibudidyakan dan

dikienal sebagai mikroorganisme lokal (MOL). Istilah lain dari MOL diantaranya

starter, aktivator kompleks, mikroorganisme dekomposisi, bioaktivator dan

dekomposer.

Berdasarkan kegunaannya dalam dunia pertanian mikroorganisme yang

dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk organik dan kompos dapat

ditemukan dari dalam tanah, tubuh hewan, limbah/sampah. Proses dekomposisi

bahan organik terkait aktivitas bakteri merubah bahan organik menjadi kompos

memerlukan bakteri untuk mempercepat prosesnya. Secara alami proses

dekomposisi memerlukan waktu hingga 1-2 bulan tetapi dengan bantuan

mikroorganismel lokal (MOL) proses dekomposisi hanya memerlukan waktu 7-14

hari. (Mulyono, 2014).

14

2.2 Paitan (Tithonia diversiifolia) dan Potensinya Sebagai Pupuk

Paitan merupakan salah satu jenis tanaman gulma yang tumbuh subur di

pinggir jalan, rata-rata biomassa keringnya dapat mencapai 2-5 ton h-1 tahun-1.

Paitan termasuk ke dalam jenis tumbuhan berbunga famili Asteraceae yang

dikenal di Meksiko sebagai bunga matahari, bercabang banyak , berbatang lembut

dan agak kecil dalam waktu singkat dapat membentuk semak yang lebat. Menurut

hakim dan Agustian (2012) paitan dapat diperbanyak melalui biji, stek batang,

dan dapat dipangkas setiap tahunnya tanpa harus menanam kembali. Adapaun

klasifikasi tumbuhan paitan menurut Herbarium Bandungese (2009) adalah

sebagai berikut;

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Asterales

Suku : Asteraceae

Marga : Tithonia

Spesies : Tithonia diversifolia

Gambar 2.2 Tumbuhan Paitan (Tithonia diversifolia)

(Sumber: Dokumentasi pribadi).

15

Menurut Hidayat dan Napitupulu (2015), tumbuhan paitan adalah semak

tahunan dengan batang tegak dan bulat, tinggi hingga mencapai 9 meter. Daun

berseling, berebntuk bulat telur sampai bulat telur-memanjang, tepi daun

bergerigi. Perbungaan muncul di ketiak daun atau ujung percabangan, bunga

berebntuk tabung, mahkota bunga berwarna kuning, kepala sari berwarna hitan

dan pada bagian atasnya berwrna kunging. Buah kotak berbiji bulat dan keras.

Tumbuhan ini disebut juga bunga pahit (Sumatera Barat) atau bunga

paitan (Jawa Timur) yang dapat tumbuh pada ketinggian 20 meter sampai 900

meter di atas permukaan laut (Hakim dan Agustian 2012). paitan memiliki akar

tunggang yang dalam, bercabang banyak dan berasosiasi dengan jamur dan

bakteri pelarut fosfat, bakteri penamabat N seperti azotobakter, serta bekateri

penghasil fithorhormon (Agustian dkk, 2010).

Paitan jarang dibudidyakan secara sengaja sehingga sering dikategorikan

sebagai gulma paitan. Gulma merupakan tanaman penganggu yang dapat

merugikan bagi pertumbuhan dan hasil tanaman maupun lingkungan perairan

serta aspek lainnya. Beberapa sifat umum adalah mempunyai kemampuan

menyeseuaikan diri (adaptasi) yang kuat dan mempunyai daya persaingan yang

tinggi (Sabayang, 2007). Menurut Pranata (2010) petani biasanya menyaingi

tumbuhan liar karena dianggap sebagai organisme penganggu tanaman budidaya.

Keberadaanya di lahan pertanian dapat menyebabkan persaingan atau

menimbulkan efek allelopati yang merugikan tanaman budidaya. Namun, dibalik

itu smeua, ternyata gulma memiliki fungsi lain yaitu sebagai sumber pupuk hijau

yang dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah dan menyediakan

unsur hara.

16

Menurut Elisabeth, et., al. (2013) paitan merupakan tumbuhan liar dan

terutama berlimpa di dataran. Karena keberadaannya yang melimpah ini, paitan

dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau (green manure) yang dapat menyediakan

ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Hakim dan Agustian (2012) mengatakan

bahwa pada tajuk berdaun 70 cm teratas mengadnung unsur hara yang cukup

tinggi yaitu 2,25% N; 1,97% K; 0,29% Ca; dan 0,39% Mg. Hasil penelitian yang

dilakukan (Olabode, dkk. 2007) menunjukkan bahwa paitan (Tithonia

diversifolia) memiliki kandungan N; 1.76, P; 0.82, K; 3.92, Ca; 3.07, Mg; 0.005

C; 14.00 dan C/N; 8:1.

2.3 Pupuk Organik Hayati

Pupuk organik hayati (Bio-Organik Fertilizer) adalah pupuk kombinasi

antara pupuk organik dan pupuk hayati. Pupuk organik hayati terbuat dari bahan-

bahan alami seperti pupuk kandang, kompos, kascing, gambut rumput laut dan

guanao kemudian diperkaya mikroba hidup yang memiliki peranan posistif bagi

tanaman (Ananty, 2008). Lumbantobing (2008), menyatakan bahwa pupuk

organik hayati adalah pupuk organik yang mangandung isolat unggul seperti

mikroba penambat nitrogen (N2), mikroba pelarut fofat (P), atau mikroba

perombak selulosa yang diberikan ke biji, akar, tanah ataupun bahan kompos

dengan tujuan meningkatkan jumlah mikroba potensial dan mempercepat proses

tersedianya hara bagi tanaman.

Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang,

sisa panen (jermai, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa),

limbah ternak limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah

kota. Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan

17

hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah. Pupuk hijau

merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman seperti

sisa batang dan tunggul akar setelah bagian atas tanaman yang hijau digunakan

sebagai pakan ternak. Sebagai contoh pupuk hijau ini adalah sisa–sisa tanaman,

kacang-kacangan, dan tanaman paku air Azolla. Pupuk kandang merupakan

kotoran ternak. Limbah ternak merupakan limbah dari rumah potong berupa

tulang-tulang, darah, dan sebagainya. Limbah industri yang menggunakan bahan

pertanian merupakan limbah berasal dari limbah pabrik gula, limbah pengolahan

kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan sebagainya. Limbah

kota yang dapat menjadi kompos berupa sampah kota yang berasal dari tanaman,

setelah dipisah dari bahan-bahan yang tidak dapat dirombak misalnya plastik,

kertas, botol, dan kertas (Suriadikarta & Simanungkalit, 2006).

Pupuk hayati dapat didefinisikan sebagai inokulum berbahan aktif

organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi

tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya tanaman ini

dapat berlangsung melalui pengangkatan akses tanaman terhadap hara misalnya

oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat,

maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset dan cacing tanah. Penyedian hara ini

berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiotis

berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan

tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hasil pelarutan

oleh kelompok mikroba pelarut fosfat dan hasil perombakan bahan organik oleh

kelompok organisme perombak (Suriadikarta & Simanungkalit, 2006).

18

Terdapat berbagai macam agen hayati atau mikroorganisme hidup yang

dapat ditambahkan ke dalam pembuatan pupuk organik. Salah satunya adalah

cendawan Trichoderma sp. Suheiti (2009), mengatakan bahwa Trichoderma sp

bermanfaat untuk meningkatkan aktivitas biologis mikroorganisme tanah yang

menguntungkan, memperbaiki struktur tanah, dan meningkatkan PH pada tanah

asam. Trichoderma sp tidak hanya berfungsi sebagai pupuk, karena dapat

mendekomposer bahan organik dan sekaligus sebagai pengendali penyakit tular

tanah seperti Fusarium sp dan Sclerotum sp.

Trichoderma sp telah dipelajari secara luas dan mikroorganisme yang

paling umum digunakan sebagai agen kontrol biologi, biopestisida, pupuk hayati

peningkat pertumbuhan dan stimulan resistensi alami. Hal ini dikarenakan

Trichoderma sp memiliki kemampuan untuk melindungi tanaman, meningkatkan

pertumbuhan, serta bertindak sebagai perombak atau perbaikan kandungan tanah,

dekomposisi dan biodegradasi. Trichoderma sp telah dikomersialkan di seluruh

dunia dan digunakan untuk perlindungan dari berbagai patogen tanaman atau

meningktakan pertumbuhan tanaman dan produktivitas dalam berbagai bidang,

rumah kaca, pembibitan, hoirtikultura, buah-buahan, pohon dan tanaman hias

(Woo, et., al., 2014). Adapun klasifikasi Trichoderma sp. menurut Marianah

(2013) sebagai berikut:

Divisi : Deuteromycota

Kelas : Deuteromycetes

Ordo : Moniliales

Famili : Monoliaceae

Genus : Trichoderma

19

Gambar 2.3. Trichoderma sp Media Jagung

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Mekanisme kerja jamur Trichoderma sp. sebagai agen pengendalian hayati

adalah antagonis terhadap jamur lain. Penekanan patogen berlangsung dengan

proses antibiosis parasitisme, kompetisi O2 dan ruang yang dapat mematikan

patogen tersebut (Mariana, 2013).

2.3.1 Prinsip Pembuatan Pupuk (Pengomposan)

Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman

karena perbandingan kandungan C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan

C/N tanah. Rasio C/N merupakan perbandingan antara karbohidrat (C) dan

nitrogen (N). Rasio C/N tanah berkisar antara 10-12. Apabila bahan organik

mempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio C/N tanah, maka bahan

tersebut dapat digunakan tanaman. Namun pada umumnya bahan organik segar

mempunyai rasio C/N tinggi (dedaunan tanaman 50-60) (Dewi dan Treesnowati,

2012).

Salah satu cara mengolah bahan organik adalah dengan metode

komposting yang akan menghasilkan kompos. Pada prinsipnya pengembangan

teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang

20

terjadi secara alami. Menurut Firmansyah (2010), kompos adalah proses yang

dihasilkan dari pelapukan (dekomposisi) sisa-sisa bahan organik secara biologi

yang terkontrol (sengaja dibuat dan diatur) menjadi bagian-bagian yang

terhumuskan. Kompos sengaja dibuat karena proses tersebut jarang sekali dapat

terjadi secara alami, karena alam kemungkinan besar terjadi kondisi kelembaban

dan suhu yang tidak cocok untuk proses biologis baik terlalu rendah atau terlalu

tinggi.

Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik

hingga sama dengan C/N tanah (<20), semakin tinggi rasio C/N bahan organik

maka proses pengomposan atau perombakan bahan semakin lama. Proses

perombakan bahan organik terjadi secara biofisika-kimia, melibatkan aktivitas

biologi mikroba dan mesofauna. Secara alami proses peruraian tersebut bisa

dalam keadaan aerob (dengan O2) maupun anaerob (tanpa O2) (Dewi dan

Treesnowati, 2012). Namun, dengan menggunakan starter seperti MOL (Mikro

Organisme Lokal) proses penguraian pengomposan dapat diselesaikan selama 14

hari (Mulyono, 2014).

Tabel 2.2 Standar Kualitas Pupuk

No Parameter Satuan minimum Maksimum

1 Warna - Kehitaman

2 Temperatur 0C 50

3 pH 6,80 7,49

Unsur makro

10 Nitrogen % 0,40 -

11 Phosfor % 0,10 -

13 C/N – ratio 10 20

Keterangan :* Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari

maksimum

(Sumber: Badan Standarisasi Nasional SNI, 2004)

21

2.3.2 Proses Pengomposan Secara Anaerob

Pembuatan kompos secara anaerob adalah proses pembentukan kompos

tanpa bantuan oksigen. Ciri dari proses pengomposan ini terletak pada adanya

proses penutupan tanpa dilakukan pembukaan. Dengan penutupan ini udara sukar

masuk ke dalam media pengomposan. Karena tidak adanya pertukaran udara,

suhu dalam media pengomposan relatif lebih rendah. Selain itu, tidak terjadi

perubahan (fluktuasi) suhu yang berbeda. Ciri lain dari proses pengomposan

anaerob adalah keluarnya bau yang menyengat selama proses pengomposan

(Setiawan dan Farm, 2011).

Kompos hasil proses anaerob umumnya berupa tumpukan lumpur yang

mengandung kadar air cukup tinggi dan berwarna cokelat gelap gingga hitam.

Kadar airnya dapat mencapai 60%. Selain produk kompos, dihasilkan pula

berbagai gas sebagai efek dari proses ini. Gas gas tersebut dapat berupa metana

(alkohol), karbondioksida, dan hidrogen sulfida yang bersifat racun. Produk

sampingan lain dapat berupa senyawa organik, seperti asam asetat, asam

proponiat, asam butirat, dan asam laktat, yang berat molekul yang rendah. Karena

itu, untuk menurukan kadar air dan kandungan racun dalam kompos, perlu

dilakukan pengeringan kembali (Setiawan dan Farm, 2011).

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengomposan

a. Temperatur

Proses poembuatan kompos anaerob maupun aerob akan berjalan

dengan baik jika berada dalam temperatur yang sesuai untuk pertumbuhan

mikroorganisme perombak. Namun setipa kelompok mikroorganisme

memiliki temperatur optimum pada proses pembuatan kompos yang

22

merupakan integrasi dari berbagai jenis mikroorganisme yang terlibat. Bakteri

asam laktat misalnya, mempunyai suhu pertumbuhan optimum 40-45 derajat

C dan akan jauh mengalami penuruan pertumbuhan jika suhu melebihi suhu

optimum (Rahman, 1989).

b. Kelembaban

Kelembaban udara yang dibutuhkan baik secara anaerob atau aerob

memerlukan kelembaban yang berbeda. Secara umum kelembaban yang baik

pada proses pembuatan kompos tergantung dari jenis bahan organik yang

digunakan dalam campuran bahan kompos (Indirani, 2007).

c. Nisbah C:N

Nisbah C:N yang diinginkan dari kompos yang dihasilkan adalah

mempunyai nisbah C:N yang sama dengan tanah yaitu 10:12. Nisbah C:N

merupakan faktor penting pengomposan karena unsur hara terikt pada rantai

karbon sehingga rantau karbon panjang diputus agar mudah diserap oleh

tanaman (Permana, 2010).

d. Derajat Keasaman (PH)

Penentuan pH tanah adalah salah satu uji yang paling penting yang

dapat digunakan untuk mendiagnosis masalah pertumbuhan tanaman.Masalah

pertumbuhan tanaman yang dimaksudkan di sini adalah pH yang cocok untuk

ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman (Foth dan

Adisoemarto, 1978). Apabila pH tanah sangat rendah akan menyebabkan

unsur tertentu tidak dapat larut sehingga tidak diserap oleh tanaman. Semakin

tinggi kadar pH dalam timbunan bahan kompos, maka proses penguraian atau

23

dekomposisi akan berlangsung semakin cepat. Efisiensi perombakan pada pH

dibawah 5,5 sangat rendah sedangkan meningkat dengan cepat pada kisaran

pH 7 sampai 8,5 (Sastrawidana, dkk. 2008).

e. Aktivitas Mikroorganisme Pengurai

Mikroorganisme pengurai kebanyakan hidup secara saprofit yaitu

menggunakan sisa-sisa tumbuhan dan hewan sebagai substrat dan sumber

enerji untuk perkembangannya (Mukti, 2008). Mikroorganisme menggunakan

substrat bahan organik sehingga akan mengalami proses penguraian yang

disertai dengan timbulnya enerji. Semakin tinggi aktivitas mikroorganisme,

maka akan menimbulkan panas pada bahan kompos. Jika menimbulkan bau

busuk, maka proses ini akan disebut pembusukan (Murbandono, 2002).

2.4 Tinjauan Umum Sumber Belajar dan Poster

2.4.1 Pengertian Sumber Belajar

Proses belajar mengajar merupakan sistem yang tidak terlepas dari

komponen-konponen yang saling berkaitan didalamnya. Salah satu komponen

tersebut adalah sumber belajar. Sumber belajar adalah daya yang dimanfaatkan

guna kepentingan proses belajar mengajar. Baik secara langsung maupun tidak

langsung, sebagaian maupun keseluruhan (Sudjana, 2007).

Berdasarakan paparan yang dikemukakan Assosiation for Educatioan and

Communication Technology (AECT), (dalam buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan

yang disusun oleh Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007) sumber

belajar adalah segala sesuatu yang mendukung terjadinya proses belajar, termasuk

sistem pelayanan, bhan pembelajaran dan lingkunagn. Sumber belajar tidak hanya

terbatas pada bahan dan alat tetapi juga mencakup tenaga, biaya dan fasilitas.

24

Dalam egiatan belajar, sumber belajar dapat digunakan, baik secara terpisah

maupun terkombinasi, sehingga mempermudah anak didik dalam mencapai tujuan

atau kompetensi yang harus dicapainya.

Sumber belajar sebagai salah satu komponen sistem pengajaran, harus

bekerjasama. Saling berhubungan dan saling ketergantungan dengan komponen-

komponen pengajaran lainnya, nahkan tidak dapat berjalan secara terpisah atau

sendiri tanap berhubungan dengan komponen lainnya. Untuk menjamin sumber

belajar tersebut sebagai sumber belajar yang cocok maka sumber belajar harus

memenugi persyaratan. Pertama, sumber belajar harus mampu memberikan

kekuatan dalam proses belajar sehingga tujuan isntruksional dapat mencapai

secara maksimal. Kedua, sumber belajar harus mempunyai nilai-nilai intruksioanl

edikatif, yaitu dapat mengubah dan membawa perubahan yang sempurna terhadap

tinkah laku seusi dengan tujuan yang ada. Ketiga, sumber belajar haruslah dapat

tersedia dengan cepat, harus memungkinakan siswa untuk memacu diri sindiri dan

harus bersifat individual yakni memenuhi barbagai kebutuhan para siswa dalam

belajar mandiri (Any, 2011).

2.4.2 Jenis-jenis Sumber Belajar

Secara garis besar terdapat dua jenis sumber belajar menurut Depdiknas

(2004) dalam Pujiastuti (2011). Anaara lain sebagai berikut;

a. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yaitu sumber

belajar yang secara khusus atau sengaja dirancang atau dikembangkan untuk

mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Contohnya, buku pelajaran, modul,

program VCD pembelajaran, program audio pembelajaran, transparansi, CAI

(Computer Asisted Instruction), progtammed instruction dan lain-lain.

25

b. Sumber belajar yang sudah tersedia dan tinggal dimanfaatkan (learning

resources by utilization), yaitu sumber belajar yang secara tidak khusus

dirancang atau dikembangkan untuk keperluan pembelajaran. Contohnya:

suarat kabar, siaran televisi, pasar, sawah, waduk, pabrik, museum, kebun

binatang, terminal, pejabat pemerintah, tenaga ahli, pemuka agama,

olahragawan dan lain-lain.

2.4.3 Fungsi Sumber Belajar

Sumber belajar memiliki fungsi yang sangat penting dalam kegiatan

pembelajaran. Kalau media pembelajaran lebih sekedar sebagai media untuk

menyampaikan pesan, sedangkan sumber belajar tidak hanya memiliki fungsi

tetapi juga termasuk strategi, metode dan tekniknya. Sumber belajar (Tim

Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007) memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran, dengan jalan:

a. Mempercepat laju belajara dan membantu guru untuk menggunkan

waktu secara lebih baik.

b. Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat

lebih banyak membina dan mengembangkan gairah belajar siswa.

2. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual

dengan jalan:

a. Mengurangi kontorl guru yang kaku dan tradisional

b. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan

kemampuannya.

3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan jalan:

a. Perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis

b. Pengembangan bahan pembelajaran yang dilandasi oleh penelitian

26

4. Lebih memantapkan pembeljaran, dengan jalan:

a. Meningkatkan kemampuan sumber belajar

b. Penyajian informasi dan bahan secara lebih konkrit

5. Memungkinkan secara seketika, yaitu;

a. Mengurangi kesenjangan antara pembelajarn yang bersifat verbal dan

abstrak dengan realitas yang sifatnya konkrit

b. Memberikan penegtahuan yang sidatnya langsung.

6. Memungkinan penyajian pembelajaran yang lebih luas, yaitu;

a. Penyajian informasi yang mampu membuat batas geografi.

2.4.4 Kriteria Memilih Sumber Belajar

Memilih sumber belajar harus didasarkan pada kriteria tertentu. Menurut

Sudjana dan Rivai (2001), ada dua macam, yaitu :”kriteria umum dan kriteria

berdasarkan tujuan yang hendak dicapai”. Kriteria-kriteria tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Kriteria Umum

a. Ekonomi dalam pengertian murah

Ekonomi tidak berarti harganya rendah, dapat juga dana untuk pengadaan

sumber belajar cukup tinggi namun karena pemanfaatannya untuk jangka

panjang sehingga terhitung murah. Misalnya video, tape recorder.

b. Praktis dalam sederhana

Praktis maksudnya tidak memerlukan pelayanan serta pengadaan

sampingan yang sulit dan langka. Sederhana maksudnya tidak

memerlukan ketrampilan khusus yang rumit. Semakin praktis dan

sederhana sumber belajar itu, akan semakin diprioritaskan untuk dipilih

dan dimanfaatkan.

27

c. Mudah diperoleh

Sumber belajar sedapat mungkin berada di dekat tempat kegiatan belajar

berlangsung, tidak perlu diadakan atau dibeli di took. Sumber belajar

yang tidak dirancang mudah diperoleh dan dapat dicari di lingkungan

sekitar.

d. Bersifat fleksibel

Sumber belajar dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan pendidikan dan

tidak dipengaruhi oleh factor luar, misalnya kemajuan teknologi, nilai

budaya, berbagai keinginan pemakai sumber belajar itu sendiri.

Contohnya: kaset video bersifat fleksibel karena dapat dipakai untuk

beberapa program instruksional.

e. Komponen-komponen yang sesuai dengan tujuan

Sering terjadi sumber belajar mempunyai tujuan yang sesuai, pesan

cocok, tetapi keadaan fisik tidak terjangkau, karena di luar kemampuan

yang disebabkan oleh biaya yang tinggi dan memakan waktu lama.

2. Kriterian berdasarkan tujuan

Tedapat beberapa kriteria memilih sumber belajar berdasarakan

tujuan antara lain;

a. Sumber belajar untuk memotivasi

Sumber belajar untuk memotivasi terutama berguna untuk memotivasi

mereka terhadap mata pelajaran yang diberikan. Misalnya dengan

memanfaatkan gambar-gambar yang menarik, darmawisata.

28

b. Sumber belajar untuk pengajaran

Yaitu untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang biasanya dipakai

oleh guru untuk memperluas bahan pelajaran, melengkapi kekurangan

bahan, sebagai kerangka bahan yang sistematis.

c. Sumber belajar untuk penelitian

Merupakan bentuk yang dapat diobservasi, analisis, dan dicatat secara

teliti. Jenis sumber belajar ini diperoleh langsung di tengah masyarakat

atau lingkungan. Sedangkan sumber belajar yang di rancang dapat

dibentuk melalui rekaman video ataupun audio.

d. Sumber belajar untuk memecahkan masalah

Beberapa ciri yang harus diperhatikan, misalnya sebelum dimulai perlu

diketahui apakah masalah yang dihadapi sudah cukup jelas sehingga

dapat diperoleh sumber belajar yang tepat.

e. Sumber belajar untuk presentasi

Sumber belajar macam ini lebih ditekankan sebagai alat metode atau

strategi untuk menyampaikan pesan. Fungsi sumber belajar ini sebagai

metode, teknik, atau strategi. Jadi sumber belajar merupakan perantara

dari pesan siswa.

2.4.5 Poster

Berkaitan dengan pelaksanaan Kurikulum 2013, pengelolaan materi

pelajaran menjadi hal yang tidak mudah karena harus dilaksanakan dengan tepat

sehingga mampu memenuhi kebutuhan siswa dalam mengembangkan minat dan

potensinya. Penentuan ruang lingkup pengelolaan materi pelajaran harus

berdasarkan ketentuan yang berkaitan dengan implementasi Kurikulum 2013

29

sehingga bahan ajar sebagai produk pengelolaan materi pelajaran dapat disusun

secara tepat sesuai tuntutan kurikulum.

Pengelolaan materi bisa dijadikan berbagai bentuk sumber belajar sebagai

media pembelejaran, salah satunya adalah poster. Poster telah banyak

dikembangkan sebagai media pembelajaran, contohnya adalah upaya

meningkatkan aktifitas dan pemanfaatan media poster pada pembelajaran

membatik siswa kelas 1 di SMK Ma’arif 2 Sleman, oleh Khotimah (2013).

Menurut Sudjana dan Rivai (2007) poster adalah sebagai kombinasi visual dari

rancangan yang kuat, dengan warna, dan pesan dengan maksud untuk menangkap

perhatian orang yang lewat tetapi cukup lama menanmkan gagasan yang berarti

dalam ingatannya. Adapun prinsip poster yang harus diperhatikan dalam

pembuatannya adalah keseimbangan, alur baca, penekanan, dan kesatuan.

Poster yang dibuat untuk pendidikan pada prisnsipnya merupakan gagasan

yang diwujudkan dalam bentuk ilustrasi objek gambar yang disederhanakan yang

dibuat dengan ukuran besar. Tujuannya untuk menarik perhatian, membujuk,

memotivasi atau memperingatkan pada gagasan pokok, fakta atau peristiwa

tertentu. Salah satu kegunaan poster adalah untuk memotivasi siswa, dalam hal

ini poster pembelajaran sebagai pendorong atau memotivasi kegiatan belajar

siswa. Konsep poster pendidikan tidak berisi tentang informasi namun berupa

ajakan, renungan, persuasi agar siswa memiliki dorongan yang tinggi untuk

melakukan sesuatu diantaranya belajar, mengerjakan tugas, menjaga kebersihan,

bekerja sama, dan lain-lain (Susilana dan Riyana, 2009)

30

2.5 Hasil Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian terdahulu yang relevan dengan penlitian ini, antara lain

penelitian yang dilakukan oleh Ole (2013), dengan judul Penggunaan

Mikroorganisme Bonggol Pisang (Musa paradisiaca) sebagai Dekomposer

Sampah Organik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perlakuan yang

dilakukan dengan cara membandingkan dekomposer bermerk dengan

mikroorganisme bonggol pisang tidak ada beda nyata. Hal ini menunjukkan

bahwa mikroorganisme bonggol pisang dapat menguraikan bahan organic serta

mempengaruhi kualitas hasil pengomposan, sehingga mikroorganisme bonggol

pisang dapat dikatakan mempunyai kualitas yang sama dengan dekomposer yang

ada dipasaran. Kemudian terdapat penelitian lain yang dilakukan oleh

Kesumanigwati (2015), yang berjudul Penggunaan MOL Bonggol Pisang (Musa

paradisiaca) sebagai Dekomposer untuk Pengomposan Tandan Kosong Kelapa

Sawit. Hasil dari penelitian tersebut, mikroorgansime bonggol pisang dapat

mempengaruhi kualitas nisbah pH, hal ini menunjukkan bahwa mikroorganisme

sangat aktif dalam mendekomposisi bahan organik.

31

2.6 Kerangka Konseptual

Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat dibawah ini:

Mikroorganisme perombak bahan organik antara lain;

Bacillus sp., Aeromonas sp., Aspergillus nigger,

Azospirillium, Azotobacter dan mikroba selulolitik

(Budiyani, dkk 2016).

Kelebihan:

- Mengandung unsur

hara

(Hakim dan Agustina,

2012)

Kekurangan:

- Gulma

(Simatupang, 2014).

Pupuk organik hayati dengan kualitas:

N (> 0,40%), P (> 0,10%), Rasio C/N

(10-20%), pH (6,80-7,49), warna

(kehitaman), suhu (maskimal 50ºC),

(SNI 2004)

Sebagai sumber belajar

biologi materi bioteknologi

bentuk poster.

Bahan organik:

- Paitan (Tithonia

diversifolia)

Volume bioaktivator

dari cairan fermentasi

bonggol pisang

Kualitas

ditentukan

Agen hayati:

- Trichoderma sp

Memiliki

Berperan

- Meningkatkan aktivitas

biologi tanah

- Meningkatkan PH pada

tanah asam

- Pengendali penyakit tular

tanah

- (BPTP Jambi, 2009)

Pengomposan

Mengandung

Manfaat

Pupuk Organik:

Tumbuhan mati

(Permentan, 2011)

Hayati:

Biologi aktif (mikroba)

(permentan, 2011).

Pupuk Organik

Hayati

32

2.6 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan studi pustaka maka hipotesis

dapat dirumuskan sebagai berikut;

a. Ada pengaruh pemberian berbagai volume cairan fermentasi bonggol

terhadap kualitas pupuk organik hayati campuran daun paitan (Tithonia

diversifolia) dengan Trichoderma sp.