bab ii tinjauan pustaka pisang merupakan tanaman asli...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Bonggol Pisang
Pisang merupakan tanaman asli Asia Tenggara teramasuk Indonesia.
Pisang termasuk famili Musaceae dari ordo scitamainae dan terdiri dari dua genus,
yaitu Musa dan Ensete. Genus Musa terbagi dalam empat golongan, yaitu
Rhodochlamys, Callimusa, Australimusa dan Eumusa. Golongan Australimusa
dan Eumusa merupakan jenis pisang yang dapat dikonsumsi, baik segar maupun
oleahan. Buah pisang yang dimakan segar sebagian besar berasal dari golongan
Emusa, yaitu Musa acuminata dan Musa balbisiana (Nuskha, 2012).
Semua bagian tanaman pisang mulai dari akar sampai daun memiliki
banyak manfaat, terutama yang banyak dikonsumsi masyarakat adalah buahnya.
Sedangkan bagian tanaman pisang yang lain, yaitu jantung, batang, kulit buah,
dan bonggol jarang dimanfaatkan dan dibuang begitu saja menjadi limbah pisang.
Bonggol pisang adalah bagian bawah batang pisang yang mengembung seperti
umbi. Menurut Suyanti dan Supriyadi (2008) dalam Damiati, et., al. (2014),
bonggol pisang merupakan tanaman berupa umbi batang (batang aslinya).
11
Gambar 2.1 Bonggol Pisang
(Sumber: dokumentasi pribadi)
Bonggol pisang mengandung gizi yang cukup tinggi dengan komposisi
yang lengkap. Menurut Rukmana (2005) dalam Elizabeth (2013), bonggol pisang
mengandung gizi yang cukup tinggi dengan komposisi lengkap, dalam 100 gram
bonggol pisang basah terkandung 43,0 kalori, 0,36 g protein, 11,60 g karbohidrat,
86,0 g air, beberapa mineral seperti cA, P dan Fe, Vitamin B1 dan C, serta bebas
kandungan lemak. Adapun kandungan gizi dalam bonggol pisang sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kandungan gizi bonggol pisang
No Kandungan gizi Bongol basah Bonggol kering
1 Kalori (kal) 43.00 245.00
2 Protein (g) 0.36 3.40
12
(Sumber: Dierektorat Gizi, Depkes RI (1981) dalam Elisabeth (2013).
2.1.1 Potensi Bonggol Pisang Sebagai Bioaktivator (Dekomposer)
Kandungan gizi bonggol pisang berpotensi digunakan sebagai sumber
mikroorganisme lokal (MOL) karena kandungan gizi dalam bonggol pisang dapat
digunakan sebagai sumber makanan sehingga mikrobia berkembang dengan baik
(Ole, 2013). Jenis Mikroorganisme yang telah didentifikasi pada bonggol pisang
antara lain Bacillus sp., Aeromonas sp., Aspergillus nigger, Azospirillium,
Azotobacter dan mikroba selulolitik. Mikroba inilah yang biasa bertindak sebagai
dekomposer bahan organik (Budiyani, dkk. 2016).
Larutan MOL (Mikro Organisme Lokal) adalah hasil fermentasi yang
berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat. Larutan MOL
mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang
berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan
sebagai agen pengendali penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan baik
3 Lemak (g) 0.00 0.00
4 Karbohidrat (g) 11.60 66.20
5 Kalsium (mg) 15.00 60.00
6 Fosfor (mg) 60.00 150.00
7 Zat besi (mg) 0.50 2.00
8 Vitamin A (SI) 0.00 0.00
9 Vitamin B1 (mg) 0.01 0.04
10 Vitamin C (mg) 12.00 4.00
11 Air (g) 86.00 20.00
12 Bagian yang dapat dimakan (%) 100.00 100.00
13
sebagai dekomposer, pupuk hayati dan sebagai pestisida organik terutama sebagai
fungisida (Purwasasmita, 2009b)
Menurut Mulyono (2014), mikroorganisme lokal (MOL) merupakan
bioaktivator cair berbahan baku organik untuk mempercepat proses pengomposan.
Kelebihan lain dari MOL adalah biaya pembuatannya murah atau bahkan tanpa
biaya. Bagi lingkungan hidup seperti tanah, adanya mikroorgansime dapat
menentukan tingkat kesuburan tanah dan memperbaiki kondisi tanah. Metode
pemupukan dalam pertanian organik sebenarnya bertumpu pada peran
mikroorganisme. Mikoorganisme ini sebenarnya sangat muda dibudidyakan dan
dikienal sebagai mikroorganisme lokal (MOL). Istilah lain dari MOL diantaranya
starter, aktivator kompleks, mikroorganisme dekomposisi, bioaktivator dan
dekomposer.
Berdasarkan kegunaannya dalam dunia pertanian mikroorganisme yang
dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk organik dan kompos dapat
ditemukan dari dalam tanah, tubuh hewan, limbah/sampah. Proses dekomposisi
bahan organik terkait aktivitas bakteri merubah bahan organik menjadi kompos
memerlukan bakteri untuk mempercepat prosesnya. Secara alami proses
dekomposisi memerlukan waktu hingga 1-2 bulan tetapi dengan bantuan
mikroorganismel lokal (MOL) proses dekomposisi hanya memerlukan waktu 7-14
hari. (Mulyono, 2014).
14
2.2 Paitan (Tithonia diversiifolia) dan Potensinya Sebagai Pupuk
Paitan merupakan salah satu jenis tanaman gulma yang tumbuh subur di
pinggir jalan, rata-rata biomassa keringnya dapat mencapai 2-5 ton h-1 tahun-1.
Paitan termasuk ke dalam jenis tumbuhan berbunga famili Asteraceae yang
dikenal di Meksiko sebagai bunga matahari, bercabang banyak , berbatang lembut
dan agak kecil dalam waktu singkat dapat membentuk semak yang lebat. Menurut
hakim dan Agustian (2012) paitan dapat diperbanyak melalui biji, stek batang,
dan dapat dipangkas setiap tahunnya tanpa harus menanam kembali. Adapaun
klasifikasi tumbuhan paitan menurut Herbarium Bandungese (2009) adalah
sebagai berikut;
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Asterales
Suku : Asteraceae
Marga : Tithonia
Spesies : Tithonia diversifolia
Gambar 2.2 Tumbuhan Paitan (Tithonia diversifolia)
(Sumber: Dokumentasi pribadi).
15
Menurut Hidayat dan Napitupulu (2015), tumbuhan paitan adalah semak
tahunan dengan batang tegak dan bulat, tinggi hingga mencapai 9 meter. Daun
berseling, berebntuk bulat telur sampai bulat telur-memanjang, tepi daun
bergerigi. Perbungaan muncul di ketiak daun atau ujung percabangan, bunga
berebntuk tabung, mahkota bunga berwarna kuning, kepala sari berwarna hitan
dan pada bagian atasnya berwrna kunging. Buah kotak berbiji bulat dan keras.
Tumbuhan ini disebut juga bunga pahit (Sumatera Barat) atau bunga
paitan (Jawa Timur) yang dapat tumbuh pada ketinggian 20 meter sampai 900
meter di atas permukaan laut (Hakim dan Agustian 2012). paitan memiliki akar
tunggang yang dalam, bercabang banyak dan berasosiasi dengan jamur dan
bakteri pelarut fosfat, bakteri penamabat N seperti azotobakter, serta bekateri
penghasil fithorhormon (Agustian dkk, 2010).
Paitan jarang dibudidyakan secara sengaja sehingga sering dikategorikan
sebagai gulma paitan. Gulma merupakan tanaman penganggu yang dapat
merugikan bagi pertumbuhan dan hasil tanaman maupun lingkungan perairan
serta aspek lainnya. Beberapa sifat umum adalah mempunyai kemampuan
menyeseuaikan diri (adaptasi) yang kuat dan mempunyai daya persaingan yang
tinggi (Sabayang, 2007). Menurut Pranata (2010) petani biasanya menyaingi
tumbuhan liar karena dianggap sebagai organisme penganggu tanaman budidaya.
Keberadaanya di lahan pertanian dapat menyebabkan persaingan atau
menimbulkan efek allelopati yang merugikan tanaman budidaya. Namun, dibalik
itu smeua, ternyata gulma memiliki fungsi lain yaitu sebagai sumber pupuk hijau
yang dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah dan menyediakan
unsur hara.
16
Menurut Elisabeth, et., al. (2013) paitan merupakan tumbuhan liar dan
terutama berlimpa di dataran. Karena keberadaannya yang melimpah ini, paitan
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau (green manure) yang dapat menyediakan
ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Hakim dan Agustian (2012) mengatakan
bahwa pada tajuk berdaun 70 cm teratas mengadnung unsur hara yang cukup
tinggi yaitu 2,25% N; 1,97% K; 0,29% Ca; dan 0,39% Mg. Hasil penelitian yang
dilakukan (Olabode, dkk. 2007) menunjukkan bahwa paitan (Tithonia
diversifolia) memiliki kandungan N; 1.76, P; 0.82, K; 3.92, Ca; 3.07, Mg; 0.005
C; 14.00 dan C/N; 8:1.
2.3 Pupuk Organik Hayati
Pupuk organik hayati (Bio-Organik Fertilizer) adalah pupuk kombinasi
antara pupuk organik dan pupuk hayati. Pupuk organik hayati terbuat dari bahan-
bahan alami seperti pupuk kandang, kompos, kascing, gambut rumput laut dan
guanao kemudian diperkaya mikroba hidup yang memiliki peranan posistif bagi
tanaman (Ananty, 2008). Lumbantobing (2008), menyatakan bahwa pupuk
organik hayati adalah pupuk organik yang mangandung isolat unggul seperti
mikroba penambat nitrogen (N2), mikroba pelarut fofat (P), atau mikroba
perombak selulosa yang diberikan ke biji, akar, tanah ataupun bahan kompos
dengan tujuan meningkatkan jumlah mikroba potensial dan mempercepat proses
tersedianya hara bagi tanaman.
Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang,
sisa panen (jermai, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa),
limbah ternak limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah
kota. Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan
17
hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah. Pupuk hijau
merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman seperti
sisa batang dan tunggul akar setelah bagian atas tanaman yang hijau digunakan
sebagai pakan ternak. Sebagai contoh pupuk hijau ini adalah sisa–sisa tanaman,
kacang-kacangan, dan tanaman paku air Azolla. Pupuk kandang merupakan
kotoran ternak. Limbah ternak merupakan limbah dari rumah potong berupa
tulang-tulang, darah, dan sebagainya. Limbah industri yang menggunakan bahan
pertanian merupakan limbah berasal dari limbah pabrik gula, limbah pengolahan
kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan sebagainya. Limbah
kota yang dapat menjadi kompos berupa sampah kota yang berasal dari tanaman,
setelah dipisah dari bahan-bahan yang tidak dapat dirombak misalnya plastik,
kertas, botol, dan kertas (Suriadikarta & Simanungkalit, 2006).
Pupuk hayati dapat didefinisikan sebagai inokulum berbahan aktif
organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi
tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya tanaman ini
dapat berlangsung melalui pengangkatan akses tanaman terhadap hara misalnya
oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat,
maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset dan cacing tanah. Penyedian hara ini
berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiotis
berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan
tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hasil pelarutan
oleh kelompok mikroba pelarut fosfat dan hasil perombakan bahan organik oleh
kelompok organisme perombak (Suriadikarta & Simanungkalit, 2006).
18
Terdapat berbagai macam agen hayati atau mikroorganisme hidup yang
dapat ditambahkan ke dalam pembuatan pupuk organik. Salah satunya adalah
cendawan Trichoderma sp. Suheiti (2009), mengatakan bahwa Trichoderma sp
bermanfaat untuk meningkatkan aktivitas biologis mikroorganisme tanah yang
menguntungkan, memperbaiki struktur tanah, dan meningkatkan PH pada tanah
asam. Trichoderma sp tidak hanya berfungsi sebagai pupuk, karena dapat
mendekomposer bahan organik dan sekaligus sebagai pengendali penyakit tular
tanah seperti Fusarium sp dan Sclerotum sp.
Trichoderma sp telah dipelajari secara luas dan mikroorganisme yang
paling umum digunakan sebagai agen kontrol biologi, biopestisida, pupuk hayati
peningkat pertumbuhan dan stimulan resistensi alami. Hal ini dikarenakan
Trichoderma sp memiliki kemampuan untuk melindungi tanaman, meningkatkan
pertumbuhan, serta bertindak sebagai perombak atau perbaikan kandungan tanah,
dekomposisi dan biodegradasi. Trichoderma sp telah dikomersialkan di seluruh
dunia dan digunakan untuk perlindungan dari berbagai patogen tanaman atau
meningktakan pertumbuhan tanaman dan produktivitas dalam berbagai bidang,
rumah kaca, pembibitan, hoirtikultura, buah-buahan, pohon dan tanaman hias
(Woo, et., al., 2014). Adapun klasifikasi Trichoderma sp. menurut Marianah
(2013) sebagai berikut:
Divisi : Deuteromycota
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Monoliaceae
Genus : Trichoderma
19
Gambar 2.3. Trichoderma sp Media Jagung
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Mekanisme kerja jamur Trichoderma sp. sebagai agen pengendalian hayati
adalah antagonis terhadap jamur lain. Penekanan patogen berlangsung dengan
proses antibiosis parasitisme, kompetisi O2 dan ruang yang dapat mematikan
patogen tersebut (Mariana, 2013).
2.3.1 Prinsip Pembuatan Pupuk (Pengomposan)
Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman
karena perbandingan kandungan C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan
C/N tanah. Rasio C/N merupakan perbandingan antara karbohidrat (C) dan
nitrogen (N). Rasio C/N tanah berkisar antara 10-12. Apabila bahan organik
mempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio C/N tanah, maka bahan
tersebut dapat digunakan tanaman. Namun pada umumnya bahan organik segar
mempunyai rasio C/N tinggi (dedaunan tanaman 50-60) (Dewi dan Treesnowati,
2012).
Salah satu cara mengolah bahan organik adalah dengan metode
komposting yang akan menghasilkan kompos. Pada prinsipnya pengembangan
teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang
20
terjadi secara alami. Menurut Firmansyah (2010), kompos adalah proses yang
dihasilkan dari pelapukan (dekomposisi) sisa-sisa bahan organik secara biologi
yang terkontrol (sengaja dibuat dan diatur) menjadi bagian-bagian yang
terhumuskan. Kompos sengaja dibuat karena proses tersebut jarang sekali dapat
terjadi secara alami, karena alam kemungkinan besar terjadi kondisi kelembaban
dan suhu yang tidak cocok untuk proses biologis baik terlalu rendah atau terlalu
tinggi.
Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik
hingga sama dengan C/N tanah (<20), semakin tinggi rasio C/N bahan organik
maka proses pengomposan atau perombakan bahan semakin lama. Proses
perombakan bahan organik terjadi secara biofisika-kimia, melibatkan aktivitas
biologi mikroba dan mesofauna. Secara alami proses peruraian tersebut bisa
dalam keadaan aerob (dengan O2) maupun anaerob (tanpa O2) (Dewi dan
Treesnowati, 2012). Namun, dengan menggunakan starter seperti MOL (Mikro
Organisme Lokal) proses penguraian pengomposan dapat diselesaikan selama 14
hari (Mulyono, 2014).
Tabel 2.2 Standar Kualitas Pupuk
No Parameter Satuan minimum Maksimum
1 Warna - Kehitaman
2 Temperatur 0C 50
3 pH 6,80 7,49
Unsur makro
10 Nitrogen % 0,40 -
11 Phosfor % 0,10 -
13 C/N – ratio 10 20
Keterangan :* Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari
maksimum
(Sumber: Badan Standarisasi Nasional SNI, 2004)
21
2.3.2 Proses Pengomposan Secara Anaerob
Pembuatan kompos secara anaerob adalah proses pembentukan kompos
tanpa bantuan oksigen. Ciri dari proses pengomposan ini terletak pada adanya
proses penutupan tanpa dilakukan pembukaan. Dengan penutupan ini udara sukar
masuk ke dalam media pengomposan. Karena tidak adanya pertukaran udara,
suhu dalam media pengomposan relatif lebih rendah. Selain itu, tidak terjadi
perubahan (fluktuasi) suhu yang berbeda. Ciri lain dari proses pengomposan
anaerob adalah keluarnya bau yang menyengat selama proses pengomposan
(Setiawan dan Farm, 2011).
Kompos hasil proses anaerob umumnya berupa tumpukan lumpur yang
mengandung kadar air cukup tinggi dan berwarna cokelat gelap gingga hitam.
Kadar airnya dapat mencapai 60%. Selain produk kompos, dihasilkan pula
berbagai gas sebagai efek dari proses ini. Gas gas tersebut dapat berupa metana
(alkohol), karbondioksida, dan hidrogen sulfida yang bersifat racun. Produk
sampingan lain dapat berupa senyawa organik, seperti asam asetat, asam
proponiat, asam butirat, dan asam laktat, yang berat molekul yang rendah. Karena
itu, untuk menurukan kadar air dan kandungan racun dalam kompos, perlu
dilakukan pengeringan kembali (Setiawan dan Farm, 2011).
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengomposan
a. Temperatur
Proses poembuatan kompos anaerob maupun aerob akan berjalan
dengan baik jika berada dalam temperatur yang sesuai untuk pertumbuhan
mikroorganisme perombak. Namun setipa kelompok mikroorganisme
memiliki temperatur optimum pada proses pembuatan kompos yang
22
merupakan integrasi dari berbagai jenis mikroorganisme yang terlibat. Bakteri
asam laktat misalnya, mempunyai suhu pertumbuhan optimum 40-45 derajat
C dan akan jauh mengalami penuruan pertumbuhan jika suhu melebihi suhu
optimum (Rahman, 1989).
b. Kelembaban
Kelembaban udara yang dibutuhkan baik secara anaerob atau aerob
memerlukan kelembaban yang berbeda. Secara umum kelembaban yang baik
pada proses pembuatan kompos tergantung dari jenis bahan organik yang
digunakan dalam campuran bahan kompos (Indirani, 2007).
c. Nisbah C:N
Nisbah C:N yang diinginkan dari kompos yang dihasilkan adalah
mempunyai nisbah C:N yang sama dengan tanah yaitu 10:12. Nisbah C:N
merupakan faktor penting pengomposan karena unsur hara terikt pada rantai
karbon sehingga rantau karbon panjang diputus agar mudah diserap oleh
tanaman (Permana, 2010).
d. Derajat Keasaman (PH)
Penentuan pH tanah adalah salah satu uji yang paling penting yang
dapat digunakan untuk mendiagnosis masalah pertumbuhan tanaman.Masalah
pertumbuhan tanaman yang dimaksudkan di sini adalah pH yang cocok untuk
ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman (Foth dan
Adisoemarto, 1978). Apabila pH tanah sangat rendah akan menyebabkan
unsur tertentu tidak dapat larut sehingga tidak diserap oleh tanaman. Semakin
tinggi kadar pH dalam timbunan bahan kompos, maka proses penguraian atau
23
dekomposisi akan berlangsung semakin cepat. Efisiensi perombakan pada pH
dibawah 5,5 sangat rendah sedangkan meningkat dengan cepat pada kisaran
pH 7 sampai 8,5 (Sastrawidana, dkk. 2008).
e. Aktivitas Mikroorganisme Pengurai
Mikroorganisme pengurai kebanyakan hidup secara saprofit yaitu
menggunakan sisa-sisa tumbuhan dan hewan sebagai substrat dan sumber
enerji untuk perkembangannya (Mukti, 2008). Mikroorganisme menggunakan
substrat bahan organik sehingga akan mengalami proses penguraian yang
disertai dengan timbulnya enerji. Semakin tinggi aktivitas mikroorganisme,
maka akan menimbulkan panas pada bahan kompos. Jika menimbulkan bau
busuk, maka proses ini akan disebut pembusukan (Murbandono, 2002).
2.4 Tinjauan Umum Sumber Belajar dan Poster
2.4.1 Pengertian Sumber Belajar
Proses belajar mengajar merupakan sistem yang tidak terlepas dari
komponen-konponen yang saling berkaitan didalamnya. Salah satu komponen
tersebut adalah sumber belajar. Sumber belajar adalah daya yang dimanfaatkan
guna kepentingan proses belajar mengajar. Baik secara langsung maupun tidak
langsung, sebagaian maupun keseluruhan (Sudjana, 2007).
Berdasarakan paparan yang dikemukakan Assosiation for Educatioan and
Communication Technology (AECT), (dalam buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan
yang disusun oleh Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007) sumber
belajar adalah segala sesuatu yang mendukung terjadinya proses belajar, termasuk
sistem pelayanan, bhan pembelajaran dan lingkunagn. Sumber belajar tidak hanya
terbatas pada bahan dan alat tetapi juga mencakup tenaga, biaya dan fasilitas.
24
Dalam egiatan belajar, sumber belajar dapat digunakan, baik secara terpisah
maupun terkombinasi, sehingga mempermudah anak didik dalam mencapai tujuan
atau kompetensi yang harus dicapainya.
Sumber belajar sebagai salah satu komponen sistem pengajaran, harus
bekerjasama. Saling berhubungan dan saling ketergantungan dengan komponen-
komponen pengajaran lainnya, nahkan tidak dapat berjalan secara terpisah atau
sendiri tanap berhubungan dengan komponen lainnya. Untuk menjamin sumber
belajar tersebut sebagai sumber belajar yang cocok maka sumber belajar harus
memenugi persyaratan. Pertama, sumber belajar harus mampu memberikan
kekuatan dalam proses belajar sehingga tujuan isntruksional dapat mencapai
secara maksimal. Kedua, sumber belajar harus mempunyai nilai-nilai intruksioanl
edikatif, yaitu dapat mengubah dan membawa perubahan yang sempurna terhadap
tinkah laku seusi dengan tujuan yang ada. Ketiga, sumber belajar haruslah dapat
tersedia dengan cepat, harus memungkinakan siswa untuk memacu diri sindiri dan
harus bersifat individual yakni memenuhi barbagai kebutuhan para siswa dalam
belajar mandiri (Any, 2011).
2.4.2 Jenis-jenis Sumber Belajar
Secara garis besar terdapat dua jenis sumber belajar menurut Depdiknas
(2004) dalam Pujiastuti (2011). Anaara lain sebagai berikut;
a. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yaitu sumber
belajar yang secara khusus atau sengaja dirancang atau dikembangkan untuk
mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Contohnya, buku pelajaran, modul,
program VCD pembelajaran, program audio pembelajaran, transparansi, CAI
(Computer Asisted Instruction), progtammed instruction dan lain-lain.
25
b. Sumber belajar yang sudah tersedia dan tinggal dimanfaatkan (learning
resources by utilization), yaitu sumber belajar yang secara tidak khusus
dirancang atau dikembangkan untuk keperluan pembelajaran. Contohnya:
suarat kabar, siaran televisi, pasar, sawah, waduk, pabrik, museum, kebun
binatang, terminal, pejabat pemerintah, tenaga ahli, pemuka agama,
olahragawan dan lain-lain.
2.4.3 Fungsi Sumber Belajar
Sumber belajar memiliki fungsi yang sangat penting dalam kegiatan
pembelajaran. Kalau media pembelajaran lebih sekedar sebagai media untuk
menyampaikan pesan, sedangkan sumber belajar tidak hanya memiliki fungsi
tetapi juga termasuk strategi, metode dan tekniknya. Sumber belajar (Tim
Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007) memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran, dengan jalan:
a. Mempercepat laju belajara dan membantu guru untuk menggunkan
waktu secara lebih baik.
b. Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat
lebih banyak membina dan mengembangkan gairah belajar siswa.
2. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual
dengan jalan:
a. Mengurangi kontorl guru yang kaku dan tradisional
b. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan
kemampuannya.
3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan jalan:
a. Perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis
b. Pengembangan bahan pembelajaran yang dilandasi oleh penelitian
26
4. Lebih memantapkan pembeljaran, dengan jalan:
a. Meningkatkan kemampuan sumber belajar
b. Penyajian informasi dan bahan secara lebih konkrit
5. Memungkinkan secara seketika, yaitu;
a. Mengurangi kesenjangan antara pembelajarn yang bersifat verbal dan
abstrak dengan realitas yang sifatnya konkrit
b. Memberikan penegtahuan yang sidatnya langsung.
6. Memungkinan penyajian pembelajaran yang lebih luas, yaitu;
a. Penyajian informasi yang mampu membuat batas geografi.
2.4.4 Kriteria Memilih Sumber Belajar
Memilih sumber belajar harus didasarkan pada kriteria tertentu. Menurut
Sudjana dan Rivai (2001), ada dua macam, yaitu :”kriteria umum dan kriteria
berdasarkan tujuan yang hendak dicapai”. Kriteria-kriteria tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Kriteria Umum
a. Ekonomi dalam pengertian murah
Ekonomi tidak berarti harganya rendah, dapat juga dana untuk pengadaan
sumber belajar cukup tinggi namun karena pemanfaatannya untuk jangka
panjang sehingga terhitung murah. Misalnya video, tape recorder.
b. Praktis dalam sederhana
Praktis maksudnya tidak memerlukan pelayanan serta pengadaan
sampingan yang sulit dan langka. Sederhana maksudnya tidak
memerlukan ketrampilan khusus yang rumit. Semakin praktis dan
sederhana sumber belajar itu, akan semakin diprioritaskan untuk dipilih
dan dimanfaatkan.
27
c. Mudah diperoleh
Sumber belajar sedapat mungkin berada di dekat tempat kegiatan belajar
berlangsung, tidak perlu diadakan atau dibeli di took. Sumber belajar
yang tidak dirancang mudah diperoleh dan dapat dicari di lingkungan
sekitar.
d. Bersifat fleksibel
Sumber belajar dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan pendidikan dan
tidak dipengaruhi oleh factor luar, misalnya kemajuan teknologi, nilai
budaya, berbagai keinginan pemakai sumber belajar itu sendiri.
Contohnya: kaset video bersifat fleksibel karena dapat dipakai untuk
beberapa program instruksional.
e. Komponen-komponen yang sesuai dengan tujuan
Sering terjadi sumber belajar mempunyai tujuan yang sesuai, pesan
cocok, tetapi keadaan fisik tidak terjangkau, karena di luar kemampuan
yang disebabkan oleh biaya yang tinggi dan memakan waktu lama.
2. Kriterian berdasarkan tujuan
Tedapat beberapa kriteria memilih sumber belajar berdasarakan
tujuan antara lain;
a. Sumber belajar untuk memotivasi
Sumber belajar untuk memotivasi terutama berguna untuk memotivasi
mereka terhadap mata pelajaran yang diberikan. Misalnya dengan
memanfaatkan gambar-gambar yang menarik, darmawisata.
28
b. Sumber belajar untuk pengajaran
Yaitu untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang biasanya dipakai
oleh guru untuk memperluas bahan pelajaran, melengkapi kekurangan
bahan, sebagai kerangka bahan yang sistematis.
c. Sumber belajar untuk penelitian
Merupakan bentuk yang dapat diobservasi, analisis, dan dicatat secara
teliti. Jenis sumber belajar ini diperoleh langsung di tengah masyarakat
atau lingkungan. Sedangkan sumber belajar yang di rancang dapat
dibentuk melalui rekaman video ataupun audio.
d. Sumber belajar untuk memecahkan masalah
Beberapa ciri yang harus diperhatikan, misalnya sebelum dimulai perlu
diketahui apakah masalah yang dihadapi sudah cukup jelas sehingga
dapat diperoleh sumber belajar yang tepat.
e. Sumber belajar untuk presentasi
Sumber belajar macam ini lebih ditekankan sebagai alat metode atau
strategi untuk menyampaikan pesan. Fungsi sumber belajar ini sebagai
metode, teknik, atau strategi. Jadi sumber belajar merupakan perantara
dari pesan siswa.
2.4.5 Poster
Berkaitan dengan pelaksanaan Kurikulum 2013, pengelolaan materi
pelajaran menjadi hal yang tidak mudah karena harus dilaksanakan dengan tepat
sehingga mampu memenuhi kebutuhan siswa dalam mengembangkan minat dan
potensinya. Penentuan ruang lingkup pengelolaan materi pelajaran harus
berdasarkan ketentuan yang berkaitan dengan implementasi Kurikulum 2013
29
sehingga bahan ajar sebagai produk pengelolaan materi pelajaran dapat disusun
secara tepat sesuai tuntutan kurikulum.
Pengelolaan materi bisa dijadikan berbagai bentuk sumber belajar sebagai
media pembelejaran, salah satunya adalah poster. Poster telah banyak
dikembangkan sebagai media pembelajaran, contohnya adalah upaya
meningkatkan aktifitas dan pemanfaatan media poster pada pembelajaran
membatik siswa kelas 1 di SMK Ma’arif 2 Sleman, oleh Khotimah (2013).
Menurut Sudjana dan Rivai (2007) poster adalah sebagai kombinasi visual dari
rancangan yang kuat, dengan warna, dan pesan dengan maksud untuk menangkap
perhatian orang yang lewat tetapi cukup lama menanmkan gagasan yang berarti
dalam ingatannya. Adapun prinsip poster yang harus diperhatikan dalam
pembuatannya adalah keseimbangan, alur baca, penekanan, dan kesatuan.
Poster yang dibuat untuk pendidikan pada prisnsipnya merupakan gagasan
yang diwujudkan dalam bentuk ilustrasi objek gambar yang disederhanakan yang
dibuat dengan ukuran besar. Tujuannya untuk menarik perhatian, membujuk,
memotivasi atau memperingatkan pada gagasan pokok, fakta atau peristiwa
tertentu. Salah satu kegunaan poster adalah untuk memotivasi siswa, dalam hal
ini poster pembelajaran sebagai pendorong atau memotivasi kegiatan belajar
siswa. Konsep poster pendidikan tidak berisi tentang informasi namun berupa
ajakan, renungan, persuasi agar siswa memiliki dorongan yang tinggi untuk
melakukan sesuatu diantaranya belajar, mengerjakan tugas, menjaga kebersihan,
bekerja sama, dan lain-lain (Susilana dan Riyana, 2009)
30
2.5 Hasil Penelitian yang Relevan
Adapun penelitian terdahulu yang relevan dengan penlitian ini, antara lain
penelitian yang dilakukan oleh Ole (2013), dengan judul Penggunaan
Mikroorganisme Bonggol Pisang (Musa paradisiaca) sebagai Dekomposer
Sampah Organik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perlakuan yang
dilakukan dengan cara membandingkan dekomposer bermerk dengan
mikroorganisme bonggol pisang tidak ada beda nyata. Hal ini menunjukkan
bahwa mikroorganisme bonggol pisang dapat menguraikan bahan organic serta
mempengaruhi kualitas hasil pengomposan, sehingga mikroorganisme bonggol
pisang dapat dikatakan mempunyai kualitas yang sama dengan dekomposer yang
ada dipasaran. Kemudian terdapat penelitian lain yang dilakukan oleh
Kesumanigwati (2015), yang berjudul Penggunaan MOL Bonggol Pisang (Musa
paradisiaca) sebagai Dekomposer untuk Pengomposan Tandan Kosong Kelapa
Sawit. Hasil dari penelitian tersebut, mikroorgansime bonggol pisang dapat
mempengaruhi kualitas nisbah pH, hal ini menunjukkan bahwa mikroorganisme
sangat aktif dalam mendekomposisi bahan organik.
31
2.6 Kerangka Konseptual
Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat dibawah ini:
Mikroorganisme perombak bahan organik antara lain;
Bacillus sp., Aeromonas sp., Aspergillus nigger,
Azospirillium, Azotobacter dan mikroba selulolitik
(Budiyani, dkk 2016).
Kelebihan:
- Mengandung unsur
hara
(Hakim dan Agustina,
2012)
Kekurangan:
- Gulma
(Simatupang, 2014).
Pupuk organik hayati dengan kualitas:
N (> 0,40%), P (> 0,10%), Rasio C/N
(10-20%), pH (6,80-7,49), warna
(kehitaman), suhu (maskimal 50ºC),
(SNI 2004)
Sebagai sumber belajar
biologi materi bioteknologi
bentuk poster.
Bahan organik:
- Paitan (Tithonia
diversifolia)
Volume bioaktivator
dari cairan fermentasi
bonggol pisang
Kualitas
ditentukan
Agen hayati:
- Trichoderma sp
Memiliki
Berperan
- Meningkatkan aktivitas
biologi tanah
- Meningkatkan PH pada
tanah asam
- Pengendali penyakit tular
tanah
- (BPTP Jambi, 2009)
Pengomposan
Mengandung
Manfaat
Pupuk Organik:
Tumbuhan mati
(Permentan, 2011)
Hayati:
Biologi aktif (mikroba)
(permentan, 2011).
Pupuk Organik
Hayati