bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan umum mengenai …eprints.umm.ac.id/39944/3/bab ii.pdf · b)...

66
21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) 1. Dasar Hukum dan Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah mengalami perubahan sehingga menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 dan sebagai ketentuan pelaksanaannya terdapat dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah diundangkan pada tanggal 5 Maret 1998, dibuat dengan pertimbangan untuk menjamin kepastian hukum hak-hak atas tanah didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria dengan memerintahkan kepada Pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran tanah. Dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut didalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah telah menetapkan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah diberikan kewenangan untuk membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu

Upload: dinhdat

Post on 11-May-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

1. Dasar Hukum dan Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta

Tanah mengalami perubahan sehingga menjadi Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 2016 dan sebagai ketentuan pelaksanaannya terdapat dalam

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 23

Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun

1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat

Pembuat Akta Tanah diundangkan pada tanggal 5 Maret 1998, dibuat dengan

pertimbangan untuk menjamin kepastian hukum hak-hak atas tanah didalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria

dengan memerintahkan kepada Pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran

tanah. Dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut didalam

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

telah menetapkan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah diberikan

kewenangan untuk membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu

22

mengenai hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun yang akan

dijadikan dasar pendaftaran.

Selanjutnya diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

2016 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah pada tanggal 22 Juni

2016, dibuat dengan pertimbangan untuk meningkatkan peranan Pejabat

Pembuat Akta Tanah serta untuk meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat atas pendaftaran tanah, maka perlu melakukan perubahan

terhadap beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun

1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Perubahan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia

dilakukan karena peraturan sebelumnya tidak sesuai lagi dengan

perkembangan zaman sedangkan kehidupan berbangsa dan bernegara

semakin maju. Sehingga dengan majunya zaman, diperlukan adanya

perubahan dalam peraturan perundang-undangan untuk dapat meng-cover

kehidupan berbangsa dan berbangsa.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 Tentang

Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37

Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah, diundangkan

pada tanggal 16 Mei 2006 sebagai pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah

Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

23

Menurut Budi Harsono, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun

1998 Pasal 1 angka 1 disebutkan PPAT adalah pejabat umum yang diberikan

kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai hak atas tanah atau

hak milik atas satuan rumah susun, dan akta pemberian kuasa untuk

membebankan Hak Tanggungan. Pejabat umum adalah orang yang diangkat

oleh instansi yang berwenang dengan tugas melayani masyarakat umum di

bidang atau kegiatan tertentu.20

Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang

Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah menyatakan bahwa,

“PPAT adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.”

Hak atas tanah merupakan wewenang yang diberikan kepada

pemegangnya untuk mempergunakan dan/atau mengambil manfaat dari tanah

yang menjadi haknya. Ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUPA, kepada pemegang

hak atas tanah diberikan wewenang untuk mempergunakan tanah yang

bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang diatasnya

sekedar diperlukan untuk kepentingan langsung yang berhubungan dengan

penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan hukum

lain yang lebih tinggi.21

20 Boedi Harsono. 2003. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Cetakan Kesembilan. Jakarta. Penerbit Djambatan. Hal 72. 21 Jayadi Setiabudi. 2015. Pedoman Pengurusan Surat Tanah & Rumah Beserta

Perizinannya. Yogyakarta. Penerbit Buku Pintar. Hal. 19.

24

Hak milik atas satuan rumah susun bukan merupakan hak atas tanah

tetapi berkaitan dengan tanah. Hak milik atas satuan rumah susun terdapat

pengaturannya dalam perundangan tentang rumah susun. Rumah susun

adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan

yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional

dalam arah horizontal dan vertikal merupakan satuan-satuan yang masing-

masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama demikian

UURS untuk tempat yang dilengkapi dengan apa yang disebut “bagian-

bersama”, “tanah-bersama” dan “benda-bersama”. Bagian-bagian yang dapat

dimiliki dan digunakan secara terpisah tersebut diberi sebutan Satuan Rumah

Susun (SRS) yang harus mempunyai sarana penghubung ke jalan umum tanpa

menggangu dan tidak boleh melalui Satuan Rumah Susun (SRS) yang lain.22

Hak pemilikan atas satuan rumah susun bersifat perorangan dan

terpisah. Selain itu, hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan

juga meliputi hak pemilikan bersama atas apa yang disebut “bagian-

bersama”, “tanah-bersama” dan “benda-bersama”. Semuanya merupakan

satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan pemilikan Satuan Rumah Susun

(SRS) yang bersangkutan.23

“Bagian-bersama” adalah bagian-bagian dari rumah susun yang

dimiliki bersama secara tidak terpisah oleh semua pemilik satuan rumah

susun dan diperuntukkan pemakaian bersama seperti: lift, tangga, lorong,

22 Boedi Harsomo. 2008. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Cetakan Keduabelas. Jakarta. Penerbut Djambatan. Hal. 348.

23 Ibid. Hal. 349.

25

pondasi, atap bangunan, ruang untuk umum dll. “Tanah-bersama” adalah

sebidang tanah tertentu diatas mana bangunan rumah susun yang

bersangkutan berdiri yang sudah pasti status hak, batas-batas dan luasnya.

Tanah tersebut bukan milik para satuan rumah susun yang ada di lantai dasar

namun merupakan hak bersama semua pemilik Satuan Rumah Susun (SRS)

dalam bangunan rumah susun tersebut. “Benda-bersama” adalah benda-

benda dan bangunan yang bukan merupakan bagian dari bangunan gedung

rumah susun yang bersangkutan tetapi berada diatas tanah bersama dan

diperuntukan bagi pemakaian bersama seperti, tempat ibadah, lapangan

parkir, pertamanan, dll. Benda-benda dan bangunan tersebut juga merupakan

milik-bersama yang tidak terpisah dari semua pemilik Satuan Rumah Susun

(SRS).24

Hak milik atas satuan rumah susun selain meliputi pemilikan atas

Satuan Rumah Susun (SRS) yang bersangkutan, juga pemilikan bersama atas

tanah-bersama, bagian-bersama, dan benda-bersama. Maka sertifikat hak

milik atas Satuan Rumah Susun (SRS) tersebut selain merupakan alat bukti

pemilikan satuan rumah susunnya, sekaligus juga merupakan alat bukti hak

bersama atas tanah-bersama, bagian-bersama, dan benda-bersama yang

bersangkutan sebesar nilai perbandingan proporsionalnya.25

24 Ibid. Hal. 350. 25 Ibid. Hal. 351.

26

2. Jenis-Jenis Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Pada Pasal 1 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37

Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah jo Pasal 1 ayat

(1) ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta

Tanah, telah membagi PPAT dalam 3 (tiga) kelompok yaitu:

a. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberikan

kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum

tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.

b. PPAT Sementara (PPATS) adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk

karena jabatannya untuk melaksanakan tugas pejabat pembuat akta tanah

dengan membuat akta pejabat pembuat akta tanah.

c. PPAT Khusus (PPATK) adalah pejabat badan pertanahan nasional yang

ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas pejabat pembuat

akta tanah dengan membuat akta pejabat pembuat akta tanah tertentu

khusus dalam rangka pelaksanaan atau tugas pemerintah tertentu.

27

3. Tugas dan Wewenang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

PPAT bertugas melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah

dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum

tertentu mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun,

yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah

yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Perbuatan hukum Pejabat

Pembuat Akta Tanah adalah sebagai berikut:

a. Jual beli

b. Tukar menukar

c. Hibah

d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng)

e. Pembagian hak bersama

f. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik

g. Pemberian Hak Tanggungan

h. Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan

Dalam pelaksanaan tugas-tugas keagrariaan sebagaimana dalam

UUPA, serta Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah, maka peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah sangat

penting. Oleh karena itu, mereka dianggap telah mempunyai pengetahuan

yang cukup tentang peraturan pendaftaran hak atas tanah dan peraturan-

peraturan pelaksana lainnya berkaitan tentang pendaftaran tanah.26

26 Yanly Gandawidjaja. 2002. Peran Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Sementara Dalam Proses Pendaftaran Tanah. Bandung. Universitas Katolik Parahyangan. Hal 5.

28

Selain itu, pada Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016

tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang

Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah menyatakan bahwa,

“PPAT harus membuat satu buku daftar untuk semua akta yang telah dibuatnya. Diisi setiap hari kerja dan ditutup setiap akhir hari kerja dengan paraf PPAT yang bersangkutan. PPAT mengirimkan laporan bulanan mengenai akta tersebut dengan mengambil dari buku daftar akta PPAT untuk dilaporkan kepada Kepala Kantor Pertanahan berlaku selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.”

PPAT dapat pula membuat akta pemberian kuasa membebankan Hak

Tanggungan dan sebagai catatan Notaris juga berhak untuk membuat akta

pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan tersebut dengan formulir

yang sudah di bakukan oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional. Namun

harus diperiksa dengan seksama bahwa pajak balik nama dan bea perolehan

hak telah dibayarkan oleh yang bersangkutan sebelum PPAT membuat akta

PPAT-nya.27

Dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016

tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang

Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah jo. Pasal 3 ayat (1) Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2009

Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan

27 Didik Ariyanto. 2006. Pelaksanaan Fungsi Dan Kedudukan Camat Sebagai Pejabat

Pembuat Akta Tanah Sementara Di Kabupatn Gobrongan. Semarang. Tesis. PPS Universitas Diponegoro. Hal, 29-30.

29

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang

Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah menyatakan,

“Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum mengenai Hak Atas Tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya.”

Akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, dan akta

pembagian hak bersama mengenai beberapa Hak Atas Tanah atau Hak Milik

Atas Satuan Rumah Susun yang tidak semuanya terletak di dalam daerah

kerja seorang PPAT dan dapat dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya

meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang haknya

menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta. Akta tukar menukar dibuat oleh

PPAT sesuai dengan jumlah kabupaten/kota letak bidang tanah yang

dilakukan perbuatan hukumnya, untuk kemudian masing-masing akta PPAT

tersebut di daftarkan pada Kantor Pertanahan masing-masing.

4. Hak dan Kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Pada Pasal 36 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2006 tentang Ketentuan

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan

Pejabat Pembuat Akta Tanah mengatakan, Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) mempunyai hak:

a) Cuti

30

b) Memperoleh uang jasa (honorarium) dari pembuatan akta dimana uang

jasa (honorium) PPAT dan PPAT Sementara, termasuk uang jasa

(honorarium) saksi tidak lebih dari 1% dari harga yang tercantum di dalam

akta.

c) Memperoleh informasi serta perkembangan peraturan perundang-

undangan pertanahan.

d) Memperoleh kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri sebelum

ditetapkannya keputusan pemberhentian sebagai PPAT.

Pada Pasal 37 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2006 tentang Ketentuan

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan

Pejabat Pembuat Akta Tanah menyatakan, PPAT dapat melaksanakan

berbagai macam cuti yakni:

a. Cuti tahunan paling lama 2 (dua) minggu setiap tahun takwim (tahun

kalender).

b. Cuti sakit termasuk cuti melahirkan, untuk jangka waktu menurut

keterangan dari dokter yang berwenang.

c. Cuti karena alasan penting dapat diambil setiap kali diperlukan dengan

jangka waktu paling lama 9 (sembilan) bulan dalam setiap 3 (tiga) tahun

takwim.

Untuk dapat melaksanakan cuti tahunan dan cuti karena alasan penting,

atas PPAT yang baru diangkat dan PPAT yang diangkat kembali harus sudah

31

membuka kantor PPAT-nya minimal 3 (tiga) tahun disertai dengan

persetujuan. Permohonan persetujuan untuk melaksanakan cuti diajukan

secara tertulis oleh PPAT yang bersangkutan kepada pejabat yang berwenang

memberi persetujuan cuti.

Pada Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang

Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah menyatakan, Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT) dilarang meninggalkan kantornya lebih dari 6 (enam) hari

kerja berturut-turut kecuali dalam rangka menjalankan cuti. Permohonan cuti

dapat diajukan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang yakni:

a) Kepala kantor pertanahan kabupaten/kotamadya setempat untuk

permohonan cuti kurang dari 3 (tiga) bulan.

b) Kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional propinsi untuk

permohonan cuti lebih dari 3 (tiga) bulan tetapi kurang dari 6 (enam)

bulan.

c) Menteri untuk permohonan cuti lebih dari 6 (enam) bulan.

Permohonan cuti harus mencantumkan lamanya cuti, tanggal mulai

pelaksanaan dan berakhirnya cuti, alasan pengambilan cuti, daftar cuti yang

telah dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahun terakhir dan alamat selama

menjalankan cuti. Dalam hal PPAT menjalankan cuti, maka permohonan cuti

dapat disertai dengan usul pengangkatan PPAT Pengganti, kecuali di daerah

kerja tersebut sudah terdapat PPAT lain yang diangkat oleh Kepala Badan.

Permohonan usul pengangkatan PPAT Pengganti dengan melampirkan

32

beberapa syarat.28 PPAT Pengganti yang diusulkan harus memenuhi beberapa

persyaratan yakni:

a. Telah lulus program pendidikan kenotariatan dan telah menjadi pegawai

kantor PPAT paling sedikit selama 1 (satu) tahun;

b. Telah lulus program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh

Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang

agraria/pertanahan

Sebelum melaksanakan cuti, PPAT wajib menutup Buku Daftar Akta

dan melaporkan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat dan selama cuti

yang bersangkutan tidak perlu membuat laporan bulanan. Pejabat yang

berwenang memberikan persetujuan cuti wajib memberikan persetujuannya

mengenai permohonan cuti yang sesuai dengan pelaksanaan cuti.

Dalam Pasal 39 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta

Tanah mengatakan,

“Penolakan pemberian persetujuan cuti hanya dapat dilakukan oleh pejabat yang berwenang apabila jumlah PPAT di daerah kerja PPAT yang bersangkutan tidak lebih dari 50% (lima puluh persen) dari formasi PPAT, sedangkan pemberian cuti di khawatirkan akan menghambat pelayanan kepada masyarakat.”

28 Lihat Pasal 38 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah

33

Penolakan atau persetujuan cuti harus diterbitkan oleh pejabat yang

berwenang dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterimanya permohonan

persetujuan cuti dengan ketentuan bahwa dalam hal penolakan cuti, maka

pemberitahuannya harus disertai alasan penolakan tersebut. Dalam hal

penolakan atau persetujuan tersebut tidak dikeluarkan dalam tenggang waktu

7 hari, maka cuti tersebut dianggap sudah disetujui sepanjang cuti tersebut

sesuai dengan syarat pelaksanaan cuti.

Persetujuan untuk menjalankan cuti PPAT diberikan dengan keputusan

pejabat yang berwenang yang dibuat sesuai dalam Lampiran V.29 Dalam hal

pengajuan permohonan persetujuan cuti disertai usul pangangkatan PPAT

Pengganti maka, pangangkatan PPAT Pengganti dilakukan sekaligus dalam

keputusan persetujuan cuti. Keputusan ijin pelaksanaan cuti serta

pengangkatan PPAT Pengganti disampaikan kepada PPAT yang

bersangkutan atau kuasanya dan kepada PPAT Pengganti serta salinannya

disampaikan kepada Pejabat yang berwenang memberi ijin cuti lainnya dan

Bupati/Walikota yang bersangkutan.

PPAT Pengganti melaksanakan tugas jabatannya sebagai pengganti

PPAT yang menjalankan cuti setelah diterbitkan keputusan atas usul

pengangkatan dan setelah yang bersangkutan mengangkat sumpah jabatan.

Dalam hal PPAT Pengganti adalah orang yang pernah melaksanakan tugas

29 Lihat Lampiran V: Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 2006 tanggal 16-5-2006 tentang ketentuan tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah; Lembar Bentuk Keputusan Persetujuan Cuti PPAT.

34

jabatan sebagai PPAT Pengganti untuk PPAT yang sama di daerah kerja yang

sama, maka dalam melaksanakan tugas jabatannya yang bersangkutan tidak

perlu mengangkat sumpah jabatan PPAT. Sebelum melaksanakan tugasnya

PPAT Pengganti wajib menerima protokol PPAT. Dalam hal PPAT yang

melaksanakan cuti berhalangan untuk menyerahkan protokol PPAT kepada

PPAT Pengganti, maka serah terima protokol PPAT dilakukan oleh kuasa

dari PPAT kepada PPAT Pengganti dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang

saksi. Dalam hal PPAT yang digantikan meninggal dunia sebelum

berakhirnya masa cuti dan telah ditunjuk PPAT Pengganti maka kewenangan

PPAT Pengganti tersebut dengan sendirinya akan berakhir. Dalam

menjalankan tugas jabatannya, ketentuan yang berlaku pada PPAT berlaku

pula terhadap PPAT Pengganti. PPAT Pengganti bertanggung jawab secara

pribadi atas pelaksanaan tugas jabatannya.

PPAT wajib melaporkan berakhirnya pelaksanaan cuti kepada Kepala

Kantor Pertanahan setempat paling lambat 1 (satu) minggu setelah jangka

waktu cutinya habis dan melaksanakan kembali tugas jabatannya. Sebelum

masa cutinya habis, PPAT dapat mengakhiri masa cutinya dan melaksanakan

tugas jabatannya kembali. Dalam hal PPAT yang selesai menjalani cuti

melaksanakan kembali tugas jabatan PPAT setelah menerima protokol dari

PPAT Pengganti. PPAT yang dalam waktu 2 (dua) bulan setelah berakhirnya

cuti sesuai dengan persetujuan cuti tidak melaksanakan tugasnya kembali

diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai PPAT.

35

Pejabat Pembuat Akta Tanah mempunyai kewajiban untuk

mengirimkan daftar laporan akta-akta PPAT setiap awal bulan kepada Badan

pertanahan Nasional Propinsi/Daerah, Kepala Perpajakan dan Kantor Pajak

Bumi dan Bangunan. Selain itu PPAT berkewajiban membuat papan nama,

daftar akta dan menjilid derta warkah pendukung akta. Pejabat Pembuat Akta

Tanah Pejabat Pembuat Akta Tanah memiliki kewajiban sebagai berikut:

a) Menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

b) Mengikuti pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai PPAT.

c) Menyampaikan laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya kepada

Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor

Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan setempat paling lambat tanggal 10

bulan berikutnya.

d) Menyerahkan protokol PPAT dalam hal PPAT yang berhenti menjabat

kepada PPAT di daerah kerjanya atau kepada Kepala Kantor Pertanahan.

e) Membebaskan uang jasa kepada orang yang tidak mampu, yang

dibuktikan secara sah.

f) Membuka kantornya setiap hari kerja kecuali sedang melaksanakan cuti

atau hari libur resmi dengan jam kerja sesuai jam kerja Kantor Pertanahan

setempat.

g) Berkantor hanya di 1 (satu) kantor dalam daerah kerja sebagaimana

ditetapkan dalam keputusan pengangkatan PPAT.

36

h) Menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf dan

teraan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah, Bupati/

Walikota, Ketua Pengadilan Negeri dan Kepala Kantor Pertanahan yang

wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang bersangkutan dalam waktu

1 (satu) bulan setelah pengambilan sumpah jabatan.

i) Melaksanakan jabatan secara nyata setelah pengambilan sumpah jabatan.

j) Memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan

ukurannya ditetapkan oleh Kepala Badan.

k) Sebelum mengikuti ujian PPAT, yang bersangkutan wajib mengikuti

pendidikan dan pelatihan PPAT yang diselenggarakan oleh Badan

Pertanahan Nasional yang penyelenggaraannya dapat bekerja sama dengan

organisasi profesi PPAT.

l) Bagi calon PPAT yang akan diangkat sebagai PPAT, sebelum

melaksanakan tugasnya wajib mengikuti pembekalan teknis pertanahan

yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia yang penyelenggaraannya dapat bekerja sama dengan organisasi

profesi PPAT.

m) Bagi PPAT yang merangkap jabatan maka, wajib mengajukan

permohonan berhenti kepada Kepala Badan.

n) PPAT yang sudah mengangkat sumpah wajib menandatangani surat

pernyataan kesanggupan pelaksanaan jabatan PPAT sesuai dengan

keputusan pengangkatannya.

37

o) Sebelum melakukan cuti, PPAT wajib menutup Buku Daftar Akta dan

melaporkan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat dan selama cuti

yang bersangkutan tidak perlu membuat laporan bulanan.

p) Sebelum pembuatan akta mengenai perbuatan hukum, PPAT wajib

melakukan pemeriksaan kesesuaian/keabsahan sertipikat dan catatan lain

pada Kantor Pertanahan setempat dengan menjelaskan maksud dan

tujuannya.

q) PPAT wajib membuat daftar akta dengan menggunakan 1 (satu) buku

daftar akta untuk semua jenis akta yang dibuatnya, yang di dalamnya

dicantumkan secara urut nomor semua akta yang dibuat serta data lain

yang berkaitan dengan pembuatan akta, dengan kolom-kolom sesuai

Lampiran IX.30

r) Dalam hal PPAT menjalankan cuti, diberhentikan untuk sementara atau

berhenti dari jabatannya, maka pada hari terakhir jabatannya itu PPAT

yang bersangkutan wajib menutup daftar akta dengan garis merah dan

tanda tangan serta nama jelas dengan catatan di atas tanda tangan.

s) Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi PPAT dan/atau PPAT

Sementara wajib dibentuk organisas i dengan menyusun 1 (satu) kode etik

profesi PPAT yang berlaku secara nasional untuk ditaati semua anggota.

30 Lihat Lampiran IX: Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

38

5. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun

1998 menyatakan bahwa, akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah

dilaksanakan perbuatan hukum tertentu mengenai Hak Atas Tanah atau Hak

Milik Atas Satuan Rumah Susun.31 Akta PPAT merupakan alat bukti surat

akta yang terdiri atas tanggal dan diberi tanda tangan yang menurut peristiwa-

peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan yang digunakan dalam

pembuktian. Akta yang dibuat oleh PPAT yang diberi wewenang membuat

akta-akta merupakan akta otentik.32 Dalam melaksanakan tugasnya PPAT

menerapkan prinsip kehati-hatian guna meminimalisir terjadinya gugat

menggugat dikemudian hari.

Prinsip prudential regulation (peraturan atau prinsip kehati-hatian)

pada dasarnya bertolak dari prinsip prudence (hati-hati atau kebijaksanaan).

Black’s Law Dictionary memberikan uraian tentang “prudence” sebagai

berikut:

“Carefulnees, precaution, attentiveness and good judgment, as applied to action or of care reconduct. That degree of care required by the exigencies or circumstanceunder which it is to be exercised. This trem, in the language of the law, is commonly associated with care and diligence ad constrasted with negligence.”

31 Made Anggara Giri. 2013. Pelaksanaan Peralihan Hak Milik Atas Tanah Karena Jual Beli

Di Hadapan Camat Sebagai PPAT Sementara Setelah Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Di Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung. Lampung. Jurnal. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Hal, 8.

32 Djoko Poernomo. 2006. Kedudukan dan Fungsi Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah. Surabaya. Tesis. PPS Universitas Airlangga. Hal. 8.

39

Teori keutamaan moral yang dikemukakan oleh Adam Smith

membahas prudence sebagai:

“That careful and laborious and circumspect state of mind, ever watchful and ever attebtive to the most distance consequences of every action, could not be theing pleasant or agrecable for its own sake, but upon account of its tendency to procure the greatest goods and to keep off the greatest evils.”

“Sikap pandang sangat berhati-hati, sangat waspada dan penuh

perhatian terhadap konsekuensi yang paling jauh, dari setiap tindakan, tidak dapat menjadi suatu hal yang menyenangkan atau dapat disetujui demi kepentingan sendiri, tetapi atas tanggung jawab tentang kecenderungan untuk memperoleh kebaikan yang paling besar dan untuk menghindari kejahatan yang paling besar.”

Penjelasan lebih lanjut dari teori prudence yang dikembangkan oleh

Adam Smith dapat ditemukan bahwa prundence adalah:

“Keadaan batin yang waspada, jeli dan sangat hati-hati, selalu penuh perhatian terhadap konsekuensi-konsekuensi yang paling jauh dari setiap tindakan untuk memperoleh kebaikan yang paling besar dan untuk menghindari kejahatan yang paling besar.”

Dalam pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya

menghasilkan surat tanda bukti hak berupa sertifikat. Kepemilikan hak atas

tanah yang selama ini belum mempunyai sertifikat dari Kantor Pertanahan,

melainkan hanya berdasar pada bukti kepemilikan hak yang teradministrasi

dari desa seperti Letter C, dapat segera melakukan pendaftrannnya ke Kantor

Pertanahan terkait agar segera memperoleh sertifikat Kepemilikan Hak Atas

Tanah. Dalam melakukan pengurusan tanah yang masih Letter C, maka

secara hati-hati PPAT memperhatikan pengurusan di Kelurahan/Desa, serta

pengurusan di Kantor Pertanahan agar tidak mengalami permasalahan di

40

kemudian hari. Selain itu, dalam pengurusan pendaftaran tanah yang masih

Letter C, PPAT menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka menjaga

harkat dan martabat jabatan PPAT, serta menerapkan hal-hal yang ditentukan

oleh Undang-Undang. Prinsip kehati-hatian PPAT ini sangat diperlukan

karena mendukung kualitas kerja dalam pembuatan akta dan pelayanan

masyarakat.33

Sebuah akta PPAT dikatakan sah apabila akta yang dibuat oleh para

pihak harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam perundang-

undangan. Namun apabila syarat kesepakatan dan kecakapan tidak terpenuhi

maka, akta yang telah dibuat dapat dimintakan pembatalannya melalui

Pengadilan. Apabila objek tertentu dan kausa halal tidak terpenuhi maka, akta

yang dibuat batal demi hukum. Ini berarti bahwa akta tersebut dianggap tidak

ada.34

PPAT melaksanakan tugas pembuatan akta di kantornya dengan

dihadiri oleh para pihak dalam perbuatan hukum yang bersangkutan atau

kuasanya sesuai peraturan perundang-undangan. PPAT dapat membuat akta

di luar kantornya hanya apabila salah satu pihak dalam perbuatan hukum atau

kuasanya tidak dapat datang di kantor PPAT karena alasan yang sah, dengan

ketentuan pada saat pembuatan aktanya para pihak harus hadir dihadapan

PPAT di tempat pembuatan akta yang disepakati.

33 Hendry Dwicahyo Wanda dan Rusdianto Sesung. 2018. Prinsip Kehati-Hatian Pejabat

Pembuat Akta Tanah Dalam Pengurusan Peralihan Tanah Letter C. Jurnal. Surabaya. Universitas Narotama Suarabaya. Hal, 459-462.

34 Salim HS. 2016. Teknik Pembuatan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Cetakan Ke 1. Jakarta. Penerbit PT.Raja Grafindo Persada. Hal. 68.

41

Akta PPAT dibuat dengan mengisi blanko akta yang tersedia secara

lengkap sesuai petunjuk pengisiannya. Pengisian blanko akta dalam rangka

pembuatan akta PPAT harus dilakukan sesuai dengan kejadian, status dan

data yang benar serta didukung dengan dokumen sesuai peraturan perundang-

undangan. Pembuatan akta PPAT dilakukan dengan menghadirkan 2 (dua)

orang saksi yang akan memberi kesaksiannya.

Sebelum pembuatan akta mengenai perbuatan hukum tertentu, PPAT

wajib melakukan pemeriksaan kesesuaian/keabsahan sertipikat dan catatan

lain pada Kantor Pertanahan setempat dengan menjelaskan maksud dan

tujuannya. PPAT dapat saja menolak pembuatan akta, yang tidak didasari

data formil. PPAT tidak diperbolehkan membuat akta atas sebagian bidang

tanah yang sudah terdaftar atau tanah milik adat, sebelum diukur oleh Kantor

Pertanahan dan diberikan Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB). Dalam

pembuatan akta, PPAT wajib mencantumkan NIB dan atau nomor hak atas

tanah, nomor Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB,

penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai dengan keadaan lapangan. Setiap

pembuatan akta, PPAT bertanggung jawab secara pribadi atas pelaksanaan

tugas dan jabatannya.

6. Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhetian Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT)

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) diangkat dan diberhentikan oleh

Menteri. PPAT diangkat untuk suatu daerah kerja tertentu, untuk melayani

42

masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup

terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam

pembuatan akta PPAT tertentu, Menteri dapat menunjuk pejabat lain sebagai

PPAT Sementara atau PPAT Khusus. Syarat seseorang dapat diangkat

menjadi PPAT setelah mengalami perubahan adalah:

a. Warga Negara Indonesia.

b. Berusia paling rendah 22 (dua puluh dua) tahun.

c. Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat

oleh Instansi Kepolisian setempat.

d. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak

pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

e. Sehat jasmani dan rohani.

f. Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan atau

lulusan program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh

kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

agraria/pertanahan.

g. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh kementerian yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan.

h. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai

karyawan pada kantor PPAT paling sedikit 1 (satu) tahun, setelah lulus

pendidikan kenotariatan.

43

i. PPAT dapat merangkap jabatan sebagai Notaris di tempat kedudukan

Notaris. Namun PPAT dilarang merangkap jabatan atau profesi tertentu.

PPAT yang diangkat oleh Kepala Badan, yang bersangkutan harus lulus

ujian PPAT yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional. Dimana

ujian tersebut diselenggarakan untuk mengisi formasi PPAT di

kabupaten/kota yang formasi PPAT-nya belum terpenuhi. Untuk dapat

mengikuti ujian PPAT, yang bersangkutan berusia paling kurang 22 (dua

puluh dua) tahun dan wajib mendaftar pada panitia pelaksana ujian Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia dengan melengkapi persyaratan.35

Calon PPAT yang telah lulus ujian PPAT dapat mengajukan

permohonan pengangkatan sebagai PPAT kepada Kepala Badan sesuai

Lampiran I.36 Permohonan pengangkatan sebagai PPAT, dilengkapi dengan

berbagai persyaratan tentunya. Setelah memberikan surat permohonan maka

Kepala Badan menerbitkan Keputusan Pengangkatan PPAT.

Keputusan pengangkatan PPAT diberikan kepada yang bersangkutan

setelah selesai pelaksanaan pembekalan tehnis pertanahan. Tembusan

keputusan pengangkatan PPAT disampaikan kepada pemangku kepentingan.

Untuk keperluan pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan PPAT, setelah

menerima keputusan pengangkatan, calon PPAT wajib melapor kepada

35 Lihat Pasal 14 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor

23 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

36 Lihat Lampiran I: Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tanggal 16-5-2006 tentang ketentuan tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah; Lembar Bentuk Surat Permohonan Pengangkatan Sebagai PPAT.

44

Kepala Kantor Pertanahan setempat paling lambat 3 (tiga) bulan. Apabila

calon PPAT tidak melapor dalam jangka waktu tersebut, maka keputusan

pengangkatan PPAT yang bersangkutan dibatalkan demi hukum. Maka

setelah itu, PPAT sebelum menjalankan jabatannya wajib mengangkat

sumpah jabatan PPAT di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

PPAT dapat mengajukan permohonan pindah ke daerah kerja lain

setelah yang bersangkutan mengajukan permohonan berhenti sebagai PPAT

di daerah kerja semula dengan ketentuan masih tersedia formasi di

kabupaten/kota tujuan. Permohonan pindah ke daerah kerja lain dapat

diajukan dalam rangka penyesuaian dengan kedudukannya sebagai Notaris,

bagi PPAT yang merangkap jabatan sebagai Notaris.

Permohonan pengangkatan kembali PPAT yang berhenti, diajukan

kepada Kepala Badan oleh yang bersangkutan sesuai dalam Lampiran IIIa

dan Lampiran IIIb.37 Dengan memberikan tembusan kepada Kepala Kantor

Wilayah dan Kepala Kantor Pertanahan di daerah kerja semula dan daerah

kerja tujuan, dengan melengkapi berbagai persyaratan.38 Permohonan

pengangkatan kembali karena berhenti atas permintaan sendiri dengan

maksud untuk pindah daerah kerja lain dapat diajukan setelah PPAT yang

bersangkutan melaksanakan tugasnya kurang lebih 3 (tiga) tahun.

37 Lihat Lampiran IIIa dan Lampiran IIIb: Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 Tanggal 16-5-2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemrintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

38 Lihat Pasal 23 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

45

Dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016

tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang

Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah mengatakan bahwa, PPAT dapat

berhenti menjabat apabila:

1) Telah meninggal dunia

2) Telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun atau diberhentikan oleh

Menteri sesuai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

Ketentuan usia tersebut dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) tahun

sampai dengan usia 67 (enam puluh tujuh) tahun dengan

mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan.

3) Diberhentikan oleh Menteri

Mengenai pemberhentian, PPAT yang diberhentikan oleh Menteri

terdiri atas:

a. Diberhentikan dengan hormat karena:

1) Permintaan sendiri.

2) Tidak lagi mampu menjalankan tugasnya karena keadaan kesehatan

badan atau kesehatan.

3) Jiwanya.

4) Merangkap jabatan.

5) Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

6) Berada di bawah pengampuan secara terus menerus lebih dan 3 (tiga)

tahun.

46

b. Diberhentikan dengan tidak hormat karena:

1) Melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban

sebagai PPAT.

2) Dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana

yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

c. Diberhentikan sementara karena:

1) Sedang dalam pemeriksaan pengadilan sebagai terdakwa suatu

perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman kurungan atau

penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat.

2) Tidak melaksanakan jabatan PPAT secara nyata untuk jangka waktu

60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengambilan sumpah.

3) Melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajiban

sebagai PPAT.

4) Diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas

sebagai Notaris dengan tempat kedudukan di kabupaten/kota yang

lain daripada tempat kedudukan sebagai PPAT.

5) Dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang.

6) Berada di bawah pengampuan; dan/atau

7) Melakukan perbuatan tercela.

PPAT yang berhenti dari jabatannya tidak berwenang membuat akta

PPAT sejak tanggal terjadinya peristiwa pemberhentian PPAT. PPAT yang

47

diberhentikan dari jabatannya tidak berwenang membuat akta PPAT sejak

tanggal berlakunya keputusan pemberhentian yang bersangkutan.

PPAT yang berhenti dari jabatannya, wajib menyerahkan protokol

PPATnya kepada PPAT, PPAT Sementara atau kepada Kepala Kantor

Pertanahan kecuali karena pemberhentian sementara. Penyerahan protokol

PPAT yang berhenti menjabat bukan karena meninggal dunia diberikan

kepada PPAT lain yang ditentukan oleh PPAT yang berhenti menjabat

tersebut dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal berhenti PPAT yang

bersangkutan atau apabila menurut pemberitahuan dari PPAT yang

bersangkutan tidak ada yang ditentukan olehnya, ditunjuk oleh Kepala Kantor

Pertanahan dalam waktu 7 hari sejak tanggal penunjukannya tersebut.

Dalam hal PPAT berhenti karena meninggal dunia, maka ahli warisnya

wajib menyerahkan protokol PPAT kepada PPAT yang telah ditunjuk oleh

Kepala Kantor Wilayah dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah

penunjukan tersebut. Serah terima protokol PPAT dituangkan dalam Berita

Acara Serah Terima Protokol PPAT yang diketahui/disaksikan oleh Kepala

Kantor Pertanahan atau dalam hal Kepala Kantor Pertanahan berhalangan

secara sah, oleh petugas yang ditunjuknya. PPAT yang ditunjuk oleh Kepala

Kantor Pertanahan atau Kepala Kantor Wilayah sebagai penerima protokol,

wajib menerima protokol PPAT yang bersangkutan. PPAT wajib

menurunkan papan nama PPAT-nya pada hari yang bersangkutan berhenti

dari jabatan PPAT.

48

7. Daerah Kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Daerah kerja PPAT sebelum adanya perubahan adalah satu wilayah

kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Namun setelah terdapat perubahan

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat

Pembuat Akta Tanah pada Pasal 12 sehingga mengatur daerah kerja PPAT

adalah satu wilayah provinsi. PPAT mempunyai tempat kedudukan di

kabupaten/kota di provinsi yang menjadi bagian dari daerah kerja.

PPAT dapat berpindah tempat kedudukan dan daerah kerja. PPAT yang

akan berpindah alamat kantor yang masih dalam kabupaten/kota tempat

kedudukan PPAT, wajib melaporkan kepada Kepala Kantor Pertanahan

kabupaten/kota tempat kedudukan PPAT. Dalam hal PPAT akan berpindah

tempat kedudukan ke kabupaten/kota pada daerah kerja yang sama atau

berpindah daerah kerja, wajib mengajukan permohonan perpindahan tempat

kedudukan atau daerah kerja kepada Menteri.

Dalam hal terjadi pemekaran kabupaten/kota yang mengakibatkan

terjadinya perubahan tempat kedudukan PPAT, maka tempat kedudukan

PPAT tetap sesuai dengan tempat kedudukan yang tercantum dalam

keputusan pengangkatan PPAT atau PPAT yang bersangkutan mengajukan

permohonan pindah tempat kedudukan yang sesuai. Dalam hal terjadi

pemekaran provinsi yang mengakibatkan terjadinya perubahan daerah kerja

PPAT, maka daerah kerja PPAT tetap sesuai dengan daerah kerja yang

tercantum dalam keputusan pengangkatan PPAT atau PPAT yang

49

bersangkutan mengajukan permohonan pindah daerah kerja secara tertulis.

Permohonan tersebut diserahkan kepada Menteri mengenai perubahan tempat

kedudukan PPAT atau daerah kerja PPAT. Dalam masa peralihan selama 90

hari PPAT yang bersangkutan berwenang membuat akta mengenai Hak Atas

Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di kedudukan

yang lama.

8. Formasi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan

Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat

Akta Tanah bahwasannya sebelum adanya perubahan masih terdapat

pembagian formasi dalam suatu daerahnya dibuktikan dengan adanya

peraturan perundang-undangan yang terakhir kali di undangkan yakni,

Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2006 tentang

Penetapan Formasi Pejabat Pembuat Akta Tanah. Namun setelah dibuat

perubahannya, pada pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016

tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang

Pejabat Pembuat Akta Tanah berkaitan dengan pembagian formasi PPAT

telah di hapuskan.

B. Kajian Mengenai Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Sementara

1. Camat Dalam Sistem Pemerintahan di Daerah

50

a. Dasar Hukum dan Pengertian Camat

Camat diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah yang telah diundangkan pada tanggal 15 Oktober

2004, dibuat dengan mempertimbangkan bahwa dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan

daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,

pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan

daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,

keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan

daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek

hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah,

potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan

global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada

daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan

otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan

negara.

Camat diatur juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun

2008 tentang Kecamatan dan diundangkan pada tanggal 28 Februari 2008.

51

Diundangkannya Peraturan Pemerintah ini dibuat dengan pertimbangan,

sebagaimana sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1) dan ayat (7)

Undang-Undang Nomor 2004 tentang Pemerintah Daerah, mengenai

kecamatan sehingga perlu memberikan pedoman dalam pembentukan dan

penyelenggaraan urusan pemerintahan di Kecamatan. Berdasarkan

pertimbangan tersebut, maka perlu ditetapkannya Peraturan Pemerintah

tentang Kecamatan.

Pada Pasal 1 angka 9 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008

tentang Kecamatan menyatakan bahwasannya,

“Camat atau sebutan lain adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan.”

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

2008 tentang Kecamatan Pasal 14, menyatakan bahwa Kecamatan

merupakan perangkat daerah kabupaten/kota sebagai pelaksana teknis

kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh

Camat. Camat berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada

bupati/walikota.39

Pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah Pasal 126 ayat (2) menyatakan,

39 Jesie Grace Runtu. 2013. Gaya Kepemimpinan Camat Dalam Peningkatan Pelayanan

Publik Di Kecamatan Tenga Kabupaten Minahasa Selatan. Medan. Jurnal. Volume 5 Nomor 1. Universitas Sam Ratulangi. Hal. 2.

52

“Kecamatan dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.”

Camat diangkat oleh Bupati atau Walikota atas usul sekretaris

daerah kabupaten/kota dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menguasai

pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

b. Kedudukan Camat

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang

Kecamatan menyatakan,

“Camat berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah.”

c. Tugas dan Wewenang Camat

Pada Pasal 126 ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, dalam menjalankan tugas-tugasnya Camat

dibantu oleh perangkat Kecamatan dan bertanggung jawab kepada

Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota. Dimana

perangkat kecamatan bertanggung jawab pada Camat. Camat memiliki

tugas umum sebagai berikut:40

1) Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat, meliputi;

40 Lihat Pasal 15 ayat (1) s.d Pasal 22 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19

Tahun 2008 tentang Kecamatan.

53

a) Mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam

perencanaan pembangunan lingkup kecamatan dalam forum

musyawarah perencanaan pembangunan di desa/kelurahan dan

kecamatan.

b) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap keseluruhan unit

kerja baik pemerintah maupun swasta yang mempunyai program

kerja dan kegiatan pemberdayaan masyarakat di wilayah kerja

kecamatan.

c) Melakukan evaluasi terhadap berbagai kegiatan pemberdayaan

masyarakat di wilayah kecamatan baik yang dilakukan oleh unit

kerja pemerintah maupun swasta.

d) Melakukan tugas-tugas lain di bidang pemberdayaan masyarakat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

e) Melaporkan pelaksanaan tugas pemberdayaan masyarakat di

wilayah kerja kecamatan kepada bupati/walikota dengan tembusan

kepada satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan

pemberdayaan masyarakat.

2) Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman, dan

ketertiban umum, meliputi;

a) Melakukan koordinasi dengan kepolisian Negara Republik

Indonesia dan/atau Tentara Nasional Indonesia mengenai program

dan kegiatan penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum di

wilayah kecamatan.

54

b) Melakukan koordinasi dengan pemuka agama yang berada di

wilayah kerja kecamatan untuk mewujudkan ketenteraman dan

ketertiban umum masyarakat di wilayah kecamatan; dan

c) Melaporkan pelaksanaan pembinaan ketenteraman dan ketertiban

kepada bupati/walikota.

3) Mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-

undangan, meliputi;

a) Melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah yang

tugas dan fungsinya di bidang penerapan peraturan perundang-

undangan.

b) Melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah yang

tugas dan fungsinya di bidang penegakan peraturan perundang-

undangan dan/ atau kepolisian.

c) Melaporkan pelaksanaan penerapan dan penegakan peraturan

perundang-undangan di wilayah kecamatan kepada Bupati/walikota.

4) Mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan

umum, meliputi;

a) Melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah atau

instansi vertikal yang tugas dan fungsinya di bidang pemeliharaan

prasarana dan fasilitas pelayanan umum.

b) Melakukan koordinasi dengan pihak swasta dalam pelaksanaan

pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum.

55

c) Melaporkan pelaksanaan pemeliharaan prasarana dan fasilitas

pelayanan umum di wilayah kecamatan kepada Bupati/walikota.

5) Mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat

kecamatan, meliputi;

a) Melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah atau

instansi vertikal yang tugas dan fungsinya dibidang penyelenggaraan

kegiatan pemerintah.

b) Melakukan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan dengan satuan

kerja perangkat daerah dan instansi vertikal di bidang

penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.

c) Melakukan evaluasi penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di

tingkat kecamatan.

d) Melaporkan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat

kecamatan kepada Bupati/Walikota.

6) Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan,

meliputi;

a) Memberikan bimbingan, supervisi, fasilitasi dan konsultasi

pelaksanaan administrasi desa dan atau kelurahan.

b) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Kepala Desa dan

atau Lurah.

c) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Kepala Desa dan

atau Lurah.

56

d) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perangkat desa dan

atau kelurahan.

e) Melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan atau

kelurahan di tingkat kecamatan.

f) Melaporkan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan

penyelenggaraan pemerintahan desa dan atau kelurahan di tingkat

kecamatan kepada Bupati atau Walikota.

7) Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup

tugasnya, dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa

atau kelurahan.

a) Melakukan perencanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di

kecamatan.

b) Melakukan percepatan pencapaian standar pelayanan minimal di

wilayahnya.

c) Melakukan pembinaaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan

pelayanan kepada masyarakat di kecamatan.

d) Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan kepada

masyarakat di wilayah kecamatan.

e) Melaporkan pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di

wilayah kecamatan kepada bupati atau walikota.

Selain itu kewenangan Camat adalah untuk melaksanakan

kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk

menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek:

57

a. Perizinan

b. Rekomendasi

c. Koordinasi

d. Pembinaan

e. Pengawasan

f. Fasilitasi

g. Penetapan

h. Penyelenggaraan dan Kewenangan lain yang dilimpahkan.

Pelimpahan sebagian wewenang bupati/walikota kepada Camat

berdasarkan kriteria eksternalitas dan efisiensi. Yang dimaksud dengan

”eksternalitas” adalah kriteria pelimpahan urusan pemerintahan dengan

memperhatikan dampak yang timbul sebagai akibat dari penyelenggaraan

suatu urusan pemerintahan. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat

internal kecamatan, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi

kewenangan camat. Sedangkan dengan ”efisiensi” adalah kriteria

pelimpahan urusan pemerintahan dengan memperhatikan daya guna

tertinggi yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan suatu urusan

pemerintahan dilingkup kecamatan. Apabila urusan pemerintahan lebih

berdayaguna ditangani oleh kecamatan, maka urusan tersebut menjadi

kewenangan Camat.

58

d. Persyaratan Camat

Camat diangkat oleh bupati/walikota atas usul sekretaris daerah

kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan

teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Pengetahuan teknis pemerintahan meliputi:

1) Menguasai bidang ilmu pemerintahan dibuktikan dengan ijazah

diploma/sarjana pemerintahan.

2) Pernah bertugas di desa, kelurahan, atau kecamatan paling singkat 2

(dua) tahun.

Pegawai negeri sipil yang akan diangkat menjadi Camat dan tidak

memenuhi syarat tersebut diatas wajib mengikuti pendidikan teknis

pemerintahan yang dibuktikan dengan sertifikat. Pelaksanaan pendidikan

teknis pemerintahan diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.

e. Pendidikan Teknis Pemerintahan Bagi Camat

Pendidikan teknis pemerintahan Camat diatur dalam Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Pelaksanaan

Pendidikan Teknis Pemerintahan Bagi Calon Camat, yang diundangkan

pada tanggal 7 Juli 2009, dengan pertimbangan bahwa untuk

melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 19

Tahun 2008 tentang Kecamatan. Pendidikan Teknis Pemerintahan bagi

Calon Camat yang selanjutnya disebut Diklat Camat adalah pendidikan

yang bersifat teknis yang diselenggarakan untuk meningkatkan

59

pengetahuan dan keterampilan dibidang pemerintahan guna mendukung

kelancaran penyelenggaraan pemerintahan di Kecamatan. Diklat Camat

dimaksudkan untuk mewujudkan penyelenggara pemerintahan daerah

yang profesional. Diklat Camat bertujuan untuk:

a. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk

melaksanakan tugas Camat yang dilandasi dengan kepribadian dan

etika pegawai negeri sipil.

b. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian Camat yang berorientasi

pada pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.

c. Membentuk Camat yang mampu berperan sebagai pembaharu dan

perekat persatuan dan kesatuan bangsa.

d. Membentuk/mempersiapkan Camat yang mampu berperan sebagai

mediator, motivator, dan fasilitator pemerintah dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara.

Sasaran Diklat Camat untuk terciptanya kesamaan pola pikir, pola

tindak, dan keselarasan untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah

dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. Bagi Camat yang ingin

mengikuti pendidikan teknis ini harus memenuhi persyaratan.

a) Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat menjadi Camat tetapi tidak

memiliki ijazah Diploma/Sarjana pemerintahan dan belum bertugas di

desa, kelurahan dan kecamatan paling singkat 2 (dua) tahun.

b) Pernah atau sedang menduduki jabatan struktural eselon IV.

60

c) Diusulkan oleh Bupati/Walikota kepada Menteri Dalam Negeri dengan

tembusan kepada Gubernur.

Dalam penyelenggaraannya, Badan Pendidikan dan Pelatihan

Departemen Dalam Negeri sebagai penanggung jawab dalam pelaksanaan

Diklat Camat. Pelaksana Diklat Camat meliputi:

a. Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri;

b. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri

Regional; dan/atau

c. Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi.

Pelaksanaan Diklat Camat dapat bekerjasama dengan lembaga diklat

pemerintah lainnya. Pelaksana Diklat Camat Badan Pendidikan dan

Pelatihan Provinsi, melaksanakan Diklat Camat setelah mendapatkan

persetujuan Menteri Dalam Negeri dengan waktu pelaksanaan Diklat

Camat selama 600 jam pelajaran.

f. Tata Kerja dan Hubungan Camat

Camat melakukan koordinasi dengan kecamatan disekitarnya.

Camat mengoordinasikan unit kerja di wilayah kerja kecamatan dalam

rangka penyelenggaraan kegiatan pemerintahan untuk meningkatkan

kinerja kecamatan. Camat melakukan koordinasi dengan satuan kerja

perangkat daerah di lingkungan pemerintah kabupaten/kota dalam rangka

penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di kecamatan.

61

Hubungan kerja kecamatan dengan perangkat daerah

kabupaten/kota bersifat koordinasi teknis fungsional dan teknis

operasional. Hubungan kerja kecamatan dengan instansi vertikal di

wilayah kerjanya, bersifat koordinasi teknis fungsional. Hubungan kerja

kecamatan dengan swasta, lembaga swadaya masyarakat, partai politik,

dan organisasi kemasyarakatan lainnya di wilayah kerja kecamatan

bersifat koordinasi dan fasilitasi.

g. Pembinaan dan Pengawasan Camat

Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan

Kecamatan dilaksanakan oleh bupati/walikota sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Setiap tahun pemerintah kabupaten/kota melakukan

evaluasi terhadap kinerja kecamatan yang mencakup:

1) Penyelenggaraan sebagian wewenang bupati/walikota yang

dilimpahkan untuk melaksanakan sebagian urusan otonomi daerah.

2) Penyelenggaraan tugas umum pemerintahan.

3) Penyelenggaraan tugas lainnya yang ditugaskan kepada camat.

Hasil evaluasi disampaikan oleh bupati/walikota kepada gubernur dengan

tembusan kepada Menteri Dalam Negeri. Pelaksanaan evaluasi

berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri.

62

h. Pendanaan Tugas Camat

Pendanaan tugas Camat dalam penyelenggaraan tugas umum

pemerintahan dan pelaksanaan sebagian wewenang bupati/walikota yang

dilimpahkan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) kabupaten/kota. Pembentukan, penghapusan dan penggabungan

kecamatan dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah

kabupaten/kota.

2. Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara

a. Dasar Hukum dan Pengertian Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) Sementara

Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang

Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Selain itu diatur juga dalam

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor

23 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 Tentang

Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998

Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diundangkan pada

tanggal 26 Oktober 2009, mana kala peraturan sebelumnya terdapat

kendala dalam rangka pemenuhan kebutuhan PPAT.

63

Dasar hukum pengangkatan Camat sebagai PPAT Sementara dapat

dilihat dalam Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016

tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998

tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah jo. Pasal 18 ayat (1)

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor

23 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 Tentang

Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah jo. Pasal

2 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pelimpahan Wewenang

Pengangkatan dan Pemberhentian Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta

Tanah yang menyebutkan bahwa, Menteri dapat menunjuk Camat atau

Kepala Desa sebagai PPAT Sementara untuk melayani pembuatan akta di

daerah yang belum cukup terdapat PPAT sebagai PPAT Sementara”.41

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara adalah pejabat

pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas

PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat

PPAT.42

41 A.A Mahendra. 2001. Tugas dan Wewenang Jabatan PPAT Sementara. Jakarta. Pustaka

Ilmu. Hal. 7. 42 Lihat Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016

tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah jo. Pasal 1 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

64

b. Tugas dan Wewenang Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) Sementara

PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran

tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan

hukum tertentu mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan

Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data

pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Perbuatan

hukum sebagaimana dimaksud pada tugas pokok tersebut adalah sebagai

berikut :

a. Jual beli

b. Tukar menukar

c. Hibah

d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng)

e. Pembagian hak bersama

f. Pemberian Hak Guna Bangunan/ Hak Pakai atas tanah Hak Milik

g. Pemberian Hak Tanggungan

h. Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan

PPAT Sementara mempunyai kewenangan membuat akta tanah

yang merupakan akta otentik mengenai semua perbuatan hukum mengenai

Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dengan daerah

kerja di dalam wilayah kerja jabatannya.

Camat yang menjabat PPAT Sementara sebagai pejabat umum yang

diberi wewenang untuk membuat akta-akta dalam peralihan hak atas tanah

65

akta pembebanan, surat kuasa pembebanan, hak tanggungan. Selain tugas

tersebut Camat sebagai PPAT Sementara juga bertugas membantu Kepala

Kantor Pertanahan Nasional dalam melaksanakan pendaftaran tanah

dengan membuat akta-akta tertentu sebagai bukti telah dilakukannya

perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan atau bangunan

yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran tanah.43

c. Hak dan Kewajiban Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Sementara

PPAT mempunyai hak untuk cuti, memperoleh uang jasa

(honorium) dari pembuatan akta dalam peraturan pemerintah, memperoleh

informasi serta perkembangan peraturan perundang-undangan pertanahan

dan memperoleh kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri sebelum

ditetapkannya keputusan pemberhentian sebagai PPAT.

Camat sebagai PPAT Sementara yang sedang menjalankan cuti

dilarang membuat akata PPAT, sekaligus tidak dapat dijadikan sebagai

dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah. Apabila larangan

mengenai pembuatan akta oleh pejabat yang sedang menjalankan cuti

tersebut dilanggar, maka sebagai akibat hukumnya menjadi tanggung

jawab pribadi dari pembuat akta yang bersangkutan.

43 Heru Joko Supeno. 2014. Efektifitas Pasal 101 Peraturan Menteri Negara Agraria No

3/1997 Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Oleh PPAT Sementara (Studi Di Kabupaten Trenggalek). Malang. Jurnal. Fakultas Hukum. Universitas Brawijaya. Hal. 4.

66

Camat sebagai PPAT Sementara dalam Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2009 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan

Pejabat Pembuat Akta Tanah memiliki kewajiban sebagai berikut:

1) Menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

2) Mengikuti pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai PPAT.

3) Menyampaikan laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya kepada

Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor

Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan setempat paling lambat tanggal

10 bulan berikutnya.

4) Membebaskan uang jasa kepada orang yang tidak mampu, yang

dibuktikan secara sah.

5) Membuka kantornya setiap hari kerja kecuali sedang melaksanakan cuti

atau hari libur resmi dengan jam kerja paling kurang sama dengan jam

kerja Kantor Pertanahan setempat.

6) Berkantor hanya di kantor Camat sebagai PPAT Sementara dalam

wilayah penunjukannya.

7) Menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf

dan teraan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah,

Bupati/ Walikota, Ketua Pengadilan Negeri dan Kepala Kantor

67

Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang

bersangkutan dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pengambilan sumpah

jabatan.

8) Melaksanakan jabatan secara nyata setelah pengambilan sumpah

jabatan.

9) Sebelum Camat dan/atau Kepala Desa ditunjuk sebagai PPAT

Sementara, yang bersangkutan wajib mengikuti pendidikan dan

pelatihan yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia yang penyelenggaraannya dapat bekerja sama

dengan organisasi profesi PPAT. Namun penunjukan tersebut

dikecualikan bagi Camat dan/atau Kepala Desa yang akan ditunjuk

sebagai PPAT Sementara, apabila di daerah kabupaten/kota yang

bersangkutan terdapat PPAT.

10) Untuk keperluan penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara yang

bersangkutan wajib mengajukan permohonan penunjukan sebagai

PPAT Sementara kepada Kepala Badan dengan melampirkan salinan

atau fotocopy keputusan pengangkatan sebagai Camat melalui Kepala

Kantor Wilayah.

11) Bagi Camat dan/atau Kepala Desa yang telah ditunjuk sebagai PPAT

Sementara sebelum melaksanakan tugasnya wajib mengikuti

pembekalan teknis pertanahan yang diselenggarakan oleh Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang penyelenggaraannya

dapat bekerja sama dengan organisasi profesi PPAT.

68

12) Untuk keperluan pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai

PPAT Sementara, setelah menerima keputusan penunjukan Camat

dan/atau Kepala Desa yang bersangkutan wajib melapor kepada Kepala

Kantor Pertanahan setempat paling lambat 3 (tiga) bulan. Apabila tidak

melapor dalam jangka waktu tersebut maka, keputusan penunjukan

sebagai PPAT Sementara yang bersangkutan batal demi hukum.

13) PPAT Sementara yang sudah mengangkat sumpah wajib

menandatangani surat pernyataan kesanggupan pelaksanaan jabatan

PPAT sesuai dengan keputusan pengangkatannya.

14) PPAT Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara harus

menyerahkan protokol kepada PPAT Sementara yang

menggantikannya atau kepada Kepala Kantor Pertanahan.

d. Daerah Kerja Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Sementara

Pada Pasal 5 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor

1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat

Pembuat Akta Tanah menyatakan bahwa,

“Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai pejabat pemerintah yang menjadi dasar penunjuknnya.”

69

Kedudukan Camat yang menjabat sebagai PPAT dengan tempat

kedudukan diluar daerah kerjanya sebagai PPAT, berhenti dengan

sendirinya sebagai PPAT sejak 6 bulan saat berlakunya Peraturan

Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT.44

e. Formasi Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara

Pada Pasal 9 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta

Tanah menyatakan bahwasannya, Formasi atau kebutuhan dan penunjukan

PPAT Sementara ditetapkan oleh Kepala Badan dengan

mempertimbangkan beberapa faktor, yakni:

1) Jumlah kecamatan di daerah kabupaten/kota yang bersangkutan;

2) Tingkat perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak

Milik Atas Satuan Rumah Susun;

3) Tingkat perkembangan ekonomi daerah yang bersangkutan;

4) Jumlah permohonan untuk dapat diangkat sebagai PPAT di daerah

kabupaten/kota yang bersangkutan;

44 Iga Gangga Santi Dewi. 2010. Peran Camat Selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Dalam Jual Beli Tanah. Volume 5, Nomor 2. Jurnal. Fakultas Hukum. Universitas Diponegoro. Hal. 122.

70

5) Jumlah PPAT yang sudah ada pada setiap daerah kabupaten/kota yang

bersangkutan;

6) lain-lain faktor yang dianggap penting oleh Kepala Badan.

Dalam hal di daerah kabupaten/kota yang telah ditetapkan oleh

Kepala Badan PPATnya telah terpenuhi dengan pertimbangan tersebut,

maka terhadap Camat yang baru dilantik tidak lagi ditunjuk sebagai PPAT,

kecuali jumlah PPAT yang telah ada berkurang dari jumlah formasi yang

telah ditetapkan atau formasinya diadakan perubahan. Formasi PPAT

Sementara yang telah ditetapkan, dapat ditinjau kembali oleh Kepala

Badan apabila terdapat perubahan berdasarkan pertimbangan tersebut.

f. Penunjukan dan Pemberhentian Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT) Sementara

Penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara tersebut tidak serta

merta secara otomatis Camat tersebut diangkat sebagai PPAT Sementara,

tetapi yang bersangkutan harus mengajukan permohonan penunjukan

sebagai PPAT Sementara yang ditujukan kepada Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia sesuai dengan Pasal 19 ayat (3)

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006

Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun

1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT yang menyebutkan bahwa, untuk

keperluan penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara sebagaimana

dimaksud pada Pasal 19 ayat (1) yang bersangkutan wajib mengajukan

71

permohonan penunjukan sebagai PPAT Sementara kepada Kepala BPN

dengan melampirkan salinan atau fotocopy keputusan pengangkatan

sebagai Camat melalui kepala Kantor Wilayah. Bagi Camat yang telah

ditunjuk sebagai PPAT Sementara sebelum melaksanakan tugasnya

wajib mengikuti pembekalan teknis pertanahan yang diselenggarakan

oleh BPN RI yang penyelenggaraannya dapat bekerjasama organisasi

profesi PPAT. Keputusan penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara

diberikan kepada yang bersangkutan setelah selesai pelaksanaan

pembekalan teknis pertanahan, dan untuk keperluan pelantikan dan

pengangkatan sumpah jabatan sebagai PPAT Sementara, setelah

menerima keputusan penunjukkan sebagai PPAT Sementara, Camat

yang bersangkutan wajib melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan

setempat paling lama 3 (tiga) bulan. Apabila Camat yang telah ditunjuk

sebagai PPAT Sementara tidak melapor kepada Kepala Kantor

Pertanahan sebagaimana waktu yang telah ditentukan di atas, maka

keputusan penunjukan sebagai PPAT Sementara yang bersangkutan batal

demi hukum.45

Keputusan penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara ditetapkan

oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang

pelaksanaannya di delegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah, yang

dilakukan dalam hal di daerah kebupaten/kota sebagai wilayah kerjanya

45 Khairuddin Ahmad. 2009. PPAT Sebagai Pejabat Khusus di Bidang Pertanahan. Jakarta.

Penerbit Media Ilmu. Hal. 23.

72

masih tersedia formasi PPAT. Keputusan penunjukannya di tandatangani

oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia. Keputusan pengangkatan PPAT

ditetapkan oleh Kepala Badan dan berlaku sejak tanggal pelantikan

PPAT Sementara yang dilaksanakan oleh Kepala Badan Pertanahan

Kabupaten/Kota dengan mengangkat sumpah jabatan PPAT di

hadapannya dan di dampingi oleh rohaniawan.46

Camat diangkat sebagai PPAT Sementara sepanjang Camat

tersebut menjabat sebagai Camat bukan sepanjang kalau formasi PPAT-

nya tiba-tiba tertutup atau terpenuhi, cukup tidak cukup begitu Camat

diangkat sepanjang masa jabatannya masih berlaku ia tetap boleh

menjadi PPAT Sementara. Persoalan didalam perjalanannya itu Camat

sebagai PPAT Smentara tidak berhenti meskipun formasi PPAT pada

suatu daerah telah cukup. Perkataan sementara hanya diartikan pada

waktu pengangkatan, kalau pada waktu pengangkatan formasinya

memang memenuhi syarat maka Camat tidak akan diangkat sebagai

PPAT Sementara, tetapi didalam perjalanannya sekali dia diangkat

meskipun formasinya terpenuhi dia tidak gugur sampai selesai

jabatannya.47

PPAT Sementara berhenti melaksanakan tugas PPAT apabila tidak

memegang jabatan sebagai PPAT Sementara yang mana ditunjuk dengan

46 Abdul Mukmin, Op.cit. Hal. 56-57. 47 Gusti Surya Hadi Saputra. 2014. Batasan Waktu Sementara Terhadap Camat Sebagai

Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara. Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol. 3 No.1. Fakultas Hukum. Universitas Surabaya. Hal,1.

73

melihat formasi PPAT dalam suatu daerah maka, tidak perlu di buatkan

surat pemberhentiannya. PPAT Sementara berhenti melaksanakan tugas

PPAT apabila tidak lagi memegang jabatan atau diberhentikan oleh

pejabat di bidang pertanahan sesuai dengan kewenangannya.

PPAT Sementara yang berhenti dari jabatannya, wajib

menyerahkan protokol PPAT-nya kepada PPAT Sementara atau kepada

Kepala Kantor Pertanahan kecuali karena pemberhentian sementara.

Penyerahan protokol PPAT Sementara yang berhenti menjabat dilakukan

kepada PPAT Sementara yang menjabat berikutnya di kecamatan yang

bersangkutan, atau apabila Camat di kecamatan tersebut tidak ditunjuk

lagi sebagai PPAT Sementara, kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk

selanjutnya diserahkan kepada PPAT yang berkantor di kecamatan yang

bersangkutan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan.

C. Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT)

1. Dasar Hukum dan Pengertian Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Kode Etik Pejabat Pembuat Akta Tanah telah dilakukan beberapa

perubahan, terakhir diatur dan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Agraria

dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor: 112.KEP-4/IV/2017 tentang Pengesahan Kode Etik Ikatan Pejabat

Pembuat Akta Tanah pada tanggal 27 April 2017.

Pada Pasal 1 angka 2 Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

menjelaskan bahwasannya, Kode Etik Pejabat Pembuat Akta Tanah

74

merupakan seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan

berdasarkan keputusan Kongres dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur

dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang

berlaku bagi serta wajib ditaati oleh anggota perkumpulan IPPAT dan semua

orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai PPAT, termasuk di dalamnya

para PPAT Pengganti.

2. Ruang lingkup berlakunya Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Pada pasal 2 Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

menyatakan bahwa, Kode etik ini berlaku bagi seluruh PPAT dan bagi PPAT

pengganti, baik dalam rangka melaksanakan tugas jabatan (khusus bagi yang

melaksanakan tugas jabatan PPAT) ataupun dalam kehidupan sehari-hari.

3. Kepengurusan Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Dalam kepengurusannya, Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

terdiri dari;

a. Pembina PPAT adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan

Pertanahan Nasional beserta jajarannya.

b. Pengurus Pusat adalah Pengurus Perkumpulan/Organisasi IPPAT pada

tingkat Nasional yang mempunyai tugas, kewajiban serta kewenangan

untuk mewakili dan bertindak atas nama perkumpulan, baik di luar

maupun di muka Pengadilan.

75

c. Pengurus Daerah adalah Pengurus Perkumpulan IPPAT pada tingkat

Daerah yang meliputi wilayah kepengurusan tempat kedudukan dan/atau

tempat tinggal anggota perkumpulan IPPAT.

d. Pengurus Wilayah yakni Pengurus Wilayah adalah Pengurus Perkumpulan

IPPAT pada tingkat Wilayah yang meliputi wilayah kepengurusan tempat

kedudukan dan/atau tempat tinggal anggota perkumpulan IPPAT.

e. Majelis Kehormatan yakni Majelis Kehormatan adalah suatu badan atau

lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan dalam perkumpulan

IPPAT yang mempunyai tugas dan/atau kewajiban untuk melakukan

pembinaan, pengawasan dan penertiban maupun pembenahan, serta

mempunyai kewenangan untuk memanggil, memeriksa dan menjatuhkan

putusan, sanksi atau hukuman kepada anggota perkumpulan IPPAT yang

melakukan pelanggaran Kode Etik.

f. Majelis Kehormatan Pusat yakni Majelis Kehormatan Pusat adalah

Majelis Kehormatan pada tingkat nasional dari perkumpulan IPPAT yang

mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan, pengawasan,

penertiban dan pembenahan, demikian pula untuk memeriksa, memutus

dan menjatuhkan sanksi atau hukuman kepada anggota perkumpulan

IPPAT pada tingkat banding dan terakhir serta bersifat final.

g. Majelis Kehormatan Daerah yakni Majelis Kehormatan Daerah adalah

Majelis Kehormatan pada tingkat Daerah dari perkumpulan IPPAT yang

mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan, pengawasan,

penertiban dan pembenahan, demikian pula untuk memeriksa, memutus

76

dan menjatuhkan sanksi atau hukuman kepada anggota perkumpulan

IPPAT pada tingkat pertama.

4. Kewajiban dan Larangan Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Berdasarkan Pasal 1 angka 12 menyatakan bahwasannya kewajiban

Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah adalah sikap, perilaku dan

perbuatan atau tindakan berupa apapun oleh anggota perkumpulan IPPAT

untuk menjaga dan memelihara citra serta wibawa dan menjunjung tinggi

keluhuran harkat dan martabat jabatan PPAT. Dalam rangka untuk

melaksanakan tugas jabatan para PPAT serta PPAT Pengganti ataupun dalam

kehidupan sehari-hari, setiap PPAT diwajibkan untuk:

a. Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan

PPAT.

b. Menjunjung tinggi dasar negara dan hukum yang berlaku serta bertindak

sesuai dengan makna sumpah jabatan dan kode etik.

c. Berbahasa Indonesia secara baik dan benar.

d. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara.

e. Memiliki perilaku profesional dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan

nasional, khususnya di bidang hukum.

f. Bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri, jujur, dan tidak

berpihak.

g. Memberi pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat yang

memerlukan jasanya.

77

h. Memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat yang memerlukan

jasanya dengan maksud agar masyarakat menyadari dan menghayati hak

dan kewajibannya sebagai warga negara dan anggota masyarakat.

i. Memberikan jasanya kepada anggota masyarakat yang tidak atau kurang

mampu secara cuma-cuma.

j. Bersikap saling menghormati, menghargai serta mempercayai dalam

suasana kekeluargaan dengan sesama rekan sejawat.

k. Menjaga dan membela kehormatan serta nama baik korps PPAT atas dasar

rasa solidaritas dan sikap tolong menolong secara konstruktif.

l. Bersikap ramah terhadap setiap pejabat dan mereka yang ada hubungannya

dengan pelaksanaan tugas jabatannya.

m. Menetapkan suatu kantor, dan kantor tersebut merupakan satu-satunya

kantor bagi PPAT yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan

sehari-hari.

n. Melakukan registrasi, memperbaharui profil PPAT, dan melakukan

pemutakhiran data PPAT lainnya di Kementerian Agraria dan Tata

Ruang/Badan Pertanahaan Nasional.

o. Dalam hal seorang PPAT menghadapi dan/atau menemukan suatu akta

yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di dalamnya terdapat

kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka

PPAT tersebut wajib:

1) Memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas

kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui,

78

melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan

terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.

2) Segera setelah berhubungan dengan rekan sejawat yang membuat akta

tersebut, maka kepada klien yang bersangkutan sedapat mungkin

dijelaskan mengenai hal-hal yang salah dan cara memperbaikinya.

p. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai

kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain:

a) Peraturan Perundang-undangan yang mengatur Jabatan PPAT;

b) Isi Sumpah Jabatan;

c) Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga ataupun keputusan-

keputusan lain yang telah ditetapkan oleh Perkumpulan IPPAT, antara

lain:

1) Membayar iuran,

2) Membayar uang duka manakala ada seorang PPAT atau mantan

PPAT meninggal dunia,

3) Mentaati ketentuan tentang tarif serta kesepakatan yang dibuat oleh

dan mengikat setiap anggota perkumpulan IPPAT.

d) Ketentuan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan kewajiban

PPAT.

Sebagaimana dalam Pasal 1 angka 13 Kode Etik Ikatan Pejabat

Pembuat Akta Tanah mengatakan, Larangan adalah sikap, perilaku dan

perbuatan atau tindakan berupa apapun yang harus ditinggalkan (tidak boleh

dilakukan) oleh anggota perkumpulan IPPAT yang dapat atau setidak-

79

tidaknya dikhawatirkan dapat menurunkan citra serta wibawa lembaga PPAT

ataupun keluhuran harkat dan martabat jabatan PPAT. Setiap PPAT, baik

dalam rangka melaksanakan tugas jabatan maupun dalam kehidupan sehari-

hari, dilarang:

1) Membuka/mempunyai kantor cabang atau kantor perwakilan.

2) Secara langsung mengikutsertakan atau menggunakan perantara-perantara

dengan mendasarkan pada kondisi-kondisi tertentu.

3) Mempergunakan media massa yang bersifat promosi.

4) Melakukan tindakan-tindakan yang pada hakikatnya mengiklankan diri

antara lain:

a) Memasang iklan dalam surat kabar, majalah berkala atau terbitan

perdana suatu kantor, perusahaan, biro jasa, biro iklan, baik berupa

pemuatan nama, alamat, nomor telepon, maupun berupa ucapan-ucapan

selamat, dukungan, dan sumbangan.

b) Uang atau apapun, pensponsoran kegiatan apapun, baik sosial,

kemanusiaan, olah raga dan dalam bentuk apapun, pemuatan dalam

buku-buku yang disediakan untuk pemasangan iklan dan/atau promosi

pemasaran.

c) Mengirim karangan bunga atas kejadian apapun dan kepada siapapun

yang dengan itu nama anggota perkumpulan IPPAT terpampang kepada

umum, baik umum terbatas maupun umum tak terbatas.

d) Mengirim orang-orang selaku “salesman” ke berbagai tempat/lokasi

untuk mengumpulkan klien dalam rangka pembuatan akta; dan

80

e) Tindakan berupa pemasangan iklan untuk keperluan pemasaran atau

propaganda lainnya.

5) Memasang papan nama dengan cara dan/atau bentuk di luar batas-batas

kewajaran dan/atau memasang papan nama di beberapa tempat di luar

lingkungan kantor PPAT yang bersangkutan.

6) Mengadakan usaha-usaha yang menjurus ke arah timbulnya persaingan

yang tidak sehat dengan sesama rekan PPAT, baik langsung maupun tidak

langsung, termasuk antara lain pada penetapan jumlah biaya pembuatan

akta.

7) Melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan sesama rekan

PPAT, baik moral maupun material ataupun melakukan usaha-usaha untuk

mencari keuntungan bagi dirinya semata-mata.

8) Mengajukan permohonan, baik lisan maupun tertulis kepada instansi,

perusahaan, lembaga ataupun perseorangan untuk ditetapkan sebagai

PPAT dari instansi, perusahaan atau lembaga tersebut, dengan atau tanpa

disertai pemberian insentif tertentu, termasuk antara lain pada penurunan

tarif yang jumlahnya/besarnya lebih rendah dari tarif yang dibayar oleh

instansi, perusahaan, lembaga ataupun perseorangan kepada PPAT

tersebut.

9) Menerima/memenuhi permintaan dari seseorang untuk membuat akta yang

rancangannya telah disiapkan oleh PPAT lain, kecuali telah mendapat izin

dari PPAT pembuat rancangan.

81

10) Berusaha atau berupaya agar seseorang berpindah dari PPAT lain

kepadanya dengan jalan apapun, baik upaya itu ditujukan langsung kepada

klien yang bersangkutan maupun melalui perantaraan orang lain.

11) Menempatkan pegawai atau asisten PPAT di satu atau beberapa tempat di

luar kantor PPAT yang bersangkutan, baik di kantor cabang yang sengaja

dan khusus dibuka untuk keperluan itu maupun di dalam kantor instansi

atau lembaga/klien PPAT yang bersangkutan, di mana pegawai/asisten

tersebut bertugas untuk menerima klien-klien yang akan membuat akta,

baik klien itu dari dalam dan/atau dari luar instansi/lembaga itu, kemudian

pegawai/asisten tersebut membuat akta-akta itu, membacakannya atau

tidak membacakannya kepada klien dan menyuruh klien yang

bersangkutan menandatanganinya di tempat pegawai/asisten itu berkantor

di instansi atau lembaga tersebut, untuk kemudian akta-akta tersebut

dikumpulkan untuk ditandatangani PPAT yang bersangkutan di kantor

atau di rumahnya.

12) Mengirim minuta kepada klien-klien untuk ditandatangani oleh klien-klien

tersebut.

13) Menjelek-jelekkan dan/atau mempersalahkan rekan PPAT dan/atau akta

yang dibuat olehnya.

14) Menahan berkas seseorang dengan maksud untuk “memaksa” orang itu

agar membuat akta pada PPAT yang menahan berkas tersebut.

82

15) Menjadi alat orang atau pihak lain untuk semata-mata menandatangani

akta buatan orang lain sebagai akta yang dibuat oleh/di hadapan PPAT

yang bersangkutan.

16) Membujuk dan/atau memaksa klien dengan cara atau dalam bentuk apapun

untuk membuat akta padanya ataupun untuk pindah dari PPAT lain.

17) Membentuk kelompok di dalam tubuh IPPAT (tidak merupakan salah satu

seksi dari Perkumpulan IPPAT) dengan tujuan untuk melayani

kepentingan suatu instansi atau lembaga secara khusus/eksklusif, apalagi

menutup kemungkinan bagi PPAT lain untuk memberikan pelayanan.

18) Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai

pelanggaran terhadap Kode Etik PPAT, antara lain pada pelanggaran-

pelanggaran terhadap:

a) Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Jabatan PPAT dan ketentuan

perundang-undangan lainnya yang terkait dengan tugas pokok PPAT.

b) Isi Sumpah Jabatan.

c) Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah

Tangga dan/atau keputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi

IPPAT tidak boleh dilakukan oleh anggota perkumpulan IPPAT.

5. Pelanggaran Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Pada Pasal 1 angka 11 Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta

Tanah menyatakan bahwasannya, Pelanggaran adalah semua jenis

perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh anggota perkumpulan IPPAT

83

yang dapat menurunkan keluhuran harkat dan martabat jabatan PPAT,

sebagaimana yang tercantum dalam ketentuan Kode Etik. Terdapat hal-hal

yang dikecualikan dalam kewajiban dan larangan, maka hal-hal tersebut di

bawah ini merupakan pengecualian yang tidak termasuk pelanggaran,

yaitu:

a. Pengiriman kartu pribadi dari anggota perkumpulan IPPAT yang berisi

ucapan selamat pada kesempatan-kesempatan ulang tahun, kelahiran

anak, keagamaan, adat atau ucapan ikut berduka cita dan lain

sebagainya yang bersifat pribadi.

b. Pemuatan nama anggota perkumpulan IPPAT oleh perusahaan

telekomunikasi atau badan yang ditugasinya dalam lembaran kuning

dari buku telepon yang disusun menurut kelompok-kelompok jenis

usaha, tanpa pemuatan nama anggota perkumpulan IPPAT dalam box-

box iklan lembaran kuning buku telepon itu.

c. Pemuatan nama anggota perkumpulan IPPAT dalam buku petunjuk

faksimili dan/atau teleks.

d. Menggunakan kalimat, pasal, rumusan-rumusan yang terdapat dalam

akta yang dibuat oleh atau di hadapan anggota perkumpulan IPPAT

lain, dengan syarat (turunan dari) akta tersebut sudah selesai dibuat dan

telah menjadi milik klien.

e. Memperbincangkan pelaksanaan tugasnya dengan rekan sejawat

bilamana dianggap perlu.

84

6. Sanksi Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Pada Pasal 1 angka 14 Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta

Tanah menyatakan bahwasannya sanksi merupakan Sanksi adalah suatu

hukuman sebagai sarana, upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin

anggota perkumpulan IPPAT dalam menegakkan Kode Etik ini. Sanksi

yang dikenakan terhadap anggota perkumpulan IPPAT yang melakukan

pelanggaran Kode Etik dapat berupa:

a. Teguran.

b. Peringatan.

c. Schorsing dari keanggotaan perkumpulan IPPAT.

d. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan IPPAT.

e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan

IPPAT.

Penjatuhan sanksi-sanksi terhadap anggota perkumpulan IPPAT

yang melakukan pelanggaran Kode Etik disesuaikan dengan frekuensi dan

kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota perkumpulan IPPAT

tersebut. Penjatuhan sanksi akan berakibat pada penjatuhan sanksi yang

akan diberikan kemudian oleh Pembina PPAT.

7. Efektivitas Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Efektivitas dalam Kode Etik yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri

Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor: 112.KEP-4/IV/2017, dapat dikatakan bahwasannya dalam

85

implementasi kode etik, lembaga profesi yang dalam hal ini adalah IPPAT

memiliki peranan penting. Selain domain kewenangan dalam

menformulasikan Kode etik PPAT juga menjamin implementasi penegakan

kode etik tersebut.

Dalam praktik pelaksanaan dan penindakan, kewenangan kode etik

PPAT ada pada lembaga Majelis Kehormatan. Keberadaan Majelis

Kehormatan merupakan wujud kemandirian lembaga profesi yang nantinya

dalam menjalankan kewenangan penegakan kode etik dengan mengambil

tindakan atas segala bentuk penyimpangan secara etika yang dilakukan oleh

Pejabat Pembuat Akta Tanah. Hal ini tentunya penting mengingat peraturan

etika tanpa penegakan etika yang jelas akan membuat tidak akan berfungsinya

sistem etika yang akan dibangun.

Sehingga, apabila terjadi penyimpangan maka peran organisasi profesi

dapat melakukan tindakan hukum. Bentuk sanksi yang demikian sifatnya

berjenjang dengan melihat dari pertimbangan atas tindakan pelanggaran etika

yang dilakukan disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas pelanggaran yang

dilakukan anggota tersebut. Subtansi etika yang utama sebenarnya adalah

mengenai jaminan kepastian, kemanfaatan dan keadilan bagi masyarakat

sehingga optimalisasi dibutuhkan disini.

Dalam mengoptimalkan peran penegakan etika, peran dan kontribusi

tersebutlah yang dapat menjamin penegakan etika pastinya dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Jika kemudian

peran dan optimalisasi penegakan etika dapat diformulasikan melalui

86

dukungan masyarakat, maka sudah jadi pada tahap selanjutnya kedudukan

PPAT dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum dapat maksimal

bagi kepentingan masyarakat.

Disisi lain, bagi PPAT secara personal, perlu pemahaman hukum dan

etika yang utuh menjadi salah satu alternative yang tepat agar PPAT tidak

terlibat dalam pelanggaran-pelanggaran etika.48

48 Soegianto. Kode Etik dan Penegakannya Bagi PPAT. Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Jawa Tengah. https://pengwilippatjateng.org. Diakses pada tanggal 21 Desember 2017.